Hardy Boys Misteri Manusia Kera Bagian 2
"Vinnie tidak ada di rumah," katanya, "ia bekerja siang hari sekarang. Cobalah
nanti sesudah jam tujuh."
"Ini sangat penting, nyonya, apa tidak ada jalan untuk menghubunginya?"
"Coba, lihat dulu. Sekarang jam dua lebih seperempat. Ia biasanya sangat sibuk,
tak sempat makan siang. Tetapi coba saja di warung tempat ia biasa makan.
Penjaga warung itu tentu dapat memberitahu apakah ia sudah datang makan atau
belum." Ia memberikan alamat dari warung itu kepada Frank, di daerah Lower East
Side kota Manhattan. "Terimakasih banyak, nyonya! Kami akan mencobanya."
Mereka memanggil taksi dan diantar ke warung itu. Jam sibuk tengah hari telah
lewat. Hanya ada seorang langganan yang duduk di meja, seorang yang kekar berambut
hitam, berpakaian kemeja sport warna merah serta celana pendek kotak-kotak.
Penjaga warung bertanya: "Dapatkah saya membantu anda?"
Ketika Frank menanyakan sopir taksi dengan menyebutkan namanya, ia menunjuk ke
arah orang berbaju merah itu. "Anda sedang melihat dia," katanya sambil tertawa.
"Kebetulan sekali," kata Joe. Ia dan kakaknya langsung saja memperkenalkan diri
masing-masing kepada Vinnie. Ternyata ia juga sudah tahu segalanya tentang kedua
detektif muda itu. Sesungguhnya, ia telah melihat acara wawancara mereka di TV.
"Jangan main-main! Kalian ini benar-benar kakak-beradik Hardy?" katanya
seenaknya sambil berjabat tangan. "Wah, bukan main! Mari, silakan duduk! Minum
susu kocok atau apa sajalah!"
Frank menerangkan maksud kedatangannya, dan Vinnie ingin membantu mereka.
"Tentu. Aku tahu penumpang yang kalian katakan itu. Anak yang manis, kira-kira
umur delapanbelas. Kuantarkan dia ke East Side, dan aku mendapat penumpang baru ke kota bawah. Nah,
setelah itu baru makan siang."
"Apa kau ingat alamat yang ditujunya?" tanya Frank.
"Tak ada alamat. Ia telah ditunggu sebuah mobil. Aku melihat dia naik ketika aku
berangkat lagi." "Mobil macam apa?"
"Sedan Mercedes merah. Tetapi kalau kalian menanyakan nomornya, wah, kalian
tidak mujur. Aku sendiri pun tidak melihat..." Sopir yang
kekar berambut hitam itu berhenti bicara dengan tiba-tiba, lalu merogoh ke dalam
saku bajunya. "Hee! Tunggu sebentar! Ini ada sesuatu yang mungkin menarik bagi
kalian, jika kalian hendak melacak jejaknya. Hampir saja aku lupa."
Ia mengulurkan sebuah jimat. Pada sebelah sisi tertera gambar burung terbang
dengan sebatang ranting zaitun di paruhnya. Persis seperti yang mereka temukan
di pesta disco. "Ini sangat menarik bagi kami," seru Frank. "Dari mana ini?"
"Penumpang yang naik di blok berikutnya yang melihatnya. Kukira jatuh ketika
anak perempuan itu membuka dompetnya untuk membayar."
"Bolehkah ini kupegang dulu untuk sementara waktu" Bisa kuberikan tanda terima,
jika kau kehendaki."
"Sudah, jangan susah-susah! Pegang saja, dan berikan kepadanya jika kau temukan
dia. Kirimkan salamku!" "Terimakasih banyak! Akan kusampaikan salammu Vinnie. Kau telah banyak
membantu!" "Dengan senang hati. Dengar, anakku si Dino tentu akan senang sekali, jika
kukatakan kepadanya, bahwa aku telah membantu kakak-beradik Hardy dalam
memecahkan perkara misteri!"
Frank dan Joe tersenyum, lalu berjabat tangan dengan sopir itu. Kemudian mereka
meninggalkan warung itu. "Jika jimat ini punya arti sesuatu," kata Frank merenung, "firasat tuan Linwood
rupanya benar juga. Maksudku bahwa Sue telah bergabung dengan para jemaat Anakanak Noah." "Betul," kata Joe. "Tetapi jika itu memang benar, untuk apa ia mengantarkan
bungkusan kepada pedagang benda-benda seni itu?"
"Jangan tanya itu! Kukira lebih baik kita telepon ayah saja mengenai hal ini!"
Pak Hardy segera menjawab pada deringan telepon pertama. Ia sangat tertarik
mendengar Mercedes merah yang menjemput Sue.
"Pemimpin dari jemaat Anak-anak Noah adalah orang yang bernama Noah Norvel" kata
detektif ahli itu. "Ia banyak disebut-sebut oleh pihak pers akhir-akhir ini. Ia
didakwa melakukan "cuci otak" terhadap anak-anak muridnya, dan melarang mereka
menjenguk orang tua mereka. FBI melakukan pengawasan terhadap dia. ia mempunyai
tanah yang luas di kabupaten West-chester, di sebelah utara kota New York. Di
sana ia juga mempunyai sebuah armada mobil-mobil pribadi. Jika aku tak salah,
salah satu di antaranya berupa Mercedes merah."
"Jika ayah benar, itu merupakan petunjuk bahwa Sue benar masuk ke dalam jemaat
kebaktian itu," kata Frank. "Menurut ayah, apakah mungkin Sue tinggal di rumah
itu" Maksudku jika mobil merah itu memang milik Noah Norvel."
"Kukira ini sangat berharga untuk diselidiki." Pak Hardy memberitahu ancar-ancar
untuk dapat mencapai tanah milik.
Frank dan Joe menghubungi Chet melalui walkie-talkie saku seperti yang telah
mereka atur sebelumnya. Seperempat jam kemudian mereka bertemu dengan kawannya
itu di garasi tempat mereka menitipkan mobilnya. Ketika trio Bayport itu dalam
perjalanan keluar dari kota melalui Bronx, dengan bangga Chet memberitahu
kawannya kakak-beradik Hardy, bahwa Micky Rudd menyimpan kartunya. Dengan
demikian anggota-anggota staf Star Comix dapat memeriksanya.
"Lancar jalannya, Chet!" Joe memberi selamat kepada kawannya itu. "Wah, sekarang
kita sedang melakukan perjalanan bersama calon ahli kartun yang terkenal."
Dengan harapan dapat memetik beberapa petunjuk dalam perkara si Manusia Kera,
mereka memutuskan untuk mampir ke rumah Archie Frome almarhum. Hamp Huber telah
memberi-tahu kepada mereka alamat Frome, di sebuah perkampungan dekat Selat Long
Island. Ternyata bahwa Frome almarhum adalah seorang duda. Anak perempuannya yang telah
menikah, seorang yang menyenangkan bernama Ny. Elver, sedang sibuk membersihkan
rumah. Ia mempersilakan ketiga anak-anak muda itu masuk dan duduk. Ia menjawab segala
pertanyaan, sambil tangannya memegang erat-erat kalung rantai seekor anjing
Irlandia yang besar dan tidak henti-hentinya melonjak-lonjak serta menggeram
melihat tamu-tamu itu. "Jangan takut pada Rory." Ia tersenyum. "Ia seperti anak anjing yang besar. Ia
bisa seenaknya melempar orang ke tanah, padahal ia hanya ingin mengajak mainmain saja!" Selain sebuah sofa dan dua kursi, ruang tamu itu nampak kosong.
"Saya telah membereskan studio ayah, dan mendermakan sejumlah gambar dan lukisan
kepada Museum Seni Komik," katanya. "Sekarang aku sedang mengurangi kelebihan
perabotan rumah tangga."
"Apa Museum Seni Komik itu?" tanya Chet.
Puteri ahli kartun itu mengatakan, bahwa banyak di antara orang-orang terjun
dalam pembuatan strip-strip kartun dan buku komik bekerja-sama dalam membeli
sebuah gedung di sebuah kota dekat Westchester. Gedung itu dirubah menjadi
sebuah museum untuk menyimpan dan memamerkan hasil karya seni di bidang mereka.
"Wah! Aku ingin sekali melihat tempat itu," seru Chet. Nyonya Elver memberitahu
tempat itu kepada mereka.
Frank lalu menerangkan maksud kedatangan mereka. Ia lalu bertanya. "Apa pendapat
anda, mengapa ayah anda menyebut Micky Rudd sebagai seorang bajingan?"
Nyonya muda itu menggelengkan kepala. "Aku telah pisah selama tujuh tahun. Jadi
hubunganku dengan kerja ayah agak terputus. Aku tahu ahwa ia sudah bosan dengan
karya buku komik. Beberapa tahun yang terakhir ini, seluruh waktunya digunakan
untuk membuat ilustrasi buku kanak-kanak."
Nyonya Elver mengerutkan dahi sambil berpikir, lalu menambahkan: "Tetapi aku
ingat, ayah mengatakan bahwa di sini telah terjadi pencurian secara misterius."
12. Bayangan hantu Naluri detektif kakak-beradik Hardy cepat tergelitik mendengar adanya pencurian
itu. "Apa saja yang dicuri?"
"Tak ada sesuatu! Itulah anehnya! Padahal banyak barang-barang berharga yang
kelihatan jelas. Seperti sebuah kamera yang mahal, sebuah TV baru dan sebuah
kaset video. Itu semua ada di ruang tamu. Belum lagi barang-barang perak di
ruang makan atau sebuah jambangan tempat minuman dari kaca berukir yang harganya
beberapa ratus dolar. Tetapi pencuri itu membiarkan saja semua itu."
"Bagaimana anda dapat mengetahui adanya pencurian itu?" tanya Frank.
"Ayah yang memberitahukan. Hal itu terjadi sebelum meninggalnya."
"Bukan begitu maksud kami nyonya. Kami maksudkan: Bagaimana ia mengetahui ada
pencurian jika tidak ada barang-barang yang dicuri?"
"Ya, karena Rory mengusir pencuri itu. Rory tidur di dekat tempat tidur ayah
seperti biasanya. Nah, kukira akhirnya ia mendengar sesuatu. Ia bangun dan
berlari ke bawah untuk melihat apa yang terjadi. Kemudian geram serta
keributannya membangunkan ayah.
Rupanya pencuri itu sempat melarikan diri melalui pintu depan, sebelum Rory
berhasil menggigit kaki atau tangannya."
"Jadi mungkin pencuri itu tidak sempat mengambil sesuatu," kata Joe.
Nyonya Elver nampak sangsi. "Aku tak tahu. Ayah berkata bahwa ia telah
menggeledah kamar-kamar yang ada di bawah dengan teliti, sebelum Rory
mengusirnya. Bahkan arloji ayah terbuat dari emas tergeletak jelas di atas meja
gambar di studio. Pencuri itu seharusnya dapat memasukkannya ke dalam saku
bajunya. Tetapi ia tidak melakukannya."
Kakak-beradik itu tak dapat memberikan pemecahan atas usaha pencurian yang
misterius itu. Tetapi mereka berjanji akan memberitahu kepada
nyonya Elver kalau terbukti ada kaitannya dengan perkara si Manusia Kera.
Ketika mereka kembali ke mobil, Joe mempelajari peta jalan dengan cepat.
"Lihay," ia menunjuk. "Tempat kerja manusia otot lain yang juga termasuk
tersangka hanya sepuluh mil jauhnya dari sini. Mengapa kita tidak putar ke sana
untuk berbicara dengan dia?"
"Oke deh!" kata Frank. Chet juga tidak berkeberatan.
Orang yang dimaksud adalah seorang ahli teknik bernama Vic Cardiff. Ia bekerja
pada pompa bensin di jalan raya. Ia ternyata seorang yang selalu memberengut,
berwatak suka berkelahi. Alis matanya hitam sayap kumbang, dan rahangnya mencuat
kuat. "Aku tahu semua siapa kalian!" kata Cardiff, tak menghiraukan usaha Frank untuk
memperkenalkan diri. "Kalian adalah dua anak bawang yang merasa jadi detektif
hebat, karena ayahmu seorang detektif swasta. Sekarang kalian mau mencampuri
urusan si badut yang berkeliaran sebagai Manusia Kera, merusak barang-barang."
"Kami tak mencampuri urusan dia," kata Joe. "Kami hanya berusaha mengetahui
siapa dia." "Lalu kalian kira barangkali aku orangnya, ya?"
"Saya tidak mengatakan begitu!"
"Tetapi maksudmu?" tukang berotot itu menggeram tak sabar. "Mengapa kalian cari
aku segala" Heh, kalian menggebah sarang tikus yang salah! Nah, pukullah kalau
berani!" "Apa yang ingin kami lakukan hanyalah hen-dak mengajukan pertanyaan-pertanyaan,"
kata Frank, "kalau anda tak ingin sembunyikan sesuatu, apa salahnya berbicara
dengan kami!" "Kalian sudah dengar! Aku tak ada sesuatu yang penting untuk dikatakan padamu.
Nah, ayo pergi! Aku sedang bekerja!" Tanpa menghiraukan lagi Cardiff membalikkan
badannya memulai melumasi mobil yang dinaikkan di palang dongkrak.
"Anak yang manis!" gerutu Joe ketika mereka naik kembali ke mobil.
"Orang bilang, manusia ada bermacam-macam," kata Frank bersabar. Ia menghidupkan
mesin mobilnya, lalu menjalankannya menyusup ke dalam lalu-lintas jalan raya
yang ramai. "Ya, dan orang memerlukan bermacam-macam petunjuk untuk memecahkan suatu
misteri," kata Joe dengan muka masam. "Hanya saja kita tidak peroleh petunjuk
yang dilepaskan orang itu."
Hari sudah lewat tengah hari ketika mereka sampai di tujuan. Mereka telah
bertanya pada sebuah pompa bensin untuk menemukan rumah
Noah Norvel yang besar itu. Letaknya beberapa mil dari kota yang terdekat, pada
jalan sempit berhutan yang sedikit lebih besar dari jalan tanah pedesaan.
Rumah batu yang mengesankan itu terlindung pandangannya oleh pohon-pohon dari
jalan. Tak ada tembok atau pagar yang membatasi tanah itu. Tetapi mereka melihat paling
sedikit dua orang pengawal bersenjata sedang meronda, ketika mereka melewatinya.
Mereka juga melihat sederetan batu-batu besar yang dicat putih. Rupanya itu
merupakan tanda batas tanah tersebut.
"Punya rencana?" tanya Joe. "Atau apa kita jalan terus dan mengetuk pintu?"
"Belum!" Frank menggeleng. "Itu hanya membuat Anak-anak Noah waspada, dan kita
tidak mendapatkan sesuatu. Kukira yang paling baik adalah mengawasi tempat ini.
Katakanlah selama duapuluh empat jam. Kita coba barangkali Sue keluar atau
masuk." Setelah lewat sedikit jauh, Frank mengemudikan mobilnya keluar dari jalan.
Mereka turun dari mobil, lalu berjalan kaki kembali ke arah rumah Noah Norvel.
Setelah menyelidiki dengan hati-hati, mereka menemukan sebatang pohon yang
cabangnya rendah-rendah. Dari sini diperoleh pandangan yang jelas ke arah rumah
dan garasi di sebelahnya.
"Ini tempat yang baik untuk pos pengawasan," kata Joe. Kedua kawannya setuju.
Hanya ada dua buah mobil yang nampak di jalanan masuk. Di antaranya tidak
terdapat Mercedes merah. Tetapi kedua kakak-beradik tahu bahwa mungkin masih ada
beberapa buah mobil lagi di dalam garasi yang tertutup pintunya itu.
Mereka mencatatkan diri pada sebuah motel, lalu menelepon ke rumah masing-masing
di Bay-port. Kemudian mereka makan malam dengan hamburger. Setelah itu mereka
bermain tarik batang rumput untuk mengundi siapa mendapat giliran jaga yang
pertama. Joe menarik batang rumput paling pendek, jadi harus berjaga dari jam
enam sampai jam sembilan. Chet mendapat giliran berikutnya dari jam sembilan
sampai tengah malam. "Jika salah satu dari kita melihat sesuatu yang menarik, berilah isyarat
menggunakan walkie-talkie," kata Frank.
"Setuju!" kata Chet. "Tetapi sediakan makanan kecil agar aku tak mengantuk!"
Ketika membayar makanan, Chet membeli sebungkus kacang, beberapa permen jeruk
dan dua batang coklat. "Tetapi jangan makan terlalu kenyang, nanti malah mengantuk!" Kata Joe
mengingatkan. Mereka mengendarai mobil kembali ke jalan
berhutan. Frank dan Chet menurunkan Joe di dekat pohon tempat pos pengawasan,
lalu kembali lagi ke motel. Chet segera merebahkan diri untuk tidur sore. Pada
jam sembilan ia menggantikan Joe yang menyatakan tak ada sesuatu yang perlu
dilaporkan. Beberapa lama kemudian, Frank terbangun oleh suara mengiang walkie-talkie.
Sambil terkantuk-kantuk ia meraba-raba pesawatnya, lalu menekan tombol untuk
berkomunikasi. "Ha-satu di sini."
"Aku baru saja melihat sesuatu seperti hantu!" terdengar suara Chet. "Seperti
apa?" "Seperti hantu - itulah!" "Jangan main-main!"
"Tidak" Sungguh! Ada sesuatu putih-putih, bergerak di antara pohon-pohon. Aku
melihatnya dua kali."
"Kau coba untuk membayanginya" Atau mengetahui siapa dia?"
"B-b-belum" Terdengar suara napas tersendat. Suara Chet agak gemetaran, tetapi
dengan memberanikan diri berkata: "Kalau terlihat lagi, akan kucoba
menangkapnya. Tetapi bagaimana kalau dikirim balabantuan?"
"Nah, kami segera datang!" kata Frank berjanji.
Joe terbangun. Frank mengulang berita tersebut kepadanya, sambil mengenakan
pakaian. Kedua kakak-beradik segera berlari ke mobil. Tidak lama kemudian mobil mereka
melaju menuju pos pengawasan mereka. Agar tidak menarik perhatian bermobil
malam-malam, mereka memarkir mobil lalu berjalan kaki menuju rumah.
Tetapi pohon pos pengawasan mereka sudah kosong.
Frank menirukan suara burung hantu. Tidak ada sambutan. Suara burung hantu
dikuatkan sedikit, belum juga ada jawaban. Dengan merasa khawatir, kakak-beradik
lalu mencarinya dengan hati-hati. Tetapi tetap tak ada jejak bekas kawannya si
gemuk bulat. Chet telah menghilang.
13. Sebentuk wajah di balik jendela
Joe bersikeras hendak meneruskan pencarian dengan nekad hendak memasuki tanah
Noah Norvel. Kakaknya mencegahnya dengan meletakkan tangannya di lengan.
"Sabar!" kata Frank menasihati. "Kita akan masuk ke dalam perangkap mereka!"
Hardy Boys Misteri Manusia Kera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi kita harus menemukan Chet, bukan?" jawab Joe dengan tajam.
"Sudah tentu! Ia mungkin sudah terpancing masuk perangkap. Takkan dapat menolong
dia, jika kita pun terkena perangkap yang sama!"
"Lalu bagaimana?"
Frank menunjuk ke arah dua batu pembatas.
"Batu-batu itu menjadi tanda batas tanah Noah Norvel. Aku mendapat firasat,
hantu putih itu hanya suatu umpan untuk menarik Chet keluar dan melewati batas
mereka." Joe mengerutkan dahi dengan perasaan tidak enak. "Maksudmu salah seorang penjaga
telah melihat Chet di atas pohon itu?"
"Benar. Ia lalu memberitahukannya, dan seorang temannya mengenakan pakaian
putih-putih dan berkeliaran di antara pohon-pohon agar dilihat oleh Chet.
Kemudian ketika Chet hendak membuntuti hantu itu yang justru menggiringnya
hingga Chet melewati batas tanah Noah Norvel. Di sanalah mereka menangkap Chet.
Ia telah memasuki tanah Norvel tanpa izin, jadi mereka berhak menangkapnya."
"Waduh! Kau mungkin betul, Frank. Itu menjadi petunjuk ke mana Chet menghilang.
Tetapi sekarang apa yang bisa kita lakukan?"
Frank mengerutkan dahi sejenak, lalu katanya: "Aku lebih cenderung melakukan
pendekatan yang langsung Joe. Kita pergi saja ke pintu depan dan mencari segala
sesuatunya." "Oke, Aku turut saja, mau tunggu apa lagi?"
Mereka berdua bergegas kembali ke mobil yang diparkir di sisi jalan di antara
pohon-pohon. Mobil dijalankan memasuki jalanan lagi. Ketika mereka memasuki
jalan pertanahan Noah Norvel
tiba-tiba seorang penjaga muncul dari semak-semak. Ia mengangkat tangan memberi
isyarat untuk berhenti. Frank menginjak rem, dan penjaga itu bertanya dengan kasar: "Apa yang kalian
kehendaki di sini" Apa kalian tidak tahu, tuan Norvel tak menerima tamu pada
larut malam begini?"
Frank segera bertindak menuruti firasat yang melintas cepat di benaknya. Dari
pada menjawab, ia mengeluarkan jimat yang diterimanya dari sopir taksi. Jimat
itu ditunjukkan kepada penjaga.
Melihat jimat logam bergambar burung dara yang membawa ranting zaitun itu
rupanya membuat penjaga itu terkejut. Ia memandangi benda itu beberapa saat
dengan penuh tanda tanya. Kemudian ia memandang ke arah kedua anak muda itu.
Akhirnya berkata: "Oke!" dan melambaikan tangannya agar berjalan terus.
"Kau cerdik, Frank!" Joe tertawa ketika mobil mereka berjalan di jalan masuk.
"Rupanya jimat itu digunakan sebagai tanda pengenal, ya?"
"Betul! Paling tidak bagi mereka yang hendak berhubungan langsung dengan Noah
Norvel. Itu berarti bahwa malam disco yang dikacaukan Manusia Kera itu, ada pula seorang
jemaah Anak-anak Noah yang hadir," Frank berhenti bicara ketika melihat di kaca
spion, "aduh!" "Ada apa?" tanya adiknya.
"Penjaga itu memanggil seseorang dengan walkie-talkie. Aku ada firasat kita akan
disambut oleh sebuah panitya!"
Mobil terus dijalankan sampai ke ujung jalan masuk, dan mereka lalu keluar. Joe
menahan napas secara tiba-tiba. Frank melihat, bahwa ia memandang ke salah satu
jendela di tingkat teratas.
"Kau lihat sesuatu?" tanyanya.
"Seseorang!" jawab adiknya membetulkan. "Lihat itu jendela yang agak terang"
Seorang cewek baru saja menutup gorden jendela. Tetapi aku dapat menangkap
bentuk wajahnya. Kukira ia Sue Linwood!"
"Kau berani bersumpah tentang apa yang kau lihat, jika kita nanti panggil polisi
untuk mengurus Chet?"
Joe sangsi. "Tidak! Aku tidak yakin sepenuhnya," ia mengaku. "Tetapi rupanya
sungguh tepat seperti foto yang diberikan tuan Linwood. Dan dia mengira bahwa
anaknya masuk ke dalam jemaat Noah. Bolehlah kukatakan itu dapat dijadikan
petunjuk tidak langsung. Setidak-tidaknya suatu alasan untuk mencurigai."
"Sama dengan pendapatku," Frank menyetujui. "Kita lihat saja, sampai berapa jauh
gunanya hal itu bagi kita."
Kakak-beradik itu dengan berani melangkah ke pintu masuk rumah. Tetapi sebelum
mereka mengetuk pintu, pintu depan terbuka dengan tiba-tiba. Seorang remaja
gundul, anggota jemaat berpakaian jubah putih memandang mereka dengan curiga.
"Damai sertamu, saudara-saudara," ia menggumam memberi salam. Tetapi dari
suaranya jelas menunjukkan kurang hangatnya persaudaraan.
Frank memperkenalkan diri, dan Joe melanjutkan: "Kami ingin bertemu dengan tuan
Norvel!" Tanpa menjawab, remaja itu melangkah ke samping. Seorang yang jangkung, bertubuh
besar kini nampak di ambang pintu. Kulitnya coklat terbakar matahari, rambutnya
panjang berwarna pirang dan janggutnya yang lebat agak luntur terkena panas
matahari menjadi hampir putih. Ia mengenakan jumsuit dari bahan satin berwarna
keemasan. "Kalian ada di hadapan Noah sekarang," orang itu memberitahu dengan senyum
mengejek. "Aku sudah menunggu kalian, anak-anak Hardy. Masuklah!"
Ia mundur dan melambaikan tangan supaya masuk, dengan lagak yang juga seperti
mengejek. Ketika kakak-beradik itu masuk, mereka melihat alasan mengapa ia nampak tidak
senang dan tajam. Kawan mereka, Chet Morton, menggeletak tertelungkup di lantai. Kedua
pergelangan tangannya terikat di punggung. Wajah si gemuk merah karena malu
serta kasihan keadaannya.
"Apa maksudnya ini?" kata Joe marah tak berpikir panjang. "Ia kawan kami!"
"O, begitukah?" jawab Noah Norvel dengan sinar matanya yang jahat. "Kalau begitu
kau dapat menjelaskan mengapa mengamat-amati rumahku, dan menyelundup masuk di
tanah milikku tanpa izin?"
Frank menyahut dengan cepat: "Anda sudah menanyai dia?"
"Tentu saja! Satu-satunya jawaban yang diberikan hanya omong kosong! Katanya
mengejar hantu. Apa kau dapat membayangkan?"
"Tentu saja! Saya dapat membayangkannya! Pengikut-pengikut anda memakai jubah
putih, bukan" Barangkali Chet melihat salah seorang dari mereka. Di kegelapan ia
menyangkanya hantu. Apa pun yang dilihatnya, atau menduga melihatnya, anda tidak
berhak mengikatnya, dan memperlakukan dia sebagai orang kriminal."
Wajah dan suara Noah Norvel justru menjadi lebih keras. "Sebaliknya! Aku dapat
memanggil polisi, dan mengadukan dia dengan resmi. Tetapi aku tak mau lakukan
itu. Asal saja kalian anak-anak Hardy berjanji takkan mengganggu aku lagi."
"Tak seorang pun mengganggu anda," kata Frank dingin. "Chet mungkin membuat
kesalahan, masuk ke tanah milik anda tanpa sengaja. Jika demikian, saya yakin,
dia akan meminta maaf. Tetapi sebaiknya anda jangan menuduh-nuduh tanpa bukti."
Pemimpin jemaat yang berjanggut itu memainkan bibirnya menjadi suatu senyuman
tidak menyenangkan. "Aku tak mau membuang-buang waktu berdebat dengan kalian,
tukang ngintip yang kurang ajar. Aku hanya memperingatkan sekali saja, ingat,
hanya sekali ini saja: Jangan mengganggu urusanku!"
"Baik!" jawab Joe. "Nah sekarang barangkali anda mau membuang waktu mendengarkan
alasan kami datang kemari?"
Noah Norvel melipat kedua lengannya, dan memandangi kedua kakak-beradik melalui
bawah hidungnya. "Aku mendengarkan!"
Frank berkata: "Tuan Linwood minta kepada kami, untuk membantu menemukan anak
gadisnya, Sue. Atas nama dia, kami menuntut suatu kesempatan untuk berbicara
dengan Sue." Frank berharap dapat mendorong pemimpin jemaat itu untuk mengaku bahwa Sue
Linwood berada di rumahnya. Bersama-sama anak-anak
muda anggota jemaat yang di bawah kekuasaannya.
Sebaliknya Noah Norvel mendengus menghina: "Kau menuntut" Atas dasar apa kau
pikir kehendakmu begitu penting di bawah atap rumahku" Sebagai tindakan yang
baik, aku akan lepaskan kawanmu. Tetapi kuingin kalian bertiga segera tinggalkan
tempat ini selekasnya! Mengerti" Dan sejak sekarang jangan mengusik milikku.
Kalau tidak, aku akan suruh tangkap kalian!"
Sambil berkata begitu, ia memberi isyarat dengan menjentikkan jari-jari
tangannya. Anggota jemaat berjubah putih di sampingnya maju untuk melepaskan ikatan
pergelangan tangan Chet. Si gemuk bangkit berdiri dengan malu, lalu meninggalkan
rumah itu bersama kakak-beradik Hardy.
"Penipu besar!" Joe menggerutu sambil naik ke dalam mobil.
"Kukira, aku telah membuyarkan segala rencana," kata Chet mengaku. "Aku mencoba
menangkap hantu itu. Tetapi tahu-tahu dua penjaga melompat dari belakang pohonpohon dan menangkap aku!"
"Sudahlah, itu bukan salahmu, Chet," kata Frank. "Kau memang sengaja dijebak.
Artinya mereka telah mengetahui engkau di atas pohon.
Atau barangkali mereka telah mengetahui kita semua terlebih dulu."
Kembali ke motel, ketiga anak muda Bayport tersebut baru saja hendak naik tidur
ketika telepon berdering. Chet menyambut, lalu mengulurkan pesawat itu kepada
Joe yang dekat padanya. "Untuk kalian. Dari bibi Gertrude!"
Terkejut dan sedikit khawatir Joe menerima telepon dan menyambut: "Halo, Bibi!
Semua beres di rumah?"
"Ya, memang! Ibumu dan aku dapat menguasai segalanya. Tetapi apakah kalian telah
mendengar berita yang terakhir?"
"Belum! Ada apa?"
"Bangsat yang menyamar sebagai Manusia Kera itu muncul lagi membuat kerusuhan!"
kata bibi memberitahu mereka.
Joe menahan napasnya. "Di mana, bibi?"
"Di Museum Seni Komik."
14. Rahasia yang dicuri Joe menjadi lebih terkejut lagi ketika mendengar, bahwa museum yang baru saja
mereka datangi siang tadi, kini menjadi medan pengru-sakan si perusuh yang baru.
Setelah mengajukan beberapa pertanyaan, ia berkata: "Terimakasih atas kisikan
bibi. Mungkin ini penting."
"Tentu saja penting," tukas bibi. "Kalau aku tak pikir penting, takkan aku
meneleponmu selarut malam begini. Camkan kata-kataku! Barangkali di dalam museum
itu ada gambar-gambar kera. Penjahat itu pergi ke sana untuk menghancurkan
gambar-gambar itu. Sebagai balas dendam
terhadap si Manusia Kera dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Dugaanku,
penjahat itu telah menjadi sinting. Barangkali karena terlalu banyak membaca
komik." "Mungkin bibi benar!" kata Joe, sambil menahan tertawanya. Ia meletakkan gagang
telepon lalu meneruskan berita dari bibi Gertrude kepada kedua kawannya.
Frank sangat tertarik oleh berita itu dan hilang sama sekali rasa kantuknya.
"Aku sungguh-sungguh berharap dapat melihat di tempat pencurian," katanya resah.
"Mungkin sekali kita dapat temukan petunjuk-petunjuk."
"Kita dapat mampir ke sana besok pagi," kata Chet mengantuk. Ia baru saja
melepaskan celana jeansnya, dan akan berguling mencari posisi yang enak untuk
tidur. "Besok pagi barangkali sudah dibereskan kembali," kata Frank, "dan petunjukpetunjuk itu sudah hilang." Ia melihat arloji lalu sambungnya: "Belum lewat jam
sepuluh tigapuluh. Ku kira polisi masih ada di tempat. Lalu-lintas tak begitu
ramai pada malam begini. Kuyakin kita akan sampai di sana dalam waktu setengah
jam!" "Kita dapat menelepon museum untuk mengetahui apa ada yang menyahut," Joe usul.
"Bagus," Frank lalu melangkah ke telepon. Ia segera mendapat saluran luar, lalu
memutar nomor telepon bagian penerangan, untuk menanyakan nomor telepon Museum
Seni Komik. "Nomor dinas atau nomor sesudah jam kerja?" tanya operator.
"Nomor sesudah jam kerja, kalau terdaftar!"
"Ya, ada," jawab operator, lalu menyebutkan nomornya.
Frank memutar nomor sambil menunjuk dengan telunjuknya ke arah Joe. Jawaban
datang dengan segera. Yang menjawab ternyata direktur museum, Gerald Tappan. Ia
nampak berterima-kasih atas minat kakak-beradik Hardy terhadap misteri malam
itu. Ia mempersilakan kedua detektif muda itu untuk datang selekasnya mencari
petunjuk-petunjuk. Chet lebih senang tetap tidur, sedang Frank dan Joe segera berangkat. Mereka
datang pada jam sebelas duapuluh.
Museum itu terletak di sebuah gedung bekas pabrik yang dirubah. Direktur dan
isterinya tinggal di rumah bekas pemiliknya, tepat di seberang jalan. Tappan
segera dapat mereka ketahui ia juga seorang ahli kartun. Ia memberi salam dengan
hangat, lalu membuka pintu museum untuk mereka periksa.
"Bagaimana anda dapat mengetahui ada orang yang masuk?"
"Ya, pada musim panas, museum buka sampai jam sembilan malam setiap hari kerja,"
jawab Tappan. "Malam ini setelah saya tutup, isteri saya melihat sesuatu cahaya
di sini. Seperti ada seseorang yang menyalakan lampu senter di dalam. Tidak lama
kemudian, terdengar suara-suara cukup keras hingga terdengar dari seberang
jalan. Saya datang untuk melihat apa yang terjadi."
"Apa tidak ada alat tanda bahaya?" tanya Frank.
"Belum! Museum ini dapat berdiri berkat para dermawan. Sebegitu jauh belum mampu
memasangnya. Di samping itu, ini adalah daerah sepi yang nyaman, dengan tingkat
kriminal yang rendah. Saya duga semula hanya seorang anak muda yang memaksa
masuk untuk iseng." Tetapi sebaliknya, Tappan bercerita, ia melihat tubuh yang kekar dari si Manusia
Kera. Atau Manusia Kera gadungan yang datang merobek-robek gambar-gambar di dinding,
dan merusak yang dipajangkan.
"Apa ia juga mencoba menyerang anda?" tanya Joe.
"Sudah tentu saja ia mencoba," kata Tappan sungguh-sungguh. "Ia meraih sebuah
bangku. Nampaknya ia siap untuk menghancurkannya di kepala saya. Saya keluar melalui
pintu, menyeberang jalan ke rumah, lalu menelepon polisi. Sayangnya penjahat itu
telah lari pada waktu polisi datang."
Pengrusakan itu terbukti jelas pada corengan corengan di dinding, gambar-gambar
berserakan di lantai. Beberapa benda tiga dimensi, seperti koleksi mainan yang
merupakan tokoh-tokoh komik, hancur seperti dihantam dengan tinju atau
pentungan. "Saya belum sempat menghitung kerugian," kata Tappan akhirnya. "Secara jujur,
saya sangat bingung ketika polisi dan wartawan setempat selesai memeriksa
situasinya. Saya hanya dapat mengunci pintu lalu pulang."
"Apa polisi telah mengetahui bagaimana cara penjahat itu masuk?"
"Ya, melalui jendela belakang!"
Sebuah kaca jendela pecah, serta kerusakan pada ambang jendela serta bingkai
kaca menunjukkan bahwa jendela itu telah dicongkel oleh si penjahat.
Ketika Frank berdiri memandangi jendela yang pecah, suatu pikiran menyelinap
dalam benaknya. "Apa anda telah menerima hasil karya dari seorang seniman yang
kini telah meninggal, bernama Archie Frome?" ia bertanya kepada direktur museum
itu. Tappan nampak bingung mendengar pertanyaan tersebut. "Apa" Betul! Baru datang
beberapa hari yang lalu. Sepeti penuh hasil karyanya. Saya belum sempat
membongkar dan menelitinya. Mengapa?"
"Apa masih ada di sini?"
Wajah Tappan berubah dari bingung menjadi terkejut. "W-wah, s-sa-saya belum
tahu. Saya akan melihatnya."
Ia menunjukkan jalan ke sebuah gudang di belakang kantor museum, lalu langsung
menuju ke sebuah peti yang besar. Ia nampak jelas terkejut melihat tutup peti
telah dicongkel. Isinya nampak agak berantakan, seolah-olah telah diaduk-aduk untuk mencari
sesuatu. "Ya, ampun!" Tappan berseru. "Bagaimana kalian tahu?"
"Hanya mencoba-coba di kegelapan," Frank berkata. "Apa bisa diketahui apa saja
yang telah diambil?"
"Saya belum tahu. Mari kita coba!"
Setelah diperiksa isinya, ternyata bahwa gambar-gambar dan benda seni lainnya
diatur rapih dalam map-map besar. Setiap map diberi tanda menurut urutan dari
tahun karya itu dibuat. "Satu tahun penuh hasil karyanya telah hilang!" seru Tappan.
"Tahun berapa?" tanya Frank.
"Enam tahun yang lalu."
Kakak-beradik itu mengucapkan terimakasih.
Dengan kepala penuh pikiran, mereka kembali ke mobil, lalu pulang ke motel.
"Minta ampun! Pelik juga perkara ini!" kata Joe memberengut ketika mereka melaju
Hardy Boys Misteri Manusia Kera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di terangnya bulan. "Apa kau kira karya seni di peti itu merupakan alasan utama
dari usaha pencurian itu?"
"Aku cenderung menduga demikian," kata Frank. "Apa pun isinya yang hilang itu,
mungkin sekali barang yang sama dengan yang akan dicuri dari rumah Frome. Waktu
itu ia tidak berhasil, karena anjing yang besar itu telah menakutinya. Tetapi
kali ini ia menemukan apa yang dicarinya itu."
"Jadi pengrusakan barang-barang yang dipajang itu hanyalah untuk mengalihkan
perhatian polisi?" "Barangkali, tetapi kita belum dapat memastikan, Joe. Ingat, penipu yang
menyamar sebagai Manusia Kera itu telah melakukan pengrusakan di tempat-tempat
lain. Di tempat-tempat yang tak bersangkutan dengan benda seni. Ingat saja
gedung bioskop di Shoreham, dan pesta disco di Bayport."
"Itu betul." Joe mencubit bibirnya yang bawah, memberengut penuh pikiran.
"Berbicara mengenai Alfresco Disco, apa kaukira ada kaitannya dengan perkara
ini, dengan jemaat Noah"
Atau apa hanya secara kebetulan, bahwa ada jimat yang ditemukan di disco sewaktu
diobrak-abrik si Manusia Kera?"
Frank mengangkat bahu dan menggeleng. "Nah, di situlah aku macet."
"Hee! Tunggu sebentar," Joe menjentikkan jari-jarinya dengan gairah. "Aku
teringat sesuatu!" "Teringat apa?"
"Ingatkah kau pada berita TV beberapa bulan yang lalu" Yang mengupas masalah
Anak-anak Noah" Satu acara penuh satu jam, mengupas kebaktian yang malah
menimbulkan kesulitan-kesulitan antara orang tua dan anak-anak."
Frank memandang adiknya dengan terkejut. "Benar, aku ingat sekarang setelah
kausebutkan!" "Jika aku tak salah, acara itu disiarkan oleh jaringan FBS. Acara itu sungguhsungguh menelanjangi kebaktian Anak-anak Noah. Apakah tak dapat kauanggap Noah
hendak menuntut balas" Menggunakan si Manusia Kera sebagai pembalas dendam yang
setimpal?" "Nah, di situ mungkin kau dapatkan sesuatu, Joe."
Hari berikutnya setelah mereka kembali ke Bayport, yaitu sejak mereka menginap
di motel, Frank menelepon Vern Kelso di New York untuk menanyakan pendapatnya
mengenai teori Joe. "Bisa kukatakan, itu mungkin sekali," jawab pelaksana siaran TV itu. Untuk
pertama kali suara Kelso bernada khawatir. Tetapi ia tak dapat memberikan
sesuatu petunjuk untuk membantu meneliti teori itu.
"Kita akan berusaha untuk menelitinya," janji Frank.
Setelah itu mereka mencoba menghubungi ayahnya dengan telepon. Nomornya tidak
menjawab. Tetapi setelah beberapa kali melakukan panggilan melalui radio akhirnya mereka
terima tanggapan. "Ada apa, nak?" tanya pak Hardy.
"Ayah, apakah kira-kira ada hubungannya antara pencurian benda-benda seni yang
ditangani Sam Radley dengan gerakan kebaktian Anak-anak Noah?" tanya Joe melalui mikrofonnya.
Pak Hardy nampak sedikit ragu-ragu sebelum menjawab: "Ya, memang ada. Pancaran
radio ini saling berebut gelombang. Karena itu aku hanya berani menjawab
pertanyaanmu secara singkat. Itu pun kalau tidak sampai terperinci benar."
Detektif itu menerangkan, bahwa banyak data pemerintah, maupun rahasia
perusahaan, yang dijual kepada agen-agen luar negeri. Pihak CIA telah menemukan
beberapa petunjuk, yang rupanya mengarah kepada Noah Norvel sebagai penjualnya.
"Aku sedang dibayar untuk menyelidikinya," sambung pak Hardy. "Sebegitu jauh,
aku belum berhasil menemukan barang-barang itu pada dirinya. Tetapi aku
menemukan suatu petunjuk bahwa mungkin sekali Noah Norvel terlibat dalam
kejahatan lain. Yaitu sebagai tukang tadah permata curian, lukisan-lukisan, dan
benda-benda seni lainnya."
Pada setiap peristiwa itu, kata detektif itu selanjutnya, selalu digunakan
barang palsu atau tiruan untuk mengganti barang asli yang dicurinya.
"Kemudian ketika Paul Linwood meminta aku untuk mencari anak gadisnya,"
sambungnya, "aku berharap dapat membuka jalan lain untuk menyelidiki kegiatan kriminal Noah
Norvel. Tetapi kunjungan Sue ke pedagang benda seni yang curang itu pun, seperti yang
dipergoki Sam, belum juga memberikan bukti yang meyakinkan."
Setelah Frank dan Joe memutuskan hubungan radio dengan ayahnya, telepon di ruang
depan berdering. Frank menyambutnya, dan mendengar suara letnan Penjaga Pantai
yang dulu memimpin kunjungan ke Bahtera.
"Kami baru saja menerima panggilan radio dari Bahtera," ia melaporkan. "Rupanya
kawanmu Buzz Barton telah muak dengan kebaktian Noah. Ia minta dijemput.
Dapatkah kau pergi jemput dia?"
"Siap, pak! Kami segera berangkat! Terima kasih kami diberitahu!"
Kakak-beradik bergegas ke mobil lalu melaju ke kandang perahu cepat mereka di
dekat pelabuhan. Tetapi mereka menjadi sangat jengkel karena mesin perahu mereka
tidak mau hidup ketika Joe memutar kunci kontak.
"Mati! Betul-betul mati!" ia mengeluh.
"Teruskan!" kata Frank. "Barangkali kurang kontak!"
Ia membuka ruang mesin berusaha mencari penyebabnya. Tetapi mencari kerusakan
ternyata lebih sulit daripada yang diduga. Hampir satu jam mereka kerja keras,
akhirnya Frank berseru: "Inilah kerusakan itu, Joe. Bukan hanya kebetulan.
Relais sambungan starter telah dirusak orang. Sabotase!"
15. Petunjuk kata sandi Joe marah bukan kepalang. Tetapi ia juga bingung karena tak mendapat petunjuk
kunci kandang perahu mereka telah dibuka paksa orang.
"Itu tak membuktikan sesuatu," kata Frank. "Orang yang cukup mengerti teknik
membongkar kunci, dengan mudah dapat menutupkannya kembali." Tidak berapa lama
kemudian ia berkata lagi: "Lihat, guratan-guratan sedikit pun tidak
ditinggalkannya!" "Tetapi untuk apa memikirkannya?" tanya Joe. "Jika ada orang melakukan sabotase,
apa bedanya kalau kita tahu kunci itu dibongkar atau tidak?"
"Hanya suatu lelucon memuakkan, kukira. Jika kita tahu kandang perahu ini
digeratak orang, kita tentu sudah curiga tentunya ada apa-apa menimpa Sleuth.
Dengan cara ini kita tidak menemukan adanya sabotase sebelum kita mau
berangkat!" "Cerdik juga!" kata Joe muak. "Nah, bagaimana kita bisa jemput Buzz?"
"Barangkali kita dapat minta bantuan Tony Prito untuk membawa kita dengan
perahunya," kata Frank. "Benar! Mari kita telepon dia!"
Mereka memutar nomor telepon Tony pada telepon umum di dekat sana. Kawan sekolah
mereka dengan segera bersedia membawa mereka ke Bahtera dengan perahu motornya
Napoli. Ketika mereka duduk-duduk di tembok dermaga menunggu datangnya Tony, Frank
berkata kepada Joe: "Kau tahu, mungkin ada maksud lain untuk membongkar kandang
perahu kita?" "Misalnya?" "Pengganggu itu mungkin mencari sesuatu. Mungkin ingin tahu apa kita punya
petunjuk-petunjuk yang memberatkan sehubungan dengan salah satu perkara yang
sedang kita tangani."
"Sebegitu jauh," kata Joe, "kita belum pernah menggunakan Sleuth dalam
penyelidikan misteri si Manusia Kera."
"Belum! Tetapi kita menggunakannya pada malam kita melihat isyarat lampu dari
Buzz, lalu naik ke Bahtera untuk mencari Sue," Frank mengingatkan adiknya.
"Itu betul! Jadi, barangkali kapten kapal Bahtera atau salah seorang anak Noah
menjadi resah bahwa kami mengawasi kapal mereka. Mungkin dikira memotret setiap
orang yang naik ke atas kapal mereka."
"Betul! Atau mungkin membuat catatan dari berapa orang yang naik dan turun.
Barangkali mereka mengharap menemukan sesuatu di dalam kandang perahu kita yang
dapat memberi petunjuk tentang langkah yang akan kita lakukan. Melakukan
sabotase terhadap Sleuth hanyalah pikiran yang timbul kemudian."
"Ya, mungkin dengan itu sudah menjadi jelas," kata Joe menyetujui.
Pada waktu itu perahu Napoli milik Tony berlabuh di sisi dermaga. Frank dan Joe
segera naik ke dalam cockpit bersama Tony. Tidak lama kemudian ketiga anak muda
itu telah membelah air laut menyeberang Teluk Barmet di bawah panas matahari.
Mereka dapat melihat sejumlah orang termasuk anggota jemaat berjubah putih,
pelaut, dan paling tidak seorang perwira. Mereka itu mengawasi dari geladak
Bahtera ketika mereka mendekati kapal pesiar besar yang telah dirubah.
Frank berseru dengan kedua telapak tangan sebagai corong: "Kami hendak jemput
Buzz Barton!" "Bersiap-siaplah!" perwira itu balik berseru. "Ini dia datang!"
Ia membalikkan tubuhnya lalu memberi tanda kepada seseorang di belakangnya
dengan lambaian tangannya. Kakak-beradik Hardy bersama Tony melihat seseorang
meronta-ronta diseret menuju pagar kapal.
Sesaat kemudian tawanan itu diangkat tinggi-tinggi lalu dilemparkan melalui
pagar kapal. Tubuh itu menimpa permukaan air laut dengan menimbulkan suara:
gejeburr, yang keras tak jauh dari Napoli.
Untunglah anak muda kekar itu tidak cidera ketika kejebur di laut. Ia lalu
berenang menuju perahu motor Napoli dengan gerakan yang kuat dan cepat. Ketiga
anak muda Bayport segera membantunya naik ke atas perahu.
"Huh! Sebakul anak bawang!" Tony Prito meledak marah menatap wajah-wajah
menyeringai di geladak Bahtera.
"Sudah! Jangan buang-buang angin percuma," kata Buzz Barton menasihati. "Mereka
itu tak berharga sepeser pun."
Dalam perjalanan pulang, Buzz bercerita tentang apa yang terjadi ketika ia naik
ke atas kapal Bahtera. "Mereka tentu sudah tahu sebelumnya, bahwa aku adalah
pacarnya Sue. Mungkin juga bahwa aku telah bekerjasama dengan kalian kakak-beradik Hardy."
Buzz menduga. "Begitu aku turun ke bawah, sejumlah anak jemaat menangkap aku,
dan salah seorang dari mereka menusukkan jarum padaku. Sesudah tusukan jarum itu
semuanya menjadi kabur!"
"Barangkali kau disuntik dengan sesuatu yang membuat kau bicara," kata Joe.
"Misalnya semacam obat hipnotik. Itulah sebabnya mereka tahu bahwa aku dan Frank
akan datang kemudian, dan juga isyarat untuk memancing kita ke kapal!"
Buzz mengangguk. "Aku juga berpikir begitu. Aku tak sadarkan diri lagi, sampai
kalian dan pak Letnan Penjaga Pantai itu membangunkan aku. Pada waktu itu aku
berpikir sudah kepalang basah. Jadi aku memilih tetap tinggal di kapal. Berusaha
mengetahui apa saja sebanyak-banyaknya."
"Ada hasilnya?" tanya Frank.
"Tidak banyak. Aku memastikan, Sue tidak ada di atas kapal."
"Engkau benar! Dia tidak ada di sana. Kenyataannya ia terlihat kemarin di kota
New York," kata Frank. Ia lalu menjelaskan bagaimana salah seorang pembantu
ayahnya telah melihat gadis itu, dan bagaimana ia dan Joe telah berusaha untuk
menemukan Sue bila ia memang tinggal di rumah Noah Norvel.
Buzz ganti bercerita bagaimana ia setelah mengetahui banyak tentang mereka,
membujuk kapten untuk melepaskan dia. "Aku berpura-pura bersikap licik dan sulit
diatur, lekas marah dan suka berkelahi," katanya tertawa. "Berkelahi dengan
siapa saja dan tidak mau bekerja apa-apa. Akhirnya kapten dan anggota-anggota
jemaat mengatakan bahwa aku harus pergi. Mereka lalu mengirim berita radio
kepada Penjaga Pantai!"
Teluk Barmet penuh dengan perahu-perahu nelayan maupun lalu lintas pelabuhan,
termasuk sebuah tanker minyak yang sangat besar, yang sedang ditarik ke dermaga
khusus oleh kapal tunda. Ketika Tony melambatkan jalannya perahu Napoli dan
mengemudikannya ke arah dermaga perahu, kakak-beradik minta penjelasan tentang
jemaat kebaktian itu. Buzz melaporkan bahwa ketika Bahtera membuang sauh di lepas pantai, sejumlah
perahu-perahu mondar-mandir antara kapal itu dengan beberapa tempat di pantai,
antara lain Bayport. "Di setiap kota, selalu ada agen yang mencari pekerjaan-pekerjaan untuk anggotaanggota jemaat," kata Buzz. Mereka bekerja sebagai tukang cat, pemangkas rambut
atau menjadi tenaga lepas seperti jongos atau pembantu rumah tangga. Satu hal
ingin aku katakan tentang Anak-anak Noah. Mereka dididik untuk kerja keras dan
sangat sopan. Banyak orang yang mengetahui hal itu, karena itu mereka senang
menyewa tenaga Anak-anak Noah."
"Ya, dan itu menghasilkan uang banyak untuk jemaat kebaktian itu!" kata Joe.
"Betul! Anak-anak Noah itu diberitahu, bahwa semua uang itu masuk bendahara
organisasi. Tetapi kuyakin bahwa itu berarti masuk rekening pribadi Norvel di bank."
Buzz memandang jauh di seberang buih-buih yang berpendar-pendar, menggelegak
dari buritan perahu menjadi alur yang panjang. "Aku tidak tahu apakah ini hal
yang penting," katanya, "tetapi aku mendengar suatu percakapan di sana. Tidak lama sesudah
kalian datang waktu itu."
"Siapa yang berbicara?" tanya Frank.
"Orang yang bertanggungjawab mengurus Anak-anak jemaat di Bahtera, dengan salah
satu awak kapal. Aku sebenarnya kurang memperhatikan, kecuali bahwa mereka
berbisik-bisik menyendiri di geladak. Seolah-olah mereka tidak ingin didengar
orang lain. Mereka tidak tahu bahwa aku tidur-tiduran di dekatnya. Atau mungkin
mereka mengira bahwa aku sedang tidur lelap."
Buzz mengatakan bahwa perhatiannya tergugah mendengar keanehan pembicaraan
mereka. "Mereka rupanya berbicara dengan menggunakan kata-kata sandi. Misalnya dua atau
tiga kali aku mendengar kata-kata seperti Cara Fojjo, entah apa artinya. Mereka
selalu menghubung hubung-kannya dengan 'Adegan Keranjang Bunga'. Apa yang mereka
percakapkan itu rupanya mempunyai sesuatu kaitan dengan agen mereka di sebuah
rumah kapal di Bayport."
"Agen apa?" tanya Joe.
"Orang yang mencarikan pekerjaan bagi anggota jemaat. Maksudku orang-orang yang
pergi ke darat untuk bekerja pada waktu siang."
Frank dan Joe bertukar pandangan heran. Kedua mereka tak dapat membayangkan apa
arti percakapan yang diucapkan dalam kata-kata sandi tersebut.
Tetapi tiba-tiba saja Tony menimbrung: "Yang pertama rupanya seperti nama dalam
bahasa Itali 'Cravaggio' ", lalu ia mengeja kata itu untuk kawan-kawannya.
Frank mengernyitkan alis matanya, kemudian menjentikkan jari-jarinya. "Aku
merasa pernah mendengar nama itu!" serunya. "Aku yakin, aku akan dapat
menemukannya!" Segera setelah mereka menambatkan perahu, Tony mengajak mereka berjalan
sepanjang pantai yang cukup jauh. "Kukira, itulah rumah-kapal yang didengar Buzz dalam percakapan
itu," katanya sambil menunjuk ke arah rumah-kapal yang tertambat pada sebuah galangan
tidak jauh dari tempat mereka.
"Engkau benar!" seru Joe. "Lihat lambang yang ditempel di sisi kapal itu,
Frank!" Lambang itu menggambarkan seekor burung merpati dengan ranting zaitun di
paruhnya. Sama dengan gambar merpati yang tertera di atas jimat.
Frank minta kepada yang lain-lain untuk mengawasi rumah-kapal itu. Sementara ia
berlari ke mobilnya, lalu ke Museum Howard. Di sana ia bercakap-cakap dengan
kurator seni, seorang yang ramping, berambut tebal dan berkacamata tanpa
bingkai. "Tuan Scath, apakah aku salah, merasa pernah mendengar seorang pelukis Itali
bernama Caravaggio?"
"Tidak salah, Frank. Engkau memang benar. Sesungguhnya ada dua orang bernama
demikian. Mungkin yang kau maksud yaitu Michelangelo da Caravaggio. Ia hidup semasa akhir
abad ke-lima-belas. Ia mempunyai gaya yang sangat melodramatis, dengan banyak
cahaya dan bayangan."
Frank memukulkan tinju kanannya ke dalam telapak tangan kiri. "Aku tahu pernah
mendengar itu, entah di mana!"
"Kemungkinan besar dalam warta berita," kata pak kurator. "Sebuah lukisan dari
Caravaggio telah terjual pada suatu lelangan belum lama ini. Harganya luar biasa
tinggi. Gambar itu diberi judul 'Gadis dengan Keranjang Bunga' ".
Frank cepat kembali ke pelabuhan. Joe bersama dua kawannya melaporkan bahwa agen
itu telah meninggalkan rumah-kapalnya. Ia pergi mengendarai mobil seperempat jam
yang lalu. "Wow!" seru Joe mendengar berita dari kakaknya. "Jika percakapan yang didengar
Buzz itu bermakna seperti apa yang dimaksudkanmaka di dalam rumah-kapal itu
tentu ada petunjuk penting! Yang akan dapat membantu ayah untuk mendapatkan apa
yang dicari pada Noah Norvel."
"Nah, sekaranglah kesempatan untuk kita temukan!" kata Frank.
Buzz dan Tony tak mau ketinggalan dalam petualangan itu. Mereka ikut serta
Hardy Boys Misteri Manusia Kera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan kemauan penuh sukarela ketika kakak-beradik Hardy melangkahkan kaki
dengan berani naik ke atas rumah-kapal. Agen itu mungkin tak mengkhawatirkan
adanya pencurian meninggalkan rumah-kapal tanpa dikunci.
"Itulah dia!" seru Joe dengan napas tertahan. Di ruang utama rumah-kapal itu
bergantung sebuah lukisan besar. Seorang gadis kecil tak ber-sepatu memegang
sebuah keranjang penuh bunga di tengah pasar.
Tiba-tiba terdengar suara: "He! Kamu pencuri!"
16. Karena umpan terjebak
Mereka memutar tubuh mendengar suara di belakang mereka. Seseorang yang nampak
marah berwajah merah berdiri di ambang pintu.
"Itulah agen jemaat!" desis Tony kepada Frank. Frank sendiri sudah mengira.
Agen itu memandangi mereka dengan sorot mata menyala. Ia nampak gemetar karena
marahnya. Tetapi Frank merasa melihat tanda-tanda khawatir di raut muka orang
itu. "Kalian anak-anak muda, berani membongkar masuk rumah-kapalku?" ia berteriak
kasar. "Kami tidak membongkar. Kami masuk biasa ke dalam!" berkata Joe dingin.
"Apa kalian sadar, aku bisa menyuruh menangkap kalian karena usaha pencurian?"
"Aku sangsi akan hal itu!" jawab Frank.
Kata-kata ini rupanya membuat agen itu semakin marah. "Turun dari perahuku!" si
wajah merah berteriak. "Sebelum aku memanggil polisi!"
Seperti adiknya, Frank berpendapat siasat yang terbaik ialah menggertak. "Tentu,
kami akan turun," katanya tenang, "tetapi kau tak perlu membatalkan niat itu.
Silakan cepat memanggil polisi. Kalau menurut kamu, ada berper-kara dengan
kami!" Kakak-beradik Hardy mendahului berjalan menuju ke dermaga, disusul oleh Tony dan
Buzz. Mereka mendengar pintu digabrukkan di belakang mereka.
Keempat anak-anak muda itu berhenti tak jauh dari rumah-kapal. Mereka ingin
melihat barangkah agen itu masih mengawasi mereka.
"Wah, rupanya kita dapat membawa Noah Norvel dan antek-anteknya langsung ke
pemeriksaan!" "Sudah tentu!" kata Frank setuju. "Ingat apa yang dikatakan ayah tentang bendabenda seni yang dicuri itu?"
"Setiap kali mereka mencuri, selalu ditinggalkan barang yang palsu atau tiruannya sebagai pengganti."
"Betul! Jadi jika lukisan yang baru kita lihat tadi adalah lukisan Caravaggio
asli, yang berjudul 'Gadis dengan Keranjang Bunga', maka yang dijual di
pelelangan nanti pasti yang palsu. Kedua lukisan itu tentu ditukar sesaat
sebelum pelelangan!"
"Jika aku, maka seharusnya kalian berdua harus melapor pada polisi," kata Tony
dengan tertawa. "Barangkali kalian malah dapat hadiah karena menemukan lukisan
yang asli!" "Jika demikian, hadiah itu kita bagi empat dengan kau dan Buzz," sambung Frank.
"Tetapi kukira kita harus beritahu ayah sebelumnya. Kita tidak boleh merusak
rencana yang telah dibuat ayah untuk menghadapi Noah Norvel.
Joe juga berpendapat sama. Namun setelah mereka berhasil mendapat sambungan
interlokal dengan ayah mereka, kakak-beradik itu jadi heran mendengar nasihat
ayahnya agar mereka waspada dan sangat berhati-hati.
"Duduk dulu tenang-tenang," kata pak Hardy. "Tunggu sampai Sam Radley datang. Ia
akan bawa petunjuk apa yang harus kalian lakukan!"
Frank dan Joe bersama kedua kawannya, duduk menunggu di mobil kakak-beradik itu.
Mobil itu diparkir pada suatu tempat yang me-mungkinkan mereka melakukan
pengawasan kepada rumah-kapal, jika sekiranya agen itu berusaha menyelinap
membawa lukisan itu pergi.
Setelah menunggu selama satu jam, Tony memberitahu bahwa ia harus pergi. Ia
sudah ditunggu tugasnya di tempat galian. Di sana perusahaan bangunan ayahnya
sedang mengecor pon-dasi gedung baru. "Beritahu padaku, jika terjadi sesuatu!"
katanya. "Sudah tentu!" Frank berjanji. "Terimakasih atas bantuanmu membawa kami ke kapal
Bahtera!" Satu jam hampir berlalu, ketika Sam Radley datang memarkir mobil di samping
mobil kakak-beradik Hardy. Ia disertai seorang yang pendek tegap berkumis kaku
kemerahan. "Ini tuan Hacker dari balai lelang yang menjual lukisan Caravaggio." Sam
memperkenalkan dia kepada kedua anak-anak muda. "Ia adalah seorang ahli tentang
lukisan Itali dari jaman itu. Jadi ia dapat mengatakan apakah lukisan di rumahkapal itu asli." "Bagaimana kita dapat melihatnya"," bertanya Joe setelah berjabatan tangan
dengan Hacker. "Agen tenaga kerja jemaat itu masih ada di rumah kapalnya."
"Ayahmu telah memperhitungkan segalanya," kata Radley. "Ia juga telah bicara
dengan Kepala Polisi Collig, yang telah bersedia untuk bekerja-sama. Tetapi kita membutuhkan
salah seorang kawan sekolahmu, untuk menyamar sebagai calon anggota jemaat."
Joe menatap kakaknya. "Bagaimana kalau Biff" Ia malah telah menggunduli
kepalanya, sewaktu ikut pesta buku komik sebagai Cue Ball. Ingat?"
Frank tertawa. "Bagus sekali! Dia tentu lebih meyakinkan. Ia dapat berpura-pura
sengaja gundul agar dapat diterima sebagai Anak-anak Noah!"
Biff segera setuju ketika Frank meneleponnya. Mereka bersiap-siap, sementara Sam
Radley memberikan petunjuk-petunjuk lewat telepon kepada Biff.
Duapuluh menit kemudian kawan mereka si jangkung kekar Biff tiba di galangan. Ia
berjalan langsung ke rumah-kapal, lalu mengetuk pintu dengan keras. Agen jemaat
itu membukanya. "Aku ingin tahu bagaimana caranya masuk menjadi anggota jemaat Anak-anak Noah?"
kata Biff, sambil mendesak dengan pundaknya hendak masuk ke dalam.
"Berhenti!" kata agen itu curiga. "Tak seorang pun boleh naik ke rumah-kapal ini
tanpa diundang! Aku bahkan belum tahu siapa engkau!"
"Aku Biff Hooper, kalau hanya itu masalahnya. Kukira aku menggunduli kepalaku
ini belum cukup serius untuk ikut" Ayo! Biarkan aku masuk! Kapan kita berangkat
ke kapal Bahtera?" "Aku sudah bilang, tak seorang pun diperkenankan naik tanpa diundang!" agen itu
menggerung. "Tunggu sana, di dermaga! Sampai Anak-anak Noah datang. Mau atau
tidak mereka menerimamu!"
Wajahnya menjadi marah lagi. Sambil berbicara agen itu berusaha mendorong Biff
keluar dari pintu. "Jangan main dorong!" Biff melawan. Seperti untuk memperkuat kata-katanya,
pemain rugby yang kekar itu mendorong dengan sikunya yang dilipat dengan
kuatnya. Agen yang marah itu melawan dengan cara yang sama. Kemarahannya semakin memuncak
setiap kali ia mendorong. Tidak lama kemudian keduanya terlibat dalam pergumulan
dan segera berubah menjadi adu jotos yang seru.
Karena sengitnya pergumulan keduanya tak melihat seorang polisi datang melangkah
panjang-panjang. "Sudah! Berhenti semua, he kalian berdua! Ada apa ini?" polisi
itu menuntut. "Anak bawang ini memaksa hendak masuk rumah-kapal saya!" kata agen jemaat
menuduh dengan kerasnya. "Saya datang untuk masuk Anak-anak Noah! Tetapi ia mendorong-dorong saya!"
Mereka berdua mulai lagi saling tuduh-menu-duh dengan sengitnya. Tak kalah
sengitnya dengan sewaktu mereka dorong-mendorong.
"Kalian berdua kutangkap, karena menganggu keamanan!" polisi itu menyela
berteriak sekuatnya agar mereka berdua dapat mendengar: Ayo! Berhenti! Ikut aku,
kalian berdua!" Ia minta bantuan dengan walkie-talkie. Kemudian ia mendorong mereka masuk ke
dalam mobil patroli untuk dibawa ke kantor polisi.
Ketiga anak-anak muda yang melihat seluruh peristiwa tertawa-tawa melihat
tingkah laku Biff yang sangat meyakinkan.
"Sudah, biarkan mereka," kata Sam Radley sambil tertawa. "Sekarang kesempatan
kita untuk menyelinap masuk ke rumah-kapal. Biar tuan Hacker dapat memeriksa
lukisan itu!" Kakak-beradik Hardy bersama Buzz Barton menunggu di dermaga, sementara pembantu
dari pak Hardy bersama ahli lukisan itu naik ke atas rumah-kapal. Sepuluh menit
berlalu, bahkan kemudian limabelas menit.
"Wah! Ahli itu bersungguh-sungguh memeriksa setiap sudut!" kata Joe beberapa
saat kemudian. Ia melihat jamnya.
Frank mengangguk khawatir. "Semoga lekas
selesai. Antek Noah itu dapat kembali setiap waktu! Nanti mereka dapat
tertangkap basah!" Sesungguhnya Kepala Polisi Collig sendiri yang memeriksa kedua pengganggu
keamanan itu. Ia pun melakukannya dengan sangat santai. Mula-mula mereka disuruh mendinginkan
diri di kamar tunggu. Setelah itu ia sendiri yang mengajukan pertanyaanpertanyaan, mengenai perselisihan mereka di galangan.
"Yah, kukira pertengkaran ini tidak terlalu serius untuk dilanjutkan dengan
penangkapan," katanya kemudian. "Rupanya kalian menjadi sedikit naik darah.
Tetapi itu bukan alasan untuk saling pukul. Kalau sekarang kalian saling
berjabatan tangan, aku bersedia melepaskan tuduhan terhadap kalian!"
Dengan memberengut si agen dan Biff menurut. Pada waktu si agen sampai di
galangan tak ada tanda-tanda bahwa seseorang telah memasuki rumah kapalnya.
Sementara itu Sam Radley dan tuan Hacker segera memberitahu ketiga anak-anak
muda tentang hasil pemeriksaan mereka.
"Sudah pasti bukan Caravaggio," kata Hacker. "Aku menilai suatu tiruan yang
cukup halus dari lukisan yang dijual di pelelangan. Tetapi tak dapat lolos dari
pemeriksaan yang teliti."
Frank dan Joe saling tukar pandangan sambil
meringis, kemudian mereka ganti memandang Sam.
"Aku yakin Noah Norvel dan antek-anteknya telah membuatnya cukup dalam semalam,"
kata Frank. "Untuk membuat tiruan yang sebaik itu dibutuhkan waktu yang lama.
Bukankah begitu tuan Hacker?"
Ahh seni itu mengangguk. "Ya. Aku berani mengatakan paling tidak beberapa hari.
Meskipun beberapa tukang meniru ada yang dapat bekerja cepat."
"Itu berarti mereka sudah mempunyai rencana untuk mencuri yang asli," kata Sam.
"Jika itu yang kaumaksudkan, Frank!"
"Ada betulnya juga, Sam. Tetapi itu tak me-rubah kenyataan bahwa mereka telah
menipu aku dan Joe. Aku yakin, semuanya itu telah dipersiapkan dengan teliti.
Untuk menjebak kita agar mengajukan tuduhan palsu. Kemudian sesudah itu, mereka
dapat melakukan pemerasan terhadap kita!"
"Aku khawatir, kau benar, Frank," kata Sam. "Tidak hanya itu. Tetapi jika ayahmu
kemudian mengajukan tuntutan lagi kesalahan penangkapan yang sekarang akan
melemahkan perkara itu."
Untunglah, ayah telah menghindarkan kita masuk perangkap mereka!" kata Joe
berusaha. Kakak-beradik Hardy mengantarkan Buzz Barton pulang ke Shoreham. Kemudian dengan
murung mereka pulang ke rumahnya di Bayport. Sesosok tubuh yang gemuk gempal
dari beranda menyambut mereka, ketika mereka menghentikan mobil di jalan masuk.
Ia adalah Chet Morton. "Ayo tebak!" kata si gemuk bulat.
"Kami menyerah," kata Joe. "Katakan ada berita apa?"
"Star Comix baru saja membeli cerita kartunku."
17. Terbang malam "Bukan main! Hebat kau, Chet! Selamat!" seru Joe. Ia keluar dari mobil dan
menyalami si gemuk dengan jabatan tangan yang hangat. "Kapan kau mengetahuinya?"
"Aku baru saja menerima telepon dari New York siang ini!"
"Rupanya kau telah mendapat jalan ke ke-mashuran dan uang!" kata Frank sambil
menjabat tangan ucapan selamat.
Kedua kakak-beradik tergelitik oleh keberuntungan Chet. Di samping senang demi
kepentingan kawannya, berita itu juga membantu menaikkan semangat, setelah
mengalami hasil yang mengecewakan di rumah-kapal.
"Eh, kubilang, ini perlu dirayakan!" kata Frank melanjutkan. Ia secara singkat
menceritakan peristiwa lukisan gadis dengan keranjang bunga. Ia menerangkan
bahwa mereka telah berjanji untuk membawa Biff makan bestik komplit serta film
pertunjukan petang. Yaitu sebagai hadiah telah membantu mereka sehingga ahli
seni Hacker dapat memeriksa lukisan itu. "Ikut saja dengan kami, Chet, kami yang
mentraktir!" "Kalau demikian halnya, bagaimana aku dapat menolaknya?" kata calon ahli kartu
itu. Karena tugasnya sebagai pembantu tukang susu di musim panas, Biff harus segera
pergi tidur sore-sore. Oleh sebab itu baru jam sembilan tiga-puluh kakak-beradik
Hardy sampai di rumah lagi.
Bibi Gertrude menyambut mereka di ambang pintu. "Kalian mendapat telepon dua
kali selama kalian pergi."
"Dari siapa, bibi?" tanya Frank.
"Satu dari direktur Museum Seni Komik, dan yang satu dari orang di perusahaan
komik, Micky Rudd. Rupanya sangat penting. Kukira lebih baik kautelepon mereka
sekarang juga!" Frank dan Joe saling pandang, keduanya menyeringai tertahan. Dari sikap bibi
yang sedikit bawel, mereka dapat melihat, bahwa ia sangat
ingin tahu tentang panggilan telepon pada malam selarut itu. Seperti halnya pada
perkara-perkara penyelidikan mereka yang sudah-sudah, ia selalu ingin tahu,
begitu juga kini tentang si Manusia Kera dan peristiwa menghilangnya Sue
Linwood. Frank diam-diam tertawa ketika memutar nomor telepon direktur museum dengan
menggunakan sambungan telepon yang ada di ruang depan. Joe dan Frank sadar bahwa
bibi selalu mondar-mandir di dekat mereka, memasang telinga dengan tajam serta
mengawasi segala perkembangan melalui kacamatanya yang berbingkai emas.
"Di sini Frank Hardy menelepon anda kembali, tuan Tappan," kata Frank setelah
mendengar jawaban Tappan.
"O ya. Kukira kalian akan tertarik oleh sesuatu yang kutemukan sesaat sebelum
tutup sore tadi." "Sudah tentu kami tertarik, tuan. Jika hal itu ada kaitannya dengan si penipu
Manusia Kera!" "Ku kira demikian. Jika kalian ingat, kalian menanyakan tentang hasil-hasil
karya seorang seniman bernama Archie Frome. Hasil karya itu telah didermakan
kepada museum kami, dan kami dapati bahwa beberapa dari padanya ada yang
hilang." "Ya, tuan," jawab Frank. "Ada apa tentang yang hilang itu!"
"Ya, kerusakan yang ditimbulkan oleh si perusuh telah kami atur beres pagi tadi.
Tetapi sore tadi kami temukan sebuah gambar yang aneh tergeletak di lantai ruang
utama." "Gambar apa itu" Dan anehnya itu bagaimana?"
"Pertama, gambar itu ditandatangani oleh Archie Frome. Setidak-tidaknya tertera
tandatangan yang biasa terdapat pada setiap hasil karyanya. Tetapi aku yakin
bahwa gambar itu palsu!"
"Bagaimana bisa begitu?"
"Aku tahu baik sekali tentang karya Frome." kata Tappan. "Yang itu tidak mirip
sama sekali dengan hasil karyanya. Tidak mirip dengan gayanya!"
"Gambar dari apakah itu?" tanya Frank. "Maksudku gambar sketsa apa?"
"Gambar Manusia Kera. Seperti dalam buku komik si Manusia Kera atau yang ada di
TV. Gambar itu melukiskan dia sedang akan masuk ke gua."
Joe, yang ikut mendengarkan percakapan telepon di dekat Frank bersiul pendek.
Frank sendiri pun sangat berminat dengan penemuan Tappan. "Ini mungkin sangat
penting, tuan Tappan. Joe dan saya lebih baik datang sendiri ke sana besok
pagi!" "Sangat senang! Aku tunggu!"
"Bagaimana ini jadinya, dibelokkan demikian?" kata Frank sambil meletakkan
gagang telepon. "Bagaimana aku dapat memberikan penda-patku. Aku tak tahu sama sekab apa yang
kalian bicarakan," kata bibi Gertrude menyela. Hidungnya yang mancung nampak
bergerak-gerak karena ingin tahunya.
Frank tersenyum, lalu menceritakan berita aneh yang telah didengarnya dari tuan
Tappan. "Hmm! Menurutku suatu petunjuk yang sengaja dipasang," bibi memberikan
pendapatnya dengan cerdik.
Frank menjadi terkejut namun terkesan. Pendapat itu pun memerciki pikirannya
sendiri, sangat cocok hubungannya dengan kerusakan yang telah dibenahi di
museum. "Bibi mungkin benar."
"Tentu benar!" bibi menukas. "Apanya yang luar biasa tentang hal itu?"
"Ah, bukan apa-apa, bibi," ia tersenyum. "Aku sedang berpikir."
"Bagus! Aku senang mendengarnya. Menurut pendapatku, rahasia dari suatu
penyelidikan yang berhasil, ialah berpikir baik dan jernih!"
Hardy Boys Misteri Manusia Kera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saya, nona!" Telepon berikutnya dilakukan Frank kepada Micky Rudd. Ia segera menjawabnya,
seolah-olah memang sedang menunggu di depan pesawat teleponnya.
"Ada apa, tuan Rudd?" tanya Frank.
"Banyak! Setidaknya menurut firasatku." Seperti biasanya suara editor penerbit
itu kedengaran tegang dan penuh gairah. Seolah-olah percakapan itu mengganggu di
tengah-tengah krisis buku komik. Menurut Frank sudah jelas bahwa perkara si
penipu Manusia Kera itulah penyebab krisis pada Star Comix. "Aku baru saja
menerima janji untuk mendapat petunjuk," kata Rudd selanjutnya. "Yaitu, di mana
kita dapat menemukan tempat persembunyian si badut yang menyamar jadi Manusia
Kera!" "Siapa menjanjikan itu?"
"Bagaimana aku bisa tahu" Penelepon itu tak menyebutkah namanya. Maksudku," Rudd
menjelaskan sambil melambatkan cara bicaranya yang seperti senapan mesin, "aku
menerima telepon gelap itu tidak lama setelah makan malam. Suara di telepon
mengatakan agar aku tetap ada di dekat pesawat telepon. Ia akan menelepon lagi.
Pada waktu itulah ia akan mengatakan kepadaku, di mana letak gua
persembunyiannya, si Manusia Kera gadungan itu.
Ketika aku menanyakan siapa
penelepon itu, jawabannya hanyalah: 'itu bukan urusanmu' dan pesawat terus
diletakkan." "Tunggu sebentar!" Frank menyela. Ia ketularan ketegangan Rudd. "Ketika
penelepon anda itu mengatakan janjinya, apakah ia benar-benar mengatakan 'gua
persembunyian'?" "Memang demikian. Mengapa?"
"Ya, barangkali hanya suatu kebetulan. Tetapi itu berkaitan dengan sesuatu yang
baru muncul malam ini." Frank lalu menceritakan tentang gambar yang ditemukan di
Museum Seni Komik, yang melukiskan si Manusia Kera sedang masuk ke dalam gua.
Rudd segera menjadi gairah. "Ikutilah itu!" Ia berseru seperti seorang jendral
yang sedang memberikan aba-aba. "Lebih baik engkau dan adikmu lekas ke sana!"
"Maksud anda, malam ini juga?" kata Frank menahan napas. Ia mengangkat alis
matanya sambil melirik ke arah Joe dan bibi Gertrude.
"Sudah tentu! Sementara petunjuk itu masih hangat. Jika telepon gelap yang
kuterima memang ada maksudnya, sudah jelas ada kaitannya. Barangkali gambar itu
dapat memberi petunjuk di mana letak gua itu. Jika kalian sudah sampai di museum
dan melihat gambar itu, teleponlah aku. Aku akan menceritakan berita apa yang
akan kuterima lagi dari si penelepon gelap!"
Kedua kakak-beradik itu sebenarnya kurang tertarik untuk jarak yang begitu jauh
dan pada malam selarut itu. Tetapi setelah melihat di peta, ia lalu menelepon
Ace Air Service di Bayport. Ia mencarter sebuah pesawat untuk terbang menuju
lapangan terbang Westchester, yang menurut peta tidak jauh letaknya dari Museum
Seni Komik. Ace Air Service itu dikelola oleh seorang pilot bernama Jack Wayne.
Ia juga bertindak sebagai pilot pribadi dari ayahnya.
Untunglah, ketika tiba di Westchester mereka segera mendapat kendaraan dari
tempat penyewaan mobil yang tetap buka selama duapuluh empat jam. Mereka cepatcepat ke rumah Gerald Tappan, yang telah ditelepon sebelumnya akan kedatangan
mereka. Dengan penuh perhatian, Frank dan Joe memeriksa gambar yang ditunjukkan kepada
mereka. Gambar itu dilukis dengan tinta pada sehelai kertas putih.
"Apa anda yakin benar, bahwa ini bukan hasil karya Frome?" tanya Frank kepada
direktur itu. "Positif! Sesungguhnya semakin lama aku melihatnya semakin aku yakin bahwa
gambar itu dibuat oleh seorang amatir. Paling tidak cara memberinya tinta!"
"Bagaimana itu, tuan?"
"Agak sulit juga menjelaskannya. Tetapi, yah,
garis-garis yang dibuat dengan tinta kurang nyata. Goresannya kurang meyakinkan,
sedangkan bentuk manusia keranya digambar dengan ketram-pilan seorang
profesional." "Jadi maksud tuan, gambar itu dibuat oleh seorang profesional dengan pinsil,
kemudian ditebalkan dengan tinta oleh seorang amatir?"
"Tepat!" Tappan menjelaskan bahwa pada pembuatan buku komik gambar yang dibuat
dengan pinsil dan pemberian tinta dapat dilakukan oleh orang yang berbeda.
"Mungkin," tambahnya, "penggambarnya menjiplak dengan karbon dari buku komik, kemudian
gambar kar-bonan itu ditebalkan dengan tinta."
"Hmm, sangat menarik," Frank merenung dengan suara keras. "Yang aneh lagi ialah
dalam gambar ini wajah manusia kera itu mirip wajah seseorang yang kukenal.
Tetapi siapa, aku tak dapat menjelaskan!"
"Tepat, sama denganku," seru Joe. "Itu juga mengingatkan aku akan seseorang!"
Frank dan Joe minta izin untuk menggunakan telepon, lalu menelepon Micky Rudd di
New York. Suara Rudd sangat bergairah, menjawab pertanyaan Frank apa telah
mendengar sesuatu lagi dari si penelepon gelap.
"Tentu! Ia menelepon kembali kira-kira sepuluh menit yang lalu," kata editor
penerbit buku itu. "Kali ini ia memberitahu arah-arah tempat dari gua persembunyian itu dengan
lengkap!" 18. Raksasa yang sedang tidur
"Beritahukan kami petunjuk jalan ke arah itu, tuan Rudd!" Frank mengeluarkan
pinsil lalu menulisnya. Kemudian ia berkata: "Oke! Sekarang juga kami periksa."
Gerald Tappan terkejut mendengar berita itu. Joe hampir sama tegang dan
bergairah seperti suara Rudd di telepon. Direktur museum itu membaca instruksiinstruksi bagaimana cara mencapai gua itu. Ia lalu mengambil peta jalan-jalan
dan mengatakan, bahwa tempat itu dapat dicapai dengan mobil dalam waktu sepuluh
hingga lima-belas menit. Frank bangkit. "Sudah tentu ada kemungkinan, bahwa ini semua merupakan
perangkap," katanya. "Jika anda tidak mendengar tentang kami dalam waktu beberapa jam, tuan
Tappan, maukah anda memberitahu polisi?"
Tappan mengangguk. "Hati-hati sajalah!"
Kedua kakak-beradik keluar, dan beberapa saat kemudian telah melaju sepanjang
jalan besar menerobos di kegelapan malam.
"Kau kira ada kemungkinan menemukan orang yang menyamar sebagai si Manusia Kera
itu?" tanya Joe sambil melirik kepada kakaknya.
Frank yang memegang kemudi menanggapinya dengan mengangkat bahu. "Bisa jadi dari
segi urutan waktu dan dari telepon yang diterima Rudd, aku mendapat firasat
bahwa si penelepon gelap itu sudah tahu ada sesuatu di dalam gua itu. Atau
seseorang!" Kedua kakak-beradik itu merasa gugup akan apa yang akan dihadapinya.
Seorang tinggi besar dan ganas adalah orang yang telah mencoba menghancurkan
Alfresco Disco. Dia memang hanya tiruan si Manusia Kera. Tetapi yang tidak dapat
diragukan lagi ialah tubuhnya yang besar, tegap serat otot-ototnya. Pada waktu
ini hanya mereka berdua, sendirian tanpa senjata, yang harus menghadapinya.
Tappan telah memberitahu agar mengikuti sebagian dari jalan raya, lalu membelok
ke jalan cepat. Setelah kira-kira satu setengah mil, di sebelah kanan jalan
terdapat lereng bukit yang mendaki. Di dekat puncak, di antara kelompok pohonpohonan, menurut instruksi Rudd akan mereka temukan gua tersebut.
"Kita sudah sampai," kata Frank. Ia melambatkan mobilnya turun dari jalan lalu
berhenti. Mereka keluar lalu berjalan mendaki lereng, masing-masing membawa sebuah lampu
senter. Tak terdengar suara lalu-lintas satu pun dari jalan besar di bawah mereka.
Karena larutnya malam, kesunyian sungguh sangat mencekam. Hanya sebentarsebentar kesunyian itu dipecahkan oleh suara jengkerik yang lemah selain suara
langkah mereka sendiri. "Nah, itulah mulut gua!" Joe berbisik, ketika cahaya lampu senternya menemui
kegelapan di depannya. Frank mengangkat tangan untuk memberi peringatan kepada adiknya. Dengan hatihati mereka berjingkat-jingkat ke arah mulut gua. Joe menahan napas ketika Frank
menyorotkan senternya ke dalam gua.
Sesosok tubuh raksasa tergeletak di sisi sebelah, hanya beberapa meter dari
mulut gua. Punggungnya membelakangi mereka. Dari suara dengkurnya yang berat nampak jelas
ia sedang tidur dengan lelapnya.
"Siap-siap untuk lari mundur!" bisik Frank
kepada adiknya. Kemudian ia merayap lalu meraup segenggam pasir dan menaburkan
pasir itu kepada raksasa yang sedang tidur.
Tubuh itu bergerak-gerak sedikit disertai suara mengeluh, lalu meneruskan
tidurnya. Frank menjumput beberapa kerikil yang lebih besar lalu melempari tubuh raksasa
itu. Kali ini berhasil! Orang itu menggeram dan bangkit duduk dengan cepat. Kemudian
matanya yang masih kabur karena kantuk mulai menangkap cahaya lampu senter. Ia
menggerung dan melompat berdiri sambil memutar tubuhnya.
Ia mengedip-ngedipkan matanya di terang cahaya lampu senter, mulutnya ternganga
dungu. "Setan belang!" seru Joe tertahan. "Zack Amboy!"
"Tiba-tiba saja aku jadi tahu gambar Manusia Kera itu mirip siapa!" Frank
bergumam. "Kau benar! Wajah gambar itu mirip Zack!"
"Siapa itu di luar?" Amboy bertanya. "Apa yang terjadi?"
Kedua detektif muda itu memindahkan arah cahaya senternya, sehingga ia dapat
melihat mereka. Frank berkata: "Kami kakak-beradik Hardy, Zack! Frank dan Joe. Kau ingat kami?"
"Tentu! Aku tentu ingat! T-te-tapi... Di
mana aku ini" ... Bagaimana aku sampai di sini?"
"Itulah justru yang ingin kami tanyakan!" bertanya Joe.
Raksasa berotot itu nampak setengah sadar dan bingung. Ia tertatih-tatih maju ke
depan, dan memandang ke arah lereng yang rapat ditumbuhi pohon-pohonan. Kemudian
ia mengalihkan pandangannya ke arah di mana tadi ia tidur. "Ini sebuah gua!" ia
bergumam seperti ia baru sadar akan kenyataannya.
"Betul!" kata Frank datar. Nadanya tidak menunjukkan percaya atau tidak percaya
akan rasa keheranan Zack.
"Segalanya kunyuk!" ia mengumpat.
"Nampaknya begitu, Zack," balas Joe setengah tertawa. "Orang akan mengatakan,
yang kaupakai itu adalah pakaian si Manusia Kera!"
"Si Manusia Kera?" ia menirukan dengan suara cemas. "Tunggu dulu! Kalian tidak
mengatakan bahwa aku bukan si badut yang berkeliaran sebagai Manusia Kera,
bukan?" "Mengapa bukan kau sendiri yang mengatakan?" kata Frank. "Manusia Kera itu
memang engkau atau bukan?"
"Tentu saja bukan aku!"
"Lalu" Mengapa engkau berpakaian kulit bulu itu?" tanya Joe.
"Bagaimana aku bisa tahu?" Zack meraba kepalanya, lalu melanjutkan: "Lihat! Apa
aku punya rambut berjambul seperti si Manusia Kera" Apa rahangku mencuat seperti
dia?" "Itu semua hanya soal memakai topeng. Engkau masih tetap berpakaian yang
demikian!" "Tunggu sebentar," Frank menyela. "Kalau kau tak tahu bagaimana sampai engkau
memakai pakaian itu, paling tidak engkau dapat mengatakan, bagaimana engkau bisa
sampai di sini?" "Itu pun aku tak tahu!" Suara Zack bernada setengah menangis setengah mengeluh.
Kedengarannya memang lucu: nada demikian disuarakan oleh orang sebesar dan
sekuat dia, kalau saja tidak melihat wajahnya sangat serius.
"Apa saja yang kauingat" Ada sesuatu?"
"Tidak banyak!" Zack berhenti sebentar, sekali lagi meraba-raba kepalanya dan
menggerutu. "Eh! Hari apakah ini?" katanya tiba-tiba.
Setelah Frank memberitahukannya, raksasa berotot itu mengangguk.
"Itulah yang kupikir ... Nah, mari kita lihat. A-aku ingat, pagi tadi aku
meninggalkan rumah... dan kurasa, aku bekerja di gedung olahraga... tetapi
semuanya begitu kabur."
Kakak-beradik itu saling bertukar pandang kurang percaya.
"Kalian harus mempercayai aku!" Zack
memohon. "Aku tak segila itu, berkeliaran sebagai manusia kera, menghancurkan
segalanya! Aku bersumpah, aku bukan orang yang demikian! Ada orang yang menjebak
aku! Merekalah yang menaruh aku di sini dengan pakaian yang begini!"
Sekali Frank dan Joe saling bertukar pandang. "Memang mungkin, seseorang
menyelipkan obat bius kepadanya," Joe berteori. "Atau obat yang membuat dia lupa
akan segalanya." "Oke!" kata Frank. "Kukira memang dapat terjadi yang demikian itu. Tetapi harus
mengakui, Zack, keadaanmu sekarang ini membuat engkau sangat dicurigai!"
"Bagaimana kalian dapat menemukan aku?"
"Dari orang yang menelepon kami," kata Frank singkat. Ia tak mau mengatakan
lebih dari seperlunya. Zack bukan saja tidak berusaha untuk lari, bahkan dengan menurut dan berjanji
untuk selalu siap apabila ditanya polisi. Ia pun minta kepada kakak-beradik itu
supaya dapat ikut mobilnya ke suatu tempat di mana ia dapat menyewa kendaraan
untuk ke rumahnya di Brooklyn.
"Kami menuju ke lapangan terbang West-chester," kata Joe.
"Itu lebih baik," kata Zack berterimakasih. "Barangkali di sana aku dapat temui
seorang montir untuk meminjam pakaian."
Di perjalanan ke pelabuhan udara Zack tetap berusaha meyakinkan kedua kakakberadik tentang ketidaksalahannya. "Apa mungkin aku sengaja mendamparkan diri di
tempat itu?" ia memberi alasan. "Tanpa mobil atau sepeda" Bahkan tanpa pakaian sehari-hari?"
"Menurut dugaan kami, engkau menunggu seseorang untuk menjemputmu," kata Joe
menangkis. "Tetapi untuk apa aku mau berkeliaran, berpura-pura menjadi manusia kera" Yang
membuat siapa saja jadi membenciku" Aku pun tidak ada hubungan sama sekali
dengan siaran TV. Apa yang kuketahui hanyalah apa yang kudengar dari Rollo Eckert!"
Kakak-beradik Hardy jadi tergelitik hatinya mendengar disebutnya nama
binaragawan yang patah kakinya di gedung olahraga Olympic. Mereka teringat bahwa
ia mengatakan berasal dari Kalifornia.
"Apa yang diketahui Rollo tentang film si Manusia Kera di TV?" tanya Frank
sambil pegang kemudi. "Banyak! Paling tidak, ia mengetahui jauh lebih banyak daripadaku," jawab Zack.
"Ia tadinya berharap untuk membintangi film tersebut. Sesungguhnya ia merupakan
salah satu dari dua finalis waktu memperebutkan peran itu."
"Kau yakin akan hal itu?"
"Tentu saja aku yakin! Ia hanyalah kalah dari Dante Mazzola di saat terakhir.
Pembuatan film itu merupakan berita besar di kalangan para binaragawan terkemuka
di seluruh negeri ini."
Jack Wayne, yang rupanya telah menunggu kedua kakak-beradik Hardy, melambaikan
tangannya dengan semangat, ketika mereka menghentikan mobilnya di lapangan
terbang. "Aku baru saja menerima berita lewat radio dari ayahmu beberapa menit yang
lalu," ia melapor. "Apa yang terjadi, Jack?" tanya Frank khawatir. "Ada sesuatu yang tidak beres?"
"Ayahmu mengatakan agar disampaikan kepada kalian, bahwa rumah Norvel telah
diserbu Manusia Kera gadungan. Kira-kira sejam lebih sedikit yang lalu."
Kakak-beradik itu terkejut mendengar itu. Dan dari wajah Zack yang menjadi
tambah pucat, sudah jelas bahwa ia yang berpakaian kulit berbulu itu sadar benar
bahwa kini ia semakin dicurigai.
Lapangan terbang itu terletak kira-kira di tengah-tengah antara Museum Seni
Komik dan rumah Norvel. Itu berarti bahwa mereka dapat mencapai rumah Norvel
dalam waktu seperempat jam saja.
Frank berkata: "Apa kau berkeberatan untuk
menunggu beberapa waktu lagi, Jack" Sementara kami hendak mengetahui apa yang
terjadi di rumah Norvel Noah.
"Tak menjadi soal. Dari apa yang dikatakan ayahmu, kukira kalian memang
diharapkan datang ke sana!" Dengan menyeringai Jack menunjuk dengan ibu jarinya
ke arah Zack Amboy, lalu menambahkan: "Selama kalian pergi, aku akan berusaha
mencari pakain montir untuk si jagoan ini."
"Bagus! Terimakasih, Jack. Tolong pula teleponkan tuan Tappan untuk kami.
Katakan padanya, kami berdua baik-baik saja. Ini nomornya!"
Kakak-beradik Hardy segera melaju menuju rumah pemimpin jemaat itu. Mereka
melihat beberapa mobil patroli diparkir di sepanjang jalan masuk, sementara
Hardy Boys Misteri Manusia Kera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anggota-anggota kepolisian memeriksa halaman mencari beberapa petunjuk. Rumah
itu terang benderang. Frank dan Joe tidak menemui kesulitan untuk masuk. Mereka mendapat keterangan,
bahwa ayahnya telah menghubungi FBI untuk memberitahu tentang kedatangan mereka
kepada polisi setempat. Tetapi Norvel nampak marah sekali, dan memandangi kedua kakak-beradik itu dengan
penuh curiga. "Ada berapa orang yang bersama anda di sini, ketika terjadi kerusuhan?" tanya
Frank. "Ada enam dari Anak-anakku. Jika itu menjadi urusanmu!"
"Anak-anak sendiri, atau anggota jemaat?"
"Anak-anak Noah!" tukas Noah.
"Apa ada pelayan-pelayan" sela Joe.
"Anak-anak itu bertindak sebagai pembantu-pembantuku. Jadi juga melakukan kerja
rumah tangga jika perlu."
Pemimpin jemaat yang berjanggut tersebut memandang rendah kepada kedua kakakberadik itu. Tetapi mereka ini menjadi tahu bahwa hal ini sesungguhnya
menunjukkan bahwa Norvel menggunakan anggota-anggota jemaat remaja itu sebagai
budak pribadi. Atas desakan letnan Allen, polisi yang menangani perkara ini, Norvel Noah
mengulang keterangannya tentang kejadian tersebut. Ia mengatakan bahwa Manusia
Kera gadungan itu telah membongkar pintu depan, lalu menyerbu masuk ke rumah. Ia
telah memukul tiga anggota jemaat laki-laki yang memberikan perlawanan, dan
membius anak-anak gadis dengan kloroform.
Noah Norvel sendiri telah diserang dan diikat. "Aku tak dapat menelepon polisi
sampai aku berhasil melepaskan salah satu tanganku dan kemudian melepaskan
ikatan," katanya dengan marah. "Sementara orang gila itu telah menghancurkan
segala yang ada di sekelilingnya. Membanting-banting perabotan seperti yang
kalian lihat sendiri, dan mengobrak-abrik ruang kerjaku."
Ketika Frank minta bertemu dengan para anggota jemaat yang menjadi pelayan, maka
ketiga remaja yang telah dipukuli, serta kedua anak gadis yang telah dibius
dibawa masuk. Anggota yang keenam, seorang gadis belasan tahun telah dibawa kabur oleh Manusia
Kera gadungan sebagai sandera.
"Siapa namanya?" tanya Joe tiba-tiba.
"Sue Linwood! Seperti engkau tidak tahu saja!" katanya kasar.
Frank menanggapinya dengan pandangan yang keras pula. "Mengapa tidak ada satu
pun pengawal yang ada di luar dapat menghentikan perusuh itu?" ia bertanya.
"Sebab mereka telah dipancing keluar dan dipukul hingga pingsan, satu demi satu.
Aku yakin ini bukannya tidak kau ketahui!"
"Apa itu maksudnya?" tanya Frank dengan marah.
Dari pada menjawab Norvel hanya menggerakkan lengannya gaya melodramatis,
menandakan rasa tidak senangnya, lalu berpaling kepada letnan polisi. "Aku sudah
muak dengan kedua pelawak ini!" ia membentak marah. "Aku yakin kedua anak ini
beserta ayahnya ada di belakang kerusuhan ini. Suatu akal untuk menutupi usaha
mereka untuk menculik anak gadis Linwood dari tanganku."
"Anda sinting!" Joe membentak pemimpin jemaat itu.
"Aku gila" Lalu bagaimana dapat terjadi bahwa belum sejam yang lalu orang-orang
melihat kalian bersama si Manusia Kera?"
19. Duet tersembunyi Kakak-beradik itu menjadi hilang keseimbangannya oleh sebuah pertanyaan yang
tiba-tiba bernada menuduh itu.
Frank menjadi sadar terlebih dulu. "Bagaimana anda bisa tahu di mana kami
berada, atau dengan siapa kami dilihat orang, jika anda diikat di dalam rumah?"
"Dari keteranganmu sendiri!" kata pemimpin jemaat itu tenang karena merasa
senang. "Aku mendapat telepon gelap, sesaat sebelum polisi datang!"
"Ha, tepat sekali," kata Joe mendesak. "Jika siapa yang menelepon saja tidak
diketahui, tak seorang pun dapat mengetahui kebenaran kata-kata anda, bukan?"
Wajah Norvel menjadi merah padam karena marahnya. "Kalian berdua yang seharusnya
menjadi kecut kalau ceritamu diselidiki!" katanya menusuk telinga.
Letnan Polisi Allen memandang kepada kedua kakak-beradik. "Apakah benar apa yang
dikatakan tuan Norvel?" ia menyela. "Bahwa kalian telah bersama dengan si
Manusia Kera gadungan?"
"Tidak begitu tepat, letnan," jawab Frank. "Kami memang bersama seseorang yang
berpakaian seperti si Manusia Kera. Karena ia seorang binaragawan, jadi ia juga
berotot seperti si Manusia Kera. Tetapi itu tak menjadi bukti bahwa ia adalah si
perusuh. Sesungguhnya aku yakin, bahwa dia bukan si perusuh. Bukan begitu, Joe?"
"Itu sudah pasti!" jawab Joe. "Apa lagi kami sangat percaya, bahwa ia mungkin
sekali dibius malam ini, letnan. Rupanya orang yang sengaja menjebak dia!"
"Siapa nama binaragawan itu" tanya Allen. "Zack Amboy," kata Joe. "Ia telah
berjanji akan selalu siap sedia untuk diperiksa."
"Hmm," polisi itu memberengut. "Bukan hanya ia sendiri yang perlu ditanyai. Dari
apa yang terjadi malam ini, dan dari apa yang telah
kalian nyatakan, kalian berdua pun mungkin diperlukan untuk membuat pernyataan
di depan pengadilan. Dalam keadaan biasa, aku akan menahan kalian sebagai saksisaksi untuk pembuktian. Tetapi karena nama baik ayah anda, serta hasil-hasil
penyelidikan yang cukup gemilang yang telah kalian lakukan sendiri, maka aku
akan membiarkan kalian bebas. Tetapi dengan syarat kalian bersedia untuk
bekerjasama, membantu melakukan penyelidikan ini, setiap waktu."
"Anda boleh percaya, letnan," kedua kakak-beradik itu berjanji. Meskipun Noah
Norvel memprotes dengan keras, letnan Allen membiarkan kedua kakak-beradik itu
meninggalkan tempat itu. Kedua anak-anak Hardy itu lalu melaju kembali ke lapangan terbang Westchester.
Jack Wayne dan Zack Amboy menunggu mereka sangat ingin mengetahui peristiwa yang
terjadi malam itu. Frank dan Joe menceritakan segalanya kepada mereka. Kemudian Frank bertanya
kepada Zack: "Engkau tahu di mana Rollo Eckert tinggal selama ia ada di sini."
"Tentu! Ia menyewa sebuah rumah di dekat pantai, tidak jauh dari Bayport. Tepat
di pinggiran kota Shoreham."
"Shoreham?" seru Frank dan Joe bersama-sama.
Ketika Zack mengangguk, Frank bertanya: "Apakah kau pernah melihatnya sendiri?"
"Ya. Aku pernah ke sana." Zack menjelaskan, bahwa Eckert ketika meninggalkan
Kalifornia tidak membawa alat-alat untuk berlatih. Ia lalu memesan sepasang
halter yang terpasang tetap dengan perantaraan Gedung Olahraga Olympic. Dengan
demikian meskipun kakinya patah, ia tetap dapat berlatih. Zack yang senang
berlayar, dengan sukarela membawakan halter itu dari gedung olahraga ke rumah
Rollo dengan perahu. "Dapatkah kau mengatakan dengan tepat, dengan apa kami dapat sampai ke rumah
itu?" tanya Frank terus mengejar.
"Tentu! Aku dapat membuatkan peta untukmu. Mengapa" Kalian hendak menengok dia
besok pagi?" "Lebih cepat dari itu. Kami mungkin akan mengunjunginya malam ini juga."
Sebelum tinggal landas, kakak-beradik Hardy berusaha menghubungi ayahnya dengan
radio pesawat Jack. Mereka hendak melaporkan segala perkembangan perkara mereka,
dan ingin minta petunjuk selanjutnya. Tetapi tidak berhasil.
"Kau tahu dari mana ayah tadi memanggilmu?" tanya Frank kepada pilot.
"Dari Long Island, kukira. Katanya ayahmu sedang menyelidiki beberapa petunjuk
untuk suatu perkara. Ia juga tahu apakah aku dapat menjemputnya besok pagi.
Kalau-kalau ia perlu kembali secara mendadak!"
Frank berpesan kepadanya: "Jika kami tak berhasil menemui ayah malam ini sebelum
sampai di Bayport, dapatkah kau langsung saja terbang ke MacArthur malam ini
juga, Jack" Cobalah mencari dia!"
"Sudah tentu!" Zack Amboy yang ingin sekali membersihkan diri, secara sukarela mau membantu
mereka dalam segala hal. Dengan senang hati kakak-beradik itu menerima
kesediaannya. Mereka me rasa bahwa Jack Wayne memerlukan bantuan untuk mencari
ayah mereka di Long Island.
Seperti apa yang mereka cemaskan hingga mereka mendarat di Bayport, mereka tetap
tak berhasil menghubungi ayah mereka. Maka Frank menulis surat dengan cepat yang
diberikannya kepada Jack.
"Tolong cari ayah sampai ketemu. Gunakanlah panggilan darurat selama engkau
terbang menuju MacArthur. Jika engkau berhasil mendapat hubungan, atau bertemu
ayah di Long Island, berikanlah dia apa yang tertulis itu."
"Oke, Frank!" Mereka melambaikan tangan ketika Jack dan Zack tinggal landas lagi. Kemudian
mereka bergegas ke tempat parkir untuk mengambil mobil mereka yang dititipkan di
sana, dan sebentar kemudian mereka menuju ke Shoreham.
Mereka menghindari daerah pertokoan, lalu mengambil jalan yang menghubungkan
daerah pantai. Mereka berhenti, dan memarkir mobilnya. Selanjutnya mereka
berjalan kaki melintasi bukit-bukit pasir kecil menuju ke tepian.
Rumah sewaan Rollo Eckert terletak terpisah dari rumah-rumah lain di sepanjang
pantai. Letaknya di tanah berpasir yang lebih menjorok ke laut dari pada pantai lainnya.
Dari jendela yang bergorden nampak cahaya lampu. Di depan rumah diparkir dua
buah mobil, yang sebuah adalah sedan limousin yang besar dan mahal.
"Untunglah kita tidak mengendarai mobil sampai di depan pintu," kata Joe kepada
kakaknya. "Dengan cara ini kita dapat memberikan kejutan padanya."
Frank mengangguk. "Betul! Jika kita berhasil membuatnya terkejut, kukira kita
dapat mengorek dia lebih banyak lagi."
Mereka mendekati rumah, kemudian Frank mengetuk pintu. Sesaat kemudian pintu
dibuka sedikit, cukup untuk Rollo Eckert mengintip keluar.
Mulutnya terbuka menganga dan napasnya tertahan ketika ia mengenali kedua kakakberadik itu. Sebelum berhasil menutup pintu kembali, Frank dan Joe mendorongnya
terbuka. Eckert mundur dengan cemas, dan kedua kakak-beradik itu melihat bahwa
Rollo tidak lagi di-gips kakinya. Tangannya pun tidak memegang tongkat penopang.
"Kakimu yang patah kok dapat sembuh mendadak?" Joe mengejek.
"B-bu-kan, M-Mak-sudku bukan sembuh dengan mendadak," kata Rollo menggagap.
"Sembuh dengan pelahan lahan. Dokter baru saja melepaskan gips hari ini."
"Tentunya engkau menyimpan kedua belahan gips itu untuk kenang-kenangan!" kata
Frank menusuk tajam. Ia menuding kepada dua buah benda berwarna putih, yang
nampak di dekat meja. Eckert memakai celana pendek dan baju pendek, yang memperlihatkan dadanya yang
dalam serta otot-otot yang menonjol. Wajahnya agak kemerahan karena rasa salah
dan marah. Tetapi kakak-beradik itu tak sempat melihat wajahnya lama-lama. Segera mereka
melihat benda-benda lain. Salah satu adalah pakaian kulit berbulu yang
tergantung pada sandaran kursi. Yang lain rambut palsu yang hitam lebat,
terletak di meja dekat dengan belahan-belahan gips.
Frank melangkah maju mengambil benda ketiga. Yaitu sebuah kedok muka dari karet,
di bagian rahang dan dahi jauh lebih tebal dari pada bagian-bagian yang lain.
"O, inilah yang memberi wajahmu seperti si Manusia Kera. Dengan rahang dan
alismata yang menonjol!" seru Frank.
"Bukan aku yang membuatnya," Eckert menjawab dungu. "Itu milik studio Film TV
yang membuat film seri si Manusia Kera."
"Tetapi engkaulah yang memakainya!" Frank menuduh. "Engkau memakai perlengkapan
ini sebagai penyamaran. Dengan demikian engkau dapat bertindak sebagai si
Manusia Kera, ketika engkau merusak gedung bioskop dan Alfresco Disco. Dan di
tempat-tempat lain lagi yang kau serbu!"
Wajah Eckert berkerut-kerut penuh perasaan. Untuk beberapa saat ia berusaha
keras untuk menguasai suaranya. Kemudian bahunya terkulai ketika ia menggumam:
"Oke, aku mengaku bahwa si Manusia Kera gadungan itu adalah aku. T-te-tapi aku
tidak bermaksud menyakiti orang. Itu hanya main-main, suatu lelucon untuk
membayar impas!" "Karena kalah dalam pemilihan peranan sebagai bintang," Frank cepat menyambung.
Rollo Eckert mengangguk tak berdaya. Ia hampir tak melihat bahwa Joe telah
menggeser diam-diam melintas ruangan. "Aku bermaksud untuk berhenti,"
sambungnya, "semenjak kalian hampir saja dapat menangkapku di disco park. Tetapi
aku lalu diperas untuk melakukan penyerangan di Museum Seni Komik dan di rumah
Noah Norvel." "Maksudmu diperas oleh Vern Kelso?" tanya Frank sambil memberi isyarat dengan
satu tangan kepada adiknya.
Joe menendang terbuka pintu yang membuka ke arah ruang belakang. Tindakan ini
menyebabkan tampilnya dua wajah-wajah yang terkejut. Yang seorang adalah Sue
Linwood dengan mata ditutup dan mulut disumbat, diikat pada sebuah kursi.
Seorang lagi berdiri di belakangnya adalah seorang laki-laki dengan sikap
mengancam, seolah-olah hendak menyakiti Sue, jika mencoba menggentakkan kaki
atau membuat suara lainnya untuk menarik perhatian.
Orang itu adalah Vern Kelso. Di ketiaknya terjepit sebuah map besar, yang dicuri
dari dalam peti berisi hasil-hasil karya Archie Frome di Museum Seni Komik.
Kedua kakak-beradik itu segera mengenalinya karena mirip sekali dengan map-map
lain yang telah dilihatnya.
Kelso mulai berpidato dengan nada keras: "Bagaimana caranya kalian anak-anak
bawang tahu bahwa aku ada di sini?" Ia berteriak ketika Joe membuka sumbat yang
menutup mulut Sue dengan ketat.
"Tak sulit untuk menebaknya! Terutama dengan sedan limousin di luar itu!" Frank
menjawab. "Satu lagi: engkau mendustai kami tentang pemilihan peranan si Manusia
Kera untuk TV. Engkau berusaha untuk menutupi kenyataan, bahwa Rollo kalah pada
saat terakhir, sehingga kami tidak mencurigai dia. Kami juga mengatakan kepadamu
tentang perjumpaan kami dengan Zack Amboy, yang membuatnya dia itu harus paling
dicurigai daripada Rollo."
Keberanian Kelso rupanya runtuh ketika ia sadar, bagaimana kedua kakak-beradik
itu berhasil menyingkap peranannya dalam misteri si Manusia Kera itu secara
menyeluruh. Kedua kakak-beradik tersebut juga menduga, mereka tentu berpikir, bahwa mereka
berdua ini pasti sudah memberitahu ayah mereka dan polisi sebelum datang kemari.
Dan kakak-beradik itu membiarkan ia berpikiran demikian.
"Boleh percaya atau tidak percaya, kesemuanya ini bukan salahku!" kata Kelso
menggelegak. Ia mondar-mandir untuk melepaskan emosinya.
"Kalau bukan engkau, lalu salah siapa?" desak Frank.
"Micky Rudd! Kalau kau ingin tahu kenyataan yang sesungguhnya!" Kelso berhenti
mendadak, lalu membuka map berisi hasil karya seni, yang dibawanya bersembunyi
ketika mendengar ketukan pintu.
Setelah membuka beberapa lembar, Kelso lalu mengambil beberapa halaman gambargambar yang diangkatnya tinggi agar dapat dilihat olah Frank dan Joe. Mereka
sangat heran melihat gambar-gambar untuk buku komik yang menonjolkan peranan
seseorang yang tepat seperti si Manusia Kera.
"Kadal buntung," seru Joe cepat setelah menangkap apa yang dilihatnya. "Maksudmu
Micky Rudd yang mencuri tokoh si Manusia Kera dari Archie Frome?"
"Tepat dugaanmu!" jawab Kelso geram. "Beberapa tahun yang lalu, Frome membawa
cerita ini ke Star Comix. Rudd menolaknya. Tetapi belakangan dalam keadaan yang
memaksa, ketika ia harus cepat-cepat mengisi salah satu buku komiknya, ia
mencurinya dari kumpulan Frome yang masih ada di tangannya. Ia lalu menyuruh
membuat gambar gambarnya kepada salah seorang stafnya. Tetapi semuanya masih
menggunakan tema dari cerita Frome.
Si Manusia Kera itu pun tepat sama dengan yang digambar oleh Frome."
"Ternyata si Manusia Kera menjadi suatu top hit di kalangan para pembacanya.
Jadi Rudd terpaksa mencari-cari cerita untuknya. Akhirnya perusahaan itu
menerbitkan setiap bulan secara tetap sebuah buku komik si Manusia Kera."
Pada mulanya Rudd khawatir bahwa Frome akan mengetahui pencurian tokohnya.
Tetapi ketika seniman itu tak pernah menuduhnya, bahkan ia lalu berganti haluan
menggambar cerita bergambar untuk kanak-kanak, Rudd menjadi tenang dan merasa
aman dengan pemalsuannya.
"Akhirnya," kata Kelso selanjutnya, "seorang produser dari Hollywood membeli hak
penyiarannya di TV. FBS membeli film itu atas anjuranku."
"Apakah Rudd tidak menyadari bahwa ia telah membuat dirinya dapat dituntut oleh
hukum?" "Sudah tentu! Tetapi ia terlalu rakus untuk melepaskan keuntungan yang demikian
besar. Di samping itu Rudd bukanlah pemilik tunggal dari Star Comix. Pemilik-pemilik
yang lain tidak mau menerima, kalau dia membatalkan tawaran untuk TV."
Frank lalu berkata: "Aku yakin bahwa itu pulalah yang menyebabkan ia mencuri
ceritera asli dari studio Frome, bukan?"
Kelso membenarkan. Katanya: "Pada mulanya ia merasa lega dengan kematian Frome.
Ia menduga, bahwa rahasia kecurangannya akan terhapus untuk selamanya. Tetapi
ketika ia mendengar bahwa anak Frome hendak mendermakan karya ayahnya kepada
Museum Seni Komik, Rudd jadi takut sekali. Ketika itulah ia baru mengatakan
Hardy Boys Misteri Manusia Kera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segalanya kepadaku."
"Jika salah seorang di museum mengetahui, bahwa Frome adalah pencipta yang asli
si Manusia Kera," kata Kelso melanjutkan, "tidak saja Star Comix dan FBS dapat
dituntut di depan pengadilan, tetapi anak Frome dapat pula minta kepada
pengadilan, agar pertunjukan di TV dihentikan dulu menunggu hasil keputusan
pengadilan." "Aku akan dipecat dari FBS," kata Kelso. "Karierku hancur."
Kemudian ia melihat dalam berita TV tentang manusia kera gadungan yang menyerang
Alfresco Disco. Ia mengenali Rollo sebagai pelakunya, lalu membayar seorang
detektif swasta untuk membayangi dia.
"Mulai saat itulah ia memeras aku," Rollo Eckert menyela. "Ia mengatakan, jika
aku tak mau menuruti kehendaknya untuk mencuri ceri-tera Frome dari Museum Seni
Komik, ia akan melaporkan aku kepada polisi. Tetapi jika aku
mau membantu dia, akan diatur agar aku yang memegang peranan si Manusia Kera
selanjutnya." "Kalau engkau percaya omongan dia, berarti engkau mempercayai segala omongan
orang!" kata Joe setengah mengejek.
"Apa bedanya itu semua sekarang?" kata Kelso setengah menangis. "Kesulitanku
belum selesai sampai di situ. Pelayan merangkap sopirku sakit. Aku membutuhkan
seseorang untuk menggantikannya sementara ..."
"Jadi engkau menyewa salah seorang Anak Noah!" Frank menyahut.
"Betul sekali," terdengar suara yang tidak diduga. "Penyelidikan yang cemerlang,
anak-anak!" Kedua kakak-beradik memutar membalikkan tubuhnya mendengar suara itu. Seorang
berjanggut sedang masuk ke dalam rumah itu.
Wajah kedua anak-anak muda itu berubah menjadi cemas ketika mereka mengenali
Noah Norvel. Bersama dia ada empat orang pengawal yang bersenjata.
20. Jeritan-jeritan akhir
"Dari mana anda datang?" seru Joe.
"Dari lapangan terbang Bayport! Seperti engkau!" Pemimpin jemaat yang berjanggut
itu menyeringai, menampakkan gigi-gigi seperti seekor serigala. "Kalian tahu,
aku mempunyai pesawat pribadi di lapangan Westchester. Ke sanalah aku pergi
setelah bebas dari pertanyaan-pertanyaan polisi sesudah kalian pergi. Pengikut
pengikut-ku yang setia telah menyiapkan sebuah mobil ketika aku mendarat.
Begitulah aku dan penga-wal-pengawalku langsung menuju rumah Rollo. Aku yakin
bahwa di sinilah aku akan menemukan dia dan Kelso."
"Tunggu dulu!" Frank menyela. "Kita kembali ke soal yang anda katakan ketika
tadi masuk. Apakah benar dugaan saya bahwa pengikut-pengikut anda memberikan
informasi kepada anda dari apa yang mereka dengar dari para majikan mereka"
Maksudku, ketika mereka sedang bertugas sebagai pembantu rumah tangga
sementara?" "Sudah tentu! Tak ada apa-apanya lagi aku untuk sembunyikan segala hal kepadamu,
karena kalian takkan mungkin lagi mengadukan kepada polisi!"
Dengan sombongnya Noah Norvel lalu menjelaskan bahwa di kota-kota besar
sepanjang pantai timur, pengikut pengikutnya banyak yang disewa untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga dan lain-lain. Banyak pula yang bekerja pada orang-orang
penting. Mereka telah terlatih untuk melaporkan segalanya yang penting, yang
mereka dengar. Anak-anak itu percaya bahwa itu semua demi kemajuan jemaat. Di
samping itu mereka membantu pemimpin besar mereka 'untuk membaharui dunia'."
Pengikut yang bekerja pada keluarga pejabat pemerintah dan para diplomat di
Washington telah dilatih untuk tugas yang sama.
"Apa yang tak mereka sadari," sambung Norvel sambil berdecak, 'ialah bahwa aku
menjual segala rahasia perusahaan itu serta data keamanan ke luar negeri."
"Termasuk kepada musuh-musuh negara anda sendiri!" sela Joe dengan pedas.
"Tentang bagaimana mereka menggunakan informasi-informasi yang telah mereka beli
dari-ku, itu bukan urusanku," Norvel balas mengejek.
"Coba kutebak lagi apa yang dilakukan oleh para pengikut anda," kata Frank.
"Anda juga melatih mereka untuk mencuri permata yang mahal serta benda-benda
seni. Sehingga pemimpin mereka dapat ikut melihat dan menikmati benda-benda
hasil karya seniman. Tetapi apa yang tidak dikatakan kepada mereka ialah, bahwa benda-benda yang
harus mereka kembalikan kepada para pemiliknya itu adalah benda-benda yang
dipalsukan. Benda-benda aslinya anda pegang dan anda jual kepada tukang-tukang
tadah dunia penjahat!"
"Betul!" Sekali lagi Norvel berdecak-decak. "Engkau hendak mengatakan 'suatu
siasat yang hebat', bukan" Para pemilik itu jarang yang tahu terjadinya
pertukaran tersebut. Sedangkan badut-badut pengikutku itu tidak sadar, bahwa mereka telah menjadi
pencuri!" Sue Linwood berseru tertahan: "Engkau memuakkan!"
Joe telah berhasil melepaskan sumbatan pada mulutnya, tetapi belum berhasil
membuka ikatannya ketika Norvel dan pengawal pengawalnya menyerbu masuk. Kini
matanya merah menyala memandang pemimpin jemaat itu.
"Menyesal sekali, aku begitu sinting untuk menjadi salah satu Anakmu!" seru Sue.
"Tetapi engkau memang menjadi Anakku, sayang," kata Norvel tajam, "lagi pula
engkau telah pula menjualkan hasil curianku. Bungkusan yang kau bawa ke toko
pengusaha benda-benda seni itu: 'sebuah lukisan curian'."
Sue terdiam, wajahnya menampakkan rasa muak.
"Anda takkan dapat lari dari kejahatan-kejahatan yang anda lakukan!" tukas Joe.
"Kalau yang kau maksud karena ayahmu, si sepatu karet Fenton Hardy yang tenar
itu. Ia sedang melacak aku, dan itu masih harus dibuktikan!"
Kedua kakak-beradik Hardy tahu, bahwa Norvel telah sadar, detektif terkenal itu
telah mencurigai kegiatan-kegiatan kriminalnya, dan sedang mengumpulkan buktibukti terhadap dia. Karena itu Noah Norvel menyuruh Anak-anak buahnya yang
berani-berani, terutama yang memang pernah berhadapan dengan dunia hukum sebelum
menjadi anggota jemaat, untuk memata-matai rumah keluarga Hardy, dan untuk
menakut-nakuti keluarga itu dengan segala macam cara.
Salah seorang dari mereka, dengan mencuri dengar di jendela, telah melihat Frank
dan Joe sedang menonton si Manusia Kera di TV. Ia lalu membuat suara-suara
mengerikan dan membuat telapak kaki raksasa. Sesudah itu ia memanggil polisi.
Anggota lain mengganggu mobil mereka di Shoreham, dan menelepon dengan cara
mengancam pada nyonya Hardy dan bibi Gertrude. Mereka juga membayangi Frank dan
Joe ke New York. Karena banyaknya anggota-anggota jemaat yang secara bergantian
membayangi, sulitlah bagi Frank dan Joe untuk mengetahui siapa yang membayangi
mereka. Jimat dan sobekan kertas berisi alamat keluarga Hardy, telah jatuh dari seorang
anggota jemaat yang membuntuti mereka ke pesta komik di dis-conya. Sakunya robek
dalam keributan sewaktu si Manusia Kera muncul dan melarikan diri. Tetapi yang
nampak di jendela rumah keluarga Hardy dan memecahkan kacanya adalah Rollo
Eckert sendiri. Ia sangat marah kepada Frank dan Joe, karena penyerangannya di
disco mereka gagalkan. Frank menjentikkan jari-jari tangannya: "Engkaulah si pincang yang kulihat duduk
di bangku dalam taman malam itu!" serunya kepada
Eckert. "Engkau tentu telah berganti pakaian di semak-semak, lalu mengenakan
gips di kakimu. Begitulah caramu menghilang, bukan!"
Kakak-beradik itu juga lalu mengetahui bahwa Eckert pula yang memukul Joe di
pintu gedung olahraga. Ia telah bersembunyi di tempat telepon dan memanggil
manager dari gedung olahraga itu, ketika dilihatnya Frank dan Joe keluar. Sesaat
kemudian, ketika Joe itu seorang diri di pintu, tongkat Rollolah yang menimpa
kepala Joe dari belakang.
"Nah, sekarang kembali kepada si penjilat ini," kata Frank. Pandangan matanya
mengandung penghinaan tertuju kepada Noah Norvel. "Anggota jemaat yang disewa
Kelso melihat map berisi gambar-gambar, map yang dicuri oleh Rollo bagi Kelso
dari museum, anggota itu membawanya kepada Noah Norvel. Setelah melihatnya,
menjadi tahu bahwa itu adalah kartun hasil karya Frome yang asli. Ia mengerti
bahwa Star Comix tentu telah mencurinya. Dengan kartun sebagai bukti, ia dapat
memeras Star Comix dan produser TV
dengan jumlah tebusan yang sangat besar."
"Tetapi Kelso juga punya siasat," kata Joe. "Ketika mencoba memeras dia,
disuruhnya Rollo ke rumah malam ini untuk mengambil kembali barang bukti itu!"
"Sungguh cemerlang!" sahut pemimpin jemaat itu tetap mengejek. "Tetapi kini kita
hanya buang-buang waktu percuma!"
"Anda akan lebih banyak buang-buang waktu di penjara nanti," kata Frank. "Jika
segala kenyataan ini semua telah terungkap!"
"Karena itu lebih baik jangan sampai tersingkap, bukan?" kata Noah sambil
tertawa jahat. "Hal itu tidak sulit! Yaitu jika rumah ini terbakar habis. Tentu
saja dengan kalian semua sebagai inventaris di dalamnya .... Nah, oke! Bakar
tempat ini!" perintahnya selanjutnya sambil berpaling kepada keempat pengawal-pengawalnya.
Sementara itu Joe membisikkan sesuatu kepada Sue. Tiba-tiba Sue menjerit-jerit
sekeras-kerasnya. "Sumpal mulutnya!" teriak Noah Norvel marah. "Jika jeritannya itu terdengar
semua yang ada di sekitar pantai ini akan terbangun sebelum rumah ini hangus!"
Salah seorang pengawal berlari menghampiri Sue, dan berusaha unjuk menutup
mulutnya dengan tangan. Tetapi Sue berontak lepas dan terus menjerit-jerit!
Karena semua perhatian tertumpah pada si gadis itu, Frank dan Joe menggunakan
kesempatan itu untuk bertindak. Joe meraih sebuah kursi dan membuat salah
seorang pengawal kehilangan senjatanya. Sementara itu Frank berhasil menjatuhkan
seorang lagi dengan kepalan tinju kirinya yang keras di rahang.
Vern Kelso dan Rollo Eckert segera mengikuti jejak kakak-beradik itu. Dalam
sesaat saja tempat itu menjadi kancah perkelahian dan hiruk-pikuk. Pihak Noah
berjuang ganas melawan calon-calon korban mereka yang menjadi batal. Semua
perabotan rumah hancur berantakan. Pada suatu saat, Rollo mengangkat tubuh
seorang pengawal, lalu melemparkannya melayang keluar dari ruang depan.
Dalam hiruk-pikuknya perkelahian itu, kakak-beradik itu mendengar suara derum
sebuah pesawat yang menukik mendarat di pantai. Dalam waktu satu-dua menit, tiga
orang menyerbu masuk pintu rumah. Yang terdepan adalah Fenton Hardy, disusul
oleh Jack Wayne dan Zack Amboy.
Tidak lama kemudian perkelahian mulai surut. Kini detektif terkenal itu
mengambil alih para tawanan. Tidak saja Noah Norvel yang dijajarkan menghadap
dinding dengan kedua tangan masing-masing diangkat di atas kepala, tetapi juga
Vern Kelso dan Rollo Eckert.
"Kalian harus dihadapkan kepada hukum!" kata pak Hardy singkat. "Kerja yang
bagus!" ia katakan kepada dua anak-anaknya dengan bangga. "Kalian berdua tidak
saja membongkar perkaramu sendiri, tetapi juga perkaraku sekaligus!"
Kakak-beradik itu baru mengetahui bahwa setelah kontak pertamanya dengan Jack
Wayne, pak Hardy mendapatkan seorang pilot yang mau menerbangkannya dari Long
Island ke lapangan terbang Weschester. Di sana ia telah ditunggu oleh Jack Wayne
dan Zack Amboy. Dari hasil pertanyaan-pertanyaan berikutnya tersingkap, bahwa Rudd kecuali
terlibat dalam pencurian tokoh karangan Archie Frome, ternyata tidak terlibat
dalam usaha kekerasan untuk menutupi rahasia yang dilakukan Vern Kelso.
"Apa Kelso yang membius Zack Amboy?" tanya Joe.
"Dia dan Rollo yang melakukannya. Mereka juga berusaha untuk menjebak Zack
dengan telepon gelap dua kali, serta gambar yang dijatuhkan di museum," jawab
pak Hardy. Frank menggeleng. "Semuanya itu hanya ambisi untuk pertahankan jabatan!"
katanya. "Aku khawatir bahwa untuk selanjutnya jaringan TV itu haruslah bekerja tanpa
dia," kata pak Hardy. "Sebab dia harus mendekam lama dalam penjara!"
Setelah para penjahat itu diserahkan kepada polisi, kakak-beradik itu langsung
pulang ke rumah. Mareka sangat lelah. Sesaat sebelum tidur, Frank bertanya-tanya
dalam hati, apakah masih akan ada perkara-perkara lain yang harus mereka
pecahkan di waktu-waktu mendatang. Tetapi ia terlalu lelah untuk memikirkan
selanjutnya. Dia pun tidak menduga bahwa tidak lama lagi ia bersama adiknya
harus memusatkan perhatiannya kepada suatu misteri yang lain.
Kakak-beradik Hardy dibangunkan oleh kawannya pada keesokan harinya. Chet Morton
nampak lesu, sambil menunjukkan seperangkat foto-foto yang baru diterimanya
lewat pos dari Star Comix. Foto-foto itu menunjukkan bagaimana bentuk Kapten
Otot jika kelak diterbitkan dalam salah satu buku komik.
"Coba lihat! Apa yang mereka lakukan!" Chet berkata setengah menangis. "Mereka
ubah kata-katanya seenaknya, dan membuat Kapten Otot jadi seorang pelawak.
Mereka mengubahnya menjadi ceritera humor, seolah-olah seluruhnya itu hanya
banyolan belaka!" "Ya sudah, Chet! Bagaimana pun toh akan dimuat dalam buku komik!" sanjung Joe
menahan tertawa. "Sudahlah, jangan pikirkan itu, Chet," bujuk Frank sambil menepuk-nepuk punggung
si gemuk dempal. "Engkau kan tetap akan menerima uang yang mereka bayarkan.
Kukira itu pun baik untuk kita bersenang-senang!"
"Engkau benar!" seru si gemuk gembira. Ia menjadi cerah kembali seperti
ditunjukkan oleh sifatnya yang selalu riang. "Tahukah kalian" Uang itu akan
kugunakan untuk Pesta Disco bagi seluruh muda-mudi Bayport!"
TAMAT SCAN: BBSC Edit by : zheraf.net http://www.zheraf.net Pengelana Rimba Persilatan 6 Boma Gendeng Triping Pedang Darah Bunga Iblis 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama