Ceritasilat Novel Online

Menaklukkan Agen Rahasia 2

Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia Bagian 2


masuk!" gumannya pelan. Ia melangkahi ambang jendela yang tidak tinggi dan masuk
ke dalam kamar itu, lalu buru-buru menarik tirai dari kain beledu tebal,
sehingga tidak ada yang bisa memandang ke dalam lagi.
"Huff!" hembus napasnya untuk menyatakan kelegaan hati.
Setelah itu dengan berjingkat-jingkat dihampirinya tempat tidur Pak Profesor.
Sarjana itu berbaring tanpa sempat benganti pakaian dulu, jadi masih lengkap
dengan jas, dasi dan sepatu. Tapi ia tidur pulas. Dengkurnya terdengan berat dan
teratur. Setiap kali ia menghembuskan napas ke luar, nampak kumisnya yang
melintang bergerak melambai-lambai. Nyaris saja George tertawa karena geli
melihat pemandangan itu. Siapakah yang akan mengira bahwa laki-laki gendut
bertampang kocak itu sebenarnya salah satu ilmuwan yang paling ternama di dunia"
Sayang George tidak bisa lama-lama memperhatikan Pak Profesor, karena harus
membukakan pintu agar ketiga sepupunya bisa menyusul masuk.
"Kau benar-benar berhasil. George?" kata Anne terbata-bata karena kagum, ketika
dilihatnya sepupunya itu muncul di ambang pintu kamar Profesor Lancelot.
"Tidak, aku tidak berhasil," kata George mengganggu Anne. "Aku terjatuh sewaktu
nenyusur pinggiran sempit tadi dan kini tergeletak di tanah dengan leher patah!
Yang kaulihat sekarang ini hantuku!"
"Sudah jangan main-main lagi," kata Julian dengan gugup, sambil menoleh ke arah
luar. "Kalau sampai ada orang memergoki kita di sini -wah, bisa gawat nanti!"
"Karena itu cepatlah masuk!" panggil George dari dalam kamar.
"Anne, kau tinggal di sini bersama Timmy," kata Julian pada adiknya. "Nanti
kalau ada sesuatu yang mencurigakan, bersiullah sebagai isyarat untuk kami."
"Bersiul?" kata Anne cemas. "Aku kan tidak bisa bersiul."
"Kalau begitu menyanyilah!"
"Nyanyi apa?" tanya Anne yang masih tetap bingung.
"Apa saja, pokoknya asal kami tahu. Nyanyikan saja lagu Aku ini si gembala
"domba - misalnya!"
?"Hmm -cocok dengan dandananmu!" kata George mengganggu lagi. Tapi ia langsung
membungkam lagi, karena Julian meliriknya dengan marah. George agak segan
terhadap sepupunya yang paling tua itu, karena Julian kadang-kadang bisa
bersikap dewasa sekali. "Tapi kalau Rudi yang muncul, kau harus bersin. Mengerti?" sambung Julian lagi.
"Sekarang cepat - sebentar lagi pukul duabelas."
Sementara Anne ditinggal dalam gang bersama Timmy, Dick dan Julian bergegas
masuk ke dalam kamar Profesor Lancelot. Begitu keduanya sudab di dalam, cepatcepat pintu dikunci lagi.
"Sekarang apa lagi yang kita lakukan?" tanya Dick.
"Kita cari tas berisi dokumen rahasia itu!" kata George. Julian langsung
berhasil menemukannya, karena ternyata diletakkan oleh Pak Profesor di meja
kecil yang terdapat di sisi tempat tidur. Itu bisa terjadi karena sarjana itu
sama sekali tidak menduga bahwa ia akan dibius orang, sehingga tidurnya nyenyak
sekali. "Jika tas ini kita bawa, ada kemungkinannya para penjahat nanti melihat kita
lalu merebutnya," kata Dick agak bimbang. "Tapi kalau kita tinggalkan di
sini ...." "Berikan saja padaku!" kata George. "Aku punya akal baik!"
Diambilnya tas itu lalu diambilnya setumpuk kertas dokumen yang dibubuhi nornor
urut dari dalamnya. "Itu dia rencana konstruksi roketnya," guman Dick dengan nada kagum, sementara
Julian berseru kaget, "Mau kauapakan dokurnen-dokumen itu, George?"
"Sudah, diam saja - lebih baik kautolong aku. Kau juga, Dick! Cepat! Tolong
angkatkan badan Pak Profesor sebentar!"
"Kau ini - apa lagi akalmu sekarang"!" tanya Julian.
"Tidak ada waktu untuk menerangkannya dulu," kata George menggerutu. "Ayo,
cepatlah sedikit! Kalian ini seperti siput saja pelannya!"
Julian dan Dick menurut, walau dengan perasaan enggan. Berdua mereka memegang
bahu Profesor Lancelot, lalu menjunjungnya sehingga terangkat sedikit dan tempat
tidur. Tidak mudah melakukan tugas itu, karena Pak Profesor bukan orang yang
bertubuh langsing. Sementara itu George cepat-cepat menyelipkan kertas-kertas
dokumen ke bawah bantal alas kepala Pak Profesor.
"Beres!" kata anak itu dengan puas, "Sekarang letakkan Pak Profesor kembali ke
posisi yang tadi! Cepat, cepat! Sebentar lagi sudah tengah malam!"
"Baik, Boss!" kata Dick setengah mengejek.
"Bersama Julian diletakkannya Profesor Lancelot ke tempat tidur lagi, sehingga
sarjana itu berbaring kembali seperti tadi, dengan kepala terletak di atas
bantal dan di atas kertas-kertas dokumennya. Mulutnya masih ternganga sedikit,
dan dengkurnya pun masih tetap menggetarkan kumis. Mau tidak mau, anak-anak
tertawa juga melihatnya. "Kasihan - ia sama sekali tidak sadar bahwa kita saat ini kerepotan karena dia,"
kata George. Ia memandang berkeliling seperti mencari sesuatu. "Coba periksa
sebentar, barangkali di sini ada setumpuk koran atau majalah. Kalau ada, berikan
padaku!" "Itu ada koran setumpuk," kata Julian sambil memandang George dengan sikap
kurang mengerti. "Untuk apa?"
George mengambil tumpukan surat kabar itu lalu memasukkan beberapa lembar di
antaranya ke dalam tas Profesor Lancelot.
"Kita kan tidak boleh mengecewakan Rudi," katanya sambil memasukkan lembaranlembaran surat kabar ke dalam tas. "la tidak boleh merasa curiga, apabila nanti
datang dan mengambil tas ini. Malik yang memberi tugas padanya pasti akan
memujinya karena telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Tapi begitu tas ini
mereka buka-nah, pasti akan lain sekali kata-kata yang terdengar saat itu!
Sayang kita tidak bisa ikut mendengarnya. Padahal aku kepingin sekali!"
Kini Dick ikut tertawa. "Kau ini, macam-macam saja akalmu, George." katanya. "Hah - bisa kubayangkan
tampang mereka nanti ketika menyadari bahwa kertas-kertas dokumen yang begitu
mereka ingini sudah menjelma menjadi koran bekas!"
"Begitulah, risiko agen rahasia!" kata George sambil menutup tas Pak Profesor
kembali. "Aku tahu seorang lagi yang tentu akan sama tercengangnya seperti agen-agen
rahasia itu," kata Julian sambil tersenyum. Ia memaksudkan Profesor Lancelot.
"Tapi aku ingin tahu bagaimana reaksi Pak Profesor saat ia bangun lagi nanti,
apabila melihat bahwa tasnya yang dijaga begitu baik ternyata tidak ada lagi di
meja." "Ya - dan dokumen-dokumennya yang berharga tahu-tahu sudah pindah tempat, ke
bawah bantal," sambung Dick.
George tidak sempat mengatakan apa-apa, karena tepat saat itu terdengar bunyi
jam berdentang di luar. Dua belas kali - tepat tengah malam!
George cepat-cepat mengembalikan tas ke tempat semula di meja kecil dekat tempat
tidur, lalu menyusul kedua sepupunya yang sementara itu sudah lebih dulu lari ke
pintu. Dari arah ruang pesta yang terletak di lantai dasarterdengar hiruk-pikuk
suara orang tertawa dan berteriak-teriak. Lampu-lampu di situ baru saja
dipadamkan! Patrik, monster salju yang menyeramkan memegang tangan kakaknya erat-erat." ?"Aku takut, Sandra," bisiknya.
"Kenapa harus takut" Lampu dimatikan ini kan hanya untuk memberi kesempatan pada
kita untuk membuka topeng!" jawab Sandra
"Ya, tapi mengapa gelap sekali" Aku sama sekali tidak bisa inelihat apa-apa!"
"Ini kan hanya sebentar saja. Sabarlah sedikit - nanti pasti terang-benderang
kembali!" kata Sandra menenangkan.
Di sekeliling mereka terdengar suara ramai anak-anak yang tertawa-tawa sambil
berusaha mengenali teman-teman dalam gelap. Suasana menjadi ribut. Semua saling mendesak dan dorong-mendorong. Sandra
melepaskan tangan Patrik sebentar, karena hendak membantu adiknya itu membuka
topen j gorila yang dipakai. Tapi saat itu ada yang mendorong. sehingga keduanya"terpisah. Patrik merasa takut dan mencari-cari kakaknya.
"Sandra! Sandra!" serunya.
Sementara itu anak-anak di sekelilingnya ramai berteriak-teriak dan menyanyinyanyi dengan gembira. Suasana meriah sekali - jauh berlainan dengan perasaan
Patrik saat itu. Tiba-tiba ada yang membuka pintu menuju ke hall yang terang.
Dengan cepat Patrik lari ke arah itu.
Bab XI RUDI BERAKSI Ketika lonceng berbunyi menandakan pukul dua belas tengah malam, Rudi mulai
beraksi. Selama itu ia menunggu di tempat yang agak terpisah dan keramaian
pesta. Di bawah kostum badut yang diperolehnya dari Malik, Ia masih memakai
samaran lain. Rudi memakai pakaian seragam pelayan hotel, dasi kupu-kupu, rompi
dari bahan bergaris-ganis hitam dan kuning, serta sepatu bersol karet. Dengan
seragam itu ia bisa berkeliaran dalam hotel, tanpa menarik perhatian orang.
Begitu lampu-lampu dalam ruang pesta padam, dengan segera ia membuka topeng dan
kostum badutnya, lalu menyelinap keluar. Dengan langkah-langkah ringan ia
menaiki tangga, menuju lantai satu.
Dari suara ramai yang datang dan tingkat bawah, Anne yang sementara itu menjaga
dalam gang langsung tahu bahwa saat yang menentukan sudah datang. Ia merinding
karena agak seram. "Aduh - kenapa anak-anak belum muncul-muncul juga, Tim!" bisiknya.
Tiba-tiba didengarnya bunyi langkah seseorang yang menyelinap-nyelinap menaiki
tangga dari tingkat dasar di mana ruang pesta terletak. Dengan cepat Anne
berpaling ke arah situ Dilihatnya ada orang sampai di ujung tangga. Air muka
Anne berubah. Ia mengenali orang yang datang itu. Rudi, gumamnya pelan. Sedang
Timmy langsung menggeram. Bulu tengkuk anjing itu menegak.
Tapi dengan segera Anne sudah teringat lagi pada petunjuk Julian ia bersin
beberapa kali. George, Dick dan Julian yang masih berada dalam kamar Profesor Lancelot
mendengar isyarat itu. Ketiga-tiganya tertegun, tidak jadi melangkah ke luar.
Mereka memasang telinga, berusaha menangkap suara-suara yang terdengar di luar.
Sekali lagi Anne bersin. Sekali itu isyaratnya jelas sekali. George dan kedua
sepupunya harus bertindak dengan segera dan tanpa sampai ketahuan oleh Rudi.
Tanpa menunggu lebih lama lagi mereka melesat masuk ke kamar mandi di sebelah
kamar tempat Pak Profesor tidur. Pintunya ditutup.
"Dick!" bisik George. "Lebih baik pintu kita biarkan terbuka sedikit. Dengan
begitu kita bisa melihat apa yang terjadi dalam kamar tidur."
Sementara itu Anne dan juga Rudi sama-sama berpura-pura. Ketika Rudi sampai di
ujung tangga, dilihatnya seorang remaja putri berkostum gadis gembala dalam gang
yang hendak dimasukinya. Rudi kesal sekali, karena semula menyangka di situ
tidak ada siapa-siapa. Dengan cepat dipalingkan mukanya agar tidak sanpai
dikenali anak yang pasti termasuk rombongan perkemahan dan kini sedang asyik
berpesta di bawah. Rudi menuju ke lemari tempat penyimpanan sapu dan peralatan
lainnya, lalu pura-pura sibuk mencari sesuatu di situ.
Anne juga hebat reaksinya. Ia berbuat seolah-olah sama sekali tidak melihat
Rudi. Ia berlutut, pura-pura mencari sesuatu yang terjatuh.
"Aku jadi ragu, apakah betul di sini jatuhnya tadi," katanya seperti sedang
berbicara dengan Timmy. "Ah - itu dia sisirku yang kucari-cari!"
Anne pura-pura memungut sesuatu yang tergeletak di lantai, lalu pergi dengan
Timmy ke tempat lift. Dari tempat lemari sapu, Rudi melirik terus - memperhatikan segala gerak-gerik
Anne, yang tidak dikenalinya. Setelah "gadis gembala" itu masuk ke dalam lift,
ia pun cepat-cepat pergi dari tempat itu, untuk mengejar waktu. Rudi menghampiri
pintu kamar nomor 123. Diambilnya kunci palsu dari kantong rompinya,
dimasukkannya ke dalam lubang kunci lalu diputarnya. Pintu terbuka....
Dan tempat persembunyian mereka dalam kamar mandi, anak-anak yang tiga lagi
melihat sosok tubuh seorang pelayan hotel masuk ke dalam kamar tidur.
"Itu Rudi!" bisik Julian.
Rudi cepat-cepat mengunci pintu dan dalam, lalu memandang berkeliling kamar. Ia
tersenyum lega ketika melihat Profesor Lancelot tidur pulas.
"Mudah-mudahan Tuan Besar tidak perlu apa-apa lagi," gumam Rudi, menirukan gaya
pelayan kaum bangsawan. "Jika Tuan Besar sudi hidungnya ditekan dengan penjepit,
pasti dengkurannya tidak akan begitu berisik."
Sambil berkata begitu ia terus mencari-cari. Dengan cepat sudah dilihatnya tas
kulit yang terletak di atas meja kecil di sisi tempat tidur. Dengan cepat
diambilnyat tas itu, sambil mengejek Profesor Lancelot lagi,
"Aduh - Tuan Besar ceroboh sekali! Sama sekali tidak berhati-hati - dokumen yang
begini penting dibiarkan tergeletak di atas meja."
Rudi mendecak-decakkan lidah.
"Keterlaluan!" Dan kamar mandi, anak-anak melihat bahwa Rudi hendak membuka tas Pak Profesor.
Dick dan Julian merasa kecut, karena menurut dugaan mereka Rudi pasti sebentar
lagi akan tahu bahwa ia tertipu, apabila melihat bahwa isi tas hanya beberapa
lenbar surat kabar bekas saja. Tapi George tertawa lirih.
"Tas itu kukunci tadi," katanya pelan. "Ini dia kuncinya!"
Rudi mengangkat bahu, setelah beberapa kalu mencoba membuka tas, tapi tetap saja
tidak bisa. "Ah, masa bodoh!" gumamnya. Ia memang sama sekali tidak menaruh minat pada
dokumen-dokumen rahasia itu. Tugasnya saat itu hanya menyampaikannya pada orangorang yang membayarnya untuk mencurinya.
Rudi melangkah hendak keluar lagi. Tapi sebelumnya ia masih melontarkan ejekan
pada Profesor Lancelot. "Aneh - kenapa ada orang bisa begini cerdas, tapi sekaligus juga tolol!"
kalanya. "Para sarjana ini memang jarang yang punya otak!"
Dick yang bersembunyi bersama kedua saudaranya dalam kamar mandi, selama itu
sudah sulit sekali bisa menahan diri. Tapi ketika mendengar ejekan Rud yang
paling akhir terhadap Pak Profesor, kemarahan Dick meledak. Tanpa sempat ditahan
lagi oleh George dan Julian, anak itu menerjang ke luar.
"He, Rudi! Manusia licik!" seru Dick.
Bab XII SAAT-SAAT TEGANG Sesaat Rudi kaget. Tapi hanya sesaat saja. Dengan sigap dielakkannya terjangan
Dick, lalu lari ke luar sambil mengempit tas yang baru saja dicurinya. Dick
cepat-cepat berusaha mengejar. Tapi karena terlalu buru-buru. kakinya tersandung
sehingga ia jatuh terjerembab ke lantai. Ketika ia berdiri lagi, Rudi sudah
jauh. Julian menghampiri adiknya, lalu bersama-sama mereka berusaha membuka pintu yang
masih sempat ditutup oleh pelayan hotel palsu tadi. Tapi ternyata bukan hanya
ditutup saja, melainkan juga dikunci dari luar. Anak kunci dibiarkan olehnya
terselip, sehingga anak-anak tidak mungkin bisa membukanya dari dalam. Dick
George dan Julian terkurung dalam kamar. Mereka mendengar langkah Rudi berlarilari, dalam gang di luar.
Tapi ketika ia hendak menuruni tangga, tiba-tiba Anne muncul di dekatnya. Anak
itu tadi memang turun dengan lilt. Tapi ketakutannya dikalahkan oleh perasaan
ingin tahu. Anne kembali lagi ke atas, karena ingin siap sedia apabila
bantuannya diperlukan oleh saudara-saudaranya. Dan ketika ia melihat Rudi datang
berlari-lari sambil mengepit tas, dengan segera Anne bertindak.
Disadarinya bahwa Rudi ternyata berhasil mencuri tas. Hal itu berarti bahwa
ketiga saudaranya gagal dalam usaha menghalang-halangi pencunian dokumen. Kini
tiba gilirannya untuk bertindak. Tapi apa yang bisa dilakukannya"
Anne tidak seperti George. Ia tidak menyukai tindakan keras. Bukan itu saja:
untuk menghadapi Rudi seorang diri, ia merasa dirinya lemah sekali. Ia kan masih
anak-anak! Sialnya, Timmy tadi ditinggal di bawah untuk menemani Patrik yang
tadi dijumpainya mondar-mandir seorang diri di lobi yang lengang.
Anne tidak sempat berpikir lagi. Tahu-tahu ia sudah menggunakan satu-satunya
benda yang ada di tangannya saat itu. Ketika Rudi hendak melewatinya di ujung
atas tangga, Anne menyodorkan tongkat gembala yang dipegangnya agak ke depan,
mengait kaki Rudi. Pemuda yang jahat itu tersandung lalu jatuh terguling-guling
di tangga. Anne tahu, sebenarnya saat itu ia harus berteriak minta tolong. Tapi lehernya
terasa seperti tersumbat sehingga suaranya sama sekali tidak bisa keluar. Dan
atas tangga dilihatnya Rudi berhasil berdiri lagi. Rupanya ia tidak apa-apa
ketika jatuh tadi. Apa yang dilakukan olehnya setelah itu, tidak diketahui Anne.
Pasti ia melarikan diri, pikir anak itu dengan kecewa.
Tapi Rudi belum sepenuhnya berhasil melarikan diri. Kejutan karena tiba-tiba ada
yang mengait kakinya sehingga ia jatuh terguling-guling, langsung disusul oleh
kejutan berikut. Ketika ia hampir mencapai ruang depan hotel, tiba-tiba
dilihatnya makhluk menyeramkan datang menerjang ke arahnya. Rudi menjerit
ketakutan. Matanya terbelalak, seolah-olah tidak bisa mempercayai penglihatannya
sendiri. Dengan tubuh kaku ketakutan ditatapnya makhluk yang baru sekali itu dilihatnya.
Bentuknya seperti seekor anjing yang besar, tapi berkepala gorila. Makhluk itu
menggeleng-gelengkan kepala. Hiii!
Rudi tidak tahu bahwa "makhluk seram" itu sebenarnya hanya Timmy saja, yang saat
itu memakai topeng gorila. Patrik yang tadi iseng, memasangkan topeng itu ke
kepalanya. Timmy sebenarnya sama sekali tidak melihat Rudi, apalagi bermaksud


Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerangnya. Anjing yang malang itu hanya sedang berusaha melepaskan topeng
yang sangat mengganggu itu.
Tapi Rudi bukan anak kecil yang gampang ditakut-takuti. Setelab pulih dari
kekagetannya, Ia bergegas kembali menuju ke pintu depan. Tapi untuk berjagajaga, ia mengambil jalan agak melingkar, menjauhi "makhluk seram" yang masih
terus menggoyang-goyangkan kepala. Dan akhirnya ia sampai juga di luar. Ia
terlambat beberapa saat, karena cegatan Dick, Anne dan akhirnya Timmy.
Sementara itu George sudah mendapat akal lain. Melihat Rudi lari, anak itu
langsung menyadari bahwa takkan ada gunanya berusaha mengejar. Lari Rudi lebih
cepat, jadi mustahil bisa disusul. Tidak. Aku harus memotong jalan, pikir
George. Sementara Julian dan Dick masih sibuk berteriak-teriak memanggil Anne agar
membukakan pintu. George sudah meninggalkan kamar Profesor Lancelot lewat jalan
masuknya tadi - lewat jendela!
Ia tahu, Malik mengatakan bahwa Rudi akan dijemput dengan mobil, yang menurut
rencana akan menunggu di depan hotel. Karenanya Rudi setiap saat pasti akan
muncul di jalan. Siluman tikus hotel kita sudah berdiri lagi di pingginan dinding yang sempit. Ia
memandang ke bawah. Menurut perasaannya, tempat ia berdiri saat itu tidak begitu
jauh dari tanah. Kecuali itu ia kan jago senam di sekolah.
Tanpa ragu sedikit pun anak itu meloncat ke bawab, dan sampai di tanah dengan
gerakan lentur. Hentakan telapak kaki ketika sampai menyebabkan pandangannya berkunang-kunang
sejenak. Tapi detik berikutnya George sudah biasa lagi. Ia memandang
berkeliling. Jalanan sepi di depan hotel, kanena malam sudah larut. Ia melihat
sosok tubuh Rudi di balik pintu kaca hotel. Pemuda itu kelihatannya sedang
melarikan diri dari seekor binatang yang kelihatannya menyeramkan.
"Eh!" kata George pada dirinya sendiri. "Itu pasti Timmy! Tanpa kausadari, kau
membantuku menahan Rudi sekejap!"
George sadar bahwa tinggal sedikit sekali waktu yang tersisa baginya untuk
bertindak. Sedang ia sama sekali belum tahu, apa sebaiknya yang harus dikerjakan
saat itu. George berpaling. Saat itu dilihatnya sebuah mobil besar bewarna hitam, yang
diparkir di pinggir jalan dengan mesin yang tidak dimatikan. Pasti itu mobil
yang akan menjemput Rudi, kata George dalam hati.
Otaknya bekerja keras. Mobil hitam itu diperlengkapi dengan tempat menaruh
barang yang terpasang di atas tutup tempat bagasi. George melihat bahwa
pengemudinya tidak henti-hentinya menatap ke arah pintu masuk hotel. Itu wajar,
karena ia memang sedang menunggu-nunggu Rudi muncul.
George menyelinap ke bagian belakang kendaraan itu, lalu naik ke atas tempat
barang dan meringkuk di situ. Dalam hati ia mengucap syukur bahwa ia memilih
kostum yang serba hitam. Orang harus memandang dengan teliti sekali. barulah
bisa melihat dirinya menempel di belakang mobil.
Rudi bergegas-gegas keluar dari hotel, membuka pintu mobil dan langsung masuk.
"Cepat! Kita harus pergi dari sini." serunya pada pengemudi mobil itu, yang
dengan segera mulai menjalankan kendaraannya.
George harus berpegang erat-erat di belakang, karena mobil melesat dengan laju.
Aku ingin tahu apa kata ketiga sepupuku apabila melihatku saat ini, pikir
George. Julian pasti berteriak-teriak menyuruhku turun!
Ketika mobil membelok di tikungan berikut, nyaris saja George terlempar jatuh.
"Huiii!" gumamnya. "Berbahaya juga keadaanku sekarang. Tapi apa boleh buatkarena aku mustahil bisa meminta pada Rudi agar boleh duduk bersamanya di jok
belakang yang empuk. Ah ternyata perjalanan ini menuju ke luar kota!"
Tidak lama kemudian mobil berbelok memasuki jalan desa yang menuju ke sebuah
hutan. Kini kendaraan itu meluncur di jalan yang diapit pepohonan. George
menggigil di belakang. Ia sama sekali tidak menyesal bahwa ia tadi begitu
berani. Namun timbul juga pertanyaan dalam hati, bagaimana kelanjutan
tindakannya itu. Hawa malam yang dingmn lebih terasa lagi karena jalan mobil yang cukup kencang.
Sedang ia hanya mengenakan pakaian senam yang tipis. Jari-jarinya yang
mencengkeram kerangka tempat barang, makin lama makin terasa mengejang.
"Aku tidak boleh sampai melepaskan peganganku," kata George dalam hati.
Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab XIII TERTIPU! Untung baginya, perjalanan yang tidak enak itu tidak lama kemudian berakhir.
Mobil meluncur memasuki suatu gerbang besar, menyusur jalan tak rata yang diapit
pepohonan menuju sebuah rumah, yang menurut perasaan George nampak gelap dan
menyeramkan. Begitu kendaraan itu berhenti, Rudi buru-buru meloncat ke luar. George yang
masih meringkuk di atas tutup tempat bagasi, dengan jelas mendengar kata-kata
pengemudi mobil pada Rudi.
"Cepat masuk! Kutunggu kau di sini. Nanti kuantarkan kembali ke Jenewa!"
Sambil mengempit tas curiannya Rudi bergegas-gegas naik ke rumah lalu masuk ke
dalam. Dengan hati-hati George turun dari tempatnya meringkuk selama dalam
penjalanan tadi. Ia ragu-ragu sesaat. Kalau pengemudi yang masih duduk dalam mobil sampai melihat
dirinya di situ, habislah riwayatnya! Tapi di pihak lain, rasanya tidak begitu
sulit untuk tidak sampai kelihatan di tempat segelap itu. George melihat bahwa
pengemudi tidak mungkin bisa melihatnya, karena orang itu menatap lurus ke
depan. George melihat cahaya terang memancar keluar dari salah satu jendela
luar. Ia ingin sekali mengintip, apa sebetulnya yang sedang terjadi di dalam.
Dengan hati-hati sekali dan sambil berjingkat-jingkat ia menjauhi mobil,
mendatangi jendela yang nampak terang itu.
Nah, berhasil! Dengan pelan George menegakkan tubuh, lalu mengintip ke dalam
kamar. Orang yang dilihatnya di situ bukan laki-laki yang menjumpai Rudi di tepi
danau waktu itu. Jadi bukan Malik! Laki-laki yang nampak dalam kamar bertubuh
besar, berambut pirang. Tatapan matanya galak sekali. Rudi tegak di depannya.
George bisa melihat mukanya dengan jelas.
Laki-laki bertampang galak itu berbicara dalam bahasa Prancis. George bisa
mendengar kata-katanya dengan jelas, karena jendela tidak tertutup rapat
"Jadi kau berhasil" Baqus! Tapi aku ingin memeriksa isinya dulu, sebelum
kuberikan pembayaran yang sudah kami janjikan padamu."
"Anda terpaksa membongkarnya, karena tas itu terkunci!" kata Rudi.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi orang berambut pirang itu mengambil pisau pembuka
surat yang ada di atas meja. Alat itu ujungnya dimasukkan ke dalam lubang kunci
tas, lalu diputar. Seketika itu juga tas sudah terbuka.
Agen rahasia yang dudukdi depan Rudi merogoh ke dalam tas dan mengeluarkan
selumpuk suratkabar bekas. Rudi mengikuti gerak-gerik orang itu dengan tegang.
Dan tempatnya mengintip, George melihat betapa air muka agen rahasia tadi
langsung berubah begitu melihat tumpukan surat kabar itu.
Detik berikut dibantingnya kertas-kertas yang tak berguna itu ke atas meja.
Matanya berkilat-kilat karena marah.
"Inikah dokumen-dokumen yang katamu hendak kaucurikan untuk kami!" bentaknya.
Rudi Iangsung pucat pasi mukanya.
"T-t-tapi..." katanya gugup, "kertas dokumen...gambar-gambar konstruksi roket...
ke mana dokumen-dokumen itu?"
"Justru itu yang ingin kutanyakan padamu!" sergah orang yang duduk di depannya.
"Jangan coba-coba menipu kami, karena pembalasan kami pasti tidak kepalang
tanggung nanti!" "Tidak! Sungguh - saya sama sekali tidak berniat demikian!" seru Rudi sambil
menggerak-gerakkan lengannya dengan sikap bingung. "Saya tadi sama sekali tidak
membuka tas itu!" Nampak jelas bahwa ia sangat ketakutan. Agen rahasia yang membentak-bentaknya
melihat bahwa pencuri itu tidak berbohong. Tapi itu tidak menyebabkan marahnya
mereda. Ia berdiri, mengitari meja lalu menyambar kerah rompi Rudi dan
menggoncang goncangnya. "Aku tidak mau membuang-buang waktuku dengan orang yang begini goblok!"
bentaknya. "Satu hal sudah jelas sekarang - kau tertipu! Kejadian itu berarti
bahwa ada yang mengetahui rencana kita. Pasti kau yang tidak bisa menahan mulut!
Ayo, mengaku sajalah! Kau yang membocorkannya!"
"Tidak!" seru RudE ketakutan. "Saya sama sekali tidak berbicara dengan siapa pun
juga mengenai tugas yang disampaikan Malik pada saya. Sungguh - saya tidak
mengerti, bagaimana hal ini bisa sampai terjadi. Kecuali..."
Ia tertegun. "Kecuali apa?" sergah lawan bicaranya. "Ayo bicara!"
"Yah - bagaimana, ya?" kata Rud agak ragu. "Mencuri tas itu ternyata tidak
segampang sangkaan kita semula. Ketika saya masuk ke kamar Profesor Lancelot,
orang itu memang sudah pulas. Tapi begitu saya meraih tas yang terletak di atas
meja kecil, tahu-tahu saya diserang seorang anak laki-laki, yang sebelum itu
rupanya bersembunyi di kamar mandi. Anak itu berusaha merebut tas."
Laki-laki yang berambut pirang nampak kaget mendengarnya.
"Anak laki-laki, katamu?"
"Ya, betul! Saya tahu siapa dia. Ia tinggal di perkemahan remaja juga. Ya,
sekarang saya ingat lagi - yang mengait kaki saya sehingga saya terjungkir di
tangga tadi, itu adik perernpuannya."
Rudi memberitakan kejadian yang dialaminya di hotel, setelah ia berhasil
mengambil tas Profesor Lancelot dan kamarnya, sementara agen rahasia itu
mendengarkan dengan kening berkerut.
"Kalau begitu paling sedikit ada dua orang yang tahu tentang rencana kita,"
gumam orang itu. "Tapi dari siapa mereka mengetahuinya?"
"Menurut saya, anak laki-laki yang bernama Richard Kirrin itu juga bekerja untuk
dinas rahasia salah satu negara. Pasti dialah yang mengambil dokumen-dokumen itu
dari dalam, tas, lalu memasukkan tumpukan surat kabar sebagai gantinya. Tepat
saat itu saya masuk, sehingga ia tidak sempat lari lagi."
"Kurasa bukan begitu kenyataannya. Kalau ia tidak ingin ketahuan, apa sebabnya
kernudian kau diserang olehnya" Kan lebih mudah baginya untuk menunggu sampal di
luar sudah aman lagi, lalu cepat-cepat pergi" Aneh!"
Laki-laki berambut pirang itu nampak berpikir selama beberapa waktu. Kemudian ia
berbicara lagi. "Kau tadi mengatakan, adik perempuan anak itu - yang berdandan dengan kostum
gadis gembala - saat itu kaulihat sedang menjaga dalam gang?"
"Ya, betul!" "Sekarang aku semakin tak mengerti! Kecuali kedua anak itu, kau tidak melihat
siapa-siapa lagi?" desak laki-laki yang berambut pirang.
"Tidak seorang pun!" jawab Rudi dengan yakin "Sejak saat tengah malam, di ruang
depan hotel tidak ada siapa-siapa lagi. Bahkan portir tua yang biasa menjaga di
situ, tadi sama sekali tidak nampak!"
"Baiklah kalau begitu! Jadi di samping anak yang kaukatakan bernama Richard,
tidak ada orang lain yang bisa menjadi saksi perbuatanmu. Kau tidak perlu
khawatir - kesaksiannya di depan polisi takkan ada artinya sama sekali, karena
persoalannya satu lawan satu!"
"Lalu, apa yang harus saya lakukan sekarang?" tanya Rudi dengan nada merendah.
"Kau tidak usah berbuat apa-apa!" kata lawan bicaranya sambil mengangkat bahu.
"Kau akan diantarkan kembali ke hotel dengan mobil. Sesampai di sana, kau
menggabungkan diri dengan teman-temanmu seperkemahan. Lalu jika kau sudah
kembali di perkemahan nanti, jangan kauubah kebiasaanmu. Tapi awasi terus siapa
saja yang kauanggap mencurigakan dan yang mencurigai dirimu. Lain kali akan
datang petunjuk-petunjuk baru!"
George tidak menunggu pembicaraan itu berakhir. Dengan hati-hati ia menyelinap
kembali ke belakang mobil lalu naik lagi ke tempatnya yang tadi.
Perjalanan kembali ke hotel terasa sangat cepat baginya. Mobil berhenti sebentar
di depan hotel, untuk memberi kesempatan turun bagi Rudi. George tidak berani
menganbil risiko turun saat itu. Ia menunggu dulu sampai mobil sudah bergerak
lagi. Baru saat itulah ia meloncat. Tentu saja jatuhnya tidak bisa dikatakan
empuk. Untung saja ia tidak sampai cedera.
Dengan tubuh yang terasa agak pegal ia masuk ke ruang pesta. Saat itu di situ
sedang dilangsungkan acara tombola, yang merupakan acara penutup pesta. Jadi
George kembali tepat pada waktunya!
Dengan segera sudah dilihatnya ketiga sepupunya, yang sedang asyik mengobrol di
pojok ruangan bersama Sandra, Patrik dan Jean-Paul. Timmy yang juga ada di situ
sudah lebih dulu mencium kedatangan tuannya. Dengan segera anjing setia itu
datang menyongsong. "Nah, Tim - kau tadi tidak nakal, kan" Ragaimana dengan kalian, ada yang
memenangkan hadiah atau tidak?" kata George dengan gaya santai.
Julian, Dick dan Anne cemas sekali tadi, ketika menyadari bahwa tahu-tahu George
sudah tidak ada lagi. Mereka lebih-lebih merasa tidak enak, karena tidak bisa
menghubungi siapa-siapa mengenainya. Karena itu dapat dibayangkan betapa lega
perasaan ketiga anak itu, ketika melihat George muncul di tengah pesta.
Bab XIV GEORGE GAGAL MENELEPON "George! Ke mana saja kau tadi?" tanya Dick
"Aku?" balas George dengan santai, seolah-olah tidak ada apa-apa. "Ah - aku cuma
berjalan-jalan sebentar di luar, karena di sini tadi terlalu panas!"
Ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, karena di situ ada Sandra dan JeanPaul. "Nanti saja kuceritakan kalau kita sudah kembali ke perkemahan," bisiknya pada
saudara-saudaranya. "Mana Rudi?"
"Itu - di sana!" kata Dick "Ia juga baru kembali. Tidak ada yang menyadari bahwa
ia tadi tidak ada, di tengah keramaian ini. Kepergianmu juga begitu."
"Bagus!" kata George lega.
Sementara itu Rudi memperhatikan anak-anak dengan pandangan marah. Tapi kemudian
ia cepat-cepat berpaling ketika tahu bahwa anak-anak pun memperhatikan dirinya.
Kau berhati-hati, kata George dalam hati. Itu menguntungkan bagi kami. Tapi aku
masih menang sedikit, karena tahu bagaimana aku harus bersikap terhadapmu.
Keadaan saat itu agak berbelit-belit....
Soalnya, Rudi mengetahui bahwa Dick dan Anne tahu ia pencuri yang menjadi matamata negara asing. Sedang Lima Sekawan tahu bahwa Rudi mengetahui mereka
tahu.... Tapi walau begitu masih banyak juga hal yang rnenjadi pertanyaan bagi kedua
pihak. Dalam hatinya Rudi bertanya-tanya, mungkinkah Dick dan Anne sebenarnya juga agen
rahasia negara asing. Sedang George dan ketiga sepupunya heran melihat Rudi begitu nekat, berani
menggabungkan diri kembali - seolah-olah tadi tidak terjadi apa-apa. Memang Rudi akhirnya gagal mencuri dokumen-dokumen rahasia milik Profesor Lancelot.
Tapi bukankah perbuatannya itu ketahuan"
George kelihatan sudah sulit sekali menahan kesabarannya. Ia ingin lekas-lekas
kembali ke perkemahan, supaya bisa menceritakan pengalamannya tadi secara
lengkap pada ketiga sepupunya.
Hadiah-hadiah akhirnya dibagi-bagikan juga. Julian memenangkan seperangkat
permainan panahan. Dick mendapat gantungan kunci berbentuk jam tiruan. Sedang
George memperoleh kotak perhiasan, yang langsung dihadiahkan pada Anne. Anne
sendiri sangat gembira, karena memenangkan kotak peralatan jahit-menjahit.
Anak-anak semuanya sudah sangat capek. Gembira, tapi capek. Dalam perjalanan
pulang ke perkemahan mereka tidur-tidur ayam. Tapi begitu sampai, George dan
ketiga saudaranya bergegas-gegas menuju ke pondok tempat Julian dan Dick.
Sesampai di situ, George langsung bercerita.
"Jadi kita ternyata menghadapi komplotan yang terdiri dan paling sedikit tiga
orang, yaitu Rudi, Malik serta laki-laki yang berambut pirang," katanya
mengakhiri. "Dan sekarang Rudi pasti curiga pada kita. Untung saja ia tidak tahu
bahwa kita sudah mengetahui segala-galanya! "
Keesokan paginya ternyata bahwa Rudi terus-menerus mengamat-amati mereka, walau
secara sembunyi-sembunyi. Lima Sekawan menyadarinya.
"Mungkin ia menyangka Dick dan Anne bekerja untuk dinas rahasia salah satu
negara asing," kata George mengajukan pendapatnya. "Tapi aku dan Julian pasti
dicurigainya pula, karena kita berempat selalu bersama-sama terus. Namun ia
tidak mempunyai bukti nyata untuk memperkuat dugaannya. Dan kita pun tidak bisa
berbuat apa-apa, kecuali menunggu perkembangan selanjutnya. Namun kita harus
tetap waspada!" "Kurasa situasi saat ini terlalu serius dan berbahaya bagi kita," kata Julian
sambil mengerutkan kening "Aku bukannya takut pada Rudi, melainkan pada orangorang yang ada di belakangnya. Ini sudah bukan main-main lagi-keselamatan kita
benar-benar terancam. Kita sedang dalam bahaya besar!"
Anne langsung cemas sekali mendengarnya.
"Bahaya besar" Aduh, kalau begitu kita harus cepat-cepat memberi tahu Paman
Quentin," katanya dengan suara bergetar. "Kautelepon ayahmu sekarang juga,
George!" Sekali ini George langsung setuju, karena memang itulah satu-satunya


Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyelesaian terbaik. Menghadapi jaringan mata-mata internasional, lain halnya
dengan kasus kejahatan kecil-kecilan yang mereka tangani selama itu. Rencana
pencurian dokumen oleh agen-agen rahasia negara asing terlalu besar untuk mereka
tangani sendiri. Dan juga terlalu berbahaya!
George cepat-cepat lari ke bilik telepon, lalu langsung memutar nomor Hotel
Winter di Jenewa. Ia sendiri tercengang menyadari kelegaan hatinya, begitu suara
ayahnya terdengar di pesawat.
Sekarang Lima Sekawan tidak sendiri lagi menghadapi masalah gawat ini, kata
George dalam hati. "Halo!" kata George. "Bagaimana acara pesiar Ayah dan Ibu kemarin" Aku berusaha
rnenelepon Ayah, tapi kata petugas di hotel kalian berdua sedang pesiar bersama
rombongan kongres. - O ya" Jadi Ayah malamnya berusaha meneleponku - Tidak,
bukan tentang itu. Tidak ada korban yang jatuh dalam kebakaran. Hanya kerugian
barang saja. Ah, jangan begitu, Yah, aku bukan pahlawan," sambungnya, ketika Pak
Kirrin mengucapkan selamat atas jasanya menyelamatkan Patrik.
"Ya, ya.. .pesta kemarin asyik sekali! Tapi bukan untuk itu aku menelepon
sekarang. Ada persoalan lain. Persoalan yang sangat serius, tidak bisa
kuceritakan lewat telepon umum. Bisakah Ayah datang kemari?"
George kaget setengah mati, karena baru saat itu ia sadar bahwa di luar ada
orang berdiri. Dan orang itu Rudi. Ia berdiri tepat di samping bilik telepon.
Kelihatannya ia ikut mendengarkan pembicaraan George. Anak yang cerdik itu
langsung waspada. "Ah - aku sudah rindu sekali pada Ayah." katanya selanjutnya dengan suara biasa.
"Bisakah Ayah datang untuk menjenguk"
Sayang Pak Kirrin tidak memperhatikan perubahan suara anaknya. Karena itu ia
langsung memotong dengan ketus.
"Tidak bisa ! "katanya tegas. "Kau jangan bertingkah seperti anak kecil, George!
Sekarang pun aku sudah banyak kehilangan waktu, sebagai akibat acara pesiar yang
kemarin itu. Padahal masih banyak kertas-kertas laporan yang masih perlu
kupelajari untuk sidang berikut. Nah - berliburlah sepuas-puasnya, George!
Sampaikan salam kami pada Julian, Dick dan Anne"
Setelah itu hubungan putus. George merasa tak berdaya sama sekali saat itu. Ia
bingung - mungkin untuk pertama kalinya. Ia tahu, Rudi mendengarkan
pembicaraannya. Karenanya persoalan tidak dapat disampaikan dengan sejelasjelasnya pada ayahnya! Dengan lesu George kembali.
"Nah?" tanya Dick ingin tahu.
"Sial - usahaku gagal"
George menceritakan kejadian yang baru saja dialami. Saudara-saudaranya
mendengarkan dengan wajah-wajah kecut.
"Jika Rudi selalu ikut mendengarkan pembicaraan kita, kenapa kita tidak minta
tolong saja pada Sandra atau Jean-Paul untuk menelepon Paman?" usul Anne.
"Kau ini bagaimana sib?" potong Dick dengan ketus. "Jika kita menginginkan lawan
kita gentar, kita tidak boleh berbicara dengan siapa pun juga tentang persoalan
ini! Kalau ada sedikit saja yang bocor - wah, akibatnya bisa gawat!"
"Aku akan menulis surat pada ayahmu, George!" kata Julian memutuskan.
Tapi George tidak setuju. Ia menggeleng.
"Saat ini kota Jenewa pasti merupakan sarang mata-mata, yang sibuk berusaha
mencuri informasi dari para peserta kongres. Siapa tahu, mungkin di antara
mereka ada yang bahkan memasang alat penyadap pembicaraan dalam kamar-kamar para
peserta tertentu. Sekarang aku malah senang bahwa aku tadi tidak mengatakan apaapa pada Ayah lewat telepon. Kalau itu kulakukan, mungkin kita terancam bahaya
yang lebih besar lagi sekarang!"
"Kalau begitu apa usulmu sekarang?" tanya Anne cemas.
"Yang jelas, jangan menulis surat - karena mungkin saja dibaca oleh lawan kita,"
kata George tegas. "Jangan kita berikan alasan pada mereka untuk melancarkan
reaksi yang terlalu keras! Kita harus berpura-pura tidak tahu apa-apa mengenai
mereka. Rudi kita awasi terus, sambil menunggu perkembangan selanjutnya!"
Dick tersenyum. Ia tahu bagaimana watak sepupunya itu. Menurut dugaannya, George
pasti ingin bertindak sendiri - atau setidak-tidaknya tanpa bantuan orang
dewasa! Bab XVI KE JENEWA Persiapan permainan lapangan ternyata sangat menguntungkan bagi Lima Sekawan.
Andre Sandry yang memimpin perrnainan membagi anak-anak yang ikut dalam sejumlah
kelompok yang sama besarnya. Kelompok itu harus beradu cepat. Mereka ditugaskan
mencari "harta" dengan bantuan berbagai petunjuk serta tanda-tanda. Harta yang
harus ditemukan berupa kantong yang berisi uang emas. Tentu saja bukan uang emas
asli, tapi hanya coklat yang dibungkus dengan kertas emas berbentuk bundar dan
diberi cap sehingga mirip uang emas. Bukan hadiah yang sangat menarik- tapi
walau demikian permainannya sangat disukai. Sambil berteriak-teriak dengan
gembira, kelompok-kelompok pencari berpencaran menuju ke lapangan, ke hutan dan
tempat-tempat lain di sekitar kompleks perkemahan. Julian, George, Dick dan Anne
berbuat seolah-olah ikut mencari. Mereka mencari-cari petunjuk di pohon-pohon
dan semak-semak. Sambil mencari, langkah mereka semakin mengarah ke tepi jalan
raya. Di situ mereka hendak menghentikan mobil yang lewat ke arah Jenewa, lalu
meminta apakah mereka boleh ikut.
Tiba-tiba terdengar suara Anne terpekik pelan.
"Itu Rudi!" katanya dengan suara kaget. "Itu - di sana, dekat persimpangan. Ia
sedang berbicara dengan seseorang."
George memandang ke arah yang dituding Anne.
"Aku tahu siapa dia!" katanya terbata-bata. "Itulah laki-laki berambut pirang,
yang kulihat dalam rumah besar bersama Rudi waktu itu"
Rudi memang sedang berbicara dengan seseorang yang berambut pirang. Keduanya
berdiri agak jauh dari tepi jalan, di bawah bayangan sebatang pohon.
"Kita harus berusaha membuntuti orang itu," kata George. "Mungkin dengan begitu
aku bisa menemukan kembali rumah yang kudatangi malam itu."
Memang - itu merupakan kesempatan baik bagi anak-anak untuk bisa menemukan
kenibali rumah di mana Profesor Lancelot mungkin ditawan. Sampai saat itu belum
ada kabar sama sekali mengenai nasibnya.
Sementara anak-anak yang berlindung di balik semak sedang merundingkan rencana
mereka, ternyata Rudi sudah selesai berbicara dengan laki-laki yang berambut
pirang. Rudi melangkah pergi, lalu membelok masuk ke jalan yang tidak beraspal.
Sesaat kemudian ia sudah tidak kelihatan lagi. Sedang agen rahasia yang
berbicara dengannya tadi masih tetap berdiri di tempat semula. Kelihatannya
seperti sedang berpikir-pikir.
"Kita bernasib baik." bisik Dick. "Rudi sudah pergi. Kesempatan ini harus segera
kita manfaatkan!" Dengan cepat George mengambil keputusan.
"Mobil putih yang diparkir di sebelah sana itu pasti kepunyaan si rambut pirang.
Aku punya akal sekarang! Orang itu kan tidak mengenal kita. Kita datangi dia,
pura-pura ingin membonceng sampai ke Jenewa. Di tempat tetirah seramai mi, kaum
remaja biasa berpesiar dengan jalan membonceng orang lain - jadi ia pasti takkan
merasa curiga! Nanti kita pasti sudah diturunkannya sebelum sampai di kota yaitu
di persimpangan jalan yang harus dimasukinya uniuk menuju ke rumahnya. Mudahmudahan saja ia memang hendak ke sana sekarang! Kalau kita sudah sampai di
persimpangan itu, rasanya takkan sulit lagi menemukan rumah itu!"
"Dari mana kau tahu bahwa ia hendak ke Jenewa, dan bukan ke Lausanne?" tanya
Anne agak sangsi. Pertanyaan itu wajar, karena jalan raya yang terbentang di depan mereka
menghubungkan Jenewa dengan Lausanne. Kedua kota itu sama-sama terletak di tepi
Danau Jenewa. "Perhatikan saja - mobilnya yang diparkir itu kan menghadap ke Lausanne. Itu
berarti, tadi ia datang dari Jenewa. Pasti ia akan kembali ke arah sana lagi,
setelah mobilnya dibelokkan. Aku tidak heran bahwa hari ini ia memakai mobil
sport berwarna putih. Soalnya, mobil itu sama sekali tidak mirip mobil besar
bewarna hitam, yang dipakai untuk menculik Profesor Lancelot. Rupanya agen
rahasia itu sangat berhati-hati. Ia menghindari setiap kemungkinan yang bisa
menimbulkan kecurigaan terhadap dirinya!"
"He - kita harus cepat-cepat sekarang!" seru Julian. "Orang itu hendak pergi!"
Julian benar. Laki-laki berambut pirang itu masuk ke dalam mobilnya. Ia
menghidupkan mesin. Tepat seperti dugaan George, orang itu memutar mobilnya.
Dengan cepat tapi santai, anak-anak datang menghampiri.
"Maaf, Pak," sapa Julian dengan hormat. "Kami ingin bertanya, bisakah kami
membonceng mobil Anda sampai ke Jenewa - atau setidak-tidaknya ke arah sana"
Kami tadi ketinggalan bis. Padahal orang tua kami menunggu di Jenewa."
Laki-laki itu menoleh dengan sikap kesal. Ia sebenarnya sudah hendak menolak.
Tapi tidak jadi. "Masuklah." katanya dengan logat asing yang tidak begitu kentara. "Tapi aku ini
hendak ke Thiviey saja - jadi kalau mau ikut sampai ke situ, silakan!"
"Sampai ke sana pun sudah lumayan," kata Dick. "Selanjutnya kami lihat saja
nanti. Kalau perlu berjalan kaki - ya, apa boleh buat."
Julian dan kedua adiknya duduk di belakang, sementara George membuka pintu
depan. Maksudnya hendak duduk di samping laki-laki itu Tirnmy tentu saja ikut
dengannya. Ternyata baru saat itu laki-laki tadi melihat anjing itu. Ia
menggerakkan tangannya dengan sikap kesal.
"He, Anak muda!" gerutunya pada George, yang disangka anak laki-laki, "pegang
anjingmu itu, jangan sampai aku digigit olehnya"
"Anda tidak perlu takut," kata George sambil tertawa dalam hati, "anjingku tidak
galak. Kalau kusuruh, ia pasti akan tetap berbaring di lantai!"
Dengan mengejut mobil putih itu mulai berjalan. Dalam hati George tertawa geli.
Ia membandingkan kenyamanan membonceng saat itu dengan keadaannya ketika
berpegang erat-erat di atas tutup bagasi mobil hitam. Waktu itu jauh lebih tidak
enak, pikirnya. Tapi sekarang ini kita akan menghadapi petualangan baru!
Perjalanan itu tidak lama. Laki-laki berambut pirang itu menghentikan mobilnya
sebelurn memasuki kota Thiviey. Anak-anak disuruhnya turun, lalu ia sendiri
meneruskan perjalanan. "Cepat! Catat nomor mobilnya, Dick!" seru Anne.
"Tidak bisa - angka-angkanya tidak kelihatan, karena pelatnya kotor sekali,"
jawab Dick kesal. "Kurasa itu memang disengaja olehnya!"
George dan Julian tidak mengatakan apa-apa. Keduanya mengikuti mobil yang
menjauh itu dengan pandangan mereka. Keduanya sama-sama berharap.... Dan harapan
mereka ternyata benar! "Ha - dugaanku ternyata tepat!" seru George bersemangat. "Ia benar-benar
membelok!" "Ya," kata Julian, "mobil itu memasuki jalan desa yang menuju ke hutan."
"Kalau sangkaanku benar, tempat persembunyian komplotan itu tidak jauh dari sini
letaknya," kata George lagi. "Kita harus menghampiri tempat itu dengan hatihati." "Ah,kau ini-seolah-olah itu pekerjaan gampang," kata Julian sambil mengeluh.
"Hutan yang di depan itu lumayan juga luasnya! Sementara kite masih mencari-cari
rumah itu di dalamnya, tahu-tahu hari sudah malam! Kalau sudah gelap, mana
mungkin kita bisa melanjutkan pencarian. Kita terpaksa kembali dengan tangan
hampa!" "Kalau kita tidak mencobanya, sudah pasti kita harus pulang dengan tangan
hampa!" tukas George dengan sikap tidak sabar. "Daripada membuang-buang waktu
mengoceh terus di sini, lebih baik kita coba saja mencari. Aku tadi sempat
mencopet sesuatu dari dalam mobil. Aku mengambilnya dan tempat barang di bawah
kaca depan. Ini bisa dipakai oleh Timmy untuk mencari jejak!"
Dengan gembira George melambaikan selembar sarung tangan di depan hidung
saudara-saudaranya. "Pemiliknya pasti laki-laki tadi," katanya lagi. "Dengan begitu akan gampang
sekali begi Timmy untuk membawa kita sampai ke rumah yang terletak di tengah
hutan itu. Kesempatan baik ini tidak boleh kita sia-siakan!"
Semangat anak-anak bangkit kembali. Tapi Julian yang selalu berkepala dingin,
menahan George yang sudah buru-buru hendak pergi.
"Tunggu!" katanya. "Langsung masuk ke sarang mereka, bisa berbahaya sekali
akibatnya! Kita tidak boleh mengambil risiko yang tidak perlu. Sebaiknya kita
berpencar membentuk dua kelompok. Dick dan Anne, kalian berdua pergi ke Jenewa.
Naik bis atau membonceng mobil orang - terserah pada kalian. Sesampai di sana,
kalien cepat-cepat mencari Paman Quentin!"
"Ya, memang betul," kata George. "Ayah memang mesti diberi tahu.?"Sementara itu aku dan George mencari rumah di tengah hutan di mana Pak Profesor
mungkin disembunyikan. Di sana kami akan mengadakan pelacakan sebisa-bisanya.
Setuju semua?" Dick dan Anne sebenarnya tidak begitu suka disuruh berpisah. Apalagi Dick, yang
takut tidak bisa ikut mengalami petualangan yang mengasyikkan. Tapi keduanya
juga sadar bahwa hal itu memang perlu.
"Ya deh," kata Dick sambil menggerutu. "Yuk, Anne- kita berangkat saja sekarang.
Itu ada halte bis. Kita menunggu bis di situ. Mungkin juga nanti ada mobil yang
mau membawa kita ke kota."
"Tapi bagaimana jika terjadi apa-apa dengan kalian berdua, sedang kami tidak
ada?" tanya Anne dengan cemas. Dipandangnya George dan Julian berganti-ganti.
"Justru karena itulah kita harus berpisah," tukas Dick. "Kita berdua harus
memberi tahu Paman Ouentin agar nereka berdua bisa dibantu apabila saat itu
mereka sudah berhasil masuk ke sarang mata-mata. Ayo, kita berangkat!"
Kedua anak itu bergegas pergi. Dick agak kurang enak perasaannya. Ia khawatir,
kalau tiba-tiba muncul anak-anak yang juga ikut dalam permainan mencari harta
" "yang diadakan oleh Andre. Kalau sampai ada anak lain di situ, ia dan Anne takkan
bisa lagi berangkat ke Jenewa tanpa menjelaskan alasannya pada teman sepermainan
itu. Jadi tidak ada pilihan lain, mereka harus berusaha ikut dengan mobil
pertama yang lewat dan menuju ke Jenewa.
Kecuali itu Dick sebenarnya kurang setuju bahwa hanya George dan Julian saja
yang pergi menantang bahaya sebesar itu. Lagipula, apakah Paman Quentin ada di
hotel" Dan kalaupun ada, akan bisakah ia mendesak Paman agar segera ikut
dengannya" "Dick - itu ada mobil datang, dinaiki seorang laki-laki dan seorang wanita!"
seru Anne sambil menggamit abangnya yang sedang merenung. Dengan segera Dick
mengangkat tangannya, memberi isyarat agar berhenti. Pengemudi mobil yang datang
segera menginjak rem. Mobil berhenti dekat Dick dan Anne. Wanita yang duduk di
samping pengemudi memandang keduanya dengan curiga, sementara Dick menjelaskan
maksudnya. "Jadi kalian hendak ke Jenewa?" kata wanita itu. "Hm, begitu! Tapi kalian
kelihatannya masih muda sekali! Mau apa di Jenewa" Jangan-jangan kalian ini
minggat dari rumah!"
"Sungguh, Bu - kami tidak..." kata Dick, tapi Iangsung dipotong oleh wanita itu.
"Maaf- tapi tidak bisa!" Wanita itu berpaling pada laki-laki yang memegang
kemudi. "Sudahlah - kita jalan lagi, Albert!"
Mobil itu meninggalkan Dick dan Anne.
"Takkan ada yang mau membawa kita," kata Anne gelisah. "Lihat saja nanti
dugaanku pasti benar!"
Setelah itu datang sebuah mobil pengangkut susu. Kaleng-kaleng kosong yang
ditaruh di bak belakang menimbulkan bunyi berisik sekali, berdentang-dentang.
Dick mengayun-ayunkan lengannya dengan bersemangat, sampai mobil pengangkut itu
akhirnya berhenti di dekat mereka.
"Halo," sapa supir kendaraan itu. "Kalian mau membonceng, ya?"
"Betul, Pak, kami tadi ketinggalan bis!"
"Ayo, cepat naik! Aku tidak bisa menunggu lama-lama, karena pekerjaan belum
selesai!" Dalam hati Dick mengatakan bahwa keadaannya juga sama saja. Ia pun harus cepatcepat menyelesaikan tugas. Dibantunya Anne naik ke bak belakang.
Sesampai di Jenewa, tukang susu menurunkan kedua anak itu di pojok jalan dekat
hotel. Dick dan Anne mengucapkan terima kasih, lalu bergegas-gegas menuju ke
Hotel Winter. Mudah-mudahan orang tua George tidak sedang bepergian!
Bab XVII KE SARANG MUSUH Dick dan Anne berlari-lari memasuki ruang depan hotel. Saat itu seorang wanita
berdandan rapi nampak berjalan hendak ke luar.
"Bibi Fanny!" seru Anne, begitu dikenalinya wanita itu.
"Dick! Anne! Darimana kalian berdua?" tanya Bibi Fanny tercengang. "Apa yang
kalian lakukan di sini" Untung saja kita berjumpa di sini. Paman kalian sedang
menghadiri sidang, dan aku saat ini hendak berbelanja sebentar. Kenapa kalian
tahu-tahu ada di sini" Mana George dan Julian" Mudah-mudahan tidak terjadi apaapa dengan mereka!" Kekhawatiran Bibi Fanny itu sudah sewajarnya, karena ia mengenal baik kelakuan
George yang sering nekat. Tapi Dick menenangkannya.
"Tidak, mereka tidak apa-apa!" katanya. "Kami cuma perlu berbicara dengan Paman
Quentin. Ada urusan penting, menyangkut Profesor Lancelot. George dan Julian
yang menyuruh kami kemari."
Sesaat Bu Kirrin hanya melongo saja menatap keponakannya. Tapi ketika dilihatnya
bahwa Dick bersungguh-sungguh, dengan segera ia mengambil keputusan.
"Baiklah! Sebaiknya kita ke kamar saja dulu. Nanti kalian ceritakan segala

Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

galanya. Setelah itu akan kuteleponkan Paman Quentin."
Setelah Dick dan Anne selesai bercerita, dengan segera Bibi Fanny mengangkat
pesawat telepon. Ia minta dihubungkan dengan gedung tempat para ilmuwan
internasional sedang mengadakan kongres. Tapi petugas kongres yang menerima
telepon mengatakan bahwa ia tidak berani mengganggu sidang yang sedang berjalan.
Ia menyarankan, sebaiknya Bu Kirrin saja datang dan menemui suaminya dalam ruang
sidang. Dengan kesal Bibi Fanny mengembalikan gagang telepon ketempatnya.
"Ayo, ikut aku!" katanya pada Dick dan Anne. "Kita naik taksi ke tempat Paman
Quentin bersidang!" Dalam beberapa menit mereka sudah sampai di depan gedung tempat kongres ilmuwan
internasional diselenggarakan. Tapi memasuki ruang sidang, ternyata tidak
secepat itu. Bu Kirrin harus mengisi formulir berlembar-lembar, menjawab
beraneka ragam pertanyaan, sampai akhirnya ia diijinkan masuk.
"Tunggu aku di sini," katanya pada Dick dan Anne. "Mudah-mudahan aku bisa cepatcepat mengajak Paman kalian keluar!"
Harapan itu tinggal harapan belaka. Setelah beberapa waktu menunggu, akhirnya
Dick dan Anne mulai merasa tidak sabar. Tapi tahu-tahu mereka melihat seseorang
lewat di luar ruang sidang. Keduanya sama sekali tidak menyangka akan melihat
orang itu di situ. "Itu kan Rudi!" bisik Anne pada Dick.
Benar, orang itu Rudi! Ia memasuki tempat kedua anak itu sedang duduk menunggu
paman dan bibi mereka. Rudi berjalan dengan kepala tertunduk, seperti sedang
berpikir. Sebelum ia sempat melihat mereka, Dick sudah menarik adiknya memasuki
sebuah ruangan kecil. Di pintu ruangan itu terpasang tulisan, Garderobe' yang "berarti bahwa ruangan itu tempat menitipkan mantel dan payung.
"Jangan sampai Rudi tahu bahwa kita ada di sini," bisik Dick. "Karena begitu
melihat kita, ada kemungkinan kecurigaannya timbul - lalu ia menelepon
majikannya untuk memperingatkan. Tapi aku ingin tahu, apa yang dilakukannya di
sini." Dick berhenti berbicara, karena saat itu pintu ruangan dibuka dari luar...dan
Rudi masuk ke dalam. Pemuda itu kaget setengah mati melihat Dick dan Anne ada di
situ. Ia cepat-cepat mundur lalu berpaling. Tapi Dick tidak memberi kesempatan
padanya untuk melarikan diri. Disadarinya bahwa ia harus dengan segera membuat
Rudi tidak berdaya. Dick meloncat dengan sigap. Disergapnya Rudi sehingga pemuda
itu jatuh terbanting ke lantai. Tindakan Dick itu begitu cepat - dalam
sepersekian detik saja segala-galanya sudah selesai!
Rudi langsung pingsan ketika belakang kepalanya membentur ubin. Dick
memanfaatkan kesempatan baik itu untuk mengikat tangan mata-mata remaja itu
dengan ikat pinggangnya. Sedang mulut Rudi disumpal dengan sapu tangan.
"Cepat, Anne bantu aku" kata Dick. "Kita seret dia ke dalam lemari tempat sapu
yang di sana itu! Dengan begitu ia tidak bisa merepotkan kita lagi"
Tapi Dick rnasih kurang puas. Agar lebih pasti bahwa Rudi tidak dapat berkutik,
diikatnya tangan pemuda itu dengan kain lap, sedang kepalanya disungkup dengan
ember. Lalu dikuncinya lemari, sedang anak kuncinya dikantongi. Setelah itu
bersama Anne ditunggunya Bibi Fanny di luar.
Sementara itu apakah yang terjadi dengan Julian, George dan Timmy"
Begitu Dick dan Anne sudah pergi, mereka bertiga berlari-lari menyusur jalan,
menuju ke persimpangan jalan desa yang tadi dimasuki mobil sport bewarna putih.
Keadaannya agak gawat, ketika mereka sampai di bagian yang lapang.
"Kalau mereka yang di rumah besar itu bisa melihat jalan ini, pasti kita akan
ketahuan," kata Julian dengan cemas.
"Jangan khawatir," kata George menenangkan. "Hutan kan masih agak jauh, sedang
rumah itu letaknya di tengah hutan. Kita masih jauh - percayalah!"
Mendengar penjelasan itu, Julian tenang kembali.
Mereka melanjutkan perjalanan. Keringat mereka bercucuran, karena berlari-lari.
Hanya Timmy saja yang gembira, karena bisa berlari jauh.
Akhirnya mereka sampai dalam hutan yang teduh.
"Huhh," kata George lega. "Sekarang aku bisa bernapas secara normal lagi."
"Ya, aku juga sudah kehabisan napas," kata Julian terengah-engah. "Sekarang kita
harus semakin berhati-hati. Kita memasuki bagian yang paling berbahaya."
George menggamit anjingnya.
"Tim," katanya, "sekarang kau harus membuktikan kejagoanmu melacak jejak. Cium
bau sarung tangan ini - lalu bawa kami ke tempat pemiliknya!"
Sambil mengibaskan ekor, Timmy mengendus-endus sarung tangan kulit yang
disodorkan George ke depan hidungnya. Setelah itu ia lari ke depan George dan
Julian tidak mampu mengikuti. Tapi Timmy ternyata menunggu di persimpangan
berikut. Ketika kedua anak yang menyusul sudah sampai, anjing yang cerdik itu
membelok ke kanan. "Hebat, Tim!" kata Julian kagum. "Kalau dia tidak ada, kita pasti tidak tahu ke
mana kita harus membelok. Timmy memang penunjuk jalan yang ulung!"
"Betul," kata George dengan bangga. "Tidak percuma Timmy anggota Lima Sekawan!"
Selama beberapa waktu mereka menyusur jalan di bawah pepohonan. Sekali-sekali
mereka memanggil Timmy agar kembali sebentar. Anjing itu disuruh mengendus
sarung tangan lagi, agar jangan sampai kehilangan jejak.
Tiba-tiba George berhenti berjalan.
"Kurasa kita sudah hampir sampai," bisiknya pada Julian. "Aku masih ingat, waktu
itu sebelum sampai di rumah yang kita cari sekarang ini, mobil melewati tempat
lapangan yang kelihatannya seperti begini."
Mereka meneruskan langkah dengan sikap semakin berhati-hati. Sesaat kemudian
George berhenti lagi. "Lihatlah!" katanya sambil memegang lengan Julian. "Itu dia rumahnya."
Julian ikut berhenti. Ia memandang ke arah yang ditunjuk oleh George. Ia melihat
sebuah gedung bewarna putih di balik pepohonan. Rumah itu berada di tengah
pekarangan yang dikelilingi pagar kawat yang tinggi.
"Sialan - mengapa kau tidak mengatakan rumah ini lebih cocok jika disebut
benteng?" kata Julian menggerutu. "Sekarang bagaimana cara kita masuk?"
Ternyata George juga tidak tahu akal.
"Kau benar," keluhnya. "Memang tidak mudah masuk ke situ."
"Kurasa lebih baik kita kembali saja sekarang," kata Julian. "Kita sudah tahu di
mana markas besar komplotan itu. Urusan selanjutnya bukan tugas kita."
Tapi George tidak sependapat dengannya. Menurut anak bandel itu, mereka tidak
boleh putus asa, setelah berhasil sampai sejauh itu. Lima Sekawan kan belum
pernah mundur! "Mengapa kita harus cepat-cepat pergi lagi?" tanya George. "Karena sudah sampai
di sini, setidak-tidaknya kita bisa berusaha menyelidiki apakah Pak Profesor
memang benar ada di sini. Tolong angkat aku ke atas, Ju! Aku hendak memanjat
pagar kawat itu!" "Kau sudah sinting, ya"!" kata Julian kaget. "Kau hendak nekat, masuk ke sarang
musuh?" "Aku sama sekali tidak nekat," bantah George. "Lihat saja nanti - aku akan
sangat berhati-hati!"
Julian masih berusaha mendesak George, agar mau mengurungkan niatnya yang
berbahaya itu. "Pikirkanlah itu kan terlalu berbahaya!" desak Julian. "Ada kemungkinan pagar
kawat itu dialiri listrik - atau dihubungkan dengan alat tanda bahaya. Atau
mungkin pula di tengah pekarangan disebarkan jebakan di mana-mana. Sudahlah lebih baik tinggal di sini saja, George! Pokoknya, aku tidak mau membantumu ke
seberang pagar!" "Baiklah - kalau begitu akan kucoba sendiri," kata George sambil marah-marah.
Ia berjalan menghampiri pagar. Tapi tiba-tiba terdengar bunyi mobil datang.
George dan Julian cepat-cepat menyembunyikan diri di balik semak. Timmy mereka
tarik, supaya ikut bersembunyi.
Untung reaksi mereka cepat - karena saat berikutnya sebuab truk kecil muncul di
tikungan, lalu berhenti di depan pintu pagar yang terkunci. Pengemudi truk itu
turun untuk membuka pintu. Ia hanya sendiri saja dalam kendaraan itu.
Bab XVIII PENYERGAPAN Dengan cepat George beraksi. Ditinggalkannya Julian yang hanya bisa melongo.
Tepat pada saat pengemudi truk membalikkan tubuh dan menghampiri pintu pagar,
dengan mengendap-endap George mendekati bak belakang truk. Ia meloncat ke atas
bak, lalu bersembunyi sebisa-bisanya di belakang sebuah peti.
Julian harus memegang Timmy kuat-kuat, karena anjing setia itu hendak menyusul
tuannya ke atas truk. Julian benar-benar bingung menghadapi situasi itu. Tidak
sadarkah George akan bahaya yang dihadapi sebagai akibat tindakannya itu"
Sementara itu pintu pagar sudah dibuka, Pengemudi truk kembali ke belakang
setir, lalu mengemudikan kendaraannya masuk ke pekarangan. Setelah melewati
pintu pagar, ia turun lagi lalu menutupnya kembali dengan seksama. Nah - kini
George sudah terkurung dalam sarang lawan, sedang Julian tidak bisa berbuat apaapa untuk membantu. Apakah yang akan terjadi selanjutnya" Dengan perasaan
tegang, Julian mengintip dari belakang semak.
George tidak menunggu truk berjalan lagi. Sementara pengemudi itu truk untuk
menutup pintu pagar kembali, cepat-cepat anak itu meloncat turun lalu
bersembunyi di balik sebuah tonggak batu di pinggir jalan yang menuju ke rumah.
George menghembuskan napas lega. Rencananya berhasil! Sekarang tinggal
menyelidiki, apakah Profesor Lancelot benar ada di situ atau tidak! Truk
berjalan lagi, menghampiri rumah. George masih belum tahu, apa yang harus
dilakukan selanjutnya. Pertama-tama ia harus berusaha mendekati rumah. Itu sudah
jelas. Tapi selanjutnya....
Ia memutuskan lebih baik menunggu saja dulu. Ia mengandalkan kemujuran nasib.
Sesaat terdapat kesan bahwa segala-galanya berjalan dengan beres baginya. George
menyelinap maju, dan tonggak yang satu ke tonggak berikutnya. Dengan jalan
begitu ia berhasil menghampiri rumah sampai dekat sekali. Ia masih sempat
mendengar pengemudi tadi berbicara dengan suara lantang.
"Karena Anda, aku sekarang terpaksa mengadakan perjalanan yang berbahaya ke
Lausanne. Hanya untuk membeli barang-barang yang menurut Anda diperlukan untuk
membuat model roket Anda! Ya, ya - aku tahu apa sebenarnya mau Anda. Anda
mengulur-ulur waktu, padahal sebenarnya Anda sama sekali tidak mau bekerja sama.
Tapi Anda salah menaksir kepala kami. Ia pasti akan berhasil memaksa Anda!"
George tencengang. Rupanya orang itu tidak berbicara pada dirinya sendiri,
seperti sangkaannya semula. Tapi di manakah orang dengan siapa pengemudi truk
itu berbicara" Aneh - George sama sekali tidak mendengar suara orang menjawab. Jangan-jangan
orang itu Profesor Lancelot!
Pengemudi truk itu berhenti berbicara. Sekarang ia menurunkan peti-peti dari bak
belakang. lalu dibawanya masuk ke dalam rumah. Di tengah keremangan senja,
George menyelinap semakin maju menghampiri rumah.
Setelah beberapa meter ia berhenti, lalu memandang berkeliling. Ia tidak melihat
apa-apa di tempat itu, kecuali sebuah sumur tua. Sumur itu langsung menarik
perhatiannya. Dilihatnya di sisi bibir sumur ada lubang. Lubang itu kecil, hampir-hampir tidak
kelihatan. Tapi mata George yang tajam langsung melihatnya. Apa gunanya lubang
itu di situ" Tiba-tiba George mengerti. Rupanya sumur itu dipakai sebagai semacam tempat
kurungan. Dengan bantuan alat-alat khusus orang yang di luar dapat berbicara
dengan tahanan yang ada di situ. Sedang tahanan itu sendiri tidak terdengar
suaranya di luar.,kecuali jika alat teknik yang dipakai memang dihubungkan agar
suaranya dapat terdengar.
Dengan demikian komplotan penjahat merasa diri mereka aman. Apabila polisi
menggeledah tempat itu, mereka takkan bisa menemukan apa-apa. Tahanan yang
terkurung dalam sumur tidak mungkin bisa mereka temukan!
George memutuskan untuk segera bertindak. Tahanan malang itu harus cepat-cepat
ditolong. Sambil mengendap-endap dihampirinya sumur tua itu.
"Profesor Lancelot," bisiknya. "Andakah itu" Aku George, anak rekan Anda,
Profesor Kirrin. Kalau Anda bisa mendengarku, menjawablah. Mungkin bisa kudengar
di luar!" Bukan main gembiranya anak itu ketika mendengar suara dari dalam sumur. Samarsamar, tapi cukup jelas! "Ya! Ya, betul - aku terkurung dalam sumur ini. Saat ini aku menjerit sekuatkuatnya! Kaudengar atau tidak?" "Samar-samar, tapi masih bisa dimengerti," jawab George sambil berbisik.
"Tabahkan hati, Profesor! Aku akan membebaskan Anda sekarang!"
Ucapannya itu ternyata terlalu terburu-buru. Ia berusaha membuka tutup sumur,
tapi sia-sia - tutup itu sedikit pun tak terangkat. Dan tepat saat itu bencana
menimpa dirinya! Tahu-tahu bahunya dicengkeram dari belakang. Didengarnya orang yang
mencengkeramnya berbicara dengan nada mengejek.
"Eh - ini kan anak yang tadi ikut denganku!"
Tubuh George diputar, sehingga menghadap orang itu. Ternyata dia laki-laki
berambut pirang! Agen rahasia itu menekan sebuah tombol yang tersembunyi
letaknya di antara dua batu sumur palsu itu. Tutup yang berat tergeser dengan
pelan. George melihat lubang sumur yang dalam. Di sisi sebelah dalam nampak
tangga yang terbuat dan besi.
"Apa boleh buat, Anak muda," kata agen rahasia itu dengan suara serius, "kau
terlalu ingin tahu - dan itu harus berat hukumannya. Ayo masuk ke dalam sumur!"
George sama sekali tidak beranjak dan tempatnya.
Agen rahasia jengkel melihat sikapnya itu, lalu berusaha menjunjung anak itu.
Tapi saat berikutnya laki-laki itu menjerit. Pegangannya terlepas. Rupanya
Timrny menyambar betisnya.
Julian tadi begitu gelisah karena tahu-tahu George sudah bertindak sendiri.
Akhirnya ia memutuskan untuk melakukan hal yang tadi dikatakan berbahaya: ia
memanjat pagar kawat! Sedang Timmy berhasil masuk ke pekarangan dengan jalan menyusup lewat lubang di
pagar. Dengan cepat ia sudah mengetahui di mana tuannya berada. Ia mencium bau
George! Anjing setia itu langsung beraksi. Kalau perlu ia mau mempertaruhkan
nyawa untuk membela George.
"Anjing jahat!" umpat laki-laki berambut pirang ketika ia melihat siapa yang
menggigit betisnya. George memanfaatkan kesempatan itu untuk membungkukkan
tubuhnya ke dalam sumur, lalu berteriak ke bawah, "Cepat, Profesor! Naiklah
secepat mungkin ke atas. Tutup sumur sudah terbuka!"
Profesor tidak menunggu sampai dipanggil dua kali. Dengan susah payah ia
memanjat tangga. Sesampai di atas dilihatnya adegan yang ramai. Penawannya yang
berambut pirang sedang bergumul melawan Julian dan George, yang dibantu oleh
Timmy. Mereka berguling-guling di rumput. Profesor Lancelot langsung menyadari
situasi gawat itu. Ia bergegas hendak membantu para penyelamatnya. Tapi
terlambat. Laki-laki yang berambut pirang berhasil mengeluarkan peluit dari
kantong lalu meniupnya. Terdengarlah bunyi peluit yang melengking tinggi!
Saat itu juga nampak beberapa orang pembantu agen rahasia itu berhamburan dari
dalam rumah. George, Julian dan Pak Profesor menyadari bahwa tak ada gunanya
lagi memberi perlawanan. Lawan terlalu banyak!
Seorang dari penjahat yang baru muncul mencengkeram kalung leher Timmy dengan
keras, sehingga anjing itu sulit bernapas.
"Anjing sialan." bentak laki-laki yang berambut pirang. "Sekarang habis
riwayatmu!" Salah seorang pembantu membidikkan pistol ke arah Timmy. Melihat bahaya itu
George langsung meloncat maju dan menutupi Timmy dengan tubuhnya.
"Awas, kalau berani menembak anjingku!" katanya dengan berani, "Ia seribu kali
lebih berharga daripada kau !
"Ayo minggir!" kata !aki-laki yang memegang pistol. "Kalau tidak ...."
Penjahat itu tidak bisa mengakhiri ancamannya, karena tahu-tahu terdengar suara
lantang yang datang dari tempat gelap.
"Angkat tangan! Angkat tangan, kataku! Buang pistol itu! Profesor Lancelot- bawa
anak-anak itu ke pinggir sedikit!"
Pak Profesor menarik George dan Julian ke semak yang ada di dekat sumur. Timmy
menyusul mereka. Saat berikutnya seregu petugas polisi muncul dan tempat gelap.
Mereka menyalakan senter.
George berseru dengan gembira. Karena tempat itu sudah diterangi sinar senter,
ia kini bisa melihat ayahnya datang menghampiri bersama Dick dan Anne.
"Ayah!" seru George- "Aduh, untung kalian datang tepat pada waktunya!"
"Kami tadi terpaksa mencari-cari dulu dalam hutan, sebelum berhasil menemukan
rumah ini. Kau ini selalu ada-ada saja, George - mencari-cari bahaya," tukas
Paman Quentin dengan nada kesal.
Tapi Profesor Lancelot cepat-cepat menyela.
"Jangan marah, Profesor Kirrin," katanya. "Berkat putri Anda, saya berhasil
diselamatkan - begitu pula hasil penemuan saya yang sangat berharga. Dan
sekaligus polisi berhasil membekuk kawanan mata-mata yang sangat berbahaya!"
Polisi menggiring laki-laki berambut pirang beserta kawan-kawannya untuk
diangkut ke penjara. Ketika m reka lewat dekat tempat George berdiri, dilihatnya"bahwa salah satu dari orang-orang itu Malik, yang mendatangi Rudi Hermes di
tempat perjumpaan rahasia mereka di tepi danau.
"Sayang Rudi tidak ikut dibekuk," gumam Julian sambil memperhatikan para


Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penjahat yang dibawa pergi.
"Jangan khawatir," kata Dick sarnbil tertawa puas.
"la pun sudah dijemput - dari dalam lemari sapu!"
Apa maksudmu?" tanya abangnya heran.
?"Nantilah kujelaskan!"
Ketika Lima Sekawan kembali ke perkemahan, mereka disambut dengan meriah sekali.
Apalagi Timmy - semua ikut merasa bangga akan anjing yang tabah dan setia itu.
Api unggun dinyalakan untuk menghormati kepulangan kelima pahlawan itu.
Sementara api berkobar terang, George berpaling pada Julian, Dick dan Anne.
"Liburan kita di sini takkan mungkin kulupakan," katanya. "Kurasa aku pasti
kecewa, jika petualangan kita menaklukkan agen rahasia tidak terjadi!"
Ketiga saudaranya mengangguk, tanda setuju.
TAMAT Edit by : zheraf http://www.zheraf.net Kiamat Di Pangandaran 1 Candika Dewi Penyebar Maut X I Dewi Penyebar Maut V I I 1

Cari Blog Ini