Ceritasilat Novel Online

Rawa Rahasia 1

Lima Sekawan 13 Rawa Rahasia Bagian 1


013 - Lima Sekawan Rawa Rahasia Edit by: zheraf http://www.zheraf.net Bab 1 Di Istal Huhh! tukas George kesal. "Sudah seminggu kita di sini! Dari semula aku sudah
bosan!" "Omong kosong," jawab Anne. "Selama ini kau selalu menikmati pesiar naik
kuda. Dan kau tahu sendiri, kau senang bermain-main di kandang-kandang kuda,
apabila kita kebetulan tidak pesiar."
"Kubilang tadi, aku selalu merasa bosan," tukas George. "Mestinya aku kan yang
lebih tahu"! Ditambah lagi dengan Henrietta, anek konyoi itu" Kenapa kita yang
harus direcoki olehnya?"
"Ah - si Henry!" kata Anna sambil tertawa. "Kusangka kau akan merasa cocok
dengan anek perempuan yang mirip dirimu" Anak perempuan yang lebih senang jadi
laki-laki, dan bertingkah-laku seperti anak laki-laki."
Kedua anak perempuan itu sedang berbaring-baring dekat tumpukan- jerami, sambil
makan roti. Di iapangan sekitar tempat mereka itu berkeliaran sejumlah kuda.
Sebuah bangunan besar yang sudah agak tua terdapat tak begitu jauh dari situ. Di
sisi pintu depan bangunan itu terpasang sebuah papan yang besar. Pada papan itu
tertulis Captain Johnson's Riding School
Di tempat itu orang belajar menunggang kuda. Pemiliknya seseorang bernama Kapten
Johnson. Anne dan George sudah seminggu di situ, sementara Julian dan Dick pergi berkemah
dengan beberapa kawan sekolah.
Anne yang mengajak George berlibur di tempat itu. Anne senang pada kuda. Dari
kawan-kawan di sekolah, sudah sering ia mendengar betapa asyiknya hidup berharihari di istal. Karena itu, ia lantas mengambil keputusan untuk berlibur di situ.
George sebetulnya tidak mau ikut. Anak itu merajuk, sebab kedua saudara
sepupunya yang laki-laki sekali itu pergi ke suatu tempat, tanpa mengajak dia
serta Anne. Dick dan Julian pergi berkemah) George ingin sekali ikut dengan
mereka. Tapi anak-anak perempuan tidak diijinkan ikut berkemah dengan rombongan
anak laki-laki dari sekolah Julian. Acara perkemahan itu khusus untuk anak lakilaki saja. "Kau ini konyol! Masak merajuk terus, karena tidak bisa ikut berkemah," kata
Anne. "Julian dan Dick tidak mau jika kita terus-terusan ikut dengan mereka.
Kita toh takkan bisa melakukan hal-hal yang akan mereka lakukan !"
Tapi George tidak sependapat dengannya.
"Aku bisa melakukan apa saja yang dilakukan oleh Dick dan Julian," katanya. "Aku
bisa memanjat, naik sepeda bermil-mil, bisa berjalan kaki sejauh kemampuan
mereka. Aku pun bisa berenang. Banyak anak laki-laki yang bisa kukalahkan dalam
berbagal hal!" "Kata Henry, ia juga begitu," kata Anne sambil tertawa. "Nah itu dia datang.
Aksinya seperti biasa, dengan tangan di kantong serta bersiul-siul seperti kenek
istal" Tampang George langsung cemberut. Anne geli melihat betapa Henrietta dan George
begitu berta- tapan muka untuk pertama kali, langsung saling tidak menyenangi. Padahal kedua
anak perempuan itu banyak sekali persamaannya. George nama sebenarnya Georgina.
Tapi ia hanya mau menjawab, jika disapa dengan sebutan George. Sedang Henry,
sebenarnya bernama Henrietta. Tapi panggilannya Henry - atau Harry bagi kawankawannya yang paling akrab.
Umur Henry sebaya dengan George. Rambutnya juga dipotong pendek. Tapi tumbuhnya
tidak ikal, seperti rambut George.
"Sayang rambutmu ikal," katanya pada George, dengan sikap kasihan. "Kelihatannya
jadi seperti anak perempuan."
"Jangan konyol," jawab George ketus. "Banyak anak laki-laki berambut ikal."
Hal yang menjengkelkan sekali adalah bahwa Henrietta cekatan sekali menunggang
kuda. ia sudah sering memenangkan berbagal piala, sebagai juara pertandingan
berkuda. George sama sekali tidak merasa senang selama seminggu di istal.
Sebabnya, sekali itu ada anak perempuan lain yang lebih hebat dari dirinya. Tak
enak rasanya melihat Henrietta berjalan mondar-mandir sambil bersiul-siul,
melakukan segala-galanya dengan cepat dan tangkas.
Anne sering tertawa dalam hati. Apalagi ketika kedua anak perempuan yang
bersaingan itu saling tidak mau menyapa dengan nama panggilan Henry dan George.
Tidak Mereka saling menyapa dengan sebutan Henrietta, dan dibalas dengan
Georgina. Sebagai akibatnya, mereka saling tidak mau menjawab jika dipanggil.
Kapten Johnson, pemilik istal yang bertubuh tinggi besar, akhirnya kesal melihat
tingkah kedua anak itu. "Kenapa kalian bertingkah seperti begini?" tukasnya pada suatu pagi, ketika
melihat kedua anak itu saling pandang memandang dengan tampang cemberut pada
saat sedang sarapan. "Sikap kalian seperti sepasang murid perempuan yang
konyoli" Tawa Anne tersembur. Sepasang murid perempuan yang konyol, Wah - bukan main
jengkelnya George dan Henry terhadap Kapten Johnson. Kalau Anne, ia agak ngeri
terhadap orang itu. Kapten Johnson lekas marah. Kalau bicara selalu terusterang. ia tidak menyukai sikap bertingkah. Tapi ia aangat pandai mendidik kuda,
dan gemar tertawa. Pada saat-saat liburan sekolah. Kapten Johnson beserta
istrinya menerima rombongan anak laki-laki atau perempuan yang ingin belajar
menunggang kuda. Anak-anak yang ditampung di istalnya tidak dibiarkan bersantaisantai saja. Tapi anak-anak selalu sangat menyenangi liburan di istalnya.
"Jika tak ada Henry, kau pasti benar-benar menyenangi acara seminggu Ini," kata
Anne lagi, sambil menyandarkan punggung ke tumpukan jerami. "Cuaca bulan April
ini benar-benar indah, kuda-kuda semuanya bagus-bagus, dan aku sangat senang
pada Kapten Johnson serta istrinya."
"Coba Julian dan Dick ada di sini, pasti Henrietta konyol itu tidak berani
bertingkah," kata George. "Aku sekarang menyesal, kenapa tidak tinggal di rumah
saja." "Kau kan bisa bebas memilih waktu itu," kata Anne. ia mulai jengkel. "Kau bisa
saja tinggal di Pondok Kirrin bersama ayah ,bumu, Tapi kau memilih ikut ke mari
bersamaku, sampai kedua abangku kembali dari berkemah. Jangan mengomel, jika ada
hal-hal yang tidak cocok dengan kemauanmu, Kesenanganku terganggu karenanya."
"Maaf," kata George. "Aku tahu, sikapku memang menjengkelkan. Tapi aku sungguhsungguh rindu pada Dick dan Julian. Kita hanya bisa bergaul dengan mereka selama
liburan. Aneh rasanya, jika mereka tidak ada. Kalau mau tahu, ada satu hal yang
menyenangkan bagiku di sini, yaitu
"Kau tak perlu bilang lagi, karena aku sudah tahu," sela Anne dengan tertawa.
"Kau senang, karena Tim my anjing kesayanganmu itu tidak sudi bergaul dengan
Henry" "Dengan Henrietta," kata George membetulkan. Dengan tiba-tiba anak Itu nyengir.
"Ya, Timmy tidak bodoh, ia tidak menyukai anak itu. Timmy, Tinggalkan liangliang kelinci itu. dan baringlah sebentar di sini. Pagi ini kau kan sudah cukup
jeuh berlari ketika kita pesiar dengan kuda. Ada barengkah' seratus liang
kelinci yang kauset diki Sekarang tenanglah sedikit."
Dengan segan-segan, Timmy meninggalkan liang kelinci yang sedang diendusendusnya saat Itu, lalu merebahkan diri di sisi Anne dan George. George me nepuk
nepuknya "Timmy, kami baru saja mengatakan, kau memang pintar, tak mau bergaul dengan
Henrietta yang konyol itu," kata George. Tiba-tiba ia berhenti bicara, karena
disenggol dengan keras oleh Anne. Mereka digelapi bayangan seseorang yang muncul
dari balik tumpukan jerami.
Yang datang ternyata Henrietta. Melihat tampangnya yang masam, jelas bahwa ia
mendengar ucapan George pada Timmy. Henry menyodorkan sepucuk sampul surat
berwarna oranye pada George.
'Telegram untukmu, Georgina," katanya ketus. "Sengaja kuantar ke sini, karena
siapa tahu iainya penting."
"Terima kasih, Henrietta," kata George, sambil menerima telegram yang
disodorkan. Dengan cepat sampul dirobek. Begitu menyimak isi telegram, George
langsung mengerang. "Bacalah," katanya pada Anne sambil menyerahkan telegram. "Dari ,bu."
Anne membaca telegram itu.
"Harap tinggal seminggu lagi. Ayah kurang enak badan. Salam sayang dari ,bu."
"Dasar sial" umpat George sambil cemberut lagi.
"Padahal kusangka kita dalam satu dua hari lagi akan sudah bisa pulang, dan
kedua abangmu akan menggabungkan diri di Kirrin. Sekarang ternyata kita akan
lama terkurung di sini, Ada apa lagi dengan Ayah" Pasti ia cuma sakit kepala
aaja atau semacam itu, dan karenanya tidak mau kita membuat ribut di rumah."
"Kita bisa pulang ke rumahku," usul Anne. "Asal kau tak peduli pada keadaannya
yang agak acak-acakan. Saat ini rumah kami sedang diperbaiki."
"Tidak, Aku tahu, kau masih ,Ingin tinggal di sini," kata George. Lagipula orang
tuamu sedang bepergian ke luar negeri. Jadi di rumahmu, kita cuma akan
merepotkan para pekerja saja" George mengumpat-umpat. "Sekarang seminggu lagi
kita terpaksa pisah dari Julian dan Dick, karena tentunya mereka akan meneruskan
perkemahan mereka." Ketika kedua anak perempuan itu meminta ijin untuk tinggal satu minggu lagi.
Kapten Johnson ternyata mengijinkannya. Tapi ada kemungkinan keduanya harus
tidur di luar, apabila ada anak-anak yang baru datang. Tentunya mereka tak
keberatan" 'Tentu saja tidak,' jawab George. "Sebetulnya kami ,Ingin hidup agak bebas
sedikit, mengurus diri sendiri. Timmy kan ada bersama kami. Asal kami bisa ,kut
makan serta melakukan beberapa tugas untuk Anda, kami ingin hidup sendiri."
Anne tersenyum sendiri, ia tahu, maksud George sebenarnya, anak itu ingin
sesedikit mungkin berjumpa dengan Henrietta. Tapi, memang mengasyikkan juga,
tidur di luar - asal cuaca tetap baik. Tenda untuk berkemah, bisa dipinjam dari
Kapten Johnson. "Sial. Georgina," kata Henry, yang ikut mendengarkan pembicaraan mereka dengan
Kapten Johnson. "Benar-benar siali Aku tahu, kau merasa bosan sekali di sini.
Sayang, kau tak suka pada kuda Sayang kau -"
"Ah, diam," tukas George dengan kasar, lalu pergi meninggalkan ruangan. Kapten
Johnson melotot ke arah Henrietta, yang bersikap pura-pura tidak bersalah. Anak
itu' berdiri menghadap jendela sambil bersiul-siul, dengan tangan dimasukkan ke
dalam kantong. "Kalian memang keterlaluan kedua-duanya" tukas Kapten Johnson. "Kenapa tidak
bisa bersikap biasa saja" Selalu meniru-niru anak laki-laki, berpura-pura
jantanl Aku lebih suka anak perempuan seperti Anne, Kalian berdua rupanya perlu
ditempeleng sekali-sekali. Jerami tadi sudah kauangkut ke kandang belum?"
"Sudah," jawab Henrietta tanpa berpaling.
"Sudah, Pak," tukas Kapten Johnson. "Jika kau i-Ingin bersikap kayakanak lakilaki, berbuatlah begitu Kalau bicara dengan aku, bilang 'Pak' - jika kau malas
mengingat-ingat bahwa aku Ini punya nama. Itu...."
Kalimat Kapten Johnson terpotong, karena saat itu seorang anak laki-laki kecil
masuk. "Pak, di luar ada seorang anak kaum kelana, ia menuntun seekor kuda belang. Kuda
itu kelihat-annya jelek, tak terawat. Anak itu menanyakan, bisakah Anda
menolongnya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan kaki kudanya."
"Ah, kaum kelana itu ada-ada saja," kata Kapten Johnaon. "Tapi baiklah, Aku
datang." ia pergi ke luar. Anne membuntuti, karena tidak mau ditinggal sendiri bersama
Henrietta, yang kelihatannya marah karena diomeli Kapten Johnson. Sesampai di
luar, dilihatnya George berdiri di dekat seorang anak laki-laki kecil. Anak kaum
kelana itu kelihatan dekil, ia memegang tali yang mengikat seekor kuda kecil
berbulu belang putih dan coklat. Kuda itu memberikan kesan tak terawat dengan
baik. "Kauapakan lagi kudamu kali ini?" tanya Kapten Johnson, sambil memeriksa kaki
kuda. "Nanti akan kurawat. Tapi harus kautinggal di sini."
"Wah, tidak bisa. Pak," jawab anak itu. "Kami akan berangkat lagi ke Rawa
Rahasia." "Yah, kau terpaksa meninggalkannya sekali ini, karena ia tak mampu berjalan,"
kata Kapten Johnson. Caravanmu terpaksa tidak bisa ikut, karena kuda ini takkan
mampu menariknya. Jika kalian tetap nekat menyuruh kuda ini bekerja sebelum
cederanya sembuh, akan kupanggil polisi untuk mendatangi ayahmu."
"Aduh, jangan," kata anak itu. "Ayahku cuma mengatakan,, kami harus berangkat
besok." "Kenapa buru-buru?" kata Kapten Johnson. "Apakah tidak bisa diundurkan sehari
dua" Rawa Rahasia pasti takkan pergi ke mana-mana, Aku tak mengerti, kenapa
kalian selalu ke sana. Padahal tempat itu sangat terpencil. Sama sekali tak ada
pertanian di sana. Sedang pondok pun tak ada"
"Kutinggal saja kudaku di sini," kata anak itu ia mengelus-elus hidung kuda
belang Itu. Nampak jelas, anak Itu menyayangi kudanya yang jelek itu. "Ayahku
pasti akan marah nanti, Tapi biar saja caravan-caravan yang lain berangkat lebih
dulu. Kami nanti menyusul saja"
Anak bertubuh kurus dan berkulit coklat terpanggang sinar matahari itu memberi
hormat pada Kapten Johnson, dengan sikap seperti menabik. Setelah itu ia pergi
dari pekarangan istal, meninggalkan kuda jelek yang berdiri dengan sabar.
"Bawa dia ke kandang kecil," kata Kapten Johnson pada George dan Anne. "Sebentar
lagi aku datang, untuk memeriksanya."
Kedua anak perempuan itu menuntun kuda belang ke kandang yang dimaksudkan.
Sambil berjalan, George berkata,
"Rawa Rahasia, Nama aneh. Julian dan Dick pasti akan langsung ingin menyelidiki
tempat itu," "Betul. ,Ingin rasanya mereka datang ke sini," kata Anne. "Tapi kurasa mereka
tentu senang bisa melanjutkan acara perkemahan mereka. Nah, kuda cilik, ini dia
kandangnya," Mereka memasukkan kuda kecil itu ke dalam kandang, lalu berpaling hendak pergi.
Tapi William, anak laki-laki yang tadi menyampaikan kabar tentang kuda, berseru
memanggil mereka. He! George, Anne - ini ada telegram lagi untuk kalian,"
Kedua anak itu bergegas ke rumah induk.
"Wah, mudah-mudahan saja Ayah sudah sembuh, dan kita bisa pulang ke Kirrin untuk
berkumpul lagi dengan Dick dan Julian di sana," kata George. Buru-buru dibukanya
sampul telegram, lalu dibaca isinya. Tiba-tiba George berseru keras, menyebabkan
Anne terlompat karena kaget.
"Ini, lihatlah yang tertulis di sini, Mereka akan ke mari," seru George.
Anne menyambar kertas telegram, lalu membaca.
"Akan tiba besok. Kalau tak ada tempat kami tidur di luar. Mudah-mudahan ada
acara petualangan asyik. Julian dan Dick."
"Mereka datangi Mereka ke sini," kata Anne 'berseru-seru. ia ikut bergembira,
seperti George. "Nah, sekarang kita bisa asyik di sini,"
"Sayang, tidak ada petualangan yang bisa kita suguhkan pada mereka," kata
George. "Tapi siapa tahu, nanti ada kejadian menarik,"
Bab 2 Julian, Dick - dan Henry GEORGE langsung berubah sikapnya, begitu tahu bahwa kedua sepupunya yang lakilaki akan tiba besok, ia bahkan bisa bersikap sopan terhadap Henrietta.
Kapten Johnson menggaruk-garuk kepala, ketika mendengar berita bahwa Dick dan
Julian akan datang. "Mereka tidak bisa ditampung dalam rumah, kecuali untuk makan," katanya. "Semua
tempat terisi saat ini. Tapi mereka bisa tidur di kandang, atau berkemah di
luar. Terserah pada mereka,"
"Kalau begitu tamu kita menjadi sepuluh," kata isterinya menghitung-hitung.
"Julian, Dick, Anne, George, Henry - lalu John,Susan, Alice,Ritadan William.
Mungkin nantinya Henry juga terpaksa tidur di luar."
'Tapi tidak bersama kami," kata George cepat-cepat.
"Menurut perasaanku, kau bersikap kurang ramah terhadap Henry," kata Bu Johnson.
"Pedahal kau dan dia banyak sekali persamaannya, George. Kalian berdua sama-sama
beranggapan, kalian seharusnya dilahirkan sebagai anak laki-laki, dan
"Aku sama sekali tidak kayak Henrietta!" tukas George. "Tunggu saja sampai kedua
sepupuku datang, Bu Johnson. Mereka pasti tak beranggapan anak itu mirip dengan
aku. Menurut perasaanku, mereka takkan mau bergaul dengan dia."
"Ah, jika kau ingin tinggal di sini, kalian perlu saling bergaul," kata Bu
Johnson. "Sekarang sebaiknya aku mengeluarkan beberapa lembar selimut cadangan.
Kedua sepupumu pasti memerlukannya, tak peduli apakah mereka akan tidur dalam
kandang atau di kemah. Anne, kau membantuku mengambilnya."
Anne, George dan Henry berumur lebih tua daripada kelima anak lainnya yang
menjadi tamu di situ. Tapi semuanya yang besar maupun kecil ikut bergembira
mendengar kabar Julian dan Dick akan datang. Soalnya, George dan Anne sudah
sering bercerita tentang berbagai petualangan ramai yang pernah mereka alami,
sehingga anak-anak mulai menganggap kedua anak laki-laki itu semacam jagoan.


Lima Sekawan 13 Rawa Rahasia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sehabis minum teh sore itu, Henrietta menghilang. Dicari ke mana-mana, tapi tak
ketemu juga. "Ke mana kau tadi?" tanya Bu Johnson, ketika anak itu muncul lagi kemudian.
"Di tingkat atas, dalam kamarku," jawab Henrietta. "Membersihkan sepatu dan
celanaku untuk menunggang kuda, serta menjahit jaketku yang robek. Anda sudah
berulangkali menyuruhku, dan sekarang kukerjakan,"
"Wah, rupanya bersiap-siap untuk menyambut para jagoan," kata Kapten Johnson
mengomentari. Henry langsung cemberut. Tampangnya saat itu persis seperti
tampang George kalau sedang kesal.
"Siapa bilang," tukas Henry. "Sudah lama aku bermaksud hendak melakukannya. Jika
saudara saudara sepupu Georgina kayak dia, aku takkan tertarik pada mereka."
"Tapi kalau abang-abangku, mungkin kau akan senang," kata Anne sambil tertawa.
"Kalau tidak, mungkin ada yang tidak beres dengan dirimu ,"
"Jangan konyol," tukas Henrietta. "Saudara sepupu Georgina atau abang-abangmu,
orang-orangnya kan sama saja ,"
"Wah, pintar juga anak ini, bisa tahu bahwa keduanya sama," sindir George. Tapi
tak diteruskannya, karena saat itu perasaannya sedang terlalu bergembira. Sambil
bersiul pelan, ia pergi ke luar bersama Timmy.
"Besok mereka datang. Tim," katanya. "Julian dan Dick akan datang besok , Kita
akan pesiar bersama-sama lagi, seperti biasanya. Kita berlima , Kau senang, kan
Timmy?" Timmy menggonggong tanda sependapat, sambil mengibas-ngibaskan ekor. Anjing itu
mengerti makna kata-kata George.
Keesokan harinya, pagi-pagi Anne dan George sudah sibuk mempelajari jadwal
perjalanan kereta api yang singgah di stasiun, yang letaknya sekitar dua mil
dari istal Kapten Johnson.
"Mestinya ini kereta api yang mereka tumpangi," kata George, sambil menunjuk ke
daftar. "Soalnya, cuma ini satu-satunya yang lewat di sini sebelum siang.
Tibanya di sini pukul setengah satu siang. Yuk, kita menjemput mereka ke stasiun
," "Ayohlah," kata Anne. "Kita berangkat dari sini pukul dua belas kurang sepuluh
menit. Jadi kita tak perlu bergegas-gegas. Nanti kita bisa membantu membawakan
barang-barang. Takkan banyak bawaan mereka."
Saat itu Kapten Johnson berseru memanggil mereka,
"Tolong bawakan kuda-kuda poni ke Lapangan Hawthorn," katanya. "Kalian bisa
menangani keempat-empatnya sekaligus?"
'Tentu saja," jawab Anne senang, ia senang berjalan ke lapangan yang dimaksudkan
oleh Kapten Johnson. Letaknya di tepi sebuah jalan kecil yang sempit, yang kirikanannya berpagar tanaman yang semarak dengan bunga. "Yuk, George, kita tangkap
kuda-kuda poni itu, lalu berangkat sekarang juga. Pagi ini cuaca ,ndah sekal ,
Kemudian kedua anak perempuan itu berangkat sambil menuntun keempat kuda poni
yang lincah, diiringi oleh Timmy. Anjing itu sangat membantu dalam tugas
mengurus kuda di istal. Apalagi pada saat kuda-kuda harus digiring masuk ke
kandang. Belum lama Anne dan George meninggalkan kandang menuju ke lapangan, telepon di
rumah Kapten Johnson berdering. Ada orang ingin bicara dengari Anne.
"Wah, sayang dia sedang pergi," kata Bu Johnson, yang menerima telepon. "Siapa
yang berbicara ini" Ah, Julian - abang Anne, kan" Bisakah kusampaikan pesanmu
padanya?" "Terima kasih. Bu," kata Julian. "Tolong kabarkan padanya, kami akan tiba di
halte bis Milling Green pukul setengah dua balas nanti. Harap Anne dan George
menjemput dengan membawa gerobak dorong. Soalnya, kami membawa tenda serta
barang-barang bawaan lainnya."
"Akan kami kirimkan kereta kuda kami, yang selalu dipakai menyongsong anak-anak
yang datang dengan kereta api atau bis," kata Bu Johnson. "Akan kusuruh George
menjemput kalian, bersama Anne. Mereka bisa naik kereta kecil kami. Kami sangat
senang kalian datang ke mari. Cuaca kebetulan sangat cerah. Pasti kalian akan
senang di sini," "Tentu, Bu," jawab Julian. "Terima kasih atas kesediaan Anda menerima kami. Kami
takkan merepotkan. Kami bahkan akan ikut membantu, sebisa-bisa kami."
Selesai pembicaraan itu. Bu Johnson melihat Henrietta yang saat itu lewat di
luar, dekat jendela. Anak itu nampak lebih bersih dan rapi daripada biasanya. Bu
Johnson memanggilnya. "Henry, Mana George dan Anne" Julian dan Dick akan tiba pukul setengah dua belas
nanti, di halte bis Milling Green. Sudah kukatakan pada Julian, kita akan
menjemput mereka dengan kereta kuda. Tolong sampaikan pada George dan Anne, ya"
Mereka bisa memakai Winkie untuk menarik kereta."
"Baiklah," kata Henry. Tapi kemudian ia teringat, George dan Anne tadi disuruh
Kapten Johnson mengantarkan keempat kuda poni ke Lapangan Hawthorn.
"Wah, mereka takkan mungkin bisa kembali pada waktunya," serunya pada Bu
Johnson. "Bagaimana kalau aku saja yang menjemput mereka dengan kereta?"
"Ya, baiklah - kalau kau mau, Henry," jawab Bu Johnson. "Tapi cepatlah sedikit,
karena hari mulai siang. D, mana Winkie" Di lapangan besar?"
"Ya," jawab Henry, ia bergegas mengambil kuda itu dari lapangan. Tak lama
kemudian ia sudah duduk di tempat kusir, memegang tali kekang yang terpasang ke
mulut Winkie. Dijalankannya kereta dengan cekatan. Henry tertawa nyengir.
Dibayangkannya betapa kesal George dan Anne nanti, kalau menyadari bahwa mereka
tak berhasil menjemput Dick dan Julian.
Kedua anak laki-laki itu sudah ada di halte bis. ketika Henry sampai dengan
kereta kuda. Mereka memandang dengan penuh harap ke arah kereta itu, karena
menyangka Anne atau George yang datang untuk menjemput.
"Wah, bukan," kata Dick. "Anak lain rupanya, yang hendak pergi ke desa. Janganjangan mereka tak menerima kabar kita tadi. Kusangka mereka akan datang
menjemput kita di halte ini. Yah, kita tunggu saja beberapa menit lagi."
Keduanya lantas duduk kembali di bangku yang terdapat di halte itu. Tahu-tahu
kereta kuda yang datang, berhenti di dekat mereka. Henry melambaikan tangan,
memberi salam. "Kalian abang Anne?" katanya menyapa. "Anne tidak menerima kabar kalian lewat
telepon tadi, jadi sebagai gantinya aku yang datang menjemput. Naiklah ,"
"Kau baik hati," kata Julian, sambil menaikkan barang-barang ke atas kereta. "Eh
- namaku Julian - dan ini Dick, adikku. Kau siapa?"
"Henry," kata Henrietta, sambil membantu Julian dengan barang-barang.
Didecakkannya lidah, menyuruh Winkie berdiri diam-diam dan jangan lasak terus.
"Aku senang, kalian berdua datang. Di istal banyak anak-anak kecil. Kami gembira
sekali, ketam bahan kalian berdua , Dan Timmy pasti akan senang pula berjumpa
kembali dengan kalian."
"Ya, si Timmy yang baik," kata Dick, sambil menjunjung barang-barang bawaannya
ke atas kereta. Henry menolongnya pula. Anak itu badannya tidak terlalu besar.
Tapi ia tegap dan kuat. "Nah, beresi" katanya, setelah barang-barang sudah masuk ke kereta semuanya.
"Sekarang kita kembali ke istal. Atau kalian masih ingin membeli es krim atau
barang lain dulu, sebelum kita berangkat" Makan siang baru pukul satu nanti."
"Tidak, sebaiknya kita langsung berangkat saja sekarang," kata Julian. Henry
meloncat naik ke tempat kusir. Dipegangnya tali kendali, lalu didecakkannya
lidah menyuruh Winkie berjalan. Julian dan Dick mengambil tempat di belakang.
Kereta mulai bergerak, ditarik Winkie yang lari menderap.
"Anak laki-laki ini baik hati," kata Dick dengan suara pelan pada Julian.
"Untung ia mau menjemput kita."
Julian mengangguk, ia merasa menyesal, karena Anne dan George tidak datang
menjemput bersama Timmy. Tapi di pihak lain, ia merasa lega karena ada orang
yang menjemput. Bayangkan jika tidak begitu , Takkan enak rasanya, harus
berjalan kaki menyusur jalan yang jauh, sambil menggendong barang-barang bawaan.
Kemudian mereka sampai di istal Kapten Johnson. Henry membantu lagi, menurunkan
barang-barang. Bu Johnson yang mendengar kedatangan mereka, buru-buru muncul di
ambang pintu untuk menyambut
"Nah, itu kalian , Ayo, masuk saja ke dalam. Aku sudah menyiapkan sedikit
makanan kecil untuk kalian, karena menurut dugaanku kalian tadi pasti sarapan
pagi-pagi sekali. Biarkan saja barang-barang itu di situ, Henry. Jika mereka
nanti tidur dalam salah satu kandang, kan tak ada gunanya membawa barang-barang
itu masuk ke rumah sekarang. George dan Anne masih belum kembali juga" Aduh,
sayangi" Henry pergi, mengembalikan kereta kuda ke tempat penyimpanannya. Sementara itu
Julian dan Dick melangkah masuk ke dalam rumah yang memberikan kesan
menyenangkan itu. Mereka langsung disuguhi limun dan biskuit bikinan Bu Johnson
sendiri. Tapi baru saja mereka mulai makan, Anne masuk sambil berlari-lari.
"Kata Henry, kalian sudah datangi" katanya. "Wah, maaf kami tak menyongsong
kalian. Soalnya, kami kira kalian datang dengan kereta api,"
Saat itu Timmy masuk, dan langsung menubruk kedua anak laki-laki yang saat itu
sedang merangkul adik mereka. Kemudian George masuk pula, dengan wajah berseriseri. "Julian, Dick," serunya gembira. "Senang rasanya kalian datangi Tanpa kalian,
rasanya bosan sekail. Ada yang datang menjemput tadi?"
"Ya, seorang anak laki-laki yang sangat ramah," kata Dick. "Kami disambutnya
dengan hangat, ia ikut menaikkan barang-barang kami ke atas kereta. Anak itu
benar-benar ramah. Kau tak pernah bercerita tentang dia pada kami."
"Ah, William maksudmu?" kata Anne. "Dia kan masih kedi. Kami memang tak mau
repot-repot bercerita pada kalian tentang anak-anak kecil yang ada di sini."
"Tidak, anak tadi tidak kecil," kata Dick. "Anaknya termasuk besar, dan sangat
kuat. Kalian sama sekali tak pernah menyinggung-nyinggung tentang dia."
"Tapi kami bercerita pada kalian tentang seorang anak perempuan yang juga ada di
sini," kata George. "Henrietta maksudku , Anak konyol, menyangka dirinya lakilaki. Kalau pergi ke mana-mana, selalu sambil bersiul-siul. Geli kami
melihatnya. Kalian pasti akan tertawa pula."
Tiba-tiba Anne tertegun. "Anak laki-laki yang menyongsong tadi, apakah ia menyebutkan namanya?" tanya
Anne. "Ya," jawab Dick. "Nanti dulu - ah ya, Henry , Anak itu baik. Kurasa aku bisa
cocok dengannya." Mata George melotot. Kelihatannya seperti tidak mempercayai pendengarannya
sendiri. "Henry!" katanya kaget. "Anak perempuan itu yang menjemput kalian?"
"Bukan anak perempuan," kata Julian membetulkan. "Seorang anak laki-laki, yang
kalau nyengir lebar sekali."
"Itulah dia, Henrietta ," seru George. Mukanya merah padam, karena marah.
"Dialah anak perempuan konyol yang kuceritakan dalam suratku, yang bertingkah
meniru lagak anak laki-laki, berjalan mondar-mandir sambil bersiul-siul. Aduh,
rupanya kalian terkecoh olehnya, ia menyebut dirinya Henry, bukan Henrietta,
sedang rambutnya dipotong pendek, dan ..."
"Wah, kedengarannya sangat mirip dengan dirimu, George ," kata Dick. "Bukan
main, sama sekali tak kusangka dia anak perempuan , Pintar sekali ia main
sandiwara. Terus terang saja, aku suka pada anak Itu."
"Huhh!" George marah sekali. "Jahat sekali dial Menjemput kalian, tanpa
mengatakan apa-apa pada kami, dan membuat kalian menyangka dia anak laki-laki dan - dan - merusak suasana ,"
"Tenang, George - tenang" kata Julian, ia kaget melihat George naik darah dengan
tiba-tiba. "Kau sendiri, kan cukup sering merasa senang jika dikira anak lakilaki. Aku tak mengerti, apa sebabnya. Kusangka sudah agak lebih dewasa sekarang.
Jangan persalahkan kami, karena menyangka Henry itu anak laki-laki, begitu pula
menyukainya." George menghempaskan kaki, lalu keluar meninggalkan kamar itu. Julian menatap
Dick sambil menggaruk-garuk kepala.
"Nah, sekarang dia marah pada kita," kata Julian. "George memang aneh, Menurut
pendapatku, mestinya ia senang pada orang kayak Henry, yang sama jalan
pikirannya seperti dia. Yah, kurasa nanti toh ia akan biasa lagi."
"Tapi sementara itu keadaan agak repot," kata Anne. Pendapatnya benar. Keadaan
bahkan menjadi sangat repot.
Bab 3 si Ingus BARU saja George marah-marah meninggalkan kamar, muncul pula anak lain. Henry
melangkah masuk, berjalan dengan tangan dalam kantong celana.
"Halo, Henrietta ," sapa Dick dengan segera. Henry nyengir mendengar sapaan itu.
"Ah, rupanya kalian sudah diberi tahu, ya?" katanya. "Aku tadi geli setengah
mati, ketika kalian mengira aku anak laki-laki."
"Pakaian yang kaukenakan pun model laki-laki," kata Anne. Baru saat Itu hal
tersebut disadari olehnya. "Kau ini memang konyol, Henry. Sama saja kayak
George!" 'Tapi dibandingkan dengan dia, aku lebih kayak anak laki-laki," kata Henry.
"Cuma rambutmu saja," kata Dick. "Tumbuhnya lurus, tidak ikal seperti rambut
George." "Jangan bilang begitu di depan George," kata 'Anne khawatir. "Jangan-jangan
rambutnya nanti dipotong papak - atau bahkan gundul sama sekali."
"Yah, pokoknya Henry sudah berbaik hati, mau menjemput kami serta menolong
mengangkatkan bawaan kami," kata-Julian. "Ada yang mau biskuit?"
'Tidak, terima kasih," kata Anne dan Henry serempak.
"Apakah sebaiknya kami menyisakan sedikit, untuk sopannya?" kata Dick, yang saat
itu memandang piring berisi biskuit, "ini bikinan sendiri rupanya.
Rasanya enak sekali. Kurasa aku mampu menyikat habis semuanya."
"Kami di sini tidak biasa main sopan-sopanan," kata Henry sambil nyengir. "Juga
tidak terlalu bersih dan rapi. Sebelum makan malam, kami diharuskan menukar
celana menunggang kuda dengan pakaian lain. Biar cuma Itu saja peraturan yang
harus ditaati, tapi cukup merepotkan. Apalagi Kapten Johnson sendiri tak pernah
bertukar pakaian dulu."
"Ada kabar baru?" tanya Julian, sambil meneguk limun. "Ada kejadian yang
menggemparkan?" "Tidak, sama sekali tidak ada," kata Anne. "Di sini satu-satunya yang
mengasyikkan cuma kuda-kuda saja. Lain dari itu, tak ada apa-apa. Tempat ini
sebetulnya sepi. Satu-satunya kabar menarik yang kami dengar, adalah, nama
padang rawa sunyi yang terbentang dari sini sampai ke pesisir. Namanya Rawa
Rahasia." "Kenapa namanya begitu?" tanya Dick ,Ingin tahu. "Apakah mungkin karena pada
jaman dulu pernah ada sesuatu kejadian rahasia di situ?"
"Entahlah," jawab Anne. "Kurasa yang sekarang masih mendatangi tempat itu cuma
kaum kelana saja. Kemarin ada seorang anak dari kaum kelana Itu ke mari. ia
menuntun seekor kuda yang cedera kakinya. Kata anak itu, kaumnya harus pergi ke
Rawa Rahasia. Aku tak mengerti apa sebabnya mereka mau mendatangi tempat yang
begitu terpencil. Di sana sama sekali tidak ada pertanian. Sedang pondok saja,
juga tidak ada." "Kaum kelana, kadang-kadang memang aneh jalan pikirannya." kata Henry menyela.
'Tapi aku senang melihat cara mereka meninggalkan pesan untuk kaum mereka yang
menyusul. Dalam bahasa mereka, sebutannya patrin."
"Patrin" Ya, aku juga sudah pernah mendengar istilah itu," kata Dick. "Itu kan
ranting-ranting serta dedaunan yang diatur menurut pola tertentu?"
"Betul," kata Henry. "Pak Kebun kami di rumah pernah menunjukkan ranting-ranting
yang diatur begitu di luar pintu pagar belakang rumah kami. Katanya, itu pesan
untuk teman sekaum yang datang kemudian. Pak Kebun bahkan menjelaskan maknanya."
"Lalu - maknanya apa?" tanya Julian.
'Tanda itu artinya, 'Jangan mengemis di rumah ini. Pemiliknya jahat. Tidak suka
memberi'," kata Henry sambil tertawa. "Setidak-tidaknya, begitulah kata Pak
Kebun padaku ," "Kita bisa menanyakan pada anak laki-laki dari kaum kelana Itu, yang datang
dengan kuda belang yang cedera," kata Anne. "Mungkin saja ia akan menunjukkan
beberapa tanda pesan pada kita. Aku kepingin belajar membuat tanda-tanda seperti
itu. Siapa tahu ada gunanya nanti ,"
"Betul. Dan kita juga bisa menanyakan padanya, apa sebabnya kaum kelana pergi ke
Rawa Rahasia," kata Julian, ia bangkit dari kursinya, sambil membersihkan remahremah biskuit yang menempel pada jasnya. "Yang sudah pasti, mereka bukan ke sana
karena iseng belaka ,"
"He - ke mana George?" tanya Dick. "Asal jangan merajuk saja anak itu ,"
Ternyata George ade dalam salah satu kandang kuda. Anak itu sibuk menggosok bulu
seekor kuda. ia menggosok dengan begitu bersemangat, sehingga kuda itu heran
dibuatnya. George menyibukkan diri.
guna menghilangkan rasa jengkel yang melanda dirinya saat itu. ia tidak ingin
merusak suasana libur Julian Dick dan Anne. Tapi Henrietta konyol itu memang
benar-benar keterlaluan. Menyongsong kedatangan kedua saudara sepupunya, sambil
berlagak menjadi anak laki-laki. Tapi Dick dan Julian juga keterlaluan - masak
sama sekali tidak menduga anak itu sebenarnya perempuan ,
"Ah, di sini kau rupanya, George."
George menoleh, ketika mendengar suara Dick di ambang pintu kandang.
"Sini, biar kubantu kata Dick lagi. "Wah, warna kulitmu coklat sekarang. Dan
semakin banyak saja bintik-bintik di mukamu ,"


Lima Sekawan 13 Rawa Rahasia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mau tak mau, George nyengir juga mendengar perkataan itu. Dilontarkannya sikat
kuda ke arah Dick. "Nih, kalau benar-benar mau bekerja," kata George. "Kau dan Julian juga
bermaksud akan menunggang kuda" Di sini banyak kuda , Tinggal pilih saja, mau
yang mana." Dick merasa lega, melihat George nampaknya sudah tidak marah-marah lagi.
"Ya, tentunya senang bisa pesiar seharian dengan kuda," katanya. "Bagaimana
kalau besok" Kita bisa pergi menyelidiki Rawa Rahasia barang sedikit."
"Setuju," kata George, ia mulai sibuk, menaburkan jerami ke dasar kandang. 'Tapi
tidak bersama anak perempuan itu," tambahnya. Tampangnya tak kelihatan, karena
tertutup jerami yang sedang diangkat olehnya.
"Anak perempuan yang mana?" tanya Dick pura-pura tidak tahu. "Ah, maksudmu si
Henry" Aku selalu menganggapnya anak laki-laki. Tidak, dia tidak usah diajak.
Kita berlima saja, seperti biasanya."
"Kalau begitu, beres," kata George senang. "Nah, itu Julian datang. Ayo bentu
dong, Jul" George senang sekali bisa berkumpul kembali bersama kedua saudara sepupu lakilaki itu. Bercanda, tertawa, ejek-mengejek. Siang itu mereka semua pergi ke
lapangan. Dick dan Julian mengisahkan pengalaman mereka berkemah. Suasana saat
itu seperti dulu-dulu. Timmy ikut-ikut senang. Didatanginya anak-anak satu
persatu, sambil menjilat-jilat serta mengibas-ngibaskan ekor.
"Sudah tiga kali dengan ini mukaku kautampar dengan ekormu. Tim," kata Dick
sambil mengelak. "Tidak bisa melihat sebentar ke belakang, supaya tahu di mana
mukaku?" Si Timmy menggonggong dengan gembira. An jing itu berpaling untuk menjilat Dick.
Ekornya yang mengibas-ngibas terus, sekali itu menyapu muka Julian ,
Saat itu terdengar ada orang menerobos pagar semak di belakang mereka. Sikap
George langsung berubah, karena menyangka yang datang itu Henrietta. Timmy
menggonggong dengan keras.
Tapi ternyata yang muncul bukan Henrietta, melainkan anak kaum 'kelana yang
datang sehari sebelumnya. Tampangnya yang kumal nampak coreng-moreng. Rupanya ia
habis menangis. "Aku hendak menjemput kuda," kata anak itu. "Kalian tahu di mana dia?"
"Kudamu masih belum bisa berjalan," kata 'George. "Kan sudah dikatakan juga oleh
Kapten Johnson , Ada apa" Apa sebabnya kau menangis?"
"Dipukul ayahku," kata anak itu. "Aku d tempe lengnya sampai terpelanting."
"Apa kesalahanmu?" tanya Anne.
"Karena kuda itu kutinggal di sini," kata anak itu lagi. "Sedang kata ayahku,
kuda itu cuma memerlukan obat sedikit serta dibalut kakinya. Soalnya, ia hendak
berangkat hari ini juga, bersama caravan-caravan lainnya."
"Yah, kudamu itu sungguh-sungguh belum bisa diambil sekarang," kata Anne.
"Berjalan saja tak mampu, apalagi menghela caravan , Kau kan tak mau Kapten
Johnson melaporkan pada polisi bahwa kalian mempekerjakan kuda yang tidak sehat"
Kau kan tahu. Kapten Johnson tidak main-main sewaktu berkata begitu?"
"Ya, aku tahu. Tapi kuda itu harus kuambil," kata anak kelana itu. "Aku tak
berani pulang tanpa dia. Bisa setengah mati aku nanti, dipukul ayahku."
"Rupanya ia sendiri tidak berani datang, dan karenanya lantas kau yang disuruh,"
kata Dick jengkel. Anak kelana itu diam saja. ia mengusap mukanya dengan lengan kemeja yang dekil.
Terdengar bunyi hidung disedot.
"Pakai sapu tanganmu," kata Dick. "Kau ini tak pernah mencuci muka rupanya, ya?"
"Memang," kata anak kelana Itu. ia nampak heran mendengar pertanyaan itu.
"Kasihlah kuda itu. Sungguh, aku pasti akan dihajar habis-habisan, jika kembali
tanpa dia." Anak itu mulai menangis lagi. Julian serta saudara-saudaranya merasa kasihan
melihatnya. Anak itu berbadan kurus ceking. Kelihatannya menderita. Dan tak
henti-hentinya ia menyedot ingus yang meleleh.
"Namamu siapa?" tanya Anne.
"si Ingus," kata anak itu. "Ayahku selalu memanggil aku begitu."
Nama itu memang cocok untuknya. Tapi ayahnya pasti jahat sekali ,
"Kau tidak punya nama yang sebenarnya?" tanya Anne.
"Ada, tapi aku sudah lupa," jawab si Ingus. "Biarlah kuda Itu kubawa. Ayahku
menunggui" Julian berdiri.
"Akan kudatangi ayahmu, untuk memintanya agar jangan keterlaluan begitu. Di mana
dia?" "Di sebelah sana," kata si Ingus sambil menyedot ingus keras-keras, ia menunjuk
ke seberang pagar. "Aku ikut juga," kata Dick. Akhirnya semua ikut. Mereka berjalan melewati pintu
gerbang pagar. Mereka melihat seorang laki-laki berdiri tidak jauh dari situ.
Orang itu berkulit gelap. Tampangnya masam. Rambutnya hitam ikal, tebal dan
bergelimang minyak. Di telinganya terpasang cincin emas yang besar, ia menoleh,
ketika rombongan anak-anak mendekat.
"Kuda Anda masih belum boleh berjalan," kata Julian. "Kata Kapten, besok atau
lusa baru bisa diambil."
"Aku minta sekarang," tukas orang itu. "Malam Ini juga, atau besok kami akan
berangkat menuju rawa. Aku tidak bisa menunggu selama itu."
"Kenapa buru-buru?" tanya Julian. "Rawa kan tidak pergi."
Laki-laki itu menarik muka masam ia berdiri dengan gelisah.
"Tidak bisakah Anda menunggu di sini dulu selama satu sampai dua malam, dan
setelah itu baru menyusul?" kata Dick.
"Begini saja, Yah! Ayah ikut dengan kawan-kawan," sela si Ingus bersemangat.
",kut saja dengan caravan Moses, sedang caravan kita Ayah tinggal dulu di sini.
Besok atau lusa aku menyusul dengannya ,"
'Tapi bagaimana kau bisa tahu jalannya?" tanya George.
si Ingus menepiskan tangannya dengan sikap meremehkan.
"Itu gampangi Mereka akan meninggalkan jejak patrin untukku," katanya.
"Ah ya, betul juga," kata Dick, ia ingat lagi, kaum kelana mahir dalam urusan
lacak-melacak. ia berpaling ke laki-laki yang nampaknya pendiam itu. "Nah,
bagaimana" Rasanya ide si Ingus ini baik, lagipula Anda sudah jelas tidak bisa
mengambil kuda itu hari ini."
Laki-laki itu berpaling, lalu mengatakan sesuatu pada si Ingus dengan nada
menukas. si Ingus nampak mengkerut mendengar kata-kata itu, seakan-akan terpukul
olehnya. Julian dan saudara-saudaranya tidak mengerti apa-apa. karena laki-laki
itu berbicara dalam bahasa kaum kelana yang sama sekali asing bagi mereka.
Kemudian laki-laki itu pergi, tanpa mengacuhkan anak-anak lagi. Nampak antinganting emasnya berkilauan kena sinar matahari.
"Apa katanya tadi?" tanya Julian.
si Ingus menyedot ingus dulu, sebelum menjawab.
"Dia marah sekali," katanya. "Katanya ia akan pergi bersama rombongan, sedang
aku disuruhnya menyusul dengan Clip. Itu nama kudaku. Clip harus menarik
caravan. Aku takkan apa-apa di sini malam ini, karena ada Liz."
"Siapa itu, Liz?" tanya Anne. Dalam hati ia berharap, semoga itu nama seseorang
yang mau berbaik hati pada anak malang yang berdiri di depannya itu.
"Liz itu anjingku," kata si Ingus. Untuk pertama kalinya anak itu tersenyum.
"Dia sengaja kutinggal, karena kadang-kadang suka iseng mengejar ayam. Sedang
Kapten Johnson tidak senang jika anjingku itu berbuat begitu."
"'Ya, tentu saja," kata Julian. "Jadi persoalan sudah beres. Besok kau boleh
datang menjemput kudamu - Clip atau Clop namanya" - yah, pokoknya besok kita
lihat, apakah dia sudah bisa berjalan lagi."
"Syukurlah," kata si Ingus sambil mengusap-usap hidung. "Aku tak ingin Clip
menjadi lumpuh. Tapi ayahku, galaknya tidak kepalang tanggung."
"Rupanya memang begitu," kata Julian, sambil memandang muka si Ingus yang nampak
ada bekas memar. "Kau datang saja besok ke sini , Kau bisa menunjukkan pada kami
beberapa bentuk patrin, bentuk pesan yang biasa dipergunakan kaum kelana. Kami
ingin mengenal beberapa buah."
"Aku akan datang," kata si Ingus berjanji, sambil mengangguk-anggukkan kepala.
"Dan kalian mau datang untuk melihat caravanku" Aku akan sendirian di sana, di
samping Llz." "Yah, kurasa boleh juga - daripada nganggur," kata Dick. "Ya, kami akan datang.
Tapi mudah-mudahan saja caravanmu itu tidak bau."
"Bau?" kata si Ingus tercengang. "Entah, aku tidak tahu apakah caravan itu bau
atau tidak. Nanti akan kutunjukkan beberapa patrin di sana. Dan Llz akan kusuruh
memamerkan kepintarannya. Anjingku itu sangat cerdik. Dulu pernah ikut sirkus."
"Kalau begitu Timmy perlu kita ajak, untuk melihat anjing pintar itu," kata
Anne. ia menepuk-nepuk Timmy, yang baru saja kembali dari berburu kelinci.
"Timmy, kau mau ikut melihat seekor anjing yang sangat pintar" Namanya Llz."
"Guk," gonggong Timmy, sambil mengibaskan ekornya dengan sopan.
"Baiklah," kata Dick. "Kami senang kau setuju. Tim. Kami semua akan berusaha
datang besok, Ingus - setelah kau melihat keadaan kudamu di sini. Tapi kurasa ia
masih belum bisa kaupergunakan. Kita lihat sajalah ,"
Bab 4 Tidur di Kandang Malam itu Dick dan Julian menginap dalam kandang. Menurut Kapten Johnson mereka
bisa memakai kasur yang akan diambilkan
dari dalam rumah. Atau boleh juga tidur di atas jerami, dengan dilapisi selimut
tebal. "Di atas jerami sajalah," kata Julian. "Itu pun sudah cukup. Kami bisa tidur
enak di atasnya." "Aku dan Anne ingin ikut tidur dalam kandang," kata George kepingin. "Kami belum
pernah tidur dalam kandang. Bolehkah, Kapten Johnson?"
'Tidak, Untuk kalian tersedia tempat tidur, yang sudah kalian bayar sewanya,"
kata Kapten. Lagi pula anak-anak perempuan tidak bisa berbuat begitu. Juga
mereka yang berlagak seperti laki-laki, George ,"
"Kalau aku, sudah sering tidur dalam kandang," kata Henrietta. "Di rumah jika
kebetulan sedang banyak tamu, aku selalu tidur di luar - di atas jerami."
"Kasihan kuda-kudanya ," kata George. "Kenapa kasihan?" sambut Henry dengan
segera. "Habis - pasti tidak bisa tidur sepanjang malam, terganggu bunyi
dengkurmu," kata George-Henry mendengus kesal, lalu pergi ke luar. Menjengkelkan
sekali bahwa ia selalu tidur mendengkur. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa
untuk mencegahnya. "Tak apalah, Henrietta ," seru George dari dalam. "Dengkurmu itu kedengarannya
jantan ," "Diam. George ," kata Dick, ia kaget, mendengar George tiba-tiba begitu cerewet.
"Jangan aku yang kausuruh tutup mulut," tukas George. "Bilang sama Henrietta ,"
"Jangan keras kepala, George," kata Julian menyabarkan. Tapi ucapan itu pun
diterima oleh George dengan perasaan tidak senang, ia melangkah ke luar dengan
sikap kaku dan tersinggung. Persis seperti dilakukan Henry sebelumnya ,
"Uahh," keluh Anne. "Begini terus keadaannya dari saat awal. Mula-mula Henry,
lalu George - sudah itu George dulu, disusul oleh Henry , Kedua- , nya memang
sama-sama konyoli" Anne pergi melihat tempat kedua abangnya akan tidur malam itu. Mereka disuruh
menempati sebuah kandang kecil, yang bisa dibilang kosong. Yang ada di situ cuma
kuda si Ingus. Kuda kecil itu berbaring dengan sabar. Kakinya yang dibalut
terjulur lurus di lantai kandang. Anne menepuk-nepuk dan mengelus-elus tubuh
kuda itu. Kuda itu kecil dan jelek rupanya. Tapi matanya bagus, kelihatan
memandang penuh kesabaran.
Jerami yang akan dijadikan tempat berbaring Dick dan Julian cukup banyak
tersedia di situ. Kecuali itu masih ada pula beberapa lembar selimut tua.
Menurut perasaan Anne, pasti nyaman tidur di situ.
"Mandi dan lain-lainnya, bisa kalian lakukan di da- lam rumah," katanya.
"Setelah itu ke mari untuk tidur. Enak ya, bau jerami ini. Mudah-mudahan kalian
nanti tidak terganggu oleh kuda itu. Mungkin akan agak lasak, jika kakinya yang
cedera terasa sakit."
"Malam ini takkan ada yang bisa mengganggu tidur kami ," kata Julian. "Hidup
berkemah di udara terbuka, dengan angin bertiup dari atas bukit - kami pasti
akan tidur nyenyak nanti. Kurasa kami akan merasa senang di sini, Anne. Suasana
di sini sunyi dan tenang."
Saat itu George menjengukkan kepala dari ambang pintu.
"Kalau kalian mau, bisa kupinjamkan Timmy," katanya, ia ingin sekali berbuat
sesuatu, untuk melenyapkan perasaan tidak enak yang ditimbulkan oleh sikapnya
yang mengambek tadi. "He, Georgel kata Julian sambil menoleh. "Terima kasih, tapi tidak usah. Aku
tidak ingin tertindih oleh Timmy nanti malam, jika ia mencari tempat yang paling
empuk untuk berbaring , Nah, nah , Sekarang ia mau memamerkan cara membuat
lubang tempat berbaring , He, Tim - ayo kaluar dari jeramiku ,"
Sementara anak-anak berbicara, ternyata Timmy naik ke atas jerami dan berputarputar di atasnya. Anjing Itu berbuat seakan-akan hendak membuat tempat baring.
Kemudian ia duduk lurus-lurus sambil memandang anak-anak. Moncongnya terbuka,
sedang lidahnya terjulur ke samping.
"Timmy tertawa," kata Anne. Memang, Timmy saat itu kelihatan seperti sedang
menertawakan mereka. Anna merangkulnya dengan gemas. Timmy menjilat Anne, lalu
mulai lagi dengan kesibukannya berputar-putar di atas jerami.
Saat itu ada orang datang sambil bersiul nyaring. Oreng Itu menjenguk ke dalam
kandang. "Ini ada dua buah bantal untuk kalian," kata orang itu, yang tidak lain daripada
Henry lagi. "Kata Bu Johnson., kalian memerlukannya
"Wah, terima kasih banyak, Henry," kata Julian, sambil menerima bantal-bantal
yang dilemparkan. "Kau baik hati, Henrietta," kata George dengan suara d genit genitkan
"Ah, ini kan tidak apa-apa, Georgina," jawab Henry. Dick dan Julian tertawa
terbahak-bahak mendengar ulah kedua anak perempuan itu. Untung saat itu
terdengar bunyi lonceng, memanggil makan malam. Dengan segera mereka berbondongbon-dong menuju ke rumah induk. Entah kenapa, tapi di situ anak-anak seperti
selalu merasa lapar terusl
Malam itu anak-anak perempuan kelihatan lain dari biasanya. Soalnya, mereka
harus menukar pakaian sehari-hari mereka yang kotor dan bau, dengan gaun. Anne,
Henry dan George cepat-cepat pergi berganti pakaian, sebelum Bu Johnson
membunyikan lonceng sekali lagi. Bu Johnson selalu memberikan waktu sepuluh
menit bagi mereka, ia tahu, mungkin anak-anak masih ada tugas dengan kuda-kuda
di kandang. Tapi jika lonceng panggilan makan malam berbunyi untuk kedua
kalinya, semua diharuskan sudah hadir di meja makan.
George kelihatan manis malam itu. Rambutnya yang ikal, cocok sekali dengan rok
dan blus yang dipakainya. Tapi Henry" Wah, tampangnya jadi kelihatan aneh,
dengan rok yang berjumbai-jumbai.
"Kau kelihatannya seperti anak laki-laki memakai rok," kata Anne. Ucapan itu
menyenangkan Henry. Tapi George langsung cemberut.
Pembicaraan saat makan, terutama mengenai berbagai perbuatan hebat yang pernah
dilakukan oleh Henry. Rupanya ia bukan anak tunggal. Saudara laki-lakinya ada
tiga orang. Segala macam yang telah dikakukan oleh Henry bersama mereka. Dan
kalau menurut cerita Henry, ia jauh lebih hebat dari saudara-saudaranya itu,
Mereka naik perahu layar, sampai ke Norwegia. Mereka juga pernah berolahraga
jalan kaki, dari London sampai New York. Bayangkan, menempuh -jarak sekitar 200
mil - jalan kaki , "Dick Turpin juga ikut dengan kalian?" tanya George menyindir. "Dan dia
menunggang kudanya, Bess" Tentunya keu tiba jauh lebih dulu daripada dia ya ,"
Henry tak mengacuhkan, walau secara tidak langsung George mengatakan bahwa ia
bohong. Orang yang disebutnya itu tokoh kisah petualangan yang serba hebat.
Henry melanjutkan penuturannya mengenai berbagai perbuatan luar biasa yang
dilakukan olehnya bersama saudara-saudaranya. Berenang menyeberangi sungai yang
lebar, mendaki gunung Snowdon sampai ke puncak - wah, kelihatannya belum pernah
ada kegiatan yang belum pernah dilakukan oleh anak itu ,
"Kau ini sepantasnya memang menjadi anak laki-laki, Henry," ujar Bu Johnson. Dan
justru kalimat itulah yang diinginkan anak itu diucapkan oleh setiap orang ,
"Henry, apabila kau sudah mengisahkan pengalamanmu mendaki Gunung Everest dan
tiba di puncaknya lebih dulu dari siapa pun juga, bagaimana jika kauselesaikan
makanmu dulu," kata Kapten Johnson, yang sudah bosan sekali mendengar Henry
mengoceh terus. George tertawa keras-karas. ia tertawa bukan karena menganggap ucapan Kapten itu
lucu. Bukan , ia tertawa, karena ia selalu memanfaatkan setiap kesempatan yang
ada untuk menertawakan Henry. Sedang Henry, ia menghabiskan sisa makanan yang
masih ada di piring dengan cepat-cepat, ia senang sekali memikat perhatian
setiap orang dengan kisah-kisahnya yang serba luar biasa, George tak mau percaya
pada sepatah kata pun dari kisah-kisahnya itu. Tapi menurut Dick dan Julian,
mungkin saja anak perempuan yang jangkung dan langsing tapi kekar itu bisa
bertindak secekatan saudara-saudaranya yang laki-laki.
Sehabis makan malam, masih ada beberapa tugas yang masih harus diselesaikan.
Henry tidak mau dekat-dekat pada George, ia tahu pasti, anak itu tentu sudah
siap dengan kata-kata menusuk lagi. Tapi masa bodoh, Pokoknya anak-anak yang
lain, mereka beranggap dia hebat, ia cepat-cepat menukar gaunnya yang berjumbaijumbai dengan pakaian yang sehari-hari lagi. Padahal sebentar lagi semua sudah


Lima Sekawan 13 Rawa Rahasia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus masuk ke tempat tidur masing-masing.
George dan Anne ikut ke kendang dengan Julian serta Dick. Mereka sudah
mengenakan pakaian tidur. Keduanya berjalan sambil menguap lebar-lebar.
"Kalian membawa senter?" tanya George. "Di kandang dilarang menyalakan lilin.
Soalnya, jerami bisa terbakar nanti. Nah, selamat tiduri Mudah-mudahan saja
Henrietta konyol itu tidak muncul ke sini pagi-pagi sekali, bersiul-siul dengan
kurang ajar sehingga kalian terbangun olehnya ,"
"Takkan ada yang bisa membangunkan aku malam ini," kata Julian sambil menguap
lebar sekali, ia merebahkan diri ke atas jerami, sambil menarik selimut untuk
menutupi tubuh. "Wah, nyaman sekali tidur di sini. Paling enak tidur di
pembaringan beralas jerami."
Anne dan George tertawa. Kedua anak laki-laki itu memang nampak enak berbaring
di situ. "Selamat tidur," kata Anne. Kemudian ia menuju ke rumah induk, seiring dengan
George. Tak lama kemudian, semua lampu di rumah padam. Henry sudah tidur. Dan seperti
biasa, ia mendengkur. Henry tidur dalam kamar tersendiri. Kalau tidak, pasti
terbangun teman sekamarnya karena dengkurnya itu. Tapi biar begitupun Anne dan
George masih bisa mendengar bunyinya dengan jelas. Ngrokk, ngrokk - krrk ngroookk! "Sialan Henrietta ," umpat George dengan suara mengantuk. "Ribut sekali
tidurnya. Anne, dia jangan boleh ikut jika kita pesiar berkuda besok. Kaudengar
kataku, Anne?" "Tidak begitu jelas," gumam Anne, yang sudah setengah tidur. "Selamat tidur,
George ," Dalam kandang di luar, Dick dan Julian tidur nyenyak, berselubung selimut tua.
Di dekat mereka, kuda belang kepunyaan si Ingus bergerak-gerak dengan gelisah.
Tapi Dick maupun Julian, sama sekali tak mendengarnya. Seekor burung hantu
terbang melayang di atas kandang, mencari tikus untuk dijadi kan mangsa. Burung
itu berteriak keras. Maksudnya hendak mengejutkan tikus yang mungkin ada di
situ, sehingga lari ke (uar. Dan kalau ada tikus lari, burung hantu itu sudah
siap menyambar dengan kuku-kukunya yang tajam.
Bunyi teriakan burung hantu itu pun tidak bisa membangunkan kedua anak laki-laki
itu. Clip, kuda kaum kelana tiba-tiba bergerak, ia menoleh ke arah pintu
kandang. Dilihatnya palang pintu bergerak pelan-pelan, Ada orang menggesernya
dari luar. Telinga Clip langsung menegak, ketika terdengar bunyi menggeresek
lirih. Diperhatikannya daun pintu. Siapakah orang yang datang di tengah malam" Mudahmudahan saja si Ingus. si Ingus selalu baik terhadap dia. Clip merasa sedih,
karena dipisahkan dari anak itu. Dicobanya menangkap bunyi sedotan hidung, tanda
bahwa yang datang memang anak itu. Tapi Clip tak mendengar apa-apa.
Pintu terbuka pelan sekali. Sama sekali tak terdengar bunyi berderik. Clib
melihat langit gelap di luar, bertaburan bintang kemerlip. ia melihat sesosok
tubuh - bayangan gelap di depan latar belakang langit hitam.
Bayangan itu menyelinap masuk ke dalam kandang, sambil berbisik, "Clip ,"
Kuda kecil itu meringkik pelan. Ternyata yang datang bukan si Ingus, tapi ayah
anak itu. Clip tidak suka pada laki-laki itu. Orang itu cepat sekali memukul dan
menendang. Bahkan tidak segan-segan mengayunkan cambuk. Clip berbaring diamdiam. Dalam hati ia bingung, kenapa orang itu datang begitu malam.
Laki-laki yang datang itu tidak tahu bahwa Dick dan Julian tidur dalam kandang,
ia tadi masuk dengan hati-hati, karena menyangka dalam kandang ada kuda-kuda
lain. ia tidak mau mengagetkan mereka, sehingga meringkik dan mengentak-entakkan
kaki ketakutan, ia tidak membawa senter. Tapi matanya yang tajam langsung bisa
melihat Clip, yang berbaring di atas jerami.
Orang itu berjingkat-jingkat mendekati. Tapi tahu-tahu ia tersandung kaki
Julian, yang terjulur ke luar dari jerami tempatnya berbaring. Orang itu jatuh
tersungkur. Julian langsung bangun dan duduk
"Siapa itui Ada apa?" katanya.
Kelana yang terjatuh segera merunduk di sisi Clip, ia membisu, tak bersuara
sedikit pun. Julian mulai sangsi. Jangan-jangan ia cuma bermimpi tadi. Tapi
kakinya jelas terasa sakit. Jadi pasti ada yang menginjak, atau terbentur ke
situ. ia membangunkan Dick.
"Mana senter" He, lihatlah pintu kandang terbuka. Cepat, Dick - mana senter"!"
Senter akhirnya berhasil ditemukan, dan langsung dinyalakan oleh Julian. Mulamula ia tidak bisa melihat apa-apa. Soalnya, laki-laki tadi sudah cepat-cepat
masuk ke dalam bilik tempat Clip, lalu bersembunyi di balik kuda itu. Tapi
kemudian cahaya senter menerangi dirinya.
"He - ini kan ayah si Ingus "kata Julian. "Ayo bangun , Cari apa kau di sini,
pada tengah malam?" Bab 5 George Sakit Kepala Sambil cemberut, orang itu bangkit. Anting-anting di telinganya berkilauan
ditimpa cahaya senter. "Aku datang untuk menjemput Clip," katanya. "Kuda itu kan kepunyaanku ,"
"Kan sudah dikatakan, ia belum mampu berjalan," tukas Julian. "Kau ingin dia
menjadi pincang untuk selama-lamanya" Mestinya kau kan cukup tahu tentang kuda,
kapan bisa disuruh bekerja dan kapan tidak?"
"Aku harus menurut perintah," kata orang itu. "Aku harus membawa caravanku,
bersama yang lain-lainnya."
"Siapa bilang begitu?" kata Dick mencemooh.
"Barney Bosweli yang bilang," kata orang itu. "Dia kepala rombongan kami di
sini. Kami harus berangkat bersama-sama besok."
"Tapi kenapa harus begitu?" tanya Julian heran "Kenapa mesti buru-buru" Ada
rahasia apa di balik kesemuanya ini?"
"Sama sekali tak ada rahasia," kata orang itu, yang masih tetap cemberut. "Kami
cuma hendak pergi ke rawa."
"Apa yang akan kalian lakukan di sana?" tanya Dick ingin tahu. "Menurut
perasaanku, tempat itu sama sekali tak ada apa apanya Setidak-tidaknya,
begitulah yang kudengar."
Laki-laki itu cuma mengangkat bahu. ia tak mengatakan apa-apa lagi. ia berpaling
ke arah Clip, seperti hendak menyuruhnya bangun. Tapi Julian langsung membentak.
"Jangan ," tukasnya. "Kalau kau tak peduli akan mencederakan seekor kuda, aku
takkan diam saja , Kau cuma perlu bersabar satu dua hari saja. Setelah itu,
pasti ia sudah sembuh lagi. Kau tak boleh membawanya pergi malam ini. Dick,
bangunkan Kapten Johnson, ia akan tahu, apa yang harus diperbuat."
"Jangan," kata laki-laki itu dengan masam. "Jangan bangunkan siapa-siapa. Aku
akan pergi. Tapi usahakan agar Clip diserahkan pada si Ingus selekas mungkin.
Kalau tidak, tahu rasa nanti. Mengerti?"
Ditatapnya Julian dengan sikap mengancam.
"Jangan merengut begitu," kata Julian. "Untung kau mau mengerti. Sekarang keluar
Pergilah dengan kawan-kawanmu besok. Akan kuusahakan agar kuda ini diserahkan
pada si Ingus selekas mungkin."
Laki-laki itu berjalan ke pintu, lalu menyelinap ke luar. Julian pergi
memperhatikan dia berjalan melintasi pekarangan. Dalam hati Julian bertanyatanya, mungkinkah orang itu akan mencoba mencuri seekor ayam, atau bebek yang
tidur di sisi telaga. Begitu saja, untuk melampiaskan kekesalan hatinya.
Tapi tak terdengar bunyi berkotek dengan tiba-tiba. Begitu pula tak ada suara
bebek meleter. Ternyata orang itu pergi begitu saja, dengan gerak menyelinap.
"Aneh," kata Julian, sambil memasang palang pintu kembali. Palang itu lantas
diikatnya dengan seutas tali yang kuat, sehingga tidak bisa dibuka lagi dari
luar. "Nah , Kalau orang itu datang lagi, akan dilihatnya bahwa ia tidak bisa
masuk sekarang. Dasar nekat, seenaknya ke mari tengah malam ,"
Julian merebahkan diri kembali ke atas Jerami.
"Rupanya ia tadi tersandung kakiku," katanya. "Kaget aku dibuatnya. Untung bagi
Clip, kita tidur di sini malam ini. Coba kalau tidak, besok ia akan sudah
disuruh menghela gerobak berat. Pasti jalannya akan pincang lagi. Hih, aku tak
suka pada orang itu ,"
Setelah itu Julian tertidur lagi. Begitu pula halnya dengan Dick.
Keesokan paginya, kedua anak itu melaporkan pada Kapten Johnson tentang
kedatangan laki-laki kaum kelana itu. Kapten mengangguk.
"Memang, sebetulnya kalian perlu kuperingatkan, bahwa ia mungkin akan muncul,"
katanya. "Orang-orang itu, tidak selalu merawat kuda-kuda mereka dengan baik.
Yah, untung kau berhasil menyuruhnya pergi. Kurasa paling cepat baru lusa Clip
bisa diperbolehkan berjalan lagi. Tak ada salahnya membiarkan hewan malang itu
beristirahat selama beberapa hari. si Ingus bisa dengan mudah menyusul yang
lain-lainnya kemudian."
Kelihatannya hari itu anak-anak akan bisa bersenang-senang. Julian beserta
ketiga saudaranya bermaksud hendak pesiar naik kuda, setelah selesai mengurus
kuda-kuda serta menyelesaikan tugas-tugas yang periu dikerjakan. Kata Kapten
Johnson, Julian boleh meminjam kuda tunggangannya yang kokoh, dan Dick mendapat
kuda yang bagus. Berbulu coklat kemerahan, dengan keempat ujung tungkai berwarna
putih mulus. Sedang Anne dan George menunggang kuda yang biasa mereka pakai.
Sementara itu Henry mondar-mandir terus di dekat mereka. Tampangnya kelihatan
sedih. Dick dan Julian merasa tidak enak.
"Sepatutnya kita juga mengajaknya." kata Dick pada Julian. "Rasanya jahat jika
ia ditinggal di sini. bersama anak-anak kecil."
"Ya. aku tahu. Aku sependapat denganmu," kata Julian. "Coba ke mari, Anne ,
Tidak bisakah kau menyarankan pada George, agar Henry kita ajak juga" Aku tahu,
anak itu sebenarnya kepingin ikut."
"Ya, memang," kata Anne. "Aku juga merasa tak enak karenanya. Tapi jika Henry
kita ajak, George pasti marah. Kedua anak itu benar-benar tidak bisa cocok satu
sama lainnya. Aku tak berani menyarankan pada George supaya Henry diajak, Ju."
"Ah, ini kan konyol namanya ," kata Julian jengkel. "Bayangkan, kita tak berani
bertanya pada George, agar kita diperbolehkan mengajak anak laini George perlu
memakai akal sehatnya sedikit. Aku suka pada Henry. Memang - anak itu senang
membual, dan aku tak begitu percaya pada segala ocehannya itu. Tapi anaknya baik
hati, dan enak untuk diajak berteman. He, Henry!"
"Ya, aku datangi" balas Henry berteriak, ia datang berlari-lari. Tampangnya
penuh harap. "Maukah kau ikut dengan kami?" tanya Julian. "Kami semua akan berpesiar hari
ini. Kau masih ada pekerjaan yang perlu diselesaikan" Atau bisakah kau ikut?"
"Bisakah aku ikut" Tentu saja ," kata Henry bergembira. "Tapi - tahukah George?"
"Nanti akan kubilang padanya," kata Julian, ia lantas pergi mencari George. Anak
itu sedang sibuk menolong Bu Johnson memasukkan bekal makanan ke dalam tas-tas
pelana. Julian langsung mengemukakan persoalan yang hendak disampaikan.
"George," katanya, "Henry ikut juga. Cukupkah bekal itu untuk kita semua?"
"Wah, bagus - kalian mau mengajak dia," kata Bu Johnson dengan gembira. "Dia
memang kepingin sekali ikuti Seminggu ini ia rajin sekali bekerja, ketika kami
kekurangan tenaga. Sudah selayaknya ia menerima ganjaran yang menyenangkan.
Betul kan, George?" George menggumam aneh, lalu pergi meninggalkan tempat itu dengan muka merah.
Julian melongo memandangnya. Alisnya terangkat ke atas.
"Kurasa George tidak begitu senang mendengarnya," kata Julian. "Kurasa hari ini
suasana bisa tidak enak. Bu Johnson."
"Ah, jangan perhatikan George, jika ia sedang konyol," kata Bu Johnson tenang,
sementara ia terus sibuk memasukkan roti-roti sandwich yang kelihatannya enak ke
dalam sebuah kantong kertas. "Dan begitu pula jangan perhatikan Henry, jika ia
yang sedang aneh. Nah , Aku akan heran sekali, jika makanan sebanyak ini bisa
kalian habiskan semuanya ,"
Saat itu William, yang tergolong anak-anak yang masih kecil, masuk ke situ.
"Banyak sekali makanan yang Anda bekalkan untuk mereka," katanya. "Masih
cukupkah sisanya untuk kita sendiri hari ini?"
"Astaga - tentu saja ," jawab Bu Johnson. "Kau ini, ingatnya cuma makan terus,
William , Coba panggil George. Bilang padanya, makanan sudah siap. Tinggal
dimasukkan olehnya ke dalam tas-tas pelana ,"
William pergi ke luar. Tak lama kemudian kembali lagi.
"Kata George, ia sakit kepala," katanya, "ia tidak bisa ikut pesiar."
Julian kaget mendengar berita itu.
"Sekarang dengar kataku, Julian," kata Bu Johnson, sambil memasukkan bungkusanbungkusan dengan hati-hati ke dalam tas-tas pelana, "biarkan saja anak itu
dengan kepalanya yang katanya sakiti Janganlah kalian ribut-ribut mengenainya,
meminta agar ia mau ikut dan mengatakan bahwa Henry tidak jadi diajak. Ambillah
sikap percaya bahwa ia benar-benar sakit kepala, lalu pergi saja sendiri tanpa
dia. Percayalah - itu jalan paling cepat untuk membuatnya normal kembali ,"
"Ya, kurasa Anda benar," kata Julian dengan kening berkerut. Bukan main - anak
sebesar George masih merajuk kayak anak kecili Padahal sudah begitu sering
mereka mengalami petualangan bersama-sama , Dan penyebabnya, cuma karena Henry
ikut. Bukan maini "Di mana dia?" tanya Julian pada William.
"Di atas, di kamarnya," kata William, yang saat itu sedang sibuk memungut dan
memakan remah-remah makanan yang tercecer di meja. Julian lalu pergi ke luar. ia
berdiri di tengah pekarangan, ia tahu, kamar tidur George dan Anne terletak di
belakang jendela yang mana. Julian mendongak, lalu berseru kuat-kuat.
"He, George , Sayang kau sakit kepala , Kau yakin tidak bisa ikut?"
"Ya," terdengar belasan nyaring dari atas, disusul dengan bunyi jendela yang
ditutup keras-keras. "Baiklah kalau begitu , Sayang kau tidak bisa ikut," Seru Julian lagi. "Mudahmudahan nanti sakit kepalamu hilang. Nah, sampai nanti i"
Dari arah jendela sebelah atas tak terdengar jawaban. Tapi ketika Julian
melintasi pekarangan menuju ke kandang-kandang kuda, ia diperhatikan oleh
seseorang yang tampangnya terheran heran George yang mengintip dari belakang
tirai, ternyata kaget melihat Julian menerima begitu saja alasannya bahwa ia
sakit kepala. George kaget sekali, karena ternyata ia ditinggal sendiri, ia
marah pada Henry, dan juga pada yang lain-lainnya, yang menyebabkan ia sekarang
terjebak , Julian mengabarkan pada yang lain-lainnya bahwa George sakit kepala, jadi tidak
bisa ikut. Anne langsung merasa kasihan, ia sudah hendak naik ke atas untuk
menghibur, tapi dilarang oleh Julian.
"Jangan , George ada dalam kamarnya. Biar saja ia sendiri, Anne. Ini perintah mengerti?" "Ya deh," kata Anne. ia agak lega, karena tidak jadi mendatangi George, ia
merasa yakin, sakit kepala George itu sebagian besar sebenarnya hanya
kemarahannya saja. Anne malas mendatangi anak itu, untuk kemudian membujukbujuknya sampai setengah jam.
Henry diam saja. ia kaget sekali ketika mendengar Julian mengatakan bahwa George
tidak jadi ikut. ia langsung tahu, anak itu sebetulnya sama sekali tidak sakit
kepalai Dialah yang sebenarnya menyebabkan kepala George sakit, ia lantas
menghampiri Julian. "Julian ," katanya. "Kurasa karena kau mengajak aku ikut, Georgina lantas tidak
jadi pergi. Aku tak mau merusak suasana. Pergilah padanya dan katakan, aku tidak
jadi ikut" Julian memandang Henry dengan perasaan berterima kasih.
"Kau baik hati," kata Julian. "Tapi kalau George mengatakan dia sakit kepala,
maka kita terima saja katanya itu. Lagipula kami mengajakmu, bukan karena hendak
sok sopan saja. Kami memang ingin mengajakmu ,"
"Terima kasih," kata Henry. "Yah, kalau begitu kita berangkat saja sekarang sebelum ada kejadian apa-apa lagi. Kuda-kuda kita sudah siap. Biar aku saja yang
membereskan tas-tas pelana."
Tak lama kemudian keempat anak itu sudah berada di atas punggung kuda masingmasing, yang berjalan melintasi pekarangan menuju pintu ger bang. George
mendengar bunyi kuda berjalan, lalu mengintip lagi dari balik tirai. Wah ternyata mereka benar-benar berangkat. Tak disangkanya anak-anak akan pergi
tanpa dia. George sangat kaget.
Apa sebabnya aku bertingkah seperti begitu tadi" Sekarang kedudukanku menjadi
sulit, pikir George yang malang. Sekarang Henrietta bisa bergaul sepanjang hari
bersama mereka, lalu bermanis-manis - hanya supaya aku semakin dinilai konyol.
Memang tolol aku ini, pikir George.
"Timmy, aku ini goblok, tolol dan keras kepala. Ya kan?"
Tapi tidak begitu pendapat Timmy. Tadi anjing itu bingung mendengar anak-anak
yang lain semua pergi tanpa dia dan George, ia pergi ke pintu, lalu mendengking-dengking di situ. Tapi kini ia kembali ke George, lalu meletakkan
kepalanya ke pangkuan anak itu. Timmy tahu, George saat itu sedang tidak enak
perasaannya. "Kau tak peduli bagaimana tingkah lakuku, ya Tim?" kata George, sambil mengeluselus kepala anjing kesayangannya itu. ",tulah segi paling baik dari seekor
anjing. Kau tak peduli aku salah atau tidak, pokoknya kau tetap sayang padaku.
Ya kan" Nah, hari ini kau jangan sayang padaku. Tim. Sikapku tadi benar-benar
konyol," Saat itu pintu kamar diketuk dari luar. Ternyata yang datang William lagi.


Lima Sekawan 13 Rawa Rahasia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"George, kata Bu Johnson jika sakit kepalamu berat, kau harus berganti pakaian
lalu masuk ke tempat tidur. Tapi jika sudah agak sembuh, kau disuruh turun dan
membantu merawat Clip, kuda kaum kelana."
"Aku datang," kata George, sambil menyingkirkan segala sisa perasaan merajuk
dengan segera. "Bilang pada Bu Johnson, aku langsung pergi ka kandang."
"Baiklah." kata William dengan sikap tenang seperti biasa. Kemudian ia pergi
lagi. George turun ke bawah bersama Timmy. Langsung pergi ke pekarangan, ia ingin
tahu. sudah sampai di mana anak-anak. Mereka sudah tak nampak lagi, bahkan di
kejauhan sekalipun juga tidak. Mungkinkah mereka akan bersenang-senang hari ini,
bersama Henry yang menjengkelkan itu" Huhh!
Kawan-kawannya itu, sementara itu sudah satu mil jauhnya dari istal. Kuda-kuda
mereka menderap dengan santai. Wah, asyik, Mereka akan bisa melancong sehari
penuh di Rawa Rahasia. Bab 6 Hari yang Menyenangkan Rawa rahasia," kata Dick, sementara mereka berempat berkuda terus. "Rasanya
cocok sekali nama itu. Lihatlah - betapa luas padang ini, penuh semak belukar."
Henry agak tercengang. "Sama sekali tak memberi kesan mengandung rahasia," katanya.
"Yah, ada suasana diam dan merenung di sini." kata Anne. "Seakan-akan pernah
mengalami kejadian hebat di masa silam. Dan kini menunggu-nunggu, menanti ada
kejadian lagi." "Diam dan merenung" Kedengarannya seperti induk ayam yang sedang mengeram," kata
Henry sambil tertawa. "Kalau pada malam hari, bisa kubayangkan tempat ini agak
misterius dan menyeramkan. Tapi siang hari, cuma berupa padang luas biasa saja,
baik untuk tempat melancong dengan kuda. Aku tidak bisa mengerti, apa sebabnya
dinamakan Rawa Rahasia."
"Kita cari saja keterangannya dalam salah satu buku, yang isinya tentang daerah
sekitar sini," kata Dick. "Kalau menurut dugaanku, namanya begitu karena di sini
pernah terjadi hal-hal aneh beberapa abad yang lalu. Maksudku, ketika orang
masih percaya pada dukun sihir dan sebangsanya."
Mereka berkuda tanpa menyusur jalan tertentu, tapi bergerak seenak hati sendiri.
Cuaca pada hari bulan April itu sangat cerah. Tercium bau rumput liar yang
segar, bercampur wangi bunga-bunga. Anne tidak henti-hentinya menarik napas
melalui hidung, mencium bau enak itu.
"Kau ini kedengarannya seperti si Ingus saja," kata Dick sambil memandang
adiknya. "Kau pilek ya?"
Anne tertawa. "Tidak," Jawabnya. "Tapi aku senang mencium bau tumbuh-tumbuhan di sini."
Tiba-tiba Julian menarik tali kendali kudanya.
"Lihatlah , Apakah yang bergerak di sebelah sana itu?" katanya. Anak-anak yang
tiga lagi semua me nyipitkan mata, menatap ke arah yang dimaksudkan olehnya.
"Eh, itu kan rombongan caravan kata Julian kemudian. "Ya, tentu saja , Bukankah
mereka bermaksud hendak berangkat hari ini" Wah - perjalanan yang berat, karena
aku tidak melihat ada Jalan di
sini." "Mau ke manakah mereka?" tanya Anne. "Ada apakah di sebelah sana?"
"Kalau mereka bergerak lurus terus, akhirnya mereka akan sampai di pesisir,"
kata Julian, setelah memikir sebentar. "Yuk kita ke sana, untuk melihat-lihat."
"Ya, setuju," kata Dick. Mereka lantas memalingkan kepala kuda kuda ke arah
kanan, lalu memacu hewan tunggangan mereka ke arah rombongan caravan yang nampak
di kejauhan. Rombongan itu kelihatan berwarna-warni. Rombongan itu terdiri dari
empat buah caravan. Dua berwarna merah, satu biru dan satu lagi kuning. Gerak
caravan-caravan itu sangat lambat. Masing-masing caravan dihela seekor kuda
bertubuh kecil tapi kuat.
"Kuda-kuda itu semuanya belang coklat putih,"
kata Dick. "Aneh, banyak sekali kaum kelana yang memiliki kuda belang. Kenapa
begitu, ya?" Ketika anak-anak sudah dekat ke rombongan kereta, terdengar suara orang berseruseru. Anak-anak melihat seorang laki-laki menunjuk-nunjuk ke arah mereka. Orang
itu ayah si Ingus. "Lihatlah, itu kan orang yang menyebabkan kita terbangun kemarin malam," kata
Julian pada Dick. "Ayah si Ingus Huh, tampangnya seperti tak pernah diurusi
Kenapa ia tidak memotong rambutnya?"
"Selamat pagi ," seru Dick, sementara mereka mendekati rombongan caravan. Tapi
sapaannya itu tak dijawab. Kaum kelana, baik yang menjalankan caravan maupun
yang berjalan kaki di samping kendaraan-kendaraan itu, semuanya menatap keempat
penunggang kuda yang yang baru datang dengan masam.
"Kalian mau ke mana?" tanya Henry. "Ke pesisir?"
"Bukan urusanmu," kata satu di antara anggota rombongan kelana, seorang lakilaki tua dengan rambut ikal beruban.
"Mereka perengut ya," kata Dick pada Julian. "Kurasa mereka menyangka kita ini
hendak memata-matai mereka. Pokoknya bermaksud tidak baik terhadap mereka , Aku
bingung, bagaimana mereka bisa mencari makan di tengah rawa terpencil begini. Di
sini kan tidak ada toko atau warung sama sekali. Mungkin mereka membawa bekal
makanan sendiri." "Kutanya saja pada mereka," kata Henry. Anak itu sama sekali tidak kecil
hatinya, menghadapi tatapan mata yang memandang dengan sengit, ia mengarahkan
kudanya, menghampiri ayah si Ingus.
"Bagaimana cara kalian mendapat makan dan minum?" tanya anak itu.
"Kami membawa makanan," jawab ayah si Ingus, sambil menyentakkan kepala ke arah
salah satu caravan. "Sedang air, kami tahu di mana ada mats air di daerah ini."
"Kalian akan lama berkemah di rawa?" tanya Henry. Menurut perasaannya, kehidupan
kaum kelana tentu sangat menyenangkan, untuk beberapa waktu, Bayangkan, hidup di
tengah padang belukar yang sedang bersemi, penuh dengan mawar liar yang mekar di
sudut-sudut terlindung. "Bukan urusanmu ," bentak si tua yang berambut ikal beruban. "Pergi dari sini jangan ganggu kami lagi ,"
"Yuk, Henry," ajak Julian, sambil berpaling hendak pergi. "Mereka tidak suka
jika kita bertanys-tanys. Mereka menganggap itu mencampuri urusan mereka, dan
bukan perhatian. Mungkin banyak hal yang perlu mereka sembunyikan, dan karenanya
mereka tidak suka kita mengutik ngut k Mereka ini tidak begitu membeda-bedakan
milik sendiri dan milik orang lain."
Sejumlah anak mengintip dari dalam caravan, ketika Julian dan rombongannya
lewat. Satu atau dua di antaranya lari-lari di luar. Tapi begitu Henry
mengarahkan kudanya menghampiri mereka, anak-anak itu langsung berpencar
ketakutan. "Yah-rupaya mereka memang tidak mau beramah-tamah," kata Henry, lalu
menggabungkan diri kembali pada ketiga temannya. "Kehidupan mereka aneh. Tinggal
dalam rumah beroda! Tak pernah menetap lama di satu tempat, tapi selalu
berpindah-pindah. Hup, Sultan! Susul kawan-kawan!"
Kudanya patuh, disusulnya ketiga kuda yang di depan. Jalannya hati-hati, supaya
tidak terperosok ke dalam liang kelinci yang banyak terdapat di situ. Henry
merasa bahagia. Enak rasanya berkuda di tengah udara cerah, disinari cahaya
matahari hangat. Ketiga kawannya tidak begitu sempurna kegembiraan mereka. Pikiran mereka
berulang kali melayang, teringat pada George. Mereka juga kehilangan Timmy.
Mestinya anjing itu berlari-lari mendampingi mereka, ikut menikmati pesiar hari
itu , Setelah berkuda beberapa waktu, rombongan caravan hilang dari penglihatan
mereka. Julian terus memperhatikan jalan yang mereka lalui, ia agak khawatir
kalau nanti tersesat, ia membawa kompas, dan dengannya selalu diteliti olehnya
arah yang dituju. "Bisa gawat jika sampai kemalaman di sini ," katanya. "Takkan ada orang yang
bisa menemukan kita."
Pukul setengah satu siang, mereka istirahat untuk makan. Wah, ternyata Bu
Johnson tidak setengah-setengah membekali mereka. Anak-anak makan dengan lahap.
"Ada minuman?" tanya Henry, ia disodori limun jahe satu botol. Orang ,Inggris
memang paling senang minum limun jahe. Henry meneguk minumannya dengan cepat,
karena ia haus sekali. "Apa sebabnya limun jahe paling enak rasanya kalau diminum sewaktu piknik?"
katanya. "Jauh lebih enak daripada kalau diminum sambil duduk-duduk di tempat
penjualannya. Biar diberi es pun, rasanya tidak seenak sekarang ,"
"Dekat sini rupanya ada mata air," kata Julian. "Kudengar bunyi menggeleguk
Anak-anak memasang telinga. Ya, betul - terdengar bunyi kecipak pelan. Anne
berdiri, hendak mencari tempat mata air itu. Tak lama kemudian ditemukan
olehnya, lantas dipanggilnya anak-anak. Mereka memperhatikan mata air itu. Suatu
kolam bundar berisi air sejuk kebiru-biruan, nampak menggenang sekitar satu
meter di bawah tempat mereka berdiri. Dari satu sisinya mengucur air jernih.
"Ini mestinya salah satu mata air yang biasa dipakai kaum kelana, jika mereka
sedang mengadakan perjalanan di daerah ini," kata Julian menduga, ia menadahkan
tangan ke bawah air jernih yang mengucur, lalu meminumnya.
"Hmm, enak, Sesejuk air dari kulkas," katanya. "Ciciplah, Anne."
Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan. Tapi di mana-mana, padang itu
kelihatannya sama saja. Rumput liar, semak belukar, dan di sana-sini mata air
yang mengucur ke dalam kolam atau parit. Serta beberapa batang pohon.
"Kurasa sekarang sudah waktunya kita pulang," ksta Julian kemudian, sambil
memandang arlojinya. "Sudah cukup jauh kita berkuda. Nanti dulu. Arah kembali
kurasa menuju ke letak matahari terbenam. Yuk ,"
Julian berkuda mendului, diikuti oleh yang lain-lainnya. Tak lama kemudian Dick
menarik tali kekang kudanya.
"Kau yakin ini arah yang betul, Ju" Rasanya kita salah jalan. Pemandangan di
sini lain daripada tadi. Tanah berpasir, lagipula tak begitu banyak belukar
tumbuh." Julian menghentikan kudanya, lalu memandang berkeliling.
"Ya, kelihatannya memang agak lain," katanya. "Tapi walau begitu, rasa-rasanya
arah kita sudah benar. Mungkin sebaiknya kita lebih ke barat sedikit. Coba jika
di hor son ada sesuatu yang bisa kita jadikan patokan. Tapi di padang datar ini
sama sekali tak ada sesuatu benda yang agak menjulang ke atas sedikit ,"
Anak-anak kembali meneruskan perjalanan. Tapi kemudian Henry tiba-tiba berseru,
"He, apa ini" Ke sinilah sebenta
Julian, Dick dan Anne membelokkan kuda mereka, menghampiri Henry. Anak perempuan
itu sudah turun dari kudanya, ia membungkuk, mengais-ngais di tengah rerumputan
yang tumbuh liar. "Nih - kelihatannya seperti ada rel di sini," katanya. "Sudah tua dan berkarat.
Tapi kan tak mungkin di sini ada rel?"
Sementara itu anak-anak semuanya sudah berlutut, sibuk mengais-ngais rumput dan
pasir yang menimbun di situ. Kemudian Julian duduk sambil merenung.
"Ya, ini memang rel," katanya. "Sudah tua, seperti katamu tadi, Tapi untuk apa
ada re! dipasang di sini?"
"Aku tak bisa menebaknya," kata Henry. "Aku tadi juga cuma secara kebetulan saja
menemukannya, karena nyaris tidak kelihatan tertimbun pasir dan rumput liar. Benar-benar tak
kuduga sama sekali ,"
"Rel ini, mestinya menuju dari suatu tempat ke tempat lain," kata Dick. "Mungkin
dulu di tengah padang ini ada tempat penggalian pasir atau batu. Dan rel ini
dipasang untuk tempat lewat lokomotif kecil yang menarik gerbong-gerbong guna
mengangkut pasir untuk dijual di kota."
"Ya, begitulah mestinya," kata Julian. "Sudah kita perhatikan tadi, tempat ini
banyak pasirnya. Pasir halus dan bagus. Mungkin saja di tengah padang ini memang
ada tempat pengerukan pasir. Nah, kalau ke arah sana, ke belakang kita, rel ini
menuju ke tengah padang. Kalau begitu ke sini arahnya tentu ke salah satu kota
atau desa. Mungkin Milling Green, atau salah satu tempat lain."
"Ya, kau benar," kata Dick. "Kalau begitu, jika kita ikuti terus jalur rel ini,
lambat laut kita tentunya akan sampai ke tempat yang didiami manusia."
"Yah, karena saat ini kita bisa dibilang sudah tersesat maka ada baiknya hal itu
kita lakukan," kata Henry. Dinaikinya punggung kudanya lagi, lalu ditelusurinya
jalur rel yang membentang itu.
"Rel ini cukup jelas nampak," katanya. " Maksudku jika kita telusuri tengahtengahnya, ka rena lintasannya lurus sekali."
"Rel itu menjulur terus di tengah padang, kadang-kadang nyaris tak nampak karena
ditumbuhi semak belukar. Sekitar setengah jam kemudian Henry berseru, sambil menunjuk ke depan.
"Ada rumah-rumah di depan , Sudah kusangka bahwa pada suatu ketika kita pasti
akan tiba di salah satu tempat."
"Itu memang Milling Green" kata Julian. Rel yang mereka ikuti sedari tadi tibatiba terputus. Mereka kini memasuki jalan kecil yang biasa dilalui gerobak.
"Nah, sekarang tak jauh lagi jalan yang harus kita tempuh untuk kembali ke
istal," kata Henry senang. "He, tentunya mengasyikkan jika kita mengikuti jalur
rel itu ke tengah padang, untuk melihat ke mana tujuan sebenarnya."
"Ya, mungkin kapan-kapan," kata Julian. "Wah, hari sudah mulai sore. Aku ,Ingin
tahu, apa saja yang diperbuat George hari ini."
Mereka bergegas kembali ke istal, sambil memikirkan keadaan George. Apakah anak
itu sudah masuk ke tempat tidur sekarang" Mungkinkah ia masih jengkel" Atau
lebih parah lagi, merasa sakit hati dan karenanya menjadi sedih" Tak ada yang
bisa menebaknya saat itu ,
Bab 7 George, si Ingus dan Liz Hari ini banyak hal-hal menarik yang dialami George. Mula-mula ia membantu
Kapten Johnson merawat kaki Clip yang cedera, dan kemudian membalutnya lagi.
Kuda kecil berbulu belang coklat-putih itu berdiri dengan sabar. Entah kenapa,
dalam hati George timbul perasaan senang pada hewan kecil yang jelek itu.
"Terima kasih, George," kata Kapten Johnson setelah mereka selesai. George
merasa lega, karena Kapten sama sekali tak mengatakan apa-apa mengenai tidak
ikutnya dia dengan kawan-kawan yang lain.
Setelah itu George diminta oleh Kapten Johnson mengajar anak-anak kecil untuk
berkuda melompati rintangan. Anak-anak menunggang kuda poni. Bangga sekali
mereka, jika berhasil melampaui rintangan. biar rintangan itu tingginya cuma
tiga puluh senti dari tanah.
Kemudian si Ingus muncul, ia diikuti seekor anjing campuran bertampang aneh.
,tulah Liz, anjing kepunyaan si ingus. Liz keturunan berbagai jenis anjing. Ada
sedikit pudel, ada spanilnya, dan macam-macam ras lagi. Kelihatannya mirip
gumpalan wol warna hitam, yang pandai berjalan.
Timmy tercengang ketika memandang makhluk aneh itu. ia duduk sambil
memperhatikan Liz mengendus-endus ke sana-sini selama beberapa waktu. Kemudian
barulah Timmy sampai pada kesimpulan, bahwa makhluk itu memang sejenis anjing,
ia menggonggong sekali dengan keras. Maksudnya ingin mengetahui apa yang akan
dilakukan makhluk kocak itu, jika mendengar gonggongannya.
Ternyata Liz sama sekali tak mengacuhkan gonggongan itu. Soalnya ia saat itu
berhasil menemukan sepotong tulang yang tertanam dalam tanah. Liz jauh lebih
tertarik pada bau tulang. Sedang Timmy beranggapan, semua tulang yang terdapat
di tempat sekitar situ, dengan jarak paling kurang satu mil dari istal, semuanya
merupakan miliknya pribadi. Karena itu ia langsung mendekati Liz, lalu menggeram
pelan untuk memberi peringatan.
Dengan segera Liz melepaskan tulang yang ada di moncongnya, dijatuhkan ke dekat
kakinya. Kemudian ia berdiri pada kedua kaki belakang, mengambil sikap memintaminta. Timmy memandangnya dengan tercengang. Sementara itu Liz mulai berjalan
dengan kaki belakang, mengelilingi Timmy yang melongo.
Timmy benar-benar heran. Belum pernah dilihatnya ada anjing berbuat begitu
sebelumnya. Betulkah makhluk yang mirip gumpalan wol itu seekor anjing"
Llz melihat Timmy sungguh-sungguh terkesan. Anjing hitam itu lantas memamerkan
kepandaian berikut yang dipelajarinya ketika masih ikut dengan rombongan sirkus.
Liz jungkir balik, sambil tak henti-hentinya menyalak. Timmy mundur beberapa
langkah, lalu terperosok ke dalam semak. Wah, ini sudah keterlaluan. Apa lagi
yang diperbuat binatang aneh itu" Mungkinkah ingin mencoba berdiri di atas
kepala" Liz jungkir balik terus dengan cepat, dan akhirnya berhenti nyaris di kaki depan
Timmy. Timmy sementara itu sudah mundur jauh ke dalam semak, sampai tidak bisa
lebih jauh lagi. Liz berbaring terkapar dengan keempat kaki terangkat. Lidahnya terjulur,
napasnya terengah-engah. Anjing kecil itu mendengking pelan sekali, minta
dikasihani. Timmy menundukkan kepala, lalu mengendus-endus kaki Liz. Ekornya mulai bergerakgerak - dan kemudian terkibas kian ke mari, ia mencium-cium sekali lagi. Liz
melompat lalu berdiri pada keempat kakinya. Kemudian ia meloncat-loncat
mengelilingi Timmy, sambil menyalak-nyalak. Seakan-akan hendak mengatakan, "Yuk,
kita bermain-main , Ayolah ,"
Tiba-tiba Timmy menyerbu makhluk kecil yang konyol itu, sambil berpura-pura
hendak mengibas-kannya kian ke mari dengan moncongnya. Liz menyalak-nyalak


Lima Sekawan 13 Rawa Rahasia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesenangan, serta berguling-guling. Asyik sekali mereka bermain-main. Akhirnya
Timmy merebahkan diri dengan napas tersengal-sengal di pojok pekarangan yang
disinari matahari. Sedang Liz mengambil tempat di sela kaki depan Timmy. Seakanakan ia sudah kenal lama dengan anjing besar itu ,
George melongo, ketika keluar dari kandang kuda bersama si Ingus.
"Apa itu,- yang di sela kaki depan Timmy?" katanya. "Masakan itu anjing)"
"Itu Liz," kata si Ingus. "Dia lebih pintar daripada anjing yang mana pun,
George. Liz, Kau monyet, kan" Nah, kalau begitu berjalan ,"
Liz lari menghampiri si Ingus. Tapi tidak lari seperti anjing biasa, tapi dengan
kaki belakangnya. Geraknya lucu sekali. George tertawa melihatnya.
"Lucu sekali potongannya, seperti segumpal wol dari permadani hamparan di depan
tempat pendiangan." "Dia pintar," kata si Ingus sambil menepuk-nepuk Liz. "Nah George - menurut
pendapatmu kapan aku bisa menjemput Clip" Ayahku sudah pergi ikut rombongan
caravan. Aku ditinggalnya, bersama caravan kami. Jadi tak soal, apakah hari ini
atau besok. Atau bahkan lusa"
"Yah, yang pasti hari ini belum mungkin," kata George. "Tapi kalau besok,
barangkali sudah bisa. He - kau tidak punya sapu tangan ya" Belum pernah
kujumpai orang yang begitu sering menyedot ingusnya seperti kamu."
si Ingus menyekakan lengan bajunya ke hidung. "Aku belum pernah punya sapu
tangan," katanya. "Tapi kan ada lengan bajuku ini ,"
"Hih, kau ini menjijikkan," kata George. "Kau kuberi satu sapu tanganku, tapi
harus kaupakai. Jangan menyedot-nyedot hidung terus seperti Itu."
"Aku tak tahu aku melakukannya," kata si Ingus setengah merajuk. "Kenapa sih,
sebenarnya?" Tapi George sudah masuk ke dalam rumah, dan langsung naik ke atas ke kamarnya.
Diambilnya sapu tangannya yang berukuran besar, bergaris-garis putih dan merah.
Nah, sapu tangan itu pas untuk keperluan si Ingus Ketika barang itu disodorkan
pada si Ingus, anak itu tercengang memandangnya.
"Itu syal untuk membalut leherku!" katanya.
"Bukan, ini sapu tangan, untuk membersihkan hidungmu," kata George. "Kau tidak
punya kantong, untuk tempat menaruh sapu tangan ini" Nah, begitu dong. Sekarang
pergunakan barang itu, daripada ter-sedot-sedot terus seperti selama ini."
"Mana yang lain-lain?" tanya si Ingus, sambil memasukkan sapu tangan dengan
hati-hati ke dalam kantongnya, ia berbuat, seakan-akan benda itu terbuat dari
kaca. "Pesiar naik kuda," jawab George singkat.
"Kata mereka, mereka akan datang melihat cara-vanku kata si ingus. "Mereka kan
sudah bilang begitu!"
"Yah, hari ini mereka takkan sempat," kata George. "Kurasa baru larut senja
mereka kembali. Tapi aku bisa pergi melihatnya. Tapi kan tak ada siapa-siapa
lagi di situ?" George tidak ingin berjumpa dengan ayah si Ingus, atau salah seorang kerabatnya!
si Ingus menggeleng. "Tidak, caravan itu kosong. Kan sudah kubilang tadi, ayahku sudah pergi. Begitu
pula bibi dan nenekku."
"Apa sebetulnya yang kalian kerjakan di Rawa Rahasia?" tanya George, sementara
ia mengikuti si Ingus melintasi lapangan, mendaki bukit ke tempat perhentian caravan. Saat itu
tinggal satu saja yang masih ada di situ.
"Apa y&ng kukerjakan di sana" Bermain-main," jawab si Ingus, sambil menyedot
hidung dengan sua-ra nyaring. George mendorong punggung anak itu.
"He, untuk apa sapu tangan tadi kuberikan padamu?" kata George. "Jangan berbuat
seperti begitu lagi , Jengkel aku mendengarnya ,"
si Ingus langsung mengusapkan hidungnya ke lengan baju. Untung saja George tidak
melihatnya George menghampiri caravan dan mengamat-amati nya. ia memikirkan
jawaban yang diberikan oleh si ingus tadi.
"Kaukatakan, di sana kau bermain-main. Tapi apa yang dikerjakan oleh ayahmu,
paman, kakek serta laki-laki yang lain" Sepanjang yang bisa kuperkira-kan. di
sana sama sekali tak ada yang bisa dikerja kan. Tak ada tempat pertanian, di
mana kalian bisa minta telor, susu atau lain-lainnya."
si Ingus langsung membungkam. Nyaris saja menyedot hidung lagi, tapi tak jadi.
ia menatap George sedang bibirnya nampak seperti garis tipis. Tanda keras
kepalai Geroge menatapnya dengan tidak sabaran.
"Kata Kapten Johnson, kalian biasa tiga bulan se-kali pergi ke sana dengan
caravan," katanya. "Untuk apa" Tentunya ada sebabnya."
"Yah," kata si Ingus sambil menengok ke arah lain. "kami membuat bermacam-macam
barang, seperti keranjang, dan ...."
"Itu sudah kuketahui! Orang kelana biasa membuat barang-barang untuk kemudian
dijual," kata George. 'Tapi untuk itu, kalian kan tidak perlu pergi jauh-jauh ke
tengah padang yang terpencil. Kan bisa juga membuatnya di desa, atau sambil
duduk-duduk di suatu lapangan dekat tempat pertanian. Jadi untuk apa pergi ke
tempat terpencil, seperti Rawa Rahasia?"
si Ingus diam saja. ia membungkukkan tubuh, memperhatikan sesuatu. Di sisi
caravan nampak beberapa potong ranting tergeletak di tanah, tersusun membentuk
pola aneh. George melihatnya juga, lalu ikut memperhatikan, ia sudah lupa pada
pertanyaannya yang tadi. "Wah - itu kan patrin/ isyarat rahasia kaum kelana , Apa arti tanda itu?"
Dilihatnya dua potong ranting, yang satu lebih panjang dari yang lainnya.
Ranting-ranting itu disusun membentuk silang. Tak jauh dari situ ada lagi
ranting-ranting lain. Semuanya diatur lurus seperti berbaris, menuju ke arah
tertentu. "Ya," kata si Ingus, ia lega sekali, karena George tidak terus mendorong dengan
pertanyaan-pertanyaan yang merepotkan seperti tadi. "Ini cara kami menyampaikan
berita pada teman sekaum yang mungkin datang belakangan. Kau lihat kedua ranting
yang disusun membentuk silang itu" Nah, itu patrin yang mengatakan bahwa kami
pernah di sini, lalu pindah lagi menuju arah yang ditunjukkan oleh ranting
panjang itu." "O, begitu ," kata George. "Gampang saja rupanya) Tapi lalu apa arti keempat
ranting lurus itu, yang semuanya menunjuk ke arah yang sama pula" Apa maksud
patrin itu?" "Artinya, kelana-kelana yang membuat tanda ini pergi dengan caravan." kata si
Ingus, sambil menyedot hidung lagi. "Empat potong ranting - empat buah caravan,
menuju ke sana ," Hm begitu," kata George. Dalam hatinya ia bermaksud hendak mengarang sejumlah
patrin, untuk dipergunakan di sekolah nanti apabila ada acara melancong jalan
kaki. "Masih ada patrin-patrin lain, Ingus?"
"O, banyak," kata si Ingus. "Nih, kalau aku pergi nanti, akan kutinggalkan
patrin begini)" Dipungutnya selembar daun lebar dari pohon yang tumbuh di dekat
situ, lalu diambilnya lagi selembar yang lebih kecil. Kedua daun itu
diletakkannya saling berdampingan di tanah. Lalu ditindih dengan batu-batu kecir. "Apa puia arti tanda itu?" tanya George.
"Ini patrin - atau pesan - yang mengatakan aku serta anjingku yang kecil juga
pergi dengan caravan," kata si Ingus, sambil memungut kembali daun-daun itu.
"Umpamanya saja ayahku kembali untuk, menjemputku. Lalu ia melihat daun-daun ini
tergeletak di sini. ia lantas akan tahu, aku sudah pergi bersama anjingku.
Gampang saja. Daun besar untukku, dan daun kecil itu anjingku."
"Wah, menarik," kata George senang. 'Sekarang aku ingin melihat caravanmu."
Caravan itu model kuno. Ukurannya tidak begitu besar. Tapi roda-rodanya tinggi.
Pintu serta jenjang untuk turun terdapat di sisi depan. Caravan itu berwarna
hitam. Di sana sini ada gambaran yang dibuat dengan warna merah.
George naik ke atas jenjang.
"Sudah banyak juga caravan yang kumasuki," katanya. 'Tapi kalau seperti yang
begini, belum pernah." ia lantas mengintip ke dalam. Ruangan sebelah dalam tidak
begitu bersih. Tapi juga tidak sejorok perkiraannya.
"Tidak bau, kan?" tanya si Ingus cemas. "Aku sudah membersihkannya tadi, karena
kalian kan akan datang melihat-lihat. Yang di sebelah belakang itu tempat tidur kami. Kami semua
tidur di situ." George memandang tempat pembaringan besar yang memenuhi seluruh ruang caravan
sebelah belakang, terselubung selimut tebal berwarna-warni. Dibayangkannya
seluruh keluarga si Ingus berbaring semua di situ, berdempet-dempet. Yah,
setidak-tidaknya dalam musim dingin mereka takkan kedinginan.
"Tidak kepanasankah kalian pada musim panas, jika tidur dalam caravan yang
begini sempit?" tanya George.
"Ah, tidak - musim panas cuma nenek saja yang tidur di situ," jawab si Ingus
sambil cepat-cepat menyedot ingus, sebelum terdengar oieh George. "Aku dan yang
lain-lain, semua tidur di kolong. Jadi jika hujan, kami tidak basah."
"Terima kasih, sudah kautunjukkan bermacam-macam padaku," kata George sambil
memandang berkeliling ruangan sempit itu. "Luar .biasa, bagaimana kalian bisa
masuk semua di sini."
ia tidak masuk ke dalam. Walau si Ingus sudah membenahi tempat itu, tapi toh
masih tercium bau yang aneh di situ ,
"Datanglah besok ke tempat kami, Ingus," kata George lagi, sambil menuruni anak
tangga. "Mungkin Clip akan sudah sembuh. Dan jangan lupa, sekarang kau sudah
punya sapu tangani" "Aku takkan lupa," jawab si ingus bangga. "Akan kujaga agar sapu tangan itu
tetap bersih, George"
Bab 8 si Ingus Berjanji PETANG Itu George merasa sangat kesepian. Bagaimana keadaan kawan-kawannya,
tanpa dia" Apakah mereka rindu padanya" Jangan-jangan malah sama sekali tak
teringat pada dirinya , "Pokoknya, kau tidak ikut dengan mereka. Tim," katanya. "Kau kan takkan pernah
meninggalkan aku "Sendiri?"
Timmy merapatkan diri pada George. Kelihatannya anjing itu senang, karena George
tidak sedih lagi. Dalam hati ia bingung, ke mana anak-anak yang lain. Sudah
sehari penuh mereka tidak nampakl
Tiba-tiba terdengar bunyi derap langkah kuda-kuda di halaman. Buru-buru George
lari ke pintu. Ya, mereka kembali , Bagaimana enaknya sikap yang harus
Pedang Pembunuh Naga 15 Pendekar Rajawali Sakti 85 Penghianatan Danupaksi Dendam Para Pengemis 1

Cari Blog Ini