Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead Bagian 2
Aku menarik nafas dan meminum cocoa ku.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" dia bertanya akhirnya, bertemu dengan tatapanku.
"Perhatianmu tidak teralih di bawah tekanan."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Suaranya terdengar penasaran, bukan menuduh. Kusadari dia tidak
memperlakukanku sebagai seorang siswa sekarang. Dia menganggap kedudukan
kami sama. Dia hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Tidak ada
disiplin dan mengkuliahi disini. Dan itu membuat semua ini semakin buruk ketika
aku harus berbohong padanya.
"Tentu saja seperti itu," kataku, menatap ke bawah ke arah gelasku. "Kecuali jika kau
percaya aku benar-benar membiarkan Stan "menyerang" Christian."
"Tidak," katanya. "Aku tidak percaya itu. Tidak pernah. aku tahu kau akan tidak
bahagia ketika mengetahui tentang tugasmu, tapi aku tidak pernah sekalipun
meragukan apa yang kau lakukan untuk ujian lapangan ini. aku tahu kalau kau tidak
akan membiarkan perasaan pribadi menghalangi tugasmu."
aku mendongak dan menatap matanya, sangat penuh dengan kesetiaan dan rasa
percaya padaku. "Aku tidak melakukan itu. Aku marah ... masih sedikit. Tapi sekali aku mengatakan
aku akan melakukannya, maka aku bersungguh-sungguh dengan perkataan itu. Dan
setelah menghabiskan beberapa waktu dengan Christian ... well, aku tidak
membencinya. Aku sebenarnya berpikir kalau dia baik untuk Lissa, dan dia peduli
padanya, jadi aku tdak bisa marah tentang semua itu. Dia dan aku betengkar
kadang-kadang, hanya itu ... tapi kami benar-benar bagus bersama melawan Strigoi.
Aku ingat ketika aku bersamanya hari ini dan berdebat mengenai tugas ini sangat
terlihat konyol. Jadi aku memutuskan untuk melakukan pekerjaan yang terbaik yang
bisa aku lakukan." Aku tidak bermaksud untuk berbicara terlalu banyak, tapi aku
merasa baik untuk membiarkan apa yang ada dalam diriku keluar, dan wajah Dimitri
terlihat mengerti apapun yang aku katakan.
Hampir apapun. "Apa yang terjadi selanjutnya?" tanyanya. "Dengan Stan?" Aku
mengalihkan pandanganku dan bermain dengan gelasku lagi. Aku benci menyimpan
rahasia darinya, tapi aku tidak bisa mengatakan hal ini padanya. dalam kehidupan
manusia, vampir dan dhampir adalah makhluk mitos dan legenda " cerita sebelum
tidur untuk menakuti anak-anak. Manusia tidak tahu kami nyata dan berjalan di
bumi. Tapi hanya karena kami nyata tidak berarti setiap makhluk dalam cerita
misteri itu ada. Kami tahu itu dan memiliki mitos sendiri dan cerita pengantar tidur
lain yang tidak kami percayai. Werewolf. Bogeyman. Hantu.
Hantu bermain dalam ketidaknyataan di dunia kami, menjadi makanan untuk bahan
candaan dan cerita api unggun. Hantu pasti keluar di hari Hallowen dan beberapa
legenda memudar bertahan bertahun-tahun. Tapi di kehidupan nyata" Tidak ada
hantu. Jika kau kembali dari kematian itu karena kau adalah Strigoi.
Paling tidak, itulah yang selalu kupikirkan. aku sejujurnya tidak cukup tahu sekarang
apa yang sedang aku katakan. Diriku membayangkan Mason terlihat lebih wajar
daripada memikirkan dia menjadi hantu, tapi, itu artinya aku mungkin benar-benar
serius berada pada daerah gila. Selama ini, aku mengkhawatirkan Lissa kehilangan
akal sehatnya. Siapa yang tahu aku yang malah mungkin kehilangan akal sehat"
Dimitri masih menatapku, menunggu jawabanku.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Aku tidak tahu apa yang terjadi di sana. Niatku bagus ... aku hanya ... aku hanya
mengacaukannya." "Rose. Kau pembohong yang buruk."
Aku meliriknya. "Tidak, aku tidak seperti itu. Aku sudah sering mengatakan
kebohongan yang bagus dalam hidupku. Orang-orang mempercayainya."
Dia tersenyum sedikit. " Aku yakin. Tapi itu tidak terjadi padaku. Untuk satu hal, kau
tidak menatap mataku. Untuk yang lain ... aku tidak tahu. Aku hanya dapat
merasakannya." Sial. dia bisa menyadarinya. Dia mengenalku sangat baik. Aku
berdiri dan bergeser ke pintu, membiarkan punggungku menatapnya. Normalnya,
aku menghargai setiap menitku bersamanya, tapi aku tidak bisa melakukan hal itu
hari ini. Aku benci berbohong, tapi aku tidak ingin mengatakan kebenarannya terlalu
cepat. Aku harus pergi. "Dengar, aku menghargai kau mengkhawatirkanku ... tapi sungguh, aku baik-baik
saja. Aku hanya mengacaukannya. Aku malu tentang semua ini " dan maaf, aku
sudah membuat latihan mengagumkanmu menjadi memalukan " tapi aku akan
berusaha lagi. Lain waktu, pantat Stan milikku."
Aku tidak mendengar dia berdiri, tapi tiba-tiba, Dimitri sudah berada di belakangku.
Dia meletakkan tangannya di bahuku, dan aku membeku di depan pintu. Dia tidak
menyentuhku di tempat lain. Dia tidak mencoba untuk menarikku mendekat. Tapi,
oh, satu tangan yang menyentuh bahuku itu menggengam semua kekuasaan di
dunia. "Rose," katanya, dan aku tau dia tak lagi tersenyum. "Aku tidak mengapa kau
berbohong, tapi aku tahu kau tidak akan melakukan kebohongan ini tanpa alasan
yang bagus. Dan jika ada sesuatu yang salah " sesuatu yang kau takut untuk
dibicarakan dengan orang lain " " Aku berbalik cepat yang entah bagaimana
peralihan poros itu tidak menggerakkan tangannya dari bahuku.
"Aku tidak takut," tangisku. "aku punya alasan, dan percaya padaku, apa yang terjadi
dengan Stan bukan apa-apa. Sungguh. Semua ini hanyalah sesuatu yang bodoh yang
meledak keluar dari bagian diriku. Jangan merasa bersalah untukku atau merasa kau
harus melakukan apapun. Apa yang terjadi sangat payah, tapi aku
menggulingkannya dan menerima tanda kesalahan. Aku menjaga semua hal. Aku
menjaga diriku sendiri." Ini mengambil semua kekuatanku agar aku tidak gemetar.
Bagaimana mungkin hari ini menjadi sangat aneh dan lepas kendali"
Dimitri tidak mengatakan apapun. dia hanya menatapku, dan ekspresi di wajahnya
tidak pernah kulihat sebelumnya. aku tidak bisa menafsirkannya. apa dia marah"
Tidak menerima" Aku tidak mengerti. Jari-jari dibahuku
sedikit mengeras kemudian melemah. "Kau tidak harus melakukan ini sendirian," dia berkata akhirnya. Suaranya hampir
terdengar sedih, yang artinya tidak berarti apa-apa. Dialah orang yang selama ini
mengatakan kepadaku kalau aku harus menjadi kuat. Aku ingin melemparkan
tubuhku sendiri ke pelukannya, tapi aku tahu aku tidak mampu.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Aku tidak bisa menahan senyum. "Kau berkata seperti itu ... tapi katakan padaku
yang sejujurnya. Apa kau berlari ke arah orang lain jika kau memiliki masalah?"
"Itu tidak sama " "
"Jawab pertanyaan itu, rekan."
"Jangan panggil aku dengan sebutan itu."
"Dan jangan mengelak dari pertanyaan."
"Tidak," katanya. "Aku mencoba untuk menghadapai masalahku sendiri."
Aku menyingkirkan tangannya. "Benarkan?"
"Tapi kau punya banyak orang dalam hidupmu yang bisa kau percaya, orang-orang
yang peduli padamu. Itu merubah sesuatu."
Aku menatapnya terkejut. "Kau tidak memiliki orang yang peduli padamu?"
Dia mengerutkan kening, jelas sedang memikirkan kembali kata-katanya sendiri.
"Sebenarnya aku selalu memiliki orang-orang yang baik dalam hidupku ... dan
orang-orang yang peduli padaku. Tapi itu tidak berarti aku bisa mempercayai
mereka dan mengatakan semuanya."
Aku selalu merasa terganggu dengan keanehan hubungan kami yang jarang terpikir
olehku mengenai Dimitri sebagai seseorang yang memiliki kehidupan yang jauh
berbeda dariku. Dia dihormati oleh setiap orang di kampus. Para pengajar dan murid
mengenalnya sebagai pengawal yang mematikan disini. Kapanpun mereka pergi
sebagai pengawal di luar sekolah, mereka tetap tahu dan menghormatinya juga. Tapi
aku tidak pernah melihatnya bersosialisasi. Dia tidak muncul dengan teman dekat
diantara para pengawal " hanya rekan kerja yang ia sukai. Keramahan yang pernah
aku lihat darinya untuk orang lain hanya pada bibi Christian, Tasha Ozera,
pengunjung. Mereka saling mengenal satu sama lain dalam waktu yang lama, tapi
ternyata semua itu tidak cukup untuk Dimitri mengejar Tasha ketika kunjungannya
selesai. Dimitri dalam kesendirian yang mengerikan, aku sadar, novel koboinya sebagai
pengisi kekosongannya ketika ia tidak bekerja. Aku sering merasa sendirian, tapi
sesungguhnya, aku hampir selalu dikelilingi banyak orang. Dengan dirinya sebagai
pengajarku, aku cenderung melihat pada satu sisi: dia adalah seseorang yang selalu
memberiku sesuatu, nasihat atau latihan. Tapi aku memberikannya sesuatu juga,
sesuatu yang sulit untuk dijelaskan " hubungan dengan orang lain.
"Apa kau mempercayaiku?" tanyaku.
Keragu-raguan sangat singkat. "Ya."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Jadi percayalah padaku sekarang dan jangan khawatirkan aku sekali ini saja." Aku
berjalan menjauh, diluar jangkauan tangannya, dan dia tidak berkata apapun lagi
untuk mencoba menghentikanku. Memotong jalan di ruangan sidang ini, aku menju
pintu keluar utama gedung, melemparkan sisa-sisa cokelat panas ke tong sampah
sembari aku berjalan menjauh.
Enam AKU DISINI HANYA MEMBUTUHKAN TIGA orang saksi lainnya untuk mengetahui
apa yang sedang terjadi di lapangan. Lagi-lagi, seperti yang sudah diduga, setiap
orang terlihat sudah tahu apa yang telah terjadi ketika aku dipanggil tadi. Kelas
sudah selesai, tapi banyak siswa berkeliaran di koridor, menunggu kelas selanjutnya,
mengulang tes atau apapun. Mereka mencoba untuk menyembunyikan lirikan dan
bisikan mereka, tapi mereka tidak melakukannya dengan baik. Mereka yang matanya
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com bertabrakan dengan mataku memberikan senyum tipis atau segera memalingkan
muka. Bagus sekali. Tanpa koneksi fisik dengan Christian, aku tidak tahu dimana dia berada. Aku bisa
merasakan keberadaan Lissa di perpustakaan dan merasa kalau ini merupakan
tempat yang pas untuk mulai mencari. Dalam perjalanan pencarianku, aku
mendengar suara seorang cowok memanggil di belakangku.
"Sepertinya sesuatu terjadi terlalu jauh, iyakan?" aku berpaling dan melihat Ryan
dan Camille berjalan beberapa langkah di belakangku. Jika aku seorang laki-laki,
respon yang tepat yang mungkin kukatakan, "Maksudmu dengan ibumu?" Karena
aku bukan seorang cowok dan lagi pula aku punya tata sikap yang baik, aku hanya
berkata , "Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan."
Ryan cepat-cepat mengejarku. "Kau tau pasti apa yang sedang kubicarakann. Dengan
Christian. Kudengar ketika Stan menyerang, kau seperti, "Ini, ambil saja dia", dan
berlalu pergi." "Oh baik Tuhan," aku mengerang. Sudah cukup buruk ketika semua orang
membicarakanmu, tapi kenapa cerita selalu diakhiri dengan akhir yang berubah"
"Bukan itu yang terjadi."
"Oh ya?" tanyanya. "Lalu kenapa kau dipanggil untuk menemui Alberta?"
"Dengar," kataku, merasa tidak ingin bersikap baik lagi, "Aku hanya mengacau
penyerangan itu ... kau tahu, seperti yang kau lakukan ketika kau tidak waspada di
aula?" "Hey," katanya, wajahnya memerah seketika. "Aku berakhir dengan masuk ke dalam
pertarungan itu " aku melakukan bagianku."
"Itukah yang mereka sebut dengan terbunuh sekarang?"
"Paling tidak aku bukan jalang penakut yang menolak untuk bertarung." Aku baru
saja merasa tenang setelah berbicara dengan Dimitri, tapi sekarang emosiku sudah
naik. Seperti termometer yang siap untuk meledak.
"Kau tahu, mungkin daripada kau mengkritik orang lain, sebaiknya kau harus lebih
memperhatikan orang yang ditugaskan untuk kau jaga." Aku mengangguk ke arah
Camille. Sampai saai ini Camille terlihat tenang, tapi wajahnya menunjukkan dia
sudah mengerti apa yang kumaksud.
Ryan mengangkat bahu. "Aku bisa melakukan dua-duanya. Shane lebih jauh di
belakang kami dan area saat itu sudah bersih. Tidak ada pintu. Mudah." Ia menepuk
pundak Camille. "Dia selamat."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Itu adalah tempat yang mudah untuk diamankan. Kau tidak akan bisa melakukan
itu dengan baik di dunia nyata dengan strigoi yang sebenarnya." senyumnya
menghilang. Kemarahan terpancar di kedua matanya.
"Benar. Hal yang kudengar adalah kau tidak melakukan hal-hal yang baik juga
disana, paling tidak, tidak sejauh yang dilakukan Mason." Mengejek apa yang terjadi
dengan Stan dan Christian adalah satu hal. Tapi menyatakan kalau akulah yang patut
disalahkan atas kematian Mason" Tidak bisa diterima. Aku lah satu-satunya yang
menyelamatkan Lissa selama dua tahun di dunia manusia. Akulah satu-satunya yang
membunuh dua Strigoi di Spokane. Aku lah satu-satunya novis di sekolah yang
memiliki tanda molinja, tato kecil yang diberikan kepada pengawal untuk menandai
Strigoi yang telah mereka bunuh. aku tahu ada beberapa omongan tentang apa yang
terjadi dengan Mason, tapi tak pernah kudengar satupun yang berhubungan
denganku. Pikiran Ryan atau siapapun yang berpikir bahwa akulah yang patut
disalahkan atas kematian Mason sudah berlebihan. Aku sudah cukup menyalahkan
diriku sendiri sendirian tanpa bantuan mereka. Termometer sudah hancur.
Dalam satu gerakan pelan, aku meraih Ryan, menangkap Camille dan memutarnya
ke arah tembok. Aku tidak melemparnya terlalu keras untuk menyakitinya, tapi dia
jelas kaget. Matanya melebar karena syok dan aku menggunakan lengan bawahku
untuk menjepitnya, menekan ke arah tenggorokannya.
"Apa yang kau lakukan?" teriak Ryan, memandang balik dan meletakkan wajahnya
diantara wajah kami berdua. Dengan mudah ku mengubah cara berdiriku, masih
menjaga tekanan tanganku pada Camille.
"Tingkatkan ilmumu," kataku senang. "Terkadang pengamanan suatu tempat tidak
semudah seperti yang kau pikirkan."
"Kau gila! Kau tidak bisa menyakiti Moroi. Jika pengawal mengetahui " "
"Aku tidak melakukan itu," jawabku. Aku melirik ke arah Camille. "Apa aku
menyakitimu" Apa kau merasakan sakit yang luar biasa?" Ada sebuah keragu-raguan
lalu dia memberikan gelengan yang cukup dari kepalanya sebisa yang ia lakukan.
"Apa kau merasa tidak nyaman?" sebuah anggukan kecil.
"Lihat?" kataku pada Ryan. "Ketidaknyamanan tidak bisa disamakan dengan rasa
sakit." "Kau tidak waras. Lepaskan dia."
"Aku belum selesai, Ry. Perhatikan sebab inilah intinya: Bahaya bisa datang dari
mana saja. Tidak hanya dari strigoi " atau pengawal yang berpura-pura seperti
Strigoi. Tetaplah berpura-pura menjadi orang brengsek yang sombong yang seolah
tahu segalanya" " aku menekan tanganku sedikit lebih keras, tetap tidak
mengganggu pernafasannya atau merasakan sakit yang sebenarnya- "dan kau
melewatkannya. Dan hal-hal tersebutlah yang bisa membunuh Moroimu."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Ok, ok. Apapun itu. Tolong, hentikan ini," katanya. Suaranya bergetar. Tidak ada
sikap lagi. "Kau menakutinya."
"Aku juga akan merasa takut jika hidupku ada ditanganmu." Aroma cengkih
memperingatkanku akan kehadiran Adrian. Aku juga tahu kalau Shane dan beberapa
orang yang lain datang untuk melihat. Novis yang lain melihat tidak yakin, seperti
mereka ingin melawanku tapi takut menyakiti Camille. Aku tahu aku harus
melepaskannya, tapi Ryan sudah membuatku sangat marah. Aku perlu
membuktikan inti permasalahannya padanya. Aku perlu dia mengerti. Dan sungguh,
aku tidak merasa bersalah terhadap Camille sejak aku tahu kalau dia juga ikut andil
dalam menggosipkan aku juga.
"Menarik," kata Adrian, suaranya semalas ia biasanya. "Tapi kurasa kau sudah
menunjukkan tujuanmu."
"Aku tak tahu," kataku. Nada suaraku terdengar manis dan mengacam pada saat
yang sama. "Aku masih belum yakin Ryan sudah mengerti."
"Demi Tuhan, Rosa! Aku mengerti," ratap Ryan. "Lepaskan dia." Adrian bergerak
disekitarku, pergi ke samping Camille. Camille dan aku terdorong bersama, tapi
Adrian mengontrol dorongannya sehingga wajahnya bisa menatap lurus wajahku,
hampir berada disamping Camille. Dia tersenyum bodoh seperti yang biasa ia
lakukan, tapi ada sesuatu yang serius dalam mata hijau gelapnya.
"Ya, dhampir kecil. Lepaskan dia. Kau sudah selesai dengannya disini." Aku ingin
mengatakan pada Adrian untuk menyingkir dariku, bahwa aku lah satu-satunya yang
akan mengatakan kalau ini sudah berakhir. Entah bagaimana, aku tidak bisa
mengeluarkan kata-kataku.
Sebagian dari diriku sangat marah dengan
gangguannya. Bagian yang lain dari diriku berpikir kalau suaranya terdengar ...
beralasan. "Lepaskan dia," ulangnya lagi. Mataku dipenuhi dengan Adrian sekarang, bukan lagi
Camille. Tiba-tiba, seluruh bagian dari diriku memutuskan kalau perintahnya itu
masuk akal. Sangat masuk akal. Aku perlu melepaskan Camille. Aku memindahkan
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanganku dan menjauh. Dengan menelan ludah, Camille secepat kilat berlari ke
belakang Ryan, menggunakannya seolah ia adalah tameng.
Aku melihat sekarang kalau Camille sudah hampir menangis. Ryan terlihat hampir
pingsan. Adrian menatap lurus dan membuat gerakan selesai ke arah Ryan.
"Kau keluar dari sini " sebelum kau benar-benar membuat Rose kecewa."
Ryan, Camille, dan bebarapa novis lain melangkah mundur pelan. Adrian
melingkarkan tangannya padaku dan segera menarikku menuju perpustakaan. Aku
merasa aneh, seperti aku baru saja bangun, tapi kemudian, dengan beberapa
langkah, sesuatu menjadi jelas dan lebih jelas. Aku mendorong tangannya dari
tubuhku dan menyentaknya menjauh.
"Kau baru saja menggunakan kompulsi padaku!" teriakku. "Kau membuatku
melepaskannya." Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Seseorang harus melakukannya. Kau terlihat seperti mau mencekiknya dalam
beberapa detik terakhir."
"Aku tidak melakukannya. Dan aku tidak akan melakukannya." Aku mendorong
pintu perpustakaan terbuka.
"Kau salah melakukan itu padaku. Tidak berhak sama sekali." Kompulsi " membuat
seseorang melakukan apa pun yang kau inginkan " adalah kemampuan semua
vampir dengan kadar yang kecil. Menggunakannya berarti melanggar moral, dan
hampir tidak bisa dikontrol untuk melakukan kerusakan yang sesungguhnya.
Kemampuan kekuatan roh membuat baik Adrian dan Lissa sangat berbahaya.
"Dan kau tidak berhak menarik gadis lemah di aula hanya untuk menenangkan
harga dirimu yang tersakiti."
"Ryan tidak berhak untuk mengatakan hal-hal itu."
"Aku bahkan tidak tahu apa maksud dari "hal-hal itu", tapi kecuali aku sudah salah
menilai berapa usiamu, kau terlalu tua untuk marah terhadap gosip kacangan itu."
"Menjadi ma " " kata-kataku terputus ketika aku sampai pada Lissa yang sedang
mengerjakan sesuatu di meja. Wajah dan perasaannya mengatakan padaku masalah
sedang datang. Eddie berdiri beberapa langkah darinya, bersandar di dinding dan
memperhatikan ruangan. Matanya melebar ketika melihatku, tapi dia tidak
mengatakan apapun tentang kedatanganku.
Aku menggesar kursi yang berhadapan dengan Lissa. "Hey."
Dia menengadah dan mendesah, kemudian kembali memperhatikan buku bacaan
terbuka di hadapannya. "Aku berpikir kapan kau akan kembali," katanya. "Apa kau mendapatkan hukuman?"
kata-katanya tenang dan sopan, tapi aku bisa mengerti perasaannya. Kecewa.
Bahkan sedikit marah. "Jangan sekarang," kataku. "Hanya terjebak dengan layanan komunitas."
Dia tidak mengatakan apapun, tapi perasaan berang kurasakan melalui ikatan kami
tidak berubah. Sekarang aku mendesah. "OK, bicara padaku, Liss. Aku tau kau sedang marah."
Adrian menatapku, kemudian Lissa, dan lalu padaku lagi. " Aku merasa seperti
kehilangan sesuatu disini."
"Oh, bagus." kataku. "Kau menghilang dan menganggu perkelahianku dan tidak tahu
apa yang sebenarnya terjadi."
"Perkelahian?" tanya Lissa, bingung bercampur dengan kemarahannya.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Apa yang terjadi?" ulang Adrian.
Aku mengangguk pada Lissa. " Teruskan, katakan padanya."
"Rose mendapatkan tes dan menolak melindungi Christian." Dia menggelengkan
kepalanya, jengkel dan menatapku dengan lirikan menuduh. "Aku tidak percaya kau
serius marah untuk melakukan hal ini padanya. Itu kekanak-kanakan."
Lissa sudah mengambil kesimpulan seperti para pengawal lain. Aku mendesah. "aku
tidak melakukannya dengan sengaja! Aku sudah duduk selama persidangan untuk
membahas semua ini dan mengatakan hal yang sama dengan mereka."
"Lalu apa yang terjadi?" dia menuntut. "Kenapa kau melakukannya?"
Aku ragu-ragu, tidak yakin dengan apa yang harus aku katakan. keenggananku
berbicara adalah dengan adanya Adrian dan Eddie " aku yakin tidak ingin mereka
tahu. Masalahnya menjadi lebih serius. Dimitri benar " ada orang-orang yang bisa
aku percaya, dan tanpa sengaja mereka berdua adalah orang yang aku percaya:
Dimitri dan Lissa. Aku sudah menahan diri untuk tidak mengatakan yang
sebenarnya pada Dimitri. Bisakah aku melakukan hal yang sama pada Lissa"
meskipun dia marah, aku tahu dengan pasti kalau Lissa selalu mendukungku dan
selalu ada untukku. tapi sama seperti dengan Dimitri, aku menolak keras dengan ide
menceritakan tentang hantu. Juga seperti dengan Dimitri, meninggalkan pilihan
yang sama: gila atau tidak mampu"
Melalui ikatan kami, aku merasakan pikirannya, jernih dan bersih. Tidak ada noda,
tidak ada kegelapan, atau tanda-tanda kemarahan " namun, sesuatu terasa
menggelikan samar-samar. Sedikit mendebarkan. Anti depresi menghalangiku
sepenuhnya untuk bisa keluar masuk ke dalam kepala Lissa, tapi sihirnya bangkit
setelah satu hari. Aku memikirkan kembali pertemuanku dengan hantu, mengorek-ngorek kenangan
menyedihkan, Mason yang tembus cahaya. Bagaimana mungkin aku bisa memulai
menjalaskan hal itu padanya" Bagaimana mungkin aku bisa membawa sesuatu yang
aneh dan fantastis ketika dia sedang mencoba dengan keras untuk menjadi sedikit
lebih normal dalam kehidupannya dan sekarang menghadapi tantangan untuk bisa
mengontrol sihirnya"
Tidak, aku sadar. Aku tidak bisa mengatakan hal itu padanya. Belum waktunya "
khususnya ketika semua ini secara tiba-tiba terjadi padaku yang masih merupakan
sesuatu yang besar untuk kuberitahukan padanya.
"Aku membeku," kataku akhirnya. "Ini memang bodoh. Aku terlalu sombong tentang
kemampuan menyingkirkan siapa pun, dan kemudian Stan ..." aku mengangkat
bahu. "Aku tidak tahu. Aku hanya tak mampu bereaksi. Ini ... ini benar-benar
memalukan.Dan dia dari semua orang."
Lissa mempelajariku, mencari tanda-tanda ketidakjujuran. Menyakitkan berpikir
kalau dia tidak mempercayaiku, kecuali ... well, aku memang berbohong sebenarnya.
Seperti yang kukatakan pada Dimitri, pun, aku bisa menjadi pembohong yang hebat
ketika aku menginginkannya. Lissa tak mampu mengelak.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Kuharap aku bisa membaca pikiranmu," ia merenung.
"Ayolah," kataku. "Kau mengenalku. Kau benar-benar berpikir aku melakukannya"
Menyerahkan Christian dan membuat diriku sendiri terlihat bodoh dengan sengaja
agar dipanggil oleh para tentorku?"
"Tidak," katanya akhirnya. "Kau mungkin melakukan cara lain ketika kau tidak
tertangkap." "Dimitri mengatakan hal yang sama," aku menggerutu. "Aku senang semua orang
sangat setia padaku."
"Tentu saja kami seperti itu," katanya. "Itulah mengapa semua ini terlihat sangat
aneh." "Meski aku melakukan kesalahan." Aku memasang sikap kurang ajar, wajah yang
terlalu percaya diri. "Aku tahu ini sulit dipercaya " semacam kejutan untukku juga " tapi kurasa ini
memang sudah seharusnya terjadi. Ini mungkin sejenis cara untuk menyeimbangkan
jagat raya. Selain itu, tidak adil jika memiliki satu orang yang penuh dengan banyak
kebisaan." Adrian, syukurlah sejak tadi diam, sedang mengamati pembicaraan kami, lebih mirip
seperti melihat kami melakukan pertandingan tenis. Matanya menatap lembut tajam
dan aku menduga dia sedang mempelajari aura kami.
Lissa memutar matanya, tapi untungnya, kemarahan yang kurasakan dalam dirinya
sudah mereda. Dia mempercayaiku. Kebingungannya kemudian meninggalkan
wajahku ke seseorang yang melewatiku. Aku merasakan kebahagian, emosi emas
yang menandakan kehadiran Christian.
"Pengawal resmi pribadiku kembali," dia mengumumkan, menarik sebuah kursi. Dia
melirik Lissa. "Apa kau belum selesai?"
"Selesai apa?" tanyanya.
Dia menelengkan kepalanya ke arahku. "Memberikan waktu-waktu yang sulit
mengenai bagaiamana dia melemparku ke dalam genggaman mematikan Alto."
Wajah Lissa memerah. Dia sudah merasa sedikit buruk dengan bersikap agak kasar
padaku, sekarang aku mempersiapkan pertahanan untuk diriku sendiri secukupnya.
Mulit usil Christian, tahu kalau mengobservasi hanya membuat lissa semakin merasa
bodoh. "Kami hanya membicarakannya, hanya itu."
Adrian menguap dan membungkuk di kursinya.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Sebenarnya, aku berpikir aku bisa mengerti ini semua. Ini hanya tindakan
kenakalan, ya kan" Kenakalan untuk menakutiku sejak aku selalu membicarakanmu
yang menjadi pengawalku. Kau pikir jika kau berpura-pura menjadi pengawal yang
buruk aku tidak akan menginginkanmu. Well, itu tidak akan berkerja, jadi tidak ada
lagi mencoba untuk membahayakan nyawa orang lain lagi."
Aku bersyukur dia tidak membicarakan kejadian di aula. Ryan jelas saja sudah
keterlaluan, tapi setelah waktu berlalu, ini menjadi semakin sulit dan sulit untukku
percaya kalau aku telah melakukan gertakan itu. Itu seperti melihat sesuatu yang
terjadi pada orang lain dan aku hanya menontonnya. Tentu saja, aku selalu terlihat
suka mengertak sebelumnya. Aku awalnya menggila mengetahui kalau aku
ditugaskan dengan Christian, marah karena tuduhan para pengawal, marah tentang
" Oh benar. Itu mungkin waktu disaat diriku meleparkan bomnya.
"Jadi, um ... ada sesuatu yang kalian harus ketahui." Empat pasang mata " bahkan
mata Eddie " menatapku.
"Ada yang salah?" tanya Lissa. Ini bukan hal mudah untuk mengatakan kepada
mereka, jadi aku hanya mendorongnya keluar.
"Sebenarnya, ini mengenai Victor Dashkov yang ternyata tidak pernah dibuktikan
bersalah atas apa yang telah ia lakukan pada kita. Dia hanya dikurung. Tapi mereka
akhirnya akan melaksanakan persidangan resmi " di minggu-minggu lain atau
berikutnya." Reaksi Lissa mendengar nama itu sama seperti reaksiku. Syok
menembak melalui ikatan kami, diikuti oleh ketakutannya. Kilasan gambar-gambar
silih berganti berputar dipikirannya.
Jalan permainan gila Viktor sudah membuatnya mempertanyakan kewarasannya
sendiri. Siksaan anak buah Viktor sudah menyudutkannya juga. Masa berdarah yang
ia temukan setelah Christian diserang anjing-anjingnya. Dia mengepalkan tangannya
di atas meja, buku-buku jarinya memutih. Christian tidak bisa merasakan rekasi
Lissa seperti bagaimana sekarang aku merasakannya, tapi dia tidak perlu hal itu. Dia
melinggarkan tangannya di tubuh Lissa. Lissa hampir tidak menyadarinya.
"Tapi ... tapi ..." dia mengambil nafas dalam, terus menerus bernafas, bertarung agar
tetap tenang. "Bagaimana mungkin dia belum dinyatakan bersalah" Semua orang tahu ... mereka
semua melihat ..." "Ini hukum. Mereka sepertinya harus memberikannya kesempatan untuk membela
diri." Ada kebingungan menyelimuti dirinya, dan perlahan, dia mulai mersakan kesadaran
yang sama seperti yang aku rasakan terhadap Dimitri malam itu. "Jadi ... tunggu ...
apa kau baru saja mengatakan kalau ada kemungkinan dia dinyatakan tidak
bersalah?" Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Aku menatap matanya, mata yang ketakutan dan tidak mampu membiarkanku
untuk mengatakannya. Sesungguhnya, wajahku sudah melakukannya.
Christian menghantamkan tinjunya ke meja. "Ini omong kosong." Beberapa orang di
meja lain melirik ledakan kemarahannya itu.
"Ini politik," kata Adrian. "Orang-orang yang berkuasa tidak pernah bermain dengan
aturan yang sama." "Tapi dia hampir membunuh Rose dan Christian!" tangis Lissa. "Dan dia sudah
menculikku! Bagaimana bisa semua itu masih dipertanyakan?" Emosi Lissa
memenuhi ruangan. Takut. Penderitaan. Kemarahan. Sakit hati. Kebingungan. Putus
asa. Aku tidak ingin dirinya masuk ke dalam perasaan kelam dan harapan matimatian yang sudah ia usahakan untuk ia kontrol selama ini. Perlahan, terus
menerus, dia berhasil " tapi kemudian aku mulai membuatnya marah lagi. Ini
seperti aku melakukan apa yang dilakukan Ryan.
"Itu hanya formalitas, aku yakin," kata Adrian. "Ketika semua bukti sudah ada,
kemungkinan itu terlalu mubajir untuk diperdebatkan."
"Itu lah masalahnya," aku berkata pahit. "Mereka tidak berencana untuk
mendapatka semua buktinya. Kami dilarang pergi untuk membuktikannya."
"Apa?" teriak Christian. "Lalu siapa yang memberikan kesaksian?"
"Pengawal lain yang ada disana saat kejadian. Kami sepertinya tidak dapat dipercaya
untuk menjaga semuanya dalam kerahasiaan. Sang ratu tidak ingin dunia tahu kalau
satu dari bangsawan berharganya mungkin telah melakukan sesuatu yang salah."
Lissa tidak terlihat melawanku karena telah mencela keluarga bangsawan. "Tapi
kami lah alasan mengapa dia disidang."
Christian berdiri, melirik ke sekitar seolah Victor mungkin ada di perpustakaan.
"Aku akan mengurus hal ini dari sekarang."
"Tentu," kata Adrian. " Aku bertaruh dengan pergi masuk ke sana dan menendang
pintu akan mengubah pikiran mereka. Bawa Rose bersamamu dan kalian akan
membuat pengaruh yang benar-benar baik."
"Ya?" tanya Christian, mencengkram erat belakang kursinya dan mempelajari Adrian
dengan lirikan yang tajam. "Kau punya ide yang lebih bagus?"
Ketenagan Lissa mulai bergelombang lagi. "Jika Victor bebas, mungkinkah dia akan
mengejar kita lagi?"
"Jika dia lepas lagi, dia tidak akan bertahan lama," kataku. "Aku yang akan
memastikan hal itu."
"Hati-hati ucapanmu," kata Adrian. Dia terlihat mendapatkan tontonan lucu dari
semua ini. "Kau bahkan tidak mampu lepas dari pembunuh bayaran kerajaan."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Aku baru saja ingin mengatakan kalau aku akan mempraktekan terlebih dulu
padanya, tapi suara tajam Eddie menyela pikiranku.
"Rose." Naluri yang lahir dari latihan bertahun-tahun secara instan keluar begitu
saja. Aku menengadah dan secara cepat melihat apa yang ia sadari. Emil baru saja
masuk ke perpustakaan dan sedang memindai para novis, membuat catatan. Aku
bangkit dari kursiku, mengambil posisi tidak jauh dari Eddie yang memberikan
pandangan tepat ke Christian dan perpustakaan. Sial. Aku harus berpegangan, atau
aku akan berakhir dengan pembuktian kalau Ryan benar. Diantara perkelahianku di
aula dan sekarang tentang Victor, aku sudah megabaikan tugas sebagai pengawal.
Aku bahkan tidak butuh Mason agar gagal dalam hal ini.
Emil tidak melihatku sed ang duduk dan bersosialisasi. Dia berjalan, melirik ke arah
kami, dan membuat beberapa catatan sebelum berbalik memindai sisa
perpustakaan. Lega karena berhasil terselamatkan di detik-detik terakhir, aku
mencoba keberuntungan untuk mengontrol diriku sendiri. Sangat sulit. Suasana hati
yang kelam memerangkapku lagi dan mendengarkan Lissa dan Christian gusar
mengenai persidangan Victor benar-benar tidak membantuku untuk tenang sama
sekali. Aku ingin ikut bergabung dan memikirkannya juga. Aku ingin berteriak,
berkata kasar, dan membagi rasa frustasiku sendiri.
Tapi sebagai pengawal, aku tidak berhak mendapatkan kemewahan itu. Tugas
pertamaku adalah melindungi Moroi daripada menuruti kata hatiku sendiri. Lagi
dan lagi, aku mengulang mantra seorang pengawal:
Mereka yang harus didahulukan.
Kata-kata itu mulai membuatku kesal.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Tujuh KETIKA PERINGATAN PERTAMA untuk jam tidur berbunyi, kaum Moroi
merapikan barang-barang mereka. Adrian langsung pergi begitu saja, tapi Lissa dan
Christian menikmati waktu mereka berjalan berdua kembali ke asrama. Mereka
berpegangan tangan dan membiarkan kepala mereka saling berdekatan,
membisikkan tentang sesuatu yang bisa ku "mata-matai" jika aku menghilang ke
dalam kepala Lissa. Mereka masih marah mengenai kabar Victor.
Aku memberikan mereka waktu berdua dan tetap menjaga jarak, memimpin saat
Eddie berjalan di sisi mereka. Sejak lebih banyak Moroi dari pada dhampir di
sekolah, kaum Moroi memiliki dua asrama yang berdampingan. Lissa dan Christian
tinggal di asrama yang berbeda. Mereka sama-sama berhenti ketika mereka sampai
di luar gedung dimana bagian gedung tersebut menuju bagian yang terpisah. Mereka
saling mengucapkan selamat tinggal dengan ciuman dan aku melakukan yang sebaik
aku bisa untuk melihat sebagaimana seharusnya pengawal melihat " tanpa benarbenar " melihat sesuatu. Lissa mengucapkan selamat tinggal padaku dan
mendahului pergi ke asramanya bersama Eddie. Aku mengikuti Christian ke
asramanya. Jika aku harus menjaga Adrian atau seseorang seperti dia, aku mungkin harus
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membuat ejekan tentang seks, bagaimana kami tidur bersama selama enam minggu
ke depan. Tapi Christian memperlakukanku dengan sopan, bersikap seolah aku
adalah saudara perempuannya. Dia sudah membersihkan lantai untukku dan
sebelum dia selesai membersihkan giginya, aku sudah membuat tempat tidur yang
nyaman dengan selimut disitu.
Dia mematikan lampu dan naik ke atas tempat tidurnya. Setelah beberapa saat, aku
bertanya, "Christian?"
"Ini waktunya kita tidur, Rose."
Aku menguap. "Percayalah, aku juga ingin tidur. Tapi aku punya satu pertanyaan."
"Apa ini tentang Victor" Sebab aku ingin tidur dan hal itu hanya akan membuatku
marah lagi." "Tidak, ini tentang sesuatu yang lain."
"Baiklah, katakan."
"Mengapa kau tidak membuat lelucon tentang apa yang terjadi dengan Stan" Semua
orang mencoba menduga-duga kalau aku mengacau atau melakukannya dengan
sengaja. Lissa juga memberiku masa-masa sulit. Adrian sedikit. Dan para penjaga ...
baiklah, jangan pikirkan tentang mereka. Tapi kau tidak mengatakan apa pun. Aku
kira kau lah yang pertama kali akan memberikan komentar pedas."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Lebih banyak keheningan jatuh kala itu dan aku berharap dia sedang memikirkan
jawabannya dan bukannya jatuh tertidur.
"Tidak ada gunanya memberikanmu waktu-waktu sulit," katanya akhirnya. "Aku
tahu kau tidak melakukannya dengan sengaja."
"Mengapa tidak" Maksudku, bukannya aku menyangkalmu " sebab aku memang
tidak melakukannya dengan sengaja " tapi bagaimana kau bisa yakin?"
"Sebab perbincangan kita di kelas ilmu memasak. Dan sebab bagaimana dirimu
sebenarnya. Aku melihatmu di Spokane. Seseorang yang melakukan apa yang kau
lakukan untuk menyelamatkan kami ... well, kau tidak mungkin melakukan sesuatu
yang kekanak-kanakan seperti itu."
"Wow. Trima kasih. Aku ... semua itu sangat berarti." Christian mempercayaiku
ketika tidak satu pun orang melakukannya.
"Kau orang pertama yang percaya aku hanya mengacau tanpa motivasi
tersembunyi." "Sebenarnya," katanya, "Aku juga tidak mempercayai hal itu juga."
"Mempercayai apa" Bahwa aku mengacau" Mengapa tidak?"
"Apa kau tidak mendengarkan" Aku sudah melihatmu di Spokane. Seseorang
sepertimu tidak akan mengacau atau membeku." Aku mulai memberikannya
gambaran yang sama seperti yang aku berikan pada para pengawal, bahwa meski
telah membunuh Strigoi tidak membuatku menjadi tidak terlihat, tapi dia memotong
penjelasanku: "Ditambah lagi, aku melihat wajahmu saat itu."
"Saat ... di lapangan?"
"Ya." Beberapa saat hening berlalu. "Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi caramu
menatap ... bukan terlihat seperti seseorang yang mencoba membalas seseorang.
Bukan wajah yang kosong terkejut karena penyerangan Alto juga. Wajahmu
menjukkan sesuatu yang berbeda ... aku tidak mengerti. Tapi tatapanmu tersita oleh
sesuatu yang lain " dan sejujurnya" ekspresimu" Sejenis ketakutan."
"Belum ... ternyata kau belum memberikan waktu-waktu sulit untukku juga."
"Bukan urusanku. Jika alasan semua itu cukup besar untuk membuatmu berlaku
seperti itu, berarti pastilah hal tersebut merupakan sesuatu yang serius. Tapi jika
aku ingin jujur, aku merasa aman bersamamu, Rose. Aku tahu kau akan
melindungiku, jika disana memang benar-benar ada Strigoi." Dia menguap. "Ok.
Sekarang aku ingin mengistirahatkan jiwaku, bisakah kita tidur" Mungkin kau tidak
butuh tidur untuk kecantikan, tapi sebagian dari kita tidak seberuntung itu."
Aku biarkan dia tidur dan segera jatuh pada kelelahanku sendiri. Aku sudah melalui
hari yang panjang dan hanya mendapatkan sedikit waktu untuk beristirahat dari
malam sebelumnya. Sekali aku tertidur lelap, aku mulai bermimpi. Seperti yang
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com biasa terjadi, aku merasakan tanda-tanda dari mimpi yang sudah dimodifikasi
Adrian. "Oh tidak," aku mengerang.
Aku berdiri dia sebuah taman di pertengahan musim panas. Udara terasa berat dan
lembab dan matahari memukulky di bawah gelombang emas. Bunga-bunga dengan
setiap warna bermekaran disekitarku, dan udara dipenuhi oleh aroma bunga lilac
dan mawar. Lebah dan kupu-kupu menari dari satu bunga ke bunga yang lain. Aku
mengenakan celana jeans dan tank top. Nazar ku, mata biru kecil yang terbuat dari
kaca untuk menjauhkan dari roh jahat, tergantung di leherku. Aku juga mengenakan
gelang manik-manik dengan salib, sebuah chotki, di pergelanganku. Itu adalah
barang warisan dari keluarga Dragomir yang diberikan Lissa padaku. Aku jarang
mengenakan perhiasan ketika aku bertugas, tapi selalu muncul dalam mimpi-mimpi
seperti ini. "Dimana kau?" aku memanggil. "Aku tahu kau disini."
Adrian keluar dari balik pohon apel yang dipenuhi oleh bunga-bunga berwarna
merah muda dan putih. Dia mengenakan jeans " sesuatu yang belum pernah kulihat
sebelumnnya. Dia terlihat tampan dan tak diragukan mengenakan barang bermerek.
Kaos hijau gelap " juga sangat sederhana " menutupi tubuh bagian atasnya, dan
cahaya matahari menampakkan hightlights berwarna emas dan cokelat muda di
rambutnya yang cokelat. "Sudah kubilang jangan dekati mimpiku lagi," kataku, berkacak pinggang.
Dia memberiku senyuman malas. "Tapi bagaimana lagi caranya kita bisa bicara" Kau
tidak terlihat ramah akhir-akhir ini."
"Mungkin jika kau tidak menggunakan kompulsi pada orang-orang, kau mungkin
bisa memiliki banyak teman."
"Aku harus menyelamatkan dirimu dari dirimu sendiri. Auramu saat itu seperti awan
badai." "Ok, untuk sekali ini, bisakah kita tidak membicarakan aura dan kiamat yang akan
terjadi?" Matanya menunjjukan kalau dia sudah benar-benar tertarik dengan hal tersebut,
tapi dia membiarkannya dan tidak meneruskan pembicaraan itu.
"Baiklah, kita bisa membicarakan tentang hal lain."
"Tapi aku tidak ingin berbicara! Aku ingin tidur."
"Kau sedang tidur." Adrian tersenyum dan berjalan menjauh mempelajari bungan
anggur yang berwarna jingga dan kuning yang berbentuk seperti terompet. Dia
menyentuhkan jari-jarinya dengan lembut di sekeliling tepian bunga.
"Ini taman nenekku."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Bagus," kataku, membuat diriku nyaman dengan bersandar di pohon apel.
Sepertinya kami bisa berada disini untutuk beberapa saat. "Sekarang aku akan
mendengarkan sejarah keluargamu."
"Dia adalah wanita yang anggun."
"Aku yakin memang seperti itu. Bisakah aku pergi sekarang?"
Matanya masih tertuju pada bunga anggur yang mekar.
"Kau tidak seharusnya mengumpat pada sejarah keluarga Moroi. Kau tidak tahu
apapun tentang ayahmu. Agar kau tahu saja, kita mungkin saja berkeluarga."
"Apakah artinya kau akan menginggalkanku sendiri?" Dia memutar tubuhnya
padaku dan megalihkan pokok pembicaraan seolah-olah aku tidak berbicara apaapa.
"Ah, jangan kuatir. Kurasa kita berasal dari keluarga yang berbeda. Bukankah
ayahmu orang Turki?"
"Ya, menurut ib " hey, apa kau sedang memelototi dadaku?"
Dia sedang mempelajariku, tapi matanya tidak lagi menatap wajahku. Aku
menyilangkan tanganku di dada dan memelototinya.
"Aku menatap kaosmu," katanya. "Warnanya salah." Menjangkau, ia menyentuh tali
tank top ku. Seperti tinta yang tumpah di kertas, kain itu berubah warna menjadi
peris sama seperti warna bunga anggur. Dia menajamkan matanya seolah ia adalah
seorang seniman yang sedang mempelajari hasil karyanya.
"Bagaiman kau melakukannya?" aku berteriak.
"Ini mimpiki. Hmm. Kau bukan manusia yang cocok dengan warna biru.
Sebenarnya, tidak cocok. Ayo coba yang ini." Biru yang menyala berubah menjadi
merah cerah. "Ya. Ini dia. Merah adalah warnamu. Merah seperti mawar, manis, Rose yang
manis." "Oh Tuhan," kataku. "Aku tidak tahu kalau kau juga bisa dalam masa gila bahkan
dalam mimpi." Dia tidak pernah segelap dan sedepresi Lissa dulu, tapi roh pastinya
membuatnya menjadi aneh kadang-kadang.
Dia melangkah mundur dan melempar tangannya. "Aku selalu gila disekitarmu,
Rose. Aku bahkan membuat sebuah puisi dadakan untukmu." Dia memiringkan
kepalanya ke belakang dan berteriak ke langit:
"Mawar berwarna merah
dan tidak pernah menajdi biru
Tanjam seperti duri Duri yang bberkelahi."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Adrian menurunkan tangannya dan mendadak.
"Bagaimana mungkin duri berkelahi?" tanyaku.
Dia menggelengkan kepanya. " Seni tidak perlu logika agar memiliki arti, dhampir
kecil. Selain itu, aku sudah seharusnya gila, kan?"
"Tidak segila yang pernah kulihat."
"Sebenarnya," katanya, mondar-mandir untuk mempelajari beberapa bunga, "Aku
akan terus seperti itu."
"Aku hendak bertanya lagi kapan aku bisa "kembali" tidur, tapi pertukaran kami
membawa sesuatu dalam pikiranku.
"Adrian ... bagaimana kau bisa tahu kalau kau gila atau tidak?" Dia berbalik dari
bunga, sebuah senyuman di wajahnya. Aku bisa bilang dia seperti akan membuat
sebuah lelucon, tapi kemudian dia menatap tajam ke arahku. Senyumnya memudar,
dan dia berubah menjadi serius yang tidak biasa.
"Apa kau berpikir kalau kau gila?" tanyanya.
"Aku tidak tahu," kataku, menatap ke tanah. Kakinya telanjang dan bilah rumput
mengeletik kakiku. "Aku sudah ... melihat sesuatu."
"Orang yang gila sangat jarang mempertanyakan apakah dia gila," katanya bijaksana.
Aku mendesah dan menatapnya balik. "Perkataan itu
menolongku." tidak benar-benar Dia berjalan ke arahku dan meletakkan tangnnya di bahuku. "Aku tidak berpikir kau
gila, Rose. Kurasa kau sudah melewati terlalu banyak hal."
Aku merengut. "Apa artinya itu?"
"Artinya menurutku kau tidak gila."
"Trims. Itu berarti. Kau tahu, mimpi ini benar-beanar mulai mengkontaminasiku."
"Lissa tidak merasa terganggu," katanya.
"Kau mendatanginya juga" Apa kau serius tidak memiliki ikatan?"
"Ah, dia hanya butuh instruksi. Dia ingin belajar bagaimana caranya melakukan ini."
"Bagus. Jadi aku hanyalah salah satu yang beruntung yang mendapatkan gangguan
seksualitas mu." Dia terlihat tersakiti. reinkarnasi iblis." "Aku berharap kau tidak bertingkah seolah aku adalah
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Maaf. Aku hanya tidak memiliki alasan kalau kau bisa melakukan hal yang
berguna." "Benar. Sebagai kebalikan dari pelatih perampok-buaian mu. Aku tidak benar-benar
melihat kalau kau punya kemajuan dengannya."
Aku mengambil langkah ke belakang dan menatap matanya lekat-lekat. "Jauhi
Dimitri dari hal seperti ini."
"Baiklah asal kau berhenti bertingkah seolah dia yang paling sempurna. Bantah saja
kalau aku salah, tapi dia satu dari orang-orang yang menyembunyikan persidangan
itu darimu, benarkan?"
Aku membuang muka. "Itu tidak penting sekarang. Lagipula, dia punya alasannya
sendiri." "Ya, yang berarti termasuk tidak terbuka padamu atau memperjuangkamu agar kau
berada di persidangan itu. Jika itu aku ... " Dia mengangkat bahu. "Aku bisa
memasukkanmu ke dalam persidangan itu."
"Kau?" aku bertanya dengan tertawa kejam. " Bagaimana caranya kau bisa
melakukan hal itu" Bisakah asap rokokmu membutakan mata hakim" Menggunkan
kompulsi kepada ratu dan separuh dari keluarga bangsawan di persidangan?"
"Kau tidak seharusnya secepat itu meremehkan seseorang yang bisa menolongmu.
Sabarlah sedikit." Dia memberikan ciuman ringan di dahiku yang kucoba hindari.
"Tapi untuk sekarang, pergilah istirahat."
Taman itu mengabur dan aku kembali kekegelapan tidurku.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Delapan UNTUK BEBERAPA HARI SELANJUTNYA, aku mengikuti Christian kemana-mana
tanpa ada kesulitan. Dan seperti sudah seharusnnya aku, aku menemukan diriku
sendiri berkembang menjadi lebih dan lebih tidak sabaran. Untuk satu hal, aku
menemukan kalau hal terbanyak yang dilakukan ketika menjadi pengawal adalah
menunggu di sekitar Moroimu. Sebenarnya, aku sudah tahu hal itu, tapi ternyata
kenyataannya lebih susah dari apa yang aku bayangkan. Keberadaan pengawal tentu
saja sangat penting ketika Strigoi memutuskan untuk menyerang. Tapi bagaimana
penyerangan itu" Umumnya sangat jarang terjadi. Waktu bisa saja berlalu " tahun
demi tahun berlalu " tanpa perlu berhubungan dengan pertarungan apa pun. Ketika
instrukturku, tentu saja, tidak membuat kami menunggu lama penyerangan itu
selama masa pelatihan ini, mereka sama sekali tidak mengajari kami untuk bersabar
dan betapa pentingnya untuk tidak bersantai ketika tidak ada penyerangan selama
beberapa waktu. Kami juga berpegangan sebisa mungkin pada kondisi ketelitian
seorang pengawal: selalu berdiri dan selalu terlihat resmi. Lebih sering dari pada
tidak melakukannya, pengawal yang tinggal dengan keluarga Moroi berlaku santai di
rumah mereka dan melakukan hal biasa seperti membaca atau menonton TV " tapi
masih tetap waspada pada gangguan apapun. Kami tidak bisa mengharapkan itu,
meskipun begitu, kami harus berlatih cara keras ketika di sekolah.
Level kesabaranku tidak bekerja dengan baik dalam hal menunggu, tapi rasa
frustasiku lebih tinggi dibandingkan dengan kegelisahanku. Aku menderita menahan
kesempatan untuk membuktikan diriku sendiri, untuk mengubah anggapan kalau
aku tidak bereaksi ketika Stan menyerang. Aku tidak mendapatkan penglihatan
tentang Mason lagi dan sudah memutuskan kalau apa yang aku lihat sesungguhnya
hanyalah karena kelelahan " dan stres. Pemikiran itu membuatku bahagia sebab hal
tersebut merupakan alasan yang jauh lebih baik daripada menjadi gila atau tidak
waras. Tapi ada hal pasti yang membuatku lebih tidak bahagia. Ketika Christian dan aku
bertemu dengan Lissa setelah kelas suatu hari, aku bisa merasakan rasa khawatir
dan ketakutan dan amarah yang Lissa pancarkan. Meskipun begitu, hanya ikatan
batin ini yang bisa memberi petunjuk padaku. Untuk semua keseluruhan
penampilannya, dia terlihat baik-baik saja. Eddie dan Christian, yang sedang
membicarakan sesuatu berdua, tidak menyadari apa pun. Aku mendekatinya dan
melingkarkan tanganku ketika kami berjalan.
"Semua akan baik-baik saja. Semuanya akan berjalan baik-baik saja." Aku tahu apa
yang sedang mengganggunya. Victor.
Kami memutuskan kalau Christian menganggap " meskipun kemauannya untuk
"peduli pada sesuatu" " mungkin saja bukan pilihan terbaik untuk membiarkan kami
mengikuti persidangan Victor. Jadi, Lissa harus memainkan diplomasi di hari
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com lainnya dan sangat sopan berbicara pada Alberta tentang kemungkinan untuk
memberikan kesaksian. Alberta juga sudah mengatakan padanya, juga dengan kesopanan yang sama, kalau
itu hal yang tidak perlu.
"Aku merasa jika kita hanya memberikan penjelasan " kenapa ini sangat pentingmereka akan membiarkan kita pergi," dia berbisik padaku. "Rose, aku tidak bisa
tidur. ... Aku selalu memikirkan hal ini. Bagaimana jika dia berhasil bebas"
Bagaimana kalau mereka benar-benar membiarkannya bebas?"
Suaranya bergetar, dan disana terdapat kerapuhan yang dulu pernah ada. Segala
macam hal yang datang umumnya mematikan alarm peringatanku, tapi kali ini,
semua ini memicu kenangan dengan dorongan yang aneh. Saat ketika Lissa sangat
bergantung padaku. Aku senang melihat betapa kuatnya ia dan hanya ingin
memastikan ia akan tetap seperti itu.
Aku mengencangkan pelukanku, sulit melakukannya sambil berjalan. "Dia tidak
akan bebas," kukatakan dengan sengit. "Kita akan pergi ke persidangan. Aku
pastikan itu. Kau tau aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu."
Dia menyandarkan kepalanya di bahuku, senyuman kecil merekah di wajahnya.
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Karena itulah aku mencintaimu. Kau sama sekali tidak tahu bagaimana caranya
membawa kita semua ke persidangan itu, tapi kau masih terus saja mendorongku
agar aku merasa lebih baik."
"Apa itu bekerja?"
"Ya." Kekhawatiran masih mengintai dalam dirinya, tapi rasa gelinya membuang efek itu
sedikit. Ditambah lagi, disamping dia menggodaku dengan janjiku yang gagah
berani, kata-kataku benar-benar bisa meyakinkannya.
Sayangnya, kami segera menemukan kalau Lissa memiliki alasan lain untuk frustasi.
Dia sedang menunggu penghapusan pengobatannya dalam jadwalnya dan
mengizinkannya untuk memperoleh izin penuh untuk menggunakan sihir. Sihir itu
ada disana " kami berdua bisa merasakannya - tapi dia masih memiliki masalah
untuk menyetuhnya. Tiga hari sudah berlalu, dan tidak ada yang berubah dari diri Lissa. Aku bisa
merasakannya, tapi konsentrasi terbesarku adalah bagian mentalnya " yang mana
masih tetap bersih. "Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi," dia mengeluh. Kami hampir sampai ke
jadwal biasa. Lisssa dan Christian berencana menonton film. Aku setengah
membayangkan seberapa sulit untukku tetap waspada sambil menonton film.
"Ini terasa kalau seharusnya aku mampu melakukan sesuatu tapi aku masih tidak
bisa. Aku merasa buntu."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Mungkin bukan hal yang buruk," aku mengeluarkan pendapatku, menjauh dari
Lissa agar aku bisa memindai jalan kecil lebih dulu. Dia melemparkan pandangan
sedih padaku. "Kau tukang khawatir. Kupikir itu tugasku."
"Hey, tugasku adalah menjagamu."
"Sebenarnya, itu tugasku," sahut Eddie, mempertunjukkan candaan yang jarang
terjadi. "Kalian berdua pastilah sangat khawatir," dia mendebat. "Tidak tentang ini."
Christian menyelipkan tangannya di pinggang Lissa. "Kau lebih tidak penyabar
dibandingkan Rose disini. Yang kau butuhkan untuk dilakukan adalah " "
Sebuah kejadian d?j? vu terjadi.
Stan melompat dari belakang pepohonan dan menjangkau Lissa, melilitkan
tangannya ke tubuh Lissa dan menyentak Lissa ke arahnya. Tubuhku merespon
spontan, tidak ada keragu-raguan ketika aku bergerak untuk "menyelamatkannya".
Satu-satunya masalah adalah ketika Eddie merespon spontan juga, dan dia sangat
dekat, yang berarti membuatnya berada di depanku. Aku memutar, mencoba masuk
dalam aksi tersebut, tapi posisi mereka berdua menghalangiku untuk bisa bergerak
efektif. Eddie mendatangi Stan dari samping, sengit dan cepat, menarik tangan Stan dari
Lissa dengan kekuatan yang hampir cukup untuk merobek persendian Stan. Bentuk
tubuh kurus Eddie selalu bisa melindungi kenyataan betapa berototnya sebenarnya
dirinya. Tangan Stan menangkap sisi wajah Eddie, kuku menancap dalam, tapi itu
cukup sehingga Lissa bisa bergeliat bebas dan berlari menghampiri Christian di
belakangku. Dengan dirinya yang sudah lepas dari cengkraman Stan, aku bergerak
ke arah sisi lain, berharap bisa membantu Eddie " tapi itu tidak perlu. Tanpa
kehilangan tempo pertarungan, dia menangkap Stan dan melemparnya jatuh ke
tanah. Separuh tarikan nafas kemudian, pasak latihan Eddie sudah dalam posisi di
atas jantung Stan. Stan terpana, lebih tepatnya merasa puas. "Kerja bagus, Castile."
Eddie menarik pasaknya dan menolong mentornya itu berdiri. Setelah aksi itu
berakhir, aku bisa melihat sekarang betapa banyaknya lebam dan benjolan di wajah
Stan. Penyerangan bagi kami para novis mungkin hanya terjadi sesekali dengan jeda
yang lama, tapi para penjaga kami bertarung setiap hari selama pelatihan ini.
Mereka semua mendapatkan kekerasan, tapi mereka menghadapinya dengan senang
dan humor yang bagus. "Trimakasih, Pak," kata Eddie. Dia terlihat puas tapi tidak kelihatan sombong.
"Aku akan lebih cepat dan kuat jika aku menjadi Strigoi, tentu saja, tapi aku
bersumpah, kau bisa mendapatkan saingan dengan kecepatanmu disaat itu." Stan
melirik Lissa. "Kau baik-baik saja?"
"Baik," jawab Lissa, terlihat bersinar. Bisa kurasakan kalau dia sebenarnya
menikmati kehebohan ini. Adrenalinnya berpacu cepat.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Senyum Stan menghilang ketika ia mengalihkan perhatiannya padaku. "Dan kau "
apa yang kau lakukan?"
Mataku membelalak, terperanjat dengan nada kasarnya. Itu sesuatu yang ia katakan
tempo lalu. "Apa maksudmu?" seruku. "Aku tidak membeku atau apapun sekarang! Aku sudah
siap untuk membantunya, mencari kesempatan untuk bergabung dengannya."
"Ya," dia setuju. "Itu jelas masalah. Kau terlalu tak sabar untuk memukul sehingga
kau lupa kalau ada dua moroi di belakangmu. Mereka mungkin tidak nyata dalam
pikiranmu. Kau keluar dari awal, dan kau membelakangi mereka." Aku melangkah
maju dan meliriknya tajam, tidak berpikir masalah kesopanan.
"Itu tidak adil. Jika kita berada dalam kejadian yang sebenarnya dan Strigoi
menyerang, kau tidak bisa mengatakan padaku kalau penjaga yang lain tidak akan
meloncat masuk dan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk
melumpuhkan Strigoi itu secepat mungkin."
"Kau mungkin benar," jawab Stan. "Tapi kau tidak berpikir untuk menghilangkan
gangguan seefisien mungkin. Kau tidak memikirkan Moroimu yang tidak
terlindungi. Kau hanya berpikir tentang bagaimana kau bisa secepatnya melakukan
sesuatu yang luar biasa dan membebaskan dirimu sendiri dari kesalahan yang sudah
kau perbuat." "Ap-Apa" Apa kau sedang membuat beberapa lompatan disana" Kau sedang
menilaiku dari apa yang kau pikirkan sebagai motivasiku. Bagaimana bisa kau begitu
yakin dengan apa yang sedang aku pikirkan?" Aku bahkan tidak tahu hampir di
separuh waktu yang berjalan ini.
"Naluri," jawabnya misterius. Dia mengambil bloknot kecil kertas dan membuat
beberapa catatan disana. Aku memicingkan mataku, berharap aku bisa melihat
langsung melalui catatan itu dan melihat apa yang ia tulis tentang diriku. Ketika dia
selesai, dia menyimpan catatan itu dibalik jubahnya dan mengangguk pada kami
semua. "Sampai jumpa."
Kami melihatnya berjalan melintasi tanah bersalju menuju ke arah aula dimana para
dhampir berlatih. Mulutku masih terbuka dan aku bahkan tidak bisa mendapatkan
satu kata pun pada awalnya. Kapan semua ini berakhir dengan mereka" Aku sedang
terbakar lagi dan lagi karena masalah teknis yang bodoh yang sama sekali tidak ada
hubunganya dengan aksiku di dunia nyata.
"Itu semua bahkan tidak adil. Bagaimana bisa dia menghakimiku dengan pikirannya
mengenai apa yang aku pikirkan?" Eddie mengangkat bahu ketika kami melanjutkan
perjalanan kami ke asrama.
"Dia bisa berpikir sekehendak hatinya. Dia instruktur kita."
"Ya, tapi dia akan memberikan aku nilai buruk lagi! Pengalaman lapangan itu sia-sia
jika tidak benar-benar bisa menunjukkan bagaimana caranya kita melawan Strigoi.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Aku tidak percaya ini. Aku hebat " aku sangat hebat. Bagaimana bisa aku gagal
dalam hal ini?" Tidak seorang pun yang menjawab, tapi Lissa memberikan catatan
yang tidak menyenangkan. "Well ...mengesampingkan apakah dia adil atau tidak, dia benar tentang satu hal :
Kau hebat, Eddie." Aku melirik kearah Eddie dan merasa begiru buruk karena aku membiarkan diriku
hanyut dalam dramaku sendiri dan melupakan kesuksesan Eddie. Aku marah "
sangat marah " tapi kesalahan Stan lah satu-satunya yang menjadi masalah yang aku
hadapi. Penampilan Eddie sangat mengagumkan, dan setiap orang memujinya
dalam perjalanan hingga membuatku bisa melihat rona merah di pipinya. Atau
mungkin itu hanya karena cuaca yang begitu dingin. Bagaimanapun juga, aku
merasa bahagia untuknya. Kami turun ke ruang duduk, senang karena menemukan tidak ada satupun orang
yang membicarakan tentang hal itu " dan tempatnya hangat serta nyaman. Setiap
asrama memiliki beberapa ruang duduk seperti ini, dan semua tersedia dengan
berbagai fasilitas seperti film-film dan game serta banyak kursi empuk dan dipan.
Hal-hal tersebut hanya tersedia untuk siswa pada jam-jam tertentu. Di hari libur, hal
tersebut tersedia sepanjang hari, tapi di hari sekolah, waktu untuk memakainya
dibatasi " agaknya untuk mendorong kami agar mengerjakan pekerjaan rumah
kami. Eddie dan aku menilai ruangan dan membuat rencana, kemudian mengambil posisi
kami. Berdiri membelakangi dinding, aku mengawasi dipan Lissa dan Christian yang
tergeletak dengan rasa sangat iri. Kupikir filmnya akan mengalihkanku dari
kewaspadaan, tapi sebenarnya, itu hanyalah bentukkan perasaanku untuk menjaga
pikiranku agar terus bekerja. Aku masih tidak percaya Stan mengatakan apa yang
sudah ia katakan. Dia bahkan tidak mengakui kalau dalam panasnya pertarungan,
penjaga manapun akan mecoba untuk ikut dalam pertarungan. Pendapatnya
mengenai diriku yang memiliki motifasi tersembunyi, motivasi pengumpulan pujian
adalah omong kosong. Aku berandai-andai, jika aku dalam keadaan gawat karena
gagal dalam ujian ini. Jelas sekali, setelah aku lulus, mereka tidak akan
membiarkanku menjadi penjaga Lissa setelah kelulusan" Alberta dan Dimitri
berkata kalau semua ini hanyalah sebuah percobaan untuk memberikan latihan yang
baru bagiku dan Lissa, tapi tiba-tiba, bagian ketakutanku mulai menerka-nerka.
Eddie melakukan pekerjaan yang bagus saat menjaga Lissa. Mungkin mereka sedang
ingin mengetahui seberapa bagus Lissa bisa bekerjasama dengan penjaga lain.
Mungkin mereka khawatir kalau aku hanya bagus ketika melindungi Lissa saja dan
tidak dengan Moroi yang lain " aku kenyatannya membiarkan Mason mati, kan"
Mungkin tes yang sebenarnya adalah untuk melihat apakah aku perlu digantikan.
Dari semua itu, sebenarnya aku ini siapa, sungguh" Seorang pengawal muda yang
akan habis. Dia adalah putri Dragomir. Dia selalu dilindungi " dan pelindunggnya
tidak harus aku. Ikatan batin itu tidak penting jika aku pada akhirnya membuktikan
ketidakmampuanku. Pesona Adrian membuat pikiran ketakutanku yang semakin kalut berhenti sejenak.
Dia masuk ke ruangan yang mulai menggelap, mengedipkan mata ketika ia
menyentak duduk di kursi didekatku. Aku sudah menduga, hanya soal waktu
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com sebelum ia muncul ke permukaan. Kurasa kami hanyalah hiburannya di akademi.
Atau mungkin tidak, menilai bau alkohol yang kuat dari sekitar tubuhnya.
"Apa kau mabuk?" aku menanyakannya ketika film berakhir.
"Cukup mabuk. Apa yang akan kalian lakukan?" Adrian tidak mengunjungi mimpiku
lagi sejak yang terakhir ketika kami berada di taman. Dia juga tidak memunculkan
beberapa godaannya yang keterlaluan. Kebanyakan penampakkanya dengan kami
hanyalah ketika ia bekerja denga Lissa atau untuk mengurangi kebosanannya.
Kami menceritakan secara singkat pertemuan kami dengan Stan pada Adrian,
bangga pada keberanian Eddie dan tidak peduli pada usahaku.
"Kerja bagus," kata Adrian." Terlihat kalau kau mendapatkan luka dari pertempuran
juga." Dia menunjuk pada sisi wajah Eddie dimana tiga tanda merah melirik ke arah
kami. "Aku ingat saat kuku Stan mengenai Eddie selama ia berjuang membebaskan
Lissa. Eddie dengan lembut menyentuh pipinya. "Aku hampir tidak merasakannya." Lissa
memiringkan tubuhnya dan mempelajarinya.
"Kau mendapatkannya saat melindungiku."
"Aku mendapatkannya agar aku bisa lulus ujian lapangan," godanya. "Jangan
khawatirkan hal ini." Dan saat itulah terjadi. Aku melihat sesuatu meraih Lissa, rasa
kasihan dan desakan yang tidak dapat ditolak untuk menolong orang lain seketika
mengisi jiwanya. Dia tidak bisa memahami rasa sakit, tidak bisa memahami untuk
duduk diam tanpa melakukan sesuatu. Aku merasakan kekuatan terbentuk dalam
diri Lissa. Sebuah perasaan kemuliaan dan lingkaran menggelitik tumitku. Aku
tengah mengalami bagaimana kekuatan itu mempengaruhi Lissa. Itu adalah api dan
kebahagian. Memabukkan. Lissa menjulurkan tangannya dan meraih wajah Eddie ....
Dan luka itu menghilang. Lissa menjatuhkan tangannya, dan euforia roh mengabur dari kami berdua.
"Anak perempuan jalang," Adrian tersengal. "Kau tidak bercanda tentang hal itu."
Dia memandang pipi Eddie tajam.
"Tidak ada bekasnya sama sekali." Lissa berdiri dan sekarang merosot kembali ke
dipan. Dia menyandarkan kepalanya dan menutup matanya.
"Aku melakukannya. Aku masih bisa melakukannya."
"Tentu saja kau bisa," kata Adrian. "Sekarang kau harus menunjukkan padaku
bagaimana cara melakukannya."
Lissa membuka matanya. "Itu tidak mudah."
"Oh, aku mengerti," katanya dengan nada yang dilebih-lebihkan. "Kau menanyaiku
terus menerus seperti orang gila tentang bagaimana caranya melihat aura dan
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com berjalan dalam mimpi, tapi sekarang kau tidak mau menunjukkan rahasiamu untuk
ditukarkan." "Ini bukan hal mengenai ketidakmauan. Tapi ketidakmungkinan."
"Karena itu, sepupu, cobalah." Kemudian dia tiba-tiba menggarukkan kuku di
tangannya dan mengeluarkan darah.
"Oh Tuhan!" aku berteriak.
"Apa kau sudah gila?" Siapa yang aku maksudkan" Tentu saja dia. Lissa meraih
tangannya dan memegangnya, dan seperti sebelumnya, dia menyembukan kullit itu.
Kegembiraan mengisi diri Lissa, tapi perasaanku tiba-tiba memburuk tanpa sebab.
Mereka berdua masuk dalam diskusi yang tidak bisa kuikuti, menggunakan istilah
sihir sebaik beberapa istilah yang aku yakin baru saja mereka temukan. Menilai dari
wajah Christian, terlihat kalau ia juga tidak mengerti, dan semakin jelas kalau Adrian
dan Lissa telah melupakan kami dengan semangat membara mengenai misteri roh.
Christian akhirnya berdiri, terlihat bosan. "Ayolah, Rose. Jika kau ingin mendengar
semua ini, aku akan kembali ke kelas. Aku lapar."
Lisa melirik. "Makan malam tidak untuk beberapa jam."
"Darah," katanya. "Aku belum mengambil bagianku hari ini." Dia mencium leher
Lissa kemudian pergi. Aku mengikutinya. Hari mulai bersalju lagi, dan aku melirik
butiran salju yang melayang turun di sekeliling kami. Dulu ketika salju mulai datang
pertama kali di awal Desember, aku merasa sangat bersemangat. Sekarang benda
putih ini hanya menjadi benda cantik tua. Seperti beberapa malam sebelumnya,
berada di luar dengan cuaca yang begitu kejam sedikit mengurangi suasana buruk
hatiku, udara dingin merupakan sejenis hal yang bisa mengigitku keluar dari semua
ini. Semakin dekat kami dengan para donor, aku merasa semakin tenang.
"Pendonor" adalah sebutan kami kepada manusia yang suka rela menjadi sumber
darah harian untuk Moroi. Tidak seperti Strigoi, yang membunuh korban yang
mereka hisap darahnya, Moroi hanya mengambil sedikit saja setiap harinya dan
tidak perlu membunuh pendonor. Manusia-manusia ini hidup untuk merasakan
kenikmatan yang mereka dapat dari gigitan vampir dan terlihat mendapatkan
kebahagiaan sempurna untuk menghabiskan waktu mereka dengan cara itu dan
terpisah dari kehidupan normal manusia yang lain. Sebenarnya sangat aneh tapi
sangat penting untuk kaum Moroi.
Sekolah selalu menyediakan satu atau dua pendonor di asrama Moroi untuk jam
malam, tapi untuk jam-jam selebihnya, siswa harus pergi ke ruang umum untuk
mendapatkan jatah harian mereka.
Selama aku melanjutkan perjalanan, aku hanya melihat pemandangan dari pohon
yang memutih, pagar yang memutih, batu besar yang memutih, serta sesuatu yang
berwarna putih yang lain di pemandangan itu, menangkap perhatianku. Sebenarnya,
warnanya tidak terlalu putih. Warnanya " pucat, warna yang kabur.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Aku berhenti mendadak dan merasakan kedua mataku membesar. Mason berdiri
disisi lain lapangan, hampir tersamar oleh pohon dan pos penjaga. Tidak, pikirku.
Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa semua ini sudah berakhir, tapi disanalah ia,
menatapku dengan tatapan penderitaan, wajah hantu. Dia menunjuk, jauh menuju
ke belakang sekolah. Aku melirik tempat itu tapi kembali tidak menemukan petunjuk
apa pun dari yang aku lihat. Aku kembali menatapnya, aku hanya bisa menatap, rasa
takut berputar dalam diriku.
Sebuah tangan sedingin batu es menyentuh sisi leherku, dan aku berputar. Tangan
itu milik Christian. "Ada apa?" tanyanya.
Aku menatap ke belakang dimana aku melihat Mason tadi. Dia sudah menghilang,
tentu saja. Aku menutup mataku keras selama sejenak dan mendesah. Kemudian,
kembali menatap Christian, aku kembali berjalan dan berkata,
"Tidak ada apa-apa."
Christian biasanya selalu memiliki beberapa lelucon yang meluncur begitu saja
kapanpun kami bersama, tapi dia begitu diam sekarang hingga sisa perjalanan kami
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hampir usai. Aku terfokus dengan pikiranku sendiri dan mengkhawatirkan tentang
Mason, jadi aku juga hanya berbicara sedikit. Penglihatan itu hanya bertahan
beberapa detik. Mempertimbangkan betapa sulitnya untuk melihat di luar sana,
sepertinya semua hal tadi hanyalah tipuan mata belaka, benarkan" Aku mencoba
untuk meyakinkan diriku sendiri tentang hal ini di sisa waktu perjalanan kami.
Ketika kami memasuki ruang donor dan keluar dari cuaca dingin, membuatku
menyadari ada sesuatu yang salah dengan Christian.
"Ada yang salah?" tanyaku, mencoba untuk tidak memikirkan Mason. "Apa kau baikbaik saja?"
"Baik," katanya.
"Caramu mengatakan hal itu membuktikan kalau kau tidak baik-baik saja." Dia
mengacuhkanku ketika kami memasuki ruang pendonor. Terlihat sangat sibuk dari
yang aku kira, dan semua kubikel kecil dimana para pendonor duduk penuh dengan
Moroi. Brandon Lazar adalah satu diantaranya. Ketika dia makan, aku menangkap
sebuah noda hijau yang memudar di lehernya dan aku merasa tidak pernah
mendengar siapa yang menyerangnya. Christian mengantri dengan Moroi lain di
pintu dan kemudian di tempat menunggu hingga dia dipanggil. Aku menyiksa
otakku dengan mencoba menduga-duga apa yang menyebabkan Christian kesal.
"Ada apa" Apa kau tidak suka filmnya?" Tidak ada jawaban.
"Merasa jijik dengan aksi mutilasi diri sendiri oleh Adrian?" Memberikan Christian
waktu yang sulit adalah kesenangan yang membuat perasaan bersalah. Aku bisa
melakukan ini semalaman. Tidak ada jawaban.
"Apa kau " Oh." Sesuatu menyentuhku kemudian. Aku kaget karena belum
memikirkan hal ini sebelumnya.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Apa kau marah karena Lissa ingin membicarakan sihir dengan Adrian?" Dia
memelorotkan bahunya, yang mengisyaratkan kalau aku mendapatkan apa yang aku
ingin ketahui. "Ayolah, dia tidak menyukai sihir sebesar dia menyukaimu. Ini hanyalah sesuatu
yang bersamanya selama ini, kau tahu kan" Dia menghabiskan beberapa tahun ini
dengan berpikir kalau dia tidak benar-benar bisa menggunakan sihir sungguhan,
dan kemudian menemukan kalau dia bisa " kecuali semua ini sinting, sesuatu yang
tidak bisa diprediksikan. Dia hanya mencoba untuk memahaminya."
"Aku tahu," katanya singkat, menatap ruangan yang luas tanpa benar-benar fokus
terhadap siapa pun . "Bukan itu masalahnya."
"Lalu kenapa ..." Aku membiarkan kata-kataku memudar seiring munculnya
penjelasan yang kusadari. "Kau cemburu pada Adrian."
Christian memperbaiki mata biru-esnya padaku, dan bisa kubilang aku memukul
tepat di sasarannya. "Aku tidak cemburu. Aku hanya ?"
" " merasa tidak aman dihadapkan pada fakta kalau pacarmu menghabiskan banyak
waktu bersama seorang cowok kaya dan tampan yang mungkin akan dia sukai. Atau,
yang biasa kita sebut sebagai rasa cemburu." Dia memalingkan muka dariku, benarbenar terlihat kesal.
"Bulan madu mungkin sudah berakhir diantara kami berdua, Rose. Sial. Kenapa
orang-orang ini begitu lama?"
"Dengar,"kataku, mengubah cara berdiriku. Kakiku sakit setelah terlalu banyak
berdiri. "Apa kau tidak mendengar pidato kisah asmaraku tentang berada di dalam
hati Lissa kemarin" Dia tergila-gila padamu. Kau satu-satunya yang ia inginkan, dan
percaya padaku, aku bisa yakiin 100 persen. Jika ada orang lain dalam hatinya, aku
pasti sudah tahu." Senyum tersembunyi terlihat di bibirnya.
"Kau sahabatnya. Kau bisa menutupinya untuknya."
Aku mengejek. "Tidak jika dia bersama Adrian. Aku jamin padamu, dia tidak tertarik sama sekali
dengan Adrian, terima kasih Tuhan " paling tidak, bukan dalam hal romantis."
"Dia bisa sangat memikat. Dia bisa memakai kompulsinya ..."
"Dia tidak menggunakannya pada Lissa. Aku bahkan tidak tahu dia bisa
melakukannya " Kurasa mereka sama-sama tidak terpengaruh dengan kompulsi itu.
Selain itu, apa kau tidak mendengarkan" Akulah objek tidak beruntung yang menjadi
perhatian Adrian." "Benarkah" tanya Christian, benar-benar terkejut. Laki-laki bisa lupa pada
sekitarnya jika mendengar tentang hal seperti ini. "Aku tahu dia menggoda " "
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Dan muncul dalam mimpi tanpa diundang. Sepertinya aku tidak bisa melarikan
diri, memberikannya kesempatan sempurna untuk mengajariku dengan sesuatu
yang ia sebut sebagai pesonanya dan percobaan untuk menjadi romantis."
Dia berubah menjadi curiga. "Dia juga muncul di mimpi Lissa."
Benar. Seharusnya aku tidak mengatakan apapun mengenai mimpi. Apa yang telah
dikatakan Adrian" "Mimpi Lissa hanya berbentuk instruksi. Aku rasa kau tidak perlu khawatir."
"Orang-orang tidak akan melotot jika muncul di pesta bersama Adrian."
"Ah," kataku. "Jadi inilah masalah sebenarnya. Kau pikir kau membuat
kebangasawanannya jatuh?"
"Aku tidak baik ... terhadap segala sesuatu yang berbau sosial," Christian mengaku
dalam pertunjukkan terluka yang jarang terjadi.
"Dan kurasa, Adrian memiliki reputasi yang lebih bagus dariku."
"Apa kau bercanda?"
"Ayolah, Rose. Mabuk dan merokok tidak bisa disamakan dengan pikiran orangorang mengenai dirimu yang akan berubah menjadi Strigoi. Aku melihat cara orangorang bereaksi ketika dia membawaku pada makan malam dan acara di tempat ski.
Aku tidak mampu. Dia satu-satunya perwakilan dari keluarganya. Dia akan
menghabiskan sisa hidupnya terikat dengan politik, mencoba untuk selalu bersikap
ramah terhadap semua orang. Adrian bisa melakukan lebih untuknya dibandingkan
aku." Aku menolak kepentingan untuk mengartikan beberapa perasaan tercampur
untuknya. "Aku bisa memahami dari mana kau berasal, tapi ada satu kekurangan dalam pikiran
sempurnamu itu. Tidak ada apa pun antara Lissa dan Adrian."
Dia memalingkan muka dan tidak mengatakan apapun lagi. Kurasa perasaannya
dikarenakan Lissa bersama laki-laki lain. Seperti yang sudah ia akui, dia merasa
tergelitik karena merasa tidak aman mengenai Lissa. Bersama Lissa membuatnya
menjalani hal-hal bagus untuk sikap dan rasa sosialnya, tapi di akhir hari, dia masih
memiliki masalah karena berhadapan dengan predikat keluarga yang "tercemar". Dia
masih khawatir tentang tidak cukup baik untuk Lissa.
"Rose benar," sebuah suara tidak diundang muncul dari belakang kami. Bersiap
dengan lirikan tajam terbaikku, aku berpaling ke arah Jesse. Alaminya, Ralf
bersembunyi didekatnya. Pengawal latihan yang bertugas untukknya, Dean, berdiri
sambil memperhatikan dari pintu masuk. Mereka sebenarnya terlihat seperti
bodyguard resmi. Jesse dan Ralf tidak berada di antrian ketika kami datang, tapi
mereka sepertinya menyimpang dan cukup jelas mendengar bagian percakapan
kami. "Kau masih seorang bangsawan. Kau punya semua kemampuan untuk bersama
Lissa." Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Wow, berbicara mengenai hal ini," kataku. "Bukankah kalian yang dulu mengatakan
padaku bagaimana Christian bisa saja berubah menjadi Strigoi kapan saja" Aku
memperhatikan lehermu, jika aku jadi kamu, dia terlihat berbahaya."
Jesse melorot. "Hey, kau bilang dia bersih, dan jika seseorang tahu mengenai Strigoi,
itu adalah dirimu. Selain itu, kami sebenarnya mulai menyadari kalau perlawanan
merupakan sifat alami Ozera yang baik."
Aku menatapnya curiga, menyimpulkan kalau ada sesuatu trik yang tersembunyi
disini. Tapi dia terlihat bersungguh-sungguh, seperti dia percaya kalau Christian
tidak berbahaya. "Terima kasih," kata Christian, seringaian meremehkan berputar di bibirnya.
"Sekarang setelah kau mengakui aku dan keluargaku, aku akhirnya bisa melanjutkan
hidupku. Itulah yang selama ini menahanku."
"Aku serius," sahut Jesse. " Keluarga Ozera memang tidak terdengar sekarang, tapi
mereka pernah menjadi satu dari kelaurga bangsawan terkuat di luar sana. Mereka
bisa saja menjadi seperti itu lagi " terutama dirimu. Kau tidak takut melakukan
sesuatu yang seharusnya tidak kau lakukan. Kami suka itu. Jika kau sudah selesai
dengan omong kosong rasa anti-sosial, kau bisa memiliki banyak teman dan pergi
keluar. Membuat kau berhenti mengkhawatirkan Lissa secara berlebihan."
Christian dan aku bertukar lirikan. "Apa yang kau mau?" tanyanya.
Jesse tersenyum dan melemparkan lirikan tersembunyi kepada kami.
"Beberapa dari kami berkumpul bersama. Kami membentuk kelompok " cara cepat
untuk kita dari keluarga terbaik bersatu, kau tahu" Segalanya mulai gila, apa yang
terjadi dengan penyerangan Strigoi bulan lalu dan orang-orang tidak tahu apa yang
harus dilakukan. Kita juga membicarakan mengenai pembentukan diri kita untuk
bertarung dan menemukan cara baru sehingga kita tidak perlu pengawal lagi."
Katanya sambil menyeringai, dan bulu kudukku meremang ketika mendengar dia
menyebut pengawal seolah hanyalah sebuah objek.
"Terlalu banyak orang yang bukan bangsawan mencoba mengambil kepemimpinan."
"Apa masalahnya jika ide mereka bagus?" kataku menuntut.
"Ide mereka tidak bagus. Mereke tidak tahu tempat mereka. Sebagian dari kita mulai
berpikir cara untuk melindungi diri sendiri dari semua itu dan mengawasi satu sama
lain. Kurasa kau akan suka dengan apa yang kami lakukan. Dan sebenarnya, kitalah
yang harus membuat keputusan, bukan dhampir dan Moroi bukan bangsawan. Kita
kaum elit. Yang terbaik. Bergabunglah bersama kami, dan akan ada cara untuk kami
membantumu dengan Lissa."
Aku tidak bisa menahannya. Aku tertawa. Christian serta merta terlihat jijik.
"Aku tarik kembali apa yang kukatakan tadi," kata Christian. "Ini apa yang aku
tunggu seumur hidupku. Sebuah undangan untuk bergabung dalam klub rumah
pohon." Ralf, besar dan lamban, mengambil satu langkah maju. "Jangan bercanda dengan
kami. Ini serius." Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Christian menghela nafas. "Kalau begitu, jangan bercanda denganku. Jika kau benarbenar berpikir aku mau bergabung dengan kalian dan mencoba melakukan sesuatu
yang lebih baik untuk Moroi yang sudah manja dan keras kepala duluan, itu berarti
kalian lebih bodoh dari pada yang aku pikirkan selama ini. Dan yang tadi itu sangat
bodoh." Rasa marah dan malu memenuhi wajah Jesse dan Ralf, tapi untunglah, nama
Christian dipanggil setelah itu. Dia terlihat senang ketika kami masuk ke dalam.
Tidak seperti baru saja di pancing oleh dua orang brengsek yang mencoba
membuatmu merasa lebih baik dalam kehidupan cintamu.
Pendonor untuk Christian malam ini adalah seorang wanita bernama Alice, yang
merupakan pendonor tertua di sekolah. Sebagian besar Moroi lebih memilih
pendonor muda, tapi Christian, tetap menjadi dirinya yang aneh, menyukainya
hanya karena wanita itu pikun. Dia tidak setua itu "enam puluh tahunan " tapi
terlalu banyak hormon vampir yang masuk sepanjang hidupnya mempengaruhinya
secara permanen. "Rose," kata Alice, memutar bola mata birunya kearahku.
"Kau tidak biasanya bersama Christian. Apa kau dan Vasilisa bertengkar?"
"Nggak," kataku. "Hanya mengubah pemandangan."
"Pemandangan," Alice berbisik, melirik ke arah jendela terdekat. Moroi membuat
jendela-jendela dicat untuk mencegah sinar dari luar masuk, dan aku ragu manusia
bisa melihat apapun. "Pemandangan selalu berubah. Apa kau menyadarinya?"
"Tidak pemandangan kita," kata Christian, duduk disebelah Alice. "Salju-salju itu
tidak pergi kemanapun. Tidak untuk beberapa bulan."
Alice mengeluh dan menatap Christian dengan gusar.
"Aku tidak sedang membicarakan tentang pemandangan."
Christian tersenyum geli padaku, kemudian memiringkan kepalanya dan
menancapkan giginya ke leher Alice. Ekspresi Alice mengendur segala percakapan
mengenai pemandangan dan apa pun yang ia maksudkan terlupakan saat Christian
meminum darahnya. Aku hidup disekitar vampir dan aku tidak pernah terpikir
mengenai taring mereka. Sebagian besar kaum Moroi sangat pintar
menyembunyikan taring mereka. Hanya di saat seperti ini aku ingat kekuatan yang
dimiliki oleh vampir. Biasanya, ketika aku melihat vampir yang sedang meminum darah, mengingatkanku
ketika Lissa dan aku melarikan diri dari Akademi, dan aku membiarkan lissa
meminum darahku. Aku tidak pernah mencapai tingkat ketagihan menggila menjadi
pendonor, tapi aku menikmati rasa melayangnya. Aku pernah menginginkannya ,
yang tidak pernah kuakui kepada siapa pun. Dalam dunia kami, hanya manusia yang
boleh memberikan darahnya. Dhampir yang melakukannya akan dianggap murahan
dan memalukan. Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Meringis, aku kembali kepada Christian dan Alice.
Ketika kami meninggalkan ruang pendonor, Christian terlihat lebih bersemangat dan
menggebu-gebu. "Akhir minggu ini, Rose. Tidak ada kelas " dan kau bisa mendapatkan hari liburmu."
"Tidak," kataku, hampir lupa. Sial. Kenapa dia harus mengingatkanku" Aku hampir
mulai merasa lebih baik setelah kejadian Stan. Aku mengeluh.
"Aku punya tugas pelayanan sosial."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Sembilan DENGAN BEGITU BANYAK MOROI yang menemukan akar hidup mereka berasal
dari Eropa Timur, Kristen Ortodok menjadi agama yang dominan di akademi.
Kepercayaan yang lain juga ditunjukkan, dan seperti semua yang sudah kukatakan
sebelum sebelumnya, hanya separuh dari jumlah siswa yang datang untuk
menghadiri semacam doa harian. Lissa adalah satu diantaranya yang datang. Dia
pergi ke gereja setiap hari Minggu sebab dia percaya. Christian juga datang, Dia
melakukannya karena Lissa melakukannya dan karena ini membuatnya terlihat lebih
baik dan tidak seperti seseorang yang akan berubah menjadi Strigoi. Karena Strigoi
tidak bisa memasuki tanah suci, gereja menjadi tempat yang cukup dihormati.
Ketika aku tidak bisa tidur, aku datang ke gereja sebagai aspek sosial. Lissa dan
teman-temanku biasanya jalan bareng dan melakukan sesuatu yang mengasyikan
sesudahnya, jadi gereja menjadi tempat pertemuan yang bagus. Jika Tuhan
keberatan kalau aku menggunakan kapelnya sebagai jalanku untuk meningkatkan
kehidupan sosialku, Dia tidak akan membiarkanku tahu. Kalau tidak, berarti Dia
sedang menunggu waktu yang tepat untuk menghukumku. Ketika pelayanan
berakhir di hari minggu, aku harus tetap tingal di kapel, karena inilah saatnya
hukuman pelayanan masyarakatku terjadi. Ketika tempat ini menjadi kosong, aku
terkejut melihat masih ada yang tinggal bersamaku: Dimitri.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku.
"Kupikir kau mungkin membutuhkan beberapa bantuan. Kudengar pendeta ingin
melakukan banyak pembersihan gereja."
"Ya, tapi kau bukan orang yang terhukum disini. Dan ini adalah hari liburmu juga.
Kita " sebenarnya, setiap orang " menghabiskan sepanjang minggu dengan
bertarung, tapi kalian para penjaga adalah orang yang menentukan kapan
pertarungan itu sepanjang waktu." Nyatanya, aku menyadari sekarang, kalau Dimitri
juga mendapatkan beberapa lebam " meskipun tidak sebanyak yang didapatkan
Stan. Ini sudah menjadi minggu yang panjang untuk setiap orang, dan ini baru
minggu pertama dari enam minggu yang seharusnya.
"Apa yang bisa aku lakukan hari ini?"
"Aku bisa memikirkan seratus hal lain," kataku kering. "Mungkin saja ada film John
Wayne di suatu tempat yang tidak kau ketahui."
Dia menggelengkan kepala. "Tidak ada. Aku sudah melihat semuanya. Lihat "
pendeta menunggu kita."
Aku berbalik. Cukup bagus. Bapa Andrew berdiri di depan, memandang kami
dengan penuh harap. Dia melepaskan jubah kebesarannya yang ia pakai selama
pelayanan dan sekarang berdiri dengan anggun dan dengan kaos berkancing. Dia
terlihat sudah sangat siap untuk berkerja juga dan aku sedang membayangkan apa
yang terjadi pada hari Minggu yang seharusnya menjadi hari libur menjadi hari
kerja. Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Selama Dimitri dan aku melakukan tugas kami, aku menduga-duga apa yang
sebenarnya yang membuat Dimitri tinggal disini. Jelas sekali dia tidak benar-benar
menginginkan bekerja pada hari liburnya. Aku masih tidak bisa menebaknya.
Keinginananya biasanya selalu ditunjukkan langsung, dan aku harus berpikir kalau
ada penjelasan yang sederhana sekarang. Hanya saja aku belum bisa menebaknya.
"Terima kasih untuk pertolongan suka rela kalian berdua untuk membantuku." Bapa
Andrew tersenyum kepada kami. Aku berusaha untuk tidak terlihat mengejek pada
kata "suka rela" itu. Dia adalah seorang Moroi berusia empat puluh tahunan dengan
rambut abu-abu tipis. Meski tanpa keyakinan yang banyak terhadap agama, aku
tetap menyukai dan menghormatinya.
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita tidak melakukan hal-hal yang terlalu sulit hari ini," tambahnya. "Sedikit
membosankan, sungguh. Kita harus melakukan pembersihan rutin, tentu, dan
kemudian aku akan menyusun kotak-kotak dari benda-benda tua yang ku simpan di
loteng." "Kami senang melakukan apa yang kau butuhkan," Dimitri berbicara sungguhsungguh. Aku menahan untuk tidak mengeluh dan tidak berpikir tentang semua
yang mungkin bisa kulakukan. Kami mendapatkan tugas kami masing-masing. Aku
dengan tugas mengepelku dan Dimitri membersihkan debu dan mempelitur kursi
gereja kayu. Dimitri terlihat bijaksana dan menikmati kegiatan bersih-bersihnya,
terlihat seperti bangga dengan pekerjaannya. Aku masih menebak-nebak kenapa dia
ada disini. Jangan salah duga, aku senang dia ada disini. Kehadirannya membuatku
merasa lebih baik dan tentu saja aku sangat senang melihatnya.
Kurasa mungkin dia ada disini untuk mendapatkan informasi lebih tentang aku
mengenai apa yang terjadi dengan Stan, Christian, dan Brandon. Atau mungkin dia
ingin menghakimiku mengenai apa yang terjadi di hari lain dengan Stan, ketika aku
dituduh melompat ke pertarungan untuk alasan egois. Semua ini seperti beberapa
penjelasan, tapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Bahkan ketika pendeta
pergi dari altar ke kantornya, Dimitri tetap melanjutkan pekerjaannya dalam diam.
Aku menerka-nerka jika ada yang mungkin ia ingin katakan, sudah ia lakukan dari
tadi. Ketika kami selesai membersihkan, Bapa Andrew meminta kami untuk menyeret
kotak demi kotak barang dari loteng ke ruang penyimpanan di belakang kapel. Lissa
dan Christian sering menggunakan loteng itu sebagai pintu rahasia, dan aku
berandai-andai apakah loteng yang bersih akan mendukung atau mengurangi
selingan nuansa romantisme mereka. Mungkin mereka akan meninggalkan loteng
ini, dan aku bisa mulai mendapatkan sesi tidurku yang nyaman.
Dengan semua barang yang diturunkan bersama kami, kami bertiga duduk di lantai
dan mulai menyortir semuanya. Bapa Andrew memberi kami instruksi benda mana
saja yang harus kami simpan dan mana yang kami buang, dan ini memberikan
kesempatan untuk kakiku merasakan istirahat dari sepanjang minggu ini. Dia
membuat percakapan kecil diantara kami selama bekerja, menayakanku tentang
kelas dan hal yang lain. Itu tidak buruk.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Selama kami bekerja, sebuah pikiran muncul di kepalaku. Aku sudah menyelesaikan
pekerjaan bagus untuk meyakinkan diriku sendiri kalau Mason adalah ilusi yang
datang karena kurang tidurku, tapi mendapatkan jaminan dari seorang pengarang
kalau hantu tidak nyata membuatku merasa semakin lebih baik.
"Hey," kataku pada bapa Andrew. "Apa kau percaya hantu" Maksudku, ada beberapa
cerita mengenai mereka di " " aku mengarahkan bahasa tubuhku ke sekeliling kami.
" " di barang-barang ini?"
Pertanyaan itu membuatnya terkejut, tapi dia tidak menunjukkannya rasa
tersinggung menyebutkan pekerjaan dan panggilan hidupnya sebagai "barang-barang
ini". Atau fakta bahwa aku sangat jelas terlihat tidak peduli mengenai semua ini
sepanjang tujuh belas tahun aku duduk dalam doa di gereja. Ekspresi kaget
melintang di wajahnya dan dia menghentikan pekerjaannya.
"Begini ... menurutku, semua itu tergantung dari bagaimana kau mengartikan makna
"hantu" itu sendiri."
Aku mengetukkan jariku di sebuah buku teologi. "Keseluruhan inti mengenai semua
ini adalah ketika kau mati, kau pergi ke surga atau neraka. Itu membuat hantu
hanyalah cerita khayalan, kan" Mereka tidak ada di Kitab atau apapun."
"Lagi," katanya, "itu tergantung dari defenisimu. Takdir kita selalu memiliki roh
setelah mati, roh terpisah dari raga dan mungkin masih tertinggal di dunia ini."
"Apa?" Mangkuk berdebu yang kupegang terlepas dari tanganku. Untungnya,
mangkuk itu terbuat dari kayu dan tidak pecah. cepat-cepat kuambil kembali. Bukan
itu jawaban yang aku ingin dengar.
"Untuk berapa lama" Selamanya?"
"Tidak, tidak, tentu saja tidak. Sesuatu yang melayang di wajah kita dari
penghancuran dan penyelamatan, merupakan bentuk dari kepercayaan kita. Tapi
semua ini meyakini kalau jiwa bisa tinggal di bumi untuk tiga sampai empat puluh
hari setelah meninggal. Jiwa ini pada akhirnya akan menerima pertimbangan
sementara, yang akan mengirimkan jiwa-jiwa tersebut dari dunia ini ke surga atau
neraka " meskipun tidak satupun yang akan mungkin benar-benar mengalami
hingga Hari Pertimbangan itu, ketika jiwa dan raga bersatu kembali untuk
meninggalkan keabadian sebagai satu kesatuan."
Hal-hal mengenai penyelamatan hilang dari perhatianku. kata-kata "tiga sampai
empat puluh hari" menangkap perhatianku. Aku sepenuhnya lupa mengenai
penyortiran barang-barang.
"Ya, tapi apa semua ini benar atau tidak" Apa roh benar-benar bisa berjalan di bumi
setelah empat puluh hari kematian mereka?"
"Ah, Rose. Mereka harus diintai jika takdir benar-benar siap membuka cerita
mengenai keberadaan mereka." Aku merasa kalau dia benar. Aku mendesah dan
kembali menatap kotak di hadapanku.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Tapi," katanya lembut, "jika ini membantumu, beberapa cerita mengenai
kepercayaan lama dari Eropa Timur mengenai hantu itu benar-benar ada sebelum
Kristen menyebar. Beberapa tradisi memiliki hubungan yang lama dengan
kepercayaan kalau roh masih tinggal disekeliling kita setelah meninggal " khususnya
jika orang yang meninggal itu masih muda atau dibunuh."
Aku membeku. Kemajuan apapun yang kubuat untuk menyakinkanku kalau Mason
datang akibat rasa stress langsung terhapus. Muda atau dibunuh.
"Kenapa?" aku beratanya dengan suara yang kecil. "Mengapa mereka ingin tinggal"
Apa ini ... ini untuk balas dendam?"
"Aku yakin ada sebagian yang percaya akan hal itu, seperti sebagian yang percaya
kalau jiwa itu mempunyai masalah untuk menemukan kedamaian karena sesuatu
sehingga tidak tenang."
"Yang mana yang kau percayai?" tanyaku.
Dia tersenyum. "Aku percaya kalau jiwa terpisah dari raganya, sama seperti yang
selalu pendeta ajarkan kepada kita, tapi aku ragu saat roh itu tinggal di bumi bisa
membuat orang-orang yang hidup bisa merasakannya. Ini tidak seperti dalam film,
dengan para hantu meneror bangunan atau datang untuk mengunjungi orang-orang
yang mereka kenal. Aku membayangakan roh-roh ini sebagai bentuk energi yang
hadir diantara kita, sesuatu yang ada jauh dari bayangan kita hingga mereka pergi
dan menemukan kedamaaian mereka. Lebih lagi, apapun yan terjadi jauh di bumi ini
ketika kita mencapai hidup abadi, penyelamat kita menebus kita dengan
pengorbanan terbesarnya. Itu yang terpenting."
Aku membayangakan bagaimana bisa Bapa Andrew menarik kesimpulan secepat itu
jika dia pernah melihat apa yang aku lihat. Muda dan dibunuh. Keduanya merujuk
kepada Mason, dan dia meninggal kurang dari empat puluh hari yang lalu.
Kesedihan itu, wajah yang sedih kembali muncul di kepalaku, dan aku mengira-kira
apa maksudnya. Dendam" Atau mungkin dia sungguh belum menemukan
kedamaiannya" Dan bagaimana mungkin teologi Bapa Andrew mengenai surga dan neraka bisa
cocok dengan seseorang seperti aku, yang pernah mati dan hidup kembali" Victor
Dashkov pernah mengatakan kalau aku sudah pernah menghilang ke dunia orang
mati dan kembali ketika Lissa menyembuhkanku. Apa itu dunia orang mati" Apa itu
Surga atau neraka" Atau ini sesuatu yang lain yang berarti suatu tempat diantara
belahan dunia seperti yang Bapa Andrew bicarakan"
Aku tidak mengatakan apapun setelah itu, sebab ide mengenai pembalasan dendam
Mason sangat mengejutkanku. Bapa Andrew merasakan perubahan dalam diriku,
tapi dia jelas sama sekali tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi. Dia mencoba
membujukku untuk bicara. "Aku mendapatkan beberapa buku baru dari temanku. Cerita yang menarik
menegnai St. Vladimir." Dia memiringkan kepalanya.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Apa kau masih tertarik tentangnya" Dan Anna?"
Secara teori, aku masih tertarik. Sampai kami bertemu Adrian, kami hanya
mengetahui mengenai dua pengendali roh lain. Satu adalah guru kami, Ms. Karp,
yang berakhir dengan kegilaan akibat roh dan menjadi Strigoi untuk menghentikan
kegilaan itu. Yang lain adalah St. Vladimir, pendiri sekolah. Dia hidup berabad-abad
yang lalu dan membawa pengawalnya, Anna, kembali dari kematian, sama seperti
Lissa membawaku. Itu membuat Anna dicium bayangan dan menciptakan ikatan
diantara mereka berdua juga.
Normalnya, Lissa dan aku mencoba semampu kami untuk mendapatkan apa pun
menganai Anna dan Vlad, daripada mencoba mempelajari diri kami sendiri. Tapi,
sama luar biasanya mengenai semua tentang roh ini bagiku, aku memiliki masalah
yang lebih besar sekarang daripada segala hadiah dan teka-teki fisik yang pernah
terhubung antara Lissa dan aku. Semua ini seolah tergantikan oleh sesosok hantu
yang mungkin sangat marah terhadapku disepanjaang kematiannya.
"Ya," kataku datar, menghindari kontak mata. "Aku tertarik .. tapi aku tidak berpikir
bisa memahaminya langsung. Aku sibuk dengan semua ini ... kau tahu, hal-hal
mengenai ujian lapangan."
Aku merasakan keheningan lagi. Dia menerima petunjuk itu dan membiarkanku
bekerja tanpa interupsi lagi. Dimitri tidak mengatakan sepatah kata pun selama
semua ini berlangsung. Ketika kami selesai menyortir barang, Bapa Andrew
mengatakan kalau kami masih punya satu tugas lagi sebelum selesai. Dia menunjuk
ke beberapa kotak yang kami susun dan bungkus ulang.
"Aku butuh kalian untuk mengangkat semua ini ke kelas dasar," katanya.
"Tinggalkan kepada Moroi yang tinggal disitu. Ms. Davis mengajar untuk sekolah
Minggu untuk anak-anak pra sekolah dan mungkin memerlukannya."
Ini paling tidak memerlukan dua kali perjalanan bolak-balik bagi aku dan Dimitri,
dan kelas dasar cukup jauh jaraknya. Masih, semua ini membuatku sedikit lebih
dekat dengan kebebasan. "Mengapa kau tertarik pada hantu?" Dimitri bertanya padaku pada perjalanan
pertama kami. "Hanya membuat obrolah saja," kataku.
"Aku tidak bisa menatap wajahmu sekarang, tapi aku merasa kalau kau sedang
berbohong lagi." "Jeez, semua orang memikirkan hal-hal yang buruk tentang diriku terus akhir-akhir
ini. Stan menuduhku pencari ketenaran."
"Aku sudah mendengar hal itu," kata Dimitri, saat kami memutar di sudut
bangunan. Bangunan kelas dasar sudah nampak di depan kami.
"Hal itu mungkin sedikit dari sikap ketidakadilannya."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Sedikit, huh?" Mendengar pengakuannya menggetarkan hatimu, tapi itu tidak
merubah rasa marahku terhadap Stan. Kegelapan, rasa mengerutu yang
menggodaku akhirnya bersemi.
"Baiklah, terima kasih, tapi aku mulai menyerah pada nasib dalam ujian lapangan
ini. Terkadang untuk seluruh akademi ini."
"Kau tidak bermaksud seperti itu."
"Aku tidak tahu. Sekolah hanya terlihat terlalu terikat dengan peraturan dan hukum
yang tidak terjadi dalam kehidupan nyata. Aku melihat apa yang terjadi di luar sana,
Komrad. Aku pergi tepat ke sarang monster. Terkadang terlihat ... aku tidak merasa
kalau semua ini bisa mempersiapkan kita." Aku berharap dia mendebatku, tapi ia
mengejutkanku dengan perkataannya,
"Terkadang, aku setuju."
Aku hampir tersandung ketika kami memasuki satu dari bangunan dalam asrama
Moroi kelas dasar. Ruang depannya sama seperti kelas menangah lain.
"Benarkah?" tanyaku.
"Benar," katanya, senyuman kecil di wajahnya. "Maksudku, aku tidak setuju kalau
para novis harus dilepas ke kehidupan nyata pada usia sepuluh tahun atau apapun,
tapi terkadang aku berpikir kalau ujian lapangan haruslah benar-benar dilakukan di
lapangan. Aku mungkin bisa mempelajari lebih banyak hal di tahun pertamaku
sebagai pengawal dari pada seluruh tahun yang kudapat dari latihan. Baiklah ...
mungkin tidak semua. Tapi ini situasi yang berbeda, tentu saja."
Kami bertukar pandangan, puas dengan pendapat kami. Terkadang kehangatan
merasuki diriku, menyingkap kemarahanku yang terdahulu. Dimitri mengerti rasa
frustasiku terhadap sistem sekolah, tapi kemudian, Dimitri benar-benar mengerti
aku. Dia melirik kesekeliling, tapi tidak ada satu orang pun di meja. beberapa siswa
remaja kecil sedang bekerja atau mengobrol di lobi.
"Oh," kataku, mengalihkkan bobot kotak yang kupegang. "Kita ada di asrama sekolah
menengah sekarang. Anak-anak yang lebih muda ada digedung sebelahnya."
"Yan tapi Nona Davis tinggal di gedung ini. Biarkan aku mencarinya dan bertanya
dimana dia ingin semua ini diletakkan." Dia menempatkan kotaknya hati-hati. "Aku
akan segera kembali."
Aku melihatnya pergi dan kuturunkan kotakku ke bawah. Menyender ke dinding,
aku melirik daerah sekitarku dan hampir saja melompat ketika aku melihat seorang
gadis Moroi hanya beberapa kaki jaraknya dari diriku. Dia berdiri dalam diam yang
sempurna, aku sampai tidak merasakan kehadirannya. Dia terlihat masih berusia
pertengahan remaja " 13 atau 14 tahun " tapi dia tinggi, lebih tinggi dariku. Bentuk
tubuh Moroinya yang ramping membuatnya semakin terlihat tinggi. Rambutnya
seperti awan cokelat yang keriting, dan dia memiliki bintik-bintik kecil "sangat
jarang dimiliki oleh kaum Moroi kebanyakan " membentang di wajahnya. Matanya
melebar ketika dia melihatku menatapnya.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Oh, Tuhan. Kau Rose Hathaway, kan?"
"Ya," kataku terkejut. "Kau kenal aku?"
"Semua orang kenal kamu. Maksudku, semua orang pernah mendengar tentang
dirimu. Kaulah yang melarikan diri. Dan kemudian kau kembali dan membunuh
Strigoi. Itu keren. Apa kau mendapatkan tanda Molinja?" Kata-katanya keluar dalam
satu pengucapan. Dia tidak bernafas saat berbicara.
"Ya. Aku punya dua." Memikirkan tato kecl di belakang leherku membuat kulitku
terasa gatal. Mata hijau pucatnya " jika mungkin " semakin melebar. "Oh Tuhanku. Wow."
Aku biasanya menjadi berang ketika orang-orang mempermasalahkan tanda Molinja
ku. Pada akhirnya, keadaan tidak akan menjadi nyaman lagi. Tapi gadis ini begitu
muda, dan ada sesuatu yang menarik mengenai dirinya.
"Siapa namamu?" tanyaku.
"Jillian " Jill. Maksudku, hanya Jill. Bukan keduanya. Jillian adalah nama
lengkapku. Semua orang memanggilku Jill."
"Baiklah," kataku, menyembunyikan senyumku. "Aku akan mengingatnya."
"Kudengar ada Moroi yang menggunakan sihir pada perjalanan itu untuk bertempur.
Apa itu benar" Aku akan sangat senang melakukan hal itu. Aku berharap seseorang
akan mengajarkanku. Aku pengguna udara. Apa menurutmu aku bisa melawan
Strigoi dengan sihirku itu" Semua orang menganggapku gila." Selama berabad-abad,
Moroi yang menggunakan sihir untuk berkelahi dilihat sebagai dosa. Semua orang
percaya kalau sihir itu harus digunakan dengan damai. Baru-baru ini, sebagian mulai
mempertanyakan hal itu, khususnya setelah Christian membuktikan kegunaannya
dalam pelarian diri di Spokane.
"Aku tidak tahu," kataku. "Kau harus bertanya pada Christian Ozera."
Dia menganga. "Apa dia mau berbicara denganku?"
"Jika kamu mebawa topik pertarungan, ya, dia akan berbicara denganmu."
"Baiklah, keren. Apa itu pengawal Belikov?" tanyanya, menganti topik serta merta.
"Ya." Aku bersumpah kalau aku berpikir kalau dia terlihat seperti akan pingsan saat itu
juga. "Benarkah" Dia bahkan lebih tampan dari yang pernah aku dengar. Dia
mentormu, kan" Seperti, mentor pribadi?"
"Ya." Aku menerka-nerka dari mana saja Dimitri. Berbicara dengan Jill sudah
menghabiskan tenagaku. "Wow. Kau tahu, kalian berdua tidak terlihat seperti guru dan murid. Kalian terlihat
akrab seperti teman. Apa kalian berdua jalan bersama ketika sedang tidak latihan?"
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Er. Seperti itu lah. Kadang-kadang." Aku ingat pikiran terbaruku, mengenai
bagaimana aku menjadi satu dari beberapa orang yang menjadi bagian kehidupan
sosialnya di luar tugasnya sebagai pengawal.
"Aku benar kan! Aku tidak bisa membayangkan kalau " aku bisa menjadi gila
sepanjang waktu kalau ada didekatnya. Aku tidak pernah menyelesaikan apa pun,
tapi kau sangat terlihat biasa dengan semua itu, seperti, "Ya, aku bersama cowok
yang sangat keren ini, tapi terserahlah, bukan apa-apa.?"
Aku tertawa, lebih untuk diriku sendiri. "Kurasa kau memberikan terlalu banyak
pujian melebihi yang pantas aku dapatkan."
"Tidak mungkin. Dan aku tidak percaya pada semua cerita itu, kau tahu."
"Um, cerita?" "Ya, tentang kau yang melawan Christian Ozera."
"Trims," kataku. Sekarang gosip yang mempermalukanku sudah merambah ke
ampus yang paling bawah. Jika aku berjalan di asrama kelas dasar, beberapa anak
Shadow Kissed Vampire Academy 3 Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berumur enam tahunan mungkin akan berpikir kalau aku telah membunuh
Christian. Ekspresi Jill berubah menjadi tidak yakin. "Tapi aku tidah tahu dengan cerita yang
lain." "Cerita yang mana?"
"Tentang kau dan Adrian Ivashkov yang ?"
"Tidak," aku memotong, tidak ingin mendengar sisanya. "Apapun yang kau dengar,
tidak benar." "Tapi itu sangat romantis."
"Makanya hal itu sangat tidak benar."
Wajahnya jatuh, dan kemudian kembali memercik bahagian beberapa detik
kemudian. "Hey, bisakah kau mengajariku untuk meninju seseorang?""
"Tung " Apa" Kenapa kau inging tahu cara melakukannya?"
"Well, aku membayangkan jika suatu hari aku akan bertarung dengan menggunakan
sihir, aku harus belajar caranya bertarung dengan cara biasa juga."
"Aku mungkin bukan orang yang tepat untuk kau tanyai ," kataku padanya. "
Mungkin kau harus, um, tanyakan pada guru P.E. mu."
"Aku sudah melakukannya!" wajahnya terlihat putus asa. "Dan dia bilang tidak."
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Aku tidak bisa menyembunyikan tawaku. "Aku hanya bercanda menyurhmu untuk
bertanay kepada gurumu."
"Ayolah, itu bisa menolongku untuk melawan Strogoi suatu hari nanti." Tawaku
berhenti. "Tidak. Kau tidak benar-benar memerlukannya."
Dia mengigit bibirnya, masih setengah mati membujukku. " Well, paling tidak itu
akan membantu untuk melawan psikopat."
"Apa" Psikopat?"
"Orang-orang mulai berkelahi disekitar sini. Minggu lalu ada Dane Zeklos, dan baru
kemarin si Brett." "Dane ..." aku mengejar pengetahuanku mengenai keturunan Moroi. Ada sedikit
Zeklos yang menjadi siswa disini. "Adik Jesse, ya?"
Jill mengangguk. "Yup. Satu dari para guru kami sangat marah juga, tapi Dane tidak
mengatakan sepatah kata pun. Juga Brett."
"Siapa Brett?" "Ozera." Aku butuh pengecekan ulang. "Ozera?"
Aku merasa kagum dia bisa sangat bersemangat mengatakan apa yang tidak ku
ketahui. "Dia teman dari pacarnya Aimee. Dia dapat banyak lebam kemarin - ada
beberapa hal aneh juga di wajahnya seperti bilur-bilur juga. Mungkin terbakar" Tapi
dia tidak seburuk Dane. Dan ketika Ibu Callahan menanyakan hal itu padanya, Breet
meyakinkannyya bahwa semua itu bukan apa-apa, dan Bu Callahan membiarkannya
pergi, hal itu sangat aneh. Dia juga selalu memiliki suasana hati yang baik " yang
juga terlihat sangat aneh, umumnya kalau kau habis kalah berkelahi akan
membuatmu merasa kesal kan."
Disuatu tempat di pikiranku, kata-katanya menggelitik sebuah ingatan. Ada sebuah
hubungan yang harus kulakukan, tapi aku tidak bisa benar-benar memahaminya.
Antara Victor, hantu, dan ujian lapangan, sejujuranya semua itu adalah sesuatu yang
tidak mampu kurangkai lagi.
"Jadi bisakah kau mengajariku jadi aku tidak akan dipukuli?" Jill bertanya, jelas
berharap kalau dia bisa meyakinkanku. Dia mengepalkan tinjunya ke atas. "Aku
hanya perlu melakukan ini, kan" Jempol menutupi jari-jari yang lain dan
mengayunkannya?" "Uh, sebenarnya, hal itu lebih rumit dari pada kelihatannya. Kau harus berdiri
dengan cara yang tepat atau kau akan lebih menyakiti dirimu sendiri dari pada orang
lain. Ada banyak hal yang perlu kau lakukan dengan siku dan pinggulmu."
Tolong tunjukkan padaku?" dia memohon. "Aku bertaruh kau sangat bagus dalam
hal itu." Aku memang bagus, tapi memberikan pelajaran tambahan adalah satu
kejahatan yang tidak pernah kulakukan sebelumnya, dan aku memilih untuk tetap
membiarkannya seperti itu. Untungnya, Dimitri datang bersma Nona Davis.
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com "Hey, " sapaku. "Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Dimitri, ini Jill. Jill,
Dimitri." Dimitri terlihat terkejut, tapi dia tersenyum dan menjabatkan tangannya. Muka Jill
memerah dan menjadi diam dalam kesempatan itu. Segera setelah Dimitri
melepaskan tangnnya, dengan gagap ia mengucapkan selamat tinggal dan lari.
Urusan kami sudah selesai dengan Nona Davis dan kembali ke kapel untuk tugas
kedua kami. "Jill tahu siapa aku," kataku ketika ka
mi berjalan. "Dia sejenis pemuja hal-hal yang
bersangkut paut dengan pahlawan."
"Apa itu mengejutkanmu?" tanyanya. "Siswa yang lebih muda mengetahui tentang
dirimu?" "Aku tidak tahu. Aku hanya tidak pernah memikirkannya. Aku rasa aku bukan
contoh peraturan yang baik."
"Aku tidak setuju. Kau luar biasa, berdedikasi, dan cerdas disetiap apapun yang kau
lakukan. Kau pantas dihormati lebih dari yang kau pikirkan."
Aku memberikannya lirikan menyamping. "Tapi masih belum cukup untuk bisa
masuk k e persidangan Victor."
"Jangan tentang hal ini lagi."
"Ya, memang hal ini lagi! Kau kau tidak pernah mengerti betapa besar hal ini" Victor
adalah gangguan besar."
"Aku tahu siapa dia."
"Dan jika mendapatkan kebebasa, dia akan mulai melakukan rencana gilanya lagi."
"Sepertinya dia tidak akan bebas, kau tahu. Sebagian besar gosip tentang sang ratu
akan membebaskannya hanyalah " gosip. kau dari kebanyakan orang harusnya
tidak mempercayai semua yang kau dengar."
Aku menatapnya membatu, menolak untuk menerima pandangannya. "Kau
sebaiknya memiarkan kami pergi. Atau" " aku menarik nafas panjang " "Kau paling
tidak membiarkan Lissa pergi."
Sangat sulit bagiku untuk mengatakan kata-kata itu daripada seharusnya, tapi hanya
itu yang bisa kupikirkan. Aku tidak berpikir kalau aku pencari ketenaran seperti yang
dikatakan Stan, tapi ada bagian dalam diriku yang selalu ingin menjadi bagian yang
berada di tengah pertarungan. Aku ingin buru-buru memimpin, melakukan sesuatu
yang baik dan menolong orang lain. Sama seperti aku ingin berada di persidangan
Victor. Aku ingin melihatnya lewat mataku sendiri dan memastikan kalau dia
dihukum. Tapi setelah waktu berlalu, semua terlihat tidak akan terjadi. Mereka
tidak akan mengizinkan kami untuk pergi. Mungkin, mereka mau mengizinkan satu
sari kami untuk datang, dan jika itu berarti seseorang, dia adalah Lissa. Dia yang
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com menjadi targey dari rencana Victor, dan memikirkan dia yang harus berdiri sendiri
dengan ide yang menggelisahkan tentang dia yang tidak memerlukanku untuk
mengawalnya, aku masih memiliki kesempatan untuk melihatnya dihukum.
Dimitri, yang mengerti keinginanku yang terburu-buru ingin ikut dan mengambil
tindakan, terlihat terkejutdengan sikap tidak biasaku.
"Kau benar " dia seharusnya ada disana, tapi lagi, tidak ada yang bisa kuperbuat.
Kau terus berpikir kalau aku bisa mengatur hal ini tapi aku tidak bisa."
"Tapi, bukankah kau melakukan apapun yang bisa kau lakukan?" aku memikirkan
kata-kata Adrian lagi dalam mimpiku, tentang bagaimana Dimitri bisa melakukan
hal yang lebih dari iktu. "Kau memiliki banyak pengaruh. Pasti ada sesuatu.
Apapun." "Tidak sebanyak yang kau pikirkan. Aku mendapatkan posisi yang tinggi di akademi,
tapi di dunia pengawal, aku masih terlalu muda. Dan ya, aku sebenarnya sudah
berbicara untukmu." "Mungkin kau seharusnya berbicara lebih keras." Aku bisa merasakan dia mati
langkah. Diskusinya memang beralasan tapi tidak akan bisa membujukku ketika aku
menjadi perempuan keras kepala. Jadi, aku berusaha untuk menjadi lebih terlihat
masuk akal. "Victor tahu mengenai hubungan kita," kataku. "Dia bisa mengatakan sesuatu."
"Victor memiliki hal yang lebih besar untuk dikhawatirkan dalam persidangannya
daripada masalah kita."
"Ya, tapi kau kenal dia. Dia benar-benar tidak bertindak seperti orang normal
lakukan. Jika dia berpikir kalau dia kehilangan semua harapan untuk keluar, dia
mungkin memutuskan untuk menjebak kita sebagai tindakan balas dendamnya."
Aku tidak pernah mampu menceritakan hubunganku dengan Dimitri kepada Lissa,
tapi musuh terburuk kami mengetahuinya. Ini sangata aneh bahkan ketika Adrian
tahu akan hal itu. Victor sudah menduganya dengan memata-matai kami dan
mengumpulkan data. Kurasa ketika kau menjadi penjahat livik dengan rencana
busuk, kau akan menjadi penjahat yang lihai menguasai hal-hal seperti itu. Dia tidak
menyebarkannya ke orang lain. Sebaliknya, dia menggunakannya kepada kami
berdua dengan mantera nafsu yang dia buat dari sihhir tanah. Sebuah mantera yang
tidak akan bekerja jika tidak ada ketertarikan di dalamnya. Manteranya hanya
melepaskan hasraat itu. Dimitri dan aku sudah saling "menyerang" dan hanya tinggal
satu detakan jantung saja sebelum kami melakukan seks. Ini menjadikan cara Victor
sangat cerdas dengan menganggu kami tanpa bisa membuat kami melawan. Jika
ada orang yang menyerang kami, kami bisa melawannya dengan baik. Tapi membuat
kami kehilangan kendali atas diri kami" Kami punya maslaah dalam hal itu.
Dimitri diam untuk beberapa saat. Aku tahu dia paham maksudku. "Kalau begitu
kita akan mencari jalan terbaik yang bisa kita lakukan," katanya akhirnya. "Tapi jika
Fan-made ::just waiting for the real book ::
duestinae89.blogspot.com Victor ingin mengatakannya, dia akan melakukannya dengan atau tanpa
kehadiranmu." Aku menolak mengatakan apa pun hingga kami sampai di gereja. Ketika kami
sampai, Bapa Andrew mengatakan kepada kami kalau setelah kami pergi
mengangkut semua itu, dia memutuskan dia hanya perlu satu kotak lagi untuk
diangkut ke tempat Nona Davis.
"Aku akan melakukannya," kataku pada Dimitri dingin saat pendeta tidak
mendengarnya. "Kau tidak perlu ikut membantu."
"Rose, tolonglah, jangan memperbesar masalah."
"Ini masalah besar!" aku mengejek. "Dan kau terlihat tidak mengerti semua ini."
"Aku mengerti. Apa kau benar-benar berpikir kalau aku ingin Victor bebas" Apa kau
pikir aku ingin kita semua menanggung resiko lagi?" Ini pertama kalinya aku melihat
Dimitri terlihat diambang pengedalian. "Tapi sudah kukatakan padamu, aku sudah
melakukan segala yang aku bisa. Aku tidak seperti mu " aku tidak bisa membuat
sesuatu ketika hal itu tidak berjalan seperti yang kuinginkan."
"Aku tidak seperti itu."
"Kau melakukannya sekarang." Dia benar. Ada bagian dalam diriku yang paham
kalau aku sudah kelewat batas ... tapi seperti yang basa terjadi sebelum-sebelumnya,
aku tidak bisa berhenti bicara.
"Kenapa kau bahakn menolongku hari ini?" aku menuntut. "Kenapa kau disni?"
"Apa itu begitu aneh?" tanyanya. Dia hampir terlihat terluka.
"Ya. Maksudku, apa kau mencoba memata-mataiku" Menduga mengapa aku
mengacau" Memastikan kalau aku tidak masuk pada masalah lainnya?"
Dia mempelajariku, menyapukan rambut di matanya. "Mengapa harus ada maksud
tersembunyi seperti itu"
Aku ingin mengatakan banyak hal tanpa berpikir. Seperti, jika itu buka tujuannya,
lalu apakah itu berarti dia hanya ingin menghabiskan waktunya bersamaku. Dan
semua itu tidak berarti apapun, sebab kami berdua tahu kalau kami hanya boleh
memiliki hubungan guru-murid. Dia tahu hal itu. Dia lah yang memberitahukanku.
"Sebab semua orang punya tujuan."
"Ya. Tapi tidak selalu maksud yang kau pikirkan." dia mendorong pintu. "Sampai
jumpa lagi." Aku melihatnya pergi, perasaanku bercampur antara bingung dan marah. Jika
situasinya tidak tyerlalu aneh, aku mungkin hampir mengatakan kalau kami seperti
sedang berkencan. Fan-made ::just waiting for the real book ::
Naga Dari Selatan 16 Sherlock Holmes - Silver Blaze Kisah Pendekar Bongkok 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama