Kat menatap pasiennya sejenak dan berkata, "Dia harus segera dibawa ke rumah sakit."
"Kat," ujar Dinetto, "kau hams merawatnya di sini."
"Kenapa harus?" Kat membangkang. Tapi ia sudah tahu jawabannya, dan ia merinding.
Jason tersenyum gembira ketika menatap langit biru. Angin malam telah mengusir awan-awan kelabu, dan San Francisco mengalami Minggu pagi yang cerah dan amat menyenangkan.
Jason telah berjanji menjemput Paige di apartemen. Ketika ia tiba, Paige sempat heran karena ia begitu senang bertemu pria itu.
"Selamat pagi," kata Jason. "Kau kelihatan cantik sekari." "Terima kasih."
"Apa yang ingm kaulakukan hari ini?" Paige menyahut, "M kotamu. Kautunjukkan jalan, aku tinggal ikut." "Boleh juga."
"Kalau kau tidak keberatan," ujar Paige, "aku ingin mampir sebentar ke rumah sakit."
"Kupikir kau bebas tugas hari ini."
"Memang, tapi ada pasien yang ingin kujenguk."
"Oke" Jason mengantarnya ke rumah sakit.
"Aku takkan lama," Paige berjanji ketika turun dari mobil
"Aku tunggu di sini saja." Paige naik ke lantai tiga dan masuk ke kamar Jimmy Ford. Jimmy masih koma, tubuhnya dihubungkan dengan sejumlah slang infus.
Seorang juru rawat berada bersamanya. Ia menoleh ketika Paige masuk. "Selamat pagi, Dr. Taylor."
"Selamat pagi." Paige menghampiri tempat tidur anak muda itu. "Sudah ada perubahan?" "Belum."
Paige memeriksa nadi Jimmy dan mendengarkan denyut jantungnya
"Sudah beberapa rninggu sekarang," si juru rawat berkomentar. "Harapannya tipis, bukan?"
"Dia pasti akan sadar kembali," balas Paige dengan tegas. Ia menatap sosok yang terbaring di tempat tidur itu dan berkata keras-keras, "Kau bisa mendengarku" Kau akan pulih lagi!" Tak ada reaksi. Paige memejamkan mata sejenak dan berdoa dalam hati. "Segera hubungi saya kalau ada pembahan sekecil apa pun." "Baik, Dokter."
Dia takkan mati, pikir Paige. Aku tidak akan membiarkan dia mati".
Jason turun dari mobil ketika melihat Paige mendekat. "Semuanya oke?"
Tak ada gunanya membebani Jason dengan masalah yang bukan urusannya. "Ya, semuanya oke," jawab Paige.
"Hari ini kita jadi tuns," ujar Jason. Ada un277 dang-undang yang mengharuskan semua tur dimulai dari Fisherman "s Wharf."
Paige tersenyum, "Kita jangan melanggar hukum."
Fisherman"s Wharf menyerupai karnaval di udara terbuka. Artis-artis jalanan tampak di mana-mana. Ada pemain pantomim, badut, penari, dan pemain musik. Pedagang-pedagang kaki lima menjual kepiting Dungeness dan sup kerang dalam kuali-kuali j besar yang mengepul-ngepul, berikut roti sourdough yang masih hangat.
"Di seluruh dunia tidak ada tempat seperti mi," Jason berkata dengan bangga.
Paige terharu oleh semangat Jason. Ia sudah pernah mengunjungi Fisherman"s Wharf dan sebagian besar objek wisata lain di San Francisco, namun ia tak mau merusak kegembiraan Jason. "Kau sudah pernah naik cable car?" tanya Jason. "Belum." Sejak minggu lalu. "Wah, kau ragi besar." Ayo." Mereka berjalan ke Powell Street dan menaiki sebuah cable car. Ketika kereta itu mulai mendaki lereng bukit yang terjal, Jason menjelaskan, "Dulu kereta ini dikenal sebagai Hallidie"s Folly. Dia membuatnya tahun 1873."
"Dan menurut orang-orang waktu itu, kereta ini pasti takkan bertahan lama."
Jason tertawa. "Tepat sekati. Waktu masih di SMA, aku sering bekerja sebagai pemandu wisata pada akhir pekan."
"Kelihatannya kau memang punya bakat untuk itu."
"Aku yang terbaik. Kau mau dengar bagaimana aku memberi penjelasan kepada para turis?" "Ya, tentu."
Jason meniru suara sengau yang merupakan ciri khas para pemandu wisata. "Saudara-saudari, untuk informasi Anda, jalan tertua di San Francisco adalah Grant Avenue, jalan terpanjang adalah Mission Street?tepatnya 7,5 mil?jalan terlebar adalah Van Ness Avenue dengan lebar 38 meter, dan Anda pasti terkejut kalau saya memberitahu Anda lebar jalan tersempit, DeForest Street, hanya 1,37 meter. Ya, betul, Saudara-saudari, 1,37 meter. Jalan paling terjal yang bisa kami tawarkan adalah Filbert Street, dengan kemiringan 31,5 persen." Ia menatap Paige dan tersenyum. "Aku sendiri heran masih ingat semuanya itu."
Pada waktu mereka turun dari cable car, Paige menoleh kepada Jason dan tersenyum. "Apa acara selanjutnya?" "Sekarang kita naik kereta kuda." Sepuluh menit kemudian, mereka sudah duduk dalam kereta kuda yang membawa mereka dari Fisherman"s Wharf ke Ghirardelli Square, lalu ke North Beach. Jason menunjukkan objek-objek wisata di sepanjang jalan, dan Paige terkejut sebab ia begitu menikmati acara tersebut. Jangan terbawa perasaan.
Mereka naik ke Coit Tower untuk menikmati
pemandangan kota. Ketika mereka turun, Jason bertanya, "Kau lapar?"
Berjalan-jalan di udara segar telah membangkit, kan selera makan Paige. "Ya."
"Bagus. Aku akan mengajakmu ke salah satu restoran Cina terbaik m" dunia?Tommy Toy"s."
Paige sudah sering mendengar staf rumah sakit menyebut-nyebut nama itu.
Ternyata mereka tidak sekadar makan, melainkan menghadapi jamuan mewah. Mereka mulai dengan j lobster rebus dengan saus sambal, dan sup asam-j pedas dengan seafood. Babak-babak selanjutnya 1 terdiri atas dada ayam dengan ercis dan kemiri, 1 filet sapi dengan saus Szechuan, dan nasi goreng I empat rasa. Makanannya lezat sekali. "Kau sering ke sini?" tanya Paige. "Sesering mungkin."
Jason -menaihla sifat kekanak-kanakan yang sa-I ngat menarik bagi Paige. J
"Jason," ujar Paige, "apakah memang dari kecil j kau sudah bercita-cita jadi arsitek?" J
"Aku tak punya pilihan lain." Jason menye-f ringai. "Mainanku yang pertama adalah satu set J balok kayu. Sebagai arsitek, kita bisa memimpikan f sesuatu, Mu menyaksikan mimpi itu diwujudkan j dengan beton, baru bata, dan batu, menjulang ke B angkasa dan menjadi bagian dari kota tempat kita J tinggal. Itu pengalaman yang tiada tara."
Aku akan membangun Taj Mahal untukmu. Mu . j| tak peduli berapa lama harus mengerjakannya!
"Aku termasuk orang beruntung, Paige. Aku [ menghabiskan hidupku dengan pekerjaan yang ku-I senangi. Siapa ya yang pernah bilang, "Kebanyak-I an orang hidup dalam keputusasaan terselubung?""
Kedengarannya seperti sebagian besar pasienku, I pikir Paige.
"Tak ada pekerjaan lain yang ingin kutekuni, dan tak ada tempat lain yang ingin kutinggali. Kota ini betul-betul luar biasa." Suaranya penuh gairah. "Kota ini menawarkan segala sesuatu yang kita inginkan. Aku takkan pernah bosan di sini."
Paige mengamatinya sejenak, menikmati kegembiraannya. "Kau pernah menikah?"
Jason angkat bahu. "Sam kali. Kami sama-sama terlalu muda. Akhirnya kandas begitu saja." "Aku ikut sedih."
"Kau tak perlu sedih. Dia sudah menikah dengan pengusaha pengepakan daging yang kaya raya. Kau pernah menikah?"
Aku juga mau jadi dokter, kalau aku sudah dewasa. Kau akan jadi istriku, dan kita akan bekerja bersama-sama.
"Belum." Mereka naik kapal pesiar dan berlayar di bawah Golden Gate dan Bay Bridge. Jason kembali menirukan suara pemandu wisata. "Dan di sebelah sana, Saudara-saudari, Anda bisa melihat Alcatraz yang tersohor, tempat sejumlah penjahat kelas dunia pemah mendekam?Machine Gun Kelly, Al Capone, dan Robert Strout, yang juga dikenal sebagai Birdman! "Alcatraz" berarti pelikan dalan, bahasa Spanyol. Nama aslinya Isla de los AJ. catraces, berdasarkan burung-burung yang semula merupakan satu-satunya penghuni pulau tersebut Kau tahu kenapa para narapidana di sana diwajib-kan mandi air panas setiap hari?" Tidak "
"Supaya mereka tidak bisa membiasakan diri j dengan air teluk yang dingin, seandainya mereka mau melarikan diri."
"Masa sih?" tanya Paige.
"Pernahkah aku bohong padamu?"
Hari sudah menjelang senja ketika Jason berkata, "Kau sudah pernah ke Noe Valley?" Paige menggelengkan kepala. "Belum." "Aku ingin menunjukkannya padamu. Dulu hanya ada pertanian dan sungai-sungai di sana. Tapi sekarang lembah itu penuh ramah dan taman bergaya Victoria yang dicat dengan warna cerah. Rumah-rumah itu sudah tua sekali, sebab Noe Valley j termasuk salah saru dari sedikit tempat yang selamat waktu gempa bumi tahun 1906." "Kedengarannya menarik sekak." Jason diam sejenak. "Rumahku ada di sana. Kau mau melihatnya?" Ia melihat reaksi Paige. "Paige, aku duta padamu."
"Kita belum lama berkenalan. Bagaimana mungkin kau?""
"Aku tahu begitu kau bilang, "Anda belum diberitahu harus mengenakan jas putih pada waktu
melakukan kunjungan pasien?" Waktu itulah aku I jadi cinta padamu." "Jason?"
"Aku percaya pada cinta pada pandangan pertama. Kakekku melihat nenekku naik sepeda di sebuah taman dan mengikutinya dan mereka menikah tiga bulan kemudian. Mereka bersama-sama selama lima puluh tahun, sampai kakekku meninggal. Ayahku melihat ibuku menyeberang jalan, dan dia langsung tahu wanita itu akan menjadi istrinya. Mereka sudah 45 tahun menikah. Kaulihat sendiri, ini memang sifat bawaan. Aku ingin menikah denganmu." Saat penentuan telah tiba. Paige menatap Jason dan berkata dalam hati, Diolah laki-laki pertama setelah Alfred yang membuatku tertarik Dia menyenangkan, cerdas, dan t jujur. Betul-betul pria idaman setiap wanita Ada apa sih denganku" Aku dibelenggu kenangan lama. Namun dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih menyimpan perasaan bahwa suatu hari Alfred akan kembali padanya.
Ia menatap Jason dan mengambil keputusan. "Jason?"
Dan pada detik itulah pager Paige berbunyi Suaranya menusuk telinga mendesak. "Paige?"
"Aku harus cari telepon." Dua menit kemudian, ia sudah bicara dengan rumah sakit Jason melihat wajah Paige mendadak pucat. Paige berseru-seru ke telepon, "Jangan." Pokok283 nya jangan! Beritahu mereka saya segera ke sana" Ia menggantungkan gagang telepon dengan kasar.
"Ada apa?" tanya Jason.
Paige menoleh, matanya berkaca-kaca. "Jimmy Ford, pasienku. Mereka akan melepaskannya dari alat bantu pemapasan. Mereka akan membiarkannya mati."
Ketika Paige tiba di kamar Jimmy Ford, sosok di tempat tidur itu dikelilingi tiga orang: George Englund, Benjamin Wallace, dan seorang pengacara, Silvester Damone.
"Ada apa ini"* tanya Paige dengan ketus.
Benjamin Wallace berkata, "Dalam pertemuan Komisi Etika Medis tadi pagi diputuskan Jimmy Ford tak punya harapan lagi. Kami memutuskan melepas?"
"Jangan!" kata Paige. "Anda tidak berhak! Saya dokternya dan saya bilang dia masih punya harapan sembuh! Kita tidak akan membiarkan dia mau."
Silvester Damone angkat bicara "Bukan Anda yang berwenang mengambil keputusan itu, Dokter."
Paige menatapnya dengan gusar. "Siapa Anda?"
"Saya pengacara keluarga Ford." Ia mengeluarkan sebuah dokumen dan menyerahkannya kepada Paige. "Ini surat wasiat Jimmy Ford. Di sini tertulis bahwa jika dia mengalami cedera yang mengancam jiwanya dia tak ingin hidupnya diperpan jang dengan alat-alat bantu mekanis,"
"Tapi saya terus memantau kondisinya" Paige memohon. "Sudah beberapa minggu dia dalam keadaan stabil. Setiap saat dia bisa sadar."
"Anda bisa memastikannya?" tanya Damone.
"Tidak, tapi?" "Kalau begitu, Anda harus mengikuti perintah, Dokter."
Paige mengamati sosok Jimmy. "Tidak! Anda harus menunggu."
Pengacara itu berkata dengan tenang, "Dokter, saya percaya pihak ramah sakit lebih untung kalau para pasien ditahan selama mungkin di sini, tetapi keluarga Ford tak sanggup lagi menanggung biaya perawatan. Saya perintahkan Anda untuk melepaskan dia dari alat bantu pemapasan."
"Sam atau dua hari lagi," ujar Paige, "dan saya yakin?"
"Tidak," Damone memotong dengan tegas. "Hari ini,"
George Englund berpaling pada Paige. "Aku menyesal, tapi kelihatannya kita tak punya pilihan."
"Terima kasih, Dokter," kata si pengacara. "Urusan selanjurnya saya serahkan kepada Anda. Saya akan memberitahu keluarga Ford bahwa urusan ini akan segera ditangani, agar mereka bisa mempersiapkan upacara pemakaman." Ia berpaling kepada Benjamin Wallace. "Terima kasih atas kerja sama Anda. Selamat sore." Mereka memperhatikannya keluar ruangan. "Kita tidak boleh membiarkan Jimmy mati!" I kata Paige.
Dr. Wallace berdeham. "Paige?"
"Bagaimana kalau kita pindahkan dia dari sbj" Kita bisa menyembunyikannya di ruangan lain. {w ada cara yang belum terpikir oleh kita. Pasti?"
Benjamin Wallace berkata. "Ini bukan permohonan. Ini perintah." Ia menoleh kepada George Englund. "Tolong?"
"Jangan!" ujar Paige. "Biar" biar saya saja." "Baiklah."
"Kalau Anda tidak keberatan, saya ingin sendirian dengan dia"
George Englund meremas lengan Paige. "Aku menyesal." "Aku tahu/
Paige menunggu sampai mereka meninggalkan ruangan.
Ia tinggal sendirian dengan anak muda yang tak sadarkan diri itu. Dipandanginya alat bantu pernapasan yang membuat Jimmy tetap bertahan hidup, serta siang-siang infus yang mengalirkan makanan ke dalam tabuhnya. Paige hanya perlu menekan sebuah tombol untuk mematikan alat bantu pernapasan dan mencabut nyawa seseorang. Tapi Jimmy mempunyai impian begitu besar dan harapan begitu tinggi.
Suatu hari aku akan jadi dokter. Aku in& seperti kau.
B*au ^ toh" aku akan menikah" Namanya Amv mgin P?"51 setengah lusin anak.
^ Vang pertama akan kan* banyak yang hendak diraih Jimmy. BegiW^nataP Jimmy, pandangannya kabur ka-Paig6hdang air mata. "Dasar brengsek!" ia ber-*na Kau mau menyerah begitu saja?" Ia terisak"
Sfc "Kupikir - sosok yang pucat aku," ujar Paige
kau mau jadi dokter! Jawablah!
!" Ia memandang itu. Tak ada reaksi. "Maafkan aku, ujai * ~ Maafkan aku." Ia membungkuk untuk mencium pipi Jimmy, dan ketika ia bangkit pelan-pelan, ia melihat mata Jimmy terbuka. "Jimmy! Jimmy!"
Anak muda itu berkedip, lalu kembali memejamkan mata. Paige meremas tangannya Ia membungkuk, dan sambil terisak-isak ia berkata, "Jimmy, kau sudah dengar cerita tentang pasien yang diberi makan lewat infus" Dia minta satu botol lagi dari dokternya. Rupanya dia mengundang temannya makan siang."
19 Seumur hidup, Honey belum pernah sebahagia sekarang. Keakrabannya dengan para pasien hanya bisa disamai segelintir dokter lain. la benar-benar peduli pada mereka Ia bekerja di bagian geriatri, bagian pediatri, serta berbagai bagian lain, dan Dr. Wallace memastikan ia tak bisa menimbulkan masalah. Pimpinan rumah sakit itu ingin mempertahankan Honey, supaya bisa memanggilnya sewaktu-waktu.
Honey iri terhadap para juru rawat. Mereka bisa menguras para pasien tanpa perlu pusing mengenai keputusan-keputusan medis yang penting. Aku tak pernah berniat jadi dokter, pikir Honey. Dari dulu aku ingin jadi juru rawat. Dalam keluarga Taft tidak ada juru rawat.
Sore hari, setelah pulang dari rumah sakit, Honey sering berbelanja di Bay Company serta. Streetlight Records, membeli hadiah-hadiah untuk anak-anak yang dirawat di bagian pediatri. "Aku suka anak kecil" ia berkata kepada Kat.
"Kau ingin punya anak banyak?" "Kapan-kapan," balas Honey dengan sedih. "Sebelumnya aku harus ketemu ayah mereka dulu."
Salah sara pasien favorit Honey di bagian geriatri adalah Daniel McGuire, pria periang berumur sembilan puluhan yang menderita penyakit hati. Semasa mudanya ia gemar berjudi, dan sampai sekarang pun masih suka mengajak Honey bertaruh.
"Aku bertaruh lima puluh sen bahwa si mantri terlambat mengantar sarapanku."
"Aku bertaruh satu dolar bahwa nanti sore bakal hujan."
"Aku berani bertaruh, Giants pasti menang." Honey selalu mau diajak bertaruh. "Aku bertaruh sepuluh banding satu bahwa aku bisa pulih lagi," ia berkata.
"Kali ini saya tidak mau bertaruh," jawab Honey. "Saya di pihak Anda." "
Orang tua itu meraih tangannya. "Aku tahu." Ia tersenyum lebar. "Kalau saja aku beberapa bulan lebih muda?"
Honey tertawa. "Tenang saja. Saya suka pria yang lebih tua."
Suatu hari ada surat untuk Daniel McGuire yang dialamatkan ke ramah sakit. Honey membawa surat itu ke kamarnya. "Tolong bacakan, ya?" Matanya sudah kabur. "Tentu," kata Honey. Ia membuka sampulnya mengamati surat itu sejenak, lalu berseru gembira,
"Anda menang lotere! Lima paluh ribu dolar/ Se. lamatl"
"Wah, ini bara kejutan f" Daniel McGuire bersorak. "Dari dulu aku sudah tahu bakal menang lotere! Ayo, peluklah aku." Honey membungkuk dan memeluknya. "Kau tahu tidak, Honey" Aku orang paling beruntung di seluruh dunia."
Ketika Honey hendak menjenguknya kembali sore itu, Daniel McGuire telah meninggal.
Honey sedang berada di ruang santai para dokter ketika Dr. Stevens masuk. "Apakah ada orang : Virgo di sini?"
Salah satu dokter tertawa. "Kalau yang Anda | maksud virgin, teras terang, saya meragukannya."
"Virgo," Dr. Stevens mengulangi. "Saya perlu orang berbintang Virgo." "Saya Virgo," ujar Honey. "Ada apa?" Dr. Stevens mengfcamrjirinya. "Saya kewalahan menghadapi orang gila. Ada pasien saya yang hanya mau didekati orang berbintang Virgo." Honey berdiri. "Saya akan ke sana." "Thanks. Namanya Frances Gordon."
Frances Gordon bara saja menjalani pencangkokan tulang panggul. Begitu Honey masuk ke kamarnya, wanita itu menoleh dan berkata, "Bintang Anda Virgo?", . Honey tersenyum. "Ya."
"Orang-orang Aquarius dan Leo itu benar-benar
menyebalkan. Mereka memperlakukan pasien se-f perti sepotong daging."
"Semua dokter di sini sangat kompeten," Honey ? memprotes. "Mereka?"
"Ha! Sebagian besar dari mereka cuma cari uang." Ia mengamati Honey dengan saksama. "Anda berbeda."
Honey mempelajari catatan pasien itu. Ia tampak terkejut. "Ada apa" Apa yang Anda lihat?" Honey mengedip-ngedipkan mata. "Di sini tertulis bahwa Anda bekerja sebagai" sebagai paranormal."
Frances Gordon mengangguk. "Betul. Anda tidak percaya pada paranormal?" Honey menggelengkan kepala. "Tidak." "Sayang sekali. Duduklah." Honey menarik kursi. "Coba saya pegang tangan Anda." Honey kembali menggeleng. "Rasanya saya tidak?"
"Ayo, coba berikan tangan Anda." Dengan enggan Honey mengulurkan tangannya. Frances Gordon menggenggamnya sejenak dan memejamkan mata. Ketika membuka mata lagi, ia berkata, "Anda telah menempuh hidup yang sulit, bukan?"
Semua orang menempuh hidup yang sulit, pikir Honey. Habis ini, dia pasti bilang aku akan bepergian melintasi air.
"Anda sudah memanfaatkan banyak pria, bukan?"
Honey tersentak. "Anda telah mengalami perubahan?belum farna ini, bukan?"
Honey ingin segera keluar dari kamar itu. Wanita tersebut membuatnya gelisah. Ia mulai menarik tangannya. "Anda akan jatuh cinta." Honey berkata, "Saya kira saya hams?" "Dia seniman." "Saya tidak kenal seniman." "Anda akan berkenalan dengan seseorang." Frances Gordon melepaskan tangannya. "Kapan-kapan kita harus mengobrol lagi," desaknya. Tentu."
Honey langsung kabur. Honey mampir ke kamar Mrs. Owens, pasien baru, seorang wanita kuras yang tampaknya berusia empat puluhan. Catatannya menunjukkan ia berumur 28. Hidungnya patah, kedua matanya le-bam, wajahnya bengkak dan memar. Honey menghampiri tempat tidur. "Saya Dr. Taft." Wanita itu menatapnya tanpa ekspresi. Ia tetap membisu. "Apa yang terjadi dengan Anda?" "Saya jatuh dari tangga." Ketika ia membuka mulut, Honey melihat ada dua gigi depan yang tanggal.
Honey melirik catatannya, "Di sini tertulis dua tulang rusuk Anda patah dan tulang pinggul Anda retak."
Tangganya tinggi." "Bagaimana mata Anda bisa lebam?" "Waktu saya jatuh." "Anda berkeluarga?" "Yeah." "Punya anak?" "Dua."
"Apa pekerjaan suami Anda?" "Jangan bawa-bawa suami saya, oke?" "Maaf, saya terpaksa," ujar Honey. "Diakah yang memukul Anda?" "Tidak ada yang memukul saya." "Kejadian ini harus saya laporkan kepada polisi." Mrs. Owens mendadak panik. "Jangan! Saya mohon, jangan!" "Kenapa?"
"Dia akan membunuh saya! Anda tidak tahu seperti apa dia!" "Dia pernah memukul Anda sebelum ini?" "Ya, tapi dia" dia tidak bermaksud apa-apa. Dia mabuk dan naik pitam." "Kenapa Anda tidak meninggalkannya?" Mrs. Owens angkat bahu, dan gerakan kecil itu membuatnya meringis kesakitan. "Anak-anak dan saya harus ke mana?"
Honey mendengarkannya dengan kesal. "Sebenarnya Anda tidak perlu pasrah pada keadaan. Ada tempat penampungan dan lembaga-lembaga yang akan mengurus dan melindungi Anda dan anak-anak Anda."
Wanita itu menggeleng pelan-pelan. "Saya tidak punya uang. Saya kehilangan pekerjaan sebagai
sekretaris waktu dia mulai?" Ia tak sanggup mt neruskan kalimatnya.
Honey meremas tangannya. "Anda tidak perli khawatir. Saya akan memastikan Anda diurus dengan baik."
Lima menit kemudian, Honey masuk ke ruang kerja Dr. Wallace. Ben Wallace tersenyum gembira ketika melihatnya. Ia bertanya-tanya, apa yang dibawa Honey kali ini. Sebelumnya, Honey pernah menggunakan madu hangat, air panas, cokelat cair, dan?kegemaran Wallace?sirup maple. Honey tak pernah kehabisan akal. "Kunci pintu, Sayang."
"Aku tidak bisa lama-lama, Ben. Aku harus segera kembali." Honey bercerita mengenai pasien tadi. "Kau harus melapor ke polisi," ujar Wallace. "Hukum mengharuskannya."
"Hukum tak bisa melindungi dia selama ini. Begini, ala cuma ingin menjauh dari suaminya Dia pernah bekerja sebagai sekretaris. Kau pernah bilang butuh petugas arsip baru, kan?" "Ehm, ya tapi" tunggu dulu.?" "Thanks," kata Honey. "Kita tunggu dia putih, lalu kita carikan tempat tinggal baru untuknya, dan dia bisa langsung bekerja lagi J" Wallace menghela napas. "Kuusahakan," "Aku tahu aku bisa mengandalkanmu," ujar Homy
Keesokan paginya Honey kembali menjenguk Mrs. j Owens. m
"Bagaimana keadaan Anda hari ini?" tanya Honey.
"Lebih baik, thanks. Kapan saya bisa pulang" Suami saya tidak suka kalau?"
"Suami Anda takkan mengganggu Anda lagi," Honey berkata dengan tegas. "Anda tetap di sini sampai kami mendapatkan tempat tinggal baru untuk Anda dan anak-anak Anda, dan kalau kondisi Anda sudah mengizinkan, Anda bisa mulai bekerja di rumah sakit."
Mrs. Owens menatapnya dengan pandangan tak percaya. "Anda" Anda bersungguh-sungguh?"
"Tentu saja. Anda akan punya apartemen sendiri bersama kedua anak Anda. Anda akan bebas dari horor yang Anda alami selama ini, dan Anda akan mendapatkan pekerjaan yang pantas dan terhormat."
Mrs. Owens menggenggam tangan Honey. "Entah bagaimana saya bisa berterima kasih pada Anda." Ia tersedu-sedu. "Anda tidak tahu apa yang telah saya alami."
"Saya bisa membayangkannya" balas Hbney. "Anda tak perlu khawatir lagi."
Wanita itu mengangguk. Ia terlalu terharu untuk berbicara.
Keesokan harinya, ketika Honey kembali untuk menengok Mrs. Owens, kamarnya ternyata sudah
kosong. "Mana dia?" tanya Honey. "Oh," kata juru rawat yang sedang membereskan tempat tidur, "dia pergi tadi pagi suaminya."
Namanya kembali dipanggil melalui pengeras suara "Dr. Taft.. Kamar 215. Dr. Taft" Kamar 215."
Honey berpapasan dengan Kat di koridor. "Bagaimana, sibuk?" tanya Kat.
"Kau takkan percaya kalau kuceritakan!" jawab Honey.
Dr. Ritter sudah menunggunya di Kamar 215. Pasien di tempat tidur adalah pria India berusia akhir dua puluhan.
Dr. Ritter berkata, "Ini pasien Anda?"
"Ya." "Di sini tertulis dia tidak mengerti bahasa Inggris. Betul itaT "Ya."
Dr. Ritter memperlihatkan catatan pasien itu. "Dan ini tulisan tangan Anda" Muntah-muntah, kejang-kejang, dahaga, dehidrasi?"
"Betul." ?"denyut nadi perifer menghilang"." "Ya."
"Dan bagaimana diagnosis Anda?" ZRu perut,"
"Apakah Anda mengambil sampel tinja?" "Belum. Untuk apa?"
"Karena pasien Anda menderita kolera, itu sebabnya!" Dr. Ritter berteriak-teriak. "Seluruh rumah sakit hams ditutup!"
20 "Kolera" Maksudmu, di rumah sakit ini ada pasien kolera?" Benjamin Wallace berteriak.
"Kelihatannya begitu."
"Kau yakin?" "Seratus persen," Dr. Ritter menegaskan. "Fesesnya penuh vibrio. Dia menunjukkan gejala pH arterial yang rendah, tekanan darah rendah, takhikardia, dan sianosis."
Berdasarkan undang-undang, setiap kasus kolera atau penyakit menular lainnya hams segera dilaporkan ke Pusat Pengendalian Penyakit di Atlanta.
"Kita hams melaporkannya, Ben."
"Kita bakal disuruh tutup!" Wallace berdiri dan mulai mondar-mandir dengan gelisah. "Mana mungkin setiap pasien di rumah sakit ini dikarantina?" Ia berhenti sejenak. "."Pasien itu tahu dia terkena kolera?"
"Tidak. Dia tidak mengerti bahasa Inggris. Dia dari India."
"Siapa saja yang melakukan kontak dengannya?" "Dua juru rawat dan Dr. Taft."
297 "Dan Dr. Taft mendiagnosisnya sebagai flu perut"
"Ya. Kelihatannya dia harus dikeluarkan."
"Ehm, jangan dulu," ujar Wallace. "Setiap orang bisa melakukan kesalahan. Kita jangan terburu-buru. Apa yang tercantum pada catatan pasien itu" Flu perut?" "Ya."
Wallace mengambil keputusan. "Biarkan saja begitu. Nah, ini yang harus kaukerjakan. Lakukan rehidrasi mtravena?beri dia cairan Ringer laktat. Dan tetrasikJin. Kalau volume darah dan cairan rubuhnya bisa segera dikembalikan ke keadaan normal, dalam beberapa jam dia bisa hampir pulih kembali"
"Kita tidak akan melaporkannya?" tanya Dr. Ritter.
Wallace menatap matanya. "Melaporkan kasus flu perut?"
"Bagaimana dengan kedua juru rawat dan Dr. TaftT
"Beri mereka tetrasikJin juga. Siapa nama pasien itu?" "Pandit Jawah."
"Dia harus dikarantina selama 48 jam. Setelah itu, dia akan sembuh atau mati."
Honey dicekam panik. Ia mencari Paige. ! "Aku butuh bantuanmu,"
"Ada apa?" I Honey menceritakannya, "Barangkali kau bisa 1
298 I bicara dengan dia. Dia tidak mengerti bahasa Ing-[ gris, dan kau bisa bahasa India." i "Hindi."
"Sama saja. Tolong temui dia, ya?"
"Tentu." Sepuluh menit kemudian, Paige berbicara dengan Pandit Jawah. "Aap ki tabyat kaisi hai?" "Karabhai."
"Aap jald acha ko hum kardenge." "Bhagwan aap ki soney ga." "Aap ka ilaj hum jalb shuroo kardenge." "Shukria." . "Dost kiss liay hain?"
Paige mengajak Honey ke koridor. "Apa katanya?"
"Dia bilang tersiksa sekali. Aku memberitahu dia akan pulih. Dia bilang, katakan pada Tuhan. Aku memberitahunya kita akan segera mulai mengobatinya. Dia bilang terima kasih."
"Aku juga." "Itulah gunanya teman."
Kolera merupakan penyakit yang bisa menyebabkan kematian dalam 24 jam akibat dehidrasi, atau bisa disembuhkan dalam beberapa jam saja.
Lima jam setelah mulai diobati, Pandit Jawah sudah hampir sembuh.
Paige menjenguk Jimmy Ford. Wajah Jimmy langsung cerah ketika melihatnya.
"Hai." Suaranya masih lemah, namun kondisiny. telah membaik secara mencengangkan. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Paige. "Baik. Sudah dengar cerita tentang dokter yang berkata pada pasiennya, "Hal terbaik yang bisa Anda lakukan adalah berhenti merokok, berhenti minum alkohol, dan mengurangi kegiatan seks?" Pasiennya menyahut, "Apa pilihan kedua?"" Paige segera tahu Jimmy akan pulih kembali.
Ken Mallory baru selesai bertugas dan hendak menemui Kat ketika mendengar namanya dipanggil. Ia berhenti. Dalam hati, ia mempertimbangkan untuk menyusup keluar saja. Sekali lagi namanya terdengar melalui pengeras suara. Dengan enggan ia meraih gagang telepon. "Dr. Mallory."
"Dokter, Anda bisa ke ER Dua sebentar" Ada pasien yang?" |^
"Sari," ajar Mallory, "saya sudah mau pulang. Cari orang lain saja."
"Saat ini tidak ada orang lain yang sanggup menanganinya. Dia mengalami perdarahan lambung, dan kondisinya kritis. Saya khawatir dia takkan selamat kalau?"
Brengsek/ "Baiklah. Saya segera ke sana." Aku harus menelepon dan memberitaku Kat bahwa aku I akan tertambat. f
Pasien di mang gawat darurat ternyata pria berusia enam puluhan. Ia setengah sadar, pucat pasi, berkeringat, dan napasnya tersengal-sengal. Rupa-1
nya ia sangat kesakitan. Mallory menatapnya dan berkata, "Bawa dia ke mang operasi, staf!"
Lima belas menit kemudian, pasien itu sudah terbaring di atas meja operasi. Seorang anestesio-logi memantau tekanan darahnya. "Turun terus." "Beri dia tambahan darah." Ken Mallory mulai mengoperasi. Ia berjuang melawan waktu. Dalam sekejap ia telah menyayat kulit, lalu lapisan lemak, fascia, otot, dan akhirnya peritoneum yang licin dan transparan, membran yang melapisi dinding perut.
"Bovief" ujar Mallory. "Siapkan empat unit darah dari bank darah." Ia mulai membakar pembuluh-pembuluh yang berdarah.
Operasi itu menghabiskan waktu empat jam, dan setelah selesai, Mallory letih sekali. Ia menatap pasiennya dan berkata, "Dia akan selamat:"
Salah satu juru rawat memandang Mallory sambil tersenyum hangat. "Untung saja Anda ada di sini, Dr. Mallory."
Mallory menoleh ke arahnya. Jum rawat itu muda dan cantik, dan tampaknya tidak keberatan diajak berkencan. Nanti kau bakal dapat giliran, Sayang, pikir Mallory. Ia berpaling pada seorang resident junior. "Jahit lukanya dan bawa dia ke mang pemulihan. Besok pagi saya akan menjenguknya."
Mallory hendak menelepon Kat, tapi ternyata sudah tengah malam. Sebagai gantinya, ia mengirim dua lusin bunga mawar.
Ketika Mallory masuk kerja pukul 06.00 pagi, ia
301 mampir ke ruang pemulihan untuk memerifa kondisi pasiennya yang baru.
"Dia sudah bangun," seorang juru rawat mem beri tahunya.
MaJJory menghampiri tempat tidur. "Saya Dr. MaJJory. Bagaimana keadaan Anda?"
"Mengingat alternatifnya, saya baik-baik saja," ujar pasien itu dengan lemah. "Menurut juru rawat tadi, Anda menyelamatkan nyawa saya. Semalam saya sedang dalam perjalanan ke pesta makan malam, dan tiba-tiba saja perut saya sakit, dan sepertinya saya pingsan. Untung saja kami hanya satu blok dari rumah sakit, dan saya segera dibawa ke ruang gawat darurat di sini."
"Anda beruntung. Anda kehilangan banyak darah."
"Katanya sepuluh menit lagi saya sudah tak tertolong. Saya ingin mengucapkan terima kasih, Dokter,"
Mallory angkat bahu, "Saya hanya mengerjakan tugas saya"
Pasien itu menatapnya dengan saksama "Saya j Alex Harrison," I
Nama tersebut tidak berarti apa-apa bagi Mal-1 lory. "Senang bisa berkenalan dengan Anda, Mr. 1 Harrison." Ia memeriksa nadi Harrison. "Masih nyeri sekarang?" I
"Sedikit, tapi sepertinya saya masih di bawah pengaruh obat bius." ?
nya," Mallory menenangkannya "Begitu juga rasa nyeri. Anda tak perlu khawatir."
"Berapa lama saya hams berbaring di rumah sakit?"
"Dalam beberapa hari, Anda sudah boleh pulang."
Seorang petugas tata usaha masuk dengan membawa sejumlah formulir. "Mr. Harrison, kami memerlukan beberapa keterangan untuk arsip kami. Apakah Anda mempunyai asuransi kesehatan?"
"Maksudnya, Anda ingin tahu apakah saya sanggup membayar ongkos perawatan?"
"Ehm, bisa dibilang begitu, Sir."
"Silakan tanya ke San Francisco Fidelity Bank," Harrison berkata dengan nada datar. "Saya pemiliknya."
Sore itu, ketika Mallory menjenguk Alex Harrison, pasien itu ditemani wanita berparas menarik. Usianya sekitar awal tiga puluh, tamburnya pirang, tubuhnya langsing, dan penampilannya anggun. Ia mengenakan gaun rancangan Adolfo yang menurut taksiran Mallory lebih mahal dari gajinya sebulan.
"Ah! Ini dia pahlawan kita," ujar Alex Harrison. "Dr. Mallory, bukan?"
"Ya. Ken Malloiy."
"Dr. Mallory, ini putri saya Lauren."
Wanita itu mengulurkan tangan ramping yang terawat dengan baik. "Ayah saya bercerita bahwa Anda menyelamatkan nyawanya"
Mallory tersenyum. "Memang itu tugas dokter."
Lauren menatapnya dengan senang. "Tidak se mna dokter berpandangan seperti Anda."
Mallory sadar bahwa kedua orang itu tidak semestinya berada di rumah sakit umum. Ia berkata kepada Alex Harrison, "Kondisi Anda sudah membaik, tapi barangkali Anda lebih tenang kalau berkonsultasi dengan dokter Anda sendiri."
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Alex Harrison menggelengkan kepala. "Tidak perlu. Bukan dia yang menyelamatkan saya, tapi Anda. Anda betah di sini?"
Pertanyaan yang janggal. "Ya, bekerja di sini cukup menarik. Kenapa?" ,
Harrison duduk di tempat tidur. "Ehm, saya hanya agak heran. Pria tampan seterampil Anda seharusnya bisa meraih masa depan yang gemilang. Dan saya rasa tempat seperti ini tidak bisa menjanjikan terlalu banyak." "Ehm, saya;." s*-" J
"Barangkali memang nasib yang membawa saya I ke sini." J
Lauren angkat bicara, "Maksud ayah saya, dia ingin menunjukkan rasa terima kasihnya."
"Lauren benar. Anda dan saya perlu bicara serius setelah saya keluar dari sini. Datanglah ke rumah saya untuk makan malam."
Mallory menatap Lauren dan berkata pelan-pelan, "Dengan senang hati." Dan keputusan itu mengubah jalan hidupnya.
Di luar dugaannya, Ken Mallory menemui kesulitan untuk berkencan dengan Kat,
"Bagaimana kalau Senin malam, Kat?" "Boleh saja."
"Bagus. Kau kujemput?" "Tunggu dulu! Aku baru ingat. Sepupuku dari New York mau datang." "Ehm, Selasa?" "Selasa aku dinas." "Bagaimana kalau Rabu?" "Aku sudah berjanji pada Paige dan Honey, kami akan pergi*bersama-sama."
Mallory mulai kalang kabut. Waktunya tinggal sedikit lagi. "Kamis?" "Kamis aku bisa"
"Baiklah. Di mana aku bisa menjemputmu?" "Bagaimana kalau kita ketemu di Chez Panisse saja?"
"Boleh juga. Jam delapan?" "Oke."
Mallory menunggu sampai pukul sembilan di restoran itu. Kemudian ia menelepon Kat. Tak ada yang menyahut. Ia menunggu setengah jam lagi. Barangkali dia salah dengar, pikirnya. Tak mungkin dia lupa kencan denganku.
Keesokan paginya, ia bertemu Kat di rumah sakit. Kat bergegas menghampirinya.
"Oh, Ken, maafkan aku! Ini benar-benar konyol. Aku cuma ingin istirahat sebentar sebelum kencan kita. Tahu-tahu aku ketiduran, dan waktu aku bangun ternyata sudah tengah malam. Kasihan, kai
lama menungguku di sana?"
"Tidak apa-apa." Perempuan tolol! Ia berbisik ke telinga Kat, "Kapan urusan kita bisa diselesaikan, Sayang" Aku kalang kabut setiap kali teringat nadamu."
"Aku juga," balas Kat, "Aku sudah tak sabar." "Barangkah akhir pekan ini kita bisa?" "Aduh, bagaimana, ya" Aku sudah punya acara." Dan begitu seterusnya. Batas waktu semakin dekat.
Kat sedang menceritakan perkembangan terakhir kepada Paige ketika pager-nya berbunyi.
"Sebentar, ya" Kat mencari telepon. "Dr. Hunter." Ia mendengarkan lawan bicaranya sejenak. "Thanks. Saya segera ke. sana." Ia meletakkan gagang telepon. "Aku harus pergi. Kasus gawat." Paige menghela napas. "Seperti biasa." Kat menyusuri koridor dan menggunakan lift untuk turun ke mang gawat darurat. Di dalamnya ada dua lusin ranjang, semuanya ditempati pasien. Kat menganggap ruangan itu sebagai mang penderitaan yang siang-malam berisi korban kecelakaan lalu lintas, korban penembakan dan penusukan, dan orang yang patah miang. Kumpulan orang bernasib naas. Bagi Kat, mangan itu bagaikan sudut neraka. Seorang mantri mengMmpirinya, "Dr. Hunter?" "Bagaimana?" tanya Kat. Mereka menuju ranjang di ujung ruangan, "pjy
306 "Dia tak sadar. Kelihatannya dia dihajar habis-habisan. Wajah dan kepalanya babak belur, hidungnya patah, tulang belikatnya terkilir, lengan kanannya retak paling tidak di dua tempat, dan?"
"Kenapa saya yang dipanggil?"
"Orang-orang paramedis takut ada cedera kepala. Mungkin kerusakan otak."
Mereka tiba di ranjang tempat korban terbaring. Wajahnya berlumuran darah, bengkak, dan lebam. Ia mengenakan sepatu kulit buaya dan" Kat menahan napas. Ia membungkuk dan mengamati orang itu dengan saksama. Ternyata Lou Dinetto.
Dengan terampil Kat meraba-raba kepala Dinetto dan memeriksa matanya. Ia menderita gegar otak.
Kat bergegas ke telepon dan memutar sebuah nomor. "Ini Dr. Hunter. Saya perlu CAT scan kepala. Untuk pasien bernama Dinetto. Lou Dinetto. Kirim tempat tidur beroda ke sini, stat."
Kat meletakkan gagang dan kembali mengalihkan perhatiannya kepada Dinetto. Ia berkata kepada mantri tadi, "Jaga dia. Begitu tempat tidur beroda tiba, bawa dia ke lantai tiga. Saya tunggu di sana."
Tiga puluh menit kemudian, di lantai tiga, Kat mempelajari CAT scan yang dipesannya. "Dia mengalami perdarahan otak, demam tinggi, dan shock. Stabilkan kondisinya selama dua puluh jam. Saya akan memutuskan kapan dia dioperasi."
Kat bertanya-tanya, apakah kejadian yang menimpa Dinetto akan berpengaruh pada Mike.
307 Dan bagaimana pengaruhnya.
Paige menjenguk Jimmy Ford. Kondisi anak muda
itu sudah jauh lebih baik. "Sudah dengar cerita tentang ekshibisionis di
kawasan garmen" Dia mendatangi seorang wanita tua, lalu dia buka jas hujannya. Wanita itu menatapnya sejenak dan berkata, Itu kausebut lapisan dalam?"
Kat sedang makan malam bersama Mallory di
sebuah restoran kecil di dekat teluk. Mereka duduk berhadapan. Kat mengamatinya, dan ia merasa bersalah. Seharusnya aku jangan terlibat dalam permainan ini, pikirnya Aku tahu siapa dia, tapi aku tetap menikmati saat-saat bersamanya. Dasar brengseki Sekarang sudah terlambat telat membatalkan rencana kita.
Mereka sudah selesai minum kopi.
Kat mencondongkan badan ke depan. "Bagaimana kalau kita ke tempatmu, Ken?"
"Oke!" Akhirnya berhasil juga, ujar Mallory dalam hati,
Kat bergeser-geser di tempat duduknya dan mengerutkan kening. "Oh, oh!"
"Kau tidak apa-apa?" tanya Mallory.
"Aku belum tahu. Aku petmi$i sebentar, ya."
"Tentu." Mallory memperhatikan Kat berdiri dan menuju kamar kecil wanita.
Ketika kembali, Kat berkata, "Waktunya tidak
tepat. Maafkan aku. Sebaiknya kauantar aku pulang saja."
Mallory melotot dan berusaha menutupi kekesalannya. Rupanya ia sedang dimusuhi nasib.
"Baiklah," balas Mallory dengan singkat. Ia hampir meledak.
Ia akan kehilangan lima hari yang sangat berharga.
Lima menit setelah Kat tiba di apartemennya bel pintu berdering. Kat tersenyum sendiri. Mallory berhasil mencari alasan untuk kembali, dan Kat terpaksa mengakui bahwa ia gembira. Ia menghampiri pintu dan membukanya. "Ken?"
Rhino dan Shadow berdiri di hadapannya Tiba-tiba saja Kat ngeri. Kedua pria itu masuk tanpa menunggu dipersilakan.
Rhino angkat bicara. "Anda yang akan mengoperasi Mr. Dinetto?"
Tenggorokan Kat terasa kering kerontang. "Ya."
"Kami tidak mau sampai terjadi sesuatu dengannya."
"Saya juga begitu," ujar Kat. "Nah, kalau Anda tidak keberatan, saya capek sekali dan?"
"Ada kemungkinan dia bakal mati?" tanya Shadow.
Kat ragu-ragu sejenak. "Dalam bedah otak selalu ada risiko?" "Sebaiknya jangan sampai terjadi." "Percayalah, saya?"
"Jangan sampai terjadi." Shadow
tnnya. "Ayo." nienatap
Kat melihat mereka beranjak ner"i
"-a"*v jicrj Sebelum keluar pintu. Shadow menoleh dan berkata, "Salam untuk Mike."
Kat mendadak pucat. "Apakah" apakah ini ancaman untuk saya?"
"Kami tak pernah mengancam, Dok. Kami bicara apa adanya Kalau Mr. Dinetto sampai mati, Anda dan seluruh keluarga Anda bakal menyusulnya."
21 Di kamar ganti dokter, setengah lusin dokter sedang menunggu Ken Mallory.
Ketika ia melangkah masuk, Grundy berkata, "Sambutlah pahlawan penakluk kita! Kami sudah tak sabar mendengar setiap detailnya" Ia menyeringai. "Masalahnya, kawan, kami ingin mendengarnya dari mulutnya."
"Aku sedang agak sial." Mallory tersenyum. "Tapi kalian boleh siap-siap mengumpulkan uang."
Kat dan Paige sedang mengenakan baju operasi.
Kau sudah pernah mengoperasi sesama dokter?" tanya Kat. "Belum."
"Kau beruntung. Mereka pasien terburuk di du-nia- Mereka tahu terlalu banyak." "Siapa yang akan kauoperasi?" "Dr. Mervyn "Jangan Sakiti Saya" Franklin." "Selamat bertugas."
Dr. Mervyn Franklin berusia enam puluhan. Ia pria kurus, botak, dan cepat naik darah.
Ketika Kat masuk ke kamarnya, Dr. Franklin langsung membentaknya, "Kenapa Anda bara datang" Laporan elektrolit sudah kembali?" "Ya," jawab Kat. "Semuanya normal." "Siapa bilang" Orang-orang di lab tak bisa dipercaya. Mereka bekerja asal-asalan saja. Dan pastikan tidak ada kekeliruan dalam transfusi darah."
"Saya akan memastikannya," ujar Kat dengan sabar.
"Siapa yang mengerjakan operasi?" "Dr. Jurgenson dan saya. Dr. Franklin, saya jamin, tak ada yang perlu Anda khawatirkan."
"Otak siapa yang akan dioperasi, otak Anda atau otak saya" Semua operasi mengandung risiko. Dan Anda tahu kenapa" Karena setengah dari para ahli bedah brengsek itu menekuni bidang yang salah. Seharusnya mereka jadi tukang jagal saja."
"Dr. Jurgenson lebih dari cakap."
"Saya tahu. Kalau tidak, dia takkan saya izinkan menangani saya. Siapa anestesiolbgnya?"
"Setahu saya Dr. Miller."
"Dokter gadungan itu" Saya minta dia diganti. Cari orang lain."
"W Franklin?" "Cari orang lain. Coba tanya apakah Haliburton masih bebas."
"Baiklah." "Dan catat nama semua juru rawat yang akan bertugas di ruang operasi. Saya ingin memeriksa catatan mereka."
Kat menatapnya. "Mungkin Anda sendiri yang ingin melakukan operasi itu?"
"Apa?" Franklin melotot sejenak, lalu meringis sambil tersipu-sipu. "Saya kira tidak."
Kat berkata dengan lembut, "Kalau begitu, bagaimana kalau Anda menyerahkan semuanya kepada kami?"
"Oke. Anda tahu tidak" Saya suka Anda."
"Saya juga suka Anda. Anda sudah diberi obat penenang oleh juru rawat?"
"Ya." "Baiklah. Dalam beberapa menit, kita sudah bisa mulai. Ada lagi yang bisa saya lakukan untuk Anda?"
"Yeah. Beritahu juru rawat bodoh itu di mana letak pembuluh balik saya."
Di OR Empat, operasi otak Dr. Mervyn Franklin berjalan dengan lancar. Ia tak henti-hentinya menggerutu dan mengomel ketika dipindahkan dari kamarnya ke ruang operasi.
"Ingat," katanya "gunakan obat bius sesedikit mungkin. Otak tidak bisa merasakan sakit, jadi setelah sampai di sana Anda tidak butuh obat bius banyakr banyak."
"Saya tahu itu," ujar Kat dengan sabar.
"Dan pastikan suhunya tidak lebih dari empat puluh derajat. Itu maksimumnya."
"Baik." "Pasang musik berirama cepat selama operasi, supaya Anda semua tetap waspada."
"Baik." "Dan saya minta perawat instrumentalis yanj top di sana."
"Baik." Begitu seterusnya. Ketika lubang di miang tengkorak Dr. Franklin selesai dibor, Kat berkata, "Gumpalannya sudah kelihatan. Sepertinya tidak terlalu parah." Ia mulai bekerja.
Tiga jam kemudian, sewaktu mereka sudah hampir rampung, George Englund, kepala bagian bedah, masuk dan menghampiri Kat. "Kat, kau hampir selesai di sini?" "Ya. Tinggal sedikit lagi." "Biar Dr. Jurgenson ambil alih. Kami membutuhkan bantuanmu. Segera. Ada keadaan darurat."
Kat mengangguk. "Sebentar." Ia berpaling pada Jurgenson. "Tolong teraskah, ya?" "Beres."
Kat meninggalkan ruang operasi. bersama George Englund. "Ada apa?" " "Kau dijadwalkan melakukan operasi nanti, tapi pasienmu mengalami perdarahan. Dia sedang dibawa ke OR Tiga sekarang. Kelihatannya dia takkan sanggup bertahan. Dia harus segera dioperasi." "Siapa?"
"Namanya Dinetto. Lou Dinetto."
Kat membelalakkan mata. "Dinetto?" Kalau Mr. J Dinetto sampai mati, Anda dan seluruh keluarga Anda bakal menyusulnya.
Kat bergegas menyusuri koridor yang menuju OR Tiga. Rhino dan Shadow sudah menunggunya. "Ada apa?" tanya Rhino. Mulut Kat begitu kering, sehingga ia sulit bicara. "Mr. Dinetto mengalami perdarahan. Dia harus segera dioperasi."
Shadow menggenggam lengannya dengan kasar. "Kerjakan saja! Tapi ingat pesan saya. Jangan sampai dia mati."
Kat menarik lengannya dan masuk ke ruang operasi.
Akibat perubahan jadwal, Dr. Vance menangani operasi itu bersama Kat. Dr. Vance ahli bedah yang andal. Kat mulai bersiap-siap. Masing-masing lengan dicuci selama setengah menit, lalu kedua tangannya, juga selama setengah menit. Semuanya diulang sekali lagi, kemudian ia menyikat kuku.
Dr. Vance melangkah ke sampingnya dan mulai mencuci tangan. "Bagaimana, gugup?" ia bertanya.
"Tidak," Kat berbohong.
Lou Dinetto dibawa masuk ke mang operasi. Ia dalam keadaan setengah sadar. Dengan hati-hati ia dipindahkan ke meja operasi. Kepalanya telah dicukur gundul dan diolesi cairan Mertiolat berwarna jingga yang tampak mengilap di bawah lampu-lampu operasi. Wajahnya sepucat mayat.
Seluruh tim telah siap: Dr. Vance, seorang resident, seorang anestesiolog, dua perawat instramentalis, dan satu circulating nurse. Kat memastikan
315 semua peralatan yang mungkin dibutuhkan sudaj tersedia, la memandang monitor-monitor di
mulator otot, stetoskop prekordiaJ, EKG, tensi"
meter otomatis, dan disconnect alarms. Semuanya
sudah siap. Si anestesiolog melepaskan alat r^ngukur tekanan darah dari lengan kanan Dinetto, lalu memasang masker karet pada wajah pasien. "Oke. Tarik napas dalam-dalam. Tiga kali."
Dinetto tertidur sebelum tarikan ketiga.
Operasi dimulai. Kat memberi laporan," "Ada kerusakan di bagian tengah otak, akibat gumpalan yang terlepas dari katup aorta. Gumpalan itu mendesak pembuluh kecil di belahan kanan otak dan sedikit menjorok ke belahan kiri." Ia merogoh lebih dalam. "Letaknya di sisi bawah akuaduktus Sylvii. Pisau bedah."
Sebuah lubang kecil seukuran keping sepuluh sen dibuat dengan bor listrik untuk membuka du-ramater. Kemudian Kat mengiris dura untuk mem- ] buat segmen korteks serebri yang terletak di ba-j wahnya "Forsep!"
Perawat instrumentalis menyerahkan forsep lis- , trik.
Sayatan itu ditahan retraktor kecil yang tidak perlu dipegang. i
"Perdarahannya gawat," ujar Vance. I
Kat meraih bovie dan mulai membakar pembuluh-j pembuluh yang pecah. "Kita bisa mengatasinya,"
Dr. Vance mulai mengeringkan darah pada permukaan dura dengan gulungan kecil kasa steril yang diletakkan pada dura. Pembuluh-pembuluh bocor pada permukaan dura dikoagulasi. "Dia akan selamat," Vance berkomentar. Kat mengembuskan napas dengan lega. Dan pada saat itu juga tubuh Lou Dinetto mulai kejang-kejang. Si anestesiolog berseru, "Tekanan darah turun!" Kat menyahut, "Transfusi darah lagi! Cepat!" Mereka semua memandang layar monitor. Leng-kungan yang tampak mulai mendatar. Dua detak jantung diikuti fibrilasi ventrikel.
"Beri kejutan listrik!" bentak Kat. Ia menempelkan pelana defibrilator ke tubuh Dinetto dan menyalakan mesin. Dada Dinetto naik satu kali, lalu turun lagi. "Suntikkan epinefrin! Cepat!" "Belum ada detak jantung!" si anestesiolog melaporkan sesaat kemudian.
Kat kembali mencoba kali ini dengan voltase lebih tinggi. Kali ini pun tubuh Dinetto mengejang. "Belum ada detak jantung!" sero si anestesiolog. "Asistol."
Kat kalang kabut. Ia mencobanya untuk terakhir kali. Tubuh Dinetto terangkat lebih tinggi, lalu jatuh kembali. Tanpa hasil.
"Dia mati," kata Dr. Vance.
22 Code red merupakan sandi untuk mengerahkan segenap daya medis guna menyelamatkan nyawa pasien. Ketika jantung Lou Dinetto berhenti di tengah-tengah operasi, tim Code Red ruang operasi segera bergegas memberi pertolongan.
Dari pengeras suara Kat mendengar, "Code Red, OR Tiga.. Code Red?"
Kat dicekam panik. Sekali lagi ia memberi kejutan listrik. Bukan hanya nyawa Dinetto yang berusaha ia selamatkan?juga nyawa Mike dan nyawanya sendui. Tubuh Dinetto terangkat, lalu jatuh lagi, tak bergerak. "Coba sekali lagi!" desak Dr. Vance. Kami tak pernah mengancam, Dok. Kami bicara apa adanya. Kalau Mr. Dinetto sampai mati, Anda dan seluruh keluarga Anda bakal menyusulnya. "Lagi!"
Kat putus asa. Tak ada harapan, katanya dalam hati. Aku akan mati bersamanya.
Ruang operasi tiba-tiba penuh dokter dan juru rawat.
"Apa lagi yang kita tunggu?" tanya seseorang.
Kat menarik napas panjang dan kembali menempelkan pelana defibrilator. Sejenak tidak terjadi apa-apa. Kemudian sebuah titik muncul pada layar monitor. Titik itu menghilang, muncul lagi, menghilang lagi, lalu terus bertambah kuat, sampai membentuk irama yang mantap.
Kat menatapnya dengan pandangan tak percaya.
Orang-orang di mang operasi bersorak. "Dia selamat!" seru seseorang.
"Oh, hampir saja!"
Yeah, hampir saja, pikir Kat dengan getir.
Dua jam kemudian, Lou Dinetto diangkat dari meja operasi dan dipindahkan ke ICU. Kat berada di sisinya. Rhino dan Shadow menunggu di koridor.
"Operasinya berhasil," ujar Kat. "Dia akan pulih kembali."
Ken Mallory menghadapi masalah besar. Waktu untuk memenangkan taruhan tinggal satu hari. Masalah itu timbul secara perlahan-lahan, sehingga ia tidak menyadarinya.Sejak awal ia yakin takkan ada kesulitan untuk membawa Kat ke tempat tidur. Kesulitan" Justru dia yang sudah tidak sabar/ Sekarang waktunya sudah hampir habis, dan ia menghadapi malapetaka.
Mallory teringat kesialan beruntun yang menimpanya?teman-teman sepondokan Kat muncul ketika Kat sudah mau masuk kamar tidur dengannya; Kat dihubungi melalui pager dan terpaksa pergi ke
rumah sakit, padahal Mallory sudah telanjang bulat; kunjungan sepupu Kat; Kat tertidur; Kat datang bulan. Sekonyong-konyong Mallory tersentak. Tunggu dulu! Kejadian-kejadian itu tidak mungkin sekadar kebetulan! Kat sengaja berbuat begitu." Entah bagaimana ia mendapat kabar tentang taruhan itu, dan memutuskan memperdayai Mallory, mempermainkannya, permainan senilai sepuluh ribu dolar yang tidak dimiliki Mallory. Perempuan sialan! Kat sengaja mengelabuinya. Bagaimana aku bisa terjebak seperti ini" Mallory sadar, ia tak mungkin mengumpulkan uang sebanyak itu.
Ketika Mallory masuk ke kamar ganti dokter, rekan-rekannya sudah menunggunya. "Hari penentuan!" Grundy bersenandung. Mallory memaksakan senyum. "Masih ada waktu sampai tengah malam, kan" Percayalah, dia sudah siap, kawan."
Ucapannya disambut tawa mengejek. "Tentu. Tapi kami bara percaya setelah mendengarnya dari mulurnya sendiri. Jangan lupa uangnya besok pagi."
Mallory tertawa. "Kalian yang harus siap-siap merogoh kocek."
Ia harus menemukan jalan keluar. Dan tiba-tiba ia mendapatkan jawabannya.
Mallory menemui Kat di ruang santai. Ia duduk berhadapan dengannya. "Kudengar kau menyelamatkan seorang pasien,"
"Dan nyawaku sendiri." I
"Apa?" "Tidak apa-apa."
"Maukah kau menyelamatkan nyawaku?" Kat menatapnya dengan bingung. "Makanlah bersamaku nanti malam." "Aku terlalu capek, Ken." Kat sudah bosan dengan permainan itu. Cukup sekian saja, ia berkata dalam hati. Sudah waktunya berhenti. Aku terjebak dalam perangkapku sendiri. Ia menyesal Mallory tidak jujur terhadapnya. Sebenarnya aku bisa jatuh hati padanya, pikir Kat.
Tapi Mallory tak mau menyerah begitu saja. "Kita tidak perlu lama-lama," ia membujuk. "Kau toh harus makan malam."
Kat mengangguk dengan enggan. Ia tahu, itu akan merupakan kencan mereka yang penghabisan. Ia akan memberitahu Mallory bahwa ia tahu tentang taruhan itu. Ia akan mengakhiri permainannya. "Baiklah."
Pukul empat sore, Honey selesai bertugas. Ia melirik arlojinya dan memutuskan masih ada waktu untuk berbelanja sebentar. Ia pergi ke Candelier, membeli lilin untuk apartemennya, lalu mengunjungi San Francisco Tea and Coffee Company, membeli kopi untuk sarapan. Setelah itu ia masih mampir di Chris Kelly untuk membeli taplak.
Sambil membawa barang-barang belanjaan, Honey pulang ke apartemennya. Aku makan malam di rumah saja, ia berkata dalam hati. Ia tahu Kat pergi bersama Mallory, dan Paige bertugas jaga di rumah sakit.
Ia masuk ke apartemen dan menutun mudian ia menyalakan lampu. Seoram"PUltU ^ hitam berbadan besar keluar dari kam^ ^ Darahnya menetes ke karpet yang putihi mandi-bidikkan pistol ke arah Honey. a ^m.
"Jangan bersuara atau ku buyarkan ken"i Honey menjerit KePalamu!"
Mallory dan Kat duduk berhadapan di Restoran Schroeder"s di Front Street.
Waktuku tinggal sedikit, Mallory berkata dalam hati, dan sejauh ini belum ada hasil sama sekali. Apa yang akan terjadi setelah terungkap ia tak sanggup membayar sepuluh ribu dolar" Kabar itu akan menyebar dengan cepat, dan ia akan dicemooh semua orang.
Kat sedang bercerita mengenai salah satu pasiennya, dan Mallory menatap mata Kat tanpa mendengar sepatah kata pun. Pikirannya disibukkan oleh hal-hal yang lebih penting.
Acara makan malam mereka sudah hampir selesai, dan seorang pelayan sedang menyajikan kopi. Kat melirik arlojinya. "Besok aku hams masuk pagi-pagi, Ken," katanya. "Lebih baik kita pulang saja."
Mallory tetap duduk. Ia menundukkan kepala dan menatap meja. "Kat?" Ia mengangkat dagu.
"Ada sesuatu yang perlu kuceritakan padamu." "Ya?"
"Aku haras membuat pengakuan." Ia menarik napas panjang. "Ini tidak mudah bagiku."
Kat mengeratkan kening. "Ada apa?"
"Ini sangat memalukan." Mallory sibuk mencari kata-kata yang tepat. "Aku" aku bertaruh dengan beberapa dokter lain bahwa" bahwa aku bisa mengajakmu ke tempat tidur."
Kat membelalakkan mata. "Kau?"
"Tunggu, jangan jawab dulu. Aku betul-betul malu atas perbuatanku. Mula-mula kuanggap sebagai lelucon, tapi ternyata aku yang jadi korban. Sesuatu yang tidak kuperhitungkan telah terjadi. Aku jatuh cinta padamu."
"Ken?" "Aku belum pernah jatuh cinta, Kat. Aku bukan orang suci, tapi aku belum pernah merasa seperti ini. Aku tak sanggup berhenti memikirkanmu." Suaranya gemetar. "Aku ingin menikah denganmu."
Kepala Kat serasa berputar-pntar. Segala sesuatu mendadak kacau balau. "Aku" aku tidak tahu apa yang harus ku?"
"Kau satu-satunya wanita yang pernah kulamar. Kumohon, Kat, jangan tolak lamarankti. Maukah kau jadi istriku?"
Rupanya ia bersungguh-sungguh ketika mengucapkan segala pujian itu! Jantung Kat berdebar-debar. Semuanya bagaikan mimpi indah yang menjadi kenyataan. Yang diharapkan Kat hanyalah kejujuran. Dan sekarang Mallory telah membuka isi hatinya. Rupanya selama irit ia dihantui rasa
bersalah. Ia tidak seperti pria-pria lain. Ia tulus dan berperasaan halus.
Ketika Kat menatapnya, kedua mata Kat bersinar-sinar. "Ya, Ken. Oh, ya!"
Mallory tersenyum lebar, dan seluruh ruangan menjadi cerah karenanya. "Kat?" Ia membungkuk di atas meja dan mencium Kat. "Aku minta maaf karena taruhan konyol itu." Ia menggelengkan kepala, seakan-akan tak percaya pada apa yang telah dilakukannya. "Sepuluh ribu dolar. Uang itu seharusnya bisa kita pakai berbulan madu. Tapi aku rela kehilangan uang itu untuk mendapatkanmu." Kat berpikir sejenak. Sepuluh ribu dolar. "Aku bodoh sekali." "Kapan batas waktunya?" "Tengah malam, malam ini, tapi itu sudah tidak penting. Yang penting kita berdua. Kita akan menikah. Kita?" "Ken?"
"Ya, Sayang?". "Ayo, kita ke tempatmu." Mata Kat berbinar-binar penuh arti. "Kau masih punya waktu untuk memenangkan taraharimu."
Kat buas sekali di tempat tidur.
Ya Tuhan! Tidak percuma aku menunggu selama ini, pikir Mallory. Semua emosi yang bertahun-tahun dipendam Kat tiba-tiba meledak. Ia wanita paling bergairah yang pernah dikenal Ken Mallory. Setelah dua jam, tenaganya terkuras habis. Ia memeluk Kat. "Kau luar biasa," katanya.
325 Kat menopang badannya pada siku dan menatapnya. "Kau juga, Sayang. Aku bahagia sekali," Mallory meringis. "Aku
juga." Sepuluh ribu do-| lari pikirnya. Ditambah seks yang menggebu-gebu. "Berjanjilah, kita akan selalu seperti ini, Ken." "Aku berjanji," Mallory menjawab dengan nada setulus-tulusnya.
Kat menatap arlojinya. "Sebaiknya aku berpakaian dulu."
"Kau tidak bisa tinggal di sini saja sampai besok?"
"Tidak, aku ikut ke rumah sakit bersama Paige besok pagi" Kat menciumnya dengan mesra. "Jangan khawatir. Seluruh hidup kita akan kita habiskan bersama-sama." Mallory menontonnya berpakaian. "Aku sudah tak sabar untuk menagih uang taruhan itu. Kita bisa berbulan madu ke mana saja." Ia mengerutkan kening. "Tapi bagaimana kalau mereka tidak percaya padaku" Mereka pasti curiga j aku cuma membual."
Kat berpikir sejenak. Akhirnya ia berkata, "Jangan khawatir. Aku yang akan memberi tahu mereka."
Mallory menyeringai. "Ayo, naiklah ke tempat tidur."
24 pria yang menodongkan pistol ke arah Honey membentak, "Aku sudah bilang, jangan bersuara!"
"Ma" maaf," ujar Honey. Ia gemetaran. "A" Anda mau apa?"
Pria itu menempelkan sebelah tangan ke sisi tubuhnya, berusaha menghentikan darah yang teras mengalir. "Aku cari kakakku."
Honey menatapnya dengan bingung. Tampaknya pria itu sakit jiwa. "Kakak Anda?"
"Kat." Suaranya semakin lemah.
"Oh, ya Tuhan! Kau Mike!"
"Yeah." Pistolnya terjatuh, dan ia roboh ke lantai. Honey segera menghampirinya. Darah mengucur dari luka yang kelihatan seperti luka tembak.
"Jangan bergerak," kata Honey. Ia bergegas ke kamar mandi dan mengambil peroksida serta handuk besar. Ia kembali menghampiri Mike. "Ini bakal nyeri," ia me wanti-wanti.
Mike terbaring di lantai, terlalu lemah untuk bergerak.
1T7 Hooey menuangkan peroksida ke lukanya dai menempelkan handuk. Mike menggigit tangan aga tidak menjerit
"Aku akan menelepon ambulans untuk membawamu ke rumah sakit," ujar Honey.
Mike menangkap lengannya. "Jangan. Jangan telepon rumah sakit Jangan telepon polisi." Suaranya semakin pelan. "Mana Kat?"
"Aku tidak tahu," jawab Honey tak berdaya. Ia tahu Kat sedang berkencan dengan Mallory, namun ia sama sekali tidak tahu ke mana mereka pergi. "Aku akan telepon temanku." "Paige?" Mike bertanya.
Honey mengangguk. "Ya." Rupanya Kat sudah bercerita tentang kita berdua.
Pihak rumah sakit memerlukan waktu sepuluh menit untuk menghubungi Paige.
"Sebaiknya kau segera pulang," kata Honey.
"Aku sedang tugas jaga, Honey. Aku baru?"
"Adik Kat ada di sini."
"Oh, ehm, tolong beritahu dia?"
"Dia tertembak."
"Dia apa?" "Dia tertembak!"
"Kalau begitu, kukirim tenaga paramedis ke sana dan?"
"Dia tidak mau berurusan dengan ramah sakit dan polisi, Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan," "Seberapa parah lukanya?"
Hening sejenak. "Aku harus cari orang dulu untuk menggantikanku. Setengah jam lagi aku sampai di sana."
Honey meletakkan gagang dan berpaling pada Mike. "Paige mau ke sini."
Dua jam kemudian, dalam perjalanan pulang ke apartemen, Kat diliputi rasa nyaman yang sangat menyenangkan. Semula ia enggan melakukan hubungan seks, dan gelisah kalau ia takkan bisa menikmatinya karena kejadian mengenaskan yang pernah menimpanya, tapi Ken Mallory memberinya pengalaman indah. Pria itu ternyata mampu membebaskan emosi-emosi yang tak pernah disadari Kat :
Kat tersenyum sendiri ketika membayangkan bagaimana mereka berhasil mengelabui para dokter pada saat terakhir dan memenangkan taruhan. Ia membuka pintu, lalu berdiri terbelalak. Paige dan Honey sedang berlutut di samping Mike. Adiknya tergeletak di lantai, dengan kepala disangga bantal. Pakaiannya berlumuran darah.
Paige dan Honey menoleh sewaktu Kat melangkah masuk.
"Mike! Ya Tuhan!" Ia menghampiri Mike dan berlutut di sampingnya. "Apa yang terjadi?" "Hai, Kak." Mike hanya sanggup berbisik. "Dia tertembak/" ujar Paige. "Dia mengalami perdarahan."
"Dia harus dibawa ke ramah sakit, kata Kat. Mike menggelengkan kepala. "Jangan," ia berbisik "Kau dokter. Kau saja yang merawatku."
Kat menatap Paige. "Aku sudah berusaha menghentikan perdarahan nya, tapi pelurunya masih bersarang di tabuhnya Kita tidak punya peralatan untuk?"
"Lukanya masih mengeluarkan darah," kata Kat, la memeluk kepala Mike. "Dengarkan aku, Mike. Kalau kau tidak segera mendapat pertolongan, kau akan mati."
"Kau" jangan" lapor" jangan lapor polisi." Kat bertanya dengan pelan, "Apa yang terjadi, Mike?"
"Tidak ada apa-apa. Aku ada" urusan bisnis" ternyata gagal" dan orang itu" dia marah dan menembakku." jfet^Sudah bertahun-tahun Kat mendengar cerita seperti itu. Bohong. Semuanya bohong. Sejak awal Kat sudah tahu, tapi terus berusaha menutup-nutupi kenyataan.
Mike menggenggam lengan Kat. "Tolonglah aku, Kak."
"Ya. Aku akan menolongmu, Mike." Kat menunduk dan mencium keningnya. Kemudian ia bangkit dan menuju pesawat telepon. Ia mengangkat gagang dan memutar nomor ruang gawat darurat di ramah sakit. "Ini Dr. Hunter," ia berkata j dengan suara bergetar. "Saya perlu ambulans se-I karang juga"." ,
Di ramah sakit, Kat minta agar Paige melakukan operasi untuk mengeluarkan peluru.
"Dia kehilangan banyak darah," kata Paige. Ia terpaling pada asistennya. "Beri dia satu unit lagi."
Fajar sudah mulai menyingsing ketika pembedahan itu selesai. Operasinya berhasil.
Paige mengajak Kat bicara empat mata. "Bagaimana aku harus melaporkan ini?" ia bertanya. "Aku bisa mencatatnya sebagai kecelakaan, atau?"
"Jangan," balas Kat. Suaranya bernada getir. "Ini seharusnya sudah lama kulakukan. Kuminta kau mencatatnya sebagai luka tembak."
Mallory menunggu Kat di luar mang operasi.
"Kat! Aku dapat berita tentang adikmu, dan?"
Kat mengangguk dengan letih.
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku ikut prihatin. Dia baik-baik saja?"
Kat menatap Mallory dan berkata, "Ya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Mike akan baik-baik saja."
Mallory meremas tangan Kat. "Aku cuma mau bilang aku bahagia sekali semalam. Kau betul-betul luar biasa. Oh, aku jadi ingat. Dokter-dokter yang mengajakku bertaruh ada di ruang santai, tapi dengan kejadian ini kurasa kau pasti tidak?"
"Kenapa tidak?"
Kat menggandeng tangan Mallory, dan berdua mereka menuju ruang santai. Para dokter lain memperhatikan mereka mendekat.
Grundy berkata, "Hai, Kat, kami perlu penegasanmu tentang sesuatu. Dr. Mallory mengaku kau dan dia menghabiskan malam yang hebat bersama-sama."
"Bukan sekadar hebat," sahut Kat. "Luar biasa!" Ia mencium pipi Mallory. "Sampai nanti, Sayang." Para dokter terbengong-bengong ketika Kat pergi. *
Di kamar ganti mereka, Kat berkata pada Paige dan Honey, "Gara-gara kejadian tadi, aku belum sempat menceritakan berita terbaru pada kalian." "Berita apa?" tanya Paige. "Ken mengajakku menikah." Paige dan Honey terheran-heran. "Kau bercanda!" ujar Paige. "Tidak. Semalam dia melamarku. Dan lamarannya kuterima."
"Tapi kau tidak bisa n^nikah dengan dia!" seru Honey. "Kau tahu siapa dia. Maksudku, dia mencoba mengajakmu ke tempat tidur untuk memenangkan taruhan!" "Dia berhasil." Kat tersenyum lebar. Paige menatapnya. "Aku benar-benar bingung." Kat berkata, "Kita keliru tentang dia. Keliru sama sekali. Ken sendiri yang bercerita soal taruhan itu. Selama ini, dia dihantui rasa bersalah. Kalian tidak sadar apa yang terjadi" Aku berkencan dengan dia untuk memberi pelajaran padanya, dan dia berkencan denganku untuk memenangkan uang, dan akhirnya kami saling jatuh cinta. Oh, kalian tak bisa membayangkan betapa bahagianya aku!"
Paige dan Honey berpandangan. "Kapan kalian akan menikah?" tanya Honey. "Kami belum membicarakannya, tapi aku yakin
110 dalam waktu dekat ini. Kuminta kalian berdua jadi pengiringku."
"Jangan takut," jawab Paige. "Kami pasti datang." Tapi dalam hati ia tetap curiga. Ia menguap. "Wah, aku capek sekali. Aku mau pulang dan tidur dulu."
"Aku akan menunggui Mike di sini," ujar Kat. "Dia harus memberikan keterangan pada polisi setelah siuman nanti." Ia menggenggam tangan mereka dengan erat. "Aku beruntung punya teman-teman sebaik kalian. Terima kasih banyak."
Dalam perjalanan pulang, Paige memikirkan kejadian-kejadian malam itu. Ia tahu betapa Kat menyayangi adiknya. Menyerahkannya pada polisi menuntut keberanian besar. Ini seharusnya sudah lama kulakukan.
Pesawat telepon sedang berdering ketika Paige masuk ke apartemen. Cepat-cepat ia mengangkatnya.
Ternyata Jason. "Hai, aku cuma mau bilang kangen padamu. Ada perkembangan baru?"
Paige tergoda untuk menceritakan semuanya, membaginya dengan orang lain, namun sifatnya terlalu pribadi. Ia tidak berhak membeberkan kehidupan pribadi Kat.
"Tidak ada apa-apa," kata Paige. "Semuanya baik-baik saja."
"Bagus. Sudah ada acara malam ini" Barangkali kita bisa makan malam bersama?"
Paige sadar bahwa itu lebih dari sekadar undangan makan malam. Kalau aku mau menemui
111 dia lagi, aku takkan bisa menolak, pUd ^ tahu bahwa ia menghadapi salah satu \ ge-h paling penting dalam hidupnya. putlJsan
la menarik napas panjang. "Jason " r , berdering. "Tunggu sebentar, ya, Jason" pintu
Paige meletakkan gagang telepon di m"-pergi ke pintu dan membukanya eja-Ia
alfred Turner terdiri di hadapannya
25 Paige terdiri seperti patung.
Alfred tersenyum. "Boleh masuk?"
Paige tersipu-sipu. "Oh" oh, tentu. Sori." Ia memperhatikan Alfred masuk ke mang duduk, dan berbagai perasaan yang bertentangan berkecamuk dalam dirinya.. Ia gembira, senang, dan marah sekaligus. Kenapa aku begini terus" ia bertanya dalam hati. Paling-paling dia cuma mampir sebentar.
Alfred menatap Paige. "Aku meninggalkan Karen."
Kata-kata itu menyambar bagaikan petir.
Alfred mendekatinya. "Aku telah melakukan kesalahan besar, Paige. Seharusnya kau tak kubiarkan lepas dari tanganku."
"Alfred?" Paige tiba-tiba teringat. "Sebentar."
Ia bergegas ke telepon dan mengangkatnya. "Jason?"
"Ya Paige. Soal nanti malam, kita bisa?" "Aku" aku tidak bisa menemuimu." "Oh. Kalau kau berhalangan malam mi, bagaimana kalau besok malam saja?"
"Ain" aku belum tahu." Jason menangkap ketegangan dalam suara Paig, "Ada yang tidak beres?"
"Oh, tidak. Semuanya baik-baik saja. Besok ku telepon lagi, dan kujelaskan semuanya." "Baiklah." Jason terdengar bingung. Paige meletakkan gagang. "Aku merindukanmu, Paige," ujar Alfred. "Kaii juga merindukanku?"
Tidak. Aku cuma mengikuti orang-orang asing di jalan dan memanggil mereka Alfred. "Ya," Paige mengakui.
"Bagus. Kita sudah ditakdirkan untuk selalu bersama-sama. Dari dulu sudah begitu."
Oh, ya" Itukah sebabnya kau menikahi Karen" Kaupikir kau bisa datang dan pergi sesuka hatimu"
Alfred berdiri di hadapannya, dekat sekali. "Betul tidak?"
Paige menatapnya dan berkata, "Aku tidak tahu." Semuanya terlalu mendadak.
Alfred meraih kedua tangan Paige. "Tentu saja kau tahu."
"Bagaimana dengan Karen?" I
Alfred angkat bahu. "Aku melakukan kesalahan. Aku terus teringat padamu dan betapa bahagianya I kita berdua. Kita selalu saling menyayangi dan I mendukung." I
Paige memperhatikannya dengan sikap berjaga-f jaga. "Alfred?" I
"Aku takkan pergi lagi, Paige. Maksudku, kau f
dan aku takkan berpisah lagi. Kita akan pindah ke jsfew York." "New York?"
"Ya. Nanti kuceritakan semuanya. Barangkali aku boleh minta secangkir kopi?"
"Tentu. Tunggu sebentar, biar kubuatkan kopi panas."
Alfred mengikutinya ke dapur. Paige mulai menyeduh kopi. Ia berusaha menyusun pikirannya. Ia begitu mengharapkan Alfred kembali padanya, dan sekarang"
Alfred berkata, "Aku belajar banyak dalam beberapa tahun terakhir. Aku sudah dewasa sekarang." .^.7 "Oh?"
"Ya. Kau tahu, kan, aku bekerja untuk WHO selama ini?" "Ya, aku tahu."
"Negara-negara itu belum berubah sejak kita kecil. Beberapa malah bertambah parah. Sekarang bahkan lebih banyak penyakit, lebih banyak kemiskinan?"
"Tapi kau ada di sana dan menolong mereka," ujar Paige. "Ya, dan tiba-tiba aku sadar." "Sadar?"
"Aku sadar bahwa aku menyia-nyiakan hidupku. Aku tinggal di sana, di tengah-tengah kesengsaraan, bekerja 24 jam sehari, menolong orang-orang primitif yang bodoh itu, padahal aku bisa menghasilkan uang banyak di sini."
337 Paige seakan-akan tak percaya pada pendengar, arinya.
"Aku ketemu dokter yang buka praktek di Park Avenue di New York. Kau tahu berapa peng. hasilannya dalam setahun" Lebih dari 500.000 dolar! Kaudengar itu" Lima ratus ribu dolar setahun?"
Paige menatapnya sambil terbengong-bengong. "Lafc aku berkata dalam hati, "Seumur hidup aku belum pernah melihat uang sebanyak itu." Dia menawarkan posisi sebagai rekan,". Alfred bercerita dengan bangga, "dan aku akan berpraktek bersamanya Itu sebabnya kau dan aku akan pindah ke New York." Paige tak sanggup berkata apa-apa. "Aku bisa mendapatkan apartemen penthouse untuk kita membelikan baju-baju bagus untukmu, dan segala hal yang pernah kujanjikan." Ia tersenyum lebar. "Nah, kau pasti tidak menyangkanya kan?"
Mulut Paige kering sekali. "Aku" aku tidak tahu harus bilang apa Alfred."
Alfred tertawa "Tentu saja. Lima ratus ribu setahun memang cukup untuk membuat siapa pun melongo."
"Bukan uang itu yang kupikirkan," balas Paige. "Bukan?"
Paige menatap Alfred, seolah-olah bara sekali ini melihatnya. "Alfred, waktu kau bekerja untuk WHO, tidakkah kau merasa menolong orang-orang itur
I Alfred angkat bahu. "Tak ada yang bisa me-I nolong mereka. Dan siapa yang peduli" Bayangkan, Karen minta agar aku tetap di Bangladesh! Aku menolak, jadi dia kembali ke sana." Ia meraih tangan Paige. "Nah, sekarang aku sudah ada di sini. Kau agak diam. Mungkin karena tercengang oleh semuanya ini, hmm?"
Paige teringat ayahnya. Seharusnya di& bisa sukses besar di Park Avenue, tapi dia tidak tertarik pada Uang. Satu-satunya minatnya adalah menolong orang lain.
"Karen sudah kuceraikan, jadi kita bisa langsung menikah." Alfred menepuk-nepuk tangan Paige. "Bagaimana pendapatmu tentang hidup di New York?" Paige menarik napas panjang. "Alfred?" Pria itu tersenyum penuh harap. "Ya?" f$y| "Pergilah."
Senyum itu menghilang pelan-pelan. "Apa?" "Kuminta kau pergi dari sini." Alfred tampak bingung. "Aku harus pergi ke mana?"
"Aku takkan mengatakannya," ujar Paige. "Aku tidak mau menyinggung perasaanmu."
Setelah Alfred pergi, Paige duduk termenung-menung. Kat benar. Ia memang terperangkap dalam kenangan masa lalu. Menolong orang-orang primitif yang bodoh itu, padahal aku bisa menghasilkan uang banyak di sini. Lima ratus ribu setahun/
Dan itulah yang membuatku terperangkap sela. ma ini pikir Paige sambil terheran-heran. Sehari-nya ia sedih, tapi malah gembira sekali. Tiba-tiba saja ia merasa bebas. Kini ia tahu apa yang diinginkannya
Ia menghampiri pesawat telepon dan memutar nomor Jason. "Halo." $|
"Jason, ini Paige. Kau masih ingat pernah bercerita tentang ramahmu di Noe Valley?" Ta"
"Aku ingin melihatnya. Kau bebas nanti malam?" Jason berkata dengan pelan, "Tolong jelaskan dulu apa yang sedang terjadi, Paige. Aku betul-betul bingung."
"yUzdab yang sedang bingung. Kupikir aku mencintai seseorang yang pernah kukenal, tapi ternyata dia bukan orang yang sama seperti dulu. Sekarang aku tahu apa yang kuinginkan." "YaT
"Aku ingin melihat rumahmu."
Noe Valley seakan-akan berada di abad lain. Lem- , bah itu bagaikan oasis di tengah-tengah salah satu kota paling kosmopolitan di dunia.
Rumah jason ternyata sesuai dengan kepribadiannya?menyenangkan, rapi, dan menawan. Ia mengantar Paige berkeliling. "Ini ruang duduk, dapur, kamar mandi tamu, kamar kerja?" Ia menatap Paige dan berkata "Kamar tidurnya ada di atas. Kau mau melihatnya?"
Paige berkata pelan-pelan, "Ya, aku ingin melihatnya"
Mereka naik tangga ke kamar tidur. Jantung paige berdebar-debar. Tapi apa yang sedang terjadi tampaknya tak terelakkan. Seharusnya aku sudah tahu sejak awal, ia berkata dalam hati.
Paige tak pernah tahu siapa yang mengawalinya tapi tiba-tiba saja mereka sudah berpelukan dan berciuman, dan Paige menganggapnya sebagai hal paling-alami di dunia. Mereka mulai saling membuka pakaian, dan keduanya merasakan dorongan yang mendesak. Kemudian mereka sudah ada di tempat tidur, dan Jason bercinta dengannya "Oh," Jason berbisik. "Aku cinta padamu." "Aku tahu," Paige menggodanya "sejak aku menyuruhmu memakai jas putih."
Setelah bercinta Paige berkata "Aku ingin bermalam di sini."
Jason tersenyum. "Kau takkan menyesal besok pagi?" "Tidak, aku janji."
Paige menghabiskan malam itu bersama Jason, mengobrol, bercinta", mengobrol. Keesokan paginya ia menyiapkan sampan untuk mereka berdua.
Jason memperhatikannya, dan berkata "Aku tidak tahu bagaimana aku bisa seberantung ini, tapi terima kasih."
"Aku yang beruntung," balas Paige.
"Omong-omong, aku belum terima jawaban atas lamaranku."
"Tunggu saja sampai nanti sore.1
o"c mi, seorang Jcuru tlba membawa sebuah amplop rw w"i Kantor rn W ^ Jason bersama ^r1^ ada>" Paige. maket *n*h id>
milikku milik kita f j fciqp ^ fc,,^ y^f^. 26 Lou dinetto sudah siap meninggalkan rumah sakit. Kat menjenguknya untuk mengucapkan selamat jalan. Rhino dan Shadow ada di sana.
Ketika Kat masuk, Dinetto berpaling pada mereka dan berkata, "Keluar."
Kat memperhatikan mereka meninggalkan
mangan. Dinetto menatap Kat dan berkata, "Aku berutang padamu." "Anda tidak berutang apa-apa." "Kaupikiir nyawaku semurah itu" Kudengar kau
mau menikah." "Betul."
"Dengan dokter lain." "Ya."
"Hmm, suruh dia menjagamu baik-baik, atau dia
akan berurusan denganku." "Saya akan menyampaikannya." ?
Hening sejenak. "Aku ikut menyesal soal1 Muce. Dia akan baik-baik saja," ujar Kat. Saya sudah bicara panjang-lebar dengannya. Dia aka baik-baik saja."
"Bagus." Dinetto menyodorkan amplop manil tebal. "Ini untuk hadiah perkawinanmu."
Kat menggelengkan kepala. "Tidak perlu. Te rima kasih."
Tapi?" "Berhati-hatilah."
"Kau juga. Kau tahu tidak" Kau memang cewek hebat Aku akan mengatakan sesuatu, dan kuminta kauingat baik-baik. Kalau kau butuh bantuan suara waktu?bantuan apa pun?hubungi aku. Oke?"
"Oke." Kat tahu Dinetto bersungguh-sungguh. Dan ia tahu ia takkan pernah menghubunginya.
Selama minggu-nunggu berikut, Paige dan Jason saling menelepon tiga atau empat kali setiap hari, dan setiap malam Paige tidak bertugas jaga mereka habiskan bersama-sama.
Suasana di ramah sakit bertambah sibuk.- Paige telah menyelesaikan shift 36 jam yang penuh kasus darurat. Ia bara saja tertidur di ruang istirahat dokter jaga, ketika deringan telepon membangunkannya.
Dengan enggan ia mengangkat gagang telepon dan menempelkannya ke telinga. "H"lo?"
"Dr, Taylor, Anda bisa datang ke Kamar 422, stott
Paige berusaha menjernihkan pikirannya. Kamar 422. Salah satu pasien Dr. Barker. Lance Kelly. Pasien itu baru menjalani operasi katup mitrai.
I gupanya ada gangguan. Dengan susah payah Paige turun dari tempat tidur dan keluar ke koridor yang lengang. Ia memutuskan tidak menunggu lift, dan berlari menaiki tangga. Barangkali juru rawatnya saja yang terlalu gelisah. Kalau memang serius, aku akan menelepon Dr. Barker, ia berkata dalam hati.
Ia masuk ke Kamar 422 dan berhenti di ambang pintu dengan mata terbelalak. Pasien itu sedang mengerang-erang sambil berusaha menarik napas. Juru rawat yang menungguinya menatap Paige dengan lega. "Saya tidak tahu harus melakukan apa, Dokter. Saya?"
Paige bergegas ke samping tempat tidur. "Anda akan baik-baik saja," ia berkata dengan nada menenangkan. Ia menjepit pergelangan tangan pasien itu dengan dua jari. Nadinya tidak teratur. Katup mitralnya tidak berfungsi dengan semestinya "Beri dia obat penenang," Paige memerintahkan. Jura rawat itu menyerahkan sebuah alat suntik pada Paige, dan Paige menginjeksikan obatnya Paige berpaling kepada si juru rawat. "Minta Jura Rawat Kepala menyusun tim operasi, stot. Dan panggil Dr. Barker!"
Lima belas menit kemudian, Kelly sudah berada ,di atas meja operasi. Tim yang menanganinya terdiri atas dua perawat instrumentalis, satu circulating nurse, dan dua resident. Sebuah monitor TV dipasang tinggi di sudut ruangan untuk memantau denyut jantung, EKG, serta tekanan darah.
Anestesiolog yang akan bekerja sama dengan mereka memasuki mang operasi* dan Paige nyaris
345 mengumpat. Sebagian" besar anestesiolog di Eni barcadero County Hospital merupakan dokter yang cakap, tapi Herman Koch termasuk perkecualian. Paige pernah bekerja sama dengan dokter itu dan sedapat mungkin menghindarinya. Ia tidak percaya padanya. Tapi kini tak ada pilihan lain.
Paige memperhatikan Dr. Koeh memasang tabung pada leher pasien, sementara ia membuka tirai steril dan meletakkannya pada dada pasien itu. "Masukkan slang ke vena jugularis," kata Paige. Koch mengangguk. "Oke." Salah satu resident bertanya, "Apa masalahnya?" "Dr. Barker bam mengganti katup mitrai kemarin. Ada kemungkinan pecah." Paige menoleh ke arah Dr. Koch. "Dia sudah tidak sadar?"
Koch mengangguk. "Tertidur pulas seperti di tempat tidur sendiri,"
Sayang kau tidak, pikk Paige. "Apa yang Anda pakai?" "Propofol."
Paige mengangguk. "Oke."
Ia memperhatikan Kelly disambungkan ke mesin pacu Jantung agar ia dapat melakukan operasi lintas kardiopulmoner. Paige mengamati monitor-monitor di dinding. Nadi 140" saturasi oksigen persen", tekanan darah 80/60. "Mari mulai," ujar Paige.
Salah satu resident memasang musik.
Paige menghampiri meja operasi yang diterangi cahaya putih dari lampu berkekuatan seribu seratus watt. Ia berpaling pada perawat instramentalis. "Pisau bedah?"
346 Operasi dimulai. Paige mencabut semua jahitan di dada dari operasi kemarin. Kemudian ia melakukan sayatan dari pangkal leher sampai ke ujung bawah miang dada, sementara salah satu resident membersihkan darah dengan kain kasa.
Dengan hati-hati ia membelah lapisan lemak dan otot, dan kemudian melihat jantung yang berdenyut secara tak teratur. "Ini masalahnya," ujar Paige. "Atriumnya berlubang. Darah mengumpul di sekeliling jantung dan menekannya." Paige menatap monitor di dinding. Tekanan pompa turun secara mencemaskan. "Naikkan tekanan," Paige memerintahkan. Pintu mang operasi membuka dan Lawrence Barker melangkah masuk. Ia berdiri di sisi mangan, memperhatikan jalannya operasi. Paige berkata, "Dr. Barker, Anda ingin?" "Ini operasi Anda."
Paige melirik ke arah Koch. "Awasi Anda terlalu banyak memberi obat bius. Kurangi?" "Tapi saya?"
"Dia dalam keadaan shockl Tekanannya turun terus!"
"Apa yang hams saya lakukan?" Koch bertanya tak berdaya.
Seharusnya dia tahu, pikir Paige dengan geram. "Beri dia lidokain dan epinefrin! Sekarang!" Suaranya membentak-bentak.
"Oke." Paige memperhatikan Koch mengambil alat sun347 uk dan rr^nginjeksikannya ke dalam pembuluh balik pasien.
Salah satu resident menatap monitor dan berseru, Tekanan darahnya turun."
Paige berusaha sekuat tenaga menghalau aliran darah. Ia menoleh kepada Koch. "Terlalu banyak! Saya sudah bilang?"
Bunyi denyut jantung pada monitor mendadak kacau balau.
"Ya Tuhan! Ada yang tidak beres!"
"Beri defibrilator!" teriak Paige.
Circulating nurse meraih defibrilator, membuka dua pelana steril, dan menyambungkan keduanya. Ia memutar sebuah tombol untuk menaikkan arus listrik, dan sepuluh detik kemudian menyerahkan kedua pelana kepada Paige.
Paige menempelkan keduanya tepat di atas jantung Kelly. Tubuh Kelly terangkat, lalu jatuh kembali ke atas meja.
Paige mencoba sekali lagi. Ayo, jangan mati, ia berkata dalam hati. Bernapaslah. Sia-sia. Jantung KeHy tidak berdenyut, sebuah organ yang mati, tak berguna. wS^Paige marah sekali. Ia telah melakukan tugasnya dengan baik. Koch memberi dosis obat bius yang terlalu tinggi.
Untuk ketiga kalinya Paige menempelkan defibrilator, namun tanpa hasil. Dr. Barker menghampiri meja operasi dan berpaling pada Paige.
"Kau membunuhnya"
27 Jason sedang memimpin rapat desain ketika sekretarisnya berkata, "Ada telepon dari Dr. Taylor. Apakah saya harus minta dia telepon kembali nanti?"
"Jangan. Saya terima sekarang saja." Jason meraih telepon. "Paige?"
"Jason" aku membutuhkanmu!" Paige terisak-isak.
"Ada apa?" "Kau bisa datang ke apartemen?" "Tentu. Aku segera ke sana." Jason bangkit. "Sekian saja untuk hari ini. Kita teruskan besok I pagi."
Setengah jam kemudian, Jason sudah tiba di apartemen Paige. Paige membuka pintu dan langsung memeluknya. Matanya merah karena menangis.
"Ada apa?" tanya Jason. "Oh, Jason. Dr. Barker bilang aku" aku membunuh pasien, padahal aku" itu bukan salahku!" Paige kembali terisak-isak. "Aku tidak tahan lagi"."
"Paige," Jason berkata dengan lembut, "kau sendiri bilang dia selalu bersikap kejam. Wataknya memang begitu."
Paige menggelengkan kepala. "Bukan itu saja. Sejak hari pertama aku bekerja dengannya, dia sudah berusaha memaksaku berhenti. Jason, kalau saja dia bukan dokter yang hebat dan dia menganggapku tidak kompeten, aku takkan ambil pusing, tapi orang ini berprestasi gemilang. Aku harus menghormati pendapatnya. Sepertinya aku memang tidak mampu."
"Omong kosong," balas Jason dengan kesal. "Tentu saja kau mampu. Setiap kali aku ke rumah sakit, yang kudengar cuma pujian terhadapmu." Tapi bukan dari mulut Lawrence Barker." "Lupakan Barker."
"Aku memang akan melupakannya," kata Paige. "Aku akan mengundurkan diri."
Jason memeluknya. "Paige, aku tahu kau terlalu mencintai profesimu untuk menyerah begitu saja."
"Aku tidak menyerah. Aku cuma tak mau lagi melihat rumah sakit itu."
Jason mengeluarkan saputangan dan mengusap air mata Paige.
"Maaf kalau aku membebanimu dengan masalah ku,"-ujar Paige.
"Itulah gunanya calon suami, kan?"
Paige tersenyum tipis. "Baiklah." Ia menarik napas panjang. "Rasanya sudah lebih enak sekarang. Terima kasih kau mau datang ke sini. Aku sudah menelepon Dr. Wallace dan memberitahunya
bahwa aku ingin mengundurkan diri. Aku akan ke rumah sakit dan menemuinya sekarang juga." "Jangan lupa, nanti kita makan malam bersama."
Paige menyusuri lorong-lorong rumah sakit, dan ia tahu itu merupakan terakhir kalinya. Ia mendengar suara-suara yang sudah begitu akrab di telinganya dan melihat orang-orang berlalu lalang. Bara sekarang ia menyadari Embarcadero County Hospital telah menjadi ramah kedua baginya. Ia teringat Jimmy dan Chang, serta semua dokter hebat yang pernah bekerja sama dengannya. Jason, yang ikut melakukan kunjungan pasien dengan mengenakan jas putih. Ia melewati kafetaria tempat ia, Honey, dan Kat sudah ratusan kali makan pagi, serta mang santai tempat mereka mencoba mengadakan pesta. Koridor-koridor dan ruang-ruang itu menyimpan begitu banyak kenangan. Aku akan merasa kehilangan, pikir Paige, tapi aku tak sudi bekerja di bawah satu atap dengan monster itu.
Ia naik ke kantor Dr. Wallace. Wallace sudah menunggu.
"Wah, teras terang, aku terkejut sekali waktu kau menelepon tadi, Paige! Keputusanmu tak bisa ditawar lagi?"
"Tidak." Benjamin Wallace menghela napas. "Baiklah. Sebelum kau pergi, Dr. Barker ingin bicara denganmu."
"Saya juga perlu bicara dengan dia." Paige tak
sanggup lagi menahan kemarahan yang selama" terpendam. ni
"Dia ada di lab. Ehm" semoga sukses."
"Thanks." Paige menuju lab.
Dr. Barker sedang memeriksa sejumlah slide di bawah mikroskop ketika Paige masuk. Ia menoleh "Kudengar kau memutuskan untuk mengundurkan diri."
"Betul. Keinginan Anda akhirnya terlaksana juga"
"Apa keinginanku?" tanya Barker.
"Anda ingin saya berhenti sejak pertama kali Anda melihat saya. Nah, Anda menang. Saya tak sanggup lagi melawan Anda. Waktu Anda bilang saya membunuh pasien Anda, saya?" Paige berhenti sejenak. "Saya" menurut saya, Anda bajingan sadis yang tak berperasaan, dan saya benci Anda."
"Duduk," kata Dr. Barker. "Tidak. Tak ada lagi yang perlu saya katakan." "Tapi aku belum selesai. Kaupikir kau si?"" Ia mendadak terdiam dan megap-megap. Paige membelalakkan mata dengan ngeri ketika Barker mendekap dada dan terkulai di kursinya. Wajahnya mencong secara mengerikan.
Paige langsung menghampirinya. "Dr. Barker! " "f "gangkat gagang telepon dan berseru, "Code $ Code Red!"
rang masih terlalu dini untuk memastikan apakah dia akan pulih lagi."
Ini salahku, pikir Paige. Aku yang mengharap-jujn dia mati. Perasaannya tak keruan.
Ia kembali menemui Ben Wallace. "Saya ikut prihatin," Paige berkata. "Dia dokter yang hebat."
"Ya. Kejadian itu patut disayangkan. Sangat?" Wallace menatap Paige. "Paige, seandainya Dr. Barker tak bisa lagi berpraktek di sini, maukah kau mempertimbangkan untuk tetap membantu kami?" Paige bimbang sejenak. "Ya. Tentu."
28 pada catatannya tertulis, John cronin, pria, kulit putih, umur 70. Diagnosis: Tumor jantung.
paige belum bertemu john cronin. pasien itu dijadwalkan menjalani operasi jantung. paige masuk ke kamarnya, disertai juru rawat dan dokter staf. sambil tersenyum ramah ia berkata, "selamat pagi, mr. cronin."
pasien itu baru saja diekstubasi, dan di sekitar mulutnya masih tampak bekas-bekas pita perekat botol-botol infus tergantung di atas tempat tidur, \ dan slang dimasukkan ke lengan kirinya. cronin mengamati paige. "persetan, siapa lagi
hh?" "saya dr. taylor. saya akan memeriksa Anda dan?"
"nanti dumi saya tidak mau ditangani dokter perempuan keparat. Apakah tidak ada dokter be-tulon di sini ?"
senyum paige langsung lenyap. "Saya ahli bedah kardiosaskuks. Saya akan berusaha sedapat mungkin agar Anda pulih kembali."
"Anda yang akan mengoperasi jantung saya?"
"betul. saya?" .
john cronin menatap dokter yang satu lagi dan berkata, "demi tuhan, masa rumah sakit ini tidak punya ahli bedah lain?"
"saya jamin, dr. taylor sangat kompeten," ujar dokter staf itu. "hah, apanya yang kompeten." paige berkata dengan kaku, "barangkali anda lebih suka ditangani ahli bedah anda sendiri?"
"saya tidak punya ahli bedah. saya tidak sanggup membayar mereka. semua dokter sama saja. kalian cuma cari uang sebanyak-banyaknya tak ada yang peduli kepada pasien. kami tak lebih dari sepotong daging bagi kalian, kan?"
paige berusaha keras mengendalikan diri. "saya mengerti anda sedang gelisah, tapi?"
"gelisah" hanya karena anda akan memotong jantung saya?" ia berteriak-teriak, "saya tahu saya akan mati di meja operasi, dan saya mati karena anda. moga-moga anda dipenjarakan karena pembunuhan!" "cukup!" kata paige.
cronin menatapnya sambil tersenyum jahat "catatan anda bakal tercoreng kalau saya mati, bukan begitu, dokter" barangkali saya toh akan membiarkan anda mengoperasi saya."
paige hampir naik pitam. ia berpaling pada juru rawat di sampingnya "saya butuh ekg dan tes kimia darah." sekali lagi ia memandang ke arah
John Cronin. Kemudian ia membalik dan menimj galkan mangan.
Ketika Paige kembali satu jam kemudian de ngan membawa hasil-hasil tes, John Cronin me noleh. "Si sundal datang lagi."
Paige mengoperasi John Cronin pukul enam keesokan paginya.
Begitu membuka dada pasien itu, ia langsung tahu tak ada harapan lagi. Masalah utama bukan jantungnya. Organ-organ Cronin menunjukkan tanda-tanda kanker melanoma.
Salah satu resident berkata, "Ya Tuhan! Apa yang hams kita lakukan?"
"Kha akan berdoa semoga dia tidak perlu menderita terlalu lama."
Ketika Paige keluar dari mang operasi, ia dicegat seorang wanita dan dua pria yang sudah menunggunya. Wanita itu berusia menjelang empat puluh. Rambutnya berwarna merah terang, makeup-nya terlalu mencolok, dan tubuhnya menguarkan bau parfum murahan. Kedua pria itu berusia empat puluhan, sama-sama berambut merah. Di mata Paige, mereka tampak seperti rombongan sirkus. Wanita itu menyapa Paige, "Anda Dr. Taylor?" "w j
"Saya Mrs. Cronin, Ini kakak-kakak saya. Ba-J gaimana keadaan suami saya?" Paige berpikir sejenak. Dengan hati-hati ia lalu f
berkata, "Operasinya berjalan sebaik yang bisa diharapkan."
"Oh, syukurlah!" Mrs. Cronin berkata dengan gaya melodramatis. Ia menyeka matanya dengan saputangan berenda. "Saya takkan bisa hidup kalau terjadi sesuatu dengan John."
Paige merasa seakan-akan berhadapan dengan aktris dalam pertunjukan sandiwara yang buruk.
"Boleh saya jenguk dia sekarang?"
"Jangan dulu, Mrs. Cronin. Dia masih di mang pemulihan. Saya sarankan Anda kembali besok saja."
"Kami akan kembali." Ia berpaling kepada kedua kakaknya. "Ayo pulang."
Paige memperhatikan mereka pergi. John Cronin yang malang, ia berkata dalam hati.
Keesokan paginya, Paige menerima laporan lengkap. Kanker telah menyebar ke selumh rubuh Cronin. Sudah terlambat baginya untuk menjalani terapi radiasi.
Onkologis yang menyerahkan laporan itu berkata pada Paige, "Tak ada yang bisa kita lakukan selain membuatnya senyaman mungkin. Dia akan kesakitan sekali."
"Sampai kapan dia bisa bertahan?" i "Paling lama satu atau dua minggu."
Paige mengunjungi John Cronin di mang ICU. Ia sedang tidur. John Cronin bukan lagi pria getir dan sengit; ia manusia yang sedang berjuang untuk
hidup. Ia dihubungkan dengan alat bantu pernapasan, dan diberi makan melalui infus. Paige duduk di samping tempat tidur dan memperhatikannya. Cronin tampak letih. Dia termasuk yang tidak beruntung, pikir Paige. Bahkan dengan segala keajaiban pengobatan modern, kita tak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkannya, Paige menyentuh lengannya dengan lembut. Setelah beberapa saat, ia pergi.
Sore itu, Paige kembali menjenguk John Cronin. Alat bantu pemapasan lelah dilepas. Ketika Cronin membuka mata dan melihat Paige, ia berkata dengan lemah, "Operasinya sudah selesai, heh?"
Paige tersenyum menenangkan. "Ya Saya cuma ingin memastikan Anda cukup nyaman."
"Nyaman?" Cronin mendengus. "Peduli apa Andar
Paige berkata "Saya tidak ingin bertengkar." Cronin mengamati Paige. "Dokter yang satu lagi bilang Anda melakukan tugas Anda dengan baik." Paige diam saja "Saya kena kanker, kan?" "Ya."
"Seberapa parah?"
Pertanyaan itu menimbulkan dilema yang cepat atau lambat akan dihadapi semua ahli bedah. Paige menjawab, "Cukup parah."
Crann terdiam lama. "Bagaimana dengan ra"
Paige menggelengkan kepala. "Anda akan merasa lebih tidak enak, dan tidak ada gunanya"
"Begitu. Hmm" saya sudah puas menikmati hidup ini."
"Saya percaya" "Anda mungkin menyangka saya membual, melihat keadaan saya sekarang, tapi saya sempat kenal banyak wanita."
"Saya tidak meragukannya"
"Yeah. Wanita" steak tebal" cerutu mahal. Anda menikah?"
"Tidak." "Seharusnya Anda menikah. Semua orang seharusnya menikah. Saya menikah dua kali. Yang pertama selama 35 tahun. Wanita yang luar biasa Dia meninggal akibat serangan jantung."
"Saya turut bersedih."
"Tidak apa-apa." Cronin menghela napas. "Kemudian saya terbujuk untuk menikahi perempuan murahan. Dia dan kedua kakaknya yang rakus. Mungkin salah saya sendiri karena terlalu bernafsu.* Rambut merahnya membuat saya bergairah. Dia memang antik." "Saya yakin dia?"
"Anda jangan tersinggung, tapi tahukah Anda kenapa saya dirawat di rumah sakit yang payah ini" Istri saya yang memasukkan saya ke sini. Dia tidak mau membuang-buang uang untuk ramah sakit swasta. Dengan cara itu, lebih banyak yang tersisa untuk dia dan kedua kakaknya." Ia menatap Paige. "Berapa lama lagi sebelum saya?"
"Anda ingin jawaban sejujurnya?" "Tidak" ya." "Satu atau dua minggu." "On! Dan rasa sakitnya pasti akan bertambal kanr ||p
"Saya akan berusaha agar Anda merasa senya man mungkin, Mr. Cronin." "Panggil saya John." "John."
"Hidup ini memang brengsek, hmm?"
"Anda bilang sudah puas menikmati hidup."
Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Memang. Rasanya aneh kalau kita tahu hidup kita sudah hampir berakhir. Menurut Anda, ke mana kita setelah ini?"
"Saya tidak tahu."
Cronin memaksakan senyum. "Saya akan memberi tahu Anda setelah sampai di sana."
"Sebentar lagi Anda harus minum obat. Apakah saya bisa melakukan sesuatu agar Anda lebih nyaman?"
Teah. Datanglah mengobrol dengan saya nanti malam."
Malam itu Paige bebas tugas dan telah sekali. "Saya pasti datang."
Ketika Paige kembali menjenguk John Cronin, ia masih bangun.
"Bagaimana keadaan Anda?"
Cronin meringis. "Payah. Dari dulu saya tidak tahan terhadap rasa sakit."
"Saya mengerti." i
"Anda sudah ketemu Hazel, ya?" "Hazel?"
"Istri saya. Dia dan kedua kakaknya sempat berkunjung tadi. Mereka bilang, mereka sempat bicara dengan Anda."
"Ya." "Dia memang ajaib, kan" Kelihatannya saya menghadapi masalah besar. Mereka sudah tak sabar menunggu saya mati.11
"Jangan bicara begitu."
"Memang benar, Satu-satunya alasan Hazel menikah dengan saya adalah uang saya. Terus terang, tadinya saya tidak keberatan. Saya menikmati saat-saat di tempat tidur bersamanya, tapi kemudian dia dan kedua kakaknya mulai serakah. Mereka selalu minta lebih banyak lagi."
Mereka berdua duduk dalam kesunyian yang menyenangkan.
"Saya sudah cerita saya sering bepergian?"
"Belum." "Yeah. Saya pernah ke Swedia, Denmark, Jerman. Anda. sudah pernah ke Eropa?"
Paige teringat kunjungannya ke biro perjalanan. Ayo kita ke Venezia Jangan, ke Paris saja! Bagaimana kalau ke London" "Belum, belum pernah."
"Seharusnya Anda pergi ke sana." "Suatu hari, mungkin."
"Penghasilan Anda pasti tak seberapa di rumah sakit seperti ini, hmm?" "Cukup untuk saya."
361 Cronin mengangguk-angguk "v kapan Anda harus ke Eropa. Bejdni^L KaPan-untnk saya. Pergilah ke Paris dan ? CriBon. Anda harus makan maTanTd"^P,ah " pesan s*** yang besar dan tebaj "fl Maxi*"s sampanye. Dan pada waktu Anda makan nnnum sampanye itu, saya minta Andf^ saya Maukah Anda melakukannya^ men^gat
Paige berkata pelan-pelan "SuLi k melakukannya" " UatU han saya aka,
John Cronin mengamatinya. "baimc q
29 Ken mallory sangat percaya pada kebemntungan, dan setelah bertemu keluarga Harrison, ia semakin yakin Dewi Fortuna berada di pihaknya. Kemungkinan pria sekaya Alex Harrison dibawa ke Embarcadero County Hospital memang sangat kecil. Akulah yang menyelamatkan nyawanya, dan dia ingin menunjukkan rasa terima kasihnya, pikir Mallory dengan gembira.
Ia sempat menanyakan keluarga Harrison kepada salah seorang temannya.
"Mereka bukan sekadar kaya" temannya menjelaskan. "Mereka bergelimang harta. Entah berapa juta dolar. Dan Harrison punya anak perempuan cantik yang suka kawin-cerai. Setahuku, anak Perempuannya itu sudah tiga atau empat kali menikah."
"Kau sudah pernah ketemu mereka?" "Belum. Mereka tidak bergaul dengan rakyat jelata." . .??
Suatu Sabtu pagi, ketika Alex Hamaon ttaan-kan meninggalkan rumah sakit, .a berkata, Bagaimana menurutmu, Ken" Apakah satu minggu dar sekarang aku sudah sanggup mengadakan pesta makan malam?"
Mallory mengangguk. "Asal tidak berlebihan, kenapa tidak."
Alex Harrison tersenyum. "Bagus. Kau jadi tamu kehormatan.*"
Mallory mendadak bersemangat. Rupanya dia bersungguh-sungguh. "Ehm" terima kasih."
"Lauren dan aku menunggu kedatanganmu pukul setengah delapan malam Minggu besok." Harrison memberikan sebuah alamat di Nob Hill kepada Mallory.
"Saya pasti datang," ujar Mallory. Mana mungkin kutolak undangan seperti ini"
Sebenarnya Mallory telah berjanji membawa Kat ke teater malam itu, tapi acara tersebut bisa dibatalkan dengan mudah. Ia telah memenangkan taruhan dan menikmati seks dengan Kat. Beberapa kali seminggu mereka menyusup ke salah satu ruang istirahat yang kosong, atau ke kamar rumah sakit yang sedang tidak ditempati, atau ke apartemen Kat, atau apartemennya sendiri. Tidak percuma aku bersabar selama sebulan, Mallory berkata dalam hati. Tapi tak lama lagi sudah waktunya mengucapkan selamat tinggal.
Pada hari ia akan makan malam bersama keluarga Harrison, Mallory menelepon Kat. "Kabar buruk, Sayang." "Ada apa?"
"Salah satu dokter mendadak sakit dan aku diminta menggantikan dia. Kelihatannya kencan kita terpaksa kubatalkan."
Kat tidak mau memperlihatkan kekecewaannya. Dengan ringan ia berkata, "Yah, apa boleh buat" Memang begitu risikonya jadi dokter, kan?" "Yeah. Kita cari hari lain saja, oke?" "Kau tak perlu merasa bersalah," ujar Kat dengan mesra. "Aku cinta padamu." "Aku juga."
"Ken, kapan kita akan bicara tentang kita?"
"Apa maksudmu?" Mallory tahu persis apa yang dimaksud Kat. Suatu ikatan. Mereka semua sama saja. Mereka memakai seks sebagai umpan, dan berharap kita mau menghabiskan seluruh hidup bersama mereka. Hmm, Mallory terlalu cerdik untuk itu. Jika waktunya tiba, ia akan mundur teratur, seperti sudah lusinan kali ia lakukan sebelumnya.
Kat berkata, "Rasanya kita perlu menetapkan tanggalnya, Ken. Masih banyak yang harus kurencanakan."
"Oh, tentu. Aku setuju."
"Kupikir bulan Juni, mungkin. Bagaimana pendapatmu?"
Kau takkan suka mendengar pendapatku. Kalau semuanya berjalan lancar, memang akan ada perkawinan, tapi bukan denganmu. "Nanti kita bicarakan lagi, Sayang. Aku harus pergi sekarang."
Kediaman keluarga Harrison menyerupai rumah-rumah mewah dalam film-film, dikelilingi pekarangan luas yang tertata rapi. Ada sekitar dua lusin
365 tamu, dan mereka dihibur alunan musik yang di-niainkan orkestra kecil di ruang tamu yang besar. Ketika Mallory masuk, Lauren bergegas menghampirinya. Wanita itu mengenakan gaun sutra ketat. Ia meremas tangan Mallory. "Selamat datang, tamu kehormatan. Saya senang sekali Anda bisa datang.*
"Saya juga. Bagaimana keadaan ayah Anda?"
"Sehat walafiat, berkat Anda. Anda merupakan pahlawan di ramah ini."
Mallory tersenyum merendah. "Saya hanya menjalankan tugas."
"Itulah yang dikatakan Tuhan setiap hari." Lauren meraih tangan Mallory dan mulai memperkenalkannya kepada tamu-tamu lain.
Pesta itu ternyata khusus untuk kalangan atas. Gubernur California hadir, begitu pula Duta Besar Prancis, seorang hakim Mahkamah Agung, selusin politisi, serta sejumlah artis dan pengusaha terkemuka. Mallory merasakan kekuasaan di ruangan itu, dan ia merasa bergairah. Di sinilah tempatku, ia berkata dalam hati. Di sini, bersama orang-orang ini.
Mereka menikmati hidangan lezat yang disajikan secara mewah. Menjelang akhir acara, ketika para tamu mulai berpamitan, Harrison berkata pada Mattery, "Jangan pulang dulu, Ken. Aku ingin bicara denganmu," "Dengan senang hati."
Harrison, Lauren, dan Mallory duduk di ruang baca. Harrison duduk bersebelahan dengan putrinya.
"Aku bersungguh-sungguh waktu mengatakan kau mempunyai masa depan cerah." "Saya sangat menghargai kepercayaan Anda, Sir." "Seharusnya kau membuka praktek pribadi." Mallory tertawa kecil. "Sayangnya tidak semudah itu, Mr. Harrison. Mendirikan praktek pribadi makan waktu lama, dan saya?"
"Biasanya memang begitu. Tapi kau bukan orang biasa." "Saya tidak mengerti."
"Setelah Anda selesai menjalankan masa residency, Ayah ingin membantu Anda mendirikan praktek pribadi," Lauren menjelaskan.
Sejenak Mallory tak sanggup berkata apa-apa. Semuanya terlalu mudah. Ia seperti benrrimpi. "Ini" ini betul-betul di luar dugaan saya."
"Temanku banyak yang kaya raya. Aku sudah membicarakanmu dengan beberapa dari mereka. Kujamin, begitu kaupasang papan nama, kau pasti dibanjiri pasien." "Tapi?"
"Jangan khawatir soal biaya. Bagaimana, tertarik?"
Mallory nyaris tak sanggup bernapas. "Saya sangat tertarik. Tapi saya" saya tidak tahu kapan bisa melunasi utang saya."
"Jangan salah paham, lustra aku yang harus melunasi utang. Kau tak perlu membayar apa pun
padaku." n Lauren menatap Mallory. "Terima saja.
"Hanya orang bodoh yang mau menolak tawaran seperti mi. bukan?"
"Ya," ujar Lauren. "Dan saya yakin Anda tidak bodoh."
Dalam perjalanan pulang, MaJJory diliputi sukacita yang luar biasa. Kesempatan seperti ini cuma datang sekali dalam seumur hidup, ia berkata dalam hari Tapi ia keliru. Nasibnya semakin baik.
Lauren meneleponnya. "Moga-moga Anda tidak keberatan menggabungkan bisnis dengan acara santai"
Mallory tersenyum sendiri "Sama sekali tidak. Ada rencana apa?"
"Malam Minggu besok ada pesta amal. Barangkah Anda mau menemani saya?"
Oh, ke mana pun kau akan kutemani. "Dengan senang hati." Sebenarnya ia bertugas jaga pada malam Minggu, tapi ia akan mengaku sakit, dan mereka harus mencari orang lain untuk menggantikannya.
Mallory termasuk orang yang berpikiran jauh ke depan, namun yang terjadi kini melebihi mimpi" mimpinya yang paling muluk sekalipun.
Selama beberapa minggu berikut, ia hanyut dalam lingkup pergaulan Lauren, dan nyaris tak sempat beristirahat. Ia berpesta ria sampai larut malam bersama Lauren dan melalaikan tugas-tugasnya di ramah sakit Keluhan-keluhan mengenai dirinya mulai menumpuk, namun ia tak ambil pusing.
Sebentar lagi aku toh akan keluar dari sini, katanya dalam hati.
Ia gembira sekali bisa meninggalkan rumah sakit umum yang kumuh itu dan mendirikan praktek pribadi. Dan Lauren merupakan bonus yang diberikan Dewi Fortuna padanya.
Kehadiran Kat mulai terasa sebagai beban. Mallory terpaksa mencari-cari alasan untuk menghindarinya. Kalau Kat mendesaknya, ia berkata, "Sayang, aku tergila-gila padamu" tentu saja aku mau menikah denganmu, tapi sekarang ini aku sedang?" dan kemudian ia mengarang sejuta dalih.
Misteri Pondok Terbakar 3 Pengemis Binal 05 Kitab Sukma Gelap Ayat Ayat Cinta 4