Ceritasilat Novel Online

Breaking Dawn 5

Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer Bagian 5


ingin berada di sini."
Leah menggeram padanya. Kulayangkan pandangan memperingatkan padanya yang tidak
ia lihat, Seth mendengking dan menyenggol Leah dengan bahunya.
"Maaf" kata Jared. "Kurasa tidak seharusnya aku berasumsi. Tapi kau tak punya
ikatan apa-apa dengan para pengisap darah,"
Leah dengan sengaja memandang adiknya, kemudian aku,
"Jadi kau ingin menjaga Seth, aku mengerti maksudmu," kata Jared. Matanya
terarah pada wajahku, kemudian kembali pada Leah. Mungkin bertanya-tanya apa
maksud Leah memandangku tadi sama seperti aku juga bertanya-tanya. "Tapi Jake
takkan membiarkan apa pun terjadi pada Seth, dan dia tidak takut berada di sini"
Jared mengernyitkan muka, "Apa pun, please, Leah. Kami ingin kau kembali. Sam
menginginkanmu kembali."
Ekor Leah bergoyang-goyang.
"Sam menyuruhku memohon. Bisa dibilang dia menyuruhku berlutut kalau memang
harus. Dia ingin kau pulang, Lee Lee, ke tempatmu seharusnya"
Kulihat Leah tersentak waktu Jared menggunakan nama panggilan Sam untuknya dulu.
Kemudian, ketika Jared menambahkan tiga kata terakhir itu, bulu-bulu Leah
berdiri tegak dan ia melolongkan geraman panjang dari sela-sela giginya. Aku
tidak perlu mengetahui pikiran Leah untuk mendengar sumpah serapah yang ia
lontarkan pada Jared, begitu juga Jared, Rasanya nyaris seperti bisa mendengar
sendiri makian Leah. Aku menunggu sampai ia selesai, "Aku berani mengatakan tempat Leah adalah di
mana pun dia ingin berada."
Leah menggeram, tapi karena ia memandang garang Jared, kupikir itu berarti ia
setuju dengan perkataanku.
"Dengar, Jared, kita tetap satu keluarga, oke" Kita pasti bisa menuntaskan
perselisihan ini, tapi sampai kita membereskannya, mungkin sebaiknya kalian
tetap berada di tanah kalian. Hanya agar tidak terjadi kesalahpahaman. Tidak ada
yang menginginkan perkelahian keluarga, bukan" Sam pasti juga tidak
menginginkannya, bukan?"
"Tentu saja tidak," bentak Jared. "Kami akan tetap berada di tanah kami. Tapi di
mana tanahmu, Jacob" Apakah di tanah vampir?"
"Tidak, Jared, Saat ini aku tidak punya rumah. Tapi jangan khawatir ini takkan
berlangsung selamanya," Aku menarik napas. "Tidak banyak waktu... tersisa. Oke"
Kemudian keluarga Cullen mungkin akan pergi, jadi Seth dan Leah akan pulang,"
Seth dan Leah mendengking berbarengan, hidung mereka serentak terarah padaku.
"Dan kau sendiri bagaimana, Jake?"
"Kembali ke hutan, kurasa. Aku tidak mungkin kembali ke La Push. Tidak bisa ada
dua Alfa di satu tempat. Lagi pula dulu aku memang sudah berniat pergi ke sana.
Sebelum semua kekacauan ini,"
"Bagaimana kalau kita perlu bicara?" tanya Jared.
"Melolonglah-tapi hati-hati jangan sampai melanggar garis perbatasan, oke" Kami
akan datang menemui kalian. Dan Sam tidak perlu mengirim terlalu banyak, Kita
bukan mau bertempur,"
Jared merengut, tapi mengangguk. Ia tidak suka aku menetapkan syarat untuk Sam.
"Sampai ketemu lagi, Jake. Atau tidak." Ia melambai separo hati.
"Tunggu, Jared, Embry baik-baik saja?"
Kekagetan melintasi wajah Jared, "Embry" Tentu dia baik-baik saja. Kenapa?"
"Hanya ingin tahu mengapa Sam mengirim Collin."
Kupandangi reaksinya, masih curiga telah terjadi sesuatu. Aku melihat kilatan
mengerti di mata Jared, tapi tidak seperti yang kuharapkan.
"Itu bukan urusanmu lagi, Jake."
"Kurasa tidak. Hanya ingin tahu."
Aku melihat gerakan di sudut mataku, tapi aku tidak menanggapinya, karena tidak
ingin mengalihkan perhatian Jared kepada Quil. la bereaksi terhadap topik itu,
"Akan kusampaikan,.. instruksi-instruksimu pada Sam, Selamat tinggal, Jacob."
Aku mengembuskan napas. "Yeah, Selamat tinggal, Jared. Hei, sampaikan pada
ayahku aku baik-baik saja, oke" Dan aku minta maaf, dan bahwa aku sayang
padanya." "Akan kusampaikan."
"Ayolah, guys," ajak Jared. la berbalik membelakangi kami, berjalan hingga tidak
kelihatan lagi baru berubah wujud karena Leah ada di sini. Paul dan Collin
langsung mengikutinya, tapi Quil ragu-ragu. Ia menyalak lirih, dan aku maju
selangkah menghampirinya.
"Yeah, aku juga rindu padamu, bro"
Quil berlari-lari kecil menghampiriku, kepalanya tertunduk sedih.
Kutepuk-tepuk bahunya. "Semua pasti beres."
Ia mendengking. "Sampaikan pada Embry, aku rindu didampingi kalian berdua."
Ia mengangguk, kemudian menempelkan hidungnya ke keningku. Leah mendengus. Quil
menengadah, tapi bukan kepada Leah. Ia menoleh ke belakang, ke tempat yang lainlain tadi menghilang, "Yeah, pulanglah," kataku padanya,
Quil menyalak lagi, kemudian melesat menyusul yang lain. Taruhan, Jared pasti
tidak terlalu sabar menunggu. Begitu ia lenyap, aku menarik kehangatan dari
pusat tubuhku dan membiarkannya menyebar ke kedua tangan dan kakiku. Dalam waktu
singkat aku sudah kembali berkaki empat.
Kusangka kau tadi mau bermesra-mesraan dengannya, ejek Leah.
Kuabaikan dia. Oke nggak tadi" tanyaku pada mereka. Aku khawatir karena telah berbicara atas
nama mereka seperti itu, padahal aku tidak bisa mendengar langsung apa yang
mereka pikirkan. Aku tidak ingin berasumsi apa-apa. Aku tidak ingin menjadi
seperti Jared dalam hal itu. Apakah aku mengatakan hal-hal yang tidak kalian
inginkan" Atau aku tidak mengatakan sesuatu yang seharusnya kukatakan"
Kau hebat kok, Jake! Seth menyemangati.
Sebenarnya kau tadi bisa memukul Jared, pikir Leah. Aku jelas tidak bakal
keberatan. Kurasa kita tahu mengapa Embry tidak diperbolehkan datang, pikir Seth, Aku tidak
mengerti. Tidak diperbolehkan"
Jake, apa kau tidak lihat Quil tadi" Ia sangat kalut, kan" Taruhan sepuluh lawan
satu, Embry bahkan lebih kalut daripada Quil. Dan Embry tidak memiliki seseorang
seperti Claire. Kalau Quil, ia tidak mungkin pergi begitu saja dan meninggalkan
La Push. Tapi kalau Embry, mungkin saja. Jadi Sam tidak mau mengambil risiko
Embry pindah haluan. Ia tidak ingin kawanan kita lebih besar daripada sekarang.
Sungguh" Menurutmu begitu" Aku ragu Embry keberatan mengoyak-ngoyak keluarga
Cullen, Tapi ia sahabatmu, Jake. la dan Quil lebih suka berdiri di belakangmu daripada
melawanmu dalam pertempuran.
Well aku senang Sam menahannya di sana kalau begitu. Kawanan ini sudah cukup
besar. Aku mendesah. Baiklah, kalau begitu. Jadi masalah kita beres, untuk
sementara ini. Seth, kau tidak keberatan berjaga-jaga sebentar, kan" Leah dan
aku perlu istirahat. Rasanya situasi cukup tenang, tapi siapa tahu" Mungkin ini
hanya taktik untuk mengalihkan perhatian.
Aku tidak selalu separanoid itu, tapi aku ingat bagaimana rasanya bila Sam
betkomitmen melakukan sesuatu. Fokusnya yang luar biasa untuk menghancurkan
bahaya yang dilihatnya. Akankah ia memanfaatkan fakta bahwa ia bisa membohongi
kami sekarang" Tidak masalah! Seth bersemangat sekali melakukan apa saja yang bisa ia lakukan.
Kau mau memberi penjelasan kepada keluarga Cullen" Mereka mungkin masih agak
tegang. Aku mengerti. Aku memang ingin mengecek keadaan
Mereka menangkap gambar-gambar yang menderu dalam otakku yang kelelahan. Hueek.
Leah menggoyang-goyangkan kepalanya ke depan dan ke belakang, seperti berusaha
mengenyahkan gambaran itu dari dalam pikirannya. Itu benar-benar hal paling
menjijikkan yang pernah kudengar seumur hidupku. Hueeek. Untung tidak ada
makanan di perutku, kalau tidak, bisa-bisa aku muntah.
Mereka kan vampir, kurasa, kata Seth sejurus kemudian, memberi kompensasi atas
reaksi Leah tadi. Maksudku, itu masuk akal. Dan kalau itu bisa menolong Bella,
berarti itu bagus, kan"
Baik Leah maupun aku sama-sama menatap Seth keheranan. Apa"
Mom dulu sering menjatuhkan dia waktu masih bayi, kata Leah padaku.
Kepalanya dulu, rupanya. Ia dulu juga suka menggigiti pagar boks bayi.
Cat timah" Kelihatannya begitu, pikir Leah.
Seth mendengus. Lucu. Mengapa kalian berdua tidak tutup mulut dan tidur saja"
14. KAU TAHU KEADAAN MULAI GAWAT WAKTU KAU MERASA BERSALAH KARENA BERSIKAP
KURANG AJAR PADA VAMPIR Sesampainya di rumah, tak ada orang menunggu di luar untuk mendengar laporan
dariku. Masih berjaga-jaga" Semua baik-baik saja, pikirku letih.
Mataku dengan cepat menangkap perubahan kecil dalam pemandangan yang kini terasa
familier. Ada setumpuk baju berwarna kalem di undakan teras paling bawah. Aku
berlari dengan langkah-langkah panjang untuk menyelidiki. Sambil menahan napas,
karena bau vampir melekat kuat di baju-baju itu. Aku menyenggol tumpukan itu
dengan hidung. Ada orang yang meninggalkan baju. Hah. Tadi Edward pasti sempat menangkap
perasaan jengkelku waktu aku menerjang keluar pintu. Well Itu... baik juga dia.
Dan aneh. Hati-hati kuangkat pakaian itu dengan gigiku ugh dan membawanya ke balik
pepohonan. Hanya untuk berjaga-jaga, siapa tahu ini lelucon yang diprakarsai si
psikopat pirang dan yang diberikan ini ternyata baju cewek. Taruhan, ia pasti
sangat senang melihat ekspresiku waktu aku berdiri di sana telanjang bulat,
memegang sundress. Aman di balik naungan pohon, aku menjatuhkan tumpukan baju berbau menyengat itu
dan berubah wujud menjadi manusia. Aku mengibaskan pakaian itu, memukulmukulkannya ke pohon untuk mengenyahkan baunya. Ternyata pakaian lelaki-celana
panjang cokelat dan kemeja putih berkancing. Tidak cukup panjang, tapi
kelihatannya tubuhku bisa masuk ke sana. Pasti milik Emmett. Kugulung lengan
kemeja, tapi tak banyak yang bisa kulakukan dengan celana panjangnya. Oh
sudahlah. Harus kuakui, aku merasa lebih enak setelah berpakaian, walaupun bajunya bau
sekali dan tidak begitu pas. Sulit rasanya tak bisa mampir pulang sebentar dan
menyambar celana usang setiap kali membutuhkannya. Beginilah kalau jadi
gelandangan-tak ada rumah untuk pulang. Juga tidak punya apa-apa, dan itu tidak
terlalu menggangguku sekarang, meskipun tak lama lagi mungkin akan membuat
jengkel. Kelelahan, pelan-pelan aku meniti tangga teras rumah keluarga Cullen dalam
balutan baju bekas baruku yang keren, tapi ragu-ragu sesampainya di depan pintu.
Apakah sebaiknya aku mengetuk pintu" Tolol, karena mereka toh tahu aku datang.
Dalam hati aku penasaran mengapa tidak ada yang bereaksi atas kedatanganku,
entah mengatakan silakan masuk atau enyah sana. Apa sajalah. Aku mengangkat bahu
dan masuk sendiri ke rumah.
Lagi-lagi perubahan. Ruangan itu telah kembali normal'- hampir-dibandingkan dua
puluh menit yang lalu. Televisi layar datar kini menyala, volumenya pelan,
menayangkan film cewek walau kelihatannya tak ada yang menonton. Carlisle dan
Esme berdiri di dekat jendela belakang, yang terbuka ke arah sungai. Alice,
Jasper, dan Emmett tidak kelihatan, tapi aku mendengar mereka bergumam di lantai
atas. Bella duduk di sofa seperti kemarin, hanya tinggal satu slang yang
terpasang di lengan, dan kantong infus tergantung di belakang sofa. Tubuhnya
terbungkus rapat seperti burrtto dengan dua selimut tebal. Itu berarti mereka
mendengar nasihatku, Rosalie duduk bersila di lantai dekat kepala Bella, Edward
duduk di sudut lain sofa, kaki Bella yang terbungkus rapat culetakkan di
pangkuannya. Ia mendongak waktu aku datang dan tersenyum padaku mulutnya hanya
berkedut sedikit seakan-akan ada yang membuatnya gembira.
Bella tidak mendengarku datang. Ia baru mendongak waktu Edward mendongak,
kemudian ia juga tersenyum. Dengan penuh energi, seluruh wajahnya berseri-seri.
Aku tak ingat kapan terakhir kali ia tampak begitu senang melihatku.
Kenapa sih Bella" Ya ampun, ia kan sudah menikah! Pernikahannya bahagia pula
tidak diragukan lagi cintanya pada sang vampir telah melampaui batas-batas
kewarasan. Apalagi sekarang ia sedang hamil besar.
Jadi mengapa ia harus segirang itu melihatku" Seakan-akan aku memberinya
kebahagiaan besar hanya dengan berjalan memasuki pintu.
Kalau saja ia tidak peduli padaku... atau lebih daripada itu benar-benar tidak
menginginkan keberadaanku. Akan jauh lebih mudah bagiku menjauhi Bella.
Sepertinya Edward sependapat dengan jalan pikiranku gila memang, tapi belakangan
pikiran kami seolah-olah berada dalam frekuensi yang sama. Keningnya sekarang
berkerut, membaca wajah Bella yang berseri-seri melihatku.
"Mereka hanya ingin bicara," gumamku, suaraku lambat oleh perasaan letih. "Tak
ada tanda-tanda penyerangan,"
"Ya," jawab Edward, "Aku mendengar sebagian besar di antaranya."
Itu membuatku sedikit tergugah. Padahal jarak di antara kami tadi hampir lima
kilometer. "Bagaimana?"
"Aku mendengarmu lebih jelas-itu masalah familieritas dan konsentrasi. Juga,
pikiran-pikiranmu sedikit lebih mudah didengar bila kau berwujud manusia. Jadi
aku menangkap sebagian besar isi percakapan di luar sana tadi."
"Oh." Aku agak sebal mendengarnya, entah apa alasannya, tapi aku mengenyahkan
perasaan itu. "Bagus. Aku tidak suka kalau harus mengulang-ulang cerita."
"Sebenarnya aku ingin menyuruhmu tidur," kata Bella, "tapi dugaanku, enam detik
lagi kau toh akan ambruk juga ke lantai, jadi percuma saja."
Luar biasa betapa jauh lebih baiknya suara Bella sekarang, betapa lebih kuat ia
kini. Aku mencium bau darah segar dan melihat cangkir di tangannya. Betapa
banyak darah yang ia butuhkan untuk bertahan! Apakah pada saatnya nanti mereka
terpaksa harus mulai merambah ke para tetangga"
Aku berjalan menuju pintu, menghitung detik demi detik untuk menanggapi
perkataan Bella tadi sambil berjalan. "Satu Mississippi... dua Mississippi... "
"Di mana banjirnya, anjing?" gerutu Rosalie.
"Tahukah kau bagaimana menenggelamkan cewek berambut pirang, Rosalie?" tanyaku
tanpa berhenti ataupun berpaling padanya. "Tempelkan saja cermin ke dasar
kolam." Aku mendengar Edward terkekeh saat aku menutup pintu rapat-rapat. Suasana
hatinya tampaknya berbanding lurus dengan kondisi kesehatan Bella.
"Aku sudah pernah dengar lelucon itu," seru Rosalie.
Aku tersaruk-saruk menuruni tangga, tujuanku satu-satunya adalah menyeret
tubuhku cukup jauh memasuki hutan tempat udara akan kembali murni. Aku berniat
melepas pakaian ini kalau sudah cukup jauh dari rumah untuk kupakai lagi nanti,
tidak mengikatkannya ke kakiku, supaya aku tidak berbau seperti mereka juga.
Sementara tanganku berkutat membuka kancing-kancing kemeja baruku, pikiran
ngawur muncul dalam otakku, tentang bagaimana baju berkancing bukan model yang
cocok untuk dipakai werewolf.
Aku mendengar suara-suara saat menyeret kakiku melintasi halaman,
"Mau ke mana kau?" tanya Bella.
"Aku lupa menyampaikan sesuatu padanya."
"Biarkan Jacob tidur-itu kan bisa ditunda." Benar, please, biarkan Jacob tidur.
"Sebentar saja kok."
Pelan-pelan aku berbalik. Edward sudah di luar pintu. Ekspresinya menyiratkan
permintaan maaf ketika ia mendekatiku.
"Ya ampun, ada apa lagi sekarang?"
"Maaf" ujar Edward, kemudian ia ragu-ragu, seperti tak tahu bagaimana
menyuarakan pikirannya. Apa yang ada dalam pikiranmu, pembaca pikiran"
"Waktu kau bicara dengan delegasi Sam tadi," kata Edward pelan, "aku
mengulanginya kata demi kata untuk Carlisle, Esme, dan yang lain-lain. Mereka
prihatin... " "Dengar, kami takkan mengendurkan pengawasan. Kau tidak harus memercayai Sam
seperti kami. Bagaimanapun kami tetap membuka mata lebar-lebar."
"Tidak, tidak, Jacob. Bukan tentang itu. Kami percaya pada penilaianmu. Namun
Esme merasa terganggu karena kesulitan yang dialami kawananmu. Dia memintaku
bicara denganmu secara pribadi mengenainya."
Perkataan Edward sungguh di luar dugaan. "Kesulitan?"
"Masalah gelandangan itu, terutama. Dia sangat kalut mengetahui kalian semua
sangat... kekurangan"
Aku mendengus. Induk ayam vampir-aneh sekali. "Kami tegar kok. Katakan padanya
agar tidak usah khawatir."
"Dia tetap ingin melakukan apa yang bisa dia lakukan. Aku mendapat kesan Leah
lebih suka tidak makan dalam wujud serigala?"
"Dan?" desakku.
"Well, kami kan punya makanan manusia di sini, Jacob. Sebagai kedok, dan, tentu
saja, untuk kepentingan Bella juga. Jadi Leah dipersilakan mengambil makanan apa
saja yang dia suka di sini. Kalian semua juga."


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akan kusampaikan padanya."
"Leah benci pada kami."
"Lantas?" "Jadi tolong sampaikan padanya sedemikian rupa hingga dia mau mempertimbangkan
tawaran ini, kalau kau tidak keberatan."
"Aku akan berusaha semampuku."
"Lalu masalah pakaian"
Aku menunduk, memandangi pakaian yang kukenakan.
"Oh ya. Trims."
Mungkin tidak sopan kalau aku menyinggung tentang bau baju-baju yang sangat
menyengat ini, Edward tersenyum sedikit. "Well, kami juga bisa dengan mudah membantu
menyediakan kebutuhan itu. Alice jarang membiarkan kami memakai baju yang sama
dua kali. Jadi kami punya tumpukan pakaian baru yang memang akan disumbangkan,
dan kurasa ukuran tubuh Leah hampir sama dengan Esme... "
"Aku tak tahu apa dia mau mengenakan pakaian bekas pengisap darah. Dia tidak
sepraktis aku." "Aku yakin kau pasti bisa menawarkan hal itu padanya dengan cara paling baik.
Begitu juga tawaran lain yang berkaitan dengan barang-barang lain yang mungkin
akan kalian butuhkan, atau transportasi, atau hal-hal lain. Juga mandi, karena
kalian lebih suka tidur di luar. Please... jangan menganggap kalian tidak punya
rumah." Edward mengucapkan kalimat terakhir dengan lembut tidak berusaha tenang kali
ini, tapi dengan sedikit emosi nyata.
Aku menatapnya sebentar, mengerjap-ngerjapkan mata mengantuk. "Itu, eh, kalian
baik sekali. Sampaikan pada Esme kami menghargai, eh, perhatian Esme itu. Tapi
perbatasan bersinggungan dengan sungai di beberapa tempat, jadi kami masih bisa
mandi kok, trims." "Tapi tolong tetap sampaikan tawaran itu."
"Tentu, tentu."
"Terima kasih."
Aku berbalik memunggunginya, tapi langkahku langsung terhenti begitu mendengar
jerit kesakitan lemah dari dalam rumah. Waktu aku menoleh, Edward sudah lenyap.
Ada apa lagi sekarang"
Aku mengikuti Edward, tersaruk-saruk seperti zombi. Sel-sel otakku juga tak
sepenuhnya bekerja. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Ada yang tidak beres. Aku
akan melihat apa itu. Tapi pasti aku takkan bisa melakukan apa-apa. Dan aku akan
merasa semakin tidak enak.
Rasanya itu tidak bisa dihindari.
Aku masuk lagi ke rumah. Bella terengah-engah, meringkuk memegangi perutnya yang
membuncit. Rosalie memeganginya sementara Edward, Carlisle, dan Esme berdiri
mendampingi. Aku menangkap sekelebat bayangan di sudut mata, Alice berdiri di
puncak tangga, menunduk memandangi ruangan dengan kedua tangan menempel di
pelipis. Aneh seolah-olah ia dilarang masuk ke ruangan itu.
"Tunggu sebentar, Carlisle," erang Bella terengah-engah,
"Bella," sergah dokter itu cemas, "aku mendengar suara berderak. Aku harus
memeriksanya." "Aku yakin itu"-terengah-engah-"tulang tusuk. Aduh. Ya. Di sini." Ia menuding
bagian kiri tubuhnya. ber,hati-hati untuk tidak menyentuhnya.
Makhluk itu sekarang mematahkan tulang-tulang Bella.
"Aku perlu melakukan rontgen. Siapa tahu ada serpihan-serpihan. Jangan sampai
serpihan itu melukai organ tubuhmu."
Bella menarik napas dalam-dalam. "Oke,"
Rosalie membantu Bella berdiri dengan hati-hati. Edward sepertinya ingin
membantah, tapi Rosalie menyeringai memamerkan gigi-giginya pada Edward dan
menggeram, "Aku sudah memegangi Bella."
Jadi Bella sekarang sudah lebih kuat, tapi makhluk itu ternyata juga semakin
kuat. Kalau yang satu kelaparan, yang lain juga kelaparan, begitu juga kalau
yang satu mengalami kesembuhan. Tidak mungkin bisa menang kalau begini.
Si Pirang memapah Bella dengan cekatan menaiki tangga besar, diikuti Carlisle
dan Edward di belakang, tak seorang pun peduli padaku yang berdiri terperangah
di ambang pintu. Jadi mereka punya bank darah dan peralatan rontgen di sini" Kurasa si dokter
menggotong semua peralatan kedokterannya ke rumah.
Aku terlalu capek untuk mengikuti mereka, terlalu letih untuk bergerak. Aku
menyandarkan diri ke dinding kemudian merosot ke lantai. Pintu masih terbuka,
dan aku mengarahkan hidungku ke sana, bersyukur ada angin segar berembus masuk.
Aku menyandarkan kepala ke ambang pintu dan mendengarkan.
Aku bisa mendengar suara mesin rontgen di lantai atas. Atau mungkin aku hanya
berasumsi itu mesin rontgen. Kemudian suara langkah-langkah ringan menuruni
tangga. Aku tidak mendongak untuk melihat vampir mana yang turun.
"Kau mau bantal?" tanya Alice padaku.
"Tidak," gumamku. Kenapa sih mereka sok melayaniku seperti itu" Bikin merinding
saja. "Kelihatannya posisimu tidak nyaman," ia mengamati.
"Memang tidak."
"Mengapa tidak pindah saja kalau begitu?"
"Capek. Mengapa kau tidak berada di atas bersama yang lain?" bentakku.
"Pusing," jawab Alice.
Aku berpaling untuk mengamatinya.
Alice kecil mungil. Kira-kira hanya setinggi lenganku. Ia bahkan terlihat lebih
mungil lagi sekarang, duduk membungkuk seperti itu. Wajahnya yang mungil
berkerut. "Memangnya vampir bisa sakit kepala?"
"Vampir normal tidak."
Aku mendengus. Mana ada vampir normal.
"Bagaimana ceritanya kau sekarang tidak pernah bersama Bella lagi?" tanyaku,
membuat pertanyaan itu menjadi tuduhan. Itu tak terpikirkan olehku sebelumnya,
karena kepalaku disibukkan hal-hal lain, tapi aneh melihat Alice tak pernah
berada di dekat Bella lagi, tidak sejak aku datang ke sini. Mungkin kalau ada
Alice di sisi Bella, Rosalie takkan mendampinginya. "Padahal kukira kalian
berdua seperti ini."
Aku mengaitkan dua jari menjadi satu.
"Seperti kataku tadi" Alice meringkuk di lantai beberapa meter dariku,
melingkarkan kedua lengannya yang kurus di lututnya yang kurus "pusing."
"Jadi gara-gara Bella, kau pusing?"
"Ya." Keningku berkerut. Pasti aku terlalu lelah untuk berteka-teki. Kubiarkan
kepalaku berpaling lagi ke arah udara segar dan memejamkan mata.
"Bukan Bella, sebenarnya" koreksi Alice. "Tapi... janinnya."
Ah, ternyata ada juga yang merasa seperti aku. Mudah saja mengenalinya. Alice
mengucapkan kata itu dengan ragu, seperti Edward.
"Aku tidak bisa melihatnya," kata Alice, sekaligus menujukan perkataan itu pada
dirinya sendiri. Sepertinya ia menganggapku sudah tidak ada. "Aku tidak bisa
melihat apa-apa mengenainya. Sama seperti kau."
Aku tersentak, kemudian kukatupkan rahangku kuat-kuat. Aku tak suka dibandingbandingkan dengan makhluk itu.
"Bella juga menghalangi. Dia begitu melindungi janin itu, jadi dia juga...
kabur. Seperti siaran televisi yang kabur dan tak bisa ditangkap seperti
berusaha memfokuskan matamu pada gambar kabur orang-orang yang bergerak-gerak di
layar. Kepalaku pusing melihatnya. Dan aku memang tidak bisa melihat lebih
daripada beberapa menit saja. Janin itu... menjadi bagian yang terlalu banyak
dari masa depan Bella. Begitu Bella pertama kali memutuskan... begitu ia tahu ia
menginginkannya, ia langsung terlihat kabur dalam pandanganku. Membuatku
ketakutan setengah mati."
Alice terdiam sebentar, kemudian menambahkan, "Harus kuakui, lega rasanya ada
kau di dekatku walaupun baumu seperti anjing basah. Semuanya lenyap. Seperti
memejamkan mata. Sakit kepalaku juga berkurang."
"Senang bisa membantu, Ma'am," gumamku.
"Aku jadi penasaran, apa persamaan makhluk itu denganmu... mengapa kalian sama
dalam hal itu." Rasa panas mendadak muncul di pusat tulang-tulangku. Aku mengepalkan tangan
kuat-kuat untuk menahan getaran.
"Aku tidak punya persamaan apa-apa dengan bangsat pengisap darah itu," sergahku
dengan gigi terkatup rapat.
"Well, pasti ada sesuatu yang sama"
Aku tidak menanggapi. Rasa panas itu sudah lenyap. Aku terlalu kelelahan untuk
berlama-lama marah. "Kau tidak keberatan aku duduk di sini di dekatmu, kan?" tanya Alice.
"Kurasa tidak. Memang di sini bau sih."
"Trims," sahut Alice, "Ini yang terbaik, kurasa, karena aku kan tidak bisa minum
obat sakit kepala." "Bisa tolong diam" Aku sedang mencoba tidur nih."
Alice tidak menyahut, seketika itu juga langsung terdiam. Dalam beberapa detik
aku sudah terlelap. Aku bermimpi sangat kehausan. Dan di hadapanku ada segelas besar air-air yang
dingin sekali, kelihatan dari kondensasi di permukaan gelas. Kusambar gelas itu
dan ku-tenggak isinya banyak-banyak, tapi dengan segera aku tahu ternyata isinya
bukan air-melainkan cairan pemutih. Aku tersedak dan menyemburkannya kembali,
memuncratkannya ke mana-mana, bahkan ada yang muncrat dari hidungku. Rasanya
panas membakar. Hidungku terbakar...
Rasa sakit di hidungku membangunkanku dan membuatku langsung ingat di mana aku
tertidur tadi. Baunya sangat menyengat, padahal hidungku saat itu tidak berada
di dalam rumah. Ugh. Dan berisik sekali. Ada yang tertawa terlalu keras. Tawa
yang familier, tapi tidak cocok dengan bau menyengat itu. Tidak pada tempatnya.
Aku mengerang dan membuka mata. Langit abu-abu muram hari masih terang, tapi aku
tidak tahu jam berapa. Mungkin mendekati waktu matahari terbenam situasinya
sangat gelap. "Untunglah," gumam si Pirang, tak jauh dari situ; "Bosan juga terus-terusan
mendengar tiruan suara gergaji listrik."
Aku berguling dan mengangkat tubuhku dalam posisi duduk, menyadari dari mana bau
itu berasal. Ada yang menyurukkan bantal bulu besar di bawah wajahku. Mungkin
maksudnya baik, kurasa. Kecuali kalau yang melakukannya Rosalie.
Begitu kepalaku terangkat dari bulu-bulu bau itu, aku menangkap bau-bau lain.
Seperti hacon dan kayu manis, bercampur bau vampir.
Aku mengerjapkan mata, melayangkannya ke seantero ruangan.
Keadaan tak banyak berubah, kecuali sekarang Bella duduk di tengah-tengah sofa,
infusnya sudah dilepas. Si Pirang duduk di dekat kakinya, kepalanya bersandar ke
lutut Bella. Sampai sekarang aku masih merinding melihar betapa kasual-nya
mereka saling bersentuhan, walaupun kurasa itu pasti tanpa pikiran apa-apa,
kalau mengingat kondisinya. Edward duduk di samping Bella, memegang tangannya.
Alice juga duduk di lantai, seperti Rosalie. Wajahnya tidak berkerut lagi
sekarang. Dan mudah saja melihat sebabnya ia sudah mendapatkan obat penawar
sakit yang lain, "Hei, Jake sudah bangun!" seru Seth.
Seth juga duduk di samping Bella, di sisi lain, lengannya disampirkan santai di
bahu Bella, dengan piring penuh makanan di pangkuan, Apa-apaan ini"
"Dia datang mencarimu," kata Edward waktu aku berdiri. "Dan Esme berhasil
memaksanya tinggal untuk menikmati sarapan."
Seth melihat ekspresiku dan buru-buru menjelaskan. "Yeah, Jake aku hanya
mengecek untuk melihat apakah kau baik-baik saja, karena kau tidak kunjung
berubah wujud. Leah sampai khawatir. Aku sudah bilang padanya kau mungkin
ketiduran sebagai manusia, tapi kau tahu sendirilah bagaimana dia. Lalu mereka
menyuguhkan semua makanan ini dan, ya ampun," ia berpaling pada Edward "man, kau
benar-benar pintar masak"
"Terima kasih," gumam Edward.
Aku menarik napas pelan-pelan, berusaha membuka rahangku yang rerkatup keras.
Aku tak mampu mengalihkan pandangan dari lengan Seth.
"Bella kedinginan," Edward cepat-cepat menerangkan.
Benar. Itu toh bukan urusanku. Bella bukan milikku.
Seth mendengar komentar Edward, melihat wajahku, dan tiba-tiba ia membutuhkan
kedua tangan untuk makan. Ia melepaskan lengannya dari Bella dan langsung
menyendok makanan. Aku berjalan dan berdiri beberapa meter dari sofa, masih
berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan sekelilingku.
"Leah berpatroli?" tanyaku pada Seth. Suaraku masih parau sehabis tidur.
"Yeah," jawabnya sambil terus mengunyah. Seth juga mengenakan baju baru. Bajunya
lebih pas daripada aku. "Dia sedang patroli. Jangan khawatir. Dia akan melolong
kalau ada apa-apa. Kami tadi berganti giliran sekitar tengah malam. Aku berlari
selama dua belas jam," Ia bangga, dan itu kentara sekali dalam suaranya.
"Tengah malam" Tunggu sebentar-memangnya sekarang jam berapa?"
"Sekitar fajar." Ia melirik jendela, mengecek.
Well, brengsek. Ternyata aku tidur sepanjang hari dan sepanjang malam meringkuk seperti bola. "Sial, Maaf soal itu, Seth. Sungguh. Seharusnya
kautendang saja aku sampai terbangun."
"Tidak, man, kau benar-benar butuh tidur. Kau kan belum istirahat sejak kapan"
Malam sebelum patroli terakhirmu untuk Sam" Kira-kira empat puluh jam" Lima
puluh" Kau bukan mesin, Jake. Lagi pula, kau tidak ketinggalan apa-apa kok."
Tidak ketinggalan apa-apa" Dengan cepat kulirik Bella. Rona wajahnya sudah
kembali seperti yang kuingat dulu. Pucat, tapi dengan semburat merah muda di
baliknya. Bibirnya kembali pink. Bahkan rambutnya terlihat lebih sehat-lebih
mengilat. Ia melihatku menilainya dan menyeringai.
"Bagaimana rusukmu?" tanyaku.
"Sudah dibebat dengan kuat. Aku bahkan tidak merasakannya."
Aku memutar bola mataku. Kudengar Edward mengertakkan giginya, dan aku merasa
sikap Bella yang sok menganggap sepele kesulitan yang dialaminya mengganggu
Edward juga. "Sarapannya apa?" tanyaku, sedikit sarkastis. "O negatif atau AB positif?"
Bella menjulurkan lidahnya. Benar-benar sudah jadi dirinya lagi sekarang.
"Omelet" tukasnya, tapi matanya melirik sekilas ke bawah, dan aku melihat
cangkir darahnya dijepitkan di antara kakinya dan kaki Edward.
"Cepatlah sarapan, Jake," kata Seth. "Ada banyak di dapur. Perutmu pasti
keroncongan." Kuamati makanan di pangkuan Seth. Kelihatannya seperti setengah porsi omelet
keju dan seperempat potong cinnamon roli seukuran piringan Frisbee. Perutku
keroncongan, tapi aku mengabaikannya.
"Leah sarapan apa?" tanyaku pada Seth dengan nada mengkritik.
"Hei, aku mengantarkan makanan untuknya sebelum aku makan sesuatu',' ia membela
diri. "Kata Leah, dia lebih suka makan bangkai binatang yang mati terlindas
mobil, tapi taruhan, dia pasti akhirnya menyerah juga. Cinnamon roli ini benarbenar... " Seth sampai tak bisa menggambarkannya.
"Aku akan pergi berburu saja dengannya kalau begitu."
Seth mendesah sementara aku berbalik untuk pergi.
"Tunggu sebentar, Jacob?"
Carlislelah yang berbicara, jadi waktu aku berbalik lagi, wajahku mungkin tidak
sekurang ajar kalau yang memanggilku orang lain,
"Yeah?" Carlisle mendekatiku sementara Esme menghilang ke ruangan lain. Ia berhenti
beberapa meter dariku, hanya sedikit lebih jauh daripada jarak normal antara dua
manusia yang sedang mengobrol. Aku menghargai upayanya memberiku ruang gerak.
"Omong-omong soal berburu," Carlisle memulai dengan nada muram. "Itu akan
menjadi masalah bagi keluargaku. Aku mengerti gencatan senjata kita yang lalu
tidak berlaku saat ini, jadi aku membutuhkan saranmu. Apakah Sam akan memburu
kami di luar garis batas yang kalian ciptakan" Kami tidak ingin mengambil risiko
mencelakakan salah satu anggota keluargamu-atau kehilangan salah satu anggota
keluarga kami. Seandainya kau berada dalam posisi kami, apa yang akan kaulakukan
?" Aku berjengit, agak kaget, ketika Carlisle melontarkannya padaku seperti itu.
Tahu apa aku soal menjadi vampir kaya" Tapi, memang benar, aku tahu bagaimana
Sam. "Memang berisiko," jawabku, berusaha mengabaikan tatapan pihak-pihak lain yang
menatapku dan hanya bicara dengan Carlisle. "Sam memang sudah lebih tenang, tapi
aku sangat yakin bahwa menurut pendapatnya, kesepakatan itu masih berlaku. Bila
dia menganggap suku, atau seseorang, berada dalam bahaya, dia tidak akan
bertanya lebih dulu, kalau kau mengerti maksudku. Tapi dengan semua itu,
prioritas utamanya tetap La Push. Jumlah mereka tidak cukup banyak untuk
melindungi semua orang sekaligus mengirim tim pemburu yang cukup besar untuk
dapat menghancurkan musuh. Jadi aku berani bertaruh, dia pasti lebih suka berada
tak jauh dari rumah."
Carlisle mengangguk khidmat.
"Jadi kurasa ada baiknya bila kalian pergi sekaligus, untuk berjaga-jaga. Dan


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin sebaiknya kalian pergi pada siang hari, karena kami pasti mengira kalian
pergi pada malam hari. Kebiasaan vampir. Kalian kan bisa bergerak cepat-jadi
pergilah ke pegunungan dan berburu di tempat yang cukup jauh sehingga tak ada
peluang bagi Sam untuk mengirim anak buahnya ke tempat yang terlalu jauh dari
rumah." "Dan meninggalkan Bella sendirian, tanpa penjagaan?"
Aku mendengus. "Memangnya kami apa?"
Carlisle tertawa, namun sejurus kemudian wajahnya kembali serius. "Jacob, kau
tak mungkin bertempur melawan saudara-saudaramu."
Mataku mengejang. "Aku tidak mengatakan itu tidak akan sulit, tapi kalau mereka
benar-benar datang untuk membunuh Bella aku pasti bisa menghentikan mereka."
Carlisle menggeleng cemas. "Tidak, maksudku bukan berarti kau... tidak mampu.
Tapi itu bukan hal yang benar. Nuraniku tidak mengizinkannya."
"Bukan nuranimu, Dok. Tapi nuraniku. Dan aku mampu menanggungnya."
"Tidak, Jacob. Kami akan memastikan tindakan kami tidak membuatmu harus
menanggung hal itu." Ia mengerutkan kening dengan sikap berpikir-pikir. "Kami
akan pergi tiga-tiga," ia memutuskan. "Mungkin itu hal terbaik yang bisa kami
lakukan." "Entahlah, Dok. Membagi kelompok menjadi dua bukanlah strategi terbaik."
"Kami memiliki kemampuan ekstra yang akan membuat keadaan jadi berimbang. Kalau
ada Edward dalam kelompok itu, dia akan bisa memberi kami beberapa kilometer
radius yang aman." Kami sama-sama melirik Edward. Ekspresinya membuat Carlisle cepat-cepat
mengoreksi perkataannya. "Aku yakin ada beberapa jalan lain juga," kata Carlisle. Jelas tak ada kebutuhan
fisik yang cukup kuat untuk membuat Edward mau berada jauh-jauh dari Bella.
"Alice, menurutku kau pasti bisa melihat rute-rute mana yang berbahaya?"
"Rute-rute yang tidak kelihatan dalam pikiranku" jawab Alice, mengangguk-angguk.
"Gampang." Edward, yang tegang mendengar rencana pertama Carlisle tadi, mengendur. Bella
menatap Alice dengan sikap tidak senang, kerutan di antara matanya muncul bila
ia merasa tertekan. "Baiklah kalau begitu," sahutku. "Jadi sudah beres. Aku berangkat sekarang.
Seth, kuharap kau berjaga lagi senja nanti, jadi carilah tempat untuk tidur
sekarang, bisa?" "Tentu, Jake. Aku akan berubah wujud segera setelah selesai makan. Kecuali... "
ia ragu-ragu, menatap Bella. "Apa kau membutuhkan aku"
"Dia kan sudah punya selimut," bentakku.
"Aku baik-baik saja, Seth, trims," kata Bella cepat-cepat.
Kemudian Esme muncul lagi, menenteng wadah besar bertutup. Ia berhenti ragu di
belakang siku Carlisle, mata kuning gelapnya yang lebar menatap wajahku. Ia
mengulurkan wadah itu padaku dan maju selangkah dengan sikap malu-malu,
"Jacob," ujarnya pelan. Suaranya tidak setajam yang lain-lain. "Aku tahu... kau
tidak berselera makan di sini, karena baunya yang sangat tidak menyenangkan.
Tapi aku akan senang sekali kalau kau mau membawa sedikit makanan saat kau
pergi. Aku tahu kau tidak bisa pulang ke rumah, dan itu karena kami. Kumohon
hilangkan sedikit perasaan bersalahku. Bawalah makanan ini." Esme menyodorkan
makanan itu, wajahnya lembut dan memohon. Aku tak tahu bagaimana ia
melakukannya, karena penampilannya tidak lebih tua dari pertengahan dua puluh,
dan kulitnya juga putih pucat, tapi ada sesuatu dalam ekspresinya yang mendadak
mengingatkanku pada ibuku.
Astaga. "Eh, tentu, tentu," gumamku. "Baiklah. Mungkin Leah masih lapar atau apa."
Aku mengulurkan tangan dan menerima makanan itu dengan satu tangan, memegangnya
jauh-jauh, sepanjang lengan. Aku akan membuangnya di bawah pohon atau di tempat
lain. Aku tak ingin ia merasa bersalah.
Lalu aku teringat pada Edward,
Awas, jangan bilang apa-apa padanya! Biarkan ia mengira aku memakan semuanya.
Aku tidak memandang kepada Edward untuk melihat apakah ia setuju. Pokoknya ia
harus setuju. Si pengisap darah itu berutang budi padaku.
"Terima kasih, Jacob" kara Esme, tersenyum. Bagaimana mungkin batu bisa punya
lesung pipi, demi Tuhan"
"Eh, terima kasih," ujarku. Wajahku panas lebih panas daripada biasa.
Inilah masalahnya bergaul dengan vampire kau jadi terbiasa dengan mereka. Mereka
mulai mengacaukan caramu memandang dunia. Kau mulai menganggap mereka teman.
"Kau akan kembali lagi nanti, Jake?" tanya Bella waktu aku bersiap-siap kabur.
"Eh, entahlah."
Bella mengatupkan bibir rapat-rapat, seperti berusaha tidak tersenyum. "Please"
Siapa tahu aku kedinginan."
Aku menarik napas dalam-dalam melalui hidung, kemudian menyadari, meski
terlambat, bahwa itu bukan ide yang baik. Aku meringis. "Mungkin,"
"Jacob?" panggil Esme. Aku berjalan mundur ke pintu sementara Esme melanjurkan
kata-katanya. "Aku meninggalkan sekeranjang pakaian di teras. Untuk Leah. Sudah
dicuci bersih-aku berusaha sesedikit mungkin menyentuhnya." Keningnya berkerut.
"Kau tidak keberatan membawakannya untuk dia?"
"Siap," gumamku, kemudian merunduk keluar dari pintu sebelum ada lagi yang bisa
membuatku merasa bersalah dan melakukan hal-hal lain.
15. TIK TOK TIK TOK TIK TOK
Hei, Jake, kusangka kau menyuruhku berjaga lagi waktu senja. Jadi mengapa kau
tidak menyuruh Leah membangunkanku sebelum ia tertidur"
Karena aku tidak membutuhkanmu. Aku masih kuat, Seth sudah berlari setengah
lingkaran di sebelah utara. Ada sesuatu"
Tidak. Tidak ada apa-apa sama sekali. Kau sudah sempat melakukan penyisiran"
Seth melihat bekas-bekas jejak kakiku. Ia mengarah ke rute baru.
Yeah-aku menyisir ke beberapa arah. Kau tahu, hanya mengecek. Kalau keluarga
Cullen akan pergi berburu...
Tindakan yang tepat Seth berlari lagi ke perimeter utama.
Lebih mudah berlari bersama Seth daripada Leah. Walaupun Leah berusaha- berusaha
keras selalu ada hal-hal yang meresahkan pikirannya. Ia tidak ingin berada di
sini. Ia tidak ingin merasakan sikap lunak terhadap vampir yang ada dalam
pikiranku. Ia tidak ingin menerima keakraban Seth dengan mereka, persahabatan
yang semakin lama justru semakin erat.
Lucu tapi, karena kukira masalah terbesar Leah adalah aku. Waktu masih bergabung
dalam kelompok Sam, kami selalu saling membuat jengkel. Tapi tidak ada lagi
perasaan antagonis terhadapku sekarang, hanya terhadap keluarga Cullen dan
Bella. Entah mengapa. Mungkin tidak lebih dari rasa terima kasih Leah karena aku
tidak memaksanya pergi. Mungkin itu karena sekarang aku bisa lebih memahami
kemarahan terpendamnya. Bagaimanapun, berlari bersama Leah ternyata tak seburuk
yang kukira. Tentu saja, ia belum terlalu rileks. Makanan dan pakaian yang dibawakan Esme
untuknya sekarang sedang dihanyutkan arus sungai ke hilir. Bahkan setelah aku
memakan bagianku-bukan karena aromanya begitu menggoda selera setelah jauh dari
bau vampir yang menyengat hidung, tapi sebagai contoh bertoleransi yang baik
untuk Leah-ia tetap menolak. Rusa kecil yang dimangsanya sekitar tengah hari
tidak sepenuhnya membuat Leah puas. Sebaliknya malah merusak selera makannya,
Leah benci makanan mentah.
Mungkin sebaiknya kita menyisir ke arah timur" Seth menyarankan. Masuk jauh ke
dalam hutan, untuk mengecek apakah mereka menunggu di sana.
Itu juga terpikir olehku, aku sependapat. Tapi kita akan melakukannya kalau
sudah benar-benar segar bugar. Aku tak ingin kewaspadaan kita hilang. Tapi kita
harus melakukannya sebelum keluarga Cullen mencoba jalur itu. Tak lama lagi.
Baiklah. Itu membuatku berpikir. Kalau keluarga Cullen bisa keluar dari wilayah ini dengan aman, mereka benarbenar tak boleh kembali. Mungkin seharusnya mereka langsung pergi begitu kami
datang memperingatkan mereka. Mereka pasti mampu memulai kehidupan di daerah
lain. Dan mereka punya teman-teman di utara, bukan" Bawa Bella dan pergi dari
sini. Sepertinya itu jawaban yang jelas bagi permasalahan mereka.
Mungkin seharusnya aku menyarankan itu, tapi aku takut mereka akan menuruti
saranku. Padahal aku tak ingin kehilangan Bella-tidak pernah tahu apakah ia bisa
melalui ini dengan selamat atau tidak.
Tidak, itu tolol. Akan kusuruh mereka pergi. Tak masuk akal bila mereka tetap di
sini, dan akan lebih baik-walaupun lebih menyakitkan, tapi lebih sehat-bila
Bella pergi saja. Mudah mengatakannya sekarang, kalau Bella tidak ada di sana, terlihat gembira
melihatku dan pada saat bersamaan sekarat...
Oh, aku sudah menanyakan hal itu pada Edward, pikir Seth,
Apa" Kutanya padanya mengapa mereka belum pergi juga. Pergi ke tempat Tanya atau apa.
Ke tempat lain hingga Sam tidak bisa memburu mereka.
Aku harus mengingatkan diriku sendiri bahwa aku baru saja memutuskan akan
memberi saran serupa pada keluarga Cullen. Bahwa itu yang terbaik. Jadi
seharusnya aku tidak perlu marah kepada Seth karena mengambil tugas itu dariku.
Tidak marah sama sekali. Lantas, bagaimana tanggapannya" Apakah mereka menunggu kesempatan"
Bukan. Mereka tidak akan pergi.
Seharusnya itu tidak kuanggap sebagai kabar baik.
Mengapa tidak" Itu kan tolol.
Tidak juga, sergah Seth, nadanya defensif sekarang. Butuh waktu cukup panjang
untuk membangun akses medis seperti yang dimiliki Carlisle di sini Semua yang ia
butuhkan untuk merawat Bella tersedia di sini, juga fasilitas bila membutuhkan
lebih. Itu salah satu alasan mereka ingin pergi berburu. Menurut Carlisle,
sebentar lagi mereka kehabisan darah untuk Bella. Ia sudah menghabiskan semua
persediaan darah O negatif yang mereka simpan untuknya. Ia tidak mau kehabisan.
Ia akan membeli lagi persediaan darah baru. Tahukah kau ternyata kau bisa
membeli darah" Bisa kalau kau dokter.
Aku belum siap bersikap logis. Tetap saja rasanya tolol. Mereka toh bisa
memboyong sebagian besar peralatan itu bersama mereka, kan" Dan mencuri apa yang
mereka butuhkan ke mana pun mereka pergi. Siapa yang peduli pada hal-hal legal
kalau kau tidak bisa mati"
Edward tidak ingin mengambil risiko memindahkan Bella.
Bella sudah lebih baik. Sangat, Seth sependapat. Dalam pikirannya, ia membandingkan ingatanku akan Bella
yang tubuhnya digelantungi siang-siang infus dengan waktu ia terakhir melihat
Bella saat meninggalkan rumah. Bella tersenyum padanya dan melambaikan tangan.
Tapi ia tidak bisa banyak bergerak, kau tahu. Makhluk itu membuatnya babak
helur. Aku menelan kembali cairan asam yang sempat naik ke tenggorokanku. Yeah, aku
tahu. Rusuknya ada lagi yang patah, Seth memberitahu dengan muram.
Langkahku goyah, dan aku terhuyung-huyung selangkah sebelum lariku kembali
berirama. Carlisle membebatnya lagi. Hanya retak, begitu kata Carlisle.
Lalu Rosalie mengatakan sesuatu tentang bayi manusia normal yang diketahui
pernah meretakkan tulang rusuk juga. Edward kelihatannya seperti mau mencabikcabik kepala Rosalie sampai putus.
Sayang itu tidak dilakukannya.
Seth semakin bersemangat memberi laporan sekarang- tahu itu semua sangat menarik
bagiku, walaupun aku tidak pernah meminta mendengarnya. Hari ini tadi demam
Bella naik-turun. Tidak terlalu panas-hanya keringat kemudian kedinginan.
Carlisle tidak begitu memahami sakitnya-mungkin ia memang sakit. Sistem
kekebalan tubuhnya saat ini pasti sedang tidak bagus.
Yeah, aku yakin itu pasti hanya kebetulan.
Tapi suasana hatinya sedang baik. Ia mengobrol dengan Charlie, tertawa-tawa dan
sebagainya... Charlie! Apa"! Apa maksudmu, ia mengobrol dengan Charlie"!
Sekarang giliran Seth yang larinya tertatih; amarahku membuatnya kaget. Dugaanku
Charlie menelepon Bella setiap hari untuk berbicara dengannya. Kadang-kadang
ibunya juga menelepon. Bella kedengarannya sudah jauh lebih sehat sekarang, jadi
ia meyakinkan Charlie bahwa ia sedang dalam tahap pemulihan...
Berada dalam tahap pemulihan" Apa sih yang mereka pikirkan"! Memberi harapan
muluk-muluk pada Charlie sehingga ia bisa hancur lebih parah lagi kalau Bella
meninggal nanti" Kusangka mereka mempersiapkan Charlie untuk menerima hal itu!
Berusaha mempersiapkan dia! Mengapa Bella tega mempermainkan Charlie seperti
ini" Ia mungkin tidak akan meninggal, pikir Seth pelan.
Aku menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.
Seth. Walaupun seandainya Bella berhasil melewati ini, ia tidak akan
melakukannya sebagai manusia. Ia tahu itu, begitu juga mereka yang lain. Kalau
tidak meninggal, ia harus bisa berakting meyakinkan sebagai mayat, Nak. Kalau
bukan itu, berarti menghilang. Kusangka mereka ingin membuat situasi menjadi
lebih mudah bagi Charlie. Mengapa... "
Kurasa itu ide Bella. Tidak ada yang mengatakan apa-apa, tapi wajah Edward
hampir seperti yang kaupikirkan saat ini.
Lagi-lagi aku berada dalam frekuensi yang sama dengan si pengisap darah itu.
Beberapa menit kami berlari dalam kesunyian. Aku mulai menyusuri garis baru,
mengarah ke selatan. Jangan terlalu jauh. Mengapa" Bella memintaku menyuruhmu mampir.
Gigiku mengatup rapat. Alice juga ingin kau datang. Katanya ia sudah bosan nongkrong terus di loteng
seperti kelelawar vampir di menara lonceng. Seth mendengus tertawa. Aku
bergantian dengan Edward sebelumnya. Mencoba menjaga suhu tubuh Bella tetap
stabil. Dingin ke panas, sesuai kebutuhan. Kurasa, kalau kau tidak mau
melakukannya, aku bisa kembali.
Udah, aku yang akan melakukannya, bentakku.
Oke. Seth tidak berkomentar lagi. Ia berkonsentrasi sekuat tenaga ke hutan yang
kosong. Aku tetap bertahan pada rute selatanku, mencari-cari hal baru. Aku berbalik arah
begitu mendekati tanda-tanda pertama permukiman. Memang belum mendekati kota.
tapi aku tak ingin membuat kehebohan lagi dengan rumor-rumor tentang serigala.
Selama ini kami bisa hidup tenang karena tidak terlihat siapa pun.
Aku lewat tepat di garis perbatasan dalam perjalanan pulang, menuju rumah
keluarga Cullen. Walaupun aku tahu itu perbuatan tolol, aku tetap saja tidak
bisa menghentikan diriku sendiri. Aku pastilah seorang masokis.
Tidak ada yang tidak beres denganmu, Jack. Situasinya memang tidak normal.
Kumohon, tutup mulutmu, Seth.
Ya deh Kali ini aku tidak ragu-ragu lagi di depan pintu, aku langsung saja masuk
seolah-olah rumah ini milikku. Kupikir dengan begitu aku akan membuat Rosalie
kesal, tapi ternyata tindakanku sia-sia belaka. Baik Rosalie maupun Bella tidak
tampak di sana. Dengan panik aku memandang berkeliling, berharap aku terlewat
melihat mereka di suatu tempat. Jantungku mendesak rusuk dan membuat dadaku
sakit. "Dia baik-baik saja," bisik Edward. "Atau, kondisinya sama saja, kalau boleh
kukatakan." Edward duduk di sofa sambil menutup wajah dengan kedua tangan; ia tidak
mengangkat wajah untuk berbicara. Esme duduk di sebelahnya, lengannya merangkul
bahu Edward erat-erat, "Halo, Jacob," sapa Esme. "Aku senang kau kembali."
"Aku juga," seru Alice sambil menghela napas dalam-dalam. Ia menandak-nandak
menuruni tangga, mengernyitkan wajah. Seolah-olah aku terlambat datang.
"Eh, hai," sapaku. Aneh rasanya bersikap sopan.
"Mana Bella?" "Di kamar mandi," Alice menjawab pertanyaanku. "Kau tahu sendirilah, sebagian
besar dietnya kan berupa cairan. Ditambah lagi orang hamil konon sering bolakbalik ke kamar mandi."
"Ah." Aku berdiri canggung, bergerak-gerak ke depan dan ke belakang dengan bertumpu
pada tumit. "Oh, hebat," gerutu Rosalie. Dengan cepat aku berpaling dan melihatnya datang
dari ruang depan yang separo tersembunyi di balik tangga. Ia merangkul lembut
bahu Bella, ekspresi galak terpancar di wajahnya untukku. "Ternyata memang benar
aku tadi mencium bau tidak enak."
Dan, sama seperti sebelumnya, wajah Bella langsung berseri-seri seperti wajah
bocah yang kegirangan melihat tumpukan hadiah di pagi Hari Natal. Seolah-olah
aku membawakannya hadiah paling indah.
Sangat tidak adil.

Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jacob" desah Bella. "Kau datang."
"Hai, Bells." Esme dan Edward sama-sama berdiri. Aku melihat Rosalie dengan hati-hati
mendudukkan Bella di sofa. Aku melihat bagaimana, walaupun sudah melakukannya
dengan begitu hati-hati, wajah Bella berubah putih dan ia menahan napas- seolah
bertekad tidak akan mengeluarkan suara, tak peduli bagaimanapun sakitnya.
Edward menyapukan tangannya di kening Bella, kemudian lehernya. Ia berusaha
membuatnya terlihat seperti hanya menyibakkan rambut Bella, padahal terlihat
seperti pemeriksaan dokter di mataku.
"Kau kedinginan?" gumam Edward.
"Aku baik-baik saja."
"Bella, kau kan tahu apa yang dikatakan Carlisle padamu," sergah Rosalie.
"Jangan mengecilkan apa pun. Itu tidak akan membantu kami mengurus kebutuhan
kalian" "Oke. Aku memang agak kedinginan. Edward, bisa tolong ambilkan selimut itu
untukku?" Aku memutar bola mataku. "Bukankah itu salah satu tujuanku berada di sini?"
"Kau kan baru datang," kata Bella. "Taruhan, pasti setelah berlari seharian.
Istirahatlah dulu sebentar. Paling-paling tak lama lagi tubuhku menghangat
lagi." Aku tidak menggubris kata-katanya, kakiku sudah bergerak untuk duduk di lantai
di sebelah sofa sementara ia masih terus berbicara. Namun saat itu, entah
bagaimana... Bella terlibat sangat rapuh, dan aku takut memindahkannya, bahkan
melingkarkan lenganku ke bahunya pun aku tidak berani. Maka aku hanya bersandar
sedikit di sampingnya, membiarkan lenganku menempel sepanjang lengannya, dan
menggenggam tangannya. Lalu aku meletakkan tanganku yang lain ke wajahnya. Sulit
memastikan apakah ia merasa lebih kedinginan daripada biasanya.
"Trims, Jake" ujar Bella, dan aku merasakan tubuhnya bergetar.
"Yeah," sahutku.
Edward duduk di lengan sofa, dekat kaki Bella, matanya tak pernah lepas dari
wajah Bella. Mustahil mengharapkan, di ruangan yang dipenuhi orang-orang berpendengaran
super, tidak akan ada yang mendengar perutku yang keroncongan.
"Rosalie, bagaimana kalau kauambilkan makanan untuk Jacob dari dapur?" pinta
Alice. Ia kini tidak kelihatan, duduk diam-diam di balik punggung sofa.
Rosalie memandang tak percaya ke tempat suara Alice tadi berasal.
"Tidak usah, terima kasih, Alice, tapi sepertinya aku tidak mau makan makanan
yang sudah diludahi si Pirang. Taruhan, pencernaanku pasti tidak begitu bisa
menerima racun." "Rosalie takkan pernah mempermalukan Esme dengan melakukan hal yang sangat tidak
sopan seperti itu." "Tentu saja tidak," sergah Rosalie dengan suara semanis madu yang langsung tidak
kupercaya. Ia bangkit dan melesat keluar ruangan,
Edward mendesah, "Kau pasti akan memberitahuku kalau dia meracuninya, kan?" tanyaku,
"Ya," janji Edward,
Dan entah mengapa, aku percaya padanya.
Terdengar suara berdentang-dentang di dapur, dan-anehnya-suara logam berderitderit, seperti protes karena disiksa. Lagi-lagi Edward mendesah, tapi tersenyum
kecil. Sejurus kemudian Rosalie sudah kembali sebelum aku sempat memikirkannya
lebih jauh lagi. Dengan senyum puas ia meletakkan mangkuk perak di lantai di
dekatku, "Selamat menikmati, doggy"
Mungkin mangkuk itu dulunya mangkuk pencampur berukuran besar, tapi Rosalie
menekuk sisi-sisinya hingga kini bentuknya mirip wadah makanan anjing. Mau tak
mau, aku terkesan juga pada keterampilan tangannya. Juga perhatiannya terhadap
hal-hal detail. Ia menggoreskan nama Fido di bagian samping. Tulisan tangannya
juga bagus sekali. Karena makanannya terlihat sangat lezat-steik, tidak kurang, dan sebutir besar
kentang panggang lengkap dengan segala pernak-perniknya-kukatakan padanya,
"Trims, Pirang."
Rosalie mendengus, "Hei, kau tahu nggak apa sebutan untuk si pirang yang pandai?" tanyaku, kemudian
melanjutkan dalam satu tarikan napas, "golden retriever''
"Aku juga sudah pernah dengar yang itu," sergah Rosalie, Tak lagi tersenyum.
"Aku akan terus berusaha," janjiku, kemudian mulai menyikat makananku.
Rosalie mengernyit jijik dan memutar bola matanya. Lalu ia duduk di salah satu
kursi berlengan dan mulai memindah-mindah saluran TV, cepat sekali hingga tak
mungkin ia benar-benar mencari sesuatu untuk ditonton.
Makanannya enak, walaupun bau vampir memenuhi udara. Aku benar-benar mulai
terbiasa dengan itu. Hah. Bukan sesuatu yang ingin kulakukan, sebenarnya...
Selesai makan--walaupun aku sempat mempertimbangkan untuk menjilat mangkuknya,
hanya untuk membuat Rosalie kesal -aku merasakan jari-jari Bella yang dingin
membelai rambutku. Lalu ia menepuk-nepuk tengkukku,
"Saatnya potong rambut, ya?"
"Rambutmu mulai sedikit gondrong," kata Bella. "Mungkin... "
"Biar kutebak, ada seseorang di sini yang dulu pernah memotong rambut di salon
di Paris?" Bella terkekeh. "Mungkin."
"Tidak, terima kasih," tolakku sebelum Bella benar-benar menawarkan. "Aku masih
bisa tahan sampai beberapa minggu lagi."
Dan itu membuatku bertanya-tanya sampai kapan Bella bisa bertahan. Aku
memikirkan cara yang sopan untuk bertanya.
"Jadi... eh... apa, eh, kapan" Kau tahu, kapan monster keji itu diperkirakan
akan lahir." Bella memukul bagian belakang kepalaku pelan tapi tidak menjawab.
"Aku serius," sergahku. "Aku ingin tahu berapa lama aku harus berada di sini."
Berapa lama kau akan berada di sini, aku menambahkan dalam hati. Aku berpaling
untuk menatapnya. Matanya tampak seperti berpikir; kerutan stres muncul lagi di
antara kedua alisnya. "Entahlah," gumamnya. "Tidak pasti. Jelas, umur kehamilanku pasti bukan sembilan
bulan, tapi karena kita tidak bisa mendapatkan gambar USG, Carlisle terpaksa
membuat perkiraan dari ukuran perutku. Orang normal biasanya empat puluh
sentimeter di sini"--Bella melarikan ujung jarinya persis di bagian tengah
perutnya yang membuncit-"kalau bayinya sudah mencapai pertumbuhan maksimal. Satu
sentimeter setiap minggu. Tadi pagi panjang perutku sudah tiga puluh sentimeter,
dan sehari tumbuh dua sentimeter, kadang-kadang lebih... "
Hari ini sudah dua minggu, hari-hari berlalu bagaikan terbang. Hidup Bella
berlalu bagai dipercepat. Berapa hari lagi kalau begitu, kalau ia menunggu
sampai besar perutnya empat puluh sentimeter" Empat hari" Butuh waktu beberapa
saat baru aku bisa menelan ludah.
"Kau baik-baik saja?" tanya Bella.
Aku mengangguk, tak yakin bagaimana kedengarannya suaraku bila keluar.
Edward memalingkan wajah waktu mendengarkan pikiran-pikiranku, tapi aku bisa
melihat bayangannya di dinding kaca. Lagi-lagi ia terlihat seperti pria yang
dibakar hidup-hidup. Lucu juga dengan adanya tenggat waktu, lebih sulit bagiku untuk berpikir tentang
pergi, atau menerima kenyataan bahwa Bella harus pergi. Untung Seth
menyinggungnya tadi, sehingga aku tahu mereka akan tetap berada di sini. Itu
pasti takkan bisa ditolerir, bertanya-tanya setiap hari kapan mereka akan pergi,
mengambil satu, dua, tiga, atau empat hari yang tersisa. Empat hariku.
Juga lucu bagaimana, bahkan walaupun tahu ini hampir berakhir, ikatan yang
dimiliki Bella terhadapku justru semakin sulit diputuskan. Hampir seolah-olah
berbanding lurus dengan semakin membesarnya perut Bella-seolah dengan semakin
membesar perutnya, kekuatan gravitasi antara kami juga semakin kuat.
Sesaat aku berusaha memandangnya secara terpisah, memisahkan diriku dari tarikan
itu. Aku tahu bukan imajinasiku yang mengatakan kebutuhanku untuk berdekatan
dengan Bella justru lebih kuat daripada biasanya. Mengapa begitu" Karena ia
sedang sekarat" Atau karena aku tahu bahwa walaupun ia tidak sekarat, namun
tetap saja-skenario terbaik-ia akan berubah menjadi sosok lain yang tidak
kukenal atau kumengerti"
Bella melarikan jarinya ke tulang pipiku, dan kulitku panas di tempat ia
menyentuhnya. "Semua pasti beres," kata Bella dengan sikap sedikit menenangkan. Bukan masalah
bila kata-kata itu tidak berarti apa-apa. Ia mengatakannya seperti orang-orang
mendendangkan lagu ninabobo kepada anak-anak kecil.
"Benar," gerutuku.
Bella bergelung di lenganku, membaringkan kepalanya di bahuku. "Aku tak
menyangka kau mau datang. Kata Seth kau pasti datang, begitu juga Edward, tapi
aku tidak percaya pada mereka."
"Mengapa tidak?" tanyaku parau.
"Kau tidak bahagia di sini. Tapi kau tetap datang,"
"Bukankah kau ingin aku datang?"
"Memang. Tapi kau tidak harus datang, karena tidak adil bagiku menginginkanmu ke
sini. Aku pasti bisa mengerti."
Sesaat suasana sunyi. Edward sudah memalingkan wajahnya kembali. Ta memandangi
layar TV sementara Rosalie terus memindah-mindah saluran. Sekarang ia sudah
sampai ke saluran enam ratusan. Penasaran juga aku berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk kembali ke awal lagi.
"Terima kasih kau sudah mau datang," bisik Bella,
"Boleh aku tanya sesuatu?" tanyaku,
"Tentu saja." Edward kelihatannya tidak memerhatikan kami sama sekali, tapi ia tahu apa yang
akan kutanyakan, jadi aku tidak tertipu oleh sikap tak acuhnya.
"Mengapa kau ingin aku datang ke sini" Seth kan bisa menghangatkanmu, dan dia
mungkin lebih enak diajak ngobrol, si bocah ceria itu. Tapi begitu aku berjalan
memasuki pintu, kau tersenyum seolah-olah aku ini orang yang paling kausukai di
dunia." "Kau salah satunya."
"Itu menyebalkan, tahu."
"Yeah." Bella mendesah. "Maaf"
"Tapi mengapa" Kau tidak menjawabnya tadi."
Edward kembali memalingkan muka, seolah-olah memandang ke luar jendela. Wajah
dalam bayangannya tampak kosong.
"Rasanya... lengkap kalau ada kau di sini, Jacob. Rasanya seluruh keluargaku
lengkap. Maksudku, kira-kira seperti itulah-sebelumnya aku tidak pernah punya
keluarga besar. Senang rasanya." Bella tersenyum sekilas. "Tapi tetap tidak utuh
rasanya kalau kau tidak ada,"
"Aku tidak akan pernah menjadi bagian dari keluargamu, Bella."
Sebenarnya bisa saja. Aku pasti bisa melakukannya dengan baik. Tapi itu hanya
angan-angan masa depan yang sudah keburu layu sebelum berkembang.
"Kau akan selalu menjadi bagian keluargaku," sergah Bella tidak setuju.
Aku mengertakkan gigi gemas. "Itu jawaban omong kosong."
"Jadi apa jawaban yang bagus?"
"Bagaimana kalau, 'Jacob, aku puas kalau melihatmu menderita.'"
Kurasakan Bella tersentak.
"Kau lebih suka aku menjawabnya begitu?" bisik Bella.
"Itu lebih mudah, paling tidak. Aku bisa menerimanya. Aku bisa mengatasinya."
Aku menunduk menatap wajah Bella saat itu, yang begitu dekat dengan wajahku.
Matanya terpejam dan keningnya berkerut.
"Kita melenceng keluar jalur, Jake. Kehilangan keseimbangan. Seharusnya kau
menjadi bagian hidupku-aku bisa merasakannya, dan kau pun bisa." Ia terdiam
sejenak tanpa membuka mata-seperti menungguku menyangkalnya. Waktu aku diam
saja, ia melanjutkan kata-katanya. "Tapi tidak seperti ini. Kita melakukan hal
yang salah. Tidak, akulah yang salah. Aku melakukan kekeliruan, dan kita
melenceng keluar jalur... "
Suaranya menghilang, dan kerutan di keningnya mengendur hingga tinggal kerutan
kecil di sudut-sudut bibir. Aku menunggunya menuangkan perasan jeruk lagi ke
luka-luka sayatanku, tapi kemudian suara dengkur lembut keluar dari tenggorokan
Bella. "Dia kecapekan," gumam Edward. "Ini hari yang panjang baginya. Sangat
melelahkan. Seharusnya dia tadi tidur lebih awal, tapi dia menunggumu datang,"
Aku tidak memandang Edward.
"Kata Seth, makhluk itu membuat tulang rusuknya patah lagi."
"Ya. Membuatnya semakin sulit bernapas."
"Hebat." "Beritahu aku kalau dia mulai kepanasan lagi." "Yeah."
Bulu di lengan Bella yang tidak bersentuhan dengan lenganku masih meremang.
Belum lagi aku sempat mengangkat kepala untuk mencari selimut, Edward sudah
menyambar selimut yang tersampir di lengan sofa dan membentangkannya hingga
menutupi tubuh Bella. Ada kalanya, membaca pikiran bisa menghemat waktu. Sebagai contoh, mungkin
sebenarnya aku tak perlu marah-marah dan mengamuk panjang-lebar berkaitan dengan
masalah Charlie, Segala amarah itu. Edward sudah bisa mendengar betapa
marahnya,.. "Ya," ia sependapat. "Itu memang bukan ide bagus,"
"Kalau begitu mengapa'" Mengapa Bella memberitahu ayahnya bahwa dia sedang dalam
tahap pemulihan bila itu hanya akan membuat ayahnya semakin merana"
"Dia tidak tahan menghadapi kegelisahan ayahnya,"
"Jadi lebih baik... "
"Tidak. Bukan lebih baik. Tapi aku tidak akan memaksanya melakukan apa-apa yang
membuatnya tidak bahagia sekarang. Apa pun yang terjadi, ini membuatnya merasa
lebih tenang. Hal lain biar aku yang mengurus."
Kedengarannya itu tidak benar. Bella tidak mungkin sengaja membuat Charlie
menderita pada akhirnya, lalu membiarkan orang lain membereskannya. Meskipun dia
sedang sekarat. Bella tidak seperti itu. Kalau Edward benar-benar mengenal
Bella, ia pasti punya rencana lain.
"Bella sangat yakin dia akan tetap hidup," kata Edward.
"Tapi tidak sebagai manusia."
"Tidak, tidak sebagai manusia. Tapi dia berharap bisa bertemu lagi dengan
Charlie." Oh, semakin lama semakin baik saja.
"Bertemu. Charlie." Akhirnya aku memandang Edward juga, mataku melotot.
"Sesudahnya. Bertemu Charlie dalam keadaan tubuhnya putih bersinar dan matanya
merah cerah. Aku bukan pengisap darah, jadi mungkin ada yang tidak kumengerti di
sini, tapi Charlie sepertinya pilihan yang aneh untuk menjadi santapan pertama
Bella." Edward mendesah. "Bella tahu dia tidak akan bisa berdekatan dengan Charlie
selama setidaknya satu tahun. Menurutnya, dia mungkin bisa menunda pertemuan
mereka. Mengatakan pada Charlie dia harus pergi ke rumah sakit khusus di belahan
dunia lain. Tetap berhubungan dengannya melalui telepon... "
"Itu kan sinting."
"Memang." "Charlie bukan orang tolol. Seandainya pun Bella tidak membunuhnya, dia tetap
akan menyadari adanya perubahan."
"Bella justru mengharapkan hal itu."
Aku terus memandanginya, menunggu Edward menjelaskan maksudnya.
"Bella tidak akan menua, tentu saja, jadi itu berarti ada batasan waktu,
walaupun seandainya Charlie menerima alasan apa pun yang bisa Bella ajukan untuk
menjelaskan perubahan-perubahan itu." Edward tersenyum samar. "Ingatkah kau
waktu kau berusaha memberitahu Bella tentang transformasimu" Bagaimana kau
membuatnya menebak?"
Tanganku yang bebas mengepal. "Dia menceritakannya padamu?"
"Ya. Dia menjelaskan... idenya. Begini, dia tidak diperbolehkan memberitahukan
hal yang sebenarnya pada Charlie-itu akan sangat berbahaya bagi Charlie. Tapi
Charlie cerdas dan praktis. Menurut Bella, dia nanti pasti punya penjelasan
sendiri. Asumsi Bella, dugaan Charlie itu pasti salah." Edward mendengus.
"Bagaimanapun, kami tidak terlalu mengikuti gaya hidup vampir. Paling-paling
Charlie akan membuat asumsi yang salah tentang kami, seperti yang dilakukan
Bella pada awalnya, dan kami akan menerimanya saja. Menurut Bella, dia pasti
bisa menemui Charlie... dari waktu ke waktu."
"Sinting," ulangku.
"Memang," lagi-lagi Edward sependapat.
Sungguh lemah Edward membiarkan Bella berbuat sesukanya seperti ini, hanya untuk
membuatnya bahagia sekarang ini. Pasti hasilnya nanti tidak baik.
Itu membuatku berpikir, jangan-jangan Edward tidak berharap Bella tetap hidup
untuk mencoba melaksanakan rencana gilanya. Edward ingin menenteramkan hatinya,
sehingga Bella bisa merasa bahagia beberapa saat lagi.
Misalnya saja, sampai empat hari lagi.


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku akan menghadapi apa pun yang terjadi," bisik Edward, dan ia memalingkan
wajah, menunduk, supaya aku bahkan tidak bisa melihat bayangannya. "Aku tidak
mau membuatnya sedih sekarang."
"Empat hari?" tanyaku.
Edward tidak mendongak. "Kira-kira."
"Setelah itu apa?"
"Apa maksudmu, tepatnya?"
Aku memikirkan perkataan Bella. Makhluk itu terbungkus nyaman dan rapat dalam
sesuatu yang keras, sesuatu yang menyetupai kulit vampir. Jadi, bagaimana
caranya" Bagaimana makhluk itu akan keluar"
"Dari riset kecil-kecilan yang bisa kami lakukan, kelihatannya makhluk itu
menggunakan giginya sendiri untuk keluar dari rahim," bisik Edward.
Aku terpaksa berhenti sejenak untuk menelan caitan lambung yang naik ke
tenggorokan. "Riset?" tanyaku lemah.
"Itulah sebabnya kau tidak melihat Jasper dan Emmett di sini. Itulah yang
dilakukan Carlisle sekarang. Berusaha mengartikan cerita-cerita dan mitos-mitos
kuno, sebanyak yang kami bisa dengan apa yang kami miliki di sini, mencari apa
saja yang bisa membantu kami memprediksikan perilaku makhluk itu."
Cerita-cerita" Kalau ada mitos-mitos, berarti...
"Berarti, makhluk ini bukan yang pertama dari jenisnya?" tanya Edward,
mengantisipasi pertanyaanku. "Mungkin. Semuanya masih sangat kabur. Mitos-mitos
itu bisa saja produk ketakutan dan imajinasi. Walaupun..." Edward ragu-ragu
"mitos-mitos kalian ternyata benar, bukan begitu" Jadi mungkin saja mitos-mitos
kami ini juga benar. Sepertinya semua terlokalisasi, saling berhubungan..,"
"Bagaimana caranya kalian bisa menemukan...?"
"Ada wanita yang kami temui di Amerika Selatan. Dia dibesarkan dalam tradisi
masyarakatnya. Dia pernah mendengar peringatan tentang makhluk seperti ini,
cerita-cerita kuno yang turun-temurun."
"Apa saja peringatannya?" bisikku,
"Bahwa makhluk itu harus langsung dibunuh. Sebelum kekuatannya jadi terlalu
besar" Persis seperti yang dipikirkan Sam. Apakah ia benar"
"Tentu saja, legenda mereka mengatakan hal yang sama tentang kami. Bahwa kami
harus dimusnahkan. Bahwa kami pembunuh tak berjiwa."
Kedudukan seri kalau begitu,
Edward tertawa keras, "Apakah di sana juga diceritakan tentang nasib... para ibunya?"
Kepedihan menyayat wajah Edward, dan, saat aku tersentak melihat ekspresi sedih
itu, aku tahu ia tidak akan menjawab pertanyaanku. Aku bahkan ragu ia masih bisa
berbicara. Rosalielah yang sejak tadi berdiam diri tanpa suara sejak Bella tertidur,
sampai-sampai aku nyaris lupa padanya yang menjawab.
Ia memperdengarkan suara bernada menghina. "Tentu saja tidak ada yang selamat,"
tukasnya. Tidak ada yang selamat, tanpa tedeng aling-aling, tidak peduli.
"Melahirkan di tengah rawa yang menjadi sarang berbagai kuman penyakit,
didampingi dukun yang mengusapkan ludah ke sekujur wajah untuk mengusir roh-roh
jahat jelas bukan metode paling aman. Bahkan separo kelahiran normal saja
berakhir dengan kematian. Tak seorang pun di antara mereka memiliki apa yang
dimiliki bayi ini-orang-orang yang berusaha memahami kebutuhan si bayi, yang
berusaha memenuhi kebutuhan itu. Dokter dengan pengetahuan sangat unik rentang
sifat alami vampir. Rencana untuk melahirkan si bayi dengan cara seaman mungkin.
Racun yang bisa mengoreksi apa pun yang tidak berjalan semestinya. Bayi itu akan
baik-baik saja. Dan para ibu yang lain itu mungkin sebenarnya bisa selamat
seandainya mereka memiliki semua itu-seandainya mereka benar-benar ada. Sesuatu
yang aku tidak yakin." Rosalie mendengus dengan nada menghina.
Si bayi, si bayi. Seolah-olah hanya itu yang penting. Nyawa Bella tidak berarti
apa-apa bagi Rosalie mudah ditepiskan.
Wajah Edward berubah seputih salju. Kedua tangannya melengkung seperti cakar.
Benar-benar egois dan tak peduli, Rosalie memutar tubuhnya hingga punggungnya
kini menghadap ke arah Edward. Edward mencondongkan tubuh, membungkuk siap
menerjang. Biar aku saja, usulku. Edward terdiam sebentar, mengangkat sebelah alis.
Tanpa suara kuangkat mangkuk anjingku dari lantai. Kemudian dengan gerakan
tangan yang kuat dan cepat, kulempar mangkuk itu ke bagian belakang kepala si
Pirang, begitu kerasnya hingga-dengan suara kelontang yang memekakkan telingamangkuk itu langsung gepeng dan terpental ke seberang ruangan, menghantam bagian
atas tiang yang berbentuk bulat di bagian kaki tangga.
Bella bergerak, tapi tidak terbangun.
"Dasar pirang tolol," gerutuku.
Rosalie memutar kepalanya perlahan-lahan, dan matanya berapi-api.
"Kau Menumpahkan Makanan Ke Kepalaku" Aku tak tahan lagi.
Tawaku meledak. Kutarik tubuhku menjauhi Bella agar tidak membuat tubuhnya
terguncang, dan tertawa keras sekali sampai-sampai air mata mengalir menuruni
wajahku. Dari balik sofa kudengar suara tawa Alice yang bergemerincing.
Heran juga aku mengapa Rosalie tidak menerjang. Padahal aku agak-agak
mengharapkannya. Tapi kemudian aku sadar suara tawaku membangunkan Bella,
walaupun ia tadi tetap lelap saat suara berdentang keras terdengar.
"Apanya yang lucu?" gumam Bella,
Kumenumpahkan makanan ke rambutnya," aku memberi-tahu Bella, kembali terkekeh,
"Aku tidak akan melupakan hal ini, anjing" desis Rosalie,
"Tidak sulit menghapus ingatan cewek pirang," balasku, "Tinggal tiup saja
telinganya." "Cari lelucon baru sana!" bentaknya.
"Sudahlah, Jake. Jangan ganggu Rose la..." Bella menghentikan kata-katanya dan
napasnya tersentak tajam. Detik itu juga Edward mencondongkan tubuh di atasku,
menyentakkan selimut yang menutupi tubuh Bella. Bella sepertinya kejang-kejang,
punggungnya melengkung di atas sofa,
"Dia hanya," kata Bella terengah-engah, "menggeliat,"
Bibir Bella putih, dan ia mengatupkan giginya kuat-kuat seperti berusaha menahan
diri untuk tidak menjerit,
Edward merengkuh wajah Bella dengan kedua tangannya.
"Carlisle?" panggil Edward, suaranya rendah dan tegang,
"Di sini," jawab Carlisle, Aku tidak mendengarnya datang.
"Oke," ujar Bella, napasnya masih terengah dan pendek-pendek. "Rasanya sudah
selesai. Bocah malang, rupanya dia kesempitan, itu saja. Soalnya sekarang dia
sudah besar sekali."
Sulit sekali diterima, nada memuja yang Bella gunakan untuk menggambarkan
makhluk yang membuat tubuhnya babak belur. Apalagi setelah mendengar perkataan
Rosalie yang blak-blakan tadi. Membuatku kepingin melemparkan sesuatu ke kepala
Bella juga. Tapi Bella tidak menyadari suasana hatiku yang jelek.
"Kau tahu, dia mengingatkanku padamu, Jake," katanya-masih dengan nada sayangmasih tersengal-sengal, "Jangan bandingkan aku dengan makhluk itu," semburku dari sela-sela gigi yang
terkatup rapat. "Yang kumaksud adalah pertumbuhanmu yang sangat cepat," jelas Bella,
kelihatannya seolah-olah aku menyakiti perasaannya. Bagus. "Pertumbuhanmu juga
sangat cepat. Kau seperti tumbuh makin tinggi tepat di depan mataku. Dia juga
seperti itu. Pertumbuhannya sangat cepat."
Kugigit lidahku agar tidak mengatakan hal-hal yang ingin kukatakan-saking
kerasnya sampai-sampai aku bisa merasakan darah dalam mulutku. Tentu saja, luka
itu sudah sembuh sebelum aku sempat menelan ludah. Itulah yang dibutuhkan Bella.
Menjadi kuat seperti aku, memiliki kemampuan untuk pulih...
Napas Bella sekarang lebih tenang. Kemudian ia bersandar rileks ke sofa,
tubuhnya melemas. "Hmmm," gumam Carlisle. Aku mendongak, dan kulihat ia memandangiku.
"Apa?"tuntutku.
Edward menelengkan kepala ke satu sisi sementara ia mempertimbangkan entah
pikiran apa yang ada dalam benak Carlisle.
"Kau tahu aku penasaran tentang susunan genetika janin ini, Jacob. Tentang
kromosomnya." "Memangnya kenapa?"
"Well, dengan mempertimbangkan kemiripan-kemiripan kalian... "
"Kemiripan-kemiripan?" aku menggeram, tidak suka karena kemiripan itu disebutkan
dalam bentuk jamak. "Pertumbuhan yang sangat cepat, dan fakta bahwa Alice tidak bisa melihat kalian
berdua." Aku merasa wajahku langsung kosong. Aku sudah lupa pada kemiripan yang lain
itu. "Well, aku jadi penasaran apakah itu berarti kita menemukan jawabannya. Apakah
kesamaan-kesamaan itu bersifat genetik,"
"Dua puluh empat pasang," gumam Edward pelan. "Kau tidak tahu ini,"
"Memang tidak. Tapi menarik untuk berspekulasi" kata Carlisle dengan nada
menenangkan. "Yeah. Sangat menyenangkan"
Dengkur halus Bella kembali terdengar, dengan manis memberi penekanan pada sikap
sarkastisku. Mereka langsung sibuk berdiskusi, dengan cepat membicarakan masalah genetik ini
sedemikian rupa sampai-sampai satu-satunya kata yang bisa kupahami dari
pembicaraan mereka hanya itu dan dan. Dan namaku sendiri, tentu saja. Alice ikut
bergabung, sesekali memberi komentar dengan suaranya yang seperti burung
berkicau. Walaupun mereka membicarakan aku, aku tak berusaha mencari tahu kesimpulan yang
mereka tarik. Masih banyak hal lain dalam pikiranku, fakta-fakta baru yang
kucoba pahami. Fakta pertama, perkataan Bella bahwa makhluk itu terlindung sesuatu yang sekeias
kulit vampir, sesuatu yang tidak bisa ditembus ultrasound, juga tidak bisa
ditembus jarum. Fakta kedua, perkataan Rosalie bahwa mereka berencana melahirkan
makhluk itu dengan selamat. Fakta ketiga, perkataan Edward bahwa-dalam beberapa
mitos-monster-monster seperti ini akan menggunakan giginya untuk mengoyak perut
sang ibu dan keluar dari sana. Aku bergidik.
Dan fakta itu membuahkan kesadaran yang mengerikan, karena, fakta keempat, tidak
banyak makhluk yang bisa mengoyak sesuatu sekeras kulit vampir. Gigi makhluk
berdarah campuran itu-menurut mitos-ternyata cukup kuat. Gigiku juga cukup kuat.
Dan gigi vampir juga cukup kuat.
Sulit untuk mengabaikan fakta yang sangat jelas itu, tapi dalam hati aku
berharap aku bisa. Karena rasanya aku tahu persis bagaimana Rosalie berencana
mengeluarkan makhluk itu "dengan selamat" dari rahim Bella.
16. TIDAK MAU TERLALU BANYAK TAHU
AKU berangkat pagi-pagi sekali, jauh sebelum matahari terbit. Aku hanya sempat
tidur sebentar, itu pun tidak tenang, sambil bersandar di sisi sofa. Edward
membangunkanku ketika wajah Bella memerah, dan ia menggantikan posisiku untuk
mendinginkannya. Aku meregangkan otot-ototku dan memutuskan sudah cukup segar
untuk mulai bekerja lagi.
"Terima kasih," ucap Edward pelan, melihat rencanaku, "Kalau keadaan aman,
mereka akan berangkat hari ini."
"Akan kuberitahu kau nanti."
Enak rasanya bisa kembali menjadi diri hewanku. Tubuhku pegal karena duduk
terlalu lama. Aku memperlebar langkah, berusaha mengendurkan otot-ototku yang
kaku. Pagi, Jacob, Leah menyapaku.
Bagus, kau sudah bangun. Sudah berapa lama Seth selesai berpatroli" Belum
selesai, pikir Seth mengantuk. Hampir sampai. Apa yang kaubutuhkan" Apa kau
masih bisa berpatroli satu jam lagi"
Tentu saja. Bukan masalah. Seth langsung berdiri, mengibas-ngibaskan bulunya.
Ayo kita berlari ke arah dalam, ajakku pada Leah, Seth, ikuti garis melingkar.
Beres. Seth langsung berlari-lari kecil dengan santai. Berangkat lagi untuk
mengurusi urusan vampir, gerutu Leah. Kau ada masalah dengan itu"
Tentu saja tidak. Aku senang sekali bisa membantu lintah-lintah kesayangan itu.
Bagus. Kita lihat seberapa cepat kita bisa berlari. Oke. Kalau itu aku jelas
mau! Leah berada di pinggir lingkaran sebelah barat. Daripada memotong lingkaran yang
dekat dengan rumah keluarga Cullen, ia tetap berlari menyusuri lingkaran saat
berpacu menemuiku. Aku melesat ke arah timur, tahu walaupun aku mulai lebih
dulu, Leah akan berpapasan denganku sebentar lagi kalau aku lengah bahkan satu
detik saja. Jangan sombong, Leah. Ini bukan perlombaan, ini misi untuk mencari tahu posisi
musuh. Aku bisa melakukan dua-duanya dan tetap mengalahkanmu,
Kuiyakan saja kata-katanya itu. Aku tahu.
Leah tertawa. Kami berlari menyusuri jalan yang berkelok-kelok melintasi pegunungan sebelah
timur. Rute yang familier. Kami sudah sering menjelajahi pegunungan ini setelah
para vampir pergi setahun lalu, menjadikannya bagian dari rute patroli kami agar
bisa lebih melindungi rakyat kami di sini. Kemudian kami memundurkan kembali
garis batasnya ketika keluarga Cullen kembali. Ini memang tanah mereka sesuai
kesepakatan. Tapi fakta itu mungkin tidak berarti apa-apa bagi Sam sekarang. Kesepakatan itu
sudah mati. Pertanyaannya sekarang adalah, seberapa besar risiko yang berani
diambil Sam untuk menyebarkan kekuatannya. Apakah ia akan mencari anggota
keluarga Cullen yang berkeliaran sendirian untuk berburu tanpa izin di tanah
mereka atau tidak" Apakah Jared mengatakan hal yang sebenarnya atau ia sengaja
memanfaatkan kesunyian yang terjadi di antara kami"
Kami semakin jauh masuk ke wilayah pegunungan tanpa menemukan satu pun jejak
kawanan. Jejak-jejak vampir yang sudah hampir memudar bertebaran di mana-mana,
tapi bau mereka sekarang sudah familier bagiku. Aku menghirupnya sepanjang hari.
Aku menemukan bekas jejak yang dalam dan belum lama ditinggalkan di salah satu
jalur-mereka semua pergi bersama-sama, kecuali Edward. Satu alasan mereka
berkumpul di sini yang pasti langsung terlupakan begitu Edward membawa istrinya
yang sedang hamil dan sekarat pulang. Aku mengertakkan gigi. Apa pun itu, itu
tidak ada hubungannya denganku.
Leah tidak memaksa dirinya berpacu melewatiku, walaupun sebenarnya bisa
melakukan itu. Perhatianku lebih tertuju pada setiap aroma baru yang kutemui
daripada adu kecepatan. Ia tetap berada di sebelah kanan, berlari bersamaku,
bukan melawanku. Sudah jauh juga kita berlari, komentar Leah.
Yeah. Kalau Sam memburu vampir-vampir yang berkeliaran, seharusnya kita sudah
menemukan jejaknya sekarang.
Lebih masuk akal baginya sekarang untuk berdiam di La Push, pikir Leah. Sam tahu
kita memberi para pengisap darah itu tambahan tiga pasang kaki dan mata. Ia
takkan bisa melakukan serangan mendadak terhadap mereka.
Ini hanya tindakan pencegahan kok.
Kita kan tak ingin parasit-parasit kesayangan kita menghadapi risiko yang tidak
perlu. Memang tidak, aku sependapat, mengabaikan sikap sarkastisnya.
Kau sudah banyak berubah, Jacob. Seratus delapan puluh derajat
Kau juga bukan Leah yang persis sama seperti yang selama ini kukenal dan
kusayang. Benar. Jadi aku tidak semenjengkelkan Paul sekarang"
Ajaibnya... ya. Ah, kesuksesan yang manis.
Selamat Kami berlari lagi sambil berdiam diri. Mungkin sekarang saatnya berbalik arah,
tapi tak seorang pun dari kami menginginkannya. Enak rasanya lari seperti ini.
Selama ini kami hanya melihat jalan setapak melingkar yang itu-itu saja. Sungguh
nyaman bisa melemaskan otot dan berlari di permukaan tanah yang kasar. Kami
tidak terlalu terburu-buru, jadi kupikir mungkin sebaiknya kami berburu dalam
perjalanan pulang. Leah sangat kelaparan.
Nyam, nyam, pikirnya masam.
Itu semua masalah persepsi, kataku. Memang begitulah caranya serigala makan. Itu
natural Rasanya juga enak. Asal kau tidak memikirkannya dari perspektif
manusia... Tidak usah menasihati aku, Jacob. Aku akan berburu. Tapi aku tidak perlu
menyukainya. Tentu, tentu, aku membenarkan dengan enteng. Bukan urusanku kalau ia ingin
membuat keadaan jadi lebih sulit bagi dirinya.
Leah tidak mengatakan apa-apa selama bebetapa menit; aku mulai berpikir untuk
berbalik arah. Terima kasih, tiba-tiba Leah berkata dengan nada yang sangat jauh berbeda.


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk" Untuk membiarkanku. Mengizinkan aku tinggal. Sikapmu lebih baik daripada yang
pantas kuharapkan, Jacob.
Eh, bukan masalah. Sebenarnya aku memang bersungguh-sungguh kok. Aku tidak
keberatan kau berada di sini, ternyata itu tidak seberat yang kukira.
Leah mendengus, tapi nadanya bercanda. Pujian yang menggelora
Jangan ge-er. Oke-asal kau juga tidak ge-er mendengar ini. Leah terdiam sejenak. Menurutku kau
Alfa yang baik. Tidak persis sama dengan Sam, tapi kau punya gaya sendiri. Kau
pantas diikuti, Jacob. Pikiranku langsung kosong saking kagetnya. Butuh waktu satu detik bagiku untuk
pulih dari kekagetan dan merespons.
Eh, trims. Tapi aku ragu bisa menahan diri untuk tidak ge-er. Dari mana
datangnya pujian itu"
Leah tidak langsung menjawab, dan aku mengikuti petunjuk tanpa kata-kata dari
pikirannya. Ia memikirkan masa depan-tentang apa yang kukatakan pada Jared pagi
itu. Bahwa waktunya sebentar lagi akan berakhir, kemudian aku akan kembali ke
hutan. Bagaimana aku berjanji ia dan Seth akan kembali ke kawanan setelah
keluarga Cullen pergi. Aku ingin tetap bersamamu, kata Leah.
Perasaan shock itu melesat merayapi kedua kakiku, mengunci persendian kakiku.
Leah melaju melewatiku, kemudian mengerem. Pelan-pelan ia berjalan kembali ke
tempat aku berdiri membeku.
Aku tidak akan menyusahkan, sumpah. Aku tidak akan membuntutimu. Kau boleh pergi
ke mana saja kau mau, dan aku akan pergi ke mana saja aku mau. Kau hanya perlu
bertahan menghadapiku saat kita menjadi serigala. Leah berjalan mondar-mandir di
depanku, menggoyangkan ekor abu-abunya yang panjang dengan sikap gugup. Dan,
berhubung aku berniat berhenti jadi serigala sesegera mungkin... mungkin itu
takkan sering terjadi. Aku tidak tahu harus bilang apa.
Aku lebih bahagia sekarang, menjadi bagian kawananmu, dibandingkan selama
beberapa tahun terakhir ini.
Aku juga ingin tetap bersamamu, pikir Seth pelan. Aku tidak sadar ia ternyata
mengikuti pembicaraan kami sementara berlari menyusuri lingkaran luar. Aku suka
kawanan ini. Hei, sudahlah! Seth, tak lama lagi kawanan ini akan bubar. Aku berusaha
mengutarakan pikiran-pikiranku agar lebih meyakinkan dia. Sekarang kita memiliki
tujuan, tapi bila... setelah itu berakhir, aku akan tetap menjadi serigala.
Seth, kau membutuhkan tujuan. Kau anak baik. Kau tipe yang selalu memiliki
sesuatu untuk diperjuangkan. Dan tidak mungkin bagimu meninggalkan La Push
sekarang. Kau akan lulus SMA dan melakukan sesuatu dengan hidupmu. Kau akan
menjaga Sue. Masalah-masalahku tidak boleh mengacaukan masa depanmu.
Tapi... Jacob benar, dukung Leah,
Kau sependapat denganku"
Tentu saja. Tapi semua itu tidak berlaku bagiku. Aku memang sudah berniat pergi.
Aku akan mencari pekerjaan di tempat lain yang jauh dari La Push. Mungkin kuliah
di akademi. Belajar yoga dan meditasi untuk mengendalikan amarahku yang masih
suka meledak... Dan menjadi bagian kawanan ini demi kesehatan jiwaku. Jacob...
kau pasti tahu bahwa itu masuk akal, kan" Aku tidak akan mengganggumu, kau tidak
akan menggangguku, jadi semua senang.
Aku berbalik arah dan mulai berlari-lari pelan ke arah barat.
Ini agak terlalu sulit untuk diterima, Leah. Beri aku waktu untuk memikirkannya
dulu, oke" Tentu. Silakan saja. Kami membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk berlari kembali. Aku tidak
berusaha mempercepat lariku. Aku hanya mencoba berkonsentrasi sehingga tidak
menabrak pohon, Seth mengomel pelan di belakang, tapi aku bisa mengabaikannya.
Ia tahu aku benar. Ia tidak mungkin tega meninggalkan ibunya begitu saja. Seth
akan kembali ke La Push dan melindungi sukunya seperti yang seharusnya ia
lakukan. Tapi aku tidak bisa melihat Leah melakukan semua itu. Dan itu sangat mengerikan.
Kawanan yang terdiri atas kami berdua" Bukan masalah jarak secara fisik, aku
hanya tidak bisa membayangkan... betapa intimnya situasi itu. Aku bertanya-tanya
apakah Leah sudah mempertimbangkan hal itu masak-masak, atau apakah ia tidak
memedulikan hal itu saking ingin tetap bebas.
Leah tidak berkata apa-apa sementara aku menimbang-nimbang. Seolah-olah ia
berusaha membuktikan betapa mudahnya bila hanya kami berdua.
Kami bertemu segerombol rusa ekor hitam tepat saat matahari terbit, sedikit
menerangi awan-awan di belakang kami. Leah mendesah dalam hati tapi tidak raguragu. Terjangannya mantap dan efisien-anggun, bahkan. Ia menerkam rusa paling
besar, yang jantan, sebelum hewan yang terkejut itu sepenuhnya menyadari bahaya
yang mengancamnya. Tidak mau kalah, aku menerkam rusa nomor dua paling besar, dengan cepat
mematahkan lehernya dengan rahangku, sehingga hewan itu tidak merasakan sakit
yang tidak perlu. Aku bisa merasakan kejijikan Leah berperang dengan rasa
laparnya, dan aku mencoba membuat keadaan menjadi lebih mudah bagi Leah dengan
membiarkan sosok serigalaku menguasai pikiran. Aku merasakan insting-insting
praktisnya mengambil alih, membiarkannya merasa seperti itu juga. Leah ragu-ragu
sejenak, tapi kemudian, pelan-pelan, sepertinya ia bisa bertindak dengan
pikirannya dan berusaha memandang masalah berburu ini dengan caraku. Aneh sekali
rasanya- pikiran kami terhubung lebih erat daripada yang pernah terjadi
sebelumnya, karena kami berdua berusaha berpikir bersama.
Aneh, tapi itu membantunya. Gigi Leah mengoyak bulu dan kulit bahu buruannya,
merobek seonggok tebal daging yang mengucurkan darah. Alih-alih meringis seperti
yang diinginkan pikiran manusianya, Leah membiarkan sosok serigalanya bereaksi
secara instingitif. Seperti mengebalkan diri, mencoba untuk tidak berpikir. Itu
membuatnya bisa makan dengan tenang.
Mudah saja bagiku melakukan hal yang sama. Dan aku senang belum melupakannya.
Tak lama lagi hidupku akan kembali seperti ini.
Apakah Leah akan menjadi bagian dari kehidupan itu" Seminggu yang lalu aku pasti
akan menganggap itu lebih dari mengerikan. Aku pasti takkan tahan memikirkannya.
Tapi aku lebih mengenal Leah sekarang. Dan ketika terbebas dari sakit hati yang
terus-menerus mendera, ia sekarang bukan lagi serigala yang dulu. bukan lagi
gadis yang dulu. Kami makan bersama sampai sama-sama kenyang.
Trims, kata Leah kemudian saat ia sibuk membersihkan moncong dan cakarnya di
rumput yang basah. Aku sendiri malas repot-repot, gerimis mulai turun dan kami
harus menyeberangi sungai lagi dalam perjalanan pulang. Aku bisa membersihkan
diri di sana. Ternyata memang tidak parah-parah amat, berpikir dengan caramu.
Terima kasih kembali. Seth berlari sambil menyeret kaki waktu kami sampai di garis lingkaran luar.
Kusuruh ia tidur; Leah dan aku akan mengambil alih tugas berpatroli. Pikiran
Seth menghilang dalam ketidaksadaran hanya beberapa detik kemudian.
Kau mau kembali ke para pengisap darah" tanya Leah.
Mungkin. Sulit bagimu berada di sana, tapi sulit juga untuk menjauh. Aku tahu bagaimana
rasanya itu. Kau tahu, Leah, mungkin ada baiknya bila kau berpikir sedikit tentang masa
depan, tentang apa yang benar-benar ingin kaulakukan. Kepalaku bukan tempat yang
paling membahagiakan di bumi. Apalagi kau harus ikut menderita bersamaku.
Leah berpikir bagaimana menjawabku. Wow, sebenarnya tidak enak mengatakannya.
Tapi jujur saja, akan lebih mudah berurusan dengan sakit hatimu daripada
menghadapi sakit hatiku. Cukup adil. Aku tahu keadaanmu nanti pasti akan sulit, Jacob. Aku mengerti itu-mungkin lebih
baik daripada yang kaukira. Aku tidak suka pada Bella, tapi... ia Sam-mu. Ia
segalanya yang kauinginkan, sekaligus segalanya yang tidak bisa kaumiliki.
Aku tidak mampu menjawab.
Aku tahu keadaanmu bahkan lebih buruk. Kalau aku, paling tidak Sam bahagia.
Paling tidak ia hidup dan baik-baik saja.
Cintaku padanya cukup besar untuk membuatku menginginkan hal itu. Aku ingin yang
terbaik baginya. Leah mendesah. Aku hanya tidak ingin berada terus di dekatnya
dan melihat kebahagiaan itu.
Apakah perlu kita membicarakan hal ini"
Kurasa perlu. Karena aku ingin kau tahu aku tidak akan membuat keadaan jadi
lebih buruk lagi bagimu. Huh, mungkin aku bahkan akan membantu. Aku kan tidak
dilahirkan sebagai cewek yang tidak punya belas kasihan. Dulu aku ini baik lho.
Ingatanku tidak mampu mengingat sejauh itu.
Kami sama-sama tertawa. Aku ikut prihatin tentang hal ini, Jacob. Aku ikut prihatin kau sedih. Aku
prihatin keadaan semakin memburuk dan bukan membaik.
Trims, Leah. Ia memikirkan hal-hal yang lebih buruk, gambar-gambar suram dalam pikiranku,
sementara aku berusaha menyembunyikan hal-hal itu darinya, tapi tidak begitu
berhasil. Leah bisa memandangnya tanpa melibatkan perasaan, dengan perspektif
berbeda, dan harus kuakui itu membantu. Aku bisa membayangkan mungkin aku akan
bisa melihatnya dengan cara seperti itu juga, beberapa tahun lagi.
la melihat sisi lucu dari hal-hal menjengkelkan yang terjadi setiap hari sebagai
akibat berdekatan dengan para vampir. Ia suka aku mengolok-olok Rosalie,
terkekeh dalam hati, dan bahkan memunculkan beberapa lelucon cewek pirang baru
dalam pikirannya yang bisa kupakai. Tapi kemudian pikirannya berubah serius,
wajah Rosalie terus terbayang dalam benaknya dengan cara yang membuatku bingung.
Tahukah kau apa yang sinting" tanya Leah.
Well... hampir semuanya sinting sekarang. Tapi apa maksudmu"
Si vampir pirang yang sangat kaubenci itu-aku justru bisa memahami sudut
pandangnya. Aku sempat menyangka ia bercanda, walaupun leluconnya sangat tidak lucu.
Kemudian, begitu aku sadar ia serius, amarah yang menjalari diriku sulit
dikendalikan. Untung kami tadi berpisah untuk berpatroli. Coba jaraknya cukup
dekat sehingga bisa kugigit...
Tunggu! Biar kujelaskan dulu!
Tidak mau mendengarnya. Aku cabut.
Tunggu! Tunggu! Leah memohon-mohon sementara aku berusaha menenangkan diri untuk
berubah wujud. Ayolah, Jake!
Leah, bukan begini caranya meyakinkan aku untuk mau menghabiskan lebih banyak
waktu denganmu di masa mendatang.
Ya ampun! Berlebihan banget reaksinya. Kau bahkan tidak tahu apa yang kumaksud.
Memangnya apa yang kaumaksud"
Kemudian tiba-tiba Leah berubah menjadi Leah yang dulu, yang keras hati karena
terlalu banyak merasa sedih.
Maksudku, tentang menjadi kelainan genetik, Jacob.
Kata-katanya yang bernada sinis membuatku tertegun. Aku sama sekali tidak
mengira amarahku akan langsung mereda.
Aku tidak mengerti Kau pasti bisa mengerti, seandainya kau tidak seperti mereka-mereka yang lain.
Kalau "urusan kewanitaanku"-Leah memikirkan istilah itu dengan nada sarkastistidak membuatmu kabur mencari perlindungan seperti cowok-cowok tolol lainnya,
kau pasti akan mengerti maksudnya.
Oh. Yeah, memang tidak ada di antara kami yang suka memikirkan hal-hal yang terjadi
pada Leah. Siapa yang mau" Tentu saja aku ingat betapa paniknya Leah pada bulan pertama
setelah ia bergabung dengan kawanan kami-dan aku ingat reaksiku yang sengaja
menghindari masalah itu, tidak mau memikirkannya, sama seperti yang lain. Karena
Leah tidak mungkin hamil - kecuali telah terjadi mukjizat yang bersifat
supranatural. Ia tidak pernah berpacaran dengan lelaki lain setelah putus dengan
Sam. Kemudian, setelah minggu demi minggu berlalu dan tidak pernah terjadi apaapa, barulah Leah sadar tubuhnya tak lagi mengikuti pola normal. Kengerian yang
ia alami - jadi apakah ia sekarang" Apakah tubuhnya berubah karena ia menjadi
werewolf" Atau ia menjadi werewolf justru karena tubuhnya salah" Satu-satunya
werewolf wanita dalam sejarah. Apakah itu karena ia bukan wanita seutuhnya"
Tak seorang pun dari kami yang ingin berurusan dengan kepedihan hati leah.
Jelas, kami kan tidak bisa berempati padanya dalam hal itu.
Kau kan tahu mengapa menurut Sam kita harus mengalami imprint.
Jelas. Untuk meneruskan keturunan.
Benar. Untuk menghasilkan segerombolan werewolf kecil. Agar spesies ini tetap
ada, agar gennya tidak hilang. Kau tertarik pada orang yang memberimu kesempatan
terbaik untuk menurunkan gen serigala.
Aku menunggu Leah menumpahkan semua unek-uneknya padaku.
Seandainya aku bisa melakukannya, Sam pasti akan tertarik padaku.
Kepedihan hati Leah begitu terasa hingga membuatku memacu lari lebih kencang.
Tapi aku tidak bisa. Ada yang tidak beres denganku. Rupanya aku tidak memiliki
kemampuan menurunkan gen itu, padahal aku berasal dari garis keturunan binatang.
Aku jadi makhluk aneh serigala cewek yang tidak ada gunanya. Aku mengalami
kelainan genetik dan kita berdua tahu itu.
Itu tidak benar, aku membantah kata-katanya. Itu kan hanya teori Sam. Imprint
memang terjadi, tapi kita tidak tahu mengapa. Billy justru berpikir lain.
Aku tahu, aku tahu. Menurut pendapat Billy, imprint terjadi agar kita menjadi
serigala yang lebih kuat. Karena kau dan Sam bertubuh sangat besar-lebih besar
daripada ayah-ayah kita. Tapi bagaimanapun, aku tetap tidak bisa menjadi
kandidat. Aku... aku sudah mengalami menopause. Umurku baru dua puluh tahun tapi
aku sudah menopause. Ugh. Aku benar-benar tidak ingin membicarakan hal ini. Kau kan tidak tahu itu,
Leah. Mungkin ini berkaitan dengan masalah tidak bisa menua itu. Kalau kau
berhenti jadi serigala dan mulai menua lagi, aku yakin keadaan akan... eh...
kembali seperti semula. Sebenarnya aku juga akan berpikir begitu-tapi masalahnya, tidak ada yang terimprint padaku, padahal latar belakang keluargaku mengesankan. Kau tahu, Leah
menambahkan dengan sikap serius, kalau tidak ada kau, Seth mungkin yang paling
memiliki peluang untuk menjadi Alfa-melalui darahnya, setidaknya. Tentu saja,
tidak ada yang akan mempertimbangkan aku...
Apa sih yang sebenarnya kauinginkan, meng-imprint, di-imprint, atau apa"
tuntutku. Memangnya kenapa kalau kau jatuh cinta saja seperti orang normal
lainnya, Leah" Imprint itu sama saja dengan tidak memberimu pilihan.
Sam, Jared, Paul Quil... sepertinya mereka tidak keberatan.
Ah, mereka kan memang tidak bisa berpikir sendiri. Jadi kau tidak mau terkena
imprint" Ya nggak dong! Itu karena kau sudah jatuh cinta pada Bella. Perasaan itu akan hilang, tahu,
kalau kau terkena imprint. Kau tidak perlu lagi sakit hati karena dia.
Apa kau ingin melupakan perasaanmu terhadap Sam"
Leah menimbang-nimbang sejenak. Kurasa ya.
Aku mengembuskan napas. Berarti Leah lebih sehat daripada aku.
Tapi kembali ke maksud utamaku tadi, Jacob. Aku mengerti mengapa vampir pirang
itu begitu dingin-dalam arti kiasan. Itu karena ia fokus. Perhatiannya tertuju
pada hadiahnya, bukan" Karena kau selalu menginginkan apa yang takkan pernah
bisa kaumiliki. Jadi kau akan bersikap seperti Rosalie" Kau bersedia membunuh orang-karena
itulah yang dilakukannya sekarang, memastikan tidak ada yang menghalangi
kematian Bella-kau akan melakukan semua itu demi mendapatkan seorang bayi" Sejak
kapan kau jadi suka beranak"
Aku hanya menginginkan pilihan yang tidak kumiliki, Jacob. Mungkin, kalau tidak
ada yang tidak beres denganku, hal itu takkan terpikirkan olehku.
Kau rela membunuh demi itu" desakku, tidak membiarkannya tidak menjawab
pertanyaanku. Bukan itu yang ia lakukan. Kurasa lebih tepat disebut ia mengambil risiko
kelewat besar. Tapi... kalau Bella memintaku membantunya dalam hal ini... Leah
terdiam sejenak, menimbang-nimbang. Walaupun aku tidak begitu suka padanya,
mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama dengan yang di-lakukan si pengisap
darah pirang. Geraman nyaring menyeruak dari sela-sela gigiku.
Karena, kalau situasinya dibalik, aku pasti ingin Bella melakukan yang sama
terhadapku. Begitu juga Rosalie. Kami berdua akan melakukannya seperti yang
dilakukan Bella. Ugh! Kau sama parahnya dengan mereka!
Di situlah anehnya kalau kau tahu kau tak bisa memiliki sesuatu. Membuatmu jadi
putus asa. Dan... cukup sudah. Aku tak sanggup lagi. Pembicaraan berakhir di sini. Baiklah.
Kesepakatan Leah untuk menyudahinya belum cukup bagiku. Aku membutuhkan


Breaking Dawn Twilight Buku Ke 4 Karya Stephenie Meyer di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepastian yang lebih kuat daripada itu.
Aku berada kira-kira 800 meter dari tempatku meninggalkan pakaianku tadi, maka
aku pun berubah wujud menjadi manusia dan berjalan kaki. Aku tidak memikirkan
percakapan kami tadi. Bukan karena tak ada yang dipikirkan, tapi karena aku tak
sanggup lagi. Aku tidak ingin melihatnya dari sudut pandang itu -tapi karena
Leah telah memasukkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya ke dalam
pikiranku, lebih sulit bagiku mengabaikannya.
Yeah, aku takkan lari dengan Leah kalau semua ini berakhir. Masa bodoh kalau ia
merana di La Push. Satu petintah terakhir dari Alfa sebelum aku pergi untuk
selama-lamanya takkan merugikan siapa pun.
*** Hari masih sangat pagi waktu aku sampai di rumah. Bella mungkin masih tidur.
Kupikir aku akan mampir sebentar, mengecek keadaan, memberi mereka lampu hijau
untuk pergi berburu, kemudian menemukan sepetak rumput hijau lembut untuk alas
tidur sebagai manusia. Aku tidak mau berubah wujud sampai Leah tidur.
Tapi kemudian terdengar gumaman pelan di rumah, jadi Bella mungkin tidak tidur.
Kemudian aku mendengar suara mesin dari lantai atas-suara mesin rontgen" Hebat.
Kelihatannya perhitungan mundur ke hari keempat sudah dimulai dengan heboh.
Alice sudah membukakan pintu untukku sebelum aku sempat melangkah masuk.
Ia menggodaku. "Hei, serigala."
"Hei, pendek. Ada apa di atas?" Ruangan besar itu kosong- suara gumaman-gumaman
tadi berasal dari lantai dua.
Alice mengangkat bahu mungilnya. "Mungkin ada tulang yang patah lagi." Ia
berusaha mengucapkan kata-kata itu dengan nada sambil lalu, tapi bisa kulihat
kecemasan membayang di matanya. Edward dan aku bukan satu-satunya yang
mencemaskan keadaan ini. Alice juga menyayangi Bella.
"Rusuk lagi?" tanyaku parau.
"Bukan. Kali ini tulang pinggul."
Lucu juga bagaimana setiap informasi selalu menghantamku begitu rupa, seolaholah setiap hal baru merupakan kejutan. Setiap musibah baru tampak jelas kalau
dilihat lagi ke belakang.
Alice memandangi kedua tanganku, melihatnya gemetar. Kemudian kami mendengar
suara Rosalie di lantai atas. "Tuh kan, sudah kubilang aku tadi tidak mendengar
suara berderak. Pendengaranmu yang harus diperiksa, Edward" Tak ada sahutan.
Alice mengernyitkan muka. "Kalau begini, lama-lama Edward bakal mencabik-cabik
habis Rose. Heran juga aku dia tidak menyadari hal itu. Atau mungkin dia mengira
Emmett pasti bisa menghentikan Edward."
"Biar aku yang menghadapi Emmett," aku menawarkan diri. "Kau bisa membantu
Edward mencabik-cabik dia."
Alice tersenyum kecil. Saat itulah mereka menuruni tangga-kali ini Edward yang memapah Bella. Bella
memegang cangkir berisi darah dengan dua tangan, wajahnya pasi. Kentara sekali
bahwa, walaupun Edward sedapat mungkin berusaha menyangganya, namun setiap
langkah, walau sekecil apa pun, membuat Bella kesakitan.
"Jake," bisik Bella, tersenyum di sela-sela sakitnya.
Kupandangi dia, tidak mengatakan apa-apa.
Edward mendudukkan Bella hati-hati di sofa, lalu ia sendiri duduk di lantai,
dekat kepalanya. Sekilas aku sempat heran mengapa mereka tidak meninggalkan
Bella di lantai atas, tapi kemudian menyimpulkan ini pasti keinginan Bella
sendiri. Ia ingin bersikap seolah-olah keadaannya normal-normal saja, dengan
menjauhi suasana rumah sakit. Dan Edward menuruti apa saja kemauan Bella.
Seperti biasa. Carlisle yang terakhir turun, pelan-pelan menuruni tangga, wajahnya berkerutkerut waswas. Sekali ini wajahnya jadi terlihat cukup tua untuk menjadi dokter.
"Carlisle," seruku. "Kami berpatroli sampai setengah jalan menuju Seatle. Tak
ada tanda-tanda kehadiran para kawanan. Kalian aman untuk pergi."
"Terima kasih, Jacob. Waktunya tepat sekali. Banyak sekali yang kami butuhkan,"
Mata hitamnya berkelebat ke cangkir yang dipegang Bella erat-erat.
"Jujur saja, menurutku cukup aman bila kau membawa lebih dari tiga orang. Aku
sangat yakin Sam sekarang sedang berkonsentrasi mengawasi La Push."
Carlisle mengangguk setuju. Kaget juga melihatnya langsung menerima saranku.
"Kalau menurutmu begitu. Alice, Esme, Jasper, dan aku akan pergi. Kemudian Alice
bisa mengajak Emmett dan Rosa... "
"Tidak perlu," desis Rosalie. "Emmett bisa pergi bersamamu sekarang."
"Kau harus berburu" kata Carlisle lembut.
Nada Carlisle tak sanggup melunakkan hati Rosalie. "Aku baru akan berburu kalau
dia juga berburu," geram Rosalie, menyentakkan kepala ke arah Edward, kemudian
mengibaskan rambut. Carlisle mendesah. Jasper dan Emmett serta-merta menghambur menuruni tangga, dan Alice langsung
bergabung bersama mereka di dekat pintu kaca belakang. Detik itu juga Esme tiba
ke sisi Alice. Carlisle meletakkan tangannya di lenganku. Walaupun sentuhannya yang dingin
terasa tidak menyenangkan, tapi aku tidak menyentakkannya. Aku diam saja, separo
terkejut dan separo lagi karena aku tak ingin melukai perasaannya.
"Terima kasih," kata Carlisle lagi, kemudian ia melesat keluar pintu bersama
keempat vampir yang lain. Mataku mengikuti saat mereka terbang melintasi halaman
dan sudah lenyap sebelum aku sempat menarik napas. Kebutuhan mereka ternyata
lebih mendesak daripada yang kukira.
Sesaat tak terdengar suara apa-apa. Aku bisa merasakan seseorang memandangiku
dengan garang, dan aku tahu siapa dia. Sebenarnya aku berniat cabut dan tidur
sebentar, tapi sayang rasanya melewatkan kesempatan mengacaukan pagi Rosalie.
Maka aku pun melenggang menuju sofa berlengan persis di sebelah sofa yang
diduduki Rosalie dan duduk di sana, menjulurkan kedua kaki sehingga kepalaku
terkulai ke arah Bella dan kaki kiriku berada dekat dengan wajah Rosalie.
"Hueek. Tolong keluarkan si anjing dari rumah," gumam Rosalie, mengernyitkan
hidung. "Sudah dengar yang ini belum, Psikopat" Bagaimana caranya sel-sel otak cewek
pirang mati?" Ia tidak mengatakan apa-apa.
"Woo" tanyaku, "Kau tahu jawabannya atau tidak?"
Rosalie terang-terangan memandangi pesawat TV dan mengabaikan aku.
"Dia sudah mendengarnya belum?" tanyaku pada Edward.
Tak ada ekspresi geli sama sekali di wajah Edward yang tegang ia tak mengalihkan
matanya sedikit pun dari Bella. Tapi ia menjawab, "Belum."
"Asyik. Kau bakal suka mendengar yang satu ini, pengisap darah sel-sel otak
cewek pirang mati sendirian"
Rosalie tetap tidak melihat ke arahku. "Aku sudah membunuh seratus kali lebih
banyak daripada kau, binatang menjijikkan. Jangan lupa itu."
"Suatu hari nanti, Ratu Kecantikan, kau akan bosan jika hanya mengancamku. Aku
tak sabar lagi menunggu saat itu."
"Cukup, Jacob," sergah Bella.
Aku menunduk, dan Bella merengut menatapku. Kelihatannya suasana hatinya yang
baik kemarin sudah lama lenyap.
Well, aku tidak mau mengganggu Bella. "Kau ingin aku pergi saja?" aku
menawarkan. Belum lagi aku sempat berharap-atau sempat merasa takut-bahwa Bella pada
akhirnya muak juga padaku, Bella mengerjapkan mata, dan cemberutnya kontan
lenyap. Tampaknya ia benar-benar shock aku bisa mengambil kesimpulan seperti
itu. "Tidak! Tentu saja tidak."
Aku mengembuskan napas, dan kudengar Edward juga mengembuskan napas pelan. Aku
tahu ia juga berharap Bella bosan padaku. Sayang ia tak pernah meminta Bella
melakukan apa pun yang bakal membuatnya merasa tidak bahagia.
"Kau kelihatan capek," komentar Bella.
"Capek setengah mati," aku mengakui.
"Aku kepingin sekali membuatmu mati sungguhan," gumam Rosalie, suaranya sangat
pelan hingga Bella tak bisa mendengar.
Aku terenyak semakin dalam di kursi, merasa nyaman. Kakiku yang telanjang
berayun-ayun semakin dekat dengan Rosalie, dan ia mengejang. Beberapa menit
kemudian Bella meminta Rosalie mengisi ulang cangkirnya. Aku merasakan embusan
angin saat Rosalie melesat ke lantai atas untuk mengambil darah lagi. Suasana
sangat sunyi. Lebih baik aku tidur sebentar, pikirku.
Kemudian Edward bertanya, "Kau mengatakan sesuatu, ya?" dengan nada bingung.
Aneh. Karena tidak seorang pun berbicara, dan karena pendengaran Edward sama
tajamnya dengan pendengaranku, ia seharusnya tahu tidak ada yang berbicara.
Edward memandangi Bella, dan Bella membalas pandangannya. Mereka berdua samasama bingung. "Aku?" tanya Bella sedetik kemudian. "Aku tidak mengatakan apa-apa."
Edward mengubah posisinya menjadi berlutut, mencondongkan tubuh ke arah Bella,
ekspresinya berubah sama sekali, mendadak terlihat intens. Mata hitamnya
terfokus pada wajah Bella.
"Apa yang sedang kaupikirkan sekarang ini?" Bella menatapnya hampa. "Tidak ada.
Memangnya ada apa?" "Apa yang kaupikirkan satu menit yang lalu?" tanya Edward.
"Hanya... Pulau Esme. Dan bulu-bulu."
Kedengarannya Bella asal menjawab saja, tapi kemudian pipinya memerah, dan aku
merasa itu pasti sesuatu yang lebih baik tidak usah kuketahui.
"Katakan sesuatu yang lain," bisik Edward.
"Apa misalnya" Edward, ada apa sebenarnya?"
Wajah Edward berubah lagi, dan ia melakukan sesuatu yang membuat mulutku
ternganga dengan suara terkesiap. Aku mendengar suara seseorang tersentak di
belakangku, dan aku tahu Rosalie sudah kembali, sama tercengangnya denganku.
Edward, dengan sangat ringan, meletakkan kedua tangannya di perut Bella yang
besar dan bundar. "Si ja... " Edward menelan ludah. "Dia-, si bayi suka mendengar suaramu,"
Sesaat suasana sunyi senyap. Aku tak mampu menggerakkan satu otot pun, bahkan
berkedip pun tidak bisa. Kemudian...
"Astaga, kau bisa mendengarnya" teriak Bella. Detik berikutnya, ia meringis.
Tangan Edward bergerak ke puncak perut Bella dan dengan lembut mengusap-usap
tempat bayi tadi menendang perutnya.
"Ssst," bisik Edward. "Kau membuatnya kaget... "
Mata Bella membelalak dan terlihat takjub. Ia menepuk-nepuk bagian samping
perutnya. "Maaf, baby."
Edward mendengarkan dengan saksama, kepalanya ditelengkan ke arah perut yang
membuncit. "Apa yang dia pikirkan sekarang?" tuntut Bella penuh semangat.
"Dia... dia... " Edward terdiam dan mendongak menatap mata Bella. Matanya
dipenuhi ketakjuban yang sama-hanya saja ketakjuban Edward lebih hati-hati dan
ragu. "Dia bahagia" kata Edward takjub.
Napas Bella tersentak, dan mustahil tidak melihat kilau fanatik di matanya.
Penuh cinta dan pemujaan. Butir-butir besar air mata menggenangi pelupuk matanya
dan menetes tanpa suara menuruni wajah dan membasahi bibirnya yang tersenyum.
Saat Edward menatap Bella, wajahnya tidak dipenuhi takut atau marah atau
tersiksa atau ekspresi lain yang membayanginya sejak mereka kembali. Ia ikut
kagum bersama Bella. "Tentu saja kau bahagia, bayi manis, tentu saja kau bahagia," ucap Bella dengan
nada merdu penuh sayang, mengusap-usap perutnya sementara air mata membanjiri
wajahnya. "Bagaimana mungkin kau tidak bahagia, aman, hangat, dan dicintai" Aku
sayang sekali padamu, Ed kecil, tentu saja kau bahagia."
"Kau memanggilnya apa tadi?" tanya Edward dengan sikap ingin tahu.
Wajah Bella lagi-lagi memerah. "Sebenarnya aku sudah memberinya nama. Kupikir
Anak Naga 8 Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An Pedang Sakti Tongkat Mustika 19

Cari Blog Ini