Ceritasilat Novel Online

Titik Muslihat 11

Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown Bagian 11


sebelumnya dalam politik Amerika.
Hidup penuh dengan keputusan sulit, pikirnya. Dan para pemenang adalah mereka
yang membuat keputusan sulit itu.
Gabrielle Ashe sudah pernah melihat sorot mata seperti itu dalam mata Sexton.
Ambisi buta. Dia takut akan hal itu. Dan kali ini dia menyadarinya dengan alasan
yang baik. Sexton jelas siap mempertaruhkan nyawa putrinya supaya dapat menjadi
orang pertama yang mengumumkan kebohongan NASA.
"Tidakkah kau lihat bahwa kau sudah menang?" tanya Gabrielle. "Tidak mungkin
Zach Herney dan NASA akan selamat dalam skandal ini. Tidak peduli siapa yang
mengumum kan hal itu! Tunggu sampai kautahu Rachel selamat. Tunggu sampai kau
berbicara dengan Pickering!"
Jelas Sexton sudah tidak mendengarkan Gabrielle lagi. Dia lalu membuka lacinya,
dan mengeluarkan selembar kertas timah di mana terdapat belasan stiker segel
dari lilin seukuran koin lima sen dengan inisial Sexton di bagian atasnya.
Gabrielle tahu, Sexton selalu menggunakan segel itu hanya untuk undangan resmi,
tetapi kali ini tampaknya Sexton berpikir bahwa segel lilin berwarna merah itu
akan memberi sentuhan dramatis dalam setiap amplopnya. Sambil melepaskan stiker
segel itu dari kertas timah, Sexton menempelkan masing-masing satu segel di
bagian tengah dari tutup amplop itu untuk menyegelnya seperti sebuah surat
formal. Jantung Gabrielle sekarang berdenyut dengan kemarahan baru. Dia teringat dengan
gambar cek-cek digital di dalam komputer Sexton. Jika dia mengatakan sesuatu,
Gabrielle tahu, Sexton hanya tinggal menghapus bukti itu. "Jangan lakukan ini,"
katanya, "atau aku akan mengumumkan perselingkuhan kita."
Sexton tertawa keras ketika dia menempelkan segel senator itu di sebuah amplop.
"Benarkah" Dan kaupikir mereka akan memercayaimu - seorang asisten yang haus akan
kekuasaan mau mengabaikan posisinya dalam pemerintahanku dan membalas dendam
dengan cara apa saja" Aku sudah pernah membantah tentang hubungan gelap itu, dan
semua orang memercayai aku. Aku bisa menyangkalnya lagi dengan mudah."
"Gedung Putih memiliki foto-foto itu," bantah Gabrielle. Sexton bahkan tidak
memerdulikannya. "Mereka tidak memiliki foto-foto. Dan jika memang mereka
memilikinya, itu semua tidak ada artinya." Dia kemudian menempelkan segel yang
terakhir. "Aku memiliki kekebalan. Amplop-amplop ini sanggup menangkis semua
tuduhan itu." Gabrielle tahu Sexton benar. Dia merasa sangat tidak berdaya ketika Sexton
mengagumi hasil pekerjaannya. Di atas mejanya, tergeletak sepuluh amplop putih
dari linen yang terlihat begitu anggun. Nama Sexton berikut alamatnya tercetak
menonjol di atas amplop tersebut dan diamankan dengan segel merah bercap
inisialnya. Surat-surat ini terlihat seperti suratsurat kerajaan. Tetapi, rajaraja dinobatkan tanpa harus memiliki alasan yang begitu kuat seperti informasi
di dalam amplop itu. Sexton mengambil amplop-amplop itu dan bersiap pergi. Gabrielle melangkah
menghalanginya. "Kau membuat kesalahan. Ini dapat ditunda."
Mata Sexton menembus ke dalam mata Gabrielle. "Aku telah membuatmu menjadi
seperti sekarang ini, Gabrielle, dan sekarang aku memecatmu."
"Faks dari Rachel akan mengantarmu ke kursi Kepresidenan. Kau berutang pada
putrimu." "Aku sudah memberinya banyak hal."
"Bagaimana kalau ada yang terjadi pada dirinya?"
"Maka dia akan memperkuat jumlah suara dari para pemilihku yang bersimpati atas
nasibnya." Gabrielle tidak dapat memercayai pikiran seperti itu bisa terlintas dalam benak
Sexton, apalagi keluar dari bibirnya. Dengan rasa jijik, dia meraih telepon.
"Aku akan menelepon Gedung Pu - "
Sexton memutar tubuhnya dan menampar wajah Gabrielle dengan keras.
Gabrielle terhuyung ke belakang. Dia merasa bibirnya terluka. Sang asisten
pribadi itu mencengkeram tepian meja dan menegakkan tubuhnya sambil menatap
dengan pandangan tak percaya ke arah lelaki yang pernah dipujanya.
Sexton menatapnya dengan tajam. "Jika kau berpikir untuk mengkhianatiku dalam
hal ini, aku akan membuatmu menyesal sepanjang hidupmu." Sexton berdiri tegak
sambil mengepit amplop-amplop itu di bawah lengannya. Ada kilatan kasar yang
berbahaya dan membara di dalam mata Sexton.
Ketika Gabrielle keluar dari gedung kantor Senat dan memasuki udara malam yang
dingin, bibirnya masih mengeluarkan darah. Dia memanggil taksi lalu masuk ke
dalamnya. Kemudian, untuk pertama kalinya sejak kedatangannya ke Washington,
Gabrielle Ashe tidak dapat menahan perasaan nya lagi dan menangis tersedu-sedu.
127 KAPAL SELAM Triton jatuh ....
Michael Tolland terhuyung-huyung berdiri di atas dek yang miring dan melongok
melewati kumparan kabel jangkar ke arah kabel derek di mana biasanya Triton
tergantung. Lalu dia ber-balik ke arah buritan, dan mengawasi laut. Triton baru
saja muncul lagi ke permukaan air dari bawah Goya dan mulai terseret arus.
Karena merasa lega setidaknya kapal selam itu masih tetap utuh, Tolland kemudian
melihat ke arah tutup palka, dan sangat ingin melihatnya terbuka dan Rachel
keluar dari sana tanpa terluka. Tetapi tutup itu tetap tertutup. Tolland
bertanya-tanya apakah kepala Rachel terbentur sehingga membuatnya pingsan ketika
kapal selam itu terhempas dengan keras ke laut.
Bahkan dari atas dek,Tolland dapat melihat Triton mengambang rendah tidak
seperti biasanya di air - jauh di bawah garis air yang normal bagi Triton. Triton
tenggelam. Tolland tidak dapat membayangkan kenapa bisa begitu, tetapi apa pun
alasan-nya, tidak penting untuk saat itu.
Aku harus mengeluarkan Rachel. Sekarang.
Ketika Tolland berdiri untuk bergegas pergi dari tepi dek, rentetan peluru dari
senapan mesin meledak di atasnya, dan menerjang kumparan kabel jan gkar di atas
kepalanya. Dia menjatuhkan diri lagi, dan berlutut. Sialan! Dia mengintip di
balik kumparan dan melihat Pickering sedang berdiri di dek di lantai atas,
sedang membidik ke arahnya seperti seorang penembak jitu. Delta-One tadi
menjatuhkan senapan mesinnya ketika meloncat masuk ke dalam helikopter, dan
Pickering tampaknya telah mengambil senapan mesin itu. Sekarang sang direktur
NRO berhasil mencapai dek yang lebih tinggi.
Terjebak di balik kumparan, Tolland melihat kembali ke arah Triton yang sedang
tenggelam.Ayo Rachel keluarlah! Dia menunggu tutup palka itu terbuka. Tetapi
tidak ada ge-rakan di bawah sana.
Ketika melihat kembali ke dek Goya, mata Tolland mengukur-ukur area terbuka yang
membentang di tempat dia bersembunyi dengan pagar buritan. Dua puluh kaki. Jarak
yang terlalu jauh untuk ditempuh tanpa perlindungan.
Tolland menarik nafas panjang dan memutuskan sesuatu. Dia lalu membuka
kemejanya, lalu melemparkannya ke sebelah kanannya ke arah dek yang terbuka.
Ketika Pickering menembak kemeja itu hingga berlubang-lubang, Tolland berlari ke
sebelah kiri menuruni dek yang miring dan membelok ke arah buritan dengan
lompatan yang terburu-buru dia melemparkan dirinya melewati pagar di buritan,
dan melompat dari bagian belakang kapal. Ketika sedang melayang tinggi dia
udara, ia mendengar desingan peluruh di sekelilingnya, dan dia tahu jika satu
peluruh saja berhasil menggores tubuhnya, dia akan menjadi santapan hiu-hiu di
bawah sana begitu dia menyentuh air.
RACHEL SEXTON merasa seperti hewan liar yang terperangkap di dalam kandang. Dia
sudah mencoba lagi dan lagi tanpa hasil. Dia dapat mendengar sebuah tangki
dibawah -nya mulai terisi air, dan dia merasa kapal selam itu bertambah berat.
Kegelapan lautan bertambah inci demi inci melewati kubah cerobong pandang di
hadapannya ini, seperti tirai hitam yang naik dari bawah.
Melalalui bagian bawah kubah kapal selam yang terbuat dari kaca, Rachel dapat
melihat lautan luas yang begitu lengang seperti kuburan. Lautan yang luas dan
kosong di bawah itu seperti mengancam untuk menelannya bulat-bulat. Dia kembali
meraih pembuka pintu palka dan berusaha memutarnya agar terbuka sekali lagi,
tetapi pintu itu tidak bergerak. Paru-parunya mulai sesak. Aroma pengap dari
karbon dioksida terasa pedas di dalam hidungnya. Diantara semuanya itu, satu
perasaan datang berulang-ulang dan menghantuinya.
Aku akan mati sendirian di bawah air.
Dia mengamati panel pengendali dan tuas-tuas di kapal selam Triton untuk mencari
sesuatu yang dapat membantunya, tetapi semua petunjukknya tidak menyala. Kapal
selam ini mati. Sekarang Rachel terkunci di dalam sebuah ruang baja yang menutup
rapat dan tenggelam ke dasar laut.
Bunyi menggelegak dari tangki itu terdengar lebih cepat sekarang dan air laut
naik menjadi beberapa kaki ke atas puncak kubah kaca. Dikejauhan, di seberang
permukaan datar yang tak terbatas itu, segaris warna kemerahan terlihat
menghiasi cakrawala. Pagi sedang menjelang. Rachel takut itu adalah cahaya
terakahir yang akan dilihatnya. Dia kemudian memejamkan matanya untuk melupakan
semua kenyataan yang akan menimpanya, lalu dia merasakan hadirnya gambaran masa
kanak-kanaknya menyerbu pikirannya.
Jatuh menembus lapisan es. Menggelincir di bawah air Tidak dapa bernapas. Tidak
mampu menangkat tubuhnya sendiri. Tenggelam.
Ibunya memanggil-manggilnya. "Rachel! Rachel!"
Bunyi hantaman di luar kapal selam segera membangunkan Rachel dari lamunannya.
Matanya tersentak terbuka.
"Rachel!" Suara itu terdengar tidak jelas. Seraut wajah seperti hantu muncul di
depan kaca, dan bergerak naik-turun, sementara rambutnya yang berwarna gelap
berkibar-kibar. Rachel hampir tidak dapat mengenalinya di dalam kegelapan.
"Michael!" TOLLAND NAIK ke permukaan menghembuskan napas, dan merasa lega karena melihat
Rachel masih bergerak di dalam kapal selam. Dia masih hidup. Setelah itu Tolland
bere-nang dengan kayuhan yang kuat ke bagian belakang Triton dan memanjat ke
atas bagian datar yang merupakan mesin kapal selam itu. Arus lautan terasa panas
dan berat di sekitarnya ketika dia menempatkan dirinya untuk meraih roda pembuka
pintu palka, dan menjaga tubuhnya agar tetap rendah dengan harapan Pickering
tidak dapat menembaknya. Lambung Triton sekarang hampir seluruhnya berada di bawah air, dan Tolland tahu
jika dia ingin membuka pintu palka dan menarik Rachel keluar, dia harus bergerak
dengan cepat. Pintu palka yang harus dibuka Tolland itu masih sepuluh inci di
atas permukaan air, tetapi ia terus turun dengan cepat. Begitu pintu palka sudah
tenggelam, membukanya berarti memasukkan air laut dengan deras ke dalam Triton,
dan memerangkap Rachel di dalam serta membuat Triton tenggelam dengan cepat Ke
dasar laut. "Sekarang atau tidak pernah," serunya sambil membuka roda pembuka pintu palka
dan memutarnya berlawanan dengan arah jarum jam. Tidak bergerak. Dia mencoba
lagi dengan mengerahkan seluruh tenaganya. Sekali lagi, pintu itu tidak mau
terbuka. Dia dapat mendengar Rachel di dalam, di sisi lain di balik pintu itu. Suara
Rachel seperti tertahan, tetapi Tolland merasakan ketakutannya. "Aku sudah
mencobanya!" teriak Rachel. " Aku tak dapat memutarnya!"
Sekarang air sudah memukul-mukul tepian pintu. "Putar bersama-sama!" Tolland
berteriak kepadanya. "Kau didalam, searah jarum jam!" Tolland tahu putaran itu
diberi petunjuk jelas. " Baik sekarang!"
Tolland mempersiapkan dirinya membuka tutup pintu palka itu kemudian berusaha
dengan seluruh tenaganya. Dia dapat mendenga Rachel juga melakukan hal yang
sama. Putaran itu bergerak setengah inci dan lalu macet total.
Sekarang Tolland melihatnya. Tutup pintu itu tidak terpasang dengan rata pada
tepiannya. Seperti tutup botol selai ditutupkan dengan miring dan diputar rapat,
pintu itu menjadi macet. Walau segel karetnya terpasang dengan baik, tetapi
pintu palkanya sudah penyok karena terjangan peluru sehingga satu-satunya cara
untuk membukanya adalah dengan obor las.
Ketika bagian atas kapal selam itu tenggelam di bawah permukaan air, Tolland
merasa sangat ketakutan. Rachel Sexton tidak akan dapat keluar dari kapal selam
ini. DUA RIBU kaki di bawah permukaan laut, badan heli-kopter Kiowa yang rusak
tenggelam dengan cepat karena tertarik gravitasi dan pusaran kuat di kedalaman
laut. Di dalam kokpit-nya, tubuh Delta-One yang sudah tidak ber-nyawa lagi sudah
tidak dapat dikenali, hancur karena tekanan air di kedalaman laut.
Ketika pesawat itu tenggelam dengan gerakan berputar, rudal Hellfire masih
terpasang, sementara kubah magma yang menyala menunggunya di dasar laut seperti
landasan pendaratan yang merah menyala. Di balik lapisan kulit kubah magma
setebal tiga meter itu, puncak lava yang panas sedang membara dengan suhu tiga
ribu derajad celcius. Gunung berapi itu siap meledak.
128 TOLLAND BERDIRI dengan lutu terendam air di atas kotak mesin Triton yang sedang
tenggelam dan memutar otaknya untuk mengeluarkan Rachel.
Jangan biarkan kapal selam ini tenggelam!
Dia menatap Goya lagi, dan bertanya-tanya apakah mungkin untuk mengambil kerekan
untuk dihubungkan pada Triton supaya kapal selam itu tetap berada di dekat
permukaan.Tidak mungkin. Sekarang kapal Goya sudah berjarak lima puluh yard dan
Pickering sedang berdiri di atas anjungan seperti Kaisar Romawi di tempat duduk
terbaiknya untuk melihat arena pertarungan berdarah di dalam kolesium.
Berpikirlah! Kata Tolland pada dirinya sendiri. Kenapa kapal selam ini
tenggelam" Mekanisme daya apung kapal selam ini sangat sederhana : tangki pemberat yang
terpompa penuh dengan udara atau air akan menyesuaikan daya apung kapal selam
ini untuk menggerakkannya ke atas atau ke bawah di dalam air.
Jelas, tangki pemberatnya terisi penuh.
Tetapi seharusnya tidak begitu!
Setiap tangki pemberat kapal selam dilengkapi lubang atas dan lubang di
bawahnya. Lubang di bawah disebut "lubang masuk" dan selalu terbuka, sementara
lubang di atas sebut "katup pengeluaran" dan dapat dibuka dan ditutup untuk
mengeluarkan udara sehingga air dapat mengalir ke dalam tangki pemberat.
Mungkinkah katup pengeluaran Triton terbuka kerena sesuatu hal" Tolland tidak
dapat membayangkan kenapa bisa begitu. Ketika dengan kebingungan memeriksa tutup
mesin kapal selam itu, tangannya menyetuh salah satu tangki pemberat Triton
lainnya, jemarinya menyentuh sesuatu yang lain.
Lubang-lubang peluru. Sialan! Triton sudah bolong-bolong oleh terjangan peluru ketika Rachel melompat
ke dalam tadi. Tolland segera meluncur dan menyelam ke bawah kapal selam,
menyentuhkan tangannya dengan hati-hati ke tangki pemberat Triton yang lebih
penting - tangki negatif. Orang Inggris menyebut tangki ini "the down express."
Sementara orang Jerman menyebutnya "memakai sepatu penting". Apapun sebutannya,
artinya jelas. Tangki negatif, jika terisi penuh akan menenggelamkan kapal selam
itu. Ketika tangan Tolland merasakan sisi tangki itu, dia menemukan belasan lubang
peluru. Dia dapat merasakan derasnya air yang mengalir ke dalam. Triton sebentar
lagi akan tenggelam, entah Tolland menyukainya atau tidak.
Kapal selam itu sekarang berada tiga kaki di bawah permukaan air. Tolland lalu
bergerak ke haluan, dan menempelkan wajahnya ke kaca untuk melongok ke dalam
kubah. Rachel menggedor-gedor kaca dan berteriak-teriak. Nada ketakutan dalam
teriakan Rachel membuat Tolland merasa tidak berdaya. Untuk sesaat ingatannya
kembali ke rumah sakit yang dingin, menatap seorang perempuan yang dicintainya
meninggal dunia, dan dia tahu, dia tak dapat berbuat apa-apa. Sambil melayang di
bawah air di depan kapal selam yang tenggelam itu, Tolland berkata pada dirinya
sendiri, dia tidak boleh mengalami hal seperti itu lagi. Kau adalah seorang
pejuang. Kata Celia padanya, tetapi Tolland tidak mau selamat sendirian ... tidak
lagi. Paru-paru Tolland membutuhkan udara tetapi dia tetap berada di dalam air bersama
Rachel. Setiap kali Rachel memukul kaca, Tolland mendengar suara gelembung udara
menggelegak dan kapal selam itu menjadi semakin tenggelam. Rachel meneriakkan
sesuatu tentang air yang masuk di sekitar jendela.
Jendela kapal selam itu bocor.
Sebuah lubang peluru di jendela" Sepertinya tidak mungkin. Paru paru Tolland
terasa akan meledak, sehingga dia bersiap untuk ke permukaan. Ketika dia meraba
jendela yang terbuat dari bahan akrilik itu, jemarinya menyentuh tepian segel
karet yang terlepas. Lapisan penyegel di sekeliling jendela tampaknya telah
bergese r ketika kapal selam itu terjatuh tadi. Inilah penyebab kenapa kokpit
kapal selam itu bocor. Kabar buruk lagi!
Setelah berenang ke permukaan, Tolland menarik napas dalam-dalam sebanyak tiga
kali sambil berusaha menjernihkan pikirannya. Air yang mengalir memasuki kokpit
itu mempercepat tenggelamnya Triton. Kapal selam itu sudah lima kaki di bawah
permukaan air, dan Tolland hampir tidak dapat menyentuhnya lagi dengan kakinya.
Dia dapat merasakan Rachel menggedor-gedor dengan putus asa di lambung kapal
selam itu. Tolland hanya dapat memikirkan satu cara yang harus dilakukannya. Jika dia
menyelam ke bawah, menuju ke kotak mesin Triton dan menemukan selinder udara
bertekanan tinggi, dia dapat menggunakannya untuk meledakkan tangki pemberat
negatif. Walau mengh ancurkan tangki yan sudah rusak itu tidak akan menghasilkan
apa-apa, tetapi mungkin Triton dapat naik mendekati permukaan lagi selama


Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa menit sebelum tangki-tangki yan berlubang itu dimasuki air lagi.
Lalu apa" Tanpa adanya pilihan lainnya, Tolland bersiap untuk kembali menyelam. Sambil
manarik napas dalam-dalam, dia melebarkan paru-parunya lebih dari biasanya
hingga hampir terasa sakit. Kapasitas paru-paru lebih besar. Lebih banyak oksi
gen. Lebih lama menyelam. Tetapi ketika dia merasa paruparunya membesar dan
menekan tulang iganya, sebuah gagasan yang aneh muncul.
Bagaimana jika dia menambah tekanan di dalam kapal selam" Lapisan segel dibagian
kubah kapal selam itu sudah rusak. Mungkin jika Tolland dapat menambah tekanan
di dalam kokpit, dia dapat meledakkan seluruh jendela depan yang berbentuk kubah
itu hingga terlepas dari kapal selam dan mengeluarkan Rachel.
Dia mengembuskan napasnya kembali ke permukaan air untuk sesaat sambil mencoba
membayangkan kemungkinan tersebut. Betul betul masuk akal, bukan" Lagi pula
kapal selam itu dibuat agar kuat terhadap tekanan hanya dari satu arah. Kapal
selam harus mampu bertahan terhadap tekanan dari luar, tetapi hampir tidak mampu
bertahan terhadap tekanan dari dalam.
Terlebih lagi, Triton menggunakan katup katup regulator yang seragam untuk
mengurangi jumlah suku cadang yang dibawa Goya. Tolland dapat dengan mudah
melepaskan se lang pengisian yang terdapat di selinder bertekanan tinggi, dan
memasangnya ke regulator pasokan ventilasi darurat yang terdapat di sebalah kiri
kapal selam! Menambah takanan di bagian dalam kokpit, memang akan membuat Rachel
merasa sakit, tetapi hanya itulah jalan keluarnya.
Tolland menarik napas lagi dan menyelam.
Kapal selam itu sudah tenggelam sedalam delapan kaki sekarang, sementara arus
dan kegelapan membuat Tolland kesulitan untuk menempatkan diri. Begitu dia dapat
menemukan tabung bertekanan tinggi itu, Tolland dapat segera mencabut selang
tangki tersebut, dan bersiap untuk memompakan udara ke dalam kokpit. Ketika dia
memegang kenop pengatur tekanan, cat kuning menyala di sisi tangki dan
mengingatkannya betapa berbahayanya tindakannya itu. PERHATIAN TEKANAN UDARA
3.000 pon per inci persegi.
Tiga ribu pon per inci persegi, pikir Tolland. Harapannya adalah kubah kaca
Triton akan m eletup lepas dari kapal selam, sebelum tekanan di dalam kabin
menekan paru-paru Rachel. Tolland hanya mengerahkan selang bertekanan tinggi ini
kedalam sebuah balon air dan berdoa agar balon air itu dapat pecah dengan cepat.
Dia meraih kenop pengatur tekanan itu dan memutuskan pilihannya. Sambil
bergelantungan di bagian belakang kapal selam yang tenggelam, Tolland memutar
dan membuka katup yang bertekanan tinggi itu. Selang selinder bertekanan tinggi
langsung menjadi tegang, selanjutnya Tolland dapat mendengar udara membanjir ke
dalam kokpit dengan kuat sekali.
DI DALAM Triton tiba-tiba kepala Rachel terasa sakit sekali. Dia membuka
mulutnya untuk berteriak, tetapi udara memaksa masuk ke dalam paru-parunya
dengan sensasi menekan begitu menyakitkan sehingga dia seperti akan meledak.
Telinganya seperti mendengar gemuruh yang memekakkan, dan medorongnya menuju
ketidak-sadaran. Secara naluriah, dia memejamkan matanya rapat -rapat dan
menekankan kedua tangannya ke telinganya. Sekarang rasa sakit itu semakin
bertambah. Rachel mendengar bunyi gedoran tepat di depannya. Dia memaksakan diri untuk
membuka matanya hanya untuk melihat bayangan Michael Tolland di dalam air di
balik kegelapan. Wajahnya menempel pada kaca. Dia sedang memberikan isyarat pada
Rachel untuk melakukan sesuatu.
Tetapi apa" Rachel hampir tidak dapat melihatnya dalam kegelapan. Penglihatannya kabur, bola
matanya terganggu karena tekanan itu. Meski begitu, dia menyadari kapal selam
tenggelam dengan cepat hingga tak terjangkau sinar lampu-lampu Goya yang
menyorot ke bawah air. Di sekitarnya hanyalah kedalaman laut yang gelap.
TOLLAND MENEMPELKAN tubuhnya ke jendela Triton dan terus menggedor-gedor.
Dadanya terasa terbakar karena membutuhkan udara, dan dia tahu, dia harus naik
ke permukaan dalam beberapa detik lagi.
Dorong kaca ini! Dia memberi isyarat. Dia dapat mendengar udara bertekanan
tinggi memancar ke dalam kokpit dan menimbulkan gelembung-gelembung udara. Di
suatu tempat, segel pelapis dari karet yang melindungi sambungan jendela kaca
menjadi lebih longgar. Tangan Tolland meraba-raba mencari tepian, dan mencari
celah sehingga dia dapat menyelipkan jarinya. Tidak ada.
Ketika oksigen di paru-paru Tolland habis, daya penglihatannya juga menjadi
berkurang akibat kegelapan yang menyelimuti lautan di sekitarnya, dan dia
menggedor kaca itu untuk terakhir kalinya. Dia bahkan tidak dapat melihat Rachel
lagi. Terlalu gelap. Dengan sisa udara di dalam paru-parunya, dia berseru di
dalam air. "Rachel ... dorong ... kacanya!"
Kata-kata Toland keluar berupa gumaman gelembunggelembung yang tidak terdengar.
129 DI DALAM Triton kepala Rachel serasa seperti ditekan semacam alat penyiksa di
zaman Abad Pertengahan. Sambil setengah berdiri, Rachel membungkuk di samping
kursi kokpit dan merasakan kematian mendekatinya. Tepat di depannya, kubah kaca
setengah lingkaran itu memperlihatkan pemandangan yang kosong. Gelap. Gedoran
itu berhenti. Tolland sudah pergi. Dia telah meninggalkan Rachel. Desisan tekanan udara udara
yang menyembur dari atas, mengingatkan Rachel pada angin katabatik di Milne yang
memekakkan telinga. Lantai kapal selam itu sudah terisi air setinggi satu kaki
sekarang. Keluarkan aku! Beribu pikiran dan kenangan mulai mengalir dalam
pikirannya seperti kilatan sinar ungu.
Didalam kegelapan, kapal selam itu mulai miring, dan Rachel terhuyung-huyung
karena kehilangan keseimbangan. Dia tersandung kursi dan jatuh kedepan, menimpa
kubah setengah lingkaran di hadapannya. Bahunya terasa sakit sekali. Dia
mendarat jatuh terjerembab sehingga menimpa jendela, dan saat itu Rachel
merasakan sebuah sensasi tak terduga - tiba-tiba takanan dalam kapal selam itu
berkurang. Ketegangan di dalam telinganya mengendur dengan jelas, dan dia benarbenar mendengar bunyi gelegak udara keluar dari kapal selam itu.
Dia hanya membutuhkan waktu sekilas saja untuk memahami apa yang terjadi. Ketika
dia jatuh menimpa kubah, tubuhnya menekan jendela berbentuk bulat itu keluar
sedikit saja, namun cukup untuk membebaskan tekanan di dalam melalui karet segel
yang mulai longgar. Tentu saja kubah kaca itu juga longgar! Tiba-tiba Rachel
sadar apa yang Tolland maksudkan ketika dia menambah tekanan udara di dalam
kokpit. Dia berusaha meletupkan jendela!
Di atasnya, tabung tekanan Triton masih terus memompakan udara. Walau Rachel
terbaring di dalam, dia dapat merasakan tekanan itu bertambah lagi. Kali ini dia
lebih dapat menyambutnya, meskipun dia merasakan sesak napas yang hampir
membuatnya pingsan. Dia lalu berjuang untuk berdiri, dan menekan bagian dalam
kaca dengan seluruh kekuatannya.
Kali ini, tidak ada gelegak udara yang keluar. Kaca itu hampir tidak bergerak.
Dia membenturkan tubuhnya pada jendela itu lagi. Tidak ada perubahan. Luka di
bahunya terasa sakit, dan dia menatapnya. Darah itu kerin. Lalu dia bersiap
untuk mencoba lagi, tetapi dia tidak sempat. Kapal selam yang miring itu mulai
menukik ke belakang. Ketika kotak mesin Triton yang berat tak dapat bekerja lagi
karena tangkinya penuh terisi air, Triton berguling ke belakang dengan bagian
belakang yang tenggelam terlebih dahulu.
Rachel jatuh terjengkang dan menimpa dinding belakang kokpit. Setengah tenggelam
di air yang beriak, Rachel menatap ke atas ke arah kubah bocor yang melayang di
atasnya seperti kaca loteng raksasa.
Di luar hanya ada kegelapan ... dan ribuan ton air laut yang menekan ke bawah.
Rachel berusaha bangun, tetapi tubuhnya terasa mati dan berat. Sekali lagi,
kenangannya kembali berputar ke saat dia tenggelam di sungai yang beku.
"Berjuang, Rachel!" teriak ibunya sambil meraih ke bawah untuk menariknya keluar dari air.
"Raihlah tangan ibu!"
Rachel memejamkan matanya. Aku tenggelam. Sepatu skating-nya terasa seperti
beban pemberat dan menariknya ke bawah. Dia dapat melihat ibunya berbaring
telungkup di atas es dengan kedua tangan terbentang untuk menyebarkan berat
tubuhnya sendiri, dan mengulurkan tangannya ke balik lapisan es yang pecah itu.
"Tendang, Rachel!" Tendang dengan kakimu!"
Rachel menendang sekuat mungkin. Tubuhnya sedikit terangkat dari lubang es itu.
Ada secercah harapan. Ibunya meraihnya.
"Ya!" teriak ibunya. "Bantu aku mengangkatmu! Tendang dengan kakimu!"
Dengan ibunya menarik dari atas, Rachel menggunakan sisa kekuatannya untuk
menendang dengan sepatu skate-nya. Tendangan Rachel cukup membuat tubuhnya
terangkat, dan ibunya berhasil menyeretnya ke atas. Dia menyeret Rachel yang
basah kuyup hingga ke tepi pecahan lubang es sebelum menjatuhkan diri dan
menangis. Sekarang di dalam kelembapan dan panas yang bertambah di dalam kapal selam,
Rachel membuka matanya dan melihat kegelapan di sekitarnya. Dia mendengar ibunya
berbisik dari alam kubur. Suaranya jelas, meski dari dalam Triton yang sedang
tenggelam ini. Tendang dengan kakimu. Rachel mendongak dan melihat kubah di atasnya. Sambil mengumpulkan sisa
keberaniannya, Rachel merambat naik ke kursi kokpit yang sekarang poisinya
hampir horizontal seperti kursi dokter gigi. Rachel bersandar di punggungnya,
lalu menekuk kakinya sejauh mungkin, mengawahkan kakinya ke atas dan kemudian
menendangkannya ke depan. Dengan teriakan keras yang mengandung keputus-asaan
dan kekuatan, dia menendangkan kakinya ke tengah-tengah kubah akrilik itu. Dia
merasakan sakit yang menusuk-nusuk terasa hingga ke tulang keringnya, sehingga
otaknya terasa seperti berputar. Telinganya tiba-tiba mendenar gelegar dan
merasa tekanan di sekitarnya mereda dengan segera. Lapisan segel di sisi kiri
kubah itu terkelupas, dan sebagian jendela kaca yang besar itu terlepas,
mengayun terbuka seperti pintu lumbung.
Semburan air menerjang kapal selam dan mendorong Rachel kembali ketempat
duduknya. Air laut langsung menerobos masuk di sekitarnya, berputar di bawah
punggungnya, lalu sekarang mengangkatnya dari kursinya, melemparkannya
terjungkir balik, seperti kaus kaki di dalam mesin cuci. Rachel meraba-raba
tanpa melihat apa pun, mencari sesuatu untuk berpegangan, sementara dia berputar
tanpa kendali. Ketika kokpit dipenuhi dengan air, dia dapat merasa kapal selam
itu jatuh dengan cepat ke dasar lautan. Tubuhnya terdesak ke atas di dalam
kokpit, dan dia merasa terjepit. Sekumpulan gelembung menye rbu di sekitarnya,
memilinnya, menariknya ke sisi kiri dan ke atas. Selembar arkrilik yang keras
memukul pinggulnya. Saat itu juga dia bebas. Terpilin dalam kehangatan yang tak berujung dan terbentur ke dalam kegelapan
air, Rachel merasakan paruparunya membutuhkan udara. Ayo berenang ke atas! Dia
mencari cahaya, tetapi tidak melihat apapun. Dunianya tampak sama di segala
penjuru. Kegelapan. Tidak ada graviatsi. Tidak tahu yang mana atas, yang mana
bawah. Dalam serangan rasa takut yang segera menyerbunya, Rachel baru sadar dia tidak
tahu harus berenang ke mana.
RIBUAN KAKI di bawahnya, helikopter Kiowa yang tenggelam itu tertarik ke bawah
karena tekanan air yang semakin kuat. Lima belas rudal AGM-114 Hellfire antitank berkekuatan ledak tinggi masih terpasang di sana, sementara badan pesawat
itu menggeliat di bawah tekanan air, sehingga hulu ledaknya mengarah ke bawah.
Seratus kaki di dasar laut, kekuatan megaplume menangkap sisa-sisa tubuh
helikopter itu dan menghisapnya ke bawah, lalu membantingnya ke kulit kubah
magma yang merah panas. Seperti sebuah kotak korek api yang dinyalakan secara
berurutan, rudal Hellfire meledak, dan membuat lubang menganga menembus puncak
kubah magma. SETELAH TIBA di permukaan dan menghirup udara, Tolland menyelam kembali dengan
putus asa. Saat itu Michael Tolland sedang berada di kedalaman lima belas kaki
dan mencari-cari dalam kegelapan ketika rudal Hellfire meledak.
Cahaya putih menggelembung ke atas, dan menerangi gambaran yang memesona - sebuah
gam baran yang selalu diingatnya.
Rachel Sexton mengambang sepuluh kaki di bawah Tolland seperti sebuah boneka
kayu di dalam air. Di bawah Rachel, kapal selam Triton jatuh ke dalam dengan
cepat dengan jendela berbentuk kubah yang hampir lepas. Hiu-hiu dilingkungan itu
berpencar untuk mencari laut bebas, dan dengan jelas dapat merasakan bahaya yang
akan terjadi di sana. Kegembiraan Tolland ketika melihat Rachel keluar dari kapal selam langsung
lenyap karena disadarkan dengan apa akan yang segera terjadi. Sambil berusaha
mengingat posisi Rachel saat cahaya dari ledakan menghilang, Tolland kembali
menyelam dengan kuat, dan mengayuhkan tangannya ke arah Rachel.
RIBUAN KAKI di bawah sana, kulit magma yang hancur meledak berhamburan, gunung
api di bawah meletus, dan memuntahkan magma bersuhu 1.200 derajad celcius ke
laut. Lava yang sangat panas itu langsung membuat air menguap, dan menciptakan
tiang uap yang amat besar yang meluncur ke permukaan air menuju pusat megaplume.
Didorong oleh kandungan energi kinetik yang sama dari dinamika air yang menjadi
sumber kekuatan tornado, perpindahan energi secara vertikal dari uap yang
terbentuk tersebut dilawan oleh pusaran air anti-siklon yang mengelilingi tiang
uap tersebut dan memiliki energi yang berlawanan.
Berputar di sekitar pilar uap yang membumbung, arus laut mulai memilin kuat ke
bawah. Uang yang terlepas menciptakan penghisap besar yang menarik jutaan galon
air laut ke bawah dan kemudian bersentuhan dengan magma. Ketika air yang baru
tiba itu menyentuh dasar laut, air tersebut juga menjadi uap dan membutuhkan
jalan untuk melepaskan diri, lalu bergabung dengan pilar uap yang semakin besar
dan mendesak ke atas sambil menarik air lebih banyak lagi. Ketika lebih banyak
air lagi yang terhisap, pusaran air itu menjadi semakin kuat. Pilar uap
hidrotermal itu kemudian menjadi semakin panjang, dan pusaran air yang tinggi
menjulang itu menjadi lebih kuat dengan berlalunya detik demi detik. Ujung di
bagian atasnya bergerak dengan stabil menuju permukaan laut.
Sebuah lubang hitam di laut baru saja dilahirkan.
RACHEL MERASA seperti bayi di dalam rahim. Panas, dan diselimuti oleh kegelapan
yang basah. Pikirannya bercam -pur aduk di dalam kehangatan air yang gelap
gulita itu. Bernapas. Tetapi dia melawan refleks itu. Secercah cahaya yang
dilihatnya pasti berasal dari permukaan, tetapi dia tampak begitu jauh. Ini
hanya ilusi . Capai permukaan. Dengan lemah, Rachel mulai berenang ke arah
cahaya yang dilihatnya tadi. Sekarang dia melihat lebih banyak cahaya ... kilau
merah yang menakutkan di kejauhan. Sudah pagi" Dia berenang dengan lebih kuat
lagi. Tiba-tiba tangan seseorang menangkap pergelangan kakinya.
Rachel setengah berteriak di bawah air, dan hampir mengeluarkan sisa udara
terakhir di paru-parunya.
Tangan itu menariknya ke belakang, memilinnya, dan menunjukkan padanya arah yang
berlawanan. Rachel merasakan genggaman tangan yang sudah dikenalnya. Michael
Tolland ada di sana, dan menariknya ke arah yang berlawanan.
Pikiran Rachel berkata, Tolland sedang menariknya ke bawah. Tetapi hatin ya
berkata, Tolland tahu apa yang dilakukannya. Tendang dengan kakimu, suara ibunya
berbisik. Rachel menendang sekuat mungkin
130 BAHKAN KALAUPUN Tolland dan Rachel berhasil sampai di permukaan, Tolland tahu
segalanya sudah berakhir. Kubah magma meletus. Begitu puncak pusaran air
mencapai permukaan, tornado raksasa di bawah air itu akan mulai menarik
segalanya ke bawah. Anehnya, dunia di atas permukaan air tidak seperti fajar
yang tenang seperti yang dia lihat beberapa hari yang lalu sebelum meninggalkan
kapalnya. Keriuhan itu memekakkan telinganya. Angin bertiup keras menerpanya
seolah-olah sejenis badai telah datang ketika dia berada di bawah air.
Tolland merasa pusing karena kekurangan oksigen. Dia berusaha memegang Rachel
erat-erat di dalam air, tetapi Rachel seperti ditarik dari tangannya. Pasti
karena arus itu! Tolland berusaha untuk menahan Rachel lebih kuat lagi, tetapi
kekuatan yang tak terlihat itu menarik dengan lebih kuat, seperti mengancam akan
memisahkannya dengan Rachel. Tiba-tiba pegangannya terlepas, dan tubuh Rachel
meluncur dari tangannya - ke atas.
Dengan bingung, Tolland melihat tubuh Rachel terangkat keluar dari air.
DI ATAS sana, helikopter Coast Guard Osprey melayang dan menarik Rachel masuk ke
dalam pesawat mereka. Dua puluh menit yang lalu, Coast Guard menerima laporan
adanya letusan di laut.Karena kehilangan kabar dengan helikopter Dolphin yang
seharusnya berada di kawasan tersebut, mereka mulai mengkhawatirkan adanya
kecelakaan. Mereka kemudian mengetik koordinat terakhir helikopter Dolphin yang
mereka ketahui ke dalam sistem navigasi mereka dan berharap semuanya masih baikbaik saja. Kira-kira setengah mil dari Goya yang terang menderang mereka melihat sebuah
rongsokan yang terbakar dan hanyut terbawa arus. Rongsokan tersebut tampak
seperti sebuah perahu motor dan di dekatnya terlihat seorang lelaki di dalam air
sedang melambaikan lengannya dengan panik. Mereka manariknya masuk ke dalam
pesawat. Dia telanjang bulan - kecuali satu kakinya yang terbungkus selotip.
Dengan tubuh yang begitu letih, Tolland mendongak dan melihat perut bagian bawah
sebuah pesawat dengan kerekan nya yang bergemuruh. Bunyi yang memekakkan telinga


Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu ternyata adalah angin yang berasal dari baling-baling yang membuat
helikopter itu mengambang di udara. Ketika Rachel dinaikkan dengan tali
pengaman, sejumlah tangan yang kuat menariknya ke dalam badan pesawat. Ketika
Tolland melihat Rachel sudah diselamatkan, matanya kemudian melihat seorang
lelaki yang sudah tidak asing lagi sedang berjongkok dalam keadaan setengah
telanjang di ambang pintu.
Corky" Hati Tolland meluap gembira. Kau masih hidup!
Tali pengaman itu segera jatuh daari pesawat itu setelah selesai digunakan
Rachel. Tali itu mendarat sepuluh kaki jaraknya dari Tolland. Tolland ingin
berenang mencapainya, tetapi dia dapat merasakan sensasi menghisap dari
megaplume di bawahnya. Cengkraman arus laut yang datang terus-menerus itu
membungkusnya, dan seperti tidak mau melepaskannya.
Arus laut menariknya ke bawah. Tolland berjuang ke permukaan, tetapi tubuhnya
terasa begitu letih. Kau adalah seorang pejuang , seseorang mengatakan itu. Dia
menendang kedua kakinya, dan mendayung ke arah permukaan. Ketika dia tiba di
permukaan dengan angin yang menerpa dengan kuat, tali pengaman itu masih terlalu
jauh dari jangkauannya. Arus itu terus menariknya ke bawah. Mendongak ke atas
untuk melihat angin yang berputar-putar dengan ribut, Tolland melihat Rachel.
Rachel menatap ke bawah. Matanya ingin dia naik menemuinya.
Tolland harus mendayung empat kali dengan seluruh tenaganya untuk mencapai tali
pengaman itu, dia menyelipkan tangan dan kepalanya masuk ke dalam lubang
pengaman itu, dan kemudian dia roboh.
Saat itu juga, laut seperti menjauh dengan cepat di bawahnya.
Tolland melihat kebawah ketika pusaran air yang menganga itu melebar. Akhirnya,
megaplume itu mencapai permukaan.
WIILIAM PICKERING berdiri di atas anjungan kapal Goya dan memandang dengan
tatapan terpaku ketika dia melihat pemandangan yang terbentang di sekitarnya. Di
sisi kanan buritan Goya, sebuah tekanan berbentuk lembah terbentuk di permukaan
laut. Kolam arus itu berdiameter seratus yard dan semakin meluas dengan cepat.
Lautan ikut berputar di dalamnya, yang berlomba dengan kelembutan yang menakut
kan untuk meluncur masuk ke tepian kolam arus itu. Di sekelilingnya terdengar
suara erangan yang berat dan menggema keluar dari kedalaman. Pickering tidak
tahu apa yang harus dilakukannya ketika melihat lubang pusaran itu meluas ke
arahnya seperti mulut dewa yang menganga yang sedang meminta korban seperti
dalam dongeng-dongeng. Aku sedang bermimpi , pikir Pickering.
Tiba-tiba, dengan ledakan yang memecahkan kaca-kaca jendela di anjungan Goya,
pilar uap yang muncul dari dalam pusaran air itu berputar membumbung dan
menjulang tinggi ke langit. Pilar uap raksasa tersebut naik ke atas, mengge
legar, lalu puncaknya menghilang di langit gelap.
Seketika itu juga, dinding pilar uap itu membesar, sementara pusaran air di
bawahnya meluas dengan lebih cepat sekarang, sehingga melalap lautan dan semakin
mendekat ke arah Pickering. Buritan Goya terayun keras ke arah jurang yang
melebar itu. Pickering kehilangan keseimbangannya dan jatuh berlutut. Seperti
seorang anak kecil yang sedang berdoa, dia melihat ke bawah, ke arah jurang yang
mengembang lebar di bawahnya.
Pikiran terakhirnya tertuju pada putrinya, Diana. Dia berdoa putrinya tidak
mengalami ketakutan samacam ini ketika meninggal.
GUNCANGAN GELOMBANG yang timbul karena terlepasnya uap ke udara, melemparkan
helikopter Coast Guard Osprey ke samping. Tolland dan Rachel saling berpegangan
ketika si pilot akhirnya dapat menguasai keadaan dan membelok rendah di atas
Goya yang hancur. Saat melongok ke luar, Tolland dan Rachel dapat melihat
William Pickering - the Quaker - sedang berlutut bersama dengan jas dan dasi
hitamnya di pinggir pagar di dek atas kapal itu.
Ketika buritan kapal Goya terombang-ambing di tepi pusaran air yang hebat itu,
kabel jangkarnya akhirnya tertarik dan lepas. Dengan haluan terjungkit ke atas,
Goya terjungkit ke belakang, melewati tepian jurang air, dan terhisap masuk ke
dalam lubang pusaran air yan curam. Lampu-lampunya masih menyala dengan
benderang, ketika Goya akhirnya menghilang ke bawah laut.
131 PAGI HARI di Washington terlihat cerah dan segar.
Embusan angin menerbangkan dedaunan di bagian bawah Washington Monumen. Tugu
batu terbesar di dunia itu biasanya terbangun dengan damai bersama pantulan
kolam di hadapannya, tetapi pagi ini suasana di depannya kacau dengan keriuhan
para wartawan yang sedang berdesak-desakan. Semuanya berkerumun di sekitar
monumen itu dengan sangat bersemangat.
Senator Sedgewick Sexton merasa dirinya lebih besar daripada kota Washington itu
sendiri ketika dia melangkah keluar dari limusin dan berjalan seperti seeekor
singa ke arah area pers yang sedang menunggunya di depan monumen tersebut. Dia
memang telah mengundang sepuluh jaringan media terbesar nasional ke tempat ini
dan menjanjikan skandal terbesar dalam sepuluh tahun terakhir ini kepada mereka.
Tidak ada yang dapat mengundang burung pemakan bangkai selain arena kematian,
pikir Sexton. Ditangannya, Sexton memegang tumpukan amplop linen putih yang masing -masing
dihiasi segel lilin dengan mono gram inisialnya yang anggun. Jika informasi
memang adalah kekuatan, maka Sexton sekarang sedang membawa sebuah bom nuklir.
Dia merasa amat bersemangat ketika mendekati podium, dan merasa senang ketika
melihat panggung yang sudah didekorasi dengan "dua bingkai besar" yang terkenal
itu - partisi berukuran besar yang mengapit podiumnya seperti tirai berwarna biru
tua. Ini adalah trik lama yang digunakan Ronald Reagan untuk memastikan dirinya
lebih menonjol dari semua orang.
Sexton memasuki panggung dari sebelah kanan, dan berjalan keluar dari balik
partisi seperti seorang aktor keluar dari sayap panggung. Para wartawan dengan
cepat duduk di beberapa deretan kursi lipat yang menghadap podium. Di sebelah
timur, matahari baru saja bersinar melewati kubah Capitol Hill, dan memancarkan
sinar berwarna merah muda keemasan tepat ke wajah Sexton seperti cahaya dari
surga. Sebuah hari yang sempurna untuk menjadi seorang yang paling berkuasa di dunia.
"Selamat pagi, Ibu-ibu dan Bapak-bapak," kata Sexton sambil meletakkan amplopamplopnya di depannya. "Aku akan menyampaikan hal ini sesingkat dan sehalus
mungkin. Jujur saja, informasi yang ingin saya sampaikan kepada kalian adalah
sesuatu yang agak menggangu. Amplop-amplop ini berisi bukti penipuan yang
dilakukan pejabat pemerintah tertinggi. Saya merasa malu untuk mengatakan bahwa
Presiden baru saja menelepon saya setengah jam yang lalu dan memohon kepada saya
... ya memohon kepada saya ... agar tidak megumumkan bukti-bukti ini kepada publik.
" Dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi sedih. "Tetapi saya adalah orang
yang mempercayai kebenaran. Tidak peduli betapa menyakit kannya kebenaran itu."
Sexton terdiam sambil memainkan amplop-amplop itu seperti menggoda para hadirin
yang sedang duduk. Mata para wartawn itu mengikuti amplop-amplop itu ke kiri dan
ke kanan, seperti sekawanan anjing yang sedang menitikkan air liur karena
melihat makanan lezat yang sebentar lagi akan mereka santap beramai-ramai.
Presiden telah menelepon Sexton setengah jam yang lalu dan menjelaskan
segalanya. Herney juga telah berbicara dengan Rachel yang telah selamat dan
berada di dalam sebuah pesawat. Sepertinya Gedung Putih dan NASA tidak bersalah.
Mereka hanyalah penonton dalam kekacauan itu, sementara otak dari segalanya itu
adalah William Pickering.
Itu tak penting, pikir Sexton. Zach Herney tetap akan jatuh dengan keras.
Sexton berharap dia dapar berada di Gedung Putih sekarang untuk melihat reaksi
Presiden ketika dia mengetahui Sexton akan menumumkan informasi tersebut kepada
khalayak. Sexton sudah setuju untuk menemui Herney di Gedung Putih saat ini,
untuk membahas cara terbaik untuk menyam paikan kebenaran mengenai meteorit itu
kapada masyarakat Amerika. Mungkin sekarang Herney sedang berdiri di depan
televisi dan merasa tekejut ketika menyadari tidak ada yang dapat dilakukan
Gedung Putih untuk menghentikan sebuah peristiwa yang akan menentukan nasibnya.
"Kawan-kawan," kata Sexton sambil menatap mata kerumunan para wartawan. "Saya
sudah mempertimbangkan ini masak-masak. Saya sudah memikirkan kehormatan
Presiden yang ingin mempertahankan rahasia ini, tetapi saya harus mengikuti kata
hati saya." Sexton mendesah sambil menun dukkan kepalanya seperti seseorang yang
terjebak dalam sejarah. "Kebenaran adalah kebenaran. Saya tidak ingin
mempengaruhi penafsiran kalian dalam menanggapi kenyataan ini. Saya hanya akan
memberikan data yang berguna."
Di kejauhan, Sexton mendengar suara baling-baling mesin helikopter. Sesaat, dia
bertanya-tanya apakah Presiden terbang dari Gedung Putih dengan panik, dan
berharap dapat menahan konferensi pers itu. Ini akan menambah hiasan pelengkap
pada kue kemenanganku, pikir Sexton dengan gembira. Betapa bersalahnya Herney
akan terlihat NANTI"
"Saya tidak merasa senang melakukan ini," lanjut Sexton, merasakan waktunya
sangat sempurna. "Tetapi saya merasa, sudah menjadi kewajiban saya untuk memberi
tahu rakyat Amerika bahwa mereka telah dibohongi. "
Pesawat itu bergemuruh, lalu mendarat di sebuah lapangan terbuka di sebelah
kanan mereka. Ketika Sexton menatap ke arah helikopter itu, dia terkejut karena
yang datang sama sekali bukan helikopter kepresidenan, tetapi sebuah helikopter
Osprey yang besar. Pesawat itu bertuliskan: UNITES STATES COAST GUARD.
Dengan gugup, Sexton melihat pintu pesawat terbuka dan seorang perempuan muncul.
Dia mengenakan seragam Coast Guard berwarna oranye dan tampak tidak rapi, seolah
perempuan itu baru saja pulang dari peperangan. Perempuan itu berjalan ke arah
area pers. Sesaat, Sexton tidak mengenalinya. Kemudian dia terkejut.
Rachel" Sexton terperangah karena sangat terkejut. Mau apa DIA kemari"
Gumam kebingunan terdengar dari kerumunan para wartawan.
Sexton berusaha mengembangkan senyuman lebar di wajahnya, lalu berpaling pada
kerumunan pers dan mengang kat tangannya untuk minta maaf kepada wartawan.
"Boleh beri saya waktu sebentar" Saya minta maaf." Dia mendesah berat dengan
nada bercanda. "Keluarga selalu nomor satu."
Beberapa orang wartawan tertawa.
Melihat putrinya berjalan cepat dari sisi kanannya, Sexton merasa yakin
pertemuan ayah dengan putrinya ini sebaiknya dilakukan secara pribadi.
Celakanya, privasi merupakan sesuatu yang tidak mungkin untuk saat ini. Mata
Sexton dengan cepat mengarah ke partisi besar di sebelah kanannya.
Masih tersenyum tenanng, Sexton melambai ke arah putrinya dan melangkah menjauh
dari mikrofon. Sambil berjalan mendekati Rachel, Sexton menuju kebelakang
partisi sehingga Rachel harus berjalan kebelakang partisi itu untuk menemuinya.
Sexton menyambutnya di belakang partisi, tersembunyi dari mata dan telinga pers.
"Sayang" katanya sambil tersenyum mengembangkan kedua lengannya ketika Rachel
datang mendekatinya. "Kejutan yang menyenangkan! "
Rachel mendekat dan menampar wajah ayahnya.
BERDUA SAJA dengan ayahnya sekarang, terlindung dibalik partisi, Rachel melotot
dengan jijik. Dia menampar ayahnya dengan keras, tetapi ayahnya hampir tidak
bereaksi. Dengan ketenangan yang terkendali, senyuman palsunya menghilang, dan
digantikan dengan tatapan meng ancam.
Suaranya berubah menjadi seperti bisikan setan. "Kau seharusnya tidak berada di
sini. " Rachel melihat kegusaran di dalam mata ayahnya dan untuk pertama kalinya dalam
hidupnya, Rachel tidak merasa takut. "Aku meminta pertolonganmu, dan kau justru
memperalatku! Aku hampir terbunuh!"
"Kau jelas baik-baik saja" Suara Sexton terdengar agak kecewa.
"NASA tidak bersalah!" kata Rachel. "Presiden sudah mengatakan ini padamu!
Sekarang apa yang sedang kau lakukan disini?" Penerbangan singkat Rachel ke
Washington dengan pesawat Coast Guard Osprey telah diselingi telepon antara
dirinya dengan Gedung Putih, ayahnya dan bahkan Gabrielle Ashe yang kebingungan.
"Kau sudah berjanji pada Zach Herney untuk pergi ke Gedung Putih!"
"Aku memang akan ke sana, " Sexton menyeringai. "Pada hari pemilihan."
Rachel merasa muak ketika mengingat lelaki itu adalah ayahnya. "Apa yang akan
kau lakukan itu gila. "
"Oh?" Sexton terkekeh. Dia berputar dan menunjuk ke balik podium yang terlihat
dari ujung partisi. Di atas podium, setumpuk amplop putih sedang menunggunya.
"Amplopamplop itu berisi informasi yang kau kirimkan padaku, Rachel. Kau. Kaulah
yang menghancurkan pre siden!"
"Aku mengirim faks itu ketika aku membutuhkan pertolonganmu! Ketika kukira
Presiden dan NASA bersalah."
Dengan mempertimbangkan bukti bukti yang ada, NASA jelas nampak bersalah."
"Tetapi mereka tidak bersalah! Mereka patut mendapat kesempatan untuk mengakui
kekeliruan mereka sendiri. Kau telah memenangkan pemilihan ini. Zach Herney
sudah kalah! Kau tahu itu. Biarkan lelaki itu mempertahankan harga dirinya."
Sexton menggeram. "Naif sekali. Ini bukan masalah memenangkan pemilu, Rachel.
Ini tentang kekuasaan. Tentang kemenangan secara mutlak, satu tindakan hebat:
menghancurkan lawan, dan mengendalikan kekuatan di Washington sehingga kau dapat
membereskan berbagai hal. "
"Dan dengan mengorbankan apa?"
"Jangan berlagak sok suci. Aku hanya menyampaikan bukti. Orang-orang itu dapat
menarik kesimpulan mereka sendiri tentang siapa yang bersalah."
"Kau tahu bagaimana ini akan terlihat."
Sexton mengangkat bahunya. "Mungkin sudah waktunya bagi NASA."
Senator Sexton merasa orang-orang pers itu mulai resah di luar partisi, dan dia
tidak ingin berdiri di sini sepanjang pagi dan dikuliahi putrinya. Masa
kejayaannya sudah menunggu.
"Kita sudah selesai di sini." katanya. "Aku harus melanjutkan konferensi pers. "
"Aku memohon sebagai putrimu, " kata Rachel. "Jangan lakukan ini. Pikirkan
tentang apa yang akan kau lakukan. Ada cara yang lebih baik, "
"Tidak untukku. "
Suara feedback melengking dan menggema dari sistem tata suara di belakang
Sexton. Dia memutar tubuhnya dan melihat seorang wartawati yang datang
terlambat. Perempuan itu sekarang sedang berdiri di depan podiumnya, berniat
untuk memasang mikrofon di atas podium.
Kenapa idiot -idiot ini tidak bisa datang tepat waktu" omel Sexton dalam hati.
Karena terburu-buru, wartawan itu menyinggung tumpukan amplop Sexton hingga
berhamburan ke tanah. Sialan! Sexton berjalan mendekatinya dengan cepat sambil menyumpahi putrinya
karena telah mengalihkan perhatiannya. Ketika dia tiba, wartawan perempuan itu
sedang berjongkok memunguti amplop di tanah. Sexton tidak dapat melihat
wajahnya, tetapi jelas perempuan itu dari sebuah jaringan televisi. Dia
mengenakan mantel panjang dari cashmere, syal yang serasi, dan topi baret dari
bulu yang dibenamkan dalamdalam sehingga menutupi wajahnya. Sebuah tanda
pengenal dari ABC, menempel di topinya.
Perempuan bodoh. "Biar aku yang mengurusnya, " bentak Sexton sambil mengulurkan
tangannya untuk meminta amplop-amplopnya.
Perempuan itu memungut amplop terakhir dan menyerahkannya kepada Sexton tanpa
mendongak. "Maaf ...," gumamnya. Jelas perempuan itu malu. Setelah lama menunduk
karena malu, dia bergegas pergi dan bergabung dengan kerumunan para wartawan
lainnya. Dengan cepat Sexton menghitung amplop-amplop itu. Sepuluh, bagus. Tidak
seorangpun mencuri keberuntungannya hari ini. Setelah mengumpulkannya lagi, dia
memperbaiki letak mikrofon-mikrofon dan tersenyum penuh canda pada kerumunan di
depannya. "Kukira, aku lebih baik menyampaikan ini sebelum seorang terluka!"
Kerumunan itu tertaw a. Mereka tampak bersemangat. Sexton merasakan kehadiran
putrinya di dekatnya, berdiri di luar panggung di balik partisi.
"Jangan lakukan ini, " kata Rachel padanya. "Kau akan menyesalinya. "
Sexton tidak menghiraukannya.
"Aku memintamu untuk mempercayaiku, " kata Rachel, suaranya semakin keras. "Ini
adalah sebuah kesalahan."
Sexton mengambil amplop-amplopnya, dan merapikan tepi-tepinya.
"Ayah," kata Rachel, suaranya terdengar lebih dan memohon sekarang. "Ini
kesempatan terakhirmu untuk melakukan apa yang benar."
Melakukan yang benar" Sexton menutup mikrofonnya dan berpaling ke belakang
seolah hendak berdehem. Perlahan dia melotot ke arah Rachel. "Kau persis seperti
ibumu - idealistis dan rendah. Perempuan tidak akan memahami sifat alamiah dari
kekuasaan." Sedgwick Sexton sudah melupakan putrinya ketika dia menghadap kembali ke media
yang berdesakan didepannya. Sambil mengangkat kepalanya dengan tegak, dia
berjalan di sekitar podium dan menyerahkan tumpukan amplop itu ke tangan -tangan
para wartawan yang sudah menunggu. Dia melihat amplop-amplop itu menghilang
dalam kerumunan. Dia dapat mendengar segelnya dirobek seperti suara sobekan
bungkusan hadiah natal. Tiba-tiba kerumunan itu menjadi sunyi.
Di dalam kesunyian itu, dia dapat mendengar kepastian dalam kariernya.
Meteorit itu palsu. Dan akulah orang yang mengungkapnya. Sexton tahu, pers akan
membutuhkan waktu sesaat untuk memahami dampak yang sesungguhnya dari apa yang
mereka lihat: gambar GPR yang menunjukkan terowongan penyisipan di bawah es;
hewan laut hidup yang nyaris serupa dengan fosil NASA; dan bukti chondrules yang
terbentuk di bumi. Semuanya itu menjurus pada satu kesimpulan.


Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pak?" seorang wartawan tergagap, suaranya terdengar terheran-heran ketika dia
melihat isi amplopnya. "Apakah ini asli?"
Sexton mendesah dengan muram. "Ya, saya kira itu semua memang asli."
Gumam kebingungan sekarang tersebar ke seluruh orang orang yang berkerumun itu.
"Saya akan memberi waktu semua orang untuk melihat semua halamannya, " kata
Sexton, "kemudian saya akan menjawab pertanyaan untuk memberi keterangan
mengenai apa yang kalian lihat. "
"Senator?" seorang wartawan lainnya bertanya. Nada suaranya kelihatan benarbenar bingung. "Apakah gambar-gam bar ini asli" ... bukan rakayasa?"
"Seratus persen," kata Sexton dengan nada yang lebih tegas sekarang. "Kalau
tidak, saya tidak akan menyampaikan nya sebagai bukti. "
Kebingungan dalam kerumunan itu terlihat semakin jelas, dan Sexton bahkan merasa
dia mendengar beberapa orang tertawa. Ini sama sekali bukan reaksi yang
diharapkannya. Dia mulai takut dirinya terlalu membesar-besarkan kemampuan media
untuk menghubungkan bukti-bukti yang sudah jelas itu.
"Hm, Senator?" tanya seorang dengan nada riang yang agak aneh. "Untuk direkam,
Anda bertanggung jawab pada keaslian gambar-gambar ini?"
Sexton mulai kesal. "Kawan-kawan, saya akan mengatakannya ini satu kali lagi
saja: bukti di tangan kalian adalah seratus persen asli. Dan jika ada yang dapat
membuktikan ketidak-asliannya, silakan potong kepala saya."
Sexton menunggu tawa dari para wartawan, tetapi dia tidak mendengar apapun.
Betul-betul sunyi. Mereka hanya menatapnya sambil bengong.
Wartawan yang baru saja berbicara itu berjalan ke arah Sexton sambil mengatur
lembaran -lembaran fotokopinya ketika dia maju. "Anda benar, Senator. Ini memang
data yang penuh dengan skandal." Wartawan itu terdiam, dan menggaruk kepalanya.
"Tetapi kami bingung kenapa Anda memutuskan untuk mengumumkannya kepada kami,
terutama setelah Anda menyangkalnya dengan begitu meyakinkan sebelum ini. "
Sexton tidak mengerti apa maksud lelaki itu. Wartawan itu lalu menyerahkan
tumpukan fotokopi di tangannya. Sexton melihat gambar-gambar - dan sesaat,
pikirannya benar-benar kosong.
Tidak ada kata-kata yang dapat terucap.
Dia sedang menatap foto-foto yang tidak dikenalnya. Gambar-gambar hitam-putih
yang menunjukkan dua orang yang sedang tanpa busana. Lengan dan kaki yang saling
mem belit. Untuk sesaat, Sexton tidak mengerti apa yang dilihat nya. Lalu ketika
dia memahaminya, sebuah bola meriam me ninju tepat di perutnya.
Dengan ketakutan, kepala Sexton tersentak untuk mentap kerumunan itu. Mereka
tertawa sekarang. Separuh dari mereka mulai menelepon kantor berita mereka untuk
menyampaikan berita ini ke meja redaksi.
Sexton merasakan bahunya ditepuk.
Dengan kepala yang terasa pusing, dia memutar tubuhnya.
Rachel berdiri di belakangnya. "Kami sudah beruasaha menghentikanmu, " katanya.
"Kami sudah memberimu seluruh kesempatan." Seorang perempuan berdiri di
sampingnya. Sexton gemetar ketika matanya bergerak ke arah perempuan yang berdiri di samping
Rachel itu. Dia adalah wartawan yang mengenakan mantel cashmere dan topi baret
bulu - perempuan yang tadi menjatuhkan amplop-amplopnya. Sexton menatap wajahnya,
dan darahnya membeku. Mata hitam Gabrielle menatap tajam seperti menembus tubuhnya ketika tangan
perempuan itu bergerak ke bawah dan membuka mantelnya untuk memperlihatkan
setumpuk amplop putih yang terkepit rapi di bawah lengannya
132 RUANG OVAL gelap, dan hanya diterangi kilau lembut dari lampu kuningan di atas
meja Presiden Herney, Gabrielle mengangkat dagunya ketika berdiri di hadapan
Presiden. Di luar jendela, di belakang Presiden, senja mulai membayang di
halaman berumput di sebelah barat.
"Aku dengar kau akan meninggalkan kami, " kata Herney dengan suara yang
terdengar kecewa. Gabrielle mengangguk. Walaupun Presiden telah dengan ramah menawari perlindungan
tanpa batas di dalam Gedung Putih agar terhidar dari pers, Gabrielle lebih
memilih untuk tidak menangani situasi sulit ini dengan bersembunyi dalam
kekecewaan. Dia hanya ingin berada sejauh mungkin. Setidaknya untuk sementara.
Herney menata ke seberang mejanya ke arah Gabrielle dengan tatapan terkesan.
"Pilihan yang kau ambil pagi ini, Gabrielle ...," dia terhenti, seolah kehilangan
kata-kata. Tatapan matanya sederhana dan jernih - tidak dapat diban dingkan dengan
mata Sedgewick Sexton yang seperti kolam penuh teka-teki yang dulu pernah
menarik hatinya. Tetapi, bahkan dengan latar belakang dari tempat yang dipenuhi
kekuasaan ini, Gabrielle dapat melihat kebaikan yang sesungguhnya di balik
tatapan Presiden. Sebuah tatapan yang dipenuhi kehormatan dan harga diri yang
tidak akan segera terlupakan olehnya.
"Aku melakukan untuk diriku sendiri juga," akhirnya Gabrielle berkata.
Herney mengangguk. "Walau begitu, aku tetap berterima kasih padamu." Lalu
Presiden berdiri sambil memberi isyarat supaya Gabrielle mengikutinya ke
koridor. "Aku sebenarnya berharap kau mau tinggal cukup lama sehingga aku dapat
menawarimu posisi sebagai staff anggaranku. "
Gabrielle manatap dengan ragu. "Hentikan penghamburan uang dan mulailah
perbaikan?" Presiden tertawa. "Semacam itulah."
"Kurasa kita berdua tahu, Pak, pada saat ini aku lebih seperti beban bagimu
dibandingkan aset." Herney hanya mengangkat bahunya. "Beri waktu beberapa bulan. Semuanya akan
terlupakan. Banyak lelaki dan perempuan besar pernah mengalami keadaan yang
serupa dan berakhir dengan kejayaan." Dia mengerdipkan matanya. "Beberapa
diantaranya bahkan presiden Amerika Serikat. "
Gabrielle tahu, Herney benar. Baru beberapa jam menjadi pengangguran, Gabrielle
sudah menolak dua tawaran pekerjaan lainnya - satu dari Yolanda Cole di ABC, dan
lainnya dari St. Martin's Press yang menawarinya pembayaran di muka dalam jumlah
besar kalau dia mau menerbitkan buku biografi lengkap. Tidak, terima kasih.
Ketika Presiden dan Gabrielle berjalan di koridor, Gabrielle mengenang fotofotonya dirinya yang sekarang terpam pang di seluruh stasiun televisi.
Kehancuran negara ini akan lebih buruk, pikirnya. Jauh lebih buruk kalau faks
dari Rachel jatuh ke media.
Gabrielle, setelah pergi ke stasiun televisi ABC untuk meminta kembali fotofotonya dan meminjam kartu wartawan Yolanda Cole, kembali menyelinap ke kantor
Sexton untuk mengambil amplop-amplop kosong milik senator Sexton. Ketika dia
berada di dalam, dia juga mencetak cek-cek donasi yang tersimpan di dalam
komputer atasannya itu. Setelah konfrontasi di Washington Monumen pagi tadi,
Gabrielle menyerahkan salinan cek-cek donasi itu kepada Sexton yang terpaku dan
mengajukan permintaan kepadanya. Beri kesempatan kepada Presiden untuk
mengumumkan kekeliruannya tentang meteorit tersebut, atau sisa data ini juga
diketahui umum. Senator Sexton hanya menatap satu kali ke arah tumpukan bukti
keuangan itu, lalu langsung masuk ke dalam limusinnya, dan pergi. Berita tentang
senator Sexton tidak pernah terdengar lagi.
Sekarang, ketika Presiden dan Gabrielle sudah sampai di pintu belakang yang
mengarah ke podium Briefing Room, Gabrielle dapat mendengar kerumunan orang yang
sedang menunggu. Untuk kedua kalinya dalam 24 jam, semua orang dikumpulkan untuk
mendengar pengumuman khusus dari Presiden.
"Apa yang akan kau katakan kepada mereka?" tanya Gabrielle.
Herney mendesah. Ekspresi di wajahnya terlihat sangat tenang. "Setelah bertahuntahun, aku sudah mempelajari satu hal berkali-kali ...," Dia meletakkan tangannya
di bahu Gabrielle dan tersenyum. "Tidak ada yang dapat menggantikan kebenaran."
Gabrielle dipenuhi rasa bangga yang tak terduga ketika dia menatap Presiden
berjalan ke arah podium. Zach Herney akan mengakui kesalahan terbesar dalam
hidupnya, dan anehnya, dia jauh lebih terlihat seperti Presiden dibandingkan
sebelumnya. 133 KETIKA RACHEL terbangun, ruangan itu gelap.
Jam di ruangan itu bersinar dan Rachel dapat melihat saat itu pukul 10:45 malam.
Tempat tidur itu bukan miliknya. Untuk beberapa saat, dia berbaring tidak
bergerak sambil bertanya-tanya dimana dia berada. Perlahan-lahan, dia mulai
ingat ... megaplume ... pagi ini di Washington Monument ... undangan Presiden untuk
menginap di Gedung Putih.
Aku di Gedung Putih, Rachel baru menyadarinya. Aku tidur di sini sepanjang hari.
Atas perintah Presiden, helikopter Coast Guard membawa Michael Tolland, Corky
Marlinson, dan Rachel Sexton yang sangat letih itu dari Washington Monument ke
Gedung Putih. Di tempat itulah mereka dijamu makan pagi yang me wah, diperiksa
oleh para dokter, dan ditawari kamar tidur apa saja di dalam gedung yang
memiliki kamar tidur sebanyak empat belas ini dan tinggal di sana hingga mereka
pulih. Mereka semua menerima undangan itu.
Rachel tidak dapat percaya dia telah tidur begitu lama. Dia kemudian menyalakan
televisi, dan dia terpaku ketika dia melihat Presiden Herney telah menyelesaikan
konferensi persnya. Rachel dan kawan -kawannya telah menawarkan diri untuk
menemani Presiden ketika dia mengumumkan meteorit yang mengecewakan itu kepada
dunia. Kita semua telah membuat kesalahan itu bersama-sama. Tetapi Herney
berkeras untuk menaggung beban itu sendirian.
"Betapa sedihnya," kata salah satu analis politik di televisi. "Sepertinya NASA
belum menemukan tanda-tanda kehidupan di luar angkasa. Ini menunjukkan, sudah
dua kali dalam sepuluh tahun terakhir ini NASA salah memeriksa meteorit dengan
mengira telah menemukan tanda-tanda kehidupan di luar bumi. Kali ini, sejumlah
ilmuwan sipil yang terhormat juga terkecoh."
"Biasanya," kata analis kedua untuk menimpali, "Aku akan berkata muslihat
sebesar ini yang dijelaskan Presiden pada malam ini, akan menghancurkan karirnya
... tapi, dengan mempertimbangkan perkembangan tadi pagi di Washington Monumen,
aku akan berkata kesempatan Zach Herney untuk menduduki kursi kepresidenan untuk
kedua kalinya menjadi lebih baik daripada sebelumnya. "
Analis pertama mengangguk. "Jadi, tidak ada kehidupan di luar angkasa tetapi
juga tidak ada kehidupan untuk kam panye Senator Sexton. Dan sekarang, seiring
munculnya informasi baru yang membawa kita pada persoalan keuangan kampanye yang
serius yang menimpa Senator ...."
Sebuah ketukan pada pin tunya mengalihkan perhatian Rachel.
Michael, dia berharap, dan dengan cepat dia mematikan televisi. Dia tidak
bertemu dengannya sejak makan pagi tadi. Sejak kedatangan mereka ke Gedung
Putih, tidak ada yang diinginkan Rachel selain terdidur dalam dekapan Michael.
Walau dia dapat mengatakan bahwa Michael merasakan hal yang sama, Corky telah
menghalangi mereka. Ilmuwan itu menempati tempat tidur Tolland dan dengan
gembira mence ritakan dan menceritakan lagi kisah tentang bagaimana dia
mengencingi dirinya sendiri untuk menyelamatkan dirinya. Akhirnya, karena sangat
letih, Rachel dan Tolland menyerah, lalu menuju kamar terpisah dan tertidur.
Sekarang, sambil menuju ke arah Rachel sempat memeriksa dirinya di cermin. Dia
merasa geli betapa konyolnya pakaiannya yang ia kenakan. Apa yang dapat
ditemukan di lemari kamar tidurnya adalah baju futbal Penn State yang sudah
usang. Pakaian tersebut jatuh hingga ke lutut sseperti daster.
Ketukan pintu berlanjut. Rachel membuka pintu, dia merasa kecewa melihat seorang agen Secret Service
berdiri di depan pintu kamarnya. Perempuan itu tampak segar dan manis, dan
mengenakan blazer berwarna biru. "Ms. Sexton, rekan Anda yang ada di Lincoln
Bedroom mendengar suara televisi Anda. Dia memin ta saya untuk mengatakan kepada
Anda karena Anda sudah bangun ...." Perempuan itu terdiam, dan mengangkat alisnya.
Jelas, di Gedung Putih tidak ada yang dapat dirahasiakan.
Pipi Rachel memerah karena malu. "Terima kasih."
Agen itu membimbing Rachel melalui koridor yang didekor dengan sempurna, dan
menuju ke sebuah pintu sederhana di dekatnya.
"Lincoln Bedroom," kata si agen. "Dan seperti yang selalu harus saya ucapkan di
depan pintu ini, "Selamat tidur, dan awas ada hantu."
Rachel mengangguk. Legenda mengenai hantu di kamar tidur Lincoln ini, sudah
setua Gedung Putih itu sendiri. Orang orang berkata, Winston Churchill pernah
melihat hantu Lincoln di sini, seperti juga banyak orang lainnya, termasuk
Eleanor Roosevelt, Amy Carter, aktor Richard Dreyfus, dan para pembantu lelaki
dan perempuan selama puluhan tahun. Anjing Presiden Reagan katanya menyalak
berjam-jam di luar pintu ini pada suatu waktu.
Pikiran mengenai hantu ini tiba-tiba membuat Rachel sadar betapa keramatnya
kamar ini. Dia tiba-tiba merasa malu. Berdiri di sana dengan kaos futbalnya,
serta bertelanjang kaki, dia merasa seperti seorang mahasiswi yang menyelinap
masuk ke kamar mahasiswa. "Apakah ini pantas?" bisiknya pada agen itu.
"Maksudku, ini kan Lincoln Bedroom."
Agen itu mengerdipkan matanya. "Peraturan kami di lantai ini adalah, 'Jangan
bertanya, jangan bercerita.'"
Rachel tersenyum. "Terima kasih." Dia lalu meraih gagang pintu, dan menduga-duga
apa yang menantinya di dalam.
"Rachel!" suara sengau terdengar dari koridor dan mengejarnya.
Rachel dan si agen menoleh. Corky Marlinson berjalan terpincang-pincang
mendekati mereka dengan tongkat. Kakinya sekarang sudah dibalut secara
profesional. "Aku juga tidur!"
Rachel menjadi lesu, dan merasa janji romantisnya akan rusak.
Mata Corky mengamati agen Secret Service yang manis itu.Dia kemudian tersenyum
lebar."Aku suka perempuan yang memakai seragam."
Si agen membuka blazernya untuk memperlihatkan pistolnya yang tampak berbahaya.
Corky mundur. "Aku mengerti. " Dia kemudian berpaling pada Rachel. "Apakah Mike
juga bangun" Kau mau masuk" " Corky tampak bersemangat untuk ikut berpesta.
Rachel menggerutu. "Sebenarnya Corky ...."
"Dr. Marlinson," si agen Secret Service itu menyela sambil mengeluarkan catatan
dari blazernya. "Menurut catatan ini, yang diberikan oleh Mr. Tolland pada saya,
saya mendapatkan perintah khusus untuk menemani Anda ke dapur, dan meminta koki
kepala untuk memasakkan apa saja yang Anda inginkan, dan meminta Anda untuk
menjelaskan secara rinci tentang bagaimana Anda menyelamatkan diri dari kematian
dengan ...." Si agen ragu-ragu. Wajahnya mengernyit jijik keti-ka membaca
catatannya lagi. "... dengan mengencingi diri Anda sendiri?"
Sepertinya si agen mengucapkan kata-kata ajaib. Corky menjatuhkan tongkatnya di
tempat dan meletakkan lengannya di bahu si agen agar dapat berdiri. Dia kemudia
berkata, "Ayo, kita ke dapur, sayang!"
Ketika agen yang terlihat tidak berkenan itu menopang Corky yang berjalan
terpincang-pincang di koridor dan menuju dapur, Rachel yakin, Corky Marlinson
sedang berada di surga. "Urin itulah kuncinya," dia mendengar Corky berkata,
"karena telencephalon olfactory lobes celaka itu dapat mencium apa saja!"
LINCOLN BEDROOM gelap ketika Rachel masuk. Dia heran ketika melihat tempat itu
kosong dan belum ditiduri. Michael tidak terlihat dimana-mana.
Sebuah lampu minyak antik menyala di dekat tempat tidur, dan dalam cahaya lembut
itu, dia hampir tidak mengenali permadani Brussel ... tempat tidur dari rosewood
yang terkenal itu ... foto istri Lincoln, Mary Todd ... bahkan meja tempat Lincoln
menandatangani Emancipation Proclamation.
Ketika Rachel menutup pintu di belakangnya, dia merasakan udara dingin di
kakinya yang telanjang. Dimana dia" Di seberang ruangan, sebuah jendela terbuka,
dan tirai putih dari bahan tembus pandang berkibar-kibar ditiup angin. Dia
berjalan mendekat untuk menutup jendela itu, dan bisikkan yang menakutkan
bergumam dari dari dalam lemari.
"Maaaarrrrrrrry ...."
Rachel berputar. "Maaaaarrrrrrry ...?" suara itu berbisik lagi. "Itu kau" ... Mary Todd
Liiiiiincoln?" Rachel cepat menutup jendela dan berpaling ke arah lamari. Jantungnya berdebar
dengan kencang, walau dia tahu ini tolong. "Mike, aku tahu itu kau."
"Bukaaaaaan ...," suara itu melanjutkan. "Aku bukan Mike ... aku Aaaaaabe."
Rachel berkacak pinggang. "Oh, begitukah" Abe yang jujur itu?"
Terdengar suara tawa yang agak tertahan. "Abe yang agak jujur ... ya."
Rachel sekarang tertawa juga.
"Takuuuuuuutlah," kata suara itu menggumam lagi dari dalam lemari. "Saaaaaangat
takut. " "Aku tidak takut."
"Takutlah ...." erang suara itu. "Pada spesies manusia, perasaan takut dan
kegairahan seksual berhubungan erat."
Rachel tertawa terbahak-bahak. "Apakah ini gagasanmu untuk memancing gairah?"
"Maaaaaafkan aku ...,"suara itu kembali menerang.
"Sudah bertahun -tahuuuuun aku tidak bersama dengan seorang perempuan."
"Itu jelas terlihat," kata Rachel sambil membuka pintu lemari.
Michael Tolland beridiri di depan Rachel dengan senyuman nakal. Dia tampak
sangat menarik karena menge nakan piyama biru tua dari satin. Rachel terheranheran ketika melihat ada lambang kepresidenan yang menghiasi dadanya.
"Piyama kepresidenan?"
Tolland hanya mengangkat bahunya. "Ada di dalam laci."
"Dan yang kudapatkan hanya kaos futbal yang jelek ini?"


Titik Muslihat Deception Point Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau seharusnya memilih Lincoln Bedroom. "
"Kau seharusnya menawari aku!"
"Kudengar kasurnya tidak nyaman. Dari surai kuda yang antik." Tolland
mengedipkan matanya sebagai isyarat agar Rachel melihat sebuah bungkusan hadiah
di atas meja pualam. "Ini akan menghiburmu."
Rachel merasa terharu. "Untukku?"
"Aku menyuruh salah satu ajudan Presiden untuk keluar dan mencari ini untukmu.
Baru saja tiba, dan jangan digoyang-goyangkan."
Dengan berhati-hati Rachel membuka pembungkusnya dan mengeluarkan isinya yang
berat. Ternyata isinya adalah mangkuk kristal besar, dan di dalamnya berenang
dua ekor ikan mas koki berwarna oranye yang buruk rupa. Rachel menatap dengan
ekspresi bingung dan kecewa. "Kau bercanda bukan?"
"Helostoma temmineki ," kata Tolland dengan bangga.
"Kau membelikan aku ikan?"
"Itu ikan berciuman dari Cina yang langka. Sangat romantis."
"Ikan tidak romantis, Mike."
"Katakan itu pada ikan -ikan tersebut. Mereka sudah berciuman berjam-jam."
"Apakah ini juga pemancing gairah lainnya" "
"Aku sudah berkarat dalam urusan percintaan. Kau seharusnya menghargai usahaku."
"Untuk referensi di masa mendatang, Mike, ikan sama sekali bukan pemancing
gairah.Coba dengan bunga. "
Tolland mengeluarkan seikat bunga lili dari punggungnya. "Aku ingin memberimu
mawar merah," katanya, "tapi aku hampir tertembak karena berusaha menyelinap
masuk ke dalam Rose Garden."
KETIKA TOLLAND menarik tubuh Rachel agar merapat ke tubuhnya, dan menghirup
aroma lembut dari rambut perempuan itu, dia merasa kesendirian selama bertahun
-tahun di dalam dirinya memudar. Dia mencium Rachel, dan merasakan tubuh Rachel
semakin merapat padanya. Bunga lili putih itu jatuh di kaki mereka, dan tembok
penghalang yang tanpa disadarinya dibangunnya selama ini sekarang runtuh.
Hantu-hantu itu sudah menghilang .
Dia sekarang merasa putri sang senator itu sedikit-sedikit menariknya ke arah
tempat tidur, dan bisikan lembut Rachel terdengar lembut di telinganya. "Kau
tidak bersungguh berpendapat ikan itu romantis, bukan?"
"Aku memang berpendapat begitu, " sahutnya dan mencium Rachel lagi. "Kau
seharusnya melihat ritual perkawinan ubur-ubur. Sangat erotis. "
Rachel mendorong Tolland ke arah tempat tidur antik itu dan kemudian meletakkan
tubuhnya yang ramping di atas tubuh Tolland.
"Dan kuda laut ...," kata Tolland lagi dengan tersengalsengal saat dia menikmati
sentuhan Rachel di balik piyama satinnya yang tipis. "Kuda laut memperlihatkan ...
tarian cin ta yang sensual."
"Cukup bicara soal ikan," bisik Rachel sambil membuka kancing piyama Tolland.
"Apa yang kau dapat katakan padaku mengenai ritual perkawinan hewan primata yang
lebih maju!" Tolland mendesah. "Aku khawatir, aku tidak belajar hewan primata. "
Rachel menanggalkan kaos futbalnya. "Baiklah, Anak gunung. Sebaiknya kau belajar
dengan cepat." EPILOG PESAWAT JET NASA membelok tinggi di atas Samudera Atlantik.
Di dalamnya, Administrator Lawrence Ekstrom memandang untuk terakhir kalinya ke
arah batu hangus yang dile takkan di ruang kargo. Kembali ke laut, pikirnya.
Tempat mereka menemukanmu.
Sesuai perintah Ekstrom, pilot pesawat itu membuka pintu kargo dan melepaskan
batu besar tersebut. Mereka melihat ketika batu yang besar sekali itu meluncur
turun ke bawah melalui bagian belakang pesawat, kemudian bergerak melintasi
langit di atas lautan yang disinari matahari, dan kemudian menghilang di bawah
ombak laut yang gemercik tinggi dengan warna keperakan seperti pilar.
Batu raksasa itu tenggelam dengan cepat.
Di bawah air, pada kedalaman tiga ratus kaki, hampir tidak ada cahaya yang cukup
untuk melihat siluet batu yang jatuh itu. Ketika melewati lima ratus kaki, batu
itu tiba di kegelapan total.
Masih terus bergulir dengan cepat. Semakin dalam.
Batu itu jatuh dalam waktu hampir dua belas menit.
Kemudian, seperti sebongkah meteorit menabrak sisi gelap bulan, batu itu
menabrak hamparan lumpur yang luas di dasar lautan, dan menghasilkan awan
lumpur. Ketika lumpur itu mengendap lagi, salah satu daru ribuan spesies laut
yang belum di kenal manusia berenang mendekati untuk memeriksa pendatang baru
yang aneh itu. Karena tidak tertarik, makhluk itu beranjak pergi.
~TAMAT~ Misteri Mayat Darah 2 Pendekar Mata Keranjang 20 Takhta Setan Warisan Laknat 1

Cari Blog Ini