Detektif Ilmiah Einstein Anderson Karya Seymour Simon Bagian 1
1 SEPATU RODA TANPA GESEKAN
INILAH hari terbaik dalam setahun. Setidaknya begitu pikir
Einstein Anderson. Masa sekolah di kota kecil Sparta telah berakhir kemarin"hari
ini merupakan awal libur musim panas. Dua bulan tidur puas di pagi
hari. Dua bulan bebas melakukan apa yang Einstein kehendaki, bukan
apa yang dikehendaki Bu Sugar, guru kelas limanya yang lalu.
Nama Einstein sebenarnya adalah Adam. Tetapi tak seorang
pun memanggilnya Adam, kecuali ayah dan ibunya sekali-sekali.
Seingat Einstein, dari dulu sekali ia telah tertarik kepada ilmu alam.
Sejak masih kecil ia telah memecahkan persoalan demi persoalan ilmu
alam yang bahkan tak dapat dijawab oleh para gurunya.
Pada usia enam tahun Einstein menjelaskan kepada Bu Moore,
guru taman kanak-kanaknya, bagaimana cara menggunakan senyawa
kimia kobalt klorida untuk menguji kelembapan udara. Ketika berusia
tujuh tahun Einstein menunjukkan kepada Bu Patrick, guru kelas
satunya, bagaimana mendirikan sebuah akuarium yang seimbang di
ruangan kelas. Pada usia delapan tahun Einstein telah membuat
sebuah model robot yang memenangkan hadiah pertama dalam lomba
ilmiah senegara bagian. Bu Moore-lah yang pertama kali memberi Adam julukan
Einstein. Tak lama kemudian semua temannya memanggilnya
Einstein. Adam bangga dengan julukan itu. Ia tahu bahwa Albert
Einstein adalah ilmuwan paling terkenal pada abad kedua puluh. Ia
telah menemukan banyak hal penting tentang alam semesta.
Persamaannya, E = mc , membawa manusia memahami energi atom.
Selain jenius, Albert Einstein juga lembut dan baik.
Einstein Anderson membenamkan kepalanya lebih dalam lagi
ke bantalnya. Mungkin baru sekitar sejam lagi ia bangun. Itu juga
kalau ia mau. Telepon di lantai bawah mulai berdering. Dengan masih
mengantuk Einstein berharap agar seseorang akan mengangkatnya.
Telepon terus berdering sehingga membuatnya terbangun. Ia
membuka sebelah mata. Menilai dari arah cahaya yang masuk ke
dalam kamar, ia memperkirakan saat itu adalah pukul 7.00 pagi. Ke
mana Ibu" Ke mana Ayah" Ke mana pula adiknya"Dennis" Apakah
mereka mengharapkan Einstein bangun dan menjawab telepon pada
hari pertama liburannya"
Telepon berhenti berdering. Satu menit kemudian Dennis
berteriak mengatakan telepon itu untuk Einstein.
"Dari siapa?" Einstein berteriak ke bawah.
"Stanley," sahut Dennis.
Stanley Roberts adalah seorang remaja sahabat Einstein yang
lebih tua umurnya, yang juga sangat tertarik kepada ilmu alam.
Einstein memakai kacamatanya, berjalan menuruni tangga, dan
mengangkat telepon dengan mata mengantuk.
"Awas kalau ini bukan keadaan darurat, Stanley!" seru Einstein
sebagai salam pembukaan. "Kau tentu tahu bahwa sekarang baru jam
tujuh pagi dan ini hari pertama liburan!"
Tetapi ia tahu bahwa Stanley tak akan mempedulikan rasa
kesalnya. Bagaimanapun juga, Stanley telah duduk di SMP.
"Einstein," Stanley berkata, "temui aku di muka rumahku dalam
setengah jam. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu."
Itu benar-benar mengesalkan Einstein. "Pertama-tama,"
katanya, "aku tak ingin pergi ke luar sepagi ini. Yang kedua, kalau ada
yang ingin kautunjukkan padaku, mengapa tidak kaubawa saja ke
sini?"ebukulawas.blogspot.com
Seperti biasa, Stanley tak menggubrisnya. "Sampai jumpa
setengah jam lagi," ia mengulangi kata-katanya dan menutup telepon
sebelum Einstein sempat bicara lagi.
Ini pasti satu lagi penemuan gila Stanley, pikir Einstein. Tetapi
karena aku telah bangun, kurasa boleh juga kulihat apa yang
dibuatnya kali ini. Einstein ingat penemuan terakhir Stanley"sebuah mesin
pengukur tubuh otomatis. Seseorang masuk ke dalam mesin itu, dan
sebuah komputer dimaksudkan untuk mengukur segalanya secara
otomatis, dari ukuran sepatu, ukuran ikat pinggang, sampai ukuran
topi. Stanley memaksa Einstein untuk menjadi orang pertama yang
masuk ke dalam mesin itu.
Mesin itu memang berjalan dengan baik. Satu-satunya masalah
adalah Stanley tak berhasil mematikannya setelah Einstein selesai
diukur. Einstein terjebak selama satu jam sementara mesin itu terus
mengukurnya berulang-ulang. Einstein menyukai Stanley, tetapi tak
begitu mempercayai penemuan-penemuan gila Stanley.
Einstein mencuci muka dan mengenakan celana jeans, T-shirt,
dan sepatu kets. Celana jeans-nya telah robek-robek di daerah lutut,
tetapi itu favorit Einstein. Sampai saat ini ia masih menolak
membuang celananya, meskipun ibunya telah memperingatkan
dengan keras. Einstein adalah seorang anak lelaki berusia dua belas tahun
dengan ukuran tubuh sedang. Matanya yang berwarna coklat muda
agak kurang mampu melihat jauh, dan kacamata yang dipakainya
tampak sedikit terlalu besar untuk wajahnya. Kedua matanya kadangkadang terlihat seperti menatap jauh, seakan-akan ia sedang
memikirkan masalah ilmiah yang penting. Tetapi Einstein tidak selalu
serius. Ia menyukai lelucon yang lucu (atau bahkan yang norak) dan
sering membuat lelucon dengan memutar kata-kata, semakin kacau
semakin baik. Dr. Anderson, ayah Einstein, tampak heran melihat putranya
berjalan menuju dapur dan duduk di depan meja. Ia baru selesai
makan pagi dan hendak berangkat ke tempat praktek. Dr. Anderson
adalah seorang dokter hewan. Sering ia sudah bangun dan
mengerjakan macam-macam hal sebelum Einstein datang makan pagi.
"Apa yang menyebabkan kami menerima kehormatan hadirnya
kau sedemikian pagi, Adam?" tanya Dr. Anderson sambil tersenyum.
"Saya hendak pergi menemui Stanley," jawab Einstein. "Ia
menelepon dan meminta saya datang pagi ini." Einstein mengendusendus. "Masih ada kue dadar yang tersisa, Bu?" tanyanya penuh harap.
"Saya hanya punya waktu untuk makan ringan."
Einstein berjalan ke kulkas dan menuang segelas air jeruk
untuknya sendiri. Lalu ia memasukkan dua potong roti ke alat
pemanggang. Akhirnya ia menuang semangkuk penuh susu serta
mengisinya dengan keripik jagung dan duduk menyantapnya.
Bu Anderson menyaksikan semua itu dengan geli sementara ia
menyiapkan kue dadar. "Aku senang kau mau makan sesuatu,"
katanya. "Sayang kau tak punya waktu untuk makan selengkapnya."
Bu Anderson menulis catatan kecil di atas secarik kertas,
sementara kue dadar yang digorengnya berdesis karena api yang
panas. Bu Anderson bekerja sebagai penulis dan editor pada Tribune,
salah satu dari dua surat kabar yang ada di kota Sparta. Ia sering
menuliskan hal-hal yang dilakukan kedua anaknya dalam kolom cerita
humor di surat kabar. Einstein menyelesaikan makan paginya yang "ringan" lalu
mengayunkan langkahnya ke rumah Stanley. Einstein dan Stanley
tinggal di kawasan permukiman kota Sparta yang terdiri atas banyak
rumah tinggal dan apartemen. Tetapi masih banyak pula tanah yang
belum digarap, serta pepohonan, hutan, atau lapangan terbuka. Di luar
kota Sparta, hampir seluruh tanah digunakan untuk pertanian, kecuali
beberapa gedung perkantoran di sana-sini. Kebanyakan toko dan
gedung perkantoran terletak di pusat kota Sparta.
Hari itu sangat indah. Keramaian lalu lintas di pagi hari mulai
mereda, dan hanya beberapa mobil terlihat melintas. Suara mesin
pemotong rumput di kejauhan bercampur dengan suara kepak sayap
serangga. Bau rumput yang baru dipotong tercium di udara.
Sepanjang perjalanan ke rumah Stanley, Einstein mengamati
semut-semut kayu merah, Formica rufa nama ilmiahnya, yang keluarmasuk gundukan sarangnya. Ia memperhatikan seekor burung pelatuk
berbulu halus yang sedang mematuki sebuah cabang pohon maple,
mencari serangga untuk dimakan. Ia juga melempar beberapa batu
granit ke kolam untuk menguji kekuatan lengannya, dan memastikan
bahwa awan kumulus yang menggantung di langit biru menandakan
hari akan cerah. Einstein tiba di rumah Stanley terlambat dua puluh lima menit.
Stanley sedang mengencangkan ikatan sepatu roda di kedua kakinya
ketika Einstein datang. Ia melirik arlojinya dengan sinis. Einstein tak
menghiraukan dan hanya menunggu Stanley mengatakan sesuatu.
Stanley tinggi dan kurus. Rambut hitamnya yang panjang sering jatuh
menutupi matanya. "Meskipun kau terlambat, Einstein, aku akan memamerkan
penemuanku kepadamu."
"Wow," kata Einstein. "Kuharap penemuanmu itu dapat
mencegah orang membangunkan orang lain yang ingin tidur sampai
siang." Stanley tak mempedulikan kekesalan Einstein. Ia berdiri dan
meluncur dengan sepatu rodanya di permukaan jalan. "Lihat sepatu
roda ini," ia berkata dengan bangga.
Einstein memperhatikannya. "Lalu apa?" tanyanya. "Ini kan
sepatu roda biasa. Setahuku, J. L. Plimpton menemukan sepatu roda
pada tahun 1863. Kau terlambat lebih dari seratus tahun."
"Ia tidak menciptakan sepatu roda seperti ini," kata Stanley
dengan nada sedikit sombong yang memang khas miliknya. "Sepatu
roda ini adalah sepatu roda tanpa gesekan. Kau tahu, kan," ia berkata
sambil meluncur kembali ke tempat Einstein, "bahwa gesekan adalah
gaya yang melawan gerakan sebuah benda yang bergeser di atas
permukaan benda lain."
Einstein mengangguk tak sabar. "Tentu saja," katanya.
Tetapi Stanley masih melanjutkan penjelasannya. "Misalkan
ada dua benda saling bersentuhan. Kalau kedua benda itu digerakkan,
mereka saling bergesekan. Peristiwa pergesekan itu mengakibatkan
gerakan menjadi lambat. Kita para ilmuwan menyebut peristiwa itu
friksi. Semakin halus permukaan sebuah benda, semakin kecil gaya
friksi yang ditimbulkannya.
"Aku menggunakan metode khusus untuk membuat bantalan
peluru yang amat halus. Dengan demikian ketika roda berputar sama
sekali tidak timbul friksi. Sekali ayun, maka seseorang akan terus
meluncur." Stanley duduk di trotoar dan mengangkat salah satu sepatu roda
yang terpasang di kakinya. Ia memutar roda-roda sepatu itu dengan
tangan. Roda-roda itu berputar dengan cepat tanpa banyak
menimbulkan suara selama beberapa menit sampai akhirnya mulai
melambat. Stanley menatap Einstein dan berkata, "Bagaimana pendapatmu
tentang sepatu roda tanpa gesekanku" Mungkin aku harus meminta
hak paten atas ideku ini dan menjualnya ke perusahaan sepatu roda."
"Sepatu rodamu ini sangat hebat, Stanley," jawab Einstein. Ia
mendorong kacamatanya yang melorot sampai ke ujung hidungnya.
"Tetapi aku khawatir sepatu roda ini bukan tanpa gesekan."
"Ah, kau, Einstein," protes Stanley. "Bagaimana kau bisa tahu"
Kau bahkan tidak mencoba memakai sepatu roda ini!"
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
Einstein bisa tahu bahwa sepatu roda Stanley masih mengalami
gesekan" "Lihat roda-roda itu," kata Einstein. "Semuanya berhenti
berputar sekarang." "Memang kenapa?" tanya Stanley.
"Justru itulah jawabannya," sahut Einstein. "Tadi kau membuat
roda-roda itu berputar dengan tanganmu. Kalau roda itu benar-benar
tanpa gesekan, semuanya akan berputar selamanya. Tetapi dengan
adanya gaya gesek, biar sesedikit apa pun roda-roda itu akan mulai
melambat dan akhirnya berhenti."
"Agaknya aku masih harus menyempurnakan sepatu roda
ciptaanku ini," Stanley berkata.
"Kupikir kau lebih baik menciptakan hal yang lain," jawab
Einstein. "Tak ada seorang pun yang dapat membuat sebuah mesin
yang seratus persen tanpa gesekan. Adalah tak mungkin membuat dua
benda saling bersentuhan tanpa gesekan sama sekali."
"Kurasa kau benar," kata Stanley kecewa. Tetapi wajahnya
langsung cerah kembali. "Oh ya, Einstein," ia berkata, "aku baru
memperbaiki mesin pengukur otomatisku. Apakah kau mau
mencobanya sekali lagi?"
"Kalau sudah sampai pada penemuan-penemuanmu," kata
Einstein, "memiliki teman sepertimu aku sudah tak membutuhkan
musuh lagi." 2 MESIN PENCIUT AJAIB MARGARET MICHAELS adalah sahabat sekaligus saingan
berat Einstein. Mereka sama-sama sangat menyukai segala hal yang
berbau ilmiah. Einstein dan Margaret selalu membicarakan hal-hal
penting seperti atom, planet, dan siapa di antara mereka yang terbaik
di bidang ilmu pengetahuan.
Ibu Margaret sering dibuat pusing oleh kemauan anaknya. Bu
Michaels menghendaki Margaret ikut kursus balet pada hari Sabtu
pagi. Tetapi Margaret bersikeras ingin mengikuti kegiatan Klub
Peneliti Ilmiah yang juga diadakan setiap hari Sabtu.
Bu Michaels berpendapat bahwa binatang memang
menyenangkan, tetapi hanya kalau berada di luar rumah. Margaret
berpendapat bahwa binatang selalu menyenangkan, baik di luar
maupun di dalam rumah. Ia memelihara anjing spaniel bernama Nova,
dua ekor kucing yang dinamainya Orville dan Wilbur, seekor tikus
gurun bernama Sammy, dan beberapa jenis ikan tropis yang semuanya
belum dinamainya. Bu Michaels menyukai musik klasik. Margaret suka
mendengarkan musik jazz. Bu Michaels adalah anggota Kelompok
Paduan Suara Sparta. Margaret tak dapat menyanyikan sebuah nada
pun tanpa terdengar fals. Tetapi di balik segala perbedaan mereka, Bu
Michaels sangat bangga atas segala yang dilakukan putrinya dan
selalu menyanjung-nyanjungnya setiap ada kesempatan.
Begitu liburan musim panas dimulai, Margaret pergi
mengunjungi bibinya. Seminggu telah berlalu dan kini ia sudah
kembali. Einstein tahu itu dan merasa heran mengapa Margaret tak
meneleponnya. Akhirnya Einstein memutuskan untuk menelepon
Margaret dan mencari tahu.
"Halo, Margaret, ada kabar apa" Bagaimana kabar bibimu"
Mengapa kau tidak meneleponku?"
"Einstein," kata Margaret, "aku baru saja akan meneleponmu.
Bibi Bess mengantarkan aku pulang dua hari yang lalu dengan
mobilnya. Dan ia menginap di rumah kami sekaligus mengunjungi
orangtuaku. Besok ia akan pulang, dan ia setuju kalau aku mengajak
temanku ke rumahnya selama akhir minggu ini. Bibi seorang profesor
biologi di Universitas Nasional dan memiliki semua peralatan
eksperimen ilmiah di rumahnya. Kupikir kau pasti berminat untuk
melihat semua itu. Maukah kau ikut pergi bersama kami?"
Einstein hampir menolak karena ia sekeluarga akan pergi ke
pantai pada hari Minggu, tetapi Margaret meneruskan kata-katanya.
"Dan juga, aku sudah menyiapkan teka-teki ilmiah yang sangat
sulit di tempat Bibi Bess. Einstein Anderson yang hebat pun takkan
dapat menjawabnya." Wah, ini lain lagi masalahnya. Einstein tak dapat menolak
tantangan ilmiah Margaret, jadi ia setuju untuk ikut. Sisa hari itu ia
habiskan untuk bermain baseball dengan teman-teman sekelasnya,
Detektif Ilmiah Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sambil menduga-duga teka-teki macam apa yang akan diberikan
Margaret. Pada hari Sabtu, pagi-pagi sekali Einstein dan Margaret
berangkat bersama Bibi Bess. Mereka tiba di Remsen, sebuah kota di
dekat Universitas Nasional, pada pukul 8.00 pagi. Rumah Bibi Bess
berada di tengah-tengah lapangan luas yang dikelilingi pepohonan.
Margaret tidak langsung mengajak Einstein masuk ke dalam, tetapi
membawanya ke belakang rumah. Mereka melalui sebuah jalan kecil
yang berliku-liku di tengah hutan.
Di ujung jalan itu terdapat sebuah pondok kecil berpintu kuning
terang, yang letaknya tersembunyi dari rumah. Matahari pagi tepat
menyinari pintu kuning itu sehingga membuatnya hampir seperti
emas. Margaret membuka kunci pintu kuning itu dan mengajak
Einstein masuk. Einstein melihat bahwa ruangan satu-satunya itu tak
mempunyai pintu lain dan hanya memiliki sebuah jendela kecil. Yang
ada di dalam ruangan cuma sebuah meja batu yang besar berikut
sebuah kotak hitam kecil di atasnya.
"Einstein, perhatikan meja batu itu baik-baik," Margaret
berkata. "Bagian-bagian meja itu dulu dipasang menjadi meja utuh
setelah masuk ke ruangan ini. Dapat kaulihat bahwa meja yang sudah
jadi ini terlalu besar untuk dapat melalui pintu atau jendela. Kau harus
memecahkannya menjadi kepingan-kepingan kecil kalau mau
membawa meja ini keluar ruangan."
Einstein memeriksa meja itu dengan teliti. Ia dapat melihat
bahwa apa yang dikatakan Margaret benar. Untuk dapat memecahkan
meja batu itu diperlukan sebuah buldoser.
"Sekarang aku akan menghidupkan mesin penciut ajaibku," kata
Margaret. Ia memutar sebuah tombol di samping kotak hitam kecil itu.
Tak terjadi apa-apa kecuali kotak hitam itu berbunyi sekali, lalu diam.
Margaret menarik Einstein agar mengikutinya keluar. "Kita
harus meninggalkan ruangan agar tidak ikut menciut," ia berkata.
"Tetapi ketika kita kembali beberapa jam lagi, meja itu akan lenyap
tanpa bekas. Mesin penciut ajaib akan menciutkannya sampai
seukuran atom." Margaret membawa Einstein kembali ke rumah Bibi Bess.
Sepanjang hari itu Einstein dan Margaret mengadakan eksperimen
dengan menggunakan indikator kimia seperti kertas lakmus dan
bromotimol biru. Mereka juga melihat protozoa yang terdapat dalam
setetes air kolam dengan menggunakan mikroskop. Mereka
memberikan pil makanan kepada tikus-tikus putih yang ada di dalam
laboratorium Bibi Bess. Di sela-sela kegiatan, Einstein dan Margaret
menyantap roti berisi jelly dan selai kacang sebagai makan siang.
Sore harinya, Bibi Bess mengadakan acara memanggang
bersama di halaman rumah. Mereka menikmati hamburger, jagung
bakar yang baru dipetik, salad tomat segar, dan semangka sebagai
penutup. Semuanya sangat lezat, dan mereka baru selesai mencuci
piring dan membereskan alat-alat pada pukul delapan.
Hari sudah hampir gelap ketika Margaret membawa Einstein
kembali ke pondok melalui jalan lain. Mereka sampai tepat pada saat
matahari yang hampir terbenam menyinari pintu kuning, membuatnya
tampak keemasan, seperti pada pagi hari.
Margaret membuka kunci pintu dan mereka masuk ke dalam.
Ruangan itu tampak hampir sama: satu pintu, satu jendela kecil, dan
sebuah kotak hitam kecil. Hanya satu yang hilang, yaitu meja batu
besar tadi. Sama sekali tak ada bekasnya di lantai, tidak sepotong kecil
batu pun. Mula-mula Einstein tak dapat mempercayai matanya. Margaret
mungkin benar-benar mengalahkannya kali ini. Bagaimana bisa meja
batu besar itu menghilang begitu saja" Apakah Margaret benar-benar
telah menciptakan sebuah mesin penciut"
Margaret tersenyum melihat air muka Einstein. "Nah,"
tanyanya, "bagaimana pendapatmu tentang mesin penciut ajaibku?"
Einstein terdiam beberapa menit. Lalu wajahnya berubah dan ia
mulai tertawa. Ia mendorong ke atas kacamatanya yang melorot.
"Untuk sesaat kau hampir membuatku teperdaya, Margaret," katanya.
"Kupikir aku tahu apa yang terjadi terhadap meja itu. Dan jika aku
betul, tidak ada benda yang namanya mesin penciut ajaib."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Menurut
pendapatmu, apa yang terjadi dengan meja itu"
"Kunci teka-teki ini," Einstein memulai penjelasannya, "terletak
pada matahari." "Matahari!" Margaret berseru. "Apa hubungannya matahari
dengan mesin penciut?"
"Kau harus ingat bahwa pada pagi hari matahari terbit di timur
dan tenggelam di barat sore harinya," Einstein menjelaskan. "Tetapi
baik matahari yang baru terbit maupun yang hampir tenggelam samasama menyinari pintu kuning ruangan ini. Hal itu tak mungkin."
"Jadi, apa jawabannya?" tanya Margaret.
"Sederhana," sahut Einstein. "Pasti terdapat dua pintu dan dua
ruangan pada pondok ini, satu di depan dan satu di belakang. Matahari
menyinari salah satu pintu di pagi hari dan pintu lainnya pada sore
hari. Kau pasti membawaku ke salah satu ruangan di pagi hari, dan ke
ruang lain sore harinya. Di dalam ruangan yang pertama terdapat meja
batu. Ruangan satunya kosong."
"Kau benar," kata Margaret.
Mereka meninggalkan pondok itu dan berjalan kembali ke
rumah. "Aku sadar telah melakukan satu kesalahan," Margaret berkata
sambil menggelengkan kepalanya.
"Apa?" tanya Einstein.
"Seharusnya aku memperlihatkan mesin penciut ajaibku ketika
hari mendung." "Betul," jawab Einstein. "Mesinmu itu sempat membuatku
berada dalam kegelapan untuk beberapa saat. Namun matahari
membuat segala hal menjadi terang."
3 ANJING YANG MELOLONG EINSTEIN sedang melihat-lihat beberapa foto planet Jupiter
yang menggambarkan bintik merah besar pada permukaan planet itu,
ketika tiba-tiba Dennis, adiknya yang baru berusia delapan tahun,
menyerbu masuk ke kamarnya. Lutut Dennis terluka dan salah satu
matanya bengkak membiru. "Kenapa kau bisa sampai begini?" tanya Einstein.
"Aku habis berkelahi dengan mantan temanku" Chuck," kata
Dennis. "Ia ingin memakai sarung tangan baseball milikku, tetapi aku
melarangnya. Lalu ia merebut sarung tangan itu dan aku memukulnya.
Kemudian ia mulai memukuliku, tetapi setidaknya aku memperoleh
sarung tanganku kembali. Badan Chuck lebih besar daripadaku, tetapi
kau lebih besar daripadanya. Jadi sekarang aku ingin kau keluar dan
balas memukulnya." "Wow... wow... wow, tunggu dulu, tidak segampang itu,
Dennis," Einstein berkata. "Aku kasihan melihatmu dipukul oleh
Chuck, tetapi bagaimanapun juga kau memukulnya lebih dulu.
Memang ia sebenarnya tak boleh merebut sarung tanganmu, tetapi
mungkin kau dapat mengatasinya dengan cara lain. Dan ingat, ukuran
tubuh tidak ada hubungannya dengan otak."
"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan?" tanya Dennis.
"Kau dapat menjelaskan kepadanya bahwa sarung tanganmu itu
baru dan kau harus menabung lama untuk dapat membelinya. Dengan
cara itu kau dapat terus berteman dengannya tanpa harus
meminjamkan sarung tanganmu."
"Apakah cara itu dapat berhasil?"
"Aku tak tahu pasti," sahut Einstein, "tetapi kau boleh
mencobanya. Seperti caraku mengatasi Pat Bums di kelasku. Aku
dapat saja beradu tinju dengannya kalau terpaksa, tetapi aku lebih
suka mengalahkannya dengan menggunakan otakku."
"Siapa itu Pat Bums?" Dennis bertanya.
"Anak paling besar di kelasku; juga yang paling jahat. Semua
orang memanggilnya Pat si Jahat. Ia punya seorang teman bernama
Herman yang merupakan anak terjahat nomor dua di kelas. Cara
terbaik untuk mengatasi mereka adalah dengan berpikir, bukan
berkelahi." Begitu Einstein selesai berbicara, bel pintu depan berbunyi.
Einstein turun membuka pintu, dan ia dibuat tercengang ketika
melihat orang yang baru saja dibicarakannya"Pat si Jahat.
Tangan Pat memegang rantai pengikat binatang. Di ujung rantai
itu terdapat seekor anjing bastar besar berwarna coklat. Anjing itu
menggeram ketika Einstein membuka pintu.
Einstein menatap Pat, lalu anjing itu, lalu kembali kepada Pat.
"Halo, Pat. Apa kabar?"
Ketika Einstein membungkuk untuk mengelus kepala anjing itu,
tiba-tiba anjing itu melolong. Cepat-cepat Einstein mundur. Ia begitu
kaget sampai kacamatanya melorot hingga ke ujung hidung. Ia
membetulkan letak kacamatanya dan bertanya, "Mengapa anjing itu
melolong terus?" Pat tertawa mengejek. "Einstein," kata Pat, "ini anjingku, Rocky. Ayo beri salam pada
Rocky." "Halo, Rocky," kata Einstein.
Rocky tetap melolong. Einstein kembali memandang Pat. "Yah, aku senang dapat
bercakap-cakap denganmu serta Rocky, tetapi aku harus pergi
sekarang. Sampai jumpa."
"Sebentar," Pat berkata. "Aku ingin berbicara denganmu."
"Aku harus pergi, Pat. Lain kali sajalah."
"Sekarang," kata Pat, dan ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Baik," kata Einstein dengan terpaksa. "Aku baru ingat bahwa
aku punya waktu untuk berbicara denganmu sekarang."
Pat duduk di atas anak tangga di muka pintu. Ia memberi tanda
agar Einstein duduk di sebelahnya. Ia lalu mengarahkan telunjuknya
kepada Rocky. Tiba-tiba Rocky menghentikan lolongannya.
Sekarang Einstein berbalik menjadi sangat tertarik. "Bagaimana
kau dapat melakukan hal itu, Pat?" ia bertanya. "Kau hanya
menjulurkan telunjukmu kepada anjing itu dan ia berhenti melolong.
Apa rahasianya?" "Itu urusanmu untuk mencari tahu, Einstein," Pat berkata
disertai senyum licik. "Kau kan sang jenius di kelas. Jadi kita akan
bermain sedikit teka-teki. Pemenangnya boleh memukul lengan yang
kalah lima kali. Sudah siap untuk mulai?"
"Kurasa aku tak ingin bermain," kata Einstein. "Aku benarbenar harus pergi..."
"Main sekarang atau terima kalah," kata Pat sambil
memukulkan kepalan tangan kanannya ke tangan kiri.
"Baik," kata Einstein. Pat tidak pandai, namun ia kuat. Lebih
mudah mengecoh Pat daripada berkelahi dengannya. "Aku selalu
menyukai permainan yang seru. Apa peraturannya kali ini?"
"Peraturannya sederhana saja," kata Pat. "Yang harus
kaulakukan hanyalah menjelaskan kepadaku bagaimana aku dapat
membuat Rocky melolong dan berhenti. Seperti ini."
Pat mengarahkan telunjuknya kepada Rocky. Anjing itu mulai
melolong. Pat mengarahkan telunjuknya sekali lagi. Anjing itu
berhenti melolong. "Coba kaubuat anjing ini melolong, Einstein," kata
Pat. Einstein mengarahkan telunjuknya kepada Rocky. Anjing itu
hanya menguap. Einstein menunjuk sekali lagi. Kali ini Rocky
menggaruk-garuk telinganya dengan kaki belakang.
"Kuberi kau waktu satu jam untuk memikirkannya," kata Pat.
"Aku akan kembali bersama sobatku Herman agar ia bisa menjadi
saksi ketika yang kalah membayar kekalahannya."
Pat pergi sambil menarik Rocky. Ia menengok ke belakang
kepada Einstein dan berkata, "Ingat, satu jam."
Einstein memperhatikan mereka melangkah menuruni jalan.
Ketika mereka hampir sampai di ujung blok, ia melihat Herman
melompat keluar dari semak-semak dan bergabung bersama Pat dan
anjingnya. Einstein segera mengeluarkan teropong kecil dari sakunya dan
melihat Herman mengeluarkan sebuah benda berkilat dari mulutnya
serta memasukkannya ke dalam saku. Benda berkilat itu adalah
sebuah peluit. Tetapi apakah Herman tadi meniup peluit" Einstein tak
mendengar bunyinya. Einstein kembali duduk di atas anak tangga. Kacamatanya
melorot lagi, tetapi ia tak sadar. Ia sedang mengingat-ingat sesuatu hal
yang pernah dikatakan ayahnya tentang hewan.
Pat, Herman, dan Rocky kembali ke rumah Einstein dalam satu
jam tepat. Pat memulai pembicaraan. "Siap membayar kekalahanmu,
Einstein?" tanyanya.
"Pertama-tama aku ingin memperkenalkan adik kecilku,
Dennis. Dennis, ayo beri salam pada Pat dan Herman."
"Halo," Dennis berkata.
"Halo, Nak," kata Pat. Herman tak berkata apa-apa. "Kau siap
sekarang, Einstein?" tanya Pat.
"Apakah kau yakin ingin meneruskan permainan ini?" Einstein
bertanya. "Tentu, aku yakin sekali," jawab Pat. "Kau ingin mencoba
mundur, ya?" "Tidak," sahut Einstein. "Aku hanya ingin mengingatkan bahwa
lima pukulan di lengan adalah idemu."
"Aku ingat," kata Pat. "Kau siap dipukul?"
"Tidak secepat itu," potong Einstein. "Kupikir aku tahu
bagaimana caranya membuat anjing itu melolong. Dan jika aku benar,
kaulah yang harus membayar kekalahan."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana cara
Pat membuat Rocky melolong"
"Aku menunggu," kata Pat. "Dan aku tak berpikir bahwa kau
tahu jawabannya." "Itulah masalahnya, Pat," kata Einstein. "Kau tidak berpikir."
"Kau hanya membuang-buang waktu, Einstein," Herman
berkata. "Kau sesungguhnya tidak tahu mengapa Rocky melolong."
"Oh"kaukira aku cuma membunyikan peluit tanpa alasan?"
tanya Einstein. "Peluit," Herman berkata. Ia tiba-tiba terlihat gelisah. "Apa
hubungannya dengan urusan ini?"
"Oh, justru peluit itulah topik utama kita kali ini," sahut
Einstein. "Sebagai contoh, kita ambil saja peluit yang ada di dalam
sakumu. Itulah yang disebut peluit anjing. Nada suara yang dihasilkan
peluit anjing ini sangat tinggi, sehingga tidak terdengar oleh manusia.
Tetapi anjing dapat mendengarnya walaupun ditiup dari kejauhan."
Herman memandang Pat. "Agaknya ia tahu ba-gaimana cara
kita melakukannya," ia berkata.
"Agaknya aku memang tahu," kata Einstein. "Kalian pasti
melatih Rocky untuk melolong pada saat ia mendengar bunyi peluit
dan berhenti ketika peluit berhenti berbunyi. Herman, kau mengawasi
Pat dari balik semak-semak. Begitu kau melihat Pat menunjuk Rocky,
kau meniup peluit dan Rocky melolong. Tetapi kalau aku yang
menunjuk Rocky, kau tidak meniup peluit sehingga Rocky tidak
melolong." "Oke, Einstein," Pat berkata. "Kali ini kau menang. Tapi tunggu
saja lain kali." Ia memberikan lengannya. "Sekarang kau boleh
memukulku." "Tentang pukulan di lengan itu, kau tak perlu membayar
kekalahanmu," kata Einstein. "Cukup kauingat satu peribahasa yang
akan kukatakan."
Detektif Ilmiah Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Peribahasa apa?" tanya Pat tak sabar.
"Anjing menggonggong kafilah berlalu. Anjing melolong Pat
Burns berlagu." "Kurasa Pat lebih senang kalau dipukul saja," ujar Dennis.
4 PELARUT SEGALA STANLEY tampak sangat bersemangat ketika Einstein muncul
di pintu rumahnya. Rambut Stanley sampai jatuh menutupi matanya.
Ia bahkan tak sempat memarahi Einstein yang datang setengah jam
terlambat. "Kali ini aku menemukan sesuatu yang benar-benar fantastis,"
Stanley berkata. "Ayo kita ke laboratorium, akan kutunjukkan
padamu, Einstein." Stanley masuk dan bergegas menaiki tangga. "Laboratorium"
yang ia maksud sebenarnya adalah ruang bawah atap yang diberikan
ayah-ibunya sebagai tempat melakukan segala eksperimennya.
Einstein, yang sudah berkali-kali masuk ke sana, tahu bahwa
laboratorium itu penuh dengan segala macam... yah, Stanley
menyebutnya peralatan ilmiah.
Ketika Stanley membuka pintu kamar ruang bawah atap itu,
laboratorium terlihat lebih berantakan daripada biasanya. Tabungtabung reaksi berisi cairan merah, hijau, dan biru yang meletup-letup.
Sebuah pipa gelas yang melingkar-lingkar menghubungkan dua buah
labu. Tercium bau aneh di dalam ruangan itu. Stanley berkata bahwa
itu adalah parfum yang sedang dibuatnya untuk menarik perhatian
para gadis, tetapi Einstein merasa baunya seperti karet terbakar.
Namun ia memutuskan untuk tidak mengatakannya kepada Stanley.
Di ujung pipa melingkar terdapat sebuah gelas piala kecil yang
setengah terisi dengan cairan merah jernih. Stanley menunjuk gelas
piala itu. "Ini dia," katanya dengan bangga. Bersamaan dengan itu,
setetes lagi cairan merah menetes ke dalam gelas.
"Apa sih isinya?" Einstein menatap gelas piala itu dengan
penuh rasa ingin tahu. "Bagiku terlihat seperti segelas soda ceri."
Stanley tertawa menirukan gaya seorang ilmuwan sinting
sebisa-bisanya. "Memang terlihat seperti soda," ia membenarkan
sambil menggosok-gosok kedua tangannya dengan gembira, "tetapi
cairan itu adalah pelarut segala pertama yang pernah dibuat."
"Oh," kata Einstein. "Hebat sekali. Satu lagi terobosan penting
bagi dunia ilmu pengetahuan yang kaubuat?"
"Kau tahu apa arti pelarut, kan, Einstein?"
Tanpa menunggu Einstein menjawab ya, Stanley langsung
menjelaskan. "Pelarut adalah cairan yang melarutkan suatu zat lain.
Contohnya, air melarutkan gula, garam, dan banyak lagi. Itu semua
kita sebut larutan gula, garam, atau apa saja yang terlarut di
dalamnya." ebukulawas.blogspot.com
"Aku tahu," sahut Einstein. "Sebenarnya, air adalah pelarut
yang hebat. Berikan waktu yang cukup, dan ia dapat melarutkan
hampir segala zat. Mungkin air dapat disebut pelarut segala."
"Tetapi itulah masalahnya," Stanley berkata dengan suara
seperti guru sekolah"suara yang sering ditirukannya. "Air tidak
melarutkan semua zat. Contohnya, air tidak dapat melarutkan minyak
atau cat kuku. Tetapi kita dapat menggunakan terpentin untuk
melarutkan minyak, dan aseton untuk melarutkan cat kuku. Ada
berbagai pelarut yang berbeda untuk setiap zat. Tetapi pelarutku dapat
melarutkan segalanya."
"Baik," Einstein berkata. "Mari kita lihat bagaimana pelarutmu
bekerja." Stanley mengambil sepotong plastik dan memasukkannya ke
dalam gelas piala. Ia mengaduknya dengan sebuah batang kaca.
Plastik itu makin lama menjadi semakin kecil. Setelah beberapa menit
potongan plastik itu telah larut.
Einstein kagum. Ia menatap gelas piala itu baik-baik.
Stanley berpaling kepada Einstein dan berkata, "Apakah kau
ingin aku mencoba melarutkan kemejamu?"
"Stanley," Einstein berkata, "aku rela memberikan kemeja yang
kupakai untuk sebuah penemuan yang benar-benar merupakan
terobosan ilmiah, tetapi sebaiknya kau mencoba melarutkan beberapa
zat lain terlebih dulu."
"Benda apa yang kau ingin untuk kularutkan?" Stanley
bertanya. Einstein melihat ke sekeliling laboratorium. "Coba sepotong
kapur," ia berkata, "dan minyak biji rami dan boraks." Einstein tahu
bahwa bahan-bahan kimia yang dipilihnya hampir tidak dapat larut
dalam air. "Tentu," kata Stanley. Ia menyiapkan tiga gelas piala lain dan
mengisinya dengan cairan merah itu. Ia memasukkan kapur tulis ke
dalam salah satu gelas dan bahan-bahan yang lain ke dalam dua gelas
lainnya. Kali ini dibutuhkan waktu lebih lama sebelum terjadi sesuatu.
Tetapi benar, kapur dan kedua bahan kimia lainnya melarut secara
pelan namun pasti. Einstein terlihat berpikir dalam-dalam. Ia mengangkat gelas
piala berisi cairan merah itu satu persatu dan menatapnya dengan
saksama. Akhirnya ia mendorong naik kacamatanya yang melorot dan
tersenyum. "Soda ceri yang kaubuat boleh jadi dapat melarutkan banyak
zat, tetapi sebaiknya kau jangan langsung pergi ke kantor paten. Ini
bukanlah pelarut segala. Kalau cairan ini benar-benar merupakan
pelarut segala, kau berada dalam bahaya besar."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
Einstein tahu bahwa Stanley tidak menemukan pelarut segala"
Dan apa maksud kata-katanya tentang bahaya yang dihadapi
Stanley kalau cairan itu benar-benar merupakan pelarut segala"
"Bahaya macam apa?" tanya Stanley. "Maksudmu kesulitan
dengan pemerintah?" "Bukan pemerintah, tepatnya," jawab Einstein. "Lebih tepat
kalau dikatakan dengan orangtuamu... dan siapa saja yang berada di
lantai di bawah kita."
"Apa sih maksudmu, Einstein?"
"Begini," Einstein berkata. "Sebuah pelarut segala akan
melarutkan apa saja, termasuk gelas. Jadi jika soda cerimu ini
memang pelarut segala, ia akan melarutkan gelas piala dan batang
pengaduk. Tak ada tempat yang dapat menampungnya. Ia akan
melarutkan apa saja yang disentuhnya, termasuk lantai ruangan ini dan
siapa saja yang berada di lantai bawah."
Stanley pelan-pelan mengangguk. "Kurasa kau benar, Einstein,"
ia berkata. Einstein tersenyum. "Dengar ini," katanya. "Malam boleh
menjadi larut, tetapi lantai kamar ini jangan ikut larut."
5 MUSEUM BENDA-BENDA ANEH ROMBONGAN sirkus datang ke kota Einstein pada minggu
ketiga bulan Juli. Einstein mengajak adiknya, Dennis, untuk
menonton. Mereka senang sekali menyaksikan penjinak singa, para
pemain akrobat yang berayun-ayun di udara, badut-badut yang lucu,
dan seluruh pertunjukan lain yang diadakan dalam kemah utama.
Setelah pertunjukan usai, mereka sepakat untuk melihat acara-acara
sampingan. Acara-acara sampingan diadakan di dalam tenda-tenda kecil di
belakang tenda utama. Di dalam tenda-tenda itu dilangsungkan
pertunjukan orang-orang yang memiliki kemampuan yang
menakjubkan. Misalnya saja ada orang kuat, wanita gemuk, penelan
pedang, orang yang dapat berjalan di atas api, dan yang paling aneh
adalah orang yang dapat meramal nasibmu cukup dengan "meraba
benjolan yang ada di kepalamu".
"Bagaimana seseorang dapat meramal nasib hanya dengan
meraba benjolan di kepala?" Dennis bertanya.
"Cara itu sama saja jitunya dengan meramal nasib dengan
melihat garis tangan atau bola kristal atau bintang-bintang," kata
Einstein. "Maksudmu kau tak percaya kepada bintang-bintang?" Dennis
bertanya. "Aku percaya kepada bintang-bintang," sahut Einstein. "Dan
juga planet-planet, komet, meteor, nebula, dan galaksi. Tetapi entah
bagaimana aku tak dapat menerima bahwa keberuntunganku
tergantung pada kumpulan bintang yang letaknya berjuta-juta
kilometer dari bumi."
"Aku mengerti maksudmu," kata Dennis.
"Tapi kau pasti tak tahu kalau ada bintang yang punya mulut
dan dapat menelan macam-macam," ujar Einstein.
"Ah, yang benar," Dennis terperangah.
"Ya, bintang laut dan bintang film," Einstein tersenyum.
"Huh," kata Dennis kesal.
Di dalam arena sirkus itu juga terdapat stan-stan makanan,
permainan, dan roller coaster. Einstein dan Dennis masing-masing
memakan sebuah hot dog, hamburger, kentang goreng, segelas susu
dingin, dan gulali. Mereka naik roller coaster tiga kali, dan mencoba
membunyikan bel dengan sebuah palu besar.
Einstein hampir tak dapat mengangkat palu itu melewati
kepalanya. Ketika ia melepaskan palu itu, yang terlihat pada papan
skala adalah "Loyo".
Dennis tertawa, tetapi ketika ia sendiri mencoba main, nasibnya
tak lebih baik. Einstein memutuskan untuk tidak tertawa setelah
melihat air muka adiknya.
Kedua anak itu beijalan keluar dan hampir meninggalkan arena
ketika mereka melalui sebuah tenda yang memasang papan nama
menarik. Papan nama itu bertuliskan "Museum Benda-benda Aneh".
Seorang pria yang berdiri di depan tenda sedang membujuk orangorang untuk masuk. Ia berbicara melalui pengeras suara. "Hadiah
sepuluh dolar bagi siapa saja yang dapat membuktikan bahwa ada
benda palsu di dalam sini."
Einstein berkata, "Ayo masuk dan lihat apa yang mereka miliki,
Dennis. Mungkin kita dapat memperoleh hadiahnya."
Keduanya berjalan mendekati tenda dan melihat harga karcis
masuk. Ternyata lima puluh sen seorang. Dennis merogoh kantongnya
lalu menghitung jumlah uang yang tersisa.
"Uangku tinggal satu dolar lebih sedikit," Dennis berkata.
"Mungkin semua benda di dalam museum ini memang asli. Dan
seandainya tidak, bagaimana kita dapat membuktikannya" Kupikir
sebaiknya uang ini kita pakai untuk membeli es krim."
Biasanya Einstein sangat menyukai es krim, tetapi entah
mengapa kali itu ia merasa ada yang tak beres dengan perutnya.
"Ayolah, Dennis," ia berkata, "kita coba saja. Kalau kita
memperoleh hadiahnya, kau dapat membeli es krim sebanyak yang
kaukehendaki." Dennis mempertimbangkan sebentar sebelum memutuskan.
"Kita masuk ke dalam museum, Einstein, tetapi kuharap kau dapat
membuktikan salah satu benda di dalam adalah palsu."
Di dalam tenda, telah tersusun beberapa meja. Di atas mejameja itu terdapat beberapa lusin benda, mulai dari telur, batu-batuan,
sampai sepatu. Di depan setiap benda terdapat sebuah label kecil
bertuliskan kisah masing-masing benda.
Einstein dan Dennis berkeliling melihat-lihat setiap benda satu
per satu. Benda-benda yang dipamerkan di antaranya adalah "batu
bulan", "sepatu astronaut", dan "ujung depan roket yang ditemukan
kembali". Ada juga beberapa kulit telur yang menurut labelnya berasal
dari "seekor elang emas", "burung nasar", dan "kelelawar coklat yang
besar". Selain itu juga terdapat beberapa butir telur kura-kura dan kulit
"ular piton berukuran panjang enam meter".
Di meja lain terdapat koleksi pecahan tembikar yang ditemukan
"pada sebuah perkampungan Indian yang terkubur di dalam lebatnya
hutan tropis di Amerika Tengah". Meja itu juga menjadi tempat
beberapa bongkah batu yang mengilap. Keterangan pada batu-batu itu
mengatakan bahwa semuanya "dulu berasal dari batang pohon yang
kemudian berubah menjadi batu setelah mengalami proses selama
ribuan tahun". Dennis mengangkat salah satu batu itu. "Mungkin ini palsu,"
ujarnya. "Siapa sih yang pernah mendengar sebatang pohon berubah
menjadi sebongkah batu?"
Einstein memperhatikan batu itu dengan cermat, lalu menatap
Dennis. "Lebih baik pohon batu daripada kepala batu," ia berkata
dengan suara dibuat berwibawa.
"Lucu sekali," kata Dennis. Tetapi ia tak tertawa.
Sementara mereka tetap berjalan sekeliling ruangan, Dennis
tampak mulai kesal. "Aku sudah lapar sekali, Einstein," katanya.
"Kuharap kau dapat membuktikan ada benda palsu di sini. Apakah
batu tadi palsu, atau semua benda di sini asli?"
"Oh, jangan khawatir tentang hal itu," sahut Einstein. "Paling
tidak satu dari benda-benda di sini jelas bukan seperti yang tertulis
pada labelnya." Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Benda mana
yang palsu" "Aku masih berpendapat bahwa batu dari pohon itu adalah
palsu," Dennis berkata.
"Kukira tidak," jawab Einstein. "Batu-batu itu disebut kayu
yang membatu. Biasanya mereka ditemukan dalam bentuk kayu
gelondongan, batang pohon, dan pangkal pohon yang masih tertinggal
di dalam tanah setelah pohon ditebang. Selama beribu-ribu tahun
setiap sel kayu digantikan oleh bahan kimia bernama silika. Silika
berubah menjadi batu."
"Yah, kalau yang palsu bukan batu, pasti kulit ular piton itu,"
kata Dennis. "Siapa sih yang pernah mendengar ada ular sepanjang
enam meter?" "Aku pernah," sahut Einstein. "Piton dapat tumbuh sampai
sepanjang sembilan meter lebih."
"Kalau begitu, yang mana yang palsu?" tanya Dennis.
"Satu benda yang pasti palsu adalah kulit telur kelelawar
coklat," jawab Einstein.
"Dari mana kau bisa tahu?" tanya Dennis.
"Soalnya, kelelawar adalah mamalia terbang, bukan burung.
Sayap kelelawar sebenarnya adalah tangan dengan jari-jari yang
panjang. Selapis kulit tipis dan halus terentang di antara jari-jari itu,
membentuk sayap. Dan tentu saja kelelawar tidak bertelur seperti
burung. Kelelawar, seperti mamalia lainnya, melahirkan anaknya."
Einstein menyeringai lebar. "Dapat kita katakan bahwa di museum ini
terdapat telur yang teraduk-aduk."
"Itu mengingatkanku," kata Dennis, "bahwa aku lapar."
6 PERTANDINGAN ANGKAT BERAT
HARI ini merupakan yang terpanas selama musim panas kali
ini, bumi serasa terpanggang. Einstein bangun pagi-pagi (dengan
sedikit kesal karena ia masih mengantuk), lalu memasukkan baju
renangnya, handuk, dan makan siang ke dalam tas. Anggota
keluarganya yang lain baru bangun ketika ia berangkat menemui
Margaret di halte bus. Mereka hendak pergi ke pantai.
Bus bergerak melintasi kota Sparta, berhenti di setiap
persimpangan jalan. Kebanyakan penumpang yang naik ke bus adalah
anak-anak yang juga ingin ke pantai. Dengan segera bus menjadi
penuh sesak. Semua orang tertawa gembira membayangkan
menceburkan diri ke air laut dan mendinginkan tubuh di sana.
Einstein dan Margaret asyik mengobrol bersama teman-teman
yang duduk di dekat mereka. Tiba-tiba Margaret menyikut rusuk
Einstein.
Detektif Ilmiah Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Einstein terenyak kaget. "Ada apa sih, Margaret?" ia bertanya
sambil mengusap-usap dadanya.
Margaret menunjuk ke arah dua anak yang baru naik ke atas bus
dan sekarang sedang berjalan di antara deretan kursi yang penuh
orang. "Lihat siapa itu," kata Margaret. "Kesayangan semua orang, Pat
si Jahat dan bayangannya, Herman."
Einstein membungkuk di balik kursinya. "Kuharap mereka tak
melihatku," ia berkata. "Terakhir kali aku bertemu Pat, aku menang
lima pukulan di lengan karena aku tahu mengapa anjingnya
melolong." Margaret menggeleng-gelengkan kepala tak mengerti. "Apa sih
yang kaubicarakan" Apa hubungannya anjing yang melolong dengan
lima pukulan di lengan dan Pat?"
Einstein tak menjawab karena pada saat itu Pat dan Herman
melihatnya dan datang mendekat.
Pat berdiri di hadapannya dan menatap ke bawah. "Nah, ini dia
si jenius Einstein. Aku tak tahu kau akan pergi ke pantai hari ini. Aku
harus memikirkan suatu pertandingan untuk kita. Yang menang boleh
memukul lengan yang kalah sepuluh kali. Dan kali ini akulah yang
akan tampil sebagai pemenang karena takkan ada unsur otak di dalam
pertandingan ini." "Memang itulah satu-satunya jenis pertandingan yang
berpeluang untuk kaumenangkan, Pat," potong Margaret.
Pat memelototi Margaret, tapi tak berkata apa-apa. Pertama dan
untuk terakhir kalinya ia mengusik Margaret, Margaret memukulnya
dengan telak di mata. Akibatnya selama seminggu ia harus berkeliaran
dengan satu mata hitam lebam.
Pat mengatakan kepada semua orang bahwa ia terbentur
pegangan pintu, sampai ada yang berkata, "Ya, terbentur kepalan
tangan Margaret." Setelah itu, Pat tak pernah lagi mengganggu
Margaret. "Sampai ketemu lagi di pantai," Pat berkata kepada Einstein.
"Tentu," sahut Einstein, "kami akan mencarimu. ...Dan
kemudian pergi ke arah lain," tambahnya pelan-pelan. Einstein
bukannya takut kepada Pat; ia hanya tak melihat alasan mengapa ia
harus berkelahi dengannya.
Bus berhenti di pantai. Anak-anak berhamburan ke segala arah.
Pantai segera menjadi ramai dengan orang-orang yang berenang,
makan, bermain bola, atau berjemur. Semuanya merasa gembira...
kecuali ketika mereka melihat Pat dan Herman datang mendekat.
Pat dan Herman berjalan ke pinggir laut tempat Einstein dan
Margaret sedang membuat benteng pasir.
Pat hampir melaksanakan niatnya menginjak benteng itu ketika
ia melihat Margaret memelototinya. Ia langsung melangkah mundur
lalu berbicara kepada Einstein.
"Einstein, inilah pertandingan yang akan kita lakukan. Siapa
yang dapat mengangkat beban paling berat dapat memukul lengan
yang kalah sepuluh kali. Siap?"
Einstein menatap air laut yang memukul-mukul kakinya. Ia
mendorong naik kacamatanya dan berpikir sebentar.
"Ini adalah pertandingan yang konyol," kata Einstein. "Tetapi
aku berniat mencobanya dengan beberapa syarat."
"Syarat macam apa?" Pat bertanya.
"Pertama, masing-masing hanya mempunyai satu kali
kesempatan untuk mengangkat benda terberat yang dapat ia temukan.
Kedua, ia dapat mengangkat benda itu di mana pun ia mau." Einstein
melihat Margaret mulai tersenyum.
Pat mempertimbangkan syarat itu sejenak. Apa bedanya
mengangkat benda di satu tempat dengan di tempat lain" Akhirnya ia
berkata, "Oke, Einstein, aku setuju. Benda yang akan kuangkat adalah
dirimu." Pat mendekati Einstein dan meletakkan kedua tangannya di
bawah ketiak Einstein. Dengan susah payah, pelan-pelan ia berhasil
mengangkat Einstein dari permukaan pasir pantai.
"Sekarang giliranmu," Pat berkata mengejek. "Siapa yang akan
kauangkat" Aku?"
"Tepat, engkaulah yang akan kuangkat," sahut Einstein.
"Sekarang melangkahlah ke sana."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
Einstein dapat mengangkat Pat, yang jelas lebih berat daripada
dirinya" Apa keuntungan yang didapatnya hingga Einstein harus
mengangkat Pat di tempat lain"
"Melangkah ke mana?" tanya Pat.
"Ke dalam air," jawab Einstein. "Ikuti aku masuk ke air laut
hingga aku mengatakan berhenti."
Einstein berjalan ke dalam air, dan Pat mengikutinya. Einstein
berhenti ketika permukaan air telah setinggi leher Pat. Lalu ia
menoleh ke arah Pat dan berkata, "Di sinilah aku akan
mengangkatmu." Einstein melingkarkan tangannya ke tubuh Pat dan
mengangkatnya dengan mudah.
Herman menyaksikan semua ini dari tepi pantai. Mulutnya
menganga lebar ketika ia melihat Einstein mengangkat Pat.
"Bagaimana kau bisa mengangkat Pat sedemikian gampangnya?" ia
bertanya heran. "Karena berat Pat di dalam air lebih ringan daripada di udara,"
Einstein menjelaskan. "Air dan segala zat cair lainnya mempunyai
daya dorong ke atas yang disebut daya apung. Selama sebagian besar
tubuh Pat ada di bawah air, mudah sekali mengangkatnya. Hal ini
membuktikan bahwa untuk melakukan sesuatu, tidak cukup hanya
dengan kekuatan, tetapi perlu otak."
"Ya sudah, Einstein, turunkan aku sekarang," kata Pat.
Einstein tersenyum. "Sebenarnya sudah, Pat, harga dirimu
sudah turun di mata semua anak yang menonton," ia berkata sambil
melepaskan pegangannya. 7 MAKHLUK ANGKASA LUAR EINSTEIN baru saja pulang dari pantai ketika ibunya
menelepon dari kantor harian Tribune tempatnya bekerja.
"Untung kau sudah pulang, Adam," kata Bu Anderson. "Aku
mau minta tolong padamu."
"Katakan saja, Bu," sahut Einstein. "Apa yang Ibu bisa saya
kerjakan untuk?" Einstein suka memutar balik kata-katanya.
Sayangnya, ia merasa tak seorang pun menyukai hal itu.
"Adam, aku ingin mewawancarai seseorang untuk artikel di
surat kabar. Ia sedang berkunjung ke Sparta. Aku berniat
mengundangnya ke rumah untuk makan malam hari ini. Dan aku
berharap kau bisa menemani kami selama aku melakukan
wawancara." "Siapa sih orang itu" Dan mengapa saya harus menemani Ibu"
Apa ada yang tak beres?"
"Nama orang itu Pak Janus," jawab Bu Anderson. "Ia sedang
menulis buku tentang pengalamannya. Atau paling tidak apa yang
menurutnya dialaminya."
"Apa yang dialaminya" Apa yang harus saya lakukan bila ia
datang" Apakah Ibu mengira bahwa ia berdusta" Apakah ini
menyangkut ilmu pengetahuan?" Einstein menanyakan semua
pertanyaan itu secara bertubi-tubi.
"Sabar sebentar, akan kuceritakan," sahut ibunya tertawa.
"Janus mengatakan bahwa ia sedang menyusuri jalan raya di pinggir
kota Sparta, ketika tiba-tiba dilihatnya sebuah piring terbang. Piring
terbang itu mendarat dan beberapa makhluk mungil berkepala besar
turun dan menyapanya."
"Wow!" teriak Einstein. "E.T. Lalu apa lagi yang terjadi?"
"Janus mengatakan bahwa makhluk angkasa luar itu dapat
berbicara dengannya dalam bahasa Inggris dengan menggunakan
semacam mesin penerjemah yang mereka bawa. Mereka memintanya
ikut ke dalam piring terbang dan membawanya ke pangkalan mereka
di salah satu sisi bulan yang tidak terlihat. Mereka menahannya di
sana selama beberapa hari, kemudian membawanya pulang dan
membebaskannya." "Itu benar-benar terdengar aneh," Einstein berkata. "Apakah Ibu
mempercayai ceritanya?"
"Itulah sebabnya mengapa aku menghendaki kau menemani
kami," jawab Bu Anderson. "Ia kedengarannya jujur, tetapi mungkin
ia hanya ingin mencari publisitas bagi bukunya. Aku ingin kau
mendengarkan apa yang akan dikatakannya dan kemudian
memberitahuku secara pribadi apakah ia membuat kesalahan ilmiah."
Einstein langsung setuju. Ia gemar membaca cerita-cerita fiksi
ilmiah, walaupun ia agak ragu mengenai adanya piring terbang.
Pak Janus ternyata berperawakan tinggi kurus. Matanya yang
hitam bersorot tajam. Sepanjang makan malam ia menceritakan
pengalamannya bersama para makhluk angkasa luar. Ia berkata bahwa
para makhluk itu tingginya sekitar satu meter, dan bentuk tubuhnya
persis menyerupai manusia. Mereka mempunyai satu kepala, dua
lengan, dan dua kaki. Kulit tubuh mereka berwarna hijau pucat, dan
tampak bercahaya. Kedua bola mata mereka sangat bundar, tapi tidak
memiliki pupil, dan telinga mereka runcing.
Einstein mendengarkan baik-baik, tetapi ia tak dapat
memutuskan apa-apa. Kalau kau memang percaya akan adanya piring
terbang, pikirnya, maka semua yang dikatakan Pak Janus tidak ada
yang salah secara ilmiah.
Setelah makan malam Dr. Anderson berkata bahwa ia dan
Dennis akan mencuci piring. Dennis tampaknya hendak memprotes,
tetapi Dr. Anderson memelototinya. Lalu Bu Anderson mengajak Pak
Janus dan Einstein ke ruang kerjanya kemudian menutup pintu.
"Silakan Anda lanjutkan cerita Anda, Pak Janus," pinta Bu
Anderson. "Anda sudah sampai pada bagian ketika para makhluk
angkasa luar itu memberi Anda pakaian antariksa dan Anda berjalanjalan di bulan."
"Permukaan bulan berbatu-batu dan berdebu," jelas Pak Janus.
"Anda tahu bahwa di bulan tak ada udara maupun air. Sinar matahari
membuat suhu di sana mencapai lebih dari seratus derajat Celsius. Itu
cukup panas untuk mendidihkan air, kalau ada. Untungnya AC di
dalam pakaian antariksa yang saya kenakan bekerja dengan baik.
"Para makhluk itu membawa saya berjalan ke sebuah bukit.
Ketika kami mendekat, saya dapat mendengar suara palu
berdentangan. Untuk mendaki bukit sama sekali tidak sukar, karena
gravitasi bulan yang rendah."
"Apakah Anda melihat apa yang terjadi di balik bukit?" tanya
Bu Anderson. "Ya," sahut Pak Janus. "Ketika kami sampai di puncak bukit,
saya dapat melihat para makhluk angkasa luar itu sedang membongkar
pangkalan mereka. Mereka meminta saya untuk mengabarkan alasan
kepindahan mereka kepada penduduk bumi. Mereka memutuskan
bahwa penduduk bumi belum cukup maju untuk diikutsertakan dalam
Federasi Makhluk Pandai Antargalaksi."
"Sayang sekali," Einstein berkata. Tetapi aku mengerti kenapa
mereka berpikir demikian, pikir Einstein. "Bu, bolehkah saya bermain
di luar sekarang?" "Permisi sebentar ya, Pak Janus?" kata Bu Anderson. "Saya
akan segera kembali."
Einstein dan ibunya meninggalkan ruangan.
"Nah, apa pendapatmu?" tanya Bu Anderson. "Apakah Janus
membuat kesalahan ilmiah?"
"Sampai sejauh ini, hanya satu," sahut Einstein. "Tetapi
kesalahan itu cukup fatal sehingga membuat saya yakin bahwa seluruh
ceritanya hanya khayalan."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Di manakah letak
kesalahan cerita tentang makhluk angkasa luar itu"
"Apakah kesalahan itu terletak pada suhu bulan yang cukup
panas untuk mendidihkan air?" tanya Bu Anderson. "Bagiku hal itu
kedengarannya salah. Aku selalu membayangkan permukaan bulan
sangat dingin." "Permukaan bulan bisa dingin atau panas," Einstein
menjelaskan. "Karena bulan tidak mempunyai atmosfer, maka suhu
permukaannya menjadi sangat ekstrem. Di bagian yang terlindung
dari sinar matahari, suhunya lebih dingin dari tempat terdingin di
bumi. Di bagian yang terkena sinar matahari, suhunya lebih panas dari
tempat terpanas di sini."
"Lalu kesalahannya apa, Adam?"
"Kesalahan yang dibuat Pak Janus berhubungan dengan tidak
adanya atmosfer di bulan," Einstein menerangkan. "Pak Janus berkata
bahwa ia mendengar suara palu dari balik bukit. Tetapi suara harus
merambat melalui udara agar dapat terdengar. Bagaimana Pak Janus
dapat mendengar suara palu di tempat yang tidak ada udaranya?"
"Terima kasih, Adam. Aku tahu bahwa kau pantas
diperhitungkan." "Yah, Ibu dapat memperhitungkan dengan pasti akan jadi apa
saya dalam dua tahun ini."
"Apa?" tanya Bu Anderson.
"Empat belas tahun," jawab Einstein.
"Ah, kamu iseng," kata Bu Anderson.
8 BANTENG YANG MENGAMUK DR. ANDERSON sering sekali mengajak salah satu anaknya
kalau ia mendapat panggilan mengobati hewan sakit. Hari ini giliran
Einstein untuk menemani ayahnya.
Einstein amat suka menonton ayahnya bekerja. Dr. Anderson
tampak begitu paham bagaimana cara menenangkan hewan yang akan
diperiksa. Tangannya lembut, dan ia mampu bekerja dengan cepat
menentukan letak penyakit pasiennya. Dr. Anderson memiliki reputasi
sebagai dokter hewan terbaik di daerah itu.
Hari ini Dr. Anderson mengunjungi peternakan Jones untuk
memeriksa beberapa ekor sapi yang sakit. Ia memeriksa mereka dan
memberikan obat. Ketika Dr. Anderson dan Einstein hendak beranjak
pulang, Pak Jones memanggil mereka.
"Dok, mungkin Anda dapat memecahkan masalah yang
dihadapi Ajax, banteng nomor satu saya," kata Pak Jones.
"Memangnya Ajax kenapa"'Tampaknya ia baik-baik saja ketika
saya lihat beberapa menit yang lalu."
"Justru itu," sahut Pak Jones. "Ia tampak sehat. Tetapi kalau ia
ditinggal sendiri, terjadi hal yang aneh. Ketika saya datang kembali,
Ajax berkeringat dan kesakitan. Kalau ia terus seperti ini, saya tak
bisa mengikutkannya dalam pameran. Dan Apollo, banteng milik
Burns, mungkin akan memenangkan hadiah sebagai banteng terbaik.
Padahal Apollo-nya si Burns itu sama sekali tidak lebih baik daripada
Ajax." "Coba saya lihat," Dr. Anderson berkata.
Mereka kembali ke lapangan tempat Ajax dikurung. Banteng itu
terlihat marah dan gelisah. Tetapi Dr. Anderson terus berbicara
dengan lembut hingga ia berhasil memeriksa binatang itu. Setelah
selesai, Dr. Anderson tampak bingung.
"Ajax baik-baik saja," Dr. Anderson berkata kepada Pak Jones.
"Tetapi satu hal yang membingungkan saya, yaitu di punggung Ajax
terdapat lecet-lecet. Saya harap Anda tak keberatan jika Adam tinggal
dengan banteng itu pagi ini untuk mengamati apa yang terjadi. Silakan
Anda melakukan tugas sehari-hari Anda seperti biasa."
"Saya tak keberatan," kata Pak Jones. "Tapi apakah Adam tahu
apa yang harus dicarinya?"
"Jangan khawatir, akan saya berikan beberapa petunjuk
untuknya," sahut Dr. Anderson.
Detektif Ilmiah Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dr. Anderson membawa putranya pergi menjauh. "Adam, aku
ingin kau menunggu di dalam gudang dan mengawasi kandang
banteng dari jendela. Usahakan agar jangan ada yang melihatmu. Aku
akan menjemputmu sebelum makan siang, dan kau bisa melapor
kepadaku kalau ada sesuatu hal."
Einstein menganggap instruksi itu sedikit janggal, tetapi ia
menyatakan akan melakukan apa yang diminta ayahnya.
Pak Jones pergi bekerja di ladang dan Bu Jones pergi berbelanja
ke kota. Einstein mengawasi banteng itu, tetapi Ajax tampaknya tidak
berbuat banyak kecuali mengusir lalat dengan ekornya.
Setelah sekitar satu jam berada di dalam gudang yang panas,
Einstein menjadi sangat mengantuk. Ia memutuskan untuk naik ke
loteng tempat penyimpanan jerami, berbaring di tumpukan jerami, dan
mengawasi Ajax dari jendela atas. Ternyata tumpukan jerami itu
sangat nyaman. Dalam beberapa menit saja Einstein telah tertidur
lelap. Belum sempat Einstein tertidur lama, ia terbangun oleh suara
Ajax yang mendengus dan menyepak-nyepak pagar. Einstein bergegas
menuruni tangga dan keluar dari gudang.
Ajax sedang berdiri di tengah-tengah lapangan. Kakinya
mengais-ngais tanah, siap menyerang. Di luar pagar terlihat Pat Burns,
putra tertua Burns Peternak. Pat si Jahat.
"Pat, apa yang kaulakukan terhadap banteng itu?" teriak
Einstein. Pat tampak kaget melihat kehadiran Einstein. "Dari mana kau
muncul?" katanya. Ia cepat-cepat memasukkan kembali kerjkil yang digenggamnya
ke dalam saku. "Aku tak melakukan apa-apa terhadap banteng jelek
itu," ia berkata. "Ajax sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan
dengan Apollo. Apollo akan memenangkan hadiah banteng terbaik
kali ini." Einstein melihat Ajax. Banteng itu berkeringat deras dan
bernapas dengan berat. Lalu Einstein kembali menatap Pat. Ia berkata,
"Kau telah melempari Ajax dengan batu"itu sebabnya mengapa dia
kepanasan dan marah. Kau berusaha membuat Pak Jones mengira
bantengnya sakit sehingga ia tak mengikutkannya dalam pameran."
"Itu tak benar," kata Pat marah. "Aku hanya berjalan di dekat
banteng itu dan ia tiba-tiba menjadi marah. Semua orang tahu
sebabnya; baju merah yang kukenakan. Ketika Ajax melihat baju
merah, ia langsung menyerangku. Bukan salahku kalau aku berbaju
merah." "Tapi jelas salahmu sehingga Ajax menjadi marah," jawab
Einstein. Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
Einstein tahu bahwa Pat melakukan sesuatu yang membuat Ajax
marah dan bukan sekadar berjalan dengan baju merah"
"Kau bisa membuktikannya?" tanya Pat. "Apakah kau melihat
aku melemparkan batu kepada Ajax?"
"Tidak," sahut Einstein, "aku memang tidak melihat kau
melempari Ajax dengan batu. Tetapi aku tahu bahwa pasti ada
penjelasan lain." "Bagaimana kau bisa yakin?" desak Pat.
"Karena banteng buta warna," jawab Einstein. "Cerita-cerita
yang kaudengar mengenai banteng mengamuk bila melihat warna
merah, semuanya tak benar. Ajax tidak mengamuk karena melihat
baju merahmu. Ia marah karena kau melemparkan batu kepadanya."
Belakangan, ketika Einstein dalam perjalanan pulang bersama
ayahnya, Dr. Anderson berterima kasih kepadanya atas
kecerdikannya. "Ya, walaupun diucapkannya hampir sama, merah tak ada
hubungannya dengan banteng yang marah," kata Einstein.
Dr. Anderson tertawa. 9 KUE-KUE YANG HILANG SEMINGGU lagi sekolah akan dimulai kembali. Tinggal satu
minggu waktu untuk berenang, bermain bola, dan bersenang-senang di
musim panas. Satu minggu untuk dapat tidur sampai siang. Satu
minggu tanpa PR, belajar, ulangan, serta tugas, sekolah.
Guna merayakan minggu terakhir kebebasan ini, Einstein dan
teman-temannya sepakat untuk pergi berpiknik. Piknik itu rencananya
akan diadakan di Taman Nasional Danau Besar. Danau di tengahtengah taman itu panjangnya beberapa kilometer dan lebarnya sekitar
satu setengah kilometer. Setiap orang harus membawa makanan yang
akan dinikmati bersama-sama. Einstein dan Margaret menyatakan
bersedia membuat kue. Einstein datang ke rumah Margaret pada malam sebelum
piknik. Margaret membukakan pintu dan mengajak Einstein ke dapur.
Meja dapur penuh dengan tepung, gula, susu, potongan-potongan
coklat"segala bahan kue yang akan mereka buat.
"Apakah kau akan membuat meja ini menghilang seperti yang
kaulakukan di rumah Bibi Bess?" tanya Einstein dengan tampang
lugu. Margaret tertawa. "Aku bukan hendak membuat meja ini
menghilang," ia berkata, "tetapi kalau kau tidak mulai membantuku,
aku akan membuatmu menghilang."
"Ayo, kita mulai," kata Einstein. "Sebaiknya kita menghidupkan
oven sekarang, sebelum kita mengaduk adonan kue. Oven itu kan
butuh waktu untuk menjadi panas."
Einstein dan Margaret memanggang satu loyang penuh kue
coklat kecil-kecil, lalu satu loyang lagi, dan satu lagi. Ketika mereka
selesai memanggang, mereka telah mendapatkan 257 kue"cukup
untuk sekelas anak yang rakus-rakus.
Ketika fajar menyingsing keesokan harinya, langit berawan dan
tampaknya hujan akan turun. Namun mereka semua sepakat untuk
tetap melangsungkan rencana piknik mereka. Semua anak di kelas
ikut, termasuk Pat si Jahat dan sobatnya, Herman.
Sebelum makan, sebagian besar anak berenang di danau.
Einstein, Margaret, dan teman-teman mereka berciprat-cipratan air
serta bermain Frisbee. Semuanya sangat bergembira.
Pat dan Herman tidak begitu gembira. Mereka berusaha
membenamkan Einstein, tetapi tidak begitu berhasil. Einstein jauh
lebih pandai berenang daripada mereka dan ia dapat meninggalkan
mereka dengan mudah jika mereka terlalu dekat.
Setelah berenang, Einstein dan Margaret duduk untuk makan.
Santapan nikmat telah disusun di atas meja piknik yang besar: ayam
goreng, keju dan daging yang diiris tipis-tipis, salad, semangka, dan
roti yang lezat. Bahkan tersedia pula roti selai kacang dan roti jelly
bagi mereka yang tidak suka yang lain.
Mereka baru saja akan memulai makan kue-kue sebagai pencuci
mulut ketika hujan turun. Anak-anak berlarian ke segala arah, mencari
tempat berteduh di mana saja.
Einstein dan Margaret menutupi kue-kue mereka dengan
selembar plastik agar tidak basah. Lalu mereka berlari ke sebuah
bangunan yang dipakai sebagai tempat ganti pakaian.
Sebagian besar anak kelas itu ada di dalam bangunan.
Semuanya, laki-laki dan perempuan, saling bercerita dan tertawa. Tak
lama kemudian mereka mulai bermain tebak-tebakan.
Margaret beraksi menirukan makhluk aneh dalam film Alien. Ia
berpura-pura menjadi monster, tetapi tak seorang pun berhasil
menebaknya. Einstein mengira ia adalah monster Frankenstein. Anak
lain mengatakan bahwa ia lebih mirip Pat ketika sedang mengejar
Einstein di danau. Semakin lama keadaan di luar semakin gelap. Sukar sekali
melihat menembus hujan yang deras. Ketika tampaknya hujan akan
terus turun sepanjang hari, tiba-tiba saja awan hitam menyingkir dan
hujan berhenti. Matahari bersinar terang dan anak-anak yang bermain tebaktebakan keluar. Tanah menjadi lembek dan lapangan bola tampak
berlumpur. "Jangan pergi sebelum kalian memakan kue-kue kami," kata
Margaret. "Dijamin enak, kok."
"Betul," tambah Einstein. "Kue-kue itu adalah yang terenak
yang pernah kubuat."
"Yang pernah siapa buat?" tanya Margaret dengan mata
melotot. "Yang pernah kami buat," kata Einstein tertawa.
Mereka berjalan menuju meja besar, tetapi kue-kue itu telah
lenyap. Di bawah lembaran plastik tidak terdapat apa-apa kecuali
sedikit remah-remah. "Siapa yang mengambil kue-kue kami?" kata Einstein. Ia
menengok ke arah Pat dan Herman, yang sedang berdiri di dekat meja
dan berusaha menahan tawa. "Apakah kau mengambilnya, Pat?" tanya
Einstein. "Siapa"aku?" kata Pat dengan tampang tak bersalah. "Enak
saja kau menuduh. Apakah kau tahu siapa yang mengambilnya,
Herman?" "Tentu," sahut Herman. "Aku melihat siapa yang mengambil
kue-kue itu. Seekor beruang yang muncul dari hutan. Pat dan aku
berteduh di bawah pohon ketika hujan. Kami tak dapat melihat apaapa, suasana sangat gelap dan hujan turun dengan deras. Aku
mendengar suara guntur yang sangat keras, lalu ketika menoleh aku
melihat kilat menyambar sebuah pohon di seberang danau. Aku
melihat beruang itu mengambil kue ketika kilat menyambar. Setelah
itu gelap lagi dan aku tak melihat ke mana ia pergi."
"Aku tak mempercayaimu," kata Margaret. "Kau mengambil
kue-kue itu dan menyembunyikannya di suatu tempat."
"Aku tak peduli kau percaya atau tidak," kata Pat. "Aku melihat
kejadian yang sama seperti Herman. Dan kau maupun Einstein tak
dapat membuktikan bahwa aku tak melihat kejadian itu."
"Oh, tentu aku dapat," Einstein berkata. "Kau dan Herman
berbohong." ebukulawas.blogspot.com
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Bagaimana
Einstein dapat membuktikan bahwa Herman dan Pat berbohong"
?B?K?L?W?S.BL?GSP?T.C?M "Jangan bilang bahwa kau melihat kami mengambil kue-kue
tersebut," kata Pat.
"Aku tak melihat kalian mengambil kue itu," kata Einstein,
"tetapi aku tahu bahwa kalian tidak berkata benar tentang melihat
seekor beruang mengambil kue-kue itu."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Pat ngotot.
"Aku harus menjelaskan sedikit ilmu pengetahuan agar kalian
bisa mengerti," kata Einstein. "Begini, kilat yang menyambar bergerak
dengan kecepatan cahaya, 300.000 kilometer per detik. Dengan
kecepatan seperti itu, jarak satu setengah kilometer menyeberangi
danau dapat ditempuh hanya dalam sepersekian detik."
"Jadi?" kata Herman.
"Dengarkan baik-baik, nanti kau akan mengerti," jawab
Einstein. "Cahaya bergerak dengan cepat, tetapi suara bergerak jauh
lebih lambat, hanya sekitar 330 meter setiap detik. Itu berarti suara
guntur perlu waktu sekitar lima detik untuk menyeberangi danau."
Margaret mengangguk. "Kau benar, Einstein. Sekarang aku
paham," ia berkata. Pat menggelengkan kepala. "Aku tak melihat hubungan antara
kilat dan guntur dengan kue-kue," ia memprotes.
"Begini," Einstein berkata. "Herman mengatakan bahwa ia
mendengar suara guntur menggelegar dan kemudian menengok persis
ketika kilat menyambar sebuah pohon di seberang danau selebar satu
setengah kilometer. Tetapi itu suatu hal yang tak mungkin. Herman
tak akan mendengar suara guntur hingga lima detik setelah ia melihat
cahaya kilat. Ia pasti berbohong mengatakan melihat beruang
mengambil kue-kue di bawah cahaya kilat. Mungkin fakta nyata ini
dapat membuatnya terang."
10 PERTANDINGAN MELEMPAR BOLA
SETELAH Pat mengembalikan kue-kue yang ia sembunyikan
(lihat bab yang lalu), ia berkata bahwa ia hanya bercanda. Sebenarnya
sejak awal ia m?mang berniat mengembalikan kue-kue itu.
"Aku hanya ingin menguji apakah Einstein dapat menebak tekateki itu," kata Pat. Tetapi dapat terlihat dari air muka Pat ketika ia
berbicara bahwa ia agak kesal terhadap Einstein.
"Ya, Pat, mari kita lupakan soal kue-kue ini," kata Einstein
dengan ramah. "Mengapa kita tidak meneruskan acara piknik kita"
Mungkin kita dapat bermain bola."
"Lapangan bola terlalu becek untuk bermain softball," kata
Margaret. "Tetapi kita dapat bermain lempar-lemparan."
"Bagus, mari kita main lempar-tangkap bola," Pat berkata.
"Ayo, Einstein, untuk menunjukkan bahwa aku tak ada rasa dendam
kepadamu, aku akan bermain denganmu."
Pat dan Einstein mengambil sarung tangan softball mereka dan
berjalan ke bagian lapangan yang sedikit lebih kering daripada
lainnya. Margaret dan beberapa anak lain ikut bersama mereka.
"Aku melempar dan kau menangkap," kata Pat. "Di sini home
plate." Ia menunjuk sebidang rumput. "Kau tetap di sini dan aku akan
melakukan pemanasan sebelum melempar."
Einstein setuju, tetapi ia punya firasat buruk tentang apa yang
akan terjadi. Ternyata ia benar, Pat mulai melempar bola dengan
cepat. Makin lama ia melempar makin keras. Einstein dapat
menangkap hampir setiap lemparan Pat, tetapi tangannya mulai sakit
akibat bola-bola yang cepat itu.
Akhirnya Einstein berkata. "Pat, kurasa kita sekarang sebaiknya
tukar tempat. Kini giliranku melempar dan kau menangkap."
"Einstein," kata Pat dengan nada mengejek, "kau tidak dapat
melempar dengan keras. Lemparan terbaikmu takkan mampu
merobohkan rumput di lapangan."
Pat dan Einstein saling bertukar tempat. Einstein mulai
melempar ke arah Pat. Tetapi sekeras apa pun Einstein melempar,
lengannya memang tak sekuat lengan Pat. Kecepatan bolanya tak
mampu menyaingi Pat. Setelah beberapa lama Einstein berhenti
melempar dan berjalan ke arah Pat.
"Wah, aku senang kita dapat bermain bola bersama," kata
Einstein. "Bagaimanapun juga, sekolah akan dimulai lagi minggu
depan dan kita harus kembali berkutat dengan buku-buku,"
tambahnya. "Oh, tentu," kata Pat tertawa. "Kau dapat mengalahkanku kalau
sudah sampai ke soal buku-buku dan pelajaran ilmiah, tetapi itu hanya
pekerjaan sekolah. Aku ingin melihatmu mengalahkanku dalam hal
melempar atau semacamnya. Kalau tidak, apa gunanya ilmu
pengetahuan?" "Kau dapat menggunakan ilmu pengetahuan di mana saja,"
sahut Einstein, "bahkan di dalam olahraga. Coba kupikir sebentar."
Einstein mendorong naik kacamatanya ke atas hidung. Setelah
satu menit, ia berkata, "Aku sudah dapat."
"Apa yang kaupunyai, Einstein," tanya Pat, "selain lengan yang
lemah?" "Mari kita buktikan, Pat," sahut Einstein. "Bagaimana kalau kita
mengadakan pertandingan" Pertandingan melempar bola?"
"Apakah kau bercanda?" Mulut Pat ternganga lebar saking
terkejut. "Kau ingin adu melempar" Kau melawan diriku" Apa yang
harus kulakukan, melempar dengan tangan kiri?"
"Tidak, kau boleh melempar dengan tangan kanan. Tetapi ada
satu syarat," kata Einstein.
"Apa itu?" tanya Pat.
"Dalam pertandingan ini kita akan melihat siapa yang mampu
melempar lebih jauh. Supaya adil, kau harus melempar bola lurus ke
Detektif Ilmiah Einstein Anderson Karya Seymour Simon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
depan, bukan ke atas."
"Dan bagaimana kau mau melemparnya, Einstein" Dengan
meriam?" "Oh, tidak," kata Einstein. "Aku hanya menggunakan lenganku,
itu saja. Aku akan melempar bola dari tempat yang sama denganmu.
Kita masing-masing mempunyai satu kesempatan, dan aku berani
bertaruh, lemparanku pasti lebih jauh."
Dapatkah kamu menemukan jawabannya: Apa yang
diketahui Einstein tentang melempar bola sehingga dapat
membuatnya menang atas Pat"
Pertandingan melempar bola berlangsung tak seimbang. Tak
peduli berapa keras Pat melempar bola lurus ke depan, Einstein
mampu melempar lebih jauh.
Akhirnya Pat menatap Einstein dan berkata, "Aku tak mengerti
apa hubungan antara caramu melempar bola dan jauh lemparan."
"Itu semua berhubungan dengan gravitasi," sahut Einstein.
"Maksudmu segala yang naik pasti turun?" Pat bertanya.
"Ya," jawab Einstein, "tetapi satu-satunya yang bisa naik dan
tak bisa turun adalah umurmu." Ia menertawakan leluconnya sendiri.
Margaret tidak tertawa. "Roket antariksa kadang-kadang tidak
turun kembali," ia berkata.
"Tetapi bola baseball pasti," ujar Einstein. "Gravitasi akan
menarik turun setiap bola yang kaulempar atau kaupukul. Kalau kau
melempar bola lurus ke depan seperti yang dilakukan Pat, gravitasi
akan membawanya turun ke tanah sebelum bola itu bergerak jauh."
"Tetapi kalau kau melempar bola lurus ke atas," Margaret
berkata, "ia akan jatuh di dekatmu."
"Benar," kata Einstein. "Jadi jawabannya adalah melempar bola
tepat di tengah-tengah antara lurus ke depan dan lurus ke atas. Kau
harus melemparnya dengan sudut empat puluh lima derajat."
"Apa itu?" tanya Pat.
"Sudut sebuah buku adalah sembilan puluh derajat," jawab
Einstein. "Garis yang ditarik tepat di tengah-tengah sudut itu akan
membaginya menjadi dua sama besar, yaitu masing-masing empat
puluh lima derajat."
"Jadi?" tanya Pat lagi.
"Itu adalah sudut terbaik untuk melempar bola, kalau kita ingin
mencapai jarak lempar sejauh-jauhnya," kata Einstein.
"Maksudmu seperti dari lapangan luar ke home plate?" tanya
Margaret. Einstein mengangguk. "Hmm, aku biasanya berjaga di base pertama," gumam Pat
sambil berjalan menjauh. "Heran," kata Einstein kepada Margaret. "Sepertinya ia tak
pernah terjaga dari kedunguannya."END
Banyuwangi Trilogi 2 Pendekar Mabuk 019 Pembantai Berdarah Dingin Pendekar Lengan Buntung 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama