Ceritasilat Novel Online

Kekayaan Yang Menyesatkan 5

Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet Bagian 5


saat ini ditangani secara terpisah oleh masing-masing bank, dan keuntungannya
akan dibagi dua. Pilasters Bank juga akan diikutsertakan menjadi emiten dari
penerbitan saham dan obligasi baru yang dipasarkan Madler & Bell. Saya akan
mengendalikan semua aktivitas bank baru ini dari London."
"Kedengarannya tidak begitu menarik," tukas Joseph. "Ini sama saja dengan
menyerahkan bisnis kita pada orang lain."
"Tapi Paman belum mendengar bagian paling menarik dari skema ini," jawab Hugh
cepat. "Mereka bersedia menyerahkan semua aktivitas bisnisnya di Eropa untuk
kita tangani. Sekarang mereka mempercayakannya kepada beberapa bank yang
tersebar di beberapa negara Eropa."
"Dan ini akan memberi hasil sekitar..." kata Joseph penuh semangat.
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY "Lebih dari lima puluh ribu pound setahun... dari komisi saja."
Hartshorn menceletuk kagum, "Ya Tuhan."
Semua mitra yang hadir ikut kagum. Mereka belum pernah melakukan merger dan
tidak pernah memikirkan ada yang akan menelurkan gagasan seperti ini. Selain
itu, prospek menerima komisi sebesar lima puluh ribu pound setahun juga sangat
menggoda. Samuel berkata, "Kau tentunya sudah bicara dengan mereka?"
"Ya. Madler sangat senang dengan gagasan ini, juga mitranya, John James Bell."
Young William berkata, "Dan kau akan mengawasi merger ini dari London."
Hugh segera bisa merasakan bahwa Young William menganggap ia akan menjadi
pesaing berbahaya jika berkantor di London. "Kenapa tidak?" tanyanya menantang.
"Bukankah London akan menjadi pusat aktivitas merger ini?"
"Dan apa statusmu nanti?"
Pertanyaan itu yang sebenarnya tidak diharapkan datang secepat ini oleh Hugh.
William jelas mengangkat pertanyaan ini untuk mempermalukan Hugh. Sekarang atau
tidak sama sekali, pikir Hugh. "Kukira Mr. Madler dan Mr. Bell hanya mau
berurusan dengan seorang mitra Pilaster."
"Kau terlalu muda untuk menjadi mitra," tukas Joseph tiba-tiba.
"Saya sudah dua puluh enam tahun, Paman, "jawab* Hugh cepat. "Paman menjadi
mitra ketika berusia dua puluh sembilan tahun."
"Waktu tiga tahun cukup lama."
"Dan lima puluh ribu pound juga bukan uang yang sedikit." Tiba-tiba Hugh
menyesal mengatakan ini. Ia sadar dia terlalu menantang, jadi sekarang ia harus
mundur sedikit. Jika tidak, mereka mungkin akan me 273 nolak gagasan merger ini, dengan alasan mesti berhati-hati. "Tapi gagasan ini
tidak bisa diputuskan seketika. Mungkin Anda semua ingin membicarakan ini, jadi sebaiknya saya keluar dulu." Samuel memberi anggukan pelan tanda
setuju. Samuel berkata, "Apakah diterima atau tidak, Hugh, kau pantas diberi selamat
atas gagasan hebat ini aku yakin kita semua setuju untuk hal satu itu."?Ia melihat ke arah para mitranya. Mereka memberikan anggukan. Joseph berkata
lirih, "Ya, benar... benar."
Hugh tidak tahu harus gembira atau frustrasi, karena belum ada yang menolak
maupun menyetujui gagasannya. Ia merasa sudah mencapai titik kilas, jadi ia tak
mau mengatakan apa-apa lagi. "Terima kasih," ucapnya sopan, lalu melangkah
keluar ruangan. Pada pukul empat sore itu ia berdiri di luar rumah Augusta yang besar dan megah
di Kensington Gore. Lengas kota London .yang menerpa selama bertahun-tahun telah mengusamkan bata
merah dan melumuri batu putihnya, namun rumah masih memiliki patung-patung
burung dan satwa di tembok rumah yang bertingkat-tingkat itu, dengan perahu dan
layarnya terkembang penuh di puncak atap. Dan mereka bilang orang Amerika suka
pamer! pikir Hugh. Ia tahu dari surat-surat ibunya bahwa Joseph dan Augusta telah membeli dua rumah
lagi sebuah puri di Skotlandia dan sebuah rumah besar di Buckinghamshire.
?-Augusta ingin menjual rumah di Kensington itu dan membeli sebuah rumah di
Mayfair, namun Joseph melarangnya dengan kukuh: ia suka tinggal di sini.
Rumah itu masih relatif baru ketika Hugh berangkat, tapi tetap saja menyimpan
banyak kenangan baginya. Di sini ia telah menanggung penghinaan Augusta,
mendekati Florence Stalworthy, menjotos hidung Edward, dan bercinta dengan
Maisie Robinson. Kenangan ter 274 hadap Maisie menimbulkan keperihan paling dalam di hatinya. Bukanlah penistaan
martabat dan penghinaan yang dikenangnya betul, tetapi lebih tentang
peristiwanya dengan Maisie. Ia belum pernah melihat atau mendengar kabar tentang
Maisie sejak malam itu, namun ia masih memikirkan gadis itu setiap hari dalam
hidupnya. Keluarga besar itu akan mengingat skandal dulu sebagaimana disebarkan oleh
Augusta:, bagaimana putra bejat keturunan Tobias Pilaster telah membawa seorang
pelacur ke rumah dan ketika dipergoki, dengan keji menyerang Edward yang tidak
bersalah. Biarlah. Mereka boleh berpikir sesukanya, namun mereka harus tetap
mengakuinya sebagai seorang Pilaster dan bankir, dan kalau ia mujur, mereka akan
mengangkatnya menjadi mitra.
Ia bertanya-tanya, bagaimana perubahan keluarga itu dalam enam tahun ini. Ibunya
selalu memberitahukan kabar di rumah melalui surat-surat bulanannya. Sepupunya,
Clementine, telah bertunangan; Edward masih lajang, kendati Augusta telah
berusaha keras mencarikan jodoh; Young William dan Beatrice telah dikaruniai
seorang bayi perempuan. Namun ibunya tidak bercerita tentang perubahan-perubahan
yang mendasar. Apakah Paman Samuel masih tinggal serumah dengan "sekretarisnya?"
Apakah Augusta masih sejahat dulu, atau telah lebih lunak dengan bertambahnya
usia" Apakah Edward tidak lagi mabuk-mabukan dan sudah hidup tenang" Apakah
Micky Miranda akhirnya mengawini salah satu gadis yang jatuh cinta padanya di
setiap musim" Sekaranglah waktunya mengetahui itu semua. Ia menyeberangi jalan
dan mengetuk pintu. Pintu dibuka oleh Hastead, kepala pelayan Augusta yang penjilat. Ia tampak tidak
berubah, matanya masih . melihat ke arah yang berbeda. "Selamat siang, Mr.
Hugh," ujarnya, namun aksen Welsh-nya masih tetap bernada tak senang. Sambutan
Hastead biasanya bisa dijadikan ukuran bagaimana suasana hati nyonya rumahnya.
275 Hugh melewati lobi dan melangkah ke ruang utama. Di situ, bagaikan sebuah
panitia penerima tamu, berdiri tiga wanita dengki dalam keluarga Pilaster:
Augusta, iparnya Madeleine, dan putrinya Clementine. Augusta pada usia empat
puluh tujuh masih mengesankan seperti dulu; ia masih memiliki wajah klasik
dengan alis hitam dan air muka angkuh, dan meski ia sedikit lebih gemuk daripada
enam tahun yang lalu, penampilannya masih bagus karena tubuhnya yang tinggi.
Clementine merupakan duplikat ibunya, hanya lebih ramping dan tidak memiliki
pembawaan menguasai seperti ibunya, juga tidak cantik. Bibi Madeleine dari ujung
kuku sampai ujung rambut adalah sosok Pilaster, dari hidungnya yang bengkok ke
sosok tubuhnya yang persegi, hingga tepi renda mahal yang mengelilingi gaunnya
yang biru berkilau. Hugh mengenakkan gigi dan mencium mereka semua.
Augusta berkata, "Hugh, aku percaya pengalamanmu selama di luar negeri telah
menjadikanmu lebih bijak ketimbang dulu?"
Rupanya wanita itu tak akan membiarkan siapa pun lupa bahwa dulu Hugh pergi dari
rumah ini dengan membawa masalah pribadi yang memalukan. Hugh menjawab, "Saya
percaya kita semua menjadi lebih bijak dengan bertambahnya umur, bibiku sayang."
Melihat wajah bibinya yang seketika berubah gelap, Hugh merasakan kepuasan
tersendiri. "Memang!" sahut Augusta dingin.
Clementine berkata, "Hugh, perkenalkan tunanganku Sir Harry Tonks."
Hugh menjabat tangan pemuda itu. Harry terlalu muda untuk memiliki gelar
ksatria, jadi pasti gelar "Sir" itu berarti ia seorang baronet, semacam
aristokrat kelas dua. Hugh tidak iri pemuda itu akan kawin dengan Clementine.
Gadis itu tidak seburuk ibunya, namun juga punya sifat jahat.
276 Harry bertanya pada Hugh, "Bagaimana pelayaran Anda?"
"Semuanya berlangsung sangat cepat," kata Hugh. "Aku menumpang salah satu kapal
uap model baru. Perjalanan hanya memakan waktu tujuh hari."
"Astaga! Hebat."
"Dari daerah Inggris mana asal Anda, Sir Harry?" tanya Hugh, ingin menyelidiki
latar belakang pemuda itu.
"Aku punya tempat di Dorsetshire. Sebagian besar penyewa tanahku menanam hop."
"Bangsawan pemilik tanah, demikian kesimpulan Hugh; seandainya indranya tajam,
ia akan menjual ladang-ladangnya dan menanamkan uangnya di Pilasters Bank. Harry
tidak tampak cemerlang, namun ia mungkin bisa diajak kompromi. Para wanita
keluarga Pilaster suka kawin dengan lelaki penurut. Harry kelihat-aannya juga
bertipe begitu; ia versi yang lebih muda dari suami Madeleine, Kapten George.
Jika sudah tua, biasanya mereka jadi cerewet tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Mari kita ke ruang duduk." perintah Augusta. "Semua orang menanti
kedatanganmu." Hugh mengikutinya masuk ke ruang duduk, namun berhenti tiba-tiba di ambang
pintu. Ruang luas yang dulu begitu dikenalnya, dengan perapian besar di kedua
ujung kamar dan jendela kaca yang menuju taman yang panjang benar-benar telah
diubah. Seluruh perabot dan dekorasi ala Jepang telah lenyap, dan ruangan itu
telah didekorasi ulang dengan pola warna yang beragam dan berani. Setelah lebih
dekat, Hugh melihat bahwa semua pola itu berupa bunga-bunga: bunga daisi kuning
yang besar di karpet, mawar yang merambat di kertas dinding, bunga popi di
tirai, dan bunga krisan merah muda dalam bahan sutra yang membungkus kaki kursi,
cermin, meja-meja, dan piano. "Bibi telah mengubah kamar ini," katanya.
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Clementine berkomentar, "Semua itu dibeli di toko William Morris yang baru
dibuka di Oxford Street, modelnya mutakhir semua."
Augusta berkata," Ya, tapi karpetnya masih perlu diganti, warnanya tidak
sesuai." Wanita ini tak pernah puas, pikir Hugh.
"Sebagian besar keluarga Pilaster berada di sini. Mereka semua ingin tahu
tentang Hugh. Ia telah pergi dengan penuh aib, dan mungkin mereka mengira takkan
pernah melihatnya lagi mereka terlalu meremehkannya. Kini ia kembali sebagai ?seorang pahlawan penakluk. Dan mereka semua ingin mengetahui lebih banyak
tentang dirinya. Orang pertama yang dijabatnya adalah sepupunya Edward. Edward berusia 29 tahun,
namun kelihatan lebih tua; badannya tambun dan wajahnya khas wajah orang rakus.
"Jadi. kau kembali juga." katanya. Ia mencoba tersenyum, namun senyum itu
berubah menjadi seringai cemooh. Hugh nyaris tak bisa menyalahkannya. Mereka
selalu dibandingkan satu sama lain. Sekarang keberhasilan Hugh menimbulkan rasairi Edward yang tidak meraih prestasi apa pun di bank keluarga mereka.
Micky Miranda berdiri di samping Edward. Masih tampan dan necis, bahkan lebih
ramping dan percaya diri. Hugh berkata, "Halo. Miranda, apa kau masih bekerja
pada Duta Besar Kordoba?"
"Akulah duta besar Kordoba," jawab Micky.
Hugh sama sekali tidak heran. Ia senang melihat teman lamanya, Rachel Bod win.
"Halo, Rachel, apa kabar?" sapanya. Gadis itu tidak cantik, namun telah menjadi
wanita yang menarik. Wajahnya persegi dan sepasang matanya terlalu berdekatan,
namun apa yang tampak biasa saja enam tahun lalu kini benar-benar memikat. "Apa
saja yang kaulakukan selama ini?"
"Berjuang untuk memperbarui undang-undang tentang hak milik kaum wanita,"
katanya. Lalu ia tersenyum
278 dan menambahkan, "Apa yang kulakukan membuat kedua orangtuaku serba salah.
Mereka lebih suka kalau aku berjuang mendapatkan suami."
Sikapnya yang blak-blakan selalu mengejutkan, kenang Hugh. Itulah daya tarik
gadis itu baginya, tapi ia dapat membayangkan banyak pria lajang akan takut
dibuatnya. Laki-laki menyukai wanita yang sedikit pemalu dan tidak terlalu
pintar. Ketika berbincang-bincang tentang hal-hal kecil dengan gadis itu, Hugh bertanya
dalam hati, apakah Augusta masih ingin menjodohkan mereka. Hal itu nyaris tak
ada artinya: satu-satunya lelaki yang benar-benar diminati Rachel adalah Micky
Miranda. Bahkan ia bersusah payah menyinggung Micky dalam percakapannya dengan
Hugh. Pemuda itu tak habis mengerti mengapa gadis-gadis tak mampu melawan daya
pikat Micky, dan lebih mengherankan lagi karena Rachel cukup cerdas untuk
menyadari bahwa Micky seorang penggoda; tapi tampaknya justru sifat buruk itulah
yang menjadi pesona utama Micky.
Hugh terus melangkah dan menjabat tangan Young Willam serta istrinya. Beatrice
memberi salam dengan hangat, dan Hugh berkesimpulan bahwa wanita itu tidak
terpengaruh oleh Augusta, tidak seperti para wanita lain dalam keluarga besar
Pilaster. Hastead datang menyampaikan sebuah amplop pada Hugh. "Surat ini baru saja
disampaikan oleh kurir," katanya.
Apa yang tertera dalam surat itu kelihatannya seperti tulisan tangan seorang
sekretaris: 123, Piccadilly London, W Selasa
Mrs. Solomon Greenbourne memohon kesediaan Anda menghadiri acara makan pada
malam ini. Di bawahnya tergores coretan yang tak asing lagi:
Selamat datang! Solly. Hugh merasa senang. Solly selalu ramah dan santai. Mengapa keluarga Pilaster
tidak bisa sesantai itu, pikirnya. Apakah pengikut Methodist memang lebih tegang
daripada orang Yahudi" Namun barangkali saja ada ketegangan yang tak
diketahuinya di lingkungan keluarga Greenbourne.
Kata Hastead, "Kurir menunggu jawaban Anda, Mr. Hugh."
Hugh berkata, "Sampaikan salamku pada Mrs. Greenbourne, dan dengan senang hati
aku akan menghadiri acara makan malam mereka."
Hastead membungkuk dan mohon diri. Kata Beatrice, "Hebat, apakah kau akan makan
malam dengan keluarga Solomon Greenbourne" Hebat sekali!"
Hugh merasa heran. "Kurasa hal itu biasa saja," ujarnya. "Aku satu sekolah
dengan Solly dan aku selalu menyukainya, tapi kurasa undangan makan malam
darinya bukanlah hal istimewa."
"Sekarang istimewa," kata Beatrice.
"Solly menikah dengan wanita yang energik," William menjelaskan. "Mrs.
Greenbourne suka menjamu orang, dan pesta-pesta yang diadakannya adalah yang
terbaik di London." "Mereka bagian dari Kalangan Marlborough," kata Beatrice. "Mereka juga teman
Pangeran Wales." Tunangan Clementine, Harry, kebetulan mendengarnya dan berkata dengan nada
kesal, "Aku tak mengerti, akan seperti apa jadinya masyarakat Inggris ini kalau
ahli waris kerajaan lebih menyukai orang Yahudi daripada orang Kristen."
"Benar?" tanya Hugh. "Kuakui aku tak habis pikir mengapa kita tidak menyukai
orang Yahudi." 280 "Aku sendiri tidak tahan menghadapi mereka," kata Harry.
"Kau akan kawin dengan keluarga bankir, jadi mau tak mau kau akan berhadapan
dengan lebih banyak orang Yahudi nanti."
Harry tampak agak tersinggung.
William berkata, "Augusta tidak senang pada seluruh Kalangan Marlborough, orang
Yahudi, dan yang lainnya. Kelihatannya moral mereka tidaklah seperti
semestinya." Hugh berkata, "Dan kurasa mereka tak akan mengundang Augusta untuk menghadiri
pesta mereka." Beatrice tertawa cekikikan memikirkan hal itu dan William berujar, "Tentu saja
tidak!" SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY "Baiklah," kata Hugh, "Aku tak sabar lagi ingin menemui Mrs. Greenbourne."
Piccadilly adalah jalan tempat berdirinya istana-istana orang kaya. Pada jam
delapan, di senja yang dingin di bulan Januari, tempat itu ramai. Jalanannya
yang lebar penuh dengan pelbagai jenis kereta kuda. Trotoar pejalan kaki yang
diterangi lampu gas penuk sesak dengan laki-laki yang berpakaian seperti
Hugh bersetelan jas ekor dengan dasi putih para wanita yang mengenakan jubah ? ?beludru dan kerah bulu binatang, serta pelacur perempuan dan laki-laki dengan
rias muka tebal. Hugh berjalan sambil merenung. Augusta masih bersikap memusuhinya seperti dulu.
Sebenarnya Hugh berharap wanita itu akan lebih lunak, namun ternyata tidak. Dan
ia masih berperan sebagai kepala keluarga besar Pilaster. Karenanya, menjadi
musuhnya sama saja dengan memusuhi seluruh keluarga besar Pilaster.
Situasi di bank lebih baik. Bisnis perbankan mengharuskan keluarga bersikap
lebih objektif. Augusta jelas akan mencoba menghalangi kariernya di situ, namun
Hugh mempunyai peluang lebih besar untuk mempertahankan diri dalam hal itu.
Augusta tahu bagaimana

Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempengaruhi orang, tapi ia buta tentang seluk-beluk perbankan.
Kalau dihitung-hitung, hari ini tidak terlalu buruk, dan sekarang Hugh berharap
bisa menikmati malam yang santai dengan teman-temannya.
Ketika Hugh bertolak ke Amerika, Solly Greenbourne masih tinggal bersama
ayahnya, Ben, di sebuah rumah besar yang menghadap ke Green Park. Sekarang Solly
mempunyai rumah sendiri, tidak jauh dari rumah ayahnya dan tidak kalah besarnya.
Hugh masuk melalui pintu yang mengagumkan, ke sebuah aula besar dengan tepi
marmer hijau, dan berhenti untuk menatap tangga marmer hitam dan Jingga yang
mewah. Rupanya Mrs. Greenbourne memiliki kesamaan dengan Augusta Pilaster:
keduanya menyukai warna-warna mencolok untuk mengekspresikan diri.
Seorang kepala pelayan dan dua orang bawahannya berada di ruang besar itu.
Kepala pelayan mengambil topi Hugh, lagi menyerahkan lagi kepada bawahannya;
lalu pelayan kedua mengantarnya ke atas. Di puncak tangga ia melongok sekilas
melalui sebuah pintu terbuka dan melihat sebuah ruang dansa dengan lantai
berpoles tanpa alas dan sederetan jendela bertirai; kemudian ia diantar masuk ke
ruang duduk. Hugh bukan ahli dalam soal dekorasi, tapi ia dengan segera mengenali gaya Louis
XVI yang megah dan mewah. Langit-langit terbuat dari papan hias berplester,
dindingnya dilapis panel kertas dinding, semua meja dan kursi bertumpu pada kaki
ramping bersepuh yang tampak rapuh. Warna-warnanya kuning, Jingga, bercampur
merah, keemasan, dan hijau. Hugh dengan mudah bisa membayangkan bagaimana orangorang yang kaku akan mengatakan dekorasi ruangan ini norak, sambil
menyembunyikan rasa iri mereka. Padahal dekorasi itu sangat sensual,
mencerminkan betapa orang-orang yang luar biasa kaya bisa melakukan apa saja
yang mereka inginkan. 282 Beberapa tamu lain sudah tiba, berdiri sambil minum sampanye dan merokok. Ini
hal baru bagi Hugh; ia tak pernah melihat orang merokok di ruang duduk. Solly
melihatnya dan memisahkan diri dari kelompok tamunya yang tengah tertawa, dan
mendatangi Hugh. "Pilaster, kau baik sekali mau datang ke sini! Apa kabar?"
Hugh melihat Solly sudah lebih ekstrovert. Ia masih gemuk dan berkaca mata, dan
belum apa-apa sudah ada noda di rompi putihnya, namun ia lebih ceria dari
biasanya dan, Hugh dengan serta-merta merasa, lebih bahagia juga.
"Baik, terima kasih, Greenbourne," ujar Hugh.
"Aku tahu! Aku sudah lama memperhatikan kemajuanmu. Aku ingin bank kami punya
orang seperti kau di Amerika. Kuharap keluarga besar Pilaster memberimu gaji
besar. Kau layak mendapatkannya."
"Dan kau telah menjadi penjamu pesta nomor wahid di London, kata orang." *
_ "Bukan aku, tapi istriku. Aku sudah kawin." Ia berpaling dan menepuk bahu
putih terbuka seorang wanita pendek yang mengenakan gaun hijau muda. Wanita itu
tengah membelakangi mereka, namun punggungnya tak asing lagi dan suatu perasaan
aneh meliputi Hugh, membuatnya sangat sedih. Solly berkata pada wanita itu,
"Sayang, kau masih ingat teman lamaku Hugh Pilaster?"
Wanita itu diam sesaat, menyelesaikan apa yang sedang diucapkannya kepada temantemannya, dan Hugh berpikir: Mengapa aku merasa tersentak melihatnya" Kemudian
wanita itu berpaling perlahan, seperti sebuah pintu yang membuka ke masa lalu,
dan jantung Hugh seakan berhenti berdetak ketika ia melihat wajah wanita itu.
"Tentu aku ingat dia," kata Mrs. Greenbourne. "Apa kabar, Mr. Pilaster?" Hugh
menatap tak bersuara pada wanita yang telah menjadi Mrs. Solomon Greenbourne.
Wanita itu tak lain dari Maisie.
[II] AUGUSTA duduk menghadapi meja riasnya dan mengenakan seuntai kalung mutiara yang
selalu dipakainya pada acara makan malam. Itulah perhiasan yang termahal. Jemaat
Methodist merasa tidak ada manfaatnya mengenakan perhiasan mahal, dan Joseph
yang pelit menggunakan itu sebagai dalih untuk tidak membelikannya permata.
Joseph juga tak senang ia mendekorasi ulang rumah mereka begitu sering, namun
Augusta melakukannya tanpa minta izin. Kalau mengikuti kemauan Joseph, mereka
mungkin hidup tidak lebih nyaman daripada karyawannya. Akhirnya Joseph menerima
dekorasi ulang rumahnya dengan kesal, hanya bersikeras bahwa istrinya tak boleh
mengotak-atik kamar tidurnya.
Dari kotak perhiasannya yang terbuka, Augusta mengambil cincin pemberian Strang
tiga puluh tahun yang lalu. Cincin itu berbentuk seekor ular emas dengan kepala
berlian dan mata mirah delima. Ia mengenakannya di jarinya dan, seperti telah
dilakukannya seribu kali sebelumnya, menyapukan kepala ular yang tengadah itu ke
bibirnya, sambil mengenang.
Ibunya pernah berkata, "Kembalikan cincinnya, dan cobalah melupakannya."
Augusta yang ketika itu berusia tujuh belas tahun berkata, "Sudah kukembalikan,
dan aku akan melupakannya," namun itu bohong. Ia menyembunyikan cincin itu di
Alkitabnya, dan ia tak pernah melupakan Strang. Seandainya ia tak bisa
mendapatkan cinta laki-laki itu, ia bersumpah, segala hal lain yang mungkin
diberikan Strang akan menjadi miliknya juga, pada suatu saat.
Ia tidak akan pernah menjadi Countess of Strang, ia telah menerima kenyataan itu
lama berselang. Namun ia bertekad untuk memiliki sebuah gelar. Dan karena
284 Joseph tidak memilikinya, ia harus mendapatkan satu gelar untuknya.
Ia telah memikirkan masalah itu selama bertahun-tahun, sambil mempelajari
mekanisme yang dapat digunakan untuk mendapatkan gelar bangsawan, dan beberapa
malam ia tak bisa tidur karena asyik menyusun rencana dan terobsesi oleh
keinginan satu itu. Sekaranglah waktu yang paling tepat, dan ia sudah siap.
Ia akan memulai kampanyenya malam ini, pada acara makan malam. Di antara tamutamunya ada tiga orang yang akan memainkan peranan menentukan dalam upaya
menjadikan Joseph seorang earl.
Suaminya bisa memakai gelar Earl of Whitehaven, pikirnya. Whitehaven adalah
pelabuhan tempat keluarga besar Pilaster memulai bisnisnya, empat generasi yang
lalu. Nenek moyang Joseph yang bernama Amos Pilaster mendapatkan kekayaan
melalui suatu taruhan yang legendaris, dengan jalan menanamkan semua uangya pada
sebuah kapal pengangkut budak. Namun kemudian ia terjun ke bisnis yang lebih
aman: membeli kain serge dan kaliko dari pabrik-pabrik tekstil di Lancashire dan
mengirimkannya ke Amerika. Rumah mereka di London sudah disebut Whitehaven House
untuk mengingat tempat cikal-bakal bisnisnya. Augusta akan menyandang gelar
Countess of Whitehaven jika rencananya berhasil.
Ia mengkhayalkan dirinya dan Joseph memasuki sebuah ruang duduk yang megah
sementara seorang kepala pelayan mengumumkan, "Earl dan Countess of Whitehaven."
Memikirkan hal itu membuatnya tersenyum. Ia membayangkan Joseph menyampaikan
pidato pertamanya di Majelis Rendah tentang topik yang berkaitan dengan keuangan
tingkat tinggi, dan rekan-rekan sejawat lainnya mendengarkan dengan penuh
hormat. Para pengurus toko akan menyapanya "Lady Whitehaven" dengan nada
nyaring, dan orang akan menoleh untuk mengetahui siapa wanita itu.
Selain itu, ia juga menginginkan gelar ini bagi Edward. Suatu hari nanti
putranya akan mewarisi gelar ayahnya, dan sementara itu Edward dapat
mencantumkan "Yang Mulia Edward Pilaster" di kartu namanya.
Ia tahu benar apa yang mesti dilakukannya, tapi ia tetap merasa gelisah.
Mendapatkan gelar ningrat tidaklah seperti membeli permadani; orang tidak bisa
mendatangi penjual dan berkata, "Saya ingin membeli yang itu. Berapa harganya?"
Segala sesuatunya harus dilakukan sehalus mungkin. Ia perlu merasa yakin benar.
Kalau ia salah langkah, rencana yang cermat akan berantakan. Jika ia salah
menilai orang-orangnya, habislah dia.
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Seorang pelayan mengetuk pintu dan berkata, "Mr. Hobbes sudah datang. Madam."
Kelak dia harus memanggilku "My Lady", pikir Augusta.
Ia meletakkan cincin Strang, bangkit dari depan meja riasnya, dan keluar melalui
pintu penghubung ke kamar Joseph. Suaminya sudah berpakaian untuk makan malam,
ia sedang duduk menghadapi lemari tempatnya menyimpan koleksi kotak tembakau
bertatahkan permata, sambil memandang salah satunya di bawah penerangan lampu
gas. Augusta bertanya dalam hati, apakah ia harus mengungkit masalah tentang
Hugh sekarang. Hugh selalu menjadi biang keladi. Enam tahun yang lalu wanita itu mengira dapat
melumpuhkannya untuk selama-lamanya, namun kini pemuda itu sekali lagi mengancam
kehidupan Edward. Ada selentingan pembicaraan bahwa ia akan menjadi mitra.
Augusta tidak akan membiarkan hal itu. Ia bertekad bahwa Edward akan menjadi
Mitra Senior suatu hari nanti, dan ia tak akan membiarkan Hugh menikmati
keberhasilannya. Patutkah ia begitu cemas" Barangkali tak ada salahnya membiarkan Hugh
menjalankan bisnis. Edward bisa melakukan hal lain. terjun ke dunia politik
misalnya. Namun bisnis perbankan adalah jantung keluarga ini. Me 286 reka yang angkat kaki seperti ayah Hugh selalu gagal pada akhirnya. Di bank
itulah mereka menghasilkan uang dan menjalankan kekuasaan. Keluarga besar
Pilaster bisa meruntuhkan seorang raja dengan menolak memberikan pinjaman; tak
banyak politisi yang memiliki kemampuan seperti itu. Menakutkan sekali
memikirkan Hugh akan menjadi Mitra Senior, menjamu para duta besar, minum kopi
dengan Menteri Keuangan, dan menduduki tempat pertama dalam pertemuan keluarga,
lebih berkuasa daripada Augusta dan pihak keluarganya.
Namun sulit menyingkirkan Hugh kali ini. Hugh sudah lebih tua dan lebih
bijaksana, dan ia telah memegang jabatan yang mapan di bank keluarga. Pemuda
sialan itu telah bekerja keras dan tabah selama enam tahun, guna memulihkan
reputasinya. Mampukah Augusta membuyarkan semua itu"
Tapi sekarang bukan saat yang tepat untuk membicarakan Hugh dengan Joseph. Ia
ingin suaminya tenang menikmati acara makan malam. "Tinggallah di sini beberapa
menit lagi, kalau kau mau," katanya pada suaminya. "Baru Arnold Hobbes yang
datang". "Baiklah, kalau kau tidak berkeberatan," kata Joseph. Pas sekali menemui Hobbes
seorang diri selama beberapa menit sebelum yang lainnya datang.
Hobbes adalah editor sebuah jurnal politik bernama The Forum. Jurnal ini umumnya
berpihak pada golongan Konservatif yang mewakili kaum aristokrat dan Gereja, dan
menentang kaum Liberal, partai kelompok pengusaha dan jemaat Methodist. Keluarga
Pilaster adalah orang bisnis dan pengikut Methodist, namun saat ini kekuasaan
berada di tangan kaum Konservatif.
Augusta baru satu-dua kali bertemu dengan Hobbes, dan menurut dugaannya lakilaki itu mungkin heran menerima undangannya. Namun ia yakin Hobbes akan
menerimanya. Ia tak akan banyak menerima undangan untuk mengunjungi rumah milik
orang sekaya Augusta Pilaster.
Hobbes berada dalam posisi yang ganjil. Ia berkuasa karena jurnalnya dibaca luas
dan disegani; meskipun demikian, ia miskin, karena jurnalnya tidak menghasilkan
banyak uang. Kombinasi itu janggal baginya, tapi sesuai sekali dengan rencana
Augusta. Hobbes memiliki kekuasaan untuk menolongnya, dan mungkin ia bisa
dibeli. Mungkin cuma ada satu ganjalan. Augusta berharap Hobbes tidak menjunjung prinsip
tinggi; itu bisa menghancurkan kegunaannya. Namun seandainya penilaiannya benar,
laki-laki itu pasti bisa juga korup.
Augusta merasa gugup dan cemas. Ia berdiri di luar pintu ruang duduk sejenak,
sambil berkata dalam hati: Santai, Mrs. Pilaster, kau ahlinya dalam soal ini.
Setelah sesaat, ia merasa lebih tenang dan masuk ke ruang duduk.
Hobbes bangkit dengan penuh semangat untuk menyambutnya. Ia seorang lelaki
penggugup dan cepat menguasai keadaan, gerakannya seperti burung. Setelannya
paling tidak sudah berusia sepuluh tahun, pikir Augusta. Ia membawa Hobbes ke
kursi dekat jendela agar percakapan mereka terkesan akrab, walaupun mereka bukan
teman lama. "Coba ceritakan, apa yang Anda kecam hari ini," katanya bercanda.
"Mencecar Mr. Gladstone" Mengkritik kebijakan kita tentang India" Menyoroti kaum
Katolik?" Hobbes menatapnya melalui kacamatanya yang kusam. "Saya telah menulis tentang
City of Glasgow Bank," ungkapnya.
Augusta mengerutkan dahi. "Bank yang ambruk beberapa tahun yang lalu."
"Tepat sekali. Banyak serikat pekerja Skotlandia yang ikut ambruk."
"Rasa-rasanya saya.ingat pernah mendengar orang membicarakannya," katanya. "Kata
suami saya, City of Glasgow sudah bertahun-tahun dikenal sebagai bank yang tidak
sehat." 288 "Saya tidak memahaminya," kata lelaki itu dengan bersemangat. "Orang sudah tahu
ada bank yang buruk, tapi masih saja dibolehkan meneruskan bisnisnya hingga
ambruk, dan ribuan orang kehilangan tabungan yang mereka kumpulkan selama
hidupnya!" Augusta juga tak mengerti. Ia tak tahu apa-apa tentang bisnis, namun sekarang ia
melihat peluang untuk menuntun percakapan itu ke arah yang diinginkannya.
"Barangkali dunia dagang dan dunia pemerintah sudah seperti bumi dan langit,"
ujarnya. "Pasti begitu. Komunikasi yang lebih lancar antara orang bisnis dan negarawan
mungkin bisa mencegah bencana semacam itu."
"Saya tak habis pikir...." Augusta ragu, seakan-akan tengah mempertimbangkan suatu
gagasan yang baru saja melintas di benaknya. "Saya jadi bertanya-tanya, apakah
seseorang seperti Anda sendiri berminat menjadi direktur satu atau dua
perusahaan." Hobbes kaget, "Memang, mungkin saja."
"Anda tahu... pengalaman pertama ikut memimpin sebuah perusahaan mungkin bisa
membantu ketika Anda menulis komentar dalam jurnal Anda, tentang dunia usaha."
"Saya yakin memang demikian."
"Imbalannya tidak besar... seratus atau dua ratus setahun paling banyak." Augusta
melihat mata Hobbes berbinar-binar. Uang sejumlah itu sangat banyak baginya.
"Tapi kewajibannya kecil."
"Gagasan yang sangat menarik," kata laki-laki itu. Ia berusaha menyembunyikan
gejolak perasaannya, pikir Augusta.
"Suami saya bisa mengaturnya, kalau Anda berminat. Dia selalu merekomendasikan
direktur utama untuk Dewan Direksi perusahaan yang diminatinya. Pikirkanlah lagi
dan beritahu saya jika Anda ingin saya menyampaikannya pada suami saya."
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY "Baik, saya akan memikirkannya."
Sejauh ini tak ada masalah, pikir Augusta. Namun mengiming-iminginya dengan
umpan adalah bagian yang mudah. Sekarang ia harus berupaya agar laki-laki itu
menyambar mata kailnya. Augusta berkata dengan sungguh-sungguh, "Dan tentu saja
dunia usaha harus mengambil tindakan balasan. Saya rasa perlu lebih banyak orang
bisnis mengabdi di Majelis Rendah."
Mata lelaki itu agak menyipit, dan Augusta menduga pikirannya yang cerdas mulai
memahami penawaran yang diajukannya. "Tidak diragukan lagi," kata Hobbes datar.
Augusta mengembangkan pokok percakapannya. "Kedua Majelis Parlemen akan
mendapatkan manfaat dari pengetahuan dan kebijaksanaan pengusaha senior,
khususnya pada waktu berdebat mengenai keuangan negara. Meskipun demikian, masih
ada prasangka terhadap orang bisnis yang dianugerahi gelar ningrat."
"Memang masih ada, dan hal itu tidak rasional," kata Hobbes. "Pedagang, pemilik
pabrik, dan bankir bertanggung jawab atas kemakmuran bangsa kita, lebih dari
tuan tanah dan golongan gereja; namun para tuan tanah dan kaum gereja inilah
yang dianugerahi gelar atas pengabdian mereka pada negara, sedangkan mereka yang
benar-benar telah memakmurkan bangsa diabaikan."
"Anda harus menulis artikel tentang masalah itu. Tujuan itulah yang telah
diperjuangkan jurnal Anda di masa lalu: modernisasi terhadap lembaga-lembaga
kita yang sudah kuno." Agusta memberikan senyumnya yang paling hangat pada
Hobbes. Kartu-kartunya telah digelar sekarang. Hobbes tak mungkin gagal memahami
bahwa inilah harga yang harus dibayarnya demi jabatan direktur perusahaan yang
ditawarkan Augusta. Apakah ia akan bersikeras, tersinggung, dan menentang"
Apakah ia akan keluar dengan marah" Apakah ia akan tersenyum dan
290 menolak tawaran itu dengan halus" Kalau ia melakukan salah satunya, berarti
Augusta harus mulai lagi dari awal dengan orang lain.
Suasana hening berlangsung cukup lama, kemudian Hobbes berkata, "Barangkali Anda
benar." Augusta merasa lega. "Mungkin kita harus memulainya," sambungnya. "Hubungan lebih akrab antara dunia
usaha dan pemerintah."
"Gelar bangsawan untuk pengusaha," kata Augusta.
"Dan jabatan direktur untuk wartawan," tambah laki-laki itu.
Augusta merasa mereka sudah cukup saling terbuka dan sudah waktunya
menghentikannya. Jika terlalu kentara ingin menyogoknya, laki-laki itu mungkin
merasa direndahkan dan menolaknya. Augusta merasa puas dengan apa yang telah
dicapainya dan ketika ia hendak mengubah pokok percakapan, para tamu lain
berdatangan; ia lolos dari kesulitan^ itu.
Para tamu tiba berkelompok dan Joseph muncul pada saat yang sama. Tak lama
kemudian Hastead masuk dan berkata, "Makanan sudah dihidangkan, Sir," dan
Augusta ingin kelak Hastead menyapa suaminya dengan My Lord sebagai ganti Sir.
Mereka melangkah ke ruang makan. Iring-iringan yang agak pendek itu mengganggu


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Augusta. Di rumah kaum aristokrat, iring-iringan tersebut acap kali panjang dan
sangat anggun menuju ruang makan, dan hal itu penting sekali dalam ritual acara
makan malam. Keluarga Pilaster secara tradisional merasa hina untuk meniru tata
krama kelas atas, namun Augusta lain. Baginya rumah ini terlalu biasa. Namun ia
gagal membujuk Joseph untuk pindah.
Malam ini ia telah menyusun rencana untuk mempertemukan Edward dengan Emily
Maple, seorang gadis cantik dan pemalu yang berusia sembilan belas tahun, dan
malam itu datang bersama ibu dan ayahnya, seorang
pendeta Methodist. Mereka kelihatan sekali terpesona menyaksikan rumah Augusta
dan para tamu lainnya. Mereka sebenarnya tidak cocok berada di sini, namun
Augusta sudah putus asa mencari calon untuk Edward. Anak itu kini berusia dua
puluh sembilan tahun dan belum pernah menunjukkan minat sedikit pun pada gadisgadis untuk memenuhi keinginan ibunya. Augusta merasa frustrasi. Tak mungkin
Edward tidak melihat kecantikan Emily: sepasang matanya biru besar dan senyumnya
memikat. Orangtuanya akan senang dengan perjodohan ini dan gadis itu tentu harus
menuruti apa yang diperintah padanya. Namun Edward mungkin perlu dipaksa.
Masalahnya, ia tidak merasa perlu menikah. Ia menikmati hidupnya dengan temanteman prianya, pergi ke klub dan berfoya-foya dalam kehidupan malam. Memasuki
kehidupan perkawinan tidak terlalu menarik baginya. Selama beberapa waktu
Augusta beranggapan hal itu normal saja, tapi hal ini telah berlangsung terlalu
lama dan akhir-akhir ini ia merasa cemas apakah putranya mampu meninggalkan
kehidupan yang penuh hura-hura itu. Ia harus mendesak anaknya.
Di meja, di sebelah kirinya, Augusta menempatkan Michael Fortescue, seorang pria
muda yang menarik dengan cita-cita politik. Konon ia dekat dengan Perdana
Menteri Benjamin Disraeli yang telah dianugerahi gelar bangsawan dan kini
menjadi Lord Beaconsfield. Fortescue adalah orang kedua dari tiga orang yang
bantuannya dibutuhkan Augusta agar Joseph mendapatkan gelar kebangsawanan. Ia
tidak sepintar Hobbes, namun lebih canggih dan percaya diri. Augusta telah
berhasil memukau Hobbes, tapi kali ini ia harus menarik perhatian Fortescue.
Mr. Maple mengucapkan doa dan Hastead menuangkan anggur. Joseph dan Augusta
tidak biasa minum anggur, tapi mereka menawarkannya kepada para tamu. Ketika sup
dihidangkan, Augusta tersenyum hangat pada
292 Fortescue dan berkata dengan suara rendah dan akrab, "Kapan kami melihat Anda di
Parlemen?" "Kalau saja saya tahu," sahut Fortescue.
"Setiap orang membicarakan Anda sebagai orang muda yang cemerlang. Anda pasti
sudah tahu." Pria itu merasa senang, namun kikuk oleh san-jungannya. "Saya tidak yakin."
"Dan Anda juga tampan sekali terus terang saja."?Fortescue tampak agak terkejut. Ia tidak mengharapkan Augusta akan bermain api,
namun ia tidak menolaknya.
"Anda seharusnya tidak menunggu pemilihan umum," Augusta melanjutkan. "Mengapa
Anda tidak ikut dalam pemilihan khusus" Cukup mudah mengaturnya. Kata orang,
Perdana Menteri menghargai gagasan Anda."
"Anda baik sekali, tapi pemilihan khusus itu mahal, Mrs. Pilaster."
Itulah jawaban yang diharapkan Augusta, namun ia tak mau terlalu
kentara. ."Mahal?" tanyanya, pura-pura heran.
"Dan saya bukan orang kaya."
"Saya tidak tahu," Augusta berbohong. "Anda harus mencari sponsor."
"Bankir, barangkali?" kata pria itu dengan nada setengah bercanda."
"Hal itu bukan mustahil. Mr. Pilaster ingin sekali mengambil bagian yang lebih
aktif dalam pemerintahan." Memang, jika ditawari gelar kehormatan. "Dan dia
tidak mengerti mengapa orang bisnis harus merasa wajib menjadi kaum Liberal. Ini
rahasia antara Anda dan saya, dia sering merasa lebih cocok dengan golongan
konservatif yang lebih muda." Nadanya yang meyakinkan mendorong Fortescue untuk
bersikap terbuka, persis seperti yang dirancang Augusta, dan sekarang pria itu
berkata terang-terangan, "Dengan cara apa Mr. Pilaster ingin mengabdi kepada
negara, selain menjadi sponsor calon pemilihan khusus."
Ini merupakan tantangan. Haruskah ia menjawabnya atau terus saja mengambil jalan
memutar" Augusta memutuskan untuk mengimbangi sikap terbuka itu. "Barangkali di
Majelis Rendah. Menurut Anda, mungkinkah itu?" Augusta menikmati lakon ini...
demikian juga Fortescue. "Mungkinkah" Tentu saja. Apakah hal itu akan terjadi, itu soal lain lagi.
Haruskah saya tanyakan?"
Ini lebih sederhana daripada yang diantisipasi Augusta. "Dapatkah Anda
melakukannya dengan bijak?"
Fortescue bimbang. "Saya yakin bisa."
"Itu sangat baik," kata Augusta dengan puas. Ia telah menyeret pria ini menjadi
sekutunya. "Saya akan memberitahu Anda apa yang saya ketahui."
"Dan jika suatu pemilihan khusus harus diadakan..." "Anda baik sekali."
Augusta menyentuh lengannya. Pria ini sangat menawan, pikirnya. Augusta senang
berkomplot dengannya. "Saya percaya kita berdua benar-benar saling memahami,"
gumamnya. Ia melihat Fortescue memiliki tangan berukuran besar yang tidak biasa.
Augusta memegang lengannya lebih lama, sambil menatap matanya dalam-dalam,
kemudian ia berbalik. Ia merasa nyaman. Ia telah menangani dua dari tiga orang utama dan ia belum
meleset. Selama acara berikutnya, ia berbincang-bincang dengan Lord Morte yang
duduk di sebelah kanannya. Dengan pria itu ia melakukan pembicaraan yang sopan,
tanpa menyinggung masalah tertentu; sebenarnya istri pria itulah yang ingin
dipengaruhinya, dan karenanya ia harus menunggu sampai acara makan malam
selesai. Setelah makan, para tamu pria tinggal di ruang makan untuk merokok; Augusta dan
para istri lain menaiki tangga ke kamar tidurnya. Di situ ia menahan Lady Morte
selama beberapa menit. Harriet Morte lima belas
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY tahun lebih tua dari Augusta; ia adalah pelayan pribadi Ratu Victoria. Rambutmya
berwarna abu-abu besi dan perilakunya angkuh sekali. Seperti Arnold Hobbes dan
Michael Fortescue, wanita ini mempunyai pengaruh dan Augusta berharap bahwa,
seperti kedua pria lainnya, wanita itu bisa korup juga. Hobbes dan Fortescue
rawan terhadap godaan karena mereka miskin. Lord dan Lady Morte tidak begitu
miskin, namun mereka pemboros. Gaun-gaun Lady Morte mahal sekali, begitu pula
perhiasannya, dan Lord Morte penggemar judi pacuan kuda.
Augusta lebih gugup menghadapi Lady Morte daripada para pria tadi. Wanita
biasanya lebih sulit. Mereka tidak mau menerima sesuatu berdasarkan nilai
luarnya saja dan mereka tahu kalau dipengaruhi. Tiga puluh tahun sebagai pelayan
Ratu tentunya telah menajamkan perasaan Lady Morte; takkan ada yang lolos dari
perhatiannya. Augusta memulai dengan sanjungan, "Mr. Pilaster dan saya sangat mengagumi Ratu
tercinta." Lady Morte mengangguk, seakan-akan mengatakan Tentu saja. Padahal tidak ada
ungkapan Tentu saja sehubungan dengan pujian itu: Ratu Victoria tidak disukai
oleh sebagian besar rakyatnya karena ia pendiam, terlalu menjaga jarak, dan
kaku. Augusta melanjutkan, "Kalau ada yang dapat kami lakukan untuk menolong Anda
melakukan kewajiban Anda yang mulia, kami akan bangga sekali."
"Anda baik sekali." Lady Morte tampak agak bingung. Ia bimbang, kemudian
memutuskan untuk bertanya. "Tapi apa yang bisa Anda lakukan."
"Apa yang dilakukan oleh para bankir" Mereka meminjamkan uang." Augusta
merendahkan suaranya. "Saya rasa kehidupan di istana pasti sangat mahal."
Lady Morte tersentak. Pantang sekali membicarakan uang bagi orang setingkat
dirinya, dan Augusta melanggarnya terang-terangan.
Namun Augusta terus menjajaki. "Apabila Anda ber 295 maksud membuka rekening di Pilasters Bank, takkan ada masalah soal batas kredit
penggunaannya." Lady Morte merasa tersinggung, tapi sebaliknya ia memperoleh tawaran hak-hak
istimewa yang luar biasa, berupa kredit tanpa batas di salah satu bank terbesar
di dunia. Nalurinya berbisik untuk bersikap kasar terhadap Augusta, namun
ketamakan menghalanginya. Augusta bisa membaca perang batin itu di wajahnya.
Augusta sama sekali tidak memberinya waktu untuk memikirkannya. "Maafkan saya
karena terlalu blak-blakan," sambung Augusta. "Itu karena saya ingin membantu
Anda." Lady Morte tidak mempercayainya, namun menurutnya Augusta hanya ingin
mengambil hati kerabat Ratu. Ia tak akan mencari motif yang lebih khusus, dan
tentu saja Augusta tidak akan memberinya peluang untuk malam ini.
Lady Morte bimbang sesaat, kemudian berkata, "Terima kasih. Anda baik sekali."
Mrs. Maple, ibu Emily, kembali dari kamar mandi, dan kini giliran Lady Morte. Ia
keluar dengan ekspresi agak kikuk di wajahnya. Augusta tahu wanita ini dan
suaminya, Lord Morte, akan sependapat dalam perjalanan pulang bahwa kalangan
pengusaha memang vulgar dan tidak tahu tata krama. Namun, pada suatu saat mereka
akan kekurangan uang. Misalnya saja, suaminya kalah bertaruh pacuan kuda sebesar
1.000 guinea, dan penjahit Lady Morte menagih bayaran rekening yang sudah
berumur enam bulan sebesar 300 pound, dan keduanya akan ingat pada tawaran
Augusta, lalu baru menyadari bahwa apa yang pernah ditawarkan si pengusaha kasar
ternyata ada juga manfaatnya.
Augusta telah membereskan hambatan ketiga. Jika ia benar dalam menilai wanita
itu, Lady Morte akan berutang pada Pilasters Bank tidak sampai enam bulan lagi.
Kemudian ia akan mengetahui apa yang diinginkan Augusta darinya.
296 Para wanita itu berkumpul di ruang duduk lantai dasar dan menikmati kopi. Lady
Morte masih kaku, tapi tidak lagi bersikap kasar. Para pria bergabung dengan
mereka beberapa saat kemudian. Joseph membawa Mr. Maple ke atas untuk
menunjukkan koleksi kotak tembakaunya. Augusta merasa senang: Joseph melakukan
hal itu hanya jika ia menyukai seseorang. Emily memainkan piano. Mrs. Maple
memintanya menyanyi, tapi gadis itu menolak dengan alasan pilek, dan bertahan
kendati ibunya telah membujuknya. Augusta jadi berpikir dengan waswas, janganjangan gadis itu tidaklah se-penurut yang dikiranya.
Augusta telah melakukan tugasnya malam itu; ia ingin mereka semua pulang
sekarang, sehingga ia bisa melewatkan malam sendirian, sambil menilai sejauh
mana ia telah meraih keberhasilan dalam rencananya. Sebenarnya ia sama sekali
tidak menyukai mereka semua, kecuali Michael Fortescue. Namun ia memaksakan diri
untuk berbincang-bincang. Hobbes sudah terkena pancingnya, pikirnya; Fortescue
telah membuat perjanjian dan akan menepatinya. Lady Morte telah diberi umpan
yang menggiurkan dan tinggal soal waktu saja sebelum ia terjerat. Augusta merasa
lega dan puas. Setelah para tamu pulang, Edward bersiap-siap pergi ke klub. "Duduklah dulu dan
dengarkan sebentar," kata ibunya dengan tegas." Aku ingin bicara dengan kau dan
ayahmu." Joseph yang ingin tidur, duduk kembali. Augusta bertanya pada suaminya,
"Kapan kau mengangkat Edward sebagai mitra di bank kita?"
Joseph tampak marah. "Kalau usianya sudah lebih tua."
"Tapi kudengar Hugh mungkin diangkat sebagai mitra, padahal dia tiga tahun lebih
muda dari Edward." Kendati tidak tahu bagaimana memperoleh uang, Augusta
senantiasa tahu apa yang terjadi di bank keluarga fc mereka dari segi kemajuan
pribadi seorang kerabat atau
sebaliknya. Para pria tidak biasanya membicarakan bisnis di hadapan istri-istri
mereka, namun Augusta berhasil memperoleh informasi dari mereka pada acara minum
teh bersama. "Senioritas hanyalah salah satu prasyarat untuk bisa diangkat sebagai mitra,"
kata Joseph jengkel. "Syarat lainnya adalah kemampuannya untuk mendatangkan
bisnis. Sejauh ini Hugh memiliki kemampuan yang belum pernah kulihat pada orang
semuda dia. Kualifikasi lainnya adalah orang itu harus menanamkan modal besar di
bank kita, memiliki status sosial tinggi, atau wibawa politik. Dan sampai
sekarang Edward belum memiliki salah satu pun."
"Tapi dia anakmu."
"Bank adalah suatu bisnis, bukan sekadar acara makan malam," ucap Joseph lebih
marah lagi. Ia sangat benci jika beradu mulut dengan istrinya, apalagi jika
menyangkut pekerjaan. Sambungnya, "Jabatan bukanlah sekadar soal pangkat atau
siapa yang bekerja lebih dahulu. Kemampuan menghasilkan bisnis yang
menguntungkan adalah batu ujian yang harus ditempuhnya."
Augusta ragu sesaat. Haruskah ia memaksakan kemajuan Edward kalau anak itu
sebenarnya tak mampu" Tapi hal itu tidak masuk akal. Edward tampak baik-baik
saja. Ia mungkin tidak bisa menjumlahkan sebaris angka secepat Hugh, tapi kalau
mau berpikir ia akan mampu juga. Augusta berkata, "Edward bisa memiliki
investasi modal yang besar di bank kita kalau kau menghendakinya. Kau bisa
memberi uang padanya kapan saja."
Wajah Joseph jadi kelihatan keras. Ekspresi ini dikenal betul oleh Augusta,
seperti ketika ia menolak pindah rumah atau melarang Augusta mendekorasi kamar
tidurnya. "Tidak, tidak akan kalau anak itu belum menikah juga!" katanya, dan
setelah itu ia meninggalkan kamar.
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Edward berkata, "Ibu membuatnya berang".
"Ini demi kau juga, Teddy sayang."
"Tapi Ibu telah memperburuk keadaan!"
"Tidak." Agusta menghela napas panjang. "Kadang-kadang pandanganmu yang polos
menghalangimu melihat apa yang terjadi. Ayahmu mungkin percaya dia telah
menunjukkan pendirian yang gigih, tapi kalau kau memikirkan ucapannya, kau akan
menyadari bahwa-dia telah berjanji akan memberikan sejumlah besar uang padamu
dan menjadikanmu mitra segera setelah kau kawin."
"Astaga! Benar juga," kata Edward heran. "Itu tidak terpikir olehku."
"Itulah kesulitanmu. Sayang. Kau tidak licik seperti Hugh."
"Hugh sangat mujur di Amerika."
"Tentu saja dia mujur. Kau mau kawin bukan?"
Edward duduk di samping ibunya dan memegang tangannya. "Mengapa aku harus kawin,
bila ada Ibu untuk mengurusku?"
"Tapi siapa yang akan mengurusmu kalau aku mati" Apakah kau menyukai Emily Maple
yang mungil itu" Kurasa dia menarik."
"Menarik" Menurut dia, berburu rubah sangat kejam," komentar Edward dengan nada
menghina. "Coba renungkan, ayahmu akan memberimu sekurang-kurangnya seratus ribu pound...
barangkali lebih, mungkin seperempat juta."
. Edward tidak terkesan. "Aku memiliki semua yang kuinginkan dan aku senang
tinggal bersama Ibu," ujarnya.
"Aku juga senang kau ada di dekatku. Tapi aku ingin melihatmu hidup berumah
tangga dengan seorang istri cantik, punya harta sendiri, dan kemitraan di bank
keluarga. Katakanlah kau mau memikirkannya."
"Aku akan memikirkannya." Ia mencium pipi ibunya.
299"Dan sekarang aku benar-benar harus pergi, Ibu. Aku sudah janji bertemu
dengan teman-teman setengah jam yang lalu."
"Pergilah kalau begitu."
Edward bangkit dan melangkah ke pintu. "Selamat malam, Ibu."
"Selamat malam," sahut ibunya. "Pikirkanlah Emily!"
[Ill] KINGSBRIDGE MANOR adalah salah satu rumah terbesar di Inggris. Maisie pernah
tinggal di sana tiga atau empat kali, tapi belum juga menyaksikan setengahnya.
Rumah itu memiliki dua puluh kamar tidur utama, belum terhitung kamar-kamar
untuk lima puluh pembantu atau lebih. Rumah itu dipanaskan dengan api batubara
dan diterangi lilin-lilin. Cuma ada satu kamar mandi. Meski tidak memiliki
kenyamanan modern, rumah ini menyediakan kemewahan model lama: ranjang bertiang
empat dengan kelambu sutra berat, anggur tua yang lezat dari ruang bawah tanah,
kuda, senjata api, buku-buku, dan hiburan tanpa akhir.
Duke muda dari Kingsbridge dulu memiliki seratus ribu ekar tanah pertanian
terbaik di Wiltshire, tapi atas nasihat Solly ia menjual setengahnya dan membeli
sebagian besar Kensington Selatan dengan uang penjualan itu. Maka depresi
pertanian yang telah menyengsarakan banyak keluarga bangsawan tidak menyentuh
kekayaan "Kingo", karena itu ia masih mampu menjamu teman-temannya dengan gaya
megah. Pangeran Wales telah menghabiskan minggu pertama bersama mereka. Solly, Kingo,
dan sang pangeran senang bercanda habis-habisan, dan Maisie ikut membantu. Ia
300 telah meletakkan buih sabun sebagai ganti krim kocok di hidangan penutup untuk
Kingo; ia telah melepaskan kancing bretel Solly yang waktu itu tertidur di
perpustakaan, sehingga celananya melorot ketika ia berdiri; dan ia telah
mengelem halaman koran The Times sehingga tak bisa dibuka. Secara kebetulan,
Pangeran sendiri yang pertama mengambil koran itu. Ketika ia mencoba membalik
halaman-halamannya, setiap orang merasa tegang dan bertanya-tanya bagaimana
reaksinya, karena, kendati pewaris takhta itu menyukai lelucon, ia tak pernah
menjadi korban. Namun kemudian ia mulai tertawa ketika menyadari apa yang telah
terjadi, dan yang lainnya ikut tertawa terbahak-bahak karena lega dan gembira.


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pangeran telah pergi dan Hugh Pilaster telah tiba, dan mulailah kesulitan itu.
Solly-lah yang punya gagasan untuk mengundang Hugh ke sini. Solly menyukai Hugh.
Maisie tak bisa mencari dalih yang tepat untuk mengajukan keberatan. Juga Sollylah yang meminta Hugh ikut makan malam di London.
Hugh dapat menguasai diri dengan cepat pada malam itu dan membuktikan dirinya
benar-benar memenuhi syarat sebagai tamu acara makan malam. Barangkali tata
kramanya tidak akan sehalus seandainya ia menghabiskan enam tahunnya di ruang
duduk di London, bukannya di gudang Boston, namun pesona alaminya bisa menutupi
kekurangannya. Dalam dua hari kunjungan di Kingsbridge ia telah menghibur mereka
dengan segala kisah hidup di Amerika, tempat yang belum pernah mereka lihat.
Ironis bahwa Maisie menganggap tata krama Hugh agak kasar. Enam tahun yang lalu
malah sebaliknya. Namun wanita muda itu cepat belajar. Ia telah menguasai aksen
golongan atas tanpa kesulitan, meski untuk mempelajari tata bahasa ia perlu
waktu lebih lama. Namun yang paling sulit adalah mempelajari kehalusan perilaku dan superioritas sosial:
cara berjalan melalui pintu, berbicara dengan anjing peliharaan, mengubah pokok
pembicaraan, tidak mengacuhkan orang mabuk. Namun ia telah belajar dengan tekun
dan kini semuanya menjadi sebuah kewajaran baginya.
Hugh telah pulih dari keterkejutan yang diakibatkan oleh pertemuan mereka, namun
Maisie belum. Ia tak akan melupakan ekspresi Hugh ketika pertama kali
melihatnya. Maisie telah mempersiapkan diri, namun bagi Hugh pertemuan itu
benar-benar merupakan kejutan. Karena itu, ia tak bisa menyembunyikan
perasaannya, dan Maisie sedih melihat ekspresi terluka di matanya. Ia telah
sangat melukai perasaan Hugh enam tahun yang lalu, dan pemuda itu belum mampu
mengatasinya. Sejak itu wajah Hugh menghantuinya. Ia kaget ketika mengetahui Hugh akan datang
ke sini. Ia tak ingin menemui Hugh, tak ingin masa silam dihadirkan kembali. Ia
telah menikah dengan Solly yang baik dan tak sampai hati melukai perasaannya.
Apalagi sekarang ada Bertie, putranya, buah hatinya yang membuat ia bersemangat
untuk hidup. Anak mereka dinama Hubert, tapi mereka memanggilnya Bertie, yang juga nama
Pangeran Wales. Bertie Greenbourne akan berusia lima tahun pada tanggal 1 Mei,
namun itu rahasia; ulang tahunnya dirayakan pada bulan September untuk
menyembunyikan fakta bahwa anak itu lahir hanya enam bulan setelah perkawinan.
Keluarga Solly tahu fakta sebenarnya, namun tak ada orang lain yang tahu. Bertie
lahir di Swiss dalam perjalanan bulan madu mereka keliling Eropa selama dua
belas bulan. Semenjak itu, Maisie merasa bahagia.
Orangtua Solly tidak menerima kehadiran Maisie. Mereka adalah Yahudi Jerman yang
kaku dan sangat mementingkan status sosial. Mereka telah menetap di Inggris
selama beberapa generasi dan meremehkan Yahudi Rusia
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY berbahasa Yiddish yang baru turun dari perahu. Bahwa wanita muda itu mengandung
anak orang lain mengukuhkan prasangka mereka dan memberi dalih untuk tidak
menerimanya. Meskipun demikian, adik perempuan Solly, Kate, yang sebaya dengan
Maisie dan mempunyai putri berumur enam tahun, tetap bersikap baik pada Maisie
jika orangtuanya tidak berada di rumah.
Solly mencintai Maisie dan Bertie, walaupun ia tidak tahu siapa sebenarnya ayah
anak itu, dan ini sudah cukup bagi Maisie... sampai Hugh muncul kembali di London.
Maisie bangun pagi-pagi seperti biasa, dan melangkah ke kamar anak-anak rumah
besar itu. Bertie sedang makan pagi di ruang makan dengan anak-anak Kingo, Anne
dan Alfred, diawasi tiga pengasuh bayi. Ia mencium wajah Bertie yang berkeringat
dan berkata, "Makan apa kau?"
"Bubur dengan madii," kata anak itu dengan aksen khas golongan atas, aksen yang
dengan susah payah dipelajari Maisie, dan ia kadang-kadang masih juga keseleo
lidah. "Enak?" "Madunya enak."
"Aku ingin mencoba sedikit," kata Maisie sambil duduk. Madu lebih mudah dicerna
daripada ikan herring asin dan ginjal dengan kuah pedas yang biasa, disantap
orang dewasa di pagi hari.
Bertie tidak mirip Hugh. Semasa bayi, ia menyerupai Solly, karena semua bayi
kelihatan seperti Solly, dan sekarang anak itu semakin mirip ayah Maisie, dengan
rambut hitam dan mata cokelat. Maisie kadang-kadang bisa melihat sesuatu yang
mirip Hugh dalam dirinya, terutama ketika anak itu menyunggingkan senyum nakal;
tapi untunglah tidak ada kemiripan yang jelas.
Seorang pengasuh bayi membawakan Maisie sepiring bubur dengan madu dan Maisie
mencicipinya. "Mama suka?" tanya Bertie. Anne berkata, "Kalau sedang makan, jangan bicara,
Bertie." Anne Kingsbridge berusia tujuh tahun dan ia menguasai Bertie dan
adiknya, Freddy. "Enak," kata Maisie.
Seorang pelayan lain bertanya, "Apakah kalian mau roti bakar dioles mentega,
anak-anak?" Serentak mereka semua menjawab riang.
Mula-mula Maisie merasa tidak lazim seorang anak tumbuh besar dikelilingi oleh
pelayan, dan ia takut Bertie dilindungi secara berlebihan; namun akhirnya ia
tahu bahwa anak orang kaya juga bermain di tempat kotor, memanjat tembok, dan
berkelahi, sama seperti anak orang miskin; perbedaan utamanya adalah mereka
punya pelayan untuk memandikan mereka.
Maisie sebenarnya ingin memiliki banyak anak, yaitu anak-anak Solly, namun ada
gangguan dalam tubuhnya ketika Bertie lahir dan para dokter Swiss mengatakan ia
tak akan bisa hamil lagi. Ucapan para dokter itu terbukti benar, karena ia telah
menikah dengan Solly selama lima tahun dan tak pernah tidak mengalami
menstruasi. Bertielah anaknya satu-satunya. Ia kasihan sekali pada Solly yang
tak akan mempunyai anak sendiri, kendati ia berkata telah mengecap kebahagiaan
lebih besar dibandingkan yang layak diperoleh laki-laki mana pun.
Istri Kingo, sang duchess, yang dikenal teman-temannya sebagai Liz, ikut
bergabung pada acara makan pagi di kamar anak-anak. Ketika sedang membasuh
tangan dan wajah anak mereka, Liz berkata, "Ibuku tidak akan mau mengerjakan
ini. Dia hanya menemui kami ketika kami sudah dimandikan dan berpakaian rapi.
Sangat tidak alami." Maisie tersenyum. Liz merasa dirinya seorang ibu yang
sangat praktis, karena ia membasuh sendiri wajah anak-anaknya.
Mereka tinggal di kamar anak-anak sampai jam se 304 puluh, ketika pengasuh anak tiba dan menyuruh anak-anak itu menggambar dan
melukis. Maisie dan Liz kembali ke kamar mereka. Hari ini sepi, tak ada
perburuan. Sebagian dari para laki-laki pergi memancing dan yang lainnya
berjalan-jalan di hutan dengan satu atau dua anjing sambil menembaki kelinci.
Para wanita, dan laki-laki yang lebih menyukai wanita daripada anjing,
meluangkan waktu dengan berjalan-jalan di taman sebelum makan siang. *
Solly sudah sarapan pagi dan bersiap-siap untuk keluar. Ia mengenakan setelan
wol berwarna cokelat dengan jas pendek. Maisie menciumnya dan membantu
mengenakan sepatu botnya: seandainya Maisie tidak ada di sini, suaminya akan
memanggil pelayannya karena ia tak dapat menunduk cukup jauh untuk mengikat
sendiri tali sepatunya. Maisie memakai mantel bulu dan topi, sedangkan Solly
mengenakan mantel wol Inverness yang berat dengan jubah dan~ topi bowler yang
serasi, kemudian mereka pergi ke ruang utama yang dingin untuk menemui yang
lainnya. Pagi itu cerah dan dingin, sangat menyenangkan kalau orang mengenakan mantel
bulu, tapi akan menyiksa jika tinggal di rumah kumuh dengan kaki telanjang.
Maisie kadang masih membandingkan keberuntungan dirinya sekarang dengan
kemiskinannya semasa kecil. Jika sudah begini, ia akan merasa sangat bahagia
karena bisa menikah dengan salah satu pria terkaya di dunia.
Maisie berjalan dengan diapit Kingo dan Solly. Hugh berada di belakang dengan
Liz. Meski tak bisa melihat Hugh, Maisie tetap bisa merasakan kehadirannya,
mendengarnya berbincang-bincang dengan Liz dan membuat wanita itu tertawa
cekikikan, serta membayangkan kilau di mata birunya. Setelah kurang-lebih
setengah mil, mereka sampai ke gerbang utama. Pada waktu mereka membelok untuk
berjalan-jalan melalui kebun buah, Maisie melihat sesosok tubuh jangkung dengan
cambang hitam yang tidak asing lagi, mendekat dari arah pedesaan. Sesaat ia mengira itu
sosok ayahnya, tapi kemudian ia bisa mengenali: kakaknya, Danny.
Danny telah kembali ke kota kelahiran mereka enam tahun yang lalu dan mendapati
orangtua mereka tidak lagi tinggal di rumah tua sewaan itu, dan mereka tidak
meninggalkan alamat baru. Karena kecewa, ia pergi ke utara, ke Glasgow, dan
mendirikan Asosiasi Kesejahteraan Pekerja, yang tidak hariya mengasuransikan
para pekerja yang sedang menganggur, namun juga berkampanye demi keselamatan
kerja di pabrik-pabrik, hak untuk masuk serikat pekerja, dan peraturan
perusahaan yang berkaitan dengan aturan keselamatan kerja. Namanya mulai muncul
di koran-koran Dan Robinson, bukan Danny, karena ia terlalu perkasa untuk ?
menjadi seorang Danny sekarang. Papa membaca berita itu dan datang ke kantornya,
maka berlangsung reuni penuh kegembiraan.
Ternyata Papa dan Mama akhirnya bertemu dengan orang-orang Yahudi lainnya, tak
lama sesudah Maisie dan Danny meninggalkan rumah. Mereka meminjam uang untuk
pindah ke Manchester. Di sini Papa mendapat pekerjaan lain, dan mereka tak
pernah kekurangan lagi. Mama sanggup bertahan melawan penyakitnya dan kini cukup
sehat. Maisie sudah menikah dengan Solly ketika keluarganya bisa berkumpul kembali.
Solly ingin membelikan ayah Maisie sebuah rumah dan uang pensiun untuk seumur
hidup, tapi ia menolak dengan halus, la hanya meminta pinjaman uang untuk
membuka toko. Sekarang Papa dan Mama memiliki toko yang menjuaj^ kaviar dan
penganan mahal lainnya pada orang kaya kota Manchester. Ketika datang menengok,
Maisie melepaskan semua perhiasan berlian miliknya, mengenakan celemek, lalu
membantu menjaga toko di belakang meja layan. Ia yakin para orang kaya dari
kalangan Malborough tidak akan berbelanja sendiri ke toko ayahnya.
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Melihat Danny datang, Maisie merasa khawatir. Jangan-jangan ada sesuatu yang
buruk menimpa orangtuanya. Ia berlari menyongsong Danny dengan hati berdebar dan
langsung bertanya. "Danny! Apa yang terjadi" Apa Mama sakit?"
"Papa dan Mama sehat-sehat saja, juga yang lainnya," sahut Danny dengan aksen
Amerika yang kental. "Oh, terima kasih, Tuhan. Bagaimana kau tahu aku ada di tempat ini?"
"Kan, kau menulis surat untukku?"
"Oh ya." Danny tampak seperti seorang pejuang Turki dengan matanya yang tajam, jenggot
ikal, pakaian sederhana warna hitam, dan topi bowler. Kelihatannya ia baru saja
berjalan jauh, kentara dari sepatu botnya yang berlumpur dan kelelahan di
wajahnya. Kingo tidak menghiraukan kehadirannya, tapi Solly seperti biasa
menyambutnya dengan hangat. Ia menyalami Danny, "Bagaimana kabarmu, Robinson"
Kenalkan temanku, Duke of Kingsbridge. Kingo, perkenankan aku memperkenalkan
kakak iparku, Dan Robinson, sekretaris umum Asosiasi Kesejahteraan Pekerja."
Bagi kebanyakan orang, diperkenalkan dengan seorang bangsawan akan membuatnya
gugup dan serba canggung. Tapi tidak bagi Danny. Dengan sopan dan santai ia
menyapa, "Apa kabar, Duke?"
Kingo menyambut uluran tangan Danny dengan sikap hambar. Maisie menduga Kingo
berpendapat boleh saja bersikap sopan pada orang dari kelas yang lebih rendah,
tapi tak perlu berlebihan.
Lalu Solly menyambung lagi, "Dan perkenalkan teman kami Hugh Pilaster."
Maisie menjadi tegang. Karena mencemaskan Mama dan Papa, ia lupa bahwa Hugh
berada di belakangnya. Danny tahu rahasia Hugh yang belum pernah dibeberkan
Maisie pada suaminya. Ia tahu Hugh adalah ayah Bertie.
30 Danny pernah ingin mematahkan leher Hugh. Mereka belum pernah bertemu, namun
Danny tidak lupa sedikit pun. Apa yang akan dilakukannya"
Tapi sekarang kakaknya sudah bertambah tua enam tahun. Tatapannya terhadap Hugh
dingin, namun jabatan tangannya tetap sopan.
Hugh yang tidak tahu bahwa ia sudah menjadi seorang ayah, berbicara pada Danny
dengan ramah. "Apakah Anda kakak yang dulu lari dari rumah dan pergi ke Boston?"
" "Ya, akulah orangnya."
Kata Solly, "Hebat sekali Hugh tahu hal itu!"
Solly tidak tahu sampai sejauh mana Hugh dan Maisie saling mengetahui latar
belakang mereka. Ia tidak tahu bahwa mereka pernah melewatkan satu malam
berduaan sambil bercerita tentang kisah hidup mereka.
Maisie merasa cemas dengan percakapan itu. Pembicaraan mereka banyak menyinggung
setumpuk rahasia, dan tabir yang menutupinya demikian tipis. Ia lekas-lekas
berusaha menguatkan hatinya. "Danny, mengapa kau ada di sini?"
Wajah Danny yang tampak lelah memperlihatkan kepahitan. "Aku tidak lagi menjadi
sekretaris Asosiasi Kesejahteraan Pekerja," katanya. "Tamat riwayatku sekarang,
untuk ketiga kalinya selama hidupku, gara-gara bankir-bankir yang tidak becus."
"Danny, jangan!" Maisie memprotes. Ia tahu betul bahwa baik Solly maupun Hugh
adalah bankir. Tapi Hugh berkata, "Jangan cemas! Kami juga benci kepada para bankir yang tidak
becus. Mereka merupakan ancaman bagi siapa saja. Tapi apa yang telah terjadi,
Mr. Robinson?" "Aku menghabiskan waktu lima tahun untuk membangun Asosiasi Kesejahteraan itu,"
ungkap Danny. "Ini betul-betul sukses besar. Kami mengeluarkan ratusan pound
setiap minggu, berupa tunjangan, dan menerima
308 iuran ribuan pound. Tapi akan kami apakan kelebihannya?"
Solly berkata, "Menurut dugaanku, kau menyisihkannya untuk menghadapi
kemungkinan tahun yang buruk."
"Dan menurut pikiranmu, di mana kami menanamkannya?"
"Di bank, kurasa."
"Di City of Glasgow, tepatnya."
"Astaga," kata Solly.
"Aku tidak paham," sela Maisie.
Solly menjelaskan, "City of Glasgow Bank jatuh bangkrut."
"Oh, tidak!" Maisie menjerit. Berita itu membuatnya ingin menangis.
Danny mengangguk, "Setiap sen yang disetorkan oleh para pekerja yang bekerja
keras hilang lenyap begitu saja gara-gara ulah orang-orang tolol bertopi tinggi.
Dan kau heran mengapa kaum pekerja itu membincangkan revolusi." Ia menghela
napas panjang. "Aku sudah berusaha sebisanya menyelamatkan asosiasi sejak
terjadi kebangkrutan itu, tapi tugas yang kuemban tak punya harapan, dan aku
sudah menyerah." Kingo berkata tiba-tiba, "Mr. Robinson, aku turut simpati atas nasib yang
menimpa Anda dan para anggota Asosiasi. Apakah Anda ingin menikmati sedikit
makanan kecil" Anda pasti sudah berjalan kaki sejauh tujuh mil, kalau Anda
datang dari stasiun kereta api."
"Dengan senang hati dan terima kasih."
Ujar Maisie, "Aku akan membawa Danny ke rumah. Teruskanlah perjalanan kalian."
Maisie bisa merasakan betapa terpukul hati kakaknya. Ia ingin Danny bisa
mengeluarkan kegalauan hatinya padanya.
Yang lain ikut merasakan tragedi itu. Kingo berkata, "Maukah Anda menginap malam
ini, Mr. Robinson?" Maisie bergidik. Kingo kali ini pemurah sekali. Cukup mudah bersikap sopan
terhadap Danny selama beberapa
309 menit di taman ini, tapi kalau ia menginap, Kingo dan teman-temannya yang kaya
akan segera kewalahan dengan pakaian Danny yang kasar dan pikiran-pikirannya
yang selalu menyangkut kaum pekerja. Kemudian mereka akan merendahkannya dan
Danny akan tersinggung. Tapi Danny berkata, "Aku harus pergi ke London malam ini juga. Aku datang hanya
untuk bertemu dengan adikku selama beberapa jam."
Ujar Kingo, "Kalau begitu biar kuantar Anda ke stasiun dengan keretaku kapan
saja Anda siap." "Anda sangat baik."
Maisie menggamit lengan kakaknya. "Mari kita pergi. Akan kusiapkan makan siang
untukmu." Setelah Danny berangkat ke London, Maisie dan Solly tidur siang. Solly berbaring
di tempat tidur, mengenakan mantel kamar sutra merah dan memperhatikan istrinya
menanggalkan pakaian. "Aku tak berdaya menyelamatkan Asosiasi Kesejahteraan
pimpinan Danny," katanya. "Walau seandainya hal ini mempunyai makna finansial ?yang sebenarnya tidak aku takkan bisa mengimbau para mitra lainnya."
?Maisie sekonyong-konyong merasakan gejolak kasih sayang terhadapnya. Ia belum
meminta Solly untuk menolong Danny. "Kau baik sekali," ucapnya. Ia menanggalkan
mantel suaminya dan mencium perutnya yang gendut. "Kau telah begitu banyak
menolong keluargaku, kau tak perlu meminta maaf. Lagi pula Danny tidak akan
menerima apa pun darimu... dia terlalu angkuh."
"Tapi apa yang akan dilakukannya?"
Maisie melepaskan rok dalamnya dan menggulung stoeking-nya. "Besok Danny akan


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menemui Serikat Gabungan Insinyur. Dia ingin menjadi Anggota Parlemen dan
berharap mereka akan menjadi sponsornya."
"Dan kukira dia akan berkampanye agar pemerintah menyusun peraturan perbankan
yang lebih ketat." 310 "Apa kau akan menentangnya?"
"Kami tak pernah menghendaki pemerintah mengatur kami. Memang benar, banyak bank
yang bangkrut, tapi mungkin akan lebih banyak lagi yang ambruk kalau para
politikus ikut mengelola bank." Ia memiringkan tubuh dan menyangga kepalanya
dengan sikunya, agar lebih mudah mengamati istrinya menanggalkan pakaian.
"Sebenarnya aku tak ingin meninggalkanmu malam ini."
Keinginan Maisie sama. Sebagian dirinya berdebar membayangkan ia bersama Hugh
sementara Solly pergi, namun hal itu malah membuatnya makin merasa berdosa. "Aku
tidak keberatan," kata wanita itu.
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY "Aku malu sekali atas sikap keluargaku."
"Kenapa harus malu?" Hari itu hari Paskah Yahudi dan Solly bermaksud merayakan
upacara seder dengan orangtuanya. Maisie tidak diundang. Ia mengerti bahwa Ben
Greenbourne tidak menyukainya, dan setengah merasa bahwa ia layak diperlakukan
seperti itu oleh mertuanya, namun Solly berang sekali oleh perlakuan ini. Ia
akan bertengkar dengan ayahnya seandainya Maisie membiarkannya, tapi Maisie
tidak menghendakinya, dan ia bersikeras bahwa suaminya harus tetap mengunjungi
orangtuanya, seperti biasa.
"Kau yakin tidak keberatan?" tanya Solly penasaran.
"Aku yakin. Coba dengar, seandainya aku kesepian, aku akan pergi ke Glasgow dan
melewatkan Paskah dengan orangtuaku sendiri." Ia merenung. "Aku tak pernah
merasa sebagai bagian dari orang-orang Yahudi, tidak sejak kami meninggalkan
Rusia. Ketika kami tiba di Inggris, tak ada satu pun orang Yahudi di kota kami.
Lalu orang-orang sirkus yang menampungku kebanyakan juga tidak punya agama.
Bahkan ketika aku menikah denganmu, keluargamu tidak mau menerimaku. Jadi, sejak
kecil aku sudah ditakdirkan untuk menjadi orang luar, dan terus terang aku tidak
keberatan dengan perlakuan seperti ini. Lagi pula, Tuhan tidak pernah memberiku
apa pun." Lalu ia tersenyum. "Kata Mama, Tuhan mengaruniakan kau padaku, tapi
itu omong kosong. Aku mendapatkanmu dengan usahaku sendiri."
Suaminya merasa yakin kembali. "Aku akan rindu padamu malam ini."
Maisie duduk di tepi tempat tidur dan memiringkan tubuh di atas suaminya. "Aku
juga." "Mmm." Setelah sesaat, mereka berbaring berdampingan. Tak lama kemudian,
keduanya tertidur. Para pengelola City of Glasgow Bank harus dijebloskan ke penjara," tukas Maisie
sebelum makan malam. -"Itu agak kejam," jawab Hugh.
Tanggapan itu terdengar sok bagi Maisie. "Kejam?" tanyanya. "Lebih kejam mana
dibandingkan apa yang menimpa kaum pekerja yang kehilangan uang?"
"Tapi tak ada manusia yang sempurna, tidak juga kaum pekerja itu," Hugh
bersikeras. "Kalau seorang tukang kayu melakukan kesalahan, dan rumah yang
dibangunnya runtuh, haruskah dia dipenjarakan?"
"Itu tidak sama!"
"Mengapa tidak?"
"Karena tukang bangunan itu dibayar tiga puluh shilling seminggu dan wajib
mematuhi perintah mandor, sedangkan bankir mendapat ribuan, dan membenarkan
tindakannya dengan berkata bahwa dia memikul tanggung jawab."
"Semua benar. Tapi bankir itu juga manusia, dan punya anak-istri yang harus
ditanggungnya." "Pembunuh juga punya keluarga, tapi kita menggantung mereka tanpa memandang
anak-anak yang akan menjadi yatim-piatu."
"Tapi kalau seseorang membunuh dengan tidak sengaja, misalnya sedang membidik
kelinci, lalu tak sengaja menewaskan seseorang di balik semak-semak, kita malah
tidak menjebloskannya ke penjara. Jadi, mengapa
312 kita harus memenjarakan bankir yang menghilangkan uang orang lain?"
"Supaya para bankir lain berhati-hati!"
"Dan dengan logika yang sama, kita bisa saja menggantung orang yang membidik
kelinci agar para penembak lain lebih berhati-hati."
"Hugh, kau selalu tak mau kalah."
"Bukan, bukan begitu. Mengapa kita memperlakukan para bankir yang sembrono lebih
keras daripada penembak kelinci yang tidak hati-hati?"
"Bedanya adalah tembakan yang sembarangan tidak membuat ribuan kaum pekerja
jatuh ke lembah kemiskinan setiap beberapa tahun, lain halnya dengan para bankir
yang tidak hati-hati melaksanakan tanggung jawabnya."
Sampai di sini, Kingo berseru lembut, "Aku dengar-dengar para direktur City of
Glasgow kemungkinan akan masuk penjara; Manajernya juga."
Hugh berkata, "Aku yakin begitu."
Maisie merasa ingin menjerit karena frustrasi. "Lalu mengapa kau selalu
membantah ucapanku?"
Hugh tersenyum. "Untuk mengetahui apakah kau bisa bersikap adil pada dirimu
sendiri." Maisie ingat bahwa sejak dulu Hugh memiliki kemampuan untuk melakukan hal ini
padanya; dengan jengkel ia menggigit ujung lidahnya sendiri. Pribadinya yang
meledak-ledak adalah bagian dari daya tariknya terhadap Kelompok Marlborough;
itu sebabnya mereka menerimanya, meski latar belakangnya berbeda; tapi mereka
akan bosan kalau ia meluapkan amarahnya terlalu lama. Suasana hatinya langsung
berubah. "Tuan, Anda telah menghinaku," teriaknya. Kutantang Anda berduel!"
"Dengan senjata apa wanita berduel?" Hugh tertawa.
"Dengan jarum renda di waktu subuh."
Mereka semua tertawa, kemudian seorang pelayan datang memberitahukan bahwa makan
malam telah siap. 313 Selalu ada delapan belas atau dua puluh orang yang mengitari meja makan panjang
itu. Maisie sangat menyukai taplak meja yang mulus dan peralatan minum dari
porselen, ratusan lilin yang tercermin pada gelas-gelas berkilauan, pakaian
malam hitam putih yang rapi yang dikenakan para pria dan warna-warni berani
serta perhiasan bernilai tinggi para wanitanya. Sampanye dihidangkan setiap
malam, tapi minuman itu membuat Maisie cepat gemuk, jadi ia hanya mencicipi
segelas dua gelas saja. Maisie duduk di sebelah Hugh. Sang duchess biasanya menempatkannya di sebelah
Kingo, karena Kingo senang dengan wanita cantik, dan duchess itu tidak
keberatan; tapi malam ini ternyata ia memutuskan untuk me-ragamkan susunan yang
biasa. Tak seorang pun mengucapkan doa karena di lingkungan kelompok ini, agama
dicadangkan untuk hari Minggu saja. Sup dihidangkan dan Maisie berbincangbincang ceria dengan pria-pria di kiri-kanannya. Meskipun demikian, pikirannya
menerawang kepada kakaknya. Danny yang malang! Begitu pintar, begitu besar rasa
pengabdiannya, seorang pemimpin besar dan... begitu malang. Ia bertanya dalam
hati, apakah kakaknya akan berhasil meraih ambisi baru untuk menjadi anggota
Parlemen. Ia berharap demikian. Papa pasti bangga sekali.
Hari ini, tidak seperti biasanya, latar belakangnya telah menerobos dengan jelas
ke dalam hidup barunya. Mengherankan bila mengingat betapa kecil perbedaannya.
Seperti dirinya, Danny kelihatannya tidak termasuk dalam masyarakat kelas
tertentu. Danny mewakili kaum pekerja, pakaiannya seperti yang dikenakan
golongan menengah, namun perilakunya hampir sama dengan Kingo dan temantemannya; penuh percaya diri dan sedikit sombong. Mereka tidak bisa dengan mudah
membedakan apakah sebenarnya ia anak muda dari golongan atas yang mengabdi bagi
para pekerja, ataukah ia me-SBOOK BY OBI
PRC/TXT BY OTOY mang anak dari kalangan pekerja yang telah meningkatkan status sosialnya.
Begitu pula dengan Maisie. Orang yang tidak terlalu tajam nalurinya dalam
menentukan perbedaan kelas pun bisa melihat bahwa ia bukan berasal dari kalangan
atas. Meskipun demikian, ia bisa memainkan peran itu dengan sangat baik; selain
itu ia begitu cantik dan menawan, sehingga mereka tak bisa percaya desas-desus
bahwa Solly mengambilnya dari sebuah ruang dansa. Kalau ada pertanyaan mengenai
apakah ia bisa diterima oleh masyarakat London, hal itu telah terjawab ketika
pangeran Wales, putra Ratu Victoria yang juga calon raja, mengakui dirinya
"terpikat" oleh Maisie dan mengiriminya sebuah kotak rokok dari emas dengan
jepitan berlian. Pada waktu makanan dihidangkan silih berganti, Maisie semakin merasakan
kehadiran Hugh di sisinya. Ia berusaha agar percakapan mereka ringan saja, dan
dengan hati-hati ia berbicara paling tidak sama banyaknya dengan pria di sisi
satunya; namun masa silam tampaknya bergayut di bahunya, menanti pengakuan,
seperti pemohon doa yang lelah dan tabah.
Ia dan Hugh telah bertemu tiga atau empat kali sejak pemuda itu pergi ke London,
dan kini mereka telah bersama-sama selama dua hari di bawah atap yang sama, tapi
belum membicarakan apa yang terjadi enam tahun yang lalu di kamar Hugh.
Yang diingat Hugh adalah Maisie menghilang tanpa jejak, lalu muncul lagi sebagai
Mrs. Solomon Greenbourne. Cepat atau lambat Maisie harus memberikan penjelasan
pada Hugh. Ia khawatir jika mengungkit masa lalu, perasaan lama mereka akan
bangkit kembali. Tapi kenyataan tetap harus diungkapkan, dan mungkin malam ini
merupakan kesempatan terbaik, apalagi Solly sedang tidak ada di rumah.
Ketika beberapa orang di sekitar mereka sedang berbicara riuh rendah. Maisie
memutuskan bahwa ia harus
berbicara sekarang. Ia berpaling ke arah Hugh dan tiba-tiba dikuasai oleh emosi.
Ia mulai berbicara tiga atau empat kali dan tak mampu melanjutkan. Akhirnya ia
berhasil melontarkan beberapa patah kata. "Aku... bisa menghancurkan kariermu."
Kemudian ia berusaha keras tidak menangis, sehingga tak mampu lagi berkata-kata.
Pemuda itu segera mengerti apa yang dibicarakannya. "Siapa yang mengatakan
padamu bahwa kau bisa menghancurkan karierku?"
Seandainya Hugh menaruh simpati, mungkin Maisie akan ambruk, namun untunglah ia
agresif, dan itu memungkinkannya menjawab, "Bibimu Augusta."
"Aku memang sudah curiga, dia terlibat secara tak langsung."
"Tapi dia benar."
"Aku tak percaya itu," kata Hugh, dan dengan cepat menjadi marah. "Kau tidak
menghancurkan karier Solly."
"Tenang. Solly belum pernah menjadi kambing hitam di lingkungan keluarga, tapi
situasinya tetap pelik. Keluarganya masih membenciku."
"Walaupun kau seorang Yahudi?"
"Ya, Yahudi juga bisa menjadi snob seperti yang lainnya." Hugh belum mengerti
alasan sebenarnya... bahwa Bertie bukan anak Solly.
"Mengapa tidak kaukatakan saja padaku apa yang kaulakukan dan mengapa?"
"Aku tak bisa." Kalau mengingat hari-hari menakutkan itu, ia serasa tercekat dan
harus menarik napas dalam untuk menenangkan diri. "Sangat sulit mengucilkan diri
seperti itu, dan itu melukai hatiku. Aku takkan bisa melakukannya seandainya aku
harus mempertanggungjawabkannya."
Hugh tidak berhenti mencecarnya. "Kau kan bisa menyuratiku."
Suara Maisie menjadi perlahan, nyaris seperti bisikan. "Aku tidak bisa
memaksakan diri menulis surat"
316 Akhirnya Hugh tampak mengalah. Ia meneguk anggurnya dan memalingkan mata dari
Maisie. "Menyedih-* kan sekali, tidak mengerti, tidak tahu apakah kau waktu itu
masih hidup." Ia berbicara dengan keras, namun terlihat kenangan pahit di
matanya. "Maaf," ujar Maisie lemah, "aku menyesal sekali telah melukai perasaanmu. Aku
tidak bermaksud demikian. Aku ingin menyelamatkanmu dari penderitaan. Kulakukan
ini demi cinta." Begitu mendengar dirinya sendiri mengucapkan kata cinta, ia
menyesalinya. "Apakah kau mencintai Solly sekarang?" sergap Hugh tiba-tiba.
"Ya." "Kalian berdua tampaknya sangat rukun." "Cara hidup kami... tidak sulit bagi kami
untuk merasa puas." Hugh masih marah. "Kau mendapatkan apa yang selalu kauinginkan."
Ucapan itu agak keterlaluan, tapi Maisie merasa ia layak dicaci demikian, jadi
ia hanya mengangguk. "Apa yang terjadi atas diri April?"
Maisie bimbang. Pertanyaan ini agak terlalu dicari-cari. "Berarti kausamakan aku
dengan April?" tanyanya, tersinggung.
Kemarahan Hugh reda. Ia tersenyum dan katanya, 'Tidak, kau sama sekali tidak
seperti April, aku tahu pasti. Tapi aku ingin tahu bagaimana keadaannya
sekarang. Kau masih sering menemuinya?"
"Ya... dengan sembunyi-sembunyi." April adalah bahan pembicaraan yang netral:
membicarakannya akan menghindarkan mereka dari suasana emosional yang
membahayakan ini. Maisie memutuskan untuk memuaskan rasa ingin tahu pemuda itu.
"Kau kenal tempat bernama Nellie's?"'
Hugh merendahkan suaranya. "Itu rumah bordil."
31 Maisie tak mampu menahan diri untuk tidak bertanya, "Kau pernah ke sana?"
Hugh tampak kikuk. "Ya, dulu sekali. Tapi berantakan."
Maisie tidak heran; ia ingat betapa naif dan tidak berpengalaman Hugh yang
berusia dua puluh tahun pada waktu itu. "Ya, April kini menjadi pemilik tempat
itu." "Astaga! Bagaimana ceritanya?"
"Mula-mula dia menjadi wanita simpanan seorang novelis terkenal dan tinggal di
rumah kecil paling cantik di Clapham. Pengarang itu bosan padanya kurang-lebih
ketika Nell sedang pikir-pikir untuk berhenti dari profesinya. Jadi, April
menjual rumahnya dan membeli rumah bordil Nell."
"Coba bayangkan," ujar Hugh. "Aku tak akan melupakan Nell. Dia wanita paling
gemuk yang pernah kulihat."
Tempat itu mendadak hening, dan kalimat Hugh terdengar oleh beberapa orang
didekatnya. Terdengar tawa, dan seseorang berkata; "Siapa wanita gemuk ini?"
Hugh hanya tersenyum dan tidak menyahut.
Setelah itu mereka tidak lagi menyinggung bahan pembicaraan yang berbahaya,
namun Maisie merasa lemah dan agak kehilangan pegangan, seolah-olah ia baru saja
jatuh dan lecet. Setelah makan malam selesai dan para pria selesai mengisap cerutu, Kingo
mengumumkan bahwa ia ingin berdansa. Karpet ruang duduk digulung dan seorang
pelayan yang bisa memainkan musik polka pada piano dipanggil untuk memainkan
musik. Maisie berdansa dengan setiap orang, kecuali Hugh. Tapi kemudian, agar tidak
terlalu mencolok bahwa ia sengaja menghindar dari Hugh, dengan terpaksa ia
berdansa juga dengan pemuda itu. Suasana hatinya kembali ke masa enam tahun yang
lalu, di Cremorne Gardens.
318 Hugh ternyata pedansa hebat: ia selalu bisa mengimbangi irama musik dan langkah
kaki Maisie. Diam-diam Maisie mengakui bahwa dibanding Hugh, suaminya ternyata
pedansa yang buruk. Setelah Hugh, Maisie berdansa dengan orang lain, namun kemudian para pria tidak
lagi memintanya. Pada jam sebelas, ketika brendi dihidangkan, orang-orang sudah
lebih santai: dasi putih dikendurkan, sebagian wanita mencopot sepatu, dan
Maisie terus berdansa dengan Hugh, la tahu seharusnya ia merasa bersalah, namun
perasaan itu tidak bertahan lama. Malam ini ia merasa bahagia, dan memutuskan
akan menikmatinya. Ketika pelayan yang memainkan piano kelelahan, sang duchess meminta waktu'untuk
menarik napas, dan para pelayan wanita disuruh bergegas mengambil mantel,
sehingga mereka semua bisa berjalan-jalan di taman. Dalam kegelapan, Maisie
menggamit lengan Hugh. "Seisi dunia tahu apa yang kulakukan selama enam tahun
ini, tapi bagaimana denganmu?" *
"Aku suka Amerika," kata pemuda itu. "Di sana tidak dikenal sistem kelas. Yang
ada hanya yang kaya dan yang miskin, tapi tidak ada aristokrasi, tidak ada omong
kosong tentang derajat dan protokol. Apa yang telah kaulakukan, kawin dengan
Solly dan menjadi teman orang paling terhormat di negeri ini, agak tidak biasa
di sini, dan bahkan aku yakin kau belum pernah menceritakan hal yang
sesungguhnya mengenai asal-usulmu."
"Kurasa mereka curiga... tapi kau benar, aku tak pernah mengakuinya."
"Di Amerika, orang bisa menyombongkan asal-usulnya yang sederhana seperti halnya
di negeri ini Kingo bisa menyombongkan nenek moyangnya yang berjuang dalam
pertempuran Agincourt."
Maisie lebih tertarik pada Hugh, bukan pada Amerika. "Kau belum menikah?"
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY "Belum." "Di Boston... adakah gadis yang kausukai?"
"Sudah kucoba, Maisie," ucap pemuda itu. Tiba-tiba Maisie menyesal telah
menanyakan hal itu, karena ia merasa jawabannya akan menghancurkan


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebahagiaannya. Namun sudah terlambat, pertanyaan sudah telanjur .diajukan dan
pemuda itu telah angkat bicara.
"Banyak gadis cantik di Boston, menyenangkan dan cerdas, bisa menjadi istri dan
ibu yang baik. Aku tertarik pada beberapa orang dan mereka kelihatannya juga
menyukaiku. Tapi jika sampai pada soal melamar atau tidak sama sekali, aku
menyadari bahwa perasaanku tidak cukup dalam. Tidak seperti yang kurasakan
terhadapmu. Yang kurasakan di sana bukan cinta."
Kini ia telah mengungkapkannya. "Jangan teruskan,", bisik Maisie.
"Dua atau tiga orang ibu marah padaku, lalu reputasiku disebarkan, dan gadisgadis itu menjadi bosan. Mereka cukup baik terhadapku, tapi mereka tahu ada yang
tidak beres denganku, aku tidak serius, aku bukanlah orang yang berniat menikah.
Hugh Pilaster, bankir Inggris dan lelaki yang suka membuat gadis-gadis patah
hati. Kalaupun ada gadis yang jatuh cinta padaku, meski dia tahu latar
belakangku, aku tak akan memberinya harapan. Aku tak mau mematahkan hati orang.
Aku tahu betul bagaimana rasanya patah hati."
Wajah Maisie basah oleh air mata, dan ia bersyukur tangisnya terlindung oleh
kegelapan. "Maaf," ucapnya, namun bisikannya begitu lembut, sehingga ia nyaris
tidak mendengar suaranya sendiri.
"Meskipun demikian, aku tahu masalahku sekarang. Kukira aku sudah lama tahu,
tapi dua hari terakhir ini telah menghapuskan semua keraguanku."
Mereka berdua tertinggal jauh di belakang, dan pemuda itu menghentikan langkah,
menatap Maisie dalam-dalam. Maisie berkata, "Jangan ucapkan itu, Hugh, kumohon."
320 "Aku masih mencintaimu. Itu saja yang ingin kusampaikan."
Berakhirlah sudah, dan segalanya berantakan.
"Kurasa kau juga masih mencintaiku," sambung Hugh tanpa ampun. "Bukankah
begitu?" Maisie menatapnya. Terpantul di mata Hugh, ia bisa melihat lampu-lampu rumah di
seberang lapangan rumput, namun wajah Hugh terlindung dalam bayangan. Pemuda itu
memiringkan kepala dan mencium bibirnya, dan Maisie tidak memalingkan muka. "Air
matamu asin," kata Hugh setelah sesaat berlalu. "Kau mencintaiku. Aku tahu itu."
Ia mengambil saputangan terlipat dari sakunya dan menyentuh wajah Maisie dengan
lembut, menyeka tetesan air mata dari pipinya. 1
Maisie merasa harus mengakhiri semua ini. "Kita harus menyusul yang lain,"
katanya. "Nanti orang membicarakan kita." Ia berpaling dan mulai melangkah,
sehingga Hugh harus .memilih melepaskan lengannya atau pergi bersamanya. Ia
pergi mengikuti Maisie. "Aku heran kenapa kau cemas kalau orang membicarakan kita," ujarnya. "Kelompokmu
terkenal karerm tidak memedulikan hal-hal semacam itu."
Maisie sebenarnya tidak memikirkan orang lain. Dirinya sendirilah yang
dikhawatirkannya. Ia membuat Hugh berjalan lebih cepat hingga mereka bergabung
kembali dengan para undangan lainnya, lalu ia melepaskan lengan pemuda itu dan
bercakap-cakap dengan sang duchess.
Diam-diam Maisie merasa terganggu oleh ucapan Hugh bahwa Kelompok Marlborough
terkenal karena toleransinya. Itu memang benar, namun ia ingin Hugh tidak
menggunakan ungkapan hal-hal semacam itu; ia tak yakin mengapa.
Ketika mereka masuk kembali ke rumah, jam besar di dalam ruangan berdentang
menunjukkan waktu tengah malam. Maisie tiba-tiba merasa terlepas dari kungkungan
ketegangan hari itu. "Aku mau tidur," ia memberitahu.
321 Maisie melihat sang duchess secara refleks melemparkan pandang pada Hugh,
kemudian kepadanya, sambil mencoba menahan senyum. Ia jadi sadar, semua orang
mengira Hugh akan tidur dengannya.
Para wanita terhormat itu menaiki tangga bersama-sama, meninggalkan suami mereka
yang akan bermain biliar dan menenggak sedikit minuman keras. Ketika mereka
memberikan ciuman perpisahan padanya, Maisie melihat tatapan yang sama dalam
mata setiap orang sorot kagum bercampur iri.?Maisie memasuki kamar tidurnya dan menutup pintu. Api batu bara meliuk-liuk di
perapian dan beberapa lilin menyala di atas rak perapian dan meja rias. Di meja
kecil di sisi tempat tidur diletakkan sepiring kue lapis dan sebotol sherry,
kalau-kalau ia merasa lapar di waktu malam. Ia tak pernah menyentuh makanan
ringan itu, tapi staf yang terlatih baik di Kingsbridge Manor selalu meletakkan
sebuah baki di samping tempat tidur.
Ia mulai melepaskan pakaiannya. Mereka semua mungkin salah; barangkali Hugh
tidak akan mendatanginya malam ini. Pikiran itu menusuknya, terasa pedih, dan ia
menyadari bahwa ia mendambakan pemuda itu datang, sehingga ia dapat memeluk dan
menciumnya, benar-benar menciumnya, tanpa rasa bersalah seperti dialaminya di
taman, tapi dengan bernafsu dan tanpa malu-malu. Perasaan itu membawa kembali
kenangan pada suatu malam di pacuan Goodwood enam tahun silam, tempat tidur
sempit di rumah bibi Hugh, dan ekspresi di wajahnya ketika Maisie menanggalkan
pakaiannya. Maisie memandang tubuhnya di cermin panjang itu. Hugh akan memperhatikan
bagaimana tubuh itu telah berubah. Semasa gadis, ia belum perlu menggunakan
korset; tubuhnya memang ramping. Tapi pinggangnya tak pernah kembali seperti
semula setelah melahirkan.
Ia mendengar para pria menaiki tangga dengan lang 322 kah mengentak berat sambil menertawakan sebuah lelucon. Hugh benar: tak seorang
pun akan geger oleh sedikit perbuatan serong pada pesta di rumah di pedalaman.
Apakah mereka tidak merasa berkhianat pada teman mereka Solly, pikirnya
mencemooh. Kemudian ia tersentak, bagai terkena tamparan di muka. Mestinya
dirinyalah yang merasa telah berkhianat.
Ia telah melupakan Solly sepanjang malam ini, namun kini bayangan suaminya
datang kembali padanya: Solly yang ramah dan tak pernah marah, Solly yang baik
dan dermawan, laki-laki yang mencintainya dan menyayangi Bertie, walau ia tahu
Bertie anak orang lain. Baru beberapa jam ia meninggalkan rumah, istrinya sudah
akan mempersilakan seorang lelaki lain naik ke ranjangnya. Wanita macam apa aku
ini" pikir Maisie. Mendadak ia pergi ke pintu dan menguncinya. Ia kini sadar, mengapa ia tidak
menyukai ucapan Hugh: Kalanganmu terkenal karena tidak memedulikan hal-hal
semacam itu. Ini membuat perasaannya terhadap Hugh jadi terasa dangkal, seolah
ia hanya salah satu pria yang bisa diajak bermain api, atau berselingkuh di
ranjang sehingga bisa menjadi objek gosip. Solly tidak layak dikhianati oleh
suatu affair sesaat. Tapi aku benar-benar mendambakan Hugh, pikirnya.
Pikiran untuk membatalkan bercinta dengan Hugh malam ini hampir membuatnya
menangis. Dalam bayangannya muncul kembali wajah pemuda itu dengan seringai
polosnya, dadanya yang kurus, matanya yang biru, dan kulitnya yang putih halus;
ia juga teringat ekspresi pemuda itu ketika melihat tubuhnya, ekspresi bahagia
campur heran, gairah campur senang; sulit rasanya menolak pemuda itu malam ini.
Terdengar ketukan lembut di pintu.
Maisie berdiri telanjang di tengah kamar, kaku dan bisu.
Gagang pintu berputar dan pintu didorong, namun
tentu saja pintu tidak mau membuka. Maisie mendengar namanya dipanggil dengan
suara rendah. SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Ia beranjak ke pintu dan meletakkan tangannya pada kunci pintu.
"Maisie!" pemuda itu memanggilnya lembut. "Ini aku, Hugh."
Maisie begitu mendambakannya, sehingga desah suaranya saja sudah mampu
merangsang birahinya. Ia meletakkan jarinya di mulut dan menggigitnya keraskeras, namun rasa perih itu tak mampu membunuh birahinya.
Pemuda itu mengetuk pintu lagi. "Maisie! Bolehkah aku masuk?"
Maisie menyandarkan punggung ke dinding dan air mata mengalir deras membasahi
pipinya, menetes jatuh dari dagu ke payudaranya.
"Paling tidak, mari kita berbincang-bincang!"
Namun ia tahu, seandainya ia membuka pintu, mereka tidak akan berbincangbincang. Ia akan memeluk Hugh dan mereka akan terempas ke lantai dengan gairah
menggebu. "Katakanlah sesuatu. Kau ada di situ, aku yakin." Maisie berdiri tak bergerak,
menangis tanpa suara. "Boleh aku masuk?" pinta pemuda itu. "Boleh aku masuk?"
Setelah beberapa saat, ia pergi.
Maisie tidur tak menentu dan terbangun pagi-pagi sekali, namun ketika hari mulai
terang, perlahan-lahan semangatnya mulai bangkit. Sebelum para tamu lain bangun,
ia berjalan menyusuri sayap rumah tempat kamar anak-anak berada. Di luar pintu
kamar makan, ia berhenti. Ia bukan tamu yang pertama bangun rupanya. Ia bisa
mendengar suara laki-laki di dalam. Ia menghentikan langkah dan mendengarkan.
Suara Hugh. 324 Pemuda itu berkata, "Dan tepat pada saat itu, sang raksasa bangun."
Terdengar jerit Bertie yang kekanak-kanakan, karena ketakutan bercampur senang.
Hugh melanjutkan, "Jack menuruni batang kacang secepat kakinya bisa membawanya,
tapi raksasa itu masih mengejarnya."
Putri Kingo, Anne, berkata dengan suara anak tujuh tahun yang telah mengerti,
"Bertie bersembunyi di belakang kursinya karena takut. Aku tidak takut."
Maisie ingin bersembunyi seperti Bertie. Ia berbalik dan mulai melangkah kembali
ke kamarnya, namun ia berhenti. Ia harus menghadapi Hugh suatu waktu hari ini,
dan kamar anak-anak mungkin tempat yang paling gampang. Ia menenangkan diri dan
melangkah masuk. - Hugh memukau ketiga anak itu. Bertie nyaris tidak melihat
ibunya masuk. Hugh menengadah memandang Maisie dengan perasaan terluka di
matanya. "Teruskan, jangan berhenti," ujar Maisie. Ia duduk dekat Bertie dan
memeluknya. Hugh mencurahkan perhatiannya kembali pada anak-anak. "Dan menurut kalian, apa
yang akan dilakukan Jack?"
"Aku tahu," ujar Anne. "Dia menemukan sebilah kampak." "Benar." .
Maisie masih duduk di tempatnya sambil memeluk Bertie yang sedang membelalakkan
kedua matanya ke arah pria yang tak lain adalah ayah kandungnya. Jika aku bisa
bertahan seperti saat ini, berarti aku bisa melakukan apa saja, pikir Maisie.
Hugh berkata, "Dan sementara sang raksasa masih setengah jalan menuruni batang
kacang, Jack menebang batang kacang itu! Sang raksasa jatuh langsung ke bumi...
dan tewas. Jack dan ibunya hidup bahagia selama-lamanya."
325 Bertie berkata, "Ulangi lagi."
[IV] KEDUTAAN Kordoba sedang sibuk. Besok hari kemerdekaan Kordoba dan akan diadakan
resepsi besar di siang hari bagi anggota parlemen, pejabat departemen luar
negeri, diplomat, dan wartawan. Pagi ini Micky Miranda menerima sebuah nota
bernada keras dari menteri luar negeri Inggris mengenai dua turis Inggris yang
dibunuh sewaktu menjelajahi Pegunungan Andes. Tapi ketika Edward Pilaster
menghubunginya, Micky Miranda menyingkirkan segalanya, karena apa yang harus
disampaikannya pada Edward jauh lebih penting daripada resepsi ataupun surat
itu. Ia memerlukan setengah juta pound, dan ia berharap akan memperoleh dana itu
dari Edward. Micky sudah setahun menjadi duta besar Kordoba. Mendapatkan pekerjaan itu
membutuhkan semua kelicik* annya, tapi keluarganya juga mengeluarkan sejumlah
besar uang untuk menyogok di tanah airnya. Ia telah berjanji pada Papa bahwa
semua uang itu. akan "kembali pada keluarga dan ia harus menepatinya. Lebih baik
ia mati daripada mengecewakan ayahnya.
Ia membawa Edward memasuki ruang kerjanya yang megah di lantai pertama, yang
didominasi oleh bendera Kordoba. Ia melangkah ke meja besar dan menggelar
selembar peta Kordoba, memberi pemberat, pada sudut-sudut peta itu dengan tempat
cerutunya, botol sherry, sebuah gelas, dan topi abu-abu milik Edward. Ia
bimbang. Baru kali ini ia meminta seseorang meminjaminya uang setengah juta
pound. "Ini Provinsi Santamaria, di utara Kordoba," ia mulai menjelaskan.
326 "Aku tahu geografi Kordoba," kata Edward kesal.
"Tentu saja kau tahu," ujar Micky dengan suara menenangkan. Hal itu benar.
Pilasters Bank melakukan transaksi dalam jumlah besar dengan Kordoba, mendanai
ekspor nitratnya, daging asin dan perak, dan mengimpor peralatan tambang,
senjata api, serta barang mewah. Edward menangani semua bisnis itu, berkat
bantuan Micky yang sejak menjadi atase dan kemudian duta besar, menekan siapa
pun yang tidak menggunakan jasa Pilasters Bank untuk mendanai perdagangan mereka
dengan negeri ini. Akibatnya Edward kini dipandang sebagai pakar London yang
menonjol tentang Kordoba. "Tentu saja kau tahu," ujar Micky. "Dan kau tahu semua
nitrat yang ditambang oleh ayahku diangkut dengan kereta keledai dari Santamaria
ke Palma. Tapi mungkin kau tidak menyadari bahwa sebenarnya bisa dibangun jalan
kereta api sepanjang rute itu."
"Bagaimana kau bisa yakin" Membangun jalan kereta api bukanlah pekerjaan mudah."
Micky mengambil sebuah buku berjilid dari mejanya. "Ayahku sudah menugaskan
seorang insinyur Skotlandia, Gordon Halfpenny, untuk melakukan survei. Semua
perinciannya ada di sini, termasuk biayanya. Cobalah lihat."
"Berapa?" tanya Edward.
"Lima ratus ribu pound."
Edward membalik-balik halaman laporan tersebut. "Bagaimana situasi politik di
sana." Micky melihat sekilas foto besar Presiden Garcia dengan seragam Panglima
Tertinggi. Setiap kali memandang foto itu, ia berkhayal pada suatu hari
potretnya sendiri akan mengisi tempat di dinding itu. "Presiden menyukai gagasan
ini. Dia yakin hal ini akan memperkuat cengkeraman militernya pada daerah
pinggiran negeri itu." Garcia percaya pada Papa semenjak Papa menjadi gubernur
Provinsi Santamaria: dengan bantuan dua ribu pucuk senapan berlaras pendek merek
Westley-SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Richards buatan Birmingham. Keluarga besar Miranda telah menjadi pendukung gigih
dan sekutu dekat Presiden. Garcia tidak mencurigai motif Papa yang menginginkan
jalan kereta api ke ibukota. Jalan ini akan memungkinkan keluarga Miranda
menyerang ibukota dalam waktu dua hari, bukannya dua minggu.
'"Bagaimana pembayarannya?" tanya Edward.
"Kita akan menghimpun dana di bursa London," kata Micky dengan santai. "Malah
kupikir Pilasters Bank mungkin ingin memiliki bisnis itu." Ia mencoba bernapas
dengan perlahan-lahan dan normal. Ini merupakan klimaks dari upayanya memperalat
keluarga Pilaster dengan susah payah dan dalam waktu lama: ini merupakan imbalan
bagi persiapan yang dilakukannya selama bertahun-tahun.
Namun Edward menggelengkan kepala dan berkata, "Kukira tidak demikian."
Micky merasa heran dan kesal. Ia menduga sedikitnya Edward akan setuju untuk
mempertimbangkannya. "Tapi kau menghimpun dana untuk kereta api selama ini.
Kukira kau akan senang meraih kesempatan ini!"
"Kordoba tidak sama dengan Kanada dan Rusia, kata Edward. "Para investor tidak
menyukai rancangan politikmu, di mana setiap Caudillo provinsi memiliki pasukan
pribadi sendiri. Itu kuno."
Micky belum berpikir ke arah itu. "Kau menjual saham tambang perak milik Papa."
Itu terjadi tiga tahun yang lalu dan telah menghasilkan harta tambahan sebesar
seratus ribu pound yang sangat bermanfaat bagi Papa.
"Tepat! Ternyata itu satu-satunya tambang perak di Amerika Latin yang berjuang
untuk memperoleh keuntungan."
Sesungguhnya tambang itu sangat kaya, namun Papa menggerogoti keuntungannya dan
tidak menyisakan apa-apa bagi pemegang saham. Seandainya saja ia me 328 nyisakan sedikit demi kehormatan! Tapi Papa tidak pernah mau mendengarkan
nasihat seperti itu. Micky melawan perasaan paniknya, tapi emosinya pasti terlihat jelas di wajahnya,
karena Edward berkata dengan cemas, "Ah, sobat, apakah itu betul-betul penting"
Kau tampak berang." "Kukatakan sejujurnya, hal ini sangat berarti bagi keluargaku," kata Micky. Ia
merasa Edward pasti mampu menghimpun dana itu kalau ia benar-benar mau; hal ini
tidak mustahil. "Jika bank dengan prestise keluarga Pilaster mendukung proyek
ini, orang akan berkesimpulan bahwa Kordoba merupakan tempat yang baik untuk
melakukan investasi."
"Benar," ujar Edward. "Jika salah satu mitra mengajukan gagasan tersebut dan
benar-benar menggolkannya. Tapi aku bukan seorang mitra."
Micky menyadari bahwa ia telah meremehkan betapa sulitnya menghimpun jsetengah
juta pound. Namun ia tidak patah semangat. Ia akan menemukan suatu ca"a. "Aku
harus memikirkannya," katanya dengan kegembiraan dipaksakan. Edward menghabiskan
sherry-nyn dan berdiri. "Bagaimana kalau kita makan siang?"
Malam itu Micky dan keluarga Pilaster pergi menonton pertunjukan HMS Pinafore di
Opera Comique. Micky tiba di sana beberapa menit lebih awal. Sementara menunggu
di ruang masuk, ia bertemu dengan keluarga Bodwin yang selalu mengekor keluarga
Pilaster. Albert Bodwin adalah pengacara yang banyak melakukan pekerjaan untuk
bank milik keluarga itu, dan Augusta pernah mencoba dengan gigih untuk meminta
putrinya, Rachel Bodwin. kawin dengan Hugh.


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pikiran Micky terpusat pada masalah menghimpun dana untuk membangun jalan kereta
api, namun ia bermain api dengan Rachel Bodwin secara otomatis, sebagaimana
biasa dilakukannya dengan banyak gadis
329 dan wanita bersuami. "Dan bagaimana perkembangan gerakan emansipasi wanita, Miss
Bodwin?" Pipi ibu Rachel memerah dan katanya, "Saya ingin Anda tidak membicarakan masalah
ini Senor Miranda." "Kalau begitu, aku tidak akan melakukannya, Mrs. Bodwin, karena keinginan Anda
adalah undang-undang bagiku." Ia berpaling kembali pada Rachel. Gadis itu tidak
cantik; kedua matanya terlalu dekat, namun ia memiliki tubuh indah, betis
panjang, pinggang ramping, dan payudara bagus. Tiba-tiba Micky membayangkan
Rachel terbaring telanjang di tempat tidur, kedua tangannya terikat pada bagian
kepala tempat tidur. Ia menikmati gambaran itu. Ketika mengalihkan pandang dari
payudara gadis itu, mata mereka bertemu pandang. Kebanyakan gadis akan tersipu
dan berpaling, namun gadis ini memandangnya tanpa malu-malu dan menyunggingkan
senyum. Akhirnya Mickylah yang merasa kikuk. Sambil mencari-cari bahan
pembicaraan, ia berkata, "Tahukah Anda, teman lama kita Hugh Pilaster telah
kembali dari Amerika?"
"Ya, aku melihatnya di Whitehaven House. Anda berada di sana."
"O ya, aku lupa."
"Aku selalu menyukai Hugh."
Tapi kau tidak ingin mengawininya, pikir Micky. Rachel sudah bertahun-tahun
"tidak laku", dan dia mulai tampak seperti barang basi, menurut pikiran jahat
Micky. Namun instingnya mengatakan bahwa gadis itu bisa sangat panas di tempat
tidur. Masalahnya, dia terlalu kuat. Dia membuat para lelaki takut. Sekarang dia
pasti mulai putus asa, karena usianya sudah mendekati tiga puluh dan masih
lajang. Dia pasti bertanya-tanya, apakah dia sudah ditakdirkan menjadi seorang
gadis tua. Sebagian wanita mungkin akan menerima hal itu dengan pasrah, tapi
Rachel tidak, menurut Micky
Gadis itu tertarik padanya, tapi hampir setiap laki 330 laki dan perempuan, tua-muda, menyukai Micky. Ia senang bila orang-orang kaya
dan berpengaruh tertarik padanya, karena hal itu memberinya kekuasaan; namun
Rachel bukan orang penting dan minatnya terhadap Micky tidak ada artinya.
Keluarga Pilaster tiba dan Micky mencurahkan perhatian pada Augusta. Wanita itu
mengenakan gaun merah muda manyala. "Anda tampak... luar biasa Mrs. Pilaster,"
katanya dengan suara rendah. Augusta" tersenyum senang. K*edua keluarga itu
berbincang-bincang selama beberapa menit, kemudian tiba waktunya untuk mengambil
tempat duduk masing-masing.
Keluarga Bodwin duduk di deretan kursi biasa, keluarga Pilaster di sebuah boks.
Ketika berpisah, Rachel memberi Micky sebuah senyum hangat dan berkata perlahan.
"Mungkin kita akan bertemu nanti, Senor Miranda." Ayahnya kebetulan mendengar
dan tampak tidak setuju ketika ia~ menggamit lengan putrinya dan bergegas
mengajak pergi, tapi Mrs. Bodwin tersenyum pada Micky ketika mereka berangkat..
Mr. Bodwin tidak ingin anaknya jatuh hati pada orang asing, pikir-Micky, namun
Mrs. Bodwin tidak begitu pemilih lagi.
Micky mencemaskan pinjaman untuk membangun jalan kereta api selama babak pertama
opera. Tidak terlintas di benaknya bahwa tatanan politik yang primitif di
Kordoba, yang telah memungkinkan keluarga Miranda merambah jalan ke arah
kekayaan dan kekuasaan mungkin dianggap penuh risiko oleh investor. Itu mungkin
berarti ia tidak dapat mengupayakan proyek jalan kereta apinya dibiayai oleh
salah satu bank lain; Satu-satunya jalan untuk menghimpun dana adalah dengan
menggunakan pengaruhnya pada keluarga Pilaster. Dan satu-satunya orang yang
dapat dipengaruhi adalah Edward dan Augusta.
Pada jeda pertama, ia hanya berdua dengan Augusta di dalam boks, dan ia mulai
beraksi karena tahu wanita
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY itu menghargai pendekatan langsung. '"Kapan Edward dijadikan mitra di bank?"
"Itu masalah yang menyakitkan," kata Augusta lesu. "Mengapa kau bertanya?"
Micky menceritakan secara singkat tentang jalan kereta api itu, tanpa
mengungkapkan tujuan jangka panjang yang disusun Papa untuk menyerang ibukota.
"Aku tak bisa memperoleh uang dari bank lain. Tak satu pun bank tahu tentang
Kordoba, karena aku menjauhkan mereka demi kepentingan Edward." Sebenarnya itu
bukanlah alasan sesungguhnya, namun Augusta tidak mengerti bisnis. "Tapi proyek
ini akan sukses besar jika Edward dapat menggolkannya."
Augusta mengangguk. "Suamiku berjanji akan menjadikan Edward mitra kalau dia mau
menikah," katanya. Micky terkejut. Edward menikah! Gagasan mencengangkan... tapi mengapa tidak?"
Augusta melanjutkan, "Kami bahkan telah menyetujui seorang calon mempelai: Emily
Maple, putri Deacon Maple."
"Seperti apa dia?"
"Manis, masih muda, baru sembilan belas, dan bijak. Kedua orangtuanya menyetujui
perjodohan itu." Kedengarannya cocok untuk Edward, pikir Micky. Edward menyukai gadis-gadis
cantik, namun ia membutuhkan orang yang dapat didominasinya. "Jadi, apa
hambatannya?" Augusta merengut. "Aku tidak tahu. Tapi Edward tidak pernah mau melakukan
pendekatan." Micky tidak heran mendengarnya. Ia tak bisa membayangkan Edward menikah, tak
peduli bagaimanapun serasinya gadis itu. Apa yang akan diperolehnya dari
perkawinan" la tidak ingin memiliki anak, namun kini ada insentif: kemitraan.
Walaupun Edward tidak peduli hal itu, Micky peduli. "Apa yang bisa kita lakukan
untuk mendorongnya?" katanya.
332 Augusta melemparkan pandangan tajam ke arah Micky dan berkata, "Aku punya
perasaan dia mau kawin kalau kau juga kawin."
Micky berpaling. Augusta sangat perseptif. Ia tidak tahu apa yang terjadi di
kamar-kamar pribadi rumah bordil Nellie, namun ia memiliki intuisi seorang ibu.
Micky memang merasa kalau ia kawin lebih dulu, Edward mungkin lebih bersedia
kawin. "Aku, kawin?" ujarnya dengan sedikit tawa. Tentu saja ia akan kawin,
cepat atau lambat setiap orang melakukannya namun ia belum melihat alasan ? ?untuk berbuat demikian.
Tapi jika ini merupakan harga untuk mendanai proyek jalan kereta api...
Tidak sekadar jalan kereta api, pikirnya. Satu pinjaman yang berhasil akan
berlanjut dengan pinjaman lain. Negeri-negeri seperti Rusia dan Kanada setiap
tahun menghimpun pinjaman-pinjaman baru di Bursa London... untuk jalan kereta api,
pelabuhan, perusahaan pemasok air, dan dana pemerintah umum. Mengapa Kordoba
tidak melakukan hal serupa" Micky akan menerima komisi, baik resmi dan tidak
resmi atas setiap penny yang dihimpun; namun yang lebih penting, uang tersebut
akan disalurkan demi kepentingan keluarganya di tanah air, untuk membuat mereka
semakin kaya dan semakin berkuasa.
Dan alternatifnya tak terpikirkan. Seandainya ia mengecewakan ayahnya dalam hal
ini, ia tak akan dimaafkan. Untuk menghindari amarah ayahnya, ia kawin lebih
dari tiga kali. Ia kembali menatap Augusta. Mereka tak pernah membicarakan apa yang terjadi di
kamar tidur Old Seth pada bulan September 1873, namun Augusta tak mungkin
melupakannya. Yang terjadi waktu itu adalah seks secara tak langsung,
pengkhianatan tanpa berbuat serong, ada namun juga tidak ada. Mereka berpakaian
lengkap, dan hal itu hanya berlangsung beberapa detik, namun
333 lebih menggairahkan, menyentuh, dan tak terlupakan daripada apa pun yang pernah
dilakukan Micky dengan para pelacur di rumah bordil Nellie, dan ia yakin Augusta
pun amat terkesan. Bagaimana reaksinya membayangkan Micky menikah" Setengah
wanita di London akan cemburu, namun begitu sulit mengetahui apa yang dirasakan
Augusta di hatinya. Ia memutuskan untuk bertanya langsung padanya. Ia menatap
mata wanita itu dan berkata, "Kau ingin aku kawin?"
Augusta bimbang. Sesaat wajahnya menampakkan penyesalan. Kemudian air mukanya
mengeras dan ia berkata tegas, "Ya."
Micky menatapnya. Augusta membalas dengan tajam. Tahulah Micky bahwa wanita itu
sungguh-sungguh dengan ucapannya, dan ia merasa kecewa.
Augusta berkata, "Hal ini harus segera diselesaikan. Emily Maple dan orangtuanya
tidak mau dibuat terkatung-katung tanpa kepastian."
Dengan kata lain, aku sebaiknya cepat-cepat kawin, pikir Micky.
Kalau begitu, baiklah. Joseph dan Edward kembali ke boks dan percakapan beralih ke masalah-masalah
lain. Selama babak selanjutnya, Micky memikirkan Edward. Mereka telah lima belas tahun
bersahabat. Edward lemah dan selalu merasa tidak aman, ingin menyenangkan orang
lain, namun tanpa inisiatif atau semangat. Sepanjang hidupnya ia mengharapkan
orang lain mendorong dan mendukungnya, dan Micky telah memasok kebutuhan
tersebut semenjak ia mulai mengerjakan pekerjaan rumah bahasa Latin Edward di
sekolah. Kini Edward perlu didorong agar mau kawin, demi kariernya... dan demi
Micky. Pada jeda kedua. Micky berkata pada Augusta, "Ed-, ward membutuhkan seseorang
Peri Peminum Darah 1 Joko Sableng 1 Pesanggrahan Keramat Kisah Tiga Kerajaan 12

Cari Blog Ini