Ceritasilat Novel Online

Maya Misteri Dunia 2

Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder Bagian 2


maksud saya ...." Aku sangat mengerti. Sungguh mudah mengerti apa yang dimaksud seseorang jika
orang itu begitu mirip denganmu. Namun, sekali lagi aku merasa seakan-akan
pikiranku telah terbaca. Hal ini membuatku menjadi lebih blak-blakan, karena
jika memang benar kami dapat saling membaca jalan pikiran masing-masing, lebih
baik kami berhenti berbicara berputar-putar. "Dan sungguh tidak membantu,"
ujarku, "jika setiap perusahaan TV, selain meliput peristiwa itu, juga
memutuskan membuat program dokumenter spektakuler khusus mengenai mengapa dan
bagaimana kebudayaan dan lingkungan di sini hancur. Hal itu sendiri bisa
memiliki nilai hiburan, bukan?"
Kupikir, jangan-jangan aku telah melewati batas ketika kutambahkan, "Apakah ada
sesuatu yang tidak memiliki nilai hiburan?"
Aku mengatakan hal itu dengan senyum pasrah, dan Ana tertawa. Jose juga tampak
berseri-seri. Kurasa, kami semua berada dalam suatu gelombang berfrekuensi
tinggi. Ana berlari menuju jipnya dan kembali dengan membawa sebuah kamera video kecil,
kira-kira sebesar model rumah tangga. Diarahkannya kamera tersebut kepadaku dan
ia pun mengumumkan: "Ahli biologi dari Norwegia, Frank Andersen, baru-baru ini
tengah mempelajari ekologi di berbagai kepulauan di Oseania. Apakah yang dapat
Anda ceritakan kepada para pemirsa di Spanyol?"
Aku begitu terkejut dan bingung sehingga tidak tahu apa yang harus kukatakan.
Bagaimana ia tahu bahwa aku berasal dari Norwegia" Dan bagaimana ia mengetahui
nama belakangku" Mungkinkah ia telah melihat buku tamu di Maravu" Ataukah ia
teringat di mana kami pernah bertemu sebelumnya"
Wanita itu begitu spontan dan kekanak-kanakan sehingga tidak pernah terlintas
dalam benakku keinginan melepaskan diri dari permainan yang ia lakukan ini.
Kurasa aku berbicara selama enam atau tujuh menit, dengan kata lain benar-benar
terlalu lama. Aku memberikan sebuah garis besar dan menyinggung tentang
kerusakan lingkungan di Oseania, keanekaragaman hayati, dan hak-hak manusia
versus tanggung jawab manusia.
Ketika akhirnya aku selesai berbicara, Ana meletakkan kameranya di tanah dan
bertepuk tangan. "Bravo!" teriaknya. "Sungguh hebat."
Di belakangnya, aku mendengar komentar Jose: "Dan itulah kurang lebih apa yang
saya maksud dengan memberi peringatan."
Sekali lagi aku membiarkan diriku tergoda oleh kedua bola mata hitam itu.
"Apakah tadi Anda merekamnya?" tanyaku.
Wanita itu mengangguk penuh rahasia. Tidak pernah terpikirkan olehku bahwa
kamera sederhana seperti itu memiliki sangkut paut dengan program dokumenter
televisi yang begitu dibangga-banggakan. Secara umum, ada sesuatu yang
menyebabkan aku berhenti menganggap serius industri TV. Aku tadi mengatakan
bahwa aku berada di sini untuk melakukan penelitian, dan mereka pun berusaha
menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan sama menariknya. Atau mungkin mereka
belum memercayaiku; ya, betul, mungkin mereka menganggap aku hanya membesarbesarkan. Masuk akal jika seseorang yang bepergian sendirian ke Pasifik
memerlukan sebuah aura tujuan yang lebih vital dari perjalanan panjangnya
daripada sekadar berlibur di bawah sinar matahari.
Juga ada sesuatu yang lain. Apakah memang hanya kebetulan bahwa pasangan dari
Spanyol ini melewati pondokku dan mendeklamasikan beberapa buah pikiran mengenai
keberadaan Tuhan dan Adam yang sama sekali tak keheranan" Dan apakah kemunculan
mereka di dateline juga sama-sama tanpa sebab" Ataukah mereka mempermainkan
diriku" Yang jelas, mereka memang senang bermain-main. Ana telah berpura-pura tengah
menjalankan sebuah tugas jurnalistik di Pasifik, dan aku pun mengikuti permainan
mereka karena aku masih belum
menghapus dugaan bahwa mereka sedang berbulan madu. "Tetapi kita masih bersama
Jika saja mereka tahu bahwa aku mengerti apa yang tadi mereka katakan, aku pasti
akan merasa tidak nyaman, dan tentunya mereka akan merasa begitu pula.
Jose berjalan menuju laut. Sambil berdiri membelakangi kami, ia mengatakan
sesuatu dalam bahasa Spanyol. Dari intonasinya terdengar ia tengah menyimpulkan
sesuatu, dan sekali lagi ia seolah-olah mengucapkan sesuatu yang telah ia
ucapkan berkali-kali sebelumnya atau telah ia hafalkan:
"Ada sebuah dunia. Dari segi probabilitas, hal ini nyaris mustahil. Akan jauh
lebih mungkin jika, secara kebetulan, tidak ada apa pun. Dengan begitu,
setidaknya tak ada satu orang pun yang akan menanyakan mengapa tidak ada apa
pun." Aku berusaha menangkap semua yang ia katakan, tetapi tidak mudah karena si
wanita cantik terus-menerus membalas tatapanku, seolah-olah mengamati apa
reaksiku terhadap Jose yang berpaling dan berganti memakai bahasa yang tak
kumengerti. Tidak diragukan lagi, aku dapat mendengar ucapan lelaki itu, tetapi
apakah aku mengerti" Dan jika tidak: apakah aku akan bertanya apa yang telah ia
katakan" Sungguh sulit menatap ke dalam kedua mata hitam Ana tanpa menunjukkan bahwa aku
mengerti perkataan Jose, kata-kata yang pada saat yang sama dengan susah payah
berusaha kumengerti. Walaupun pikiranku tengah berkecamuk, aku tidak dapat
melepaskan pandanganku dari tatapan menyelidik Ana.
Kurasa, aku menang dalam konfrontasi itu karena sesaat kemudian, Ana memungut
kamera videonya dan meletakkannya di kursi depan mobilnya. Sesaat, wanita itu
berdiri sambil bersandar pada mobil, seakan merasa pusing. Apakah wajahnya juga
menjadi pucat" Kejadian itu hanya berlangsung selama beberapa detik, kemudian ia
menegakkan tubuh. Mengabaikan diriku, ia berlari beberapa langkah menuju Jose
dan menggamit tangan kanan lelaki itu dengan tangan kirinya. Mereka berdiri
selama beberapa saat di bawah sinar matahari sore tropis, bagaikan sebuah patung
hidup Cupid dan Psyche. Kemudian, Psyche mengatakan sesuatu dalam bahasa
Spanyol, sebuah tanggapan, yang seolah-olah telah dihafalkan, terhadap perkataan
Cupid mengenai adanya sebuah dunia walaupun lebih mungkin apabila tidak ada apa
pun. Si wanita pun berkata:
"Kita melahirkan dan dilahirkan oleh sebuah jiwa yang tak kita kenal. Ketika
teka-teki itu berdiri pada kedua kakinya tanpa dapat terpecahkan, itulah giliran
kita. Ketika impian mencubit lengannya sendiri tanpa terbangun, itulah kita.
Karena kita adalah teka-teki yang tak teterka siapa pun. Kita adalah dongeng
yang terperangkap dalam khayalannya sendiri. Kita adalah apa yang terus berjalan
tanpa pernah tiba pada pengertian
Sementara mereka masih berdiri membelaka-ngiku, aku mengeluarkan buku catatan
kecilku dan berusaha mencatat apa yang mereka ucapkan dengan begitu lancar dan
sensitif itu, tetapi juga begitu tegas dan dogmatis. "Kita adalah apa yang terus
berjalan tanpa pernah tiba pada pengertian ...."
Apakah mereka telah menghafalkan beberapa puisi Spanyol dan kini sibuk
mendeklamasikannya satu sama lain sambil berjalan-jalan" Tetapi, ada sesuatu
dalam sikap mereka yang nyaris formal saat mengutip kata-kata bijak nan aneh itu
sehingga membuatku yakin bahwa ucapan-ucapan mereka tidak mungkin diciptakan
orang selain mereka sendiri. Begitu pula, ucapan-ucapan itu tidak lain
dialamatkan kepada diri mereka sendiri.
Di mobil, dalam perjalanan kembali ke Maravu, kami bercakap-cakap mengenai
berbagai hal, termasuk penelitianku dalam bidang sejarah alam. Matahari hampir
terbenam, perlahan tertarik turun ke arah lautan di sebelah barat oleh gravitasi
hari itu yang tak tergoyahkan. Aku tahu bahwa dalam waktu kurang dari satu jam,
suasana akan menjadi benar-benar gelap. Di bawah sinar keemasan yang menusuk
itu, kami menyaksikan para wanita mengambil pakaian mereka dari tali jemuran,
anak-anak masih mendinginkan tubuh di sungai, anak-anak laki-laki berusaha
memenangi pertandingan rugby mereka.
"Karena kita adalah teka-teki yang tak teterka siapa pun ...."
Aku baru tersadar betapa aku selalu terkesima oleh pandangan reduksionis
terhadap dunia pada umumnya, dan terhadap hidupku yang begitu kecil di planet
ini. Ana dan Jose telah membangunkan kembali sebuah perasaan terpendam mengenai
betapa hidup adalah sebuah petualangan. Tidak hanya di sini di firdaus Laut
Selatan ini, tetapi kehidupan di Bumi, juga kehidupan yang kita jalani di kotakota besar, walaupun di sana mungkin kita tidak dapat melihat betapa
mengagumkannya dunia manusia ini karena kita selalu membenamkan diri dalam
kegiatan, kesenangan, dan kenikmatan indriawi.
Saat berkendara melintasi Desa Somosomo, Jose berpaling kepada Ana sambil
menunjuk ke arah beberapa orang yang berkumpul di tanah lapang di luar sebuah
gereja Baptis. Sekali lagi ia mengucapkan sesuatu dalam bahasa Spanyol, dan
sekali ini nyaris bertolak belakang dengan pemikiranku yang duduk di kursi
belakang, dengan kepala terus-menerus terbentur ke atap setiap kali kami
melewati lubang di jalan.
"Para peri selalu lebih bersemangat hidup daripada waras, lebih fantastis
daripada dapat dipercaya, lebih misterius daripada yang dapat disadari pemahaman
minim mereka. Seperti lebah-lebah pusing yang berdengung dari satu bunga ke
bunga lain di siang hari yang mengantuk di bulan Agustus, para peri musim itu
tetap tinggal dalam habitat urban mereka di langit. Hanya Jokerlah yang mampu
membebaskan diri." "Para peri musim Istilah yang aneh ini membuatku tersentak. Mungkin aku bahkan
mengatupkan tangan ke mulutku untuk mencegah diriku mengulanginya keras-keras di
dalam mobil itu. Mungkin engkau bertanya-tanya mengapa aku tidak melakukannya
saja. Mengapa aku tidak menanyai
Ana dan Jose tentang kebiasaan ganjil mereka berpuisi itu" Jika aku bertanya apa
yang mereka katakan, tentu mereka akan memberitahukan kepadaku terjemahannya
dalam bahasa Inggris dan bahkan mungkin mereka akan menjelaskan kepadaku tafsiran yang lebih memuaskan. Ungkapan-ungkapan seperti "para peri musim" memerlukan
sedikit penjelasan. Aku pun telah berkali-kali menanyakan hal yang sama kepada diriku sendiri, dan
aku tidak yakin telah menemukan jawaban yang memuaskan, tetapi pada saat itu aku
menganggap bahwa cara komunikasi Ana dan Jose yang aneh itu sebagai sesuatu
yang, di atas segalanya, menyatukan pasangan itu. Mereka adalah pasangan sejati,
Vera mungkin itulah yang berusaha kujelaskan mereka benar-benar sebuah pasangan,
begitu terjerat dalam simbiosis mental mereka yang tak terpisahkan. Aku
menganggap kontak verbal mereka yang aneh itu semata-mata sebagai sebuah
ungkapan dari ikatan pribadi yang mendalam di antara dua kekasih, dan kita tidak
boleh membaca surat cinta orang lain tanpa alasan yang jelas, setidaknya saat
mereka bisa melihat kita. Jika aku melangkah terlalu jauh dengan mengakui bahwa
aku mengerti apa yang mereka katakan, aku juga akan mengambil risiko
menyingkirkan kemungkinan untuk dapat mendengarkan lebih banyak lagi hal-hal
serupa. Oke, pikirmu sekarang, aku memang tidak perlu mengakui bahwa aku mengerti bahasa
Spanyol, tetapi sesekali bisa saja setidaknya aku bertanya
apa yang mereka bicarakan; bukankah toh lebih aneh jika aku mendengarkan semua
percakapan mereka tanpa bereaksi terhadap tindak-tanduk mereka yang ganjil itu"
Tetapi, tidaklah terlalu aneh bahwa dua orang yang biasa berbicara bahasa
Inggris, ketika bertemu seseorang yang tidak mengerti bahasa mereka, sedikit
bertukar kalimat dalam bahasa mereka. Hal ini disebut kehidupan pribadi, lingkup
lingkaran intim, dan toh memang tidak seharusnya aku mengerti apa yang mereka
katakan. Sejauh yang kutahu, mungkin saja mereka tengah bercakap-cakap mengenai
perut yang sakit atau merasa lapar dan ingin segera menikmati makan malam.
Terlebih lagi, aku memang ingin terus mendengarkan, aku telah berketetapan hati
untuk menyadap sebanyak mungkin yang bisa kudapatkan. Jika seseorang yang
berbagi tempat tidur denganmu tiba-tiba mulai berbicara dalam tidur, engkau
tidak akan terburu-buru membangunkannya walaupun mungkin itulah yang pantas
dilakukan. Tidak, tidak, justru sebaliknya, engkau akan berusaha berbaring
dengan tenang agar sepraimu tidak bergemeresik, untuk menangkap sebanyak mungkin
racauan sang pengi-gau yang untuk sekali itu saja memberikan versi tanpa sensor
dari pikirannya. Ana mencondongkan tubuhnya ke arah Jose, dan sekarang si lelaki melingkarkan
lengan kirinya di bahu si wanita sementara tangan kanannya menggenggam kemudi
erat-erat. Dengan mata berbinar-binar, si wanita menatapnya sambil berkata:
"Kini, para peri itu berada daiam dongeng, tetapi mereka tidak menyadarinya.
Apakah dongeng benar-benar akan menjadi dongeng jika ia tidak bisa meiihat
dirinya sendiri" Apakah kehidupan sehari-hari akan menjadi keajaiban jika ia
terus-menerus berkeliling untuk menjelaskan dirinya sendiri?"
Aku duduk tenang di belakang dan berusaha memikirkan semua katak yang terlindas
di jalan raya. Aku telah melihat lebih dari seratus saat berjalan menuju
dateline, dan mereka benar-benar terlihat seperti kue dadar. Tetapi, bukan katak
yang kupikirkan sekarang. Pertanyaan yang kutanyakan kepada diriku sendiri
adalah apakah aku telah tersesat dalam ilmu pengetahuanku sendiri dan
mengorbankan kemampuanku untuk melihat keajaiban dongeng dalam setiap saat di
Bumi. Aku dapat melihat bahwa agenda ilmu alam sungguh amat besar karena ia
ingin menjelaskan segala sesuatu. Dalam ambisinya ini, terkandung sebuah bahaya,
yaitu menjadi buta terhadap segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan.
Saat melintasi desa terakhir, kami harus memperlambat kecepatan hingga hampir
berhenti karena kami bertemu dengan beberapa wanita dan anak yang berkeliaran di
tengah jalan. Mereka melambai dan tersenyum, dan kami pun balas melambai dan
tersenyum. "Bula!" seru mereka dari jendela, "bula!" Salah seorang dari wanitawanita itu tengah mengandung delapan atau sembilan bulan.
Ana telah lepas dari rengkuhan lengan Jose dan lelaki itu kembali memegang
kemudi dengan kedua tangannya. Sambil menoleh untuk melihat ke
arah para wanita itu, Ana berkata:
"Dalam kegelapan perut yang membesar, selalu ada beberapa juta kepompong
kesadaran dunia baru yang berenang-renang. Para peri yang tak berdaya itu
ditekan keluar satu demi satu setelah mereka matang dan siap untuk bernapas.
Setelah itu, mereka tidak dapat menerima makanan apa pun selain susu peri manis
yang mengalir dari sepasang kuncup lembut daging peri."
"Daging peri", Vera. Aku berasumsi bahwa yang dimaksud dengan "para peri" dalam
"semesta Joseana" itu adalah kita, umat manusia di Bumi. Ketika istilah itu
dipakai untuk menyebut orang-orang Fiji, terasa semakin keji betapa nenek moyang
mereka dahulu mampu menjejalkan daging peri dan darah peri ke dalam diri mereka
dengan penuh ketenangan. Bukankah potongan daging makhluk yang begitu halus
seperti itu terlalu langka untuk dimakan"
Kami berbelok menuju Maravu, dan begitu tiba di pondokku, aku berdiri di
berandaku selama beberapa menit untuk menyaksikan matahari terbenam. Aku merasa
hari itu layak mendapat penghormatan dariku karena perjalanan udaraku yang
berbahaya telah berlangsung begitu lancar. Penerbanganku itu berlangsung di pagi
hari tepat setelah matahari terbit. Kini, dengan mataku, aku mengikuti lingkaran
merah pucatnya hingga ia berbalik dan berguling ke balik bibir lautan. Matahari
hanyalah satu dari beratus miliar bintang di galaksi ini, dan ia bahkan bukan
salah satu dari yang terbesar. Tetapi ia adalah
bintangku. Berapa kali lagikah aku akan menjadi penumpang dalam perjalanan Bumi
mengelilingi bintangnya di Bimasakti" Di belakangku sudah ada hampir empat puluh
putaran, empat puluh perjalanan mengelilingi Matahari. Jadi, setidaknya separuh
dari perjalananku telah berakhir.
Aku membongkar koperku, mandi, dan berganti pakaian dengan sepotong kemeja putih
yang kubeli di Auckland. Sebelum pergi untuk makan malam, aku menyeruput sedikit
gin yang kubawa dan meninggalkan botolnya di atas meja di samping tempat tidur.
Ini adalah sebuah ritual yang selalu kulakukan jika sedang bepergian. Aku tahu
bahwa aku akan meminum satu tegukan yang lebih besar saat nanti bersiap tidur.
Aku tidak pernah memakai obat tidur lain.
Aku teringat betapa aku merindukan botol itu saat terduduk tak berdaya di dalam
pesawat kecil dari Nadi itu. Selama beberapa menit yang dramatis, kami telah
terpisahkan, dan pagi itu, perusahaan penerbanganku menjaga botolku dengan lebih
baik dibandingkan menjaga si empunya.
Saat berjalan keluar menuju pepohonan palem dan menutup pintu di belakangku,
kudengar sesuatu berlari melintas di atas salah satu palang atap. Perasaanku
mengatakan bahwa aku tahu makhluk apa itu, tetapi aku tidak berbalik kembali
untuk mencoba melihat lebih jelas. []
Amfibi Garda Depan DI LUAR SUASANA GELAP GULITA. TITIK-TITIK CAHAYA YANG TERDAPAT DI antara
pepohonan palem yang luas itu hanyalah beberapa lampu gas tak mencolok yang kini
telah dinyalakan. Tetapi, di atas puncak pohon-pohon palem itu, berkilauan
beribu-ribu cahaya kecil yang bersinar dari kumpulan padat cahaya bintang. Jika
engkau meninggalkan perkotaan, pikirku, engkau akan menemukan diri jauh di
angkasa segera setelah kegelapan turun. Tetapi, semakin banyak manusia yang
membiarkan diri diselimuti efek rumah kaca optik yang membuatnya lupa siapa
dirinya dan dari mana asal mulanya. Sebagaimana bagi banyak orang alam telah
bersinonim dengan gambar di layar televisi, tanaman di dalam pot, dan burung di
dalam sangkar, maka langit pun adalah sesuatu yang sebaiknya diamati di
planetarium. Tidak mudah menemukan arah menuju restoran, tetapi aku berjalan tersaruk-saruk
ke arah sebuah kilauan cahaya redup di kejauhan, datang dari gedung utama. Aku


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memaksakan diri melalui semak-semak di antara pohon-pohon palem itu dan akhirnya
mencapai kolam renang, yang seluruh lampunya dinyalakan menyorot ke atas. Di
dalam kolam itu, tiga atau empat ekor kodok tebu tengah berenang naik dan turun, naik dan turun.
Mungkinkah mereka tengah mengambil sertifikat renang, pikirku, karena satu ekor
kodok duduk di tepi kolam memerhatikan pertunjukan itu. Semua punya tempat
masing-masing, pikirku. Sepanjang siang, para primata menggunakan kolam renang
itu. Kodok-kodok tidak diperbolehkan muncul di siang hari. Malam hari adalah
giliran para amfibi untuk menggunakan fasilitas itu.
Aku naik menuju restoran terbuka, di sana lilin-lilin menyala di atas kesepuluh
meja. Ada sepuluh pondok atau bure di Maravu, dan jumlah meja di restoran ini
pun sama. Ana dan Jose sudah duduk di sana. Si wanita masih mengenakan gaun merahnya, dan
kulihat ia telah memakai sepasang sepatu hitam berhak tinggi. Jose masih
mengenakan setelan linen hitam yang sama, satu-satunya perbedaan hanya kini ada
sebuah saputangan merah melingkari lehernya. Warna saputangan itu persis sama
dengan warna gaun Ana, mungkin terbuat dari bahan yang sama.
Aku memilih duduk di meja berikutnya, dan kami pun bertukar beberapa anggukan
singkat. Sebagai seseorang yang biasa berkelana sendirian, aku telah mempelajari
seni menghindari undangan bergabung dengan orang-orang di meja mereka. Hari
telah malam, perjalanan sore itu telah usai, aku tidak lagi berhak memiliki Ana
dan Jose. Sekarang, mereka benar-benar hanya milik satu sama lain.
Aku juga mengangguk ke arah Laura yang duduk sendirian di ujung lain restoran
itu. Di sebuah meja lain, duduk seorang pria berambut gelap dengan jenggot dihiasi rambutrambut putih; ia mungkin sepuluh tahun lebih tua dariku. Belakangan, malam itu,
aku mengetahui bahwa ia adalah seorang Italia bernama Mario. Dua orang pasangan
muda berusia awal dua puluhan duduk di meja di sampingnya. Mereka benar-benar
menikmati bulan madu mereka. Tidak saja mereka mencondongkan tubuh di atas meja
dengan kedua tangan tergenggam erat, tetapi dari waktu ke waktu, kedua kepala
mereka juga bertemu dan lumer dalam ciuman yang bergairah. Pada malam
berikutnya, aku juga mengobrol dengan muda-mudi tersebut. Mereka datang dari
Seattle dan bernama Mark dan Evelyn.
Sedikit agak jauh, duduklah John, orang Inggris yang telah menjemput kami di
bandara. Ia jelas tengah mencatat sesuatu. Aku mengingat hal itu dengan sangat
jelas karena aku pun sering melakukan hal yang sama: duduk menulis sembari
menunggu makan siang atau makan malam. Aku tidak pernah memiliki ketenangan
pikiran yang diperlukan untuk membenamkan diri dalam sebuah novel. Kemudian aku
mengetahui bahwa ia adalah pengarang dari Inggris. Namanya John Spooke, dari
Croydon, daerah dekat London. Ketika pertama kali tahu bahwa ia adalah seorang
penulis, otomatis aku menganggapnya sebagai anggota kelompok terbatas para
pengarang bestseller yang selama beberapa bulan musim dingin mampu menikmati
kehidupan di sebuah pulau Laut Selatan sembari mencari inspirasi untuk novel
baru. Tetapi, ternyata ia baru tiba di
sana beberapa hari yang lalu, dan ia datang untuk ambil bagian dalam sebuah
program televisi. Ya, kau benar program televisi itu juga mengenai pergantian
milenium, dateline, tantangan bagi dunia, hal-hal seperti itu. Hal-hal seperti
itu, Vera, hal-hal seperti itu!
Aku tidak melihat Bill. Mungkin ia masih di kamarnya sambil melakukan latihan
yoga yang menawarkan prospek untuk hidup enam puluh tahun lagi.
Makan malam disajikan oleh dua orang lelaki pribumi tinggi yang mengenakan kain
tradisional Fiji dan bunga merah tersemat di belakang telinga mereka. Salah satu
dari mereka menyematkan bunganya di belakang telinga kiri-itu berarti ia belum
terikat dengan seorang wanita. Yang satu lagi menyematkan bunganya di belakang
telinga kanannya; berarti ia telah menikah. Jika aku adalah penduduk Taveuni,
aku pasti telah mendapatkan pengalaman sosial yang memalukan dengan memindahkan
bungaku dari telinga kanan ke telinga kiri beberapa bulan yang lalu.
Aku memesan setengah botol anggur putih Bordeaux dan sebotol air mineral. Selalu
ada dua pilihan sajian di Maravu, dan kami sudah memilih makan malam pertama
kami ketika check in. Saat itu, kepalaku begitu dipenuhi bayangan-bayangan
menakutkan tentang kebiasaan makan masyarakat Fiji sehingga aku mengambil
pilihan yang lebih aman, yaitu ikan.
Ana dan Jose bercakap-cakap dengan suara rendah sehingga pada awalnya aku hanya
dapat menangkap potongan-potongan pendek pembicaraan mereka. Namun, bahkan ini telah
cukup untuk membangkitkan rasa ingin tahuku. Mereka terdengar seperti tengah
berdiskusi, atau menyelesaikan sentuhan-sentuhan terakhir dari sebuah pernyataan
bersama tentang sesuatu benar, tentang sesuatu.
Jose berkata, "Kita adalah karya seni tak bercacat yang penciptaannya
membutuhkan waktu bermiliar-miliar tahun. Tetapi, kita terbentuk dari bahanbahan yang sangat-sangat murah." Setelah kalimat ini, sejumlah bagian percakapan
itu luput dari pendengaranku, tetapi kemudian aku menangkap kalimat Jose yang
lain: "Pintu keluar dari dongeng terbuka lebar." Ana mengangguk dengan murung:
"Kita adalah berlian-berlian kegeniusan di dalam jam pasir."
Begitulah kira-kira jalan percakapan itu, atau lebih tepatnya, potongan-potongan
yang berhasil mencapai telingaku dengan cukup jelas untuk dapat kumengerti.
Sementara mereka duduk di sana dan bercakap-cakap, Bill akhirnya muncul dengan
santai dari pepohonan palem dengan mengenakan celana Bermuda kuning dan sepotong
kemeja Hawaii bercorak bunga-bunga biru. Laura tentunya telah melihatnya sebelum
aku, karena begitu lelaki itu muncul, wanita itu langsung mengambil buku Lonely
Planet nya lagi dan mulai membaca dengan amat serius; begitu seriusnya sehingga
aku yakin sebenarnya ia tidak dapat memahami satu kata pun. Percuma saja. Bill
berdiri beberapa saat, dengan
rakus menikmati panorama penempatan makan malam itu, dan kemudian, tanpa malu
sedikit pun, menghenyakkan diri di meja Laura. Si wanita mengerutkan diri dalamdalam di balik bukunya sehingga aku tidak lagi dapat melihat lehernya. Yang
jelas, ia tidak mengangkat kepala untuk melihat ke arah lelaki itu. Ia
mengingatkanku akan seekor kura-kura perajuk yang mencari pelipur lara dalam
tempurungnya. Aku ingat bahwa saat itu aku merasa sedikit kasihan kepadanya,
tetapi aku juga merasa bahwa keadaan dapat menjadi lebih baik bagi dirinya andai
saja saat di bandara tadi ia tidak bersikap begitu antipati terhadap seorang
ahli zoologi lapangan. Mungkin perasaan terakhirku itu dibumbui sedikit rasa
senang yang kejam. Percakapan di meja sebelah berubah menjadi lebih keras terdengar. Ana berkata,
"Diperlukan waktu bermiliar-miliar tahun untuk menciptakan seorang manusia. Dan
diperlukan hanya beberapa detik untuk mati."
Diam-diam kukeluarkan buku catatan dari dalam saku kemejaku. Aku lupa membawa
penaku! Ke-kesalanku bertambah ketika Jose meninggikan suaranya sedikit dan
dengan jelas mengucapkan kata-kata bijak berikut:
"Bagi seorang pengamat yang netral, dunia ini tidak hanya bagaikan sebuah
fenomena nyaris mustahil yang hanya bisa terjadi sekali. Dunia ini juga
senantiasa merupakan sebuah beban bagi akal sehat. Jika memang akal sehat itu
ada, maksudku akal sehat yang netra/. Itulah suara dari dalam
batin. Itulah yang disuarakan Joker."
Ana mengangguk penuh arti. Kemudian menambahkan ceritanya sendiri:
"Joker merasakan dirinya tumbuh, ia merasakannya pada lengan dan kakinya, ia
merasa dirinya bukanlah sesuatu yang hanya ia bayangkan. Ia merasakan mulut
manusianya menumbuhkan email dan gading. Ia merasakan ringannya tulang-tulang
iga primata di bawah gaun tidurnya, merasakan denyutan teratur yang berdetak dan
berdetak, memompa cairan hangat ke dalam tubuhnya sekarang, "
Dengan pikiran agak kabur, aku bangkit dan bergegas melintasi ruangan menuju si
orang Inggris yang terus menulis dengan bersemangat sembari menunggu dilayani.
Kini ia telah menghabiskan makanan pembukanya, tapi telah meletakkan pena dan
kertasnya. Aku membungkuk dan berkata, "Maaf ... saya lihat Anda menulis sesuatu
tadi. Bolehkah saya meminjam pena Anda sebentar?"
Ia mengangkat kepala memandangku dengan tatapan bertanya-tanya dan rasa ingin
membantu. "Dengan senang hati," ujarnya. "Silakan pakai
ini!" Bersamaan dengan itu, ia mengeluarkan sebuah drawing pen Pilot berwarna hitam
dari saku dalamnya. Ia memain-mainkan pena tersebut di hadapanku selama beberapa
saat sebelum memberikannya padaku.
"Pasti akan saya kembalikan," aku berjanji padanya.
Tetapi, ia hanya menggelengkan kepalanya yang telah mengecap banyak pengalaman
itu. Lalu, ia menyatakan bahwa jika ada sesuatu yang ia jaga persediaannya,
terutama di daerah terpencil seperti ini, itu adalah drawing pen bertinta hitam.
Aku mengucapkan terima kasih kepadanya dengan ramah, dan kami pun berkenalan
lebih jauh daripada ketika kami bertemu di bandara tadi.
Aku berusaha memberinya garis besar bidang penelitianku, dan ia mendengarkan
dengan penuh perhatian; benar-benar penuh perhatian. Kini aku telah mencapai
usia yang membuatku memberikan nilai tambah pada perhatian. Ia mengulurkan
tangannya kepadaku dan memperkenalkan diri:
"John Spooke," ujarnya. "Penulis, dari Inggris."
"Apakah Anda tengah menulis sesuatu di sini?" tanyaku.
Ia menggelengkan kepala dan menjelaskan bahwa ia dikirim ke pulau ini atas biaya
BBC untuk ambil bagian dalam sebuah acara televisi mengenai pergantian milenium.
Mereka berpikir bahwa di sinilah masa depan akan dimulai, ujarnya dengan nada
sarkasme, yaitu dua belas jam penuh sebelum milenium muncul di London. Ia juga
menyebutkan beberapa judul novelnya, yang rupanya salah satu di antaranya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Norwegia.
Ketika aku berterima kasih sekali lagi kepadanya atas pena itu dan akan kembali
ke mejaku, ia menyahut dengan riang, "Tulislah sesuatu yang indah ....11
Aku segera berbalik, dan ia pun menambahkan, "... dan sampaikan salamku!"
Aku tidak tahu, Vera, mungkin seharusnya aku memenuhi harapannya dengan
menyampaikan salam dari seorang Inggris yang ramah bahkan walaupun pada saat itu
aku tidak sedang menulis kepadamu.
Tetapi, aku menulis kepadamu sekarang, dan aku menulis tentang pengalamanku pada
malam pertama di Maravu Plantation Resort sehingga engkau akan mendapatkan
bayangan yang lebih jelas mengenai apa yang terjadi di Salamanca beberapa bulan
kemudian. Bill berusaha untuk memisahkan Laura dari Lonely Pianet-nya. Reaksi yang minimum
dari wanita itu sepertinya berhasil menahan usaha invasi percakapan teman
makannya itu. Pasangan muda yang baru menikah itu duduk sambil berciuman penuh gairah di atas
mangkuk-mangkuk salad mereka dan sekali lagi membuatku berpikir mengenai
kanibalisme. Aku datang dari sebuah kebudayaan yang menganggap bahwa menjilat
dan mengisap seseorang di depan publik, bahkan di meja makan, adalah sesuatu
yang dapat diterima oleh masyarakat. Batasan dari tabu berawal dari kegiatan
makan-memakan yang lebih susah diubah. Aku dapat membayangkan, dalam kebudayaan
tradisional Fiji tentunya yang terjadi adalah sebaliknya. Di sana, berciuman di
bawah tatapan orang banyak tidak akan dapat diterima, terlebih saat makan. Di
lain pihak, tingkah laku yang lazim di Fiji membolehkan orang mengonsumsi organorgan tubuh jenazah. Si orang Italia menatap dengan sedih ke dalam gelas anggur merahnya. Dari semua
yang hadir di situ, dapat dilihat bahwa ialah yang paling murung. Tatapan
memelas yang ditujukannya kepada pasangan muda dari Amerika itu membuatku
teringat akan seekor anjing tak bertuan.
Aku kembali duduk dan mendengar Jose mengucapkan sebuah komentarnya mengenai
"kejadian-kejadian yang eksotis membosankan" yang diikuti dengan gumaman panjang
yang tidak dapat kudengar. Tetapi kemudian, Jose mengatakan sesuatu yang
tampaknya menarik si wanita berbaju merah karena detik berikutnya, wanita itu
tersenyum lebar, menegakkan tubuh, dan mengucapkan kalimat berikut dengan penuh
keyakinan: "Sebuah kerinduan menyebar di dunia. Semakin besar dan perkasa sesuatu, semakin
tajamlah terasa kebutuhan akan penebusan. Siapakah yang mendengarkan penderitaan
sebutir pasir" Siapakah yang memasang telinga untuk menyimak keinginan seekor
kutu" Jika tiada satu pun keberadaan, tak seorang pun akan mendambakan apa pun."
Beberapa kali memang wanita itu menatap sekilas ke sekeliling ruangan, tetapi
dengan cepat ia menoleh kembali dan tentunya tidak menyadari bahwa aku tengah
mencatat setiap kata yang ia ucapkan. Ia tidak tahu bahwa aku menguasai bahasa
Spanyol dan ia pun tidak bisa yakin bahwa aku dapat mendengarnya dengan jelas,
dan sejauh yang ia tahu, aku mungkin saja tengah berkutat
membuat catatan mengenai berbagai macam spesies kadal yang kuteliti di Oseania.
Selama beberapa saat, aku harus puas dengan potongan-potongan yang berhasil
kutangkap dari gumaman bernada rendah antara si Merah dan si Hitam. "Semakin
dekat para peri itu kepada kebinasaan abadi, semakin tak bermaknalah ucapan
mereka," Ana menyatakan sambil memandang suaminya dengan tatapan bertanya-tanya.
Suaminya berkata, "Tanpa adanya anomali berupa si badut yang tidak dapat dihibur
itu, dunia peri akan sama butanya dengan sebuah taman rahasia."
Samar-samar aku mencurigai bahwa potongan-potongan lepas yang dapat kudengar itu
pastilah merupakan bagian dari sebuah puzzle yang lebih besar, dan tentunya akan
lebih sulit untuk menyatukan potongan-potongan kecil yang kumiliki. Tetapi,
makanan kini telah diletakkan di atas meja dan aku pun menyingkirkan buku
catatanku. Sedikit bagian yang berhasil kutangkap itu toh terlalu terpisahpisah. Saat makanan hampir habis, barulah Jose berbicara lagi, suaranya sedikit
lebih keras: "Joker menyelinap dengan gelisah di antara para peri bagaikan seorang mata-mata
dalam dongeng itu. Ia telah mengambil kesimpulan, tetapi tidak dapat
melaporkannya kepada siapa pun. Hanya Jokerlah yang ia lihat. Hanya Joker yang
melihat siapa dirinya."
Ana berpikir selama beberapa saat sebelum menjawab:
"Para peri mencoba memikirkan beberapa gagas an yang sulit sekali dibayangkan
bahwa mereka tidak bisa memikirkannya.
Namun, mereka memang tidak bisa. Gambar-gambar di layar tidak melompat keluar ke
dalam bioskop dan menyerang proyektornya. Hanya Joker yang menemukan jalan
menuju barisan kursi-kursi." Aku tidak bisa bersumpah bahwa begitulah persisnya
kata-katanya. Tetapi sungguh, memang semacam itulah percakapan mereka.
Meja-meja mulai dibersihkan, dan kini si orang Italia datang mendekat. Ia
mengangguk penuh tantangan ke arah Ana dan Jose sambil berjalan menuju mejaku,
kemudian mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri. Betul, ia adalah Mario,
dan sudah lima belas tahun ia menjalankan bisnis sewa penyeberangan dari Suva
menggunakan sebuah kapal yacht yang ia bangun sendiri. Perusahaan ini bukanlah
bagian dari rencana awalnya ketika sekitar dua puluh tahun yang lalu, ia
berlayar melalui Terusan Suez menuju India, Indonesia, dan Oseania. Tetapi, ia
tidak pernah berhasil mengumpulkan cukup banyak uang untuk dapat pulang ke
Napoli. Ia mengutarakan tujuannya.
"Apakah Anda bisa bermain bridge?" tanyanya.
Aku mengangkat bahu, karena walaupun aku seorang pemain bridge yang kompeten,
aku tidak yakin bermain kartu ada di puncak agendaku malam itu; suasana malam
tropis itu rasanya terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Tetapi, ketika ia
menambahkan bahwa kami akan bermain melawan pasangan Spanyol itu, aku pun
menyetujuinya tanpa ragu-ragu lagi. Selama beberapa malam sebelumnya, mereka mendapatkan jumlah
orang yang cukup dengan adanya seorang Belanda, jelasnya. Tetapi lelaki itu
telah melanjutkan perjalanannya dengan sebuah kapal menuju Vanua Levu hari itu.
Maka, kami pun bergabung dengan orang-orang Spanyol itu dan memainkan beberapa
putaran. Selalu Ana dan Joselah yang melakukan bidding dalam permainan itu atau
melancarkan tipuan terakhir yang menyebabkan kekalahan si orang Italia dan
diriku. Tidak hanya mereka bermain dengan ketepatan yang begitu mengagumkan,
tetapi juga dengan begitu lihai dan santai sehingga selama permainan mereka
dapat menikmati hiburan gila mereka, yaitu bertukar ungkapan-ungkapan unik dalam
bahasa Spanyol. Aku memerhatikan ada kata-kata dan potongan-potongan kalimat
seperti "genderang dari zaman purba itu", "kepompong tanpa rasa malu yang tumbuh
dan tumbuh ke segala arah", "primata yang gaya", "saudara tiri sang Neanderthal
yang ternama", "kehidupan sehari-hari yang tak ubahnya seperti tidur karena
diguna-gunai", "sebuah arus panas halusinasi yang setengah tecer-na", "plasma
jiwa", "kantung udara dari festival protein", "hard disk organik", dan "agaragar pengetahuan". Dua kali aku menjadi dummy dan mendapatkan kesempatan untuk menyelinap dari meja
itu dan mencatat kata-kata yang berhasil kutangkap. Hanya inilah potonganpotongan kalimat yang muncul ungkapan-ungkapan lama yang sering dipergunakan
seperti "plasma jiwa", "kantung udara dari festival protein", "agar-agar
pengetahuan", dan "saudara tiri sang Neanderthal yang ternama". Aku mendiagnosis
Ana dan Jose sebagai sepasang penyair yang menderita sindrom Tourette, dan aku
tidak akan menyangkal bahwa seharusnya aku dapat bermain jauh lebih baik jika
saja tidak harus memerhatikan apa yang berkali-kali dilontarkan oleh Utara
kepada Selatan dan sebaliknya. Sempat terpikir olehku bahwa mungkin tujuan utama
mereka adalah mengalihkan perhatian Timur dan Barat.z
Akhirnya, Mariolah yang memutuskan bahwa ia sudah tidak tahan lagi. Mungkin


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlebihan untuk mengatakan bahwa ia melemparkan kartu-kartunya ke atas meja,
tetapi ia menyingkirkan kartu-kartunya dengan begitu dramatis sehingga membuatku
terlompat. Ia menggelengkan kepala tanpa tampak terhibur sedikit pun.
"Mereka seperti peramal saja!"
Ana mengangkat kepala dengan tatapan puas yang hampir tampak kejam, dan Mario
berusaha mendapatkan dukunganku.
"Lima keriting!" ia hampir berteriak. "Tetapi setelah bidding, Frank bisa saja
memiliki kartu as dengan sama mudahnya. Sepertinya mereka selalu tahu kartu
kita." 2 Dalam permainan bridge, ada empat pemain yang dibagi menjadi dua pasangan,
masing-masing berjumlah dua pemain. Biasanya disebut Utara Selatan dan Timur
Barat. Utara berhadapan dengan Selatan, Timur berhadapan dengan Barat peny.?Mungkin ia lebih mendekati sasaran daripada yang ia duga, pikirku, karena
pasangan yang begitu erat ini, yang jelas tidak sedang dalam bulan madu pertama
mereka, mungkin memang memiliki kemampuan untuk saling membaca pikiran. Dan
mengapa tidak, pikirku lancang. Kami duduk di sini, pada sebuah malam tropis
yang sangat indah, empat orang primata pemerhati yang teliti, di bawah selimut
bintang-bintang gemerlap dari spiral Bimasakti kita. Dari Bumi ini, tempat kita
telah bersusah payah berevolusi dari vertebrata primitif, dari laguna yang tidak
penting dalam kepulauan galaksi ini, rekan-rekan kita sesama manusia mengirimkan
robot-robot penyelidik angkasa luar dan gelombang radio. Ini semua adalah upaya
keras untuk menjalin kontak dengan makhluk-makhluk biologis lain yang juga
berpikiran maju, di pantai lain, di tata surya lain, bertahun-tahun cahaya
jauhnya dari tempat permainan kita ini. Dan semua ini mereka lakukan tanpa tahu
seperti apakah wujud makhluk yang telah berevolusi sangat maju itu yang bisa
saja ternyata berbentuk lebih mirip bintang laut daripada mamalia. Oleh
karenanya, mengapa tidak mungkin pasangan jiwa ini, yang tidak hanya berbagi
satu biosfer, tetapi juga berasal dari spesies dan negara yang sama, dan
ditambah lagi tidak memiliki banyak pekerjaan berharga selain saling becermin
pada pasangan mereka mengapa mereka tidak mungkin dapat bertukar semacam sinyal
elektromagnetik dasar yang berhubungan dengan warna dan angka dari lima puluh
dua kartu di atas meja bridge" Ah ya, aku telah
terinfeksi oleh euforia malam tropis itu, dan ini bukanlah yang pertama kali aku
terbuai oleh kesalahan persis seperti itu.
Kondisiku juga tidak cepat membaik karena berikutnya menyerbu sejumlah
pertanyaan yang berkaitan. Jika semua orang yang bermain sama pandainya dalam
bermain bridge, seberapa besarkah kemungkinan sebuah tim dapat memenangi delapan
putaran berturut-turut" Mario ingin mengetahui hal itu. Menurutku, itu
bergantung kepada siapakah yang memperoleh kartu-kartu bagus. Tapi, kemungkinan
bagi satu tim untuk mendapatkan kartu-kartu terbaik selama delapan kali
berturut-turut tentunya sangatlah kecil sehingga lebih mudah, setelah
mempertimbangkan segalanya, untuk menerima bahwa Ana dan Jose memang pemain yang
lebih andal. Ana menikmati hal ini. Ia bahkan tidak berusaha menutupi kepuasannya, dan jelas
terlihat bahwa itu bukanlah pertama kalinya ia menang dalam permainan kartu. Ia
bahkan meletakkan tangannya di bahu Mario untuk menenangkannya sebuah gerakan
yang ditepis lelaki itu dengan marah.
Jose mengganti pertanyaan mengenai peluang dan probabilitas dengan sesuatu yang
berkenaan dengan area keahlianku. Seingatku, pertanyaan pertama yang ia ajukan
adalah apakah aku menganggap bahwa evolusi kehidupan di planet ini semata-mata
dipicu oleh sesuatu yang begitu tak terduga seperti serangkaian mutasi yang
kebetulan terjadi, ataukah ada suatu mekanisme yang telah terlewatkan oleh ilmu
alam" Contohnya, apakah
menurutku pertanyaan tentang tujuan atau maksud dari evolusi adalah tidak masuk
akal" Rasanya saat itu aku menghela napas, bukan karena aku merasa ia menanyakan
sebuah pertanyaan yang naif, melainkan karena, sekali lagi, ia mengarahkan
percakapan kepada masalah-masalah yang kurasakan benar-benar sensitif pada hari
itu. Tetapi, aku memberinya jawaban klasik dari textbook atas pertanyaanpertanyaan yang ia utarakan dan menganggap bahwa jawabanku itu akan mengakhiri
pembahasan itu. Ia berkata, "Kita memiliki dua lengan dan dua kaki. Hal itu terasa cukup masuk
akal ketika kita duduk di sekeliling meja untuk bermain bridge. Dan kondisi itu
juga tidaklah buruk untuk mengemudikan sebuah pesawat ruang angkasa ke Bulan.
Tetapi, apakah kondisi itu terjadi secara kebetulan?"
"Itu tergantung dari apa yang Anda maksud dengan 'kebetulan'," jawabku. "Mutasimutasi terjadi secara kebetulan. Setelah itu, lingkunganlah yang selalu
menentukan mutasi mana yang berhak hidup."
Ia melanjutkan, "Jadi, Anda percaya bahwa segala kebetulan itu kini telah
memberikan kepada alam semesta suatu tingkat pemahaman tentang sejarah dan
cakupan dirinya dalam ruang dan waktu?"
Jose melambaikan lengannya seolah-olah menunjuk ke arah luar angkasa yang hitam,
dan memang ke sanalah sesungguhnya pertanyaannya itu ditujukan.
Aku hendak mengatakan sesuatu mengenai mutasi dan seleksi alam, tetapi sebelum
aku dapat mengucapkannya, ia berkata, "Jika tujuan alam semesta adalah mencapai
sebuah nalar yang kurang lebih objektif, saya tidak yakin penampilan kita jauh
berbeda dari makhluk-makhluk luar angkasa."
Ana tersenyum penuh misteri. Dilingkarkannya lengannya di sekeliling leher
lelaki itu dan diciumnya pipinya sekilas seolah-olah ingin menyuruhnya berhenti. Kemudian, ia berpaling kepadaku dan berkata menggoda,
"Ia memang tergila-gila pada ide bahwa kehidupan cerdas di planet lain tentunya
sedikit menyerupai kita."
"Kalau begitu, menurut saya dia salah," kataku.
Tetapi, lelaki itu tidak menyerah begitu saja.
"Mereka pasti memiliki sebuah sistem saraf, dan juga sebuah organ untuk
berpikir, tentunya. Kedua hal itu hampir tidak mungkin berkembang jika mereka
tidak memiliki juga dua pasang anggota tubuh untuk digunakan."
"Mengapa dua?" balasku.
Saat itu, kupikir aku berhasil mengalahkannya, tetapi ia masih balik melawan.
"Karena itu sudah cukup!" ujarnya.
Untuk pertama kalinya, akulah yang merasa terdesak. Idenya sungguh bagus
sehingga, untuk saat itu, membuatku sedikit bingung. Dua lengan dan dua kaki
memang sudah cukup. Walaupun bukan demikian cara ilmu empiris
mempertimbangkannya. Bukankah setengah milenium telah berlalu sejak dunia
filsafat mencampakkan doktrin Aristoteles
mengenai "causa final" (penyebab terakhir)"
"Dan dalam jangka panjang," ujarnya, "tidak ada gunanya mempertahankan lebih
banyak anggota badan daripada yang diperlukan, tidak setelah berjuta-juta
tahun." Tepat pada saat itu, seekor kodok melompat ke atas lantai tempat kami dudukduduk; mungkin ia adalah salah satu dari perenang tadi. Aku menunjuk ke arah
kodok itu dan berkata dengan nada bangga, "Sebenarnya, kita memiliki dua lengan
dan dua kaki karena kita diturunkan dari seekor tetrapoda seperti itu. Kita juga
dapat berterima kasih kepada mereka untuk desain dasar sistem saraf kita.
Spesimen ini adalah seekor Bufo, atau tepatnya Bufo marinus."
Aku pun memungut kodok tersebut dan menunjuk mata, lubang hidung, mulut, lidah,
kerongkongan, dan selaput anak telinganya. Aku menjelaskan secara singkat
mengenai jantung, paru-paru, pembuluh-pembuluh arteri, lambung, kandung kemih,
pankreas, hati, ginjal, testis, dan ureter hewan tersebut. Aku mengakhirinya
dengan beberapa komentar mengenai bentuk tulang, saraf tulang belakang, tulangtulang iga, dan kakinya. Sambil melepaskan hewan tersebut dari genggamanku, aku
menambahkan beberapa potong informasi mengenai evolusi dari amfibi menjadi
reptil, dan diteruskan dari reptil menjadi burung dan mamalia.
Tetapi, aku telah menilai Jose terlalu rendah.
"Jadi amfibi memiliki tangan yang hebat," ujarnya. "Mereka dapat memenangi
setiap putaran permainan bridge. Dan itu bukanlah karena keberuntungan semata.
Dibandingkan dengan jenis-jenis hewan yang lain, mereka adalah garda depan.
Mereka memiliki semua yang diperlukan untuk menciptakan sesosok manusia."
"Mudah untuk menjadi pandai setelah itu terjadi," ujarku.
"Lebih baik terlambat daripada tidak pernah sama sekali," ia bersikeras. "Ada
dua alasan mengapa kita memiliki dua lengan dan dua kaki. Satu karena kita
diturunkan dari tetrapoda seperti itu. Yang lain karena hal itu praktis."
"Dan jika amfibi memiliki enam kaki?"
"Entah kita tidak akan duduk di sini dan melakukan perdebatan rasional ini, atau
dua dari anggota-anggota tubuh itu tentunya telah mengerut dan hilang. Dulu kita
memiliki ekor, yang bisa berguna bagi sejumlah aktivitas hewan, tetapi ekor akan
menghalangi kita untuk duduk di hadapan komputer atau di dalam pesawat ruang
angkasa." Kurasa, aku menyandarkan diri di kursiku selama beberapa saat. Yang Jose lakukan
tidak lebih dari sekadar menyuarakan pertanyaan-pertanyaan yang telah kuajukan
kepada diriku sendiri selama beberapa hari terakhir. Setelah apa yang terjadi
pada kita, Vera, aku telah banyak berpikir. Mengapa kita harus kehilangan Sonja"
Aku tidak dapat menghitung berapa kali aku menanyakan hal itu kepada diriku.
Mengapa kita tidak dapat mempertahankan dia" Jika salah satu muridku mengajukan
pertanyaan itu dalam sebuah ujian, aku harus mempertimbangkan untuk tidak
meluluskannya. Tetapi, kita adalah manusia, dan manusia memiliki kecenderungan
untuk mencari makna, bahkan seandainya pun tidak ada makna.
"Pernyataan Anda tepat sekali bahwa bukan artropoda yang akhirnya menaklukkan
ruang angkasa dan, dalam hal itu, bukan pula moluska."
"Dan," ujarnya, "makhluk-makhluk dari tata surya nun jauh yang pada suatu hari
akan mengirimkan kepada kita surat permohonan izin berkunjung yang terbungkus
dalam kode-kode rahasia melalui eter hampir tidak mungkin memiliki anatomi
seperti seekor cumi-cumi maupun kaki seribu."
Ana mulai tertawa. "Apa kubilang?" teriaknya.
Ana dan Jose dan tidak lama kemudian juga Mario mulai mengajukan kepadaku
berbagai macam pertanyaan mengenai ilmu alam, dan mungkin karena reaksi tropis
yang kualami membuatku menikmati perhatian tersebut, aku pun mengocehkan
beberapa kuliah singkat mengenai bidang-bidang bermasalah dalam palaeontologi
kontemporer dan biologi evolusioner. Tetapi, semakin lama aku semakin bertambah
waspada terhadap lawanku. Beberapa kali, dengan humor yang menyenangkan, Jose
berhasil memunculkan pertanyaan yang menimbulkan rasa malu pada diriku sebagai
seorang profesional. Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa selama percakapan itu,
aku mempelajari sesuatu yang baru. Tetapi, kupikir, aku mendapatkan pemahaman
yang lebih dalam mengenai banyaknya ketidakpas-tian dalam "ilmu pasti" yang
tidak pernah kuakui sebelumnya.
Jose berkeyakinan bahwa evolusi kehidupan di Bumi bukanlah hanya merupakan suatu
proses fisik, melainkan merupakan proses yang selalu penuh makna. Ia menunjukkan
bahwa sebuah karakteristik yang begitu penting seperti kesadaran manusia
tidaklah mungkin hanya merupakan salah satu dari sekian banyak karakteristik
yang berubah-ubah dalam perjuangan untuk bertahan hidup, tetapi merupakan objek
utama dalam evolusi. Hampir merupakan hukum alam bahwa sebuah planet akan
membentuk sebuah sistem pendeteksi yang semakin terspesialisasi, dan ia
menyebutkan beberapa contoh yang bagus akan proses ini: bagaimana kehidupan di
Bumi telah berevolusi menghasilkan mata dan penglihatan tanpa adanya hubungan
genetik dari dalam dan bagaimana lebih dari sekali kehidupan menghasilkan
makhluk-makhluk yang mampu terbang ke udara atau berjalan tegak. Maka, tentulah
di alam semesta ini ada pula sebuah tujuan tersembunyi untuk memunculkan makhluk
yang mampu membentuk tinjauan intelektual.
Hal yang sedikit menyakitkan adalah, ketika masih muda, ada masa ketika aku
memiliki pemikiran-pemikiran yang serupa, ketika aku masih dipengaruhi oleh
Pierre Teilhard de Chardin. Kemudian, aku mulai mempelajari biologi dan otomatis
menyingkirkan segala pemikiran mengenai evolusi yang memiliki tujuan. Demi
kepentingan ilmu pengetahuan, aku merasa harus melakukan sedikit perlawanan
terhadap Jose. Aku membela sebuah institusi yang sangat penting, mungkin terlalu
penting. Aku setuju dengannya bahwa kemampuan untuk melihat, terbang, berenang, atau
berjalan tegak telah berevolusi berkali-kali dalam sejarah kehidupan. Contohnya,
mata telah dibentuk sekitar empat puluh atau lima puluh kali, dan serangga telah
mengevolusikan sayap untuk terbang lebih dari seratus juta tahun sebelum reptil.
Vertebrata pertama yang dapat terbang adalah pterosaurus. Mereka berevolusi
sekitar dua ratus juta tahun yang lalu dan punah bersama-sama dengan para
dinosaurus. Cara pterosaurus terbang agak mirip kelelawar raksasa, jelasku.
Mereka tidak memiliki bulu dan tidak mungkin merupakan nenek moyang dari burung
modern. Burung tertua Archaeopteryx-h\diup 150 juta tahun yang lalu, dan
sesungguhnya adalah seekor dinosaurus kecil. Evolusi sayap dan bulu pada burung
terjadi secara terpisah dari pterosaurus ....
"Sayap dan bulu," potongnya. "Apakah hal-hal seperti itu terjadi dalam semalam"
Atau, apakah alam 'tahu' ke arah mana dirinya berkembang?"
Aku tertawa. Sekali lagi, ia telah menyentuh inti renik dari perbedaan pendapat,
titik pusatnya, walaupun sekali ini kurasa pertanyaannya bersifat retoris.
"Nyaris mustahil," ujarku. "Yang terjadi adalah serangkaian mutasi selama
beribu-ribu generasi. Dan hanya ada satu hukum yang berlaku: individu yang
memiliki keunggulan sedikit saja dalam perjuangan bertahan hidup memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mewariskan gen mereka."
"Keuntungan apakah yang didapatkan suatu individu dengan menumbuhkan bakal sayap
yang kikuk beberapa generasi sebelum sayap dapat digunakan?" tanyanya. "Bukankah
bakal sayap yang baru mulai akan terbentuk seperti itu malah akan merepotkan dan
mengurangi kemampuan individu itu untuk menyerang dan membela dirinya?"
Aku berusaha menggambarkan seekor reptil yang memanjat pohon untuk berburu
serangga. Bahkan, sedikit saja ciri-ciri yang menyerupai bulu yang pada awalnya
adalah sisik yang berubah bentuk secara langsung akan memberikan keuntungan
ketika hewan tersebut melompat atau berlari menuruni dahan pohon. Semakin besar
perubahan bentuk sisik makhluk tersebut, semakin baik ia dapat melompat,
berganti arah, atau mengepak, dan semakin besarlah kemungkinan keturunannya
dapat tumbuh. Bahkan, sedikit saja kecenderungan memiliki kaki yang berselaput
juga memberi seekor hewan sebuah keuntungan penting jika ia hidup baik sebagian
maupun sepenuhnya di air. Aku kembali kepada evolusi bulu dan menunjukkan bahwa
perlahan-lahan bulu juga penting untuk menjaga tubuh burung pada temperatur yang
tetap walaupun bukan itu "tujuan" awal dari adanya bulu. Keuntungan utama dari
menumbuhkan bulu kemungkinan besar berhubungan dengan gerak sang hewan. Tetapi,
mungkin saja proses itu terjadi dalam urutan sebaliknya. Pada awalnya, mungkin
bulu telah memberi para nenek moyang burung keuntungan insulasi
sebelum akhirnya menjadi penting bagi gerakan. Penemuan akan dinosaurus berbulu
baru-baru ini jelas mendukung argumen ke arah itu.
"Kemudian ada kelelawar," ujar lelaki itu. "Setelah itu, bahkan beberapa mamalia
belajar untuk terbang."
Seingatku, kemudian aku sedikit membahas tentang betapa burung-burung begitu
mendominasi udara sehingga akhirnya kelelawar terpaksa menjadi pemburu di malam
hari. Tidak hanya kelelawar menumbuhkan sayap, mereka juga berevolusi sehingga
dapat mengindra benda-benda melalui pantulan suara.
"Itu kan situasi ayam dan telur," Jose berpendapat. "Sebab, apakah yang terlebih
dulu muncul, pengindraan dengan pantulan suara atau kemampuan terbang yang
sesungguhnya?" Aku tidak sempat menjawabnya karena pada saat itu Laura datang ke meja kami
untuk bergabung. Saat kali terakhir aku menjadi dummy, ia masih belum berhasil
melepaskan diri dari Bill, tetapi ia melirikku dengan pandangan yang hanya dapat
diartikan sebagai tatapan memelas dan di dalamnya tersirat permohonan maaf
karena tidak menghiraukan diriku di bandara. Ia berdiri di bar selama beberapa
menit sambil membawa segelas minuman berwarna merah, dan aku merasa senang
ketika akhirnya ia berjalan melintasi restoran itu lagi, dan aku mengangkat
kepala dan menawarkan kepadanya tempat di meja kami. Mario mengambilkan sebuah
kursi dari meja sebelah. "Beri saya sebuah planet yang hidup ...," Jose memulai lagi.
"Ini dia!" potong Laura.
Dengan penuh semangat, ia menunjuk ke luar ke arah pepohonan palem, walaupun di
luar begitu gelap sehingga kami tidak dapat melihat apa pun. Aku teringat akan
lencana World Wildlife Fund di ranselnya.
Jose tertawa. "Beri saya sebuah planet hidup yang lain. Saya sangat yakin bahwa cepat atau
lambat, planet itu akan memunculkan apa yang kita sebut sebagai kesadaran."
Laura mengangkat bahu, dan Jose pun melanjutkan.
"Untuk menyangkal ide tersebut, kita harus menemukan sebuah planet lain yang
dipenuhi berbagai jenis kehidupan, tetapi tidak pernah menghasilkan suatu sistem
saraf yang cukup kompleks untuk membuat suatu individu bangun suatu pagi dan
berpikir 'to be or not to be' atau 'cogito, ergo sum'."
"Tidakkah itu sedikit antroposentris?" tanya Laura. "Alam tidak tercipta hanya
untuk kita." Tetapi kini Jose sudah menggebu-gebu.
"Beri saya satu planet hidup, dan dengan senang hati akan segera saya tunjukkan
segerombolan penuh lensa hidup. Dan tunggu saja, dalam sekejap, kita akan
menatap jiwa-jiwa sadar yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan dirinya


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri." Sekali lagi Ana membantunya: "Yang ia maksud adalah bahwa setiap planet yang
mampu memunculkan kehidupan, cepat atau lambat akan tiba pada suatu bentuk
kesadaran. Perjalanan dari sel hidup yang pertama hingga organisme kompleks
seperti kita mungkin memiliki banyak cabang, tetapi tujuannya selalu sama. Alam
semesta ini berusaha untuk memahami dirinya sendiri, dan mata yang meneliti alam
semesta adalah mata milik alam semesta itu sendiri."
"Itu benar," ujar Laura, dan ia pun mengulang apa yang dikatakan oleh Ana: "Mata
yang meneliti alam semesta adalah mata milik alam semesta itu sendiri."
Sepanjang malam itu, aku telah berpikir keras untuk mengingat di mana aku telah
bertemu Ana sebelumnya, dan aku masih belum ingat sama sekali. Satu-satunya
jalan adalah dengan mengenalnya lebih baik.
"Apa pendapat pribadi Anda?" tanyaku. "Anda tentunya memiliki keyakinan
sendiri." Ia berpikir keras, dan aku ingat kata-katanya dengan pasti:
"Kita tidak mampu untuk memahami diri kita sendiri. Kita adalah teka-teki yang
tak teterka siapa pun."
"Teka-teki yang tak teterka siapa pun?"
Ia merenungkannya sejenak.
"Saya hanya dapat menjawab mengenai diri saya sendiri," ujarnya.
Ia menatap mataku sekejap. Kemudian, ia berkata, "Saya adalah suatu keberadaan
ilahiah." Selain Jose, mungkin aku adalah satu-satunya
yang menyadari bahwa jawaban ini diiringi oleh seulas senyum penuh misteri.
Mario jelas tidak terlalu memerhatikan karena dengan mata cokelatnya terbelalak,
ia berkata, "Jadi, Anda adalah Tuhan?"
Wanita itu mengangguk yakin.
"Ya," ujarnya. "Itulah saya." Ia menjawabnya dengan sambil lalu seolah-olah
menjawab sebuah pertanyaan mengenai apakah ia dilahirkan di Spanyol. Dan mengapa
harus ragu" Ana adalah seorang wanita berwibawa yang tidak perlu lagi
membeberkan garis kebangsawanan-nya.
"Baguslah kalau begitu," Mario memberikan persetujuannya. "Selamat!"
Sambil mengatakan hal itu, ia berdiri dan berjalan menuju bar. Kurasa ia masih
merajuk karena permainan kartu sebelumnya. Setidaknya kini ia tahu mengapa ia
tidak pernah menang. Ana tertawa terbahak-bahak. Aku tidak mengerti apa yang harus ia tertawakan,
tetapi suaranya begitu menular sehingga dengan segera kami semua ikut tertawa.
Kini John datang mendekat dengan membawa segelas bir di tangannya. Sebelumnya ia
bercakap-cakap sebentar dengan pemuda-pemudi Amerika itu, tetapi ia selalu
berdiri di dekat kami dan tentunya mendengar cukup banyak apa yang telah kami
bicarakan. Kami meletakkan beberapa kursi tambahan di sekeliling meja, dan duduklah kami
berenam setelah Mario kembali sambil membawa segelas brendi dan
menyenandungkan sebuah karya Puccini, kalau tidak salah berjudul Madam
Butterfly. Mario memperkenalkan dirinya kepada Laura, dan si wanita juga
memperkenalkan diri kepada Ana dan Jose.
Sang orang Inggris berkata, "Tanpa sengaja saya mendengar sedikit percakapan
Anda mengenai 'makna' dan 'tujuan' dari segala sesuatu. Bagus, bagus! Namun,
saya yakin, penting untuk menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan seperti itu
harus dinilai secara retrospektif sebagai sebuah peraturan."
Tidak ada seorang pun yang mengerti apa yang ia maksud, namun itu tampaknya
tidak membuatnya gentar sedikit pun.
"Lebih sering, makna sebuah kejadian baru tampak jelas jauh setelah kejadian itu
berlangsung. Maka, penyebab dari sesuatu tidaklah pasti hingga kemudian hari.
Ini karena setiap proses memiliki poros waktu masing-masing."
Ia masih tidak mendapatkan lebih dari sebuah anggukan tanda setuju. Bahkan tidak
ada yang memintanya untuk mencoba menjelaskan agar perkataannya lebih dapat
dimengerti. "Coba bayangkan," ujarnya, "jika kita menjadi saksi kejadian-kejadian yang
berlangsung di atas Bumi ini, katakan saja tiga ratus juta tahun yang lalu. Saya
yakin, ahli biologi kita ini dapat memberi kita gambaran akan zaman tersebut."
Aku langsung menyambut tantangan tersebut. Pada saat itu, kita berada di akhir
periode Karbon, ujarku. Kemudian aku pun memberikan rangkuman singkat tentang
kehidupan tumbuh-tumbuhannya,
serangga terbang yang pertama, dan yang paling penting, reptil-reptil paling
awal, yang telah berevolusi secara perlahan karena keadaan di Bumi telah menjadi
lebih kering dibandingkan pada periode Devon dan periode Karbon Awal. Tetapi, di
antara vertebrata darat, para amfibi masih mendominasi.
John memotong: "Di antara paku-pakuan dan tanaman merambat, merangkaklah amfibiamfibi besar mirip salamander, dan juga beberapa jenis reptil, termasuk mereka
yang menjadi ayah dari spesies kita. Jika saat itu kita dapat hadir dalam
lingkungan tersebut, hampir pasti kita akan menganggap apa yang kita saksikan
itu tidak masuk akal. Baru pada saat inilah, saat kita melihat ke belakang,
maknanya baru terlihat."
"Karena tanpa kejadian-kejadian pada saat itu, kita tidak akan berada di sini
sekarang?" tanya Mario.
Si orang Inggris mengangguk singkat, dan aku menambahkan: "Tetapi, Anda kan
tidak mengatakan bahwa kita adalah penyebab dari apa yang terjadi tiga ratus
juta tahun yang lalu?"
Jose tidak dapat menyembunyikan rasa terima kasihnya atas keikutsertaan John.
Kini ia memberinya isyarat untuk melanjutkan.
"Saya hanya berkata bahwa pada tiga ratus juta tahun yang lalu, masih terlalu
dini untuk menyimpulkan bahwa kehidupan di planet ini tidak berarti, dan lebih
tidak berarti lagi tanpa adanya objek. Hanya saja objek itu belum punya waktu
untuk berbuah." "Dan apakah yang menjadi objek itu?" tanyaku.
"Periode Devon adalah masa embrio dari akal sehat. Dan saya yakin sah-sah saja
mengatakan bahwa sebuah embrio memiliki tujuan, karena saya tidak serta-merta
percaya pada pemikiran bahwa minggu-minggu pertama dari sebuah kehamilan
memiliki tujuan, tidak bagi sang embrio. Maka, masih terlalu dini pula untuk
percaya bahwa kini kita dapat menjawab dengan benar pertanyaan tentang makna
keberadaan kita." "Maksud Anda, kita masih setengah jalan?" tanya Laura.
Lelaki itu mengangguk lagi.
"Kini, kita adalah kaum garda depan, tetapi kita belum melampaui garis akhir.
Hanya seratus atau seribu atau satu miliar tahun lagi, kita akan melihat apa
tujuan kita. Maka, dapat dikatakan, apa yang terjadi pada suatu saat jauh pada
masa mendatang akan menjadi penyebab dari apa yang terjadi di sini sekarang."
Ia melanjutkan lebih jauh, menjelaskan apa yang ia maksud dengan "masa embrio
dari akal sehat", dan kurasa mayoritas dari
Ia menatapku dengan pandangan tidak setuju.
"Mungkin di situlah kita salah. Tetapi, marilah kita putar balikkan perspektif
ini. Hanya jika kehidupan di planet ini tidak berevolusi dari amfibi pertama,
kita dapat mengatakan bahwa kehidupan di Bumi ini tidak masuk akal dan tidak
berarti. Tetapi, apa jawaban sang katak terhadap pertanyaan eksistensialis Jean
Paul Sartre?" Laura tidak sabar menghadapi pemikiran-pemikiran seperti itu. Ia menatap John
berapi-api dan berkata, "Katak akan tetap menjadi katak. Saya tidak dapat
melihat mengapa itu harus lebih tidak berarti dibandingkan manusia menjadi
manusia." Si orang Inggris mengangguk penuh simpati.
"Memang, katak akan tetap menjadi katak. Dan mereka akan melakukan apa yang
dilakukan oleh katak. Tetapi kita adalah manusia, dan kita melakukan apa yang
dilakukan oleh manusia. Kita menanyakan apakah ada arti atau tujuan dari
segalanya. Menurut saya, kehidupan pada zaman Devon terasa penuh makna bagi
kita, bukan katak." Laura tidak terkesan. "Pandangan saya benar-benar berbeda. Semua kehidupan di atas Bumi ini sama
berharganya." Aku tidak dapat menebak seberapa banyak John benar-benar memercayai apa yang ia
utarakan. Tetapi, ia belum selesai.
"Bisa saja di atas planet ini sama sekali tidak ada kehidupan. Dengan begitu,
kita dapat mengatakan bahwa dunia ini tidak memiliki tujuan lebih daripada
menjalankan kehidupannya sebagaimana adanya. Tetapi, siapakah yang akan
mengatakan hal itu?"
Ketika ia tidak menerima satu jawaban pun, ia pun menyimpulkan:
"Jika Big Bang tidak pernah terjadi, segalanya akan menjadi hampa dan tak
berarti. Tentunya kehampaan ini hanya untuk kehampaan itu sendiri, dan kehampaan
itu akan lebih tidak menyadari ketiadaan arti ini dibandingkan dengan katak dan
salamander." Kuperhatikan Ana dan Jose berkali-kali saling melirik dan diam-diam mengomentari
percakapan ini dengan ungkapan-ungkapan aneh berbahasa Spanyol yang selama ini
saling mereka lontarkan sambil berjalan-jalan berkeliling pulau. Apakah hal ini
berkaitan" Apakah ini sebuah permainan yang telah diatur sebelumnya" Apakah
mungkin sang orang Inggrislah yang mengarang ungkapan-ungkapan ini" Tidakkah
sedikit aneh jika hampir semua tamu di Maravu berkeliling sambil membicarakan
hal yang sama" Untuk melanjutkan perkenalan mereka, Ana bertanya dari mana Laura berasal. Ia
menjawab berasal dari San Francisco dan pernah belajar sejarah seni, tetapi
akhir-akhir ini ia bekerja sebagai seorang jurnalis di Adelaide. Belum lama ini
ia mendapatkan semacam bantuan dana kerja dari sebuah yayasan lingkungan hidup
di Amerika, dan pada dasarnya tugasnya adalah memetakan seluruh kekuatan yang
menentang perjuangan masyarakat melawan penghancuran lingkungan. Secara lebih
spesifik, tugas Laura adalah menyusun dokumen tahunan mengenai individu,
institusi, dan perusahaan besar yang, demi alasan laba, secara terbuka
menganggap remeh ancaman-ancaman terhadap lingkungan hidup di Bumi.
Mario ingin tahu mengapa keterbukaan informasi seperti itu diperlukan, dan Laura
mengambil kesempatan ini untuk mengungkapkan secara garis besar gambaran
mengenai kondisi Bumi versi dirinya.
Ia percaya bahwa kehidupan tengah terancam, bahwa sumber-sumber daya yang dapat
diolah di planet ini akan menghilang secara perlahan dalam jangka panjang, dan
bahwa hutan-hutan hujan akan habis dibakar dan keanekaragaman hayati terusmenerus dicemari. Ini adalah sebuah proses yang benar-benar tidak dapat
dibalikkan, ia menekankan.
"Baik," Mario menyetujui. "Tapi, apa pentingnya menerbitkan sebuah daftar nama
para pelaku dalam satu publikasi?"
"Mereka harus bertanggung jawab," ujar si wanita. "Hingga kini, beban untuk
mencari bukti selalu terletak pada gerakan pencinta lingkungan hidup. Itulah
yang sedang kami usahakan diubah. Kami menginginkan keterbukaan."
"Dan kemudian?"
Laura menggerak-gerakkan tangannya.
"Mungkin suatu hari akan ada suatu proses hukum. Seseorang harus mewakili katakkatak itu." "Tetapi, Anda benar-benar memercayai bahwa laporan Anda ini cukup untuk
menghentikan para perusak lingkungan itu?"
Si wanita mengangguk. "Banyak dari orang-orang besar mulut itu terdiam ketika
mendengar mengapa saya mewawancarai mereka, dan kemudian berbalik seratus
delapan puluh derajat begitu menyadari tujuan wawancara saya. Itu dapat
ditunjukkan kepada cucu-cucu mereka: lihatlah saat kakekmu berdiri di barikade
dan melecehkan masalah-masalah polusi lingkungan."
Akhirnya Mario mengerti. "Anda ingin membuat mereka bertanggung jawab secara pribadi," ujarnya.
Rasanya aku terduduk di sana sambil tersenyum kecil kepada diriku sendiri. Ada
sesuatu yang kunikmati dari keberanian Laura.
"Menurut saya, itu adalah sebuah ide yang menarik," ujarku.
Wanita itu menoleh dan menatapku sambil mencari-cari. Aku pun bertatapan dengan
satu mata hijau dan satu cokelat. Seperti kebanyakan idealis lain, ia selalu
berjaga-jaga. "Mungkin kita memang memerlukan tiang gantungan di hadapan publik," ujarku.
John duduk di sana sambil mengangguk tanda setuju. Ia mengangguk dengan begitu
yakin sehingga sekali lagi menarik perhatian semua orang.
"Manusia," ia menyatakan, "mungkin adalah satu-satunya makhluk hidup di seluruh
alam semesta yang memiliki kesadaran akan alam semesta. Maka, melindungi
lingkungan hidup di planet ini bukanlah hanya sebuah tanggung jawab global,
tetapi merupakan tanggung jawab kosmos. Suatu hari, gelap gulita mungkin akan
menutupi lagi samudra raya. Dan Roh Tuhan tidak melayang-layang di atas
permukaan air."3 Tidak ada yang menentang kesimpulan ini. Seolah-olah kata-katanya itu telah
menyatukan perkumpulan ini dalam renungan tanpa kata.
Bill mendatangi meja itu dengan membawa tiga botol anggur merah dan segelas
wiski. Di belakangnya, si lelaki yang mengenakan bunga di belakang telinganya
berjalan dengan tergesa-gesa sambil membawa enam buah gelas. Orang Amerika itu
meletakkan botol-botolnya di atas meja dan mengambil sebuah kursi dari meja
sebelah untuk dirinya sendiri. Ia duduk di samping Laura.
Bill memberi setiap orang satu buah gelas dan menunjuk ketiga botolnya.
"Saya yang traktir!" ujarnya.
Sekali lagi aku dapat melihat bagaimana Laura tidak menghiraukan lelaki itu dan
kurasa sekilas aku melihat kebencian terhadap manusia dalam komitmennya kepada
lingkungan. Ia mungkin cantik dan aneh, tetapi ia tidak mudah melepaskan
kacamata kudanya, maupun mengangkat kepala dari buku Lonely Planet-nya saat
disapa dengan ramah di sebuah lapangan udara di suatu daerah terpencil.
Sementara percakapan di sekitar meja itu terus berlanjut di seputar lingkungan
hidup, aku pun menceritakan secara singkat tugasku, kurasa karena didesak oleh
Ana dan Jose. Sekali ini Laura tidak mencoba menyembunyikan bahwa ia terkesan,
dan akhirnya aku merasa diriku sedikit dihargai. Kurasa, sepertinya ia
menganggap bahwa dirinya adalah satu-satunya orang di dunia yang jelas di sini,
di pulau ini yang memiliki hubungan dengan masalah-masalah lingkungan di planet
ini. Dan seperti dugaanku sebelumnya, Bill termasuk dalam sekelompok besar pensiunan
Amerika 3 Kutipan, dengan sedikit perubahan, dari Kejadian 1: 2 peny.?yang sehat dan bersemangat. Ia pernah bekerja pada sebuah perusahaan minyak
besar dan merupakan salah satu dari para ahli berkemampuan tinggi yang
memadamkan ledakan-ledakan tak terkendali di ladang-ladang minyak. Tanpa sedikit
pun rasa sombong, ia menyebutkan kepada kami bahwa salah satu rekan sekerjanya
adalah Red Adair yang melegenda itu. Ia juga pernah diberi tugas oleh NASA, dan
dengan rendah hati dapat mengklaim ikut memiliki andil dalam fakta bahwa Apollo
13 tidak masih mengorbit Bulan. Aku menyebutkan hal ini karena adanya kejadian
berikut: Kami terus berdiskusi mengenai masalah-masalah lingkungan selama beberapa saat
sebelum percakapan itu lalu melantur dan pembicaraan pun berubah ke arah hal-hal
yang lebih menyenangkan. Setelah didesak oleh kami, Bill mulai menjelaskan
beberapa keahliannya. Ceritanya menyenangkan untuk didengar, dan juga dialah
yang membawa anggur yang kami minum. Tetapi, di saat ia tengah menjelaskan
sebuah ledakan yang dramatis, sebuah luapan kemarahan menyerang Laura yang
meledak dengan melontarkan dirinya ke arah Bill sambil memukul-mukul dengan
kedua tinjunya. "Terima ini untuk ledakan tak terkendali, dasar anjing minyak kotor!" teriak
wanita itu. Kurasa, komentarnya ini agak tidak tepat waktu karena si lelaki baru saja
menceritakan bagaimana ia telah mencegah sebuah bencana minyak besar-besaran
dengan mempertaruhkan nyawa dan anggota badannya.
Tidak terlalu mengejutkan bahwa wanita muda itu mudah naik pitam, juga bahwa
tampak jelas ia sulit untuk membedakan antara komitmen dan fanatisme. Tetapi, ia
memukul-mukul Bill dengan kemarahan yang begitu besar sehingga beberapa kali
lelaki itu harus mengerutkan bahu untuk menangkis serangan itu. Dalam keributan
itu, satu botol anggur terguling, dan seperempat liter anggur yang masih tersisa
di dalamnya tumpah memerah di atas taplak meja yang putih.
Kini Bill melakukan sesuatu yang cukup ganjil. Ia meletakkan tangannya di
tengah-tengah leher Laura dan berkata dengan ramah, "Hei, tenanglah."
Perbuatannya ini menghasilkan perubahan sikap yang paling mengejutkan malam itu,
karena Laura yang saat itu terbakar amarah dengan segera berubah menjadi tenang
secepat ia meledak. Aku ingat saat itu aku berpikir mengenai seekor harimau dan
penjinaknya, dan bagaimana mereka saling bergantung: sang penjinak membutuhkan
harimau itu agar memiliki sesuatu untuk ditenangkan, dan tanpa sang penjinak, si
harimau tidak memiliki apa pun untuk meluapkan kemarahannya. Perkelahian itu
akhirnya berfungsi sebagai monumen keahlian Bill memadamkan ledakan-ledakan tak
terkendali. Yang paling tidak dapat kumengerti adalah dorongan yang ada di
baliknya. Dapat dikatakan kejadian tersebut mengakhiri malam itu secara alami. Lauralah
yang pertama bangkit berdiri, dan ia mengucapkan terima kasih kepada Bill atas


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anggurnya, juga meminta maaf,
sebelum beranjak menuju pondoknya. Sepertinya aku ingat bahwa sekali ia berbalik
dan melakukan kontak mata denganku, seolah-olah aku memiliki semacam salep untuk
mengobati penderitaan jiwanya.
"La donna e mobile," Mario bergumam sambil menggerak-gerakkan tangannya ialah
yang telah meminum sebagian besar anggur kami kemudian ia bangkit berdiri dan
juga bersiap untuk tidur.
Si orang Inggris yang besar menatap sekelilingnya dan mengangguk puas.
"Sebuah awal yang sangat menjanjikan," ujarnya. "Tetapi, berapa lamakah Anda
semua akan tinggal di sini?"
Aku menjawab bahwa aku akan tinggal selama tiga malam di pulau itu, begitu pula
dengan Bill, sebelum ia akan bergegas menuju Tonga dan Tahiti. Kedua orang
Spanyol itu akan pergi sehari setelah diriku.
Kedua pengantin muda dari Seattle telah lama kembali ke kamar bulan madu mereka,
dan para karyawan tengah sibuk mematikan lampu dan membersihkan meja-meja. John
menghabiskan gelas birnya sebelum dengan khidmat beranjak pergi. Setelah Bill
juga mengucapkan terima kasihnya atas malam yang menyenangkan, tinggallah kedua
orang Spanyol dan diriku yang masih duduk sebentar sebelum beranjak berjalan ke
antara pohon-pohon palem. Sambil berjalan, kami memerhatikan kodok-kodok yang
berenang ke sana kemari dalam kolam renang. Aku mengomentari bahwa mereka
berenang dengan gaya dada sama seperti kita.
"Atau sebaliknya," ujar Jose. "Kita mempelajarinya dari mereka."
Di atas kami, bintang-bintang berkelap-kelip bagaikan kode Morse dari masa lalu
yang telah hilang. Jose menunjuk ke arah malam di alam semesta dan berkata,
"Dahulu kala, galaksi ini dipenuhi oleh mereka."
Aku tidak langsung mengerti apa yang ia maksud, mungkin karena pikiranku masih
dipenuhi oleh Laura dan Bill.
"Apa?" tanyaku.
Sekali lagi ia menunjuk ke dalam kolam.
"Kodok. Tetapi aku tidak yakin mereka bahkan menyadarinya. Kuduga mereka masih
memandang dunia secara geosentris."
Kami berdiri di sana sambil mengagumi kilauan berwarna merah dan putih serta
biru di langit. "Seberapa besarkah kemungkinan sesuatu tercipta dari ketiadaan?" tanya Jose.
"Atau tentu saja sebaliknya: berapa besarkah kemungkinan sesuatu ada untuk
selamanya" Dan apakah bahkan mungkin untuk menghitung kemungkinan suatu materi
kosmos menyeka tidur berabad-abad dari matanya suatu pagi dan tiba-tiba terjaga,
menyadari dirinya sendiri?"
Aku tidak dapat menentukan apakah pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan kepadaku
atau kepada Ana, kepada malam di alam semesta, atau kepada dirinya sendiri. Aku
dapat mendengar jawabanku yang konyol: "Kita semua menanyakan hal itu. Tetapi,
pertanyaan-pertanyaan itu tidak memiliki jawaban."
"Anda tidak seharusnya mengatakan hal itu," tangkisnya. "Hanya karena sebuah
jawaban tidak dapat dijangkau, bukan berarti jawaban itu tidak ada."
Sekarang giliran Ana berbicara. Aku terkejut ketika tiba-tiba ia berbicara
kepadaku dalam bahasa Spanyol. Wanita itu menatap lurus ke dalam mataku dan
berkata: "Pada awalnya terjadilah Big Bang, dan hal itu telah lama sekali terjadi. Ini
hanyalah sebuah pengingat akan adanya pertunjukan tambahan malam ini. Anda masih
dapat membeli karcis. Singkatnya, pertunjukan tambahan itu berfokus pada
menciptakan pemirsanya sendiri. Walau bagaimanapun, tanpa adanya pemirsa yang
memberi tepuk tangan, tidaklah masuk akal untuk menyebut acara tersebut sebagai
sebuah pertunjukan. Masih ada tempat duduk yang tersisa."
Aku bertepuk tangan, dan terlambat menyadari kesalahan yang kulakukan. Untuk
menutupi kesalahanku, aku berkata, "Tapi, apa arti semua itu?"
Sebagai jawabannya, ia memberiku sebuah senyuman yang hanya secara samar-samar
dapat kulihat dalam cahaya dari kolam renang.
Jose melingkarkan lengannya memeluk si wanita, seakan melindunginya dari ruang
kosong. Kami pun saling mengucapkan selamat malam dan mulai melangkah ke arah
masing-masing yang berlawanan. Sebelum mereka ditelan malam, aku mendengar Jose
berkata: "Jika tuhan memang ada, tidak hanya ia uiung meninggalkan jejak. Lebih dari
segalanya, ia ahli menyembunyikan diri. Dan dunia bukanlah sesuatu yang pandai
bercerita. Langit masih menjaga rahasia mereka. Tidak banyak desas-desus yang
beredar di antara bintang-bintang ...."
Ana ikut serta, dan bersama-sama mereka pun mengucapkan sisa pesan Jose keraskeras seolah-olah kalimat itu adalah sebuah jampi-jampi tua:
"Tetapi, belum ada seorang pun yang melupakan Big Bang. Sejak saat itu,
keheningan meraja, dan semua yang ada di sana pun bergerak menghindar. Kita
masih bisa bertemu dengan sebuah bulan. Atau sbuah komet. Tetapi, jangan
mengharapkan sambutan hangat. Undangan berkunjung tidak ditulis di angkasa
/uar."[] Seorang M anusia-Nyamuk dan Seekor Tokek
PERASAANKU TIDAK ENAK SAAT MEMBUKA PINTU BURE 3, DAN HAL PERtama yang kulihat
saat menyalakan lampu adalah gerakan seekor tokek di atas botol gin. Jadi benar
perkiraanku. Mungkin dialah yang berlari melintasi palang atap ketika aku
berangkat untuk makan malam. Tokek itu hampir tiga puluh sentimeter panjangnya,
dan tidak ada tanda-tanda bahwa ia pernah kekurangan persediaan nyamuk. Kami
sama-sama terlompat, kemudian tokek itu diam tak bergerak, dan baru saat aku
maju selangkah ke arahnya, ia mulai melingkarkan tubuhnya menutupi setengah
botol dan aku mulai khawatir ginku akan tumbang dan terjatuh dari meja. Sudah
cukup banyak yang tertumpah malam ini.
Aku cukup mengenal tokek, dan walaupun kutahu membayangkan mereka tidak hidup di
dalam kamar-kamar tidur di belahan dunia ini hanyalah angan-angan belaka, aku
tetap tidak suka melihat terlalu banyak makhluk hiperaktif ini berlari-lari di
sekeliling ruangan saat aku tengah bersiap untuk tidur. Dan yang pasti, aku
tidak ingin mereka berlari melintasi kain penutup tempat tidur maupun berdiri
diam di tiang tempat tidur.
Aku maju selangkah lagi mendekati mejadi samping tempat tidur itu. Sang tokek
duduk nyaris tak bergerak dengan sebagian besar berat tubuhnya berada di balik botol itu
sehingga aku dapat mempelajari perut dan anusnya, yang tampak semakin besar
akibat pembiasan. Ia tidak menggerakkan satu otot pun, tetapi kepala dan ekornya
menonjol dari balik botol, dan kadal kecil itu menatapku dengan penuh perhatian,
secara naluriah ia tahu bahwa sekarang hanya ada dua kemungkinan: terus tidak
bergerak sama sekali dan berharap ia menyatu dengan sekelilingnya, atau cepatcepat berlari mendaki dinding dan berlindung di langit-langit, atau lebih baik
lagi di balik sebuah palang atap.
Hal yang paradoks adalah pertemuanku dengan seekor spesimen Hemidactylus
frenatus yang cukup bergizi ini bahkan membuatku semakin berketetapan untuk
secepat mungkin memasukkan seteguk besar gin ke dalam tubuhku, dan kini aku
mulai khawatir makhluk ceroboh ini mungkin benar-benar akan mengacaukan rencana
itu, tidak hanya untuk malam ini, tetapi selama sisa masa liburanku di pulau
ini. Botol itu masih hampir penuh dan aku telah menghitung-hitung, dengan penuh
pertimbangan demi kebaikan diriku sendiri, bahwa isi botol itu akan cukup untuk
tiga malam sebelum penerbangan pulangku. Aku telah memeriksa minibar saat baru
tiba, di dalamnya hanya ada bir dan air mineral.
Dengan tangan kiri siap untuk menyelamatkan botol itu jika terjatuh, aku
mengambil satu langkah maju lagi ke arah sang tokek. Tetapi, tamu tak diundangku itu masih merasa bahwa kombinasi keras kepala antara pertahanan pasif
dan posesif yang ia lakukan itu adalah taktik yang lebih baik daripada melarikan diri. Namun,
sebenarnya untuk memadamkan kekhawatiranku yang memuncak tentang nasib isi botol
itu, dapat saja aku masuk kamar mandi dan memberi tokek itu kesempatan pergi
dengan harga diri yang utuh. Walaupun begitu, masih segar dalam ingatanku saatsaat ketika tokek menjatuhkan botol-botol sampo dan gelas kumur. Dan kini,
seperti melengkapi kekhawatiranku, kulihat tutup botol tersebut tidak terpasang
dengan benar. Satu langkah lagi dan aku akan dapat meraih botol itu, tetapi dengan begitu aku
juga akan memegang sang tokek, dan harus kuakui bahwa entah bagaimana hubunganku
dengan reptil selalu terbelah dua. Aku mengagumi mereka, sebagian besar karena
hubungan mereka dalam palaeontologi, tetapi aku tidak suka menghadapi mereka,
dan aku benci jika mereka merangkak di rambutku terutama bila aku baru akan
bersiap tidur. Bagi sebagian besar orang, kadal adalah sebuah mysterium tremendum e t
fascinosum,4 dan walaupun aku menganggap diriku seorang ahli bidang reptilia,
aku bukan sebuah pengecualian bagi peraturan itu. Bagaimanapun, sangat mungkin
seseorang memiliki ketertarikan profesional terhadap bakteri atau virus,
meskipun orang itu tidak menginginkan pertemuan jarak dekat tanpa pengaman
dengan bakteri dan virus itu. Setiap penggemar sinar-X setelah Madame Curie pun
harus mengambil langkah-langkah pencegahan tertentu dalam permainan menarik
mereka dengan isotop-isotop radio-aktif. Tidak ada kontradiksi antara memiliki
rasa takut yang sangat terhadap laba-laba dan mampu menulis sebuah disertasi
yang antusias mengenai morfologi para artropoda pemakan daging itu.
Berbicara mengenai vertebrata seperti tokek dan iguana, mereka juga harus
dianggap sebagai makhluk-makhluk yang jauh lebih berkesadaran dibandingkan,
misalnya, bakteri atau laba-laba. Sejak menemukan anak rusa yang mati di tanah
airku di Norwegia sana, aku menjadi sadar bahwa hewan-hewan pun dapat menjadi
karakter kecil, dan aku tidak sanggup jika harus memiliki kenalan baru sekarang.
Aku tidak ingin terus-menerus ditatap seekor kadal, tidak pada tengah malam
seperti ini dan tidak di tempat yang kuanggap sebagai daerah privatku, yang
telah kubeli dan kubayar, setelah aku dengan tegas menyatakan tidak bersedia
berbagi fasilitas dengan tamu-tamu lain. Kalau serangga agak berbeda. Aku tidak
pernah merasa gelisah dengan mereka, aku tidak pernah bisa memandang seekor
lalat rumah sebagai suatu kepribadian. Seekor lalat tidak memiliki wajah, ia
tidak memiliki ekspresi khas, tetapi tidak demikian halnya dengan kadal, dan
begitu pula sang tokek yang keras kepala di atas botol gin itu.
Aku hampir yakin bahwa aku dapat mengatasi rasa jijik karena berdekatan dengan
reptil yang berkesadaran ini seandainya sebelumnya aku telah meminum beberapa
tegukan besar gin. Tetapi, ke-4 Misteri yang menggentarkan sekaligus memesona
-peny. rumitan di sini terletak pada susunan kejadian-kejadian yang berlangsung. Aku
harus menelan sebagian isi botol itu sebelum aku berani menempelkannya ke
bibirku. Situasinya benar-benar terkunci, dan drama horor kecil ini berlangsung
jauh lebih lama daripada yang dapat kubayangkan. Aku lelah, sangat lelah, dan
aku tidak memiliki keberanian untuk berbaring dan tidur di samping seekor tokek
sebelum mendapatkan sedikit obat tidurku.
Tetapi, aku juga tidak dapat berdiri di sana terus, kakiku sakit sekali setelah
perjalanan panjang menuju dateline. Lagi pula, sungguh memalukan bertingkah
demikian di hadapan seekor reptil terbelalak yang tidak pernah melepaskan
pandangannya dariku sedetik pun, dan tentunya tengah menyusun kesimpulannya
sendiri. Maka, hal pertama yang kulakukan adalah duduk perlahan di atas tempat
tidur, cukup dekat untuk menangkap botol itu jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan sesuatu yang sangat mungkin, karena spesimen tokek "berjari setengah"
yang sangat besar ini adalah tokek tercepat yang pernah kulihat. Aku tidak ragu
lagi kini bahwa kekuatan dan berat tubuh makhluk ini cukup untuk mendorong
botolku hingga berkeping-keping di lantai, setidaknya itulah kemungkinan yang
terburuk, dan aku tidak punya waktu untuk merenungkan kemungkinan lain.
Kami pun terduduk di sana untuk waktu yang lama sambil saling menatap, aku dari
tepi tempat tidurku dan sang tokek menduduki singgasananya bagaikan sphinx di
atas jalan masuk menuju toko
obatku. Satu tepukan tangan tentunya cukup untuk membuat tokek itu meninggalkan
perlawanan pasifnya. Tetapi, entah karena terlalu terburu-buru ingin melarikan
diri, atau hanya karena ingin mengacau saja, tindakan ini juga akan memastikan
botolku terjun ke tanah hanya beberapa milidetik setelah kedua tanganku bertemu
untuk menangkap botol itu, dan jauh sebelum seorang primata yang lamban dapat
menyelamatkan isi botol itu dari kehancuran. Tidak ada yang lebih kukagumi dari
makhluk-makhluk ini daripada kekuatan reaksi mereka yang hampir seperti peramal.
Dan individu yang satu ini adalah salah satu anggota yang waspada dari
spesiesnya. Aku memberinya nama Gordon sesuai dengan label yang ada pada botol itu. Aku
sudah mengetahui jenis kelaminnya sebelum duduk di atas tempat tidur. Tuan
Gordon jelas telah melewati masa jaya dalam hidupnya; dalam usia manusia mungkin
ia beberapa puluh tahun lebih tua daripada diriku, dan walaupun ia adalah
anggota sebuah spesies yang betinanya tidak pernah menghasilkan lebih dari dua
telur setiap kali bertelur, sepertinya ia memiliki banyak keturunan. Gordon
sudah lama menjadi seorang kakek dan seorang kakek buyut, aku yakin akan hal
itu, dan karena spesiesnya baru didatangkan ke Fiji pada era 1970-an, bisa jadi
kakeknya sendirilah yang datang ke Taveuni sebagai imigran generasi pertama.
Aku memutuskan bahwa tentunya pengalaman hidupnya sendirilah yang telah
mengajarinya untuk tetap diam di atas botol itu, karena kini ia tahu pasti bahwa kami sama-sama
saling menahan diri. Tentunya ia telah mengetahui bahwa primata yang berpakaian
dan memiliki rambut di kepala mereka tidak menimbulkan ancaman yang berarti,
walaupun ia tentunya juga telah menyadari bahwa mundur juga tidak menimbulkan
risiko yang lebih besar. Tetapi juga ada satu kemungkinan yang lain: Gordon
mungkin memiliki sifat ingin tahu, atau mungkin kecenderungan untuk
bersosialisasi. Hasratku untuk mengambil sebuah tegukan besar kini begitu akut sehingga aku
menatap ke dalam pupil vertikal milik hewan tersebut dan berbisik keras, "Ayo,
sekarang pergi kau!"
Kurasa tarikan napasnya sedikit semakin cepat, dan mungkin tekanan darahnya juga
meningkat sedikit, tetapi selain itu ia tetap sangat tenang. Ia berlaku seperti
para demonstran pasif yang harus digotong pergi para polisi, entah apakah mereka
berdemo tentang pembangunan jalan atau dalam kasus ini menentang undang-undang
perizinan minuman keras yang terlalu liberal. Tidak seperti diriku, demonstran
spontan ini bahkan tidak perlu berkedip, dan kenyataan bahwa tokek tidak
memiliki kelopak mata yang dapat digerakkan benar-benar membuatku kesal. Bukan
hanya karena aku tidak akan mungkin dapat memanfaatkan sedetik pun
kelengahannya, tetapi juga karena untuk beberapa periode pendek, ia dapat
memerhatikan aku tanpa aku dapat membalas tatapannya. Sekejap adalah masa yang
jauh lebih pendek bagi manusia daripada bagi tokek, jadi ia dapat menatapku
untuk waktu yang lebih lama sambil melihatku yang dengan malas tertidur dan
lagi-lagi tertidur. "Oke," ujarku keras-keras. "Sudah cukup sekarang!" Gordon tidak bergerak. Ia
tidak hanya semakin menjadi-jadi, tetapi jelas sudah bahwa aku berhadapan dengan
seekor tua bangka yang sinis dan sudah bosan hidup, yang mungkin tidak punya
kesenangan lain selain mengecoh primata yang lebih maju sehingga ia tidak bisa
mendapatkan obat penenang yang begitu dibutuhkannya. Pengecohan ya, di situlah
letak petunjuknya karena bukankah ada orang lain yang harus mengaku bersalah
atas penggelapan uang hari itu, orang yang percaya akan kehidupan abadi, yang
baru saja ditinggalkan oleh seorang wanita" Itulah saat aku mengenali sang pilot
pesawat kotak korek api. Gordon si Tokek memiliki ekspresi wajah yang persis
sama dengan sang penerbang tua, tatapan tajam yang sama, leher berkeriput yang
sama dengan kulit yang menggantung di bawah dagu, tidak lupa tangan sang tokek
yang berbentuk sekop dengan lima jari yang pendek-pendek. Hemidactylus berarti
"berjari setengah", dan sang pilot pun memiliki dua buah jari yang hanya
setengah. Semuanya mulai dapat dimengerti. Ini bukan untuk pertama kalinya hari
itu aku disandera dalam sebuah film horor, dan sekali lagi situasi yang tegang
ini menimbulkan rasa haus yang menggila, dan situasinya mencegahku untuk dapat
meredakannya. Aku begitu marah sehingga sekali lagi kuanali sis kemungkinan untuk melakukan gerakan secepat kilat. Akhirnya, aku memutuskan
untuk menolak ide itu semata-mata atas dasar walaupun jelas bahwa mungkin aku
dapat menyelamatkan botol itu dalam operasi komando blitzkrieg, tetapi masih ada
kemungkinan bahaya sebagian besar isinya tidak akan terselamatkan, terutama jika
dan aku tidak dapat menyingkirkan kemungkinan ini reaksi Gordon tidaklah sesuai.
Aku tidak memiliki persediaan gin yang cukup sehingga aku tidak bisa kehilangan
setitik pun cairan itu. "Dengar," ujarku, sambil menatap ke dalam tatapan gigih seorang saudara jauh.
"Hal terakhir yang ingin kulakukan adalah mencekikmu; dan kupikir, kalau kita
sama-sama jujur, kau pun tahu itu. Aku bahkan tidak akan memintamu pergi. Yang
kuinginkan hanyalah botol yang kau duduki itu."
Aku tidak ragu bahwa ia mengerti apa yang kukatakan karena seolah-olah ia
menjawabku. Dan ia sudah paham hal itu sejak lebih dari seperempat jam yang
lalu. Tapi, ia telah duduk di atas botol itu untuk menangkap nyamuk lama sebelum
aku muncul. Oleh karena itu, aku tidak punya hak menuntutnya pergi; sebaliknya,
akulah yang telah memasuki wilayah kekuasaannya. Ia belum pernah melihatku di
sini sebelumnya, jadi jika aku tidak pergi secepatnya, atau setidaknya
membiarkan dirinya tanpa diganggu, terpaksa ia harus memastikan bahwa tidak akan


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada lagi botol yang perlu diperselisihkan. Dan aku juga mencatat dalam hati
bahwa ia memegang sabuk cokelat dalam ilmu mengibaskan
ekor. "Aku tidak bermaksud seperti itu," ujarku. "Jika aku bisa minum beberapa teguk
saja dari cairan itu, tidak akan lebih dari beberapa detik, kemudian engkau
bebas untuk menaiki botol itu lagi. Aku sendiri pemegang sabuk hitam dalam ilmu
melumatkan reptil. Dan karena tidak ada kepercayaan seratus persen dari kedua
belah pihak, aku sarankan engkau turun dan berdiri di meja sebentar sementara
aku minum. Aku juga harus mengencangkan tutup botolnya, kalau tidak,
kesalahpahaman mungkin akan mengakibatkan kita berdua berbau buah beri juniper
dari gin itu." Wajahnya tanpa ekspresi, tetapi kemudian ia berkata, "Aku pernah mendengar yang
seperti itu sebelumnya."
"Apa?" "Kau hanya akan melarikan diri dengan botol
ini." "Sepertinya engkau tidak menyadari betapa hausnya aku."
"Sedangkan aku kelaparan," jawabnya. "Dan aku hanya makan pada malam hari
seperti ini. Dan tahukah kau, nyamuk suka botol. Mereka sering mendarat di sini,
dan aku tinggal menjulurkan lidahku, dan slurp tamat, deh."
Ia benar juga, walaupun pemikiran bahwa ia dapat mengAjariku segalanya tentang
kebiasaan tokek sedikit membuatku kesal. Kecuali gara-gara isi botol dengan
tutup yang longgar itu, kami dapat saja berbagi kamar dalam simbiosis yang
sempurna. Gordon bisa duduk di atas botol dan mengatasi nyamuk-nyamuk serta membiarkanku
tidur tanpa terganggu dan bangun tanpa ruam-ruam yang gatal pada pagi hari. Pada
masa lalu, para kepala suku Fiji memiliki seorang "manusia nyamuk" yang duduk
telanjang di samping mereka sementara mereka tidur nyenyak. Ia membiarkan diri
digigiti nyamuk, dan sang kepala suku pun terbebas dari ketidaknyamanan itu.
Permintaan akan manusia-manusia nyamuk tentunya menurun setelah tokek rumah yang
efisien tersebar di seluruh kepulauan. Kini tokek-tokek itu sudah hampir
merupakan penghuni tetap. Aku mendapat akal.
"Aku akan mengambil sebuah botol lain," ujarku. "Engkau boleh menggunakan botol
bir dingin dari kulkas. Itu pasti akan menarik banyak sekali nyamuk."
Ia duduk di sana mempertimbangkan saran tersebut. Kemudian setelah beberapa
saat, ia berkata, "Terus terang, aku juga mulai lelah dengan perselisihan ini.
Aku bersedia menerima pertukaran itu."
"Engkau sungguh hebat!" teriakku. Selama beberapa saat aku senang, dan teringat
untuk memuji gagasanku sendiri.
"Kalau begitu, turunlah dari botol itu. Engkau akan mendapatkan yang baru
sebentar lagi." Tetapi, monster cilik itu berkedut sedikit. Ia berkata dengan keras kepala,
"Ambil birnya dulu, lalu aku akan turun dari botol ini." Aku menggelengkan
kepala. "Sementara itu, mungkin saja engkau menggulingkan botol yang kuinginkan sebagai
pengganti botol bir itu. Bukankah amat mudah untuk menjadi ceroboh, terutama
jika kau sedang tidak diamati."
"Botol ini hanya akan jatuh jika engkau tidak memenuhi janjimu. Tapi sekarang
lupakan saja segala pertukaran ini."
"Kenapa?" "Aku baik-baik saja di sini."
Aku belum kehilangan harapan untuk membujuknya pindah, sehingga aku berkata,
"Jika di sini masih ada nyamuk, aku yakin mereka lebih suka bir dingin. Semua
nyamuk suka embun yang keluar dari botol bir dingin."
Ia hanya memandangku dengan tatapan mengejek.
"Oh, tentu, dan apa yang kau pikir akan terjadi padaku jika aku duduk di atas
benda sedingin es" Itu sama saja bunuh diri bagi makhluk sensitif se-pertiku.
Tapi, mungkin alasan itulah sebenarnya yang menimbulkan ide itu dalam benakmu?"
Bukan itu alasannya. Sebenarnya, aku tidak mempertimbangkan fakta mencolok bahwa
Gordon adalah seekor makhluk berdarah dingin yang akan kehilangan kesadaran jika
menghabiskan waktu lima menit saja di atas permukaan yang bersuhu dua derajat
Celsius. "Akan kuhangatkan birnya untukmu. Dengan senang hati akan kulakukan."
"Bodoh!" "Ha?" "Kalau begitu, bir itu tidak akan dingin lagi, dong. Jadi lebih baik aku tetap
di sini saja." Kini aku benar-benar marah. "Kau sadar bahwa aku dapat saja menyerang dan
meremasmu dengan tangan kosong?"
Aku hampir-hampir dapat mendengarnya tertawa.
"Kurasa kau takkan berani. Juga kau tak akan mampu. Baru saja engkau memuji
kecepatan reaksiku, bukan" Hampir seperti peramal, katamu."
"Itu adalah sesuatu yang kupikirkan, bukan sesuatu yang kukatakan, jangan campur
adukkan keduanya." Sekarang ia benar-benar tertawa.
"Kalau kami peramal, berarti kami memang peramal, jadi tidak ada bedanya apa
yang kudengar kau katakan dan apa yang hanya kutebak kau pikirkan. Aku
membayangkan dapat melihat kedua tanganmu dalam gerak lambat menggapai-gapai
diriku jauh, jauh sebelum kau mampu mencapaiku. Dan pada saat yang sama, aku
punya banyak waktu untuk mengucapkan selamat tinggal dengan kibasan ekorku yang
kuat dan kemudian mencapai langit-langit dalam keadaan sehat walafiat."
Aku tahu ia benar. "Ini tidak lucu lagi," aku hampir berteriak. "Tidak biasanya aku berdebat dengan
reptil, tetapi sebentar lagi aku dapat kehilangan kesabaran."
"Berdebat dengan reptil," ulangnya. "Tinggalkan saja sarkasme."
Aku merebahkan diri di tempat tidur sejauh ini
untuk pertama kalinya selama beberapa detik, aku tidak punya peluang untuk
menyelamatkan botolku jika ia benar-benar melaksanakan ancamannya.
"Aku tidak bermaksud seperti itu," ujarku dengan nada membujuk. "Sesungguhnya,
aku sangat menghargai makhluk-makhluk seperti dirimu, lebih dari yang kau kira."
"Makhluk-makhluk seperti dirimu," ia mengolok-olok. "Pra-sangka yang paling
berbahaya terkadang tertanam begitu dalam sehingga engkau tidak dapat
melihatnya." "Aku benar-benar tidak ingin bertengkar," aku berusaha meyakinkan dirinya.
"Tetapi, kurasa engkau mengidap rasa minder yang berat."
"Tentu tidak. Ketika spesiesmu baru berupa hewan-hewan tak berarti sebesar
tikus, paman-paman dan bibiku merajai seluruh kehidupan di Bumi, dan banyak dari
mereka yang menjulang tinggi di atas daratan bagaikan kapal-kapal yang gagah."
"Oke, oke," ujarku. "Aku tahu segalanya mengenai dinosaurus dan aku dapat
membedakan antara sinapsid dan diapsid. Tetapi ketahuilah: aku juga dapat
membedakan antara Lepidosauria dan Ar-chosauria, jadi jangan membanggakan
hubungan yang terlalu dekat dengan dinosaurus. Itu hak para merpati dan burung
nuri di bagian tengah pulau ini."
Kurasa, aku telah membuatnya terdiam gara-gara namanama taksonomi yang
kugunakan; ia terduduk di sana dalam waktu lama tanpa mengatakan apa pun.
Mungkin ia bahkan tidak dapat berbicara Latin maupun Yunani. Setelah lama
terdiam, ia berkata, "Jika kita menelusuri lebih ke belakang lagi, garis nenek moyang
kita bertemu. Jadi kita masih saudara. Pernahkah kau memikirkan hal itu?"
Pernahkah aku memikirkan hal itu! Sungguh sebuah pertanyaan yang konyol sehingga
aku tidak ingin menjawab. Tetapi, ia tidak mau melupakannya begitu saja.
"Jika kita kembali ke akhir zaman Karbon, engkau dan aku berdua memiliki
orangtua yang sama. Intinya adalah engkau saudara laki-lakiku. Dapatkah kau
melihatnya?" Semua ini terasa terlalu intim bagiku, tetapi tujuan utamaku masih agar tidak
kehilangan ginku. "Tentu saja aku melihat," ujarku. "Dan engkau melihatnya hanya karena aku
melihatnya. Atau apakah di pulau ini ada sebuah universitas khusus bagi tokek?"
Seharusnya aku tidak mengatakan hal itu karena itu membuatnya marah. Pada
awalnya ia hanya menatapku dan wajahnya mengeras; seolah-olah ia mengencangkan
seluruh ototnya. Kemudian, apa yang dari awal kutakutkan pun terjadi. Tiba-tiba,
ia melontarkan tubuhnya dua setengah kali di sekeliling botol gin itu, dan aku
menyaksikan sendiri bagaimana botol tersebut berguncang beberapa inci, tetapi
yang terburuk adalah bagaimana guncangan itu melepaskan tutupnya yang jatuh ke
atas meja lalu bergulir ke lantai. Aku merasakan air mata mulai merebak di
mataku karena sekarang naga murka itu telah menunjukkan kekuasaannya atas
diriku, dan ia tidak perlu berbuat banyak untuk
membuat seluruh duniaku runtuh berkeping-keping dan mengutukku untuk duduk
semalaman meminum bir Fiji. Ia telah memutuskan untuk menentangku, pikirku,
sejak aku memberinya lirikan-lirikan tak setuju karena membuka peta besar itu di
atas pangkuan Laura saat keadaan memburuk di atas sana di udara tipis di atas
Tomaniivi. Aku memungut tutup botol itu dari lantai, darahku mendidih di dalam dadaku,
tetapi aku menunjukkan air muka berani dan berkata dengan nada menenangkan.
"Kuakui, komentar mengenai universitas tokek tadi memang sedikit sembrono.
Dapatkah engkau memaafkanku?"
Kini ia berada di depan botol gin, memung-gungiku, sehingga ia hanya dapat
melihatku dengan satu mata.
"Dan engkau benar tentang era reptil-reptil yang gagah di zaman Jura dan zaman
Kapur," lanjutku. "Engkau memang lebih tinggi dibandingkan mamalia-mamalia
pertama yang primitif, dan di ambang akhir zaman Kapur bahkan lebih tinggi
dibandingkan hewan-hewan marsupial dan mamalia ber-plasenta. Aku sungguh-sungguh
mengerti akan hal itu. Itulah mengapa meteorit maut yang menandai dimulainya
periode Tersier benar-benar tidak adil." "Mengapa begitu?"
"Saat itu, kalian memiliki masa depan yang begitu gemilang. Banyak dari kalian
yang telah mulai berjalan dengan dua kaki, beberapa di antara kalian berdarah
panas seperti kami, dan aku benar-benar yakin bahwa kalian sudah berada di jalan
menuju pengembangan kebudayaan yang maju dengan universitas-universitas dan fasilitasfasilitas riset. Beberapa spesies bahkan hanya membutuhkan beberapa juta tahun
untuk mencapai hal itu, dan itu tidaklah lama jika engkau mengingat bahwa
dinosaurus mendominasi kehidupan di atas daratan kering selama hampir dua ratus
juta tahun. Sebagai perbandingan, pertimbangkan saja kemajuan begitu besar yang
dilakukan oleh jenisku selama tidak sampai dua juta tahun belakangan ini, dan
dengan mengatakan hal itu, yang kumaksud adalah kemajuan genetika. Prestasi
kebudayaan diukur dalam hitungan abad dan dekade sehingga hal-hal itu hampir
tidak layak disebutkan."
Aku dapat mendengar kata-kataku dan sekali lagi takut bahwa mungkin aku telah
bersikap sedikit tidak hati-hati dalam memilih sudut pandangku. Tidakkah sekali
lagi aku telah menikmati lepas kendali dalam memamerkan spesiesku dengan
menunjukkan kekurangan para reptil" Aku berusaha menjernihkan suasana.
"Seperti halnya dirimu, aku percaya bahwa pada zaman Jura dan zaman Kapur, nenek
moyang-mulah yang paling maju. Kemudian segalanya hancur akibat benturan tak
disangka-sangka dengan sebuah benda langit lain. Hal itu tidaklah adil, benarbenar tidak adil. Itu adalah usaha paling awal, dan mungkin hingga saat ini
adalah yang paling besar, yang pernah dilakukan planet kita untuk memunculkan
perspektif intelektual, sebuah ide mengenai sejarah evolusinya dan suatu wawasan
mengenai alam semesta. Dan itu semua gagal total hanya karena sebuah meteor
menyimpang keluar dari jalurnya dan tanpa ampun ditarik oleh gravitasi planet
kita. Hal ini membuat kalian kehilangan berjuta-juta tahun."
Tatapan Gordon seakan menembus diriku, dan aku tidak berani mengalihkan
pandanganku sedetik pun. Aku mencoba menggunakan suaraku yang paling manis, dan
kurasa aku telah membuatnya sedikit melembut.
"Apa maksudmu kami kehilangan berjuta-juta tahun?" ujarnya.
Ia lebih mau berdamai sekarang, sedikit banyak seperti seorang anak tengah
merajuk yang ingin ayahnya melanjutkan dongengnya, walaupun ia tidak mendapatkan
cokelat seperti yang diinginkannya.
"Kalian kalah dalam pertandingan mencapai Bulan untuk pertama kalinya. Keturunan
sang tikuslah yang memenangi kompetisi itu."
Aku menggigit bibirku. Sekali lagi aku kelewatan.
"Terima kasih, dan lupakan saja hinaan-hinaan yang lain," ujarnya, dan aku sadar
itu adalah sebuah ultimatum terakhir sebelum sebuah bencana yang sebanding
dengan meteorit yang telah kami bicarakan mungkin akan terjadi lagi, dan pada
malam ini juga. "Sepertinya engkau salah paham lagi," ujarku. "Dan itu seluruhnya salahku karena
aku tidak selalu dapat berpikir dengan jelas pada tengah malam,
apalagi jika aku dihalangi untuk mendapatkan ... yah, ehm, yah. Tetapi seperti
yang telah begitu tepat engkau tunjukkan, kita adalah saudara sedarah. Malahan,
dengan adanya serangkaian gen yang identik dalam tubuh kita, kita sama-sama
makhluk tetrapoda berjari lima, dan aku yakin kita akan mencapai saling
pengertian yang lebih baik jika saja kita dapat belajar memandang planet yang
kita huni ini sebagai sebuah arena bersama atau lingkaran kepentingan. Planet
ini sendirilah, dan bukan dirimu maupun diriku atau lebih tepat lagi, kita
berdualah yang kehilangan berjuta-juta tahun karena benturan tak direncanakan
dengan meteor yang menyimpang itu. Kita harus mengerti bahwa bahkan sebuah
planet tidak memiliki kehidupan abadi, dan suatu hari, waktu akan berakhir bagi
planet Bumi. Jika bukan karena gumpalan batu tak terduga itu, engkau pasti kini
duduk di tepi tempat tidur ini dan aku berlari-lari di sekeliling ruangan untuk
berburu serangga. Dan hal itu dapat terjadi lagi. Mungkin itulah yang sebenarnya
kumaksud. Hal itu dapat terjadi lagi! Keseimbangan kekuatan antara kesadaran
universal dan ketidaksadaran universal yang serupa adalah sesuatu yang labil,
suatu keseimbangan terorisme kosmos yang menyebabkan perdebatan kecil kita ini
akan memudar menjadi tak berarti.
Dan mungkin aku harus menambahkan bahwa dalam keseimbangan ini, akal sehat
adalah Daud yang membawa katapel mungil melawan Goliat perlambang
ketidakrasionalan yang membawa persenjataan lengkap komet dan meteor yang ganas.
Intelektualitas adalah sebuah adaptasi yang jarang terjadi, sementara es dan api
dan batu begitu banyak terdapat, dalam jumlah yang sangat banyak, karena masih
ada beribu-ribu asteroid impulsif berkerumun dalam orbit-orbit mereka yang tidak
stabil antara Mars dan Yupiter. Dan hanya dibutuhkan satu saja kebetulan celaka
dan satu asteroid lagi akan keluar dari lintasannya dan melesat menuju Bumi.
Jadi tunggu saja, berikutnya primata mungkin akan meninggalkan hidup ini dan
famili Gekkoni-dae dari subordo Saurialah yang mungkin akan memimpin usaha alam
berikutnya untuk mengumpulkan secuil remah-remah pengetahuan mengenai alam
semesta. Tetapi, apakah saat itu sudah terlambat bagi dunia, itulah
pertanyaannya. Karena siapakah yang dapat mengetahui berapa lama lagi sebelum
matahari menjadi sebuah raksasa merah" Tetapi, aku tidak seharusnya menghakimi;
aku hanya akan memberimu ucapan semoga sukses. Suatu hari, mungkin, engkau akan
mengambil satu langkah kecil bagi seekor kadal, satu lompatan besar bagi Alam,
dan kemudian engkau harus ingat bahwa kita pun adalah bagian dari perjalanan
ini." "Engkau bicara terlalu banyak," ujarnya.
"Benar-benar terlalu banyak," aku mengakui. "Itu disebut sebagai kegelisahan
kosmik." "Apakah engkau memiliki pujian bagi keluargaku sebagaimana adanya sekarang?"
Aku bersimpati atas keberatan yang ia ajukan.
"Oh, tentu, pujian yang sangat tinggi. Contohnya, aku benar-benar terkesan
dengan bagaimana kalian berhasil menghindari minuman beralkohol selama berjuta-juta tahun.
Mungkin itulah mengapa hidup kalian begitu panjang. Aku yakin, menjadi seekor
reptil tidak selalu mudah-aku dapat berkata bahwa kehidupan seorang hominid pun
kadang bisa menjadi beban. Mungkin kami menderita suatu anomali kecil dengan
memiliki kelebihan satu atau dua lipatan otak; dan aku tidak melihatnya dari
sisi rasa kasihan terhadap diri sendiri, karena siapa yang tahu apabila ada satu
reptil entah di mana yang menjalani hidup dengan menderita suatu kelainan yang
diturunkan" Tapi seperti yang tadi kukatakan, alkohol bisa didapat dengan begitu
bebas, contohnya dari berbagai macam buah yang telah jatuh, tetapi tidak ada
dari kalian yang memiliki ketergantungan pada zat itu, dan itu mencakup setiap
ordo, Rhynchocephaliae, reptil dan buaya bersisik, jika membicarakan reptilreptil diapsid. Walaupun malu mengakui bahwa aku tidak tahu banyak mengenai
kebiasaan makan kura-kura, aku berasumsi bahwa seluruh spesies kura-kura dapat
bertahan tanpa alkohol, setidaknya untuk jangka waktu yang panjang, dan mereka
pun hidup hingga usia sangat tua, beberapa jenis bahkan hidup hingga dua ratus
tahun. Seperti kura-kura darat Yunani, misalnya. Konon uskup Katedral St.
Petersburg pernah memiliki seekor kura-kura yang hidup hingga usia 220 tahun,
dan walaupun mungkin ada yang sedikit dilebih-lebihkan, tulisan itu menyebutkan
adanya seekor kura-kura raksasa yang ditangkap sebagai seekor spesimen dewasa di
Kemelut Pusaka Leluhur 1 Tirai Curtain Karya Agatha Christie Pedang Ular Mas 2

Cari Blog Ini