Ceritasilat Novel Online

Maya Misteri Dunia 3

Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder Bagian 3


Seychelles pada 1766 dan yang terus hidup dalam penangkaran dan mati di Mauritius karena suatu kecelakaan
pada 1918, walaupun pada saat itu ia telah buta selama 110 tahun. Tetapi, umur
panjang tidak hanya dimiliki kura-kura. Aku tahu bahwa tentu saja secara umum
reptil hidup hingga usia sangat tua. Tetapi, ini tidak membuatmu rentan terhadap
berbagai macam kecanduan alkohol yang berhubungan dengan usia. Yang menyedihkan,
spesiesku memiliki kecenderungan akan hal itu, setidaknya dalam masyarakat yang
mengagungkan lipatan-lipatan tambahan dalam otak itu, yang memang berlebihan,
atau lebih tepatnya terlalu banyak memberikan hal yang baik, yang sekaligus
membawa serta begitu banyak ketakutan akan kosmos, akan hidup kami yang terlalu
singkat di Bumi, dan akan jangkauan waktu dan ruang yang begitu besar."
"Seperti yang telah kukatakan sebelumnya, engkau terlalu banyak bicara."
Pidatoterakhirku yang berapi-api itu bertujuan membuatnya lebih terbuka, dan
jika yang terjadi adalah yang sebaliknya, aku tidak ragu bahwa sebentar lagi aku
akan kehilangan satu botol gin. Untuk amannya, aku pun memutuskan untuk
menyerah. "Tuan Gordon. Mengenai botol itu, aku memutuskan untuk mengibarkan bendera
putih." "Sebuah tindakan bijaksana."
"Maka, kita tidak perlu membicarakannya lebih lanjut.
"Sudah sejam penuh aku ingin melakukan hal
itu." "Tetapi, tentunya engkau tidak akan keberatan jika aku sekadar mengembalikan
tutupnya lagi. Itu adalah hal yang harus selalu diingat untuk dilakukan."
Ia tidak menjawab. "Aku yakin hal ini tidak akan memengaruhi perburuanmu. Sebaliknya, aku yakin
pernah mendengar bahwa nyamuk tidak tahan bau gin, orang-orang bilang gin adalah
pengusir nyamuk sejati. Bukankah itu alasan para penjajah Inggris minum begitu
banyak gin, untuk melindungi diri dari malaria?"
Mendengar hal ini, ia menggeser posisinya sedikit, mungkin untuk memasukkan
diriku ke dalam pandangan teropongnya, yang bagi tokek terbatas hanya sekitar 25
derajat. "Coba saja," ujarnya.
Jawaban pendek ini memiliki dua arti, maka aku bertanya, "Apakah itu berarti
ya?" "Tidak. Itu juga berarti bahwa engkau harus lebih berhati-hati dalam memilih
kata-kata. Karena tentu saja engkau benar, sebuah botol tanpa tutup harus
ditangani dengan jauh lebih hati-hati dibanding yang disumbat dengan erat."
"Tidakkah engkau merasa lelah?"
"Aku adalah seekor tokek malam. Engkau tahu benar hal itu."
Aku sudah tidak lagi mengkhawatirkan malam-malam berikutnya di Maravu. Mungkin
aku dapat membeli sebotol gin di hotel atau di toko di Somosomo, walaupun aku
tidak tahu sedikit pun mengenai peraturan dan undang-undang Fiji mengenai jual
beli alkohol. Satu-satunya yang kutahu adalah bahwa aku memerlukan beberapa
tegukan besar dari botol milik Gordon untuk membuatku tidur malam ini. Kini aku
bersedia untuk mempertaruhkan setengah liter isi botol itu hanya untuk
mendapatkan sejumlah yang kuperlukan, dan mulai mempertimbangkan sebuah serangan
mendadak dengan pendekatan yang benar-benar berbeda, pendekatan yang mungkin
akan berujung pada sebuah tumpahan besar, tetapi pastinya dapat menyelamatkan
jumlah yang diperlukan untuk malam ini. Tetapi kemungkinan terburuk, operasi itu
dapat berakhir dengan botol pecah di lantai, dan bayangan akan rasa maluku jika
Gordon melihatku merangkak di lantai menjilati sisa-sisa cairan penenangku yang
telah kotor sebelum semuanya meresap di antara papan-papan lantai kayu membuatku
berpikir dua kali. Di tengah ruangan, sekitar satu setengah langkah dari tempatku duduk, tergeletak
tas kabinku yang berwarna hitam, dan tiba-tiba aku teringat bahwa di dalamnya
terdapat sekotak jus dari salah satu penerbanganku, dengan sebatang sedotan
menempel padanya ya, setidaknya saat sang pramugari memberikannya kepadaku, ada
sedotan yang menempel pada kotak itu. Mungkin itu dapat menjadi senjata
terakhirku, dan sekali ini aku memutuskan untuk tidak memberi tahu sang teroris
congkak itu apa yang ada dalam pikiranku, baik ia peramal atau bukan.
Dengan tangan kiri menjulur ke arah meja di samping tempat tidur dan kedua
mataku tertuju pada botol dan Gordon, aku berhasil meraih tas kabinku, dan beberapa detik
kemudian, aku sudah kembali duduk di atas tempat tidur.
"Apa yang kau lakukan?" ia bertanya.
"Aku hanya bersiap akan tidur," ujarku berbohong. "Aku makhluk siang hari, kau
tahu itu." "Tikus-tikus yang menjadi nenek moyangmu tidak begitu," ujarnya. "Mereka
merangkak keluar untuk berburu di malam hari saat udara sejuk karena para
predator berdarah dingin harus berdiam diri pada saat itu."
Sambil membuka tas kabinku, aku berkata, "Aku tahu itu. Aku tahu semua itu. Aku
juga sudah berkata bahwa jika saja bukan gara-gara meteorit enam puluh lima juta
tahun yang lalu itu mungkin engkaulah yang akan berangkat tidur, sementara aku
berlari-lari di lantai mencari serangga. Engkau tidak akan bisa mengetahui lebih
banyak, ataupun hal selain apa yang telah kuketahui."
Tindakanku yang terakhir itu adalah untuk menguji kesabarannya, tetapi juga
untuk menyembunyikan kenyataan bahwa aku tengah mengutak-atik sebuah kotak jus.
Dengan segera sedotan itu berada di dalam genggamanku.
Aku tidak cukup bodoh untuk meminta restu Gordon untuk mengambil sebagian cairan
terkutuk itu dari tempatnya bertengger. Aku hanya mencondongkan tubuh ke arah
botol dan berkata, "Tahu
tidak, aku adalah seorang ahli dalam bidang reptil ii
"Betul, aku menyadari hal itu. Engkau adalah
seorang monomaniak."
"Tetapi, mungkin aku belum cukup jelas mengatakan bahwa aku selalu suka tokek.
Dan terutama ketiga puluh lima spesies tokek 'berjari setengah1 ...."
Kemudian, aku meletakkan sedotan tersebut di mulutku dan menurunkannya ke dalam
botol tanpa menyentuhnya dengan tanganku, dan satu hal yang luar biasa adalah
bahwa Gordon tetap diam. Mungkin ia tidak berani melakukan apa pun, pikirku,
mungkin ia bingung. Aku yakin aku mengisap kira-kira sebanyak dua kali takaran ganda sebelum
akhirnya harus berhenti untuk menarik napas. Tetapi aku berhasil, aku berhasil
melakukan tipuan langka minum dari botol tanpa mengangkat botol itu ke bibirku.
Kini telur Columbus tidaklah lagi terkesan begitu luar biasa.
"Aaah, lezat," ujarku, lalu bersendawa dengan
keras. Aku tidak bermaksud berlaku tidak sopan, maupun mempertontonkan tingkah laku
kurang ajar karena alkohol itu keluar begitu saja. Walaupun begitu, harus kuakui
bahwa aku merasakan suasana hatiku membaik dan keberanianku seketika kembali.
Jika mempertimbangkan hal ini, Gordon memang memiliki alasan yang bagus untuk
sedari awal berlaku begitu keras kepala mencegahku mendapatkan botolku.
Detik berikutnya, Hemidactylus frenatus itu mulai bergerak cepat mengelilingi
botol itu, dan walaupun aku berusaha menahannya dengan satu jari, aku tidak dapat mencegah
beberapa tetes yang berharga tepercik keluar dan mengalir turun membasahi meja.
Tetapi aku telah memperhitungkan hal ini, dan aku melepaskan botol itu hanya
karena aku tahu ia akan berlari ke arahku begitu mendapat kesempatan, dan
perasaanku yang bercampur aduk mengenai tokek tidak berubah walaupun telah
berkenalan dengan Gordon.
"Aku akan berterus terang," ujarnya. "Jika kau mencoba melakukan hal itu sekali
lagi, kuyakinkan engkau akan menyesalinya."
Aku merasa simpati dengan nasihatnya ini karena jauh di dalam hati, kutahu bahwa
jika aku sekali lagi berhasil memasukkan dua takaran ganda ke dalam tubuhku,
keberanianku karena pengaruh alkohol akan meningkat mencapai tahapan yang
membuatku mampu mengkhianatinya. Bahkan kini dosis pertama itu telah membuat
jemariku gatal. "Aku mengerti," ujarku. "Aku tidak tahu bahwa engkau keberatan aku menguji
sedotan cerdik ini sedotan ini benar-benar kedap air dan tidak pernah sedetik
pun aku mempertimbangkan ingin membunuhmu."
"Mungkin sebaiknya engkau hentikan juga banyak omongmu itu."
Memang, tidak ada yang perlu kukatakan kepada Gordon si Tokek saat itu, sama
seperti seorang psikolog kepolisian tidak perlu mengatakan apa pun kepada
seorang penyandera, walaupun ia berpura-pura ada sesuatu yang harus dibicarakan.
Memang itulah intinya, ia perlu mengulur-ulur waktu, itulah mengapa ia terus
bercakap-cakap. Di sinilah sering timbul kesamaan di antara keduanya, karena
ketika situasi menemui jalan buntu dan sang penyandera tahu bahwa untuk
sementara ia terkepung oleh sebuah kekuatan yang lebih besar, ia pun perlu
mengulur-ulur waktu. Ia berkata, "Atau, engkau harus membicarakan sesuatu yang lebih masuk akal."
"Kau menginginkan itu" Kau ingin membicarakan sesuatu yang masuk akal?"
"Malam baru dimulai, lebih besar kemungkinan nyamuk-nyamuk akan berdatangan jika
kau ada di sekitar sini, dan mungkin mereka pun akan lebih gemuk dan lebih
bernutrisi pada saat aku menelan mereka."
Aku tidak menyukai gagasan menjadi seorang manusia nyamuk untuk seekor tokek,
dan aku nyaris merasa ia menjadi terlalu berani ketika menambahkan, "Sebenarnya aku berharap engkau tidak terlalu terburu-buru menutup pintu di
belakangmu setelah menyalakan lampu."
Sesungguhnya, aku menutup pintu sebelum menyalakan lampu. Aku telah tinggal di
daerah tropis selama hampir dua bulan, dan walaupun tidak terlalu sensitif
terhadap nyamuk, aku masih berhati-hati untuk tidak membawa mereka masuk ke
kamar bersamaku, sekadar untuk mencegah banyak tokek tertarik masuk ke kamarku.
"Kita bisa membicarakan apa pun yang kau suka," ujarku. "Apakah engkau tertarik
pada sepak bola?" "Tidak sama sekali." "Bagaimana dengan kriket?" "Tidak."
"Prangko langka?" "Berhenti!"
"Kalau begitu, aku sarankan kita berbicara mengenai realitas." "Realitas?"
"Tentu, mengapa tidak" Atau, apakah menurutmu topik itu terlalu sembarangan?"
"Hmm ... lanjutkan saja, toh aku tidak akan pergi tidur sebelum matahari terbit."
"Di atas segalanya, hal itu begitu besar dan luar biasa tua. Walaupun tidak ada
yang tahu pastinya dari mana ia berasal."
"Matahari?" "Bukan, realitas. Hal itulah yang sedang kita bicarakan sekarang. Kurasa, kita
harus berusaha berkonsentrasi pada satu demi satu hal saja, dan tata surya
hanyalah sebuah potongan mikroskopik dari apa yang kita tahu sebagai realitas.
Secara keseluruhan, realitas terdiri dari kurang lebih seratus miliar galaksi,
salah satunya adalah Bimasakti, persimpangan milik kita dengan 'jalur susu1 di
tikungan jalan. Di dalamnya, Matahari hanyalah satu dari lebih dari seratus
miliar bintang yang lain. Dialah yang akan terbit beberapa jam lagi, dan
kemudian sebuah hari baru akan dimulai di Bumi, karena kita berada di atas
dateline, 'tempat setiap hari baru dimulai'."
"Kalau begitu, realitas sungguh besar," komentar Gordon, sehingga membuat
dirinya terlihat lebih bodoh daripada pendapatku mengenainya sebelumnya.
"Tetapi, kita berada di sini hanya untuk waktu yang sangat singkat," ujarku,
"kemudian, syuut kita akan menghilang untuk selamanya; suatu masa yang cukup
panjang. Contohnya, diriku akan menghilang beberapa tahun atau beberapa dekade
lagi dan kemudian, aku tidak akan mungkin mencari tahu bagaimana keadaan
berlanjut di sini. Jelas, aku juga tidak akan hadir pada seratus juta tahun dari
sekarang. Pada saat itu, aku telah tiada tepat selama seratus juta tahun minus
beberapa minggu dan bulan, tak lupa pula termasuk sisa malam ini."
"Kupikir, engkau tidak perlu membebani dirimu dengan kekhawatiran seperti itu,"
ujarnya hampir menghibur, seolah-olah bukan dirinya yang menyebabkan
kemurunganku. "Yang paling menggangguku bukanlah pendeknya hidup," aku melanjutkan. "Bahkan
aku pun memerlukan istirahat, dengan sedikit tidur, karena terus terang aku
merasa sedikit lelah bahkan sekarang. Yang membuatku kesal adalah bahwa aku
tidak akan pernah diizinkan kembali setelah istirahat itu kembali ke realitas.
Aku tidak akan memaksa untuk kembali ke tempat ini, ke Bimasakti. Maksudku, jika
ada masalah kepadatan penduduk, aku bersedia untuk mempertimbangkan sebuah
galaksi yang sama sekali berbeda. Dengan syarat, di sana ada bar dan aku
diinkarnasikan sebagai salah satu dari dua jenis
kelamin planet-planet yang seperti biara tempat reproduksi merupakan sebuah
proses hermafrodit tidak pernah membuatku tertarik, sehingga aku pun menghindari
planet-planet seperti itu jauh-jauh. Bukan proses meninggalkan yang menjadi
masalah, melainkan tidak adanya kemungkinan untuk dapat kembali. Bagi kami yang
memiliki dua atau tiga lipatan otak yang sepertinya berlebih ini yang sebenarnya
memang lebih daripada yang dibutuhkan, atau engkau dapat menyebutnya cadangan
bagi kami, perasaan seperti ini terkadang dapat menghancurkan seluruh
kebahagiaan dalam hidup, dan tidak semata-mata secara emosional. Aku tidak hanya
memaksudkan serangan terhadap perasaan, tetapi juga terhadap rasionalitas itu
sendiri. Engkau mungkin dapat mengatakan bahwa apa yang dipengaruhi oleh kedua
atau ketiga lipatan otak yang berlebih ini adalah lipatan-lipatan itu sendiri:
mereka menggigit ekor mereka sendiri. Tidak hanya secara bermain-main, tetapi
dengan ganas; dengan kata lain, mereka memiliki sifat menghancurkan diri
sendiri, dan tidaklah mudah untuk menyingkirkan mereka. Sementara itu, bagi
kadal mudah saja mencopot ekornya yang diserang. Pada primata yang lebih tinggi,
tidak ditemukan bagian otak yang memungkinkan kemampuan kadal memutuskan anggota
tubuhnya. Tentunya, sinapsis-sinapsis yang diserang dapat diberi anestesi selama
beberapa jam, dengan beberapa tenggak gin, misalnya, tetapi hal itu hanyalah
suatu penahanan gejala-gejala sementara dan bukanlah sebuah solusi bagi dilema
itu sendiri." "Aku tahu," hanya itu yang ia katakan, dan kini aku benar-benar mulai bertanyatanya apakah ia hanya melebih-lebihkan, karena aku tidak percaya bahwa ia
mengerti satu kata pun yang kuucapkan.
"Daerah-daerah otak yang tidak benar-benar diperlukan untuk melakukan fungsifungsi dasar kehidupan, dengan kata lain daerah-daerah yang berlebihan,
menyebabkan kami dapat memperoleh serpih-serpih pemahaman tentang evolusi
kehidupan di Bumi, beberapa hukum alam mendasar, dan yang terpenting, sejarah
alam semesta itu sendiri, mulai dari Big Bang hingga masa kini. Kami tidak
mengisi kepala kami dengan barang rongsokan."
"Aku terkesan."
"Kami mengerti cukup banyak untuk mendapatkan beberapa gagasan yang jelas
mengenai sejarah realitas, geografinya dan sifat-sifat dari massa itu sendiri.
Tetapi tidak ada yang tahu apakah sebenarnya inti dari massa, setidaknya tidak
di dalam wilayah kami, dan jarak di dalam alam semesta tidak hanya besar, tetapi
sangat-sangat besar. Pertanyaannya adalah, dapatkah kami lebih memahami mengenai
apakah sesungguhnya dunia ini pada tingkatan yang paling mendasar jika otak
kami, sebut saja, sepuluh persen lebih besar atau lima belas persen lebih
efektif" "Bagaimana menurutmu" Apakah engkau percaya kami telah mencapai sejauh yang bisa
kami capai tak peduli seperti apa otak yang kami miliki, tanpa peduli berapa
ukurannya" Karena ada beberapa hal tak terbantahkan yang mengungkapkan
fakta bahwa pada prinsipnya, kami tidaklah mungkin memahami lebih banyak
daripada yang telah kami mengerti. Jika memang hal inilah yang terjadi,
merupakan sebuah keajaiban kecil bahwa kami memiliki otak yang ukurannya benarbenar tepat untuk memahami hal-hal seperti teori relativitas, hukum-hukum fisika
kuantum, dan genom manusia. Jika ditinjau dari perspektif ini, tidak banyak
terdapat mata rantai yang hilang. Aku tidak yakin bahwa bahkan seekor simpanse
yang paling pandai memiliki secuil saja pengetahuan tentang Big Bang, berapa
tahun cahaya yang dibutuhkan untuk menuju galaksi terdekat, atau bahwa Bumi ini
bulat. "Sebuah faktor menarik adalah bahwa jika otak manusia lebih besar daripada
sekarang, wanita tidak akan dapat berdiri tegak. Nah, harus segera kutegaskan
bahwa tanpa posisi tubuh manusia yang tegak lurus, otak mereka tidak akan pernah
berkembang hingga ukuran pada saat ini. Di sini aku menunjukkan sebuah
keseimbangan yang begitu apik, jadi izinkanlah aku mengungkapkannya dalam
kalimat lain: seberapa banyak yang dapat kami mengerti mengenai misteri yang
menyelubungi diri kita mungkin bergantung pada panggul wanita. Menurutku tidak
mungkin bahwa kepandaian di semesta ini dibatasi oleh suatu keterbatasan anatomi
yang begitu biasa. Tetapi, tidakkah aneh bahwa persamaan bagian tubuh ini
tampaknya bertahan dengan baik" Sepertinya "/. dalam persamaan ini adalah
quantum satis (jumlah yang mencukupi), dan karenanya quantum satis bagi alam
semesta ini untuk suatu saat menyadari dirinya sendiri. Ukuran panggul manusia amat tepat untuk
memungkinkan kami memahami apakah tahun cahaya itu, berapa tahun cahaya jarak
yang dibutuhkan untuk menuju galaksi-galaksi terjauh dan bagaimana, contohnya,
partikel-partikel zat terkecil bereaksi baik di dalam laboratorium maupun selama
beberapa detik pertama setelah Big Bang."
"Tetapi, apa tidak mungkin ada otak-otak yang lebih besar di suatu tempat di


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luar angkasa?" Gordon memotong.
Aku menahan tawa. "Itu tentu saja mungkin, dan aku tidak keberatan mempertimbangkan suatu otak
yang mungkin, contohnya, dapat mengingat seluruh isi Ensiklopedia Britannica.
Bahkan aku tidak kesulitan membayangkan sebuah otak yang mampu menyerap seluruh
pengetahuan manusia yang dikumpulkan menjadi satu. Yang kuragukan adalah apakah,
secara teoretis, mungkin untuk memahami jauh lebih banyak rahasia alam semesta
daripada yang telah dipahami manusia. Jadi, setiap pertanyaan yang kuajukan pada
akhirnya berujung pada satu permasalahan: apakah semesta ini sendiri masih
memiliki rahasia lain untuk diungkapkan. Maksudku, jika menemukan sepotong
meteorit, engkau dapat mulai menghitung berapa beratnya, gravitasinya secara
spesifik, dan yang paling penting, komposisi kimianya. Tetapi, setelah itu semua
selesai, tidaklah mungkin untuk memeras lebih banyak rahasia dari batu tersebut.
Setelah itu, batu itu hanyalah sebuah batu, dan
memang dari dulu adalah batu. Jadi, ia bisa disingkirkan, mungkin untuk menimbun
debu dalam sebuah museum. Tetapi, kita tidak akan bertambah ilmu. Karena apalah
artinya sebuah batu?"
"Kurasa, aku tidak terlalu paham," Gordon menghela napas. Ia nyaris tampak
kelelahan sekarang. "Nah itulah, kau lihat sendiri. Aku hanya mengatakan bahwa mungkin era sains
sudah hampir berakhir. Kita telah mencapai tujuan kita; tujuannya adalah
kesadaran akan adanya jalan panjang menuju tujuan itu sendiri. Kita telah
memperkenalkan diri kepada alam semesta, dan alam semesta telah berpayah-payah
menunjukkan dirinya kepada kita. Mungkin sains memang sudah berakhir, itulah
maksudku, mungkin kita sudah mengetahui segalanya yang perlu diketahui. Dan
dengan kata 'kita1, mohon dimengerti bahwa yang kumaksud bukan hanya kita
berdua. Aku memasukkan segala jenis otak yang mungkin ada di seluruh semesta
ini. Jika memang inilah yang terjadi dan saat ini aku cenderung memercayai teori
ini jika memang inilah yang terjadi, realitas akan mengalami suatu anonimitas
yang tak tertanggulangi. Siapakah diriku" tanya realitas. Tetapi tidak ada yang
menjawab. Tidak ada yang melihat maupun mendengar kita. Kita hanya melihat diri
kita sendiri." "Andai saja aku dapat lebih membantu," gumam Gordon kebingungan, dan ia
seharusnya dapat membantu jika saja ia cukup pintar untuk meninggalkan botol
yang didudukinya. "Tetapi, tadi katamu engkau percaya ada kehidupan abadi," aku menambahkan.
"Maka, tidak seharusnya engkau membawa penumpang ketika terbang tanpa didampingi
seorang kopilot; tetapi sudahlah, kita dapat melupakan hal itu."
"Apakah normal bagi individu seperti dirimu untuk memercayai kehidupan abadi?"
tanyaku. "Aku tidak pernah bertemu tokek yang memiliki argumen kuat yang mendukung
pendapat sebaliknya."
"Dapatkah engkau lebih spesifik?" "Tidak ada satu tokek pun yang menyangkal
adanya suatu kehidupan abadi. Kurasa tidak pernah terpikirkan oleh seekor reptil
pun bahwa suatu hari kehidupan akan berakhir. Pemikiran itu tidak pernah
tebersit dalam benak kami."
Dan saat ia melanjutkan, seolah-olah ia mencoba meniru cara bicaraku.
"Dan dengan mengatakan hal itu, yang kumaksud adalah semua spesies dari setiap
genus dan famili dalam keempat ordo vertebrata kelas Reptilia. Tidak ada satu
pun dari kami yang sedikit pun berpikir bahwa hidup berakhir pada suatu saat."
Terpikir olehku bahwa jika aku mundur beberapa generasi dalam sejarah manusia,
hal yang sama terjadi pada primata. Getir angin dingin dari kehampaan akbar
adalah sebuah fenomena baru. Dan siapa tahu, mungkin rasa takut akan kematian
juga tidak dikenal di planet-planet lain di seluruh alam semesta. Ia berkata:
"Ada sebuah dunia. Dari segi probabilitas, hai ini
nyaris mustahil. Akan jauh lebih mungkin jika, secara kebetulan, tidak ada apa
pun. Dengan begitu, setidaknya tak ada satu orang pun yang akan menanyakan
mengapa tidak ada apa pun."
Karena aku tidak menjawab, ia menambahkan, "Apakah kau mendengar apa yang
kukatakan?" "Ya, tentu saja, dan kini mungkin engkau dapat memberitahuku apakah kalian semua
di pulau ini memang senang berjalan-jalan sambil mengarang hal itu atau apakah
kau menemukannya dalam sebuah buku tua tentang ungkapan bijak."
Ia tidak menjawab sehingga aku pun berusaha membuatnya terus bicara.
"Apakah engkau sudah memikirkan hal itu sejak lama" Atau, apakah kalian semua
memang semacam pujangga yang senang berkelana?"
Tetapi, ia sudah memulai aksi penutupnya karena kini ia menyatakan:
"Kita melahirkan dan dilahirkan oleh sebuah jiwa yang tak kita kenal. Ketika
teka-teki itu berdiri pada kedua kakinya tanpa dapat terpecahkan, itulah giliran
kita. Ketika impian mencubit lengannya sendiri tanpa terbangun, itulah kita.
Karena kita adalah teka-teki yang tak teterka siapa pun. Kita adalah dongeng
yang terperangkap dalam khayalannya sendiri. Kita adalah apa yang terus berjalan
tanpa pernah tiba pada pengertian
"Mungkin kini giliranmu untuk bersiap tidur," ujarku. "Aku mulai merasa tidak
sabar." "Silakan pergi tidur kapan pun engkau suka," ujarnya tak peduli. "Akan kujaga
botolmu." "Langkahi dulu mayatku!" teriakku, karena kini saatnya telah tiba. Sinapsissinapsis sarafku benar-benar harus diberi anestesi.
Bersamaan dengan itu, aku melompat menerjang dirinya dan botol tersebut.
Gordon merayap dengan marah melintasi tanganku, kemudian berlari secepat kilat
ke atas dinding sementara botol itu terguling dan jatuh ke lantai, menyebabkan
obat penenang yang vital itu mengalir keluar dan menghilang ke dalam celah-celah
yang menganga di antara lantai-lantai kayu. Saat aku berhasil memungutnya dan
mengangkatnya ke arah cahaya, hanya ada sekitar dua takaran ganda yang tersisa,
atau paling banyak tiga. Kuletakkan botol itu di mulutku dan aku mengosongkannya
dengan sekali tenggak. "Dasar bajingan!" ia berkata dari atas dinding. "Tetapi, kita akan bertemu
lagi!" Hal terakhir yang kuingat sebelum diriku terle-lap adalah Gordon yang mengulang
kalimat-kalimat ini dalam bahasa Spanyol, yang diambil dari berbagai deskripsi
Ana dan Jose mengenai realitas:
"Jika tuhan memang ada, tidak hanya ia ulung meninggalkan jejak. Lebih dari
segalanya, ia ahli menyembunyikan diri. Dan dunia bukanlah sesuatu yang pandai
bercerita. Langit masih menjaga rahasia mereka. Tidak banyak desas-desus yang
beredar di antara bintang-bintang. Tetapi, belum ada seorang pun yang melupakan
Big Bang. Sejak saat itu, keheningan meraja, dan semua yang ada di sana pun
bergerak menghindar. Kita masih bisa
bertemu dengan sebuah bulan. Atau sebuah komet. Tetapi, jangan mengharapkan
sambutan hangat. Undangan berkunjung tidak ditulis di angkasa."
Hanya ada ingatan yang kabur, dan terkadang sulit dimengerti, mengenai hal-hal
yang dikatakan Gordon untuk mencoba membuatku terjaga sepanjang malam, tetapi
kurasa ia membangunkanku sekitar pukul lima dengan ungkapan berikut:
"Diperlukan waktu bermiliar-miliar tahun untuk menciptakan seorang manusia. Dan
diperlukan hanya beberapa detik untuk mati."[]
Saudara Tiri Manusia Neanderthal yang Ternama
BEGITULAH HARI PERTAMAKU DI PULAU FIJI BERLANGSUNG, DAN AKU tidak perlu
melanjutkan lagi dengan lebih terperinci. Aku menjelaskannya kepadamu agar
engkau memahami reaksiku di Salamanca.
Aku baru akan mulai berbicara mengenai kita ketika tiba-tiba aku melihat Ana dan
Jose di tepi Sungai Tormes, dan pada saat itu juga aku merasa seolah kembali
berada di Pantai Pangeran Charles. Maka, aku pun tidak pernah memulai
pembicaraan mengenai kita, atau apa yang terjadi pada Sonja, karena engkau
tertawa begitu keras kau kira diriku menceritakan kisah yang tidak masuk akal
hanya untuk menahanmu di sana. Tetapi memang menyenangkan mendengarmu tertawa
lagi. Seharusnya aku menciptakan lebih banyak omong kosong hanya untuk membuatmu
tertawa. Tetapi memang Ana dan Joselah yang kulihat, aku yakin akan hal itu, dan
buktinya muncul keesokan harinya. Hanya sepuluh hari berlalu sebelum aku bertemu
dengan Jose lagi, kali ini di Madrid. Ketika ia menceritakan keseluruhan kisah
yang luar biasa mengenai El Planeta dan kedua lukisan di Prado, menjadi sangat
jelas bagiku bahwa ada sebuah pelajaran penting yang
harus saling kita sampaikan dan satu-satunya kesempatan untuk membuka dialog
baru di antara kita adalah dengan mengirimkan surat kepadamu.
Vera aku akan memintamu melakukan sesuatu untukku, walaupun ini akan menjadi hal
terakhir yang akan kau lakukan untukku. Aku akan berusaha mengirimkan segala
yang telah kutulis kira-kira pada Kamis sore, dan pada Jumat engkau harus ikut
denganku ke Sevilla. Aku berutang janji kepada Ana dan Jose untuk pergi ke
Sevilla hari itu, dan aku hampir yakin kau pun akan berpikiran sama setelah
membaca kisah mengenai Ana dan gambar ajaib itu.
Tentunya engkau belum melupakan kartu yang kau kirimkan kepadaku dari Barcelona
bertahun-tahun yang lalu. "Ingatkah engkau ramuan ajaib itu?" tulismu. Ketika
tiba di rumah, engkau memberitahukan bahwa jika menemukan minuman itu, kau tidak
akan ragu untuk memberiku setengah darinya. Engkau amat berharap kita dapat
selalu bersama. "Bagiku hanya ada satu lelaki dan satu dunia," ujarmu. Ingatkah
engkau" Kemudian, engkau melanjutkan: "Aku merasakan hal ini begitu kuat karena
aku hanya hidup sekali." Kemudian, takdir datang dan mengatakan yang sebaliknya.
Untuk saat ini, yang kuminta hanyalah agar dirimu menyisihkan satu hari dalam
hidupmu demi kepentinganku. Aku tidak bisa pergi ke Sevilla tan-pamu. Aku benarbenar tidak bisa. Setelah mengingat-ingat kembali pertemuan pertamaku yang menyebalkan dengan
Gordon, aku turun menuju Rotunda dan membaca El Pais serta membeli secangkir
kopi dan kue-kue kecil. Lega rasanya dapat beristirahat total setelah
berkonsentrasi penuh menulis dan hanya mendengarkan musik harpa ditemani
dengungan konferensi-konferensi mini yang berlangsung di bawah kubah itu. Aku
tahu tagihan hotelku semakin menumpuk, tetapi aku telah memutuskan untuk tidak
meninggalkan Madrid hingga aku usai menceritakan segalanya kepadamu. Seperti
yang dapat kau lihat, aku memuaskan diri dengan tinggal di the Palace lagi. Para
karyawan di sini sudah mengenalku, dan tempat ini hanya selangkah dari Prado,
dua langkah dari Kebun Raya, dan tidak lebih dari lima menit jalan kaki menuju
Retiro atau Puerta del Sol.
Kembali ke Fiji. Ketika terbangun keesokan harinya, dengan segera aku dicekam
oleh "kegelisahan pagi hari" karena semalam telah membuka diri dengan begitu
terus terang terhadap seseorang yang tak kukenal dan yang tidak ingin kujadikan
teman. Penyesalan seperti itu selalu memiliki dua sisi, karena walaupun
seseorang memang telah berlaku sedikit sembrono, sakit kepala akibat alkohol
selalu membesar-besarkan tindakan gegabah yang begitu kecil dan jarang terjadi
seperti itu. Dalam derita sebuah penye salan, engkau tidak pernah benar-benar
tahu apa saja yang telah kau katakan dan apa yang hanya kau simpan dalam hati.
Selama pagi berikutnya, engkau dibebani keyakinan bahwa
engkau telah mendapatkan seorang musuh atau lebih buruk lagi, seorang teman
seumur hidup, dan dengan ini yang kumaksud adalah seorang sahabat, seseorang
yang mengetahui rahasia terdalammu. Aku tahu, ia ada di suatu tempat di dalam
kamar itu, tetapi sebagai seorang ahli tokek, aku juga tahu bahwa pada pukul
sekian, kecongkakannya tentunya jauh berkurang dibandingkan pada malam hari.
Tidak lama kemudian, aku menghadapi cermin di kamar mandi, dan walaupun aku
tidak termasuk dalam kategori orang-orang yang selalu memulai hari mereka dengan
mematut-matut diri di depan cermin, semakin tua diriku dan semakin dekat aku
dengan akhir hayatku semakin jelas aku dapat melihat ekspresi wajah hewan yang
terpantul menyambutku pada pagi hari. Aku melihat seekor katak yang telah
bermetamorfosis, seekor kadal yang berdiri tegak, seorang primata yang berduka.
Tetapi, aku juga melihat sesuatu yang lain, dan hal itulah yang paling
meresahkan. Aku melihat seorang malaikat yang terperangkap oleh kekurangan waktu
yang akut, dan jika ia tidak dapat menemukan jalannya kembali ke surga sekarang
juga, jam biologisnya akan berdetak semakin cepat dan semakin cepat, dan
terlambatlah sudah untuk kembali kepada keabadian. Semua ini disebabkan sebuah
kesalahan fatal yang terjadi jauh pada masa lampau, ketika sang malaikat yang
tengah dilanda kepanikan menjelma ke dalam tubuh yang terdiri dari darah dan
daging. Jika sekarang ia tidak bisa menggapai keselamatannya, ia tidak akan
dapat kembali. Dalam perjalanan menuju sarapan, aku bertemu dengan John di tengah pepohonan
palem. Ia berdiri di bawah sebuah pohon kelapa sambil mempelajari sebuah papan
pengumuman yang bertuliskan: AWAS! BANYAK KELAPA JATUH. Mungkin ia menderita
rabun dekat karena berdiri begitu dekat dengan batang pohon, tepat di bawah
mahkota pohon itu. "Apakah Anda sedang bermain rolet Rusia?" tanyaku.
Ia berjalan mendekatiku. "Apa yang Anda katakan?"
Tetapi, aku tidak perlu menjelaskan lebih lanjut karena tepat pada saat itu,
sebutir kelapa besar jatuh ke tanah tepat di tempat ia berdiri beberapa detik
sebelumnya. Ia berpaling untuk melihat. "Sepertinya Anda telah menyelamatkan nyawa saya,"
ujarnya. "Terima kasih kembali."
Aku tidak tahu harus membicarakan apa selanjutnya, tetapi kutahu aku memerlukan
seseorang untuk diajak bicara seseorang untuk diajak bicara mengenai Ana dan
Jose. Sejak memandang ke dalam cermin, aku telah memutuskan bahwa hari ini aku
akan melakukan sedikit penyelidikan. Walaupun kemungkinannya kecil, aku tidak
dapat menyingkirkan pemikiran bahwa pasangan dari Spanyol itu mungkin mampu
membantu seorang malaikat menderita yang telah terlalu lama berinkarnasi ini.
"Apakah Anda sudah melihat kedua orang Spanyol itu?" tanyaku.
Ia menggelengkan kepalanya. "Bukankah Anda kemarin bertemu dengan mereka di date
line?" Sekali lagi aku mendapat perasaan bahwa ia memiliki hubungan dengan Ana dan
Jose. Siapa yang telah memberitahunya bahwa aku bertemu dengan mereka di date
line" Apakah itu sesuatu yang biasa dibicarakan oleh orang-orang"
Aku mengangguk. "Mereka pasangan yang menarik," ujarku. "Apakah Anda dapat berbahasa Spanyol?"
Apakah aku melihat sebuah senyuman sekilas" Dari semua kejadian yang kualami,
aku punya perasaan bahwa ia tahu alasanku bertanya. Tetapi, ia menggelengkan
kepala. "Sedikit sekali. Tetapi, mereka dapat berbahasa Inggris dengan lancar."
"Oh, tentu. Tetapi, kadang-kadang mereka juga berbicara satu sama lain dengan
bahasa Spanyol." Ia mendengarkan dengan saksama; kewaspadaannya hampir membuatku takut. Seolaholah ia memiliki ketertarikan khusus terhadap segala pengamatanku. Apakah
ketertarikannya ini entah bagaimana terkait dengan kedua orang Spanyol itu"
"Dan Anda mengerti apa yang mereka katakan?"
Kini aku menghadapi masalah. Aku tidak ingin memberi tahu John bahwa aku
berkeliling pulau sambil mencuri dengar pembicaraan Ana dan Jose.
"Yang jelas mereka tidak bercakap-cakap mengenai sepak bola maupun kriket, itu
yang saya mengerti," ujarku. "Pembicaraan di antara keduanya menyangkut hal-hal
yang cukup aneh." Ia berdiri sambil menghirup udara.
"Konon wanita itu salah satu dari penari flamenco yang paling terkenal di
Sevilla," ujarnya. Flamenco! Sekali lagi otakku mendapat kesempatan untuk mencari kata kunci yang
mungkin dapat membantu mengarahkan kepada suatu pertemuanku di masa lalu dengan
Ana. Aku pernah beberapa kali mendatangi sebuah bar flamenco di Madrid, tetapi
itu beberapa tahun yang lalu, dan jika aku memang melihat Ana di sana, tentunya
ingatanku tidak akan mampu membedakan dirinya di antara segala irama yang
bergairah, kostum yang berputar-putar, dan lagu yang sensual. Juga, jauh di
dalam benakku, tersimpan bayangan Ana yang tentunya kukenal dalam jangka waktu
yang jauh lebih lama dibandingkan hanya satu pertunjukan flamenco. Tetapi,
informasi mengenai flamenco itu tetap saja berguna.
"Saya punya perasaan pernah bertemu Ana sebelumnya," ujarku.
Ia terkejut. "Di mana?" "Itulah masalahnya. Saya tidak dapat mengingat di manakah saya pernah bertemu
dengannya." "Menarik," ujarnya. "Bahkan luar biasa. Saya sendiri menghadapi masalah yang
persis sama. Ada sesuatu yang tidak asing tentang dirinya sehingga
nyaris terasa menyebalkan ...."
Jadi kini jelas bahwa kami berdua merasakannya, dan aku dapat melupakan gagasan
bahwa aku pernah memimpikan Ana, atau bahwa aku pernah menikah dengannya dalam
kehidupan yang lampau. Kini, mungkin, aku juga tahu alasan mengapa John begitu
ingin tahu apakah aku pernah, atau tidak pernah, bertemu dengan kedua orang
Spanyol itu di dateline. "Wajahnya tidak mudah dilupakan," ujarku. Kurasa jawaban singkatku itu terdengar
dangkal. Ia berdiri sambil berpikir keras sebelum menjawab, "Mungkin. Tetapi
nyatanya juga bukan wajah


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dapat diingat. Masih ada kemungkinan ketiga ii
Aku begitu tegang menunggu apa yang akan ia katakan.
"Kita berdua pernah melihat wanita ini sebelumnya. Maka, mungkin ia telah
menjalani semacam ... metamorfosis."
Aku pun telah memikirkan gagasan yang mirip dengan itu dan sekarang kepalaku
mulai terasa pening. Udara yang panas dan lembap tidak membantu. Tetapi kini
kami diganggu oleh suara wanita marah yang datang dari arah kolam renang. Itu
suara Laura, yang berteriak di tengah pepohonan palem. "Kubilang jangan terusmenerus membuntutiku!"
Detik berikutnya kami mendengar suara ceburan, dan menyadari bahwa Laura telah
mendorong Bill ke dalam air. Aku menganggukkan kepala kepada John dan berkata
bahwa aku harus segera pergi
sarapan sebelum terlambat.
Saat melewati pinggir kolam renang, aku memerhatikan bekas-bekas kejadian
sebelumnya yang masih tampak. Bill tengah memanjat keluar dari kolam setelah
tanpa terencana jatuh dengan perut terlebih dulu menyentuh air. Ekspresi
wajahnya menunjukkan amarah ala Buster Keaton, tetapi biarpun basah kuyup,
pakaiannya tetap keren dengan celana pendek kuning dan kaus biru muda bermotif
pohon-pohon kelapa. Laura tengah sibuk menempatkan diri untuk berjemur di atas
sebuah kursi panjang, dan ia pun menunjukkan ekspresi puas yang kejam seperti
dalam film bisu. Ketika ia mengangkat kepala dan melihatku berjalan ke arah
restoran, ia menutupi tubuhnya dengan handuk dan bertanya apakah aku hendak
pergi sarapan. Aku mengangguk.
"Saya akan minum teh dengan Anda," ia mengumumkan. Sepertinya ia telah selesai
membaca Lonely Planet-nya.
Diletakkannya handuknya kembali di atas kursi, lalu ia mengenakan sebuah gaun
merah menutupi bikini hitamnya dan memasukkan kakinya ke dalam sepasang sandal.
Aku berdiri menunggunya. Kemudian kami pun pergi ke restoran.
Para karyawan membagikan kopi dan teh. Aku baru sempat mengambil roti dan selai
ketika mereka mulai membereskan makanan-makanan yang disajikan. Aku menatap ke
dalam satu mata hijau dan satu mata cokelat Laura.
"Apakah lelaki itu mengganggu Anda?" tanyaku.
Ia hanya mengangkat bahu. "Oh, tidak, tidak juga."
"Tetapi, Anda kan mendorongnya ke dalam kolam?"
"Ceritakan tentang penelitian Anda," pintanya.
Dan aku tidak keberatan mengganti topik. Dengan cepat kujelaskan tentang
penelitian lapanganku, dan segera kusadari bahwa ia pun bukan seorang amatir
mengenai topik itu. Ia juga punya latar belakang di bidang itu dan dapat
memberiku informasi yang tidak kuketahui mengenai masalah-masalah serupa di
Benua Australia. Aku mengajukan beberapa pertanyaan mengenai yayasan lingkungan yang menyediakan
dana untuk laporan tahunan yang ia ceritakan kepada kami malam sebelumnya. Pada
awalnya Laura sedikit menghindar, tetapi akhirnya ia menyebutkan fakta bahwa
yayasan tersebut sesungguhnya adalah sebuah hibah, karena seluruh dananya
berasal dari sumbangan dari satu orang Amerika saja.
"Seorang idealis?" tanyaku.
"Seorang kaya," ia membenarkan. "Uangnya berlimpah."
Aku bertanya apakah ia optimistis atau pesimistis mengenai masa depan Bumi dan
umat manusia dalam jangka panjang.
"Saya seorang yang pesimis mengenai masa depan manusia, tetapi optimis mengenai
Bumi." Aku mulai memahami sudut pandangnya, dan dengan segera ia pun menjelaskan
segalanya. Minat Laura terhadap lingkungan ternyata memiliki akar
ideologi yang lebih dalam daripada yang kubayangkan. Ia percaya bahwa Bumi
adalah sebuah organisme, yang pada saat ini tengah menderita serangan demam yang
akut, tetapi serangan ini adalah sebuah demam yang memurnikan dan akan
memastikan bahwa sang Ibu itu akan segera membaik. "Sang Ibu?"
"Gaia. Kecuali jika sesuatu yang luar biasa terjadi, akhirnya ia akan
menghancurkan mikroba-mikroba yang telah membuatnya sakit."
"Gaia?" ulangku sambil menghela napas pelan. "Itu hanyalah sebuah nama yang kami
berikan kepada 'Ibu Pertiwi1; tentu kita dapat saja memanggilnya Eartha. Tetapi
yang penting adalah menyadari bahwa dunia ini adalah sesuatu yang hidup."
"Yang akan menghancurkan mikroba-mikroba." "Berjuta-juta tahun yang lalu,
dinosauruslah yang disingkirkan," ia memulai. "Dan mungkin hal itu terjadi bukan
disebabkan jatuhnya meteor. Mungkin mereka menyebarkan penyakit di dunia dan
menghancurkan diri mereka sendiri. Saya pernah mendengar sebuah teori bahwa
kepunahan itu ada hubungannya dengan gas buangan yang dihasilkan para
dinosaurus. Tetapi Bumi berhasil memulihkan dirinya sendiri, ia terlahir
kembali. Kini umat manusia mengancam kehidupan di Bumi. Kita tengah
menghancurkan habitat kita sendiri, dan Gaia ingin menyingkirkan kita."
"Dan kemudian ... kemudian dunia akan bangkit kembali?"
Laura mengangguk. Aku menatap ke dalam
satu mata cokelatnya dan berkata, "Tidakkah Anda beranggapan bahwa kemanusiaan
juga memiliki nilai intrinsik?"
Ia hanya mengangkat bahu, dan aku mengerti bahwa ia tidak terlalu menghargai
nilai manusia. Secara pribadi, aku selalu sulit menemukan nilai sebuah dunia
yang tidak dapat menghasilkan kehidupan selain organisme-organisme rendah.
Tetapi aku lebih bersimpati pada pemikiran mengenai kelahiran kembali. Walaupun,
seperti yang telah kuakui kepada Gordon malam sebelumnya, sudah terlambat bagi
dunia ini dan tidak ada jaminan bahwa akal sehat akan mendapatkan kesempatan
lagi, setidaknya untuk planet ini, karena hal ini mungkin akan memakan waktu
sangat lama. "Saya selalu beranggapan setiap individu manusia tak ternilai harganya," ujarku.
"Begitu pula setiap panda."
Aku menatap ke dalam satu mata hijaunya.
"Bagaimana dengan Anda?" aku berkata. "Tidakkah Anda takut mati?"
Ia menggelengkan kepala. "Saya hanya akan mati dalam wujud saya yang sekarang."
Aku ingat bahwa saat itu aku berpikir betapa cantiknya wujud itu.
"Tetapi, saya juga merupakan bagian dari planet hidup ini," ia melanjutkan.
"Saya lebih takut bahwa ia akan mati. Karena saya memiliki identitas yang lebih
mendalam dan permanen dalam dirinya."
"Identitas yang lebih mendalam dan lebih permanen," ulangku.
Ia tersenyum menantang. "Anda tentunya pernah melihat foto Gaia yang diambil dari luar angkasa ...."
"Tentu saja." "Tidakkah ia begitu indah?"
Aku tidak memercayai satu pun kata-katanya. Walau bagaimanapun, aku tidak pernah
memiliki banyak waktu untuk meladeni monisme ekstrem seperti ini digabung dengan
perhatian kepada lingkungan yang agak diwarnai kebencian terhadap manusia. Dan
walaupun hal ini membuatku sedikit tidak nyaman, harus kuakui bahwa pada saat
yang sama, aku menyukai Laura. Ia seseorang yang berpikiran tajam, menarik, dan
dalam beberapa hal, seseorang yang terluka.
Aku berusaha menimbang pertanyaan retorisnya. Baiklah, pikirku, kita memang
menjalani hidup kita yang singkat di Bumi, tetapi semuanya tidak berakhir di
situ karena kita akan kembali. Kita kembali sebagai bunga lili dan pohon kelapa,
sebagai panda dan badak, dan semua ini adalah Gaia, identitas kita yang terdalam
dan termurni. Wanita itu duduk sambil mengetuk-ngetukkan sandalnya. Aku dapat melihat sekilas
bagian atas bikini hitamnya di sela-sela gaun merahnya.
"Bagaimanakah kehidupan di Bumi berawal?" tanyanya.
Aku menganggap pertanyaan ini retoris, tetapi aku tetap memberikan jawaban
tradisional bahwa seluruh kehidupan di Bumi bisa jadi berasal dari satu
buah makromolekul karena semua materi genetik menunjukkan suatu hubungan yang
tak terbantahkan. "Jadi, Bumi adalah sebuah organisme hidup," ia menyimpulkan. "Dan hal ini bukan
hanya sebuah metafora. Saya benar-benar memiliki hubungan saudara dengan kembang
sepatu itu." Ia menunjuk ke arah taman, dan aku melihat Bill telah mengambil handuk yang
ditinggalkan Laura di atas kursi tempatnya berjemur. Aku memutuskan untuk tidak
mengungkit-ungkit hal itu.
"Sesungguhnya," wanita itu melanjutkan, "hubungan saya dengan kembang sepatu itu
lebih dekat daripada setetes air dengan tetesan air yang lain. Dan jika seluruh
kehidupan memang muncul dari satu buah makromolekul yang sama ...."
Ia ragu sejenak, dan sekali lagi aku menatap ke dalam matanya yang hijau.
"Ya?" "... maka molekul itu sungguh fantastis. Saya tidak akan ragu menyebutnya bersifat
ilahiah. Molekul itu adalah sebuah benih tuhan. Dan oleh karenanya, saya juga
tidak akan ragu memanggil Gaia seorang dewi."
"Dan Gaia adalah diri Anda?"
"Dan diri Anda. Dan kembang sepatu itu."
Aku sudah pernah mendengar hal ini sebelumnya, dan seperti yang telah kukatakan,
aku tidak percaya bahwa ia sungguh-sungguh bermaksud mengatakan setengah dari
apa yang ia katakan. "Tetapi, Bumi juga memiliki masa hidup yang
terbatas," potongku. "Ia hanyalah sebuah 'planet kesepian' di tengah kehampaan
akbar." "Atau di tengah Segala Sesuatu!"
Bersamaan dengan kata-kata ini, ia meraih kedua tanganku, dan membuatku begitu
kebingungan sehingga tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku bahkan tidak tahu
apakah aku dapat membedakan antara "segala sesuatu" dan "kehampaan". Bukankah
keduanya hampir sama"
Ia meremas tanganku lembut. Kemudian ia berkata, "Bersama-sama kita adalah
satu." Aku terpaku oleh rasa terkejut karena mendadak diikat menjadi suatu pasangan.
Tetapi, setelah membicarakan segala sesuatu atau kehampaan memang menyenangkan
dapat menggenggam sebuah tangan yang hangat. Jikalau pun segala sesuatu bukanlah
satu, setidaknya kami berdua. Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa ada
kemungkinan sedikit pun aku akan mengubah dasar-dasar ideologiku, karena aku
juga tahu bahwa jika malam benar-benar gelap, semua garis dan bentuk akan
lenyap. Kami duduk di sana selama beberapa saat sambil berpegangan tangan. Laura adalah
seorang wanita memikat dan sekaligus seorang idealis keras kepala. Bagaimanapun,
hingga taraf tertentu, apa yang ia katakan hampir tak terbantahkan. Sama tak
terbantahkannya dengan individualismeku yang tanpa semangat. Dan bersama kami
adalah satu. "Apakah hal itu juga berlaku pada sang insinyur perminyakan?" tanyaku, dan baru
pada saat itulah ia menarik kedua tangannya.
Ia menggelengkan kepala dan mengatakan dengan sebuah senyuman hangat, "Ia
berasal dari sebuah semesta lain."
Walaupun begitu, tidak lama kemudian, ia bangkit dan pergi menuju tempatnya
berjemur di tepi kolam renang, mungkin untuk melontarkan kepada orang Amerika
itu kata-kata pedas karena telah mengambil handuknya.
Aku memutuskan menyewa sebuah mobil dan pergi ke Taman Nasional Tavoro di
sebelah timur pulau untuk mencoba melihat burung-burung nuri yang terkenal dan
air-air terjun yang deras. Aku juga harus melakukan hal lain, yang lebih
disebabkan oleh alasan kesehatan.
Jochen Kiess, sang pemilik Maravu Plantation Resort, berasal dari Jerman. Ia
sangat membantuku dalam memesan mobil, tetapi misiku berikutnya tidak dapat
diselesaikan dengan begitu mudah. Tempat itu memiliki sebuah bar, yang tentu
saja sepenuhnya sah, tetapi undang-undang nasional melarangnya menjual satu
botol penuh minuman keras. Aku berkata bahwa aku cukup mengerti keadaannya,
karena kami pun memiliki peraturan yang sama persis di Norwegia. Tetapi, ini
bukanlah penjualan biasa, lebih merupakan kompensasi yang sah atas kerusakan
yang disebabkan oleh salah satu dari banyak tokek yang terdapat di penginapan
tersebut. Namun, aku juga menjelaskan bahwa aku bersedia membayar botol itu, per
takaran dengan harga yang sama per takaran seperti yang dijual di bar. Aku
tidak yakin ia memercayai alasanku, tetapi akhirnya kebaikan hatinya
mendorongnya membiarkan diriku bersiul-siul kembali ke bare 3 dengan sebotol
Gordon's Dry Gin yang masih utuh. Dalam perjalananku kembali, aku memetik
setangkai kecil kembang sepatu yang telah ditunjuk Laura, yang lebih memiliki
hubungan saudara dengannya dibandingkan hubungan antara dua tetes air. Tentu
saja ia benar mengenai tetes air itu, tetapi itu hanya karena dua tetes air sama
sekali tidak memiliki hubungan saudara. Mereka hanya sangat mirip satu dengan
yang lain. Aku mengisi botol gin yang telah kosong dengan air, memasukkan tangkai kembang
sepatu ke dalamnya dan meletakkan botol itu di atas sebuah meja kecil di depan
jendela yang menghadap ke arah pepohonan palem. Selanjutnya, aku membuka tutup
botol yang baru dan meletakkan botol itu di bibirku. Aku menelan seteguk kecil,
hanya untuk menyatakan kepemilikanku atas botol itu dan memastikan botol itu
tidak dapat dibawa kembali ke bar. Kubuka tas kabinku, dan dengan hati-hati
kuletakkan botol itu di dalamnya dan kemudian menguncinya.
Pada saat itulah aku melihatnya lagi. Gordon sedang tidur siang di bingkai di
atas tirai. Pada awalnya kupikir ia tengah tertidur, walaupun sulit untuk
membedakan pada reptil yang dilahirkan dengan sepasang kacamata yang menyatu
sebagai kelopak matanya. Mungkin ia telah melihatku masuk dengan sebotol gin
baru. Apa pun yang sebenarnya
terjadi, kini aku menatap lurus ke matanya yang terbuka.
"Obat untuk sakit kepala?" tanyanya. Sial! Ia mulai lagi.
"Aku hanya membilas mulutku," aku meyakinkan dirinya. "Lagi pula, apa yang
kulakukan dalam privasi kamarku sendiri bukanlah urusanmu."
"Engkau tidak bermaksud untuk melanjutkan percakapan kita tadi malam, kan?"
"Tentu saja tidak. Aku hanya mengatakan bahwa sebaiknya engkau tidak berlaku
melebihi derajatmu. Engkau hanyalah seekor tokek."
"Sebenarnya ya dan tidak, Tuan."
"Apa maksudmu?"
"Mungkin itulah yang terlihat di sini saat ini, tetapi pada kenyataannya ...."
Aku punya dugaan apa yang akan ia katakan.
"Silakan!" ujarku. "Aku tidak akan menghalangi kebebasan berbicara."
"Sesungguhnya, aku adalah ruh dunia. Ia telah bersemayam di dalam seekor tokek.
Jadi, jika ada apa pun yang ingin kau ketahui, engkau hanya perlu bertanya."
"Kurasa, aku tidak peduli," ujarku. "Aku sudah tahu apa pun yang kau katakan."
"Aku meragukan hal itu. Aku adalah ruh dunia yang mengetahui segalanya."
"Baiklah, ungkapkan saja kalau begitu. Apa yang kau tahu?"
"Engkau menghabiskan sarapan dengan seorang primata betina dari Australia."
"Oke. Baiklah, katakan saja engkau telah lulus tes. Sekarang dapatkah engkau
memberitahuku apakah aku jatuh cinta kepadanya?" Ia tertawa.
"Tidak. Hal itu sungguh konyol dalam waktu yang begitu singkat, bahkan bagi
seorang primata laki-laki sepertimu. Tetapi, jika tidak dapat menjinakkan naluri
hewanimu, engkau akan tersesat."
"Wanita itu adalah sesosok ruh dunia juga."
"Itu benar, Tuan. Aku ada di mana-mana di sekelilingmu. Engkau hidup, bergerak,
dan mengada dalam diriku."
" Masih ada beberapa perkampungan terpencil yang tidak tergoda untuk menjual jiwa
mereka demi uang. Para penghuni desa kecil Bouma di sebelah timur Taveuni tahu
bahwa mereka dianugerahi salah satu hutan hujan terindah di dunia sebagai hak
mereka sejak lahir; hutan itu telah menjadi magnet bagi pencinta alam dan para
pembuat film-film mengenai daerah surgawi seperti Return to the Blue Lagoon.
Maka, ketika para penduduk desa ditawari sejumlah besar uang agar mereka
mengizinkan pinggiran hutan mereka ditebang, timbullah perdebatan ramai karena
modal dalam bentuk uang tunai bukanlah sesuatu yang berlimpah di Bouma, maupun
di Fiji. Tetapi, pada akhirnya mereka menolak penebangan dan menyetujui sebuah
gagasan fleksibel untuk mengubah lingkungan mereka yang rimbun menjadi sebuah
taman alam, yang juga akan menjadi sumber penghasilan bagi desa miskin itu
sebuah sumber penghasilan yang dapat diperbarui, yang akan bertahan jauh lebih
lama daripada pembayaran tunai yang pernah ditawarkan bagi desa itu untuk tebang
bersih. Kini, lima ribu hektar taman yang dilindungi telah dibangun untuk
menerima para ekoturis yang datang ke sini, dan para penduduk desa itu
sendirilah yang membangun jalan setapak dan memagari bagian-bagian yang paling
curam, juga menyediakan toilet dan fasilitas untuk piknik dan berkemah. Dan
contoh yang mereka berikan telah menyebar. Beberapa proyek yang serupa kini
tengah direncanakan pada bagian-bagian lain di pulau ini.
Setelah melewati desa mereka dan menyeberangi Sungai Bouma yang indah, dengan
hati yang ringan aku pun membayar lima dolar Fiji untuk tarif masuk taman
firdaus yang dilindungi ini. Di dalam sebuah gubuk kecil, aku diberi informasiinformasi berguna mengenai jalan setapak sepanjang delapan kilometer yang telah
dipersiapkan, dan membeli sebungkus biskuit dan sebotol air. Aku juga meyakinkan
mereka bahwa aku sadar penggunaan api sekecil apa pun dapat mengakibatkan


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bencana yang hebat. Aku berjalan menyusuri Sungai Bouma sejauh hampir satu kilometer. Jalan setapak
yang kuikuti ditanami dengan begitu lebat sehingga menjadi sebuah lorong panjang
yang diapit oleh pohon-pohon palem dan semak-semak berbunga. Inilah yang kusebut
sebagai lanskap kultural, Vera. Andai saja engkau ada di sana!
Tidak lama kemudian, kudengar deru air terjun besar yang pertama. Aku pernah
membaca bahwa air terjun ini memiliki ketinggian dua puluh meter dan membentuk
sebuah kolam gelembung yang sangat besar. Aku juga diberi tahu bahwa tempat ini
jarang dikunjungi, maka aku telah meninggalkan pakaian renangku dan memutuskan
untuk melompat masuk telanjang bulat ke dalam kolam alami ini jika aku memang
sendirian, dan jika tidak, aku akan mendatangi air terjun yang lain. Air terjun
itu berjarak satu setengah jam perjalanan dari sini, tingginya hampir lima puluh
dua meter, walaupun kolamnya tidak sebesar yang ini.
Begitu aku melihat air terjun itu aku masih teringat akan deru lembutnya
terdengar suara-suara yang tidak asing menyambutku, dan sesaat kemudian aku pun
melihat Ana dan Jose di dalam kolam. Aku tidak tahu apakah aku kecewa karena
tidak lagi sendiri atau hanya terkejut melihat siapa yang kutemui. Tidak ada
bedanya, tetap saja aku bertemu rintangan tak terduga, karena walaupun tidak
dapat disangkal aku senang bertemu kembali dengan mereka, aku harus menghadapi
kenyataan bahwa mereka memiliki ide yang persis sama denganku dan tengah
berenang tanpa busana. Sekali lagi mereka mengingatkanku akan Adam dan Hawa,
laki-laki dan wanita pertama yang diciptakan oleh Tuhan, suatu bentuk paling
awal dari kepuasan hidup setidaknya sebelum adanya penderitaan karena buah apel
yang berlanjut dengan pengusiran dari taman. Tetapi, pengusiran hanya akan
terjadi dalam bab berikutnya karena kini mereka masih berendam diri dalam keadaan polos.
Sebelum memalingkan muka, aku sempat melihat bahwa Ana memiliki sebuah tanda
lahir besar di perutnya. Terus-menerus berpura-pura tidak memahami apa yang dibicarakan Ana dan Jose
adalah satu hal, tetapi aku belum terjerumus begitu rendah sehingga memata-matai
ketelanjangan mereka. Tingkah laku yang rendah seperti itu hanya dapat
diserahkan kepada Tuhan sendiri ia adalah sebuah prototipe yang sempurna sebagai
Tukang Intip. Masalahnya, aku tidak dapat melanjutkan perjalanan ke air terjun
berikutnya tanpa menunjukkan diri karena tidak ada jalan selain jalur resmi, dan
jalur tersebut membentang tepat melewati kolam pemandian itu. Maka, aku pun
harus kembali ke arahku semula.
Namun, aku tidak berbalik, karena tepat pada saat itu aku mendengar Jose
mengatakan sesuatu kepada istrinya. Walaupun tidak menangkap keseluruhan
kalimatnya, aku akan mendengarnya lagi diulang secara keseluruhan di kemudian
hari: "Joker terbangun dari mimpi-mimpi tak terbelenggu untuk menghadapi kulit dan
tulang. Ia bergegas memetik buah-buah beri malam sebelum siang hari menyebabkan
mereka terlalu masak. Sekarang atau tidak akan pernah sama sekali. Sekarang,
atau tidak akan pernah lagi. Joker menyadari bahwa ia tidak akan pernah bangun
dari tempat tidur yang sama dua kali."
Mungkin, pikirku, mungkin aku dapat mendengar apa yang ingin diungkapkan Ana
pagi ini jika aku tetap tinggal di tempatku di jalan setapak itu dan tidak maju maupun mundur.
Wanita itu berkata: "Apakah yang dipikirkan para peri saat mereka terbebas dari rahasia tidur dan
tiba dengan bentuk utuh pada suatu hari baru" Apa yang dikatakan statistik"
Inilah pertanyaan Joker. Ia selalu terlompat dengan kekaguman yang sama setiap
kali keajaiban kecil ini terjadi. Ia terperangkap oleh hal ini sama seperti
salah satu permainan sulapnya sendiri. Ini adalah caranya untuk merayakan
dimulainya penciptaan. Ini adalah cara dirinya menyambut diciptakannya fajar
pagi ini." Aku sering bertanya-tanya siapakah "Joker" ini, dan kini aku diberi semacam
penjelasan, saat Jose berkata:
"Joker berjalan di antara para peri dalam penyamaran primata. Ia memerhatikan
sepasang tangan yang ganjil, mengusap pipi yang tidak ia kenal, memegang
alisnya, dan tahu bahwa di dalamnya terdapat sebuah teka-teki menghantui tentang
dirinya, plasma jiwanya, agar-agar dari pengetahuan. Lebih mendekati inti dari
hal-hal tidak akan pernah ia capai. Ia memiliki sebuah perasaan samar bahwa
tentunya ia adalah sebuah otak yang dicangkokkan. Oleh karenanya, ia tidak lagi
merupakan dirinya sendiri."
Atau seorang malaikat biokimia, pikirku, wakil dari keabadian yang amat ingin
mengetahui riuh rendahnya kehidupan dunia makhluk darah dan daging, sehingga
dalam keangkuhannya, ia lupa menyiapkan jalan untuk kembali. Tidak hanya primata
yang harus berhati-hati saat mengenakan sayap yang terbuat dari lilin sehingga
tidak menarik kesimpulan terlalu cepat bahwa ia dapat terbang ke surga seperti
malaikat. Sebaliknya juga sama gegabahnya. Seorang malaikat yang percaya dapat
hidup sebagai primata tanpa melepaskan statusnya sebagai malaikat adalah sama
tidak bijaksananya. Sang malaikat tentu saja kehilangan jauh lebih banyak
daripada sang primata, walaupun bisa dibilang keduanya kehilangan satu hal yang
sama: diri mereka sendiri. Perbedaannya terletak pada kenyataan bahwa sang
malaikat telah salah beranggapan bahwa hidupnya akan abadi.
Mungkin saat itu aku menduga Ana dan Jose telah melihatku sehingga mereka pun
mulai memamerkan potongan-potongan kebijaksanaan filosofis mereka. Jika memang
itu yang terjadi, sungguh konyol jika aku mundur. Tetapi, apakah aku punya
perhitungan seperti itu atau tidak, aku hanya ingat menampakkan diriku di jalan
setapak itu, dengan satu tangan menutupi mataku, dan peringatan untuk diriku
sendiri bahwa tentu saja aku harus bersikap seolah tidak mendengar satu kata pun
yang baru saja mereka ucapkan.
"Apakah masih ada tempat bagi orang asing?" tanyaku. "Saya telah membayar lima
dolar untuk mendapatkan visa di taman surga."
Mereka tertawa dan keluar dari kolam sementara aku berdiri dengan tangan
kutunjukkan menutupi kedua mataku. Walaupun demikian, sekejap dua jariku sempat
bergeser sedikit saja, cukup untuk memberiku kesempatan melirik tubuh telanjang
mereka sebelum mereka mengenakan celana hitam dan selembar gaun musim panas
berwarna merah. Mereka telah berpakaian, dan kami pun duduk di atas sebuah bangku di bawah
keteduhan sambil makan biskuit dan berusaha untuk saling mengalahkan dalam
memberikan pujian terhadap perlindungan alam itu, juga penduduk Bouma, karena
kami adalah tamu mereka. Ana mulai sibuk dengan kameranya, dan aku membantu
mengambil foto mereka berdua beberapa kali. Sementara si wanita sibuk memotret,
sekali lagi Jose mulai mengujiku tentang berbagai macam hipotesis evolusi.
Sebagai seseorang yang bukan ahli, ia benar-benar tahu banyak mengenai topik
tersebut, ini adalah fakta yang telah kuperhatikan malam sebelumnya. Ia
menggunakan istilah-istilah teknis seperti gra-dualism dan punctualism tanpa
kesulitan sedikit pun. Mereka telah membuat perjanjian dengan seorang pengemudi yang menunggu di pondok
resepsionis, dan kami pun memutuskan bahwa sekarang adalah giliranku untuk
menikmati taman surga ini sendirian. Setelah berendam di dalam kolam, aku pun
berjalan menuju air terjun yang satu lagi.
w Kali berikutnya aku berpapasan dengan Ana dan Jose adalah di tengah pepohonan
palem di Maravu beberapa jam kemudian. Dan di sini pun Ana terus mengambil foto.
Aku secara khusus menyebutkan
fakta ini karena sepertinya fotografi juga merupakan bagian yang sama pentingnya
dengan pertukaran kalimat-kalimat rahasia yang terus-menerus saling mereka
lontarkan. Saat itu aku sedang sendirian di antara pepohonan, dan tiba-tiba aku mendengar
suara-suara yang tidak asing. Ternyata aku berada di dekat pondok Ana dan Jose,
dan aku menyadari tentunya mereka tengah duduk di beranda luar. Hampir tidak
mungkin mereka melihatku, dan aku yakin tempatku berdiri saat itu terhalang dari
penglihatan mereka walaupun aku begitu dekat dengan mereka, sedekat kemarin saat
aku tengah duduk di berandaku dan mereka berjalan di antara pepohonan. Aku pasti
akan pergi menjauh jika saja tidak mendengar curahan berkepanjangan kalimatkalimat amat menarik yang mulai mengalir.
Joselah yang memulai deklamasi.
"Siapakah yang dapat menikmati pertunjukan kembang api kosmos jika bangku-bangku
penonton di iangit hanya dipenuhi es dan api" Siapakah yang bisa menduga bahwa
amfibi pemberani pertama tidak hanya merangkak satu tangkah kecii ke pantai,
tetapi juga melakukan satu lompatan raksasa di atas jalan panjang yang
mengantarkan primata dapat memandangi panorama evolusi mereka yang membanggakan
dari awal jalan yang sama itu" Tepuk tangan bagi Big Bang baru terdengar lima
belas miliar tahun setelah ledakan itu terjadi."
"Atau mungkin sebaiknya kita mengerjakan yang ini lebih dulu," ujar Ana.
"Sesuatu menajamkan telinga dan membuka sebelah mata: naik dari dalam jilatan
api, naik dari dalam sup purba yang kental, naik melalui gua-gua labirin, dan
naik, naik melintasi ufuk stepa."
"Menurutku bagus. Tetapi tidakkah sebaiknya kita menyebutnya 'sup purba
bertimah'?" "Mengapa" Sup tidak pernah seperti timah."
"Maksudku, secara metaforis, sup itu berat. Benar-benar nyaris mustahil makhluk
hidup dapat merangkak keluar ke daratan."
"Tidakkah itu akan merusak iramanya?"
"Justru sebaliknya: 'bangkit dari dalam sup purba yang berat ...."'
"Hmm, kita lihat saja."
Kini giliran Jose. Jelas bahwa ia berhenti sejenak untuk berpikir sebelum
memutuskan, tetapi kemudian keluarlah dari mulutnya:
"Seperti kabut sihir, panorama itu muncul, melalui kabut, di atas kabut. Saudara
tiri dari Neanderthal yang ternama memegang alisnya karena tahu bahwa di
belakang dahi primatanya, melayanglah materi otaknya yang lembut, auto pilot
evolusi, kantung udara festival protein antara khayalan dan materi."
Dan sekali ini Ana tidak perlu memikirkan jawabannya, karena jawabannya telah
tercakup dalam dramaturgi ritual tersebut.
"Terobosan itu muncul dalam arena sirkus otak sang tetrapoda. Di sinilah
kemenangan-kemenangan terbaru spesies itu diumumkan. Di dalam sel-sel saraf
milik vertebrata hangat itu, sumbat botol sampanye yang pertama terbuka. Primata
postmodern akhirnya mencapai wawasan menyeluruh. Dan mereka tak takut: alam
semesta memandang dirinya sendiri dalam sudut pandang yang lebar."
Selanjutnya hening sejenak dan kupikir narasi itu telah selesai, terutama karena
terdengar suara botol anggur yang dibuka. Tetapi, kemudian Jose berkata:
"Sang vertebrata tiba-tiba menoleh ke belakang dan melihat ekor penuh misteri
milik sanak saudaranya dalam perenungannya tentang malam tahun-tahun cahaya yang
telah berlalu. Barulah sekarang jalan rahasia itu mencapai titik akhir. Dan
akhir itu adalah kesadaran tentang perjalanan panjang menuju titik akhir itu
sendiri. Yang dapat ia lakukan hanyalah bertepuk tangan: ujung-ujung yang
disimpannya bagi para ahli waris spesiesnya."
"Perenungan tentang malam tahun-tahun cahaya yang telah berlalu," ulang Ana.
"Tidakkah itu sedikit terlalu berat?"
"Tapi, memerhatikan alam semesta sama artinya dengan menengok kembali
sejarahnya." "Kita bisa kembali lagi ke situ nanti. Lalu, mungkin, kita bisa memakai yang
ini: Dari ikan dan reptil serta tikus-tikus kecil yang manis, sang primata yang
modis mendapat warisan sepasang mata yang bagus dengan pandangan meneropong.
Para ahli waris dari ikan duri berongga ini mempelajari lintasan-lintasan
galaksi di angkasa, dan tahu bahwa diperlukan beberapa miliar tahun untuk
menyempurnakan penglihatan mereka. Lensa-lensa mereka dipoles dengan
makromolekul. Pandangan mereka difokuskan dengan protein dan asam-asam amino
yang sangat terintegrasi." Kini giliran Jose lagi.
"Di dalam bola mata, terjadi benturan antara penciptaan dan cerminan. Bola
penglihatan dua arah ada/ah pintu berputar ajaib tempat jiwa pencipta bertemu
dirinya sendiri di dalam jiwa ciptaan. Sang mata yang meneliti alam semesta
adalah mata alam semesta itu sendiri."
Selama beberapa detik, mereka terdiam. Kemudian, si lelaki berkata, "Keriting
atau wajik?" "Wajik! Itu sudah jelas."
Dua gelas diisi, dan aku berdiri di sana selama beberapa saat. Ketika tidak
terdengar apa-apa lagi, aku meninggalkan tempat itu sepelan mungkin.
Aku sungguh terguncang, tetapi juga telah menemukan jawaban dari segala
pertanyaanku, karena kini jelas sudah bahwa kalimat-kalimat janggal itu
diciptakan Ana dan Jose bersama-sama di beranda rumah mereka. Tentunya mereka
juga memiliki keberanian yang luar biasa, karena kuyakin rentetan panjang
kalimat yang baru saja tidak sengaja kudengar itu juga menunjukkan sesuatu yang
tanpa ragu-ragu kusebut sebagai kleptomania intelektual, juga pencurian gagasan.
Kenyataan bahwa kalimat-kalimat Ana dan Jose semakin lama semakin menyerupai
pemikiranku sendiri tentang evolusi nyaris tak bisa disebut kebetulan tidak
setelah percakapan kemarin, atau setelah pembicaraan singkatku dengan Jose
beberapa jam yang lalu. Sejak pertemuan pertama kami, mereka telah menyelidiki
diriku dan menyerap hampir setiap gagasan yang kumiliki.
Walaupun begitu, beberapa pertanyaan masih tak terjawab. "Wajik! Itu sudah
jelas." Dan memang sudah jelas wajik, Vera, bukan keriting maupun sekop, tentu
saja bukan. Tetapi, apakah artinya" Apakah hubungannya dengan kartu" Dan
siapakah "Joker" dan "para peri?"
Aku juga tidak yakin apakah "lokakarya" sore itu dimaksudkan sebagai pertunjukan
rutin bagi turis kesepian yang mengendap-endap di sekitar pepohonan palem.
Contohnya, aku tidak bisa yakin mereka tidak melihatku beberapa menit sebelum
aku tiba di belakang beranda mereka. Lalu ada pula Ana. Keluarlah dari kealpaan
diriku, Ana! Aku memutuskan untuk melakukan sesuatu. Pertama-tama aku kembali ke pondokku,
mengeluarkan pena dan kertas, kemudian duduk di tepi tempat tidur. Aku menulis:
"Semakin dekat Joker dengan ketiadaan abadi, semakin jelas pula ia melihat sang
hewan yang menemuinya dalam cermin setiap kali ia bangun menghadapi hari baru.
Ia tidak dapat menemukan kedamaian dalam tatapan memelas seorang primata yang
berduka. Ia melihat seekor ikan yang tersihir, seekor katak yang telah
bermetamorfosis, seekor kadal yang berubah bentuk. Ini adalah akhir dunia,
pikirnya. Di sinilah perjalanan panjang evolusi terhenti mendadak."
Aku membacanya keras-keras, dan tiba-tiba
datang sebuah jawaban dari bingkai jendela.
"Aku suka bagian tentang 'kadal yang berubah bentuk'," ujar Gordon. "Kenapa?"
"Entah bagaimana, bagian itu menekankan bahwa kamilah sesungguhnya yang asli."
"Omong kosong! Engkau juga seekor ikan yang tersihir."
"Tetapi, aku tidak berubah bentuk. Aku tidak memiliki lipatan otak yang terlalu
banyak. Aku memiliki sistem saraf yang benar-benar cukup untuk melakukan
tugasnya, tidak lebih dan tidak kurang."
"Baiklah, kalau begitu, aku ganti saja menjadi 'seekor kadal yang berdiri
tegak'." "Menurutku, sebaiknya engkau tetap menggunakan 'berubah bentuk', dan tidak hanya
karena adanya lipatan-lipatan yang berlebihan itu di dalam otakmu, tetapi juga
demi ritme bahasanya. Juga demi hubungan yang baik dengan tetangga."
"Aku punya yang lain lagi," ujarku, dan aku membacanya keras-keras sambil
menulis: "Joker adalah seorang malaikat yang tengah menderita. Adalah sebuah
kesalahpahaman yang fatal yang menyebabkannya mengenakan tubuh dari darah dan
daging. Ia ingin hidup sebagai seorang primata hanya selama beberapa detik
kosmos, tetapi ia telah mencopot tangga surga di belakang punggungnya. Jika
tidak ada yang menjemputnya sekarang, jam biologisnya akan berdetak semakin
cepat dan lebih cepat, dan terlambatlah untuk kembali ke surga."
Aku melihat ke atas. "Omong kosong yang romantis, kalau kau ingin tahu pendapatku."
"Aku belum bertanya apa pun kepadamu."
"Bagaimana jika keabadian itu tidak ada?" "Itulah persisnya yang membuatku
begitu gusar. Tetapi juga sedih. Aku adalah seorang primata yang berduka."
"Tetapi, engkau mengasumsikan bahwa ada sebuah surga tempat malaikat dapat
berinkarnasi, hanya untuk suatu hari menyadari bahwa mereka begitu terperangkap
dalam jerat alam duniawi sehingga tidak dapat menyeret diri mereka pulang
kembali." "Apakah sebaiknya aku memasukkan kalimat itu" begitu terperangkap dalam jerat
alam duniawi sehingga tidak dapat menyeret diri mereka pulang kembali1?"
"Tentu saja tidak. Hampir tidak mungkin ada dunia selain dunia ini, dan dunia
ini berjalan dalam waktu dan ruang."
"Aku tahu itu!" aku hampir menjerit.'"Dan itu satu-satunya alasan mengapa engkau
mengatakan hal itu. Tetapi dalam kiasanku itu, ada sebuah "jika" yang tersirat,
kau tahu" Aku memang seperti seorang malaikat yang berduka dan hanya jika
malaikat memang ada. Engkau harus mencoba membayangkan seorang malaikat yang
tengah berduka tersesat di tengah kubangan daging yang berguncang-guncang.
Malaikat itu tiba-tiba menyadari bahwa ia telah melakukan sesuatu yang
mengerikan

Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekaligus tak terhindarkan karena tidak dapat menemukan jalan untuk kembali ke
surga. Tidakkah kau lihat betapa fatal hal ini bagi sang malaikat" Sebelumnya ia
beranggapan bahwa berdasarkan aturan alamiah penciptaan, keberadaannya tidak
akan pernah berakhir. Selama ini ia selalu ada dan memiliki kontrak surgawi
bahwa itulah yang akan selalu terjadi, dunia tanpa akhir. Tetapi terjadilah
sebuah kesalahan, sebuah kesalahan tragis sama seperti buah apel di Taman
Firdaus menyebabkan kesalahan kini akhirnya sang malaikat menyadari bahwa
statusnya telah sangat terpuruk, karena dengan satu gebrakan, ia telah diubah
menjadi malaikat biokimia, yaitu seorang manusia, yang merupakan sebuah mesin
kehidupan yang dijalankan dengan protein, hampir sama dengan seekor ikan atau
seekor katak. Ia berdiri di hadapan cermin dan menyadari karena kesalahan yang
bodoh itu, ia kini tidak lebih berharga daripada seekor tokek."
"Seperti yang telah kukatakan, kami tidak pernah mengeluh tentang status
keberadaan kami." "Tetapi aku tidak seperti itu!"
"Karena engkau memiliki satu lipatan terlalu banyak."
"Ya, ya. Dan tidak demikian halnya dengan sang malaikat. Mungkin ia memiliki
daya pemahaman yang persis sama dengan manusia, maksudku cukup untuk memahami
konsep-konsep tertentu mengenai alam semesta; tempat ia akan terus ada untuk
selamanya berbeda dengan manusia. Di situlah letak perbedaan yang sangat besar,
hanya di situ. Jika dilihat dari sudut pandang ini, sang malaikat memiliki daya pemahaman yang
cukup, sesuai dengan statusnya dalam kosmos. Secara pribadi, aku mengetahui jauh
terlalu banyak mengingat aku berada di sini hanya untuk waktu yang singkat."
"Tidak ada gunanya membahas pemahaman seorang malaikat setelah engkau baru saja
mengakui tidak percaya bahwa mereka ada."
Aku tidak memedulikannya.
"Aku berasal dari rumah sang salamander," lanjutku. "Dan bertentangan dengan
latar belakang berupa pendeknya masa keberadaanku di sini, aku memiliki satu
atau dua lipatan otak yang berlebih. Jadi yang aku diskusikan ini bukanlah
sebuah topik intelektual, melainkan sebuah pertanyaan yang berhubungan dengan
perasaan, juga sebuah pertanyaan mengenai moral. Aku merasa sungguh sesak
sekaligus sedih dihadapkan dengan betapa pendeknya hidup ini dan berapa banyak
yang sudah harus kutinggalkan. Ini tidak adil."
"Mungkin sebaiknya engkau menggunakan waktu yang disediakan untukmu dengan
melakukan sesuatu selain menyesali kenyataan bahwa waktumu itu begitu pendek."
"Bayangkan engkau berada dalam perjalanan panjang," ujarku. "Tiba-tiba, engkau
diundang ke dalam sebuah rumah milik seorang baik hati yang kau temui, tetapi
hanya untuk sebuah kunjungan singkat. Pada saat yang sama, kau juga tahu bahwa
engkau tidak akan pernah dapat kembali ke rumah itu, atau dalam hal ini, ke
negara atau kota itu." "Engkau masih bisa duduk dan menikmati percakapan yang menyenangkan."
"Tentu saja. Tetapi, aku tidak perlu mengetahui segalanya tentang bagaimana
rumah itu berfungsi. Aku tidak perlu tahu letak semua sendok sup dan panci,
tempat gunting rumput dan seprai disimpan. Aku tidak perlu tahu bagaimana
perkembangan kedua anak di sekolah atau apa yang disajikan oleh ayah dan ibu
kepada tamu mereka pada ulang tahun pernikahan perak mereka tahun lalu. Memang
menyenangkan jika sang tuan rumah menunjukkan keadaan rumahnya sedikit. Aku
tidak menyepelekan ramah tamah seperti itu, tetapi sudah keterlaluan jika sang
tuan rumah menjelaskan segala sesuatu tentang rumah itu, dari bawah tanah hingga
loteng, padahal engkau hanya datang untuk minum kopi."
"Sama seperti dua atau tiga lipatan itu."
Aku tidak membiarkan perhatianku dialihkan.
"Jika aku tinggal selama beberapa bulan, tentu masalahnya akan sedikit berbeda.
Karena pastilah mereka adalah orang-orang yang menarik untuk dikenal jika tidak,
aku hampir tidak mungkin akan singgah di tempat mereka, walaupun aku tidak
menyadari bahwa mereka akan menggunakan begitu banyak waktu dalam persinggahan
singkatku itu untuk membangga-banggakan kehidupan sempurna mereka, rumah mereka
yang juga sempurna, lengkap dengan pemanas di bawah lantainya dan Jacuzzi baru.
Aku harus mengejar pesawat, aku akan berangkat ke belahan dunia yang lain. Aku
gelisah, karena dalam waktu singkat, aku akan bangkit dan meninggalkan tempat itu, taksi
mungkin akan segera datang, dan aku tidak akan pernah kembali .... Apakah engkau
sungguh-sungguh tidak mengerti apa yang kumaksud?"
"Aku benar-benar mulai mengerti bahwa engkau terlalu banyak mengerti."
"Terlalu banyak, tepat sekali, itulah yang kumaksud selama ini. Hampir sembilan
puluh sembilan persen dari genku sama dengan gen simpanse dan masa hidup kami
hampir sama tetapi kurasa engkau tidak tahu sama sekali berapa banyak lagi yang
kumengerti, namun kutahu bahwa aku harus memisahkan diri dengannya. Contohnya,
aku memiliki cukup pengetahuan mengenai betapa luar angkasa begitu luas tanpa
batas dan bahwa ia dibagi menjadi galaksi dan kumpulan galaksi, spiral dan
bintang-bintang yang berdiri sendiri, dan bahwa ada bintang-bintang yang sehat
dan raksasa merah yang sedang demam, katai putih dan bintang neutron, planetplanet dan asteroid. Aku tahu segalanya mengenai Matahari dan Bulan, mengenai
evolusi kehidupan di Bumi, mengenai para Fir'aun dan dinasti-dinasti di Cina,
negara-negara di dunia dan rakyat mereka sebagaimana terlihat saat ini. Belum
lagi segalanya yang telah kupelajari mengenai tumbuh-tumbuhan dan hewan, kanal
dan danau-danau, sungai dan celah-celah gunung. Tanpa harus berhenti untuk
berpikir, aku dapat menyebutkan kepadamu namanama beberapa ratus kota, aku dapat
menyebutkan kepadamu namanama hampir semua negara di dunia, dan aku tahu
perkiraan jumlah populasi di setiap negara tersebut. Aku memiliki pengetahuan
tentang latar belakang sejarah dari berbagai kebudayaan yang berbeda, agama dan
mitos-mitos mereka, dan hingga taraf tertentu, juga sejarah bahasa mereka,
terutama hubungan etimologinya, khususnya dalam kelompok bahasa Indo-Eropa.
Tetapi, aku juga yakin dapat menyebutkan cukup banyak istilah dari bahasa-bahasa
Semit, dan beberapa dari bahasa Cina dan Jepang, ditambah lagi seluruh topografi
dan namanama pribadi yang kutahu. Sebagai tambahan, secara pribadi aku mengenal
beberapa ratus individu, dan hanya dari negara kecilku sendiri aku dapat dalam
waktu singkat menyebutkan kepadamu beberapa ribu nama rekan senegaraku yang
masih hidup bahkan data-data biografis yang cukup lengkap dari beberapa orang di
antara mereka. Dan aku tidak perlu membatasi diriku dengan orang-orang Norwegia
saja, kita hidup di desa yang semakin lama semakin global, dan dengan segera,
batas desa itu akan melingkupi seluruh galaksi. Pada tingkatan yang lain, ada
orang-orang yang sungguh-sungguh kusukai, walaupun orang tidak hanya membentuk
ikatan dengan orang-orang, tetapi juga tempat. Pikirkan saja semua tempat yang
kutahu dengan sangat baik, dan aku dapat menyebutkan apakah seseorang telah
memangkas sebuah semak-semak atau memindahkan sebuah batu. Lalu ada buku,
terutama semua buku yang telah begitu banyak mengajariku tentang biosfer dan
angkasa luar, tetapi juga karya-karya
sastra. Melalui buku-buku tersebut, aku juga mengenal kehidupan orang-orang
khayalan yang, terkadang, begitu berarti bagiku. Dan kemudian, aku tidak dapat
hidup tanpa musik, dan pilihanku sangat beragam, segalanya mulai dari musik
tradisional dan musik Renaissance hingga Schbnberg dan Pende-recki. Tetapi harus
kuakui, dan hal ini punya bobot dalam perspektif yang sedang kita upayakan,
harus kuakui aku memiliki kesukaan khusus akan musik romantis, dan hal ini,
jangan lupa, juga dapat ditemukan di antara karya Bach dan Gluck, juga Aibi ?noni. Tetapi, musik romantis telah muncul pada setiap zaman, dan bahkan Plato
menyarankan untuk menghindarinya karena ia percaya bahwa perasaan melankolis
dapat melemahkan diri. Dan jika engkau mendengarkan Puccini dan Mahler, akan
sangat jelas bahwa musik telah menjadi sebuah perwujudan langsung dari apa yang
sedang kucoba sampaikan kepadamu, bahwa hidup ini terlalu pendek dan fakta bahwa
manusia tercipta memiliki arti bahwa mereka harus meninggalkan terlampau banyak
hal. Jika engkau pernah mendengar Abschied dari Das Lied von der Erde ciptaan
Mahler, engkau akan tahu maksudku. Semoga engkau mengerti bahwa aku membicarakan
perpisahan itu sendiri, saat kepergian, dan hal itu terjadi di dalam organ sama
yang menjadi tempat penyimpanan segala yang kutinggalkan."
Aku menghampiri tas kabinku dan membukanya, mengeluarkan botol ginku dan
meletakkannya ke mulut. Sungguh tidak perlu dikomentari karena aku hanya menelan
seteguk kecil, dan sebentar lagi
waktu makan malam. "Kau sudah akan memulai?" ujarnya.
"Memulai" Kurasa, penggunaan kata-katamu itu terlalu berat sebelah. Aku hanya
minum sedikit karena aku haus, dengan kata lain untuk menyegarkan diri, dan
engkau berkata aku memulai."
"Aku hanya khawatir kebiasaan minummu itu dapat semakin memperpendek usiamu,
jika hal yang terburuk terjadi."
"Mungkin, dan aku dapat melihat letak paradoks itu, tetapi aku tidak berbicara
tentang menjadi tua, aku berbicara mengenai keabadian, dan sehubungan dengan
itu, beberapa tahun saja tidaklah penting."
"Untung aku terbebas dari kekhawatiran mengenai keabadian."
"Ya, aku tidak!" ujarku. Aku menyambar catatan yang telah kutulis, lalu bergegas
keluar dari kamar dan membanting pintu di belakangku keras-keras.
Dengan sengaja aku berjalan ke arah pondok Ana dan Jose, walaupun saat semakin
mendekat, aku sengaja memperlambat langkahku. Jadi, ketika aku melewati beranda
itu, seakan-akan, dengan sedikit keberuntungan, tampak seperti kebetulan saja.
Aku melipat kertasku dan menyelipkannya di saku belakang.
"Anda ingin segelas anggur putih?" terdengar suara Ana.
"Ya, terima kasih."
Ia mengambilkan sebuah kursi dan sebuah
gelas dari dalam, dan ketika kami telah duduk dan gelas-gelas telah terisi, aku
berpura-pura memandang penuh pemikiran ke arah pepohonan palem sambil bergumam
sesuatu kepada diriku sendiri, bagaikan tengah meresapi kalimat-kalimat kuno:
"Semakin dekat Joker dengan ketiadaan abadi, semakin jelas pula ia melihat sang
hewan yang menemuinya dalam cermin setiap kali ia bangun menghadapi hari baru.
Ia tidak dapat menemukan kedamaian dalam tatapan memelas seorang primata yang
berduka. Ia melihat seekor ikan yang tersihir, seekor katak yang telah
bermetamorfosis, seekor kadal yang berubah bentuk. Ini adalah akhir dunia,
pikirnya. Di sinilah perjalanan panjang evolusi terhenti mendadak."
Kau mungkin bisa mendengar jika ada jarum yang terjatuh, karena keadaan langsung
sunyi senyap di beranda itu sehingga membuatku takut. Aku yakin Ana dan Jose
saling berpandangan, tetapi tidak ada satu kalimat pun yang terucap hingga
akhirnya Ana bertanya apa pendapatku tentang anggur itu.
Aku telah menduga tanggapan semacam itu akan datang, karena apa yang kukatakan
hanya dapat diterjemahkan sebagai reaksi atas pertunjukan verbal mereka sendiri
beberapa hari terakhir ini. Tetapi, kami hanya duduk di sana selama seperempat
jam untuk membahas mengenai Fiji dan beberapa topik umum lainnya.
Aku ingat sempat tercekat oleh kemungkinan teoretis yang mengerikan bahwa semua
yang kudengar terlontar di antara Ana dan Jose tidaklah berbeda dengan
percakapan khayalanku dengan Gordon. Tetapi, jika memang seperti itu masalahnya,
mengapa Ana dan Jose tidak berkomentar apa pun tentang pernyataanku yang begitu
tiba-tiba mengenai ikan yang tersihir dan primata yang berduka" Peran kami
secara tiba-tiba terbalik sepenuhnya.
Atau, apakah mereka merasa menjadi korban curi-dengar dan pengintaian karena tak
pernah ingin aku memahami kutipan-kutipan mereka" Kepercayaan diri sepasang
kekasih yang berenang tanpa busana di bawah sebuah air terjun tropis mungkin
tidak dimaksudkan bagi telinga pihak ketiga, dan tentunya tidak menjamin akan
adanya jawaban. Ditambah lagi, aku tidak memiliki alasan untuk merasa terhina
jika mereka terinspirasi untuk mengadaptasikan topik-topik diskusi kami ke dalam
gaya yang lebih puitis. Aku harus mendapatkan lebih banyak kepastian. Setelah berterima kasih kepada
mereka atas anggur itu, sebutir kelapa terjatuh dari salah satu pohon, dan
sekali lagi aku berkata kepada diri sendiri dengan cukup keras untuk memastikan
mereka dapat mendengarnya:
"Joker adalah seorang malaikat yang tengah menderita. Adalah sebuah
kesalahpahaman yang fatal yang menyebabkannya mengenakan tubuh dari darah dan
daging. Ia ingin hidup sebagai seorang primata hanya selama beberapa detik
kosmos, tetapi ia telah mencopot tangga surga di belakang punggungnya. Jika
tidak ada yang menjemputnya
sekarang, jam biologisnya akan berdetak semakin cepat dan lebih cepat, dan
terlambatlah untuk kembali ke surga."
Sekali lagi keadaan menjadi sunyi senyap, dan aku merasakan suatu atmosfer
kejengahan meliputi beranda itu. Aku tidak mendapatkan tanggapan sedikit pun
dari Vera, bahkan tidak dalam bentuk nonverbal. Dan aku harus menambahkan bahwa
sejak sore itu, segalanya telah berakhir. Setelah itu, tidak sekali pun Ana dan
Jose berdiskusi berdua di hadapanku. Sesuatu telah mati, mati tanpa dapat
dibangkitkan kembali seperti sang malaikat yang kehilangan kunci menuju
keabadian. Kami berjalan bersama-sama memasuki pepohonan palem. Ana mengeluarkan kameranya dan mulai mengambil fotofoto lagi. Aku juga mengambil foto mereka di sini, misalnya ketika mereka
berdiri di bawah pohon kelapa yang dipasangi papan peringatan tentang bahaya
buah kelapa. Selain malaikat yang berduka, ada sesuatu mengenai kepala dan buah kelapa
berjatuhan yang membuatku berpikir betapa mudahnya mengubah sebuah foto dan
memasang foto-foto telanjang palsu seorang kenalan di internet. Tetapi aku yakin
sebelumnya pernah melihat wajah Ana dan bukan dalam foto. Aku benar-benar yakin
akan hal itu, begitu yakin sehingga aku harus bertanya kepada diriku sendiri
mengapa aku bisa begitu yakin mengenai sesuatu yang tidak dapat kuingat.[]
Konferensi Tropis KETIKA KAMI TIBA UNTUK MAKAN MALAM, MEJA-MEJA KECIL TELAH DI dorong menjadi satu
membentuk satu meja besar. Malam sebelumnya, begitu selesai makan, para tamu
berkumpul bersama, dan kuduga para penjamu kami ingin membantu kami duduk
berdekatan sejak awal makan malam. Baru kemudian kuketahui inisiatif pengaturan
tempat yang tidak biasa ini ternyata datang dari Tuan Spooke, karena seperti
yang diungkapkan Jochen Kiess, Ma-ravu Plantation Resort ingin tetap menjadi
tempat berlindung bagi para individualis.
Aku tiba lebih awal dan punya cukup waktu untuk minum bir di bar dengan si orang
Inggris. Kami bercakap-cakap mengenai reptil-reptil di Oseania, dan terutama
mengenai tokek rumah, karena John juga menemukan beberapa di antara mereka di
kamarnya. Aku tidak mengatakan apa-apa mengenai kejadian botol gin itu. Kasus
itu akan tetap menjadi rahasia antara diriku dan sang pemilik penginapan.
Sebaliknya, harus kuakui aku bercerita kepadanya sedikit tentang Oslo, termasuk
tentu saja beberapa hal mengenai kita. Aku juga bercerita tentang itu kepadanya.
Aku bercerita bahwa kita telah kehilangan seorang anak dalam sebuah kecelakaan
lalu lintas. Pada pagi itu, aku telah menelepon pusat konferensi di Salamanca untuk
memastikan namaku ada dalam daftar peserta, dan aku tidak dapat menahan diri
untuk menyebutkan kepada John bahwa aku telah mendapat informasi kalau engkau
juga akan ada di sana. Hanya saja aku tidak dapat memastikan apakah engkau tahu
aku akan datang. John menanggapi dengan bercerita bahwa ia kehilangan istrinya
beberapa tahun lalu karena sakit yang cukup lama. Namanya Sheila, dan aku
menduga lelaki itu memiliki ikatan batin yang sangat dalam dengannya. Kami
setuju bahwa hidup tidaklah mudah. Setelah bertahun-tahun tidak aktif menulis,
orang Inggris ini tengah mulai menulis catatan-catatan kecil untuk sebuah novel
baru. Hal itu membawa pembicaraan kami ke arah seni dan kebudayaan secara umum,
dan aku mengaku bahwa aku sangat mengagumi para maestro dari Spanyol, terutama
koleksi mereka yang sangat indah di Prado. Mendengarnya, matanya membelalak
seakan-akan ia teringat akan sesuatu yang sangat penting.
Sementara kami duduk dan berbincang-bincang, para tamu mulai berdatangan. Saat
makan malam, Laura duduk di sebelah kananku dan Evelyn di sebelah kiri. Mark,
yang telah menjadi seorang pengacara penuh, duduk di samping Evelyn, dan di
kepala meja, di sebelah kiri Mark, duduklah Bill. John menempatkan dirinya di
depanku, dan di sebelah kirinya, di hadapan Laura, duduk Mario. Di sisi lain
sang orang Inggris duduklah Ana dan di sebelahnya Jose.
Aku akan mencoba menyebutkan hal-hal utama yang terjadi malam itu, dan langsung
menceritakan bagian-bagian yang penting saja. Sebelum puding disajikan, John
mengetuk gelasnya dan mengucapkan beberapa komentar singkat mengenai pengaturan
duduk yang kami lihat malam itu, inspirasi-inspirasi intelektual langka yang
sering dapat ditemui pada malam-malam tropis seperti ini manusia sebenarnya
memang makhluk tropis dan lebih khusus lagi, betapa menyenangkannya dapat
bertemu dengan kami semua, entah apakah kami datang dari Eropa nun jauh di sana,
Amerika, maupun Australia. Nyonya rumah kami di Maravu, Nyonya Angela Kiess,
juga memberitahunya sambil lalu bahwa untuk pertama kalinya dalam beberapa
bulan, tamu-tamu yang sama datang untuk makan malam dua malam berturut-turut;
biasanya sebagian orang datang atau pergi pada siang hari. Terlebih lagi dan ini
adalah niat sang orang Inggris untuk malam ini ia percaya bahwa semua orang di
meja ini, dengan menyingkirkan perbedaan-perbedaan kecil kami, memiliki suatu
persamaan, ya, sebuah kelipatan persekutuan terkecil, kalau ia boleh meminjam
istilah matematika. Pendeknya: ia telah melakukan percakapan singkat dengan
setiap orang dari kami, dan menyadari bahwa dengan cara masing-masing, kami
semua menaruh minat khusus terhadap apa yang ia sebut sebagai dilema manusia


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

modern. Hal ini tampak jelas pada makan malam sebelumnya. Dan ia mengharapkan
bahwa diskusi yang akan berlangsung malam ini akan lebih terfokus ketimbang
percakapan kemarin yang melebar. Bahkan, sebuah pertemuan nonformal pun bisa
mendapat manfaat dari adanya seorang pemimpin forum. Kemudian, ia menyebutkan
nama kami semua sambil berusaha bukannya tanpa kesulitan untuk membentuk kami
menjadi semacam perwakilan seluruh umat manusia yang bertemu di bawah langit
luas yang berbintang. Rapat malam ini pun dimulai, dan John memberinya nama "konferensi tropis".
Kemudian, ia mengucapkan pidato berikut. Tentunya ia telah merenungkan kata-kata
ini cukup lama: "Ketika bertemu orang lain, baik di sebuah konferensi profesional atau di sebuah
pulau di Laut Selatan, sudah menjadi bagian kebiasaan kita untuk menyebutkan
nama Anda dan mengatakan tempat Anda tinggal, dan mungkin juga menyebutkan
informasi yang lain, terutama jika Anda akan bertemu dengan orang itu selama
beberapa hari. Mungkin Anda akan menyebutkan detail-detail mengenai status
pernikahan, pekerjaan, dan negara atau kota asal Anda. Dan mungkin saja Anda
menyadari bahwa Anda dapat berkenalan lebih dekat dengan mereka, bahwa Anda
memiliki minat yang sama, atau dalam hal ini, beberapa masalah yang sama,
seperti pasangan hidup yang terlalu pencemburu, atau sebuah kekurangan fisik,
suatu fobia yang langka atau orangtua yang belum lama meninggal. Itu bagus!"
Aku melirik ke sekeliling meja, dan sebagian besar para tamu terlihat seperti
tanda tanya hidup. Laura yang malam itu mengenakan sebuah blus hitam dan celana
jins yang dipotong dengan sobekan-sobekan panjang meletakkan tangannya di
lenganku dan berbisik, "Ia benar-benar seorang badut."
"Itu bagus!" ulang si orang Inggris. "Kebutuhan nyata yang mendorong
dilakukannya perkenalan seperti itu adalah keinginan untuk memamerkan diri demi
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, apakah dalam segi jenis kelamin,
status, keadaan keuangan, koneksi sosial, atau prestasi dan keahlian-keahlian
khusus. Seni dalam hal ini adalah dengan tidak langsung menampakkan aspek-aspek
paling menguntungkan yang kita miliki, tetapi melakukannya dengan cara yang
paling wajar, tersamar, atau seperti tak disengaja. Karena, manusia tidak
semata-mata makhluk sosial. Di atas segalanya, manusia adalah makhluk yang besar
kepala, lebih besar kepala, menurut saya, dibandingkan semua vertebrata lainnya.
'Lihatlah betapa mengagumkan dan pintarnya diriku,' demikian kata kita. Saya
harap, Anda semua menyadari bahwa saya bukan orang kebanyakan. Saya punya dua
orang putra yang sudah dewasa, keduanya tengah kuliah, dan seorang putri remaja
yang ingin menjadi aktris atau seniman. Itu benar! Nah, putri kami baru saja
menikah dengan putra wali kota Liverpool, lelaki itu benar-benar tergila-gila
kepadanya. Anda juga dapat melihat bahwa saya cukup kaya. Ya, benar, nama kami
sama dengan perusahaan baja itu, pendirinya adalah kakek buyut saya. Oh, saya
telah membaca sebagian dari Derrida tentu saja, dan selama beberapa hari
terakhir ini, ada sebuah buku
karangan Baudrillard di samping tempat tidur saya. Saya juga meminati karya
seni; kami punya sebuah lukisan kecil karya Monet di kamar tidur dan sebuah
karya Miro di ruang duduk, dan sesungguhnya, kami baru saja menggantungkan
sebuah cermin baroque di atas perapian ...."
Ia memotong dirinya sendiri dengan berseru: "Baiklah! Bagus!"
Aku menatap sekelilingku lagi dan melihat beberapa orang lain juga tengah
melakukan hal yang sama, karena pada saat itu tidak ada yang benar-benar tahu
arah pidatonya ini. Setidaknya itulah yang saat itu kupikirkan, walaupun
kemudian aku bertanya-tanya apakah ia punya kaki tangan di antara kita.
"Udaranya panas," kata Bill. "Mungkin sebaiknya kita memesan beberapa botol
anggur putih" Atau apakah sebaiknya saya membuka sampanye?"
Tetapi, John terus melanjutkan.
"Di samping semua ini, di samping segala gaun dan makan malam, bedak dan
penjepit dasi, rekening bank dan cermin baroque di atas perapian di samping
segala embel-embel sosial kita mungkin memiliki dua atau sepuluh tahun, atau
paling banyak beberapa puluh tahun lagi untuk hidup di planet ini. Dan karena
itu, ya, karena itu, umumnya kita diserang serentak oleh sejumlah sudut pandang
tentang eksistensi, walaupun kita jarang membicarakan hal itu. Oleh karena itu,
saya menyarankan agar malam ini kita mencoba meninggalkan minat dan aktivitasaktivitas kita sehari-hari, dan berkonsentrasi pada sesuatu yang memengaruhi
kita semua." Pada saat itu, karena aku teringat akan sesuatu yang kubicarakan dengan Gordon
malam sebelumnya, tiba-tiba aku mengucapkan, "Contohnya alam semesta."
Aku hanya menggumamkan kata-kata itu kepada diriku sendiri, tetapi John
bertanya, "Apa yang Anda katakan?"
"Contohnya alam semesta," ujarku.
"Bagus sekali, benar-benar bagus sekali. Jadi sekarang, kita telah mendapatkan
usul agar mencoba mengonsentrasikan percakapan malam ini pada alam semesta. Oleh
karenanya, kita akan menyingkirkan politik partai ke satu sisi, begitu juga
Linda Tripp dan Monica Lewinsky, walaupun saya tidak pernah mengerti bagaimana
skandal sebesar itu dapat tercipta dari potensi erotis sebatang cerutu Havana
tetapi cukup mengenai hal itu, lebih dari cukup. Kita, dan dengan mengatakan hal
itu yang saya maksud adalah setiap orang dari kita, bukanlah produk dari
masyarakat yang dibentuk manusia semata. Kita juga hidup di bawah sebuah langit
yang sangat misterius, penuh dengan bintang dan galaksi, dan bahkan satelitsatelit kita sendiri hampir tidak dapat membedakan cerutu Havana yang dilarang
dengan cerutu Brasil yang tidak berbahaya."
Aku merasakan berputarnya aura penuh kegelisahan di sekeliling meja. Ana dan
Jose benar-benar meresapi semangat dari semua ini, walaupun mereka bisa saja
adalah bagian dari komite yang mengorganisasi acara ini. Kurasa, kini Laura juga
mulai tertarik, walaupun hanya beberapa menit yang lalu ia menyebut John seorang
badut. Di pihak lain, kurasa Mark dan Mario hanya mengikuti permainan ini sambil
menderita, dan Evelyn, yang kuliah farmasi di Seattle, dengan segera mengatakan
bahwa ia tidak tahu apa pun mengenai astronomi dan lebih baik mundur saja. Bill
tampak benar-benar apatis; bahkan saat John tengah berbicara, ia memanggil sang
lelaki dengan bunga di belakang telinga kirinya dan memesan sesuatu. Sedangkan
aku menerjunkan diri ke dalam situasi itu, dan ke dalam Maravu Plantation Resort
sebagai tempat berlindung bagi pertanyaan-pertanyaan besar selain juga bagi para
individualis. John mulai berusaha mencairkan pertemuan itu dengan bertanya berapa banyak dari
kami percaya akan adanya kehidupan di planet lain. Karena Evelyn tidak ingin
menjawab pertanyaan itu sedikit pun, perkumpulan itu pun terbagi menjadi dua
pihak yang sama besar, dan John telah siap untuk menarik kesimpulan pertama
kalinya malam itu. "Luar biasa! Saya harus mengatakan bahwa saya terkesan dengan pendapat yang
muncul dalam forum ini. Saya mengemukakan pertanyaan paling fundamental mengenai
kondisi alam semesta dan dapat menyatakan bahwa, hanya dalam waktu beberapa
menit, saya telah mendapatkan empat jawaban yang benar-benar tepat dari
pertanyaan tersebut. Walaupun keempat jawaban yang lain
sama sekali salah." "Jadi, Anda tahu jawabannya?" komentar Mario. Sang ketua tidak memedulikannya.
Ia melanjutkan: "Karena mungkin saja ada kehidupan di alam semesta atau mungkin tidak ada.
Tertium non da-tur! Tentu saja, sekadar gagasan bahwa angkasa luar di atas sana
dipenuhi kehidupan sudah cukup membuat kepala kita pusing. Tetapi, mungkin juga
bahwa kehidupan hanya terbatas ada di planet kita, walaupun hal itu tidak
membuat kenyataan lebih mudah diterima; memikirkan hal itu pun bisa
membingungkan. Maka, jelas bahwa empat dari kita yang hadir telah memberikan
jawaban yang tepat dan benar atas pertanyaan yang kita ajukan. Dengan kata lain,
jawaban atas pertanyaan yang sulit tidaklah harus begitu rumit."
"Anda belum mengatakan yang mana di antara kita yang memberikan jawaban yang
benar," Mario merajuk.
"Hal itu tidak penting," John menekankan. "Sejauh yang saya tahu, adalah
keberhasilan yang luar biasa bahwa ada empat orang yang duduk di sekeliling meja
ini memberikan jawaban yang benar mengenai keberadaan kehidupan di luar sana."
Saat itulah secara memalukan aku bertindak terlalu terburu-buru.
"Sudah pasti ada kehidupan di luar sana," ujarku. "Di alam semesta ini mungkin
ada seratus miliar galaksi, dan setiap galaksi memiliki seratus miliar bintang.
Sungguh sia-sia ruang teramat luas itu
jika kita memang sendirian."
"Itu adalah sebuah komentar yang menarik," jawab Jose.
"Mengapa?" "Kemarin malam, Anda sangat menekankan bahwa tidak ada kesengajaan di balik
proses alam." "Saya masih berpendapat demikian," aku menegaskan.
Ia pun menyerangku: "Dan hari ini, Anda bilang sungguh sia-sia ruang teramat
luas itu jika kita memang sendirian di sini ...."
Aku mengangguk karena belum menyadari kerancuan pemikiranku. Tetapi perangkap
telah terpasang, Vera, karena ia berhasil menjebakku: "Lalu mungkin Anda dapat
mengatakan kepada kami siapakah, atau siapakah yang tidak, menyia-nyiakan ruang
itu?" Aku hanya bisa menelan rasa malu dan mengakui bahwa ia telah membuktikan kalau
aku tidak konsisten. Pada saat yang sama, terpikir olehku, orang-orang pertama
yang menggunakan argumen "ruang yang tersia-sia" untuk mendukung pendapat bahwa
alam semesta ini dipenuhi kehidupan sering juga merupakan orang-orang yang
begitu berapi-api menyangkal adanya makna lebih mendalam di balik proses-proses
alam. Tetapi, jika penciptaan kehidupan di Bumi ini memang tidak lebih dari
sebuah kebetulan yang gila, semakin tidak masuk akal untuk mempertahankan
kebetulan gila yang sama itu sebagai suatu prinsip kosmos.
John melanjutkan dengan membahas beberapa
pertanyaan lain mengenai kosmologi. Setiap pertanyaannya selalu membagi para
peserta menjadi dua kubu. Ia ingin tahu apakah energi kosmik memang selalu ada,
dan jika tidak, kami harus memutuskan apakah energi itu sepenuhnya melakukan
evolusi dengan sendirinya atau diciptakan oleh suatu kekuatan internal atau
eksternal. Kemudian ia ingin tahu apakah alam semesta akan terus meluas, atau
jika massanya begitu besar, apakah ia akan menyatu kembali dan lalu menyebabkan
banyak Big Bang baru yang tak terhitung jumlahnya berikut alam-alam semesta lain
yang tercipta karenanya. Ia berusaha untuk mencari tahu apakah ada kesadaran
transenden ataukah semesta fisik adalah satu-satunya yang ada. Lalu ia tertarik
untuk mendengar pendapat kami mengenai apakah manusia memiliki ruh yang bertahan
setelah otaknya mati, atau apakah segalanya di alam ini berusia pendek. Apakah
fenomena-fenomena adi indriawi benar-benar ada, tanyanya, ataukah setiap
fenomena tersebut hanyalah fantasi belaka, tidak lebih dari sisa-sisa cara
memandang dunia melalui mitos atau bahkan animisme yang masih tertinggal dalam
pikiran manusia modern" Setiap kali John selalu mengomentari bahwa pertemuan itu
terbagi menjadi dua kubu yang bertentangan, dan mengingatkan kami bahwa
setidaknya sebagian dari kami yang hadir telah memberikan jawaban yang benar
dari pertanyaan-pertanyaan yang ia tanyakan, karena tidak pernah sekalipun kami
semua memiliki pandangan yang sama.
"Ya atau tidak!" John Spooke menegaskan dengan suaranya yang berlogat Inggris
Oxford sebelum menutup persamaan-persamaan kuadrat mengenai keberadaannya dengan
sebuah istilah Latin: Tertium non datur1.
Tidak lama kemudian, lelaki dengan bunga di belakang telinga kirinya meletakkan
dua botol sampanye pesanan Bill di atas meja, dan kini percakapan sepenuhnya
memasuki sebuah fase baru. John ingin berkeliling meja sehingga setiap orang
dapat bergantian memberikan sebuah rangkuman singkat mengenai filosofi hidup
mereka. Kini kami semua tertarik; bahkan Evelyn pun mulai menyambut ide ini.
Jose memulai lebih dulu, dan mengambil kesempatan itu untuk mengeluarkan argumen
yang dapat kusebut sebagai sudut pandang antroposentris. Ia percaya bahwa ukuran
alam semesta tidak mungkin pernah jauh lebih kecil, atau susunannya terlalu
berbeda, daripada yang ada sekarang, untuk memungkinkan kemunculan manusia di
alam semesta ini. Kesimpulan yang ia ambil selalu jauh melebihi argumen-argumen
yang ia kemukakan. Tetapi, ia mengingatkan kami bahwa otak manusia mungkin
adalah benda paling rumit di seluruh alam semesta, dan pada dasarnya jauh lebih
sulit untuk dimengerti dibandingkan bintang-bintang neutron dan lubang hitam.
Terlebih lagi, otak tersusun dari atom-atom yang pernah mendidih dalam bintangbintang yang telah lama padam, dan jika alam semesta tidak sebesar ini, ia tidak
akan mungkin menciptakan bintang dan planet-planet, atau bahkan mikro organisme
sekalipun. Bahkan, sebuah planet "tanpa inteligensi" seperti Yupiter memiliki
peran vital sehingga kami dapat duduk di sini dan bercakap-cakap dengan begitu
rasional. Jika bukan berkat medan gravitasi yang begitu besar dari planet
raksasa itu, Bumi akan terus-menerus dihujani meteor dan asteroid. Tetapi, Bapa
Jove (Yupiter) berperan seperti sebuah pengisap debu terhadap kekuatan chaos.
Jika tidak, tidak mungkin di planet Tellus (Bumi) terbentuk sebuah biosfer dan,
akhirnya, kehidupan manusia. Ia menjelaskan semua ini dengan sikap yang
membuatku teringat tentang kebiasaan para kepala suku Fiji zaman dahulu yang
menggunakan seorang manusia nyamuk untuk tidur nyenyak. Jika Bumi adalah sang
kepala suku dan meteor-meteor adalah kumpulan nyamuk, Yupiterlah yang
menyediakan jasa sebagai manusia nyamuk. Kita pun tidak boleh lupa bahwa selama
ini Yupiter telah menderita beberapa gigitan nyamuk yang parah, satu saja,
menurut Jose, akan cukup untuk menghabisi seluruh kehidupan di atas Bumi.
"Beri saya sebuah planet yang hidup!" demikian ia menutup orasinya. "Dan sejauh
yang saya tahu, ada kemungkinan hanya Bumi yang memenuhi syarat untuk disebut
demikian, asalkan, tentu saja, tidak ada suatu kekuatan yang memutuskan untuk
tidak menyia-nyiakan ruang. Walaupun dapat dimengerti jika ternyata seluruh
massa alam semesta hanya cukup untuk menciptakan satu kesadaran yang mampu untuk
mengajukan teori-teori seperti ini. Dapat dimengerti pula jika diperlukan banyak
waktu untuk menciptakan apa pun yang serumit pikiran manusia, tidak hanya
sekadar tujuh hari. Tepuk tangan bagi Big Bang baru terdengar lima belas miliar
tahun setelah ledakan itu terjadi."
Bill berargumen bahwa hanya tinggal menunggu waktunya bagi sains untuk
mengungkap semua rahasia zat dan alam semesta. Mark mengisyaratkan bahwa semakin
banyak riset mendasar akan dibiayai perusahaan-perusahaan multinasional.
Sedangkan, Evelyn memegang teguh kepercayaan terhadap Yesus sebagai juru selamat
umat manusia dan alam semesta.
Kemudian giliran Laura. Laura tidak menyembunyikan kenyataan bahwa ia mengambil
banyak inspirasi bagi pandangan hidupnya dari filsafat India, terutama vedanta,
satu dari enam aliran ortodoks, atau lebih tepatnya kevai advaita, sebuah
istilah yang dikutip dari sang filosof Shankara, yang hidup di India pada awal
abad ke-19. "Keval advaita" berarti "nondualisme absolut" ujar Laura kepada
kami. Ia meneruskan dengan memberitahukan bahwa hanya ada satu kenyataan, yang
disebut oleh orang-orang India sebagai brahman atau mahatman, yang artinya
adalah "jiwa dunia" atau lebih harfiahnya "jiwa besar". Brahman hidup kekal,
tidak dapat terbagi dan tidak berwujud. Jadi, semua pertanyaan John memiliki
satu jawaban, dan hanya satu jawaban, karena brahman lah jawaban dari semua
pertanyaan yang ia lontarkan.
"Ya ampun, Laura," terdengar Bill yang baru saja mengungkapkan optimisme ilmiah
yang hampir naif menghela napas panjang.
Tetapi, Laura tidak membiarkan perhatiannya dialihkan. Ia menjelaskan bahwa
segala keanekaragaman hanyalah sebuah ilusi. Sebuah ilusi yang menyebabkan
kehidupan sehari-hari kita menunjukkan sebuah dunia yang memiliki banyak sisi,
ujarnya sebuah ilusi yang selama beribu-ribu tahun oleh orang-orang India
disebut maya. Karena dunia yang sesungguhnya bukanlah dunia luar yang tampak
atau dunia materi. Itu hanyalah sebuah ilusi, dan tampak nyata bagi mereka yang
terpengaruh. Namun, bagi orang-orang bijak, hanya brahman atau sang jiwa
dunialah yang sejati. Jiwa manusia identik dengan brahman, ia melanjutkan, dan
hanya ketika kita menyadari hal ini, ilusi realitas eksternal lenyap. Jiwa
manusia pun menjadi brahman, yang sebenarnya selalu begitu adanya, tetapi tak
disadari. "Kurasa, kita memang mengharapkan hal itu," komentar John. "Dunia eksternal
tidak ada dan semua keanekaragaman hanyalah sebuah ilusi."
Laura tidak terpancing oleh umpan tersebut. Ia meraba rambut hitamnya yang
terkepang dan tersenyum nakal ke sekeliling meja sambil menjelaskan dengan lebih
terperinci. "Ketika Anda bermimpi, Anda berpikir menjadi bagian dari sebuah kenyataan yang
memiliki banyak sisi dan bahwa Anda berada di dunia eksternal. Tetapi, segala
sesuatu di dalam dunia mimpi yang penuh ilusi itu adalah produk dari jiwa Anda
sendiri, mimpi itu adafah jiwa Anda dan tidak lebih. Masalahnya adalah Anda
tidak menyadari hal ini hingga
Anda terbangun, dan kemudian mimpi itu tidak lagi ada. Ketika semua topeng
kepalsuan dalam mimpi itu telah dilucuti, muncullah apa yang sebenarnya ada
selama ini, yaitu tidak lain diri Anda sendiri."
"Saya tidak mengenal teori itu," ketua kami mengakui. "Walaupun teori itu
menarik sekaligus radikal. Tentunya hampir tidak mungkin untuk membuktikannya
salah ...." Ia menimbang-nimbang sesaat, kemudian berkata, "Apakah Anda benar-benar
mengatakan 'maya'?" Si wanita mengangguk, dan si orang Inggris kemudian mengalihkan lirikannya


Maya Misteri Dunia Dan Cinta Karya Jostein Gaarder di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada Ana yang duduk di sebelah kanannya. Kuperhatikan wanita itu menunduk, dan
pada saat yang sama, Jose melingkarkan lengannya memeluk si wanita dan
menariknya mendekat. "Kita percaya bahwa kita adalah sembilan jiwa yang duduk di sekeliling meja
ini," Laura menunjukkan. "Dan hal itu disebabkan oleh maya. Pada kenyataannya,
kita adalah aspek dari jiwa yang satu dan sama. Ilusi maya lah yang membuat kita
berpikir bahwa orang lain adalah sesuatu yang berbeda dari diri kita. Itulah
mengapa kita tidak perlu khawatir akan kematian. Tidak ada yang bisa mati. Satu Kedele Maut 9 Pengemis Binal 19 Pewaris Mustika Api Pedang Pelangi 24

Cari Blog Ini