Ceritasilat Novel Online

Da Vinci Code 2

The Da Vinci Code Karya Dan Brown Bagian 2


Anda dari Amerika Serikat."
Langdon terkejut. Kegirangannya tentang kode itu tergantikan dengan riak
perhatian tiba-tiba. Sebuah pesan dari Amerika Serikat" Dia mencoba membayangkan
siapa yang berusaha menghubunginya. Hanya sedikit dari temannya yang tahu dia
ada di Paris. Geraham Fache yang lebar mengetat karena berita itu. "Kedutaan Besar AS?"
tanyanya, terdengar curiga. "Bagaimana mereka tahu Pak Langdon ada disini?"
Sophie menggerakkan bahunya. "Tampaknya mereka menelepon hotel Pak Langdon, dan
penerima tamu mengatakan bahwa Pak Langdon dijemput oleh petugas DCPJ."
Fache tampak bingung. "Dan Kedutaan Besar menghubungi Kriptografi DCPJ?"
'Tidak, Pak," kata Sophie, suaranya tegas. "Ketika saya menelepon operator
telepon DCPJ untuk menghubungi Anda, mereka mengatakan bahwa mereka punya pesan
untuk Pak Langdon dan meminta saya untuk menyampaikannya jika saya berjumpa
dengan kalian." Alis Fache berkerut, tampak bingung. Dia membuka mulutnya untuk berbicara, namun
Sophie telah beralih ke Langdon lagi.
"Pak Langdon," dia melaporkan sambil menarik secarik kertas kecil dari sakunya,
"ini nomor telepon pelayanan pesan dari Kedutaan Besar Anda. Mereka ingin Anda
sesegera mungkin menelepon." Dia memberikan kertas tersebut dengan tatapan
tajam. "Sementara saya menjelaskan tentang kode itu kepada Kapten Fache, Anda
harus menelepon." Langdon mempelajari kertas itu. Tertera nomor telepon Paris dan nomor ekstensi.
"Terima kasih," katanya, sekarang dia merasa khawatir. "Di mana aku bisa
menelepon?" Sophie mulai mengeluarkan handphone dari saku sweternya, tetapi Fache
mengibaskan tanganny? kepada Sophie. Sekarang Fache tampak seperti gunung
Vesuvius yang siap meletus. Tanpa mengalihkan tatapan dari Sophie, dia
mengeluarkan handphone-nya dan memberikannya kepada Langdon. "ini aman, Pak
Langdon. Pakailah." Langdon merasa bingung dengan kemarahan Fache pada perempuan muda itu. Dengan
merasa tak enak, dia menenima hand-phone sang kapten. Fache langsung menarik
Sophie beberapa langkah menjauh dan mulai memarahinya dengan berbisik-bisik.
Langdon merasa semakin tak menyukai kapten itu, dan menyingkir dari pertengkaran
aneh itu untuk kemudian segera menyalakan handphone. Sambil melihat kertas yang
diberik?n Sophie, Langdon memutar nomor tersebut. Sambungan itu mulai berdering.
Dering pertama ... dering kedua ... dering ketiga. Akhirnya tersambung. Langdon
mengira akan mendengar suana operator Kedutaan Besar, namun tennyata hanya suara
dari sebuah mesin penjawab. Anehnya, suara itu terdengar tak asing. Itu suara
Sophie Neveu. "Bonjour, vous ?tes bien chez Sophie Neveu," kata suara perempuan itu.
"Jesuisabsentpour1e moment,mais..." Dengan bingung, Langdon beralih ke Sophie
lagi. "Maaf, Nona Neveu"
Saya kira Anda telah memberikan - " "Tidak, itu memang nomornya," sela Sophie
cepat, seolah sudah mengira Langdon akan bingung. "Kedutaan Besar punya sistem
pesan otomatis. Anda harus memutar kode akses untuk mendengarkan pesan Anda."
Langdon menatap. "Tetapi - " "Tiga nomor kode pada kertas yang saya berikan pada
Anda itu" Langdon membuka mulutnya untuk menjelaskan kesalahan yang aneh itu,
namun Sophie mendelik padanya sekejap. Mata hijaunya mengirimkan pesan yang
sangat jelas. Janganbertanya.Lakukansaja. Dengan bimbang, Langdon memutar nomor
ekstensi yang tertera pada
kertas itu. 454. Pesan suara Sophie langsung terputus, dan Landon mendengar
suara elektronik dalam bahasa Prancis. "Anda punya satu pesan baru." Tampaknya
454 adalah kode akses Sophie untuk mendengarkan pesan ketika dia tidak di rumah.
Akumendengarkanpesanmilikperempuanitu" Langdon dapat mendengar suara pita yang
sekarang diputar balik. Akhirnya berhenti dan mesin itu tersambung. Langdon
mendengarkan pesan itu. Lagi, pesan itu dalam suara Sophie.
"Pak Langdon," pesan itu mulai dalam suara bisikan yang menakutkan. "Jangan
bereaksi karena pesan ini. Dengarkan saja. Anda sekarang dalam bahaya. Ikuti
petunjukku dengan sangat hati-hati."
10 SILAS DUDUK di belakang kemudi mobil Audi hitam yang telah disiapkan Guru dan
menatap ke luar ke arah Gereja Saint-Sulpice. Gereja itu disinari dari lampu di
bawah sehingga dua menara loncengnya menjulang seperti penjaga di atas gedung
jangkung itu. Pada setiap sayap bangunannya, sederetan dinding penyangga yang
bagus menonjol seperti tulang iga binatang liar yang indah.
Para penyembah berhala itu menggunakan rumah Tuhan untuk menyembunyikan batu
kunci mereka. Kembali kelompok persaudaraan itu menegaskan reputasi legendaris
mereka dalam hal ilusi dan kebohongan. Silas menunggu-nunggu untuk mencari batu
kunci itu dan memberikannya kepada Guru sehihgga mereka dapat menemukan kembali
apa yang telah lama dicuri oleh kelompok persaudaraan itu dari orang-orang yang
beriman. OpusDeiakanmenjadisangatkuat. Silas memarkir Audi-nya di tempat parkir
Place Saint-Sulpice yang sunyi, kemudian dia menarik napas, mengatakan pada
dirinya sendiri supaya membersihkan pikirannya untuk menjalankan tugas ini.
Punggung lebarnya sakit karena ritual pembersihan diri yang telah dilakukannya
tadi pagi, namun rasa sakit itu tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan
penderitaan hidupnya sebelum Opus Dei menyelamatkannya. Kenangan itu masih
menghantui jiwanya. Hilangkan kebencianmu, Silas memerintahkan diri sendiri.
Maafkan merekayangmenghalangimu. Sambil menatap menara batu Saint-Sulpice, Silas melawan
arus yang menarik pikirannya ke masa lampau, mengunci dirinya sekali lagi di
dalam penjara yang telah pernah menjadi dunianya ketika dia masih muda. Kenangan
akan penyucian dosa datang seperti dulu, seperti prahara bagi perasaannya ...
bau kol busuk, aroma kematian, air seni manusia, tinja. Tangisan keputusasaan di
dalam desau angin Pirenia dan isak orang-orang yang terlupakan. Andorra,
pikirnya, merasa otot-ototnya menegang. Luar biasa. Kejadian itu terjadi di
daerah kekuasaan yang tandus dan terlupakan di antara Spanyol dan Prancis. Dia
menggigil dalam sel batunya, hanya menginginkan kematian, namun dia diselamatkan
ketika itu. Dia tak menyadarinya pada waktu itu. Cahaya itu datang bersamaan
dengan kilat. Ketika itu namanya bukan Silas, namun dia tak ingat lagi nama yang
diberikan orang tuanya. Dia telah meninggalkan rumahnya ketika berusia tujuh
tahun. Ayahnya yang pemabuk, Seorang pekerja pelabuhan yang berotot, sangat
murka karena kelahiran anak lelakinya yang albino, kemudian sering memukuli
ibunya dan menyalahkannya karena keadaan bayi mereka yang memalukan. Ketika si
anak mencoba membela ibunya, dia juga dipukuli dengan kejam.
Suatu malam, terjadi perkelahian sengit, dan ibunya tak pernah bangun lagi. Anak
lelaki itu berdiri di samping ibunya yang sudah meninggal dan merasa sangat
berdosa karena membiarkan hal itu terjadi. Inikesalahanku! Seolah ada sejenis
setan yang memengaruhinya, anak lelaki itu berjalan menuju dapur dan meraih
sebilah pisau daging. Seperti terhipnotis, dia bergerak ke kamar tidur tempat
ayahnya tertidur mabuk. Tanpa sepatah kata pun, anak lelaki itu menikam punggung
ayahnya. Ayahnya berteriak kesakitan dan mencoba membalik tubuhnya, namun
anaknya menikamnya lagi, dan lagi, hingga akhirnya apartemen itu senyap.
Anak lelaki itu melarikan diri, namun kemudian mendapati bahwa kehidupan di
jalan Marseille juga tidak ramah. Penampilannya yang aneh membuatnya tak
berteman di antara anak-anak muda yang minggat dari rumah juga. Dia akhirnya
terpaksa tinggal di ruang bawah tanah sebuah pabrik rusak, memakan buah curian
dan ikan mentah dari pelabuhan. Temannya hanyalah majalah bekas yang
ditemukannya di sampahan, dan dia belajar sendiri untuk membacanya. Waktu
berlalu, dia tumbuh menjadi kuat. Ketika dia berusia dua belas tahun, seorang
gelandangan lain - seorang gadis dua kali umurnya - mengejeknya di jalan, dan
berusaha mencuri makanannya. Gadis itu dihajar hingga hampir menemui ajalnya.
Ketika pemilik gedung tersebut memisahkannya dari gadis itu, dia diberi
ultimatum - meninggalkan Marseille atau dikirim ke penjara remaja.
Anak lelaki itu pindah ke pantai Toulon. Dengan berlalunya waktu, penampilannya
yang ketakutan di jalan berubah menjadi menakutkan. Anak itu telah tumbuh
menjadi seorang lelaki yang sangat kuat. Ketika orang melaluinya, dia dapat
mendengar mereka membicarainya.Hantu, kata mereka. Mata mereka melebar ketakutan
ketika melihat kulit putihnya.Hantubermata setan!
Dan dia merasa seperti hantu ... tembus pandang ... melayang dari satu pelabuhan
ke pelabuhan yang lainnya. Kelihatannya orang-orang melihat menembus dirinya.
Ketika berusia delapan belas t?hun, di kota pelabuhan, saat dia berniat mencuri
sepeti lemak daging babi dari kargo kapal, dia tentangkap oleh sepasang anak
buah kapal. Kedua pelaut yang mulai, memukulinya itu berbau bir, seperti ayahnya
dulu. Kenangan akan kebencian dan ketakutan muncul seperti monster dari kedalaman.
Anak muda itu mematahkan leher pelaut pertama dengan tangan kosongnya, dan
kedatangan polisilah yang menyelamatkan pelaut kedua dari nasib yang sama. Dua
bulan kemudian, dengan terbelenggu, dia tiba di penjara Andora. Kau seputih
hantu, teman seselnya mengoloknya ketika para penjaga membawanya ke dalam sel,
bugil dan kedinginan.Miraciespectro!Mungkin hantudapatmenembusdindingini!
Setelah dua belas tahun, daging dan jiwanya melayu hingga dia tahu telah menjadi
tembus pandang. Akuhantu Akutakberbobot Yosoyunespectro
...palidocomounfantasma ...caminandoestemundaa
solas. Suatu malam, hantu itu terbangun karena jeritan teman satu selnya. Dia
tak tahu kekuatan tak tampak apa yang dapat mengguncang lantai tempat dia tidur,
ataupun tangan kuat yang dapat menggetarkan sel batunya yang besar itu, namun
ketika dia terloncat berdiri, sebuah batu besar jatuh persis di tempat yang baru
saja dia tiduri. Dia mendongak untuk melihat dari mana datangnya batu-batu itu,
dan di atasnya, sebuah pemandangan yang tak pernah dilihat sebelumnya. Rembulan.
Walau bumi masih bergoyang, si hantu turhuyung-huyung melalui sebuah terowongan
sempit, lalu dengan bingung dia keluar dan mendapatkan pemandangan yang luas,
kemudian dia terjun ke sisi gunung yang tandus dan masuk ke hutan. Dia berlari
sepanjang malam, terus menurun, gemetar karena lapar dan lelah. Si hantu
menyusuri tepian kesadarannya, dan saat fajar menyingsing dia telah tiba di
sebuah jalan kereta api yang memotong sebuah lapangan. Dia mengikuti jalan
kereta api itu, terus bergerak seolah dalam mimpi. Kemudia dia melihat sebuah
gerbong kosong; dia memasukinya untuk berlindung dan beristirahat. Ketika dia
terbangun, kereta api itu sedang bergerak. Sudah berapa lama" Sejauh apa" Ada
rasa sakit pada perutnya. Apakahakumati"
Dia tertidur lagi. Kali ini dia terbangun karena seseorang berteriak,
memukulinya, melemparnya keluar dari gerbong itu. Dengan berdarah-darah dia
menggelandang di pinggiran sebuah desa kecil untuk mencari makan, namun gagal.
Akhirnya, tubuhnya terlalu lemah untuk melangkah lagi. Dia terbaring di pinggir
jalan, pingsan. Cahaya itu perlahan-lahan datang, dan si hantu bertanya-tanya sudah berapa lama
dia mati. Satu hari" Tiga hari" Tak penting. Tempat tidurnya lembut seperti
awan, dan udara disekitarnya tercium bau lilin manis. Yesus ada di sana,
menatapnya. Aku di sini, kata Yesus. Batu itu teiah digulingkan ke
tepi,kaudilahirkankembali.
Dia tidur dan terbangun. Kabut memenuhi pikirannya. Dia talk pernah percaya pada
surga, namun demikian Yesus menjaganya. Makanan datang di samping tempat
tidurnya, dan si hantu memakannya. Dia hampir dapat merasakan dagingnya
bertambah di atas tulang belulangnya. Dia tertidur lagi. Ketika terbangun, Yesus
masih tetap tersenyum padanya, dan berkata. Kau
aman,anakku.Restubagiyangmengikutijalan-Ku. Dia tertidur lagi. Sebuah jeritan
penuh derita telah mengejutkan si hantu dari tidurnya. Tubuhnya melangkah dari
tempat tidurny?, terhuyung-huyung dalam gang menuju suara teriakan itu. Dia
memasuki sebuah dapur dan melihat seorang lelaki besar memukuli seorang lelaki
lainnya yang lebih kecil. Tanpa dia tahu mengapa, si hantu mencengkeram lelaki
besar itu dan mendorongnya ke dinding. Orang itu melarikan diri, meninggalkan si
hantu berdiri di samping lelaki muda dalarn jubah pendeta. Hidung pendeta itu
terluka parah. Si hantu mengangkat tubuh pendeta itu lalu meletakkanya di atas
bangku panjang. "Terima kasih, temanku," kata pendeta itu dalam bahasa Prancis yang kaku. "Uang
sumbangan itu telah menggoda para pencuri. Kau berbicara bahasa Prancis dalam
tidurmu. Kau juga bisa berbahasa Spanyol?"
Si hantu menggelengkan kepalanya. "Siapa namamu?" pendeta itu melanjutkan dengan
bahasa Prancis yang buruk. Si hantu tak dapat mengingat nama yang diberikan
orang tuanya. Yang didengarnya hanyalah ejekan-ejekan para penjaga penjara. Pendeta itu tersenyum.
"No hay problema. Namaku Manuela Aringarosa. Aku seorang misionaris dari Madrid.
Aku dikirim ke sini untuk membangun sebuah gereja bagi Obra de Dios." "Aku di
mana?" suara si hantu terdengar bergaung. "Oviedo. Sebelah utara Spanyol."
"Bagaimana aku bisa sampai ke sini?" "Seseorang meninggalkanmu di depan pintu
rumahku. Kau sakit waktu itu.
aku memberimu makan. Kau sudah berhari-hari disini." Si hantu mempelajari lelaki
yang telah merawatnya. Sudah lama sekali si
hantu tak melihat orang berbuat baik. "Terima kasih, Bapak." Pendeta itu
menyentuh bibirnya yang berdarah. "Akulah yang berterima
kasih, temanku." Ketika Si hantu terbangun keesokan harinya, dunianya terasa
lebih terang. Dia menatap tanda salib yang tergantung di dinding di atas tempat
tidurnya. Walau benda itu tak berkata apa-apa, dia merasakan suasana yang nyaman
karena kehadirannya. Ketika duduk, dia melihat sebuah guntingan koran di atas
meja samping tempat tidurnya. Artikel itu berbahasa Prancis, berusia seminggu.
Ketika membaca ceritanya, dia ketakutan. Cerita itu gempa bumi di pengunungan
yang telah menghancurkan penjara dan membebaskan banyak penjahat berbahaya.
Jantungnya berdebar keras. Pendeta itu tahu siapa aku! Perasaan yang
dirasakannya adalah perasaan yang. lama tak pernah dirasakannya lagi. Malu.
Bersalah. Dan bersamaan dengan itu dia juga takut tertangkap. Dia terloncat dari
tempat tidurnya. Akuharuslarikemana" "Kisah Para Rasul," suara itu datang dari
pintu. Si hantu menoleh dan ketakutan. Pendeta muda itu tersenyum ketika
memasuki kamarnya. Hidungnya dibalut dengan aneh, dan dia memegang Alkitab tua.
"Aku menemukannya di Prancis untukmu. Babnya ditandai."
Dengan ragu, Si hantu menerima Alkitab itu dan melihat bab yang ditandai oleh
pendeta itu. KisahParaRasul16. Ayat-ayat menceritakan tentang seorang narapidana
berama Silas yang terbaring bugil dan disiksa di sel penjara, sedang menyanyikan
himne untuk Tuhan. Ketika si hantu tiba di Ayat 26, dia menahan napasnya, karena
terkejut. "... Dan tiba-tiba, ada gempa bumi besar, sehingga dasar penjara itu bergoyang,
dan semua pintu terbuka." Matanya menatap tajam pada pendeta itu. Pendeta itu
tersenyum hangat. "Mulai sekarang, temanku, jika kau tak
punya nama lain, aku akan memanggilmu Silas." Si hantu mengangguk kosong.Silas.
Dia telah diberi daging, dan makanan.
NamakuSilas. "Waktunya makan pagi," kata pendeta itu. "Kau memerlukan kekuatan
jika kau akan membantuku membangun gereja." Dua puluh ribu kaki di atas
Mediterrania, pesawat Alitalia penerbangan 1618, terguncang dalam turbulensi,
mengakibatkan para Penumpang bergerak bingung. Uskup Aringarosa tak
merasakannya. Pikirannya sedang berada di masa depan Opus Dei. Dia sangat ingin
tahu bagaimana kemajuan rencana di Paris. Dia berharap dapat menelepon Silas.
Namun tak bisa. Guru telah mencegahnya tadi.
"Ini untuk keselamatanmu," jelas Guru, berbahasa Inggris dengan aksen Prancis.
"Aku cukup mengenal peralatan komunikasi elektronik yang kutahu dapat disadap.
Akibatnya dapat berbahaya untukmu." Aringarosa tahu Guru benar. Guru tampaknya
orang yang betul-betul berhatihati. Dia tak mengatakan identitasnya kepada
Aringarosa namun dia dapat membuktikan bahwa dirinya patut dipatuhi. Lagi pula,
dia telah mendapatkan informasi yang sangat rahasia. Nama-nama empat anggota
tertinggi persaudaraan! Ini adalah salah satu dari tindakan-tindakan yang
meyakinkan uskup itu bahwa Guru memang bisa memberikan ganjaran yang hebat yang
dia akui bisa ia berikan.
"Uskup," kata Guru padanya, "Aku sudah mengatur semuanya. Untuk menjalankan
rencanaku, kau harus membiarkan Silas hanya berbicara padaku untuk beberapa hari
saja. Kalian berdua tidak akan saling berbicara. Aku akan berkomunikasi
dengannya melalui saluran-saluran yang aman." "Anda akan memperlakukannya dengan
hormat?" "Seorang yang percaya berhak mendapatkan yang terbaik." "Bagus sekali.
Saya mengerti kalau begitu. Silas dan saya tidak akan
berbicara hingga ini semua selesai." "Aku melakukan ini untuk melindungi
identitasmu, demi Silas, dan
investasiku." "Investasi Anda?" "Uskup, jika semangatmu sendiri untuk terus
bergerak maju mengakibatkanmu masuk penjara, kau tidak akan bisa membayar upahku." Uskup
tersenyum. "Benar sekali. Keinginan kita sejalan, semoga berhasil." Dua puluh
juta euro, pikir Uskup. Sekarang dia menatap luar jendela pesawat. Jumlah itu
kira-kira sama dengan dalam dolar Amerika.Jumlahyang
sedikituntuksesuatuyangkuat.
Dia merasakan adanya keyakinan yang dibarui yang tak digagalkan oleh Guru dan
Silas. Uang dan keyakinan adalah motivasi yang kuat.
11 "UVE PLAISANTERIE numerique?" Bezu Fache sangat marah, dan tak percaya, mendelik
pada Sophie Neveu. Sebuah lelucon numeris" "Dugaan profesionalmu tentang kode


The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sauni?re adalah sejenis kelakar matematika?"
Fache sama sekali tidak mengerti pada kekurangajaran perempuan itu. Tidak saja
dia menyerobot masuk tanpa izin Fache, namun sekarang Sophie berusaha
meyakinkannya bahwa pada saat-saat terakhir hayatnya, Sauni?re telah
terinspirasi untuk meninggalkan lelucon matematis"
"Kode ini," jelas Sophie dalam bahasa Prancis yang cepat, "merupakan bentuk
sederhana dari tujuan yang tak masuk akal. Jacques Sauni?re pastilah sudah tahu
bahwa kita akan langsung melihatnya." Dia menarik secarik kartu dari saku
sweternya dan memberikannya kepada Fache. "ini deskripsinya." Fache menatap
kartu itu. 1--1-2-3-5-8-13-21 "Ini?" dia membentak. "Yang kau kerjakan hanyalah menyusun nomor
nomor itu dengan urutan makin membesar!" Sophie benar-benar memiliki keberanian
untuk tersenyum puas. "Memang." Suara Fache turun sekali hingga seperti suara perut. "Agen Neveu, aku
tidak tahu apa maksudmu dengan ini, tetapi kusarankan untuk menjelaskannya
segera." Dia menatap Langdon dengan cemas, yang berdiri dekat mereka dengan
telepon tertekan pada telinganya, tampaknya masih mendengarkan pesan dari
Kedutaan Besar A.S. Dari tarikan wajah Langdon yang kelabu, dia mengira pesan
itu pastilah pesan buruk.
"Kapten," ujar Sophie, nada suaranya menantang sekali, "rangkaian nomor yang ada
di tangan Anda itu adalah salah satu dari deret ukur matematika yang paling
terkenal dalam sejarah."
Fache tidak tahu bahwa ada deret ukur matematika yang berkualitas dan terkenal,
dan dia jelas tidak menghargai nada suara Sophie yang terdengar masa bodoh itu.
"Ini adalah rangkaian Fibonacci," jelas Sophie, mengangguk pada secarik kertas
di tangan Fache. "Sebuah deret ukur yang setiap angka sama dengan jumlah dari
dua angka di depannya."
Fache mempelajari nomor-nomor itu. Setiap nomor memang merupakan jumlah dari dua
nomor di depannya, namun Fache masih tetap tak dapat membayangkan apa
hubungannya kematian Sauni?re.
"Ahli matematika Leonardo Fibonacci menciptakan rangkaian nomor ini pada abad
ketiga belas. Jelas, bukanlah sekadar kebetulan bahwa deret angka yang ditulis
Sauni?re di lantai merupakan bagian dari deret angka Fibonacci yang terkenal
itu." Fache menatap perempuan muda itu beberapa saat. "Baik, jika itu bukan kebetulan,
katakan padaku mengapa Jacques sauni?re memilih untuk melakukan itu. Maksudnya
apa"Apaartinya ini"
Sophie menggerakkan bahunya. "Sama sekali bukan apapun. Memang itu tujuannya.
Hanya sebuah lelucon kesederhanaan kriptografi. Seperti menyalin kata-kata dari
sebuah puisi terkenal dan mengacaknya untuk melihat apakah ada orang mengenal
kata-kata tersebut."
Fache melangkah penuh ancaman ke depan, mendekatkan wajahnya hanya beberapa inci
saja dari wajah Sophie. "Aku betul-betul mengharapkanmu memberikan penjelasan
yang lebih memuaskan dari sekadar itu saja.
Wajah Sophie yang lembut berubah menjadi keras ketika dia mencondongkan
wajahnya. "Kapten, mengingat apa yang telah Anda kerjakan malam ini di sini,
saya pikir Anda mungkin akan senang karena tahu bahwa Sauni?re sedang
mempermainkan Anda. Saya akan menginformasikan kepada direktur Kriptografi bahwa
Anda tak lagi memerlukan bantuan kami." Dengan itu Sophie berputar dan berjalan
ke arah dia masuk tadi. Fache terpaku, menatapnya menghilang dalam kegelapan.
Apa dia gila" Sophie Neveu baru saja menegaskan lagi sebuah lesuicideprofessionnel. Fache
beralih ke Langdon, yang masih bertelepon, tampak lebih serius dari sebelumnya,
mendengarkan dengan lebih saksama pesan teleponnya. Kedutaan Besar AS. Bezu
Fache membenci banyak hal...namun hanya ada sedikit hal yang membuatnya lebih
marah daripada amarahnya kepada Kedutaan Besar A.S.
Fache dan Duta Besar sering berselisih tentang pembagian kewenangan-pertengkaran mereka yang paling biasa adalah penerapan hukum bagi warga Amerika
yang berkunjung. Hampir setiap hari, DCPJ menangkap seorang pelajar Amerika dari
program pertukaran pelajar karena memiliki obat bius, para pengusaha Amerika
yang mengencani pelacur di bawah umur, turis Amerika yang mencuri belanjaan atau
merusak properti. Secara hukum, kedutaan Besar A.S. dapat ikut membantu dengan
mengusir mengusir mereka pulang ke A.S., dan di sana mereka hanya akan menerima
pukulan pada pergelangan tangan. Dan Kedutaan Besar hanya melakukan itu saja,
tanpa kecuali. L'emasculationdela PoliceJudiciaire, begitu Fache menyebutnya.
Paris Match baru saja mengeluarkan sebuah kartun sindiran, melukiskan Fache
sebagai anjing polisi, mencoba mengigigit seorang penjahat Amerika, tetapi tak
sanggup karena terantai pada Kedutaan Besar AS.
Tidakmalamini, kata Fache pada dirinya sendiri.Adayangdipertaruhkan. Saat itu
juga Robert Langdon menutup teleponnya. Dia tampak pucat. "Semua beres?" tanya
Fache. Dengan lemah Langdon menggelengkan kepalanya. Kabar buruk dari rumah,
Fache menerka. Dia melihat Langdon sedikit berkeringat ketika dia mengambil
kembali teleponnya "Sebuah kecelakaan," Langdon tergagap, menatap Fache dengan
ekspresi aneh. "Seorang teman ...." Dia ragu-ragu. "Aku harus pulang, segera
pagi ini." Fache yakin tarikan wajah Langdon itu bukan pura-pura, dan dia juga ikut
merasakannya, seolah-olah ketakutan itu samar-samar terlihat pada mata orang
Amerika itu. "Saya ikut prihatin" kata Fache sambil menatap Langdon dengan
saksama. "Anda mau duduk?" dia menunjuk pada satu bangku yang ada di galeri.
Langdon mengangguk begitu saja dan melangkah ke bangku itu. Dia berhenti, tampak
semakin bingung saja. "Sebenarnya, kukira aku perlu ke kamar kecil."
Fache mengerutkan keningnya karena penundaan itu. "Kamar kecil. Tentu saja. Mari
kita istirahat beberapa menit." Dia menunjuk ke gang, arah mereka masuk tadi.
"Kamar kecil ada dibelakang kantor kurator."
Langdon ragu-ragu, sambil menunjuk ke arah yang lain ke arah ujung koridor
Galeri Agung. "Saya rasa ada kamar yang lebih dekat di akhir koridor sana."
Fache tahu, Langdon benar. Mereka berada pada duapertiga panjang koridor, dan
gang buntu Galeri Agung berakhir pada sepasang kamar kecil. "Saya perlu temani
Anda?" Langdon menggelengkan kepalanya, sudah bergerak makin ke dalam galeri. "Tidak
perlu. Saya ingin sendirian beberapa menit saja."
Fache tidak khawatir karena Langdon berjalan sendiri ke sisa panjang koridor
ini. Dia merasa tenang karena tahu bahwa Galeri Agung merupakan jalan buntu dan
jalan keluar satu-satunya adalah ujung yang lain - gerbang yang mereka terobos
tadi. Walaupun peraturan keselamatan kebakaran Prancis mensyaratkan beberapa
ruang tangga untuk sebuah gedung sebesar ini, namun ruang tangga tersebut telah
secara otomatis terkunci ketika Sauni?re menyentuh sistem keamanan. Dijamin,
sistem itu sekarang telah dipasang kembali, membuka kunci ruang tangga, tetapi
itu tidak masalah - pintu-pintu keluar, jika terbuka, akan mematikan alarm
kebakaran dan dijaga oleh agenagen DCPJ. Langdon tidak mungkin dapat pergi tanpa
sepengetahuan Fache. "Saya perlu ke kantor Sauni?re lagi sebentar," kata Fache. "Harap Anda langsung
menyusul ke sana. Ada yang masih harus kita diskusikan." Langdon melambai, tanpa
kata ketika dia menghilang dalam kegelapan. Fache berputar dan berjalan dengan
marah ke arah yang berlawanan. Tiba di pintu gerbang, dia menerobos ke bawah,
keluar dari Galeri Agung, berjalan ke gang, dan bergegas masuk ke pusat komandoo
di kantor Sauni?re. "Siapa yang mengizinkan Sophie Neveu memasuki gedung!" Fache berteriak.
Collet-lah yang pertama menjawabnya. "Dia mengatakan kepada penjaga di luar
bahwa dia telah berhasil memecahkan kode." Fache menatap ke sekelilingnya. "Dia
sudah pergi?" "Dia tak bersama Anda?" "Dia sudah pergi." Fache mengerling pada
gang yang gelap. Tampaknya Sophie tidak berminat untuk singgah dan
bercakapdengan para agen lainnya ketika dia keluar.
Untuk sesaat, Fache mempertimbangkan untuk menghubungi para penjaga di luar dan
mengatakan untuk menghentikan Sophie dan membawanya masuk lagi sebelum perempuan
itu meninggalkan tempat ini. Kemudian dia berpikir lebih baik. Itu hanya karena
harga dirinya saja ... menginginkan kata-kata pamitan. Dia cukup banyak
mengalami gangguan malam ini.
BicaradenganagenNeveunantisaja. katanya pada diri sendiri. Dia sudah ingin
memecatnya. Sambil mengusir Sophie dari pikirannya, Fache menatap sejenak patung kesatria
yang berdiri di atas meja Sauni?re. Kemudian dia beralih ke Collet. "Kau
melihatnya?" Collet mengangguk cepat dan memutar laptopnya ke arah Fache. Titik merah tampak
dengan jelas pada gambar bagan ruangan, berkedip dalam ruangan yang bertuliskan
TOILETTES PUBLIQUES. "Bagus," kata Fache, menyalakan rokok dan berjalan ke gang. "Aku harus
menelepon. Pastikan Langdon hanya ke kamar keci1."
12 ROBERT LANGDON merasa bingung ketika dia melangkah cepat menuju ujung Galeri
Agung. Pesan telepon Sophie terus mengiang dalam benaknya. Pada ujung koridor
itu, tanda-tanda menyala bertandakan simbol-simbol untuk kamar kecil membawanya
ke kumpulan pemisah ruangan yang menampilkan lukisan-lukisan Italia dan
menyembunyikan kamar-kamar kecil itu dari pandangan.
Akhirnya dia menemukan pintu untuk kamar kecil pria. Langdon masuk dan
menyalakan lampu. Ruangan itu kosong. Dia berjalan ke tempat cuci tangan, dan
memercikkan air pada wajahnya dan mencoba untuk bangun. Lampu-lampu berpendar
mencolok memantul pada keramik dingin, dan ruangan itu berbau amonia. Ketika dia
mengeringkan wajahnya, pintu terbuka di belakangnya. Dia berputar.
Sophie Neveu masuk, mata hijaunya bersinar ketakutan. "Terima kasih Tuhan, kau
datang. Kita tak punya banyak waktu."
Langdon berdiri di samping tempat cuci tangan, bingung pada kriptografer DCPJ,
Sophie Neveu. Hanya beberapa menit yang lalu Langdon mendengarkan pesan
teleponnya, dan berpikir bahwa ahli kriptografi yang baru datang itu gila. Namun
demikian, semakin lama dia mendengarkan, semakin dia tahu bahwa Sophie berkata
jujur. Jangan bereaksi pada pesan.
Dengarkansajadengantenang.Andadalambahayasekarang.Ikutipetunjukpetunjuk saya
dengan saksama. Penuh dengan memutuskan untuk betul-betul melakukan yang
ketidakyakinan, Langdon disarankan Sophie. Dia mengatakan kepada Fache bahwa
pesan telepon itu adalah tentang teman yang terluka di negerinya. Kemudian dia
meminta untuk pergi ke kamar kecil di ujung Galeri Agung.
Sophie berdiri di depannya sekarang, masih terengah setelah kembali melalui
jalan yang sama ke kamar kecil dengan cepat. Dalam sinar lampu berpendar,
Langdon terkejut melihat bahwa sinar keras pada wajah Sophie tadi sebenarnya
terpancar dari wajah yang lembut. Hanya tatapan matanya yang tajam dan bisa
dibandingkan dengan lukisan manusia karya Renoir... terselubung namun nyata,
dengan kepolosan yang memantulkan misteri.
"Saya ingin memperingatkan Anda, Pak Langdon ...," Sophie mulai, masih terengah,
"bahwa Anda dalam sous surveillance cache. Dalam pengamatan ketat." Ketika dia
berbicara, aksen inggrisnya memantul pada dinding keramik, memberi kesan dalam
pada suaranya. "Tetapi ... mengapa?" tanya Langdon. Sophie telah memberinya penjelasan di
telepon, namun dia ingin mendengar dari bibir Sophie.
"Karena," katanya, melangkah mendekati Langdon, "Tersangka pertama Fache dalam
pembunuhan ini adalahAnda."
Langdon telah menduga akan mendengar kata-kata itu namun demikian masih saja
terdengar sangat aneh. Menurut Langdon dipanggil ke Louvre malam ini tidak
sebagai ahli simbologi tetapi lebih sebagai tersangka dan merupakan target
metode interogasi yang paling populer dari DCPJ - surveillancecach?e, sebuah
penipuan yang menjebak. Polisi mengundang tersangka dengan tenang ke tempat
kejadian perkara dan mengjnterogasinya dengan harapan si tersangka akan sangat
gugup dan secara tak sadar membuktikan kejahatannya sendiri.
"Periksa saku kiri jas Anda," kata Sophie. "Anda akan mendapat bukti bahwa Anda
sedang diawasi." Langdon merasa semakin ketakutan. Periksasakusaya" Terdengar seperti sulap
murahan. "Periksa sajalah." Dengan bingung, Langdon memasukkan tangannya ke
dalam saku kiri jas wolnya - yang tak pernah digunakannya. Dia meraba-raba di
dalam dan tak menemukan apa pun.. Apa yang kaucari" Dia mulai bertanya-ranya
mungkin saja Sophie memang gila. Kemudian jemarinya menyentuh sesuatu yang tak
terduga. Kecil dan keras. Menjepit benda kecil itu dengan jemarinya, Langdon
kemudian mengeluarkannya dan menatapnya dengan heran. Sebuah cakram metal
berbentuk kancing baju seukuran baterei jam tangan. Dia belum pernah melihatnya.
"Apa sih ...?" "Titik pelacak GPS," kata Sophie. "Terus-menerus mengirim keberadaannya ke
satelit Global Positioning System yang dapat dipantau oleh DCPJ. Kami
menggunakan itu untuk memantau posisi orang lain. Pantauannya tepat dalam jarak
dua kaki, dapat memantau ke seluruh dunia. Anda dalam kekang elektronik. Agen
yang menjemput Anda di hotel menyisipkannya ke saku Anda sebelum Anda
meninggalkan kamar."
Langdon mengingat kembali kejadian di kamar hotelnya...mandi cepatnya, berpakaian,
agen DCPJ dengan sopan memegangi jas wolnya ketika mereka meninggalkan
kamar.Diluardingin,pakLangdon, kata agen itu.Musimsemi di Paris sama sekali
bukan main-main. Langdon berterima kasih dan menerima jas.
Mata zaitun Sophie menatap tajam. "Saya tak mengatakan tentang titik pelacakan
itu kepada Anda tadi, karena saya tak mau Anda memeriksa saku Anda di depan
Fache. Dia tak tau Anda telah menemukannya." Langdon tak tahu bagaimana harus
menanggapinya. "Mereka memasangi alat pelacak itu karena mereka takut Anda akan
lari." Dia berhenti sejenak. "Sebenarnya, mereka berharap Anda akan lari; akan
membuat kasus mereka menjadi lebih kuat.' "Mengapa saya harus lari!" tanya
Langdon. "Saya tak bersalah!" "Fache berpendapat sebaliknya." Dengan marah,
Langdon berjalan ke arah tempat untuk membuang alat
pelacak itu. "Jangan!" Sophie mencekal tangan Langdon dan menghentikannya.
"Biarkan itu di dalam saku Anda. Jika Anda membuangnya, mereka akan tahu Anda
telah menemukan alat itu. Satu-satunya alasan mengapa Fache membiarkan Anda
sendirian adalah karena dia dapat memantau keberadaan Anda. Jika dia mengira
Anda telah tahu apa yang dilakukannya ...." Sophie tak menyelesaikan pikirannya.
Dia hanya mengambil cakram metalik itu dari tangan Langdon dan memasukkannya
lagi ke dalam jas wolnya. "Biarkan alat pelacak itu tetap bersama Anda. Paling
tidak untuk sementara."
Langdon merasa kalah. "Bagaimana Fache dapat yakin bahwa sayalah pembunuh
Jacques Sauni?re!" "Dia mempunyai alasan yang agak meyakinkan." Ekspresi Sophie muram. "Ada sebuah
bukti di sini yang Anda belum lihat." Langdon hanya dapat menatap. "Anda ingat
tiga baris teks yang ditulis Sauni?re di atas lantai?" Langdon mengangguk.
Angka-angka dan kata-kata tersebut tercetak dalam
benaknya. Suara Sophie sekarang menjadi bisikan. "Sialnya, apa yang Anda lihat
bukanlah pesan keseluruhannya. Ada baris keempat yang difoto oleh Fache dan
dihapusnya sebelum Anda tiba."
Walau Langdon tahu bahwa tinta takpermanen dari spidol dapat dengan mudah
terhapus, dia tidak mengerti mengapa Fache menghapus bukti itu.
"Baris terakhir pesan itu," kata Sophie, "merupakan sesuatu yang Fache tak mau
Anda ketahui." Dia berhenti sejenak. "Setidaknya hingga dia selesai dengan
Anda." Sophie mengeluarkan selembar hasil cetakan komputer dari saku sweternya dan
mulai membuka lipatannya. "Fache telah mengirim gambar-gambar dari tempat
kejadian kriminal ke Departemen Kriptologi lebih awal malam ini dengan harapan
kami dapat membayangkan apa yang dimaksud dalam pesan Sauni?re tersebut. Ini
adalah foto dari pesan utuh tersebut." Dia memberikan foto itu kepada Langdon.
Dengan bingung Langdon melihat gambar itu. Foto close up itu memperlihatkan
pesan bersinar di atas lantai parket. Baris terakhir memukul Langdon seperti
sebuah tendangan pada perutnya.
13-3-2-21 -1-1-8-5 0, Draconian devil! Oh, lame saint! P.S. Cari Robert Langdon
13 UNTUK BEBERAPA detik Langdon menatap dalam keheranan pada foto pesan tambahan
Sauni?re. PS. Cari Robert Langdon. Dia merasa lantai di bawahnya terangkat.
Sauni?re meninggalkan pesan tambahan dengan namaku" Dalam mimpi terburuknya pun
Langdon tak dapat membayangkan mengapa.
"Sekarang Anda mengerti," ujar Sophie, matanya mendesak, "mengapa Fache menyuruh
Anda datang ke sini malam ini, dan mengapa Anda tersangka utamanya?"
Satu-satunya yang dimengerti Langdon pada saat itu adalah mengapa Fache begitu
puas ketika Langdon mengatakan bahwa Sauni?re akan menyebutkan nama pembunuhnya.
CariRobertLangdon. "Mengapa Sauni?re menulis seperti itu?" tanya Langdon,
kebingungannya menjadi kemarahan. "Mengapa saya ingin membunuh Sauni?re?" "Fache juga belum
menemukan sebuah motif, tetapi dia telah merekam semua percakapannya dengan Anda
malam ini, dengan harapan Anda akan mengungkapkannya." Langdon membuka mulutnya,
namun tak satu kata pun terucap. "Ada mikrofon kecil menempel pada tubuhnya,"
Sophie menjelaskan. "Itu terhubung dengan transmitter dalam sakunya yang


The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengirimkan sinyal itu ke pos komando."
"Ini tidak masuk akal," Langdon marah. "Saya punya alibi. Saya langsung kembali
ke hotel begitu ceramah saya selesai. Anda bisa menanyakan itu kepada penerima
tamu di hotel." "Fache telah melakukannya. Laporannya menunjukkan Anda meminta kunci kamar Anda
pada penerima tamu itu pada pukul setengah sebelas malam. Sialnya, pembunuhan
itu terjadi pada hampir pukul sebelas malam. Anda bisa saja dengan mudah
meninggalkan kamar Anda tanpa terlihat orang lain." "Ini gila! Fache tak punya
bukti." Mata Sophie melebar seolah berkata:Takpunyabukti" "Pak langdon, nama
Anda tertulis di atas lantai di samping mayat itu, dan dalam agendanya Sauni?re
mengatakan bahwa Anda bersamanya pada waktu yang sama dengan waktu pembunuhan
itu terjadi." Dia berhenti sejenak. "Fache memiliki bukti lebih dari cukup untuk
membawa Anda ke penjara untuk diinterogasi." Langdon tiba-tiba merasa
membutuhkan seorang pengacara. "Saya tidak melakukannya." Sophie mendesah. "Ini
bukan televisi Amerika, Pak Langdon. Di Prancis, hukum melindungi polisi, bukan
penjahatnya. Sialnya, dalam kasus ini ada juga pertimbangan media. Jacques
Sauni?re merupakan orang besar dan dicintai di Paris, dan pembunuhannya akan
menjadi berita di pagi hari. Fache akan menjadi tertekan Untuk membuat
pernyataan, dan dia akan tampak jauh lebih baik jika sudah memiliki seorang
tersangka di dalam penjara. Apakah Anda bersalah atau tidak, Anda hampir pasti
akan ditahan oleh DCPJ sampai mereka mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi."
Langdon merasa seperti binatang yang terperangkap. "Mengapa Anda mengatakan ini
semua kepada saya?" "Karena, Pak Langdon, saya percaya Anda tak bersalah." Sophie menatap ke tempat
lain sejenak dan kembali menatap mata Langdon. "Dan juga karena ini sebagian
merupakan kesalahan saya sehingga Anda bermasalah seperti ini." "Maaf" Kesalahan
Anda bahwa Sauni?re mencoba menjebak saya?" "Sauni?re tidak mencoba menjebak
Anda. Ini sebuah kesalahan. Pesan di
atas lantai itu ditujukan kepada saya." Langdon memerlukan satu menit untuk
mengerti. "Maaf ?" "Pesan itu bukan untuk polisi. Dia menulis itu untuksaya.
Saya pikir, dia terpaksa melakukan semua itu dengan sangat terburu-buru sehingga
dia tidak sadar bagaimana itu akan dilihat oleh polisi." Dia berhenti sejenak.
"Kode angka itu tak berarti apa pun. Sauni?re menulisnya hanya untuk memastikan
bahwa penyeidikan itu akan melibatkan kriptografer, memastikan bahwa saya akan
tahu sesegera mungkin apa yang terjadi pada dirinya."
Langdon merasa semakin tak mengerti. Apakah Sophie Neveu telah gila atau tidak,
itu tidak penting, namun setidaknya Langdon sekarang mengerti mengapa Sophie
ingin menolongnya. PS Robert Langdon. Sophie tampaknya percaya bahwa kurator itu
telah meninggalkan pesan tambahan baginya untuk mencari Langdon. "Tetapi mengapa
Anda. berpikir pesan itu untuk Anda?"
"VitruvianMan itu," kata Sophie datar. "Sketsa istimewa itu adalah karya Da
Vinci yang paling saya suka. Malam ini dia menggunakannya untuk menarik
perhatian saya." "Sebentar. Anda mengatakan bahwa kurator itu tahu seni kegemaran Anda?"
Dia mengangguk. "Maafkan saya. Ini semua menjadi kacau. Jacques Sauni?re dan
saya ..." Suara Sophie tercekat, dan Langdon mendengar ada kesedihan yang mendadak di
sana, masa lalu yang menyakitkan, yang tiba-tiba muncul ke permukaan. Sophie dan
Sauni?re tampaknya memiliki hubungan khusus. Langdon mengamati perempuan cantik
yang berdiri di depannya. Dia sangat tahu bahwa lelaki berumur Prancis sering
memilih kekasih yang jauh lebih muda. Walau begitu, Sophie Neveu tampaknya tak
pantas menjadi "perempuan simpanan".
"Kami punya hubungan sepuluh tahun yang lalu," kata Sophie suaranya berbisik
sekarang. "Setelah itu kami hampir tak berbicara lagi. Malam ini, ketika Kripto
mendapat telepon itu dan menyatakan dia telah dibunuh, dan saya melihat
mayatnya, dan teks di atas lantai, saya sadar, dia berusaha mengirimi saya
sebuah pesan." "KarenaVitruvianMan itu?" "Ya. Dan huruf-huruf P.S."
"PostScript?" Dia menggelengkan kepalanya. "P.S. adalah inisial saya.?" "Tetapi
nama Anda Sophie Neveu." Dia mengalihkan tatapannya. "P.S. adalah nama
panggilannya pada saya ketika saya tinggal bersamanya." Dia tersipu. "Artinya PrincesseSophie." Langdon
tak punya jawaban. "Saya tahu, itu konyol," katanya lagi. "Tetapi itu tahunan
yang lalu. Saat saya masih seorang gadis kecil." "Anda mengenalnya ketika Anda masihgadis
kecil?" "Sangat kecil," katanya, matanya berkaca-kaca karena emosi. "Jacques
Sauni?re adalah kakek saya."
14 "DI MANA Langdon?" tanya Fache, menghisap rokok terakhirnya ketika dia melangkah
ke dalam ruang pos komando.
"Masih di kamar kecil, Pak." Letnan Collet telah menduga pertanyaan itu akan
meluncur. Fache menggerutu, "Lama sekali." Kapten menatap titik GPS itu melalui
bahu Collet, dan Collet hanya dapat mendengar roda-roda berputar. Fache sedang
berusaha menahan keinginannya untuk memeriksa Langdon. Idealnya, seseorang dalam
pengamatan diizinkan untuk merasa aman, dimanjakan setiap saat dan dibiarkan
sebebas mungkin. Langdon harus kembali atas kemauannya sendiri. Namun ini hampir
sepuluh menit. Terlalu lama. "Ada kemungkinan Langdon mempermainkan kita?" tanya
Fache. Collet menggelengkan kepalanya. "Kita masih melihat pergerakan kecil di
dalam kamar kecil pria, jadi alat GPS masih berada padanya. Mungkin dia merasa
mual" Jika dia menemukan alat itu, dia mungkin sudah memindahkannya dan mencoba
untuk lari." Fache melihat jam tangannya. "Baik." Namun Fache masih saja tampak
sibuk. Sepanjang malam, Collet merasakan ketegangan yang tak biasa pada diri
sang kapten. Biasaya dia selalu bersikap objektif dan tenang di bawah tekanan
sekalipun, namun malam ini Fache tampak emosional, seolah ini adalah masalah
pribadinya. Tidak mengherankan, pikir Collet. Fache betul-betul memerlukan penangkapan ini.
Akhir-akhir ini, Dewan Menteri dan media massa telah menjadi lebih kritis
terhadap taktik Fache yang agresif, konfliknya dengan kedutaan-kedutaan besar
yang berpengaruh, dan anggaran yang berlebihan untuk pembelian teknologi baru.
Malam ini, sebuah penangkapan seorang Amerika yang menggunakan sistem teknologi
tinggi dan bergengsi akan dapat menghentikan kritik-kritik terhadap Fache, dan
membantunya menyelamatkan pekerjaannya untuk beberapa tahun ke depan hingga dia
dapat pensiun dengan nyaman. Tuhan tahu, dia butuh pensiun itu, pikir Collet.
Fanatisme Fache pada teknologi telah merusak dirinya sendiri, baik secara
profesional maupun secara personal. Fache digosipkan tabungannya dalam kegilaan
teknologi telah menginvestasikan seluruh beberapa tahun silam hingga dia
bangkrut. DanFacheadalah,lelakiyangselalumengenakankemejabermutu tinggi.
Malam ini masih ada banyak waktu. Gangguan Sophie Neveu yang aneh, walau
menyebalkan, toh hanya merupakan kerut merut kecil saja. Perempuan itu sudah
pergi, dan Fache masih memunyai kartu untuk dimainkan. Dia masih belum memberi
tahu Langdon bahwa namanya tertulis oleh korban di atas
lantai.PS.CariRobertLangdon. Reaksi orang Amerika itu pada bukti kecil itu akan
mengungkap misteri ini. "Kapten?" salah satu agen DCPJ memanggil dari seberang. "Saya rasa Anda lebih
balk menenima telepon ini," dia memegang gagang telepon dan tampak prihatin.
Siapa itu?" tanya Fache. Agen itu mengerutkan alisnya. "Ini Direktur Kriptograf
kita." "Dan?" "Ini tentang Sophie Neveu, Pak. Ada yang tak beres."
15 INI WAKTUNYA. Silas merasa kuat ketika dia melangkah keluar dari Audi hitam itu. Angin malam
meniup jubah longgarnya. Angin perubahan menghembus di udara. Dia tahu,
kewajiban yang harus dilakukannya lebih memerlukan kelembutan daripada kekuatan,
dan dia meninggalkan pistolnya di dalam mobil. Guru telah menyediakan baginya
pistol Heckler Koch USP 40 berpeluru 13. SenjatakematiantaklayakdalamrumahTuhan.
Plaza di depan gereja anggun itu sangat sunyi pada jam seperti sekarang ini.
Satu-satunya jiwa yang tampak di kejauhan gereja adalah sepasang pelacur remaja
yang memamerkan tubuh mereka pada lalu-lintas turis-turis malam. Tubuh mereka
yang mulai dewasa mengirimkan kerinduan pada bagian bawah tubuh Silas. Pahanya
menegang dan dengan sendirinya membuat cilice berdurinya semakin mengetat dan
menghunjami dagingnya dengan duri sehingga terasa sangat sakit. Gairahnya itu
menguap dengan cepat. Selama sepuluh tahun sekarang ini, Silas dengan setia
telah meninggalkan segala bentuk kegemaran seksual, bahkan yang swadaya. Itu
karenaTheWay. Dia tahu dia telah mengorbankan banyak hal untuk mengikuti Opus
Dei, namun dia telah menerima lebih banyak lagi sebagai imbalannya. Sebuah
sumpah untuk tetap membujang dan pelepasan semua harta pribadi hampir tak tampak
seperti sebuah pengorbanan. Mengingat asal muasal dirinya yang miskin dan
kengerian seksual yang telah dilaluinya dalam penjara, terus membujang merupakan
tantangan yang menyenangkan.
Sekarang, dia telah kembali ke Prancis untuk pertama kalinya setelah ditangkap
dan dikirim ke penjara Andorra. Si1as dapat merasakan negerinya mengujinya,
dengan menyeret-nyeret kenangan kekejaman dari jiwanya yang telah bersih. Kau
telah dilahirkan kembali, dia mengingatkan dirinya sendiri. Pelayanannya
pembunuhan kepada Tuhan hari ini telah membebaskannya dari dosa dan itu
merupakan pengorbanan yang dia tahu harus disembunyikannya dalam hati seumur
hidupnya. Ukurankeyakinanmuadalahukuransakityangbisakautahan. Guru telah mengatakan itu
kepadanya. Silas tak asing lagi pada rasa sakit dan merasa bersemangat untuk
membuktikan dirinya kepada Guru, orang yang telah meyakinkan dirinya bahwa
tindakannya ini ditakdirkan oleh kekuatan yang lebih tinggi.
"Hago la obra de Dios," bisik Silas, sekarang bergerak ke arah pintu masuk
gereja. Dia berhenti di dalam bayangan pintu masuk yang besar, menarik napas dalam. Dia
segera sadar tentang apa yang akan dilakukannya dan apa yang menantinya di
dalam. Batu kunci itu. Itu akan memimpin kita menuju ke tujuan akhir. Dia menaikkan
kepalan tangan putih hantunya dan menggedor pintu itu tiga kali. Beberapa saat
kemudian, gerendel kayu besar itu telah bergerak.
16 SOPHiE BERTANYA-TANYA berapa lama lagi Fache akan sadar bahwa dia belum keluar
gedung ini. Melihat bahwa Langdon jelas kewalahan, Sophie ragu apakah dia telah
melakukan hal yang benar dengan memojokkan Langdon di sini, di kamar kecil pria.
Apalagiyangbisakulakukan" Dia membayangkan tubuh kakeknya, bugil dan terentang
seperti burung elang di atas lantai. Ada masa ketika kakeknya itu sangat berarti
baginya, namun malam ini, Sophie terkejut juga karena dia tidak merasa bersedih
sama sekali untuk kakeknya. Sekarang Jacques Sauni?re merupakan orang asing
baginya. Hubungan mereka telah menguap begitu cepat pada suatu malam bulan Maret
ketika dia berumur 22 tahun.Sepuluhtahunyanglalu. Ketika itu Sophie pulang
beberapa hari lebih awal dari sebuah universitas di Inggnis dan secara tidak
sengaja melihat kakeknya sedang melakukan sesuatu yang betulbetul tak seharusnya
dilihat Sophie. Sophie sama memercayainya hingga saat ini.
Jikaakutakmelihatnyadenganmatakusendiri... Terlalu malu dan bingung untuk memikul
upaya sekali tak dapat kakeknya memberi penjelasan, Sophie segera pindah dan
mengambil seluruh uang tabungannya, menyewa sebuah flat kecil dengan beberapa
orang teman. Dia bersumpah tidak akan membicarakan apa yang pernah dilihatnya
itu dengan orang lain. Kakeknya mencoba menghubunginya, mengiriminya kartu-kartu
dan suratsurat, memohon Sophie untuk bertemu dengannya agar dapat dia jelaskan.
Menjelaskan bagaimana" Sophie tak pernah menjawab kecuali satu kali - untuk
melarang kakeknya menelepon atau berusaha bertemu dengannya di tempat umum. Dia
takut penjelasan kakeknya lebih mengerikan daripada kejadian itu sendiri.
Hebatnya, Sauni?re tak pernah menyerah, dan Sophie sekarang memiiki tumpukan
sepuluh tahun surat-surat yang tak pernah dibukanya di dalam lacinya. Sophie
menghormati kakeknya karena dia tak pernah melanggar larangan cucunya untuk
menelpon. Sampaisiangtadi. "Sophie?" Suaranya, mengherankan, terdengar sangat
tua pada mesin penjawab Sophie. "Aku telah mematuhi keinginanmu sejak lama ...
dan menelponmu sekarang ini membuatku sakit, tapi aku harus berbicara denganmu.
Ada sesuatu yang mengerikan terjadi."
Sophie berdiri di dapur flatnya, merasa merinding mendengar lagi suara kakeknya
setelah bertahun-tahun. Suara kenangan masa kanak-kanak Sophie. "Sophie,
kumohon, dengarkan." Dia lembutnya membawa kembali
berbahasa lnggris, seperti yang dilakukannya ketika Sophie masih
kecil.BerbicarabahasaPrancisdisekolah, berbahasa Inggris di rumah. "Kau tidak
bisa marah selamanya. Apakah kau tidak membaca surat-surat yang kukirim selama
bertahun-tahun ini" Apakah kau belum juga mengerti?" dia berhenti sejenak. "Kita
harus segera bicara, kumohon kabulkan permintaan kakekmu yang satu ini. Telepon
aku di Museum Louvre. Langsung. Aku tahu pasti, kau dan aku sedang dalam bahaya
besar." Sophie menatap mesin penjawab itu.Bahaya" Apa maksudnya" "Putri ...."
Suara kakeknya bergetar karena emosi yang tak dapat dimengerti Sophie. "Aku
tahu, aku punya rahasia padamu, dan aku tahu, aku kehilangan cintamu karena itu.
Tetapi itu untuk keselamatanmu sendiri. Sekarang kau harus tahu yang sebenarnya.
Kumohon, aku harus mengatakan yang sesungguhnya tentang keluargamu."
Sophie tiba-tiba dapat mendengar hatinya sendiri. Keluargaku" Orang tua Sophie
telah meninggal ketika dia baru berusia empat tahun. Mobil mereka meluncur
keluar jembatan, masuk ke dalam sungai berarus deras. Nenek dan adik lelakinya juga berada dalam
mobil tersebut, dan seluruh keluarga Sophie habis dalam sekejap. Sophie punya
satu kotak kliping koran yang memastikan hal itu.
Kata-kata kakeknya itu telah membangkitkan perasaan rindu di seluruh tulang
belulangnya. Keluargaku! Dalam kilasan singkat dia dapat melihat gambaran dalam
mimpinya yang selalu membuatnya terbangun tak terhitung berapa kali, ketika dia
masih kecil.Keluargakumasihhidup"Merekapulang" Namun, seperti dalam mimpinya,
gambaran itu segera menguap, terlupakan.
Keluargamusudahmati,Sophie.Merekatidakakanpulang. "Sophie ...," kata kakeknya
dalam mesin penjawab. "Aku sudah menunggu bertahun-tahun untuk mengatakannya
kepadamu. Menunggu saat yang tepat, tetapi sekarang waktu sudah habis. Telepon
aku di Louvre. Segera setelah kau mendengar ini. Aku akan menunggu di sini
sepanjang malam. Aku khawatir kita berdua dalam bahaya. Banyak yang harus
kautahu." Pesan itu berakhir. Dalam kesunyian, Sophie berdiri gemetar selama
beberapa menit. Ketika dia mengingat pesan kakeknya itu, hanya satu hal yang
masuk akal, dan yang betul-betul merupakan tujuan awal kakeknya.
Ini hanya pancingan. Jelas, kakeknya sangat ingin bertemu dengannya. Dia mencoba
segala cara. Kebencian Sophie padanya semakin dalam. Sophie curiga mungkin saja
kakeknya akhirnya jatuh sakit dan memutuskan untuk mencoba apa saja supaya
Sophie mau mengunjunginya, terakhir kalinya. Jika demikian, kakeknya telah
berhasil. Keluargaku. Sekarang dia berdiri di kegelapan kamar kecil pria Musenm
Louvre. Sophie dapat mendengar gema dari pesan teleponnya kemarin siang. Sophie,
kita berduamungkindalambahaya.Teleponaku.
Dia tidak menelepon kakeknya. Sekarang, ternyata keragu-raguannya Bahkan dia tak
merencanakannya. telah sangat tertantang. Kakeknya terbaring terbunuh di dalam
museumnya sendiri. Dan kakeknya telah menulis kode di atas lantai. Kode
untuknya. Dia yakin itu. Walau dia tidak mengerti arti pesan itu, Sophie yakin
ketakjelasan itu adalah bukti tambahan bahwa pesan itu memang untuknya.
Kecintaan dan bakat Sophie akan kriptografi muncul karena dia tumbuh dewasa
bersama Jacques Sauni?re - seorang fanatik akan kode-kode dan teka-teki. Berapa
banyak hari Minggu yang mereka habiskan untuk mengerjakan kryptogram dantekateki silangdikoran" Pada usianya yang kedua belas tahun, Sophie dapat menyelesaikan teka teki silang
dalam Le Monde tanpa bantuan, dan kakeknya menantangnya lagi dengan teka-teki
dalam bahasa Inggris, teka-teki matematika, dan kode-kode pengganti. Sophie
melahapnya semua. Akhirnya Sophie mengalihkan kecintaannya itu menjadi profesi
dengan menjadi seorang ahli pemecah kode kepolisian.
Malam ini bakat kryptografer dalam diri Sophie telah dipaksa untuk menghormati
efisiensi kakeknya yang telah menggunakan kode sederhana untuk menyatukan dua
orang yang betul-betul tak saling kenal - Sophie Neveu dan Robert Langdon.
Pertanyaannya adalahmengapa" Sialnya, dilihat dari kesan bingung dalam mata
Langdon, Sophie merasa bahwa orang Amerika itu, seperti juga dirinya. tak tahu
apa-apa mengapa kakeknya mempertemukan mereka berdua. Sophie bertanya lagi.
"Anda dan kakekku berencana untuk berrtemu malam ini. Untuk apa?"
Langdon tampak benar-benar bingung. "Sekretarisnya mengatur pertemuan itu dan
tak mengatakan alasan khususnya, dan saya juga tak bertanya. Saya kira, dia
hanya mendengar bahwa saya akan berceramah tentang ikonografi pagan dari
katedral-katedral Prancis, dan dia tertarik pada topik tersebut, kemudian dia
berpikir akan menyenangkan jika bertemu dan minum-minum sambil mengobrol."
Sophie tak memercayainya. Kemungkinan alasan itu sangat lemah. Kakeknya tahu
lebih banyak tentang ikonografi pagan daripada orang lain di bumi ini. Tambahan
pula, dia senang menyendiri, bukan seseorang yang senang mengobrol dengan
sembarang profesor Amerika kecuali jika ada alasan penting.
Sophie menarik napas dalam-dalam dan bertanya lagi. "Kakekku menelponku kemarin
siang dan mengatakan bahwa dia dan aku berada dalam bahaya besar. Kautahu
maksudnya?" Mata biru Langdon sekarang tersaput keprihatinan. "Tidak, tetapi melihat apa
yang telah terjadi ...."
Sophie mengangguk. Melihat kejadian-kejadian malam ini, dia pasti bodoh sekali


The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jika tidak merasa takut. Dia merasa sangat letih. Sophie berjalan ke jendela
kaca teba kecil pada ujung kamar kecil itu dan menatap diam melalui lubang pita
alarm yang tertanam dalam kaca itu. Paling tidak, mereka berada di ketinggian
empat puluh kaki. Dia mendesah, dan melihat pemandangan Paris yang mengagumkan. Pada sebelah
kirinya, di seberang Sungai Seine, ada menara Eiffel yang bercahaya. Lurus ke
depan, Arc de Triomph. Dan ke sebelah kanan, tinggi di atas Gunung Montmartre
yang curam, ada kubah arabesk Sacre Coeur yang anggun, batunya putih benkilauan
seperti gereja yang gemerlap. Disini, dari tempat tertinggi di sebelah barat
Sayap Denon, jalan utama dari sebelah utara ke selatan Place du Carrousel hampir
sama tinggi dengan bangunan yang hanya terpisahkan oleh jalan sempit dengan
dinding luar Louvre. Jauh di bawah, beberapa truk pengantar malam hari kota ini
diam menunggu giliran. Lampu mereka menyala seperti berkedip mengejek Sophie.
"Aku tidak tahu harus berkata apa," kata Langdon, sambil mendekat di
belakangnya. "Kakekmu jelas mencoba mengatakan sesuatu kepada kita. Maaf, aku
tidak terlalu membantu."
Sophie berpaling dari jendela, merasakan kesungguhan penyesalan pada suara
Langdon yang dalam. Walau Langdon sendiri dikelilingi masalah, dia masih mau
menolong Sophie. Sifat guru dalam dirinya, pikir Sophie, karena dia telah
membaca laporan DCPJ tentang tersangka itu. Adalah seorang ilmuwan yang benci
jika tak tahu sesuatu. Kitasamadisitu, pikir Sophie. Sebagai pemecah kode,
Sophie selalu berusaha menarik arti dari data yang tak jelas. Malam ini, dugaan
terbaiknya ada1ah apakah Langdon menyadarinya atau tidak, Langdon mempunyai
informasi yang sangat dibutuhkannya. Putri Sophie, Cari Langdon. Seberapa jelas
pesan kakeknya itu" Sophie memerlukan waktu yang lebih banyak bersama Langdon.
Waktu untuk berpikir. Waktu untuk memecahkan misteri ini bersama. Sialnya, waktu
sudah habis. Sophie menatap Langdon. Dia hanya dapat mengatakan yang dia tahu. "Bezu Fache
akan membawamu ke penjara sebentar lagi. Aku bisa mengeluarkanmu dari museum
ini. Tetapi harus bertindak sekarang." Mata Langdon melebar. "Kaumau aku
melarikan diri?" "Itu hal terpandai yang dapat kaulakukan. Jika kau biarkan
Fache membawamu ke penjara sekarang, kau akan berminggu-minggu di dalam penjara
Prancis sementara DCPJ dan Kedutaan Besar A.S. bertengkar mengenai pengadilan
mana yang akan mengadili kasusmu. Tetapi jika kita keluar dari sini, dan
berhasil sampai ke kedutaan besarmu, pemerintahmu akan melindungi hakmu
sementara kau dan aku membuktikan bahwa kau tidak bersalah dalam kasus
pembunuhan ini." Langdon tampak tak percaya sama sekali. "Lupakan! Fache punya penjaga bersenjata
di setiap jalan keluar! Walau kita dapat lolos tanpa tertembak, melarikan diri
hanya akan membuatku tampak bersalah. Kau harus mengatakan kepada Fache bahwa
pesan di atas lantai itu adalahuntukmu, dan namaku di situ bukanlah sebuah
tuduhan." "Aku akan melakukannya," kata Sophie, terburu-buru, "tetapi setelah kau aman
berada di Kedutaan Besar A.S. Hanya berjarak satu mil dari sini, dan mobilku
terparkir di luar museum ini. Berurusan dengan Fache di sini seperti main judi.
Kau tak tahu" Fache telah menjadikan ini misinya untuk mernbuktikan kau
bersalah. Satu-satunya alasan dia menunda penangkapanmu adalah untuk
melaksanakan penyidikannya dengan harapan kau akan berbuat sesuatu sehingga
menjadikan kasus ini lebih kuat." "Tepat. Seperti melarikan diri?" Handphone
Sophie berdering di dalam saku sweternya. Mungkin Fache.
Dia merogoh sakunya dan mematikan te!eponnya. "Pak Langdon," ujarnya cepat, "Aku
perlu bertanya padamu untuk terakhir
kalinya."Danseluruhmasadepanmumungkintergantungpadanya. "Pesan di atas lantai
itu jelas buk?n bukti kesalahanmu, tetapi Fache mengatakan kepada tim kami, dia
yakin kaulah pembunuh itu. Kau dapat menduga kira-kira alasan apa yang membuat
Fache yakin kau bersalah?" Langdon terdiam beberapa detik. "Tidak." Sophie
mendesah. Berarti Fache berbohong. Mengapa, Sophie tak dapat membayangkannya,
namun itu bukan yang terpenting saat ini. Kenyataannya Bezu Fache berkeras untuk
memenjarakan Robert Langdon, apa pun alasannya. Sophie membutuhkan Langdon untuk
dirinya sendiri, dan dilema ini yang membuat Sophie hanya punya satu kesimpulan
logis. AkuharusmembawaLangdonkeKedutaanBesarA.S. Berpaling ke jendela, Sophie
menatap melalui gulungan alarm yang tertanam dalam kaca besar, empat puluh kaki
ke bawah yang membuat pening. Meloncat dari sini akan membuat kaki Langdon
patah. Itu paling mujur. Sophie membuat keputusan, akhirnya. Robert Langdon
harus kabur dari Louvre, mau tidak mau.
17 "APA MAKSUDMU dia tak menjawab?" Fache tampak ragu. "Kau menelepon ke ponselnya,
bukan" Aku tahu dia membawanya." Collet telah mencoba menghubungi Sophie selama
beberapa menit. "Mungkin baterenya mati, atau deringnya dimatikan."
Fache tampak tegang setelah berbicara dengan Direktur Kriptograf. Setelah
menutup telepon, Fache menuju Collet dan memintanya untuk menelepon Agen Neveu.
Sekarang Collet tidak berhasil, dan Fache hilir-mudik seperti singa
terperangkap. "Mengapa Kripto menelepon, Pak?" Tanya Collet. Fache berpaling.
"Untuk mengatakan bahwa mereka tidak menemukan
petunjuk tentang draconia dan orang suci yang lemah." "Itu saja?" "Tidak, juga
untuk mengatakan bahwa mereka baru saja mengenali angkaangka seperti angka-angka
Fibonacci, tetapi mereka menduga bahwa deretan itu tak berarti apa-apa."
Collet bingung. "Tetapi mereka sudah mengirim Agen Neveu untuk mengatakan itu
kepada kita." Fache menggelengkan kepalanya. "Mereka tidak mengirim Neveu."
"Apa?" "Menurut direktur itu, karena permintaanku, dia menyeranta seluruh timnya
untuk melihat gambar yang telah kukirimkan padanya. Ketika Agen Neveu tiba, dia
melihat salah satu dari foto Sauni?re dan kode itu, kemudian dia meninggalkan
kantor tanpa kata-kata. Direktur itu mengatakan dia tidak heran dengan sikap
Neveu. Mungkin saja dia marah karena foto itu." "Marah" Dia tak pernah melihat
foto mayat?" Fache terdiam sesaat. "Aku tidak tahu, dan tampaknya direktur itu
juga tidak tahu sampai seorang asistennya mengatakan bahwa tampaknya Sophie
Neveu adalah cucu Jacques Sauni?re." Collet tak dapat berkomentar. "Direktur itu
mengatakan Sauni?re padanya, dan dia bahwa Sophie menduga bahwa tak pernah
menyebut-nyebut Sophie tidak menghendaki perlakuan istimewa karena mempunyai
kakek yang ternama."
Jelassajadiamarahmelihatfotoitu.. Collet hampir tidak bisa memahami kebetulan
yang tak menguntungkan yang dialami perempuan muda itu. Dia harus memecahkan
kode yang ditulis oleh anggota keluarganya yang mati. Namun, reaksi Sophie tak
masuk akal. "Tetapi dia jelas mengenali angkaangka Fibonacci karena dia datang
ke sini dan mengatakannya kepada kita. Saya tidak mengerti mengapa dia
meninggalkan kantor tanpa mengatakan kepada siapa pun bahwa dia sudah tahu
tentang angka-angka itu."
Collet hanya punya satu skenario tentang perkembangan situasi ini: Suani?re
telah menulis kode nomor di atas lantai dengan harapan Fache akan melibatkan
kriptografer dalam penyelidikan ini, dengan demikian akan melibatkan juga
cucunya. Sedangkan sisa pesannya, apakah itu merupakan cara Sauni?re
berkomunikasi dengan Sophie" Jika demikian, apa sesungguhnya isi pesan itu untuk
Sophie" Dan apa hubungannya dengan Langdon"
Sebelum Collet merenung lebih jauh, kesunyian museum dipecahkan oleh suara
alarm. Lonceng itu seolah terdengar dari dalam Galeri Agung.
"Alarme!" teriak salah satu agen, sambil melihat pemberi tanda itu, pusat
keamanan Louvre."GrandeGalerie!ToilletsMessiuers!" Fache mendekati Collet. "Di
mana Langdon?" "Masih di kamar kecil pria!" Collet menunjuk padi titik merah
berkedip pada skema dalam laptopnya. "Dia pasti telah memecahkan jendela!"
Collet tahu, Langdon tidak mungkin berlari jauh. Walaupun peraturan kebakaran
Paris mensyaratkan bahwa jendela di atas lima belas meter pada gedung umum harus
dapat dipecahkan dalam keadaan kebakaran, namun meloncat keluar dari jendela
lantai dua Louvre tanpa bantuan tangga dan pengait merupakan bunuh diri. Lagi
pula, tak ada pepohonan dan rerumputan di ujung sebelah barat dari Sayap Denon
itu untuk membantali orang jatuh. Tepat di bawah jendela kamar kecil, dua jalan
kecil Place du Carrousel berada beberapa kaki dari dinding luar. "Ya Tuhan,"
seru Collet, sambil menatap layar monitor. "Langdon bergerak ke birai jendela!"
Namun Fache telah bergerak. Sambil menarik pistol Manurhin MR-93 dari tempat
pistol di bahunya, sang kapten berlari ke luar kantor.
Collet menatap layar dengan bingung ketika titik berkedip itu tiba di birai
jendela dan bertindak yang betul-betul tak terduga. Titik itu bergerak ke luar
gedung. Apayangterjadi" Dia bertanya-tanya.ApakahLangdonmasihdiatas birai atau "Yesus!" Collet terloncat bangun dari duduknya ketika titik itu melesat ke luar
dinding. Sinyal itu tampak bergetar sebentar, kemudian titik berkedip itu
berhenti tiba-tiba pada kira-kira sepuluh yard di luar batas pinggir gedung ini.
Sambil meraba-raba tombol-tombol kendali, Collet memunculkan peta jalan Paris
dan menyesuaikan kembali GPS-nya. Kemudian dia melakukan zoom in. Sekarang dia
dapat melihat beradaan sinyal itu dengan tepat. Sinyal itu tak lagi bergerak.
Dia tergeletak dan betul-betul berhenti di tengah-tengah du Carrousel. Langdon
telah meloncat. 18 FACHE BERLARI ke Galeri Agung ketika radio Collet berbunyi menimpali suara
alarm. "Dia meloncat!" Teriak Collet. "Saya melihat sinyal itu berada di luar Place du
Carrousel! Di luar jendela kamar kecil! Dan Sekarang tak bergerak sama sekali!
Yesus, saya kira Langdon telah bunuh diri!"
Fache mendengar kata-kata itu, namun itu tidak mungkin. Dia terus berlari. Gang
itu terasa tak berujung. Ketika melewati mayat Sauni?re, dia melirik pada
pembatas ruangan di ujung gang Sayap Denon itu. Alarm semakin mengeras.
"Tunggu!" suara Collet berteriak lagi dari radio. "Dia bergerak! Tuhanku, dia
hidup. Langdon bergerak!"
Fache terus berlari, sambil menyumpahi panjangnya gang itu di setiap Iangkahnya.
"Langdon bergerak lebih cepat. Dia berlari ke Carrousel. Tunggu ... dia semakin
cepat. Dia bergerak terlalu cepat!"
Tiba di pembatas ruangan, Fache menyelinap melewatinya, melihat ke pintu kamar
kecil, dan berlari ke arahnya.
Suara dari walkie-talkie sudah tak terdengar karena tertimpa suara alarm. "Dia
pastilah naik mobil! Saya kira dia di didalam mobil! Saya tak bisa - "
Suara Collet tertelan oleh suara alarm ketika Fache menyerbu ke dalam kamar
kecil dengan pistol teracung. Dengan menyipitkan matanya, dia meneliti kamar
kecil itu. Ruangan-ruangan kecil itu kosong. Demikian juga tempat membersihkan diri. Mata
Fache segera melihat kaca jendela yang pecah di ujung ruangan. Dia berlari ke
tempat terbuka itu dan melihat ke luar. Langdon tak terlihat di mana pun. Fache
tak dapat membayangkan ada orang yang berani melakukan ini. Jika jatuh dari
ketinggian itu, dia pasti terluka parah.
Akhirnya alarm itu dimatikan, dan suara Collet terdengar lagi dari walkietalkie.
"...bergerak ke selatan ... semakin cepat ... menyeberangi Seine pada Pont du
Carrousel!" Fache membelok ke kiri. Satu-satunya kendaraan di Pont du Carrousel adalah
sebuah truk Trailor bergandengan dua, yang bergerak ke selatan menjauh dari
Louvre. Bak besar terbuka truk itu hanya tertutup dengan atap vinyl, tampak
seperti tempat tidur ayun raksasa. Fache merinding ketakutan. Truk itu, hanya
berapa saat yang lalu, berhenti pada lampu merah tepat di bawah jendela kamar
kecil itu. Risikogila, kata Fache pada dirinya sendiri. Langdon tak mungkin tahu apa yang
dimuat truk itu di bawah tutup vinylnya. Bagaimana jika truk itu membawa baja"
Atau semen" Atau sampah" Loncat dari ketinggian empat puluh kaki" Itu gila!
"Titik itu kembali!" Collet beseru. "Dia kembali ke Pont Saints-P?res!" Tentu
saja, truk Traitor yang telah menyeberangi jembatan memperlambat jalannya dan
memutar ke Pont des P?res. Jadilah, pikir Fache. Merasa puas, dia melihat truk
itu menghilang di tikungan. Collet telah memberi tahu penjaga di luar lewat
radio, sehinga mereka segera meninggalkan Louvre dan masuk ke mobil mereka untuk
mengejar, sementara dia sendiri terus mengabarkan perubahan arah truk tersebut,
seperti sebuah permainan.
Sudah selesai, Fache tahu. Para agennya akan mengepung truk tersebut dalam
beberapa menit saja. Langdon tak kan pergi kemana-mana.
Dia kemudian menyimpan senjatanya. Fache keluar dari kamar kecil itu dan
berbicara pada Collet lewat radionya. "Bawa mobilku. Aku ingin berada di sana
ketika penangkapan itu berlangsung." Ketika Fache berlari kecil di gang Galeri
Agung, dia bertanya-tanya apakah
Langdon selamat ketika meloncat.
Langdonmelarikandiri.Bersalahsepertiyangdidakwakan.
Hanya lima belas yard dari kamar kecil, Langdon dan Sophie berdiri dalam
kegelapan Galeri Agung. Punggung mereka menempel ketat pada salah satu pemisah
ruangan yang besar yang menyembunyikan kamar kecil dari galeri itu. Mereka
hampir tak sempat bersembunyi ketika Fache berlari melewati mereka dengan pistol
terhunus, dan kemudia? menghilang ke kamar kecil. Enam puluh detik terakhir
bagai bayang-bayang baur. Langdon berdiri di dalam kamar kecil, menolak untuk
lari dari tuduhan kejahatan yang tak dilakukannya, ketika Sophie mulai menatap
kaca jendela yang tebal dan memeriksa kabel alarm yang mengelilinginya. Kemudian
Sophie mengintai ke jalan, seolah menghitung kemungkinan jatuh.
"Dengan sedikit bidikan, kau bisa keluar dari sini," katanya. Bidikan! Dengan
cemas Langdon juga mengintai ke luar jendela.
Di jalan, sebuah truk gandengan dan beroda delapan belas sedang mengarah ke
lampu lalu lintas tepat di bawah jendela. Diatas truk besar itu terbentang
penutup vinyl biru, menutup bak dengan longgar. Langdon berharap Sophie tidak
berpikir seperti yang dia takutkan. "Sophie, aku tidak mungkin loncat - "
"Keluarkan cakram pelacak itu." Dengan bingung, Langdon meraba ke dalam sakunya
sampai dia menemukan cakram metal kecil itu. Sophie mengambilnya dan segera
berjalan ke tempat cuci tangan. Dia mengambil sebatang sabun tebal, menempatkan
cakram kecil itu di atasnya dan menggunakan ibu jarinya untuk menekan cakram itu
hingga melesak ke dalam sabun. Ketika cakram itu tenggelam ke da1am permukaan
yang lunak, dia menutup kembali lubang itu, sehingga cakram itu tertutup rapi di
dalam sabun. Dia kemudian menyerahkan sabun itu kepada Langdon, dan mengangkat tempat sampah
besar yang berat dan berbentuk sulinder di bawah tempat cuci tangan itu. Sebelum
Langdon dapat memprotesnya, Sophie berlari ke arah jendela, sambil membawa
tempat sampah itu penghancur. Dengan tempat sampah besar memecahkan kaca jendela
yang tebal itu. Alarm segera berbunyi memekakkan telinga. seperti seperti sebuah
alat itulah Sophie kemudian
"Berikan sabun itu." Sophie berteriak, hampir tak terdengar karena suara
alarm itu. Langdon menekankan sabun itu ke tangan Sophie. Setelah menggenggam
sabun itu, Sophie melongok dari jendela yang sudah hancur, ke arah truk besar di
bawahnya. Target itu sangat besar - sebuah penutup vinyl besar tak bergerak - dan
itu berjarak kurang dari sepuluh kaki di sebelah gedung ini. Ketika lampu lalu
lintas akan berubah, Sophie menarik napas dalam dan melempar sabun itu ke dalam
gelap malam. Sabun itu jatuh dan mendarat di atas penutup truk dan meluncur ke bawah masuk ke
dalam muatan bersamaan dengan lampu lalu lintas menyala hijau.
"Selamat," kata Sophie, menarik Langdon ke arah pintu. "Kau baru saja lolos dari
Louvre." Kabur dari kamar kecil pria, mereka bergerak masuk ketempat gelap tepat ketika
Fache berlari melewati mereka. Sekarang, dengan alarm yang telah dimatikan,
Langdon dapat mendengar suara sirene mobil DCPJ yang menjauh dari Louvre.
Eksodus polisi. Fache telah terburu-buru pergi juga, meninggalkan Galeri Agung
kosong. "Ada sebuah tangga darurat kira-kira lima puluh meter dibe1akang Galeri Agung,"
ujar Sophie. "Sekarang para penjaga telah pergi dari posnya. Kita dapat keluar
dari sini." Langdon memutuskan untuk tidak berkata apa pun sepanjang malam ini.
Sophie Neveu jelas jauh lebih pandai daripada dirinya.
19 GEREJA SAINT-SULPICE, konon, memiliki sejarah yang paling aneh dibandingkan
dengan gedung-gedung lainnya di Paris. Dibangun dari reruntuhan pura kuno dewi
Mesir Isis, gereja ini memiliki jejak arsitektural yang cocok dengan Notre Dame.
Gereja ini telah menjadi tuan rumah saat pembaptisan Marquis de Sade dan
Baudelaire, dan juga saat pernikahan Vic tor Hugo. Biara yang berada di
sampingnya memiliki dokumen sejarah yang lengkap tentang ketidakortodoksan dan
tempat berlangsungnya rapat terlarang dari sejumlah perkumpulan rahasia.
Malam ini, bagian tengah yang besar Gereja Saint-Sulpice ini sesunyi kuburan.
Satu-satunya tanda kehidupan adalah sisa-sisa aroma dari sisa misa tadi malam.
Silas merasakan ketidaktenangan sikap Suster Sandrine ketika dia membawa Silas
ke dalam. Silas tidak heran. Dia terbiasa dengan orang-orang yang tidak nyaman
dengan penampilannnya. "Kau orang Amerika?" tanya suster Sandrine. "Aku lahir di
Prancis," jawab Silas. "Aku mendapatkan panggilanku di Spanyol, dan aku sekarang
belajar di Amerika Serikat."
Suster Sandrine mengangguk. Dia adalah perempuan mungil dengan mata tenang. "Dan
kau belum pernah melihat SaintSulpice?" "Aku sadar, gereja ini sangat indah."
"Gereja ini lebih indah pada pagi hari." "Aku yakin begitu. Tetapi, aku


The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berterima kasih kau memberiku izin malam ini."
"Abb? memintaku begitu. Kau pastilah mempunyai teman-teman yang punya
kekuasaan." Kautaktahuitu, pikir Silas. Ketika Silas mengikuti Suster Sandrine
berjalan di gang utama, Silas terkejut karena kesederhanaan gereja ini. Tidak
seperti gereja Notre Dame dengan lukisan dinding warna-warni, altar bersepuh
emas, dan kayu yang hangat, gereja Saint-Sulpice kaku dan dingin, hampir kosong,
mengingatkan pada katedral-katedral di Spanyol. Kekurangan dekorasi membuat
bagian dalam ini tampak lebih luas, dan Silas menatap ke atas langit-langit ke
kubah yang bertulang. Silas membayangkan dirinya seperti di bawah kapal besar
yang terbalik. Gambaran yang tepat, pikirnya. Kapal persaudaraan itu pun akan terbalik
selamanya. Silas merasa sangat bersemangat untuk segera bekerja. Dia berharap
Suster Sandrine segera meninggalkannya. Dia seorang perempuan yang sangat mungil
yang dapat dilumpuhkan dengan mudah, namun Silas telah bersumpah tak akan
menggunakan kekerasan kecuali betul-betul diperlukan. Dia seorang pendeta
perempuan, dan bukan kesalahannya jika kelompok
Persaudaraanmenggunakangerejanyasebagaitempatmenyembunyikanbatu kunci mereka.
Perempuan itu tidak boleh dihukum karena kesalahan orang lain. "Aku malu,
Suster, kau bangun karena aku." "Sama sekali tidak. Kau berada di Paris hanya
sebentar. Kau tidak boleh tak melihat Saint-Sulpice. Kau tertarik pada gereja
ini karena arsitekturnya atau sejarahnya?" "Sebenarnya, Suster, aku tertarik
pada segi spiritualnya." Suster Sandrine tertawa senang. "Tentu saja. Aku hanya
tak tahu akan mulai dari mana turmu." Silas merasa matanya terpusat pada altar itu. "Tur itu
tidak penting. Kau baik sekali. Aku bisa melihat-lihat sendiri." "Bukan masalah," kata Suster
Sandrine. "Lagi pula, aku sudah bangun." Silas berhenti berjalan. Sekarang
mereka sudah tiba didepan bangku gereja, dan altar itu hanya lima belas yard
kedepannya. Dia memutar tubuh besarnya, sepenuhnya di depan perempuan mungil
itu, dan dia dapat merasakan suster itu mundur ketika matanya menatap mata merah
Silas. "jika ini tidak terlalu kasar Suster, aku tidak terbiasa hanya berjalanjalan di rumah Tuhan dan melihatlihat. Kau tidak keberatan jika aku ingin
sendirian untuk berdoa sebelum melihat-lihat?"
Suster Sandrine meragu. "Oh, tentu saja, aku akan menunggumu di belakang
gereja." Silas meletakkan tangan beratnya dengan lembut pada bahu suster itu dan menatap
ke bawah. "Suster, aku membangunkanmu. Memintamu untuk sudah merasa berdosa
karena terus berjaga adalah keterlaluan. Silakan, kau harus kembali ke tempat
tidur. Aku dapat menikmati gerejamu dan bisa keluar sendiri." Suster Sandrine
tampak tak enak. "Kau yakin tak akan merasa diabaikan?" "Sama sekali tidak.
Berdoa adalah kenikmatan dalam kesendirian." "Kalau itu keinginanmu." Silas
mengangkat tangannya dari bahu Suster Sandrine. "Selamat tidur,
Suster. Semoga kedamaian Tuhan bersamamu!" "Dan bersamamu juga." Suster Sandrine
menuju ke tangga "Tolong
pastikan pintu tertutup dengan rapat kembali jika kau keluar." "Tentu." Silas
melihatnya menaiki tangga dan menghilang. Kemudian dia berputar dan berlutut di
bangku gereja terdepan, merasakansilice itu menusuk kakinya.
Tuhan,kuserahkantugasyangkukerjakanhariinipadamu. Membungkuk dalam bayangan
balkon paduan suara yang berada tinggi di. atas altar itu, Suster Sandrine
melongok diam-diam melalui birai ke pendeta yang berlutut sendirian itu. Rasa
terancam yang tiba-tiba muncul dalam jiwanya membuat dia tak bisa tinggal diam.
Seketika itu juga dia bertanyatanya, jangan-jangan tamunya ini adalah musuh yang
dia telah diperingatkan untuk berhati-hati, dan jangan-jangan malam ini dia
harus menjalankan tugas yang telah ditunggunya selama bertahun-tahun ini. Dia
memutuskan untuk tetap mengamati setiap gerakan tamunya itu dari dalam
kegelapan. 20 DIAM-DIAM Langdon dan Sophie keluar dari bayangan, bergerak ke koridor Galeri
Agung yang sudah kosong dan menuju ke ruang tangga, ke jalan keluar darurat.
Sambil berjalan, Langdon merasa seperti sedang mengumpulkan potongan-potongan
jiq-saw dalam gelap. Aspek terbaru dari misteri ini adalah yang paling
memusingkan : Kapten kepolisi?n judisial itu! Polisi sedang mencoba
menangkapkuuntuksebuahpembunuhan.
"Kau pikir," dia berbisik, "mungkinkah Fache menulis pesan di atas lantai itu?"
Sophie tak menoleh. "Tak mungkin." Langdon tidak terlalu yakin. "Dia tampaknya
bersemangat sekali untuk membuatku terlihat bersalah. Mungkin dia pikir,
menuliskan namaku di atas lantai akan menolong kasusnya"
"Deret Fibonacci" P.S. itu" Semua Da Vinci dan simbolisme dewi" Itu pasti
kakekku." Langdon tahu Sophie benar. Simbolisme dari petunjuk-petunjuk itu bertautan
dengan sangat sempurna - Pentakel--TheVitruvianMan, Da Vinci, dewi, dan bahkan
deret ukur Fibonacci. Sebuah rangkaian simbolis yang bertalian, seperti yang
akan dikatakan oleh ikonografer. Semuanya terikat tak teruraikan.
"Dan teleponnya untukku mengatakan akan menceritakan siang itu," Sophie
menambahkan. "Dia sesuatu padaku. Aku yakin pesannya di Louvre itu adalah usaha
terakhirnya untuk mengatakan sesuatu yang penting, sesuatu yang dia pikir kau
dapat membantuku untuk mengerti."
Langdon berkerut dahi. O, setan Draconian! Oh, orang suci yang lemah! Dia
berharap dapat mengerti arti pesan itu, baik untuk kepentingan Sophie maupun
bagi dirinya. Berbagai hal telah betul-betul memburuk sejak dia, pertama kali
melihat kata-kata kriptis itu. Loncat palsunya dari jendela kamar kecil tak akan
membantu masalahnya dengan Fache sama sekali. Dia sudah menduga kapten polisi
Prancis itu akan tidak senang mengejar dan menangkap sabun. "Pintu itu tidak
terlalu jauh," kata Sophie. "Kaupikir ada kemungkinan bahwa nomor-nomor dalam
pesan kakekmu itu mengandung kunci untuk mengerti baris-baris lainnya?" Langdon
pernah memecahkan satu rangkaian naskah Baconi yang berisi kode rahasia
epigrafikal, sementara baris-baris tertentu dari kode itu merupakan kunci untuk
memecahkan kode baris yang lainnya.
"Aku sudah memikirkan nomor-nomor itu semalaman. Penjumlahan, hasil bagi, hasil
kali. Aku tidak melihat semua itu. Secara matematis, angka-angka itu tersusun
secara acak. Lelucon kriptografis."
"Namun begitu, angka-angka itu adalah bagian dari deret Fibonacci. Tak mungkin
kebetulan saja." "Memang tidak. Menggunakan angka-angka Fibonacci adalah cara lain kekekku untuk
menarik perhatianku - seperti juga menulis pesan itu dalam bahasa Inggris, atau
mengatur tubuhnynya. Semua itu untuk menarik perhatianku." "Pentakel itu punya
arti bagimu?" "Ya, aku tidak sempat mengatakannya padamu. Pentakel itu merupakan
simbol istimewa antara kakekku dan aku ketika aku tumbuh besar. Kami pernah main
kartu Tarot untuk bersenang-senang saja, dan kartu itu selalu menunjukkan
pasangan dari pentakel itu. Aku yakin dia mengaturnya tetapi pentakel itu
merupakan kelakar kecil kami."
Langdon merasa merinding. Mereka memainkan Tarot" Permainan kartu Italia abad
pertengahan itu penuh dengan simbolisme tersembunyi yang berlawanan dengan
gereja. Tentang Tarot itu, Langdon menuliskannya pada satu bab tersendiri dalam
naskahnya. Permainan22 kartu itu rnengandung nama-nama seperti Paus Perempuan,
Ratu, dan Bintang. Aslinya, Tarot dibuat secara rahasia untuk meneruskan
ideologi-ideologi yang dilarang Gereja. Sekarang, kemisteriusan Tarot
dilanjutkan oleh peramal modern.
PetunjukTarotyangsesuaidengankedewianperempuanadalahpentakel, pikir Langdon,
sadar bahwa jika Sauni?re telah menyusun tumpukan kartu cucunya sebagai kelakar
maka pentakel merupakan kelakar pribadi yang tepat.
Mereka tiba di ruang tangga darurat, dan Sophie berhati-hati menarik pintu. Tak
ada alarm terdengar. Hanya pintu-pintu kedalam yang dipasangi kabel. Sophie
mengajak Langdon menuruni anak tangga yang tinggi ke lantai bawa, dan
mempercepat langkah ketika keluar.
"Kakekmu," ujar Langdon, terburu-buru dibelakang Sophie "ketika dia mengatakan
padamu tentang pentakel itu, apakah dia menyebutkan pemujaan dewi atau hal yang
tak disukai Gereja Katolik?"
Sophie menggelengkan kepalanya. "Aku lebih tertarik pada matematikanya-Proporsi
Agung, PHI, deret angka Fibonacci, hal seperti itulah." Langdon terkejut.
"Kakekmu mengajarimu angka PHI?" "Tentu saja. Proporsi Agung." Ekspresinya
menjadi malu-malu "Sebenarnya dia pernah bercanda dan mengatakan bahwa aku
setengah dewi ... kau tahu, karena huruf-huruf itu ada dalam namaku." Langdon
memikirkannya sebentar, kemudian menggeram. s-o-PHI-e Masih menuruni tangga,
Langdon memikirkan lagi tentang PHI. Dia mulai menyadari bahwa petunjuk-petunjuk
Sauni?re lebih konsisten daripada saat pertama kali dia bayangkan. Da Vinci ...
angka-angka Fibonacci ... pentakel. Luar biasa, semua hal ini terhubungkan, oleh
satu konsep yang begitu mendasar, dengan sejarah seni yang merupakan topik yang
sering diajarkan Langdon di kelas dalam beberapa periode. PHI. Langdon tiba-tiba
merasa kembali ke Harvard, berdiri di depan kelas. "Simbolisme dalam Seni,"
menulis angka kesukaannya pada papan tulis. 1,618 Langdon berpaling menghadap ke
para mahasiswanya yang bersemangat.
"Siapa yang dapat mengatakan padaku, ini nomor apa?" Seorang pemuda berkaki
panjang dari jurusan matematika, mengangkat
tangannya dari belakang. "Itu angka PHI." Dia melafalnya. fi "Bagus, Stettner,"
ujar Langdon. "Semuanya, kenalkan ini PHI." "Jangan dicampuradukkan dengan PI,"
tambah Stettner sambil menyeringai. "Kami, mahasiswa matematika, senang
mengatakan PHI merupakan satuH yang jauh lebih keren daripada satu PI." Langdon
tertawa, namun tak seorang pun mengerti kelakar itu. Stettner merosot dari
duduknya. "Angka PHI ini," Langdon melanjutkan, "satu-koma-enam-satu-delapan,
adalah angka sangat penting dalam seni. Siapa yang dapat mengatakan mengapa?"
Stettner mencoba untuk berkelakar. "Karena itu cantik." Semua orang tertawa.
"Sebenarnya," kata Langdon, "Stettner benar lagi. PHI pada umumnya
dianggap angka tercantik di dunia ini." Tawa itu langsung berhenti, dan Stettner
pun pongah. Ketika Langdon mengisi proyektor slidenya, dia menjelaskan bahwa PHI
diperoleh dari deret Fibonacci - sebuah deret yang terkenal bukan hanya karena
jumlah dari angka yang berdekatan sama dengan angka setelahnya, tetapi juga
karena hasil bagi dari angka-angka yang berdekatan memilikisifat yang
mengagumkan mendekati angka 1,618 - PHI!
Lepas dari muasal matematis PHI yang tampak mistis, Langdon menjelaskan, aspek
menggelitik akal yang sesungguhnya adalah perannya sebagai dasar dari balok
bangunan dalam alam. Tumbuhan, hewan, dan bahkan manusia, semua memiliki sifat
dimensional yang melekat dengan kualitas keakuratan pada rasio PHI banding 1.
"Keberadaan PHI yang tersebar di alam," kata Langdon, sambil mematikan lampu,
"jelas lebih dari kejadian kebetulan saja, dan begitu pula para pendahulu kita,
menganggap angka PHI pastilah telah ditakdirkan oleh sang Pencipta alam ini.
Para ilmuwan terdahulu menyebarluaskan satu-komaenam-satu-delapan
sebagaiProporsiAgung."
"Tunggu dulu," kata seorang perempuan muda di deretan depan. "Saya jurusan
biologi dan saya tidak pernah melihat proporsi agung dalam alam."
"Tidak?" Langdon tersenyum. "Pernah belajar hubungan antara betina dan jantan
dalam komunitas lebah madu?"
"Tentu. Lebah betina selalu berjumlah lebih banyak daripada lebah jantan."
"Benar. Dan tahukah Anda jika Anda membagi jumlah lebah betina dengan jumlah
lebah jantan di setiap sarang lebah di dunia ini, Anda akan mendapatkan hasil
yang sama?" "Benar?" "Ya. PHI." Gadis itu terkesiap. "TIDAK MUNGKIN!" "Mungkin
saja!" Langdon balas berteriak, sambil tersenyum ketika
mengeluarkan selembar slide bergambar kerang laut spiral. "Kenal ini?" "Itu
sebuahnautilus," kata gadis jurusan biologi lagi. "Sebuahcephalopod mollusk yang
memompa gas ke dalam kerang berongganya untuk menyeimbangkan kemampuan
mengapungnya." "Benar. Dan dapatkah Anda menerka apa rasio setiap diameter spiral ke spiral
berikutnya?" Gadis itu tampak tak yakin ketika dia melihat lengkung-lengkung konsentris dari
kenang nautilus spiral itu.
Langdon mengangguk. "PHI. Proporsi agung. Satu-koma-satu-enamdelapan banding
satu." Gadis itu tampak tercengang. Langdon melanjutkan dengan slide berikumya sebuah tampak dekat dari sebuah kepala biji bunga matahari. "Biji bunga matahari
tumbuh dengan melawan spiral. Anda dapat menerka rasio dari setiap diameter
rotasi ke rotasi berikumya?" "PHI?" semua berkata. "Tepat sekali." Langdon mulai
memperlihatkan beberapa slide sekarang - bunga cemara berspiral, susunan daun
pada tumpukan tumbuhan, segmentasi serangga. Semuanya memperlihatkan kepatuhan
yang mengagumkan pada Proporsi Agung. "Ini mengagumkan!" seseorang berseru.
"Ya," yang lainnya berkata, "tetapi apa hubungannya denganseni?" "Aha!" kata
Langdon. "Senang Anda bertanya begitu." Dia mengambil sebuah slide lagi - selembar
kertas perkamen bergambar lelaki bugil karya Da Vinci yang terkenal itu - the
Vitruvian Man - Yang didasarkan pada Marcus Vitruvius, seorang arsitek Roma yang
sangat pandai yang memuja Proporsi Agung dalam teksDe Architectura. "Tak seorang
pun mengerti lebih baik daripada Da Vinci tentang struktur agung dalam tubuh
manusia. Da Vinci bahkanmenggali mayat manusia untuk mengukur proporsi struktur
tulang manusia yang tepat. Dialah orang pertama yang memperlihatkan bahwa tubuh
manusia betul-betul terbuat dari balokbalok bangunan yang rasio proporsionalnya
selalu sama dengan PHI." Semua yang berada di kelas itu menatapnya ragu. "Tidak
percaya padaku?" Langdon menantang. "Lain kali, jika Anda
sedang mandi, bawa pita ukuran." Sepasang pemainfootball mengikik. "Bukan hanya
kalian berdua," Langdon menyarankan, "tetapi semuanya. Lelaki dan perempuan.
Cobalah ukur jarak dari puncak kepala Anda ke lantai. Kemudian bagi dengan jarak
dari pusar ke lantai. Terka, angka berapa yang Anda dapat?" "Bukan PHI!" salah
satu olahragawan itu berseru tak percaya. "Ya, PHI!" jawab Langdon. "Satu-komasatu-enam-delapan. Mau contoh lain" Ukur jarak dari bahu Anda ke ujung jari
Anda, kemudian bagi dengan jarak dari siku Anda ke ujung jari Anda. PHI lagi.
Yang lain" Paha ke lantai dibagi dengan lutut ke lantai. PHI lagi. Ruas jari.
Jemari kaki. Divisi tulang belakang. PHI. PHI. PHI. Kawan-kawan, masing-masing
Anda merupakan penghormatan berjalan terhadap Proporsi Agung."
Bahkan dalam kegelapan, Langdon dapat melihat semuanya tercengang. Dia merasakan
kehangatan yang sudah biasa di dalamnya. Karena itulah dia suka mengajar.
"Kawan-kawan, seperti yang dapat Anda lihat, kekacauan di dunia ini punya
keteraturan yang mendasar. Ketika orang-orang dahulu menemukan PHI, mereka yakin
telah tersandung pada balok bangunan Tuhan untuk dunia, karena itu kemudian
mereka memuja Alam. Dan orang dapat mengerti mengapa Tangan Tuhan jelas dalam
Alam. Dan bahkan sampai sekarang jejak-jejak pagan, agama-agama yang mengacu
pada Ibu Bumi, masih ada. Banyak di antara kita mengenal alam seperti kaum
pagan, namun tidak menyadarinya. Perayaan di bulan Mei adalah contoh sempurna,
perayaan musim semi ... bumi hidup kembali untuk mengeluarkan karunianya.
Keajaiban misterius yang melekat dengan Proporsi Agung ditulis pada awal waktu.
Manusia hanya bermain dalam hukum Alam, dan karena seni adalah cara manusia
untuk meniru keindahan tangan Pencipta, Anda dapat membayangkan kita mungkin
dapat melihat banyak contoh Proporsi Agung dalam seni pada semester ini."
Melewati setengah jam berikutnya, Langdon memperlihatkan kepada mereka slideslide dari karya seni Michelangelo, Albrecht Durer, Da Vinci, dan banyak yang
lainnya lagi, mempertunjukkan maksud setiap seniman dan keterkaitannya dengan
Proporsi Agung dalam layout karangannya. Langdon mengupas PHI dalam dimensi
arsitektur Parthenon Yunani, piramid-piramid Mesir, dan bahkan Gedung PBB di New
York. PHI muncul dalam struktur organisasional sonata-sonata Mozart, Fifth
Symphony karya Beethoven, juga pada karya-karya Bartok, Debussy, dan Schubert.
Angka PHI, kata Langdon pada mereka, bahkan juga digunakan oleh Stardivarius
untuk menghitung penempatan yang tepat untuk lubang f dalam konstruksi biolabiolanya yang tersohor itu.
"Sebagai penutup," kata Langdon, sambil berjalan ke papan tulis, "kita kembali
ke simbol-simbol." Dia menarik lima garis saling berpotongan yang membentuk
bintang lima titik. "Simbol ini merupakan salah satu gambaran terkuat yang akan
kalian lihat pada masa perkuliahan ini. Dikenal secara resmi sebagai pentagram atau pentakel, seperti yang disebut orang dulu - simbol ini dipandang agung dan
juga ajaib oleh banyak budaya. Ada yang bisa mengatakan mengapa begitu?"
Stettner, jurusan matematika, mengangkat tangannya. "Karena jika Anda menggambar
pentagram, garis-garis itu secara otomatis membagi dirinya sendiri menjadi
segmen sesuai dengan Proporsi Agung."
Langdon memberi anggukan bangga pada anak itu. "Bagus sekali. Ya, rasio dari
segmen garis dalam pentakel semua sama dengan PHI, sehingga membuat simbol ini
jadi ekspresi yang pokok. Untuk alasan ini, bintang lima titik ini telah selalu
menjadi simbol kecantikan dan diasosiasikan dengan sempurna dengan dewi dan
perempuan suci." Gadis-gadis di kelas senang. "Satu catatan, kawan-kawan. Kita baru menyentuh
sedikit Da Vinci hari ini tetapi kita akan bertemu dengannya lebih banyak lagi
semester ini. Leonardo adalah seorang yang terdokumentasi dengan baik sebagai
penganut setia jalan kuno dari sang dewi. Besok, saya akan memperlihatkan kepada
Anda lukisan dindingnya,TheLastSupper, yang merupakan salah satu penghormatan
paling menakjubkan bagi perempuan suci yang pernah Anda lihat."
"Anda bercanda, bukan?" seseorang berkata. "Saya kira, The Last Supper adalah
tentang Yesus!"

The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Langdon mengedipkan matanya. "Ada simbol-simbol tersembunyi pada tempat-tempat
yang tak pernah terbayangkan."
"Ayo," Sophie berbisik. "Ada apa" Kita hampir sampai. Cepat!"
Langdon melihat ke atas, merasa kembali dari lamunan jauh. Dia sadar sedang
berdiri pada akhir anak tangga. Dia merasa lumpuh karena mengetahui arti kode
itu dengan tiba-tiba. 0,Draconiandevil!Oh,lamesaint! Sophie menatapnya.
Takmungkinsesederhanaitu, pikir Langdon. Namun dia tahu tentu saja, itu memang
sederhana. Di sana, dalam perut Louvre ... dengan gambaran PHI dan Da Vinci
berkelebatan dalam benaknya, Robert Langdon tiba-tiba dan tak terduga memecahkan
kode Sauni?re. "0, setan Draconian!" katanya. "Oh, orang suci yang lemah! Itu jenis kode yang
paling sederhana!" Sophie berhenti di anak tangga di bawah Langdon, menatap
keatas dengan bingung. Sebuah kode" Dia telah merenungkan kata-kata itu
sepanjang malam dan tak melihat adanya kode. Terutama yang sederhana.
"Kau mengatakannya sendiri." Suara Langdon tergetar karena sangat gembira.
"Angka-angka Fibonacci hanya punya arti dalam urutan yang benar. Jika tidak,
angka-angka itu hanyalah lelucon matematika."
Sophie tidak tahu apa yang dibicarakan. Angka-angka Fibonacci" Dia yakin tujuan
angka-angka itu tidak lebih dari mengikutsertakan Departemen Kriptografi dalam
penyelidikan malam ini. Angka-angka itu punya tujuan lain" Dia merogoh sakunya
dan menarik hasil cetak komputer tadi, kemudian mempelajari lagi pesan kakeknya
itu. 13-3-2-21-1-185 0, Draconian devil! Oh, lame saint!
Kenapadenganangka-angkaitu" "Deret Fibonacci yang tak beraturan itu merupakan
sebuah petunjuk," kata Langdon, sambil mengambil kertas itu. "Angka-angka ini
adalah petunjuk bagaimana memecahkan sisa pesan itu. Dia menulis deret itu
dengan tak teratur untuk mengatakan k?pada kita supaya menggunakan konsep yang
sama pada teks itu. 0, Draconian devil" Oh, lame saint" Baris-baris itu tak
berarti apa pun. Mereka hanya aksara yang tersusun tak beraturan."
Sophie hanya memerlukan sebentar saja untuk mengerti maksud Langdon, dan itu
tampaknya begitu sederhana hingga dapat ditertawakan. "Kaupikir pesan ini adalah
... une anagramme?" Sophie menatap Langdon. "Seperti sebuah teka-teki kata di
koran?" Langdon dapat melihat keraguan dalam wajab Sophie, dan itu dapat dimengerti.
Hanya sedikit orang yang tahu bahwa anagram, walaupun menjadi hiburan usang
orang modern, memiliki sejarah yang kaya akan simbolisme.
Pengajaran mistis Kabbalah banyak menggambar anagram - mengatur kembali hurufhuruf dari kata berbahasa Hebrew untuk membuat arti baru. Raja-raja Prancis di
zaman Renaissance percaya bahwa anagram mengandung kekuatan magis sehingga
mereka menunjuk ahli anagram u?tuk membantu mereka membuat keputusan yang lebih
baik dengan menganalisa kata-kata dalam dokumen penting. Orang-orang Roma
sebenarnya menganggap Pelajararan anagram sebagaiars magna - seni besar.
Langdon menatap lama mata Sophie. "Maksud kakekmu berada tepat didepan kita. Dia
meninggalkan petunjuk lebih dari cukup untuk dilihat."
Tanpa kata-kata lagi, Langdon menarik pena dari saku jasnya dan mengatur kembali
huruf-huruf pada setiap baris pesan.
O, Draconian devil! O, lame Saint! Adalah anagram yang sempurna dari... Leonardo da Vinci!
The Mona Lisa! 21 MONALISA Begitu dia berdiri di pintu keluar ruang tangga, Sophie lupa semua usahanya
untuk keluar dari Museum Louvre.
Dia heran juga pada anagram itu. Selain itu, dia juga malu karena tak mampu
memecahkan pesan itu sendiri. Keahlian Sophie dalam menganalisa kriptografi yang
rumit menyebabkannya menganggap remeh permainan kata yang sederhana itu. Dia
merasa seharusnya dia telah melihatnya, apalagi dia tidak asing dengan anagram terutama yang b?rbahasa Inggris.
Ketika dia masih kanak-kanak, kakeknya sering menggunakan anagram untuk mengasah
ejaan bahasa Inggrisnya. Pernah kakeknya menulis kata bahasa Inggris "planets"
dan mengatakan bahwa ada 92 kata bahasa Inggris lainnya yang dapat disusun
dengan menggunakan huruf-huruf sama. Sophie menghabiskan waktu tiga hari bersama
kamusnya untuk menemukan semua kata tersebut. "Aku tak dapat membayangkan," kata
Langdon, menatap kertas itu, "bagaimana kakekmu menciptakan anagram yang begini
rumit dalam menit- menit terakhir hidupnya."
Sophie tahu penjelasannya, dan kenyataan itu membuat perasaannya semakin tidak
nyaman. Aku seharusnya sudah tahu ini! Sekarang dia ingat bahwa kakeknya - seorang
pemain kata yang fanatik dan pencinta seni - telah menghibur dirinya sendiri
ketika masih muda dengan menciptakan anagram dari karya seni yang terkenal.
Salah satu anagramnya menyebabkannya mendapat kesulitan ketika Sophie masih
kanak-kanak. Saat diwawancarai oleh majalah seni Amerika, Sauni?re menyatakan
kebenciannya kepada kaum pergerakan Kubisme modern dengan mengatakan bahwa
adikarya Picasso,Les Demoiselles d'avignon, adalah anagram sempuma untuk vile
meaningless doodles, 'gambar buruk tak berarti'. Pencinta Picasso tidak senang
karenanya. "Kakekku mungkin menciptakan anagram Mona Lisa sudah lama sekali," kata Sophie,
sambil mengerling pada Langdon. Dan malam ini dia terpaksa menggunakannya
sebagai kode darurat. Suara kakeknya kejauhan dengan sangat menakutkan.
LeonardodaVinci! TheMonaLisa! Mengapa pesan terakhir untuknya membawanya ke
memanggil dari lukisan terkenal" Sophie tidak tahu, namun dia dapat mengira satu
kemungkinan. Satu yang membuatnya penasaran. Itusemuabukanpesanterakhirnya
Haruskah dia mendatangi lukisan Mona Lisa" Apakah kakeknya meninggalkan pesan
lagi di sana" Gagasan itu tampak sangat masuk akal. Lagi pula, lukisan tersohor
itu tergantung di ruang Salle des Etats - sebuah ruang menikmati lukisan secara
pribadi yang hanya dapat dimasuki dari Galeri Agung. Sekarang Sophie menyadari,
pintu-pintu yang terbuka menuju ruangan itu terletak hanya dua puluh meter dari
tempat kakeknya ditemukan tewas. DiabisasajatelahpergikeMonaLisasebelumtewas.
Sophie meithat lagi pada ruang tangga darurat dan merasa bimbang. Dia tahu, dia
seharusnya mengantar Langdon secepatnya namun kata hatinya mengatakan
sebaliknya. Ketika Sophie mengingat masa kecilnya saat mengunjungi Sayap Denon,
dia ingat, seandainya kakeknya punya rahasia yang akan dikatakan padanya,
kakeknya akan memilih tempat di depanMona Lisa karya Da Vinci daripada tempat
lainnya di bumi ini. '"Dia digantung agak jauh," bisik kakeknya sambil
menggandeng tangan kecil Sophie ketika dia membawa Sophie menjelajahi museum
yang sepi setelah jam tutup.
Sophie berusia enam tahun saat itu. Dia merasa kecil dan tak penting ketika
melihat langit-langit tinggi dan lantai yang memeningkan kepala. Museum yang
kosong menakutkannya, walau dia tidak akan membiarkan kakeknya tahu itu. Dia
merapatkan gerahamnya dan melepaskan gandengan kakeknya.
"Di sana itu adalah Salle des Etats," kata kakeknya ketika mereka mendekati
ruangan yang paling tersohor di Louvre. Walau kakeknya merasa begitu gembira,
Sophie ingin pulang saja. Dia sudah pernah melihat lukisan Mona Lisa dalam buku,
dan tidak menyukainya sama sekali. Dia tidak mengerti mengapa orang-orang begitu
sibuk membicarakannya. "C'estennuyeux," gerutu Sophie. "Membosankan," kakeknya
mengoreksi. "Bahasa Prancis di sekolah saja.
Bahasa Inggris di rumah." "LeLouvre,c'estpaschezmoi!" Sophie menantang. Kakeknya
tertawa letih. "Kau benar sekali, Louvre memang bukan rumahmu. Kalau begitu,
ayo, berbahasa Inggris hanya untuk bersenangsenang."
Sophie cemberut dan terus berjalan. Ketika mereka memasuki Salle des Etats, mata
Sophie mengamati ruangan sempit itu dan berhenti pada titik kehormatan yang
pasti - tepat di tengah dinding sebelah kanan, tergantung sendirian di belakang
dinding kaca Plexi yang aman. Kakeknya berhenti di ambang pintu dan menunjuk
pada lukisan itu. "Silakan, Sophie. Tidak semua mengunjunginya sendirian." Sophie menelan
ketakutannya. Dia orang punya kesempatan untuk bergerak perlahan menyeberangi
ruangan itu. Setelah segala apa yang pernah didengarnya tentang Mona Lisa, dia
merasa seperti sedang mendekati seorang bangsawan. Tiba di depan kaca pelindung
Plexi, Sophie menahan napasnya dan menatap ke atas, langsung melihatnya.
Sophie tidak yakin apa yang seharusnya dia rasakan, namun yang pasti tidak
seperti ini. Tidak ada perasaan kagum. Tidak ada keheranan. Wajah tersohor itu
tampak seperti apa yang dilihatnya dalam buku. Sophie berdiri, diam, lama
sekali, menunggu ada yang terjadi.
"Nah, bagaimana pendapatmu?" bisik kakeknya, mendekati dari belakangnya.
"Cantik, bukan?" "Dia terlalu kecil." Sauni?re tersenyum. "Kau kecil dan kau
cantik." Aku tidak cantik, pikirnya. Sophie membenci rambut merah dan
bintikbintik pada pipinya, dan dia lebih tinggi daripada semua anak lelaki di
kelasnya. Dia memperhatikan Mona Lisa lagi dan menggelengkan kepalanya. "Dia
bahkan lebih jelek daripada yang ada di buku. Wajahnya ...brumeux." "Berkabut,"
kakeknya memberi petunjuk. "Berkabut," Sophie mengulangi, karena dia tahu,
percakapan mereka tidak akan berlanjut sebelum dia mengulangi kata tadi. "Itu disebut gaya
lukisansfumato," katanya, "dan itu sulit sekali. Leonardo
da Vinci adalah yang terbaik dalam gaya ini dibanding siapa pun." Sophie masih
tidak suka pada lukisan itu. "Dia tampaknya mengetahui
sesuatu ... seperti anak-anak di sekolah ketika punya sesuatu." Kakeknya
tertawa. "Itu bagian dari mengapa dia begitu kenal. Orang-orang
senang menerka mengapa dia tersenyum. "Kakek tahu mengapa dia tersenyum?"
"Mungkin." Kakeknya mengedip. "Suatu hari nanti akan kuceritakan semuanya."
Sophie menghentakkan kakinya. "Aku sudah bilang, aku tidak suka rahasia!"
"Putri," kakeknya tersenyum. "Hidup ini berisi banyak rahasia. Kau tidak bisa
mempelajarinya semua sekaligus."
"Aku masuk lagi," kata Sophie, suaranya terdengar dalam di ruang tangga.
"KeMonaLisa?" tanya Langdon kecut."Sekarang?" Sophie menghitung-hitung
risikonya. "Aku bukan tersangka pembunuhan. Aku akan mengunakan kesempatanku.
Aku harus tahu apa yang ingin kakekku sampaikan padaku." "Bagaimana dengan
kedutaan besar?" Sophie merasa bersalah karena telah membuat Langdon menjadi
pelarian dan kemudian meninggalkannya, namun dia tak punya pilihan. Dia menunjuk
ke bawah pada pintu besi. "Pergilah melalui pintu itu, dan ikuti tanda keluar
yang menyala. Kakekku pernah membawaku melalui jalan itu. Tanda-tanda itu akan
membawamu ke pintu putar. Pintu itu satu arah dan terbuka." Dia memberikan kunci
mobilnya kepada Langdon. "Mobilku SmartCar merah di tempat parkir pegawai. Tepat
di luar dinding ini. Kau tahu jalan ke kedutaan besar?" Langdon mengangguk,
menatap kunci di tangannya. "Dengar," kata Sophie, suaranya melembut. "Kupikir
kakekku mungkin meninggalkan pesan padaku di Mona Lisa - semacam petunjuk seperti
siapa pembunuhnya. Atau mengapa aku dalam bahaya."Atauapayangterjadipada
keluargaku. "Aku harus pergi dan melihatnya."
"Tetapi jika dia ingin mengatakan mengapa kau dalam bahaya, mengapa dia tidak
menuliskannya di atas lantai tempat dia tewas. Mengapa dengan permainan kata
yang rumit?" "Apa pun yang ingin disampaikan kakekku, kupikir dia tidak mau
seorang pun mengetahuinya, tidak juga polisi." Jelas, kakeknya telah melakukan
segalanya dengan sisa kekuatannya untuk menyampaikan pesan rahasia langsung pada
Sophie. Dia telah menulisnya dalam kode, termasuk inisial rahasia Sophie, dan
menyuruhnya untuk mencari Robert Langdon - perintah yang bijak, mengingat simbolog
Amerika ini telah berhasil memecahkan kodenya. "Betapa pun aneh kedengarannya,"
kata Sophie, dia ingin aku pergi keMonaLisa sebelum orang lain ke sana." "Aku
akan ikut." "Jangan! Kita tidak tahu sampai berapa lama Galeri Agung akan tetap
kosong. Kau harus pergi." Langdon tampak ragu, seolah rasa keingintahuan
akademisnya tertantang untuk mengabaikan pertimbangan yang logis dan membiarkan
dirinya kembali ke dalam cengkeraman Fache.
"Pergi, sekarang!" Sophie tersenyum lebar. "Kita bertemu di kedutaan besar, Pak
Langdon." Langdon tampak tidak senang. "Aku akan bertemu denganmu di sana dengan satu
syarat." Sophie terhenti, terkejut. "Apa itu?" "Jangan panggil akuPak Langdon."
Sophie melihat ada senyum tersembunyi pada wajah Langdon, dan dia membalasnya.
"Semoga berhasil, Robert."
Ketika Langdon tiba di lantai bawah, hidungnya mencium aroma yang pasti dari
minyak jerami dan debu dinding. Didepannya, tanda SORTIE / EXIT menyala dengan
gambar anak panah menunjuk ke bawah sepanjang koridor itu. Langdon melangkah
dalam gang. Di sebelah kanan terbuka sebuah studio perbaikan. Di dalamnya tampak
sederet patung yang sedang diperbaiki. Di sebelah kiri, dia melihat sebuah
deretan studio-studio yang sama dengan kelas-kelas seni di Harvard - deretan parapara, lukisan-lukisan, palet-palet, peralatan kumpulan benda-benda seni.
Ketika dia berjalan di sepanjang gang, mungkinkah dia saat ini tiba-tiba
terbangun di pembingkaian - sederetan
Langdon bertanya-tanya, atas tempat tidurnya di Cambridge. Sepanjang malam ini
seolah mimpi aneh. AkuakankeluardariLouvre ...sebagaiburon. Pesan anagram
Sauni?re yang cerdas masih tetap dalam benaknya, dan Langdon bertanya-tanya apa
yang akan ditemukan Sophie padaMona Lisa ... bisa apa saja. Sophie begitu yakin
bahwa kakeknya menginginkannya untuk pergi ke lukisan tersohor itu sekali lagi.
Walau tafsir ini masuk akal, tampaknya Langdon sekarang merasa dihantui oleh
sebuah paradoks yang membingungkan. P.S.CariRobertLangdon. Sauni?ne telah
menuliskan namanya di atas lantai, memerintahkan Sophie untuk mencarinya. Tetapi
mengapa" Hanya supaya Langdon membantunya memecahkan anagram" Tampaknya tak
masuk akal. Lagi pula, Sauni?re tidak punya alasan untuk tahu bahwa Langdon ahli
dalam anagram. Kami tidak pernah bertemu. Lebih penting lagi, Sophie begitu
yakin dia bisa rnemecahkan anagram itu sendiri. Sophielah yang melihat deret
angka Fibonacci, dan, tak diragukan, jika diberi sedikit waktu lebih; dia akan
sanggup memecahkan kode itu tanpa bantuan Langdon.
Sophie memang seharusnya memecahkan anagram itu sendiri. Langdon tiba-tiba
merasa lebih yakin tentang itu, namun kesimpulannya meninggalkan pertanyaan
tentang tindakan Sauni?re.
Mengapa aku" Langdon bertanya-tanya, sambil terus berjalan di gang. Mengapa
pesan terakhir Sauniere menyuruh cucunya yang tak mengenalku ituuntukmencariku"
MenurutSauni?re,apayangakutahu"
Tiba-tiba Langdon berhenti. Dengan mata terbelalak dia merogoh sakunya dan
menarik keluar kertas tadi. Dia menatap baris terakhir pesan Sauni?re.
PS.CariRobertLangdon Dia punya firasat pada dua huruf itu. PS. Saat itu juga,
Langdon merasa bahwa simbolisme Sauni?re yang memusingkan mulai tampak jelas.
Seperti kilatan petir, sebuah simbologi dan sejarah yang senilal karier
bertahun-tahun menyambar di sekitarnya. Segala yang Jacques Sauni?re lakukan
malam ini tiba-tiba jelas sekali.
Pikiran Langdon seperti berpacu ketika dia mencoba mengumpulkan implikasiimplikasi dari semuanya ini. Sambil terus berlari, Langdon menatap ke arah dia
datang tadi. Masihadakahwaktu" Dia tahu, itu tidak penting. Tanpa ragu, Langdon
berlari cepat kembali ke tangga tadi.
22 BERLUTUT DI baris terdepan bangku gereja, Silas pura-pura berdoa sambil
mengamati keadaan ruangan gereja itu. Saint-Sulpice, seperti umumnya gereja yang
lain, telah dibangun dengan bentuk salib Roma raksasa. Bagian pusatnya
memanjang, lurus langsung ke altar utama, dan di sana berpotongan dengan bagian
yang lebih pendek, bernama transept. Potongan bagian pusat dan transept berada
tepat di bawah kubah utama dan dianggap jantungnya gereja ... titik tersuci dan
mistis dari gereja itu. Tidakmalamini, pikir Silas.Saint-Sulpicemenyembunyikanrahasianyadi tempatlain.
Silas memalingkan kepalanya ke kanan, menatap ke transept sebelah selatan, ke
area lantai terbuka sesudah deretan bangku gereja, ke objek yang telah
digambarkan oleh korbannya.
Disanalahdia. Tertanam dalam lantai batu granit kelabu, sebuah garis tipis
kuningan mengilap di batu itu ... sebuah garis keemasan melintang di atas lantai
gereja. Garis itu memiliki tanda-tanda, seperti penggaris. Itu sebuah gnomon,
Silas telah diberi. tahu, sebuah alat astronomi pagan seperti petunjuk waktu
dengan bantuan sinar matahari. Para turis, ilmuwan, ahli sejarah, dan pagan dari
seluruh dunia datang ke Saint-Sulpice untuk melihat garis terkenal itu.
GarisMawar. Perlahan, Silas membiarkan matanya mengamati garis kuningan itu,
yang melintang pada lantai dari sebelah kanan dirinya ke sebelah kiri, berbelok
di depannya membentuk sudut yang aneh, sama sekali bertentangan dengan simetri
gereja itu. Mengiris altar utama, garis itu tampak bagi Silas seperti menyayat
wajah yang cantik. Potongan itu membelah pagar komuni menjadi dua, kemudian
menyeberangi lebar gereja, dan akhirnya mencapai sudut transept utara, di mana
garis itu menyentuh struktur yang paling tak terduga. Sebuah obelisk Mesir yang
besar sekali. Di sini, Garis Mawar membelok sembilan puluh derajat vertikal dan
Gadis Ketiga 5 Roro Centil 29 Dendam Dan Cinta Gila Seorang Pendekar Dewa Sinting 1

Cari Blog Ini