The Da Vinci Code Karya Dan Brown Bagian 3
terus langsung menuju ke obelisk ini, naik 33 kaki hingga ke titik puncak
piramid, tempat garis itu berakhir.
Garis Mawar, pikir Silas. Persaudaraan itu menyimpan batu kunci pada GarisMawar.
Beberapa saat sebelumnya, malam ini, ketika Silas mengatakan kepada Guru bahwa
batu kunci yang terdahulu disembunyikan di dalam Saint-Sulpice, Guru seperti
meragukannya. Namun ketika Silas menambahkan bahwa semua anggota persaudaraan
itu mengatakan tempat yang sama, berhubungan dengan garis kuningan yang melewati
Saint-Sulpice, maka Guru terkesiap karena senang. "Kau maksud adalah Garis
Mawar!" Guru cepat mengatakan kepada Silas tentang keanehan arsitektur gereja itu - garis
dan kuningan itu yang membelah sanktuari gereja tepat pada sumbu selatan ke
utara. Itu semacam alat pengukur waktu dengan bantuan cahaya matahari, sebuah
peninggalan kuil pagan yang dulu pernah berdiri tepat di situ. Sinar matahari,
bersinar melalui oculus pada dinding selatan, bergerak lebih jauh ke arah garis
itu setiap hari, menunjukkan berlalunya waktu, dari titik balik matahari yang
satu ke titik balik matahari berikutnya.
Garis yang melintang dari utara ke selatan itu terkenal dengan nama Garis Mawar.
Selama berabad-abad, simbo1 Mawar telah dihubungkan dengan peta dan petunjuk
dalam arah yang semestinya. Mawar Kompas - tengambar hampir pada semua peta,
menunjukkan utara, timur, selatan, dan barat. Mulanya dikenal sebagai Mawar
Angin, Mawar Kompas menunjukkan 32 arah mata angina--bertiup dari 8 mata angin
utama, 8 mata angin setengah, dan 16 mata angin seperempat. Ketika menggambarkan
bagian dalam sebuah Iingkaran, ke-32 titik kompas ini menyempurnakan 32 kuntum
mawar tradisional. Kini, alat navigasi yang mendasari itu masih terus dikenal
sebagai Mawar Kompas, arah paling utamanya masih ditandai oleh ujung anak
panah ... atau, lebih lazim, disebut sebagai simbolfleur-de-lis.
Pada bola dunia, Garis Mawar - juga disebut garis meridian atau garis bujur merupakan garis imaginasi yang ditarik dari Kutub Utara ke Kutub Selatan. Tentu
saja, jumlah Garis Mawar tak terhingga karena setiap titik pada bola dunia dapat
memiliki tarikan garis bujur yang menghubungkan titik di utara dan di selatan.
Pertanyaan bagi para navigator dahulu adalah mana dari garis-garis itu yang
disebut Garis Mawar - bujur nol - garis bujur awal mula yang menjadi tolak ukur
semua garis bujur di bumi. Sekarang ini garis itu adalah garis Greenwich,
Inggris. Namun dulu tidak seperti itu. Lama sebelum ditentukannya Greenwich
sebagai meridian utama, bujur nol dari seluruh dunia melewati Paris, melintasi
Gereja Saint..Suipice. Tanda dari kuningan di gereja ini mengingatkan pada
meridian utama dunia yang pertama, dan walau Greenwich pernah, karena
kehormatan, melintasi Paris pada tahun 1888, Garis Mawar yang asli masih dapat
dilihat sekarang ini. "Dan legenda itu benar adanya," kata Guru pada Silas. "Batu kunci Biarawan,
konon, diletakkan 'di bawah Tanda Mawar'." Sekarang, masih berlutut dibangku
gereja, Silas mengamati sekitar ruang gereja itu. Dia memasang telinga untuk
memastikan bahwa tak ada orang di sana. Untuk sesaat, dia merasa seperti
mendengar gesekan di balkon paduan suara. Dia menoleh dan menatap ke atas untuk
beberapa detik. Tak ada apa pun. Akusendirian. Dia berdiri, menghadap altar dan
memberi hormat tiga kali. Kemudian dia berpaling ke kiri dan mengikuti garis
dari kuningan itu ke utara menuju obelisk itu.
Pada saat itu, di bandara Leonardo da Vinci di Roma, roda pesawat menyentuh
landasan, mengejutkan Uskup Aningarosa dari tidurnya.
Aku tertidur, pikirnya, heran karena ternyata dia cukup tenang untuk bisa
tertidur. "BenevenutoaRoma," terdengar sambutan dari interkom. Aningarosa
menegakkan punggungnya, kemudian meluruskan jubah hitamnya dan tersenyum kecil.
Ini adalah perjalanan yang menyenangkan. Aku sudah terlalu lama bersembunyi.
Malam ini, kekuasaan sudah berpindah. Baru lima bulan yang lalu Aringarosa takut
akan masa depan Iman Sejati. Sekarang, seolah seperti dikehendaki Tuhan, masalah
itu telah terpecahkan dengan sendirinya. CampurtanganTuhan. Jika semua berjalan
sesuai rencana malam ini di Paris, Aningarosa akan memiliki sesuatu yang
memungkinkannya menjadi orang yang paling berkuasa di kerajaan Kristen.
23 SOPHIE DENGAN terengah-engah tiba di depan pintu kayu besar Salle des Etats ruangan yang menyimpanMonaLisa. Sebelum masuk, dengan enggan dia menatap jauh ke
gang, kurang lebih dua puluh yard, tempat tubuh kakeknya masih terbaring di
bawah sorotan lampu. Rasa sesal yang mendalam menyergapnya. Dia merasa sedih sekaligus berdosa.
Lelaki iru sudah berkali-kali mencoba merengkuh Sophie dalam sepuluh tahun ini,
dan Sophie tak tergerak sama sekali - membiarkan suratsurat dan paket-paketnya tak
dibuka tersimpan di dasar lacinya dan mengabaikan usaha kakeknya untuk bertemu
dengannya. Dia berbohong padaku! Menyimpan rahasia-rahasia yang menakutkan! Apa
yang seharusnya kulakukan" Dan dia tak membiarkan kakeknya mendekat. Sama
sekali! Sekarang kakeknya sudah meninggal; ia sekarang berbicara padanya dari alam
kubur. MonaLisa. Sophie mengulurkan tangannya menyentuh pintu-pintu kayu itu, dan
mendorongnya. Jalan masuk terbuka lebar. Sophie berdiri di ambang pintu sesaat,
mengamati ruangan persegi yang besar di depannya. Ruangan itu bermandikan cahaya
merah. Salle des Etats merupakan salah satu culs~-desac- - ja1an buntu dan satusatunya ruangan yang tak berada di tengah-tengah Galeri Agung. Pintu ini, satusatunya jalan masuk, menghadap ke sebuah karya Botticelli setinggi lima belas
kaki yang menempel pada dinding di kejauhan. Di bawahnya, di tengah-tangah
lantai parket, sebuah dipan berbentuk oktogonal diperuntukkan sebagai
peristirahatan yang menyambut ribuan pengunjung. Dipan itu dapat digunakan
sebagai pengistirahat kaki sambil menikmati aset Louvre yang paling berharga.
Sebelum melangkah masuk, Sophie sadar harus membawa sesuatu, senter sinarhitam.
Dia mengamati gang tempat kakeknya tergeletak di bawah lampu sorot di kejauhan,
dikelilingi peralatan elektronik. Jika dia telah menulis sesuatu di sini, hampir
pasti dia menulisnya dengan spidolstylus.
Dengan menarik napas dalam, Sophie bergegas ke tempat kejadian perkara itu. Dia
tak sanggup melihat tubuh kakeknya; dia hanya memusatkan perhatiannya pada
peralatan PTS. Kemudian dia menemukan senter pena ultra violet, dan menyelipkan
ke dalam saku sweternya, lalu bergegas kembali ke gang dan menuju ke pintu
terbuka Salle des Etats. Sophie membelok dan melangkahi ambang pintu. begitu masuk, suara langkah kaki
terdengar mendekatinya dari dalam ruangan. Ada orang di sini! Sesosok menyerupai
hantu muncul dari remang kemerahan. Sophie terloncat mundur.
"Nah, kau di sini!" suara Langdon serak berbisik, ketika bayangannya berhenti di
depan Sophie. Perasaan lega Sophie hanya sebentar. "Robert, aku bilang kau harus pergi dari
sini! Jika Fache - " "Tadi kau kemana?" "Aku harus mengambil senter sinar hitam,"
bisiknya sambil memperlihatkan senter itu. "Jika kakekku menuliskan pesan - "
"Sophie, dengar," Langdon menahan napasnya ketika mata birunya menatap Sophie
tajam. "Huruf P.S. ... Apa itu berarti lain lagi bagimu" Apa saja!?"
Karena takut suara mereka akan menggema di gang, Sophie menarik Langdon masuk ke
ruangan Salle des Etats dan perlahan menutup pintu kembarnya, kemudian
menguncinya. "Aku sudah jelaskan, inisial itu berarti Putri Sophie."
"Aku tahu, tetapi pernahkah kau melihatnya di tempat lain lagi" Kakekmu
menggunakan P.S. untuk yang lainnya" Sebagai monogram, atau mungkin pada alatalat tulisnya, atau perlengkapan pribadinya?"
Pertanyaan itu mengejutkan Sophie. Bagaimana Robert tahu itu" Sophie memang
pernah melihat inisial P.S. sebelum itu, dalam bentuk monogram. Pada satu hari
sebelum hari ulang tahunnya yang kesembilan, Sophie diamdiam menyelusuri
rumahnya mencari hadiah tersembunyi. Sophie tak pernah suka ada rahasia
tensembunyi darinya. Apa yang diberikan kakek untukku tahun ini" Dia
menggerayangi laci dan lemari. Apakah kakek memberiku boneka yang kuinginkan" Di
mana disembunyikannya"
Karena tak menemukan apa pun diseluruh rumah, Sophie memberanikan diri
menyelinap ke kamar tidur kakeknya. Kamar itu sesungguhnya terlarang baginya,
namun kakeknya sedang tertidur di sofa di lantai bawah.
Akuhanyaakanmengintipsebentar! Sophie kemudian berjingkat di atas lantai kayu
yang berderit. Dia mengintai kedalam rak-rak di balik pakaian kakeknya. Tak ada
apa pun. Kemudian dia mencari di bawah tempat tidur. Masih belum ada apa pun.
Dia bergerak ke ruang kerjanya, dan membuka laci-lacinya satu per satu dan
menggerayanginya. Pasti ada sesuatu di sini! Ketika dia mencapai ke dasar laci,
dia masih tak menemukan tanda-tanda adanya sebuah boneka. Dengan kecewa dia
membuka laci terakhir dan menarik selembar pakaian hitam yang belum pernah dia
melihat dikenakan kakeknya. Baru saja akan menutup laci itu, dia melihat kilau
emas di bagian belakang. Tampaknya seperti kantong jam saku, namun dia tahu
kakeknya tak berdebar ketika dia mulai menerka apa isinya. Seuntaikalung!
menggunakan itu. Jantungnya Dengan berhati-hati Sophie menarik rantai itu dari
laci. Dia terkejut sekali ketika akhirnya dia melihat sebuah kunci emas yang
berkilauan. Berat dan berkilauan. Dia memegangnya dengan penuh pesona. Dia belum
pernah melihat kunci seperti itu. Umumnya kunci pipih bergerigi, namun yang ini
mempunyai batang segi tiga dipenuhi bercak-bercak. Kepala besar emasnya
berbentuk salib, namun tidak seperti biasanya. Yang ini bahkan seperti tanda
tambah. Di tengahnya, tercetak menonjol, sebuah simbol aneh, dua huruf saling
membelit dengan gambar semacam bunga.
"PS.," dia berbisik membaca huruf-huruf itu sambil cemberut. "Apakah
artinyaini?" "Sophie?" panggil kakeknya dari ambang pintu. Dengan terkejut,
Sophie menoleh, dan menjatuhkan kunci itu ke atas lantai dengan suara keras. Dia
menatap kunci itu, takut menatap wajah kakeknya. "Aku ... sedang mencari hadiah
ulang tahunku," katanya, sambil menunduk, tahu bahwa dia telah rnengkhianati
amanat kakeknya. Seolah sudah lama sekali kakeknya berdiri diam di ambang pintu. Akhirnya,
kakeknya menghembuskan napas berat. "Pungut kunci itu, Sophie." Sophie memungut
kunci itu. Kakeknya masuk "Sophie, kau harus menghormati rahasia pribadi orang
lain." Dengan lembut, kakeknya berjongkok dan mengambil kunci dari tangan
Sophie. "Kunci ini sangat istimewa. Jika kau menghilangkannya ..."
Suara tenang kakeknya justru membuat perasaan Sophie menjadi lebih bersalah.
"Maafkan aku, Grand-p?re. Aku sangat menyesal." Dia berhenti. "Kukira itu kalung
hadiah ulang tahunku."
Kakeknya menatapnya beberapa detik. "Aku katakan ini sekali lagi, Sophie, karena
ini sangat penting. Kau harus menghormati rahasia pribadi orang lain." "Ya,
Grand-pere'." "Kita akan membicarakan ini lain kali. Sekarang, taman kita perlu
dipotong rumputnya." Sophie bergegas keluar kamar untuk mengerjakan tugasnya.
Keesokan harinya, Sophie tak menerima hadiah ulang tahun dari kakeknya. Dia
memang tak mengharapkannya setelah apa yang dilakukannya kemarin. Namun kakeknya
bahkan tak mengucapkan selamat ulang tahun padanya sepanjang hari itu. Dengan
sedih, dia naik ke tempat tidurnya malam itu. Ketika itu dia menemukan sehelai
kartu dengan catatan tergeletak di atas bantalnya. Pada kartu itu tertulis tekateki sederhana. Sebelum memecahkan teka-teki itu, dia tersenyum. Aku tahu apa
ini! Kakeknya pernah melakukan ini di pagi hari Natal. Perburuanhartakarun!
Dengan bersemangat dia membaca dengan teliti teka-teki itu hingga dapat
memecahkannya. Jawaban itu membawanya ke bagian lain di rumah itu, yang ternyata
ada teka-teki lainnya. Dia berhasil menerkanya juga, dan segera mengejar kartu
berikutnya. Dia berlari dengan riang, dan cepat keluar masuk ruangan dalam rumah
itu, dari satu petunjuk ke petunjuk lainnya. Dan akhirnya dia menemukan sebuah
petunjuk yang membawanya kembali ke kamar tidurnya, dan berhenti mendadak. Di
tengah kamarnya berdiri sebuah sepeda merah berkilap dengan pita terikat pada
setangnya. Sophie berteriak kegirangan.
"Aku tahu kau menginginkan sebuah boneka," kakeknya berkata, tersenyum dari
sudut kamar. "Kupikir, mungkin kau akan lebih menyukai ini."
Keesokan harinya, kakeknya mengajari Sophie mengendarai sepeda dengan berlarian
di sampingnya di kaki lima. Ketika Sophie melindas rumput tebal, dia kehilangan
keseimbangannya. Mereka berdua terguling jatuh ke rumput, bergulingan, dan
tertawa. "Aku tahu, Sayang. Kau sudah kumaafkan. Aku tak bisa marah terus menerus
kepadamu. Kakek dan cucu selalu saling memaafkan."
Sophie tahu dia seharusnya tak bertanya, namun dia tak dapat menahannya. "Kunci
itu untuk membuka apa" Aku belum pernah melihat kunci seperti itu. Sangat
cantik." Kakeknya terdiam lama, dan Sophie melihat kakeknya ragu-ragu menjawabnya.Grandperetakpernahberbohong. "Kunci itu untuk membuka sebuah kotak," katanya
akhirnya. "Tempat menyimpan banyak rahasia." Sophie cemberut. "Aku benci
rahasia!" "Aku tahu, tetapi ini rahasia penting. Dan suatu hari kau akan belajar
menghargainya, seperti aku." "Aku melihat huruf-huruf dan bunga." "Ya, itu bunga
kesukaanku. Namanya fluer-de-lis. Kita punya di taman.
Yang putih itu. Di Inggris kita menyebutnya bunga lili." "Aku tahu itu!
Kesukaanku juga!" "Kalau begitu, aku akan buat kesepakatan denganmu. Alis kakek
Sophie terangkat, seperti biasanya jika dia sedang menantang Sophie. "Jika kau
dapat menyimpan rahasia kunciku dan tak pernah membicarakannya lagi, denganku
atau dengan siapa, saja suatu hari ketak aku akan memberikannya kepadamu."
Sophie tak dapat mempercayai telinganya. "Benarkah?" "Aku berjanji. Jika
waktunya tiba, kunci itu menjadi milikmu. Ada
namamu di atasnya." Sophie cemberut. "Tidak. Hurufnya P.S. Namaku P.S.!"
Kakeknya merendahkan suaranya dan melihat kesekelilingnya seolah untuk
meyakinkan tak seorang pun mendengarnya. "Baik, Sophie, kau harus tahu, P.S.
adalah sebuah kode. Itu inisial rahasiamu." Mata Sophie membesar. "Aku punya
inisial rahasia?" "Tentu saja. Cucu selalu punya inisial rahasia yang diketahui
kakeknya." "P.S.?" Kakeknya menggelitiknya."PrincesseSophie." Sophie terkekeh.
"Aku bukan putri!" Kakeknya mengedipkan matanya. "Bagiku kau seorang putri."
Mulai hari itu, mereka tidak pernah membicarakan kunci itu lagi. Dan Sophie
menjadi Putri Sophie bagi kakeknya.
Di dalam Salle des Etats, Sophie berdiri terdiam dan merasa sakit karena sangat
kehilangan. "Inisial itu," Langdon berbisik, sambil menatapnya aneh. "Kau pernah
melihatnya?" Sophie merasa mendengar suara kakeknya berbisik di gang museum ini.
"Jangan pernah membicarakan kunci itu, Sophie. Tidak denganku, atau siapa pun."
Dia tahu, dia sudah pernah mengkhianatinya dan dimaafkan, dan sekarang Sophie
bertanya-tanya apakah dia boleh melanggar kepercayaannya lagi. PS. Cari Robert
Langdon. Kakeknya ingin Langdon menolongnya. Sophie mengagguk "Ya, aku pernah
melihat inisial P.S. Ketika aku masih kecil." "Di mana?" Sophie ragu. "Di atas
sebuah benda yang sangat pentmg baginya." Langdon menatap tajam pada mata
Sophie. "Sophie, ini sangat penting.
Apakah inisial itu ada bersama sebuah simbol" Sebuah fleur-de-lis?" Sophie
merasa limbung karena sangat heran. "Tetapi ... bagaimana kautahu
itu?" Langdon menarik napas dan merendahkan suaranya. "Aku sangat yakin, kakekmu
anggota dari perkumpulan rahasia. Sebuah kelompok persaudaraan yang sudah sangat
lama dan tertutup." Sophie merasa tegang pada perutnya. Dia juga yakin itu. Selama sepuluh tahun dia
mencoba melupakan kejadian yang telah membuatnya yakin akan hal itu. Dia telah
menyaksikan sesuatu Yang tak masuk akal.Yangtakterlupakan. "Fleur-de-lis itu,"
kata Langdon, "jika dikombinasikan dengan inisial P.S., merupakan tanda
keanggotaan bagi mereka. Lambang mereka. Logo mereka." "Bagaimana kautahu itu?"
Sophie berdoa, semoga Langdon bukan mau
bilang bahwa ia sendiri anggota dari perkumpulan itu. "Aku pernah menulis
tentang kelompok itu," kata Langdon, suaranya bergetar karena gembira sekali.
"Meneliti simbol-simbol rahasia adalah keahlianku. Anggota perkumpulan itu
menamakan diri mereka Prieur? de Sion, 'Biarawan Sion'. Mereka berbasis di
Prancis sini, dan menarik orangorang kuat dari seluruh Eropa sebagai anggota.
Mereka salah satu perkumpulan rahasia tertua yang bertahan di bumi ini." Sophie
tak pernah mendengarnya. Sekarang Langdon berbicara dengan sangat cepat.
"Keanggotaan biarawan itu terdiri atas orang-orang penting dalam sejarah,
seperti Botticelli, Sir Isaac Newton, Victor Hugo." Dia berhenti, sekarang
suaranya bernada akademisi. "Dan Leonardo da Vinci." Sophie terkejut. "Da Vinci
anggota kelompok rahasia itu?" "Da Vinci mengetuai Biarawan sebagai mahaguru
dari persaudaraan tersebut dari tahun 1510 hingga 1519. Karena itulah, mungkin,
kakekmu begitu menyukai karya Leonardo da Vinci. Keduanya memiliki ikatan
persaudaraan historis. Dan sangat sesuai dengan kekaguman mereka pada ikonologi
kedewian, paganisme, ketuhanan perempuan, dan kebencian pada gereja. Biarawan
memiliki acuan sejarah perempuan suci yang terdokumentasi dengan baik."
"Maksudmu, perkumpulan ini merupakan kelompok sebuah dewi pagan?" "Lebih
tepatnya, kelompok pemuja dewi pagan itu. Lebih penting lagi, mereka terkenal
sebagai para penjaga sebuah rahasia kuno. Sebuah rahasia yang membuat mereka
begitu berkuasa. Walau mata Langdon bersinar begitu meyakinkan, Sophie tidak mempercayainya.
Sebuah kelompok pagan rahasia" Dan dikepalai oleh Leonardo daVinci" Itu semua
terdengar aneh sekali. Dan walau Sophie tak mau menerimanya, kenangannya kembali pada peristiwa sepuluh
tahun silam - pada suatu malam saat dia secara tak sengaja memergoki kakeknya dan
menyaksikan sesuatu yang hingga kini tak dapat
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diterimanya.Dapatkahitumenjelaskan - "
"Identitas para anggota Biarawan yang masih hidup terjaga kerahasiaannya," kata
Langdon, "tetapi inisial P.S. dan fluer-de-lis yang kau lihat ketika masih kecil
itu adalah bukti. Itu hanya dapat dihubungkan dengan Biarawan."
Sekarang Sophie sadar bahwa Langdon tahu jauh lebih banyak daripada yang dia
bayangkan sebelumnya. Orang Amerika ini pastilah punya banyak hal yang dapat
dibagikan kepadanya, namun di sini bukanlah tempat yang tepat. "Aku tak akan
membiarkan mereka menangkapmu, Robert. Banyak yang harus kita diskusikan. Kau
harus pergi!" Langdon mendengar hanya gumam tak jelas dari suara Sophie. Dia tak pergi ke mana
pun. Dia kini seperti tersesat ke tempat lain. Tempat rahasia-rahasja kuno
muncul ke permukaan. Tempat sejarah~sejarah yang terlupakan muncul dari bayangbayang. Perlahan, seperti bergerak di dalam air, Langdon memalingkan kepalanya dan
menatap remangan merah, ke arahMonaLisa. Thefleur-de.-lis ....bungaLisa
...MonaLisa. Itu semua saling berkaitan, sebuah simfoni diam namun menggemakan
rahasia-rahasia dari Biarawan Sion dan Leonardo da Vinci. Beberapa mil dari
Louvre, di tepi sungai melewati Les Invalides, pengemudi truk gandengan Trailor
kebingungan ketika dia berdiri di bawah ancaman pistol dan diawasi oleh seorang
kapten Polisi Judisial, yang menyemburkan kemarahan dan kemudian melemparkan
sepotong sabun ke dalam Sungai Seine yang lebar.
24 MENATAP ke depan ke obelisk Saint-Sulpice, yang setinggi pilar pualam besar.
Ototnya menegang karena letih. Dia mengerling ke sekelilingnya sekali lagi untuk
meyakinkan dia memang sendirian. Kemudian dia berlutut di depannya, bukan karena
sedang menghormat namun dia memerlukannya begitu.
BatukunciitutersembunyidibawahgarisMawar. PadadasarobeliskSulpice. Sekarang dia
berlutut, tangannya menggerayangi lantai batu itu. Dia tak melihat adanya retakan atau tanda-tanda keramik yang
dapat digerakkan. Kemudian dia mulai ngetuk-ngetuk dengan tulang tinjunya pada
lantai. Dia mengikuti garis kuningan yang makin mendekati obelisk. Dia mengetuk
setiap lantai yang berdekatan dengan garis kuningan ke obelisk. Akhimya, salah
satu dari lantai itu bergema aneh. Adaruangandibawahlantaiini! Silas tersenyum.
Para korbannya telah mengatakan yang sebenarnya. Dia kemudian berdiri, dan
mencari sesuatu di sekitar ruangan itu yang dapat digunakan untuk memecahkan
lantai itu. Tinggi di atas Silas, di atas balkon, Suster Sandrine menahan sengal napasnya.
Sesuatu yang paling ditakutkannya telah terbukti. Tamunya ini bukanlah tamu
sesungguhnya. Seorang biarawan misterius Opus Dei telah datang ke SaintSulpice
untuk tujuan yang berbeda. Sebuah tujuan rahasia. Kaubukanlahsatusatunyayangpunyarahasia, pikirnya. Suster Sandrine Bicil lebih dari sekadar
pemelihara gereja. Dia juga pengaman gereja ini. Dan malam ini, roda kuno itu
telah dipasang untuk digerakkan. Kedatangan orang asing di bawah obelisk itu
merupakan tanda dari kelompok persaudaraan itu.
Ituadalahseruanmintatolongyanghening.
25 KEDUTAAN BESAR Amerika Serikat di Paris merupakan kompleks yang terpadu terletak
di Avenue Gabriel, tepat di sebelah utara Champs E1ysees. Kompleks berluas
sekitar satu setengah hektare itu merupakan tanah otoritas Amerika Serikat.
Artinya, semua yang berdiri di atasnya berada di bawah hukum dan perlindungan
selayaknya mereka berada di Amerika Serikat.
Operator jaga malam kedutaan sedang membaca Time edisi internasional ketika
suara teleponnya mengusiknya. "Kedutaan besar Amerika Serikat," jawabnya.
"Selamat malam." Penelepon itu berbahasa Inggris dengan aksen Prancis. "Saya
membutuhkan bantuan." Walau kata-kata lelaki itu terdengar sopan, suaranya
terdengar kasar dan resmi. "Saya diberi tahu bahwa saya mendapat pesan telepon
pada sistem atomatis Anda. Nama saya Langdon. Sialnya saya lupa kode tiga angka
untuk mengaksesnya. Jika Anda dapat menolong saya, saya akan sangat berterima
kasih." Operator itu terdiam, bingung. "Maaf, Pak. Pesan Anda mungkin sudah sangat lama.
Sistem itu sudah dihapus dua tahun lalu demi keamanan. Lagi pula, semua kode
akses berupa lima angka. Siapa yang memberi tahu Anda tentang pesan tersebut?"
"Anda tak punya sistem telepon otomatis?" "Tidak, Pak. Segala pesan untuk Anda
akan dicatat dengan tulisan tangan
oleh bagian pelayanan kami. Siapa nama Anda tadi?" Namun lelaki itu memutuskan
hubungan. Bezu Fache merasa bingung ketika dia berjalan hilir-mudik di tepi Sungai Seine.
Dia yakin telah melihat Langdon memutar nomor local, memasukkan kode tiga angka,
kemudian mendengarkan rekaman pesan. Tetapi jika
Langdontidakmeneleponkedutaan,laludiamenelponsiapa"
Ketika melihat ke handphone-nya, dia sadar bahwa jawabannya ada dalam telapak
tangannya.Langdonmenelepondengan hand-phone-kutadi.
Sambil menekan-nekan tombol menu handphone-nya, kemudian mencari nomor telepon
terakhir, Fache menemukan nomor yang dituju Langdon tadi. Nomor telepon Paris
dan diikuti oleh kode tiga angka454. Dia kemudian memutar lagi nomor itu, lalu
menunggu ketika saluran itu
mulai berdering. Akhirnya suara seorang perempuan menjawab. "Bonj?ur, vow etes
bien chez Sophie Neveu," rekaman itu memberi tahu. 'je suis absente pour k
moment,mais ..." Darah Fache mendidih ketika dia menekan nomor 4...5...!
26 WALAU LUKISAN begitu terkenal, ternyata ukuran MonaLisa hanya31 inci kali 21
inci--lebih kecil daripada ukuran posternya yang dijual di toko cendera mata di
Louvre. Lukisan itu tergantung pada dinding sebelah barat laut ruang Salle des
Etats di balik kaca pelindung Plexi, setebal dua inci. Dilukis di atas panel
kayu poplar, lukisan itu beratmosfir halus, dan tampak berkabut - ini dinisbahkan
pada keahlian Da Vinci melukis dengan gayasfumato: membuat bentuk-bentuk lukisan
tampak membaur satu sama lain.
Sejak ditempatkan di Louvre, Mona Lisa atau La Joconde, begitu orang Prancis
menyebutnya - pernah dicuri dua kali, yang terakhir pada tahun 1911, ketika
lukisan itu menhilang dari ruang"salleimpenetrableLouvre- Le Salon Carr?.
Orang~orang Prancis menangisinya dan menulis artikel-artikel dalam koran memohon
pencurinya untuk mengembalikannya. Dua tahun kemudian, MonaLisa ditemukan di
dasar sebuah koper, di ruang hotel di Florence.
Langdon, setelah menyatakan dengan jelas kepada Sophie bahwa dia tak mau pergi,
lalu berjalan bersama Sophie melintasi Salle des Etats.MonaLisa masih dua puluh
yard di depan mereka ketika Sophie menyalakan senter sinar hitamnya. Seketika
itu juga gulungan sinar kebiruan dari senter berukuran pena itu membesar dan
menerangi lantai di depan mereka.
Sophie mengayun-ayunkan senter itu ke d?pan dan ke belakang di lantai seperti
penyapu ranjau, mencari setiap petunjuk dalam bentuk tinta menyala.
Langdon berjalan di sampingnya. Dia sudah mierasa tergetar karena akan melihat
langsung karya seni besar. Langdon merasa tegang ketika melihat bungkusan cahaya
keunguan yang berasal dari senter sinar hitam di tangan Sophie. Di sebelah kiri,
oktagonal ruangan itu, terdapat sebuah tempat duduk besar, seperti pulau gelap
pada lautan parket yang kosong.
Sekarang Langdon dapat melihat panel dari kaca gelap pada dinding. Di
belakangnya, dia tahu, di dalam ruang kurungan sendiri, tergantung lukisan yang
paling tersohor di dunia.
Langdon tahu, status MonaLisa sebagai karya seni paling terkenal di dunia tak
ada hubugannya dengan senyumannya yang penuh teka-teki itu. Juga bukan karena
berbagai intepretasi mistenius yang diberikan oleh banyak ahli sejarah seni dan
orangorang yang senang konspirasi. Sesungguhnya sederhana saja, Mona Lisa
terkenal karena Leonardo da Vinci mengakui bahwa lukisan itu merupakan karya
terhalusnya. Da Vinci selalu membawa-bawa lukisan itu ke mana pun dia pergi, dan
jika ditanya mengapa begitu, dia akan menjawab bahwa dia sulit berpisah dengan
ekspresi yang begitu agung dari kecantikan seorang perempuan. Walau begitu,
banyak ahIi sejarah seni mengira bahwa penghormatan Da Vinci pada Mona Lisa
tidak ada hubungannya dengan kehebatan artistik lukisan itu. Sebenarnya, dan
juga mengherankan, lukisan itu hanya sebuah lukisan bergaya sfumato biasa.
Pemuliaan Da Vinci pada lukisan itu, banyak yang mengakui, terbentuk dari
sesuatu yang jauh lebih mendalam, seperti ada pesan tersernbunyi pada sapuansapuan catnya. Mona Lisa, sesungguhnya, merupakan kelakar tersembunyi yang
paling terdokumentasi di dunia. Arti ganda lukisan yang merupakan karya besar
itu, dan juga sindiran jenakanya, telah terungkap pada buku-buku sejarah seni
yang utama. Namun demikian, hebatnya, masyarakat umumnya masih menganggap senyum
Mona Lisa merupakan misteri besar.
Tak ada misteri sama sekali, pikir Langdon, sambil melangkah maju dan
memperhatikan garis besar lukisan itu yang mu1ai tampak semakin jelas.Tak
adamisterisamasekali. Belum lama ini Langdon telah berbagi rahasia Mona Lisa dengan sekelompok
penghuni penjara - dua belas orang di Penjara Essex County~ Seminar Langdon di
penjara merupakan bagian dari perluasan program Harvard untuk berusaha membawa
pendidikan ke dalam sistem di penjara - Kebudayaan bagi Narapidana, begitu temanteman Langdon di kampus menyebutnya.
Ketika Langdon berdiri di depan sebuah proyektor overhead di dalam perpustakaan
penjara, dia berbagi rahasia Mona Lisa dengan para narapidana yang menghadiri
kelas itu. Mereka ternyata sangat mengejutkan - kasar, namun cerdas. "Anda
me1ihatnya," kata Langdon kepada mereka, sambil berjalan kearah gambar dari
proyektor pada dinding perpustakaan itu, "bahwa latar di belakang wajahnya tak
seimbang." Langdon menunjuk ke ketidaksesuaian yang mencolok. "Da Vinci melukis
garis horison pada sebelah kiri jelas lebih rendah daripada yang di kanan." "Dia
mengacaukannya?" tanya salah seorang penghuni. Langdon tertawa. "Tidak. Da Vinci
tidak mengacau terlalu sering. Sebenarnya, ini tipuan kecil Da Vinci. Dengan
merendahkan daerah dalam di sebelah kiri, Da Vinci membuat MonaLisa tampak lebih
besar jika dilihat dari sebelah kiri daripada sebelah kanan. Itu adalah kelakar
pribadi Da Vinci. Dari mata sejarah, konsep lelaki dan perempuan telah sisisisi- - - sisi kiri adalah perempuan, sisi kanan adalah lelaki. Karena Da Vinci
sangat menyukai prinsip keperempuanan, dia membuat Mona Lisa tampak lebih anggun
dari sisikiri daripada sisi kanan."
"Kudengar dia seorang berjenggot kambing. lelaki hombreng," kata seorang lelaki
kecil Langdon mengernyit. "Para ahli sejarah umumnya tidak persis berkata
demikian, tetapi memang, Da Vinci seorang homoseksual." "Apakah karena itu dia
senang dengan seluruh hal yang feminin" ."Sebenarnya, Da Vinci setuju dengan
keseimbangan antara jantan dan betina. Dia percaya bahwa jiwa manusia tak dapat
diterangi kecuali jika memiliki kedua elemen jantan dan betina itu." "Maksud
Anda, perempuan tetapi punya penis?" Semua yang hadir tertawa. Langdon ingin
memberikan sentuhan etimologi tentang katahermaphrodite dan kaitanya dengan kata
Hermes dan Aphrodite, namun dia tahu itu hanya akan hilang dalam keramaian ini.
'Hei, Pak Langford," seorang berotot bertanya. "Benarkah bahwa Mona Lisa adalah
gambar dari Da Vinci yang mengenakan pakaian ketat perempuan" Kudengar benar
begitu." "Itu sangat mungkin," kata Langdon. "Da Vinci suka berolok-olok, dan analisa
atas Mona Lisa serta potret diri Da Vinci dengan komputer menegaskan beberapa
titik kesamaan pada wajah mereka. Apa pun yang dikerjakan Da Vinci," kata
Langdon, "Mona Lisa nya bukan lelaki ataupun perempuan. Ia memberi pesan halus
tentang androgini. Ia campuran antara keduanya."
'Anda yakin ini bukan hanya omong kosong Harvard untuk mengatakan bahwaMonaLisa
adalah perempuan yang buruk rupa?"
Sekarang Langdon yang tertawa. "Mungkin Anda benar. Tetapi sebenarnya Da Vinci
meninggalkan memang androgini. Ada Amon?" petunjuk penting bahwa lukisan itu
seharusnya yang pennah mendengar dewa Mesir bernama
"Tentu saja!" lelaki besar itu berkata. "Dewa kesuburan lelaki." Langdon
terpesona. "Itu tertulis pada setiap kotak kondom Amon." Lelaki itu menyeringai
lebar. "Gambarnya adalah seorang lelaki berkepala kambing di bagian depan kotak
dan berkata bahwa dia adalah dewa kesuburan Mesir."
L?ngdon tidak mengenal merek itu, namun dia senang mendengar pabrik pabrik alat
kontrasepsi yang menggunakan hieroglyph dengan benar. "Bagus sekali. Amon memang
ditampilkan sebagai seorang lelaki berkepala kambing, dan percampuran serta
tanduk melengkungnya berhubungan dengan dialek modern'horny' "Omong kosong!"
"Bukan omong kosong," kata Langdon. "Dan tahukah anda siapa pasangan
Amon" Dewi kesuburan Mesir?" Pertanyaan itu membuat kelas sunyi beberapa saat.
"Isis," Langdon memberi tahu mereka, sambil meraih pena hijau. "Jadi, kita punya
dewa, Amon." Dia menuliskannya. "Dan seorang dewi, Isis, yang pictogram kunonya
pernah disebut L'ISA." Langdon selesai menulis dan mundur dari proyektor itu
AMON L'ISA "Ingat sesuatu?" tanyanya. "MonaLisa ... kurang ajar!" seru seseorang. Langdon
mengangguk. "Bapak-bapak, bukan hanya wajah Mona Lisa yang tampak androginis,
tetapi namanya juga merupakan anagram dari kesatuan dewa-dewi. Danitulah temantemanku, rahasia kecil Da Vinci, dan alasan dari senyum Mona Lisa yang terkenal
itu." "Kakekku tadi ke sini," kata Sophie, sambil tiba-tiba berlutut, sekarang hanya
berjarak sepuluh kaki dariMonaLisa. Dia arahkan sinar hitam itu pada sebuah
titik di atas lantai parket.
Awalnya Langdon tidak melihat apa pun. Kemudian sesudah berlutut di samping
Sophie, dia melihat tetesan kecil dari cairan kuning yang bercahaya. Tinta"
Tiba-tiba Langdon ingat apa kegunaan sinar hitam itu. Darah. Dia merasa
merinding. Sophie benar. Jacques Sauni?re memang mengunjungi MonaLisa sebelum
tewas. "Dia tidak akan ke sini tanpa alasan," bisik Sophie, sambil berdiri. "Aku tahu,
dia meninggalkan pesan untukku di sini." Dengan cepat, Sophie melangkah lagi
mendekati Mona Lisa. Dia menyinari lantai di depan lukisan itu. Dia mengayunkan
senter itu ke depan dan belakang di atas parket kosong. "Tidak ada apa-apa di
sini!" Pada saat itu, Langdon melihat sebuah kilauan samar ungu pada kaca
pelindung di depanMonaLisa. Dia memegang pergelangan tangan Sophie dan perlahan
menggerakkan senter itu ke atas, ke lukisan itu. Mereka berdua seperti membeku.
Di atas kaca, enam kata bersinar keunguan, coreng moreng rnelintasi wajah
MonaLisa. 27 DUDUK DI meja Sauni?re, Letnan Collet menekankan telepon ke telinganya dengan
tak percaya.ApabenaryangkudengardariFache" "Sepotong sabun" Tetapi bagaimana
Langdon tahu tentang titik GPS itu?" "Sophie Neveu," jawab Fache. "Dia bilang
pada Langdon." "Apa" Mengapa?" "Pertanyaan bagus sekali, tetapi aku saja
mendengar sebuah rekaman yang
memastikan Sophie memberi tahu Langdon." Collet tak menyahut. Apa yang
dipikirkan Neveu" Fache telah membuktikan bahwa Sophie telah mengacaukan
pekerjaan DCPJ" Sophie Neveu tidak hanya akan dipecat, tapi juga akan masuk
penjara. "Lalu, Kapten... di mana Langdon sekarang?" "Apakah alarm kebakaran
berbunyi?" "Tidak, Pak." "Dan tak seorang pun yang keluar darigerbang Galeri
Agung?" "Tjdak. Kita telah menempatkan seorang petugas keamanan Louvre di
gerbang itu. Seperti yang Anda perintahkan." "Baik. Langdon pasti masih berada
di dalam Galeri Agung." "Di dalam" Tetapi apa yang dilakukannya?" "Apakah
petugas keamanan itu bersenjata?" "'Ia, Pak. Dia penjaga senior." "Suruh dia
masuk," perintah Fache. "Aku tak mau Langdon keluar." Fache terdiam. "Dan
sebaiknya kau katakan kepada penjaga itu bahwa mungkin Agen Neveu juga ada di
dalam bersama Langdon." "Saya pikir Agen Neveu sudah pergi." "Kau benar-benar
melihatnya pergi?" "Tidak, Pak, tetapi - " "Nah, tak seorang pun di lingkar luar
melihamya pergi. Mereka hanya melihatnya masuk ke dalam."
Collet tercengang karena keberanian Sophie Neveu. Dia masih berada di
dalarngedung" "Tangani ini," perintah Fache. "Aku mau Langdon dan Neveu sudah tertangkap saat
aku kembali." Ketika truk Trailor bergerak, Kapten Fache mengumpulkan anggotaanggotanya.
Robert Langdon telab terbukti menjadi buronan malam ini. Dan dengan bantuan Agen
Neveu sekarang, dia .mungkin menjadi lebih sulit ditangkap daripada yang
diperkirakan. Fache memutuskan tidak mengambil risiko lagi. Dengan menahan
kemarahannya, dia memerintahkan separuh pasukannya kembali ke lingkar luar
Louvre. Separuhnya lagi dia kirim untuk menjaga satusatunya tempat di Paris yang
memungkinan Langdon bisa lolos.
29 Di DALAM Salle des Etats, Langdon menatap kagum pada enam kata bercahaya pada
kaca Plexi. Teks itu tampak melayang-layang di udara, melemparkan sebuah
bayangan bergerigi melintasi senyuman misterius Mona Lisa.
"Kelompok Biarawan," bisik Langdon. "Ini membuktikan bahwa kakekmu salah seorang
anggotanya!" Sophie menatap Langdon bingung. "Kaumengerti ini?" "Inii sempurna,"
kata Langdon, mengangguk sambil pikirannya teraduk. "Ini sebuah proklamasi dari
salah satu filsafat biarawan yang paling fundamental!"
Sophie tampak tercengang dalam kilauan pesan yang coreng moreng melewati
wajahMonaLisa. SO DARK THE CON OF MAN - begitu gelap tipuan lelaki
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sophie," kata Langdon. "kebiasaan Biarawan pada pengabdian pemujaan dewi
didasarkan pada sebuah kepercayaan bahwa seorang yang berkuasa pada masa awal
gereja Kristen memengaruhi dunia dengan menyebarkan kebohongan yang merendahkan
perempuan dan meninggikan nilai lelaki." Sophie tetap diam, menatap kata-kata
itu. "Biarawan percaya bahwa Constantine dan penerus lelakinya memutar balik
dunia dari paganisme matriarkal menjadi Kristen patriarkal dengan cara
menyebarkan propaganda yang mensetankan perempuan suci, dengan menghapus dewi
dari agama modern untuk selamanya."
Tarikan wajah Sophie masih tetap tak yakin. "Kakekku menyuruhku ke sini untuk
menemukan ini. Dia pasti ingin mengatakan lebih banyak daripada sekadarini."
Langdon mengerti maksud Sophie. Sophie mengira ini merupakan kode lagi. Namun,
apakah arti tersembunyi itu ada atau tidak, Langdon tak dapat langsung
menjawabnya. Benaknya masih terus bergulat dengan kejelasan pesan Sauni?re yang
muncul itu. Sodarktheconof man, pikirnya.Memangbegitugelap. Tak ada yang dapat
menyangkal betapa banyak kebaikan yang dilakukan Gereja modern pada dunia yang
kacau ini. Walau demikian, Gereja memiliki sejarah yang penuh kebohongan dan
kekejaman. Perang suci yang brutal untuk "mengajar kembali" kaum pagan dan
penganut agama pemuja dewi memakan waktu tiga abad, dengan menggunakan cara-cara
yang inspiratif sekaligus mengerikan.
Inkuisisi Katolik menerbitkan buku yang boleh jadi bisa disebut sebagai
penerbitan yang paling meminta darah dalam sejarah manusia. Malleus Ma/eficarum,
'Godam Para Penyihir', mengindoktrinasi dunia akan "bahaya kebebasan berpikir
perempuan" dan mengajari para biarawan bagaimana menemukan, menyiksa, dan
menghancurkan mereka. Anggapan "penyihir" oleh Gereja meliputi semua sarjana
perempuan, pendeta, gipsi, ahli mistik, Pencinta alam, pengumpul dedaunan, dan
segala perempuan yang secara mencurigakan akrab dengan alam." Para bidan juga
dibunuh karena tindakan mereka yang menggunakan pengetahuan obat-obatan untuk
menghilangkan rasa sakit saat melahirkan...sebuah penderitaan yang, menurut
Gereja, merupakan hukuman Tuhan bagi Hawa karena mengambil buah Apel
Pengetahuan, sehingga melahirkan terkait dengan gagasan Dosa Asal. Selama tiga
ratus tahun perburuan tukang sihir, Gereja telah membakar sekitar lima juta
perempuan. Propaganda dan pertumpahan darah itu berhasil. Kehidupan hari ini
merupakan bukti hidup dari itu sernua. Kaum perempuan, yang pernah dikenal
sebagai separuh yang penting dari pencerahan spiritual, telah dimusnahkan dari
semua kuil di dunia ini. Tidak ada rabi Ortodoks, pendeta Katolik, maupun ulama
Islam yang perempuan. Satu tindakan penyucian dan Hieros Gamos - penyatuan seksual
alamiah antara lelaki dan perempuan sehingga masing-masing menjadi utuh secara
spiritual - telah dianggap sebagai tindakan yang memalukan. Para lelaki suci yang
pernah diminta melakukan penyatuan seksual dengan rekan-rekan perempuan mereka
untuk mendekatkan diri pada Tuhan, sekarang khawatir desakan seksual alamiah
mereka itu dianggap sebagai tindakan setan, setan yang bekerja sama dengan kaki
tangan kesayangannya ...perempuan.
Bahkan asosiasi feminin dengan tangan kiri tak luput dari penistaan oleh Gereja.
Di Prancis dan Italia, kata "kiri"--gauche dan sinsitra---menjadi memiliki arti
negatif yang dalam, sedangkan tangan kanan terdengar sebagai kebaikan, terampil,
dan kebenaran. Kini, pikiran radikal dianggapsayapkiri, pikiran irasional
dihasilkanotakkiri, dan segala yang jahat disebutsinister.
Zaman dewi telah berlalu. Bandul pendulum telah berayun. Ibu Bumi telah menjadi
dunia lelaki, dan dewa perusak dan dewa perang sekarang berperan. Ego kaum
lelaki melaju dua milenium tanpa tercegah oleh rekan perempuannya. Biarawan Sion
percaya bahwa kemusnahan perempuan suci dalam kehidupan modernlah yang
mengakibatkan apa yang disebut oleh suku Indian Hopi sebagai koyanisquatsi,
'hidup tanpa keseimbangan', suatu keadaan tak stabil yang ditandai oleh perang
berbah?n bakar testoteron~, sebuah keberlebihan dari masyarakat misoginis, dan
sebuah rasa tak hormat yang terus tumbuh pada Ibu Bumi.
"Robert!" kata Sophie, bisikannya membangunkan Langdon. "Ada orang datang!"
Langdon mendengar suara kaki mendekat di gang. "Sini!" Sophie mematikan senter
sinar hitam dan seperti menguap dari
pandangan mata Langdon. Untuk beberapa saat, Langdon merasa buta total. Ke mana"
Ketika pandangannya menjadi jelas lagi, dia melihat bayangan Sophie berlari ke
arah tengah ruangan dan menunduk menghindari sinar di belakang bangku oktagonal
yang menerangi lukisan. Laugdon baru saja akan berlari di belakang Sophie ketika
sebuah suara meledak menghentikannya dengan dingin. "Arr?tez'" seorang lelaki
memerintahkan dari ambang pintu. Petugas keamanan Louvre bergerak maju melalui
pintu masuk Salle des Etats. Pistolnya teracung, terbidik mematikan pada dada Langdon. Langdon merasa
tangannya terangkat ke atas secara naluriah. "Couchez-vous!" perintah petugas
itu. "Tiarap!" Dalam beberapa detik saja, Langdon segera berbaring dengan wajah
menghadap lantai. Penjaga itu bengegas mendekati dan menendang tungkai Langdon
hingga terentang. "Mauvajse idle, Monsieur Langdon," karanya, sambil menekankan pistolnya keras
pada punggung Langdon. "Ide buruk, Pak Langdon."
Dengan wajah menghadap ke lantai parket dan kedua lengan serta tungkai terentang
leban, Langdon menemukan sedikit humor ironis dalam posisinya sekarang.
TheVitruvianMan, pikirnya. Tiarap.
29 Di DALAM Saint-Sulpice, Silas membawa ke obelisk itu sebuah tempat lilin dari
besi yang diambilnya dari altar. Batang tempat lilin itu akan menjadi alat
pemukul yang baik. Silas menatap panel pualan kelabu yang menutupi lubang yang
terlihat jelas pada lantai. Dia tahu, dia tidak akan dapat menghancurkan penutup
itu tanpa menimbulkan suara yang keras. Besi dan pualam. Suara itu akan menggema
pada kubah di langit-langit. Apakah suster tadi akan mendengarnya" Seharusnya
dia sudah tidur sekarang. Walapun demikian, Silas tak mau mengambil risiko itu.
Dia kemudian mengamati ke sekelilingnya mencari kain untuk membungkus ujung
batang besi itu. Dia tak melihat apa pun kecuali taplak altar dari kain linen.
Dia menggunakannya. Jubahku, pikirnya. Karena tahu bahwa dia sendirian di dalam
gereja besar ini, Silas membuka ikatan jubahnya dan menanggalkannya. Ketika
melepasnya, dia merasakan tusukan kain wolnya pada luka segar di punggungnya.
Sekarang dia membugil, hanya berbedung pada bagian bawah perutnya. Silas
membungkuskan jubahnya itu pada ujung tongkat besi tadi. Kemudian, ia memukulkan
ujung besi itu ke bagian lantai keramik. Suara dentam yang terbendung. Batu itu
tak pecah. Dia mengulanginya. Dentaman itu berulang, kali ini diikuti oleh suara
retak. Pada ayunan ketiga, penutup itu akhirnya pecah dan serpihan batu jatuh ke
lubang di bawah lantai. Sebuahtempatpenyimpanan! Dengan cepat dia memunguti
sisa-sisa serpihan dari lubang itu, kemudian dia melongok ke dalam lubang itu.
Darahnya menggelegak ketika dia berlutut di depan lubang itu. Dia mengulurkan
tangan pucatnya ke dalam.
Awalnya dia tak merasakan apa pun. Dasar tempat penyimpanan itu kosong, hanya
batu halus. Kemudian, ketika meraba lebih dalam lagi, dengan menjulurkan
tangannya hingga ke bawah Garis Mawar, dia menyentuh sesuatu! Sebuah lempengan
batu yang tebal. Dia mencengkeramnya dan menariknya keluar dengan hati-hati.
Ketika berdiri dan memeriksa temuannya, Silas tahu dia sedang memegang sebuah
lempengan batu yang dipotong kasar dengan kata-kata terukir di atasnya. Sekejap
dia merasa seperti Musa di zaman modern.
Ketika Silas membaca kata-kata yang terukir di atas batu itu, dia merasa heran.
Semula dia memperkirakan batu kunci itu adalah sebuah peta, atau serangkaian
petunjuk yang kompleks, bahkan mungkin sebuah kode. Ternyata, lempengan batu itu
bertuliskan sebuah inskripsi. Ayub 38:11 SebuahayatdalamAlkitab" Silas
tercengang karena kesederhanaan yang meragukan ini. Tempat rahasia dari apa yang
selama ini mereka cari diungkap dalam sebuah ayat Alkitab" Kelompok Persaudaraan
itu memperolokkan kelompok kebenaran!
Ayub.Babtigapuluhdelapan.Ayatsebelas. Walau Silas tak hafal isi ayat sebelas,
dia tahu Kitab Ayub menceritakan seorang lelaki yang berhasil mengatasi ujianujian dari Tuhan.Tepat, pikirnya, hampir tak sanggup menahan gembiraannya.
Dia melihat ke belakang, menatap ke bawah ke Garis Mawar yang berkilau, dan tak
dapat menahan senyum. Di sana, diatas altar utama, di atas penyangga buku, ada
sebuah Alkitab bersampul kulit.
Di balkon, Suster Sandrine gemetar. Beberapa saat yang lalu ketika lelaki itu
tiba-tiba menanggalkan jubahnya, dia hampir saja berlari dan melaksanakan
tugasnya. Ketika dia melihat daging Silas yang seputih pualam, Suster Sandrine
bingung. Punggung lebar terbukanya penuh dengan luka-luka parut berdarah merah.
Bahkan dari kejauhan pun dia dapat melihat bahwa 1uka itu masih baru.
Lelakiinibarusajadicambukidengankejam! Suster Sandrine juga melihat cilice
berdarah melekat pada paha lelaki itu, dan luka di bawahnya menetes. Tuhan macam
apa yang menghendaki tubuh luka-luka seperti ini" Ritual Dei, Suster Sandrine
tahu, adalah sesuatu yang tak akan pernah dia pahami. Namun itu bukan urusannya
saat ini. Opus Dei mencari batu kunci itu. Bagaimana mereka tahu, Suster
Sandrine tak dapat membayangkannya. Yang dia memikirkannya. Sekarang biarawan
berdarah tahu, dia tak punya waktu untuk
itu mengenakan lagi jubahnya, perlahan. Sambil mengempit temuannya, dia bergerak
kearah altar, menuju Alkitab itu.
Sambil menahan napas dan tak bersuara, Suster Sandrine meninggalkan balkon dan
berlani ke gang menuju kamarnya. Dengan berlutut dan tangannya menahan tubuhnya,
dia merogoh ke bawah tempat tidurnya dan menarik sebuah amplop yang telah
disembunyikannya selama bertahun-tahun. Dia membukanya, dan menemukan empat
nomor telepon Paris. Dengan gemetar, dia mulai menelepon.
Dibawah, Silas meletakkan lempengan batu itu di atas altar dan meraih Alkitab
bersampul kulit itu dengan tangan penuh semangat. Jemari putih panjangnya
berkeringat ketika dia membalik lembar-lembar halaman Perjanjian Lama itu.
Akhirnya, dia menemukan Kitab Ayub. Dia mencari bab 38. Sambil jarinya
menyelusuri teks itu, dia mengira-ngira kata-kata yang akan dibacanya. Katakataituakanmenunjukkanjalannya! Dia menemukan ayat sebelas, kemudian membacanya.
Hanya ada tujuh kata. Merasa bingung, dia membacanya lagi. Dia merasa ada yang
sangat salah. Ayat itu berbunyi seperti ini:
SAMPAI DI SINI KAU BOLEH DATANG,
TAPI JANGAN LEWAT. 30 CLAUDE GOUARD, penjaga keamanan itu, mendidih marah ketika berdiri di dekat
tawanannya yang tak berdaya di depan Mona Lisa. Bajingan ini telah membunuh
Jacques Sauni?re! Sauni?re sudah seperti ayah bagi GROUARD dan tim keamanannya.
Gouard tak ingin apa pun kecuali menarik pelatuk pistolnya dan mengubur sebutir
peluru dalam punggung Robert Langdon. Sebagai penjaga senior, Gouard adalah
salah satu dari beberapa penjaga yang membawa pistol berisi peluru. Namun, dia
mengingatkan dirinya bahwa membunuh Langdon akan membawanya berhadapan dengan
kesengsaraan berhubungan dengan Bezu Fache dan sistem penjara Prancis.
Gouard menarik walkie-talkie-nya dari ikat pinggangnya dan berniat meminta
bantuan. Apa yang didengarnya hanyalah gangguan penerimaan. Pengamanan
elektronik tambahan di ruangan ini selalu bermasalah dengan komunikasi para
penjaga.Akuharusbergeser ke ambangpintu. Dengan masih tetap mengarahkan
senjatanya pada Langdon, Gouard mulai bergerak perlahan ke arah pintu masuk.
Pada langkah ketiganya, dia melihat sesuatu yang langsung menghentikannya.
Apaitu! Sebuah fatamorgana yang tak jelas muncul di dekat tengah ruangan. Sebuah
siluet. Ada orang lain lagi di ruangan ini" Seorang perempuan tengah bergerak
dalam kegeIapan, berjalan cepat jauh ke arah dinding kiri. Di depannya, sinar
keunguan terayun ke depan dan ke belakang di atas lantai, seolah sedang mencani
sesuatu dengan menggunakan senter berwarna.
"Siapa itu?" tanya Grouard dalam bahasa Prancis, dengan merasakan adrenalinnya
memuncak untuk kedua kalinya dalam tiga puluh detik terakhir ini. Tiba-tiba dia
tidak tahu harus membidikkan senjatanya ke mana, atau ke arah mana dia harus
bergerak. "PTS," jawab seorang perempuan tenang, masih tetap menyinari lantai dengan
sentemya. Police Technique et Scientifique, Grouard sekarang berkeringat. Kupikir
semuaagentelahpergi! Sekarang dia mengenali sinar ungu itu sebagai sinar ultra
violet, yang biasa dibawa oleh tim PTS. Namun dia tetap tak mengerti mengapa
DCPJ mencari bukti diruangan ini.
"Nama Anda!" bentak Grouard, masih dalam bahasa Prancis. Nalurinya mengatakan
ada sesuatu yang salah. "Jawab!"
"Ini aku," ada suara menjawab tenang dalam bahasa Prancis juga. "Sophie Neveu."
Nama itu ternyata tersimpan dalam benak Grouard. Sophie Neveu" Itu nama cucu
perempuan Sauni?re, bukan" Anak perempuan itu pernah datang ke sini, tetapi itu
sudah bertahun-tahun yang lalu. Ini tak mungkin dia! Dan kalaupun itu memang
Sophie Neveu, dia sulit memercayai perempuan itu; Grouard telah mendengar kabar
angin tentang perselisihan Sauni?re dan cucu perempuannya.
"Anda mengenal saya," seru perempuan itu. "Dan Robert Langdon tidak membunuh
kakekku. Percayalah."
Penjaga Grourad tidak mau langsung memercayai hal itu. Akumemerlukan dukungan!
Kemudian dia mencoba menyalakan walkie-talkie-nya, namun kembali gangguan udara
itu lagi yang terdengar. Pintu masuk masih dua puluh yard jauh di be1akangnya.
Grouard mulai melangkah ke belakang perlahan-lahan, sambil terus mengarahkan
pistolnya pada lelaki itu saja. Ketika Grouard mundur inci per inci, dia dapat
melihat perempuan itu melintasi ruangan sambil mengangkat senter UV-nya dan
mengarahkannya ke lukisan besar yang tergantung pada dinding di kejauhan ruang
Salle des Etats, tepat di seberang lukisanMonaLisa. Grouard terkesiap. Dia tahu,
itu lukisan apa. DemiTuhan,apayangsedangdilakukannya"
Di seberang, Sophie Neveu merasa ada keringat dingin meleleh pada dahinya.
Langdon masih tiarap dengan kaki-tangan terentang di atas lantai. Tunggulah,
Robert. Sebentar lagi sampai. Karena tahu penjaga itu tak akan menembak mereka,
Sophie sekarang memusatkan perhatiannya pada hal yang sedang dikerjakannya. Dia
menyoroti area di sekitar sebuah adikarya - salah satu karya Da Vinci lainnya.
Tapi cahaya UV tidak mengungkap hal yang luar biasa. Tidak di lantai, tidak di
tembok, bahkan tidak di kanvas itu sendiri. Pastiadasesuatudisini! Sophie merasa
sangat yakin bahwa dia telah mengerti apa yang
dirnaksudkan kakeknya dengan benar. Apalagikira-kirayangdiainginkan" Adikarya
yang diamati Spohie itu adalah sebuah lukisan setinggi lima kaki. Da Vinci
melukiskan situasi aneh dari Perawan Suci Maria yang sedang duduk dengan Bayi
Yesus, Yohanes Pembaptis, dan Malaikat Uriel di atas bebatuan menonjol yang
tampak berbahaya. Ketika Sophie masih kanakkanak, setiap kali mereka pergi
melihat lukisan Mona Lisa, kakeknya pasti memperlihatkan lukisan yang ini juga.
Grand-p?re,akudisini! Tetapiakutidakmelihatpesanmu! Di belakangnya, Sophie
mendengar si penjaga sedang berusaha lagi
menghubungi rekahnya untuk meminta bantuan. Berpikirlah! Sophie membayangkan
lagi pesan yang tertulis pada kaca pelindung lukisan Mona Lisa. So dark the con
of man. Lukisan di depannya tidak dilindungi kaca yang dapat ditulisi pesan, dan
dia tahu kakeknya tidak akan pernah merusak adikarya ini dengan menulis pesan di
atasnya. Dia tercenung. Setidaknya, tidak di depannya. Matanya menatap tajam ke
atas, merayapi kabel panjang yang menjulur dari langit-langit yang menggantung
lukisan itu. Mungkinkah itu" Sophie memegang sisi kiri bingkai kayu berukir itu, kemudian
menariknya ke arahnya. Lukisan itu sangat belakangnya melentur ketika dia
menariknya dari besar dan bagian dinding. Sophie menyelinapkan kepala dan
bahunya ke belakang lukisan itu dan menaikkan senternya untuk memeriksa bagian
belakangnya. Hanya dalam beberapa detik, Sophie sudah tahu bahwa dia salah. Punggung lukisan
itu pucat dan kosong. Tidak ada teks berwarna ungu di sini, hanya ada warna
kecoklatan karena tuanya lukisan itu dan - Tunggu. Mata Sophie terpaku pada
sebuah kilatan yang terang dari sebuah benda metal yang tersangkut di dekat sisi
dasar pelindung bingkai kayu itu. Benda itu kecil, sebagian terjepit pada celah
tempat kanvas bertemu dengan bingkainya. Seuntai rantai emas terjuntai keluar.
Yang menghentakkan Sophie, rantai itu menempel pada kunci emas yang pernah
dilihatnya. Kepalanya besar dan dipahat membentuk salib, dengan sebuah segel
berukir yang tak diihatnya lagi sejak dia berusia sembilan tahun. Sebuah fleurde-lis dengan inisial P.S. Da!am sekejap, Sophie merasa roh kakeknya berbisik ke
telinganya. Ketika tiba waktunya, kunci itu akan menjadi milikmu. Tenggorokannya
tercekat ketika ia sadar bahwa kakeknya, bahkan sesudah mati, tetap memenuhi
janjinya. Kunci ini untuk membuka sebuahkotak, kata
kakeknya,tempatakumenyimpanbanyakrahasia.
Sophie sekarang tahu, semua permainan kata malam ini ditujukan untuk menemukan
kunci ini. Kakeknya membawa kunci itu ketika dia dibunuh. Karena tak mau jatuh
ke tangan polisj, dia menyembunyikannya di balik lukisan ini. Kemudian kakeknya
membuat permainan perburuan harta untuk memastikan Sophie yang akan menemukan
kunci itu. "Tolong!" teriak penjaga itu, padawalkie-talkie-nya. Sophie mencabut
kunci itu dan menyelipkannya ke dalam sakunya bersama senter pena UV-nya.
Setelah keluar dari balik lukisan itu, dia dapat melihat si penjaga terus
berusaha keras untuk menghubungi temannya lewat walkietalkie, namun Penjaga itu
berdiri di ambang pintu, masih mengarahkan pistolnya pada Langdon. "Tolong!"
teriaknya lagi pada radionya. Gangguan pemancar lagi. Dia tak dapat terhubung,
Sophie tahu. Dia ingat betapa turis sering menjadi putus asa di ruangan ini
ketika mereka usaha menelepon ke rumah lewat handphone untuk menyombongkan diri
bahwa mereka sedang melihat MonaLisa. Pemasangan kabel pengawasan tambahan pada
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dinding betul-betul menghalangi hubungan telepon, kecuali jika berada di gang.
Sekarang penjaga itu mundur hingga ke jalan keluar, dan Sophie tahu dia harus
segera bertindak. Sambil menatap lukisan besar tempat dia menyelinap di belakangnya tadi, Sophie
sadar bahwa Leonardo da Vinci telah menolongnya, untuk kedua kalinya.
Beberapa meter lagi, Grouard berkata pada dirinya sendiri, tetap mengacungkan
pistolnya. "Berhenti, atau aku akan merusak lukisan ini!" Sophie berteriak, suaranya
menggema di seluruh ruangan. Grouard menatapnya dan menghentikan langkahnya. "Ya
Tuhan, jangan!" Menembus remang kemerahan, Grouard dapat melihat Sophie benarbenar mengangkat lukisan itu .lepas dari kabelnya dan menjatuhkannya di atas
lantai di depannya. Lukisan setinggi lima kaki itu hampir menyembunyikan
keseluruhan tubuhnya. Pikiran pertama Grouard adalah bertanya-tanya mengapa
kabel-kabel yang terhubung dengan lukisan itu tak mengeluarkan alarm, tetapi
tentu saja sensor-sensor kabel pelindung karya seni itu belum dinyalakan kembali
malam ini.Apayangperempuanitulakukan! Ketika Grouard melihatnya, darahnya
mendingin. Kanvas itu mulai menggelembung bagian tengahnya. Kerangka rapuh dari
Perawan Suci Maria, Bayi Yesus, dan Yohanes Pembaptis itu mulai berubah bentuk.
"Jangan!" Grouard menjerit, membeku karena ketakutan ketika dia melihat karya Da
Vinci yang tak ternilai harganya itu meregang. Sophie menekankan lututnya pada
bagian tengah lukisan itu dari belakang! "JANGAN!"
Grouard berlari maju dan mengarahkan pistolnya pada perempuan itu, dan saat itu
juga dia tahu bahwa ini hanya gertak sambal. Kanvas itu hanyalah kain, namun
tentu saja dapat tertembus---sebuah pelindung tubuh seharga enam juta dolar
Amerika. AkutakdapatmenembakkaryaDaVinci! "Turunkan pistol dan radio Anda," kata
Sophie tenang dalam bahasa Prancis, "atau aku akan melubangi lukisan ini dengan
lututku. Saya rasa, Anda tahu bagaimana perasaan kakekku tentang ini.
Grouard merasa puyeng. "Kumohon...jangan. Itu MadonnaoftheRocks." Dia menjatuhkan
pistol dan radionya, lalu mengangkat tangannya ke atas kepala.
"Terima kasih," kata perempuan itu. "Sekarang lakukan apa yang aku minta, dan
segalanya akan beres." Beberapa saat kemudian, urat nadi Langdon masih berdenyut
kuat ketika dia berlari di samping Sophie, menuruni tangga darurat menuju lantai
dasar. Tak seorang pun dari mereka yang mengatakan sesuatu sejak mereka
meninggalkan penjaga Louvre yang gemetar di Salle des Etats. Pistol penjaga itu
sekarang tergenggarn erat dalam tangan Langdon, dan dia tak sabar untuk
melepaskannya. Senjata itu terasa berat, asing, dan berbahaya.
Ketika menuruni dua anak tangga sekaligus, Langdon bertanya-tanya apakah Sophie
tahu betapa berharganya lukisan yang hampir dirusaknya tadi. Hampir
sepertiMonaLisa, karya Da Vinci yang dicengkeramnya itu terkenal keburukannya di
kalangan ahli sejarah karena terlalu banyak mengandung simbol-simbol paganisme
yang tersembunyi. "Kau memilih sandera yang berharga," kata Langdon sambil terus
berlari. "Madonna of the Rocks," jawab Sophie. "Tetapi aku tidak memilihnya.
Kakekku yang memiih. Dia meninggalkan benda kecil untukku di belakang lukisan
itu" Langdon menatap tajam. "Apa" Tetapi bagaimana kau tahu lukisan yang dipilihnya"
MengapaMadonnaoftheRocks?"
"So dark the con of man." Sophie tersenyum penuh kemenangan pada Langdon. "Aku
gagal memecahkan dua anagram terdahulu, Robert. Untuk yang ketiga, aku tidak
boleh gagal. 31 "SEMUA TEWAS!" Suster Sandrine tergagap-gagap berbicara melalui telepon di
kediamannya di Saint-Sulpice. Dia meninggalkan pesan dalam mesin penjawab.
"Kumohon, angkatlah! Mereka semua tewas!"
Tiga nomor telepon pertama dalam daftarnya memberikan basil yang mengerikan...
seorang janda histeris, seorang detektif yang kerja lembur di tempat kejadian
pembunuhan, dan menghibur keluarga yang sedang seorang pendeta muram yang sedang
berduka cita. Ketiga orang yang dihubunginya itu telah meninggal dunia. Dan
kini, selagi menghubungi nomor yang keempat, nomor terakhir - nomor yang baru
boleh dia putar bila ketiga nomor pertama tak dapat dihubungi---Suster Sandrine
terhubung dengan mesin penjawab. Suara di mesin penjawab itu tak memberikan
nama, hanya meminta penelepon untuk meninggalkan pesan.
"Panel lantai telah dipecahkan!" dia memohon saat meningga1kan pesannya pada
mesin penjawab. "Tiga lainnya telah tewas!"
Suster Sandrine tidak tahu identitas keempat orang yang dilindunginya itu, namun
nomor-nomor telepon pribadi itu, yang disembunyikan di bawah tempat tidurnya,
hanya boleh dihubungi dengan satu syarat.
Jika panel lantai dipecahkan, kata pembawa pesan yang tak tampak wajahnya kepada
Suster Sandrine, itu artinya eselon atas sudah tertembus.
Salahsatudarikamitelahdisiksahinggamatidandipaksauntukberbohong. Teleponnomornomoritu. Peringatkan yanglain.Janganterlantarkankami dalamhalini.
Itu merupakan alarm tak bersuara. Mudah dan sederhana Rencana itu
mengherankannya ketika dia pertama kali mendengarnya. Jika satu saudara
diketahui identitasnya, yang bersangkutan boleh berbohong dengan tujuan
memperingatkan yang lainnya. Namun, malam ini, tampaknya lebih dari satu saudara
telah terbongkar identitasnya.
"Kumohon, jawablah," Suster Sandrine berbisik dalam ketakutan. "Di mana kau?"
"Letakkan telepon itu," sebuah suara berat berkata dari ambang pintu. Suster
Sandrine menoleh ketakutan. Dia melihat pendeta bertubuh besar itu. Lelaki itu
membawa tempat lilin besi yang berat. Dengan gemetar, Suster Sandrine meletakkan
kembali telepon itu pada tempatnya.
"Mereka semua mati," kata rahib itu. "Keempatnya. Dan mereka telah mempermainkan
aku. Katakan di mana batu kunci itu."
"Aku tidak tahu!" Suster Sandrine berkata jujur. "Rahasia itu dijaga oleh yang
lainnya."Yangsudahtewasjuga!
Lelaki itu maju, kepalan tangan putihnya mencengkeram tempat lilin besi. "Kau
suster gereja, tetapi kau mengabdi kepadamereka?"
"Yesus punya satu pesan yang sejati," kata Suster Sandrine menantang. "Aku tak
dapat melihat pesan itu dalam Opus Dei."
Ledakan kemarahan tiba-tiba tampak di balik mata rahib itu. Ia menerjang,
menyerang dengan tiba-tiba dengan menggunakan ternpat lilin sebagai alat
pemukul. Ketika Suster Sandrine roboh, perasaan terakhirnya adalah semacam putus
asa yang melimpah. Keempatnyatewas.
Kebenaranyangberhargaitutelahhilangselamanya.
32 ALARM PENGAMAN pada ujung barat Sayap Denon membuat burung burung dara di dekat
Taman Tuileries beterbangan. Saat itu juga Langdon dan Sophie menghambur keluar
dari gedung memasuki udara malam Paris. Ketika mereka berlari melintasi plaza
menuju mobil Sophie, Langdon dapat mendengar sirene mobil polisi meraung-raung
di kejauhan. "Itu, di situ," seru Sophie, sambil menunjuk pada sebuah mobil dua tempat duduk
berwarna merah dan berhidung mancung Diabercanda,bukan" Itu mobil terkecil yang
pernah dilihat Langdon. "SmartCar," kata Sophie. "Seratus kilometer dengan satu
liter bensin saja." Langdon baru saja berhasil menyelipkan tubuhnya ke dalam mobil itu begitu
Sophie melesatkan SmartCar melalui tepi jalan, masuk ke pemisah jalan yang
berkerikil. Langdon mencengkeram dasbor ketika mobil itu melaju cepat melintasi
sebuah kaki lima dan kembali berputar turun melalui sebuah putaran kecil di
Carrousel du Louvre. Da1am sekejap, Sophie tampak mempertimbangkan untuk rnengambil jalan pintas
melintasi putaran itu dengan menerobos lurus ke depan, melanggar pagar keliling,
dan membagi lingkaran berumput di tengah.
"Jangan!" teriak Langdon, karena dia tahu pagar sekeliling Carrousel du Louvre
dibuat untuk menyembunyikan jurang di tengah yang berbahaya - La Pyramide Invers?e
- kaca atap piramid yang terjungkir balik yang pernah dilihat Langdon sebelumnya
ketika dia berada di dalam museum. Jurang itu cukup besar untuk menelan
SmartCar. Untunglah, Sophie memutuskan untuk mengambil jalur yang konvensional
saja, dengan membanting keras-keras ban mobil ke kanan, memutari lingkaran
dengan semestinya hingga mereka keluar, dan meluncur ke jalur lingkar batas
utara, kemudian mempercepat laju ke arah Rue de Rivoli.
Sirene dua nada mobil polisi meraung lebih keras di belakang mereka, dan Langdon
dapat melihat lampu mobil mereka dari kaca spion di sampingnya. Mesin SmartCar
menggerung protes ketika Sophie memaksa kecepatannya menjauh dari Louvre. Lima
puluh yard ke depan, lampu lalu lintas di Rivoli menyala merah. Sophie mengumpat
perlahan dan terus membalap mobilnya ke arah lampu itu. Langdon merasa ototototnya menegang. "Sophie?" Sophie memperlambat mobilnya sedikit saja ketika
mereka tiba di perempatan. Sophie mengedipkan lampu besar mobilnya dan melirik
cepat ke kiri dan kanan sebelum kemudian mengganti kopling lagi dan membelok ke
kiri dengan mengiris tajam melalui Perempatan Rivoli yang sepi. Sophie melesat
ke barat sekitar seperempat mil, kemudian membelok ke kanan memutari sebuah
putaran lebar. Segera mereka melesat keluar ke sisi yang lain dan masuk ke jalan
besar Champs-Elysees. Ketika mereka melaju lurus, Langdon memalingkan tubuhnya ke belakang,
menjulurkan lehernya untuk melihat ke jendela belakang ke arah Louvre. Polisi
tampaknya tidak dapat mengejar mereka. Lautan sinar biru berbaur dengan museum
itu. Walau kunci itu hampir tidak terpikirkan oleh Sophie selama bertahuntahun
ini, pekerjaannya di bagian komunitas inteligen mengajarkan padanya banyak hal
tentang keamanan, dan sekarang kunci dengan hiasan khas itu tak lagi tampak
begitu menakjubkan. Sebuah matriks bervariasi yang dibuat dengan menggunakan
peralatan laser. Tak mungkin dipalsukan. Rangkaian bercak-bercak bekas
pembakaran sinar laser dari kunci ini dilihat dengan mata elektrik. Jika mata
itu memutuskan bercak-bercak heksagonal itu telah ditempatkan, diatur, dan
diputar secara benar, maka induk kuncinya bisa terbuka.
Sophie tak dapat membayangkan kunci seperti ini untuk membuka apa, namun dia
merasa Robert punya jawaban dan akan mengatakan padanya. Lagi pula, Langdon
sudah dapat menjelaskan tentang segel berembos kunci tersebut sebelum melihatnya
sama bahwa pemiliknya adalah sekali. Tanda salib di atasnya mengisyaratkan
anggota organisasi Kristen, namun Sophie tak mengenal satu gereja pun yang
memakai kunci matriks bervariasi yang dibuat dengan menggunakan laser.
Lagipula,kakekkubukanpenganutKristen... Sophie telah melihat cetakan percobaannya
sepuluh tahun yang lalu. Ironisnya, ada kunci lain - sebuah kunci yang lebih biasa
- yang telah menyingkapkan kepadanya siapa sesungguhnya kakeknya.
Siang itu cukup hangat ketika Sophie mendarat di bandara Charles de Gaulle dan
memanggil taksi untuk pulang ke rumah. Grand-p?re pasti akan terkejut melihatku,
pikirnya. Sophie pulang untuk liburan musim semi dari kuliah kesarjanaannya di
Inggris, beberapa hari lebih awal. Dia tak sabar untuk menceritakan pada
kakeknya tentang metode enkripsi yang dipelajarinya
Namun, ketika dia tiba di rumahnya di Paris, kakeknya tidak ada di rumah. Meski
kecewa, dia tahu kakeknya tidak mengira cucunya akan pulang hari itu dan
tentulah dia sedang bekerja di Louvre. Tetapi ini hari Sabtu siang, Sophie heran
juga. Kakeknya jarang bekerja pada akhir pekan. Pada akhir pekan, dia biasanya Sambil tersenyum Sophie berlari ke luar menuju garasi. Cukup jelas, mobil
kakeknya tidak di tempat. Ini akhir pekan. Jacques Sauni?re benci mengemudikan
mobil di dalam kota, dan dia hanya punya satu alasan untuk memiliki sebuah
mobil, yaitu puri liburannya di Normandia, di sebelah barat Paris. Setelah
beberapa bulan tinggal di London dengan kemacetan lalu lintasnya, Sophie sangat
ingin menikmati harumnya alam dan memulai liburannya sesegera mungkin. Saat itu
masih sore, dan dia memutuskan untuk berangkat secepatnya untuk mengejutkan
kakeknya. Dengan meminjam mobil temannya, Sophie mengemudi ke utara, menyusuri
bukit sunyi berkelok-kelok dekat Creully yang dipenuhi tumbuhan merayap berbunga
putih. Dia tiba di puri kakeknya pada hampir pukul sepuluh malam. Sophie segera
memasuki jalan pribadi menuju tempat peristirahatan kakeknya. Jalan masuk itu
lebih dari satu mil panjangnya, dan dia baru berada di separuh perjalanan
sehingga belum dapat melihat rumah itu melalui celah pepohonan - sebuah puri batu
tua raksasa, terletak di tengah hutan kecil di sisi sebuah bukit.
Sophie tahu kakeknya pasti belum tidur pada jam seperti sekarang ini, dan dia
senang melihat rumah itu terang oleh cahaya.
Namun, kegembiraannya berubah menjadi keterkejutan ketika dia melihat jalan
masuk rumah itu dijejali oleh sejumlah mobil---Mercedes, BMW Audi, dan sebuah
Rolls-Royce. Sophie menatap sesaat dan tertawa. Grand-p?re-ku,seorangpertapayang terkenal!
Ternyata Jacques Sauni?re bukanlah seorang Pertapa yang sesungguhnya. Jelas, dia
sedang berpesta dengan tamu-tamunya saat Sophie kuliah di luar negeri, dan dari
jenis mobil yang terlihat, tamu kakek Sophie adalah orang-orang terpandang di
Paris. Karena sangat ingin mengejutkan kakeknya, Sophie bergegas menuju pintu
depan. Namun, ketika tiba di sana, dia mendapati pintu tersebut terkunci. Dia
mengetuknya. Tak seorang pun membukakan pintu itu. Dengan bingung, dia berjalan
memutar dan mencoba pintu belakang. Terkunci juga. Tak ada jawaban.
Dengan terheran-heran, dia berdiri sebentar dan mencoba mendengarkan. Saat itu,
satu-satunya bunyi yang terdengar hanyalah desau angin Normandia yang sejuk,
terdengar seperti rintihan rendah ketika berhembus melintasi lembah itu. Tak ada
suara musik. Tak ada suara orang berbicara. Tak ada apa pun. Dalam kesunyian
hutan, Sophie bergegas ke samping dan memanjat tumpukan kayu api, mengintai dari
jendela ruang duduk. Apa yang dilihatnya di dalam sama sekali tak masuk akal.
"Tak ada seorang pun di sini!" Keseluruhan lantai bawah tampak kosong dan sunyi.
Kemanaorang-orangitu" Dengan jantung berdebar kuat, Sophie berlari ke gudang dan
mengambil kunci cadangan yang disembunyikan kakeknya di bawah kotak kayu. Dia
berlari ke pintu depan dan masuk. Ketika dia melangkah ke ruangan depan yang
sangat sunyi, panel aman mulai berkedip merah - peringatan bagi siapa pun yang
masuk untuk segera memasukkan kode yang tepat sebelum alarm menyala.
Kakekmengaktifkanalarmsaatpesta" Sophie segera memasukkan kode dan mematikan
sistem alarm. Sophie melangkah semakin dalam, dan melihat ternyata tak ada orang
di seluruh rumah ini. Juga di atas. Ketika dia turun lagi ke ruangan kosong, dia
berdiri sebentar dalam keheningan dan bertanya-tanya apa yang mungkin terjadi di
sini. Pada saat itulah ia kemudian mendengarnya. Suara sayup-sayup. Dan,
tampaknya berasal dari bawah. Sophie tak bisa mengerti. Sambil merundukkan
badannya, ia menempelkan kupingnya ke lantai dan mendengarkan. Ya itu benarbenar berasal dari bawah. Suara itu seperti bernyanyi atau ... mengalunkan lagulagu pujian" Sophie ketakutan. Yang lebih rnenakutkan lagi, Ia tahu bahwa rumah
ini tak punya ruang bawah tanah. Setidaknyaakubelumpernahmelihatnya. Sophie
berpaling dan mengamati ruang duduk. Matanya menangkap satusatunya benda yang
tidak berada pada tempat biasanya...permadani antik dari Aubuson kesayangan
kakeknya, sekarang terhampar di lantai. Biasanya permadani itu tergantung
menutupi dinding timur di samping perapian, namun malam ini permadani itu
ditarik turun dari gantungan kuningannya, sehingga dinding di belakangnya
terlihat. Sophie berjalan ke arah dinding kayu telanjang itu, dan dia mendengar nyanyian
itu semakin keras. Dengan ragu, dia menempelkan telinganya pada dinding kayu
itu. Suara itu lebih jelas sekarang. Orang-orang itu betul-betul sedang
menyanyi...melantunkan kata-kata yang tak dapat dimengerti Sophie.
Adaruangandibalikdindingini" Dia meraba-raba tepian panel-panel itu dan
menemukan lubang sebesar jemari. Lubang itu dikerat tak kentara. Sebuab pintu
geser. Dengan jantung berdebar keras, dia memasukkan jarinya ke lubang itu dan
menggeser pintunya. Tanpa bunyi sama sekali, dinding berat itu bergeser membuka.
Dari kegelapan, suara itu bergema.
Sophie menyelinap melalui pintu itu dan menapaki anak tangga batu kasar yang
melingkar ke bawah. Dia sudah datang ke rumah ini sejak masih kanakkanak dan tak
pernah tahu akan keberadaan tangga batu ini!
Ketika dia turun, udara menjadi lebih dingin. Suara-suara itu menjadi lebih
jelas. Sekarang dia dapat mendengar suara lelaki dan perempuan. Jarak
pandangannya terbatas karena terhalang oleh lingkar tangga itu, namun pada anak
tangga terakhir dia dapat melihat lebih jelas. Dia dapat melihat sebidang lantai
- dari batu, diterangi oleh sinar jingga yang berkilauan dari api unggun.
Sambil menahan napas, Sophie turun beberapa langkah lagi, dan berjongkok untuk
melihat. Dia membutuhkan beberapa detik untuk mengerti apa yang sedang
dilihatnya. Ruangan itu merupakan sebuah gua - sebuah ruangan dinding kasar yang tampaknya
diambil dari granit sisi bukit. Satu-satunya cahaya berasal dari obor-obor yang
menempel di dinding. Di bawah cahaya obor itu, sekitar tiga puluh orang berdiri
membuat lingkaran di tengah ruangan.
Aku sedang bermimpi, kata Sophie pada dirinya sendiri. Sebuah mimpi.
Apalagikalaubukanmimpi"
Semua orang dalarn ruangan itu menggunakan topeng. Yang perempuan mengenakan
gaun panjang putih halus dan bersepatu keemasan. Mereka mengenakan topeng
berwarna putih sambil membawa bola emas. Sedangkan yang lelaki mengenakan tunik
panjang hitam dan topeng berwarna hitam. Mereka tampak seperti buah-buah catur
di atas papan catur raksasa. Semua orang dalam lingkaran itu bergoyang ke depan
dan ke belakang dan bernyanyi sebagai penghormatan kepada sesuatu yang ada di di
lantai hadapan mereka ... sesuatu yang tak dapat dilihat Sophie.
Nyanyian itu kembali mengeras. Menjadi lebih cepat. Menggelegar. Lebih cepat.
Dan lebih cepat lagi. Orang-orang bertopeng itu maju selangkah, kemudian
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlutut. Saat itu juga Sophie akhirnya dapat melihat apa yang dihadapi oleh
orang-orang bertopeng itu. Dia terhuyung ke belakang karena ketakutan. Dia
merasa gambaran itu akan menggenang dalam kenangannya selamanya. Dia merasa mual
dan kemudian berpaling. Dengan berpegangan pad? dinding batu, dia bergerak naik.
Setelah mendorong kembali pintu itu hingga tertutup, Sophie segera berlari
meninggalkan rumah sunyi itu, dan mengemudikan mobilnya dengan air mata
berderai, kembali ke Paris.
Malam itu juga, Sophie merasa hidupnya kekecewaan dan pengkhianatan. Dia
kemudian hancur berkeping karena mengepak segala benda miliknya dan meninggalkan
rumahnya. Di meja makan, dia meninggalkan pesan untuk kakeknya. AKU TADI KE
SANA. JANGAN COBA CARI AKU.
Di samping pesan itu, dia meletakkan kunci cadangan yang tadi diambilnya
dari gudang puri kakeknya.
"Sophie!" suara Langdon terdengar. "Berhenti! Berhenti!"
Terjaga dari kenangannya, Sophie menginjak pedal rem, menurunkan kecepatan,
kemudian berhenti. "Apa" Ada apa"!" Langdon menunjuk ke depan. Ketika Sophie
melihatnya, darahnya menjadi dingin. Seratus yard ke depan, perempatan telah
diblokir oleh dua mobil polisi DCPJ, diparkir menyerong. Tujuan mereka sudah
jelas.MerekateiahmenutupAvenueGabriel!
Langdon mendesah muram. "Kukira kedutaan besar sudah terhalang bagi kita malam
ini." Di jalan, dua petugas DCPJ yang berdiri di samping mobil mereka menatap ke arah
Sophie dan Langdon. Tampaknya mereka curiga karena mobil dengan lampu besar
menyala itu berhenti tiba-tiba, di jalan yang mereka jaga.
Baik,Sophie,berputarlahdengansangatlambat.. Sophie memundurkanSmartCarnya, lalu
melesat. Ketika itu juga terdengar
ban mobil lain berdecit di belakang mereka. Kemudian suara sirene meraung.
Sambil mengumpat, Sophie mengganti gigi persenelingnya. SMARTCAR SOPHIE membelah
33 area diplomatik, berkelok-kelok melalui beberapa kedutaan besar dan konsulat,
sampai akhirnya melesat ke luar tepi jalan dan berbelok ke kanan, ke jalan utama
Champs-Elys?es. Langdon duduk di kursi penumpang dengan pucat pasi. Ia menoleh ke belakang
mengamati tanda-tanda keberadaan polisi di belakang mereka. Tibatiba Langdon
menyesal telah melarikan diri. Kau tidak melarikan diri, dia mengingatkan
dirinya. Sophie telah membuatkan keputusan itu baginya ketika perempuan itu
membuang keping GPS melatui jendela kamar kecil pria. Sekarang, ketika mereka
melesat menjauh dari kedutaan besar, berkelok-kelok melintasi lalu lintas yang
masih sepi di Champs-E1ysees, Langdon merasa pilihannya semakin memburuk. Walau
saat ini, paling tidak untuk sementara ini, Sophie berhasil lolos dari kejaran
polisi, Langdon meragukan nasib baik mereka akan dapat bertahan lama.
Di belakang kemudi, Sophie merogoh saku sweternya. Dia mengeluarkan benda kecil
dari metal dan mengulurkannya kepada Langdon. "Robert, lihatlah ini. Ini benda
yang ditinggalkan kakekku di belakangMadonnaofthe Rocks."
Langdon merasa menggigil karena sudah menunggu lama. Dia mengambil benda itu dan
memeriksanya. Benda itu berat dan berbentuk seperti salib. Naluri pertamanya
adalah bahwa pemakaman - sebuah miniatur dari dia sedang memegang sebuah pieu paku
besar upacara peringatan yang didesain untuk ditancapkan ke dalam tanah di
pemakaman. Namun, dia kemudian melihat, batang dan kunci yang berbentuk salib
tersebut berbentuk segi tiga dan prismatik. Batang itu juga memiliki ratusan
bercak berbentuk heksagonal yang tampaknya dibuat secara halus dan tersebar
acak. "Ini kunci yang dibuat dengan sinar laser," kata Sophie kepada Langdon.
"Bercak heksagonalnya hanya bisa dibaca dengan mata elektrik." Sebuahkunci"
Langdon belum pernah melihat yang seperti ini. "Lihatlah sisi yang lainnya,"
kata Sophie lagi, sambil beralih jalur dan
melewati perempatan. Ketika Langdon memutar kunci itu, dia ternganga. Dia
melihat embos melingkar-lingkar di tengah salib, bermodel fleur-de-lis dengan
inisial P.S.! "Sophie," katanya, "ini segel yang pernah kukatakan padamu! Alat
resmi dari Biarawan Sion."
Sophie mengangguk. "Seperti yang pernah kkatakan juga padamu, aku sudah pernah
melihat kunci itu sejak dulu. Kakek menyuruhku untuk tidak pernah
membicarakannya lagi."
Mata Langdon masih terpaku pada kunci berembos itu. Pembuatannya dengan teknik
tinggi dan simbolisme kunonya memancarkan perpaduan yang menakutkan dari dunia
kuno dan modern. "Kakekku mengatakan bahwa kunci itu untuk membuka sebuah kotak tempat dia
menyimpan banyak rahasia."
Langdon merinding membayangkan rahasia apa yang mungkin disimpan oleh seseorang
seperti Jacques Sauni?re. Apa yang dilakukan oleh sebuah persaudaraan kuno
dengan sebuah kunci futuristik" Langdon tidak tahu. Biarawan Sion ada dengan
tujuan tunggal: melindungi sebuah rahasia. Sebuah rahasia dari kekuatan yang
sangat besar. Mungkinkah kunci ini ada hubungannyadengan itu" Pemikiran itu
terasa berlebihan. "Kautahu ini untuk membuka apa?" Sophie tampak kecewa. "Aku
baru saja mengharapkan kau yang tahu.". Langdon terdiam ketika dia memutar tanda
salib itu dalam tangannya
untuk memeriksanya lagi. "Tampak seperti lambang Kristen," desak Sophie. Langdon
tidak yakin akan itu. Kepala kunci itu tidak berukuran standar seperti salib
Kristen tradisional, tapi lebih berbentuk salib persegi - dengan panjang yang sama
dari keempat lengannya - yang telah ada sejak 1.500 tahun sebelum lahirnya agama
Kristen. Salib seperti ini berbeda artinya dengan salib dalam Kristen yang
berkaitan dengan Salib Latin yang batangnya lebih panjang. Salib yang terakhir
ini pertama kali dibuat oleh orang Roma sebagai alat penyiksaan. Langdon selalu
terkejut betapa sedikit penganut agama Kristen yang menatap "tanda salib"
(crucifix) yang sadar bahwa sejarah kekerasan simbol mereka tercermin dalam nama
simbol itu sendiri:cross dan crucifix berasal dari kata kerja bahasa
Latincruciare, 'menyiksa'.
"Sophie," kata Langdon, "apa yang dapat kukatakan padamu adalah, salib dengan
panjang lengan yang sama seperti ini dianggap sebagai salib damai. Konfigurasi
perseginya membuatnya tidak mungkin digunakan dalam penyaliban, dan keseimbangan
vertikal dan horizontalnya mengandung unsur penyatuan antara lelaki dan
perempuan, dan itu membuatnya konsisten secara simbolis dengan filsafat
Biarawan. Sophie menatapnya dengan bosan, "Kau tidak tahu artinya, bukan?"
Langdon mengerutkan dahinya, "Sama sekali." "Baiklah, kita harus keluar dari
jalan." Sophie melihat ke kaca spionnya. "Kita butuh tempat aman untuk
memikirkan apa yang dapat dibuka dengan kunci itu."
Langdon sangat merindukan kamarnya yang nyaman di Ritz. Jelas itu tidak termasuk
pilihan Sophie. "Bagaimana dengan tuan rumahku di American UniversityofParis?"
"Terlalu kentara. Fache pasti akan memeriksa ke sana." "Kau pasti mengenal orang
yang dapat menolong kita. Kau tinggal di sini." "Fache pasti akan memeriksa
catatan telepon dan emailku dan juga berbicara dengan rekan-rekan kerjaku.
Rekan-rekanku tak dapat dipercaya. Memesan kamar hotel pun tidak mungkin, karena
semua hotel akan meminta identitas tamunya."
Langdon berpikir-pikir lagi, mungkin sebaiknya tadi dia membiarkan Fache
menangkapnya saja di Louvre. "Ayo telepon kedutaan besar. Aku bisa menjelaskan
keadaan ini dan meminta mereka mengirim seseorang untuk menjemput kita di mana
saja." "Menjemput kita?" Sophie berpaling dan menatap Langdon seolah Langdon gila.
"Robert, kau mimpi. Kedutaan besarmu tak punya hak hukum kecuali di dalam
properti mereka sendiri. Mengirim seseorang untuk menjemput kita akan dianggap
menolong buronan pemerintahan Prancis. Itu tidak mungkin. Jika kau berjalan
masuk ke kedutaan besarmu dan meminta perlindungan sementara, itu lain hal,
tetapi meminta mereka untuk bertindak melawan pelaksanaan hukum Prancis di
lapangan?" Sophie menggelengkan kepalanya. "Telepon kedutaan besarmu sekarang,
dan mereka akan menyuruhmu untuk tidak memperburuk keadaan dan menyerahkan diri
kepada Fache. Kemudian mereka akan berjanji mengusahakan lewat jalur diplomatik
untuk memberikan pengadilan yang adil bagimu." Sophie mengerling pada deretan
toko mewah di tepi Jalan Champs-Elys?es. "Bawa uang berapa?"
Langdon memeriksa dompetnya. "Satu dolar Amerika. Beberapa euro. Mengapa?"
"Kartu kredit?" "Tentu saja." Ketika Sophie mempercepat laju mobilnya, Langdon
merasa Sophie sedang merencakan sesuatu. Pada ujung Champs-Elys?es, berdiri Arc
de Triomphe - tugu kemenangan setinggi 164 kaki, untuk mengenang kehebatan
Napoleon - yang dikelihingi oleh putaran terbesar di Prancis, sebuah putaran
raksasa dengan sembilan jalur.
Mata Sophie menatap kaca spion lagi, ketika mereka mendekati putaran itu.
"Sementara ini kita bebas dari mereka" katanya, "tetapi tidak akan lebih dari
lima menit jika kita terus berada di mobil ini."
Jadi,curimobillain, Langdon berpikir,bukankahkitasekarangsudahjadi criminal.
"Apa yang akan kau lakukan?" Sophie mengarahkanSmartCar ke putaran itu.
"Percayalah padaku." Langdon tak menjawab. Percaya tak membawanya ke mana pun
malam ini. Dia menaikkan lengan jasnya, melihat jam tangannya - jam kuno, sebuah
jam Mickey Mouse edisi kolektor yang dihadiahkan orang tuanya ketika dia
berulang tahun kesepuluh. Walau dia sering dipandang dengan tatapan aneh,
Langdon tidak pernah memiliki jam tangan lainnya. Kartun Disney merupakan
perkenalan pertamanya dengan keajaiban bentuk dan warna, dan Mickey sekarang
merupakan pengingat sehari-harinya supaya tetap berjiwa muda. Waktu itu, lenganlengan Mickey condong pada sudut yang aneh, menunjukkan waktu yang sama anehnya.
2:51 pagi. "Jam tangan yang menarik," kata Sophie, ketika mengerling pada jam
tangan Langdon, sambil mengelilingi putaran lebar itu melawan arah jarum jam.
"Ceritanya panjang," kata Langdon sambil menurunkan kembali lengan jasnya.
"Aku bisa membayangkan cerita itu," kata Sophie sambil tersenyum kecil dan
keluar dari putaran itu, mengarah ke utara menjauh dari pusat kota. Setelah
barru saja melewati dua lampu hijau, Sophie tiba di perempatan ketiga dan
membelok tajam ke kanan, masuk ke Boulevard Malesherbes. Mereka telah
meninggalkan area mewah, jalan tiga jalur di sekitar lingkungan diplomatik, dan
masuk ke daerah yang lebih gelap, yaitu daerah industri. Sophie membelok cepat
ke kiri, dan sesaat kemudian Langdon sadar di mana mereka berada. Gare SaintLazare, sebuah stasiun kereta api. Di depan mereka, stasiun kereta api beratap
kaca menyamai sebuah hanggar pesawat terbang dan rumah kaca. Stasiun kereta api
di Eropa tak pernah tidur. Bahkan pada jam seperti ini, enam buah taksi berderet
menunggu dekat pintu masuk. Pedagang bergerobak menjual sandwich dan air
mineral, sementara anak-anak lusuh beransel keluar dari stasiun sambi
menggosokgosok mata, mengamati sekeliling, seolah mencoba mengingat-ingat di
kota mana mereka sekarang. Di jalan, sepasang polisi kota berdiri di tepi jalan
memberikan arah kepada beberapa turis yang kebingungan.
Sophie memarkir SmartCar-nya di belakang taksi dan parkir di zona merah,
bukannya di tempat parkir legal yang terdapat di seberang jalan. Sebelum Langdon
sempat bertanya apa yang terjadi, Sophie keluar dari mobilnya. Dia bergegas
menuju ke sebuah jendela taksi di depan mereka dan mulai berbicara kepada
pengemudinya. Ketika Langdon juga keluar memberikan pengemudi taksi itu dari SmartCar, dia
melihat Sophie setumpuk uang. Pengemudi taksi itu mengangguk dan, yang membuat
Langdon bingung, melesat tanpa membawa mereka.
"Ada apa?" tanya Langdon, mendekati Sophie di tepi jalan ketika taksi itu
menghilang. Sophie telah siap bergerak ke pintu masuk stasiun kereta api. "Ayo. Kita beli
dua tiket kereta api berikutnya untuk keluar dari Paris."
Langdon bergegas berjalan di samping Sophie. Apa yang bermu1a dengan kabur
sepanjang satu mil ke kedutaan besar Amerika serikat, sekarang telah menjadi
evakuasi sepenuhnya dari Paris. Langdon semakin tidak menyukai gagasan Sophie.
34 PENGEMUDI MOBIL yang menjemput Uskup Internasional Leonardo da Vinci mengendarai
Aringarosa dari Bandara sebuah sedan Fiat kecil berwarna hitam yang tak menarik.
Aringarosa mengingat masa ketika semua mobil Vatikan merupakan mobil dan
bendera-benderapenghargaan 'Keuskupan mewah, yang memakai lempengan yang dihiasi
dengan segel Holy See Suci'. Hari-hari itu sudah berlalu. Mobil-mobil Vatikan
sekarang tak lagi mencolok dan hampir selalu tak bertanda khusus. Vatikan
menyatakan memberikan ini dilakukan untuk memotong pelayanan yang lebih baik
bagi biaya, agar mereka dapat keuskupan mereka, namun Aringarosa menduga ini
lebih sebagai tindakan keamanan. Dunia telah menjadi gila, dan di banyak tempat
di Eropa, memamerkan kecintaan Anda pada Yesus Kristus adalah seperti menggambar
sasaran banteng pada atap mobil Anda.
Aringarosa mengikat jubah hitamnya ke tubuhnya, kemudian masuk ke bagian
belakang mobil dan bersiap menempuh perjalanan panjang ke Puri Gandolfo. Ini
sama dengan perjalanan yang dilakukannya lima bulan yang lalu.
Perjalanan ke Roma tahun lalu, dia mendesah. Malam terpanjang dalam hidupku.
Lima bulan yang lalu, Vatikan menelepon Aringarosa dan memintanya untuk segera
datang ke Roma. Mereka tidak memb?rikan penjelasan. Tiket Anda ada di bandara.
Keuskupan Suci berusaha keras untuk tetap menjaga kemisteriusannya, walau kepada
pendeta tertingginya sendiri.
Pemanggilan yang misterius itu, Aringarosa menduga, mungkin dimaksudkan sebagai
kesempatan bagi Paus dan petinggi Vatikan lainnya untuk mendukung kesuksesan
besar Opus Dei akhir-akhir ini - penyelesaian pembangunan gedung Kantor Pusat
Dunia mereka di New York City. Architectural Digest telah menyebut gedung Opus
Dei itu sebagai "menara Katolik yang berkilauan, bersatu padu dengan indah
dengan lingkungan modern", dan akhir-akhir ini Vatikan tampak condong pada
segala dan semua yang mengandung kata "modern".
Aringarosa tak punya pilihan selain menerima undangan itu, walaupun enggan. Dia
bukanlah pemuja pernerintahan kepausan. Dia, seperti juga kebanyakan pendeta
konservatif, telah melihat dengan keprihatinan yang muram ketika Paus memasuki
tahun pertama jabatannya. Sebuah kebebasan yang belum pernah terjadi sebelumnya,
Sri Paus kepausannya dengan cara mengadakan pertemuan telah menyelamatkan
pribadi yang paling kontroversial dan tak biasa dalam sejarah Vatikan. Sekarang,
alih-alih bersikap rendah hati karena kenaikan kekuasaannya yang tak terduga
itu, Sri Paus justru tidak membuang waktu untuk menundukkan semua pihak yang
berhubungan dengan kantor tertinggi dalam kerajaan Kristen itu. Uruuk menarik
sebuah bantuan yang tak pasti dari dukungan liberal di dalam College of
Cardinals, Sri Paus mengumumkan bahwa misi kepausannya adalah "peremajaan
doktrin Vatikan dan pembaruan Katolikisme memasuki milenium ketiga." Artinya,
Aringarosa mengkhawatirkan, bahwa orang itu cukup sombong untuk berpikir bahwa
ia mampu menulis ulang hukum hukum Tuhan dan merebut hati orang-orang yang
merasa bahwa tuntutan Katolik yang sesungguhnya memang sudah terlalu menyiksa di
dunia modern. Aringarosa telah menggunakan semua pengaruh politiknya...terutama dengan melihat
jumlah pengikut Opus Dei dan uang mereka di bank - untuk membujuk Sri Paus dan
para penasihatnya bahwa memperlunak hukum-hukum Gereja bukan saja durhaka dan
pengecut, tetapi juga bunuh diri secara politik. Dia mengingatkan mereka bahwa
pelembutan hukum Gereja yang lalu - kegagalan Vatikan II - telah mewariskan
kerusakan pengunjung Gereja menjadi lebih sedikit dari sebelumnya, uang donasi
mengering, dan tidak. ada cukup pastor untuk memimpin gereja.
Masyarakat membutuhkan struktur dan pengarahan dari Gereja, Aringarosa
menekankan,bukanmemanjakandanmengikutikehendakmereka!
Pada malam itu, lima bulan yang lalu, ketika Fiat itu telah meninggalkan
bandara, Aringarosa terkejut karena sadar bahwa dia tidak menuj? ke Vatikan,
namun ke arah timur, naik ke jalan gunung yang berliku-liku. "Kita ke mana ini?"
tanyanya pada pengemudi. "Bukit Alban," jawab orang itu. "Pertemuan Anda di Puri
Gandolfo." RumahmusimpanasSriPaus" Aringarosa belum pernab kesana, dan juga tak
pernah ingin. Tambahan pula, sebelum menjadi rumah peristirahan musim panas
Paus, benteng abad ke-16 ini dipakai oleh Specula Vaticana - Observatorium
Vatikan - salah satu observatorium astronomis tertua di Eropa. Aringarosa tidak
pernah merasa nyaman dengan kepentingan historis Vatikan untuk campur tangan
dalam ilmu pengetahuan. Apa alasan untuk menggabungkan ilmu pengetahuan dan
iman" Sains yang netral tak mungkin bisa diemban oleh seseorang yang terikat
iman kepada Tuhan. Dan, iman pun tidak membutuhkan sama sekali konfirmasi fisika
bagi doktrin-doktrinnya. Akhirnya,itudia, pikir Aringarosa ketika Puri Gandolfo tampak, muncul di depan
langit November yang penuh gemintang. Dari jalan masuk, Gandolfo tampak sama
dengan monster besar yang sedang menimbang-nimbang untuk melakukan loncatan
bunuh diri. Berdiri di tepi sebuah tebing, puri itu condong ke arah tempat
kelahiran masyarakat Italia - lembah tempat klen Curiazi dan Orazi berperang
memperebutkan tanah itu sebelum mendirikan Roma.
Bahkan dalam bayangan, Gandolfo merupakan pemandangan yang layak dikenang - sebuah
contoh yang mengesankan dari arsitektur yang bertingkattingkat dan tempat
perlindungan, dan tampak menggemakan potensi dari pemandangan sisi tebing yang
dramatis ini. Sayangnya, Aringarosa sekarang melihat, Vatikan telah merusak
gedung itu dengan membangun dua teleskop aluminium besar di atas atapnya. Yang
dulu merupakan bangunan besar yang anggun sekarang tampak seperti seorang
serdadu yang sombong mengenakan dua topi pesta.
Ketika Aringarosa keluar dari mobil, seorang pendeta muda Jesuit bergegas keluar
dan menyambumya. "Uskup, selamat datang. Saya Bapa Mangano. Astronom di sini."
Bagus untukmu. Aringarosa menggumamkan sapaannya dan mengikuti tuan rumahnya
The Da Vinci Code Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masuk ke ruang depan puri - sebuah ruangan terbuka lebar yang dekornya merupakan
gabungan takanggun dari seni zaman Renaissance dan gambar-gambar astronomi. Saat
mengikuti pengawalnya menaiki anak tangga lebar dari batu gamping pualam,
Aningarosa melihat tanda yang menunjukkan pusat konferensi, ruang kuliah ilmu
pengetahuan, dan pelayanan informasi bagi turis. Aringarosa kagum ketika
memikirkan betapa Vatjkan berusaha memberikan petunjuk yang logis dan tegas bagi
pentumbuhan spiritual, namun masih mempunyai waktu untuk memberikan kuliah
astrofisika pada turis. "Katakan padaku," kata Aringarosa pada pendeta muda itu, "kapan ekor mulai
menggoyangkan anjing?"
Pendeta itu menatapnya dengan aneh. "Maaf?" Aringarosa mengibaskan tangannya,
memutuskan untuk tidak mengeluarkan masalah yang menyinggung perasaan lagi malam
ini. Vatikan sudah gila. Laksana orang tua malas yang merasa lebih mudah jika
menyetujui protes anak manja daripada bersikap tegas dan mengajarkan nilai-nilai
padanya, Gereja terus melunak pada setiap masalah, mencoba menemukan kembali
jati dirinya untuk mengakomodasi kebudayaan yang mulai tersesat.
Koridor lantai paling atas lebar, mengandung banyak petunjuk, dan hanya menuju
ke satu arah - ke arah pintu besar dari kayu ek dengan tanda dari kuningan.
BIBLIOTECAASTRONOMICA Aringarosa telah mendengar tentang tempat ini - perpustakaan Astronomi Vatikan yang dirumorkan memiliki lebih dan 25 ribu judul buku, termasuk karya-karya luar
biasa dari Copernicus. Galileo, Kepler, Newton dan Secchi. Diduga, tempat ini
merupakan tempat para pejabat tertinggi Paus mengadakan rapat-rapat pribadi ...
mereka lebih suka mengadakan pertemuan-pertemuan seperti itu tidak di dalam
dinding-dinding kota Vatikan.
Ketika mendekati pintu itu, Uskup Aringarosa tidak akan pernah membayangkan
berita yang mengejutkan yang akan dengarnya di dalam, atau rantai kejadian
mematikan yang akan dilaksanakan. Satu jam kemudian, ketika dia keluar linglung
dari ruang rapat, dampak yang merusak itu ditetapkan. Enambulandarisekarang!
pikirnya.Tuhan,tolongkami!
Sekarang, duduk di dalam Fiat, Uskup Aringarosa mengepalkan tinjunya begitu
memikirkan pertemuan pertama itu. Dia kemudian melepaskan cengkeramannya dan
memaksa untuk bernapas dengan lebih lambat, menenangkan otot-ototnya.
Semuanya akan beres, katanya pada diri sendiri ketika Fiat itu menanjak lebih
tinggi ke atas gunung. Dia tetap berharap handphone - nya akan berdering. Mengapa
Guru belum menelponku" Silas seharusnya sudah mendapatkanbatukunciitusekarang
Mencoba menenangkan syarafnya, sang uskup bermeditasi pada batu ametis ungu yang
menempel pada cincinnya. Dia merasakan tekstur darimitrecrozier appliqu?, kopiah
keuskupan, dan faset-faset berliannya. Dia mengingatkan dirinya bahwa cincin ini
rnerupakan simbol dari kekuasaan yang jauh lebih kecil daripada yang akan segera
didapatkannya. . 35 BAGIAN DALAM stasiun Saint-Lazare tampak sama dengan stasiun Iainnya di Eropa,
sebuah gua besar di luar dan di dalam ruangan yang terbuka lebar yang ditandai
dengan berbagai hal yang biasa gelandangan yang memegangi tanda dari karton,
juga ... ge1andangansekumpulan mahasiswa bermata muram yang tidur di atas ransel
besar dan asyik mendengarkan musik dari pemutar MP3 portable, dan kelompok
pembawa barang berseragam biru yang sedang merokok.
Sophie menatap ke atas ke papan pengumuman keberangkatan yang besar. Informasi
dalam huruf hitam dan putih itu beralih bergantian, menggulung ke bawah jika
info baru muncul. Ketika pergantian itu selesai, Langdon menatap informasi yang
baru. Baris terbaru menyatakan: LILLE - RAPIDE - 3:06 "Aku harap kereta api itu akan
berangkat lebih awal. Tetapi, Lille akan
berhasil. Lebih awal" Langdon melihat jam tangannya, 2:59 pagi. Kereta api itu
akan berangkat tujuh menit lagi, dan mereka belum juga membeli tiket.
Sophie membawa Langdon ke loket tiket dan berkata, "Beli dua tiket untuk kita
dengan kartu kreditmu." "Kupikir menggunakan kartu kredit akan dapat terlacak - "
"Tepat." Mulai saat itu, Langdon memutuskan untuk tidak mengajari Sophie Neveu
lagi. Menggunakan kartu Visa-nya, Langdon membeli dua tiket ke Lille dan
memberikannya kepada Sophie.
Sophie membawa Langdon keluar ke arah rel kereta, dimana peluit yang biasa
dibunyikan dan pengumuman dari P.A. sudah terdengar yang memberikan panggilan
terakhir untuk segera masuk ke gerbong untuk berangkat ke Lille. Enam belas
jalur terpisah berpencaran di depan mereka. Di kejauhan, sebelah kanan, pada
peron tiga, kereta api ke Lille sedang mendengus dan mendesah-desah, bersiap
untuk berangkat. Namun, Sophie justru menggandeng tangan Langdon dan membawanya
ke arah yang berlawanan. Mereka berjalan cepat melintasi sisi lobi, melewati
kafe 24 jam, dan akhirnya keluar dari pintu samping ke jalan kecil yang sunyi di
sebelah barat stasiun itu. Sebuah taksi terparkir sendirian di depan pintu.
Pengemudinya melihat Sophie dan mengedipkan lampu besar mobilnya. Sophie
melompat masuk ke bangku belakang. Langdon mengikutinya. Ketika taksi itu
meninggalkan stasiun, Sophie mengeluarkan tiket mereka
yang tadi dibeli dan menyobeknya. Langdon mendesah.Tujuhpuluhdolar,terbuangsiasia. Setelah taksi mereka meluncur tenang ke tepi utara yang mendengung monoton
di Rue de Clichy, barulah Langdon merasa benar-benar terbebas. Dari jendelanya
ke sebelah kanan, dia dapat melihat Montmartre dan kubah Sacr?-Coeur yang indah.
Pemandangan itu terganggu oleh kilatan lampu mobil polisi yang melaju disamping
taksi mereka ke arah yang bertawanan. Langdon dan Sophie merunduk hingga suara
sirene itu menjauh. Sophie telah mengatakan kepada pengemudi taksi itu untuk
keluar kota, dan ketika Langdon melihat rahang Sophie yang mengeras, dia tahu
Sophie sedang memikirkan langkah berikutnya.
Langdon memeriksa kunci berbentuk salib itu lagi, dengan memeganginya ke arah
jendela, mendekatkannya ke matanya untuk menemukan tanda apa saja di atas kunci
tersebut yang menunjukkan di mana kunci itu dibuat. Dalam kilau yang hilangtimbul dari lampu jalanan, Langdon tak dapat menemukan tanda kecuali segel
Biarawan tadi. "Tak masuk akal," katanya akhirnya. "Yang mana?" "Bahwa kakekmu
begitu bersusah payah memberimu sebuah kunci yang
kau tidak tahu apa yang harus dilakukan dengannya' "Setuju." "Kauyakin dia tidak
menulis apa pun di balik lukisan itu?" "Aku sudah memeriksa seluruh area. Hanya
ada ini. Kunci ini, terjepit di belakang lukisan itu. Aku melihat segel Biarawan
itu, menyimpan kunci ini dalam sakuku, kemudian kita pergi."
Langdon mengerutkan dahinya, sekarang mengamati ujung tumpul dari batang segi
tiga kunci itu. Tidak ada apa-apa. Dengan memicingkan matanya, dia mendekatkan
kunci tersebut ke matanya dan memeriksa tepian kepalanya. Juga tidak ada apa-apa
"Kupikir kunci ini baru saja dibersihkan." "Mengapa?" "Baunya seperti baru
digosok dengan alkohol." Sophie menoleh. "Maaf?" "Tampaknya ada yang mengolesnya
dengan cairan pembersih." Langdon mendekatkan kunci itu ke hidungnya dan
mengendus "Tercium lebih tajam di sisi yang lain." Dia membalik kunci itu. "Ya,
cairan berbahan dasar alkohol, sepertinya baru saja dibersihkan dengan cairan
pembersih atau - " Langdon terdiam. "Apa?" Langdon rnengarahkan kunci itu ke arah
cahaya dan melihat permukaannya yang rata pada lengan salib yang lebar. Tampak
berkilat di beberapa tempat ... seperti basah. "Apakah kau menelitinya sebelum
memasukkannya ke dalam saku?" "Apa" Aku tidak menelitinya dengan baik. Aku
tergesa-gesa." Langdon menoleh padanya. "Kau masih menyimpan senter hitam tadi?" Sophie
merogoh sakunya dan mengeluarkan senter pena UV. Langdon mengambilnya dan
menyalakannya. Ia menyorot bagian punggung kunci tersebut.
"Nah," kata Langdon, tersenyum. ."Kukira kita tahu alkohol apa yang tercium
tadi." Sophie menatap kagum pada tulisan ungu di punggung kunci itu.
24 Rue Haxo Sebuahalamat!Kakekkumenuliskansebuahalamat! "Di mana itu?" tanya Langdon. Sophie
tidak tahu. Kemudian dia menatap ke depan lagi, lalu mencondongkan tubuhnya ke
depan dan dengan riang bertanya kepada pengemudi taksi itu."ConnaissezvouslaRueHaxo?" Pengemudi itu berpikir sebentar, kemudian mengangguk. Dia memberi tahu Sophie
bahwa jalan itu ada di dekat stadion tenis di lingkar luar sebelah barat Paris.
Sophie lalu memintanya membawa mereka ke sana segera.
"Jalan terdekat adalah melewati Bois de Boulogne," kata pengemudi itu dalam
bahasa Prancis. "Tidak apa-apa?"
Sophie mengerutkan dahinya. Dia dapat memikirkan jalan yang tak terlalu
berbahaya, namun malam ini dia tidak mau terlalu memilih."Oui."Kitadapat
mengagetkantamuAmerikaini.
Sophie melihat lagi kunci itu dan bertanya-tanya apa yang akan mereka jumpai di
Rue Haxo nomor 24. Sebuah gereja" Semacam kantor pusat Biarawan"
Benaknya terisi lagi dengan gambaran ritual rahasia yang pernah dilihatnya di
ruang bawah tanah sepuluh tahun lalu. Sophie mendesah panjang. "Robert, ada
banyak hal yang harus kukatakan kepadamu." Sophie terdiam, menatap tajam mata
Robert ketika taksi itungebut ke arah barat. "Tetapi, sebelum itu, aku ingin kau
mengatakan segala yang kau tahu tentang Biarawan Sion.
36 Di LUAR Salle des Etats, Bezu Fache sangat marah ketika penjaga Louvre, Grouard,
menjelaskan bagaimana Sophie dan Langdon melucuti senjatanya.
Mengapakautidakmenembaksajalukisankeramatitu.!
"Kapten?" Letnan Collet memotong ke arah mereka dari ruang pos komando. "Kapten,
saya baru saja mendengar. Mereka menemukan mobil Agen Neveu." "Di Kedutaan?"
"Tidak. Stasiun kereta api. Membeli dua tiket. Kereta apinya baru saja
berangkat." Fache mengusir penjaga Grouard dan mengajak Collet ke ruangan kecil
di dekat mereka. Lalu dia berbicara dengan suara berbisik. "Ke mana mereka?"
"Lille." "Mungkin itu jebakan." Fache menarik napasnya, memikirkan sebuah
rencana. "Balk. Peringatkan stasiun berikutnya, hentikan kereta api itu dan cari
mereka. Mungkin saja mereka ada di sana. Biarkan mobil itu di situ, dan
tempatkan polisi berbaju preman untuk mengamati. Mungkin saja mereka kembali
mengambil mobil itu. Kirim orang untuk menyelidiki jalan di sekitar stasiun itu,
mungkin saja mereka melarikan diri dengan jalan kaki. Apakah ada bis yang
beroperasi di sekitar stasiun?" "Tidak pada jam seperti ini, Pak. Hanya taksi."
"Bagus. Tanya pengemudi-pengemudi di sana. Tanya apakah mereka melihat sesuatu.
Kemudian hubungi petugas pemberangkatan di perusahaan taksi itu dan berikan
gambaran tentang pengemudi itu. Aku akan menghubungi interpol." Collet tampak
terkej?t. "Anda akan memasukkan semua ini dalam jaringan?"
Fache menyesali rasa malu yang mungkin timbul, namun dia tak punya pilihan.
Tutuprapatjaringitu,dantutupsangaterat. Jam pertama adalah waktu yang
menentuk?n. Pelarian dapat diduga pada jam pertama mereka lolos. Mereka selalu
memerlukan hal yang sama. Alat trasnportasi. Penginapan. Uang tunai. Tiga
serangkai yang suci. Interpol punya kekuasaan untuk membuat ketiganya itu
menghilang dalam sekejap. Dengan menyebarluaskan foto Langdon dan Sophie ke
pemilik otoritas perjalanan di Paris, hotel-hotel, dan bank-bank, interpol akan
menutup semua pilihan - tidak ada jalan untuk meninggalkan kota, tidak ada tempat
untuk sembunyi, tidak ada cara untuk menarik uang tunai tanpa dikenali.
Biasanya, para pelarian menjadi panik di jalan dan melakukan kebodohan. Mencuri
mobil. Merampok toko. Menggunakan kartu bank dalam keadaan putus asa. Kesalahan
apa pun yang mereka lakukan akan membuat keberadaan mereka diketahui dengan
cepat oleh pemerintah daerah setempat.
"Hanya Langdon, bukan?" tanya ?ollet. "Anda tak menangkap Sophie Neveu, bukan"
Dia agen kita sendiri."
"Tentu. saja aku akan menangkapnya juga!" bentak Fache. "Apa gunanya menangkap
Langdon jika Sophie dapat mengerjakan semua pekerjaan kotor Langdon" Aku ingin
memeriksa file kepegawaian Neveu - teman-temannya, keluarga, kontak pribadi--siapa saja yang mungkin ia minta bantuan. Aku tidak tahu apa yang ia lakukan di
luar sana dan apa yang ia pikirkan, tetapi itu akan membuatnya lebih dari
sekadar kehilangan pekerjaan!" "Anda mau saya bersiaga di telepon atau di
lapangan?" "Lapangan. Pergi ke stasiun dan atur tim itu. Kaupunya kuasa, tetapi
jangan bergerak tanpa izinku." "Baik, Pak." Lalu Collet berlari. Fache merasa kaku
ketika dia berdiri di kamar sempit itu. Di luar jendela, kaca piramid itu
berkilauan, pantulannya beriak di kolam yang tersapu angin. Mereka lolos dari
genggamanku. Katanya pada diri sendiri untuk menenteramkan diri.
Agen yang terlatih di lapangan pun akan merasa sedikit lega dalam situasi tegang
ini karena interpol akan turun tangan.
Seorangperempuanahlikriptobogidanseoranggurusekolah" Mereka tidak akan bertahan
hingga fajar. 37 Taman yang seperti hutan lebat itu, terkenal dengan nama Bois de Boulogne,
disebut dengan banyak nama, namun penduduk mengenalnya sebagai 'Taman Kenikmatan
Duniawi'. Julukan itu, walau terdengar memuji, sungguh-sungguh merupakan
kebalikannya. Siapa pun yang telah melihat lukisan seram Bosch dengan nama yang
sama akan mengerti arti tusukan itu; lukisan itu, seperti hutan, gelap dan
menyesatkan, sebuah penyucian dosa bagi orang-orang tak waras dan pemuja jimat.
Pada malam hari, jalan kecil yang membelit hutan itu akan dipenuhi oleh ratusan
tubuh berkilauan yang berderet menunggu penyewa, betul-betul kenikmatan duniawi
untuk memuaskan gairah manusia yang paling dalam---lelaki, perempuan, dan segala
yang berada diantaranya. Ketika Langdon mengumpulkan ingatan-ingatannya untuk menceritakan kepada Sophie
soal Biarawan Sion, taksi mereka melewati pintu masuk taman itu yang
berpepohonan lebat, lalu mengarah ke barat di atas jalan berbatu bulat. Langdon
merasa sulit untuk memusatkan pikiran ketika sejumlah kecil penghuni malam hutan
itu mulai bermunculan dari balik kegelapan dan mengibar-ngibarkan saputangan
sutera mereka ke arah lampu mobil. Di depan, dua orang gadis remaja tanpa
pakaian dalam menatap dengan membara ke dalam taksi. Di belakang mereka, seorang
lelaki berkulit hitam yang berminyak dan mengenakanG-string berpaling dan
memamerkan bokongnya. Di sampingnya, seorang perempuan cantik berambut pirang
menyingkap rok mininya untuk memper1ihatkan bahwa dia, sesungguhnya, bukan
perempuan. Tuhan, tolong aku! Langdon memalingkan tatapannya kembali ke dalam taksi dan
menarik napas dalam. "Ceritakan tentang Biarawan Sion," kata Sophie. Langdon
mengangguk. Ia tak tahu latar belakang mana yang kurang aneh dari legenda yang
akan diceritakannya pada Sophie. Dia bertanya-tanya dari mana memulainya.
Sejarah kelompok persaudaraan itu terentang lebih dari satu milenium ... sebuah
rentetan mengagumkan dari banyak rahasia, pemerasan, pengkhianatan, dan bahkan
penyiksaan brutal yang dilakukan oleh seorang paus yang marah.
"Biarawan Sion," Langdon mulai, "didirikan di Jerusalem pada tahun 1099 oleh
Raja Prancis bernama Godefroi de Bouillon, segera setelah dia menaklukkan kota
itu." Sophie mengangguk, matanya terpaku pada Langdon. "Raja Godefroi diduga
keras sebagai pemilik sebuah rahasia yang sangat kuat - rahasia yang telah dimiiki
keluarganya sejak zaman Kristus. Karena takut rahasianya akan hilang saat dia
meninggal, ia mendirikan kelompok persaudaraan rahasia - Biarawan Sion---dan
mengharuskan mereka untuk menjaga generasi Biarawan
rahasianya dengan cara mewariskannya masa hidup mereka tempat menyimpan secara
diam-diam dari ke generasi. Selama menemukan sebuah di Jerusalem, anggota
dokumen rahasia yang terkubur di bawah reruntuhan kuil Herod, yang dibangun di
atas bekas kuil Solomon. Mereka percaya, dokumen-dokumen tersebut membenarkan
adanya rahasia besar Godefroi dan begitu menggemparkan sehingga Gereja ingin
menguasainya." Sophie tampak tidak yakin. "Biarawan bersumpah bahwa tak peduli
berapa lama waktu yang diperlukan, dokumen-dokumen itu harus dikeluarkan dari
Samurai Pengembara 4 2 Fear Street - Salah Sambung The Wrong Number Pendekar Guntur 23
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama