Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden Bagian 3
Tapi jika dia harus mengikuti perintah...
Carol mendesah. Di melakukan pekerjaannya.
*** "Detektifmu membuat kesalahan serius kapten!" sentak pengacara
Trace saat ia meraih tasnya. "Dia sengaja memprovokasi klien saya
dan-" "Tuduhan telah ditarik, Guthrie, apa lagi yang kau inginkan?" Sang
kaptennya, yang lebih tua, dengan tunas rambut abu-abu di rambut
merahnya, mendesah. "Tuan Weston bebas untuk pergi."
Alex Griffin berdiri di samping kapten. Trace tidak ragu Alex sudah
mendapat kemarahan/kritik tajam dari kapten. Kau tidak seharusnya
menyelidikiku. Tuduhan mungkin telah ditarik, tapi keadaan antara Alex dan Trace
jauh dari berakhir. "Di mana Skye?" Tanya Trace dengan tenang.
Wajah Alex mengeras. "Dia pulang ke rumah."
"Sendirian?" dia menyumpah. "Sialan, aku bukan ancaman baginya.
Orang lain di luar sana, dan Anda hanya membiarkan dia pergi-"
"Petugas Carol Jones tetap mengawasinya." kapten yang berbicara.
"Carol membawanya pulang, dan kemudian kita memerintahkan
Carol untuk tinggal dan berjaga-jaga di tempat nona Sullivan."
Debar jantungnya sedikit tenang. Polisi tidak benar-benar
mengacaukan seluruhnya. Belum mengacaukan seluruhnya.
"Itu berita bagus." Dia menyentakkan kepalanya ke Craig Guthrie.
"Mari kita pergi. Aku sudah cukup melihat markas ini untuk terakhir
kalinya." Guthrie mengangguk. Trace itu punya pengacara -yang dibayarberkala. 5 menit
setelah Trace menelponnya, Guthrie bergegas ke
markas. Pengacara itu sudah mengancam gugatan hukum bahkan waktu pintu
tertutup di belakangnya. Tapi, saat itu, tuduhan sudah ditarik.
Alex membuang waktuku. Detektif itu tahu lebih baik daripada dia mencoba sesuatu yang tidak
ada kesempatan berhasil. Tangan Trace membanting pintu utama dan
membuatnya terbuka saat ia bergegas ke luar. Dia harus menemui ke
Skye dan"Aku tidak tahu siapa gadis ini," kata Guthrie saat ia mencengkram
tangan Trace. "Tapi dengan polisi masuk ke dalamnya, mungkin
bijaksana untuk sedikit mundur."
Trace terhenti. Dia melirik sekilas bahunya, melihat kembal pintu
masuk markas. Alex mengikutinya keluar.
Tidak mengejutkan. "Mundur bukanlah pilihan," katanya dan ia menepis pegangan
Guthrie. Tatapannya bertemu tatapan Alex.
"Tidak mungkin terjadi."
*** Klub itu penuh sesak. Lampu melambung di atas kerumunan seperti musik dikeluarkan
dari panggung. Pada awalnya, Skye tidak bergerak.
Tatapannya menyapu klub. Beberapa wanita mengenakan gaun pendek dan berpotongan rendah.
Mereka menggeliat di lantai dansa.
Yang lainnya berpakaian seperti Skye-jeans nyaman, atasan longgar.
Musik terus menggelegar. Dentumannya hard, mengendalikan.
Pria berambut pirang mendekati Skye. "Mau berdansa?" dia perlu
berteriak agar terdengar diantara ketukan musik.
Dansa. Itu yang dia perlukan. Hanya itu yang dia perlukan.
Trace berbohong. Dia berbohong.
Dia menerima tangan si pirang. Lalu ia pergi ke lantai dansa. Dia
berhenti berpikir. Mulau merasakan irama musiknya.
Dan, akhirnya, akhirnya, sakitnya terhenti.
*** Bab 7 Bajingan sialan itu meletakkan tangannya di tubuh Skye.
Trace berdiri beberapa kaki dari lantai dansa. Matanya menemukan
Skye segera setelah dia melangkah ke dalam klub.
Dia selalu bisa menemukannya.
Seorang bajingan pirang menempatkan tangannya di pinggul Skye.
Skye meliukkan tubuhnya dan bergerak mengalir sesuai irama
musik. Mengoda secara sensual. Skye meninggalkan pria itu. Berdansa ke tengah lantai dansa.
Berputar. Menggulung tubuhnya.
Pasangan dansa yang lain menangkapnya.
Skye bertemu dengan gerakan pria itu. Berdansa. Berdansa.
Bergerak meninggalkannya.
Pergi ke pasangan sialan lainnya.
Tempo musik meningkat. Skye dengan mudah menyesuaikan
iramanya. Tidak ada ketimpangan.Tidak ada tersandung. Cuma keanggunan.
Hasrat. Tidak ada orang lain yang bisa berdansa seperti Skye.
Tubuhnya melengkung dan berputar. Naik turun. Terbelit.
Hasrat. Pasangan lain lagi. Pasangan. Sialan. Lainnya.
Trace mengintai ke depan. Mendorong jalannya, melewati
kerumunan. Saat Skye berputar lagi, Trace menangkapnya dan menariknya
mendekat. Skye bahkan tidak melihat siapa dia.
Tubuhnya bergoyang sesuai irama. Bergerak, bergerak...
"Apa kau mabuk?" Trace mengeluarkan kata-kata.
Kepala Skye tersentak pada Trace. Dia berhenti berdansa dan
melihat, akhirnya melihat-nya.
Ketakutan tiba-tiba muncul di matanya.
Band mengeraskan lagunya bahkan lebih lantang.
Skye menjauh darinya. Menemukan pasangan yang lain.
Trace mengikutinya. "Ambil," Trace menyentak si pirang.
Dengan bijaksana si pirang melangkah mundur.
"Tidak," Skye melepas kembali Trace. "Aku tidak mau. Tinggalkan
aku sendirian, Trace. Keluar dari sini."
Dia tidak terdengar mabuk. Dia terdengar marah dan takut, tapi katakatanya tidak
bergumam. Trace memberengut pada Skye. "Apa yang kau lakukan?"
Skye tertawa. "Berdansa. Itu yang aku lakukan kan" Satu-satunya
hal..." Skye mencoba melepaskan diri lagi.
Jangan terjadi. "Seseorang mengincarmu!" Trace menariknya mendekat. Skye tetap
bergerak. Pinggulnya bergerak-gerak."Kau seharusnya di rumah."
Bulu matanya turun, matanya terpejam. "Apa kau, adalah orang yang
mengincarku?" "Skye..." "Kau satu-satunya yang aku percaya. Jangan lakukan ini padaku,
Trace." Bulu matanya terangkat. Ada air mata sialan di matanya.
"Jangan menjadi orang yang menyakitiku."
Di sana, di lantai dansa itu, dengan musik yang terlalu keras dan
hawa panas yang menekan tubuh, Skye membuat sedih Trace.
Tangan Trace mengusap rambut Skye. Dia menyentuh belakang
kepala Skye. "Aku tidak akan menyakitimu, sayang. Tidak akan."
Trace menciumnya. Keras, mendalam, dan putus asa.
Skye membuat Trace menjadi waras selama bertahun-tahun, dan
bahkan Skye tidak tahu itu. Skye telah membuat hidup Trace layak
untuk dijalani. Skye pikir Trace akan menyakitinya" Menerornya"
Tidak. Sial, tidak akan. "Percaya padaku," Trace menghembuskan kata-kata pada bibir Skye.
"Bukan aku." Trace harus mengeluarkan Skye dari klub. Pergi ke tempat yang
tenang sehingga mereka bisa bicara.
Lalu kemudian dia bisa menjelaskannya.
Skye menatap Trace. "Aku mencintaimu."
Kata-kata itu seperti meninjunya di dada.
"Tidak pernah berhenti," kata Skye, bibirnya bergetar. "Tidak bisa."
Bagi Skye cinta adalah kepercayaan. Trace tahu itu. Karena Trace
mengerti dia. Trace menariknya mendekat - dan dia mengeluarkan Skye dari klub
itu. *** "Dia pergi," kata Carol ke telepon saat dia melihat Skye tergesa
keluar dari klub. "Dan dia tidak sendiri." Carol berdiri di kursinya.
"Wow, tunggu - bukankah seharusnya dia di penjara?" karena pria
yang memegang tangan Skye Sullivian terlihat seperti Trace Weston
baginya. Laki-laki itu, tidak salah lagi, adalah dia.
Carol kira pasangan itu akan kembali ke apartemen Skye. Mereka
tidak ke sana. Weston memayungi Skye dengan bajunya berjalan ke
dalam jaguar hitam dan memacunya sesaat kemudian.
Pria itu tidak pernah menyadari kehadiran Carol. Dia hanya fokus
pada Skye. Carol mendengarkan apa yang diperintahkan kepadanya saat dia
menggenggam erat teleponnya. "Siap pak." Dia melemparkan
telponnya ke samping dan memutar kendaraannya.
Dia diperintahkan untuk mengawasi Skye Sullivian.
Tepat seperti apa yang dia sudah lakukan.
*** Pintu lift meluncur tertutup dibelakang Trace, dan dia akhirnya
mampu untuk menarik nafas panjang (lega) saat mereka mendapat
tanda naik ke penthousenya.
Vanilla. Aroma Skye membungkus di sekitarnya.
Trace melihat sekilas padanya. Skye mundur ke pojok belakang lift.
Dindingnya memantulkan bayangannya, dan bayangan Trace yang
kejam menatapnya kembali.
Dia terlihat sangat berbahaya.Sangat liar.
Sebagian kisah dari hidupnya.
"Kenapa kau ada New York waktu itu?" Skye bertanya padanya.
Lift dengan tenang naik. Trace mendekat, tidak membuat jarak di antara mereka. Tidak
menyentuhnya. Malah meletakkan tangannya pada cermin, di
samping bahu Skye. "Karena aku harus melihatmu."
"Ka-kau bisa mengatakannya padaku. Menemuiku -"
"Pernahkah kau menginginkan sesuatu sampai sebegitu buruknya..."
Trace berbisik saat dia menundukkan kepalanya, "Sampai kau tidak
bisa memikirkan lainnya" Semua yang kau rasakan adalah
kebutuhan. Hasrat yang tak pernah berakhir yang terus membuatmu
bergolak." Skye memberikan anggukan kecil. "Itu yang aku rasakan...
untukmu." Dia menunjukkan perasaannya pada Trace. Trace tidak bisa lebih
terkejut lagi padanya. "Dan itu juga perasaanku untukmu," Trace memberitahunya. "Tidak
ada hal yang lainnya. Cuma kamu." #nyanyi,Cuma kamu~~, yang
ada di dunia ini~~# Lift tetap bergerak ke atas.
"Saat kau berumur 18, kau memiliki mimpi. Menari." Skye ingin
tampil di pertunjukkannya sendiri, sangat, teramat sangat. "Hanya
sekali, satu kali, aku melakukan hal yang benar."
Bau Skye membuat kepala Trace terasa berputar.
"Aku membiarkanmu pergi," suaranya parau. "Hal itu merobek
hatiku, tapi aku membiarkanmu pergi karena aku ingin kau bahagia."
Skye menggelengkan kepalanya. "Trace -"
"Aku tidak punya apapun yang bisa aku tawarkan untukmu. Aku
miskin. Dan kau mengagumkan. Sangat mengagumkan. Aku
melihatmu berdansa, sangat sering. Aku tahu kau bersinar di
panggung itu." Trace ingin bibir Skye ada dibawahnya. "Tapi aku
juga tahu... kau akan meninggalkan semua itu, untukku, dalam
sekejap." Karena, saat umurnya 18, Skye mencintainya.
Cintanya sangat nyata dan indah dan murni. Tanpa keraguan. Tanpa
batas. Cintanya adalah hal yang paling berharga dalam hidup Trace.
Skye sudah menjadi hal yang paling berharga dalam hidupnya.Dan
karena Trace mencintainya, dia mencoba, untuk sekali - tidak
menjadi bajingan yang egois.
"Aku tidak ingin kau meninggalkan semuanya untukku. Jadi aku
mengatakan padamu hubungan kita sudah selesai. Bahwa aku ingin
pergi." Ketika dia hanya menginginkan Skye. "Aku menyakitimu."
Sial, pemahaman itu tetap menghancurkan Trace. "Dan bahkan saat
itu, aku berjanji pada diriku, aku tidak akan pernah menyakitimu
lagi." Lift berhenti. "Aku ingin kau memiliki mimpimu. Aku melangkah mundur. Dan
mendorongmu menjauh." Lalu Trace pergi dan naik ke tingkat paling
atas dengan perjuangan keras. Menyelesaikan semua hal penting
untuk membuat hidupnya sukses.
Untuk Skye. Jika suatu saat Skye kembali padanya. Jika suatu saat Skye
memberinya kesempatan kedua.
"Aku tetap berpikir kau telah menemukan orang lain. Seorang pria
yang baik, yang mencintaimu. Mempunyai keluarga." Tapi Skye
tidak melakukannya. "Tahun berlalu, dan aku... aku harus
melihatmu. Hanya memastikan kau baik-baik saja. Hanya untuk...
mengisi lubang sialan di dadaku, dimana hatiku seharusnya berada."
Pintu lift terbuka. "Aku melihatmu berdansa," Trace berkata, menatap ke dalam
matanya, "Dan aku ingat seperti apa dicintai olehmu. Seperti apa
menjadi bahagia." Bibir Skye terbuka. "Malam itu..."
"Aku tidak menyebabkan kecelakaan itu. Aku sedang...sialan, aku
menunggumu di apartemenmu. Aku memutuskan berbicara padamu
malam itu. Untuk melihat apa kau masih merasakan sesuatu
padaku." Tapi jam berlalu, dan dia tidak muncul. Trace pergi
mencarinya. Dan mendapati kecelakaan itu.
"Kamu terbangun saat aku menemukanmu," kata Trace. Sadar
namun... Takut. Padaku. Tidak perduli apa yang dia katakan, Skye berteriak
dan bergerak menjauh. Trace pikir... dia tidak menginginkanku lagi.
Dia tidak bisa mengatasi kegelapan dalam diriku lebih lama lagi.
Dia memastikan Skye pergi ke rumah sakit. Dia memaksa dirinya
untuk tidak melihatnya, lagi, dan lagi.
Lalu dia mencoba untuk memberikan waktu untuk Skye, untuk
pulih. "Saat kau berjalan ke dalam kantorku beberapa hari yang lalu..."
Trace melangkah mundur dan meletakkan tangannya agar pintu lift
tidak tertutup. "Aku sangat, sangat terkejut. Membutuhkan semua
kemampuanku agar tidak berlari dan menangkapmu, untuk
memelukmu erat." Dan tidak pernah membiarkanmu pergi.
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Skye tetap berada di pojok.
"Aku tidak membakar studiomu, Skye. Aku selalu menginginkan
kau mendapatkan impianmu. Aku tidak akan menghancurkannya."
Pandangan Skye menahannya.
Dia mengulurkan tangannya pada Skye."Jika kau mencintaiku,
percayalah padaku." Karena itu adalah Skye yang sebenarnya.
Skye menunduk, melihat dengan cepat tangan Trace.
Trace tidak bergerak. Sekarang adalah saat keputusan Skye.
"Aku tidak ingin ada rahasia antara kita," Skye berkata padanya,
suaranya lembut. "Jangan pernah ada lagi."
Trace berusaha tidak mengubah ekspresinya. "Sayang, kau tidak
perlu tahu apa yang sudah aku alami." Kadang, dia ingin
melupakannya, tapi mimpi buruk tetap menghantuinya.
Skye melangkah dari pojok. Bergerak ke arahnya. "Kau keliru. Aku
ingin tahu semua tentangmu." Dia menegakkan bahunya. "Dan aku
ingin kau tahu semua tentangku." Dia mengambil tangan Trace.
Hell, yes. Trace menarik Skye ke dalam pelukannya. Menciumnya. Dia
mengangkat Skye, menahannya dengan mudah. Dia hampir merusak
pintu ke penthouse sebelum mereka mereka masuk ke dalam.
Dia tidak menahannya, melewati serambi.
Terlalu gila, terlalu gelisah. Terlalu putus asa.
Dia membutuhkan Skye. Bajunya masih tercium bau rokok. Tergesa seperti malaikat kematian
mengambang terlalu dekat.
Dia menelanjangi Skye di sini. Melepaskan bajunya sendiri dalam
sekejap. Dia menempatkan Skye melawan dinding. Bercinta dengan dalam
dan kasar dan tenggelam ke dalam surga yang hanya dia tahu.
Ke dalam surga, dengan Skye.
Dia tidak pernah cukup menempatkan diri ke dalamnya. Tidak
pernah cukup menyentuhnya. Tidak pernah cukup menciumnya.
Dengannya, Trace tahu dia tidak pernah puas dengannya. Selalu
ingin lebih. Dia menginginkan semuanya.
Skye mencapai kepuasannya, dengan lembut otot pusatnya meremas
kuat. Pelepasan Skye membawa Trace pada kepuasannya sendiri,
dan tubuhnya menggigil saat kenikmatan menyerbu ke intinya.
Tapi Trace tidak membiarkannya pergi.
Tidak berhenti mendorong.
Dia tidak bisa. Dia kelaparan, gila dengan kebutuhan - akan diri
Skye. Dia menginginkan Skye, dalam 10 tahun yang lama. Skye kembali.
Tidak ada seorang pun dan apapun untuk membuatnya menjauh
darinya lagi. *** Telepon berdering sesaat sebelum fajar. Trace melemparkan
tangannya, mengambil teleponnya.
Pikiran pertamanya...Reese. Dia telah diberitahu temannya sudah
stabil. Sudah baik-baik saja, sudah"Weston," sentaknya dalam telepon. Jika ini dari rumah sakit...
"Ada seorang laki-laki di lobi, Pak," dia mengenali suara John Ford,
manajer gedungnya. "Dia memaksa untuk bertemu anda."
"Aku tidak menerima pengunjung," katanya, berputar dari tempat
tidur. "Terutama tidak sepagi ini." Ford seharusnya tahu ini lebih
baik. Skye masih tidur, tak terganggu. "Katakan padanya untuk
enyah-" "Dia sangat keras kepala," suara John tenang. "Dia bilang untuk
memberitahumu...namanya Mitch Loxley, dan dia punya berita yang
mendesak." Loxley. "Minta dia menunggu di sana," perintahTrace saat pandangannya
mengarah pada Skye sekali lagi. Orang sialan itu itu ada di kota"
Tepat setelah kebakaran" "Aku sedang perjalanan turun."
Selimut terbungkus di tubuhnya. Dia terlihat santai, di kedamaian.
Seharusnya dari dulu dia tetap seperti itu.
Trace mengambil bajunya. 3 menit kemudian, dia sudah berpakaian
dan ada di lobi. John berbalik ke arahnya. Mitch Loxley ada di samping John. Mitch
terlihat pucat, dan ada lingkaran hitam di bawah matanya.
Apa yang dia inginkan"
"Terima kasih, mau menemuiku," Mitch mulai berbicara saat dia
melarikan tanganya kesekitar wajahnya. "Aku tidak jujur padamu di
New York. Ada...ada sesuatu yang harus kau tahu."
*** "Trace?" Skye mencarinya saat dia bangun.
Tapi tempat tidur kosong. Selimut di sampingnya terasa dingin.
Dia mencari ke penthouse.
Trace tidak ada di sini. Kegelisahan menempati di dalam dirinya saat dia berpakaian.
Lalu dia meluncur dari penthouse dan menuju ke lantai bawah.
*** Pandangan Trace terpotong pada John. "Kami membutuhkan
kantormu." Karena dia tidak ingin laki-laki ini berada dimanapun di
dekat Skye. Serta merta John mengangguk. "Tentu saja! Sebelah sini."
Trace tidak berkata lagi, tidak sampai dia dan Mitch berada dalam
kantor John. Manajer gedung itu dengan cepat keluar ruangan, lalu
menutup pintu, memastikan memberi mereka privasi.
Trace menyilangkan tangannya di depan dadanya dan membelalak
pada dokter. "Waktumu tidak tepat, dok." Terutama tepat setelah
kebakaran. Untuk berada dalam kota yang sama...
"Aku harus datang." Mitch mondar-mandir di sekitar pembatas kecil
di ruangan. "Aku butuh memberitahumu - ah, sial, kau harus tahu
kebenaran tentang Skye."
"Aku cukup tahu tentang Skye." Dia tidak butuh laki-laki ini
memberi pentunjuk padanya dalam hal apapun.
"Sungguh?" Mitch memutar punggungnya untuk berhadapan
dengannya. "Lalu aku kira kau mengetahui semua hal tentang
ibunya" Kamu tahu bahwa ibu Skye gila" Mengidap delusi"
Tabrakan mobil yang membunuh orang tuanya...ibunya yang
menyebabkan tabrakan itu. Dia sengaja membunuh dirinya dan
suaminya." Trace tidak membiarkan ekspresinya berubah. " Bagaimana kau tahu
tentang hal itu?" Trace sudah tahu, sudah lama dia mengetahui
kebenaran itu, tapi kenapa laki-laki ini menggali masa lalu Skye"
"Aku tahu karena aku mengkhawatirkannya. "Mitch
menghembuskan nafas berat. "Skye...dia terlalu lemah. Terlalu
rapuh, sangat terlalu rapuh."
"Karena itu kau menidurinya?" tuntut Trace, meningkat tajam.
"Karena dia rapuh?"
Wajah Mitch memerah. "Aku kira dia membutuhkanku. Skye
melakukan sesuatu pada laki-laki. Dia membuatmu berpikir - dia
membuatku ingin melindunginya."
Trace selalu ingin menjaganya tetap aman.
"Tapi... ada sesuatu yang salah dengannya."
Membutuhkan semua kekuatannya agar tidak menyerang dokter itu.
"Aku mulai menduga kebenarannya, setelah beberapa minggu. Halhal yang dia
katakan, yang dia lakukan..." Tangan Mitch bergerak
ke dalam saku di jasnya. "Aku berbicara pada detektif New York.
Fuller. Tidak seorang pun yang menabrak mobil Skye di jalanan.
Aku pikir dia menabrakannya sendiri."
Omong kosong. "Skye mengatakan padaku tentang seseorang yang membobol ke
dalam apartemennya sekembalinya di New York, dia mengatakan
padaku bahwa dia merasa seperti dia diawasi - dia mengatakan
semua hal..." kata-kata Loxley terseret menjauh.
"Tapi kau tidak mempercayainya," Trace menyelesaikan, merasa
muak. "Karena itu tidak terjadi. Aku ada di jalan dengannya, saat dia
sangat yakin ada seseorang di belakangnya. Tidak ada seorangpun di
sana. Tidak ada seorangpun yang pernah masuk dalam
apartemennya. Tidak ada yang terjadi." Ototnya menegang
sepanjang rahangnya. "Ibunya berusia awal 20-an tahun saat
schizophrenia pertamanya menampakkan diri."
Sial. "Kamu melihat catatan medis ibunya."
"Delusi," gumam Mitch. "Paranoid. Itulah bagaimana penyakit
ibunya bermula - dan bagaimana itu mengawali lusinan kegilaan
yang lainnya. Dan itu juga bagaimana penyakit Skye bermula."
Tidak, itu bukan penyakit. "Kamu keliru. Seseorang mengintai Skye.
Dia diserang di studio. Dia mendapat luka di kepalanya-"
"Apa ada yang melihat serangannya?"
Tidak, agennya tidak menemukan seseorang di tempat kejadian.
Mitch menggelengkan kepalanya. "Bagaimana kau tahu dia tidak
melakukan sendiri hal itu?"
Karena aku tahu Skye. Kau benar-benar tidak tahu dia. "Kebakaran
hampir membunuhnya semalam. Apa kau serius berdiri di sini,
mencoba memberitahuku bahwa dia mungkin melakukan hal itu
juga" Bahwa dia menyulut api di tempatnya sendiri?"
"Apa seseorang melihat penyerangnya disana?"
Trace tidak menjawab. "Aku kira begitu." Nafas Loxley berhembus keluar. "Kau pikir aku
ingin ini terjadi" Pada-nya" Tentu saja tidak. Aku perduli pada Skye.
Tapi perilakunya meningkat menjadi tak menentu sekembalinya di
New York. Ketika aku memberitahunya bahwa dia membutuhkan
bantuan...saat itu dia menghilang."
Trace mempelajari pria itu untuk sesaat dalam kesunyian, lalu
menuntut. "Kenapa tidak kau mengatakan sesuatu saat aku bertanya
padamu di rumah sakit?"
"Karena aku ingin penilaianku salah! Aku ingin, tapi naluriku
memberitahuku, aku tidak bisa seperti itu. Aku datang ke sini,
mendengar tentang kebakaran sesaat lalu dari berita - dan tahu
bahwa aku harus bertemu denganmu. Aku harus
memperingatkanmu." Dia berputar menjauh dan menuju tepat ke
arah jendela. "Mempercayaiku atau tidak, tapi kau harus
diperingatkan. Aku kira - aku kira Skye bisa jadi berbahaya.
Seberbahaya ibunya."
Trace tetap menjaga matanya pada punggung Loxley. "Skye tidak
akan pergi begitu saja hanya karena kau mencoba memberinya
'bantuan'." Trace tidak menerima penjalasannya begitu saja. "Saat
kami ada di New York..." dan ini telah mengganggunya... "Kau
menyebutkan sesuatu tentang 'malam itu' - bagaimana itu semua
berubah setelahnya." Dia menunggu sesaat dan berkata, "Apa kau
benar-benar berpikir Skye tidak membertahuku tentang apa yang
telah terjadi?" berbohong mudah bagi Trace. Terutama saat dia
berhadapan dengan seseorang seperti Mitch Loxley.
Bahu dokter itu mengeras. "Ya." Dia mendesahkan kata-kata. "Aku
kira Skye punya hal yang tidak diberitahukan padamu." Dia kembali
menghadap wajah Trace sekali lagi. "Tapi tidak itu hanya
membuktikan kebenaran pendapatku" Skye binggung diantara kita
berdua. Dia memanggilku dengan namamu. Dia pikir aku adalah
kamu. Dalam sekejap, Skye tidak tahu siapa aku - atau bahkan
dimana dia." Dia memanggilku dengan namamu.
"Tidak ada seorangpun yang menguntit Skye," Mitch melanjutkan,
suaranya menguat. "Dia jelas wanita yang bermasalah. Seperti
ibunya. Dia butuh evaluasi, pengobatan medis-"
"Aku tidak gila."
John tidak mengunci pintunya. Sial.
Skye pasti sudah diam-diam mendengar di luar. Dia hanya
mendorong untuk membuka pintu. Dia berdiri pada pintu masuk
sekarang, dadanya naik turun, pipinya merah. "Aku tidak
membayangkan apa yang terjadi padaku!"
Seluruh tubuh Mitch tersentak, seperti seekor peliharaan yang di ikat
kuat. "A-aku tidak bermaksud kau mendengar ini-"
"Tentu saja, tapi aku telah mendengarnya." Dia menjilat bibirnyadan
dagunya terangkat di udara. "Seseorang menguntitku, dan itu bukan
gambaran imajinasiku. Apa yang terjadi padaku itu nyata."
Mitch bergerak perlahan ke arahnya. Suaranya rendah dan
menenangkan saat dia berkata, "Aku tahu kau pikir ini..."
"Ya, aku pikir ini nyata! Karena ini memang terjadi!" Skye
mendorong rambutnya ke belakang. Menatap tajam Mitch. "Kau
ingin bicara tentang malam itu" Baiklah. Mari bicara. Aku
memanggilmu dengan namanya Trace karena aku memikirkannya.
Aku menginginkannya, oke" Aku selalu memikirkannya. Setiap
kekasihku - adalah dia. Itu salah dan membinggungkan, dan,
mungkin bahkan sedikit gila, tapi aku tahu apa yang aku lakukan.
Aku menginginkan dia malam itu, jadi aku memanggilnya." Skye
menggelengkan kepalanya. "Aku tidak melakukannya karena aku
gila! Aku melakukannya karena aku menginginkan-nya."
Wajah Mitch berubah menjadi keras. "Tidak seorangpun yang bisa
menemukan bukti apapun dari penguntitmu. Polisi di New York
tidak bisa menemukannya. Apa ada yang bisa menemukan bukti di
sini" Aku bertaruh mereka tidak bisa menemukannya juga.
Meskipun keamanan Weston memeriksa, mereka tidak menemukan
apapun karena dia tidak nyata. Hanya seperti ibumu, kau -"
"Jangan bicara tentang ibuku." Suara Skye bergetar dalam kesakitan.
Sudah habis kesabaran Trace. Dia melompat ke depan. Menangkap
tangan Mitch dan menyentakkan pria itu ke arah pintu.
"Tunggu!" Mitch memekik. "Apa yang kau lakukan" Berhenti-"
"Taruh pantat sialmu di atas pesawat, dan keluar dari Chicago. Jika
kau tidak pergi sore ini, aku akan tahu. Lalu aku akan
mendatangimu." Trace menatap ke dalam mata dokter itu. "Kau
tidak ingin itu terjadikan, mengerti?"
Mitch menelan ludah. "Aku - aku hanya ingin dia mendapat
pengobatan." Dia melemparkan pandangan cemas ke arah Skye.
Skye mundur dari pintu. "Aku perduli padamu. Aku ingin
membantu-mu." "Bagaimana" Dengan merawatku di rumah sakit?" pipinya masih
merahdan matanya berkilat dalam kemarahan. "Penguntit itu ada.
Dia itu nyata." "Tidak." Mitch terdengar sedih dan yakin. "Dia tidak nyata."
Dengan kegembiraan yang besar Trace mengusir dokter itu keluar
dari gedung. "Uh, Pak..." John mulai saat dia melihat Mitch dengan marah
meninggalkan gedung turun ke jalan.
"Jangan biarkan dia melewati pintu," perintah Trace. "Jangan pernah
lagi, mengerti?" Dengan cepat john mengangguk. "Tentu. Aku... mengerti."
"Bagus." Dia melangkah kembali ke kantor - dan menemukan Skye
belum bergerak. Tatapannya ke arah jendela. "Skye..."
Pandangan Skye kembali padanya. "Pergi bicaralah pada Reese. Dia
bisamengatakan padamu ada orang lain di dalam studio. Aku tidak
gila." "Aku tidak pernah bilang begitu."
Senyumnya tertahan di ambang kesedihan. "Tapi kau berpikir seperti
itu?" Trace menggenggam tangan Skye ke dalam tangannya. "Tidak, aku
tidak berpikir seperti itu."
Skye menyentak. "Aku kira kau lebih baik dalam berbohong." Lalu
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Skye mundur darinya. "Aku kira kau jauh lebih baik..."
*** "Aku hanya melihat Skye..." Reese bergeser gelisah di kasur rumah
sakit, sebuah ikatan terbalut di sekitar sisi kiri kepalanya. "Aku
merasa seperti seseorang memukulku keras dengan tongkat bisbol,
tapi aku tidak melihat orang lain kecuali dia."
Sial. Trace sudah mengharapkan sesuatu yang lebih. "Kau tidak
mendengar siapapun?"
"Jika aku mendengarnya, si brengsek itu tidak akan menjatuhkan
aku." Reese menghembuskan nafas perlahan. "Skye pergi ke studio
awalnya. Aku pikir dia melupakan tasnya. Aku bisa ingat dia masuk
ke dalam..." jarinya tergenggam di sekitar selimut putih. "Lalu tidak
ada apapun sampai aku bangun di tempat ini."
Trace meletakkan tangannya di bahu Reese. "Tak apa. Kau
beristirahat saja." "Kau mengeluarkan aku, bukankah begitu" Aku mendengar para
dokter berbicara..."
Trace mengangguk. "Aku tidak akan meninggalkanmu di kebakaran
itu." Reese memberinya senyum lelah. "Bukahkah itu ketiga kalinya...
atau mungkin keempat..kau menyelamatkan hidupku?"
"Tidak masalah. Aku sudah lama berhenti berhitungnya." Dia
meremas bahu Reese dan meluncur, menjauhi kasur. "Beristirahatlah
teman." "Tunggu..." Trace menatap kembali padanya.
"Aku berpikir...aku mengingat satu hal lagi." Matanya menyipit saat
dia tampaknya berjuang mengingatnya. "Gadismu, mengatakan, dia
meminta maaf... lagi dan lagi. Aku bersumpah. Aku bisa
mendengarnya mengatakan hal itu." Dia menekan matanya tertutup.
"Tapi itu tidak berguna untuk apapun. Mungkin cuma pengaruh obat
yang mereka berikan padaku."
"Mungkin," Trace bergumam. "Aku akan kembali mengunjungimu
segera." Trace menutup pintu di belakangnya.
Skye menangkap pandangan Trace, dan dia bergegas ke arahnya.
"Apa Reese sudah siuman" Apa kau sudah bicara padanya?"
Trace pergi masuk sendiri karena ingin menduga reaksi Reese untuk
dirinya. Dia menduga juga Reese mungkin bisa bicara sedikit lebih
bebas jika hanya ada mereka.
Aku ingat satu hal lagi. Gadismu, mengatakan dia meminta maaf...
lagi dan lagi. "Apa dia mengingat ada orang lain di sana?"
Trace menggelengkan kepalanya.
Wajah Skye menunduk. Trace harus menanyakan padanya. "Sayang, saat kebakaran, apa kau
mengatakan permintaan maaf pada Reese?"
Jari Skye berputar pada tali tasnya. "Ya."
Sial. "Kenapa?"
Pandangan Skye sekilas melihat ke atas, bertemu pandangan Trace.
Kemarahan terpancar di mata hijau Skye. "Karena aku tidak cukup
kuat untuk mengeluarkan dia dari kebakaran! Karena aku meskipun
sudah menggunakan seluruh kekuatanku dan aku tidak bisa
menggeluarkan dia dari sana!" suaranya meningkat, menangkap
perhatian 2 perawat terdekat. "Karena tidak perduli apapun yang aku
lakukan, aku tidak bisa mengeluarkannya dari pintu, dan aku sudah
yakin kami berdua akan mati di kebakaran itu."
Trace melangkah mendekatinya.
Skye menyentak kembali. "Tapi bukan itu yang kau duga, kan?"
semua kemarahan menghilangkan suaranya. "Aku tidak gila dan kau
-" kesedihan melekat wajahnya. "Kau tidak mempercayaiku."
"Tidak, aku sungguh percaya kamu."
Tapi Skye bergegas ke arah lift. Trace menyumpah, berlari
mengikuti Skye. Trace menjulurkan tangannya, menahan pintu
sebelum menutup. "Aku mempercayaimu sayang," dia
mengatakannya lagi. "Kali ini, aku yang tidak mempercayaimu." Pandanga Skye
menahannya. "Bagaimana rasanya tidak dipercayai?"
Seperti sampah. "Aku akan pergi ke studio. Aku harus - aku harus berbicara dengan
penyidik kebakaran."
"Aku akan ikut denganmu." Trace mulai melangkah ke lift.
"Tidak." Potong Skye menghentikannya.
"Skye..." Seseorang menyenggolnya.Mendesak ke dalam lift.
"Aku butuh ruang," kata Skye, suaranya serak, seperti jika dia
mencoba melawan tangis. "Kirim satu agenmu denganku, tapi aku
butuh ruang." Darimu. Trace memaksa dirinya untuk melangkah mundur.
Dia memandang Skye sampai lift tertutup.
Lalu Trace menarik keluar telponnya. Dalam kurang dari 5 detik, dia
punya seorang agen siap untuk pergi. "Jadi bayanganya,"
perintahnya. "Jangan biarkan ia pergi tanpa pengawasanmu."
Skye mungkin ingin ruangnya darinya, tapi dia tidak ingin
membahayakan hidup Skye. *** Bab 8 Hilang sudah. Kesempatan keduanya berubah menjadi abu.
Skye menatap arang yang tersisa di studio. Tidak ada barang yang
dapat ia selamatkan disana. Semuanya...menghilang. Hancur oleh
kobaran api. Dia sudah menelfon muridnya. Skye mencoba meyakinkan mereka
kalau dia ingin mencari tempat lain.
Dia tidak menyebutkan kalau ia tidak punya uang untuk menyewa
gedung lain. "Apakah kau baik-baik saja?"
Dia melirik kekiri. Segera setelah dia sampai ditempat kejadian, dia
menyadari bahwa Alex Griffin disana, menunggunya. Dia datang
mendekat kearahnya. Dia melihatnya dengan tatapan pengawalnya yang membuat dia
tertekan. "Tolong jangan tanya aku jika aku akan hancur." Karena
begitulah caranya dia melihat padanya. Seperti dia akan terpecah
belah. "Aku berjanji, aku sudah cukup kuat dari kelihatannya." Polisi
wanita, Carol - yang mengantar Skye pulang malam sebelumnya berdiri beberapa kaki dibelakang Alex.
Dan anjing penjaga Skye yang terbaru dari keamanan Weston,
seorang pria bernama Adam Longtree, menunggu sekitar sepuluh
langkah dari sisi kanan Skye. Dia dengan cepat menemukan bahwa
Adam kuat dan tipe lumayan pendiam.
"Aku minta maaf atas studiomu," kata Alex ketika dia
mencondongkan kepala padanya. "Tapi aku tidak berpikir kau akan
hancur. Aku tahu jika iya, ya, kau sudah akan melakukannya
semalam." Dia menegakkan bahunya. "Lalu kau membuat satu orang..."
"Maaf?" Skye menghembuskan nafasnya berat. Dia seperti itu melihat
mimpinya tertutupi oleh abu hitam dan abu-abu. "Kau membuat satu
orang tidak berpikir aku sedang diambang dari beberapa krisis
besar." Matanya menyempit. "Apakah kau melakukan seperti yang aku
minta" Apakah kau berpikir tentang Weston - "
Dia harus tertawa. "Trace tidak melakukan ini padaku. Sial, dia pikir
aku melakukan ini pada diriku sendiri." Lengannya terasa dingin jadi
dia dengan kasar mengusapnya. "Trace, polisi di New York, Loxley
- " "Uh, yah," Alex memotong, "Aku tidak tahu siapakah Loxley, tapi
kau harus tahu bahwa aku berbicara sedikit dengan detektif Fuller
pagi ini." "Benarkah?" "Dia menyuruh mekanik untuk memeriksa mobil itu. Masih tidak
ada tanda dari pengaruh tabrakan dibagian belakang, tapi pria ini
menemukan sesuatu yang lain." Wajahnya tercermin di kacamata
hitamnya. "Semua cairan rem hilang."
"Apa?" Dingin yang Skye rasakan bertambah parah.
"Dengan semua cairan hilang, mobilnya tidak dapat berhenti. Malam
itu, kau diarahkan ke tikungan, dan kau harus mencoba mengerem."
Dia menggaruk tangannya melalui rambutnya. "Kau tidak bisa, dan
mobilnya kehilangan kendali."
Bukan hanya lengannya yang kedinginan. Pipinya pun merasakan
hal yang sama. "Seseorang menyabotase mobil itu."
Carol Jones melangkah mendekat.
Alex tiba-tiba melirik kearah Carol, kemudian dia fokus lagi pada
Skye. "Ini tentu saja terlihat seperti itu."
Seseorang mencoba membunuhnya, selama berbulan-bulan. "Aku
ingin ini berakhir." Apa yang harus ia lakukan" Apa" "Aku tidak bisa
hidup seperti ini." Ketakutan. Memiliki pengawal tetap - tidak.
"Kami akan menemukannya," kata Alex. "Jangan cemas."
Mudah baginya berkata seperti itu. Ini bukanlah hidupnya yang
terancam. "Dengan bukti baru, Fuller membuka kembali investigasi di New
York," lanjut Alex. "Keparat yang melakukan ini akan jatuh."
Carol mengangguk keras. Tatapan Skye cepat antara dua polisi - dan ke Adam Longtree. Dia
tidak terkejut melihat kalau dia mengeluarkan ponselnya dan
menempelkannya ke telinganya. Pria ini mungkin melapor singkat
pada Trace dengan perkembangan baru ini. Trace...Tatapannya
kembali pada Alex. "Kau pikir keparat itu adalah Trace."
Dia tidak menjawab. "Bukan." Carol berbisik dan menendang bola dikakinya. "Menaruh
kepercayaan terlalu besar pada pria yang salah akan berbahaya."
"Semua yang kulakukan berbahaya akhir-akhir ini." Dia
mengangguk kaku pada Carol dan Alex. "Terima kasih atas
bantuannya." Dia mulai bergegas pergi dari mereka. Longtree langsung
menyusulnya. Dia besar, enam kaki ditambah bayangan.
"Skye!" Berhenti, dia melirik kebelakang atas panggilan detektif.
"Beritahu aku kalau kau tidak tinggal dengannya." Tekanan
mengeraskan wajah Alex. "Aku tidak akan memberitahumu soal itu." Karena dia tidak
berencana untuk kembali ke Trace. Dia berbohong ketika dia
memberitahu Trace bahwa dia butuh istirahat.
Apakah ia mempercayaiku"
Karena, meski setelah semuanya, dia mempercayainya. Dia selalu
begitu. "Jika kau tidak kembali ke tempat Weston, lalu kemana kau akan
pergi?" Tatapannya berpaling ke reruntuhan. "Untuk mencari studio baru
karena aku tidak akan membiarkan mimpiku direnggut dariku." Dia
akan menemukan cara mendapatkan uang yang dibutuhkan agar
menyewa studio lainnya. Pasti ada cara. Skye tidak akan menyerah.
Dia hanya perlu mengambil sesuatu Satu langkah sekaligus. Itulah bagaimana dia sembuh setelah kecelakaan. Bagaimana dia
belajar untuk mengabaikan kesakitan dan terus berjalan.
Satu langkah sekaligus. *** Alex memperhatikan Skye berjalan menjauh, matanya menyempit.
"Dia kelihatan tidak takut padaku sedikitpun," kata Carol ketika dia
kembali ke sisinya. "Dia tidak." "Terlihat lebih marah, menilai dari tatapan di matanya."
Dia menoleh dan melihat tatapan Carol pada Skye. Dia mengikuti
pandangan Carol dan melihat Carol merangkak kedalam tempat
duduk penumpang dimobil yang menunggunya. Pengawal barunya
membanting pintu dan kemudian menuju ke sisi pengemudi
kendaraan. "Kau yakin dia pergi kerumah dengan Weston kemarin malam?"
tanya Alex pada Carol. Sialan, dia telah memperingatkan Skye.
Mengapa dia tidak menanggapi peringatannya dengan serius" Dia
ingin membantunya. Tapi dia mulai berpikir dia memiliki harapan kematian.
"Aku yakin ke sanalah dia pergi. Tidak mudah menyalahkan pria
itu." Tidak, bukan itu. "Dia mendesaknya keluar dari klub itu dan masuk kedalam mobil
mewahnya," kata Carol. "Mereka pergi ke penthousenya dan
bermalam disana." Aku memperingatkannya. "Aku menebak beberapa orang suka bahaya terlalu banyak,"
katanya, suaranya keras. Saudaranya pernah mengalaminya. Dia
telah memperingatkannya, juga.
Memperingatkannya, dan menguburnya.
Apakah aku akan mengubur Skye, juga"
"Ingin aku tetap mengawasinya?" tanya Carol. Rambut pirang
pendeknya tertiup angin sepoi-sepoi.
"Yah, tetap dekat. Jika kau melihat sesuatu mencurigakan, kau
beritahu aku." Melalui bahunya, ia melihat petugas pemeriksa
kebakaran sedang menunggu untuk berbicara dengannya.
Seperti dia butuh pria itu untuk memberitahunya bahwa kebakaran
itu dilakukan dengan sengaja.
Itu sangat jelas. Sejelas kenyataan bahwa seseorang sedang bermain-main dengan
Skye Sullivan. Permainan yang tidak akan berakhir sampai Skye mati.
Seperti adikku. *** Lokasi ini sepertinya bagus.
Skye memandang di sekitar pos pemadam kebakaran tua itu. Oke,
tentu, banyak orang tidak akan berpikir tempat ini diubah menjadi
sebuah studio tari. Tapi ini dapat terjadi. Aku dapat melakukannya.
Gairah dan kebulatan tekad berdebar didalam dirinya. Dia akan
membuat studio ini bahkan lebih baik dari yang sebelumnya. Dia
dapat memulainya segera. Jika dia bekerja cukup cepat, cukup keras,
lalu mungkin dia dapat menaikkan studio dan menjalankannya
dalam tiga minggu, mungkin dua.
Gedungnya dapat berhasil, jadi sekarang ia harus membayar uang
muka untuk tempatnya. Dia telah menjual semua perhiasannya.
Kartu kreditnya sudah mencapai jumlah maksimalnya.
Tapi...ada beberapa orang yang bersedia meminjamkannya. Orangorang seperti
Robert. Mungkin...mungkin dia bisa meminjamkannya
uang tunai - "Aku ambil alih dari sini, Adam. Kau bisa pergi sekarang."
Suara Trace. Dia tidak kaku. Tidak memulai alarm. Saat ini, dia
terlalu berharap dan senang agar menegang.
Langkah kaki Adam menjauh pergi, tapi Trace tidak bergerak
mendekat kearahnya.
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan tegas, dia melirik kekiri. Dia menemukannya menatap
kearahnya dengan intensitas tinggi ditatapannya. "Aku bisa menaruh
cermin disana. Pembatas disini." Dia memberi isyarat dengan
tangannya. "Area terbuka ditengah akan sempurna untuk pemanasan
penari." Tatapannya tidak meninggalkan wajahnya. Intensitas yang
mematikan tidak berkurang.
Skye menelan ludahnya. Aku bahkan dapat menggunakan area
lantai atas untuk apartemen. Akan menghemat uangku karena aku
dapat keluar dari tempatku.
Tapi...dia mendapat sistem pengamanan luar biasa ditempatnya. Dia
tidak ingin kehilangannya.
"Aku pikir kau harus menahan pembangunan studiomu." Kata Trace
datar. "Tidak." Penolakan langsung. Dia berputar untuk berhadapan
dengannya. Dia mengenakan pakaian hitam, satu yang menegaskan kegelapan
rambutnya dan membuat mata birunya bersinar lebih terang.
"Ya, Skye," katanya, suaranya pendek. "Kau harus pelan-pelan.
Tempatmu yang terakhir terbakar kurang dari dua puluh empat jam
yang lalu. Tidakkah kau merasa itu sebuah pesan" Tidak aman
untukmu melakukannya. Kau harus - "
"Aku harus membuat ini berhasil. Aku harus percaya aku dapat
melakukannya." Menari adalah satu-satunya hal yang selalu dapat membantunya
melalui kehidupan. Ketika dia menari, dia menjadi seorang yang lain. Seseorang yang
lebih kuat. Tanpanya...aku bukan apa-apa.
Tangannya memegang erat bahunya. "Terlalu berbahaya."
"Aku kira aku satu-satunya orang yang melakukan ini kepada diriku
sendiri." Dia menggertak kearahnya. "Bukankah cerita itu yang
beredar sekarang?" "Cerita itu omong kosong." Jemarinya mengeras dibahunya. "Kau
percaya padaku, dan aku percaya padamu."
Nafasnya tertahan ditenggorokannya. Dia ingin mengatakan kalimat
itu. Sangat ingin. Dia mencari dimatanya, bertanya-tanya apakah dia mengatakan yang
sebenarnya...atau memberinya kebohongan yang dia tahu dia ingin
dengar. *** Carol Jones menatap ke seberang jalan pos pemadam kebakaran
lama itu. Skye Sullivan pasti sudah menentukan. Dia telah pergi ke
lima gedung, mengunjunginya semua dengan pengawal tepat
disampingnya, sebelum dia berhenti ditempat ini.
"Dan pengawal sudah pergi," Carol berbisik ketika dia melihat pria
itu bergegas pergi. Sejak Trace Weston melangkah masuk kedalam gedung pemadam
kebakaran lama itu beberapa saat lalu, kedatangan pengawal itu
bukanlah kejutan besar. Tapi...detektif Griffin tidak mempercayai Weston. Dia pikir pria itu
bersalah seperti berdosa.
Mungkin tidak aman bagi Skye sendirian bersama dengannya.
Carol membuka pintu mobilnya pelan-pelan. Lalu dia meuju sebrang
jalan dengan cepat. Ponselnya ada ditelinganya ketika dia memasuki
lorong. "Hei, Griffin, ini aku." Dia tidak menunggunya menjawab
tapi bergegas menambahkan, "Skye sedang mencari gedung baru
untuk disewa. Dia berhenti di gedung pemadam kebakaran di 9th,
dan Weston bergabung dengannya."
"Apakah mereka disana sendirian?"
"Aku kira begitu. Aku akan melihatnya lebih dekat."
"Hati-hati," dia memperingatinya.
Selalu. Carol perlahan memasuki lorong. Mungkin disana ada
jendela yang bisa ia gunakan untuk observasi sedikit.
Dia memasukkan ponselnya kedalam sakunya dan melangkah maju.
Iya. Ada sebuah jendela. Satu yang tertutupi debu yang melekat. Dia
bersandar pada batu bata, mencoba perlahan mendekat ke jendela itu
jadi dia dapat melihat - Seseorang memegangnya dari belakang. Sebuah tangan kasar
menutup mulutnya. "Kau seharusnya tidak terlibat dalam bisnis yang
bukan urusanmu," suara yang meggeram - suara pria mengganggu telinganya. Dia langsung bereaksi, menggerakkan sikunya kebelakang kearah
penyerangnya. Dia menggerutu dan pegangannya mengendur, hanya
beberapa saat. Dia menyentak menjauh darinya. Carol memegang
senjatanya ketika dia berputar menghadapi pria yang Dia mendorongkan pisau kedalam dadanya.
Jemari Carol menekan pelatuknya, tapi penyerangnya telah
menyergapnya. Lututnya menghantam tanah. Senjatanya meluncur dari jemarinya
yang gemetar dan jatuh disampingnya. Darahnya membasahi
dirinya, dan Carol bahkan tidak memiliki kekuatan untuk berteriak.
*** Ketika terdengar letusan tembakan, Trace memeluk Skye. Dia
menarik Skye mendekat kedadanya dan menyelimuti tubuhnya
melindunginya. Satu letusan bergemuruh...lalu, tak ada lagi.
Dia melirik melalui bahunya. Tembakan itu pasti datang dari
belakang, di lorong. Trace menyingkirkan jaketnya dan menarik
keluar senjata miliknya. "K-kapan kau mulai membawanya?" tanya Skye padanya. Matanya
membesar - dan takut. "Aku selalu membawanya. Aku biasanya meyakinkan dirimu tak
melihatnya." Karena dia tidak ingin menakutinya. Tapi saat ini
bukan tentang menenangkan Skye. Ini tentang mencari tahu apa
yang terjadi dilorong itu.
Dia membuka bagian belakang pintu, tapi dia harus tetap rendah.
Tetap terlindungi dan - "Dia terluka!" Skye menangis.
Trace pernah melihat wanita itu, juga. Seorang polisi berseragam
tergeletak ditanah. Skye mencoba mendekati wanita itu, tapi Trace menahannya.
"Tunggu..." Karena siapapun yang mencelakai polisi masih berada
didekat sini. Menunggu untuk menyerang lagi.
Dia melihat ke kiri. Ke kanan.
Erangan lemah terdengar berasal dari wanita itu, dan, suara itu, Skye
melepaskan diri darinya. Dia menghantam lututnya disamping polisi
itu dan meraih pisau dari dada wanita itu.
"Jangan!" perintah Trace ketika dia mendekat. Tangan kirinya
mengambang, mengunci disekitarnya. "Biarkan pisaunya."
"Apa?" Skye menuntut, ekspresinya terkejut. "Kita harus
menolongnya! Dia sekarat!"
"Dan dia akan mati lebih cepat jika kau menarik pisaunya." Dia
pernah melihat penyerangan ini sebelumnya.
"Dia Carol," Skye berbisik. "Carol Jones. Dia yang mengantarku
semalam." Dan dia diam-diam mengawasi Skye.
Dia melepaskan tangan Skye. "Telfon 9-1-1," katanya. "Beritahu dia
kalau seorang polisi diserang." Mereka akan segera datang ke lokasi
itu. Dia menyimpan senjata ditangan kanannya. Penyerang itu pasti
didekat sini. Dia ingin melepaskan diri dan mencari SOB, tapi Carol
tersedak darahnya sendiri.
Sial. Dia memiringkan kepala Carol. Mencoba membantunya bernafas.
Darah menutupi bibirnya. Matanya berkabut, kesakitan.
"DIa akan baik-baik saja," kata Trace padanya. Dia ingin katakatanya benar dan
bukan kebohongan, tapi pembunuh itu tahu benar
apa yang dia lakukan ketika dia menyerang. Pisau itu menusuk tepat
ke jantungnya dan...Trace condong kedepan.
Bajingan itu memutar pisaunya. Kerusakan parah dan kesakitan
parah. "Ambulans datang," Skye berbisik. "Bantuan datang, Carol.
Bertahanlah." Jari-jari Skye membungkus tangan Carol.
Nafas Carol terlihat sangat kasar dank eras.
Tatapan muramnya mengedip kearah Trace, lalu mengarah kearah
bahunya. "Kau melihatnya," kata Trace.
Nafas Carol tidak begitu keras.
Tatapannya menunjuk ke bahunya.
"Dia lari kearah sana?"
Bibirnya terbuka. Dia berusaha berbicara.
"Carol?" Skye menangis. "Carol?"
Mata Carol masih terbuka. Masih melihat kearah bahu Trace.
Tapi petugas itu telah mati.
Di kejauhan, sebuah sirine ambulans meraung.
Terlambat. Sial terlambat.
Dia menghentakkan kakinya. Memutar kearah lorong panjang yang
Carol perlihatkan disaatnya yang terakhir.
Kau tidak perlu sampai sejauh ini, SOB (Son of a B*tch).
"Ambil ini," kata Trace pada Skye. Dia menyelipkan senjatanya
ketangannya. "Tetap bersama dengan polisi. Bantuan tidak jauh
lagi." Tapi dia tidak akan membuang waktu lagi.
"Tidak! Kau membutuhkan senjata!"
Dia merenggut keluar senjata cadangannya dari sarung pistol
tumitnya. "Aku dapat mengatasinya." Lalu Trace berlari menyusuri
lorong meskipun Skye meneriakkan namanya.
Carol menembakkan senjatanya. Apakah dia mengenaimu"
Benarkah" Dia melirik kebawah dan melihat titik darah jatuh.
Dia mengenainya. Dan aku akan mengikuti jejak darahmu sampai
aku menemukanmu. "Trace!" Skye berteriak.
Dia tetap berlari. Dia harus menghentikannya, sebelum Skyenya
yang ia temukan mati bersimbah darah dilorong.
*** Skye menatap kearah Carol. Mata polisi itu tertutup sekarang. Skye
menutupnya. Wajah Carol seputih pucat. Bibirnya bernoda merah
dengan darah. Bau darah memenuhi hidung Skye.
Carol Jones tidak pantas mendapatkan ini. Mati di lorong, dikelilingi
sampah. Mati ditempat seseorang. Tempatku.
Skye masih memegang erat tangan Carol. Tapi tatapannya mengarah
ke lorong. Trace sudah menghilang. Dia mengejar penyerang itu.
Dia tidak ingin Trace mati ditempatnya.
Bukan Trace. Bukan Reese. Bukan Carol. "Kejar aku!" Skye berteriak. "Berhenti menyakiti oranglain!
Seharusnya aku! Jangan sakiti orang lain!"
Air mata menetes dari matanya.
Sirine ambulans terdengar lebih kencang.
"Seharusnya aku!" Dia berteriak lagi. "Jangan sakiti yang lainnya!"
Pintu terlempar keras. Langkah kaki bergegas kearahnya. Dia
mendongak dan melihat Alex bergegas mendekatinya.
Dibelakangnya, dia dapat melihat para EMT. Lebih banyak polisi.
Alex memucat ketika melihat Carol.
"Aku minta maaf," Skye berbisik.
Para EMT mendorongnya menjauh.
Mereka mencoba menyelamatkan Carol.
Kau tidak bisa mencegah kematian.
Kematian Carol karenanya.
Skye melirik kembali ke lorong. Tidak ada tanda dari Trace. Apa
yang ia lakukan apabila penguntitnya berbalik merubah perhatiannya
ke Trace" "Skye." Dia mendelik dan menyadari bahwa Alex berdiri tepat didepannya.
Otot menegang dirahangnya ketika ia berkata, "Aku ingin kau ikut
denganku. Ikut denganku, sekarang."
"Trace mengejar si penyerang. K-kami tidak melihat siapapun, tapi
Trace menyusuri lorong - "
"Aku akan menyuruh orang mencarinya." Matanya...terbakar emosi.
Kesakitan. Kedukaan. Kemarahan. "Tapi tidak aman bagimu berada
diluar sini. Ayo." Dia mengambil senjata itu dari tangannya.
Menggiringnya ke mobil patrol.
"A-aku minta maaf soal Carol." Airmata hampir membuatnya
tersedak. Alex mengangguk. Kesakitan dimatanya makin mendalam. "Begitu
juga aku. Dia baru dua puluh dua tahun. Dua puluh dua, sial."
Para EMT (Emergency Medical Technician) tidak berusaha
menyelamatkan Carol lagi.
Dia melihat cara polisi lainnya beraksi. Melihat cara mereka
menandai area. Ini bukan seperti menyelamatkan hidup seseorang
bagi mereka. Ini tempat kejadian kriminal sekarang.
*** Jejak darah berhenti di pintu masuk sebuah pabrik tua.
Trace menendang membuka pintu dan bergegas kedalam. Senjatanya
siap. Siap. Debu dan jarring laba-laba meliputi interior pabrik.
Trace mencari dan mencari tapi tidak menemukan apa-apa. Karena
bajingan itu menggiringnya ke sana.
Dia ditipu. Trace mengikutinya. Dan dia meninggalkan Skye
sendirian. Dia berputar dan mulai berlari kembali ke Skye.
Trace baru bergerak lima kaki ketika sebuah peluru mengenainya.
*** *SOB, (Son of a Bitch) = bajingan
**EMT (Emergency Medical Technician) = Petugas Medis
Bab 9 Ada suara tembakan lain. Saat Skye mendengar suara yang menggelegar, jantungnya berhenti.
Alex berlari menuju tempat ledakan, dan ia juga lari dengan cepat
mengejarnya. Bergegas lebih cepat, lebih cepat dan Trace berada di atas tanah. Darah semuanya di sekitar tubuhnya.
Sama seperti Carol. Sama. Seperti. Carol. "Tidak!" Teriak Skye.
Alex membungkuk di samping Trace. Mundur - polisi-polisi lebih
banyak lagi - berlari ke arah mereka.
Skye memukul tanah disamping Trace. Yang begitu banyak darah.
"Aku...akan baik-baik saja." Trace berusaha.
Jantungnya mulai berdetak lagi.
"Si brengsek itu menembak dari arah selatan. Menungguku membuat
sebuah target...diriku sendiri." Nafasnya kembang kempis. "Peluru
masih di dalam dadaku. Aku akan...baik-baik saja."
Dia lebih baik tak membohonginya.
Di dalam dadanya. "Dia...tak sebaik," Trace berusaha, "Dengan sebuah pistol...seperti
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia...dengan sebilah pisau."
Ketakutan mengoyak bagian dalam tubuh Skye. Dia meraih tangan
Trace dan menggengamnya dengan erat.
Tatapan Trace - tak bersinar, yang di temukan skye disana - dan
keremangan itu yang membuatnya ketakutan. "Bawa dia keluar..."
sergahnya pada Alex. "Ia bisa...masih di sini..."
Dia tak mau meninggalkannya. Alex berusaha menarik Skye
menjauh, tapi ia malah semakin erat pegangannya pada Trace. "Aku
tidak akan meninggalkanmu."
Polisi menyebar, mulai mencari di setiap area.
Para EMT datang dan memuat Trace ke brankar. Ketika mereka
memasukkan dia ke bagian belakang ambulan, Skye melompat tepat
bersamanya. Di sana begitu banyak darah.
"Menumpang bersamamu...juga." Bisik Trace.
"Setelah...kecelakaan..." Jari-jarinya meremas tangannya. "Tidak
ingin...membiarkanmu pergi."
"Aku tak membiarkanmu pergi."
EMT menusukkan jarum ke lengannya.
Ambulan itu berdesakan, dengan kuat di sepanjang jalan lama.
Jeritan sirene menggema di sekitarnya.
EMT memotong kemeja Trace, dan dia bisa melihat dengan baik
lukanya. Skye berhenti bernafas. "Kau telah berbohong padaku," bisiknya
pada Trace. "Tidak..." Bagaimana bisa dia masih berbicara" Masih sadarkah"
"Tidak akan pernah meninggalkan...mu. Ini tidak akan berhenti..."
EMT menyambungkan selang tipis padanya. Sesuatu mulai
berbunyi. "Tekanan darah menurun!" Bentak EMT. Lalu ia mendorong Skye
mundur. Jari-jari Trace lepas dari genggamannya.
Kau telah membohongiku. Karena dia sudah melihat lukanya. Dan dia tahu hal itu tidak akan
baik-baik saja bagi Trace.
*** Pintu ruang gawat darurat terbuka lebar. Para EMT itu berlari
dengan membawa brankar (tempat tidur roda), sambil meneriakkan
perintah. Skyepun berlari bersaing dengan mereka. Para dokter dan
perawatnya melompat untuk segera bertindak, mengerumuni brankar
itu. Tolong, kumohon selamatkan dia.
Trace hilang ke dalam UGD. Dan pintunya berayun menutup di
belakangnya. Dia berdiri, sendirian di lorong sempit itu. Menatap kepergiannya.
Begitu tersesat. Aku tak bisa kehilangan dirinya lagi. Dia dan Trace baru saja
menemukan jalannya kembali untuk satu sama lain. Tak seharusnya
ini terjadi. "Nona?" Dia berbalik dan melihat seorang perawat - berambut cokelat
dengan bermata hazel (cokelat). Menatap dengan penuh simpati
padanya. "Nona, kami membutuhkan Anda untuk mengisi beberapa
dokumen untuk pasien."
Skye menjilat bibirnya yang kering kerontang. "Dia akan baik-baik
saja." Wajah perawat itu menegang. "Disana ada ruang tunggu di ujung
lorong. Berada di pintu kedua sebelah kiri. Anda dapat mengambil
berkas-berkasnya disana."
"Dia akan baik-baik saja." Katanya lagi, suaranya semakin keras.
Perawat itu menyerahkan clipboard padanya. "Anda mungkin akan
memberitahu anggota keluarga lainnya..."
Trace tidak memiliki anggota keluarga lain. "Dia hanya memiliki
aku," kata Skye. Jari-jarinya gemetar saat ia mengambil clipboard.
Dia berjalan menuju ruang tunggu dalam keadaan linglung.
Manusia-manusia melewatinya terlihat kabur. Jas lab putih, dan juga
semak belukar hijaunya rumah sakit.
Seseorang menabraknya, tepat disaat ia berbalik menuju ruang
tunggu. "Maaf," sebuah suara yang serak.
Seraknya itu... Dia mendongak, mengerutkan kening, lalu seperti sesuatu yang
tajam menusuk ke lehernya.
Sebuah jarum. Ia menusukkan sebuah jarum ke leherku.
Orang itu mengenakan sebuah masker wajah berwarna hijau semacam yang di kenakan para dokter dan perawat selama operasi tapi ia bisa melihat matanya - melihat mereka begitu sempurna.
Matanya adalah hal terakhir yang ia lihat sebelum semuanya menjadi
gelap. Skye jatuh ke depan dan merasakan dua lengan kuatnya
mengangkatnya. *** "Skye," mengatakan namanya dengan kesulitan. Begitu jauh lebih
sulit daripada seharusnya.
Trace berusaha menggerakkan kedua lengannya, tapi menemukan
mereka telah terikat. Tenggorokannya terasa sakit, terbakar, dan
yakin sekali itu seperti seseorang yang telah di dorong sebuah
tusukan melaui dadanya. Sebuah tusukan...atau sebuah peluru.
"Tenangkan dirimu, Trace." Sebuah suara yang familiar
menasehatinya. "Kau baru saja keluar dari ruang operasi. Mereka
mengambil selang dari tenggorokanmu tiga menit yang lalu. Hanya
lakukanlah dengan pelan-pelan saja, ok?"
Sebuah selang" Itu akan semakin jelas membakar di
tenggorokannya. Trace memaksa matanya terbuka. Sekali lagi, usaha kecil yang
begitu sialan sulit. Tapi dia sudah berhasil membukanya, dan ia
mengunci tatapannya pada detektif Griffin. "Skye." Dia menyebut
namanya lagi, karena ia adalah satu-satunya hal yang penting.
Tapi pada namanya, Alex melengos.
Di mana dia" Dia bersamanya di gang itu. Dia ingat dirinya
memeganginya. Dia berada di dalam ambulan itu, juga. Dia benci
melihat ekspresi ketakutan di matanya.
"Kami sedang mencarinya," kata Alex. Suaranya pecah. Tidak
terdengar bagus. "Aku telah mengerahkan APB keluar sekarang setiap polisi di kota ini sedang mencarinya."
Sedang mencarinya... Mesin-mesin di sekelilingnya mulai berbunyi dengan panik. Alex
bergegas menuju ke sisi tempat tidur. "Tenangkan dirimu. Oh Tuhan,
bro, tenanglah." Dia tak bisa serius. Trace berusaha bangun di ranjang.
"Kau berdarah lagi! Stop!" Alex menekan tombol panggilan untuk
perawat, lalu dia mengunci kedua tangannya di kedua bahu Trace.
Detektif itu mendorongnya kembali ke kasur. "Mereka baru saja
mengeluarkan sebuah peluru darimu. Kau tak bisa berlari dengan
kencang dari sini sekarang!"
Ya, tentu saja dia bisa. Trace akan menemukan Skye.
Garis-garis di wajah Alex semakin menonjol. "Kami akan
menemukannya." Bagaimana bisa mereka kehilangannya. Bagaimana"
Alex menghembuskan nafas dengan kasar. "Dia berada di rumah
sakit. Aku-aku melihat video keamanan beberapa saat yang lalu.
Seorang laki-laki berseragam dokter menghampirinya. Dia
menyuntiknya dengan sesuatu yang merobohkannya. Kemudian si
bajingan sombong itu mendudukkannya di kursi roda dan
mendorongnya ke kanan keluar dari pintu."
Tidak. Tak seorangpun bahkan bisa menghentikannya. Tidak adakah yang
mengajukan pertanyaan tunggal sekalipun. Dia membawanya keluar
lewat pintu darurat. Padahal ada dua penjaga disana, dan dia
membawanya begitu saja. Mesin-mesin itu melengking sekarang. Dua perawat berlari masuk
ke raungan. Perawat laki-laki mendesak, "Apa yang kau lakukan
pada pasien?" Perawat yang lainnya--perempuan, berambut merah - bergegas
menuju tempat tidur. Ketika dia lebih cukup dekat, Trace menggapai
pergelangan tangannya. "Bawa aku...keluar..."
"Tidak, tidak, sir." Mata cokelatnya menjadi seukuran piring. "Anda
tidak boleh pergi!" Perawat laki-laki mengeluarkan sebuah jarum dan menambahkan
sesuatu pada kantong lV Trace. "Ini akan membantu menenangkan
Anda." Tidak. Dia tidak membutuhkan ketenangan. Aku menginginkan Skye.
"Tenangkan dirimu," si rambut merah memberitahunya. "Anda harus
istirahat dan sembuh."
Beristirahat adalah hal terakhir yang ia ingin lakukan. Ia harus keluar
dari sana dan menemukan Skye. "Dok...ter..."
"Dokter akan menemuimu dengan segera," si rambut merah
meyakinkannya saat jari-jari Trace terlepas dengan sendirinya dari
pergelangan tangannya. Dia bisa merasakan sentuhan dingin dari
obat-obat tidur melalui pembuluh darahnya. "Tidurlah..." Perawat itu
memberitahunya. Aku tak bisa tidur. Skye membutuhkanku.
"Kami akan menemukannya," Alex memberitahunya, tapi suara
polisi ini terdengar jauh sekarang. "Setiap polisi di kota ini memiliki
fotonya. "Dia tidak akan hilang..."
*** Tapi dia hilang. Skye telah hilang.
Dua hari sudah berlalu, dan polisi-polisi itu tidak menemukannya.
"Dia sangat pintar." Kata Reese saat ia memandu Trace masuk
kedalam mobil. Mereka berada di luar pintu rumah sakit. Akhirnya.
Dokter-dokter itu tidak menginginkannya meninggalkan rumah
sakit. Persetan apa yang mereka inginkan.
Dia sudah berusaha untuk pergi pada hari sebelumnya, dia telah
merobek lukanya. Darah muncrat dan para perawat itu membiusnya.
Lagi. "Pria ini selalu memalingkan wajahnya dari kamera-kamera," Reese
memberitahunya. "Dan ia memiliki sebuah topi bedah dan masker di
sepanjang waktu." Trace meluncur masuk ke dalam mobil, jahitan segar di dadanya
tertarik, tapi ia mengabaikan rasa sakit itu.
Dia hanya bisa fokus ada satu hal saja - Skye. Reese meluncur
masuk ke kursi depan. Lalu mobil bergeser ke lalu lintas.
"Polisi-polisi itu berpikir bahwa ia telah tewas." Trace mendengar
bisikan-bisik itu saat Alex membawa hasil update miliknya. Segera
setelah mereka memutuskan empat puluh jam tanda penculikan pada
Skye. Para polisi itu berhenti mencari seorang yang masih hidup.
"Itu...itu waktu yang lama, Trace." Reese berkata lembut. "Banyak
sekali yang bisa terjadi selama berjam-jam..."
Tangan-tangan Trace mengepal. Dia tidak ingin membayangkan
apapun yang telah terjadi pada Skye. "Dia baik-baik saja." Dia harus
berpikir seperti itu. Harus berpikir dia masih hidup. Karena jika ia
membiarkan ketakutan menyergapnya...Aku akan kehilangan
pikiranku. "Aku akan menemukannya." Dia sudah menugaskan
kembali setiap agen yang ia miliki.
Menemukan Skye adalah prioritas mereka. Dia telah menarik
benang-benang itu dan mulai mencarinya bahkan ketika dokterdokter itu menjahitnya kembali.
Reese mengarahkan dengan cepat di jalannya saat kendaraan itu
berhenti di lampu merah. "Kita harus mengawasi koreografer dan
dokter di NY. Kedua pria ini harus bekerja, bisnis seperti biasa bagi
mereka." Itu bukan bisnis biasa. "Jika salah satu dari mereka memilikinya...pria ini pasti terus
bersamanya." Jika dia masih hidup. Trace mendengar kata-kata Reese yang tak
terucap. "Bisa saja itu bukan mereka. Penguntitnya bisa siapa saja." Reese
terus berbicara saat ia mengemudi di sepanjang Chicago street.
"Beberapa orang yang aneh yang melihatnya menari dan terpaku
padanya." Tatapan Trace berpindah pada jendela. "Aku ingin pesawatnya siap
berangkat dalam dua jam berikutnya."
Mobil mengerem di lampu merah lainnya. "Bos, Anda tahu bahwa
Anda tidak bebas untuk bepergian. Para dokter itu tidak mengizinkan
Anda keluar - " "Kita akan pergi ke New York." Karena itu di mana dimulainya
mimpi buruk Skye. "Apakah pesawatnya sudah siap?"
Pembunuh itu bertujuan untuk membunuh Trace dengan peluru itu.
Pelurunya tidak mengenai sasaran, nyaris.
Tapi jika si brengsek itu yang telah membawa Skye...
Berarti kau telah merobek hatiku.
Ia ingin hatinya kembali.
Dia harus mengembalikannya.
*** Borgol melingkari pergelangan tangan Skye. Dia lupa waktu lagi.
Dia mencoba menghitung menit-menit sebelumnya, sedikit trik
untuk mencoba dan tetap waras, tapi itu tidak membantunya sama
sekali. Disana tidak ada penerangan. Yang ada hanya gelap gulita. Dingin.
Begitu dingin terasa di dalam penjaranya di sana.
Pergelangan tangannya sudah berhenti berdarah. Dia berpikir
mungkin darah itu bisa membantunya lepas dari belenggu borgol itu.
Itu tidak berhasil. Bibirnya dalam keadaan retak. Pecah. Perutnya terasa sakit, tapi
setidaknya itu telah berhenti melolong.
Dia belum makan, meskipun setetes air untuk minum.
Dia telah di tangkap. Lalu...pingsan.
Lupa berada di tengah-tengah kegelapan, ia mencoba berteriak
sebelumnya. Menjerit. Dia sudah berteriak sampai suaranya serak.
Tangannya mengitari sesuatu yang tebal, sejenis tiang logam. Dia
menendangnya dan terus menendang. Menyentaknya dan
menariknya. Tidak ada reaksi. Dia telah meninggalkanku sendirian di sini. Sampai aku kelaparan.
Itu bisa mati secara pelan-pelan.
Mati dalam kegelapan. Dia berusaha melihat lewat gelap. Untuk melihat yang
melampauinya. Skye tidak ingin ini menjadi memori terakhirnya.
Dia ingin mengingat Trace.
Trace. Dia telah menemukannya, akhirnya. Dia tidak meragukan itu. Jika
dia selamat dari tembakan itu. Dia harus bertahan hidup. Dia harus.
Trace akan sembuh. Dia keluar dari rumah sakit. Lalu dia akan
mencarinya. Dia benci untuk berpikir bagaimana ia akan
menemukan. *** "Janie, pastikan Mrs. Summer mendapatkan obatnya sebelum - "
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dr. Mitch Loxley , memutuskan percakapan, tersedak.
Karena Trace baru saja membungkus tangannya mencekik lehernya.
"Stop!" Perawat itu - Janie - melompat berdiri. "Lepaskan dia!" Dia
menyambar telepon. "Keamanan - "
"Keamanan bisa menunggu sebentar, sayang." Kata Reese sambil
mengambil telepon darinya. "Kami harus mengobrol sedikit dengan
dokter ini." Mata Mitch melotot. "Lepas...kan...aku."
Trace merenggangkan cengkeramannya. "Ingin ngobrol di sini atau
di kantormu?" Sidik jarinya yang cerah ada di tenggorokan dokter
itu. "K-kantor." "Pilihan yang bagus." Dia melepaskan dokter.
Mitch berputar darinya. Berjalan menyusuri lorong. "Dokter
Loxley?" Janie berseru dengan ragu. "Aku berurusan dengan ini."
Bentak Mitch balik. Tidak dengan bajingan ini.
Mitch membanting pintunya terbuka. Mondar-mandir didalam dan
menggosok lehernya. Trace berbaris di belakangnya. Reese mengikuti. Ia menutup
pintunya, lalu menempatkan massal yang cukup banyak di luar
pintu. "Apa-apaan ini?" Desak Mitch saat ia berputar untuk menghadapi
Trace. "Apanya yang aneh! Beraninya kau datang kemari dan
menyerangku - " "Fotonya hilang," kata Trace.
Mulut Mitch langsung menutup.
"Semua foto-foto di mejamu hilang." Sebenarnya, itu menunjukkan
padanya seperti dokter sedang mengemasi kantornya. "Apakah
sedang merencanakan sebuah perjalanan?"
"Aku telah mentransferkannya." Desis Mitch. "Aku telah
menerapkannya bulan lalu setelah - "
"Setelah Skye membuangmu."
Mitch memerah. "Aku mendengar tentang hilangnya dirinya. Mmaafkan aku. Aku
berharap polisi-polisi itu bisa segera
menemukannya." Trace ingin mendaratkan tinjunya ke wajah si dokter. Lagi dan lagi
sampai ia mendengar tulangnya hancur. "Melihat bagaimana orang
yang menculik Skye, dan bukan bagian dari imajinasinya, aku pikir
teorimu itu sedikit gila, dok." Kemarahan mendidih dalam kata-kata
Trace. "Kesalahanku." Tiap kata tampaknya pecah dari mulut Mitch. "Aku
pikir...aku-aku yang salah."
"Kau." Dia mendekati dokter. Dia tak menyukai Mitch Loxley. Tak
mempercayainya. Sebenarnya, Trace ingin mencabik pria ini
terpisah. "Aku hampir membunuh orang demi Skye, sekali."
Mitch menelan ludah. Matanya melebar. "Kau melakukan apa?"
"Aku bahkan tak sadar seberapa dekatnya aku menawarkan pria itu
mati." Kata Trace saat ingatannya muncul di kepalanya. "Dia
berusaha memperkosanya. Aku melihat...dan aku bereaksi. Aku
memukulnya lagi dan lagi, sampai Skye menjauhkanku darinya."
Keringat manik-manik ada di dahi Mitch. "Itulah apa yang aku
lakukan padanya," Gumam Trace saat ia menatap langsung ke mata
Mitch. "Jadi apa yang kau pikirkan yang akan aku lakukan suatu
waktu aku mendapatkan tanganku pada orang yang menculiknya?"
Mitch membela diri. "Aku tidak menculik Skye! Aku sudah di sini
setelah - " "Sebenarnya, kau kembali bekerja pada hari setelah Ms. Sullivan di
culik," kata Reese saat ia berdiri tegap di dekat pintu. "Kami sudah
mengeceknya. Kami memiliki begitu banyak sumber untuk
melakukan hal-hal seperti itu."
Tatapan Mitch berpindah ke arah Reese.
"Dia meninggalkanmu, dan kau tak bisa mengatasinya..." Trace
berjuang untuk menjaga tingkat suaranya. Dia ingin menghantam
Mitch, tapi itu bukanlah rencananya. Dia harus berjalan di garis yang
sangat halus di sini. Sangat halus.
Dokter itu menggelengkan kepalanya. "Itu bukan aku! Aku ingin
menolongnya - " "Kau ingin memilikinya. Kau menginginkan dirinya menjadi
milikmu, tapi dia tidak bisa...Skye tak mencintaimu, dan tak peduli
dengan apa yang kau lakukan, kau tak bisa membuatnya
mencintaimu." Sebuah tinju menggedor pintu. "Dokter Loxley?"
"Sepertinya Janie memanggil keamanan, akhirnya." Kata Reese
datar. "Beberapa orang tidak tahu bagaimana mengikuti perintah."
"Aku tidak ingin memiliki dia." Mitch memasukkan tangannya
kedalam saku jas lab. "Penari itu - Wolfe. Dia adalah orang yang
selalu mengontrolnya. Memberitahunya kapan harus latihan. Kapan
pulang dan tidur. Apa yang harus dimakan. Dia ingin mengontrol
semua tentang hidupnya."
Trace menahan semua emosi dari wajahnya. "Aku akan membunuh
orang yang menculiknya."
Mitch tegang. Kelopak matanya mengerjap.
Seperti gerakan kecil. "Aku akan membunuhnya," kata Trace dengan sengaja, "karena
Skye bukanlah miliknya untuk diambil."
Para penjaga membeludak didalam ruangan.
"Dia tidak akan pernah menjadi miliknya," Trace memberitahu si
dokter. "Tidak akan pernah."
*** Para penjaga mendorong Trace dan Reese keluar dari rumah sakit.
"Well, itu tidak begitu lancar," gumam Reese saat menatap sekeliling
parkir rumah sakit. "Tapi setidaknya tak satupun paparazzi di sini
yang melihatmu mendapatkan pantatmu di lemparkan ke jalan."
"Pertemuan berjalan persis seperti yang aku harapkan."
Skye bukan dirinya yang menculik.
Ketika Trace mengucapkan kata-katanya, tangan Mitch mengepal.
Matanya tegang dan marah. Dan orang ini telah merapatkan bibirnya
untuk menghentikan diri dari membalas Trace.
"Pria itu sangat marah, tapi itu mungkin karena kau pada dasarnya
menuduhnya sebagai penculik dan pembunuh. Dan karena kau tahu,
kau mengancam akan membunuhnya." Reese berbalik menuju
mobil. "Baiklah, bos, kita perlu untuk mundur."
Mereka tidak akan mendukung setiap tempat. "Aku memancingnya
sehingga rekan-rekannya akan membuat kesalahan."
Reese menoleh lewat bahunya, "Mungkin itu koreografernya, Wolfe,
mungkin dia..." "Aku punya dua agen pada Robert Wolfe. Mereka mengawasinya
dua puluh empat jam - tujuh hari." Dalam kasus ini. "Dan sekarang,
kau dan aku akan mengambil alih mengawasi Loxley." Karena isi
perutnya memberitahunya untuk selalu dekat dengan dokter.
Dia sudah mengambil foto-fotonya pergi. Mengemasi kantor.
Orang dalam video itu - video kasar yang telah di tonton Trace lagi
dan lagi - dia ahli dalam menyuntikkan Skye dengan jarum itu.
Tidak di ragukan. Orang yang membunuh Carol tahu di mana menancapkan pisaunya.
Tahu bagaimana memutar pisau itu untuk menyebabkan cidera yang
maksimal. Seorang dokter pasti tahu.
Trace menuju ke arah gedung.
Tunggu dulu. Ketika Loxley bergegas keluar dari rumah sakit sepuluh menit
kemudian, ia masih menunggu.
Dokter itu melompat masuk ke mobilnya.
Melesat pergi. "Sekarang giliranku untuk mengintai," bisik Trace
*** Langkah-langkah kaki. Mereka mengetuk pada lantai, datang dengan pelan, kecepatan yang
tetap kearahnya. Skye berada diatas lantai. Dia tidak memiliki
kekuatan untuk berdiri lagi.
Pergelangan tanganku berdarah lagi.
Langkah-langkah kaki itu terus mendekat.
Skye tidak bergerak. Dia berpikir bahwa dia mungkin hanya bisa
membayangkan suara itu. Selama berhari-hari, dia hanya mendengar
- Detak jantungnya. Jeritan-jeritannya. "Siapa..." Skye mencoba untuk bertanya, siapa di sana...Tapi dia
tidak bisa mengeluarkan kata-katanya. Tenggorokannya menutup.
Dia bahkan tak bisa menangis lagi.
"Akan baik-baik saja," suaranya memberitahunya, berbisik dalam
kegelapan. "Aku telah memilikimu."
Lalu ia merasakan sesuatu di bibirnya. Sesuatu yang basah dan
dingin dan begitu indah. Dia tersedak pada awalnya saat air itu di
tuangkan diatas bibirnya.
"Gampang. Aku akan menjagamu..."
Dia meneguk airnya. Minum dan minum.
Perutnya menyempit. Tenggorokannya mengejang.
Air tumpah dari bibirnya. Melewati bajunya.
"Buka matamu, Skye."
Apakah mereka tertutup" Dia berkedip dan cahaya memukulnya.
Terlalu terang dan keras. Dia tidak bisa melihat apapun dengan jelas.
Dia di depannya. Besar, bentuknya seperti raksasa. Terlihat kabur.
"Aku akan membersihkanmu." Ia berjanji padanya.
Karena dia kotor dan berdarah.
Tapi aku tidak mati. "Aku akan menjadi salah satu orang yang kau butuhkan. Satusatunya. Aku akan
menjadi orang yang menjagamu dari sekarang.
Kau tak perlu khawatir tentang orang lain. Tidak ada direktur yang
memberitahumu bahwa kau makan terlalu banyak, yang kau
butuhkan bekerja lebih, untuk berlatih lebih..."
Robert" "Aku tahu kau membenci kehidupan itu."
Dia masih tidak bisa melihatnya dengan jelas. Matanya tak akan
fokus pada cahaya dengan tiba-tiba.
Suaranya serak dan rendah, seolah-olah ia berbicara dengan seorang
kekasih. Apakah itu apa yang aku berikan padanya"
"Aku akan datang dan melihatmu menari. Bukan hanya di
pertunjukanmu, tapi selama latihan. Aku tahu kau
membutuhkanku..." Air sudah lenyap.
Dia memiringkan kepalanya kebelakang. Menatapnya.
"Sleeping Beauty....akhirnya bangun untuk melihatku."
Skye menggelengkan kepalanya. "Bukan...Sleeping Beauty..."
sosoknya yang tajam, fokus di depannya.
"Kau beauty ku. Dan aku akan menjadi orang yang
membangunkanmu. Orang yang memberimu kehidupan." Dia
membuang airnya. Wadahnya tumpah dan airnya menggenang di
atas lantai. "Atau kematian."
Dia bisa melihatnya sekarang. Skye menatap wajahnya. Menatap
langsung ke mata seorang pria yang gila.
Segila ia menuduhnya. "Tidak akan ada yang kembali sekarang," kata Mitch Loxley
padanya, "Aku telah memilikimu."
*** Jendela-jendela yang dikenali menjulang tinggi. Sebuah tanda
raksasa KEEP OUT menutupi pintu depan.
"Ya, ya, ya, menemukannya." Kata Reese pada telepon.
Trace menengok padanya. Pistol yang berat di tekan ke sisi Trace.
"Yang di kenali adalah nama sepupunya. Itulah sebabnya hal itu
tidak muncul ketika kita melakukan pencarian properti untuk Dr.
Loxley." Karena Trace sudah mengerahkan timnya untuk mencari apapun dan
semua properti yang terkait dengan Mitch Loxley.
Tapi agennya muncul tanpa apapun.
Tidak lagi. Trace tahu kalau ia cukup dekat, kalau dia mencelakakan pria itu,
kalau ia mendorongnya cukup jauh, Loxley akan hancur.
Tapi ia mungkin mencoba mengambil Skye bersamanya ketika dia
hancur. "Para polisi sedang dalam perjalanan," lanjut Reese, dengan suara
kasar. "Kita harus menunggu - "
Trace menarik senjatanya dari sarungnya. Guntur bergemuruh di atas
kepalanya. "Tidak. Kita tidak bisa menunggu." Karena dia tahu Skye
berada di tempat itu. Ketakutan. Apakah terluka" Dia harus
mengeluarkannya dari sana.
Aku datang, sayang. Aku datang.
*** *APB (All Points Bulletin) adalah siaran yang dikeluarkan dari satu lembaga
penegak hukum Amerika yang lain.
Bab 10 - Tamat Jari-jari Mitch meluncur di pipinya. "Aku begitu sangat marah
padamu, ketika kau kembali padanya..."
Dia bergidik ngeri. Rasa mual naik di perutnya. "Jangan..."
"Kau memanggilku dengan namanya, saat aku menyentuhmu kau
menyebutnya." Kedua tangannya meluncur di bawah dagunya, dan
ia mendorong kepalanya kebelakang. Dia membentur tiang.
Dampaknya membuatnya mengerang kesakitan.
"Kau adalah Beauty-ku. Dan kau pergi padanya. Setelah semua yang
telah aku lakukan...Aku adalah satu-satunya orang yang akan
menyembuhkan kakimu. Aku adalah orang yang berada di sisimu
ketika kau berjalan. Aku adalah orang yang--"
"Siapa...yang membuatku...kecelakaan itu?"
Remnya...Alex mengatakan...Rasa mualnya semakin dalam. Skye
ketakutan dan pingsan. Mitch tersenyum padanya. Menakutinya. "Itu adalah satu-satunya
jalan untuk mendapatkan perhatianmu. Aku tak bisa melihatmu
setelah pertunjukan. Aku sudah mencobanya lagi dan lagi. Si cantik
membutuhkan pahlawannya untuk membangunkannya. Aku ada
disana, dan kau tak bisa melihatku. Aku harus menemukan cara
untuk membuatmu melihatku."
Dia seorang dokter yang aneh. Tak seharusnya dia "Aku seharusnya menemukanmu malam itu, bukan dirinya. Dia
selalu ada disana, selalu ada ada diantara kita." Jari-jari Mitch
menekan rahangnya. "Tapi sekarang tidak akan lagi. Weston sudah
mati." Suatu perkataan yang mematikan dalam diri Skye. Dia sebenarnya
bisa merasakan perubahan yang menguasai dirinya.
Jantungnya berhenti memacu.
Rasa mualnya telah memudar.
Ketakutannya lenyap. Kalau Trace meninggal, apa yang terjadi selanjutnya tidaklah
penting. "Kau...membunuh..." Bisik Skye.
"Aku menembaknya di jantung, karena ia mencoba untuk
membawamu jauh dariku. Itu tidak akan terjadi. Itu tidak akan
pernah terjadi. Kau milikku."
Mitch menjauh. Merogoh kedalam sakunya. "Aku akan mengambil
kunci borgol. Aku akan membersihkanmu, lalu kita akan pergi jauh
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari tempat ini. Memulai kembali..."
Dan setelah dia berkata ia adalah satu-satunya orang yang gila.
Tubuh Skye masih tetap diam saat ia tak memborgolnya. Dia sudah
begitu lama sejak hilangnya merasakan jari-jarinya.
Ia berdiri. "Ayo, Skye."
"Aku-aku tak sanggup berdiri."
Hening. Lalu ia mengulurkan tangan untuknya. Dia memeluknya
dan mengangkatnya. "Lihat" Aku bisa merawatmu." Nafasnya
meniup ringan pipinya saat ia menggeser tubuhnya ke kanan.
Matanya tertutup. Aroma tubuhnya memenuhi hidungnya.
*Desinfectant. Kematian. Skye menelan ludah. "Aku tak... mau kau...merawatku..."
Kaca hancur. Dia mendengar suara itu. Yang datang dari...atas mereka"
Mitch mencoba untuk melepaskan diri darinya.
Dia menahannya dengan erat. Dia membunuh Trace. "Aku ingin..."
Skye mengumpulkan kekuatannya, setiap kekuatan kecil
terakhirnya itu, dan dia mendorongkan tubuhnya dengan penuh
kekuatan terhadapnya. "Aku ingin kau...mati..."
Berat tubuhnya mengirimkannya jatuh terjengkang, dan kali ini,
kepalanya terbanting ke tiang besi. Suara retakan yang keras itu
indah dan begitu sempurna untuk pendengarannya.
Derap suara langkah-langkah kaki terdengar semakin dekat.
"Skye!" Suara Trace.
Dia sudah meninggal. Ia berlutut. Mitch masih hidup. Ia tak bisa memilikinya.
"Skye!" Dia masih mendengar suara Trace. Dia akhirnya gila. Suara-suara itu
datang lebih dulu. Itulah caranya kegilaan menjadikan ibunya.
Suara-suara itu. Dia suka mendengar suara Trace. Mungkin menjadi
gila tidak akan begitu buruk.
"Oh Tuhan, Skye!"
Kedua tangan meraihnya, menariknya menjauh dari Mitch dan-Sekarang aku mencium aromanya.
Aroma Trace yang kaya dan hangat. Begitu maskulin. Kedua
lengannya memeluknya, meremasnya dengan begitu erat dan rasa
ngeri yang menyiksa tubuhnya.
Apakah hanya sebuah halusinasi saja" Itu begitu nyata dan begitu
indah. "Mencintai...mu." Skye berusaha berbisik.
"Baby, baby, Aku benar-benar mencintaimu! Kau baik-baik saja, aku
telah memilikimu, aku telah memilikimu."
Dia menciumnya. Wajahnya. Bibirnya yang retak. Menahannya
dengan begitu erat. "Kau sudah meninggal," katanya, begitu sedih di dengar. Karena ia
ingin melihatnya lagi. Tracenya.
"Tidak, tidak, aku tidak mati! Skye, aku nyata dan aku di sini."
Dia hanya menatap kedalam matanya. Ketakutan terbakar dalam
tatapannya. "Aku di sini. Baby, baby di sini, juga. Berada di sini
bersamaku." Sebuah erangan yang datang dari belakangnya. Mitch. Dia belum
selesai membunuhnya. Gambaran Trace mengguncang dirinya. "Aku menemukanmu. Kau
akan pulang denganku. Kau akan menari, dan kita akan bercinta
tertawa dan bahagia. Apakah kau mengerti" Apakah kau--"
"Tidak," suara Mitch. Menggeram. "Kau tidak!"
Dia terlempar ke seberang ruangan. Mengoyak dari lengan
halusinasi yang indah dan melemparnya ke lantai.
Dia menggunakan semua kekuatannya. Tapi dia tak sanggup untuk
berdiri. Suara derap langkah bergemuruh lagi. Sekali lagi, yang datang dari
atas" Kemudian Skye menyadari...Basement. Dia berada di ruang
bawah tanah. Tangannya di ratakan di lantai yang keras. Menyengat melalui jarijarinya yang
mati rasa. "Kau sudah selesai." Trace mengangkat sebuah senjata.
Mengarahkannya tepat pada Mitch. "Kau tak akan pernah
menyakitinya lagi." Mitch tertawa. Tertawa. "Kaulah satu-satunya orang yang
menyakitinya. Aku menjaganya terus. Aku mencintainya--" Dia
menerjang kedepan. Ada sebuah pisau ditangannya. Pisaunya
bersinar seperti teriris tepat ke arah dada Trace.
Bukan halusinasi. Itu adalah Trace. Aku bisa tersenyum padanya.
Aku bisa menyentuhnya. Itu adalah Trace.
Dia meluruskan lututnya. Mencoba untu menyerbu kedepan.
Peluru meledak dari senjatanya Trace. Mengenai dada Mitch. Tapi
Mitch tak menghentikan serangannya. Ia mengayunkan bersamaan
dengan pisaunya. Trace menembaknya lagi. Pisau itu menancap di bahunya Trace.
Trace menembaknya. Lagi dan lagi.
Pisaunya jatuh dari jari-jari Mitch. Sebelum Mitch bisa jatuh, Trace
meraih baju depannya yang berdarah. "Aku memberitahumu apa
yang akan terjadi." A gurgle yang datang dari bibir Mitch.
Reese memburu masuk kedalam ruangan.
Trace mendorong Mitch menjauh darinya. Dokter itu terpelanting ke
lantai. Matanya tertutup. Dengan darah menyelimutinya.
Skye masih tetap berada pada kedua tangan dan lututnya. Dia ingin
bergerak kearah Trace. Tapi tubuhnya tak bisa mendengarnya. Dia
tak sanggup bergerak. "Trace!"
Ia mengangkatnya kedalam pelukannya. Mendekapnya begitu dekat
dengan jantungnya. "Aku di sini. Aku telah memilikimu."
Dia ingin menangis tapi tak bisa.
Ingin berteriak tapi suaranya hilang.
Dia hanya bisa menggeleng dan gemetar dalam pelukannya. Trace.
Trace. "Biarkan aku membawanya," kata Reese, mendekati pada mereka.
"Tusukanmu...kau tak seharusnya..."
"Aku telah memilikinya," itu adalah semua yang dikatakan Trace.
Ia membawanya menaiki tangga. Membawanya menyusuri interior
rumah lama. Kemudian mereka berada di luar. Hujan turun. Itu
menghujani kearahnya, dan rasanya begitu bersih. Baik.
Tak sebaik seperti pelukan Trace.
Dia berdiri disana. Di tengah-tengah hujan, hanya menahannya.
Mobil-mobil polisi bergegas ke tempat kejadian. Sebuah ambulan
mengerem berhenti memekik.
Trace mendekapnya. Hidup. Berharap kembali padanya.
Dan air matanya bercampur dengan air hujan.
*** Bunga-bunga memenuhi rumah sakit. Cerah, warna-warna yang
cerah. Kelopak-kelopak bunga cukup mengisi toko bunga.
Baunya memabukkan. Pemandangan yang sangat cantik.
Skye ingin sekali keluar dari sana.
Dia telah di pompa dengan lV terlalu lama. Dia menginginkan
kebebasan. Dia ingin-- Pintu rumah sakit terbuka. Trace berdiri disana. Garis-garis dekat
matanya sedikit lebih dalam. Wajahnya lebih suram daripada
sebelum ketika ia pertama kali masuk ke kantornya di Chicago.
Matanya berbeda, juga. Masih biru. Masih cerah. Tapi sekarang dia
bisa melihat ada cinta disana. Ia tidak menyembunyikannya darinya
lagi. "Siap untuk pergi?"
Dia lebih daripada siap. Ia mendorong sebuah kursi roda kedalam ruangan. "Keretamu."
Alisnya naik. "Mereka tak mengizinkannya pergi tanpa ini. Tapi jangan khawatir,
Reese sedang menunggu di luar tepat untuk kita." Ia mengangkatnya.
Membiarkan tangan-tangannya tinggal saat ia menekan sebuah
ciuman lembut pada bibirnya. "Tempat ini akan segera menjadi
kenangan." Ia menurunkannya pelan-pelan ke kursi.
Trace mulai mendorongnya menuju pintu.
Dia merangkul tangannya. "Apa yang akan terjadi selanjutnya?"
Ia membungkuk di dekatnya. Menempatkan mata mereka pada level
yang sama."Aku membawamu ke suite kita di hotel. Aku bercinta
denganmu sampai beberapa ketakutan sialan ini meninggalkanku."
Tatapannya mencari kedua bola matanya. "Lalu aku menghabiskan
lima puluh tahun kedepan membuatmu bahagia seperti yang aku
bisa." "Lima puluh tahun," dia berbisik. "Itu waktu yang sangat lama."
"Tidak cukup lama. Aku pikir itu hanya awal bagi kita." Ia
mendorongnya ke lorong. Dia tak bisa berhenti tegang. Aku akan
selalu benci rumah sakit.
"Aku akan bersamamu."
Ia tahu, tentu saja. Disana tidak ada lagi rahasia-rahasia lagi diantara
mereka. Mengapa harus begitu"
Sinar matahari diluar sangat cerah. Reese telah menunggu, seperti
janji. Berdiri di samping kendaraannya.
"Kau terlihat baik, Ms. Sullivan," katanya sambil memberinya
sebuah anggukan cepat. Mengingat bahwa terakhir kali ia melihatnya, Skye tahu ia tampak
seperti mati, jadi, yah, apapun harus menjadi perbaikan diatas itu.
"Terimakasih, Reese. Kau terlihat baik, juga."
Dia berkedip. Trace menurunkannya masuk ke mobil. Memasangkannya sabuk
pengaman. Mengambil tangannya kedalam genggamannya. Reese
melajukan mereka menjauh dari rumah sakit. Skye tidak melihat ke
belakang lagi. "Asal kau tahu saja...Kami menemukan bahwa alibi Mitch, tentu
saja, omong kosong. Ia telah mendapatkan orang yang magang untuk
melindunginya. Dan mengancam mereka menendangnya keluar dari
rumah sakit jika mereka tidak melakukan sama persis seperti yang
dia perintahkan." "Dia menyukai kontrol," Kata Skye, mengontrol atas semua yang
magang padanya...mengontrolku.
Mobil melambat. Belok kanan.
"Agenku melakukan penggalian lebih pada informasi. Mereka
menemukan bahwa Mitch Loxley memiliki sejarah...terlalu dekat
dengan beberapa pasiennya. Itulah sebabnya Dr. Loxley bekerja di
lima rumah sakit yang berbeda karena residensinya. Dia suka
memiliki perempuan...membutuhkannya."
Aku akan menjadi satu-satunya orang yang kau butuhkan. Satusatunya.
"Dia bilang dia melihatku menari." Sleeping Beauty. A Helpless
Victim, sampai ia bangun.
"Dia tidak akan pernah menyakitimu lagi," Trace berjanji. Jarijarinya semakin
erat menggengamnya. "Tidak ada lagi ketakutan,
Skye, ini sudah berakhir."
Dia tidak berbicara sementara Reese terus melaju. Terlalu banyak
emosi yang bangun dalam dirinya.
Ketika mereka sampai di hotel, mereka langsung diantar ke suite
mereka. Itu terasa akrab dan asing baginya.
Dia berjalan ke jendela, memandang ke bawah pada jalan yang
sibuk. Kedua tangan Trace memeluk bahunya. "Katakan padaku apa yang
bisa aku lakukan. Katakan padaku apa yang harus aku lakukan
sehingga kau bisa melupakannya."
Suaranya tidak teratur, kasar dan ketika ia membaliknya kearahnya,
dia melihat bahwa topengnya telah pergi.
Mereka hanya berdua, dan dia melihatnya seperti dia yang
sesungguhnya. Takut dan marah ada dalam matanya. Begitu takut.
Ia menginginkannya melupakan, tapi dia tak bisa. Tak akan bisa.
Dia tidak akan pernah lupa hari-hari dari kegelapan, kelaparan.
Takut. Teror. Tapi kelaparan tak menghancurkannya, Mitch tak
menghancurkannya. Memikirkan Trace, bisa sekarat--itu
menghancurkanku. Dia adalah satu hal yang bisa menghancurkannya. "Aku ingin kau
mencintaiku," dia memberitahunya, suaranya pecah.
Mulutnya menemukan bibirnya. Trace menciumnya dengan keras
dan dalam dan ia bisa merasakan hasratnya. "Aku bersedia," katanya
terhadap bibirnya, "Aku selalu mencintaimu."
Ketika ia menciumnya, ia merasakan asin air matanya. Dia tidak
pernah akan berpikir dunia tanpa Trace. "Aku ingin kau menjadi
milikku." Dia menginginkan itu, menginginkannya, dan keinginan
yang di paksakan itu telah menakutinya.
Dia berlutut di hadapannya.
Trace...ia tak pernah berlutut di hadapan siapapun. Dia-dia
mengeluarkan sebuah kotak putih diskrit dari sakunya.
Membukanya. Berlian bersinar kearahnya. "Dan aku ingin kau
menjadi milikku. Katakan padaku bahwa kau bisa, Skye. Selalu."
"Selalu," katanya, saat sebuah senyum melengkung di bibirnya.
Senyum pertama yang ia miliki sejak keluar dari kegelapan.
Dia menyelipkan cincin ditangannya, tapi dia tidak bangkit. Dia
menatap kearahnya. "Kau telah menjadi satu-satunya hal yang
penting bagiku sejak aku berusia tujuh belas tahun."
Cincin itu pas dengan sempurna. Begitu terang, berlian yang
berkilauan. Terang setelah kegelapan.
"Aku tidak akan pernah ingin tanpa dirimu lagi," Trace
memberitahunya. "Tidak akan pernah."
Karena ia tidak bangkit untuknya, Skype berjongkok diatas karpet
mewah bersamanya. Tangannya terangkat dan memeluk lehernya.
"Aku telah mencintaimu sejak aku berusia lima belas tahun." Begitu
sederhana dan setia. "Dan aku akan mencintaimu selama sisa
hidupku." Mereka memiliki masa depan mereka. Waktu untuk tertawa dan
berjuang. Memiliki keluarga. Mengawasi anak-anak mereka tumbuh.
Waktu hanya untuk bersama-sama.
Mereka tidak harus berpikir tentang kematian dan takut.
Sebuah harapan. Trace telah membawanya kembali padanya. Dia sudah berjuang
mati-matian untuk memastikan bahwa dia tidak akan pernah
kehilangannya-atau dirinya-lagi. Dia tidak akan menjadi korban
seseorang. Dia berjuang dengan keras. Mereka berdua memilikinya.
Mereka akan menang. Kita layak mendapatkan kebahagiaan kita.
Skye menciumnya. Lengannya menariknya lebih dekat.
Memeluknya terhadap jantungnya.
Mereka layak bahagia, dan mereka sudah mengambilnya.
Hari ini. Dan setiap hari yang akan datang di masa depan. Mereka akan hidup
lebih lama, dan sekarang adalah giliran mereka untuk bahagia.
Selamanya. T.A.M.A.T
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*IV (Intravena) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui
jarumkedalam pembuluh vena (infus) *Desinfectant: agen kimia yang digunakan terutama pada benda mati untuk
menghancurkan atau menghambat pertumbuhan organisme yang berbahaya.
Pendekar Sakti Im Yang 3 Detektif Stop - Pengkhianatan Di Lembah Neraka Kilatan Pedang Merapi Dahana 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama