Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden Bagian 2
"Mr. Weston tidak memiliki masalah denganku. Aku hanya
melakukan pekerjaanku, aku-"
"Aku tidak bilang kau punya masalah dengannya," Alex berkata
menenangkan. "Aku hanya penasaran..."
Dan dia telah penasaran seharian ini. Dia telah sampai di studio
milik Skye tepat pada saat wanita itu masuk ke mobil Weston. Jadi
dia mengikuti mereka dan menyaksikan mereka terbang ke luar kota.
Aneh. Sebuah serangan di satu hari dan sebuah liburan
keesokannya" "Ke mana tujuan Mr. Weston?" tanya Alex sambil memiringkan
kepalanya. Orang itu menatap sekilas ke balik bahunya. "Aku...kukira ia pergi
lagi ke New York." Ke kota tempat Skye Sullivan pernah tinggal dalam waktu yang
cukup lama. "Apakah ia sering pergi ke New York?" Bisa saja itu
merupakan perjalanan bisnis, atau untuk"Ya, dia sering pergi ke sana. Paling
tidak seminggu sekali." Orang
itu mencoba berjalan melewatinya.
Alex bergeser dan menghadang langkahnya. "Kru di landasan
terkadang mendengar beberapa cerita." Dan banyak gossip. "Apakah
kau pernah mendengar cerita tentang alasan Weston pergi ke New
York" Tentang perjalanannya yang dulu" Atau yang malam ini?"
Orang itu tersenyum, memperlihatkan gigi depannya yang bengkok.
"Aku tak peduli dengan alasan penerbangannya. Aku hanya peduli
dengan seberapa sering ia melakukannya. Aku mendapatkan uang
dari situ." Tentu saja. Informasi ini tak berguna baginya.
Orang itu berjalan pergi. Alex menatap langit. Hujan gerimis masih
membasahi bumi. Pesawat itu sudah menghilang dari pandangannya.
Mungkin semua perjalanan Weston ke Big Apple hanyalah murni
untuk bisnis. Atau mungkin...mungkin dia telah ke sana untuk tujuan lain.
Alex telah mengambil laporan kecelakaan Skye. Dia telah membaca
pernyataan Skye mengenai seseorang yang membuntutinya di jalan.
Membuat mobilnya melaju keluar dari jalan.
Semakin jauh ia menyelidiki, rasa kekhawatirannya makin
meningkat. Skye Sullivan dalam bahaya. Alex hanya berharap wanita itu tidak
mempercayai orang yang salah.
Sebuah kesalahan seperti itu terbukti bisa berakibat fatal bagi Skye.
*** Trace menjaga tangannya tetap di sekeliling Skye ketika mereka
berjalan menuju lobi hotel. Lantai yang terbuat dari pualam
memantulkan cahaya ketika petugas hotel memandu mereka menuju
lift pribadi. Skye hanya diam membisu. Dia bahkan hampir tidak menatap mata
Trace, dan Trace membenci itu.
Trace merindukan bagaimana hubungan mereka dahulu.
Aku akan mendapatkannya kembali.
Dia akan mendapatkan semuanya kembali.
Pintu lift tertutup, dan mulai bergerak naik. Liftnya mekuncur ke
atas, naik makin tinggi. "Uh, Mr. Weston?" Max -si petugas hotel -berdehem. "Apakah ada
yang Anda butuhkan untuk malam ini?"
Trace bahkan tidak mencoba memalingkan pandangannya dari Skye.
Skye sempat tidur ketika di pesawat. Namun Trace bahkan terlalu
gugup untuk merasa ngantuk. "Aku sudah memiliki apa yang aku
butuhkan." Suaranya bergemuruh.
Tatapan mata Skye bertubrukan dengannya.
Pintu lift terbuka. Max berjalan keluar dengan tergesa. "K-Kamar Anda sudah
disiapkan, sir. Tentu saja, sebuah plaza suite yang selalu Anda pesan
ketika Anda mengunjungi -"
"Aku tahu kamar yang mana," potong Trace sebelum Max bisa
berbicara lebih banyak lagi. Orang itu sialnya jadi terlalu banyak
omong malam ini. Max bergegas membuka pintu kamar. Skye melangkah masuk.
Kepalanya tersentak ke belakang ketika ia melihat sebuah lampu
kristal yang sangat besar di tengah ruangan megah tersebut.
"Anda...em...Anda yakin tidak menginginkan koki pribadi untuk
melayani Anda?" Max berdiri dengan enggan di dekat pintu ketika
pelayan membawakan koper tamunya. "Malam sudah larut, tapi
tidak untuk Anda, Mr. Weston -"
Trace tahu bahwa koki pribadi disediakan satu paket dengan kamar
ini. Tapi dia tidak ingin diganggu siapa pun saat ini. Dia ingin hanya
berdua saja dengan Skye. "Suruh dia datang besok pagi untuk
membuatkan sarapan."kata Trace. Matanya menatap ke arah pelayan.
"Semua koper ditaruh di ruang tidur utama."
Skye telah berdiri di dekat jendela yang menampakkan
pemandangan dari Fifth Avenue. Bahunya nampak menegang.
Dia telah mendengar perintah Trace mengenai koper-koper mereka.
Tapi dia tidak membantahnya.
Belum. Pelayan dan petugas hotel telah pergi beberapa menit yang lalu.
Pintu menutup pelan di belakang mereka.
Skye tetap menatap ke luar jendela. "Terkadang, aku lupa bagaimana
rasanya tinggal di New York..."
Salju melayang pelan di luar. Mereka telah terbang menjauh dari
hujan di Chicago menuju hujan salju di New York.
Tangannya terangkat dan menyentuh kaca jendela. "Ketika aku
masih kecil, New York adalah segalanya bagiku. Orang-orang yang
tinggal di sini....mereka tampak bahagia. Terkenal. Dicintai oleh
banyak orang." Ketika ia masih kecil, ia selalu berpindah dari satu panti ke panti
berikutnya. Ia menemukan takdirnya dalam balet berkat seorang pekerja sosial
yang ingin menyalurkan bakatnya. Memberinya tempat kecil untuk
manggung di pusat komunitas kota. Skye pernah bercerita pada
lelaki itu bagaimana gugupnya ia di hari pertama mereka pergi
tempat itu. Dia selalu merasa gugup, hingga akhirnya ia menari.
Skye berpaling dari jendela. "Sebuah suite, Trace?" Dia berdehem
untuk menjernihkan suaranya. "Kita hanya berdua di sini.
Menurutmu kita benar-benar membutuhkan kamar yang...berapa
luasnya?" dia menatap sekilas ke sekelilingnya dengan bibir terkatup
rapat. "Tebakanku....seribu dua ratus meter persegi?"
"Seribu tiga ratus." Trace melepas jasnya. Melemparkannya ke
samping dan berjalan mendekati Skye.
"Kamar manapun akan sama saja."
Tangannya menangkup dagu Skye. "Ketika aku masih kecil, aku
berangan-angan untuk tidak akan kelaparan." Harusnya Skye sudah
bisa menduga ini. Dia harusnya sudah mengenal Trace dengan lebih
baik daripada orang lain. "Aku berangan-angan tidak memakai
pakaian bekas orang lain. Tidak menjadi korban ejekan karena
sepatuku bolong." Orangtua Trace tidak meninggal dalam
kecelakaan seperti orangtuanya. Mereka hanya tidak mempedulikan
Trace. Mereka biasanya mengabaikannya hampir setiap waktu.
Membiarkannya berpakaian dan mencari makanan sendiri.
Hari itu ketika pekerja sosial menemukannya...saat itu sudah
berapa hari aku tidak makan"
Ayahnya sangat suka memukulinya. Ibunya...seringkali dalam
keadaan mabuk. Ibunya selalu melarikan diri dari kenyataan dan
tidak mempedulikan ketika anaknya menangis.
"Aku sudah membuang masa laluku," ujarnya kepada Skye, sembari
menjaga genggamannya tetap lembut. Bersama Skye, dia akan
berusaha menjadi lembut. Hanya untuknya. "Saat ini, aku bisa
membeli apapun yang aku inginkan."
"Apapun yang kau inginkan..."
Jemari Trace meluncur turun di leher Skye. Dia memiliki leher yang
sensitif. Dahulu, ketika Trace mencium lehernya, dia akan meleleh
karenanya. "Yang kuinginkan hanya dirimu." Berada di dekatnya
membuat Trace hilang akal. Aroma tubuhnya -bau manis vanilla membungkus di sekeliling Trace. Merasakan kulit sehalus sutranya
di jari Trace. Skye tidak menolaknya. Tidak memintanya menjauh. Skye justru
memberinya tatapan membutuhkan dari balik bola matanya yang
kehijauan. "Aku kira...kukira kita datang kemari untuk mencari tahu
siapa yang mengikutiku." Suaranya berubah menjadi sebuah bisikan.
"Memang itu tujuannya." Tapi sekarang sudah hampir pukul tiga
pagi. New York mungkin memiliki julukan sebagai kota yang tidak
pernah tidur, tapi tetap tidak mungkin bagi mereka untuk pergi dan
mengetuk pintu orang satu persatu saat ini. Lebih baik menunggu
hingga pagi untuk keluar dan mulai mencari tahu.
Menunggu dan menghabiskan malam ini hanya berdua.
Jemari Trace menyelinap di balik rambut tebalnya yang seperti tirai.
Suara nafasnya yang sedikit parau terdengar sangat menggairahkan.
Suara paling menggairahkan yang Trace pernah dengar selama
bertahun-tahun. "Katakan bahwa kau tidak pernah memikirkan tentang kita."
Meskipun Skye pernah bersama lelaki lain. Bajingan lain. Ketika dia
menyebutkan nama mereka satu persatu, Trace sudah mencoret
mereka semua dari daftar. Laki-laki lain yang pernah menyentuh
tubuhnya. Trace ingin menghapus kenangan mereka dari tubuh Skye.
Trace ingin Skye hanya memikirkan dirinya.
Sebelum malam ini berakhir, Skye akan memikirkan hanya
tentangnya. "Aku akan berkata jujur." Salju turun perlahan di belakang Skye.
"Aku telah memikirkan tentangmu lebih dari yang bisa kuhitung."
Bagus. Karena setiap malam ketika matanya terpejam, hanya Skye
yang hadir dalam setiap mimpinya.
Tangan Skye terangkat. Melingkar di pergelangan tangan Trace.
"Dan aku memikirkan tentang apa yang kau katakan
padaku....bahwa kau menginginkanku pergi menjauh dari
hidupmu." Trace menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang.
"Kau berhenti menginginkan diriku, Trace, bukan sebaliknya." Skye
menyentak tangannya menjauh. Berjalan memutari Trace. "Karena
kau menyuruh pelayan menaruh koperku di ruang tidur utama, aku
akan tidur di sana." Skye tidak berpaling untuk melihatnya. "Dengan
kamar seluas seribu tiga ratus meter persegi, aku yakin kau bisa
menemukan sudut lain untuk tidur."
Setiap otot di tubuh Trace menegang. "Aku tak pernah berhenti
menginginkanmu." Kekuatan untuk mengendalikan dirinya ibarat
setipis kaleng saat ini, dan itu sangat berbahaya. Dia baru saja
mencoba menggoda Skye. Rasa lapar yang liar yang telah lama ditahannya tidak seharusnya ia
bebaskan. Belum saatnya. Skye tertawa pahit. Tidak seperti tawa yang biasanya. "Tentu saja.
Karena itu kau mendatangiku, ha" Apakah itu sebabnya aku selalu
melihat fotomu bersama dengan lusinan wanita berbeda selama
bertahun-tahun" Karena kau..." Skye menatap dari balik bahunya,
"sangat menginginkanku."
Mungkin bukan hanya Trace yang terbakar rasa cemburu. Mungkin
memang masih ada harapan bagi hubungan mereka.
"Kau ingin bukti betapa aku sangat menginginkanmu?" Tidak ada
satupun hal yang bisa membuatnya pergi menjauh dari Skye saat itu.
Trace sudah berbicara kepada dokter yang menanganinya. Skye
sudah aman. Dia hanya kena gegar otak ringan dan diperbolehkan
tidur. Dia diperbolehkan bercinta.
Trace hampir saja mengajaknya bercinta.
Skye berbalik memutarinya. "Bukan seperti itu - "
Trace menciumnya. Dan dia tidak menahan diri. Trace sudah
menunggu hingga mereka akhirnya sendirian. Menunggu hingga
hanya tinggal mereka berdua di dalam kamar.
Menanti....penantian panjang selama sepuluh tahun.
Dia tidak lagi ingin menunggu.
Kecuali Skye mengatakan tidak, atau tidak menginginkannya, dia
akan memiliki Skye. *** Bab 4 Skye seharusnya mendorongnya menjauh. Skye tahu bahwa
tangannya harusnya bergerak mendorong dada Trace. Sepasang
tangan penghianat itu tidak seharusnya malah melingkari bahu
Trace. Dia harus mendorongnya menjauh.
Bukan malah menariknya mendekat.
Tapi Skye menginginkannya lebih dekat.
Dia. Menginginkan. Trace.
Luapan emosinya terlalu liar. Mungkin karena suasana kotanya. Atau
mungkin karena Trace. Mungkin dia hanya terlalu takut dan terlalu
lelah untuk merasa sendirian.
Namun ketika lidah Trace menekan memasuki mulutnya, ketika dia
merasakan aroma maskulinnya, Skye berhenti berpikir bahwa
merupakan suatu kesalahan untuk berada bersama dengan lelaki itu.
Sebenarnya, Skye ingin berbuat salah.
Bibir Trace menekan bibirnya dengan kuat dan buas. Seolah
menuntut sesuatu yang memang ingin dia berikan. Trace sangat
mahir mencium, yang semakin mahir seiring bertambahnya usia.
Bibir dan lidahnya bermain dengan sangat lihai di dalam mulutnya.
Dan tangannya. Tangannya mulai meluncur menuruni tubuh Skye. Jemarinya di
sekeliling pinggul Skye, dan kemudian menggendongnya.
Skye menarik nafas tersentak karena dia tidak mengharapkan
gerakan itu, meskipun ia tahu pasti Trace sangat kekar. Tarikan
nafasnya membuat Trace memperdalam ciumannya, dan dia
melangkah maju dan menjepit tubuh Skye ke dinding.
Kaki Skye terkunci di sekeliling pinggul Trace. Kejantanannya
menekan inti gairah Skye. Kejantanan yang panjang, keras dan tebal.
Pakaian mereka menghalangi tubuh mereka.
Sentuhan kulit ke kulit. Skye menginginkan itu. Berharap dengan
putus asa akan sentuhan tersebut.
Pinggulnya melengkung ke arah Trace.
Trace menarik bibirnya menjauh. Trace menciumi lehernya,
kemudian turun ke bawah. Di sana. Ya. Tepat di sana. Tepat di
lekukan leher di pangkal bahunya. Skye menyukai ketika Trace
menciumnya - "Kau tak akan melupakanku." Kata-kata Trace menggeram menekan
tubuhnya yang memanas. "Tapi kau akan melupakan mantanmantanmu."
Trace menggendongnya lagi. Membawanya melewati lorong.
Sebuah lampu kristal lainnya berkelipan di atas kepala. Mereka
berbelok, dan Trace membawanya ke kamar tidur.
Tempat tidur yang besar itu memenuhi separuh kamar tidur yang
luas. Tirainya terbuka. Salju masih turun di luar sana. Lapisan salju
yang cantik menutupi dunia seperti selimut putih yang besar.
Trace menurunkannya di atas tempat tidur.
Skye pikir Trace akan bergabung dengannya di tempat tidur. Dia
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pikir Trace akan menindih dan menekan tubuhnya ke kasur. Ia
menginginkan percintaan yang liar. Menginginkan kenikmatan yang
mendesak yang dapat menghilangkan rasa takutnya dan masa
lalunya. Namun Trace hanya menatapnya. "Sial! Kau bahkan terlihat lebih
cantik saat ini." Skye tidak mempercayai itu. Dia hanya mengenakan legging usang.
Sebuah kaus. Rambutnya bertengger dengan kusut di kepalanya
dan- Trace mulai melepas sepatu Skye. Melemparnya ke samping.
Menarik leggingnya turun dan membuka kausnya. Tangan Trace
yang terampil menelanjanginya, sepasang tangan yang sudah
menelanjangi banyak wanita.
Rasa cemburu menggigitnya. Tidak, jangan berpikiran ke sana.
Dalam sekejap pakaian yang menempel di tubuhnya hanya tinggal
branya yang berwarna hitam dan celana dalam yang sesuai. Kakinya
merenggang terbuka di atas kasur. Trace masih berdiri menjulang di
sampingnya. Tatapan mata Trace berkelana dengan perlahan, sangat perlahan,
menyapu tubuhnya. Rahangnya tampak mengeras ketika tatapannya
jatuh pada branya, pada payudaranya. "Sangat sempurna."
Tidak, payudaranya sangat kecil. Dia sangatTatapan mata cemerlang Trace hanyut di atas perutnya yang rata.
Turun ke lekuk pinggulnya
Trace menjilat bibirnya sendiri.
Dia membayangkan lidah itu menjilat bibirnya.
Tapi...tatapannya terus turun. Dan gairahnya ikut menurun
mengikuti tatapan Trace. Kakiku. Aku tak mau dia melihat kakiku.
Dia tidak ingin Trace melihat bekas luka yang masih menutupi
betisnya. Bekas luka yang akan selalu menutupi kulitnya.
Mengapa tadi dia tidak mematikan lampunya" Dia selalu mematikan
lampu ketika bersama Mitch, dan dia harusnya ingat untuk
mematikan lampu ketika bersama Trace.
"Jangan," suaranya menajam ketika ia mencoba meraih Trace.
Trace menangkap kedua tangannya. Mendorongnya kembali ke atas
kasur. Masih dengan berpakaian lengkap, dia menurunkan tubuhnya
ke Skye. "Jangan apa, baby" Jangan menatapmu?" bibirnya yang
terbuka - bibir panas yang menggairahkan - menyapu bibir Skye.
"Jangan mencium" Karena itulah yang aku ingin lakukan. Aku ingin
mencium setiap inci dari tubuhmu."
Jangan mengasihaniku. Itu yang ingin Skye katakan. Tapi Trace
sudah tidak menatap betisnya lagi. Trace menciumnya dan menahan
kedua tangannya. Skye menyukai sensasi ketika pakaian Trace menekan kulitnya. Dia
menyukai sensasi ketika tubuh yang keras dan kekar itu di atas
tubuhnya. Kakinya terenggang menjauh. Pinggul Trace menekan pusat
gairahnya, dan rasanya nikmat. Sangat nikmat.
Trace akan membuatnya merasa lebih baik lagi. Dia tahu pasti itu.
"Itulah tepatnya yang sedang aku lakukan, baby," kata-katanya
bergemuruh di bibir Skye. "Aku menciumimu, dan aku
mengambil...semuanya."
Trace mengangkat kedua tangan Skye ke atas kepalanya.
Memegangnya dengan satu tangan. Kemudian tangan kirinya turun
sambil berkelok menelusuri tubuhnya.
Branya dilempar ke sudut ruangan.
Udara yang dingin menyentak putingnya, membuatnya makin
mengeras. Lalu dia merasakan mulut Trace di payudaranya. Rasanya bukan
dingin, melainkan panas. Rasa panas yang sepertinya membakar
tubuhnya dan sentakan lidah Trace di putingnya terasa sangat
nikmat. Pusat gairahnya basah. Dia dapat merasakan rasa lembab di
celananya, dan Skye ingin melepasnya. Dia menginginkan Trace
masuk ke dalamnya - "Aku akan melepas tanganmu, tapi jangan bergerak. Aku ingin
menyentuhmu. Mencicipimu." Tangannya menjauh dari tangan
Skye. "Aku ingin mengambilnya untukku."
Dia akan kehilangan kenikmatannya juga. Trace suka memegang
kuasa di kamar tidur, seorang dominan, pemaksa danBibir Trace berjalan turun menciumi tubuhnya. Janggutnya yang
gelap menekan perutnya. Lidahnya menjilati kulit Skye.
Jemari Trace meluncur di bawah tepian celananya. "F*ck, yes, "
gumam Trace. "Kau terangsang karena aku."
Skye tidak ingin menunggu lebih lama lagi. "Trace, sekarang."
"Tidak." Trace menarik celananya turun melewati kakinya.
Kemudian jemarinya meluncur ke pahanya. Menggodanya.
Menyiksanya dengan gairah. "Aku telah menanti terlalu lama. Sudah
kubilang, aku ingin mencicipi dan mengambilnya."
Seluruhnya. Tangan Skye mengepal, mencegahnya meraih Trace.
Ini hanyalah hubungan seks. Hanyalah hubungan seks. Mantra itu
terbang keluar dari kepala Skye bersamaan dengan detak jantungnya
yang meningkat. Dia harus berkonsentrasi pada saat ini, bukan masa
lalu. Semuanya menjadi tercampur aduk ketika dia bersama Trace.
Ini bukanlah tentang cinta.
Hanya hubungan seks. Kenikmatan.
Jemari Trace meluncur ke pangkal pahanya. Menekan lipatan titik
gairahnya. Masuk ke dalamnya.
Pinggulnya melengkung di atas kasur. Ibu jari Trace menggosok
clitnya ketika dua jarinya masuk ke dalamnya.
Aku ingin lebih. "Trace..." Skye hampir tidak dapat bernafas untuk
menyebut namanya. "Kau terlihat sangat cantik seperti ini..." Kata-katanya begitu gelap,
begitu dalam. "Sangat bergairah, siap untukku...hanya untukku."
Trace menarik tangannya. Tidak, sial, dia sudah hampir sampai.
"Katakan bahwa kau hanya untukku, Skye."
Matanya membuka. Skye bahkan tak ingat pernah menutupnya.
"Katakan." Mulut Trace turun ke arah pusat gairahnya. Bibirnya
menekan bibir bawahnya, dan jika saja tangan Trace tidak menahan
pinggulnya ke kasur, dia mungkin akan melompat keluar kasur saat
itu juga. Tersentak oleh aliran listrik yang ditimbulkan lidah Trace di
pusat gairahnya. Kenikmatan berdenyut di sekujur tubuhnya ketika lidah Trace
bergerak. Tubuhnya menggeliat di atas kasur. Dia tidak mencoba
menjauh dari Trace. Dia menginginkannya lebih dekat lagi. Jarinya
meregang, merenggut seprai tebal, menyatukannya menjadi
gumpalan di tangannya. Orgasmenya sudah dekat, sangat dekat "Katakan padaku, Skye," tuntut Trace. Sebuah peringatan kecil
tersirat dalam nada suaranya. Peringatan yang akan membuatnya
meragu. Posesif...liar... "Hanya aku."
Skye melayang di tepian orgasmenya. "Trace, aku ingin lebih -"
"Sial! Akan kuberikan kau segalanya."
Terdengar suara ritsleting dibuka. Trace menurunkan tubuhnya ke
arah tubuh Skye. Mendorong kejantanannya masuk ke dalam Skye.
Dorongan yang sulit, namun mantap.
Trace mendorong lebih dalam, mengisinya dengan sepenuhnya, dan
Skye berhenti melayang. Kenikmatan membanjiri tubuhnya. Dia
terengah-engah saat jantungnya berdegup kencang, seolah-olah akan
meloncat keluar dari dadanya. Sekujur tubuhnya meregang ketika
orgasmenya menjalar ke seluruh tubuh. Sangat nikmat...begitu
sempurna...terus berlanjut tanpa henti.
Trace terus mendorong. Dia memegang kedua kaki Skye,
mengangkatnya lebih tinggi. Memberikannya kenikmatan lagi dan
lagi hingga ia gelisah karena orgasme berikutnya sedang mendekat.
Skye masih merasa lemas karena orgasme yang pertama. Namun
Trace terus mendorong gelombang berikutnya, dan akhirnya ia
berteriak. Sebuah teriakan terputus karena gelombang kenikmatan
menderanya begitu kuat. Kemudian Trace datang di dalamnya. Semburan yang deras dan
panas. "Hanya..." dia bergumam.
Skye tidak dapat mendengar sisa kalimatnya. Jantungnya yang masih
berdegup kencang menenggelamkan kata-kata itu. Namun dia tahu
kelanjutannya. Hanya aku. Tubuh Trace masih gemetaran di atas tubuhnya. Dia sudah mencapai
orgasmenya, Skye merasakannya di dalam, namun dia masih terus
mendorong. Kenikmatan itu tidak berhenti.
Skye tidak pernah merasakan hal yang sama dengan orang lain.
Tidak pernah sangat sangat menginginkan dan merasakan tubuhnya
meledak dalam gairah, sebuah klimaks yang meremukkan badan dan
diikuti dengan klimaks berikutnya.
Tidak ada yang pernah membuatnya merasakan itu.
Hanya Trace. Skye belum memberikan janjinya pada Trace. Tapi kemudian ia
sadar, ia tak perlu menjanjikan apa-apa.
Trace sudah mengetahuinya.
Hanya aku. *** Sesi latihan selalu menjadi sesi yang kacau. Penari berputar di
sekeliling panggung. Koreografer ikut naik ke atas panggung
sembari memberi koreksi, saran. Sutradaranya ada di sana,
meneriakkan perintah dari sisi belakang panggung.
Suasana ini terasa sangat familiar namun sekaligus canggung ketika
Skye berdiri dalam bayangan, memperhatikan semua orang.
Sekarang baru saja pukul tujuh pagi lewat sedikit. Namun tentu saja,
para penari sudah mulai bekerja. Saat ini mereka pasti sudah bekerja
paling tidak selama dua jam.
Berkeringat. Melompat tinggi. Menari hingga otot-otot di tubuh
mereka bergetar. Dulu ini merupakan hidupnya.
Tanpa itu semua, ia akan merasa tersesat.
"Skye?" Dia mengenali suara itu, dengan sedikit aksen Inggris. Skye
harusnya sudah tahu bahwa Robert Wolfe akan berada di sini karena dia adalah koreografer utama, dia harus ada di sini. Dan
Trace sangat berambisi untuk menginterogasi Robert. Tapi...
Bukan Robert pelakunya. Skye tidak ingin mencurigainya.
Skye berbalik ke arah suara itu, bahunya bersentuhan dengan bahu
Trace. Mereka tidak banyak bicara pagi itu. Dia merasa sangat
telanjang, terlalu terbuka setelah apa yang terjadi semalam.
Berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk jatuh ke pelukan Trace"
Pertanyaan itu terus menggema di kepalanya. Jawabannya" Sangat
cepat. Sangat amat cepat.
Senyuman lebar membelah wajah tampan Robert secara horizontal
ketika ia bergegas berjalan ke arah Skye. Ia berkeringat dan bulir
keringatnya memantulkan cahaya di tubuhnya. Tentu saja karena ia
sudah bekerja keras dengan para penarinya. Ia bergegas mendekat
dan memeluk Skye dengan erat, bercampur dengan keringat dan
semuanya. "Aku sudah tahu bahwa kau akan kembali," kata Robert ketika
pelukannya makin erat. "Kau hanya butuh waktu. Kau hanya -"
"A-Aku tidak datang kemari untuk menari."
Robert berhenti memeluknya. Ia mundur, namun tangannya masih di
sekeliling Skye. Ia menatap ke bawah ke arah Skye, sebuah kerutan
samar terbentuk diantara alisnya yang sempurna.
Robert bertubuh tinggi dan kekar untuk ukuran seorang penari.
Rambut pirangnya disisir ke belakang memperlihatkan garis tegas
wajahnya, dan kulitnya yang berwarna kecoklatan tampak bercahaya
di bawah sinar lampu. "Kau boleh melepasnya sekarang," perintah Trace. Tapi Trace tidak
menunggu Robert mematuhinya. Dia menarik pria itu menjauh dari
Skye. "Ya ampun, Skye, kau memilih kekasih pencemburu ya?"
Skye bisa merasakan pipinya merona malu. Dia berdehem.
"Kami...kita harus bicara. Di suatu tempat yang lebih pribadi."
Raut wajah Robert menegang. "Ada sesuatu yang salah."
Sesuatu yang sangat salah telah terjadi, dan dibiarkan terlalu lama.
"Ke ruang ganti." Dia menunjuk ke arah kanan. "Ketika semua orang
sedang berlatih, ruangan itu kosong."
Skye tahu arahnya dan ia berjalan di depan. Ia baru berjalan
beberapa langkah ketika ia menyadari apa yang sedang Robert
lakukan. Robert mengamati caranya berjalan. Bukan, lebih tepatnya
mengamati kakinya. Sial, apakah ia telah pincang" Dia tidak mau
terlihat pincang di depan Robert. Dia tidak mau terlihat pincang di
depan siapapun. Tapi terutama Robert. Robert yang telah melatihnya
selama ini. Yang memberitahunya bahwa Skye merupakan penari
terbaik yang pernah ditemuinya.
Oh, sang ratu telah jatuh dari tampuknya.
Skye meluruskan bahunya. Memperlambat langkahnya.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah berada di dalam ruang ganti
lamanya. Kenangan bertebaran di sekeliling ruangan itu. Dia pernah
merasa sangat bergairah saat masuk ke sini setelah menuntaskan
sebuah pertunjukan. Sangat "Wajahmu terlihat...cukup akrab bagiku," kata Robert setelah ia
menutup pintu dan berkonsentrasi pada tatapannya ke arah Trace.
"Dia Trace Weston," kata Skye, sambil melambaikan tangannya ke
arah Trace. "Kau mungkin pernah melihat fotonya di surat kabar."
Robert bersiul pendek. "Benar. Aku pernah melihatmu." Nada siulan
itu lebih terasa mengejek daripada kagum. Robert tidak terlihat
terkesan. Tapi jika berurusan dengan Robert, maka hanya menari lah
yang bisa membuatnya terkesan.
Matanya yang berwarna keemasan menatap Skye kembali. "Aku
ingin kau menari untukku lagi."
Skye menegang. Dia sudah mengkhawatirkan Robert akan segera
menanyakan tentang hal itu lagi.
Sebelum Skye menjawabnya, Trace menempatkan dirinya diantara
mereka berdua. "Apakah kau pernah ke Chicago akhir-akhir ini,
Wolfe?" "Chicago" Tidak, tidak, tentu saja tidak pernah." Aksen Inggrisnya
melekat dalam setiap kata-katanya. "Aku pernah ke sana, dan tinggal
selama satu bulan penuh. Mencoba membuat para penari di sana
menari setidaknya setengah dari kemampuan yang Skye miliki..."
Robert berjalan mondar mandir di dekat Trace. Kemudian ia
tersenyum kepada Skye. "Pernahkah kau melihatnya menari?" Ia
bertanya kepada Trace. Matanya masih tetap menatap Skye. "Sial!
Tariannya merupakan yang terindah di dunia."
"Aku pernah melihatnya menari," Suara Trace terdengar ketus.
Trace sudah melihatnya menari sejak lama. Dalam episode waktu
yang berbeda. Ketika dulu Trace mengajaknya ke pusat komunitas
kota. Duduk di sana melihatnya berlatih. Tentu saja kemampuannya
yang sekarang pasti jauh lebih baik daripada dahulu.
Paling tidak dia terlihat lebih baik.
"Kami ke sini bukan untuk membicarakan tentang menari," Skye
mencoba memberitahukan lagi hal itu kepada Robert. Hanya ada
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu hal yang memenuhi pikiran pria ini. "Ada hal lain yang harus
kami bicarakan denganmu."
"Sesuatu yang lebih penting daripada membuat pantat cantikmu
kembali menari di panggung" Kuragukan itu. Aku tidak melihat -"
"Seseorang menguntit Skye." Nada suara Trace yang ketus dan
dingin memotong kalimat Robert tepat di tengah-tengah. "Seorang
bajingan baru saja menyerangnya di Chicago."
"Skye!" Mulut Robert menganga tak percaya. "Kenapa kau tak
menghubungiku" Kenapa kau tak -"
"Skye cerita bahwa orang itu pertama kali mengikutinya ketika ia
masih di New York. Orang itu masuk ke ruang gantinya..."
Pandangan marah Trace menyapu sekeliling ruangan. "Karena di sini
tidak terlihat ada petugas keamanan, aku bisa mengerti kenapa itu
bisa terjadi. Bajingan itu bisa masuk ke tempat ini, ke rumah Skye,
dan-" "Dan kau bilang seseorang membuat mobilmu keluar dari jalan,"
gumam Robert. Dia mengusap wajahnya dengan tangan bergetar.
"Sial, kupikir kau meracau karena efek obat. Kau menyebutkan
tentang hal itu ketika pertama kali tersadar di rumah sakit. Aku tidak
menyadari..." kalimatnya terhenti tiba-tiba.
Mungkin karena ia baru saja menyadari bahwa tatapan
mencurigakan Trace mengarah padanya.
"Kau berpikir akulah pelakunya, bro?" tanya Robert sembari mundur
selangkah. "Kau jelas-jelas memiliki akses untuk masuk ke ruang gantinya,
Bro,' sembur Trace dengan sinis. "Kau tahu di mana ia tinggal."
"Tentu saja aku tahu! Aku yang membantunya pindah ke sana! Ya
ampun, aku bahkan punya kunci cadangannya."
Bahu Trace menegang. Dia berbalik dan menatap Skye dengan
sorotan khawatir. Sial. Apakah Skye dengan sengaja lupa menyebutkan tentang itu"
"Tapi aku tak akan pernah melakukan hal macam itu kepada Skye!
Aku tak akan pernah melakukan hal-hal yang bisa menyakitinya."
Kemudian Robert menggapai Skye. Jemarinya memegang erat
lengan Skye. "Kau tahu betapa aku membutuhkanmu. Aku tak akan
pernah menyakitimu, tidak untuk -"
"Jauhkan tangan gatalmu darinya."
Skye merinding mendengar kalimat itu.
Robert segera menjauh dari Skye. "Dengar, bro, aku-"
Trace memegang lengan Skye dan menariknya ke sisinya. "Aku
harus mendapat bukti bahwa kau tidak meninggalkan kota ini."
"K-Kau menanyakan alibiku?" Robert berkata dengan tergagap.
"Ya. Itulah maksudku."
Sekarang pipi Robert yang merona malu. "Selusin penari bisa
menyakinkanmu kalau aku telah bekerja keras bersama mereka
selama dua puluh hari terakhir ini. Mereka semua bisa
meyakinkanmu bahwa aku tidak pernah meninggalkan kota ini."
"Bagus." Trace mengeluarkan senyuman kecil yang dipaksakan,
senyuman yang lebih menyerupai serangai maut. "Aku akan
mengkonfirmasi hal itu kepada mereka sebelum aku pergi dari
tempat ini." Skye bernafas dengan tergesa. "Rovert, apakah kau pernah melihat
seseorang berkeliaran di sekitar ruang gantiku" Seseorang yang tetap
tinggal setelah pertunjukan?" Dia telah menanyakan pertanyaan yang
sama ke petugas di panggung, namun tidak ada yang pernah melihat
siapapun. Tempat ini terlalu ramai dengan orang yang berkeliaran di
saat setelah pertunjukan usai. Sulit untuk memperhatikan satu
persatu. Mata Robert memicing menatap Trace. Dia sepertinya mengamati
wajah Trace dengan pandangan curiga.
"Robert?" Skye memaksanya menjawab.
"Selalu ada penggemar yang ingin masuk ke ruang ganti penari,"
kata Robert menggerakkan bahunya. "Aku sudah pernah katakan
padamu, Skye. Ketika kau menari, kau menjadi seseorang
yang...sangat unik."
Keunikan itu...telah menarik hatinya pada Skye. Satu malam latihan
yang panjang telah berubah menjadi sesuatu bagi mereka. Namun
sesuatu itu tidak bertahan untuk Robert. Tidak bertahan karena...
Tidak ada laki-laki lain selain Trace.
"Kau tidak melihat seseorang yang mencurigakan?" tanya Trace.
"Sial, bagaimana dengan kamera pemantau?"
"Yah, kami tidak memasangnya di belakang panggung." Robert
menggelengkan kepalanya. "Setelah pertunjukan, tempat ini penuh
kekacauan. Sesederhana itu. Sial, apa kau tahu berapa banyak bunga
yang diantarkan setelah pertunjukan" Tempat ini berubah menjadi
seperti rumah sakit jiwa.
Dan seseorang telah menyelinap masuk ke rumah sakit jiwa ini
dengan begitu mudahnya. "Aku akan memeriksanya, ok?" Robert menawarkan bantuannya
ketika suara ketukan terdengar dari pintu. "Aku akan bertanya pada
orang di sekitar dan mungkin saja seseorang ingat sesuatu. Tapi,
Skye, kau tahu kan seberapa cepat pekerja di belakang panggung
berganti orang. Kami memiliki pekerja baru untuk pertunjukan ini."
Ada rotasi pekerja di setiap pertunjukan baru.
Suara ketukan berderap lagi di pintu. "Wolfe!" Suar seorang wanita
terdengar memanggil. "Mereka membutuhkanmu di panggung."
"Aku akan segera ke sana." Robert meluruskan bahunya. Dan
bertatapan dengan Trace. "Kau bisa memeriksa alibiku. Bicaralah
pada para penari. Seperti yang kukatakan, aku tak akan pernah
menyakiti Skye, dan aku sangat berharap kau bisa menemukan
bajingan yang melakukannya." Kemudian ia menatap sekilas ke arah
Skye. Matanya yang berwarna keemasan menyorotkan tatapan
hangat. "Kembalilah padaku. Aku ingin kau menari untukku lagi."
Kemarahan tampak menjalar di tubuh Trace.
"Aku...tak bisa," Skye berkata dengan suara lemah.
"Bagaimana kau bisa tahu itu?" Robert bertanya sembari
memiringkan kepalanya, mencoba menebak ekspresi wajah Skye.
"Jika kau tidak mencoba?"
Suara ketukan di pintu terdengar lagi. Kali ini terdengar lebih tidak
sabaran. "Wolfe, mereka mengacau di luar sana. Kami
membutuhkanmu." Robert mengangguk cepat ke arah Skye dan Trace, kemudian
bergegas pergi. Pintu di belakangnya dibiarkan terbuka beberapa inci.
"Sebelum kita pergi, "Trace berbicara pelan, "Aku yang akan
bertanya kepada pekerja di belakang panggung dan mencari tahu jika
ada seseorang yang mengingat sesuatu."
Skye mengangguk. "Tapi bukankah sekarang sudah terlambat untuk
bertanya?" Jika Trace ada di sini untuk menanyai orang lebih awal,
menjalankan proses investigasinya, maka mungkin akan ada lebih
banyak bukti, lebih banyak petunjuk yang bisa ditemukan.
Trace menghembuskan nafasnya pelan. "Akan kutemukan bajingan
itu. Dia tidak akan bisa kabur."
Skye berharap bajingan itu tidak akan lolos. Dia mulai berjalan
menyelinap dari sisi Trace.
Trace menangkap lengannya. "Kau meninggalkan New York bahkan
tanpa pernah mencoba untuk menari lagi" Kau melarikan diri begitu
saja dari sini?" Kerongkongannya terasa kering. "Butuh waktu berminggu-minggu
bagiku hanya untuk bisa berjalan kembali." Saat itu setelah semua
operasi selesai dilakukan. "Dan aku mencoba menari." Kenangan
menyakitkan muncul dan melekat kuat di ingatannya. "Pertama
kalinya aku mencoba menari lagi, aku terjatuh dengan muka
membentur lantai." Kali pertama, kedua, ketiga. Ia menatap ke
atasnya, ke arah mata biru terang yang menatapnya balik. "Robert
adalah koreografer yang paling menuntut yang pernah aku temui.
Aku tahu dia akan bisa melihat kekuranganku ketika melihatku
menari. Aku tidak ingin mendengar ia mengatakan-"
Kau kehilangan kemampuanmu, Sayang.
Dia bisa membayangkan kata-kata Robert dengan jelas di kepalanya.
"Ada beberapa hal yang hanya kau sendiri yang tahu persisnya." Dia
sudah merasa cukup dipermalukan dan muak dengan rasa sakit saat
itu. Berlari sepertinya merupakan rencana yang terbaik. Melarikan
diri. Dan Skye tidak ingin membicarakan mengenai hal ini lagi. "Aku
akan pergi berbicara ke beberapa penari." Kata-katanya menggulir
keluar dengan cepat. "Aku akan mencari tahu jika seseorang ingat
atau -atau mungkin hal seperti ini pernah terjadi dengan salah satu
dari mereka." Rupanya dia mulai merasa putus asa. Ruangan itu
terlalu kecil. Terlalu banyak kenangan indah yang ada di sini, dan
Skye ingin keluar dari sana.
Dia keluar dari ruangan itu segera. Dia mungkin belum bisa berjalan
dengan baik. Tapi dia jelas mampu berlari dengan baik.
Pengalamannya membuktikan.
*** Pria Inggris itu adalah bajingan yang telah menyentuh Skye dengan
terlalu bebas. Trace masih merasa cemburu kepadanya.
Kau kembali padaku. Tentu saja Skye kembali padanya. Dia tidak berpaling ke Wolfe
ketika dirinya membutuhkan perlindungan.
Dia telah berpaling ke Trace.
Para penari dan pekerja di belakang panggung tidak memberi
informasi yang berguna. Mereka tidak ingat apapun.
Atau siapapun. Banyak sekali penggemar yang datang untuk menemui Skye, namun
wajah mereka tidak bisa diingat dengan jelas.
Tidak berguna. Ketika mereka meninggalkan tempat itu, mereka telah menarik
perhatian para penari dan koreografer. Mereka kemudian bergerak
menuju daftar pencarian nomor dua.
Trace sudah pernah beberapa kali mengunjungi tempat ini
sebelumnya. Terlalu sering, dan Skye bahkan tidak menyadarinya.
Aku harus memastikan Skye baik-baik saja.
"Sudah lama sejak terakhir kalinya," Skye bergumam di sampingnya
ketika mereka melangkah menyusuri lorong rumah sakit itu. "Dan
aku tidak bisa katakan kalau aku senang bisa kembali lagi ke sini.
Bau cairan pembunuh kuman memenuhi hidung Trace. Beberapa
perawat berjalan tergesa melewatinya. Sebuah keluarga berjalan ke
arah mereka sembari membawa bunga dan balon.
Dokter yang menangani Skye sedang bertugas hari ini. Trace sudah
mengecek jadwal Dr. Mitch Loxley sebelum mereka pergi ke rumah
sakit. Dan dia juga sudah memerintahkan anak buahnya untuk
mencari tahu apakah Mitch Loxley atau Robert Wolfe pernah
mengambil penerbangan ke Chicago baru-baru ini.
Ternyata keduanya tidak pergi ke sana.
Tapi kedua orang itu bisa saja menyetir ke sana. Perjalanan darat
selama tiga belas jam masih mungkin untuk dilakukan.
Dia berhenti di tempat perawat jaga. "Aku ingin bertemu dengan Dr.
Loxley." Perawat itu mendongak. Matanya sedikit membelalak ketika
menatap Trace, kemudian ia tersenyum.
Selama bertahun-tahun, sudah banyak sekali wanita yang tersenyum
seperti itu kepada Trace. Senyuman menggoda. Menunjukkan
ketertarikan padanya. Hanya saja ia tidak tertarik. Skye berada di sisinya.
Ketika Trace bersamanya, Trace tidak membutuhkan orang lain.
"Dia sedang berkeliling memeriksa pasiennya sekarang, tapi adakah
yang bisa saya bantu?" Tanya perawat itu sembari berdiri dan
menaruh tangannya di lengan Trace. "Aku akan dengan senang hati
membantumu, jika kau butuh bantuan."
Yang Trace butuhkan saat ini hanya Loxley.
Salah satu mantan kekasih Skye.
Sial. Sulit sekali baginya untuk menahan diri tidak meninju wajah
tampan milik Wolfe. Ketika pria itu terus menerus menyentuh Skye,
terlalu banyak sentuhan yang terlihat akrab...Aku ingin mematahkan
tangan laki-laki itu. Hanya saja Trace seharusnya tidak bersikap seperti itu lagi. Dia
seharusnya bersikap seperti seorang pebisnis. Sisi cerita hidupnya
yang berhasil. Bukan seorang petarung jalanan yang akan mengamuk pada lelaki
manapun yang berada terlalu dekat dengan Skye.
"Sayang sekali, tetapi sepertinya hanya Dr. Loxley yang bisa
membantu kami berdua." Katanya, menarik Skye lebih dekat ke
sisinya. Skye sudah berubah menjadi sangat gelisah ketika mereka
memasuki rumah sakit. Itu bukan salahnya, tidak setelah apa yang
telah wanita itu lalui. Trace mengerti dan hanya ingin segera
menanyai sang dokter kemudian secepatnya keluar dari situ bersama
Skye. Satu kali sangat amat tidak cukup.
Tapi dia harus terlebih dulu menghilangkan ancaman di sekitar Skye.
"Kapan kira-kira Loxley akan kembali ke sini?" Trace bertanya
kepada perawat berambut pirang itu.
Seketika itu juga, seolah-olah tahu namanya disebut, Loxley
berderap muncul dari salah satu sudut ruangan. Jas putih dokternya
melambai ditiup angin ketika ia menaruh papan tulisnya di meja
jaga. "Marsha, pastikan diet rendah karbohidrat Mr. Rodriguez tetap
dilanjutkan selama minimal dua puluh empat jam ke depan dan..."
kalimatnya terhenti tiba-tiba.
Karena mendadak ia mendongak.
Dan mengunci tatapannya pada Skye.
Bajingan lainnya yang ingin aku tinju.
Tapi setidaknya, berbeda dengan Robert, Loxley tidak bergegas
menyeberangi ruangan dan membungkus Skye dalam pelukan yang
terlalu erat. Loxley praktis tidak bergerak sama sekali, tapi tatapan matanya jelas
menyadari kehadiran Skye.
Ada apa sih dengan wanita ini" Ia menarik para lelaki untuk
mendekat. Laki-laki yang satu ini tentu saja sangat mudah untuk
ditarik. Membuatnya kecanduan, sejak pertama kali.
"Dr. Loxley." Trace berusaha keras menjaga suaranya terdengar tetap
tenang. "Kami ingin berbicara dengan Anda beberapa menit saja."
Dokter itu memandang Trace dengan terkejut. Ia sepertinya tidak
menyadari kehadiran Trace di situ, tidak sebelumnya.
Trace tidak terbiasa diacuhkan.
Ia menyeringai dengan angkuh. "Kami ingin berbicara dengan Anda
sekarang." "A-aku baru saja menyelesaikan pemeriksaanku." Loxley menatap
sekilas ke arah jam tangannya. "Aku punya waktu beberapa menit.
Ke arah sini." Kemudian ia berbalik tanpa berkata apapun, dan
berjalan kembali ke arah lorong tempat ia muncul.
Trace mengikuti langkah dokter itu dengan sabar, sembari
memastikan untuk tidak melepaskan penjagaannya dari Skye.
Bagaimana perasaan Skye terhadap dokter itu" Tinggi pria itu
hampir menyamai Trace, dan proporsi tubuhnya menyerupai Trace.
Mitch Loxley bahkan berambut gelap sepertinya.
Mitch Loxley terlihat seperti Trace dalam versi yang lebih aman,
lebih dapat diandalkan. Trace membenci bajingan itu.
Berkas-berkas bertebaran di ruangan dokter itu. Beberapa foto dalam
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bingkai berada di atas meja. Sang dokter mengambil berkas-berkas
itu dan membereskannya dari atas meja sembari menelungkupkan
beberapa foto. Namun Trace sempat melihatnya.
Ya, dia membenci bajingan itu.
"Apa yang sedang kau kerjakan di sini, Skye?" tanya Loxley sembari
menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Karena mereka
sudah berada jauh dari meja jaga perawat, sikap pura-pura sopan
sang dokter ketika di depan orang lain mulai terlihat dibuat-buat.
"Kukira kau telah pindah ke Chicago."
Dokter itu tahu kemana ia pindah.
"Aku memang pindah ke sana." Skye menarik tangannya dari
genggaman Trace. "Apaka kau...apakah kau ingat ketika aku
mengatakan seseorang telah mendorong mobilku keluar dari jalan?"
Alis mata Mitch yang berwarna gelap menukik dengan cepat.
"Apakah karena itu kau kemari" Polisi mengatakan padamu bahwa
tidak ada tanda-tanda -"
"Seseorang baru saja menyerangku di Chicago." Suaranya melemah.
"Sebelum penyerangan itu, seseorang telah menguntitku selama
beberapa hari, beberapa minggu...orang yang sama yang juga
menguntitku di sini, di New York."
Kerutan samar di dahi Mitch menjadi lebih dalam. "Dengar, saat itu
kau sedang dalam keadaan tertekan akibat kecelakaan itu, aku
mengerti...tapi polisi mengatakan-"
"Aku benar-benar tidak tertarik dengan apa yang polisi katakan,"
potong Trace. Dia sedang tidak dalam suasana hati yang bagus untuk
membiarkan pria sombong ini membuat ketakutan Skye muncul lagi.
"Aku tertarik dengan apa yang Skye katakan. Seseorang
menyerangnya, dan aku di sini untuk menemukan siapa pelakunya."
Mata berwarna kecoklatan Loxley berpindah menatap tajam Trace.
"Memangnya siapa kau" Pengawalnya?"
"Jelas bukan pengawalnya."
Mata kecoklatan itu mencermati wajah Trace. "Aku pernah
melihatmu sebelumnya." Jari Mitch menjentik tiba-tiba. "Kau ada di
rumah sakit ketika Skye pertama kali dibawa ke sini. Pihak
manajemen rumah sakit memaksa kami untuk memperbolehkanmu
masuk dan menjenguknya."
Dengan pengaruh yang tepat, Trace menemukan cara untuk masuk
ke kamar Skye. Kenyataan bahwa ia telah memberikan sumbangan
dalam jumlah yang besar pada acara amal rumah sakit ini sangat
membantunya dalam hal itu.
Mata Mitch membelalak. "Kau Trace Weston."
Trace mengangkat bahunya.
"Trace," dokter itu berkata dengan sinis sembari beralih menatap
Skye. "Aku pernah mendengar nama itu, benar kan?"
Skye tersentak. Apa sih yang mereka bicarakan"
"Harusnya aku sudah bisa menduga," lanjut Loxley, "ketika kau
bilang padaku kau akan pindah kembali ke Chicago, kau akan
kembali padanya." Dia mendengus. "Aku tak tahu apa yang kau
inginkan dariku, Skye. Kau pergi dan -menggantungku." Sebuah
otot berkedut di rahangnya ketika dokter itu mencoba menyimpulkan
keadaan yang terjadi. "Menurutmu aku pelakunya" Menurutmu
akulah orang yang menguntitmu?"
"Apakah kau pelakunya?" Tanya Trace.
Wajah Skye memucat. Trace tidak menyukai kenyataan itu. Sama
sekali tidak suka. "Aku bahkan tidak mengenalnya sebelum terjadinya kecelakaan itu.
Bagaimana mungkin aku bisa menguntitnya sebelumnya?" Mitch
menghempaskan tubuhnya ke kursi. Roda kursi itu menggelinding
mundur. "Dan tidak, aku tidak mengejarnya ke Chicago. Hubungan
seks dengannya menyenangkan, tapi percayalah padaku, aku sudah
melanjutkan hidupku."
Dokter itu menganggap hubungan seks mereka menyenangkan.
Setiap otot di tubuh Trace menegang mendengarnya.
"Skye, bisakah kau membiarkan aku bicara dengannya berdua saja?"
Trace berkata dengan lembut. Terlalu lembut.
"Trace..." Kekhawatiran terdengar dari suara Skye. Dia cukup
mengenal Trace untuk bisa menebak apa yang akan dilakukan lakilaki itu.
Trace menatapnya sekilas. "Hanya sebentar saja."
Skye menggelengkan kepalanya. "Aku tak mau pergi kemana-mana.
Ini menyangkut hidupku."
Trace seperti bisa mendengar detak jantungnya sendiri berderap
kencang dalam amarah. Dia memaksakan pandangannya kembali ke
dokter itu. "Apakah kau ingat siapa yang pernah mengunjungi Skye
ketika ia dirawat di sini?"
"Aku ingat kau pernah mengunjunginya." Tukas Loxley. "Aku tak
akan lupa ketika wakil direktur rumah sakit memberitahukan padaku
bahwa aku harus mengijinkan seorang pengunjung masuk meskipun
itu melanggar aturan rumah sakit."
Dokter itu benar-benar harus berhenti memancing amarahku. "Ada
yang lain lagi?" "Aku punya banyak pasien yang harus aku tangani, tidak mungkin
aku bisa mengingat semuanya - "
"Kau tidak meniduri semua pasienmu." Trace berhenti. "Setidaknya
kuharap kau tidak meniduri mereka semua. Dan karena Skye sudah
jelas mendapat perlakuan khusus darimu, aku pikir mungkin kau
lebih memperhatikan siapa yang masuk dan keluar kamarnya.
Mata dokter itu memicing. Amarah merayap naik terlihat dari
matanya. "Seorang lelaki Inggris." Sembur Mitch. "Wolfe. Dia dan
beberapa perempuan rekannya menari juga datang menjenguk. Aku
tidak melihat pengunjung lainnya karena sibuk dengan tugasku
memeriksa pasien lain. Merawat pasien lainnya dan bukannya
memperhatikan Skye setiap saat."
Dokter itu masih memancing amarahnya...
"Aku rasa sekarang aku tahu kenapa kau meninggalkanku, Skye,"
Kata Loxley sembari mengetuk-ngetuk jarinya di meja. "Sekarang
aku tahu apa yang terjadi setelah malam itu."
"Maafkan aku," Skye berkata pada dokter itu.
Trace menegang. Oh, sial, tidak, Skye tidak perlu meminta maaf
kepada bajingan ini yang sudah bersikap tidak profesional sebagai
seorang dokter. "Aku juga," gumam Loxley. Tatapannya beralih ke pintu. Sambil
menggeram, ia berkata, "Jika urusan kita sudah selesai, aku harus
segera kembali bekerja."
Belum, urusannya belum selesai. "Aku harus tahu dimana kau
berada dua hari terakhir ini, dok." Kata Trace meskipun ia menduga
bahwa Marsha si perawat genit itu bisa memberitahunya.
"Kenapa" Karena menurutmu aku telah terbang ke Chicago dan
menyerang Skye?" Mitch bangkit dari duduknya. Ia berjalan
menyeberangi ruangan kecil itu dan berhenti tepat di depan Skye.
"Apakah itu yang kau pikir, Skye" Bahwa aku akan menyakitimu"
Akulah orang yang menyelamatkan nyawamu. Akulah orang yang
membantumu." "Bukan itu maksudnya, Mitch," kata Skye. Ada sedikit nada
penyesalan dalam suaranya. "Aku hanya mencoba mencari tahu apa
yang terjadi. Kau tidak mengerti -orang itu sudah mengamatiku
untuk waktu yang cukup lama." Rambutnya jatuh dari balik bahunya
ketika Skye menggelengkan kepalanya. "Aku lelah selalu merasa
ketakutan. Aku ingin orang itu berhenti menggangguku. Kupikir...
kami pikir mungkin kau pernah melihat seseorang, atau sesuatu yang
bisa membantu -" "Jika aku tahu sesuatu yang bisa membantumu, aku pasti sudah
memberitahukannya." Tatapan Mitch menyapu wajahnya. "Maaf,
tapi aku tak tahu." Skye mengangguk. Dia membalikkan badannya. Trace berjalan di
sisinya sembari memegang lengannya.
Memastikan dia keluar dari ruangan itu.
Namun...sebelum Trace sampai di luar...
Trace menutup pintu itu dan menguncinya dari dalam. Memastikan
Skye tidak bisa masuk kembali ke dalam. Kemudian dia
memojokkan dokter itu. "Aku tidak percaya dengan omong kosongmu." Ujarnya tanpa basabasi.
Skye mengetuk pintu. "Trace?" suaranya melengking tinggi dan
terdengar terkejut. "Apa yang kau lakukan"!"
Dia menunjuk ke arah meja. "Jika kau sudah melupakan Skye,
kenapa masih ada fotonya di atas mejamu?"
Dokter itu menelan ludah dengan gugup.
"Kau sebaiknya punya saksi yang bisa memastikan bahwa kau tidak
meninggalkan kota ini. Karena jika aku tahu bahwa kau yang telah
menguntit Skye..." Trace menyeringai dan memberi dokter itu
tatapan yang membekukan. "Aku akan memastikan bahwa kau tidak
akan pernah menjadi ancaman dalam hidupnya lagi."
"A-aku bahkan tidak menyadari bahwa fotonya masih ada di situ.
Aku hanya belum sempat membuangnya-"
"Urusanmu sudah selesai dengan Skye. Dia sudah tidak punya
urusan denganmu. Dia sudah jelas melupakanmu, dan kau perlu
melakukan hal yang sama." Trace tetap menatap pria itu untuk
beberapa saat, memastikan bahwa si dokter mengerti maksud dari
ucapannya. Skye meninju pintu. "Trace, hentikan!" Rasa takut dan amarah
menyatu dalam suaranya. Karena Skye ingat seperti apa Trace yang dulu. Dia seharusnya tidak
perlu terlalu khawatir. Trace meninggalkan dokter itu dalam keadaan
utuh. Untuk saat ini. Hubungan seks mereka menyenangkan.
"Kau mungkin memiliki hubungan seks yang menyenangkan
dengannya," kata Trace sembari memberi dokter itu tatapan
merendahkan. "Tapi hubungan seksnya denganku adalah yang paling
menyenangkan." Kemudian ia pergi meninggalkan dokter yang terkejut itu yang
masih menatapnya. "Apa yang kau lakukan tadi?" Skye memukulnya.
Trace mengangkat bahunya. "Hanya memastikan beberapa hal."
Sekarang waktunya untuk mencari perawat tadi dan memastikan
keberadaan Mitch Loxley dua hari yang lalu.
Pintu terbanting tertutup di belakang Trace, dan dia sangat yakin dia
mendengar suara tangan yang meninju meja kayu.
Bagus. Dokter itu sudah mengerti maksudnya.
*** Skye harusnya sudah tahu bahwa Tracelah jodohnya. Tidak ada
orang lain yang cocok dengannya. Tidak ada orang lain selain Trace
yang serasi dengannya. Mereka ditakdirkan bersama.
Aroma manis tubuhnya masih memenuhi pikiran Trace. Wajah
wanita itu menghantui setiap malamnya.
Trace tidak bisa pergi menjauh darinya.
Dan Trace akan memastikan Skye tidak akan melarikan diri darinya.
Skye tidak punya tempat untuk sembunyi darinya. Dia telah
mengawasi Skye sejak lama. Dia tahu semua rahasia wanita itu. Si
cantik Skye telah menyimpan begitu banyak rahasia.
Skye bukanlah wanita baik-baik yang selama ini orang kira. Dia
bukanlah Sang Putri Tidur yang memerlukan ciuman dari cinta
sejatinya. Skye memiliki sisi gelap dalam hidupnya. Sisi itulah yang menarik
bagi Trace. Sisi gelap Skye sangat serasi dengan sisi gelapnya sendiri.
Tidak ada yang bisa memisahkan mereka.
Tidak sekarang. Atau selamanya. Jika itu terjadi, dia akan membunuh Skye terlebih dahulu.
*** Bab 5 "Perjalanan ini buang-buang waktu." Pesawat mereka mengudara,
bahkan suara mesinpun tidak mampu menembus kenyamanan
pesawat ini. Jemari Skye sibuk dengan sabuk pengamannya.
Trace duduk di seberangnya. Dengan kaki terbuka lebar, mengenai
kaki Skye, dan segelas wiski di tangan.
"Aku sudah katakan sebelumnya...tidak satupun dari mereka yang
melakukan itu." Mantan-mantannya. Sejak Evan sedang berada di
Hawaii untuk pengambilan gambar filmnya, dia tidak termasuk
dalam daftar tersangka Trace. Setidaknya, itu harapan Skye.
Alibi Mitch dan Robert sudah diperiksa. Empat orang penari
mendukung cerita Robert. Dan perawat dengan payudara-yangterlalu-besar itu
dengan cepat memberitahu Trace tentang kegiatan
terbaru Mitch. "Aku butuh bertemu mereka," Trace menyesap wiskinya, "Dan
melihat reaksi mereka terhadapmu."
"Kepadaku" Uh, mereka sama sekali tidak bereaksi-"
Dia menghabiskan minumannya dalam satu tegukan. "Robert
melihatmu sebagai sebuah obsesi. Obsesinya. Penari yang dia
kontrol." Ya, memang benar. Dia memandang keluar jendela. Itulah alasan
kenapa Skye memutuskan hubungan dengannya. Bukan berarti
banyak yang harus di putuskan. Mereka bersama hanya seminggu
saat Skye menyadari dia membuat kesalahan dengan berhubungan
dengannya. "Sementara untuk dokter itu, dia berbohong." Trace menaruh
gelasnya yang kosong. "Apa maksudmu?" Marsha sudah mengatakan kalau Mitch sama
sekali tidak meninggalkan kota selama dua bulan. Trace sepertinya
ragu, tapi Marsha sudah memperlihatkan janji temu dengan pasienyang semuanya
berhubungan dengan Mitch.
"Mitch Loxley akan menerimamu kembali jika dia bisa. Dia
mungkin masih masturbasi dengan membayangkanmu."
Mulut Skye terbuka. Tidak mungkin, dia baru saja mengatakan itu
kepada Skye. "Kau tidak mungkin tahu tentang itu-"
"Tentu aku tahu. Karena aku melakukan hal yang sama sampai aku
mendapatkanmu kembali." Trace membuka sabuk pengamannya.
Memandang Skye dengan mata yang berkilat. "Kemari, Skye."
Dia tidak ingin beranjak. "Kita tidak mendapatkan hal yang berguna
di New York." Kenapa suaranya menjadi parau"
Tatapan panasnya menetap di Skye. "Aku mendapatkan kesempatan
untuk berbicara dengan polisi. Aku sudah mempelajari laporan
tentang kecelakaanmu. Aku sebenarnya mempelajari banyak hal."
Skye menggelengkan kepalanya. "Kita tidak tahu sia yang
melakukan ini-" "Kemarilah." Suaranya semakin mendalam.
"Aku di sini." Jantungnya berdebar keras dan cepat di dadanya.
Kakinya bergerak-gerak gelisah. Mengenai kaki Trace. Gerakan itu
tidak disengaja, iya kan"
"Itu belum cukup dekat." Jemari Trace mengetuk masing-masing
lengan kursinya. "Aku suka rok yang kau pakai."
Bukan berarti dia memiliki banyak pilihan pakaian. Sejak Trace-lah
yang mengepak pakaiannya untuk perjalanan ini, jadi dia hanya
mengenakan apa yang ada. Saat ini, Skye mengenakan rok hitam panjang dan atasan senada.
Sementara pakaian dalamnya"
Stoking dengan garter belt.
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang dimaksud Loxley saa dia berkata, 'setelah malam itu'?"
Nafasnya berat. Dia tidak ingin mengakuinya. Dia ingin menyimpan
sedikit harga dirinya. "Skye..." Kepalanya terangkat. "Itu tidak penting. Kami sudah berakhir."
"Kau dan Loxley memang." Trace tidak bergerak dari duduknya.
"Tapi kau dan aku baru saja mulai." Pandangannya menyapu Skye.
"Kenapa kau takut kepadaku?"
Pertanyaan itu mengagetkannya. "Aku tidak!" bantahnya cepat.
"Tentu saja, kau takut. Kau sudah takut kepadaku sejak malam itu
saat kita bertemu." Dia tidak ingin mengingat malam itu. "Kau menyelamatkanku
malam itu." "Aku menakuti kau karena aku sangat kasar. Karena selama sesaat,
kau melihat aku yang sebenarnya- diriku yang sangat sulit untuk
kesembunyikan dari orang lain."
Pria yang berjalan di jalan kekerasan. Yang suka berkelahi dengan
amarah yang tidak ditahan-tahan.
"Tidak ada seorang wanita pun yang pernah melihatku seperti itu."
Pandangannya memaku Skye. "Aku berhati-hati dengan mereka,
untuk selalu memastikan aku selalu terkendali."
Skye tidak bisa mengalihkan pandangan dari Trace. "Aku tidak ingin
kau berpura-pura jadi orang lain saat bersamaku."
"Tidak. Tidak denganmu." Tangan kanannya terulur. Terarah pada
Skye. "Dan karena itulah kau takut. Karena kau tahu betapa
berbahayanya aku, dan kau tetap menginginkanku."
Iya, memang. Skye mendapati dirinya bangkit. Berjalan beberapa langkah dan
meraih tangan Trace yang terulur.
Dia menarik Skye ke pangkuannya. Dalam beberapa detik, Trace
memposisikan kakinya sehingga Skye duduk mengangkangi Trace.
Membuat kewanitaannya menekan kejantanan Trace.
Bibirnya di leher Skye, menciuminya. "Beritahu aku tentang malam
itu...malam saat kau berpisah dengan Loxley."
Matanya tertutup. Tangannya menyelinap ke bawah rok Skye. Menyentuh pahanya.
Ototnya menegang di bawah sentuhan Trace.
"Aku tidak ingin membicarakan tentang dia." Dia tidak akan.
Jemarinya mengarah semakin ke atas. Tubuh Skye tegang, sakit.
Kalau saja dia mengarahkan tangannya sedikit lebih tinggi...
"Apa yang kau inginkan, Skye?"
Dia memaksa matanya terbuka. Untuk bertemu dengan tatapan
Trace. "Aku menginginkamu." Tanpa ragu. Tanpa kebohongan.
Kepala Trace terangkat. "Pilotnya dekat. Bagaimana kalau dia
mendengarmu?" Jantungnya berdebar sedikit lebih cepat. "A-aku tidak akan
bersuara." "Aku membuatmu berteriak sebelumnya."
Nafasnya tertahan. Jari Trace bergerak semakin ke atas. Skye bisa
merasakannya di tepi celana dalamnya. Lalu..lalu Trace
menyentuhnya melalui celana dalam sutranya. Membelainya dan
Skye semakin menekan tangan Trace. "Aku tidak akan bersuara."
Bisik Skye. "Kita lihat saja..." Gumam Trace. Tangannya menyelinap ke balik
dalamannya. "Oh, sayang, kau sudah basah untukku." Tangannya
membelai, menggoda, menyiksa Skye.
Tangan Skye terkunci di belakang kepala Trace. Dia meremas
kursinya saat jari Trace mendorong masuk ke dalam tubuhnya.
Itu tidak cukup. Dia butuh lebih.
Jempolnya menekan clitnya. Menekan, memutar, dan membuat
pinggulnya semakin mendorong ke arah tangan Trace.
Kukunya menembus kursi saat jari kedua Trace mendorong masuk.
Dia menciumi lehernya. Lidahnya menjilati kulit Skye, lalu dia
merasakan gigitan Trace. "Kau ingin datang, bukan?"
Dia hampir"Tapi belum," ucapnya, dan dia menarik jarinya keluar. Mengelus,
tapi tidak mendorong Skye ke arah kenikmatan. "Belum waktunya."
Kepalanya berputar. Mata mereka bertemu.
"Beritahu aku tentang malam itu."
Apa-apaan" Dia berdiri dari pangkuan Trace, menjauh darinya. "Tidak." Kenapa
dia harus tahu segalanya tentangku" Beberapa hal adalah urusannya.
Skye berusaha kembali ke kursinya. Lupakan tentang keanggunan.
Meskipun harus jatuh dia tidak peduli. Terserah. Apapun yang di
butuhkan untuk kabur. Tetapi Trace tidak melepaskannya. Dia menarik Skye kembali, dan
kejantanannya yang panjang dan tebal menekan kewanitaannya yang
basah. "Tidak ada tempat untuk lari."
Tidak ketika mereka berada hampir 30.000 ribu kaki di udara.
"Dan kau tidak ingin lari, tidak dariku. Aku lah tempatmu berlari."
Mulutnya kembali menekan leher Skye. Di area pertemuan bahu dan
lehernya. Di daerah yang selalu melemahkannya.
Dia benci merasa lemah di hadapan Trace. Begitu rentan. Tidak
seharusnya Trace memiliki kuasa atas tubuhnya. Atas dirinya. Tidak
seharusnya diaDia bukan satu-satunya yang memiliki kuasa.
Tekad memenuhi Skye. Dia tidak akan mengikuti permainan Trace.
Dia akan membuktikan kepada Trace, kalau hasrat Trace
terhadapnya juga sama. Tangan skye bergerak diantara mereka. Meraih kejantanannya.
Membelainya melalui celana yang dikenakan Trace. Kejantanannya
mengeras di bawah sentuhan Skye.
"Skye..." "Pesawat akan mendarat segera mendarat. Aku sudah selesai bicara."
Dia sudah melewati banyak hal. Dia melepaskan kancing celana
Trace. Menurunkan restletingnya. Tanpa celana dalam. Kebiasaan
Trace. Tangan Skye melingkarinya, dan memompanya naik-turun.
Sekali. Dua kali. Menyentuhnya membuat Skye terangsang. Itulah kelemahannya.
Itu juga kelemahan Trace.
Nafasnya berdesis. Jemari Trace menyentuh kewanitaan Skye lagi,
dan mendorong masuk ke dalamnya seirama dengan sentuhan Skye
di kejantanannya. Ini sungguh nikmat, sangat nikmat, tangan saling
mengelus, membelai. Skye masih mengenakan roknya. Branya,
celana dalamnya...Trace hanya mendorong dalamannya kesamping.
Dia panas dan keras dan kuat di tangan Skye. kelembapan terasa di
ujung kejantanannya, dan Skye tahu hanya sedikit lagi"Tidak seperti ini," geram
Trace, kata-katanya gelap dan keras. "Di
dalammu." Dalamannya terkoyak. Trace mengangkat pinggul Skye. roknya
bertumpuk diantara mereka. Dia mengangkat Skye-dan mendorong
masuk ke dalamnya. Trace memenuhinya dalam sekali dorongan. Begitu dalam hingga
untuk sesaat Skye tidak bisa bergerak. Lututnya berada di kedua sisi
pinggul Trace. Salah satu lututnya terjepit di lengan kursi-tapi dia
tidak peduli. Trace mulai bergerak lagi. Tidak, dia menggerakkan Skye.
mengangkatnya naik, dan membawanya turun kembali.
"Bisakah kau...tetap diam...?" Ucapnya dengan pupil mata yang
melebar. "Atau apakah kau akan berteriak...untukku?"
Jantungnya berpacu lebih cepat, seperti akan melompat dari
dadanya. Tangannya masih mengelus kewanitaannya, dan dia
menempatkan Skye sebegitu rupa hingga di setiap dorongan
membuat kejantanannya mengenai kewanitaannya yang sensitif.
Celananya yang terbuka menyapu kaki Skye. masih berpakaian.
Kami berdua"Aku suka saat kau berteriak."
Pelepasannya semakin dekat. Mengencangkan tubuhnya. Berputar
dan berkobar di dalam tubuh Skye.
Trace mendorong keras. Makin keras. Pegangannya semakin
kencang, membuat Skye bertanya-tanya apakah itu membuatnya
memar. Lalu diaTrace mendorong semakin dalam.
Skye meledak dengan pelepasan yang sangat keras hingga membuat
seluruh tubuhnya bergetar. Tangisan kecil keluar dari mulutnya.
"Ya, hell, ya," Trace menemukan pelepasannya. Gelombang panas
memenuhi Skye saat dia datang.
Selama beberapa saat, Skye tidak bisa melihat apapun. Dia hanya
bisa merasakan kenikmatan yang mengguncang tubuhnya dalam
gelombang yang keras. Nafasnya masih tersengal. Jantungnya masih
belum melambat. "Benar-benar cantik..." Trace membelai rambutnya, menciuminya.
Apa ini pertama kalinya Trace menciumnya di pesawat"
Matanya mengerjap, dan sedikit kegelapan mulai memudar.
"Kami akan mulai mengurangi ketinggian..." suara pilot menyentuh
telinganya. "Mohon pastikan anda memasang sabuk pengaman."
Pipinya merona. Trace hanya tertawa. Dia berteriak. Pada akhirnya Skye berteriak untuk Trace.
Dengan gemetar, Skye menjauh dari Trace. Celana dalamnya
tergeletak di lantai. Skye mencoba meraihnya.
Tapi Trace mengambilnya duluan. Mengepalkannya dalam
genggamannya. "Ini sudah rusak. Jangan khawatir, aku akan
membelikanmu yang baru."
Skye terduduk di kursinya. Pahanya gemetar, dia masih bisa
merasakan Trace di dalam dirinya.
Kewanitaannya terus mengejang.
Dengan tangan gemetar, di memasang sabuk pengaman. Skye
mencoba mengurangi getarannya dengan menekan kedua kakinya.
Dengan sangat pelan, Trace memperbaiki pakaiannya. Dalaman
Skye tersimpan di sakunya. Trace tidak melepaskan pandangannya
dari Skye. "Itu dia." Gumam Trace.
"A-apa itu?" kenapa dia harus gugup di dekat Trace"
"Kau memang takut padaku, tapi kau tetap menginginkanku."
Bibirnya tersenyum tanpa sedikitpun rasa lucu. "Terkadang aku
bertanya, apakah kau menginginkanku karena takut kepadaku?"
Pesawat mulai menurun, Skye bisa merasakan perubahannya.
Pertanyaan macam apa itu"
"Aku pikir kau menyukai sisi gelapku, Skye. karena itu sangat
berbeda darimu." Dia bukanlah cahaya bagi kegelapan Trace. Skye tidak pernah
melihat Trace seperti itu. Sebenarnya dia melihat beberapa hal dari
sudut pandang yang berbeda.
Seharusnya Trace melihat sisi gelapku.
"Kau tahu apa yang bisa kulakukan." Pandangannya seperti
menembus Skye. "Aku hampir saja membunuh, saat aku baru
mengenalmu. Dan sekarang...sekarang kau tahu kalau aku akan
membunuh untukmu. Dalam sekejap mata, tanpa keraguan."
Skye tidak ingin memikirkan tentang apa yang akan dilakukan
Trace, "Aku tidak...aku tidak datang kepadamu karena aku ingin kau
membunuh seseorang." Itu bukanlah dirinya.
"Kau yakin tentang itu?" tanya Trace dengan sedikit keraguan
mewarnai suaranya. "Apa kau sangat, sangat yakin" Pikirkan tentang
itu, Skye. Pikirkan tentang apa yang kau ingin aku lakukan terhadap
pria yang mengejarmu?"
Pesawatnya sedikit bergetar. Tangan Skye meremas lengan kursinya.
"Aku ingin dia berhenti. Aku tidak ingin dia mati."
"Jika benar dia yang menyebabkan kecelakaanmu, jika dia orang
yang mencoba membunuhmu...apa kau benar-benar percaya bahwa
aku hanya akan menyerahkannya pada polisi?" matanya menyapu
wajah Skye. "Kau mengenalku lebih baik dari itu."
Skye tidak bisa bicara, karena Trace benar. Dia memang mengenal
Trace jauh lebih baik. Dia mungkin seorang pengusaha sukses, tapi
selalu ada sisi liar dalam dirinya. Berada di bawah permukaan,
menunggu untuk terlepas. Trace mengangguk. "Sekarang kau mengerti aku, dan aku mengerti
dirimu." *** Studio menarinya akan dibuka besok. Skye berdiri di tengah-tengah
ruangan, memandang pantulan dirinya di cermin yang berada di
ruangan itu. Tidak ada lagi pecahan kaca. Anak buah Trace sudah mengurus
semua itu. Tidak ada lagi lampu yang berkedip-kedip. Dan setiap
kali pintu depan terbuka dan tertutup, alarm akan mengeluarkan
bunyi beep. "Kau sudah selesai untuk malam ini, nona sullivan?"
Dia memandang ke arah Reese. Trace memaksa agar Reese ikut
bersamanya saat dia ingin memastikan persiapan studionya. Dan dia
tentu saja tidak bisa menyangkal kalau ditemani membuatnya
merasa aman. Karena dia sudah merasa takut saat pertama kali berada di dalam
studio. Tapi aku tidak akan membiarkannya membuatku takut. Studio ini
penting baginya. Ini adalah mimpinya yang baru, kesempatan untuk
memulai hidup baru. "Aku sudah selesai." Lantai sudah bersih. Bar sudah ada di
tempatnya. Besok para muridnya akan mendapatkan studio yng
sempurna. Langkah kecil. Itulah rencananya. Untuk memulai beberapa kelas
dan mengembangkan studio ini hingga menjadi yang terbaik di
Chicago. Dia bisa melakukannya.
Aku akan melakukannya. Dia menghampiri Reese dengan tersenyum penuh tekad. "Terima
kasih atas semua bantuanmu."
Dia mengangguk. "Kapan saja."
Skye tertawa. "Aku ragu kalau kau terbiasa, menyediakan jasa
pengawalan di studio menari."
"Kau kasus spesial untuk bos. Apa yang penting untuknya..." Reese
mengangkat bahu. "Itu yang terpenting buatku." Dia memeriksa jam
tangannya. "Dia akan menemuimu sebentar lagi."
Hampir dua belas jam sejak terakhir dia melihat Trace. Dia memiliki
pekerjaan yang harus di lakukan, sementara Skye harus memeriksa
studionya. Dan... Aku ingin sedikit jarak. Karena dia meninggalkan Skye yang gemetar setelah percintaan di
pesawat. Dia melangkah keluar dengan Reese. Berhenti sejenak, Skye
mengaktifkan alarm. Lalu mereka berada di luar. Malam ini tidak
sedingin beberapa malam yang lalu.
Mengedarkan pandangan ke sekeliling area membuatnya sadar
bahwa hanya mobil Reese yang berada di parkiran. Selebihnya gelap
dan sepi danSkye mengerang. "Tasku tertinggal. Aku akan segera kembali, oke?"
Reese menahan tangannya. "Tidak, nona, bukan begitu caranya. Aku
akan ikut denganmu."
"Kau tidak-" "Perintah bos. Kemana kau pergi, aku ikut."
Benar. Skye berbalik dan mengarah ke pintu. Dia membuka kunci
dan menonaktifkan alarm. Reese mengikuti di belakangnya.
Pintunya berbunyi saat mereka masuk, semua lampu langsung
menyala. "Beri aku waktu beberapa menit!" Skye berbicara lewat bahunya
saat dia berjalan ke dalam. "Aku meninggalkan tasku-"
Semua lampu mendadak mati.
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak, ini tidak seharusnya terjadi. Trace sudah menyewa tukang
listrik untuk memperbaiki sekringnya.
Lalu dia berbalik. "Reese!"
Buk Dia menegang. Suara erangan terdengar olehnya. Nafasnya tercekik. "Reese?"
Dia tidak menjawab. Skye tidak bergerak. Tidak selangkahpun.
Lalu dia mendengar sesuatu. Seperti suara- suara air dituang. Air"
"R-Reese?" dia kembali memanggil. Alarm sama sekali tidak
berbunyi. Alarmnya hanya berbunyi sekali saat mereka masuk.
Apa kami sudah menutup pintunya" Reese berada di belakangnya.
Dia berjalan di depan. Berfifkir kalau Reese sudah menutup pintu.
Sudahkah dia" Air tetap dituang ke sekelilingnya. Dia mengambil nafas, nafas
gemetar dan sadar kalau itu bukan air.
Bau yang menyengat menyadarkannya kalau itu bensin.
"Tidak!" Skye berteriak dan berlari ke depan. "Reese!" dia terpeleset
sesuatu. Sesuatu yang lembut dan hangat, dan Skye terbentur ke
lantai. Sakit menyebar di tubuhnya, saat kaki kirinya terkilir.
Tangannya menggapai. Dan dia menyentuh bahu yang keras.
Rambut. "Reese?" tangannya menyusuri wajah dan kepalanya, dan
dia merasakan darah yang lengket.
Cahay berkedip di kegelapan. Sebuah korek. "Akulah satu-satunya."
Suara itu membuatnya merinding.
Korek itu dilemparkan. Dan api mulai menyebar. *** Trace menghentikan Jaguarnya dan melompat keluar. Matanya
tertuju pada studio- pada warna kuning dan emas yang menyinari
studio itu. "Skye!" teriak Trace.
Mobil Reese berada di sebelah kiri jalan. Kosong. Tidak ada tandatanda akan dia atau Skye.
Jangan berada di dalam sana. Jangan.
Tapi kemudian dia mendengar suara isakan- "Tolong aku!"
Suara Skye. datang dari dalam.
Dia berlari menuju gedung saat jendela pecah dan kaca berterbangan
di sekelilingnya. Pintu utama terbuka, asap keluar dari sana. Dia berlari ke dalam,
menuju langsung ke arah asap.
Kobaran api menyinari studio. Skye berada di lantai. Terbatuk, dan
berupaya menarik tubuh pingsan Reese ke arah pintu.
"Tolong aku." Dia berteriak lagi saat melihat Trace. Air mata
membasahi pipinya. "A-aku tidak bisa mengeluarkannya sendiri!"
Karana berat Reese tiga kali beratnya. Api menyebar di dekat kulit
Skye. terlalu dekat. Trace melingkari perut Skye. menariknya
menjauh dari Reese. Bawa Skye ke tempat yang aman. Keluarkan dia.
Skye berteriak dan meronta dalam pelukan Trace. "Tidak, aku harus
menolong Reese!" tapi Trace memperat pelukannya. Apinya terlalu
dekat. Mencoba menyambar kulit Skye.
Dia berlari keluar dengan Skye. Skye masih batuk. Dia di kelilingi
api dan asap sudah terlalu lama.
Setelah dia menurunkan Skye, secepatny Skye mencoba kembali
masuk ke gedung. Trace menangkap dan menariknya kembali. "Jangan bergerak."
Kalimat itu keluar dari mulutnya. Amarah dan ketakutan mengalir di
darahnya. Sebuah kombinasi yang mematikan.
Mata Skye di penuhi air mata. "Dia akan mati! Kita harus
mengeluarkannya-" "Aku akan mengeluarkannya." Janji Trace. "Tapi kau harus tetap di
sini." Trace harus memastikan kalau Skye aman.
Skye mengangguk. Trace berlari kembali ke dalam api. Dia terburu-buru masuk ke
dalam gedung. Api sudah semakin membesar, menyebar kemanamana. Kobaran api
hampir mengenai kaki Reese.
Dia meraih temannya. Menariknya. Lalu mengangkat Reese di
bahunya seperti gaya pemadam kebakaran. Kita akan keluar dari
sini. Paru-parunya seperti terbakar. Tempat ini terlalu panas. Dia
melangkah ke arah pintu. Atap runtuh. Tepat di atasnya.
*** "Tidak!" Skye berteriak saat apai menembus atap studionya.
Trace belum keluar. Dia berlari ke dala kobaran api untuk
mengeluarkan Reese. Dan dia mengharapkanku tetap berada di luar" Sementara dia
menghadapi api" Dia tidak bisa melakukan itu. Tidak untuk sedetik lagi. Terlalu
banyak waktu yang terbuang. Seharusnya dia sudah kembali.
Skye berlari ke depan. Bunyi sirine terdengar di belakangnya.
Dia berada di pintu, berlari ke dalam karena dia ingin menyusul
Trace. Hanya sajaTrace sudah berada di depannya. "Sudah kubilang..." Trace
menggeram, "Menjauh dari api."
Trace menggendong Reese di bahunya. Skye dan Trace berlari dari
gedung. Api semakin membesar ke arah mereka.
Trace menurunkan Reese ke tanah. Bajunya di penuhi jelaga saat ia
membungkuk di depan Reese. "Ayo, teman, jangan lakukan ini..."
Reese mulai terbatuk. "Hell, ya." Ucap Trace.
Petugas paramedis turun dari ambulan dan berlari ke arah mereka.
Skye melirik dari bahunya. Para pemadam kebakaran berupaya
memadamkan api, tapi tidak banyak yang bisa mereka lakukan untuk
menyelamatkan studio. Api sudah menghanguskan tempat itu.
Petugas paramedis mengikat Reese ke tandu. Mereka membawanya
menuju ambulan. Salah satu petugas berusaha membawa Skye.
Skye mendorongnya menjauh. "Aku baik-baik saja." Dia tidak bisa
melepaskan pandangannya dari api. Petugas pemadam kebakaran
berusaha mengendalikan api agar tidak menangani bangunan yang
lain. Bangunan yang-untungnya-sudah kosong pada saat ini.
Bunyi percikan api terdengar olehnya. Reese bisa saja tewas dalam
kebakaran itu. Dia berusaha menarik Reese, menggunakan seluruh
tenaganya. Tapi dia hanya mampu menggerakkannya sedikit.
Api itu benar-benar lapar. Begitu panas. Begitu liar.
Akulah satu-satunya. Reese bisa saja tewas, karena dirinya.
Pintu ambulan tertutup. Sirinenya berbunyi sekali lagi saat mereka
melaju membawa Reese. "Apa yang sebenarnya..." Trace mulai berjalan mendekatinya,
"Terjadi di sana?"
"Itu juga yang ingin kuketahui." Ucap Alex Grffin ssat detektif itu
melangkah ke hadapan Skye, menutupi pandangannya dari kobaran
api tersebut. Alex" Skye tidak melihat dia datang. Tapi Skye melirik sekitar dan
melihat beberapa mobil polisi ada di sana. Mereka kelihatannya
sedang mengatur semacam pembatas.
"Nona sullivan," lanjut Alex, berdehem, "Bisa beritahu aku apa yang
baru saja terjadi?" Sebuah kebakaran baru saja terjadi. Tidak bisakah kau lihat itu"
Besar, sangat besar, menghancurkan mimpiku.
"Dia ada di sini." Skye hampir tidak mengenali suaranya sendiri.
"Dia merencanakan kebakaran ini. Me-mencoba membunuhku dan
Reese." Dan jika Trace tidak ada di sana. Bajingan itu mungkin akan
berhasil. Kobaran semakin membesar ke langit, menyinari malam.
Bau asap tercium di udara dan Skye menyaksikan mimpinya hangus
terbakar. *** Kebakaran melahap studio itu. Membakar dan menghanguskan dan
bahkan pemadam kebakaran tidak mampu melakukan apapun untuk
menghentikan. Skye menyaksikan semua itu.
Menatap semua itu dengan pandangan nanar.
Dan dia, sebaliknya, menatap Skye.
Aku harus menghukummu. Setelah apa yang dia lakukan, Skye harus di beri pelajaran.
Saat asap membimbing di udara dan petugas pemadam kebakaran
mundur, diapun tersenyum.
Dia sangat yakin Skye tidak akan melupan malam ini dalam waktu
dekat. Sekarang kau akan selalu memikirkan...seperti aku yang selalu
memikirkanmu. Di. Setiap. Waktu. *** Bab 6 "Kau tidak melihat siapapun?" Tuntut alex saat dia melangkah ke
ruang interogasi kecil. Interogasi. Trace duduk dengan kaki terbuka sembarangan di depannya.
Detektif itu bersikeras bahwa Skye datang ke markas untuk
wawancaranya setelah terjadinya kebakaran. Trace tidak pernah
mengijinkan Skye melihat ini.
Karena setiap aku melakukannya, terjadi sesuatu padanya.
Dia masih bisa mencium nyala api, mungkin karena asap sialan ada
di bajunya. Asap itu sudah ada yang membuatnya hangus. Ketika
langit-langitnya telah rubuh, dia mencoba, berusaha keras masuk
dengan cepat dan benar. Beberapa inci lagi, berdua dia dengan Skye
akan terperangkap. Mati"
Nafasnya menghembus perlahan. Dia sudah keluar dari nyala api
dan menolong Resee ke tempat aman.
Temannya akan baik-baik saja. Tapi jika Trace datang ke studio
sedikit terlambat saja...
"Aku tidak melihat siapapun," Skye berkata pelan. "Tapi aku
mendengarnya, menumpahkan bensin."
"Bagaimana kau tahu itu bensin?" Alex berhenti melangkah bolakbalik dan
memicingkan matanya pada Skye.
Dia menyisir rambutnya dengan jari. Corengan hitam melintangi
leher kanannya. "Baunya. Sangat khas, bukankah begitu?"
Alex menatap lagi padanya.
Trace menggangguk-anggukan kepalanya. Semua ini sangat
membuang waktunya. "Bisakah kau memastikannya, detektif,
mencari bajingan yang melakukan semua ini" Dari perhitunganku,
ini pembakaran yang disengaja dan penyerangan, semuanya dalam
beberapa hari." Lebih seperti usaha pembunuhan.
Bibir Alex merapat. "Kau tidak melihatnya?"
"Lampunya mati." Skye menggelengkan kepalanya. "Aku hanya
melihat kilatan korek apinya, lalu aku mendengar suaranya."
Trace menegang. Skye tidak menceritakan bagian ini, belum
menceritakan. "Apa katanya?" Desak Alex.
"Sama seperti sebelumnya." Skye menjadi sangat pucat. "Aku akan
menjadi satu-satunya."
"Kau tidak mengenali suaranya?" Alex menarik kursi ke arah luar
berlawan arah dengan meja. Dia memutarnya, lalu duduk, menaruh
tangannya diatas sandaran kursi. "Kau tidak familiar dengannya,
sama sekali?" "Dia berbisik, serak." Bahunya berputar. "Jadi, tidak, aku tidak
mengenal suaranya. Aku masih tidak tahu siapa dia atau mengapa
dia melakukan ini." Jari Alex mengetuk kursi. "Kau pikir dia orang yang sama yang
menyebabkan kecelakaanmu di New York?" Kemudian dia mencari
kedepan dan membuka folder manila di atas meja. Dia mendorong
beberapa fakta mencolok, foto hitam putih, melewati meja.
Foto dari semua kendaraan. Mobil Skye.
Dia terperangkap di sana.
Trace melihat foto-foto itu lalu menengadah, menemukan dektektif
menatapnya. "Saat kau melakukan perjalanan kecilmu, aku
melakukan penyelidikan." Kata detektif.
Bagus. Aku senang kau melakukan tugasmu.
"Aku berbicara dengan dektektif Fuller di New York." Detektif
melihat sekilas pada Skye. "Dia bilang kau yakin seseorang
menyerangmu di jalan."
Skye mengangguk. Trace memberikan fotonya lagi ke detektif. "Kami juga berbicara
pada Fuller. Pria itu tidak percaya cerita Skye - "
"Karena tidak ada saksi lain saat terjadinya tabrakan. Tidak ada cat
dari mobil lain. Tidak ada tanda dampak tersembunyi."
"Mobilku..." suaranya terlalu jauh untuk Trace saat Skye
mengatakan, "Berputar 4 kali. Terdobrak sekuatnya. Ada banyak
bukti dari dampaknya di sekitar tempat itu."
"Fuller pikir itu adalah kecelakaan tunggal." Lanjut Alex.
Tatapannya terpaku pada wajah Skye. "Aku bukan Fuller. Aku tahu
kau ketakutan, dan jelas terlihat kau punya alasan untuk itu."
Seharusnya terlihat seperti itu untuk semua orang.
"Aku tebak Weston membawamu ke New York karena dia pikir
mungkin ini perbuatan salah satu mantanmu, huh?" Sekarang tatapan
Alex dibelokkan lagi pada Trace. "Bagaimana caramu
memecahkannya?" "Aku telusuri alibi mereka." Dan sejauh ini, pelakunya tidak muncul.
Jadi...tidak, cara ini tidak bias memancing pelakunya keluar.
Alex mengerutkan bibirnya dan mengangguk. "Menelusuri alibi
mereka...ide yang bagus." Dia meletakkan foto kecelakaaan
kendaran Skye kembali ke dalam folder. "Tapi bagaimana dengan
alibimu sendiri?" Dia mendorong lembaran kertas yang lain ke arah
Trace. Trace menunduk menatap fotonya sendiri. Gambar dari koran New
York. "Kau cenderung mengundang perhatian ketika kau pergi," Alex
bergumam. "Aku kira itu adalah harga karena menjadi sangat kaya,
huh" Ketika kau pergi ke New York untuk melihat ballet...sleeping
beauty, kan" Yah, kau tertanggap meninggalkan acara lebih awal
malam itu." Alex berhenti sebentar. "Tanggal fotomu itu...sama
dengan hari kecelakaan Skye."
Tangan Skye mencari potongan koran. Skye menyentakkan potongan
koran itu ke Trade. "Kau ada di New York" Di pertunjukanku?"
Kepala Skye menoleh ke arah Trade. Kerut tipis timbul diantara
alisnya. "Mengapa kau tidak mengatakannya padaku?"
"Oh, ini bukan pertama kalinya dia terlihat." Sekali lagi, Alex meraih
folder itu. "Tampaknya saat kau tampil, Trade merasa penting datang
ke sini untuk melihatmu menari. Paling tidak sekali, kadang dua kali
sebulan. Dia selalu di sini untuk malam pembukaan, tapi dia pergi
lagi, dia melihat pertunjukan yang lain juga."
Sialan. Detektif itu sudah sibuk menyelidikiku.
"Kau...melihatku menari?"
"Dia melihatmu, cukup sering." Sekarang Alex terlihat merenung.
"Dia suka menginap di hotel yang sama setiap kali
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihatmu...tempat mewah di jalan raya 5. Aku rasa kalian berdua
menginap disini baru-baru ini?"
"Siapa yang mengatakan ini padamu?" Tuntut Trade. Karena
seseorang sudah terlalu banyak bicara. Pembocoran personal sejenis
ini tidak bisa dibiarkan di organisasinya. Seorang asisten, seorang
agen - siapapun itu akan mendapati dirinya dipecat.
"Aku besar di New York," kata Alex sambil mengangkat bahu. "Aku
masih punya beberapa teman di sini, dan mereka membantu
penyelidikanku." Bibirnya berkerut. "Skye, kau bilang padaku bahw
kau tidak tahu dia ada di sana, selama ini" Karena kalian berdua
merupakan...teman...lama. aku pikir kamu--"
"Aku tidak tahu." Suara Skye bahkan lebih dingin sekarang.
Matanya menatap trace. "Mengapa kau tidak mengatakan ini
padaku?" Sialan. Dia tidak ingin melakukan pembicaraan ini dengan tatapan
waspada detektif pada mereka. "Karena kita sudah berakhir."
Skye mundur. Sial. Trace sudah bertidak bodoh. Kita berakhir. Hidupmu terus
bergerak maju. Aku hanya perlu melihatmu.
"Dia tidak hanya melihat tarianmu, sungguh." Dan sekali lagi,
detektif itu mendorong kliping ke samping. Dia menarik foto
terakhir dari file itu. Foto yang lain dari tempat kecelakaan. Hanya
saja kali ini, reruntuhan di latar belakang . Skye terikat di brankar
dan sedang dinaikkan ke ambulans.
"Seorang wartawan di tempat kejadian malam itu mengambil foto
ini, tapi bosnya...dibujuk untuk tidak menyebarkannya."
Skye terpaku. "Pria itu, tepat di samping petugas gawat darurat, Anda bukan,
Weston?" Napas Skye berhembus keluar. "Kau berada di sana di malam
kecelakaanku?" Sial. Dia harus melangkah dengan sangat, sangat hati-hati sekarang.
"Aku menemukan mobilmu. Aku meminta bantuan."
Skye menggeleng. "Kenapa kau ada di sana?"
"Aku pikir dia mengikutimu," gumam Alex saat alisnya diturunkan.
"Dia telah menontonmu untuk beberapa waktu. Saya menduga dia
meninggalkan balet lebih awal, dan ia menunggumu meninggalkan
pertunjukan juga. Lalu ia mengikutimu."
"Bukan itu yang terjadi!" bentak Trace. Dia seharusnya memberitahu
Skye. Sialan, jika waktu bisa diputar kembali, Trace akan
mengatakan pada Skye, ia ada di sana.
Seolah-olah ia bisa melupakan saat-saat itu. The hujan deras. The
petir terbang melewati langit malam.
Darah. Kesakitannya, memutar kembali ketakutannya karena dia tidak bisa
mengeluatkan Skye keluar dari malam yang sangat kacau setelah
yang terjadi dengan mobilnya.
"Kau menjadi pahlawan yang menyelamatkannya dari kematian."
Kata Alex sambil mengangguk. "Keduanya, di New York lalu di sini
di Chicago. Kau menyelamatkannya...kedua kalinya dalam beberapa
hari terakhir ini?" Skye tidak mengatakan apapun. Matanya membesar dan melebar
tidak percaya. "Seseorang membobol masuk ke studionya, membenturkan
kepalanya ke kaca...lalu kau muncul, tepat pada waktunya untuk
menjadi kesatria putih." Suara Alex suram.
"Aku harus mengawalnya, aku harus - "
"Seseorang membakar studionya tadi malam. Sebelum nyala api
mengenainya, kau muncul lagi."
Skye melompat dengan kakinya.
Trace tidak bergerak. Tangannya mengepal. "Kau pikir aku
penguntitnya." Apa Skye berpikir seperti itu juga"
"Aku pikir..." Alex memulainya dengan perlahan saat wajahnya
mengencang, bibirnya terkatup rapat, "Kau terobsesi dengan Skye
Sullivan untuk waktu yang lama. Sejak kau masih remaja bukan"
Saat kau membuat Parker Jacob ke rumah sakit. Sesuai
perkataannya, kau melakukannya karena kau memergoki mereka
berdua berciuman." Jangan! Tolong aku! Trace memaksa kepalan tangannya untuk terbuka. "Parker adalah
pembohong besar. Kau seharusnya bijaksana dengan tidak
mempercayai perkataannya." Skye menarik diri dari meja. Dariku.
"Dan aku seharusnya percaya padamu?" Pertanyaan Alex
mengoloknya. "Aku mencoba mendapat akses ke rekaman servis
militermu, tapi negara - Amerika - menguncinya dengan ketat."
"Memang itu yang seharusnya mereka lakukan." Dia perlu bicara
pada Skye. Sendirian. Dia perlu membuat Skye mengerti apa yang
sudah dilakukannya. "Kau pria yang berbahaya, Trace Weston. Kau pergi ke operasi
rahasia berbulan-bulan untuk penugasan pertempuranmu. Hilang
selama penugasanmu paling tidak selama 4 tahun, lalu kau tiba-tiba
muncul di suatu waktu dengan koneksi ke orang-orang yang paling
berkuasa di dunia." Dia tidak bicara tentang waktu pengabdiannya. Tidak pernah. Tidak
akan pernah. "Kau kembali, lalu kau terpaku pada satu hal yang paling kau
perdulikan." Tatapan Alex terarah pada Skye. "Kau melihatnya, kau
menginginkannya, dan kau tidak tahan jika orang lain memilikinya."
"Trace?" Skye baru menghembuskan namanya. "Katakan
padaku...katakan kau tidak berada di tabrakan itu."
Trace tidak ingin membohonginya lagi.
"Skye tidak mencintaimu secara bodoh. Dia mepunyai kekasih lain,
jadi kau merencanakan semuanya. Kau perlu membuatnya rentan,
rapuh. Dia adalah seorang selebritis di New York, dikelilingi terlalu
banyak orang. Jadi kau menghilangkan status selebritisnya - kau
menjauhkannya dari berdansa. Kau yang menyebabkan kecelakaan
itu." "Sialan!" Trace melompat dengan kakinya. Kursinya terbanting ke
lantai di belakangnya. "Skye sangat kesakitan di tabrakan itu sampai dia menyerah, tidak
berdansa lagi dan tepat seperti itulah yang kau inginkan."
Trace mengintai di sekitar meja, tepat ke arah si brengsek itu.
Alex mendorong kursinya dan berdiri, mengepalkan tinju.
"Kau membuatnya tidak bisa berdansa karena dansa yang awalnya
membuatnya jauh darimu, kan" Itu yang dikatakan Parker. Skye
pergi untuk mengejar mimpinya di New York. Dia meninggalkan
kau." "Tidak!" Sangkal Skye. Suara itu menghentikan Trace sebelum dia
bisa melayangkan tinjunya ke wajah polisi itu. "Bukan seperti itu.
Trace bergabung dengan militer. Dia...dia yang meninggalkan aku.
Dia menyuruhku pergi." Rambutnya menggosok di bahunya saat
menggelengkan kepalanya. "Dia menolakku, bukan sebaliknya."
"Mungkin kemudian dia berubah pikiran." Alex tidak melirik ke arah
Skye. "Mungkin dia terlalu banyak melihat darah dan kematian
selama pertempuran yang membuatnya ingin hidup lagi.
Membuatnya menginginkanmu. Tapi dia harus mendapatkan cara
mendapatkanmu lagi... dan dia mendapatkannya. Dia membuatmu
ketakutan. Sangat ketakutan sampai satu-satunmya orang yang bisa
kau mintai bantuan - "
Trace meraih Alex dan mendorongnya ke dinding. "Kau tidak tahu
apa yang kau katakan."
"Dan kau baru saja menyerang seorang petugas." Alex tersenyum
padanya saat pintu ruang interogasi mengayun terbuka. Dua polisi
berseragam bergegas masuk dan meraih lengan Trace. "Aku tidak
perduli seberapa kayanya kamu, Weston, kau ditahan."
Dia bisa saja memberontak melepaskan diri dari polisi. Bisa pergi
tepat ke arah detektif itu lagi. Mesikpun begitu, Trace menyerahkan
diri ke polisi, tersenyum suram. "Kau membuat kesalahan, dektektif.
Kesalahan yang sangat, sangat serius."
Alex merapikan bajunya. "Aku rasa tidak, apa yang aku lakukan
adalah membuatnya - " dia menunjukkan ibu jarinya ke arah Skye.
"Aman. Aku menunjukan padanya siapa kau sebenarnya."
Polisi berseragam mendorong Trace menuju ke pintu. Dia melirik
Skye. "Dia sudah tahu siapa aku sebenarnya." Skye adalah satusatunya yang tahu
seperti apa Trace sebernarnya, jauh di dalam
dirinya. Dia benci kesakitan yang terlihat di wajahnya.
Ini salah detektif. Tatapannya kembali ke Alex. "Segera, kau juga
akan melihatnya." "Apa ini ancaman?" tuntut Alex.
"Lebih seperti janji..." lalu polisi mendorongnya dari ruangan.
Seharusnya kau tahu detektif, aku selalu menepati janjiku.
*** Kakinya terasa seperti karet.
"Kau perlu duduk Skye," kata Alex, bebicara lembut, suaranya
menenangkan saat ia menarik kursinya sekali lagi.
"Aku tidak ingin duduk." Dia ingin Alex berhenti memperlakukan
dia seperti seseorang yang lemah. Skye meraupkan tangan di
wajahnya. "Bukan trace yang melakukan ini."
"Aku tahu kau tidak akan percaya bahwa - "
"Dia menyelamatkanku!"
Alex mendekatinya. Berhenti kurang dari selangkah jauhnya dari
Skye. "Itu yang dia inginkan, agar kau percaya. Apa kau yakin dia
tidak ada di studio sebelum api berkorbar?"
"Dia tidak ada! Aku di sana, Reese di sana - "
"Reese adalah agen terlatih, namun sepertinya seseorang dapat
menjatuhkannya. Seseorang menyelinap dan mengalahkannya. Aku
rasa tidak banyak orang yang bisa melakukan itu, tapi Trace Weston,
bisa." Trace bisa melakukan banyak hal.
Dia ada di kecelakaan itu"
"Kau harus berhenti melihatnya dengan prasangka baik. Dia ingin
kau kembali, jadi dia mendapatkanmu. Dia merancang semuanya
jadi kau kembali padanya. Tidakkah kau melihatnya" Dia membuat
kecelakaan itu, lalu dia menyelamatkanmu."
Ini tidak mungkin terjadi. "Aku perlu berbicara dengannya." Dia
mengambil langkah cepat menuju pintu.
Alex bergerak dan menghadang langkahnya. "Dia ditahan. Kau tidak
bisa berbicara dengannya sekarang."
"Kau tidak bisa benar-benar menahannya!"
"Ya, aku bisa." Bibirnya mengatup. "Dan aku kira dia akan punya
beberapa pengacara ajaib sialan yang datang dan mengeluarkannya
di pagi hari, tapi apa kau tahu" Ini akan memberikanmu waktu
malam ini. Menjadi malam yang aman. Malam untuk berpikir
tentang Weston. Setiap kejadian yang kau habiskan dengannya.
Menyadari siapa dia sebenarnya dan jadilah pintar. Menjauhlah
darinya. Dan kau akan bisa tetap hidup." Jarinya diangkat dan
dilingkarkan di sekitar bahunya. "Aku mencoba membantumu. Kau
- sial, kau mengingatkanku pada adikku. Dia sepertimu. Percaya
pada orang yang salah. Jadi pastikan dia orang yang benar." Matanya
berkilau dengan intensitas liar.
"Alex - " "Dia berumur 18 saat laki-laki itu mempertaruhkan kematiannya
karena dia tidak ingin ada laki-laki lain yang dekat dengannya.
Delapan belas. Dia pikir Susan miliknya dan dia tidak
melepaskannya." Alex menggelengkan kepalanya dengan kasar tapi
tangannya turun ke bahu Skye. "Aku melihat cara Weston
menatapmu. Kau pikir laki-laki itu tidak terobsesi" Dia terobsesi.
Dan aku percaya dia akan melakuakan apapun untuk memilikimu."
Aku akan membunuhmu. Dalam sekejap, tanpa keraguan. Bibir Skye
terasa kebas saat dia berkata, "Trace tidak akan menyakitiku."
"Itu juga yang dikatakan Susan. Tidak perduli seberapa seringnya
aku berkata sebaliknya..."
Pintu ruang introgasi terbuka lagi. "Kapten ingin bertemu denganmu,
Griffin," petugas perempuan berkata saat dia berdiri di ambang
pintu. "Dia menginginkanmu sekarang."
Alex menjatuhkan tangannya yang menahan Skye. "Maukah kau
memastikan dia sampai rumah dengan aman Carol?"
"Tentu saja." Alex beerjalan mundur dari Skye. "Ingat apa yang aku katakan,
Skye. Berpikirlah tentang dia."
Lalu Alex pergi. Petugas perempuan berdiri dengan ragu di pintu masuk. "Um, nona,
apa kau siap untuk pulang?"
Kukunya menekan ke dalam tangannya. "Di mana Trace Weston?"
"Ditahan." Benar. Hal yang sama dengan dikatakan Alex. Tatapan Skye
meluncur ke meja. Ke foto tabrakannya. Trace ada di sana. "Lalu,
ya, aku siap untuk pergi."
*** Apartemen kecil itu tampak mendekati dirinya. Skye duduk di
ranjang, tidak bisa tidur. Jam 2 pagi, dan dia masih terjaga.
Detak jamnya terasa terlalu keras. Tiap detik berlalu dengan
perlahan. Setiap. Detik. Dia berdiri dan berjalan ke jendela. Dia tidak bisa bernafas disini.
Skye membuka jendela. Alarm mulai berbunyi. Sebuah alarm yang
dipasang Trace untuknya. Gigi belakang Skye terkatup. Dia mencari ke tombol alarm dan
menghentikan bunyi sialan itu.
Lalu, lewat jendela terbuka, ia mendengar suara musik. Tempo yang
cepat. Terdengar dari klub di sudut jalan.
Suara musik mengusir suara jam yang terus berdetak.
Sebelum dia memberi waktu dirinya untuk berpikir, Skye meraih
sepatu dan tasnya. Dia hampir berlari dari apartemennya dan
menuruni tangga. Kakinya -berlari- naik turun. Betis kirinya
berdenyut. Kemudian dia berada di luar. Sederet orang merayap di sekitar sisi
klub itu, menunggu untuk masuk ke dalam.
Dia ingin mendekati musik itu. Dia membutuhkannya.
Bukan, bukan musiknya. Dia menyelinap dalam barisan.
Dia butuh menari. Menari selalu membantunya melupakan kejadian
menyakitkan di hidupnya. Menari membantunya mengatasi
masalahnya. Untuk bertahan.
Dia masuk ke dalam klub. Dia berdansa. Dia seperti yang lainnya
untuk sesaat. Aku akan melupakan ini. Karena jika dia tidak melupakan ini, paling tidak untuk sesaat, Skye
pikir ia akan menjadi gila.
*** "Terlihat perempuan itu akan pergi clubbing," kata Carol Jones saat
ia duduk kembali ke mobilnya. Sebuah mobil yang tidak dikenali
-biasa-, kendaraan itu bercampur cukup baik di jalan yang sibuk.
Jumat malam di Chicago. Tentu saja, ini sudah lebih dari jam 2 pagi,
tapi kota selalu baru hidup saat seperti ini.
Dia mengencangkan pegangannya ke telepon. "Dia pergi ke dalam
klub sendirian." Apa nama tempat itu" Huruf neon berkedip.
Extreme. "Nama tempatnya Extreme."
Dia yakin, berharap dia tidak diperintahkan masuk ke dalam klub
Mine To Take Mine 1 Karya Cynthia Eden di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Bukan tempatku. Dentuman musiknya sudah membuatnya sakit kepala.
Dia lebih memilih tugas lalu lintas dari pada hal seperti ini lain hari.
Keris Kala Muyeng 1 Pendekar Bego Karya Can Id The Return 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama