Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella Bagian 1
RUNTUHNYA GUNUNG ES Sinopsis Angella. Entah sudah berapa lama nama ini tidak pernah lagi dipakai oleh kedua
kakaknya, Oscar dan Frederick. Entah sejak kapan pula Snow Angel menjadi
lebih terkenal dari namanya sendiri.
Vladimer sama sekali tidak menduga! Snow Angel, gadis cantik yang terkenal
oleh kedinginan hatinya, adalah Angella, adik sahabatnya. Vladimer ingat
Angella adalah seorang gadis yang pendiam namun ia bukan seorang yang
bermata dingin seperti ini. Apakah gerangan yang mengubah sinar mata gadis
itu" Oscar dan Frederick yang sangat mencintai adiknya pun tidak tahu apalagi
ia yang sudah lama tidak berjumpa dengannya.
BAB 1 Matahari bersinar cerah pagi ini dan angin bertiup semilir membawa bau harum
bunga-bunga yang mulai bermekaran di taman bunga pada awal musim semi.
Pohon-pohon melambai-lambaikan daunnya - menari-nari riang dengan gemulai
menyambut datangnya hari yang cerah ini.
Burung-burung pun menari dengan lincahnya dan bernyanyi bersuka ria di
angkasa diiringi gemericik air mancur di tengah kolam yang berhiaskan
patungpatung dewa-dewi Yunani Kuno yang indah di jalan menuju Troglodyte Oinos.
Di antara taman bunga yang sedang bersemi itu tampak seorang gadis cantik
yang tampak sibuk memetik bunga-bunga yang sedang bermekaran itu.
Gadis itu mengenakan gaun putih yang putihnya hampir seputih kulitnya, gaun
itu melambai-lambai tertiup angin menerjang lembut bunga-bunga di sekitarnya,
rambut pirangnya bersinar-sinar bagai sinar mentari pagi yang cerah.
Dengan keranjang yang berisi bunga-bunga yang indah di tangan kirinya, gadis
itu nampak seperti seorang peri di tengah taman bunga yang indah.
Sesekali angin memainkan rambut pirangnya yang tergerai mencapai
pinggangnya. Namun ia tak menghiraukannya, ia begitu tenggelam dalam
kesibukannya hingga tak mengetahui kedatangan sebuah kereta.
Gadis itu baru menyadari kedatangan kereta itu tatkala kereta itu pergi dengan
kecepatan tinggi menerbangkan debu jalan ke mana-mana.
Dipandanginya kereta itu sesaat lamanya. Kereta itu ditarik oleh dua ekor kuda
yang berwarna coklat yang tampaknya sudah mulai tua. Diperhatikannya kereta
itu hingga menikung di jalan ke desa, kusir kuda itu dengan mahirnya menikung
di jalan itu dengan kecepatan yang masih tinggi. Lalu ia melanjutkan
kesibukannya lagi. Tak lama kemudian, Nanny menghampirinya dan berkata "Yang Mulia ingin
bertemu dengan Anda, Tuan Puteri."
Snow Angel memandang Nanny tanpa berkata apa-apa. "Saya kira bunga yang
ada di keranjang bunga Anda sudah cukup banyak untuk mengisi jambangan
bunga di kamar Anda," tambahnya.
Snow Angel mengalihkan pandangan matanya ke keranjang bunga di tangan
kirinya yang hampir penuh dengan bermacam-macam bunga-bunga yang indah.
Kemudian ia menganggukkan kepalanya kepada Nanny yang langsung
mengantarnya ke Ruang Perpustakaan untuk menemui Countess of Tritonville,
ibunya. Dari balik pintu ruang perpustakaan, terdengar suara wanita yang bercakapcakap
dengan beberapa pria. Mereka menghentikan percakapan mereka takala
mendengar pintu dibuka, dan memandangnya.
Di ruang itu dilihatnya ibunya serta kedua kakak laki-lakinya dan seorang
lakilaki yang mirip temannya bermain sewaktu kecil, Vladimer, sedang duduk di
sofa di depan perapian. Laki-laki itu memandangnya juga dan mereka saling
menatap dengan sorot mata yang sama dinginnya.
Tiba-tiba kedua kakak Snow Angel tertawa terbahak-bahak melihat keduanya
yang saling memandang dengan sorot mata dingin sambil berusaha mengenali
lawan pandang masing-masing.
Sementara itu Countess of Tritonville menggeleng-gelengkan kepalanya sembari
tersenyum geli memandangi dua sahabat lama yang bertemu kembali setelah
sekian tahun, yang sekarang saling memandang itu.
"Tak pernah kuduga bahwa pertemuan antara dua manusia es yang bersahabat
bertahun-tahun lalu akan jauh lebih menggelikan daripada yang kubayangkan,"
kata Oscar, kakak Snow Angel yang termuda sambil menahan tawanya.
"Kau benar Oscar, kedua makhluk ini sangat aneh. Kuakui baru kali ini aku
melihat dua orang sahabat yang bertemu kembali setelah sekian tahun tak
berjumpa saling memandang dengan sorot mata dingin, bukannya senang,"
tambah Frederick. "Aku ingin tahu, apakah dua makhluk es ini memang tak bisa meleleh," goda
Oscar. Seketika itu juga dua orang yang saling memandang itu menatap Oscar dan
Frederick dengan tajam. Tetapi rupanya kedua orang yang sibuk bercanda itu
berpura-pura tidak tahu kalau sedang dipandangi oleh dua pasang sorot mata
yang tajam dan dingin. "Kenapa berhenti" Teruskan saja, kami tidak akan mengganggu kalian yang
saling pandang. Siapa tahu nanti salah satu dari kalian akan meleleh," goda
Frederick. "Jangan memandang kami begitu. Seakan-akan kalian ingin membekukan kami
dengan pandangan mata kalian," kata Oscar tak mau kalah.
Countess menghela napas dalam-dalam sambil tersenyum melihat kelakuan
putra-putrinya. Memang Frederick dan adiknya, Oscar terkenal ramah dan suka
bercanda. Sebaliknya adik mereka terkenal sebagai gadis yang pendiam dan berhati
dingin, sedingin es. Frederick dan Oscar senang sekali menggoda adik mereka,
Snow Angel. Sebenarnya namanya bukanlah Snow Angel, melainkan Angella. Oscar dan
Frederick-lah yang pertama kali memanggilnya Snow Angel. Entah bagaimana
jadinya hingga gadis itu lebih dikenal dengan nama Snow Angel daripada nama
aslinya, Angella. "Sudahlah, jangan menggoda mereka lagi," sela Countess berusaha
menghentikan canda kedua putranya.
"Jangan khawatir, Mama. Kami hanya ingin melelehkan suasana beku yang
mereka buat," sahut Oscar.
"Benar, Mama. Menurut Mama, bagaimana rupa Snow Angel saat ini. Menurut
saya, ia sekarang ini jauh lebih tampak sebagai bidadari es, bukan manusia es
lagi. Dengan gaunnya yang putih, kulitnya yang seputih salju, rambutnya yang
pirang bersinar bagai cahaya matahari, dan keranjang bunga di tangan kiri yang
menambah kecantikkannya, adikku yang manis ini benar-benar mirip bidadari,
namun sayang hatinya dingin sedingin es," kata Frederick yang tak mau
berhenti menggoda adiknya, Snow Angel dan sahabatnya, Vladimer.
"Bagaimana pendapatmu, Vladimer" Sejak tadi engkau hanya diam saja, tanpa
memberi komentar apa pun. Padahal dulu sewaktu masih kecil, engkau selalu
berceloteh tiap bertemu dengan Snow Angel."
Vladimer tidak menanggapi ucapan Frederick, ia heran melihat perubahan
Angella. Dulu sewaktu masih kecil, Angella memang pendiam, tapi bila digoda, ia
akan marah dengan muka bersemu merah hingga tak jarang gadis itu menangis
kesal karena digoda terus menerus.
Kedua kakaknya senang sekali melihatnya marah dengan muka merah padam,
yang menurut mereka semakin membuat Angella mirip boneka yang cantik.
Namun sekarang yang dilihatnya bukanlah Angella yang dulu. Yang dilihatnya
kini adalah Snow Angel, seorang gadis yang terkenal akan kecantikannya namun
berhati dingin sedingin es.
Tak pernah sekali pun terbersit dugaan dalam benak Vladimer bahwa Snow
Angel yang terkenal dan sering dibicarakan orang itu adalah makhluk yang sama
dengan Angella, adik sahabatnya, Frederick dan Oscar. Tanpa sadar, ia
menggelengkan kepalanya melihat perubahan Angella.
"Kenapa engkau menggelengkan kepalamu, Vladimer?" tanya Countess.
"Saya hanya heran melihat perubahan yang terjadi dalam diri Angella." Inilah
kalimat yang pertama diucapkan Vladimer setelah bertemu dengan Angella.
"Tak hanya engkau saja yang heran, Vladimer. Kami pun heran melihat
perubahan dirinya," kata Countess menyetujui ucapan Vladimer.
"Lebih-lebih kami. Dulu ia selalu marah-marah dengan muka merah padam bila
kami goda, tapi kini ia hanya diam saja bila kami goda."
"Membuat kami merasa gemas saja, ia benar-benar membuat kami merasa
seperti menggoda gunung es. Namun kami tetap senang menggodanya sebab
kami penasaran dengannya, kami akan tetap menggodanya sampai ia memberi
reaksi seperti waktu kecil, " kata Oscar.
Snow Angel manatap tajam kepada Oscar, lalu ia membalikkan badan
meninggalkan Ruang Perpustakaan. Ia merasa godaan mereka sudah lebih dari
cukup. Saat meninggalkan Ruang Perpustakaan, ia mendengar gelak tawa
kakak-kakaknya. Ia menarik napas dalam-dalam, ia sudah terbiasa dengan godaan kakakkakaknya dan
ia menganggap kedua kakaknya itu sebagai pengangguran yang
kurang pekerjaan. Kata-kata kakaknya sewaktu ia meninggalkan Ruang
Perpustakaan, masih terngiang di telinganya saat ia melangkahkan kakinya
menuju kamar tidurnya. "Nah, bagaimana menurutmu, Vladimer" Bagaimana engkau akan menghadapi
gadis yang sama dinginnya denganmu?" tanya Oscar pada saat pintu ruang
perpustakaan ditutup oleh Snow Angel. "Kurasa kunjunganmu ini akan menjadi
kunjungan yang paling menarik dari yang sudah-sudah."
"Aku ingin mengetahui bagaimana perkembangan kalian, manusia-manusia es
selama musim ini. Bayangkan saja Oscar! Dua manusia es yang terkenal itu
berkumpul di rumah kita. Pasti akan lebih seru daripada kejadian-kejadian yang
lain yang pernah ada di dunia ini. Apalagi dua makhluk es ini dulunya
merupakan sahabat dekat. Siapa tahu cinta akan bersemi di hati mereka," goda
Frederick. Snow Angel menggeleng-gelengkan kepalanya, seakan ingin mengeluarkan
ingatannya dari kata-kata kakaknya sewaktu ia meninggalkan Ruang
Perpustakaan. Diraihnya jambangan bunga yang berada di samping tempat
tidurnya. Dengan cekatan ia mengganti bunga-bunga yang ada di jambangan itu
dengan bunga-bunga yang baru dipetiknya dari taman bunga di depan
Troglodyte Oinos. Tangannya yang terampil sibuk menata bunga di jambangan itu, sedangkan
pikirannya melayang-layang entah ke mana. Ia memikirkan perjumpaannya
dengan Vladimer tadi juga ucapan kakak-kakaknya.
Tangannya yang sibuk menata bunga itu tiba-tiba berhenti dan mukanya
memerah. Ia teringat kembali kalimat terakhir kakaknya yang didengarnya
'Siapa tahu cinta bersemi di hati mereka.' Cinta!" Snow Angel terdiam beberapa
saat, kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya, ingin melupakan kalimat
itu. Tangannya kemudian sibuk melanjutkan pekerjaannya yang terhenti, sambil
berusaha melupakan kata-kata Frederick dan Oscar yang mengganggu
pikirannya itu. Setelah berusaha keras, akhirnya ia berhasil mengalihkan
perhatiannya. Perhatiannya kini benar-benar tercurah pada bunga-bunga di
tangannya itu. Snow Angel memperhatikan jambangan bunga yang baru selesai ditatanya itu
untuk menilai hasil pekerjaannya. Setelah dirasanya cukup baik, ia meletakkan
jambangan itu di tempat asalnya. Ia berusaha mendengarkan suara di luar
kamarnya, tapi ia tak mendengar apa pun. Ia menduga kalau mereka pergi
beristirahat. Snow Angel lalu melangkahkan kakinya menuju jendela kamarnya yang terbuka
menuju serambi depan kamarnya. Ia duduk di atas pagar batu yang mengeliling
serambi itu. Snow Angel memandang jauh ke depan, dari serambi kamarnya di tingkat dua
itu, ia dapat melihat garis cakrawala di kejauhan, pertanian yang terhampar
bagai permadani hijau, rumah-rumah penduduk yang menyembul di tengahtengah
kerimbunan pepohonan, bukit-bukit di kejauhan, taman bunga
tempatnya memetik bunga, serta kolam di depan rumahnya yang berkilau
tertimpa cahaya matahari.
Ia memandang kolam itu dengan penuh kekaguman. Patung dewa-dewi Yunani
yang menghiasi kolam itu tampak bermandikan sinar matahari dan air yang
berkilau-kilau serta tampak olehnya sebuah pelangi kecil yang timbul karena
pembiasan sinar matahari oleh air sedang memayungi dewa-dewi tersebut.
Dialihkannya pandangan matanya pada langit yang biru cerah dan awan-awan
putih yang menghiasinya. Snow Angel memperhatikan awan-awan yang
bergerak perlahan ditiup angin. Dilihatnya pula daun-daun pepohonan yang
melambai-lambai seakan-akan ingin mengucapkan selamat jalan pada awan
yang berada di atasnya. Snow Angel menghentikan penjelajahan matanya saat ia mendengar suara
orang bercakap-cakap serta suara kuda yang berjalan perlahan-lahan menuju
Troglodyte Oinos. Snow Angel memandang ke jalan yang menuju ke rumahnya, dan dilihatnya
kakak-kakaknya serta Vladimer menunggangi kuda sambil bercakap-cakap
menuju rumah. Pandangan matanya terus mengikuti mereka hingga mereka
berbelok menuju kandang kuda di belakang rumah.
Snow Angel memandangi langit lagi dan berkata dalam hati "Hari ini memang
baik untuk menunggang kuda. Kapan mereka berangkatnya" Kenapa aku tak
mendengarnya" ... Ah, mungkin karena aku sibuk menata bunga hingga tak
mendengarnya." Ia teringat masa lalunya, saat-saat Vladimer datang. Orang tua Vladimer, Duke
dan Duchess Cardington bersahabat dengan Earl dan Countess of Tritonville,
orang tuanya, sehingga tidaklah mengherankan apabila Vladimer sering
berkunjung ke rumahnya. Begitu Vladimer datang, kedua kakaknya langsung ribut mengajaknya berkuda.
Mereka berdua ingin berkuda bersama-samanya begitu dia datang, namun
Countess tak mengijinkan. Countess ingin Vladimer istirahat dulu setelah
berkereta ratusan mil jauhnya.
Tetapi, karena Frederick dan Oscar begitu berambisi untuk berlomba dengan
Vladimer, maka setelah semua orang di rumah itu pergi beristirahat, mereka
berdua mengajak Vladimer pergi. Vladimer tak pernah menolak bila diajak pergi
berkuda oleh kakak adik itu, sebab ia pun senang berlomba dengan mereka.
Snow Angel tahu kemampuan berkuda mereka bertiga hampir sama, sehingga
sulit dicari siapa yang paling pandai. Mereka bertigalah yang mengajarinya
menunggang kuda, mereka pula yang sering mengajaknya bermain dan berkuda
di hutan belakang rumah. Tengah asyik-asyiknya melamun, ia dikejutkan suara orang mengetuk pintu
kamarnya. "Sudah hampir waktu makan siang. Saya rasa Anda bisa bersiap-siap
sekarang," kata Nanny setelah menutup pintu kamar.
Snow Angel beranjak bangkit dari serambi menuju meja rias, ia membiarkan
Nanny menata rambutnya. Seperti biasanya, Nanny menata rambut Snow Angel
sambil bercerita. Nannylah yang mengasuhnya dan kedua kakaknya sejak kecil, sebelumnya,
Nanny mengasuh ibu mereka. Karena Nanny tak punya keluarga lagi, maka ibu
mereka mengajaknya ke rumah ini setelah menikah.
Menurut orang-orang, Nanny seharusnya menikmati hari tuanya, namun Nanny
menolak pendapat itu, ia bersikeras mengasuh mereka walau saat ini mereka
sudah dewasa, terutama Snow Angel. Dari antara mereka bertiga, Snow
Angellah yang paling disayanginya.
Nanny merupakan satu-satunya orang yang tidak menyukai panggilan yang
diberikan kedua kakaknya baginya.
"Sungguh tidak pantas untuk Anda, Tuan Puteri. Anda tidak pantas dipanggil
'Snow Angel", saya tahu walaupun Anda bersikap dingin, tetapi hati Anda tidak
benar-benar dingin. Saya tahu itu!" kata Nanny pada suatu ketika. Saat itu
Snow Angel hanya tersenyum saja menanggapi perkataan Nanny.
"Bagaimana pendapat Anda mengenai Tuan Muda Vladimer, Tuan Puteri"
Menurut saya, ia benar-benar tampan dan gagah, persis seperti yang saya
duga," tanya Nanny tiba-tiba.
Snow Angel diam saja mendengar ucapan Nanny, dari ekspresi wajahnya terlihat
jelas bahwa ia sama sekali tak ingin berkomentar apa pun.
Mengetahui bahwa Snow Angel diam saja, maka Nanny melanjutkan:
"Saya rasa rumah ini akan bertambah ramai, seperti dulu saat Tuan Muda
Vladimer datang untuk menginap. Rasanya amat menyenangkan waktu itu,
mendengar tawa canda kalian, melihat kalian bermain, walau kadang-kadang
membuat saya jengkel dengan ulah kalian yang sulit diatur. Saya masih ingat,
Anda selalu mengadu pada saya dengan berurai air mata bila digoda mereka.
Setelah itu saya pasti memarahi mereka, namun mereka tak pernah jera. Ah ...,
waktu memang cepat berlalu, tak terasa kalian sudah dewasa kini."
Snow Angel melihat senyum kebahagiaan di wajah Nanny yang sudah tua itu
melalui kaca di depannya. Ia tahu kini Nanny sedang tenggelam dalam
pikirannya dan mengenang masa lalu.
"Engkau benar Nanny, waktu cepat berlalu. Tanpa terasa sudah delapan tahun
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami tak berjumpa, sejak Vladimer harus berangkat ke Eton untuk menempuh
pendidikan di sana, hingga hari ini dan juga tanpa terasa sudah empat tahun
berlalu sejak kejadian tragis itu. Jenny... Jenny ... kasihan engkau. Entah
bagaimana kabarmu kini juga Charlemagne, ia berada di mana kini" Tentu ia
sudah besar sekarang. Kuharap mereka baik-baik saja," kata Snow Angel dalam
hati. Melalui kaca di depannya, Snow Angel melihat rambutnya yang hampir selesai
ditata Nanny. Oleh Nanny, rambutnya itu diikat jadi satu tinggi-tinggi dengan
pita biru cerah yang tampak serasi dengan rambut pirangnya itu. Setelah itu
Nanny membuat rambutnya yang terurai menjadi gelungan spiral-spiral yang
panjang dan kecil-kecil. Nanny mengamati bayangan wajah Snow Angel di cermin beberapa saat setelah
ia selesai menatanya. "Anda sudah siap kini, Tuan Puteri," kata Nanny dengan nada puas.
"Terima kasih, Nanny."
"Tiap kali saya memandang Anda, saya selalu merasa bahwa Anda semakin
cantik, Tuan Puteri. Saya yakin semua orang juga berpendapat demikian."
"Sudahlah, jangan memuji-mujiku terus menerus, Nanny. Lebih baik Nanny
ambil saja bunga yang ada di keranjangku, lalu buanglah. Bunga di jambangan
itu sudah kuganti," kata Snow Angel tersipu-sipu.
Nanny tersenyum melihat Snow Angel. Ia tahu sekali watak anak asuhnya itu.
Snow Angel memang sering mendapat pujian-pujian dari orang-orang di
sekitarnya, namun ia tak pernah menanggapinya.
Inilah salah satu sebab mengapa ia dipanggil "Snow Angel". Tetapi Snow Angel
selalu tersipu-sipu bila dipuji Nanny.
Menurutnya, pujian Nanny benar-benar tulus dari lubuk hati yang terdalam,
tidak seperti orang lain yang selalu berlebih-lebihan dalam memuji dirinya.
Nanny mengambil keranjang yang dimaksudkan Snow Angel kemudian
melangkah maju untuk membukakan pintu kamar bagi Snow Angel. Snow Angel
meninggalkan kamarnya untuk menuju ruang makan, sewaktu melewati kamar
Frederick yang berada di sebelah kanan kamarnya, ia mendengar suara
kakakkakaknya serta Vladimer bercakap-cakap.
"Tak pernah kuduga hanya dalam waktu sekian tahun, kemampuan berkudamu
menjadi lebih baik dari kami," kata Frederick.
"Kurasa tidak juga, mungkin karena kebetulan saja kuda yang kutunggangi lebih
baik daripada kuda yang kalian tunggangi," kata Vladimer merendah.
"Kalau begitu, bila kita berlomba lagi, engkau akan kusuruh menggunakan si tua
Blintz saja," sahut Oscar kesal.
"Bagus juga idemu itu, Oscar. Blintz memang sudah terlalu tua untuk dibawa
berlomba dan dengan begitu pasti kita yang akan menang," kata Frederick
diiringi tawa geli. "Rupanya sekarang kemampuan berkuda Vladimer lebih unggul dari mereka,"
kata Snow Angel pada dirinya sendiri sambil menuruni tangga.
BAB 2 Di ruang makan belum ada siapapun. Ruang makan ini tidak seperti ruang
makan-ruang makan lain. Ruang ini berada di sayap kanan rumah yang
menghadap ke arah taman dan hutan yang mengitari Troglodyte Oinos. Ruangan
ini diapit dua ruangan lain di sisi kiri kanannya.
Tembok yang menghadap taman dari ruangan ini terbuat dari kaca dengan
sehelai tirai tipis yang menutupinya di waktu malam dan di siang hari tirai itu
disibakkan, sehingga taman dapat terlihat jelas dari ruangan ini.
Snow Angel duduk menghadap taman. Ia mengamati pemandangan yang indah
di depannya sembari menanti kedatangan yang lain.
Tengah asyik memandangi kupu-kupu di luar yang hinggap dari satu bunga ke
bunga yang lain, ia mendengar suara langkah-langkah kaki yang berat namun
tegas mendekat. Sesaat kemudian didengarnya suara pintu ruang makan
terbuka dan suara orang bercakap-cakap pelan di belakangnya. Tanpa menoleh
pun ia tahu kalau yang datang dengan bercakap-cakap pelan itu kedua
kakaknya dan Vladimer. Ia tidak menyambut kedatangan mereka dan tetap memandang taman di
depannya. Ia tak membalas sapaan mereka bertiga, bahkan ketika Vladimer
duduk di sebelahnya, ia tidak menoleh seakan-akan matanya terpaku pada
pemandangan siang hari yang cerah di hadapannya.
Vladimer memandangnya terheran-heran. Matanya mengikuti arah pandangan
mata Snow Angel dan berkata:
"Kelihatannya engkau begitu terpaku pada pemandangan di depan."
"Engkau salah, Vladimer bila menganggapnya terpaku pada taman itu. Kurasa ia
cuma tidak mau menghiraukan kita," tukas Oscar.
"Kenapa begitu?"
"Oh ... Vladimer yang malang, tak tahukah kau bahwa delapan tahun itu sudah
cukup untuk membuat orang berubah. Mengapa engkau tidak mengerti juga
kalau anak manis yang bernama Angella itu sudah berubah menjadi gadis yang
cantik jelita dan berhati sedingin es," desah Frederick yang selalu
menyayangkan perubahan adik bungsunya itu.
Vladimer semakin terheran-heran melihat Angella karena gadis itu diam tak
bereaksi mendengar perbincangan yang menyangkut dirinya. Padahal sewaktu
kecil, mukanya akan langsung merah padam bila tahu ada orang yang sedang
membicarakan dirinya. Semakin terheran-herannya ia, semakin besar pula keinginannya untuk
mengetahui penyebab gadis itu berubah. Ia merasa aneh dengan perubahan
Angella ini, ia tahu Angella memang pendiam. Tetapi ia tidak sediam dan
sedingin ini waktu kecil.
"Apa yang menyebabkan ia berubah sedemikian rupa?" tanya Vladimer
terheran-heran. "Kami sendiri kurang tahu apa yang menyebabkannya berubah. Banyak yang
telah terjadi dalam delapan tahun, delapan tahun itu bukanlah waktu yang
singkat, Vladimer," jawab Countess yang tiba-tiba muncul di ambang pintu
mengejutkan mereka yang asyik bercakap-cakap.
Vladimer yang duduk membelakangi pintu segera menoleh memandang
Countess, demikian pula Frederick dan Oscar yang duduk menghadap pintu
segera memandang ibu mereka.
Rupanya mereka kecuali Snow Angel, terlalu asyik bercakap-cakap hingga tak
menyadari kedatangan Countess. Bahkan Frederick dan Oscar yang duduk
menghadap pintu pun juga terkejut melihat ibu mereka yang berdiri di ambang
pintu. Vladimer memang terkejut melihat Countess, tapi ia lebih terkejut lagi melihat
Snow Angel yang tetap memandang ke depan. Kontan saja Frederick dan Oscar
tertawa terbahak-bahak melihat Vladimer yang terkejut melihat Snow Angel
diam bagai patung. Sesaat tampak seulas senyum menghias wajah Snow Angel
saat ia memalingkan kepalanya ke arah Vladimer.
Tawa kedua kakak Snow Angel semakin keras ketika melihat Vladimer terpaku
pada senyum sesaat di wajah Snow Angel. Bahkan Countess pun ikut tertawa
melihat Vladimer yang tengah terpaku itu.
Ia sama sekali tak menyadari kalau raut mukanya saat ini mirip seorang bocah
yang baru saja mendapat hadiah yang mengejutkan, tapi hadiah itu langsung
hilang. Vladimer saat ini memang terkejut, heran sekaligus senang. Ia terkejut dan
heran melihat dua hal yang menyangkut diri Angella yang baru saja terjadi.
Pertama karena kediamannya saat ibunya datang.
Dan kedua karena senyumnya yang sesaat itu. Senyum yang tampak geli,
namun pandangan matanya tak tampak geli, dingin ... seperti biasanya.
Tawa mereka terhenti begitu pelayan masuk membawa makan siang. Countess
mengambil tempat di ujung meja yang biasa diperuntukkan bagi kepala keluarga
karena saat ini ia-lah yang menjadi kepala keluarga.
"Vladimer ... Vladimer ... mengapa engkau terkejut melihat Snow Angel tetap tak
bergerak saat Mama datang," ujar Oscar tersenyum untuk menahan tawanya
yang siap meledak setiap saat.
"Malang benar engkau, Vladimer. Baru beberapa jam engkau tiba setelah
delapan tahun tak kemari sudah mendapatkan berbagai tantangan," kata
Frederick seolah menyesalkan nasib Vladimer.
"Tantangan yang menarik! Bukan begitu, Frederick?"
Frederick mengangguk menyetujui ucapan Oscar, ia tersenyum dan berkata:
"Kau benar, Oscar. Engkau tentu mengetahui banyak wanita bahkan hampir
semua wanita berusaha menaklukan Vladimer atau katakanlah menarik
perhatian Vladimer. Jadi pastilah ini merupakan tantangan yang menarik
baginya." "Biasanya ia menghadapi wanita yang berusah menarik hatinya, tapi kini ia
menghadapi wanita yang mengacuhkannya, wanita yang sama dinginnya
dengan dia, bahkan lebih dingin darinya, kurasa."
"Setuju!" seru Oscar.
Snow Angel dan Vladimer memang sama-sama berhati dingin. Namun di antara
keduanya terdapat perbedaan yang cukup mencolok akan kedinginan hati dan
tindak tanduk mereka. Vladimer cenderung dingin kepada wanita dan orang yang kurang dikenalnya. Ia
bersikap lebih ramah dan hangat kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya,
walau kadang-kadang ia bersikap dingin pula pada mereka.
Sedangkan Snow Angel bersikap dingin terhadap siapa saja bahkan terhadap
keluarganya sendiri, kecuali anak-anak. Ia jarang bahkan dapat dikatakan tak
pernah berbicara dengan ramah, ia lebih sering berbicara dengan datar, tanpa
ekspresi apa-apa. Selain itu, Vladimer masih mempedulikan keberadaan orang lain sedangkan
Snow Angel tidak. Ia tidak pernah mengacuhkan keberadaan orang lain di
sekitarnya, ia mengangap di sekitarnya selalu tidak ada siapa-siapa seperti
tadi, ia tak mempedulikan kedatangan kakak-kakaknya di ruangan ini.
Countess yang sejak tadi tersenyum melihat kedua putranya menggoda
Vladimer ikut menggoda: "Benarkah itu" Wah ... bagaimana perasaanmu Vladimer setelah terbiasa
menghadapi wanita yang berusaha menarik perhatianmu kini menghadapi gadis
yang sama sekali berbeda" Jengkel, sedih atau senang?"
Vladimer bingung tak tahu bagaimana menanggapi pertanyaan itu. Ia tidak tahu
bagaimana perasaannya kini pada Angella. Tapi yang pasti, ia merasa senang
bisa berjumpa kembali dengan mereka yang telah dianggapnya sebagai keluarga
sendiri. Apalagi bila mengingat dirinya yang sebagai anak tunggal itu, pastilah ia senang
dapat bertemu kembali dengan Frederick, Oscar serta Angella yang telah
dianggapnya sebagai saudara sendiri. Sesekali ia melirik Angella yang tak peduli
pada percakapan itu sambil berusaha menerka perasaannya sendiri yang
campur aduk tak karuan. "Jawablah, Vladimer! Kami menanti jawabanmu. Bagaimana perasaanmu kini?"
desak Oscar tak sabar. "Tenanglah, Oscar. Biarkan Vladimer berpikir dulu."
"Mama, kurasa ia segan menjawab pertanyaan Mama tadi. Tapi saya yakin ia
merasa jengkel karena di sini tidak ada yang berusaha menarik perhatiannya."
"Bagaimana engkau tahu, Frederick?" tanya Oscar.
"Bagaimana perasaanmu setelah biasanya dikejar-kejar Lady Elize lalu
diacuhkannya" Kau pasti jengkel, bukan begitu?" Frederick balas bertanya.
"Oh ... kalau aku pasti senang sekali seandainya Lady Elize berhenti
memburuku." "Sungguh?" tanya Frederick lagi.
"Tentu saja. Aku sudah pernah memberitahumu kalau Lady Elize itu cerewet
bagai burung beo, bukan" Aku tak tahan mendengar ocehannya yang
membosankan itu." "Membosankan atau menyenangkan, Oscar?"
"Sungguh, Frederick. Percayalah! Tidak pernah sekali pun aku merasa senang
mendengarnya berceloteh bagai burung beo mengenai hal-hal yang
membosankan itu." "Siapakah Lady Elize itu?" tanya Vladimer ingin tahu.
"Adik Earl of Wicklow," jawab Countess.
"Wanita yang tak punya belas kasihan sama seperti kakaknya," kata Snow Angel
pada dirinya sendiri. "Ia tergila-gila pada Oscar, namun sayang Oscar tidak mau dengannya. Padahal
Lady Elize itu cantik," tambah Frederick.
"Tapi tak secantik Snow Angel! Kalau kau mau, ambil saja, aku rela malah
senang," bantah Oscar.
"Oh ... maaf. Aku tidak pernah bermaksud untuk mengambilnya dari sisimu. Aku
tidak tertarik kepadanya. Aku lebih tertarik pada gadis yang seperti Snow Angel.
Sayang di dunia ini tak ada gadis yang menyamainya, andaikan ada pasti akan
langsung kulamar," kata Frederick.
"Sama! Aku juga lebih tertarik pada gadis yang seperti Snow Angel."
Snow Angel amat disayang oleh kedua kakaknya yang tampan itu. Mereka selalu
berusaha menjaga dan melindunginya sebaik mungkin. Walau kini ia sudah
dewasa, namun kedua kakaknya masih sering mengawalnya jika ia pergi ke luar
rumah. Bahkan kamar tidur mereka berdua berada di kanan-kiri kamarnya. Dapat
dikatakan kedua kakaknya itu bukan hanya saudara bagi Snow Angel melainkan
juga pengawal pribadi. Maka tidaklah mengherankan bila banyak gadis-gadis yang tertarik pada
kakakkakaknya itu cemburu padanya dan juga ketika kedua kakaknya mengatakan
lebih tertarik pada gadis yang seperti dirinya.
"Wah..., bisa-bisa terjadi persaingan di antara kalian," kata Countess menggoda
kedua putranya. "Tidak mungkin Mama. Oscar sudah memiliki Lady Elize."
"Siapa yang berkata begitu!" Aku tidak akan pernah menyukai wanita itu! Tidak
akan!" bantah Oscar sambil memelototi Frederick.
"Bila mereka berdua bercanda selalu saja menimbulkan pertengkaran. Harus
dihentikan sekarang sebelum terjadi pertengkaran yang hebat," pikir Vladimer.
Untuk mengalihkan topik pembicaraan, maka ia berkata:
"Di mana Paman Hendrick, Bibi Stefanie?"
"Saat ini ia di Skotlandia, memenuhi undangan temannya untuk berburu di
sana," jawab Countess.
"Papa berangkat kemarin. Sayang kau tak datang sehari lebih awal kemari agar
bisa berjumpa dengan Papa. Aku yakin Papa akan gembira dapat bertemu
kembali denganmu, Vladimer," tambah Frederick.
Vladimer berhasil mengalihkan pokok pembicaraan, kini mereka sibuk
membicarakan tentang berburu di Skotlandia yang merupakan daerah yang
paling menarik bagi mereka yang gemar berburu.
Di daerah ini masih banyak hutan-hutan yang banyak hewannya sehingga
menarik minat para pemburu terutama di musim semi seperti ini di mana
tumbuhan-tumbuhan tumbuh subur. Hal ini menambah daya tarik Skotlandia
bagi mereka yang gemar berburu.
Frederick, Oscar serta Earl of Tritonville, ayah mereka termasuk di antara
orangorang yang tertarik untuk berburu di Skotlandia. Sering teman ayah mereka
yang tinggal di sana mengundang mereka bertiga untuk menghadiri pesta
berburu yang diadakannya tiap tahun.
Tahun ini Frederick dan Oscar tidak ikut pergi berburu di Skotlandia karena
beberapa hari sebelum keberangkatan mereka ke Skotlandia, Countess sakit.
Pada awalnya, Earl of Tritonville merencanakan agar kedua putranya saja yang
berangkat memenuhi undangan itu.
Namun Frederick dan Oscar tahu ayah mereka akan sangat kecewa bila tahun ini
tidak dapat ke sana, apalagi tahun ini, menurut teman Earl, merupakan tahun
yang paling baik untuk berburu.
Karena itulah kemudian mereka berdua membujuk agar ayahnya saja yang pergi
dan mereka akan tetap tinggal untuk menjaga ibu mereka. Mulanya Earl tak
menyetujui usul itu, namun setelah melalui perdebatan yang panjang khirnya
Earl menyetujui usul itu.
Sehari sebelum keberangkatan Earl, mereka kembali berdebat untuk
menentukan siapa yang akan berangkat sebab saat itu keadaan Countess
kembali parah. Setelah dibujuk oleh Countess, akhirnya Earl mau mengikuti
rencana semula, pergi sendirian untuk memenuhi undangan itu.
Snow Angel menghabiskan makanan di piringnya sambil mendengarkan mereka
yang bercakap-cakap. Tak sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya sewaktu
ia makan. Ia melayangkan pikirannya ke Skotlandia dan mencoba
membayangkan daerah yang belum pernah dikunjunginya itu pada musim semi
seperti ini. Dibayangkannya pohon-pohon besar yang rimbun menyelimuti Skotlandia,
menghampar laksana permadani hijau. Semak-semak dan rerumputan yang
tumbuh di sekitar pohon itu serta beraneka ragam bunga yang berwarna-warni
bermekaran. Sinar mentari yang menerobos kegelapan hutan melalui celah-celah dedaunan
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pohon yang rimbun membuat hutan tampak terang benderang. Air danau yang
bening berkilau-kilau memantulkan sinar mentari.
Matahari yang muncul perlahan-lahan di ufuk timur menerangi langit biru dan
kicau burung menyambut datangnya hari baru serta udara pagi yang sejuk.
Seluruh hewan dari segala penjuru hutan bangun dan memulai kegiatannya,
demikian pula dengan para petani yang mulai mengolah sawahnya.
Semua bekerja dengan semangat baru hingga matahari kembali ke peraduannya
di senja hari meninggalkan langit yang memerah di ufuk barat.
Dan ketika malam tiba, bulan muncul perlahan-lahan diiringi gerlap-gemerlap
bintang di langit. Berpuluh-puluh bintang yang gemerlapan berusaha menyaingi
sinar bulan yang keperakan. Lolong hewan buas yang berasal dari hutan
meniupkan suasana yang mencekam.
Suara gemeretak kayu yang terbakar di perapian mengiringi suasana gembira
keluarga yang berkumpul kembali setelah bekerja seharian. Yang tua-tua duduk
dan mulai bercerita, yang muda-muda diam mendengarkan dengan seksama.
Demikianlah acara makan siang ini dilalui Snow Angel dengan melamun.
Setelah makan siang usai, mereka menuju Ruang Duduk. Ketika Countess
hendak kembali ke kamarnya untuk beristirahat, Snow Angel juga kembali ke
kamarnya. Mereka berdua meninggalkan ketiga orang laki-laki yang sibuk
bercakap-cakap di Ruang Duduk itu.
Snow Angel menggandeng ibunya berjalan menuju ke kamar ibunya.
Ketika mereka hampir tiba, Countess tiba-tiba bertanya penuh pengertian
kepada Snow Angel: "Mengapa engkau diam saja sejak tadi, Nak?"
"Tidak apa-apa, Mama. Saya hanya merasa tak ingin berbicara."
"Sudah Mama duga. Di antara kalian hanya engkaulah yang berbeda. Engkau
pendiam, sedang kakak-kakakmu tidak."
"Manusia memang berbeda-beda, Mama."
"Engkau memang pandai berfilsafat," kata Countess sembari tersenyum.
"Sudahlah, Mama. Selamat beristirahat."
BAB 3 Setelah mencium mencium kedua pipi Countess kemudian Snow Angel pergi
bergegas menuju kamarnya. Ia berencana akan pergi ke gereja di pemukiman
penduduk terdekat. Sesampainya di kamar, dilihatnya Nanny sedang menanti
kedatangannya. "Tuan Puteri, apakah kita akan berangkat sekarang?"
"Tidak, Nanny. Aku ingin memetik bunga dulu baru kemudian kita berangkat."
"Bunga?" tanya Nanny keheranan.
"Ya, Nanny. Bunga-bunga yang ada di taman sedang bermekaran semua. Dan
kurasa alangkah baiknya bila kita membawanya serta untuk diletakkan di
gereja." "Anda benar, Tuan Puteri. Mengapa hal ini tak terpikirkan oleh saya
sebelumnya," keluh Nanny.
Snow Angel diam tak menanggapinya. Ia terbayang masa lampau saat untuk
pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di gereja yang keadaannya sama
sekali jauh dengan gereja keluarganya yang letaknya di samping kiri rumah ini.
Gereja yang bernama Saint Augustine itu keadaannya benar-benar tragis.
Pendeta di gereja itu sudah tua sekali, lebih tua beberapa tahun dari Nanny.
Gereja yang sudah tua itu menimbulkan kesan yang menakutkan karena di sana
sini tumbuh tumbuhan liar. Demikian pula keadaan di dalamnya yang tampak
suram. Walaupun begitu di sana selalu terdengar tawa anak-anak yang berasal dari
Panti Asuhan Gabriel di samping gereja itu. Keadaan panti asuhan itu juga tak
kalah menyedihkannya dari gereja itu.
Snow Angel tahu jemaat gereja itu bukanlah orang yang berkelimpahan seperti
dirinya, melainkan mereka yang hidupnya pas-pasan saja. Karena itu ia
kemudian meminta ayahnya untuk memperbaiki gereja berikut panti asuhan itu.
Dan kini kedua bangunan itu tampak jauh lebih baik daripada empat tahun lalu
saat ia pertama kali mengijakkan kakinya di sana untuk menyelesaikan suatu
urusan penting. Sejak saat itu Snow Angel sering mengunjungi panti asuhan itu
dengan Nanny. Nanny mengambilkan topi bagi Snow Angel untuk menahan sengatan sinar
matahari pada kulitnya. Kemudian berdua mereka memetik bunga di taman
bunga. Setelah keranjang bunganya penuh dengan bunga barulah mereka
berhenti memetik bunga. Nanny menuju ke belakang rumah untuk memanggil kereta kuda milik keluarga
ini sementara Snow Angel menanti di tepi kolam.
Tak lama kemudian Nanny kembali bersama kereta kuda yang nantinya akan
membawa mereka ke panti asuhan itu. Kereta kuda itu ditarik empat ekor kuda
yang lincah. Seorang kusir kuda yang sudah setengah baya yang rambutnya mulai memutih
duduk di depan kereta untuk mengendalikan keempat ekor kuda itu yang
meringkik seakan mengungkapkan kegembiraannya karena akan berjalan-jalan
setelah seharian berada di kandangnya.
Kusir yang biasa dipanggil Thompson ini sudah bekerja puluhan tahun di sini.
Thompson tidak memiliki putra sedangkan istrinya sudah meninggal bertahuntahun
lalu jauh sebelum Snow Angel lahir. Istri Thompson yang sudah
meninggal itu disemayamkan dekat Gereja St. Augustine dan dari Thompsonlah
Snow Angel mengetahui keberadaan gereja ini.
Nanny meraih keranjang bunga yang dipegang Snow Angel dan dua penjaga
kuda yang tiba-tiba muncul dari belakang kereta kuda membantunya dan Nanny
naik ke kereta. Sesaat kemudian mereka meninggalkan Troglodyte Oinos
menuju Panti Asuhan Gabriel.
Sepanjang jalan Snow Angel melayangkan pandangan matanya ke jalanan yang
dilaluinya sambil mendengarkan Nanny yang sibuk bercerita. Lima belas menit
kemudian mereka tiba di Panti Asuhan Gabriel. Dua orang penjaga kuda yang
tadi membantu mereka naik, kembali membantu mereka turun.
Kaki Snow Angel baru saja menyentuh tanah saat terdengar seruan gembira
anak-anak panti asuhan yang menanti kedatangannya. Tak lama kemudian
anak-anak berhamburan menghampirinya dari segala penjuru seakan-akan
mereka muncul tiba-tiba untuk menyerbu sasarannya.
Nanny tersenyum gembira menyambut anak-anak itu. Yang putri sibuk
mengamati bunga-bunga yang ada di keranjang bunga Snow Angel, sedangkan
yang putra sibuk mengelus kuda yang menarik kereta yang tadi ditumpangi
Snow Angel sambil mengagumi kuda-kuda beserta kereta itu.
Dari dalam rumah muncul dua orang wanita yang mengenakan pakaian
biarawati yang berwarna hitam. Yang seorang tampak tua dan yang satunya
tampak masih muda. Kedua biarawati inilah yang menjaga dan mengepalai panti asuhan ini.
Keduanya tersenyum menyambut kedatangan Snow Angel. "Apa kabar, Miss
Gazetta?" tanya Miss Lyne, biarawati yang sudah tua itu begitu Snow Angel
mendekat. Kedua suster ini tidak tahu bahwa ia adalah putri Earl of Tritonville. Snow
Angel sengaja menyembunyikan hal ini karena ia merasa lebih baik bila kedua suster
ini, Miss Lyne dan Miss Mary juga pendeta Gereja St. Augustine, Mr. Paul tidak
mengetahui bahwa ia adalah putri Earl of Tritonville.
Nanny hanya tahu anak asuhnya itu ingin menyembunyikan identitasnya dan
Nanny tidak pernah curiga akan maksud lain di balik penyembunyian identitas
itu. "Baik-baik saja. Terima kasih. Bagaimana dengan kalian?" tanya Snow Angel.
"Kami semua baik-baik saja kecuali Lizt," jawab Miss Lyne.
"Lizt!" Ada apa dengannya?" tanya Snow Angel terkejut.
Setahu Snow Angel ibu Lizt meninggal saat ia baru berusia dua tahun,
sedangkan ayahnya hilang tak tentu rimbanya sejak meninggalkan Lizt yang
fisiknya lemah seperti ibunya di depan pintu Gereja St. Augustine, sembilan
tahun yang lalu. Menurut penduduk sekitar, ayah Lizt meninggalkannya di depan pintu gereja
karena merasa tak mampu merawatnya. Harta benda ayahnya habis untuk
membiayai pengobatan istrinya yang sakit berbulan-bulan lamanya sebelum
akhirnya meninggal. Gadis kecil yang malang itu juga sering sakit-sakitan seperti ibunya, namun
beberapa tahun belakangan ini keadaan gadis ini tidak selemah dulu. Ia jarang
sakit, bahkan dalam dua bulan terakhir ini ia tidak sakit sama sekali. Karena
itulah Snow Angel terkejut mendengar berita ini.
"Mari masuk, Miss Gazetta. Akan kami ceritakan segala-galanya di dalam," kata
Miss Lyne. Snow Angel dibawa masuk ke dalam panti asuhan itu. Panti asuhan ini memiliki
banyak kamar yang di tiap-tiap kamarnya terdapat banyak tempat tidur. Di
panti asuhan ini juga terdapat sebuah dapur yang cukup besar dan ruang makan
yang besar pula dan tentu saja ruang belajar. Dapat dikatakan panti asuhan ini
besar hanya saja perlengkapannya kurang memadai.
Peraturan di panti asuhan ini dikenal sangat ketat, tiap-tiap anak diharuskan
merapikan tempat tidurnya tiap pagi. Tiap hari mereka harus bangun pagi-pagi
untuk dapat mengikuti misa pagi di Gereja St. Augustine. Tiap hari mereka
diberi tugas secara bergilir seperti memasak, membersihkan panti, dan lain-lain.
Dan seperti anak-anak lainnya, anak-anak di panti asuhan ini juga mendapat
pendidikan dari kedua ibu asuh mereka, Miss Lyne dan Miss Mary.
Kadang kala datang seseorang yang ingin mengambil seorang anak untuk
dijadikan anak angkatnya dari panti asuhan ini. Tak dapat disangkal lagi, setiap
kali ada seorang anak yang diambil menjadi anak angkat oleh seseorang pasti
diiringi oleh tangis gembira bercampur sedih dari kedua biarawati ini.
Kedua biarawati ini begitu menyayangi anak-anak begitu pula anak-anak yang
juga menyayangi kedua ibu asuhnya.
Kedua biarawati ini membawa Snow Angel menuju ruang kepala Panti Asuhan
Gabriel. Nanny tidak ikut masuk bersamanya, ia sibuk menjaga dan menemani
anak-anak sambil bercerita dongeng. Anak-anak seperti halnya Snow Angel
waktu kecil senang sekali mendengar cerita dongeng Nanny yang selalu
menarik. Sesampainya di ruang kepala Panti Asuhan Gabriel, Snow Angel segera
melepaskan topinya. Warna topi itu senada dengan gaun yang dikenakannya.
Dengan bentuknya yang sederhana dan sebuah pita besar yang berwarna
magenta yang tampak kontras dengan warna rambutnya, topi itu menambah
kesan keanggunannya. Ruangan yang berukuran sedang ini memiliki sebuah jendela yang terletak di
pojok kiri, sedangkan di pojok kanannya terdapat sebuah meja kayu dengan tiga
kursi yang terbuat dari kayu pula. Miss Lyne duduk di balik meja di hadapan
Snow Angel yang duduk menghadap tembok, dan Miss Mary duduk di sebelah
Snow Angel. "Bagaimana keadaan Lizt, Miss Lyne?" tanya Snow Angel mengawali
percakapan. "Beberapa hari belakangan ini ia demam, namun sekarang keadaannya sudah
mulai membaik," jawab Miss Lyne.
"Bagaimana ia bisa sakit kembali" Bukankah sudah sekitar dua bulan ini ia tidak
sakit." "Itulah yang saya kurang mengerti. Tapi jangan khawatir, Miss Gazetta. Kata
dokter ia hanya demam biasa dan pasti lekas sembuh," jawab Miss Lyne.
"Pada hari ketika ia jatuh sakit, saya melihatnya bermain di luar ketika angin
bertiup cukup kencang tanpa mengenakan pakaian hangat. Waktu itu dia sudah
saya tegur, namun ia tidak menghiraukan saya. Maka saya masuk untuk
mengambilkannya syal dan ketika saya kembali, ia sudah tidak ada."
"Saya segera ke Gereja St. Augustine, sebab saya menduga ia di sana. Ternyata
dugaan saya keliru, kemudian saya mencoba mencarinya di sekitar sini. Saya
tidak dapat menemukannya dan ketika hari menjelang sore ia baru muncul
kembali dengan suhu tubuh yang panas. Saya segera merawatnya waktu itu
juga," kata Miss Mary.
"Mengapa engkau tak memberitahuku waktu itu juga, Miss Mary?"
"Maafkan saya, Miss Lyne. Waktu itu saya benar-benar panik dengan keadaan
Lizt." "Sudahlah, Miss Lyne, Miss Mary. Sekarang kita pikirkan saja kesehatan Lizt.
Nanti bila ia sudah sembuh, barulah kita menasehatinya agar mengenakan gaun
yang tebal bila bermain di luar pada saat angin bertiup."
"Kurasa Anda benar, Miss Gazetta," kata Miss Lyne.
"Bagaimana keadaan panti akhir-akhir ini?"
"Sama saja, Miss Gazetta. Anak-anak tetap bandel, namun kami masih bisa
mengatasinya. Kesulitan kami akhir-akhir ini hanyalah mengenai jumlah anak
yang semakin membengkak. Minggu ini saja kami mendapatkan tambahan anak
sebanyak tiga orang. Tiga bersaudara ini dititipkan oleh kedua orang tuanya
untuk sementara waktu," jawab Miss Lyne.
"Mengapa kedua orang tuanya menitipkan mereka di sini?" tanya Snow Angel
keheranan. "Kami kurang tahu, yang kami ketahui hanyalah kedua orang tua anak-anak itu
hendak pergi entah ke mana untuk jangka waktu yang cukup lama dan mereka
tidak dapat membawa serta ketiga anak mereka karena perjalanan yang jauh
dan sukar, selain itu juga karena ketiga anak mereka masih kecil dan tidak
memiliki sanak saudara yang dekat. Yang tertua saja baru berusia lima tahun,"
jelas Miss Mary. "Jumlah anak yang bertambah terus itu pastilah membuat Anda berdua
kerepotan dan suatu saat nanti kamar tidur anak-anak tersebut tidak..." Snow
Angel belum menyelesaikan perkataannya saat terdengar suara pintu diketuk
seseorang. "Silakan masuk!" sahut Miss Lyne.
Pintu terbuka perlahan-lahan dan tampak seorang wanita tua yang tidak lain
adalah Nanny. "Di depan ada seorang pria yang mengatakan ingin bertemu
dengan kepala panti asuhan ini."
"Siapakah dia?" tanya Miss Lyne.
"Entahlah, ia tidak memberitahu saya namanya. Ia hanya mengatakan kalau
ingin bertemu dengan Anda, Miss Lyne," jawab Nanny.
"Saya akan menemuinya." Miss Mary segera beranjak bangkit dari kursi untuk
menemui tamu yang dikatakan Nanny.
Sesaat sesudah Miss Mary meninggalkan ruang itu, Snow Angel juga bangkit
berdiri. "Kalau begitu saya permisi dulu. Saya ingin melihat keadaan Lizt."
Snow Angel dan Nanny sudah meninggalkan ruangan itu sebelum Miss Lyne
berkata apa-apa untuk mencegahnya.
Nanny menemani Snow Angel sampai di kamar tempat Lizt terbaring. Lizt
sedang tidur saat ini, wajahnya pucat.
"Kasihan Lizt, wajahnya pucat sekali," kata Nanny.
Snow Angel mengangguk dan berkata:
"Mari kita ke gereja, Nanny dan berdoa untuk kesembuhannya."
Mereka kemudian meninggalkan Lizt yang masih tertidur menuju ke Gereja St.
Augustine. Di luar, Snow Angel melihat keretanya ditambatkan pada sebatang
pohon dan di dekatnya ada sebuah kereta lain yang menurut dugaan Snow
Angel milik tamu yang baru tiba itu.
Kedua penjaga kuda Snow Angel tampak sibuk melayani pertanyaan anak-anak
yang mengelilingi keretanya.
Thompson tidak tampak di antara mereka. Snow Angel tahu Thompson sedang
mengunjungi makam istrinya.
"Saya akan mengambil keranjang bunga yang saya letakkan di kereta tadi," kata
Nanny. "Sekalian tolong letakkan topi ini di kereta, Nanny," kata Snow Angel
mengulurkan topinya ke arah Nanny.
"Sebaiknya Anda mengenakan topi itu, Tuan Puteri. Sinar matahari dapat
membakar kulit Anda yang putih itu."
"Tidak apa-apa, Nanny. Letakkan saja topi ini di kereta, lagipula matahari tak
terlalu terik saat ini," desak Snow Angel sambil menyodorkan topinya ke tangan
Nanny. Dengan enggan Nanny menerima topi itu dan berjalan menuju kereta. Sesaat
kemudian Nanny berjalan kembali ke arah Snow Angel dengan membawa
keranjang bunga. "Bagaimana pendapatmu, Nanny bila kita mengunjungi makam istri Thompson
dulu sebelum ke gereja?" tanya Snow Angel ketika Nanny tiba di sisinya.
"Itu ide yang bagus sekali," jawab Nanny senang. "Saya sudah lama tak
mengunjungi makamnya. Sayang ia meninggal sebelum Anda lahir. Bila tidak
Anda akan tahu bagaimana baik dan ramahnya ia."
Mereka berjalan memutari panti asuhan itu menuju ke pemakaman penduduk
setempat. Suasana di pemakaman itu tampak mencekam dengan latar belakang
hutan yang belum terjamah.
Dari kejauhan, mereka berdua melihat Thompson yang sedang berlutut di depan
makam istrinya. Makam itu tampak tak terawat, di sekitarnya tumbuh rumput
liar.
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka berdua berjalan perlahan-lahan mendekati Thompson. Ketika mereka
semakin mendekat, Thompson tiba-tiba berdiri dan terpekik kaget. Ia
memandangi mereka berdua dan dari sorot matanya tampak ia sangat terkejut.
Baru saja Snow Angel hendak mengatakan sesuatu ketika Thompson berkata:
"Maafkan saya, Tuan Puteri. Saya terkejut sekali sewaktu saya melihat gaun
Anda yang berwarna putih itu melambai-lambai tertiup angin. Tadi ... saya
mengira ... Anda itu ... hantu."
Nanny tertawa geli mendengar ucapan Thompson, sedangkan Snow Angel hanya
tersenyum dingin. "Tidak mengapa, Thompson," katanya tanpa ekspresi,
"Suasana di makam ini memang sangat mencekam dengan latar belakang hutan
yang gelap itu sehingga gaun saya yang melambai-lambai tertiup angin ini
membuat saya nampak seperti hantu dan membuat semua orang ketakutan."
"Saya rasa tidak mungkin orang akan ketakutan bila hantunya secantik Anda,
Tuan Puteri," canda Thompson.
"Bolehkah saya berdoa untuk istrimu, Thompson?" tanya Snow Angel datar
mengacuhkan perkataan Thompson tadi.
"Silakan, Tuan Puteri." Thompson memberi tempat bagi mereka berdua untuk
berdoa di depan makam istrinya.
Saat Snow Angel hendak berlutut di depan makam istri Thompson, Nanny
segera mencegahnya. "Nanti gaun Anda kotor," katanya. Maka Snow Angel
berdoa bagi istri Thompson dengan berdiri di samping Nanny yang berlutut di
depan makam istri Thompson.
Gaun yang dikenakan Nanny berwarna hitam sehingga tidak akan nampak kotor
terkena tanah, sedangkan gaun Snow Angel berwarna putih yang pasti akan
tampak kotor bila ia berlutut seperti Nanny.
Sesaat lamanya mereka berdoa, lalu Snow Angel mengambil beberapa kuntum
bunga mawar yang berwarna ungu dari keranjang bunganya yang dibawa Nanny
dan membungkuk untuk meletakkan bunga itu di depan pusara istri Thompson.
"Terima kasih, Tuan Puteri. Terima kasih, Nanny," kata Thompson terharu.
"Sudahlah, Thompson. Jangan engkau memikirkan hal ini! Istrimu memang
pantas mendapatkannya," kata Nanny tersenyum memandangi Thompson yang
tampak terharu dengan apa yang baru saja mereka lakukan bagi almarhum
istrinya. "Kami permisi dulu, Thompson. Kami hendak ke gereja sekarang," kata Snow
Angel kemudian. "Oh ... kalau begitu akan saya temani kalian."
"Tidak perlu, Thompson. Tetaplah di sini menemani istrimu. Biarlah saya sendiri
yang menemani Tuan Puteri," usul Nanny.
"Tapi berbahaya bagi kalian berdua berjalan sendirian di pemakaman yang sepi
seperti ini," bantah Thompson.
"Tidak mengapa, Nanny benar, Thompson. Tetaplah di sini untuk menemani
istrimu, lagipula engkau sudah lama tidak mengunjungi makamnya," kata Snow
Angel tegas. BAB 4 Setelah berpamitan kepada Thompson, mereka berdua berjalan lagi ke
Gereja St. Augustine. Suasana di dalam gereja itu sangat sunyi. Tak
seorangpun tampak di sana. Mereka berdua berlutut di depan altar dan
berdoa. Nanny berdiri menuju altar dan mengambil jambangan bunga yang ada di
atas meja lalu membantu Snow Angel menata bunga di jambangan itu.
Saat Nanny meletakkan kembali jambangan yang baru saja mereka tata
itu di atas meja, terdengar suara pintu gereja berderit terbuka dan
tampak seorang pendeta yang telah tua tersenyum berjalan ke arah
mereka berdua. "Tuhan memberkati Anda berdua." Kalimat ini selalu dilontarkan pendeta
tua itu sebagai salam pada mereka berdua.
"Terima kasih Anda berdua sudi meletakkan bunga-bunga yang indah itu
di jambangan bunga yang sudah tua di atas altar itu."
"Tidak apa-apa, Pendeta. Kami merasa itu sudah menjadi kewajiban kami
sebagai anggota gereja," kata Snow Angel datar.
"Andaikan semua orang di dunia ini sebaik Anda, pasti dunia akan
tentram dan damai," kata Pendeta Paul tersenyum.
"Ceritakanlah mengenai keadaan gereja akhir-akhir ini, Pendeta!" kata
Nanny. Mereka bertiga kemudian duduk di kursi yang disediakan bagi para
jemaat gereja. Snow Angel diam mendengarkan percakapan Pendeta
dengan Nanny. Snow Angel berpendapat bahwa kedua orang ini cocok
satu sama lain. Pendeta Paul dan Nanny sama-sama senang bercerita, acapkali mereka
bercerita hingga lupa waktu. Namun Snow Angel membiarkan hal itu
sebab ia sendiri senang mendengarkan pembicaraan mereka berdua.
Sekali waktu mereka saling bercerita mengenai masa lalu mereka
masing-masing, lain waktu tentang jemaat gereja atau penduduk
setempat atau hal-hal lain yang menarik yang terjadi di sekitar mereka.
Mereka berdua selalu berbicara tiada putus-putusnya, seakan-akan tidak
pernah kehabisan bahan pembicaraan. Selalu saja ada yang mereka
bicarakan. Belum sampai sepuluh menit Snow Angel mendengar kedua orang itu
bercerita ketika terdengar suara pintu berderit kembali. Mereka bertiga
segera memalingkan kepala dan melihat kepada dua sosok wanita yang
mengenakan pakaian biarawati muncul dari balik pintu yang dibuka itu.
Menilik pakaiannya, Snow Angel langsung tahu siapa kedua orang itu.
Mereka tak lain adalah Miss Lyne dan Miss Mary.
Wajah Miss Lyne dan Miss Mary tampak berseri-seri bahagia ketika
mendekati mereka. "Mengapa kalian tampak gembira sekali?" tanya Pendeta Paul ingin tahu.
"Oh ... Pendeta. Dapatkah Anda membayangkan betapa gembiranya hati
saya ini. Lizt baru saja pergi dibawa ayahnya," kata Miss Mary gembira.
"Ayahnya?" tanya Pendeta Paul.
"Betul, Pendeta. Tadi datang seorang pria yang mengaku sebagai ayah
Lizt, ia kemari hendak mengambil Lizt yang ditinggalkannya di depan
pintu gereja sembilan tahun yang lalu. Ia juga berkata akan segera
membawa Lizt ke dokter," Miss Lyne menjelaskan.
"Tuhan memang Maha Baik. Akhirnya Lizt yang malang dapat berjumpa
kembali dengan ayahnya," Pendeta Paul turut bergembira.
Mereka berempat terlalu gembira untuk menyadari ekspresi wajah Snow
Angel yang kaku dan dingin.
Snow Angel turut merasa senang mengetahui Lizt telah berkumpul
kembali dengan ayahnya. Tapi ia juga merasa benci pada ayah Lizt yang selama sembilan tahun
setelah meninggalkan Lizt di depan pintu gereja, tidak pernah
menghubungi panti asuhan untuk mengetahui keadaan anaknya kini tibatiba muncul
hanya untuk mengambil anaknya.
Ia tidak habis mengerti mengapa pria tersebut bisa berbuat begitu kejam
pada anak kandungnya sendiri. Meninggalkannya di depan pintu gereja
lalu kembali lagi hanya untuk mengambilnya.
Mengambilnya kembali setelah selama sembilan tahun tidak pernah
mengasuh dan merawatnya, tidak pernah peduli pada keadaan putrinya.
Setelah meninggalkannya di depan pintu gereja saat di mana anak itu
membutuhkan kasih sayang, saat gadis itu masih berumur dua tahun.
Entah berapa lamanya ia berpikir, entah berapa lamanya pula keempat
orang itu bercakap-cakap dengan gembira. Yang pasti mereka berlima
terkejut saat mendengar suara pintu gereja berderit dan muncul anakanak dari
Panti Asuhan Gabriel. Mereka langsung menghambur mengelilingi kelima orang yang masih
belum pulih dari keterkejutannya itu.
Seorang anak laki-laki yang berusia sekitar enam tahun berjalan
mendekati Snow Angel dan langsung duduk di pangkuannya kemudian
memeluknya. Snow Angel balas memeluk bocah di pangkuannya itu dan bertanya
lembut: "Ada apa, Max?"
Max sudah tinggal di panti asuhan ini sejak bayi. Tiada orang yang tahu
asal-usulnya, bocah ini ditemukan di tepi jalan oleh Pendeta Paul
kemudian olehnya bayi itu dibawanya ke Panti Asuhan Gebriel dan diberi
nama Max. Max seperti halnya anak-anak panti yang lain sayang sekali pada Snow
Angel, bahkan bocah ini sudah menganggapnya sebagai ibunya, ia
memanggil 'Mom' pada Snow Angel. "Saya rindu sekali pada Anda, Mom,"
katanya. "Maukah Anda membacakan sebuah buku untukku?"
"Kami juga!" seru anak-anak yang lain.
"Tentu saja saya mau membacakan sebuah buku bagi kalian semua, anak
manis, sepuluh pun saya mau. Mari ikut saya," kata Snow Angel
tersenyum lembut pada anak-anak itu.
Snow Angel menganggukan kepala kepada keempat orang yang lebih tua
darinya itu mohon diri meninggalkan gereja. Ia berjalan keluar
menggendong Max diiringi anak-anak yang lain.
Keempat orang yang ada di dalam gereja itu memandangi kepergiannya
diiringi anak-anak dengan tersenyum. Mereka semua terutama Nanny
tahu gadis itu selalu bersikap dingin terhadap siapa saja kecuali anakanak.
Gadis itu selalu bersikap ramah dan lemah lembut kepada anak-anak.
Kepada orang dewasa, ia bersikap dingin dan acuh.
Mereka berempat kemudian meninggalkan gereja dan mendapati Snow
Angel duduk di sebuah bangku di bawah sebatang pohon dikelilingi anakanak yang memperhatikan cerita gadis itu.
Mereka berempat kemudian segera bergabung dengan gerombolan anakanak yang sedang
bergembira itu. Mereka semua bergembira ria hingga
hari sore. Seperti biasanya, menjelang waktu minum teh, Snow Angel dan
Nanny segera berpamitan pulang.
Di tengah perjalanan Nanny berkata, "Kelihatannya tadi Anda tidak begitu
gembira sewaktu mengetahui Ayah Lizt mengambil Lizt kembali."
"Aku hanya tidak senang dengan tindakannya meninggalkan Lizt di depan
pintu gereja saat anak itu baru berusia dua tahun, kemudian
mengambilnya kembali setelah anak itu sudah besar," kata Snow Angel
tajam. "Saya sendiri juga kurang menyetujui tindakan Ayah Lizt itu. Namun
setelah saya pikirkan kembali, saya merasa tindakannya itu tepat. Entah
bagaimana keadaan Lizt sekarang seandainya ayahnya tidak
meninggalkannya di depan pintu gereja setelah kematian istrinya," kata
Nanny mencoba memberi pengertian pada Snow Angel.
"Saya rasa ayah Lizt meninggalkannya di depan pintu gereja karena
merasa tak sanggup merawat anak sekecil itu, dan sekarang ia
mengambilnya karena merasa bertanggung jawab pada diri Lizt."
Snow Angel tak memperhatikan ucapan Nanny. Saat ini matanya terpaku
pada lapangan rumput yang ada di sisi kanan kereta.
Di tengah-tengah lapangan itu tampak sebuah tenda besar yang sedang
didirikan oleh beberapa pria dan beberapa kereta serta sekelompok orang
yang terlihat sibuk pula dan beberapa anak kecil yang sedang bermain.
Hatinya tersentak gembira melihat sederetan huruf pada sebuah kereta
yang paling besar yang membentuk kalimat "Boudini's Theatre."
BOUDINI! Jadi keluarga Boudini akan mengadakan pertunjukkan di sini.
Charlemagne... Charlemagne... akhirnya aku akan bertemu denganmu
kembali. Oh Jenny... tahukah kau anakmu ada di sini sekarang, pikirnya
gembira. Ia begitu gembira membayangkan akan berjumpa kembali dengan
Charlemagne, putra Jenny dan memperhatikan sekelompok anak kecil
yang sedang bermain di lapangan rumput itu mencari Charlemagne
hingga tidak mendengar segala cerita Nanny.
"Boudini's Theatre" milik keluarga Boudini merupakan teater keliling yang
terkenal di mana-mana. Walaupun sedikit jumlah aktris yang dimilikinya,
namun teater ini mampu menampilkan pertunjukan-pertunjukan yang
baik dan bersaing dengan teater-teater besar lainnya. Teater yang tak
pernah menetap lebih dari tiga bulan di suatu tempat ini selalu dibanjiri
pengunjung. Tiba-tiba muncul suatu gagasan dalam benak Snow Angel untuk
menghentikan kereta dan mengunjungi Charlemagne hari ini juga saat
kereta itu mulai menjauhi lapangan rumput tadi. Namun diurungkannya
niat itu karena ia tahu mereka sangat sibuk saat ini, sibuk
mempersiapkan panggung pertunjukan mereka.
Lalu muncul gagasan lain dalam benaknya, ia berkata tegas:
"Nanny, mintalah pada Thompson untuk mengantar kita ke Guest Mess!"
Wanita tua itu terheran-heran dengan permintaan anak asuhnya itu.
Namun ia tetap melakukan apa yang diperintahkan padanya itu.
Ia melongokkan kepalanya melalui jendela dan berseru kepada
Thompson, "Antarkan kami ke Guest Mess, Thompson!"
"Baik," seru Thompson pula.
Kemudian Nanny memandang heran pada Snow Angel.
Mengerti arti pandangan itu, maka Snow Angel menjelaskan, "Aku ingin
menghabiskan waktu minum teh sore ini di luar rumah."
Nanny mengangguk mendengarnya. Saat ini memang sudah hampir tiba
waktunya untuk minum teh dan Guest Mess merupakan sebuah kedai
minum yang setiap harinya menyediakan acara minum teh di sore hari
seperti ini. Kereta membelok di tikungan dekat lapangan rumput tadi menuju ke
Guest Mess yang letaknya di pusat kota kecil ini. Dengan segera mereka
tiba di sana. Begitu turun dari kereta, Snow Angel berkata:
"Nanny! Engkau, Thompson dan dua penjaga kuda itu pergilah
menghabiskan waktu minum teh ini di Guest Mess."
"Anda akan ke mana, Tuan Puteri?"
"Aku akan berbelanja di Shawky Market."
"Biarlah saya menemani Anda berbelanja, Tuan Puteri."
"Tidak, Nanny. Pergilah bersama mereka. Aku ingin berbelanja sendiri.
Bila kalian sudah selesai, kalian pergilah ke Shawky Market untuk
membantu membawa belanjaanku," tukas Snow Angel tegas.
Walaupun Nanny selalu menuruti permintaannya, namun kali ini ia
bersikeras untuk menemaninya. Selain karena bahaya bila seorang gadis
apalagi yang semuda dan secantik Snow Angel berbelanja sendirian, juga
dikarenakan ini pertama kalinya gadis itu pergi berbelanja sendirian.
Biasanya kedua kakaknya selalu menemaninya, dan bila mereka tidak
dapat menemaninya, mereka akan memaksa Snow Angel agar mau
ditemani Countess atau Nanny.
"Pergilah, Nanny!" kata Snow Angel memaksa.
Ia menyerahkan beberapa lembar uang kepada Nanny untuk membayar
nanti kemudian berjalan berbalik menuju Shawky Market meninggalkan
mereka yang terkejut dengan tindakannya.
"Entah apa kata Tuan Muda Frederick dan Oscar nanti," kata Thompson
memandangi sosok Snow Angel yang berjalan semakin jauh kemudian
berbelok masuk ke Shawky Market.
"Aku sendiri tidak tahu apa yang akan dikatakan kedua Tuan Muda kelak
bila mengetahui hal ini. Tapi bila kita tidak menuruti perintah Tuan Puteri,
ia akan marah," kata Nanny kebingungan.
"Entahlah Thompson... Aku sendiri bingung apa yang harus kita lakukan
sekarang. Mungkin lebih baik bila kita turuti saja perintah Tuan Puteri dan
kemudian merahasiakan hal ini dari kedua Tuan Muda."
"Mungkin kau benar, Nanny," kata mereka serempak.
Mereka kemudian masuk ke Guest Mess untuk menghabiskan waktu
minum teh di sana seperti yang diperintahkan Snow Angel. Mereka
makan dengan tergesa-gesa karena khawatir akan keadaan Tuan Puteri
mereka. -----0----- Setelah meninggalkan keempat pelayannya, Snow Angel bergegas
menuju Shawky Market. Toko yang besar itu menjual berbagai macam
barang, di sana ia bermaksud membeli sejumlah barang bagi keluarga
Boudini dan terutama Charlemagne.
Ia tidak ingin keempat pelayannya mengetahui barang-barang yang akan
dibelinya dan untuk siapa ia membeli barang-barang tersebut, maka ia
sengaja menyuruh mereka minum-minum di Guest Mess sementara ia
berbelanja. Sepanjang jalan orang-orang memandangnya seakan-akan melihat
sesuatu yang begitu indah dan menakjubkan. Beberapa pria mencoba
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersikap kurang ajar padanya. Namun belum sempat mereka
melakukannya, mereka sudah langsung mundur melihat tatapannya yang
tajam dan dingin. Begitulah gadis itu, banyak dikagumi orang karena kecantikkannya,
sekaligus disegani orang karena kedinginan hati dan sikapnya seperti
yang dikatakan keluarganya.
Saat itu mereka dalam perjalanan pulang setelah menghadiri pesta di
rumah Lord Herald, saat yang pertama kalinya bagi Snow Angel untuk
menghadiri pesta perjamuan makan malam.
Dalam pesta perjamuan itu, ia dikelilingi banyak laki-laki yang
mengagumi kecantikkannya, namun ia bersikap dingin pada mereka. Hal
tersebut membuat tamu-tamu yang lain heran, sebab tidak biasanya
seorang gadis yang secantik dan semuda ia yang saat itu baru berusia
empat belas tahun bersikap dingin kepada laki-laki yang mengaguminya.
Kebanyakkan gadis-gadis yang cantik akan senang bila ada pria yang
mengaguminya, tapi hal ini rupanya tidak berlaku bagi Snow Angel. Ia
bersikap acuh pada pujian-pujian yang ditujukan baginya.
Sejak saat itu ia menjadi terkenal akan kecantikkannya dan kedinginan
hatinya dan sejak saat itu pula banyak laki-laki yang berusaha
melelehkan kedinginan hati dan sikapnya.
"Mengapa engkau tadi bersikap begitu dingin, Nak?" tanya Countess
lembut pada Snow Angel. Snow Angel menjawab singkat, "Tidak apa-apa, Mama."
Countess menghela napas mendengar jawaban putri satu-satunya itu. Ia
berusaha menasehati putrinya dengan lembut agar tidak bersikap begitu
dingin. Selama ini Countess tak pernah memarahi anak-anaknya, ia selalu
berusaha bersikap lembut dalam menghadapi tingkah laku putraputrinya.
Ia tahu kemarahan tidak akan menghasilkan apa-apa, demikian pula Earl
of Tritonville yang juga selalu bersikap lembut namun tegas dalam
menghadapi putra-putrinya. Inilah yang menyebabkan mereka begitu
disayang oleh anak-anak mereka.
"Kelak engkau tak boleh bersikap begitu dingin lagi kepada mereka,"
nasehat Earl. "Saya mengerti, Papa. Namun saya tak menyukai cara mereka dalam
mendekati saya," kata Snow Angel hati-hati, ia tak ingin membuat kedua
orang tuanya marah. "Maafkan saya, Papa. Saya benar-benar tak
menyukai cara mereka."
"Tahukah engkau, Angella" Teman-temanku tadi banyak yang
mengatakan kalau engkau benar-benar cantik bahkan kata mereka
engkau gadis tercantik yang pernah mereka jumpai, juga gadis yang
paling dingin yang pernah mereka jumpai," Frederick menimpali.
"Kurasa nama 'Angella' kurang tepat baginya. Mungkin lebih tepat 'Snow
Angel'," usul Oscar.
"Mengapa engkau berkata begitu, Oscar?" tanya Earl.
"Karena 'Snow Angel' lebih tepat untuk menggambarkan pribadi Angella,
Papa. Nama ..." "Aku mengerti maksudmu, Oscar! 'Snow' menggambarkan kedinginannya
dan 'Angel' menggambarkan kecantikkannya. Betul, bukan?" potong
Frederick. "Aku setuju sekali denganmu. 'Snow Angel' memang lebih
tepat daripada 'Angella'. Bagaimana pendapat Papa Mama?"
"Ya ... ya ... nama itu lebih tepat baginya," Earl tersenyum menyetujui
usul kedua putranya akan nama baru putrinya, Angella. "Bagaimana
denganmu, Stefanie?"
"Aku juga setuju dengan kalian, tapi kita tak boleh memanggilnya begitu
bila ia tak menyetujuinya," jawab Countess.
"Kau setuju, Angella?" tanya Frederick dan Oscar serempak.
"Terserah," jawab Angella dingin.
Rupa-rupanya semua orang kecuali Nanny menyetujui nama barunya
yang diusulkan Frederick dan Oscar.
Dan sejak saat itu nama 'Angella' digantikan 'Snow Angel' dengan
cepatnya, secepat melambungnya ketenaran akan kecantikkan dan
kedinginan hatinya di mata semua orang, baik kaya maupun miskin,
secepat bertambahnya wanita yang iri dan cemburu baik karena
kecantikkannya maupun karena perhatian kedua kakaknya yang sangat
besar kepada dirinya. Banyak wanita yang berusaha merebut perhatian kedua kakaknya. Tapi
mereka sulit sekali mendapatkannya karena kedua kakaknya hanya
memperhatikan Angella. Mereka harus bersaing dengan Angella untuk dapat mengalihkan
perhatian kedua pria itu dari adiknya, Angella.
Dalam setiap kesempatan, mereka selalu berusaha menyaingi
kecantikkan Angella. Mereka selalu berusaha tampil lebih menarik
daripada Angella dengan gaun-gaun mereka yang mahal.
Tetapi mereka tetap tidak dapat merebut perhatian Frederick maupun
Oscar. Kedua pria itu tetap tidak melihat kepada wanita yang lain selain
adik mereka. Hal ini membuat banyak orang kagum pada rasa sayang kedua kakak
Angella pada dirinya. Bahkan ada yang pernah menggoda mereka karena
rasa sayang mereka yang sangat besar pada diri Angella.
"Kalian sangat menyayangi Angella sehingga tidak melihat wanita lain.
Kalian seperti suami yang sangat mencintai istrinya," kata orang itu.
Frederick dan Oscar tersenyum mendengarnya, mereka menyahut
serempat, "Kami memang ingin mempunyai istri yang sangat cantik
seperti Angella. Namun sayang di dunia ini tidak ada orang yang sanggup
menyaingi kecantikkannya dan kedinginan hatinya."
Demikian pula mereka yang mengejar Angella, harus bisa menghadapi
kedua kakak Angella yang menjaganya dengan ketat. Kedua kakaknya itu
selalu terlihat di sisinya kemanapun gadis itu pergi.
Setibanya di Shawky Market, ia disambut oleh seorang wanita setengah
baya yang tidak lain adalah istri pemilik Shawky Market.
Wanita itu memandang heran padanya karena melihatnya datang
sendirian tanpa kedua kakaknya ataupun pengawal seperti biasanya.
Beberapa orang yang ada di Shawky Market juga memandang heran
padanya. Snow Angel tak mempedulikan pandangan orang-orang yang ada di sana
pada dirinya. "Selamat datang di Shawky Market, Miss. Adakah yang dapat saya
lakukan untuk Anda?" wanita itu menyambut kedatangannya dengan
ramah. "Saya ingin mencari beberapa baju," jawabnya.
Shawky Market merupakan toko pakaian yang paling baik di tempat ini.
Di dalam toko yang cukup luas ini, pakaian-pakaiannya diatur sedemikian
rupa sehingga pengunjung dapat dengan mudah menemukan baju yang
dicarinya. Pakaian-pakaiannya diatur menurut tingkat usia, pakaian bagi anak-anak
dipisahkan dengan pakaian orang dewasa dengan pakaian bayi.
"Silakan sebelah sini," kata wanita itu sambil menunjukkan tempat bajubaju bagi
gadis seusianya. "Tidak, saya tidak memerlukan baju bagi saya. Saya mencari baju bagi
anak yang berusia empat tahun dan baju bagi orang yang berusia sekitar
lima puluhan," terang Snow Angel.
"Di sebelah sini baju untuk anak berusia sekitar empat tahun," kata
wanita itu menunjuk tempat yang lain.
Snow Angel dengan sibuknya memilih-milih baju dengan dibantu wanita
itu. Wanita itu melayaninya dengan cepat. Ia menunjukkan pakaianpakaian yang
baru saja datang kepada Snow Angel.
Snow Angel berbelanja dengan cepat. Ia tahu pelayannya tidak mungkin
berlama-lama berada di Geust Mess karena mereka pasti
mengkhawatirkan dirinya. Ia membeli beberapa potong baju bagi
Charlemagne, serta Mr dan Mrs Boudini.
Tanpa mempedulikan keheranan wanita tadi serta beberapa orang yang
memperhatikan barang-barang yang dibelinya, ia terus memilih
belanjaannya. Tepat seperti dugaannya, Nanny masuk ke Shawky Market bersama
Thompson saat ia membayar rekening atas barang-barang belanjaannya
yang telah dibungkus rapi oleh wanita yang menyambutnya saat ia masuk
toko tadi. "Untunglah aku berbelanja dengan cepat," pikirnya lantas meminta
kepada mereka berdua untuk membantu membawakan belanjaannya
yang tak seberapa banyak itu ke dalam kereta.
Dalam perjalanan pulang, Nanny ingin sekali bertanya apa isi dari tiga
kotak berukuran sedang yang dibeli Snow Angel dari Shawky Market.
Namun ia menahan keinginan hatinya untuk bertanya itu. Ia tahu Snow
Angel tak akan memberitahunya apa isi kotak itu.
Snow Angel tahu Nanny ingin sekali tahu apa isi kotak-kotak yang berasal
dari Shawky Market itu. Karena ia tidak ingin memberi tahu apapun
mengenai isi kotak itu pada siapapun, maka ia membiarkan
keingintahuan Nanny itu terus membumbung. Ia tahu Nanny tidak akan
berani membuka kotak itu tanpa seijinnya.
Ketika kereta berhenti di depan pintu Troglodyte Oinos, Snow Angel
memberi perintah lagi pada mereka berempat untuk langsung menuju ke
belakang dan membawa kotak-kotak yang berisi barang belanjaannya itu
langsung ke kamarnya melalui pintu belakang.
Dan kepada Nanny ditekankannya agar meletakkan kotak-kotak itu di
bawah meja rias di dekat jendela menuju serambi dan tidak
membukanya. Ia memperhatikan kereta itu berlalu hingga membelok
menuju ke belakang rumah kemudian ia membuka pintu.
Ia tahu ia akan menghadapi sejumlah pertanyaan dari kedua kakaknya
karena berpergian keluar rumah hingga matahari mulai terbenam di
sebelah barat. Ia tak ingin melibatkan Nanny, maka tadi ia sengaja
memerintahkan Nanny untuk membawakan kotak-kotak yang berisi
belanjaannya langsung ke kamarnya melalui pintu belakang.
BAB 5 Frederick dan Oscar berjalan mondar-mandir dengan gelisah di Ruang Bbesar
menantikan adik mereka. Sesekali mereka melihat keluar melalui jendela di
samping pintu masuk Troglodyte Oinos.
Sebentar duduk, sebentar berjalan dan sebentar-sebentar mereka memandang
keluar jendela. Kegelisahan mereka berdua dalam menanti adik mereka
membuat Vladimer yang juga gelisah menjadi pusing.
"Kalian jangan mondar-mandir terus membuat aku menjadi pusing saja," gerutu
Vladimer kesal melihat kedua kakak beradik itu mondar-mandir terus di Ruang
Besar sejak waktu minum teh.
Tadi sewaktu minum teh, mereka bertiga berkumpul di Ruang Duduk tanpa
Countess dan Snow Angel. Countess saat itu sedang beristirahat di kamarnya
dan mereka menduga Snow Angel menemani Countess minum teh di kamarnya.
Tetapi setelah mereka selesai menyantap hidangan kecil itu, barulah mereka
mengetahui bahwa Snow Angel pergi sejak tadi dan belum kembali.
Frederick dan Oscar khawatir sekali akan keadaan Snow Angel. Mereka sengaja
tak memberi tahu ibu mereka mengenai hal ini karena khawatir ia akan jatuh
sakit lagi setelah mulai sembuh dari sakitnya.
Tidak biasanya Snow Angel keluar rumah hingga matahari mulai terbenam.
Biasanya bila ia berpergian tanpa dikawal kedua kakaknya, ia sudah tiba di
rumah sebelum waktu minum teh.
Bila ia berpergian dengan dikawal kedua kakaknya, barulah ia pulang seusai
waktu minum teh. Dan hari ini, ia pergi tanpa pengawalan kedua kakaknya hingga langit mulai
gelap. Kedua kakaknya benar-benar khawatir akan keadaannya. Begitu
khawatirnya mereka hingga membuat Vladimer yang turut khawatir dengan
keadaan gadis itu menjadi pusing.
"Ya ... ya ... Kami mengerti," kata Frederick cemas lalu duduk di kursi dekat
tempat Vladimer duduk. Oscar memandang gelisah keluar. "Ke manakah perginya ia" Mengapa tidak
pulang-pulang" Apakah terjadi sesuatu padanya?"
"Aku takut terjadi sesuatu padanya. Aku menyesal, kenapa tadi tidak kutanyai
dia sewaktu kulihat pergi dengan kereta," keluh Frederick menyalahkan dirinya
sendiri. "Sudahlah! Ia pasti baik-baik saja, bukankah Nanny turut pergi dengannya,"
Vladimer menenangkan Frederick.
"Aku tahu, aku juga melihat Nanny pergi bersama Snow Angel. Tapi aku tetap
khawatir. Aku tidak akan memaafkan diriku bila terjadi sesuatu padanya,"
gumam Frederick sedih. "Tunggu! Kalian mengatakan melihat kepergian Snow Angel?" tanya Oscar.
"Ya, aku melihatnya berdiri di tepi kolam lalu Nanny datang membawa kereta
dan pergi bersamanya," jawab Vladimer.
"Kenapa kalian tidak menghentikannya" Kenapa kalian diam saja?" sembur
Oscar marah. "Kau jangan marah-marah pada kami, Oscar. Kami tidak mengira ia akan pergi
hingga selarut ini. Lagipula kita sama-sama tahu Snow Angel sering pergi
dengan Nanny, walau kuakui ia jauh lebih sering kita kawal bila berpergian,"
pinta Frederick yang berusaha meredakan amarah Oscar yang memang mudah
marah apalagi bila menyangkut masalah adik kesayangan mereka.
"Jangan marah! Bagaimana mungkin aku tidak marah" Bagaimana mungkin?"
tanya Oscar gusar, "Oh ... aku benar-benar khawatir dengan anak satu ini."
"Percuma saja kau marah-marah sekarang, Oscar. Tidak hanya kau yang
khawatir akan keadaan Angella, kami pun khawatir," kata Vladimer tenang
sambil berusaha menekan kegundahan hatinya sendiri. "Lagipula ia sekarang
sudah pergi dan kita hanya bisa menantikan kedatangannya."
Oscar terus mondar-mandir di ruangan itu dengan cemas. Sesekali ia berhenti di
depan jendela untuk melihat bila adiknya datang.
"Ke mana perginya anak itu" Mengapa tidak lekas pulang" Apakah terjadi
sesuatu padanya?" tanyanya lagi.
"Duduklah diam, Oscar. Kau membuatku bertambah pusing saja," perintah
Frederick. "Tidak mungkin aku bisa duduk diam sementara sesuatu bisa saja menimpa
Snow Angel saat ini," bantahnya.
"Aku mengerti. Tapi cobalah diam, jangan mondar-mandir terus. Ingatlah ia
tidak sendirian, ia pergi dengan Nanny," ulang Frederick.
"Aku tahu ... aku tahu ... Tapi ke mana perginya dia" Kenapa ia tak lekas pulang"
Apa terjadi sesuatu padanya?" tanya Oscar lagi untuk yang kesekian kalinya.
"Kau jangan bertanya-tanya begitu terus. Kami sendiri tidak tahu ke mana
perginya Angella juga apa yang terjadi padanya sehingga ia tidak lekas pulang,"
ujar Vladimer menanggapi pertanyaan-pertanyaan Oscar yang diulang-ulang
terus menerus itu. Suasana hening sejenak di sini, ketiga pria itu gelisah menanti kedatangan Snow
Angel. Pada wajah mereka terlukis jelas kekhawatiran mereka.
"Aku akan pergi mencarinya," kata Oscar tiba-tiba.
"Untuk apa" Bagus kalau engkau dapat bertemu dengannya, kalau tidak nanti
engkau hanya akan menambah kecemasan kami," cegah kakaknya.
"Tapi aku tidak bisa diam saja di sini seperti orang gila. Aku harus
mencarinya," kata Oscar keras kepala. "Frederick benar, kau hanya akan menambah kecemasan kami bila engkau pergi
mencari Angella." "Tapi ini sudah terlalu terlambat. Ia tidak seharusnya berada di luar rumah
malam-malam begini. Aku harus segera mencarinya! Aku khawatir sesuatu yang
tidak kuinginkan telah terjadi padanya. Aku harus!" kata Oscar bersikeras.
"Kami juga khawatir. Tetapi jangan gegabah, ia tidak sendirian. Nanny dan
Thompson ikut bersamanya, juga dua penjaga kuda. Mereka pasti menjaganya
dengan baik," kata Frederick menenangkan dirinya sendiri dan adiknya.
"Ini sudah malam, Fred!" Oscar bersikeras terus.
"Memang ini sudah malam tapi Nanny tidak mungkin membiarkan anak itu
berkeliaran di desa jika matahari sudah terbenam. Kita sama-sama tahu Nanny
sayang sekali padanya, tak mungkin ia akan membiarkannya. Sabarlah mungkin
sekarang ia sedang dalam perjalanan pulang," kata Frederick.
"Aku juga berharap begitu," kata Oscar akhirnya mengurungkan niatnya mencari
adiknya. Kedua kakak Snow Angel selalu berhati-hati menjaganya, mereka selalu
memperlakukannya seperti saat mereka memperlakukannya ketika ia masih
kecil walau kini ia telah berusia delapan belas tahun.
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Snow Angel tahu kakaknya memperlakukannya seperti anak kecil karena begitu
besarnya rasa sayang mereka padanya dan ia tak pernah bermanja-manja pada
kakak-kakaknya maupun kedua orang tuanya.
"Langit sudah mulai gelap, tapi kenapa Snow Angel belum muncul-muncul
juga?" tanya Oscar gusar.
"Entahlah apa yang terjadi, mengapa ia tak kunjung-kunjung pulang" Apa yang
harus kita katakan nanti bila Mama bertanya tentangnya?" timpal Frederick.
"Aku juga tidak tahu apa yang harus kita katakan pada Mama nanti. Aku tak
ingin Mama khawatir, ia bisa sakit lagi bila terlalu khawatir," kata Oscar
bingung. Frederick baru saja hendak mengusulkan apa yang akan dikatakannya pada
Countess nanti bila ia bertanya mengenai Snow Angel ketika sayup-sayup
terdengar suara kereta mendekat.
Oscar yang berada di jendela segera berseru gembira melihat kereta milik
keluarganya memasuki pekarangan Troglodyte Oinos. "Ia datang! Snow Angel
datang!" Sesaat kemudian pintu terbuka dan tampak sosok Snow Angel berjalan masuk.
Kegelisahan mereka bertiga langsung lenyap melihatnya membuka pintu.
Kedua kakak Snow Angel berlari gembira menghampirinya dan kemudian
memeluknya tepat pada saat ia akan menutup pintu.
Snow Angel terkejut karena tiba-tiba dipeluk dengan erat oleh kedua kakaknya.
Ia tak mengira kakak-kakaknya akan langsung memeluknya begitu ia tiba.
Semula ia mengira kedua kakaknya akan marah-marah pada dirinya karena
pulang terlambat untuk pertama kalinya dalam hidupnya.
Vladimer tersenyum geli melihat adegan itu. Sejak kecil, Snow Angel memang
sering dipeluk kakak-kakaknya. Tetapi kali ini sungguh menggelikan melihatnya
dipeluk keduanya sekaligus dengan tiba-tiba.
Ia juga sama sekali tak menduga bahwa mereka akan langsung berlari
mendekati Snow Angel dan memeluknya erat-erat seperti orang tua yang
memeluk anaknya yang baru diketemukan setelah si anak hilang.
"Oh ... Snow Angel, lega hatiku melihatmu kembali. Aku khawatir sekali," kata
Frederick lega. "Ke mana saja engkau" Engkau membuat kami cemas, tahu!?" kata Oscar purapura
marah walau sebenarnya ia memang ingin memarahi adiknya itu. Ia tahu ia
tidak akan pernah bisa marah pada adik kesayangannya itu.
"Maafkan aku. Aku keasyikan berbelanja hingga lupa waktu," kata Snow Angel
setengah berdusta. Ia memang berbelanja tadi, tapi ia masih menyadari hari yang mulai malam saat
berbelanja tadi. Perlahan-lahan mereka melepas pelukannya dan memandangnya lekat-lekat.
Mereka berdua memandang heran pada adik mereka.
Mereka berdua sama-sama tahu Snow Angel tak seperti gadis-gadis lainnya
yang selalu royal dalam berbelanja hingga lupa waktu. Snow Angel selalu
berbelanja barang-barang yang diperlukannya saja. Bukan karena semua
keperluannya telah dipenuhi oleh kedua orang tuanya juga kakak-kakaknya,
tetapi itu memang merupakan kebiasaannya sejak kecil.
Sejak kecil ia selalu menolak bila ditawari suatu barang, ia selalu berkata:
"Aku sudah mempunyai banyak barang. Apa yang kubutuhkan sudah disediakan Papa
Mama, bahkan lebih dari yang kubutuhkan. Lebih baik barang itu disumbangkan
saja kepada orang lain."
"Mengapa engkau tidak pulang terlebih dulu atau setidak-tidaknya kirimkanlah
seseorang untuk memberi tahu kami agar kami dapat menemanimu berbelanja
hingga selarut ini?" tanya Frederick.
"Berbahaya bagimu untuk berbelanja seorang diri hingga larut walaupun engkau
ditemani Nanny. Lagipula tidak biasanya engkau bisa sampai lupa waktu dalam
berbelanja," tambah Oscar.
"Maafkan aku telah membuat kalian khawatir. Aku tahu aku salah karena pergi
keluar rumah hingga lewat waktu minum teh tanpa ditemani kalian. Tapi
manusia bukanlah makhluk tanpa cela, bukan?"
Teringat akan ibunya, maka Snow Angel bertanya cemas, "Bagaimana Mama?"
"Mama tidak mengetahui hal ini. Kami sengaja tak memberitahukan hal ini
padanya," jawab Frederick.
Snow Angel memandang lega pada kedua kakaknya.
Melihat itu, Oscar berkata masam, "Ya, kau boleh lega sekarang, tapi kau harus
menceritakan pada kami apa saja yang kaulakukan hingga pulang terlambat."
Snow Angel sudah menduga akan adanya pertanyaan ini, tapi ia tidak ingin
menceritakan segala sesuatunya yang dilakukannya di luar rumah tadi pada
siapa pun. "Aku pergi berbelanja," katanya tajam.
"Ya, engkau sudah mengatakannya tadi. Tapi mana belanjaanmu" Aku tidak
melihatnya. Aku rasa kau pasti berbohong," tuduh Oscar.
Sebenarnya ia tidak ingin menuduh adiknya, ia hanya ingin memancing
kemarahan Snow Angel sehingga gadis itu bercerita selengkap-lengkapnya
mengenai apa saja yang terjadi selama perginya hingga ia pulang terlambat. Ia
tahu Snow Angel tidak mungkin mau menceritakan semua pengalamannya
selama berpergian tadi. "Belanjaanku sudah dibawa masuk oleh Nanny. Ia kusuruh membawanya
melalui pintu belakang," sembur Snow Angel tajam. "Dan kuminta kalian tidak
menyalahkan orang lain atas tindakanku ini!"
Snow Angel marasa marah dituduh seperti itu, walau ia tahu Oscar tidak
benarbenar bermaksud menuduhnya. Tapi ia tetap merasa jengkel mendengar
tuduhan itu. Oscar terkejut mendengar ucapan Snow Angel yang tajam itu. Ia menyesal telah
menuduhnya. "Maafkan aku, aku bicara begitu karena aku khawatir."
"Aku tahu," kata Snow Angel dingin.
Vladimer yang sejak tadi diam mendengar percakapan mereka mulai merasa
tidak enak. Ia merasa dirinya dilupakan begitu saja, namun ia mengerti
Frederick dan Oscar terlalu gembira melihat kedatangan Angella sedangkan
Angella sibuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan kedua kakaknya sehingga
melupakan dirinya. Yang membuatnya merasa tak enak bukanlah karena dilupakan tetapi adalah
suasana yang mulai menengang di antara mereka bertiga.
"Apakah tidak lebih baik bila kalian membiarkan Angella beristirahat dulu baru
kemudian meminta penjelasan darinya lebih lanjut," usul Vladimer mencoba
mengurangi ketegangan yang terjadi.
Frederick dan Oscar terkejut mendengar kata-kata Vladimer. Mereka merasa
tidak enak pada Vladimer karena baru saja melupakan kehadirannya di ruang ini
dan mereka juga merasa ucapan Vladimer itu benar.
Mereka memandang wajah Snow Angel yang memang menampakkan sedikit
kelelahannya setelah berpergian dan merasa menyesal karena tidak menyadari
kelelahan adik mereka bahkan telah menahannya.
"Kau benar," kata Frederick pada Vladimer - menyalahkan dirinya sendiri
kemudian ia berkata pada Snow Angel, " Pergilah beristirahat dulu, kami akan
menanyaimu lagi nanti."
Snow Angel merasa gembira mendengar kata Frederick itu, ia memang ingin
sekali menghindar dari pertanyaan-pertanyaan kakak-kakaknya itu sedari tadi.
Ia tak ingin membiarkan dirinya lebih lama lagi di ruang itu - diiterogasi
habishabisan. Tanpa berkata apa-apa, gadis itu pergi meninggalkan Ruang Besar menuju ke
kamarnya. Ia sama sekali tidak mempedulikan keterkejutan Vladimer akan
sikapnya yang acuh. Saat ini ia merasa ingin lekas bertemu dengan Charlemagne esok. Ia terlalu
gembira untuk memikirkan keterkejutan Vladimer tadi yang menampakkan
ketersinggungannya atas perlakuan acuhnya pada dirinya.
BAB 6 Di kamar, Nanny telah memasang beberapa lilin dan menyiapkan sebuah bak
mandi baginya. Tanpa mengatakan apa-apa, ia segera membantu Snow Angel
melepaskan pakaiannya. Snow Angel segera masuk ke bak dan membasuh
badannya dengan air hangat di bak itu.
Snow Angel merasa segar kembali setelah selesai mandi, ketika ia melihat
Nanny hendak meraih sebuah gaun malam, lekas-lekas ia mencegah:
"Jangan, Nanny! Ambilkan saja sebuah gaun tidur untukku!"
Kening Nanny mengkerut heran mendengarnya, namun ia tetap meraih sebuah
gaun tidur bagi Snow Angel sesuai dengan permintaannya.
Gaun tidur yang diambil Nanny untuk Snow Angel itu berwarna ungu muda yang
tampak manis dengan lengannya yang panjang dan renda yang berwarna hijau
cerah di bagian leher. Snow Angel mengerti keheranan Nanny saat ia membantunya mengenakan gaun
tidur itu. Ia tidak ingin membuat wanita yang disayanginya itu bingung, maka ia
menjelaskan: "Malam ini aku ingin makan di kamar. Tolong katakan hal ini pada Frederick dan
Oscar, Nanny. Aku merasa letih dan ingin lekas beristirahat."
Nanny mengangguk mengerti, sambil menyisiri rambut Snow Angel yang telah
diuraikannya kembali itu, ia bertanya:
"Anda akan makan malam sekarang atau nanti, Tuan Puteri?"
"Nanti saja, Nanny. Bukankan tak lama lagi tiba waktunya untuk makan malam
?" "Kalau begitu saya akan mengambilkan teh untuk Andda, Tuan Puteri. Tadi sore
Anda tidak makan atau minum apapun."
Snow Angel mengangguk perlahan. Saat ini ia memang haus dan lelah. Tapi ia
tidak begitu merasa lapar. Dibiarkannya Nanny keluar kamarnya untuk
mengambilkan secangkir teh baginya.
Kini ia sendirian di kamarnya yang besar itu, dipandanginya kotak-kotak yang
berisi barang-barang yang tadi dibelinya dari Shawky Market untuk Charlemagne
serta Mr dan Mrs Boudini yang berada di dekat kaki meja riasnya yang terbuat
dari kayu mahony yang diukir dengan indahnya.
Kemudian ia melangkahkan kakinya ke serambi kamarnya. Angin malam yang
bertiup menembus gaun tidurnya yang tipis membuat kulitnya kedinginan.
Tetapi ia tidak menghiraukannya, saat ini pikirannya melayang jauh memikirkan
banyak hal. Pandangan matanya menerawang jauh ke depan menembus
kegelapan malam. Sebuah gagasan muncul dalam benaknya tepat ketika Nanny masuk ke
kamarnya kembali dengan membawa sebuah nampan di tangannya.
Nanny terpekik kaget melihatnya berdiri di serambi dengan hanya mengenakan
gaun tidurnya yang tipis membuyarkan lamunannya:
"Ya ampun, Tuan Puteri! Apa yang Anda lakukan" Anda bisa jatuh sakit bila
berdiri di sana terus-terusan tanpa mengenakan mantel."
Nanny meletakkan nampan yang dibawanya di atas meja rias, lalu mendekati
Snow Angel yang masih agak terkejut. Ia membimbing Snow Angel masuk dan
kemudian menutup jendela yang menuju ke serambi.
Tirai-tirai jendela itu yang menyentuh lantai dibiarkannya terbuka agar sinar
bulan dapat masuk ke kamar ini. Snow Angel masih belum pulih dari
keterkejutannya sehingga ia diam saja.
"Mengapa Anda tadi berdiri di luar tanpa mengenakan mantel, Tuan Puteri"
Walaupun sekarang sudah menjelang musim semi, tetapi angin dingin yang
bertiup dapat membuat Anda sakit," nasihat Nanny lembut sambil menuangkan
teh dan menyodorkannya kepada Snow Angel.
"Minumlah teh hangat ini, Tuan Puteri agar badan Anda menjadi hangat dan
tidak sampai jatuh sakit setelah berdiri di serambi tadi."
Snow Angel menerima teh itu dari tangan Nanny dan meminum beberapa teguk
sebelum menyerahkannya kembali itu kepada Nanny.
"Terima kasih, Nanny. Sudahkan kau sampaikan pesanku kepada Frederick dan
Oscar?" "Sudah, Tuan Puteri. Mereka juga berpesan kepada saya untuk menyampaikan
kepada Anda agar Anda segera tidur dengan nyenyak."
Snow Angel tersenyum ragu-ragu dalam hati mendengar pesan kakak-kakaknya
itu, ia ragu apakah ia sanggup tidur dengan nyenyak malam ini. Ia merasa
terlalu gembira untuk tidur nyenyak. Namun ia menahan perasaannya itu
dengan berkata: "Dapatkah engkau mengambilkan beberapa helai kertas dan pena untukku,
Nanny?" Nanny terkejut mendengar permintaan Snow Angel, ia tidak menduga gadis ini
akan memintanya mengambil beberapa kertas dan pena baginya. Ia berharap
gadis ini lekas tidur seperti yang dipesankan kakak-kakaknya, sebab gadis ini
tampak lelah walaupun Snow Angel tidak mengakuinya.
"Tentu saja, Tuan Puteri. Tetapi untuk apa, Tuan Puteri?" tanya Nanny ingin
tahu. "Ambilkan saja untukku, Nanny. Ambilkan dari ruang perpustakaan. Kau tahu
tempatnya bukan?" kata Snow Angel menegaskan permintaannya.
"Ya, saya tahu tempatnya. Tapi ..." jawab Nanny ragu-ragu.
"Ayolah, Nanny. Ambilkan untukku," desak Snow Angel setengah memohon.
Mendengar desakan Snow Angel yang memohon itu, hati Nanny tergerak. Ia
bingung tidak tahu apa yang sebaiknya dilakukannya, menuruti Snow Angel atau
menyuruhnya beristirahat. Saat ini ia menginginkan Snow Angel beristirahat,
namun hati kecilnya juga memintanya untuk menuruti permintaan Snow Angel.
Snow Angel memperhatikan Nanny yang kebingungan itu. Ia ingin memberi
waktu kepada Nanny untuk berpikir sebelum mengambil keputusan. Ia tidak
akan memaksa pengasuhnya itu.
Bila pengasuhnya itu menolak dan memintanya untuk tidur, maka ia akan purapura
tidur. Lalu setelah Nanny meninggalkan kamarnya, ia akan pergi diamdiam ke ruang
perpustakaan untuk mengambil beberapa helai kertas dan pena.
Snow Angel hanya dapat diam - memandang Nanny sambil berharap Nanny
mau mengambilkan apa yang diinginkannya saat ini. Ia sama sekali tak sadar
kalau Nanny tergerak hatinya saat memandang wajahnya yang penuh harapan
itu. Ia merasa putus asa, "Nanny akan menyuruhku tidur dan tidak akan
mengambilkannya untukku," pikirnya.
Snow Angel bukanlah gadis yang suka main perintah pada orang lain. Kalaupun
ia memberi perintah, biasanya perintahnya itu lebih halus kata-katanya sehingga
lebih terasa sebagai permintaan bukan perintah.
Mungkin itulah sebabnya mengapa tiap ia memberi perintah, orang lain pasti
melakukannya dengan sepenuh hati. Walau mula-mula mereka ragu-ragu,
seperti Nanny saat ini. Wanita tua ini ragu-ragu tetapi akhirnya ia berkata:
"Baiklah, Tuan Puteri. Akan saya ambilkan."
Snow Angel tersenyum puas mendengarnya. Dipandanginya sosok Nanny yang
berjalan ke pintu kamarnya kemudian menghilang di balik pintu itu. Ia tahu
sekali Nanny jarang menolak permintaannya, Nanny selalu berusaha menuruti
permintaannya sejak ia masih kecil.
Sambil duduk di kursi depan perapian kamarnya, ia mulai merangkai kata-kata
yang akan ditulisnya pada kertas itu nanti. Pada kertas-kertas itu akan
ditulisnya sebuah surat yang mengabarkan kedatangan Charlemagne kepada nenek serta
ibunya. Ia yakin nenek Charlemagne akan senang mendengar berita ini, tetapi
entah sang ibu akan senang atau tidak.
Ia bimbang sebaiknya memberitakan kabar ini pada mereka atau tidak,
dipikirkannya kembali gagasan ini masak-masak. Ia tidak ingin membuat
mereka gusar terutama Ibu Charlemagne walau ia tahu Nenek Charlemagne
pasti gembira mendengar kabar ini.
Tapi merupakan suatu kesalahan besar bila tidak memberitahu mereka kabar ini
atau setidak-tidaknya memberitahukan kedatangan Charlemagne ini kepada
neneknya. "Ya, aku akan memberitahukan kabar ini kepada nenek Charlemagne
dulu baru kemudian ibunya," gumamnya sendiri.
Ia memandang pintu menanti kedatangan Nanny. Lama ia memandang pintu itu
menanti Nanny, ia mulai berpikir apa yang sedang dilakukan Nanny sehingga
tidak segera muncul-muncul.
Sesaat kemudian terdengar langkah-langkah kaki di koridor depan kamarnya.
Langkah-langkah kaki itu bukan langkah-langkah ringan seorang wanita seperti
yang diharapkannya, melainkan langkah-langkah berat seorang pria yang
dikenalnya dengan baik sebagai langkah Frederick.
Frederick terus berjalan melewati kamarnya sendiri dan berhenti di depan pintu
kamar Snow Angel. Snow Angel menjadi kesal mendengar kakaknya yang
mengetuk pintu bukan Nanny seperti yang sedang diharapkannya.
Ia tidak ingin mendengar ceramah Frederick untuk malam ini. Ia ingin segera
lekas menulis surat bagi nenek dan ibu Charlemagne.
"Masuk!" serunya dingin menandakan kekesalan hatinya.
Ia memandang kesal pada Frederick yang berjalan ke arahnya. Di tangannya, ia
memegang beberapa helai kertas dan sebuah pena seperti yang sedang
diinginkannya saat ini. Tiba-tiba muncul prasangka buruk dalam hatinya, muncul perasaan bahwa
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Frederick telah mengetahui semua yang dilakukannya selama ia pergi tadi dari
Nanny. Ia menyesal tidak meminta Nanny untuk merahasiakan segala
tindakannya tadi kepada Frederick dan Oscar.
Dilihatnya raut wajah Frederick yang aneh yang nampak seperti menahan
perasaan entah perasaan apa.
Ia akan memarahiku, pikir Snow Angel kesal.
Frederick berjalan hingga sampai di samping adiknya. Ditatapnya lekat-lekat
Tiga Maha Besar 12 Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Kisah Sang Budha Dan Para Muridnya 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama