Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella Bagian 3
mengetahui pikiran adiknya berkata, "Jangan khawatir! Esok akan
kusuruh pelayan membersihkannya dan mencarikan bunga yang baru
untuk kaumasukkan ke dalam jambangan bunga itu."
Oscar datang dengan membawa segelas air di tangannya. Frederick
dengan hati-hati mengangkat kepala Angella dan membantunya
meminum obatnya. Setelah itu ia meletakkan kembali badan Angella dan
membetulkan letak selimutnya.
"Sekarang tidurlah yang nyenyak. Kami akan menjagamu," kata
Frederick. "Kalian benar, ada yang ganjil dalam hubungan Angella dengan anak itu,"
kata Oscar setelah Angella tertidur.
"Memang sudah seharusnya engkau mempercayai kami setelah
mendengar cerita kami yang panjang itu," kata Frederick.
"Kapan kita akan menanyai Angella?" tanya Oscar.
"Bila ia sudah tidak terlalu lemah lagi. Aku rasa saat itu yang paling
tepat," kata Vladimer.
"Aku setuju. Selanjutnya, siapa yang akan menanyai Angella" Bila kita
bertiga yang bertanya padanya, aku yakin ia enggan mengatakannya,"
kata Oscar. "Hal itu kita pikirkan nanti saja. Sekarang kita harus memikirkan
kesehatan Angella dulu," kata Frederick.
"Bagaimana bila Nanny yang kita minta untuk menanyai Angella," saran
Oscar. "Nanny! Ya... Nanny. Mengapa aku tidak memikirkannya sejak tadi! Kita
tidak akan menanyai Angella. Kita akan bertanya kepada Nanny. Aku rasa
Nanny pasti juga mengetahuinya. Bukankan ia yang paling dekat dengan
Angella?" kata Frederick.
"Ya, Nanny pasti juga mengetahuinya. Besok kita akan bertanya pada
Nanny," kata Oscar. Esok paginya, mereka membagi tugas. Vladimer bertugas menjaga
Charlie dan Angella di kamar Angella. Oscar dan Frederick bertanya
kepada Nanny di Ruang Kanak-Kanak.
"Nanny, kami ingin tahu apakah engkau mengetahui tentang anak itu?"
tanya Frederick memulai pertanyaan.
"Saya tidak mengetahui apa-apa mengenai anak itu. Tuan Puteri tidak
menceritakan apa-apa kepada saya sewaktu ia kemarin pagi datang
bersama anak itu," jawab Nanny.
"Apakah itu benar, Nanny?" tanya Oscar.
"Ya, saya baru mengetahui bahwa ia putra dari Mr. dan Mrs. Boudini
kemarin malam ketika Tuan Muda bercerita kepada kami," jawab Nanny,
"Kalau boleh saya tahu, mengapa Tuan Muda menanyakan hal ini kepada
saya?" "Tidak apa-apa, Nanny. Kami hanya ingin tahu saja mengenai anak itu,"
jawab Frederick. "Nanny, dapatkan Anda menceritakan apa saja yang dilakukan mereka
berdua sewaktu berada di sini?" tanya Oscar.
"Saya tidak banyak mengetahui apa yang dilakukan Tuan Puteri bersama
Charlie. Sebab saya tidak selalu bersama Tuan Puteri ketika anak itu ada
di sini bersamanya," kata Nanny.
"Apa maksudmu, Nanny?" tanya Oscar.
"Kemarin pagi sewaktu Tuan Puteri datang bersama anak itu, Tuan Puteri
tidak bercerita apa-apa mengenai anak itu. ia hanya mengatakan kepada
saya bahwa ia ingin sarapan pagi bersama anak itu di Ruang KanakKanak," kata
Nanny. "Kemudian ketika saya tiba di Ruang Kanak-Kanak dengan baki berisi
makanan di tangan saya, saya melihat Tuan Puteri sedang mengawasi
anak itu bermain. Saat itu saya juga tidak dapat lama-lama bersama
Tuan Puteri sebab setelah itu ia meminta saya menyuruh Thompson
mengantar dua pucuk surat."
"Dua surat?" sela Oscar.
"Untuk siapa saja surat itu, Nanny?" tanya Frederick.
"Yang satu untuk Mr. Boudini dan yang satunya untuk ibu Jenny, Mrs.
Dellas," jawab Nanny.
"Jenny" Siapa dia" Rasanya aku pernah mendengar namanya," kata
Oscar sambil berpikir-pikir.
"Jenny dulu pernah bekerja di sini sebagai pelayan Tuan Puteri. Tetapi
beberapa tahun yang lalu ia tiba-tiba berhenti bekerja," kata Nanny.
"Ya, aku ingat Jenny! Ia tiba-tiba berhenti tanpa alasan yang jelas," kata
Oscar. "Lanjutkan lagi ceritamu, Nanny," perintah Frederick.
Nanny melanjutkan ceritanya, "Saya segera memberikan surat itu kepada
Thompson kemudian saya kembali ke Ruang Kanak-Kanak. Di depan
ruangan itu, saya melihat Yang Mulia sedang berdiri terharu. Saya
mengajak Yang Mulia kembali ke kamarnya dan menemaninya selama
beberapa waktu." "Saya kembali lagi ke Ruang Kanak-Kanak ketika Tuan Puteri hendak
mengantar anak itu pulang. Tuan Puteri meminta saya menjaga anak itu
bermain sementara ia bersiap-siap untuk mengantar anak itu."
"Apakah Angella mengantar sendiri anak itu?" tanya Frederick.
"Ya. Tuan Puteri sendiri yang mengantar anak itu pulang sebab saat itu
Thompson belum kembali," jawab Nanny.
"Mengapa engkau tidak menemaninya, Nanny?" tanya Oscar.
"Sebab saat itu saya sedang mengatur kembali Ruang Kanak-Kanak.
Selain itu Tuan Puteri melarang saya ikut bersamanya mengantar anak
itu," jawab Nanny. "Saya tahu saya telah bersalah membiarkan Tuan Puteri pergi seorang
diri, tetapi saat itu saya melihat Tuan Puteri benar-benar tidak mau
ditemani," kata Nanny ketika melihat raut wajah kedua kakak Angella
yang seperti menahan amarah.
"Tidak apa-apa, Nanny. Kami tahu suatu hari nanti ia akan menolak
dikawal ke mana pun ia pergi," kata Frederick.
"Apakah Anda memanggilkan kereta bagi Angella ketika ia mengantar
anak itu pulang?" tanya Oscar.
Nanny diam. Ia tidak tahu harus menawab apa. Ia sudah berjanji pada
Angella ia tidak akan memberitahu kedua kakaknya bahwa ia mengantar
anak itu pulang naik kuda tidak dengan kereta seperti yang disarankan
Nanny. "Anda tidak perlu menjawab, Nanny. Sebab kami sudah dapat menebak
bahwa Anda tidak memanggilkan kereta bagi Angella," kata Frederick.
"Ya, saya memang tidak melakukannya karena Tuan Puteri menolaknya,"
kata Nanny berterus terang.
"Terima kasih atas keteranganmu, Nanny," kata Frederick.
"Tuan Muda, tolong jangan jauhkan Tuan Puteri dari anak itu. Tuan Puteri
sangat menyayangi anak itu. Saya dapat melihat ia jauh lebih
menyayangi anak itu daripada anak-anak yang ada di Panti Asuhan
Gabriel," kata Nanny.
"Kami mengerti, Nanny," kata Frederick kemudian meninggalkan Ruang
Kanak-Kanak bersama Oscar.
-----0----- Vladimer dengan tenang duduk di kursi depan perapian memperhatikan
Angella dan anak itu. Charlie dengan riangnya bercerita tentang temantemannya
sambil meniru gerakan teman-temannya itu. Ia juga bercerita
saat ia bersama Nanny di Ruang Kanak-Kanak.
Vladimer dapat melihat Angella tersenyum dan matanya tidak lagi
memandang dingin seperti biasanya, matanya terlihat ramah. Matanya
kembali dingin hanya ketika ia secara tidak sengaja bertemu pandang
dengannya. Angella tampaknya berusaha menghindari tatapan Vladimer.
"Boleh aku ke beranda itu?" tanya Charlie.
Sebelum Angella menjawab, anak itu sudah berlari ke beranda. Angella
merasa cemas melihat Charlie yang selalu lincah itu. Ia berusaha bangkit
untuk menjaga Charlie selama ia berada di beranda itu. Ia khawatir
Charlie terjatuh dari beranda itu.
Vladimer segera bangkit dari duduknya dan mencegah Angella
meninggalkan tempat tidurnya. "Tetaplah di sini, aku akan mengawasi
anak itu," katanya sambil menyandarkan punggung Angella di bantal.
Ia pergi ke beranda dan membujuk Charlie untuk masuk. Rupanya
Vladimer juga mengalami kesulitan seperti kedua kakak Angella dalam
menghadapi Charlie. Anak itu dengan keras kepala menolak masuk.
Angella menoleh ke arah pintu ketika terdengar suara ketukan di pintu
itu. "Masuk," katanya lirih.
Ia menduga yang datang adalah Countess atau kedua kakaknya, tetapi
rupanya seorang pelayan yang datang untuk memberitahukan ada
seseorang yang mencari Angella. Tanpa diberitahu siapa orang itu,
Angella sudah dapat menebak. Ia tahu betul siapa yang biasa
mengunjunginya setiap minggu.
Vladimer mendengar suara pintu diketuk dan ia melihat seorang pelayan
masuk. Ia masuk kembali ke dalam kamar Angella dengan terlebih dulu
berpesan kepada Charlie agar berhati-hati.
"Ada apa?" tanyanya kepada pelayan itu ketika dilihatnya muka Angella
menampakan kejengkelannya.
Pelayan itu tampak ragu-ragu sebentar kemudian ia berkata, "Di Ruang
Besar ada seorang pria yang mencari Tuan Puteri."
"Katakan kepadanya untuk menunggu sebentar, aku akan segera
menemuinya," kata Vladimer.
"Tetapi...," kata pelayan itu ragu-ragu.
"Frederick dan Oscar memintaku untuk mengurusi segala hal yang
menyangkut adiknya selama mereka tidak berada di sisinya," kata
Vladimer. "Baik, Tuan Muda," kata pelayan itu.
Sebenarnya Vladimer bisa mengatakan kepada pelayan itu untuk
mengatakan kepada pria itu bahwa Angella sakit sehingga ia tidak dapat
turun untuk menemuinya. Namun ia ingin mengetahui pria yang mencari
Angella. Ia ingin mengetahui pria seperti apa yang berusaha menundukkan
kedinginan Angella itu. Ia mendekati Charlie dan berkata, "Dengar,
Charlie! Aku akan pergi sebentar. Sekarang kuserahkan tugas menjaga
Angella kepadamu. Engkau harus berjanji menjaganya dengan baik."
"Baik, saya berjanji," kata anak itu senang.
"Sekarang engkau harus masuk ke dalam agar dapat melakukan tugasmu
dengan baik," katanya kemudian ia menuntun anak itu masuk ke dalam
ruangan. Ia berjalan mendekati Angella. "Aku akan menemui pria itu," katanya.
"Terima kasih," kata Angella perlahan.
"Tidak apa-apa. Aku memang ingin bertemu dengan pria itu," katanya.
"Engkau tidak mengerti. Aku tidak berterima kasih atas itu. Aku hanya
ingin berterima kasih karena kemarin engkau telah menyelamatkanku,"
kata Angella tersipu-sipu.
Vladimer tersenyum melihat pipi Angella yang memerah itu. Ia menjadi
semakin yakin dugaannya yang lain benar. "Tidak apa-apa," katanya
kemudian ia meninggalkan mereka berdua.
Charlie duduk di sisi Angella dan bertanya, "Apa yang terjadi?"
"Tidak ada apa-apa," jawabnya.
"Tuan Puteri, apakah benar ibu saya masih hidup?" tanya Charlie.
"Ya, ibumu masih hidup," katanya perlahan.
"Di mana ia" Bolehkah saya menemuinya?" tanya Charlie ingin tahu.
"Saya tidak dapat memberitahu lebih banyak lagi kepadamu sekarang,
tetapi percayalah saya akan membawamu menemuinya suatu hari nanti,"
kata Angella. Ia menutup matanya mencoba membayangkan apa yang akan terjadi
apabila ia memberitahu Charlie segala kebenaran yang menyangkut
dirinya itu. Ia juga tidak tahu bagaimana reaksi Jenny bila ia membawa
Charlie menemuinya. "Apa yang harus kulakukan?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Suara langkah kaki datang mendekat. Angella membuka kembali
matanya dan menanti kedatangan mereka yang berjalan mendekati
kamarnya. Pintu kamar terbuka dan muncullah kedua kakaknya. Mereka memandang
heran pada adiknya dan Charlie yang duduk di sisi Angella.
"Di mana Vladimer?" tanya Frederick.
"Ia menemui Danny di Ruang Besar," jawab Angella.
"Apakah Vladimer akan mencegah ia menemuimu?" tanya Oscar.
"Aku tidak tahu. Tapi aku yakin ia akan mencegahnya," kata Angella.
"Bagaimana bila ia tidak mencegahnya?" tanya Oscar.
"Akan kuserahkan hal itu kepada kalian," jawab Angella dengan tenang.
Ia mengetahui kedua kakaknya tidak menyukai Danny. Mereka selalu
mencegah Danny menemui adiknya walau Snow Angel mau menemuinya.
Tetapi biasanya ia selalu menolak bertemu dengan Danny pada setiap
kunjungan rutinnya. BAB 11 Pria berdiri dengan segala keangkuhan yang tampak jelas dari cara berdirinya.
Wajahnya menunjukkan sikapnya yang penuh percaya diri. Matanya
memandang rendah segala yang ada di hadapannya.
Vladimer merasa tidak senang melihat pria yang sombong itu walau ini pertama
kalinya ia bertemu dengan pria itu. Namun diakuinya pria itu cukup tampan
sehingga ia berani mencoba menundukkan kedinginan Angella.
Pria itu menoleh ketika mendengar ia datang mendekat. Dengan rasa heran
yang tampak jelas ia bertanya, "Anda siapa?"
"Saya kakak Angella, Vladimer," kata Vladimer dingin - tak mau bersikap ramah
kepada pria itu. "Setahu saya, kakak Snow Angel hanya dua orang," kata pria itu.
"Bolehkah saya tahu apa keperluan Anda datang kemari?" tanya Vladimer tajam.
Pria itu tampak jengkel karena kata-katanya diabaikan Vladimer. "Saya datang
kemari untuk menemui Snow Angel," jawabnya.
"Angella tidak dapat menemui Anda," kata Vladimer.
"Katakan padanya bahwa Danny datang untuk menemuinya. Saya yakin ia akan
menemui saya," kata pria itu percaya diri.
"Angella saat ini sedang istirahat. Ia terlalu lemah untuk menemui Anda.
Sebaiknya Anda pulang sekarang, daripada Anda nanti menjadi semakin
kecewa," kata Vladimer tetap tidak mau bersikap ramah kepada tamu Angella.
"Apakah ia sakit?" tanya pria itu cemas.
"Apakah kata-kata saya kurang jelas?" tanya Vladimer tajam.
Pria itu tampak marah sekali telah diabaikan oleh Vladimer. Namun ia tidak
menunjukkan kemarahanannya secara langsung kepada Vladimer.
"Tolong katakan padanya saya mendoakannya agar lekas sembuh," kata pria itu
setelah berhasil menahan amarahnya.
"Saya tidak dapat berjanji," kata Vladimer.
Pria itu tampak marah sekali mendengar jawaban Vladimer. Ia segera
meninggalkan Troglodyte Oinos. Dari langkah kakinya, Vladimer tahu pria itu
merasa terhina. Vladimer merasa puas telah berhasil membuat kesombongan pria itu jatuh. Ia
tidak mengerti mengapa dirinya ingin sekali membuat kesombongan pria itu
jatuh. Ia telah bertemu orang yang sombong sebelumnya, tetapi ia masih dapat
menahan kata-katanya demi sopan santun. Tetapi terhadap pria tadi"
Ia heran mengapa ia sangat ingin membuat pria itu merasakan bagaimana bila
kesombongannya hancur, merasakan bagaimana bila harga dirinya itu hancur.
Ia tidak mengerti sama sekali.
Ia tidak tahu mengapa ia merasa tidak senang terhadap pria itu padahal ia baru
bertemu dengannya hari ini. Sewaktu ia bertemu dengan orang sombong
lainnya, ia tidak menganggap mereka ada. Ia mengacuhkan mereka. Tetapi
terhadap pria tadi" Ia benar-benar tidak mengerti mengapa ia bisa seperti itu. Mengapa ia tidak
mengacuhkannya saja seperti ia mengacuhkan teman-temannya yang memiliki
sifat sama seperti pria itu"
"Bagaimana pertemuanmu dengan Danny?" tanya Oscar.
"Buruk. Aku merasa tidak senang kepadanya. Aku melarangnya menemui
Angella," kata Vladimer.
"Memang itu yang harus kaulakukan kepadanya. Kami akan marah padamu bila
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
engkau mengijinkannya menemui Angella," kata Oscar.
"Kalian juga tidak senang kepada pria itu?" tanya Vladimer.
"Ya, kami semua termasuk Angella sendiri," jawab Frederick. "Ia selalu datang
kemari seminggu sekali untuk menemuinya walaupun Angella selalu menolak
bertemu dengannya." "Danny itu suka mempermainkan wanita. Dan kami menduga ia berusaha
menaklukan kedinginan Angella hanya karena ia merasa terhina sebab Angella
selalu menolaknya," tambah Oscar.
"Aku telah menduganya. Pria yang seperti itu memang suka mempermainkan
wanita," kata Vladimer.
"Kau menyinggung perasaanku, Vladimer," kata Oscar.
"Aku tidak merasa menyinggung perasaanmu," elak Vladimer.
"Ia tidak suka bila engkau mengatakan pria yang berambut pirang sepertinya
suka mempermainkan wanita. Lebih baik bila engkau mengatakan sikap pria itu
menunjukkan dengan jelas sifatnya yang suka mempermainkan wanita,"
Frederick memberi penjelasan kepada Vladimer.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan pria itu. Walaupun
begitu engkau harus mengakui engkau dan dia mempunyai kesamaan. Samasama
berambut pirang, sama tampannya, sama...."
"Vladimer!" Oscar mulai marah.
"Maaf aku hanya bercanda," kata Vladimer.
"Apa yang kaukatakan kepadanya?" tanya Angella yang sedari tadi diam melihat
tingkah mereka. Vladimer menjelaskan secara singkat pembicaraannya dengan Danny kepada
mereka. Oscar tertawa terbahak-bahak usai mendengar cerita Vladimer.
"Tepat! Tepat sekali! Memang itu yang harus kita lakukan kepadanya sejak
dulu," kata Oscar. "Sudah kuduga engkau akan melakukannya lebih baik daripada kami," tambah
Frederick. "Aku merasa yakin ia merasa terhina sekali dengan sikapmu," kata Oscar.
"Sebenarnya, siapakah pria itu?" tanya Vladimer.
"Engkau tidak tahu?" tanya Oscar.
"Aku hanya pernah sekali mendengar namanya dan reputasinya," kata Vladimer.
"Kami akan menceritakan secara lengkap kepadamu. Ia adalah keponakan Earl
of Wicklow dan ia menjadi pewaris tunggal pamannya itu. Sebelumnya ia
memang sudah sombong dan ia menjadi semakin sombong ketika mengetahui
bahwa ialah satu-satunya pewaris harta pamannya," kata Frederick.
"Apakah ia anak dari kakak atau adik Earl?" tanya Vladimer.
"Tidak. Ia putra dari sepupu Earl of Wicklow," jawab Frederick. "Earl of Wicklow
tidak mempunyai kakak. Sedangkan adiknya, Lady Elize belum menikah."
"Earl pernah menikah, tetapi sayang istrinya meninggal dalam kecelakaan
sebelum memberikan keturunan padanya," tambah Oscar. "Sebenarnya ia bisa
menikah lagi sebab ia tidak terlalu tua. Usianya belum ada setengah abad.
Tetapi kudengar ia sangat mencintai istrinya sehingga ia enggan menikah lagi."
Angella menutup matanya mendengar cerita mereka. Baginya mendengar cerita
mereka bagaikan mengulang cerita masa lalu yang suram.
Charlie tampak cemas melihat Angella diam sambil menutup matanya. "Tuan
Puteri, Anda baik-baik saja?"
"Engkau baik-baik saja?" tanya Oscar.
"Aku baik-baik saja. Aku hanya merasa lelah," katanya dengan perlahan.
"Kami akan pergi agar engkau dapat beristirahat. Oscar, engkau menjaga
Angella sementara aku dan Vladimer berbicara. Dan, engkau Charlie, pergilah ke
Ruang Kanak-Kanak dan bermainlah di sana. Biarkan Angella beristirahat," kata
Frederick. "Tapi...," Charlie tampak ragu-ragu.
"Nanny telah menunggumu di sana. Jangan kecewakan Nanny, engkau telah
berjanji akan menuruti Nanny," kata Oscar.
"Tetapi Nanny tidak meminta saya bermain di Ruang Kanak-Kanak," bantah
Charlie. "Nanny pasti akan menyuruhmu menjauh bila Angella akan beristirahat," kata
Frederick. Angella melihat mereka tampak kewalahan menghadapi Charlie. "Turutilah kata
mereka, Charlie. Percayalah kepada mereka," bisiknya kepada anak itu.
"Baik," kata Charlie dan ia pun berlari menuju Ruang Kanak-Kanak. Disusul
kepergian Vladimer dan Frederick.
"Apa yang kaukatakan kepada anak itu sehingga ia menuruti kata-kata kami?"
tanya Oscar ingin tahu. "Aku hanya mengatakan kepadanya agar menuruti kata-kata kalian."
"Tampaknya anak itu lebih menuruti kata-katamu daripada kami semua.
Sekarang tidurlah yang nyenyak, aku akan menjagamu," kata Oscar.
Oscar membaringkan tubuh Angella yang semula bersandar pada tepi tempat
tidunya. Vladimer dan Frederick segera pergi ketika Angella telah menutup matanya dan
membawa dirinya ke alam impian.
Oscar duduk di tepi tempat tidur Angella sambil mengawasi wajah adiknya yang
sedang tertidur. Pintu kamar diketuk perlahan oleh seseorang. Oscar berdiri dari sisi adiknya dan
membuka pintu dengan perlahan agar adiknya tidak terbangun. Seorang
pelayan berdiri dengan membawa seikat besar bunga di tangannya.
"Untuk Tuan Puteri," kata pelayan itu.
Oscar mengambil bunga yang diserahkan pelayan itu, pada bunga itu dilihatnya
secarik kertas. Ia membaca kertas itu 'Semoga lekas sembuh. Dari Danny'.
Oscar membawa bunga itu ke dalam kamar adiknya.
Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya dengan bunga itu. Tetapi ia merasa
yakin adiknya akan menolak bila bunga itu diletakkan di kamarnya.
"Letakkan saja bunga itu di ruangan yang lain. Jangan di kamarku!" kata Angella
melihat Oscar datang membawa seikat besar bunga.
"Engkau belum tidur?" tanya Oscar.
"Aku tidak dapat tidur," kata Angella. "Letakkan bunga itu di ruangan yang
lain." "Engkau yakin" Bunga ini indah sekali," goda Oscar.
"Lakukan saja apa yang kukatakan."
"Bunga ini pasti indah sekali bila kuletakkan di vas bunga itu. Bunga yang
kemarin terjatuh itu belum diganti," Oscar terus menggoda adiknya.
"Aku lebih memilih bunga yang kalian petikkan untukku walaupun jelek daripada
bunga indah dari Danny itu," kata Angella tajam.
"Baiklah. Akan kusuruh pelayan meletakkan bunga ini di Ruang Makan atau di
Ruang Perpustakaan," kata Oscar berhenti menggoda adiknya.
Oscar membunyikan bel yang terletak di dekat tempat tidur adiknya. Tak lama
kemudian seorang pelayan datang.
"Letakkan bunga ini di Ruang Perpustakaan atau di mana saja sesukamu. Dan
ambilkan segelas air untuk Tuan Puteri," perintah Oscar kepada pelayan itu.
"Engkau harus minum obatmu lagi agar dapat tidur," kata Oscar ketika melihat
adiknya tampak jengkel. "Dokter memberikan obat penenang kepadamu bila
engkau tidak dapat tidur."
Oscar berusaha keras membujuk adiknya untuk minum obat. Adiknya akhirnya
mengalah, ia meminum obat yang diberikan Oscar kepadanya. Tak lama
kemudian Angella tertidur nyenyak.
Oscar berdiri di beranda sambil menjaga adiknya yang tertidur itu. ia
merenungkan kembali pembicaraannya dengan Nanny dan pembicaraannya
dengan Frederick serta Vladimer semalam. Ia mencoba menghubung-hubungkan
hal-hal yang diketahuinya menjadi sesuatu yang jelas.
"Apa yang kaupikirkan?" tanya Frederick.
Oscar terkejut mendengar pertanyaan kakaknya, "Engkau mengejutkanku! Aku
sedang berpikir apa hubungan anak itu dengan Mrs. Dellas dan Jenny."
"Aku dan Vladimer juga telah memikirkannya. Bahkan kami menduga Thompson
mengetahui sesuatu," kata Frederick.
"Di mana dia?" tanya Oscar ketika melihat Vladimer tidak bersama kakaknya.
"Ia sedang berusaha mendekati anak itu. Kita telah terbukti tidak berhasil
dengan baik mendekati anak itu. Satu-satunya yang belum berusaha mendekati
anak itu adalah Vladimer. Siapa tahu ia berhasil mendekati anak itu," kata
Frederick. "Apakah kita akan menanyai Thompson juga?" tanya Oscar.
"Kami belum memutuskannya," jawab Frederick.
"Aku memutuskan menanyai Thompson. Aku yang akan bertanya kepadanya
sekarang," kata Oscar.
"Kurasa percuma saja engkau mencari Thompson sekarang," kata Frederick
sambil menyadarkan badannya ke pagar batu yang mengelilingi beranda kamar
adiknya yang berbentuk setengah lingkaran itu.
"Apa maksudmu?" tanya Oscar.
"Lihatlah ke bawah."
"Ada apa di bawah, Fred" Jangan membuatku bingung," kata Oscar mengikuti
perbuatan kakaknya. "Apakah engkau tidak melihat Thompson dan Vladimer sekarang sedang
mengajari anak itu berkuda?" kata Frederick.
"Vladimer mendekati anak itu dengan cara itu" Pintar sekali dia," kata Oscar
setelah menemukan mereka bertiga di bawah.
"Ya. Kami tadi memutuskan bahwa kita akan berusaha mendekati anak dengan
mengajaknya bermain atau berjalan-jalan. Seperti yang kita lakukan pada
Angella sewaktu ia masih kecil," kata Frederick.
"Apakah kau yakin cara ini akan berhasil" Ada perbedaan yang cukup menyolok
dalam hal ini. Kita dulu sering mengajak Angella bermain karena kita
menyayanginya. Tetapi anak itu, karena kita ingin mendekatinya," kata Oscar.
"Itulah tujuan sebenarnya dalam hal ini. Kita akan mencoba membuat anak itu
menyayangi kita seperti ia menyayangi Angella."
"Lalu apa yang akan kita lakukan bila rencana kalian itu berhasil?" tanya Oscar.
"Bila kita berhasil membuat anak itu menyayangi kita, kita tentunya akan lebih
mudah mendapatkan keterangan yang kita inginkan darinya," kata Frederick.
"Lalu bagaimana perasaan kita terhadap anak itu" Tidak adil bila kita mencoba
membuat anak itu menyayangi kita tetapi kita sendiri tidak mencoba
menyayangi anak itu," tuntut Oscar.
"Kita juga akan mencoba menyayangi anak itu. Bila Angella dapat melakukannya
mengapa kita tidak?" kata Frederick.
Suasana hening di antara mereka. Mereka sibuk memperhatikan Vladimer dan
Thompson yang sedang mengajari Charlie berkuda.
"Apakah engkau yang menyuruh pelayan meletakkan bunga itu di Ruang
Perpustakaan?" tanya Frederick.
"Bagaimana engkau tahu?"
"Aku sedang menceritakan hasil yang kita dapat dari Nanny kepada Vladimer
ketika pelayan itu datang. Kata pelayan itu engkau yang menyuruh
meletakkannya di sana," kata Frederick.
"Ya, aku yang menyuruh pelayan itu tetapi atas permintaan Angella sendiri,"
kata Oscar. "Sepertinya Angella akan mendapatkan kiriman bunga secara rutin setiap hari,"
kata Frederick. "Dan bila bunga itu selalu diletakkan di Ruang Perpustakaan, aku berani
menjamin tak lama lagi ruangan itu penuh dengan bunga," kata Oscar.
"Tadi aku melihat muka Vladimer agak aneh ketika aku memberitahunya bahwa
bunga itu untuk Angella dari Danny," kata Frederick.
"Mungkinkah perkiraan kita benar?" tanya Oscar.
"Aku hanya dapat mengatakan hampir benar," kata Frederick.
"Aku akan sangat senang sekali bila perkiraan kita itu benar. Sudah sejak kecil
aku mengharapkannya," kata Oscar senang.
"Aku juga," kata Frederick.
Malam itu mereka kembali berkumpul di kamar Angella. Charlie duduk di sisi
Angella mendengarkan gadis itu menceritakan dongeng-dongeng Yunani Kuno
seperti yang pernah dijanjikannya kepada anak itu.
Ketiga pria yang menjaga Angella duduk dengan tenang, ikut mendengarkan
Angella bercerita. Ketika melihat anak itu mulai mengantuk, Vladimer menyarankan anak itu untuk
pergi tidur. Tetapi anak itu menolaknya, ia ingin mendengarkan cerita Angella lagi. Akhirnya
anak itu menurut ketika Angella yang menyuruhnya tidur, ia juga berjanji
kepada Charlie akan bercerita lagi esok malam.
"Benar-benar sulit memisahkan mereka berdua," kata Oscar tak lama setelah
Angella tertidur. "Charlie tampaknya ingin selalu berada di sisi Angella," Vladimer memberi
pendapat. "Mama tadi tampak senang ketika melihat Angella sudah lebih baik daripada
kemarin," kata Frederick.
"Ya, aku juga melihatnya. Aku merasa tidak hanya sulit memisahkan Charlie dari
Angella. Tetapi juga membujuk Mama agar beristirahat dan meyakinkannya
bahwa kita akan menjaganya dengan baik," kata Oscar.
"Bagaimana hasil penyelidikanmu?" tanya Frederick kepada Oscar.
"Buruk. Thompson sama sekali tidak membantu apa-apa. Ia mengatakan bahwa
ia tidak tahu sama sekali mengenai anak itu. Ia juga tidak tahu apa isi surat
yang ia antarkan kepada Mrs. Dellas," jawab Oscar.
"Aku rasa kita tidak memiliki pilihan yang lain selain mencoba membuat Angella
menceritakan segalanya kepada kita," kata Frederick.
"Aku mendapat sesuatu yang menarik dari anak itu," kata Vladimer.
"Apa yang kaudapat?" tanya Oscar.
"Ia mengatakan kepadaku dan Thompson bahwa ia masih mempunyai ibu," kata
Vladimer. "Saat itu aku mencoba berkata kepadanya bahwa aku merasa ikut sedih atas
kematian orang tuanya. Anak itu menjawab, "Aku masih mempunyai Ibu."
"Siapa yang mengatakannya?" tanyaku.
"Tuan Puteri yang mengatakan kepadaku," jawab anak itu.
"Boleh aku tahu apa yang dikatakan Angella kepadamu?" tanyaku lagi.
"Tuan Puteri mengatakan ibuku masih hidup di suatu tempat dan ia berjanji
akan mengajakku menemuinya suatu hari nanti," jawab Charlie.
"Apakah ia mengatakan yang lainnya kepadamu?" tanyaku lagi.
"Tidak. Tuan Puteri hanya mengatakan itu," jawab Charlie.
Aku melihat tidak hanya aku yang terkejut mendengar jawaban anak itu,
Thompson juga sama terkejutnya denganku. Aku merasa apa yang dikatakan
Thompson kepada Oscar itu benar," cerita Vladimer.
"Kesimpulan yang kita dapat dari penyelidikan kita selama hari ini adalah ibu
Charlie masih hidup di suatu tempat dan hanya Angella yang mengetahui siapa
ibu kandung anak itu dan di mana sekarang ia berada," kata Frederick.
"Masih ada yang membuatku bertanya-tanya," kata Vladimer.
"Apakah itu?" tanya Oscar.
"Mengapa Charlie tidak dirawat oleh ibu kandungnya sendiri" Mengapa ibu
kandung Charlie menyerahkannya kepada keluarga Boudini kemudian
merahasiakannya" Dan bagaimana Angella bisa mengetahuinya" Apakah ibu
kandung Charlie dekat dengan Angella?"
"Menurut pendapatku, pertanyaanmu itu akan dapat terjawab semuanya bila
kita dapat membuat Angella menceritakan segala kebenaran yang berhubungan
dengan anak itu kepada kita," kata Frederick.
"Dan kita harus berusaha keras untuk itu," tambah Oscar.
Malam itu, Vladimer sukar memejamkan matanya. Ia masih teringat sosok
Angella yang sedang memetik bunga pada hari kedatangannya. Gadis itu
tampak seperti peri kecil di antara bunga-bunga yang sedang bermekaran.
Vladimer tidak dapat menjawab semua pertanyaan yang berada di benaknya. Ia
tidak mengerti hubungan Angella dengan Charlie. Terlalu banyak hal yang
berubah pada diri Angella sejak kedatangan anak itu.
Gadis yang semula tidak pernah tertawa itu kini sering tertawa riang. Gadis yang
semula pendiam itu kini mulai banyak berkata-kata. Mata gadis itu yang semula
tampak dingin kini tidak pernah lagi tampak dingin.
Vladimer berpikir ke manakah perginya Snow Angel" Di manakah Angella
menyembunyikan Snow Angel" Mengapa Charlie dapat mengembalikan Angella"
Apa yang menyebabkan anak itu dapat menghapus kedinginan hati Angella"
Hari-hari berikutnya dilalui Angella di atas tempat tidurnya. Kedua kakaknya
tidak mengijinkannya turun dari tempat tidurnya. Namun mereka tetap berusaha
membuat Angella merasa betah berada di kamarnya sepanjang hari.
Di pagi hari ia bersama kakak-kakaknya dan Vladimer mendengarkan Charlie
menceritakan segala kegiatannya pada hari sebelumnya. Charlie selalu bercerita
dengan penuh semangat membuat Angella dapat merasakan kesenangan anak
itu. Di siang hari ibunya dan Nanny menemaninya, kadang kakaknya juga
menemaninya. Tetapi biasanya kedua kakaknya dan Vladimer sibuk bermain
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan Charlie. Mereka menemaninya hingga tengah hari. Sebab biasanya pada
saat itu ibunya beristirahat di kamarnya.
Ketika ibunya beristirahat di kamarnya, kakak-kakaknya dan Vladimer
menemaninya. Charlie bersama Nanny di Ruang Kanak-Kanak. Kadang Charlie
juga menemaninya. Di malam hari mereka bertiga ikut mendengarkan Angella bercerita mengenai
para dewa-dewi Yunani Kuno kepada Charlie. Bila Charlie sudah kembali ke
Ruang Kanak-Kanak, Angella mau disuruh tidur oleh mereka.
Mereka bertiga selalu menemaninya sampai pagi walaupun Angella sudah
menyarankan agar mereka tidur di kamarnya masing-masing atau mereka
bergiliran menjaganya. Pernah di suatu sore Angella terbangun dan melihat Vladimer datang dengan
membawa seikat bunga di dalam jambangan bunga yang biasa diletakkannya di
meja kecil di sisi tempat tidurnya. Ia melihat Vladimer meletakkan jambangan
bunga itu sisi tempat tidurnya. Ia berpura-pura tidur ketika Vladimer menoleh
kepadanya. Angella menduga bunga itu bukan dari Danny. Ia dapat melihat bunga itu masih
segar karena baru dipetik dari taman bunga. Ia menduga Vladimer dan
kakakkakaknya yang telah memetik bunga-bunga itu untuknya.
Seminggu setelah peristiwa kebakaran yang membuat Angella pingsan, Earl
datang dari Skotlandia. "Selamat datang, Papa," sambut Oscar ketika melihat ayahnya turun dari
kereta, "Bagaimana perjalanan Papa?"
"Oscar!" tegur Frederick melihat tingkah Oscar yang seperti anak kecil yang
dengan penuh semangat menyambut kedatangan orang tuanya, "Jangan seperti
anak kecil. Papa baru datang, ia tentu lelah."
"Biarkan, Frederick. Kita semua tahu, ia memang selalu penuh canda sehingga
membuat dirinya selalu tampak seperti anak kecil," kata Earl.
"Selamat siang, Paman Hendrick," kata Vladimer ketika Earl melihat padanya.
"Bagaimana kabarmu, Vladimer" Sudah lama kita tidak berjumpa," kata Earl,
"Kapan engkau tiba?"
"Sehari setelah Paman berangkat ke Skotlandia," kata Vladimer.
"Sayang sekali. Seharusnya aku tidak pergi ke sana sehingga aku bisa bertemu
denganmu," kata Earl.
"Jangan menyesal, Papa. Bukankah Vladimer masih berada di sini saat ini?" kata
Frederick. "Ya, benar. Sekarang ceritakan padaku, Vladimer apa yang kaulakukan selama
bertahun-tahun engkau mengurung dirimu di Eton dan membuat dirimu terkenal
sebagai manusia es."
Earl terdiam. Ia melihat sekeliling Ruang Besar seperti mencari sesuatu.
"Di mana gadis esku?" tanya Earl pada Frederick dan Oscar.
Frederick dan Oscar tersenyum melihat kebingungan ayahnya sedangkan
Vladimer tidak mengerti siapa yang disebut Earl dengan gadis es.
"Angellakah gadis es yang Paman maksud?" tanya Vladimer.
"Ya, aku lebih sering memanggilnya demikian," kata Earl.
"Ia sakit," jawab Frederick.
"Sakit?" kata Earl tak percaya, "Selama ini gadis esku jarang sakit. Mengapa ia
sampai bisa sakit?" "Jangan melihat kami seperti itu, Papa," kata Oscar.
"Kami merasa bersalah karena tidak menjaganya dengan baik sehingga ia jatuh
sakit," kata Frederick.
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" tanya Earl ketika mendengar suara tawa
anak kecil di lantai atas.
"Mari kita ke Ruang Perpustakaan, Papa. Kami akan menceritakannya di sana,"
kata Frederick. Earl mendahului mereka menuju Ruang Perpustakaan. Ia duduk di depan ketiga
pria itu seperti seorang hakim yang tengah menanti pengakuan terdakwanya.
"Suara tawa yang tadi Papa dengar itu adalah tawa Charlemagne," kata
Frederick memulai ceritanya.
"Charlemagne?" ulang Earl, "Sepertinya aku pernah mendengar nama itu."
"Itu nama raja yang mendirikan Kerajaan Romawi Kuno," sahut Vladimer.
"Ya, aku ingat ia memang raja yang besar. Mengapa anak itu mempunyai nama
seperti itu?" "Kami tidak tahu, Papa. Orang tua anak itu tewas dalam kebakaran yang
menimpa Boudini's Theatre dan kami membawanya kemari karena Angella
berusaha menyelamatkan anak itu dalam peristiwa itu," kata Frederick.
"Bagaimana kejadiannya?" tanya Earl.
Bergantian mereka bertiga mengulangi kejadian itu kepada Earl dan mejawab
semua pertanyaan yang ditujukan Earl pada mereka.
Mereka sibuk bercakap-cakap sehingga tidak mendengar suara pintu dibuka.
"Papa!" kata Angella.
"Kukira aku tidak akan mendapat sambutan darimu kali ini," goda Earl sambil
memeluk putrinya yang berjalan mendekat.
"Snow Angel, mengapa engkau meninggalkan kamarmu?" tanya Frederick.
"Apakah engkau juga hendak melarang aku menemui Papa?" tanya Angella
tajam. "Aku tidak melarangmu, tetapi engkau masih belum boleh keluar kamar. Engkau
tahu itu," kata Frederick.
"Mengapa engkau melanggar peraturan yang dibuat kakak-kakakmu, gadis
esku?" tanya Earl. "Karena mereka mengurungku di sana dan tidak mengijinkanku meninggalkan
tempat tidurku." "Turutilah kakak-kakakmu. Mereka tahu apa yang terbaik untukmu. Kembalilah
ke kamarmu dan beristirahatlah, Nanny pasti cemas bila tahu engkau
meninggalkan kamarmu sedangkan tubuhmu masih lemah."
"Nanny sedang menemani Charlie. Ia mengira aku sedang tidur," kata Angella.
"Kembalilah ke kamarmu, Snow Angel," kata Frederick.
"Vladimer, antarkan Snow Angel. Aku yakin ia mau bila engkau yang
mengantarkannya," goda Oscar.
Angella menatap tajam kepada Oscar sebelum ia beralih pada Vladimer yang
enggan melihat padanya. "Aku bisa kembali ke kamarku sendirian," kata Angella tajam kemudian ia
segera pergi meninggalkan mereka.
"Vladimer, antarkan gadis esku. Aku takut ia jatuh," kata Earl.
"Baik, Paman," kata Vladimer dengan enggan.
Dengan enggan pula Vladimer mendekati Angella yang sedang membuka pintu
dan sebelum gadis itu bisa berbuat apa-apa, ia mengangkat tubuhnya dan
membawanya meninggalkan ruangan yang sekarang dipenuhi tawa Frederick
dan Oscar. "Apa yang terjadi pada mereka berdua" Mengapa mereka seperti orang yang
sedang bermusuhan?" tanya Earl tak mengerti.
"Beginilah, Papa, pertemuan dua manusia es yang terkenal itu. Kami tidak tahu
mengapa mereka bersikap seperti dua musuh yang harus berhadapan," kata
Oscar. Earl menggelengkan kepalanya. "Terlalu banyak yang terjadi selama aku pergi."
"Tentu saja, Papa. Banyak yang terjadi selama dua manusia es itu dipertemukan
dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," kata Frederick.
"Aku yakin selama perjalanan menuju kamar Angella, mereka berdua pasti
berdiam diri sambil membuang muka," sahut Oscar, "Aku ingin melihat mereka
tetapi aku takut menganggu."
Beberapa hari setelah kedatangan Earl, mereka sekeluarga menjadi bingung
karena tidak lama lagi akan tiba hari pernikahan Earl dan Countess. Biasanya
mereka selalu merayakannya. Setiap tahunnya mereka mengadakan pesta dan
mengundang kawan-kawan dekat Earl dan Countess.
Tetapi tahun ini mereka tidak tahu apakah akan tetap mengadakan pesta atau
tidak sebab Angella masih belum sembuh benar.
Angella mengetahui itu dan ia bersikeras agar mereka tetap mengadakan pesta
tahunan mereka. Ia mengatakan ia sudah sembuh dan cukup kuat untuk hadir
di pesta tersebut. Kedua kakak Angella yang tidak menginginkan orang tuanya membatalkan pesta
tahunan mereka juga ikut bersikeras agar mereka tetap mengadakan pesta
tersebut. Mereka berjanji akan mengawasi Angella selama pesta itu.
Setelah dipaksa putra-putrinya, akhirnya Earl dan Countess tetap melaksanakan
pesta tahunan itu. Beberapa hari sebelum pesta tersebut dilaksanakan, semua orang di Troglodyte
Oinos tampak sibuk kecuali Angella sebab ia masih tidak diperbolehkan
meninggalkan tempat tidurnya oleh kakak-kakaknya.
BAB 12 Pesta itu berlangsung meriah.
Angella berdiri di dekat kolam air mancur bersama kakak-kakaknya dan
Vladimer serta Charlie. Orang tuanya tampak gembira mendapat ucapan
selamat dari teman-temannya.
Orang tua Vladimer juga diundang ke pesta ulang tahun perkawinan itu.
Mereka berdiri tak jauh dari orang tua Angella. Mereka tampak sedang
berbincang-bincang dengan tamu-tamu yang lain.
Angella tampak anggun dengan gaun yang dikenakannya. Gaun
berlengan panjang itu diberikan kepadanya oleh Frederick sehari sebelum
pesta dilangsungkan. Frederick memaksanya mengenakan gaun itu
selama pesta sebab pesta itu dilangsungkan di halaman rumah.
"Mengapa aku harus mengenakan gaun itu?" tanya Angella saat Frederick
memberikan gaun itu kepadanya.
Frederick meletakkan gaun itu di kursi yang selalu diletakkan di depan
perapian oleh Angella. Kemudian ia memandang Angella yang sedang
bersandar pada tepi tempat tidurnya.
Angella tidak melihat pada gaun merah muda yang dibawanya. Mata
gadis itu mengawasi langit yang mulai gelap di luar melalui pintu beranda
kamarnya yang terbuka. "Karena pesta itu akan diadakan di halaman dan engkau tidak boleh
terkena angin malam yang dingin," jawab Frederick.
"Tetapi, Freddy, aku sudah mempunyai banyak gaun yang juga berlengan
panjang seperti gaun itu," kata Angella.
"Engkau harus mengenakan gaun itu. Gaun itu khusus dipesan untukmu
oleh Mama. Mama ingin engkau mengenakannya dalam pesta itu," kata
Frederick memaksa Angella.
"Tolong katakan pada Mama, aku berterima kasih atas gaunnya tetapi
aku tidak dapat menerimanya. Gaunku sudah terlalu banyak."
"Mama akan sedih sekali bila tahu engkau menolak mengenakan gaun
yang sengaja dipesannya untukmu. Kenakanlah gaun ini di pesta esok
malam." "Jangan membujukku terus, Freddy!"
"Jangan kembali lagi menjadi Snow Angel lagi. Lebih baik engkau menjadi
Angella yang manis dan penurut," goda Frederick.
"Bila engkau tidak menyukainya, silakan pergi," kata Angella tajam.
"Rupanya aku harus memanggil bantuan untuk membujukmu," kata
Frederick. "Siapapun yang membantumu tidak akan membuatku terbujuk."
Frederick menggelengkan kepalanya dan berkata, "Jangan terlalu yakin,
Angella. Aku bisa menyakinkanmu bahwa ia akan berhasil membujukmu."
"Silakan coba," kata Angella tetap tajam.
"Sungguh" Apakah engkau nanti tidak menyesal?" kata Frederick
menantang adiknya. "Untuk apa mundur bila aku telah yakin."
"Baiklah. Aku akan meminta bantuan Vladimer, mungkin ia dengan
sikapnya yang dingin itu mampu membuatmu mau mengenakan gaun
itu." Angella mengeluh mendengar nama Vladimer disebut Frederick, "Oh,
jangan dia lagi. Aku tidak ingin bertemu dengannya."
"Sungguh" Mungkin saat ini engkau mengatakan tidak tetapi siapa tahu
esok engkau mengatakan yang sebaliknya," goda Frederick.
"Tidak. Sekarang dan selamanya," kata Angella tajam.
"Bila demikian, engkau harus mau mengenakan gaun itu" Atau aku akan
meminta Vladimer untuk membujukmu," kata Frederick.
Dalam beberapa hari ini, semua orang yang tinggal di Troglodyte Oinos
telah mengetahui Angella dan Vladimer tengah bermusuhan. Tidak
seorangpun dari mereka yang saling menyapa.Tidak ada yang tahu
penyebab permusuhan mereka ini kecuali mereka sendiri.
Countess sangat sedih ketika mengetahui antara Angella dan Vladimer
tumbuh semacam permusuhan yang tidak kentara. Berlainan dengan
kedua kakak Angella, mereka tidak merasa sedih adik mereka
bermusuhan dengan sahabat mereka.
Mereka semakin rajin menggoda Angella. Kali ini Angella tidak selalu diam
saja bila digoda. Kedua kakak Angella telah mendapatkan apa yang
mereka harapkan, Angella sering bersemu merah bila mereka menggoda
gadis itu. Tetapi mereka tidak berhenti menggoda Angella seperti yang
mereka katakan bahwa mereka akan berhenti menggoda Angella bila
gadis itu telah bersemu merah bila mereka menggodanya. Setiap hari
mereka tidak hanya rajin menggoda Angella tetapi juga Vladimer.
Mereka menduga permusuhan mereka ini bagaikan jalan bagi Vladimer
dan Angella untuk dapat menyadari bahwa mereka saling mencintai.
Sejak kecil Angella selalu terlihat lebih menyayangi Vladimer dari pada
kedua kakaknya yang selalu menggodanya. Setiap kali ia diganggu
Frederick atau Oscar, ia selalu berlari kepada Vladimer.
Vladimer pun tidak pernah mengabaikan Angella. Ia selalu membela
Angella dan menjaganya seperti menjaga adiknya sendiri.
Sikap Angella yang seperti itu sering membuat Frederick dan Oscar
merasa cemburu pada Vladimer. Mereka marah pada Vladimer yang lebih
sering mendapatkan perhatian dari Angella kecil yang manis.
"Baiklah, aku akan mengenakan gaun itu di pesta kebun besok malam,"
kata Angella mengalah. Pilihan mengadakan pesta di halaman Troglodyte Oinos itu memang tepat
karena bersamaan dengan akan diadakannya pesta itu, bunga-bunga di
taman bunga bermekaran semua seperti ikut menyambut dan
memeriahkan pesta itu. Angella merasa senang dapat keluar kamarnya setelah pada hari-hari
sebelumnya ia tidak diijinkan meninggalkan kamarnya oleh kakakkakaknya. Ia
merasa seperti seekor burung yang baru dilepaskan dari
sangkarnya. Charlie berdiri dengan tenang di sisi Angella. Tangannya menggandeng
tangan Angella. Ia tidak henti-hentinya mengagumi pesta itu. Tingkahnya
yang lucu itu membuat mereka tertawa.
Seseorang datang mendekati mereka. "Selamat malam, Snow Angel.
Engkau tampak cantik sekali malam ini," kata laki-laki itu.
Suasana ceria di antara mereka menjadi beku ketika pria itu datang. Ia
mengulurkan tangan hendak mencium tangan Angella, namun gadis itu
menepisnya. "Ada keperluan apa engkau kemari, Danny?" tanya Frederick.
"Oh, engkau Frederick. Maaf aku tidak melihatmu sebelumnya. Aku
kemari hendak mengajak adikmu berdansa denganku nanti," kata Danny.
"Maaf, Danny. Engkau terlambat, Angella sudah berjanji akan berdansa
dengan Vladimer," kata Oscar.
Angella diam memandang tajam pada Oscar kemudian kepada Danny.
"Bila keperluanmu telah selesai, silakan pergi," katanya tajam setajam
tatapan matanya. "Jangan begitu! Biarkanlah aku ikut bercanda bersama kalian. Aku
melihat kalian sedang asyik bercanda tadi," kata Danny.
"Mari kita pergi, Charlie," kata Angella sembari menggandeng Charlie
menjauh. Pria itu menyadari keberadaan Charlie ketika Angella mengajaknya
menjauh. Ia memandang Charlie dan merasa pernah melihatnya.
Vladimer segera mengikuti Angella yang pergi menjauh itu. Kedua kakak
Angella tetap berdiri di dekat kolam itu untuk menghadapi Danny.
"Engkau telah melihat sendiri bahwa Angella tidak menyukaimu. Mengapa
engkau tidak berhenti mengganggunya?" kata Frederick.
"Aku tidak merasa ia tidak menyukaiku. Sebaliknya aku merasa ia
sebenarnya menyukaiku hanya saja kalian yang melarangnya bergaul
denganku. Bila ia tidak menyukaiku, mengapa ia menjauh dariku?" kata
Danny dengan penuh percaya diri.
"Dengar, Danny! Kami tidak ingin engkau merusak pesta ini, jadi pergilah
menjauh dari Angella. Tidakkah engkau melihat Angella dan Vladimer?"
kata Oscar menahan marah sambil menunjuk Vladimer dan Angella yang
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berdiri di bawah pepohonan menanti mereka.
Danny melihat ke arah yang ditunjuk Oscar. Ia melihat Vladimer dan
Angella memandang sama dinginnya kepadanya. Ia merasa gentar ketika
teringat perjumpaannya yang pertama dengan Vladimer.
"Baiklah, aku akan pergi. Tetapi aku berjanji aku akan tetap berusaha
menaklukkan Snow Angel," kata Danny.
"Aku peringatkan kepadamu, Danny. Rintanganmu akan menjadi semakin
sulit dari yang sebelumnya. Karena kini Angella sedang dekat dengan
Vladimer," kata Frederick memanasi Danny.
"Aku tidak akan putus asa mendengar kata-kata kalian," kata pria itu.
"Kami tahu engkau akan terus berusaha hingga berhasil. Kami hanya
ingin memperingatimu," kata Oscar kepada Danny ketika ia pergi
menjauh. Setelah pria itu menjauh, mereka berjalan ke tempat Vladimer dan
Angella menanti mereka. Mereka berdua sedang berbincang-bincang
dengan orang tua Vladimer.
"Kalian juga tampak lebih dewasa dari saat terakhir kali kita bertemu,"
kata Duke. "Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana keadaan Anda berdua?" kata
Frederick. "Kami baik-baik saja. Bagaimana keadaan kalian" Kami dengar kalian
sekarang sibuk menjadi pengawal Angella," kata Duchess.
"Ya, kami sekarang memang sibuk menjaga Angella. Baru-baru ini ia
sakit, sehingga kami harus menjaganya lebih ketat dari sebelumnya,"
kata Oscar. "Oh... Apakah engkau sudah merasa lebih baik sekarang, Angella?"
Duchess merasa prihatin. "Ia sudah lebih baik sekarang. Tetapi kami merasa masih harus tetap
mengawasinya ke manapun ia pergi," kata Frederick sebelum Angella
menjawab. "Kalian sangat menyayangi adik kalian hingga merasa wajib menjaganya
dalam keadaan apapun," kata Duchess, "Di mana, Nanny" Aku tidak
melihatnya sejak tadi. Biasanya ia berada di sampingmu, Angella."
"Nanny sekarang berada di Ruang Kanak-Kanak. Mungkin sekarang ia
sedang menyiapkan tempat tidur bagi Charlie," kata Frederick.
"Nama anak ini Charlie" Sejak tadi aku ingin tahu nama anak itu, anak itu
tampaknya mirip sekali dengan seseorang," kata Duke.
"Kami juga merasa ia mirip seseorang, tetapi kami tidak ingat siapa yang
memiliki wajah seperti anak itu," kata Frederick.
"Di mana orang tuamu, Charlie?" tanya Duchess.
"Orang tuanya telah meninggal, Mama," kata Vladimer.
"Aku turut bersedih. Apakah orang tuanya telah lama meninggal"
Mengapa ia berada di sini?" tanya Duchess ingin tahu.
"Orang tuanya baru saja meninggal beberapa minggu yang lalu dalam
kebakaran yang menimpa Boudini's Theatre," kata Frederick.
"Ia putra Mr. dan Mrs. Boudini. Kami yang membawanya kemari sebab
kami merasa kasihan kepada anak malang ini," tambah Oscar.
"Tentunya anak itu masih sangat terkejut setelah peristiwa itu," kata
Duchess. "Engkau jangan membuat anak itu semakin teringat peristiwa yang
membuatnya kehilangan kedua orang tuanya itu," tegur Duke kepada
istrinya. "Bagaimana liburanmu di sini, Vladimer?" tanya Duchess.
"Menyenangkan, Mama," jawab Vladimer.
"Dan sangat seru. Kunjungan Vladimer kali ini berbeda dari kunjungankunjungannya
yang sebelumnya," tambah Oscar.
"Mengapa demikian?" tanya Duches tak mengerti.
"Dalam kunjungannya kali ini ia harus berhadapan dengan Snow Angel
yang sikapnya sama dinginnya dengan dirinya," jawab Frederick.
"Dan ia harus menghadapi permusuhannya dengan Snow Angel," kata
Oscar. "Oh, benarkah kalian bermusuhan?" tanya Duchess pada Angella dan
Vladimer, "Mengapa kalian bermusuhan?"
"Tidak apa-apa, Mama. Hanya sedikit kesalahpahaman di antara kami.
Dan pasti kesalahpahaman itu akan segera terselesaikan," kata Vladimer.
"Lebih baik kalian segera menyelesaikan kesalahpahaman itu," saran
Duchess. "Mari kita pergi sekarang. Kita masih harus memberi selamat kepada Earl
dan Countess of Trintonville," kata Duke pada Duchess.
"Silakan kalian melanjutkan perbincangan kalian. Kami akan pergi
sekarang," kata Duchess.
"Aku yakin saat ini Danny akan merasa sangat marah sekali," kata Oscar
ketika orang tua Vladimer meninggalkan mereka berlima.
Frederick menceritakan percakapan mereka dengan Danny kepada
mereka. Angella diam saja mendengarnya. Vladimer tampak sangat
jengkel mendengar cerita mereka.
"Suatu hari nanti harga dirinya yang tinggi itu akan jatuh dan hancur
berkeping-keping," kata Angella tajam.
"Kejam sekali kata-katamu itu," kata Oscar.
"Ada yang datang mendekat," kata Frederick ketika melihat seorang
pemuda datang mendekat. "Ada apa, Neil?" tanya Frederick ketika pemuda itu sudah dekat.
"Kakakku mengatakan ia tidak akan berhenti sebelum ia berhasil
mendapatkan apa yang diinginkannya," kata pemuda itu sambil menatap
Angella. Angella menatap tajam kepada anak itu dan berkata, "Katakan
kepadanya walaupun gunung es telah berubah menjadi taman bunga,
taman bunga itu takkan mengijinkannya datang."
"Apa maksud perkataan Anda?" tanya Neil.
"Bila ia sepandai yang dikatakannya, ia akan mengerti," kata Angella
tanpa mengurangi ketajaman kata-katanya.
"Rupanya kedinginanmu muncul kembali setelah selama engkau sakit
kedinginan hatimu itu hilang," kata Oscar mendengar kata-kata tajam
adiknya. "Apa arti kata-kata itu?" tanya Charlie.
"Kelak engkau akan mengerti," jawabnya.
"Sejujurnya, aku sendiri tidak mengerti arti kata-katamu itu tadi," kata
Oscar. "Adalah suatu khayalan yang terlalu tinggi bila Danny mengharapkan aku
mau berbicara dengannya," terang Snow Angel.
"Tidak hanya terlalu tinggi tetapi juga sangat tinggi," Oscar
membenarkan kata-kata adiknya.
"Lihat, Oscar! Siapa yang datang mendekat itu?" kata Frederick.
"Mengapa wanita itu tidak juga berhenti mengejarku?" keluh Oscar.
"Keponakan dan bibi sama saja, bila sudah mengejar tak akan berhenti
hingga berhasil," kata Vladimer.
"Engkau benar, Vladimer. Mereka semua sama saja. Aku lebih baik pergi
sekarang," kata Oscar.
"Percuma, Oscar. Ia akan terus mengejarmu. Lebih baik bila engkau
menolaknya dengan tegas," kata Vladimer.
"Selamat malam, Oscar. Mengapa akhir-akhir ini aku tak melihatmu?"
tanya Lady Elize. "Kami menjaga Angella selama ia sakit," kata Oscar.
"Ya, aku telah mendengar dari Danny bahwa adik kalian sakit." Lady Elize
melihat pada Angella dan berkata, "Sepertinya ia sudah tampak sembuh
sekarang." "Belum, ia belum sembuh benar," kata Frederick ketika ia melihat Angella
hendak membenarkan kata-kata Lady Elize.
"Ia masih memerlukan pengawalan kami," kata Oscar, "Karena itu aku
tidak mempunyai waktu untuk berbicara apalagi berdua dengan Anda,
seperti yang Anda inginkan."
"Siapa dia?" tanya Lady Elize melihat Vladimer.
"Ia teman kami, Vladimer," jawab Frederick.
"Vladimer, putra tunggal Duke dan Duches of Cardington rupanya. Lalu
siapa anak itu?" tanya Lady Elize melihat anak yang memegang tangan
Angella. Sesaat ia tampak terkejut melihat wajah anak itu, ia mengenal baik
wajah itu. "Apabila urusan Anda telah selesai silakan pergi," kata Angella yang
menyadari tatapan Lady Elize kepada Charlie. Ia merasa cemas karena
tatapan Lady Elize itu. Ia tidak ingin mendekatkan Charlie lebih lama lagi
dengan wanita itu. "Mari kita pergi, Charlie. Aku akan menceritakan tentang patung-patung
yang ada di kolam itu kepadamu."
Mereka berdua berjalan menuju kolam air yang terletak di depan
Troglodyte Oinos. Angella mendudukkan Charlie di pinggiran kolam itu
kemudian ia memulai ceritanya. Charlie tampak senang sekali mendengar
ceritanya. Angella terus bercerita tanpa mempedulikan tatapan beberapa
orang yang terkejut melihatnya bersama seorang anak kecil.
Ketiga pria yang selalu menjaganya itu menyadari keinginan Angella yang
ingin menyendiri dengan Charlie. Mereka mengawasinya dari kejauhan di
bawah kerimbunan pepohonan hutan sekeliling Troglodyte Oinos.
"Aku ingin mendengar cerita Hercules lebih banyak lagi," kata Charlie.
"Apakah engkau menyukai Hercules?" tanya Angella.
"Iya. Aku sangat menyukainya," jawab Charlie.
"Baiklah. Aku akan menceritakan lebih banyak lagi kepadamu. Aku akan
bercerita mengenai kedua belas tugas Hercules."
"Apakah tugas-tugas itu berat?" tanya Charlie ingin tahu.
"Ya, sangat berat. Hanya ia yang dapat melakukannya."
"Ia pasti sangat hebat sekali."
"Ya, ia sangat hebat. Tunggulah di sini. Aku akan mengambilkan buku
yang berisi mengenai Hercules dan kedua belas tugasnya itu di Ruang
Perpustakaan," kata Angella.
Angella berjalan meninggalkan Charlie menuju Ruang Perpustakaan. Ia
mencari buku itu di rak-rak yang terletak di sekeliling tembok Ruang
Perpustakaan. Ia dapat menemukan buku itu dengan mudah sebab ia
sering membaca buku-buku tentang Yunani Kuno itu.
Dengan buku di tangannya, ia berjalan kembali ke tempat Charlie. Ia
terkejut ketika melihat anak itu dikelilingi banyak orang. Ia berdiri
mengawasi Charlie di pintu depan. Ia melihat tidak ada salahnya
membiarkan Charlie bergaul dengan banyak orang.
"Rupanya hanya engkau yang dapat menaklukan kedinginan Snow
Angel," kata seorang pria.
"Kami yang telah dewasa ini kalah oleh anak kecil sepertimu," kata pria
yang lain. "Wajahnya mirip seseorang, tetapi siapakah orang itu?" kata seseorang.
"Aku ingat. Wajahnya mirip dengan Earl of Wicklow."
"Ya, benar. Aku ingat sekarang. Wajahnya mirip sekali dengan Earl of
Wicklow." "Sebenarnya siapakah engkau, Nak?"
Angella terkejut mendengar kata-kata orang-orang itu. Ia bergegas
mendekati Charlie dan menatap mereka dengan tajam. Mereka memberi
jalan kepada gadis itu. Charlie menangis melihat kedatangan gadis itu. Rupanya ia ketakutan
dikelilingi banyak orang. Ia mengulurkan tangannya melihat gadis itu
mendekat. Angella memberikan buku yang dibawanya kepada Charlie kemudian
menggendong Charlie menjauh dari kerumunan orang-orang itu. "Charlie,
hari sudah malam. Aku akan bercerita kepadamu di Ruang Kanak-Kanak,"
bisiknya kepada Charlie yang tampak lelah.
Ketika ia semakin mendekati pintu depan Troglodyte Oinos, ia dihadang
seseorang. Orang itu menghalangi jalan di pintu depan.
"Siapa anak itu" Mengapa ia mirip sekali dengan kakakku?" tanya Lady
Elize. "Apakah Anda tidak mengenali keponakan Anda sendiri, Lady Elize?" kata
Angella tajam. Lady Elize tampak terkejut mendengar kata-kata tajam Angella. "Apa
maksud perkataan Anda?" tanyanya
Angella tidak menghiraukan pertanyaan wanita itu. Ia terus berjalan
menuju Ruang Kanak-Kanak, meninggalkan pertanyaan di benak wanita
itu. Charlie sudah tertidur di gendongannya ketika ia sampai di ruang itu.
Nanny yang telah menanti Charlie di ruang itu segera menyiapkan tempat
tidur ketika melihat Angella datang dengan menggendong anak yang
telah tertidur itu. "Ia tampak lelah sekali," kata Nanny setelah Angella meletakkan Charlie
di atas tempat tidur. "Saat ini memang telah melewati jam tidurnya."
"Tuan Puteri, Anda kembalilah ke pesta itu. Saya akan menjaga Charlie,"
kata Nanny. "Terima kasih, Nanny. Engkau telah menjaganya selama aku sakit."
"Tidak apa-apa, Tuan Puteri. Saya senang dapat menjaga anak sebaik
dia." "Ia tentu telah banyak merepotkan Anda."
"Tidak. Ia tidak merepotkan saya," bantah Nanny, "Memang pada hari
pertama kedatangannya ia sulit diatur. Tetapi pada hari-hari berikutnya ia
menjadi penurut." "Terima kasih, Nanny. Engkau telah bersabar menghadapinya," kata
Angella. Angella tidak kembali ke pesta itu seperti yang disarankan Nanny. Ia
meninggalkan Troglodyte Oinos melalui pintu belakang dan terus berjalan
ke hutan. -----0----- "Mengapa Snow Angel belum kembali juga?" tanya Oscar cemas.
"Tenanglah. Mungkin ia sekarang sedang bersama Nanny menjaga anak
itu," kata Frederick.
"Aku akan melihatnya di Ruang Kanak-Kanak."
Vladimer merasa cemas. Ia melihat Angella tadi tampak pucat ketika ia
berjalan mendekati Charlie. Entah apa yang telah membuatnya pucat.
Mereka melihat Angella menggendong Charlie memasuki rumah. Dan
sudah lama ia sejak ia mengantarkan Charlie kembali ke Ruang KanakKanak, namun
ia belum tampak juga. Dari tempat mereka berdiri, mereka dapat melihat Lady Elize
menghadang Angella. Lady Elize tampak mengatakan sesuatu kepada
Angella. Kemudian Angella menjawabnya dengan tajam sehingga
membuat wajah Lady Elize tampak pucat.
Nanny duduk di kursi kesayangannya mengawasi Charlie.
Ia melihat Vladimer datang dan bertanya, "Ada apa, Tuan Muda?"
"Tidak ada apa-apa, Nanny. Aku hanya ingin melihat Charlie," katanya
berbohong. Vladimer melihat Charlie yang tertidur dengan nyenyak itu. Matanya
mencari Angella, namun ia tidak dapat menemukan gadis itu.
Di depan kamar gadis itu, ia berhenti dan mengetuk perlahan daun pintu
itu. Ketika tidak ada jawaban ia membuka pintu kamar itu dan melihat
kamar itu kosong. Sambil mememikirkan keberadaan gadis itu, ia kembali ke bawah
kerimbunan pepohonan, tempat kakak-kakak Angella menunggunya.
"Di mana dia?" tanya mereka serempak.
"Aku tidak menemukannya baik di Ruang Kanak-Kanak maupun di
kamarnya," jawab Vladimer. "Tetapi jangan cemas aku dapat menduga ia
berada di mana sekarang."
"Di mana?" tanya Oscar ingin tahu.
"Aku menduga ia berada di danau kecil yang terletak di belakang rumah,"
jawab Vladimer. "Apa yang dilakukan anak itu di sana?" kata Frederick cemas.
"Jangan marah dulu. Aku hanya mengatakan aku menduga, belum tentu
ia berada di sana," kata Vladimer.
"Engkau kembali membela Snow Angel lagi setelah selama beberapa hari
ini tidak membelanya lagi," tuduh Oscar.
"Aku menduga ia sedang merenungkan sesuatu di sana," kata Vladimer.
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Biasanya, ia senang berada di danau kecil itu sambil melamun."
"Tetapi mengapa harus tengah malam seperti ini?" kata Frederick.
"Aku tidak tahu. Menurut pendapatku, ia sekarang sedang memikirkan
anak itu. Tadi sewaktu aku berjalan menuju rumah, aku mendengar
beberapa orang yang membicarakan kemiripan anak itu dengan Earl of
Wicklow," kata Vladimer.
"Earl of Wicklow!" seru Oscar terkejut.
"Jadi inilah sebabnya mengapa aku merasa pernah melihat anak itu
sebelumnya," kata Frederick.
"Tetapi apa hubungan anak itu dengan sang Earl?" tanya Oscar.
"Aku tidak tahu, hanya Angella yang tahu," kata Vladimer.
"Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk membujuk Angella
mengatakan segalanya," kata Frederick.
"Siapa di antara kita yang akan membujuknya?" tanya Vladimer.
Sebagai jawaban, kedua kakak beradik itu menatap Vladimer.
"Mengapa aku?" tanya Vladimer.
"Pertama, karena engkau selalu membela Snow Angel. Kedua, karena
Snow Angel lebih mempercayaimu daripada kami berdua. Ketiga, karena
engkau juga menyayangi Snow Angel. Keempat...," kata Frederick.
"Baik. Aku mengerti," sahut Vladimer.
Vladimer berjalan memutari Troglodyte Oinos dan terus berjalan
menembus kegelapan hutan di sekeliling Troglodyte Oinos yang
mencekam di bawah sinar bulan yang sesekali menampakkan dirinya dari
balik awan-awan yang memayungi langit malam.
Angella duduk di sebuah batu di tepi danau itu. Matanya mengawasi
bayangan bulan yang sesekali tampak di permukaan danau. Angin yang
bertiup semilir sesekali mempermainkan rambutnya yang terurai. Kedua
tangannya yang terletak di pangkuannya itu menopang wajahnya. Dari
sikap duduknya, ia tampak sedang memikirkan sesuatu.
Vladimer berjalan perlahan-lahan mendekati gadis itu agar tidak
mengejutkannya. Ia berdiri di sisi gadis itu.
Angella menyadari keberadaan Vladimer, ia melihat sebentar kepada
Vladimer kemudian memandang permukaan danau lagi.
"Malam ini sangat dingin. Mengapa engkau termenung di sini seorang
diri?" tanya Vladimer.
Angella tidak menghiraukan pertanyaan Vladimer. Ia terus memandang
bayangan bulan di atas permukaan danau.
Vladimer membungkuk mengambil sebuah batu kecil kemudian
melemparkannya ke permukaan danau untuk mengalihkan perhatian
Angella. "Mengapa engkau merusak bayangan bulan itu?" tuntut Angella.
"Apa yang kaurenungkan di sini?" tanya Vladimer setelah berhasil
mendapatkan perhatian Angella.
Angella kembali diam memandang permukaan danau. Bayangan bulan di
permukaan danau itu mulai muncul kembali setelah dirusak Vladimer.
"Apakah engkau memikirkan Charlie?"
Diam tak ada jawaban. "Apakah Charlie putra Earl of Wicklow?"
Angella terkejut mendengarnya. Ia sama sekali tidak menduga Vladimer
mengetahui apa yang dibicarakan oleh orang-orang yang tadi mengelilingi
Charlie. Namun ia menahan dirinya untuk tidak bertanya lebih banyak
kepada Vladimer. "Apakah itu benar?" desak Vladimer.
Angella tetap tak bergeming. Ia seolah-olah terpaku pada pemandangan
danau yang berkilau tertimpa cahaya rembulan padahal keseluruhan
dirinya menanti dengan cemas kelanjutan perkataan Vladimer.
"Katakanlah kepadaku yang sebenarnya. Apakah anak itu putra Earl of
Wicklow" Engkau tidak dapat terus menerus menyembunyikan hal ini dari
anak itu," desak Vladimer.
Angella menutup wajahnya. Kedua tangannya tampak gemetar di
pangkuannya. Ia tampak berusaha keras menahan perasaannya.
Vladimer melihat Angella tampak menahan kesedihannya yang siap
meluap itu. ia mengeraskan hati untuk tidak menghibur gadis itu.
"Apakah engkau berniat terus menyembunyikan kenyataan yang
sebenarnya dari semua orang" Katakanlah kepadaku apakah itu benar?"
"Pergilah, jangan menggangguku!" Angella akhirnya berbicara kepada
Vladimer. "Aku tidak akan pergi sebelum segalanya menjadi jelas bagiku," kata
Vladimer mendesak Angella.
"Pergilah! Kumohon pergilah. Biarkan aku sendiri," kata Angella
memohon. "Aku tahu engkau sedih memikirkan Charlie. Tidak dapatkah engkau
membagi kesedihanmu itu denganku" Biarkanlah aku ikut memikirkan
masalah yang merisaukanmu itu," bujuk Vladimer.
"Pergilah, Vladimer! Kumohon," kata Angella memohon.
"Engkau tidak dapat menyembunyikan hal itu terus menerus. Charlie
mempunyai hak untuk mengetahui asal usulnya," kata Vladimer lembut.
Angella tidak pernah berniat menyembunyikan hal itu terus menerus dari
Charlie. Ia berusaha keras menahan air matanya yang siap mengalir di
pelupuk matanya. Ia merasa kata-kata Vladimer yang lembut itu
mengembalikan masa lalu yang suram.
"Apakah engkau sudah tidak mempercayaiku lagi?" tanya Vladimer.
"Engkau kejam bila engkau tidak mau menceritakan segala sesuatunya
kepada Charlie," kata Vladimer ketika melihat Angella tetap diam.
"Engkau kejam telah membuat anak itu tidak pernah bertemu dengan ibu
kandungnya." Akhirnya pertahanan Angella runtuh. Ia merasa sudah tidak dapat lagi
menahan gejolak perasaannya.
"Mereka jauh lebih kejam dari padaku. Aku tidak pernah berniat
memisahkan mereka. Setiap hari aku berpikir bagaimana cara
mempertemukan Charlie dengan... dengan... Jenny..., ibunya," kata
Angella. Vladimer terkejut mendengar nama ibu kandung Charlie.
Sebelumnya Frederick telah menceritakan kepadanya bahwa Angella
mengirim surat untuk Mrs. Dellas, nenek Jenny pada hari yang sama
dengan kedatangan pertama Charlie.
Kata Frederick, dulu Jenny adalah pelayan Angella dan beberapa tahun
yang lalu ia secara tiba-tiba berhenti tanpa sebab yang jelas. Jenny lebih
tua beberapa tahun dari Angella dan mereka berteman baik. Angella lebih
sering memperlakukan Jenny sebagai seorang sahabat daripada seorang
pelayan. Mereka menduga Angella mengirimkan surat kepada nenek Jenny karena
ia ingin mengetahui kabar Jenny yang mungkin telah bekerja di tempat
lain. Mereka bertiga, Frederick, Oscar serta Vladimer tidak pernah menduga
bahwa Jenny adalah ibu kandung Charlie.
"Aku akan membantumu memecahkan masalah ini. Tetapi sebelumnya
engkau harus menceritakan apa yang membuatmu memisahkan mereka
berdua," kata Vladimer.
Angella marah sekali mendengar kata-kata Vladimer yang seperti
menuduhnya telah berbuat kejam dengan memisahkan seorang anak dari
ibunya. Ia memalingkan wajahnya dan menatap tajam Vladimer.
Vladimer terkejut ketika melihat wajah Angella yang basah karena air
mata itu. "Bukan aku yang membuat mereka harus berpisah! Bukan aku, tetapi
keluarga itu," kata Angella tajam.
Angella menangis tersedu-sedu setelah mengucapkan kata-kata itu.
Vladimer langsung memeluk gadis itu dan menghiburnya.
Setelah tangis Angella mereda, ia bertanya dengan hati-hati, "Apa yang
mereka lakukan kepada Jenny?"
"Mereka telah menyakiti hatinya. Sangat menyakiti," katanya terisak-isak.
Vladimer diam memeluk gadis itu, ia tidak mengatakan ataupun bertanya
apa-apa. Ia tahu gadis itu akan bercerita kepadanya.
BAB 13 "Tuan Puteri, siapakah orang itu?" tanya Jenny kepada Angella.
Saat itu mereka berada di kamar Angella. Mereka baru saja menemui tamu
orang tua Angella yang hendak menginap selama beberapa hari.
"Mengapa engkau ingin tahu nama orang itu" Apakah engkau tertarik padanya?"
goda Angella. "Saya... saya...," kata Jenny tersipu-sipu.
"Saya apa?" goda Angella.
"Saya... baru sekali ini menemui seorang pria setampan dia," kata Jenny
mengakui. "Lalu mengapa engkau bertanya nama orang itu kepadaku?" kata Angella terus
menggoda Jenny yang tersipu-sipu itu.
"Saya... saya jatuh cinta kepadanya," jawab Jenny.
"Ceritakan kepadaku Jenny, bagaimana rasanya jatuh cinta itu?" kata Angella
ingin tahu. "Saya... saya... tidak tahu, Tuan Puteri. Tetapi perasaan itu membuat saya
merasa bahagia sekali, seperti... seperti berada di surga," kata Jenny.
"Apakah itu benar, Jenny?" kata Angella semakin tertarik.
"Tuan Puteri jangan bertanya lebih banyak lagi. Kelak Tuan Puteri juga akan
jatuh cinta," kata Jenny.
"Kelak aku akan mencintai pria yang seperti apa?" tanya Angella pada dirinya.
"Tentunya pria itu tampan sekali, Tuan Puteri," kata Jenny.
"Apakah ia akan setampan kakak-kakakku?" tanya Angella.
"Tentunya pria itu tampan seperti Tuan Muda Vladimer. Menurut saya Tuan
Muda Vladimer setampan kakak-kakak Anda. Hanya pria yang seperti itu yang
pantas mendampingi Anda yang cantik jelita," kata Jenny.
"Engkau juga cantik Jenny," kata Angella tersipu-sipu.
"Tetapi saya tidak secantik Anda, Tuan Puteri," kata Jenny.
"Jangan memujiku terus menerus, Jenny," kata Angella semakin tersipu-sipu
karena perkataan pelayannya itu.
"Anda memang pantas mendapatkan pujian-pujian, Tuan Puteri. Kelak bila Anda
sudah dewasa, Anda akan menjadi semakin cantik dan semakin banyak orang
yang memuji Anda," kata Jenny.
"Engkau ingin tahu atau tidak nama pria itu?" tanya Angella menghentikan
katakata Jenny yang terus memujinya.
"Tentu saja saya ingin tahu, Tuan Puteri," kata Jenny.
Angella tersenyum melihat wajah Jenny yang memerah itu. Gadis itu tampak
semakin cantik dengan wajahnya yang memerah itu. Hampir semerah
rambutnya. Angella selalu mengagumi rambut Jenny yang kemerahan juga mata
hijaunya. Ia menyukai warna hijau mata Jenny yang sehijau daun mawar. Angella selalu
menginginkan memiliki mata yang hijaunya sehijau mata Jenny daripada warna
matanya yang sebiru langit carah.
"Pria itu adalah Earl of Wicklow. Namanya Kart."
Berhari-hari berlalu sejak mereka membicarakan kedatangan Earl of Wicklow.
Sejak kedatangan Earl, Jenny jarang menemani Angella. Angella tidak pernah
mengetahui di mana Jenny berada bila ia tidak bersama Jenny.
Semula Angella sering ditemani Jenny. Namun sejak kedatangan Earl, Angella
lebih sering bersama Nanny.
Nanny sering bertanya kepadanya mengenai Jenny yang akhir-akhir ini jarang
menemaninya lagi. Angella tidak pernah menjawab pertanyaan Nanny itu, ia
hanya mengatakan, "Jenny pasti baik-baik saja, Nanny. Jangan Khawatir!"
Pada suatu sore ketika Jenny menemani Angella memetik bunga di taman
bunga, ia bertanya kepada Jenny.
"Akhir-akhir ini engkau pergi ke mana, Jenny" Nanny sering bertanya
mengenaimu kepadaku."
Jenny tersenyum malu-malu. Angella dapat menebak jawabannya melihat wajah
Jenny yang memerah. "Engkau sering bersamanya?"
"Tuan Puteri, bolehkah saya besok selama sehari pergi ke luar rumah?" tanya
Jenny malu-malu. "Ia mengajak saya jalan-jalan."
Melihat sikap Jenny yang malu-malu itu, Angella dapat menebak orang yang
mengajak Jenny pergi. "Pergilah, Jenny."
"Apakah Anda bersungguh-sungguh, Tuan Puteri?" tanya Jenny tak percaya.
"Jangan mencemaskanku. Pergilah, aku tahu engkau ingin sekali pergi dengan
Earl," kata Angella. "Nanny akan bersamaku selama engkau pergi. Frederick dan
Oscar juga akan selalu menjagaku."
"Tuan Muda Frederick dan Oscar selalu menjaga Anda dengan baik, Tuan Puteri.
Anda beruntung mempunyai kakak-kakak yang sangat menyayangi Anda," kata
Jenny. "Kadang aku merasa mereka terlalu mencemaskanku. Entah aku berada di
rumah, entah aku pergi, mereka selalu memaksaku untuk dijaga Nanny atau
engkau. Bila kalian berhalangan, merekalah yang akan menjagaku," keluh
Angella. "Anda jangan mengeluh, Tuan Puteri. Mereka berbuat seperti itu karena mereka
sangat menyayangi Anda," tegur Jenny.
"Aku tahu mereka sangat menyayangiku sehingga mereka rela mengawalku di
manapun aku berada," kata Angella. "Apakah kakakmu tidak menyayangimu,
Jenny?" "Kakak saya sangat menyayangi saya hanya saja ia tidak dapat selalu menemani
saya karena ia harus bekerja di tanah pertanian kami," kata Jenny.
"Aku ingin lekas dewasa sepertimu, Jenny. Bila aku telah dewasa mungkin
Frederick dan Oscar tidak akan mengawalku ke manapun aku pergi lagi," kata
Angella. "Tak lama setelah Anda dewasa, Tuan Puteri," kata Jenny, "Anda pasti akan
menemukan seseorang yang menawan hati Anda."
Angella tersipu-sipu mendengar kata-kata Jenny.
Keesokan harinya Jenny pergi tanpa diketahui seorangpun kecuali Angella.
Nanny juga tidak menanyakan kepergian Jenny. Kedua kakaknya tidak
mempedulikan Jenny yang menghilang.
Tidak ada seorangpun yang menduga hari itu akan berakibat menjadi
malapetaka yang berkepanjangan bagi Jenny.
Angella sangat terkejut ketika Jenny menceritakan sesuatu yang membuat
Angella menjadi sangat menyesal atas kecerobohannya.
"Tuan Puteri, apa yang harus saya lakukan?" kata Jenny terisak-isak.
"Apa yang terjadi, Jenny?" tanya Angella kebingungan.
"Saya... saya... hamil," kata Jenny tersendat-sendat.
Petir di luar menggelegar dengan murka, seirama dengan petir yang menyambar
hati Angella. Hujan di sore yang suram itu bagaikan alam yang turut bersedih akan keadaan
Jenny. Petir bersahut-sahutan seakan-akan memarahi mereka. Rintik-rintik air
hujan memukul-mukul jendela kamar Angella seperti mengingatkan mereka
pada kesalahan mereka. Angella terdiam untuk sesaat dan kemudian berkata dengan sangat perlahan
hampir seperti berbisik, "Engkau... hamil" Bagaimana ini bisa terjadi, Jenny?"
Jenny diam menundukan kepala. Air matanya terus membasahi pipinya yang
memucat itu. Angella bertanya lagi dengan perlahan, "Siapakah yang membuatmu begini,
Jenny?" Dengan terbata-bata Jenny berkata, "Earl, Tuan Puteri."
Angella menjadi semakin terkejut mendengar nama itu. Ia mulai menyalahkan
dirinya yang telah berbuat ceroboh. Ia menyesal telah membiarkan Jenny dekat
dengan Earl. "Mengapa ini bisa terjadi?" katanya menyalahkan dirinya.
Mereka terdiam untuk sesaat, saling menyalahkan diri sendiri.
"Jenny, maafkan aku. Ini semua karena kesalahanku. Andaikan aku tidak
membiarkanmu...," kata Angella.
"Jangan menyalahkan diri Anda sendiri, Tuan Puteri. Sayalah yang harus
disalahkan," kata Jenny.
"Apa yang akan engkau lakukan, Jenny?" tanya Angella.
"Saya... saya akan memberitahu hal ini kepada Earl," kata Jenny. "Earl berjanji
kepada saya ia akan bertanggung jawab bila terjadi sesuatu."
"Benar, Jenny. Beritahukan kepada Earl," kata Angella memberi semangat, "Aku
tidak tahu apa yang harus kulakukan."
Jenny terus menangis terisak-isak. Ia tampak putus asa dengan keadaannya.
Angella menyalahkan dirinya sendiri melihat Jenny yang bersedih itu. Ia sangat
menyayangi Jenny, ia tidak ingin seorang pun menyakiti Jenny. Tetapi
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekarang... karena kecerobohannya, Jenny menjadi sedih.
"Oh... Jenny, maafkan aku. Aku ini sangat ceroboh," kata Angella.
Keesokan paginya, Jenny pergi ke rumah Earl yang berjarak sekitar delapan
puluh mil dari Troglodyte Oinos.
Angella dengan cemas menanti di rumah. Seharian ia berada di gereja yang
terletak di samping kiri rumahnya untuk berdoa bagi Jenny. Nanny yang
menemaninya merasa heran melihatnya terus menerus berdoa sepanjang hari
itu. Namun Angella tidak mengatakan apa-apa kepada Nanny.
Angella menjadi sangat cemas ketika Jenny belum tiba pada sore hari itu. Ia
terus menanti Jenny hingga larut malam. Malam itu, Angella tidak dapat tidur
karena mencemaskan Jenny.
Ia sangat lega ketika pada siang hari berikutnya, Jenny muncul. Tetapi kelegaan
hati Angella tidak bertahan lama. Ia menjadi cemas ketika melihat wajah Jenny
kini menjadi kuyu. Angella menarik Jenny ke kamarnya dan bertanya kepadanya, "Apa yang terjadi,
Jenny" Mengapa engkau menjadi seperti ini?"
Jenny menangis di pangkuan Angella. Membuat Angella menjadi semakin cemas.
"Apa yang terjadi, Jenny" Katakanlah kepadaku," kata Angella.
"Mereka... mereka... mengusir saya, Tuan Puteri," kata Jenny.
Angella terkejut mendengar kata-kata itu. Ia diam tanpa mampu berbuat apaapa.
Hatinya menjadi sangat kacau karenanya. Marah, sedih, kasihan, bersalah,
dan segala macam perasaan yang membuatnya tampak pucat.
Dengan terbata-bata Jenny bercerita kepadanya:
"Ketika saya tiba di rumah itu. Saya mengatakan kepada pelayan yang
membuka pintu bahwa saya ingin menemui Earl. Semula pelayan itu tampak
ragu-ragu, saya mengatakan berkata:
"Tolonglah, ijinkan saya menemui Earl. Ini penting sekali."
Pelayan itu mengijinkan saya masuk lalu ia memanggil Earl. Tak lama kemudian,
ia datang bersama seorang wanita muda. Wanita muda itu memandang rendah
saya. "Apa keperluanmu bertemu dengan kakakku?" tanya wanita itu.
"Ini penting sekali. Saya harus bertemu dengan Earl," kata saya.
"Saat ini ia tidak ada di rumah. Katakan saja keperluanmu kepadaku, nanti akan
kusampaikan kepadanya," kata wanita itu dengan kasar.
"Saya tidak dapat mengatakannya kepada Anda. Saya harus bertemu
dengannya. Tolonglah, ini sangat penting sekali," kata saya memohon.
"Bagiku juga penting untuk mengetahui tujuanmu menemuinya."
"Saya tidak dapat mengatakannya kepada Anda," ulang saya, "Tolong berikan
kertas dan pena kepada saya. Saya akan menulis keperluan saya datang kemari
dan tolong berikan kepada Earl."
"Untuk apa membuang kertas untuk itu bila surat itu juga akan kubaca. Lebih
baik engkau katakan saja keperluanmu atau aku tidak akan pernah
mengijinkanmu menemui kakakku," perintahnya.
"Tolonglah ijinkan saya menemuinya. Ini menyangkut anaknya yang saya
kandung," saya kelepasan bicara.
Wanita itu tertawa mendengar kata-kata saya. "Jangan berbohong kepadaku.
Kata-katamu itu takkan pernah membuatku percaya."
Saya menjadi pucat mendengar ejekan wanita itu. "Percayalah kepada saya, apa
yang saya katakan ini benar."
"Engkau benar-benar membuatku ingin tertawa. Merupakan suatu keajaiban bila
kakakku berhubungan denganmu apalagi sampai membuatmu hamil," ejek
wanita itu. Saya terus memohon kepadanya untuk mempercayai kata-kata saya. Tetapi
wanita itu tidak memperdulikan saya. Ia menyuruh pelayannya mengusir saya.
Saya terus mengetuk pintu itu dan memohon tak henti-hentinya. Tetapi mereka
tidak mengijinkan saya masuk."
Angella merasa seperti diterpa angin ribut mendengar cerita Jenny. Wajahnya
sepucat wajah Jenny. Untuk sesaat ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tampak
sangat terkejut. Tanpa diberi tahu Jenny, ia dapat mengetahui seperti apa wanita yang tega
mengusir Jenny. Ia mengenal wanita itu. Ia adalah Lady Elize. Adik Earl itu
sangat menyukai kakaknya, Oscar.
Wanita itu sangat cantik. Rambutnya sehitam kakaknya. Mata hijaunya selalu
menatap rendah semua orang. Angella telah mengetahui kesombongan Lady
Elize dan ia tidak pernah menyukai wanita itu, namun ia tidak pernah
menampakkannya. Lady Elize sering mengajaknya bepergian sebab ia mengetahui satu-satunya
cara untuk mendapatkan Oscar adalah melalui adiknya. Oscar sangat
menyayangi adiknya, ia selalu apa yang dikatakan Angella.
Namun Lady Elize tidak pernah memperhitungkan bahwa Angella tidak pernah
menyukai dirinya. Angella selalu menolak bila wanita itu mengajaknya. Ia lebih
memilih bersama Nanny atau Jenny atau kedua kakaknya daripada bersama
wanita itu. Tidak jarang pula Angella menunjukkan kepada Lady Elize bahwa ia tidak akan
pernah merelakan Oscar kepadanya. Ia tidak pernah mengatakannya secara
langsung kepada wanita itu. Tetapi sikapnya yang menjadi semakin tidak ingin
jauh dari Oscar ketika wanita itu ada, telah cukup mengatakan kepada Lady
Elize. Lady Elize tidak pernah menyerah. Ia telah mengetahui sikap Angella yang
menentang keinginannya. Tetapi ia tetap memilih bersaing dengan gadis itu
daripada menyerah. "Maafkan semua kesalahanku, Jenny," kata Angella sambil memeluk Jenny.
"Andaikan aku tidak pernah mengijinkanmu."
Jenny semakin sedih mendengar Angella yang telah dianggapnya sebagai adik,
menyalahkan dirinya sendiri.
"Jangan menyalahkan diri Anda, Tuan Puteri. Anda tidak bersalah. Saya juga
tidak menyalahkan Anda, karena itu janganlah menyalahkan diri Anda sendiri,"
kata Jenny. "Apa yang akan engkau lakukan, Jenny?" tanya Angella.
"Saya tidak tahu, Tuan Puteri. Mungkin saya akan pulang menemui ibu saya,"
kata Jenny sedih. "Aku ikut denganmu, Jenny. Aku tidak ingin membiarkanmu pulang sendirian
dalam keadaan seperti ini," kata Angella.
"Jangan, Tuan Puteri. Saya harus menghadapinya seorang diri," kata Jenny.
"Tetapi..." "Tuan Puteri, janganlah terus menyalahkan diri Anda. Saya tidak ingin Anda ikut
bersedih," kata Jenny terisak-isak.
"Baiklah, Jenny. Bila engkau tidak ingin saya mengantarkanmu, maka saya ingin
engkau menyerahkan surat saya kepada ibumu," kata Angella.
"Akan saya lakukan permintaan Anda, Tuan Puteri. Tetapi Anda tidak boleh terus
menyalahkan diri Anda sendiri. Saya mohon kepada Anda untuk tidak
menceritakan hal ini kepada siapa pun, Tuan Puteri."
Angella menganggukkan kepalanya dan segera menulis surat kepada ibu Jenny,
Mrs. Dellas. Mrs. Dellas, melalui surat ini, saya ingin meminta maaf kepada Anda atas
kecerobohan saya. Saya mohon Anda jangan menyalahkan Jenny. Ini semua
karena kesalahan saya sehingga Jenny menjadi seperti ini.
Andaikan saya tidak mengijinkannya pergi, tentu segalanya tidak akan menjadi
seperti ini. Tetapi saat itu kami benar-benar tidak menduga akan berakibat
seburuk ini. Saya mengerti permintaan maaf saja tidak akan mampu mengembalikan
segalanya menjadi seperti semula. Saya tidak akan marah bila Anda tidak mau
memaafkan saya, saya merasa memang sudah selayaknya itu saya terima
karena kesalahan saya yang tak dapat ditebus dengan apapun, bahkan dengan
nyawa saya. Saya dengan tulus hati memohon kepada Anda untuk tidak menimpakan semua
kesalahan kepada Jenny. Saya sangat menyayangi Jenny, namun saya telah
melakukan kesalahan besar kepadanya. Saya memohon kepada Anda dengan
setulus hati saya. Angella Angella memasukkan surat itu ke dalam amplop putih dan memberikannya
kepada Jenny. "Kapan engkau akan pulang, Jenny?"
"Besok, Tuan Puteri," jawab Jenny.
"Aku akan merindukanmu, Jenny. Aku menyayangimu," kata Angella dengan
sedih. "Saya juga akan sangat merindukan Anda, Tuan Puteri. Tetapi inilah satusatunya
yang dapat saya lakukan," kata Jenny, "Saya sangat menyayangi Anda,
Tuan Puteri. Tidak hanya sebagai majikan tetapi juga sebagai adik saya."
Jenny segera berlari meninggalkan Angella dengan menangis setelah
mengucapkan kata-kata perpisahan itu.
Esok paginya, Angella tidak dapat menemui Jenny di mana-mana. Ia merasa
sedih tidak dapat mengantar kepergian Jenny. Seharian ia mengurung diri di
kamarnya. Nanny menjadi cemas melihatnya mengurung diri di kamar sepanjang hari. Ia
masuk ke kamar Angella dan melihat gadis itu sedang menangis di tempat tidur.
Nanny duduk di sampingnya.
"Apa yang terjadi, Tuan Puteri" Mengapa Anda menangis?" tanya Nanny dengan
cemas. Angella memeluk Nanny dan menangis lagi. "Jenny pergi, Nanny," katanya
tersedu-sedu. "Mengapa ia pergi?" tanya Nanny keheranan.
Angella hampir saja mengatakan segalanya kepada Nanny. Tetapi kemudian ia
ingat akan janjinya kepada Jenny. "Aku... aku tidak tahu, Nanny," katanya
berbohong. "Mungkin ia pergi ke suatu tempat, Tuan Puteri. Bukankah akhir-akhir ini Jenny
sering menghilang?" kata Nanny menghibur Angella.
Angella memeluk Nanny semakin erat dan berkata, "Tidak, Nanny. Ia pergi dan
tidak akan kembali. Aku melihatnya menata barang-barangnya kemarin."
Nanny terkejut mendengar kata-katanya. "Mengapa ia pergi meninggalkan
Anda?" Angella menggelengkan kepalanya dan terus menangis di pelukan Nanny. Nanny
terus menghiburnya sepanjang hari itu.
Keluarga Angella sangat terkejut ketika mendengar Jenny pergi. Mereka tidak
pernah mengira bahwa Jenny akan tega meninggalkan Angella. Mereka tahu
Jenny sangat menyayangi Angella, demikian pula Angella.
Setiap hari kedua kakak Angella menghiburnya dan mengajaknya bepergian.
Angella tahu kakak-kakaknya tidak ingin melihatnya bersedih karena itu ia selalu
berpura-pura bahagia di hadapan mereka.
Hari demi hari dilalui Angella dengan penuh kecemasan akan keadaan Jenny.
Setiap malam ia mendoakan Jenny.
Ia kini telah terbiasa tanpa kehadiran Jenny. Nanny dan kedua kakaknya selalu
menemaninya, membuat Angella tidak merasa kesepian.
Hari ini keluarga Angella akan berangkat ke Skotlandia, Angella tidak ikut walau
mereka telah mengajaknya serta.
"Benar, engkau tidak mau ikut?" tanya Countess.
"Mama jangan mencemaskanku. Nanny akan menjagaku," kata Angella
meyakinkan mereka. "Jangan nakal selama kami tidak ada," pesan Frederick.
"Aku bukan anak kecil lagi, Freddy. Tanpa engkau nasehatipun aku telah
mengerti," kata Angella.
"Engkau masih anak-anak, Angella. Dan akan selalu begitu di mata kami," kata
Oscar. "Segeralah pergi! Papa dan Mama telah menunggu kalian," kata Angella marah.
"Jangan marah seperti itu. Kami hanya mencemaskanmu, kami tidak ingin
terjadi sesuatu padamu," kata Frederick.
"Aku mengerti," kata Angella.
Kedua kakaknya mencium pipinya dan berkata, "Selamat tinggal, Angella. Jaga
dirimu baik-baik." "Aku akan merindukan kalian."
"Kami juga akan merindukanmu, Angella."
Angella mengantar mereka hingga ke kereta. Ia melambaikan tangannya hingga
kereta itu menghilang. Kemudian bersama Nanny, ia masuk.
Delapan bulan telah berlalu sejak kepergian Jenny tanpa ada kabar berita
darinya. Dari hari ke hari Angella semakin mencemaskannya. Angella ingin
sekali bertemu dengan Jenny, namun ia tidak mengetahui keberadaan Jenny.
Beberapa hari setelah kepergian orang tuanya, Nanny jatuh sakit. Angella
menemani Nanny setiap hari.
"Sekarang keadaan kita menjadi terbalik," kata Nanny sambil tersenyum.
"Apa maksudmu, Nanny?" tanya Angella tak mengerti.
"Biasanya saya yang menemani Anda. Sekarang terbalik, Anda yang menemani
saya," kata Nanny menerangkan.
"Engkau lucu, Nanny. Aku merasa ini memang sudah seharusnya kulakukan.
Aku menyayangimu, aku ingin selalu berada di sampingmu selama engkau
sakit," kata Angella tertawa.
"Agar aku dapat mengawasimu. Apakah engkau menuruti kata-kata dokter atau
tidak," tambah Angella.
"Sudah lama Anda tidak tertawa seriang itu," kata Nanny.
Muka Angella bersemu merah mendengar kata-kata Nanny.
Pagi itu Angella duduk di kebun belakang Troglodyte Oinos. Matanya dengan
tekun membaca surat kabar di tangannya.
Tiba-tiba matanya membelalak melihat sebuah berita. Angella merasa
terguncang karena berita itu.
"Jenny" Bagaimana bila Jenny mengetahuinya" Aku harus menemui Jenny." Ia
berkata kepada dirinya sendiri dengan cemas.
Sepanjang pagi itu, Angella tampak gelisah. Pikirannya melayang-layang ke
Jenny. Ia ingin selekas mungkin menemui Jenny, tetapi ia tidak mengetahui
rumah Jenny. "Thompson, apakah engkau mengetahui rumah Jenny?" tanya Angella.
"Apakah Anda ingin mengunjungi Jenny?" tanya Thompson.
"Apakah engkau tahu?" tanya Angella lagi.
"Ya, saya mengetahui rumah Jenny. Apakah Anda ingin menemui Jenny?" kata
Thompson. "Ya, Thompson. Aku ingin bertemu dengannya. Dapatkah kita pergi ke sana
siang ini?" "Tetapi..., Tuan Puteri. Apakah Nanny akan mengijinkan Anda?" tanya Thompson
cemas. "Tidak apa-apa, Thompson. Nanny masih belum sembuh. Nanti siang bila Nanny
telah tidur, kita akan pergi ke rumah Jenny," kata Angella.
"Tolonglah, Thompson. Aku ingin sekali bertemu dengannya," kata Angella
melihat keragu-raguan Thompson.
"Saya bisa mengantarkan Anda, tetapi tidak siang ini. Bagaimana bila esok
siang?" "Baiklah, besok siang kita pergi," kata Angella
"Jangan beri tahu siapa pun tentang kunjunganku ke rumah Jenny ini," tambah
Angella. Esok siangnya setelah Nanny tertidur, Angella diantar Thompson ke rumah
Jenny. Sepanjang jalan Angella tampak cemas. Berulang kali ia berdoa bagi
Jenny. Mereka telah tiba. Seorang pria muda muncul dari rumah kecil itu, mendengar
kedatangan mereka. Wajah pria itu mirip Jenny. Angella menduga ia adalah
kakak Jenny. Ia mirip seperti yang sering Jenny ceritakan kepadanya.
"Selamat siang. Dapatkah saya bertemu dengan Jenny?" tanya Angella.
"Bolehkah saya tahu nama Anda?" pria itu balik bertanya.
"Saya harus menemui Jenny, ini penting sekali," kata Angella mendesak.
Seorang wanita tua muncul dengan menggendong seorang bayi yang tampak
tertidur nyenyak. "Siapa, Bill?" tanyanya.
"Apakah bayi ini anak Jenny?" tanya Angella menghampiri wanita tua itu.
"Ya," jawab wanita tua itu kebingungan.
"Di mana Jenny" Saya harus menemuinya, saya mencemaskan keadaannya,"
kata Angella. "Silakan masuk," kata pria itu.
Angella dibawa masuk oleh mereka ke sebuah ruang yang sederhana. Angella
mengambil tempat di sisi wanita tua yang menggendong bayi. Pria itu duduk di
depan Angella. "Bolehkah saya tahu nama Anda" Mengapa Anda mengetahui tentang Jenny?"
tanya pria itu. "Nama saya Angella. Dulu Jenny adalah pelayan saya," jawab Angella.
Mereka terkejut mendengar jawaban Angella. Mereka tidak menduga Angella
akan datang ke rumah mereka.
Angella menduga mereka terkejut karena tak menduga akan bertemu
Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengannya yang bersalah atas keadaan Jenny.
"Saya tahu saya bersalah kepada Anda semua. Saya minta maaf kepada Anda.
Namun kedatangan saya kali ini bukanlah untuk menyakiti Jenny lagi, saya
hanya mencemaskan keadaan Jenny," kata Angella.
"Anda tidak bersalah, Tuan Puteri. Kami tidak menyalahkan Anda," kata pria itu.
"Saya Bill, kakak Jenny dan ini ibu kami."
"Saya mengerti Anda sangat menyesal atas apa yang telah terjadi dan Anda
merasa bersalah. Anda tidak perlu meminta maaf, semua ini bukanlah kesalahan
Anda," kata Mrs. Dellas.
"Bagaimana keadaan Jenny?" tanya Angella cemas.
"Ia... ia...," wanita tua itu menitikkan air mata.
"Ia terguncang sekali dan saat ini ia tidak dapat Anda temui," Bill melanjutkan
kata-kata ibunya. "Apakah ia terguncang karena berita itu?" tanya Angella.
"Ya. Ia membaca berita perkawinan pria itu dan ia menjadi sangat terguncang
sehingga ia melahirkan sebelum waktunya," kata Mrs. Dellas.
"Ia tidak berbicara apa-apa, ia juga tak melakukan apa-apa. Sepanjang ia hari ia
duduk termenung dan bila ia berbicara, tak ada suatu katapun yang dapat
dimengerti oleh kami," tambah Bill.
"Tolonglah kami, Tuan Puteri. Tolong jauhkan anak ini dari Jenny," kata Mrs.
Dellas sambil menyerahkan bayi itu kepada Angella.
Angella yang belum pulih dari terkejutnya hanya dapat termangu-mangu. Ia
menerima bayi itu. "Mengapa anak ini harus saya jauhkan dari Jenny?"
"Saya tidak dapat membiarkan anak ini berada di sini. Jenny sangat membenci
anak ini. Pada waktu melahirkannya, ia menjadi histeris ketika kami
menunjukkan bayi ini kepadanya. Waktu itu ia akan melempar anak ini tetapi
kami mencegahnya. Kami sangat menyayangi anak ini, tetapi kami tidak dapat
membiarkan anak ini tumbuh di bawah kebencian ibunya. Kami tak mengerti
mengapa Jenny membenci anaknya," kata wanita tua itu terisak-isak.
"Jenny selalu menjadi histeris bila melihat anaknya. Kami tidak ingin terjadi
sesuatu pada anak Jenny. Kami mohon bantulah kami menjauhkan anak ini dari
ibunya," kata Bill meyakinkan Angella.
"Tetapi apa yang harus saya lakukan" Apa yang harus saya katakan bila kelak ia
menanyakan ibunya?" tanya Angella kebingungan.
"Jangan beri tahu anak itu keadaan ibunya. Kami tidak ingin anak itu
mengetahui keadaan ibunya yang seperti ini. Kami dengan berat hati
menyerahkan anak ini kepada Anda," kata Mrs. Dellas.
Angella benar-benar kebingungan. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya
terhadap anak Jenny. Ia tidak ingin memasukkan anak yang digendongnya ke
panti asuhan. Ia memandang anak itu. Bayi itu sangat lucu. Pipinya yang montok tampak
kemerah-merahan. Angella tidak dapat mengerti mengapa Jenny membenci
anaknya, tetapi ia hanya dapat menduga mungkin karena Jenny membenci Earl
yang mengingkari janjinya.
Thompson tiba-tiba muncul di ruang itu. "Kita harus segera pulang, Tuan Puteri.
Langit sangat gelap mungkin sebentar lagi akan turun hujan," katanya.
Angella bangkit dan mendekati Thompson. "Thompson, tolonglah aku. Apakah
engkau tahu apa yang harus kulakukan dengan bayi ini" Aku tidak ingin
memasukkannya ke panti asuhan."
"Saya tidak tahu, Tuan Puteri," kata Thompon ragu-ragu.
"Bagaimana bila kita memberikan anak ini kepada seseorang untuk dirawat?"
kata Thompson setelah terdiam.
"Bagaimana menurut Anda, Mrs. Dellas?" tanya Angella.
"Kami menyerahkan semuanya kepada Anda, Tuan Puteri," jawab Mrs. Dellas.
"Kami sudah tidak tahu apa yang harus kami lakukan."
"Kepada siapa kita menyerahkan bayi ini?" tanya Angella pada Thompson.
Thompson terdiam lagi kemudian ia berkata, "Mungkin keluarga Boudini mau
merawat anak ini. Saya kenal baik dengan mereka. Mereka tidak memiliki anak."
Angella memikirkan usul Thompson. Ia menimbang baik buruknya menyerahkan
anak Jenny kepada keluarga Boudini yang saat ini sedang mengadakan
pertunjukan di kota, dekat Troglodyte Oinos.
"Baiklah, Thompson. Kita akan menemui keluarga itu sekarang," kata Angella.
Mereka segera berpamitan kepada keluarga Jenny dan bergegas menuju kereta
di bawah naungan langit yang semakin gelap, menandakan akan segera turun
hujan. Tak lama setelah mereka meninggalkan rumah Jenny, hujan mulai turun dengan
deras. Di dalam kereta, Angella sibuk menenangkan anak Jenny yang menangis
mendengar suara guntur yang bersahut-sahutan.
Thompson membawa Angella ke lapangan rumput tempat tenda Boudini's
Theatre berdiri. Hujan deras membuat Angella membatalkan niatnya menemui
keluarga itu. Ia meminta tolong kepada Thompson untuk menemui keluarga itu. Kepadanya,
ia berpesan untuk menanyakan kesediaan keluarga itu menjadi orang tua baptis
anak Jenny dan merawatnya.
"Mereka sangat senang mendengar permintaan Anda, Tuan Puteri. Mereka
dengan senang hati bersedia menjadi orang tua baptis bagi anak itu dan
merawatnya," kata Thompson.
"Di mana kita akan membaptis anak ini, Thompson" Kita tidak dapat membawa
anak ini ke gereja samping rumah," kata Angella.
"Saya tahu ke mana kita dapat membaptisnya, Tuan Puteri. Anda jangan
cemas," kata Thompson.
Tak lama kemudian mereka dan sebuah kereta lain berangkat ke gereja yang
ditunjuk Thompson. Nama gereja itu St. Augustine. Gereja itu terletak di tepi
kota, di samping gereja itu ada sebuah panti asuhan yang bernama Gabriel.
Angella berlari menuju gereja itu. Dengan tubuhnya, ia melindungi bayi dalam
gendongannya dari air hujan yang dengan ganasnya menerpa permukaan bumi.
Cuaca saat itu sama persis dengan cuaca saat Jenny mengutarakan
pengkauannya kepada Angella. Hati Angella menjadi sedih mengingat saat-saat
yang mengejutkannya itu. Setelah upacara pembaptisan itu, Angella berbicara kepada Mr. dan Mrs.
Boudini. "Saya berterima kasih karena Anda mau menjadi orang tua Charlemagne dan
merawatnya," katanya.
"Kami yang seharusnya berterima kasih kepada Anda, Tuan Puteri. Karena Anda
memberikan kepercayaan kepada saya untuk menjadi orang tua baptis anak ini
dan merawatnya," kata Mr. Boudini.
"Saya akan memberi tahu neneknya bahwa kini cucunya telah aman bersama
Anda berdua. Saya juga berterima kasih atas nama yang Anda berikan
padanya," kata Angella.
Keluarga Boudini terlalu bahagia untuk bertanya mengenai asal usul anak itu
kepada Angella. Thompson juga tidak bertanya apa-apa kepadanya. Angella
bersyukur karenanya. Ia merasa senang dapat menepati janjinya pada keluarga
Jenny. "Saya mohon kepada Anda berdua untuk tidak menyembunyikan kenyataan
yang sebenarnya bahwa ia bukan anak kandung Anda berdua," kata Angella.
"Kami mengerti, Tuan Puteri," kata Mrs. Boudini.
Kini, setelah keadaan Jenny yang seperti itu maka hanya Angella yang paling
Istana Kumala Putih 11 Rajawali Emas 01 Geger Batu Bintang Bila Pedang Berbunga Dendam 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama