Kilau Bintang Menerangi Bumi Karya Shidney Sheldon Bagian 4
kepadanya baru-baru ini. Nah, kalau itu pasti bisa.
Wanita yang di belakang Lara itu berbicara dengan keras, "Ekspresinya...
sungguh luar biasa! Ia benar salah satu..."
Lara berusaha untuk mengabaikan dia.
Biaya membangun gedung perkantoran di sana sekitar empat ratus dolar
per kaki persegi. Kalau bisa kutekan biaya konstruksinya menjadi seratus lima puluh juta, biaya tanah menjadi seratus dua puluh lima juta, biaya-biaya
lain... "Ya Tuhan!" wanita di belakang Lara itu berseru.
Lara terperanjat dan terjaga dari permenungannya.
"Dia begitu cemerlang."
Orkestra memberikan latar belakang drum yang ditabuh secara beruntun,
dan Philip memainkan empat bar sendirian, dan orkestra mengalun semakin
cepat dan semakin cepat. Drumnya mulai ditabuh keras-keras.,.
Wanita itu tak bisa menahan dirinya lagi. "Dengarkan itu! Musiknya
bergerak dari piu vivo ke piu mosso. Pernahkah kaudengar yang sehebat
itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lara mengertakkan giginya. Paling tidak bisa diusahakan untuk break-even.
Lara berpikir. Biaya membangun seluruh ruang yang bisa disewakan akan
sekitar tiga ratus, lima puluh juta. bunganya sepuluh persen setahun berarti tiga puluh lima juta, ditambah sepuluh juta biaya operasi...
Tempo musik itu semakin meninggi, menggetarkan seluruh aula. Musik
sampai ke klimaks yang mendadak lalu berhenti, dan hadirin sama berdiri
dan bersorak. Mereka meneriakkan, "Bravo"
Sang pianis bangkit berdiri dan membungkuk memberi hormat
Lara bahkan tidak ingin mengangkat wajahnya. Pajak sekitar enam,
konsesi sewa gratis sekitar dua juta. Jumlah seluruh dana yang diperlukan menjadi lima puluh delapan juta.
"Ia sungguh luar biasa, ya?" kata Brian Macintosh.
"Ya." Lara merasa kesal permenungannya disela lagi.
"Mari kita ke belakang panggung. Philip adalah teman saya."
"Sebenarnya saya..."
Brian memegang tangan Lara, dan mereka berjalan menuju ke pintu
keluar. "Saya senang punya kesempatan untuk memperkenalkan Anda
kepadanya," kata Brian Macintosh.
Saat ini jam enam di New York, pikir Lara. Aku sudah bisa menelepon
Howard dan minta dia memulai negosiasinya.
"Dia benar-benar langka, ya" Hanya sekali dalam hidup bisa ditemui yang seperti dia."
Sekali saja sudah cukup bagiku, pikir Lara. "Ya."
Mereka telah sampai di pintu masuk untuk artis. Banyak orang sedang
menunggu di situ. Brian Macintosh mengetuk pintu. Seorang penjaga pintu
membukanya. "Ya, Tuan?" "Lord Macintosh ingin bertemu Mr. Adler."
"Baiklah, my lord. Mari, silakan masuk." Ia membuka pintu itu cukup lebar untuk membiarkan Brian Macintosh dan Lara memasukinya, lalu menutupnya
kembali untuk mencegah massa masuk.
"Apa yang di nginkan orang-orang itu?" tanya Lara.
Brian memandang dia dengan heran. "Mereka ingin bertemu dengan
Philip." Lara tetap tidak tahu mengapa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Penjaga pintu itu berkata, "Jalan terus ke ruang tunggu itu, my lord."
"Terima kasih."
Lima menit saja, pikir Lara, lalu akan kubilang aku harus pergi.
Ruang tunggu itu bising dan sudah penuh orang. Orang berkerumun
mengitari sebuah sosok yang tidak nampak oleh Lara. Kerumunan itu terkuak sedikit, dan untuk sesaat dia nampak dengan jelas.
Lara seakan membeku, dan untuk sesaat ia merasa jantungnya berhenti
berdetak. Bayangan maya yang senantiasa menggantung di tepi angannya
selama bertahun-tahun kini sekonyong-konyong menjelma dalam wujud
nyata. Lochinvar, tokoh maya dalam fantasinya, kini hidup dan ada di sini!
Laki-laki yang berdiri di tengah massa itu jangkung dan pirang, dengan
perawakan dan bentuk wajah yang lembut dan halus. Ia mengenakan dasi
putih dan setelan jas putih, dan Lara mengalami deja vu. Ia sedang berdiri di depan bak cuci di dapur rumah kos, dan pemuda tampan dengan dasi dan
setelan jas putih itu muncul di belakangnya dan berbisik, "Bisa saya bantu"'
Brian Macintosh sedang mengamati Lara dengan kuatir. "Anda tidak apa-apa?"
"Saya... saya baik-baik saja." Lara merasa sulit bernapas.
Philip Adler sedang melangkah menghampiri mereka, tersenyum, dan
senyum yang ramah itu persis sama dengan yang ada dalam angan-angan
Lara. Ia mengulurkan tangannya. "Brian, kau baik sekali mau datang."
"Terima kasih. Sungguh luar biasa"
"Terima kasih."
"Oh, Philip, aku ingin memperkenalkan Lara Cameron."
Lara sedang menatap ke mata Philip, dan kata-kata itu begitu saja
meluncur dari mulutnya. "Kau bisa mengeringkan piring?"
"Maaf?" Wajah Lara menjadi merah. "Bukan. Saya..." Tiba-tiba mulutnya serasa terkunci.
Orang masih saja berkerumun di sekitar Philip Adler, memberikan
sanjungan dan pujian. "Anda belum pernah bermain sebaik itu..."
"Saya kira Rachmaninoff hadir berasama Anda malam ini..."
Sanjungan terus berdatangan. Para wanita di ruang itu mengerumuni dia,
menyentuh, dan menarik-narik dia. Lara berdiri di sana menyaksikan semua
itu, terpana. Impian masa kecilnya telah menjadi nyata. Angan-angannya
mengejawantah dalam sosok yang berdarah dan berdaging.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anda mau pergi sekarang?" tanya Brian Macintosh kepada Lara.
Tidak. Yang di nginkan Lara hanyalah tetap tinggal di situ. Ia ingin
berbicara lagi kepada sosok maya itu, menyentuh dia, memastikan bahwa dia benar-benar nyata. "Sekarang," kata Lara dengan berat.
Keesokan paginya, Lara sudah dalam perjalanan kembali ke New York. Ia
tidak tahu apakah ia akan pernah bertemu dengan Philip Adler lagi.
Lara tidak mampu menghapuskan Philip dari ingatannya. Ia mencoba
meyakinkan dirinya ia sedang melakukan hal yang konyol mencoba
menghidupkan impian masa kecilnya, tapi percuma saja. Ia terus saja melihat bayangan wajah Philip, mendengar suaranya. Aku harus bertemu dengannya
lagi, pikir Lara. Esok harinya pagi-pagi sekali Paul Martin menelepon.
"Hi, baby. Aku kangen. Bagaimana London?"
"Baik," kata Lara dengan hati-hati. "Baik sekali."
Setelah mereka selesai berbicara, Lara duduk di meja tulisnya
merenungkan Philip Adler.
"Mereka sudah menunggu Anda di ruang konferensi, Miss Cameron."
"Aku segera ke sana."
"Transaksi Queens itu gagal," kata Kel er.
"Mengapa" Tadinya kusangka semuanya sudah beres."
"Aku juga, tapi dewan distrik setempat menolak mendukung perubahan
zona itu." Lara memandang berkeliling kepada Tim Pelaksana yang hadir di ruang
itu"para arsitek, pengacara, orang-orang periklanan, dan insinyur-insinyur konstruksi.
Lara berkata, "Saya tidak mengerti. Para penghuni yang sekarang
pendapatan rata-ratanya sekitar sembilan ribu dolar setahun, dan mereka
membayar kurang dari dua ratus dolar sebulan untuk sewanya. Kita akan
meng-up-grade apartemen-apartemen itu tanpa menaikkan tarif sewanya,
dan kita akan memberikan apartemen-apartemen baru kepada sebagian
penghuni di sekitar tempat itu. Kita memberi mereka hadiah Natal di bulan Juli dan mereka menolaknya" Apa masalahnya?"
"Sebenarnya bukan dewan distrik itu penyebabnya, tapi ketuanya. Seorang wanita bernama Edith Benson."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Atur pertemuan dengan dia. Aku sendiri yang akan ke sana."
Lara mengajak kepala pengawas proyeknya, Bil Whitman, ke pertemuan
itu. Lara berkata, "Terus terang, saya sangat heran ketika mendengar bahwa dewan yang Anda ketuai menolak usulan kami. Kami akan mengeluarkan
dana seratus juta dolar untuk meningkatkan kondisi kawasan ini, tapi Anda menolak untuk..."
Edith Benson memotong bicaranya, "Kita saling jujur saja, Miss Cameron.
Anda mengeluarkan dana bukan untuk meningkatkan kondisi lingkungan.
Anda mengeluarkan dana supaya Cameron Enterprises bisa menangguk lebih
banyak uang lagi." "Jelas, kami memang berharap untuk mendapatkan keuntungan," kata Lara. "Tapi cara satu-satunya kami bisa memperoleh itu adalah dengan menolong kalian. Kami akan meningkatkan kualitas kehidupan di kawasan
Anda ini, dan..." "Maaf. Saya tidak setuju. Sekarang ini, kami tinggal di lingkungan yang tenteram. Kalau kami mengizinkan Anda masuk, daerah kami akan menjadi
sangat padat"lalu lintas bising, lebih banyak kendaraan lewat, lebih banyak polusi. Kami tidak ingin semua itu."
"Saya juga tidak," kata Lara. "Kami tidak berniat membangun Dingbat-dingbat yang..."
"Dingbat?" "Ya, bangunan kotak sabun bertingkat tiga yang buruk dan jorok. Kami akan memakai rancang bangun yang tidak akan menyebabkan lingkungan
menjadi semakin bising atau pencahayaan menjadi berkurang atau
mengubah suasana tenteram yang sudah ada di lingkungan. Kami tidak akan
memakai arsitektur hot-dog yang sok pamer. Saya telah menyewa jasa
Stanton Fielding, arsitek kelas satu di negeri ini, untuk mendesain proyek ini, dan Andrew Burton dari Washington untuk merancang landskapnya."
Edith Benson mengangkat bahu. "Maafkan saya. Percuma saja. Saya kira tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan." Ia mulai beranjak untuk berdiri.
Aku tidak mau gagal dengan ini, pikir Lara dengan cemas. Tidak bisakah
mereka melihat bahwa ini baik untuk lingkungan mereka" Aku mencoba
melakukan sesuatu untuk mereka dan mereka menolaknya. Dan sekonyongkonyong terlintas satu gagasan liar di benaknya.
"Tunggu sebentar," kata Lara. "Saya tahu bahwa anggota-anggota dewan yang lain tidak berkeberatan hanya Anda yang tidak setuju."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar." Lara menarik napas dalam-dalam. "Ada sesuatu yang bisa dibicarakan." Ia ragu sebentar. "Ini sangat pribadi sifatnya." Terasa jantungnya berdebar keras. "Tadi Anda bilang bahwa saya tidak peduli dengan polusi dan apa yang akan terjadi dengan lingkungan ini nanti kalau proyek ini kami bangun"
Saya akan ungkapkan sesuatu yang saya minta jangan sampai dibocorkan.
Saya mempunyai anak perempuan berumur sepuluh tahun yang sangat saya
cintai, dan ia akan tinggal di kompleks yang baru ini bersama ayahnya.
Ayahnya punya hak memelihara dia."
Edith Benson memandangnya dengan tercengang. "Saya... saya tidak tahu Anda punya anak perempuan."
"Tak ada yang tahu," kata Lara pelan. "Saya tidak pernah menikah. Itulah sebabnya saya minta Anda merahasiakan ini. Kalau sampai ini bocor, saya
akan repot sekali. Saya yakin Anda bisa mengerti posisi saya."
"Saya mengerti."
"Saya sangat mencintai anak saya, dan percayalah, saya tidak akan
melakukan apa pun yang akan mencelakakan dia. Saya akan melakukan apa
saja untuk membuat proyek ini menjadi tempat yang nyaman dihuni oleh
semua orang yang tinggal di sini. Dan dia akan jadi salah satu penghuninya."
Edith Benson terdiam dan merasa bersimpati. "Harus saya akui, ini
membuat masalahnya menjadi sangat berbeda, Miss Cameron. Saya perlu
sedikit waktu untuk memikirkannya."
"Terima kasih. Saya sangat menghargai itu. Seandainya aku memang
punya anak perempuan pikir Lara, akan aman baginya untuk tinggal di sini
nantinya. Tiga minggu kemudian Lara memperoleh persetujuan dari Komite
Perencanaan Kota untuk melanjutkan proyeknya itu.
"Bagus," kata Lara. "Sekarang sebaiknya kita cepat-cepat menghubungi Stanton Fielding dan Andrew Burton dan melihat apakah mereka mau
mengerjakan proyek ini."
Howard Kel er serasa tak percaya mendengar berita itu. "Aku mendengar tentang apa yang terjadi," katanya. "Kau telah berhasil menguasai dia!
Sungguh luar biasa. Tapi kau tidak punya anak perempuan!"
"Mereka membutuhkan proyek ini," kata Lara. "Ini cara satu-satunya agar aku bisa mengubah jalan pikiran mereka."
Bil Whitman menyimak. "Akan repot kita nanti kalau mereka sampai tahu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di bulan Januari pembangunan gedung baru di Sixty-third Street Timur
telah selesai. Gedung itu adalah gedung apartemen bertingkat empat puluh
lima, dan Lara menyisihkan penthouse bersusun dua untuk dipakainya
sendiri. Kamar-kamarnya berukuran besar dan apartemennya memiliki
beranda-beranda yang menempati seluruh blok. Lara menyewa seorang
dekorator top untuk menata apartemennya. Penthouse itu dilengkapi dengan
alat pemanas yang mampu menghangatkan seratus orang.
"Yang kurang di sini hanya kehadiran seorang laki-laki," salah seorang tamu wanita mengomentari dengan nakal.
Dan Lara teringat akan Philip Adler dan bertanya dalam hati di mana dia
saat ini dan sedang apa. Lara dan Howard Kel er sedang berbincang serius ketika Bil Whitman
masuk ke dalam kantor itu.
"Hai, Bos. Punya waktu sebentar?" Lara mendongak dari meja tulisnya.
"Sebentar saja, Bil . Ada apa?"
"Istri saya." "Kalau kau punya masalah perkawinan..."
"Bukan itu. Menurut dia, kami perlu berlibur sebentar. Barangkali ke Paris untuk beberapa minggu."
Lara mengerutkan dahi. "Paris" Kita sedang sibuk-sibuknya menangani
setengah lusin proyek."
"Saya tahu, tapi saya telah sering kerja lembur akhir-akhir ini, dan saya jarang bertemu dengan istri saya. Anda tahu apa yang dikatakannya pagi ini"
Katanya, 'Bil , kalau kau naik pangkat dan naik gaji, kau tidak perlu lagi bekerja begitu keras.'" Bil tersenyum.
Lara menyandar di kursinya mengamati dia. "Kau belum akan naik gaji
sampai tahun depan."
Whitman mengangkat pundak. "Siapa yang tahu apa yang bisa terjadi
dalam satu tahun" Kita bisa saja mengalami masalah dengan transaksi
Queens itu misalnya. Si tua Edith Benson bisa saja mendengar sesuatu yang membuatnya mengubah niatnya. Benar tidak?"
Lara duduk dengan sangat diam. "Begitu."
Bil Whitman bangkit berdiri. "Pikirkan itu, dan beritahu aku nanti."
Lara memaksa dirinya untuk tersenyum. "Ya." Dengan wajah muram ia menyaksikan Bil keluar dari kantornya.
"Yesus," kata Kel er. "Itu tadi apa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu namanya pemerasan."
Keesokan harinya Lara lunch bersama Paul Martin.
Laura berkata, "Paul, aku punya masalah. Aku tidak yakin bagaimana
menanganinya." Lara menceritakan tentang percakapannya dengan Bil
Whitman. "Menurut kau dia benar-benar akan menjumpai ibu tua itu?" Paul Martin bertanya.
"Aku tidak tahu. Tapi kalau ia melakukan itu, aku akan punya masalah besar dengan Komite Perumahan."
Paul mengangkat pundak. "Aku tidak kuatir mengenai dia. Barangkali dia cuma menggertak saja."
Lara menghela napas. "Kuharap begitu."
Bagaimana kalau kita pergi ke Reno?" tanya Paul.
"Aku mau sekali, tapi tidak mungkin aku bisa pergi"
"Aku tidak memintamu untuk meninggalkan pekerjaanmu. Aku bertanya
padamu apakah kau mau membeli hotel dan kasino di sana."
Lara mengamatinya. "Kau serius?"
"Aku mendapat info bahwa salah satu hotel akan kehilangan izinnya.
Tempat itu adalah tambang emas. Kalau berita ini bocor, semua orang akan
memperebutkannya. Hotel itu akan dilelang, tapi kukira aku bisa mengatur
supaya kau yang memperolehnya."
Lara ragu. "Aku belum tahu. Saat ini tanggunganku banyak sekali. Howard Kel er mengatakan bahwa bank-bank tidak akan mau lagi memberikan
pinjaman sebelum kubayar kembali dulu sejumlah kreditku."
"Kau tidak perlu pergi ke bank."
"Jadi ke mana...?"
"Saham-saham junk. Banyak perusahaan Wal Street menjual sahamsaham seperti itu. Ada banyak lembaga keuangan simpan-pinjam. Kau taruh
modal sebesar lima persen dari total dana yang diperlukan, dan lembaga
simpan-pinjam itu akan menaruh enam puluh lima persen dalam bentuk
obligasi yang cepat kembali. Jadi hanya tinggal tiga puluh persen yang belum dipenuhi. Itu bisa kauperoleh dari bank asing yang melakukan investasi
khusus di bisnis kasino. Kau bisa memilih" Swiss, Jerman, Jepang. Ada
sejumlah bank yang mau menutup yang tiga puluh persen itu dalam bentuk
saham komersial". Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lara mulai tergerak Kedengarannya mengasyikkan. "Kau benar yakin kau
bisa memperoleh hotel itu untukku?"
Paul menyeringai "Itu akan menjadi hadiah Natal-mu."
"Kau baik sekali. Mengapa kau begitu baik kepadaku?"
"Aku sungguh tidak tahu mengapa". Paul bercanda. Tapi dia tahu
mengapa, la sudah terobsesi oleh Lara. Lara membuatnya merasa muda
kembali, dan ia membuat semua hal menjadi mengasyikkan baginya. Aku
tidak akan mau kehilangan kau, pikir Paul
Kel er sudah menunggunya ketika Lara masuk ke ruang kantornya.
"Ke mana saja kau?" tanyanya. "Pertemuan jam dua tadi..."
"Jelaskan padaku tentang saham junk, Howard. Kita belum pernah
menggunakannya. Bagaimana saham-saham ditentukan kelasnya?"
"Wel , yang paling atas adalah Triple A. Itu misalnya saham perusahaan seperti AT and T. Di bawahnya setingkat adalah Double A, Single A, BAA, dan yang paling bawah adalah Double B" itu;ah yang disebut saham-saham junk
itu. Saham junk devisennya empat belas persen. untuk apa kau bertanya?".
Lara mengatakan semuanya.
"Kasino, Lara" Yesus. Paul Martin ada di balik semua ini. bukan?"
"Bukan, Howard. Kalau nanti kulanjutkan gagasan ini. akulah yang ada di balik ini. Sudah kita dapatkan tanggapan mengenai tawaran kita atas properti Battery Park itu?"
Kilau Bintang Menerangi Bumi Karya Shidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sudah. Ia tidak mau menjualnya pada kita."
"Bukankah properti itu ditawarkan untuk dijual?"
"Dari satu segi. iya."
"Ayolah, jangan berputar-putar."
"Pemiliknya adalah seorang janda dokter. Eleanor Royce. Semua developer real estate di kota ini sudah pernah menawar properti itu."
"Apakah tawaran kita kalah tinggi?"
"Bukan begitu Nyonya tua itu tidak berminat pada uangnya. Ia sangat
kaya." "Ia berminat pada apa'"
"Ia menginginkan semacam monumen untuk suaminya. Nampaknya ia
beranggapan bahwa ia adalah istri Albert Schweitzer. la ingin kenangannya itu tetap dihidupkan. Ia tidak mau propertinya diubah menjadi sesuatu yang murahan atau bersilat komersial. Kudengar Steve Murchison sedang mencoba
membujuknya untuk menjualnya kepadanya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oh" Lara duduk terdiam selama satu menit penuh. Ketika akhirnya ia berkata,
yang keluar dari mulutnya adalah, "Siapakah doktermu, Howard?"
"Apa?" "Siapa doktermu?"
"Seymour Bennett. Ia adalah kepala staf di Mid-town Hospital."
Keesokan paginya, pengacara Lara, Terry Hil , sudah duduk di kantor Dr.
Seymour Bennet. "Sekretaris saya memberitahu saya bahwa Anda ingin bertemu dengan
saya untuk membicarakan hal penting yang tidak ada hubungannya dengan
masalah medis." "Dari satu segi," kata Terry Hil , "ini menyangkut masalah medis juga, Dr.
Bennett. Saya mewakili satu kelompok investor yang ingin mendirikan sebuah klinik nonprofit. Kami ingin membantu mengurus mereka yang kurang
beruntung yang tidak punya biaya untuk memperoleh perawatan medis
reguler." "Gagasan yang sangat bagus," kata Dr. Bennett. "Apa yang bisa saya bantu?"
Terry Hil menjelaskan kepadanya.
Keesokan harinya, Dr. Bennett sudah duduk minum teh di rumah Eleanor
Royce. "Saya diminta menemui Anda mewakili grup saya, Mrs. Royce. Grup saya ingin membangun sebuah klinik yang bagus, dan mereka ingin menamainya
dengan nama almarhum suami Anda. Mereka ingin menjadikan itu sebagai
semacam monumen bagi suami Anda."
Wajah Mrs. Royce berbinar. "Begitu?"
Mereka lalu berbincang tentang rencana grup itu selama satu jam, dan di
akhir pembicaraan itu Mrs. Royce berkata, "George pasti akan senang
seandainya dia masih ada. Katakan pada mereka saya setuju semuanya."
Pekerjaan konstruksi dimulai enam bulan kemudian- Ketika telah rampung
seluruhnya, ternyata kompleks itu nampak sangat megah dan luas. Seluruh
blok yang seluas alun-alun itu sekarang penuh dengan gedung-gedung
apartemen besar, ditambah satu pusat perbelanjaan yang sangat luas serta
satu kompleks bioskop. Di satu sudut yang agak terpencil dari kompleks itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampak sebuah bangunan bertingkat satu yang terbuat dari batu bata. Di
atas pintunya dipasang sebuah papan merek sederhana yang bertuliskan:
GEORGE ROYCE MEDICAL CLINIC.
Bab Delapan Belas Pada hari Natal, Lara tinggal di rumah. Ia mendapat selusin undangan
pesta, tapi Paul Martin akan mampir ke rumahnya. "Aku harus menemani Nina dan anak-anak hari ini," ia menjelaskan, "tapi aku ingin datang menjumpaimu."
Lara bertanya dalam hati sedang apa Philip Adler di hari Natal ini.
Hari itu nampak seperti gambar postcard Currier & Ives. New York
diselimuti oleh salju yang putih bersih dan indah, dan suasana kota terasa amat sunyi. Ketika Paul Martin tiba, ia membawa satu tas belanja yang penuh hadiah untuk Lara.
"Aku harus mampir dulu ke kantor untuk mengambil ini," katanya. Supaya istrinya jangan sampai tahu.
"Kau telah banyak sekali memberi aku, Paul. Kau tidak perlu membawa
apa-apa." "Aku kepingin sekali. Bukalah sekarang." Lara tersentuh melihat betapa Paul ingin tahu bagaimana reaksinya.
Hadiah itu semuanya sesuai dan sangat mahal. Seuntai kalung dari Cartier, syal dari Hermes, buku-buku dari Rizzoli, sebuah lonceng kereta antik, dan satu amplop kecil berwarna putih. Lara membukanya. Dibacanya, "Cameron Reno Hotel & Casino." yang dicetak dengan huruf cetak besar.
Lara mendongak memandang Paul dengan tercengang. "Hotel itu sudah
kudapat?" Paul mengangguk dengan mantap. "Kau akan mendapatkannya.
Penawarannya akan diajukan minggu depan ini. Kau akan menyukainya,"
Paul Martin meramalkan. "Aku tidak tahu apa-apa tentang manajemen kasino."
"Jangan kuatir. Aku akan menaruh sejumlah profesional untuk
mengurusnya. Hotelnya bisa kauurus sendiri."
"Aku tidak rahu bagaimana harus berterima kasih kepadamu. Begitu
banyak yang telah kaulakukan buatku."
Paul memegang tangan Lara. "Tak ada hal di dunia ini yang tidak akan kulakukan buat kau. Ingat itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan ingat," kata Lara dengan serius.
Paul melihat ke arlojinya. "Aku harus kembali ke rumah. Kalau saja..." Ia ragu.
"Ya?" "Tidak apa-apa. Merry Christmas, Lara."
"Merry Christmas, Paul."
Lara menghampiri jendela dan melihat ke luar. Langit telah berubah
menjadi tirai halus serpihan salju putih yang menari-nari. Dengan gelisah Lara menghampiri radio dan menghidupkannya. Terdengar suara seorang
penyiar, "Dalam paket liburannya, Boston Symphony Orchestra
mempersembahkan Piano Concerto Beethoven No 5 dalam E-Flat oleh Philip
Adler, solois" Lara menyimak dengan matanya, seakan bisa melihat dia sedang main
piano, tampan dan anggun. Pada saat musik berakhir, Lara berpikir, aku
harus bertemu dengannya. Bil Whitman adalah salah satu mandor bangunan yang terbaik di kalangan
bisnis properti. Ia telah merangkak dari bawah dan berhasil menjadi mandor profesional yang sangat dibutuhkan jasanya. Ia bekerja dengan tekun dan
dibayar tinggi, tapi ia masih saja belum puas. Selama bertahun-tahun ia
menyaksikan para kontraktor menangguk keuntungan yang berlimpah,
sementara ia tidak memperoleh apa-apa kecuali gaji bulanannya itu. Boleh
dikatakan, pikirnya, mereka memperalat aku untuk memperoleh keuntungan.
Pemiliknya mendapatkan dagingnya, aku mendapatka tulangnya saja. Tapi
semuanya itu berubah pada hari ia dan Lara Cameron menghadap dewan
distrik setempat. Lara telah berdusta untuk bisa mendapatkan persetujuan
dewan itu dan dustanya itu bisa menghancurkan dirinya. Kalau aku pergi ke dewan itu dan menceritakan yang sebenarnya, bisnisnya pasti bangkrut.
Tapi Bil Whitman tidak bermaksud melakukan itu. Ia punya rencana yang
lebih baik. Ia bermaksud memakai peristiwa itu sebagai alat Bosnya itu pasti akan mau memberikan apa saja yang dimintanya. Bil bisa merasakan itu
ketika ia bertanya tentang kenaikan pangkat dan kenaikan gaji, Lara tidak punya pilihan lain. Aku akan mulai dari kecil-kecilan dulu, pikir Bil Whitman dengan gembira, kemudian nanti baru kuperas dia
Dua hari setelah hari Natal, pekerjaan konstruksi dimulai lagi di proyek
Lastside Plaza. Whitman melihat ke sekitarnya ke lokasi yang luas itu dan berpikir. Yang satu ini akan jadi mesin uang benar-benar. Cuma kali ini aku akan ikut panen juga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lokasi itu penuh sesak dengan peralatan berat. Mesin-mesin pengeruk
menggali ke dalam tanah dan mengangkat berton ton tanah ke truk truk
yang sudah menunggu. Sebuah mesin penderek yang sedang memindahkan
seember pasir nampaknya macet. Lengan raksasa itu menggantung diam
tinggi di udara. Whitman berjalan menghampiri mesin traktor penderek itu.
berdiri di bawah ember besar dan logam itu.
"Hei, Jesse," ia berseru "Ada apa di atas sana. Petugas di atas traktor itu menggumamkan sesuatu yang tidak dapat ditangkap Whitman. Whitman
bergerak mendekat "Apa?"
Semuanya terjadi kurang dari sepersekian detik. Sebuah rantai meleset,
dan ember logam yang berat itu meluncur jatuh menimpa Whutman dengan
suara keras, mencampakkan tubuhnya ke tanah. Orang-orang berlarian
menuju ke sosok yang terkapar itu, tapi tak ada apa-apa yang bisa dilakukan lagi.
"Rem pengamannya lepas," operatornya menjelaskan. "Aku sangat menyesal. Aku sangat menyukai Bil ."
Ketika mendengar berita itu, Lara langsung menelepon Paul Martin. "Kau sudah dengar tentang Bil Whitman?"
"Ya. Tadi aku lihat di TV."
"Paul, bukan kau yang...?"
Paul tertawa. "Jangan macam-macam. Kau terlalu banyak nonton film
barangkali. Ingat, yang baik selalu menang pada akhirnya."
Dan Lara jadi bertanya dalam hati, Apa aku termasuk "yang baik?"
Lebih dari selusin peminat mengajukan tawaran untuk membeli hotel di
Reno itu. "Kapan kuajukan tawaranku?" Lara bertanya kepada Paul.
"Jangan dulu. Tunggu sampai aku bilang. Biar yang lain masuk duluan."
Penawaran itu dilakukan secara tertutup, dan tawaran-tawaran diserahkan
dalam amplop bersegel, untuk dibuka pada hari Jumat berikutnya, hampai
hari Rabu, Lara belum juga menawar. Ia menelepon Paul Martin.
"Tenang saja," kata Paul "akan kubilang nanti".
Mereka terus saling mengontak lewat telepon beberapa kali dalam sehari.
pada jam 05.00 sore, satu jam sebelum kesempatan menawar ditutup,
Lara menerima telepon. Paul "Sekarang! Tawaran tertingginya seratus dua puluh juta. Kaunaikkan saja lima juta lagi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lara terkesiap. "Tapi kalau kulakukan itu, aku akan rugi dalam transaksinya nanti."
"Percaya aku," kata Paul. "Setelah kaudapatkan hotel itu dan mulai merenovasinya, kau bisa menghemat di sana-sini. Dan itu akan disahkan oleh insinyur pengawasnya. Lima jutamu akan kembali dan masih akan lebih."
Keesokan harinya Lara diberitahu bahwa tawarannyalah yang diterima.
Lara dan Kel er langsung berangkat ke Reno.
Hotel itu disebut Reno Palace. Hotel itu luas dan mewah, dengan seribu
lima ratus kamar dan sebuah kasino yang sangat besar dan gemerlapan yang
kini kosong. Lara dan Howard Kel er diantarkan menuju ke kasino itu oleh
seorang bernama Tony Wilkic.
"Pemilik sebelumnya mengalami bum deal," kata Wilkic.
"Bum deal yang seperti apa?" tanya Kel er.
"Wel , rupanya ada karyawannya yang mencuri uang dari peti besi..."
"Mengutil," Kel er menyela.
"Yeah. Tentu saja, pemiliknya tidak tahu-menahu."
"Tentu saja tidak."
"Tapi ada yang membocorkannya, dan Badan Perjudian bertindak. Kasihan sekali. Padahal ini bisnis yang sangat menguntungkan."
"Saya tahu." Kel er telah mempelajari pembukuannya.
Setelah acara melihat-lihat itu selesai, dan Lara dan Howard sudah sendiri, Lara berkata, "Ternyata Paul benar. Ini adalah tambang emas."
Lara melihat ekspresi wajah Howard. "Ada apa?"
Kel er mengangkat pundak. "Aku tidak tahu. Aku cuma tidak suka kita
terlibat dalam bisnis seperti ini."
"Apa maksudmu 'bisnis seperti ini'" Ini mesin uang, Howard."
"Siapa yang akan mengurus kasinonya?"
"Kita akan cari orang," kata Lara dengan nada mempertahankan diri.
"Dari mana" Anggota Pramuka" Yang bisa mengelola bisnis seperti ini
hanya kaum penjudi. Aku tidak punya kenalan penjudi. Kau punya?"
Lara terdiam. "Aku berani bertaruh pasti Paul Martin punya."
"Jangan libatkan dia," kata Lara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setuju, dan aku ingin kau juga tidak terlibat. Kupikir ini bukan gagasan yang bagus."
"Kau dulu juga bilang proyek Oueens itu bukan gagasan bagus, kan" Atau shopping center yang di Houston Street itu. Tapi ternyata sangat
menguntungkan, bukan?"
"Lara, aku tidak pernah bilang proyek-proyek tidak bagus. Aku cuma bilang kita bergerak itu terlalu cepat. Kau menelan semua yang nampak di depanmu dan kau belum sempat mengunyahnya."
Lara mengusap pipi Kel er. "Tenang."
Para anggota Badan Perjudian menerima Lara dengan penuh sanjungan.
"Kami jarang bertemu dengan seorang wanita cantik di sini," kata ketuanya. "Anda membuat hari kami jadi cerah."
Lara memang nampak sangat cantik. Ia mengenakan setelan wol berwarna
beige rancangan Donna Karan, dengan blus sutera berwarna cream, dan
sebagai maskot keberuntungan, salah satu syal hadiah Paul di hari Natal.
Lara tersenyum. "Terima kasih."
"Apa yang bisa kami bantu?" salah satu komisaris dewan itu bertanya.
Padahal mereka semua tahu persis apa yang bisa mereka lakukan untuk
Lara. "Saya ke sini karena saya ingin melakukan sesuatu untuk Reno," kata Lara dengan serius. "Saya ingin memberikan kepada Reno hotel yang terbesar dan terindah di daerah Nevada. Saya akan membangun lima tingkat tambahan
untuk Reno Palace, dan mendirikan convention center untuk menarik minat
lebih banyak turis ke sini untuk berjudi."
Para anggota badan itu saling melirik. Ketuanya berkata, "Saya kira itu akan sangat menguntungkan bagi perkembangan kota. Tentu saja, tugas
kami adalah memastikan bahwa bisnis seperti ini dijalankan secara seratus persen terbuka."
"Saya bukan seorang buron yang lari dari penjara," Lara tersenyum.
Mereka tergelak mendengar canda Lara itu. "Kami tahu reputasi Anda, Miss Cameron, dan kami sangat menghargainya. Tapi Anda belum punya
pengalaman mengelola sebuah kasino."
"Itu benar," Lara mengakui. "Tapi saya yakin tidak terlalu sulit mencari karyawan-karyawan yang baik dan memenuhi syarat, yang akan bisa
memenuhi standar yang ditetapkan badan ini. Saya tentu akan menerima
pengarahan dari Anda dengan senang hati."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Salah seorang anggota badan itu angkat bicara, "Sejauh yang menyangkut pendanaan, bisakah Anda menjamin...?"
Sang ketua menyela, "Tak ada masalah dengan itu, Tom, Miss Cameron
telah mengajukan proposal keuangan untuk proyek itu. Nanti kalian akan
mendapat satu copy."
Lara duduk di situ, menunggu. Sang ketua berkata, "Saya belum bisa
menjanjikan apa-apa untuk saat sekarang, Miss Cameron, tapi saya kira
sudah boleh dikatakan bahwa saya tidak melihat alasan untuk tidak
memberikan perizinan kepada Anda."
Wajah Lara berbinar. "Itu bagus sekali. Saya ingin memulai proyeknya secepatnya."
"Saya kuatir di sini semuanya tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Ada
masa tunggu selama sebulan sebelum kami dapat memberikan jawaban pasti
kepada Anda." Lara sangat kecewa. "Sebulan?"
"Ya. Ada beberapa hal yang harus kami cek dulu."
"Saya mengerti," kata Lara. "Tidak jadi masalah."
Di kompleks pertokoan hotel itu ada satu toko musik. Di etalasenya
terpampang sebuah poster besar yang memuat gambar Philip Adler,
mengiklankan compaet disc-nya yang terbaru.
Lara tidak tertarik pada musiknya. Ia membeli CD itu hanya untuk
mendapatkan potret Philip yang ada di balik kotaknya.
Dalam perjalanan pulang ke New York, Lara berkata, "Howard, apa yang kauketahui tentang Philip Adler?"
"Seperti yang diketahui oleh orang lain. Ia barangkali pianis paling andal di dunia pada saat ini. Ia memainkan karya-karya simfoni orkestra yang paling bagus. Belum lama ini kubaca bahwa ia mendirikan yayasan untuk
memberikan beasiswa kepada para musisi tak mampu di kota-kota kecil."
"Apa nama yayasannya?"
"Philip Adler Foundation, kukira."
"Aku ingin ikut menyumbang," kata Lara. "Kirimkan cek sebesar sepuluh ribu dolar atas namaku."
Kel er memandang Lara keheranan. "Kupikir kau tidak berminat terhadap musik klasik."
"Aku mulai berminat sekarang," kata Lara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Headline surat kabar itu berbunyi.
JAKSA WILAYAH MEMERIKSA PAUL MARTIN PENGACARA YANG DIDUGA
PUNYA KAITAN DENGAN MAFIA
Lara membaca berita itu dengan cemas dan menelepon Paul Martin.
"Apa yang sedang terjadi?" tanya Lara.
Paul tergelak. "Jaksa Wilayah sedang menjalankan hobinya mengutikngutik ketenteraman orang. Sudah bertahun-tahun mereka mencoba
mengaitkan aku dengan anak-anak itu, dan belum pernah berhasil. Setiap
akan ada pemilihan umum, mereka mencoba menggunakan aku sebagai alat
pemacu. Jangan kuatir. Bagaimana kalau kita dinner malam ini?"
"Baik," kata Lara.
"Aku tahu tempat sepi di Mulberry Street di mana kita tak akan diganggu."
Saat dinner itu, Paul Martin berkata, "Kudengar pertemuan dengan Badan Perjudian cukup lancar."
"Kurasa begitu. Mereka nampaknya cukup ramah, tapi aku belum pernah
terjun dalam bisnis seperti ini sebelum ini"
"Kuklra tldak akan ada masalah. Akan kucari untukmu beberapa staf yang baik untuk kasino itu. Pemilik lisensi kasino itu menjadi serakah." Paul mengganti pembicaraan. "Bagaimana proyek-proyek bangunanmu?"
"Baik. Saat ini ada tiga proyek yang sedang berjalan, Paul."
"Kau kan tidak kewalahan menangani semua itu Lara?"
Sikap Paul ini seperti Howard Kel er saja. "Tidak. Setiap proyek berjalan sesuai dengan budget dan jadwal."
"Bagus, baby. Aku tidak mau kau sampai gagal."
"Tidak akan." Lara meletakkan tangannya ke tangan Paul. "Kau adalah jaring pengamanku."
"Aku akan selalu menjagamu." Paul menekan tangan Lara.
Dua minggu berlalu sudah, dan Lara belum juga mendapat kabar dari
Philip Adler. Ia memanggil Kel er. "Sudahkah kaukirimkan sumbangan
sepuluh ribu dolar itu kepada Adler Foundation?"
"Ya, hari itu juga setelah kau menyebutkannya."
"Aneh. Kupikir semestinya dia sudah menghubungiku sekarang ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kel er mengangkat pundak. "Barangkali ia sedang bepergian entah ke
mana." "Barangkali." Lara mencoba menyembunyikan rasa kecewanya. "Mari kita bicarakan proyek yang di Queens itu."
"Kita akan banyak keluar dana untuk itu," kata Kel er.
"Aku tahu bagaimana menyelamatkannya. Aku ingin menutup transaksi
dengan satu penyewa."
"Kau sudah punya calon?"
Kilau Bintang Menerangi Bumi Karya Shidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya. Mutual Security Insurance. Presidennya bernama Horace Guttman.
Kudengar mereka sedang mencari tempat baru. Aku ingin mereka menyewa
gedung kita." "Coba, nanti aku cek." kata Kel er.
Lara melihat Kel er tidak membuat catatan. "Aku selalu heran melihatmu.
Kau bisa ingat semua hal, ya?"
Kel er menyeringai. "Aku punya photographic memory. Dulu kupakai
mengingat-ingat data-data bisbol." Rasanya sudah begitu lama, pikir Howard.
Pemuda bertangan ajaib, bintang liga Chicago Cubs Minor. Orang lain dan
waktu lain. "Terkadang itu merupakan kutukan. Ada beberapa hal dalam hidup ini yang ingin kulupakan."
"Howard, bilang pada arsitek untuk menggambar rancangan gedung di
Queens itu. Cari tahu berapa lantai yang dibutuhkan Mutual Security, dan
tiap lantainya berapa luasnya."
Dua hari kemudian Kel er memasuki kantor Lara. "Ada berita yang kurang baik."
"Ada masalah apa?"
"Kemarin aku survai sedikit. Kau benar mengenai Mutual Security
Insurance. Mereka memang sedang mencari tempat baru, tapi Guttman
sedang mempertimbangkan mengambil gedung yang di Union Square itu.
Gedung itu milik teman lamamu, Steve Murchison."
Lagi-lagi Murchison! Lara merasa yakin bahwa bingkisan berisi kotoran
yang diterimanya dulu itu berasal dari dia. Aku tidak akan membiarkan dia menggertakku.
"Guttman sudah membuat komitmen?" tanya Lara.
"Belum." "Baik. Akan kutangani."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sore itu Lara menelepon ke sana kemari. Baru pada telepon yang kedua
belas ia menemukan apa yang dicarinya. Barbara Roswel .
"Horace Guttman" Ya, aku kenal dia, Lara. Apa yang menarik minatmu
mengenai dia?" "Aku ingin bertemu dengannya. Aku sangat mengagumi dia. Aku ingin
minta bantuanmu. Bisa kauundang dia dinner Sabtu malam nanti, Barbara?"
"Beres." Dinner party-nya sederhana tapi anggun. Seluruhnya ada empat belas
orang yang hadir di kediaman Roswel . Alice Guttman kurang enak badan
petang itu, jadi Horace Guttman datang sendiri ke pesta itu. Lara duduk di sebelahnya. Guttman berumur sekitar enam puluhan, tapi nampak jauh lebih
tua. Ekspresi wajahnya keras, dengan kulit keriput dan dagu yang
menunjukkan bahwa ia seorang yang keras kepala. Lara nampak memikat
dan provokatif. Ia mengenakan gaun malam karya Halston yang dipotong
rendah di bagian dada dan perhiasan yang sederhana bentuknya tapi sangat
indah. Mereka baru saja menikmati coektail dan kini duduk di meja makan.
"Sudah lama saya ingin bertemu dengan Anda " Lara mengaku. "Begitu banyak yang saya dengar tentang Anda."
"Saya juga banyak mendengar tentang Anda, nona muda. Anda telah
membuat gebrakan di kota ini."
"Saya harap saya bisa menyumbang sedikit," kata Lara merendahkan diri.
"Ini kota yang sangat indah."
"Anda berasal dari mana?"
"Gary, Indiana."
"Masa?" Guttman memandangnya dengan heran. "Itu kota kelahiran saya.
Jadi, Anda ternyata seorang Hoosier, ya?"
Lara tersenyum. "Benar. Begitu banyak kenangan indah di Gary. Ayah saya bekerja di Post-Tribune. Saya bersekolah di Roosevelt High. Di akhir pekan kami sering pergi ke Gleason Park untuk piknik dan nonton konser di udara terbuka, atau kami pergi main bowling di Twelve and Twenty. Saya sangat
sedih saat meninggalkan kota itu."
"Anda sudah sukses sekarang, Miss Cameron."
"Lara." "Lara. Saat ini apa yang sedang Anda kerjakan?"
"Proyek yang paling mengasyikkan dari semuanya," kata Lara, "adalah sebuah gedung baru yang sedang saya bangun di daerah Queens. Gedung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu mempunyai tingkat tiga puluh dengan luas lantai dua ratus ribu kaki
persegi." "Itu sangat menarik," kata Guttman, tepekur.
"Oh," kata Lara dengan lugu. "Mengapa?"
"Kebetulan sekali kami sedang mencari gedung seukuran itu untuk kantor
pusat kami yang baru."
"Oh, ya" Sudahkan Anda menentukan pilihan?"
"Sebenarnya belum, tapi..."
"Kalau Anda mau, saya bisa menunjukkan gambar rancangan gedung kami
yang baru itu. Gambar itu sudah selesai dibuat."
Guttman menatapnya untuk beberapa saat. "Ya, saya ingin melihatnya."
"Saya bisa membawanya ke kantor Anda Senin pagi nanti."
"Saya tunggu." Sisa petang itu berjalan dengan cukup baik.
Ketika Horace Guttman tiba di rumahnya malam itu, ia langsung masuk ke
kamar tidur istrinya. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya.
"Sudah enakan, darling. Bagaimana pestanya?"
Guttman duduk di ranjang. "Wel , mereka semua menanyakan kau, tapi
aku cukup senang. Kau pernah dengar tentang Lara Cameron?"
"Tentu. Semua orang pernah mendengar tentang Lara Cameron."
"Ia seorang wanita hebat. Agak aneh. Katanya ia lahir di Gary, Indiana, sama dengan aku. Tahu semua tentang Gary"Gleason Park dan Twelve and
Twenty." "Yang aneh apanya?"
Guttman memandang istrinya dan menyeringai "Nona muda itu berasal
dari Nova Scotia." Hari Senin pagi-pagi sekali, Lara muncul di kantor Horace Guttman dengan
membawa blue-print proyek Oueens itu. Ia langsung diantar ke dalam.
"Senang jumpa kau, Lara. Silakan duduk."
Lara meletakkan blue-print itu di meja Guttman dan duduk berhadapan
dengan dia. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebelum kau melihat ini," kata Lara, "aku ingin membuat pengakuan, Horace."
Guttman menyandar ke belakang di kursinya. "Ya?"
"Cerita yang kusampaikan Sabtu malam tentang Gary, Indiana..."
"Mengapa itu?" "Aku belum pernah ke Gary, Indiana. Aku hanya mencoba membuat kau
terkesan." Guttman tertawa. "Kalau begitu kau telah berhasil membuatku bingung.
Aku tidak yakin apakah aku akan tahan dengan kau, nona muda. Mari kita
lihat blue-print-nya."
Setengah jam kemudian ia sudah selesai memeriksanya.
"Tahukah kau," katanya sambil tepekur, "aku sudah telanjur berminat terhadap gedung lain."
"Oh, ya?" "Mengapa aku harus mengubah niatku dan pindah ke gedungmu?"
"Karena kau akan lebih senang di tempatku Akan kupastikan kau
memperoleh semua yang kauinginkan." Lara tersenyum. "Selain itu, biayanya sepuluh persen lebih rendah."
"Benar begitu" Kau kan tidak tahu bagaimana transaksiku dengan gedung yang lain itu?"
"Tidak jadi masalah. Aku percaya padamu "
"Kau sebenarnya pantas jadi orang Gary Indiana," komentar Guttman.
"Oke, aku terima tawaranmu."
Ketika Lara kembali ke kantornya, ada pesan bahwa Philip Adler telah
menelepon. Bab Sembilan Belas Bal room di Waldorf-Astoria penuh dengan para pengunjung Carnegie Hal .
Lara berjalan menembus kerumunan orang banyak, mencari-cari Philip. Ia
masih ingat pembicaraan telepon mereka beberapa hari sebelumnya.
"Miss Cameron, ini Philip Adler." Lara langsung merasa tenggorokannya kering. "Maafkan saya, saya tidak sempat mengucapkan terima kasih
sebelumnya atas sumbangan Anda untuk yayasan. Saya baru saja kembali
dari Eropa dan baru saja diberitahu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya lakukan itu dengan senang hati," kata Lara. Ia harus mencoba menahan Philip tetap di telepon. "Sebenarnya... saya ingin tahu lebih banyak tentang yayasan itu. Barangkali kita bisa ketemu dan membicarakannya."
Untuk sesaat tak ada tanggapan dari ujung sana. "Akan ada dinner untuk maksud amal di Waldorf Sabtu petang nanti. Kita bisa bertemu di sana. Anda bisa?"
Dengan cepat Lara melirik ke jadwalnya di atas meja. Ia ada acara dinner
bisnis dengan bankir dari Texas. Ia membuat keputusan cepat. "Ya. Saya senang sekali."
"Bagus. Akan saya sediakan tiket untuk Anda di pintu masuk."
Ketika meletakkan gagang telepon itu wajahnya berbinar.
Philip Adler tidak nampak di mana-mana. Lara berjalan melintasi bal room
yang luas itu, menyimak pembicaraan orang-orang di sekitarnya.
"...Dan penyanyi tenor utama berkata, 'Dr. Klemperer, saya hanya punya sisa dua nada C tinggi. Anda ingin mendengarkannya sekarang atau nanti
pada saat pertunjukan"'..."
"...Oh, kuakui stick-nya bagus. Dinamika dan penuansaan nadanya hebat...
tapi tempi-nya itu! Tempi-nya. Minta ampun!..."
"...Gila kau! Stravinsky terlalu kaku. Musiknya sepertinya ditulis oleh robot.
Ia terlalu menahan perasaannya. Kalau Bartok"ia malahan sangat lepas, dan ia mengguyur kita dengan luapan emosinya..."
"...Aku benar-benar tak tahan kalau dia main. Chopin dimainkannya
dengan rubato yang amburadul, tekstur yang berentakan, dan emosi
vulgar..." Itu bahasa ganjil yang sulit dipahami Lara. Lalu ia melihat Philip,
dikerumuni para penggemarnya. Lara menguakkan kerumunan itu. Seorang
wanita muda yang cantik sedang berkata, "Ketika Anda tadi memainkan B
Flat Minor Sonata, saya merasa Rachmaninoff sedang tersenyum. Nada dan
ekspresinya, dan cara Anda menerjemahkannya dengan nuansa soft grain
itu... Luar biasa!" Philip tersenyum. "Terima kasih."
Seorang wanita setengah baya yang berpenampilan mewah berkata, "Saya terus-terusan memutar rekaman Anda pada piano Hammerklavier itu. Ya
Tuhan! Vitalitasnya sungguh mempesona! Saya rasa Anda pastilah satusatunya pianis yang masih hidup di dunia ini yang sungguh-sungguh bisa
memahami sonata Beethoven..."
Philip melihat Lara. "Ah. Maafkan saya," katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia menguak kerumunan itu dan berjalan ke tempat Lara sedang berdiri dan
memegang tangan Lara. Sentuhan itu saja membangkitkan gairah dalam diri
Lara. "Halo. Saya senang Anda bisa datang, Miss Cameron."
"Terima kasih." Lara melihat ke sekelilingnya. "Sungguh banyak orang di sini."
Philip mengangguk. "Ya. Bisa saya simpulkan Anda seorang penggemar
musik klasik juga?" Lara teringat akan musik yang dikenalnya selama masa kecilnya: Annie
Laune, Comin Through theRye, The Hil s of Home...
"Oh, ya," kata Lara. "Ayah saya membesarkan saya dengan musik klasik."
"Saya ingin berterima kasih lagi atas sumbangan Anda. Itu sungguh jumlah yang sangat banyak."
"Yayasan Anda sangat menarik minat saya. Saya sangat ingin mendengar
lebih banyak tentang itu. Kalau..."
"Philip, darlingi Tidak tergambarkan! Luar biasa!"
Philip sudah dikerumuni lagi.
Lara berusaha membuat suaranya bisa didengar. "Kalau Anda ada waktu di satu petang minggu depan..."
Philip menggelengkan kepala. "Maafkan saya, saya akan ke Roma besok
pagi." Lara tiba-tiba dihinggapi perasaan kehilangan. "Oh."
"Tapi saya akan balik tiga minggu lagi. Barangkali saat itu kita bisa...."
"Bagus!" kata Lara.
"...menghabiskan satu petang bersama membicarakan musik."
Lara tersenyum. "Baik. Saya tunggu."
Pada saat itu bicara mereka disela oleh dua pria setengah baya. Satu pria rambutnya di kat ala buntut kuda, yang satu lagi mengenakan satu anting.
"Philip! Kau harus bisa menjawab pertanyaan kami ini. Kalau kau
memainkan Liszt, mana menurut kau yang lebih penting"piano dengan
gerak berat yang mampu memberikan bunyi yang penuh warna atau dengan
gerak ringan sehingga kau bisa membuat manipulasi yang penuh warna?"
Lara tidak mengerti apa yang mereka bicarakan ini. Mereka melanjutkan
bicara tentang sonoritas netral dan bunyi panjang dan transparansi. Lara
menyaksikan ekspresi wajah Philip saat ia berbicara, dan ia berpikir. Ini adalah dunianya. Harus kutemukan jalan untuk memasukinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keesokan paginya Lara muncul di Manhattan School of Music. Ia berbicara
dengan wanita yang berada di counter reception, "Saya ingin bertemu
dengan salah seorang instruktur musik di sini bisa?"
"Ada yang khusus ingin Anda jumpai?"
"Tidak." "Harap tunggu sebentar." Wanita itu menghilang ke ruang lain di situ.
Beberapa menit kemudian seorang pria dengan rambut beruban muncul di
sebelah Lara. "Selamat pagi. Saya Leonard Meyers. Apa yang bisa saya bantu?"
"Saya tertarik kepada musik klasik."
"Ah, Anda ingin mendaftar di sini. Alat musik apa yang Anda mainkan?"
"Saya tidak dapat memainkan alat musik apa pun. Saya hanya ingin belajar tentang musik klasik."
"Saya kuatir Anda datang ke tempat yang salah. Sekolah ini bukan untuk pemula."
"Saya akan membayar Anda lima ribu dolar untuk waktu Anda selama dua minggu."
Profesor Meyers mengejapkan matanya. "Maafkan saya, Miss... Saya belum tahu nama Anda."
"Cameron. Lara Cameron."
"Anda ingin membayar saya lima ribu dolar untuk dua minggu diskusi
tentang musik klasik?" Ia mengucapkan kata "diskusi" itu dengan sulit.
"Benar. Anda bisa menggunakan uang itu untuk dana beasiswa kalau Anda mau."
Profesor Meyers menurunkan nada suaranya "Itu tidak perlu. Bisa
dilakukan di antara Anda dan saya saja."
"Bagus kalau begitu."
"Kapan... er... Anda akan mulai?"
"Sekarang." "Saya sedang ada kelas sekarang, tapi beri saya lima menit saja...."
Lara dan Profesor Meyers duduk berdua saja di sebuah ruang kelas.
"Mari kita mulai dari awal. Berapa banyak yang sudah Anda ketahui
tentang musik klasik?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sedikit sekali."
"Baiklah. Wel , ada dua cara untuk memahami musik," profesor itu mulai.
"Secara intelektual atau secara emosional. Seseorang pernah berkata bahwa musik mengungkapkan kepada manusia jiwanya yang tersembunyi. Semua
komponis besar berhasil mencapai hal itu."
Lara menyimak dengan perhatian penuh.
"Berapa jauh pengenalan Anda mengenai komponis-komponis lagu, Miss
Cameron?" Lara tersenyum. "Tidak banyak."
Profesor "itu mengerutkan dahi. "Saya tidak begitu paham akan minat Anda terhadap..."
"Saya ingin tahu cukup banyak tentang latar belakang musik supaya saya bisa berbicara secara mendalam tentang musik klasik. Saya... khusus tertarik pada musik piano."
"Begitu." Meyers berpikir sebentar. "Akan beritahu Anda bagaimana kita akan mulai, akan memberikan beberapa CD untuk Anda dengar"
Lara menyaksikan dia menghampiri sebuah rak dan menarik keluar
beberapa compact disc. "Kita akan mulai dengan ini dulu saja. Tolong Anda dengarkan dengan
cermat al egro dalam Piano Concerto Mozart No. 21 dalam nada C, Kochel
467, adagio dalam Piano Concerto Brahms No. l moderato dalam Piano
Concerto Rachmaninoff No 2 dalam nada C Minor, Opus 18, dan yang
terakhir, romanza dalam Piano Concerto Chopin No. 1. Sudah saya tandai
semuanya." "Baik." "Kalau Anda mau memutar semuanya ini dan kembali ke sini beberapa hari lagi..."
"Saya akan kembali besok pagi."
Keesokan harinya, ketika Lara kembali, ia membawa setengah lusin CD
yang memuat konser dan pertunjukan Philip Adler.
"Ah, bagus!" kata Profesor. "Maestro Adler adalah yang terbaik. Anda tertarik secara khusus pada permainannya?"
"Ya." "Maestro telah merekam banyak bagus."
"Sonata?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
profesor menghela napas. "Anda tidak tahu sonata itu apa?"
"Kelihatannya begitu".
"Sonata adalah satu unit musik, biasanya terdiri atas sejumlah gerakan, yang mengandung suatu bentuk musik dasar tertentu. Dan kalau bentuk itu
dipakai untuk membawakan sebuah karya musik dengan suatu alat musik
solo, seperti piano atau biola, karya musik itu disebut sonata. Sedangkan yang disebut simfoni adalah sonata yang dimainkan oleh satu orkestra
lengkap." "Saya mengerti." Tidak terlalu sulit untuk menggunakan istilah itu dalam suatu percakapan.
"Istilah piano berasal dari kata pianoforte, yang dalam bahasa Italia berarti
'lunak-keras'..." Beberapa hari berikutnya mereka membicarakan rekaman-rekaman yang
dibuat Philip"Beethoven, Liszt, Bartok, Mozart, Chopin.
Lara menyimak, menyerap, dan mencamkan.
"Ia suka Liszt. Coba ceritakan tentang dia."
Kilau Bintang Menerangi Bumi Karya Shidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Franz Liszt adalah anak ajaib. Semua orang mengaguminya. Ia seorang musikus cemerlang. Ia diperlakukan seperti barang mainan kesayangan oleh
para bangsawan, sehingga akhirnya mengeluh bahwa ia sudah jadi sama
dengan badut atau anjing penghibur...."
"Ceritakan tentang Beethoven."
"Seorang yang rumit. Dia begitu tidak bahagia sehingga di puncak
kesuksesannya ia memutuskan untuk tidak melanjutkan jenis musik yang
digelutinya, dan mengubah arah dengan membuat komposisi-komposisi yang
lebih panjang dan lebih emosional, seperti Eroica dan Pathetique..."
"Chopin?" "Chopin dikritik karena hanya menulis musik untuk piano, sehingga para kritikus di zamannya menyebut dia seorang..."
Hari esoknya: "Liszt dapat memainkan musik Chopin lebih bagus daripada Chopin...."
Hari berikutnya: "Ada perbedaan di antara pianis-pianis Prancis dan
Amerika. Prancis lebih menyukai kejernihan dan keanggunan. Secara
tradisional, mereka dididik di sekolah untuk mendasarkan diri pada jeu
perle"keseimbangan artikulasi yang sempurna bagai mutiara, yang dicapai
dengan pergelangan tangan yang sangat mantap...."
Setiap hari mereka berdua memutar salah satu rekaman Philip dan
membicarakannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di akhir masa dua minggu itu, Profesor Meyers berkata, "Harus saya akui bahwa saya sangat terkesan, Miss Cameron. Anda benar-benar seorang
murid yang sangat serius. Barangkali Anda harus mulai mempelajari suatu
alat musik." Lara tertawa. "Jangan sampai kita terlalu jauh." Ia memberikan cek kepada profesor itu. "Harap diterima."
Lara tidak sabar lagi menunggu Philip kembali ke New York.
Bab Dua Puluh HARI dimulai dengan berita bagus. Terry Hil menelepon.
"Lara?" "Ya?" "Kita baru saja diberitahu oleh Badan Perjudian. Kau telah memperoleh izin operasi."
"Bagus sekali, Terry!"
"Aku akan memberikan rinciannya kalau kita ketemu, tapi ini merupakan lampu hijau. Nampaknya kau benar-benar telah membuat mereka terkesan."
"Aku akan segera mengurus yang perlu," kata Lara. "Terima kasih."
Lara menyampaikan berita itu kepada Kel er.
"Itu bagus sekali. Kita pasti bisa memanfaatkan cash flow-nya. Dengan begitu banyak masalah kita yang bisa diatasi...."
Lara melihat ke kalendernya. "Kita bisa terbang ke sana Selasa ini dan mengurus yang perlu."
Kathy menghubungi lewat interkom. "Ada seorang bernama Mr. Adler di
saluran dua. Apa sebaiknya saya beritahu dia...?"
"Akan kujawab "
Lara tiba-tiba nenous. mengangkat gagang telepon. "Philip-"
"Halo. Saya sudah kembali."
"Saya senang." Aku rindu padamu.
"Saya tahu ini sangat mendadak, tapi apa Anda ada waktu petang ini untuk dinner?"
Lara ada janji dinner dengan Paul Martin. "Ya. Saya ada waktu."
"Bagus. Di mana Anda ingin makan?"
"Di mana saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"La Cote Basque?"
"Baik." "Bagaimana kalau kita langsung ketemu di sana saja" Jam delapan?"
"Ya." "Sampai nanti malam."
Ketika Lara menutup telepon itu, ia tersenyum.
"Itu tadi Philip Adler?" tanya Kel er.
"Uh-huh. Aku akan kawin dengan dia."
Kel er menatap Lara, tertegun. "Kau serius?"
"Ya." Kel er benar-benar tersentak. Aku akan kehilangan dia, pikirnya. Lalu, Aku ini apa-apaan" Aku memang tak pernah punya peluang.
"Lara... kau hampir sama sekali tidak mengenalnya!"
Aku telah mengenal dia seumur hidupku.
"Aku tidak ingin kau melakukan kekeliruan."
"Tidak akan. Aku..." Telepon pribadinya berdering, telepon yang khusus dipasangnya untuk Paul Martin. Lara mengangkatnya. "Halo, Paul."
"Hai Lara. Jam berapa dinner-nya nanti malam" Delapan?"
Lara tiba-tiba dihinggapi rasa bersalah. "Paul... nampaknya aku tidak bisa malam ini. Ada urusan mendadak. Aku baru saja akan meneleponmu."
"Oh" Semuanya baik-baik saja?"
"Ya. Ada yang baru saja datang dari Roma,?" sedikitnya ia tidak berbohong dalam hal yang satu ini?"dan aku ada pertemuan dengan
mereka." "Sungguh kurang baik nasibku. Kalau begitu, lain kali."
"Pasti." "Kudengar izin operasinya sudah keluar untuk hotel di Reno itu."
"Ya." "Kita akan bersenang-senang punya tempat seperti itu."
"Kutunggu-tunggu saat seperti itu. Mengenai dinner, aku minta maaf. Akan kuhubungi kau lagi besok."
Telepon ditutup. Lara meletakkan gagang telepon itu dengan perlahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kel er sedang mengamati dia. Lara bisa melihat ekspresi kurang senang di
wajah Kel er. "Kau punya masalah?"
"Yeah. Semua peralatan modern ini."
"Kau ini bicara apa?"
"Kukira kau punya terlalu banyak pesawat telepon di kantormu. Dia itu bad news, Lara."
Lara agak kesal juga. "Mr. Bad News telah berkali-kali menyelamatkan kita, Howard yang lain lagi?"
Kel er menggelengkan kepala. "Tidak "
"Baik. Mari kita kerja lagi."
Philip sudah menunggu ketika Lara tiba di La Cote Basque. Orang-orang
menoleh menatap Lara saat ia berjalan memasuki restoran itu. Philip bangkit untuk menyalaminya, dan jantung Lara berdebar keras.
"Saya harap saya tidak terlambat," kata Lara.
"Sama sekali tidak." Philip sedang memandangnya dengan kagum: Sinar matanya memancarkan kehangatan. "Anda nampak cantik."
Lara tadi enam kali menukar pakaiannya. Haruskah kupakai sesuatu yang
simpel atau anggun atau seksi" Akhirnya, ia memutuskan mengenakan gaun
Dior yang simpel. "Terima kasih."
Setelah mereka berdua duduk, Philip berkata, "Saya merasa seperti orang tolol."
"Oh" Mengapa?"
"Saya tadinya tidak menyadari. Ternyata Anda adalah Cameron yang itu."
Lara tertawa. "Juri menyatakan Anda bersalah."
"Ya Tuhan! Melihat Anda adalah melihat rangkaian hotel, gedung
apartemen, gedung perkantoran. Setiap saya bepergian, saya melihat nama
Anda di mana-mana di seluruh negeri."
"Bagus." Lara tersenyum. "Itu akan membuat Anda ingat saya."
Philip sedang memandangnya. "Saya kira saya tidak perlu di ngatkan. Apa Anda bosan mendengar orang terus-menerus mengatakan bahwa Anda
sangat cantik?" Lara sudah akan berkata, "Saya senang Anda menganggap saya cantik."
Tapi yang keluar adalah, "Anda sudah menikah?" Lara serasa ingin menggigit lidahnya.
Philip tersenyum. "Belum. Tidak mungkin orang seperti saya ini menikah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa?" Untuk sedetik Lara menahan napasnya. Jangan-jangan dia ini..."
"Karena saya terus bepergian sepanjang tahun. Malam ini saya di
Budapest, besok malamnya di London atau Paris atau Tokyo."
Lara merasa amat sangat lega. "Ah. Philip, ayo ceritakan tentang dirimu."
"Apa yang ingin kauketahui?"
"Semuanya." Philip tertawa. "Itu akan makan waktu paling sedikit lima menit,"
"Aku serius. Aku sungguh ingin mengenal dirimu."
Philip menarik napas dalam-dalam. "Wel , orangtuaku adalah warga Wina.
Ayahku seorang dirigen musik, dan ibuku guru piano. Mereka meninggalkan
Wina untuk lari dari Hitler dan menetap di Boston. Aku dilahirkan di sana."
"Apakah memang sejak semula kau ingin jadi pianis?"
"Ya." Saat itu ia berumur enam tahun. Ia sedang berlatih main piano, dan
ayahnya masuk ke kamar itu dengan marah. 'Tidak, tidak, tidak! Tidakkah
kau bisa membedakan antara kunci mayor dan kunci minor?" Jarinya yang berbulu menepuk partitur musik. "Itu kunci minor. Minor. Kau mengerti?"
"Ayah, izinkan saya pergi, ya" Teman-teman menunggu saya di luar."
"Tidak Kau tetap duduk di sini sampai kau melakukannya dengan benar."
Ia berumur delapan tahun. Pagi itu ia sudah berlatih selama empat jam
dan baru saja bertengkar hebat dengan orangtuanya. 'saya benci piano,"
serunya. "Saya tidak mau menyentuhnya lagi."
Ibunya berkata, "Baik Sekarang, aku mau mendengar andantenya sekali
lagi." Ia berumur sepuluh tahun. Apartemen dipenuhi tamu-tamu yang sebagian
besar adalah teman lama orangtuanya dari Wina. Semuanya musisi.
"Philip akan memainkan sesuatu buat kita sekarang, " ibunya
mengumumkan. "Kami senang mendengar permainan Philip," kata mereka dengan nada meremehkan.
"Mainkanlah Mozart, Philip."
Philip menatap wajah-wajah mereka yang nampak bosan dan duduk di
depan piano dengan marah. Mereka saling berceloteh sendiri tanpa
menghiraukannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia mulai main, jemarinya menari-nari secepat kilat di atas keyboard.
Celoteh itu langsung berhenti. Philip memainkan sebuah sonata Mozart, dan musik itu menjadi sangat hidup. Dan di saat itu ia adalah Mozart, memenuhi udara ruang itu dengan sentuhan magis sang maestro.
Ketika jemari Philip menekan kunci terakhir, semua yang hadir diam
terpukau. Teman-teman orangtuanya itu lalu berebut menghampiri piano,
memberikan pujian-pujian yang menggebu-gebu. Philip mendengarkan pujian
dan sanjungan mereka, dan itulah saat ia ditahbiskan"saat ia untuk pertama kalinya sadar dia itu siapa dan tahu apa yang akan dilakukannya dalam
hidupnya. "Ya, aku sudah sejak semula tahu bahwa aku akan jadi pianis," kata Philip kepada Lara.
"Di mana kau belajar piano?"
"Ibu mengajarku sampai aku berumur empat belas, lalu aku belajar di
Curtis Institute di Philadelphia."
"Kau senang?" "Sangat senang."
Ia berumur empat belas tahun, sendirian di kota itu tanpa teman. Curtis
Institute of Music adalah suatu kompleks yang terdiri atas empat gedung
kuno dekat Rittenhouse Square Philadelphia. Sekolah itu merupakan sekolah musik Amerika yang paling layak dibandingkan dengan Konservatori Musik
Viardo, Egorov, dan Toradze di Moskow. Sekolah itu telah menghasilkan
musisi-musisi seperti Samuel Barber, Leonard Bernstein, Gian Carlo Menotti, Peter Serkin, dan puluhan musisi cemerlang lainnya.
"Kau tidak kesepian di sana?"
"Tidak." Padahal dia sangat sengsara. Dia belum pernah pergi dari rumah sebelum
itu. Dia melamar masuk ke Curtis Institute, dan ketika diterima ia sadar dan terguncang oleh kenyataan bahwa ia akan memulai kehidupan baru dan tidak
akan pernah kembali ke rumahnya lagi. Para gurunya langsung bisa melihat
bakatnya yang luar biasa. Guru-guru pianonya adalah Isabel e Vengerova dan Rudolf Serkin, dan Philip belajar piano, teori musik, harmoni, orkestrasi, dan seruling. Pada saat-saat ia tidak berada di kelas, ia bermain musik kamar bersama siswa-siswa yang lain. Piano"alat musik yang dipaksakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orangtuanya kepadanya untuk dipelajarinya sejak ia berumur tiga tahun"kini menjadi fokus hidupnya. Baginya, piano sudah menjadi sebuah alat magis
yang apabila disentuh oleh jemarinya bisa melantunkan cinta dan gairah dan ledakan emosi"berbicara dalam bahasa segala bangsa.
"Konserku yang pertama adalah saat aku berumur delapan belas tahun,
yaitu bersama Detroit Symphony."
"Kau takut waktu itu?"
Ia ketakutan setengah mati. Bermain di depan teman-teman biasa saja.
Tapi bermain di suatu auditorium raksasa yang penuh sesak oleh orang
membayar tiket untuk menonton dia adalah sangat berbeda. Ia dengan
nervous berjalan mondar-mandir di belakang panggung sampai manajer
panggang memegang lengannya dan berkata, "Sekarang. Kau tampil
sekarang." Ia tidak pernah bisa melupakan bagaimana rasanya berjalan naik ke panggung dan hadirin mulai bertepuk tangan. Ia duduk di depan piano,
dan rasa tegangnya langsung lenyap. Setelah itu kehidupannya merupakan
maraton konser-konser. Ia melakukan tur ke seluruh Eropa dan Asia, dan
setiap tur membuat reputasinya semakin bagus. Wil iam El erbee, seorang
manajer artis terkemuka, bersedia menangani dia. Dalam waktu dua tahun
Philip Adler dicari orang di mana-mana.
Philip memandang Lara dan tersenyum. "Ya. Aku masih sering ketakutan kalau akan tampil dalam konser."
"Bagaimana rasanya melakukan tur?"
"Tidak pernah bosan. Sekali aku sedang tur dengan Philadelphia
Symphony. Saat itu kami berada di Brussels, dalam perjalanan menuju
London untuk konser. Bandara ditutup karena banyak kabut, jadi kami
diangkut dengan bis ke Bandara Schiphol di Amsterdam. Petugasnya
menjelaskan bahwa pesawat yang dicarter untuk kami berukuran kecil dan
bahwa para musisi boleh membawa peralatannya saja atau bagasinya saja.
Jelas kami memilih peralatan kami. Kami tiba di London tepat sebelum konser dimulai. Kami bermain dengan mengenakan jeans, sepatu sport, dan tanpa
bercukur." Lara tertawa. "Dan aku yakin penonton senang."
"Benar, mereka senang. Pernah lagi aku sedang tampil dalam konser di Indiana, dan pianonya terkunci dalam sebuah lemari yang tak seorang pun
punya kuncinya. Akhirnya terpaksa kami dobrak pintunya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lara tertawa geli. "Tahun lalu aku dijadwalkan untuk tampil dalam concerto Beethoven di Roma, dan salah satu kritikus musik menulis, 'Adler menyuguhkan permainan yang membosankan, dengan suatu phrasing di bagian akhirnya yang sama
sekali meleset. Tempo-nya terlalu lambat sehingga denyut musiknya jadi
rusak.'" "Kurang ajar dia!" kata Lara dengan penuh simpati.
"Yang lebih kurang ajar lagi adalah bahwa aku tidak pernah tampil di konser itu. Aku ketinggalan pesawat!"
Lara memajukan badannya dengan penuh semangat. "Cerita yang lain
lagi." "Wel , pernah juga di Sao Paulo pedal pianoku copot di tengah-tengah konser Chopin yang sedang kumainkan."
"Lalu apa yang kaulakukan?"
"Kuselesaikan sonata itu tanpa menggunakan pedal. Pernah juga pianonya meluncur melintasi panggung."
Setiap Philip berbicara tentang apa yang dikerjakannya itu, suaranya penuh semangat.
Aku orang yang sangat beruntung. Sangat k rasanya bisa menyentuh
perasaan orang dan asyik rasanya mereka menjelajah ke suatu dunia lain.
Musik memberikan kepada mereka masing-masing sebuah impian. Terkadang
aku berpikir bahwa musik adalah satu-satunya hal waras yang masih tersisa dalam dunia yang tidak waras ini." Ia tertawa karena menyadari apa yang dikatakannya. "Aku tidak bermaksud untuk bersikap sombong."
"Tidak. Kau membuat berjuta-juta orang bahagia. Aku senang mendengar permainanmu." Lara menarik napas panjang. "Saat aku mendengar kau memainkan Voiles ciptaan Debussy, aku merasa seperti sedang berada di
pantai yang sunyi, dan aku melihat tiang kapal yang berlayar di kejauhan...."
Philip tersenyum. "Ya, aku juga begitu."
"Dan kalau aku mendengarkan kau membawakan Scarlatti, seakan aku
berada di Napoli, dan aku mendengar kuda-kuda dan kereta-kereta, dan
melihat orang-orang berlalu lalang di jalanan...." Lara melihat ekspresi wajah Philip yang senang saat mendengar apa yang dikatakannya itu.
Lara mencoba memeras apa saja yang masih bisa di ngatnya dari
diskusinya dengan Profesor Meyers.
"Kalau Bartok, kau membawaku ke pedesaan Eropa Tengah, ke para petani Hungaria. Kau membuat lukisan-lukisan indah, dan aku terhanyut di
dalamnya." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau terlalu menyanjung," kata Philip.
"Tidak. Aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku."
Hidangan sudah datang"terdiri atas chateau. briand dengan kentang
goreng, sahid ala Waldorf asparagus segar, dan tar buah untuk dessert-nya.
Setiap hidangan diselingi dengan anggur.
Pada saat menikmati santapan malam itu Philip berkata, "Lara, sejak tadi kita terus bicara tentang aku! Ceritakan tentang dirimu. Bagaimana rasanya membangun gedung-gedung raksasa di seluruh pelosok negeri?"
Lara terdiam untuk beberapa saat. "Sulit untuk diungkapkan. Kau mencipta dengan tanganmu. Aku mencipta dengan otakku. Aku tidak membangun
sendiri gedung-gedung itu, tapi aku mengatur supaya itu dibangun. Aku
memimpikan konstruksi bata dan beton dan baja, dan aku membuat
impianku itu menjadi nyata. Aku menciptakan lapangan kerja untuk ratusan
orang: arsitek dan tukang batu dan perancang dan tukang kayu dan tukang
air. Karena akulah mereka bisa menghidupi keluarga mereka. Aku
memberikan kepada orang-orang lingkungan yang indah untuk tempat
tinggal mereka dan membuat mereka merasa nyaman. Aku membangun
pertokoan yang cantik tempat orang bisa berbelanja dan membeli barang
kebutuhan mereka. Aku membangun monumen-monumen untuk masa
depan." Lara tersenyum kemalu-maluan. "Aku tidak bermaksud
menyombongkan diri."
"Kau sangat istimewa, kau tahu itu?"
"Aku ingin kau berpendapat begitu."
Itu malam yang sangat berkesan, dan ketika malam itu berlalu, Lara tahu
bahwa, kali dalam hidupnya ia jatuh cinta Selama ini begitu takut akan
dikecewakan, bahwa tak seorang pria pun yang akan mampu memenuhi
yang diangankannya. Tapi kini Lochinvar datang dalam wujud yang teramat
nyata dan ia sangat tergugah oleh kehadirannya.
Ketika Lara tiba di rumah, ia begitu tegang sehingga sulit tidur. Ia
mengulangi lagi dalam angannya pengalamannya malam itu, membayangkan
kembali setiap percakapan berulang-ulang. Philip Adler adalah laki-laki paling mempesonakan yang pernah dijumpainya. Telepon berdering. Lara
tersenyum dan mengangkatnya. Ia sudah hampir mengucapkan, "Philip..."
ketika Paul Martin berkata, "Cuma ingin tahu apakah kau sudah sampai di rumah dengan selamat."
"Ya," kata Lara.
Kilau Bintang Menerangi Bumi Karya Shidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana pertemuannya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik." "Bagus. Ayo kita dinner besok malam."
Lara ragu. "Baik." Aku tidak tahu apakah ini akan jadi masalah nanti.
Bab Dua Puluh Satu Keesokan paginya, selusin mawar merah dikirim ke apartemen Lara. Jadi,
dia juga senang semalam, pikir Lara dengan gembira.
Lara buru-buru menarik lepas kartu yang tertempel pada bunga itu.
Bunyinya, "Baby, kutunggu-tunggu saat dinner bersamamu malam nanti.
Paul." Lara langsung merasa amat sangat kecewa. Sepanjang pagi ia menunggu
telepon dari Philip. Jadwal kerjanya padat hari itu, tapi ia merasa sulit memusatkan diri pada pekerjaannya.
Pada jam dua siang Kathy berkata, "Para sekretaris baru itu sudah datang untuk wawancara."
"Suruh masuk satu per satu."
Ada enam orang seluruhnya, semuanya sangat memenuhi syarat. Gertrude
Meeks yang menjadi pilihan pertama. Ia berumur tiga puluhan, cerdas dan
ekstrover, dan jelas nampak sangat mengagumi Lara.
Lara menelaah salinan riwayat hidupnya. Sangat mengesankan. "?Kau
sudah pernah bekerja di bidang real estate sebelum ini "
"Ya, ma'am. Tapi saya belum pernah bekerja untuk orang seperti Anda.
Terus terang saja, kalau perlu saya mau melakukan pekerjaan ini tanpa
dibayar." Lara tersenyum. "Tidak perlu begitu. Rekomendasimu cukup bagus. Baik, kami akan mencoba kau."
"Terima kasih banyak." Gertrude tersipu-sipu.
"Kau harus menandatangani formulir yang menyatakan kau tidak akan
memberikan wawancara atau membicarakan apa saja yang terjadi di dalam
perusahaan ini kepada pihak luar. Setuju begitu?"
"Tentu saya setuju."
"Kathy akan mengantarkanmu ke mejamu."
Ada acara rapat mengenai publisitas jam sebelas dengan Jerry Townsend.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana ayahmu?" tanya Lara.
"Dia di Swiss sekarang. Dokternya mengatakan ia mungkin punya
peluang." Suaranya jadi parau karena terharu. "Kalau benar begitu, itu berkat bantuanmu."
"Setiap orang berhak memperoleh peluang, Jerry. Kuharap ia akan
sembuh." "Terima kasih." Jerry menjernihkan tenggorokannya. "Aku... aku tidak tahu bagaimana menyatakan rasa terima kasihku..."
Lara berdiri. "Aku sudah terlambat meeting."
Dan ia berjalan keluar, meninggalkan Jerry berdiri di situ menyaksikan ia pergi.
Lara sedang meeting dengan sejumlah arsitek tentang sebuah proyek di
New Jersey. "Kalian bekerja dengan baik," kata Lara, "tapi Saya ingin beberapa perubahan. Saya mau sebuah arcade dengan lobby di ketiga
sisinya dan tembok-tembok marmer. Ubah atapnya menjadi seperti bentuk
piramide tembaga, dengan menara suar yang menyala di malam hari. Ada
masalah dengan itu?" "Saya kira tidak, Miss Cameron."
Pada waktu meeting itu selesai, interkom berbunyi.
"Miss Cameron, Raymond Duffy, salah satu mandor bangunan, ada di
telepon ingin bicara dengan Anda. Katanya penting."
Lara mengangkat telepon itu. "Halo, Raymond."
"Kami punya masalah, Miss Cameron."
"Ya, terus." "Mereka baru saja mengirim semuatan blok beton. Ternyata tidak lulus pemeriksaan. Betonnya retak-retak. Saya akan mengirimnya kembali, tapi
Anda harus tahu lebih dahulu."
Lara tepekur sebentar. "Seberapa parahnya?"
"Cukup parah. Masalahnya, barangnya tidak memenuhi spesifikasi kita, dan..."
"Apa bisa diperbaiki?"
"Saya rasa bisa, tapi akan cukup mahal biayanya."
"Perbaiki saja," kata Lara.
Mandor itu terdiam sesaat di ujung sana. "Baik. Terserah Anda saja."
Lara meletakkan gagang telepon. Hanya ada dua pemasok beton di kota
ini, dan menentang mereka pemasok berarti bunuh diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampai jam lima sore Philip belum juga menelepon. Lara memutar nomor
telepon yayasannya. "Bisa saya bicara dengan Philip Adler?"
"Mr. Adler sedang tur ke luar kota. Bisa saya bantu?"
Semalam Philip tidak menyinggung-nyinggung soal kepergiannya. "Tidak, terima kasih."
Jadi cuma begitu, pikir Lara. Untuk sementara ini.
Hari itu diakhiri dengan kunjungan Steve Murchison. Ia seorang tinggibesar, bangun tubuhnya seperti tumpukan batu bata. Ia menghambur masuk
ke kantor Lara dengan murka.
"Apa yang bisa saya bantu, Mr. Murchison?" tanya Lara.
"Kau sebaiknya jangan lagi berani nimbrung ke bisnisku," kata Murchison.
Lara memandang dia dengan kalem. "Masalah Anda apa?"
"Kau. Aku tidak suka orang mengacau transaksiku."
"Kalau yang Anda maksud Mr. Guttman..."
"Benar itu yang kumaksud."
"...dia memang lebih menyukai gedung saya."
"Kau telah merayu dia, lady. Kau sudah terlalu lama menjadi duri bagiku.
Pernah kau kuperingati sekali. Aku tidak akan memperingatkan kau lagi. Kota ini tidak cukup besar untuk kita berdua. Aku tidak tahu di mana kausimpan bola-bolamu, tapi cepat sembunyikan itu, karena kalau kaulakukan itu sekali lagi saja"kupotong habis." Dan ia menghambur lagi keluar.
Dinner dengan Paul di apartemen Lara petang itu terasa kurang enak.
"Kau nampak muram, baby," kata Paul. "Ada masalah"*
Lara memaksa dirinya tersenyum. "Tidak. Semua baik." Mengapa Philip tidak bilang ia akan pergi"
"Kapan proyek Reno itu dimulai?"
"Howard dan aku akan terbang ke sana lagi minggu depan. Kami akan
sudah beroperasi dalam sekitar sembilan bulan."
"Kau bisa punya bayi dalam sembilan bulan."
Lara memandangnya dengan heran. "Apa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paul Martin menggenggam tangan Lara. "Kau tahu aku sangat sangat
mencintaimu, Lara. Kau telah mengubah seluruh hidupku. Kalau saja
keadaannya tidak begini, aku kepingin sekali punya anak darimu."
Benar-benar Lara tidak tahu harus berkata apa.
"Aku punya sedikit surprise buat kau." Ia merogoh sakunya dan
mengeluarkan sebuah kotak perhiasan. "Bukalah."
"Paul, sudah banyak sekali yang kauberikan kepadaku..."
"Bukalah." Di dalam kotak itu terdapat seuntai kalung berlian yang sangat anggun.
"Cantik sekali."
Paul berdiri, dan Lara merasakan tangan Paul melingkarkan kalung itu ke
lehernya. Lalu tangannya meraba ke bawah, membelai payudaranya, dan ia
berkala dengan suara parau, "Coba kita lihat, yuk."
Paul menuntun Lara ke kamar tidur. Benak Lara kacau. Ia tidak pernah
mencintai Paul, dan tidur dengan dia terasa mudah"sebagai balas budi atas semua yang telah dilakukan Paul baginya"tapi kini masalahnya sudah lain.
Lara sedang jatuh cinta. Goblok sekali aku, pikir Lara. Barangkali aku tidak akan pernah bertemu lagi dengan Philip.
Lara menanggalkan pakaian dengan perlahan-lahan, dengan enggan, dan
mereka berdua ada di tempat tidur sekarang, dan Paul Martin berada di atas tubuhnya, menyatu dengannya, mengerang, "Baby, kau membuat aku
tergila-gila." Dan Lara mendongak dan melihat wajah Philip.
Semuanya berjalan dengan mulus. Renovasi hotel di Reno berjalan dengan
cepat, Cameron Towers juga akan selesai pada waktunya, dan reputasi Lara
terus bertumbuh. Ia berkali-kali menelepon Philip Adler dalam beberapa
bulan terakhir ini, tapi Philip selalu saja sedang pergi tur.
"Mr. Adler ada di Beijing..."
"Mr. Adler ada di Paris..."
"Mr. Adler ada di Svdney..."
Persetan dengan dia, pikir Lara.
Selama enam bulan berikutnya Lara berhasil mengungguli Steve Murchison
dalam penawaran tiga properti vang diminati Murchison.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kel er menemui Lara, cemas. "Ada desas-desus di kota bahwa Murchison mengeluarkan ancaman-ancaman terhadapmu. Mungkin sebaiknya kita agak
mengalah saja. Ia musuh yang berbahaya, Lara."
"Aku juga," kata Lara. "Mungkin dia sebaiknya pindah ke bisnis lain saja."
"Ini bukan hal yang bisa dibuat bercanda, Lara. Dia..."
"Lupakan dia, Howard. Aku baru saja mendapat info tentang satu properti di Los Angeles. Masih belum dipasarkan. Kalau kita bergerak cepat, kurasa kita bisa mendapatkannya. Kita akan terbang ke sana esok pagi."
Properti itu adalah bekas Biltmore Hotel dan luasnya lima ekar. Seorang
agen real estate sedang mengantar Lara dan Howard melihat-lihat lokasinya.
"Properti bagus," kata sang agen. "Sungguh, sir. Anda tidak mungkin keliru. Anda bisa membangun sebuah kota kecil yang cantik di kawasan ini...
gedung apartemen, shopping center, teater, mal ...."
Ia memandang Lara dengan heran. "Maaf?"
"Saya tidak tertarik."
"Tidak tertarik" Mengapa?"
"Letaknya," kata Lara. "Saya kira orang tidak akan mau pindah ke kawasan ini. Los Angeles sedang melebar ke arah barat. Manusia itu seperti tikus. Kita tidak akan bisa membuat mereka menuju ke arah sebaliknya."
"Tapi..." "Akan saya katakan apa yang saya minati. Condo. Carikan saya lokasi yang bagus."
Lara menoleh ke Howard. "Sayang kita membuang waktu. Kita akan
terbang balik sore ini."
Ketika mereka kembali ke hotel, Kel er membeli surat kabar di kios. "Kita lihat bagaimana pasar hari ini."
Mereka menelaah surat kabar itu. Di bagian entertainment dimuat satu
iklan besar yang bunyinya, "MALAM INI DI HOLLYWOOD BOWL" PHILIP
ADLER." Jantung Lara berdebar keras.
"Kita pulang besok saja," kata Lara.
Kel er mengamati Lara sesaat. "Kau tertarik pada musiknya atau
musisinya?" "Beli dua tiket buat kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lara belum pernah ke Hol ywood Bowl sebelum itu. Amphitheater alami
yang terbesar di dunia itu dikitari oleh perbukitan Hol ywood dan sebuah
taman ria"yang menggelar pertunjukan setiap hari sepanjang tahun untuk
menghibur para turis. Bowl itu sendiri berkapasitas delapan belas ribu tempat duduk, dan malam itu penuh dengan penonton.
Lara dapat merasakan antisipasi ribuan penonton itu. Para musisi satu per satu naik ke panggung dan mereka disambut oleh tepuk tangan penonton
yang mengharapkan pertunjukan yang bagus. Andre Previn muncul, dan
tepukan penonton semakin riuh. Kemudian hening sebentar, dan tepuk
tangan lagi"sangat keras, ketika Philip Adler berjalan menaiki panggung,
nampak anggun dengan setelan jas putih dan dasi putih.
Lara menekan lengan Kel er. "Tampan dia, ya?" bisiknya.
Kel er tidak menanggapi. Philip duduk di depan piano, dan pertunjukan dimulai. Sentuhan magisnya
langsung terasa, merasuk ke relung indera para penonton. Ada semacam
nuansa misteri menggantung di udara malam itu. Kilau bintang-bintang
menerangi bumi, menerangi perbukitan yang mengitari bowl itu. Ribuan
orang duduk di situ terpaku, terpana oleh keagungan musik yang mereka
dengar. Ketika nada-nada terakhir dari concerto itu berangsur menghilang, para penonton meledak dalam sorak-sorai yang gegap gempita, dan mereka
serentak berdiri, bertepuk tangan dan bersorak. Philip berdiri di sana,
membungkuk, dan membungkuk lagi, memberi hormat.
"Mari kita ke belakang panggung," kata Lara.
Kel er menoleh menatapnya. Suara Lara tergetar karena perasaan yang
menggebu. Pintu masuk di belakang Panggung ada di salah sisi kubah untuk orkestra.
Seorang penjaga berdiri di depan pintu itu, mencegah massa
Kel er berkata, "Miss Cameron datang untuk bertemu dengan Mr. Adler."
"Apa sudah ada janji temu dengan beliau?" tanya penjaga itu.
"Sudah," kata Lara.
"Tolong tunggu sebentar." Sesaat kemudian penjaga itu kembali, "Anda bisa masuk miss Cameron"
Lara dan Kel er masuk ke dalam ruang tunggu. Philip berada di tengahtengah kerumunan massa yang sedang mengucapkan selamat kepadanya.
"Darling, aku belum pernah mendengar Beethoven dimainkan dengan
begitu indahnya. Kau sungguh luar biasa..."
Philip mengatakan, "Terima kasih..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"...Terima kasih ...memainkan musik yang sebagus itu, sangat mudah
memperoleh inspirasi..."
"...Andre benar-benar seorang dirigen yang cemerlang..."
"...Terima kasih ...Saya selalu senang bermain di Bowl..."
Philip mengangkat wajahnya dan melihat Lara, dan sekali lagi Lara melihat senyum yang memikat itu. "Maafkan saya," katanya. Ia lalu menguakkan kerumunan massa itu dan berjalan menghampiri Lara. "Aku tidak menyangka kau ada di kota ini."
"Kami baru tadi pagi terbang ke sini. Ini Howard Kel er, partnerku."
"Halo," kala Kel er pendek.
Philip menoleh ke pria pendek-dempak yang berdiri di belakangnya. "Ini manajerku, Wil El erbee."
Mereka semua saling menyapa.
Philip sedang memandang Lara. "Ada pesta malam ini di Beverly Hilton.
Bagaimana kalau..." "Kami akan senang sekali," kata Lara.
Ketika Lara dan Kel er tiba di Beverly Hilton's International Bal room,
tempat itu sudah penuh dengan para musisi dan pencinta musik yang sedang
asyik berbincang tentang musik.
"...Pernahkah kausadari bahwa semakin dekat ke ekuator, semakin
demonstratif dan semakin menyala-nyala penggemar musiknya..."
"...Pada saat Franz Liszt bermain, seakan pianonya itu menjadi orkestra..."
"...Aku tidak setuju dengan kau. Bakat De Groote tidak cocok untuk etude Liszt atau Paga-nini, tapi lebih cocok untuk Beethoven..."
"...Kau harus menguasai peta emosi concerto itu..."
Para musisi sedang bicara dalam bahasa mereka, pikir Lara.
Philip sedang dikerumuni"seperti biasa"oleh para fans-nya. Menyaksikan
dia saja sudah cukup membuat hati Lara terasa hangat.
Ketika Philip melihat Lara datang, ia menyambutnya dengan tersenyum
lebar. "Kau bisa datang. Aku senang sekali."
"Aku tidak mungkin tidak datang."
Howard Kel er menyaksikan mereka berdua bercakap-cakap, dan ia
berpikir, Barangkali aku dulu mestinya belajar main piano. Atau lebih baik kusadarkan diriku dan jangan coba-coba bermimpi. Rasanya sudah lama
benar sejak dia pertama kali berjumpa dengan gadis muda yang cerdas,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersemangat, dan sangat ambisius ini. Sang waktu telah memperlakukan
Lara dengan sangat baik, sedangkan terhadap dia sang waktu seakan
terpaku diam tak bergerak.
Lara berkata, "Aku harus kembali ke New York esok pagi, tapi barangkali kita masih sempat breakfast bersama?"
"Kalau saja aku bisa. Aku harus berangkat ke Tokyo pagi-pagi sekali."
Lara merasakan kekecewaan yang mendalam. "Mengapa?"
Philip tertawa. "Itu pekerjaanku, Lara. Aku pentas sebanyak seratus lima
puluh kali setahun. Terkadang dua ratus."
"Berapa lama kau akan pergi kali ini?"
"Delapan minggu."
"Aku akan merasa kehilangan," kata Lara pelan. Kau tak akan pernah bisa tahu betapa beratnya itu.
Bab Dua Puluh Dua Selama beberapa minggu berikutnya, Lara dan Kel er berada di Atlanta
untuk meninjau dua lokasi di Ainsley Park dan satunya lagi di Dun-woody.
"Coba cari tahu berapa harga lokasi Dunwoody itu," kata Lara. "Barangkali kita bisa membangun sejumlah condo di sana."
Dari Atlanta mereka terbang ke New Orleans. Mereka menghabiskan dua
hari menjelajahi kawasan pusat perdagangan dan satu hari di Lake Pontchartrain. Lara menemukan dua lokasi yang disukainya.
Sehari setelah mereka kembali, Kel er memasuki kantor Lara. "Kita kurang beruntung dengan proyek Atlanta itu," katanya.
"Apa maksudmu?"
"Ada pihak yang mengungguli kita."
Lara memandang Kel er dengan heran. "Bagaimana mereka bisa" Properti-properti itu bahkan belum dipasarkan."
"Aku tahu. Pasti ada yang membocorkan."
Lara mengangkat pundak. "Kukira memang tidak mungkin kita bisa
menang terus." Sore itu Kel er membawa berita buruk lagi. "Transaksi Lake Pontchartrain
itu lepas." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Minggu berikutnya mereka berdua terbang ke Seattle dan meninjau Mercer
Island dan Kirkland. Ada satu lokasi yang menarik minat Lara, dan ketika
mereka kembali ke New York, Lara berkata kepada Kel er, "Mari kita kejar itu.
Kurasa itu akan jadi sumber uang."
"Baik." Di rapat besoknya Lara bertanya, "Sudahkah kauajukan penawaran untuk Kirkland?"
Kel er menggelengkan kepala. "Seseorang telah lebih dulu dari kita."
Lara tepekur. "Oh. Howard, coba cari tahu siapa yang menodongkan
senapan kepada kita."
Kel er hanya perlu kurang dari dua puluh empat jam. "Steve Murchison."
"Dia dapatkan semua transaksi itu?"
"Ya." "Kalau begitu ada yang bermulut lebih di kantor ini."
"Nampaknya begitu."
Kilau Bintang Menerangi Bumi Karya Shidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wajah Lara nampak muram. Keesokan paginya ia menyewa jasa seorang
detektif untuk melacak pengkhianat itu. Tak ada hasilnya.
"Sepanjang pengamatan kami, semua karyawan Anda bersih, Miss
Cameron. Tidak ada ruang kantor yang disadap, dan telepon-telepon Anda
juga aman." Mereka mengalami jalan buntu. Mungkin cuma serangkaian kebetulan saja
Lara. Tapi ia tidak percaya itu.
Keenam puluh delapan tingkat gedung apartemen di Queens sudah
separuh selesai, dan Lara telah mengundang para bankirnya untuk meninjau
tahap kemajuan pembangunannya. Semakin banyak tingkat sebuah gedung,
semakin mahal sewa per unitnya. Gedung Lara yang bertingkat enam puluh
delapan itu sebenarnya hanya memiliki lima puluh tujuh lantai. Itu adalah kiat yang dipelajarinya dari Paul Martin.
"Semua orang melakukan itu," waktu itu Paul tertawa. "Cukup mengubah nomor lantainya saja."
"Bagaimana itu?"
"Gampang sekali. Kelompok lift yang pertama mulai dari lobby sampai
dengan lantai dua puluh empat. Kelompok lift yang kedua mulai saja dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lantai tiga puluh empat sampai dengan enam puluh delapan. Semua orang
melakukan itu." Karena pengaruh Serikat Buruh, proyek bangunan selalu memberikan gaji
siluman kepada beberapa staf fiktif"orang-orang yang tidak pernah ada. Ada Direktur Keselamatan Kerja, Koordinator Konstruksi, Supervisor Material, dan staf-staf lain yang menyandang jabatan keren. Pada mulanya Lara
mempertanyakan hal ini. "Jangan kuatir tentang itu," kata Paul kepadanya. Semuanya itu termasuk CDB"the cost of doing business."
Howard Kel er selama ini tinggal di sebuah apartemen kecil di Washington
Square, dan waktu Lara datang ke tempatnya di suatu petang, ia melihat ke sekeliling apartemen sempit itu dan berkata, "Ini seperti kandang tikus. Kau harus pindah dari sini."
Lalu atas desakan Lara, ia pindah ke sebuah condominium agak jauh dari
kota. Suatu malam Lara dan Kel er bekerja sampai larut, dan ketika mereka
akhirnya selesai, Lara berkata, "Kau nampak kecapekan. Bagaimana kalau kau pulang saja dan tidur, Howard?"
"Gagasan bagus," Kel er menguap. "Sampai besok pagi."
"Kau datang siang saja besok," kata Lara.
Kel er masuk ke mobilnya dan mengendarainya pulang ke rumah. Ia
berpikir tentang transaksi yang baru saja mereka tanda tangani, dan betapa Lara lelah menanganinya dengan sangat baik. Bekerja dengan dia memang
sangat mengasyikkan. Mengasyikkan dan menjengkelkan. Dan entah
mengapa, Kel er masih saja mengharapkan bahwa akan ada suatu keajaiban
yang mengubah semuanya ini. Selama ini aku buta tidak menyadari semua
ini, Howard darling. Aku tidak mencintai Paul Martin atau Philip Adler. Selama ini aku hanya menyayangi dirimu.
Tak mungkin terjadi. Ketika Kel er tiba di apartemennya, ia mengeluarkan kunci dan
memasukkannya ke lubangnya Tidak bisa masuk. Ia mencobanya lagi dengan
heran. Tiba-tiba pintu itu terbuka dari dalam, dan seorang tak dikenal berdiri di situ. "Kamu ini apa-apaan, sih?" tanya laki-laki itu.
Kel er memandangnya dengan bingung. "saya tinggal di sini."
"Ngawur kamu!" "Tapi saya..." Kel er tiba-tiba sadar. "Saya... saya minta maaf," Kel er tergagap. "Saya dulu tinggal di sini. Saya..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pintu itu dibanting tertutup di depan hidungnya. Kel er berdiri di situ,
pikirannya kacau. Bagaimana aku bisa lupa bahwa aku sudah pindah" Aku
kerja terlalu keras selama ini.
Lara sedang di tengah rapat ketika telepon pribadinya berdering. "Kau sangat sibuk akhir-akhir ini, baby. Aku kangen."
"Aku banyak bepergian akhir-akhir ini, Paul." Lara tidak sanggup memaksakan diri mengatakan bahwa ia rindu kepada Paul.
"Mari kita lunch nanti."
Lara teringat akan semua yang telah dilakukan Paul untuknya.
"Baik, aku senang itu," kata Lara. Hal yang paling tidak di nginkannya adalah melukai hati Paul.
Mereka lunch di Mr. Chow's.
"Kau nampak hebat," Paul berkata. "Apa pun vang kaulakukan selalu berhasil. Bagaimana kabarnya hotel di Reno itu?"
"Sudah mulai nampak bagus," kata Lara dengan antusias. Ia
menghabiskan lima belas menit untuk menjelaskan tentang proses
pembangunan hotel itu. "Sudah akan bisa kita buka dua bulan lagi."
Seorang pria dan seorang wanita di seberang ruangan sedang akan
meninggalkan tempat itu. Pria itu membelakangi Lara, tapi Lara merasa
pernah melihat dia. Ketika ia menoleh sebentar, Lara sekilas bisa melihat wajahnya. Steve Murchison. Wanita yang bersama dia itu juga nampak
seperti sudah dikenal Lara. Wanita itu berhenti di counter untuk mengambil tasnya, dan jantung Lara berdebar keras. Gertrude Meeks, sekretarisku.
"Sudah ketemu sekarang," kata Lara perlahan.
"Ada yang tidak beres?" tanya Paul.
"Tidak. Tidak ada apa-apa."
Lara melanjutkan penjelasannya mengenai hotel itu.
Sekembalinya dari lunch, Lara memanggil Kel er.
"Kau masih ingat properti di Phoenix yang kita tinjau beberapa bulan yang lalu?"
"Yeah, kita menolaknya. Kaubilang itu kartu mati."
"Aku berpendapat lain sekarang." Lara menekan tombol interkom.
"Gertrude, bisa kemari sebentar?"
"Ya, Miss Cameron."
Gertrude Meeks datang ke kantor Lara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku ingin mendiktekan sebuah memo," ka. Lara. "Kepada Baron Brothers di Phoenix." Gertrude mulai menulis.
"Tuan-tuan, saya telah mempertimbangkan kembali properti yang terletak di Seottsdale itu dan memutuskan untuk melanjutkan transaksinya dengan
segera. Saya pikir nantinya itu akan jadi aset saya yang paling berharga."
Kel er menatap dengan heran.
"Saya akan menghubungi Anda mengenai masalah harga dalam beberapa
hari mi. Hormat saya. Biar kutandatangani itu."
"Ya, Miss Cameron. Cukup begitu?"
"Cukup." Kel er menyaksikan Gertrude meninggalkan ruang itu. Ia lalu menoleh ke
Lara. "Lara, apa yang kaulakukan" Kita telah menganalisis properti itu. Itu tidak ada nilainya! Kalau kau. ."
"Kan kita belum memutuskan tentang harganya."
"Jadi kenapa...?"
"Kecuali aku salah tebak, Steve Murchison pasti akan memutuskan
membelinya. Kulihat Gertrude lunch dengan dia tadi."
Kel er menatap Lara. "Gila!"
"Aku mau kau menunggu beberapa hari, lalu hubungi Baron dan tanyakan tentang properti itu."
Dua hari kemudian Kel er datang ke kantor Lara, menyeringai. "Murchison menggigit umpanmu"dengan tidak kepalang tanggung. Sekarang dia pemilik
tanah seluas lima puluh ekar yang sama sekali tidak bernilai."
Lara memanggil Gertrude Meeks. "Ya, Miss Cameron?"
"Kau dipecat," kata Lara.
Gertrude memandangnya dengan terkejut. "Dipecat" Mengapa?"
"Aku tidak suka teman kencanmu. Pergi ke Steve Murchison dan katakan
padanya aku bilang begitu."
Wajah Gertmde pucat pasi. "Tapi saya...."
"Cukup sekian. Aku akan minta kau diantar keluar."
Di tengah malam Lara menghubungi Sopirnya, Max, lewat interkom. "Bawa mobilku ke depan," kata Lara.
"Ya, Miss Cameron."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mobil sudah menunggunya di depan gedung. "Anda mau ke mana, Miss
Cameron?" tanya Max.
"Bawa mobil memutari Manhattan. Aku ingin melihat semua yang telah
kulakukan." Max menatapnya. "Maaf?"
"Aku ingin melihat semua gedungku."
Mereka berkeliling kota dan berhenti di pusat perbelanjaan, kompleks
permukiman, dan gedung pencakar langit. Ada Cameron Squarc, Cameron
Plaza, Cameron Center, dan kerangka baja Cameron Towers. Lara duduk di
dalam mobilnya, mengamati setiap bangunan itu, membayangkan orangorang yang tinggal di situ dan bekerja di situ. Ia telah ikut terlibat dalam kehidupan mereka. Aku telah memperbaiki kondisi kota ini, pikir Lara. Aku telah mencapai semua yang ingin kucapai. Jadi mengapa aku masih saja
tidak puas. Apa yang kurang. Ia tahu apa yang kurang.
Keesokan paginya Lara menelepon Wil iam El erbee, manajer konser Philip.
"Selamat pagi, Mr. El erbee."
"Selamat pagi, Miss Cameron. Apa yang bisa saya bantu?"
"Saya ingin tahu di mana Philip Adler bermain minggu ini."
"Jadwal Philip cukup padat. Besok malam ia akan berada di Amsterdam, lalu terus ke Milan, Venesia, dan... Anda ingin tahu semua yang lain...?"
"Tidak, tidak. Itu sudah cukup. Saya hanya ingin tahu. Terima kasih."
"Terima kasih kembali."
Lara kembali ke kantor Kel er. "Howard, aku harus pergi ke Amsterdam."
Kel er memandangnya dengan heran. "Apa kita punya proyek di sana?"
"Cuma suatu kemungkinan," kata Lara mencoba mengelak. "Kau akan kuberitahu kalau ada hasilnya nanti. Tolong suruh mereka siapkan jet untuk aku, ya?"
"Kausuruh Berl pakai jet itu ke London, ingat" sudah kubilang pada mereka untuk kembali besok, dan..."
"Aku ingin berangkat hari ini." Suara Lara terdengar sangat mendesak dan Lara sendiri heran mengapa ia bisa begitu. "Aku akan naik pesawat komersial saja."
Ia kembali ke kantornya dan berkata kepada Kathy, "Carikan aku tiket KLM
flight pertama ke Amsterdam."
"Ya, Miss Cameron."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau akan pergi sendirian?" tanya Kel er. "Ada beberapa pertemuan yang harus kita..."
"Aku akan kembali satu-dua hari lagi."
"Kau ingin aku ikut?"
"Terima kasih, Howard. Kali ini tidak perlu."
"Aku baru saja berbicara dengan temanku, senator di Washington. Menurut dia ada kemungkinan dikeluarkan undang-undang yang akan menghapuskan
semua keringanan pajak untuk bangunan. Kalau undang-undang itu diterima,
keringanan pajak untuk capital gain akan hilang dan depresiasi progresif akan dilarang."
"Itu tindakan bodoh," kata Lara. "Itu akan melumpuhkan industri real estate."
"Aku tahu. Dia menentang rancangan undang-undang itu."
"Banyak yang akan menentangnya," Lara meramalkan. "Yang jelas..."
Telepon pribadi di meja tulis Lara berdering. Lara menatapnya. Berdering
lagi. "Kau tidak akan mengangkatnya?" tanya Kel er.
Mulut Lara terasa kering. "Tidak."
Paul Martin mendengarkan bunyi tut-tut itu selusin kali sebelum ia akhirnya meletakkan gagang telepon. Ia lama duduk di situ memikirkan Lara. Ia
merasa, la akhir-akhir ini Lara agak sulit dihubungi, dan sikapnya agak terasa dingin. Apakah mungkin ada lelaki lain. Tidak pikir Paul Martin. Dia milikku, dia akan selalu menjadi milikku.
Penerbangan dengan KLM cukup menyenangkan. Tempat duduk kelas satu
dalam pesawat 747 yang berbadan lebar itu sangat longgar dan nyaman, dan
para pramugarinya sangat baik pelayanannya.
Lara terlalu nervous untuk makan atau minum apa pun. Apa-apaan aku ini"
Ia jadi ragu lagi. Aku pergi ke Amsterdam tanpa diundang, dan dia barangkali terlalu sibuk untuk menemui aku. Mengejar-ngejar dia seperti ini malahan
akan menghapuskan peluangku yang mungkin masih ada. Tapi sudah
terlambat sekarang. Lara check-in di Grand Hotel di Oudezijds Voorburgwal 197, salah satu
hotel terbagus di Amsterdam.
"Kami punya satu suite bagus buat Anda, Miss Cameron," kata petugas hotel.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih. Saya diberitahu bahwa Philip Adler akan mengadakan
pertunjukan malam ini. Anda tahu di mana dia akan main?"
"Tentu saja, Miss Cameron. Di Concertgebouw."
"Bisa Anda pesankan tiket untuk saya?"
"Tentu, akan saya pesankan untuk Anda."
Pada saat Lara memasuki suite-nya, telepon berdeiring. Ternyata Howard
Kel er. "Apakah flight-mu menyenangkan?"
"Ya, terima kasih."
"Kupikir kau perlu tahu bahwa aku telah berbicara dengan dua bank
mengenai transaksi properti di Seventh Avenue itu."
"Dan?" Suara Kel er terdengar bersemangat. "Mereka langsung setuju."
Lara sangat senang. "Apa kubilang padamu! Ini akan jadi bisnis besar. Aku ingin kau segera membentuk tim arsitek, kontraktor"grup kontraktor kita
sendiri"dan semua yang menyangkut proyek itu."
"Baik. Kau akan kuhubungi lagi besok."
Lara meletakkan gagang telepon dan memikirkan Howard Kel er. Dia begitu
baik. Aku sangat beruntung. Ia selalu membantuku. Aku harus mencarikan
seseorang buat dia. Philip Adler selalu nervous sebelum bermain. Ia sudah berlatih dengan
orkestranya pagi tadi, makan siang sedikit, kemudian, untuk mengalihkan
pikirannya dari konser itu, ia pergi menonton film Inggris. Saat menonton film, benaknya dipenuhi musik yang akan dimainkannya petang nanti. Ia
tidak sadar bahwa ia mengetuk-ngetukkan jarinya pada lengan kursi sampai
orang yang duduk di sebelahnya menegurnya, "Tolong jangan mengetukngetuk begitu." "Maafkan saya," Philip menanggapi dengan sopan.
Philip bangkit dan meninggalkan teater itu dan menjelajahi jalan-jalan di Amsterdam. Ia mengunjungi Rijksmuseum, berjalan melintasi Kebun Raya
milik Free University, dan melihat-lihat etalase toko di sepanjang P.C.
Hooftstraat. Pada jam empat ia kembali ke hotel untuk tidur sebentar. Ia
tidak sadar bahwa Lara Cameron tinggal di suite tepat di atas kamarnya.
Pada jam tujuh petang Philip tiba di pintu masuk khusus artis di
Concertgebouw, teater cantik dan kuno di jantung kota Amsterdam. Lobbynya sudah penuh dengan para tamu yang datang terlalu pagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di belakang panggung, Philip sedang berada di ruang ganti, menukar
pakaiannya dengan jas resmi. Direktur Concertgebouw bergegas masuk ke
kamar itu. "Tiketnya terjual habis, Mr. Adler! Dan kami terpaksa menolak begitu banyak orang. Jika seandainya memungkinkan bagi Anda untuk tinggal sehari atau dua hari lagi, saya akan... saya tahu jadwal Anda sudah penuh... saya akan bicara dengan Mr. El erbee mengenai pertunjukan Anda selanjutnya
tahun yang akan datang dan barangkali.."
Phthp tidak mendengarkan. Pikirannya sedang berkonsentrasi pada
pertunjukan yang sudah di mata. Direktur itu akhirnya mengangkat pundak
dan membungkuk sambil berjalan keluar. Philip memainkan musiknya
berulang-ulang di dalam benaknya. Seorang pesuruh mengetuk pintu kamar
ganti itu. "Mereka sudah siap menunggu Anda di panggung, Mr. Adler."
"Terima kasih."
Saatnya sudah tiba. Philip bangkit berdiri. Ia mengulurkan kedua
tangannya. Tangan-tangan itu gemetar sedikit. Ketegangan yang terjadi
setiap akan main itu tidak pernah bisa hilang. Semua pianis besar begitu"
Horowitz, Rubenstein, Serkin. Philip merasa perutnya bergolak, dan
jantungnya berdebar keras. Mengapa aku mau menjalani penderitaan seperti
ini" tanyanya pada dirinya sendiri. Tapi ia sudah tahu jawabannya. Ia melihat dirinya di cermin untuk terakhir kali, lalu melangkah keluar dari kamar ganti itu, berjalan melewati lorong panjang dan mulai menuruni ketiga puluh tiga undakan yang menuju ke panggung. Spotlight menyoroti dirinya saat ia
berjalan menghampiri piano. Tepuk tangan penonton semakin membahana.
Ia duduk di depan piano, dan secara ajaib ketegangannya lenyap. Rasanya
seakan orang lain menggantikan dia, seseorang yang tenang, mantap, dan
seratus persen dapat mengendalikan situasi. Ia mulai main.
Lara yang duduk di antara penonton merasa tergetar saat melihat Philip
berjalan menuju ke panggung. Ada sesuatu dalam penampilannya yan
membuatnya terpana. Aku akan menikah dengan dia, pikir Lara. Aku tahu itu.
Ia duduk menyandal di kursinya dan membiarkan permainan Philip merasuki
seluruh relung kalbunya. Pertunjukan itu sukses luar biasa, dan setelah itu ruang tunggu penuh
sesak. Philip sudah lama belajar untuk membagi massa di ruang tunggu itu
menjadi dua kelompok: para penggemar dan para musisi yang lain. Para
penggemar selalu antusias. Kalau pertunjukan sukses, para musisi yang lain akan memberi selamat dengan hangat. Kalau pertunjukan itu gagal, ucapan
selamat itu sangat hangat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Philip punya banyak penggemar fanatik di Amsterdam, dan malam itu,
ruang tunggu dipenuhi oleh mereka. Philip berdiri di tengah ruangan,
tersenyum, memberikan tanda tangan, dan dengan sabar dan sopan
melayani ratusan orang yang tak dikenal. Dan selalu saja ada yang berkata,
"Anda masih ingat saya?" Dan Philip akan berpura-pura mengatakan, "Wajah Anda sepertinya tak asing..."
Ia teringat akan cerita Sir Thomas Beccham, yang menemukan semacam
cara untuk menutupi daya ingatnya yang buruk. Kalau seseorang bertanya,
"Anda masih ingat saya?" dirigen masyhur itu akan menjawab, "Tentu saja saya ingat! Apa kabar, dan bagaimana kabar ayah Anda, dan apa yang
dikerjakannya sekarang?" Cara itu berjalan baik, sampai ia mengadakan konser di London dan seorang wanita muda di ruang tunggu berkata,
"pertunjukan Anda sangat bagus, Maestro. Anda asih ingat saya?" Dan
Beccham dengan simpatik menjawab, "Tentu saja saya ingat, my dear.
Bagaimana kabar ayahmu, dan apa yang dikerjakannya sekarang?" Wanita
muda itu berkata, "Ayah baik-baik saja. Dan ia masih raja Inggris.?"
Philip sedang sibuk memberikan tanda tangannya, mendengarkan
komentar-komentar yang sudah sering didengarnya?"Anda telah membuat
Brahms hidup kembali untuk saya!" ... "Tak bisa saya katakan betapa saya tergugah tadi!" ... "Saya memiliki semua album Anda" ... "Apa Anda mau memberikan tanda tangan untuk ibu saya juga" Ia adalah penggemar setia
Anda...?"dan sesuatu membuatnya mengangkat wajahnya. Lara sedang
berdiri di ambang pintu, mengawasi dia.
Mata Philip membesar karena heran. "Maafkan saya."
Ia menguakkan kerumunan itu dan menghampiri Lara serta memegang
tangannya. "Sungguh suatu surprise yang menyenangkan! Apa yang
kaulakukan di Amsterdam?"
Hati-hati, Lara. "Ada bisnis yang harus kuurus di sini, dan ketika kudengar kau sedang pentas, aku datang ke sini." Dia pasti tidak akan tahu. "Kau tadi hebat, Philip."
"Terima kasih... aku..." Philip berhenti untuk memberikan satu tanda tangan lagi. "Begini, kalau kau ada waktu untuk supper..."
"Aku ada waktu," kata Lara dengan cepat.
Mereka supper di Restoran Bali Claes di Leid sestraat. Pada saat mereka
memasuki restoran, para pelanggan bangkit dan bertepuk tangan. Di
Kilau Bintang Menerangi Bumi Karya Shidney Sheldon di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Amerika, pikir Lara, tepukan itu dimaksudkan untukku. Tapi hatinya merasa hangat, hanya karena ia berada di samping Philip.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suatu kehormatan bagi kami Anda mau berkunjung kemari, Mr. Adler,"
kata manajer restoran itu sementara mengantarkan mereka ke meja mereka.
"Terima kasih."
Sambil duduk, Lara melihat berkeliling ke semua orang yang sedang
memandang Philip dengan kagum. "Mereka benar-benar menyukaimu, ya?"
Philip menggelengkan kepala. "Musiknyalah yang mereka sukai. Aku cuma penerusnya saja. Sudah lama aku sadar akan hal ini. Waktu aku masih
sangat muda dan mungkin sedikit angkuh, aku main di konser, dan setelah
aku selesai dengan permainan soloku, penonton bertepuk tangan lama sekali, dan aku membungkuk dan tersenyum dengan bangga kepada mereka, dan
dirigennya menghadap ke penonton dan mengangkat partitur musik ke atas
kepalanya untuk mengingatkan semua orang bahwa mereka sebenarnya
sedang bertepuk tangan untuk Mozart. Itu merupakan pelajaran yang tak
pernah bisa kulupakan."
"Kau tidak bosan memainkan musik yang sama berulang-ulang dari malam ke malam berikutnya?"
"Tidak, karena tak ada dua pertunjukan yang sama benar. Musiknya
mungkin memang sama, tapi dirigennya berbeda, dan orkestranya berbeda."
Mereka memesan hidangan malam rijstafel, dan Philip berkata, "Kami
mencoba membuat setiap pertunjukan sesempurna mungkin, tapi tidak akan
pernah bisa sempurna benar karena kami berurusan dengan musik yang
selalu lebih baik daripada kami. Kami harus menghayati musik itu kembali
supaya mampu mengekspresikan rangkaian bunyi yang diciptakan si
pengarang." "Kau tidak pernah puas?"
"Tidak pernah. Setiap komponis memiliki rangkaian bunyi yang merupakan ciri khasnya. Apakah itu Debussy, Brahms, Haydn, Beethoven... kami
berupaya untuk menangkap karakter yang khas itu."
Hidangan supper tiba. Rijstafel adalah hidangan Indonesia yang sangat
semarak, yang terdiri atas dua puluh satu jenis masakan, di antaranya
daging, ikan, ayam, mi, dan dua macam dessert.
"Bagaimana orang sanggup menghabiskan semua ini?" Lara tertawa.
"Orang Belanda sangat gemar makan." Philip merasa sulit mengalihkan pandangannya dari Lara. Ia merasa sangat senang dengan kehadiran Lara,
dan itu membuatnya heran sendiri. Ia sudah sering menjalin hubungan
dengan berbagai wanita, tapi Lara berbeda dengan yang mana pun dari
mereka itu. Lara berkepribadian kuat tapi toh tetap sangat feminin dan sama sekali tidak nampak bangga dengan kecantikannya. Philip menyukai suara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lara yang serak basah dan seksi. Aku menyukai semua yang ada pada
dirinya, Philip mengaku pada dirinya sendiri.
"Dari sini kau terus ke mana?" tanya Lara.
"Besok pagi aku berada di Milano. Lalu Venesia dan Wina, Paris dan
London, dan terakhir New York lagi."
"Kedengarannya begitu romantis."
Philip tertawa. "Aku tidak yakin apakah romantis istilah yang tepat. Yang jelas ada jadwal penerbangan yang ketat, hotel-hotel asing, dan makan di
restoran setiap malam. Sebenarnya aku tidak terlalu keberatan dengan itu, karena aku sangat menikmati bermain musik. Yang benar-benar aku tidak
suka adalah sindroma haha-hehe-nya itu."
"Apa maksudnya itu?"
"Maksudnya, aku terus-terusan berada dalam sorotan orang banyak dan
harus terus tersenyum kepada orang-orang yang kenal pun aku tidak,
menjalani hidup di lingkungan yang asing."
"Aku tahu bagaimana rasanya itu." kata Lara pelan.
Saat mereka sudah hampir selesai makan, Philip berkata, "Begini, aku selalu merasa tegang setelah selesai konser. Kau mau jalan-jalan menyusuri kanal?"
"Mau sekali." Mereka menumpang perahu kanal untuk umum yang berlayar menyusuri
Kanal Amstel. Bulan sedang mati, tapi kota itu nampak gemerlapan dengan
gebyar cahaya warna-warni. Perjalanan menyusuri sungai itu sangat
mengasyikkan. Pengera suara menyiarkan informasi dalam empat bahasa,
"Kita saat ini sedang melewati rumah-rumah para saudagar yang sudah
berabad-abad tuanya dengan segitiga atap yang berdekorasi indah. Di depan ada menara-menara gereja kuno. Kanal ini memiliki seribu dua ratus
jembatan yang semuanya dinaungi oleh pohon-pohon elm yang sangat
indah..." Mereka sekarang melewati Smalste Huis"rumah paling kecil di
Amsterdam"yang hanya selebar daun pintu depan, dan Gereja Westerkerk
yang puncaknya dihias dengan mahkota Maximilian, kaisar Hapsburg, dan
mereka melaju di bawah jembatan kayu yang bisa diangkat ke atas, dan
Jembatan Magere"yang disebut jembatan kurus" dan melewati ratusan
rumah perahu yang menjadi tempat tinggal bagi ratusan keluarga Belanda.
"Kota ini sungguh sangat indah," kata Lara.
"Kau belum pernah ke sini sebelum ini?"
"Belum." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan kau ke sini untuk bisnis."
Lara menarik napas panjang. "Tidak."
Philip memandangnya dengan bingung. "Bukankah kau tadi mengatakan..."
"Aku datang ke Amsterdam untuk menemuimu."
Rasa sukacita memenuhi dada Philip. "Aku... aku merasa sangat
tersanjung." "Dan ada satu lagi yang harus kukatakan. Dulu aku bilang aku tertarik pada musik klasik. Itu tidak benar."
Secercah senyum mengembang di ujung bibir Philip. "Aku tahu."
Lara memandangnya dengan heran. "Kau tahu?"
"Profesor Meyers adalah teman lamaku," kata Philip dengan lembut. "Ia menelepon memberitahukan bahwa ia memberikan kursus kilat kepadamu
mengenai Philip Adler. Dia kuatir kau punya maksud tertentu terhadapku."
Lara berkata pelan, "Dia benar. Apa kau punya hubungan dengan wanita lain?"
"Maksudmu, hubungan serius?"
Lara tiba-tiba merasa malu. "Kalau kau tidak berminat, aku akan pergi dan..."
Philip menggenggam tangan Lara. "Mari kita turun di halte berikut."
Ketika mereka kembali ke hotel, ada selusin pesan dari Howard Kel er. Lara memasukkan semua itu ke dalam tasnya tanpa dibaca lagi. Saat itu tidak ada hal lain dalam hidupnya yang lebih penting.
"Kamarmu atau kamarku?" tanya Philip dengan ringan.
"Kamarmu." Seakan itu hal yang teramat mendesak baginya.
Lara merasa inilah saat yang dinantikannya sepanjang hidupnya. Karena
inilah maka ia merasa selalu ada yang masih kurang dalam hidupnya. Ia telah menemukan orang asing kepada siapa ia telah jatuh cinta. Mereka tiba di
kamar Philip, dan keduanya menanggung hasrat yang tak tertahankan lagi.
Philip memeluk Lara dan menciumnya dengan pelan dan lembut, membelai
tubuh Lara, dan Lara bergumam, "Ya Tuhanku," dan mereka mulai saling melepaskan pakaian masing-masing.
Hening di kamar itu dipecahkan oleh gelegar halilintar di luar. Perlahan, awan kelabu di langit kelam itu menguak terbuka, semakin lebar dan semakin lebar, dan hujan gerimis mulai turun, pada mulanya pelan dan lirih, membelai udara yang hangat, menjilati dinding-dinding gedung, mengisap rerumputan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lembut, mengecup relung-relung malam yang kelam. Hujan terasa
hangat, liar, dan sensual, mengguyur turun, perla
han, perlahan, sampai temponya mulai meninggi dan akhirnya berubah menjadi badai yang
menerpa dan mengentak, ganas dan tak kenal ampun dalam irama yang
keras dan liar, menghunjam ke dalam semakin keras dan semakin keras,
bergerak cepat dan semakin cepat sampai akhirnya meledak dalam gelegar
guntur yang dahsyat. Tiba-tiba semuanya diam"begitu cepatnya semuanya
berakhir, secepat ia dimulai.
Lara dan Philip terbaring saling berpelukan" tenaga terkuras habis. Philip memeluk Lara dengan erat, dan ia bisa merasakan jantung Lara yang
berdebar keras. Ia teringat akan ucapan yang pernah didengarnya dalam
sebuah film. "Apakah bumi berguncang bagimu?" Demi Tuhan, benar bumi sedang berguncang, pikir Philip. Seandainya Lara itu musik, pasti ia adalah Barcarol e-nya Chopin atau Fantasy-nya Schumann.
Philip bisa merasakan garis tubuh Lara yang lembut menekan tubuhnya,
dan gairahnya mulai lagi bergelora.
"Philip...," suara Lara yang serak basah.
"Ya?" "Kau mau aku ikut kau ke Milano?"
Philip mendapati dirinya menyeringai. "Oh, Tuhan"pasti!"
"Bagus," Lara bergumam. Ia menyandarkan dirinya ke Philip, dan
rambutnya yang lembut membelai tubuh Philip yang liat dan langsing.
Hujan mulai turun lagi. Setelah Lara akhirnya kembali ke kamarnya sendiri, ia menelepon Kel er.
"Apakah aku membangunkanmu, Howard?"
"Tidak." Suara Kel er masih belum mantap. "Aku selalu bangun jam empat pagi. Apa yang terjadi di sana?"
Lara sangat ingin menumpahkan semua kegembiraannya, tapi ia cuma
berkata, "Tidak ada apa-apa. Aku akan ke Milano."
Naga Pembunuh 15 Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon Layar Terkembang 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama