Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn Bagian 2
biru, celana cutbray, topi biru, kacamata biru, semakin oke dengan sepatu Reebok-nya.
Pokoknya penampilannya didominasi warna biru deh.
"Andro...," sapanya dingin.
"Ryan...," "Andro." "Liana." "Len, kita ambil mobil dulu yuk," ajak Andro.
"Nggak usah," cegah Ryan.
"Biar gue sama Alendra aja. Gue masih inget kok jalanan Jakarta. Lu tunggu di sini aja sama
Liana." "Dasar cewek aneh! Punya tampang nggak ada bagus-bagusnya gitu," celoteh Liana ngomentarin
Andrew waktu nunggu. "tolong ya jaga mulut lu! Cewek kayak gitu lebih baik daripada pecun!"
Kata-kata kasar itu terlontar begitu saja dari mulut Andro. Dia jadi begitu berang gara-gara
denger komentar Liana. "Maksud lu?" Suara Liana meninggi.
"Nggak penting!" jawabnya cuek tanpa ralat.
Dalam 15 menit mobil hitam Andrew sudah berhenti di depan Andro dan Liana. Sejak
percakapan dingin tersebut, mereka berdua cuek satu sama lain. Bahkan waktu mereka berdua "
Liana dan Andro- sama-sama duduk di belakang, Andro sama sekali nggak punya inisiatif
membantu memasukkan koper-koper ke dalam mobil.
"Len, karena semua keluarga gue pindah ke Ausie, jadi selama di jakarta gue akan tinggal di
apartemen Liana." Di jalan tol Ryan mengawali pembicaraan. Gara-gara kalimat itu, wajah Andrew berubah
seketika. Tapi dia Cuma bisa menatap Ryan tanpa protes. Cewek mana sih yang nggak kaget
denger cowoknya tinggal di tempat cewek lain. Emang udah nggak ada penginapan di jakarta.
Kalo pun mau tempat nginep yang gratis, kan bisa juga tinggal di rumah saudaranya.
"Nggak di rumah saudara lu aja?"
"Nggak. Ada tugas yang perlu bantuan Liana."
Penjelasan Ryan tetep aja membuat Andrew ragu.
"Ntar kita tanding basket ya," tantang Ryan mengalihkan pembicaraan.
"Bener ya." Seketika Andrew tersenyum dan jadi lebih manja dari Andrew yang biasanya.
Sepanjang perjalanan, Andro dan Liana saling buang muka. Begitu tanpa sengaja tatapan mereka
bertemu, keduanya langsung pasang lirikan sinis. Kayak adu nyolot-nyolotan abis deh. Heran!
Padahal mereka kan beda jenis,tapi udah kayak dua cewek SMA yang lagi ngerebutin cowok.
Cck...ck...ckk.... Kebalikan dari mereka berdua, Andrew sama Ryan malah saling ngobrol. Di antara obrolan itu,
Ryan sering manggil Andrew dengan panggilan "Len". Mau nggak mau, Andro denger juga.
Jadinya gimana gitu... Soalnya biasanya Cuma dia yang bisa manggil kayak gitu, itu pun kadangkadang dan di luar area sekolah. Ditha aja nggak berani dan nggak boleh manggil kayak gitu.
Akhirnya sampai juga di sebuah apartemen yang jadi satu dengan sebuah mall yang cukup besar.
Apartemen Liana ada di lantai 12. Begitu keluar dari lift tinggal belok kanan. Andro sama
Andrew sempat ikut nganterin mereka sampe ke tempat.
Seperti apartemen lainnya, apartemen Liana terlihat simple dengan tiga kamar di dalamnya.
Kamar Liana dan Ryan bersebelahan, sedangkan kamar utama nggak dipakai. Kata Liana, kamar
itu terlalu besar kalo Cuma buat satu orang dan dua kamar itu juga dekat dengan kamar mandi,
jadi lebih praktis. Tadinya Andrew pengen main agak lama di sana, tapi Andro pengennya cepet pulang. Katanya
udah sore. Gara-gara Andro yang agak maksa, akhirnya dengan ogah-ogahan Andrew nurutin
juga. Bukan karena dia lebih mentingin Andro, tapi biar Ryan bisa istirahat. Toh Ryan akan stay
di Jakarta selama dua minggu.
"Len, gue pulang dulu ya," pamit Andro setelah memasukkan mobil ke garasi rumah Andrew.
"Loh, kan mau latihan akting dulu."
"Kapan-kapan aja. Kalo nggak, lu latihan sama Reimon aja."
"Ndro, tunggu!" cegahnya.
"Apa lagi?" "Gue Cuma pengen bilang, jangan terlalu sering panggil gue dengan nama "Len". Nama gue
Andrew. "Oke". Andro langsung berlalu dengan dinginnya. Melihat kejadian sejak tadi siang, Andrew
masih nggak ngerti dengan perubahan sikap Andro yang jadi aneh...
..... "Jack, Andro kok belum datang ya?" Udah lumayan lama Andrew nungguin Andro yang nggak
nongol-nongol juga. Andrew penasaran, dia pengen tanya penyebab keanehannya kemarin. Tapi
sampai bel masuk, Andro masih belum datang juga. Biasanya Andro nggak pernah begini,
makanya Andrew jadi tambah penasaran.
"Sakit kali." "Ha, sakit"! Jelas-jelas kemarin sehat begitu."
"Ye.... nggak percaya. Dia tuh kemarin udah nggak enak badan, Cuma suka maksain diri. Udah
ah, Pak Bondan udah dateng tuh."
"Ooo...." Pikiran Andrew langsung bekerja cepat. Semua kejadian kemarin diingat-ingat lagi dan akhirnya
dia membuat kesimpulan sendiri. Menurutnya semua sikap aneh Andro dikarenakan dia sedang
sakit. Tapi apa iya.... orang sakit makan es krim segitu banyaknya ya"! Nggak masuk akal juga.
Buat Andrew, pelajaran hari ini terasa lamaaa banget. Sebab utamanya karena sahabatnya alias
Andro nggak masuk sekolah. Terasa ada yang hilang. Biasanya Andro selalu ribut di sebelahnya
dan sering ngejahilin. Secara nggak sadar sekarang Andrew udah berada di depan rumah Andro. Masih memakai baju
seragam, Andrew membawa buah-buahan, syarat yang biasa dibawa untuk jenguk orang sakit.
Setelah memencet bel, tak lama kemudian seseorang keluar menghampiri Andrew. Sepertinya
sih pembantunya. "Mau ketemu siapa ya?" tanya orang itu sambil memerhatikan Andrew dengan seksama.
"Ketemu Andro, Bi. Andro-nya ada?"
"Ada, silakan masuk."
Akhirnya setelah seperti tersangka Andrew dibolehkan masuk.
Begitu masuk ke dalam, eh ketemu lagi sama seorang tante dan anak perempuan di ruang tamu.
Kayaknya sih saudaranya Andro. Mau duduk nggak enak, mau jalan nggak enak, yang ada malah
dilihatin dari atas sampai bawah.
"Temennya Andro ,ya?"
Andrew langsung mengangguk.
"Langsung naik aja, kamar Andro ada di sebelah kiri. Ada namanya kok."
"Iya. Permisi....," jawab Andrew pelan.
"Kayaknya gampang banget di sini ya, cewek bisa masuk kamar cowok. Enak banget Andro bisa
bawa cewek sesukanya," pikir Andrew sembari menaiki tangga.
Waktu Andrew membuka pintu kamar Andro yang dilabelin namanya besar-besar, terlihat Andro
sedang tidur. Karena nggak pengen mengganggu. Andrew berniat menaruh buah yang
dibawanya di meja sebelah ranjang Andro, lalu pulang. Sebelumnya sih sempet ngintip wajah
Andro yang membelakangi arah pintu. Tapi...
"Ngapain lu ke sini?" tanya Andro tiba-tiba waktu Andrew akan keluar dari kamar.
"Loh, lu nggak tidur?"
"Ngapain lu ke sini?" tegas Andro sekali lagi dengan dingin tanpa beranjak dari tempat tidurnya.
"Gue Cuma mau jenguk lu. Kata Jackie dari kemarin lu udah nggak enak badan. Gue jadi nggak
enak udah minta lu buat nemenin gue. Tapi thanks atas bantuan lu," jawab Andrew spontan.
"...." Andro tidak menanggapi.
"Ya udah, gue pulang aja sekarang. Sori udah ganggu tidur lu." Andrew membuka pintu kamar
Andro. Tanpa diduga Andro langsung bangun dari tempat tidurnya dan menarik badan Andrew yang
sudah setengah keluar dari kamarnya.
"Duduk dulu," perintah Andro tanpa ekspresi. Andrew menuruti saja keinginan Andro.
"Gara-gara sakit, lu jadi aneh dari kemarin. Masih belum sembuh penyakit aneh lu?" ungkap
Andrew blak-blakan sambil meraih bangku yang ada di bawah meja belajar Andro.
Suasana hening seketika tanpa jawaban dari Andro. Dia masih sibuk menuangkan minuman dari
kulkas kecil ke dalam gelas. Sedangkan Andrew sibuk melihat-liha sekeliling kamar.
"Nih!" Segelas soft drink disodorkan ke Andrew.
"Thanks. Uhmm.... Kamar lu bagus juga ya. Ngomong-ngomong di sini gampang banget bawa
cewek masuk ke kamar."
Andro mengambil sebuah kaca besar yang disandarkan ke tembok, lalu menaruhnya ke depan
Andrew. "Lu liat dong diri lu di kaca! Emang dandanan kayak gini pantes kalo dibilang cewek?" sindir
Andro. "Iya juga ya." Wajah Andrew berubah bodoh setelah sadar.
"Tapi lu ngapain sih sengit banget sama gue" Ngingetin kan nggak harus gitu." Dikatain seperti
itu wajah Andro malah makin mendekat. Bingung" Ya jelaslah, bikin Andrew tambah bingung.
"Jangan pernah ngomong sama gue lagi kalo lu belum putus sama Ryan," ucap Andro serius.
"Itu nggak mungkin, Ndro. Lagian siapa lu! Nyuruh gue kayak gitu."
"Ya udah, jangan ngomong sama gue lagi. Keluar dari kamar gue sekarang !" bentak Andro
emosi. "Ndro, lu masih sakit ya?" tanya Andrew bingung.
"Keluar!" bentak Andro lebih keras sambil membuang mukanya. Karena takut dan bingung,
Andrew keluar dengan kesal. Andro yang masih di dalam kamar membanting buah pemberian
Andrew dengan kesal. Nah, si Bibi yang berdiri di depan pintu sambil membawa kue jadi
bengong deh ngeliatin adegan barusan.
..... Sehari setelah kejadian itu, tidak ada yang berusaha membuka pembicaraan di antara mereka,
bahkan Andro bersikap menghindar. Ternyata aksi diem-dieman itu nggak Cuma berlangsung
satu hari, tapi hampir satu minggu. Waktu latihan teater pun mereka nggak kompak sama sekali,
bahkan terkadang Andro pergi di tengah-tengah jam latihan.
"Ndro, lu kenapa sih?" kejar Raimon waktu Andro pergi begitu aja.
"Gue nggak kenapa-napa. Cuman nggak enak badan," elak Andro.
"Lu nggak usah boong. Semua anak juga udah tau kalo lu sama Andrew lagi punya masalah.
Tapi nggak gini caranya!"
"Masalah apaan sih." Andro ngeloyor pergi.
Setiap kali dicegat Raimon, pasti Andro ngeloyor pergi gitu aja sampai anak-anak jadi pada
pusing ngeliatinnya. Masa iya sih pangeran sama Cinderella latihan sendiri-sendiri. Selama itu
juga, Andrew hanya menghabiskan waktunya sama Ryan. Dia berusaha melakukan hal-hal
menyenangkan bersama Ryan untuk melupakan pertengkarannya dengan Andro. Toh, Andro
bukan apa-apanya. Dia Cuma pembuat masalah yang membuat hidup Andrew semakin kacau. Tapi apa memang
bisa Andro dilupain begitu saja. Akhir-akhir ini Andro selalu nemenin Andrew. Bahkan di saat
Andro sakit dia masih berusaha nganter ke bandara. Padahal buat Andro, nggak ada untungnya.
Terus terang masalah ini belum bisa lepas dari pikiran Andrew. Punya musuh pastinya nggak
ngenakin banget. Apalagi temen main sendiri.
..... Setelah satu minggu sejak pertengkaran itu, akhirnya Andrew menelepon Andro. Andrew udah
siap dengan risiko yang nggak enak sekalipun. Tadinya Andrew ragu banget. Udah beberapa kali
dia neken nomor HP Andro, kemudian menutup teleponnya kembali. Tapi akhirnya dia
memutuskan untuk menelepon juga daripada kasusnya jadi berkepanjangan.
"Halo...," jawab Andro agak dingin.
"Halo, Ndro. Gue ganggu ya?"
"Nggak. Lu tau darimana nomor HP gue?"
"Dari Jackie." "Ah, emang bener-bener tuh anak!" gerutu Andro.
"Ndro, kalo gue ganggu konsentrasi lu di teater, lebih baik gue diganti dengan Cinderella lain."
"Ah, nggak kok." Nada bicara Andro mulai normal.
"Lagi pula mana mungkin masih ada cowok yang secantik lu," candanya.
"Satu lagi, gue mau minta maaf sama lu kalo gue buat salah. Meskipun gue nggak tau apa salah
gue." Nada bicara Andrew terdengar pelan.
"Sebenernya bukan lu yang salah. Cuma karena Ryan, menurut gue dia itu...."
"Ndro, tolong jangan bicara jelek tentang dia ke gue. Lu kan belum tau apa-apa tentang dia,"
potong Andrew. Andro menarik napas sambil memejamkan mata sejenak untuk menahan emosinya.
"Oke" "Ngomong-ngomong lu lagi di mana,Ndro?"
"Gue lagi jalan mau ke apartemen saudara gue, apartemen yang sama dengan apartemennya
Liana. Baru mau jalan ke parkirannya sih."
"Ohh..." "Lu sendiri nggak jalan sama Ryan tersayang lu?" tanya Andro balik meskipun nggak begitu niat
tanyanya. Harusnya kalau Andrew peka, ketahuan dari suaranya.
"Nggak. Katanya dua hari ini dia mau nginep di rumah saudaranya. Jadi selama itu gue nggak
ketemuan," terangnya dengan agak kecewa.
"Ohh..." "Jadi?" "Jadi apa?" "Kita baikan?" "Len, tunggu bentar deh," potong Andro cepat.
"Ndro, berapa kali sih gue bilang jangan panggil gue "Len"."
"...." "...." "...." Teguran Andrew nggak didengerin sama sekali, malah pembicaraan pun langsung diputus Andro
tanpa say good bye, say sorry, atau anything. Dia lebih tertarik sama apa yang baru dilihatnya
saat mau masuk ke dalam apartemen. Bukan karena mobil keren terbaru yang ada di parkiran
yang harganya pasti milyaran, tapi karena pemandangan ganjil yang baru aja dilihatnya. Waktu
Andro mau masuk ke dalam lift, dua orang keluar dari lift sebelahnya. Ternyata mereka Ryan
sama Liana! Masalahnya bukan Cuma karena Ryan bohong sama Andrew yang katanya lagi
nginep di rumah saudaranya. Lebih karena mereka jalan dengan mesra seperti orang yang
pacaran! Rasa penasaran Andro mendorongnya mengikuti Ryan dan Liana. Rencananya untuk
naik ke atas dibatalkan seketika dan dia keluar lagi dari dalam lift. Semakin lama, Andro
semakin emosi memperhatikan mereka berdua yang lagi peluk-pelukan sambil ketawa-ketawa.
Emosi Andro semakin nggak bisa ditahan, dia segera mengejar langkah mereka.
"Heh!!!" bentak Andro sambil menepuk Ryan dari belakang.
Keduanya spontan nengok dan kaget banget waktu melihat Andro ada di belakang mereka.
Tanpa pikir panjang dan waktu yang lama, sebuah hantaman dari Andro mendarat di muka Ryan.
Bukkk!!! "Apaan sih lu" Mau jadi jagoan?" maki Ryan sambil membalas pukulan Andro.
Akhirnya yang ada malah adu otot. Proses saling memukul pun terjadi di lapangan parkir. Liana
dengan panik berteriak-teriak minta tolong. Setelah beberapa lama, muncul dua penjaga
apartemen yang sedang bertugas melerai mereka. Akibat baku hantam tadi, wajah mereka pun
memar. Yang lebih parah wajahnya Ryan kalo dibanding Andro. Andro emang lumayan jago
kalo masalah adu otot. Dia kan keluaran tae kwon do.
"Pak, tangkep aja nih orang. Dia pukul cowok saya duluan," perintah Liana dengan emosi.
Walaupun usah dilerai, Ryan dan Andro tetap beradu mata dengan tajam. Sebenarnya emosi
Andro masih belum reda. Untungnya satpam masih memegangi kedua tangan mereka untuk
mengendalikan suasana. "Oh... jadi dia cewek lu?" Andro meremehkan.
"Nggak ada hubungannya sama lu! Oh iya, kalo lu mau ama Alendra, ambil aja," balasnya
enteng. "Gue udah bosen main sama anak kayak dia!"
"Baguslah. Memang lu cocok sama yang levelnya pecun kayak begini. Sama-sama rendah!"
Andro memperhatikan Liana dari atas sampai bawah dengan tatapan tajam.
Liana yang berdandan menor, pake tank top hitam dan rok mini ini jadi spontan melotot.
Umpatan Andro juga bikin Ryan berontak dari pegangan petugas, tapi tidak berhasil.
"Udah Pak, saya nggak usah dipegangin lagi." Andro mencoba melepaskan diri dengan cara
halus. "Saya Cuma gregetan ngeliat pasangan mesum jalan di depan saya dengan nggak tau malunya.
Udah biasa kumpul kebo kali," ucap Andro, lalu ngeloyor gitu aja ke arah mall. Rencananya
berubah 180?, dia nggak jadi ke tempat saudaranya. Tapi dia nggak pernah menyesali apa yang
barusan diperbuat. "Kita lihat aja siapa yang bakal bertekuk lutut!" Ryan memasang wajah licik sambil matanya
mengikuti Andro. ..... Meskipun sudah berbaikan dengan Andro , malam ini tetap dirasakan panjang sama Andrew.
Segala bebannya dia tumpahkan di lapangan basket. Malam itu dia hanya bermain sendiri.
Dengan memakai kaus lengan buntung, dia masih men-dribbel bola. Dari gerakannya terlihat dia
pengen ngabisin semua tenaga yang masih tersisa, walaupun tubuhnya sudah basah oleh
keringat. Shoot dua poin, tiga poin, dan lay up dilakukan begitu aja. Dia teringat lagi dengan
kejadian tadi siang. Siang tadi Ryan tiba-tiba datang ke rumah Andrew. Andrew bener-bener senang setengah mati,
apalagi mengajaknya jalan. Katanya dia sengaja mempercepat urusan dengan saudaranya agar
bisa ketemu sama Andrew. Jelas aja kata-kata Ryan bikin Andrew "terbang".
Siang itu juga, Ryan mengajak Andrew ke apartemen Liana. Tadinya Andrew keberatan, tapi
karena rayuan Ryan akhirnya Andrew nurut. Nah, pas udah sampe di apartemennya ternyata
Liana nggak ada di tempat.
Awalnya sih semuanya berlangsung wajar-wajar aja. Ryan menunjukkan foto-fotonya waktu di
Aussie sambil bercanda-canda. Tapi setelah itu, Ryan berubah seperti orang yang baru aja
Andrew kenal, dia jadi agresif. Pertama-tama, Ryan mencium kening Andrew. Untuk hal ini,
Andrew menanggapinya dengan senang. Sesaat kemudian, Ryan meneruskan ke pipi. Perbuatan
Ryan masih diterima Andrew. Pikir Andrew, masih pada tahap wajar, apalagi mereka memang
pacaran dan udah lama nggak ketemu. Tahap selanjutnya, Ryan mencium bibir Andrew .
meskipun kaku dan ragu, Andrew terbawa suasana juga. Tapi... apa yang akan dilakukan Ryan
selanjutnya bikin Andrew menolak spontan. Bahkan dia mendorong badan Ryan keras ke
Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belakang. "Halah! Masa lu nggak pernah ngelakuinnya sama Andro." Dengan memasang muka cool, Ryan
berusaha menyindir Andrew.
"Maksud lu"!" Andrew tercengang dengan kata-kata Ryan barusan.
"Udah... jangan pura-pura."
"Pura-pura apaan sih?" Andrew berusaha menjauhi Ryan yang kembali mendekat ke arahnya
dengan tatapan licik. "Ryan!" bentak Andrew, tapi itu tidak mempengaruhi niat jahat Ryan yang terus mendekat.
Usaha terakhir Andrew Cuma bisa memberi tendangan dengan harapan Ryan bisa sadar dengan
apa yang akan dilakukannya. Andrew berlari meninggalkan apartemen dan menuju lift.
Untungnya ada orang yang baru keluar dari lift, jadi Andrew bisa langsung masuk. Ryan tidak
berhasil mengejar Andrew. Di dalam lift, napas Andrew terdengar jelas. Akalnya sudah tidak
dapat dipakai untuk memikirkan penyebab Ryan melakukan hal itu. Rasanya... hanya pedih....
Sampai sore saat menemani Mamanya belanja, pikirannya kosong total gara-gara kejadian tadi
siang. Semuanya masih belum bisa dipercaya. Harapannya untuk melanjutkan sekolah di Aussie
bersama Ryan jadi tanda tanya besar. Harapan bahagia yang akan dijalani bersama Ryan selama
di jakarta pun hilang sudah. Kenangan kenangan indah bersama Ryan seolah Cuma bohong
belaka. Satu pertanyaan yang mengganggu Andrew, kenapa Ryan membawa-bawa nama Andro" Atau
karena cemburu" Memikirkan itu semakin membuat Andrew nggak tahu.
"Len, kamu kenapa?" tanya Mama khawatir karena melihat wajah Andrew yang sejak tadi
berjalan tanpa ekspresi. "Nggak apa, Ma."
"Kalo ada masalah cerita aja sama Mama, Len. Mama tau penderitaan kamu selama ini. Kalau
sudah nggak kuat jangan dipaksa. Buat mama, kamu tetap jadi Alendra, Alendra Septiani
Puspita." "Tenang, Ma. Alendra nggak apa-apa kok," ucapnya dengan senyum hambar.
"Ma, aku mau tanya dong. Sebenarnya gimana sih tanda-tanda cowok lagi cemburu?"
"Hmm .... Mama sih nggak tahu pasti, tapi biasanya cowok yang lagi cemburu jadi kehilangan
kontrol. Memang kenapa?"
Terang Mama Andrew sambil memilih-milih barang.
"Nggak apa kok Ma. Iseng aja nanya," elaknya.
Waktu mendorong trolly, HP Andrew bergetar dan terlihat nama Ryan di layar HP-nya.
"Halo, Len....," ucapnya halus.
"...."Andrew sama sekali belum memberi tanggapan.
"gue tau lu marah sama gue, tapi gue nggak tenang kalo belum minta maaf sama lu. Sebenernya
gue sendiri nggak tahu dengan apa yang gue lakukan tadi siang. Semuanya terjadi gitu aja karena
terus terang aja gue jelous sama Andro." Kilahnya.
"Oh." "Len, lu percaya sama gue kan?" Ryan lagi-lagi berusaha meyakinkan. "gue tuh sayang banget
sama lu." "Gue nggak tau harus ngomong apa," jawab Andrew yang belum tahu mesti marah atau
memaklumi sikap ryan. "Oke. Gue akan nunggu sampai lu percaya sama gue."
Meskipun Ryan udah minta maaf, tapi wajah Andrew masih terlihat BT. Dia berdiri di depan
deretan cokelat dengan trolley-nya sambil menunggu Mamanya. Tapi..... Nggak sengaja
menangkap bayangan yang begitu familiar di kehidupannya. Matanya nggak akan salah liat, dia
yakin yang ada di depannya itu Ryan dan Liana. Dan yang bikin Andrew jadi sesak napas, dia
melihat langsung adegan mesra dan ketawa-ketawanya mereka. Andrew merasa mereka
menertawakan dirinya. "Go to hell," ucap Andrew dengan nada datar. Setelah itu, dia memutuskan percakapan dengan
Ryan. Yang ada sekarang hanya pikiran kosong atas penghianatan Ryan. Tega-teganya ryan
berbohong. Rasa yang dialami Andrew sekarang nggak kalah pedih dengan yang dirasakannya
tadi siang. Sebuah penghianatan!
.... Pikiran Andrew masih sama kacaunya dengan beberapa jam yang lalu. Ternyata usaha untuk
menguras habis tenaganya belum bisa bisa melepas semua rasa sesak di dadanya. Tanpa sadar
Andrew menelepon Andro. "Halo, Ndro.....," ucap Andrew begitu mendengar nada sela berhenti.
"Iya, Len. Ada apa" Kok tumben telepon."
"Lu bisa dateng ke taman di deket rumah gue sekarang" Gue.. gue mau balikin jaket lu yang
waktu itu." "Oke deh. Gue sampe 15 menit lagi," ucap Andro tanpa pikir panjang.
"Gue tunggu," putus Andrew.
Sambil menunggu kedatang Andro, Andrew Cuma bisa memandang bintang-bintang di atas sana
sambil duduk di ayunan kayu. Setelah lumayan capek menghitung bintang satu per satu,
akhirnya Andro datang 17 menit kemudian.
"Hai!" Dalam seketika Andro udah berdiri di sebelah ayunan.
"Nih, jaket lu." Andrew menyodorkan jaket yang dijanjikannya ke arah Andro.
"Pegang aja dulu. Kalo gue ambil sekarang, kan gue nggak bakal disini lagi." Andro akhirnya
memutuskan untuk duduk di ayunan lainnya.
"Maksud lu?" "Maksud gue, nggak mungkin ada orang yang manggil gue jam 10 malem hanya buat balikin
jaket kalo nggak ada apa-apa."
"gue nggak tau lagi mesti cerita apa, Ndro. Kayaknya gue harus mengubah pendapat gue tentang
Ryan. Ternyata gue nggak tau Ryan sama sekali," sesal Andrew dengan wajah menunduk.
Seperti pemain akrobat, Andro melompat dari ayunan yang maih terus bergerak. Mendarat
dengan mulus dan menghampiri Andrew segera.
"Begitulah orang yang lagi kasmaran, makanan basi dibilang enak," sindir Andro.
"ah udah lah. Lu juga nggak bakal ngerti," keluh Andrew.
Andro mengambil jaketnya yang terlipat di sebelah Andrew, membuka, dan mengibasngibaskannya ke udara.
"Hmph.... jaket gue jadi bau nih," gerutu Andro dengan lagak mencium bau apek dari jaket di
tangannya. "Enak aja." Nada suara Andrew terdengar datar. Emosinya yang meledak-ledak seakan terbang
entah ke mana. Jaket di tangan Andro dilemparnya ke arah muka Andrew hingga menutupi mukanya.
"nih cium aja sendiri."
"...."Andrew tetap terdiam.
"Gue memang nggak tahu begituan, tapi cowok itu pantang nangis di depan orang. Catet tuh....!"
Andro mengambil bola basket di samping ayunan dan men-dribble-nya.
"Satu lagi! Kalo mau terbang jangan pernah nengok ke belakang."
Langkahnya terlihat enteng saat meninggalkan Andrew, dia memainkan bola di tangannya ke
lapangan. Meninggalkan Andrew yang masih duduk sendiri di ayunan. Air mata perlahan
menetes dari balik jaket tebal milik Andro.
Empat puluh lima menit kemudian setelah menyibukkan diri dengan bermain basket, Andro
kembali Andrew yang masih belum beranjak dari ayunan.
"Heh! Tuh jaket dipake di badan, bukan buat di kepala. Udah cepetan, jaketnya dipake dan gue
anter lu pulang sekarang," perintah andro.
"Jangan sampe ketiduran di taman, lagian nggak baik cewek sendirian di sini malem-malem,"
ocehnya panjang-lebar. Malam ini mukjizat benar-benar terjadi, hampir semua kata-kata Andro dituruti. Jaket Andro
dipakai dan Andro mengantarkan Andrew sampai depan rumahnya. Tapi Andrew masih belum
turun dari motornya. Andro menoleh ke belakang.
"Eh,turun dong. Mau sampe kapan duduk di situ?"
"bentar lagi. Gue mau duduk disini dulu. Cukup dua menit aja dan gue akan turun sendiri,"
jawab Andrew pelan sambil menyandarkan kepalanya ke punggung Andro. Andro nggak
komentar apa-apa lagi setelah mendengar permintaan Andrew.
"Thanks ya Ndro," ucap Andrew begitu turun dari motor.
"Yoo...." Andro menunggu sampai Andrew membuka pintu rumah, lalu dia menyalakan mesin
motornya. "Heh!" panggil Andro tiba-tiba, mata Andrew menatap seakan bertanya.
"Besok temuin gue sebagai cowok lagi ya," ucapnya sebelum pergi.
..... Hari ini ditha dikejutkan dengan setangkai mawar putih di depan pintu rumahnya. Mawar itu
sudah ada begitu saja tanpa nama pengirimnya.
"Heh, ayo ke sekolah," ajak Andrew mengejutkan Ditha yang lagi sibuk mengira-ngira pengirim
bunga itu. "Bentar deh, Ndrew. Ada yang aneh. Waktu gue buka pintu, tiba-tiba ada ini nih."
Sambil memegangi sandwich di tangan yang udah hampir habis, Andrew meyempatkan diri
melirik ke arah benda yang dimaksud ditha.
"Ohh.. gitu doang kok dipikirin. Paling Cuma bung nyasar, soalnya rumah kita kan nggak ada
pagarnya. Bunga doang mah nggak ada bahayanya. Sekarang yang lebih bahaya itu gimana kita
bisa sampe ke kelas sebelum Pak Bondan masuk. Udah telat nih."
"ah iya...! tunggu bentar ya, gue mau ngambil tas dulu."
Ditha berlari ke kamarnya.
Mawar putih yang tadinya jadi sebuah tanda tanya dikalahkan begitu saja waktu nama Pak
Bondan disebut. Sekarang Ditha dan Andrew dibuat deg-degan mikirin gimana caranya ngejar
waktu yang udah mepet banget. Di tengah perjalanan yang lagi padat merayap, mereka berdua
masih sempet denger radio yang muterin lagunya Glenn-Sedih Tak Berujung-. Andrew lebih
suka lagu nge-beat langsung mengganti saluran. Hitung-hitung nyiapin jantung biar bisa lari
secepat mungkin. Inilah saatnya berlomba dengan Pak Bondan setelah mereka memarkiran mobil, cepet-cepetan
nyampe kelas. Di saat yang sama, Pak Bondan plus penggaris panjangnya itu baru keluar dari
kantor guru. Bedanya jarak yang ditempuh Pak Bondan lebih dekat. Jadi ... Andrew sengaja
menyalip Pak Bondan dari belakang waktu guru itu mau masuk ke kelas.
"Andrew!" teriak Pak Bondan begitu masuk ke kelas. Andrew yang baru mau duduk, langsung
diam kayak patung deh. "Iya, Pak." "Maju ke depan kamu!"
Tatapan mata anak-anak sekelas mengiringi langkah kaki Andrew. Yup, begitulah rasanya kalo
pagi-pagi udah dipanggil Pak Bondan. Rasanya seharian ini pasti diikuti rasa kesialan. Sekarang
Andrew merasa senasib sama Jackie waktu itu.
Wajah Pak Bondan terlihat sangat serius.
"Tadi kamu yang lari?"
"Iya, Pak." "Kalau gitu, sekarang kamu keluar!" perintah Pak Bondan. Biasanya kalo udah gitu, nggak ada
anak-anak yang berani bela diri. Istilahnya udah mati kutu. Yang biasa dilakukan Cuma nunduk,
terus keluar deh. "Yah, Pak, saya kan masih mau belajar makanya saya lari-lari biar nggak disuruh keluar. Maap
deh, Pak," rayu Andrew.
"..." Pak Bondan tak merespon.
"Saya kan suka sama pelajaran Bapak makanya saya nggak mau dikeluarin. Nanti saya
ketinggalan pelajaran nih,Pak." Alasannya tambah lama tambah panjang aja.....
"Sudah-sudah. Duduk sana. Kali ini saya maafkan, tapi nggak untuk berikutnya.
"Makasih pak. Penggarisnya tambah bagus aja Pak." Puji Andrew.
"Penting ya?" Gaya Pak Bondan berubah sok gaul. Perubahan sikap Pak Bondan yang tiba-tiba
bikin anak-anak geli. Aneh! Tapi mereka harus nahan ketawa daripada dikeluarin. Yang nggak
habis pikir, ada angin apa ya yang bikin Pak Bondan kayak ini" Kayaknya Linda yang termasuk
anak mading bakal memanfaatkan kejadian ini buat rubrik "aneh tapi nyata"-nya.
Setelah rayuan Andrew berhasil, akhirnya dia bisa duduk kembali dengan damai. Andro dengan
senyumnya sempat mengacungkan jempol buatnya.
"Belum selesai....," bisiknya sambil memasang senyum bandel. Dia merogoh sesuatu dari tasnya
dan maju lagi ke depan. Udah kayak orang nantang aja nih anak. Disuruh duduk malah maju
lagi. Saat Pak Bondan mau memulai pelajaran, tiba-tiba.....
"Permisi, Pak," ucapnya dengan enteng.
"Ada apa lagi"!"
"Tara... ini buat Bapak. Selamat ulang tahun Pak!" Di dalam kotak terlihat sebuah jam tangan
laki-laki. "maksud kamu apa?" tanya Pak bondan heran.
"Bukannya Bapak ulang tahun hari ini?" gantian deh Andrew yang heran. Jangan-jangan dia
yang salah. "Oh, ulang tahun saya sudah satu minggu yang lalu."
Sejenak Andrew terdiam. Nggak apa-apa lah Pak telat daripada nggak sama sekali." Andrew
berusaha menutupi rasa malunya.
"Friends, mana dong lagu Happy B"Day-nya," keluh Andrew. Seruan Andrew membuat anakanak lain langsung menyanyikan lagu Happy B"Day. Awalnya mereka ragu-ragu, takut kalo
diusir dari kelas gara-gara ribut. Tapi kenyataannya nggak tuh. Malah pelajaran hari ini jadi
seperti acara perayaan ulang tahun Pak Bondan. Tambah meriah dengan datangnya cake plus
acara tiup lilin segala. Nah, jadi nggak galak deh tuh guru.
Selesai jam pelajaran, dengancool-nya Andro menghampiri meja Andrew dan menaruh
sebungkus cokelat. "Eh, apa nih?" Andrew yang baru membereskan buku-bukunya menghentikan langkah Andro.
Andro berlagak SB alias sok bego.
"Maksud lu?" "ya yang lu taruh di atas meja gue."
"Oh.... itu. Baca aja sendiri. Di situ kan ada tulisannya juga."
"iya, gue udah tau ini Toblerone. Tapi apa maksudnya?"
"Menurut yang gue denger....," ucapnya seolah seperti seorang pakar.
"Kalo ada yang lagi stres, cokelat bagus buat pelampiasan."
Dahi Andrew mengerut, menatap cokelat yang ada di mejanya, lalu menatap Andro yang masih
berdiri di depannya. Tiba-tiba dia tertawa lepas, lalu berdiri dari tempat duduknya, tangannya
digantungkan ke pundak Andro.
"Andro... Hari ini gue dateng sebagai cowok. Gue Andrew. An... Drew... inget tuh!" Dia
menepuk-nepuk bahu Andro dengan tersenyum.
"Ya udah kalo lu nggak mau." Andro bermaksud mengambil cokelat yang tadi ditaruhnya.
Ternyata gerakan tangan Andrew lebih cepat dari gerakan tangan Andro. Jadi cokelat itu
sekarang udah ada di tangan Andrew.
"eits, kata sapa gue nggak mau" Thanks ya."
Nggak ada sepatah kata pun yang diucapkan Andro. Dia hanya memandang Andrew dengan
senyuman puas. Tersenyum karena Andrew bisa tersenyum lagi. ... tersenyum karena masih ada
"Andrew".... tersenyum karena ketegaran yang dilihatnya. Tersenyum karena kata-kata
terakhirnya... Siapa yang bakal percaya kalo Andrew yang kemarin adalah yang hari ini yang punya wajah
ceria, nggak murung lagi.
...... Seminggu ini Andrew menghabiskan waktunya untuk berlatih teater, bermain basket, dan semua
rutinitas yang biasa dilakukannya. Dan setiap pagi juga, dia melihat setangkai mawar putih di
depan pintu. Meskipun nggak tahu pengirimnya dan siapa yang dituju, tapi mawar itu udah bikin
Andrew tersenyum setiap pagi. Dan satu lagi... masih ada Andro yang selalu jadi majikannya.
Waktu berlalu dan sudah banyak hal yang terjadi. Nggak terasa pementasan teater semakin
dekat. Persiapan pementasan udah hampir selesai, termasuk dua pemain utama yang keren.
Maksudnya ya Andrew dan Andro.
Siang ini latihan masih berlangsung. Tiga hari lagi menuju pertunjukan. Tiba-tiba Sisca datang
ke arah Andrew dengan wajah panik. Di tangannya ada setumpuk kain.
"Ndrew, mati deh gue. Mati! Bener-bener mati gue....!"
"Ada apa sih, Sis "Tarik napas dulu...." Andrew membimbing Sisca untuk tarik napas dan secara
nggak sadar Sisca mengikuti.
Memang Sisca itu suka panik dan bawaannya hiperbola banget. Seperti sekarang ini. Nggak ada
angin nggak ada hujan, tiba-tiba pucat kayak orang mati. Mana ngomong nggak jelas lagi. Udah
kayak orang paling repot seantero dunia !
"Iya, bagus. Keluarin lagi. Nah,sekarang kenapa?" tanya Andrew begitu melihat Sisca mulai
tenang. "Ini gara-gara lu, Ndrew! Pokoknya gara-gara lu!"
Andro yang kebetulan ada di dekat tempat kejadian ikut mendekat. Dia membaca ada sesuatu
yang nggak beres. Apalagi Andrew yang lagi disalahin. Dia langsung menutup buku naskahnya
dan memperhatikan Sisca dengan serius.
"Apaan sih maksud lu" Nggak ngerti gue."
"Gara-gara lu nih! Waktu itu kan lu mau dibuatin baju, eh pake acara idundur-undur segala lagi.
Jadinya sekarang Cuma lu yang belum punya kostum deh. Waktu kita tinggal tiga hari lagi. Tiga
hari lagi!!! Dan gue nggak mau disalahin!" oceh Sisca dengan berapi-api. Udah kayak bom yang
mau meledak aja. Mau nggak mau Andrew jadi ikutan bingung. Nah, si penguping yang dari tadi diam-diam
mendengarkan akhirnya ngomong juga.
"Udah serahin aja ke gue," sela Andro dengan enteng.
"Jangan tarik lagi ucapan lu ya, Ndro. Dengan begitu semua tanggung jawab gue diserahin ke
elu." Tiba-tiba Sisca ngeloyor gitu aja.
"Beneran lu Ndro?" celetuk Andrew dengan tatapan nggak percaya. Kelihatan banget deh nggak
percayanya. Andaikan Reimon juga denger pasti akan melakukan hal yang sama, agak menganga
dan bertanya dua kali. "Ndrew, tema kita Cinderella yang modern kan bukan zaman jebot punya?"
Andrew mengangguk tanpa tahu maksud Andro.
"Nah, kalo gitu, pakaiannya juga nggak yang menggembung dimana-mana kale... ! Tinggal cari
di mall juga beres. Udah... jangan dibuat pusing deh."
"Terus?" "Terus... gue harus ngukur badan lu sekarang." Wajah licik sudah terpasang di muka Andro.
"Ngaco lu!" "Ya nggak lah. Lu ikut ke mall, terus nyoba bajunya. Besok lu ikut gue!" Belum juga Andrew
komentar apa-apa, Andro udah pergi gitu aja dan membaur dengan anak-anak lain. Andrew " tuh
anak kayaknya masih nggak nyambung. Ck... ck... ck...
..... Besoknya terlihat dua orang cowok lagi jalan ke mall dengan pakaian santai tapi tetep keren.
Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Satu cowok tulen, tau lagi "cowok". Kalo orang ngeliatin udah kayak pasangan homo aja.
Biasanya kan cowok sama cowok lain jalannya rame-rame. Kalo berdua gini jadi tanda tanya
deh. Andro dan Andrew udah jalan sekitar 1 ? jam. Kerjaannya Cuma keluar-masuk toko pakaian,
tapi nggak pernah keluar sambil bawa belanjaan. Andrew udah disuruh nyoba banyak gaun, dari
yang warna merah, putih, hitam, sampai sekarang ini Andrew disuruh nyoba baju yang nggak
jelas. "Wah, parah lu, Ndro. Masa gue disuruh nyoba nih baju. Mata lu lagi nggak beres ya?"
protesnya gara-gara disuruh nyoba gaun yang warnanya loreng-loreng nggak jelas.
"He...he... he... Gue bercanda doang kok."
"Nggak lucu tau!" Andrew keluar dari toko itu dengan wajah merengut.
"Napa lu" Kabur gitu aja".
"Mana janji lu" Katanya dengan mudah bisa nemuin kostum gue, tapi sampe sekarang nggak ada
hasilya. Padahal dengkul gue udah kayak mau muter ke belakang nih," keluh Andrew jengkel.
"Baru juga jalan segini, anggep aja latihan basket. Hah... maklum lah kalo bawa orang yang
agak-agak... Biasanya cewek bisa jalan dari pagi sampe malem, tapi yang ini....." belum selesai
ngomong, akhirnya Andro berhenti ngomong juga soalnya dari tadi Andrew udah menatap sinis.
"Udah selesai ngomongnya"!"
"Sori deh, sori... Nggak tau kalo nyari baju cewek bakal sesusah ini. Biasanya kalo gue beli baju
nggak sesusah ini," keluh Andro yang ngikutinAndrew yang duduk duluan.
Tanggapan susulan nggak keluar sama sekali dari mulut Andrew, jadi perdebatan pun nggak
berlanjut lagi. Mungkin lebih baik diam daripada buang-buang tenaga buat debat padahal kaki
udah nyut-nyutan. Buat nutupin rasa nganggur,mereka celingukan aja. Nonton orang-orang yang
lewat di sekitar mereka atau ngisengin anak-anak kecil yang lagi seliweran. Hasilnya malah
mereka dicuekin dan diledekin oleh anak-anak itu.
"Udah, Ndro, balik aja yuk! Lu give up aja kek, lagian Cuma pentas kecil aja kan."
Andro langsung berdiri dari tempatnya.
"Enak aja lu ngomong! Gue udah lama nunggu pementasan ini. Udah, sekarang ikut gue aja. Lu
cobain dulu gaun yang itu," tunjuknya ke arah sebuah gaun berwarna putih yang dipajang di
etalase sebuah toko. Andro menarik tangan Andrew yang terlihat malas-malasan.
Begitu masuk, Andro meminta contoh gaun yang sama dengan yang terpajang di depan. Sebuah
gaun berwarna putih dengan lipatan kecil di bagian dada dan perut. Sesaat Andro memperhatikan
model gaun yang dipegangnya, lalu menyuruh Andrew mencobanya dengan janji ini adalah gaun
yang terakhir yang harus dicoba.
"Great!" ungkap Andro sambil mengangkat dua jempolnya waktu Andrew keluar dari kamar pas.
"yakin lu?" "Beneran kok. Kalo nggak percaya perhatiin sendiri di cermin." Andro membalikkan badan
Andrew ke arah cermin di sebelahnya.
Mata mereka berdua sama-sama menatap sosok yang ada di cermin. Gaun yang dipakai Andrew
seakan mampu menutupi bahunya yang agak lebar dengan panjang 7/8. Udah kayak di adegan
Swann aja. "Mbak, bungkus!" perintah Andro cepat dengan wajah puas.
"Bungkus" Ngaco lu! Udah kayak di warteg aja," tegur Andrew.
Dalam sekejap, bungkusan gaun sudah ada di tangan Andro setelah membayar di kasir. Perasaan
lega terlihat jelas di wajah mereka berdua. Akhirnya setelah dua jam keliling mall dapet juga
gaun buat Andrew, meskipun tadinya hampir nyerah. Sebagia pelampiasan, mereka makan
sepuasnya. Habis itu, pulang deh...
..... Hari ini adalah hari yang sepertinya sudah dipersiapkan benar-benar oleh anak teater. Hari
mereka untuk beraksi. Begitu juga dengan tokoh utama, Andro dan Andrew, yang jadi pangeran
dan Cinderella. Andrew sempat dibuat kagum juga waktu ngeliat bangku penonton hampir penuh. Lama-lama
dia nyadar juga kalo rata-rata penontonnya cewek. Nggak salah lagi mereka mau nonton Andro,
cowok keren yang jadi bintang sekolah.
Saat ini keadaannya lagi sibuk semua, apalagi Sisca dengan kebiasaannya yang mondar-mandir
dengan kedua tangan yang penuh bawa barang. Tinggal lima menit lagi waktu untuk pentas.
Rasa deg-degan dan rasa tegang hampir dialami oleh semua anak. Masalahnya ini adalah pentas
pertama mereka. Sebelumnya klub teater di sekolah hampir nggak pernah nongol ke permukaan.
Tadinya mereka Cuma latihan dan latihan sampai suatu saat Andro masuk ke klub itu. Dia
membawa sebuah angan baru untuk semua anak-anak sampai anak kelas pun ikut gabung.
Meskipun pentas ini hampir bisa dibilang masih kecil, tapi cukup berarti buat kemajuan klub
teater mereka. "oke guys, ini dia pertunjukan perdana kami. Tanpa basa-basi, kita nonton langsung aja ya,"
ucap sang narator sebagai pembuka acara.
"Ndrew, pinjem tangan lu." Andro menghampiri Andrew yang lagi mempersiapkan diri di
belakang panggung. "Buat apaan?" "Udah, sini aja," pinta Andro tegas. Meskipun agak ragu, Andrew akhirnya mengulurkan
tangannya ke arah Andro. "Tuh kan.. bener. Belum apa-apa tangan lu udah dingin begini," ucapnya dengan lembut. Setelah
merasa sedikit tenang, Andro melepaskan tangan Andrew. Andrew yang memang lagi butek
pikirannya, ngikutin aja kemauan Andro. Atau memang Andrew-nya aja yang terlalu lugu, nggak
nyadar dengan maksud perbuatan Andro barusan.
"Nah, sekarang balikin badan lu."
Masih nggak ngeh juga, Andrew membalikkan badannya. Udah kayak dihipnotis aja, Andrew
nurutin semua kemauan Andro. Dalam sekejap, sebuah kalung berbentuk dua hati sedah berada
di leher Andrew. "Ini apaan, Ndrow?"
"Kalung... " jawabnya dengan tersenyum sambil memperhatikan benda yang baru saja
disampirkannya ke lehernya.
"Pletak!" tiba-tiba sebuah jitakan mendarat di kepala Andro. Andro sampai bengong menatap
Andrew, lalu tertawa terkekeh-kekeh.
"Lu ya kebiasaan! Kalo jawab kayak gitu. Nenek-nenek juga tau kalo ini kalung. Tapi
maksudnya apa?" "Hmm... maksudnya ya?" Andro mengobral wajah lugunya.
"Nggak ada maksud apa-apa. Itu Cuma sebagai jimat aja biar lu nggak grogi gara-gara tampil
duluan. Lagian itu barang murah kok. Sengaja gue beli kemarin."
"Cinderella!" seru sang narator. Sepertinya ini udah panggilan ke sekian kali, tapi karena mereka
sibuk sendiri jadi nggak denger ucapan narator.
Andro mendorong tubuh Andrew keluar. Hampir saja tersandung sama pakaiannya yang agak
panjang dan agak mengembang tapi terlihat lusuh. Pakaian yang identik sama pembantu gitu loh.
Kali ini rambutnya yang biasa pendek ditutupi wig panjang dengan belahan samping. Hampir
sama dengan wajah Ditha Cuma bisa dibilang versi lebarnya atau versi yang lebih besar.
"Mohon maaf, berhubung Cinderellanya jalan kaki jadi masuknya agak lama," ralat narator yang
lagi-lagi komentar. Gelagat nggak siap terlihat banget di wajah Andrew apalagi waktu melihat seolah semua mata
penonton menatap dia. Hampir aja dia mau balik ke belakang panggung. Tapi seolah mengikuti
aba-aba Andro yang menarik napas dalam, akhirnya Andrew agak tenang. Setelah narator
menyampaikan cerita pembuka, pemain lain pun naik ke atas panggung. Ini membuat kepanikan
Andrew langsung menurun. Penampilan perdana ini mengalir begitu aja. Cerita ini diakhiri dengan pertunjukan dansa. Tentu
saja saatnya pasangan Andrew dan Andro menunjukkan kebolehannya berdansa sebagai
pasangan pasangan putri dan pangeran. Andrew yang memakai gaun putih semakin anggun
dengan kalung pemberian Andro yang terlilit di lehernnya. Sementara Andro layak dijuluki
pangeran dengan jaket semi jas berwarna hitam krem ditambah kemeja putih dengan sedikit
bukaan di bagian leher. "It"s great day!" seru Sisca girang.
"Selamat ya, Ndro!" ucap anak-anak klub teater secara bergantian.
Semua anak saling mengucapkan selamat. Sambutan penonton yang meriah membuat mereka
berbangga hati. Serasa memenangkan sebuah proyek besar.
Di tengah-tengah kerumunan ucapan selamat, mata Andro nggak lepas menatap Andrew yang
lagi ngobrol sama Reimon nggak nyadar diperhatiin. Setelah anak-anak puas meluapkan
kegembiraannya, Andro mengahmpiri Andrew.
"Rei, maaf." Isyarat Andro langsung disadari Reimon membuat dia pergi, meninggalkan Andro
dan Andrew berdua. "Ikut gue yuk!" ajak Andro sambil menarik tangan Andrew.
"Tapi, Ndro.... Anak-anak kan masih....."
Saking semangatnya pertanyaan Andrew nggak digubris andro. Langkah kaki mereka akhirnya
berhenti di depan mobil merah.
"Mobil siapa nih, Ndro?" tanya Andrew curiga.
Andro bergerak membuka pintu mobil di sebelah kiri.
"Silakan Tuan Puteri....," ucap Andro sambil membungkukkan badannya.
"Nggak mau! Sebelum gue tau semua rencana lu!"
"Ah lu! Penampilan udah berubah, tapi nggak ngefek sama kelakuan. Kumat mulu.... ! Udah,....
cepetan masuk aja," paksa Andro dengan sedikit mendorong tubuh Andrew .
"Andro!!!" pekik Andrew tidak terima diperlakukan semena-mena, tapi pintu mobil udah keburu
ketutup dan Andrew udah duduk di joknya.
"Gue minta lu jangan tanya macem-macem sebelum kita sampai tujuan." Pesan Andro singkat.
Seakan nggak pedulu, Andrew melemparkan pandangannya ke luar jendela.
"Mau apa nih orang. Harusnya kan gue masih sama anak-anak, makan-makan dulu. Nggak tau
apa kalo akting tadi ngeluarin tenaga," gerutu Andrew dalam hati.
Tingkah Andrew yang kayak anak kecil membuat Andro menatapnya sejenak sambil tersenyum
kecil. Tentunya tanpa sepengetahuan Andrew. Yah... istilahnya curi-curi pandang gitu. Akhirnya
setelah hening beberapa saat, suara Alicia Keys memenuhi ruangan mobil. Antara BT dan
kurang kerjaan, Andrew mulai melepaskan aksesoris yang menempel di tubuhnya.
"Heh, jangan dilepasin dulu!" protes Andro.
"Apaan sih lu...!"
"Pokoknya jangan dilepas. Minimal sampai 2 ? jam lagi. Please....," cegah Andro sambil meraih
tangan Andrew yang berusaha melepaskan anting di telinga kanannya.
"Huh......!!!" keluhnya. Andrew pun mengalah sambil cemberut dan lagi-lagi memilih menatap
ke luar jendela. Hari sudah mulai gelap waktu perjalanan mereka berakhir di dekat sebuah pantai...
"Ndro?" "Surprise!!! Ini dinner khusus buat seorang puteri," ucap Andro dengan senang waktu mereka
sampai di tepian pantai. Di tempat itu udah ada sebuah meja dan lilin-lilin yang mengelilingi
mereka. Di atas meja ada lilin dan sepasang gelas, piring,sendok,garpu, serbet. Pokoknya semua
peralatan makan deh... "Lu kesambet apa, Ndro?" Andrew tampak bingung.
"Udah komentarnya ntar aja. Udah laper kan" Jadi kita makan dulu. Kalo nanti mau berantem
atau debat kan jadi ada tenaganya.
Pelayanan ekstra pun diberikan oleh Andro mulai dari menarikkan bangku untuk Andrew sampai
menuangkan minuman ke gelas. Tentunya semua ituhampir membuat Andrew terbengongbengong. Percaya nggak percaya yang melakukan semua ini adalah Andro.
Kalo biasanya makan bersama mereka diwarnai rebutan makanan dan adu cepat, kali ini
berlangsung lebih formal. Bukan karena efek dari gaya pakaian yang lain dari biasanya, tapi
karena situasinya yang beda.
Andro yang sudah selesai makan lebih dulu menatap Andrew terus menerus sambil menunggu
Andrew selesai makan. Gara-gara itu juga Andrew jadi nggak tenang makan. Biasanya dilitin
kucing yang minta makanan. He... he... he... Akhirnya Andrew pun selesai makan dengan
menyilangkan sendok dan garpunya secara terbalik.
"Udah selesai?"
Andrew mengangguk pelan, menatap Andro dengan perasaan aneh.
"Yuk jalan-jalan dulu ke pantai!"
"Bentar, Ndro," sela Andrew.
"Gue copot dulu wig-nya. Gatel nih."
"Eh, jangan! Bentar lagi kok."
Mau nggak mau Andrew mengikuti Andro dengan terpaksa. Sebenarnya Andrew agak risih
dengan memakai semua kostum plus aksesoris komplit sejak tadi siang. Tapi entah kenapa, dia
tetep nurut aja sampai sekarang. Mungkin karena sikap Andro yang hari ini terlalu berbeda.
Takutnya kalo salah sedikit bisa perang dingin.
"Gimana tadi?" Andro membuka pembicaraan.
"Good! Cuma..."
"Cuma apa?" "Cuma kurang satu orang. Bokap gue." Andrew tersenyum hampa.
"Hh.. gue udah tau kalo dia nggak bakal mau datang, tapi gue masih berharap. Lucu juga ya
gue?" "Emang kenapa Bokap lu nggak dateng"Sibuk kerja?"
Andrew menggeleng berusaha lebih tegar.
"Bukan. Dia nggak bakal mau terima kenyataan."
Kening Andro mengerut mendengar cerita Andrew yang kemudian tidak diteruskan lagi.
"Kenyataan apa maksud lu?"
"Ah, bukan apa-apa kok. Oh iya, cita-cita lu apa sih" Sampe sebegitu ambisiusnya sama teater"
Reimon sempat cerita lho tentang usaha lu buat ngusahain pentas ini sampai jadi," alih Andrew
ke pembicaraan lain. "Arsitek..." "Arsitek" Sama kayak Bokap gue dong. Tapi apa hubungannya arsitek sama teater?"
Sebelum menjawab pertanyaan Andrew, dia menghentikan langkahnya dan membuka jaket semi
jasnya yang berwarna hitam, lalu dipakaikan ke tubuh Andrew. Angin saat ini memang sedang
berhembus agak kencang, membuat suasana jadi semakin dingin. Namanya juga laut...
"Pertunjukan ini juga salah satu cita-cita terpenting gue sejak SD. Meskipun nggak heboh-heboh
banget, tapi gue senang bisa mewujudkan cita-cita yang satu ini."
"Sejak SD" Lucu juga ya cita-cita lu waktu SD," komentar Andrew.
"Yah... ini juga karena lu dulu..."
"Karena gue"!"
"Yup!" Andrew mengangguk kecil.
"Lu masih inget pentas drama waktu kita kecil" Waktu itu kita bersahabat, lebih deket daripada
sekarang. Waktu pemilihan Cinderella, lu nangis di punggung gue gara-gara nggak bisa jadi
Cinderella. Sejak saat itu, salah satu impian gue adalah menjadikan lu sebagai Cinderella
meskipun lu udah pindah sekolah sekalipun," kenangnya.
"Itu kan dulu, Ndro. Nggak mungkinlah gue bakal nangis lagi gara-gara nggak jadi Cinderella.
Lagian kesannya lu kayak mau "pergi" aja," gurau Andrew.
"Memang gue bakal pergi...."
Deg!!! Andrew seperti tersentak mendengar jawaban Andro.
"Itu terjadi kalo lu membiarkan gue pergi."
"ndro, dari tadi lu ngomongnya ngelantur ya?"
Andro menggeleng. "Andrew, sesekali kita harus serius meskipun gue seneng banget bisa
bercanda sama lu. Gue memang bakal pergi kalo lu nolak gue."
"Menolak apa maksud lu?" Semua membuat Andrew lebih bingung.
"gue sayang sama lu. Itu terjadi sejak delapan tahun lalu. Dan kalo lu memang nggak ada rasa
sama gue, gue bakal balik lagi ke Banjar, soalnya udah nggak ada gunanya lagi gue di sini. Toh
cita-cita gue udah terwujud."
"...."Andrew nggak bisa ngomong apa-apa lagi. Entah mengapa,cowok-cowok yang ada di
sekitarnya suka membuat dia kehilangan kata. Untuk kali ini bisa diibaratkan Andrew kena
skakmat. "Udahlah Ndrew, nggak usah lu pikirin sekarang. Jangan sampai kata-kata gue terasa jadi sangat
rumit dan merusak suasana."
Setelah percakapan serius itu berakhir, mereka melanjutkan jalan-jalan santai di pinggiran pantai,
menatap bintang-bintang di langit, dan diam tanpa percakapan apalagi candaan. Beberapa saat
kemudian, baru Andro memutuskan untuk mengajak pulang karena hari semakin malam dan
udara semakin dingin. ...... Tiba juga mereka di depan rumah Andrew setelah perjalanan mereka diiringi dengan lagu-lagu
cinta. "Ndro, masalah tadi...," tutur Andrew waktu Andro menginjak rem mobil tepat di depan rumah
Andrew. "Tenang aja, lu masih punya waktu tiga hari buat mikirin jawabannya baik-baik. Kalo lu
memang terima gue, cukup ubah diri lu sebagai seorang cewek sejati."
"Tapi, Ndro...."
"Cuma itu jawaban yang gue tunggu. Nah, sekarang mending lu turun soalnya udah malam."
Potong Andro halus. Setelah meminta maaf sama kedua orantua Andrew karena sudah membawa anak orang tanpa
izin, barulah andro pulang dengan mobil yang dibawanya.
Di tengah perjalanan, Andro sempat memikirkan hal aneh yang dirasakannya. Hanya Papa
Andrew yang memanggil anaknya dengan panggilan "Andrew", sedangkan Mamanya tetap
memanggil "Alendra" . ada apa antara Mama dan Papa Andrew ya" Kok mereka nggak
kompak"! Ah... pusing juga mikirin sebabnya. Tapi dibalik kebingungannya itu, rasa bahagia dan
bangga Andro masih dirasakannya. Hari ini mimpinya terwujud dan dia bisa melihat "teman
baiknya" menjadi Cinderella.
IS IT ENOUGH" "Enak aja, bisa-bisanya Andro ngucapin kata"tenang" berkali-kali dengan entengnya," Andrew
menggerutu sambil memukul-mukul bantal bersarung spiderman-nya. Masalah ini bukan Cuma
menyangkut persahabatan dan cinta, tapi juga tentang hubungan ayah dan anak. Ada
kemungkinan Papanya bakal meledak-ledak kalo dia keluar dari jalur yang udah delapan tahun
ini dijalaninya. Belum lagi tanggapan orang-orang tentang dirinya kalo tau dirinya yang
sebenarnya, terutama teman-teman cowok yang suka main bareng.
Lagi pula apa perasaannya saat ini sudah pasti adalah rasa cinta" Mas iya,secepat itu Andro
menggantikan posisi Ryan" Andrew mulai pusing sendiri memikirkan keputusannya, meskipun
waktu yang diberikan masih tiga hari lagi. Andaikan memang ini perasaan cinta, sanggupkah
Andrew memberikan jawaban seperti yang diminta Andro...."
Andrew mulai membayang-bayangkan apa yang bakal terjadi kalo dia salah ambil langkah.
Pertama, Andro bisa menghilang seperti dulu lagi. Nggak ada lagi Andro yang akan muncul
Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk ke-3 kalinya hanya buat dia. Nggak ada lagi cowok yang bisa melapisi kerapuhan di
dirinya. Atau kedua, Papanya akan kecewa dan mungkin bakal menentang hubungannya dengan
Andro. Nggak terasa jam di kamarnya sudah menunjukan pukul dua pagi, tapi Andrew belum bisa
memejamkan matanya. Pikirannya dipenuhi dengan masalah itu. Padahal udah dipikir-pikir
beratur-ratus kali, tapi jawabannya tetep aja dia nggak berhasil menemukan jawaban yang
terbaik. Saking stresnya, Andrew menutup wajahnya dengan bantal. Terasa semakin gelap saja
karena di kamarnya nggak ada cahaya lampu sama sekali.
Dia jadi mulai bertanya-tanya, apa iya setelah menemukan puteri Cinderella, sang pangeran
memaksanya untuk memakai gaun yang bagus. Setiap hari dia juga harus mempelajari tata cara
hidup di kerajaan. Mungkin kalo ceritanya diperpanjang dan nggak berhenti hanya sampai happy
ending, jawaban atas masalah ini bisa ketemu. Atau... penulisnya juga memang nggaktau
keputusan apa yang harus diambil Cinderella.
...... Hari ini adalah hari pertama terhitung setelah malem perjanjian kemarin. Andrew sepertinya
masih bermalas-malasan untuk mengawali hari ini.
"Ndrew, hari ini kok nggak ada mawar putih lagi di depan pintu rumah kita?" ucap ditha agak
heran. "tuh bunga biasanya dateng dari pohon-pohonnya Pak Mun. Kemarin kan dia udah motongmotong pohonnya, jadi hari ini nggak ada bunga deh," jawab Andrew asal.
"Ah, nggak mungkin. Lagian emang tuh bunga punya sayap apa sampai bisa ke sini"! Bunga kan
kalo jatuh ya di bawah pohonnya aja," bantah ditha yang nggak puas.
"Kan kali aja atau fans lu kabur kali waktu tau lu udah punya cowok yang ganteng di sekolah
lain." Andrew mengambil roti dengan malas-malasan.
"Ngaco lu!" Beberapa saat kemudian pembicaraan mereka terhenti. Ditha memperhatikan gerak-gerik
kakaknya yang sejak tadi menjawab pertanyaannya dengan nada datar. Senyum pagi harinya
juga mendadak hilang. "Lu kenapa?" "Kenapa apanya?"
"Ada yang beda sama lu kayaknya."
Andrew berlagak nggak tahu apa-apa dan nggak ada yang terjadi.
"Nothing. Udah, cepet sana ambil tas lu. Kali ini gue nggak punya ide buat lolos dari tangan Pak
Bondan," alihnya. ..... Langkah Andrew terlihat berat waktu memasuki gerbang sekolah. Padahal tas hitamnya paling
hanya menampung 5- 6 buku yang nggak tebel-tebel amat pastinya. Andro terlihat menunggu
kedatangan Andrew dari atas, di balkon depan kelas mereka. Begitu tatapan mereka bertemu,
Andro langsung melengos dan bergegas masuk ke kelas tanpa sapaan atau pun sebuah senyuman.
Andrew berjalan menunduk, merasa nggak punya keberanian sama sekali untuk menjadi dirinya
sendiri. Dia juga merasa dirinya seorang pengecut sampai-sampai Andro membuang mukanya.
Tapi kenapa" Kenapa kemarin Andro harus bersikap begitu baik kalo hari ini jadi berubah
180?" Andrew semakin kesal dengan situasi ini. Situasi yang membuat dia merasa terpojokkan.
"Eh, selamet ye kemarin! Akting lu bagus juga," sapa Jackie begitu melihat Andrew sudah
duduk di bangkunya. Jackie kayaknya nggak tau nih kalo Andrew lagi BT. Nih anak memang kadang-kadang rada
bolot. Nggak bisa baca raut muka orang sama sekali. Masih untung nggak diusir samaAndrew.
Setelah buang muka, Andro pun ngabur waktu Andrew masuk kelas. Sebegitu nggak niatnyakah
Andro melihat wajah Andrew" Jelas aja muka Andrew jadi tambah mendung mendadak. Semua
perkataan Jackie sama sekali nggak direkam otak Andrew. Masuk kuping kanan, langsung
mental gitu aja. "Iya, jadinya waktu pentas kemarin gue ngeliat bla...bla...bla...," Jackie nyerocos terus kayak
seorang reporter nyamperin berita secara langsung.
....... Hari ini Andrew benar-benar nggak konsentrasi sama semua hal yang dilakukannya, semua katkata yang didengarnya, dan semua yang ada di sekitarnya. Semua sikap Andro semakin
membuatnya merasa sebagai pengecut! Hal terakhir yang dilakukan Andro sejak pelajaran
dimulai adalah bertukaran tempat duduk sama anak lain. Ini artinya perang dingin udah dimulai
dan Andro emang sengaja menjauh!
Anak-anak satu kelas juga jadi pada bingung. Dua orang uang biasanya bawel tiba-tiba diemdieman dan jadi kayak anak alim. Semua mereka lakukan tanpa suara. Hampir sama kayak puasa
ngomong deh! Yang nyadar dengan situasi mereka langsung menjaga sikap dan omongan,
kecuali Jackie yang nggak ada peka-pekanya. Kalo penting ya ngomong, kalo nggak ya nggak.
Mereka berdua juga jadi jarang banget ngajak anak lain ngomong, ketawa, atau bercanda.
Sesekali Andrew menatap Andro yang duduk di depan walaupun yang tampak hanya
punggungnya. Tapi kayaknya hari ini adalah hari terakhir dia bisa melihat Andro, walaupun dari
belakang sekali pun. Hari ini udah jadi tanda-tandanya....
..... Sepulang sekolah Andrew berusaha menenangkan diri dengan tidur selama beberapa jam.
Awalnya sih maksain diri untuk tidur. Setelah agak tenan, Andrew memilih untuk cepat mandi.
Dengan handuk menggantung di kedua bahunya, Andrew mengintip pemandangan dari balik
gordennya. Hari ternyata sudah gelap, halaman rumah masih sepi seperti biasa.
Dia berbalik ke meja kacanya, membuka laci dan menemukan sebuah kalung pemberian Andro.
Dia menatap kalung itu sebentar , lalu menyimpannya kembali ke dalam sebuah kotak. Di
sebelahnya ada sebuah majalah cewek. Dia membuka-buka lembar demi lembar majalah yang
memasang gambar-gambar mode pakaian cewek. Gambar itu mengingatkan akan rencananya.
Dia akan memakai baju-baju itu kalo udah merasa pantas. Setelah menarik napas dalam-dalam,
dia menaruh lagi majalah itu ke dalam laci.
"Dasar pengecut!" batinnya sambil menatap wajahnya sendiri di cermin.
Dia menghakimi diri sendiri yang nggak mampu mengambil keputusan....
....... Ini sudah hari kedua, Andrew masih memakai seragam putih abu-abunya plus celana
panjangnya. Kali ini dia sudah menegarkan dirinya untuk menerima perlakuan Andro yang pasti
membuatnya semakin ciut. Bahkan sesekali dia berusaha tersenyum, meskipun Andro tetalp
berpindah tempat duduk. Tanpa diduga, selepas jam istirahat, Andro menghampirinya. Tapi masih dengan sikap dingin.
"Nih!" Andro meletakkan sebuah tiket ke atas meja Andrew. Di sampul depannya tertulis Lion
Air. Andrew terdiam tanpa kata-kata.
"Jangan dikira gue ngancem doang. Ini buktinya, lu bisa liat sendiri. Buat penerbangan besok!"
ucapnya dengan tegas. Andrew membuka lembaran pertama. Di situ jelas tertulis jurusan penerbangan ke Banjarmasin
dengan waktu penerbangan pukul empat sore. Andrew masih memeperhatikan tiket itu tanpa
ekspresi. "Ini hanya sebagai bukti sekaligus pengingat bahwa waktu perjanjian kita tinggal besok. Maaf,
gue nggak bisa ngeliat lu dengan keadaan seperti ini terus. Kalo ini seperti memaksa, itu karena
gue enggak tahan lagi melihat lu menjadi orang lain,"ucapnya sambil menarik kembali tiket di
tangan Andrew. Kejadian itu membuat pertahanan Andrew runtuh. Senyumnya yang sering dipaksa keluar jadi
nggak muncul lagi. Waktu yang tersisa tinggal 30 jam lagi dan itu waktu yang singkat. Malam
ini Andrew nggak bisa tidur. Tapi walaupun udah mengurung diri di kamar berjam-jam, tetap
saja dia belum bisa menemukan jawaban.
....... Pagi ini Ditha dapat surprise lagi karena baru menemukan bunga yang sempat hilang dua hari
belakangan. Berbeda dengan kiriman-kiriman sebelumnya, kali ini di bawahnya terletak sebuah
surat yang ditujukan untuk "Alendra". Nama itu tertulis dengan jelas. Tapi baru saja Ditha mau
memberikan bunga itu ke kakaknya, telepon yang berada di dekatnya berdering. Langkahnya
berhenti, lalu mengangkat telepon itu sambil tangannya membawa bunga putih.
"Len!!!" panggil Ditha dengan nada keras, dikira kakaknya masiih berada di kamar atas.
"Apaan sih?" tanya Andrew dengan malas yang nongol dari dalam dapur dengan membawa
segelas susu. "Nih, ada telepon. Katanya dari rumah sakit."
"Rumah sakit"!" Wajah Andrew langsung berubah. Dia pun mengangkat telepon dengan ragu.
"Oh, iya Len. Nih bunga buat lu. Ternyata bukan fans gue, tapi fans lu." Bunga di tangannya pun
diberikan ke Andrew. Dengan isyarat, Andrew mengucapkan "thanks".
Eh, waktu Ditha turun dari kamarnya untuk mengambil tas, dia tidak menemukan Andrew di
ruangan itu. Andrew udah hilang dengan mobilnya. Di ruang tamu, masih ada tas sekolahnya dan
dia meninggalkan sepucuk surat. Ditha jadi mendengus kesal ditinggalkan begitu saja.
Tak berapa lama kemudian, HP Ditha berdering...
"Halo , Dith....," ucap Andrew begitu Ditha menerima panggilannya.
"Lu gimana sih ninggalin gue begitu aja"!"
"Justru itu. Gue mau minta maaf, soalnya tadi gue buru-buru. Sekarang gue lagi on the way ke
rumah sakit. Tolong bawa surat yang ada di atas meja sekalian," pesan Andrew dengan terburuburu.
"Ada apaan sih Ndrew sampe lu buru-buru gitu?" Ditha jadi penasaran.
Belum sempat menjawab apa-apa, percakapan mereka terputus begitu saja. Ditha lagi-lagi
mendengus kesal. ..... Begitu jam istirahat, HP Ditha bergetar. Kali ini dari nomor yang nggak ada di phonebook-nya.
"Halo, dith, sori... ternyata pulsa gue tadi abis. Udah lu kasih belum surat gue?" ucap Andrew di
sana. "Belum...." "kok enak banget sih lu bilang belomnya. Itu kan surat penting," desak Andrew.
"Ngomong-ngomong siapa sih yang masuk rumah sakit?"
"Ryan... telepon tadi pagi ngabarin kalo dia sama Liana kecelakaan."
"Ampun deh, Len. Masih mau aja lu ngurusin tuh manusia!" keluh Ditha.
"Ngg... gue nggak tahu deh Dith, gue langsung refleks ke sini."
"Satu lagi! Sebelum gue kasih nih surat ke tuh manusia, kayaknya lu harus cerita dulu apa yang
terjadi antara lu sama andro. Kalo nggak.... ya nggak bakal gue kasih nih surat," ancamnya.
Meskipun tadinya Andrew berniat bohong, tapi Ditha masih nggak percaya dan tetap mendesak
Andrew untuk cerita yang sebenarnya. Tapi yang heran, kenapa Ditha nggak nyadar padahal
mereka kan satu kelas. Akhirnya cerita juga tuh Andrew tentang apa yang terjadi. Mau nggak
mau juga sih, berhubung keadaan sudah mendesak.
............ "Eh, ke mana tuh saudara lu yang masih mengidap "krisis identitas?"" ucap Andro dingin waktu
menghampiri Ditha yang baru aja menyelesaikan pembicaraannya dengan Andrew.
"dia ke rumah sakit."
"Ha! Siapa yang sakit" Apa dia lagi berusaha ngobatin penyakit krisis identitasnya itu?" Andro
terlihat nggak percaya. "Ryan. Katanya dia kecelakaan tadi pagi. Nih surat dari Alendra!" Ditha menyodorkan sepucuk
surat ke Andro dengan tatapan sama dinginnya.
"Oh....," ucapnya sinis.
"Ndro, bisa ngomong sebentar nggak ?" Bella tiba-tiba udah menclok di sebelah Andro.
"bisa..." jawabnya sambil memasukkan surat itu ke kantong celananya, lalu pergi bersama Bella.
Nggak habis pikir, kenapa tiba-tiba Andro menyanggupi permintaan Bella. Setelah sampai di
belakang sekolah..... "ada apa, Bell"
"Ng..Ng..." Bella berubah jadi kayak anak lugu.
"gue Cuma mau ngutarain perasaanku, kalo gue suka sama lu. Mungkin lu nggak percaya, tapi
anehnya itu kenyataannya." Ungkap Bella.
"Tapi gue udah mau pindah ke Banjar. Udah tau kan?"
"Udah kok. Tenang aja, gue bisa terima kok sekalipun lu ada di Banjarmasin."
"Maaf, Bell. Sebenernya kata-kata yang lu ucapkan tadi udah lama gue tunggu, tapi bukan dari
lu. Ada orang yang gue sayang sejak lama."
"Apa nggak ada celah sedikitpun buat gue lagi?"
"Sekali lagi maaf Bell. Gue nggak bisa berjanji akan sesuatu yang belum tentu bisa gue tepati,"
pintanya dengan menyesal.
"apa lu nolak juga kalo gue minta jadiin gue sebagai salah satu teman lu?"
"Tentu aja nggak," potongnya.
"thanks, Ndro," ucapBella sebelum pergi meninggalkan Andro yang masih berdiri.
............ Bunyi bel di rumah Andrew membuat Ditha yang lagi asyik baca beranjak meninggalkan buku
biografi Nobel, si pencipta dinamit.
"Elu tho," ucap Ditha dingin waktu melihat sosok Andro di balik pintu yang baru dibukanya.
"kok lu ngomongnya begitu sih?"
"Begitu gimana" Ngomong-ngomong apa tujuan lu ke sini?" tanyanya masih dengan nada yang
sama dinginnya. "Gue Cuma mau pamitan aja sama lu dan Alendra sebelum gue balik. Gue ke sini karena tadi
gue belum sempat ketemu sama saudara lu di sekolah," ungkapnya.
"Masuk dulu, dari tadi ada yang mau gue omongin sama lu."
Mendengar ucapan Ditha yang agak serius, Andro lalu mengikuti langkah Ditha yang menuju
ruang tamu. Di dinding-dinding ruangan itu tergantung sebuah foto keluarga dan deretan fotofoto kecil di meja kecil yang disandarkan ke tembok. Sepertinya lagi nggak ada orang di rumah.
"tau nggak" Lu itu sama dengan cowok-cowok yang membuat hidup kakak gue jadi tambah
buruk!" "Maksud lu"!" Nada suara Andro agak meninggi. Sepertinya sih agak tersinggung dengan
ucapan Ditha barusan. "Yah... lu hampir sama dengan Ryan-lah...." ucap Ditha enteng seakan meremehkanAndro yang
duduk tepat di depannya. "Kalo ngomong yang bener ya," potongnya.
"Harusnya lu sadar sendiri dong kalo lu itu nggak beda jauh sama Ryan. Lu berdua sama-sama
udah memberi harapan untuk Alendra dan tiba-tiba....yah, lu pikir sendirilah. Gue udah denger
sendiri cerita tentang lu."
Andro terlihat nggak puas, dia menatap Ditha dengan tatapan penuh pertanyaan.
END "Satu lagi....!" tambahnya.
"Lu sama kayak Bokap gue. Gara-gara obsesinya untuk punya anak cowok, kakak gue yang
kebetulan lahir sebagai anak pertama harus ngejalanin semua ini. Sekarang lu udah kayak
pesulap aja, minta sebuah perubahan yang instan."
Cerita Ditha langsung membuat dahi Ando berkerut.
"Maksud lu apa sih" Gue masih nggak gitu ngerti."
"Maksud gue, keputusan lu untuk balik mudah-mudahan aja keputusan yang bener dan gue
berharap lu nggak usah balik lagi ke kehidupan Alendra. Lu Cuma buat sebuah kesalahan untuk
dateng lagi ke kehidupannya dan membuat dia lebih menderita!"
"tapi gue nggak pernah bermaksud untuk membuat Alendra jadi menderita",bela Andro.
Mungkin begitu, tapi lu melakukan semua itu dengan nggak sadar," potong ditha.
Sepulang dari rumah Andrew, pikiran Andro jadi tambah kalut. Apa memang benar selama ini
dia hanya menjadi perusak di kehidupan Alendra. Hampir sama dengan Ryan yang pernah ia
maki atau ayahnya Alendra yang membuat Alendra mengubah dirinya seperti sekarang" Itu sama
artinya kalo dia salah satu orang yang nggak pantas untuk meminta jawaban atas perasaannya,
karena ternyata dia termasuk salah satu orang yang merusak kehidupan Alendra. Itu juga berarti
kepergiannya memang sebuah hal yang tepat dan harus dilakukan. Dalam kalutnya, Andro
memacu motornya dengan kecepatan yang semakin tinggi....
Di tempat lain, tepatnya di rumah sakit kamar nomor 206, Andrew sedang duduk menemani
Ryan yang masih terbuju dengan balutan luka di tubuhnya.
"ryan....,"ucap Andrew waktu melihat ryan menggerakan tubuhnya.
Begitu membuka matanya, ryan langsung menangis histeris."Liana.... Liana... Dian udah nggak
ada, Len!" Andrew nggak menjawab apa-apa, dia hanya berusaha di sisi ryan saat dia membutuhkan
spiritnya. Andrew hanya mengangkat kedua bahunya.
"Hari ini harusnya gue sama Liana sudah balik ke Ausie, tapi kecelakaan ini
harus terjadi. Padahal nggak ada yang mengira... Apa ini yang namanya karma karena gue udah nyakitin
perasaan lu?" ceritanya dengan nada menyesal.
"nggak ada yang tau,ryan."
"tapi gue merasa ini memang yang namanya karma,Len. Lu...Lu begitu tulus sampai lu masih
mau nungguin gue. Sedangkan gue begitu jahatnya melukai perasaan lu meskipun gue masih
sayang sama lu." Andrewmasih nggak menanggapi ucapan ryan.
"Yah, gue tau lu pasti nggak percaya sama ucapan gue. Ucapan gue yang bilang kalo gue masih
sayang sama lu. Gue ngelakuin itu semua karena uang. Demi uang...! Hanya demi uang. Len!
Betapa rendahnya gue. Karena ingin melanjutkan kuliah di Ausie, gue harus nemenin Liana
kemana-mana," ucapnya sambil menatap Andrew dalam.
"Len, lu masih mau maafin gue kan?" pintanya.
"Melihat lu sekarang, nggak mungkin gue bilang kalo gue nggak maafin lu."
"Apa lu mau nerima gue lagi" Cuma ini satu-satunya cara yang bisa gue lakuin untuk menebus
kesalahan gue. Apa pun yang akan lu lakukan ke gue,bakal gue terima. Bahkan kalo gue disuruh
jadi pembantu lu, gue juga mau Len." Genggaman tangan ryan semakin erat. Air matanya
menetes lagi mengiringi permintaan maafnya.
"Gue... Gue...." Andrew menunduk, menatap ryan tanpa tahu jawaban yang harus diucapkan.
Di balik pintu sana, Andro baru saja melangkahkan kakinya. Sudah lama dia mendengar
percakapan Andrew dan ryan. Dengan memakai jaket hitam, dia berjalan menunduk
meninggalkan mereka. ............... Andro sudah berada di ruang tunggu bandara. Dia duduk di barisan kursi dekat jendela sambil
menunggu pesawat yang akan membawanya ke Banjarmasin. Setelah menyaksikan sendiri
kejadian tadi, Andro sadar kalo Ryan lebih baik dari dirinya. Semua yang dilakukannya nggak
ada yang lebih baik dari yang pernah dilakukan Ryan. Di tengah-tengah waktu menunggunya,
Andro baru teringat dengan sepucuk surat yang diberikan Ditha tadi siang. Dia lalu mengambil
surat beramplop biru dari tas kecilnya.
Dear Andro, Maaf kalo gue nggak bisa nemuin lu di hari perjanjian kita terakhir. Lu boleh aja menganggap
gue ini seorang pengecut. Dan itu mungkin udah terbukti jelas dengan sikap gue yang nggak
berani menunjukkan siapa jati diri gue yang sebenernya. Itu karena gue merasa belum siap.
Thanks untuk semua yang udah lu berikan sampai lu mau melakukan sesuatu yang berarti buat
Cintai Gue Kalo Berani ! Love Me If You Dare Karya Ririn di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gue. Hari pertunjukan itu nggak akan pernah gue lupakan. Terima kasih juga lu udah mau datang
untuk kedua kalinya ke dalam hidup gue. Dan gue tahu kalo lu nggak akan mau datang lagi
untuk ketiga kalinya untuk menanyakan hal yang sama. Satu pesan gue, jangan pernah melihat
ke belakang lagi kalo lu mau terbang. Oh, iya satu lagi. Makasih ya untuk setiap tangkai mawar
putihnya. Setelah dikumpulin ternyata jumlahnya 19. Selamat jalan,Ndro.
Andro melepas kertas itu kembali dan memasukkannya ke saku celananya. Di belakang sana,
masih ada Andrew. Dia sempat sekilas melihat Andro saat dia masuk ke dalam, lalu
bayangannya menghilang di batas pemeriksaan barang.
............ "Len, gimana keadaannya Ryan?" tanya Ditha waktu Andrew lagi asyik makan di meja makan.
"Ya gitu deh. Dia masih syok atas meninggalnya Liana. Dia bilang kejadian itu seperti sebuah
karma karena udah nyakitin perasaan gue."
"Lah terus lu percaya gitu aja?" potong Ditha dengan gemas.
"Nggak tau deh. Dia juga sempat minta balik. Katanya dia nggak bakal bisa tenang sebelum
menebus kesalahannya ke gue. Satu lagi, dia bilang semua yang dia lakukan karena masalah
uang makanya dia mau jadi pacar Liana. Dengan jadi cowoknya, Ryan dapat bayaran untuk
melanjutkan kuliah di Ausie."ucap Andrew menjelaskan.
Ditha terlihat mencibir." Halah! Paling akal-akalannya dia doang. Ntar dia minta uang deh ke elu
dengan alasan ini-itu."
"Kalo itu sih gue nggak ngerti." Andrew menikmati ayam goreng di mejanya. Pandangannya
tiba-tiba kosong menatap tembok putih yang ada di depannya.
"Heh, Ngelamunin apa sih?" tegur Ditha membuyarkan khayalan Andrew.
"Oh iya, surat lu udah gue kasih ke Andro. Dan tadi dia dateng ke rumah, katanya mau pamitan
sama lu, tapi gue maki-maki aja tuh anak."
"Oh...." "Kok Cuma komen "oh" sih?" protes Ditha.
Ting.... tong... Bel rumah mereka berbunyi. Berhubung pintunya lebih dekat dengan tempat
Ditha duduk, makanya dia yang beranjak untuk membukanya.
"Loh, ngapain lu disini" Harusnya kan lu ada di...." Belum sempat Ditha meneruskan
kalimatnya, si tamu yang nggak lain dan nggak bukan adalah Andro langsung nyelonong gitu
aja. Nggak berapa lama, dia sudah menemukan Andrew masih dengan pandangan kosongnya.
Dia langsung tersentak begitu melihat Andro udah ada di depannya.
Tanpa kata-kata, Andro menarik tangan Andrew. Lalu Andro menaiki motornya dengan
kecepatan kencang. Di sela-sela itu, Andrew memeluk punggung Andro sambil tersenyum. Hal
yang nggak terbayangkan olehnya.... Setelah beberapa saat, akhirnya mereka berhenti di sebuah
taman yang sepi, dekat danau. Mereka menuju kursi yang disediakan di tempat itu.
"Len, sebelumnya gue minta maaf dengan semua sikap egois gue yang secara nggak sadar
ternyata udah menekan perasaan lu. Gue nggak mau menunggu sebuah kecelakaan atau penyakit
kritis mendahului gue untuk mengucapkan permintaan maaf. Gue juga nggak mau menengok ke
belakang. Dan saat gue melihat ke depan, gue Cuma nemuin lu. Karena itu gue ada di sini,"
tuturnya sambil memegang kedua tangan Andrew.
"Jadi... untuk apa lu datang lagi pamitan?"
Andro menggeleng...."Untuk menggenapkan kuntum bunga yang ke-20." Dia mengeluarkan
setangkai mawar putih dari balik jaketnya.
"Bodoh lu,Ndro!" ungkap Andrew dengan wajah memerah dan senyum kecil yang terlihat di
bibirnya. Sejenak tawa kecil menghiasi mereka, menertawakan sebuah kebodohan.
"Len, gue nggak mau lu jadi milik orang lain lagi. Karena itu juga salah satu kebodohan gue.
Yang perlu lu tahu, gue nggak akan menuntut lu berubah sampai lu mau mengubah diri lu
sendiri. Pertanyaan gue sekarang apa jawaban lu" Ini masih hari ketiga perjanjian kita." Tatapan
mata Andro terlihat sangat serius.
"Jawaban gue" Apakah masih harus sekarang?"
"Well.... Gue menarik kembali persyaratan gue. Nggak ada lagi batasan waktu untuk jawaban lu.
Gue bakal menunggu sampai hati lu mengatakan apa yang harus lu katakan untuk menjawab
perasaan gue. Nggak akan ada lagi paksaan yang harus membuat lu tertekan," ralat Andro. Dia
lalu mengambil sebuah batu di bawah kakinya dan dilemparkannya ke danau. Nggak tahu apa
maksudnya, sekadar iseng atau mungkin ungkapan rasa leganya.
"Lu tau nggak, Len" Seorang pangeran juga nggak bisa langsung menemukan sang Cinderella
dalam waktu sekejap. Dia masih mencari dan berusaha mencari. Itu juga yang membuat sang
Cinderella resah. Dia nggak langsung mengenali Cinderellanya tanpa gaun yang bagus. Itu juga
sepertinya kesalahan yang gue perbuat. Gue sempat nggak menyadari kalo penampilan luar lu
sekarang ini adalah tetap seorang Alendra. Tapi akhirnya gue tahu kalo lu Cinderella yang gue
miliki," ungkapnya. Seperti biasa, Andrew terdiam dengan wajah yang agak memerah.
"Hh... Kayaknya gue sok puitis ya" Hmm.... karena udah sampai di sini, kita jalan-jalan dulu
yuk," ajak Andro yang sudah memulai langkahnya.
"Ndro....," Andrew menarik tangan Andro dan langkahnya pun berhenti.
"Gue mau menerima lu."
"Jadi"!" "Jawaban gue iya. Tapi gue nggak bisa mengubah penampilan gue ini dalam waktu sekejap."
"Itu udah nggak jadi masalah. Gue seneng banget bisa mendengar jawaban itu dari lu." Andro
menggenggam tangan Andrew dengan senyumannya.
"Gue udah mendengar cerita dari Ditha, kenapa lu jadi seperti ini. Nanti kita bicara pelan-pelan
ya sama papa lu." "Tapi, Ndro....," cegah Andrew.
"Ssst........ Nggak ada salahnya kan kalo kita coba. Suatu saat lu harus kembali ke diri lu yang
sebenarnya, meskipun perlu waktu. Lu nggak bisa terus-terusan jadi orang lain. Gue yang akan
bicara nanti. Sekarang kita jalan-jalan dulu ya di sini." Tangan Andro menggandeng Andrew dan
senyumnya masih mengembang.
Setelah berjalan-jalan sejenak, mereka duduk di sebuah kursi di pinggiran danau.
"Len, apa jawaban lu waktu di rumah sakit ke Ryan?"
"Jadi lu ada di sana?" tanya Andrew balik dengan ekspresi agak kaget.
"Yah begitulah kurang lebih."
"Kalo begitu gue nggak usah jawab lagi dong."
"Tapi gue udah pulang sebelum lu menjawab. Gue udah keburu pesimis duluan, lagian lu juga
jawabnya kelamaan," keluh Andro.
"Berarti lu udah mantap mau pulang ke Banjar dong sebenarnya?"
"Tadinya....." "Terus kenapa balik lagi nemuin gue?" Tatapan sinis nggak lepas dari mata Andrew.
"Karena lu. Waktu lu bilang lu ngumpulin bunga-bunga yang pernah gue kirim, gue merasa ada
kesempatan kedua. Belum lagi ujian semester kan udah deket, sayang juga kalo mesti pindah dan
ngulang lagi dari semester awal. He... he.... he...."
"huh...!" gerutu Andrew.
"Lu masih belum menjawab pertanyaan gue yang tadi loh."
"Kalo gue terima dia, nggak mungkin dong gue terima lu."
"Jadi?" "Pulang, udah malem!" jawab Andrew sambil meninggalkan Andro yang masih duduk di kursi.
"alen!" .............. "Untung ya Ndro, Papa nggak marah-marah," kata Andrew waktu keluar dari dalam rumah. Yap,
malam ini Andro langsung memberanikan diri bicara sama Papanya Andrew tentang
keinginannya. Dia sampai berjanji mau menggantikan posisinya Andrew segala.
"Andro gitu loh," ucapnya bangga.
"huu.. itu kan karena lu mau jadi arsitek, jadi kalo ngomong sama Papa nyambung," celoteh
Andrew ringan. "Loh, yang penting kan hasilnya."
"Iya... iya... Tapi Ndro, lu kok sampai senekat itu padahal kita kan masih SMA," tanya Andrew
agak heran. Andro meraih tangan Andrew dan meletakkannya di dadanya."Karena di sini bilang kalo lu itu
ditakdirkan untuk gue. Itu sebabnya...."
Wajah Andrew memerah dicampur senyuman. Meskipun hari ini nggak ada kembang api, lilinlilin, ,atau obor, tapi hari ini mereka merasakan sebuah perasaan yang lebih dari hari-hari
kemarin... "Makasih ya, Ndro," ucap Andrew.
"Untuk?" "Karena lu, gue mulai mengetahui siapa sebenarnya diri gue. Dulu... gue udah berusaha
mengubur semua tentang diri gue dan semua keinginan gue yang bersifat kewanitaan. Gue nggak
pengen ngecewain Papa kareng gue nggak bisa memenuhi impiannya,...."
"Dan sekarang?" potong Andro sambil mengiringi langkah Andrew.
"Sekarang ada lu..." Mata mereka saling bertatapan.
"Terus Ryan gimana?" Di perjalanan menyusuri jalanan dekat rumah Andrew, Andro bertanya
iseng. "Biar aja sama kanguru...."
............... Hampir semua orang masih bertanya bagaimana mencintai dengan sempurna.
Salah satu jawabannya adalah dengan mencintai orang itu apa adanya.
Mencintai dengan harapan yang tulus.
Dan tidak menjadikan orang yang kita sayangi berubah sesuai keinginan kita sebab kita pernah
mencintai dia apa adanya......
THE END Sumber: https://www.facebook.com/398889196838615/photos/pb.398889196838615.2207520000.1420287098./728233387237526/"type=3&src=https%3A%2F%2Fscontent-asin.xx.fbcdn.net%2Fhphotos-xpa1%2Fv%2Ft1.09%2F10446719_728233387237526_197719215230829760_n.jpg%3Foh%3D3579b6e6b2c36c9
b4932a44631ddc62c%26oe%3D553D9877&size=235%2C350&fbid=728233387237526
Anak Rajawali 7 Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Dendam Manusia Kelelawar 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama