Ceritasilat Novel Online

Love In Kingdom Of Oil 3

Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi Bagian 3


kamar mandi, atau barangkali di dapur. Suaminya
dapat mengetahui di mana ia berada tanpa membuka
mata. Jika suaminya membuka mata, ia tidak dapat
melihat istrinya, kecuali jika ia pergi ke sisi pintu
yang satu lagi. Tidak pernah terpikir oleh sang suami bahkan
dalam mimpi, ia dapat kehilangan istri. Perempuan
tidak bisa hilang. Istrinya tidak punya tempat lain
untuk menghilangkan, dan, jika ada tempat lain,
tidak ada laki-laki lain, tidak ada secarik kertas.
Seorang perempuan tidak punya kehidupan jika
tidak ada secarik kertas itu.
"Dan ia tidak pernah ragu, istrinya selalu ada,
bukan?" 176 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Ketika suami perempuan itu mengulurkan
tangannya, ia dapat menyentuh istrinya, walau saat
ia sedang tidur pulas sekalipun. Ketika ia bangun, ia
dapat mengulurkan kakinya dan menendang istrinya.
Tempat itu demikian penuh sesak, dan bahkan
semakin penuh sesak dengan berjalannya waktu,
besar tubuh bertambah, kadar lemak naik dan jumlah
gerakan menurun. Pada malam perayaan ulang tahun
itu, lelaki itu memanggul istrinya di punggungnya,
seolah-olah ia seekor domba. Diletakkannya tubuh
istrinya di atas timbangan, dan dengan uang yang
diperolehnya ia membeli mesin baru itu.
"Itu mesin apa?"
"Mesin itu yang digunakan perempuan itu untuk
mengetik dengan jari dan menulis tanpa harus belajar
menulis." Ya, mimpi itu sangat masuk akal. Mesin itu tidak
punya mulut seperti seorang perempuan untuk
makan, dan juga tidak punya lidah untuk bercakapcakap. Selain itu, mesin itu menulis dengan jelas
sekali. Jika tidak sedang digunakan, mesin itu tetap
di tempatnya, tidak bergerak-gerak. Jika sudah tua,
mesin itu dapat ditukar, dan akan mungkinlah bagi
laki-laki itu untuk melakukannya tanpa perempuan
itu sama sekali. 177 NAWAL EL-SAADAWI "Itu mesin jenis baru, dengan tombol untuk
menulis, tombol untuk membaca, tombol untuk
menyikat dan tombol untuk menghapus .... "
"Dan siapa yang memasak untukmu?"
"Dan seks, maksudku cinta?"
"Ada tombol putih, kita tinggal menekan tombol
itu dan memilih makanan yang kita inginkan. Mesin
itu akan mengeluarkan makanan hangat untuk kita,
ditambah dengan sayur, acar, dan banyak macam lagi
yang lain." "Ada tombol lain, berwarna merah."
Perempuan itu memasang telinganya, dan suarasuara itu sampai padanya melintasi jarak-jarak yang
panjang. Ia cukup lihai sehingga dapat cuti. Memang
benar demikian, karena kerbau jinak mendapat cuti
satu hari, dan mesin dapat dihentikan selama satu hari
kerja, dan tidak seorang pun dapat menuduh kerbau
atau mesin itu tidak bermoral. Tetapi sayangnya, ia
seorang perempuan, dan pasti bersalah. "Jika seorang
perempuan meninggalkan tempat tidur suaminya
semalam, ia akan digantung dengan rambutnya pada
Hari Kebangkitan Kembali dan di api."
Itu suara suami perempuan itu pada hari-hari
cinta mereka. Suaminya tak tahan jika ia tidak di
sampingnya semalam saja. Tetapi itu sebelum mesin178
LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
mesin itu ditemukan. Dan sebelum minyak menjadi
tenaga seperti listrik. Ia perempuan penurut, patuh
sepenuhnya pada perintah-perintah suaminya dan
atasannya di tempat kerja. Seorang peneliti yang
terhormat dan nomor satu. Namanya terpampang
dalam buku catatan bersama gambar sebuah mummi.
Semua orang suka padanya dan ia tidak punya musuh.
Ia juga tidak punya teman, karena tidak ada yang
lebih mengotori nama seorang perempuan daripada
teman. Dan di atas segala-galanya, yang terpenting
minatnya satu-satunya hanyalah menjelajahi situssitus arkeologi.
"Apa maksudmu?"
"Dewa-dewa" Baginda Raja" Apakah perempuan
itu tidak berminat pada semua ini?"
"Maksudku, apakah perempuan itu tidak berminat
pada politik?" "Apa katamu" "Politik?" Apakah kau tak tahu
terlarang bagi kaum perempuan menceburkan diri
dalam politik?" "Bukankah, paling tidak, perempuan itu biasa
membaca surat kabar?"
"Ia tidak pandai menulis atau membaca?"
"Ia pasti cantik kalau begitu."
179 NAWAL EL-SAADAWI Percakapan itu aneh bagi perempuan itu, meski
sebenarnya wajar saja. Namun, hal itu tidak mudah.
Seorang perempuan tidak dapat cantik jika terlepas
dari cermin yang sangat bagus, dan cermin biasanya
rusak setelah beberapa waktu. Butir-butir hitam
menyusup ke dalamnya, dibawa oleh hembusan
angin. Wajah perempuan itu penuh cacat, dan cacat
ini semakin bertambah dalam perjalanan waktu.
Cacat itu akan menyebar ke hidung dan pelipisnya,
dan naik membalut keningnya. Cacat itu akan
menyapu bersih parasnya, bahkan matanya. Tidak
ada yang tersisa selain satu atau barangkali separuh
matanya. Perempuan itu berdiri kaku. Ia melihat pantulan
gambarnya di langit-langit. Apakah itu gambar
wajahnya" Ia hanya dapat melihat setengah mata, dan
di atas kepalanya ada sebuah tempayan. Lehernya
miring ke satu sisi Mungkinkah itu salah satu
tetangganya dan bukan perempuan itu" Ia memukul
cermin itu dengan tangannya dan memecahkannya.
Ya, apa gunanya cermin bagi perempuan yang tidak
lagi dapat melihat wajahnya"
"Pasti ada sebabnya mengapa seorang perempuan
terpaksa menyembunyikan wajahnya di muka umum."
"Ya, tentu saja."
180 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Itu pertanda ia perempuan tidak bermoral."
"Ya." "Baik, kalau begitu apakah Anda punya informasi
baru?" "Sama sekali tidak. Belum ada informasi baru yang
ditemukan mengenai perempuan itu."
"Ini mesin apa" Tampaknya Anda membeli mesin
tulis baru." "Ya, mesin ini untuk menulis, menyapu, menyeka,
mencuci dan memasak, dan lain sebagainya."
"Kalau begitu, Anda dapat bepergian dan menikmati cutimu. Aku punya rumah peristirahatan jauh
di pedalaman." "Maksudmu, Jar Sunira?"
"Rumah itu sekarang mempunyai nama baru.
Apakah kau tidak tahu itu?"
"Ya, Rumah Peristirahatan, itu nama yang lebih
baik, dan aku bisa membayar uang sewa kepadamu,
paling tidak uang sewa sekadarnya sebagai syarat saja."
"Aku tidak keberatan, jika kau bersikeras. Hargaharga telah naik, karena harga tempayan telah naik."
"Tentu saja. Ini juga gara-gara tidak bermoralnya
perempuan. Apakah sudah kau dengar kemurtadan
yang mutakhir?" 181 NAWAL EL-SAADAWI "Ya, perempuan sudah mulai menuntut upah."
"Itu akan mengakibatkan harga naik gila-gilaan."
"Jangan khawatir. Ada mesin-mesin baru untuk
menggantikan peran perempuan. Mesin-mesin itu
membawa tempayan di atas empat kaki dari karet,
dan digerakkan dengan tenaga minyak."
"Ini karunia Tuhan bagi kita. Apakah tak kau lihat
Tuhan selalu bersama kita?"
*** Perempuan itu terus mendengarkan pemeriksaan
dengan diam-diam dari jauh. Ia berhenti mendengarkan untuk menyeka peluh dengan lengan
bajunya. Apakah sebaiknya ia kembali" Ia berbalik,
melangkah ke depan, lalu melangkah ke belakang. Ia
berhenti di tepi danau. Matanya menatap ke langit,
mengamati cahaya bermunculan. Barangkali masa
kanak-kanaknya yang menjadi penyebab. Ia tak dapat
melupakan masa kanak-kanaknya. Pada saat matahari
terbenam ia biasa memanjat ke atas jembatan dan
menunggu. Ladang tanaman terbentang luas di
sisi sungai. Di dasar lembah berdiri rumah-rumah
berdempetan, bersandar satu sama lain. Di atas atap
rumah ada onggokan kotoran binatang, kayu bakar,
182 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
sangkar burung, dan tanah debu, dan dari situ timbul
debu, bau mawar hutan, dan bau kotoran binatang.
Lalat dan nyamuk beterbangan di sekitarnya, juga
lipas hitam. Anak-anak bermain-main di danau besar
di belakang mesjid. Dari arah danau terdengar suara
katak bertalu-talu, juga suara tangis dan tawa. Dari
jalan setapak muncul suara penduduk yang kembali
dari ladang. Kaki mereka mengaduk debu, demikian
pula tapak kerbau dan sapi. Napas binatang-binatang
itu bercampur dengan napas manusia. Perempuan itu
duduk menunggu di jembatan. Ia mengikuti dengan
matanya kelap-kelip bintang-bintang di langit. Di
kaki tebing, pelita berkelap-kelip di rumah penduduk.
Suara batuk-batuk kecil melantun bebas dalam gelap
malam, demikian pula nyanyian sendu perempuanperempuan yang duduk bersandar ke dinding dalam cahaya remang-remang. Bibi perempuan itu
mengenakan ikat kepala di kepalanya, dan ia sedang
duduk di jembatan, tidak ingin pulang. Bibinya
mengenakan jallaba penuh bercak-bercak lumpur di
bagian bawah. Ia mengenakan jallaba itu setiap hari
ketika melangkah dari rumah menuju ladang sambil
menjunjung keranjang sayur-sayuran. Pada malam
hari perempuan itu tidak mau bermain-main dengan
anak-anak yang lain, karena bermain hanya untuk
anak laki-laki. Baginya, tidak ada yang menandingi
183 NAWAL EL-SAADAWI selain duduk di atas jembatan itu, dengan mata
menatap ke kaki langit, dengan jantung berdebar
kencang dan kelap-kelip cahaya gemerlapan di atas
langit. Kelap-kelip lampu di jendela-jendela rumah,
yang digantung di tiang-tiang, dengan dengungan
anai-anai hijau bertapak terbelah. Bangku-bangku
tanah liat semakin penuh diduduki laki-laki yang
berdatangan dari rumah-rumah mereka dan dari desadesa sekitar, mereka minum teh dan mengisap rokok,
serta bertukar berita dari surat kabar. Perempuan itu
memejamkan mata, dan ia melihat dirinya masuk
ke dalam kelas dan belajar membaca serta menulis,
dan menjadi seorang peneliti dari salah satu cabang
ilmu pengetahuan, atau menjadi semacam seorang
sekretaris, semaca perempuan yang wajahnya banyak
terpampang di surat kabar. Urat nadi di leher
perempuan itu berdenyut kencang, seolah-olah pikiran
cemerlang sedang berdenyut dalam benaknya. Bibinya
dan semua tetangga perempuannya menadahkan
tapak tangan mereka yang kering dan terkelupas,
memohon kepada Dewi Kesucian semoga mereka
dilindungi dari rasa iri dan roh jahat. Perempuan
itu dapat mendengar desis bisik-bisik mereka seperti
desir angin, "Anak perempuan ini memiliki otak yang
cemerlang." 184 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Pada masa kanak-kanak, kepalanya sudah penuh
dengan pikiran ini, dan juga berbagai pikiran lain,
yang tumpah ke dalam dirinya dari semua yang ada
di sekitarnya kala ia memandang bintang-bintang.
Di bawah sinar bintang-bintang itu, ia melihat
kehidupan yang jernih, seperti sebuah buku yang
terbuka, sederhana sekali. Ia melihat, kematian lebih
sederhana daripada kehidupan, dan sudah mulai sejak
dari kelahiran, kehamilan mempercepat kematian,
perkawinan tidak masuk akal, raja-raja dan dewa-dewa
yang yang tak lain tak bukan adalah penjahat dan telah
banyak berbuat dosa, dan ia menyaksikan kematian


Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayahnya ketika ia masih berupa janin dalam rahim
ibunya, dan ia demikian bahagia dengan kejadian itu,
sehingga ia meluncur keluar dari rahim ibunya.
Pada saat itu ia merasa tubuhnya meluncur dengan
sendirinya di bawah jembatan. Bila ia tiba kembali
di rumah ia pasti kena marah yang bukan alang
kepalang atau dihukum tidak diberi makan malam.
Namun, setiap senja ia pasti pergi ke jembatan itu,
duduk di tempat yang biasa ia duduk, dan menunggu
bintang-bintang menampakkan diri, seolah-olah ia
menemukan sesuatu yang baru setiap kali bintangbintang bermunculan.
"Kita kaum perempuan, semuanya, demi Dewi
Kesucian, kehilangan apa yang harus kita takutkan?"
185 NAWAL EL-SAADAWI Namun demikian, tidak sedikitpun terlintas
pikiran untuk melarikan diri dalam benak perempuan-perempuan itu. Perempuan itu tidak mengerti.
Mengapa ia dipaksa kembali, padahal ia tak akan
kehilangan suatu apa pun jika ia tidak kembali"
Selain tempelengan dan tinju bertubi-tubi, barangkali.
Tetapi perempuan-perempuan itu mulai menyelinap
ke dalam gelap. Hanya bisikan-bisikan mereka dari
kejauhan yang terdengar oleh perempuan itu, seperti
suara angin berembus. "Perempuan ini sedang menimbang-nimbang
untuk melarikan diri."
"Perempuan gila."
"Setan telah menguasai pikirannya."
"Bukan, tempayanlah yang membuat otaknya
panas." "Terkutuk tempayan itu, penyebab kita semua
sakit kepala." "Kasihanilah kami, O Dewi Kesucian."
*** Laki-laki itu tiba-tiba kembali. Ia mulai mengangkat
tempayan dari tanah, sementara perempuan itu
186 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
berlutut seperti unta. Dengan satu gerakan tempayan
itu bertengger di atas kepala perempuan itu. Hanya
bantalan bulat dari jerami yang diikatkan erat-erat
di ubun-ubunnya yang memisahkan tempayan itu
dari rambutnya. Hawa panas mulai menyusup dan
lehernya mulai berpilin. Ia membayangkan semua
kehilangan yang akan dialaminya. Ia tidak akan
kehilangan apa-apa selain belaian yang dirasakannya
ketika ia tertidur, ketika lengan laki-laki itu menjulur
dalam gelap dan meraih serta mendekap tangannya,
dan ia membiarkan itu terjadi semata-mata karena
ia sedang tertidur pulas. Jika ia tidak tertidur lelap
sekalipun, ia tetap akan membiarkan tangannya
didekap laki-laki itu, tetapi hati nuraninya akan
berontak. Kemudian ia akan menarik tangannya
dari dekapan laki-laki itu sambil menguap dan
membalikkan badan menghadap ke dinding.
"Apakah tidak ada, paling tidak, titik-titik awal
cinta di antara kita?" Barangkali itu suara laki-laki itu,
atau suara perempuan itu. Mereka terlalu terlambat
menyadari keragu-raguannya. Keraguan ini jelas sudah
ada sejak awal. Tetapi segala-galanya kabur dan sulit
dipahami. Barangkali itu karena minyak atau karena
hawa panas dalam kepala. Barangkali juga karena rasa
malu yang timbul jika tidak ada cinta dan jika tidak
ada persahabatan antara seorang laki-laki dan seorang
187 NAWAL EL-SAADAWI perempuan. Jika denyut cinta dan persahabatan tidak
ada, apa yang dapat mempertemukan laki-laki dan
perempuan itu" "Apa katamu?" "Kehamilan." Laki-laki itu sedang berdiri di tempatnya dengan
bahu layu terkulai. Dadanya telanjang berlatar
belakang malam. Perempuan itu melihat laki-laki itu
meregang otot-otot wajahnya dan membuka mulutnya.
Gerakan yang serupa dengan senyum cinta. Namun,
senyum itu lebih buas daripada seringai serigala. Lakilaki itu mungkin terlibat dalam permainan cinta,
tetapi itu semata-mata karena ia sudah putus asa,
karena panas udara yang tak tertahankan atau karena
kulit yang memar. "Laki-laki lebih unggul daripada perempuan,
bahkan dalam cinta."
"Maksudmu mencintai diri sendiri?"
"Dengar! Suara apa itu?"
Perempuan itu tidak mendengar apa-apa. Barangkali suara itu suara yang muncul dari masa lalu, atau
dari khayalan yang dipengaruhi sengat matahari.
Meskipun demikian, ia masih dapat memahami
hubungan cinta diri sendiri dan naluri seks.
188 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Perempuan itu mengangkat tangannya ke atas dan
memegang bagian bawah tempayan, takut tempayan
itu jatuh. Ia menceburkan kakinya ke dalam sumur.
Ketika kakinya sudah terbenam, ia menyadari ada satu
hal lagi dari masa kanak-kanaknya yang tidak dapat
dilupakannya: pandangan mata bibinya sebelum
gerobak itu menghilang dalam gelap malam bersama
kawanan anjing. Hujan turun lebih lebat lagi karena
tiupan angin, dan butir-butir hitam beterbangan
lebih cepat lagi, serupa lipas yang beterbangan pada
malam hari. Meskipun hujan dan tanah licin, ia
harus membawa dua atau tiga kali jumlah tempayan,
karena berharap akan mendapat karcis pulang pergi,
atau karcis satu kali jalan. Karcis dipotong setengah
harga untuk anak-anak di bawah umur atau untuk
perempuan berkelakuan baik, atau untuk laki-laki
yang sedang sakit atau lemah ingatan.
Perempuan itu meloncat, tidak takut sedikitpun,
ke dasar sumur. Ia membiarkan ombak minyak
yang berdebur memukuli dada dan merobek-robek
jallabanya. Tubuhnya telanjang dan meliuk-liuk
dipermainkan ombak. Ia terengah-engah seperti anakanak sedang berenang. Air masuk ke paru-parunya
dan ia bergumam. Ia mengangkat tangannya, dan
tubuhnya menggelepar sejadi-jadinya, dalam tarian
seperti ayam yang baru saja disembelih lehernya.
189 NAWAL EL-SAADAWI Badai agak reda, dan tubuhnya agak lebih tenang. Pikirannya mulai bekerja. Ya, pikirannya
tidak memikirkan hal-hal lain selain memikirkan
bagaimana caranya melarikan diri. Ia sebenarnya
dapat melarikan diri saat itu, hanya saja tubuhnya
tertimbun tanah.Laki-laki itu juga berdiri di depannya
seperti seekor burung elang. Atasannya tidak hentihentinya bertanya berapa banyak tempayan yang telah
dibawanya. Mengapa kau terlambat datang bekerja"
Ada daftar hadir yang harus ditandatangani ketika
datang dan pulang. Perempuan itu harus mengisinya
setiap hari, pada waktu tiba dan pulang, serta
menuliskan jumlah tempayan yang telah dibawanya.
"Ya, jika tubuhnya akan dikuburkan di sini,
mengapa tidak segera menggali?"
Perempuan itu segera memutuskan untuk mengambil pahat dan mulai menggali kembali. Ia tidak
memiliki tujuan lain selain mencari tubuhnya sampai
ditemukan. Jika tidak berhasil menemukan seluruh
tubuhnya, ia barangkali dapat menemukan sepotong
dua potong bagian tubuhnya, atau sisa-sisanya.
Barangkali nasib baik akan tersenyum padanya, dan
barangkali ia juga akan dapat menemukan seorang
dewi. Semangat mengalir ke dalam tubuhnya seperti
luapan kekuatan otot. Ia menarik tali tasnya seperti
190 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
orang yang akan melempar dua ekor burung dengan
batu sebuah. Hari sangat panas. Perempuan itu menanggalkan
tasnya dari bahu, juga tali tasnya. Ia membuka
kancing baju mantelnya dan menanggalkan seluruh
pakaiannya. Tubuhnya tampak lebih muda dari yang
dibayangkannya. Timbul angan-angannya, barangkali
ada tubuh lain selain dari tubuhnya menyelinap
masuk dengan kekuatan sendiri, ke ruang yang
sedang ditempatinya. Sia-sia ia mencoba meletakkan
tangannya di atas tubuh yang lain itu. Ada laki-laki
yang menggenggam tangannya. Barangkali lelaki itu.
Siapa lagi" Laki-laki itu memarahinya karena ia tidak
menyiapkan makan malam. Pada malam hari bila
ia tidak memarahinya, biasanya ia tidur lelap, dan
tidak mengucapkan sepatah kata pun atau menoleh
kepadanya. Panas tidak mengganggunya, barangkali karena
ia telanjang. Hembusan angin sepoi-sepoi membelai
buah dadanya. Matanya terbelalak ketika ia melihat
tubuh telanjang itu. Ia semakin heran ketika ia
membalikkan tubuh itu ke sisi yang lain dan tubuh
itu sirna. Ia harus menggerakkan kepalanya sedikit untuk
melihat tubuh itu kembali. Tubuh tinggi semampai
dengan otot-otot yang kuat, terutama otot-otot
191 NAWAL EL-SAADAWI perut, tidak diragukan lagi, karena ia belum pernah
hamil, dan otot-otot leher, tidak diragukan pasti
karena tempayan-tempayan itu. Juga otot-otot tangan
kanan, tidak diragukan lagi pasti karena ia menggali
dengan pahat. Jari-jarinya panjang dan meruncing,
mengesankan gerakan tanpa benar-benar bergerak,
dan kuku-kuku jarinya hitam.
Tidak pernah sebelumnya perempuan itu melihat
tubuhnya dari dekat seperti sekarang ini. Batang
hidungnya merah dan memar karena sinar matahari,
dan kelopak matanya bengkak. Bahu terkulai tajam ke
kanan dan ke kiri, berwarna perunggu hitam seperti
warna mummi. Daging yang sesungguhnya mulai di
dada. Dua buah dada menonjol dengan tegap, hangat
seperti dihangatkan dari dalam oleh roh tersembunyi,
dan dua puting susu yang malu-malu dan berdenyut
serentak dengan denyut yang lain, yang datang dari
kedalaman yang tidak dikenal.
Mata perempuan itu mengikuti alun tubuhnya
sampai ke bawah dan tubuhnya meluncur menjauh.
Matanya beku dalam hutan bulu di bawah perut.
Ia mencoba melihat tetapi sia-sia. Ia belum pernah
dapat melihat dengan jelas. Jika ia mencoba melihat
dekat-dekat, matanya serasa terpanggang. Ia tidak
pernah dapat menembus hutan ini, yang tampak
192 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
hampa baginya, meski sebenarnya rimbun. Apakah
itu karena dunia ini kosong!"
Ada hal yang paling mengganggunya. Ia tidak
dapat menatap lama-lama ke dalam matanya. Matanya terlihat kosong di bawah tulang kening yang
kering sekering tanah. Ia melihat matanya seolaholah keduanya dua titik yang jauh di cakrawala, lebih
jauh dari bintang-bintang, seolah-olah matanya mata
perempuan lain yang sedang memerhatikannya dari
balik awan. "Tidak ayal lagi, mata seorang dewi."
Perempuan itu bersikeras ingin menentukan letak
tempat itu menurut peta. Ia terus menggali sepanjang
hari dari fajar hingga matahari terbenam. Ia tidak
ragu-ragu mengenai tempat itu. Bau tubuhnya naik
dari kedalaman bumi. Tidak ada suatu pun yang
menunjukkan tubuh itu ada selain baunya. Namun,
sampai malam tiba ia tidak menemukan suatu
apapun. Ia keluar dengan tangan hampa bersama
pahat itu. Barangkali ia keliru mengenai tempat itu. Tidak
ada yang lebih manjur dari kekeliruan untuk menghidupkan harapan kembali. Ia mengambil tasnya
dan beringsut ke tempat lain yang menurutnya
lebih tepat. Bau itu muncul lebih tajam lagi dari
193 NAWAL EL-SAADAWI tempat itu. Semakin keras bau itu, semakin yakin
ia, ia dekat tubuhnya. Ia menggali sampai ke dasar.
Ia tidak menemukan apa-apa, ia bergeser ke tempat
lain. Ia menolak berputus asa. Hari berlalu sementara
ia menggali dengan sia-sia. Hari demi hari ia terus
mendekap harapan dalam hatinya, dan setiap hari
bergeser dari satu tempat ke tempat yang lain.
Akhirnya, ketika hari terakhir berakhir dan matahari
terbenam, tubuhnya roboh kelelahan dan air matanya
jatuh bercucuran. "Apakah tidak lebih baik kembali menjunjung
tempayan saja?"

Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi air matanya mengalir seperti uap tersekap.
Kepalanya terasa agak lebih ringan, dan kemudian ia
membuka mata. Ia sadar kelopak matanya bengkak,
dan air matanya bercampur butir-butir minyak.
Namun anehnya, pikirannya sangat jernih, dan ada
pikiran datang kepadanya dari jauh seperti bintang
bersinar dalam gelap malam. Jika tidak ada dewi
di tempat ini, tidak berarti tidak ada dewi. Lagi
pula, bumi berputar, jadi barangkali tempat-tempat
bertukar tempat ketika bumi berputar.
"Pikiran yang sepenuhnya masuk akal."
Ada bukti yang mendukung pikiran ini. Letak
tubuhnya memang telah berubah. Tubuhnya tidak
194 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
lagi di tempatnya yang dahulu. Semburan air terjun
telah menyapunya ke tempat lain. Dan dalam perut
bumi, arus juga terus mengombang-ambingkan sisasisa tubuh manusia. Dengan cara ini akan mungkin
bagi jasadnya melintasi perbatasan, seandainya tidak
ada pos pemeriksaan, kecuali, tentu saja, jika penjaga
di situ tertidur pulas. Barangkali itu sudah nasibnya yang malang.
Penjaga ternyata terjaga, bukan karena apa-apa, tetapi karena nyamuk sedang terjaga. Obat nyamuk
juga tertipu karena nyamuk melahapnya dalam
sekejap mata, dan satu dari nyamuk itu menjadi
sebesar kodok. Beberapa tubuh berhasil lolos dari
pemeriksaan paspor. Barangkali tubuhnya juga dapat
berhasil melarikan diri tanpa karcis atau izin tertulis
dari suaminya, atau secarik kertas kuning dengan
stempel burung elang dan tanda tangan atasannya.
Ia tidak ingin melanggar hukum. Ia seorang teladan
yang patuh dan setia. Paling tidak, sisa-sisa jasadnya
seharusnya dapat melintas tanpa ujian, seandainya
tidak ada gedung dibangun dan kemudian dinamakan
laboratorium patologi. Dalam mimpinya pada malam
hari, ia tidak tahan melihat tubuhnya tertelentang
di atas meja operasi dari batu pualam dingin, dan
lubang hidungnya penuh formalin.
195 NAWAL EL-SAADAWI Perempuan itu merasakan belaian tangan laki.
Tangan itu tentu saja tangan laki-laki itu. Tangan
siapa lagi jika bukan dia" Suara laki-laki itu terdengar
lembut di telinganya selembut hembusan bayu, "Jika
dipikir-pikir, bau formalin tidak lebih menyengat
daripada bau minyak."
Laki-laki itu jujur dengan apa yang ia katakan. Bau
formalin tampaknya lebih semerbak. Atau barangkali
itu mimpi, karena dalam mimpi segalanya lebih indah, semata-mata karena tidak ada dalam kenyataan.
Dalam benak perempuan itu timbul pikiran, ia
sekarang pasti lebih cantik di mata suaminya, sematamata karena oeremouan itu tidak ada di situ.
Setelah dihempaskan dengan keras, ia jatuh ke tanah
dan tidak sadarkan diri. Ia tidak berdaya menegakkan
kakinya dengan tegap. Arus menghanyutkannya
ke arah yang tidak diketahui. Sebelum ia siuman,
dirasakan ada suara seperti bunyi peluit kapal. Ia
hanyut ke arah pantai, dan ia mulai mendengar suara
gelombang, seperti tabuh genderang.
"Tolong!" Teriakan itu terdengar seperti suara binatang
disembelih. Ia sebenarnya dapat hidup seperti
perempuan-perempuan lain, dan kemudian mati,
seandainya bukan karena pahat dan duduk-duduk
196 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
pada saat matahari terbenam di jembatan, kala ia
masih kanak-kanak, dan karena cahaya itu. Cukup!
Cukup! Tak ada gunanya sekarang, apa pun.
"Tolong!" Suara perempuan itu seperti siulan di tengah
tabuhan genderang, di kesunyian ibarat bunyi napas
yang terakhir. Selain itu, ia melihat layar terkembang
dari jauh. Bintik putih di cakrawala. Untuk pertama
kalinya ada perahu muncul di laut. Matanya menangkap sinar. Sebuah titik yang sangat terang,
seterang setitik air. Bening, murni dan manis seperti
suara ibunya sebelum ia lahir.
"Pegang tanganku!"
Perempuan itu melihat sebuah tangan yang panjang dan lima jari menjulur ke arahnya. Ia menjulurkan tangannya, seperti biasa dilakukannya ketika
masih kanak-kanak. Matanya menatap tajam pada
titik cahaya. Ia meloncat ke depan, gemetar mabuk
kegirangan. Suara dalam telinganya sejernih dan
sepasti bintang-bintang. "Letakkan tanganmu dalam genggamanku."
Ia menggerakkan tubuhnya agar dapat lebih jauh
mengulurkan tangannya. Suara itu menghilang,
seolah-olah gerakan itu telah menyingkirkannya atau
seolah-olah ditenggelamkan oleh tabuhan genderang
197 NAWAL EL-SAADAWI dan salak anjing di kejauhan. Gelap datang bagai
rongga rahim. Ia sadar ibunya pasti masih hidup
saat ini, saat matahari sedang terbenam dan bumi
tenggelam dalam gelap. Ia biasa duduk-duduk seperti
ibunya di jembatan. Matanya awas dan ketika sinar
itu muncul, tubuhnya gemetar seperti biasanya ia
gemetar, dan jantungnya berdebar-debar kencang
saat akan menemukan sesuatu yang selalu biasanya
tampak seolah-olah bukan apa-apa.
Danau terbentang sejauh mata memandang di
depan mata perempuan itu. Laki-laki itu berbalik
arah dan kembali ke rumah. Punggungnya bungkuk
begitu menyentuh tempat tidur. Ia tertidur pulas dan
perempuan itu menelungkup dengan kelopak mata
tertutup. Dalam mimpinya, perempuan itu tidak
pernah berhenti melarikan diri. Ia menyerahkan
kakinya kepada angin. Di belakangnya ada sesuatu
yang juga berlari dengan dua kaki, atau kadangkadang dengan empat atau enam kaki. Ia tidak
dapat menghitung jumlah kaki itu atau jumlah jari
telapak kaki itu. Suara terengah-engah di belakangnya
terdengar keras sekali. Suara ini teratur seperti suara
dengkur. Ketika ia menoleh ke belakang, ia tidak
dapat melihat apa pun yang berlari di belakangnya
selain bayang-bayang hitam di tanah.
"Apakah kau masih bangun?"
198 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Tidak, tidur."
Perempuan itu tidak tahu bagaimana laki-laki
itu dapat menjawab ketika sedang tidur lelap, tetapi
laki-laki itu biasa mengigau dalam tidurnya, lebih
daripada pada waktu-waktu yang lain. Jika laki-laki
itu membalikkan badan ke sisi sebaliknya, perempuan
itu tidak mendengar suara apa pun. Hari panas,
seolah-olah bola matahari belum terbenam. Gelap
demikian pekat sehingga hampir dapat diraba. Kelapkelip lampu juga hampir padam, tetapi tetap tenang.
Tidak ada yang bergerak selain makhluk bersayap.
Wajar jika anai-anai putih tertarik pada cahaya. Tetapi
makhluk ini tidak putih, dan juga tidak sekecil anaianai. Makhluk ini sebesar kodok, sehitam malam.
"Apakah minyak juga mengubah bentuk anaianai?"
Kodok mulai terbang berputar-putar di sekeliling
lampu. Perempuan itu menatap salah satu kodok itu,
lama sekali. Kepala makhluk itu hitam seolah-olah
berbalut selendang. Mulut makhluk itu terkunci, tak
ada senyum, tubuhnya dibentur-benturkan ke lampu.
Bayang-bayangnya di dinding di belakang lebih besar
daripada besarnya yang sebenarnya, dan menari-nari
mengikuti gerakannya, terhuyung-huyung seperti
ayam disembelih lehernya. Bayang-bayang itu terus
membentur-benturkan diri dan mengejar lampu,
199 NAWAL EL-SAADAWI bergayut padanya dan mencoba bertengger di situ
karena takut terjatuh. Bagi perempuan itu, makhluk itu tampaknya
seekor kodok yang cerdas, meski kerinduannya
gila. Apakah tidak ada tempat bergantung yang
lain bagi perempuan itu selain daripada apa yang
menghancurkannya" Ia ingin sekali diselamatkan,
walau pertolongan berarti maut baginya. Api
menimbulkan demam panas tinggi di kepalanya, dan
kepalanya terpelanting hangus ke tanah seperti ikan
panggang. Mata perempuan itu terbelalak, penuh
sesal. Ia mengulurkan tangannya hendak mengeluselus kepala kodok itu, tiba-tiba muncul dari situ
bau daging panggang. Dengan gerakan kilat, ia
memasukkan daging panggang itu ke dalam mulutnya
dan ditelannya dalam sekejap mata. Ia tidak punya
waktu untuk merasakan hati nuraninya terusik.
Laki-laki itu memperhatikan perempuan itu
menjilat-jilat bibirnya setelah menelan makanan lezat
itu. Ia menyeka mulut dengan lengan bajunya, seolaholah hendak menyembunyikan dosa. Ia meregangkan
kotot-otot punggungnya. Ia mulai menggerakkan
kakinya seperti biasa dilakukannya ketika masih
kanak-kanak. Ia mempercepat langkahnya, seolah-olah
mengejar waktu pertemuan di suatu tempat tertentu.
Ia mulai terengah-engah seperti anak kecil. Ia hampir
200 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
saja bersorak kegirangan ketika ia tiba beberapa saat
lebih awal dari waktu pertemuan. Malam itu ada angin
topan dan debu hitam menutupi langit dan bumi.
Ia tetap duduk di tempatnya, menunggu. Barangkali
ia tetap menunggu selama setengah malam. Ia yakin
perempuan-perempuan itu ada di balik awan dan
mereka akan muncul seperti biasanya setiap malam.
Ketika ia melihat awan berarak, ia pindah ke tempat
lain. Perempuan-perempuan itu akan muncul. Mereka
pasti muncul. Ia mulai bersenandung merintangrintang hatinya sendiri. Ia mendengar bibinya dan
perempuan-perempuan tetangganya bernyanyi kepada
Dewi Kesucian, atau bernyanyi kepada matahari
terbit, atau kepada gandum yang sedang ranum, atau
kepada air Sungai Nil ketika sedang bah, atau kepada
bulan kala purnama. Matanya hilang lenyap dalam
gelap pekat yang maha luas. Air matanya tergenang.
Perempuan-perempuan itu tidak muncul seperti
biasa, sebelumnya, setiap malam.
"Apakah perempuan-perempuan itu mengadukannya kepada Baginda Raja?"
Angin menerjang wajah perempuan itu dengan
butir-butir hitam. Segala-galanya di sekelilingnya
tertutup gelap pekat. Gelap pekat itu tidak cair dan
tidak pula padat. Gelap pekat itu merayap di bawah
kulitnya dan masuk ke pori-pori tubuhnya. Gelap
201 NAWAL EL-SAADAWI pekat itu menyusup menembus tulangnya dan masuk
pusat rasa dan syarafnya.
"Basahi lidahmu dengan setetes dua tetes."
Laki-laki itu berdiri dengan tangan terulur ke
arah perempuan itu sambil menggenggam botol.
Perempuan itu mencoba mengulurkan tangannya.
Matanya terbuka lebar, bibirnya bergerak-gerak, tetapi
tidak ada suara yang keluar, telinganya tersumbat,
butir-butir itu terus bertimbun dan meleleh bersama
panas, seperti lilin hitam. Laki-laki itu berdiri di
hadapan perempuan itu pada jarak seuluran tangan.
Tangan laki-laki itu memegang botol. Tangan
perempuan itu melekat ke sisi tubuhnya. Perempuan
itu mencoba menggerakkan tangan itu, tetapi tangan
itu tidak mau bergerak. Tubuhnya tegap berdiri di
tempatnya, sementara kodok melayang-layang ringan
berkeliling lampu. Mata perempuan itu terbelalak, menatap sinar.
Kelopak matanya merah dan tak dapat menutup.
Api itu menghanguskan bagian putih matanya. Ia
menurunkan kelopak matanya dan memejamkan
mata rapat-rapat. Gelap tampaknya lebih baik
daripada terang. Pikirannya juga tampak baginya
lebih besar daripada pikiran kodok. Dari bawah
kelopak matanya ia dapat melihat bintik-bintik
cahaya berenang-renang dalam ruang-ruang hitam
202 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
seperti butir-butir air yang menyelinap ke luar dari
bawah kelopak matanya. "Apakah kau menangis seperti perempuanperempuan yang lain?"


Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia tak tahu kalau ia yang menangis. Isakannya
bergema di telinganya dan terdengar seolah-olah
suara isakan salah satu dari tetangganya. Atau seperti
bibinya, atau seperti ibunya ketika ia masih dalam
rahim. Atau barangkali seperti Dewi Kesucian itu
sendiri. Ia belum pernah mendengar suara Peri
Kesucian. Tetapi bibinya sering mendengarnya ketika
ia pergi tidur, biasa membuka jendela lebar-lebar, dan
memasang telinganya tak lama sebelum fajar, dan
suara itu akan menjadi seberkas sinar yang hampir tak
terdengar oleh bibinya yang sedang berbaring. Bibinya
biasanya meloncat dan menjulurkan lehernya ke arah
tepi langit, dan suara itu akan datang kepadanya dari
jauh sebelum fajar menyingsing.
"Aku telah mengeluarkan perintah supaya sakit
kepalamu disembuhkan. Ayo bangun!"
Bibinya segera bangun dari tempatnya berbaring.
Ia membuka lilitan ikat kepala di kepalanya dan
berjongkok dalam bak. Dengan gayung dituangkannya
air ke sekujur tubuhnya. Ketika menuangkan isi
gayung, dibisikkannya nama Peri Kesucian tiga kali.
203 NAWAL EL-SAADAWI "Siapa Peri Kesucian itu, Bibi?"
*** Bibinya merentangkan tangannya seolah-olah ia
seluruh bumi. Peri Kesucian itu ibunda alam semesta.
Ia ibunda langit dan bumi. Ia satu-satunya yang dapat
menyembuhkan bibinya. Ia ibunda semua dewa dan
nabi. Ia pemberi kehidupan dan kesehatan. Ia dewa
penyakit dan kematian. "Benar, anakku, ia yang dapat
memberi kehidupan, dan juga dia yang mencabutnya.
Ia yang menimbulkan penyakit, dan juga dia yang
menyembuhkan ." Dari balik bukit-bukit pasir yang tinggi itu, melintasi
jarak malam yang maha besar, perempuan itu melihat
perwira polisi itu sedang duduk. Polisi itu duduk di
kursi putar yang sama, yang sebelumnya didudukinya,
dan ia berputar hingga ia berhadapan dengan suami
perempuan itu. Suami perempuan itu tampak seolaholah tiba-tiba dibangunkan dari tidur.
"Saya lihat kelopak mata Anda bengkak dan bibir
Anda pecah-pecah. Apakah Anda sakit?"
"Sejak Perayaan kami belum menerima tunjangan."
"Apakah Anda tak mau berhenti mengeluh, bahkan pada hari tua Anda" Apakah Anda tidak tahu
204 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Baginda Raja pelayan yang setia dan selalu menjaga
ketenangan hati kita?"
"Ya, itu benar-benar sudah jelas, tetapi .... "
"Tidak ada alasan bagi Anda sekarang untuk tidak
menulis, karena Anda sekarang sudah punya mesin
baru." "Apakah ada rencana perusahaan menyediakan
listrik bagi kami?" "Ya, jika listrik sudah ada, Anda juga dapat menulis
bila listrik padam, karena Anda kan tahu, mesin baru
ini dapat berpikir, menulis, menyapu, menyeka dan
.... " "Dan mencuci, memasak serta melakukan apa saja.
Mesin itu dapat, paling tidak, melakukan pekerjaan
empat orang istri." "Apakah istri Anda belum kembali dari cuti"
"Maksud bapak istri yang pertama atau yang
terakhir?" "Yang jelas, kami bersungguh-sungguh mencarinya.
Kami telah menyerahkan laporan kepada Baginda
Raja sebelum akhir Perayaan. Seperti Anda ketahui,
Baginda Raja menunggu-nunggu tulisan baru dari
Anda, yang menyanjung pesta ulang tahunnya. Apakah Anda tahu apa yang ditanyakannya kepada saya
tentang Anda" Mengapa Anda tidak lagi menulis?"
205 NAWAL EL-SAADAWI Sejak ia berhenti menulis, tidak ada apa-apa lagi
selain dunia yang hampa. Malam bersambung siang
dan tidak ada satu orang pun yang bertanya tentang
dia. Ruang-ruang gelap yang diisi hanya dengan
tidur. Atau membaca surat kabar, atau menggerakgerakkan tangan dan kakinya ke atas, dan membarut
jari-jari kakinya. Seperti Baginda Raja, ia tidak pandai
menulis dan membaca. Bukan kewajibannya mencoba
dan melebihi Baginda Raja. Selain itu, apa gunanya
pandai membaca dan menulis" Semua nabi buta
huruf, namun demikian mereka mampu memimpin
dunia, bukan" Laki-laki itu bergendang dengan jari-jarinya
sepanjang malam. Bunyi gendang itu bertalu-talu
dalam kepala perempuan itu, yang sedang tidur.
Angin juga berhembus kencang, dan suara air terjun
gemuruh seperti hujan memukuli jendela dan pintu.
Perempuan itu menyelubungi kepalanya dengan ikat
kepala hitam, dan membuat ikatan di atas kening
seperti kepala ular. Ia melihat dirinya sendiri dalam
cermin, seperti Dewi Sekhmet. Ia menatap dirinya
sendiri dengan mata merah dan bengkak di sudutsudut.
"Apakah kau masih bangun"
206 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Tidak." Perempuan itu menelan kata-katanya. Ia memejamkan mata, pura-pura tidur. Ia merapatkan
kelopak matanya, tetapi laki-laki itu menjulurkan
tangannya. Dicobanya membuka mata perempuan
itu dengan jarinya, seolah-olah ia akan meneteskan
obat tetes mata ke dalamnya. Tidak ada yang masuk
ke dalam mata perempuan itu selain sinar lampu.
Sinar itu mengelus-elus bagian putih mata perempuan
itu seperti api. Ia duduk di tempatnya, bagian atas
tubuhnya tertutup surat kabar.
"Tentunya kau merasa malu ketika kau baca
tulisanmu, bukan?" "Jangan bicara tidak sopan seperti itu kepadaku.
Apakah kau tak tahu aku ini suamimu?"
"Tidak, aku tidak tahu."
"Apakah kau tak tahu Tuhan memerintahkan
perempuan agar bersimpuh di depan suaminya" Ayo,
bersimpuh di hadapanku, Perempuan!
"Apakah kau tak tahu kau sendiri bersimpuh di
depan Baginda Raja?"
"Mengapa harus malu" Semua orang bersimpuh di
depan beliau." 207 NAWAL EL-SAADAWI "Bukankah beliau sudah umumkan bahwa kau
menerima suap dari setan agar berhenti menulis
tentang beliau?" "Ah, itu tak lain dari teguran halus dari Baginda
Raja, dan aku telah menyampaikan keluhan kepada
beliau." "Kau mengeluh kepada beliau mengenai beliau?"
*** "Mengapa harus malu" Setiap orang mengeluh
kepada beliau mengenai beliau. Ayolah. Buka
mantelmu yang kotor itu, pergilah mandi dan mari
kita rayakan hari besar ini. Kita punya dua botol,
bukan satu botol. Lihat!"
Laki-laki itu memegang sebuah botol pada masingmasing tangannya dan berputar-putar, menghentakhentakkan kakinya ke tanah mengikuti irama lagu.
Genderang perayaan bertalu bersahutan-sahutan, juga
membawakan lagu itu. Bumi berguncang di bawah
tubuh laki-laki itu, dan ikat pinggangnya lepas.
Sarwalnya meluncur ke mata kakinya. Disepaknya
sarwal itu dengan kaki kanannya, dan sarwal itu
terbang di udara, kemudian tersangkut di sebuah kait
di langit-langit. Sarwal itu tetap tergantung di situ,
208 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
bergoyang-goyang di bawah cahaya, penuh bercakbercak hitam dan mengeluarkan bau minyak. Lakilaki itu terus menari, telanjang bulat seperti saat
ia dilahirkan. Ia berputar penuh sekali putar dan
kembali tepat di tempat ia mulai.
Perempuan itu selama ini mengira laki-laki itu
masih muda, tetapi tubuh telanjangnya menunjukkan
ia orang dewasa. Bahunya terkulai ke bawah. Dadanya
lengkung berlapis bulu tipis. Otot-ototnya seperti tali
kendur dan kulitnya kering seperti lapisan dinding
terkelupas. Mata perempuan itu mengikuti alur tubuh lakilaki itu dari atas sampai ke bawah perutnya. Seberkas
sinar senjang menerangi rumpun bulu yang bergetar
setiap kali laki-laki itu bernapas, dan memantulkan
bayang-bayang rumpun itu ke dinding. Pembuluh
darah di leher laki-laki itu gembung dan berdenyut.
Sinar pucat menggambarkan pembuluh darah itu
dengan garis hitam. Ya, benar-benar ada minyak
dalam leher laki-laki itu. Dalam pembuluh darah
yang bengkak dan dalam cairan hitam, yang mengalir
seperti darah. Perempuan itu tetap berdiri, memandang sekelilingnya, ia berpakaian lengkap. Laki-laki itu menatapnya, berharap ia segera menanggalkan pakaiannya.
Namun, perempuan itu mulai merasa ragu-ragu
209 NAWAL EL-SAADAWI tentang laki-laki itu. Ia tak tahu apakah ia harus
menanggalkan pakaiannya seperti laki-laki itu. Tujuannya tinggal bersama laki-laki itu hanya agar ia
dapat berlindung di balik dinding itu. Jika air terjun
menumbangkan dinding itu, maka tidak ada sesuatu
apa pun di antara mereka.
"Baik. Jika dinding itu runtuh, runtuh pula segalagalanya."
Barangkali perempuan itu terlalu lama menanggalkan pakaiannya. Segala-galanya terjadi seolah-olah
itu bukan apa-apa. Kemudian siul itu melengking
di telinganya seperti teriakan. Teriak kesakitan,
hitam seluruhnya dan penuh putus asa. Teriak tidak
berbatas, yang menembus gelap seperti mata pedang.
Teriakan itu membawa bersamanya semua rasa nyeri
yang terkumpul dalam luasnya danau, dan dalamnya
bumi dan langit. Seperti punggung binatang penuh
beban semua penyakit dunia, dengan kenangan
hinaan dan lecut cemeti, pesta pora, botol, barang,
sinar berkelap-kelip, lumpur, dan semua rindu yang
tertekan pada kematian dan balik kembali ke dalam
rahim ibu. Segala-galanya mulai tampak jelas karena teriakan
itu. Bulan yang sedang bersinar di langit. Angin
yang menggoda permukaan danau. Tubuh telanjang
yang sudah sampai pada titik terendah itu putus asa.
210 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Peluh yang memancar karena harapan bergelora.
Kenangan-kenangan masa kanak-kanak yang kabur.
Sebuah kamar tidak dikenal dalam kehidupan
sebelumnya. Pahat peneliti tanpa penelitian untuk
dijalankan. Dewi-dewi yang sebenarnya tidak pernah
ada, di mana pun. Patahan-patahan tubuh kecil-kecil
bertebaran, yang dapat dikumpulkan hanya oleh
kekuatan gaib, dikumpulkan untuk dijadikan berkasberkas sinar yang terentang dari mata perempuan itu
ke permukaan bulan. "Apakah ini akhir dunia?"
"Bukan, ini roh Peri Kesucian yang sedang melayang-layang."
Perempuan itu mengucapkan tanpa membuka
bibirnya. Sejak pelariannya yang gagal, hampir saja ia
lupa segala-galanya. Seluruh hidupnya sia-sia belaka.
Seluruh kehidupannya tidak ada artinya. Namun,
pandangannya tentang apa yang terjadi berubah
ketika ia menggerakkan matanya. Ia melihat roh
melayang-layang di permukaan bulan. Ia menyadari,
segera, saatnya telah datang. Dan ia memilih untuk
menunaikan tugasnya. Ia menegangkan otot-ototnya
dan melompat. Ia mempercepat langkahnya di
sepanjang jalan setapak. Di bahunya tersampir tasnya.
Ia berpegangan pada tasnya seolah-olah ia sedang
menarik kehidupannya dari sesuatu yang tidak ada.
211 NAWAL EL-SAADAWI "Baik. Perempuan itu telah menentukan pilihannya, dan sekarang ia harus menuntun perempuanperempuan itu ke jalan selamat."
"Apa katamu, Saudariku?"
"Jelas ada jalan."
"Apakah kau belum hamil juga?"
"Tidak mudah menemukan laki-laki yang punya
rasa cinta." Jauh di lubuk hatinya perempuan itu merindukan
cinta. Perempuan-perempuan yang lain bersuami dan
beranak. Masing-masing dapat menyebutkan nama
anak-anak mereka dengan jari. Mata mereka penuh
rasa tak peduli pada segala-galanya. Mereka tak lagi
punya harapan dalam hidup, karena, apa yang telah
diberikan kehidupan kepada mereka" Ia tidak menemukan apa pun, tetapi paling tidak, ia tak malu tidak
menutup wajahnya, dan memandang sinar bulan


Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan sepenuh hati. "Apakah karena ini, maka tak pernah ia dalam
hidupnya menemukan laki-laki impiannya?"
Laki-laki itu sedang berdiri di pintu. Perempuan
itu tidak membuka mulut. Kalaupun ia telah mengucapkan sesuatu, laki-laki itu tidak akan mengerti, dan
jika kebetulan laki-laki itu mengerti, nasib mau tidak
mau akan campur tangan dan memisahkan mereka.
212 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
*** Mereka hidup di negeri yang diatur nasib, dan nasib
hanya kenal satu jenis cinta. Gelora cinta tanah air
dan cinta Baginda Raja yang berapi-api. Itu barangkali
karena garis-batas yang ditetapkan oleh minyak.
Kekuatan pasang dan surut yang tersimpan dalam
air hitam itu, deru angin dan alun gelombang serta
semburan air terjun. Ia yakin laki-laki yang berdiri di
depannya bukan laki-laki impiannya. Mereka berdua
berasal dari kutub yang berlawanan dan tidak sengaja
bertemu. Seolah-olah nasib mempertemukan mereka.
"Selain itu, perempuan itu bukan tukang masak yang
mengagumkan. Ia perempuan yang tidak punya nilai,
yang mencoba memberi dirinya nilai dari nilai dewidewi." Suara itu suara suaminya, atau barangkali suara
atasannya, yang sedang menjelaskan kepada polisi
tentang dirinya. Dalam perjalanan ke tempat kerja,
perempuan itu kadang-kadang lewat di depan dapur
rumah orang, dan ia melihat ikatan bawang putih
tergantung di jendela. Pemandangan itu menusuknya
seperti tusukan belati. Ingin sekali ia mati sebelum
seutas rambut dari bola-bola lampu berbentuk kepala
itu tersentuh. Dalam mimpinya, rambut-rambut
213 NAWAL EL-SAADAWI kuning bawang itu tampak bagai gigi penerkam,
yang mencengkeram lehernya dari belakang dan
melemparkannya ke sisi lain kematian.
"Barangkali ia perlu cuti untuk berlibur."
Perempuan tidak punya hak berlibur. Cuti baginya
berlaku ketika pintu terbuka dan ia melangkah
keluar, dan tidak akan kembali. Pikiran tentang cinta
datang menjelang. Cinta suci yang pantas dibalas
dengan kematian seorang perempuan yang tidak
pernah kenal cinta, yang hidup dalam penjara abadi.
Tak ada hembusan angin, asap dan butir-butir hitam,
kesunyian dan gemerisik halaman-halaman surat
kabar. Bagian bawah tubuh seorang laki-laki yang
sedang tidur nyenyak, dan dapur itu. Ya. Bau daging
panggang mungkin melayang dari dapur dan lakilaki itu akan terbangun. Seleranya akan muncul dan
juga cinta, barangkali. Tetapi tempat itu sendiri tidak
pernah berubah. Ia terdorong kepada laki-laki itu
karena naluri hendak menyelamatkan diri. Makanan
tak henti-henti, tetapi tetap tak cukup untuk
menghilangkan hasrat. Ya, ada kertas dan mesin tulis.
Perempuan itu mengetik surat permohonan dengan
jarinya. "Apakah ia minta cuti?"
"Ya." 214 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Apakah ia mendapat izin dari suaminya?"
"Tidak." "Kalau begitu, bagaimana bisa ia pergi berlibur?"
Hening menguasai ruang pemeriksaan. Polisi
itu berputar-putar di kursi putarnya. Ia menyalakan
lampu merah. Ia mengusir para wartawan. Ia kembali
mengetik, tak lama, kemudian kembali berputar. Ia
menatap wajah suami dan majikan perempuan itu.
"Apakah bapak ingin saya berterus terang?"
"Ya." "Janji berita ini tidak akan bocor ke surat kabar?"
"Pasti tidak!" "Baik. Keinginan perempuan itu untuk pergi besar
sekali." "Apa maksud Anda?"
"Perempuan itu pergi untuk mencari rasa bangga
dirinya yang telah hilang. Rasa bangga dirinya adalah
rasa bangga seekor binatang yang berdiri di atas dua
kaki belakangnya dan tidak lagi merangkak dengan
empat kaki. Bahkan sebenarnya ia bukan perempuan dapur atau perempuan tempat tidur. Ia tidak
menghafalkan lagu-lagu yang disenandungkan oleh
kaum perempuan di tempat mandi umum, dan ia
tidak pernah merasakan rasa cinta yang muncul dalam
215 NAWAL EL-SAADAWI hati suaminya ketika suaminya melihat ia sedang
mengiris-iris kubis. Lebih dari itu, bulu matanya
tidak bergetar ketika atasannya, atau Baginda Raja,
menoleh kepadanya." Jari-jari polisi itu terhenti di atas mesin tulis.
Dihapusnya kata "Baginda Raja" dan diteruskannya
mengetik, dengan satu tangan, sementara dengan
tangan yang satu lagi ia menyeka peluh dari wajahnya.
"Seorang perempuan dengan mata sekeras batu
gunung dan diukir dari gunung batu es."
Pada detik itu polisi itu berhenti mengetik sama
sekali. Ia berputar-putar beberapa kali di kursi
putarnya, dan tiba-tiba menghentikan putaran kursinya. Wajahnya menghadap ke dinding. Ia tak tahu
siapa yang berbicara. Apakah atasan perempuan itu
atau suaminya. Ia tidak memutar kursi putarnya. Ia
terus menatap ke dinding, punggungnya menghadap
kepada kedua laki-laki itu.
"Apa maksud Anda dengan batu es?"
"Maksudku, dua bola matanya."
"Baik." Suami perempuan itu bertukar pandang dengan
atasan perempuan itu. Seolah-olah mereka masingmasing mencoba membayangkan tampilan mata
perempuan itu. Atasan perempuan itu menghem216
LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
buskan asap rokoknya yang tebal seperti gumpalan
awan dari pipanya. Suaminya menggoyang-goyangkan
lututnya kemudian menurunkan kelopak matanya.
"Maksudku, pandangan matanya dingin. Mata itu
tidak memandang ke kita. Dan jika mata itu melihat
ke arah kita, pandangannya jauh menembus ke suatu
titik di kejauhan di kaki langit, melewati kepala kita."
"Apakah ia pernah berpaling kepada laki-laki lain?"
Polisi itu berputar menghadap kedua laki-laki itu
dengan pandangan yang tajam bak pedang terhunus.
Kedua laki-laki itu berpandangan sebelum menjawab
bersama-sama, "Tidak, ia tidak pernah melirik lakilaki lain. Barangkali sengaja pandangannya memancing agar kita memerhatikannya. Ya, kau dapat
mengatakan bahwa ia tidak memedulikanmu dan
aku, tetapi memberikan perhatian kepada hal-hal
yang lain, bahkan sampai sekecil pun, ibarat sebuah
titik yang sangat kecil di kaki langit."
Hening lama sekali dalam ruang pemeriksaan.
Hanya suara napas naik turun ketiga laki-laki itu
yang terdengar, dan suara dengung kipas angin yang
terus berputar, juga dengung seekor lalat yang terbang
berputar-putar, kemudian terantuk pada cahaya
merah, dan suara butir-butir hitam seperti curahan
hujan yang mengetuk-ngetuk jendela.
217 NAWAL EL-SAADAWI Suara-suara itu menyelinap sampai ke perempuan
itu melalui jarak yang sangat jauh. Suara-suara itu
melebur menjadi satu suara berirama. Keheningan
polisi terdengar bergema jelas sekali. Perempuan itu
sadar kalau polisi itu tahu segala-galanya. Jari-jari
polisi itu mulai mengetik kembali.
"Leher perempuan itu seperti apa?"
"Eh ... lehernya. Ini juga tampak aneh, lebih
panjang dari leher biasa, seolah-olah leher itu kaki
langit, menjulang seperti leher kuda liar, leher yang
tak dapat kita genggam untuk kita cekik, misalnya.
Leher yang membangkitkan birahi, karena kita tak
dapat menguasainya. Leher yang akan .... "
Sunyi senyap. Jari-jari polisi itu berhenti mengetik.
Kursi putar itu berputar-putar, kemudian berhenti.
Hanya suara napas terengah-engah yang terdengar.
"Yang akan apa?"
"Yang akan berubah menjadi sebaliknya dengan
sebuah gerakan mendadak, memutar dan bengkok
menyerah seolah-olah sedang membawa beban yang
berat." "Sungguh luar biasa."
"Ya. Benar sekali. Tidak diragukan lagi, kita akan
gemetar di hadapan leher ini."
218 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Bagaimana dengan tubuh perempuan itu selebihnya?"
"Itu juga luar biasa."
"Apa maksud Anda?"
"Tubuhnya jelas akan kita lihat di depan kita.
Kehidupan yang hadir terus-menerus, tetapi kemudian
sirna tiba-tiba dan meninggalkan kekosongan yang
nyaris abadi." Hening sehening-heningnya. Bahkan suara napas
ketiga laki-laki itu pun tidak terdengar. Barangkali
kipas angin juga berhenti berputar, atau listrik tibatiba mati. Lampu mati dan lalat terbang menjauh
atau terpanggang. Hanya curah hujan yang tinggal,
yang memukul-mukul telinga perempuan itu dengan
irama sama seperti denyut pembuluh darah di
lehernya, dan siul angin dari jauh seperti heningnya
malam. Kemudian muncul tawa ke perempuan itu di
kegelapan malam. Ia tak tahu laki-laki mana dari
ketiga laki-laki itu yang tertawa. Tawa terputus-putus
yang aneh, seperti tangis tersedu-sedu, tinggi nada,
seperti suara orang laki-laki tertawa terbahak-bahak.
Tubuh laki-laki itu bergoncang-goncang karena
kepalanya bergoncang-goncang karena tawanya.
219 NAWAL EL-SAADAWI Suara tawa itu datang dari balik bukit dan
bentangan danau, seperti deru angin. Tawa terbahak
itu mendera dinding seperti dera hujan batu.
Tawanya menyusup dari celah pintu bagian bawah
bersama tetesan minyak hitam. Wajah perempuan
itu menghadap ke dinding dan kepalanya dibalut
selendang. Dengan gerakan menoleh sembilan
puluh derajat, ia menghadap ke pintu. Laki-laki itu
sedang berdiri dengan jallaba-nya terlipat ke atas.
Kepalanya basah seolah-olah terendam air hujan. Ia
mengibas-ibaskan rambutnya serta seluruh tubuhnya
seperti kodok ke luar dari danau. Mata perempuan
itu bertatapan dengan mata laki-laki itu, tampak
bagian putih bola matanya bergerak, kelihatannya
menyembunyikan dan menyingkapkan sesuatu yang
tersembunyi. "Apakah kau masih bangun?"
Nada suara laki-laki itu lembut setengah berbisik,
menyingkapkan rasa sayang laki-laki itu ketika ia
kehilangan kendali atas perempuannya. Laki-laki
itu menanggalkan pakaian dengan gerakan seperti
seseorang yang mencoba menanggalkan sebuah
penghinaan. Laki-laki itu tinggi, kulitnya basah dan
kencang seperti terbuat dari kulit asli, berkilauan
dalam gelap seperti sepatu yang diseka di bawah
curahan hujan. Laki-laki itu mendekatinya dengan
220 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
langkah ingin meyakinkan orang lain bahwa ia
memiliki sesuatu yang sebenarnya tidak dimilikinya.
*** "Kaum laki-laki adalah mesin untuk menyembunyikan
kenyataan, mereka mengira dalam hati bahwa mereka
pemilik kenyataan." "Apakah mereka dewa?"
Itu suara seorang perempuan yang sedang berbicara
di antara para perempuan.. Suara itu seperti suaranya
ketika ia masih muda. Mereka semua mengangguk
mengerti. "Kita semua tahu, Saudariku, tetapi bawang masih tergantung di dapur. Tidak ada tangan yang
menyentuhnya, ini sudah hampir waktunyanya
makan, dan laki-laki itu berteriak-teriak. Itu sudah
jelas. Kau mengerti, Saudariku?"
"Ya, aku mengerti, Saudariku, tetapi kodok telah
berkembang dan muncul dari dasar danau ke permukaan cahaya, sementara kalian perempuan-perempuan tidak juga bergerak."
Hening kembali ketika laki-laki itu tiba kembali.
Seperti biasa, ia berteriak-teriak minta makan. Kemu221
NAWAL EL-SAADAWI

Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dian ia berbaring di tempat tidur, telanjang bulat. Ia
menjulurkan tangan dalam gelap itu di bawah alas
kasur, seolah-olah menjulurkan tangan dalam air. Jarijarinya mencoba menjangkau tangan perempuan itu,
tetapi sia-sia. Akhirnya jari-jari itu menyentuh tangan
itu melalui jarak yang sangat jauh. Perempuan itu
menghadap ke dinding. Ia merasakan tangan lelaki
itu menyergapnya, kasar, dan basah oleh peluh hitam.
Angin putting-beliung membenamkan perempuan itu
ke dalam perut bumi. Dada lelaki itu kukuh, seperti
dada mummi, hampa di dalam, penuh kehampaan
dunia. Tetapi tidak ada jalan untuk lari. Perempuan
itu mau tidak mau harus meletakkan kepalanya di
dada batu itu. Seolah-olah itu dada Dewa Ekhnaton,
setelah buah dadanya disingkirkan.
"Kau bicara apa, Saudariku?"
"Aku sadari sekarang tetapi sudah terlambat,
segala-galanya memang benar-benar ada. Maksudku
perkawinan, dan barangkali juga upaya mencari dewidewi, dan segala sesuatu yang lain dalam kehidupan,
termasuk kematian." "Dan cinta"!"
"Tidak, aku tidak mencintainya. Seandainya aku
cinta dia, dunia ini akan tenggelam ke dalam dunia
khayal." 222 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Tubuh perempuan itu telanjang, bersentuhan
dengan dunia telanjang, dalam semua kenyataannya,
seperti daging. Perempuan itu menyelinap turun dari
tempat tidur dan melarikan diri, tetapi tidak mungkin
ke luar dari sumur itu, atau barangkali minyak itu
mungkin tampak baginya lebih baik daripada apa
pun. Perempuan itu membengkokkan lengannya di
tempat sempit itu. Ia tercekik oleh asap dan debu
hitam. Kematian tampak baginya bagai semacam
keabadian, dan melarikan diri baginya tampak tidak
lebih dari kedunguan. Memang, kematian adalah
ciri mahkluk hidup ketika kematian menjadi abadi
seperti dewa-dewa. Perempuan itu pura-pura mati sambil berbaring
di situ. Tubuhnya jatuh di kedalaman tanpa ia harus
membengkokkan lengannya yang satu lagi. Gelapnya
seperti mata hitam yang maha besar. Mata yang tidak
pernah berhenti memerhatikannya. Mata kudus yang
tidak pernah tidur. Mata itu pasti mata dewi kematian
Sekhmet, atau barangkali mata Peri Kesucian yang
sedang memerhatikannya dan mengingatkannya tentang pesan yang dipercayakan kepadanya.
*** 223 NAWAL EL-SAADAWI Perempuan itu membuka matanya tiba-tiba. Lakilaki itu menatapnya dari balik surat kabar. Matanya
menembus surat kabar dan menembus perempuan
itu. "Ya, perempuan itu di bawah pengawasan secara
terus-menerus." "Atas perintah Baginda Raja?"
"Mungkin, atau mungkin atas perintah atasannya,
atau atas perintah suaminya. Suaminya membayar
seseorang untuk mengawasi istrinya. Atau barangkali
tiga orang, tidak seorang pun tahu pasti berapa.
Tetapi pengawasan terus-menerus, dua puluh empat
jam sehari." Polisi itu bersama mereka tentu saja, berputar-putar
di kursinya dan mengetik. "Perempuan itu berjumpa
dengan para perempuan pukul setengah tujuh tanpa
minta izin untuk bertemu. Ia kembali pulang pukul
satu lima puluh menit. Perempuan itu mengemudikan
kendaraannya sendiri, ia tidak minta tolong kepada
pengemudi laki-laki. Semua itu ancaman bagi tatanan
dunia, pantas untuk dihukum penjara seumur hidup
ditambah kerja paksa, dan hukuman menjunjung
beban berat di kepala perempuan itu. Perkara itu
tentu saja mengharuskan perempuan itu dikeluarkan
dari pekerjaannya dan diceraikan oleh suaminya. Jika
224 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
perempuan itu belum kawin, Baginda Raja dapat
melimpahkan kekuasaan kepada hakim kerajaan
untuk menjatuhinya hukuman mati."
Tempat tidur itu bergetar dalam gelap bila lelaki itu
membalikkan tubuhnya dari sisi satu ke sisi lainnya.
Gerutu muncul dari bilah-bilah papan tempat tidur
itu seperti suara kucing. Dengan hidungnya laki-laki
itu mencium bau masakan. Tidak ada bau makanan
datang dari dapur. Bawang masih tergeletak di
tempat cuci piring. Tungku tidak menyala, dan panci
aluminium itu kosong. Dasar panci itu berkilau kena
cahaya, seperti kilau baja.
"Apakah kau tidak memasak?"
Dari belakang lehernya, perempuan itu merasa
tubuhnya ditarik dengan kasar melampaui batas
alam sadar. Tamparan menghujani dari segala arah,
pipi, hidung, bibir, buah dada, dan perutnya. Ia tak
dapat membuka matanya untuk melihat apa yang
sedang terjadi. Itulah pertama kali dalam hidupnya ia
dipukuli oleh seorang laki-laki.
"Apakah kau tak berteriak minta tolong?"
Mungkin ada salah satu tetangga yang datang untuk
melihat apa yang terjadi dengan suara ribut-ribut itu.
Tetapi jelas bukan perempuan itu yang berteriak. Atau
ia memang berteriak tetapi tidak ada suara yang ke luar.
225 NAWAL EL-SAADAWI Perempuan itu ingin menyembunyikannya dengan
berdiam diri. Ditinggalkannya tubuhnya tertelentang
di tanah. Satu kakinya terjerat tali tasnya. Ia telanjang
bulat, meski ada sisa-sisa sarwal-nya yang robek, yang
membalut mata kakinya seperti gelang kaki. Tersulam
di sekeliling tepi gelang kaki itu namanya dan nama
suaminya dalam bingkai berbentuk hati.
Dalam sinar yang pucat, paha perempuan itu
tampak besar sekali seolah-olah ia melihatnya dengan
kaca pembesar. Panjang dan terentang demikian
jauh darinya, sehingga tak dapat ia melihat pahanya
sendiri dari jarak yang jauh itu, seolah-olah paha itu
paha perempuan lain. Matanya memandang seluruh tubuhnya, bertambah besar ketika semakin jauh memandang, dan
berhenti, karena keheranan, di lehernya yang berbalut
selendang hitam. Wajah yang hitam menjadi semakin
hitam dalam sinar temaram, penuh butir-butir hitam
seperti bintil-bintil muka, dan garis-garis seperti kerut
yang dilukis dengan pena, terbentang memanjang
dari sudut kelopak matanya yang bengkak seperti
air mata hitam, dan bulu mata yang lebih pendek
seolah-olah bulu mata yang dipindahkan dari masa
remaja ke masa dewasa, dengan gerakan sisi matanya.
Perempuan itu melompat, otot-otot lengan dan
kakinya ditegangkannya. Ia berusaha mengingat
226 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
kembali masa lalunya. Ia ingat ia sudah pernah
melihat wajah ini sebelumnya, dan merasakan saat
seperti ini dalam kehidupannya yang sebelumnya.
Kejadian dijatuhi hukuman ini, sesuatu yang pernah
disaksikannya dalam mimpi-mimpinya selagi bangun
dan selagi tidur. "Memalukan bagi perempuan terhormat seperti
dia mencari dewi-dewi."
Perempuan itu mendengar suaranya tersedu-sedu.
Aku paling tidak, ingin mati karena malu. Kemudian
tiba-tiba, perempuan itu menghentikan sedu-sedannya, dan ada suara datang kepadanya seperti suara
dari salah satu perempuan-perempuan itu.
"Baik. Kalau begitu apa masalahnya" Laki-laki
itu selalu memukuli aku dan membusungkan dada
penuh bangga. Pagi tidak akan merekah sebelum aku
membuka pintu dan pergi. Ya, aku tahu, aku akan
pergi besok, jadi hapuslah air mata hitam itu. Dunia
tidak akan runtuh hanya karena seorang perempuan
tidur bersama laki-laki tak dikenal dalam hubungan
mesra yang tak tahan lama."
Suara perempuan itu berubah bersama setiap
gerak tubuhnya, dan tubuhnya berubah dari dingin
menjadi panas jika ia membalikkan tubuhnya dari
satu sisi ke sisi yang lain. Bau menyebar dari dalam
227 NAWAL EL-SAADAWI tubuhnya yang terdalam dan tidak teraba. Bau
daging berserakan dalam perut bumi. Barangkali
ia ingin mati pada saat itu. Atau ia memang sudah
mati " kemudian ujung hidungnya menyentuh ujung
hidung laki-laki itu, dan laki-laki itu merenggangkan
tubuhnya dari tubuh perempuan itu. Baru saat itu
perempuan itu sadar tubuhnya benar-benar ada dan
ia belum mati. "Apakah itu cinta?"
Lembab membalut perempuan itu dari bawah alas
kasur dengan tetesan minyak. Melihat tetesan minyak
ini saja, perempuan itu menyadari dirinya tidak
berharga, dan bau dari jauh itu sudah cukup untuk
membersihkan dirinya dari dosa. Mulutnya seperti
cerobong asap yang menghembuskan awan asap, dan
ia merasakan seperti bumi bergoncang seperti air.
Ia merasakan kesendirian tenggelam ke dasar, dan
menjejakkan kakinya ke dasar bumi.
"Seorang perempuan jatuh serendah itu."
"Apa maksudmu?"
"Apakah kau tak tahu maksudku?"
"Apakah kau menyuruh orang untuk mengawasi
aku?" "Ya. Jika itu tidak aku lakukan, aku tak akan dapat
melihatmu dengan laki-laki lain itu."
228 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Dan aku pernah melihatmu. Apakah kau sudah
lupa?" "Tentu saja kau lupa. Itu wajar. Bukan satu istri
yang kudapat, Tuhan akan memberiku empat. Kau
tahu itu, bukan?" Laki-laki itu hendak berdiri, diregangnya lehernya,
penuh rasa bangga. Semakin banyak perempuan
dalam kehidupan laki-laki itu, semakin panjang
lehernya. Lehernya menjulang tak ada batas seperti
kaki langit. Pemandangan yang sangat ditakuti
perempuan itu, lebih daripada ketakutannya pada
kematian. Pemandangan itu meletakkan perempuan
dan laki-laki dalam dunia yang tak menentu. Sebuah
rumah berdiri di atas air. Seperangkat timbangan
dengan baki yang berayun naik turun tiada henti.
Laki-laki itu sedang berdiri menatap ke atas. Ia
berkedip berulang kali. Ia mencoba menyentuh langit
dengan matanya. Seolah-olah hanya langit yang dapat
disentuh dalam khayal yang maha luas.
Perempuan itu masih berbaring di tempatnya.
Dengan tangannya, dibelainya pipinya yang bengkak
kena tamparan bertubi-tubi. Dilihatnya laki-laki itu
dengan sudut matanya, ketika laki-laki itu berdiri di
situ. Ia berdiri dekat pintu, hanya beberapa langkah
229 NAWAL EL-SAADAWI dari perempuan itu, tampak sangat jauh, seolah-olah
ia tidak ada di situ. "Bagaimana mungkin laki-laki yang sudah demikian dekat, mundur sedemikian jauh hanya karena
satu lirikan darinya?"
"Itu wajar sekali. Perempuan seperti kau, yang
telah melanggar semua batas dengan dosanya, dapat
meruntuhkan tatanan yang ada dengan sebuah
lirikan." "Apakah tatanan yang ada sudah demikian buruknya?"
Laki-laki itu tak punya tenaga untuk menjawab,
tetapi jantungnya gemetar dalam tubuhnya. Seolaholah sudah selama hidup jantungnya ketakutan pada
lirikan itu. Tidak ada yang dapat menyapu bersih
dosa ini selain jika perempuan itu bersimpuh di
hadapan laki-laki itu, untuk membasahi kaki laki-laki
itu dengan air matanya dan meminta ampun darinya.
Semakin besar nista perempuan itu, semakin besar
rasa bangga laki-laki itu. Karena tidak ada yang dapat
menyusutkan rasa bangga laki-laki selain perempuan
tidak berdosa dan karena itu tak punya sesal.
Laki-laki itu berdiri menunggu perempuan itu
berlutut atau menangis bercucuran air mata, bertobat
dan memohon ampun. Tetapi perempuan itu tetap


Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

230 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
diam seperti orang mati dalam kubur. Menakutnakutinya dengan hukuman di dunia dan di akhirat
tampaknya tidak membawa hasil. Menuggu, hanya
itu yang dapat dilakukan laki-laki itu. Berapa pun
lamanya ia harus menunggu, ia akan menunggu,
karena hanya satu yang dapat menyelamatkan
rasa bangganya, kata-kata yang terloncat dari bibir
perempuan itu, "Ampuni aku!"
"Apakah mata laki-laki itu memohon dengan
sangat?" Tentu saja. Dengan satu gerakan mata perempuan
itu, keadaan berubah, seolah-olah ia dapat membalikbalik halaman buku bergambar dengan kelopak
matanya. Dalam gambar ini, laki-laki itu tampak
sedang membungkuk, berlutut di depan perempuan
itu, membasahi kaki perempuan itu dengan air
matanya, memohon-mohon agar perempuan itu
mengucapkan kata "Ampuni aku!". Perempuan itu
ingin membuka mulutnya dan meminta laki-laki
itu mengampuninya, tetapi sia-sia. Bibirnya terekat
rapat oleh minyak, seperti geraham. Bulu matanya
juga lengket, seperti bibirnya, dan alis matanya juga
lengket satu sama lain. Di depan mata perempuan itu, hanya gelap yang
terlihat. Bilakah awan hitam ini menjauh dan cahaya
muncul" Jika cahaya sudah muncul di sana, mengapa
231 NAWAL EL-SAADAWI tidak ada cahaya muncul di sini" Jika dosa terjadi di
sini, mengapa hukuman dijatuhkan di sana"
Pintu terbuka karena kekuatan angin yang bertiup
mendadak. Minyak terjun bergemuruh. Bukit-bukit
hitam menjulang di antara bumi dan langit. Lakilaki itu mengangkat tangannya pertanda ia sudah
putus asa. Ia sadar ia telah kehilangan kesempatan,
kehampaan dalam dirinya telah tersingkap di depan
mata seluruh dunia, dan tidak ada harapan ia akan
dapat menyembunyikan kebenaran.
"Apakah itu karena minyak memancar pada waktu
yang tidak tepat?" Laki-laki itu berbicara pada diri sendiri sambil
mengangkat tangannya. Seolah-olah ia tengah bercakap-cakap dengan bukit atau dengan suatu kekuatan
tidak dikenal di langit. "O, minyak! Jika kau tidak menenggelamkan
perempuan itu sedalam-dalamnya sampai ia mati,
tidak akan ada tersisa sedikitpun rasa bangga dalam
dada laki-laki di dunia ini."
Tampaknya, minyak mengabulkan permohonan
laki-laki itu. Minyak mengalir dengan kekuatan lebih
besar, dan perempuan itu menggapai-gapai dengan
kaki dan tangannya, mencoba sekuat tenaga agar tidak
terbenam. Minyak tentu saja tidak dapat melupakan
232 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
sifatnya dan berpihak kepada perempuan. Laki-laki
itu yakin sekali mengenai ini.
"Apakah kau tidak akan meminta maaf atas dosamu, hai perempuan?"
"Sudah aku coba tetapi .... "
"Apakah ini sudah pernah terjadi sebelumnya?"
"Ya, ini sudah pernah terjadi sebelumnya ... "
Perempuan itu mengucapkan dengan mata semakin
lebar antara langit dan bumi. Tanpa disadarinya, ia
bertukar pandang dengan laki-laki itu. Dalam sinar
remang-remang perempuan itu melihat kerlingan
disambut kerlingan, yang menghancurkan harapan
yang masih tersisa. Apakah perempuan itu punya
kehidupan sebelum ini" Namun, pertanyaan itu jauh
lebih besar dari kekuatan khayal perempuan itu. Lakilaki itu menyadari, perempuan itu orang berdosa
sepanjang masa, dari sejak ia lahir sampai ia mati.
"Tentu, aku tahu itu. Apanya yang baru?" Lakilaki itu mengucapkan itu sambil menaiki tangga
panjang ke atas atap. Sarwalnya yang terlempar masih
terayun-ayun di kait. Ia mengulurkan tangannya
hendak menjangkau sarwal itu. Dari belakang, lakilaki itu tampak berpunuk seperti unta. Kakinya yang
bengkok dengan bulu kaki yang halus basah kuyup
oleh keringat hitam dan lengket satu sama lain.
233 NAWAL EL-SAADAWI "Sekarang perempuan itu harus mengambil keputusan." Jika tidak, ia tidak akan pernah mengambil
keputusan." Inilah keadaan yang terlihat bagi perempuan itu.
Tetap tinggal untuk selama-lamanya, atau langsung
kembali pulang. Ini keputusan sangat penting pertama
yang pernah harus diambil olehnya dalam hidupnya.
Apakah minyak yang memaksanya mengambil keputusan" Atau barangkali kenangan-kenangan dari
kehidupannya yang lama membuat segala-galanya
tampak lebih cerah daripada sebelumnya, meski
tamparan menjadi kenang-kenangan seperti bekasbekas aniaya hitam, memukuli perempuan, adalah
hal yang biasa. Laki-laki itu tidak henti-hentinya
memohon bantuan dari langit. Langit berbisik
kepadanya dari atas, "Pukul mereka! Perempuan
tidak dapat mengharapkan masa depan yang lebih
cerah jika ia tak mau menerima pukulan dengan
rasa bangga." Perempuan itu merasakan kepalanya
seperti kepala Dewi Sekhmet, yang terbuat dari
perunggu. Ia masuk dapur dengan leher tegak dan
sombong seperti Dewi Nefertiti. Ia berdiri di depan
api sambil menghirup asap ke dalam perutnya seolaholah perutnya perut bumi. Ia menyimpan rasa nyeri
seolah-olah ia mengandung rasa nyeri itu, kemudian
mengharumi dirinya di sebelah luar untuk menutupi
234 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
bau itu. Perempuan itu menahan keinginannya untuk
mengangkat tangan dan menampar laki-laki itu,
dan tersenyum di wajah laki-laki itu seperti seorang
bidadari. "Apakah kau berwajah dua, hai perempuan"
"Kau lipat dua itu, bukan" Empat wajah."
Minyak masih terus tersembur dengan kencang.
Minyak itu kembali mendorong perempuan itu untuk
melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin ia
lakukan. Ia sama sekali tak paham apa itu cinta suci,
dan apa itu cinta rendah. Sejak kanak-kanak ia sudah
paham hal-hal yang penting, yang tidak dipahami
oleh orang lain. Sia-sia ia mencari apa yang ingin ia
cari. Laki-laki itu tidak lebih dari penghambat dalam
hidupnya, seperti bukit minyak.
"Laki-laki itu laki-laki teladan, ia semata-mata
mematuhi perintah langit agar ia menempeleng
perempuan." Beginilah cara perempuan itu menghibur
diri. Jauh di lubuk hatinya ia ingin bertobat. Ia
ingin membuat laki-laki itu memainkan peran
yang diterimanya dari langit dan mengampuninya.
Dalam pertemuan kaum perempuan, perempuan itu
mendengar suara seorang perempuan muda. Suara itu
seperti suaranya sendiri ketika ia seusia perempuan
muda itu, hanya saja waktu itu ia tidak menutup
235 NAWAL EL-SAADAWI mulutnya dengan tapak tangannya seperti yang
dilakukannya sekarang. Perempuan itu membuka
bibirnya dan menelan butir-butir hitam seolah-olah
butir-butir itu bukan apa-apa.
"Jika tidak hamil, perempuan memainkan peran
ibu, menjadikan laki-laki seorang anak-anak dan
memberinya peran untuk dimainkan."
Perempuan itu tidak tahu mengapa perutnya tidak
semakin besar. Empat perempuan dari laki-laki itu
semuanya telah memasuki usia menopause. Mereka
menadahkan tangan ke langit memohon agar mereka
dapat hamil. Mereka memohon kepada semua nabi
dan orang suci, sambil menyebut nama-nama mereka.
Tidak satu pun dari nabi dan orang suci itu menjawab
permohonan perempuan-perempuan itu. Mereka
memohon kepada Peri Kesucian dan dewi-dewi yang
lain, tetapi sia-sia belaka.
"Apakah laki-laki ini penyebabnya?"
"Tidak mungkin. Apa hubungan laki-laki dengan
perempuan hamil?" Di bawah tulang rusuknya perempuan itu merasa
otot-ototnya bergetar. Dalam kepalanya sebuah otot
yang lain membersitkan pikiran. Busa hitam yang
menutupi wajahnya barangkali tumpahan kasih
236 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
sayang seorang ibu, atau barangkali kerinduan perempuan itu pada rahim ibunya.
"Apakah ibunya dikubur hidup-hidup di perut
bumi" Apakah ini yang mendorongnya menggali
dengan pahat, meski itu hal yang tidak mungkin?"
Terbang mengelilingi bumi sambil berbaring dan
kemudian kembali ke tempatnya semula, tampaknya
hal yang mungkin bagi perempuan itu. Laki-laki itu
juga ada di situ. Ia baru saja pulang dari bekerja.
Wajahnya pucat, dan bintik-bintik hitam di wajahnya
semakin hitam. "Apakah kau mengadukan aku?"
"Apa maksudmu?"
"Aku tahu kau ingin sekali membalas dendam
kepadaku. Tetapi aku peringatkan kau, kita rekan
dalam segala hal. Bahkan, kaulah sebenarnya yang
selalu mendorong-dorong aku untuk melawan
Baginda Raja. Aku menolak upayamu menghasutku
dengan seluruh kekuatanku. Jika aku menyerah
kepadamu kelak, maka itu semata-mata karena aku
ingin mengubah kau. Ya, engkau bak tulang-tulang
rusuk yang bengkok-bengkok, yang dapat diperbaiki
hanya dengan mematahkannya."
Buah dada perempuan itu berhenti bergerak dan
ia mulai tercekik. Laki-laki itu adalah laki-laki yang
237 NAWAL EL-SAADAWI tidak punya rasa bangga. Dalam kehidupan lama
perempuan itu, laki-laki itu lebih jantan. Perempuan
itu ingin meneriakkan kata-kata, yang terpenjara,
tetapi sudah lama ia ingin mengenyahkannya. Katakata yang harus diucapkannya sebelum dunia berakhir. Kata-kata yang menjijikkan, dengan rasa yang
membuatnya mual, yang diucapkan perempuan di
tempat tidur bersama laki-laki, ketika suhu udara
demikian tinggi sehingga meleleh rasa malu, dan dosa
berubah menjadi kebajikan dengan satu sentuhan
bibir laki-laki. "Aku tidak ingin siapa pun tahu apa yang telah
terjadi. Pada suatu saat nanti kita akan dapat melupakan segala-galanya dan kita akan dapat merayakan
hari ulang tahun Baginda Raja bersama-sama. Letakkan tanganmu dalam genggamanku."
Tangan laki-laki itu terjulur ke arah perempuan
itu seperti galah. Sebelum perempuan itu sempat
menjulurkan tangan, laki-laki itu sudah menyergap
tangannya dengan jarinya. Jarinya besar penuh
bercak-bercak kotor dan ada benjol-benjol pada kulit
berwarna minyak. Pada malam hari perempuan itu mencoba membebaskan tangannya dari tangan laki-laki itu, tetapi
sia-sia belaka. Ia berbalik badan, menghadap ke
238 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
dinding. "Baik, kalau begitu, aku akan lari besok
ketika laki-laki itu pergi bekerja."
Perempuan itu tertidur menghadap ke dinding.
Ia melihat dirinya sedang duduk di atas jembatan,
menunggu berkas-berkas sinar muncul. Hening
datang ketika segala-galanya berubah menjadi gelap,
kemudian berkas-berkas sinar mulai muncul dari
jauh, bertambah banyak, seolah-olah beranak pinak
beratus-ratus ribu dan berjuta-juta. Sama tidak
terhitungnya seperti bintang-bintang, bersatu menjadi
pancaran sinar putih, yang melayang-layang di kaki
langit dan mendarat di atas atap. Putri Kesucian
berbisik di telinga perempuan itu, "Apa kabar! Apa
saja yang sudah kau lakukan hingga sekarang" Apakah
kau akan terus berbaring di sini seperti sapi sakit?"
Perempuan itu sadar. Badai menghambur-hamburkan debu hitam. Banjir bersemburan dari langit
dan dari perut bumi. Kaum laki-laki sedang mengisi
tempayan. Perempuan itu dapat melihat mereka dari
jauh di kaki langit seperti bayang-bayang hitam kecil
sebesar kanak-kanak. Mereka menggerak-gerakkan
tangannya ke atas seolah-olah sedang bermain, mencoba mengosongkan laut dengan timba kecil, atau
mengosongkan udara di langit dengan cawan kaleng.
Perempuan itu menoleh mencoba melihat kaum
perempuan itu. Tempayan tetap berdiri kokoh di
239 NAWAL EL-SAADAWI kepalanya. Tidak ada setitik pun yang tumpah dari
situ, bahkan ketika ia menggerakkan kepala. Untuk
bergabung dengan perempuan-perempuan itu, ia harus


Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuruni tebing, yang tertutup lumpur minyak. Ia
berhenti setengah jalan. Ia melihat ke arah cakrawala,
ke arah bukit-bukit hitam dan ke arah petak-petak
hitam pekat rumah-rumah di kaki bukit, dan ke arah
atap rumah yang tenggelam dalam gelap, tertutup
oleh tempayan tertelungkup dan sangkar burung
dara berbulu hitam yang menyerupai kelelawar, ke
arah puncak menara mesjid dan batu nisan kuburan
yang seperti palang. Ia tidak tahu nama desa tempat
ia terdampar. Orang menamakan desa itu Alma
Mater. Baik. Alma Mater apa ini gerangan, tempat ia
menguburkan kepalanya"
Perempuan-perempuan itu mengangkat tangan
mereka. Mereka menurunkan tempayan dengan satu
gerakan leher yang cepat sambil membungkukkan
badan bagian atas. Mereka duduk di tepi batu yang
berselaput lumut hitam. Bumi lembab. Kesunyian
riuh rendah oleh suara angin bersiul. Dalam sinar
remang-remang tampak permukaan danau penuh
ombak, yang berkejar-kejaran dan bertumpukan
di celah-celah berlumut. Bukit-bukit mengelilingi
tempat itu seperti dinding yang memisahkannya dari
seluruh dunia yang terletak jauh nun di sana.
240 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
Perempuan itu duduk di tengah, seperti ketika
bibinya biasa duduk di tengah perempuan-perempuan
itu. Salah seorang dari perempuan-perempuan itu
mengambil kertas yang terlipat dari saku jallaba-nya.
Surat itu ditulis dengan tinta hitam dengan tulisan
tangan dari suaminya atau tulisan tangan majikannya
di tempat kerja, dan tentu saja ada stempel Baginda
Raja di situ. Perempuan-perempuan itu menjulurkan lehernya
hendak membaca surat. Huruf-hurufnya, seperti kaki
lipas dari malam yang hitam.
"Buruk sekali."
"Apakah ada cara untuk menyelamatkan perempuan itu?"
"Untuk membantunya melarikan diri?"
"Ah, tetapi .... Pada kata ini, perempuan-perempuan itu menutup
mulut, berdiam diri. Ada suara terdengar seperti suara
napas yang ditahan, angin puyuh yang muncul dari
rongga dada, atau barangkali suara napas ditarik dari
dalam tubuh. Bibir perempuan itu mengeluarkan
sesuatu seperti teriakan. Tentu, kita semua harus lari,
tetapi ke mana, ketika dunia ini kosong" Dulu, ya,
dulu, aku sering menggunakan kata "setia kawan".
241 NAWAL EL-SAADAWI Tetapi terlarang mengucapkan kata itu, seolah-olah
kata itu Setan atau dewi kematian Sekhmet.
"Sakhmutt?" "Kita harus memperbaiki lafal rakyat. Ini dapat
kita lakukan karena lidah kita yang melafalkan kata."
"Kita tidak pantas memiliki hak yang kita rebut
dengan tangan selain dari tangan kita sendiri."
"Dengan demikian kita biarkan diri kita ditempatkan di situasi di mana binatang sekalipun tak mau
menerimanya." "Hanya sedikit yang dapat kita lakukan dengan
tangan kita." "Melarikan diri, misalnya?"
"Kita akan melarikan diri dengan kaki kita sendiri,
bukan dengan kaki orang lain. Itu sudah jelas."
"Dan karcis." "Ah, ya, karcis!"
"Kita harus menuntut gaji kita."
Mereka semua berteriak dengan satu suara. Kata
itu menjadi seperti sebuah bola cahaya yang keluar
dari mulut ke mulut, terbentur pada dinding kegelapan dan terpantul kembali dibawa angin ke mulutmulut yang masih ternganga, kembali ke tempat
242 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
kata itu semula berada sebelum diucapkan. Hening
mencekam. "Bukankah sebelum ini kita sudah pernah menuntut gaji kita?"
"Ya, sudah pernah."
"Jika begitu kita tidak usah menuntut lagi, kita
ambil saja sekarang langsung dengan tangan kita."
Perempuan-perempuan itu bertukar pandang di
balik cadar hitam mereka. Mereka menggaruk-garukkan kepala pada bagian yang bengkak yang diduduki
tempayan. Tidak satu otot pun pada wajah mereka
bergerak. Dari bibir mereka tidak ke luar suara
sedikitpun. Mata mereka berputar ke belakang dan ke
depan, tetapi tidak melihat suatu apa pun. Perempuan
itu melihat ke danau yang berselimut debu. Lumut di
celah-celah batu habis disapu arus. Danau itu tampak
sangat dalam, sedalam laut atau samudera, dengan
bangkai-bangkai makhluk berserakan di dasarnya.
"Apa ada orang mengintip kita?"
Mata itu mengintip dari lubang kunci. Perempuan
itu langsung tahu, itu mata laki-laki itu, dengan
melihat punggungnya. Punuk laki-laki itu tampak jelas
dalam sinar remang-remang. Perempuan-perempuan
itu mengangkat tangan mereka dengan satu gerakan
yang tegas. Tempayan kembali bertengger di kepala
243 NAWAL EL-SAADAWI mereka masing-masing pada tempatnya. Perempuan
itu tidak dapat lagi melihat apa-apa selain punggung
bungkuk perempuan-perempuan itu. Tubuh mereka
sebesar tubuh kanak-kanak, dan tampak semakin
kecil ketika mereka semakin jauh, dan tidak ada suara
apa-apa selain suara jallaba-nya di kejauhan seperti
bisikan angin. Perempuan itu duduk seorang diri. Gelap malam
sudah semakin berkurang. Gelap malam selalu
menyelubunginya, dan saat ini cahaya mulai terbuka.
Ia melihat laki-laki itu berdiri di situ. Ia sadar lakilaki itu telah melihatnya, seperti ia melihat laki-laki
itu sebelumnya. Mereka berdiri di situ, sama dalam
penglihatan dan tinggi badan. Keadaan berdiri lurus
ini tidak akan terjadi di dunia yang tidak lurus.
"Kau tak lagi punya kesempatan."
Laki-laki itu mengatakannya dengan marah.
Dengan marah ia mencoba menyembunyikan ketidaklurusannya. Ini kesempatan terakhir bagi
perempuan itu, dan jika kesempatan ini hilang, tidak
akan ada lagi kesempatan yang lain. Perempuan itu
mengangkat tangannya untuk melindungi wajahnya
dari tamparan. Jika ia tidak mengangkat tangan
sekarang, ia tidak akan dapat mengangkat tangan
nanti. Jika ia hidup, ia akan hidup dengan kepala
tegak. Jika ia mati, ia akan mati sambil menendang244
LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
nendang. Ia tidak akan berhenti menendang sampai
napas yang penghabisan. "Perempuan ini banyak kehilangan darah."
Bahkan sebenarnya, perempuan-perempuan itu
perlu kehilangan darah. Jika tidak, dunia akan tetap
seperti apa adanya, dan segala-galanya akan berakhir
hampa. Kita harus mengambil darah segar perempuan
ini dan memasukkannya ke dalam dunia yang sedang
sekarat. "Perempuan itu akhirnya memejamkan mata dan
mati, tegak di situ seperti sebatang pohon."
Perempuan itu tetap berdiri di tempatnya, tidak
dapat bergerak. Akarnya ada di perut bumi, dengan
kepala berdiri tegak, diombang-ambingkan angin ke
sana ke mari. Daun-daun perempuannya bergetar,
dan tangannya bengkok-bengkok dan berpilih-pilin
seperti ranting. Perempuan itu mencoba dengan
sia-sia menyingkirkan cabang-cabangnya. Angin terdengar jelas membelai-belainya dan dengan irama
teratur seperti bunyi napas seseorang yang sedang
tidur. "Apakah kau akan tidur kembali dalam hawa panas
seperti ini?" laki-laki itu bertanyanya dengan rasa
penuh cemburu. Seolah-olah ia cemburu perempuan
itu dapat tidur kembali. Semburan minyak mengikis
245 NAWAL EL-SAADAWI dinding, dan cemburu mengikis perasaannya itu di
bagian bawah tulang rusuknya yang berkeluk. Lakilaki itu melompat, dan menanggalkan pakaiannya
seolah-olah ia menanggalkan kulitnya.
"Aku tak tahan lagi. Aku punya keinginan."
"Untuk menulis?"
"Ya." "Kau sekarang sudah punya mesin baru ini, kau
tidak perlu lagi belajar membaca atau menulis."
"Ya, tetapi Baginda Raja ingin sebuah pidato untuk
hari ulang tahunnya besok."
"Ya, aku tahu itu."
"Baik. Mesin baru itu dapat membuat salinan
pidato tahun lalu dalam beberapa menit, bukan?"
"Lalu apa yang baru kalau begitu?"
Perempuan itu memahami segala-galanya dengan
cepat. Rasa hampa sedang menjalar di dalam dirinya.
Apa gunanya kalau begitu berpura-pura" Tidak perlu
bersembunyi. Barangkali masih ada sejumput birahi
di antara mereka, sisa-sisa cinta dari kehidupan lama
perempuan itu. Tetapi ada tiupan angin mendadak,
dan arus minyak menyapu bersih segala-galanya.
Ia mendengar suara polisi itu sedang mengetik
dan berputar-putar di kursi kerjanya.
246 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Seperti Anda lihat, perempuan itu pergi cuti."
"Ya. Ini sudah sepenuhnya menjadi sesuatu yang
wajar sekarang. Satu dari tiga perempuan pergi cuti
seperti ini." "Apakah ini penyakit baru?"
"Ya. Dalam psikiatri itu dinamakan schizophrenia."
Ketika ia mengatakan "dalam psikiatri," laki-laki itu
menjulurkan lehernya ke arah langit pada sudut yang
tajam, dan pipanya, yang terjepit di sudut mulutnya,
bergetar. "Maksud Anda, kepribadian ganda?"
"Bukan. Pada kepribadian ganda, perempuan
itu dan seseorang yang lain adalah dua orang yang
dipaksa saling mengawani. Dalam schizophrenia,
perempuan itu sendiri dan laki-laki itu adalah satu
orang yang sama. Mengerti?"
"Ya. Itu aku tahu. Tetapi kedua hal ini hasilnya
sama saja." "Memang, tetapi kepribadian ganda sepenuhnya
alami, dan semua perempuan dapat dimasukkan ke
dalam kategori ini."
"Tentu, aku tahu itu. Kecuali, tentunya, istri-istri
kita. " 247 NAWAL EL-SAADAWI "Tentu. Karena kita laki-laki berbeda dari semua
laki-laki yang lain. Kita diturunkan dari garis
keturunan khusus, dari garis yang dapat ditarik
jauh ke belakang ke nabi-nabi. Apakah kau tidak
mendengar pidato Baginda Raja pada hari ulang
tahun beliau?" "Ya, aku mendengarnya. Itu pidato bersejarah,
dan kutuliskan itu dalam tulisanku di surat kabar.
Baginda Raja pasti melihatnya."
"Paling tidak, beliau pasti melihat foto itu. Karena
Anda tahu, bukan, Baginda Raja tidak pandai
membaca." "Ya, aku tahu, dan beliau tidak perlu malu tidak
pandai membaca. Nabi tidak ada yang pandai
membaca, walaupun demikian mereka mampu
memimpin dunia menuju sebuah zaman baru."
"Ya, aku tahu itu, tetapi Baginda Raja suka sekali
gambar berwarna, terutama sekali gambar diri beliau
sendiri. Beliau tidak pernah jemu melihat gambar diri
beliau yang terbit dalam surat kabar atau dipantulkan
ke layar, bukan?" "Tentu saja beliau tidak pernah bosan. Itu wajar
bagi seorang besar seperti beliau yang telah memimpin
kita menuju zaman minyak baru."
"Tentu, tetapi apa masalahnya dengan minyak?"
248 LOVE IN THE KINGDOM OF OIL
"Tidak ada, kecuali...."
"Kecuali apa?" "Tidak ada." "Sepertinya Anda ingin mengatakan sesuatu.
Katakan saja, jangan takut."
"Sama sekali tidak. Bukan soal penting. Ketika
pulang kerja tadi aku temukan secarik kertas."
"Secarik kertas?"
"Ya, secarik kertas di atas kursi dekat tempat tidur."
"Bagaimana Anda tahu?"
"Benar, di atas kursi dekat tempat tidur. Aku tahu
itu."

Love In The Kingdom Of Oil Karya Nawal El-saadawi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba sunyi senyap. Hanya dengung kipas
angin yang terdengar, dan napas berat pasangan itu.
Kemudian suara salah satu mereka muncul sayupsayup dari jauh seolah-olah keluar dari perut bumi.
"Apa yang ditulisnya kepada Anda di atas kertas
itu?" "Tidak ada yang penting, hanya katanya ia pergi
cuti. Hanya itu." "Apa benar demikian?"
"Ya, hanya itu."
"Aku juga menemukan sebuah surat kabar."
249 NAWAL EL-SAADAWI Tiba-tiba kembali sunyi senyap. Udara berhenti
mengalir. Kipas juga berhenti berdengung. Bahkan
napas mereka pun tampaknya berhenti.
Perempuan itu memindahkan kepalanya dari
bantal. Laki-laki itu berbaring dengan mata terbuka.
Tiba-tiba suara tawa meledak dalam gelapnya malam.
Jelas laki-laki itu yang tertawa, itu pasti. Barangkali
ada sesuatu yang ingin disembunyikannya dengan
tawa itu. Laki-laki itu menghadap ke dinding, dan
perempuan itu tidak tahu apa yang sedang dipikirkan
laki-laki itu. Tetapi ketika perempuan itu mendengar
laki-laki itu tertawa, ia turut tertawa, dan kehidupan
tampaknya lebih baik daripada sebelumnya.
Selama laki-laki itu dapat tertawa, tidak ada alasan
untuk melarikan diri, setidak-tidaknya pada malam
ini. Perempuan itu dapat meneruskan tidurnya, dan
esok hari akan dicobanya kembali.
250 TENTANG PENULIS NAWAL EL-SAADAWI adalah seorang dokter bangsa
Mesir. Ia terkenal di seluruh dunia sebagai novelis dan
penulis wanita pejuang hak-hak wanita. Dilahirkan di
sebuah desa bernama Kafr Tahia di tepi Sungai Nil, ia
memulai prakteknya di daerah pedesaan, kemudian
di rumah sakit-rumah sakit di Kairo, dan terakhir
menjadi Direktur Kesehatan Masyarakat Mesir. Tahun
1972, sebagai akibat terbitnya buku non fiksinya
yang pertama, Women and Sex, ia dibebastugaskan
dari jabatannya sebagai direktur dan juga sebagai
Pemimpin Redaksi Majalah Health. Tapi Saadawi
tidak dapat dihalangi, ia melanjutkan menerbitkan
buku-bukunya tentang status, psikologi dan seksualitas
wanita. Karya-karyanya, yang disensor oleh badan
sensor Mesir dan dilarang di Saudi Arabia dan Libya,
sekarang diterbitkan di Lebanon. The Hidden Face
of Eve adalah bukunya yang pertama diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris. Karya-karyanya antara lain:
Women and Sex, Women and Psychological Conflict
(buku-buku mengenai wanita); The Chant of the
251 NAWAL EL-SAADAWI Children Circle, Two Women in Love, Cod Dies
by the Nile, Memoirs of a Lady Doctor (novel); A
Moment of Truth, Litte Sympathy (cerita pendek)
252 Dendam Empu Bharada 11 Pendekar Gila 14 Misteri Gadis Bisu Istana Karang Langit 3

Cari Blog Ini