Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man Bagian 4
ke Nanshu Library," maksudnya tempat ini, walaupun
perpustakaan itu sudah lama tidak ada. Kini, ia sudah
digantikan dengan yang lebih baik. Anda akan melihatnya."
Perpustakaan yang baru memang bagus, dengan sebuah
ruang yang dipersembahkan untuk Saigo. Kelompok
kecil kami memperlakukannya seperti sebuah tempat
187 John Man ibadah, semua orang tidak bicara ketika mereka memeriksa
koleksi teks-teks sejarah dan karya-karya sekunder.
Mereka benar-benar komunitas pecinta buku, semua
(kata mereka) berkat Saigo.
Masih ada lagi. Mr Saoda dan Mr Oyama mengundangku untuk duduk dan mendengarkan, memastikan
bahwa aku memahami hakikat perubahan yang dibawa
oleh Saigo. Amami Oshima telah membawanya kembali
dari kematian; tetapi baru ketika di Okinoerabu ia
menemukan kembali semangat hidupnya.
Seperti yang akan terjadi pada siapa pun, ketika
berhadapan dengan kebudayaan yang begitu bangga
dengan dialek dan tradisinya"bagaimanapun mereka
ini merupakan bangsa tersendiri sebelum diambil alih
Satsuma"termasuk seni musik dan tarinya, yang
dipertontonkan kepada kami pada suatu malam oleh
dua perempuan dalam kimono berpola dan topi merahputih yang lebar, selebar perempuan itu dan setinggi
setengah meter, dalam bentuk aneka bunga. Penampilan
mereka yang megah diikuti oleh tarian drum yang
menghentak oleh putra dan putri remaja Mr Take yang
sangat bersemangat dalam kostum prajurit berwarna
hitam. Jika Saigo melihat sepersepuluh saja dari apa
yang saya lihat malam itu, saya tak heran bila ia jatuh
cinta pada tempat ini. Terputus dari dunia lamanya dan kemudian terhubung
dengan dunia baru, dikelilingi oleh buku dan minat
yang kuat dari penduduk pulau, tanpa ada hal lain lagi
yang menarik perhatiannya, Saigo menggunakan waktunya
untuk memperhalus filsafat hidupnya. Pemikirannya
berakar pada bacaan masa kanak-kanaknya yang terdiri
dari teks-teks klasik Konfusian dan para penafsirnya,
188 Sang Tawanan Zhu Xi dan Wang Yangming, serta penafsir dari abad
ke-19, Sato Issai. Sebenarnya, saat menjadi siswa Saigo
telah menyalin 101 aforisme ringkas Sato ke dalam
sebuah buku saku kecil, yang ia bawa untuk dipelajari.
Dari kajiannya, ia sampai pada kesimpulan bahwa langit
adalah kunci moralitas (seperti dikemukakan Charles
Yates dalam biografinya yang luar biasa). "Dalam segala
hal yang kita lakukan, kita harus memiliki hati yang
mengikuti langit," begitu bunyi salah satu aforismenya,
dan yang lain: "Kita harus menerima kenyataan bahwa
diri kita adalah milik langit."
Tidak lama setelah selamat di teluk Kinko, ia mulai
percaya bahwa dirinya ada dalam kekuasaan langit.
Barangkali pandangan ini tumbuh di dalam dirinya kala
ia berada di Amami Oshima. Mungkin juga, seperti
dikemukakan sebagian orang, memercayai bahwa
keselamatannya adalah kehendak langit merupakan cara
membebaskan diri dari rasa malu atas ketidakmampuannya
sendiri dan rasa bersalah atas keselamatannya. Mungkin
di dalam dirinya tidak hanya ada dorongan untuk hidup
bermoral, tapi juga dorongan untuk mati secara bermoral,
seperti yang telah ia coba lakukan bersama Gessho.
Bagaimanapun juga, selama hidup, Saigo merasa
dirinya terikat oleh rantai moralitas dengan langit. Langit
mewujud dalam diri kaisar, dan kaisar mendelegasikan
otoritasnya kepada daimyo, dan daimyo mendelegasikan
otoritasnya kepada para pejabatnya, yang tidak pernah
boleh lupa bahwa mereka berutang otoritas itu, pada
akhirnya, kepada langit. Karena sudah merupakan
keyakinan bahwa kaisar diturunkan dari dewi matahari,
dinasti kekaisaran bersifat abadi. Namun, para pejabat
di bawahnya tidaklah demikian. Bila kaisar berkuasa
dengan penuh kekebalan, para menterinyalah, termasuk
189 John Man shogun, yang melaksanakan pemerintahan sebenarnya,
dan mereka dapat diganti kalau ternyata tidak memadai.
Jadi tugas pejabat apa pun, betapapun rendahnya, adalah
untuk mencerminkan kehendak langit dan bekerja dengan
baik, menghilangkan hasrat mementingkan diri sendiri.
Jabatan resmi bukanlah hak milik, tetapi kepercayaan
suci. Bukti keberhasilan seorang pejabat adalah kebahagiaan
mereka yang berada di ujung terbawah rantai komandonya.
Bila masyarakat puas, langit pun puas; kalau mereka
tidak puas, itu adalah kesalahan mereka yang berkuasa
atas nama langit. Dengan pemikiran demikian, Saigo merumuskan
pernyataan misi sederhana yang terdiri dari empat kata,
yang layak ditulis dengan huruf besar, karena ini adalah
kunci keyakinan dan tindakannya:
PUJALAH LANGIT, CINTAILAH MANUSIA
Keiten aijin: Anda melihatnya bertebaran pada barangbarang peninggalan Saigo. Tapi ini bukan sekadar moto
pribadi. Orang mengutipnya sebagai prinsip yang
mendasari hadiah abadinya bagi Okinoerabu. Dua puluh
anak yang belajar di bawah bimbingannya di pulau itu
menjadi pemimpin terkemuka, jantung bagi komunitas
kecil ini, dan membawa prinsipnya selama bertahuntahun, menerapkan aturan moral utama Saigo: tugas
pemerintah adalah melayani rakyat. Mereka memiliki
aturan itu secara tertulis, karena Saigo menjelaskan tugas
yang sepatutnya bagi pemimpin desa kepada pelayannya,
Tsuchimochi, dan kata-katanya saat itu ditulis dengan
bahasa Jepang klasik (sekarang diterjemahkan ke dalam
bahasa Jepang modern oleh Saoda dan Oyama). Jadi
setelah kepergiannya, para pejabat setempat menguraikan
cara agar mereka dapat melayani rakyat dengan sebaik190
Sang Tawanan baiknya, dan membuat sebuah kerangka mandiri yang
orisinal. Saoda dan Oyama menjelaskannya pada saya,
secara bergantian. "Setiap tahun, pulau ini dihantam topan yang
menghancurkan ladang dan menyebabkan ancaman
kelaparan. Jadi kami menyadari bahwa kami harus
bekerja sama. Selama beberapa tahun kami menghasilkan
panen yang baik, dan pada masa itulah setiap orang
menyumbangkan berasnya."
"Dengan begitu kami siap untuk menghadapi masa
sulit, dan kami dapat mengandalkan simpanan kami.
Berkat hal ini, yang merupakan sistem asuransi pertama
di Jepang, rakyat tidak menderita kelaparan lagi."
Sistem itu baru mulai diterapkan 30 tahun setelah
kepergian Saigo, tetapi Saoda dan Oyama tidak meragukan
bahwa sistem itu muncul dari aturan moral yang disampaikan Saigo.
Pada Maret 1863, untuk menuntut penyelesaian setidaknya
dalam masalah pembunuhan Richardson, Kantor Asing
mengirim petugasnya di Yokohama, Letnan Kolonel
Neale, ke Edo dengan tuntutan sebesar 100.000 pounds
karena telah membiarkan pembunuhan seorang asing
dan tidak melakukan apa-apa untuk menemukan dan
menghukum pembunuhnya. Juga, bila diperlukan, sebuah
kapal akan menuju Kagoshima dan menuntut daimyo
untuk mengatur pengadilan dan eksekusi terhadap para
pembunuh dan membayar 25.000 pounds untuk keluarga
Richardson dan tiga korban yang lain. Shogun diberi
waktu 20 hari untuk menjawabnya, atau kalau tidak.
Tersebar kabar bahwa akan terjadi perang, dan/atau
perang saudara, karena ada banyak faksi yang memecah
191 John Man belah kaisar, shogun, para tuan, dan ronin tak bertuan
yang hendak melakukan penjarahan. Orang-orang keshogunan menghindar, menyelinap, menunda, berbohong,
dan menegosiasikan tenggat waktu baru. Para staf
berkebangsaan Jepang menghilang dari kawasan orang
asing"dalam kasus diplomat Inggris Ernest Satow,
bersama dengan sebuah revolver, pedang Jepang, beberapa
pasang sendok dan garpu, "dan sisa makan malam tadi
malam". Kekerasan nyaris meledak, dan sesekali suara
letusannya terdengar. Seorang laki-laki Prancis menembak
seorang pedagang yang berusaha menagih pembayaran
utang dengan paksaan. Dua orang Amerika diserang.
Dewan shogun setuju untuk membayar dengan mencicil
sebanyak tujuh kali, kemudian tidak memenuhi cicilan
pertama. Kaisar memerintahkan shogun untuk menutup
semua pelabuhan asing dan segera mengusir semua orang
asing, sebuah keputusan bodoh yang tidak berkaitan
dengan kenyataan, khususnya karena juga ada isyarat
bahwa shogun mungkin saja mempersilakan kapal asing
untuk membantu meredam pemberontakan apa pun
yang muncul di Satsuma, di antara banyak tempat lain.
Seperti dinyatakan Neale dalam balasannya, ini adalah
perintah "yang tidak ada duanya dalam sejarah semua
bangsa, beradab ataupun tidak." Pernyataan ini berarti
deklarasi perang, yang menuntut "hukuman paling berat
dan paling layak." "Sehalaman penuh catatan berisi
seruan," tulis Satow, "tidak akan cukup untuk mengekspresikan keterkejutan warga asing di Yokohama."
Namun sejumlah skuadron kapal Inggris dan Prancis di
pelabuhan memastikan pada mereka tentang tidak
realistisnya perintah itu.26
Tetap masih ada masalah kecil dalam menuntut ganti
rugi dari Satsuma. Jelas pemerintah pusat tak berdaya,
192 Sang Tawanan sehingga Neale mengambil alih tugas ini, dengan bantuan
tujuh kapal perang Inggris di bawah Wakil Laksamana
Augustus Kuper. Setelah perjalanan selama enam hari,
armada kecil itu berlabuh di Kagoshima pada 12 Agustus,
tanpa perlawanan persenjataan berbasis pantai. Sakurajima
terlihat samar-samar di seberang timur teluk, dengan
desa pada kakinya dan, tertambat di dekatnya, tiga kapal
uap buatan asing. Ke arah barat terhampar kota: deretan
benteng pertahanan, kastil sejauh satu kilometer ke
pedalaman yang dilatari oleh bukit hijau Shiroyama;
dan ke kanan, di mana perbukitan memenuhi pantai,
terdapat taman kerajaan, pengecoran besi, dan pabrikpabrik yang dibangun oleh Nariakira.
Hisamitsu mengirim utusan terdiri dari 40 orang
untuk menemui Neale, kelihatannya bermaksud menyita
kapalnya, rencana yang dihentikan oleh kerumunan
marinir di atas kapal. Neale mengirim sepucuk surat
kepada Hisamitsu, meminta ganti rugi dan para pembunuh.
Kemudian datang balasannya: kematian Richardson
adalah kesalahannya sendiri karena "menghalangi" iringiringan daimyo, dan tidak akan ada pembicaraan tentang
ganti rugi sampai para pembunuhnya ditemukan, hal
yang tidak akan terjadi. Itu saja. Tindakan balasan harus dilakukan.
Pagi hari 15 Agustus menyingsing dengan gumpalan
awan dan tiupan angin kencang dari topan yang sedang
mendekat. Empat kapal melaju dua kilometer ke
26 Satow, yang tidak mengandalkan sumber tertulis tapi sepenuhnya bersandar pada
buku hariannya mengenai "kenangan" yang dicatat dalam A Diplomat in Japan,
mengatakan bahwa Jepang membayar dalam bentuk tunai, secara penuh, pada Juni
1863. Kenyataannya, ia tampaknya merujuk hanya pada satu dari sekian banyak
negosiasi tentang pembayaran. Illustrated London News, dalam terbitan Kamis, 17
Desember, melaporkan bahwa pembayaran sebenarnya yang dilakukan "di akhir
pekan lalu", yakni 10"12 Desember.
193 John Man Tujuh kapal Inggris yang menghadang badai membombardir Kagoshima
pada 15 Agustus 1863, manuvernya antara Sakurajima dan kota
ditandai pada peta di bawah ini.
194 Sang Tawanan Sakurajima, menyita tiga kapal uap buatan asing, mengikat
dan menarik ketiganya kembali ke tempat mereka
melempar sauh dan menunggu perkembangan selanjutnya.
Siangnya, pasukan artileri berbasis pantai mulai membuka
front, termasuk dua meriam besar yang dibuat dengan
tungku pengecoran baru Nariakira. Larasnya yang
berukuran empat setengah meter dapat melontarkan
selongsong seberat 70 kilogram sejauh tiga kilometer,
yang berarti armada kapal Inggris berada dalam jangkauan.
Kuper memerintahkan kapal yang tertangkap untuk
dibakar dan dihancurkan, hanya memberi waktu
secukupnya bagi pejabat, pelaut, dan diplomat tertentu,
di antaranya Satow, untuk mengambil barang rampasan.
Kemudian, dengan kapal Jepang terbakar dan
berantakan, datanglah balasan Inggris terhadap
pengeboman itu. Ketujuh kapal melesat dengan jalur
melengkung yang membuat mereka sejajar dengan kota,
sekitar 400 meter dari pantai. Pantai dan kapal baku
tembak. Sebuah peluru meriam mengenai kapal utama
Neale, Euryalus, dan dengan keberuntungan yang luar
biasa, mengingat berbagai kondisi buruk saat itu,
memenggal kepala dua orang perwira senior yang tengah
berdiri berbaris, bicara pada sang Wakil Laksamana.
Sebuah selongsong juga meledak di dek, menewaskan
tujuh orang lain. Kapal lain kandas tetapi berhasil ditarik
kembali, di bawah tembakan yang konstan tetapi tidak
akurat dari benteng terdekat. Satow yang berada di
kapal Argus menjelaskan kekagumannya ketika melihat
peluru meriam terbang dengan aman di atas kepalanya.
Kapalnya terkena tiga tembakan yang tidak berarti. Pada
pukul 5 sore, armada tersebut kembali melempar sauh,
dengan kehilangan sembilan atau tiga belas awaknya
(beragam sumber menyebut jumlah berbeda).
195 John Man Inilah yang kini dikenal sebagai Perang InggrisSatsuma, pastinya merupakan salah satu perang tersingkat
dan paling tidak memuaskan yang tercatat. Di pantai,
senjata dan roket Inggris menewaskan lima orang,
meratakan sebuah kuil yang mereka kira tempat tinggal
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daimyo, membakar sejumlah pabrik dan sekitar 500
rumah kayu-dan-kertas"api membesar sebab angin
kencang dan membentuk "pemandangan indah dan
dahsyat", dalam kalimat Satow. Tidak ada pendaratan,
tidak ada penangkapan tawanan, tidak ada perampasan
senjata. Ini nyaris bukan sebuah kemenangan, lebih
berupa seri, tapi cukup untuk menyampaikan pesan.
Inggris mengubur korban yang gugur dan berlayar
kembali ke Yokohama, di mana hubungan antara orangorang asing dan Jepang kembali ke pola kepahitan,
ketakutan, dan sesekali kekerasan yang persis sama
seperti yang terjadi sebelumnya.
Namun demikian, yang agak ganjil, Satsuma membayar
ganti rugi dan memohon maaf atas pembunuhan terhadap
Richardson, juga berjanji untuk menangkap dan
mengeksekusi para pembunuhnya. Tidak ada yang
memercayai hal ini, karena orang yang paling bersalah
adalah Hisamitsu sendiri. Akhirnya, sikap itu tidak
membebani Satsuma apa-apa: mereka meminjam uang
tunai dari shogun, dan tidak pernah membayarnya
kembali karena terjadi banyak peristiwa yang bertubitubi dan tak terkontrol.
Tidaklah mengejutkan jika para pembunuh Richardson
tak pernah terungkap, karena dalam pandangan
masyarakat Jepang mereka tidak melakukan kesalahan
apa-apa. Nyatanya, hampir pasti hanya ada satu penjahat"
seseorang yang melayangkan tebasan pertama"dan dia
dikubur di kompleks kuil Tofoku di Kyoto, tempat di
196 Sang Tawanan mana Saigo dan Gessho biasa bertemu. Namanya Shinichi
Arima, kata biksu yang membawa kami berkeliling, dan
makamnya masih dihormati, karena, bagaimanapun juga,
"dia melindungi kehormatan negeri ini."
Kita, seperti Saigo, tersedot ke pusaran peristiwa yang
mengisap Jepang ke dalam revolusi 1868, akhir keshogunan dan restorasi kaisar dalam sosok seorang pemuda
yang kemudian disebut Meiji. Ada banyak ketakutan,
dan banyak kekacauan. Seperti pada kebanyakan revolusi,
banyak hal terjadi dengan sangat cepat, berbagai hasil
yang mungkin muncul dan tenggelam hari demi hari,
jam demi jam. Sebagian detail masih kabur. Namun dua
hal yang menakjubkan ketika Restorasi Meiji dibandingkan
dengan revolusi lain yang mengguncang dunia, khususnya
yang terjadi di Prancis, Amerika, dan Rusia. Yang pertama,
hanya ada sedikit korban tewas, meski terjadi berbulanbulan perang sipil; tidak ada kerusuhan yang meluas
secara nasional atau bahkan di seluruh kota dan tidak
ada eksekusi massal. Hal ini membuat restorasi tidak
seperti revolusi, lebih sebagai perubahan rezim di mana
satu oligarki menggantikan oligarki yang lain. Pelbagai
keputusan penting dibuat dalam rapat-rapat rahasia.
Dan alasannya"ciri mengagumkan yang kedua"setiap
orang sepakat mengenai satu hal: kaisar itu keramat. Ini
adalah titik tetap yang menjadi pusat pusaran kekacauan,
unsur yang memastikan kontinuitas dan, pada akhirnya,
sebuah bangsa yang damai dengan dirinya sendiri di
dalam negeri (walaupun menegaskan keberadaannya
sendiri di luar negeri, beberapa dekade mendatang,
dengan cara yang sama sekali tidak damai).
Beginilah kekacauan sampai ke Jepang, dan mengapa
197 John Man Satsuma menjadi pusat dari semua ini, dan mengapa
Saigo tidak diizinkan untuk tetap hidup bahagia di
pengasingan: Usaha reformasi Hisamitsu"dengan memaksa shogun
berbagi kekuasan dengan para daimyo, kaisar diberi hak
untuk menyetujui keputusan mereka"tidak menghasilkan
apa-apa. Tidak ada seorang pun di istana, apalagi kaisar,
tahu sedikit pun tentang bagaimana mengelola sebuah
negara modern. Para daimyo lebih bersemangat untuk
meraih kekuasaan bagi mereka sendiri daripada untuk
bekerja sama dengan daimyo yang lain, atau shogun,
atau kaisar. Tambahan pula, sebagian dari samurai yang
lebih ekstrem beranggapan bahwa jawaban untuk semua
masalah adalah: Sonno joi!?"Pujalah kaisar! Usir kaum
barbar!" Orang-orang ini adalah teroris: membunuhi
orang asing, mengganggu tentara shogun yang sudah
kehilangan semangat, membakar rumah lawan, bahkan
menyerang para pejabat istana. Seorang bangsawan
senior istana menerima potongan telinga seorang pejabat
Konfusian yang "berkhianat"; yang lain dikirimi potongan
tangan. Keshogunan sekarat, dan tak berdaya melakukan
apa pun untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Untuk menambah kekacauan ini, provinsi Saigo sendiri
hampir saja terlibat perang dengan tetangga dekat dan
musuh besarnya, Choshu, begitu biasa disebut. Sebenarnya,
itu adalah nama klan yang berkuasa atas wilayah yang
kala itu bernama provinsi Nagato (bagian barat prefektur
Yamaguchi sekarang) dan yang mendominasi selat
Shimonoseki, dengan lalu lintas kapal asingnya yang
tanpa henti. Choshu dan Satsuma, yang masing-masing
mungkin sanggup menyelamatkan kaisar dan keshogunan,
memiliki hubungan cinta-benci, panas-dingin, yang pada
momen ini beralih menjadi benci dan dingin. Lima
198 Sang Tawanan bangsawan yang berbeda pandangan telah menyeberang
ke Choshu, di mana kaum radikal prokaisar telah merebut
kekuasaan. Mereka sangat ingin memuja kaisar dan
mengusir kaum barbar hingga titik membahayakan masa
depan Jepang, dengan (misalnya) memulai serangan
pada armada kapal asing yang lewat di selat Shimonoseki.
Choshu juga bersemangat untuk menghilangkan pengaruh
Hisamitsu yang lebih berkepala dingin di istana.
Sangat ingin mempertahankan kekuasaannya, Hisamitsu
menyepakati sebuah aliansi kilat dengan wilayah lain
(Aizu, bagian dari provinsi Mutsu) dan mencoba menyusun
sebuah kudeta dengan merebut kendali terhadap kaisar.
Pada 30 September pasukan dari dua wilayah itu menyerang
istana kekaisaran di Kyoto, tempat dengan banyak taman
yang luas dan sejumlah bangunan kayu berlantai satu
yang bersahaja tetapi luas, yang pada masa Saigo sudah
berdiri di sana tak sampai sepuluh tahun, yang sebelumnya
telah habis dilalap api. Para penyerang punya sekutu di
dalam, sehingga tugas itu segera berakhir dengan pasukan
Satsuma mengusir orang-orang dari Choshu.
Namun bagi Hisamitsu, berada di dalam tidaklah
mencapai apa pun. Terlalu banyak permusuhan terhadapnya. Dalam keadaan yang kacau dan semakin
memburuk ini, Hisamitsu dapat bertindak dengan seluruh
bantuan yang bisa ia peroleh, bahkan dari seorang lakilaki yang sudah diperintahkannya sendiri untuk dihukum
dengan pengasingan, penjara, dan barangkali kematian.
Ia pun mengirim utusan untuk memanggil Saigo.
Pada akhir Maret 1864, sebuah kapal uap"mungkin
yang pertama kali dilihat oleh penduduk pulau"tiba di
Okinoerabu membawa tiga orang teman Saigo, yang
199 John Man membawa berita mengejutkan bahwa ia telah dimaafkan
dan dipanggil untuk kembali secepatnya.
Tidak ada sesuatu pun yang dapat lebih membuatnya
terkejut atau membuatnya senang. Serta-merta, ia
melepaskan semua miliknya: koleksi bukunya untuk
pulau itu, sisanya"kimono, peralatan dapur, dan tungku"
ke beberapa orang. Pelayannya, Kanaka, menerima ketel
dan teko besi, yang akan sangat berguna, karena ia
menetap dan menikah dengan seorang penduduk pulau.
Ada cukup waktu untuk membuat satu syair terakhir
bagi penjaga dan penyelamatnya Tsuchimochi:
Perpisahan tampak seperti sebuah mimpi, seperti awan
Hasrat untuk pergi, kerinduan untuk kembali, air mataku
jatuh bagai hujan Kebaikan yang kau berikan padaku di penjara jauh
melampaui kata terima kasih.
Di atas kapal, ia menyadari bahwa ia belum berterima
kasih secara patut kepada juru masaknya, yang berada
di antara kelompok kecil yang mengantarnya ke kapal.
Jadi, konon kisahnya, ia melepaskan atasan kimono
yang ia kenakan dan memakaikannya pada bahu si juru
masak. Nama juru masak itu tercatat: Shimatomi.
Barangkali dialah yang membuat makanan tambahan di
dapur ibu Tsuchimochi. Sebuah sentuhan yang manis.
Siapa tahu, barangkali itu memang benar terjadi.
Dan kemudian ia berada dalam perjalanan, memaksa
berhenti sejenak untuk melihat "istri pulau"-nya, Aikana,
dan dua anaknya di Amami Oshima. Ia berada di sana
selama tiga hari yang membahagiakan, sebelum
meninggalkannya untuk yang terakhir kalinya.
200 Sang Tawanan Pada 4 April, ia kembali ke Kagoshima, dan tiga
minggu kemudian berada di Kyoto, bersiap untuk
mendapat pengarahan dari mantan penindasnya, sekarang
penyelamatnya, ayah tuannya, pemimpin Satsuma,
Hisamitsu. 201 MASUK KE PUSARAN ANDA TAHU MIMPI BURUK KETIKA ANDA BERADA DI ATAS
panggung tanpa tahu ceritanya, apalagi naskahnya" Itulah
yang dialami Saigo pada 1864, tiba-tiba saja dirinya
sudah bertanggung jawab atas urusan militer Satsuma
secara lokal dan menjadi duta besar wilayah itu di Kyoto.
Untungnya, ia mendapat dukungan dari teman masa
kecilnya Okubo. Untungnya juga, ia tidak berada dalam
posisi lebih buruk dibanding kekaisaran dan keshogunan,
yang sama-sama merespons berbagai peristiwa setelah
semua terjadi, tanpa kebijakan yang koheren.
Menceritakan secara rinci berbagai peristiwa yang
terjadi selama beberapa bulan kemudian akan melelahkan.
Ketika pelbagai peristiwa itu berlangsung dalam benak
saya, saya tidak melihat sebuah drama, melainkan sebuah
film, film hitam-putih karya Kurasawa, bergerak cepat,
gambar-gambar yang berkelip, waktu yang memadat, di
mana Saigo bergegas ke sana-kemari, mengubah rencana
dan pikirannya setiap kali ada perubahan dalam aksinya.
Choshu membuat Saigo terobsesi. Perlawanannya
menuntut sebuah balasan. Tetapi menyerang Choshu
202 Masuk ke Pusaran akan menguntungkan shogun, dan selain itu, kekuatan
barat tengah merencanakan serangan mereka sendiri
sebagai hukuman atas penghancuran kapal-kapal mereka.
Bagi Satsuma, menyerang Choshu sekarang akan terkesan
berpihak pada asing, yang sama sekali tidak dilakukan
oleh Satsuma. Kalau saja ia mengetahui apa rencana
Choshu! Maka dia akan tahu apakah mereka itu baik
atau jahat. Pikiran itu memberinya sebuah gagasan, yang
khas dan impulsif. Ia akan menemui para pemimpin
Choshu dan menanyakan apa tujuan mereka. Kalau
mereka membunuhnya, memangnya kenapa" Ini untuk
tujuan baik. Paling tidak tuannya akan tahu di pihak
mana Choshu berdiri. Apakah dia sungguh-sungguh"
Sangat mungkin. Namun Hisamitsu menolak ide itu,
dan kemudian gagasan itu mendadak tidak lagi relevan,
karena pada 20 Agustus Choshu, yang bertekad untuk
merebut kekuasaan kembali, menyerang istana kekaisaran
dan pasukan pertahanan dari Aizu dan Satsuma. Perang
pecah di beberapa pintu gerbang, peluru beterbangan
(Anda masih bisa melihat bekas-bekasnya pada gerbang
dan pos kayu), sampai bala bantuan dipanggil oleh
Saigo"aksinya yang pertama"menangkap beberapa
tawanan dan memaksa pasukan Choshu mundur.27 Ini
memecahkan persoalan Saigo: Choshu ternyata jahat
tak terkira. Diperlukan hukuman dari langit. Keshogunan
menuntut sebuah serangan hukuman. Saigo sangat
bersemangat untuk itu. Tapi tak cukup cepat. Empat
kekuatan barat mendaratkan hukumannya terlebih dahulu,
mengirim beberapa kapal untuk merontokkan Shimonoseki
dan memaksa Choshu untuk menandatangani perjanjian
perdamaian. Keshogunan, yang terganggu oleh pem27 "Insiden" ini memiliki beberapa nama: Gerbang Terlarang, Gerbang Hamaguri, atau
Kimmon. 203 John Man Katsu Kaishu, komandan angkatan laut shogun, dalam pakaian
samurai di masa damai, dengan dua pedangnya. Katsu meyakinkan
Saigo bahwa keshogunan sudah tamat dan bahwa kekuasaan kaisar
harus dipulihkan. 204 Masuk ke Pusaran berontakan lain, tidak mampu mengumpulkan pasukannya
atau menemukan komandan untuk operasi militernya
sendiri. Kita sekarang berada di akhir 1864, dan gerak cepat
ke depan melambat sejenak. Pada 11 Oktober Saigo
mengadakan pertemuan yang mengubah dirinya, dan
dengan demikian menimbulkan efek besar pada sejarah
Jepang. Ia diperkenalkan pada Katsu Kaishu, komandan
angkatan laut shogun. Cerita ini layak disela sejenak
untuk memperkenalkan Katsu. Ayahya adalah samurai
kelas rendah, pengelana penuh pesona yang pernah
melatih permainan pedang pada mayat para penjahat
dan belakangan menuliskan kisah petualangannya dalam
Musui"s Story. Katsu mewarisi kecerdasan ayahnya,
menambahinya dengan ambisi yang tidak dimiliki sang
ayah dan kesombongan miliknya sendiri. Ia belajar
bahasa Belanda dan sejarah militer, dan kemudian menjadi
kapten kapal perang bertenaga uap Jepang pertama,
yang pada 1860 membawa delegasi Jepang pertama ke
Amerika untuk meratifikasi Perjanjian Harris. Sepanjang
meniti jenjang karir di angkatan laut, ia kerap mengajukan
pandangan yang mendorong penyatuan komando angkatan
laut dan menjadi direktur akademi angkatan laut
terkemuka.
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kedua laki-laki itu sangat terkesan satu sama lain.
"Lebih cerdas dari siapa pun yang kukenal," kata Saigo
tentang Katsu; "Aku benar-benar dibuat kagum oleh
Katsu." Katsu sendiri bertanya-tanya apakah barangkali
Saigo adalah "orang yang terpilih untuk mengemban
apa yang disebut orang beban berat dunia." Yang benarbenar membuat Saigo terkesan adalah pendapat Katsu
yang terang-terangan bahwa keshogunan sudah berakhir,
bahwa seluruh sistem itu tidak kompeten, tidak tegas,
205 John Man dan sudah busuk. Yang diperlukan adalah aliansi para
daimyo yang bersatu di belakang kaisar, akhir untuk
slogan "usir kaum barbar", dan pemerintah kesatuan
nasional yang dapat menghadapi Barat.
Saigo tidak pernah mempertimbangkan sebuah Jepang
tanpa shogun. Tiba-tiba semuanya menjadi masuk akal.
Choshu harus tetap dihukum karena pengkhianatannya,
tetapi kemudian diajak untuk turut berperan. Setelah
masalah kecil itu beres, dan dengan hilangnya shogun,
para daimyo Jepang dapat bekerja sama, bersatu,
menegosiasikan kembali berbagai perjanjian dengan
pihak asing, memulihkan kehormatan kekaisaran,
menciptakan angkatan bersenjata yang pantas, dan
membangun Jepang baru. Dan pada bulan berikutnya, semua itu terlihat mungkin.
Saigo, yang sudah bertanggung jawab atas angkatan
bersenjata terbesar di Jepang (milik Satsuma), ditunjuk
sebagai sekretaris perang oleh shogun dan mendapat
perintah berperang melawan Choshu. Namun Saigo kini
memiliki agenda jangka panjangnya sendiri: pertama
menghancurkan Choshu, tapi kemudian membujuknya.
Menyiratkan aforisme Theodore Roosevelt, ia akan
membawa tongkat besar, tapi berbicara dengan lembut.
Menggunakan tongkat itu saja hanya akan memperkuat
sikap bermusuhan Choshu. Jadi tuntutannya akan sedangsedang saja, menargetkan beberapa orang bukan
keseluruhan wilayah mereka.
Pada sebuah pertemuan dengan seorang perantara di
perbatasan Choshu, ia menyatakan tuntutan dasarnya:
kepala terpancung milik orang-orang yang mendalangi
serangan terhadap istana kekaisaran; eksekusi terhadap
para pemimpinnya; dan dikembalikannya lima bangsawan
206 Masuk ke Pusaran pembelot yang telah menyeberang ke Choshu. Untuk
memperlihatkan niat baiknya, ia melepaskan sejumlah
tawanan Choshu yang ditangkap dalam serangan mereka
ke istana. Berhasil. Ia menerima ucapan terima kasih karena
memberikan "belas kasih yang besar". Sejumlah kepala
diserahkan, dan diperiksa. Disusul sejumlah eksekusi.
Semuanya tampak berjalan adil...
... ketika Choshu terperosok ke dalam perang saudara,
karena para loyalis radikal berkeberatan pada apa yang
mereka lihat sebagai kelemahan. Dalam situasi kacau,
kaum loyalis membujuk kelima bangsawan itu untuk
bersembunyi. Itu berarti syarat terakhir yang diajukan
Saigo tidak dapat dipenuhi. Laki-laki biasa mungkin
sudah putus asa. Namun Saigo"bertekad untuk bertindak
bajik, selalu siap mempertaruhkan hidup itu sendiri
untuk apa yang ia yakini"mengontak kelompok
pemberontak loyalis, mengatur pertemuan jauh di wilayah
mereka, dan berangkat menemui mereka. Sekali lagi, ia
memasuki "medan kematian" untuk membuktikan
ketulusannya. Mereka mau mendengarkan, dan"karena
kedua pihak sama-sama memuja kaisar, karena kebaranian
Saigo, dan karena ketulusannya yang terlihat jelas"ia
mendapatkan konsesi. Kelima bangsawan akan dikirim
ke wilayah netral, di bawah pelindung yang netral.
Kehormatan semua pihak terselamatkan, misi Saigo
terlaksana, dan bala tentaranya bisa pulang. Perang
saudara di Choshu berlanjut, tetapi"seperti yang ia
katakan"tidak ada lagi yang bisa dilakukan sampai
kekerasan itu berakhir. Dengan tolok ukur apa pun, pencapaian Saigo adalah
sebuah kemenangan besar. Kembali ke Kagoshima pada
207 John Man awal 1865"ia melakukan perjalanan pulang-pergi dengan
kapal uap melalui wilayah yang sekarang menjadi Osaka"
ia mendapat sambutan luar biasa: surat penghargaan
dari Hisamitsu, pedang berkualitas paling baik, promosi
ke posisi tertinggi keempat di Satsuma, gaji yang meningkat
luar biasa besar, dan (pada tahun berikutnya) sebuah
tempat di Dewan Tetua, membuatnya jadi salah seorang
sosok paling menonjol di Jepang.
Ia juga menikah, dengan Iwayama Ito, putri seorang
pejabat senior di Kagoshima. Tidak ada kisah asmara
yang agung. Ini adalah aliansi antara Kemapanan dan
Ketenaran, sebuah pernyataan Saigo tentang kedatangannya di jantung kekuasaan dan pengaruh. Akan lahir
seorang putra dan dua orang putri, tapi tampaknya
landasan perkawinan itu adalah bahwa keduanya berguna
satu sama lain, dalam cara yang sepenuhnya bersahabat.
Tidak ada surat antara kedua pasangan ini yang selamat.
Saigo pernah menulis sebuah syair tentang dia,
menggambarkannya sebagai seorang istri yang baik dan
tidak mengeluh: hampir tidak cukup untuk memberinya
tempat dalam sejarah. Di samping itu, Saigo juga memiliki gundik di Kyoto,
di mana, layaknya pejabat yang disegani, ia sering pergi
bersama beberapa teman ke kedai teh untuk dihibur
oleh geisha. Ia menjalin persahabatan dengan seorang
geisha yang latar belakangnya tidak banyak diketahui,
mungkin tidak mengejutkan mengingat tradisi kerahasiaan
mengenai geisha dan kehati-hatian ketika memasuki
dunia mereka. Ada alasan lain untuk kerahasiaan ini:
perempuan itu berbadan besar, dan karenanya menjadi
penyebab komentar usil dan olok-olok yang tidak pantas.
Menurut satu-satunya sumber, Katsu Kaishu, sang
komandan angkatan laut yang telah menginspirasi Saigo
208 Masuk ke Pusaran dengan gagasannya tentang perlunya restorasi kaisar,
geisha itu dikenal sebagai "Putri Babi". Pasangan ini
rupanya memberikan kesan yang kuat pada rekan-rekan
Saigo: perempuan tegap ini adalah pasangan yang cocok
untuk tubuh Saigo yang besar, dengan berat 110 kilogram,
yang kini kembali ke bentuk penuhnya setelah mengalami
kekerasan dalam pengasingan. Namun desas-desus itu
sebagian besarnya berisi kerahasiaan, tidak ada lagi yang
diketahui tentang kedalaman hubungan mereka, persis
seperti yang diinginkan Saigo.28
Jabatan tinggi, istri, perempuan simpanan. Sungguh
sebuah perubahan yang luar biasa dalam waktu dua
tahun: dari penjahat malang yang diasingkan ke posisi
menteri pemerintahan, komandan, tukang pelesir, dan
pahlawan nasional. Keshogunan terus tergerus menuju kepunahan. Setelah
memadamkan sebuah pemberontakan di Provinsi Mito,
pemeritah mengeksekusi sekitar 400 pemberontak"
sebuah tindakan yang mendatangkan malapetaka dan
menyebarkan permusuhan"dan mengasingkan 450 orang
lainnya, meminta Satsuma untuk membawa 35 orang
dari mereka ke Amami Oshima. Saigo marah besar.
Serdadu biasa seharusnya dimaafkan dan dilepaskan,
seperti dirinya melepaskan tawanan Choshu. Dan di
Choshu sendiri, kaum radikal antishogun kembali
berkuasa, dan keshogunan sekali lagi bicara soal pembalasan"yang tidak mungkin dilakukan. Jika keshogunan
mengabaikan moralitas yang mendasar dan terus bertindak
begitu bodoh, dalam pandangan Saigo ia tidak layak
hidup. 28 Paragraf ini didasarkan pada Ravina, The Last Samurai.
209 John Man Semakin jelas bahwa Choshu dan Satsuma, samasama menentang keshogunan, harusnya bermitra, bukan
bermusuhan. Yang membuat mereka menjadi lebih dekat
adalah bentuk senjata api yang baru dan sangat efektif,
yang membutuhkan sedikit penjelasan tentang latar
belakangnya. Sampai pertengahan abad ke-19, tentara mengandalkan
senapan berlaras halus dengan pengunci batu-api
(smoothbore flintlock). Senjata ini pada dasarnya
merupakan pipa halus yang di dalamnya ditaburi bubuk
mesiu, diisi bola timah, dan ditutup dengan sumbat
kertas untuk menahan agar bolanya tidak jatuh ke luar.
Kemudian ditaburi sedikit lagi bubuk mesiu ke dalam
sebuah wadah di ujung laras, yang dinyalakan dengan
menarik pemicunya, yang kemudian melepaskan sebuah
tuas, yang menghasilkan percik api dengan sebuah batuapi. Senjata macet adalah hal yang biasa. Senjata ini
adalah benar-benar tidak efektif, dapat digunakan dalam
jarak 36 meter"sepelempar lembing"tetapi tak begitu
berguna pada jarak yang lebih jauh. "Menembak seseorang
pada jarak 183 meter," tulis pejabat Inggris pada 1814,
"lebih baik Anda menembak bulan." Seperti itulah senjata
yang mulai menyelusup masuk ke Jepang setelah
kedatangan Perry pada 1854. Namun pada saat bersamaan
sesuatu yang agak lebih efektif mulai muncul, menggunakan laras berulir untuk memutar peluru guna meraih
ketepatan dan pemicu-ledakan (percussion cap) untuk
keandalan. Perkembangan yang penting ada pada disain
pelurunya. Peluru yang baru, diberi nama sesuai
penemunya seorang Prancis, Claude-Etienne Minie,
mengerucut runcing, dengan dasar kosong yang memuai
saat penembakan untuk secara tepat memenuhi laras.
Hasilnya adalah alat pembunuh yang menakutkan, akurat
210 Masuk ke Pusaran untuk jarak lebih dari 400 meter, yang dapat menyebabkan
luka mengerikan. Bentuk ini diadaptasi oleh Inggris
untuk menciptakan senapan Enfield mereka yang terkenal
pada 1851, dan diadaptasi lagi menjadi bedil Springfield
untuk digunakan pada Perang Saudara Amerika, di mana
ia membawa jumlah korban di medan perang ke tingkat
kengerian baru: 200.000 orang tewas, setengah juta
orang terluka, 90 persen di antaranya oleh peluru tipe
Minie. Perang itu berakhir pada April 1865, tepat ketika
Saigo menerima sambutan kepahlawanannya di Kagoshima
dan sedang berpikir tentang bagaimana menciptakan
rekonsiliasi dengan Choshu.
Saat itu ada seorang pedagang Skotlandia, Thomas
Glover, yang menetap di Nagasaki: sosok kecil dan
penuh energi dengan kumis menggantung yang memiliki
bakat untuk bertindak sebagai perantara dalam pelbagai
urusan antara Jepang dan asing; seringkali bekerja secara
rahasia dalam menyuplai sejumlah wilayah yang bernafsu
pada senjata, para pedagang ambisius, dan pejabat yang
korup. Nagasaki, dengan pelabuhan panjangnya yang
nyaris dikelilingi daratan dan pegunungan yang
melindunginya, menjadi surga bagi para penyelundup,
jendela Jepang ke Barat, dengan jalur yang mudah ke
Shanghai dan para pedagang-perompaknya yang bebas
menjarah. Glover termasuk di antara mereka. Di rumahnya
yang indah di atas pelabuhan, kini menjadi sebuah tempat wisata, ia menyimpan istri Jepangnya, Tsuru. Sebagai
salah seorang dari sekitar 300 orang asing di Nagasaki,
ia memainkan peranan khusus dalam mempersiapkan
Jepang memasuki zaman modern dengan menyelundupkan
beberapa orang muda Jepang yang ambisius ke Inggris,
di mana mereka mempelajari soal-soal militer, industri,
dan sains dengan bersemangat. Beberapa di antara mereka
211 John Man kembali untuk memodernkan negerinya.29 Tak lama lagi,
Glover akan membantu dalam pembelian kapal, galangan
kapal, dan kereta uap pertama Jepang. Ia juga memiliki
sejumlah kontak yang dapat membantu Satsuma dalam
hal persenjataan, khususnya model baru yang menggunakan peluru Minie. Pada 1864, dengan mengabaikan
larangan shogun untuk mengimpor senjata, Satsuma
membeli 3.000 senapan "peluru Minie" (dan beberapa
senjata Armstrong yang canggih, yang menggunakan
prinsip yang sama seperti senapan Minie). Dan kini,
dengan saran Saigo, Glover akan membantu Choshu.
Pada musim panas 1865, dua samurai Choshu tinggal di
kediaman Satsuma di Nagasaki, di mana Glover sepakat
untuk menyuplai 7.300 senjata baru dan sebuah kapal
uap. Hasilnya, yang dicapai dengan susah payah setelah
sekian kali negosiasi yang alot dan menegangkan, pada
awal 1866 Satsuma dan Choshu, kini bersenjata lengkap
dan canggih, sepakat untuk beraliansi. Janji untuk saling
dukung memang tak begitu jelas, tapi aliansi itu, pasukan,
dan senjata-senjata itu akan terbukti bermanfaat dalam
waktu kurang dari tiga tahun.
Keshogunan terus menghancurkan diri sendiri. Ia
merencanakan perang kedua melawan Choshu, memerintahkan semua wilayah untuk menyediakan pasukan.
Perintah itu diabaikan, tapi ia tetap bergerak dengan
kekuatannya sendiri yang tidak memadai, dan menderita
beberapa kekalahan yang memalukan.
Sementara itu, Saigo berada di Kagoshima menataulang dan memodernisasi angkatan bersenjata Satsuma
29 Di antara mereka ada Inoue Kaoru dan Ito Hirobumi, dua negarawan terbesar pada
zamannya. 212 Masuk ke Pusaran menjadi resimen-resimen infanteri bergaya Inggris, yang
dipersenjatai tidak saja dengan senapan Enfield dengan
"peluru Minie" yang diisi dari moncong, tapi juga
sejumlah senapan Snider yang merupakan senjata pertama
yang diisi dari gagang. Ia kini menerima lebih banyak
dukungan dari Inggris untuk keyakinannya bahwa
keshogunan telah habis. Dukungan ini, pertama, dalam
bentuk duta besar, Sir Harry Parkes, yang datang ke
Kagoshima selama lima hari pada akhir Juli 1866 untuk
menguji gagasan bahwa kepentingan nasional Inggris
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan dilayani paling baik dengan menjalin hubungan
secara individual dengan sejumlah wilayah, terutama
Satsuma. Setelah pertemuan resmi di atas kapalnya
dengan para pemimpin Shimazu, Parkes bertemu dengan
Saigo. Karena shogun telah melarang diplomat asing
untuk membina hubungan dengan para daimyo, kehadiran
Parkes merupakan hinaan bagi shogun sekaligus dukungan
bagi Satsuma. Saigo senang berbagi pikirannya tentang
ketakberdayaan keshogunan, dan Parkes sepakat, sambil
menambahkan bahwa Jepang sungguh-sungguh memerlukan "penguasa nasional yang tunggal" bila ingin dianggap
serius. Benar, dalam pandangan Saigo; tak berarti sampai
saat itu ia melihat bahwa ini akan melibatkan revolusi
penuh kekerasan. Enam bulan kemudian, ketika ia berada di kediaman
Satsuma di Hyogo dalam salah satu perjalanan bolakbaliknya ke Kyoto, ia mengadakan pertemuan kedua
dengan pejabat Inggris, diplomat Ernest Satow. Satow
adalah seorang pakar Jepang yang berbakat dan
berdedikasi, orang Inggris pertama, sangat dibutuhkan
oleh Parkes sebagai penerjemah, juga sangat dibutuhkan
para sejarawan modern karena ia menulis buku harian
yang akhirnya berjumlah 47 jilid. Ia tampaknya telah
213 John Man mengenal semua orang penting di Jepang, meskipun
baru berusia 21 tahun. Seketika ia mengenali Saigo,
karena ia pernah berpapasan dengannya di sebuah kapal
uap dari Hyogo lebih setahun sebelumnya?"seorang
lelaki yang besar dan tegap... yang sedang berbaring di
salah satu tempat duduk... Aku perhatikan ia memiliki
bekas luka tebasan pedang di salah satu lengannya."
Saigo bersikap waspada terhadap siapa yang dia temui
dan apa yang dia katakan, sehingga ia menggunakan
nama samaran dan tak mengatakan apa-apa; Satow,
walaupun sangat sadar siapa laki-laki itu, tidak menekannya. Kini Saigo bisa lebih santai, tertawa sepenuh hati
ketika diingatkan tentang pertemuan terdahulu. Namun
demikian, ia tidak suka berbicara hal remeh, dan cukup
cerdas untuk berpura-pura ragu, "untuk menampakkan
maksud Satow yang sesungguhnya", seperti yang ia tulis
keesokan harinya. Begitu ia yakin akan latar belakangnya,
ia membuka diri. Laporan Satow tentang pertemuan itu
memberi ringkasan yang baik seputar pelbagai persoalan
pada masa itu: "Setelah saling bertukar pujian seperti biasa, aku
mulai merasa sedikit bingung, laki-laki itu tampak begitu
kokoh, dan tidak ingin melakukan percakapan. Namun
ia memiliki mata yang berbinar seperti berlian hitam
yang besar, dan senyumnya ketika ia berbicara sangat
bersahabat" sehingga perlahan keduanya menjalin ikatan.
Pembicaraan beralih pada soal lemahnya keshogunan
dan tiadanya musyawarah dengan para daimyo.
"Bakufu (pemerintah shogun) telah berlangsung
demikian buruk dalam beberapa tahun terakhir," kata
Saigo, "sehingga pangeranku berpandangan bahwa mereka
tidak boleh dibiarkan menghancurkan negeri ini sesuka
hati... Mereka ingin memiliki bagian dalam pemerintahan.
214 Masuk ke Pusaran CHAPTER Sir Ernest Satow, seorang linguis, penjelajah, dan diplomat, berusia
26 tahun. Buku harian yang ia tulis selama keberadaannya di Jepang
(1862-1883 dan sebagai menteri 1895-1900) adalah sumber sejarah
yang utama. 215 John Man Kini mereka merasa bahwa yang demikian itu bukanlah
tujuan bakufu, dan mereka tidak bermaksud untuk
diperolok-olok." "Bagaimana dengan posisi Choshu" Kami orang asing
tidak dapat memahaminya."
"Memang tidak dapat dipahami," jawab Saigo. "Bakufu
melaksanakan perang tanpa pembenaran, dan mereka
telah menghentikannya juga tanpa alasan."
"Apakah itu perdamaian, atau apa?"
"Tidak. Hanya saja permusuhan sudah berhenti, dan
pasukan sudah ditarik. Persoalannya berhenti sampai di
situ." "Bagi kami orang asing, adalah teka-teki besar mengapa
bakufu menyerang Choshu. Pastinya bukan karena dia
(yakni sang daimyo) telah menembaki kapal asing. Bila
ia benar-benar telah menyinggung (Tokugawa) Mikado,
pastinya pangeranmu, dengan perasaanya yang mendalam
terhadap "Putra Langit", dapat memberikan bantuan."
"Aku yakin bakufu memang selalu membenci Choshu,"
jawab Saigo. Pada titik ini Satow meringkaskan sikap pemerintah
Inggris, dan secara tersirat juga pemerintah-pemerintah
lain. Ini adalah saat terakhir di mana Hyogo dibuka
untuk asing, seperti disepakati dalam Perjanjian Harris
hampir sepuluh tahun sebelumnya. Namun bagaimana
munkin seseorang mengeluh bila ia tidak mengetahui
kepada siapa harus menyampaikan keluhannya" Perjanjian
itu adalah dengan negara, tidak dengan orang tertentu.
Tidak ada maksud untuk mencampuri, sama sekali tidak
penting bagi Inggris siapa yang memerintah"kaisar,
shogun, atau konfederasi negara bagian"tetapi seseorang
atau suatu badan tertentu harus bertanggung jawab.
216 Masuk ke Pusaran "Kami memiliki keraguan serius," kata Satow"kegagalan
membuka Hyogo, pembunuhan Richardson, tidak
berdayanya bakufu dalam menghukum pembunuhnya,
ketidakmampuannya untuk memperluas otoritasnya ke
Satsuma, armada kapal dari negara sahabat yang ditembaki
Choshu"dan "kami harus bergerak dan menghukumnya
karena bakufu tidak dapat melakukan hal itu."
Singkatnya: Apa yang sebenarnya terjadi"
Persis perasaan Saigo. Sesuatu harus dilakukan, dan
segera. Dan kemudian, untuk menyempurnakan kekacauan ini,
shogun dan kaisar wafat. Shogun"baru berusia 20 tahun
tanpa ahli waris"meninggal tanpa ada pengganti yang
terpilih, yang berarti bahwa kematiannya harus disembunyikan selama beberapa minggu, sampai kaisar
menunjuk shogun berikutnya, yang kelima belas"dan,
ternyata, yang terakhir: Yoshinobu. Ia juga dikenal
dengan sebutan Keiki, yang pencalonan dirinya sebagai
shogun sebelumnya telah gagal dengan akibat yang
begitu mengerikan bagi Saigo. Tiga minggu kemudian,
Kaisar Komei mangkat. Baru 35 tahun, sebelumnya ia
menderita cacar, tapi tampaknya sudah sembuh. Karena
itulah menyebar rumor liar bahwa ia telah diracuni
(sebenarnya, ia mungkin mengalami beri-beri, penyakit
yang disebabkan oleh kekurangan vitamin thiamine).
Bangsa Jepang sudah cukup tidak stabil di bawah
pemerintahannya, dan kemungkinan besar keadaan tidak
membaik di bawah kekuasan penerusnya, Mutsuhito,
baru berusia lima belas tahun, yang akan berkuasa
melalui seorang wali. Barangkali ini adalah peluang untuk membuat para
217 John Man daimyo bekerja sama, sebuah langkah pertama dalam
mengurangi kekuasaan shogun, memulihkan kekuasaan
kaisar, dan menegosiasikan ulang semua perjanjian dengan
pihak asing. Di Kagoshima, Saigo mengungkapkan
perlunya konferensi para pemimpin wilayah, dan
mendapatkan pendengar yang menyambut baik usulannya.
Ia mengumpulkan 700 orang tentara untuk membuat
kesan di Kyoto, dan bersama dua orang tuannya"
daimyo Tadayoshi dan ayahnya yang berkuasa penuh
Hisamitsu"berlayar menuju Kyoto, tiba dua minggu
kemudian pada pertengahan Mei 1867.
Dua hal penting yang harus diputuskan adalah
ampunan bagi Choshu, yang telah dijanjikan oleh Saigo,
dan membuka Hyogo bagi pihak asing. Namun bila
Hyogo dibuka, ia akan dikendalikan oleh shogun, yang
akan memperkuat kekuasaannya: jadi selamat jalan pada
gagasan reformasi. Bagaimanapun, dalam sebuah sesi
yang panjang dan menegangkan pada 26 Juni, shogun,
Yoshinobu, berhasil menggunakan tangan besi pada wali
kaisar agar menyetujui pembukaan Hyogo, menyisakan
pertanyaan tentang bagaimana memperlakukan Choshu
dengan penuh kearifan. Akibatnya, para daimyo dihantam
mundur, janji Saigo pada Choshu diempaskan ke rumput,
dan keshogunan tetap selamat.
Tak kuat lagi menahan penghinaan, tiga daimyo
terkemuka"dari Satsuma, Choshu, dan Tosa"mulai
bicara tentang pembentukan aliansi. Dua pakta dihasilkan,
satu pakta baru namun tetap tidak jelas antara Satsuma
dan Choshu dan satu pakta spesifik antara Satsuma dan
Tosa. Draf perjanjiannya bicara tentang revolusi: "Karena
itu kita harus mereformasi sistem politik kita,
mengembalikan kendali pemerintahan ke Istana Kaisar,
mengadakan konferensi para daimyo, dan bersama-sama
218 Masuk ke Pusaran bekerja demi tujuan mengangkat harkat bangsa di antara
kekuatan-kekuatan dunia." Wilayah lain mengisyaratkan
bahwa mereka akan turut serta. Namun, lagi-lagi tidak
menghasilkan apa-apa. Pakta itu perlu persetujuan di
Tosa"tapi dua pelaut Inggris terbunuh; samurai yang
dituduh; kapal-kapal perang pun tiba; kemudian samurai
diampuni. Krisis berlalu, tapi penolakan sudah membesar
dan para pejabat Tosa ketakutan.
Sementara itu, Saigo bersama Choshu tengah membuat
rencana untuk merebut kekuasaan dari shogun,
merencanakan serangan dengan 1.000 tentara Satsuma
yang ditempatkan di Kyoto dan 3.000 lagi di Osaka"
rencana yang ia putuskan untuk dilakukan, bahkan tanpa
Tosa. Saigo sangat memerlukan dukungan dari istana,
dan untuk tujuan ini ia memanfaatkan reputasi dan
aspek penting dari kepribadiannya: sifat tidak mementingkan diri. Ia tetap berpakaian kimono katun dan sandal
sederhana, yang memungkinnya bergerak tanpa menarik
perhatian. Sekali waktu, menurut legenda, ia ditangkap
saat meningalkan istana, karena penjaga tidak percaya
sosok lusuh ini adalah Saigo yang Agung sampai seorang
bangsawan senior istana mengenalinya.
Kini, akhirnya, pukulan yang menentukan dapat
diluncurkan. Saigo dan Okubo mempersiapkan sebuah
surat untuk ditandatangani oleh istana kaisar. Pikiran
rakyat, demikian bunyi surat itu, telah dikotori oleh
kekuasaan Tokugawa. Shogunlah yang bertanggung jawab
atas semua kerusuhan di dalam negeri dan berbagai
ancaman dari luar. Ia harus diturunkan pangkatnya ke
tingkat daimyo. Perdamaian dalam keadaan semacam
ini adalah pengkhianatan, karena prinsip-prinsip nan
agung hanya dapat ditegaskan dengan kekuatan.
219 John Man Entah bagaimana, shogun mencium adanya masalah
dan melakukan tindakan pencegahan, yang agak brilian.
Dalam banyak kebudayaan lain, ia pastinya akan
menyerang balik. Namun, ia justru mengundurkan diri,
dalam semacam jujitsu politis, menjatuhkan diri bersama
lawan untuk melucuti senjata mereka. Pernyataannya
patut dikutip sebagai sebuah contoh cara meminimalkan
konflik dengan menyambut perubahan:
Kini ketika hubungan luar negeri telah semakin meluas dari
hari ke hari, kecuali pemerintah diarahkan dari sebuah otoritas
pusat, landasan negara akan hancur berkeping-keping. Namun
demikian, bila tatanan yang lama diubah dan otoritas
administratif dikembalikan ke Istana Kaisar, dan bila berbagai
pertimbangan nasional dilakukan dengan skala luas, dan
keputusan Kaisar ditegakkan, dan bila kekaisaran didukung
oleh usaha seluruh masyarakat, maka kekaisaran akan sanggup
mempertahankan harkat dan martabatnya di antara semua
bangsa di dunia"saya yakin, tugas tertinggi bagi saya adalah
mewujudkan cita-cita ini dengan menyerahkan seluruh kekuasan
saya atas negeri ini.30 Alasan untuk melakukan kudeta sirna seketika"
kecuali bahwa istana kekaisaran, setelah menerima
pengunduran diri itu, meminta Yoshinobu untuk tetap
menjabat sebagai shogun sampai istana dapat mengumpulkan seluruh daimyo untuk mendiskusikan situasi ini.
Namun Saigo dan rekan-rekannya, terutama Okubo,
tidak akan mundur dari rencana kudeta mereka. Pada
14 November, para pemimpin gerakan ini melakukan
perjalanan ke Choshu, di mana mereka menyatakan
30 McClaren, "Japanese Government Documents"; juga dikutip dalam Mason and
Caiger, A History of Japan.
220 Masuk ke Pusaran kembali kesiapan Satsuma untuk meruntuhkan keshogunan
dengan kekuatan, kemudian pergi ke Kagoshima untuk
memberi penjelasan pada Hisamitsu, yang mereka inginkan
untuk memimpin tentara memasuki Kyoto. Hal ini
disepakati. Pada 8 Desember, Saigo dan sang daimyo,
Tadayoshi, berangkat dengan 3.000 tentara dan memasuki
Kyoto sepuluh hari kemudian, didukung 2.000 orang
lebih dari Choshu, semua berkumpul berpura-pura
hendak "melindungi istana kekaisaran" selama konferensi
daimyo mendatang. Istana kerajaan mengadakan pertemuan dan memaafkan
sejumlah bangsawan loyalis, termasuk daimyo Choshu,
seperti yang dijanjikan oleh Saigo. Mengenai pembubaran
keshogunan, pembicaraan berlanjut sampai larut malam.
Pada pagi hari 3 Januari 1868, seorang bangsawan
radikal terkemuka, Iwakura Tomomi, mempersiapkan
sebuah pernyataan yang mengumumkan restorasi
kekaisaran, yang sudah disetujui oleh lima daimyo utama.
Tentara Satsuma diperintahkan untuk menjaga semua
pintu gerbang. Ini adalah momen yang kemudian akan
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dikenal sebagai Restorasi Meiji, awal dari Era Meiji,
mengikuti nama yang dipersembahkan kepada Mutsuhito
secara anumerta. Saigo dan Okubo, yang sudah membantu
merekayasa semua ini, menjauhkan diri. Saigo mengepalai
para penjaga, sedang Okubo duduk di belakang. Sang
Kaisar muda, dari balik layar, membaca maklumat pendek
tentang peleburan struktur politik Jepang"dengan
demikian menghapuskan keshogunan. Seperti pernyataan
Yoshinobu, maklumat ini patut dikutip secara penuh
untuk memperlihatkan betapa sedikitnya kata yang
dibutuhkan untuk mengubah sejarah, kalau itu merupakan
kata yang tepat pada saat yang tepat:
221 John Man Kaisar Jepang mengumumkan kepada pemerintah tertinggi
seluruh negara asing beserta rakyatnya bahwa izin telah
diberikan kepada shogun Tokugawa Yoshinobu untuk
mengembalikan kekuasaan pemerintahan sesuai dengan
keinginannya sendiri. Setelah ini kami akan menjalankan
otoritas tinggi dalam semua urusan internal dan eksternal
negeri ini. Karena itu, gelar Kaisar harus menggantikan gelar
Taikun (Tuan Agung; Tycoon, seperti biasanya shogun dirujuk
dalam bahasa Inggris), yang telah digunakan dalam pembuatan
sejumlah perjanjian. Sejumlah pejabat sedang kami tunjuk
untuk melaksanakan urusan luar negeri. Para perwakilan dari
kekuatan-kekuatan yang terikat perjanjian diharap mengakui
maklumat ini. Ia kemudian mendeklarasikan struktur baru, dengan
seorang pangeran seketurunan sebagai presiden, para
daimyo utama sebagai senator, dan para samurai dan
petugas yang lebih rendah sebagai anggota dewan.
Inilah momen yang mengubah sejarah, tidak hanya
bagi Jepang tetapi juga untuk dunia: sebuah pernyataan
sederhana yang dipersiapkan dengan buru-buru oleh
beberapa lusin orang dan dibacakan dalam beberapa
menit. Kali ini, keadaan akan benar-benar berbeda,
walaupun tak seorang pun mengetahui bagaimana hal
itu akan terjadi. Yoshinobu pergi ke Osaka, di mana ia setuju untuk
menyerahkan sebagian wilayahnya, bila daimyo lain juga
menyerahkan sebagian wilayah mereka untuk membantu
mengatasi pengeluaran kekaisaran.
Para daimyo ragu-ragu. Jalan buntu. Masa depan Jepang berada dalam keadaan
tak menentu. Perubahan pasti terjadi, tetapi bagaimana
persisnya ia akan terjadi"
222 Masuk ke Pusaran Kebuntuan itu dipecahkan oleh sejumlah kerusuhan
di Edo, ketika sebagian ronin Satsuma yang liar mengamuk
dengan membakar bagian Kastil Edo, yang menyulut
balas dendam dari samurai anti-Satsuma. Yoshinobu siap
untuk memimpin angkatan darat guna menangkap para
perusuh dan menghukum mati mereka. Front pertempuran
pun digelar, shogun dan sekutunya dengan pasukan
sekitar 5.500 orang melawan Satsuma dan sekutunya
dengan 2.300 pasukan. Saigo, komandan senior dalam
kubu kedua ini, tidak menyukai kemungkinannya.
Kaisar"simbol regenerasi, "sang permata", demikian
Saigo menyebutnya"dievakuasi ke Hiroshima, kalaukalau terjadi kekalahan.
Ternyata, pasukan shogun tidak memiliki kepemimpinan dan semangat, sementara pasukan Saigo memiliki
keduanya. Mereka juga memiliki senapan berpeluru
Minie, sementara sebagian besar lawan masih mengandalkan pedang. Setelah tiga hari (27-30 Januari 1868),
para penembak Satsuma, dengan meriam Armstrongnya, menghantam barisan shogun tepat di luar Kyoto.
Titik balik terjadi ketika sebuah satuan dari sekutu
shogun membelot, memberikan kemenangan bagi sekutu
Satsuma, dan keuntungan yang dalam teori militer
disebut "momentum": semangat yang tinggi, kekompakan,
fokus. Ini adalah permulaan Perang Boshin (Perang
Naga-Tanah, dari lambang zodiak China untuk 1868).
Saigo, sebagai komandan, seharusnya tak perlu turut
dalam aksi tersebut, tetapi seperti biasa dengan sembrono
ia bersikeras untuk terjun. Ia menulis sejumlah surat
penuh kegembiraan yang menyatakan kemenangan atas
sejumlah pasukan, bukan dua kali, tapi lima kali, bahkan
sepuluh kali. Masyarakat menyalaminya di sepanjang
jalan, berterima kasih kepadanya, menyambut meriah
223 John Man pasukan dengan makanan dan minuman, mengungkapkan
padanya untuk pertama kalinya betapa dalam perasaan
tidak suka mereka terhadap keshogunan. Adik lakilakinya Tsugumichi, katanya dengan bangga, terluka di
lehernya, tetapi akan baik-baik saja. Memang menyenangkan mengalami aksi seperti itu, tapi pada usianya (ia
baru 40 tahun), Saigo menderita penyakit dan berpikir
bahwa ia sudah terlalu tua untuk bertempur. "Sejujurnya,"
tulisnya dalam sebuah surat kepada orang yang
bertanggung jawab atas keluarganya di Kagoshima, "aku
tak dapat lebih lama lagi bertugas layaknya seorang
lelaki, dan aku merasa begitu khawatir dan tahu diri
sehingga hal ini tak tertanggungkan."
Kemenangan melahirkan beberapa masalah lain.
Agendanya"agenda yang ia warisi dari tuannya yang
terdahulu, Nariakira"adalah untuk bekerja bagi sebuah
dewan yang terdiri dari seluruh daimyo. Namun
keshogunan telah dikalahkan hanya oleh beberapa orang
saja dari mereka. Dan angkatan bersenjata: apakah harus
berupa gabungan dari beberapa divisi wilayah, atau
tentara kekaisaran yang bersatu" Pada awal 1868 keduanya
ada. Dan apa perannya" Ia adalah samurai berpangkat
tertinggi dalam ketentaraan, tetapi masih merupakan
petugas staf, tenggelam dalam pekerjaan di balik meja
yang membosankan dan (dalam teori) berjarak dari aksi.
Apa arti semua ini bagi masa depannya, dan masa depan
bangsa" Seperti ditulis oleh Mark Ravina, "salah seorang
pendiri negara Jepang modern sangat mendua tentang
ciptaannya sendiri."
Pasukan sekutu Satsuma bergerak mengepung Edo,
hanya mendapat perlawanan kecil. Pada awal April
mereka siap untuk masuk dan menghancurkan, menuntut
penyerahan kastil, kapal perang, dan senjata, eksekusi
224 Masuk ke Pusaran para pejabat dan bunuh diri sang mantan shogun
Yoshinobu. Tetapi Yoshinobu tidak lagi berkuasa; anehnya,
posisi itu diduduki oleh teman lama Saigo, Katsu, untuk
alasan yang menekankan pelbagai prinsip yang saling
bertentangan yang tengah dilaksanakan. Katsu menentang
ketika keshogunan hendak menyerang Choshu, tetapi
kemudian bertarung membelanya untuk menghentikan
perang yang ia anggap sama sekali tidak perlu. Kini
Katsu mengontak Saigo untuk membicarakan perdamaian.
Ia berpendapat bahwa penyelesaian yang kasar tidak
waras sekaligus tidak bermoral. Yoshinobu adalah orang
terhormat, sudah mengundurkan diri, dan siap
menyerahkan wilayah miliknya. Menjadi mulia berarti
menyebarkan keadilan ke seluruh negeri. Saigo pun
bimbang, dan menyerahkan persoalan ini kepada para
atasannya. Berhasil, untuk sesaat. Kastil Edo diserahkan tiga
minggu kemudian, pada 27 April. Yoshinobu mundur ke
sebuah kuil di puncak bukit, Kan"ei-ji, yang kini menjadi
Ueno Park di Tokyo, para pejabatnya terbukti patuh,
dan senjata-senjata diserahkan. Hanya tersisa sekitar
2.000 orang keras kepala anggota brigade yang dikenal
dengan sebutan Shogitai, Liga untuk Menunjukkan
Kebajikan, yang menyiapkan diri sebagai penjaga kuil
Ueno, di mana Yoshinobu berada dalam masa pensiun
sukarelanya. Proses perdamaian kemudian tertunda.
Dengan adanya beberapa kelompok gerilya yang
melakukan serangan berskala kecil di kota sedang polisi
dalam keadaan lumpuh, anarki mengancam karena
perlawanan Liga menghalangi terwujudnya penyelesaian
yang tuntas. Pasukan kekaisaran kekurangan dana dan
para pedagang Edo mengemukakan banyak alasan ketika
diminta untuk menyumbang. Saigo menunda serangan
225 John Man karena, dengan pasukan kekaisaran ditugaskan dalam
operasi pembersihan di mana-mana, pasukannya kalah
jumlah. Hari-hari berlalu, kekacauan membayang.
"Masyarakat dihinggapi kecemasan," tulis Katsu dalam
buku hariannya. "Kelompok berandalan yang gaduh
mencuri dan melakukan pembunuhan"mereka tidak
sanggup menunggu dengan tenang cara penyelesaian
kekaisaran seperti layaknya bushi sejati. Para pedagang
menutup pintu mereka dan orang-orang miskin kehilangan
mata pencaharian. Di malam hari jalan-jalan senyap.
Inikah tanda dunia yang menyimpang?" Tampaknya
demikian. Dalam sebuah memo untuk kepala polisi, ia
meratap bahwa kastilnya tertutupi tanaman, menaranya
runtuh, dan wilayah sekelilingnya menjadi sarang
pengemis. Pada malam hari, katanya, para pencuri
membunuh orang yang tidak beruntung, orang-orang
tua dibiarkan mati di jalan, kelompok anak muda
merampok dan mencuri. Shogitai bertambah kuat setiap
hari. Shogitai harus dihancurkan dan Edo ditenangkan,
atau pemerintah baru ini akan tumbang.
Ketika serangan datang, pada subuh berhujan pada 4
Juli,31 ia nyaris menjadi bencana. Saigo sendiri memimpin
serangan pada Gerbang Hitam kuil, dan menderita luka
berat ketika pasukan dari Choshu gagal melindunginya.
Saigo, masih seorang samurai di hati, tidak mengeluh:
hal ini memberinya peluang untuk meraih kemenangan
dalam bahaya. Tapi dengan harga tertentu. Keadaan
baru berubah ketika pasukan Choshu menyerang bagian
belakang kuil. Pada pengujung hari, meriam Armstrong
telah merontokkan kuil menjadi reruntuhan yang dipenuhi
31 Menurut kalendar Gregorian, seperti semua tanggal yang ada di sini. Menurut
kalendar bulan, hari itu adalah 1 Meiji, hari ke"15 bulan ke"5, yang kadang secara
keliru dianggap sebagai 15 Mei.
226 Masuk ke Pusaran mayat dan ditinggalkan oleh mereka yang selamat.
Rezim baru memerintahkan keluarga Tokugawa dan
para pengikutnya"12.000 keluarga, 100.000 orang"
untuk keluar dari kota. Pada pertengahan musim panas
1868, Edo menjadi Ibu kota Timur"Tokyo"dan nama
zaman itu diubah secara resmi dari Keio menjadi Meiji
("Pemerintahan Terang"). Pada Oktober, untuk menandai
zaman baru, kaisar?"Kehadiran misterius yang hanya
sedikit orang mendapat keistimewaan untuk melihatnya
dan hidup", demikian ditulis Japan Times"dibawa
melewati kerumunan massa yang tertegun ke kastil
shogun.32 Untuk memudahkan perjalanannya, kaisar
menitahkan hari libur selama dua hari dan pembagian
2.563 gentong sake. Hal ini menghangatkan suasana
kota. Warga setempat menyebutnya "anggur renovasi".
Tapi belum ada kebangkitan kembali. Pada akhir tahun,
200.000 orang lagi mengungsi, dan tempat itu "terlihat
seperti kota mati". Surat kabar setempat, Hiogo and
Osaka Herald, berkomentar dalam bahasa Inggris yang
kaku bahwa "perampas kekuasaan yang rakus, lambat,
dan malas dengan penuh dendam telah merebut untuk
diri mereka sendiri sebuah kota yang dulu pernah menjadi
Paris dari negeri mereka, kini diubah menjadi sarang
para perusak." Di banyak bagian lain di negeri itu terdapat kantongkantong penolakan"senjata api menghilang, kelompok
gerilyawan menyerang pasukan kekaisaran"dan di timur
laut Honshu, muncul perlawanan berskala besar.
Dibutuhkan waktu sampai akhir tahun untuk mencapai
kemenangan penuh. Saigo sendiri membawa tiga peleton
32 Yoshinobu mundur dan menjalani kehidupan yang tenang, melakukan banyak hobi"
melukis dengan cat minyak, panahan, berburu, fotogra", dan bersepeda"dan
dianugerahi gelar kebangsawanan, wafat pada 1913 dalam usia 76.
227 John Man ke arah utara dari Kagoshima pada September, tiba tepa
waktu untuk mendapati saudara laki-lakinya Kichijiro
yang terluka. Empat hari kemudian, dia mati karena
cedera yang dialaminya: kehilangan yang mengguncangkan, karena Kichijiro ditinggal di rumah untuk menangani
urusan sehari-hari bagi keluarga. "Ketika akulah yang
seharusnya mati terlebih dahulu," tulis Saigo, "kubiarkan
adik laki-lakiku pergi mendahuluiku" ke garis depan.
Dalam kemenangan Saigo memperlihatkan disiplin diri
yang luar biasa sehingga ia menjadi semacam pahlawan,
bahkan di wilayah yang keras kepala ini. Dan memang,
seperti dikatakan Ivan Morris, "hanya ada sedikit
transformasi penuh kekerasan dalam sejarah yang terwujud
dengan begitu sedikit pertumpahan darah," dan Saigolah
yang banyak bertanggung jawab untuk hasil ini.
Ini adalah akhir perang bagi Saigo, walaupun pada
kenyataannya perang terus berlanjut selama enam bulan
berikutnya. Enam unit kapal yang tersisa dari Sekutu
Utara, dengan 3.000 pasukan dan beberapa penasihat
berkebangsaan Prancis terus melarikan diri lebih jauh ke
utara, ke Hokkaido, bermaksud menciptakan negara
baru yang merdeka. Republik Ezo tidak pernah
mendapatkan pengakuan, dan menyerah pada pasukan
kekaisaran yang sangat besar pada akhir Juni 1869.
Ada sebuah tempat untuk memperingati tentara
Satsuma yang gugur dalam Perang Boshin. Sangat cocok,
ia berada di tanah sub-kuil Hokoshui, tempat Saigo
biasa bertemu Gessho untuk pembicaraan rahasia mereka
di Kyoto. Anda berjalan menyusuri jalan yang dikeraskan
di antara pagar tanaman yang terpangkas rapi, menaiki
beberapa anak tangga pada tanah berhutan yang mendaki,
lewat di bawah gerbang batu bergaya Shinto dan tiba di
rumah ibadah di puncak bukit. Lapangan dengan batu228
Masuk ke Pusaran batu ubin besar mengelilingi enam pilar yang ditulisi
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
524 nama mereka yang gugur. Salah satu pilar memperlihatkan sebuah syair dengan tanda tangan bertuliskan
"Saigo Takamori menuliskannya", seolah sayatan halus
itu adalah grafiti menggunakan cat kaleng semprot.
Tempat itu terlindung dan damai, di tengah rimbun
pohon mapel. Biksu berkepala plontos yang bercerita
pada saya tentang Saigo dan Gessho serta kedai teh
menjelaskan bahwa tempat ini begitu damai karena tidak
terbuka untuk umum, kecuali pada November, ketika
pengunjung diizinkan untuk melihat pohon mapel dalam
warna-warni musim gugur. "Ini adalah tempat yang terkenal, tetapi mereka tidak tahu banyak tentang monumennya. Mereka datang untuk melihat pohon mapel." Aku
heran bagaimana tempat ini dapat bertahan, tanpa banyak
askes publik. Sungguh berat, akunya. "Ada lima belas
keluarga yang mensponsori kami, tetapi sebetulnya kami
memerlukan seratus keluarga." Ia memberi kuliah tentang
tema-tema filosofis; sesekali ada pemakaman; kuil mengadakan upacara minum teh; dan begitulah, ia menghasilkan
cukup uang untuk kelangsungan kuil. Ini adalah hidupnya,
komitmen yang ia warisi dari ayahnya, yang juga akan ia
teruskan pada anak laki-lakinya. Dan begitulah tempat
peribadatan itu akan tetap ada, untuk mengingat mereka
yang gugur dalam perang Restorasi Meiji, nyaris terlupakan
kecuali bagi mereka yang datang untuk mengagumi
pohon mapel di musim gugur.
Pada akhirnya inilah revolusi yang sangat aneh, penuh
paradoks, sebagaimana akan terlihat beberapa tahun
berikutnya. Dipimpin oleh samurai untuk memulihkan
kekuasaan kekaisaran yang merupakan tradisi kuno,
namun mereka mengesampingkan kaisar dan membuat
aturan yang melenyapkan diri mereka sendiri melalui
229 John Man semacam seppuku kolektif. Mereka berbicara atas nama
wilayah masing-masing, tapi memusatkan administrasi.
Mereka berkata bahwa mereka memandang rendah
bangsa asing dan dunia luar, namun memeluk yang satu
dan tak sabar menunggu untuk mengalami yang lain.
Hierarki kuno akan hilang, digantikan oleh kemajuan
berdasarkan prestasi. Para lelaki yang pernah mengumandangkan kebajikan gaya pakaian kuno tak lama
kemudian mengenakan rambut yang tidak dijalin dan
jas, menaiki kereta dan mengembangkan payung. Itu
yang harus dilakukan untuk mewujudkan slogan mereka:
"Perkaya negeri ini, perkuat tentaranya." Tidaklah
mengejutkan, seperti akan dikisahkan sang waktu,
beberapa orang tidak akan sanggup menahannya.
Saigo tampaknya bukan satu di antara mereka.
Tugasnya telah tuntas, ia telah kembali ke Kagoshima,
untuk masa istirahat yang sejahtera, sembuh dari sakit
yang melemahkan, dan (ia bermimpi) pensiun selamanya.
230 SANG REVOLUSIONER YANG TAK BAHAGIA DALAM SATU HAL, RESTORASI MEMENUHI MISI YANG TELAH
ditetapkan Saigo sendiri: kaisar kembali berkuasa, Satsuma
berkembang dengan baik. Namun hal itu telah membawa
efek padanya. Ia merasakan usianya menua. Sendinya
sakit. Ia menderita demam, sakit perut, dan diare. Tanpa
ada pekerjaan di hadapannya, dan penghasilan yang
pantas bagi seorang lelaki dengan selera sederhana seperti
dirinya, ia mundur untuk memulihkan diri di sumber
mata air panas beberapa jam berkuda dari Kagoshima.
Ada sungai untuk memancing, hutan untuk berburu,
sejumlah anjing untuk menemaninya"itu sudah cukup,
tulisnya, sampai ia memiliki peluang untuk kembali ke
keluarganya di Amami Oshima. Begitu mantap niatnya
untuk pensiun sehingga dia menampik bonus uang tunai
dalam jumlah besar dan gelar kebangsawanan yang
ditawarkan oleh istana kekaisaran.
Diperlukan kunjungan dari Tadayoshi sendiri untuk
231 John Man meluluhkan keteguhan hatinya. Mantan daimyo itu, kini
gubernur, datang secara pribadi meminta bantuannya
untuk menghadapi samurai setempat berpangkat rendah.
Mereka memiliki harapan yang tinggi terhadap janji
reformasi, dan kemudian terhadap apa yang terlihat
seperti perubahan sesungguhnya: empat daimyo terkemuka
telah menyerahkan lahan dan rakyat mereka kepada
pemerintahan kekaisaran"yang dengan segera mengangkat mereka sebagai gubernur untuk bekas wilayah
mereka. Kelihatannya, satu-satunya hal yang berubah
adalah gelarnya. Ini tidak cukup baik, dan Tadayoshi
(walaupun masih di bawah kekuasaan ayahnya) mengenali
hal ini. "Sudah jelas," tulisnya kepada Saigo, "bahwa penunjukan pemerintah harus dilakukan tanpa memperhatikan kedudukan."
Saigo sebenarnya tidak harus melakukan apa pun,
kata Tadayoshi, hanya memperlihatkan dukungannya
bagi reformasi. Dengan reputasinya"terlahir sebagai
orang biasa, berprestasi tinggi, mantan menteri, komandan,
diasingkan secara tidak adil, orang suci yang sebenarnya"
hal itu sudah cukup untuk dapat menenangkan keadaan.
Ia setuju dan menjadi direktur non-eksekutif di Satsuma.
Kehadirannya menenangkan masyarakat dari kalangan
rendah seperti dirinya, meyakinkan mereka bahwa ada
seseorang yang akan menyuarakan kepentingan mereka
di tingkat pemerintah provinsi. Jika dilihat dari masa
kini, jelas bahwa di sinilah persoalan yang sesungguhnya
bermula. Dari titik ini, ia akan mendapati dirinya semakin
dalam terperosok dalam kesetiaan yang saling bertentangan, kepada provinsi dan bangsanya, tuan dan kaisarnya, samurai sebagai kelompok mandiri dan kebutuhan
terhadap persatuan nasional, kebutuhan batinnya sendiri
terhadap ketegasan dan kebutuhan seorang politikus
232 Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
untuk berkompromi. Kekuatan-kekuatan ini pada akhirnya
akan mencabik-cabik dirinya, dan sekarang sudah mulai
bekerja. Perubahan memang terjadi setelah itu, terutama dimulai
oleh Tadayoshi dan para pembantu utamanya. Pendapatan
samurai kaya dipotong lebih dari 80 persen, sementara
upah untuk samurai miskin meningkat lebih dari 20
persen"perubahan dramatis di sebuah provinsi di mana
sebelumnya segelintir keluarga kaya (sebenarnya satu
dalam 500 keluarga) menguasai hampir separuh dari
penghasilan seluruh samurai. Satsuma mengadopsi sistem
kabinet, kesetaraan relatif dalam hal kelas dan kesempatan,
pajak yang lebih ringan, dan tentara modern. Seluruh
samurai yang berusia 18-35 tahun diorganisasi ke dalam
formasi militer baru, membuat Kagoshima memiliki
sekitar 15.000 personel angkatan bersenjata, dengan
pejabat kelas menengah dan rendah dipilih oleh pasukan
mereka, dan kebanyakan dari mereka bertahan dalam
pekerjaannya. Dengan kata lain, seperti dikatakan Charles
Yates, Kagoshima telah menjadi negara militer dalam
kondisi mobilisasi permanen. Kagoshima berkembang
dengan sangat baik, beralih dari feodalisme ke kapitalisme
modern hanya dalam beberapa tahun. Tidak berarti
keadaannya serba damai dan harmonis: samurai berpangkat menengah tetap kesal karena hilangnya sejumlah
hak istimewa mereka, perasaan yang akan meledak
dalam beberapa tahun ke depan dan membawa Saigo ke
dalamnya. Saigo tidak bahagia sebagai politikus lokal. Ia bosan
dengan urusan administrasi, rindu untuk bertindak, dan
merasa sedih atas hilangnya hari-hari di masa lampau
233 John Man ketika kesetiaan terhadap seorang daimyo memberikan
makna bagi hidupnya. Sementara itu, keberhasilan Satsuma telah meningkatkan ketakutan di Tokyo. Bila Satsuma dapat berhasil
dengan caranya sendiri, apa perlunya pemerintahan baru
yang terpusat" Apakah mungkin Satsuma merencanakan
untuk memisahkan diri" Sebagian pengamat meramalkan
terjadinya perang saudara. Di antara orang-orang di
pemerintahan kekaisaran baru di Tokyo, yang khawatir
tentang hal ini adalah teman masa kanak-kanak Saigo,
Okubo. Setelah mengenali persoalannya, ia melihat
adanya solusi. Pada Februari 1871, ia dan beberapa
rekannya datang dari Tokyo untuk meminta Saigo dan
Hisamitsu, atas nama kaisar, untuk bergabung dengan
pemerintah pusat. Salah seorang anggota delegasi adalah
adik laki-laki Saigo, Tsugumichi, yang sudah pernah
mengunjungi Eropa dan kini seorang letnan jenderal
dalam angkatan bersenjata kekaisaran baru. Yang lain
adalah jenderal senior, Yamagata Aritomo, teman Saigo
dan musuhnya di kemudian hari. Diperlukan waktu tiga
hari yang penuh air mata untuk membujuk Saigo agar ia
mau turut serta, dan bahkan saat itu ia dan Okubo tidak
sepakat tentang sifat pemerintahan (perbedaan yang
memberi pertanda tidak baik bagi masa depan hubungan
mereka). Okubo menginginkan birokrasi yang kuat dan
terpusat; sedang Saigo menginginkan keuasaan yang
jauh lebih ringan, didasarkan pada cita-cita Konfusianisme
dalam memerintah dengan dasar prinsip umum. Keduanya
baru sejalan dalam hal kebutuhan akan tentara nasional,
dan ini adalah tugas yang diterima Saigo untuk ia
laksanakan, sebagai jenderal, komandan penjaga kerajaan
dan penasihat negara, dan akhirnya dengan pangkat
unik, marsekal lapangan. 234 Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
Tidak ada orang lain di seluruh negeri yang memiliki
derajat otoritas moral seperti ini. Bayangkan Nelson
Mandela digabungkan dengan Duke Wellington. Ia
pernah dipenjara, pernah didakwa secara salah, telah
memulihkan dirinya tanpa kebencian, dan kemudian
menjadi jenderal pemenang dan menteri pemerintah.
Kehadirannya sebagai anggota tim pemerintah lagi memiliki efek yang diinginkan. Rakyat berhenti membicarakan
kemungkinan terjadinya perang saudara.
Bagi Okubo ini hanya sebuah titik awal. Yang benarbenar diperlukan, bila pemerintah serius ingin berkuasa
dan mandiri secara militer, adalah melenyapkan semua
wilayah lama dan menggantikannya dengan prefektur
yang teradministrasi secara terpusat. Tentu saja akan ada
penolakan, bukan saja dari para daimyo melainkan juga
dari samurai pembantu mereka. Mendapatkan dukungan
dari Saigo"yang pernah menjadi samurai kelas rendah
dengan kesetiaan tanpa cacat, kini menjadi komandan
pelindung kekaisaran"adalah hal yang sangat penting.
Diperlukan waktu beberapa lama, enam bulan, untuk
mendapat persetujuan Saigo. Perubahan segera terjadi.
Okubo menjadi menteri keuangan, dan Saigo bergabung
dalam dewan empat samurai kelas rendah yang akan
mengawasi jalannya reformasi itu. Bagi Saigo, ini adalah
proses yang menyakitkan. Di satu sisi, jelas bahwa untuk
membangun pemerintah pusat yang berfungsi, untuk
mempertahankan keamanan nasional dan bekerja sama
dengan kekuasaan asing, sistem wilayah harus hilang. Di
sisi lain, ia memiliki keterikatan pribadi pada Satsuma
dan tuannya. Namun ia tidak punya pilihan yang nyata.
Ia memilih yang lebih sedikit nilai negatifnya. Untuk
sementara waktu, kepentingan nasional mengungguli
kepentingan Satsuma. 235 John Man Pada 29 Agustus, terjadi revolusi kedua. Kaisar
mengatakan pada para mantan daimyo, kini gubernur di
bekas wilayah masing-masing, bahwa seluruh sistem
wilayah kini tinggal sejarah. Dalam beberapa bulan ke
depan perbatasan akan ditetapkan-ulang, prefekturprefektur yang ada sekarang dibentuk dan para gubernur
baru ditempatkan di posnya masing-masing, bertanggung
jawab pada pemerintah kekaisaran untuk mengatur pajak,
hukum, dan pendidikan nasional. Hampir semua dari
mereka menerima perubahan mengejutkan ini, dengan
sikap yang baik, sebagiannya karena mereka berada di
tengah-tengah revolusi, dan sebagian lagi karena mereka
menerima kesepakatan yang baik dan status tinggi"tiap
gubernur akan menerima 10 persen dari pendapatan
pajak prefekturnya seumur hidup ditambah gelar
kebangsawanan. Hanya satu yang berkeberatan: penguasa Satsuma,
Hisamitsu, masih menjadi wali bagi putranya, walaupun
kini sebagai gubernur dan bukan daimyo. Hisamitsu
adalah masalah bagi Saigo. Dialah, wali itu, yang telah
mengasingkan Saigo, telah mengeluarkan instruksi keras
yang terlihat seolah bertujuan mematikan; dan kepadanya
Saigo sangat setia. Sebagai wali, ia seringkali bertindak
dalam posisi daimyo yang sesungguhnya, putranya
Tadayoshi. Sekarang sang putralah, saat itu di pengujung
usia dua puluhan, yang mengawasi jalannya perubahan.
Hisamitsu (lima puluhan) yang mencerca mereka, menjadi
semakin pemarah dengan berjalannya waktu. Ini pasti
berat baginya: ia adalah pewaris yang penuh kebanggaan
dari keluarga yang sudah 700 tahun menguasai wilayah
paling mandiri di Jepang, dan ia berteriak-teriak tentang
pengkhianatan"khususnya pengkhianatan Saigo; tetapi
tidak ada yang dapat ia lakukan kecuali menggerutu
236 Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
pada Saigo, dan tidak ada yang dapat dilakukan oleh
Saigo kecuali menderita. Inilah waktunya untuk kembali ke urusan luar negeri,
untuk menegosiasikan revisi terhadap apa yang disebut
Perjanjian Tidak Setara dengan Amerika Serikat dan
kekuasaan barat lain"tidak setara karena perjanjian itu
hampir tidak memberikan apa-apa dalam bentuk cukai
dan menempatkan bangsa asing di luar cakupan hukum
Jepang"dan menghindari nasib yang diderita China di
tangan kekuasaan kolonial. Sebagai langkah awal akan
ada misi diplomatik tingkat tinggi ke Amerika dan Eropa,
dipimpin oleh Iwakura, dengan Okubo sebagai salah
seorang dari empat wakil duta besar dan staf berjumlah
48 orang, ditambah 60 pelajar. Tugas misi itu adalah
untuk berbicara, mengobservasi, belajar, dan memperoleh
gagasan tentang bagaimana membicarakan ulang Perjanjian
Tidak Setara itu. Walaupun begitu, anggota misi itu
sama sekali tidak berwenang menandatangani dokumen
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
baru. Mereka akan pergi selama setahun; dan pada
periode itu negara akan dijalankan oleh pengurus
sementara, di bawah Sanjo Sanetomi sebagai pejabat
sementara kepala negara dan Saigo sebagai wakilnya,
yang kiranya tidak perlu melakukan apa-apa sampai
misi kembali. Saigo tak senang tidak melakukan apa-apa, begitu
juga rekan-rekannya. Dua area yang perlu direformasi
adalah bidang pendidikan dan hukum. Seorang menteri
menginginkan pendidikan dasar bebas biaya, dengan
membangun 50.000 unit sekolah; yang lain menginginkan
sistem hukum nasional. Namun tanpa struktur pajak
modern, biaya untuk kedua bidang itu akan menjadi
penghalang. Sebagai tambahan, tentara baru memerlukan
wajib militer dan senjata modern. Dan gaji untuk Samurai
237 John Man sudah menelan separuh anggaran pemerintah. Wakil
menteri keuangan, Inoue Kaoru, mengusulkan penggantian
upah dengan obligasi pemerintah, yang menyulut
kemarahan para pejabat yang turut dalam misi Iwakura.
Terjadi percekcokan sengit, skandal korupsi, dan ancaman
untuk mundur. Satu hal yang harus diselesaikan Saigo adalah persoalan
dalam pengamanan kerajaan. Separuh penjaga berasal
dari Satsuma, semetara komandannya dari Choshu; ia
memiliki rekan bisnis yang menyediakan perbekalan dan
diyakini telah menyisihkan sejumlah besar uang tunai.
Para penjaga dari Satsuma mengeluh bahwa semua orang
Choshu korupsi. Namun ada juga persaingan dalam
pasukan Satsuma antara samurai kota dan samurai desa.
Saigo berusaha menenangkan kegelisahan itu, tetapi hal
itu membuatnya merasa, seperti ia tulis, seolah "tidur di
atas tong penuh bubuk mesiu?"cara grafis untuk
menjelaskan emosi tertahan yang akan meledak lima
tahun kemudian. Saigo, yang memang membenci urusan administrasi,
angkat tangan untuk segala keributan dan kemarahan
ini. Yang ia inginkan adalah menuju kehidupan sempurna
penuh kebajikan, dibimbing oleh kesetiaan, kesalehan,
kemanusiaan dan cinta. Kalau saja para pemimpin mau
menghindari kemewahan dan hidup dengan sederhana,
rakyat biasa akan melakukan hal yang sama, dan semua
akan makmur, dalam segala hal. Pujalah Surga, Cintailah
Manusia"mengapa hal itu tidak cukup" Pertama adalah
hal itu, kemudian segala hal akan mengikuti.
Soal mengadopsi sistem dari negeri lain untuk memperbaiki cara hidup kita, pertama kita perlu mendasarkan
negeri kita pada landasan yang kokoh, mengembangkan
238 KUMAMOTO DAN KEKALAHAN Pada pertengahan Februari 1877, Saigo dan pasukannya ingin berjuang melalui
batu-batu paving, licin bahkan di musim panas. Pengangkutan sebuah meriam
kuno dan berpakaian buruk, mereka berharap mengambil benteng kota
Kumamoto. Impian mereka perlahan berubah menjadi mimpi buruk.
Di bawah kiri: enam meriam berpeluru bola, berkekuatan eksplosif.
Di bawah kanan: Tentara yang terdiri dari samurai bersenjata pedang dan
berpakaian katun, dengan sandal bertali - hampir tidak memberi perlindungan
terhadap hujan salju yang ternyata jalan disana penuh es dan lumpur salju.
Di atas: Gambar kontemporer
yang terlalu didramatisasi, Saigo
(di atas kuda, kanan) menghunus pedang samurai di
luar dinding Kumamoto. Tidak ada pertempuran seperti
ini, tapi benteng dengan menara
pembakaran yang ditampilkan
nyata. Kumamoto yang sekarang sudah direnovasi, setelah kebakaran yang menghancurkan nya sewaktu pengepungan 1877. Delapan belas kilometer di sebelah
utara, di Tabaruzaka, para pemberontak
gagal untuk mengusir pasukan impereal
maju di jalan sunken approach, di mana
setiap tahap sebelumnya terdapat
rambu-rambu (di bawah). Yang satu ini
menandai "lereng pertama". Kerugian
mereka sebanyak 14.000 prajurit
diperingati dalam peringatan perang
(kanan). MELARIKAN DIRI, BERDIRI TERAKHIR
DAN KEMATIAN Setelah vulkanisir sampai ke pantai timur
Kyushu, Saigo memimpin sebuah hard core dari
600 pengikut dalam pelarian dramatis ke
Gunung Eno. Memerangi jalan selatan,
pemberontak memasuki Kagoshima dan
menguasai bukit pusat, Shiroyama. Dari HQ di
gua - sebenarnya, sebuah tempat persembunyian
- Saigo ditembak di bagian kaki. Tidak dapat
melanjutkan perjalanan, ia meminta ajudannya
untuk memenggal kepalanya.
Di atas kiri: Gunung Eno, menjulang ke atas
di Takamori yang sekarang menjadi sebuah
museum Saigo. Kiri: Dalam sebuah tablo museum, Saigo
menyajikan pilihan untuk penasihatnya.
Di bawah: buku harian yang ditinggalkan
oleh seorang tentara pemberontak.
Kiri: di Shiroyama, atap tempat perlindungan Saigo dan
sekarang menjadi jalur wisata.
Di atas: Sketsa yag disimpan
pemberontak dalam gua sebagai super-fit prajurit
samurai untuk dilucuti cawat
mereka. Pada kenyataannya,
mereka dipukul oleh pasukan
elit kekaisaran. Kiri: Beppu Shinsuke, bertindak sebagai pembantu
Saigo (Kaishaku), mengangkat
pedangnya untuk memenggal
kepala tuannya dengan satu
tebasan. Di atas: Tugu yang menandai kematian
Saigo, yang disebut "suicide".
Kanan: patung Saigo yang berdiri di
Shiroyama, gunung tempat ia meninggal
DARI PEMBERONTAK MENJADI PAHLAWAN NASIONAL Pemberontakannya tidak meninggalkan apa-apa, kecuali
kematian dan kehancuran. Saigo
dengan cepat menjadi salah satu tokoh
paling dikagumi di Jepang. Hari ini
gambar-gambarnya terdapat di manamana, di kartu pos, lukisan dinding,
mug, T-shirt dan pernak-pernik wisata.
Kiri: Bahkan sebelum kematian Saigo,
orang-orang mengklaim bahwa ia
sudah di surga, seperti komet, yang
terlihat melalui teleskop dengan
seragam lengkap. Pemakaman Kagoshima Nanshu (bawah),
dengan pemandangannya di Sakurajima,
Memperingati 2.223 pejuang setempat yang
meninggal selama pemberontakan Saigo,
termasuk, tentu saja, Saigo sendiri, bunga
segar menandai makamnya (kanan)
Di atas: Patung Saigo di Kagoshima dalam seragam militer, tapi tanpa medali, untuk
menunjukkan kemiliterannya, paling terkenal di Taman Ueno, Tokyo (di atas kanan),
menggambarkan dia sebagai samurai, dengan dua atribut utama, pedang dan anjing kecil.
Di kiri bawah: Patung miniatur bagi wisatawan.
Di kanan bawah: "Saigo di langit": cetak woodblock menandakan penanggalan bintang,
secara harfiah. WARISAN SEORANG SAMURAI Dalam Khurosawa Classic Seven Samurai, Toshiro Mifune adalah ronim masterless
yang memimpin enam orang lainnya untuk memperjuangkan desa yang ditindas
oleh bandit. Seperti Saigo, ia mengambil sebuah tujuan mulia untuk kepentingan
diri sendiri, bukan untuk hadiah. Tidak seperti Saigo, ia berhasil.
Dalam Star War, helm menyala Darth Vader dan muka dengan topeng seram,
terinspirasi dari tutup kepala samurai.
Dalam Kill Bill, "The Bride" (Uma Thurman) - membalas dendam pada musuhmusuhnya dengan menggunakan pedang samurai yang dibuat khusus- "wanita
paling mematikan di dunia"
Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
moral publik, dan setelah itu memikirkan kelebihan
negara-negara asing. Di sisi lain, jika secara buta mengikuti
asing, kebijakan nasional kita akan menurun dan moral
publik kita akan rusak tak terselamatkan.33
Dan kemudian, tentu saja, Saigo harus menanggung
omelan Hisamitsu yang menyakitkan. Mantan daimyo
ini menolak kedudukan di Tokyo. Ia ingin dijadikan
gubernur di prefektur Kagoshima yang baru. Ia mencerca
layaknya seorang konservatif kolot"ia kini berusia
pertengahan lima puluhan"menentang berkembangnya
mode pakaian kebarat-baratan, hilangnya pembedaan
antara samurai dan "orang biasa", dan pendidikan untuk
kaum perempuan. Tidak seorang pun memahami mengapa
ia begitu marah. Mungkin ini berhubungan dengan
perasaan tidak berdaya karena "hanya" menjadi ayah
dan wali seorang gubernur. Mungkin ini adalah perasaan
bahwa Satsuma, yang pernah hampir menjadi sebuah
negeri yang merdeka, kini lebih kecil dari sebuah provinsi.
Apa pun alasan ketidakpuasannya, hal itu menguatkan
perasaan tidak suka di kalangan samurai setempat, yang
semakin berpihak pada Kagoshima dan anti-Tokyo.
Saigo merasa perilaku Hisamitsu sudah tak tertahankan.
Ia mengatakan rasanya seolah-olah ada yang menembaknya
dengan meriam. Saigo sekarang adalah bawahan kaisar,
makan malam bersamanya setiap beberapa minggu,
berbincang tentang berbagai persoalan terkini. Masalah
itu membawanya kembali ke Kagoshima, selama enam
bulan yang sangat menekan, tapi tidak menghasilkan
perubahan apa pun. Hisamitsu, mantan tuannya, terus33 Seperti dikemukakan oleh Hilary Conroy dalam The Japanese Seizure of Korea, ini
adalah pernak"pernik drama tingkat tinggi, dan benar"benar menjadi drama pada
1954, ketika penulis naskah Yamamoto Yuzo mengubahnya ke dalam drama tiga
babak. 239 John Man menerus mengganggunya, dan dalam cara yang paling
curang. Ketika kaisar tiba di Kagoshima untuk kunjungan
kenegaraan pada Juli 1872, kepada seorang bangsawan
Hisamitsu menyelipkan memo yang menuduh pemerintah
bersikap angkuh, sangat ingin kembali ke masa lalu,
menuntut pengunduran diri Saigo (dan Okubo, walaupun
ia berada jauh bersama misi Iwakura). "Negeri ini
semakin lemah setiap harinya," keluhnya, karena
penyimpangan jahat pemerintah dan ketidakberdayaan
bangsa ini menghadapi kaum barbar dari barat.
Pada awal 1873, berbagai hadiah dan permohonan
dari Tokyo berhasil membuat Hisamitsu dengan enggan
menduduki sebuah posisi di ibu kota.
Saigo kembali ke ibu kota, menduduki kembali tiga
jabatannya: anggota Dewan Negara, komandan pengawal
kekaisaran, dan jenderal angkatan bersenjata.
Pada titik ini Jepang berada di tengah perubahan lain
yang hiruk-pikuk. Sebuah undang-undang sudah diberlakukan pada akhir 1872 untuk membentuk, mengorganisasi,
dan melatih tentara nasional yang modern. Gagasannya,
yang muncul segera setelah restorasi, jelas: Jepang
memiliki jumlah petani yang besar yang telah kehilangan
senjata karena Perburuan Pedang Besar-besaran pada
1587, terutama karena mereka telah terbukti merupakan
bahaya bagi pemerintah bila mereka ditindas. Hampir
selama 300 tahun sejak itu mereka dipertahankan di
posisi mereka oleh para tuan feodal dan samurai
berpedang. Namun secara militer mereka adalah potensi
sumber daya yang besar, sebagaimana diketahui oleh
mereka yang pernah ke Eropa atau mempelajari sumber
Eropa. Bangsa Prusia baru saja membuktikan betapa
240 Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
efektifnya tentara petani yang terlatih dengan baik
dengan meraih kemenangan yang mencengangkan atas
Prancis pada 1870-71. Jadi kini petani harus dimanfaatkan,
dengan memperkenalkan dinas militer universal. Setiap
laki-laki pada usia 20 tahun memenuhi syarat untuk berdinas selama tiga tahun, menciptakan angkatan bersenjata
berkekuatan 31.000 di masa damai, meningkat menjadi
46.000 pada masa perang. Sebagai tambahan, petani
juga akan berada dalam pasukan pengawal kekaisaran
dengan kekuatan 4.000 personel. Tentu saja samurai
berkeberatan, karena proyek itu mengancam seluruh
etos mereka, keyakinan bahwa hanya merekalah yang
semestinya menyandang senjata. Banyak petani juga
berkeberatan, karena hal itu akan membuat keluarga
kehilangan para pekerja muda yang paling sehat dan
karena mereka takut hal itu akan mengakibatkan naiknya
pajak. Namun di sisi lain sejumlah besar petani dan
samurai miskin membenci rezim lama, dan ribuan orang
dengan senang hati bergabung dalam angkatan bersenjata
kekaisaran yang baru di bawah komando Saigo pada
perang 1867-68. Jadi, mulai 1876 pelatihan terus berjalan,
di bawah dukungan Prancis (yang menjelaskan adanya
tampilan bergaya Prancis pada seragam Jepang).
Tentara baru itu dibenci sekaligus juga diperlukan,
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan sosok sentralnya adalah Saigo. Para samurai melihatnya
dan mencurahkan rasa tertekan mereka. Di sisi lain,
Saigo sendiri melihat bahwa tentara nasional diperlukan
untuk menangani dua krisis, yang sama-sama memberi
pertanda akan terjadinya perang.
Yang pertama melibatkan Taiwan. Lima puluh empat
pelaut dari kepulauan Ryukyu"rantai dari Okinawa ke
Amami Oshima"telah dihabisi di sana ketika kapal
mereka terombang-ambing, dan dibunuh oleh penduduk
241 John Man setempat. Taiwan, seperti kepulauan Ryukyu, diklaim
oleh China, walaupun China tidak pernah melakukan
banyak hal dengan keduanya. Satsuma secara de facto
menguasai Ryukyu selama 250 tahun, tanpa banyak
masalah. Tetapi sekarang, tentu saja, kepemilikan terakhir
diklaim oleh pemerintah kekaisaran baru Jepang"klaim
yang tidak diakui China. Jadi, para pejabat Jepang memperluas klaimnya: bila China tidak dapat mengendalikan
penduduk Taiwan, Jepang yang akan melakukannya.
Singkatnya, kedua pihak bersiap untuk mengangkat
senjata. Benturan tampaknya tak terhindarkan.
Titik kedua yang juga siap meledak adalah Korea.
Karena secara tradisional menyatakan kesetiaan pada
kaisar China, Korea tidak akan mengakui satu kaisar
lagi. Lagi pula, bagi bangsa Korea, Jepang jauh lebih
berjarak dibanding diri mereka dari China, pusat alam
semesta yang sebenarnya, dan karena itu rakyatnya
hanyalah orang-orang barbar: cerminan dari cara orang
Jepang memandang bangsa Korea.
Biasanya, kedua pandangan yang sangat tidak
bersesuaian ini tersembunyi di bawah permukaan, karena
Korea tidak harus berurusan dengan kaisar tetapi dengan
shogun. Pembedaan ini memberikan semacam tirai
diplomatik, yang memungkinkan dibangunnya hubungan
melalui kantor setempat di Korea yang dijalankan oleh
bangsa Jepang dari pulau Tsushima. Ketika shogun lenyap
tirai diplomatik ini pun menghilang, dan terkuaklah
kenyataan mengenai kekaisaran yang baru. Jepang
mengirim tiga misi ke Korea untuk mencoba membuka
pembicaraan, tetapi mereka ditolak. Korea, seperti juga
China, menolak mengakui rezim baru di Tokyo"karena
ia, boleh disebut, dikepalai oleh kaisar "palsu", satusatunya yang asli berada di Beijing. Di Tokyo, hal ini
242 Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
dipandang sebagai penghinaan yang tak terkira, sehingga
tanggapan yang paling tepat adalah pernyataan perang.
Jepang sangat memerlukan tangan yang kokoh, tetapi
tidak ada sama sekali, bahkan juga tidak di antara mereka
yang sedang berada di Amerika bersama misi Iwakura.
Misi itu sendiri membingungkan, karena sebagian dari
anggotanya ingin merevisi Perjanjian Tidak Setara, padahal
telah sepakat sebelum berangkat untuk tidak melakukannya. Okubo melakukan perjalanan kembali ke tanah air
dari Washington untuk bertanya apakah pemerintah
sementara di Tokyo akan mengatakan "ya". Jawabannya,
yang sangat memalukan bagi semua orang, adalah "tidak".
Kehilangan muka membuat delegasi terpecah: sebagian
anggota meneruskan perjalanan, berwisata sendiri-sendiri,
dan yang terakhir kembali ke tanah air tiba hampir dua
tahun setelah mereka berangkat.
Beban utama Saigo tetaplah Hisamitsu, yang muncul
di Tokyo pada 23 April 1873 ditemani pengawal sebanyak
250 orang berkepala plontos dan membawa pedang.
Terlepas dari tampang mereka yang menakutkan, satusatunya yang tidak menyenangkan adalah tindakan kasar
Hisamitsu yang terus-menerus, yang disebut Saigo dengan
"tingkah kekanakan". Betapa sangat berbeda dari
kesantunan dan sikap anggun seorang kaisar! Saigo
semakin mengaguminya"tapi ini menjadi penyebab
tekanan yang lain, karena kesetiaannya terbagi antara
kaisar yang ia cintai dan tuan yang ia benci. (Sebenarnya,
konflik ini paling tidak tak akan berlangsung lama.
Hisamitsu akan menempati posisinya hanya selama dua
tahun, sampai 1875, saat ia dipecat dan kembali ke
Kagoshima, tempat ia menghabiskan 12 tahun penuh
perangai buruk sampai hari kematiannya.)
243 John Man Konflik kesetiaan yang lain muncul dalam perihal
Amami Oshima. Di Kagoshima, kelas samurai, yang
tengah mencari-cari sumber penghasilan baru"karena
kebanyakan membenci perdagangan, bisnis, dan pertanian"kembali ke gagasan untuk memanfaatkan industri
tebu di pulau itu. Monopoli wilayah lama telah diprivatisasi, memungkinkan keuntungan perusahaan
dibayarkan kepada para samurai pemegang saham. Saigo
setuju, karena hal itu akan membantu samurai"tetapi
ingin kesepakatan ini dirahasiakan, kalau-kalau
kementerian keuangan berminat untuk mengenakan
pajak pada perusahaan itu. Namun perusahaan itu
membuat hidup penduduk pulau terasa lebih berat lagi
karena membayar upah mereka dengan lebih sedikit
beras. Mereka meminta mantan pengawal Saigo di
Okinoerabu untuk turun tangan membantu mereka,
yang memang dilakukannya, dengan membuat nilai tukar
tebu-beras membaik"sehingga mengungkapkan persis
apa yang ingin disembunyikan Saigo. Eksploitasi petani,
diikuti kurangnya keterbukaan, lalu pengungkapan
aktivitas komersial: tampaknya tidak mungkin menghindar
dari pengkhianatan bila Anda adalah seorang politikus.
Ini semua terlalu berat bagi kesehatan Saigo. Ia
mengalami rasa sakit pada jantungnya disebabkan oleh
arteriosklerosis. Yang ia perlukan, kata dokter pribadi
kaisar, seorang tentara ahli bedah berkebangsaan Jerman
Theodor Hoffmann, adalah olahraga dan diet rendah
lemak. Ia bersama adiknya pindah ke pinggir kota dengan
banyak pohon dan dedaunan, di mana ia dapat berjalanjalan, berburu kelinci dengan anjingnya, dan memulihkan
diri. Ia menyenangi kegiatan ini. Ia menulis betapa ingin
meninggalkan "air keruh" kota dan pemerintah dan
menemukan kedamaian dalam "air jernih" masa pensiun.
244 Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
Sementara itu, krisis Korea meledak menjelma badai.
Pemimpin Korea setempat di Pusan murka mengetahui
pebisnis Jepang berpura-pura menjadi pejabat dari
Tsushima, dan lebih lagi dengan berpakaian ala barat. Ia
memutuskan hubungan, menuduh Jepang tidak mematuhi
hukum. Sejumlah anggota dari dewan kerajaan Jepang
terkejut atas penghinaan ini, dan sebagian lagi segera
mengirim kapal dan pasukan, sebuah langkah yang
mungkin sekaligus menghasilkan keuntungan mengintimidasi Rusia berambisi menguasai Timur Jauh.
Walaupun begitu, Saigo tetap mengusulkan langkah
diplomatik, kalau usulan provokatif semacam ini bisa
disebut diplomatik. Ia mengatakan bahwa ia mau menjalani
misi ke Korea secara pribadi. Kepada kabinet dia mengklaim bahwa tujuan misinya ini adalah penuh damai.
"Sama sekali bukan langkah yang baik untuk mengirim
pasukan. Langkah demikian dapat menimbulkan
peperangan, dan hal itu akan bertentangan dengan tujuan
sejati kita. Karena itu, hal yang paling pantas untuk
dilakukan pada titik ini adalah mengirim utusan" Kita
harus mencoba mewujudkan tujuan awal kita, yakni
membangun persahabatan yang kokoh dengan Korea."
Namun secara pribadi tujuan yang ada di benaknya
agak berbeda. Ia ingin mengetahui kebenaran tentang
Korea, walaupun hal itu berarti perang. Demi tujuan itu
ia akan mempertaruhkan hidupnya, karena sangat
mungkin orang Korea bakal membunuhnya. Ia tidak
tahu apa maksud mereka; tidak merasa yakin apakah
Korea benar-benar bermaksud menghina; tidak memiliki
firasat apakah perang atau damai yang lebih mungkin
terjadi"tetapi siap untuk menggunakan dirinya sebagai
katalisator. Ia mengadaptasi argumen yang ia gunakan
ketika berhadapan dengan Choshu: tujuannya benar,
245 John Man patut dibayar dengan kematian, dan bila Korea membunuhnya ini akan menjadi pembenaran untuk mengawali
perang; samurai akan marah dan lupa akan keluhan
mereka, Jepang akan berperang dan meraih kemenangan
gegap gempita, dan ia, Saigo, akan membayar tebusan
sebagai satu-satunya hal yang bisa dilakukan seorang
samurai untuk memperbaiki dosa-dosanya"atas kematian
Gessho, atas kegagalannya sendiri untuk menyudahi
hidup, karena membiarkan penghapusan hak istimewa
samurai. Singkatnya, ia siap untuk mati sebagai martir.
Ia menulis kepada penyokong aksi militer yang paling
lantang, Itagake Taisuke: "Jika kita mengirim utusan
resmi ke sana, saya perkirakan bangsa Korea tetap akan
membunuhnya, dan saya memohon Anda mengirimku.
Saya tidak bisa menjadi diplomat ulung seperti Soejima
(Taneomi, menteri luar negeri), tetapi bila ini hanya soal
mati, itu sangat bisa saya tangani. Karena itu saya
berharap Anda akan mengirim saya."
Apakah ia mencari perang atau damai" Ia siap untuk
keduanya. Yang ia inginkan adalah mementaskan sebuah
drama untuk mengungkapkan maksud bangsa Korea
sesungguhnya, dan kebenaran itu akan menentukan
kebijakan. Bila mereka bicara, itu artinya damai; bila
mereka membunuhnya, itu artinya perang. Dengan satu
gebrakan, secara harfiah"atau tidak"persoalan akan
terselesaikan. Cukup sudah bicara! Tindakan adalah
segalanya, bila dilakukan dengan integritas. Bagi dirinya
sendiri, ia benar-benar tidak peduli apakah ia tetap
hidup atau mati?"hanya soal mati"! Pilihan yang mana
pun, ia akan mendapat kedamaian hati dan, seperti
ditulisnya, "sepenuhnya tak peduli."
Tetap sulit untuk mengetahui apa yang dapat ditarik
dari ini semua, karena kepentingan nasional"masih
246 Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
tidak jelas pada titik ini"bercampur dengan agenda
pribadi dan politik kekuasaan. Saigo kelihatannya tidak
berkeberatan mengatakan hal berbeda pada orang yang
berbeda, bergantung pada apa yang ia pikir akan
meyakinkan mereka. Namun apa yang menerobos dengan
penuh kekuatan adalah ciri kebanyakan pemimpin:
penyamaan kepentingan nasional dengan egonya sendiri.
Ia ingin mewujudkan integritas negara dengan mewujudkan
integritasnya sendiri. Ini adalah cita-citanya yang tak
berubah. Bila hal ini membawa kedamaian, bagus; bila
tidak, ya, bagus juga. Tidak masalah baginya konsekuensi
jangka panjang seperti apa yang akan terjadi: yaitu,
kematiannya sendiri; krisis internal dan internasional;
perang, dengan kematian ribuan rakyat Jepang dan
Korea yang tak bersalah; barangkali juga hancurnya
stabilitas seluruh kawasan, dengan Rusia dan China
mulai tertarik masuk. Jadi, apa harga integritasnya itu"
Ia terikat pada roda api, bertindak demi kebaikan
(sebagaimana dipahaminya) namun, tanpa pikir panjang,
mau melepaskan kejahatan besar, semuanya karena ia
bertekad untuk menampilkan dirinya sebagai perwujudan
kebajikan. Tentu saja, kebaikan jangka pendeklah yang ia tekankan
pada dewan, disertai semangat yang sedang menguasai
zaman. Pada prinsipnya, dewan mendukungnya, dengan
konfirmasi tertunda. Tak ada hal lain (kecuali peristiwa yang masih akan
terjadi) yang dengan lebih baik dapat mengungkapkan
betapa luar biasanya karakter Saigo. Bagaimana menjelaskan kesiapan menghadapi kematian seperti ini,
seakan-akan ia sedang bermain rolet Rusia dengan
berbagai peristiwa sebagai pistol" Ini mungkin merupakan
cara melarikan diri dari berbagai paradoks tidak ter247
John Man tanggungkan yang disebabkan oleh keyakinan dan aksinya.
Walaupun sangat konservatif, ia juga berada di titik
depan perubahan: meski bersifat feodal dalam hal
kesetiaan, dia membantu menghapus feodalisme; meski
seorang samurai yang mencintai samurai dan tradisi
mereka, ia turut menandatangani undang-undang yang
mengakhiri supremasi panjang mereka; meski bertekad
mengusir kaum barbar barat, ia menerima pelbagai
manfaat yang mereka bawa. Ini semua adalah ketegangan
yang tidak dapat ia pecahkan. Yang dapat ia lakukan
adalah menghindari itu semua dengan mati dalam dua
tujuan terhormat"kebenaran, dan entah damai atau
perang, yang terakhir menawarkan peluang bagi kaum
samurai muda untuk menghidupi tradisi mereka dengan
cara menaklukan Korea. Tingginya gairah Saigo, ketakterdugaannya yang
meledak-ledak, kekuatan komitmennya, tekadnya untuk
melaksanakan sesuatu sampai akhir, integritas obsesifnya,
kedalaman pengetahuannya"semuanya menyatu dalam
syair yang ia tulis dalam bahasa China ketika ia pikir
sebentar lagi ia akan berangkat ke Korea.
Udara kejam musim panas telah lewat berganti udara musim
gugur nan cerah dan segar;
Mencari udara sejuk aku pergi ke ibu kota Silla (Korea).
Aku harus memperlihatkan keteguhan Su Wu melalui
kehampaan bertahun-tahun.
Bisakah aku meninggalkan nama seagung Yan Zhenqing.
Yang ingin kukisahkan pada turunanku, akan kuajarkan
tanpa kata. (terj. Ravina) Rujukan-rujukannya menunjukkan pengetahuan
mendalam tentang sejarah China pada abad ke-2 dan
248 Sang Revolusioner yang Tak Bahagia
abad ke-3 SM. Su Wu adalah seorang komandan China
yang terkenal karena pernah memimpin serombongan
utusan ke "bangsa barbar di utara", bangsa Xiongnu,
yang memerintah kekaisaran di utara Tembok Raksasa
(memang, sebagian Tembok China dibangun untuk
mencegah mereka masuk). Ia ditangkap dan dijadikan
sandera. Ia mencoba bunuh diri namun dirawat sampai
sehat kembali, dan kemudian disiksa, kelaparan, dan
Samurai Terakhir Sang Pahlawan Pemberontak Samurai The Last Warrior Karya John Man di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dipaksa menjadi seorang gembala. Akhirnya, setelah
sembilan belas tahun, ia kembali pulang. Dalam sejarah
dan kesenian China, ia menjadi lambang pengabdian
penuh kesetiaan dalam menghadapi rintangan luar biasa
dan tema favorit dalam drama, syair, dan lagu. Yan
Zhenqing (abad ke-8) masyhur sebagai gubernur kota
yang setia pada dinasti Tang dan sebagai seorang ahli
kaligrafi. Dan akhirnya, Saigo bertujuan mencapai reputasi
abadi dalam keteguhan, kesetiaan, dan kecakapan artistik
tidak melalui rangkaian kata atau kemampuan administratif
tetapi"seperti selama ini terjadi"melalui tindakan,
tebasan pedangnya yang mantap memotong perangkap
kenyataan. Dalam peristiwa ini, tindakan yang ia ambil
Sepotong Hati Yang Baru 3 Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lembah Naga 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama