Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Karya Dan Brown Bagian 3
Lima kiloton. Jadilah cahaya.
Dua orang paramedis mengenakan pakaian putih muncul sambil berlari menyeberangi atrium. Mereka berlutut di sisi Kohler kemudian memasangkan topeng oksigen pada wajahnya. Para ilmuwan ya
ng berada di gang itu berhenti dan kembali berdiri.
Kohler menghirup napas panjang dua kali, lalu menyingkirkan itu dari mulutnya. Kemudian dengan masih megap-megap, Dia menatap Vittoria dan Langdon lalu berkata pendek, "Roma."
"Roma"" tanya Vittoria. "Antimateri itu ada di Roma" Siapa yang menelepon""
Wajah Kohler berkerut, mata kelabunya berair. "... Swiss." Dia tersedak ketika mengucapkan kata-katanya. Paramedis lalu memasang kembali topeng oksigen itu di wajahnya. Ketika mereka bersiap untuk membawanya pergi, Kohler mengulurkan tangannya dan meraih lengan Langdon.
Langdon mengangguk. Dia mengerti.
"Pergilah .... " Kohler bersuara serak di balik topengnya.
"Pergilah ... telepon aku.... " Lalu paramedis itu mendorongnya
pergi. Vittoria berdiri terpaku sambil memandang lantai, lalu menatap Kohler yang tengah dibawa pergi. Dia kemudian berpaling memandang Langdon. "Roma" Tetapi... apa hubungannya dengan Swiss""
Langdon meletakkan tangannya di atas bahu Vittoria dan berbisik lembut. "Garda Swiss. Mereka adalah pengawal tersumpah di Vatican City."
31 MESIN PESAWAT TERBANG X-33 bergemuruh di angkasa dan menuju ke selatan, ke Roma. Di dalamnya, Langdon duduk dalam keheningan. Lima belas menit terakhir terasa kabur baginya. Sekarang, dia selesai memberikan keterangan singkat pada Vittoria tentang Illuminati dan sumpah mereka untuk melawan Vatican, suasana di ruangan itu menjadi seperti tenggelam.
Apa yang sedang kulakukan" Langdon bertanya-tanya. Aku seharusnya pulang ke rumah begitu ada kesempatan! Tapi jauh di lubuk hatinya, dia tahu dirinya tidak akan mendapatkan kesempatan itu.
Seharusnya dia pulang ke Boston. Walau begitu, kekaguman akademisnya memintanya untuk bersikap bijaksana. Segala yang pernah dipercayainya tentang kematian kelompok Illuminati tibatiba seperti hendak runtuh. Sebagian dari dirinya rnenginginkan bukti. Penegasan. Tapi ada juga panggilan hati nurani. Dengan Kohler yang merana karena sakit dan Vittoria yang sendirian, Langdon tahu apa yang diketahuinya tentang Illuminati dapat membantu mereka. Langdon merasa memiliki kewajiban moral untuk tetap tinggal.
Tapi ternyata masih ada alasan yang lain lagi. Walau Langdon merasa malu untuk mengakuinya, ketakutannya yang terbesar ketika mendengar tentang tempat antimateri ditemukan bukan hanya menyangkut nasib orang-orang yang berada di Vatican City, tapi juga sesuatu hal yang lain. Seni.
Koleksi benda-benda seni terbesar di dunia sekarang sedang berada di atas sebuah bom waktu. Di dalam 1.407 ruangan yang terdapat di Museum Vatican, tersimpan 60.000 benda seni berharga seperti karya-karya Michaelangelo, da Vinci, Bernini, dan Botticelli. Langdon bertanya-tanya apakah semua benda seni itu bisa diselamatkan untuk menghadapi situasi terburuk. Dia tahu itu tidak mungkin. Banyak dari benda-benda seni tersebut adalah patung-patung yang beratnya berton-ton. Belum lagi harta terbesar yang merupakan arsitektur bangunan dengan sejarah yang panjang, seperti Kapel Sistina, Basilika Santo Petrus, tangga spiral terkenal karya Michaelangelo menuju Museo Vaticano yang merupakan pernyataan kejeniusan seorang anak manusia. Langdon bertanya berapa lama lagi waktu yang mereka miliki sebelum tabung perangkap itu meledak.
"Terima kasih kamu mau ikut," kata Vittoria, suaranya terdengar tenang.
Langdon terjaga dari lamunannya. Dia lalu mendongak dan menatap Vittoria yang duduk di depannya. Walau kabin itu terang benderang tapi Langdon seperti bisa melihat aura ketenangan memancar dari perempuan itu. Napasnya tampak lebih panjang sekarang, seolah cahaya penjagaan dirinya telah dinyalakan kembali di dalam tubuhnya. Kini wajah itu memancarkan sebuah keinginan untuk mencari keadilan dan membalas budi yang didorong oleh cinta seorang anak kepada ayahnya.
Vittoria tidak punya waktu untuk berganti pakaian dari celana pendek dan blus tanpa lengannya itu. Dan sekarang kakinya yang berwarna kecokelatan tampak merinding kedinginan karena udara di dalam pesawat. Secara naluriah Langdon melepas jasnya dan menawarkannya pada Vittoria.
"Kesopanan ala Amerika"" tanya Vittoria
ketika menerima jas tersebut. Matanya menyiratkan rasa terima kasih.
Pesawat itu berguncang ketika melewati beberapa turbulensi sehingga membuat Langdon merasa cemas. Kabin tanpa jendela itu kembali terasa menekan, dan Langdon mencoba untuk membayangkan dirinya sedang berada di lapangan terbuka. Tapi pemikiran tentang lapangan terbuka itu ternyata terasa ironis baginya. Dia sedang berada di sebuah lapangan terbuka ketika kecelakaan traumatis itu terjadi. Kegelapan yang pekat itu. Langdon mengusir kenangan itu dari benaknya. Itu hanyalah kisah di masa lalu.
Vittoria sedang menatapnya. "Kamu percaya Tuhan, Pak
Langdon"" Pertanyaan itu mengejutkan Langdon. Kejujuran yang terpancar dari suara Vittoria bahkan lebih memesona daripada pertanyaan itu sendiri. Apakah aku percaya pada Tuhan" Dia berharap mereka berbincang dengan topik yang lebih ringan dalam perjalanan ini.
Orang yang suka pada teka-teki permainan kata spiritual, pikir Langdon. Begitulah teman-temanku menyebutku. Walaupun dia mempelajari agama selama bertahun-tahun, Langdon bukanlah orang yang religius. Dia memang menghormati kekuatan yan& didapat dari keyakinan, kebajikan gereja, kekuatan yang diberikan agama bagi banyak orang ... tapi ada yang menghalanginya; kesangsian intelektualnya yang kuat saat dia mulai ingin benar-benar percaya. "Saya ingin memercayai Tuhan," Langdon mendengar kata-katanya sendiri.
Tanggapan Vittoria tidak mengandung penilaian ataupun tantangan. "Jadi, mengapa kamu tidak percaya""
Langdon tertawa. "Yah, tidak semudah itu. Untuk percaya, kita membutuhkan lompatan kepercayaan, penerimaan terhadap
keajaiban-gambaran besar dan campur tangan Tuhan. Lalu ada peraturan yang harus kita taati. Alkitab, Alquran, kitab Buddha ... semuanya itu memiliki persyaratan dan hukuman yang sama. Menurut mereka, kalau aku tidak menaati aturan tertentu, maka aku akan masuk neraka. Aku tidak dapat membayangkan Tuhan yang berkuasa dengan cara seperti itu."
"Kuharap kamu tidak membiarkan mahasiswamu memberikan jawaban kosong untuk mengelak dari pertanyaan seperti tadi."
Komentar itu mengejutkan Langdon. "Apa""
"Pak Langdon, aku tidak menanyakan apakah kamu percaya pada apa yang dikatakan orang tentang Tuhan. Aku bertanya apakah kamu percaya pada Tuhan. Ada perbedaannya. Kitab-kitab suci itu adalah kumpulan cerita ... legenda dan sejarah dari pencarian manusia untuk memahami kebutuhan diri mereka sendiri akan arti. Aku tidak memintamu untuk menilai literatur. Aku hanya bertanya padamu apakah kamu percaya pada Tuhan. Ketika kamu berbaring sambil memandang langit yang ditaburi bintang, apakah kamu merasakan keagungan Tuhan" Apakah kamu merasa di dalam hatimu kalau kamu sedang menatap karya Tuhan""
Untuk sesaat Langdon memikirkan perkataan Vittoria tadi. "Maaf, kalau aku terlalu ingin tahu," kata Vittoria menyesal.
"Tidak, aku hanya .... "
"Pasti kamu sering memperdebatkan isu mengenai kepercayaan dengan mahasiswamu."
"Selalu." "Kamu pasti sering berpura-pura menjadi provokator yang selalu memanaskan perdebatan."
Langdon tersenyum. "Kamu pasti seorang guru juga."
"Bukan, tetapi aku belajar dari ahlinya. Ayahku dapat memperdebatkan dua sisi dari Mobius Strip."
Langdon tertawa, sambil membayangkan karya seni Mobius Strip yang berupa pelintiran dari secarik kertas berbentuk pita vane sesungguhnya hanya memiliki satu sisi. Langdon pertama kali melihat bentuk bersisi tunggal itu dalam sebuah karya M.C. Escher. "Boleh aku menanyakan sesuatu padamu, Nona Vetra""
"Panggil aku Vittoria. Sebutan Nona Vetra membuatku merasa tua.
Langdon mendesah diam-diam, tiba-tiba menyadari usianya sendiri. "Vittoria, namaku Robert." "Apa pertanyaanmu""
"Sebagai seorang ilmuwan dan putri dari seorang pastor Katolik, apa pendapatmu tentang agama""
Vittoria berhenti sejenak, lalu menyingkirkan sekumpulan rambut dari matanya. "Agama seperti bahasa atau pakaian. Kita terpengaruh oleh praktik keagamaan tertentu yang diajarkan kepada krta sejak kecil. Tapi pada akhirnya, kita menyatakan hal yang sama; hidup memiliki artinya tersendiri dan kita merasa berterima n kepada keku
atan yang sudah menciptakan kita."
Langdon merasa tertarik. "Jadi kamu ingin mengatakan bahwa apa pun agamamu, Kristen atau Islam, itu hanya ditentukan oleh tempat kelahiranmu""
"Bukankah memang demikian" Lihat saja penyebaran agama di seluruh dunia ini."
"Jadi, iman itu tidak disengaja""
"Bukan begitu. Keimanan itu universal. Tapi cara kita memahaminya tidak seragam. Ada yang berdoa kepada Yesus, ada yang pergi ke Mekah, beberapa orang mempelajari partikel subatomik. Pada akhirnya kita semua hanya mencari kebenaran sesuatu yang lebih besar dari kita sendiri."
Langdon berharap mahasiswanya dapat mengungkapkan pendapat mereka sejelas ini. Bukan. Sesungguhnya dia yang berharap dirinya bisa mengungkapkan pendapatnya sejelas ini. "Dan Tuhan"" tanyanya lagi. "Kamu percaya pada Tuhan""
Vittoria lama terdiam. "Ilmu pengetahuan mengatakan padaku bahwa Tuhan itu pasti ada. Pikiranku mengatakan kalau aku tidak akan pernah mengerti Tuhan. Dan hatiku mengatakan kalau aku tidak ditakdirkan."
Jadi singkatnya apa" pikir Langdon. "Jadi, kamu percaya Tuhan itu ada, tetapi kita tidak akan pernah memahami-Nya (Him)."
"Her," kata Vittoria sambil tersenyum. "Suku Indian Amerika itu benar."
Langdon tertawa. "Ibu Bumi."
"Gaea. Planet ini adalah sebuah organisme. Kita semua adalah sel-sel dengan tujuan yang berbeda. Tapi kita saling berkaitan. Saling melayani. Melayani keseluruhan."
Langdon menatap Vittoria dan dia merasakan desiran yang belum pernah dirasakannya sejak lama. Ada kejernihan yang memikat dalam sorot matanya ... ada kemurnian dalam suaranya. Langdon semakin tertarik dengan putri Leonardo Vetra ini.
"Pak Langdon, saya ingin menanyakan sesuatu."
"Robert," kata Langdon. Sebutan Pak Langdon membuatku merasa tua. Aku memang sudah tua!
"Jika kamu tidak keberatan dengan pertanyaanku, Robert. Bagaimana kamu bisa terlibat dengan Illuminati""
Langdon jadi ingat akan sesuatu di masa lalu. "Sebenarnya itu karena uang."
Vittoria tampak kecewa. "Uang" Maksudmu karena kamu memberikan konsultasi, begitu""
Langdon tertawa ketika menyadari bagaimana kesan jawaban itu terlihat. "Bukan begitu. Maksudnya adalah uang dalam desain yang tertera di uang." Dia lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan beberapa lembar uang. Dia kemudian menemukan lembaran satu dolar. "Aku menjadi kagum dengan kelompok itu ketika aku pertama kali mengetahui bahwa mata uang Amerika Serikat memuat simbologi Illuminati."
Mata Vittoria menyipit, sepertinya dia tidak tahu apakah dia harus menganggap Langdon serius atau tidak.
Langdon memberikan uang itu padanya. "Lihatlah bagian belakangnya. Kamu lihat Great Seal di sebelah kiri""
Vittoria membalik lembaran satu dolar itu. "Maksudmu, piramida itu""
"Piramida itu. Kamu tahu apa hubungan piramida dengan sejarah Amerika Serikat""
Vittoria mengangkat bahunya.
"Tepat," kata Langdon. "Sama sekali tidak ada."
Vittoria mengerutkan keningnya. "Jadi, kenapa simbol itu berada di tengah-tengah Great Seal uang dolar Amerika""
"Sejarahnya agak menakutkan," jawab Langdon. "Piramida itu adalah simbol gaib yang menggambarkan pemusatan pandangan ke atas, ke arah sumber utama pencerahan. Illumination. Lihat benda apa yang ada di puncaknya""
Vittoria mengamati uang kertas itu. "Sebuah mata di dalam sebuah segitiga."
"Itu disebut trinacria. Pernah melihat mata di dalam segitiga seperti itu di tempat lain""
Vittoria terdiam sejenak. "Sebenarnya pernah juga, tetapi aku tidak yakin .... "
"Itu merupakan hiasan yang terdapat di pondok-pondok kelompok Mason di seluruh dunia."
"Jadi itu simbol kelompok Mason""
"Sebenarnya, bukan. Itu simbol milik Illuminati. Mereka menyebutnya 'delta berkilau', sebutan bagi perubahan yanp mendapat pencerahan. Mata itu melambangkan kemampuan Illuminati untuk menyusup dan mengamati segala hal. Segitiga berkilauan itu menggambarkan pencerahan. Dan segitiga juga merupakan huruf Yunani, delta, yang merupakan simbol matematika-"
"Perubahan. Perpindahan."
Langdon tersenyum. "Aku lupa kalau aku sedang berbicara dengan seorang ilmuwan."
"Jadi, maksudmu Great Seal dolar Amerika Serikat adalah seruan
bagi perubahan yang mendapat pencerahan, perubahan yang melihat semuanya""
"Beberapa orang menyebutnya Tata Dunia Baru."
Vittoria tampak terkejut. Dia menatap ke bagian bawah uang kertas itu sekali lagi. "Tulisan di bawah piramida itu mengatakan Novous Ordo..."
"Novous Ordo Seclorum" tambah Langdon. "Artinya Orde Sekuler Baru."
"Sekuler itu berarti tidak religius""
"Sangat tidak religius. Kalimat itu tidak saja mengatakan tujuan Illuminati dengan jelas, tetapi juga secara langsung bertentangan dengan kalimat di sampingnya. Kepada Tuhan, Kita Percaya."
Vittoria tampak bingung. "Tetapi bagaimana simbologi ini bisa tercetak di salah satu mata uang kuat dunia""
"Sebagian besar akademisi percaya hal itu terjadi karena campur tangan Wakil Presiden Henry Wallace. Dia adalah anggota tingkat atas kelompok Mason dan pasti mempunyai hubungan dengan Illuminati. Entah dia memang seorang
anggota atau secara tidak sengaja berada di bawah pengaruh mereka, tidak seorangpun yang tahu. Tetapi Wallace-lah yang mengajukan rancangan Great Seal itu kepada Presiden."
"Tapi bagaimana bisa" Kenapa Presiden menyetujui untuk-"
"Presiden yang berkuasa ketika itu adalah Franklin D. Rosevelt. Wallace cuma mengatakan kepadanya kalau Novous Ordo Riorum itu berarti New Deal."
Vittoria tampak ragu. "Dan Roosevelt tidak memperlihatkannya pada orang lain sebelum memerintahkan bendahara negara untuk mencetaknya""
"Tidak perlu. Roosevelt dan Wallace seperti bersaudara."
"Saudara""
"Periksa lagi buku-buku sejarahmu," kata Langdon sambil tersenyum. "Franklin D. Roosevelt adalah anggota Mason yang ternama."
32 LANGDON MENAHAN NAPASNYA ketika pesawat X-33 terbang berputar-putar menuju ke arah Bandara Internasional Leonardo da Vinci di Roma. Vittoria duduk di seberang Langdon, matanya tertutup seolah mencoba mengendalikan keadaan. Pesawat itu menyentuh daratan dan berjalan perlahan memasuki hanggar pribadi.
"Maaf, tadi kita terbang begitu lambat," kata si pilot ketika keluar dari kokpit. "Aku harus merampingkan bagian belakangnya. Tahu sendirilah. Peraturan kebisingan untuk daerah berpenduduk."
Langdon melihat jam tangannya.
Mereka terbang selama 37 menit.
Pilot itu membuka pintu. "Ada yang mau memberitahuku apa yang sedang terjadi""
Baik Vittoria maupun Langdon tidak menjawabnya.
"Baiklah," kata pilot itu sambil menggeliat. "Aku akan menunggu kalian di kokpit sambil menyalakan AC dan musik kesukaanku. Hanya aku dan Garth."
Matahari sore hari bersinar di luar hanggar. Langdon menyandang jas wolnya di atas bahunya. Vittoria menengadahkan wajahnya ke langit dan menarik napas dalam, seolah sinar matahari mampu mengirimkan energi mistis tambahan untuknya.
Dasar orang Mediterania, kata Langdon geli. Dia sendiri sudah mulai berkeringat.
"Agak terlalu tua untuk menyukai tokoh kartun, bukan"" tanya Vittoria tanpa membuka matanya.
"Maaf"" "Jam tanganmu. Aku melihatnya ketika kita di pesawat."
Langdon agak malu. Dia sudah terbiasa untuk membela jam tangannya itu. Ini adalah jam tangan Mickey Mouse edisi kolektor yang dihadiahkan orang tuanya ketika dia masih kecil. Walau gambar Mickey yang merentangkan lengannya sebagai penunjuk waktu itu terlihat culun, tapi itu adalah satu-satunya jam tangan yang dimilikinya. Jam tangan itu tahan air dan menyala dalam gelap. Jadi, cocok untuk dibawa berenang atau ketika melintasi jalanan kampus yang gelap. Ketika mahasiswa Langdon mempertanyakan selera fesyennya, dia hanya mengatakan kepada mereka bahwa jam tangan Mickey Mouse-nya itu mengingatkannya untuk tetap berjiwa muda.
"Pukul enam," kata Langdon.
Vittoria mengangguk, matanya masih tertutup. "Kukira jemputan kita sudah tiba."
Langdon mendengar suara menderu dari kejauhan. Dia lalu mendongak dan merasa kalau kesialan kembali menghampirinya. Dari sebelah utara, sebuah helikopter mendekat dan berayun rendah di atas landasan. Langdon sudah pernah naik helikopter satu kali ketika berada di Lembah Andean Palpa untuk melihat gambar pasir di Nazca. Seingatnya, dia tidak menikmatinya sama sekali. Baginya helikopter adalah kardus sepatu yang bisa terban
g Setelah sepagian terbang dengan pesawat, dia berharap kali im Vatican akan mengirim mobil untuk mereka.
Tapi tampaknya tidak. Helikopter itu melambatkan kecepatannya, berputar-putar sesaat, lalu mendarat di atas landasan di depan mereka. Pesawat itu berwarna putih dan bagian sisinya dihiasi lambing yang terdiri atas dua kunci menyilang di depan sebuah tameng dan mahkota kepausan. Langdon mengenali simbol itu dengan baik. Itu adalah stempel tradisional Vatican, simbol keramat Holy See atau tahta suci. Tahta itu secara harfiah menggambarkan tahta kuno milik Santo Petrus.
Helikopter Suci, erang Langdon sambil menatap pesawat tersebut mendarat. Dia lupa kalau Vatican memiliki salah satu helikopter seperti ini yang digunakan oleh Paus untuk pergi ke bandara, menghadiri rapat atau mengunjungi istana musim panas di Gandolfo. Tapi, Langdon tentu saja lebih suka naik mobil.
Pilot itu melompat dari kokpit dan berjalan melintasi landasan.
Sekarang Vittoria yang tampak tidak tenang. "Itukah pilot
kita" Langdon merasakan kecemasannya. "Terbang atau tidak terbang. Itulah pertanyaannya."
Pilot itu tampak seperti mengenakan kostum untuk pementasan karya Shakespeare. Tuniknya yang menggelembung bergarisgaris vertikal berwarna biru terang dan emas. Dia mengenakan celana panjang dan kaus kaki yang khas. Kakinya beralaskan sepatu tanpa tumit berwarna hitam yang terlihat seperti sandal kamar. Dia juga mengenakan baret hitam.
Seragam tradisional Garda Swiss," kata Langdon menjelaskan. "Dirancang sendiri oleh Michaelangelo." Ketika pilot itu berjalan mendekati mereka, Langdon mengedipkan matanya. "Kuakui, ini bukanlah karya terbaiknya."
Walaupun pakaian lelaki itu terlihat dramatis, Langdon tahu kalau pilot ini serius. Dia berjalan mendekati mereka dengan langkah kaku dan gagah seperti anggota Marinir. Langdon pernah beberapa kali membaca tentang persyaratan ketat untuk menjadi anggota Garda Swiss yang elit itu. Direkrut dari salah satu dari empat wilayah Katolik di Swiss, para pelamar harus memiliki persyaratan seperti: lelaki Swiss berusia antara sembilan belas hingga tiga puluh tahun dengan tinggi antara 150 sampai 180 sentimeter bersedia menjalani pelatihan oleh Angkatan Bersenjata Swiss, dan tidak menikah. Dunia mengakui kalau pasukan kerajaan ini adalah kesatuan pengamanan yang paling setia dan berbahaya di dunia.
"Kalian dari CERN"" tanya pengawal itu ketika dia tiba di depan Langdon dan Vittoria. Suaranya kaku.
"Ya, Pak," jawab Langdon.
"Kalian tiba luar biasa cepat," katanya lagi sambil menatap X-33 dengan tatapan takjub. Kemudian dia berpaling pada Vittoria. "Bu, Anda punya baju yang lain""
"Maaf"" Dia lalu menunjuk kaki Vittoria. "Celana pendek tidak diperbolehkan di Vatican City."
Langdon melihat kaki Vittoria sekilas dan mengerutkan keningnya. Dia lupa. Vatican City melarang pengunjung yang mengenakan pakaian yang memperlihatkan paha-baik lelaki maupun perempuan. Peraturan itu merupakan cara untuk memperlihatkan rasa hormat pada kesucian Kota Tuhan ini.
"Hanya ini yang kupunya," jawab Vittoria. "Kami terburuburu." Pengawal itu mengangguk, jelas dia tidak senang. Kemudian dia berpaling pada Langdon. "Apakah kamu membawa senjata""
Senjata" pikir Langdon. Aku bahkan tidak membawa baju dalam untuk ganti. Dia menggelengkan kepalanya.
Petugas itu lalu berjongkok di depan kaki Langdon dan mulai memeriksanya. Petugas itu mulai dari kaus kaki Langdon. Orang yang tak mudah percaya, pikirnya. Tangan pengawal yang kuat itu bergerak ke atas, mendekati selangkangan dan membuat Langdon merasa tidak nyaman. Akhirnya tangan itu bergerak ke atas, ke dada dan bahu Langdon. Petugas itu tampak puas ketika mengetahui kalau Langdon bukan orang yang berbahaya. Dia lalu berpaling pada Vittoria. Dia mengamati kaki Vittoria kemudian matanya bergerak ke bagian dada Vittoria.
Vittoria melotot. "Jangan coba-coba."
Pengawal itu menatapnya dengan tajam dan berusaha mengintimidasi Vittoria. Namun perempuan itu tidak gentar.
"Apa itu"" tanya si pengawal sambil menunjuk ke arah tonjolan berbentuk kotak kecil di balik saku celana pend
ek Vittoria. Vittoria mengeluarkan ponselnya yang sangat tipis. Pengawal itu mengambilnya, lalu menyalakannya dan menunggu nada sambung. Kemudian dia tampak puas ketika mengetahui kalau itu hanya ponsel biasa. Dia lalu mengembalikannya pada Vittoria. Vittoria menerimanya dan memasukkannya kembali ke dalam sakunya.
"Tolong berputar," kata pengawal itu.
Vittoria mematuhinya. Sambil mengangkat tangannya Vittoria berputar 360 derajat.
Kemudian pengawal itu mengamatinya dengan tajam. Menurut Langdon celana pendek dan kemeja Vittoria tidak menonjol pada tempat-tempat yang tidak semestinya.
Tampaknya pengawal itu pun memiliki kesimpulan yang sama.
"Terima kasih. Ayo berjalan ke arah sini."
Helikopter Garda Swiss itu terparkir dengan mesin menyala ketika Langdon dan Vittoria mendekat. Vittoria naik ke dalamnya seperti seorang profesional. Dia bahkan nyaris tidak menundukkan kepalanya ketika berjalan di bawah baling-baling yang sedang berputar. Langdon tidak langsung bergerak.
"Apa tidak ada kemungkinan untuk naik mobil saja"" serunya setengah bergurau kepada petugas Garda Swiss yang sedang memanjat ke tempat duduk pilot.
Lelaki itu tidak menjawab.
Langdon tahu, dengan para pengendara mobil yang seperti orang gila di Roma, terbang mungkin menjadi jalan yang lebih aman. Dia lalu menarik napas panjang dan bergerak naik. Langdon menunduk dengan hati-hati ketika berjalan di bawah baling-baling besar itu.
Ketika pengawal itu mulai bersiap untuk terbang, Vittoria berseru kepada pilot itu. "Kalian sudah menemukan tabung itu""
Pengawal itu menoleh dan tampak bingung. "Tabung apa""
"Tabung itu. Tabung yang membuat kalian menelepon
CERN"" Lelaki itu mengangkat bahunya. "Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan. Kami sangat sibuk hari ini. Komandanku memerintahkan aku untuk menjemput kalian. Itu saja yang kutahu."
Vittoria menatap Langdon dengan tatapan tidak tenang. "Harap pakai sabuk pengaman," kata si pilot ketika mesin helikopter berputar.
Langdon meraih sabuk pengamannya dan mengikat dirinya. Pesawat kecil itu tampak tenggelam di sekitarnya. Kemudian dengan suara mesin menderu, pesawat itu melesat, dan mengarah dengan pasti ke utara, menuju Roma.
Roma ... caput mundi, tempat Caesar pernah berkuasa, tempat di mana Santo Petrus disalib. Tempat di mana masyarakat modern berasal. Dan di pusatnya ... sebuah bom waktu sedang berdetak.
33 ROMA DARI UDARA terlihat menyerupai labirin. Kota itu seperti sebuah jalinan jalan-jalan kuno yang berliku-liku yang dihiasi oleh gedung-gedung, air mancur dan juga reruntuhan bangunan kuno.
Helikopter Vatican itu tetap terbang rendah ketika memotong ke arah barat daya melalui lapisan kabut asap tebal yang dihasilkan oleh kemacetan lalu lintas di bawahnya. Langdon melihat ke bawah ke arah motor-motor vespa, bis-bis wisata, dan sederetan sedan Fiat kecil yang menderu di sekitar bundaran dari segala jurusan. Koyaanisqatsi, pikirnya ketika dia ingat istilah Hopi untuk "kehidupan tanpa keseimbangan".
Vittoria duduk tenang di sebelah Langdon.
Helikopter itu membelok tajam.
Langdon merasa perutnya tertarik turun. Dia lalu menatap jauh. Matanya bertemu dengan reruntuhan Koliseum Roma, don selalu berpendapat Koliseum adalah salah satu ironi seiarah yang paling besar. Sekarang, Koliseum menjadi simbol budaya dan peradaban manusia. Padahal stadium itu dibangun untuk menjadi tempat berlangsungnya kejadian-kejadian barbar dan tidak beradab, seperti singa lapar yang dilepas untuk mencabiki para tawanan, barisan budak berkelahi hingga mati, tempat pemerkosaan perempuan-perempuan cantik yang ditangkap dari negeri yang jauh, juga tempat di mana orang-orang dipenggal atau dikebiri. Ironis sekali, pikir Langdon, atau mungkin juga tepat karena arsitektur Koliseum itu ditiru oleh Harvard's Soldier Field-sebuah lapangan futbal di mana tradisi kuno yang brutal terjadi tiap musim gugur. Di sana penonton menjadi gila dan berteriak-teriak ketika Harvard bertanding melawan Yale dalam pertandingan futbal yang kasar.
Ketika helikopter mengarah ke utara, Langdon melihat Roman Forum-jantung kota Roma sebelu
m Kristen masuk. Pilar-pilar yang rusak tampak seperti nisan-nisan yang bertumpukan di taman pemakaman, seolah menolak untuk ditelan oleh keramaian kota metropolitan di sekelilingnya.
Ke arah barat, sungai Tiber berkelok-kelok membelah kota. Walau melihat dari udara, Langdon dapat mengetahui kalau sungai itu dalam. Arusnya berputar berwarna cokelat penuh dengan lumpur akibat hujan deras.
"Lihat ke depan," kata pilot itu ketika membawa pesawatnya menanjak lebih tinggi.
Langdon dan Vittoria menatap ke luar dan melihatnya. Seperti gunung membelah kabut pagi, sebuah kubah besar mencuat dari keburaman di depan mereka. Kubah besar itu adalah Basilika Santo Petrus.
"Itu baru karya Michaelangelo yang berhasil," kata Langdon kepada Vittoria dengan muka lucu.
Langdon belum pernah melihat Basilika Santo Petrus dari udara. Bagian depannya yang terbuat dari batu pualam memantulkan sinar matahari sore. Dihiasi oleh 140 patung yang menegambarkan para santo, martir, dan malaikat, bangunan besar itu terbentang selebar dua buah lapangan sepak bola dengan panjang sebesar enam kalinya. Bagian dalam gedung raksasa itu memiliki ruangan yang sanggup menampung 60.000 jemaat ... lebih dari seratus kali populasi Vatican City yang juga merupakan negeri terkecil di dunia.
Yang lebih luar biasa lagi, benteng yang menjaga gedung besar itu tidak mampu membuat piazza (lapangan terbuka) di depannya terlihat kecil. Piazza bernama Lapangan Santo Petrus itu adalah lapangan granit luas yang terhampar dan menjadi tempat terbuka di tengah-tengah kemacetan kota Roma seperti versi klasik dari Central Park di New York. Di depan Basilika Santo Petrus, membatasi sebuah ruang berbentuk oval, terdapat 284 pilar yang mencuat untuk menopang empat lengkungan konsentris ... sebuah arsitektur tipuan mata untuk memperkuat kesan agung piazza itu.
Ketika Langdon menatap pada bangunan suci yang mengagumkan di depannya itu, dia bertanya-tanya apa pendapat Santo Petrus jika dirinya berada di sini sekarang. Orang suci itu mati dengan cara yang menyedihkan; disalib dalam posisi terbalik di tempat ini. Sekarang dia beristirahat di makam suci, dikubur lima lantai di bawah tanah, tepat di bawah kubah utama Basilika Santo Petrus.
"Vatican City," ujar pilot itu ramah.
Langdon melihat ke luar ke arah benteng batu yang menjulang tinggi di depan mereka. Benteng itu seperti kubu pertahanan yang kuat dan dibangun mengelilingi kompleks ... bentuk pertahanan yang sangat aneh untuk melindungi dunia spiritual yang diwarnai oleh berbagai rahasia, kekuasaan dan misteri.
"Lihat!" tiba-tiba Vittoria berseru sambil meraih lengan Langdon Dengan panik Vittoria menunjuk ke bawah ke arah Lapangan Santo Petrus yang berada tepat di bawah mereka.
Langdon merapatkan wajahnya ke jendela pesawat dan melihat ke arah yang ditunjuk Vittoria.
"Di sana itu," kata Vittoria sambil menunjuk.
Di bagian belakang piazza menjadi seperti lapangan parkir yang penuh dengan belasan truk trailer. Piringan satelit raksasa diarahkan ke angkasa dari atap truk-truk yang berada di sana. Satelit-satelit itu bertuliskan nama-nama yang akrab di telinga Langdon:
TELEVISOR EUROPEA VIDEO ITALIA
BBC UNITED PRESS INTERNATIONAL
Tiba-tiba Langdon merasa bingung dan bertanya-tanya apakah berita tentang antimateri itu sudah bocor ke pers.
Vittoria tampaknya juga menjadi panik. "Kenapa para wartawan berkumpul di sini" Apa yang terjadi""
Pilot itu menoleh ke belakang dan menatap Vittoria dengan tatapan aneh. "Apa yang terjadi" Memangnya kamu tidak tahu""
"Tidak," sergahnya. Aksennya terdengar serak dan kuat.
"Il Conclavo," kata pilot itu menjelaskan. "Tempat ini akan ditutup selama satu jam. Seluruh dunia menyaksikannya."
lI Concalvo. Kata itu terus berdering-dering di telinga Langdon sebelum menmju perutnya. Il Conclavo. Pertemuan seluruh kardinal dari seluruh dunia untuk memilih paus baru. Bagaimana dia bisa lupa. Hal itu sudah diberitakan oleh seluruh media massa baru-baru ini.
Lima belas hari yang lalu, Paus, setelah memerintah dengan baik selama dua belas tahun, meninggal dunia. Setiap koran di
dunia memuat berita tentang serangan stroke fatal yang dialami Paus ketika sedang tidur. Kematian yang tiba-tiba dan tak terduga itu banyak diisukan sebagai kematian yang mencurigakan. Tetapi sekarang, sesuai tradisi yang sudah berlangsung selama beratus-ratus tahun, lima belas hari setelah kematian seorang paus, Vatican mengadakan Il Conclavo; sebuah upacara suci yang dihadiri oleh 165 kardinal dari seluruh dunia yang merupakan orang-orang yang paling berpengaruh di dunia Kristen, untuk berkumpul di Vatican City dan mengangkat paus baru.
Semua kardinal dari seluruh dunia berkumpul di sini hari ini, pikir Langdon ketika helikopter mereka terbang di atas Basilika Santo Petrus. Vatican City kini membentang di bawah mereka. Seluruh struktur kekuatan Gereja Katolik Roma sekarang sedang duduk di atas bom waktu.
34 KARDINAL MORTATI menatap ke arah langit-langit yang mewah di Kapel Sistina dan mencoba untuk menemukan keheningan. Dinding kapel yang dihiasi oleh lukisan yang indah itu memantulkan suara para kardinal dari berbagai bangsa di seluruh dunia. Mereka berdesakan dalam kapel yang diterangi oleh temaram sinar lilin sambil berbisik dengan gembira dan berbicara kepada satu sama lainnya dalam berbagai bahasa. Bahasa universal dalam pertemuan itu adalah bahasa Inggris, Italia, dan Spanyol.
Biasanya penerangan di dalam kapel itu terang benderang yang berasal dari sorotan sinar matahari yang beraneka warna dan mengusir kegelapan seperti sinar dari surga. Tetapi tidak pada hari ini. Sesuai dengan tradisi, semua jendela kapel ditutup kain beledu hitam demi menjaga kerahasiaan. Ini menjamin tidak seorangpun di dalam ruangan itu dapat mengirimkan tanda-tanda atau berkomunikasi dengan cara apa pun dengan dunia luar. Hasilnya adalah, ruangan itu benar-benar gelap dan hanya diterangi oleh sinar lilin ... cahaya yang berkelap-kelip dari lilin menyala di sana membuat semua orang yang tersentuh oleh cahaya itu menjadi tampak pucat ... seperti wajah para santo.
Istimewa sekali, pikir Mortati, akulah yang harus memimpin peristiwa yang suci ini. Para kardinal yang berusia lebih dari delapan puluh tahun terlalu tua untuk terpilih dalam pemilihan ini sehingga mereka tidak hadir. Tetapi Mortati yang
berusia 79 tahun adalah kardinal yang paling senior di sini dan telah ditunjuk untuk memimpin pertemuan tersebut.
Sesuai tradisi, para kardinal berkumpul di sini selama dua jam sebelum acara itu dimulai agar mereka dapat saling bertukar kabar dengan rekan-rekannya dan terlibat dalam diskusi. Pada pukul 7 malam,
Kepala Urusan Rumah Tangga Kepausan akan tiba untuk memberikan doa pembukaan lalu meninggalkan ruangan. Kemudian Garda Swiss akan mengunci pintu dan membiarkan para kardinal berada di dalam ruangan yang terkunci itu. Pada saat itulah ritual politik tertua dan paling rahasia dimulai. Para kardinal tidak akan dibebaskan dari ruangan tersebut sampai mereka memutuskan siapa di antara mereka yang akan menjadi paus berikutnya.
Conclave. Bahkan sebutan itu pun mengandung makna rahasia. "Con clave" arti harfiahnya adalah "terkunci." Para kardinal di sana tidak boleh menghubungi siapa pun. Tidak boleh menelepon. Tidak ada pesan keluar dan masuk. Tidak boleh membisikkan apa pun melalui pintu. Conclave adalah keadaan yang kosong, tidak dipengaruhi oleh apa pun dari dunia luar. Ritual ini memastikan para kardinal agar tetap Solum Dum prae oculis ... hanya Tuhan yang berada di depan mata mereka.
Tapi tentu saja di luar dinding kapel, media massa mengamati dan menunggu sambil berspekulasi siapa di antara para cardinal itu yang akan menjadi pemimpin dari satu milyar pemeluk agama Katolik di seluruh dunia. Rapat pemilihan paus memang menciptakan atmosfer yang tegang dan dipenuhi oleh beban politik Selama lebih dari berabad-abad, peristiwa ini pernah menjadi acara yang mematikan; diwarnai oleh racun dan pekelahian, bahkan pembunuhan pernah terjadi di balik dinding suci itu. Itu hanyalah kejadian di masa lalu, pikir Mortati.
Malam ini pertemuan akan berlangsung damai, penuh kebahagiaan dan yang terutama adalah ... da/am waktu singkat.
Paling tidak, it ulah perkiraan Kardinal Mortati.
Sekarang, ada perkembangan yang tidak terduga. Secara aneh, empat orang kardinal tidak hadir di kapel itu. Mortati tahu semua pintu keluar Vatican City dijaga ketat dan para kardinal yang menghilang itu tidak mungkin pergi terlalu jauh. Tapi sekarang, kurang dari satu jam sebelum doa pembukaan, dia mulai merasa bingung. Keempat kardinal yang menghilang itu bukanlah kardinal biasa. Mereka adalah kardinal penting. Empat kardinal yang terpilih.
Sebagai pemimpin acara pertemuan ini, Mortati mengirimkan pesan melalui saluran yang semestinya ke Garda Swiss untuk memberi tahu mereka tentang menghilangnya keempat kardinal tersebut. Tapi mereka belum memberikan kabar apa-apa kepadanya. Para kardinal yang lain pun mulai merasakan ketidakhadiran keempat orang penting yang terasa aneh bagi mereka. Di antara semua kardinal yang hadir, keempat kardinal ini seharusnya tiba tepat waktu! Kardinal Mortati mulai takut kalau acara ini akan berjalan sangat lama. Dia tidak tahu.
35 DEMI KEAMANAN dan menghindari kebisingan, landasan helikopter Vatican berada di ujung barat laut Vatican City, sejauh mungkin dari Basilika Santo Petrus.
"Terrafirma," kata pilot itu mengumumkan ketika mereka menyentuh landasan. Pilot itu lalu keluar dan membuka pintu geser untuk Langdon dan Vittoria.
Langdon turun dari helikopter dan membalikkan tubuhnya untuk menolong Vittoria. Tetapi ternyata Vittoria sudah meloncat turun dengan mudahnya. Setiap otot di tubuh Vittoria tampaknya sudah memiliki satu tujuan-menemukan antimateri itu sebelum meledak atau sesuatu yang mengerikan akan terjadi.
Setelah memasang penutup sinar matahari pada jendela helikopternya, pilot itu mengantar mereka ke sebuah mobil golf bertenaga listrik dengan ukuran besar. Mobil itu telah menunggu mereka di dekat landasan helikopter. Kendaraan itu membawa mereka tanpa suara di sepanjang sisi barat negara mini itu di mana terdapat pagar semen setinggi lima puluh kaki yang cukup tebal untuk menangkis serangan, bahkan serangan tank sekalipun. Berbaris di sisi dalam tembok tebal itu, pasukan Garda Swiss berdiri waspada tiap jarak lima puluh meter untuk menjaga keamanan. Mobil bertenaga listrik itu membelok tajam ke kanan ke arah Via della Osservatorio. Langdon melihat papan penunjuk arah:
PALAZZO GOVERNATORATO COLLEGIO ETHIOPIANA BASILICA SAN PIETRO CAPELLA SISTINA Mobil yang membawa mereka melaju lebih cepat di jalan yang terawat dengan baik. Mereka kemudian melewati sebuah gedung yang tidak terlalu tinggi bertuliskan RADIO VATICANA. Langdon menyadari kalau gedung itu menyiarkan siaran radio yang paling banyak didengarkan di seluruh dunia: Radio Vaticana, radio yang menyebarkan firman Tuhan ke telinga jutaan pendengar di seluruh dunia.
"Attenzione," kata pilot itu sambil membelok tajam di sebuah putaran.
Ketika mobil itu berjalan memutar, Langdon hampir tidak bisa memercayai penglihatannya ketika bayangan gedung di depannya muncul. Giardini Vaticani, katanya dalam hati. Jantung Vatican City. Tepat di belakang Basilika Santo Petrus, membentang pemandangan yang jarang dilihat oleh banyak orang. Di sebelah kanannya terlihat Palace of Tribunal, tempat tinggal Paus yang megah yang hanya sanggup disaingi oleh istana Versailles dalam hal hiasan-hiasan gaya baroknya. Gedung Governatorato yang tampak seram itu sekarang telah mereka lalui. Gedung itu adalah kantor bagi seluruh kegiatan administrasi Vatican City. Dan sekarang, di sebelah kiri mereka, berdiri Museum Vatican yang besar. Langdon sadar kalau dirinya tidak akan sempat untuk mengunjungi museum itu sekarang.
"Kenapa sepi sekali"" tanya Vittoria sambil mengamati lapangan rumput dan jalan-jalan yang lengang.
Pengawal itu memeriksa jam tangan chronograph berwarna hitam bergaya militer yang dikenakannya-sebuah perpaduan aneh di balik lengan bajunya yang menggelembung. "Para kardinal itu berkumpul di Kapel Sistina. Rapat pemilihan paus biasanya dimulai kurang dari satu jam setelah itu.
Langdon mengangguk. Samar-samar dia ingat sebelum mengadakan rapat untuk memilih paus yang baru, para kardinal mengh
abiskan waktu dua jam di dalam Kapel Sistina untuk tafakur dan saling berbincang dengan rekan sesama kardinal dari seluruh dunia. Waktu itu memang ditujukan untuk menyegarkan keakraban di antara para kardinal sehingga proses pemilihan itu berjalan dengan suasana santai. "Dan penghuni dan pegawai lainnya""
"Dipindahkan dari kota ini dengan alasan kerahasiaan dan keamanan sampai rapat pemilihan paus berakhir." "Dan kapan acara itu berakhir""
Pengawal itu menggerakkan bahunya. "Hanya Tuhan yang tahu." Entah kenapa kata-kata itu terdengar aneh sekali.
Setelah memarkir mobil di lapangan rumput yang luas, tepat di ujung Basilika Santo Petrus, pengawal itu mengantar Langdon dan Vittoria menaiki lereng berlantai batu ke sebuah plaza pualam di belakang gereja agung itu. Setelah melintasi plaza, mereka berjalan di tembok belakang gereja dan terus menyusurinya sampai bertemu dengan lapangan berbentuk segi tiga di seberang Via Belvedere. Mereka kemudian bertemu dengan sekumpulan bangunan yang berdiri rapat. Pengetahuan Langdon akan sejarah seni membuatnya memahami tulisan yang tertera di sana-Kantor Percetakan Vatican, Laboratorium Restorasi Permadani, Kantor Pos dan Gereja Santa Anna. Mereka kemudian menyeberangi lapangan kecil lagi dan sampai ke tujuan mereka.
Kantor Garda Swiss berdekatan dengan Il Corpo di Vigilanza, dan berdiri tepat di sebelah timur laut Basilika Santo Petrus. Kantor itu terletak di sebuah gedung yang tidak tinggi dan terbuat dari batu. Di kedua sisi pintu masuknya, berdiri dua orang pengawal yang kaku seperti sepasang patung batu.
Langdon harus mengakui kalau kedua pengawal itu tidak tampak lucu. Walau mereka juga mengenakan seragam berwarna biru dan emas seperti pilot yang mengantarnya ini, keduanya memegang senjata tradisional "pedang panjang Vatican" yang merupakan sebilah tombak sepanjang delapan kaki dengan sebuah sabit besar yang tajam. Konon, pedang itu pernah memenggal kepala banyak orang Muslim dan melindungi prajurit Kristen dalam Perang Salib pada abad kelima belas.
Ketika Langdon dan Vittoria mendekat, kedua penjaga itu melangkah ke depan sambil menyilangkan pedang panjang mereka untuk menghalangi pintu masuk. Salah satu dari mereka menatap sang pilot dengan bingung. "I pantaloni," katanya sambil menunjuk celana pendek Vittoria.
Pilot ltu mengibaskan tangannya kepada mereka. "Il comandante vuole verdeli subito."
Penjaga itu mengerutkan keningnya. Lalu dengan enggan mereka menepi.
Di dalam, udara terasa dingin. Gedung itu sama sekali tidak tampak seperti kantor administrasi sebuah pasukan keamanan yang selama ini dibayangkan oleh Langdon. Ruangan ini dihiasi oleh perabotan mewah, koridornya berisi lukisan-lukisan yang pasti sangat diinginkan oleh banyak museum di seluruh dunia untuk menghiasi balairung utama mereka.
Pilot itu menunjuk ke arah anak tangga yang curam. "Silakan turun ke bawah."
Langdon dan Vittoria mengikuti anak tangga yang terbuat dari pualam putih itu. Saat itu mereka berjalan turun dan melewati sederetan patung lelaki yang berdiri telanjang. Setiap patung hanya mengenakan selembar daun fig yang berwarna lebih terang daripada warna keseluruhan tubuh patung-patung itu.
Pengebirian besar-besaran, pikir Langdon.
Peristiwa itu adalah tragedi yang paling mengerikan di era Renaisans. Pada tahun 1857, Paus Pius IX berpendapat patung lelaki yang dibuat dengan sangat akurat itu dapat menimbulkan pikiran kotor bagi para penghuni Vatican. Dia kemudian mengambil pahat dan palu, dan menghilangkan bagian kemaluan dari setiap patung lelaki di dalam Vatican City. Dia merusak karya Michaelangelo, Bramante dan Bernini. Plaster berbentuk daun fig dari semen kemudian dipasang untuk menutupi kerusakan itu. Ratusan patung telah dikebiri. Langdon sering bertanya-tanya apakah ada peti kayu besar yang berisi ratusan penis batu yang disimpan di suatu tempat.
"Di sini," kata pengawal itu.
Mereka tiba di dasar anak tangga dan menghadap ke sebuah pintu baja yang berat. Pengawal itu mengetik kode masuk, lalu pintu itu bergeser tebuka. Langdon dan Vittoria masuk.
Setelah melewati ambang pintu baj
a itu, mereka memasuki ruangan yang sangat aneh.
36 KANTOR GARDA SWISS. Langdon berdiri di pintu dan mengamati tabrakan antar abad di hadapannya. Ruangan itu adalah perpustakaan bergaya Renaisans mewah, lengkap dengan rak-rak buku berukir, karpet oriental, dan permadani dinding yang beraneka warna ... tapi ruangan itu juga dilengkapi dengan perlengkapan berteknologi tinggi, seperti komputer, mesin faks, peta elektronik yang memperlihatkan kompleks Vatican, dan televisi yang menayangkan berita dari CNN. Beberapa lelaki dengan celana panjang berwarna-warni sedang sibuk mengetik di komputer mereka sambil mendengarkan headphone yang futuristik di telinga mereka dengan tekun.
"Tunggu di sini," kata pengawal itu.
Langdon dan Vittoria menunggu ketika pengawal itu melintasi ruangan untuk menuju ke seorang lelaki yang sangat jangkung, kurus, dan berseragam militer berwarna biru tua. Lelaki itu sedang berbicara dengan menggunakan ponselnya dan berdiri sangat tegak sehingga tampak hampir melengkung ke belakang. Pengawal itu mengatakan sesuatu kepadanya, lalu lelaki itu menatap tajam ke arah Langdon dan Vittoria. Dia mengangguk kemudian memunggungi mereka lagi dan melanjutkan pembicaraannya melalui ponselnya itu.
Pengawal itu kembali. "Komandan Olivetti akan menemui Anda sebentar lagi."
"Terima kasih."
Pengawal itu berlalu dan menuju ke ruang atas.
Langdon mengamati Komandan Olivetti yang sedang berdiri di seberang ruangan. Dia lalu menyadari kalau lelaki itu adalah Panglima Tertinggi angkatan bersenjata negara mini ini. Vittoria dan Langdon menunggu sambil mengamati kegiatan di depan mereka. Para pengawal berseragam berwarna cerah berlalu-lalang dan menyerukan perintah dalam bahasa Italia.
"Continua cercandol" seseorang berseru di telepon.
Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Probasti ilmuseoi" yang lainnya bertanya.
Langdon tidak harus bisa berbahasa Italia dengan lancar untuk memahami maksud petugas tersebut. Dia tahu kalau saat itu para petugas keamanan di ruang kendali sedang mencari-cari sesuatu dengan tegang. Ini adalah berita baik. Kabar buruknya adalah kemungkinan mereka belum menemukan antimateri itu.
"Kamu baik-baik saja"" tanya Langdon pada Vittoria.
Vittoria mengangkat bahunya dan tersenyum letih.
Ketika akhirnya komandan itu mematikan teleponnya dan bergerak ke arah mereka, Langdon melihat lelaki itu menjadi bertambah jangkung setiap kali melangkah mendekati mereka. Tubuh Langdon sudah cukup jangkung, dan dia tidak biasa mendongak ketika berbicara kepada seseorang, tetapi Komandan Olivetti berhasil memaksanya mendongak. Dilihat dari wajahnya yang tampak keras, Langdon segera merasakan bahwa sang komandan adalah laki-laki yang berpengalaman. Rambut sang komandan berwarna hitam dan dipotong sangat pendek bergaya tentara. Matanya sangat tajam yang hanya dapat diperoleh dari latihan keras selama bertahun-tahun. Dia bergerak dengan sangat tegap. Sebuah alat komunikasi tersembunyi di telinganya sehingga membuatnya lebih terlihat seperti Pengawal Rahasia Amerika Serikat daripada Komandan Garda Swiss.
Komandan itu berbicara dalam Bahasa Inggris dengan aksen yang kental. Suaranya dapat dibilang lembut bagi seseorang yang begitu jangkung. Nada suaranya kaku dan mencerminkan ketegasan anggota militer. "Selamat siang," sapanya. "Saya Komandan Olivetti-Comandante Principale Garda Swiss. Akulah yang menelepon direktur Anda."
Vittoria mendongak. "Terima kasih atas kesediaan Anda untuk bertemu dengan kami."
Komandan itu tidak menjawab. Dia memberi isyarat kepada mereka untuk mengikutinya dan membawa mereka melalui berbagai peralatan elektronik untuk menuju sebuah pintu di sisi ruangan itu.
"Masuklah," katanya sambil membukakan pintu.
Langdon dan Vittoria berjalan melewatinya dan masuk ke ruang kendali yang gelap di mana terdapat begitu banyak monitor video menempel di dinding yang menayangkan gambar hitam-putih dari kompleks itu dengan gerakan lambat. Seorang penjaga muda mengamati gambar-gambar itu dengan serius.
"Fuori" kata Olivetti.
Penjaga itu berkemas dan pergi.
Olivetti berjalan menuju salah satu layar monitor dan menunjuknya. Dia lal
u berpaling pada tamunya. "Gambar ini berasal dari sebuah kamera yang disembunyikan di suatu tempat di dalam Vatican City. Aku menginginkan penjelasan."
Langdon dan Vittoria melihat layar itu dan sama-sama terkesiap. Gambar itu sangat jelas. Tidak diragukan lagi. Itulah tabung antimateri CERN. Di dalamnya, setetes cairan metalik mengambang di udara diterangi oleh sinar jam digital LED yang berkedip-kedip. Yang membuatnya menjadi semakin menakutkan adalah ruangan di sekeliling tabung itu sangat gelap, seolah antimateri itu berada di dalam sebuah lemari atau ruangan gelap. Pada bagian paling atas monitor itu menyala tulisan yang sangat mencolok: TAYANGAN LANGSUNGKAMERA NOMOR 86. Vittoria melihat waktu yang masih tersisa pada penunjuk waktu yang menyala di tabung tersebut. "Kurang dari enam jam," Vittoria berbisik kepada Langdon, wajahnya tegang.
Langdon memeriksa jam tangannya. "Berarti waktu kita hingga ..." Dia berhenti, perutnya terasa seperti terpilin.
"Tengah malam," sahut Vittoria dengan wajah pucat.
Tengah malam, pikir Langdon. Pilihan tepat untuk mendapatan suasana yang dramatis. Sepertinya, siapa pun yang telah mencuri tabung itu kemarin malam, sudah mengukur waktunya dengan sempurna. Sebuah firasat buruk muncul ketika Langdon menyadari dirinya sedang berada di atas sebuah bom waktu yang dahsyat.
Suara Olivetti lebih mirip dengan desisan. "Apakah benar itu milik institusi Anda""
Vittoria mengangguk. "Ya, Pak. Tabung itu dicuri dari kami. Tabung itu berisi zat yang mudah terbakar disebut antimateri."
Olivetti tampak tidak tergerak. "Aku cukup akrab dengan berbagai jenis bom, Nona Vetra. Tetapi aku belum pernah mendengar tentang antimateri."
"Itu teknologi baru. Kita harus menemukannya segera atau mengevakuasi Vatican City."
Perlahan Olivetti memejamkan matanya dan membukanya kembali seolah dengan memfokuskan kembali tatapannya ke wajah Vittoria dapat mengubah apa yang baru saja didengarnya. "Mengevakuasi" Apakah kamu tahu apa yang sedang terjadi di sini malam ini""
"Ya Pak. Dan nyawa para kardinal sedang dalam bahaya. Kita hanya punya waktu kira-kira enam jam. Apakah pencarian tabung itu mengalami kemajuan""
Olivetti menggelengkan kepalanya. "Kami bahkan belum mulai mencarinya."
Vittoria seperti tercekik. "Apa" Tetapi kami mendengar bahwa penjaga Anda berbicara tentang pencarian-"
"Kami memang sedang mencari," kata Olivetti, "tetapi bukan mencari tabung kalian. Orang-orangku sedang mencari sesuatu yang lain dan itu bukan urusan kalian."
Suara Vittoria serak. "Kalian bahkan belum mulai mencari
tabung itu"" Bola mata Olivetti seperti mengecil. Wajahnya terlihat waspada seperti seekor serangga yang sedang menunggu mangsanya. "Namamu Vetra, 'kan" Biar aku jelaskan sesuatu padamu. Direktur perusahaanmu menolak memberikan keterangan apa pun tentang benda itu kepadaku melalui telepon. Dia hanya mengatakan bahwa aku harus menemukannya segera. Kami sangat sibuk dan aku tidak punya waktu luang untuk menyuruh anak buahku untuk mencarinya hingga aku mendapatkan informasi yang jelas."
"Hanya ada satu fakta yang relevan say ini, Pak," sahut Vittoria. "Dalam hitungan jam alat itu akan menghancurkan seluruh kompleks ini
Olivetti tetap tak tergerak. "Nona Vetra, ada yang perlu kamu ketahui. Nada bicaranya menunjukkan kalau dirinyalah bos di sana. "Walau Vatican City terlihat kuno, tapi setiap jalan masuk, baik yang jalan khusus maupun jalan umum, dilengkapi dengan peralatan pengindraan paling mutakhir yang pernah dikenal orang. Ketika seseorang berusaha masuk ke sini dengan membawa benda yang mudah terbakar itu, hal itu langsung bisa kami deteksi. Kami memiliki pemindai isotop radioaktif, penyaring bau yang dirancang oleh DEA untuk mengendus kehadiran unsur kimia beracun ataupun yang mudah terbakar, bahkan dalam jumlah terkecil sekalipun. Kami juga memiliki detektor metal yang paling mutakhir dan pemindai dengan teknologi sinar X."
"Sangat mengesankan," kata Vittoria dingin, sedingin nada suara Olivetti. "Celakanya, antimateri bukan unsur radioaktif. Elemen kimia yang dimilikinya adalah hidrogen murni dan tab
ung itu terbuat dari plastik. Tidak ada alat pendeteksi yang dapat melacaknya."
"Tetapi tabung itu mempunyai sumber energi," kata Olivetti, sambil menunjuk pada layar LED yang berkedip-kedip. "Bahkan jejak terkecil dari nikel-kadmium sekalipun dapat terlacak sebagai-"
"Baterenya juga terbuat dari plastik."
Kesabaran Olivetti mulai tampak menipis. "Batere plastik""
"Gel elektrolit dari polimer dan teflon."
Olivetti mencondongkan tubuhnya ke arah Vittoria seolah ingin menegaskan ukuran tubuhnya yang besar. "Signorina, Vatican menjadi sasaran ancaman bom setiap bulannya. Aku sendiri melatih setiap Garda Swiss untuk memahami teknologi bom. Aku sangat mengetahui kalau tidak ada zat di dunia ini yang cukup kuat untuk melakukan apa yang baru saja kamu jelaskan tadi, kecuali kamu berbicara tentang bom nuklir dengan hulu ledak sebesar bola basket."
Vittoria menatapnya dengan tatapan yang sangat tajam. "Alam mempunyai banyak misteri yang belum terungkap."
Olivetti lebih mendekatkan dirinya. "Boleh aku bertanya siapa kamu ini" Apa kedudukanmu di CERN""
"Aku staf peneliti senior dan ditunjuk menjadi penghubung ke Vatican dalam keadaan gawat ini."
"Maafkan aku kalau aku tidak sopan. Kalau ini memang keadaan gawat mengapa aku harus berurusan denganmu dan bukan dengan direkturmu" Dan kenapa kamu dengan tidak sopannya datang ke Vatican dengan mengenakan celana
pendek"" Langdon mengerang dalam hati. Bagaimana mungkin dalam situasi seperti ini, sang komandan malah mempermasalahkan aturan berpakaian" Tapi kemudian dia baru sadar. Kalau penis dari batu saja bisa menimbulkan pemikiran kotor di otak penghuni Vatican, Vittoria Vetra yang datang dengan celana pendek pasti menjadi ancaman bagi keamanan nasional negara mini ini.
"Komandan Olivetti," sela Langdon, berusaha untuk meredam bom kedua yang nampaknya akan segera meledak. "Namaku Robert Langdon. Aku dosen kajian religius dari Amerika Serikat dan tidak ada hubungannya dengan CERN. Aku sudah pernah melihat percobaan antimateri dan berani menjamin kebenaran pernyataan Nona Vetra tadi. Antimateri itu memang sangat berbahaya. Kami punya alasan untuk meyakini benda itu diletakkan di kompleks Anda oleh sebuah kelompok antireligius yang bertujuan untuk mengacaukan acara pemilihan paus."
Olivetti berpaling, menatap orang yang tingginya tidak lebih dari tubuhnya itu. "Di depanku ada seorang perempuan mengenakan celana pendek mengatakan kepadaku kalau setetes cairan bisa meledakkan Vatican City, lalu ada seorang dosen dari Amerika berkata kalau kami sedang menjadi sasaran sebuah kelompok antireligius. Apa yang kalian inginkan dariku""
"Temukan tabung itu," kata Vittoria. "Sekarang juga."
"Tidak mungkin. Benda itu bisa berada di mam saja. Vatican City itu luas sekali."
"Kamera Anda tidak dipasangi pelacak GPS""
"Kamera itu tidak biasanya dicuri. Kami membutuhkan waktu hari-hari untuk menemukan kamera yang hilang itu."
"Kita tidak punya beberapa hari," kata Vittoria tegas. "Kita hanya punya waktu enam jam."
"Enam jam sampai apa, Nona Vetra"" suara Olivetti tiba-tiba menjadi lebih keras. Dia lalu menunjuk gambar di dalam layar monitor di hadapan mereka. "Sampai layar itu selesai menghitung mundur" Sampai Vatican City menghilang" Percayalah padaku, aku tidak suka ada orang yang mengganggu sistem keamananku. Aku juga tidak suka ada peralatan aneh yang muncul secara misterius di sini. Aku peduli. Itu pekerjaanku. Tetapi apa yang baru saja kalian katakan padaku itu tidak dapat diterima."
Langdon berbicara tanpa berpikir lagi. "Anda pernah mendengar tentang Illuminati""
Air muka sang komandan yang dingin itu berubah. Matanya menjadi putih seperti seekor hiu yang siap menyerang. "Kuperingatkan. Aku tidak punya waktu untuk ini semua."
"Jadi, Anda pernah mendengar tentang Illuminati."
Mata Olivetti menghujam seperti bayonet. "Aku orang yang bersumpah untuk membela Gereja Katolik. Tentu saja aku pernah mendengar tentang Illuminati. Mereka telah mati beberapa dasawarsa yang lalu."
Langdon merogoh sakunya dan mengeluarkan kertas faks yang menunjukkan mayat Leonardo Vetra yang dicap. Dia m
enyerahkannya kepada Olivetti.
"Aku peneliti Illumniati," kata Langdon ketika Olivetti mempelajari gambar itu. "Sulit juga bagiku untuk menerima
kenyataan bahwa Illuminati masih aktif, tapi munculnya cap ini digabungkan dengan fakta bahwa Illuminati terkenal memiliki sumpah untuk melawan Vatican City telah mengubah pendapatku."
"Ini hanyalah tipuan komputer." Olivetti lalu menyerahkan kertas itu kepada Langdon.
Langdon menatap ragu. "Tipuan" Lihatlah pada kesimetrisannya! Kalian harus menyadari bahwa keaslian-"
"Keaslian itulah yang tidak kamu punyai. Mungkin Nona Vetra tidak memberimu penjelasan. Para ilmuwan dari CERN sudah banyak mengkritik kebijakan Vatican sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Mereka secara teratur mengajukan permintaan untuk menarik kembali teori penciptaan alam semesta, meminta maaf secara resmi kepada Galileo dan Copernicus, dan mencabut kritik kami terhadap penelitian yang berbahaya dan tidak bermoral. Skenario seperti apa yang rasanya cocok bagi kalian" Hmm biar aku pikir dulu ... ada kelompok setan berusia empat ratus tahun telah muncul kembali dengan senjata yang dapat memusnahkan massa atau orang-orang konyol dari CERN sedang berusaha untuk mengganggu peristiwa suci di Vatican dengan omong kosong seperti ini""
"Foto itu," kata Vittoria, suaranya terdengar seperti lava mendidih, "adalah ayahku. Dia dibunuh. Kamu pikir ini akal-akalan kami saja""
"Aku tidak tahu, Nona Vetra. Tetapi sampai aku mendapatkan jawaban yang masuk akal, aku tidak akan memberikan peringatan apa-apa kepada anak buahku. Kewaspadaan dan kehati-hatian adalah tugasku ... seperti peristiwa suci ini yang dapat berlangsung karena kejernihan pikiran. Hari ini sama seperti hari-hari lainnya."
"Paling tidak, tunda acara itu."
"Tunda"" Mulut Olivetti mengaga. "Sombong sekali! Rapat untuk memilih paus tidak seperti pertandingan baseball di Amerika yang dapat kamu batalkan karena hujan. Ini adalah perisitiwa suci dengan peraturan dan proses yang ketat. Tidak jadi masalan apakah satu milyar umat Katolik di dunia ini menunggu seorang pemimpin. Tidak peduli apakah ada media massa dari selurun dunia mefflmggu di luar. Protokol untuk peristiwa suci ini bukan hal yang dapat dipermainkan. Sejak 1179, pertemuan untuk memilih seorang paus tetap berlangsung walau ada gempa bumi, kelaparan, dan bahkan bencana pes sekalipun. Percayalah, pertemuan ini tidak akan pernah ditunda hanya karena ilmuwan dibunuh atau satu tetes zat yang hanya Tuhan yang tahu."
"Antarkan aku pada seorang yang bertanggung jawab," pinta Vittoria.
Olivetti melotot. "Aku adalah orang bertanggung jawab di
sini." "Tidak," sergah Vittoria. "Seseorang dari kepastoran."
Olivetti mulai habis kesabarannya. "Mereka sudah pergi. Kecuali Garda Swiss, satu-satunya yang masih ada di Vatican City hanyalah Dewan Kardinal yang berkumpul untuk mengadakan rapat. Dan mereka berada di dalam Kapel Sistina."
"Bagaimana dengan Kepala Urusan Rumah Tangga Kepausan"" desak Langdon datar.
"Siapa"" "Kepala Urusan Rumah Tangga Mendiang Paus." Langdon mengulangi kata itu dengan nada yakin sambil berdoa mudah-mudahan ingatannya tidak salah. Dia ingat pernah membaca tentang pengaturan otoritas Vatican yang unik setelah kematian seorang paus. Kalau Langdon benar, sebelum paus yang baru terpilih, kekuasan beralih sementara ke asisten pribadi mendiang
Paus; Kepala Urusan Rumah Tangga Kepausan, sebuah badan sekretariat yang mengawasi jalannya rapat pemilihan Paus sampai para kardinal memilih Bapa Suci yang baru. "Saya yakin Kepala Urusan Rumah Tangga Kepausan adalah orang yang berwenang pada saat ini."
"Il camerlengno"" Olivetti mendengus. "Dia hanyalah seorang pastor di sini. Dia adalah pelayan kepercayaan mendiang Paus."
Tetapi dia masih berada di sini. Dan Anda melapor kepadanya."
Olivetti melipat lengannya di dadanya. "Pak Langdon, memang benar kalau peraturan Vatican memerintahkan sang camerlegno untuk berperan sebagai kepala pemerintahan selama rapat pemilihan paus berlangsung. Karena dia masih belum matario untuk diangkat sebagai paus, maka dia dapat memastikan pemilihan yang berj
alan dengan jujur dan adil. Ini seperti kalau presiden Anda meninggal dan salah satu ajudannya memerintah untuk sementara waktu di Ruang Oval. Sang camerlegno masih muda dan pemahamannya tentang keamanan, atau apa pun itu, masih terbatas. Jadi sayalah yang bertanggung jawab di sini."
"Bawa kami padanya," kata Vittoria.
"Tidak mungkin. Rapat untuk memilih paus akan dimulai empat puluh menit lagi. Sang camerlegno sedang berada di dalam kantornya untuk bersiap-siap. Aku tidak akan mengganggunya karena ada masalah keamanan."
Vittoria membuka mulutnya untuk mendesaknya, tapi terpotong oleh suara ketukan pintu. Olivetti membukanya.
Seorang penjaga mengenakan tanda-tanda kebesaran lengkap berdiri di luar dan menunjuk jam tanganya. "E I'ora, comandante."
Olivetti memeriksa jam tangannya sendiri dan mengangguk. Dia berpaling pada Langdon dan Vittoria seperti seorang hakim yang sedang mempertimbangkan nasib mereka. "Ikuti aku," katanya kemudian. Lalu dia membawa mereka keluar dari ruang pemantau dan melewati ruang kendali keamanan untuk menuju ke sebuah ruangan kecil yang terang di bagian belakang. "Kantorku." Olivetti meminta mereka masuk. Ruangan itu tidak istimewa, hanya terdiri atas sebuah meja yang berantakan, lemari arsip, kursi lipat dan pendingin udara. "Aku akan kembali sepuluh menit lagi. Kusarankan agar kalian menggunakan waktu itu untuk memutuskan bagaimana kalian akan melanjutkan kunjungan kalian."
Vittoria berputar. "Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Tabung itu-"
"Aku tidak punya waktu untuk itu," Olivetti menjadi sangat marah. "Mungkin aku akan menahan kalian hingga rapat pemilihan paus selesai, kalau aku masih punya waktu."
"Signore" desak penjaga itu, sambil menunjuk jam tangannya. "Spazzare di cappella."
Olivetti mengangguk dan beranjak akan pergi.
"Spazzare di cappella"" tanya Vittoria. "Kamu pergi untuk menyisir kapel itu""
Olivetti berputar kembali, matanya menatap tajam ke arahnya. "Kami menyisir untuk mencari alat penyadap elektronik, Nona Vetra. Ini prosedur keamanan." Dia kemudian menunjuk kaki Vittoria seperti menyindir. "Sesuatu yang tentu tidak akan kamu mengerti."
Setelah itu lelaki besar itu membanting pintu sehingga kaca tebalnya bergetar. Dengan cepat Olivetti mengeluarkan sebuah kunci, memasukkannya ke lubangnya dan memutarnya. Sebuah gerendel yang berat bergeser masuk ke penguncinya.
"Idiotal" teriak Vittoria. "Kamu tidak bisa mengurung kami di sini!"
Melalui kaca itu Langdon dapat melihat Olivetti mengatakan sesuatu kepada seorang penjaga. Penjaga itu mengangguk. Ketika Olivetti berjalan pergi ke luar ruangan, penjaga itu berpaling menghadap mereka dari balik kaca pintu, lengannya disilangkan, sebuah pistol besar tampak terselip di
pinggangnya. Sempurna, pikir Langdon. Sangat sempurna.
37 VITTORIA MELOTOT KE ARAH seorang tentara Garda Swiss yang in di luar pintu ruang kerja Olivetti. Pengawal itu balas melotot, seragam aneka warnanya sangat kontras dengan airmukanya yang tegas.
"Che fiasco," pikir Vittoria. Ditahan oleh seorang lelaki bersenjata dan mengenakan piyama.
Langdon hanya terdiam sementara Vittoria berharap Langdon akan menggunakan otak Harvard-nya untuk berpikir bagaiman mengeluarkan mereka dari sini. Namun Vittoria bisa melihat dari wajah Langdon kalau lelaki itu lebih merasa terkejut daripada sedang berpikir. Dia mulai menyesal karena sudah melibatkan dosen itu hingga sejauh ini.
Insting pertama Vittoria adalah mengeluarkan ponselnya dan menelepon Kohler, tetapi dia tahu itu bodoh. Pertama, penjaga itu akan masuk dan merampas ponselnya. Kedua, kalau Kohler sedang menjalani perawatan rutinnya, dia mungkin masih dalam keadaan tidak berdaya. Bukannya tidak penting ... tetapi sepertinya Olivetti tidak akan memercayai kata-kata orang lain pada saat ini.
Ingat! Kata Vittoria pada diri sendiri. Ingat jawaban dari ujian ini!
Ingatan adalah kiat para filsuf penganut Buddha. Vittoria tidak menuntut pikirannya untuk mencari pemecahan untuk masalah ini, dia meminta pikirannya agar mengingatnya. Pemikiran kalau seseorang pernah mengetahui jawaban dari sebuah masala
h, menciptakan pola berpikir yang memastikan bahwa jawaban itu ada ... dan mengurangi ketidakberdayaan akibat rasa putus asa. Vittoria sering menggunakan proses itu
untuk mengatasi kebingungan ilmiah ... seperti ketika berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurut orang kebanyakan, tidak ada jawabannya.
Pada saat itu, kiat ingatannya mengarah ke kekosongan yang besar. Jadi dia mempertimbangkan berbagai pilihan yang ada di depannya, seperti berbagai hal yang harus dilakukannya. Dia harus memperingatkan seseorang. Seseorang di Vatican ini yang akan mendengarkannya dengan serius. Tetapi siapa" Sang camerlegno. Bagaimana caranya" Vittoria sedang terkunci di dalam sebuah kotak kaca yang hanya memiliki satu pintu.
Alat, katanya pada dirinya sendiri. Pasti ada peralatan yang bisa membantu. Amati lagi sekelilingmu.
Secara naluriah, dia melemaskan bahunya dan mengendurkan matanya, lalu menarik napas panjang sebanyak tiga kali ke dalam paru-parunya. Dia merasakan jantungnya berdetak lambat dan otot-ototnya melunak. Kekacauan karena panik dalam benaknya menghilang. Baik, pikirnya, bebaskan pikiranmu. Apa yang dapat membuat situasi ini menjadi keadaan yang positif" Apa saja yang kumiliki"
Pikiran analitis Vittoria Vetra, begitu sudah tenang, menjadi buah kekuatan yang tidak bisa dianggap enteng. Dalam beberapa detik saja dia menyadari bahwa pengurungan mereka ini sebenarnya adalah kunci bagi kebebasannya.
"Aku akan menelepon," katanya tiba-tiba.
Langdon mendongak. "Aku baru saja ingin memintamu untuk menelepon Kohler, tetapi-"
"Bukan Kohler. Orang lain."
"Siapa"" "Sang camerlegno."
Langdon betul-betul tampak bingung. "Kamu akan menelepon Kepala Rumah Tangga Kepausan" Bagaimana caranya""
"Olivetti tadi mengatakan bahwa sang camerlegno sedang berada di Kantor Paus."
"Memangnya kamu tahu nomor telepon pribadi Paus""
"Tidak. Aku tidak akan meneleponnya dari ponselku." Dia menggerakkan kepalanya ke arah pesawat telepon berteknologi tinggi di atas meja kerja Olivetti. Pesawat itu dilengkapi dengan tombol panggilan cepat. "Kepala Keamanan pasti mempunyai nomor langsung ke Kantor Paus."
"Dia juga punya seorang atlet angkat berat yang memegang senjata dan berdiri enam kaki dari sini."
"Dan kita terkunci di dalam."
"Aku sudah mengetahuinya dengan baik, terima kasih."
"Maksudku, penjaga itu terkunci di luar. Ini adalah kantor pribadi Olivetti. Aku yakin tidak ada orang lain yang mempunyai kuncinya."
Langdon melihat ke arah penjaga yang berdiri di luar. "Kaca itu sangat tipis, dan senjatanya besar sekali."
"Apa yang akan dilakukannya" Menembakku karena aku menggunakan telepon""
"Siapa yang tahu! Ini adalah negeri yang sangat aneh, dan segala yang terjadi-"
"Apa pun yang terjadi," kata Vittoria, "entah dia menembak kita atau kita menghabiskan 5 jam 48 menit berikutnya di Penjara Vatican, paling tidak kita duduk di baris terdepan ketika antimateri itu meledak."
Langdon menjadi pucat. "Tetapi penjaga itu akan segera menghubungi Olivetti begitu kamu mengangkat telepon. Lagi pula di situ ada dua puluh tombol. Dan aku tidak melihat adanya
petunjuk. Kamu akan mencobanya semua dan mengharapkan keberuntungan""
"Tidak juga," sahut Vittoria sambil berjalan menuju pesawat telepon itu. "Hanya satu." Vittoria lalu mengangkat gagang telepon itu dan menekan tombol paling atas. "Nomor satu, aku bertaruh denganmu untuk satu dolar Illuminati dalam sakumu itu kalau ini adalah nomor Kantor Paus. Apa yang terpenting bagi seorang Komandan Garda Swiss""
Langdon tidak punya waktu untuk menjawab. Penjaga di luar pintu itu mulai menggedor pintu dengan bagian belakang pistolnya. Dia juga memberikan isyarat kepada Vittoria untuk meletakkan telepon itu.
Vittoria mengedipkan matanya pada sang penjaga. Penjaga itu tampaknya semakin marah.
Langdon bergerak menjauh dari pintu dan berpaling pada Vittoria. "Kamu harus benar karena lelaki itu tampak marah
sekali!" "Sialan!" seru Vittoria, ketika mendengarkan suara dari gagang telepon itu. "Sebuah rekaman."
"Rekaman"" tanya Langdon. "Paus punya mesin penjawab""
"Itu bukan Kantor Paus," k
ata Vittoria sambil meletakkan kembali gagang telepon itu. "Itu hanya daftar menu mingguan dari toko kelontong Vatican."
Langdon tersenyum lemah pada penjaga di luar yang sekarang dengan marah dari luar dinding kaca sambil memanggil Olivetti dengan walkie-talkie-nya.
38 OPERATOR TELEPON VATICAN berpusat di Ufficio di Comunicazione yang terletak di belakang Kantor Pos Vatican. Ruangan itu bisa dikatakan kecil dan berisi sebuah papan panel Corelco 141 dengan delapan jalur. Kantor itu menerima 2.000 panggilan setiap harinya dan biasanya dialihkan secara otomatis ke sistem informasi yang sudah terekam.
Malam ini, satu-satunya operator yang bertugas sedang duduk dengan tenang sambil menghirup secangkir besar teh berkafein. Dia merasa bangga menjadi salah satu pegawai yang diperbolehkan berada di Vatican City malam ini. Tentu saja kehormatan itu berkurang dengan kehadiran beberapa Garda Swiss yang berjaga di luar pintunya. Ke toilet pun harus dikawal, pikir sang operator. Ah, sebuah penghinaan yang harus diterima atas nama rapat pemilihan paus yang suci.
Untunglah, tidak banyak sambungan telepon malam ini. Atau mungkin itu bukanlah hal yang menguntungkan, pikirnya. Minat dunia akan kejadian-kejadian di Vatican tampaknya mulai berkurang sejak beberapa tahun silam. Panggilan telepon dari pers sudah menipis dan orang-orang gila itu sudah tidak sering menelepon lagi sekarang. Pers berharap peristiwa malam ini akan lebih bernuansa perayaan. Sayangnya, Lapangan Santo Petrus walau penuh oleh mobil trailer pers, mobil-mobil tersebut kebanyakan berasal dari pers Italia dan Eropa biasa. Hanya beberapa jaringan pers global yang berada di sana ... pasti mereka hanya mengirim giornalisti secundari, wartawan kelas dua mereka.
Operator itu menggenggam cangkir besarnya dan bertanya-tanya berapa lama peristiwa malam ini akan berakhir. Mungkin pada tengah malam, dia menerka. Akhir-akhir ini, sebagian besar orang dalam sudah mengetahui siapa yang dijagokan untuk menggantikan Paus sebelum rapat diadakan sehingga proses itu hanya memakan waktu lebih singkat, sekitar tiga atau empat jam ritual daripada waktu pemilihan yang sebelumnya. Tentu saja perselisihan tingkat tinggi pada menit-menit terakhir dapat memperpanjang acara itu hingga subuh ... atau bahkan lebih lama lagi. Rapat pemilihan paus pada tahun 1831 berlangsung selama 54 hari. Malam ini tidak akan seperti itu, katanya pada dirinya sendiri; kabar angin yang terdengar mengatakan kalau rapat ini hanya akan menjadi sebuah "tontonan santai."
Lamunan operator itu tergugah oleh suara dering dari saluran internal di papan panel yang berada di hadapannya. Dia melihat lampu merah yang berkedip-kedip dan menggaruk kepalanya. Ini aneh, pikirnya. Saluran nol. Siapa dari kalangan internal yang menelepon operator informasi malam ini" Siapa yang masih berada di dalam"
"Citta del Vaticano, prego"" katanya ketika menjawab telepon itu.
Suara di dalam saluran itu berbicara dalam bahasa Italia dengan cepat. Samar-samar operator itu mengenali aksen yang biasa terdengar dari kalangan Garda Swiss. Mereka berbicara bahasa Italia dengan lancar dan dipengaruhi oleh aksen Franco-Swiss. Tapi, orang yang meneleponnya ini bukan seorang Garda Swiss.
Ketika mendengarkan suara perempuan di telepon, operator itu tiba-tiba berdiri dan hampir menumpahkan tehnya. Dia menatap ke saluran itu lagi. Dia tidak salah. Sambungan internal panggilan itu berasal dari dalam. Pasti sebuah kesalahan! pikirnya. Seorang perempuan di dalam Vatican City" Malam ini"
Perempuan itu berbicara dengan cepat dan marah. Operator itu sudah cukup lama bekerja menjadi operator sehingga dia tahu apa yang harus dilakukannya ketika berurusan dengan seorang pazzo. Tapi perempuan ini tidak terdengar gila. Dia memang mendesak tetapi kalimatnya tetap masuk akal. Tenang dan efisien. Lelaki itu mendengarkan permintaan perempuan itu dengan bingung.
"Il camerlegno," operator itu bertanya sambil masih mencoba membayangkan dari mana panggilan itu berasal. "Aku tidak dapat menghubungkan ... ya, aku tahu beliau berada di Kantor Paus, siapa Anda, ulan
gi" ... dan Anda ingin
memperingatkan beliau akan .... " Dia mendengarkan dan merasa
semakin ngeri. Semua orang dalam bahaya" Bagaimana bisa begitu" Dan dari mana Anda menelepon" "Mungkin aku harus menghubungi Garda Swiss..." Tiba-tiba operator itu berhenti. "Anda bilang Anda di mana" Di mana""
Lelaki itu mendengarkan dan terkejut sekali. Dia lalu membuat keputusan. "Harap tunggu sebentar," dia berkata sambil menekan tombol lain sebelum perempuan itu dapat menjawab. Kemudian dia menelepon ke nomor langsung Komandan Olivetti. Tidak mungkin perempuan itu benar-benarSaluran itu langsung diangkat.
"Per I'amore di Diol" suara seorang perempuan yang sudah dikenalnya itu berteriak di telinganya. "Sambungkan aku segera!"
Pintu pusat keamanan Garda Swiss terbuka. Pengawal itu menepi ketika Komandan Olivetti memasuki ruangan seperti sebuah roket. Sambil membelok ke arah kantornya, Olivetti menemukan kejadian seperti yang tadi dikatakan pengawalnya melalui walkie-talkie-nya... Vittoria Vetra sedang berdiri di sisi meja kerjanya dan berbicara dengan menggunakan telepon pribadi sang komandan.
Che coglioni che ha questa! pikirnya. Yang satu ini berani sekali!
Dengan wajah pucat, dia berjalan ke arah pintu kantornya dan memasukkan kunci ke dalam lubangnya. Dia kemudian menarik pintu itu hingga terbuka dan bertanya, "Apa yang kamu
lakukan"" Vittoria mengabaikannya. "Ya," kata Vittoria dengan seseorang di telepon. "Dan aku harus memperingatkan-"
Olivetti merampas gagang telepon itu dari tangan Vittoria dan menempelkannya ke telinganya sendiri. "Siapa ini!""
Saat itu juga, ketegapan tubuh Olivetti menyurut. "Ya, camerlegno ... " katanya. "Betul, Pak ... tetapi masalah keamanan menuntut ... tentu saja ... saya menahan mereka di sini tentunya, tetapi Olivetti mendengarkan. "Ya, Pak," katanya akhirnya. "Saya akan membawa mereka ke kantor Anda."
39 ISTANA APOSTOLIK ADALAH sekelompok gedung yang terletak di dekat Kapel Sistina di sudut timur laut Vatican City. Dihiasi oleh Lapangan Santo Petrus yang tampak menonjol di depannya, istana itu terdiri atas Rumah Dinas Kepausan dan Kantor Paus.
Vittoria dan Langdon mengikuti sang komandan tanpa bersuara ketika Olivetti membawa mereka ke sebuah koridor panjang bergaya rococo Perancis. Olivetti masih terlihat berang. Setelah menaiki tiga set anak tangga, mereka akhirnya memasuki sebuah koridor yang remang-remang.
Langdon tidak dapat memercayai benda-benda seni yang terpampang di sekitarnya. Dia dapat melihat patung dada, permadani dinding, dekorasi ukiran huruf, dan semua karya seni itu berharga ratusan ribu dolar. Setelah melewati dua pertiga dan perjalanan mereka, mereka melewati sebuah air mancur dari batu pualam. Olivetti membelok ke kiri, menuju ke sebuah ruangan, lalu memasuki sebuah pintu terbesar yang pernah dilihat Langdon.
"Ufficio di Papa," kata sang komandan sambil menatap Vittoria dengan kesal. Tapi Vittoria tidak takut. Dia melewati Olivetti dan mengetuk pintunya dengan keras.
Kantor Paus, kata Langdon dalam hati sambil masih belum percaya kalau dirinya sedang berdiri di depan sebuah ruangan yang paling suci di dunia Kristen.
Avanti!" seseorang berseru dari dalam.
Ketika pintu terbuka, Langdon harus melindungi matanya. Sinar matahari bersinar menyilaukan di ruangan itu. Perlahan, sosok di depannya mulai menjadi semakin jelas.
Ruang Kantor Paus itu lebih mirip dengan ruang dansa daripada sebuah kantor. Lantai dari pualam berwarna merah membentang ke dinding yang dihiasi lukisan dinding yang mewah. Sebuah tempat lilin yang sangat besar tergantung di atas, sementara itu sekumpulan jendela berbentuk melengkung menawarkan panorama yang mengagumkan dari Lapangan Santo Petrus yang sedang bermandikan cahaya matahari.
Ya ampun, seru Langdon. Ini benar-benar sebuah ruangan dengan pemandangan indah.
Di ujung balairung itu, di atas sebuah meja berukir, seorang lelaki duduk sambil menulis dengan tekun. "Avanti," serunya lagi. Dia lalu meletakkan penanya dan mengayunkan tangannya kepada mereka.
Olivetti mendahului mereka dengan sikap militernya. "Signore," katanya ber
nada minta maaf. "No ho potuto-"
Lelaki itu memotong kalimatnya. Dia lalu berdiri dan mengamati kedua tamunya itu.
Sang camerlegno sama sekali tidak seperti orang tua lemah dengan sinar kesucian yang sedang berjalan-jalan di Vatican seperti yang selama ini dibayangkan oleh Langdon. Lelaki itu tidak mengenakan rosario ataupun medali. Dia juga tidak mengenakan jubah berat. Dia hanya mengenakan jubah ringan yang tampak menonjolkan bentuk tubuhnya yang kekar. Tampaknya dia berusia tiga puluhan, masih sangat muda bagi ukuran Vatican. Yang lebih mengejutkan lagi, wajahnya tampan, rambutnya cokelat dengan mata berwarna hijau cerah yang bercahaya, seolah kedua matanya itu diterangi oleh misteri dari alam semesta. Ketika lelaki itu semakin dekat, Langdon
melihat kalau lelaki itu sangat lelah seperti telah melewati lima belas hari terberat dalam hidupnya.
"Aku Carlo Ventresca," katanya. Bahasa Inggrisnya sempurna "Camerlegno mendiang Paus." Suaranya terdengar jujur dan ramah dengan sebersit aksen Italia.
"Vittoria Vetra," kata Vittoria sambil melangkah ke depan dan mengulurkan tangannya. "Terima kasih sudah bersedia menemui kami."
Olivetti cemberut ketika sang camerlegno menjabat tangan Vittoria.
"Ini Robert Langdon," lanjut Vittoria. "Seorang ahli sejarah agama dari Harvard University."
"Padre" kata Langdon dengan aksen Italianya yang diusahakan sebaik mungkin. Dia menundukkan kepalanya sambil mengulurkan tangannya.
"Jangan, jangan," desak sang camerlegno sambil meminta Langdon untuk mengangkat kepalanya lagi. "Kantor Yang Mulia Paus tidak membuatku suci. Aku hanyalah seorang pastor, seorang Kepala Rumah Tangga Kepausan yang melayani jika diperlukan."
Langdon kemudian menegakkan tubuhnya.
"Silakan," kata sang camerlegno, "mari duduk." Dia kemudian mengatur beberapa kursi di sekeliling mejanya. Langdon dan Vittoria kemudian duduk. Tampaknya Olivetti lebih senang berdiri.
Sang camerlegno duduk di mejanya. Sambil menyilangkan tangannya, dia mendesah dan menatap tamunya.
"Signore," kata Olivetti. "Pakaian perempuan ini adalah kesalahanku. Aku-"
"Pakaiannya bukanlah hal yang aku khawatirkan," sahut sang camerlegno, suaranya terdengar terlalu leti untuk
diganggu. "Ketika operator Vatican meneleponku setengah jam sebelum aku membuka rapat pemilihan paus, dia mengatakan padaku bahwa seorang perempuan menelepon dari kantor pribadimu, Pak Olivetti, untuk memperingatkanku akan adanya ancaman keamanan serius yang belum Anda kabarkan kepada saya. Itulah yang aku khawatirkan.
Olivetti berdiri kaku, punggungnya melengkung seperti seorang serdadu sedang diperiksa dengan teliti.
Langdon merasa seperti dihipnotis oleh penampilan sang camerlengo. Lelaki itu masih muda dan letih seperti juga dirinya, pastor itu memiliki aura ksatria mistis yang memancarkan Icarisma dan kewenangan.
"Signore," kata Olivetti, nada suaranya penuh sesal tetapi masih keras hati. "Anda seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan urusan keamanan. Anda memiliki tanggung jawab lainnya."
"Aku sangat tahu apa kewajibanku yang lainnya. Aku juga tahu sebagai direttore intermediario, aku mempunyai kewajiban atas keamanan dan kesejahteraan semua orang pada saat rapat pemilihan paus berlangsung Apa yang terjadi di sini""
"Saya sudah mengatasinya."
"Tampaknya belum."
"Bapa," kata Langdon menyela sambil mengeluarkan kertas faks yang sudah lusuh dan menyerahkannya kepada sang camerlegno, "silakan."
Komandan Olivetti melangkah ke depan, mencoba ikut campur. "Bapa, kumohon, jangan risaukan pikiran Anda dengan-"
Sang camerlegno mengambil kertas faks itu dan mengabaikan Olivetti. Dia menatap gambar Leonardo Vetra yang terbunuh lalu menarik napas karena terkejut. "Apa ini""
"Itu ayahku," kata Vittoria, suaranya bergetar. "Ayahku seorang pastor dan ilmuwan. Ayah dibunuh tadi malam."
Tiba-tiba wajah sang camerlegno menjadi lembut. Dia menatap Vittoria. "Anakku sayang. Aku turut berduka." Dia membuat tanda salib di depan dadanya sendiri dan melihat kertas faks itu sekali lagi, matanya tampak dipenuhi oleh rasa jijik. "Siapa yang ... dan luka bakar pada ... " sang camer
legno berhenti sejenak, matanya menyipit dan mendekatkan gambar itu ke wajahnya.
"Tulisan itu berbunyi Illuminati," kata Langdon. "Saya yakin Anda mengenali nama itu."
Air muka sang camerlegno mendadak berubah. "Saya pernah mendengar nama itu, tetapi .... "
"Kelompok Illuminati membunuh Leonardo Vetra sehingga mereka dapat mencuri sebuah teknologi baru yang .... "
"Signore," Olivetti berseru. "Ini aneh sekali. Kelompok Illuminati" Ini jelas merupakan penipuan."
Sang camerlegno tampak memikirkan kata-kata Olivetti. Lalu dia berpaling dan menatap Langdon dengan tajam sehingga Langdon merasa paru-parunya kehabisan udara. "Pak Langdon saya sudah melewatkan hidupku di dalam Gereja Katolik. Saya tahu banyak tentang Illuminati ... dan legenda cap tersebut. Walau demikian saya hams memperingatkan Anda, saya seorang lelaki yang hidup di masa kini. Kristen sudah mempunyai banyak musuh jadi tidak usah membangkitkan hantu-hantu itu kembali."
"Simbol itu asli," kata Langdon terdengar agak terlalu membela diri. Dia mengulurkan tangannya dan memutar kertas faks itu di hadapan sang camerlegno.
Sang camerlegno terdiam ketika melihat kesimetrisan yang dimiliki cap itu.
"Bahkan komputer modern sekalipun," katanya menambahkan, "tidak dapat meniru ambigram yang simetris dari kata itu."
Sang camerlegno melipat tangannya dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun selama beberapa saat. "Kelompok Illuminati sudah mati," akhirnya dia berkata. "Sudah lama sekali. Itu merupakan kenyataan sejarah."
Langdon mengangguk. "Kemarin, saya juga akan sepakat dengan Anda."
"Kemarin""
"Sebelum rangkaian peristiwa ini. Saya percaya Illuminati telah muncul kembali untuk mewujudkan sumpah lama mereka."
"Maafkan saya. Pengetahuan sejarah saya sudah berkarat. Sumpah kuno apa itu""
Langdon menarik napas panjang. "Untuk menghancurkan Vatican City."
"Menghancurkan Vatican City"" Sang camerlegno terlihat lebih bingung daripada takut. "Tetapi itu tidak mungkin." Vittoria menggelengkan kepalanya. "Aku khawatir kami masih mempunyai berita buruk yang lainnya."
40 "APAKAH INI BENAR"" tanya sang camerlegno yang tampak terheran-heran sambil menatap Olivetti dan Vittoria.
"Signore," kata Olivetti meyakinkan, "saya mengakui ada semacam peralatan asing di sini. Benda itu tampak pada layar monitor keamanan kami, tetapi ketika Nona Vetra menceritakan kemampuan benda tersebut, aku tidak-"
"Tunggu sebentar," kata sang camerlegno. "Kamu dapat melihat benda itu""
"Ya, signore. Pada kamera nirkabel nomor 86."
"Dan kenapa kamu tidak menemukannya"" Sekarang suara sang camerlegno menggema karena marah.
"Sangat sulit, signore." Olivetti berdiri tegak ketika dia menjelaskan keadaannya.
Sang camerlegno mendengarkan dan Vittoria dapat merasakan keprihatinan lelaki itu meningkat. "Kamu yakin benda itu berada di dalam Vatican City"" sang camerlegno bertanya. "Mungkin seseorang telah membawa keluar kamera itu dan menyiarkan gambar itu dari tempat lain."
"Itu tidak mungkin," kata Olivetti. "Dinding luar kami lindungi secara elektronik untuk menjaga komunikasi internal. Tayangan ini hanya berasal dari dalam, kami tidak akan dapat menangkap gambar tersebut dari luar."
"Jadi," kata sang camerlegno, "kamu punya tugas untuk mencari kamera yang hilang itu dengan segala peralatan yang ada, begitu""
Olivetti menggelengkan kepalanya. "Tidak, signore. Untuk menemukan kamera itu kami membutuhkan ratusan orang. Kami mempunyai masalah keamanan lainnya yang harus kami hadapi saat ini, dan dengan segala hormat kepada Nona Vetra, tetesan yang dibicarakannya hanyalah benda yang kecil sekali. Itu tidak mungkin dapat meledak sehebat yang dikatakannya."
Kesabaran Vittoria menguap habis. "Tetesan itu cukup untuk meratakan Vatican City dengan tanah! Kamu tidak mendengarkan kata-kata yang kuucapkan padamu""
"Bu," kata Olivetti, suaranya terdengar keras seperti baja, "pengalamanku pada bahan-bahan peledak sangat luas."
"Pengalamanmu sudah kuno," sergah Vittoria tak kalah kerasnya. "Walau pakaianku begini, cara berpakaian yang kutahu sangat mengganggumu, aku adalah seorang ahli fisika sen
ior di sebuah fasilitas penelitian atomik yang paling maju di dunia. Aku sendiri yang merancang tabung antimateri itu sehingga spesimen tersebut tidak meledak sekarang. Dan aku peringatkan, kalau kamu tidak menemukan tabung itu dalam waktu enam jam, anak buahmu tidak akan bisa melindungi Vatican lagi hingga abad berikutnya. Karena setelah ledakan itu Vatican hanyalah sebuah lubang besar di tanah."
Olivetti berjalan mendekati sang camerlegno, matanya yang awas seperti serangga menyala karena marah. "Signore, saya tidak dapat membiarkan hal ini terus berlangsung. Waktu Anda terbuang sia-sia karena dua pelawak ini. Kelompok Illuminati" Tetesan yang akan memusnahkan kita semua""
"Basta," sergah sang camerlegno. Dia mengucapkan kata itu dengan perlahan namun seperti menggema di seluruh ruangan. Kemudian sunyi. Dia kemudian berbisik kepada Olivetti. ' Berbahaya atau tidak, Illuminati atau bukan, wnda apa pun itu, yang pasti adalah benda yang tidak seharusnya ada di Vatican City ... apalagi dalam acara akbar seperti ini. Aku ingin benda itu ditemukan dan dipindahkan. Atur pencariannya sekarang juga.
Olivetti mendesak. "Signore, walaupun kita mengerahkan semua penjaga untuk menyisir setiap sudut kompleks dan mencari kamera kami membutuhkan waktu berhari-hari untuk menemukannya. Terlebih lagi, setelah berbicara dengan Nona Vetra, aku telah memerintahkan anak buahku untuk mencari nama zat yang bernama antimateri tersebut di buku panduan balistik kami yang paling mutakhir. Dan saya tidak menemukan kata itu di mana pun. Tidak ada apa-apa."
Dasar bodoh! pikir Vittoria. Sebuah buku panduan balistik" Apakah mereka tidak bisa mencarinya di kamus" Di bawah huruf A!
Olivetti masih terus berbicara. "Signore, kalau Anda menyuruh kami mencari benda tersebut di seluruh kompleks ini tanpa dilengkapi peralatan apa pun, saya harus menolak."
"Komandan." Suara sang camerlegno itu bergetar karena marah. "Aku peringatkan kepadamu. Ketika kamu berbicara padaku, kamu sedang berbicara kepada institusi ini. Aku tahu kamu tidak menghormati posisiku di sini, tapi menurut hukum akulah yang bertanggung jawab untuk saat ini. Kalau aku tidak salah, para kardinal sekarang sedang berada di tempat yang aman, di dalam Kapel Sistina, dan regu keamananmu tidak perlu terlalu bekerja keras hingga acara suci ini selesai. Aku tidak mengerti kenapa kamu ragu-ragu untuk mencari benda tersebut. Sepertinya kamu sengaja ingin membahayakan rapat pemilihan paus."
Olivetti terlihat kesal. "Berani-beraninya! Aku sudah melayani mendiang Paus selama dua belas tahun! Dan paus
sebelumnya selama empat belas tahun! Sejak tahun 1438 Garda Swiss telah-"
Walkie-talkie yang tergantung di ikat pinggang Olivetti berbunyi keras, memotong kalimatnya. "Commandante""
Olivetti melepaskannya dan menekan tombol bicara. "Sto ocupato! Cosa voi!!"
"Scusi," kata seorang Garda Swiss melalui radio. "Di sini ada komunikasi. Saya kira Anda ingin tahu kalau kita baru saja menerima ancaman bom."
Olivetti menjawab dengan tegas. "Atasi! Lakukan prosedur seperti biasanya, dan tulis laporannya."
"Sudah kami lakukan, Pak, tetapi penelepon itu ..." Pengawal itu berhenti sejenak. "Saya tidak ingin mengganggu Anda, Pak tetapi orang itu mengatakan nama zat yang baru saja Anda perintahkan untuk diselidiki. Antimateri."
Semua orang di dalam ruangan itu saling memandang dengan tatapan tegang.
"Dia mengatakan apa"" bentak Olivetti.
Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Antimateri, Pak. Ketika kami mencoba melacak, saya juga melakukan beberapa penelitian tambahan atas permintaan si penelepon. Informasi tentang antimateri adalah ... yah, terus terang saja, sangat berbahaya."
"Kukira kamu tadi mengatakan kalau di buku panduan balisitik tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu."
"Saya menemukannya di internet, Pak."
Haleluya, seru Vittoria dalam hati.
"Zat kimia itu tampaknya sangat mudah meledak," kata pengawal itu lagi. "Sulit dibayangkan apakah informasi ini akurat tetapi tertulis di sini bahwa setiap pon antimateri mengandung sekitar seratus kali muatan hulu ledak senjata
nuklir." Olivetti menjadi lesu. Seperti sedang menonton gu
nung yang runtuh. Perasaan kemenangan dalam diri Vittoria terhapus oleh kesan ketakutan pada wajah sang camerlegno.
"Kamu berhasil melacak telepon itu"" tanya Olivetti dengan membentak.
"Tidak, Pak. Pasti dia menelepon dengan menggunakan ponsel dan disandi dengan sangat canggih. Jalur SAT terganggu sehingga triangulasinya terputus. Tanda IF mengesankan bahwa penelepon itu berada di Roma, tetapi sulit untuk melacaknya."
"Apakah dia menuntut sesuatu"" tanya Olivetti, suaranya tenang.
"Tidak, Pak. Hanya memperingatkan kita bahwa ada antimateri tersembunyi di dalam kompleks ini. Dia tampak terkejut, aku tidak tahu. Dia kemudian bertanya padaku apakah sudah melihatnya. Anda menanyakan tentang antimateri, jadi saya memutuskan untuk menghubungi Anda, Pak."
"Kamu bertindak benar," kata Olivetti. "Aku akan ke sana sebentar lagi. Beri tahu aku kalau dia menelepon lagi."
Sunyi sejenak dari walkie-talkie itu. "Si penelepon masih terhubung, Pak."
Olivetti terlihat seperti baru saja disetrum listrik. "Dia masih di sana""
"Ya, Pak. Kami sudah mencoba untuk melacaknya selama sepuluh menit ini, tapi tidak berhasil. Dia pasti tahu kalau kita tidak dapat menemukannya karena dia menolak untuk memutuskan sambungan sampai dia berbicara dengan sang camerlegno."
"Sambungkan dia," perintah sang camerlegno. "Sekarang!" Olivetti berpaling. "Bapa, jangan. Negosiator Garda Swiss yang terlatih lebih cocok untuk mengatasi ini." "Sekarang"
Olivetti memerintahkan pengawal itu.
Sesaat kemudian, telepon di atas meja Camerlegno Ventresca mulai berdering. Jemari sang camerlegno meraih tombol speaker phone di pesawat teleponnya. "Demi Tuhan, kamu pikir kamu ini siapa""
41 SUARA YANG DIPERKERAS dari speaker phone sang camerlegno terdengar seperti kaku dan dingin dengan kesan angkuh. Semua orang di ruangan itu mendengarkan.
Langdon mencoba mengenali aksennya. Timur Tengah, mungkin"
"Aku pembawa pesan dari sebuah persaudaraan kuno," suara itu mengumumkan dirinya dengan logat yang asing. "Sebuah persaudaraan yang telah kamu perlakukan dengan tidak adil. Aku adalah pembawa pesan dari kelompok Illuminati."
Langdon merasa otot-ototnya menegang, keraguannya telah pupus sekarang. Saat itu juga dia merasakan berbagai macam perasaan yang campur aduk antara rasa tegang, bangga dan takut seperti yang dirasakannya ketika dia pertama kalinya melihat ambigram itu tadi pagi.
"Apa yang kamu kehendaki"" tanya sang camerlegno.
"Aku mewakili para ilmuwan yang seperti juga dirimu, sedang berusaha untuk mencari jawaban. Jawaban bagi nasib manusia, tujuannya, penciptanya."
"Siapa pun kamu," kata sang camerlegno, "aku-"
"Silenzio. Kamu lebih baik mendengarkan. Selama dua milenium gerejamu telah mendominasi pencarian akan kebenaran. Kalian telah menghancurkan lawanmu dengan kebohongan dan ramalan tentang hari kiamat. Kalian telah memanipulasi kebenaran demi kepentingan kalian, membunuh orang-orang yang penemuannya tidak sesuai dengan pemikiran
kalian. Kenapa kalian heran ketika menjadi sasaran orang-orang yang diberi pencerahan dari seluruh dunia""
"Orang-orang yang diberi pencerahan tidak akan memeras untuk mencapai tujuannya."
"Memeras"" Penelepon itu tertawa. "Ini bukan pemerasan. Kami tidak mempunyai tuntutan. Penghancuran Vatican tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kami sudah menanti selama empat ratus tahun untuk hari ini. Pada tengah malam nanti, kotamu akan dihancurkan. Tidak ada yang dapat kamu lakukan."
Olivetti bergerak cepat menuju speaker phone. "Jalan masuk ke kota ini tidak mungkin ditembus! Kamu tidaK mungkin bisa menanam bom di sini!"
"Kamu berbicara dengan keteledoran seorang Garda Swiss. Mungkin keteledoran seorang petugas" Pasti kamu tahu kalau selama berabad-abad Illuminati sudah menyusup ke dalam berbagai organisasi kalangan atas di seluruh dunia. Kamu betul-betul yakin Vatican itu bebas dari penyusupan kami""
Yesus, kata Langdon dalam hati, jadi mereka mempunyai orang dalam. Bukan rahasia lagi kalau penyusupan merupakan ciri khas kekuatan Illuminati. Mereka menyusup ke dalam Kelompok Mason, jaringan perbankan besar, juga tubuh peme
rintahan. Kenyataannya, Churchill pernah mengatakan kepada para wartawan kalau mata-mata Inggris bisa menyusup ke dalam Nazi seperti Illuminati menyusup ke dalam Parlemen Inggris, Perang Dunia II dapat selesai dalam waktu satu bulan saja.
"Betul-betul omong kosong," bentak Olivetti. "Pengaruhmu tidak mungkin meluas sejauh itu."
"Mengapa tidak" Karena Garda Swiss kalian begitu tangkasnya" Karena mereka menjaga setiap sudut dunia kecilmu itu" Bagaimana dengan Garda Swiss sendiri" Apakah mereka bukan manusia" Apakah kamu benar-benar yakin kalau mereka mau mempertaruhkan hidup mereka hanya untuk sebuah dongeng tentang seorang lelaki yang dapat berjalan di atas air" Tanyakan pada diri kalian sendiri bagaimana tabung itu bisa memasuki kota kalian. Atau bagaimana empat dari harta kalian yang paling berharga dapat menghilang siang ini""
"Harta kami"" bentak Olivetti. "Apa maksudmu""
"Satu, dua, tiga, empat. Kalian belum kehilangan mereka sekarang""
"Apa maksud kalian-" Tiba-tiba Olivetti berhenti. Matanya terbelalak seolah perutnya baru saja ditinju.
"Pada saat matahari menyingsing," kata penelepon itu. "Bolehkah aku membacakan nama-nama mereka""
"Ada apa ini"" tanya sang camerlegno yang tampak bingung.
Penelepon itu tertawa. "Jadi satuan pengamananmu itu belum memberimu penjelasan tentang hal ini" Memalukan sekali. Tidak mengherankan. Kesombongan yang hebat. Aku membayangkan betapa malunya untuk mengatakan kebenaran ... dia sudah bersumpah untuk menjaga keempat kardinal yang tampaknya telah menghilang.... "
Olivetti meledak. "Darimana kamu mendapatkan informasi
itu"" "Sang camerlegno," penelepon itu berkata dengan riang, "coba tanyakan komandanmu itu, apakah semua kardinal kalian sudah lengkap berkumpul di Kapel Sistina."
Sang camerlegno berpaling pada Olivetti, mata hijaunya meminta penjelasan.
"Signore," bisik Olivetti di telinga sang camerlegno. "Memang benar ada empat kardinal kita yang belum melaporkan diri mereka di Kapel Sistina, tetapi tidak perlu khawatir. Mereka semua sudah mendaftarkan diri mereka di tempat penginapan pagi ini, jadi kami tahu kalau mereka semua berada di dalam Vatican City dengan aman. Anda sendiri sudah minum teh bersama mereka beberapa jam yang lalu. Keempat orang itu hanya terlambat menghadiri acara ramah-tamah sebelum rapat pemilih paus dimulai. Kami sudah mencari mereka, tapi kami yakin mereka hanya lupa waktu dan masih menikmati suasana kota ini."
"Menikmati suasana kota ini"" ketenangan sudah tidak terdengar lagi dalam suara sang camerlegno. "Mereka harus berada di kapel itu satu jam yang lalu!"
Langdon menatap Vittoria dengan tatapan keheranan. Kardinal-kardinal yang menghilang" Jadi para pengawal itu tadi sedang mencari mereka di bawah"
"Kalian akan memercayaiku kalau aku membacakan namanama mereka," kata penelepon itu lagi. "Kardinal Lamasse dari Paris, Kardinal Guidera dari Barcelona, Kardinal Ebner dari Frankfurt
Olivetti tampak semakin menciut tiap kali nama-nama itu dibacakan.
Penelepon itu berhenti sebentar, seolah dia sedang menikmati kesenangan tersendiri saat menyebutkan nama terakhir. "Dan dari Italia ... Kardinal Baggia."
Tubuh sang camerlegno langsung lesu seperti sebuah kapal besar yang mati angin. Pakaiannya menggelembung ketika dia terduduk di atas kursinya. "I prefereti," bisiknya. "Keempat kardinal yang diunggulkan ... termasuk Baggia ... yang paling tepat untuk diangkat sebagai Supreme Pontiff, Paus yang Agung ... bagaimana ini bisa terjadi""
Langdon pernah membaca tentang pemilihan paus modern sehingga dia mengerti ketika menatap wajah sang camerlegno
yang putus asa. Walau secara teknis setiap kardinal yang berusia di bawah delapan puluh tahun dapat menjadi paus, tapi hanya sedikit saja di antara mereka yang bisa mendapat dukungan dua pertiga dari mayoritas suara dalam pemilihan itu. Orang-orang yang dijagokan dikenal sebagai para preferiti. Dan mereka semua kini telah menghilang.
Keringat menetes di dahi sang camerlegno. "Apa yang akan kamu lakukan pada mereka""
"Menurutmu apa yang akan kulakukan" Aku adalah keturunan Hassassin."
Langdon merasa m enggigil. Dia mengenal nama itu dengan baik. Gereja berhasil menciptakan beberapa musuh berbahaya selama bertahun-tahun, seperti kelompok Hassassin, Knight Templar, sekelompok serdadu yang diburu atau dikhianati oleh gereja.
"Biarkan kardinal-kardinal itu bebas," kata sang camerlegno. "Apakah mengancam ingin menghancurkan Kota Tuhan saja tidak cukup""
"Lupakan keempat kardinalmu itu. Kamu, toh masih punya banyak. Pastikan bahwa kematian mereka akan diingat oleh jutaan orang. Itu adalah impian setiap martir, bukan" Aku akan membuat mereka menjadi pencerah media. Satu per satu. Pada tengah malam, Illuminati akan mendapatkan perhatian semua orang. Mengapa harus mengubah dunia kalau dunia tidak memerhatikanmu. Pembunuhan di depan umum akan membuat masyarakat sangat ketakutan, bukan" Kalian telah membuktikannya sejak lama... pengadilan itu, penyiksaan yang dilakukan terhadap kelompok Knight Templar dan tentara salib." Dia berhenti sejenak, lalu "Dan tentu saja la purga."
Sang camerlegno terdiam. "Jadi kalian tidak ingat la purga"" tanya penelepon itu. "Tentu saja tidak, kalian masih anak-anak. Para pastor adalah ahli sejarah yang payah. Mungkin karena sejarah itu mempermalukan mereka"'"
"Lapurga" Langdon mendengar dirinya berbicara. "Tahun 1668. Gereja mencap empat orang ilmuwan Illuminati dengan simbol salib untuk membersihkan dosa mereka."
"Suara siapa itu"" tanya si penelepon. Dia lebih terdengar seperti tertarik daripada prihatin. "Ada siapa lagi di sana""
Langdon merasa gemetar. "Namaku tidak penting," katanya sambil mencoba untuk menenangkan suaranya. Berbicara dengan anggota Illuminati yang masih hidup seperti berbicara dengan George Washington. "Aku seorang akademisi yang mempelajari sejarah persaudaraanmu."
"Bagus," sahut suara itu. "Aku senang masih ada orang yang ingat berbagai peristiwa kejahatan yang dilakukan kepada kami."
"Kami, para ilmuwan, mengira kalian telah mati."
"Sebuah pemikiran yang salah. Persaudaraan kami sudah bekerja keras untuk bertahan hidup. Apa lagi yang kamu ketahui tentang la purga""
Langdon ragu-ragu. Apa lagi yang kutahu" Semuanya ini adalah kegilaan, itu yang kutahu! "Setelah dicap, para ilmuwan itu dibunuh, dan mayat mereka di lempar ke tempat-tempat umum di sekitar Roma sebagai peringatan bagi para ilmuwan lainnya agar tidak bergabung dengan Illuminati."
"Ya. Maka kami akan melakukan hal yang sama. Quid pro quo. Anggap saja sebagai retribusi simbolis bagi saudara-saudara kami yang kalian penggal. Keempat kardinal kalian akan mati, satu orang setiap jam, dan akan dimulai pada pukul delapan. Pada tengah malam seluruh dunia akan terpesona."
Langdon bergerak mendekati telepon itu. "Kamu benar-benar bermaksud untuk mencap dan membunuh mereka""
"Sejarah berulang sendiri, bukan" Tentu saja, cara kami lebih elegan dan lebih terus terang daripada gereja. Mereka membunuh empat ilmuwan itu satu per satu dan membuang mayat mereka ketika tidak ada orang yang melihat. Pengecut
sekali." "Apa maksudmu"" tanya Langdon. "Kamu akan mencap tubuh mereka dan membunuh mereka di depan umum""
"Tepat. Walau itu tergantung pada pengertianmu terhadap kata umum itu sendiri. Aku tahu kalau sekarang sudah tidak banyak orang pergi ke gereja."
Langdon merasa heran. "Kamu akan membunuh mereka di dalam gereja""
"Satu tindakan kebaikan. Memudahkan Tuhan untuk mengirim arwah mereka ke surga dengan lebih cepat. Sepertinya itu yang terbaik buat mereka. Tentu saja, dapat kubayangkan kalau pers juga akan menyukainya."
"Kamu membual," kata Olivetti, suaranya kembali terdengar dingin. "Kamu tidak bisa membunuh seseorang di gereja dan berharap bisa lolos begitu saja."
"Membual" Kami bergerak di antara Garda Swiss-mu seperti hantu, memindahkan empat kardinalmu dari dalam dinding-dindingmu tanpa sepengetahuanmu, menanam peledak mematikan di jantung tempat tersuci kalian, dan kamu sekarang mengatakan kalau aku membual" Begitu pembunuhan itu terjadi dan para korban ditemukan, media akan berkerumun. Pada tengah malam, dunia akan tahu alasan Illuminati melakukan
itu." "Dan kalau aku menempatkan penjaga pada s
etiap gereja"" tanya Olivetti.
Penelepon itu tertawa. "Kupikir agamamu yang sudah menyebar dengan luas itu akan membuat usahamu menjadi sebuah tugas yang berat, Komandan. Apakah kamu tidak bisa menghitung" Di Roma ada lebih dari empat ratus gereja Katolik. Katedral, kapel, tabernakel, biara, asrama pendeta, sekolah paroki .... "
Wajah Olivetti tetap keras.
"Akan dimulai sembilan puluh menit lagi," kata penelepon itu dengan nada seperti akan mengakhiri pembicaraannya. "Satu orang kardinal dalam setiap jamnya. Deret matematika tentang kematian. Sekarang aku harus pergi."
"Tunggu!" pinta Langdon. "Katakan padaku tentang cap yang akan kamu berikan kepada orang-orang itu."
Pembunuh itu terdengar senang. "Kukira kamu sudah tahu cap yang mana. Atau kamu ragu" Kamu akan segera melihatnya. Bukti bahwa legenda kuno itu benar."
Langdon merasa pusing. Dia tahu pasti apa yang dimaksud lelaki itu. Langdon membayangkan cap di atas dada Leonardo Vetra. Dongeng rakyat tentang Illuminati menyebutkan jumlah cap itu ada lima. Mereka masih mempunyai empat cap lagi, pikir Langdon, dan empat orang kardinal yang hilang.
"Aku disumpah," kata sang camerlegno, "untuk mengangkat paus yang baru malam ini. Disumpah oleh Tuhan."
"Sang camerlegno" kata penelepon itu, "dunia tidak memerlukan paus baru. Setelah tengah malam nanti, dia tidak akan memiliki apa pun untuk dipimpin kecuali reruntuhan. Gereja Katolik sudah berakhir. Kekuasaanmu di bumi ini sudah selesai."
Lalu dia terdiam. Sang camerlegno tampak benar-benar sedih. "Kalian keliru. Gereja lebih dari sekadar adukan semen dan batu. Kalian tidak
dapat menghapuskan kepercayaan yang sudah berusia dua ribu tahun ... kepercayaan apa pun itu. Kalian tidak bisa meremukkan kepercayaannya dengan menghancurkan rumah peribadatan begitu saja. Gereja Katolik akan berlanjut dengan atau tanpa Vatican City."
"Sebuah kebohongan besar. Tetapi tetap saja sebuah kebohongan. Kita berdua tahu yang sebenarnya. Katakan padaku, mengapa Vatican City dipagari seperti benteng""
"Hamba Tuhan hidup dalam dunia yang berbahaya," jawab sang camerlegno.
"Berapa usiamu, camerlegno" Vatican seperti sebuah benteng Gereja Katolik menyimpan separuh dari hartanya di balik dindingnya-lukisan-lukisan langka, patung-patung, perhiasan tak ternilai, buku-buku berharga ... lalu masih ada emas yang sangat banyak dan surat-surat tanah di dalam bank Vatican City. Orang dalam memperkirakan nilai dari Vatican City adalah 48,5 milyar dolar. Kalian benar-benar duduk di atas tambang emas. Besok semua itu akan menjadi debu. Kalian akan bangkrut. Orang tidak akan mau bekerja tanpa mendapatkan upah."
Kebenaran dari pernyataan itu tercermin pada wajah Olivetti. Sementara itu sang camerlegno tampak sangat terguncang. Langdon tidak yakin yang mana yang lebih hebat, bahwa Gereja Katolik memiliki uang seperti itu atau pengetahuan si Illuminati tentang hal itu.
Sang camerlegno mendesah berat. "Keyakinan, bukan uang, yang menjadi tulang punggung gereja ini."
"Kebohongan lagi," kata penelepon itu. "Tahun lalu kalian mengeluarkan 183 milyar dolar untuk mendukung keuskupan yang sedang sekarat di seluruh dunia. Jumlah jemaat yang menghadiri misa turun 46 persen dalam sepuluh tahun terakhir
Tempatku Di Sisi Mu 2 Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat Pendekar Penyebar Maut 20
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama