Ceritasilat Novel Online

Malaikat Dan Iblis 5

Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Karya Dan Brown Bagian 5


Langdon mengerutkan keningnya. Pada lain hari, dia pasti akan sangat senang membacanya; model modern buatan NASA untuk menggambarkan orbit planet-planet yang didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan teleskop super canggih, mungkin saja hampir sama dengan perkiraan awal yang dibuat oleh Galileo.
"Tidak ada matematika," kata Vittoria. "Dia berbicara tentang pergerakan mundur dan orbit berbentuk elips atau sejenisnya."
Orbit berbentuk elips. Langdon ingat sebagian besar dari masalah hukum yang menimpa Galileo dimulai ketika dia berkata bahwa pergerakan planet-planet berputar dalam orbit yang berbentuk elips. Sementara itu, Vatican mengagungkan kesempurnaan gerakan melingkar dan bersikeras bahwa pergerakan yang dibuat Tuhan hanya berbentuk lingkaran. Bagaimanapun, Illuminati Galileo melihat kesempurnaan itu ada dalam pergerakan elips, mengacu pada dualitas matematika seperti yang terlihat dari dua titik fokus yang dimilikinya. Elips Illuminati tampak jelas bahkan pada masa kini dalam bentuk meja dan tatakan pijakan kelompok Mason modern.
"Berikutnya," kata Vittoria.
Langdon membuka halaman berikutnya.
"Fase-fase bulan dan pergerakan pas
ang laut," katanya. "Tidak ada nomor-nomor. Tidak ada diagram."
Langdon membalik halaman lagi. Tidak ada apa-apa. Dia terus membalik-balik halaman sampai belasan halaman atau lebih. Tidak ada apa-apa. Sama sekali tidak ada perhitungan matematika.
"Kukira lelaki ini adalah seorang ahli matematika," kata Vittoria. "Tetapi, semuanya hanya berupa tulisan saja."
Langdon merasa udara di dalam paru-parunya mulai menipis.
Demikian juga harapannya. Tumpukan kertas di hadapannya mulai menyusut.
"Tidak ada apa pun di sini," kata Vittoria. "Tidak ada matematika. Hanya beberapa tanggal dan bentuk standar, tetapi tidak ada yang tampak seperti petunjuk."
Langdon membalik folio terakhir dan mendesah. Halaman itu juga hanya berisi sebuah esai.
"Buku pendek," kata Vittoria sambil mengerutkan keningnya.
Langdon mengangguk. "Merda, begitu orang Roma menyumpah," kata Vittoria.
Sialan, juga boleh, pikir Langdon. Bayangannya di dinding kaca tampak mengejeknya, sama seperti bayangan yang balas menatapnya dari kaca jendela rumahnya tadi pagi. Sesosok hantu tua. "Pasti ada sesuatu," katanya dengan suara serak karena merasa putus asa. "Segno itu di sini, di suatu bagian. Aku tahu itu!"
"Mungkin kamu salah tentang DIII""
Langdon berpaling dan menatap Vittoria.
"Baiklah," Vittoria berkata, "DIII masuk akal sekali. Tetapi mungkin petunjuknya tidak berupa perhitungan matematika."
"Linguapura. Apa lagi kalau bukan matematika""
"Seni"" "Bahkan di dalam buku ini tidak terdapat diagram atau gambar."
"Yang kutahu, lingua pura itu mengacu pada sesuatu selain bahasa Italia. Matematika tampak terlalu logis." "Aku setuju."
Langdon menolak untuk menerima kekalahan terlalu cepat. "Angka itu pasti ditulis dengan huruf sambung. Perhitungan matematika pasti ditulis dengan kata-kata, bukan dengan persamaan."
"Akan makan waktu untuk membaca semua halaman itu."
"Kita tidak punya waktu. Kita harus membagi tugas." Langdon membalik tumpukan kertas itu dari halaman awal. "Aku cukup mengerti bahasa Italia untuk mengenali angka-angka." Kemudian, dengan menggunakan spatulanya, dia membagi tumpukan kertas itu seperti tumpukan kartu dan
meletakkan tumpukan pertama di depan Vittoria. "Aku yakin kita dapat menemukannya di sini."
Vittoria mengulurkan tangannya dan membalik halaman pertama dengan tangannya.
"Spatula!" kata Langdon sambil mengambil alat itu lagi dari nampan. "Gunakan spatula."
"Aku mengenakan sarung tangan," gerutunya. "Aku tidak akan merusak apa-apa, bukan""
"Gunakan sajalah."
Vittoria memungut spatula itu. "Kamu merasakan apa yang kurasakan"" "Ketegangan""
"Bukan. Napas terasa lebih pendek."
Langdon memang mulai merasakannya juga. Udara mulai menipis lebih cepat dari yang dibayangkannya semula. Dia tahu mereka harus bergegas. Permainan kata yang biasa terdapat di dalam sebuah arsip sudah tidak asing lagi baginya, tetapi biasanya dia mempunyai waktu lebih dari beberapa menit untuk menyelesaikannya. Tanpa berkata-kata lagi, Langdon menundukkan kepalanya dan mulai menerjemahkan halaman pertama dari tumpukannya.
Tunjukkan dirimu, sialan! Tunjukkan dirimu!
53 PADA SUATU TEMPAT di bawah tanah di kota Roma, sesosok gelap menuruni anak tangga batu menuju ke terowongan bawah tanah. Gang tua itu hanya diterangi oleh obor sehingga udara terasa panas dan pengap. Di atasnya terdengar suara-suara ketakutan dari beberapa orang lelaki dewasa yang berteriak memanggil-manggil dengan sia-sia karena suara mereka hanya memantul pada ruangan kosong di sekitar mereka.
Ketika lelaki itu membelok ke sudut, dia melihat orang-orang itu masih dalam keadaan yang sama ketika dia meninggalkan mereka beberapa saat yang lalu-empat orang lelaki tua, ketakutan, terkurung di balik jeruji besi berkarat dalam ruangan berdinding batu.
"Qui etes vous"" tanya salah satu dari keempat lelaki itu dalam bahasa Perancis. "Siapa kamu" Apa yang kamu inginkan dari kami""
"Hilfel" seorang lainnya berkata dalam bahasa Jerman. "Biarkan kami pergi!"
"Kamu tahu siapa kami"" tanya seorang lagi dalam bahasa Inggris yang beraksen Spanyol.
"Diam," suara serak itu memerintah. Ada
ketegasan dalam nada suaranya.
Satu-satunya orang dari keempat tawanan itu, seorang Italia yang tenang dan penuh kehati-hatian, menatap mata penculiknya yang sehitam tinta. Kardinal Italia itu yakin, dia sedang melihat neraka di sana. Tuhan, tolong kami, dia memohon dalam hati.
Pembunuh itu melihat jam tangannya dan kemudian berpaling pada para tawanannya. "Nah," katanya. "Siapa yang mau jadi nomor satu""
54 DI DALAM RUANG ARSIP nomor 10, Robert Langdon mengucapkan nomor dalam bahasa Italia sambil memeriksa kaligrafi di depannya. Mille ... centi ... uno ... duo, tre ... cinquanta. Aku membutuhkan petunjuk nomor! Apa saja, sialan!
Ketika tiba sampai ke lembaran folio terakhirnya, Langdon mengangkat spatulanya untuk menjepit lembaran itu. Ketika dia mendekatkan paruh spatulanya ke halaman folio tersebut, dia gemetar karena sulit untuk memegang alat itu dengan tetap. Beberapa menit setelah itu, dia melihat ke bawah dan sadar kalau dia sudah tidak lagi menggunakan spatulanya dan membalik-balik halaman di depannya dengan tangannya. Aduh, pikirnya, sedikit merasa seperti penjahat. Kekurangan oksigen telah memengaruhi kemampuannya untuk menahan diri. Tampaknya aku akan dibakar di neraka arsip.
"Akhirnya kamu pakai juga tanganmu," kata Vittoria kaget ketika melihat Langdon membalik-balik halaman dengan tangannya. Dia kemudian menjatuhkan spatulanya dan meniru Langdon.
"Menemukan sesuatu yang menarik""
Vittoria menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang benar-benar tampak seperti matematika. Aku membacanya dengan cepat, tetapi tidak ada yang tampak seperti sebuah petunjuk."
Langdon kembali menerjemahkan halaman folio di hadapannya dengan kesulitan yang semakin bertambah. Penguasaan bahasa Italianya tidak bagus, dan tulisan tangan
serta bahasa kuno itu membuatnya semakin lambat. Vittoria berhasil menyelesaikan halaman terakhirnya sebelum Langdon dan tampak berkecil hati ketika dia merapikan kembali tumpukan folio itu. Vittoria terdiam sambil mengamati lagi dengan lebih seksama.
Ketika Langdon selesai dengan halaman terakhirnya, dia mengumpat perlahan dan menatap Vittoria. Perempuan di hadapannya cemberut, dia kemudian menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu di lembaran folionya. "Apa itu"" tanya Langdon.
Vittoria tidak menatapnya. "Apakah kamu menemukan catatan kaki di halaman-halaman yang kamu periksa"" "Aku tidak melihatnya. Kenapa""
"Halaman ini mempunyai catatan kaki. Tidak jelas karena berada dalam lipatan."
Langdon mencoba melihat apa yang sedang dilihat Vittoria, tetapi apa yang dapat dilihatnya hanyalah nomor halaman di sudut atas sebelah kanan di kertas itu. Folio halaman 5. Perlu waktu sesaat saja untuk mencerna sesuatu yang terjadi secara kebetulan itu. Bahkan ketika memerhatikan nomor halaman itu, Langdon tidak langsung menemukan hubungannya. Folio lima, Phytagoras, pentagrams, Illuminati. Langdon bertanya-tanya apakah Illuminati memilih halaman lima untuk menyembunyikan petunjuk mereka. Melalui kabut kemerahan di sekitar mereka, Langdon merasakan adanya sinar harapan yang tipis. "Apakah catatan kaki itu berupa perhitungan matematika""
Vittoria menggelengkan kepalanya. "Teks. Satu baris. Tercetak sangat kecil. Hampir tidak dapat dibaca."
Harapan Langdon menguap. "Seharusnya berupa perhitungan matematika. Lingua pura."
Ya, aku tahu." Vittoria ragu. "Tapi mungkin kamu mau mendengarkan ini." Langdon mendengar kesan gembira dalam suara Vittoria.
"Bacalah." Sambil menyipitkan matanya, Vittoria menatap folio di hadapannya. "The path of light is laid, the sacred test." (Jalan cahaya sudah terbentang, ujian suci itu.)
Kata-kata itu sama sekali tidak seperti yang dibayangkan
Langdon. "Maaf""
Vittoria mengulanginya. " The path of light is laid, the sacred test."
"Jalan cahaya"" Langdon merasa tubuhnya menjadi tegak. "Begitulah katanya. Jalan cahaya."
Ketika kata-kata itu masuk ke dalam otaknya, Langdon menyadari kebingungan yang dirasakannya selama ini dengan cepat berubah menjadi kejelasan. Jalan cahaya sudah terbentang, ujian suci itu. Langdon tidak tahu bagaimana kalimat itu bisa berguna bagi
mereka, tetapi itu jelas merupakan petunjuk langsung ke arah Jalan Pencerahan seperti yang dibayangkannya. Jalan cahaya. Ujian suci. Kepalanya terasa seperti mesin yang sudah berkarat. "Kamu yakin dengan terjemahannya""
Vittoria ragu. "Sebenarnya ...," dia menatap Langdon dengan tatapan aneh. "Itu bukanlah terjemahan. Baris itu tertulis dalam bahasa Inggris."
Sekilas Langdon mengira tata suara di ruangan ini sudah memengaruhi pendengarannya. "Bahasa Inggris""
Vittoria menyorongkan dokumen itu ke hadapan Langdon, dan Langdon membaca teks yang tertulis dalam ukuran kecil di dasar halaman itu. "The path of light is laid, the sacred test.
Bahasa Inggris" Kenapa ada bahasa Inggris di dalam buku
Italia"" Vittoria menggerakkan bahunya. Dia juga tampak bingung. "Mungkin Bahasa Inggris yang mereka maksud dengan lingua pura" Bahasa Inggris dianggap bahasa internasional dalam ilmu pengetahuan. Kami berbicara dengan Bahasa Inggris di CERN.
"Tetapi ini tahun 1603," kata Langdon. "Tidak seorang pun berbicara bahasa Inggris di Italia, bahkan tidak-" Tiba-tiba Langdon berhenti, sadar pada apa yang akan dikatakanya, "Tidak ada satu ... pastor pun yang berbahasa Inggris." Otak akademis Langdon bergerak dengan cepat. "Pada tahun 1600-an," lanjutnya dengan lebih cepat sekarang. "Bahasa Inggris adalah bahasa yang tidak digunakan di Vatican. Mereka melakukan perjanjian dalam bahasa Italia, Latin, Jerman dan bahkan Spanyol atau Perancis. Bahasa Inggris adalah bahasa yang betul-betul asing di Vatican. Mereka menganggap bahasa Inggris adalah bahasa kotor yang digunakan orang-orang yang berpikiran bebas, orang-orang yang memuja kehidupan duniawi seperti Chaucer dan Shakespeare." Tiba-tiba Langdon teringat pada cap-cap Illuminati seperti Bumi, Udara, Api, dan Air. Legenda yang mengatakan bahwa cap-cap tersebut diukir dalam Bahasa Inggris sekarang mulai masuk akal walau tetap terdengar aneh.
"Jadi maksudmu, mungkin Galileo menganggap Bahasa Inggris sebagai la lingua pura karena itu adalah bahasa yang tidak dikendalikan oleh Vatican""
"Ya. Atau mungkin dengan meletakkan petunjuk dalam Bahasa Inggris, Galileo secara tidak langsung menyingkirkan pembaca yang berasal dari Vatican."
"Tetapi itu sama sekali bukan petunjuk," desak Vittoria. "Jalan cahaya sudah terbentang, ujian suci itu"Apa artinya
itu"" Dia benar, pikir Langdon. Baris itu tidak ada gunanya. Tetapi ketika dia menyebutkan lagi kalimat itu di dalam hati, sebuah kenyataan yang aneh tiba-tiba menyadarkannya. Nah, itu aneh, pikirnya. Apa maksudnya ini semua"
"Kita harus keluar dari sini," kata Vittoria dengan suara serak.
Langdon tidak mendengarnya. The path of light is laid, the sacred test. "Itu adalah baris iambic pentameter" kata Langdon tiba-tiba sambil menghitung suku katanya lagi. "Lima couplet dengan suku kata yang ditekan dan tidak ditekan secara bergantian."
Vittoria tampak bingung. "Iambic itu siapa""
Saat itu juga ingatan Langdon kembali ke Phillips Exeter Academy. Ketika itu dia sedang duduk di kelas bahasa Inggris pada hari Sabtu pagi. Hari yang sial. Bintang baseball sekolah, Peter Greer, mendapat kesulitan dalam mengingat jumlah bait yang dibutuhkan untuk sebuah iambic pentameter dalam karya Shakespeare. Guru mereka, orang yang dicalonkan menjadi kepala sekolah bernama Bissell, berjalan ke arah mejanya dan berteriak. "Penta-meter, Greer! Ingat jumlah hong dalam permainan baseball. Pentagon! Lima sisi! Penta! Penta! Penta! Ya ampun!"
Lima couplet, pikir Langdon. Menurut definisinya, setiap couplet memiliki dua suku kata. Dia tidak percaya kalau selama ini dia tidak pernah menghubungkan pemikiran itu. Iambic pentameter adalah ukuran simetris yang berdasarkan pada nomor suci Illuminati, 5 dan 2!
Kamu mulai berhasil! kata Langdon pada dirinya sambil mencoba mengusir gagasan itu dari benaknya. Ketidaksengajaan yang tidak ada artinya! Tetapi pikirannya tetap terpaku di situ. Lima ... untuk Pythagoras dan pentagram. Dua ... untuk dualitas pada semua hal.
Sesaat kemudian, sebuah kenyataan yang lainnya mengirimkan sensasi yang membuat lututnya seperti mati rasa. Ia
mbic pentameter, karena kesederhanaannya, sering disebut "sajak murni" atau "ukuran murni". La lingua pura". Mungkinkah ini bahasa murni yang dimaksudkan oleh Illuminati" The path of light is laid, the sacred test ...
"Uh oh," kata Vittoria.
Langdon berpaling dan melihat Vittoria memutar folio itu hingga terbalik. Langdon merasa perutnya tegang. Jangan lagi. "Tidak mungkin baris itu merupakan ambigram!"
"Bukan. Bukan ambigram ... tetapi ..." Vittoria terus memutar dokumen itu sebesar 90 derajat searah jarum jam.
"Tetapi apa""
Vittoria mendongak. "Ini bukan satu-satunya baris yang ada.'
"Ada yang lain""
"Ada sebuah baris yang berbeda di setiap pinggirannya. Di atas, di bawah, di kiri dan kanan. Kukira ini adalah puisi."
"Empat baris"" Langdon merinding karena gembira. Galileo adalah seorang penyair! "Coba kulihat!"
Vittoria tidak memberikan halaman itu. Dia terus memutarnya sebesar 90 derajat. "Tadi aku tidak melihat baris itu karena tulisan itu berada di pinggiran." Dia memiringkan kepalanya pada baris terakhir. "Hah. Kamu tahu" Galileo bukan orang yang menulis ini. Bukan dia penulisnya."
"Apa"" "Puisi itu ditandatangani oleh John Milton."
"John Milton"" Seorang penyair Inggris berpengaruh yang menulis Paradise Lost adalah seorang penyair yang hidup semasa dengan Galileo. Milton adalah seorang akademisi yang ditempatkan di posisi teratas dalam daftar tersangka Illuminati oleh kelompok penggemar konspirasi. Pernyataan kalau Milton terkait dengan Illuminati Galileo merupakan satu legenda yang diduga Langdon benar. Tidak saja karena Milton pernah pergi ke Roma yang didokumentasikan dengan baik pada tahun 1638 untuk "bergabung dengan orang-orang yang mendapat pencerahan," tetapi dia juga telah bertemu dengan Galileo selama ilmuwan itu ditahan di rumah. Pertemuan-pertemuan itu diabadikan pada banyak lukisan Renaisans, termasuk dalam lukisan karya Annibale Gatti yang terkenal itu, Galileo and Milton, yang sekarang tergantung pada Museum IMSS di Florence.
"Milton mengenal Galileo, bukan"" tanya Vittoria ketika akhirnya dia menyodorkan halaman folio itu pada Langdon. "Mungkin dia menulis puisi untuk penghormatan""
Langdon mengeraskan rahangnya ketika dia mengambil lembaran dokumen itu. Dia tetap membiarkannya terletak di atas meja, lalu membaca baris yang ada di bagian atas halaman itu. Kemudian dia memutar halaman itu 90 derajat, lalu membaca baris di sisi kanan. Satu putaran lagi, dan dia membaca di bagian bawah. Satu putaran berikutnya, yang sebelah kiri. Langdon lalu memutar 90 derajat lagi untuk menyelesaikan satu putaran. Semua ada empat baris. Baris pertama yang ditemukan Vittoria itu seharusnya merupakan baris ketiga. Sambil terperangah, Langdon membaca keempat baris itu sekali lagi searah jarum jam, dari atas, lalu kanan, kemudian bawah, dan akhirnya kiri. Ketika dia sudah selesai, dia menarik napas panjang. Tidak ada keraguan dalam benaknya. "Kamu telah menemukannya, Nona Vetra."
Vittoria tersenyum tegang. "Bagus, sekarang kita bisa keluar dari sini""
"Aku harus mencatat baris-baris itu. Aku perlu pensil dan kertas."
Vittoria menggelengkan kepalanya. "Lupakan, profesor. Tidak ada waktu untuk menulis. Si Mickey berdetik." Vittoria kemudian mengambil halaman itu dari tangan Langdon dan menuju pintu.
Langdon berdiri. "Kamu tidak boleh membawanya keluar! Itu sebuah-"
Tetapi Vittoria sudah menghilang.
55 LANGDON DAN VITTORIA meloncat ke halaman di luar ruang Arsip Rahasia. Udara segar terasa seperti candu ketika mengalir ke dalam paru-paru Langdon. Titik ungu dalam penglihatannya segera menghilang. Tapi tidak dengan rasa berdosa yang kini dirasakannya. Dia baru saja menjadi antek pencurian sebuah peninggalan sejarah yang sangat berharga yang terdapat di ruang penyimpanan arsip yang paling tertutup di dunia. Langdon seperti mendengar suara sang camerlegno berkata, Aku memberikan kepercayaanku kepadamu.
"Cepat," kata Vittoria sambil masih memegang lembaran folio itu di tangannya dan berjalan dengan setengah berlari menyeberangi Via Borgia menuju ke arah kantor Olivetti.
"Kalau ada air mengenai papir
us itu-" "Tenang saja. Begitu kita bisa memecahkan kode ini, kita dapat mengembalikan folio halaman 5 mereka yang suci itu."
Langdon mempercepat jalannya untuk mengejar Vittoria. Selain merasa seperti seorang penjahat, dia juga masih takjub dengan pesona dokumen itu. John Milton adalah seorang anggota
Illuminati. Dia menciptakan puisi untuk Galileo dan dipublikasikan dalam folio halaman 5 ... jauh dari pengetahuan Vatican.
Ketika mereka meninggalkan halaman depan gedung arsip, Vittoria mengeluarkan lembaran folio itu dan memberikannya kepada Langdon. "Kamu pikir kamu dapat memecahkan sandi
yang tertulis di sini" Atau kita tadi hanya memeras otak untuk sesuatu yang sia-sia saja""
Langdon menerima lembaran itu dengan hati-hati. Tanpa ragu dia menyelipkannya ke dalam salah satu saku di balik jas wolnya agar terhindar dari sinar matahari dan bahaya kelembaban. "Aku sudah memecahkan sandinya."
Vittoria berhenti mendadak. "Apa""
Langdon terus berjalan. Vittoria mengejarnya. "Kamu baru membacanya sekali! Kupikir sandi itu akan sulit untuk dipecahkan!"
Langdon tahu Vittoria benar, tapi dia telah berhasil memecahkan segno itu dengan satu kali baca saja. Sebuah stanza yang sempurna yang memiliki iambic pentameter, dan altar ilmu pengetahuan yang pertama terlihat dengan sangat jelas. Diakuinya, penemuan yang terlalu mudah itu membuatnya merasa gelisah. Dia dibesarkan oleh etika kerja kaum puritan. Dia masih dapat mendengar ayahnya mengucapkan sebuah pepatah Inggris kuno: Kalau tidak sulit, berarti kamu salah mengerjakannya. Langdon berharap pepatah itu salah. "Aku telah memecahkannya," katanya sambil berjalan lebih cepat sekarang. "Aku tahu di mana pembunuhan pertama akan dilakukan. Kita harus memperingatkan Olivetti."
Vittoria mengejar langkahnya. "Bagaimana kamu bisa tahu" Coba kulihat kertas itu lagi." Dengan ketangkasan seorang petinju, Vittoria merogoh saku jas Langdon dan menarik keluar lembaran folio itu lagi.
"Hati-hati!" seru Langdon. "Kamu tidak dapat-" Vittoria mengabaikannya. Sambil memegang lembaran itu di tangannya, Vittoria berjalan di samping Langdon, dan membaca dokumen tersebut di bawah lampu malam serta memeriksa pinggirannya. Ketika Vittoria mulai membacanya dengan keras Langdon
berniat untuk mengambil kembali folio itu, tetapi dia terpesona pada suara alto dan aksen perempuan itu ketika membaca suku kata puisi itu dalam irama yang sempurna dengan gayanya sendiri.
Untuk sesaat, ketika mendengarkan bait-bait yang dibaca dengan suara keras oleh Vittoria, Langdon merasa seperti dipindahkan ke masa yang lain ... seolah dia berada di masa ketika Galileo masih hidup dan sedang mendengarkan pembacaan puisi untuk pertama kalinya ... Langdon tahu puisi itu adalah ujian, sebuah peta, sebuah petunjuk untuk menemukan keempat altar ilmu pengetahuan ... sekaligus keempat petunjuk yang mengungkap sebuah jalan rahasia di Roma. Bait-bait itu mengalir dari bibir Vittoria seperti sebuah
lagu. From Santi's earthly tomb with demons hole, 'Cross Rome the mystic elements unfold. The path of light is laid, the sacred test, Let angels guide you on your lofty quest.
(Dari makam duniawi Santi yang memiliki lubang iblis, Seberangi Roma untuk membuka elemen-elemen mistis.
Jalan cahaya sudah terbentang, ujian suci itu, Biarkan para malaikat membimbingmu dalam pencarian
muliamu.) Vittoria membacanya dua kali kemudian terdiam, seolah membiarkan kata-kata kuno itu bergema sendiri.
Dari makam duniawi Santi, ulang Langdon dalam benaknya. Puisi itu sangat jelas tentang hal itu. Jalan Pencerahan
dimulai dari makam Santi. Dari situ, seberangi Roma untuk menemukan berbagai petunjuk yang menerangi jejak itu.
Dari makam duniawi Santi yang memiliki lubang iblis, Seberangi Roma untuk membuka elemen-elemen mistis.
Elemen-elemen mistis. Ini juga jelas. Tanah, Udara, Api, Air. Elemen-elemen ilmu pengetahuan, keempat petunjuk Illuminati tersebut disamarkan sebagai patung yang terlihat religius.
"Petunjuk pertama," kata Vittoria, "sepertinya berada di makam Santi."
Langdon tersenyum. "'Kan aku sudah bilang. Ini tidak terlalu su
lit." "Jadi, siapa Santi itu"" tanyanya, nada suaranya tiba-tiba terdengar gembira. "Dan di mana makamnya""
Langdon tertawa sendiri. Dia kagum karena hanya segelintir orang saja yang tahu siapa Santi itu, padahal nama itu adalah nama belakang seorang seniman zaman Renaisans ternama. Nama depannya sangat dikenal dunia ... seorang anak berbakat yang pada usia 25 tahun mendapatkan jabatan penting pada masa Paus Julius II. Dan ketika dia meninggal pada usia 38 tahun, dia meninggalkan koleksi lukisan dinding yang paling hebat di dunia. Santi adalah raksasa seni dunia, dan hanya dikenal dengan nama depannya saja. Itu adalah pencapaian kesuksesan yang hanya diperoleh oleh segelintir orang saja ... orang-orang seperti Napoleon, Galileo, Yesus ... dan, tentu saja, orang-orang setengah dewa yang sekarang dikenal Langdon. Mereka itu sering terdengar berteriak-teriak dari kamar mahasiswa di asrama kampus Harvard- Sting, Madonna, Jewel, dan seniman yang dulu dikenal sebagai Prince, yang
sekarang telah mengganti namanya dengan simbol 'T, dan membuat Langdon menjulukinya sebagai "The Tau Cross With Intersecting Hermaphroditic Ankh." (Salib Tau yang bersinggungan dengan tanda Ankh hermaprodit).
"Santi," kata Langdon, "adalah nama belakang seorang seniman hebat zaman Renaisans, Raphael."
Vittoria tampak terkejut. "Raphael" Maksudmu Raphael
yang..."" "Satu-satunya Raphael." Langdon terus berjalan dengan cepat untuk segera sampai ke kantor Olivetti.
"Jadi jalan itu bermula dari makam Raphael""
"Sebenarnya itu sangat masuk akal," kata Langdon sambil bergegas. "Illuminati sering menganggap seniman dan pematung besar sebagai saudara kehormatan kelompok mereka. Kelompok Illuminati mungkin memilih makam Raphael sebagai tanda penghormatan mereka." Langdon juga tahu bahwa Raphael, seperti juga banyak seniman religius lainnya, diduga diam-diam adalah seorang ateis.
Vittoria menyelipkan lembaran folio itu kembali ke dalam saku jas Langdon dengan hati-hati. "Jadi, di mana dia dimakamkan""
Langdon menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Vittoria. "Percaya atau tidak. Raphael dimakamkan di Pantheon."
Vittoria tampak ragu. "Pantheon yang itu""
"Sang Raphael di Pantheon yang itu." Langdon harus mengakui, dia tidak pernah menduga Pantheon sebagai petunjuk pertama. Selama ini dia mengira altar ilmu pengetahuan pertama berada di tempat yang tenang, jauh dari gereja, suatu tempat yang tidak menyolok. Walau pada tahun 1600-an, Pantheon,
dengan kubah besarnya yang berlubang, adalah salah satu situs Roma yang terkenal.
"Apakah Pantheon itu sebuah gereja"" tanya Vittoria.
"Gereja Katolik tertua di Roma."
Vittoria menggelengkan kepalanya. "Tetapi apakah kamu benar-benar yakin kardinal pertama akan dibunuh di Pantheon" Tempat itu pasti menjadi tempat yang paling ramai dikunjungi turis di Roma."
Langdon mengangkat bahunya. "Si pembunuh yang menelepon sang camerlegno tadi berkata dia ingin seluruh dunia melihatnya. Membunuh seorang kardinal di Pantheon tentu akan membuka banyak mata."
"Tetapi bagaimana orang itu bisa berharap dapat membunuh seseorang di Pantheon dan kabur begitu saja tanpa diketahui" Itu tidak mungkin."
"Sama tidak mungkinnya dengan menculik empat orang kardinal dari Vatican City" Puisi itu tepat sekali."
"Kamu yakin bahwa Raphael dimakamkan di dalam
Pantheon"" "Aku sudah pernah melihat makam itu beberapa kali." Vittoria mengangguk walau masih terlihat cemas. "Jam berapa sekarang""
Langdon melihat jam tangannya. "Tujuh tiga puluh."
"Apakah Pantheon itu jauh letaknya""
"Satu mil mungkin. Kita masih punya waktu."
"Puisi itu mengatakan makam duniawi Santi yang memiliki lubang iblis. Apakah itu punya arti tertentu bagimu""
Langdon bergegas melintasi Halaman Sentinel secara diagonal. "Duniawi" Sebenarnya mungkin tidak ada tempat paling duniawi di Roma selain Pantheon. Nama itu berasal dari agama asli yang dipraktikkan di sana ketika itu-Pantheisme,
keyakinan yang memuja semua dewa, terutama dewa yang bernama Ibu Bumi."
Sebagai mahasiswa arsitektur, Langdon merasa kagum ketika mempelajari bahwa dimensi ruang utama P
antheon merupakan penghormatan bagi Gaea-dewi Bumi. Proporsinya begitu tepat sehingga sebuah bola dunia raksasa dapat masuk dengan sempurna ke dalam bangunan itu.
"Oke," kata Vittoria, sekarang terdengar lebih yakin. "Dan lubang iblis" Dari makam duniawi Santi yang memiliki lubang iblis""
Langdon tidak terlalu yakin tentang hal itu. "Lubang iblis pasti maksudnya lubang di puncak kubah," sahut Langdon sambil menerka-nerka. "Bagian terbuka berbentuk bulat yang terkenal yang berada di atap Pantheon."
"Tetapi itu sebuah gereja," sanggah Vittoria sambil bergerak sesuai langkah kaki Langdon yang cepat tanpa harus bersusah payah. "Kenapa mereka menamakan bagian terbuka itu
lubang iblis"" Langdon sebenarnya juga heran. Dia belum pernah mendengar istilah "lubang iblis" sebelumnya, tetapi dia ingat sebuah kritik tentang Pantheon yang terkenal dari abad ke enam yang kata-katanya terdengar sangat masuk akal sekarang. Venerable Bede seorang akademisi, sejarawan dan ahli teologi asal Inggris, pernah menulis lubang di langit-langit Pantheon dibuat oleh setan yang mencoba melarikan diri dari gedung itu ketika tempat itu disucikan oleh Boniface IV.
Vittoria menambahkan ketika mereka memasuki halaman yane lebih kecil, "Tapi kenapa Illuminati menggunakan nama Santi kalau dia seharusnya terkenal dengan nama Raphael""
"Kamu banyak bertanya."
"Ayahku pernah mengatakan itu padaku."
"Ada dua alasan yang masuk akal. Satu, kata Raphael memiliki terlalu banyak suku kata sehingga akan merusak iambic pentameter yang terdapat dalam puisi itu."
"Terlalu panjang dibanding kata Santi."
Langdon setuju. "Selain itu, dengan menggunakan nama 'Santi' petunjuk itu jadi tersamar, sehingga hanya orang yang sangat tercerahkan yang dapat mengenali petunjuk ke makam Raphael itu."
Tampaknya Vittoria tidak percaya dengan alasan itu. "Aku yakin nama belakang Raphael sangat terkenal ketika dia masih
hidup." "Anehnya, ternyata tidak begitu. Pengakuan dengan nama tunggal adalah simbol status. Raphael menghindari penggunaan nama belakang seperti juga banyak bintang terkenal masa kini. Misalnya Madonna. Dia tidak pernah menggunakan nama keluarganya, Ciccone."
Vittoria tampak tertarik. "Kamu tahu nama belakang Madonna"
Langdon menyesali pilihan contohnya itu. Tapi itu tidak aneh kalau mengingat dia terlalu banyak bergaul dengan anak-anak muda di kampus.
Ketika dia dan Vittoria melintasi gerbang terakhir menuju ke Kantor Garda Swiss, langkah mereka tiba-tiba dihentikan.
"Para!" sebuah suara berteriak di belakang mereka.
Langdon dan Vittoria berputar dan melihat sepucuk laras senjata mengarah kepada mereka.
"Attento!" Vittoria berteriak sambil terloncat mundur. "Hatihati dengan-"
"Non sportarti!" bentak penjaga itu sambil mengokang senjatanya.
"Soldato!" sebuah suara dengan nada memerintah terdengar dari seberang halaman. Olivetti keluar dari Markas Garda Swiss. "Biarkan mereka pergi!"
Penjaga itu tampak bingung. "Ma, signore, e una donna-"
"Masuk!" Olivetti berteriak lagi pada penjaga itu.
"Signore, non posso-"
"Sekarang! Kamu punya perintah baru. Kapten Rocher akan memberikan pengarahan dalam waktu dua menit lagi. Kita akan mengatur pencarian."
Dengan wajah bingung, penjaga itu bergegas memasuki Markas Garda Swiss. Olivetti berjalan ke arah Langdon dan Vittoria dengan kaku dan terlihat kesal. "Arsip kami yang paling rahasia" Aku minta sebuah penjelasan."
"Kami mempunyai berita bagus," kata Langdon.
Mata Olivetti menyipit. "Harus sangat-sangat bagus."
56 EMPAT BUAH MOBIL Alfa Romeo 155 T-Spark tanpa nomor menderu di jalan Via del Coronari seperti jet tempur meluncur di landasan pacu. Kendaraan itu membawa dua belas orang Garda Jwiss dengan baju preman dan bersenjata semi otomatis Cherchi-Pardini, sejenis senjata yang dilengkapi tabung gas syaraf jarak pendek dan pistol pelumpuh jarak jauh. Tiga penembak jitu membawa senapan dengan pembidik yang dilengkapi oleh sinar laser.
Olivetti berada di mobil terdepan dan duduk di samping supir. Ketika dia menoleh ke belakang ke arah Langdon dan Vittoria, matanya bersinar marah. "Jadi ini yang kamu m
aksud dengan penjelasan yang masuk akal""
Langdon merasa kaku setiap kali duduk di dalam mobil yang sempit. "Aku bisa mengerti kalau kamu-"
"Tidak. Aku tidak mengerti!" Olivetti tidak pernah meninggikan suaranya, tapi ketegangannya meningkat tiga kali lipat saat ini. "Aku baru saja memindahkan dua belas penjaga terbaikku dari Vatican City di tengah-tengah acara pemilihan paus yang sedang berlangsung. Dan aku melakukannya untuk mengintai Pantheon berdasarkan keterangan orang Amerika yang tidak aku kenal yang baru saja menerjemahkan puisi berusia empat ratus tahun. Sementara itu, aku malah menyerahkan pencarian senjata antimateri itu kepada petugas kelas dua."
Langdon menahan diri untuk tidak mengeluarkan folio halaman 5 dari saku jasnya dan melambai-lambaikannya di depan wajah Olivetti. Dia hanya berkata, "Setahuku, informasi yang kami temukan menunjuk ke makam Raphael, dan makan Raphael itu berada di dalam Pantheon."
Penjaga di belakang kemudi mengangguk. "Dia benar, Komandan. Istriku dan aku-"
"Kamu mengemudi saja," bentak Olivetti. Lalu dia berpaling lagi pada Langdon. "Bagaimana seseorang bisa melakukan pembunuhan di tempat yang dipenuhi oleh pengunjung dan melarikan diri tanpa dilihat orang""
"Aku tidak tahu," jawab Langdon. "Tetapi jelas Illuminati itu adalah kelompok yang sangat cerdik. Mereka berhasil memasuki CERN dan Vatican City tanpa ketahuan. Kita cukup beruntung dapat mengetahui di mana tempat pembunuhan pertama akan dilakukan. Pantheon adalah satu kesempatan bagimu untuk menangkap orang itu."
"Apa"" tanya Olivetti. "Satu kesempatan" Kukira kamu tadi mengatakan ada semacam jejak. Serangkaian petunjuk. Kalau Pantheon adalah tempat yang tepat, kita dapat mengikuti jalur itu ke petunjuk berikutnya. Kita memiliki empat kesempatan untuk menangkap orang itu."
"Kuharap juga begitu," kata Langdon. "Seharusnya kita melakukan ini ... seabad yang lalu."
Penemuan bahwa Pantheon adalah altar ilmu pengetahuan yang pertama ternyata menjadi momen yang menyenangkan sekaligus menyedihkan bagi Langdon. Sejarah diwarnai oleh kekejaman terhadap siapa pun yang berusaha untuk mengetahui jejak Illuminati. Kemungkinan bahwa Jalan Pencerahan masih utuh dengan keempat patungnya sangatlah kecil. Walaupun selama ini Langdon sering berangan-angan untuk menelusuri jejak tersebut sampai bertemu dengan markas Illuminati, dia menyadari hal itu tidak mungkin terwujud. "Vatican telah memindahkan dan menghancurkan semua patung di Pantheon pada akhir tahun 1800-an."
Vittoria tampak terkejut. "Kenapa demikian""
"Patung-patung itu dianggap sebagai patung dewa-dewa Pagan Olympia. Jadi itu artinya petunjuk pertama sudah hilang ... bersama-sama dengan-"
"Harapan untuk menemukan Jalan Pencerahan dan petunjuk-petunjuk lainnya"" tanya Vittoria memotong kalimat Langdon.
Langdon menggelengkan kepalanya. "Kita hanya punya satu kesempatan. Pantheon. Setelah itu, tidak ada petunjuk lainnya."
Olivetti menatap Langdon dan Vittoria. Setelah beberapa saat kemudian dia berpaling menghadap, ke depan. "Menepi," katanya tegas pada si pengemudi.
Pengemudi itu menepikan mobilnya ke arah pinggiran jalan dan menghentikan mobilnya. Tiga mobil Alfa Romeo di belakang mereka mengerem kendaraannya hingga mengeluarkan suara berdecit. Konvoy Garda Swiss berhenti.
"Apa yang kamu lakukan"" tanya Vittoria sambil berseru.
"Pekerjaanku," sahut Olivetti sambil menoleh ke belakang, suaranya terdengar keras seperti batu. "Pak Langdon, ketika kamu mengatakan akan menjelaskan semuanya dalam perjalanan, aku mengira akan mendekati Pantheon dengan alasan yang jelas kenapa anak buahku harus berada di sini. Kami tidak punya alasan di sini. Kita tidak bisa meneruskan pengejaran ini karena saya mengabaikan tugas yang lebih penting dengan pergi ke sini, dan karena teori Anda tentang pengorbanan perjaka dan puisi kuno itu tidak masuk akal. Saya
membatalkan misi ini sekarang juga." Dia lalu mengeluarkan walkie-talkie-nya. dan menyalakannya.
Vittoria mengulurkan tangannya ke depan dan mencengkeram tangan Olivetti. "Kamu tidak bisa begitu!"
Olivetti membanting walkie-talkienya dan melotot kepada Vittoria dengan matanya yang merah. "Kamu pernah ke Pantheon, Nona Vetra""
"Belum, tetapi aku-"
"Biarkan aku menjelaskannya padamu. Pantheon adalah sebuah ruangan. Sebuah ruangan bulat terbuat dari batu dan semen. Gedung itu hanya mempunyai satu jalan masuk. Tidak ada jendela. Hanya satu jalan masuk yang sempit. Jalan masuk itu selalu dijaga oleh tidak kurang dari empat polisi Roma bersenjata yang melindungi tempat suci itu dari perusak seni, teroris anti-Kristen, dan turis-turis gipsi yang ceroboh,"
"Maksudmu"" tanya Vittoria dingin.
"Maksudku"" tangan Olivetti mencengkeram tempat duduknya dengan kesal. "Maksudku adalah, apa yang baru saja kalian katakan kepadaku tentang apa yang akan terjadi, bagiku itu sangat tidak mungkin! Dapatkah kalian memberiku skenario yang masuk akal bagaimana orang dapat membunuh seorang kardinal di dalam Pantheon" Pertama-tama, bagaimana seseorang dapat membawa seorang sandera melewati para penjaga untuk memasuki Pantheon" Apalagi benar-benar membunuhnya dan melarikan diri dari situ" Olivetti mencondongkan tubuhnya dan Langdon dapat mencium napasnya yang beraroma kopi. "Bagaimana, Pak Langdon" Beri aku satu skenario yang masuk akal."
Langdon merasa mobil kecil itu menyusut di sekitarnya. Aku tidak tahu! Aku bukan seorang pembunuh! Aku tidak tahu bagaimana dia akan melakukannya! Aku hanya tahu"Satu skenario"" sahut Vittoria dengan suara yang mantap. "Coba dengar ini, pembunuh itu terbang dengan helikopter dan menjatuhkan seorang kardinal yang sudah dicap tubuhnya melalui lubang di atap Pantheon. Tubuh kardinal itu menghantam lantai pualam dan mati."
Semua orang yang berada di dalam mobil itu berpaling dan menatap Vittoria. Langdon tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Kamu mempunyai khayalan yang mengerikan, nona, tetapi kamu sangat cepat.
Olivetti mengerutkan keningnya. "Aku akui itu mungkin saja ... tetapi-"
"Atau si pembunuh membius kardinal yang malang itu," kata Vittoria lagi, "lalu membawanya dengan kursi roda memasuki Pantheon seperti seorang turis tua lainnya. Dia mendorongnya ke dalam, diam-diam memotong lehernya, kemudian berjalan keluar."
Yang ini tampak sedikit membawa pengaruh bagi Olivetti.
Tidak buruk! pikir Langdon.
"Atau," Vittoria masih melanjutkan, "pembunuh itu dapat"Aku sudah mendengarkanmu," kata Olivetti. "Cukup." Dia menghela napas panjang dan menghembuskannya. Seseorang mengetuk jendela mobil dengan keras sehingga semua orang di dalam mobil itu terlonjak. Dia seorang serdadu dari mobil yang lain. Olivetti menurunkan kaca jendelanya.
"Semua beres, Komandan"" Serdadu itu juga berpakaian preman. Dia kemudian menarik lengan bajunya ke atas dan menampakkan sebuah jam tangan chronograph tentara berwarna hitam. "Jam tujuh lewat empat puluh, Komandan. Kita harus segera berada di tempat."
335 DAN BROWN Olivetti mengangguk kecil tetapi tidak mengatakan apa-apa untuk beberapa saat. Dia menggosok-gosokkan jarinya di atas dasbor sambil berpikir. Dia mengamati Langdon yang duduk di bangku belakang dari kaca spion. Langdon merasa dirinya sedang diukur dan ditimbang. Akhirnya Olivetti berpaling lagi pada penjaga itu. Ada nada enggan dalam suaranya. "Kita akan mendekati sasaran dengan berpencar. Masing-masing ke Piazza della Rotunda, Via degli Orfani, Piazza Sant'Ignacio, dan Sant'Eustachio. Jangan lebih dekat dari dua blok. Begitu kalian memarkir mobil, tetap siagakan mobil dan tunggu perintahku. Tiga menit."
"Baik, Pak." Lalu serdadu itu kembali ke mobilnya.
Komandan itu berpaling ke belakang dari tempat duduknya dan menatap tajam pada Langdon. "Pak Langdon, ini sebaiknya tidak membuat kita malu."
Langdon tersenyum dengan perasaan tidak tenang. Bagaimana bisa memalukan"
57 DIREKTUR CERN, Maximilian Kohler, membuka matanya dan merasakan aliran deras cromolyn dan leukotriene yang dingin di dalam tubuhnya untuk memperbesar saluran tenggorokan dan kapiler paru-parunya. Dia sekarang sudah bisa bernapas dengan normal lagi. Kohler sadar, dirinya terbaring di dalam ruang pribadi di bagian perawatan CERN. Kursi rodanya berada di samping te
mpat tidur. Dia memerhatikan sekelilingnya, lalu ditelitinya pakaian kertas yang dipakaikan suster untuknya. Pakaiannya sendiri terlipat dan diletakkan di atas kursi di samping tempat tidur. Dari luar, dia dapat mendengar seorang perawat berjalan untuk melakukan pemeriksaan rutin. Kohler terbaring di sana dan mendengarkan suara-suara di sekelilingnya untuk beberapa saat. Kemudian, diam-diam dia bangkit dan duduk di tepi tempat tidur lalu meraih pakaiannya. Kedua kakinya yang lumpuh membuatnya harus berjuang ketika mengenakan pakaiannya sendiri. Setelah itu dia menyeret tubuhnya hingga duduk di atas kursi rodanya.
Sambil menutup mulutnya ketika terbatuk, Kohler menggelinding di atas kursi rodanya ke arah pintu. Dia menggerakkan kursi rodanya secara manual dan dengan berhati-hati supaya motor kursi rodanya tidak menyala. Ketika dia tiba di pintu, dia mengintai ke luar. Gang itu kosong.


Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa suara, Maximilian Kohler menyelinap keluar dari ruang perawatan.
58 "JAM 7 LEWAT 46 ... bersiaplah." Bahkan ketika berbicara pada walkie-talkie-nya, suara Olivetti sepertinya tidak pernah lebih keras daripada sebuah bisikan.
Langdon merasa tubuhnya mulai berkeringat di balik jas wol Harris-nya ketika duduk di bangku belakang Alfa Romeo yang diparkir di Piazza de la Concorde yang berjarak hanya tiga blok dari Pantheon. Vittoria duduk di sampingnya dan tampak terpesona dengan Olivetti yang sedang memberikan perintah terakhirnya.
"Pasukan akan ditempatkan di delapan titik," kata sang komandan. "Kepung Pantheon dengan kemiringan di pintu masuk. Target mungkin bisa mengenali kita, jadi usahakan untuk tidak terlihat. Ini operasi untuk melumpuhkan sasaran. Kita membutuhkan orang yang bisa mengamati atap. Target yang utama. Tawanannya nomor dua."
Ya ampun, pikir Langdon dan merasa merinding karena keefisienan Olivetti ketika mengatur operasinya. Sang komandan baru saja mengatakan bahwa kardinal yang menjadi tawanan adalah sesuatu yang dapat diurus nanti. Tawanannya nomor dua.
"Kuulangi. Operasi ini hanya untuk melumpuhkan. Tangkap target hidup-hidup. Ayo." Olivetti kemudian mematikan walkie-talkie-nya.
Vittoria tampak hampir meledak kemarahannya. "Komandan apa ada orang yang akan masuk""
Olivetti memutar tubuhnya. "Masuk""
"Masuk ke Pantheon! Tempat di mana kejadian ini diperkirakan terjadi."
"Attento," kata Olivetti, matanya menatap tajam. "Kalau anak buahku sudah disusupi oleh Illuminati, si pembunuh pasti dapat mengenali mereka. Temanmu itu baru saja mengatakan bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan untuk menangkap sasaran kita. Aku tidak berniat untuk menakut-nakuti siapa pun dengan menyuruh orang-orangku menyerbu ke dalam."
"Tetapi bagaimana kalau si pembunuh sudah berada di
dalam"" Olivetti melihat jam tangannya. "Sasaran kita itu bukan sejenis orang yang suka main-main. Pukul delapan tepat. Kita masih punya waktu lima belas menit."
"Dia bilang dia akan membunuh sang kardinal jam delapan tepat. Tapi mungkin dia sudah membawa korban ke dalam Pantheon. Bagaimana kalau anak buahmu melihat si pembunuh berjalan keluar tetapi tidak dapat mengenalinya" Harus ada orang yang memastikan bahwa di dalam memang bersih."
"Terlalu berisiko untuk saat ini."
"Tidak berisiko kalau orang yang masuk ke dalam adalah orang yang tidak dikenalinya."
"Operasi penyamaran memakan banyak waktu dan-"
"Maksudku, aku yang masuk," kata Vittoria.
Langdon berpaling dan menatap Vittoria.
Olivetti menggelengkan kepalanya. "Aku sama sekali tidak setuju."
"Dia membunuh ayahku."
"Betul sekali, jadi mungkin saja dia tahu siapa dirimu." "Kamu mendengarnya ketika berkata di telepon tadi. Dia tidak tahu Leonardo Vetra mempunyai anak perempuan. Aku
sangat yakin, dia tidak akan mengenali wajahku. Aku dapat berjalan masuk seperti turis. Kalau aku melihat apa saja yang mencurigakan, aku dapat berjalan ke lapangan dan memberi tanda, lalu orang-orangmu masuk."
"Maaf, tetapi aku tidak dapat mengizinkan itu."
"Comandante"" alat penerima Olivetti berbunyi. "Kami menemukan situasi sulit di titik utara. Ada air mancur yang menghalangi pandangan kami. Ka
mi tidak dapat melihat ke dalam kecuali kalau kami bergerak ke tempat terbuka di piazza. Apa pilihan Anda" Anda mau kami tidak bisa melihat sasaran atau berada di tempat terbuka sehingga mudah tertembak""
Tampaknya Vittoria telah menahan diri cukup lama, "Cukup. Aku masuk." Dia lalu membuka pintu dan keluar.
Olivetti menjatuhkan walkie-talkie-nya dan meloncat keluar mobil, dan berdiri di depan Vittoria.
Langdon juga keluar. Dia pikir apa yang bisa dilakukannya"
Olivetti menghalangi jalan Vittoria. "Nona Vetra, nalurimu memang bagus, tetapi aku tidak boleh melibatkan orang sipil."
"Melibatkan" Pandangan anak buahmu terhalang. Biarkan aku membantu."
"Aku semestinya senang kalau memiliki seorang pengintai di dalam, tetapi .... "
"Tetapi apa"" tanya Vittoria. "Tetapi aku seorang perempuan""
Olivetti tidak mengatakan apa-apa.
"Sebaiknya kamu tidak mengucapkan itu, Komandan. Kita tahu pasti ini adalah gagasan yang sangat bagus. Dan kalau kamu membiarkan omong kosong tentang sifat macho yang kuno itu-"
"Kita kerjakan saja pekerjaan kita." Biarkan aku membantu."
"Terlalu berbahaya. Kami tidak mempunyai jalur komunikasi denganmu. Aku tidak akan membiarkanmu membawa walkie-talkie. Itu akan menarik perhatian."
Vittoria merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan ponselnya. "Banyak turis membawa telepon."
Olivetti mengerutkan keningnya.
Vittoria membuka ponselnya dan berpura-pura menelepon "Hai, sayang, aku sedang berdiri di Pantheon. Kamu harus melihat tempat ini!" Setelah itu dia menutup ponselnya lagi dan melotot ke arah Olivetti. "Siapa yang akan tahu" Ini bukan keadaan yang berbahaya. Biarkan aku menjadi matamu!" Dia menunjuk ponsel di ikat pinggang Olivetti. "Berapa nomormu""
Olivetti tidak menjawab. Petugas yang bertugas sebagai supir mobil yang membawa mereka memerhatikan situasi ini sejak tadi dan sekarang tampaknya dia memiliki gagasan sendiri. Dia lalu keluar dari mobilnya dan menggandeng sang komandan agar menyingkir sedikit. Mereka kemudian berbisik-bisik selama sepuluh detik. Akhirnya Olivetti mengangguk dan kembali. "Catat nomor ini." Lalu dia mulai mendiktekan beberapa angka.
Vittoria memasukkan nomor tersebut ke dalam ponselnya.
"Sekarang telepon nomor itu."
Vittoria menekan tombol sambungan otomatis. Ponsel di ikat pinggang Olivetti berdering. Dia mengambilnya dan berbicara dengan ponselnya. "Masuklah ke gedung itu, Nona Vetra, lihat ke sekelilingmu. Keluar dari gedung, lalu telepon dan katakan padaku apa yang kamu lihat."
Vittoria menutup teleponnya. "Terima kasih, Pak."
Tiba-tiba Langdon merasa terdorong untuk melindungi Vittoria. "Tunggu sebentar," katanya pada Olivetti. "Kamu mengirimnya ke dalam sana sendirian""
Vittoria memandang Langdon dengan cemberut. "Robert, aku akan baik-baik saja."
Si pengemudi kemudian berbicara lagi dengan Olivetti.
"Itu berbahaya," kata Langdon kepada Vittoria.
"Dia benar, Nona Vetra," kata Olivetti. "Bahkan orang terbaikku pun tidak akan bekerja sendirian. Letnanku baru saja mengatakan, penyamaran itu akan lebih bagus jika kalian berdua masuk."
Kami berdua" Langdon ragu-ragu. Sesungguhnya, maksudku adalah"Kalian berdua masuk ke sana bersama-sama," kata Olivetti, "Kalian akan terlihat seperti pasangan yang sedang berlibur. Kalian juga dapat saling menjaga. Dengan begitu aku akan merasa lebih senang."
Vittoria mengangkat bahunya. "Baiklah, tetapi kami harus segera pergi."
Langdon menggerutu pada dirinya sendiri. Rasakan ulahmu, koboi.
Olivetti menunjuk ke arah jalan di depan mereka. "Jalan pertama yang akan kamu temui adalah Via degli Orfani. Belok kiri. Kamu akan langsung tiba di Pantheon. Ini hanya akan memakan waktu dua menit. Aku akan di sini, mengatur orang-orangku dan menunggu teleponmu. Aku ingin kalian membawa pelindung." Dia lalu mengeluarkan pistolnya. "Kalian tahu bagaimana menggunakan senjata""
Jantung Langdon berdebar keras. Kami tidak memerlukan senjata!
Vittoria mengangkat tangannya. "Aku dapat menembakkan label ke arah seekor lumba-lumba dari jarak empat puluh meter dari haluan kapal yang bergoyang-goyang."
"Bagus." Kemudian Olivetti
memberikan pistolnya kepada Vittoria. "Kamu harus menyembunyikannya."
Vittoria melihat ke bawah ke arah celana pendeknya. Kemudian dia melihat Langdon.
Oh, kamu tidak boleh! pikir Langdon, tetapi Vittoria bergerak terlalu cepat. Dia membuka jas Langdon, dan memasukkan senjata itu ke dalam salah satu saku dadanya. Rasanya seperti ada sebongkah batu dijatuhkan ke dalam jasnya, tapi Langdon merasa lega karena lembaran Diagramma berada di saku yang lainnya.
"Kita tampak tidak berbahaya," kata Vittoria. "Kami berangkat." Dia menarik tangan Langdon dan berjalan menuju jalan yang ditunjukkan Olivetti.
Pengemudi itu berseru, "Saling berpegangan tangan itu bagus juga. Ingat, kalian adalah wisatawan. Pengantin baru. Jadi, kalian harus bergandengan tangan."
Ketika mereka membelok, Langdon yakin dia melihat ada senyum tersembunyi di wajah Vittoria.
59 "RUANG PERSIAPAN" Garda Swiss berdampingan dengan barak Corpo di Vigilanza. Ruangan itu biasanya digunakan untuk merencanakan keamanan sekitar pemunculan Paus di depan umum dan kegiatan umum Vatican lainnya. Tapi hari ini, ruangan itu digunakan untuk hal yang berbeda.
Lelaki yang sedang berbicara dengan satuan gugus tugas gabungan itu adalah wakil komandan Garda Swiss, Kapten Elias Rocher. Rocher adalah seorang lelaki berdada lebar dan berwajah lembut. Dia mengenakan seragam tradisional kapten berwarna biru dengan ciri khasnya tersendiri-sebuah baret merah yang dikenakan agak miring di kepalanya. Anehnya, suaranya terdengar sangat bening untuk ukuran seorang lelaki sebesar itu. Ketika dia berbicara, nadanya memiliki kejernihan sebuah alat musik. Walau penampilannya begitu sempurna, mata Rocher tampak berselaput seperti mata binatang malam. Anak buahnya menyebutnya "orso" atau beruang grizly. Mereka kadang-kadang bergurau Rocher adalah seekor beruang yang bergerak di balik bayangan seekor ular berbisa. Komandan Olivetti-lah ular berbisanya. Walau demikian, Rocher sama berbahayanya dengan si ular berbisa. Tetapi paling tidak, kedatangannya dapat terdengar.
Anak buah Rocher berdiri tegak dan penuh perhatian. Mereka tidak ada yang berani bergerak, meskipun informasi yang sedang mereka dengarkan itu menaikkan tekanan darah mereka beberapa puluh kali lipat.
Chartrand, seorang letnan yang masih muda, berdiri di bagian belakang ruangan itu sambil berharap dia termasuk 99 persen pelamar yang tidak terpilih untuk bertugas di sini. Pada usia dua puluh tahun, Chartrand adalah serdadu termuda dalam kesatuan itu. Dia baru tiga bulan bertugas di Vatican City. Seperti juga orang-orang di dalam ruangan ini, Chartrand adalah anggota Tentara Swiss yang terlatih. Dia juga telah menjalani latihan tambahan Ausbilding selama dua tahun di Bern sebelum memenuhi syarat untuk mengikuti prmva Vatican yang melelahkan yang berlangsung di sebuah barak rahasia di luar Roma. Dalam pelatihan yang dijalaninya itu, dia sama sekali tidak dipersiapkan untuk menghadapi keadaan krisis seperti ini.
Pada awalnya Chartrand mengira pengarahan ini hanyalah semacam latihan yang aneh. Senjata masa depan" Kelompok persaudaraan kuno" Para kardinal diculik" Tapi kemudian Rocher memperlihatkan tayangan langsung dari video yang menayangkan gambar senjata yang mereka cari. Tampaknya ini bukan latihan main-main.
"Kita akan memadamkan listrik di beberapa daerah tertentu," kata Rocher, "untuk menghilangkan pengaruh magnetis. Kita akan bergerak dalam regu yang terdiri atas empat orang. Kita akan mengenakan kacamata infra merah untuk melihat. Pelacakan ini sama dengan operasi penyapuan penyadap biasa tetapi disesuaikan dengan medan fluks di bawah tiga ohm. Ada pertanyaan""
Tidak ada. Benak Chartrand terasa terlalu penuh. "Bagaimana kalau kita tidak dapat menemukannya tepat waktu"" tanyanya, tapi tiba-tiba dia menyesali kelancangannya itu.
Beruang grizly itu hanya menatapnya dari balik baret merahnya. Kemudian dia membubarkan kelompok itu dengan kalimat penutup yang muram. "Semoga Tuhan melindungi kita."
60 DUA BLOK DARI PANTHEON, Langdon dan Vittoria mendekati gedung itu dengan berjalan kaki, dan melewati sederet
an taksi dengan supir-supir yang sedang tertidur di bangku supir. Kebiasaan istirahat siang singkat memang tidak pernah hilang di kota ini. Pemandangan orang yang tertidur di mana-mana adalah kebiasaan yang berasal dari Spanyol kuno.
Langdon berusaha keras untuk memusatkan pikirannya, tapi situasinya terlalu sulit untuk ditanggapi dengan akal sehat. Enam jam yang lalu, dia masih tertidur nyenyak di Cambridge. Sekarang dia berada di Eropa, terperangkap dalam pertempuran surealistis antara dua raksasa kuno, mengantongi pistol semi otomatis di dalam saku jas wol Harrisnya, dan bergandengan tangan dengan seorang perempuan yang baru saja dikenalnya.
Dia menatap Vittoria. Perempuan itu memusatkan pandangannya lurus ke depan. Genggamannya kuat, ciri khas seorang perempuan yang mandiri dan berkemauan keras. Jemari Vittoria menggenggam tangannya dengan kenyamanan dan penerimaan yang lembut. Tidak bisa disanggah lagi kalau Langdon merasa semakin tertarik dengan perempuan ini.
Tampaknya Vittoria merasakan ketidaknyamanan Langdon. "Tenang saja," katanya tanpa memalingkan wajahnya. "Kita harus tampak seperti sepasang pengantin baru."
"Aku tenang." "Kamu meremas tanganku terlalu keras."
Langdon merasa malu dan segera melonggarkan genggamannya.
"Bernapaslah dengan matamu," kata Vittoria. "Maaf""
"Itu artinya mengendurkan otot-ototmu. Teknik itu disebut pranayama."
"Piranha""
"Bukan ikan itu. Pranayama. Ah, sudahlah."
Ketika mereka membelok di sudut dan memasuki Piazza della Rotunda, Pantheon tampak menjulang di depan mereka. Seperti biasa, Langdon mengaguminya dengan perasaan terpesona. Pantheon. Kuil segala dewa. Dewa-dewa Pagan. Dewa-dewa Alam dan Bumi. Struktur gedung ini terlihat lebih kotak dari luar. Pilarpilar vertikalnya dan pronaus-nya yang berbentuk segitiga menyamarkan kubah bulat di belakangnya. Walau demikian, prasastinya yang angkuh yang terdapat di pintu masuk seperti menegaskan Langdon kalau mereka tidak salah alamat. M AGRIPA L F COS TERTIUM FECIT. Seperti biasanya, Langdon menerjemahkannya dengan gembira. Marcus Agripa yang menjabat sebagai konsul untuk ketiga kalinya, membangun bangunan ini.
Terlalu besar untuk disebut kerendahan hati, pikir Langdon sambil mengedarkan matanya ke sekeliling kawasan itu. Para wisatawan yang bertebaran membawa kamera video sambil berjalan-jalan di sekitar situs sejarah ini. Sementara itu, yang lainnya duduk-duduk menikmati kopi es terenak di Roma di sebuah kafe terbuka bernama La Tazza di Oro. Di luar pintu masuk Pantheon, terdapat empat orang polisi Roma yang dilengkapi dengan senjata, berdiri dengan waspada, persis seperti yang diduga Olivetti. "Kelihatannya cukup tenang," kata Vittoria.
Langdon mengangguk, tetapi dia merasa bingung. Sekarang, setelah dia berdiri di sini, keseluruhan skenario yang ada di otaknya terlihat tidak nyata. Walau Vittoria sangat percaya kalau Langdon benar, Langdon sadar kalau dia sudah membuat sepasukan Garda Swiss mengepung tempat ini. Puisi Illuminati terbayang di benaknya. Dari makam duniawi Santi yang memiliki lubang iblis. YA, serunya di dalam hati. Ini memang tempat itu. Makam Santi. Dia sudah beberapa kali berada di sini, di bawah lubang besar Pantheon dan berdiri di depan makam Raphael yang agung.
"Pukul berapa sekarang"" tanya Vittoria.
Langdon memeriksa jam tangannya. "Jam tujuh lewat lima puluh. Sepuluh menit lagi pertunjukan akan dimulai."
"Kuharap anak buah Olivetti dapat diandalkan," kata Vittoria sambil melihat para wisatawan yang sedang memasuki Pantheon. "Kalau ada sesuatu terjadi di dalam kubah itu, kita akan berada di tengah-tengah baku tembak."
Langdon hanya menghela napas. Senjata itu juga terasa berat di dalam sakunya. Dia bertanya-tanya apa yang akan terjadi kalau para polisi menggeledahnya dan menemukan senjata itu. Tetapi ternyata polisi itu sama sekali tidak mencurigainya. Tampaknya penyamaran mereka cukup meyakinkan.
Langdon berbisik pada Vittoria, "Pernah menembakkan sesuatu selain senjata obat bius""
"Kamu tidak memercayaiku""
"Memercayaimu" Aku baru saja mengenalmu."
Vittoria mengerutkan keningnya. "Kukir
a di sini kita adalah sepasang pengantin baru."
61 UDARA DI DALAM PANTHEON terasa dingin dan pengap
karena terbebani oleh sejarah. Langit-langit yang melintang tinggi di atas seolah tidak berbobot. Kubah berdiameter 141 kaki ini memiliki ukuran yang lebih besar daripada kubah Basilika Santo Petrus. Langdon merinding ketika memasuki ruangan besar itu.
Bangunan ini adalah percampuran yang mengagumkan antara seni dan teknik. Di atas mereka, lubang bundar yang terkenal itu memancarkan seberkas sinar matahari sore. Oculus, pikir Langdon. Lubang Iblis.
Mereka sampai ke sana. Mata Langdon menelusuri lengkungan langit-langit, lalu memandang ke pilar-pilar dan akhirnya turun ke lantai dari pualam yang mengkilat di bawah kaki mereka. Gema samar dari langkah kaki dan gumam wisatawan bergaung di sekitar kubah. Langdon melihat belasan wisatawan berjalan-jalan tanpa tujuan dalam keremangan. Kamu benar-benar berada di sini"
"Sepi sekali," kata Vittoria, tangannya masih menggandeng tangan Langdon.
Langdon mengangguk. "Di mana makam Raphael"'"
Langdon berpikir sejenak, mencoba mengingat-ingat. Dia memeriksa sekeliling ruangan itu. Makam-makam. Altar-altar. Pilar-pilar. Ceruk-ceruk. Dia lalu menunjuk sebuah makam
berhias di seberang kubah yang terletak di sebelah kiri. "Sepertinya di sanalah makam Raphael."
Vittoria mengamati seluruh ruangan. "Aku tidak melihat seorang pun yang mirip dengan seorang pembunuh yang akan membunuh seorang kardinal. Ayo kita melihat ke sekeliling."
Langdon mengangguk. "Hanya ada satu titik di sini yang dapat dijadikan tempat bersembunyi. Kita sebaiknya memeriksa rientranza."
"Ceruk-ceruk""
"Ya," kata Langdon. "Ceruk di dinding."
Di sekitar pinggir ruangan, diselingi makam-makam yang terdapat di sana, terdapat serangkaian ceruk-ceruk berbentuk setengah lingkaran yang menempel di dinding. Ceruk-ceruk itu, walau tidak besar sekali, cukup besar untuk bersembunyi di dalam keremangan. Langdon merasa sedih karena dia tahu ceruk-ceruk itu pernah menjadi tempat berdiri patung dewa-dewa Pagan yang dihancurkan ketika Vatican mengubah Pantheon itu menjadi gereja Kristen. Dia merasa kecewa ketika tahu dirinya sedang berdiri di altar pertama tapi petunjuk yang akan membawa ke tempat selanjutnya telah hilang. Dia bertanya-tanya patung yang mana yang pernah menjadi penunjuk yang akan membawa mereka ke gereja selanjutnya. Langdon bisa membayangkan dirinya pasti akan sangat tergetar kalau dapat menemukan petunjuk Illuminati-sebuah patung yang secara tersamar menunjuk ke arah Jalan Pencerahan. Kemudian dia bertanya-tanya, siapakah pematung Illuminati yang tidak pernah dikenal namanya itu.
"Aku akan melihat ke lengkungan sebelah kiri," kata Vittoria sambil menunjuk bagian kiri ruangan itu. "Kamu ke sebelah kanan. Kita bertemu lagi setelah berjalan setengah lingkaran."
Langdon tersenyum muram. Ketika Vittoria berjalan, Langdon meresa ngeri karena situasi ini mulai merasuki benaknya. Saat dia membelok dan berjalan ke sebelah kanan, suara pembunuh itu seperti berbisik di ruangan sepi di sekitarnya. Pukul delapan tepat. Pengorbanan di atas altar ilmu pengetahuan. Deret matematika tentang kematian. Delapan, sembilan, sepuluh, sebelas ... dan tepat pada tengah malam. Langdon melihat jam tangannya, jam menunjukkan pukul 7 lewat 52 menit. Delapan menit lagi.
Ketika Langdon bergerak ke ceruk pertama, dia melewati makam salah satu dari raja Katolik. Sarkofagusnya, seperti yang biasa ditemukan di Roma, diletakkan miring dari dinding, sebuah posisi yang aneh. Sekelompok wisatawan tampak bingung karenanya. Langdon tidak berhenti untuk menjelaskan kepada mereka. Makam-makam Kristen yang resmi memang sering tidak sejajar dengan arsitektur gedung karena makam-makam itu ingin menghadap ke timur. Itu merupakan takhayul kuno yang pernah didiskusikan Langdon di dalam kuliah Simbologi 212 sebulan yang lalu.
"Itu betul-betul tidak pantas!" seorang mahasiswi yang duduk di deretan depan berseru ketika Langdon menjelaskan alasan mengapa makam-makam itu menghadap ke timur. "Mengapa orang Kristen ingin makam mereka menghadap ke ar
ah matahari terbit" Kita sedang berbicara tentang Kristen ... bukan pemuja matahari!"
Langdon tersenyum. Dia berjalan hilir-mudik di depan papan tulis sambil mengunyah apel. "Pak Hitzrot!" dia berseru.
Seorang pemuda yang mengantuk di deretan belakang, segera menegakkan duduknya karena terkejut. "Apa! Aku""
Langdon menunjuk poster Renaisans yang menempel di dinding. "Siapa lelaki yang berlutut di depan Tuhan""
"Mmm ... seorang santo""
"Pandai. Dan bagaimana kamu tahu dia adalah santo""
"Dia mempunyai lingkaran keemasan di atas kepalanya""
"Bagus sekali, dan apakah lingkaran keemasan itu mengingatkanmu pada sesuatu""
Hitzrot tersenyum. "Ya! Benda Mesir yang kita pelajari semester lalu itu. Itu ... mm ... cakram matahari!"
"Terima kasih, Hitzrot. Tidurlah kembali." Langdon kemudian memerhatikan mahasiswa lainnya. "Lingkaran keemasan, seperti juga simbol Kristen lainnya, dipinjam dari agama Mesir kuno yang menyembah matahari. Agama Kristen dipenuhi dengan contoh pemujaan matahari."
"Maaf"" gadis yang duduk di deretan depan itu berkata lagi. Aku selalu pergi ke gereja, tapi aku tidak pernah memuja matahari!"
"Betulkah" Apa yang kamu rayakan pada 25 Desember"" "Natal. Hari lahir Yesus Kristus."
"Tapi, menurut Alkitab, Kristus lahir pada bulan Maret. Jadi kenapa kita merayakannya pada akhir Desember"" Diam.
Langdon tersenyum. "Tanggal 25 Desember adalah hari libur kaum Pagan kuno, hari sol invictus-hari Matahari yang tak terkalahkan dan bertepatan dengan titik balik matahari pada musim salju. Itu merupakan saat yang luar biasa ketika matahari kembali bersinar, dan hari mulai bertambah panjang."
Langdon menggigit apelnya lagi.
"Penyebaran agama Kristen," dia melanjutkan, "sering mengadopsi hari-hari suci yang ada supaya penyebaran itu tidak terlalu mengejutkan. Hal itu disebut transmutasi. Itu membantu orang untuk menyesuaikan diri dengan agama baru mereka. Para mualaf itu masih terus mempertahankan tanggal-tanggal suci
mereka berdoa di tempat-tempat suci yang sama, menggunakan simbologi yang sama ... dan mereka dengan mudah mengganti Tuhan yang lain."
Sekarang gadis di depan itu tampak marah. "Kamu menyindir kalau agama Kristen hanyalah ... pemujaan matahari dengan selubung yang lain""
"Sama sekali tidak. Agama Kristen tidak hanya meminjam dari para pemuja matahari. Ritual dalam agama Kristen untuk menyucikan seseorang diambil dari ritual 'pengangkatan dewa' milik Euhemerus. Sementara ritual "Tuhan makan" atau Perjamuan Suci adalah ritual yang diadopsi dari dari Aztec. Bahkan konsep Kristus mati untuk menebus dosa diperdebatkan sebagai sesuatu yang bukan hanya milik Kristen; pengorbanan diri seorang pemuda untuk menebus dosa-dosa rakyatnya tampaknya merupakan tradisi Quetzalcoatl."
Gadis itu melotot. "Jadi, apa yang asli dari agama Kristen""
"Dalam setiap agama yang terorganisir hanya sedikit ritual yang asli. Agama-agama tidak terlahir begitu saja. Agama itu berkembang dari agama lainnya. Agama modern merupakan sebuah susunan ... sebuah percampuran catatan sejarah mengenai pencanan manusia untuk mengerti Tuhan."
"Mmm ... tunggu dulu," Hitzrot mencoba-coba, tampaknya dia sudah terbangun sekarang. "Aku tahu sesuatu yang asli dari Kristen. Bagaimana dengan gambaran kita akan Tuhan" Kristen tidak pernah menggambarkan Tuhan sebagai dewa matahari, elang, atau seperti orang Aztec, atau apa saja yang aneh. Gambaran itu selalu merupakan seorang lelaki tua dengan janggut putih. Jadi gambaran kita tentang Tuhan adalah hal yang asli, bukan demikian""
Langdon tersenyum. "Ketika orang-orang Kristen pertama beralih meninggalkan tuhan mereka yang terdahulu-dewadewa Pagan, dewa-dewa Romawi, Yunani, matahari, Mithraic, apa pun itu mereka bertanya kepada gereja, bagaimana rupa Tuhan Kristen mereka yang baru. Dengan bijaksana, gereja memilih wajah yang paling kuat, paling ditakuti ... dan paling terkenal dari seluruh catatan sejarah yang ada."
Hitzrot tampak ragu, "Seorang lelaki tua dengan janggut putih yang melambai-lambai""
Langdon menunjuk poster yang berisi hirarki dewa-dewa kuno yang tergantung di dinding. Di
puncaknya duduk seorang lelaki tua dengan janggut putih yang melambai-lambai. "Apakah Zeus terlihat sebagai tokoh yang cukup kalian kenal""
Kuliah itu berakhir tepat pada petunjuk itu.
"Selamat malam," kata seorang lelaki.
Langdon terlompat. Dia menemukan dirinya kembali berada di dalam Pantheon dan tergugah dari lamunannya. Dia berpaling dan melihat seorang lelaki tua mengenakan topi biru dengan sebuah palang merah di dadanya. Lelaki itu tersenyum dan memperlihatkan giginya yang berwarna kelabu.
"Anda orang Inggris, bukan"" Aksen lelaki itu terdengar kental dari Tuscan.
Langdon berkedip bingung. "Sebenarnya, bukan. Saya orang Amerika."
Lelaki itu tampak malu, "Ya ampun, maafkan saya. Anda berpakaian sangat rapi, saya mengira ... maafkan saya."
"Bisa saya bantu"" tanya Langdon. Sementara itu jantungnya terasa berdebar-debar.
Sebenarnya, saya kira saya dapat menolong Anda. Saya adalah Cicerone di sini." Lelaki itu menunjuk dengan bangga ke arah emblem yang dikenakannya. "Pekerjaan saya adalah membuat kunjungan Anda ke Roma menjadi lebih menarik."
Lebih menarik" Langdon yakin kunjungannya ke Roma kali ini sangat menarik.
"Anda tampak seperti seseorang yang terpelajar," puji si pemandu wisata. "Pasti Anda lebih tertarik dengan kebudayaan dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan. Mungkin saya dapat memberi informasi sejarah dari gedung mengagumkan ini kepada Anda."
Langdon tersenyum sopan. "Anda baik sekali, tetapi saya sebenarnya adalah seorang ahi sejarah seni, dan-"
"Hebat!" mata lelaki itu langsung berbinar-binar seperti dia baru saja memenangkan jackpot. "Kalau begitu Anda pasti sangat senang di sini!"
"Saya kira, saya lebih senang untuk-"
"Pantheon," seru orang itu, lalu segera mengatakan semua yang sudah dihapalnya, "didirikan oleh Marcus Agrippa pada
tahun 27 SM." "Ya," Langdon menyela, "dan dibangun kembali oleh Hadrian pada tahun 119 masehi."
"Gedung in memiliki kubah terbesar di dunia sampai tahun 1960 dan hanya bisa disaingi oleh Superdome di New Orleans!"
Langdon menggerutu. Lelaki itu tidak dapat dihentikan.
"Dan pada abad kelima para ahli teologi pernah menyebut Pantheon sebagai Rumah Setan dan mengatakan bahwa lubang di langit-langit itu merupakan jalan masuk iblis!"
Langdon memunggungi lelaki itu. Matanya mengarah ke atas, ke arah lubang besar di langit-langit gedung. Kisah yang diceritakan Vittoria melintas dalam benaknya sehingga dia merasa kaku ... seorang kardinal dengan cap di tubuhnya, jatuh dari lubang itu dan menghempas lantai pualam. Sekarang hal itu akan menjadi kejadian yang menarik perhatian media. Langdon melihat ke sekitarnya untuk mencari wartawan. Tidak ada. Dia
menarik napas dalam. Itu sebuah gagasan yang aneh. Aksi ala pemeran pengganti itu sekarang mulai terlihat konyol.
Ketika Langdon berjalan lagi dan melanjutkan pemeriksaannya, pemandu cerewet itu terus mengikutinya seperti seekor anak anjing yang minta disayang. Ingatkan aku, pikir Langdon pada dirinya sendiri, tidak ada yang lebih buruk dari seorang ahli sejarah seni yang terlalu fanatik.
Di seberangnya, Vittoria merasa asyik sendiri. Ketika berdiri sendirian untuk pertama kalinya sejak dia mendengar berita tentang kematian ayahnya, dia mulai menerima kenyataan kejam yang menyelimutinya selama delapan jam terakhir ini. Ayahnya telah dibunuh dengan brutal dan tiba-tiba. Yang paling menyakitkan adalah penemuan terhebat ayahnya dicuri dan digunakan sebagai senjata kelompok teroris. Vittoria merasa sangat bersalah karena idenyalah antimateri itu dapat dipindahkan ... tabung hasil ciptaannya itulah yang kini berdetak mundur di dalam Vatican. Karena ingin membantu keinginan ayahnya untuk memahami kesederhanaan dari kebenaran ... dia sekarang menjadi penyebab kekacauan ini.
Anehnya, satu-satunya yang terasa benar bagi Vittoria saat ini adalah kehadiran seseorang yang benar-benar asing baginya, Robert Langdon. Dia dapat merasakan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa aman yang ditemukannya di dalam mata lelaki itu ... seperti harmoni lautan yang ditinggalkannya pagi hari ini. Dia senang Langdon bersamanya. Tidak s
aja Langdon menjadi sumber kekuatan dan harapan baginya, tapi Langdon juga membantunya dengan menggunakan kecerdasannya untuk membantunya menangkap pembunuh ayahnya.
Vittoria menarik napas dalam ketika dia melanjutkan pencanannya. Dia terus menyusuri pinggiran ruangan itu. Pikirannya dihputi oleh berbagai gambaran tentang keinginan
untuk balas dendam yang sudah menguasainya sepanjang hari ini. Dengan perasaan sayang seorang anak kepada orang tuanya ... dia ingin agar pembunuh ayahnya itu mati. Tidak ada karma baik yang bisa mengubah pendiriannya saat ini. Dengan perasaan geram Vittoria merasakan sesuatu yang mengalir di dalam darah Italianya ... sesuatu yang belum pernah dirasakannya sebelumnya ... suara-suara yang dibisikkan oleh nenek moyang Sisilia-nya yang mempertahankan kehormatan keluarga dengan keadilan yang brutal. Vendetta, pikir Vittoria dan untuk pertama kalinya dia memahami maknanya.
Bayangan akan pembalasan itu terus melingkupinya. Vittoria kemudian mendekati makam Raphael Santi. Walau dari kejauhan, dia dapat merasakan kalau lelaki ini adalah orang yang istimewa. Peti matinya, tidak seperti peti mati lainnya, dilindungi dengan kaca plexi. Dari sisi pembatas, dia dapat melihat bagian depan dari peti mati batu itu.
RAPHAEL SANTI, 1483-1520 Vittoria mengamati makam itu dan membaca satu kalimat yang tertempel di samping makam Raphael. Kemudian dia membacanya lagi. Kemudian ... dia membacanya lagi.
Sesaat kemudian, dia berlari ketakutan menuju Langdon.
"Robert! Robert!"
62 USAHA LANGDON UNTUK menyusuri pinggiran Pantheon terhalang oleh seorang pemandu wisata yang terus mengikutinya. Sekarang lelaki itu melanjutkan ceritanya tanpa lelah ketika Langdon bersiap untuk memeriksa ceruk terakhir.
"Anda tampak sangat menyukai ceruk-ceruk itu!" kata si pemandu wisata dengan wajah senang. "Tahukah Anda, ketebalan dinding yang berbentuk lonjong itulah yang membuat kubah itu terlihat ringan."
Langdon mengangguk, dia sesungguhnya tidak mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh si pemandu karena dia sudah bersiap untuk memeriksa ceruk lainnya. Tiba-tiba seseorang mencengkeramnya dari belakang. Vittoria. Dia terengah-engah dan mengeuncang-guncang lengannya. Dari kesan ketakutan pada wajahnya, Langdon hanya dapat membayangkan satu hal. Vittoria telah menemukan mayat. Langdon merasa ketakutan
juga. "Ah, istri Anda!" seru si pemandu wisata. Jelas dia sangat senang karena mendapatkan satu tamu lagi. Dia menunjuk celana pendek Vittoria dan sepatu mendaki yang dipakainya. "Sekarang, dengan melihat Anda berdua, saya tahu kalau Anda orang Amerika."
Mata Vittoria menyipit. "Saya orang Italia."
Senyum pemandu wisata itu meredup. "Ya ampun."
"Robert," bisik Vittoria sambil mencoba membelakangi pemandu wisata itu. "Diagramma Galileo itu. Aku ingin melihatnya."
"Diagramma"" tanya si pemandu wisata sambil ikut-ikutan bergabung dengan mereka. "Ya ampun! Kalian berdua benar-benar mengerti sejarah yang kalian pelajari! Sayangnya, dokumen itu tidak dapat diperlihatkan. Dokumen itu disimpan di Arsip Vatican-"
"Tolong, biarkan kami sendirian dulu," kata Langdon. Dia bingung karena kepanikan Vittoria. Dia lalu mengajaknya menepi dan merogoh sakunya, kemudian dengan berhati-hati dikeluarkannya folio Diagramma itu. "Ada apa""
"Tanggal berapa yang tertulis pada dokumen itu"" tanya Vittoria sambil mengamati lembaran di tangan Langdon.
Si pemandu wisata mendekati mereka lagi, dan ketika melihat lembaran folio di hadapannya, mulutnya ternganga. "Itu bukan yang sesungguhnya .... "
"Reproduksi untuk wisatawan," sahut Langdon sambil memotong kalimat si pemandu wisata. "Terima kasih atas pertolongan Anda. Tetapi tolong, istri saya dan saya ingin sendirian."
Si pemandu wisata mundur, namun matanya tidak lepas dari lembaran itu.
"Tanggal," Vittoria mengulanginya lagi. "Kapan Galileo menerbitkan .... "
Langdon menunjuk angka-angka Romawi terdapat di bagian bawah folio itu. "Itu tanggal terbitnya. Ada apa""
Vittoria membaca angka-angka itu. "1639""
"Ya. Ada yang salah""
Mata Vittoria penuh dengan kecemasan. "Kita dalam masalah,
Robert. Masalah besar. Tanggalnya tidak sesuai"
"Apanya yang tidak sesuai""
"Makam Raphael. Dia baru dimakamkan di sini pada tahun 1759. Satu abad setelah Diagramma diterbitkan."
Langdon menatapnya sambil mencoba mencerna kata-katanya itu. "Tidak," sahut Langdon. "Raphael meninggal pada tahun 1520, lama sebelum Diagramma."
"Ya, tetapi dia tidak segera dimakamkan di sini, tetapi lama setelah dia meninggal."
Langdon bingung. "Apa maksudmu""
"Aku baru saja membacanya. Jenazah Raphael dipindahkan ke Pantheon pada tahun 1758. Itu merupakan peristiwa penghormatan bersejarah bagi seorang besar Italia."
Ketika akhirnya Langdon memahami perkataan Vittoria, dia merasa seperti berdiri di atas sebuah permadani yang tiba-tiba ditarik sehingga dia jatuh terjengkang.
"Ketika puisi itu ditulis," jelas Vittoria, "makam Raphael berada di suatu tempat lain. Sebelum itu, Pantheon sama sekali tidak ada hubungannya dengan Raphael!"
Langdon tidak dapat bernapas. "Tetapi itu ... artinya
"Ya! Itu artinya kita berada di tempat yang salah!"
Langdon merasa terhuyung-huyung. Tidak mungkin ... Aku tadi begitu yakin....
Vittoria berlari dan menangkap lengan si pemandu wisata, lalu menariknya kembali. "Signore, maafkan kami. Di mana jenazah Raphael pada tahun 1600-an""
"Urb ... Urbino," dia tergagap. Sekarang dia tampak bingung. "Tempat kelahirannya."
"Tidak mungkin!" seru Langdon. "Altar ilmu pengetahuan Illuminati semua ada di sini, di Roma. Aku yakin itu!"
"Illuminati"" Si pemandu wisata terkesiap. Dia melihat lagi ke arah dokumen di tangan Langdon. "Siapa kalian sebenarnya""
Vittoria mengambil alih. "Kami sedang mencari sesuatu yang disebut makam duniawi Santi di Roma. Kira-kira apa itu""
Pemandu wisata itu tampak ragu. "Ini adalah satu-satunya makam Raphael di Roma."
Langdon berusaha berpikir, tetapi pikirannya sulit untuk terfokus. Kalau makam Raphael tidak ada di Roma pada tahun 1655, lalu puisi itu menunjuk pada apa" Makan duniawi Santi yang memiliki lubang iblis" Apa itu maksudnya" Berpikirlah Robert!.
"Apakah ada seniman lainnya yang bernama Santi"" tanya Vittoria.
Si pemandu wisata itu mengangkat bahunya. "Setahuku hanya ini.
"Bagaimana dengan seniman terkenal lainnya" Mungkin seorang ilmuwan atau pujangga atau ahli astronomi yang bernama Santi""
Si pemandu wisata itu sekarang tampak ingin beranjak pergi. Tidak ada, Bu. Satu-satunya Santi yang pernah kudengar adalah Raphael, sang arsitek."
"Arsitek"" tanya Vittoria. "Saya kira dia pelukis!"
"Tentu saja dua-duanya. Mereka semuanya begitu. Michelangelo, da Vinci, Raphael."
Langdon tidak tahu apakah kata-kata si pemandu wisata atau makam-makam berhias yang mengingatkan dirinya, tetapi itu tidak penting. Sebuah pemikiran muncul. Santi memang seorang arsitek Dari situlah pengembangan pikirannya bergerak seperti kartu domino yang berjatuhan. Para arsitek pada zaman Renaisans hidup hanya karena dua alasan-memuliakan Tuhan
dengan membangun gereja-gereja besar, dan mengagungkan harga dirinya dengan makam-makam yang mewah. Makam Santi. Mungkinkah itu" Gambaran itu muncul dengan cepat sekarang ....
Mona Lisa karya da Vinci.
Bunga-bunga Lili Air karya Monet.
David, karya Michelangelo
Makan duniawi, karya Santi ...
"Santi merancang makam," kata Langdon.
Vittoria berpaling. "Apa""
"Puisi itu tidak mengacu pada tempat di mana Raphael dimakamkan, tetapi makam yang dirancangnya." "Apa maksudmu""
"Aku salah memahami petunjuk itu. Seharusnya kita tidak mencari makamnya, tetapi makam yang dirancang Raphael untuk orang lain. Aku tidak percaya, aku bisa salah seperti itu. Separuh dari patung yang dibuat pada zaman Renaisans dan Barok di Roma adalah untuk makam." Langdon tersenyum lega. "Raphael pasti pernah merancang ratusan makam!"
Vittoria tampak tidak senang. "Ratusan""
Senyuman Langdon memudar. "Oh."
"Apakah di antaranya ada yang berkaitan dengan keduniawian, profesor""
Tiba-tiba Langdon merasa tidak cukup mengerti. Dengan rasa malu dia mengakui kalau pengetahuannya tentang karya-karya Raphael sangat terbatas. Kalau tentang karya Michelangelo, dia tahu cukup banyak, tet
api karya Raphael tidak pernah menarik perhatiannya. Langdon hanya dapat menyebutkan beberapa makam karya Raphael yang terkenal saja, tetapi dia tidak yakin seperti apa bentuknya.
Vittoria tampaknya dapat merasakan masalah Langdon, dia lalu berpaling pada si pemandu wisata yang sekarang sudah beraniak pergi. Vittoria meraih lengannya dan menariknya lagi. "Saya ingin tahu sebuah makam. Dirancang oleh Raphael. Sebuah makam yang dapat digolongkan bersifat duniawi"
Si pemandu wisata itu sekarang tampak kesal. "Sebuah makam karya Raphael" Saya tidak tahu. Dia merancang banyak sekali. Dan mungkin yang Anda maksudkan adalah sebuah kapel karya Raphael, bukan sebuah makam. Arsitek selalu merancang kapel yang berhubungan dengan makam."
Langdon sadar, lelaki itu benar.
"Apakah ada makam atau kapel karya Raphael yang bersifat duniawi""
Lelaki itu menggerakkan bahunya. "Maafkan saya. Saya tidak mengerti apa maksud Anda. Saya sungguh-sungguh tidak tahu makam duniawi. Saya harus pergi."
Vittoria memegangi tangannya dan membaca tulisan di bagian atas folio itu. "Dari makam duniawi Santi yang memiliki lubang iblis. Apa itu berarti sesuatu bagi Anda""
"Sama sekali tidak."
Tiba-tiba Langdon mendongak. Sesaat yang lalu dia lupa pada bagian kedua dari baris itu. Lalu dia ingat, lubang iblis" "Ya!" Dia berkata kepada si pemandu wisata. "Itu dia! Apakah setiap kapel karya Raphael memiliki lubang di langit-langitnya""
Si pemandu wisata itu menggelengkan kepalanya. "Setahuku, hanya Pantheon." Dia berhenti sesaat. "Tetapi ..."


Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Karya Dan Brown di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetapi apa!" Vittoria dan Langdon berseru bersama-sama.
Sekarang pemandu wisata itu menegakkan kepalanya dan melangkah ke dekat mereka lagi. "Sebuah lubang iblis"" Dia
bergumam pada dirinya sendiri dan berdecak. "Lubang iblis ... itu adalah ... buco diavolo""
Vittoria mengangguk. "Secara harfiah, ya."
Pemandu wisata itu tersenyum samar. "Ada istilah yang sudah lama tidak aku dengar. Kalau saya tidak salah, sebuah buco dihvolo mengacu ke sebuah ruang bawah tanah di dalam gereja."
"Sebuah ruang bawah tanah di dalam gereja"" tanya Langdon "Seperti pemakaman di bawah tanah""
"Ya. Tetapi ini yang istimewa. Aku yakin lubang iblis adalah istilah kuno untuk tempat pemakaman besar yang terletak di sebuah kapel ... di bawah makam lainnya."
"Sebuah ossuary annex, ruang tambahan untuk penyimpanan tulang belulang jenazah""
Pemandu wisata itu tampak terkesan. "Ya! Itu istilah yang saya maksudkan tadi!"
Langdon memikirkannya sekali lagi. Ossuary annex adalah penyelesaian sederhana untuk masalah pelik yang dihadapi gereja pada zaman itu. Ketika gereja menghormati anggota mereka yang paling terpandang dengan membuat makam mewah di dalam gereja, para anggota keluarga lainnya yang masih hidup sering meminta untuk dimakamkan bersama dengan mereka kelak ... mereka juga ingin mendapatkan makam seperti salah satu anggota keluarga yang terhormat itu. Tapi, kalau gereja tidak mempunyai tempat lagi atau tidak memiliki dana untuk membuat makam lagi untuk seluruh keluarga, mereka kadang-kadang membuat ossuary annex-sebuah lubang di lantai di dekat makam di mana mereka memakamkan anggota keluarga yang tidak terlalu penting kedudukannya. Lubang itu kemudian ditutup dengan tutup got di zaman Renaisans. Tetapi, ossuary annex dengan cepat tidak populer lagi karena bau busuk dari jenazah yang dimakamkan di situ sering tercium hingga ke katedral. Lubang iblis, pikir Langdon. Dia tidak pernah mendengar istilah itu, tapi terdengar mengerikan.
Sekarang jantung Langdon berdebar dengan cepat. Dan makam duniawi Santi yang memiliki lubang iblis. Tampaknya hanya ada satu pertanyaan lagi untuk ditanyakan. "Apakah Raphael merancang makam yang mempunyai lubang iblis""
Pemandu wisata itu menggaruk kepalanya. "Sebenarnya. Maafkan saya ... Saya hanya dapat ingat satu saja."
Hanya satu" Langdon berharap jawaban sang pemandu wisata bisa lebih baik dari itu.
"Di mana itu"" tanya Vittoria hampir berteriak.
Pemandu wisata itu menatap mereka dengan aneh. "Disebut Kapel Chigi. Makam Agostino Chigi dan saudara lelakinya, mereka adalah pemuka seni dan
ilmu pengetahuan yang kaya."
"Ilmu pengetahuan"" tanya Langdon sambil bertukar pandang dengan Vittoria.
"Di mana itu"" tanya Vittoria lagi.
Si pemandu wisata mengabaikan pertanyaan itu, tapi tampaknya dia menjadi bersemangat lagi karena dapat berguna. "Tapi apakah makam itu bersifat keduniawian atau tidak, itu saya tidak tahu, tetapi ... yang pasti adalah ... kita sebut saja differente."
"Berbeda"" kata Langdon. "Berbeda seperti apa""
"Tidak selaras dengan arsitekturnya. Raphael adalah arsitek satu-satunya. Sementara itu, pematung lainnya yang membuat hiasan di bagian dalamnya. Saya tidak ingat siapa namanya."
Langdon sekarang mendengarkan dengan lebih seksama. Master seni Illuminati tanpa nama, mungkin"
"Siapa pun yang mengerjakan bagian dalamnya memiliki selera yang tidak bagus," lanjut pemandu wisata itu. "Dio mio! Atrocitas! Siapa yang mau dimakamkan di bawah piramida""
Langdon hampir tidak dapat memercayai telinganya. "Piramida" Kapel itu ada piramidanya""
"Begitulah," si pemandu wisata itu terlihat mengejek. "Mengerikan, bukan""
Vittoria mencengkeram lengan pemandu wisata itu. "Signore, di mana kapel Chigi itu""
"Kira-kira satu mil ke utara. Di dalam gereja Santa Maria
del Popolo." Vittoria menghembuskan napas. "Terima kasih. Ayo-" "Hey," seru pemandu wisata itu lagi. "Saya baru saja ingat
sesuatu. Betapa bodohnya saya!"
Vittoria segera berhenti. "Tolong jangan bilang kalau Anda
salah." Dia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Tetapi seharusnya saya ingat tadi. Kapel itu tidak saja dikenal sebagai Kapel Chigi. Kapel itu juga pernah disebut Capella della Terra."
"Kapel Dunia"" tanya Langdon.
"Bukan," kata Vittoria sambil berjalan menuju pintu. "Kapel Tanah""
Vittoria Vetra mengeluarkan ponselnya ketika dia berlari keluar ke arah Piazza della Rotunda. "Komandan Olivetti," katanya. "Ini kapel yang salah."
Suara Olivetti terdengar bingung. "Salah" Apa maksudmu""
"Altar Ilmu pengetahuan yang pertama berada di Kapel
Chigi!" "Di mana"" Sekarang Olivetti terdengar marah. "Tetapi Pak Langdon bilang-"
"Santa Maria del Popolo! Satu mil ke utara. Perintahkan orang-orangmu ke sana sekarang! Kita hanya punya empat menit!"
"Tetapi mereka sudah berada di posisinya masing-masing. Aku tidak mungkin-"
"Cepatlah!" seru Vittoria sambil menutup ponselnya.
Di belakangnya, Langdon berlari keluar dari Pantheon.
Vittoria meraih tangan Langdon dan menyeretnya ke arah deretan taksi yang terparkir di pinggir jalan. Dia menggedor atap taksi paling depan. Pengemudi yang sedang tidur itu terlonjak dari mimpinya. Vittoria segera membuka pintu dan mendorong Langdon masuk. Kemudian dia melompat masuk juga.
"Santa Maria del Popolo," perintahnya. "Presto!"
Terlihat masih setengah terbangun dan setengah ketakutan, supir taksi itu menekan pedal gas dalam-dalam dan melesat di jalan.
63 GUNTHER GLICK MENGAMBIL komputer dari tangan Chinita Macri yang sekarang berdiri membungkuk di bagian belakang van BBC yang sempit sambil menatap dengan bingung melalui bahu Glick.
"Kan aku sudah bilang," kata Glick sambil mengetik beberapa huruf. "British Tattler bukanlah satu-satunya media yang meliput tentang orang-orang ini."
Macri mendekat. Glick benar. Database BBC memperlihatkan hasil yang istimewa kepada mereka. Jaringan itu masih menyimpan enam berita tentang persaudaraan yang disebut Illuminati, walau sudah berusia sepuluh tahun. Oke, aku mungkin salah, pikir Macri. "Siapa wartawan yang menulis berita itu"" tanya Macri, "wartawan gosip""
"BBC tidak pernah mempekerjakan wartawan gosip."
"Mereka mempekerjakanmu."
Glick menggerutu. "Aku heran kenapa kamu begitu tidak percaya. Kisah tentang kelompok Illuminati terdokumentasi dengan baik sepanjang sejarah."
"Seperti juga UFO dan Monster Loch Ness." Glick membaca daftar berita itu. "Kamu pernah mendengar seorang lelaki yang bernama Winston Churchill""
"Ingat sedikit."
"Beberapa waktu yang lalu, BBC pernah menulis tulisan tentang kehidupan Churchill. Dia penganut Katolik yang taat. Tahukah kamu bahwa Churchill pada tahun 1920, pernah
memberikan pernyataan yang mengutuk Illuminat
i dan memperingatkan orang-orang Inggris tentang adanya konspirasi global untuk menentang moralitas""
Macri ragu-ragu. "Di mana diterbitkannya" Di British Tattler!"
Glick tersenyum. "London Herald, tanggal 8 Februari
1920." "Tidak mungkin." "Lihat saja sendiri."
Macri melihat lebih dekat pada potongan berita yang terlihat di layar komputer. London Herald, 8 Februari 1920. Aneh sekali. "Yah, mungkin saja Chuchill ketakutan tanpa alasan."
"Dia tidak sendirian," kata Glick sambil terus membaca. "Sepertinya Woodrow Wilson juga memberikan pidato sebanyak tiga kali yang disiarkan melalui radio pada tahun 1921 untuk memperingatkan tentang perkembangan pengaruh Illuminati pada sistem perbankan di Amerika Serikat. Kamu mau mendengar kutipan tertulis dari radio itu""
"Tidak." Walau begitu, Glick tetap membacakannya juga. "Dia berkata, ada suatu kekuatan yang sangat terorganisir, begitu samar-samar, tapi begitu lengkap, dan begitu merasuk, sehingga tidak seorang pun yang berani mengutuk kelompok itu secara terang-terangan."
"Aku tidak pernah mendengar tentang itu."
"Mungkin pada tahun 1921 kamu masih kecil."
"Hebat sekali." Macri tidak menghiraukan sindiran itu. Dia tahu usianya sudah terlihat. Pada usia 43 tahun, rambut keriting hitam lebatnya sudah mulai beruban. Tapi dia terlalu sombong untuk mengecatnya. Ibunya, seorang penganut Southern Baptist, mengajari Chinita untuk menerima dirinya apa adanya. Kamu adalah seorang perempuan kulit hitam, kata ibunya, jangan sembunyikan siapa dirimu. Begitu kamu mencobanya, hari itu juga kamu sudah tidak berarti. Berdirilah dengan tegap, tersenyumlah dengan lebar, dan biarkan mereka bertanya-tanya rahasia apa yang membuatmu tertawa.
"Pernah mendengar tentang Cecil Rhodes"" tanya Gick.
Macri mendongak. "Ahli keuangan asal Inggris""
"Ya. Dia mendirikan Rhodes Scholarship."
"Jangan katakan padaku-"
"Dia anggota Illuminati."
"Omong kosong."
"Sebenarnya BBC yang menyiarkannya, pada tanggal 16
November 1984." "Kita pernah menulis kalau Cecil Rhodes adalah seorang
Illuminati"" "Betul sekali. Dan menurut jaringan kita, Rhodes Scholarships adalah dana yang dibentuk beberapa abad lalu untuk merekrut orang-orang muda paling berbakat agar bergabung dengan Illuminati.
"Itu keterlaluan! Pamanku lulusan Rhodes!"
Glick mengedipkan matanya. "Bill Clinton juga."
Macri menjadi marah sekarang. Dia tidak pernah memaafkan tulisan berita yang kasar dan menggelisahkan. Tapi dia tahu kalau BBC selalu melakukan penelitian dan memastikan setiap berita yang mereka tulis dengan hati-hati sekali.
"Yang ini kamu pasti ingat," kata Glick. "BBC, tanggal 5 Maret 1998. Ketua Komisi Parlemen, Chris Mullin, meminta semua anggota Parlemen Inggris yang menjadi anggota kelompok Mason, agar melaporkan keanggotaan mereka."
Macri ingat itu. Perintah itu akhirnya melibatkan anggota kepolisian dan juga para hakim. "Kenapa begitu""
Glick membaca, "... memerhatikan bahwa faksi-faksi rahasia di dalam kelompok Mason memiliki kontrol yang luar biasa terhadap sistem politik dan keuangan."
"Itu betul," "Hasilnya adalah kehebohan. Kaum Mason yang duduk di parlemen menjadi marah. Mereka punya hak untuk marah. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang tidak bersalah yang bergabung dengan kelompok Mason karena terkait dengan jaringan dan kegiatan amal yang dilakukannya. Mereka sama sekali tidak tahu menahu tentang keanggotaan persaudaraan itu di masa lalu."
"Keanggotaan yang diduga ada."
"Terserah kamu saja." Glick mengamati artikel-artikel lainnya. Lihat yang ini. Illuminati ternyata terkait dengan Galileo, Guerenets dari Perancis, Alumbrado dari Spanyol. Bahkan Karl Marx dan Revolusi Rusia."
"Sejarah memiliki kemampuan untuk menuliskan dirinya sendiri."
"Baiklah, kamu mau sesuatu yang baru" Lihat ini. Ini referensi tentang Illuminati dari Wall Street Journal yang baru."
Yang ini menarik perhatian Macri. "Wall Street Journal"."
"Coba tebak, apa permainan komputer online terbaru yang paling digemari di Amerika sekarang""
"Memasang ekor di bokong Pamela Anderson."
"Hampir benar. Tetapi yang kumaksud
adalah, Illuminati: Tata Dunia Baru."
Macri melihat uraian singkat itu melalui bahu Glick. "Permainan karya Steve Jackson mencetak sukses besar ... sebuah petualangan semi historis yang menceritakan tentang
persaudaraan setan kuno dari Bavaria yang sedang bersiap-siap untuk menguasai dunia. Anda dapat menemukannya di internet di alamat ... "
Macri mendongak dan merasa mual. "Apa yang dimiliki orang-orang Illuminati itu untuk melawan Kristen""
"Bukan hanya Kristen," kata Glick. "Agama pada umumnya." Glick memiringkan kepalanya dan tersenyum. "Dari telepon yang baru saja kita terima, tampaknya mereka punya sentimen tertentu pada Vatican."
"Oh, ayolah. Kamu tidak benar-benar percaya kalau orang itu memang kaki tangan Illuminati, bukan""
"Seorang utusan dari Illuminati" Bersiap-siap untuk membunuh empat orang kardinal"" Glick tersenyum. "Kuharap begitu."
64 TAKSI YANG DITUMPANGI Langdon dan Vittoria melesat sejauh satu mil dengan kecepatan tinggi dan tiba di Via della Scrofa dalam waktu satu menit saja. Taksi tersebut mengeluarkan suara berdecit ketika direm dan berhenti di sebelah selatan Piazza del Popolo sebelum pukul delapan. Karena tidak memiliki uang lira, Langdon membayarnya dengan dolar Amerika yang tentu saja terlalu banyak. Kemudian mereka berdua meloncat keluar. Piazza itu sunyi walau masih terdengar suara tawa dari sejumlah penduduk setempat yang duduk-duduk di luar sebuah kafe terkenal bernama Rosati Cafe yang merupakan tempat favorit bagi orang-orang terpelajar di Italia untuk berkumpul. Udara di sana beraroma espreso dan kue-kue.
Langdon masih merasa terguncang karena kesalahan tafsir yang dilakukannya di Pantheon. Tapi ketika dia memandang sekilas lapangan yang berada di hadapannya, firasatnya seperti tergelitik. Piazza itu samar-samar dihiasi dengan simbol-simbol Illuminati. Tidak saja piazza itu berbentuk elips, tetapi tepat di tengah-tengahnya berdiri sebuah obelisk Mesir-sebuah pilar persegi dari batu dengan ujung yang berbentuk sangat mirip dengan piramida. Berbagai sisa peninggalan kekaisaran Romawi seperti beberapa obelisk, tersebar di Roma dan para ahli simbologi menyebutnya "Piramida yang agung"-perpanjangan bentuk piramida suci yang menjulang ke angkasa.
Ketika mata Langdon bergerak ke atas menara batu itu, tiba-tiba matanya tertarik pada sesuatu yang berada di belakang menara itu. Sesuatu yang lebih menarik.
"Kita berada di tempat yang benar," katanya perlahan, tapi tiba-tiba kewaspadaannya muncul. "Lihat itu," kata Langdon sambil menunjuk Porta del Popolo yang mencolok-sebuah pintu tinggi dari batu berbentuk melengkung yang terletak di ujung piazza. Bangunan kubah itu menjulang tinggi di depan piazza selama berabad-abad. Di tengah-tengah bagian tertinggi dari pintu masuk yang melengkung itu ada ukiran simbol. "Ingat gambar itu""
Vittoria melihat ke atas, ke arah ukiran besar itu. "Bintang yang bersinar di atas tumpukan batu berbentuk segitiga""
Langdon menggelengkan kepalanya. "Sebuah sumber pencerahan di atas sebuah piramida."
Vittoria berpaling, tiba-tiba matanya membelalak. "Seperti Great Seal yang terdapat di uang dolar Amerika""
"Tepat. Simbol dari kelompok Mason di atas uang kertas satu dolar."
Vittoria menarik napas dan mengamati piazza itu. "Jadi, di mana gereja itu""
Gereja Santa Maria del Popolo berdiri di sana seperti sebuah kapal perang yang diparkir tidak pada tempatnya. Gedung itu menyerong di kaki bukit dan terletak di sisi tenggara piazza. Bangunan dari batu berusia sebelas abad itu semakin terlihat eksentrik karena menara perancah yang menutupi bagian depannya.
Pikiran Langdon menjadi kabur ketika mereka berlari ke arah bangunan besar itu. Langdon memandang gereja itu sambil bertanya-tanya. Apakah si pembunuh akan membunuh seorang
kardinal di tempat ini" Dia berharap Olivetti segera sampai ke sini. Senjata itu terasa aneh di dalam sakunya.
Tangga yang terletak di depan gereja itu berbentuk ventaglio atau seperti kipas yang terbuka. Keramah-tamahan seperti ini menjadi ironis karena mereka terhalang oleh menara perancah, peralatan konstruksi dan papan p
eringatan yang berbunyi: CONSTRUZIONE, NON ENTRARE-sedang dalam perbaikan, dilarang masuk.
Langdon baru menyadari kalau gereja itu ditutup karena sedang direnovasi. Jadi itu artinya si pembunuh dapat menikmati waktunya tanpa ada gangguan. Tidak seperti di Pantheon, dia tidak membutuhkan taktik canggih di sini. Dia hanya membutuhkan cara untuk masuk ke dalam gereja.
Vittoria menyelinap tanpa ragu di antara kuda-kuda dari kayu lalu berjalan menuju ke tangga.
"Vittoria," seru Langdon dengan khawatir. "Kalau dia masih di dalam sana .... "
Tampaknya Vittoria tidak mendengarnya. Dia sudah menaiki serambi utama dan menuju ke satu-satunya pintu depan gereja yang terbuat dari kayu. Langdon bergegas menyusulnya. Sebelum dia dapat mengatakan apa pun, Vittoria sudah meraih pegangan pintu dan membukanya. Langdon menahan napasnya. Pintu itu tidak bisa dibuka.
"Pasti ada pintu masuk yang lainnya," kata Vittoria.
"Mungkin," sahut Langdon sambil menghembuskan napasnya, "tetapi Olivetti akan segera tiba di sini. Terlalu berbahaya untuk masuk. Kita harus mengamati gereja ini dari luar sini sampai-"
Vittoria berpaling, matanya berkilat-kilat. "Kalau memang ada jalan masuk yang lain, pasti ada jalan keluar yang lain juga.
Kalau orang ini berhasil kabur ... fungito. Kita berada dalam masalah besar."
Langdon cukup mengerti beberapa kata dalam Bahasa Italia dan dia tahu kalau Vittoria benar.
Gang di sebelah kanan gereja itu sangat gelap dan sempit, dan memiliki dinding yang tinggi di kedua sisinya. Tercium aroma air seni-aroma yang biasa tercium di kota yang jumlah barnya jauh lebih banyak daripada jumlah toilet umum dengan perbandingan dua puluh banding satu.
Langdon dan Vittoria bergegas memasuki gang remang-remang dengan bau menyengat tersebut. Mereka telah berjalan kira-kira lima belas yard ketika Vittoria menarik lengan Langdon dan menunjuk ke suatu arah.
Langdon juga melihatnya. Mereka melihat sebuah pintu kayu sederhana dengan engsel yang berat. Langdon tahu kalau itu adalah porta sacre biasa-pintu masuk pribadi bagi para pastor. Sebagian besar pintu jenis ini sudah tidak digunakan lagi sejak lama ketika dianggap menganggu bangunan di sekitarnya dan terbatasnya lahan membuat pintu masuk di samping gang menjadi hal yang tidak nyaman.
Vittoria bergegas menuju ke pintu itu. Ketika sampai, dia memandang ke arah kenop pintu dan tampak terpaku. Langdon tiba di belakangnya dan menatap lingkaran berbentuk donat yang berada di tempat di mana kenop pintu terpasang.
"Sebuah cincin pembuka," Langdon berbisik. Dia lalu meraihnya dan dengan perlahan diangkatnya cincin pembuka itu lalu dia menariknya. Alat itu berbunyi klik. Vittoria bergeser tiba-tiba merasa tidak tenang. Langdon memutarnya searah jarum jam. Cincin itu berputar 360 derajat dengan mudah, tapi pintu tidak bisa dibuka. Langdon mengerutkan keningnya dan mencoba ke arah sebaliknya dan menemukan hasil yang sama.
Vittoria melihat ke gang di depannya. "Kamu pikir ada jalan masuk lainnya""
Langdon meragukannya. Umumnya katedral-katedral di zaman Renaisans dirancang sebagai pengganti benteng ketika kota itu diserbu. Kalau bisa jumlah pintu dikurangi sesedikit mungkin. "Kalaupun ada jalan masuk lain," kata Langdon, "pintu itu mungkin terletak di belakang gedung-lebih merupakan jalan untuk melarikan diri daripada sebuah pintu masuk."
Vittoria sudah bergerak. Langdon mengikutinya dan berjalan lebih dalam memasuki gang itu. Kedua dindingnya menjulang tinggi di sampingnya. Dari suatu tempat terdengar suara lonceng berdentang delapan kali ....
Robert Langdon tidak mendengar ketika Vittoria memanggilnya pertama kali. Langdon bergerak lambat di sekitar jendela kaca berwarna yang tertutup oleh jeruji. Dia mencoba mengintip ke dalam gereja.
"Robert!" Suara Vittoria terdengar seperti bisikan yang keras.
Langdon mendongak. Vittoria sudah berada di ujung gang. Dia menunjuk ke bagian belakang gereja dan melambai padanya. Dengan enggan Langdon berlari kecil ke arahnya. Di lantai di dekat dinding belakang, terlihat sebuah batu yang menjorok ke luar untuk menyembunyikan sebuah gua sempi
t- semacam jalan sempit yang langsung mengarah ke pondasi gereja.
"Sebuah jalan masuk"" tanya Vittoria. Langdon mengangguk. Sebenarnya sebuah jalan keluar, tetapi kita tidak usah terlalu teknis sekarang.
Vittoria berlutut dan mengintai ke dalam terowongan itu. "Ayo kita periksa pintu itu dan lihat kalau pintunya tidak dikunci."
Langdon baru ingin mengungkapkan ketidaksetujuannya, tetapi Vittoria menggandeng tangannya dan menariknya ke arah pintu gua.
"Tunggu," kata Langdon.
Dengan tidak sabar Vittoria berpaling ke arahnya. Langdon mendesah. "Aku akan berjalan di depanmu." Vittoria tertawa kecil. "Lagi-lagi kesopanan ala lelaki Amerika."
"Yang tua mendahului yang cantik." "Apakah itu sebuah pujian""
Langdon hanya tersenyum. Dia kemudian bergerak melewatinya dan masuk ke kegelapan. "Hati-hati ada tangga."
Dia bergerak perlahan-lahan di dalam kegelapan sambil meraba dinding di sebelahnya. Dinding batu itu terasa tajam di ujung jarinya. Tiba-tiba Langdon ingat tentang kisah Daedalus dan bagaimana anak lelaki itu terus meletakkan tangannya di dinding ketika berjalan menelusuri labirin Minotaur dengan keyakinan dia akan menemukan ujung labirin kalau dia tidak pernah melepaskan tangannya dari dinding. Langdon terus maju tanpa sepenuhnya yakin ingin menemukan ujung gua di hadapannya itu.
Terowongan itu semakin menyempit sedikit demi sedikit, dan Langdon memperlambat langkahnya. Dia merasa Vittoria berada dekat di belakangnya. Ketika dinding itu membelok ke kiri, terowongan itu membawa mereka ke sebuah ruangan kecil berbentuk setengah lingkaran. Anehnya, ada sedikit cahaya di sini. Dalam keremangan Langdon melihat pintu kayu yang berat.
"Uh oh," katanya.
"Terkunci""
"Tadinya." "Tadinya"" Vittoria kemudian berdiri di sampingnya.
Langdon menunjuk. Diterangi oleh cahaya yang menyorot dari dalam, mereka melihat pintu tersebut sedikit terbuka engselnya dirusak oleh sebuah jeruji yang masih menyangkut di papan pintu.
Mereka berdiri diam tanpa bicara. Kemudian, berdiri dalam kegelapan seperti itu, Langdon merasa tangan Vittoria berada di dadanya, meraba-raba, dan bergerak ke balik jasnya.
"Santai saja, Profesor," kata Vittoria. "Aku hanya ingin mengambil pistol."
Pada saat itu, di dalam Museum Vatican, satu gugus tugas Garda Swiss menyebar ke segala penjuru. Museum itu gelap dan para serdadu itu mengenakan kacamata infra merah yang biasa digunakan oleh Marinir Amerika Serikat. Kacamata itu membuat sekelilingnya terlihat berwarna kehijauan. Semua serdadu mengenakan headphone yang terhubung dengan detektor seperti antena yang melambai-lambai berirama di depan mereka-alat yang sama yang mereka gunakan setiap dua kali seminggu untuk menyapu alat penyadap elektronik di dalam Vatican. Mereka bergerak teratur, memeriksa di belakang patung-patung, di dalam ceruk-ceruk, tempat penyimpanan, dan perabotan. Antena itu akan berbunyi kalau mereka mendeteksi apa saja yang memiliki medan magnet sekecil apa pun.
Tapi entah bagaimana, malam itu mereka tidak akan mendeteksi apa-apa.
65 BAGIAN DALAM GEREJA Santa Maria Popolo tampak seperti sebuah gua suram di balik sinar remang-remang. Ruangan itu lebih mirip sebuah stasiun kereta api bawah tanah yang belum jadi daripada sebuah katedral. Ruang suci utama tampak seperti lapangan rusak karena dipenuhi oleh pecahan lantai yang berserakan, batu bata, setumpukan tanah, beberapa gerobak sorong, dan bahkan cangkul yang berkarat. Pilar-pilar berukuran raksasa menjulang ke langit-langit untuk menyangga kubah. Di udara, terlihat debu bertebaran di antara kaca berwarna yang berkilauan. Langdon berdiri bersama Vittoria di bawah lukisan dinding Pinturicchio dan mengamati tempat suci yang berantakan itu.
Tidak ada yang bergerak. Benar-benar sunyi.
Vittoria memegang senjata itu dengan kedua tangannya dan diarahkan ke depan. Langdon melihat jam tangannya: jam 8:04 malam. Kita gila berada di sini, pikirnya. Ini terlalu berbahaya. Kalau pembunuh itu masih berada di dalam, orang itu dapat pergi melalui pintu mana saja yang diinginkannya. Jadi, satu orang dengan senjata teracung seperti ini tidak a
kan ada gunanya. Menangkapnya di dalam adalah satu-satunya jalan ... itu juga kalau pembunuh itu masih berada di dalam. Langdon masih merasa bersalah. Karena keliru menafsirkan baris puisi itu, dia sudah membuat repot anak buah Olivetti dan melepaskan kesempatan untuk menangkap sang pembunuh tepat pada
waktunya. Sekarang dia tidak bisa memaksa mereka untuk mengikuti kemauannya.
Vittoria tampak ngeri ketika dia mengamati gereja itu. "Jadi," dia berbisik. "Di mana Kapel Chigi itu""
Langdon menatap ke arah bagian bekakang katedral yang diliputi keremangan yang mengerikan dan mengamati dinding di sekelilingnya. Tidak seperti persepsi umum, katedral-katedral zaman Renaisans memiliki banyak kapel. Bahkan katedral besar seperti Notre Dame pun memiliki belasan kapel. Kapel-kapel itu tidak seperti ruangan, mereka hanyalah berbentuk lubang- ceruk berbentuk setengah lingkaran yang digunakan sebagai makam di sekitar dinding pinggir gereja.
Kabar buruk, pikir Langdon sambil melihat empat ruangan kecil yang terdapat di setiap dinding samping. Jadi semuanya ada delapan kapel. Walau delapan bukanlah jumlah yang terlalu banyak, tapi semua kapel itu terhalang oleh lembaran plastik tembus pandang karena gedung itu masih dalam petnbangunan. Tirai tembus pandang itu tampaknya dimaksudkan untuk menjaga makam-makam di dalam ceruk itu dari debu.
"Dia bisa saja berada di dalam salah satu ceruk bertirai itu " kata Langdon. "Kita tidak mungkin mengetahui di mana makam Chigi tanpa melongok ke dalam setiap ceruk. Sebaiknya kita menunggu Oli-"
"Yang mana apse kedua di sisi kiri itu""
Langdon menatap Vittoria, terkejut karena dia baru saja menyebutkan istilah arsitektur. "Apse kedua di sisi kiri""
Vittoria menunjuk dinding di belakang Langdon. Sebuah hiasan keramik terpasang di dinding batu. Hiasan itu terukir dengan simbol yang sama dengan yang mereka lihat di luar- sebuah piramida di bawah bintang bersinar. Plakat suram itu bertuliskan:
LAMBANG DARI ALEXANDER CHIGI
YANG MAKAMNYA TERLETAK DI
APSE KEDUA DI SISI KIRI KATEDRAL INI
Langdon mengangguk. Lambang Chigi adalah sebuah piramida dan bintang" Tiba-tiba dia bertanya-tanya apakah Chigi, seorang tuan tanah yang kaya itu, juga anggota Illuminati. Dia mengangguk ke arah Vittoria. "Kerja bagus, Nancy Drew."
"Apa"" "Lupakan, aku-"
Terdengar seperti ada logam yang jatuh beberapa yard dari tempat mereka berdiri. Suaranya bergema ke seluruh gereja. Langdon menarik Vittoria ke belakang sebuah pilar dan perempuan itu mengarahkan senjatanya ke arah suara berisik tersebut. Sunyi. Mereka menunggu. Lalu ada suara lagi, kali ini bergemerisik. Langdon menahan napasnya. Seharusnya aku tidak boleh membiarkan Vittoria masuk ke sini! Suara itu bergerak mendekat.
Sebentar-sebentar terdengar suara seretan, seperti suara orang lumpuh yang sedang menyeret kakinya. Tiba-tiba di sekitar dasar pilar, sebuah benda muncul.
Raja Silat 7 Dewa Linglung 27 Raja Penyihir Sinting Pedang Tetesan Air Mata 2

Cari Blog Ini