Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling Bagian 5
*claustrophobic = orang yang takut akan ruang sempit.
** Decoy Detonator = Detonator Jebakan (tanpa menggunakan format inisial)
Bab 14 Si Pencuri Harry membuka matanya, silau antara hijau dan emas. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi, hanya tahu dia terbaring di antara sesuatu yang tampaknya seperti dedaunan dan ranting. Berusaha untuk mengalirkan udara ke kerongkongan yang terasa sesak, ia mengerjap dan m
enyadari bahwa cahaya menyilaukan tersebut adalah sinar matahari yang masuk melalui kanopi dedaunan jauh diatasnya. Kemudian sesuatu yang bergerakgerak mendekati wajahnya. Ia mengangkat tubuhnya beralaskan tangan dan lutut, bersiap menghadapi sesuatu yang kecil, makhluk yang galak, tetapi melihat bahwa itu ternyata hanyalah kaki Ron. Mengamati sekeliling, Harry menyadari bahwa mereka berdua dan Hermione terbaring di hutan, tampaknya mereka hanya sendirian.
Pikiran pertama yang terlintas di benak Harry adalah Hutan Terlarang, dan untuk sekejap, walaupun ia tahu betapa bodoh dan berbahaya bagi mereka untuk muncul di tanah Hogwarts, hatinya bergejolak ketika terpikir bahwa mereka
mengendap-endap diantara pepohonan di pondok Hagrid. Bagaimanapun, dalam sekejap waktu yang digunakan Ron untuk merintih perlahan dan Harry mulai merangkak mendekatinya, ia menyadari bahwa itu bukan Hutan Terlarang.
Pohon-pohonnya kelihatan lebih muda, lebih renggang dan tanahnya lebih bersih.
Dia melihat Hermione, yang juga ditopang tangan dan lututnya, di kepala Ron.
Saat matanya memandang Ron, berbagai pikiran berkecamuk di kepala Harry, melihat basah kuyup darah di seluruh sisi kiri tubuh Ron, dan wajahnya menonjol, putih keabuan, berlawanan dengan bumi yang bertaburkan daun.
Ramuan Polijus mulai luntur, Ron tampak menjadi setengah Cattermole dan dirinya sendiri. Rambutnya berubah merah dan semakin merah, ketika wajahnya mengalirkan warna yang tertinggal.
"Ada apa dengannya""
"Splinching, tubuhnya terpisah," kata Hermione, tangannya masih sibuk di lengan Ron, dimana darahnya paling basah dan paling gelap.
Harry melihat, terkejut, ketika Hermione merobek celana Ron. Selama ini Harry selalu berpikir bahwa Splinching adalah sesuatu yang menggelikan, tapi ini.... Bagian dalam tubuhnya menggeliat tidak nyaman ketika Hermione meletakkan lengan atas Ron yang telanjang, dimana sepotong besar daging telah hilang, seperti terpotong pisau dengan bersih.
"Harry, cepat, di tasku, ada botol kecil berlabel 'Sari Dittany'"Tas - benar-" Harry bergerak cepat ke tempat Hermione berada, mencengkeram tas manikmanik kecil, dan menjulurkan tangan ke dalamnya. Barang demi barang tersentuh olehnya sekaligus. Dia merasakan punggung buku-buku kulit, lengan wol baju hangat, tumit sepatu "Cepat!" Dia mengambil tongkatnya dari tanah, dan mengarahkannya ke kedalaman tas ajaib tersebut. "Accio Ditanny!"
Botol kecil coklat melompat keluar dari tas; dia menangkapnya dan segera kembali pada Hermione dan Ron, yang matanya sekarang setengah tertutup, hanya terlihat garis putih bola mata diantara pelupuknya.
"Dia pingsan," kata Hermione, yang juga pucat. Dia tidak lagi terlihat seperti
Mafalda, walaupun rambutnya masih abu-abu di beberapa tempat. "Lepaskan tutupnya, Harry, tanganku gemetar."
Harry memutar tutup botol kecil itu hingga terbuka, Hermione mengambilnya dan menuangkan 3 tetes ramuan kedalam luka yang berdarah. Asap kehijauan membumbung keatas, dan ketika asapnya menghilang, Harry melihat darahnya sudah berhenti. Lukanya sekarang terlihat seperti luka lama, kulit baru tumbuh di tempat yang sebelumnya terdapat daging terbuka.
"Wow," ucap Harry.
"Ini yang kurasa aman untuk dilakukan," kata Hermione yang masih terguncang.
"Ada mantra yang bisa mengembalikannya dengan benar, tapi aku tidak berani mencoba karena kuatir salah dan menyebabkan kerusakan yang lebih parah... Dia sudah kehilangan terlalu banyak darah....
"Bagaimana ia bisa terluka" Maksudku-" Harry menggoyangkan kepalanya, mencoba memperjelas, untuk memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi"Kenapa kita disini" Kukira kita kembali ke Grimmauld Place"" Hermione mengambil nafas panjang. Dia kelihatannya hampir menangis. "Harry, kukira kita tidak akan bisa kembali kesana." "Apa yang kau - "
"Ketika kita ber-Disapparate, Yaxley menangkapku dan aku tidak bisa melepaskan diri darinya. Dia terlalu kuat, dan dia masih memegangku ketika kita sampai di Grimmauld Place, dan kemudian - well, kukira dia pasti sudah melihat pintunya, dan berpikir kita berhenti disana, dia mengendurkan pegangannya dan aku berusaha melepasny
a, kemudian aku membawa kita kemari sesegera mungkin!"
"Lalu, dimana dia" Sebentar... Maksudmu dia tidak di Grimmauld Place kan" Dia kan tidak bisa masuk kedalam""
Mata Hermione berkilau oleh airmata yang tertahan ketika dia mengangguk.
"Harry, kurasa dia bisa. Kupaksa ia untuk melepas dengan mantra perubahan, tapi aku terlanjur membawanya kedalam perlindungan mantra Fidelius. Sejak Dumbledore meninggal, kitalah pemegang rahasia, jadi aku telah menunjukkan rahasianya, ya kan""
Tanpa berpura-pura, Harry yakin Hermione benar. Itu suatu serangan yang serius. Jika Yaxley sekarang bisa masuk ke dalam rumah, jelas tidak mungkin
mereka bisa kembali. Bahkan sekarang, ia bisa saja membawa Pelahap Maut lain kesana dengan ber-Apparate. Walaupun terasa suram dan menyesakkan dada sebelumnya, tempat itu telah menjadi tempat mengungsi mereka yang aman; sekarang dengan Kreacher yang lebih bahagia dan ramah, lebih terasa sebagai rumah. Dengan tusukan penyesalan yang tidak ada hubungannya dengan makanan, Harry membayangkan peri rumah itu menyibukkan diri dengan stik dan pai oval yang tidak pernah dinikmati Harry, Ron dan Hermione.
"Harry, maafkan aku, aku sangat menyesal."
"Jangan bodoh, itu bukan kesalahanmu! Jika sesuatu terjadi, itu adalah salahku..." Harry memasukkan tangan ke sakunya, dan mengeluarkan mata gaib Mad-Eye.
Hermione mundur, tampak terkejut.
"Umbridge memasang di pintu kantornya, untuk memata-matai orang. Aku tak bisa meninggalkannya disana, tapi dengan begitu mereka tau ada penyusup."
Sebelum Hermione bisa menjawab, Ron mengerang dan membuka matanya. Ia masih terlihat keabuan dan mukanya bersimbah peluh. "Bagaimana perasaanmu"" Hermione berbisik.
"Parah," jawab Ron parau, mengernyit merasakan lengannya yang terluka. "Dimana kita""
"Di hutan dimana mereka menyelenggarakan Piala Dunia Quidditch," ujar Hermione. "Aku menginginkan suatu tempat yang tertutup, tersembunyi, dan ini yang - "
"- tempat pertama yang terpikir olehmu," Harry menyelesaikan ucapan Hermione, memandang sekilas sekeliling pada sesuatu yang tampaknya lapangan di tengah rimba yang sunyi. Ia tak tahan mengingat terakhir kali mereka ber-Apparate ke tempat yang pertama terlintas di benak Hermione bagaimana Pelahap Maut menemukan mereka dalam hitungan menit. Apakah itu Legilimens" Apakah Voldemort atau kroninya tahu, kemana Hermione membawa mereka"
"Apakah kau mempertimbangkan kita seharusnya pindah"" Ron bertanya kepada Harry, dan Harry bisa mengatakan dari cara Ron memandang bahwa ia berpikir hal yang sama.
"Aku tak tahu."
Ron masih kelihatan pucat dan berkeringat. Ia bahkan tidak berusaha untuk duduk dan tampaknya memang ia terlalu lemah untuk melakukannya.
Kemungkinan untuk memindahkannya tampaknya kecil. "Kita tinggal disini dulu," kata Harry. Terlihat pulih, Hermione melompat berdiri. "Kemana kamu"" Tanya Ron.
"Jika kita tinggal, kita harus memberi peningkatan perlindungan di sekitar tempat ini," ia menjawab, dan mengangkat tongkatnya, dia mulai berjalan membentuk lingkaran besar di sekitar Harry dan Ron, menggumamkan mantra-mantra selagi ia bergerak. Harry melihat gangguan kecil di udara sekeliling; itu menunjukkan bahwa Hermione telah membuat udara panas diatas tanah terbuka mereka.
"Salvio Hexia....Protego Totalmu....Repello Muggletum.... Muffliato....Kau bisa mengeluarkan tendanya, Harry...."
"Tenda"" "DI dalam tas!"
"Di dalam....tentu saja," ujar Harry.
Ia tidak bersusah payah untuk memasukkan tangannya ke dalam kali ini, tapi langsung memakai mantra pemanggil.
Tenda itu muncul, dalam bentuk kanvas, tali-tali dan tiang-tiang yang banyak dan tidak halus. Harry mengenalinya, sebagian karena bau kucing, yaitu tenda yang sama yang mereka gunakan tidur di malam Piala Dunia Quidditch.
"Kupikir ini milik Perkins si orang Kementrian"" Dia bertanya, mulai menguraikan pasak-pasak.
"Tampaknya dia tidak menginginkannya lagi, lumbagonya sangat parah," ujar Hermione, sekarang menampilkan bentuk-delapan gerakan yang rumit dengan tongkatnya, "jadi ayah Ron bilang aku boleh meminjamnya. Erecto!" Dia menambahkan, mengarahkan tongkatnya pada kanvas yang kurang seras
i, dalam satu aliran gerakan naik ke udara dan terselesaikan, penuh gagasan, menuju ke tanah didekat Harry, terlepas dari siapa yang mendaratkan dari ketinggian, ke daerah dimana akhir dari talinya.
"Cave Inimicum," Hermione mengakhiri dengan lambaian ke angkasa. "Itu yang bisa kulakukan. Paling tidak, kita seharusnya tahu jika mereka datang. Aku bisa menjamin ini akan menjaga kita dari Vol-"
"Jangan sebut namanya!" Ron memotong ucapannya, suaranya parau.
Harry dan Hermione saling pandang.
"Maafkan aku," ucap Ron, sedikit merintih ketika ia mengangkat dirinya dan memandang mereka, "tapi ini terasa seperti - nasib sial atau semacamnya.
Bisakah kita memanggilnya Kau-Tahu-Siapa -kumohon""
"Dumbledore bilang takut akan nama-" Harry mulai.
"Jika kau tidak menyadari, teman, memanggil Kau-Tahu-Siapa dengan namanya tidak memberi Dumbledore akhir hidup yang baik," Ron membalas.
"Hanya - hanya agar sedikit menghargai Kau-Tahu-Siapa, mau kan""
"Menghargai"" Harry mengulangi. Hermione memberinya pandangan memperingatkan, tampaknya dia tidak ingin berdebat dengan Ron sementara kondisinya sangat lemah.
Harry dan Hermione setengah membawa, setengah menyeret Ron melewati pintu masuk tenda. Interiornya sama persis seperti yang diingat Harry; flat kecil, lengkap dengan kamar mandi dan dapur kecil. Ia mendorong ke samping kursi berlengan tua dan meletakkan Ron dengan hati-hati di bagian bawah tempat tidur susun. Bahkan perjalanan yang sangat singkat ini masih juga membuat Ron memucat, dan ketika mereka meletakkannya diatas matras dia menutup matanya lagi dan sementara tidak berbicara.
"Aku akan membuat teh," kata Hermione menahan napas, mengambil ketel dan cangkir dari dalam tasnya dan menghadap dapur.
Harry merasa minuman panas membuka dirinya seperti firewhiskey di malam Mad-Eye meninggal; tampaknya telah mengurangi sedikit rasa takut di dalam dadanya. Setelah semenit atau dua menit, Ron memecah kesunyian.
"Apa yang menurutmu terjadi pada keluarga Cattermole""
"Dengan sedikit keberuntungan, mereka mungkin telah pergi," ujar Hermione, mengenggam cangkirnya untuk kenyamanan. "Sepanjang Mr. Cattermole mengikuti akal sehatnya, ia pasti telah memindahkan Mrs. Cattermole dengan ber-Apparate bersamasama dan mereka pasti sedang terbang melewati negara ini bersama anak-anaknya. Itu yang Harry sarankan padanya untuk dilakukan."
"Ya ampun, kuharap mereka berhasil melarikan diri," ujar Ron, bersandar kembali di bantalnya. Tampaknya teh telah membuatnya lebih baik; sebagian kecil warna kulitnya telah kembali. "Aku tidak merasa bahwa Reg Cattermole adalah orang yang bisa berpikir cepat, melihat bagaimana orang berbicara kepadaku ketika aku menjadi dia. Tuhan, kuharap mereka berhasil.... Jika mereka berakhir di Azkaban karena kita..."
Harry memandang Hermione, dan sesuatu yang ingin ia tanyakan - tentang apakah ketiadaan tongkat Mrs. Cattermole dapat melindunginya ketika ber-Apparate bersama suaminya- terhenti di tenggorokannya. Hermione memandangi Ron yang resah akan apa yang mungkin terjadi pada Keluarga Cattermole, dan terlihat ekspresi kelembutan yang Harry rasakan sepertinya ia akan mengagetkan Ron dengan tiba-tiba menciumnya.
"Jadi, apa kau mendapatkannya"" Harry bertanya pada Hermione, setengah mengingatkan bahwa ia ada disana. "Dapat - dapat apa"" Tanya Hermione dengan sedikit lambat. "Apa tujuan kita masuk kesana" Liontin! Dimana liontinnya""
"Kau mendapatkannya"" teriak Ron, mengangkat dirinya sedikit lebih tinggi diatas bantalnya. "Tak ada yang memberitahuku! Ya ampun, kau bisa mengakatannya!"
"Well, bukankah kita sedang menyelamatkan diri dari Pelahap Maut"" Kata Hermione. "Ini dia." Dan dia mengeluarkan liontin dari saku jubahnya dan memberikannya pada Ron.
Liontin itu hanya sebesar telur ayam. Sebuah hiasan berbentuk huruf S, bertatahkan banyak batubatu kecil, berkilat pudar dalam sinar cahaya yang menyebar melalui atap tenda kanvas.
"Tidak adakah kemungkinan seseorang merusaknya sejak Kreacher mendapatkannya"" tanya Ron berharap. "Maksudku, apakah kita yakin ini masih Horcrux""
"Kurasa masih," ucap Hermione, mengambilnya kembali dari tan
gan Ron dan mengamati dari dekat. "Pasti ada tanda-tanda kerusakan jika ini telah dirusak dengan sihir."
Dia memberikannya lepada Harry, yang memutarnya dengan jari-jari. Benda itu kelihatan sempurna, asli. Ia ingat mengoyak-oyak diary, dan bagaimana batu di cincin Horcrux telah terbelah membuka ketika Dumbledore merusaknya.
"Kurasa Kreacher benar," kata Harry. "Kita harus berusaha untuk menemukan cara bagaimana membukanya, sebelum memusnahkannya."
Tiba-tiba waspada akan apa yang dipegangnya, akan apa yang hidup didalam pintu emas kecil itu, menyadarkan Harry akan ucapannya. Bahkan setelah segala upaya mereka untuk mendapatkannya, ia merasakan dorongan kuat untuk membuangnya. Berhasil menguasai diri lagi, dia berusaha membuka liontin dengan jari-jarinya, kemudian mencoba mantra yang Hermione gunakan untuk membuka kamar Regulus. Tak ada yang berhasil. Ia memberikan liontin itu kembali kepada Ron dan Hermione, yang masingmasing melakukan usaha terbaik, tapi tidak lebih berhasil daripada dirinya.
"Dapatkah kau merasakannya"" tanya Ron dengan suara parau, sambil menggenggam erat dalam kepalan tangannya. "Apa maksudmu""
Ron memindahkan Horcrux kepada Harry. Setelah semenit atau dua menit, Harry merasa ia mengerti apa maksud Ron. Apakah itu darahnya sendiri yang berdenyut dalam pembuluh yang ia rasakan, ataukah itu sesuatu yang berdenyut di dalam liontin, seperti jantung metal kecil"
"Apa yang akan kita lakukan"" tanya Hermione.
"Simpan dengan aman sampai kita menemukan cara bagaimana memusnahkannya," jawab Harry, dan, dia mengalungkan rantai ke lehernya sendiri, memasukkan liontin ke dalam jubahnya, aman disamping kantong yang Hagrid berikan padanya.
"Kupikir kita harus membawanya untuk berjaga-jaga dan waspada diluar tenda," dia menambahkan kepada Hermione, berdiri dan meregangkan badan.
"Dan kita juga harus memikirkan makanan juga. Kau tinggal disini," dia menambahkan tajam, ketika Ron berusaha untuk duduk dan berubah hijau.
Dengan Teropong-Pengintai hadiah ulang tahun dari Hermione yang sudah diatur dengan hati-hati diatas meja dalam tenda, Harry dan Hermione menghabiskan waktu berbagi tugas mengintai. Bagaimanapun, Teropong-Pengintai tetap tenang, sepanjang hari mengarah ke sasaran, dan entah apakah karena peningkatan perlindungan dan mantra penolak Muggle Hermione yang tersebar disekitar mereka, ataukah karena orang jarang melewati jalan ini, bidang tanah mereka tetaplah sunyi, bahkan terpisah dari burungburung dan tupai yang lewat sesekali. Sore hari tak ada bedanya, Harry menyalakan tongkatnya ketika bertukar tempat dengan Hermione pada jam 10, dan mengawasi pemandangan yang sunyi, memperhatikan kelelawar mengepak-ngepak sayap jauh tinggi
diatasnya, melewati sebidang langit berbintang terlihat dari tanah mereka yang terlindung.
Ia merasa lapar sekarang, dan sedikit pening. Hermione tidak mengemas makanan apapun di dalam tas ajaibnya, karena ia mengasumsikan mereka akan kembali ke Grimmauld Place malam itu, jadi mereka tidak punya apapun untuk dimakan kecuali beberapa jamur liar yang Hermione kumpulkan dari pohon-pohon terdekat dan dikukus dalam Billycan, setelah beberapa suap Ron menyingkirkan porsinya menjauh, terlihat mual. Harry hanya menahan diri untuk tidak menyakiti hati Hermione.
Kesunyian yang melingkupi dipecahkan oleh gemerisik yang ganjil dan sesuatu yang terdengar seperti ranting patah; Harry berpikir mungkin itu disebabkan lebih karena binatang daripada karena manusia, tapi ia tetap menggenggam erat tongkatnya dengan siap. Dalam tubuhnya, terlanjur merasa tak nyaman terkait bantuan tidak mencukupi dari jamur karet, terasa gatal dengan kegelisahan.
Ia menyangka akan gembira setelah mereka berhasil mengambil kembali Horcrux itu, tapi entah mengapa ia tak merasakan kegembiraan, yang ia rasakan saat ia duduk mengawasi kegelapan, dimana tongkatnya hanya menyala dengan cahaya kecil, adalah perasaan kuatir tentang apa yang akan terjadi. Rasanya meskipun dia sudah megalami proses ini berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun, tapi bagaimana dia sampai tiba-tiba berhenti, diluar pikirannya.
Mas ih banyak Horcrux diluar sana, tapi dia tidak dapat membayangkan dimana saja mereka mungkin berada. Dia bahkan tidak tahu apa saja bentuknya.
Sementara ia tidak tahu bagaimana menghancurkan satu-satunya yang telah mereka temukan, Horcrux yang sekarang berada di dadanya. Mengherankan, Horcrux itu tidak mengambil panas tubuhnya, tap tergeletak dingin berlawanan dengan kulitnya, yang mungkin hanya timbul dalam air es.
Dari waktu ke waktu Harry berpikir, atau mungkin membayangkan, bahwa dia bisa merasakan detak jantung kecil yang tidak menentu bersama detak jantungnya sendiri. Perasaan tanpa nama yang bergerak bersama dirinya saat dia duduk dalam kegelapan. Ia berusaha melawan, menyingkirkannya, tapi mereka tetap mendatanginya tanpa belas kasihan. Yang satu tak bisa hidup sementara yang lain selamat. Ron dan Hermione, sekarang berbicara di belakangnya dalam tenda, bisa saja mundur jika mereka menginginkannya: tapi dia tidak. Dan ini tampaknya bagi Harry ketika dia duduk mencoba mengatasi ketakutan dan kelelahannya sendiri; bahwa Horcrux di dadanya berdetak menjauhi masa yang ia lewati.. .Pikiran bodoh, ia berkata pada diri sendiri, jangan memikirkannya....
Lukanya terasa sakit lagi. Ia kuatir bahwa ia membiarkannya terjadi karena pikiranpikiran itu, dan mencoba menghubungkan mereka kedalam saluran lain.
Ia memikirkan Kreacher yang malang, yang mengharapkan mereka pulang dan ternyata Yaxley yang muncul. Apakah peri rumah itu akan tetap diam ataukah akan mengatakan apa yang ia tahu kepada Pelahap Maut" Harry ingin mempercayai bahwa Kreacher telah berubah sikap kepadanya sebulan terakhir, bahwa dia akan setia sekarang, tapi siapa yang tahu apa yang bisa terjadi"
Bagaimana jika Pelahap Maut menyiksanya" Gambaran tidak menyenangkan memenuhi kepala Harry dan dia berusaha untuk menyingkirkannya juga, karena tak ada yang bisa dilakukannya untuk menolong Kreacher: Dia dan Hermione telah memutuskan untuk tidak berusaha mengambilnya; bagaimana jika seseorang dari Kementrian ikut bersamanya" Mereka tidak yakin apparition peri rumah akan bebas dari kekacauan yang sama yang membawa Yaxley ke Grimmauld Place bersama lengan Hermione.
Luka Harry terasa terbakar sekarang. Ia berpikir begitu banyak hal yang ia tidak tahu: Lupin benar tentang sihir yang belum pernah mereka hadapi atau bayangkan. Mengapa Dumbledore tidak menjelaskan lebih banyak" Apakah ia berpikir bahwa ia akan punya cukup waktu, bahwa ia masih akan hidup selama bertahun-tahun, abad mungkin, seperti rekannya Nicholas Flamel" Jika ya, ia salah... .Snape mengetahuinya... .Snape, Si Ular Tidur, yang menyerang di puncak menara....
Dan Dumbledore j atuh.... j atuh.....
"Berikan padaku, Gregorovitch....."
Suara Harry tinggi, jelas dan dingin, tongkatnya tergenggam di depannya oleh tangan putih panjang. Laki-laki yang ia tunjuk menggantung terbalik di udara, walaupun tak ada tali yang mengikatnya; ia berayun; tak terlihat dan hanya melambung, lengannya terikat, wajahnya yang ketakutan, sama seperti Harry yang darahnya mulai naik ke kepala. Rambutnya putih bersih, janggutnya lebat; tipe bapak natal.
"Aku tidak punya, aku tidak lagi memilikinya! Dicuri bertahun-tahun yang lalu!"
"Jangan berbohong kepada Lord Voldemort, Gregorovitch. Dia tahu....dia selalu tahu."
Bola mata orang yang tergantung itu melebar, diliputi ketakutan, dan tampaknya mereka membesar, besar dan semakin besar, hingga kegelapan menelan Harry -.
Dan sekarang Harry bergegas melewati koridor gelap di tempat Gregorovitch
yang kecil dan kokoh, terjaga sambil memegang lentera tinggi-tinggi: Gregorovitch menghambur ke ruangan di ujung gang dan lenteranya menerangi sesuatu yang tampak seperti ruang kerja; irisan kayu dan emas bersinar di sekelompok lampu gantung, dan disana di birai jendela bertengger, seperti burung raksasa, anak muda dengan rambut emas. Ketika cahaya lentera meneranginya, Harry melihat kegembiraan terpancar di wajah tampannya, kemudian si penyusup menembakkan mantra pemingsan dari tongkatnya dan melompat perlahan ke belakang keluar dari jendela dengan tawa yan seperti burung gagak.
Harry meluncur menjauh d ari bola mata lebar yang seperti terowongan, dan wajah Gregorovitch dilanda teror. "Siapa pencurinya, Gregorovitch"" kata suatu suara tinggi dan dingin. "Aku tidak tahu, aku tidak pernah tahu, seorang anak muda, jangan - kumohon - KUMOHON!"
Jeritan terdengar tinggi dan meninggi dan kemudian kilatan cahaya hijau -"Harry!"
Dia membuka matanya, terengah-engah, dahinya berdenyut-denyut. Dia pingsan menghadap sisi tenda, meluncur miring di kanvas dan terlentang di tanah. Dia menatap Hermione, yang rambut lebatnya mengaburkan pemandangan langit yang terlihat melalui ranting gelap diatas mereka.
"Mimpi," katanya, segera setelah duduk dan berusaha memandang tatapan tajam Hermione dengan wajah tak berdosa. "Pasti tertidur sebentar, maaf."
"Aku tahu itu karena lukamu! Aku tahu dari wajahmu! Kau melihat ke dalam pikiran
Vol-""Jangan katakan namanya!" Ron berujar dengan nada marah dari dalam tenda."Baiklah!" Jawab Hermione pedas, "pikiran Kau-Tahu-Siapa, kalau begitu!""Aku tidak bermaksud begitu!" Kata Harry, "Itu mimpi! Bisakah kau mengendalikan
mimpimu, Hermione""
"Jika kau mau belajar untuk mempraktekkan Occlumency-"
Tapi Harry tidak tertarik diceramahi, ia ingin berdiskusi tentang apa yang baru saja ia lihat.
"Dia menemukan Gregorovitch, Hermione, dan kurasa ia membunuhnya, tapi sebelum membunuhnya, ia membaca pikiran Gregorovitch dan aku melihat-"
"Kurasa lebih baik aku ganti mengawasi jika kau tertidur karena lelah," kata Hermione lebih tenang. "Aku bisa menyelesaikan pengawasan!" "Tidak, kau jelas lelah. Pergi dan berbaringlah!"
Dia menjatuhkan diri di mulut tenda, terlihat keras kepala. Marah, tetapi ingin menghindari keributan, Harry masuk kembali kedalam.
Wajah masih-pucat Ron menjulur dari tempat tidur bawah; Harry naik menuju tempat tidur diatasnya, berbaring dan memandang langit-langit kanvas yang gelap. Setelah
beberapa waktu, Ron berbicara denga suara pelan yang tidak akan terdenger oleh Hermione, yang menempel di pintu masuk. "Apa yang dilakukan Kau-Tahu-Siapa""
Harry memutar matanya untuk mengingat setiap detil kejadian, lalu berbisik dalam kegelapan.
"Dia menemukan Gregorovitch. Dia mengikatnya. Dia menyiksanya." "Bagaimana Gregorovitch bisa membuat tongkat baru jika dia terikat"" "Entahlah...aneh sekali, kan""
Harry menutup matanya, memkirkan apa yang ia lihat dan dengar. Semakin berusaha dia mengingat, semakin sedikit yang ia pahami...
Voldemort tidak mengatakan apa-apa tentang tongkat Harry, tidak juga tentang inti kembar, sama sekali tidak tentang Gregorovitch membuat tongkat baru yang lebih kuat
untuk mengalahkan Harry.....
"Dia menginginkan sesuatu dari Gregorovitch," Harry berujar dengan mata masih tertutup rapat.
"Dia meminta agar Gregorovitch menyerahkannya, tapi Gregorovitch bilang bahwa itu telah dicuri darinya, dan kemudian... .kemudian...."
Ia ingat bagaimana ia, sebagai Voldemort, tampaknya meluncur melalui mata Gregorovitch, memasuki ingatannya....
"Dia membaca pikiran Gregorovitch, dan aku melihat seorang anak muda sedang bertengger di birai jendela, dan dia menembakkan kutukan kepada Gregorovitch dan melompat menghilang dari pandangan. Dia mencurinya, dia mencuri apapun itu yang dicari Kau-Tahu-Siapa. Dan aku...kupikir aku pernah melihatnya di suatu tempat." Harry berharap dia bisa melihat lagi wajah anak lelaki yang tertawa itu.
Pencurian itu terjadi bertahun-tahun yang lalu, menurut Gregorovitch. Kenapa pencuri muda itu tampak tidak asing" Suara ribut kayu-kayu di sekitar tenda terdengar sampai ke dalam; tetapi yang didengar Harry hanyalah desah nafas Ron. Setelah beberapa waktu, Ron berbisik,
"bisakah kau melihat apa yang dipegang si Pencuri"" "Tidak... .itu pasti sesuatu yang kecil." "Harry""
Kayu rangka tempat tidur Ron berderik ketika ia mengubah posisi tubuhnya.
"Harry, kau tidak berpendapat Kau-Tahu-Siapa mengejar sesuatu untuk dirubah menjadi
Horcrux"" "Aku tidak tahu," kata Harry pelan. "Mungkin. Tapi tidakkah berbahaya baginya membuat lagi" Bukankah Hermione berkata dia telah mendorong jiwanya hingga pada batasnya""
"Ya, tapi mungkin dia tidak tahu itu." "Ya...mungkin saja," ucap Harry.
Selama ini ia yakin Voldemort mencari jawaban seputar persoalan inti kembar tongkat mereka,yakin bahwa Voldemort mencari solusi dari pembuat tongkat tua.. .dan dia sudah membunuhnya, tampaknya tanpa menanyainya satu pertanyaanpun tentang ilmu tongkat.
Apa yang sedang Vodemort cari" Mengapa, dengan Kementrian Sihir dan dunia sihir dibawah kakinya, malah dia jauhi, justru bersungguh-sungguh dalam pencarian sesuatu yang dulu dimiliki Gregorovitch, yang telah diambil oleh pencuri tak dikenal"
Harry masih bisa melihat wajah muda si rambut pirang; ia riang, liar; ada semacam lagak kejayaan tipu daya ala Fred dan George pada dirinya. Dia membumbung tinggi dari birai jendela seperti seekor burung, dan Harry pernah melihatnya, tapi ia tidak dapat mengingat dimana....
Dengan kematian Gregorovitch, si wajah-piranglah yang ada dalam bahaya sekarang, dan pada dirinyalah pikiran Harry sekarang berada, ketika dengkur Ron mulai bergemuruh dari tempat tidur bawah dan dia sendiri perlahan melayang kedalam lelap sekali lagi.
Bab 15 Pembalasan Goblin Pagi keesokan harinya, sebelum yang lain bangun, Harry pergi untuk mencari pohon tertua, terbesar, dan terkokoh yang ada di sekitar tenda. Di sanalah Harry menguburkan mata Mad-Eye dan menandainya dengan menorehkan tanda salib di kulit kayu pohon itu dengan tongkatnya. Tidak terlalu bagus, tapi Harry merasa bahwa Mad-Eye akan lebih memilih ini daripada harus dipajang di pintu kantor Umbridge. Lalu Harry kembali ke tenda dan menunggu yang lain bangun untuk membicarakan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
Harrry dan Hermione merasa bahwa jalan terbaik adalah tidak tinggal di satu tempat dalam waktu yang lama, dan Ron setuju, dengan syarat bahwa tujuan selanjutnya berhubungan dengan roti isi daging asap. Hermione melepaskan sihir perlindungan yang telah ia pasang, sementara Harry dan Ron menghilangkan semua tanda yang menunjukkan bahwa mereka pernah berkemah di sini. Lalu mereka ber-Disapparate ke daerah pinggiran kota.
Begitu mereka mendirikan tenda di bawah naungan pohon-pohon dan memasang sihir perlindungan baru, Harry berkeliling mencari makanan di bawah Jubah Gaib. Namun semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Harry baru saja memasuki kota saat ia merasakan rasa dingin yang tidak normal, kabut tipis, dan kegelapan yang tiba-tiba menutup langit, membuat Harry berdiri terdiam.
"Tapi kau hebat dalam menciptakan Patronus!" protes Ron, saat Harry kembali ke tenda tanpa membawa apa-apa, kehabisan nafas, dan mengucapkan satu kata
"Dementor." "Aku... tidak bisa," engah Harry sambil memegangi sisi tubuhnya. "Tidak... berhasil."
Melihat ekspresi khawatir dan kecewa di wajah sahabatnya, Harry merasa malu. Itu adalah mimpi buruk, melihat Dementor melucur dalam kabut dan
menyadari, saat udara dingin mencekik paru-parunya dan teriakan memenuhi telinganya, bahwa Harry tidak dapat melindungi dirinya sendiri. Bahkan butuh semua kekuatan agar Harry bisa lari dan meninggalkan Dementor tanpa mata bergerak di antara Muggle yang tidak bisa melihat mereka, tapi bisa merasakan keputusasaan yang Dementor tebarkan.
"Jadi kita tidak punya makanan."
"Diam, Ron," hardik Hermione. "Harry, apa yang terjadi" Mengapa kau tidak bisa membuat Patronus" Kau melakukannya dengan baik kemarin!"
"Aku tidak tahu."
Harry duduk di salah satu kursi tangan tua, dan makin merasa malu. Ia takut terjadi sesuatu yang salah dengan dirinya. Kemarin rasanya masa lalu, hari ini ia merasa seperti saat ia berusia tiga belas tahun, saat ia satu-satunya anak yang pingsan di Hogwarts Express.
Ron menendang kursi. "Apa"" Ron menggeram pada Hermione. "Aku kelaparan! Yang aku makan sejak aku hampir mati kehabisan darah hanya kotoran kodok!"
"Pergi dan lawan Dementor-Dementor itu, kalau begitu," sengat Harry. "Tentu, tapi tanganku terbebat, bila kau tak melihatnya!" "Kebetulan sekali." "Apa maksudmu berkata..."
"Tentu saja," teriak Hermione sambil memukulkan tangan ke dahinya dan mengejutkan Harry dan Ron sehingga mereka terdiam. "Harry, berikan liontin itu! Ayo!" kata Hermione tidak sabar, menjentikkan jarinya di depan Harry yang tidak bereaksi,
"Horcruxnya, Harry, kau masih mengenakannya!"
Hermione menjulurkan tangannya dan Harry melepaskan kalung emas melalui kepalanya. Saat liontin dan kalung itu tidak lagi menyentuh kulit Harry, ia merasa bebas dan ringan. Harry tidak menyadari bahwa dirinya tertekan atau ada beban berat yang yang membebani perutnya, hingga sensasi itu terangkat.
"Lebih baik"" tanya Hermione.
"Sangat jauh lebih baik!"
"Harry," kata Hermione, berjongkok di depan Harry dan menggunakan nada
suara yang Harry artikan sebagai nada yang digunakan saat berbicara pada orang yang sedang sakit, "kau tidak mengira kau telah dirasuki, kan""
"Apa" Tidak!" kata Harry mempertahankan diri. "Aku ingat semua yang aku lakukan saat memakainya. Aku tidak tahu yang aku lakukan bila aku sedang dirasuki, kan" Ginny memberitahuku bahwa ada banyak waktu di mana ia tidak bisa mengingat apa pun."
"Hm," kata Hermione yang menatap ke arah liontin itu. "Kalau begitu, tidak seharusnya kita memakainya. Kita akan menyimpannya di tenda saja."
"Kita tidak akan membiarkan Horcrux itu tergeletak begitu saja," kata Harry berkeras. "Kalau kita kehilangannya, kalau ada yang mencurinya..."
"Oh, baik, baik," kata Hermione dan mengalungkan liontin itu di lehernya dan memasukkannya ke dalam kaus. "Tapi kita harus bergiliran memakainya, jadi tidak ada yang memakainya terlalu lama."
"Bagus," kata Ron marah, "karena kita sudah menemukan masalahnya, bisakah kita pergi mencari makanan""
"Baiklah, tapi kita harus mencarinya ke tempat lain," kata Hermione. "Tidak ada gunanya tinggal kalau kita tahu banyak Dementor berkeliaran."
Akhirnya mereka bermalam di tanah lapang di sebuah peternakan terpencil, di mana mereka berhasil mendapatkan telur dan roti.
"Ini tidak bisa dibilang mencuri, kan"" tanya Hermione ragu, saat mereka menghabiskan telus dadar dan roti panggang. "Bukan mencuri kalau aku meninggalkan uang di kandang ayam, kan""
Ron memutar matanya dan berkata, dengan pipi menggembung, "Er-my-knee, hangang helawu hemaf. Henangwah!"
Dan, ternyata, memang lebih mudah untuk bersikap tenang dengan perut kenyang. Perdebatan tentang Dementor terlupakan dengan tawa di malam hari, bahkan Harry merasa ceria dan penuh pengharapan saat ia mendapat giliran pertama berjaga.
Untuk pertama kalinya mereka menyadari bahwa perut penuh berarti semangat baru, dan perut kosong berarti kemurungan dan pertengkaran. Harrylah yang peling terkejut dengan kenyataan ini, karena ia pernah merasakan masa-masa hampir kelaparan saat tinggal bersama keluarga Dursley. Sementara Hermione mampu melewati malam-malam dengan buah beri atau biskuit basi, walau sedikit
mudah tersinggung dan sering terdiam. Sedangkan Ron, yang terbiasa tiga kali makan enak sehari, oleh masakan ibunya ata peri rumah Hogwarts, rasa lapar membuatnya tidak bisa berpikir dan cepat naik darah. Saat masa makanan menipis bertemu dengan saat Ron memakai liontin, ia berubah menjadi begitu menyebalkan.
"Jadi ke mana selanjutnya"" adalah kalimat favorit Ron. Ia sepertinya tidak memiliki pemikiran sendiri, dan berharap Harry dan Hermione telah siap dengan rencana sementara ia duduk dan berkomentar tentang sedikitnya jumlah makanan. Sementara, Harry dan Hermione menghabiskan waktu menduga di mana kemungkinan Horcrux lain berada dan bagaimana cara menghancurkan Horcrux yang sudah ada di tangan mereka. Dan mereka terus mengulang percakapan yang sama karena mereka tidak mendapatkan berita baru.
Saat Dumbledore memberitahu Harry bahwa ia percaya bahwa Voldemort menyembunyikan Horcrux di tempat yang penting baginya. Dan mereka terus mengulang pembicaraan itu, tempat-tempat di mana Voldemort pernah tinggal atau kunjungi. Panti asuhan, di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Hogwarts, di mana ia belajar. Borgin and Burke, tempat ia bekerja untuk pertama kali. Lalu, Albania, di mana ia mengasingkan diri selama bertahun-tahun, dan di sinilah mereka terus berspekulasi.
"Ya, ayo ke Albania. Tidak akan sampai sore untuk mencari ke seluruh negeri," kata Ron kasar.
"Tidak mungkin ada sesuatu di sana. Dia sudah membuat lima Horcrux sebelum ia pergi mengasingkan diri, dan Dumbledo
re yakin bahwa ular itu adalah yang keenam," kata Hermione. "Kita tahu bahwa ular itu tidak di Albania dan tidak pernah jauh dari Vol..."
"Bukankah sudah kuminta untuk tidak menyebut namanya"" "Baik! Ular itu berada dekat dengan Kau-Tahu-Siapa-' - senang""
"Tidak juga." "Aku rasa dia juga tidak menyembunyikan sesuatu di Borgin and Burke," kata Harry, yang pernah mencapai titik ini sebelumnya, dan tetap mengulang kata-katanya, "Borgin dan Burke adalah ahli barang Hitam, mereka pasti langsung mengenali sebuah Horcrux."
Ron menguap bosan. Menahan diri untuk tidak melempar sesuatu ke arahnya, Harry melanjutkan, "Aku masih merasa ia menyembunyikan sesuatu di Hogwarts."
Hermione mengehela nafas.
"Tapi Dumbledore pasti sudah menemukannya, Harry!" Harry mengulang alasan yang sama tentang teorinya.
"Dumbledore berkata padaku bahwa ia tidak mengetahui semua rahasia Hogwarts. Dan aku beritahu, bila ada tempat yang menurut Vol..."
"Oi!" "KAU-TAU-SIAPA!" teriak Harry, di ujung kesabarannya. "Bila ada tempat menurut Kau-Tahu-Siapa penting, tempat itu adalah Hogwarts!"
"Oh, ayolah," kata Ron meremehkan, "sekolahnya""
"Ya, sekolahnya! Tempat pertama yang ia anggap sebagai rumah, tempat yang ia anggap spesial, tempat yang berarti segalanya baginya, bahkan setelah ia meninggalkannya."
"Kau sedang membicarakan Kau-Tahu-Siapa, kan" Bukan dirimu sendiri"" tanya Ron, yang sedang menarik-narik kalung liontin di lehernya. Harry merasa ingin menarik kalung itu dan mencekikkannya pada Ron.
"Kau bilang Kau-Tahu-Siapa meminta pekerjaan pada Dumbledore setelah dia lulus dari sekolah," kata Hermione.
"Benar," kata Harry.
"Dan Dumbledore pikir itu hanya alasan untuk kembali dan mencari pusaka dari pendiri Hogwarts dan menjadikannya sebagai Horcrux""
"Ya," kata Harry.
"Tapi dia tidak mendapat pekerjaannya, kan"" kata Hermione. "Jadi dia tidak punya kesempatan untuk mencari pusaka itu dan menyembunyikannya di Hogwarts!"
"Baiklah," kata Harry menyerah. "Lupakan Hogwarts."
Tanpa petunjuk lain, mereka pergi ke London, dan di bawah Jubah Gaib, mereka mencari panti asuhan di mana Voldemort dibesarkan. Hermione menyelinap ke perpustakaan dan mengetahui dari berkas-berkas di sana bahwa tempat itu telah dihancurkan bertahuntahun yang lalu. Dan saat mereka mendatangi daerah
itu, yang mereka temukan hanyalah deretan gedung perkantoran.
"Bisa saja kita menggali pondasinya," kata Hermione setengah hati.
"Dia tidak akan menyembunyikan Horcrux di sini," kata Harry. Ia sudah tahu bahwa tempat itu adalah tempat yang ingin Voldemort tinggalkan, dan ia tidak akan menyembunyikan potongan jiwanya di sana. Dumbledore telah menunjukkan pada Harry kemegahan dan keajaiban tempat persembunyian Horcrux Voldemort. Dan bangunan suram di ujung London tidak sebanding dengan Hogwarts, atau Kementrian, atau bangunan lain seperti Gringotts, bank para penyihir dengan pintu emas dan lantai marmer.
Bahkan tanpa ada gagasan baru, mereka melanjutkan bergerak di pinggiran kota, berkemah di tempat berbeda tiap malam demi keamanan. Tiap pagi mereka memastikan bahwa mereka telah menghapus semua petunjuk keberadaan mereka. Lalu pergi ke tempat sepi dan terpencil yang lain. Bepergian dengan Apparition ke hutan lain, ke celah tebing lain, ke pegunungan lain, dan sekali ke pantai berkoral. Setiap dua belas jam, mereka bergantian memakai liontin itu seperti bermain permainan pass the parcel* dalam gerak lambat yang mengerikan, karena begitu musik berhenti mereka akan menerima hadiah dua belas jam tambahan rasa takut dan cemas.
Bekas luka Harry terasa sakit. Dan hal itu terjadi lebih sering saat ia sedang mengenakan Horcrux itu. Terkadang ia tidak dapat menahan rasa sakitnya.
"Apa" Apa yang kau lihat"" paksa Ron, setiap ia melihat Harry merasa kesakitan.
"Wajah," gumam Harry, setiap waktu. "Wajah yang sama. Pencuri yang mencuri dari Gregorovitch."
Dan Ron beralih ke hal lain, tidak bersusah payah menyembunyikan kekecewaannya. Harry tahu bahwa Ron ingin mendengar berita tentang keluarganya, atau anggota Orde Phoenix, tapi tetap saja, Harry, tidak seperti televisi. Yang bisa ia lihat hanyalah apa yang
sedang Voldemort pikirkan, dan tidak bisa dengan mudah mengubah saluran yang ia inginkan. Saat ini Voldemort berkutat dengan seorang pemuda dengan wajah senang, yang Harry yakin, telah Voldemort ketahui nama dan tempat tinggalnya. Saat bekas luka Harry terus terasa membakar dan wajah pemuda berambut keemasan berenang di dalam pikirannya, ia belajar untuk menyembunyikan rasa sakit atau tidak nyamannya, karena dua sahabatnya menunjukkan rasa tidak sabar dengan berita baru tentang pencuri itu. Harry tidak dapat menyalahkan mereka, karena saat ini mereka sedang menanti petunjuk baru tentang Horcrux lain.
Hari berubah menjadi minggu, Harry mulai curiga bahwa Ron dan Hermione
sedang membicarakan tanpa, dan tentang, dirinya. Beberapa kali Harry memergoki mereka yang tiba-tiba terdiam saat Harry memasuki tenda. Dan dua kali Harry memergoki mereka tiba-tiba mengambil jarak setelah saling mendekatkan kepala dan berbicara berbisikbisik, sebelum mereka sadar bahwa Harry datang mendekat, dan mereka berpura-pura sibuk mencari kayu atau mengambil air.
Harry tidak dapat berhenti memikirkan apakah mereka benar-benar tahu bahwa mereka akan bepergian dalam perjalanan tanpa tujuan, karena mereka pikir akan ada rencana rahasia yang akan mereka ketahui. Ron tidak berusaha menyembunyikan rasa perasaannya buruknya, dan Harry mulai takut kalau Hermione mulai merasa kecewa dengan kemampuan memimpin Harry. Dalam keputsasaannya, Harry mencoba menduga tempat persembunyian Horcrux lain, tapi lagi-lagi yang muncul di kepalanya adalah Hogwarts. Dan karena yang lain tidak berpikir hal yang sama, Harry berhenti untuk mengatakannya.
Musim gugur tiba, kini mereka mendirikan tenda di atas daun-daun yang berguguran.
Kabut alami menambah tebal kabut yang diciptakan oleh Dementor. Angin dan hujan menambah masalah mereka. Kenyataan bahwa Hermione semakin ahli membedakan jamur yang dapat dimakan tidak sebanding dengan keadaan terisolasi, kurangnya bersosialisasi, dan ketidakpedulian mereka terhadap perang melawan Voldemort.
"Ibuku," kata Ron suatu malam, saat mereka berkemah di pinggiran sungai di Wales, "bisa memunculkan makanan enak dari udara."
Ia menyodok, potongan ikan hangus di piringnya. Harry langsung menatap leher Ron dan seperti yang ia duga, rantai kalung emas sedang melingkar di sana.
Harry berhasil melawan dorongan untuk menyumpahi Ron, yang kelakuannya akan berubah, Harry tahu, saat liontin itu dilepas.
"Ibumu tidak bisa membuat makan dari udara," kata Hermione. "Tidak seorang pun bisa. Makanan adalah hal pertama yang ada dalam lima Elemen Dasar dalam Hukum Transfigurasi Gamp..."
"Oh, tidak bisakah kau berbicara dengan bahasa manusia"" kata Ron sambil menarik tulang ikan dari giginya.
"Tidak mungkin kau bisa membuat makanan dari ketidakadaan! Kau bisa Memanggilnya kalau kau tahu di mana tempatnya berada, kau bisa mengubahnya, kau bisa menambah jumlahnya kalau kau punya..."
"... aku tidak ingin menambah ini, ini menjijikkan," kata Ron.
"Harry yang menangkap ikan dan aku melakukan yang terbaik yang bisa aku lakukan! Aku merasa aku yang selalu mengurusi makanan. Karena aku seorang wanita, kurasa!"
"Bukan, karena kau seharusnya yang lebih baik dalam melakukan sihir!" bentak Ron. Hermione meloncat berdiri dan makanan dalam piringnya jatuh ke lantai.
"Kau boleh memasak besok, Ron. Kau boleh mencari bahan makanan dan mencoba menyihirnya menjadi sesuatu yang lebih layak untuk dimakan. Dan aku akan duduk diam di sini, memasang muka sebal dan mengeluh, agar kau tahu bagaimana rasanya..."
"Diam!" kata Harry yang kini berdiri dan mengangkat kedua tangannya. "Diam! Sekarang!" Hermione terihat marah.
"Harry, bisa-bisanya kau membelanya, dia bahkan tidak pernah..." "Hermione, tenanglah, aku mendengar sesuatu!"
Harry berusaha mendengarkan, tangannya masih terangkat, memperingatkan yang lain agar tetap diam. Lalu terdengar suara ribut dari arah sungai, dan Harry mendengar suara lagi. ia melihat Sneakoscope. Benda itu tidak bergerak.
"Kau memasang Muffliato, kan"" bisik Harry pada Hermione.
"Aku pasang semua," jawab Hermione dalam bisikan, "Muffliato, Mantra Penolak
Muggle, Mantra Dissilusionment, semuanya. Tidak ada yang bisa mendengar atau melihat kita, siapa pun mereka."
Terdengar suara terseret, dan suara batu dan patahan ranting. Dan membuat mereka tahu ada beberapa orang sedang menuruni turunan curam dari hutan di lereng bukit ke daerah pinggiran sungai, di mana mereka mendirikan tenda.
Mereka mengeluarkan tongkat, dan menunggu. Perlindungan di sekitar mereka rasanya cukup untuk melindungi mereka dari Muggle dan penyihir. Bila yang datang adalah Pelahap Maut, sepertinya perlindungan mereka akan diuji oleh Sihir Hitam untuk pertama kalinya.
Suara itu semakin keras tapi tetap terdengar tidak jelas saat sekelompok orang itu mencapai pinggiran sungai. Harry memperkirakan bahwa mereka
berjarak kurang dari enam meter dari mereka, tapi suara riak sungai membuat mereka tidak dapat memastikannya. Hermione mengambil tas maniknya dan mulai mengaduk-aduk bagian dalamnya. Setelah beberapa saat, mereka mengeluarkan tiga Telinga Terjulur dan memberikannya pada Harry dan Ron, yang langsung memasukkan ujung benang berwarna kulit itu ke telinga mereka dan melemparkan ujung yang lain ke luar tenda.
Dalam hitungan detik, Harry dapat mendengar suara pria yang kelelahan.
'Seharusnya ada salmon sekarang, atau masih terlalu dini untuk musimnya"
Accio salmon!" Terdengar bunyi cipratan air dan hentakan ikan yang meloncat keluar dari air.
Lalu terdengar suara orang menggumam senang. Harry menekankan Telinga Terjulur lebih dalam. Berusaha menangkap suara di atas suara riak sungai, tapi mereka tidak berbicara dalam bahasa manusia, bahkan yang belum Harry dengar. Suara mereka kasar dan tidak berirama, seperti suara gumaman bergeretak dan parau, dan sepertinya ada dua orang yang sedang berbicara, salah satu di antaranya bersuara lebih pelan daripada yang lain.
Api berderak di luar tenda mereka. Tercium bau sedap dari salmon bakar yang tertiup ke arah mereka. Lalu terdengar suara denting pisau dan garpu, lalu seseorang berkata lagi.
"Ini, Griphook, Gornuk."
Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Goblins!" Hermione membisikkannya dan Harry mengangguk. "Terima kasih," kata dua Goblin lain.
"Jadi, kalian juga sedang melarikan diri" Sudah berapa lama"" kata suara baru yang lembut dan menyenangkan, dan terdengar tidak asing bagi Harry, seorang pria bertubuh tambun dengan wajah ceria.
"Enam minggu... tujuh... aku lupa," kata sura yang terdengar kelelahan. "Bertemu dengan Griphook setelah beberapa hari, lalu bergabung dengan Gornuk tak berapa lama kemudian. Cukup menyenangkan kalau ada teman seperjalanan."
Lalu mereka berhenti, sementara terdengar suara pisau ditaruh di atas piring dan gelas diangkat dan diletakkan kembali di atas tanah. "Apa yang membuatmu kabur, Ted"" lanjut pria tadi.
"Aku tahu mereka sedang mencariku," jawab suara lembut itu, dan Harry tahu siapa orang itu. Ayah Tonks. "Ku dengar Pelahap Maut ada di sekitar rumahku dan aku memutuskan untuk melarikan diri. Aku menolak untuk mendaftarkan diri
sebagai kelahiran Muggle, tahulah, jadi ini hanya masalah waktu untuk melarikan diri. Istriku akan baik-baik saja, dia darah murni. Lalu aku bertemu Dean, kapan, beberapa hari yang lalu, kan, nak""
"Ya," kata suara lain, dan Harry, Ron, dan Hermione saling bertukar pandang, senang dalam kebungkaman mereka, karena mengenali suara teman Gryffindor mereka, Dean Thomas.
"Kelahiran Muggle, eh"" tanya pria pertama.
"Aku tidak yakin," kata Dean. "Ayahku meninggalkan ibu waktu aku masih kecil. Dan aku tidak punya bukti kalau dia seorang penyihir."
Tidak terdengar suara apa pun selain suara mengunyah, lalu Ted berbicara lagi.
"Harus kukatakan, Dirk, aku terkejut bisa bertemu denganmu. Senang, tapi terkejut. Banyak yang bilang mereka menangkapmu."
"Memang," kata Dirk. "Aku sedang dalam perjalanan menuju Azkaban saat aku berhasil melarikan diri, memingsankan Dawlish dan mengambil sapunya. Ternyata lebih mudah daripada yang kau bayangkan. Aku rasa dia memang sedang tidak dalam keadaan baik. Di bawah sihir Confundus mungkin. Kalau memang benar, aku ingin menjabat tangan penyihir yang telah melakukannya, karena telah membuatku dapat meloloskan diri."
Lalu ya ng terdengar hanya suara derak api dan riak sungai. Lalu Ted berkata,
"Lalu apa yang kalian berdua lakukan di sini" Aku pikir - er - kalian semua memihak Kau-Tahu-Siapa." "Kau salah," kata goblin yang bersuara lebih tinggi. "Kami tidak memihak. Ini adalah perang para penyihir." "Kalau begitu mengapa kalian bersembunyi""
"Aku rasa ini adalah tindakan yang bijaksana," kata goblin yang bersuara rendah. "Aku menolak apa yang aku anggap sebagai peemintaan kurang ajar, dan aku tahu bahwa hidupku dalam masalah."
"Apa yang mereka minta padamu"" tanya Ted.
"Pekerjaan yang tidak sesuai dengan martabat ras kami," jawab si goblin, suaranya terdengar kasar. "Kami bukan peri rumah." "Bagaimana denganmu, Griphook""
"Alasan serupa," kata goblin bersuara tinggi. "Gringotts tidak lagi dipimpin oleh ras kami. Dan aku tidak mengenal kepemimpinan lain."
Lalu ia menambahkan dengan bahasa Gobbledegook dan Gornuk tertawa. "Apa leluconnya"" tanya Dean.
"Dia bilang," jawab Dirk, "penyihir juga tidak banyak mengenali hal lain."
Tidak ada yang bersuara. "Aku tidak mengerti," kata Dean.
"Aku punya sedikit dendam saat aku pergi," kata Griphook.
"Goblin baik," kata Ted. "Tidak berhasil mengunci salah satu Pelahap Maut dalam ruangan penyimpanan tua berkeamanan tinggi, rupanya""
"Kalau pun aku bisa, bahkan pedang itu tidak bisa membantunya keluar dari sana," jawab
Griphook. Gornuk tertawa dan bahkan Dirk tertawa kecil.
"Dean dan aku sepertinya masih ketinggalan berita," kata Ted.
"Severus Snape, sepertinya dia tidak mengenalinya juga," kata Griphook, dan kedua
goblin itu tertawa menggila.
Di dalam tenda, Harry bernafas penuh ketertarikan. Ia dan Hermione bertukar pandang, lalu mencoba mendengarkan lagi.
"Apa kau tidak tahu, Ted"" tanya Dirk. "Tentang anak-anak yang mencoba mencuri
pedang Gryffindor dari kantor Snape di Hogwarts""Rasanya Harry tersengat listrik, setiap syaraf dan otot Harry terbangun. "Tidak sama sekali," kata Ted. "Tidak dimuat dalam Prophet, ya""
"Tentu saja," kekeh Dirk. "Griphook yang memberitahu aku, dia tahu dari Bill Weasley
yang bekerja untuk bank. Salah satu dari anak-anak itu adalah adik
perempuannya." Harry menatap ke arah Ron dan Hermione yang memegang erat-erat Telinga Terjulur mereka.
"Dia dan beberapa temannya masuk ke kantor Snape dan memecahkan kaca tempat
penyimpanan pedang itu. Snape menangkap mereka saat mereka mencoba menyelundupkan pedang itu."
"Ah, Tuhan memberkati mereka," kata Ted. "Apa yang mereka pikirkan" bahwa mereka
bisa menggunakannya melawan Kau-Tahu-Siapa" Atau untuk melawan Snape""
"Apa pun pemikiran mereka, Snape menganggap bahwa pedang itu tidak lagi aman," kata
Dirk. "Beberapa hari kemudian, setelah diperintahkan Kau-Tahu-Siapa, sepertinya, dia
mengirimkannya ke London untuk disimpan di Gringotts."
Lalu kedua goblin itu tertawa lagi.
"Aku masih belum mengerti lelucon kalian," kata Ted.
"Pedang itu palsu!" kata Griphook.
"Pedang Gryffindor!"
Oh, ya. Sebuah tiruan - tiruan yang sangat bagus, memang - tapi itu buatan penyihir. Yang asli telah dibuat berabad-abad lalu oleh goblin dan menjadi properti alat tempur buatan goblin. Di mana pun pedang Gryffindor yang asli itu berada, yang pasti bukan di Gringotts."
"Aku mengerti," kata Ted. "Dan kalian tidak perlu mengatakan hal itu pada Pelahap Maut, kan""
"Aku tidak punya alasan untuk menambah masalah mereka dengan memberitahu mereka,' kata Griphook berpuas diri, dan sekarang Ted dan Dean ikut tertawa bersama Gornuk dan Dirk.
Di dalam tenda, Harry menutup matanya, berharap ada orang yang menanyakan yang ingin Harry tahu jawabannya. Dan kurang lebih sepuluh menit kemudian, Dean mengingatkan Harry bahwa ia (Harry mengingatnya dengan rasa tersentak) juga mantan pacar Ginny.
"Apa yang terjadi pada Ginny dan yang lain" Yang mencoba mencuri pedang itu"" "Oh, mereka dihukum dengan kejam," kata Griphook.
"Tapi mereka baik-baik saja, kan"" tanya Ted cepat. "Maksudku, keluarga Weasley tidak berharap anak mereka terluka lagi, kan""
"Mereka tidak terluka serius, setahuku," kata Griphook.
"Untunglah," kata Ted. "Dengan catatan Snape di masa lalu, aku rasa kita harus bersy
ukur kalau mereka masih hidup." "Kau percaya cerita itu, Ted"" tanya Dirk. "Kau percaya Snape membunuh Dumbledore"" "Tentu saja," kata Ted. "Kau tidak akan berpikiran bahwa Harry Potter ada sangkut pautnya, kan"" "Sulit untuk bisa mempercayai sesuatu akhir-akhir ini," gumam Dirk.
"Aku kenal Harry Potter," kata Dean. "Dan aku rasa dia memang - Yang Terpilih, atau apa saja sebutan lainnya itu." "Ya, banyak yang mempercayainya, nak," kata Dirk, "termasuk aku. Tapi di
mana dia" Pergi mencari sesuatu. Menurutmu, bila dia tahu sesuatu yang tidak kita tahu, atau memang punya sesuatu yang spesial, bukankah lebih baik dia memberikan perlawanan daripada bersembunyi. Dan tahukah kau bahwa Prophet membuatnya terlihat..."
"Prophet"" potong Ted. "Kau dibohongi kalau tetap membaca sampah itu, Dirk. Bila inginkan hal nyata, baca Quibbler."
Tiba-tiba terdengar suara tersedak dan terbatuk, juga terdengar suara tepukan yang cukup keras. Sepertinya Dirk telah menelan tulang ikan. Akhirnya ia berkata, 'Quibbler" Majalah gila milik Xeno Lovegood itu"
"Tidak begitu gila akhir-akhir ini," kata Ted. "Kau harus membacanya. Xeno menulis segala hal yang tidak ditulis di Prophet, dan tidak menyinggung sama sekali tentang Snorkack Tanduk Kisut. Sampai kapan ia akan dibiarkan seperti itu. Tapi di setiap edisi dia menyatakan bahwa setiap penyihir yang ingin melawan Kau-Tahu-Siapa harus membantu Harry Potter.'
"Tapi susah untuk membantu seorang bocah yang sedang menghilang dari permukaan bumi ini," kata Dirk.
"Dengar, kenyataan bahwa mereka belum bisa menangkapnya saja, adalah suatu hal luar biasa," kata Ted. "Dan aku sependapat dengan Potter. Apa yang kita lakukan selama ini, untuk tetap bebas, kan""
"Ya, ada benarnya juga," kata Dirk berberat hati. "Dengan seluruh Kementrian dan informan mereka mencari-carinya, aku akan mengira kalau ia sudah ditangkap sekarang. Dan tidak mungkin bila mereka telah menangkap dan membunuhnya tanpa harus memberitakannya, kan""
"Jangan berbicara seperti itu, Dirk," gumam Ted.
Lalu kebungkaman diiringi oleh dentingan pisau dan garpu. Dan saat mereka berbicara lagi, mereka sedang menentukan apakah mereka akan tidur di pinggiran sungai atau kembali ke hutan di lereng bukit. Setelah memutuskan bahwa pepohonan akan memberikan perlindungan yang lebih baik, mereka memadamkan api lalu kembali ke lereng, dan suara mereka mulai menghilang.
Harry, Ron, dan Hermione menggulung kembali Telinga Terjulur mereka. Harry yang sudah tahu tidak perlu lagi berdiam diri, kini tidak bisa berkata apa pun selain, "Ginny - pedang."
"Aku tahu!" kata Hermione.
Hermione memasukkan tangannya ke dalam tas manik, dan kali ini ia bahkan menenggelamkan seluruh lengannya hingga batas ketiak.
"Ini... dia..." kata Hermione dengan gigi terkatup, saat ia mencoba menarik sesuatu dari kedalaman tas. Perlahan, ujung dari pigura berornamen mulai terlihat. Harry bergegas membantunya. Setelah mereka berhasil mengeluarkan potret kosong milik Phineas Nigellus, Hermione menacungkan tongkatnya ke arah potret itu, bersiap-siap untuk melepaskan mantera.
"Kalau ada yang menukar pedang saat yang asli masih berada di kantor Dumbledore," kata Hermione sambil menyandarkan potret itu ke tenda,
"Phineas Niggellus pasti melihatnya, dia digantung tepat di samping pedang itu!"
"Kecuali dia sedang tidur," kata Harry yang menahan nafas saat Hermione berlutut di depan potret kosong itu. Tongkat Hermione mengarah ke tengah potret, ia berdeham, lalu berkata, "Er - Phineas" Phineas Nigellus""
Tidak ada yang terjadi. "Phineas Nigellus"" kata Hermione lagi. "Profesor Black" Bisakah kami berbicara pada Anda" Tolong""
"'Tolong' selalu membantu," kata suara dingin dengan nada menghina, dan Phineas Nigellus masuk ke dalam potretnya. Seketika Hermione berteriak,
"Obscuro!" Sebuah penutup mata hitam muncul menutupi mata pintar dan gelap milik Phineas Nigellus, dan membuatnya terjatuh menghantam pinggiran pigura dan mengerang kesakitan.
"Apa - beraninya kau - apa yang kau lakukan""
"Maaf, sungguh, Profesor Black," kata Hermione, "tapi ini tindak pencegahan yang penting!"
"Buang benda konyol ini!
Hilangkan! Kau merusak sebuah mahakarya seni! Di mana aku" Apa yang terjadi""
"Tidak penting di mana kau sekarang," kata Harry, dan Phineas Nigellus membeku, melupakan keinginannya untuk melepaskan penutup matanya. "Mungkinkah ini adalah suara dari Harry Potter lihai itu""
"Mungkin saja," kata Harry yang tahu bagaimana menjaga ketertarikan Phineas Nigellus. "Kami punya beberapa pertanyaan untukmu - tentang pedang Gryffindor." "Ah," kata Phineas Nigellus, yang mencoba menelengkan kepalanya untuk dapat melihat Harry, "ya, gadis bodoh itu bersikap tidak bijaksana..."
"Jangan komentari adikku!" kata Ron kasar. Phineas Nigellus mengangkat alisnya dengan congkak. "Siapa lagi itu"" tanya Phineas Nigellus, terus menelengkan kepalanya. "Nada bicaramu membuatku tidak senang! Gadis itu dan teman-temannya benar-benar gila-gilaan. Mencuri dari kepala sekolah!"
"Mereka tidak mencuri," kata Harry. "Pedang itu bukan milik Snape."
"Pedang itu milik sekolah Profesor Snape," kata Phineas Nigellus. "Memang apa yang
gadis itu inginkan dari pedang itu" Dia telah menerima hukumannya, begitu pula si idiot Longbottom dan si aneh Lovegood!"
"Neville bukan idiot dan Luna tidak aneh!" kata Hermione.
"Di mana aku"" ulang Phineas Nigellus, mulai bergulat dengan penutup mata itu lagi.
"Ke mana kalian membawaku" Mengapa kau melepaskanku dari rumah nenek moyangku""
"Lupakan itu! Bagaimana Snape menghukum Ginny, Neville, dan Luna"" tanya Harry
cemas."Profesor Snape mengirim mereka ke Hutan Terlarang, melakukan sesuatu bersama si udik, Hagrid."
"Hagrid bukan udik!" lengking Hermione.
"Dan Snape menganggapnya sebagai hukuman," kata Harry, "tapi Ginny, Neville, dan Luna mungkin menghabiskan waktu dengan tertawa bersama Hagrid. Hutan Terlarang... mereka bisa saja menghadapi yang jauh lebih buruk!"
Harry merasa lega, karena ia telah membayangkan hal-hal yang mengerikan seperti Kutukan Cruciatus, paling tidak.
"Yang kami ingin tahu, profesor Black, apakah ada orang lain yang, um, pernah mengambil pedang itu" Untuk dibersihkan, mungkin""
Phineas Nigellus berhenti sejenak dari usaha melepas pentup matanya dan terkikik.
"Dasar kelahiran Muggle," katanya. "Alat tempur buatan goblin tidak perlu dibersihkan, gadis murahan. Perak goblin menolak semua kotoran, dan menyerap semua yang memperkuatnya."
"Jangan sebut Hermione murahan!" kata Harry.
"Aku mulai bosan dengan bantahan kalian," kata Phineas Nigellus. "Apa ini mungkin waktuku untuk kembali ke kantor kepala sekolah""
Dengan mata tertutup, Phineas Nigellus meraba-raba sisi pigura, mencoba merasakan jalan keluar dan kembali ke Hogwarts. Harry tiba-tiba mendapatkan inspirasi.
"Dumbledore! Bisakah kau membawa Dumbledore kemari""
"Maaf"" tanya Phineas Nigellus.
"Potret Profesor Dumbledore - tak bisakah kau membawanya kemari, ke dalam potretmu"" Phineas Nigellus menolehkan wajahnya ke arah suara Harry.
"Sepertinya bukan hanya kelahiran Muggle yang bodoh, Potter. Potret di Hogwarts mungkin saja dapat saling berkunjung tapi mereka tidak dapat berkunjung keluar kastil kecuali mereka berkunjung ke potret mereka sendiri.
Dumbledore tidak dapat kemari denganku, dan setelah perlakuan kalian, aku
dapat memastikan bahwa aku tidak akan kembali!"
Harry perlahan menundukkan kepalanya, melihat Phineas berusaha untuk keluar dari piguranya.
"Profesor Black," kata Hermione, "tidak bisakah kau mengatakan pada kami, tolong, kapan terakhir kali pedang itu keluar dari tempatnya" Sebelum Ginny mengambilnya, maksudku."
Phineas mendengus tidak sabar.
"Aku percaya bahwa terakhir kali aku melihat pedang Gryffindor keluar dari tempatnya adalah saat Profesor Dumbledore menggunakannya untuk membuka sebuah cincin." Hermione menoleh untuk menatap Harry. Tidak ada di antara mereka yang berani berbicara apa pun di depan Phineas Nigellus, yang akhirnya menemukan jalan keluar. "Baiklah, selamat malam," kata Phineas Nigellus dan mulai pergi menghilang. Hanya
ujung dari tepi topinya yang terlihat saat tiba-tiba Harry berteriak. "Tunggu! Apakah kau pernah mengatakan hal ini pada Snape"" Kepala Phineas Nigellus kembali ke potret berpenutup mata.
"Profesor Snape punya urusan yang lebih penting daripada memikirkan keeksentrikan Albus Dumbledore. Sampai jumpa, Potter!"
Dan akhirnya Phineas Nigellus benar-benar pergi, menghilang, meninggalkan latar belakang yang suram. "Harry!" kata Hermione.
"Aku tahu!" teriak Harry. Tidak mampu menguasai dirinya sendiri, Harry memukul udara. Ia telah mendapatkan sesuatu lebih dari yang ia harapkan. Ia berjalan
berputarputar dalam tenda, merasa dapat berlari berkilo-kilometer jauhnya, ia bahkan tidak merasa lapar lagi. Hermione sedang memasukkan pigura Phineas Nigellus ke dalam tas maniknya, saat ia telah menutupnya, ia meleparkan tas itu, dan menoleh ke arah Harry.
"Pedang itu bisa menghancurkan Horcrux! Pedang buatan goblin menyerap semua yang dapat menambah kekuatannya - Harry, pedang itu telah menyerap racun Basilisk!" "Dan Dumbledore tidak memberikannya padaku karena dia masih membutuhkannya, ia ingin menggunakannya untuk menghancurkan liontin..."
"... dan dia pasti telah tahu bahwa mereka tidak akan memberikannya padamu melalui wasiatnya..."
"... jadi dia membuat tiruannya..."
"... dan menyimpan yang palsu di tempatnya..."
"... dan meninggalkan yang asli... di mana""
Mereka bertukar pandang, Harry merasa bahwa jawabannya mengapung di atas mereka,
begitu dekat. Mengapa Dumbledore tidak memberitahu" Atau, ia telah memberitahu
Harry, tapi Harry tidak menyadarinya saat itu"
"Pikir!" bisik Hermione. "Pikir! Di mana dia akan menyimpannya""
"Tidak di Hogwarts," kata Harry melanjutkan berjalan berputar-putar.
"Di suatu tempat di Hogsmeade"" usul Hermione.
"Gubuk Menjerit"' kata Harry. "Tidak ada yang pernah ke sana."
"Tapi Snape tahu bagaimana cara masuk ke sana, apa tidak terlalu beresiko""
"Dumbledore mempercayai Snape," Harry mengingatkan.
"Tidak terlalu percaya hingga dia tidak mengatakan bahwa dia telah menukar pedang itu," kata Hermione.
"Ya, kau benar!" kata Harry, yang merasa lebih gembira karena berpikir bahwa Dumbledore juga sedikit ragu pada kesetiaan Snape. "Jadi, apa dia akan
menyimpan pedang itu di Hogsmeade" Apa pendapatmu, Ron" Ron""
Harry melihat sekeliling. Sesaat ia berpikir bahwa Ron telah meninggalkan tenda, lalu tersadar bahwa Ron sedang berbaring dalam bayangan di ranjang bawah, terdiam membatu.
"Oh, kau masih ingat aku"" kata Ron.
"Apa"" Ron mendengus dan terus menatap ke bagian bawah ranjang atas. "Kalian berdua lanjutkan saja. Jangan biarkan aku mengganggu kalian."
Kebingungan, Harry melihat Hermione meminta pertolongan, tapi Hermione menggelengkan kepalanya, sama bingungnya dengan Harry.
"Ada masalah apa"" tanya Harry.
"Masalah" Tidak ada masalah," kata Ron yang masih menolak untuk melihat Harry.
"Tidak menurut kalian."Terdengar beberapa suara tes di kanvas di atas mereka. Hujan turun. "Jelas kau sedang ada masalah,"
kata Harry. "Katakan saja."
Ron mengayunkan kaki panjangnya turun dari ranjang dan duduk. Ia terlihat kejam, tidak seperti dirinya sendiri.
"Baik, akan kukatakan. Jangan harap aku akan melompat kesenangan karena ada barang lain lagi yang harus kita temukan. Tambahkan saja pada daftar hal-hal yang tidak kau tahu."
"Yang tidak aku tahu"" ulang Harry. 'Yang tidak aku tahu""
Tes, tes, tes. Hujan turun lebih deras dan berat. Memaksa daun-daun yang berguguran di sekitar tenda mengalir ke sungai dalam kegelapan. Rasa takut mengaliri Harry, karena Ron telah mengatakan hal yang ia takutkan.
"Aku tidak merasa aku bisa hidup di sini," kata Ron, "kau tahu, dengan tangan terbebat, tidak ada yang bisa dimakan, dan kedinginan tiap malam. Aku berharap, setelah berminggu-minggu kita melarikan diri, kita akan mendapatkan sesuatu."
"Ron," kata Hermione dengan suara begitu pelan, sehingga bisa saja Ron berpura-pura tidak mendengar karena kerasnya suara hujan yang menjatuhi tenda.
"Aku kira kau tahu apa yang akan kau lakukan," kata Harry.
"Ya, aku pikir begitu."
"Jadi, hidup seperti ini tidak seperti harapanmu"" tanya Harry. Amarah memenuhi dirinya sekarang. "Kau pikir kita akan tinggal di hotel bintang lima"
Kau pikir kita akan menemukan satu Horcrux setiap harinya" Kau pikir kau akan kembali pada Mommy saat Natal""
"Kami p ikir kau tahu apa yang akan kau lakukan!" teriak Ron yang sekarang berdiri. Kata-katanya menusuk Harry seperti pisau panas. "Kami pikir Dumbledore telah memberitahumu semua yang harus kau lakukan, kami pikir kau punya rencana yang sebenarnya!"
"Ron!" kata Hermione kali ini suara jelas terdengar walau di bawah deras hujan dan suara kilat, tapi sekali lagi, Ron mengacuhkannya.
"Maaf sudah mengecewakan kalian," kata Harry, suaranya tenang walau ia merasa hampa. "Aku sudah berusaha jujur pada kalian sejak awal, aku sudah katakan semua yang Dumbledore katakan padaku. Dan kalau kau tidak memerhatikan, kita telah menemukan satu Horcrux..."
"Ya, kita akan menghancurkannya sementara kita sedang mencari Horcrux yang lain - menghancurkannya di dunia lain, mungkin!"
"Lepaskan liontin itu, Ron!" kata Hermione dalam nada tinggi yang tidak biasa.
"Tolong lepaska liontin itu. Kau tak akan berbicara seperti ini bila kau tidak memakainya seharian."
"Tetap saja," kata Harry, yang sedang tidak ingin menerima alasan apa pun tentang Ron. "Kalian pikir aku tidak tahu kalau kalian berdua berbisk-bisik di belakangku" Kalian pikir aku tidak akan menduga kalian akan membicarakan hal ini""
"Harry, kami tidak..."
"Jangan bohong!" potong Ron. "Kaujuga bilang begitu, Hermione. Kau bilang kau kecewa, kau bilang kau pikir Harry memiliki..."
"Aku tidak berkata seperti itu, Harry!" teriak Hermione.
Hujan terus mengguyur tenda, air mata mengaliri wajah Hermione, dan kegembiraan yang muncul beberapa menit yang lalu, hilang begitu saja. Seperti pertunjukan kembang api yang meriah, lalu selesai, dan hanya menyisakan rasa gelap, basah, dan dingin. Pedang Gryffindor yang entah disembunyikan di mana,
dan tiga remaja tanggung yang berada di dalam tenda merasa tidak akan menerima hadiah apa pun selain kematian. "Jadi mengapa kau masih di sini"" tanya Harry pada Ron. "Berani kau menantangku," kata Ron. "Pulang sana!" kata Harry.
"Baik, aku akan pulang!" teriak Ron lalu maju beberapa langkah menuju Harry, yang tidak mengambil langkah mundur. "Apa kau tidak dengar yang mereka katakan tentang adikku" Sedikit pun kau tidak cemas. Hanya Hutan Terlarang.
Harry aku-pernahmengalami-yang-lebih-buruk Potter tidak peduli dengan apa yang terjadi pada adikku. Aku peduli! Di dalam sana ada laba-laba raksasa dan hal-hal gila lain..."
"Maksudku - dia bersama yang lain, mereka bersama Hagrid..."
"... ya, aku mengerti, kau tidak peduli! Dan bagaimana dengan keluargaku yang lain, 'keluarga Weasley tidak berharap anak mereka terluka lagi', kau dengar itu""
"Ya, aku..." "Kau tidak cemas dengan maksud kata-kata itu, kan""
"Ron!" kata Hermione yang mencoba menengahi, "aku rasa maksud kata-kata itu bukan berarti ada sesuatu hal baru yang terjadi. Coba pikir, Ron, Bill yang penuh dengan luka, dan orang-orang pasti sudah melihat telinga George sekarang, ditambah lagi kau yang seharusnya sekarat karena spattergoit di ranjangmu, aku yakin itulah maksud kalimat..."
"Oh, yakin sekali. Baik, aku tidak perlu memikirkannya. Karena kalian berdua pun tidak khawatir, dengan orang tua kalian aman di luar..." "Orang tuaku meninggal!"
teriak Harry. "Dan kita juga akan mengalami hal yang sama!" teriak Ron.
"Kalau begitu PERGI!" teriak Harry, marah. "Pulang dan berpura-puralah kalau kau sudah sembuh dari spattergoitmu itu, dan Mommy akan menyuapimu, dan..." Tiba-tiba Ron bergerak, dan Harry bereaksi, tapi sebelum tongkat kedua pemuda itu keluar dari kantung mereka, Hermione sudah mengangkat tongkatnya." Protego!'
teriak Hermione, dan sebuah selubung tak terlihat memisahkan mereka. Harry dan Hermione di satu sisi, dan Ron di sisi lain. Ketiganya seakan dipaksa mundur beberapa langkah karena kekuatan mantera itu. Harry dan Ron saling tatap melalui penghalang transparan itu, seakan mereka bisa melihat lebih jelas daripada sebelumnya. Harry merasa begitu benci pada Ron, dan tiba-tiba ikatan persahabatan mereka terputus begitu saja.
"Tinggalkan Horcruxnya!" kata Harry.
Ron menarik rantai kalung dari kepalanya dan melemparkan liontin itu ke kursi terdekat. Lalu ia menoleh pada Hermione.
"Apa yang kau lakukan""
"Apa maksudmu""
"Apa kau akan tinggal atau apa""
"Aku..." Hermione terlihat menderita. "Ya - ya, aku akan tinggal, Ron, kita sudah bilang kalau kita akan pergi bersama Harry, kita bilang kalau kita akan membantunya." "Aku mengerti. Kau memilih dia." "Ron, jangan - kumohon - kembali, kembali!"
Hermione dihalangi oleh Mantra Pelindungnya sendiri. Saat Hermione telah melepaskannya, Ron telah pergi bersama malam. Harry tetap berdiri dalam diam,
mendengarkan Hermione terisak dan memanggil nama Ron di antara pepohonan. Setelah beberapa menit, Hermione kembali. Rambutnya yang basah menutupi wajahnya. "Dia p-p-pergi! Ber-Disapparate!"
Hermione duduk di atas kursi, meringkuk, dan mulai menangis.
Harry merasa linglung. Ia mengambil Horcrux itu dan memakainya di leher. Ia mengambil selimut Ron dan memakaikannya pada Hermione. Lalu ia naik ke ranjangnya sendiri, berbaring, dan menatap ke kanvas di atasnya, mendengarkan derasnya hujan.
*pass the parcel (berikan bingkisannya) adalah permainan dalam suatu lingkaran
Bab 16 Godric's Hollow Saat Harry bangun keesokan harinya, ada beberapa saat sebelum ia ingat apa yang telah terjadi. Lalu ia berharap, layaknya anak kecil, bahwa itu hanyalah mimpi, bahwa Ron masih ada di sini dan tidak pergi. Tapi saat ia menoleh ke bawah, yang ia lihat hanyalah ranjang Ron yang kosong. Ia mengalihkan pandangan matanya ke arah lain. Harry melompat turun dari ranjangnya dan berusaha untuk tidak melihat ranjang Ron. Hermione, yang sudah sibuk di dapur, tidak menyapa Harry, malah membuang muka saat Harry melewatinya.
Dia sudah pergi, kata Harry pada dirinya sendiri. Dia sudah pergi. Harry terus saja memikirkannya selama ia mandi dan berpakaian, dan terus mengulang-ulangnya seakan ia masih terkejut dengan kejadian semalam. Dia sudah pergi dan tidak akan kembali lagi. Dan itulah kenyataan yang Harry tahu, karena dengan adanya sihir perlindungan, tidak mungkin kau bisa kembali, begitu kau meninggalkannya.
Harry dan Hermione sarapan dalam diam. Mata Hermione bengkak dan merah, sepertinya ia tidak tidur semalam. Mereka berkemas, Hermione mengulur-ulur waktu. Harry tahu mengapa Hermione ingin berlama-lama di pinggiran sungai ini.
Beberapa kali Harry melihat Hermione yang sedang mencari-cari saat ia merasa mendengar suara langkah kaki, tapi tidak ada sosok berambut merah yang muncul dari pepohonan. Setiap kali Harry meniru Hermione, mencari-cari dan melihat sekeliling (walau tidak terlalu berharap), yang ia lihat hanyalah hujan yang menyapu pepohonan. Tiba-tiba Harry merasa marah, dan mendengar Ron berkata "Kami pikir kau tahu apa yang akan kau lakukan!", dan Harry melanjutkan berkemas dengan rasa terpilin di perutnya.
Air di sungai berlumpur di sebelah mereka meninggi dan sebentar lagi pasti akan menggenangi tempat berkemah mereka. Mereka membuang-buang waktu dengan tetap berada di sana. Akhirnya, setelah tiga kali memastikan isi tas manik, Hermione tidak punya alasan lagi untuk berlama-lama. Harry dan Hermione bergandengan tangan dan ber-Disapparate, muncul di lereng bukit berangin yang dipenuhi oleh bunga heather.
Saat mereka tiba, Hermione langsung melepaskan tangan Harry dan menjauh darinya. Hermione duduk di sebuah batu besar, menatap lututnya sendiri, dan
mulai menangis. Harry menatapnya, seharusnya ia datang dan menenangkan Hermione, tapi ada sesuatu yang mencegah Harry dan membuatnya tetap terdiam di tempatnya. Tubuhnya dingin dan tegang saat ia mengingat ekspresi wajah Ron yang merendahkannya. Harry berjalan melangkahi bunga-bunga heather, berjalan dalam sebuah lingkaran besar dengan Hermione sebagai titik pusatnya, mengucapkan mantera yang biasa Hermione ucapkan untuk memasang perlindungan.
Mereka tidak membicarakan Ron dalam beberapa hari ke depan. Harry memutuskan untuk tidak menyebutkan nama itu lagi, dan Hermione tahu bahwa tidak ada gunanya untuk membicarakan hal itu. Terkadang di malam-malam saat
Hermione mengira Harry sudah pergi tidur, Harry dapat mendengarnya menangis. Sementara Harry memeriksa Peta Perompak di bawah cahaya tongkatnya. Menanti saat muncul satu titik berlabel Ron akan muncul di
salah satu koridor di Hogwarts, yang membuktikan bahwa Ron telah kembali ke kastil yang nyaman, dan dilindungi oleh status darah murninya. Tapi tetap saja nama Ron tidak muncul di peta, dan Harry malah terus-terusan mengikuti nama Ginny yang kini berada di asrama putri. Berharap bahwa tatapannya ke titik itu dapat memasuki mimpi Ginny, membuatnya tahu bahwa ia sedang memikirkannya, berharap bahwa Ginny baik-baik saja.
Di siang hari, Harry dan Hermione terus saja menebak-nebak lokasi yang mungkin menjadi tempat persembunyian pedang Gryffindor. Tapi semakin sering mereka membicarakan tempat di mana Dumbledore munkin menyembunyikannya, semakin putus asa mereka. Memaksa otaknya untuk bekerja, Harry tetap tidak dapat mengingat apakah Dumbledore pernah menyebutkan suatu tempat di mana ia bisa menyembunyikan sesuatu. Dan ada beberapa saat di mana Harry merasa begitu marah, entah pada Ron atau Dumbledore. Kami pikir kau tahu apa yang akan kau lakukan... kami pikir Dumbledore telah memberitahumu semua yang harus kau lakukan... kami pikir kau punya rencana yang sebenarnya!
Harry tidak bisa berpura-pura lagi. Ron benar, bisa dibilang Dumbledore tidak meninggalkannya apa pun. Mereka berhasil menemukan satu Horcrux, tapi tidak bisa menghancurkannya. Sedangkan Horcrux lain entah ada di mana. Rasa putus asa membawa Harry jatuh ke jurang yang dalam. Sekarang, Harry merasa goyah saat memikirkan keputusannya untuk menerima tawaran sahabatnya untuk ikut bersamanya ke dalam perjalanan tanpa tujuan ini. Ia tidak tahu apa-apa, ia tidak punya ide, dan ia terus-terusan merasa bahwa Hermione juga akan meninggalkannya.
Mereka menghabiskan hampir tiap malam dalam kesunyian. Hermione mengeluarkan potret Phineas Nigellus dan menyandarkannya pada kursi,
berpikir dapat mengisi kekosongan yang Ron tinggalkan. Dan tidak sesuai dengan kata-katanya, Phineas Nigellus tidak dapat menahan diri untuk datang dan mencari tahu apa yang Harry lakukan, dengan penutup mata, setiap beberapa hari sekali. Bahkan Harry senang saat Phineas Nigellus berkunjung, karena ada seorang teman bicara, walau ia congkak dan sering mengejek. Mereka menerima semua berita terbaru dari Hogwarts, walau sebenarnya Phineas Nigellus bukan informan yang baik, karena ia memuja Snape, kepala sekolah Slytherin pertama sejak dirinya. Harry dan Hermione belajar untuk berhati-hati, tidak mengomentari, dan tidak berkata tidak sopan terhadap Snape, atau Phineas akan pergi dari potretnya.
Tapi tetap saja Phineas memberikan potongan-potongan berita penting. Snape sepertinya terus-terusan menerima aksi pemberontakan kecil-kecilan dari para murid. Ginny bahkan tidak mendapat izin untuk kunjungan ke Hogsmeade. Dan Snape telah meniru dekrit lama Umbridge, yaitu melarang pertemuan lebih dari tiga siswa, atau perkumpulan siswa yang tidak resmi.
Dari semua berita ini, Harry menyimpulkan bahwa Ginny, Neville, dan Luna berusaha sebisa mungkin untuk melanjutkan kegiatan Laskar Dumbledore.
Potongan-potongan berita ini membuat Harry ingin bertemu Ginny hingga perutnya terasa sakit, tapi hal itu juga membuatnya teringat tentang Ron, Dumbledore, dan Hogwarts, yang begitu ia rindukan seperti mantan pacarnya.
Saat Phineas Nigellus bercerita tentang tindakan keras yang diambil oleh Snape, Harry merasakan sebuah kegilaan sesaat tentang bagaimana ia kembali ke sekolah dan berada di bawah kekuasaan Snape yang tidak stabil, dengan makanan lezat dan ranjang hangat, sepertinya hal itu adalah hal terbaik di dunia. Tapi ia ingat bahwa ia adalah Yang Paling Tidak Diinginkan dengan sepuluh ribu Galleon di atas kepalanya, dan berada di Hogwarts sama berbahayanya dengan saat ia menoerobos masuk ke Kementrian Sihir. Terkadang Phineas mencoba bertanya tentang di mana Harry dan Hermione berada, dan Hermione langsung memasukkan potret itu ke dalam tas maniknya setiap Phineas bertanya.
Lalu Phineas tidak akan berkunjung selama beberapa hari karena merasa tersinggung dengan perpisahan tidak sopan itu.
Suhu mulai bertambah dingin. Membuat Harry dan Hermione tidak berani tinggal di satu tempat dalam waktu yang lama. Dan membuat mereka
menghindari bagian selatan Inggris, karena tanah di sana membeku. Mereka melanjutkan perjalanan mereka berkeliling negeri. Ke lereng gunung, di mana salju menghujani tenda. Ke daerah rawarawa yang luas, di mana air rawa yang dingin membanjiri tenda. Dan, ke sebuah pulau kecil di tengah danau di Skotlandia, di mana tenda mereka terkubur salju.
Mereka dapat melihat pohon Natal yang berkelip-kelip dari jendela di beberapa rumah, sebelum akhirnya menghabiskan malam dijalan yang sudah tidak digunakan di suatu kota dan makan enak. Hermione pergi ke supermarket dengan Jubah Gaib (dan meninggalkan uang di kasir saat ia keluar) dan Harry berpikir akan lebih mudah mempengaruhinya dalam keadaan perut penuh dengan spaghetti Bolognaise dan buah pir kalengan. Harry bahkan belajar dari masa lalu dan membuat mereka untuk beberapa jam tidak memakai Horcrux yang sekarang berada di ujung ranjangnya.
"Hermione""
"Hm"" Hermione sedang meringkuk di salah satu kursi malas dengan Dongeng Beedle si Penyair. Harry tidak tahu apa yang bisa Hermione dapat dari buku itu, karena buku itu tidak terlalu tebal. Tapi sepertinya Hermione sedang menguraikan sesuatu, karena Kamus Spellman terbuka di sebelahnya.
Harry berdeham. Harry merasa sedang melakukan hal yang sama seperti beberapa tahun yang lalu, saat ia mencoba untuk meminta izin dari profesor McGonagall untuk bisa pergi ke Hogsmeade karena paman Vernon tidak menandatangani surat izinnya.
"Hermione, aku sedang berpikir, dan..."
"Harry, bisakah kau bantu aku""
Sepertinya Hermione tidak sedang mendengarkan Harry. Hermione maju dan menyorongkan Dongeng Beedle si Penyair ke arah Harry."Lihat simbol ini," kata Hermione sambil menunjuk bagian atas halaman. Di mana terdapat, yang Harry anggap sebagai, judul cerita (karena Harry tidak dapat membaca huruf rune). Terdapat sebuah simbol segitiga dengan lingkaran di dalamnya, yang terbelah oleh sebuah garis lurus.
"Aku tidak pernah belajar Rune Kuno, Hermione."
"Aku tahu, tapi ini bukan huruf rune dan juga tidak ada di kamus. Selama ini aku menganggapnya sebagai gambar mata, tapi sepertinya bukan! Ada yang menuliskannya di sini, lihat, seseorang telah menggambarnya, simbol ini bukan bagian dari buku. Apa kau pernah melihatnya""
"Tidak... tunggu." Harry melihatnya lebih dekat. "Bukankah ini simbol yang sama dengan simbol yang dipakai ayah Luna"" "Aku juga memikirkan hal yang sama!"
"Kalau begitu, itu lambang Grindelwald." Hermione menatap Harry,
terperangah." Apa""
"Krum menceritakan padaku..."
Harry mengulang cerita yang Viktor Krum katakan padanya saat di persata pernikahan. Hermione keheranan. "Lambang Grindelwald""
Hermione menatap Harry dan lambang itu bergantian. "Aku tidak pernah dengar kalau Grindelwald punya lambang. Tidak pernah disebutkan dalam semua buku yang bercerita tentang dirinya."
"Sudah kukatakan, Krum bilang bahwa lambang itu terukir di dinding Durmstrang, dan
Grindelwald-lah yang melakukannya."
Hermione bersandar di sandaran kursi, dahinya berkerut.
"Aneh. Kalau itu memang lambang Ilmu Hitam, mengapa ada di buku cerita anakanak""
"Ya, aneh," kata Harry. "Dan Scrimgeour tidak menyadarinya. Dia, kan, Menteri, seharusnya dia tahu hal-hal seperti itu."
"Aku tahu... mungkin dia juga berpikir bahwa ini adalah gambar mata. Ada gambar ini di setiap judul cerita."
Hermione terdiam dan terus menatap ke lambang aneh itu. Dan Harry mencoba lagi.
"Hermione""
"Hm"" "Aku pikir, aku - aku ingin pergi ke Godric's Hollow."
Hermione mengangkat kepalanya tapi matanya tidak terfokus dan Harry yakin ia masih memikirkan lambang misterius itu.
"Ya," kata Hermione. "Ya, aku juga berpikir hal yang sama. Aku pikir kita harus ke sana."
"Apa kau benar-benar mendengarkan aku"" tanya Harry.
"Tentu saja. Kau ingin pergi ke Godric's Hollow. Aku setuju, aku rasa kita harus ke sana. Maksudku, aku tidak tahu lagi harus pergi ke mana lagi. Berbahaya, memang, tapi semakin aku memikirkannya, semakin mungkin benda itu ada di sana." "Er - apa yang ada di sana"" tanya Harry. Hermione terlihat sama bingungnya dengan Harry.
"Pedangnya, Harry! Dumbledore pasti tahu kau ingin pergi ke s
ana. Lagipula Godric's Hollow adalah tempat kelahiran Godric
Gryffindor..." "Benarkah" Gryffindor berasal dari Godric's Hollow""
"Harry, apa kau tidak pernah membuka Sejarah Sihir""
"Erm," kata Harry, tersenyum untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan.
Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Otot-otot di wajahnya terasa kaku. "Aku pernah membukanya, kau tahu, saat membelinya... hanya sekali..."
"Desa itu diberi nama dengan namanya, aku pikir kau bisa melihat hubungannya," kata Hermione. Ia terdengar seperti Hermione yang lama daripada Hermione yang akhir-akhir ini. Bahkan Harry setengah berharap bahwa ia akan berkata bahwa ia harus pergi ke perpustakaan. "Ada sedikit tentang desa itu di Sejarah Sihir, tunggu..."
Hermione membuka tas manik dan mengaduk-aduknya, dan akhirnya mengeluarkan buku pelajaran mereka, Sejarah Sihir oleh Bathilda Bagshot, yang Hermione buka ke halaman yang ia maksudkan.
'"Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Kerahasiaan Internasional pada tahun 1689, para penyihir mulai bersembunyi. Biasanya, mereka membuat komunitas kecil dalam masyarakat. Banyak desa-desa kecil yang dihuni oleh para keluarga penyihir, yang tinggal bersama untuk saling mendukung dan melindungi. Desa-desa seperti Tinworth di Cornwall, Upper Flagey di Yorkshire, dan Ottery St Catchpole di pantai selatan Inggris, di mana mereka hidup bersama dengan
tenang, terkadang bersama Muggle yang ter-Confundus. Daerah paling terkenal sebagai tempat permukiman penyihir, mungkin, Godric's Hollow, sebuah desa di West Country di mana penyihir besar Godric Gryffindor dilahirkan, dan di mana Bowman Wright, seorang penyihir pandai besi, menempa Golden Snitch pertama.
Pemakaman di sana dipenuhi oleh nama-nama keluarga penyihir kuno, termasuk cerita-cerita yang menyatakan bahwa pemakaman dan gereja kecil di sana telah dihantui selama berabad-abad.'"
"Kau dan orang tuamu tidak disebut," kata Hermione sambil menutup buku,
"karena profesor Bagshot tidak menuliskan apa pun setelah akhir abad sembilan belasan. Apa kau tidak mengerti Harry" Godric's Hollow, Godric Gryffindor, pedang Gryffindor, bukankah menurutmu Dumbledore akan berharap kau akan menyadari hubungannya""
"Oh, ya..." Harry tidak ingin mengakui bahwa ia sama sekali tidak teringat dengan pedang saat mereka berbicara tentang Godric's Hollow. Baginya, perjalanan ke desa itu hanyalah untuk mengunjungi makam orang tuanya, mengunjungi rumah di mana ia lolos dari maut, dan untuk menemui Bathilda Bagshot.
"Ingat kata Muriel"" kata Harry melanjutkan.
"Siapa"" "Tahulah," kata Harry ragu, ia tidak ingin menyebutkan nama Ron. "Bibi buyut Ginny, di pesta pernikahan, yang bilang kalau kakimu terlalu kurus."
"Oh," kata Hermione.
Itu adalah satu saat yang tidak mengenakkan, karena Harry tahu bahwa Hermione merasa bahwa dirinya menghindari menggunakan nama Ron. Harry segera melanjutkan, "Dia bilang Bathilda Bagshot masih tinggal di Godrc's Hollow."
"Bathilda Bagshot," gumam Hermione sambil mengusapkan jari telunjuknya di atas nama Bathilda yang tertulis di sampul Sejarah Sihir. "Ya, kurasa..."
Hermione tiba-tiba menahan nafasnya dan membuat Harry terkejut. Harry menarik tongkatnya, melihat ke arah pintu masuk, mengira akan ada orang yang akan menyibak pintu tenda. Tapi tidak ada apa-apa.
"Apa"" kata Harry, setengah kesal, setengah lega. "Mengapa kau bertingkah seperti itu" Aku kira kau melihat Pelahap Maut sedang memasuki tenda atau apa..."
"Harry, bagaimana kalau pedang itu ada pada Bathilda" Bagaimana kalau Dumbledore menitipkannya pada Bathilda""
Harry menyadari kemungkinan itu. Bathilda pasti seorang wanita yang sangat tua sekarang, dan menurut Muriel, ia sedikit sinting. Apakah Dumbledore menitipkan pedang itu pada wanita itu" Kalau memang benar, Harry merasa kalau Dumbledore harus berkorban banyak hal. Ia tidak bisa memberitahu siapa pun bahwa ia telah menukar pedang itu. Ia juga tidak bisa menyinggung pertemanannya dengan Bathilda. Namun, sekarang bukanlah saat yang tepat untuk memperdebatkan teori Hermione. Tidak saat Hermione memenuhi keinginan terdalam Harry.
"Ya, bisa saja! Jadi, kita akan pergi ke Godric's Hollow""
"Ya, tapi kita harus
memikirkannya dengan hati-hati, Harry." Hermione duduk dengan tegap sekarang. Harry tahu bahwa menyusun rencana baru telah membangkitkan semangatnya, layaknya Harry. "Pertama, kita harus berlatih untuk ber-Disapparate bersama di bawah Jubah Gaib, dan mungkin juga dengan Mantra Disillusionment, lalu kita juga akan menggunakan Ramuan Polyjuice. Kalau begitu, kita perlu beberapa helai rambut milik orang lain. Aku rasa lebih baik begitu, Harry, semakin tebal penyamaran kita, makin aman."
Harry membiarkan Hermione mengoceh, ia terus mengangguk dan menyetujui setiap Hermione berhenti. Tapi ia sendiri tidak memerhatikan percakapan itu. Untuk pertama kalinya ia merasa senang karena pedang yang ada di Gringotts adalah tiruan.
Harry akan pulang, kembali ke tempat di mana ia pernah tinggal bersama keluarganya. Di Godric's Hollow, dan bila Voldemort tidak pernah ada, ia akan tumbuh dan menghabiskan liburannya di sana. Mungkin ia akan bisa mengundang teman-temannya untuk menginap... mungkin ia akan memiliki adik... dan mungkin ibunya yang akan membuatkan kue ulang tahun ke tujuh belasnya. Bayangan kehidupan yang telah dirampas darinya tidak pernah tampak begitu nyata sebelumnya, hingga saat ini, saat ia akan mengunjungi tempat di mana segalanya telah dirampas darinya. Setelah Hermione pergi tidur malam itu, diam-diam Harry mengeluarkan ranselnya dari tas manik Hermione. Dan dari dalam ransel, Harry mengeluarkan album foto yang diberikan oleh Hagrid bertahun-tahun yang lalu. Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan, ia kembali memandangi potret tua orang tuanya yang sedang tersenyum dan melambaikan tangan dari dalam potret.
Harry merasa sangat senang karena akan pergi ke Godric's Hollow keesokan harinya, tapi Hermione berpikiran lain. Hermione yakin bahwa Voldemort mengharapkan Harry akan kembali ke tempat di mana orang tuanya meninggal, dan Hermione tidak ingin pergi ke sana hingga mereka telah mempersiapkan penyamaran terbaik yang bisa mereka lakukan. Baru seminggu kemudian setelah mereka berhasil mengambil beberapa helai rambut sepasang Muggle yang sedang berbelanja untuk Natal, dan berlatih ber-Apparate dan berDisapparate bersama di bawah Jubah Gaib - Hermione setuju untuk berangkat.
Mereka ber-Apparate saat hari sudah gelap, sehingga mereka meminum Ramuan Polyjuice saat senja. Harry berubah menjadi Muggle berusia baya yang botak, dan Hermione berubah menjadi istrinya yang kecil dan tampak seperti tikus.
Tas manik yang berisi semua bawaan mereka (tidak termasuk Horcrux yang sedang menggantung di dada Harry) berada dalam kantung mantel Hermione.
Harry memakaikan Jubah Gaib pada mereka berdua, dan sekali lagi mereka berada dalam kegelapan yang mencekik.
Harry membuka mata, jantungnya terasa meloncat ke tenggorokannya. Mereka berdiri dijalan bersalju di bawah langit biru gelap yang dihiasi oleh bintang yang berkelap-kelip lemah. Pondok-pondok berdiri berjajar di samping jalanan yang tidak terlalu panjang itu, hiasan Natal menghiasi jendela. Tak jauh di depan mereka, berdiri lampu jalan yang bercahaya keemasan sebagai titik tengah desa itu.
"Salju!" bisik Hermione di bawah Jubah. "Mengapa kita bisa lupa dengan salju"
Dengan semua penyamaran ini, kita tetap meninggalkan jejak! Kita harus menghapusnya - kau berjalan di depan, dan aku yang akan..."
Harry tidak ingin masuk ke desa itu dengan kuda Troya. Bersembunyi di bawah semua penyamaran ini dan menghapusi j ej ak.
"Lepaskan saja Jubahnya," kata Harry dan saat melihat Hermione yang cemas, "ayolah, kita tidak tampak seperti kita, dan tidak ada orang di jalanan." Harry menyimpan Jubah Gaib di dalam jaketnya dan berjalan tanpa hambatan.
Angin dingin menerpa wajah mereka saat mereka berjalan melewati pondok-pondok itu, pondok di mana mungkin Lily dan James pernah tinggal, atau tempat Bathilda tinggal. Harry memperhatikan setiap pintu, atap yang tertutup salju, dan beranda depan pondok-pondok itu, berharap akan mengenali salah satunya, walau ia tahu kalau hal itu hampir tidak mungkin. Karena ia baru berumur satu tahun saat ia meninggalkan tempat ini. Harry bahkan tidak yakin kalau ia
akan bisa melihat pondok tempat tinggalnya dulu, karena ia tidak tahu apa yang terjadi pada Mantra Fidelius bila subyek yang dimantrai meninggal. Lalu saat
mereka berjalan di jalanan yang berbelok ke kiri menuju jantung desa, terlihat sederetan bangunan.
Dihiasi dengan lampu berwarna-warni, di tengah-tengahnya tampak sesuatu seperti monumen perang, berbentuk seperti pohon Natal yang tertiup angin.
Di sekitarnya terdapat beberapa toko, kantor pos, sebuah cafe, dan gereja di mana cahaya dari jendela mereka menerangi bangunan itu.
Salju di jalanan itu berbeda dengan salju di sepanjang jalan tadi. Salju di sana keras dan licin karena telah diinjak-injak banyak orang. Para penghuni desa berlalu lalang diterangi oleh lampu jalan. Harry dan Hermione dapat mendengar orang-orang tertawa dan musik pop saat pintu cafe dibuka tutup, dan mereka juga mendengar lagu pujian dari gereja.
"Harry, aku rasa sekarang Malam Natal!" kata Hermione.
"Benarkah""
Harry sudah tidak lagi memerhatikan tanggal, mereka juga sudah berminggu-minggu tidak membaca koran.
"Iya," kata Hermione sambil menatap gereja. "Mereka... mereka pasti ada di sana, kan" Ayah dan ibumu" Aku bisa melihat pemakaman di belakang sana."
Harry merasakan sesuatu yang lebih besar dari rasa senangnya, seperti rasa takut. Sekarang setelah begitu dekat, Harry ragu apakah ia akan pergi. Mungkin Hermione tahu perasaannya, karena Hermione meraih tangan Harry dan mengajaknya. Di tengah jalan, Hermione tiba-tiba berhenti.
"Harry, lihat!"
Hermione menunjuk monumen perang itu. Saat mereka melewatinya, mereka dapat melihat bentuknya. Bukannya tugu yang dipenuhi nama-nama, monumen itu berupa patung tiga manusia. Seorang pria berkaca mata dengan rambut berantakan. Seorang wanita berambut panjang dengan wajah cantik dan ramah.
Dan, seorang bayi yang berada dalam gendongan ibunya. Salju menghiasi kepala mereka layaknya topi putih.
Harry berjalan mendekat, memandangi wajah orang tuanya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa mereka dijadikan patung... rasanya aneh melihat dirinya sebagai batu berbentuk bayi tanpa bekas luka di dahinya...
"Ayo," kata Harry setelah puas memandanginya. Dan mereka berjalan menuju gereja. Saat mereka menyebrangi jalan, Harry menoleh dan melihat bahwa
patung itu telah berubah menjadi monumen perang lagi.
Lagu-lagu pujian semakin keras terdengar saat mereka mendekati gereja, dan membuat tenggorokan Harry tercekat. Membuatnya teringat akan Hogwarts.
Teringat akan Peeves yang menyanyikan lagu pujian kasar karangannya sendiri dari dalam baju besi. Teringat akan Great Hall dengan dua belas pohon Natal.
Teringat akan Dumbledore yang memakai pita yang ia dapat dari petasan. Teringat akan Ron memakai sweater rajutan...
Terdapat sebuah pintu gerbang yang tertutup di pintu masuk pemakaman.
Hermione mendorongnya sepelan mungkin agar tidak bersuara dan mereka berjalan masuk. Di tiap sisi jalan setapak licin menuju gereja, terdapat tumpukan salju tebal yang tidak tersentuh. Mereka keluar dari jalan setapak dan berjalan di atas salju. Meninggalkan parit yang cukup dalam saat mereka mengitari gereja, berjalan di bawah bayangan jendela.
Di belakang gereja, berbaris-baris nisan yang dihiasi salju dengan pantulan warna biru gelap dan pantulan cahaya berwarna merah, emas, hijau, atau warna apa pun yang terpantul dari jendela ke atas salju. Menjaga tangannya sedekat mungkin dengan tongkatnya, Harry berjalan menuju nisan terdekat.
"Lihat! Abbot! Bisa j adi keluarga jauh Hannah!"
"Rendahkan suaramu," pinta Hermione.
Mereka menjelajahi semakin dalam di pemakaman itu, ditemani bayangan gelap mereka yang jatuh di atas salju, berhenti di setiap nisan untuk melihat tulisan di atasnya, lalu berkedip dalam kegelapan memastikan tidak ada yang mengikuti.
"Harry, kemari!"
Hermione berada dua baris jauhnya. Jantung Harry berdegup kencang. "Apakah itu..." "Bukan, tapi coba lihat!"
Hermione menunjuk ke sebuah nisan. Harry menatap sebuah nisan granit yang ditumbuhi lumut yang membeku, dengan tulisan Kendra Dumbledore dan di bawahnya ada tanggal lahir dan tanggal kematiannya, tulisan dan putrinya, Ariana. D
an sebuah kutipan: Di mana harta karunmu berada, di sanalah hatimu berada.
Jadi, Rita Skeeter dan Muriel ada benarnya juga. Keluarga Dumbledore pernah tinggal di sini, dan meninggal di sini. Melihat langsung sebuah makam lebih buruk daripada hanya mendengarnya.
Harry tidak dapat berhenti berpikir bahwa ia dan Dumbledore terikat dengan pemakaman ini, dan seharusnya Dumbledore memberitahukannya, walau Harry tidak tahu mengapa. Harry dan Dumbledore bisa saja mengunjungi tempat ini bersama-sama. Untuk sesaat Harry membayangkan bagaimana ia pergi kemari bersama Dumbledore, merasakan ikatan di antara mereka, dan betapa berartinya hal itu baginya. Tapi, menurut Dumbledore, fakta bahwa keluarga mereka terbaring di pemakaman yang sama bukanlah hal yang penting, dan mungkin, tidak ada hubungannya dengan misi yang harus Harry selesaikan.
Hermione melihat Harry, dan Harry senang bahwa wajahnya tersembunyi dalam gelap. Harry membaca kutipan itu lagi. Di mana harta karunmu berada, di sanalah hatimu berada. Ia tidak mengerti maksud kalimat itu. Jelas Dumbledore yang telah memilihnya, sebagai anggota keluarga tertua setelah ibunya meninggal.
"Kau yakin Dumbledore tidak pernah..." mulai Hermione.
"Tidak," potong Harry. "Ayo kita teruskan mencari," dan Harry berpaling, berharap ia tidak pernah melihat batu nisan itu. Tidak ingin campur aduk rasa senang, takut, dan keragu-raguannya dinodai dengan kemarahan.
"Ini!" teriak Hermione beberapa saat kemudian dari dalam gelap. "Oh, bukan, maaf! Aku kira Potter."
Hermione menggosok batu nisan kotor yang sudah hampir hancur, menatapnya, dan
terlihat terkejut. "Harry, kembalilah kemari."
Harry tidak ingin menyimpang dari tujuannya lagi, dan dengan kesal ia berjalan kembali mendekati Hermione. "Apa"" "Lihat ini!"
Batu nisan itu begitu tua, membuat Harry kesulitan untuk melihat nama di atasnya. Hermione menunjukkan sebuah lambang di sana. "Harry, ini lambang yang ada di buku!"
Harry menatap ke arah yang Hermione tunjuk. Batu itu begitu usang dan membuat Harry susah untuk melihat apa yang terukir di atasnya, tapi ia bisa melihat lambang segitiga di dekat nama yang tidak terbaca. "Bisa j adi..."
Hermione menyalakan tongkatnya dan mengarahkannya ke nama di batu nisan itu. "Tertulis, Ig-Ignotus, sepertinya..."
"Aku akan mencari nisan orang tuaku," kata Harry pada Hermione, dan Harry pergi melanjutkan pencariannya, meninggalkan Hermione sendiri bersama nisan tua itu.
Selanjutnya Harry terus menemukan nama keluarga, seperti Abbott, yang juga ia temukan di Hogwarts. Terkadang ada juga beberapa generasi keluarga penyihir yang dimakamkan di pemakaman itu, Harry dapat melihatnya dari tanggal kematian yang tertulis di sana. Tapi mungkin ada juga anggota keluarga yang tidak lagi tinggal di Godric's Hollow. Harry berjalan semakin dalam di pemakaman, dan setiap ia melihat batu nisan baru, ia berjalan lebih lambat dan sedikit berharap.
Kegelapan dan keheningan tiba-tiba semakin pekat. Harry memerhatikan sekitar, merasa cemas, takut akan adanya Dementor. Lalu ia sadar bahwa lagu-lagu pujian telah berhenti dinyanyikan, dan obrolan para jemaat gereja perlahan menghilang saat mereka kembali ke jalanan, dan seseorang yang berada di dalam gereja telah mematikan lampu.
Lalu suara Hermione memanggil lagi untuk yang ketiga kalinya dari dalam kegelapan.
"Harry, di sini... mereka di sini."
Dan Harry tahu bahwa Hermione telah menemukan makam ayah dan ibu Harry kali ini. Harry berjalan dengan dipenuhi perasaan berat yang membebani dadanya. Perasaan yang sama saat Dumbledore meninggal, rasa sedih yang membebani jantung dan paru-parunya.
Makam itu hanya berjarak dua baris dari nisan milik Kendra dan Ariana.
Nisannya terbuat dari marmer putih, sama seperti nisan Dumbledore, dan membuatnya lebih mudah untuk dibaca, karena terlihat terang dalam gelap.
Harry bahkan tidak butuh berlutut dan mendekat untuk membaca tulisan yang terukir di atasnya. James Potter, lahir 27 Maret 1960, meninggal 31 Oktober 1981 Lily Potter, lahir 30 Januari 1960, meninggal 31 Oktober 1981
Musuh yang terakhir yang akan dihadapi adalah kematian.
Harry membaca kutipan itu perlahan, seakan ia hanya punya satu kesempatan untuk memahami kalimat itu, lalu ia mengulanginya dengan suara keras.
" 'Musuh yang terakhir yang akan dihadapi adalah kematian'..." Sebuah pemikiran mengerikan muncul dan membuatnya sedikit ketakutan. "Bukankah terdengar seperti pemikiran para Pelahap Maut" Mengapa mereka menggunakan kutipan itu""
"Artinya bukan menghadapi kematian seperti para Pelahap Maut, Harry," kata Hermione, suaranya begitu lembut. "Artinya adalah... hidup setelah mati.
Kehidupan setelah kematian."
Tapi mereka tidak hidup, pikir Harry, mereka sudah pergi. Kata-kata itu tidak menutupi kenyataan bahwa orang tuanya terbaring di dalam tanah, di bawah batu dan salju. Dan air matanya menetes bahkan sebelum Harry menyadarinya, terasa hangat lalu berubah dingin saat menyentuh wajahnya. Dan Harry tidak ingin menghapusnya dan berpura-pura. Ia membiarkan air matanya menetes, bibirnya terkatup kuat, menatap ke arah salju yang menutupi tempat di mana Lily dan James terbaring, sebagai tulang belulang, atau mungkin debu. Tidak tahu bahwa putra mereka berdiri begitu dekat, dengan jantung yang masih berdegup. Masih hidup karena pengorbanan mereka. Mereka juga tidak tahu kalau putranya, untuk sesaat, juga ingin berbaring di bawah salju bersama mereka.
Hermione meraih tangan Harry lagi dan menggenggamnya erat. Harry tidak bisa menatapnya, dan hanya balas menggenggam. Ia menghirup dalam-dalam
udara malam yang dingin, mencoba untuk menenangkan diri. Seharusnya Harry membawa sesuatu untuk diletakkan di atas nisan mereka, tapi Harry lupa. Sedangkan setiap tanaman di pemakaman itu tidak lagi berdaun dan telah membeku. Tapi Hermione mengangkat tongkatnya, mengayunkannya, dan muncul seikat mawar mekar. Harry menangkapnya dan meletakkannya di atas nisan orang tuanya.
Setelah Harry berdiri, ia merasa ingin cepat-cepat pergi. Harry merasa kalau ia tidak akan tahan untuk berada di sana. Harry merangkul bahu Hermione, dan Hermione merangkul pinggang Harry, dan mereka berjalan dalam diam, melewati makam ibu dan adik Dumbledore, kembali ke gereja yang sudah gelap, menuju pintu gerbang yang tertutup.
Bab 17 Bathilda's Secret Rahasia Bathilda
"Harry, berhenti." "Ada apa""
Mereka baru saja sampai di makam Abbot yang tidak dikenal.
"Ada seseorang di sana. Aku yakin seseorang sedang memperhatikan kita. Di sana. Di belakang semak."
Mereka berdiri diam, saling berpegangan tangan, sambil memandang ke kegelapan yang pekat di sekitar pemakaman. Harry tidak dapat melihat apapun.
"Apa kau yakin""
"Aku melihat sesuatu bergerak, aku bersumpah aku..."
Dia melepas tangan Harry dan segera menyiapkan tongkat di tangannya.
"Kita terlihat seperti muggle," kata Harry.
"Muggle yang meletakkan bunga di atas makam ayahmu" Harry, aku yakin ada seseorang di sana!"
Harry teringat Sejarah Sihir, makam yang angker, bagaimana jika -" Tapi kemudian dia mendengar suara berkeresekan dan melihat salju berjatuhan dari semak yang ditunjuk Hermione. Hantu takkan dapat menggerakan salju.
"Itu seekor kucing," kata Harry, setelah beberapa saat, "Atau seekor burung.
Jika itu Pelahap Maut, kita sudah mati sekarang. Tapi, ayo pergi dari sini, dan pakai Jubah Gaib."
Mereka kembali berjalan melalui jalan ke pemakaman. Harry, yang sekarang merasa tidak seyakin ketika meyakinkan Hermione, merasa senang ketika sampai di pagar dan jalan yang licin. Mereka menyelubungi diri mereka sendiri dengan Jubah Gaib. Rumah minum terlihat lebih penuh daripada sebelumnya: terdengar suara-suara yang menyanyikan pujian yang sama seperti yang mereka dengar saat mendekati gereja. Untuk beberapa saat, Harry ingin menyarankan untuk masuk ke sana, tetapi sebelum dia dapat mengatakan apapun, Hermione berbisik, "Ayo lewat sini!" sambil mendorong Harry turun ke jalan gelap yang mengarah ke desa yang berlawanan dengan jalan dari tempat mereka datang.
Harry dapat menebak kemana pondok-pondok berakhir dan jalan itu menuju ke daerah terbuka lagi.
Mereka berjalan secepat keberanian mereka, melewati jendela yang berkilau dengan banyak warna, dan bayangan gelap pohon natal di belakang tira jendel
a. "Bagaimana cara kita menemukan rumah Bathilda"" tanya Hermione, yang sedikit gemetar dan tetap memandang berkeliling di atas bahunya.
"Harry" Apa yang kau pikirkan" Harry""
Hermione memegang tangan Harry, tetapi Harry tidak memperhatikannya. Dia melihat sosok gelap di deretan rumah paling akhir. Lalu dia mempercepat langkah. Menarik Hermione bersamanya, Hermione terpeleset sedikit di atas es.
"Harry-" "Lihat... lihat itu, Hermione..." "Aku tidak... oh!"
Harry dapat melihatnya, mantra Fidelius pasti rusak bersama kematian James dan Lily. Tanaman pagar telah tumbuh liar selama 16 tahun sejak Hagrid mengambil Harry dari reruntuhan di antara rumput tinggi. Sebagian besar bagian rumah masih berdiri, seluruhnya telah dilapisi oleh tumbuhan liar yang merambat dan salju, tapi bagian samping di lantai atas telah hancur. Harry yakin, di situlah kutukan diluncurkan. Dia dan Hermione berdiri di depan pagar, memandang reruntuhan yang dulunya merupakan rumah utuh seperti yang lainnya.
"Aku penasaran kenapa tak ada yang memperbaikinya kembali"" bisik Hermione.
"Mungkin kau tidak dapat memperbaikinya kembali" Harry menjawab,
"mungkin itu seperti luka dari sihir hitam dan kau tidak dapat memperbaiki kerusakannya""
Dia mengeluarkan tangannya dari dalam jubah gaib dan mencengkram pagar yang bersalju dan berkarat, tidak berharap melepaskannya, hanya untuk memegang sebagian dari rumahnya.
Pemburu Mahkota Dara 1 Banjir Darah Di Borobudur Serial Silat Jawa Karya Kho Ping Hoo Istana Yang Suram 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama