Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling Bagian 6
"Kau tidak bermaksud masuk ke dalam, kan" Kelihatannya tidak aman, mungkin saja_oh, Harry, lihat!"
Sepertinya sentuhan Harry lah yang melakukannya. Sebuah tanda muncul dari dalam tanah tepat di depan mereka, muncul di antara rumput liar yang tidak terawat, seperti bunga aneh yang tumbuh dengan cepat. Dan di atas kayu tersebut terdapat kata-kata yang ditulis dengan tinta emas: Di tempat ini, pada malam tanggal 31 Oktober 1981, James dan Lily Potter kehilangan nyawanya. Anak mereka, Harry, merupakan satu-satunya penyihir yang selamat dari kutukan kematian. Rumah yang dalam kondisi runtuh dan tersembunyi dari muggle ini, telah dijadikan monumen untuk keluarga Potter, dan pengingat bagi kekejaman yang menyakitkan bagi keluarga mereka.
Di sekeliling tulisan yang rapi ini, telah ditambahkan coretan cakar ayam oleh para penyihir yang datang untuk melihat tempat 'Anak yang Bertahan Hidup'
berhasil lolos. Beberapa penyihir hanya menulis nama mereka dengan Tinta Abadi. Yang lain mengukir inisialnya pada kayu, dan yang lain telah meninggalkan pesan mereka. Sebagian pesanpesan tersebut, bersinar terang lebih dari 16
tahun yang berharga dalam coretan sihir, menyebutkan hal yang sama. Semoga berhasil, Harry, di manapun kau berada. Jika kau membaca ini, Harry, kami semua ada di sampingmu! Semoga panjang umur, Harry Potter.
"Mereka seharusnya tidak mencoretnya di atas tanda." Kata Hermione, naik darah. Harry menatapnya
"Ini mengagumkan, aku senang mereka melakukannya. Aku..."
Dia terdiam, sebuah sosok berselendang berat telah muncul di depan mereka, dibayangi dengan cahaya terang di perempatan yang jauh. Harry berpikir, merasa sulit untuk memastikan, bahwa sosok itu adalah seorang wanita. Wanita itu bergerak perlahan-lahan, mungkin karena takut terpeleset di atas tanah
yang bersalju. Badannnya yang bungkuk, lemah, cara berjalannya yang menyeret menyiratkan umurnya yang sudah sangat tua. Mereka mengawasi dalam diam ketika wanita itu mendekat. Harry menunggu untuk melihat apakah wanita itu akan berbalik ke pondok yang telah dilewatinya. Tapi perasaannya tahu bahwa wanita itu tidak akan berbelok. Dan akhirnya wanita itu hanya berjarak setengah yard kurang dari mereka dan berdiri biasa di tengah jalan yang beku, sambil memandang mereka.
Harry tidak membutuhkan pukulan Hermione pada tangannya. Tak ada kemungkinan wanita ini adalah seorang muggle: dia berdiri di sana sambil memandang rumah yang seharusnya sangat tersembunyi darinya, karena dia bukan seorang penyihir. Bahkan jika dia seorang penyihir, merupakan kebiasaan aneh untuk keluar di malam yang dingin seperti ini, hanya untuk memandangi reruntuhan tua. Lagi pula, berdasarkan aturan sihir normal, dia seharusnya tidak da
pat melihat Harry dan Hermione sama sekali. Meskipun begitu, Harry punya perasaan kuat bahwa wanita ini tahu mereka berdua ada di sana. Baru saja Harry mendapat kesimpulan yang tidak biasa ini, wanita itu mengangkat tangan dan memberikan isyarat.
Hermione merapat pada Harry di bawah Jubah, tangannya mencengkram tangan Harry. "Bagaimana dia tahu""
Harry menganggukkan kepalanya. Wanita itu memberi isyarat lagi, lebih bersemangat. Harry tidak dapat memikirkan banyak alasan untuk tidak menerima panggilannya, dan kecurigaannya tentang indentitas siapa wanita itu tumbuh semakin kuat sejalan dengan waktu ketika mereka berdiri berhadapan di atas jalan kosong itu.
Apakah mungkin dia telah menunggu mereka bulan-bulan terakhir ini" Apakah Dumbledore telah memintanya untuk menunggu bahwa Harry akan datang kemari" Tampaknya bukan tidak mungkin bahwa wanita inilah yang bergerak dalam bayangan di pemakaman dan mengikuti mereka ke tempat ini" Bahkan kemampuannya untuk melihat, mereka anggap sebagai kekuatan Dumbledore yang belum tertandingi.
Akhirnya Harry berbicara, yang menyebabkan Hermione menarik napas dan meloncat. "Apakah Anda Bathilda"
Sosok berkerudung itu mengangguk dan memberi isyarat lagi. Di bawah jubah, Harry dan Hermione saling pandang.
Harry mengangkat alis, Hermione memberi anggukan gugup yang lemah Mereka melangkah ke arahnya, dan pada saat bersamaan, wanita itu berputar dan kembali berjalan ke jalan tempat mereka datang. Setelah memimpin mereka melewati beberapa rumah, dia masuk ke sebuah pagar. Mereka mengikutinya hingga jalan depan sebuah kebun yang hampir seliar kebun yang baru saja mereka tinggalkan. Dia mencoba membuka pintu dengan kunci, lalu membukannya dan bergerak minggir untuk membiarkan mereka lewat.
Wanita itu berbau busuk, atau rumahnya yang berbau busuk. Harry mengerutkan hidung ketika mereka melewatinya dan melepaskan jubah.
Sekarang wanita itu di belakang meraka. Harry baru sadar betapa kurusnya dia, badannya bungkuk hingga dada Harry. Wanita itu menutup pintu di belakang mereka, buku jarinya biru-biru dan dipenuhi bintik di kulitnya. Kemudian dia berbalik dan menatap wajah Harry dengan teliti. Matanya tertutup katarak tebal dan tenggelam dalam lipatan kulit yang transparan, seluruh wajahnya dipenuhi bercak dengan pembuluh darah rusak dan bintik-bintik. Harry ingin tahu apakah wanita ini dapat mengungkap siapa Harry sebenarnya, kalaupun dia mampu, yang dia lihat adalah seorang muggle botak yang ia curi identitasnya.
Bau busuk dari debu, pakaian yang tidak dicuci dan makanan basi yang sudah lama tercium tajam ketika dia membuka selendang bercadarnya, menunjukkan kepala dengan rambut tipis beruban yang terlihat jelas.
"Bathilda "" Harry mengulangi.
Wanita itu mengangguk lagi. Harry menjadi sadar akan kalung yang ada di kulitnya. Sesuatu yang ada di dalamnya yang kadang-kadang berdetik dan berdetak telah bangun. Dia dapat merasakan kalung itu berlapis emas yang dingin. Apakah kalung itu tahu, dapatkah ia merasakan, bahwa sesuatu yang dapat menghancurkannya telah dekat"
Bathilda berjalan sambil menyeret melewati mereka, mendorong Hermione ke pinggir seakan dia tidak pernah melihatnya, dan menghilang kedalam ruangan yang kelihatannya seperti ruang duduk.
"Harry, aku tidak yakin tentang ini," desah Hermione.
"Lihat keadaan wanita itu, kita dapat mengatasinya dengan mudah bila kita mau," kata Harry. "Dengar, aku seharusnya memberitahumu, aku tahu dia tidak ada di sana, Muriel menyebutnya 'lucu'".
"Kemari!" panggil Bathilda dari ruang yang lain.
Hermione melompat dan menyambar tangan Harry.
"Tidak apa-apa," kata Harry sambil menenangkan, dan dia berjalan ke arah ruang duduk.
Bathilda berjalan terhuyung-huyung dan berkeliling sambil meletakan lilin yang bercahaya, tapi keadaan masih tetap sangat gelap, terlalu kotor untuk dikatakan. Debu tipis bergesekan di bawah kaki mereka, dan hidung Harry mendekteksi, selain bau lumut dan lembab, sesuatu yang busuk, seperti daging yang busuk. Harry ingin tahu kapan terakhir kali seseorang masuk ke rumah Bathilda untuk memeriksa apakah dia pernah melakukan bersih-bersih. Dia
sepertinya juga telah lupa bahwa dia dapat melakukan sihir, karena dia dengan canggung menyalakan lilin dengan tangan, kancing berendanya yang kecil sangat berbahaya bila terkena api.
"Biar saya saja yang melakukannya," Harry menawarkan dan dia mengambil korek api dari Bathilda. Dia berdiri sambil memperhatikan Harry hingga dia selesai menyalakan sepotong lilin, yang berdiri dalam cawan di sekeliling ruangan, menggantungnya dengan kesulitan di atas tumpukan buku dan di samping meja yang dijejali dengan gelas-gelas retak dan berjamur.
Permukaan terakhir tempat Harry meletakkan lilin adalah sebuah meja setinggi dada di mana berdiri banyak foto. Ketika api lilin telah menyala terang, cahayanya jatuh di atas benda perak dan kaca yang berdebu. Harry melihat gerakan kecil dalam foto-foto itu. Ketika Bathilda meraba-raba dengan sebatang tongkat menuju api, Harry bergumam: Targeo. Debu menghilang dari foto-foto itu dan Harry sadar seketika bahwa kurang dari setengah bingkai yang terbesar dan berukir telah hilang.
Harry ingin tahu apakah Bathilda atau orang lain telah memindahkannya.
Kemudian gambar dari sebuah foto di belakang koleksi-koleksi itu menarik perhatiannya, dan dia mengambilnya.
Itu adalah gambar seorang pemuda berambut keemasan, berwajah kurus yang telah Harry lihat pada saat mendapatkan penglihatan tentang Gregorovitch, tersenyum malas-malasan kepada Harry dari dalam bingkai perak. Dan Harry segera ingat kapan dia pernah melihat peemuda itu sebelumnya: dalam buku 'The Life and Lies of Albus Dumbledore', saling merangkul dengan Dombledore muda, dan foto-foto yang hilang pasti ada pada buku Rita.
"Mrs... Miss Bagshot"" katanya, dan suaranya terasa kecil. "Siapa ini""
Bathilda sedang berdiri di tengah ruangan sambil memperhatikan Hermione menyalakan api untuknya.
"Miss Bagshot"" ulang Harry, dan dia mendekat dengan gambar di tangannya karena nyala api telah menyala di perapian. Bathilda mencari suara Harry, dan Horcrux menjadi lebih cepat panas di lehernya.
"Siapa orang ini"" Harry bertanya padanya, mendorong maju gambar itu.
Dia memandang gambar itu perlahan, kemudian memandang Harry.
"Apakah anda tahu siapa ini"" ulang Harry lebih lambat dan lebih keras dari biasanya. "Laki-laki ini" Apakah anda mengenalnya" Siapa namanya""
Bathilda menatap foto itu samar-samar. Harry merasa sedikit putus asa. Bagaimana Rita Skeeter dapat mengorek keterangan dari Bathilda" "Siapa laki-laki ini"" dia mengulangi lebih keras. "Harry, apa yang kau lakukan"" tanya Hermione.
"Foto ini, Hermione, ini pencurinya, pencuri yang telah mencuri dari Gregorovitch! Saya mohon!" dia berbicara pada Bathilda. "Siapa ini"" Tapi Bathilda hanya memandang Harry.
"Mengapa anda mengajak kami kemari, Mrs... Miss Bathilda"" tanya Hermione, meninggikan suaranya sendiri. "Apakah ada sesuatu yang ingin disampaikan kepada
kami"" Dia tidak memberi tanda apakah dia mendengar Hermione, Bathilda sekarang bergeser beberapa langkah mendekat ke Harry. Dengan sebuah sentakan kecil kepalanya, dia melihat ke ruang depan. "Anda ingin kami pergi"" tanya Harry.
Dia mengulangi gerak isyarat, kali ini menunjuk terlebih dahulu ke Harry, lalu ke ke dirinya, kemudian pada langit-langit.
"Oh, begitu... Hermione, kurasa dia ingin aku pergi ke atas dengannya." "Baiklah," kata Hermione, "Ayo."
Tetapi ketika Hermione bergerak, Bathilda menggedikkan kepalanya dengan tegas dan mengejutkan, sekali lagi menunjuk pertama kali pada Harry, lalu pada dirinya. "Dia ingin aku pergi dengannya, sendirian."
"Kenapa"" tanya Hermione, dan suaranya menjadi jelas dan tajam dalam ruangan berpenerangan lilin itu. Wanita tua itu menggedikkan kepalanya kepada Hermione sedikit ketika mendengar suara keras.
"Mungkin Dumbledore memberitahunya untuk memberikan pedang padaku, dan hanya padaku""
"Apakah kau benar-benar yakin dia tahu siapa kau""
"Ya," kata Harry, melihat melalui mata berwarna susu yang terpaku pada matanya,
"Kupikir dia sudah tahu."
"Baiklah kalau begitu, tapi cepat, Harry."
"Silakan tunjukkan jalannya!" Harry memberitahu Bathilda.
Dia tampak mengerti, karena dia bergeser memutarinya menuju pint
u. Harry memandang sekilas pada Hermione dengan senyuman yang menenangkan, tapi dia tidak yakin Hermione melihatnya, Hermione berdiri memeluk dirinya sendiri di tengah ruangan berpenerangan lilin, memandang ke arah rak buku. Ketika Harry berjalan keluar dari ruangan, tidak terlihat oleh Hermione dan Bathilda, dia memasukkan foto berbingkai perak dari pencuri tak dikenal itu ke dalam jaketnya.
Tangga itu curam dan sempit, Harry setengah tergoda untuk meletakkan tangannya di punggung Bathilda untuk menguatkannya agar tidak terjatuh ke
belakang dan menimpanya, yang tampak sangat mungkin terjadi. Dengan perlahan, terhuyung sedikit, Bathilda mendaki ke lantai atas, belok dengan segera ke kanan, dan memimpin Harry ke kamar tidur dengan langit-langit rendah.
Ruangan itu adalah loteng yang gelap dan berbau mengerikan. Harry telah membuat sebuah belangga yang menonjol keluar dari bawah tempat tidur sebelum Bathilda menutup pintu dan kegelapan menelan dengan pasti.
"Lumos," kata Harry, dan tongkat sihirnya menyala. Dia baru tahu; Bathilda telah bergerak mendekat ketika kegelapan beberapa saat tadi, dan dia tidak mendengar pergerakannya.
"Apakah kau Potter"" dia berbisik.
"Ya, benar." Dia mengangguk dengan perlahan, dengan khidmat. Harry merasa Horcrux berdetak cepat, lebih cepat dari jantungnya. Rasanya menyenangkan, mengguncang perasaan.
"Apakah ada sesuatu yang ingin anda berikan untuk saya"" Harry bertanya, tapi perhatian Bathilda teralihkan oleh ujung tongkat Harry yang bercahaya.
"Apakah ada sesuatu yang ingin anda berikan untuk saya"" Harry mengulangi.
Kemudian Bathilda menutup matanya dan beberapa kejadian terjadi pada saat bersamaan; bekas luka Harry menusuk menyakitkan; Horcrux berkedut sehingga bagian depan sweaternya bergerak; ruangan yang busuk dan gelap menghilang untuk sekejap. Harry merasa sebuah lompatan gembira dan berbicara dengan nada tinggi dan dingin:
Tahan dia! Harry terguncang di tempat dia berdiri: ruangan yang gelap dan berbau busuk itu terasa menekannya lagi; dia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
"Apakah ada sesuatu yang ingin anda berikan untuk saya"" Harry bertanya untuk ketiga kalinya, lebih kuat.
"Di sini," dia berbisik, menunjuk ke sudut. Harry mengangkat tongkatnya dan melihat sebentuk meja tulis yang berantakan di bawah jendela bertirai.
Kali ini Bathilda tidak membimbingnya. Harry berjalan ke pinggir di antara Bathilda dan tempat tidur yang berantakan, tongkatnya terangkat. Dia tidak
mau jauh-jauh darinya. "Apa itu"" dia bertanya ketika dia sampai di meja tulis, yang terlihat dan baunya seperti tumpukan pakaian kotor. "Di situ," dia berkata, menunjuk ke suatu benda yang tidak berbentuk.
Dan segera setelah dia melihatnya, mata Harry mengerling sebuah pangkal pedang yang berantakan, berbutir ruby, Bathilda bergerak aneh; dia melihatnya dari sudut matanya; kepanikan membuatnya berbalik dan dia menyaksikan tubuh tua itu rebah dan seekor ular besar keluar dari tempat di mana lehernya berada.
Ular itu menabraknya ketika dia mengangkat tongkatnya. Gigitan kuat pada tangan kanannya membuat tongkatnya terpental ke langit-langit; cahayanya berputar memusingkan di sekitar ruangan dan kemudian padam. Lalu sebuah pukulan yang kuat dari ekor ular ke rongga dadanya telah membuatnya kehabisan napas. Dia merasa jatuh ke belakang ke atas meja tulis, ke gundukan pakaian busuk-Harry berguling ke samping, sedikit menghindar dari ekor ular yang memukul ke bawah dari atas meja ke tempat di mana dia berada beberapa detik sebelumnya. Pecahan kaca berjatuhan di atasnya ketika dia mengenai lantai.
Dari bawah dia mendengar Hermione memanggil, "Harry""
Dia tidak mempunyai cukup napas di paru-parunya untuk menjawab. Kemudian suatu benda yang berat memukulnya ke lantai dan dia merasakan ular itu melata di atasnya, sangat kuat dan berotot.
"Tidak!" dia terengah-engah, tertahan di lantai.
"Ya," bisik suara itu, "Yaaa... menahanmu... menahanmu..."
"Accio... Accio Tongkat..."
Tapi tidak ada yang terjadi dan dia membutuhkan tangannya untuk mencoba melepaskan ular itu dari tubuhnya karena ular itu telah membelit sekeliling dadanya,
mencengkram udara darinya, menekan keras Horcrux ke dadanya, sebuah kalung sedingin es yang berdenyut hidup, beberapa inchi dari jantungnya yang kalut, dan otaknya dibanjiri rasa dingin, cahaya putih, semua pikiran lenyap, napasnya ditenggelamkan, langkah di kejauhan, semuanya menjadi...
Sebuah jantung besi bersuara keras di luar dadanya, dan sekarang dia
melayang, melayang dengan kemenangan jantungnya, tanpa membutuhkan sapu atau thestral...
Harry terbangun dengan tiba-tiba dalam kegelapan yang berbau masam; Nagini telah membebaskannya. Dia bangkit dengan ketakutan dan melihat sosok ular itu berlawanan dengan cahaya di lantai. Ular itu menabrak dan Hermione melompat ke pinggir sambil menjerit, kutukan yang dia lontarkan mengenai jendela bertirai, yang kemudian hancur. Udara beku mengisi ruangan ketika Harry menunduk untuk menghindari hujan pecahan kaca yang lain dan kakinya terpeleset sesuatu yang seperti pensil - tongkatnya.
Dia membungkuk dan menyambarnya, tapi ruangan sekarang dipenuhi ular, ekornya memukul; Hermione tidak terlihat di manapun dan untuk sesaat Harry memikirkan sesuatu yang buruk, tetapi kemudian ada ledakan keras dan kilatan cahaya merah, dan ular itu terpental ke udara, menabrak muka Harry, bergulung gulungan demi gulungan naik hingga ke langit-langit. Harry mengangkat tongkatnya, tetapi ketika dia melakukannya, bekas lukanya menjadi sangat sakit, lebih sakit dari pada tahun-tahun sebelumnya.
"Dia datang! Hermione, dia datang!"
Ketika dia berteriak, ular tersebut mendesis liar. Sumuanya kacau balau; Harry menabrak rak di dinding, dan serpihan keramik China berserakan ke mana-mana ketika Harry meloncat melewati tempat tidur dan menabrak suatu sosok gelap yang dia tahu adalah Hermione.
Hermione menjerit kesakitan ketika Harry menariknya melewati tempat tidur.
Ular itu membebatnya lagi, tapi Harry tahu bahwa sesuatu yang lebih buruk telah datang, mungkin sudah sampai di gerbang, kepalanya serasa terbuka dengan rasa sakit di bekas lukanya.
Ular itu menyerbu ketika dia mengambil langkah untuk berlari, menarik Hermione bersamanya; ketika menabrak, Hermione menjerit, "Confringo!" dan mantranya terbang di sekitar ruangan, meledakkan kaca hias, dan memantul ke arah mereka, melompat dari lantai ke langit-langit; Harry merasakan rasa panas menghanguskan bagian belakang tangannya. Kaca menggores lehernya, sambil menarik Hermione, dia meloncat dari tempat tidur ke meja tulis dan langsung mendobrak jendela ke luar, teriakan Hermione bergaung di udara malam ketika mereka berputar di tengah udara.
Dan kemudian bekas lukanya serasa meledak, dia menjadi Voldemort dan dia berlari melintasi kamar tidur yang bau, jari panjangnya yang putih mencengkram kusen jendela ketika dia melihat sekilas seorang pria botak dan
perempuan kecil berputar dan menghilang, dan dia menjerit dengan kemarahan, jeritan yang bercampur dengan jeritan si perempuan, yang bergaung sepanjang kebun gelap diiringi dentang bel gereja di hari natal.
Dan jeritannya adalah jeritan Harry... rasa sakitnya adalah rasa sakit Harry...
yang bisa terjadi di sini, di mana pernah terjadi sebelumnya... di sini, dalam pandangan rumah itu di mana dia telah datang begitu dekat untuk mengetahui apakah dia telah mati... mati.. .sakitnya sungguh mengerikan... merobek tubuhnya... tetapi jika dia tidak mempunyai tubuh, mengapa kepalanya sangat sakit; jika dia telah mati, bagaimana bisa dia merasa sangat sakit yang tak tertahankan, bukankah rasa sakit berhenti bila mati, bukankah ia hilang.
Malam yang lembab dan berangin, dua orang anak berpakaian labu berjalan terhuyunghuyung melintasi perempatan, dan jendela toko ditutupi oleh jaring laba-laba, semua perangkap muggle semu tapi tidak berharga menjebak dunia yang tidak mereka percayai... dan dia meluncur, suatu perasaan untuk tujuan dan kekuatan dan kebenaran dalam dirinya yang selalu dia ketahui untuk urusan-urusan ini... bukan kemarahan... yang hanya diperuntukkan untuk jiwa yang lebih lemah darinya... tapi kemenangan, ya... dia telah menanti hal ini, dia telah mengharapkannya...
"Kostum keren, Tuan!"
Dia melihat laki-la ki kecil tersenyum ragu ketika dia berlari cukup dekat untuk melihat yang ada di bawah penutup kepala jubah, rasa takut terbayang di wajahnya. Kemudian anak kecil itu berbalik dan lari... di bawah jubah, dia memegang tongkat sihirnya... dengan gerakan yang sederhana dan anak itu tidak akan bertemu lagi dengan ibunya... tapi tidak perlu, sangat tidak perlu...
Dan sepanjang jalan yang baru dan gelap, dia berjalan, dan akhirnya sampai ke tempat tujuannya, Mantra Fidelius rusak, ia pikir mereka pasti belum tahu...
dan dia membuat sedikit suara yang melebih suara keresekan daun mati di sepanjang jalan aspal ketika menaiki undakan pagar gelap dan menyingkirkannya...
Mereka belum menutup tirainya; dia melihat mereka cukup jelas di dalam ruang duduk mereka yang kecil, pria tinggi berambut hitam dengan kacamata, membuat asap berwarna keluar dari tongkat sihirnya untuk menghibur anak kecil berambut hitam yang memakai piyama biru. Anak itu tertawa dan mencoba untuk menangkap asap itu, menangkapnya dengan jemarinya yang kecil...
Sebuah pintu terbuka dan ibunya masuk, mengucapkan kata yang tidak dapat didengarnya, rambutnya yang panjang jatuh di sekitar wajahnya.
Sekarang ayahnya menggendong anak itu dan memberikannya kepada sang ibu. Laki-laki itu melempar tongkatnya ke atas sofa dan menguap...
Pagar berderit sedikit ketika dia mendorongnya terbuka, tapi James Potter tidak mendengarnya. Tangan putihnya menarik tongkat sihir di bawah jubahnya dan menunjuk ke pintu, yang meledak terbuka.
Dia berada di ambang pintu ketika James datang sambil berlari cepat ke ruang depan. Ini mudah, sangat mudah, dia bahkan tidak perlu mengambil tongkatnya...
"Lily, ambil Harry dan pergi! Itu dia! Pergi! Lari! Aku akan menahannya!"
Menahannya, tanpa sebuahh tongkat sihir di tangannya"... Dia tertawa sebelum mengucapkan kutukan... "Avada Kedavra!"
Cahaya hijau memenuhi seluruh ruang depan, kutukan itu melempar kereta bayi ke dinding, membuat sandaran tangga terbakar seperti cambuk yang menyala, dan James Potter jatuh seperti boneka marionete yang dipotong talinya...
Dia dapat mendengar teriakan perempuan dari ruangan atas, terjebak, tapi dia berpikir, dia, akhirnya, tidak merasakan ketakutan lagi... dia memanjat anak tangga, mendengarkan hiburan jemu pada saat perempuan itu melindungi dirinya... perempuan itu juga tidak memegang tongkat sihir... betapa bodohnya mereka, dan betapa mudah percayanya, berpikir bahwa keselamatan mereka ada pada seorang teman, bahwa senjata-senjata dapat disepelekan bahkan hanya untuk sementara...
Dia membuat pintu terbuka, menyingkirkan kursi dan kotak-kotak yang menghalanginya ke samping dengan satu lambaian malas tongkat sihirnya... dan di sana perempuan itu berdiri, anak itu ada di dekapannya. Akhirnya perempuan itu menatapnya, dia meletakkan anaknya di meja di belakangnya dan merentangkan tangannya, berharap ini bisa berguna, yang dia pilih dengan segera dan berharap dapat melindungi anak ini dari pandangan...
"Jangan Harry, jangan Harry, kumohon jangan Harry!"
"Minggir kau perempuan bodoh... minggir sekarang."
"Jangan Harry, kumohon jangan, bunuh aku sebagai gantinya."
"Ini peringatanku yang terakhir."
"Jangan Harry! Kumohon... jangan sakiti dia... kasihanilah dia... Jangan Harry! Jangan Harry, kumohon... aku bersedia melakukan apapun."
"Minggir. Minggir, perempuan."
Dia tidak dapat membuat perempuan ini minggir dari depan meja, tapi kelihatannya menyenangkan untuk menghabisi mereka semua...
Cahaya hijau berkilatan di sekitar ruangan dan perempuan itu terjatuh seperti suaminya. Anak itu tidak menangis selama ini terjadi. Dia dapat berdiri, mencengkram pinggiran mejanya dan melihat keatas ke wajah si penyusup dengan ketertarikan yang besar, mungkin berpikir bahwa itu adalah ayahnya yang berada di bawah jubah, membuat cahaya indah, dan ibunya akan meloncat sebentar lagi, tertawa.
Dia menunjukkan tongkatnya dengan hati-hati ke wajah anak itu. Dia ingin melihatnya terjadi, penghancuran kali ini, bahaya yang tidak dapat dipahami.
Anak itu mulai menangis. Dia telah melihat bahwa si penyusup bukan James. Dia tidak senang anak i
tu menangis, dia tidak pernah berselera mendengar rengekan anak yatim piatu.
"Avada Kedavra!"
Dan kemudian dia hancur; dia bukan apa-apa, tak ada yang lain selain rasa sakit dan teror, dan dia harus menyembunyikan dirinya, bukan di sini di puingpuing rumah runtuh, di mana anak itu terperangkap dan menjerit, tapi jauh...
pergi sangat jauh... "Tidak," dia meratap
Sang ular berdesir di lantai yang kotor dan bau, dan dia telah membunuh anak itu, dan kemudian dia adalah anak kecil itu...
"Tidak. Dan sekarang dia berdiri di jendela rumah Bathilda yang rusak, terbenam dalam kenangan kegagalannya yang terbesar, dan di kakinya seekor ular besar berdesir di antara kaca dan porselen yang rusak... dia melihat ke bawah dan melihat sesuatu... sesuatu yang luar biasa...
"Tidak..." "Harry, tidak apa-apa, kau baik-baik saja""
Dia menjangkau kebawah, dan mengambil sebuah foto yang terlempar. Itu dia, pencuri yang sedang dia cari... "Tidak... aku menjatuhkannya.. .aku menjatuhkannya..." "Harry, tidak apa-apa, bangun, bangun!"
Dia adalah Harry... Harry, bukan Voldemort... dan sesuatu yang berdesir itu bukan seekor ular... dia membuka matanya.
"Harry," Hermione berbisik. "Apa kau ba... baik-baik saja"" "Ya," katanya.
Dia di dalam tenda, berbaring di salah satu ranjang rendah di bawah timbunan selimut.
Dia menduga bahwa hari hampir fajar karena suasana senyap dan dingin, cahaya datarpun terlihat dari celah tenda. Harry basah kuyup oleh keringat, dia dapat merasakannya di atas seprai dan selimut.
"Kita berhasil lolos." "Ya," kata Hermione, "aku telah menggunakan Mantra Melayang untuk mengangkatmu ke atas ranjang, aku tak dapat mengangkatmu.
Kau telah menjadi... well, kau tidak lagi..."
Ada rona ungu dibawah mata coklatnya dan Harry menyadari sebuah busa di tangannya. Hermione telah mengelap wajah Harry.
"Kau terluka," dia melanjutkan, "cukup terluka." "Berapa lama kita meninggalkan tempat itu" "Beberapajam yang lalu, hari hampir fajar." "Dan aku telah... apa, pingsan""
"Tidakjuga" kata Hermione tidak nyaman, " kau berteriak dan meratap dan...sesuatu," dia menambahkan dalam nada yang membuat Harry gelisah. Apa yang telah dilakukannya" Meneriakkan kutukan seperti Voldemort, menangis seperti bayi dalam ayunan"
"Aku tidak dapat melepaskan Horcrux darimu." Hermione berkata, dan dia tahu dia ingin mengalihkan perhatian. "Horcrux itu tersangkut, tersangkut di dadamu.
Itu membuat bekas di dadamu; aku menyesal, aku telah menggunakan mantra potong untuk melepasnya. Ular itu menggigitmu juga, tapi aku telah
membersihkan lukanya dan memberikan sedikit dittany di atasnya."
Harry melepaskan kaos berkeringat yang telah dipakainya dari tubuhnya dan melihat ke bawah. Ada semacam bentuk lonjong merah padam diatas jantungnya di mana kalung itu membakarnya. Dia juga dapat melihat tusukan setengah sembuh di tangan kanannya.
"Di mana kau meletakkan Horcrux-nya""
"Dalam tasku. Aku pikir kita seharusnya menyimpannya untuk sementara."
Dia berbaring lagi di bantalnya dan melihat ke wajah Hermione yang kelabu bekas terjepit.
"Kita tidak seharusnya pergi ke Godric's Hollow. Ini salahku, ini semua salahku, Hermione, aku minta maaf."
"Ini bukan salahmu, aku juga ingin pergi, aku sangat yakin Dumbledore mungkin meninggalkan pedang itu di sana untukmu."
"Yah, well... kita salah, kan""
"Apa yang terjadi, Harry" Apa yang terjadi ketika dia membawamu ke atas"
Apakah ular itu bersembunyi di suatu tempat" Apakah ular itu datang dan membunuhnya dan menyerangmu"" "Tidak," dia berkata, "dia adalah ularnya... atau ular itu adalah dia... begitulah." "Ap... Apa""
Dia menutup matanya. Dia masih dapat mencium rumah Bathilda. Ini membuat semua bayangan yang mengerikan menjadi hidup.
"Bathilda pasti sudah mati sebelumnya. Ular itu ada... ada di dalam tubuhnya. Kau-Tahu-Siapa meletakkannya di Godric's Hollow, untuk menunggu. Kau benar. Dia tau aku kembali.""Ular itu di dalam tubuhnya""Harry membuka matanya lagi.
Hermione kelihatannya jijik dan muak. "Lupin
mengatakan ada sihir yang tidak bisa kita bayangkan," Harry berkata,
"Bathilda tidak mau berbicara di depanmu, karena bahasanya adalah P
arseltongue, semuanya Parseltongue, dan aku tidak menyadarinya, tapi tentu saja aku memahaminya. Ketika kami berada di atas, ular itu mengirim berita
pada Kau-Tahu-Siapa. Aku mendengar itu terjadi di dalam kepalaku, aku merasa Voldemort menjadi tertarik, dia berkata untuk menahanku di situ...
dan kemudian..." Dia ingat ular itu keluar dari leher Bathilda; Hermione tak perlu tahu rinciannya. "...dia berubah, berubah menjadi ular, dan menyerang." Dia melihat ke bawah pada luka merah padam itu.
"Ular itu seharusnya tidak berusaha membunuhku, hanya untuk menahanku di sana sampai Kau-Tahu-Siapa tiba."
Jika dia dapat membunuh ular itu sebelumnya, keadaan tidak mungkin seburuk ini, semuanya... merasa sakit pada jantungnya, dia duduk dan menggeser selimutnya. "Harry, jangan, aku yakin kau harus istirahat!"
"Kau adalah orang yang lebih membutuhkan istirahat. Jangan membantah, kau terlihat sangat lelah. Aku baik-baik saja. Aku akan berjaga-jaga sebentar. Di mana tongkatku"" Hermione tidak menjawab, dia melihat Harry dengan bimbang. "Di mana tongkatku, Hermione""
Hermione menggigit bibirnya, dan air mata berlinang di matanya. "Harry..."
"Di mana tongkatku""Dia menjangkau ke bawah di samping tempat tidur dan menyerahkannya.Tongkat kayu holly dan bulu phoenix hampir terbelah dua.
Sebuah inti bulu phoenix yang
rapuh menahan dua bilah itu tetap menyatu. Kayunya telah terpisah sama sekali. Harry meletakkan di tangannya seolah tongkat itu suatu mahluk hidup yang menderita karena luka yang menyakitkan. Harry tidak dapat berpikir dengan baik. Semuanya kabur dalam kepanikan dan ketakutan. Kemudian dia menyodorkan tongkatnya kepada Hermione.
"Perbaikilah, kumohon!""Harry, aku rasa tak bisa. Jika rusaknya seperti ini.""Kumohon, Hermione, cobalah!""R-Reparo. "Patahan di tengah tongkat
menyatu sendiri. Harry mengambilnya."Lumos!"Tongkat itu berkedip sekejap, lalu padam. Harry menunjuk pada Hermione."Expelliarmus! "Tongkat Hermione bergerak sedikit, tetapi tidak terlepas dari tangannya. Menghasilkan sihir ringan merupakan hal yang sulit bagi tongkat Harry, yang terbelah menjadi dua lagi.
Dia tertegun memandangnya, tidak percaya apa yang dilihatnya... tongkat yang telah menyelamatkan nyawanya, sangat...
"Harry," Hermione berbisik sangat pelan, Harry dapat mendengarnya dengan susah payah. "Aku minta maaf sekali, kupikir itu kesalahanku. Ketika kita pergi, kau tahu, ular itu mendatangi kita, dan karenanya aku mengucapkan Mantra Penghancur, dan mantra itu menyebar kemana-mana, dan mantra itu pasti... mantra itu pasti mengenai..." "Itu sebuah kecelakaan," kata Harry dengan cepat. Dia merasa hampa, terdiam. "Kita
akan... kita akan mencari cara untuk memperbaikinya."
"Harry, kurasa kita tidak mampu melakukannya." Kata Hermione. Air mata mengalir di wajahnya, "ingat... ingat Ron" Ketika dia merusak tongkatnya, waktu kecelakaan mobil" Tongkatnya tidak pernah lagi sama seperti sebelumnya, dia akhirnya membeli tongkat yang baru."
Harry memikirkan Olivander, yang diculik dan ditawan Voldemort; memikirkan Gregorovitch, yang sudah mati. Bagaimana bisa dia menemukan orang yang dapat memberinya tongkat baru"
"Yah," katanya, dalam nada itu-bukan-masalah, "yah, sepertinya aku akan meminjam tongkatmu mulai sekarang, sementara aku berjaga."
Wajah Hermione dipenuhi air mata, Hermione menyerahkan tongkatnya dan
Harry meninggalkannya duduk di tempat tidurnya, tidak ada yang dia inginkan selain pergi darinya.
Bab 18 Dunia dan Dusta Albus Dumbledore The Life and Lies of Albus Dumbledore
Matahari mulai terbit: jernih, langit tanpa warna terbentang luas diatasnya, tidak peduli padanya maupun pada penderitaannya. Harry duduk di pintu masuk tenda dan menghirup udara bersih dalam-dalam. Masih bisa hidup untuk menyaksikan matahari terbit diatas sisi bukit bersalju yang berkilau sebenarnya merupakan harta paling berharga di dunia; ia belum bisa menghargainya: perasaannya telah terpaku oleh malapetaka kehilangan tongkatnya. Ia memandang lembah yang diselimuti salju, lonceng gereja di kejauhan berdentang melalui kesunyian yang gemerlap.
Tanpa sadar, ia meraba lengan dengan jar
i-jarinya seperti sedang mencoba melawan rasa sakit. Dia telah menumpahkan darahnya sendiri lebih sering daripada yang bisa dihitungnya; dia kehilangan semua tulang di lengan kanannya sekali; perjalanan ini telah memberinya luka di dada dan lengan bawah untuk menambah luka sebelumnya di dahi dan tangannya, tapi tak pernah, sampai saat ini, dia merasakan perasaan lemah, mudah diserang, dan tanpa perlindungan yang parah, karena bagian terbaik dari kemampuan sihirnya telah tercabik darinya.
Ia tahu pasti apa yang akan dikatakan Hermione jika dia mengatakan hal ini: bahwa tongkat sama baiknya dengan pemiliknya. Tapi Hermione salah, kasusnya berbeda. Dia tidak merasakan tongkat berputar seperti jarum kompas dan menembakkan api keemasan pada musuhnya. Ia kehilangan perlindungan dari inti kembar dan sekarang saat sudah hilang barulah ia menyadari betapa ia tergantung pada tongkatnya.
Ia menarik potongan tongkat yang patah dari sakunya dan, tanpa memandangnya, memasukkannya ke dalam kantong Hagrid yang tergantung di lehernya. Kantong itu sekarang penuh dengan barang-barang rusak dan tidak berguna. Tangan Harry menyikat snitch tua pada mokeskin dan untuk sekejap dia harus menahan diri untuk tidak menarik dan membuangnya jauh-jauh. Berat untuk dijalani, tanpa bantuan, tanpa guna seperti segala yang Dumbledore tinggalkan
Dan kemarahannya kepada Dumbledore menghancurkannya seperti lahar, membakarnya didalam, menyapu bersih perasaannya yang lain. Diluar, rasa putus asa atas keyakinan mereka bahwa jawabannya ada di Godric's Hollow, berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa mereka harus kembali kesana, bahwa itu adalah bagian dari beberapa jalan rahasia yang disiapkan Dumbledore untuk mereka: tapi ternyata sama sekali tak ada petunjuk, tak ada rencana. Dumbledore telah
meninggalkan mereka untuk meraba-raba dalam kegelapan, untuk bergulat dengan teror-teror tak dikenal dan tak terbayangkan, sendiri dan tanpa bantuan: tak ada yang dijelaskan, tak ada yang diberikan dengan gratis, mereka tidak punya pedang, dan sekarang, Harry tidak punya tongkat. Dan dia telah menjatuhkan foto si Pencuri, dan pasti sangat mudah bagi Voldemort sekarang untuk menemukannya....
Voldemort mempunyai semua informasi sekarang.....
"Harry"" Hermione tampak ketakutan seolah Harry mungkin akan mengutuknya dengan tongkatnya sendiri. Wajahnya penuh dengan air mata, dia meringkuk disamping Harry, dua cangkir teh bergetar di tangannya dan ada sesuatu yang besar di bawah lengannya.
"Terima kasih," ata Harry, mengambil satu cangkir. "Tidak keberatan aku bicara denganmu""
"Tidak, " dia mengatakannya agar tidak menyakiti perasaan Hermione. "Harry, kau ingin tahu kan siapa orang di foto itu. Well...aku punya bukunya."
Dengan takut-takut ia mendorong buku itu ke pangkuan Harry, cetakan asli Dunia dan Dusta Albus Dumbledore. "Dimana - bagaimana -T'
"Ada di ruang tamu Bathilda, tergeletak begitu saja...Catatan ini ada diatasnya."
Hermione membaca dengan keras beberapa baris tulisan kehijauan, yang bentuknya tajam-tajam seperti paku.
"' 'Kepada Bally, terima kasih atas bantuanmu. Ini bukunya, semoga kau menyukainya. Kau mengatakan segalanya, bahkan walaupun kau tidak mengingatnya. Rita.' Kurasa ini datang ketika Bathilda masih hidup, tapi apa mungkin ia tidak dalam keadaan sehat untuk membacanya""
"Mungkin begitu keadaannya."
Harry memandang wajah Dumbledore dan merasakan gelombang kesenangan yang mengganas: sekarang ia akan tahu semua yang Dumbledore pikir tak cukup berarti untuk disampaikan padanya, terlepas Dumbledore menginginkannya atau tidak.
"Kau masih marah kepadaku, kan"" ujar Hermione; Harry memandangnya, melihat airmata segar keluar dari matanya, dan menyadari bahwa kemarahan pastilah terlihat di wajahnya.
"Tidak," katanya kalem. "Tidak, Hermione, aku tahu itu kecelakaan. Kau berusaha membawa kita keluar hidup-hidup, dan kau luar biasa. Aku pasti sudah mati jika kau tidak disana untuk menolongku."
Dia mencoba membalas senyum Hermione yang basah, kemudian kembali memperhatikan buku. Puggungnya kaku; jelas belum pernah dibuka sebelumnya.
Dia menjelajahi halaman, mencari f
oto-foto. Ia segera sampai pada salah satu foto, Dumbledore muda dan rekannya yang tampan, tertawa terbahak-bahak oleh lelucon lama. Mata Harry tertuju pada tulisan dibawahnya.
Albus Dumbledore, segera setelah kematian ibunya, Bersama temannya Gellert Grindelwald.
Harry terpaku pada kalimat terakhir untuk beberapa waktu. Grindelwald.
Temannya Grindelwald. Dia melihat kesamping pada Hermione, yang masih merenungkan nama itu seolah-olah tidak mempercayai penglihatannya. Perlahan dia menatap Harry.
"Grindelwald!" Mengabaikan sisa foto yang lain, Harry mencari halaman sekitar untuk menemukan lagi nama yang membawa bencana itu. Dia segera menemukannya dan membacanya dengan rakus, tenggelam didalamnya: Sangat penting untuk kembali ke masa lalu demi memahami ini semua dan akhirnya dia sampai pada permulaan bab berjudul "Manfaat yang Lebih Besar." Bersama-sama, dia dan Hermione mulai membaca:
Mendekati ulang tahun ke-18, Dumbledore meninggalkan Hogwarts dengan kejayaan yang berkibar-kibar, Ketua Murid, Prefek, Pemenang Penghargaan Barnabus Finkley untuk Pembuatan Mantra Luar Biasa, Perwakilan Pemuda Inggris untuk Wizengamot, Pemenang Medali Emas untuk Kontribusi yang Luar Biasa pada Konferensi Alkemis Internasional di Kairo. Dumbledore bermaksud, selanjutnya, untuk menjalani tour besar bersama Elphias "Dogbreath" Doge, yang tidak terlalu pintar tetapi merupakan sahabat karib yang setia yang ditemuinya di sekolah.
Kedua anak muda tinggal di Leaky Cauldron di London, mempersiapkan keberangkatan ke Yunani keesokan paginya, ketika seekor burung hantu datang membawa berita kematian ibu Dumbledore. "Dogbreath" Doge, yang menolak
untuk diwawancarai untuk buku ini, telah memberikan versi sentimentalnya sendiri kepada masyarakat tentang apa yang terjadi selanjutnya. Dia menggambarkan kematian Kendra sebagai peristiwa tragis, dan keputusan Dumbledore untuk tidak melanjutkan ekspedisinya merupakan sebuah pengorbanan diri yang mulia.
Tentu saja Dumbledore segera kembali ke Godric's Hollow, untuk
'merawat' adikadiknya menurut dugaan. Tapi apakah ia benar-benar merawat mereka"
"Dia menjadi kepala keluarga karena Aberforth," kata Enid Smeek, yang keluarganya tinggal di pinggiran Godric's Hollow pada saat itu, "menjadi liar.
Tentu saja kau akan merasa menyesal karena ayah dan ibunya telah meninggal dunia, hanya saja ia selalu membuatku kesal. Kurasa Albus tidak mau repot-repot dengannya. Lagipula aku tidak pernah melihat mereka bersama-sama."
Lalu apa yang dilakukan Albus, jika tidak menenangkan adik laki-lakinya yang liar" Jawabannya, tampaknya, adalah memastikan kelanjutan hukuman penjara bagi adik perempuannya. Walaupun orang yang memenjarakannya pertama telah meninggal, tak ada perubahan terhadap kondisi mengenaskan Ariana Dumbledore. Keberadaannya hanya diketahui oleh sedikit sekali orang luar yang, seperti "Dogbreath" Doge, bisa diandalkan untuk mempercayai cerita
"gangguan kesehatan"nya.
Ada lagi teman keluarga yang cukup meyakinkan yaitu Bathilda Bagshot, sejarawan sihir ternama yang tinggal di Godric's Hollow selama bertahun-tahun.
Kendra, tentu saja, telah menampik Bathilda ketika pertama kali mencoba untuk menyambut keluarga itu di desanya. Beberapa tahun kemudian, ternyata sang penulis mengirimkan burung hantu kepada Albus di Hogwarts, karena terkesan oleh tulisannya tentang transformasi antarspesies di Transfiguration Today.
Ikatan awal ini mengarahkannya untuk berkenalan dengan seluruh anggota keluarga Dumbledore. Pada saat kematian Kendra, Bathildalah satu-satunya orang di Godric's Hollow yang dapat bercakap-cakap dengan ibu Dumbledore tersebut.
Sayang sekali, kecemerlangan yang Bathilda tunjukkan di awal hidupnya kini telah redup. "Apinya menyala, tapi kualinya kosong," sebagaimana Ivor Dillonsby katakan kepadaku, atau, dalam ungkapan yang lebih sederhana menurut Enid Smeek, "Dia sinting seperti tupai." Namun, kombinasi dari teknik laporan coba-dan-uji memungkinkanku untuk menyaring bongkahan fakta yang cukup berat dan merangkai semuanya menjadi kisah skandal yang utuh.
Seperti umumnya di dunia sihir, Bathilda menghubungkan kema
tian dini Kendra dengan kesalahan mantra, suatu cerita yang diulang-ulang oleh Albus dan Aberforth di tahuntahun selanjutnya. Bathilda juga mengikuti saja apa kata keluarga mereka tentang Ariana, menyebutnya "lemah" dan "sulit". Di satu sisi, bagaimanapun, Batildha cukup berharga dalam usahaku memperoleh veritaserum, karena dia, dan hanya dia, yang mengetahui kisah lengkap rahasia kehidupan Albus Dumbledore yang disimpan rapatrapat. Kini terbuka untuk yang pertama kalinya, menjawab pertanyaan tentang hal-hal yang dipercayai para pemuja Dumbledore: dugaan atas kebenciannya terhadap sihir hitam, perlawanannya terhadap penindasan Muggle, bahkan pengabdiannya lepada keluarganya.
Musim panas yang sama saat Dumbledore pulang ke Godric's Hollow, sekarang sebagai seorang yatim piatu dan kepala keluarga, Bathilda Bagshot menerima kedatangan keponakan-jauhnya di rumahnya, yaitu Gellert Grindelwald.
Nama Gellert Grindelwald sangat tenar: Ada dalam daftar Penyihir Hitam Paling Berbahaya, ia keluar dari daftar teratas hanya karena keberadaan Kau-Tahu-Siapa, satu generasi sesudahya untuk mengambil alih mahkotanya. Karena Grindelwald tidak pernah memperluas kampanye terornya sampai ke Inggris, sehingga, kebangkitan kekuatannya tidak terlalu dikenal disini.
Dididik di Durmstrang, sebuah sekolah terkenal dengan toleransinya yang sangat disayangkan terhadap sihir hitam, Grindelwald menunjukkan kecerdasan yang sama seperti Dumbledore. Alih-alih menyalurkan kemampuannya untuk meraih penghargaan dan hadiah, malahan, Gellert Grindelwald mengabdikan dirinya untuk pencarian lain. Dalam usia 17 tahun, bahkan Durmstrang merasa bahwa mereka tidak lagi dapat merubah mata gelap Gellert Grindelwald menuju percobaan sebaliknya, dan ia pun dikeluarkan.
Sampai sekarang ini, pergerakan Grindelwald yang dikenal adalah "berkelana beberapa bulan". Kini terbuka kenyataan bahwa Grindelwald memilih untuk mengunjungi bibijauhnya di Godric's Hollow, dan bahwa disana, amat mengejutkan walaupun akan banyak yang mendengarnya, dia memulai persahabatan tiada lain dengan Albus Dumbledore.
"Bagiku ia anak yang menarik," celoteh Bathilda, "apapun yang terjadi padanya kemudian. Tentu saja aku memperkenalkannya pada si malang Albus, yang kehilangan teman-teman sebayanya. Dengan segera anak-anak itu saling memperhatikan satu sama lain."
Tentu saja demikian. Bathilda menunjukkan sebuah surat kepadaku, yang disimpannya ketika Albus Dumbledore mengirimkannya kepada Gellert
Grindelwald di akhir malam.
"Ya, meskipun setelah mereka berdiskusi seharian - keduanya anak muda yang brilian, mereka seperti kuali diatas api - kadang-kadang aku mendengar burung hantu mengetuk jendela kamar tidur Gellert, mengantarkan surat dari Albus! Satu ide muncul di kepalanya dan ia segera memberitahu Gellert!"
Dan ide mereka luar biasa. Hal yang sangat mengejutkan akan ditemui para fans Albus Dumbledore, ini dia pemikiran pahlawan tujuh-belas-tahun mereka, seperti yang disampaikan kepada sahabat barunya, (salinan surat asli bisa dilihat di halaman 463) Gellert - Pendapatmu tentang dominasi penyihir UNTUK KEBAIKAN PARA MUGGLE SENDIRI - ini, menurutku, adalah titik kritis. Ya, kita telah diberi kekuatan dan ya, kekuatan itu memberikan kita hak untuk mengatur, tapi ini juga memberi kita tanggung jawab terhadap peraturan. Kita harus menekankan hal ini, karena ini akan menjadi batu pondasi bangunan kita. Dimana kita bertentangan, dan pasti kita akan begitu, ini akan menjadi dasar dari pertentangan pendapat kita. Kita mengendalikan UNTUK MANFAAT YANG LEBIH BESAR. Dan dari hal tersebut, jika kita menghadapi perlawanan, kita menggunakan kekuatan hanya jika diperlukan, tidak lebih. (Ini kesalahanmu di Durmstrang! Tapi aku tidak mengeluh, karena jika kau tidak dikeluarkan, kita tak akan pernah bertemu) Albus
Mungkin pemujanya akan heran dan terkejut, surat ini digunakan untuk menyusun Undang-undang Kerahasiaan dan menghasilkan Penguasaan Penyihir terhadap Muggle. Pukulan bagi mereka yang selalu menggambarkan Dumbledore sebagai pembela kelahiran-Muggle sejati! Betapa tak berdayanya pidato mengenai pembelaan h
ak-hak Muggle tersebut ketika bukti baru yang memberatkan ini mulai terbuka! Betapa tercela tampaknya Albus Dumbledore, sibuk merencanakan kebangkitan kekuatannya ketika ia seharusnya berduka cita atas kematian ibunya dan merawat adiknya!
Tak diragukan lagi mereka yang memutuskan untuk tetap membela Dumbledore diatas tumpuannya yang hancur akan mengakui bahwa dia tidak, bagaimanapun juga, merealisasikan rencananya, bahwa dia pasti mengalami perubahan perasaan, dan kembali ke akal sehatnya. Bagaimanapun, kebenaran bisa lebih mengejutkan.
Baru saja dua bulan jalinan persahabatan mereka yang luar biasa, Dumbledore dan Grindelwald terpisah, tak pernah bertemu lagi hingga pertarungan mereka yang legendaris (selanjutnya, baca bab 22). Apa yang menyebabkan pertarungan ini pecah" Apakah Dumbledore menjadi sadar" Apakah ia mengatakan pada Grindelwald bahwa ia tidak lagi mengambil bagian dalam rencananya" Sayang sekali tidak.
"Kematian Ariana kecil yang malang, kurasa, yang menyebabkannya," kata Bathilda. "Hal itu merupakan goncangan berat. Gellert ada disana ketika itu terjadi, dan dia kembali kerumahku dengan menggigil, mengatakan padaku kalau dia ingin pulang keesokan harinya. Benar-benar keadaan yang sulit, kau tahu, jadi aku mengatur portkey dan itulah terakhir kali aku melihatnya."
"Albus ada disampingnya saat kematian Ariana. Benar-benar menyedihkan untuk kedua bersaudara itu. Mereka telah kehilangan semuanya, tinggal diri mereka sendiri. Tak heran suhu menjadi naik. Aberforth menyalahkan Albus, kau tahu, sebagaimana orang yang berada dalam kondisi memprihatinkan seperti ini. Tapi Aberforth memang selalu berbicara sedikit kacau, anak yang malang. Sama saja, mematahkan hidung Albus saat pemakaman bukanlah tindakan memperbaiki tabiatnya. Akan menghancurkan hati Kendra jika melihat putra-putranya berkelahi seperti itu, disisi mayat anak permpuannya. Sayang sekali Gellert tidak dapat menghadiri pemakaman. Ia akan membuat Albus merasa nyaman, paling tidak....
Percekcokan disamping-mayat yang memprihatinkan ini, hanya diketahui sedikit orang yan g menghadiri pemakaman Ariana Dumbledore, menyisakan beberapa pertanyaan. Mengapa Aberforth Dumbledore menyalahkan Albus Dumbledore atas kematian Ariana" Apakah ini sebagaimana yang dianggap "Bally", adalah ungkapan duka cita yang emosional belaka" Ataukah ada alasan yang sebenarnya atas kemarahannya" Grindelwald, dikeluarkan dari Durmstrang karena serangan yang hampir-fatal kepada teman-teman sekolahnya, meninggalkan negara ini hanya beberapa jam setelah kematian gadis itu, dan Albus (karena malu atau takut") tidak pernah melihatnya lagi, tidak hingga dipaksa untuk melakukannya karena kepentingan dunia sihir.
Tak satupun dari Dumledore atau Grindelwald yang tampaknya pernah mengungkitungkit hubungan persahabatan masa muda itu.selanjutnya.
Bagaimanapun, tak diragukan lagi Dumbledore telah menunda, lima tahun akan kekacauan, kematian dan kehilangan ataukah kekuatiran akan terbongkar fakta bahwa ia pernah menjadi sahabatnya-lah yang membuat Dumbledore raguragu" Ataukah hanya rasa enggan Dumbledore untuk berangkat menangkap orang yang dulu dengan senang hati ia temui"
Dan bagaiman Ariana yang misterius meninggal" Apakah ia korban kecerobohan ritual sihir hitam" Apakah dia secara kebetulan menemukan sesuatu yang tidak seharusnya, saat kedua anak muda tersebut mempraktekkan sesuatu dalam usahanya mencapai kejayaan dan dominasi" Apakah mungkin Ariana Dumbledore adalah orang pertama yang mati "untuk manfaat yang lebih besar""
Bab tersebut berakhir disini dan Harry mendongak. Hermione telah mencapai akhir halaman sebelum dia. Hermione menyentakkan buku itu dari tangan Harry, terlihat sedikit gelisah karena ekspresi Harry, menutupnya tanpa memandang buku itu, seperti menyembunyikan sesuatu yang memalukan.
"Harry- Tapi Harry menggelengkan kepalanya. Suatu rasa yang dalam seperti menghancurkan hatinya, sama pesis seperti yang ia rasakan setelah kepergian Ron. Dia telah mempercayai Dumbledore, percaya bahwa ia merupakan perwujudan kebaikan dan kebijaksanaan. Semuanya seperti debu; Berapa banyak lagi
yang akan hilang" Ron , Dumbledore, tongkat phoenix....
Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Harry." Hermione tampaknya bisa mendengar pikiran Harry. "Dengarkan aku. Ini - ini bukan bacaan yang baik-" "Yah, kau bisa bilang -"
"-tapi jangan lupa, Harry, ini tulisan Rita Skeeter." "Kau membaca surat untuk Grindelwald, kan""
"Ya, a-aku membacanya." Ia ragu-ragu, tampak kecewa, menggerak-gerakkan teh di tangannya yang dingin. "Kurasa itu yang membuatnya parah. Aku tahu Bathilda berpikir itu hanya obrolan, tapi 'Untuk manfaat yang lebih besar'
kemudian menjadi slogan Grindelwald, pembenarannya atas kekejian yang ia lakukan selanjutnya. Dan...dari hal itu...tampaknya Dumbledore memberinya ide itu. Mereka bilang 'Untuk Manfaat yang Lebih Besar' bahkan diukir di pintu masuk Nurmengard."
"Apa itu Nurmengard""
"Penjara yang dibangun Grindelwald untuk menahan lawan-lawannya. Dia sendiri berakhir disana, ketika Dumbledore menangkapnya. Bagaimanapun, meng mengerikan rasanya ternyata ide Dumbledore membantu Grindelwald berkuasa.
Tapi disisi lain, bahkan Rita tidak mengelak bahwa mereka saling mengenal selama beberapa bulan di suatu musim panas ketika mereka masih sangat muda,
dan -" "Kurasa kau mengatakannya," ucap Harry. Ia tidak ingin kemarahannya tumpah kepada Hermione, tapi sulit menjaga suaranya tetap stabil. "Kurasa kau berkata 'mereka masih muda'. Usia mereka sama dengan kita sekarang. Dan inilah kita, mempertuhkan nyawa melawan sihir hitam, dan ia disana, berkumpul dengan karib barunya, merencanakan kekuasaan mereka atas Muggle."
Kemarahannya tak perlu diragukan lagi: ia berdiri dan berjalan, berusaha menghilangkan ketegangan jiwanya.
"Aku tidak sedang mencoba membela apa yang ditulis Dumbledore," kata Hermione. "Semua sampah 'hak untuk mengatur', 'sihir adalah kekuatan' lagi-lagi. Tapi Harry, ibunya baru saja meninggal dan ia terjebak sendiri dirumah itu-"
"Sendiri" Ia tidak sendiri! Ia punya adik-adik untuk menemaninya, adik perempuannya yang Squib terkunci-"
"Aku tidak percaya," ucap Hermione. Dia juga berdiri. "Apapun yang terjadi pada gadis itu, kurasa ia bukan Squib. Dumbledore yang kita kenal tak akan pernah, tak akan membiarkan -"
"Dumbledore yang kita rasa kita kenal tidak ingin menguasai Muggle dengan kekerasan!" Harry berteriak, suaranya bergema di puncak bukit yang sepi, dan beberapa burung hitam terbang mengangkasa, berkoak dan berputar di langit yang berkilau.
"Dia berubah, Harry, dia berubah! Semudah itu! Mungkin ia percaya hal-hal tersebut ketika ia berusia 17, tapi sisa hidupnya diabdikan untuk melawan sihir hitam! Dumbledore-lah orang yang menghentikan Grindelwald, orang yang membela perlindungan Muggle dan hak-hak kelahiran Muggle, yang melawan Kau-Tahu-Siapa dari awal, dan yang meninggal dalam usaha menjatuhkannya!"
Buku Rita tergeletak terbuka di lantai antara mereka, sehingga wajah Albus Dumbledore tersenyum pada keduanya.
"Harry, maafkan aku, tapi kurasa alasan sebenarnya mengapa kau begitu marah adalah karena Dumbledore tidak pernah menceritakan sendiri hal ini kepadamu."
"Mungkin iya!" Harry berteriak, dan ia merentangkan lengannya diatas kepalanya, sulit untuk mengetahui apakah ia mencoba menahan kemarahannya
ataukah ia melindungi dirinya sendiri dari beratnya kekecewaan. "Lihat apa yang ia minta dariku, Hermione! Pertaruhkan nyawamu, Harry! Dan lagi! Dan lagi! Dan jangan harapkan aku menjelaskan semuanya, percaya saja, percaya bahwa aku tahu yang kulakukan, percayalah walaupun aku tidak mempercayaimu!
Tidak pernah kebenaran yang utuh! Tidak pernah!"
Suaranya pecah karena tegang, dan mereka berdiri saling memandang dalam keputihan alam dan kehampaan, dan Harry merasa mereka sama tidak berartinya dengan serangga di angkasa luas.
"Dia menyayangimu," Hermione berbisik. "Aku tahu dia menyayangimu."
Harry menurunkan lengannya.
"Aku tak tahu siapa yang ia sayangi, Hermione, tapi itu bukan aku. Itu bukan sayang, kekacauan yang ia tinggalkan padaku. Ia lebih memilih berbagi pemikirannya dengan Gellert Grindelwald daripada denganku."
Harry mengambil tongkat Hermione, yang ia jatuhkan di salju, dan kembali duduk di pintu masuk tenda.
"Terima ka sih atas tehnya. Akan kuselesaikan pengawasan. Masuklah agar hangat."
Hermione tampak ragu, tapi menyadari itu penolakan. Dia mengambil buku itu dan berjalan kembali ke tenda melewati Harry, sambil mengelus kepala Harry dengan tangannya. Harry menutup matanya saat Hermione menyentuhnya, dan membenci dirinya sendiri karena berharap perkataan Hermione benar: bahwa Dumbledore benarbenar menyayanginya.
Bab 19 THE SILVER DOE RUSA BETINA PERAK
Salju turun saat Hermione mengambil alih tugas untuk berjaga-jaga tengah malam. Mimpi-mimpi Harry sangat mengganggu & membuatnya bingung: Nagini menyelinap di antara mereka: awalnya melalui cincin raksasa yang sudah retak, lalu melalui karangan bunga mawar untuk Natal. Ia terbangun berulang-ulang, panik, dan sangat yakin bahwa seseorang berteriak memanggil namanya dari kejauhan, serta membayangkan angin yang menderu di sekitar tenda sebagai langkah kaki, atau suara-suara.
Akhirnya ia terbangun dalam kegelapan dan bergabung dengan Hermione yang sedang meringkuk di pintu tenda membaca Sejarah Sihir dengan bantuan cahaya dari tongkatnya. Salju masih turun dengan lebat, dan Hermione menyambut dengan senang hati usul Harry untuk berkemas dan pindah.
"Kita akan pindah ke tempat yang lebih terlindung," Hermione setuju, menggigil saat ia mengenakan sweater di atas piamanya. "Aku terus menerus berpikir bahwa aku bisa mendengar ada orang bergerak di luar. Aku bahkan mengira telah melihat seseorang, sekali atau dua kali."
Harry berhenti sejenak saat mengenakan baju tebalnya sambil melempar pandangan sekilas ke arah Sneakoscope yang hening dan tak bergerak di atas meja.
"Aku yakin aku cuma membayangkannya," sahut Hermione, terlihat gugup, "salju dalam kegelapan pasti menipu mataku ... tapi mungkin kita harus ber-Disapparate di dalam Jubah Gaib, untuk berjaga-jaga""
Setengah jam kemudian, setelah tenda selesai dikemasi, Harry mengalungkan Horcruxnya, Hermione mengepit tas manik-maniknya, mereka ber-Dissaparate.
Perasaan sesak, seperti biasa, meliputi mereka; kaki Harry berpisah dengan tanah yang bersalju, lalu terhempas keras di suatu tempat yang rasanya seperti tanah beku tertutup dedaunan.
"Dimana kita sekarang"" tanya Harry, sambil mengamati pepohonan di sekelilingnya, saat Hermione membuka tas manik-maniknya dan mengeluarkan tiang tenda.
"Hutan Dean," sahut Hermione, "aku pernah berkemah di sini sekali dengan Mum dan Dad."
Di sini salju juga menumpuk di mana-mana dengan dingin yang menusuk, tapi setidaknya mereka terlindung dari angin. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka hari itu di dalam tenda, bergelung agar hangat di sekeliling cahaya biru terang. Hermione sangat ahli membuatnya, api itu bisa diambil dan dibawa ke mana-mana dalam stoples. Harry merasa seperti dia baru saja sembuh dari penyakit berat dalam waktu yang singkat, kesan tersebut dikarenakan oleh rasa cemas Hermione. Butiran-butiran salju sore itu mulai berjatuhan ke arah mereka, bahkan tempat berlindung mereka yang baru saja dibersihkan kini sudah ditutupi oleh salju.
Setelah dua malam kurang tidur, indera Harry menjadi lebih peka dari biasanya.
Pelarian mereka dari Godric's Hollow sangat kritis sehingga membuat Voldemort rasanya lebih dekat dengan mereka, lebih mengancam. Saat kegelapan mulai menyelimuti lagi, Harry menolak tawaran Hermione untuk berganti giliran jaga dan menyuruhnya untuk tidur.
Harry memindahkan sebuah bantal tua ke mulut tenda dan duduk, mengenakan semua sweater yang ia punya, tapi masih saja menggigil kedinginan. Kegelapan
semakin terasa seiring berjalannya waktu, hingga akhirnya benar-benar tidak terlihat apa-apa. Ia sudah mau mengeluarkan Peta Perompak agar bisa melihat titik berlabel Ginny, sebelum akhirnya ingat bahwa sekarang libur Natal, dan berpikir bahwa Ginny pasti sudah pulang ke The Burrow.
Bahkan gerakan sekecil apapun nampak menjadi lebih besar oleh luasnya hutan tersebut.
Harry tahu bahwa hutan ini pasti dipenuhi oleh makhluk hidup lainnya, dan Ia sangat berharap mereka tetap diam tak bersuara, agar ia bisa membedakan langkah mereka yang merupakan makhluk hutan normal, dengan gerakan
-gerakan makhluk-makhluk lain yang mencurigakan dan terdengar berbahaya. Ia teringat suara jubah mendesir di atas dedaunan gugur beberapa tahun yang lalu, dan sejenak ia mengira mendengarnya lagi saat ini, sebelum batinnya mengguncang dirinya sendiri agar sadar. Mantra Perlindungan mereka telah bekerja selama berminggu-minggu, bagaimana mungkin mereka dapat menembusnya sekarang"
Tapi Ia tetap tidak dapat melepaskan perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda malam ini.
Beberapa kali ia tersentak, lehernya sakit karena jatuh terlelap pada posisi yang salah. Malam sudah mencapai titik tergelapnya hingga ia merasa berada di antara Disapparate dan Apparate. Ia sedang mengangkat tangan kedepan wajahnya untuk memastikan apakah ia dapat menghitung jarinya sendiri, saat sesuatu terjadi.
Seberkas cahaya keperakan terang muncul tepat di depannya, bergerak di antara pepohonan. Apapun sumbernya, cahaya itu bergerak tanpa suara.
Cahaya itu terlihat melayang dan mengarah tepat padanya.
Harry melompat berdiri, suaranya membeku di kerongkongan, dan mengangkat tongkat Hermione. Ia menyipitkan matanya saat cahaya itu bertambah menyilaukan, pepohonan di depannya menjadi gelap seperti siluet, dan cahaya itu masih saja terus mendekat...
Kemudian sumber cahaya itu keluar dari balik pohon oak. Seekor rusa betina putih keperakan, terselimuti cahaya bulan, menyilaukan, memesona, melangkah hati-hati masih tak bersuara, dan tanpa meninggalkan jejak di salju. Rusa betina itu melangkah ke arah Harry, kepalanya yang indah, dengan bulu mata yang cantik, berdiri tegak.
Harry memandang makhluk itu dengan kagum, bukan pada keanehannya, tapi karena Harry merasa seolah sudah lama mengenalnya, perasaan yang tidak dapat dijelaskan. Ia merasa seperti sudah lama menanti kedatangannya, tapi ia sudah
melupakannya, sampai saat ini datang, saat yang sebenarnya sudah mereka atur untuk bertemu. Niatnya semula untuk berteriak memanggil Hermione sudah terlupakan. Harry tahu, ia akan mempertaruhkan nyawanya pada makhluk ini, bahwa makhluk ini datang hanya padanya, pada Harry sendiri.
Mereka bertukar pandang cukup lama, kemudian rusa betina itu berbalik dan menjauh. "Tidak," sahut Harry, suaranya seperti tertahan, "Kembali!"
Tapi rusa betina itu terus saja melangkah dengan mantap di antara pepohonan, segera saja cahayanya menghilang tertutup bayangan dari pepohonan. Sejenak Harry ragu.berpikir sejenak: mungkin saja ini jebakan, pemikat, perangkap. Tapi nalurinya, naluri yang meluap-luap, mengatakan bahwa ini bukan Sihir Hitam.
Harry pun segera mengejar.
Salju berderak di bawah kaki Harry, tapi rusa itu tidak menimbulkan bunyi saat melewati pepohonan, itu karena ia tak lebih dari cahaya. Semakin jauh rusa itu menuntun Harry kedalam hutan semakin cepat pula Harry berjalan, percaya kalau rusa itu berhenti, rusa itu akan mengijinkannya untuk mendekatinya. Lalu rusa itu akan berbicara, mengatakan apa yang perlu Harry ketahui.
Akhirnya rusa itu berhenti. Ia menolehkan kepalanya yang cantik pada Harry sekali lagi, Harry berlari, sebuah pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi saat Harry membuka mulut untuk bertanya, rusa itu lenyap.
Walau kegelapan telah menelan rusa betina itu, bayang-bayang cahayanya masih jelas tercetak di selaput mata Harry, pandangannya kabur, namun menjadi terang saat ia merendahkan kelopak matanya, penglihatannya menjadi sedikit kacau. Saat ini ketakutan muncul, kehadiran rusa betina tadi menjanjikan keselamatan.
"Lumos!" ia berbisik, dan ujung tongkatnya menyala.
Jejak bayang rusa betina itu manjadi samar-samar dan menghilang sejalan dengan tiap kedipan matanya, saat Harry berdiri di sana, mencoba mendengarkan suara hutan, gemeretak ranting di kejauhan, desir salju yang terdengar lembut. Apakah ia akan diserang" Apakah rusa betina itu membawanya menuju perangkap" Ataukah hanya bayangannya saja, bahwa di luar jangkauan cahaya tongkat ada seseorang yang sedang mengawasinya"
Harry mengangkat tongkat lebih tinggi. Tak seorangpun menyerangnya, tak ada percikan cahaya hijau dari balik pepohonan. Kalau begitu, mengapa rusa betina itu menuntunnya ke tempat ini"
Sesu atu terlihat berkilauan di bawah cahaya tongkat. Harry berputar, yang dia lihat adalah sebuah kolam kecil, beku, permukaannya retak dan gelap berkilat saat Harry mengangkat tongkat lebih tinggi untuk memeriksanya.
Ia maju mendekat, lebih waspada, dan melihat ke bawah. Es memantulkan bayangan yang tak sempurna dari Harry dan kilauan cahaya tongkatnya, tapi jauh di kedalaman lapisan kerang yang tebal berwarna kelabu ada sesuatu yang lain. Berkilat, seperti salib perak yang besar...
Jantungnya berdetak kencang. Harry berlutut di sisi kolam, mengarahkan tongkatnya untuk menerangi kolam itu. Kilau merah tua ... sebuah pedang dengan batu rubi di pangkalnya ... pedang Gryffindor tergeletak di dasar kolam hutan itu.
Nyaris tak bernapas, Harry mengamatinya. Bagaimana ini bisa terjadi"
Bagaimana mungkin pedang itu bisa tergeletak di kolam hutan, sedekat ini ke tempat mereka berkemah" Apakah ada sihir tertentu yang menarik Hermione ke tempat ini, apakah rusa betina, yang ia anggap sebagai Patronus, adalah semacam penjaga kolam ini" Atau apakah pedang itu diletakkan di kolam setelah mereka tiba, tepatnya karena mereka berada di sini" Apapun alasannya, di manakah orang yang berniat memberikannya pada Harry" Harry mengarahkan lagi tongkatnya ke pepohonan dan semak-semak, mencari sosok manusia, kilatan mata, namun ia tak dapat menemukan seorangpun. Semuanya terlihat sama, sedikit rasa takut bercampur dengan rasa girangnya saat ia kembali menaruh perhatiannya pada pedang yang tergeletak di dasar kolam beku.
Harry mengacungkan tongkat pada benda keperakan itu dan bergumam, "Accio pedang."
Pedang itu tak bergeming. Seperti yang sudah diduganya. Kalau memang semudah itu, pedang itu pasti sudah tergeletak di tanah menunggu untuk dipungut, bukan di kedalaman kolam yang beku. Harry berjalan mengelilingi es, berpikir keras mengenai saat terakhir pedang itu menyerahkan diri pada Harry.
Harry saat itu berada dalam bahaya mengerikan, dan memerlukan pertolongan.
"Tolong," gumam Harry, tapi pedang itu tetap berada di dasar kolam, tak tergoyahkan, tak bergerak.
Apa maksudnya, Harry bertanya pada dirinya sendiri (sambil berjalan lagi) , yang dikatakan Dumbledore padanya saat terakhir kalinya ia memperoleh pedang itu" Hanya seorang Gryffindor sejati yang dapat menarik pedang itu keluar dari Topi. Dan apa kualitas yang menggambarkan seorang Gryffindor
sejati" Sebuah suara kecil di kepala Harry menjawabnya: keberanian, keteguhan hati, & sikap ksatria adalah hal yang membedakan seorang Gryffindor dari yang lain.
Harry berhenti berjalan, menghembuskan nafas panjang, uap napasnya buyar dengan cepat di udara beku. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Jujur saja, pikiran ini yang muncul pertama kali saat melihat pedang itu di bawah es.
Ia mengamati berkeliling lagi, tapi ia yakin sekarang bahwa tidak akan ada yang menyerangnya. Mereka punya kesempatan menyerang saat ia berjalan sendiri di hutan, mereka punya banyak kesempatan saat ia memeriksa kolam.
Satu-satunya alasan untuk menunda hanyalah karena kesempatannya sama sekali tidak tepat.
Dengan tangan gemetar Harry melepas bajunya yang berlapis-lapis. Saat ini adalah saat untuk menunjukkan sifat 'kekesatriaan', dan dengan menyesal ia pikirkan, walaupun tidak terlalu yakin, bahwa 'kekesatriaan' disini adalah termasuk tidak memanggil Hermione untuk menggantikannya.
Seekor burung hantu entah di mana ber-uhu pelan saat Harry melepas pakaiannya, membuatnya kembali memikirkan Hedwig dengan hati pedih. Dia gemetar kedinginan sekarang, giginya gemeletuk, dan dia terus melepaskan pakaiannya hingga tinggal pakaian dalamnya, kaki telanjang di tengah salju. Ia meletakkan kantong berisi tongkatnya yang patah, surat ibunya, pecahan cermin Sirius, dan Snitch tua di atas pakaiannya, lalu mengarahkan tongkat Hermione pada es.
"Diffindo." Es itu berderak dengan suara seperti peluru memecah keheningan; permukaan kolam retak dan potongan es gelap mengguncang air hingga beriak. Dugaan Harry, kolam itu tidak dalam, tapi untuk memperoleh pedang itu, ia harus menyelam.
Memikirkannya lama-lama tidak akan membuat hal tersebut makin mud
ah atau membuat air menjadi hangat. Harry melangkah ke tepi kolam, meletakkan tongkat Hermione di atas tanah, masih menyala. Lalu tanpa mencoba membayangkan rasa dingin seperti apa yang akan Ia hadapi nanti atau seperti apa dia akan gemetar, dia melompat.
Tiap lobang pori-pori tubuhnya menjerit protes; udara di paru-parunya padat membeku saat ia terbenam sampai bahu di dalam air beku. Sulit sekali bernapas; gemetar begitu hebatnya hingga air menepuk-nepuk tepi kolam, ia
merasa seperti ada mata pisau di kakinya yang kebas. Ia hanya ingin menyelam sekali.
Harry menunda saat menyelam dari detik ke detik, terengah-engah dan gemetar, hingga ia mengatakan pada diri sendiri bahwa ini harus dilakukan, mengumpulkan keberanian, dan menyelam.
Rasa dingin itu seperti siksaan; menyerang Harry seperti api. Otaknya serasa membeku saat ia menembus air yang gelap hingga ke dasar, meraba-raba dan menjangkau pedang. Jemarinya menggenggam pedang; ia menariknya.
Kemudian sesuatu mencekik lehernya. Semula ia mengira itu ganggang, walau ia tak merasa ada yang menyapunya saat ia menyelam. Ia mengangkat tangannya yang kosong untuk membebaskan diri. Itu bukan ganggang, rantai Horcrux telah mengetat dan perlahan menjerat saluran tenggorokannya.
Harry menendang kesana-kemari dengan liar, mencoba untuk kembali ke permukaan, tapi justru mendorong dirinya ke bagian berbatu karang di kolam itu. Menggelepar, kekurangan udara, ia berjuang melawan rantai yang mencekik, jemarinya yang membeku tidak berhasil melonggarkannya, dan sekarang sedikit cahaya meletup dalam benaknya, Ia akan tenggelam, tak akan ada lagi yang tersisa, tak ada yang bisa ia lakukan, dan lengan yang melingkar di dadanya pastilah Kematian ...
Tersedak dan muntah-muntah, basah kuyup dan rasa dingin yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, ia telah keluar dari air, menelungkup di salju. Dekat dengannya, seseorang terengah-engah, batuk dan berjalan terhuyung-huyung.
Hermione datang lagi, seperti saat ia datang waktu ular menyerang ... tapi suaranya tidak terdengar seperti Hermione. Suara Hermione tidak berat seperti yang Harry dengar sekarang, juga ditilik dari bobot langkahnya ...
Harry tidak punya kekuatan untuk mengangkat kepalanya dan melihat siapa penolongnya. Yang bisa dilakukannya hanya mengangkat tangannya yang gemetar ke kerongkongannya, merasakan tempat dimana liontin itu terasa mengikat erat dagingnya. Liontin itu tidak ada, seseorang sudah memotongnya.
Sebuah suara terdengar terputusputus dari atas kepalanya.
"Apa-kau-gila"" Terkejut mendengar suara itu agaknya memberi Harry kekuatan untuk bangkit. Gemetar hebat, ia sempoyongan berdiri. Berdiri di hadapannya Ron, berpakaian lengkap tapi basah
kuyup, rambutnya melekat rapat di wajahnya, pedang Gryffindor di satu tangan dan Horcrux berjuntai dari rantainya di tangan yang satu. "Kenapa juga," Ron masih terengah, memegang Horcrux yang berayun di rantainya yang
sudah pendek, "kau tadi tidak melepas ini dulu sebelum menyelam"" Harry tidak menjawab. Rusa betina perak itu sama sekali tidak ada artinya dibandingkan dengan kemunculan Ron, ia tidak bisa percaya ini. Gemetar karena kedinginan, ia mengambil tumpukan baju yang masih tergeletak di tepi air dan mulai memakainya. Saat ia mengenakan sweater demi sweater dari kepalanya, Ia memandang Ron, setengah
mengharapkan ia lenyap tiap kali Ron tak terpandang olehnya, tapi Ron benarbenar ada, ia baru saja menyelam ke dalam kolam, dia baru saja menyelamatkan hidup Harry. "K-kau"" akhirnya Harry menyahut, giginya gemeletuk, suaranya lebih lemah
dibandingkan biasanya. "Well, yeah," sahut Ron, nampak canggung.
"K-kau yang merapal rusa betina itu""
"Apa" Tidak, tentu saja bukan. Kukira itu kau!"
"Patronusku rusa jantan."
"Oh ya. Sudah kukira berbeda. Tidak ada tanduknya."
Harry menyimpan kantong Hagrid seperti semula melingkari lehernya, memakai sweater terakhir, membungkuk untuk memungut tongkat Hermione, dan memandang Ron lagi. "Bagaimana kau bisa ke sini""
Jelas-jelas Ron berharap masalah ini akan ditanyakan lain waktu, atau tidak sama sekali
"Well, aku-kau tahu-aku kembali. Kalau-" Ron member
sihkan tenggorokannya, "Kau tahu. Kalau kau masih menginginkanku."
Sunyi sejenak. Masalah tentang perginya Ron seperti menimbulkan kekakuan di antara
mereka. Tapi dia di sini. Dia sudah kembali. Dan dia sudah menyelamatkan hidup Harry. Ron memandang tangannya. Sejenak dia terkejut melihat apa yang sedang dia pegang.
"Oh, yeah; aku mengeluarkannya," sahutnya, percakapan yang tidak perlu
sebenarnya, mengangkat pedang itu agar bisa diamati Harry. "Ini yang menyebabkan kau melompat ke dalam kolam, kan""
"Yeah," sahut Harry. "Tapi aku tidak paham. Bagaimana bisa kau sampai ke sini" Bagaimana kau bisa menemukan kami""
"Ceritanya panjang," sahut Ron, "Aku sudah mencarimu hingga berjam-jam, ini hutan yang besar kan" Dan baru saja aku mengira aku harus menginap di bawah pohon dan menunggu pagi, sampai aku lihat ada seekor rusa lewat, dan kau mengikutinya." "Kau tidak melihat orang lain"" "Tidak," sahut Ron, "Aku-"
Tapi dia ragu, memandang dua pohon yang tumbuh berdekatan, beberapa yard jauhnya. "-Aku mengira aku melihat sesuatu yang bergerak disana, tetapi aku sedang berlari ke kolam pada saat itu karena kau sudah masuk ke kolam,dan untuk beberapa saat kau tak
keluar-keluar, jadi aku tidak jadi, hey-" Harry sudah bergegas ke tempat yang dimaksud Ron. Dua pohon oak itu tumbuh berdekatan; ada celah beberapa inci setinggi mata, ideal untuk mengamati dan tidak terlihat. Tanah di sekitar akar bebas dari salju dan Harry tidak melihat ada jejak kaki. Ia kembali ke tempat di mana Ron menunggu, masih memegang pedang dan Horcrux.
"Ada sesuatu"" tanya Ron.
"Tidak," ujar Harry.
"Jadi bagaimana pedang itu bisa ada di dalam kolam""
"Siapapun yang merapal Patronus pastilah telah menaruhnya di sana."
Mereka memandangi pedang perak berhias itu, gagangnya yang bertatahkan rubi berkilat
di bawah cahaya tongkat Hermione.
"Kau pikir ini asli"" tanya Ron.
"Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya kan"" sahut Harry.
Horcrux itu masih berayun di tangan Ron. Liontin itu berkedut sedikit. Harry tahu bahwa
sesuatu di dalamnya mulai gelisah lagi. Benda itu merasakan kehadiran pedang Gryffindor dan sudah mencoba membunuh Harry agar Harry tidak bisa memiliki pedang itu lagi. Sekarang bukan waktunya untuk diskusi panjang lebar; sekarang adalah waktu yang tepat untuk menghancurkan liontin itu untuk selamanya.
Harry melihat berkeliling, memegang tongkat Hermione tinggi-tinggi, dan melihat suatu tempat: sebuah batu rata terletak di bawah bayangan pohon sycamore.
"Di sini," sahutnya dan berjalan mendahului, membersihkan salju dari permukaan batu itu dan memegang Horcruxnya. Saat Ron menawarkan pedang, Harry malah menggelengkan kepala.
"Kau yang melakukannya."
"Aku"" Ron nampak terkejut, "Kenapa""
"Karena kau yang mengeluarkan pedang itu dari kolam. Kukira itu artinya kau yang berhak."
Harry tidak sedang mencoba bermurah hati. Sama yakinnya saat dia tahu bahwa rusa betina itu tidak berbahaya, begitu pula dia yakin bahwa Ron-lah seorang yang akan mengayunkan pedang tersebut. Paling tidak Dumbledore telah mengajarkan Harry tentang jenis sihir tertentu, mengenai kekuatan yang tak terhingga untuk kondisi tertentu.
"Aku akan membukanya," sahut Harry, "dan kau akan menyabetnya saat itu juga, OK" Karena apapun yang ada di dalamnya pasti akan melawan. Bagian dari diri Riddle di dalam diary sudah pernah mencoba membunuhku."
"Bagaimana kau membukanya"" tanya Ron, nampak ketakutan.
"Aku akan memintanya untuk membuka, menggunakan Parseltongue." sahut Harry. Jawabannya seperti sudah ada di bibir, seolah-olah dia memang sudah mengetahuinya, mungkin pertemuannya dengan Nagini telah membuatnya menyadari hal tersebut. Ia memandang huruf S yang meliuk-liuk seperti ular bertatahkan batu hijau gemerlap; mudah sekali membayangkannya sebagai ular kecil melingkar di batu yang dingin.
"Jangan!" sahut Ron, "Jangan buka! Aku serius!"
"Kenapa tidak!" tanya Harry. "Mari kita singkirkan benda terkutuk ini, sudah berbulanbulan-" "Aku tak bisa, Harry, aku serius-kau saja-" "Tapi kenapa""
"Karena benda itu buruk akibatnya untukku!" sahut Ron, mundur dari liontin di atas batu. "Aku tak dapat mengua
sainya! Aku bukannya sedang mengarang-ngarang alasan, Harry, tapi benda itu mempengaruhiku lebih buruk daripada ia mempengaruhimu atau Hermione, benda itu membuatku berpikir macam-macam, hal yang benar-benar sedang kupikirkan, tapi benda itu membuatku menjadi berpikiran buruk, aku tak dapat
menerangkannya, jika aku melepaskannya aku akan dapat berpikir jernih lagi, aku-aku
tak bisa, Harry!" Ia mundur, pedang terseret di sisinya, sambil menggelengkan kepalanya."Kau bisa," sahut Harry, "Kau bisa. Kau yang mendapat pedang itu, aku tahu kau yang seharusnya menggunakannya. Kumohon, gunakan pedang itu dan singkirkan benda ini, Ron."
Mendengar namanya disebut, Ron seperti mendapat dorongan. Ia menelan ludah, menarik napas panjang lewat hidungnya yang juga panjang, ia mendekati batu "Beritahu aku saatnya," sahut Ron parau.
"Pada hitungan ketiga," sahut Harry, memandang kembali liontin itu, menyipitkan matanya, berkonsentrasi pada huruf S, membayangkan seekor ular, sementara isi liontin
itu bergemeletuk seperti kecoa terperangkap. Akan sangat mudah untuk mengasihaninya, kalau saja leher Harry tak hangus karena cekikannya tadi. "Satu ... dua ... tiga ... buka."
Kata terakhir keluar sebagai desisan dan geraman, jendela keemasan liontin keemasan itu
terbuka lebar dengan suara klik.
Di kedua jendela kaca masing-masing ada mata yang hidup, gelap dan tampan seperti
mata Tom Riddle sebelum mata itu berubah merah dan pupilnya terbelah.
"Tebas Sekarang," sahut Harry, memegangi liontin dengan kuat di atas batu.
Ron mengangkat pedang dengan tangan gemetar, ujungnya yang tajam memantulkan
bayangan mata tersebut, dan Harry mencengkeram liontin itu kuat-kuat, menyiapkan diri
dan sudah membayangkan darah tertumpah dari jendela kaca yang kosong.
Tapi kemudian sebuah suara mendesis keluar dari Horcrux itu.
"Aku sudah melihat isi hatimu, dan itu milikku."
"Jangan dengarkan!" kata Harry, keras, "Sabet dia!"
"Aku telah melihat mimpi-mimpimu, Ronald Weasley, dan aku sudah melihat ketakutanmu. Semua yang kau inginkan bisa terkabul, tapi rasa takutmu juga bisa
terkabul. "Sabet!" teriak Harry, suaranya bergaung di pepohonan sekeliling, mata pedang bergetar, dan Ron memandang pada mata Riddle.
"Paling tidak dicintai, oleh ibu yang menginginkan anak perempuan ... paling tidak dicintai oleh gadis yang lebih memilih temanmu ... selalu nomer dua, selalu berada dibawah bayang-bayang ..."
"Ron, sabet sekarang!" Harry berteriak; ia dapat merasakan liontin itu bergetar dalam genggamannya, dan ia takut pada apa yang akan muncul dari dalamnya. Ron masih mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, dan saat ia melakukan itu, mata Riddle berkilat merah.
Dari dua sisi liontin yang terbuka, dari kedua mata, muncul dua gelembung aneh, kepala Harry dan kepala Hermione, wajah mereka tak keruan.
Ron berteriak terkejut dan mundur saat sosok-sosok itu muncul dari liontin,
mulanya dada, pinggang, kaki, sampai sosok-sosok itu berdiri di atas liontin, berdampingan seperti pohon dengan akar yang sama, bergoyang melampaui Ron, dan Harry yang asli sudah melepas jemarinya dari liontin, sekarang memutih karena panasnya.
"Ron!" Harry berteriak, tapi Riddle-Harry sekarang berbicara dengan suara Voldemort, dan Ron menatap, terpesona pada wajahnya.
"Kenapa kembali" Kami lebih baik tanpamu, lebih bahagia tanpamu, senang akan ketidakhadiranmu ... kami menertawakan kebodohanmu, kepengecutanmu, kesombonganmu-"
"Kesombongan," suara menggema dari Riddle-Hermione, jauh lebih cantik tapi lebih mengerikan dari Hermione asli; ia bergoyang, berbicara dekat Ron, yang terlihat ngeri dan terpaku, pedang terjuntai di sampingnya. "Siapa yang mau melihatmu,siapa yang akan memperhatikanmu, di samping Harry Potter" Apa yang sudah pernah kamu lakukan, dibanding dengan Yang Terpilih" Siapa kau, dibandingkan dengan Anak Yang Bertahan Hidup""
"Ron, sabet dia, SABET DIA!" Harry berteriak, tapi Ron tidak bergerak, matanya melebar, Riddle-Harry dan Riddle-Hermione tercermin dari matanya, rambut mereka berseliweran seperti nyala api, mata mereka memerah, suara mereka bersatu dalam duet yang keji.
"Ibumu mengakui," sering
ai Riddle-Harry sementara Riddle-Hermione mencemooh, "Ibumu lebih suka memilihku sebagai anaknya daripada kau, akan sangat gembira dengan pertukaran itu ..."
"Siapa yang akan memilihmu" Wanita mana yang akan memilihmu" Kau sama sekali tak ada apa-apanya dibandingkan dengan dia," suara Riddle-Hermione merayu, dan dia melilit seperti ular, merapat pada Riddle-Harry, memeluknya erat dan bibir mereka bersatu.
Di depan mereka, wajah Ron penuh amarah, ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, tangannya gemetar. "Lakukan, Ron!" Harry berteriak.
Ron memandang Harry, matanya meninggalkan jejak memerah. "Ron-"
Pedang itu berkelebat, terlempar; Harry melempar dirinya, suara logam berbenturan dan jeritan panjang mengerikan. Harry berputar, terpeleset di
salju, bersiaga dengan tongkat untuk membela diri, tapi tak ada apapun.
Versi yang dahsyat dari dirinya dan Hermione sudah tak ada; hanya Ron, berdiri dengan pedang terpegang kendur, melihat pada bekas-bekas liontin di atas batu.
Perlahan Harry berjalan mendekatinya, tak tahu harus berkata apa atau harus berbuat bagaimana. Ron bernafas dengan berat, matanya tidak lagi berwarna merah sama sekali, tapi mata biru normalnya terlihat basah.
Harry berhenti, bersikap seolah-olah Ia tidak ada, dan mengambil Horcrux yang rusak tersebut. Ron telah menghancurkan kaca tersebut: mata Riddle telah hilang, dan noda di liontin tersebut mengeluarkan asap tipis. Sesuatu yang hidup dalam Horcrux itu sudah lenyap; menyiksa Ron adalah hal yang terakhir dilakukannya.
Pedang berkelontang saat Ron menjatuhkannya. Ron jatuh berlutut, tangannya di kepala. Ia gemetar, tetapi Harry sadar, bukan karena kedinginan. Harry menjejalkan liontin rusak itu ke dalam sakunya, berlutut di samping Ron, menempatkan sebelah tangan hati-hati di bahu Ron. Ron tidak menepisnya.
"Setelah kau pergi," Harry berkata dalam suara rendah, bersyukur bahwa wajah Ron tersembunyi, "Hermione menangis terus selama seminggu. Mungkin lebih, hanya dia tak ingin aku tahu. Malam-malam di mana kami sama sekali tak berbicara. Karena kepergianmu ..."
Harry tak dapat menyelesaikannya. Ron sudah ada di sini lagi, Harry menyadari bahwa ketidakhadirannya berakibat banyak bagi mereka.
"Dia sudah seperti saudara," Harry meneruskan, "Aku menyayanginya seperti saudara dan kuperhitungkan perasaannya sama padaku. Selalu begitu. Kukira kau juga tahu."
Ron tidak menjawab tapi memalingkan muka dari Harry, dan membersit hidungnya dengan lengan baju. Harry berdiri dan menuju tempat ransel Ron tergeletak, beberapa yard jauhnya, terlempar saat Ron berlari ke kolam untuk menyelamatkan Harry agar tidak tenggelam. Harry mengangkatnya di pundak dan kembali pada Ron. Ron berusaha bangkit saat Harry mendekat, matanya merah karena lelah tetapi sekarang sudah kembali tenang.
"Maafkan aku," suaranya parau, "Aku menyesal sudah pergi. Aku tahu aku-akuRon melihat sekeliling di kegelapan, berharap muncul kata yang cukup mengerikan akan menyambarnya.
"Kau sudah membayarnya malam ini," sahut Harry, "Mendapatkan pedang. Menghancurkan Horcrux. Menyelamatkan hidupku."
"Itu membuatku terdengar lebih 'cool' dari biasanya," Ron berkomat-kamit.
"Hal-hal seperti itu kedengarannya selalu lebih keren dari kenyataan," sahut Harry, "Aku
sudah mencoba untuk mengatakannya padamu selama bertahun-tahun ini."
Secara bersamaan mereka mendekat dan saling merangkul. Harry mencengkeram
punggung jaket Ron yang masih basah.
"Dan sekarang," sahut Harry ketika mereka sudah melepaskan rangkulan, "yang harus kita lakukan adalah menemukan tenda."
Tapi itu tidak susah. Walau perjalanan menembus hutan yang gelap bersama rusa betina nampak jauh, tapi dengan Ron di sisinya, perjalanan kembali secara mengejutkan, hanya sebentar. Harry tidak bisa menunggu untuk membangunkan Hermione, dengan rasa gembira ia memasuki tenda, Ron melambat di belakangnya.
Rasanya hangat setelah suasana di kolam, di hutan, penerangan di tenda hanya cahaya
bluebell masih bersinar di mangkuk di lantai. Hermione masih tertidur lelap, meringkuk di bawah selimut dan tidak bergerak sampai Harry berulang kali menyebut namanya."Hermione."Ia ber
gerak, lalu secepat kilat duduk, merapikan rambut di wajahnya."Ada apa" Harry" Kau tak apa-apa"""Semua baik-baik saja.
Lebih dari baik. Hebat malah. Ada seseorang di sini."
"Apa yang kau maksud" Siapa-"
Ia melihat Ron, yang berdiri memegang pedang, air menetes di karpet usang. Harry
mundur ke sudut, menurunkan ransel Ron dan berusaha membuat dirinya nyaman di dalam tenda.
Hermione meluncur turun dari tempat tidurnya dan bergerak seperti orang yang berjalan dalam tidur menuju Ron, matanya menuju pada wajah pucat Ron. Ia berhenti tepat di depan Ron, bibirnya sudah membuka, matanya melebar. Senyum Ron lemah, berharap,
dan tangannya sudah terangkat.
Hermione langsung maju dan memukuli setiap inci tubuh Ron yang mungkin ia raih.
"Ouch-ow-gerroff*! Apa-" Hermione-ow!"
Kau-benar-benar-menyebalkan-Ronald-Weasley!"
Ia menandai tiap kata dengan pukulan. Ron mundur, melindungi kepalanya saat Hermione maju.
"Kau-merangkak-kembali-ke sini-setelah-berminggu-minggu-oh, mana tongkatku"" Hermione terlihat maju untuk merebut tongkatnya dari tangan Harry, dan Harry bertindak
naluriah. "Protego!" Pelindung kasat mata muncul di antara Ron dan Hermione; kekuatannya membuat Hermione terpantul mundur hingga ke lantai. Sambil mengeluarkan rambut yang masuk ke mulutnya, Hermione maju lagi.
"Hermione," sahut Harry, "Tenang-"
"Aku tidak akan tenang!" ia berteriak. Harry belum pernah melihatnya kehilangan kendali seperti ini, seperti orang yang kesurupan. "Kembalikan tongkatku! Kembalikan!" "Hermione, tolong-"
"Jangan katakan padaku apa yang seharusnya kulakukan, Harry Potter!" Hermione
melengking, "Jangan berani-berani! Kembalikan sekarang! Dan KAU!"
Ia menunjuk Ron, menuduh dengan mengerikan; suaranya seperti laki-laki, dan Harry tidak bisa menyalahkan Ron karena mundur beberapa langkah."Aku mengejarmu! Aku memanggilmu! Aku memohon agar kau kembali!""Aku tahu,"
sahut Ron, "Hermione, aku menyesal. Aku sungguh-""Oh, kau menyesal!"Hermione tertawa, nada suaranya tinggi, tidak terkendali. Ron melihat Harry minta
tolong, tapi Harry cuma nyengir tak berdaya.
"Kau kembali setelah berminggu-minggu-berminggu-minggu-dan kau pikir semua akan beres hanya dengan kata-kata maaf darimu""
"Apa lagi yang bisa kukatakan"" teriak Ron, dan Harry senang melihat Ron membalas.
"Oh, aku tak tahu!" pekik Hermione dengan kasar. "Gunakan otakmu, Ron, itu hanya perlu waktu beberapa detik-"
"Hermione," sela Harry, "dia baru saja menyelamatkan-"
"Aku tak peduli," teriak Hermione, "aku tak peduli apa yang ia perbuat!
Bermingguminggu, kita bisa saja mati saat itu-"
"Aku tahu kalian tidak mati!" teriak Ron, menenggelamkan suara Hermione untuk pertama kalinya, mendekat sebisanya dengan adanya Mantra Pelindung di antara mereka. "Harry selalu ada di Prophet, di radio, mereka mencarimu di mana-mana, semua kabar burung dan cerita gila, aku tahu aku akan dengar langsung kalau kau mati, kau tak tahu seperti apa-"
"Memangnya seperti apa menurutmu""
Suara Hermione sekarang sangat melengking sampai-sampai mungkin hanya kelelawar yang bisa mendengarnya, tapi dia sudah mencapai batas kemarahan sehingga untuk sementara tak bisa bicara apa-apa, Ron memanfaatkan
kesempatan itu. "Aku sudah akan kembali pada saat aku ber-Disapparate, tapi aku bersinggungan dengan segerombolan Penjambret, Snatchers, Hermione, sehingga tidak bisa ke mana-mana."
"Segerombolan apa"" tanya Harry, dan Hermione melempar diri ke kursi dengan tangan dan kaki terlipat sangat rapat seperti tidak akan dibuka bertahuntahun.
"Penjambret, Snatchers," sahut Ron, "Mereka ada di mana-mana, gerombolan yang mencari emas dengan menyerahkan Muggle-Born atau Darah Pengkhianat, ada hadiah dari Kementrian bila berhasil menangkap mereka.
Aku sendirian, terlihat usia anak sekolah, mereka kegirangan mengira aku Muggle-Born yang sedang sembunyi. Aku harus bergerak cepat atau diseret ke Kementrian."
"Apa yang kau bilang pada mereka""
"Aku mengaku sebagai Stan Shunpike. Orang pertama yang kuingat." "Dan mereka percaya""
"Mereka tidak terlalu pintar. Aku bahkan sangat yakin kalau salah satu dari mereka merupakan setengah-Troll, Dari baunya..."
Ron melirik Hermione, sangat berharap kalau-kalau Hermione melunak dengan adanya lelucon itu, tetapi ekspresi Hermione tetap terlihat mengerikan.
"Mereka kemudian meributkan apakah aku Stan atau bukan. Sangat menyedihkan memang, tapi jujur saja, mereka berlima sedangkan aku sendiri, mereka merebut tongkatku. Lalu dua di antara mereka berkelahi, dan saat perhatian teralih, aku memukul salah seorang dari mereka yang memegangiku, merebut tongkatnya, Melucuti yang memegang tongkatku, dan ber-Disapparate.
Aku tidak melakukannya dengan baik, Splinch lagi-" Ron mengangkat tangan kanannya, memperlihatkan dua kukunya yang hilang; Hermione mengangkat alisnya dingin, "-dan aku muncul bermil-mil jauhnya dari tempat asal. Saat aku kembali ke tepian sungai itu ... kalian sudah pergi."
"Cerita yang mengesankan," sahut Hermione, dengan suara angkuh yang dipakainya kalau dia bermaksud melukai perasaan seseorang, "Kau pasti sangat ketakutan. Sementara itu kami pergi ke Godric's Hollow, dan sebentar, apa yang terjadi, Harry" Oh ya, ularnya Kau-Tahu-Siapa muncul, hampir membunuh kami berdua, Kau-Tahu-Siapa sendiri muncul dan nyaris menangkap kami, tapi
luput hanya dalam hitungan detik."
"Apa"" sahut Ron, melongo pada Hermione, lalu pada Harry, tapi Hermione mengacuhkannya. "Bayangkan, kehilangan kuku, Harry! Penderitaan kita tidak bisa dibandingkan dengannya, kan"" "Hermione," sahut Harry pelan, "Ron baru saja menyelamatkanku." Namun kelihatannya Hermione tidak mendengarkan.
"Satu hal yang ingin kuketahui," sahut Hermione memusatkan mata pada satu kaki di atas kepala Ron, "Bagaimana bisa kau menemukan kami malam ini" Ini penting. Kalau kita tahu penyebabnya, kita bisa memastikan agar kita tidak lagi dikunjungi oleh orang yang tidak kita inginkan."
Ron memandangi Hermione, menarik benda kecil perak dari saku jeansnya.
"Ini." Hermione terpaksa memandang Ron agar bisa melihat apa yang ditunjukkannya. "Deluminator"" ia bertanya, sangat terkejut sehingga lupa bersikap dingin dan kejam.
"Benda itu bukan hanya untuk mematikan dan menyalakan lampu saja," sahut Ron, "aku tidak tahu bagaimana cara kerjanya, atau mengapa berfungsi pada saat itu sedang pada saat lain tidak, karena aku sudah ingin kembali dari saat aku pergi. Tapi aku sedang mendengarkan radio Natal pagi sekali, dan aku dengar ... aku dengar kau."
Ron memandang Hermione. "Kau mendengarkan aku di radio"" Hermione meragukan.
Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak. Aku mendengar suaramu keluar dari saku. Suaramu," ia mengangkat Deluminator itu lagi, "keluar dari sini." "Dan aku mengatakan apa"" tanya Hermione, suaranya setengah tak percaya setengah ingin tahu. "Namaku. 'Ron'. Dan kau mengatakan ... sesuatu tentang tongkat..."
Wajah Hermione merah padam. Harry teringat: itu saat nama Ron pertama kali disebut oleh mereka berdua sejak Ron pergi; Hermione menyebut
namanya saat mereka membicarakan tentang memperbaiki tongkat Harry.
"Jadi aku mengambilnya," Ron meneruskan, memandang Deluminator itu, " dan benda itu tidak nampak berbeda, atau jadi apa 'gitu, tapi aku yakin aku mendengarnya. Jadi aku menekannya. Dan ada cahaya keluar di kamarku, tapi ada cahaya lain muncul tepat di luar jendela."
Ron mengangkat tangannya yang kosong, menunjuk sesuatu di depannya, matanya terfokus pada sesuatu yang baik Harry maupun Hermione tidak dapat melihatnya.
"Seperti bola cahaya, berdenyut, biru, seperti cahaya di sekitar Portkey, kau tahu"" "Yeah," sahut Harry dan Hermione berbarengan, otomatis.
"Aku tahu itu," sahut Ron, "mengambil barang-barangku, mengemasnya di ransel dan keluar ke kebun."
"Bola kecil cahaya itu melayang di sana, menungguku, saat aku keluar, bola cahaya itu berputar sedikit, dan aku mengikutinya ke belakang gudang, lalu ...
lalu, well ... ia masuk ke dalam diriku."
"Maaf"' sahut Harry, jelas dia tidak mendengar baik-baik.
"Seperti mengapung ke arahku," jelas Ron dengan telunjuknya, "langsung ke dadaku, dan kemudian dia masuk. Di sini," Ron menyentuh titik dekat jantungnya.
"Aku bisa merasakannya, panas. Dan sekali ia masuk, aku tahu apa yang seharusnya kulakukan, aku tahu ke mana bola cahaya itu menuntunku. Jadi aku be
r-Disapparate, muncul di sisi bukit. Salju di mana-mana ..."
"Tadinya kami di sana," jelas Harry. "Kami dua hari di sana, dan di malam kedua aku terus berpikir seseorang mondar-mandir di kegelapan dan memanggil-manggil."
"Yeah, well, mungkin saja itu aku," ujar Ron. "Mantra Perlindunganmu bekerja baik, karena aku tidak dapat melihat kalian, tidak dapat mendengar kalian.
Aku yakin kalian ada di sekeliling, jadi aku berlindung di kantong tidurku dan menunggu kalian muncul. Kukira kalian akan muncul saat mengemas tenda."
"Sebetulnya tidak," sahut Hermione, "Kami ber-Disapparate di bawah Jubah Gaib sebagai tindakan pengaman. Dan kami pergi pagi sekali, karena seperti kata Harry, kami mendengar seseorang mondar-mandir."
"Well, aku tinggal di bukit itu seharian," sahut Ron, "aku terus berharap kalian
muncul. Waktu hari semakin gelap aku tahu aku sudah kehilangan kalian, jadi aku pencet Deluminator lagi, cahaya biru keluar dan masuk ke dalam diriku, lalu aku ber-Disapparate dan tiba di sini di antara pepohonan. Aku tetap tidak bisa melihat kalian jadi aku berharap satu dari kalian memperlihatkan diri akhirnyaternyata Harry. Well, sebenarnya aku melihat rusa betina itu dulu."
"Kau melihat apa"" tanya Hermione tajam.
Mereka menjelaskan apa yang terjadi, dan saat cerita sampai pada rusa betina perak dan pedang dalam kolam, Hermione mengerutkan kening pada yang satu lalu pada yang lainnya, berkonsentrasi sampai lupa pada kakinya.
"Tapi itu pasti Patronus!" sahut Hermione. "Tidakkah kau bisa melihat perapal mantranya" Tidakkah kau melihat seseorang" Dan rusa betina itu menuntunmu pada pedang! Aku tidak percaya. Lalu""
Ron menjelaskan bagaimana ia melihat Harry melompat ke dalam kolam dan ia menunggu Harry muncul; tapi ia lalu menyadari pasti ada sesuatu yang salah, menyelam dan menolong Harry, lalu kembali pada pedang. Cerita Ron sampai pada saat mereka membuka liontin, lalu Ron ragu, tapi Harry memotongnya.
"-dan Ron menikamnya dengan pedang."
"Dan ...selesai" Begitu saja"" Hermione berbisik.
"Well, liontinnya-menjerit," sahut Harry, setengah melirik pada Ron. "Ini."
Ia melempar liontinnya ke pangkuan Hermione; Hermione memungutnya dan memeriksa jendelanya yang sudah rusak.
Memutuskan akhirnya situasi aman, Harry mencabut Mantra Pelindung dengan satu lambaian tongkat Hermione dan menoleh pada Ron.
"Tadi kau bilang kau melarikan diri dari para Snatchers itu dengan tongkat cadangan"" "Apa"" tanya Ron yang sedang mengamati Hermione memeriksa leontin. "Oh-oh, iya."
Ron menarik salah satu gesper dari ranselnya dan menarik sebuah tongkat gelap dan pendek dari salah satu sakunya. "Ini. Kubayangkan, berguna juga kalau punya cadangan."
"Kau benar," sahut Harry, mengulurkan tangan, "Punyaku patah."
"Kau bercanda," sahut Ron, tapi saat itu Hermione berdiri, dan Ron nampak memprihatinkan lagi.
Hermione menyimpan Horcrux yang sudah dikalahkan itu dalam tas manik-maniknya, lalu memanjat kembali ke tempat tidurnya, meringkuk tanpa kata.
Ron memberikan tongkat itu pada Harry.
"Yang terbaik yang bisa kau harapkan, kukira." gumam Harry.
"Yeah," sahut Ron. "Tidak mungkin lebih buruk lagi. Ingat burung-burung yang ia ciptakan untukku""
"Aku belum melupakannya," suara Hermione di bawah selimutnya, tapi Harry melihat senyum tipis Ron saat ia menarik piama merah marunnya dari ransel.
Bab 20 Xenophilius Lovegood* Harry tidak mengharapkan kemarahan Hermione mereda setelah malam hari dan oleh karena itu tidak heran bahwa dia terlihat kotor dan lebih banyak diam pada keesokan paginya. Ron menanggapinya dengan menampakkan tanda kesedihan yang tak biasanya dengan penyesalan yang dalam dari sikap Hermione. Kenyataannya, ketika mereka bertiga bersama, Harry merasa seperti satu-satunya bukan pelayat yang menghadiri pemakaman. Namun selama beberapa waktu itu, Ron menghabiskan waktu bersama Harry (mengambil air dan mencari jamur muda). Ia menjadi begitu riang.
Seseorang telah membantu kita," dia tetap berkata, "Seseorang mengirim rusa betina itu, Seseorang yang ada di pihak kita, Satu Horcrux hancur, kawan!"
Terdorong oleh kehancuran liontin, mereka kemudian me
mbahas kemungkinan lokasi dari Horcrux-Horcrux lainnya meskipun mereka telah sering mendiskusikan hal itu sebelumnya. Harry merasa optimis, yakin bahwa terobosan-terobosan berikutnya akan mengikuti sukses ini. Kedongkolan Hermione tidak dapat merusak semangat besarnya; nasib baik mereka yang
datang tiba-tiba, kemunculan dari rusa betina yang misterius, kembalinya pedang Gryffindor, dan di atas semua itu, kembalinya Ron membuat Harry sangat senang, yang menyebabkan cukup sulit untuk membuatnya tidak tersenyum.
Di sore hari, dia dan Ron menghindari kemarahan Hermione yang muncul kembali dan di bawah kepura-puraan menjelajah pagar tanaman untuk mencari buah beri hitam khayalan, mereka melanjutkan pertukaran berita yang telah terjadi.
Harry akhirnya dapat menceritakan kepada Ron keseluruhan perjalanannya dan Hermione yang bermacammacam hingga apa yang terjadi di Godric's Hollows; Ron bercerita tentang semua yang dia ketahui tentang dunia sihir selama minggu-minggu kepergiannya.
"... dan bagaimana kau tahu tentang yang Tabu"" dia bertanya kepada Harry setelah menjelaskan banyaknya usaha yang mengecewakan dari para kelahiran Muggle untuk menghindari Kementerian."
"Yang apa""
"Kau dan Hermione harus berhenti mengucapkan nama Kau-Tahu-Siapa!"
"Oh, yeah, Baiklah, itu cuma sesuatu yang telah menjadi kebiasaan buruk kami, "jelas Harry. "Tapi aku tidak punya masalah untuk menyebut dia V-"
"Tidak!" raung Ron, menyebabkan Harry melompat ke pagar dan Hermione (hidungnya terkubur ke dalam buku di pintu masuk tenda) memandang marah kepada mereka. "Maaf," kata Ron, menarik Harry keluar dari semak berduri,
"tapi namanya membawa nasib buruk, Harry, itu cara bagaimana mereka menemukan orang! Menggunakan namanya dapat mematahkan perlindungan, ini menyebabkan suatu bentuk dari sihir terlarang - ini bagaimana mereka menemukan kita dijalan Tottenham Court!"
"Karena kita menggunakan nama-nya""
"Benar! Kau harus memberikan mereka pujian, ini masuk akal. Hanya orang yang serius melawannya, seperti Dumbledore, yang benar-benar berani menggunakannya. Sekarang mereka mengganggap itu Tabu, siapapun yang mengatakannya dapat dilacak - cara cepat-dan-mudah untuk menemukan anggota Orde! Mereka hampir menangkap Kingsley
"Kau bercanda""
"Yeah, selusin Death Eaters menyudutkannya, Bill bilang ia melawan mereka semua untuk melarikan diri. Dia sedang dalam pelarian sekarang, seperti kita,"
Ron menggaruk dagunya dengan ujung tongkatnya sambil berpikir. "Kau tidak memperhitungkan Kingsley dapat mengirimkan rusa betina itu""
"Patronusnya lynx**, kita melihatnya di pernikahan, ingat"" "Oh, ya..."
Mereka melangkah lebih jauh sepanjang pagar, menjauh dari tenda dan Hermione. "Harry.. kau tidak memperhitungkan kalau ini mungkin Dumbledore"" "Dumbledore apa""
Ron terlihat sedikit malu, tapi berkata dalam suara rendah, "Dumbledore...
rusa betina" Maksudku," Ron menatap Harry dari sudut matanya, "Dia punya pedang yang asli, 'kan""
Harry tidak menertawakan Ron, karena dia sangat paham keinginan di balik pertanyaan itu. Ide bahwa Dumbledore telah mengatur untuk kembali kepada mereka, bahwa ia sedang memperhatikan mereka, akan sangat tidak nyaman.
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dumbledore telah meninggal," kata Harry. "Aku melihat hal itu terjadi, aku melihat jenazahnya. Dia sudah pasti pergi. Lagipula, Patronusnya adalah phoenix, bukan rusa betina."
"Patronus bisa berubah, kan"" kata Ron, "Punya Tonks berubah, kan""
"Yeah, tapi jika Dumbledore masih hidup, kenapa dia tidak menunjukkan dirinya" Kenapa dia tidak memberikan langsung pedangnya""
"Untuk mencariku," jawab Ron. "Alasan yang sama dia tidak memberikannya padamu ketika masih hidup" Alasan yang sama mengapa dia meninggalkan untukmu sebuah Snitch tua dan buku dongeng anak kecil untuk Hermione""
"Yang merupakan apa"" tanya Harry, yang berputar untuk melihat Ron dengan wajah putus asa untuk menjawab
"Aku tak tahu," kata Ron. "Kadang-kadang aku berpikir, ketika aku sedikit putus asa, dia sedang tertawa atau - atau dia hanya ingin membuat ini sedikit sulit, Tapi aku tidak berpikir begitu lagi, tidak lagi. Dia tahu a
pa yang dia lakukan ketika dia memberikan aku Deluminator, kan" Dia - yah," telinga Ron berubah merah dan ia menjadi asyik dengan sejumput rumput di kakinya, yang ia sodok dengan ujung kakinya, "Dia pasti tahu, aku akan meninggalkanmu."
"Tidak," Harry mengoreksinya. "Dia pasti tahu, kau akan selalu ingin kembali."
"Ron terlihat berterima kasih, tapi tetap canggung. Kemudian untuk mengubah topik pembicaraan, Harry berkata, "Bicara tentang Dumbledore, pernahkah kau mendengar apa yang Skeeter tulis tentang dia""
"Oh yeah," kata Ron seketika, "Orang-orang banyak membicarakan tentang hal itu. Pasti, jika sesuatu berbeda itu akan menjadi berita besar, Dumbledore menjadi sahabat Grindelwald, tapi sekarang itu cuma bahan tertawaan bagi orang-orang yang tidak menyukai Dumbledore, dan sedikit penghinaan terhadap siapapun yang berpikir dia adalah orang baik. Bagaimanapun, aku tak tahu kalau ini suatu masalah besar. Dia sangat muda ketika mereka -"
"Seumur kita," kata Harry, seperti jawabannya kepada Hermione, dan sesuatu yang terlihat di ekspresinya membuat Ron memutuskan menolak melanjutkan bahasan itu.
Laba-laba besar menempel di tengah-tengah lapisan jaring pada semak berduri. Harry membidik padanya dengan tongkat yang Ron berikan kepadanya pada malam sebelumnya, yang telah diuji oleh Hermione, dan telah diputuskan bahwa tongkat itu terbuat dari blackthorn***.
"Engorgio" Laba-laba itu sedikit gemetar, melambung sedikit pada jaring. Harry mencoba lagi. Kali ini laba-laba itu tumbuh sedikit lebih besar
"Hentikan itu," kata Ron dengan jelas, "Aku minta maaf aku berkata Dumbledore masih muda, oke"" Harry lupa tentang kebencian Ron akan laba-laba. "Maaf -Reducio"
Laba-laba itu tidak mengecil. Harry melihat ke bawah pada tongkat blackthorn.
Setiap mantra kecil yang ia lakukan dengan tongkatnya sampai sejauh ini terlihat tidak berguna dibandingkan dengan apa yang ia lakukan dengan tongkat phoenix-nya. Tongkat barunya ini terasa tidak biasa, seperti tangan seseorang terjahit pada ujung lengannya.
"Kau hanya perlu berlatih," kata Hermione, yang telah mendekati kebisingan mereka dari belakang dan telah menonton dengan cemas ketika Harry mencoba untuk membesarkan dan mengecilkan laba-laba. "Ini cuma masalah kepercayaan diri, Harry."
Harry tahu kenapa Hermione menginginkan hal ini baik-baik saja; Dia tetap merasa bersalah karena mematahkan tongkat Harry. Ia menahan jawaban sinisnya dengan menggigit bibirnya, bahwa Hermione dapat mengambil tongkat blackthorn jika ia pikir ini tidak membuat perbedaan, dan Harry dapat mempunyai tongkat Hermione sebagai pengganti. Namun, demi mengembalikan persahabatan mereka kembali, dia setuju; tetapi ketika Ron memberikan Hermione senyum kecil, Hermione pergi dan menghilang untuk membaca buku-bukunya sekali lagi.
Mereka bertiga kembali ke dalam tenda ketika hari mulai gelap, dan Harry yang pertama kali menyadarinya. Ia duduk di depan pintu masuk, dan mencoba untuk membuat batu kecil melayang di atas kakinya dengan tongkat blackthorn; tapi sihirnya masih terlihat janggal dan kurang kuat dari yang telah dia lakukan sebelumnya. Hermione berbaring di tempat tidurnya sambil membaca, sementara Ron, setelah melirik dengan gugup kepada Hermione, telah mengambil alat tanpa kabel yang terbuat dari kayu dari ranselnya dan mulai mencoba untuk menyetel alat itu.
Sang Penandai 2 Goosebumps - Pembalasan Di Malam Halloween Dewi Mutiara Hijau 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama