Sapta Siaga 12 Gara Gara Teleskop Bagian 1
SAPTA SIAGA - GARA-GARA TELESKOP
Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
"Bab 1 Rapat "SEHABIS sekolah, Peter memanggil adiknya.
"Janet," katanya, "aku hendak memanggil para anggota. Sapta Siaga untuk menghadiri rapat besok pagi. Jack baru saja menerima hadiah dari pamannya. Ia ingin mengajak kawan-kawan ikut memakainya."
"Hadiah apa"" tanya Janet. "Mungkin sejenis permainan""
"Bukan! Tunggu saja besok," kata Peter. "Aku tidak boleh membuka rahasia, karena itu kan hadiah Jack - dan bukan kepunyaanku. Tolong tuliskan surat pada kawan-kawan! Minta mereka datang pukul sepuluh tepat. Untung besok hari Sabtu, jadi kita tidak sekolah."
"Skippy menggonggong. Anjing itu juga menyukai hari Sabtu, karena ia tahu Peter dan Janet akan mengajaknya bermain-main sepanjang hari.
"Ya, Skip - kau juga boleh menghadiri rapat besok," kata Janet, sambil mengelus-elus bulu anjing spanil itu yang berwarna kuning keemasan. "Tapi nanti dulu - kau tahu kata semboyan kami; Skip""
"Guk, guk!" gonggong Skippy dengan segera. Janet dan Peter tertawa.
"Tepat, Skip! Semboyan kita kali ini 'Guk, guk'!" kata Peter. "Ingatanmu sangat baik Skippy!" ,
Skippy menggonggong lagi, sambil mengibas-ngibaskan ekor.
"He - jangan terlalu sering kau menyebutnya Skip," kata Janet, "nanti terdengar oleh Susi!"
Anak yang bernama Susi itu adik perempuan Jack. SUSI bukan anggota Sapta Siaga, walau sebelumnya ia kepingin sekali menggabungkan diri. Anak itu selalu berusaha memancing-mancing, untuk mengetahui kata semboyan Sapta Siaga yang sedang berlaku. Sulit sekali mencegah tindak-tanduk anak perempuan yang suka iseng itu.
Janet menulis empat pucuk ,surat, dan mengalamatkannya pada Colin, George, Pam dan Barbara.
"Nah, beres!" katanya setelah selesai menulis keempat alamat itu. "Sekarang akan kuantarkan, naik sepeda! Jack tak perlu kuberi "kabar, karena ia sendiri yang meminta agar kita mengadakan rapat. Apakah dia akan membawa hadiah itu besok""
"Ya, jawab Peter. "Sebaiknya kubersihkan dulu gudang tempat rapat kita. Aku juga akan meminta makanan sedikit pada Ibu. Kalau tidak salah, juru masak hari ini membuat kue - jadi sebaiknya kuceritakan pula padanya tentang rapat besok!"
Keesokan paginya, pukul sepuluh kurang seperempat,Janet dan Peter pergi ke gudang di belakang rumah. Mereka membawa bermacam-macam hidangan.
"Aku sudah membersihkan ruangan itu," kata Peter. "Dua buah pot bunga besar yang biasa kita pakai untuk tempat duduk, diambil Pak Kebun. Tapi sudah kuganti dengan dua peti besar."
Di pintu gudang, tertera dua buah huruf, yang ditulis besar-besar. SS! Itu singkatan dari Sapta Siaga, perkumpulan mereka. Janet dan Peter memandang kedua huruf itu dengan perasaan bangga.
"Sapta Siaga!" kata Janet. "Perkumpulan paling hebat di dunia! Wah, senang sekali bisa menghadiri rapat lagi. Sudah berapa minggu kita tidak mengadakannya - karena terus-terusan sibuk dengan tugas sekolah."
Kedua anak itu masuk ke dalam gudang. Pintu ditutup kembali. Siapa pun juga tidak boleh masuk, jika tidak menyebutkan kata semboyan perkumpulan yang sedang berlaku saat itu. Peter menaruh barang-barang bawaannya, lalu memandang berkeliling dengan perasaan puas.
"Nah, bersih tidak"" katanya. "Sampai kaca jendela pun ikut kubersihkan kemarin. Enak rasanya di sini sekarang, ya""
Ruangan itu terasa hangat, karena letaknya berdempetan dengan rumah pesemaian yang selalu dihangatkan. Itu memang perlu, supaya benih tumbuh-tumbuhan yang ditaruh di situ bisa tumbuh subur. Hawa dalam ruangan gudang yang hangat itu terasa enak, karena hawa di luar sudah dingin. Saat itu sudah bulan November, jadi sudah menjelang musim dingin. Janet mengambil beberapa buah mangkuk tembikar yang tersusun di atas rak.
"Kata Ibu, dalam hawa sedingin sekarang lebih baik kita minum susu coklat yang hangat," katanya. "Nanti kalau semua sudah hadir, aku ke rumah sebentar untuk mengambil minuman itu. Kurasa Jack akan datang paling dulu, dengan hadiahnya yang misterius, Eh - mana Skippy""
"Entah," jawab Peter. "Tadi ia tidak ikut datang dengan kita. Tapi nanti pasti muncul! Mu
ngkin sekarang sedang sibuk mengejar-ngejar musuh lamanya - kucing kandang. Ia mengira akan bisa menangkapnya. Mustahil !"
"Bab 2 "Susi Bandel
"SAAT itu terdengar pintu digedor-gedor dari luar.
"Semboyan!" seru Peter dengan segera.
"Gukguk!" Agak keras juga kedengarannya.
"Masuk," kata Peter, "dan tak perlu meneriakkan semboyan kita keras-keras! Kalau terdengar orang lain, bagaimana""
"Maaf deh!" kata George sambil nyengir. Anak itu masuk ke dalam gudang. "Kedengarannya tadi seperti suara Skippy atau tidak" Aku mencoba menirukannya."
"Sama sekali tidak mirip," kata Janet. "Kedengarannya tadi, persis suaramu sendiri. Duduklah, George! Kusangka yang datang Jack. Katanya ia akan cepat datang, karena ada sesuatu yang ingin dipamerkannya pada kita."
Tok-tok-tok! Pintu diketuk lagi dari luar.
"Semboyan!" seru Peter, dan langsung terdengar jawabannya, "Gukguk! Gukguk!"
Pam dan Barbara masuk, dengan wajah berseri-seri. "Sekali ini kami tidak datang paling akhir. Bagus!"
Buk-buk-buk! Pintu digedor dengan keras.
""Itu pasti Jack," kata Janet, sementara Peter menyerukan, "Semboyan!" Tapi ternyata bukan Jack yang datang, melainkan Colin. Ia masuk, lalu menutup pintu kembali di belakangnya.
"Halo, halo," sapanya berkeliling. "Wah, enak dan hangat ruangan ini I Untuk apa kita rapat kati ini" Ada persoalan istimewa""
"Betul," jawab Peter. "Jack yang meminta agar diadakan rapat. la baru saja mendapat suatu benda menarik, yang ingin ditunjukkan pada kita. Aku tidak mengerti, kenapa anak itu belum muncul-muncul! Sekarang sudah pukul sepuluh lewat - padahal katanya ia akan datang pagi-pagi."
"Pasti ia terganggu lagi oleh adiknya yang bandel," kata Pam. "Karena itu terlambat."
"Tapi dari mana Susi tahu kita akan mengadakan rapat"" kata Peter. "Aku tahu pasti, Jack takkan mengatakan apa-apa padanya."
"Nah - ini Jack datang," kata Barbara.
Terdengar langkah orang mendekati pintu gudang. Disusul dengan gedoran keras, sehingga anak-anak yang ada di dalam terlonjak kaget. Sebelum Peter sempat berseru, "Semboyan!", dari luar sudah terdengar suara menirukan gonggongan anjing.
"Guk-guk!" "Masuk," kata Peter, karena merasa pasti Jack yang menggonggong di luar. Tapi ketika pintu dibuka - ternyata Susi yang berdiri di ambang pintu. Susi, adik Jack yang nakal.
"Anak itu memandang berkeliling, sambil nyengir.
"Terima kasih atas undangan menghadiri rapat kalian," katanya, sambil menutup pintu. Susi cepat-cepat duduk di atas sebuah kotak, sebelum ada yang sempat menghalangi.
"Susi! Berani-beraninya datang ke sini!" seru Peter dan Janet. Peter membentangkan pintu lebar-lebar.
"Ayo keluar!" bentaknya. "Kau tak mempunyai hak masuk ke tempat ini. Kau bukan anggota Sapta Siaga!"
"Kalau begitu kalian harus menerima aku jadi anggota," kata Susi. "Soalnya, kata ibuku hadiah yang diberikan oleh Paman Bob pada Jack, adalah untuk kami berdua! Dan karena Jack bermaksud memamerkan hadiah itu sekarang pada kalian, maka aku juga berhak menghadiri acara itu."
Saat itu ada lagi yang datang, sambil memanggul suatu benda yang panjang dan lurus. Terdengar pintu diketok dengan nyaring, disusul dengan kata semboyan yang diucapkan dengan jelas.
"Guk-guk!" Itu suara Jack! Kedengarannya persis suara Susi. Pantas jika anak-anak tadi keliru!
"Masuk!" seru Peter dari dalam. Jack masuk, sambil memanggul bawaannya dengan hati-hati. Ketika melihat Susi ada di dalam. Jack langsung mendelik.
""Dari mana Susi tahu kata semboyan kita, Jack"" tanya Peter dengan nada galak. "Kau yang mengatakan padanya""
"Bukan, bukan dia!" sela Susi. Aku tadi bersembunyi dalam semak di luar, untuk mendengar kalian sendiri mengucapkan kata itu. Kau tak perlu mendelik begitu, Jack. Kau kan tahu sendiri apa kata Ibu tadi. Hadiah itu untuk kita berdua! Jadi aku boleh ikut memakainya, kapan saja aku mau!"
"Tidak bisakah dia kita usir"" kata Pam. Pam tidak senang pada Susi. "Anak ini selalu mengacau kerjanya!"
"Coba usir, kalau berani!" tantang Susi. "Aku tak mau datang ke rapat kalian yang konyol - tapi aku selalu berhak untuk ikut menikmati hadiah Jack, sama seperti kalian!"
Peter memandang Susi. Ia bingung. Anak seperti Susi - enaknya diapakan" Jika dikeluarkan dengan paksa, pasti akan berteriak dan menjerit-jerit. lalu Ibu datang memeriksa! Gawat - karena siapa tahu, mungkin saja Ibu sependapat bahwa Susi memang berhak hadir di situ untuk mendengar cerita Jack tentang hadiahnya.
"Besok kawanku Binki, akan datang menginap di rumah kami," kata Susi. "Dan sudah kukatakan padanya - ia juga boleh ikut menikmati hadiah Jack - maksudku, menikmati bagian yang merupakan hakku."
"Siapa" Binki - kawanmu yang tampangnya kayak kelinci itu"" kata George kaget. ""Anak konyol yang selalu cekikikan itu...."
Anak-anak mengeluh. Susi seorang diri saja sudah merepotkan. Apalagi Susi, bergabung dengan Binki!
"Nah - kalian mau apa sekarang"" tanya Susi menantang. "Mau serempak menyergap dan mendorong aku ke luar" Atau mengizinkan aku menghadiri rapat""
Peter cepat-cepat mengambil keputusan. Bagaimanapun, Susi tidak boleh menghadiri rapat Sapta Siaga. Tapi di pihak lain, mengusirnya juga tidak mungkin. Pasti anak itu akan menimbulkan keributan! Yah - kalau begitu - ia terpaksa menyatakan rapat ditutup. Hari itu tidak ada rapat! Mereka hanya akan mengobrol, membicarakan hadiah yang baru diperoleh Jack.
"Dengan ini rapat selesai!" kata Peter nyaring. "Sekarang kita beramai-ramai masuk ke rumah, untuk melihat hadiah Jack di kamar rekreasi kami. Aku tak bisa mengizinkan orang luar menghadiri rapat rahasia kita."
Sehabis berkata begitu, Peter berdiri - diikuti oleh kawan-kawannya semua. Kecuali Susi.
"Ya deh, ya deh," katanya. "Kalian menang! Ibumu pasti marah padaku, Peter - jika aku ikut masuk bersama kalian. Ia akan menyangka, aku mengacau lagi. Tapi izinkan aku mengajukan keterangan, apa sebabnya aku menerobos rapat kalian!"
" Bab 3 "Hadiah Jack "TAPI sebelum Susi sempat melanjutkan perkataannya, di luar terdengar langkah kaki menghampiri pintu, disusul bunyi menggaruk-garuk pelan.
"Semboyan!" kata Peter. Dengan segera terdengar jawaban, "Guk-guk-guk!" beruntun-runtun. Kedengarannya persis suara anjing. Dan ternyata yang datang memang anjing!
"Masuk, Skip!" kata Peter. "Tadi 'Guk-guk'- mu terlalu sering! Tapi kau anjing pintar, bisa mengingat kata semboyan kita."
Anak-anak tertawa, termasuk Susi.
"Kau agak terlambat, Skip," kata Peter. "Tapi tak apalah, karena rapat ini sudah kunyatakan berakhir. Susi, jika ada yang hendak kaukatakan, katakanlah sekarang! Sudah itu pergi!"
Baiklah," kata Susi. "Barang yang dibawa Jack itu hadiah dari Paman Bob. Paman kami itu dulu pelaut. Ia menghadiahkan sebuah teleskop. Barangnya sangat bagus!"
"Teleskop!" seru anak-anak bersemangat.
Ya - sekarang mereka bisa melihat benda-bendanya. Jack membuka kotak tempat teleskop itu disimpan. Tampang anak itu agak masam.
"Sementara itu Susi melanjutkan penuturannya.
"Nah, Jack lantas bermaksud menyumbangkan teleskop itu pada Serikat Sapta Siaga," katanya. "Tapi kata ibu kami, Paman Bob menghadiahkannya untuk kami berdua. Jadi aku dan Jack memilikinya bersama-sama! Aku tidak setuju jika barang itu disumbangkan jadi milik Sapta Siaga. Aku tahu, jika sudah sekali ditempatkan di sini, aku takkan pernah bisa memakainya lagi. Aku lantas menyatakan pendapatku pada Jack...."
"Menyatakan pendapat" Hah - bilang saja, kau berteriak-teriak!" kata Jack.
"Yah, pokoknya pertengkaran kami didengar ibu kami. Ibu lantas datang dan mengatakan bahwa teleskop itu harus kami pakai bersama. Tapi Ibu juga mengatakan, ia senang apabila para anggota Sapta Siaga boleh ikut memakainya. lalu Jack mengatakan tak peduli apa kata Ibu, pokoknya ia tidak mau mengizinkan aku mempergunakan teleskop itu! Aku lantas cepat-cepat mendatangi rapat kalian, untuk menceritakan persoalan ini." .
"Dan meninggalkan aku sendiri diamuk Ibu," kata Jack. "Apa boleh buat, Kawan-kawan. Sebetulnya aku bermaksud menyimpan teleskop ini di sini, supaya kita semua bisa mempergunakannya bersama-sama. Mengamat-amati berbagai benda di kejauhan, misalnya mobil-mobil yang meluncur melewati jalan di lereng bukit, atau puri yang di atas bukit, burung-burung bangau di telaga - pok
oknya segala macam hal yang mengasyikkan!"
"Ya, mengasyikkan bagi kalian - tapi tidak untukku!" sergah Susi. "Dan bagaimana dengan Binki" Kau hendak memakai teleskop itu bersama kawan-kawanmu - nah, aku ingin bersama-sama dengan Binki!"
"Ah - kayak Binki itu tahu, teleskop itu apa!" kata Jack mencemooh. "Anak itu kepalanya kan cuma berisi jerami, bukan otak! Mana ia mau mempergunakan teleskop!"
"Sekarang begini saja," kata Peter, yang sementara itu sudah cepat-cepat mengambil keputusan. "Kalau ibumu sudah menyuruh, maka kau harus membagi teleskop itu dengan Susi, Jack. Tapi kan bisa saja menyimpannya dalam gudang kita ini, supaya siapa pun di antara kita bisa memakainya setiap waktu. Tentunya tidak selama ada rapat khusus atau sebangsanya!"
"Kalau begitu gudang harus terkunci terus," kata Jack, "karena menurut Paman, teleskop ini sangat berharga. Tapi itu berarti, Susi tahu di mana anak kunci disimpan!"
"Yah - asal ia tidak mencoba-coba datang lagi ke rapat kita dan mengganggunya seperti sudah ditakutkan olehnya hari ini, aku tidak melihat alasan kenapa ia tidak boleh tahu," kata Peter. "Kita harus bersikap adil, Jack. Ibuku sendiri, pasti akan menyuruhku berbagi dengan Janet, jika ada orang menghadiahi sesuatu barang sebagus teleskop ini padaku. Ya, kita harus adil!"
"Baiklah, kita harus adil," kata Jack lesu. "Tapi nanti jangan salahkan aku, jika Susi dan Binki mengintip-intip lantas mengetahui segala rahasia kita, termasuk kata semboyan dan sebagainya."
"Yuk, kita makan dan minum dulu," ajak Janet. "Perasaan kita akan lebih enak sehabis itu. Kau juga, Susi! Orang kalau marah-marah, biasanya lantas merasa lapar."
"Tapi aku tidak lapar," kata Susi sambil berdiri. "Terima kasih atas ajakanmu, Janet. Aku tadi ke mari cuma untuk mengatakan, aku juga berhak memakai teleskop itu."
"Tunggu dulu," kata Colin, yang melihat anak yang biasanya bandel itu sekali ini sudah nyaris menangis. "Sebelum kau pergi, kita tentukan dulu di mana anak kunci akan disembunyikan. Dengan begitu, kau tahu di mana letaknya."
"Bilang saja pada Jack, nanti dia yang menyampaikannya padaku," kata Susi, sambil menuju ke pintu. "Aku pergi sekarang, Anak-anak sombong! Tunggu sampai kejadian ini kuceritakan pada Binki!"
Susi membanting pintu begitu keras, menyebabkan Skippy kaget dan mulai menggonggong-gonggong. Jack memandang teman-temannya yang ada di situ. Ia merasa malu, karena tingkah adiknya.
"Susi memang pemarah," katanya kikuk.
""Sudahlah, janganlah kita berbicara terus tentang dia," kata Janet. "Ia mendadak pergi bukannya karena tidak mau ikut makan dengan kita - tapi karena takut tidak bisa menahan tangis! Aku bisa membayangkan bagaimana perasaan anak itu, jika tiba-tiba menangis di depan kita!"
Anak-anak tidak membicarakan Susi lagi, tapi lantas mulai makan dengan nikmat. Sebagai hidangan minuman, tersedia susu coklat yang panas. Skippy tentu saja tidak ketinggalan. Tapi setelah itu ia mulai mengendus-endus kotak besar yang dibawa Jack.
"Kelihatannya tak ada yang tertarik pada teleskopku, kecuali Skippy," kata Jack dengan kecewa. "Padahal aku tadi sangat bersemangat!"
Peter menepuk pundak temannya itu.
"Kami juga sangat ingin melihatnya, Jack," katanya. "Cepat - buka tutup kotaknya!"
" Bab 4 Teleskop Hadiah Paman
"DENGAN cepat Jack membuka kotak. Para anggota Sapta Siaga mengerubungi Jack, yang sibuk memasang teleskopnya. Ia memamerkan, betapa tabung lensa yang panjang bisa diulur lebih panjang lagi.
"Kalian pasti takjub, kalau tahu sampai berapa jauh kita bisa melihat jelas dengan teleskop," kata Jack. "Tadi sebelum ke mari, aku sempat mencobanya sebentar. Orang-orangan yang tegak di lapangan, sekitar setengah mil dari rumah kami, bisa kulihat dengannya. Bukan itu saja - aku juga melihat seekor burung pipit bertengger di atas topinya!"
"Yuk, kita mencobanya," kata Janet bergairah. "Kita pasang di kebun, lalu kita arahkan pada suatu benda yang jauh."
Anak-anak membawa teropong besar itu ke kebun. Kakinya ditumpukan pada tembok kebun yang rendah dan lebar. Jack ternyata sudah pintar mengatur jarak lensa. Semua benda yang d
ipandang dengan teleskop, nampak jelas sekali.
"Sekarang setelannya sudah cocok," kata Jack, setelah menguji sebentar. "Aku mengarahkannya ke pondok kecil, di lereng sebelah sana. Sebelum memandang lewat teleskop, katakan dulu apa yang bisa dilihat dengan mata biasa."
"Yah, tentu saja pondok kecil itu," kata Pam. "Serta sesuatu di kebun " tapi entah apa."
"Dan ada orang berdiri di sana. Cuma itu saja yang bisa dilihat," kata Barbara.
"Baiklah! Sekarang lihat lewat teleskop," kata Jack. Nanti ternyata, jauh lebih banyak yang akan- bisa kalian lihat di sana! Kau dulu, Peter - karena kau pemimpin kami."
Peter lantas menunduk, memandang lewat teleskop. Begitu matanya menempel ke bagian belakang alat itu, ia langsung berseru girang.
"Wah, hebat Jack! Aku bisa melihat Bu Haddon dengan jelas sekali, seolah-olah ia berdiri di balik tembok ini - dan aku bahkan bisa melihat kendi yang ada di tangannya. Di kebun ada kereta bayi - dan nampak beruang-beruangan tersender di dalamnya. Lalu...."
""Sekarang aku!" kata Janet, yang sudah tidak sabar lagi menunggu giliran. "Astaga! Aku melihat sesuatu, tersembul ke luar dari sebelah atas cerobong asap! Mestinya sapu tukang pembersih cerobong -ya, betul! Dan seekor kucing sedang duduk di ambang jendela sebelah dalam. Aduh, Jack - aku merasa seperti memiliki mata ajaib, yang bisa melihat sampai jauh sekali! Kau memang beruntung, punya teleskop sehebat ini! Kita bisa asyik dengannya!"
Jack senang sekali melihat teman-teman sangat bergairah dengan teleskopnya. Para anggota Sapta Siaga bergiliran memakainya.
"Ya, kita akan asyik bermain-main dengannya," katanya bangga. "Kita bisa memperhatikan burung-burung, mengamat-amati kesibukan mereka. Kita bisa memperhatikan setiap pesawat terbang yang melintas di atas kepala. Kita bisa...."
"Sedang mengapa kalian di situ"" Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dari arah "rumah. "Pilek kalian nanti, berdiri diam di satu tempat - padahal hawa kan dingin!"
"Kami sedang bermain-main dengan teleskop, Bu," jawab Janet, karena yang memanggil-manggil itu memang ibunya. "Kepunyaan Jack, tapi kami boleh ikut memakainya."
"0 ya" Senang dong, kalau begitu! Tapi tahukah kalian, sudah pukul berapa sekarang"" seru Ibu lagi.
"Yuk, kita kemaskan lagi teleskop ini," kata Jack. "Aku tadi dipesan, harus cepat pulang- karena hari ini kami makan agak pagi. Tolong aku membongkarnya, Colin."
Tak lama kemudian barang berharga itu sudah disimpan dalam gudang, dikemaskan rapi dalam kotaknya.
"Kau memang baik hati, mengizinkan kami memakainya kapan saja kami maui" kata Peter. "Tapi menurut pendapatku, lebih baik jika ada yang mau meminjamnya, aku atau Janet diberi tahu sebelumnya. Soalnya, kan kami berdua yang bertanggung jawab, karena gudang ini termasuk rumah kami. Bagaimana - setuju""
"Ya dong! Setiap kali ada seorang di antara kita hendak memakai teleskop, kalian berdua diberi tahu dulu," kata George. Yang lain-lain juga setuju. "Tapi bagaimana jika kalian sedang tidak ada di rumah" Kurasa ada baiknya jika kami mengetahui di mana anak kunci disimpan, Peter."
""Ya -tentu saja," kata Peter. "Nanti dulu - kita perlu memilih tempat yang mudah, tapi toh tersembunyi. Bagaimana jika ditaruh di bawah batu pipih yang itu" Setuju" Skippy, kau satu-satunya yang tidak boleh mengutik-utik di situ - mengerti""
Skippy menggonggong sambil mengibas-ngibaskan ekor. Tampangnya serius. Rupanya anjing itu mengerti. Diperhatikannya Peter menyelipkan anak kunci pintu gudang ke bawah batu.
"Dan aku harus menyampaikan pada Susi, di mana kita menaruh anak kunci," kata Jack segan.
"Ya, betul - kita kan sudah berjanji," kata Peter. "Adikmu terpaksa kita izinkan masuk ke dalam gudang! Jadi hati-hati, jangan sampai ada rahasia kita yang tercecer di situ! Jack, bilang saja padanya di mana anak kunci disembunyikan - tapi suruh ia berjanji memulangkannya ke tempat yang sama, apabila selesai memakai teleskop."
"Baiklah," kata Jack. "lalu - eh, bagaimana jika kita memilih semboyan baru, Peter" Semboyan yang lama sudah diketahui Susi."
"Aduh, betul juga! Nyaris saja lupa," kata Peter. "Yah,
sudah jelas kita harus menggantinya dengan yang baru! Kawan-kawan - semboyan kita yang baru - TELESKOP!"
Setelah itu anak-anak bubar. Janet dan Peter kembali ke rumah, diikuti oleh Skippy "Guk guk!" gonggong anjing spanil itu.
Peter tertawa. "Tidak, Skip - itu kata semboyan kita yang lama. Ya, kau juga perlu mengingat-ingat semboyan baru kita!"
Bisakah Skippy menggonggongkan kata, "Teleskop""
" Bab 6 Susi Iseng "ANAK-ANAK sangat asyik, dengan adanya teleskop pemberian Paman Bob. Setiap ada waktu terluang, mereka selalu asyik bermain dengan alat itu. Segala-galanya diamat-amati. Gudang tidak pernah sepi. Selalu ada saja yang datang, untuk meminjam teleskop.
"Aku harus menulis karangan untuk sekolah," kata George pada suatu siang. Saat itu waktu istirahat, antara sekolah pagi dan sore. Anak-anak di Inggris, bersekolah dua kali sehari, pagi dan sore. Disela istirahat untuk makan siang. George memanfaatkan saat istirahat itu untuk datang ke gudang. Ia membawa bekal roti, supaya tidak perlu makan dulu di rumah.
"Aku ingin memperhatikan burung camar, yang kulihat banyak beterbangan di ladang ayahmu, Peter," katanya. "Rupanya saat sekarang ini, memang selalu banyak di sini."
Setelah itu, sambil mengunyah-ngunyah roti - bekal, George sibuk memperhatikan burung-burung camar yang ribut beterbangan mencari makan di ladang yang baru dibajak. Begitu teliti ia memperhatikan dengan teleskop. Sebagai hasilnya, karangan George diberi nilai terbaik oleh guru!
"Colin ingin memperhatikan pesawat-jet yang,setiap hari terbang melintas di situ.
"Wah, bukan main! Hampir kelihatan apa yang sedang dimakan para penumpang, katanya pada Janet, yang tercengang mendengar keterangan itu. Tapi Janet sendiri, tidak begitu tertarik pada pesawat terbang. Ia lebih senang memperhatikan pemandangan sekeliling rumah, memandang orang-orang yang nampak di kejauhan.
"Rasanya seperti mereka itu dekat sekali," katanya kagum. "Peter, aku tadi melihat Bu King lewat naik sepeda roda tiganya. Kasihan ya, sudah tua sekali - tidak kuat lagi naik sepeda biasa. Rupanya ia habis berbelanja. Ia membeli bawang, ditaruh dalam tas jaring yang selalu dibawa olehnya. Aku sempat menghitung, ada dua belas butir bawang di dalamnya. 0 ya, aku juga melihat Harry Jones, anak nakal itu. Ia bersepeda. Ketika berpapasan dengan gerobak tukang sayur, ia mencopet sebutir jeruk."
"Awas, jangan sampai jadi tukang intip," kata Peter. "Harry pasti kaget, jika tahu bahwa kau memperhatikan tindak-tanduknya dari jauh."
Teleskop itu juga dipakai malam hari. Anak-anak kagum, betapa dekat rasanya bulan jika dipandang melalui teleskop. Mereka memperhatikan dari dalam rumah, karena ibu Peter dan Janet melarang mereka "berada di luar pada malam hari. Hawa terlalu dingin, kata Ibu.
Susi tentu saja datang pula, untuk memakai teleskop. Anak itu datang bersama kawannya Binki, yang masih selalu cekikikan terus. Mereka mengambil anak kunci dari bawah batu, lalu masuk ke dalam gudang. Teleskop diambil, lalu dipasang di atas tembok kebun yang rendah. Peter melihat mereka, lalu datang menghampiri.
"Ada Peter, Susi - yuk, lari!" kata Binki, pura-pura takut. Ia cekikikan lagi. "Aduh, jangan kaumakan kami, Peter., Aduuuh - aku takut!"
"Aku cuma datang untuk melihat apakah kalian tahu cara memakainya," kata Peter tak acuh. "Kusangka Susi memerlukan bantuan."
Sementara itu Susi sudah sibuk meneropong. Teleskop diarahkannya ke sebuah rumah yang agak jauh letaknya. Sesudah itu dipindahkannya ke rumah lain.
"Pak Roneo sedang mengecat rumah kacanya," kata Susi sambil memperhatikan lewat teleskop. "Tangga yang dipakainya bergoyang-goyang. Dan sekarang kulihat Bu Fellows membersihkan kaca jendela dari sebelah dalam. Nah - sekarang aku memandang ke arah atap rumah tua yang besar itu. Kulihat tersembul ujungnya, di atas pohon-pohon. Kulihat sebuah tingkap - nah, ada yang membuka dari dalam - seseorang keluar, naik ke atas atap - Aduh, aduh! ADUH!"
"Peter kaget, karena Susi tiba-tiba berseru dengan keras.
"Ada apa" Apa yang terjadi"" tanyanya gelisah. "Sini, kulihat!"
Tapi Susi mendorong Peter ke pingg
ir, sementara ia sendiri terus' menempelkan mata ke teleskop.
"Sekarang ada orang lagi, naik ke atas atap," katanya tegang. "Orang yang pertama muncul, dikejar olehnya! Aduh, yang dikejar terjatuh! Wah, Peter - apa yang harus kita lakukan sekarang" Cepat, bilang pada ibumu! Kita harus minta bantuan!"
"Ibuku sedang pergi," kata Peter dengan cemas. "Aku saja lari ke sana! Di seberang rumah besar itu tinggal seorang dokter. Jika ia kebetulan ada di rumah, aku bisa minta pertolongannya. Wah, untung kau kebetulan sedang memandang ke arah sana!"
Peter cepat-cepat lari ke depan. Tapi sesampai di pintu pekarangan, ia berhenti. Ia mendengar bunyi yang mencurigakan. Suara cekikikan! Seketika itu juga ia berbalik dengan marah.
"Kenapa kau cekikikan, Binki1" tukasnya. "Susi! Kau tadi benar-benar melihat ada orang terjatuh dari atap - atau tidak""
"Yah - mungkin saja tidak benar-benar jatuh," kata Susi. "Coba kulihat sekali lagi."
Susi merapatkan matanya ke bagian belakang teleskop. "Aku masih bisa melihatnya! Wah, kakinya tersangkut ke talang. Kasihan, orang itu tertungging. Orang yang mengejarnya tadi datang menghampiri, lalu...."
"Konyol!" bentak Peter. "Kau cuma mengada-ada! Nyaris saja aku tadi bergegas ke sana dengan membawa dokter,-mencari-cari orang yang tergeletak di kebun. Kaukira itu lucu, ya""
"0 ya, dong!" kata Susi sambil terpingkal-pingkal, sampai keluar air matanya. "Bahkan sangat lucu, Peter! Coba kau bisa melihat tampangmu sendiri tadi! Pucat pasi karena ngeri. Teleskop ini -memang hebat! Aku ingin tahu, apa yang lagi yang bisa kuperhatikan dengannya. Tapi sekarang gi1iranmu, Binki! Coba kauperhatikan, mungkin ada lagi hal-hal menarik yang bisa kaulihat dengannya."
"Sudah!" kata Peter, sambil merampas teleskop. "Kalau kalian mempergunakannya untuk berbuat iseng begini, lebih baik teleskop kusimpan saja dalam gudang, lantas kuambil anak kuncinya. Dan kalian berdua, pulang!"
Tampang Peter galak sekali saat itu. Skippy yang ikut dengannya, mulai menggonggong dengan ribut. Melihat gelagat yang tidak enak, Susi dan Binki langsung minggat!
" Bab 6 Wajah di Balik Jendela
"MEMANG asyik meneropong dengan teleskop. Tapi tak ada hal-hal luar biasa yang dialami dengannya. Semuanya memang menarik, tapi tidak luar biasa.
Keadaan baru berubah, ketika pada suatu ketika Janet mengarahkannya ke puri Torling. Puri itu letaknya di, atas sebuah bukit besar. Bangunannya sudah tua, dan banyak bagiannya yang sudah rusak. Yang tinggal cuma beberapa dinding lapuk, serta sebuah menara tempat burung gagak bersarang. Menara itu juga sudah banyak bagiannya yang rusak. Janet senang, memperhatikan burung-burung gagak yang bersarang di puri itu.
Kadang-kadang mereka terbang ke pekarangan rumah, lalu ikut mematuk-matuk makanan bersama ayam yang berkeliaran di tempat pertanian ayah Peter dan Janet. Bising sekali suara mereka, b"rkaok-kaok! Tapi menurut Jack, bunyinya bukan 'kaok', tapi 'syaak, syaak!"
Jack dan Pam pernah menemani Janet, ketika anak itu memperhatikan burung-burung gagak yang sedang mencari makan di ladang. Anak-anak tertawa, ketika Jack mengatakan berulang kali nyaris saja ia menjawab, "Ya, Pak!", setiap kali burung-burung itu berteriak-teriak.
"Habis, kedengarannya seperti mereka memanggil namaku," katanya, "persis seperti seruan guru olahraga kami, pada waktu sedang bermain bola!"
Saat itu seekor burung gagak yang besar berteriak-teriak, memandang Jack sambil memiringkan kepalanya sedikit.
"Nah, dia mendengar kata-kataku tadi! Ya, Pak!" kata Jack. Pam dan Janet tertawa. Mungkin kata Jack benar. Burung gagak bukan menyerukan, 'kaok',. tapi 'syaak' - mirip dengan 'Jack'.
Burung gagak yang bersarang di menara puri, jumlahnya seratus ekor paling sedikit. Dari jendela kamar tidurnya, Janet bisa melihat mereka terbang beramai-ramai. Sudah sering ia menginginkan letak menara tua itu lebih dekat ke rumah, supaya ia bisa memperhatikan tingkah laku burung-burung yang kocak itu dengan lebih jelas.
"Dan sekarang aku bisa," pikirnya sambil asyik meneropong. "Teleskop ini memang hebat - segala-galanya bisa kelihatan jauh le
bih dekat dan jelas. Kenapa selama ini tak teringat olehku, untuk memperhatikan burung-burung itu""
Sebelum mengambil teleskop, Janet memberitahukan terlebih dulu pada Peter. Karena begitulah peraturannya.
"Hari ini terlalu dingin, Janet," kata Peter, sambil mengambil anak kunci dari bawah batu. "Kau bisa sakit nanti, kalau lama-lama duduk meneropong di luar. lebih baik kaubawa saja ke dalam. Nanti kubawakan! Kita bisa memasangnya dalam gudang loteng. Dengan begitu tidak mengganggu orang lewat. Dan dari jendelanya yang besar kau bisa memandang langsung ke puri."
Tak lama kemudian, Janet sudah duduk dalam kamar gudang itu, di tengah berbagai benda yang disimpan di situ. Matanya dirapatkannya ke bagian belakang teleskop. Teleskop itu terarah ke puncak bukit besar. Dilihatnya burung gagak beterbangan, mengitari menara. Tanpa teropong, yang nampak cuma sekitar seratus bintik hitam di kejauhan. Tapi diperhatikan melalui lensa teleskop, bintik-bintik itu menjelma menjadi burung. Burung-burung yang terbang dengan sayap terbentang lebar, turun-naik di angkasa bulan November yang berkabut. Burung-burung itu kelihatannya seperti asyik bercanda, berkejar-kejaran. Ada yang pura-pura jatuh, lalu terbang meninggi lagi sambil berkaok-kaok. Kedengarannya seperti suara tertawa, menertawakan kawan-kawannya yang mungkin terkecoh. Janet ikut tertawa melihatnya.
Tapi tiba-tiba sikap anak itu berubah. Menegang! Saat itu ia sedang memandang ke salah satu jendela di sebelah atas menara. Semula ia mengikuti gerak beberapa ekor gagak yang terbang berputar-putar di sekitar situ. Tiba-tiba kawanan gagak itu lenyap. Terbang menjauh, seakan-akan kaget melihat sesuatu yang muncul di ambang jendela menara.
"Apakah itu"" pikir Janet. "Kalau burung, pasti bukan! Atau barangkali kucing" Tidak, bukan kucing - itu - Astaga! Itu kan kepala seseorang, memakai topi pet. Apa yang sedang diperbuat orang itu di situ""
Kepala yang tiba-tiba muncul itu masih nampak selama beberapa saat, di tepi ambang jendela. Kelihatannya seperti sedang mengintip dengan hati-hati ke luar. Kemudian kepala itu lenyap lagi.
Janet tahu, dalam menara itu ada tangga batu. Tangga itu berbahaya untuk dilewati, karena anak tangganya sudah banyak yang pecah. Janet menduga, orang yang dilihat tadi tentunya kini turun. Ia menggerakkan teleskop ke bawah - dan benarlah, dilihatnya orang tadi melintas di belakang salah satu jendela yang letaknya lebih rendah. Orang itu sedang menuruni menara!
"Rupanya ada orang bersembunyi dalam menara tua itu," kata Janet pada dirinya sendiri. "Tapi kenapa ia bersembunyi di situ" Bangunan itu kan sudah tidak didiami lagi. Tinggal puing saja lagi. Dan juga berbahaya, karena ada kemungkinan roboh! Aku harus memberi tahu Peter.".
"Janet berseru memanggil abangnya. Dengan segera Peter naik ke kamar loteng, di mana Janet berada. Begitu Peter masuk, dengan tergopoh-gopoh Janet menceritakan apa yang baru dilihatnya. Peter memandang ke arah puri tua, memakai teleskop. Tapi ia tidak melihat apa-apa di sana, kecuali kawanan gagak yang sudah bertengger lagi di tembok puri.
"Orang itu tentunya sudah bersembunyi lagi ke bawah," kata Janet, bersemangat.
"Karena itulah kawanan gagak itu berani hinggap lagi di sana. Siapakah orang itu, Peter""
"Entah!" kata abangnya bingung. "Di musim dingin, tak ada orang ke sana. Lagipula, sekarang tempat itu kan berbahaya. Kau tahu sendiri, musim semi yang baru lalu batu-batu berjatuhan, karena sudah rapuh. Kau pasti tadi melihat muka seseorang di ambang jendela" Jendela yang mana""
Janet menunjukkannya, dan Peter memperhatikan lagi lewat teleskop. Alat pembesar itu digerakkannya ke bawah, mengamat-amati jendela-jendela lainnya. Tiba-tiba ia berseru.
"Ya! Di sana ada orang! Aku melihat seseorang bergerak di bawah - di lantai dasar. Aku tahu pasti, tadi ada orang melintas di balik ambang pintu gerbang. Pantas burung-burung itu tiap kali terbang berpencaran. Rupanya kaget - atau takut!"
"Kita harus memberi tahu Sapta Siaga," kata Janet bersemangat. "Siapa tahu, Peter" mungkin ini merupakan kejadian misterius, kejadian yang..
.." Peter tertawa. "Ah, mungkin cuma gelandangan biasa, yang mencari tempat menginap di situ," katanya. "Tapi beri tahu saja kawan-kawan! Kita lihat, apa kata mereka mengenai kejadian ini."
" Bab 7 Susi Ingin Tahu "KEESOKAN harinya, ketika berjalan seiring dengan Jack dan George sehabis sekolah, Peter menceritakan pengalamannya bersama Janet.
"Janet melihat kepala seseorang yang memakai pet," katanya. "Dan aku melihat dengan jelas sosok tubuh seseorang yang melintas di ambang gerbang puri. Kurasa ada orang bersembunyi di sana."
"Tapi jika ia bersembunyi, takkan mungkin ia membiarkan dirinya ketahuan - mengintip-intip dari balik jendela, dan berjalan melintas di belakang gerbang," kata Jack membantah. "Kurasa yang kalian lihat itu orang yang kebetulan datang ke sana."
"Begini, Jack," kata Peter lagi. "Orang yang bersembunyi di situ, takkan menyangka ada yang bisa melihatnya. Puri itu letaknya di atas bukit yang tinggi, jadi jauh dari mana-mana. Kami melihatnya juga hanya karena memakai teleskopmu yang kuat itu. Tanpa bantuan alat itu, ia takkan bisa kelihatan!"
"Ya - betul juga katamu," kata George. "Tak terpikir olehku tadi. Puri itu terpencil di atas bukit yang berlereng terjal. Jadi siapa pun akan menganggap aman bersembunyi di sana, pada musim dingin. Tapi tempat itu pasti sangat dingin! Menurut perkiraanmu, di manakah orang itu tidur""
"Mungkin dalam ruangan di bawah tanah," kata Peter, sambil bergidik membayangkan kemungkinan itu. "Kalian pernah masuk ke situ" Untuk pergi ke tempat itu, harus dituruni tangga yang cukup tinggi. Jumlah anak tangganya sekitar seratus! Ruangannya sendiri gelap, dingin dan bergema. Berabad-abad yang lalu, tempat itu dipakai untuk mengurung tawanan."
"Orang jaman dulu kejam-kejam, ya," kata George. "Kalau aku, mengurung anjing atau kucing saja di situ takkan sampai hati.
""Bagaimana jika pergi menyelidiki ke sana"" kata Jack. "Aku belum pernah masuk ke puri itu."
"Kata ayahku, sekarang tempat itu agak berbahaya," kata George. "Tapi tempat berbahaya, pasti diberi tanda khusus! Jadi kurasa, takkan apa-apa jika kita ke sana. Kita kan cukup bijaksana - sebab kalau tidak, pasti tak diizinkan oleh Peter menjadi anggota Sapta Siaga!"
Peter dan Jack tertawa mendengar lelucon George.
"Betul," kata Peter. "Anak-anak goblok pasti ditolak menjadi anggota Serikat Sapta Siaga! Nah, bagaimana sekarang - jadikah kita ke puri itu, atau tidak" Kita bisa berjalan kaki atau naik sepeda ke sana. Terserah pada kalian!"
"Naik sepeda," kata Jack. "Memang, pada saat mendaki, kita terpaksa mendorong sepeda kita, karena jalan ke sana sangat curam. Tapi kembalinya, bisa asyik kita meluncur ke bawah!"
"Baiklah! Kita ke sana hari Sabtu pagi," kata Peter. "Kita tanyakan pada Colin, apakah ia ingin ikut atau tidak. Tapi anak-anak perempuan tidak usah diajak, karena jalan naik terlalu curam bagi mereka."
Tapi tentu saja ketiga anggota Sapta Siaga yang perempuan berpendapat lain!
"Terlalu curam" Hahh!' dengus Janet. ketika Peter menceritakan rencana itu padanya. "Berani taruhan, kami anak-anak perempuan akan bisa sampai lebih dulu di atas, daripada kalian! Pokoknya kami ikut! Ini urusan Sapta Siaga, jadi kita semua berhak turut di dalamnya. Lagipula, kan aku yang pertama-tama tahu di sana ada orang bersembunyi - dan bukan kau, Peter!"
"Ya deh, ya deh!" kata Peter, sambil melangkah mundur. "Jangan mengamuk dong! Akan kutelepon si Jack, untuk memberi tahu bahwa rencana ini merupakan proyek Sapta Siaga. Kita semua akan memakai lencana perkumpulan."
Peter menelepon Jack, untuk memberitahukan bahwa Janet berkeras ingin ikut beserta Pan dan Barbara.
"Ah, mereka itu merepotkan saja," kata Jack kesal. "Jalan ke puri cukup jauh - dan pasti kita nanti terpaksa pelan-pelan naik sepeda, supaya ketiga anak perempuan itu tidak ketinggalan."
"Kau sedang berunding tentang apa"" tanya Susi, yang tiba-tiba muncul dalam kamar tempat Jack sedang menelepon. "Kalian akan jalan-jalan" Aku ikut! Binki pasti senang jika diajak."
"Tidak bisa! Kalian tidak boleh ikut!" tukas Jack. "Ini acara Sapta Siaga. Sudah, jangan meng
ganggu lagi - kau tidak melihat, aku sedang menelepon"" Jack berbicara lagi ke arah pesawat telepon. "Maaf, Peter - tapi tahu-tahu Susi menyela pembicaraan kita tadi. Katanya, ia ingin ikut pula, dengan Binki!"
""Apa, mereka ingin ikut"" tanya Peter kaget. "Mana bisa! Aku tak mau, jika mereka ikut!"
"Kau sudah melihat Qrang itu lagi, yang bersembunyi dal"m puri"" tanya Jack. Dikiranya Susi sudah meninggalkan kamar.
"Jangan bicara soal itu lewat telepon," kata Peter ketus. "Nanti didengar orang! Itu kan rahasia kita."
"Maaf, deh," jawab Jack menyesal. "Jadi kita berkumpul hari Sabtu pagi, pukul sepuluh kurang seperempat, di depan pintu pagar rumah kalian. Skippy juga kauajak""
"Tidak! Jalan ke sana terlampau jauh baginya," kata Peter. "Nah, sampai besok!"
Ketika Jack membalikkan tubuh setelah mengembalikan gagang telepon ke tempatnya, ia terkejut karena tahu-tahu Susi sudah mencegat. Ternyata adiknya itu ikut mendengarkan pembicaraannya, sambil bersembunyi di balik kursi besar. Jack mendelik.
"Kau mendengarkan pembicaraan kami!" bentaknya. "Tapi toh percuma saja" sambungnya, sambil berjalan ke luar.
"Siapakah yang bersembunyi dalam puri" Dan apa sebabnya bersembunyi di sana - menurut dugaanmu"" Susi mengikuti Jack ke luar, sambil memberondongnya dengan serentetan pertanyaan. "Ayo, katakan padaku! Dari mana kalian tahu di sana ada orang" Kan puri itu sangat jauh letaknya" Aku tak percaya pada cerita itu!"
""Kau lupa bahwa kita mempunyai teleskop, Anak sok tahu," kata Jack ketus, lalu pergi ke kamarnya di tingkat atas. Susi yang ditinggal, mencibir.
"Pokoknya kami ikut, aku dan Binki," katanya. "Kita akan menjadi Sembilan Siaga - dan tidak cuma kalian sendiri selaku Sapta Siaga! Nah, tahu rasa sekarang!"
" Bab 8 Ke Puri JACK tahu betul, itu bukan cuma gertakan Susi. Bersama Binki, adiknya itu pasti akan membuntuti terus, apabila Sapta Siaga berangkat ke puri. Ia jengkel pada dirinya sendiri, kenapa sebelum melanjutkan pembicaraan lewat telepon dengan Peter, ia tidak memastikan dulu bahwa Susi sudah keluar. lain kali ia harus lebih berhati-hati!
Sambil mengeluh, Jack menuju ke rumah Peter. Ia tidak berani menelepon, karena khawatir didengarkan lagi secara sembunyi-sembunyi -oleh Susi. Dan begitu sampai di rumah Peter, Jack langsung menceritakan ancaman adiknya.
"Kau ini memang keterlaluan," kata Peter geram. "Masakan berbicara tentang rencana kita, padahal Susi ada dalam kamar! Kau ini konyol, Jack. Tapi tak apalah! Bisa saja kita mengundurkan saat keberangkatan, menjadi setengah jam lebih lambat. Tapi ingat - jangan sampai ketahuan adikmu lagi!"
Sabtu pagi pukul sepuluh lebih seperempat, jadi setengah jam lebih lambat daripada rencana semula, para anggota Sapta Siaga berkumpul di depan rumah Peter dan Janet. Semua membawa sepeda masing-masing Bekal biskuit dan limun, juga tidak dilupakan. Itu ide Janet, yang langsung disetujui kawan-kawannya. Jack datang paling lambat. Ia mendayung sepedanya dengan sekuat tenaga.
"Maaf, aku agak terlambat," katanya dengan napas terengah-engah. "Tapi aku tadi masih ingin memastikan dulu, bahwa Susi dan Binki tidak ada. Aku khawatir mereka mengintai di salah satu tempat, dan begitu aku berangkat lantas langsung membuntuti!"
"Di mana mereka sekarang"" tanya Peter.
"Aku tidak tahu. Tapi sepeda mereka kulihat tadi masih ada dalam gudang, jadi kita aman," ,kata Jack lega. "Sudah kutanyakan pada Ibu di mana kedua anak itu, dan kata Ibu, ia mendengar mereka berbicara hendak berbelanja - jadi soal itu beres!"
"Walau begitu, kita perlu waspada terus - sampai keadaan benar-benar aman," kata Peter. "Aku tak ingin kedua anak itu mengacau rencana kita."
Tapi karena baik Susi maupun Binki tetap tidak nampak batang hidungnya, tak lama kemudian Sapta Siaga sudah melupakan mereka. lagipula sepeda kedua anak itu kan masih ada dalam gudang - jadi takkan mungkin mereka pergi jauh!
Ketika anak-anak sudah sampai di bagian jalan menanjak melingkari bukit dan menuju ke puri yang terdapat di puncak, mulai terdengar napas terengah-engah. Satu per satu turun dari sepeda, meneruskan dengan berjal
an kaki sambil menuntun sepeda masing-masing. Jalan terlalu terjal, tidak sanggup mereka naik sepeda terus di situ.
Jalan itu sendiri tidak langsung mengarah ke puri, tapi lewat di depannya. Dari jalan itu ke puri, masih agak jauh. Anak-anak harus melewati pintu pagar lalu menyusur jalan sempit ke puri Mereka menumpukkan sepeda ke pagar semak, lalu memanjat pintu pagar yang tertutup. Bekal makanan dan minuman mereka bawa, karena mereka bermaksud hendak piknik dalam bangunan kuno itu.
Masih jauh juga perjalanan, mendaki bukit. Sambil berjalan, mereka memperhatikan puri dengan tajam. Siapa tahu, akan nampak muka seseorang yang kebetulan memandang dari balik salah satu jendela. Tapi kewaspadaan mereka tidak membawa hasil.
Burung gagak terbang berkawan-kawan di atas kepala, sambil berkaok-kaok terus. Rupanya merasa terganggu karena anak-anak datang. "Kaok, kaok," seru mereka. Atau kalau didengar dengan telinga Jack, bunyi- nya, "Syaak, syaakl" Dan Jack langsung menjawab.
"Kalian semua sudah kenai padaku rupanya," kata anak itu. "Apa kabar, Gagak Hitam1"
"Konyol, ah!" kata Peter, .sambil tertawa.
Sapta Siaga 12 Gara Gara Teleskop di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukan main - banyak sekali mereka di sini! Nah - sekarang apa yang kita lakukan dulu" Melihat-lihat tempat ini - turun memeriksa ruangan bawah tanah! Atau makan dulu!"
""Kita masuk saja ke dalam, lalu makan di situ," kata Barbara. "Tiupan angin di sini kencang. Aku kedinginan! Dan juga lapar! Sehabis makan, kita melihat-lihat."
Anak-anak lantas berbondong-bondong menaiki jenjang dengan yang sudah pecah-pecah, lalu masuk lewat gerbang besar yang sudah tidak berpintu lagi. Sesampai di serambi dalam yang luas, mereka tertegun karena heran. Pada satu sisinya, serambi itu penuh dengan ranting dan dahan yang bertumpuk-tumpuk!
"Siapa yang menaruhnya di situ"" kata Jack heran. Tapi kemudian ia mengerti. "Ah, tentu saja! Kawanan gagak! Mereka membuat sarang dalam menara, dan ranting-ranting ini tentunya terjatuh dari atas. Dari tahun ke tahun, makin lama makin banyak!"
Anak-anak mendongak, memandang ke atas menara. Mereka bisa melihat kebiruan langit, lewat sebuah lubang persegi empat. Lubang itu dulu tempat asap keluar dari tempat pendiangan besar yang terdapat di bawah, di serambi. Tempat pendiangan dari batu itu nyaris tak nampak lagi, tertimbun ranting kering yang berserakan sampai ke lantai serambi. Ranting-ranting berderak-derik terpijak kaki anak-anak., ketika mereka berjalan di atasnya.
Agak lebih jauh ke sebelah dalam, pada ambang pintu yang terbuat dari batu berukir, terpasang papan pengumuman dengan tulisan "AWAS! BERBAHAYA!" Anak-anak memandang ke ruangan yang terdapat di balik ambang pintu. Mereka melihat sebuah ruangan luas. Salah satu dindingnya sudah pecah-pecah. Tak lama lagi pasti roboh.
"Jangan masuk," kata Peter dengan segera. "Kurasa takkan mungkin ada orang bersembunyi di situ - karena tempat ini kelihatannya sangat mengkhawatirkan keadaannya!"
"Ssst!" desis Janet. "Jangan bicara tentang tempat persembunyian, Peter! Jika di sini memang ada orang, katamu itu mungkin terdengar olehnya!"
"Betul juga," kata Peter. "Yuk, kita lanjutkan menyusur serambi ini. Kurasa kita akan menemukan, ruangan-ruangan lain, semua dalam keadaan hampir roboh! Ayo," ajaknya, lalu menambahkan sambil berbisik, "dan buka mata baik-baik, siapa tahu kita bisa melihat orang bersembunyi di sini. Ikut aku!"
" Bab 9 Saat-saat Tegang "TAPI keadaan di situ biasa-biasa saja. Tidak ada yang misterius. Namun ketika mereka sampai di suatu ruangan gelap yang kelihatannya dulu merupakan ruangan dapur, tiba-tiba Jack tertegun lalu menuding ke suatu tempat.
Kawan-kawannya memandang ke arah yang ditudingnya. Mereka melihat bekas semacam api unggun. Nampak ranting-ranting yang sudah terbakar setengahnya. Pam berseru kaget, ketika menjamah salah satu ranting yang ada di situ.
"Eh - rantingnya masih terasa hangat! Rupanya api unggun ini belum lama padam!"
"Ssst - jangan terlalu keras berbicara," desis kawan-kawannya. Anak-anak menoleh ke belakang dengan perasaan curiga. Karena siapa tahu, jangan-jangan orang yang menyalakan api unggun itu, masih ad
a di sekitar situ. Peter membungkuk, lalu menyentuh ranting-ranting yang agak hangus. Ya, memang masih terasa panas! juga melihat bahwa api itu seakan-akan buru-buru dipadamkan. Nampaknya seperti diinjak-injak!
""Bicaralah dengan suara normal, tentang soal-soal lain," kata Peter berbisik. "Cerita tentang soal biasa, tapi buka mata kalian!"
Setelah itu Peter naik undak-undakan rendah, menuju sebuah bangku batu yang terdapat dalam suatu relung di dinding. Anak-anak ikut dengannya. Di atas bangku tergeletak selembar surat kabar. Dengan segera mereka menyambarnya.
"Itu koran kapan" Kalau masih baru, itu buktinya bahwa akhir-akhir ini ada orang di sini," kata Colin. Cepat-cepat ia melihat tanggal terbit yang tertera di halaman depan.
" Ah, bukan koran baru," katanya agak menyesal. "Lihatlah terbitan tanggal 16 September. Koran tua!"
"Mungkin dibawa pelancong, lalu ketinggalan di sini," tebak Peter. "Bulan September, puri ini masih terbuka untuk dikunjungi turis. Yuk - kita meneruskan penyelidikan."
Tapi ternyata hasilnya mengecewakan. Mereka tidak berhasil menemukan apa-apa, yang bisa dijadikan petunjuk. Beberapa puntung rokok, beberapa batang korek api yang sudah terpakai bungkusan kertas bekas tempat menaruh permen.
"Semuanya tak ada gunanya bagi kita," kata Peter kecewa.
"Kita makan saja dulu," usul George. Ia sudah bosan menyusup ke sana-sini, tanpa memperoleh hasil. "Aduh, tanganku kotor sekali. Lihatlah!"
""He - apakah tangga ini menuju ke ruangan bawah tanah"" Tiba-tiba terdengar Barbara berseru. Kawan-kawannya menoleh. Anak itu berdiri di bawah sebuah pengumuman yang ditulis dengan tangan, dan bunyinya, "RUANGAN BAWAH TANAH. BERBAHAYA! DILARANG TURUN!" '
"Ya, betul! Baca saja pengumuman itu," kata Peter. "Satu hal sudah pasti - kita tidak akan turun ke bawah. Aku tidak mau mengambil risiko, tiba-tiba kejatuhan tembok tua!"
"Yuk, kita makan di sini saja," kata Jack, sambil duduk di bangku batu. "Tempat ini pas-pasan bagi kita semua. Wah, bukan main puri ini. Pasti jaman dulu banyak sekali kejadian hebat di sini!"
Anak-anak lantas duduk berdesak-desakan di bangku batu yang kasar dan dingin itu, lalu mulai makan dan minum.
"Mungkinkah di sini benar-benar ada orang lain kecuali kita - bersembunyi di salah satu sudut"" bisik Pam sambil mengunyah biskuit.
"Mungkin saja," balas Peter, juga dengan berbisik. "Mungkin dalam ruangan bawah tanah! Soalnya takkan ada orang normal yang mau turun ke sana, setelah melihat pengumuman itu!"
"Tidak enak rasanya membayangkan ada orang bersembunyi dalam ruangan gelap dan seram di bawah," kata Barbara. Terbayang olehnya tempat yang gelap, lembab dan berbau pengap. "Mudah-mudahan saja kita tidak mendengar bunyi yang aneh-aneh!"
"Jangan konyol!" tukas George. "Untuk apa...." Geroge tertegun, karena tiba-tiba terdengar bunyi aneh. Anak-anak mendengarnya semua Mereka mengejang ketakutan.
"Huu""," bunyi suara aneh itu. "Huuuuu- huuuu...
Kedengarannya seperti suara burung hantu yang sedih.
Barbara terlonjak, karena lengannya dengan tiba-tiba disambar oleh Pam.
"Dengar - ada orang dalam ruangan bawah tanah!"
"Huuuu-aaahhhhuuuuiiiii," sekali lagi terdengar suara menyeramkan itu.
Pam terpekik kaget, menyebabkan kawan-kawannya meloncat ketakutan. Pam bergegas turun dari bangku. lalu lari sambil menjerit-jerit menuju serambi depan. Dengan segera Jack menyusulnya. Anak-anak sedang sibuk mengemaskan perbekalan mereka, ketika tiba-tiba mereka dikagetkan bunyi lain. Datangnya juga dari ruangan bawah tanah.
BUM-BUM-BUM! "Cepat - lari!" seru Peter. Ditariknya Janet, disuruhnya lari lebih dulu. "Kembali ke sepeda kita!"
"Bunyi tembakankah itu tadi"" tanya Barbara ketakutan. Sambil lari terus, anak-anak mendengar bunyi yang sama beruntun-runtun, datang dari arah ruangan bawah tanah.
"Entah bunyi apa!" kata Peter. "Lihatlah, burung gagak pun sampai ikut ketakutan. Bising sekali mereka berkaok-kaok! Apakah yang sedang terjadi di dalam puri""
Bab 10 Bunyi Gaib "MEREKA berhenti berlari, ketika sampai dengan selamat di tempat sepeda mereka dikumpulkan. Peter merasa agak malu, kare
na tadi tergesa-gesa lari.
"Bagaimana jika kita yang laki-laki kembali ke sana, untuk menyelidiki bunyi apa itu tadi"" katanya. "Maksudku - rasanya yang terdengar tadi bukan bunyi tembakan - karena tidak begitu nyaring." "Pergilah sendiri kalau mau! Aku tidak mau menantang bahaya," Jawab Colin. "Yang pasti, di sana terjadi sesuatu! laporkan pada polisi kalau mau - biar mereka saja yang menangani. Orang dewasa saja pasti ketakutan mendengar bunyi melolong serta letusan tadi - apalagi kita!"
"Kita mengadakan rapat mengenainya!" kata George. "Perlu ditentukan, apa yang akan kita lakukan. Kita tahu di sana ada orang. Tapi kenapa ia bersembunyi" Dan apa yang dilakukannya dalam ruang bawah tanah - lalu ribut-ribut seperti tadi1 Apakah ia hendak menakut-nakuti kita" Apakah ada yang dirahasiakannya ""
""Sebaiknya kita mengadakan rapat, begitu kita pulang," kata Janet.
"Aku tidak bisa hadir. Ada les musik pukul dua belas lewat seperempat," kata Pam menyesal. "Kalian jangan mengadakan rapat tanpa aku, ya""
"Yah, kalau begitu nanti sore saja - pukul tiga," kata, Peter.' "Ingat semboyan kita, teleskop - dan jangan lupa memakai lencana."
"Nanti sore "ku tidak bisa datang," kata Jack. "George Juga tidak! Kami ada latihan sepakbola. Besok sore sajalah kita rapat."
"Baiklah. Besok sore, pukul enam" kata Peter. "Harap datang tepat pada waktunya. Jika ada waktu siang ini, aku akan mengamat-amati puri dengan teleskop. Ada sesuatu yang sedang terjadi di sana!"
Anak-anak pulang dengan lesu. Ketiga anak laki-laki menyesal, kenapa tadi tidak turun ke ruangan. bawah tanah. Atau paling sedikit mengintip ke sana, untuk melihat apa yang terjadi di situ.
"Tapi kita toh tidak bisa melihat apa-apa, karena tidak membawa senter," kata Peter. "Bunyi tadi mirip sekali suara burung hantu. Tapi kalau burung hantu, juga tidak mungkin! Mana ada burung hantu bisa menimbulkan suara letusan!"
Jack pulang. Ia berharap, semoga Susi dan Binki belum pulang. supaya tidak bertanya-tanya padanya mengenai pengalamannya pagi itu. Jack melihat sebentar ke dalam gudang. Sepeda Susi dan Binki masih ada di situ. Bagus! Rupanya mereka belum kembali dari berbelanja.
Sedang Peter, begitu sampai ke rumah langsung mengambil teleskop dari dalam gudang. Skippy melonjak-lonjak senang, mengelilinginya. Anjing spanil itu sama sekali tidak senang ditinggal sendiri di rumah pagi itu, lantas berbaring sambil merajuk dekat pendiangan. Ketika Peter dan Janet kembali, ia begitu gembira, sehingga tidak bisa tenang sekejap pun.
Peter membawa teleskop ke kamar loteng, lalu memasangnya di ambang jendela. Skippy mengendus-endus alat pembesar itu dengan penuh perhatian.
"Kalau mau melihat dengan mata, bukan dengan hidung," kata Peter. Kemudian ia mendekatkan matanya ke teleskop, yang diarahkan ke puri Seketika itu juga ia kaget.
Astaga! Ada orang berdiri di ambang gerbang depan puri!
Tapi sebelum Peter sempat melihat lebih jelas, tahu-tahu Skippy melonjak minta dibelai. Sebagai akibatnya, teleskop terguling.
"Anjing goblok!" kata Peter jengkel, sambil buru-buru menegakkan teleskop kembali. Ketika letaknya dirasakan sudah beres, Peter buru-buru meneropong lagi.
"Tapi di ambang gerbang tidak nampak siapa-siapa lagi Peter jengkel karenanya.
"Kenapa mesti tadi kau melonjak, Skip"" katanya kesal. "Aduh - sekarang Ibu memanggil! Nanti kalau aku kembali ke sini, tak ada orang, lagi di sana."
Ternyata banyak juga tugas yang harus dilakukan oleh Peter untuk ibunya. Sepagi itu ia sibuk terus. Sorenya, ia harus menyelesaikan pekerjaan rumah untuk sekolah. Padahal ia sudah tidak sabar lagi, ingin cepat-cepat meneropong puri. Janet juga begitu perasaannya - tapi ia pun terus-menerus sibuk dengan berbagai macam tugas.
Ketika pada akhirnya ada kesempatan bagi mereka untuk meneropong lagi, tak ada hal menarik yang bisa mereka perhatikan dengan teropong. Kedua anak itu sangat kecewa. Teleskop dikembalikan ke tempat simpanannya dalam gudang.
"Jangan kecewa, Peter," kata Janet. "Kita kan mengadakan rapat besok sore - dan aku punya permen coklat sekaleng penuh! Pasti akan asyik pembicaraan k
ita tentang pengalaman dalam puri tadi pagi."
Hari Minggu sore, anak-anak tiba pada waktunya. Beruntun-runtun mereka menyebutkan semboyan, 'Teleskop'. Menurut George, " tidak gampang melupakan kata semboyan yang itu!
Setelah semua duduk dalam gudang yang hangat, Peter memandang berkeliling sebentar. Ia hendak meneliti, apakah semua memakai lencana keanggotaan mereka. Ya- pada setiap kelepak jas tersemat lencana SS. Janet membagi-bagikan permen coklat kepunyaannya. Setelah itu rapat dimulai.
"Entah karena alasan apa, tapi sudah pasti ada orang bersembunyi dalam puri," kata P"eter memulai pembicaraan. "Dan orang itu tidak mau ada orang lain tahu bahwa ia bersembunyi di situ - karenanya ia menakut-nakuti kita, supaya lari! Tidak enak hatiku sekarang. Konyol! Orang yang bersembunyi itu pasti tahu bahwa kita cuma anak-anak yang tentu lari tunggang-langgang jika mendengar suara-suara yang menakutkan!"
"Ya, aku juga sudah berpikiran' begitu," kata Jack.
"Tapi kedengarannya tadi menyeramkan, kata Pam, sambil bergidik sebentar. "Biar diupah berapa pun, aku tak mau pergi lagi ke sana."
""Tidak ada yang mau memberi upah padamu," kata Peter. "Jadi kalau bicara yang betul! Menurut perasaanku kini, sikap kita tadi penakut."
"Tapi letusan tadi"" kata Barbara. "Nyaring dan mengerikan! Ditambah pula dengan suara mengerang dan melolong-lolong!"
"Pakai akal kalian dong!" tukas Peter. "Menurut pendapatku...." ,
"Peter tidak melanjutkan kalimatnya, karena Saat itu dari luar gudang terdengar suara melolong. Persis seperti yang di dengar Sapta Siaga tadi pagi!
"Huuu,huuuuuu!"
Ketujuh anak yang di dalam gudang kaget setengah mati. Skippy menggonggong nyaring, lalu lari ke pintu dan menggaruk-garuknya dengan marah. Kecuali suara berisik garukan kuku Skippy ke daun pintu, dalam gudang sunyi senyap. Suara melolong juga terhenti dengan tiba-tiba.
Namun detik berikutnya terdengar letusan beruntun-runtun.
TARRI TARR! TARRR! "Aku takut!" bisik Pam, sambil mencengkeram lengan Berbara, sehingga anak itu semakin kaget.
"Huuuuuul" TARRTARR!
Tapi setelah itu terdengar sesuatu yang dikenal baik oleh anak-anak Sapta Siaga. Suara cekikikan ditahan. Jack dan Peter berteriak marah, lalu memburu ke pintu.
"Susil Binki! Anak-anak bandel!"
Pintu mereka bentangkan dengan tiba-tiba, menyebabkan kedua anak perempuan yang cekikikan di luar tidak sempat lari. Jack melompat ke luar, langsung menangkap Susi.
Binki sebenarnya bisa me1arikan diri. Tapi melihat kawannya tertangkap, ia pun kembali untuk menolong. Sebagai akibatnya. Binki "ikut tertangkap. Kedua anak itu diseret masuk ke dalam gudang, lalu dihenyakkan sehingga terduduk di atas dua buah kotak.
"Sekarang katakan apa maksud kalian dengan perbuatan tadi!" kata Peter. Ia sangat marah, sehingga bicaranya terbata-bata.
" Bab 11 Cerita Susi ""Aku tak mau mengatakan apa-apa, jika kaubentak-bentak terus," kata Susi. "Aku dan Binki akan menjerit nanti, jika kalian jahil terhadap kami."
"Jahil"! Kami jahil" Bagaimana dengan dirimu serta Binki"" seru Janet penasaran. "Mengacau rencana kami! Pasti kalian yang kemarin berada dalam ruangan bawah tanah melolong-lolong, dan - yah, bunyi letusan apa itu tadi""
"Itu bukan letusan," kata Susi sambil terkekeh. "Mau dengar lagi"" Susi dan Binki tertawa geli. Kelihatannya puas sekali, berhasil mengejutkan Sapta Siaga.
Susi mengambil segenggam balon karet dari dalam kantong, lalu ditiupnya sebuah. Balon menggembung dengan cepat. Setelah besar, Susi memegangnya dengan lengan terentang. Tahu-tahu Binki menusukkan jarum pada balon, dan - TARR!
"Itulah yang membikin kalian lari pontang-panting! Bunyi balon pecah, serta lolongan kami!" kata Binki sambil nyengir bandel.
Jarum besar yang dipakainya menusuk balon "tadi, disematkannya kembali ke balik kelepak jasnya.
"Bagaimana - seram tidak bunyi lolongan kami datang ruangan bawah tanah kemarin"" tanyanya.
"Kalian sebetulnya tidak boleh masuk ke sana," kata Peter galak. "Kalian tidak melihat pengumuman yang terpasang di sana" Atau - kaliankah yang menaruhnya di situ""
"Bukan, bukan kami. Tapi sewaktu aku ke
puri itu musim panas ini bersama beberapa teman, pengumuman itu belum ada," jawab Binki. "Karena itu menurut pendapatku takkan begitu berbahaya turun ke bawah. lagipula pengumuman itu cuma ditulis dengan tangan! Bukan seperti seharusnya, kayak pengumuman lainnya yang ada di sana."
"Betul juga," kata Jack mengingat-ingat. "He mungkinkah orang yang bersembunyi di sana yang memasang pengumuman itu, untuk mencegah orang turun ke bawah""
"Supaya tidak menemukan barang yang disembunyikannya di situ!" seru George. "Memang dasar Susi, tak pernah mengacuhkan peringatan orang!"
"Adakah sesuatu yang kalian lihat di sana"" tanya Peter. "Kalau ada, katakan dengan saja."
"Ya, memang ada," jawab Susi. "Tapi bertanyalah dengan sopan. Kalau tidak, aku tidak mau membuka mulut."
"Peter mendelik. Adik Jack ini memang keterlaluan, pikirnya. Dan Susi menatapnya sambil nyengir.
"Bilang, 'Aku memohon dengan sangat, Susi," katanya. Peter yang malang - Ia terpaksa menuruti keisengan Susi. Soalnya, ia ingin sekali mengetahui ada apa dalam ruangan bawah tanah.
"Aku memohon dengan sangat, Susi," kata Peter ketus.
"Tidak, aku tidak mau jika begitu! Harus dengan suara yang sopan sekali," kata Susi.
"Susi!" bentak Jack." Jika kau meneruskan permainanmu ini, kuhajar kau nanti! Aku malu melihat tingkahmu, mempermainkan Peter seperti begitu. Aku - aku...." Jack terbata-bata.
"Ya deh, ya deh! Akan kuceritakan apa yang kami lihat di sana," kata Susi buru-buru. Ia tahu, Jack pasti akan benar-benar menamparnya jika ia masih berani melanjutkan keisengannya. "Sekarang, dengarkan baik-baik!"
Para anggota Sapta Siaga mendengarkan dengan penuh perhatian, sementara Susi" menceritakan pengalamannya bersama Binki kemarin pagi. Binki duduk di samping SUSI. Sekali-sekali ia mengangguk, membenarkan cerita Susi.
Pendekar Latah 10 Si Rase Kumala Giok Hou Ko Kiam Karya S D Liong Kemelut Di Majapahit 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama