Ceritasilat Novel Online

Gara Gara Teleskop 2

Sapta Siaga 12 Gara Gara Teleskop Bagian 2


"Yah" kata Susi membuka cerita, "kami kan tau" kalian berniat hendak pergi ke puri! kami juga mengetahui sangkaan kalian, bahwa ada orang bersembunyi di situ, karena aku mendengar pembicaraan Jack di telepon. Lalu kami bermaksud ke sana pula, mendului kalian. Maksud kami, hendak mempermainkan kalian."
"Ya, baiklah - tapi bagaimana cara kalian pergi ke sana" Aku melihat sepeda kalian, masih ada dalam gudang," kata Jack.
"Rupanya abangku ini lupa, masih ada kendaraan yang namanya bis," kata Susi.
"Kami naik bis yang lewat di bukit itu, serta berhenti di puncaknya. Begitu berhenti, kami cepat-cepat turun. Kami lantas melintasi padang rumput, menuju ke puri - ke belakangnya, bukan ke depan - karena siapa tahu, kalian tiba lebih pagi!"
"Astaga, bis! Kenapa tidak sampai ke situ pikiran kita1" keluh Jack. "Jadi kalian sudah ada di sana, jauh sebelum kami tiba""
"0 ya! Dan ketika kami menyelinap ke belakang puri, kami melihat seseorang duduk di atas sebongkah batu. Orang itu sedang sibuk melukis puri."
"Wanita itu kaget sekali ketika kami tiba-tiba saja sudah ada di belakangnya," sela Binki.
"Ia tidak mendengar kami datang, karena kami berjalan ,di atas rumput."
"Kalian sempat berbicara dengan wanita itu"" tanya Peter. "Menurut sangkaan kami, yang di puri itu laki-laki, bukan wanita. Orang yang kulihat lewat teleskop, nampaknya memakai topi pet yang umum dipakai laki-laki."
"Wanita itu tidak memakai pet," kata Susi, yang sementara itu sudah asyik bercerita. "Tapi rambutnya disanggul tinggi di atas kepala. Mungkin sanggulnya itu yang kau-sangka pet, dilihat dari jauh. Yah...."
Tiba-tiba Skippy menggeram, lalu lari menghampiri pintu.
"Ada orang datang!" kata Peter. "Siapa di luar""
"Terdengar pintu diketuk, disusul suara juru masak yang selalu riang.
"Aku tak mau masuk, karena aku tahu kalian sedang membicarakan urusan rahasia," katanya. "Kutinggalkan saja hidangan kue selai untuk kalian di depan pintu. Kalian kan bertujuh""
"Tidak, bukan tujuh, tapi sembilan - atau tepatnya sepuluh, termasuk Skippy," seru Susi, sebelum ada anak lain yang sempat menjawab. "Petang ini sedang berlangsung rapat Sembilan Siaga!"
"Wah, kalau begitu salah seorang di antara kalian harus datang ke rumah, untuk mengambil dua lagi," kata juru masak, lalu pergi lagi.
"Ma na ada Sembilan Siaga!" tukas Janet. "Ia menatap Susi sambil merengut. "Kami tidak mau membagimu kue!"
"Baiklah, kalau begitu kami pulang saja," kata Susi. "Yuk, Binki!"
Kedua anak bandel itu berdiri, lalu berjalan menuju ke pintu.
" Bab 12 Lanjutan Cerita Susi
"PETER menyadari, pihaknya sekali itu kalah. Sapta Siaga masih memerlukan keterangan Susi. Peter mengeluh.
"Ya deh, kau menang," katanya. "Duduklah kembali - kau boleh ikut makan bersama kami! Colin, tolong ambilkan. tiga potong kue selai lagi di dapur, satu untuk Skippy."
Sementara Colin pergi diikuti oleh Skippy, anak-anak yang lain menunggu dalam gudang. Mereka memandang Susi dengan perasaan sebal. Anak itu benar-benar keterlaluan. Sedang Susi sendiri, ia memandang berkeliling sambil tersenyum bandel Malam itu ia menang! Tahu rasa sekarang, Sapta Siaga yang sombong, pikirnya.
Tak lama kemudian Cotin sudah kembali lagi, membawa kue tambahan. Anak-anak mulai makan dengan nikmat.
"Nah, mengenai wanita yang sedang melukis itu," sambung Susi sambil mengunyah kue, "katanya kami lebih baik jangan masuk ke puri, sebab berbahaya! Kami mengucapkan terima kasih atas peringatannya - tapi tentu saja sebetulnya kami tetap bertekad masuk, tanpa dilihat wanita itu.
""Dasar bandel!" tukas Jack.
"Kami masih mengobrol sejenak dengan wanita itu, untuk mengetahui apakah ada ceritanya yang menarik," kata Susi. "Tapi ternyata sama sekali tidak ada! Ia cuma mengatakan senang sekali pada puri kuno itu. Ia melukisnya, dengan harapan akan bisa menjual hasil lukisannya. Kata wanita itu, lukisan-lukisan serta barang-barangnya yang lain semua disimpan dalam puri. Katanya tempat itu aman, karena pada musim dingin tak ada orang datang ke sana."
"Kelihatannya kecurigaan kita selama ini sama sekali tidak beralasan," kata Peter kecewa.
"Wanita itu juga sangat tertarik pada kami," kata Susi lagi. "Ya kan" Binki""
"0 ya - banyak sekali pertanyaan yang diajukannya! ia terpingkal-pingkal, ketika Susi bercerita bahwa Jack serta kalian semua sedang dalam perjalanan ke sana, untuk melacak jejak seorang laki-laki yang bersembunyi dalam puri itu."
"Kau menceritakan hal itu padanya"" tukas Peter marah. "Dasar anak lancang mulut! Kau sama sekali tidak berhak membeberkan rencana kami."
"Ah, itu kan rencana konyol, jadi tidak apa-apa jika diketahui orang lain," kata Susi seenaknya. "Wanita itu bertanya, bagaimana kalian bisa melihat ada orang di puri dari pertanian ini - sebelumnya kami sudah bercerita bahwa kau tinggal di sini, Peter - dan ia tertarik sekali mendengar bahwa kita punya teleskop yang disimpan dalam gudang ini, dan dengan alat itu kita bisa melihat puri dengan jelas sekali."
"Ya ampun, Susi! Itu juga kauceritakan" Keterlaluan! Sekarang ia tahu bahwa kita mengamat-amati segala kejadian di puri," keluh Peter. "Sungguh, kau ini rupanya benar-benar goblok! Seenaknya saja mengoceh di depan seseorang yang tak kau kenal."
"Dan kau juga gobtok, menyangka di puri ada kejadian aneh," batas Susi. "Padahal yang ada di sana, cuma seorang wanita yang sedang melukis! Tak ada orang bersembunyi di sana. Kata wanita itu, tiap malam ia turun ke desa yang terdapat di belakang puri. Ia menginap di sana. Dan kecuali kita, sejak ia ada di puri belum ada orang lain datang ke situ." Susi tertawa. "Nah, mana misteri kalian sekarang""
Para anggota Sapta Siaga merasa kecewa, dan sekaligus juga marah. Sebelum Susi campur tangan, keadaan sangat mengasyikkan bagi mereka! Dan sekarang - tidak ada apa-apa lagi yang menegangkan.
"Kalian melihat sesuatu dalam ruangan bawah tanah"" tanya Peter, setelah diam beberapa saat.
"Cuma barang-barang yang biasa dimiliki pelukis," jawab Susi. "Nanti dulu - apa yang kita lihat di sana, Binki""
"lukisan," kata Binki. "lukisan-lukisan, tanpa bingkai. Menurut perasaanku, lukisan itu semuanya terlalu gelap. Jelek! Kurasa itulah hasil lukisan wanita yang kami jumpai di luar. Tentu saja lukisan-lukisan itu ditutup dengan selubung. Kami hanya sempat mengintipnya sebentar. Di situ juga ada setumpuk selimut, serta beberapa buah kaleng."
"Kata wanita itu, ia masih akan tingga
l beberapa hari lagi di situ untuk menyelesaikan lukisannya. Kalau hujan, ia berteduh "dalam puri," kata Susi. "Kurasa saat itulah kalian melihatnya, sewaktu sedang memandang ke luar dari jendela menara. Ia juga makan dalam pur1, kecuali sarapan dan makan malam. Untuk makan, ia cukup membuka kaleng saja."
"Cara hidup yang aneh," kata George.
"Yah, begitulah persoalannya! Coba kita juga pergi ke belakang puri, pasti kita akan bertemu pula dengan wanita itu. Sayangnya, kita langsung masuk dari gerbang sebelah depan. Kalian tentunya saat itu sudah menunggu-nunggu kami. Dan begitu kami datang, kalian bergegas ke ruangan bawah tanah, untuk meledakkan balon konyol itu."
"Kami setengah mati tertawa, ketika mendengar kalian menjerit-jerit ketakutan, lalu lari pontang-panting ke luar," kata Binki, lalu cekikikan lagi.
"Diam!" bentak Jack. Ia sudah bosan menghadapi Susi dan Binki. "Ayo pergi! Pulanglah ke rumah!"
"Sebetulnya kami ingin memakai teleskop jika kalian tidak berkeberatan," kata Susi. Sopan sekali ia berbicara. "Malam ini kebetulan langit cerah, dan bulan juga kelihatan."
"Tidak bisa! Rapat selesai," kata Peter tegas. "Dan jangan coba-coba berbuat iseng dengan teleskop malam ini. Tidak boteh!"
"Teleskop kan bukan kepunyaanmu," kata Susi. Ia langsung marah. "Setengahnya milikku! Aku cuma mengizinkan kalian memakai bagianku itu! Aku...."
"Diam, Susi! Ayo, ikut pulang dengan aku," kata Jack. Digenggamnya lengan adiknya itu kuat-kuat. "Bikin malu orang saja!"
Ditariknya Susi ke luar. Binki mengikuti dari belakang. Peter menghembuskan napas lega.
"Syukurlah, mereka sudah pergi! Dasar anak-anak bandel! Nah - mudah-mudahan untuk sementara waktu mereka tidak merongrong lagi!"
" Bab 13 Soal Teleskop Lagi
"SUSI dan Binki marah-marah, karena ditarik pulang oleh Jack.
"Padahal kami kan cuma ingin meneropong lagi," keluh Susi.
"Ah, alasan saja," tukas Jack. "Kalian cuma ingin mengacau!"
"lepaskan tanganku," kata Susi. "Aku bisa berjalan sendiri."
"Kalau begitu jangan bertingkah," jawab Jack. Dalam hati ia merasa lega. Sulit baginya mengendalikan adiknya yang meronta-ronta terus. Dan begitu Jack melepaskan cengkeramannya, kedua anak perempuan itu langsung lari. Jack melihat mereka menuju ke rumah. Ia menarik napas panjang. Enaknya diapakan, adik yang sebandel Susi"
Tapi sebetulnya Susi dan Binki tidak pulang. Tidak! Susi sudah bertekad hendak mengambil teleskop malam itu juga. Sebenarnya ia tidak kepingin lagi, tapi sifat keras kepalanya memaksa dirinya berbuat begitu. Ia tadi minta dengan baik-baik, tapi ditolak! Penolakan itu menyebabkan dia semakin bertekat. Memang begitulah sifat Susi!
Karenanya kedua anak itu tidak lantas pulang, tapi bersembunyi di balik gerbang sebuah rumah. Mereka menunggu sampai Jack lewat. Setelah itu mereka lari lagi, kembali ke rumah Peter dan Janet. Napas mereka terengah-engah karena berlari terus, sehingga tidak bisa cekikikan seperti biasanya. Tapi mereka puas sekali, karena berhasil mengecoh Jack. Pasti saat itu ia sudah hampir sampai di rumah.
Dengan segera Susi dan Binki sudah sampai di gudang tempat rapat. Tempat itu kini gelap, karena Sapta Siaga sudah pulang semua. Pintu gudang sudah dikunci. Susi mengambil anak kunci yang disembunyikan di bawah batu, lalu membuka pintu.
"Kita meneropong bulan sebentar, supaya bisa mengatakan bahwa kita sudah melihatnya dengan teleskop," kata Susi. "Setelah itu kita simpan lagi. Pokoknya, kita sudah melaksanakan kemauan kita! Pasti Sapta Siaga marah-marah, jika mendengarnya" ,
Sesaat kemudian, kedua anak bandel itu sudah asyik meneropong. Tapi rupanya bulan agak malu-malu. Bersembunyi di balik awan tebal, sehingga tidak bisa diperhatikan. Malam bukannya terang, tapi malah gelap.
"Coba ubah arah teleskop," kata BinkL "Kita meneropong puri, supaya bisa bercerita bahwa kita juga mengamat-amatinya!"
Karena itu Susi lantas mengarahkan teleskop ke puri, yang nampak samar di kejauhan.
"Nah, sekarang kita bisa...." kata Susi. Detik berikut ia tertegun. "He - apa itu1 Binki, aku melihat cahaya dalam puri!"
""Dalam puri, katamu" Coba kulihat!" kat
a Binki, lantas melekatkan matanya ke bagian belakang teleskop. "Wah betul! Ada cahaya di sana. Rasanya seperti di lantai dasar! Di pintu gerbang"" tebaknya.
"Aku tidak tahu! Mungkin juga salah satu jendela sebelah bawah," kata Susi, sambil mendorong Binki ke samping. "Ya - itu dia, jelas sekali kelihatannya! Siapa yang ada di sana" Kata wanita pelukis itu, ia tidak pernah tidur di puri. Ia selalu pergi ke desa untuk minum teh pada sore hari, dan baru naik lagi ke puri keesokan paginya! Kurasa cahaya itu isyarat untuk seseorang! Ya - betul, rupanya di sana toh sedang terjadi sesuatu yang misterius!"
"Astaga! Kalau begitu, cepat-cepat saja kita laporkan pada Peter," kata Binki bersemangat. "Atau lebih baik jangan""
"Tidak - kita ceritakan pada Peter," kata Susi. "Peter pasti marah, jika mendengar bahwa kita menemukan sesuatu lagi. Yuk, kita mendatanginya!"
Kedua anak itu masuk ke rumah Peter dan Janet. Ternyata pemimpin Sapta Siaga itu sedang bermain dengan Janet dalam kamar. Keduanya terkejut. melihat Susi dan Binki tiba-tiba masuk ke dalam kamar.
Peter sudah mau marah lagi, tapi cepat-cepat dipotong oleh Susi.
"Ada kabar penting, kata anak itu. "Ada orang di dalam puri, memberi isyarat cahaya. Kami "melihatnya. Kami tadi memandang ke sana dengan teleskop. Lihat saja sendiri!"
Tapi Peter cuma tertawa mengejek, lalu duduk lagi.
"Ini pasti keisengan kalian lagi," katanya. "Aku heran, tidak bosan-bosannya kalian berbuat konyol. Kalau kalian mengira kami bisa kalian tipu lagi, percuma! Dan jika kalian tidak keluar saat ini juga, aku akan memanggil Ibu! Sudah bosan kami diganggu kalian malam ini."
"Tapi".. Peter- kami tadi meneropong...." Binki yang mencoba menyela, langsung didorong keluar oleh Peter dan Janet. Susi juga ikut didorong. Pintu ditutup keras-keras, dan sekaligus dikunci dari dalam.
""Baiklah! Menyesal kalian nanti!" seru Susi jengkel. "Akan menyesal kalian besok, karena tidak mau -mendengarkan kata kami!"
Kedua anak itu pergi. Rasanya kepingin menangis, karena marah. Sekali itu mereka tidak bermaksud menipu. Betul-betul ada orang di dalam puri!.
" Bab 14 Kejadian Mengejutkan
"KEESOKAN paginya sehabis sarapan, Peter dan Janet pergi ke gudang tempat rapat. Mereka hendak membereskan barang-barang yang masih tertinggal di sana sehabis rapat.
"Masih ada waktu dua puluh menit, sebelum kita harus berangkat ke sekolah," kata Peter, sambil merogoh-rogoh ke bawah batu tempat anak kunci pintu gudang disimpan. Ia merogoh-rogoh terus", sementara matanya semakin membesar. Akhirnya Peter berseru kaget, "He - tidak ada! Ke mana anak kunci itu" Aku tahu pasti, kemarin malam aku menaruhnya di sini."
"Pasti diambil Susi I" kata Janet sambil mengerutkan kening. "Tentu ia hendak mengganggu kita lagi. Anak itu memang keterlaluan !"
Keduanya lantas pergi ke pintu gudang. Mereka hendak memeriksa, apakah tulisan SS yang terpasang di sana, dirobek oleh Susi. Tapi ternyata tidak! Ketika mereka berpaling hendak pergi, tiba-tiba Janet berseru.
"Peter! Apak kunci itu ada di lubangnya! Susi lupa menyembunyikannya lagi! Anak tolol, kalau gudang tidak terkunci, kan ada kemungkinan orang masuk lalu mengambil barang-barang kita."
"Kedua anak itu masuk ke dalam gudang. Mereka merasa jengkel terhadap Susi. Tapi keadaan di situ kelihatannya beres. Janet mengerutkan kening. Berpikir-pikir. Rasanya seperti ada sesuatu yang tidak terdapat di tempatnya. Tapi apa"
"Teleskop!" katanya dengan tiba-tiba. "Peter - mana teleskop itu" Tidak ada lagi di tempat yang biasa!"
"Diambil Susi!" Peter sangat marah, sehingga bicaranya seperti orang gagap. "Hanya karena aku melarang dia memakainya, serta karena kita tidak mau, mempercayai cerita konyolnya bahwa ada orang memberi isyarat dengan cahaya dari dalam puri. Kutelepon saja Jack sekarang juga!"
Jack kaget sekali ketika mendengar kabar itu. Ia cepat-cepat memanggil Susi.
"Ayo, kau harus bicara sendiri dengan Peter!" bentaknya. "Katakan padanya, di mana kalian menyembunyikan teleskop. Yang jelas, dalam gudang tidak ada!"
"Tapi kemarin malam kami memulangkannya ke sana," kata Susi. Dari n
ada suaranya yang terheran-heran, Jack merasa bahwa adiknya tidak berbohong. "Sungguh, kami sudah mengembalikan teleskop itu ke tempatnya yang biasa."
"Dan kau mengunci pintu lagi"" kata Jack meminta ketegasan. Susi memandang Binki - sementara mukanya berubah warna, menjadi merah padam.
""Wah, Jack - tidak, kurasa aku lupa mengunci lagi!, Aku kemarin begitu marah karena Peter tidak mau percaya padaku. Teleskop kumasukkan begitu saja ke dalam gudang, lalu pintunya kubantingkan sehingga tertutup lagi. Setelah itu aku pergi cepat-cepat dari situ, bersama Binki. Aku tak ingat mengunci pintu lagi, serta menyembunyikan anak kuncinya ke bawah batu."
"Kami lupa, Jack," kata Binki takut-takut. "Ya, kami lupa mengunci pintu. Aduh Jack- teleskop yang bagus itu! Dicuri orang""
"Kurasa ya," kata Jack ketus, lalu kembali ke pesawat telepon sambil mengomel. "Dasar goblok! Kalau kau begini terus, satu kali nanti kau pasti akan mengalami kesulitan besar, Susi! Untung teleskop itu milik kita sendiri, bukan kepunyaan orang lain!"
lewat telepon diceritakannya pada Peter, bahwa Susi dan Binki sudah mengembalikan teleskop ke dalam gudang, tapi lupa mengunci pintu kembali. Peter marah sekali.
"Jadi orang yang menyelinap malam-malam di situ, bisa masuk dengan mudah," katanya. "Dan tentu saja teleskop yang diambil, karena itulah barang yang paling berharga di situ. Aku harus lapor pada ayahku, Jack!"
"Wah, jangan dulu," kata Jack cemas. "Nanti Susi dimarahi! Aku tahu, anak ini memang bandel - tapi dia kan adikku, dan- yah, tentunya kau sendiri tahu bagaimana perasaanku. "
""Baiklah, Jack. Kita tunggu saja sampai nanti malam, untuk melihat perkembangan selanjutnya," kata Peter. "Sebaiknya kita mengadakan rapat lagi! Pukul setengah enam tepat! Tapi jangan bilang pada Susi."
"Tentu saja tidak! Tapi adikku itu kelihatannya sangat bingung sekarang, sehingga kurasa ia takkan berbuat iseng untuk sementara waktu," kata Jack. "Aku sendiri ikut bingung. Aku tahu, kelihatannya Susi dan Binki sendiri yang mengambil teleskop itu, untuk menjengkelkan kita - tapi di pihak lain, Susi bukan pembohong, meskipun sifatnya selalu mengesalkan hati."
"Aku juga tahu," kata Peter, menenangkan perasaan Jack. "Baiklah. Jadi nanti sore kita rapat, pukul setengah enam. Akan kukabari teman-teman yang lain!"
Sore itu para anggota Sapta Siaga berkumpul lagi dalam gudang. Suasananya lain daripada biasa. Tidak terdengar suara tertawa. Rapat kali itu serius. Semua sudah tahu tentang teleskop, karena diceritakan oleh Peter dan Janet. Dan sekarang -tindakan apa yang harus diambil"
" Bab 15 Rencana Hebat "JACK - lebih baik kau dulu menyampaikan laporan tentang Susi," kata Peter sebagai ketua rapat
Jack lantas mulai bicara. Ia bercerita, tentang Susi yang lupa mengunci pintu. Katanya, adiknya itu sangat menyesal, serta minta maaf.
"Kata Susi, ia mau disuruh berbuat apa saja, untuk membantu kita menemukan teleskop itu kembali," kata Jack mengakhiri laporannya. "Aku sendiri merasa kecewa! Untung barang itu kepunyaanku sendiri, bersama Susi! Bayangkan, kalau milik orang lain." Saat itu Jack sudah merasa tidak enak, apalagi jika adiknya menghilangkan barang kepunyaan orang lain!
"Kami juga kecewa, Jack," kata Peter. "Kami percaya padamu, waktu kau mengatakan bukan Susi yang mengambilnya."
"Dan rasanya kita juga harus mempercayai ceritanya, bahwa ia kemarin bersama Binki melihat cahaya di dalam puri, ketika sedang meneropong ke arah sana," kata Jack serius.
"Aku tahu, Susi menjengkelkan sekali - tapi terus terang saja, aku belum pernah mengalami adikku itu berbohong. Memang, sering menipu, membuat kita mempercayai berbagai kekonyolan yang diceritakannya. Tapi jika sungguh-sungguh bohong, Susi tidak pernah melakukannya. Jadi jika dikatakannya bahwa kemarin malam ia melihat cahaya dalam puri, maka ia benar-benar melihatnya."
"0, begitu," kata Peter. "Nah, bagaimana pendapat kalian" Kita percayai atau tidak cerita Susi""
""Aku percaya," kata Pam. "Susi keras kepala dan gemar mengganggu orang, tapi di sekolah aku, belum pernah mendengarnya membohong sedikit pun, juga tid
ak untuk menghindarkan diri dari omelan guru. Susi tidak mau merendahkan diri. Ia selalu memilih, lebih baik kena hukuman."
"Anak itu sitatnya mirip laki-laki," kata Barbara. Kawan-kawannya memandang dengan heran. "Ah, kalian kan tahu maksudku," katanya melanjutkan. "Susi tabah dan berani, acuh tak acuh - dan tidak gampang menangis. Setianya pada kawan bukan main! Kalau dia anak laki-laki, aku akan senang sekali padanya. Tapi karena perempuan, malah menjengkelkan saja."
Anak-anak melongo. Barbara yang pendiam ternyata bisa juga berbicara panjang lebar. Biar tidak begitu jelas apa yang dimaksudkannya!
""Aku mengerti maksudmu, Barbie," kata Janet. "Sekarang kita maafkan saja dia - dan kita beri kesempatan padanya untuk membantu, jika dia sendiri mau."
Tapi anak-anak yang laki-laki langsung memprotes. Tidak - mereka tidak memerlukan bantuan dari Susi! Dalam hati mereka khawatir, jangan-jangan nanti ternyata bahwa Susi lebih cerdik daripada mereka sendiri.
"Kita kembali pada pokok persoalan semula," kata Peter. "Jadi kita percaya bahwa Susi melihat cahaya dalam puri! Tapi itu berarti, wanita pelukis yang dijumpai oleh Susi dan Binki, tidak berkata sebenarnya ketika ia bercerita bahwa ia tidak pernah ada di puri pada malam hari! Dan kelihatannya, cahaya yang nampak itu memang isyarat. Baiklah! Sekarang, kepada siapa isyarat itu ditujukan - dan untuk apa""
"Bagaimana jika kita yang laki-laki pergi ke puri malam ini juga, dan mengadakan penyelidikan di sana"" kata Colin. "Aku agak malu sekarang, karena lari pontang-panting ditakut-takuti oleh Susi dan Binki. Perasaanku baru akan enak kembali jika kita pergi lagi ke puri untuk menyelidiki apa yang sedang terjadi di sana!"
Peter dan Jack mengangguk. Begitu pula George. Mereka sependapat dengan Colin.
"Tapi kita saja - tanpa anak perempuan," kata Peter tegas. Melihat Janet membuka "mulut hendak mengatakan sesuatu, Peter mengulangi sekali lagi. "Anak-anak perempuan tidak boleh ikut!"
Masih ada satu hal yang belum kita bicarakan," kata George kemudian. "Maksudku, siapakah yang mencuri teleskop! Pencuri biasa takkan mau mengambil barang seperti itu. Dijual sulit, sedang dipakai sendiri - untuk apa" Menurut pendapatku, maling biasa pasti akan mengambil permadani atau lampu, atau barang lainnya seperti itu."
"Betul juga katamu," kata Peter. Tiba-tiba
Jack menepuk lututnya, sambil berseru.
"He! Kurasa aku tahu, siapa yang mencuri teleskop kita! Pasti orang yang bersembunyi dalam puri! Susi bercerita tentang teleskop pada wanita yang dijumpainya sedang melukis. Ia bercerita bahwa puri nampak jelas jika dilihat dengan teleskop. Dikatakannya pula bahwa kita pernah melihat seseorang di balik jendela menara. Kalau di sana memang ada sesuatu yang aneh, wanita itu pasti akan tahu bahwa kita bisa melihatnya lewat teleskop - jika kita kebetulan meneropong pada saat yang tepat!"
"lalu ada orang ke mari tadi malam, menemukan pintu dalam, keadaan tidak terkunci! Tentu saja ia lantas menyelinap masuk dan mengambil teleskop, supaya kita tidak bisa lagi mengamat-amati puri," kata Peter. "Aku kesal terhadap Susi! Kalau ia kemarin malam tidak lupa mengunci pintu, pasti orang itu takkan bisa masuk!"
"Tapi persoalannya sekarang - apakah yang sedang berlangsung dalam puri tua itu"" kata Janet. Seluruh anggota Sapta Siaga mengerutkan kening. Semua sibuk berpikir. Kecuali Skippy, tentunya!
"Tempat itu sangat cocok untuk menyembunyikan barang-barang curian," kata Pam. "Apalagi dalam ruangan bawah tanah!"
"Tapi menurut Susi, yang ada di situ cuma lukisan-lukisan tanpa bingkai," kata Collin.
"Kurasa wanita itu yang melukisnya, dan menyimpannya di situ sampai ada kesempatan untuk memasangnya dalam bingkai."
"Jangan konyol," kata Jack. "Jika lukisan yang ada di situ banyak jumlahnya, maka diperlukan waktu berminggu-minggu untuk melukisnya. Tapi aku punya dugaan lain. lukisan-lukisan yang ada di situ merupakan hasil karya pelukis kuno. lukisan-lukisan berharga!"
"Kalau begitu, mestinya sudah berbingkai dong," kata Barbara.
"Kalau barang curian, tidak!" kata Jack. "Paling gampang membuka lukisa
n dari bingkainya, lalu mengangkutnya dalam keadaan tergulung!"
"Ah, kurasa itu terlalu dicari-cari," bantah Janet.
""Baiklah," kata Jack. "Menurut hematku, cuma ada satu yang bisa kita lakukan. Kita ke sana malam ini, untuk mengamat-amati. Menurut Susi, mestinya wanita pelukis itu yang kemarin malam memberi isyarat dengan lampu. Kita anggap saja ia memberi isyarat pada pihak lain! Mungkin untuk memberitahukan bahwa barang-barang sudah ada di puri, dan sudah bisa dijemput. Pokoknya isyarat semacam itu. Kalau anggapan ini benar, maka...."
"Mungkin malam ini akan datang orang untuk menjemput!" kata George dan Jack serempak.
Suasana dalam gudang tenang, semua sibuk berpikir. Kemudian Peter berbicara.
Suaranya tegas. "Begini saja rencana kita! Kita berempat- yang laki-laki - pergi lagi dengan sepeda ke sana, sehabis makan malam. Kita menyelidik di sana, untuk melihat apa saja yang mungkin bisa ditemukan. Kurasa teleskop kita juga disembunyikan di sana! Jika nanti kita merasa memerlukan bantuan, atau ayahku perlu diberi tahu, kita akan memberi isyarat dengan salah satu lampu sepeda kita! Kita lambaikan naik-turun!"
"Bagaimana isyaratnya"" tanya Pam dengan bersemangat.
"Kalau semuanya beres, dua kali. Artinya tak ada yang mencurigakan di sana," kata Peter. "Empat kali, berarti kami meminta Ayah datang. Kalau sampai lebih dari empat kali, keadaan benar-benar genting! Mengerti""
"Ya," kata anak-anak bersemangat. Mata mereka bersinar-sinar.
"Pam dan Barbara, sehabis makan malam nanti kalian ke sini lagi ya," kata Janet. "Kita bersama-sama menunggu isyarat itu. Tapi nanti dulu. Peter! Bagaimana kami bisa melihat isyarat kalian" Jangan lupa, kita sudah tidak punya teleskop lagi. Dan dengan mata biasa, isyarat itu takkan mungkin kelihatan. Puri terlalu jauh letaknya."
"Persoalan itu sudah kupikirkan," jawab Peter. "Kau harus meminjam teropong Ayah! Dan kurasa jika kami sudah setengah jam pergi, sebaiknya kau menceritakan segala-galanya padanya, supaya ia mau segera datang jika kami memerlukan pertolongan."
"Wah, ini benar-benar asyik!" kata Pam. "Kau memang pintar, Peter. Teropong! Tentu saja, dengan teropong kami bisa melihat sejelas dengan teleskop! Dengannya, isyarat kalian bisa nampak jelas."
"Rapat selesai!" kata Peter. Skippy yang selama itu berbaring di lantai, menggeliat sambil bangkit. Anjing itu nampaknya lega. Memang, baginya rapat kali itu membosankan. Tidak ada kue, tidak ada makanan kecil. Cuma bicara, bicara terus. Tidak terdengar suara tertawa, tak ada yang menepuk-nepuk kepalanya. Tidak, Skippy tidak suka pada rapat seperti itu.
""Kita harus mengingat-ingat! Dua kali jika semua beres - empat kali jika ayah Peter dan Janet harus datang, lalu jika enam kali keadaan benar-benar gawat!" kata Barbara pada Pam, dalam perjalanan pulang. "Sekali ini kita sungguh-sungguh menghadapi kejadian tegang!"
" Bab 16 Sehabis Makan Malam
SELESAI makan malam, Peter bergegas mengambil sepeda.
"Jangan lupa Janet," katanya sebelum berangkat, "nanti kau meminjam teropong Ayah! Tapi jangan sekarang - beri kesempatan pada kami untuk berangkat lebih dulu. Kalau kau memintanya sekarang! ada kemungkinan ia akan melarang pergi. Dan jika ternyata di sana tidak ada apa-apa kami tidak enak jika ia harus menyusul kami. Dia kan capek, sudah bekerja keras sehari penuh. Tapi ingat baik-baik: jangan lupa memperhatikan isyarat kami!"
"Tentu saja aku tidak akan lupa," kata Janet. Ia ingin sekali ikut. "Skippy kauajak"" .
"Tidak! Perjalanan ke sana terlalu Jauh baginya," kata Peter. "Maaf, Skip - tapi kau harus tinggal di rumah."
Skippy merasa sedih. Tidak sayang lagikah Peter padanya" Sudah dua kali anak itu pergi, tanpa mengajaknya. Skippy mengikuti Peter dari jauh. Ia ingin tahu, ke mana anak itu pergi.
Dilihatnya Peter mengambil sepeda. Setelah itu datang ketiga anggota Sapta Siaga yang laki-laki. Skippy merasa semakin sedih.
"Ia tak tahan lagi, melihat keempat anak laki-laki itu pergi naik sepeda. Ia akan menyusul. Memang, jalan mereka tentu lebih cepat karena naik sepeda. Tapi ia bisa mengikuti, dengan jalan mencium jejak merek
a. "Guk," kata Skippy dalam hati. "Peter takkan tahu! Tapi aku merasa bahwa aku harus ikut dengan dia malam ini!"
Skippy berlari-lari menyusul keempat anak laki-laki yang naik sepeda. Hidungnya terangkat ke atas, mengendus-endus. Penciuman Skippy memang tajam!
Sementara itu Janet terus-menerus mengawasi gerak jarum jam. Ia senang, ketika kedua anak perempuan anggota Sapta Siaga muncul lagi. Rasanya waktu berjalan sangat lambat. Janet menunggu sampai Peter dan ketiga kawannya sudah kira-kira setengah jam pergi. Setelah itu ia memutuskan untuk meminjam teropong pada Ayah, dan sekaligus menceritakan apa yang terjadi. Akan marahkah Ayah dan Ibu" Yah - apa boleh buat, ia harus menanggung risiko itu.
Janet mengambil teropong ayahnya, lalu pergi ke kamar duduk. Orang tuanya sedang duduk di situ. Ibu sibuk merajut, sedang Ayah mengurus pembukuan perusahaan pertaniannya.
"Ayah," kata Janet, "bolehkah aku meminjam teropong Ayah""
"Untuk apa"" tanya ayahnya dengan heran. "lagipula, malam-malam begini""
"Janet lantas menceritakan segala-galanya. Mula-mula dengan gugup, sehingga orang tuanya tidak bisa menangkap maksud sebenarnya. Tapi lambat laun mereka mengerti juga - termasuk tujuan Janet meminjam teropong!
"Astaga!" kata Ayah tercengang. "Macam-macam saja perbuatan kalian! Untuk apa naik sepeda malam-malam. pergi ke puri" Seakan-akan di sana terjadi sesuatu yang serius. Dugaan Peter tentang lukisan-lukisan curian itu omong kosong belaka!"
"Jangan begitu," sela Ibu. "Aku pernah membaca berita dalam surat kabar, tentang sejumlah lukisan berharga yang dicuri orang dari rumah seorang bangsawan. lukisan-lukisan itu dilepaskan dari bingkai. Mestinya pencuri menggulungnya, lalu lukisan-lukisan itu diangkut dalam koper. Begitulah dugaan yang tertulis dalam berita itu...."
Janet terpekik. "Aduh Bu! Lukisan-lukisan yang dilihat Susi dan Binki itu juga cuma digulung saja, tidak terpasang dalam bingkai!"
Mendengar kata-katanya itu, Ayah dan Ibu langsung tertarik. Mereka menanyai Janet lebih lanjut. Keduanya tercengang mendengar penuturannya.
"Jadi sekarang keempat anak laki-laki itu pergi sendiri ke puri!" kata Ayah. "Kejadian ini benar-benar luar biasa. Aku agak cemas."
"Ayah tidak perlu cemas." kata Janet. "Mereka sanggup menjaga diri. Mereka sudah selalu sanggup! Kini kami bertugas menunggu isyarat dari mereka, untuk mengetahui apakah mereka memerlukan bantuan atau tidak!"
"Aku tak -mau menunggu sampai isyarat mereka datang!" kata Ayah tegas. "Aku berangkat sekarang juga. Matt, penggembala biri-biri kita akan kuajak, begitu pula Pak Kebun!"
"Wah." kata Janet. "Kami diharuskan menunggu isyarat mereka dulu. Nanti Peter marah!"
"Biar saja dia marah," kata Ayah, lalu pergi ke luar untuk memanggil kedua bawahannya.
"Mereka akan berangkat ke puri naik mobil. Tiba-tiba Janet teringat, bahwa sejak Peter pergi ia tak melihat Skippy lagi.
"Ke manakah anjing itu"" pikirnya. "Kasihan si Skippy. Kurasa ia sedang merajuk di salah satu tempat, karena anak-anak pergi tanpa mengajaknya. Aku harus mencari dan menghiburnya!"
Janet kembali ke tempat Pam dan Barbara menunggu dengan sabar. Cepat-cepat diceritakannya maksud ayahnya. Ternyata kedua teman itu setuju sekali dengan niat Ayah.
"Orang dewasa rasanya selalu langsung tahu, tindakan apa yang sebaiknya harus diambil," kata Pam dengan lega. "Itulah salah satu perbedaan antara kita dan mereka. Mau ke mana lagi kau sekarang, Janet""
"Mencari Skippy," kata Janet. "Yuk, kita mencarinya. "
Tapi tentu saja Skippy tidak berhasil ditemukan. Ke mana pun dicari, anjing itu tetap tidak ada. Tiba-tiba timbul dugaan dalam hati Janet, tentunya Skippy menyusul Peter. Karenanya ia merasa senang.
"Skippy selalu ada gunanya apabila ikut," katanya pada Pam dan Barbara. "Yuk, kita naik saja ke kamar loteng. Dari situ kita meneropong ke puri, menunggu isyarat dari Peter. Aduh, tegang sekali perasaanku jadinya!"
Ketiga anak perempuan itu silih berganti meneropong. Tapi isyarat yang ditunggu tidak datang juga!
""Aduh gawat," kata Janet, setelah satu jam menunggu di kamar loteng. "Tidak ada isyarat 'se
mua beres', tapi juga tidak ada tanda 'ada yang tidak beres sendiri', atau bahkan tanda 'bahaya'. Apakah yang terjadi di sana""
" Bab 17 Di Puri "BANYAK yang terjadi di puri! Ketika berangkat ke sana, keempat anak laki-laki itu tidak tahu bahwa Skippy mengikuti dari belakang. Dan anjing itu menyusul Peter dengan penuh perhatian. Beraneka ragam bau yang tercium olehnya di tengah jalan. Bau landak dalam parit, bau kelinci di lapangan - tapi Skippy lari terus menyusur jalan. Ia bertekat menyusui Peter, untuk mengetahui hendak ke mana anak itu -pergi Peter dianggapnya tidak adil, tidak mau mengajak dia!
Sementara itu Peter sudah hampir sampai di puri Ketiga kawannya tertinggal agak di belakang. Napas mereka sudah terengah-engah. Tanjakan yang mereka lewati, sangat terjal. Tapi ketiga anak itu tidak mau kalah.
Selama Peter masih terus menaiki sepedanya, mereka juga bertekat tidak mau turun! Tapi lega juga perasaan mereka, ketika melihat Peter turun dari sadel. Ia sudah sampai di tempat mereka menaruhkan sepeda, sewaktu pertama katinya datang ke puri.
"Padamkan lampu kalian," kata Peter. "Kurasa cukup aman jika sepeda kita ditinggal tersandar ke pagar sini. Malam hari cuma bis saja yang lewat di sini - dan sekali-sekali sebuah mobil."
Setelah menyandarkan sepeda ke pagar, anak-anak lantas menyusur lereng bukit yang berumput, menuju ke puri. Bangunan kuno itu menjulang tinggi di depan mereka, kelihatannya seperti bayangan raksasa yang besar sekali. Masing-masing membawa senter, tapi tak ada yang dinyalakan. Mereka khawatir, nyala senter akan terlihat orang yang ada dalam puri Ketika sudah dekat ke bangunan yang sudah rusak itu, tiba-tiba Peter berhenti.
"Sekarang hati-hati," katanya. "Kita berjalan satu-satu! Dan ingat, jika ada bahaya, salah seorang dari kita harus memberi isyarat dengan senternya. Tak peduli siapa! Jadi kita perlu waspada, mungkin kita nanti perlu segera memberi isyarat."
Mereka melanjutkan langkah, menyelinap menuju ke puri. Di situ tak terdengar suara sedikit pun. Puri gelap gulita. Keempat anak itu melangkah masuk dengan hati-hati.
Mereka memakai sepatu bersol karet, jadi langkah mereka tak kedengaran. Tiba-tiba mereka tertegun ketakutan. Di atas mereka terdengar bunyi gemerisik.
"Itu kan cuma kawanan gagak dalam sarang mereka," kata Peter berbisik. "Rupanya mereka mendengar langkah kita. Sebaiknya kita tunggu sebentar, sampai mereka tenang lagi."
Tidak lama kemudian, keadaan sudah sunyi kembali. Keempat anak laki-laki itu masuk ke serambi depan yang luas. Tiba-tiba Peter melihat sesuatu, yang menyebabkan jantungnya berdetak keras.
"Lihatlah - dalam ruangan bekas dapur nampak cahaya," bisiknya pada teman-temannya. "Kalian menunggu di sini. Aku akan memeriksa ke sana sebentar."
Peter berjalan berjingkat-jingkat menuju ke ruangan tua yang lapang itu. Di ambangnya, ia terkejut. Ia melihat seseorang dalam ruangan itu. Seorang wanita. Orang itu berbaring dengan mata terpejam, menghadap api unQ9un yang kecil. Rupanya sebelum tidur, wanita itu menyalakan dulu api unggun itu, untuk menghangatkan tubuhnya.
"Rupanya dialah yang menginjak-injak api unggun yang kami temukan sudah padam "waktu itu. yang ranting-rantingnya masih terasa agak hangat!" pikir Peter. "Rupanya ia melihat kami datang, lalu buru-buru memadamkannya. Mudah-mudahan ia sudah tidur nyenyak sekarang!"
Kelihatannya memang begitu. Wanita itu terbaring di atas kasur, dan tubuhnya terbungkus dalam selimut beberapa lembar. Tentunya itulah selimut-selimut yang dilihat Susi dalam ruangan bawah tanah waktu itu, pikir Peter. Di samping wanita yang tidur tanpa bergerak-gerak itu, dilihatnya ada jam weker. Terdengar bunyi detaknya. nyaring dalam kesunyian malam.
Peter berjingkat-jingkat kembali ke serambi. Dengan berbisik-bisik, diceritakannya apa yang baru dilihatnya dalam ruangan dapur.
"Wanita itu tidur pulas, menghadap api unggun kecil. Kurasa ia bertugas menjaga di sini, kalau-kalau ada orang datang siang hari ke sini dan mungkin menemukan rahasia yang tersembunyi dalam ruangan bawah tanah. Hebat juga akalnya, pura-pura melukis puri! Deng
an begitu ia bisa duduk-duduk di luar sepanjang hari. sambil mengamat-amati!"
"Tapi waktu itu ia tidak melihat kita," kata Jack. "He - jika wanita itu sekarang sudah tidur, tentunya malam ini takkan ada kejadian penting! Maksudku. jika ada orang datang setelah menerima isyaratnya kemarin malam, pasti ia takkan tidur sekarang!"
""Ya, betul juga," kata Peter. "Yah, kita bisa saja pergi ke ruangan bawah tanah, untuk melihat apakah kumpulan lukisan itu ada di sana! Kalau masih ada, kita bisa mengambil dan membawanya pulang. Biar para pencuri itu kaget pada saat hendak mengambil- dan ternyata barang-barang curian itu sudah tidak ada lagi!"
"Bagus!" kata George. "Yuk, kita turun saja sekarang! Tapi jangan sampai wanita itu terbangun! Hati-hati berjalan."
Keempat anak laki-laki itu lantas menuruni tangga yang menuju ke bawah. Mereka berjingkat-jingkat. Anak tangga yang mereka lalui sudah banyak yang retak. Untung mereka membawa senter, jadi bisa melihat ke mana mereka menginjakkan kaki berikutnya.
"Kita sudah sampai!" kata Peter, ketika sampai di kaki tangga. "Huhh - tempat ini sama sekali tidak enak!"
Memang benar! Ruangan itu berdinding batu, yang sudah hitam karena kotoran berabad-abad. lantainya juga terbuat dari batu kasar. Peter menyorotkan senternya berkeliling. Di dinding nampak terpasang beberapa buah gelang besar, terbuat dari besi.
"Kurasa jaman dulu banyak tawanan yang terikat ke situ selama berbulan-bulan. Mungkin bahkan sampai bertahun-tahun," katanya.
Kawan-kawannya bergidik, membayangkan kata-katanya.
""Tapi di sini tidak lembab," kata Jack. "Tadinya kusangka ruangan bawah tanah selalu lembab dan berbau pengap."
"Puri ini letaknya kan di atas bukit," kata Peter. "Jadi air tidak tetap tergenang di sini. Ah, pantas jika tempat ini dipakai untuk menyembunyikan lukisan-lukisan berharga - karena di sini kering. lukisan kalau ditaruh dalam ruangan lembab, pasti lekas rusak."
"Nah - mana gulungan lukisan-lukisan yang diceritakan oleh Susi pada kita"" kata Jack, sambil menyorotkan senternya berkeliling. "Di sini ada jerami. Mungkin tempat istirahat kaum gelandangan, kalau mereka sekali-sekali mampir di sini. Dan beberapa lembar koran tua. Tapi selain itu, tak ada lagi yang bisa kulihat."
Jack memang benar. Walau anak-anak sudah mencari ke mana-mana, tapi kumpulan lukisan yang kata Susi dilihatnya tergulung di situ, ternyata tidak ada lagi
"Yah - rupanya sudah ada yang datang mengambilnya," kata George kecewa.
"Atau Susi saja yang mengarang-ngarang lagi!" tukas Colin. "Kita ditipunya kembali."
"Tidak," kata Jack. "Aku tahu pasti, sekali ini Susi tidak mangada-ada! Binki kan juga melihatnya. Tapi di pihak lain, jika kumpulan lukisan itu sudah diambil oleh kawanan pencurinya, apa sebabnya wanita itu masih ada di sini"" Ia menggaruk-garuk kepala.
"Jadi tentu kumpulan lukisan itu sudah di sembunyikan olehnya ke tempat lain. Mungkin karena ia khawatir kalau-kalau Susi dan Binki sempat melihatnya, lalu bercerita mengenainya pada orang lain."
"Ya, kurasa itu kemungkinan yang lebih masuk akal," kata Peter. "Tapi jika disembunyikan di tempat lain - lalu di mana"
Mestinya suatu tempat yang mudah dicapai, jika barang-barang itu akan dijemput orang. Para penjemput itu tentu tidak mau repot mengambilnya dari tempat penyembunyian yang sulit."
"Yah - tak ada jalan lain bagi kita, kecuali mencari tempat itu," kata Colin. "Yuk, kita mulai saja. Dan mudah-mudahan kita sekaligus juga berhasil menemukan teleskop kita kembali!"
"Bab 18 Penemuan Penting
"KEEMPAT anak laki-laki itu mulai mencari. Mereka berjalan dengan sangat hati-hati, takut kalau wanita yang sedang tidur itu terbangun. Bahkan mendehem saja tidak berani, walau leher sudah terasa gatal.
Mereka mencari ke mana-mana, kecuali dalam ruangan bekas dapur di mana wanita itu tidur. Akhirnya mereka mengambil kesimpulan, kumpulan lukisan itu pasti ada dalam ruangan tersebut - karena tinggal tempat itu saja yang belum mereka periksa.
"Mungkin disembunyikannya di bawah kasur," kata Peter mengeluh. "Tapi coba kita berpikir lagi sebentar. Jika kita yang harus menyembu
nyikan, manakah tempat yang akan kita pilih. Dan ingat, lukisan-lukisan tak berbingkai itu bisa diratakan menjadi datar."
Keempat anak itu sibuk memutar otak. Tiba-tiba Colin berbisik agak keras.
"Aku tahu di mana aku akan menyembunyikan lukisan-lukisan itu. Di bawah tumpukan ranting yang terjatuh dari sarang gagak. Di dasar menara besar!"
"Betul!" balas Peter sambil berbisik pula. "Itu tempat penyembunyian barang yang sangat baik. Yuk, kita periksa sekarang juga. Tapi pelan-pelan!" katanya cepat, melihat ketiga kawannya sudah hendak berebut-rebut lari ke tempat itu.
Mereka berjingkat-jingkat "Menuju ke tempat di mana nampak ranting-ranting kering berserakan membentuk onggokan agak tinggi di kaki menara. Sesampai di sana, mereka menyorotkan senter ke berbagal arah.
"Tumpukan sebelah sana itu, kelihatannya seperti pernah terangkat," bisik Geo"ge, sambil menyodorkan senter ke suatu bagian. "Tolong pegangkan senterku sebentar, aku ingin memeriksa tempat itu."
George melangkah ke tempat yang dicurigainya itu. Ranting-ranting berderak-derik terinjak olehnya. Anak itu cepat-cepat berhenti. Ia menunggu sesaat, khawatir kalau bunyi ranting patah membangunkan wanita yang sedang tidur. Tapi tak terdengar apa-apa. Karenanya George lantas mulai menyingkirkan ranting-ranting sebelah atas tumpukan, yang kelihatannya belum lama berselang ditaruh ke situ.
Ia berseru pelan, ketika tangannya menyentuh sesuatu di bawah ranting.
"Aku menemukan sesuatu!" bisiknya. Ditariknya benda yang teraba olehnya ke luar.
Nampaknya seperti segulung kertas tebal.
"Ya - ini salah satu lukisan, yang mestinya waktu itu dilihat oleh Susi dalam ruangan bawah tanah," kata Peter. "Coba periksa, apakah di situ masih ada lagi yang lain."
"Ternyata masih banyak Semuanya tergulung rapi. Ada beberapa gulungan, yang terdiri dari beberapa lukisan. Semuanya disodorkan pada Peter dan Jack.
Tiba-tiba mereka dikagetkan oleh sesuatu bunyi berdering. Bunyi bel! Bunyi itu tiba-tiba saja terdengar, memecah kesunyian malam. Anak-anak kaget, berdiri seperti dipaku di tempat masing-masing. Kemudian dengan tiba-tiba pula deringan itu lenyap lagi. Suasana menjadi sunyi senyap kembali.
"Bunyi apa itu tadi" Dering pesawat telepon"" bisik Colin.
"Kedengarannya lebih mirip dering weker," kata George. Ia sendiri kaget, karena ternyata sekujur tubuhnya gemetar.
"Ah, tentu saja Itu bunyi weker yang tadi kita dengar detaknya di samping wanita yang tidur!" kata Peter. "Rupanya sudah disetel untuk berbunyi pada waktu tertentu. Mungkin para pencuri sebentar lagi datang untuk menjemput barang-barang curian mereka. Karenanya wanita yang menjaga di sini bermaksud hendak bangun sebelum saat itu. Kita harus lekas-lekas menyembunyikan diri!"
Anak-anak menyelinap ke suatu relung sempit yang terdapat di dinding. Mereka meringkuk di situ. Jantung mereka berdebar keras. Peter dan Jack memeluk gulungan lukisan, yang sempat mereka bawa. Mereka menunggu perkembangan selanjutnya.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi seperti ada orang bergerak-gerak. Kemudian dari ruangan bekas dapur, nampak sinar lampu. Sinar itu mendekat ke arah mereka.
Anak-anak yang bersembunyi dalam relung melihat wanita yang tadi tidur lewat di depan mereka. Ia mengangkat lampunya tinggi-tinggi, untuk melihat jalan. Peter dan ketiga kawannya merunduk semakin rendah. Mereka hampir-hampir tak berani bernapas!


Sapta Siaga 12 Gara Gara Teleskop di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wanita itu berjalan terus, menuju ke ambang gerbang depan. Lalu berdiri di situ.
"Ia memberi isyarat!" bisik Peter. "Pasti tanda itu berarti, 'Di sini aman - datanglah untuk mengambil barang-barang!"
"Aduh, kawan-kawan kita yang di rumah melihat cahaya isyaratnya pasti mengira kita yang memberi tanda," keluh Jack. "Aku kepingin tahu, berapa kali ia melambaikan lampunya!"
"Yuk, kita pergi dari sini," kata Colin. "Aku tak mau ketahuan orang yang nanti datang ke sini Sekarang Juga kita harus pergi, sementara masih ada waktu."
"Mestinya cukup banyak waktu kita, kalau kawan-kawan wanita itu masih harus datang dari tempat yang Jauh," kata Peter. "Tapi bisa Juga mereka bersembunyi di dekat-dekat sini! Jadi kita
harus berjaga-jaga! Yuk - kita lari saja melintasi wanita itu - biar ia ketakutan! Mudah-mudahan kita bisa memberi isyarat, Jika sudah berada di luar nanti."
Keempat anak laki-laki itu keluar dari tempat persembunyian mereka yang sempit. Mereka lari ke arah gerbang, di mana wanita tadi masih berdiri "ambil memegang lampu.
Wanita Itu berteriak kaget, ketika dengan tiba-tiba ada empat anak laki-laki lari hendak melintasinya. Ia sempat mencoba menangkap Colin.
"Berhenti! Kalian siapa" Stop, kataku!"
Tapi tentu saja anak-anak tidak mau berhenti. Mereka lari terus, menuju tempat gelap. Tapi tiba-tiba Peter jatuh tersungkur, dan kawan-kawannya yang tersandung kakinya ikut terguling semuanya. Sebelum mereka sempat bangkit, mereka sudah di cengkeram tangan-tangan kuat. Anak-anak itu disentakkan, sehingga berdiri lagi. Sebuah senter yang terang disodorkan ke muka mereka.
"Anak-anak!" terdengar suara seorang laki-laki. "Empat anak laki-laki! Cari apa kalian di sini"!"
Di depan mereka tegak tiga laki-laki. Tiga bayangan gelap, nampak samar diterangi pantulan cahaya senter yang diarahkan pada Peter serta ketiga kawannya.
"lepaskan aku!" teriak Peter, lalu menendang keras-keras. Hasilnya sama sekali tidak ada. Orang yang memegangnya malah mencengkeram lebih keras.
"Galak sekali anak kecil ini," kata orang itu mengejek, sambil menggoncang-goncang Peter. Saat itu wanita yang tadi datang menghampiri mereka. Kelihatan bahwa ia tercengang.
"Aku belum pernah melihat mereka," katanya. "Mestinya bersembunyi dalam puri."
"Barang-barang kita aman"" tanya laki-laki yang paling jangkung dengan suara galak.
"Nanti kuperiksa sebentar," kata wanita itu, lalu pergi. Anak-anak menunggu dengan gelisah. Mereka tahu, kumpulan lukisan sudah tidak ada lagi di tempat penyembunyiannya- tidak - barang-barang curian itu kini tentunya sudah jauh terguling ke bawah bukit. Peter dan Jack sengaja menendang barang-barang itu supaya jatuh terguling-guling, begitu mereka dicengkeram oleh "orang-orang yang baru datang. Mudah-mudahan saja tak ada di antara ketiga laki-laki itu yang melihat barang berguling-guling di lereng bukit!
Sesaat kemudian, wanita tadi sudah muncul lagi dari dalam puri.
"Tak ada lagi di tempatnya!" katanya gugup. Satu pun tak ada lagi! Mestinya anak-anak 1m yang mengambil, dan menyembunyikannya di salah satu tempat. Apa yang mendorong mereka datang ke sini" Sebab, mereka tak mungkin tahu mengenai barang-barang itu!"
"Kita lihat saja nanti," kata si jangkung. Jebloskan anak-anak ini ke dalam ruangan bawah tanah. Tahan mereka di sana, sampai mereka mau membuka mulut. Mereka harus bilang, mereka mencari apa malam-malam di sini " dan Juga, di mana mereka menyembunyikan kumpulan lukisan itu!"
Peter dan ketiga kawannya didorong dengan kasar masuk ke puri, lalu dipaksa turun ke ruangan bawah tanah. Anak-anak merasa ngeri. Padahal mereka sudah hampir berhasil!
" Bab 19 Penolong Tak Disangka-sangka
"PETER menggosok-gosok bagian tubuhnya yang sakit, ketika terbanting ke lantai yang keras.
"Kita memang sedang sial," katanya kesal, "kenapa harus lari langsung ke arah orang-orang itu""
"Ssst, Peter! Mana kumpulan lukisan tadi" desis George.
"Kami sempat menjatuhkannya ke tanah, lalu kami tendang sehingga terguling-guling ke bawah bukit," kata Peter. "Mudah-mudahan cukup jauh terguling!"
"Apa yang kita lakukan sekarang"" tanya Colin, yang merasa ketakutan. "
"Saat ini, kita tidak bisa berbuat apa-apa, kata Peter. "Sayang, kita tadi tidak sempat lagi memberi isyarat pada Janet serta kedua kawan kita. Sekarang tak mungkin datang bantuan." .
"Apa yang dilakukan orang-orang tadi sekarang"" tanya Colin. Mencari barang-barang mereka""
"Kurasa ya,'" kata Peter. "Tapi sebentar lagi pasti akan ke mari, jika kumpulan lukisan itu tidak berhasil mereka temukan di mana-mana!"
"Tak seorang pun senang mendengarnya. Hati mereka semakin menciut. Dalam hati Peter berpikir-pikir, bisakah ia menyelinap minggat dari puri untuk memberi isyarat ke rumah. Tapi itu tidak mungkin! Pasti ada seseorang yang menjaga di ujung atas tangga.
Tapi saat itu t erjadi sesuatu yang tak tersangka-sangka! Rupanya yang menjaga di atas tangga bukan salah satu dari ketiga laki-laki yang baru datang, tapi wanita yang mengamat-amati keadaan di puri. Ia diperintahkan untuk berteriak, jika anak-anak yang ditahan di bawah mencoba melarikan diri.
Sekonyong-konyong terdengar wanita itu menjerit!
"Wah, apa itu" Apa itu"" pekiknya. Saat itu juga ada sesuatu menuruni tangga dengan cepat, lalu meloncat ke dalam pelukan Peter sambil mendengking-dengking girang.
"Skippy!" Peter kaget setengah mati.
"Kenapa kau ada di sini"" tanyanya. "Bagaimana kau bisa menemukan kami" Kau memang anjing baik! Anjing pintar! Wah senang sekali hatiku melihat kau muncul!"
Skippy mendengking-dengking, menggonggong-gonggong kesenangan! Jauh sekali perjalanan yang ditempuh tadi, mengikuti jejak bau Peter - tapi sekarang anak-anak sudah ditemukannya lagi. Skippy melonjak-lonjak, seperti tidak kenal puas.
Sedang keempat anak yang ditahan dalam ruangan bawah tanah. langsung bangkit semangat mereka kembali. Dengan adanya Skippy, mereka merasa lebih berani. Sementara itu kawanan pencuri datang bergegas-gegas, mendengar wanita tadi terpekik-pekik.
"Ada apa"" tanya mereka. "Apa yang terjadi di sini""
"Anu - tadi ada sesuatu yang menyenggol diriku dalam gelap, lalu melesat turun ke bawah!" kata wanita itu. "Kalau tidak salah, seekor anjing!" .
Saat itu Skippy mulai menggeram-geram. Kedengarannya sangat galak. Sampai Peter sendiri ikut terkejut, padahal ia sudah biasa mendengar Skippy menggonggong dan menggeram.
"Hati-hati saja terhadap anjing kami," seru Peter dari bawah. "Jika kami tidak dibebaskan dengan segera, akan kusuruh dia menyerang kalian!"
"Katakan dulu di mana kumpulan lukisan itu kalian sembunyikan," balas seseorang dari atas dengan nada marah. "Setelah itu, kalian pasti akan kami bebaskan-! Tapi kalau tidak, kalian kami kurung di situ sampai seminggu, kalau perlu!"
"Seenaknya saja ngomong," tukas Peter. "Sebentar jagi, kami pasti akan dicari! Kami sendiri tidak berkeberatan, tinggal di sini. Enak juga, sekali-sekali hidup begini!"
padahal sama sekali tidak enak rasanya, terkurung dalam ruangan bawah tanah. Mana sudah gelap, dingin "pula! Saat itu salah seorang pencuri mendapat akal. Ia ingin menakut-nakuti anak-anak, supaya mereka mau membuka mulut. Orang itu lari menuruni tangga, sambil berteriak-teriak sekeras-kerasnya.
Anak-anak memang kaget karenanya. Tapi ada akibat lain yang terjadi. Mendengar orang itu berteriak-teriak, Skippy lantas marah. Anjing spanil yang kecil-kecil cabe rawit itu menerjang 1alu, lalu menggigit betis orang tadi. Orang itu melolong kesakitan. Secepat kilat ia lari naik lagi ke atas; secepat turunnya tadi!
"Kau hebat, Skip," kata Peter puas. "Wah, untung kau membuntuti kami tadi. Padahal cukup jauh jalan yang harus kautempuh! Kau memang sahabat sejati, Skip!"
Setelah itu satu jam berlalu tanpa kejadian apa-apa. Anak-anak saling bertanya-tanya sedang. berbuat apa orang-orang di atas" Mungkin sedang makan" Atau masih terus mencari barang curian yang hilang" Tidak ada yang mampu menerka. Pokoknya, sekarang Skippy ada di samping mereka. Kenyataan itu melegakan perasaan.
"Tanpa Skippy, pasti kita tidak bisa berkutik lagi," kata peter. Tiba-tiba ia terkejut. "He! Rupanya di luar terjadi sesuatu! Dengarlah- rasanya seperti ada suara berteriak-teriak!"
Keempat anak itu mendengarkan dengan penuh perhatian. Tiba-tiba Skippy mendengking dengan gembira, lalu lari cepat-cepat menaiki tangga.
"Skippy! Kembali, Skipl" seru Peter. Tapi Skippy tidak mengacuhkannya. Anjing Itu lari terus.
"Yuk kita naik untuk melihat ada apa atas," kata Peter, lalu menuju ke tangga.
"Melihat Skippy bisa lari ke luar tanpa terdengar orang berseru, mestinya di atas tidak ada siapa-siapa lagi!"
Keempat anak itu bergerak dengan hati-hati, menyelinap naik ke atas. Ternyata dugaan Peter benar! Di atas tidak ada orang! Tapi di luar puri -terjadi ribut-ribut. Teriakan dan bunyi kaki gedebak-gedebuk bercampur aduk! Dan di tengah-tengah keributan Itu, Skippy beraksi! Menggonggong, dan menggigit kapan saja ada
kesempatan! Peter sibuk mencari senternya.
"Bab 20 Akhir Petualangan
PETER menyorotkan senternya ke arah kerumunan orang banyak, yang kelihatannya sedang berkelahi dengan seru. Dan saat itu juga Peter berseru dengan kaget.
"Ayah! Tahu-tahu sudah ada di sini" Dan Matt juga ikut! He! Rupanya Ayah datang bersama Matt serta Pak Kebun! Mereka berhasil meringkuk ketiga pencuri!"
Anak-anak menyorotkan senter mereka ke arah keenam laki-laki dewasa yang nampak di luar puri, bersama Skippy yang masih sibuk menyambar kian ke mari. Tapi wanita yang menjadi mata-mata kawanan pencuri tak nampak di situ. Rupanya sudah sempat melarikan diri!
"Kalian tidak bisa berkutik sekarang! Jadi ikut saja dengan tenang," kata Matt dengan suaranya yang berat. Penggembala bertubuh kekar itu benar-benar asyik malam Itu. Ia biasa menangani ternak yang tidak selalu penurut - Jadi untuknya. menghadapi tiga orang laki-laki yang ketakutan, merupakan persoalan enteng saja! Apalagi ia dibantu ayah Peter, serta Pak Kebun.
""Dari mana Ayah tahu kami memerlukan bantuan"" seru Peter, sementara ayahnya menarik lengan pencuri yang diringkus olehnya ke belakang punggung. "Padahal kami tidak bisa memberi isyarat seperti disepakatkan!"
"Kau selamat rupanya, Peter," kata ayahnya, ketika melihat Peter muncul dari dalam puri. "Sebentar kami ingin menggiring kawanan pencuri ini ke mobil kombi mereka dan mengunci mereka di belakang! Matt, kaubawa mereka dengan mobil mereka sendiri ke kantor polisi. Setelah itu Ayah berpaling lagi pada Peter dan ketiga kawannya. Kami tadi menemukan mobil kombi mereka, diparkir di pinggir jalan. Rupanya mereka sudah siap hendak pergi - dengan mengangkut kumpulan lukisan hasil curian! Kami Juga melihat sepeda-sepeda kalian tersandar dekat pagar!"
"Aduh. Yah - aku masih tidak bisa percaya. Ayah tahu-tahu ada di sini." kata Peter bersyukur. "Kurasa, Janet yang mengatakan ke mana kami pergi. Bisakah kami membantu mengantarkan para pencuri ke kantor polisi""
"Tidak usah - tapi kalian bisa membantu mencari lukisan yang mereka curi," kata ayahnya. "Kumpulan lukisan itu sangat mahal harganya! Kalau ditinggal di tempat yang dingin dan lembab, nanti rusak. Mereka tidak mau mengatakan, di mana barang-barang itu disembunyikan."
""Mungkin dibawa lari wanita tadi," kata Matt, sambil menggiring laki-laki yang jangkung ke bawah. "Tadi aku sempat melihatnya lari terbirit-birit."
"Tidak - bukan dibawa lari oleh dia," kata Peter. "Aku tahu, di mana kumpulan lukisan itu. Sebentar, kuambil dulu!"
Peter, Jack, Colin dan George bergegas-gegas menuruni bukit, sambil menyorotkan senter mereka ke sana-sini. Nah - ke mana gulungan-gulungan tadi terguling" Jangan-jangan ditemukan wanita yang lari, lalu dibawa olehnya" Tapi ternyata tidak! lukisan-lukisan yang tergulung itu berhasil ditemukan oleh Peter serta kawan-kawannya, terserak di kaki bukit.
Anak-anak lantas lari membawa barang-barang curian itu ke mobil kombi, di mana Ayah serta kedua pembantunya sibuk memasukkan ketiga pencuri ke bagian belakang mobil. Ketiga pencuri itu mendelik, ketika melihat anak-anak datang menghampiri dengan membawa gulungan-gulungan lukisan. Tapi mereka diam saja.
Setelah ketiga-tiganya masuk, Matt duduk di belakang setir, untuk mengangkut mereka ke kantor polisi. Sedang ayah dan Pak Kebun menuju oke mobil kepunyaan Ayah, dengan mana mereka datang ke puri.
"Kalian tadi kan ke mari naik sepeda," seru Ayah dari mobilnya. "lalu bagaimana dengan Skippy""
""Tolong "bawa naik mobil, Yah," jawab Peter sambil menjunjung Skippy masuk ke dalam kendaraan. "Dia tadi lari terus - jadi tentu sekarang capek!"
Perjumpaan seluruh anggota Sapta Siaga dalam kamar Peter sangat meriah, ketika keempat anak laki-laki itu tiba kembali di rumah dengan setamat. Janet, Pam, Barbara, begitu pula Ibu Peter menyambut kedatangan mereka dengan perasaan girang bercampur lega. Asyik sekali mereka mendengarkan kisah petualangan Peter serta ketiga temannya di puri.
"Aduh, asyik sekali pengalaman kalian" kata Janet. Matanya bersinar-sinar. "Kepingin rasanya Ikut dengan kalian tadi! Aku kepingin tahu
, apa kata Susi dan Binki jika mendengar kisah ini! 0 ya - kalian berhasil menemukan teleskop kita di sana""
"Tidak - kami tidak berhasil menemukannya, kata Jack. Ia mengumpat dirinya sendiri. "Kenapa tadi tidak kita tanyakan pada ketiga pencuri itu I Sayang, padahal teleskop Itulah yang menyebabkan kita mengalami petualangan seru."
"Nah - itu Ayah pulang," kata Peter, ketika mendengar pintu depan terbuka, disusul oleh gonggongan Skippy yang lari masuk ke dalam rumah, dan langsung naik ke kamar Peter
"Ayah! Kami semus ada di atas! Ibu juga! seru Peter memanggil. "Terima kasih, Yah! Untung ayah lekas datang, dan menyelamatkan kami! Kami sama sekali tak bisa memberi isyarat minta pertolongan tadi. Jadi jika Ayah tidak muncul, mungkin sampai saat ini kami masih tetap terkurung dalam ruangan bawah tanah!"
"Boleh bertanya sedikit, Pak"" sela Jack gelisah. "Orang-orang tadi, apakah mereka memberi keterangan tentang teleskopku" Menurut perasaan kami, mereka mencurinya karena tahu bahwa kami mengamat-amati puri dengannya."
"0 ya - mereka mengakui bahwa mereka yang mencurinya," kata ayah Peter. "Tapi sayang, teleskop itu tidak dibawa naik ke puri, tapi dibuang ke sungai."
"Aduh!" seru Jack kecewa. Tampangnya langsung lesu. "Sayang, teleskop sebagus itu! Takkan mungkin lagi aku memperoleh teleskop seperti itu!"
"Kenapa tidak, Jack"" kata ayah Peter.
"Pemilik lukisan-lukisan itu menjanjikan hadiah bagi barang siapa yang berhasil menemukannya kembali! Hadiah itu besar - dan karena yang akan memperolehnya dengan sendirinya Sapta Siaga, maka aku yakin dalam rapat berikut semua pasti setuju untuk membeli teleskop yang hebat sebagai penggantinya! Dan kurasa setelah itu masih cukup banyak uang hadiah yang masih tersisa, sehingga kalian bisa merayakan Hari Natal dengan meriah!"
"Ya, dan Skippy akan kami belikan tulang yang besar sekati," kata Janet, sambil menepuk-nepuk kepala anjing kesayangannya itu. "Wah, rasanya ingin lekas- lekas mengadakan rapat Sapta Siaga lagi!"
Satu hal sudah pasti. Untuk rapat berikut, kata semboyan yang akan dipakai adalah LUKISAN!
TAMAT tamat Sang Ratu Tawon 2 Satria Gendeng 21 Pertapa Cemara Tunggal Manusia Pemusnah Raga 2

Cari Blog Ini