Sapta Siaga 06 Komplotan Misterius Bagian 2
"Wah! Aneh sekali!" seru orang itu dengan heran. "Mobil siapa" Kau kedengarannya begitu misterius. Kehilangan kotak kaca mata, kan kejadian biasa saja!"
"Yang ini terjatuh dalam mobil ayahku kemarin malam," kata Peter. Matanya masih terus mengawasi wajah orang itu.
"Ah, tak mungkin," bantah orang itu dengan segera. "Aku kehi
langannya minggu lalu. Jadi tak mungkin ini kepunyaanku. Aku kemarin malam tidak naik mobil siapa-siapa!"
"Pasti dia memang orang yang kita cari," bisik Pam di balik pagar pada Janet. "Dia berbohong!"
"Tapi dalam kotak ini tertulis nama Anda," kata Peter. "Karenanya kami tahu Anda pemiliknya. Dan jatuhnya kemarin malam, dalam mobil ayahku."
"Ayahmu siapa"" tanya orang itu. Ia nampak bingung. "Aku tak mengerti apa yang kau maksudkan. Lalu mana kotak kaca mata itu""
"Ayahku tinggalnya di rumah yang dikenal dengan nama Penggilingan Gandum," kata Peter. "Dan dia..."
"Astaga! Maksudmu Jack, kawanku yang petani itu"" kata Pak Briggs. "Sekarang baru aku mengerti! Aku memang pernah ikut mobilnya minggu lalu. Rupanya waktu itulah kotak kaca mataku terjatuh. Sesampai di rumah, baru aku merasa kehilangan. Sudah kucari ke mana-mana. Sama sekali tak terpikir kemungkinan terjatuh dalam mobil! Wah, dan rupanya sekarang kau datang untuk mengembalikannya, ya""
"O, Jadi Anda rupanya kawan Ayah yang selalu disebut-sebut olehnya dengan nama Harry." kata Peter. Sekarang ia yang bingung. "Astaga! Kalau begitu kurasa memang benar kotak kaca mata Anda terjatuh waktu itu, dan bukan kemarin malam. Ini dia barangnya, Pak. Di dalamnya ada etiket, dengan tulisan nama dan nomor telepon Anda. Karena itulah kami tahu, kotak ini milik Anda."
Peter menyodorkan kotak itu. Pak Briggs menerimanya sambil tersenyum.
"Terima kasih," katanya. "Sekarang coba ceritakan apa persoalan yang kelihatannya begitu misterius" Apa sebabnya kau berkeras mengatakan bahwa kotak ini terjatuh dalam mobil kemarin malam, dan kenapa kau memandangku seperti aku ini orang yang sangat mencurigakan""
Muka Peter menjadi merah padam. Didengarnya kawan-kawannya tertawa cekikikan di balik pagar. Peter benar-benar bingung sekarang, tak tahu apa yang harus dikatakannya.
"Yah, soalnya begini," katanya kemudian. "Kemarin malam mobil Ayah diambil dua orang laki-laki. Lalu ketika kami periksa bagian dalamnya hari ini, kami menemukan kotak kaca mata ini. Lantas timbul sangkaan kami, mungkin milik salah satu orang itu."
Pak Briggs tertawa. "Ah, aku mengerti sekarang," katanya. "Kau ingin mengadakan penyelidikan, seperti seorang detektif. Sayang aku terpaksa mengecewakan dirimu, tapi aku kebetulan bukan pencuri mobil. Ini persen untukmu, karena mengembalikan kotak kaca mataku. Kau belikan saja coklat, lalu kau bagibagikan dengan teman-temanmu itu, yang begitu asyik menonton dari balik pagar."
"Wah tidak perlu, Pak. Terima kasih banyak," kata Peter sambil berjalan mundur mendekati pintu pagar. "Aku sudah senang, bisa mengembalikan barang Anda yang hilang. Selamat sore, Pak!" Detik berikutnya Peter sudah menghilang ke balik pagar. Lega rasa hatinya, bisa menghindar dari pandangan Pak Briggs yang kelihatannya geli melihat tingkah-lakunya. Aduh, kenapa ia bisa begitu keliru! Peter meloncat ke sadel sepedanya lalu cepat-cepat pergi dari situ. Kawan-kawannya menyusul.
Di depan restoran yang tadi, mereka berhenti.
"Huahh!" kata Peter sambil mengusap keningnya yang berkeringat. "Aku tadi kikuk sekali rasanya, ketika mendengar bahwa dia kawan ayahku! Memang, Ayah sering bercerita tentang seseorang bernama Harry. Tapi aku tak tahu nama lengkapnya Harry Briggs."
"Tadi kita mengira bahwa sekali ini kita cerdik sekali," kata Colin. "Tapi ternyata salah! Sialan, kotak kaca mata itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kedua orang yang dalam mobil. Tapi kalau kancing ini, mungkin ada!"
"Mungkin," kata Peter. "Tapi aku tak mau berurusan dengan orang yang kancing mantelnya sama dengan kancing yang kita temukan itu, kecuali jika kita sudah tahu pasti! Aduh, mengucur lagi keringat dingin jika kuingat Pak Briggs tadi. Jangan-jangan ia nanti bercerita pada Ayah tentang urusan ini!"
"Ah, sudahlah!" kata Jack sambil nyengir. "Pokoknya aku tadi asyik menontonmu. Yuk, kita minum teh! Tuh, lihat, kue-kuenya enak sekali kelihatannya!".
XI TUGAS UNTUK PARA ANGGOTA
KEESOKAN harinya diadakan lagi rapat Sapta Siaga. Tapi kini tempatnya di tempat berangin-angin di rumah Colin. Tempat itu tidak seenak g
udang di rumah Peter. Ambang pintunya terbuka, tanpa daun pintu. Lagipula mereka tak diijinkan memasang tungku minyak di dalamnya.
Tapi kebetulan hari itu ibu Colin mengundang mereka semua untuk minum teh. Jadi jelaslah bahwa rapat harus diadakan di situ. Dan tempat berangin-angin itu satu-satunya tempat di mana mereka bisa berembuk tanpa didengar orang lain.
"Kita semua membawa mercon dan kembang api kita, lalu dikumpulkan dan kita pandangi di sana," kata Peter. "Waktu rapat yang lalu kita tak sempat. Padahal beberapa hari lagi sudah Malam Pesta Api. Jadi kita perlu melihat apa-apa yang sudah kita miliki dan yang mana saja yang belum."
Begitulah, keesokan harinya anak-anak datang ke rumah Colin sambil membawa kembang api serta mercon. Mereka minum teh dan memakan kue-kue yang sangat mereka gemari. Belum lagi hidangan rotinya!
"Hm, roti dengan sarden, roti dengan madu, serta tarcis berlapis kembang gula. Wah, ibumu benar-benar baik hati, Colin," kata Peter sambil menjilat bibir. "Dan tidak makan bersama kita" Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya."
"Sayang ibuku harus menghadiri rapat, entah rapat apa," jawab Colin. "Ia cuma mengatakan bahwa kita harus makan dengan rapi. Dan kalau kita ingin rapat dalam pondok pada sore yang gelap ini, kita harus mengenakan jas."
"Beres! Kita akan memakai jas masing-masing," kata Peter. "Ibu-ibu memang selalu menyuruh anak mereka memakai jas! Kalau aku sendiri, rasanya hawa hari ini agak panas."
Hidangan sore itu mereka sikat semua, sampai licin tandas! Skippy yang juga ikut diundang, tak segan-segan menjilati piringnya. Tak mengherankan, ia diberi roti dengan pasta udang. Sedaap!
"Nah, sekarang kita pergi ke pondokku. Sebaiknya kita membawa lilin, karena hari sudah mulai gelap," kata Colin. "Dan jangan sampai ada yang lupa memakai mantel!"
"Dan merconnya juga!" sambung Peter.
Mereka pun pergi ke pondok kecil terbuat dari kayu, tempat ayah dan ibu Colin duduk berangin-angin pada musim panas. Di dalamnya ada bangku kayu yang terpasang sepanjang dinding. Ruangan itu agak pengap. Tapi anak-anak tak peduli, karena di situ mereka bisa berembuk tanpa diganggu orang lain. Tempatnya di ujung kebun yang gelap.
Lilin dinyalakan, lalu ditaruh di atas sebuah botol. Dalam ruangan tidak ada rak. Karena itu Colin meletakkannya di tengah ruangan, di atas lantai
"Hati-hati, jangan sampai disenggol Skippy," kata Peter. "Ke mana lagi anjing itu""
"Tadi kulihat masuk ke dapur, bertamu pada juru masak kami," kata Colin. "Ia sedang masak daging, dan rupanya Skippy mencium baunya. Tak lama lagi pasti ia akan menyusul ke mari. Nah, untuk sementara waktu tumpukkan saja mercon dan kembang api kita di bawah bangku ini. Nanti selesai rapat, kita masih bisa melihat-lihatnya."
"Kita buka saja rapat sekarang," kata Peter "Berkat kekeliruan konyol kita mengenai kotak kaca mata, hasilnya kita sekarang belum melangkah jauh seperti seharusnya dalam petualangan kita. Jadi kita harus lebih giat bekerja. Nah, kini ada yang punya gagasan, di mana kira-kira tempat yang namanya Warung Sid itu""
Anak-anak bungkam. "Kalau pendapatku, kurasa itu pasti tempat minum-minum yang biasa didatangi orang-orang yang sejenis dengan kedua orang yang mencuri mobil ayahku," kata Peter.
"Mungkin si Larry yang bekerja di bengkel reparasi mengetahuinya," kata Collin. Menurut perasaannya, Larry tahu segala-galanya. "Ia banyak kenalannya yang menjadi supir truk. Dan orang-orang seperti mereka, biasanya langganan tempat-tempat minum yang memakai nama orang, seperti Sid atau Jim, atau Nick."
"Ya, bagus," kata Peter memuji. "Colin, kau bersama George besok menanyakannya pada Larry. Nah, sekarang apa lagi yang bisa kita lakukan" Bagaimana dengan nomor yang harus dihubungi orang yang satu lagi, ah, aku lupa lagi bagaimana bunyinya..."
"Q 8061." sela Pam dengan segera. "Mungkin saja awalnya huruf Q. Tapi mungkin pula yang dimaksudkan K-E-W."
"""""
Jangan lupa, para anggota Sapta Siaga adalah anak-anak Inggris. Ceritanya juga terjadi di Inggris. Dan orang Inggris di Inggris, berbahasa apa" Bahasa Inggris. Kalau kita, huruf Q diba
ca KI. Tapi dalam bahasa Inggris ejaannya lain. Q mereka eja KIU. Lucunya, yang dibaca KIU bukan cuma huruf Q, tapi juga kata KEW. Dan KEW ini adalah... Nanti sajalah, kita ikuti dulu cerita selanjutnya.
"Ya, betul. Mungkin juga," kata Peter. "Bagus sekali idemu, Pam. Mungkin saja yang kudengar itu sebuah nomor telepon di Kew. Jadi Kew 8061. Itu tugasmu untuk menyelidikinya, Pam, bersama Barbara."
Nah, sekarang sudah jelas bukan" Kew adalah suatu daerah di kota Richmond, yang terkenal dengan kebun-kebun rayanya.
"Lalu bagaimana cara kami menyelidiki"" tanya Barbara.
"Masa tugas segampang itu masih harus diterangkan lagi," kata Peter dengan nada tidak sabar. "Kalian berdua pasti bisa menyelesaikannya sendiri. Nah, masih ada lagi yang bisa dipakai sebagai awal penyelidikan""
"Tinggal kancing yang kita temukan dalam mobil," kata Jack.
"Kan sudah kukatakan, itu berasal dari mantel ayahku," kata Peter. "Kancing-kancingnya persis seperti itu."
"Tapi kita perlu memastikannya," sanggah Jack. "Kau sendiri mengatakan, kita tak boleh menyia-nyiakan setiap kemungkinan yang ada, Peter. Kancing mantel kan ada beratus-ratus jenisnya."
"Mungkin betul juga katamu," kata Peter mengakui. "Ya, kurasa kau benar! Janet, ini tugasmu. Kau harus memeriksa mantel Ayah. Aku tahu ada satu kancingnya yang terlepas. Jadi karena itu kuanggap kancing itu berasal dari mantelnya. Tapi kita perlu meyakinkan dulu."
"Lalu bagaimana dengan aku"" tanya Jack kecewa "Aku sendiri tidak kebagian tugas."
"Yah, kalau ternyata kancing itu tak cocok dengan kancing-kancing pada mantel ayahku, kau boleh mengambil alih tugas," kata Peter. Tiba-tiba ia cekikikan sendiri. "Kau boleh mencocokkannya dengan mantel orang-orang yang kebetulan terlepas satu kancingnya."
"Sialan!" kata Jack menggerutu. "Tapi jika ternyata bukan kancing mantel ayahmu, maka tentunya berasal dari mantel salah satu orang yang membawa lari mobil ayahmu! Jadi salah seorang di antara kita harus menyelidikinya. Kalau memang perlu, aku juga mau."
"Bagus," kata Peter. "Nah, dengan begitu rapat kita selesai. Sekarang keluarkan mercon-mercon kita!"
XII DASAR SIAL COLIN dan Jack mengambil tumpukan mercon dan kembang api dari bawah bangku. Detik berikutnya para anggota Sapta Siaga sudah sibuk membuka bungkusan serta kotak-kotak mereka. Asyik sekali mereka saat itu, bekerja sambil berlutut di lantai
"Sayang penerangan di sini suram sekali." kata Pam. "Cuma sebatang lilin. Sukar rasanya membaca nama-nama merek mercon dan kembang api kita!"
Ketika mereka semuanya sedang sibuk melihat-lihat mercon dan kembang api dengan diterangi cahaya lilin itu, terdengar suara menggonggong dan bunyi kaki berlari-lari. Rupanya Skippy sudah dikeluarkan dari dapur. Sekarang anjing itu mencari anak-anak. Di manakah mereka"
"Skippy!" panggil Janet. "Kami ada di sini!"
Skippy lari melintasi kebun, sambil menggonggong-gonggong. Orang lain yang mendengarnya pasti akan mengira bahwa anjing itu sudah sebulan tak bertemu dengan ketujuh anak itu. Padahal baru setengah jam!
Skippy langsung masuk ke dalam tempat berangin-angin. Botol tempat lilin menyala dilanggarnya dengan begitu saja. Tentu saja terguling! PRENGG!
"Kau ini memang goblok, Skip!" tukas Peter sambil menjulurkan tangan untuk menegakkan botol yang terguling. Lilin masih tetap menyala.
Belum sempat tangan Peter menyentuh botol, ketika itu tiba-tiba nyala lilin mengenai seberkas mercon. Dan seketika itu juga mercon menyala. Bukan cuma menyala saja, tapi langsung mendesis dan mencereces.
"Mercon terbakar!" kata Peter berteriak. "Pam! Awas! Barbara!"
SSSS! Taktaktak! DORR! Setengah lusin mercon meletus sekaligus! Ketujuh anak itu lari tunggang-langgang keluar dari pondok kecil, didului oleh Skippy.
Semua ingin menjauhkan diri!
Sementara itu kertas pembungkus mercon yang terhampar di lantai ikut terbakar. Dan kertas menyala itu membakar setumpuk mercon cabe rawit.
Taarr-plektarr-plektarr-dorr! Tumpukan mercon itu terbakar habis. Anak-anak berdiri bergerombol dengan perasaan kecut. Sedang Skippy ketakutan setengah mati. Entah ke mana larinya!
BENG! BEN G! SlUUTTT! Sebuah mercon roket terbang ke luar. Untung saja Colin sempat menghindar! Peter menarik teman-temannya supaya mundur. Colin jatuh terjerembab ke dalam semak berduri. Ia berteriak, sehingga anak-anak mengira Colin kesakitan disambar roket.
"Tidak bisakah kita menyelamatkan sisanya"" seru Jack. Ia bingung dan kecewa, melihat mercon dan kembang api yang dikumpulkan sejak sebegitu lama terbakar dan menyala begitu saja.
"Tidak bisa! Kau mau disambar roket, mercon cabe rawit, dan, ASTAGA! Apa itu tadi"" seru Peter kaget.
"Humdinger-ku! Humdinger-ku!". Kasihan si Jack. Ia setengah menangis, melihat suatu benda dengan ekor sinar yang panjang menyala-nyala terbang dengan bunyi menderu keluar dari pondok dan menghilang di angkasa. "Itu kembang apiku yang paling mahal!"
"He!" seru Colin dengan tiba-tiba. "Lebih baik kita ambil air! Nanti habis pondok ini terbakar! Lihatlah nyala kertas yang terbakar itu!"
Anak-anak bergegas meninggalkan pertunjukan kembang api, pergi mencari ember. Di dekat tempat itu ada sebuah kolam kecil. Dengan cepat mereka mengisi ember dengan air, lalu disiramkan di atas mercon yang sedang terbakar. Terdengar bunyi mendesis-desis. Asap hitam mengepul, sehingga para anggota Sapta terbatuk-batuk dibuatnya.
"Huahh!" kata Jack sambil terbatuk-batuk. "Bukan main baunya!"
"Untung saja ibumu sedang pergi," kata Peter dengan napas terengah-engah pada Colin yang datang bergegas membawa air seember lagi.
"Kalau dia ada di rumah, wah, pasti mengamuk! Nah, kurasa api sudah padam sekarang! Huaahh! Asapnya, bukan main!"
Acara minum teh dan rapat di rumah Colin berakhir dengan menyedihkan. Barbara menangis tersedu-sedu. Tentu saja! Berminggu-minggu ia menabung, untuk membeli mercon. Dan sekarang, yang tersisa cuma asap yang bau serta tumpukan arang hitam.
"Dasar sial!" kata Peter. Ia pun sudah hampir menangis karena sedih dan jengkel. "Ini kesalahan Skippy! Mana anjing itu""
"Kurasa sudah minggat, pulang ke rumah," kata Janet. "Sayang dia tidak menabung seperti kita. Kalau dia punya uang tabungan, akan kupaksa mengambilnya untuk mengganti mercon kita yang habis terbakar. Sayang! Sekarang kita tidak bisa main mercon lagi!"
"Sudahlah, kita pulang saja," kata Jack dengan sedih. "Maaf ya, Colin, pondok kalian jadi begini kotor karena kami. Besok aku datang lagi untuk membantu membersihkannya, jika lantai sudah agak kering lagi."
Ketika rombongan anak-anak yang sedang sial itu sampai di pintu depan, tiba-tiba Janet tertegun.
"Kita tadi kan hendak memilih kata semboyan baru." katanya. "Kan yang terakhir, Guy Fawkes, sudah diketahui Susi. Jadi kita harus memilih semboyan baru, yang masih rahasia. Anak-anak yang sekelas semua sudah diberi tahu Susi."
"O ya, hampir saja lupa." kata Peter "Yah, kuusulkan kita memakai kata semboyan 'Mercon'. Kurasa paling cocok!"
"Baiklah! Jadi 'Mercon'!" kata Colin. "Sayang acara malam ini mengecewakan akhirnya. Bukan petualangan macam begini yang kusukai. Nah, selamat malam! Sampai besok."
Kawan-kawannya pulang dengan perasaan suram. Mereka jengkel sekali pada Skippy! Kenapa dia harus konyol-konyolan seperti tadi" Sekarang beginilah akibatnya!
XIII WARUNG SID BESOKNYA hari Minggu. Tapi Sapta Siaga masih tetap sedih terus. Di sekolah Minggu, mereka tak banyak bicara. Memang tidak enak rasanya, berminggu-minggu rajin menabung untuk membeli sesuatu, yang kemudian terbakar habis dengan sekejap mata!
"Ternyata Skippy kemarin memang lari pulang," kata Janet pada Barbara dan Pam, yang duduk sekelas dengan dia. "Kutemukan dia bersembunyi di balik dipan. Tubuhnya gemetar. Dia takut sekali pada mercon."
"Anjing memang takut pada mercon," kata Pam. "Anjing kami selalu dikurung dalam rumah pada Malam Pesta Api. Kasihan si Skippy! Kau sudah memaafkannya""
"Yah, mau apa lagi"" jawab Janet. "Lagipula dia kan tidak sengaja menubruk botol itu. Begitu kami pulang, dia lantas kami bujuk. Ketika melihat kami tidak marah, Skippy merayap keluar dari belakang dipan lalu duduk merapat ke kaki kami. Kepalanya ditaruhkan di pangkuanku."
"Skippy memang manis." kata Barbara. "Tapi biar
begitu, sayang mercon kita habis begitu saja."
"Aku sampai tak ingat lagi pada petualangan kita yang baru," kata Pam. "Tapi kurasa mulai besok kita perlu memikirkannya lagi, Barbara. Kita kan bertugas menyelidiki nomor telepon Kew 8061. Tapi bagaimana caranya, sampai sekarang aku belum tahu."
"Sudahlah, itu urusan besok saja," kata Barbara. "Hari ini aku masih sedih, memikirkan mercon kita yang terbakar habis."
Keesokan harinya ketujuh anggota Sapta Siaga sekolah lagi. Pada saat istirahat siang, George dan Colin pergi mendatangi bengkel reparasi. Mereka bermaksud menanyakan tentang Warung Sid pada Larry. Anak itu sedang makan siang sambil duduk-duduk di pojok membaca koran.
"Halo, Larry," sapa Colin. "Kami ingin minta tolong padamu. Kau tahu di mana Warung Sid""
"Tidak," kata Larry. "Tapi sebentar lagi ada truk ke mari. Tunggu saja sebentar, nanti kutanyakan pada supirnya."
Tiga atau empat menit kemudian truk yang dimaksudkan datang. Supirnya keluar dari tempat mengemudi. Orangnya besar dan kekar. Ia berseru dengan riang pada Larry, "Aku mau makan sebentar. Setengah jam lagi aku kembali. Tolong jagakan trukku ya."
"He, Charlie! Kau mau makan di Warung Sid"" seru Larry. "Kau kenal tempat itu""
"Warung Sid" Tidak! Di sini aku selalu mampir dan makan di rumah saudara perempuanku," jawab Charlie. "Tapi nanti dulu, Warung Sid, katamu" Ya, sekarang aku ingat, pernah melihat restoran kecil yang namanya begitu. Itukah yang kau maksudkan""
"Mungkin," kata Larry, sambil memandang Colin seperti mau bertanya.
Colin mengangguk. "Mungkin itu dia," katanya. Semangatnya timbul. "Tempatnya di mana""
"Kau kenal jalan yang namanya Jalan Tua" Nah, restoran yang kumaksudkan letaknya di pojok Jalan Tua dan Jalan James. Restoran itu tidak bagus, tidak cocok untuk kalian. Yuk, aku pergi dulu, Larry. Setengah jam lagi aku kembali!" Setelah itu supir truk pergi.
"Terima kasih, Larry," kata Colin. "Yuk, George! Kita periksa sebentar restoran itu. Sekarang masih ada waktu sedikit!
Keduanya pergi ke Jalan Tua. Mereka menyusur jalan itu, sampai ke pojok Jalan James yang terletak di ujung. Di situ ada sebuah rumah makan, yang kelihatannya agak kotor. Mereka melihat tulisan Warung Sid pada bagian atas kaca jendela yang kumal.
Colin dan George mengintip ke dalam. Mereka melihat beberapa orang duduk berjejer menghadap meja pelayanan yang panjang, sambil makan roti dan minum kopi atau teh. Dalam ruangan itu juga terdapat dua buah meja. Menghadapi kedua meja itu duduk beberapa orang laki-laki yang pakaiannya agak lebih rapi dari yang duduk menghadapi meja panjang. Mereka makan hidangan panas, yang diantarkan oleh seorang gadis riang bertubuh gemuk.
"Ah! Jadi inilah yang namanya Warung Sid," kata Colin sambil memandang ke dalam. "Kira-kira mana ya, yang bernama Sid""
"Mungkin di ruang belakang," kata George. "Kulihat cuma gadis-gadis saja yang melayani di depan. Nah! Kita tahu bahwa satu dari kedua laki-laki itu datang ke sini setiap hari, sekitar pukul lima sore. Salah seorang di antara kita harus menjaga di sini. Kapan-kapan pasti akan melihat orang itu."
"Kurasa sebaiknya Peter saja yang menjaga," kata Colin. "Kita berdua kan tak tahu, bagaimana rupa orang itu. Kalau Peter, tentu akan segera bisa mengenalinya kembali."
"Betul juga! Tapi agak sukar bagi Peter terus-terusan berkeliaran di sini untuk memperhatikan setiap orang," kata George lagi. "Pasti orang akan heran, mau apa dia di sini. Tapi kalau kita berdua yang menjaga, lebih-lebih mencurigakan lagi."
"Nah, kalau begitu ini urusan Peter!" kata Colin. "Kita sudah menyesaikan tugas. Warung Sid sudah kita temukan. Yuk, nanti kita terlambat makan siang!"
Peter puas sekali mendengar laporan Colin dan George. "Hebat!" pujinya. "Sore ini aku akan ke sana, pukul lima. Dan bagaimana hasil penyelidikan Pam dan Barbara""
Hasil kedua anak perempuan itu dilaporkan Janet pada Peter setelah sekolah bubar sore harinya.
"Mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan KEW 8061," katanya. "Mereka benar-benar bingung!"
"Goblok!" kata Peter sambil mengunyah roti. "Ayo cepat ceritakan, aku har
us cepat pergi." "Yah, lalu Pam menanyakan pada ibunya, bagaimana cara menyelidiki apakah nomor telepon seperti itu benar-benar ada. Ia dan Barbara merasa tak mampu mencari-cari dalam buku telepon," kata Janet. "Lalu, kata ibu Pam, 'Kenapa tidak kau telepon saja nomor itu untuk melihat ada jawaban atau tidak!'"
"Memang," kata Peter, "gampang!"
"Memang gampang! Mereka menelepon nomor itu. Mereka sudah berdebar-debar, karena kalau ada yang menjawab mereka hendak menanyakan nama dan alamatnya," kata Janet. "Tapi ternyata tak ada yang menjawab. Kemudian pegawai telepon mengatakan, nomor itu saat ini tidak ada yang memakai! Jadi KEW 8061 bukan nomor telepon, Peter. Mestinya tanda lain."
"Sialan," kata Peter sambil berdiri "Coba KEW 8061 menjawab, pasti akan asyik. Kita akan bisa memeriksa siapa pemilik nomor itu, di mana alamatnya dan lain-lainnya lagi. Yah, kurasa jejak itu tidak banyak menolong penyelidikan kita, Janet. Sekarang mudah-mudahan saja aku bisa melihat seorang dari kedua pencuri mobil Ayah masuk ke Warung
Sid." "Ya, mudah-mudahan saja," kata Janet.
XVI GAGASAN BAGUS PETER bergegas-gegas menuju pojok Jalan Tua dan Jalan James. Betul juga kata Colin, di pojok ada rumah makan. Namanya Warung Sid!
Pukul berapa sekarang" Peter melihat arlojinya. Pukul lima kurang enam menit. Jika orang yang hendak dimata-matai itu benar datang setiap hari pukul lima, Peter pasti akan bisa melihatnya. Tapi mungkin pula datangnya baru setelah pukul lima. Kalau begitu menjengkelkan sekali, karena Peter akan terpaksa lama menunggu di situ.
Peter menyandarkan punggung ke dinding rumah di pojok jalan. Ia memperhatikan setiap orang yang lewat. Teristimewa yang keluar-masuk Warung Sid. Kebanyakan dari mereka penjual sayur. Mereka meninggalkan gerobak sayur mereka di luar, sementara mereka mampir. Kecuali itu ada pula supir-supir truk, serta orang-orang yang potongannya mencurigakan. Berpakaian sembarangan dan berparas kotor.
Peter kaget setengah mati, ketika ada orang keluar dari restoran lalu menyapanya dengan kasar
"He! Mau apa kau di sini"" bentak orang itu. "Awas, kalau kau mencuri buah-buahan dari gerobakku! Sudah pernah ada anak-anak yang tertangkap basah. Kalau kau berani mencuri, akan kuserahkan langsung pada polisi Ayo, pergi dari sini!"
"Aku bukan mau mencuri buah-buahan!"
kata Peter tersinggung, sambil memandang buah-buahan yang terdapat dalam sebuah gerobak. Buah-buahan itu kelihatannya tergolong murahan.
"Ah, kau tak bermaksud mencuri" Kalau begitu kenapa kau berkeliaran di sini" Anak-anak yang mondar-mandir di pojok jalan, pasti mau apa-apa! Aku bersama kawan-kawanku sudah sedari tadi memperhatikan kelakuanmu dari balik jendela! Kami tahu, pasti ada sesuatu yang hendak kau lakukan!
Peter sangat kaget. Seenaknya saja orang itu menuduhnya hendak mencuri. Tapi mungkin saja anak-anak daerah situ biasa melakukannya, mengambil barang dagangan yang tidak dijaga.
Peter tidak mau mengatakan, untuk apa ia berdiri di pojok jalan. Ia diam saja. Tak mungkin ia bisa mengatakannya. Karena itu ia berpaling lalu pergi dengan muka merah padam. Galak sekali orang itu, pikir Peter. Dan ia belum sempat melihat orang yang mirip salah satu pencuri mobil ayahnya. Tapi yang bisa diingatnya juga cuma topi orang itu, serta rambutnya yang gondrong. Dan mungkin pula ujung jari kanannya yang putus.
Sambil lari pulang, Peter memutar otak. Bagaimanapun, orang itu mungkin saja datang ke Warung Sid setiap malam. Aku takkan bisa mengenalinya, jika ia tidak memakai topi, tapi mengenakan peci misalnya. Apalagi jika rambutnya sudah dipotong pendek. Lalu orang-orang daerah situ nampaknya mempunyai kebiasaan berjalan dengan tangan dibenamkan dalam kantong. Jadi tangannya juga tak bisa diperhatikan. Benar-benar payah!
Kemudian Peter pergi ke rumah Colin, untuk membicarakan soal itu. Ternyata Jack dan George juga ada di sana. Mereka bertiga sedang sibuk membikin pekerjaan rumah.
"He!" seru ketiga anak laki-laki itu dengan heran. "Kau tidak mengawasi Warung Sid""
Dengan segera Peter menceritakan pengalamannya.
"Aku tak tahu akal, bagaimana caran
ya bisa mengawasi tempat itu selanjutnya." katanya dengan suram "Orang yang bicara dengan aku tadi tidak enak sikapnya. Lalu bagaimana aku bisa melakukan pengamatan tanpa menyolok mata""
"Memang mustahil," kata Colin. "Sudahlah, rupanya perkara sekali ini tidak akan bisa kita selesaikan. Yuk, kita ke pondok kami. Aku ingin menunjukkan apa yang kubuat di sana! Sampah bekas kebakaran mercon kemarin sudah kami bereskan."
Keempat anak laki-laki itu pergi ke tempat berangin-angin keluarga Colin. Mereka membawa senter. Sesampai di sana, Colin menyorotkan cahaya senternya pada sesuatu yang ada dalam pondok. Peter kaget. Mula-mula ia tak tahu, benda apa itu yang dilihatnya. Tapi kemudian ia berseru kagum,
"Wah! Boneka Guy! Bagus sekali."
Boneka itu memang bagus sekali. Terbikin dari jerami yang diisikan ke dalam setelan Colin yang sudah tak terpakai lagi. Sebagai muka orang-orangan itu dipakai sebuah topeng. Lucu sekali kelihatannya topeng itu, seperti sedang nyengir. Rambutnya terbuat dari benang wol hitam yang terjulur di bawah sebuah topi tua yang diletakkan di atas kepalanya. Colin menaruhkan orang-orangan itu dalam sebuah gerobak yang biasa dipakai untuk berkebun. Boneka Guy itu memang bagus sekali!
Pembuatan boneka Guy, merupakan tradisi lama di Inggris. Guy adalah nama depan Guy Fawkes, yang dipakai sebagai kata semboyan oleh Sapta Siaga. Dan Guy Fawkes itu tokoh pemberontak pada awal abad ke-17, jadi sudah hampir empat ratus tahun yang silam. Kita sekarang kan sudah mendekati abad kedua puluh satu!
Nah, pada musim gugur awal abad ketujuh belas itu, Guy Fawkes beserta kawan-kawan komplotannya hendak memberontak terhadap raja Inggris. Tapi kemudian ketahuan, lalu dihukum mati. Orang Inggris sangat mencintai tradisi. Dan peristiwa penangkapan dan penghukuman Guy Fawkes dijadikan tradisi pula, diperingati setiap tahun dalam Malam Pesta Api. Pada saat itu orang-orang ramai membakar mercon, serta mengarak boneka Guy Fawkes dan kemudian membakarnya. Pembakaran mercon disebabkan karena pemberontakan itu hendak dilancarkan dengan jalan meledakkan gedung parlemen!
"Kita kan sudah sial, tak punya mercon lagi yang bisa dibakar," kata Colin menjelaskan. "Karena itu aku lantas membikin orang-orangan ini, lambang Guy! Kita bisa membakarnya di atas api unggun, yang akan kubuat besok. Jika kalian mau, kalian bisa datang dan membantu."
Sementara keempat anak itu mengobrol. boneka Guy Fawkes seakan-akan memperhatikan mereka sambil nyengir terus-menerus.
"Sayang dia tidak bisa kita suruh mengamat-amati Warung Sid!" kata Jack menyesal. "Kalau dia, takkan ada orang yang curiga. Guy ini akan bisa menunggu kedatangan orang itu sepanjang sore sampai malam!"
Anak-anak tertawa mendengar lelucon Jack. Tapi Peter tiba-tiba berhenti tertawa. Diperhatikannya boneka itu. Rupanya Peter mendapat gagasan. Gagasan yang sangat baik!
"He! He!" seru Peter sambil menyambar lengan Colin. Terlompat anak itu karena kaget. "Aku punya akal! Bagaimana jika aku yang didandani seperti boneka Guy, lengkap dengan topeng yang diberi lobang untuk mata, setelah itu salah seorang dari kalian mendorong aku dalam gerobak ini ke tempat dekat Warung Sid" Saat ini banyak sekali boneka-boneka Guy yang dibawa berkeliaran. Takkan ada yang menyangka orang-orangan kita manusia hidup.
Jadi aku bisa mengamat-amati sampai lama, tanpa ada orang merasa curiga."
"Huii!" seru ketiga kawannya. Mereka memandang Peter dengan kagum. Colin menepuk-nepuk punggung Peter.
"Ide bagus." serunya berkali-kali. "Hebat! Asyik! Kapan kita melakukannya""
"Besok sore," kata Peter. "Aku akan ke mari lalu berdandan seperti boneka. Setelah itu salah seorang dari kalian mendorongku dengan gerobak ke sana! Kalau mau, kalian beramai-ramai juga boleh! Pasti asyik pertunjukan kita besok!"
"Tapi ibuku tak senang melihat anak-anak membawa boneka Guy lalu mengemis-ngemis minta uang." kata Colin. Memang, termasuk tradisi pula bahwa pada malam peringatan Guy Fawkes itu anak-anak berkeliaran membawa boneka lambang orang itu sambil meminta sedekah. Tentu saja ini merupakan tradisi yang kurang baik! Sikap i
bu Colin memang sudah sepatutnya. "Ibuku mengatakan, tidak baik meminta-minta."
"Memang betul," jawab Peter. "Ibuku juga tidak setuju. Tapi nanti kalau ada yang memberikan uang, kan bisa kita salurkan untuk keperluan sosial. Menolong orang yang benar-benar memerlukan! Jadi bukan untuk membeli mercon."
"Baiklah kalau begitu!" kata Colin. "Wah, hebat sekali rencana kita! Tapi ingat, Peter, jangan sampai kau meloncat dari gerobak jika melihat orang yang kita cari masuk ke Warung Sid!"
"Aku akan diam saja, seperti boneka Guy yang sejati!" kata Peter sambil nyengir "Nah, aku pulang sekarang. Sampai besok, di sekolah!"
XV BONEKA ANEH PETER cepat-cepat pulang ke rumah, untuk menceritakan gagasan baru itu pada adiknya, Janet. Dan Janet begitu bersemangat mendengarnya, sampai ia cuma bisa melongo saja. Gagasan yang hebat sekali! Ide gemilang! Ditatapnya abangnya dengan perasaan kagum. Peter memang pemimpin yang sangat cocok untuk Sapta Siaga!
Skippy menggonggong-gonggong, seakan-akan hendak mengatakan, "Hebat, Peter! Bagus sekali idemu itu!"
Tiba-tiba Janet teringat pada sesuatu.
"Aku juga ada sesuatu yang perlu kulaporkan," katanya. "Mantel Ayah sudah kuperiksa. Ternyata memang ada satu kancingnya yang terlepas. Tapi kancing itu kecil, yaitu pada ujung lengannya. Jadi tidak besar, seperti yang kita temukan dalam mobil. Lagipula warnanya tidak sama, Peter."
"Bagus! Kalau begitu, kancing itulah yang tprlepas dari mantel orang yang dalam mobil!" seru Peter gembira. "Sekarang tugas Jack untuk menyelidik jejak kancing itu, jika dia bisa! Kemarikan saja barangnya, Janet. Besok akan kuberikan pada Jack."
"Sayang soal Q 8061 masih tetap kabur," kata Janet. "Tapi aku merasa yakin, itu pasti nomor telepon seseorang! Cuma payahnya, sulit menyelidikinya."
"Nah, aku dipanggil Ibu," kata Peter. "Tanggung aku disuruh membuat pekerjaan rumah."
Perkiraannya tepat. Kasihan Peter! Tidak gampang menyelesaikan soal-soal hitungan, apabila pikiran sedang penuh dengan gagasan akan menyamar sebagai boneka!
Para anggota Sapta Siaga sangat bersemangat mendengar rencana Peter yang baru. Keesokan sore mereka hadir semua di rumah Colin, untuk menyaksikan Peter berdandan menjadi boneka. Dan ternyata Peter pintar menyamar!
Ia memakai celana panjang sudah penuh tambalan, dengan jas yang sobek-sobek. Sepatunya kebesaran, bekas ayah Colin yang sudah dibuang. Lehernya dibungkus dengan selendang, sedang sebuah topi tua yang besar menutupi rambut palsu yang terbuat dari benang wol hitam.
"Hih, tampangmu seram!" kata Janet sambil cekikikan. "Sekarang pakai topengnya."
Peter menuruti permintaan adiknya. Begitu topeng menutup mukanya, dengan segera Peter menjelma menjadi boneka yang meringis. Persis seperti boneka-boneka Guy lainnya yang saat itu nampak berkeliaran di mana-mana, didorong-dorong dalam gerobak oleh anak-anak. Skippy melihat tampang Peter yang tiba-tiba berubah, lalu mundur sambil menggeram-geram.
"Jangan takut, Skip!" seru Peter sambil tertawa geli. "Ini kan aku, Peter!"
"Tampangmu menyeramkan." kata Pam. "Aku benar-benar ngeri melihatmu, walau aku tahu kau Peter. Takkan ada orang yang akan menyangka bahwa kau manusia, dan bukan orang-orangan."
Peter berbaring dalam gerobak.
"Aduh, keras sekali." katanya. "Tak enak berbaring di sini. Ada bantal, Colin""
Colin mengambilkan sehelai permadani tua serta tiga buah bantal taman yang agak kotor, lalu meletakkannya pada dasar gerobak.
Peter berbaring kembali di atasnya. Sikapnya lemas sekali, persis seperti sebuah boneka yang tak bernyawa! Anak-anak tertawa terbahak-bahak melihatnya.
"Yuk, kita harus pergi sekarang," kata Colin kemudian. "Nanti terlambat! Anak-anak perempuan jangan ikut. Tak pantas kalian berkeliaran di depan Warung Sid."
Colin, Jack, dan George berangkat, silih berganti mendorong Peter yang terbaring dalam gerobak. Sementara itu Peter tak henti-hentinya mengerang-ngerang, menyebabkan teman-temannya geli. Jack tak kuat lagi menahan tertawa, sampai ia terpaksa duduk dulu di bangku tempat menunggu bisa sambil menekan pinggangnya yang terlalu sakit. Kebetulan di bangku it
u sudah duduk seorang nenek.
Nenek itu memperhatikan 'boneka' alias Peter. "Bagus benar boneka kalian," kata nenek itu sambil merogoh ke dalam tasnya. "Ini, uang untuk membeli mercon."
"Ah, uang yang kami peroleh akan kami sumbangkan untuk menolong orang miskin," kata George dengan segera. Nenek tua itu memberikan uang padanya. Kemudian bis datang. Nenek itu naik ke atas bis, sambil melambaikan tangan pada anak-anak.
"Baik sekali nenek itu," kata George. Mereka lantas melanjutkan perjalanan. Peter keasyikan! Ia berbaring dalam gerobak seperti boneka sejati, sambil memperhatikan sekeliling lewat celah pada bagian mata topeng. Mulutnya tak henti-hentinya memberi komentar konyol. dengan suara yang dalam. Kalau boneka bisa bicara, pasti akan begitulah suaranya. Kawan-kawannya tertawa setengah mati mendengarnya.
Akhirnya mereka sampai di depan Warung Sid. Gerobak tempat Peter berbaring disandarkan ke dinding dekat pintu. Dari situ Peter bisa melihat dengan jelas orang-orang yang keluar masuk.
Kawan-kawannya mengintai tak jauh dari situ. Mereka menunggu isyarat dari Peter, jika ia mengenali seseorang. Apabila isyarat itu datang, dua anggota Sapta Siaga bertugas membuntuti orang itu jika ia keluar dari restoran. Tapi jika masuk, mereka harus menunggu sampai orang itu keluar lagi.
Orang-orang yang keluar masuk restoran, geli melihat boneka yang tersandar dekat pintu. Seorang di antaranya menyodok dengan tongkatnya. Peter kaget setengah mati.
"Bagus sekali Guy kalian," kata orang itu sambil melemparkan sekeping mata uang ke perut Peter.
"Colin! Jack!" desis Peter pada kedua kawannya. "Kalian harus menjaga, jangan sampai ada orang menonjok seperti tadi. Sakit sekali rasanya!"
"Tapi bagaimana cara mencegahnya"" balas Colin yang juga berbisik.
Beberapa saat tak terjadi apa-apa lagi, sampai muncul dua pemuda. Mereka melihat boneka Guy yang tergeletak dalam gerobak.
"He, bagus sekali Guy ini," kata seorang dari mereka. "Sepatunya masih baik. Untuk aku saja!"
Tahu-tahu Peter merasa sepatu di kakinya ditarik-tarik. Ia begitu kaget, sampai menjerit. Kedua pemuda tadi kaget, lalu cepat-cepat lari.
"He! Kalian harus lebih baik menjaga aku," kata Peter pada kawan-kawannya. "Tolong betulkan letak baringku di atas bantal. Nyaris aku jatuh ditarik pemuda tadi."
Colin dan George membetulkan sikap baringnya, sehingga Peter merasa agak enak.
"Pokoknya lumayan juga uang yang terkumpul," bisik George dekat telinga Peter. "Kata orang-orang, kau boneka yang bagus sekali."
Tapi Peter cuma mendengus saja. Ia agak jengkel pada ketiga kawannya. Apa sebabnya mereka tak mencegah orang-orang yang menonjok dan menusuk-nusuknya dengan tongkat, atau menarik-nariknya sampai hampir jatuh" Tiba-tiba Peter terkesiap. Ia melihat seseorang.
"Eh! Kan itu orang yang mengambil mobil Ayah"" pikir Peter. Ditatapnya orang itu lama-lama. Betulkah penglihatannya" Sayang tempatnya agak jauh. Jadi tidak bisa melihat lebih jelas lagi.
XVI ORANG-ORANG YANG DICARI
ORANG itu berdiri di depan jendela Warung Sid. Sikapnya seakan-akan sedang menunggu. Ia memakai topi, sedang rambutnya agak gondrong. Peter menyipitkan mata, berusaha melihat lebih jelas.
Orang yang menyupir mobil Ayah waktu itu, topinya terbenam menutupi kening. Dan rambutnya gondrong. Orang yang ini kelihatannya mirip orang yang dalam mobil.
Saat itu orang tadi agak mendekat ke Peter. Ia mendehem-dehem. Kedengarannya seperti tidak sabar. Diambilnya bungkus rokok dari kantong, lalu dicabutnya sebatang. Lalu dipalingkannya tubuh dari arah angin. Rupanya hendak menyalakan rokok. Saat itu juga Peter merasa pasti, orang itulah yang dilihatnya beberapa malam yang lalu dalam mobil.
Orang itu ujung jari tengahnya putus! Tadi kelihatan jelas, sewaktu menyalakan korek api! Memang itulah orangnya! Mungkin ia sedang menunggu kawannya.
Baru saja pikiran itu melintas dalam otak Peter, ketika orang yang kedua muncul! Tak salah lagi. Rambutnya dipotong sangat pendek, walau kini sudah menjadi agak panjang. Orang itu memakai mantel yang kelihatannya sudah tua. Peter berusaha memperhatikan, apakah ada kancingn
ya yang terlepas. Kedua orang itu saling menyapa, lalu masuk ke restoran. Tapi tidak mengambil tempat di depan. Tidak! Mereka terus menuju ke pintu belakang, membukanya lalu menghilang masuk ke kamar yang ada di belakang.
"Colin! George! Jack! Itu tadi kedua orang yang kita tunggu-tunggu," seru Peter setengah berbisik pada kawan-kawannya. "Seorang dari mereka, ujung jari tengahnya putus. Aku melihatnya "
"Dan yang satu lagi, kancing mantelnya lepas satu," kata Jack. "Aku melihatnya, walau tadi aku belum tahu merekalah yang kita cari. Tapi karena sekarang aku yang bertugas tentang kancing, maka semua mantel yang lewat kuperhatikan dengan teliti! Dan kurasa kancing yang ada pada kita, persis sama dengan kancing mantelnya."
"Bagus!" puji Peter. "Sekarang dengar baik-baik! Tindakan kita yang selanjutnya penting sekali. Dua dari kalian harus membuntuti mereka. Jika mereka berpisah nanti, kalian juga harus berpisah. Masing-masing mengikuti seorang dari mereka. Dan kau, Colin, kau harus mendorong aku pulang."
"Beres!" kata ketiga kawannya serempak. Mereka selalu mau menuruti kata Peter. Dia memang paling jago dalam menangani urusan macam begini!
"Usahakan supaya kalian bisa berjalan dekat sekali pada mereka," kata Peter lagi "Barangkali saja bisa menangkap pembicaraan mereka. Lalu kalau mungkin, ikuti terus sampai mereka pulang ke rumah masing-masing. Setelah itu segera menyampaikan laporan padaku."
"Siap!" kata George dan Jack. Aksi mereka persis seperti detektif kelas satu!
Ternyata kedua laki-laki itu tidak lama mampir di restoran. Kira-kira sepuluh menit kemudian mereka sudah keluar lagi. Tampang mereka kelihatan seperti marah. Mereka masih berdiri sebentar di ambang pintu. Sama sekali tak mereka pedulikan boneka Guy dan ketiga anak laki-laki yang berdiri dekat mereka.
"Kita ditipu Sid," kata orang yang ujung jari tengahnya hilang. "Waktu itu katanya akan memberikan uang dua ratus. Tapi sekarang ternyata cuma lima puluh. Sebaiknya kita laporkan dengan segera pada Q. Pasti dia akan marah-marah."
Anak-anak ikut mendengarkan dengan penuh minat, sementara pura-pura sibuk membenahi boneka.
"Aku tak mau bertengkar lagi dengan Sid." kata orang yang satu lagi. "Aku menyesal keluar dari tempat bersembunyi, padahal rambutku belum tumbuh cukup panjang. Yuk, kita pergi saja.
Kedua orang itu pergi. Dengan segera George dan Jack membuntuti mereka. Colin ditinggal menemani Peter yang masih terbaring dalam gerobak.
"Kau dengar kata mereka tadi"" kata Peter bersemangat. Ia sampai lupa, saat itu sedang menyamar sebagai boneka Guy. "Rupanya mereka mencuri sesuatu lalu hendak menjualnya pada Sid. Tapi Sid mengingkari janji, tak mau membayar sebanyak yang sudah dikatakan sebelumnya. Sekarang mereka kembali ke Q, yang rupanya pemimpin mereka, untuk melaporkan. Walau kita belum tahu siapa Q, tapi yang pasti itu nama orang!"
"Dan kau tadi juga mendengar kata yang satu lagi"" kata Colin sambil membungkukkan badan, supaya tidak usah bicara keras-keras. "Maksudku mengenai rambutnya yang hendak dipanjangkan dulu" Pasti dia baru keluar dari penjara! Kan narapidana rambutnya biasa dipotong pendek sekali. Atau mungkin juga dia narapidana yang lari, dan sekarang sedang bersembunyi. Wah, ini perkara hebat, Peter!"
"Bawa aku ke tempat rapat di gudang," kata Peter. Ia kepingin bisa langsung berdiri dan berjalan sendiri. "Ayo cepat sedikit. Janet dan kawan-kawannya pasti sudah menunggu di sana. Sedang Jack dan George akan menggabung secepat mungkin. Ayo cepat dong! Ah, sebaiknya aku berdiri saja lalu berjalan sendiri," kata Peter yang sudah tidak sabar lagi. "Jalan di sini cukup gelap. Berhenti sebentar, Colin. Aku mau jalan sendiri."
Colin berhenti. Peter keluar dari gerobak, diterangi sorotan senter Colin untuk membantunya. Tapi saat itu kebetulan lewat seorang laki-laki tua yang sedang berjalan-jalan dengan anjingnya. Laki-laki itu memandang dengan mata terbelalak. Astaga! Ada boneka Guy yang tahu-tahu bisa hidup. Laki-laki itu pergi cepat-cepat. Jangan-jangan ia tadi melihat hantu. Hihh!
Tak lama kemudian Peter dan Colin sudah sampai di
depan gudang di belakang kebun rumah Peter. Gerobak disorongkan ke dalam semak, dan Peter membuka topengnya.
"Mercon!" bisik kedua anak itu menyebutkan kata semboyan yang baru. Dengan segera pindu gudang dibuka dari dalam. Pam menjerit ketika Peter masuk. Tampangnya memang masih aneh, dengan rambut palsu dari benang wol hitam, dengan topi dan pakaian yang serba lusuh.
"Ada kabar baru!" kata Peter "Kabar hebat! Dengarlah!"
XVII BERHASIL DENGAN cepat Peter menceritakan pengalaman di depan Warung Sid. Ketiga anak perempuan anggota Sapta Siaga mendengarkan dengan asyik. Akhirnya mereka berhasil dengan penyelidikan mereka. Bahkan kancing yang ditemukan ternyata ikut membantu!
"Menurut perkiraanku, orang yang berambut pendek itu baru saja keluar dari penjara," kata Peter. "Atau mungkin bahkan melarikan diri! Mungkin sebelum dipenjarakan dia merampok dan barang rampokannya itu sempat disembunyikan olehnya. Sekarang ia bersama kawannya hendak menjual barang-barang itu pada Sid!"
"Lalu yang namanya Q itu siapa"" tanya Janet. "Apa hubungannya dengan kedua orang itu""
"Mungkin dia yang menyimpan barang-barang rampokan," kata Peter, yang rupanya sudah sempat memikirkan berbagai kemungkinan yang ada. "Dan kurasa dia pula yang menyembunyikan perampok itu. Sekarang kita masih harus menyelidiki siapa Q itu, dan di mana tempat tinggalnya. Dia satu-satunya yang belum ketahuan orangnya."
Mereka berlima sibuk berembuk.
"Kapan George dan Jack kembali"" tanya Pam. "Aku tak boleh pulang terlalu malam, padahal sekarang sudah pukul enam lewat seperempat."
"Nah! Itu mereka datang!" kata Colin, ketika terdengar suara orang di luar. Saat itu juga pintu diketuk.
"Semboyan!" seru anak-anak yang di dalam dengan serempak.
"Mercon!" jawab suara dua anak bersama-sama Jack dan George masuk dengan muka berseri-seri. Mereka merasa senang, karena bisa menghangatkan tubuh setelah kedinginan di luar.
"Apa yang terjadi" Kalian membuntuti kedua orang itu"" tanya Peter, ketika mereka sudah duduk lagi.
"Ya." jawab George. "Kami membuntuti mereka terus, menyusur terusan lalu lewat Medan Cole. Cuma sekali kami cukup dekat di belakang mereka, sehingga bisa menangkap percakapan antara keduanya."
"Apa yang mereka katakan"" tanya Peter ingin tahu.
"Seorang dari mereka berkata, 'He, itu kan polisi! Jangan-jangan hendak menyergap kita. Ayo cepat, lari!'" kata George. "Keduanya lantas cepat-cepat lari, sewaktu seorang polisi muncul dari tempat gelap. Polisi itu sama sekali tak melihat mereka!"
"Lalu""
Sapta Siaga 06 Komplotan Misterius di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lalu kami mengejar mereka. Kami masih sempat melihat mereka menggerayangi pintu-pintu mobil yang diparkir di situ."
"Ternyata ada mobil yang lupa dikunci oleh pemiliknya. Mereka cepat-cepat masuk, lalu membawanya pergi," kata Jack mengakhiri laporan. "Jadi pengejaran kami cuma sampai di situ saja "
"Mereka mencuri mobil lagi!" seru Colin.
"Apakah kalian sempat mencatat nomor mobil itu"" tanya Peter.
"Tentu saja!" kata Jack sambil mengeluarkan buku catatannya. "Ini dia, PLK 100. Kami tidak kembali untuk melaporkan pencurian itu pada polisi yang sebelumnya muncul. Kami memilih lebih baik cepat-cepat ke mari. Biar kamu saja menentukan, apa tindakan kita selanjutnya."
"Bagus," kata Peter senang. "Jika kita tahu di mana tempat tinggal Q, kita bisa langsung mengetahui pula di mana kedua orang tadi sekarang berada. Lalu kita bisa melaporkan pada polisi, agar menangkap komplotan penjahat itu."
"Aku tahu! Aku tahu sekarang!" seru Pam dengan tiba-tiba, sehingga kawan-kawannya terkejut dibuatnya. "Kenapa tidak kita tilik saja nama-nama yang diawali dengan huruf Q, dalam buku telepon daerah sini" Jika Q tinggal di sini, tentunya nama dan nomornya tertera dalam buku telepon setempat."
"Betul," kata Janet. "Tapi mungkin banyak orang yang namanya dimulai dengan huruf Q. Dan kita tak bisa mengetahui, mana orang yang kita cari. Kita saja sudah mengenal Nyonya Queen, Tuan Quigley dan Tuan Quorn."
"Kau belum mengerti maksudku rupanya," kata Pam tak sabar. "Kita tilik daftar nama-nama yang diawali dengan Q. Lalu Q yang nomor teleponnya 8061, itulah orang yang kita c
ari!" Seketika itu juga kawan-kawannya memahami maksudnya. Peter memandang Pam dengan perasaan kagum.
"Itu ide yang bagus sekali, Pam." katanya memuji "Kadang-kadang aku merasa kau kurang bermutu sebagai anggota Sapta Siaga, tapi sekarang ternyata sangkaanku itu keliru. Idemu hebat sekali! Kenapa tidak terpikir dari dulu" Bayangkan, kita berpayah-payah mencoba menyelidiki KEW!"
"Kuambil sebentar buku telepon kita," kata Janet lalu bergegas pergi. Tak lama kemudian ia sudah kembali lagi, lalu masuk sesudah menyebutkan semboyan Mercon. Begitu berada dalam gudang, dibukanya buku telepon pada bagian yang memuat nama-nama dengan awalan Q. Kawan-kawannya mengerubungi.
Ternyata tak begitu banyak nama yang berawalan Q.
"Quant," kata Pam sambil membaca urutan nama yang tertera. "Nomor teleponnya, 6015. Queen, 6453, Quelling, 4322, Quentin, 8061... Nah, ini dia orangnya! Tak salah lagi... Quentin, 8061, gudang barang Barr, East End. Wah, itu kan tak begitu jauh dari sini. Di tepi kota sebelah timur!"
"Wah!" seru Peter gembira. "Keterangan inilah yang kita cari-cari selama ini. Gudang barang! Cocok sekali untuk menyembunyikan barang curian! Wah, hebat kerja kita kali ini. Pam, kau pantas menerima bintang jasa."
Walau yang didapatnya saat itu cuma tepukan di bahu oleh kawan-kawannya, tapi Pam tetap merasa senang dan bangga.
"Apa yang kita lakukan sekarang"" tanyanya bersemangat.
Sebelum ada yang sempat menjawab, terdengar langkah oranq datang. Kemudian menyusul suara ibu Peter memanggil-manggil,
"Peter! Janet! Apakah Colin dan George bersama kalian di situ, dan Pam juga" Ibu-ibu mereka baru saja menelepon, menyuruh mereka pulang dengan segera. Hari sudah malam!"
"Ya, Bu!" balas Peter. "Tunggu dulu, Bu. Kami punya kisah penting sekali. Tunggu, Bu!"
Tapi ibunya sudah bergegas kembali ke rumah. Memang tidak enak lama-lama di luar, karena hawa dingin dan basah. Ketujuh anak itu berlari-lari ke luar, sementara Skippy ribut menggonggong-gonggong. Baru saja mereka masuk lewat pintu belakang, terdengar pintu depan diketuk dari luar.
"Coba lihat siapa yang datang, Peter!" suruh ibunya. "Aku sedang repot di dapur"
Peter membuka pintu depan, diiringi teman-temannya. Ternyata yang datang seorang polisi. Ia tersenyum melihat anak-anak memandangnya dengan tercengang.
"Selamat malam! Aku baru saja dari rumah Jack," katanya. Rupanya ia mengenal anak-anak itu. Mungkin karena mereka anggota Sapta Siaga yang kenamaan! "Lalu Susi mengatakan, mungkin Jack ada di sini. Soalnya begini. Tadi aku melihat Jack di Medan Cole, bersama kawannya yang ini." Ia menunjuk George. "Nah, tak lama sesudah itu datang seseorang melaporkan bahwa mobilnya dicuri dari tempat parkir di dekat kalian berada tadi. Karena itulah aku ke mari, ingin menanyakan kalau-kalau kalian melihat sesuatu yang mencurigakan tadi."
"Silakan masuk," kata Peter dengan gembira. "Kami bisa menceritakan segala-galanya tentang pencuri-pencuri itu. Dan kami bahkan bisa mengatakan, di mana Anda mungkin akan menemukan mobil curian itu. Yuk, silakan masuk!"
XVIII AKHIR YANG MENYENANGKAN
POLISI itu masuk. Tampangnya kelihatan heran. Ibu Peter datang dari dapur. Ayahnya muncul dari ruang kerja.
"Ada apa"" tanya Ayah. "Kan tak ada yang terlibat dalam kesulitan""
"Tidak, Yah," jawab Peter. "Tapi kami ingin menceritakan pengalaman kami. Menarik sekali, Yah!"
Mereka beramai-ramai masuk ke ruang kerja Ayah. Polisi itu nampak semakin bingung.
"Kurasa Anda akan menemukan mobil yang dicuri itu di depan gudang barang Barr," kata Peter menjelaskan. "Tempatnya di ujung kota sebelah timur. Dan dalam gudang itu mungkin Anda temukan seorang laki-laki bernama Quentin. Kecuali itu, juga barang-barang curian!"
"Dan Anda akan menemukan seorang laki-laki pula yang ujung jari tangannya putus, lalu seorang lagi yang rambutnya begitu pendek, seperti narapidana yang melarikan diri," sambung Colin.
"Tunggu! Tunggu! Nanti dulu! Apa katamu tentang orang yang satu ujung jarinya putus"" tanya polisi itu. "Kami sedang mencari dia. Ia dikenal dengan julukan si Jari. Ia kawan seorang pencuri yang baru ming
gu lalu lari dari penjara. Kami sudah mengira pencuri itu akan mendatangi si Jari untuk minta pertolongan. Karena itu kami juga mencari-cari si Jari."
"Mereka bertemu di Warung Sid," kata Peter.
Ia senang melihat ketiga orang dewasa itu melongo.
"Apa"" seru Ayah kaget. "Warung Sid" Tempat rawan itu"! Kau hendak mengatakan, kalian masuk ke tempat itu""
"Bukan masuk, Yah, cuma di luar saja," kata Peter. "Kami tak berbuat apa-apa. Sungguh! Kejadiannya dimulai pada malam ketika aku bersama Janet Ayah tinggalkan dalam mobil di pekarangan samping stasiun, lalu datang dua laki-laki membawa mobil pergi."
"Kami kan meminta pada Ayah agar melaporkannya pada polisi, tapi Ayah tak mau repot," kata Janet menyambung. "Karena itu kami lantas berusaha sendiri, menyelidiki jejak mereka. Dan kami berhasil!"
Kemudian anak-anak menceritakan urut-urutan kejadian selanjutnya. Bagaimana mereka menemukan Warung Sid, lalu Peter menyamar menjadi boneka Guy untuk mengamat-amati tempat itu, kemudian Jack dan George membuntuti kedua laki-laki yang datang dan melihat mereka mencuri mobil di Medan Cole.
"Dan kami tahu mereka pergi ke mana, karena mereka mempunyai seorang kawan yang disebut Q, seseorang bernama Quentin," kata Peter. "Mereka juga menyebut nomor telepon orang itu, 8061! Kami mencarinya dalam buku telepon, sehingga tahu alamatnya sekarang. Baru tadi kami menemukannya. Gudang barang Barr, seperti kami katakan tadi."
"Luar biasa," kata polisi itu berulang-ulang, sambil mencatat semua keterangan itu. "Bukan main!"
"Ya, kami kan Sapta Siaga." kata Janet. "Kami memang biasa menghadapi petualangan yang seru."
"Terima kasih," kata polisi sambil berdiri. "Sekarang aku akan melaporkannya ke kantor, lalu berangkat ke gudang barang Barr! Wah, kalian sudah sepantasnya merayakan Malam Pesta Api dengan meriah besok! Mudah-mudahan kalian sudah banyak mengumpulkan mercon. Sudah sepantasnya jika kalian memiliki mercon yang paling hebat!"
"Sebetulnya kami tak punya satu pun," kata Peter. "Tadinya sudah banyak yang kami kumpulkan. Tapi semuanya terbakar habis dalam kecelakaan yang terjadi Sabtu lalu. Kami memang sedang sial saat itu."
"Sayang," kata polisi itu sambil berjalan ke pintu "Sekali lagi terima kasih. Dan selamat malam!"
"Wah, bukan main pengalaman kalian," kata Ibu setelah petugas kepolisian itu pergi. "Belum pernah kudengar cerita seseru itu! Apa lagi yang akan dihadapi Serikat Sapta Siaga berikutnya" Bayangkan, kau menyamar menjadi boneka. Peter! Lalu menjaga di luar Warung Sid. Pantas tampangnya begitu acak-acakan. Pakai rambut palsu lagi! Buka saja Peter, seram kelihatannya!"
"Bu, bolehkah teman-teman ikut makan malam di sini"" kata Peter meminta. "Masih banyak yang perlu kami bicarakan. Boleh ya, Bu" Mereka pasti sudah cukup puas, jika diberi makan roti. Kami akan menyiapkannya sendiri!"
"Baiklah." kata Ibu sambil tertawa, melihat wajah-wajah yang memandangnya dengan penuh harap "Janet, coba telepon ibu-ibu mereka dan beritahu bahwa teman-temanmu semua makan malam di sini."
Para anggota Sapta Siaga bergembira. Lima menit kemudian mereka sudah asyik menikmati hidangan makan malam. Tiba-tiba telepon berdering. Peter menerimanya. Rupanya kabar yang didengarnya sangat menarik, karena begitu pembicaraan selesai, dengan segera ia berlari ke meja makan.
"Polisi tadi yang menelepon!" katanya. "Ia menceritakan apa yang terjadi selanjutnya."
"Apa yang terjadi" Ceritakanlah!" seru semua yang nadir di situ.
"Begini," kata Peter "Polisi berangkat ke gudang barang Barr. Dan tahukah kalian, apa yang mereka lihat begitu sampai di sana" Mobil yang dicuri! Dengan segera mereka mendobrak masuk ke gudang lewat pintu belakang. Orang yang bernama Quentin mereka temukan sedang berada dalam kantornya. Ia gemetar ketakutan.
Ketika polisi mengatakan mereka tahu si Jari serta narapidana yang lari dari penjara bersembunyi di tempat itu, Quentin langsung menyerah dan mengaku!"
"Lalu, bagaimana dengan si Jari dan narapidana itu"" tanya Colin.
"Ikut tertangkap! Quentin menunjukkan tempat mereka bersembunyi," kata Peter. "Ternyata di kolong bawah tana
h. Sedang barang-barang curian juga disembunyikan di situ. Penggerebekan polisi berhasil baik! O ya, polisi tadi juga menanyakan apakah kita bisa mengenali orang laki-laki yang satu lagi, yang rambutnya dipotong sangat pendek. Tentu saja, kataku, jika ia memakai mantel yang kancingnya hilang satu. Soalnya, kancing itu ada pada kita!"
"Ya, betul!" seru Barbara girang. "Kita lupa melaporkannya tadi pada polisi itu. Mana kancing itu""
"Ini dia," kata Jack sambil memutar kancing itu di atas meja "Ada juga jasa benda kecil ini! Wah, ini memang petualangan Sapta Siaga yang paling seru sampai sekarang. Sayang sudah berakhir sekarang!"
Kawan-kawannya ikut menyesal. Rasanya berat untuk berpisah malam itu. Tapi mereka harus pulang, karena besok mesti bersekolah lagi.
"Cuma satu yang agak kurang enak dalam pengalaman ini," kata Peter pada Janet, setelah kawan-kawan mereka pergi semua. "Maksudku kecelakaan yang menyebabkan mercon kita habis terbakar. Padahal besok Malam Pesta Api. Sayang!"
Mereka tidak tahu, saat itu polisi teman mereka sedang dalam perjalanan ke rumah mereka. Polisi itu membawa bungkusan. Dan apakah isinya"
Sapta Siaga menerima hadiah dari polisi, atas jasa besar mereka. Dua ratus batang mercon dan kembang api, dari berbagai jenis. Mulai dari yang paling kecil, sampai roket yang paling besar. Hebat.
DOR! SUIIIT, TARR! DORDORDOR! Penutup kisah yang meriah!
TAMAT tamat Wajah Di Jendela 1 Pedang Tetesan Air Mata Ying Xiong Wu Lei A Hero Without Tears Karya Khu Lung Dayang Tiga Purnama 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama