Sapta Siaga 08 Rahasia Rumah Kosong Bagian 1
Sapta Siaga - Rahasia Rumah Kosong
Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
I" Rapat batal ""UNTUK apa sebenarnya kita mengadakan rapat,"kata Janet pada abangnya, Peter. "Kan tak ada apa-apa yang harus dirundingkan! Tak ada petualangan baru, dan kejadian yang misterius juga tidak ada. Lagipula aku ingin menyelesaikan buku yang sedang kubaca!"
"Serikat Sapta Siaga sudah tiga minggu tidak mengadakan rapat," kata Peter. "Jika kau ada urusan lain yang lebih penting dari menghadiri rapat Sapta Siaga, terserah! Kami bisa dengan gampang mencari orang yang mau menggantimu."
"Jangan cepat marah, Peter!" kata Janet cepat-cepat. la takut kalau-kalau dikeluarkan dari Serikat Sapta Siaga. "Tentu saja aku ingin tetap menjadi anggota. Tapi rasanya baru asyik, kalau terjadi apa-apa. Atau rapat sambil makan-minum sampai kenyang!"
"Kawan-kawan kan berjanji membawa makanan dan minuman. Kalau mereka menepati janji, nanti kita bisa pesta," jawab Peter. "Sudahlah - tolong aku dulu membereskan tempat ini! Kau enak-enak saja duduk, tanpa berbuat apa-apa."
Kedua anak itu sibuk membenahi ruangan gudang tempat mereka biasa mengadakan rapat. Di pintu gudang tertulis dengan huruf besar-besar: SS. Sapta Siaga! Skippy, anjing spanil mereka duduk di depan pintu, seakan-akan menjadi penjaga pintu. Gudang itu sebenarnya gudang yang biasa saja. Tapi pada saat Sapta Siaga mengadakan rapat di situ, bagi Skippy tempat itu menjadi penting sekali,
Tiba-tiba Skippy menggonggong. Kedengarannya tidak galak, melainkan seperti mengucapkan 'Selamat datang'.
"Nah! Itu kawan-kawan datang," kata Peter.
"Tok-tok-tok'" Pintu diketuk dengan keras dari luar.
"Semboyan!" seru Peter. "Tapi jangan diteriakkan!"
"Lolipop!" Terdengar suara menjawab sambil cekikikan. Rupanya anak yang di luar itu membayangkan enaknya "mengulum lolipop, yaitu permen bulat yang terpasang di ujung sebilah kayu pendek.
"Itu Pam!" kata Janet yang mengenali suara kawannya. "Masuk, Kawan!"
Pam masuk sambil menenteng kantong kecil.
"Hai!" sapanya. "Rupanya aku yang nomor satu datang. Nih! Aku membawa biskuit - tapi sayang tidak begitu banyak."
Saat itu Skippy menggonggong lagi di luar.
"Lolipop," kata seorang anak dengan suara pelan.
"Permen karet!" Kata itu diucapkan anak lain sambil tertawa. Dengan segera Peter pergi ke pintu dan membukakan. Dilihatnya George dan Colin berdiri di luar.
"Masuk, George!" kata Peter. "Colin, kau tidak boleh- karena lupa semboyan kita!"
"He! Aku kan cuma main-main saja," kata Colin cepat-cepat. "Habis, kurasa kata 'Lolipop' itu konyol- jadi kuganti saja dengan 'permen karet' supaya lebih enak. Tanya saja pada George, apakah aku benar-benar tak tahu semboyan kita! Tadi sudah kusebutkan padanya, ketika kami sedang berjalan ke mari. Betul kan, George""
"Betul! Dia memang masih ingat semboyan kita, Peter," kata George membenarkan. "Izinkanlah dia masuk."
"Yah - sekali ini bolehlah," kata Peter mengalah. "Nah- itu Barbara datang. Dan Jack juga! Tapi siapa itu, yang berdiri di sana"" .
"Itu kan Susi!" seru Janet kaget. "Mau apa lagi si bandel itu. Pasti ingin mencoba menerobos dan ikut rapat!"
"Semboyan. Barbara," kata Peter dengan suara pelan.
Barbara ternyata masih ingat. Begitu pula Jack. Peter masih berdiri di luar sebentar, sambilmemperhatikan Susi. Tapi adik Jack itu tidak datang mendekat. Karenanya Peter lantas masuk dan mengunci pintu dari dalam. Skippy ditinggal di luar.
"Jaga baik-baik, ya!" kata Peter. Skippy lantas duduk di depan pintu. Anjing itu tahu, kalau ada orang lain mendekat, dia harus menggonggong. Susi diawasinya dengan waspada. Kalau anak perempuan itu berani maju selangkah saja, Skippy berniat akan menggonggong dengan galak!
Pasti Susi akan ketakutan mendengarnya. Begitu pintu sudah dikunci olehnya, Peter lantas berpaling pada Jack.
"Untuk apa kaubawa adikmu yang bandel itu ke sini"!" tanya Peter. "Kau kan tahu sendiri, sudah berapa sering anak itu mengacaukan rapat kita. Setiap kali ia berhasil mengetahui kata semboyan kita!"
"Sekali ini ia sudah berjanji takkan datang dekat-dekat ke sini," k
ata Jack. "Memang, Susi bandel - tapi ia selalu menepati janji. la pasti takkan mengganggu, Peter."
"Tapi untuk apa ia kauajak ke mari"" tanya Peter lagi, belum puas dengan jawaban Jack. "Aku agak kurang percaya pada gelagatnya. Pasti ia bermaksud hendak mengganggu kita lagi." '
"Sekali ini, tidak! Sebaiknya kukatakan saja, apa sebabnya ia terpaksa kuajak ke sini," kata Jack. "Kami mempunyai saudara sepupu, tinggalnya di Amerika. Saudara sepupu kami itu mengirimkan sebuah pesawat terbang model sebagai hadiah untuk Susi. T api adikku itu tidak bisa menerbangkannya sendiri. Sedang aku ingin sekali bermain-main dengan pesawat model itu. Jadi kami akan menerbangkannya nanti, sehabis rapat. Pesawat itu kami simpan dalam semak pagar kebunmu, menunggu rapat selasai."
"Pesawat terbang model" Kayak apa rupanya"" sela George dengan penuh perhatian.
"Wah, bagus sekali," jawab Jack. "Besarnya sebegini!" la membentangkan lengannya lebar-lebar. "Terbangnya bukan memakai mesin, tapi dengan ban karet yang harus diputar dulu sampai tegang. Kalau dilepaskan, ban karet itu yang memutar baling-baling. Pokoknya asyik deh!"
"Masa Susi diberi hadiah pesawat terbang!" kata Peter heran. "Anak perempuan diberi pesawat terbang! Apa sebabnya saudara sepupu kalian itu tidak menghadiahkannya padamu, Jack""
""Sebetulnya kami masing-masing ditanya, ingin hadiah apa," jawab Jack. "Aku memilih pakaian koboi. Dan memang bagus! Tapi Susi lantas mengatakan, ingin diberi hadiah pesawat terbang model. SUSI memang selalu begitu! Hadiah yang dipilihnya, kemudian selalu ternyata yang juga sangat kuingini. Pesawatnya jauh lebih bagus daripada pakaian koboiku."
"Maukah Susi mengizinkan kami ikut melihat kalian menerbangkannya nanti"" tanya George. Jack kelihatannya ragu-ragu.
"Entahlah," jawabnya. "Adikku itu agak kurang senang pada Sapta Siaga karena kita selalu tak mengizinkan dia ikut."
"Aku tahu akal!" seru Peter. Dengan tiba-tiba saja ia berubah pikiran mengenai Susi, sejak ia tahu bahwa adik Jack itu memiliki pesawat terbang model yang bagus sekali.
"Kita sekali ini tidak jadi saja mengadakan rapat Sapta Siaga. Kita piknik di kebun! Dan Susi kita ajak - asal kita boleh ikut bermain-main dengan pesawatnya."
"Setuju!" kata Jack. "Kutanyakan sebentar padanya, apakah dia mau." Jack keluar, lalu datang lagi dengan segera.
"Susi mau!" katanya gembira. "Kata adikku itu, ia mau ikut piknik. Setelah itu kita beramai-ramai menerbangkan pesawatnya. Yuk, sekarang saja kita berangkat!"
Ketujuh anggota Sapta Siaga keluar sambil membawa makanan dan minuman. Susi menghampiri mereka sambil tertawa meringis. Tampangnya nampak menjadi semakin bandel karenanya.
"Halo!" seru Susi. "Pagi ini kalian bukan Sapta Siaga lagi! 'Kita sekarang menjadi Asta Astaga!"
II Pesawat terbang model
"PETER sama sekali tidak senang mendengar ucapan Susi, bahwa mereka saat itu bukan Sapta Siaga lagi. Apalagi digantikan dengan nama yang dipilih itu. Asta memang berarti Delapan. Tapi Astaga" Apanya yang Astaga" Tapi Peter diam saja. la tidak mau menyebabkan Susi marah, karena saat itu mereka menginginkan sesuatu dari anak perempuan itu,
"Mana pesawat yang hebat itu"" tanya Peter.
"Mana makanan kalian yang hebat"" balas Susi dengan segera. "Kita makan-makan dulu. sebelum menerbangkan pesawatku."
"Ya deh! Memang begitu niat kami tadi," kata Peter. "Enaknya di mana kita piknik" Bagaimana kalau di sana di bawah pohon itu""
"Tidak, aku punya usul lain," kata Jack. "Aku dan Susi berniat akan menerbangkan pesawatnya di lapangan yang terdapat di belakang rumah kami. Karena itu bagaimana jika kita langsung saja piknik di sana, sambi! duduk-duduk di rumput" Lapangannya bagus."
"Ya, aku setuju." jawab Peter. Kawan-kawan yang lain juga setuju. "Yuk, kita jalan-jalan, Skip!"
Skippy senang sekali diajak berjalan-jalan. Sesuai dengan namanya yang berarti Peloncat, anjing itu berjalan sambi! meloncat-loncat seperti kelinci, menuju pintu gerbang sebelah depan. Begitu sampai di situ, S"kippy berhenti. Anjing itu memandang dengan curiga ke arah sesuatu benda yang tersembunyi dalam semak. Skipp
y menggonggong dengan galak.
"Jangan curiga, Skip! Itu kan cuma pesawat modelku, saja," kata Susi dengan bangga. Ketujuh anggota Sapta Siaga berkerumun mengaguminya. Pesawat model itu ternyata memang besar sekali: Sayapnya berwarna perak, berkilauan cahayanya ditimpa sinar matahari.
Peter dan ketiga anak laki-laki lainnya, saat itu sama pikiran mereka, Bayangkan, pesawat yang begitu indah - kepunyaan Susi. Anak perempuan! Itu kan cuma membuang-buang hadiah yang berharga! Tapi mereka tidak mengatakannya keras-keras. Mereka tahu bahwa jika mereka mengatakan begitu, Susi pasti akan tersinggung. Lalu pergi - sambil membawa pesawatnya!
"Nah - bagaimana pendapat kalian" tanya Susi. "Kan lebih bagus daripada pakaian koboi yang konyol!"
Jack menjadi merah mukanya. la melotot menatap adiknya.
"Jika dari semula aku tahu saudara sepupu kita akan mengirim pesawat model seperti begin," kata Jack marah.
Tapi Peter cepat-cepat menyela.
"Jangan marah, Jack," katanya. la sudah khawatir saja, Jack akan bertengkar dengan adiknya. "Kurasa pakaian koboimu itu pasti bagus. Tapi pesawat ini benar-benar HEBAT! Lihatlah - roda pendaratnya bahkan bisa dikeluarmasukkan!"
"Memang," kata Susi dengan bangga. "Kubaca dalam petunjuknya bahwa roda-roda ini masuk ke dalam pesawat begitu naik ke udara. Lalu sewaktu mendarat, secara otomatis keluar lagi. Kurasa di daerah sekitar sini pasti tak ada anak lain yang memiliki pesawat model seperti begini!"
Anak-anak juga berpendapat begitu. Susi berjalan menuju pintu keluar, sambi! menenteng pesawatnya.
"Biar aku saja yang membawakannya untukmu," kata Peter. "Pesawat itu pasti terlalu berat bagimu, Susi."
Susi tertawa mengejek. Sikapnya masih tetap menjengkelkan, seperti biasanya.
""Maksudmu. kau ingin membawanya supaya orang mengira pesawat itu kepunyaanmu sehingga mereka iri,'" katanya. "Hahh! Lihatlah mukamu menjadi merah padam! Hahh! Aku tahu sitat anak laki-laki. Tapi pesawat ini kepunyaanku. Jadi biar aku sendiri yang membawanya. Terima kasih atas kebaikan hatil11u, Peter!"
Anak-anak tak ada yang mengatakan apa-apa lagi. Susi memang anak yang cerdas dan pintar ngomong, Selalu saja ia bisa memberikan jawaban yang tepat!
"Anak-anak berjalan dengan Susi di depan sambil membawa pesawatnya. Ketujuh anggota Sapta Siaga membuntut di belakangnya. Sedang Skippy berjalan paling akhir, sibuk mengendus-endus ke sana-sini seperti biasanya seekor anjing.
Akhirnya mereka sampai di rumah Jack dan Susi. Mereka terus ke belakang. Mereka harus memanjat pagar kebun dulu, untuk masuk ke lapangan luas yang ada di balik pagar.
"Mula-mula kita makan dulu," kata Susi ketika mereka sudah berada di lapangan itu. Skippy juga sudah ada di sana.
"Kau membawa makanan apa"" tanya Pam. la sudah mulai merasa jengkel melihat sikap Susi yang terlalu sombong.
"Untuk apa"! Aku kan membawa pesawat," kata Susi. Moga-moga saja sekali ini kau tidak membawa kue biskuitmu yang biasa kau makan pada saat istirahat di sekolah. Biskuit itu tidak enak!"
"Sudahlah, Susi," kata Jack. la merasa kurang enak terhadap Pam. "Kita sekarang akan makan enak. Kau akan menerima bagian yang adil! Dan ingat, tak ada salahnya jika kau bersikap sopan!"
Dan makanan yang dibawa anak-anak, ternyata memang enak Skippy tidak mau ketinggalan. la juga meminta bagian. Anjing itu cukup menatap ketujuh anggota Sapta Siaga dengan pandangan sedih. Pasti langsung diberi! Bahkan Susi juga mencuil kue yang sedang dipegangnya, dan diberikan sedikit pada Skippy.
"Nah. sekarang kita menerbangkan pesawatku," Kata Susi setelah mereka selesai makan dan minum. Mendengar perkataannya itu anak-anak langsung berdiri. Semua sudah tidak sabar lagi. Jack mengambil lembaran yang berisi petunjuk cara menerbangkannya, sementara Peter, George dan Colin berusaha ikut membaca dari belakang.
"Kelihatannya cukup mudah," kata Jack. Lalu ia menambahkan cepat-cepat. "Bagi anak laki-laki, maksudku. Kalau anak perempuan. mereka kurang pandai memahami petunjuk teknik."
"Aku cuma ingin agar kau menunjukkan caranya satu kali saja." kata Susi. "Setelah itu aku pasti akan ingat terus. Nah,
sekarang apa yang harus dilakukan""
"Mula-mula ini harus kauputar, supaya rodanya bisa masuk ke tubuh pesawat begitu pesawat naik ke udara." kata Jack menjelaskan. "Dan ini harus kautekan. Begini, Susi! Lalu kunci ini harus kau putar. Gunanya agar ban karetnya terpilin kencang. sehingga pesawat cukup kuat tenaganya dan bisa terbang. Lalu......
"Aku tak perlu segala keterangan itu," kata Susi. la sudah tidak sabar lagi. "Aku cuma ingin tahu, bagaimana caranya menerbangkan. "
Karena itu Jack tidak mengatakan apa-apa lagi. la cuma menekan beberapa bagian pesawat, memutar kuncinya lalu mengangkat pesawat itu tinggi-tinggi di atas kepala. Setelah itu ditekannya sebuah tombol yang terdapat di bagian belakang tubuh pesawat.
"Sekarang - terbang! seru Jack sambi! mendorong pesawat itu ke depan. Seketika itu juga pesawat model itu naik ke udara. dengan suara mendengung. Anak-anak memperhatikan dengan asyik. sementara pesawat itu terbang berputar-putar, Kemudian menanjak tinggi ke atas, lalu melayang lurus ke depan. Persis pesawat terbang yang sesungguhnya!
"Nanti akan berputar dan terbang lagi ke sini," kata Jack melihat pesawat itu terus terbang lurus menjauhi mereka. "Begitu menurut keterangan dalam petunjuk tadi."
T api ternyata keterangan yang ada dalam petunjuk, bisa juga keliru! Pesawat itu terbang lurus terus ke tepi lapangan. melewati lembok tinggi lalu lenyap dari pandangan.
"Astaga'" kata Jack kaget. "Ternyata pesawat itu tidak kembali ke sini. Sekarang bagaimana""
" III Ke mana pesawat itu"
""PESAWATKU hilang!" seru Susi. Kelihatannya la sedih dan kecewa. "Pesawatku yang bagus hilang! Aduh. kalau aku tadi tahu kau akan langsung menghilangkannya pada penerbangan perlama, pasti kau takkan kuizinkan memegangnya, Aduh. pasti pesawatku itu akan hancur lebur.
"Aku tadi kan lak tahu apa-apa." kala Jack membela diri, "Mana pernah pesawat model bisa terbang seperti begitu" Sama sekali tak kusangka akan mampu terbang jauh. sampai ke seberang lapangan yang seluas Ini. Maaf deh. Susi! Aku benar-benar menyesal"
"Siapa yang tinggal di sana"" tanya Peter sambil memandang ke arah lembok tinggi yang menghalangi pandangan. "Di seberang sana ada rumah""
"Ada'" jawab Jack, "Rumah itu sangat besar, diberi nama Loji Bartlett. Tapi kini kosong, karena pemiliknya pindah ke luar negeri."
"Ah. kalau begitu kita bisa dengan mudah mengambil pesawat itu." kata George. "Kalau kita sekarang mencari ke sana takkan ada yang berteriak mengusir kita."
"Rumah itu ada tukang kebunnya." kata Jack. Kelihatannya ia agak ragu. "Orangnya tidak begitu ramah, Aku dan Susi pernah mencari bola kami yang jatuh ke sana, Tapi tukang kebun itu lak mengizinkan kami memanjat tembok untuk masuk ke kebun, walau ia sendiri tak berhasil menemukannya. Akhirnya bola kami hilang."
"Aku tidak mau ke sana," kala Barbara. "Aku takut! Nanti kena marah Pak Kebun yang galak."
"" Anak-anak perempuan tidak usah ikut," kata Peter tegas. 'Tugas mencari pesawat adalah pekerjaan anak laki-laki. Kami berempat akan memanjat ke atas tembok. Akan kami lihat, apakah Pak Kebun ada di seberang atau tidak, Kalau ada, lalu kami akan bertanya padanya apakah ia melihat pesawat kita. Kami akan bertanya dengan sopan, sambil minta maaf segala. Tapi jika tukang kebun itu tidak ada di sana, kita akan langsung masuk dan mencari sendiri."
'" Apakah tidak lebih baik minta izin dulu"" tanya Janet.
"Minta izin pada siapa"" balas Jack bertanya. "Rumah itu penghuninya kan sedang tidak ada! Yuk, kita periksa saja dulu keadaan."
Kedelapan anak itu melintasi lapangan luas, menghampiri tembok yang tinggi. Skippy ikut di belakang mereka.
"Bagaimana kalian mau memanjatnya"" tanya Barbara sambil mendongak. "Tembok ini sangat tinggi!"
"Kita akan saling membantu naik,".kata Jack. "Aku naik paling dulu. Nanti dari atas tembok akan kulihat, apakah Pak Kebun ada di seberang atau tidak."
Jack lantas memanjat tembok, dibantu George dan Peter yang mendorong dari bawah. Akhirnya Jack berhasil duduk di atas tembok. la mengintip ke bawah, lewat. celah daun-daun pohon yang tumbuh rimbun dekat dinding t
embok. Dilihatnya rumput di kebun sebelah tumbuh tak terurus. Tapi tak seorang pun dilihatnya di situ. Jack lantas berseru memanggil-manggil.
"Hai! Ada orang di sini""
Setelah itu ia diam, menunggu jawaban. Tapi tak didengarnya orang menjawab Jack berseru lagi, "Bolehkah aku masuk, untuk mencari pesawat model kami""
"Siapa yang memanggil" Mana orangnya"" Tiba-tiba saja terdengar suara seorang laki-laki.
"Di sini - di atas tembok!" balas Jack. la berpaling, lalu mengatakan pada kawan-kawannya, "Kulihat sekarang orangnya. la datang ke sini. Barangkali saja ia menemukan pesawat kita.
"Seorang laki-laki datang bergegas-gegas. Orang itu bertubuh kekar. Mukanya masam, matanya terpicing. la memegang sekop.
"Mau apa kau di atas tembok"" tanyanya dengan galak. "Ayo turun. Kau kan tahu, rumah ini ada yang punya! Kau mau tahu, ku apakan anak-anak yang berani seenaknya masuk ke mari" Mereka kukejar dengan sekopku ini!
"Kami tidak berniat masuk," kata Jack. la agak ketakutan. "Kami cuma ingin tanya, mungkin saja Anda melihat pesawat mainan kami. Tadi terbang ke arah sini, melewati ......
"Tidak! Aku tidak melihat pesawat mainan, tidak melihat bola atau layang-layang atau apa, saja," kata orang itu marah. "Dan jika kutemukan, barang itu takkan kukembalikan. Lapangan yang di sebelah kan sudah cukup "luas, kenapa mainan kalian masih harus dilemparkan ke sini. Jika pesawat itu kutemukan, akan kubakar bersama sampah yang bertumpuk di sini."
'''Jangan!'' seru Jack ketakutan. "Jangan dibakar! Pesawat itu bagus sekali, dan sangat mahal harganya. Izinkanlah aku turun untuk mencarinya." Pesawat Itu kepunyaan adik perempuanku, dan aku..... ..,
'''Biar kepunyaan Ratu sekalipun, kau takkan kuizinkan masuk ke mari," kata orang itu. "Mengerti" Aku yang mengurus tempat ini selama pemiliknya tidak ada, dan aku tak mau ada anak-anak masuk ke mari untuk mencuri buah-buahan. atau...."
"Aku bukan maling!" kata Jack tersinggung. "Aku cuma ingin mengambil pesawat kami yang tersasar ke situ. Biar kukatakan pada ayahku. supaya ia yang datang dan mengambilkan!"
"Masa bodoh," kata tukang kebun pemarah itu. "Sekarang turun dan tembok, kalau tidak ingin kugulingkan!" Orang itu mengangkat sekop yang dipegangnya. Kelihatannya seperti hendak benar-benar mendorong kaki Jack, supaya ia terjatuh. Tapi Jack tak mau didorong sehingga jatuh berdebam seperti nangka masak. Karena itu ia cepat-cepat meloncat turun ke lapangan.
"Wah, jahat sekali orang itu'" kata Peter pada Jack yang jatuh telentang. Untung saja rumput di tempat itu tinggi, sehingga ia tidak begitu kesakitan.
"Kembalikan pesawatku!" seru Susi dengan tiba-tiba. Anak itu menghentak-hentakkan kaki ke tanah. Air matanya berlinang-linang, sedih memikirkan pesawatnya yang langsung hilang pada penerbangan pertama. Tapi dari rumah sebelah tak terdengar suara jawaban.
"Jangan sedih, Susi," kata Jack sambil bangkit. "Pesawatmu pasti akan kuambil. Sungguh! Nanti aku akan ke sana, jika orang jahat itu pergi untuk makan siang. Kurasa ia akan pergi pukul dua belas nanti, seperti pak kebun kita."
Anak-anak mengerumuni Susi. Kasihan, anak itu kelihatannya sedih sekali kehilangan pesawatnya yang bagus itu.
"Kau sama sekali tak melihatnya di sebelah"" tanyanya sambil menatap Jack. Abangnya itu menggeleng dengan lesu.
"Begini sajalah," kata Peter, "Dua dari kita pergi mengawasi rumah sebelah dari depan. Lalu begitu pak kebun itu kelihatan pergi hendak makan siang, kita masuk lewat sini untuk mencari pesawat Susi. Jangan lewat depan, karena nanti kelihatan orang dan kita diadukan pada tukang kebun itu."
"Setuju!" kata Jack. la agak gembira lagi. "Kau dan aku saja yang mengawasi di depan. Peter. Pukul berapa sekarang" Wah, sudah hampir pukul dua belas. Yuk, kita cepat-cepat lari ke depan. Ayo!"
Jack dan Peter lari menyusur jalan kecil yang menuju ke jalan di depan rumah itu. Sesampai di depan mereka membelok ke kiri dan sampai di muka gerbang masuk ke pekarangan Loji Bartlett. Tak jauh dari situ masih ada sebuah pintu lagi, yang juga menuju ke pekarangan yang sama.
""Kau mengawasi pintu yang itu, sedang
aku menjaga sebelah sini," kata Peter. "Tapi kau harus bersembunyi, di belakang pohon misalnya. Jangan sampai terlihat Pak Kebun. la tadi sudah melihatmu di atas tembok. Jangan-jangan ia mengenali mukamu, lalu kau dikejar olehnya. "
"Jangan khawatir, aku takkan bisa kelihatan olehnya!" kata Jack. "Dan kalau masih kelihatan juga, aku pasti bisa lari lebih cepat daripada orang itu,"
Agak jauh dari situ ada sebuah pondok kecil, tempat para pekerja beristirahat. Jack bersembunyi di belakang pondok itu. Sedang Peter pergi ke seberang jalan, lalu bersembunyi di balik semak yang ada di situ. Nah - sekarang kapan orang yang menjengkelkan itu keluar"
Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, mereka melihat ada orang muncul dari balik gerbang yang letaknya dekat tempat Peter bersembunyi. Jack memberi isyarat pada Peter, dan kawannya itu mengangguk tanda mengerti.
Orang itu memang Pak Kebun yang galak. Jack dengan segera mengenali potongan tubuhnya yang kekar. la lantas cepat-cepat bersembunyi di belakang pondok.
Laki-laki itu berjalan ke luar, lalu menghilang di balik tikungan. Jack bersuit memberi isyarat pada Peter. Keduanya lantas lari menyusur jalan kecil lagi, untuk memberitahukan pada kawan-kawan bahwa Pak Kebun sudah pergi.
Ternyata kawan-kawan mereka sedang main bola di lapangan. Mereka sudah tidak sabar lagi menunggu kedatangan Peter dan Jack. Susi masih jengkel karena kehilangan pesawatnya. la tak henti-hentinya mengatakan hal-hal yang tidak enak tentang Sapta Siaga. Anak-anak sudah kesal mendengarnya.
"Nah, akhirnya mereka muncul juga!" kata Janet, ketika Peter dan Jack tiba kembali di lapangan. "Ada kabar baru, Peter""
""Ya," jawab Peter. "Orang itu pergi untuk makan siang, seperti kita harapkan. Sekarang kita bisa mencari pesawat Susi. Kita memanjat tembok lagi, seperti tadi."
"Aku ikut," kata Susi sekonyong-konyong.
"Tidak," tukas Jack dengan segera. "Ini pekerjaan anak laki-laki."
''Tapi yang hilang kan pesawatku," kata Susi. Anak itu benar-benar menjengkelkan. "Jadi aku berhak mencarinya. Aku ikut!"
''TIDAK!'' bentak Peter. Para anggota Sapta Siaga sudah mengenal baik nada suaranya itu. Kalau mereka yang dibentak begitu, pasti tak ada yang berani membantah lagi. Tapi Susi tidak mau diperintah oleh Peter,
"Aku bisa berbuat semauku," katanya menantang. "Dan aku ingin naik ke atas tembok."
"Tapi bagaimana caranya"" kata Peter lagi. "Tak seorang pun kuperbolehkan membantumu naik."
Ia dan Jack dengan cepat naik ke atas tembok, didorong oleh George dan Colin dari bawah. Susi berdiri memperhatikan dengan cemberut. Kemudian ia berpaling pada kedua anak laki-laki yang masih ada di bawah.
"Sekarang tolong dorong aku ke atas," kata Susi meminta.
"Tidak bisa," kata Colin sambi! tertawa. "Kau kan tahu sendiri bahwa Peter pemimpin kami. Dan ia tadi melarang kami membantumu. Sudahlah. jangan keras kepala, Susi!"
"Kalau begitu aku memanjat sendiri," kata Susi. Dan nyaris saja ia berhasil! la memanjat tembok, sambi! berpegang ke celah-celah yang ada di situ. Anak-anak memperhatikan dengan kesal. Susi memang keras kepala! Tapi ketika anak itu sampai di tengah, ia terpeleset dan jatuh ke tanah.
Janet segera menghampiri dengan cemas. Tapi Susi tidak mau menunjukkan bahwa ia kesakitan. Apalagi menangis! la mencibir ke arah Janet lalu berdiri lagi sambil mengibas-ngibaskan tangan ke pakaiannya yang agak kotor. Kemudian ia pergi agak menjauh, lalu bersandar ke tembok. la bersiul-siul, seakan-akan tak mau peduli lagi terhadap Sapta Siaga.
Sementara itu Jack dan Peter sudah tidak nampak lagi di atas tembok. Di kebun sebelah ada sebuah pohon dekat tembok. Dengan mudah kedua anak itu meloncat dan menyambar sebatang dahannya, lalu meloncat ke tanah.
Selama beberapa saat mereka mengintip ke arah rumah, lewat celah-celah semak. T api tentu saja mereka tidak melihat siapa pun di rumah itu, karena memang tak ada yang diam di situ. Akhirnya mereka merasa benar-benar aman, untuk mencari pesawat model kepunyaan Susi.
"Mudah-mudahan saja tidak rusak," kata Jack pada Peter, sementara mereka menyelinap di antara semak dan pepohonan,
menuju ke lapangan luas yang ditumbuhi rumput panjang-panjang. "Kalau sampai rusak, gawat! Susi kalau sudah sekali marah, sulit sekali bisa lupa!"
Mereka mulai mencari pesawat itu, Mula-mula di sekitar lapangan rumput. Tapi yang ditemukan cuma semak belukar yang tak terurus. Kedua anak itu bertanya-tanya dalam hati, kalau begitu untuk apa Pak Kebun dipekerjakan di situ" Mereka mencari ke mana-mana. Mereka bahkan mendongak, mencari di atas pohon. Karena mungkin saja pesawat itu tersangkut di atas dahan yang tinggi.
"Benar-benar menjengkelkan!" tukas Jack pada akhirnya. "Pesawat itu lenyap! Atau mungkinkah Pak Kebun tadi menemukannya, dan sekarang disembunyikan olehnya!
"Aku takkan heran kalau itu dilakukannya," kata Peter. "Orang yang pemarah seperti dia, mungkin saja melakukan perbuatan jahat seperti begitu!"
Sementara itu mereka sudah sampai ke dekat rumah. Rumah itu besar. Kelihatannya angker, karena semua tirai ditutup rapat. Ketika mereka sedang memperhatikan rumah itu. tiba-tiba Peter melihat pesawat yang hilang. Pesawat itu ternyata mendarat di atas sebuah balkon sempit di tingkat dua, persis di sandarannya.
"Lihat, itu dia!" kata Peter sambil menuding. "Jika kita memanjat pohon ini, dengan mudah kita bisa naik ke atas balkon lalu mengambilnya. Untunglah, kelihatannya pesawat itu sama sekali tidak rusak!"
"Kau saja yang naik, aku menjaga di sini," kata Jack. "Aku sendiri tak tahu apa sebabnya, tapi tiba-tiba saja aku menjadi gelisah. Moga-moga saja Pak Kebun belum kembali!"
" "IV Sesuatu yang aneh
"DENGAN cepat Peter naik ke atas pohon. Jack berdiri di bawah sambil sekali-sekali memandang berkeliling dengan cemas. Jangan-jangan Pak Kebun datang kembali! Cepat sekali Peter sudah sampai di ,balkon di tingkat dua. Diperiksanya pesawat model kepunyaan Susi yang mendarat di situ. Ajaib! Kelihatannya sama sekali tak mengalami kerusakan. Pesawat itu mendarat dengan sempurna, di tempat yang begitu sempit dan sukar. Peter berseru pada Jack yang berdiri di bawah,
"Jack! Pesawat utuh. Benar-benar mujur nasib kita! Sekarang bagaimana sebaiknya aku turun lagi ke bawah" Tak mungkin lewat pohon seperti tadi, karena aku harus memegang pesawat ini."
"Kau punya benang atau tali"" seru Jack dari bawah. "Kalau ada, ikat buntut pesawat itu lalu ulurkan dengan hati-hati ke bawah. Nanti kusambut'" .
"Ah, tentu saja! Ide bagus!" kata Peter. Tentu saja ia selalu mengantongi seutas tali. Semua anak laki-laki anggota Sapta Siaga tak pernah lupa membawa benang. Siapa tahu akan ada gunanya, jika tiba-tiba mereka mengalami salah satu kejadian. Menurut pendapat para anggota Sapta Siaga. kejadian-kejadian begitu datangnya selalu dengan tiba-tiba!
Peter mengambil tali dari kantongnya, lalu mengulurkannya ke bawah. Ya - kira-kira akan bisa sampai ke tanah. Kemudian diikatnya buntut pesawat, sambil mengagumi alat mainan itu. Kelihatannya bagus sekali! Tidak mengherankan jika Susi begitu bangga memilikinya. Tapi masa anak perempuan punya pesawat model! Sayang, begitulah pikir Peter sambil mengamat-amati pesawat itu. setelah diikat buntutnya dengan cermat, pesawat itu lantas diulurkan pada Jack yang menunggu di bawah dengan tangan terangkat ke atas. Jack merasa lega. Na"h, sekarang Susi takkan bisa mengata-ngatai mereka lagi!
"Yak, sudah kupegang sekarang, Peter. Terima kasih!" seru Jack. "Turunlah, lalu kita kembalikan pesawat ini pada Susi."
Peter memandang berkeliling, untuk meyakinkan bahwa tak ada barang yang ketinggalan. Tirai kamar yang menghadap ke balkon itu juga tertutup semua. Tapi tidak rapat betul di tengah-tengah, Dan ketika Peter berpaling lagi dan hendak turun lewat pohon, tahu-tahu perhatiannya tertarik pada sesuatu yang aneh. la melihat sinar merah di "balik celah tirai yang tak tertutup rapat itu.
Peter tertegun. Sinar yang dilihatnya itu, kelihatan seperti lampu atau api yang menyala di dalam kamar! Tapi tak mungkin. karena bukankah rumah itu kosong" Wah, mudah-mudahan saja tidak terjadi kebakaran, pikir Peter ketakutan. Sebaiknya kuintip saja sebentar lewat jendela, untuk memastikannya. Atau mungkin jendela bisa
kubuka. Peter mendekati jendela itu, lalu mengintip ke dalam lewat celah tirai. Ya, betul- di dalam ada api yang menyala. Tapi nanti dulu - nyala begitu kan nyala gas" Peter menempelkan mukanya ke kaca jendela. Ketika matanya sudah biasa dengan keadaan dalam kamar yang remang-remang, ia melihat dengan jelas bahwa di tempat pediangan menyala api gas. Aneh!
Peter berusaha membuka jendela. Tapi ternyata dikunci dari dalam. Masya Allah - jangan-jangan pemilik rumah itu lupa mematikan api pediangan ketika mereka pergi dulu. Itu kan membuang-buang gas yang mahal.
"Pada saat Peter sedang sibuk mengintip untuk melihat apa lagi yang nampak di dalam kamar itu, tiba-tiba terdengar Jack memanggil-manggil dari bawah.
"Peter! Kau sedang berbuat apa di atas" Ayo, turun!"
"Aku cuma ..., jawab Peter. Tapi belum sempat menyelesaikan kalimat, ketika Jack sudah berseru sekali lagi. Suaranya terdengar seperti ketakutan.
"Peter! Aku mendengar orang bersiul-siul! Kurasa itu pak Kebun yang datang kembali. Ayo cepatlah sedikit!"
"Peter kaget mendengarnya. Astaga, la tak boleh sampai tertangkap oleh orang yang galak itu! la cepat-cepat meloncat ke pohon lalu menuruninya, sebelum Jack sempat memanggil sekali lagi.
"Ayo," kata Jack tak sabar. "Kenapa kau sampai lama sekali di atas" Aku merasa pasti, tukang kebun sudah datang lagi!"
T api laki-laki galak itu tidak kelihatan batang hidungnya. Peter merasa lega. Pasti yang bersiul-siul tadi orang lain. Dengan cepat kedua anak itu lari melintasi kebun yang tak terurus, menuju ke tembok. Sesampai di sana mereka berhenti dekat semak, sambi! mengatur napas.
"Aku tadi melihat sesuatu -yang aneh dalam kamar di belakang balkon itu," kata,Peter dengan napas terengah-engah. "Kurasa kita perlu mengadakan rapat mengenainya. Jadi kau harus menyuruh Susi pergi dulu, dengan pesawatnya, dan setelah itu kita merencanakan acara rapat untuk nanti siang."
"Apa yang kaulihat di atas tadi"" tanya Jack dengan bersemangat. "Ada apa di atas""
"Sekarang belum waktunya untuk membicarakan soal itu," kata Peter sambil memandang ke arlojinya. "Lagipula, aku ingin menyampaikannya pada seluruh anggota kita, dalam rapat nanti. Yuk, kita kembali saja ke seberang. Kau saja memanjat dulu. Pesawat itu biar kupegang saja. Nanti kusodorkan, jika kau sudah berada di atas." la lantas berseru, "Colin! George! Kalian masih ada di sana""
"Ya," jawab kedua anak laki-laki itu serempak. "Kalian berhasil menemukan pesawat Susi""
"Ya," kata Peter. "Kami kembali sekarang. Kalian bersiap-siap saja di sana, untuk menolong kami turun."
Peter menunggu dulu sampai Jack sudah memanjat pohon dan duduk di atas tembok. Kemudian disodorkannya pesawat model yang berharga itu ke atas. Jack menerimanya, lalu disodorkan ke bawah dan diterima oleh Colin. Dari seberang tembok terdengar suara anak-anak bergembira.
"Setelah itu Peter menyusul naik ke atas tembok. Dari atas ia memandang ke arah kawan-kawan sambil nyengir. Dilihatnya pesawat terbang yang tadi hilang itu sudah berada di tangan Susi. Anak bandel itu kini tersenyum lagi.
"Sebaiknya kaubawa saja cepat-cepat pulang ke rumah, Susi," kata Jack. la teringat pesan Peter tadi, agar adiknya disuruh pergi.
"Aku memang mau pulang sekarang juga," kata Susi. "Anak-anak Sapta Siaga tak kuizinkan memegang pesawatku lagi." Dan Susi pun pergi meninggalkan mereka. dengan hidung terangkat ke atas.
"Dengar baik-baik, Sapta Siaga," kata Peter dengan serius ketika Susi sudah tidak kelihatan lagi. "Nanti siang pukul setengah tiga, kita mengadakan rapat. Ada sesuatu yang perlu kukabarkan pada kalian. Tapi jangan sampai Susi tahu, ya!"
"Beres!" seru para anggota Sapta Siaga serempak. Nah! Rupanya kini akan ada petualangan seru lagi!
" v Rapat penting "SIANG itu para anggota Sapta Siaga datang tepat pada waktu yang ditetapkan oleh Peter. Semua ingin tahu, apa sebabnya Peter tiba-tiba memutuskan untuk mengadakan rapat. Jack datang paling dulu, beberapa menit sebelum pukul setengah tiga. la berlari-lari.
"Lolipop," katanya menyebutkan semboyan dengan napas terengah-engah. Dengan segera Peter membukakan pin
tu, dan Jack bergegas masuk. "Aku tadi lari, supaya tidak bisa dikejar oleh Susi," katanya. "Mudah-mudahan saja tidak ketahuan. Tadi adikku itu mengajakku memancing di kolam sore ini. Sulit sekali rasanya mencari kesempatan baik untuk melarikan diri. Kurasa Susi agak curiga, kita akan mengadakan rapat lagi, Jadi begitu aku melihat ada kesempatan, aku lantas cepat-cepat lari ke mari!"
"Kalau begitu Skippy harus kita suruh menjaga lagi di luar," kata Peter. "Susi itu memang merepotkan saja! 0 ya, Jack - untuk rapat sekali ini kita tidak punya makanan, karena sudah dihabiskan tadi pagi. Dan ibuku tak mau memberikan lagi."
"Ibuku juga tidak mau," kata Jack. "Nah! Itu kawan-kawan datang. Kita benar-benar rajin menghadiri rapat sekali ini. Sekarang baru pukul dua lewat dua puluh lima menit!"
Skippy menggonggong di luar untuk memberi tahu bahwa anak-anak datang. Kemudian terdengar ketukan beberapa kali di pintu, disusul gumaman suara-suara menyebutkan kata semboyan.
""Masuk!" seru Peter dari dalam gudang. Empat anggota Sapta Siaga masuk beriringan, diikuti dari belakang oleh Skippy.
"Kau tidak, Skip! Sekali ini kau harus menjaga di luar," kata Peter sambil mendorong anjingnya itu. "Nanti kalau Susi kelihatan di gerbang depan, kau harus menggonggong keras-keras ya!"
Ekor Skippy terkulai, tanda bahwa ia merasa kecewa, Tapi anjing itu patuh pada Peter. Kalau disuruh menjaga di luar, ia menjaga di luar. Apa kata Peter, pasti dituruti oleh Skippy. .
Sementara itu para anggota Sapta Siaga sudah duduk dalam gudang. Semua menatap Peter dengan rasa ingin tahu. .
"Untuk apa kita tiba-tiba saja mengadakan rapat ini"" tanya Colin. "Ada sesuatu yang terjadi""
"Aku juga tidak tahu. Tapi aku tadi berpendapat, sebaiknya kuceritakan saja pada kalian, lalu kita membicarakan soal selanjutnya." kata Peter berterus terang. "Mungkin. saja soalnya bukan apa-apa. Tapi kalau ada petualangan di dalamnya, kuanggap kalian sudah sepantasnya turut mengambil bagian. Sekarang kalian dengar saja dulu!"
Anak-anak mendengarkan dengan asyik. sementara Peter menceritakan apa yang dilihatnya tadi pagi, ketika naik ke balkon untuk mengambil pesawat model kepunyaan Susi.
"Begitu kami melihat pesawat Susi ada di sandaran balkon, dengan segera aku memanjat pohon lalu naik ke situ," kata Peter. "Sesampai di sana, secara kebetulan saja kulihat ada cahaya kemerah-merahan dalam kamar yang terdapat di belakang balkon itu. Soalnya tirai yang menutupi jendela di situ tidak begitu rapat. Dan aku melihat nyala merah itu lewat celah tirai."
"Tapi cahaya apa yang kaulihat itu" Kau bisa melihatnya dengan jelas"" tanya Janet penuh semangat.
""Ya, aku melihatnya. Cahaya itu berasal dari nyala api gas!" jawab Peter. "Nah, bagaimana pendapat kalian tentang hal itu""
"Rupanya lupa dimatikan waktu pemiliknya pergi," jawab Barbara dengan segera. "Itu kan soal gampang!"
"Ya, aku juga menyangka begitu pada mulanya," kata Peter. "Tapi kemudian timbul rasa sangsi. Saat itu aku merasa seakan-akan ada sesuatu yang aneh Sebelum sempat kuperiksa, Jack sudah memanggil-manggil menyuruh aku turun. Aku takut jangan-jangan tukang kebun yang galak datang lagi. Karenanya aku lantas bergegas-gegas turun."
Anak-anak terdiam sejenak. Kemudian Colin bertanya pada Peter, "Apa maksudmu, kau merasa seolah-olah ada sesuatu yang aneh" "apa maksudmu dengan sesuatu""
"Entahlah! Aku juga sudah memikirkannya sampai pusing, tapi aku merasa seperti bermimpi. Ingat-ingat lupa," kata Peter. Kasihan, keningnya sampai berkerut karena berusaha mengingat-ingat 'sesuatu' yang' menarik perhatiannya tadi. "Kurasa sesuatu yang aneh itu, suatu benda yang terdapat di meja."
"Taplak meja," kata Barbara.
"Kaki meja," sambut Pam sambil cekikikan.
"Jangan konyol," tukas Peter tidak sabaran. "Aku yakin, yang menarik perhatianku tadi sesuatu yang luar biasa."
"Yah, tapi sekarang apa yang harus kita lakukan mengenai nyala api gas itu"" tanya George. "Api itu sudah pasti harus dimatikan, karena hanya terbakar percuma saja. Lagipula, kita harus ingat pada bahaya kebakaran yang bisa timbul karenanya."
"Memang itulah yang kukhawatirkan," kata Peter. "Tapi bagaimana kita bisa mematikannya""
"Kita beritahukan pada tukang kebun," jawab Jack dengan segera. "Atau pada orang yang menyimpan kunci rumah itu. Peter, di rumah itu kan tak mungkin ada orang" Maksudku, semua pintu dan jendela kan terkunci""
"Ya, sepanjang yang kuketahui," kata Peter. "Yang pasti, semua jendela tertutup tirainya. Dan biasanya itu berarti rumah terkunci. Aku ingin tahu, siapa pemilik rumah itu""
"Kudengar ibuku pernah mengatakan, pemiliknya seseorang bernama Hall," kata Jack.
"Mungkin ibumu tahu, siapa yang menyimpan kunci-kunci rumah itu," kata Peter lagi. "Maksudku orang yang bepergian biasanya kan menitipkan kunci rumah pada tetangga. Atau kalau tidak, pada seseorang dari perusahaan perumahan."
""Ya, mungkin saja ibuku tahu," kata Jack. "Nanti kutanyakan padanya. Kalau kata ibuku kunci-kunci rumah itu disimpan orang dari perusahaan perumahan, soal api gas bisa kita tanyakan pada mereka. Tapi kalau salah seorang tetangga yang menyimpan, ibuku bisa menelepon untuk memberi tahu supaya api itu dipadamkan."
"Lalu jika kita tak berhasil menyelidiki siapa yang menyimpan kunci-kunci, terpaksa kita memberi tahu tukang kebun," kata Janet. "Siapa tahu, mungkin dia yang menyimpan kunci-kunci itu! Mungkin saja orang itu mempunyai kebiasaan masuk sebentar ke rumah dan menyalakan api gas di pediangan untuk menghangatkan tubuh kalau sedang kedinginan."
"Tolol," kata Peter mengejek adiknya. "Awas! Kudengar Skippy menggonggong! Ada orang ke mari!"
Saat itu pintu gudang diketuk dari luar.
"Kalau kau yang datang, Susi, kujambak rambutmu nanti!" kata Jack mengancam.
Tapi ternyata yang datang bukan Susi, melainkan ibu Peter dan Janet.
"Aku tak tahu bagaimana semboyan kalian," seru Ibu dari luar. "Aku cuma datang untuk menanyakan apakah kawan-kawanmu mau ikut minum teh dengan kita, Peter!"
"Masuklah, Bu! Ibu tak perlu menyebutkan kata semboyan. jika datang dengan kabar baik seperti itu!" kata Peter dengan gembira, sambil membukakan pintu. "Rapat selesai. Jack, besok kau memberi kabar mengenai hal pembicaraanmu dengan ibumu!"
" VI Penyelidikan setengah Jam
"KEESOKAN paginya Sapta Siaga mengadakan rapat lagi. Semua anggota datang tepat pada waktu yang sudah ditetapkan.
"Nah," kata Peter ketika pintu gudang sudah dikunci dari dalam, dan para anggota Sapta Siaga sudah duduk berkeliling. "Ada kabar baru yang harus dilaporkan, Jack""
"Ada sih ada, tapi tidak banyak," kata Jack. Aku bertanya pada ibuku tentang Loji Bartlett. Kata Ibu, pemilik gedung itu pergi ke luar negeri selama setahun. Sedang kunci-kuncinya diserahkan pada bank untuk disimpan di sana. Kata Ibu, tak ada yang diperolehkan masuk gedung itu, tanpa izin dari bank."
"0 ya" Membersihkan juga tidak boleh"" kata Peter heran.
"Soal itu juga sudah kutanyakan," kata Jack. "Dan ibuku menjawab, membersihkan pun harus minta izin dulu pada bank. Kata ibuku, wanita yang datang ke rumah kami sekali seminggu untuk mencuci, sebelum rumah itu dikunci sudah menyapu dan mengepelnya bersih-bersih, dari atas sampai ke bawah. Wanita itu namanya Alice.
"Ah, kalau begitu kita tanyakan saja pada Alice, apakah ia lupa mematikan api gas," kata Peter dengan segera. "Bisakah kautanyakan soal itu padanya; Jack" Kan bisa saja kau mengobrol dulu mengenai rumah itu. Kemudian berpindah pembicaraan tentang lampu-lampu - dan api gas."
""Yah, aku bisa saja mencobanya," kata Jack. ''Tapi nanti dulu! Tidak, tak mungkin, Peter. Alice mengalami cedera. Lengannya patah. Karena itu untuk sementara waktu ia tidak datang ke rumah."
"Sial," kata Peter. "Sekarang bagaimana kita bisa memecahkan persoalan itu""
Kawan-kawannya, semua sibuk berpikir mencari jalan.
"Bagaimana jika kau datang menjenguknya. sambi! membawa oleh-oleh sedikit"" kata Janet kemudian. "Kalau pengasuh kami yang dulu jatuh sakit, kami selalu datang menjenguk sambil membawa apa-apa untuknya."
"Ya, baiklah!" kata Jack. Menurut perasaannya, banyak sekali yang harus dikerjakan olehnya. "Nanti dulu - bagaimana jika kalian semua ikut bersamaku" Dengan begitu kita bisa lebih gampan
g mencari keterangan."
"Kalau kupikir-pikir, memang ada baiknya jika kita semua datang menjenguknya." kata Peter menyetujui. "Soalnya akan menjadi lebih gampang! Kita nanti bisa bercerita padanya, tentang pesawat model Susi yang tersasar masuk ke kebun gedung itu. Dengan cerita itu, kita membuka percakapan. Tapi tentu saja kita tidak bisa menyinggung-nyinggung perbuatan kita berdua ketika naik ke atas balkon."
"Astaga!" seru Jack kaget. "Tentu saja tidak! Nanti dilaporkan pada ibuku. Pasti aku dimarahi, jika ketahuan memanjat-manjat balkon rumah orang seperti itu'"
"Yah, bagaimana jika sekarang saja kita ke sana," kata Peter. la selalu ingin bertindak dengan segera. "Kalian ada yang punya uang" Maksudku untuk membeli oleh-oleh nanti."
"0 ya, Alice paling senang permen," kata Jack. "Idemu bagus, Peter! Yuk, kita pergi saja sekarang. Aku sudah bosan duduk dalam gudang yang gelap ini. Padahal di luar matahari berslnar cerah."
Setelah mampir di warung untuk membeli permen, ketujuh anak itu pergi ke rumah Alice Wanita tua itu senang sekali didatangi anak-anak,
""Wah, ada tamu!" serunya dengan gembira. "Senang hatiku melihat wajah kalian yang berseri-seri. Kebetulan sekali, aku sedang minum teh. Yuk, kalian ikut makan bersamaku."
Ternyata hidangan sore itu banyak sekali sehingga anak-anak merasa oleh-oleh mereka tak sebanding dengannya. Tapi Alice nampak sangat senang menerima oleh-oleh yang tak disangka-sangka olehnya.
"Jack. apa saja yang kaulakukan bersama Susi, sejak lenganku patah sehingga aku tak bisa datang lagi ke rumah kalian" tanya Alice. "Pasti sudah nakal lagi, seperti biasanya. Dan pakaian koboimu yang baru, sudah pernah kaupakai atau belum""
Pertanyaan itu cocok sekali untuk membuka jalan ke arah percakapan yang diinginkan oleh para anggota Sapta Siaga. Dengan cepat Jack memakai kesempatan baik itu.
Sapta Siaga 08 Rahasia Rumah Kosong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"0 ya, dan kami juga sudah menerbangkan pesawat terbang model kepunyaan Susi yang bagus itu. Wah, terbangnya hebat sekali, Alice! Bayangkan, tahu-tahu menghilang di balik tembok dan melayang masuk ke kebun Loji Bartlett!"
"0 ya, sampai sebegitu jauh" Loji Bartlett itu milik keluarga Hall," kata Alice sambil menawarkan kue pada anak-anak. "Setelah mereka pergi, aku masih sempat membersihkannya. Wah, bukan main beratnya membersihkan rumah sebesar itu!"
"Lalu semua tirai Anda tutup setelah itu"" tanya Peter. "Kami lihat, semua tirai tertutup."
"Ya, aku yang menutupnya," kata Alice. "Rumah itu kemudian kelihatan gelap dan angker. Aku merasa lega, ketika pintu kukunci dari luar dan aku bisa pergi dari situ."
"Dan semua lampu, keran air dan gas Anda matikan"" tanya Janet.
0 ya. lampu-lampu kumatikan. Dan keran air serta gas, semua kututup," kata Alice. "Jadi jika ada di antara kalian yang ingin tinggal di sana. aku harus diberi tahu dulu supaya semuanya bisa kubuka lagi!"
"Anak-anak tertawa geli mendengar lelucon wanita itu. Sambil tertawa, Peter memandang ke arah Jack. Jadi Alice waktu pergi dulu masih sempat menutup keran gas" Kalau begitu kenapa di kamar yang ada balkonnya nampak gas menyala" Ternyata kunjungan mereka ke Alice banyak gunanya!
"Apakah sekarang ada orang tinggal di sana"" tanya Jack.
"Tak. ada! Rumah itu benar-benar kosong, dan semua terkunci rapat. Percayalah, karena aku sendiri yang mengunci semuanya," kata Alice. "Satu-satunya orang yang masih datang ke sana adalah Georgie Grim, tukang kebun. Nama itu cocok sekali dengan orangnya. Grim ka"n artinya cemberut. Dan Georgie Gr"im memang suka cemberut! Tapi harus kuakui, orang itu benar-benar jujur Masih mau kue lagi, Jack"" .
""Ah! terima kasih," kata Jack menolak. "Kami harus pergi lagi. Mudah-mudahan lengan Anda lekas sembuh Alice." .
Setelah mengucapkan terima kasih, rombongan Sapta Siaga berduyun-duyun keluar dari rumah Alice. Mereka merasa bahwa kunjungan mereka selama setengah jam di Situ banyak sekali hasilnya.
Sekarang - bagaimana dengan nyala api yang nampak dalam Loji Bartlett"
" VII Perjumpaan tidak enak
""YUK, kita berunding dulu di lapangan s""ini, kata Peter begitu mereka keluar dari rumah Alice. Banyak sekali keter
angan yang kita peroleh dari Alice, Untung kita mendapat akal untuk datang menjenguknya. Orangnya ramah sekali, ya Jack""
"Memang! Dari semula kan sudah kukatakan begitu, jawab Jack. "Tapi - jika menurut kata Alice tadi la mengunci..."
"Nanti dulu," sela Peter. "Tunggu sampai kita sudah di tengah lapangan, Jangan sampai ada orang lain mendengar percakapan kita. Sekarang persoalan ini merupakan "rahasia kita sendiri. Jangan sampai ketahuan orang lain!
Karenanya anak-anak semua membisu, sampai mereka sudah duduk di tengah lapangan. Kemudian Peter membuka percakapan.
"Sudah jelas Alice tidak meninggalkan api dalam keadaan menyala ketika ia pergi dulu," katanya. "Dan kalau dia mengatakan keran-keran air dan gas sudah tertutup lalu listrik juga sudah dimatikan olehnya - maka pasti ada orang lain yang menghidupkan gas lagi setelah Alice pergi.
"Betul," kata George. "Tapi siapa" Dan untuk apa" Mungkinkah ada orang tinggal dalam rumah itu, tanpa ketahuan orang lain""
"Jika ada orang asing di situ, tentu sudah terlihat "oleh Pak Grim," kata Colin sambil berpikir-pikir. Kata Alice, orang itu jujur, kan" Yah, kalau ia melihat ada orang menyelinap dalam rumah, tentunya sudah dilaporkan olehnya. "
"Dia jahat," kata Pam. "Kurasa pasti ia tidak mau repot-repot melaporkan apa-apa!"
"Jangan begitu, Pam," kata Peter. "Hanya karena menurut perasaan kita dia jahat karena tak mau mengambilkan pesawat model kepunyaan Susi, itu kan belum merupakan alasan untuk menuduhnya tidak jujur."
Selama beberapa saat anak-anak terdiam,semua. Tak ada yang tahu, tindakan apa yang harus dilakukan berikutnya.
"Bagaimana jika persoalan ini kita laporkan saja pada Ibu"" kata Janet kemudian pada Peter. Peter ragu-ragu.
"Kurasa Ibu pasti akan mengatakan aku cuma salah lihat saja - bahwa sebenarnya api gas itu sama sekali tidak menyala," kata Peter. "Kedengarannya memang mustahil, kalau diingat keterangan Alice tadi."
"Yah, itu kan bisa dibuktikan dengan mudah," kata Jack. "Mudah sekali! Malam ini kita tunggu sampai tukang kebun itu pulang ke rumahnya. Kemudian kita memanjat tembok lagi, lalu naik ke balkon lewat pohon seperti tadi pagi. Setelah itu kita mengintip ke dalam kamar."
"Ya, betul! Dan kalau ternyata di dalam kamar memang ada api menyala, padahal kita tahu pasti dari Alice bahwa kerannya sudah ditutup olehnya, maka barulah soal itu kita laporkan pada ibumu, Peter," kata George. Kawan-kawannya semua mengangguk, tanda setuju.
"Ya, kurasa memang itulah satu-satunya tindakan yang bisa kita lakukan," kata Peter. "Baiklah! Malam ini aku bersama Jack akan memeriksa ke sana, apabila Pak Grim sudah pulang. Jack, aku nanti akan datang ke rumahmu sekitar pukul setengah tujuh. Hari belum gelap saat itu, jadi kita bisa memanjat pohon dengan cepat."
"Tapi siapa yang menolong kita naik ke atas tembok"" kata Jack. "Kita sendiri saja, tak mungkin." Peter memikirkan soal itu sebentar.
""Kalian tidak punya tangga yang enteng, yang bisa kita bawa dari gudang"" tanyanya kemudian. "Kalau ada, kita bisa dengan mudah membawanya ke lapangan. Kan letaknya tidak jauh, cuma di belakang rumahmu! Kalau ada tangga, kita bisa naik ke tembok dengannya!"
"Betul juga," kata Jack. "Cuma mudah-mudahan saja saat itu Susi tidak sedang berkeliaran di situ. Jika ia melihat aku menggotong tangga keluar dari gudang, pasti ia akan langsung menempel terus padaku untuk melihat ke mana aku pergi membawa tangga."
"Susi memang sangat merepotkan!" kata Peter. la merasa lega, Janet sikapnya tidak seperti adik Jack yang bandel itu. "Yah, pokoknya kita bertemu lagi pukul setengah tujuh nanti, Jack. Lalu besok pagi kita rapat lagi di gudang, pukul setengah sebelas.'"
"Pukul sebelas sajalah," kata Colin. "Aku masih harus ke dokter gigi dulu."
"Baiklah, kalau begitu pukul sebelas," kata Peter. "Sedang malam ini aku bersama Jack akan menyelidiki nyala api gas yang misterius di Loji Bartlett Aku berani bertaruh, nyalanya pasti berkobar-kobar!"
Anak-anak bubar. Masing-masing pulang untuk makan malam. Semua merasa bersemangat, karena ada petualangan baru. Jack pergi dulu ke gudang yang di
kebun, untuk memeriksa apakah di sana ada tangga. Ternyata ada!
Sebuah tangga tua, yang biasa dipakai tukang kebun mereka untuk membabat ranting-ranting pohon buah-buahan yang agak tinggi.
"He - cari apa kau di sini"" Tiba-tiba terdengar suara Susi menyapa dari belakang. Susi tertawa melihat Jack kaget.
"Wah, wah! Mukamu kenapa menjadi merah seperti itu! Apa lagi yang hendak kaulakukan"" kata Susi rewel.
"Sedang ada tugas untuk Serikat Sapta Siaga kalian yang konyol itu, ya" Mungkinkah kau kebetulan memerlukan tangga""
Biarpun bandel, tapi Susi sangat cerdas. Tebakannya hampir selalu tepat semua! Jack diam saja. Diambilnya keranjang dan alat penggaruk rumput, lalu pergi ke luar. la bermaksud hendak membuang tumbuh-tumbuhan liar di pekarangan, untuk menunjukkan pada Susi bahwa tebakannya mengenai tangga ternyata keliru. Susi mengikutinya dengan penuh minat, sambil berseru-seru mengejek.
"Aduh, bukan main rajinnya! Anak manis, mau mencabut rumput liar! Padahal tak bisa membedakan, mana yang benih dan mana yang tumbuhan liar!"
"Diam!" bentak Jack. la sudah jengkel sekali, sehingga salah mencabut. la mencabut tanaman bunga.
"He, itu kan bunga yang kaucabut," kata Susi mengomentari. "Wa"h, bisa gawat jika" semua bunga di kebun kita kaucabut sampai habis!"
Jack sudah habis kesabarannya. Dicabutnya dua batang bunga yang agak besar , lalu dihamburkannya tanah yang menempel di akar tanaman itu ke arah Susi. Adiknya yang bandel itu lari sambil berteriak-teriak. .
Pukul setengah tujuh, Peter sudah datang. Dihampirinya pintu kebun "rumah Jack. Dilihatnya temannya itu menunggunya di balik semak. Jack menempelkan jari telunjuk ke bibirnya, menyuruh Peter diam.
"Ada Susi," bisik ,Jack, lalu mengajak Peter sambil berjingkat-jingkat mendekati gudang. Jack membuka pintu gudang dengan hati-hati. Susi ada di dalam. Anak itu duduk di tengah tangga yang berdiri tegak. la pura-pura asyik membaca buku. Tapi ia nyengir, lebar sekali!
"Hai, kalian rupanya memerlukan tangga ini ya!" serunya. "Kalau betul begitu, aku akan turun."
Jack melotot menatap adiknya. Kemudian kedua anak laki-laki itu keluar lagi, sambi! membanting pintu keras-keras.
Sekarang tangga pun kita tidak punya," kata Jack sengit. "Sayang, Peter."
"Kau tak perlu khawatir, kata Peter dengan tenang. "Kalau begitu, kita tidak jadi memanjat tembok. Kita akan masuk lawat gerbang depan. Yah, apa boleh buat! Yuk, kita ke sana. Jangan sedih, Jack. Mungkin saja dengan jalan begini malahan lebih asyik!"
Kedua anak itu keluar dari kebun rumah Jack, melintasi lapangan di belakang rumah lalu lewat di jalan kecil yang menuju ke jalan di depan Loji Bartlett. Tak lama kemudian mereka sudah berada di muka gerbang depan gedung itu. Keduanya melihat ke sana-sini dengan hati-hati.
"Tak ada orang di sekitar sini," kata Jack kemudian. "Kurasa jika kita cepat-cepat masuk, takkan ada orang melihat kita. Yuk! Tapi jika tahu-tahu ada orang muncul di jalan, kita pura-pura lewat saja. Nanti kalau sudah aman, kita kembali lagi."
Mereka cepat-cepat menuju ke gerbang yang terdekat. Ternyata tak ada orang muncul. Karena itu mereka lantas bergegas menyelinap masuk ke pekarangan Loji Bartlett, lalu bersembunyi di belakang semak. Mereka menunggu sesaat di situ. Tapi tak terdengar suara orang berteriak mengusir mereka. Jadi mereka merasa benar-benar aman. Sambil menyusur tepi semak, mereka lantas menuju ke sisi samping rumah besar yang sunyi itu.
"Suram ya, rumah ini"" kata Jack setengah berbisik. "Dan tirai masih tetap tertutup di balik semua jendela. Sekarang kita harus cepat-cepat melintasi tempat yang terbuka itu. Yuk, kita lari saja!"
Kedua anak laki-laki itu lantas lari melintasi tempat terbuka - dan nyaris saja bertubrukan dengan dua laki-laki dewasa yang datang dan arah berlawanan. Orang yang satu sudah pernah mereka lihat. Georgia Grim, Pak Kebun yang galak! Sedang laki-laki yang satu lagi bertubuh tinggi besar. Pakaiannya rapi, bertopi hitam dan menenteng payung hitam yang digulung. Kedua laki-laki dewasa itu melongo, ketika tiba-tiba muncul dua anak laki-laki di depan mereka.
"He - apa yang kalian bikin di sini"!" kata Pak Kebun dengan segera. Disambarnya Jack, sebelum anak itu sempat lari. Ia mencengkeram tangan Jack kuat-kuat, sampai anak itu berteriak kesakitan.
""Nah! Kau kan anak yang tadi pagi mengatakan pesawat modelmu tersasar terbang ke kebun sini"" kata Grim sambil menggoncang-goncang Jack, seperti kucing terhadap tikus mangsanya. "Ya, kau tadi duduk di atas tembok, sambil bersikap kurang ajar terhadapku! Sekarang mau apa kau ke mari" Jika kau.....
"Lepaskan lenganku!" teriak Jack. "Anda menyakiti aku!"
Grim menggoncang-goncang Jack sekali lagi.
"Ya, memang mauku menyakitimu! Kaukah orangnya yang masuk ke kebun dan menginjak-injak tanaman. di bawah pohon tua itu" Dan kau juga kan yang memanjat pohon itu, lalu naik ke atas balkon" Ya - aku melihat tapak kaki di tanah, dan kulihat dari tanda-tanda di pohon bahwa ada orang memanjatnya! Ya, semuanya kulihat! Sekarang aku kepingin tahu, apa yang kaulakukan di atas, hah""
Soalnya, pesawat kami mendarat di atas balkon itu," kata Peter. Kami terpaksa memanjat pohon untuk mengambilnya. Memang kami menginjak-injak tempat tanaman yang ada di bawahnya. Tapi yang tumbuh di situ kan cuma, tumbuh-tumbuhan liar - dan bukan bunga!"
"Nak, kau kan tahu juga bahwa memasuki rumah orang lain tanpa izin, merupakan urusan yang serius," kata laki-laki yang satu lagi dengan suara ramah. "Dan kalau benar kata Grim bahwa kalian kini masuk untuk kedua kalinya, aku khawatir kalian akan mengalami kerepotan sekarang. Siapa nama kalian, dan di mana tinggalnya""
Peter ketakutan. Wah, sekarang pasti Ayah akan mendengar urusan ini. la pasti akan marah-marah. Dan Jack, dia pun akan mengalami kesulitan karenanya.
"Sungguh Pak, kami sama sekali tak bermaksud Jahat ke mari," kata Peter.
"Sekarang begini sajalah! Kalian berterus terang mengatakan kenapa kalian malam-malam datang ke sini, atau kalau tidak akan kusuruh Grim memanggil polisi," kata orang tak dikenal itu dengan nada keras. Aku bukan orang yang membiarkan saja anak-anak nakal berbuat semau mereka. Tapi jika kau berterus terang, mungkin saja aku akan berpikir dua kali mengenai urusan dengan polisi."
"Aku akan menceritakan segala-galanya, Pak," kata Peter. la memilih berterus terang saja, karena sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. "Tadi pagi pesawat kami tersasar terbang lewat tembok ke mari, lalu mendarat di atas balkon itu. Lalu aku dan Jack datang mengambilnya. Aku memanjat pohon dan naik ke atas balkon. Lalu sewaktu aku hendak turun kembali, aku sempat melihat sebentar ke arah kamar yang ada di belakang balkon. Saat itu aku melihat ada sesuatu yang aneh di dalam."
Orang tak dikenal itu menatapnya dengan tajam. begitu pula Grim.
"Barang aneh apa yang kaulihat"" tanya orang yang tak dikenal.
"Kebetulan tirai jendela di situ ditutup tidak terlalu rapat, Pak," kata Peter. "Lalu sewaktu aku mengintip ke dalam, kulihat dalam kamar ada api gas menyala. Sungguh, Pak!"
"Lalu sekarang kami kembali ke sini, karena ingin melihat sekali lagi apakah memang benar ada api menyala dalam kamar," kata Jack yang masih dicengkeram oleh Grim. "Dan kalau ternyata memang benar, kami bermaksud melaporkannya pada orang tua kami supaya mereka memberitahukan pada polisi lalu....
Grim tiba-tiba memotongnya dengan ketus.
"Apa! Kalian melihat nyala api gas di dalam kamar" Mustahil!" la berpaling pada orang yang- satu lagi. "pak, yang memegang kunci-kunci rumah ini kan Anda. Anda kan dari bank, jadi tak perlu minta izin lagi. Sekarang ayo kita periksa ke dalam, apakah semua berada dalam keadaan beres atau tidak! Percayalah. Pak, semuanya beres! Lagipula keran utama gas sudah ditutup. Jadi ternyata anak ini bohong, karena tak mungkin gas bisa menyala kalau kerannya ditutup!"
"Tapi aku benar-benar melihatnya!" kata Peter. "Aku sendiri sampai heran karenanya."
""Ini memang kejadian aneh," kata laki-laki yang berpakaian rapi. "Namaku Frampton. Aku petugas dari bank, dan aku ke sini untuk membayar gaji Gri"m sambil memeriksa keadaan di sini. Kalian berdua kelihatannya anak baik-baik, dan bukan anak-anak nakal seperti kuk
ira semula. Tapi kisahmu tentang nyala gas itu agak sukar bisa kupercayai."
"Pak, Anda membawa kunci rumah ini sekarang" tanya Peter. Bagaimana jika Anda membuka pintu lalu memeriksa apakah keran utama gas benar-benar masih tertutup" Dan sekaligus pergi ke kamar di belakang balkon di mana kulihat ada api menyala" Karena siapa tahu
"Yah - menurut perasaanku ini Cuma akan membuang- buang waktu saja," kata Pak Frampton". Tapi ia merogoh kantong jasnya, mengambil kunci yang diberkas. Pada kunci itu tergantung sepotong kartu dengan tulisan Loji Bartlett" Nomor2 . "Walau begitu, kurasa ada baiknya jika urusan ini kuselidiki dulu. Lepaskan anak itu, Grim. Aku cenderung untuk perrcaya bahwa mereka memang tak bermaksud hendak berbuat nakal di sini. Nah - yang mana kunci "pintu depan" Ah, ini dia! Sekarang kita masuk, untuk memeriksa kebenaran kisahmu yang luar biasa itu!
Tak lama kemudian mereka sudah berada di serambi dalam Loji Bartlett. Ruangan itu sangat luas. Dengan tampang cemberut, Grim mengajak. Pak Frampton pergi ke dapur. Sesampai di situ ia menunjukkan tempat meteran dan keran gas, sakelar utama listrik serta keran besar untuk air ledeng.
"Seperti Anda lihat sendiri, semua sudah ditutup dan dimatikan seperti seharusnya," kata Grim. Pak F"ampto"n memeriksa peralatan itu satu per satu.' Akhirnya la mengangguk.
"Betul! Sekarang kita naik ke kamar tingkat atas, di mana kata anak ini ada nyala api gas yang misterius. Ayo Grim, tunjukkan jalan ke sana!"
" "VIII Peter marah "GRIM berjalan mendului naik ke atas. Mula-mula lewat jenjang rumah yang lebar, lalu sebuah gang yang panjang, kemudian naik lagi lewat jenjang menuju ke tingkat dua. Rumah itu gelap sekali karena tirai-tirai tertutup semuanya. Pak Frampton sampai tersandung kakinya dalam gelap. Tercium bau pengap. Bau debu!
"Ini kamar yang menghadap ke balkon, Pak," kata Grim sambil membuka sebuah pintu. Terlihat seberkas cahaya matahari masuk ke dalam, lewat celah tirai yang tidak tertutup rapat. Grim menghampiri jendela lalu membuka tirai. la membukanya dengan kasar, sehingga semua terkejut dibuatnya.
Peter memandang berkeliling, mencari tempat pediangan yang bekerja dengan gas. Ah, itu dia! Tapi pediangan itu padam. Tak ada api menyala di situ. Peter menatap tempat pediangan itu sambil membisu, la merasa seperti tidak bisa mempercayai matanya sendiri, karena begitu yakin pada mulanya bahwa api di situ,akan nampak menyala. Persis seperti ketika ia mengintip dari balkon!
Pak Frampton mendecakkan lidah, tanda bahwa ia kesal.
"Nah! Mana apinya" Ternyata kau cuma mengarang-ngarang saja, ya Nak" Sudah jelas api tidak menyala di sini. Dan tidak mungkin bisa menyala, karena keran utamanya yang di bawah sudah ditutup. Kau tahu kan, bahwa kau tidak boleh berbohong" Padahal kau kelihatannya anak baik-baik. Aku merasa malu melihat perbuatanmu ini. Nah, Grim - bagaimana pendapatmu" Apakah sebaiknya mereka ini "kita serahkan pada polisi, biar mereka menceritakan dongeng tadi sekali lagi - dan kita lihat bagaimana tindakan polisi selanjutnya!"
Tapi Grim menggelengkan kepala.
"Saya rasa saat ini polisi sudah cukup sibuk, Pak. Untuk apa mereka tambah direpotkan lagi dengan dongeng konyol seperti ini. Mereka ini ke sini karena iseng. Lalu ketika ketahuan oleh kita, dia ini lantas mengarang-ngarang cerita supaya ada alasan kenapa mereka berani masuk ke pekarangan orang lain tanpa izin."
"Aku tidak mengarang-ngarang," kata Peter dengan marah. "Lagipula ...
"Cukup!" bentak Pak Frampton. "Sekarang kaudengar kataku baik-baik. Aku tidak mau ada anak yang masuk ke sini tanpa izin. Tak peduli apakah untuk mengambil bola atau apa saja. Dan aku tak mau lagi mendengar berbagai macam alasanmu. Jika Grim hendak menyerahkan kalian berdua pada polisi, aku setuju saja. Tapi karena kalian dibebaskan olehnya - baiklah, tapi cuma untuk kali ini! Grim, jika kau mengalami kerepotan dengan anak-anak ini, kautelepon saja aku. Nanti aku yang mengurusnya."
"Beres, Pak!" jawab Grim. Kedengarannya ia puas sekali. "Tapi
Pak - sebetulnya masih ada yang hendak ku ..." Peter berusaha men
gatakan sesuatu lagi, tapi langsung dibentak oleh Pak Frampton.
"Diam! Aku tak mau mendengar lagi ocehanmu. Tadi kusangka kau anak baik-baik. Tapi ternyata sangkaanku itu keliru. Ayo turun dan langsung pergi dan sini, sebelum kuhajar kalian dengan payungku ini!"
Peter menatap Pak Frampton dengan mata melotot. Jack heran melihat kawannya itu. Kan sudah terbukti bahwa ia keliru! Jadi kenapa masih ribut-ribut terus" Jack menyambar lengan Peter, lalu mendorongnya ke arah jenjang.
"Ayo, kita pergi saja selama masih bisa," kata Jack. "Kau ternyata keliru. Tak perlu lagi berdebat mengenainya!"
Dengan tampang yang masih kelihatan marah, Peter ikut dengan Jack menuruni tangga,lalu menuju ke pintu depan.
"Ketika keluar, dibantingnya pintu keras-keras. Jack kaget dan ketakutan karenanya. la menatap Peter sambil melongo.
"Ada apa"" tanyanya. "Kau kan bukan marah karena terbukti keliru, Peter""
Peter tidak m,menjawab. Dipegangnya lengan Jack, lalu ditariknya "ambil, berjalan cepat-cepat ke jalan di depan rumah. la diam saja ketika mereka melewati jalan kecil yang menuju ke lapangan, barulah Peter membuka mulut..
Pembalasan Topeng Tengkorak 1 Fear Street - Cheerleaders Musibah Ketiga The Third Evil Pendekar Bego 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama