Ceritasilat Novel Online

House Of Hades 2

The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades Bagian 2


mantra-mantra Aphrodite-nya. Setelah mimpinya tadi malam, ketenangan bisa berguna bagi Leo. Di sisi
lain, mungkin ada baiknya Piper berada di atas geladak, mengawal pengawal mereka. Karena kini berada
di Tempat Kuno, mereka harus terns bersiaga. Leo risau membiarkan Pak Pelatih Hedge terbang
sendirian. Satir itu agak terlalu senang menembak, sementara di ruang kemudi terdapat banyak tomboltombol mencolok dan berbahaya yang bisa menyebabkan desa-desa Italia yang elok di bawah sana
meledak. Leo benar-benar tenggelam dalam pikirannya sendiri sampai-sampai dia tidak menyadari
bahwa Jason masih berbicara. ?"Gerha Hades," katanya. "Nico?" Nico mencondongkan duduknya ke
depan. "Aku berbicara dengan orang mati tadi malam." Nico mengucapkan kalimat itu begitu saja,
seperti menyampaikan dia baru mendapat SMS dari seorang teman. "Aku mengetahui lebih banyak
tentang apa yang akan kita hadapi." Nico melanjutkan. "Pada zaman kuno, Gerha Hades adalah tempat
utama peziarahan orang Yunani. Mereka datang
ink bicara dengan orang mati dan memberi hormat pada leluhur mengernyitkan dahi. "Terdengar seperti
Dia de los muertos Bibiku, Rosa, sangat serius tentang hal itu." Dia ingat pernah diseret oleh bibinya. itu
ke area pemakaman lokal di Houston. Di sana mereka membersihkan kuburan-kuburan seanak: saudara
mereka dan menaruh sesajen minuman limun, kue kering, dan bunga kenikir segar. Bibi Rosa biasanya
memaksa Leo tinggal untuk berpiknik, seolah-olah duduk-duduk bersama orang mati bagus untuk selera
makannya. , Frank mendengus. "Orang China juga punya yang semacam -pemujaan leluhur, menyapu
kuburan pada musim semi." Dia melirik ke arah Leo. "Bibi Rosa-mu pasti akan akur dengan
neneku Leo mendapat gambaran mengerikan Bibi Rosa dan seorang mita China tua berpakaian gulat, saling
menghantam dengan tongkat berpaku. "Yeah," sahut Leo. "Aku yakin mereka akan berteman baik." Nico
berdeham. "Banyak budaya memiliki tradisi musiman untuk menghormati orang mati, tapi Gerha Hades
buka sepanjang tahun, Para peziarah benar-benar bisa berbicara dengan para hantu. di Yunani, tempat
itu disebut Necromanteion, Peramal Kematian.orang berjalan melewati beberapa level terowongan,
meninggalkan tit dan meminum ramuan khusus?" "Ramuan khusus," gumam Leo. "Sedap." Jason
melemparkan pandangan seolah berkata, Hei, cukup. "Nico, teruskan." "Para peziarah percaya bahwa
tiap level kuil itu membawa kita Ichih dekat ke Dunia Bawah, sampai mereka yang mati muncul di
hadapan kita. Jika puas dengan persembahan kita, mereka akan
mendengar suara Gaea: Dia adalah kehampaan yang menelan segala sihir, dingin yang menelan segala
api, senyap yang menelan segala ucapan. Leo cukup yakin akan dibutuhkan lebih dari sekadar beberapa
batang korek api untuk membakar raksasa itu. "Itu petunjuk yang bagus." Jason berkata dengan tegas.
"Setidaknya kita tahu cara membunuh raksasa itu. Sementara penyihir wanita ini yah, jika Hecate
percaya Hazel bisa mengalahkannya, aku juga begitu." Hazel merundukkan pandangan. "Sekarang yang
harus kita lakukan hanyalah mencapai Gerha Hades, berjuang menerobos pasukan Gaea?" "Plus
segerombolan hantu." Nico menambahkan dengan muram. "Arwah-arwah di dalam kuil itu mungkin
tidak bersahabat." CC-dan menemukan Pintu Ajal," lanjut Hazel. "Dengan asumsi entah bagaimana kita
bisa sampai pada waktu yang sama dengan Percy dan Annabeth dan menyelamatkan mereka." Frank
menelan segigit panekuk. "Kita bisa melakukannya. Kita harus melakukannya." Leo mengagumi
optimisme cowok besar ini. Dia berharap memiliki optimisme semacam itu. "Jadi, dengan jalan memutar
ini," kata Leo, "kuperkirakan perlu empat atau lima hari lagi untuk sampai di Epirus, dengan asumsi tidak
tertunda oleh, kalian tahulah, serangan monster dan semacamnya." Jason tersenyum masam. "Yeah. Hal
semacam itu tak pernah terjadi." Leo menatap Hazel. "Hecate bilang kepadamu bahwa Gaea
merencanakan pesta Kebangkitan besarnya pada satu Agustus, bukan" Perayaan Entah Apa?" "Spes,"
jawab Hazel. "Dewi harapan."
Jason memutar garpunya. "Secara teoretis, kita punya aktu. Sekarang baru tanggal lima Juli. Kita
seharusnya nutup Pintu Ajal, kemudian menemukan markas para (Ian mencegah mereka
membangkitkan Gaea sebelum satu agustus cara teoretis." Hazel menyepakati. "Tapi, aku masih tetap
ahu bagaimana cara kita memasuki Gerha Hades tanpa jadi gila atau mati." tidak ada yang
menyampaikan pendapat. frank meletakkan panekuk gulungnya seolah-olah makanan lagi terasa lezat.
"Sekarang tanggal lima Juli. Ya ampun, bahkan tidak terpikir olehku soal itu ...." Bung, tidak apa-apa,"
kata Leo. "Kau orang Kanada, kan" Aku tidak mengharap kau memberiku kado Hari Kemerdekaan apa
kecuali kau ingin melakukannya." Bukan itu. Nenekku ... dia selalu mengatakan kepadaku bahwa tujuh
adalah angka sial. Itu adalah angka hantu. Dia tidak suka ketika kukatakan kepadanya bahwa ada tujuh
demigod dalam perjalanan kita. Dan, Juli adalah bulan ketujuh." Yeah, tapi ...." Leo mengetuk-ngetuk
jarinya dengan gugup meja. Dia menyadari dirinya tengah mengetukkan kode morse untuk aku menyayangimu, seperti yang
biasa dilakukannya dilakukan ibunya, yang pasti lumayan memalukan jika teman-lannya paham kode
Morse. "Tapi, itu cuma kebetulan, Ian?" Raut muka Frank tidak menenangkan hatinya. "Di China," kata
Frank, "pada zaman dulu, orang menyebut bulan ketujuh sebagai bulan hantu. Itu adalah saat dunia
arwah ,ding dekat dengan dunia manusia. Yang hidup dan yang mati i,Isa hilir mudik. Katakan kepadaku
hanya kebetulan kita mencari Ajal pada bulan hantu." Semua diam.
Leo ingin berpikir bahwa kepercayaan China lama tidak ada hubungannya dengan orang Romawi dan
Yunani. Benar-benar berbeda, Ian" Tapi, keberadaan Frank adalah bukti bahwa budaya-budaya itu saling
terkait. Keluarga Zhang berasal dari Yunani Kuno. Mereka kemudian sampai di Roma dan China dan
akhirnya Kanada. Selain itu, Leo terus memikirkan pertemuannya dengan dewi pembalasan, Nemesis, di
Great Salt Lake. Nemesis menyebutnya rods ketujuh, orang luar pada perjalanan ini. Yang dimaksud
dengan ketujuh bukan hantu, Ian" Jason menekankan tangannya ke lengan kursi. "Mari berfokus pada
hal-hal yang bisa kita tangani. Kita sudah semakin dekat dengan Bologna. Mungkin kita akan mendapat
lebih banyak jawaban begitu menemukan orang-orang cebol yang disebutkan oleh Hecate?" Kapal itu
terguncang seolah-olah menabrak gunung es. Piring sarapan Leo meluncuri meja. Nico terjungkal dari
kursinya dan kepalanya terbentur bufet. Dia jatuh ke lantai, selusin piala minum serta pinggan sihir
menjatuhinya. "Nice Hazel berlari membantunya. "Apa?"" Frank berusaha berdiri, tetapi kapal itu
bergoyang ke arah yang lain. Dia terhuyung ke arah meja dan mukanya menghantam piring Leo yang
berisi telur orak-arik. "Lihat!" Jason menunjuk ke arah dinding. Gambar Perkemahan Blasteran berkedipkedip dan berubah. "Tidak mungkin," gumam Leo. Tidak mungkin mantra-mantra itu bisa menunjukkan
apa pun selain adegan dari perkemahan, tetapi mendadak sebuah wajah berukuran besar yang tak
keruan bentuknya memenuhi seluruh dinding sebelah kiri: gigi lurus tak rata, janggut merah acak-acakan,
hidung berkutil, dan dua mata tak seimbang--yang satu lebih
besar dan lebih tinggi ketimbang yang lain. Wajah itu sepertinya un isicn masuk ke dalam ruangan
dengan cara memakan segala yang menghalanginya. dinding-dinding lain juga berkedip-kedip,
menampilkan adegan dari geladak atas. Piper berdiri di dekat kemudi, tetapi ada Dari bahu ke bawah dia
terbungkus lakban, mulutnya tersumpal dan kedua kakinya diikat ke konsol kendali. diikat tiang utama,
Pak Pelatih Hedge juga terikat dan tersumpal mulutnya, sementara sesosok makhluk bertampang aneh
sejenis perpaduan gnome-simpanse dengan gaya busana payah"menari-nari di sekitarnya, mengikat
rambut Pak pelatih dalam kucir-kucir kepang mini dengan karet gelang ,berwarna merah muda. di
dinding sebelah kiri, wajah besar buruk rupa bergerak mundur sehingga Leo bisa melihat keseluruhan
sosok makhluk tersebut gnome-simpanse lain yang pakaiannya lebih aneh lagi. Yg ini mulai melompatlompat di seputar geladak, memasukkan ,, benda ke dalam sebuah karung goni"pisau Piper, is, Wii Leo.
Kemudian, dia membongkar bola mekanis Archimedes dari konsol kendali. Idak!" pekik Leo. I Nico
mengerang dari lantai. Piper!" Jason berteriak. Monyet!" seru Frank. Rukan monyet," gerutu Hazel.
"Kurasa mereka itu orang-cebol." Mereka sedang mencuri barang-barangku!" teriak Leo, dan sI, , pain
berlari menuju tangga.[] BAB SEBELAS LEO LEO TAK TERLALU MENYADARI HAZEL berteriak, "Pergilah! Biar kuurus Nico!" Seolah-olah Leo berniat
berbalik. Tentu saja, dia berharap Nico di Angelo baik-baik saja, tetapi dia punya persoalan sendiri. Leo
melompati anak tangga dengan Jason dan Frank di belakangnya. Situasi di geladak bahkan lebih buruk
daripada yang dia khawatirkan. Pak Pelatih Hedge dan Piper tengah berjuang melawan ikatan lakban,
sementara salah satu cebol monyet setan menari-nari di sekitar geladak, mengambili apa saja yang tidak
terikat dan memasukkannya ke dalam karung. Tingginya mungkin sekitar seratus dua puluh sentimeter,
lebih pendek daripada Pak Pelatih Hedge, dengan kaki bengkok dan telapak kaki seperti simpanse,
pakaiannya begitu mencolok hingga Leo terserang vertigo. Celana wol hijau kotak-kotaknya dipeniti di
bagian lingkar mata kaki dan ditahan dengan suspender merah terang di atas blus perempuan bergarisgaris merah muda dan hitam. Dia mengenakan setengah
lusin jam tangan emas di setiap lengan, dan topi koboi berpola zebra dengan label harga menggantung
di tepinya. Kulitnya penuh bidang-bidang bulu merah kasar walaupun sembilan puluh persen bulu
tubuhnya tampak terpusat di alis matanya yang sangat mengesankan. Leo baru saja berpikir Di mana
cebol satunya" ketika mendengar suara klik di belakangnya dan menyadari bahwa dia telah membawa
teman-temannya ke sebuah perangkap. "Merunduk!" Dia menabrak geladak saat ledakan itu
membahana di gendang telinganya. Masukan untuk diri sendiri, pikir Leo dengan pening. Jangan
tinggalkan kotak berisi granat sihir di tempat yang bisa dijangkau orang cebol. Setidaknya dia masih
hidup. Leo telah bereksperimen dengan segala jenis senjata yang didasarkan pada bola mekanis
Archimedes yang dia peroleh di Roma. Dia membuat granat yang bisa menyemburkan air keras, api,
pecahan peluru, atau berondong jagung mentega yang baru matang (Hei, kita tak pernah tahu kapan
akan kelaparan dalam pertempuran). Dilihat dari dengungan di telinga Leo, si cebol telah meledakkan
granat kejut yang diisi Leo dengan sebotol kecil musik Apollo yang langka, ekstrak cair murni.
Tidal( menewaskannya, tetapi membuat Leo merasa baru saja melompat dengan perut terlebih dahulu
ke sisi perairan yang dalam. Pia berusaha bangkit. Tangan dan kakinya tak bisa digunakan. Ada yang
tengah menarik-narik pinggangnya, mungkin seorang teman yang berusaha membantunya berdiri"
Bukan. Teman-temannya tidak berbau seperti kandang monyet yang disemprot parfum berlebihan. Leo
berhasil berguling. Penglihatannya tidak terfokus dan berwarna merah muda, seolah-olah dunia
tenggelam dalam jeli stroberi. Sebuah wajah aneh yang tengah rnenyeringai menjulang
di atasnya. Pakaian cebol berbulu cokelat ini lebih buruk daripada temannya. Dia mengenakan topi
bundar hijau seperti kurcaci, anting gantung berlian, dan kemeja wasit hitam-putih. Dia memamerkan
benda berharga yang baru dia curi"sabuk perkakas Leo"kemudian menari-nari pergi. Leo berusaha
menangkapnya, tetapi jari-jarinya mati rasa. Si orang cebol berjingkrak menuju katapel terdekat, yang
tengah disiapkan untuk diluncurkan oleh rekannya yang berbulu merah. Si cebol berbulu cokelat
melompat ke atas proyektil itu seolah-olah benda tersebut adalah papan seluncur, dan temannya
menembakkannya ke angkasa. Si Bulu Merah berjingkrak-jingkrak mendekati Pak Pelatih Hedge. Dia
memberi satin itu kecupan lebar di pipi, lantas meloncat ke langkan. Dia membungkukkan badan ke arah
Leo, mengangkat topi koboi zebranya, dan berjungkir batik melompati lambung kapal. Leo berhasil
bangkit. Jason sudah berdiri, terhuyung-huyung dan menabraki barang-barang. Frank telah berubah
menjadi gorila gunung dewasa berpunggung perak (Leo tidak yakin alasannya. Mungkin untuk
berkomunikasi dengan para cebol monyet"), tetapi granat kejut menghantamnya keras. Dia terpelanting
di atas geladak dengan lidah terjulur keluar dan hanya bagian putih mata gorilanya yang terlihat.
"Piper!" Jason berjalan sempoyongan menuju kemudi dan dengan hati-hati menarik sumpalan mulut
Piper. "Jangan buang waktu denganku!" kata Piper. "Kejar mereka!" Di tiang kapal, Pak Pelatih Hedge
berkomat-kamit, "Hhhmmmm hmmmm!" Leo menduga itu berarti: "BUNUH MEREKA!". Mudah
diterjemahkan karena sebagian besar kalimat Pak Pelatih mengandung kata bunuh.
Leo melirik ke arah konsol kendali. Bola mekanis Archimedes-nya telah lenyap. Dia meletakkan tangan di
pinggang, tempat sabuk perkakas seharusnya berada. Kepalanya mulai jernih kembali, dan rasa
marahnya mulai menggelegak. Cebol-cebol itu telah menyerang kapalnya. Mereka telah mencuri bendabenda miliknya yang paling berharga. Di bawah Leo terbentanglah Kota Bologna"puzzle bangunanbangunan beratap merah dalam sebuah lembah yang dikepung perbukitan hijau. Kecuali Leo bisa
menemukan cebol-cebol tadi entah di mana di dalam labirin jalanan itu Tidak. Gagal bukan pilihan.
Begitu pula menunggu teman-temannya pulih. Dia berbalik ke arah Jason. "Kau merasa cukup kuat
untuk mengendalikan angin" Aku butuh tumpangan." Jason mengernyitkan dahi. "Tentu saja, tapi?"
"Bagus," tukas Leo. "Ada pria-pria monyet yang harus kita tangkap."
Jason dan Leo mendarat di sebuah piazza besar yang dikitari bangunan-bangunan pemerintahan yang
terbuat dari pualam putih dan kafe-kafe luar ruangan. Sepeda dan vespa memenuhi jalan-jalan di
sekelilingnya, tetapi piazza itu sendiri kosong, hanya ada beberapa ekor burung dara dan beberapa pria
tua yang sedang meminum espresso. Tak sate pun penduduk setempat ini sepertinya menyadari
keberadaan sebuah kapal perang Yunani berukuran besar yang melayang di atas piazza, atau fakta
bahwa Jason dan Leo baru saja melayang turun, Jason sambil memegang sebilah pedang emas, dan
Leo ... yah, Leo tidak memegang apa-apa. "Ke mana?" tanya Jason.
Leo menatapnya. "Yah, aku tidak tahu. Biar kuambil GPS pelacak cebol dari sabuk perkakasku Oh,
tunggu! Aku tidak punya GPS pelacak cebol"juga sabuk perkakas!" "Baiklah," gerutu Jason. Dia melirik
ke atas ke arah kapal seolah-olah untuk memperkirakan posisi, lantas menunjuk ke seberang piazza.
"Katapel menembakkan cebol pertama ke arah sana, kurasa. Ayo." Mereka menerobos lautan burung
dara, kemudian bergerak menyusuri sebuah jalan kecil yang dijajari toko pakaian dan toko gelato, es
krim Italia. Trotoar dihiasi tiang-tiang putih yang penuh grafiti. Beberapa pengemis meminta uang kecil
(Leo tidak bisa bahasa Italia, tetapi dia menangkap pesannya dengan sangat jelas). Dia terus menepuknepuk pinggangnya, berharap sabuk perkakasnya akan muncul secara ajaib. Tidak terjadi. Leo berusaha
tidak panik, tetapi dia sudah menjadi bergantung pada sabuk itu nyaris untuk segala hal. Dia merasa
seolah seseorang telah mencuri salah satu tangannya. "Kira akan menemukannya," janji Jason. Biasanya,
Leo akan merasa tenang. Jason punya bakat untuk tetap tenang pada saat krisis, dan dia telah kerap
membebaskan Leo dari kesulitan besar. Namun, hari ini yang bisa dipikirkan Leo hanyalah kue
keberuntungan tolol yang dia buka di Roma. Dewi Nemesis telah menjanjikan bantuan untuknya, dan
dia telah mendapatkannya: kode untuk mengaktifkan bola mekanis Archimedes. Pada saat itu, Leo tidak
punya pilihan selain menggunakannya jika dia ingin menyelamatkan teman-temannya"tetapi Nemesis
sudah memperingatkan bahwa ada harga yang harus dibayar untuk bantuannya itu. Leo bertanya-tanya
apakah harga itu akan pernah terbayar lunas. Percy dan Annabeth telah hilang. Kapal mereka
menyimpang ratusan kilometer dari rute semula, menuju suatu
tantangan yang sangat berat. Teman-teman Leo mengandalkannya untuk mengalahkan sesosok raksasa
mengerikan. Dan, sekarang dia bahkan tidak memegang sabuk perkakas atau bola mekanis Archimedesnya. Dia begitu terhanyut perasaan mengasihani diri sehingga tidak memperhatikan di mana mereka
berada sampai Jason mencengkeram lengannya. "Lihat itu." Leo mendongak. Mereka telah tiba di
sebuah piazza yang lebih kecil. Menjulang di atas mereka sebuah patung perunggu dewa Neptunus
berukuran besar yang sedang telanjang bulat. "Ah, ya ampun." Leo memalingkan mata. Dia benar-benar
tidak perlu melihat pangkal paha dewa sepagi ini. Dewa laut itu berdiri di atas sebuah tiang pualam
besar di tengah-tengah air mancur yang tidak berfungsi (yang sepertinya agak ironis). Di kedua sisi
Neptunus, dewa-dewa cinta yang bersayap, Cupid, tengah duduk bersantai, seolah mengatakan, Gimana
kabarmu" Neptunus sendiri (hindari pangkal pahanya) sedang dalam pose meliukkan panggul ke satu sisi
seperti gerakan Elvis Presley. Neptunus memegang tombak bermata tiga dengan bebas di tangan kanan
dan merentangkan tangan kiri seolah sedang memberkati Leo, atau mungkin berusaha membuat Leo
melayang. "Semacam petunjuk?" Leo bertanya-tanya. Jason mengerutkan kening. "Mungkin, mungkin
juga tidak. Banyak patung dewa di seluruh penjuru Italia. Aku akan merasa lebih baik jika kita
menjumpai patung Jupiter. Atau, Minerva. Siapa saja asal bukan Neptunus, sebenarnya." Leo menaiki air
mancur kering itu. Dia meletakkan tangannya di atas dudukan patung, dan serbuan kesan membanjir
melalui ujung-ujung jarinya. Dia merasakan roda gigi perunggu langit, tuas sihir, pegas, dan piston.
"Ini mekanis," katanya. "Mungkin pintu menuju sarang rahasia para cebol?" "O0000!" jerit sebuah suara
di dekat situ. "Sarang rahasia?" "Aku mau sarang rahasia!" pekik sebuah suara lain dari atas. Jason
melangkah mundur, pedangnya siaga. Leher Leo nyaris patah karena mencoba melihat ke dua tempat
dalam waktu yang sama. Cebol berbulu merah bertopi koboi tengah duduk sembilan meter dari situ di
atas meja kafe terdekat, menyesap espresso dengan kaki monyetnya. Si cebol berbulu cokelat bertopi
hijau sedang bertengger di atas dudukan pualam dekat kaki Neptunus, persis di atas kepala Leo. "Jika
kita punya sarang rahasia," kata si Bulu Merah, "aku ingin ada tiang luncur seperti di kantor pemadam
kebakaran." "Dan, papan luncur kolam renang!" kata si Bulu Cokelat, yang sedang mengeluarkan
berbagai perkakas dari sabuk Leo, melemparkan kunci inggris, palu, dan stapler listrik. "Hentikan!" Leo
mencoba mencengkeram kaki si cebol, tetapi dia tak bisa meraih bagian atas dudukan patung. "Terlalu
pendek?" Si Bulu Cokelat bersimpati. "Kau menyebutku pendek?" Leo memeriksa sekeliling mencari
sesuatu yang bisa dilemparkan, tetapi tak ada apa-apa selain burung dara, dan dia tak yakin bisa
menangkap salah seekor burung itu. "Berikan sabukku, dasar?" "Nah, nah!" kata si Bulu Cokelat. "Kita
bahkan belum saling memperkenalkan diri. Aku Akmon. Dan, saudaraku di sana itu?" ?"adalah yang
ganteng di antara kami!" Si cebol berbulu merah mengangkat espresso. Menilai dari matanya yang
membelalak dan seringainya yang sinting, dia tidak perlu kafein lagi. "Passalos! Pelantun lagu! Peminum
kopi! Pencuri benda berkilau!" "Yang benar saja!" teriak saudaranya, Akmon. "Aku jauh lebih mahir
mencuri daripada kau."
Passalos mendengus. "Mencuri tidur, mungkin!" Dia mengeluarkan sebilah pisau"pisau Piper"dan
mulai mencungkil - cukil giginya menggunakan benda itu. "Hei!" pekik Jason. "Itu pisau pacarku!" Jason
menyerbu ke arah Passalos, tetapi si cebol berbulu merah itu terlalu cepat. Dia melompat dari kursinya,
melambung di kepala Jason, berjungkir balik, dan mendarat di sebelah Leo, berbulunya merangkul
pinggang Leo. "Selamatkan aku?" mohon si cebol. "Lepaskan tanganmu!" Leo mencoba mendorongnya
lepas, ct api Passalos melakukan jungkir balik ke belakang dan mendarat jauh dari jangkauan. Seketika
itu juga celana Leo melorot ke sekitar 1 ti utnya. Dia melotot ke arah Passalos, yang sekarang cengarcengir d a n mernegang sepotong logam zig-zag berukuran kecil. Entah hagaimana, cebol itu berhasil
mencuri ritsleting celana Leo. "Berikan"ritsleting"bodoh!" Leo tergagap, berusaha inengayunkan tinju
sekaligus mengangkat celananya. "Eh, tidak cukup berkilau." Passalos membuangnya. Jason menyerbu
dengan pedangnya. Passalos melontarkan diri ke atas dan tiba-tiba sudah bertengger di atas dudukan
patung di sebelah saudaranya. "Coba bilang gerakanku tidak hebat." Passalos membual. "Baiklah," kata
Akmon. "Gerakanmu tidak hebat." "Bah!" ujar Passalos. "Berikan sabuk perkakasnya kepadaku. Aku
ingin lihat." "Tidak!" Akmon mendorongnya dengan sikut. "Kau sudah punya pisau dan bola bersinar."
"Ya, bola bersinar ini bagus." Passalos melepas topi koboinya. Seperti seorang pesulap mengeluarkan
kelinci, dia mengeluarkan
bola mekanis Archimedes dan mulai mengutak-atik cakra angka perunggu kunonya. "Hentikan!" Leo
berteriak. "Itu mesin yang rentan." Jason datang ke sisinya dan melorot ke arah para cebol. "Siapa
sebenarnya kalian berdua ini?" "Kerkope!" Akmon menyipitkan mata ke arah Jason. "Aku bertaruh kau
ini anak Jupiter, ya" Aku selalu bisa mengenali." "Persis seperti si Pantat Hitam." Passalos setuju. "Pantat
Hitam?" Leo menahan dorongan untuk melompat meraih kaki kedua cebol itu lagi. Dia yakin Passalos
akan merusak bola mekanis Archimedes kapan saja sekarang. "Ya, kau tahulah." Akmon menyeringai.
"Hercules. Kami menyebutnya si. Pantat Hitam karena dia terbiasa mondar-mandir tanpa pakaian.
Kulitnya jadi begitu gosong sampai-sampai pantatnya, yah?" "Setidaknya dia punya selera humor!"
timpal Passalos. "Dia hendak membunuh kami ketika kami mencuri darinya, tetapi dia melepaskan kami
karena dia suka lelucon kami. Tidak seperti kalian berdua. Galak, galak!" "Hei, aku punya selera humor,"
geram Leo. "Kembalikan barang-barang kami, dan akan kuceritakan lelucon bagus yang menohok."
"Usaha yang bagus!" Akmon mengeluarkan sebuah kunci inggris dari sabuk perkakas dan memutarmutarnya seperti giring-giring. "Oh, bagus sekali! Aku jelas akan menyimpan ini! Terima kasih, Pantat
Biru!" Pantat Biru" Leo melirik ke bawah. Celananya telah melorot ke sekitar pergelangan kakinya lagi,
menampakkan celana dalam birunya. "Cukup sudah!" teriaknya. "Barang-barangku. Sekarang. Atau,
akan kutunjukkan selucu apa cebol yang terbakar api."
tangannya mengeluarkan api. "Sekarang kami serius." Jason menghunjamkan pedangnya igkasa. Awan
gelap mulai berkumpul di atas piazza. Guntur bergemuruh "Oh, scram!" jerit Akmon. "lya." Passalos
setuju. "Kalau saja kita punya sarang rahasia um r k bersembunyi." "Sayang, patung ini bukan pintu
menuju sarang rahasia," kata Akmon. "Patung ini punya tujuan yang berbeda." Perut Leo terasa melilit.
Api di tangannya padam, dan d is menyadari ada sesuatu yang sangat salah. Dia berteriak, Tcrangkap!"
dan melompat menjauhi air mancur. Nahasnya, Jason terlalu sibuk memanggil badai. Leo berguling di
punggungnya saat lima utas tali emas melesat lari jemari patung Neptunus. Salah satunya nyaris
mengenai kaki leo Yang lainnya mengenai Jason, membungkusnya seperti seekor ...pi rodeo dan
menyentakkannya hingga terjungkir. Petir menyambar pucuk-pucuk tombak bermata tiga Neptunus,
mengirimkan arus listrik ke atas dan ke bawah patung itu, tetapi para Kerkope sudah menghilang.
"Bravo!" Akmon bertepuk tangan dari sebuah meja kafe dekat situ. "Kau menjadi pinata yang sangat
bagus, Putra Jupiter!" "Benar!" Passalos menyetujui. "Hercules dulu pernah ter-ganiung terbalik, lho. Oh,
balas dendam itu sungguh manis!" Leo memanggil bola api. Dia melemparkannya kepada Passalos yang
sedang berusaha menyeimbang dua ekor burung data serta bola mekanis Archimedes. "Aih!" Si cebol
melompat menghindari ledakan, menjatuhkan bola mekanis Archimedes dan membiarkan burung daraburung dara tadi terbang. "Waktunya meninggalkan tempat ini!" Akmon memutuskan.
Dia menyentuh topinya dan melambung pergi, melompat dari meja ke meja. Passalos melirik ke arah
bola mekanis Archimedes, yang telah bergulir ke sela kaki Leo. Leo memanggil bola api lagi. "Coba saja,"
geramnya. "Daah!" Passalos melentingkan badan ke belakang dan lari mengikuti saudaranya. Leo
mengambil bola mekanis Archimedes dan berlari menuju Jason, yang masih tergantung dengan kepala di


The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bawah, seluruh tubuhnya terikat kecuali lengan yang memegang pedang. Dia tengah berusaha
memotong tali dengan bilah emasnya, tetapi tidak berhasil. "Tunggu seben tar," ujar Leo. " Jika aku bisa
menemukan tombol pelepas?" "Pergi saja!" raung Jason. "Aku akan mengikutimu setelah lepas dari
ini." " Tapi "Jangan sampai kehilangan mereka!" Hal terakhir yang diinginkan Leo adalah ditinggal sendiri
bersama sepasang cebol monyet, tetapi para Kerkope sudah menghilang di sudut terjauh piazza. Leo
meninggalkan Jason yang sedang terayun-ayun dan berlari mengejar mereka.[]
BAB DUA BELAS LEO KEDUA MONYET CEBOL ITU TIDAK berusaha sangat keras untuk meninggalkannya, dan ini membuat Leo
curiga. Mereka tetap berada di batas pandangan Leo, berlarian di atas bubungan atap bergenting merah,
menabrak pot jendela, berteriak-teriak, memekik-mekik, dan meninggalkan jejak berupa batu dan paku
dari sabuk perkakas Leo"nyaris seolah mereka ingin Leo mengikuti. Leo berlari kecil di belakang mereka,
menyumpah-nyumpah setiap kali celananya melorot. Dia berbelok di sebuah tikungan dan melihat dua
menara batu kuno menjulang ke angkasa, berdampingan, jauh lebih tinggi daripada segala hal lain di
sekitar situ"mungkin menara pengawas zaman pertengahan" Keduanya mencondong ke arah yang
berbeda seperti persneling pada mobil balap. Para Kerkope menaiki menara sebelah kanan. Ketika
mencapai puncaknya, mereka memanjat ke sisi belakang dan menghilang. Apakah mereka masuk" Leo
bisa melihat beberapa jendela kecil di bagian atas, tertutup terali logam; tetapi dia ragu terali bisa
menghentikan kedua cebol itu. Dia mengawasi selama semenit, tetapi kedua Kerkope tidak muncul
kembali. Berarti Leo harus naik ke sana dan mencari mereka. "Bagus sekali," gerutunya. Tidak ada teman
berkemampuan terbang yang bisa membawanya ke atas. Kapal mereka terlalu jauh untuk dimintai
bantuan. Dia mungkin bisa mengubah bola mekanis Archimedes menjadi sejenis perangkat terbang,
kalau saja sabuk perkakasnya ada"sayangnya tidak. Dia memeriksa sekitar, mencoba berpikir. Setengah
blok dari situ, sepasang pintu kaca membuka dan seorang wanita tua berjalan terpincang-pincang keluar,
membawa kantong plastik belanja. Toko kelontong" Hmm Leo menepuk saku-sakunya. Tak disangkasangka, dia masih punya beberapa lembar euro sisa waktu dia berada di. Roma. Cebol-cebol bodoh itu
telah mengambil segalanya kecuali uangnya. Leo berlari ke toko itu secepat yang dimungkinkan oleh
celana tanpa ritsleting. Leo menjelajahi rak-rak toko, mencari benda-benda yang bisa dia pergunakan.
Dia tidak tabu bahasa Italia untuk Halo, di mana ya tempat bahan-bahan kimia berbahaya Anda" Tetapi,
mungkin ada baiknya juga. Dia tidak ingin terdampar di sebuah penjara Italia. Untungnya, di .a tidak
perlu membaca label. Dia bisa menebak hanya dengan mengambil sebungkus pasta gigi apakah benda
itu mengandung kalium nitrat atau tidak. Dia menemukan arang. Dia menemukan gula dan soda kue.
Toko itu menjual korek api, semprotan serangga, dan aluminium foil. Kurang lebih sepia yang dia
butuhkan, plus seutas tali jemuran yang bisa dia gunakan sebagai ikat pinggang. Dia menambahkan
beberapa camilan ringan Italia ke keranjang belanja, sekadar untuk menyamarkan pembelian lainnya
yang lebih mencurigakan, kemudian menaruh
barang-barangnya di meja kasir. Seorang kasir perempuan bermata lebar mengajukan beberapa
pertanyaan yang tidak dia pahami, tetapi dia berhasil membayar, mendapat kantong belanja, dan
melesat keluar. Dia merunduk ke pintu terdekat tempat dia bisa mengawasi menara. Dia mulai bekerja,
memanggil api untuk mengeringkan bahan-bahan dan melakukan sedikit pemanasan yang bila tidak
dengan cara itu akan memerlukan waktu berhari-hari. Sesekali dia mencuri pandang ke arah menara,
tetapi tidak ada tanda-tanda kedua orang cebol itu. Leo hanya bisa berharap mereka masih berada di
atas sana. Membuat senjatanya hanya perlu waktu beberapa menit"dia sehebat itu"tetapi rasanya
seperti berjam-jam. Jason belum muncul. Mungkin dia masih terayun-ayun di air mancur Neptunus, atau
memeriksa jalanan mencari Leo. Tidak ada orang lain dari kapal yang datang membantu. Mungkin
mereka perlu waktu lama untuk melepas semua karet gelang merah muda itu dari rambut Pak Pelatih
Hedge. Itu berarti Leo hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri, kantong camilan ringannya, dan
beberapa senjata superdarurat yang terbuat dari gula dan pasta gigi. Oh, serta bola mekanis Archimedes.
Itu agak penting. Leo berharap benda itu tidak rusak akibat diisi bubuk kimia. Dia berlari ke menara tadi
dan menemukan pintu masuknya. Leo sudah mulai menaiki tangga berliku di dalamnya, hanya untuk
dihentikan di loket tikes oleh seorang penjaga yang berteriak kepadanya dalam bahasa Italia. "Series?"
tanya Leo. "Begini, Bung, ada dua orang cebol di menaramu. Aku adalah pembasminya." Dia
mengangkat kaleng semprotan serangganya. "Lihat" Pembasmi Molto Buono. Semprot, semprot. Ahhh!"
Dia menirukan gerakan seorang cebol
yang meleleh karena takut, yang entah mengapa sepertinya tidak dipahami oleh orang Italia itu. Orang
itu hanya mengulurkan telapak tangan meminta uang. "Sial, Bung," gerutu Leo. "Aku Baru saja
menghabiskan semua uangku untuk membeli peledak buatan sendiri dan macam-macam." Dia mencaricari di dalam kantong belanjaan. "Apakah kau mau menerima eh ... entah apa ini?" Leo mengulurkan
sekantong makanan ringan berwarna kuning dan merah yang bermerek Fronzies. Dia menduga itu
sejenis keripik. Tak dinyana, si penjaga mengangkat bahu dan menerima kantong itu. "Avanti!" Leo terus
menaiki tangga, tetapi dia membuat catatan di dalam pikirannya untuk menyimpan persediaan Fronzies.
Tampaknya makanan itu lebih berharga ketimbang uang tunai di Italia. Dia berhenti di area antartangga
dan menyandarkan diri pada sebuah jendela berterali sempit, mencoba mengatur napas. Peluh
mernbasahinya gila-gilaan, dan jantungnya berdentam-dentam menghantam tulang iganya. Kerkope
bodoh. Leo menduga begitu dia mencapai puncak, mereka akan melompat pergi sebelum dia sempat
menggunakan senjatanya, tetapi dia harus mencoba. Dia terus menaiki tangga. Akhirnya, ketika kedua
kakinya terasa seperti mi yang terlalu lama dimasak, Leo mencapai puncak menara. Ruangan itu kira-kira
seukuran lemari sapu, dengan jendela-jendela berterali di keempat dindingnya. Pada sudut-sudutnya
terdapat karung-karung harta karun, benda-benda berkilau membanjiri lantainya. Leo melihat pisau
Piper, sebuah buku bersampul kulit, beberapa peralatan mekanis yang tampak menarik, dan cukup
banyak emas untuk membuat kuda Hazel sakit perut. Awalnya, dia mengira kedua cebol itu sudah pergi.
Kemudian, dia mendongak. Akmon dan Passalos tengah menggantung dengan
kepala di bawah dari kasau dengan kaki simpanse mereka, bermain poker antigravitasi. Ketika melihat
Leo, mereka melempar kartu-kartu seperti konfeti dan bertepuk-tangan. "Sudah kubilang dia akan
melakukannya!" Akmon memekik senang. Passalos mengangkat bahu dan mengambil salah satu jam
tangan emasnya, lalu menyerahkannya kepada saudaranya. "Kau menang. Aku tidak mengira dia
sedungu itu." Mereka berdua menjatuhkan diri ke lantai. Akmon mengenakan sabuk perkakas Leo"
begitu dekatnya hingga Leo harus menahan dorongan untuk menyerbu dan merebut benda itu. Passalos
meluruskan topi koboinya dan menendang terali di jendela terdekat hingga membuka. "Dia akan kita
suruh memanjat apa selanjutnya, Saudaraku" Kubah San Luca?" Leo ingin mencekik kedua cebol itu,
tetapi dia memaksakan diri untuk tersenyum. "Oh, kedengarannya asyik sekali! Tapi, sebelum kalian
pergi, kalian melupakan sesuatu yang berkilau." "Mustahil!" Akmon mengerutkan dahi. "Kami sangat
teliti." "Yakin?" Leo mengangkat kantong belanjaannya. Kedua cebol itu mendekat perlahan-lahan.
Seperti yang diharapkan Leo, keingintahuan mereka begitu kuat hingga tak bisa mereka lawan. "Lihat."
Leo mengeluarkan senjata pertamanya"sebongkah bahan kimia kering yang terbungkus aluminium
foil"dan menyalakannya dengan tangan. Dia cukup paham untuk memalingkan muka ketika benda itu
meledak, tetapi kedua cebol itu menatap lekat-lekat benda itu. Pasta gigi, gula, dan semprotan serangga
tidak sebagus musik Apollo, tetapi bahan-bahan itu menjadi peledak yang cukup lumayan.
Kakak beradik Kerkope meraung, menggaruk-garuk mata mereka. Mereka terhuyung-huyung menuju
jendela, tetapi Leo meledakkan kembang api buatannya"mengarahkannya ke sekitar kaki telanjang
kedua cebol agar mereka tak bisa menyeimbangkan diri. Kemudian, untuk amannya, Leo memutar cakra
angka pada bola Archimedesnya, yang lantas mengeluarkan kepulan asap putih kotor yang memenuhi
ruangan. Leo tidak terganggu oleh asap. Karena kebal api, dia sudah pernah berdiri di tengah-tengah api
unggun berasap, tahan menghadapi napas naga, dan berkali-kali membersihkan alat tempa yang
membara. Sementara para cebol terbatuk-batuk dan megap-megap, dia mengambil sabuk perkakasnya
dari Akmon, dengan tenang memanggil beberapa utas tali panjang, dan mengikat kedua cebol itu.
"Mataku!" Akmon terbatuk-batuk. "Sabuk perkakasku!" "Kakiku terbakar!" raung Passalos. "Tidak
berkilau! Tidak berkilau sama sekali!" Setelah memastikan mereka terikat dengan eras, Leo menyeret
Kerkope bersaudara ke satu sudut dan mulai menggeledah harta karun mereka. Dia mengambil pisau
Piper, beberapa prototipe granatnya, dan selusin benda lain yang diambil kedua cebol itu dari Argo II.
"Kumohon!" Akmon meratap. "Jangan ambil benda-benda berkilau kami!" "Kami akan membuat
perjanjian denganmu!" Passalos mengusulkan. "Kami akan memberimu bagian sepuluh persen jika kau
melepaskan kami!" "Kurasa tidak," gumam Leo. "Ini semua milikku sekarang." "Dua puluh persen!"
Persis pada saat itu, gemuruh menggelegar di atas kepala. Kilat menyambar, dan terali di jendela
terdekat meledak menjadi puntung besi yang meleleh dan mendesis.
Jason melayang masuk seperti Peter Pan, listrik menyambar-nyambar di sekitarnya dan pedang emasnya
mengepulkan asap. Leo bersiul memuji. "Bung, kau Baru saja menghancurkan jalan masuk dengan
sangat mengesankan." Jason mengerutkan kening. Dia melihat Langan dan kaki Kerkope bersaudara
dalam keadaan terikat. "Apa yang?" "Semua kulakukan sendiri," kata Leo. "Aku memang istimewa
dalam hal itu. Bagaimana kau menemukanku?" "Uh, asapnya," Jason berhasil menjawab. "Selain itu, aku
mendengar bunyi-bunyi letusan. Apakah kalian main tembak-tembakan di sini?" "Semacam itu." Leo
melemparkan pisau Piper kepada Jason, kemudian terus menggeledah karung-karung benda berkilau si
cebol. Dia ingat apa yang dikatakan Hazel tentang benda berharga yang akan membantu pencarian
mereka, tetapi dia tidak yakin apa yang tengah dia cari. Ada koin, bongkahan emas, perhiasan, penjepit
kertas, kertas perak pembungkus, kancing manset. Dia terus berbalik kembali pada beberapa benda
yang tidak terasa cocok dengan yang lain. Salah satunya adalah sebuah alat navigasi perunggu, seperti
astrolab sebuah kapal. Benda itu rusak parah dan tampaknya beberapa bagiannya hilang, tetapi Leo
tetap menganggapnya menarik. "Ambillah!" tawar Passalos. "Odysseus yang membuatnya, lho. Bawalah
dan lepaskan kami." "Odysseus?" tanya Jason. "Maksudmu, Sang Odysseus?" "Ya!" pekik Passalos.
"Dibuat ketika dia sudah tua di Ithaca. Salah saw ciptaan terakhirnya, dan kami mencurinya!"
"Bagaimana cara kerjanya?" tanya Leo. "Oh, benda itu tidak berfungsi," sahut Akmon. "Ada
hubungannya dengan kristal yang hilang?" Dia melirik saudaranya meminta bantuan.
"Penyesalanku yang paling besar," kata Passalos. "Seharusnya kristalnya kuambil.' Itulah yang terus
diucapkannya dalam tidur pada malam kami mencuri benda itu." Passalos mengangkat bahu. "Entah apa
maksudnya. Tapi, benda berkilau itu milikmu! Bisakah kami per. gi sekarang?" Leo tidak yakin mengapa
dia menginginkan astrolab itu. Benda itu jelas sudah rusak, dan dia tidak merasa bahwa benda inilah
yang dimaksud Hecate. Meski demikian, dia menyisipkannya ke dalam salah satu saku ajaib sabuk
perkakasnya. Dia mengalihkan perhatian ke benda curian lain yang aneh"buku bersampul kulit.
Judulnya dibuat dalam lapisan emas, dalam bahasa yang tak bisa dipahami Leo, tetapi tidak ada hal lain
yang tampak berkilau tentang buku itu. Leo tidak merasa Kerkope bersaudara hobi membaca. "Apa ini?"
Dia menggoyang-goyangkannya pada kedua cebol, yang matanya masih berair akibat asap. "Bukan apaapa!" jawab Akmon. "Hanya buku. Sampul emasnya bagus, jadi kami mengambil buku itu darinya."
"Siapa?" tanya Leo. Akmon dan Passalos bertukar pandangan gugup. "Dewa kecil," kata Passalos. "Di
Venesia. Sungguh, bukan apa-apa. "Venesia." Jason mengerutkan kening ke arah Leo. "Bukankah itu tempat yang seharusnya kita
datangi setelah ini?" "Yeah." Leo meneliti buku itu. Dia tidak bisa membaca teksnya, tetapi terdapat
banyak ilustrasi: sabit besar, berbagai tanaman, gambar matahari, sekelompok banteng menarik
gerobak. Dia tidak paham apa pentingnya gambar-gambar itu, tetapi jika buku itu dicuri dari sesosok
dewa kecil di Venesia"tempat selanjutnya yang harus mereka datangi berdasar petunjuk Hecate"
maka benda ini pastilah benda yang tengah mereka cari-cari.
"Di mana tepatnya kami bisa menemukan dewa kecil ini?" tanya Leo. "Tidak!" Akmon menjerit. "Kalian
tidak boleh mengembalikan buku ini kepadanya! Jika dia tahu kami yang mencurinya?" "Dia akan
membinasakan kalian," tebak Jason. "Sesuatu yang akan kami lakukan jika kalian tidak memberi tahu
kami, dan kami jauh lebih dekat." Dia menekankan Ujung pedangnya pada tenggorokan berbulu "Baiklah,
baiklah!" jerit si orang cebol. "La casa Nera! Calle Frezzeria!" "Apakah itu alamat?" tanya Leo. Kedua
cebol itu mengangguk penuh semangat. " Tolong jangan katakan kepadanya bahwa kami yang
mencurinya." Passalos memohon. "Dia sama sekali tidak ramah!" "Siapa dia?" tanya Jason. "Dewa apa?"
"A"aku tidak bisa mengatakannya." Passalos tergagap. "Awas kalau tidak bisa." Leo memperingatkan.
"Bukan," kata Passalos dengan mengenaskan. "Maksudku, aku benar-benar tak bisa mengatakannya.
Aku tak bisa mengucapkannya! Tr"tri"Terlalu sulit!" "Truh," kata Akmon. "Tru-toh"Terlalu banyak
suku katanya!" Tangis mereka berdua pun meledak. Leo tidak tahu apakah yang dikatakan Kerkope
bersaudara kepada mereka itu benar adanya, tetapi sulit tetap marah kepada dua cebol yang sedang
menangis, tak peduli betapa pun menjengkelkan dan jelek pakaian mereka. Jason menurunkan
pedangnya. "Apa yang ingin kau lakukan kepada mereka, Leo" Mengirim mereka ke Tartarus?"
"Kumohon, jangan!" Akmon meratap. "Bisa makan waktu berminggu-minggu bagi kami untuk kembali."
"Itu pun kalau Gaea mengizinkan!" Passalos tersedu-sedu. "Kini dialah yang mengendalikan Pintu Ajal.
Dia akan sangat marah kepada kami." Leo menatap kedua cebol itu. Dia sudah bertarung dengan banyak
monster sebelumnya dan tak pernah merasa menyesal melenyapkan mereka, tetapi ini berbeda. Harus
diakui dia agak mengagumi orang-orang mungil ini. Mereka membuat kekonyolan keren dan menyukai
benda-benda berkilau. Leo bisa memahami itu. Lagi pula, Percy dan Annabeth berada di Tartarus saat ini,
semoga masih dalam keadaan hidup, terseok-seok menuju Pintu Ajal. Gagasan mengirim kedua monyet
kembar ini ke sana untuk menghadapi masalah mengerikan yang sama yah, rasanya tidak benar. Dia
membayangkan Gaea menertawakan kelemahannya"seorang demigod yang terlalu lembut hati untuk
membunuh monster. Dia teringat mimpinya tentang Perkemahan Blasteran dalam keadaan runtuh,
mayat-mayat orang Yunani dan Romawi menyeraki lapangan. Dia teringat Octavian berbicara dengan
suara dewi Bumi: Para demigod Roma bergerak ke timur dari New York. Mereka mendekati
perkemahanmu, dan tak ada yang bisa memperlambat mereka. "Tidak ada yang bisa memperlambat
mereka." Leo merenung. "Aku ingin tahu ...." "Apa?" tanya Jason. Leo menatap kedua orang cebol itu.
"Aku akan membuat perjanjian dengan kalian." Mata Akmon berbinar-binar. "Tiga puluh persen?" "Akan
kami tinggalkan semua harta karunmu," kata Leo, "kecuali benda-benda milik kami, dan astrolab, serta
buku ini, yang akan kami kembalikan pada dewa di Venesia." "Tapi, dia akan membinasakan kami!"
Passalos meratap. "Kami tak akan mengatakan di mana kami mendapatkannya." Leo berjanji. "Dan, kami tak akan
membunuh kalian. Kami akan membiarkan kalian bebas." "Uh, Leo ... ?" Jason bertanya dengan gelisah.
Akmon memekik girang. "Aku tahu kau sepandai Hercules! Aku akan menyebutmu si Pantat Hitam, jilid
dual" "Tidak usah, terima kasih," kata Leo. "Tapi, sebagai imbalan karena kami mengampuni nyawa
kalian, kalian harus melakukan sesuatu untuk kami. Aku akan mengirim kalian ke suatu tempat untuk
mencuri dari orang-orang tertentu, mengganggu mereka, mempersulit hidup mereka dengan cara apa
saja yang bisa kalian lakukan. Kalian harus mengikuti petunjukku dengan tepat. Kalian harus bersumpah
demi Sungai Styx." "Kami bersumpah!" kata Passalos. "Mencuri adalah keahlianku!" "Aku suka
mengganggu!" Akmon setuju. "Ke mana kami akan pergi?" Leo menyeringai. "Pernah dengar New York?"
[] BAB TIGA BELAS PERCY PERCY SUDAH PERNAH MEMBAWA KEKASIHNYA menikmati jalan-jalan romantis. Ini bukan salah satu
jalan-jalan romantis itu. Mereka menyusuri Sungai Phlegethon, berkali-kali jatuh saat melewati area
hitam licin, melompati retakan, dan bersembunyi di balik bebatuan setiap kali gadis-gadis vampir
melambatkan langkah di depan mereka. Sulit menjaga jarak cukup jauh di belakang agar tidak ketahuan,
tetapi cukup dekat supaya Kelli dan teman-temannya tetap terlihat dari balik udara berkabut yang gelap
itu. Hawa panas dari sungai memanggang kulit Percy. Setiap helaan napas seperti menghirup serat kaca
beraroma belerang. Ketika perlu minum, yang terbaik yang bisa mereka lakukan hanyalah menyesap
sedikit api cair yang menyegarkan. Yap. Percy benar-benar tahu cara menyenangkan seorang gadis.
Paling tidak lutut Annabeth sepertinya telah sembuh. Jalannya nyaris tidak pincang sama sekali. Aneka
luka sayat dan goresan telah memudar. Annabeth mengucir rambut pirangnya dengan
sehelai kain denim yang disobek dari kaki celananya, dan dalam cahaya api sungai, mata kelabunya
berkilat-kilat. Meskipun babak belur, berdebu, dan berpakaian seperti gelandangan, Annabeth terlihat
sangat cantik di mata Percy. Memangnya kenapa jika mereka di Tartarus" Memangnya kenapa jika
peluang hidup mereka sangat kecil" Percy sangat senang mereka bersama sehingga dia merasakan
dorongan konyol untuk tersenyum. Secara fisik, Percy juga merasa lebih baik walau bajunya terlihat
seolah dia Baru raja melewati badai pecahan kaca. Dia kehausan, kelaparan, dan sangat ketakutan
(walau dia tak akan mengatakan itu kepada Annabeth), tetapi dia telah berhasil pulih dari dinginnya
Sungai Cocytus yang tak terkira. Meskipun rasanya sangat tidak enak, sepertinya air api membuatnya
bisa bertahan. Waktu tak bisa diperkirakan. Mereka berjalan dengan susah payah, mengikuti sungai
membelah lanskap yang keras itu. Untungnya, para empousa tidak bisa dibilang pejalan kaki yang cepat.
Mereka berjalan terseret-seret dengan kaki perunggu dan kaki keledai mereka yang tak seimbang,
mendesis dan bertengkar satu sama lain, tampaknya tidak terburu-buru mencapai Pintu Ajal. Satu kali,
setan-setan itu mempercepat langkah dengan penuh semangat dan mengerumuni sesuatu yang tampak
seperti bangkai yang terdampar di tepi sungai. Percy tidak bisa menebak apa itu"sesosok monster yang
mati" Sejenis binatang" Para empousa menyerbunya dengan nikmat. Ketika para monster itu
melanjutkan langkah, Percy dan Annabeth mencapai tempat tadi dan mendapati tak ada yang tersisa
kecuali beberapa serpihan tulang dan noda berkilauan yang mulai mengering terkena panas sungai.
Percy tak ragu para empousa akan melahap para demigod dengan penuh semangat seperti itu. "Ayolah." Dengan lembut dia
membawa Annabeth menjauh dari tempat itu. "Kita tidak ingin tertinggal oleh mereka." Saat mereka
berjalan, Percy teringat kali pertama dia bertempur melawan empousa Kelli pada acara orientasi siswa
baru di SMU Goode, ketika dia dan Rachel Elizabeth Dare terjebak di aula band. Pada saat itu, situasinya
tampak sangat buruk. Sekarang dia mau menyerahkan apa saja untuk menghadapi masalah sesederhana
itu. Setidaknya saat itu dia berada di dunia manusia. Di sini, mereka tak bisa lari ke mana-mana. Wow.
Ketika dia mulai mengenang kembali perang melawan Kronos sebagai masa lalu yang indah"itu
sungguh menyedihkan. Dia terns berharap situasi akan membaik bagi Annabeth dan dirinya, tetapi
hidup mereka menjadi kian berbahaya saja, seolah-olah Tiga Takdir di atas sana memutar masa depan
mereka dengan kawat berduri sebagai ganti benang sekadar untuk melihat sampai sejauh mana ambang
toleransi kedua demigod itu. Setelah beberapa kilometer, para empousa menghilang di balik sebuah
punggung bukit. Ketika Percy dan Annabeth berhasil mengejar, mereka mendapati diri mereka berada di
tepian ngarai raksasa. Sungai Phlegethon meluap di sisinya dalam bentuk air terjun api yang bertingkat
dan bergerigi. Para setan wanita sedang melangkah hati-hati menuruni ngarai, melompati satu demi
satu tonjolan ngarai seperti kambing gunung. Percy perlahan merasa risau. Bahkan, jika dia dan
Annabeth mencapai dasar ngarai ini dalam keadaan hidup, tak banyak yang bisa mereka harapkan. Di
bawah mereka terbentang dataran kelabu suram yang dipenuhi pepohonan hitam, seperti bulu
serangga. Tanah di bawah mereka penuh dengan lepuhan. Setiap beberapa saat, sebuah gelembung
akan membesar dan meledak,
memuntahkan monster seperti memuntahkan larva dari sebutir telur. Mendadak Percy tak lagi merasa
lapar. Semua monster yang baru terbentuk ini merayap dan berjalan terpincang-pincang ke arah yang
sama"menuju segerombol kabut hitam yang menelan cakrawala seperti muka badai. Phlegeton
mengalir ke arah yang sama sampai sekitar separuh jalan menuju dataran itu, tempat sungai tersebut
bertemu sungai lain yang berair hitam"mungkin Cocytus" Kedua arus itu bergabung membentuk air
terjun yang menggelegak serta mengepulkan asap dan mengalir sebagai satu arus menuju kabut hitam
itu. Semakin lama Percy menatap badai kegelapan itu, semakin dia tidak ingin pergi ke sana. Kabut itu
bisa menyembunyikan apa saja"lautan, jurang tanpa dasar, sepasukan monster. Namun, jika Pintu Ajal
ada di arah itu, hanya itu satu-satunya peluang mereka untuk pulang. Dia menatap tajam ke arah tepi
ngarai. "Andai kita bisa terbang," gumamnya. Annabeth mengusap-usap lengannya sendiri. "Ingat
sepatu bersayap Luke" Aku ingin tahu apakah benda itu masih ada di sini entah di mana." Percy ingat.
Sepatu itu dikutuk untuk menyeret pemakainya ke dalam Tartarus. Benda itu nyaris membawa sahabat
baiknya, Grover. "Aku memilih terbang layang." "Mungkin bukan gagasan yang bagus." Annabeth
menunjuk. Di atas mereka, sosok-sosok bersayap hitam berputar-putar keluar masuk dari awan semerah
darah. "Furies?" Percy bertanya-tanya. "Atau, sejenis setan yang lain," kata Annabeth. "Tartarus punya
ribuan setan." "termaksuk jenis yang suka memakan pesawat terbang layang ,"tebak percy . "baiklah, jika kita merayap
saja ." dia tidak bias melihat para empousa di bawah nya lagi . mereka sudah menghilang dibalik salah
satu punggung bukit , tetapi itu tidak masalah. Sudah jelas lah kemana dia dan annabethharus pergi.
Seperti semua monster belatung yang meayapi dataran tartarus, merka harus menuju cakrawala hitam
itu. Percy sudah tidak sabar melakukannya.[]
BAB EMPAT BELAS

The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

PERCY SAAT MEREKA MULAI MENURUNI NGARAL Percy berkonsentrasi pada kesulitan-kesulitan yang dia
hadapi di depan mata: menjaga keseiinbangan, menghindari batu longsor yang akan membuat para
empousa mengetahui keberadaan mereka, dan tentu saja memastikan dia dan Annabeth tidak terjun
menjemput maut. Sekitar setengah jalan menuruni ngarai itu, Annabeth berkata, "Berhenti, ya" Cuma
istirahat sebentar." Kedua kaki Annabeth gemetar begitu hebat, hingga Percy mengutuk diri sendiri
karena tidak meminta istirahat lebih awal. Mereka duduk bersama di atas sebuah tonjolan karang dekat
sebuah air terjun api yang menderu. Percy merangkul Annabeth, dan dia bersandar kepada Percy,
gemetaran karena lelah. Keadaan Percy tidak jauh lebih baik. Perutnya terasa seperti telah menyusut
menjadi seukuran permen karet. Jika mereka bertemu dengan bangkai monster lagi, dia takut dia
mungkin akan menyeret empousa dan berusaha memakannya. Setidaknya ada Annabeth. Mereka akan
menemukan jalan keluar dari Tartarus. Harus. Dia tidak terlalu percaya pada takdir
dan ramalan, tetapi dia meyakini satu hal: dia dan Annabeth ditakdirkan bersama. Mereka tidak
bertahan melalui begitu banyak hal hanya untuk mati terbunuh sekarang. "Keadaan bisa lebih buruk,"
komentar Annabeth. "Yeah?" Percy tidak paham bagaimana bisa begitu, tetapi dia berusaha terdengar
riang. Annabeth merapat kepada Percy. Rambut Annabeth berbau asap, dan jika Percy menutup mata,
dia nyaris bisa membayangkan mereka tengah berada di api unggun Perkemahan Blasteran. "Kita bisa
saja jatuh ke Sungai Lethe," kata Annabeth. "Kehilangan seluruh ingatan kita." Kulit Percy merinding
sekadar memikirkan hal itu. Dia sudah mengalami cukup banyak masalah dengan amnesia untuk satu
kehidupan. Baru satu bulan lalu, Hera menghapus ingatannya untuk meletakkannya di kalangan para
demigod Romawi. Percy terdampar di Perkemahan Jupiter tanpa mengetahui siapa dirinya atau dari
mana dia berasal. Selain itu, beberapa tahun sebelumnya, dia bertempur dengan seorang Titan di tepi
Lethe, dekat Istana Hades. Dia menghantam Titan itu dengan air dari sungai dan menghapus bersih
ingatannya. "Yeah, Lethe," gumamnya. "Bukan favoritku." "Siapa nama Titan itu?" tanya Annabeth.
"Uh ... Iapetus. Dia bilang nama itu berarti cpetombak' atau semacamnya." "Bukan, nama yang kau
berikan kepadanya setelah dia hilang ingatan. Steve?" "Bob," jawab Percy. Annabeth berhasil
mengeluarkan tawa lemah. "Bob sang Titan." Bibir Percy begitu kering, hingga tersenyum terasa
menyakitkan. Dia bertanya-tanya apa yang terjadi kepada Iapetus
setelah mereka meninggalkannya di Istana Hades ... jika dia masih senang menjadi Bob, ramah, bahagia,
dan tidak tahu apa-apa. Percy berharap demikian, tetapi Dunia Bawah sepertinya mengeluarkan sisi
terburuk semua pihak"monster, pahlawan, dan dewa. Dia menatap ke dataran kelabu itu. Titan-titan
yang lain seharusnya masih di sini di Tartarus"mungkin terbelenggu rantai, atau keluyuran tanpa arah,
atau bersembunyi di sebagian lubang gelap itu. Percy dan rekan-rekannya telah menghancurkan Titan
terdahsyat, Kronos, tetapi bahkan sisa-sisa Kronos mungkin masih berada di suatu tempat di bawah
sini"satu miliar partikel Titan yang marah melayang-layang menembus awan sewarna darah atau
bersembunyi di dalam kabut hitam. Percy memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu. Dia mencium
kening Annabeth. "Kita harus terus bergerak. Kau ingin minum api lagi?" "Ugh. Tidak usah." Dengan
susah payah, mereka berdiri. Sisa ngarai itu tampak mustahil dituruni"hanya terdiri dari tonjolantonjolan sangat kecil serupa arsiran"tetapi mereka terus merayap turun. Tubuh Percy masuk ke dalam
mode autopilot. Jari-jarinya kaku. Dia merasakan lepuh bermunculan di pergelangan kakinya. Badannya
gemetar karena lapar. Dia bertanya-tanya apakah mereka akan mati karena kelaparan atau apakah air
api akan membuat mereka bertahan. Dia teringat hukuman Tantalus, yang terjebak selamanya di dalam
segenangan air di bawah sebatang pohon buah, tetapi tidak bisa meraih makanan ataupun minuman. Ya
ampun, Percy sudah bertahun-tahun tidak memikirkan Tantalus. Si bodoh yang sempat diberi
pembebasan bersyarat untuk mengabdi sebagai direktur di Perkemahan Blasteran. Mungkin dia sudah
kembali ke Ladang Penghukuman. Percy tak
pernah merasa kasihan kepada lelaki dungu itu, tetapi dia sekarang mulai bersimpati. Dia bisa
membayangkan bagaimana rasanya, merasa lapar dan semakin lapar untuk selama-lamanya, tetapi tak
pernah bisa makan. Terus merayap. Percy memerintah diri sendiri. Burger keju, sahut perutnya. Diam,
pikirnya. Dengan kentang goreng. Perutnya mengeluh. Miliaran tahun kemudian, dengan selusin
lepuhan baru di kakinya, Percy mencapai dasar ngarai. Dia membantu Annabeth turun, dan mereka pun
ambruk ke tanah. Di depan mereka terbentang berkilometer-kilometer gurun tandus, yang penuh
gelembung larva monster dan pepohonan bulu serangga berukuran besar. Di sebelah kanan mereka,
Phlegethon membelah menjadi anak-anak sungai yang mengukir dataran itu, melebar menjadi sebuah
delta asap dan api. Di sebelah utara, di sepanjang rute utama sungai, tanah dihiasi lubang-lubang masuk
menuju gua. Di sana-sini, ujung-ujung runcing batu mencuat seperti tanda seru. Di bawah tangan Percy,
tanah terasa sangat hangat dan halus. Dia berusaha mengambil segenggam tanah, kemudian menyadari
bahwa di balik selapis tipis debu dan puing-puing, tanah itu terdiri dari satu selaput lebar seperti kulit.
Dia nyaris muntah, tetapi memaksa diri untuk tidak melakukannya. Tidak ada apa-apa dalam perutnya
kecuali api. Dia tidak menyinggung-nyinggung hal itu kepada Annabeth, tetapi dia mulai merasa seperti
ada sesuatu yang sedang mengawasi mereka"sesuatu yang besar dan berhati keji. Dia tidak bisa
memfokuskan perhatian padanya karena sesuatu itu melingkupi mereka. Mengawasi juga bukan kata
yang tepat. Itu menyiratkan adanya mata, padahal benda ini sekadar menyadari keberadaan
mereka. Punggung-punggung bukit di atas mereka sekarang semakin tidak mirip anak tangga dan lebih
menyerupai deretan gigi raksasa. Ujung-ujung runcing karang terlihat seperti tulang iga yang patah. Dan,
jika tanah ini adalah kulit Percy memaksa diri mengenyahkan pikiran itu. Tempat ini sekadar
membuatnya takut. Hanya itu. Annabeth berdiri, menghapus jelaga dari wajahnya. Dia menatap ke arah
kegelapan di cakrawala. "Kita tak akan bisa menyembunyikan diri bila melintasi dataran ini." Sekitar
seratus meter di depan mereka, sebuah gelembung meletus di tanah. Sesosok monster merayap keluar
telkhine berbulu licin yang berkilat-kilat, tubuh seperti anjing laut, sementara tangan dan kaki seperti
manusia kerdil. Monster itu berhasil merayap beberapa meter sebelum sesuatu melesat keluar dari gua
terdekat, begitu cepat sehingga Percy hanya bisa melihat sebuah kepala reptil berwarna hijau gelap.
Monster itu menangkap telkhine yang mencicit-cicit itu dengan rahangnya dan menyeretnya memasuki
kegelapan. Terlahir kembali di Tartarus selama dua detik, hanya untuk dimangsa. Percy bertanya-tanya
apakah telkhine itu akan muncul di suatu tempat lain di Tartarus, dan berapa lama waktu yang
diperlukan untuk membentuk diri kembali. Dia menelan rasa masam air api. "Oh, yeah. Ini akan
menyenangkan." Annabeth membantunya berdiri. Dia melemparkan satu tatapan terakhir ke arah
ngarai, tetapi mereka tidak mungkin kembali. Dia mau menyerahkan seribu drachma emas supaya bisa
bersama Frank Zhang sekarang ini"Frank yang baik, yang sepertinya selalu muncul ketika dibutuhkan
dan bisa berubah menjadi elang atau naga untuk menerbangkan mereka melintasi gurun bodoh ini.
Mereka mulai berjalan, berusaha menghindari lubang-lubang gua, berusaha terus berada dekat dengan
tepian sungai. Mereka bare saja mengitari salah satu karang runcing ketika sekilas gerakan tertangkap
oleh mata Percy"sesuatu melesat di antara bebatuan di sebelah kanan mereka. Sesosok monster
mengikuti mereka" Atau, barangkali hanya seorang penjahat entah siapa, yang tengah menuju Pintu Ajal.
Tiba-tiba Percy teringat mengapa pada mulanya mereka mengikuti rute ini, dan dia membeku di
jalannya. "Para empousa." Dia mencengkeram tangan Annabeth. "Di rnana mereka?" Annabeth
memeriksa sekeliling, mata kelabunya bersinar-sinar waspada. Mungkin setan-setan perempuan itu
telah dicaplok oleh reptil di dalam gua itu. Jika para empousa masih berada di depan mereka,
seharusnya terlihat entah di mana di dataran itu. Kecuali mereka bersembunyi Terlambat, Percy
menghunus pedangnya. Para empousa bermunculan dari balik bebatuan di sekeliling mereka"lima
empousa membentuk lingkaran. Perangkap sem purna. Kelli terpincang-pincang maju dengan kakinya
yang timpang. Rambut berapinya menyala-nyala di bahunya seperti air terjun Phlegethon mini. Kostum
pemandu soraknya yang compang-camping dipenuhi noda cokelat berkarat, dan Percy sangat yakin itu
bukan saus tomat. Kelli memandangnya tajam dengan mata merah menyala dan dia menyeringai
menarnpakkan taringnya. "Percy Jackson," gumamnya pelan. "Betapa menyenangkan! Aku bahkan tidak
harus kembali ke dunia manusia untuk membinasakanmu!" []
BAB LIMA BELAS PERCY PERCY INGAT BETAPA BERBAHAYANYA KELLI saat kali terakhir mereka bertempur di Labirin. Meskipun
kakinya tidak imbang, dia bisa bergerak cepat ketika dia mau. Kelli bisa mengelakkan mangan-serangan
pedang Percy dan pasti sudah melahap wajah Pere y jika Annabeth tidak menusuknya dari belakang.
Sekarang Kelli punya empat teman. "Dan, temanmu Annabeth bersamamu!" Kelli mendesis sambil
tertawa. "Oh, yeah, aku jelas mengingatnya." Kelli menyentuh tulang dadanya sendiri, bekas keluarnya
0jung belati yang dulu ditusukkan Annabeth pada punggungnya. "Ada apa, Putri Athena" Apa kau tidak
membawa senjatamu" S,Iyang sekali. Aku berencana memakainya untuk membunuhmu." Percy
berusaha berpikir. Dia dan Annabeth berdiri saling memunggungi seperti yang sudah mereka lakukan
berkali-kali siap tempur. Namun, mereka berdua sama-sama tidak Nedang dalam kondisi bugar untuk
bertempur. Annabeth tidak hersenjata. Mereka jelas kalah jumlah. Tidak ada tempat untuk Inelarikan
diri. Tidak ada bantuan yang akan datang.
Sejenak Percy mempertimbangkan memanggil Mrs. O'Leary, anjing setan temannya yang bisa bepergian
dengan bayangan. Bahkan, jika ia mendengar Percy, apakah ia akan berhasil memasuki Tartarus" Ini
adalah tempat tujuan para monster ketika mereka mati. Memanggilnya ke sini mungkin berarti
membunuhnya atau mengembalikannya ke kondisi alamiahnya sebagai monster bengis. Tidak ... Percy
tak bisa melakukan itu pada anjingnya. Jadi, tidak ada bantuan. Peluang menang sangat kecil. Maka,
tinggallah taktik favorit Annabeth: tipuan, omongan, penundaan. "Jadi ...." Percy mulai berkata, "kuduga
kau bertanya-tanya apa yang sedang kami lakukan di Tartarus?" Kelli terkekeh. "Tidak terlalu tepat. Aku
hanya ingin mem-b unuh kalian." Tamar sudah, tetapi Annabeth menimpali. "Sayang sekali," katanya.
"Karena kau sama sekali tak tabu apa yang sedang terjadi di dunia man usia." Para empousa lain
mengitari, memandangi Kelli untuk menerima isyarat menyerang. Namun, si bekas pemandu sorak
hanya menggeram, membungkukkan badan siap melompat di luar jangkauan pedang Percy. "Yang kami
ketahui sudah cukup," kata Kelli. "Gaea telah bertitah." "Kalian menuju kekalahan besar." Annabeth
terdengar sangat percaya diri, bahkan Percy pun terkesan. Annabeth melirik ke arah empousa-empousa
lain, satu demi satu, lantas menuding penuh tuduhan kepada Kelli. "Dia ini mengklaim akan membawa
kalian menuju kemenangan. Dia berdusta. Kali terakhir berada di dunia manusia, Kelli bertanggung
jawab menjaga agar temanku, Luke Castellan, tetap setia kepada Kronos. Pada akhirnya, Luke menolak
Kronos. Dia menyerahkan nyawanya untuk mengusir Kronos. Para
Titan kalah karena Kelli gagal. Sekarang Kelli ingin memimpin kalian menuju malapetaka yang lain." Para
empousa lain berbisik-bisik dan bergerak-gerak gelisah. "Cukup!" Kuku-kuku Kelli memanjang menjadi
cakar-cakar panjang hitam. Dia melotot ke arah Annabeth seolah-olah membayangkan Annabeth
dicincang halus. Percy cukup yakin Kelli memendam perasaan kepada Luke Castellan. Luke punya efek
semacam itu kepada perempuan"hahkan vampir berkaki keledai"dan Percy tidak yakin menyebut
sama Luke adalah gagasan yang bagus. "Gadis itu berbohong," kata Kelli. "Para Titan memang kalah.
Tidak masalah! Itu adalah bagian dari rencana untuk membangkitkan Gaea! Sekarang Ibu Bumi dan
raksasa-raksasanya akan menghancurkan dunia manusia, dan kita benar-benar akan berpesta demigod!"
Vampir-vampir lain mengertakkan gigi dalam demam. kegairahan. Percy pernah berada di tengahtengah sekawanan Iliu ketika air penuh darah. Peristiwa itu tidak semengerikan para empousa yang siap
bersantap mi. Percy bersiap menyerang, tetapi berapa banyak yang bisa dia bunuh sebelum mereka
membuatnya kewalahan" Tidak akan cukup. "Para demigod telah bersatu!" Annabeth berteriak.
"Sebaiknya kau berpikir dua kali sebelum menyerang kami. Demigod Romawi dan Yunani akan melawan
kalian bersama-sama. Kalian tidak punya kes emp atan!" Para empousa mundur dengan gugup, seraya
mendesis, "Romani." Percy menebak mereka punya pengalaman dengan Legiun XII sebelum ini dan
pengalaman itu tidak menyenangkan bagi mereka.
"Yeah, benar sekali Romani." Percy membuka lengan atasnya dan memperlihatkan pada mereka cap
yang dia dapat dari Perkemahan Jupiter"tanda SPQR, dengan trisula Neptunus. "Bila Yunani dan
Romawi digabung, tahu apa yang kalian dapat" Kalian dapat BUM!" Dia mengentakkan kaki, dan para
empousa berebutan mundur. Salah satu di antaranya jatuh dari batu besar tempatnya bertengger. Itu
membuat Percy merasa senang, tetapi mereka pulih dengan cepat dan mengepung lagi. "Ucapan nekat,"
kata Kelli, "untuk dua demigod yang tersesat di Tartarus. Turunkan pedangmu, Percy Jackson, dan aku
akan membunuhmu dengan cepat. Percayalah kepadaku, ada cara-cara mati lain yang lebih buruk di
sini." "Tunggu!" Annabeth mencoba lagi. "Bukankah empousa adalah pelayan Hecate?" Kelli
mengerutkan bibirnya. "Memangnya kenapa?" "Hecate ada di pihak kami sekarang," kata Annabeth.
"Dia punya pondok di Perkemahan Blasteran. Beberapa anak demigod-nya adalah temanku. Jika kau
melawan kami, dia akan marah." Percy ingin memeluk Annabeth, dia begitu cerdas. Salah satu empousa
lain menggeram. "Apakah itu benar, Kelli" Apakah majikan kita telah berdamai dengan Olympus?"
"Tutup mulutmu, Serephone!" jerit Kelli. "Demi dewa-dewi, kau ini menjengkelkan!" "Aku tidak mau
membuat marah Sang Wanita Penguasa Kegelapan." Annabeth menyambar celah itu. "Sebaiknya kalian
semua mengikuti Serephone. Dia lebih tua dan lebih bijaksana." "Ya!" pekik Serephone. "Ikuti aku!"
Kelli menyerang begitu cepat, hingga Percy tidak punya kesempatan untuk mengangkat pedangnya.
Untunglah, Kelli bukan menyerangnya. Kelli menyerbu Serephone. Selama setengah detik, kedua setan
itu hanya berupa kilasan kabur cakar dan taring yang saling menyayat. Kemudian, pertarungan usai. Kelli
berdiri penuh kemenangan di atas gundukan debu. Di cakarnya tergantung sisa-sisa pakaian Serephone
yang sudah koyak-moyak. "Ada masalah lagi?" Kelli membentak saudari-saudarinya. "Hecate adalah
dewi Kabut! Cara-caranya misterius. Siapa yang tahu pihak mana yang benar-benar dipilihnya" Dia juga
dewi persimpangan, dan dia mengharap kita mengambil pilihan sendiri. Aku memilih jalan yang akan
membawakan paling banyak darah demigod bagi kita! Aku memilih Gaea!" Kawan-kawannya mendesis
setuju. Annabeth melirik ke arah Percy, dan Percy melihat Annabeth kehabisan ide. Annabeth telah
melakukan apa yang dia bisa. Dia telah membuat Kelli membinasakan salah satu kawannya. Sekarang
yang tertinggal hanyalah pertarungan. "Selama dua tahun aku berputar-putar dalam kehampaan," kata
Kelli. "Apakah kau tahu betapa menyebalkannya menjadi uap itu, Annabeth Chase" Perlahan-lahan
membentuk kembali, dengan kondisi sadar sepenuhnya, diiringi rasa sakit membakar selama berbulanbulan dan bertahun-tahun sementara tubuhmu tumbuh kembali, kemudian akhirnya menerobos kerak
tempat yang keji ini dan merayap kembali ke cahaya siang" Semua ini gara-gara seorang gadis kecil
menusukku dari belakang?" Matanya yang mengancam memaku mata Annabeth. "Aku ingin tahu apa
yang terjadi jika seorang demigod dibunuh di Tartarus. Aku ragu hal itu pernah terjadi sebelumnya. Mari
kita can tahu." Percy melompat, menyabetkan Riptide dalam bentuk lengkungan besar. Dia memotong salah satu setan
menjadi dua, tetapi Kelli mengelak dan menyerbu Annabeth. Kedua empousa lain meluncur ke arah
Percy. Salah satunya mencengkerarn lengan Percy yang memegang pedang. Temannya melompat ke
atas punggung Percy. Percy berusaha mengabaikan mereka dan terhuyung-huyung menuju Annabeth,
bertekad habis-habisan membela Annabeth jika perlu, tetapi keadaan Annabeth cukup lumayan. Dia
menggulingkan badan ke satu sisi, menghindari cakar Kelli, dan berdiri dengan membawa sebongkah
batu di tangan, yang dihantamkannya ke hidung Kelli. Kelli meraung. Annabeth meraup kerikil dan
melemparkannya ke mata empousa itu. Sementara itu, Percy menggelepar ke kanan dan ke kiri,
berusaha melemparkan para empousa yang menumpang tubuhnya, tetapi cakar-cakar mereka
membenam semakin dalam di bahunya. Empousa kedua memegang lengannya, membuatnya tak bisa
menggunakan Riptide. Dari sudut matanya, dia melihat Kelli menerjang, menyabetkan cakar-cakarnya ke
lengan Annabeth. Annabeth menjerit dan terjatuh. Percy berjalan terhuyung-huyung menuju Annabeth.
Vampir di punggungnya menancapkan gigi ke lehernya. Rasa sakit membakar menjalari tubuhnya. Kedua
lututnya tertekuk. Tetap berdiri, perintahnya kepada dirinya sendiri. Kau hams mengalahkan rnereka.
Kemudian, vampir yang lain menggigit lengannya yang memegang pedang, dan Riptide berdentang jatuh
ke tanah. Tamat sudah. Keberuntungannya sudah habis. Kelli berdiri di atas Annabeth, menikmati saat
kemenangannya. Kedua empousa
lain mengelilingi Percy, liur meleleh dari mulut mereka, siap mencicipi lagi. Kemudian, sebuah bayangan
menghinggapi Percy. Sebuah teriakan perang yang dalam meraung dari suatu tempat di atas sana,
menggema di seluruh dataran Tartarus, dan seorang Titan masuk ke arena pertempuran.[]
BAB ENAM BELAS PERCY PERCY MENGIRA DIRINYA TENGAH BERHALUSINASI. Hanya saja tidak mungkin satu sosok besar
keperakan bisa jatuh begitu saja dari langit dan menginjak. Kelli hingga rata, mengubahnya menjadi
segunduk debu monster. Namun, begitulah yang terjadi. Tinggi Titan itu tiga meter, rambutnya
berwarna perak acak-acakan ala Einstein, dan kedua lengan berototnya mencuat dari seragam petugas
kebersihan berwarna biro yang sudah sobek-sobek. Di tangannya terdapat sebuah sapu raksasa. Yang
luar biasa, pada label namanya tertulis BOB. Annabeth memekik dan berusaha merayap pergi, tetapi si
petugas kebersihan raksasa tidak tertarik kepadanya. Dia berbalik ke arah dua empousa yang tersisa,
yang berdiri di atas tubuh Percy. Salah satu empousa cukup bodoh untuk menyerang. Dia menyerbu
dengan kecepatan harimau, tetapi dia tak punya peluang. Ujung tombak mencuat dari ujung sapu Bob.
Dengan satu ayunan mematikan, Bob menusuknya hingga hancur menjadi debu. Vampir terakhir
berusaha lari. Bob melempar sapunya
seperti bumerang raksasa (apakah bisa disebut purnerang"). Sapu itu membelah si vampir dan kembali
ke tangan Bob. "SAPU!" Titan itu menyeringai girang dan melakukan tarian kemenangan. "Sapu, sapu,
sapu!" Percy tidak sanggup berkata-kata. Dia tak bisa memercayai bahwa sesuatu yang bagus sungguhsungguh telah terjadi. Annabeth terlihat sama terguncangnya. "Ba-bagaimana tanyanya tergagap. "Percy
memanggilku!" Si petugas kebersihan berkata riang. "Ya, dia memanggilku." Annabeth merangkak
sedikit menjauh. lagi. Darah bercucuran dari lengannya. "Memanggilmu" Dia"tunggu dulu. Kau Bob" Si
Bob?" Si petugas kebersihan mengerutkan kening ketika rnelihat luka Annabeth. " Owie." Annabeth
tersentak menjauh ketika Bob berlutut di sebelahnya. "Tidak apa-apa," kata Percy, masih pusing karena
rasa sakit. "Dia baik." Percy teringat kali pertama dia bertemu Bob. Titan itu menyembuhkan luka parah
di bahu Percy hanya dengan menyentuhnya. Sudah bisa diduga, si petugas kebersihan menepuk lengan
atas Annabeth dan luka Annabeth sembuh seketika itu juga. Bob terkekeh, puas dengan dirinya sendiri,
kemudian melompat ke arah Percy dan menyembuhkan leher dan lengan Percy yang terluka. Tak
disangka-sangka, tangan Titan itu terasa hangar dan lembut. "Semua sudah baik!" Bob mengumumkan,
mata peraknya yang seram beriak senang. "Aku Bob, teman Percy!" "Eh ... yeah." Percy berhasil
menyahut. "Terima kasih atas bantuanmu, Bob. Benar-benar menyenangkan bertemu denganmu lagi."
"Ya!" Si petugas kebersihan menyepakati. "Bob. Itu aku. Bob, Bob, Bob." Dia berjalan mondar-nrrandir
dengan langkah terseret-seret, jelas-jelas senang dengan namanya. "Aku membantu, aku mendengar
namaku. Di atas di Istana Hades, tidak ada yang memanggil Bob kecuali ada kekacauan. Bob, sapu
tulang-belulang ini. Bob, pel jiwa-jiwa yang tersiksa ini. Bob, ada zombi meledak di ruang makan."
Annabeth melemparkan tatapan bingung ke arah Percy, tetapi Percy tak punya penjelasan. "Kemudian,
aku mendengar temanku memanggil!" Titan itu berseri-seri bahagia. "Percy mengucapkan, Bob!" Dia
menggenggam tangan Percy dan mengangkat Percy hingga berdiri. "Hebat," kata Percy. "Sungguh. Tapi,
bagaimana kau?" "Oh, nanti saja bicaranya." Raut muka Bob berubah serius. "Kita harus pergi sebelum
mereka menemukanmu. Mereka sedang tnendekat. Ya, benar." "Mereka?" tanpa Annabeth. Percy
memeriksa cakrawala. Dia tidak melihat ada monster yang tengah mendekat tidak ada apa-apa selain
gurun tandus kelabu. "Ya." Bob membenarkan. "Tapi, Bob tahu satu jalan. Ayo, Kawan-Kawan! Kita akan
bersenang-senang!"[]
BAB TUJUH BELAS FRANK FRANK TERBANGUN SEBAGAI ULAR PITON. Itu membuatnya bingung. Berubah menjadi seekor binatang
tidaklah rnem.bingungkan. Dia sangat sering mengalami hal itu. Tetapi, dia tidak pernah berubah dari
satu binatang menjadi binatang yang lain dalam keadaan tidur sebelum ini. Dia cukup yakin dia bukan
ular saat terlelap. Biasanya, dia tidur seperti seekor anjing. Frank mendapati bahwa dia bisa melalui
malam dengan j auh lebih baik jika meringkuk di atas bangku tidurnya dalam bentuk seekor anjing
buldog. Entah mengapa, mimpi-mimpi buruknya tidak terlalu. mengganggu. Jeritan tanpa henti di
kepalanya nyaris hilang. Dia sama sekali tidak tahu mengapa dia menjadi seekor piton bernaotifjaring,
tetapi itu .menjelaskan mimpinya tentang menelan seekor sapi pelan-pelan. Rahangnya masih terasa
sakit. Dia menguatkan diri dan berubah bentuk kembali m.enjadi manusia. Segera saja, rasa peeing yang
membuat kepalanya hendak pecah datang kembali, bersama dengan suara-suara itu.
Lawan mereka! teriak Mars. Bawa kapal ini! Pertahankan Roma! Suara Ares balas berteriak: Bunuh
orang-orang Roma! Darah dan kematian! Senjata berukuran besar! Pribadi Roma dan Yunani ayahnya
saling berteriak di benak Frank diiringi suara latar bunyi peperangan seperti biasa"ledakan, senapan
serbu, mesin jet yang menderu"semua berdenyut-denyut seperti subwoofer di balik mata Frank. Dia
duduk tegak di atas tempat tidurnya, pusing karena rasa nyeri. Seperti kebiasaannya setiap pagi, dia
menarik napas dalam dan memandangi lampu di atas mejanya"seberkas nyala api kecil yang menyala
siang dan malam, dengan bahan bakar minyak zaitun sihir dari ruang perbekalan. Api ketakutan terbesar


The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Frank. Menyimpan api terbuka di kamarnya membuat Frank takut, tetapi juga membantunya
memusatkan perhatian. Suara-suara di kepalanya memudar, memungkinkannya untuk berpikir. Dia
menjadi semakin mahir dalam hal ini, tetapi selama berhari-hari dia nyaris tidak sanggup melakukan
apa-apa. Begitu pertempuran pecah di Perkemahan Jupiter, dua suara dewa perang itu mulai memekikmekik tanpa henti. Sejak saat itu, Frank terseok-seok linglung ke sana-kemari, nyaris tak bisa berfungsi.
Dia bertingkah seperti orang bodoh, dan dia yakin teman-temannya mengira dia telah kehilangan akal.
Dia tidak bisa mengatakan kepada mereka apa masalahnya. Tidak ada yang bisa mereka lakukan. Dan,
dari mendengarkan pembicaraan mereka, Frank cukup yakin mereka tidak punya masalah yang sama,
orangtua dewa mereka tidak berteriak-teriak di telinga mereka.
Ini cuma masalah keberuntungan Frank, tetapi dia harus mengendalikan diri. Teman-temannya
membutuhkannya"terutama sekarang, ketika Annabeth tidak ada. Annabeth bersikap baik kepadanya,
bahkan, saat pikiran Frank sangat kacau hingga dia bertingkah seperti badut, Annabeth bersikap sabar
dan membantu. Sementara Ares berseru-seru bahwa anak-anak Athena tidak bisa dipercaya, dan Mars
berteriak kepadanya untuk membunuh semua orang Yunani, Frank sudah menumbuhkan kepercayaan
kepada Annabeth. Ketika kini mereka kehilangan Annabeth, Frank adalah sosok paling dekat dengan ahli
siasat militer yang mereka miliki. Mereka memerlukan Frank untuk perjalanan yang akan datang. Frank
bangkit dan berpakaian. Untunglah dia sempat membeli beberapa pakaian baru di Siena beberapa hari
berselang, menggantikan cucian yang dikirim Leo terbang di atas Buford si meja. (Ceritanya panjang.)
Dia mengenakan T-shirt hijau militer dan celana Levi's, kemudian meraih pullover favoritnya sebelum
teringat dia tidak memerlukannya. Cuaca terlalu hangar. Lebih penting lagi, dia tidak perlu saku-saku lagi
untuk melindungi potongan kayu bakar sihir yang mengendalikan rentang hidupnya. Hazel menjaga
benda itu untuknya. Mungkin hal itu seharusnya membuatnya risau. Jika kayu itu terbakar, Frank mati:
akhir cerita. Namun, dia lebih memercayai Hazel daripada dirinya sendiri. Mengetahui bahwa Hazel
menjaga kelemahan terbesarnya membuatnya merasa lebih baik"seakan-akan dia telah memasang
sabuk pengarnan pada saat kejar-kejaran dengan kecepatan tinggi berlangsung. Dia menyelempangkan
busur dan tempat anak panah di bahunya. Seketika itu juga, benda-benda itu berubah bentuk menjadi
tas ransel biasa. Frank sangat menyukai hal itu. Dia tak
akan pernah mengetahui kekuatan kamuflase tempat anak panah itu jika Leo tidak menyadarinya. Leo!
Mars murka. Dia harus coati! Cekik dia! jerit Ares. Cekik semua orang! Siapa yang sedang kita bicarakan"
Keduanya mulai saling berteriak lagi, dengan latar suara-suara ledakan born di dalam kepala Frank.
Frank menyandarkan diri ke dinding. Selama berhari-hari, Frank mendengarkan suara-suara itu
menuntut kematian Leo Valdez. Bagaimanapun, Leo telah memulai perang dengan Perkemahan Jupiter
dengan menembakkan katapel ke dalam Forum. Memang, dia kerasukan saat itu, tetapi tetap saja Mars
menuntut balas. Leo mempersulit situasi dengan terus-menerus menggoda Frank, dan Ares menuntut
agar Frank membalas dendam untuk setiap hinaan yang dilontarkan Leo. Frank berusaha menjaga jarak
dengan suara-suara itu, tetapi ini bukan perkara mudah. Pada perjalanan mereka menyeberangi
Samudra Atlantik, Leo mengatakan sesuatu yang masih melekat di benak Frank. Ketika mereka
mengetahui bahwa Gaea, sang dewi Bumi yang jahat, telah menjanjikan hadiah untuk kepala mereka,
Leo ingin tahu berapa imbalannya. Aku bisa paham bila hargaku tidak setinggi Jason atau Percy, katanya,
tetapi apakah aku senilai, katakanlah, dua atau tiga Frank" Sekadar satu lagi lelucon konyol Leo, tetapi
komentar itu terlalu dekat ke sasaran. Di atas Argo II, Frank jelas merasa seperti LVP"Least Valuable
Player, pemain yang paling tidak berharga. Memang, dia bisa berubah menjadi binatang. Lalu, kenapa"
Klaim terbaiknya dalam hal kemanfaatan sejauh ini adalah berubah menjadi berang-berang untuk bisa
lepas dari sebuah bengkel
bawah tanah, dan itu pun ide Leo. Frank lebih dikenal gara-gara Malapetaka Ikan Emas Raksasa di
Atlanta, dan, Baru kemarin, gara-gara berubah menjadi gorila seberat dua ratus kilogram hanya untuk
dihantam hingga pingsan oleh sebuah granat kejut. Leo belum membuat lelucon gorila yang
menyudutkannya. Namun, itu hanya masalah waktu. Bunuh dia! Siksa dia! Lalu, Bunuh dia! Kedua wujud
dewa perang sepertinya sedang baku hantam dan baku tendang di dalam kepala Frank, menggunakan
lubang hidung Frank sebagai alas gulat. Darah! Senjata! Roma! Perang! Diamlah, perintah Frank.
Hebatnya, suara-suara itu menurut. Baiklah, kalau begitu, pikir Frank. Mungkin pada akhirnya dia bisa
mengendalikan dewa-dewa mini menjengkelkan yang suka berteriak-teriak itu. Mungkin hari ini akan
menjadi hari yang menyenangkan. Harapan itu hancur berkeping-keping begitu dia naik ke geladak atas.
"Makhluk apa itu?" tanya Hazel. Argo II berlabuh di sebuah dermaga yang sibuk. Pada satu sisi terdapat
alur pelayaran dengan lebar sekitar setengah kilometer. Di sisi yang lain terbentanglah Kota Venesia"
atap-atap genting merah, kubah-kubah gereja yang terbuat dari logam, menara-menara runcing, dan
bangunan-bangunan terkelantang matahari dalam semua warna permen hati Valentine"merah, putih,
kuning, merah muda, dan jingga.
Di mana-mana terdapat patung singa"di atas tumpuan, di atas pintu masuk, di atas selasar bangunanbangunan besar. Begitu banyaknya patung singa sehingga Frank menebak singa pastilah maskot kota itu.
Di tempat seharusnya terdapat jalan, kanal-kanal hijau meliuk menembus lingkungan sekitar, masingmasing disarati oleh perahu motor. Di sepanjang dermaga, trotoar dipenuhi wisatawan yang berbelanja
di kios T-shirt, wisatawan yang keluar dari toko-toko, dan wisatawan yang duduk-duduk santai di mejameja kafe luar ruangan yang terhampar luas, seperti kawanan-kawanan singa laut. Roma saja menurut
Frank sudah penuh dengan wisatawan. Tempat ini gila. Namun, Hazel dan teman-temannya yang lain
tidak menaruh perhatian pada hal-hal itu. Mereka berkumpul di langkan sebelah kanan untuk menatap
ke arah lusinan monster aneh berbulu kusut yang bergerak di antara kerumunan orang. Tiap-tiap
monster kira-kira seukuran sapi, dengan punggung bungkuk seperti kuda sakit, bulu abu-abu kusut, kakikaki kurus, dan kuku belah berwarna hitam. Kepala makhluk ini seperti terlalu berat untuk leher mereka.
Moncong mereka yang panjang seperti tenggiling menjuntai ke bawah. Bulu tengkuk abu-abu mereka
yang terlalu panjang menutupi mata mereka sepenuhnya. Frank melihat scat salah satu makhluk itu
berjalan dengan susah payah menuju promenade, tersengal-sengal dan menjilat-jilat trotoar dengan
lidahnya yang panjang. Para wisatawan memencar di sekitar makhluk itu, tak ambil pusing. Beberapa
wisatawan bahkan menepuk-nepuknya. Frank bertanya-tanya bagaimana para manusia bisa setenang
itu. Kemudian, tampilan monster itu berkelip-kelip. Sesaat, is berubah menjadi seekor anjing pemburu
tua yang gendut. Jason mendengus. "Manusia mengira makhluk itu anjing liar."
"Atau, hewan peliharaan yang sedang keluyuran," tambah Piper. "Ayahku pernah syuting film di Venesia.
Aku ingat dia pernah menceritakan kepadaku tentang keberadaan anjing di mana-mana. Orang Venesia
sangat suka anjing." Frank mengerutkan kening. Dia selalu lupa bahwa ayah Piper adalah Tristan McLean,
bintang film kelas atas. Piper tidak banyak bicara tentang ayahnya. Piper tampak cukup rendah hati
untuk seorang anak yang dibesarkan di Hollywood. Bukan masalah bagi Frank. Dalam perjalanan ini,
Frank benar-benar tidak memerlukan paparazi memotret kegagalan-kegagalan besarnya. "Tapi, makhluk
apa itu?" Frank bertanya, mengulangi pertanyaan Hazel. "Mereka terlihat mirip sapi-sapi kusut
kelaparan dengan bulu seperti anjing gembala." Dia menunggu ada yang memberinya pencerahan. Tidak
ada yang memberikan penjelasan. "Mungkin mereka tidak berbahaya," komentar Leo. "Mereka tidak
memedulikan manusia." "Tidak berbahaya!" Gleeson Hedge tertawa. Seperti biasa Satir itu mengenakan
celana pendek olahraga, baju olahraga, dan peluit pelatih. Raut mukanya sekeras biasa, tetapi masih ada
satu buah karet gelang merah muda menempel di rambutnya gara-gara dua cebol usil di Bologna. Frank
agak takut menyinggung hal itu kepada Pak Pelatih Hedge. "Valdez, berapa banyak monster tak
berbahaya yang sudah kita temui" Seharusnya kita bidikkan katapel dan kita lihat apa yang terjadi!" "Uh,
tidak," jawab Leo. Sekali itu, Frank sependapat dengan Leo. Terlalu banyak monster. Mustahil membidik
satu monster tanpa menimbulkan kerusakan yang membahayakan kerumunan wisatawan. Lagi pula, jika
makhluk-makhluk itu panik dan berebutan lari
Mata Frank mulai berkedut-kedut. Suara-suara kedua dewa perang perlahan mulai bertambah nyaring di
dalam kepalanya: Bunuh dia! Bajingan Graecus! Jangan! Aku sutra bajingan Graecus! "Ehm kau mahir
menghadapi binatang?" tanya Frank. Nico tersenyum tanpa canda. "Sebenarnya, kebanyakan binatang
membenciku. Mereka bisa merasakan kematian. Tapi, ada sesuatu tentang kota ini ...." Raut mukanya
berubah suram. "Banyak kematian. Arwah-arwah yang gelisah. Jika ikut, aku mungkin bisa menjaga agar
mereka tak mendekat. Lagi pula, seperti yang kau sadari, aku bisa bahasa Italia." Leo menggaruk-garuk
kepalanya. "Banyak kematian, ya" Secara pribadi aku berusaha menghindari banyak kematian, tapi
bersenang-senanglah kalian!" Frank tidak yakin apa yang lebih membuatnya takut, monster-monster
sapi berbulu kusut, gerombolan arwah yang gelisah, atau pergi ke suatu tempat hanya bersama Nico di
Angelo. "Aku juga ikut." Hazel menyelipkan lengannya ke lengan Frank. "Tiga adalah angka terbaik untuk
perjalanan demigod, bukan?" Frank berusaha tidak terlihat terlalu lega. Dia tidak ingin menyinggung
perasaan Nico. Tetapi, dia melirik ke arah Hazel dan dengan matanya berkata kepada Hazel: Terima
kasih, terima kasih, terima kasih. Nico menatap ke arah kanal, seolah-olah sedang bertanya-tanya arwah
jahat dalam bentuk baru dan menarik macam apa yang mungkin bersembunyi di sana. "Baiklah kalau
begitu. Mari kita mencari pemilik buku itu."[]
BAB DELAPAN BELAS FRANK FRANK MUNGKIN MENYUKAI VENES1A JIKA saja saat itu bukan musim panas dan banyak wisatawan,
dan jika kota itu tidak dibanjiri oleh makhluk-makhluk besar berbulu. Di antara deretan kanal dan rumah
tua, trotoar terlalu sempit untuk kerumunan orang yang berdesak-desakan dan kerap berhenti untuk
berfoto. Monster-monster itu memperburuk situasi. Mereka berjalan terseret-seret dengan kepala
terjuntai, menabrak manusia, dan mengendus-endus trotoar. Salah satu makhluk itu tampaknya
menemukan sesuatu yang is sukai di tepian sebuah kanal. Ia menggigit-gigit dan menjilat-jilat sebuah
retakan di sela-sela batu hingga berhasil mencabut sejenis akar berwarna kehijauan. Monster itu
menelannya dengan girang dan berjalan kembali dengan terseret-seret. "Yah, mereka pemakan
tanaman," kata Frank. "Itu berita bagus." Hazel menyelipkan tangannya ke dalam tangan Frank. "Kecuali
mereka menambahi menu dengan demigod. Semoga tidak."
Frank begitu senang menggandeng tangan Hazel, sampai-sampai kerumunan orang, hawa panas, dan
monster-monster itu tiba-tiba tidak terasa sangat mengganggu. Dia merasa dibutuhkan"berguna.
Bukan berarti Hazel membutuhkan perlindungannya. Siapa saja yang pernah melihatnya menyerbu
dengan pedang terhunus di atas Arion pasti tahu Hazel bisa menjaga diri sendiri. Tetap saja, Frank suka
berada di dekat Hazel, membayangkan dia adalah pengawal Hazel. Jika ada monster yang berusaha
menyakiti Hazel, Frank dengan senang hati akan berubah menjadi badak dan mendorong monster itu ke
dalam kanal. Bisakah dia berubah menjadi badak" Frank belum pernah mencoba itu sebelumnya. Nico
berhenti. "Di sana." Mereka telah membelok ke sebuah jalan yang lebih kecil, meninggalkan kanal. Di
depan mereka ada sebuah alun-alun kecil yang tepiannya dihiasi bangunan-bangunan lima tingkat.
Anehnya, area itu sangat kosong"seolah-olah manusia bisa merasakan tempat itu tidak aman. Di
tengah-tengah lapangan beralas batu bulat itu, selusin makhluk sapi berbulu kusut tengah mengendusendus dasar sebuah sumur batu tua yang berlumut. "Banyak sekali sapi di satu tempat," kata Frank.
"Yeah, tapi lihat," kata Nico. "Selewat gerbang lengkung itu." Mata Nico pastilah lebih tajam daripada
matanya. Frank menyipitkan mata. Di ujung jauh alun-alun itu, sebuah gerbang lengkung dari batu yang
dihiasi ukiran singa mengarah ke sebuah jalan kecil. Persis setelah gerbang, salah satu rumahnya bercat
hitam"satu-satunya bangunan hitam yang dilihat Frank sejauh ini di Venesia. "La Casa Nera," tebaknya.
Genggaman Hazel pada jari-jemarinya mengerat. "Aku tidak suka alun-alun itu. Rasanya dingin." Frank
tidak yakin apa maksud Hazel. Dia masih berpeluh gila-gilaan. Tetapi, Nico mengangguk. Dia mengamati
jendela-jendela rumah bandar, yang sebagian besar ditutupi dengan daun jendela kayu. "Kau benar,
Hazel. Lingkungan ini penuh dengan lemures." "Lemur, kukang?" tanya Frank dengan gugup. "Kuduga
maksudmu bukan binatang kecil berbulu dari Madagaskar itu, ya?" "Arwah yang marah," sahut Nico.
"Lemures berasal dari masa Romawi. Mereka berkeliaran di banyak kota Italia, tapi aku tidak pernah
merasakan begitu banyak lemure di satu tempat. 1 bu mengatakan kepadaku ...." Dia ragu-ragu. "Dia
dulu sering bercerita tentang hantu-hantu Venesia." Lagi-lagi Frank penasaran tentang masa lalu Nico,
tetapi dia t akut bertanya. Dia menatap mata Hazel. Lakukanlah. Begitu sepertinya Hazel berkata. Nico
perlu berlatih bicara dengan orang. Bunyi-bunyi senapan serbu dan born atom menjadi semakin nyaring
di dalam kepala Frank. Mars dan Ares sedang mencoba herlomba menyanyi dengan lagu "Dixie" dan
"The Battle Hymn of die Republic." Frank berusaha sebisa mungkin mengesampingkan hal itu. "Nico,
ibumu Venesia?" Nico mengangguk segan. "Dia bertemu Hades di sini, dulu pada 1930-an. Saat Perang
Dunia Kedua semakin dekat, dia lari ke Amerika Serikat bersamaku dan saudara perempuanku. Maksudku ... Bianca, saudara perempuanku yang lain. Tidak banyak yang kuingat tentang Italia, tapi aku masih
bisa berbicara bahasa itu."
Frank berusaha memikirkan tanggapan yang akan dia berikan. Oh, itu bogus sepertinya tidak cocok. Dia
bergaul bukan hanya dengan satu, melainkan dua demigod yang pernah tercerabut dari waktu. Secara
teknis, mereka berdua sekitar tujuh puluh tahun lebih tua ketimbang dirinya. "Pasti sulit bagi ibumu,"
kata Frank. "Kurasa kita akan melakukan apa saja untuk orang yang kita cintai." Hazel meremas tangan
Frank sebagai tanda penghargaan. Nico memandangi batu-batu bulat. "Yeah," sahutnya getir. "Kurasa
begitu." Frank tidak yakin apa yang sedang dipikirkan oleh Nico. Sulit baginya membayangkan Nico di
Angelo mengambil tindakan karena cinta untuk siapa pun kecuali mungkin untuk Hazel. Namun, Frank
memutuskan bahwa dia sudah mencapai ambang batas keberaniannya dalam menanyakan hal pribadi.
"Jadi, para lemures ...." Dia menelan ludah. "Bagaimana cara kita menghindari mereka?" "Aku sedang
mengusahakannya," kata Nico. "Aku mengirim pesan agar mereka tetap menjaga jarak dan
mengabaikan kita. Semoga itu cukup. Kalau tidak bisa gawat." Hazel mengerutkan bibir. "Mari kita
berangkat," usulnya. Separuh jalan menyeberangi tanah lapang itu, situasi menjadi kacau, tetapi tidak
ada hubungannya dengan para hantu. Mereka tengah melewati sumur di tengah lapangan, berusaha
menjaga jarak dengan para monster sapi, ketika Hazel tersandung sebongkah batu bulat yang longgar.
Frank menangkap Hazel. Enam atau tujuh makhluk abu-abu berukuran besar menoleh ke arah mereka.
Frank menatap sekilas pada mata hijau berkilat-kilat di bawah surai salah satu monster, dan seketika itu
juga dia diserang gelombang rasa mual, seperti yang dia rasakan ketika menyantap terlalu banyak keju
atau es krim. Makhluk-makhluk itu mengeluarkan bunyi bergetar yang dalam di tenggorokan mereka seperti bunyi
peluit kabut yang iiiarah. "Sapi baik," gumam Frank. Dia memosisikan diri di antara teman-temannya dan
para monster. "Kawan-Kawan, kurasa kita harus mundur dari sini perlahan-lahan." "Aku ceroboh sekali,"
bisik Hazel. "Maaf." "Bukan salahmu," kata Nico. "Lihat di dekat kakimu." Frank melirik ke bawah dan
tersengal. Di bawah sepatu mereka, bebatuan jalanan bergerak"sulur-sulur tanaman berduri menjulur
naik dari retakan. Nico melangkah mundur. Akar-akar itu meliuk-liuk ke arahnya, berusaha mengikuti.
Sulur-sulurnya menjadi semakin tebal, mengeluarkan uap hijau panas yang berbau kubis rebus. "Akarakar ini sepertinya suka demigod." Frank memperhatikan. Tangan Hazel bergerak menuju pangkal
pedangnya. "Sementara si makhluk sapi suka akar itu." Seluruh kawanan monster kini menatap ke arah
mereka, mengeluarkan raungan bak peluit kabut dan mengentakkan kuku-kuku kaki mereka. Frank
cukup mengenal perilaku binatang untuk mengetahui artinya: Kahan berdiri di atas makanan kami. Itu
menjadikan kalian musuh kami. Frank mencoba berpikir. Terlalu banyak monster yang harus dilawan.
Ada sesuatu pada mata mereka yang tersembunyi di balik surai kusut itu .... Frank menjadi mual hanya
dengan melirik sekilas. Dia punya firasat buruk bila monster-monster itu melakukan kontak mata
langsung, dia mungkin mengalami lebih dari sekadar mual.
"Jangan tatap mata mereka." Frank memperingatkan. "Akan kualihkan perhatian mereka. Kalian berdua
mundur pelan-pelan ke arah rumah hitam itu." Makhluk-makhluk itu menjadi tegang, siap menyerang.
"Lupakan saja," kata Frank. "Lari!"
Ternyata, Frank tidak bisa berubah menjadi badak, dan dia kehilangan waktu yang sangat berharga
untuk mencoba melakukannya. Nico dan Hazel melesat menuju jalan kecil tadi. Frank melangkah ke
hadapan para monster, berharap perhatian mereka tetap terarah kepadanya. Dia berteriak sekuat
tenaga, membayangkan dirinya adalah seekor badak yang menakutkan, tetapi karena Ares dan Mars
berteriak-teriak dalam kepalanya, dia tak bisa berkonsentrasi. Dia tetap Frank yang biasa. Dua monster
sapi melepaskan diri dari kawanan mereka untuk mengejar Nico dan Hazel. "Tidak!" Frank berseru ke
arah mereka. "Aku! Akulah sang badak!" Sisa kawanan monster mengitari Frank. Mereka menggeram,
gas hijau zamrud mengepul dari lubang hidung mereka. Frank melangkah mundur untuk menghindari
gas itu, tetapi bau busuknya nyaris membuatnya ambruk. Baiklah, jadi bukan badak. Sesuatu yang lain.
Frank tahu dia hanya punya waktu beberapa detik sebelum para monster menginjak-injak atau
membuatnya keracunan, tetapi dia tak bisa berpikir. Dia tak bisa mempertahankan gambaran hewan
apa pun cukup lama untuk bisa berubah bentuk. Kemudian, dia melirik ke atas ke salah satu balkon
rumah bandar dan melihat sebuah ukiran batu"simbol Venesia.
Sekejap setelah itu, Frank adalah seekor singa dewasa. Dia meraung menantang, kemudian melompat
dari tengah-tengah gerombolan monster dan mendarat delapan meter dari situ, di atas sumur batu tua
tadi. Para monster balas meraung. Tiga di antaranya melompat berbarengan, tetapi Frank sudah siap.
Refleks singanya sangat cepat dalam pertempuran. Dia mengiris dua monster pertama menjadi debu
dengan cakarnya dan menancapkan taringnya ke tenggorokan monster ketiga dan melemparkannya ke
samping. Masih tersisa tujuh monster, plus dua monster yang sedang mengejar teman-temannya.
Peluangnya tidak sangat bagus, tetapi Frank harus menjaga agar bagian terbesar dari kawanan itu
memusatkan perhatian kepadanya. Dia mengaum ke arah monster-monster itu, dan mereka beringsut
menjauh. Mereka menang jumlah, memang. Namun, Frank adalah predator tertinggi. Kawanan monster
itu mengetahuinya. Mereka juga baru saja melihatnya mengirim tiga teman mereka ke Tartarus. Dia
memanfaatkan keuntungan itu dan melompat dari sumur, masih dengan taring terhunus. Kawanan
monster itu mundur. Kalau saja dia bisa bersiasat mengitari mereka, kemudian berbalik dan berlari
mengejar teman-temannya Segalanya baik-baik saja sampai dia mengambil langkah mundur pertama ke
arah gerbang lengkung. Salah satu sapi, entah yang paling pemberani atau yang paling bodoh,
menganggap hal itu sebagai tanda kelemahan. Ia menyerbu dan menyembur wajah Frank dengan gas
hijau. Dia menyayat monster itu menjadi debu, tetapi kerusakan telah terjadi. Dia memaksa diri untuk
tidak menarik napas. Tetap saja, dia bisa merasakan bulu monster itu membakar moncongnya. Matanya
terasa perih. Dia terhuyung mundur, setengah buta
dan pusing, samar-samar menyadari bahwa Nico meneriakkan namanya. "Frank! Frank!" Frank berusaha
memusatkan perhatian. Dia kembali berwujud manusia, muntah-muntah dan terhuyung-huyung.
Wajahnya seolah mengelupas. Di depannya, gumpalan gas hijau melayang di antara dia dan kawanan
monster. Monster-monster sapi yang masih tersisa mengamatinya dengan waspada, barangkali
bertanya-tanya apakah Frank punya muslihat lain yang belum dikeluarkan. Frank melirik ke belakangnya.
Di bawah gerbang lengkung batu, Nico di Angelo tengah memegang pedang besi Stygian hitamnya,
memberi isyarat kepada Frank untuk bergegas. Di dekat kaki Nico, dua kubangan hitam mengotori
trotoar"sudah jelas, sisa-sisa monster sapi yang tadi mengejar mereka. Sementara Hazel ... dia
tersandar pada dinding di belakang saudara lelakinya. Hazel tidak bergerak. Frank berlari ke arah mereka,
lupa akan kawanan monster. Dia melesat melewati Nico dan mencengkeram bahu Hazel. Kepala Hazel
terkulai ke dadanya. "Dia terkena semburan gas hijau persis di wajah," kata Nico dengan merana. "Aku"
aku tidak cukup cepat." Frank tidak tahu apakah Hazel masih bernapas. Amarah dan keputusasaan
bergumul di dalam dirinya. Selama ini dia selalu takut terhadap Nico. Sekarang dia ingin menendang
putra Hades itu ke dalam kanal terdekat. Mungkin itu tidak adil, tetapi Frank tidak peduli. Begitu pula
dewa-dewa perang di dalam kepalanya. "Kita perlu membawanya kembali ke kapal," kata Frank.
Kawanan monster sapi bergerak dengan hati-hati persis di seberang gerbang lengkung. Mereka
meraungkan jeritan mereka yang bagaikan peluit kabut. Dari jalan-jalan di dekat situ, monstermonster lain menyahut. Bala bantuan akan segera mengepung para demigod. "Kita tak akan berhasil
mencapainya dengan berjalan kaki," kata Nico. "Frank, berubahlah menjadi elang raksasa. Jangan
khawatirkan aku. Bawa Hazel kembali ke Argo II!" Dengan wajah terbakar dan suara-suara berteriak
dalam kepalanya, Frank tidak yakin dia bisa berubah wujud, tetapi dia sudah hendak mencobanya ketika
sebuah suara di belakang mereka berkata. "Teman-teman kalian tidak bisa membantu. Mereka tidak
tahu obatnya." Frank memutar tubuh. Di ambang pintu Rumah Hitam berdirilah seorang pria muda yang
mengenakan celana jin dan kemeja denim. Rambutnya berwarna hitam dan senyumnya ramah, walau
Frank ragu apakah dia memang ramah. Mungkin dia bahkan bukan manusia. Pada saat itu, Frank tidak
peduli. "Bisakah Anda menyembuhkannya?" Dia bertanya. "Tentu saja," jawab pria itu. "Tapi, sebaiknya
kalian bergegas masuk. Kurasa kalian telah membuat marah semua katoblep di Venesia." []
BAB SEMBILAN BELAS FRANK MEREKA NYARIS TIDAK BERHASIL MASUK ke dalam rumah itu. Begitu tuan rumah mereka memasang
gerendel, monster-monster sapi itu melenguh dan menghantam pintu, membuat pintu bergetar di
engselnya. "Oh, mereka tidak bisa masuk." Pria berbaju denim itu menjamin. "Kahan aman sekarang."
"Aman?" desak Frank. "Hazel sedang sekaratr Tuan rumah mereka mengerutkan kening seolah-olah
tidak senang Frank merusak suasana hatinya yang sedang baik. "Ya, ya. Bawa dia kemari." Frank
membopong Hazel, sementara mereka mengikuti pria itu semakin jauh memasuki bangunan itu. Nico
menawarkan diri untuk membantu, tetapi Frank tidak memerlukannya. Hazel tidak terasa berat sama
sekali, dan tubuh Frank dipenuhi adrenalin. Dia bisa merasakan Hazel gemetaran, jadi setidaknya dia
tahu gadis itu masih hidup, tetapi kulit Hazel terasa dingin. Bibirnya dihiasi warna kehijauan"atau
apakah itu hanya gara-gara penglihatan Frank yang kabur saja"
Matanya masih terasa terbakar akibat napas monster tadi. Paru-parunya terasa seolah-olah dia Baru


The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja menghirup kubis yang terlalap api. Dia tidak tahu mengapa gas itu tidak terlalu memengaruhinya
dibandingkan dengan Hazel. Mungkin Hazel menghirup lebih banyak gas dalam paru-parunya. Frank
bersedia menyerahkan apa saja untuk bertukar tempat jika hal itu berarti inenyelamatkan nyawa Hazel.
Suara-suara Mars dan Ares berseru-seru di dalam kepalanya, mendesaknya untuk membunuh Nico dan
pria berpakaian denim clan semua orang lain yang bisa ditemukannya, tetapi Frank menekan suarasuara itu. Ruangan depan rumah itu terdiri dari semacam rumah kaca untuk tanaman. Dindingdindingnya dihiasi bermeja-meja baki tanaman di bawah cahaya lampu neon. Udara beraroma larutan
Anak Rajawali 9 The Iron Fey 1 The Iron King Karya Julie Kagawa Wanita Iblis Pencabut Nyawa 1

Cari Blog Ini