The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades Bagian 3
pupuk. Mungkin orang Venesia berkebun di dalam rumah karena mereka dikepung oleh air, bukan
tanah" Frank tidak yakin, tetapi dia tidak membuang waktu untuk merisaukan hal itu. Ruang belakang
terlihat seperti perpaduan garasi, asrama tiniversitas, dan lab komputer. Pada dinding kiri server dan
laptop teronggok menyala, screensaver memunculkan gambar-gambar ladang yang telah dibajak dan
traktor. Pada dinding kanan terdapat sebuah tempat tidur untuk satu orang, sebuah meja berantakan,
dan lemari terbuka yang penuh dengan pakaian denim dan setumpuk peralatan pertanian, seperti garpu
rumput dan Baru. Dinding belakang berupa pintu garasi besar. Terparkir di sebelahnya sebuah kereta
perang berwarna merah-emas dengan model dudukan terbuka dan gandar tunggal, seperti keretakereta yang pernah dikendarai Frank di Perkemahan Jupiter. Dari kedua sisi ruang duduk sais
menyembullah sayap-sayap bulu berukuran raksasa. Sementara tubuh membelit pelek roda kiri, seekor
ular piton berbintik-bintik tengah mendengkur keras.
Frank tidak tahu kalau ular piton bisa mendengkur. Dia berharap dirinya tidak melakukan itu dalam
wujud ular tadi malam. "Taruh temanmu di sini," kata pria berpakaian denim. Frank meletakkan Hazel
dengan lemah lembut di atas tempat tidur. Dia teringat pedang Hazel dan berusaha membuat Hazel
nyaman, tetapi Hazel selunglai orang-orangan sawah. Warna kulitnya jelas bersemu kehijauan. "Apa
sebenarnya makhluk sapi itu?" tanya Frank. "Apa yang mereka lakukan pada Hazel?" "Katoblepones,"
jawab sang wan rumah. "Bentuk tunggalnya: katobleps. Artinya 'yang menatap ke bawah'. Disebut
seperti itu karena "Mereka selalu melihat ke bawah." Nico menepuk dahinya. "Benar. Aku ingat pernah
membaca tentang mereka." Frank memelototi Nico. "Baru sekarang kau ingat?" Nico menundukkan
kepala nyaris serendah katobleps. "Aku, uh sering memainkan permainan kartu konyol ini ketika masih
kecil. Mythomagic. Katobleps adalah salah satu kartu monster." Frank mengerjap-ngerjapkan mata. "Aku
juga pernah bermain Mythomagic. Aku tak pernah melihat kartu itu." "Ada di bungkus kartu tambahan
Africanus Extreme." "Oh." Sang tuan rumah berdeham. "Apakah kalian berdua sudah selesai, ehm,
membicarakan topik yang tak dimengerti orang lain ini?" "Oh, ya, maaf." Nico menggumam. "Pokoknya,
katoblepones punya napas beracun dan tatapan beracun. Saya kira mereka hanya hidup di Afrika."
Pria berpakaian denim mengangkat bahu. "Itu memang 11.0 ipat asal mereka. Mereka tak sengaja
diimpor ke Venesia ratusan silam. Pernah dengar St. Mark?" Frank ingin menjerit frustrasi. Dia tidak
mengerti apa p,ntingnya semua ini, tetapi jika tuan rumah mereka bisa cuyembuhkan Hazel, Frank
memutuskan sebaiknya tidak illcmbuatnya marah. "Santo" Mereka bukan bagian dari mitologi ti'i nani."
Pria berpakaian denim terkekeh. "Bukan, tapi St. Mark idalah santo pelindung kota ini. Dia meninggal di
Mesir, oh, Idah lama sekali. Ketika orang-orang Venesia berkuasa yah, santo merupakan daya tarik
wisatawan yang besar pada saat ii in di Tirnur Tengah. Orang-orang Venesia memutuskan untuk mencuri
jenazah Santo Mark dan membawanya ke gereja besar Marco. Mereka menyelundupkan jenazahnya
dalam sebuah long berisi organ tubuh babi yang diawetkan." "Itu menjijikkan," kata Frank. "Ya." Pria itu
menyepakati dengan senyum. "Intinya, kau tak hisa melakukan hal semacam itu dan tidak menerima
akibatnya. )rang-orang Venesia tanpa sengaja menyelundupkan hal lain dari Mesir"katoblepones.
Mereka datang ke sini dengan menaiki kapal itu dan sejak saat itu beranak-pinak seperti tikus. Mereka
sangat sitka akar sihir beracun yang tumbuh di sini"tanaman lembap berbau busuk yang menjalar dari
kanal. Tanaman itu membuat napas mereka lebih beracun lagi! Biasanya para monster tidak
memedulikan manusia, tetapi demigod terutama demigod yang menghalangi mereka?" "Ya, saya
paham," tukas Frank. "Bisakah Anda menyembuhkan Hazel?" Pria itu mengangkat bahu. "Mungkin."
"Mungkin?" Frank harus mengerahkan segala tekadnya untuk tidak mencekik pria ini. Frank meletakkan
tangannya di bawah hidung Hazel. Dia tidak bisa merasakan napas Hazel. "Nico, tolong katakan
kepadaku Hazel sedang berada dalam kondisi mati surf, seperti yang kau lakukan di dalam guci perunggu
itu." Nico meringis. "Aku tidak tahu apakah Hazel bisa melakukan itu. Secara teknis ayahnya adalah Pluto,
bukan Hades, jadi?" "Hades!" pekik sang tuan rumah. Dia melangkah mundur, sambil menatap ke arah
Nico dengan penuh kebencian. "Jadi, itu yang kucium baunya. Anak-anak Dunia Bawah" Andai aku
mengetahuinya, aku tak akan pernah membiarkan kalian masuk." Frank berdiri. "Hazel adalah orang baik.
Anda sudah berjanji akan menolongnya!" "Aku tidak berjanji." Nico mencabut pedangnya. "Dia saudara
perempuanku," geramnya. "Aku tidak tahu siapa Anda, tapi jika Anda bisa menyembuhkannya, Anda
harus melakukannya, atau aku bersumpah atas nama Sungai Styx?" "Oh, bla bla bla!" Pria itu
mengayunkan tangannya. Tiba-tiba saja di tempat Nico di Angelo berdiri, muncullah sebatang tanaman
pot setinggi satu setengah meter, dengan daun-daun hijau terkulai, berkas rambut sehalus sutra, dan
setengah lusin bonggol jagung yang kuning masak. "Nah," dengus pria itu, seraya menggoyanggoyangkan jari ke arah tanaman jagung itu. "Anak-anak Hades tidak bisa menyuruhku! Kau harus
mengurangi bicara dan lebih banyak mendengarkan. Setidaknya sekarang bisa diam." Frank terhuyung
menabrak tempat tidur. "Apa yang Anda"mengapa?""
Pria itu mengangkat satu alisnya. Frank mengeluarkan pekikan yang tidak terdengar gagah berani. Dia
selama ini begitu terfokus kepada Hazel hingga melupakan apa yang disampaikan Leo tentang pria yang
tengah mereka cari. "Anda adalah dewa." Dia akhirnya ingat. "Triptolemus." Pria itu membungkukkan
badan. "Teman-Lemanku memanggilku Trip, jadi jangan memanggilku demikian. Dan, kalau kau juga
adalah anak Hades?" "Mars!" tukas Frank cepat-cepat. "Anak Mars!" Triptolemus mendengus. "Yah
tidak jauh lebih baik. Tapi, barangkali kau layak menjadi sesuatu yang lebih baik ketimbang tanaman
jagung. Sorgum" Sorgum sangat bagus." "Tunggu!" Frank memohon. "Kami di sini mengemban misi
persahabatan. Kami membawa hadiah." Dengan sangat perlahan, dia meraih ke dalam ranselnya dan
mengeluarkan buku bersampul kulit. "Ini milik Anda?" "Almanakku!" Triptolemus menyeringai dan
merebut buku itu. Dia membalik-balik halaman buku dan mulai melompat-I ompat. "Oh, ini hebat sekali!
Di mana kau menemukannya?" "Ehm, Bologna. Ada dua ...." Frank teringat dia tidak boleh
menyinggung-nyinggung soal cebol?"monster mengerikan. Kami mempertaruhkan nyawa, tapi kami
tahu ini penting bagi Anda. Jadi, bisakah Anda, mungkin, mengubah Nico kembali normal dan
menyembuhkan Hazel?" "Hmmm?" Trip mengangkat mata dari bukunya. Dia tengah membaca bans
demi bans dengan riang"bagian tentang jadwal penanaman lobak china. Frank berharap Ella si harpy"
monster berkepala wanita berbadan burung pemangsa"ada di sini. Dia akan sangat cocok dengan pria
ini. "Oh, menyembuhkan mereka?" Triptolemus mendecak-decak tak setuju. "Aku berterima kasih atas
buku ini, tentu saja. Aku jelas
bisa membiarkan kau pergi bebas, putra Mars. Tapi, aku punya masalah lama dengan Hades.
Bagaimanapun, aku berutang kepada Demeter untuk kekuatan dewaku!" Frank memeras otaknya, tetapi
itu sulit dilakukan sementara ada suara-suara berteriak di dalam kepalanya dan racun katobleps
membuatnya pening. "Uh, Demeter," kata Frank, "Dewi tanaman. Dia"dia tidak suka Hades karena ...."
Tiba-tiba saja dia teringat sebuah cerita lama yang dia dengar di Perkemahan Jupiter. "Anak
perempuannya, Proserpine?" "Persephone." Trip mengoreksi. "Aku lebih suka Yunani, jika kau tidak
keberatan." Bunuh dial Mars berteriak. Aku suka prig inil Ares balas berteriak. Tapi, tetap saja bunuh
dia! Frank memutuskan untuk tidak tersinggung. Dia tidak ingin diubah menjadi tanaman sorgum.
"Baiklah. Hades menculik Persephone." "Tepat sekali!" ujar Trip. "Jadi ... Persephone adalah teman
Anda?" Trip mendengus. "Saat itu aku hanyalah seorang pangeran manusia biasa. Persephone tidak
akan memperhatikanku. Tapi, ketika ibunya, Demeter, pergi mencarinya, menjelajahi seluruh penjuru
bumi, tidak banyak yang mau membantunya. Hecate menerangi jalannya pada malam hari dengan
obornya. Sedangkan aku yah, ketika Demeter tiba di wilayah Yunani bagianku, aku memberinya tempat
menginap. Aku tidak tahu dia adalah seorang dewi pada saat itu, tapi perbuatan baikku mendapatkan
imbalannya. Nantinya, Demeter mengganjarku dengan menjadikanku dewa pertanian!" "Wow," kata
Frank. "Pertanian. Selamat!"
"Aku tahu! Cukup mengesankan, bukan" Pokoknya, Demeter tak pernah rukun dengan Hades. Jadi, kau
tahu, sudah sewajarnya aku berpihak kepada dewi pelindungku. Anak-anak Hades"lupakan saja!
Bahkan, salah seorang dari mereka"Raja Scythia bernama Lynkos" Ketika aku mencoba mengajari
orang-orang sebangsanya tentang pertanian, dia membunuh piton kananku!" "Engg ... piton kananmu?"
Trip berderap ke kereta bersayapnya dan melompat masuk. Dia menarik sebuah tuas, dan sayap-sayap
keretanya mulai mengepak. Roda piton berbintik di sebelah kiri membuka mata. Ia mulai menggeliat,
melingkarkan tubuh di sekitar as roda seperti pegas. Kereta itu menderu, mulai bergerak, tetapi roda
kanan tetap berada di tempatnya semula. Jadi, Triptolemus hanya berputar-putar, sementara kereta
mengepak-ngepakkan sayap dan melambung naik turun seperti komidi putar rusak. "Kau lihat, Ian?"
kata Triptolemus saat berputar-putar. "Tidak ada gunanya! Sejak aku kehilangan piton kananku, aku
tidak bisa menyiarkan kabar tentang pertanian"setidaknya tidak secara langsung. Sekarang aku
terpaksa memberi kursus secara daring." "Apa?" Begitu mengucapkannya, Frank menyesal telah
bertanya. Trip melompat keluar dari kereta, sementara benda itu masih berputar-putar. Si ular piton
melambat hingga berhenti dan kembali mendengkur. Trip berlari kecil menuju deretan komputer. Dia
menyentuh papan tombol dan layar pun menyala, menampilkan sebuah situs web berwarna emas dan
merah tua, dengan gambar seorang petani yang riang gembira dalam balutan toga dan topi pet
bermerek John Deree, perusahaan alat pertanian, berdiri membawa sabit perunggu di sebuah ladang
gandum. " Universitas Pertanian Triptolemus!" Dia mengumumkan dengan bangga. "Hanya dalam waktu enam
minggu, kau bisa mendapatkan gelar sarjana muda dalam karier masa depan yang menarik dan
dinamis"pertanian!" Frank merasakan sebutir keringat menetes di pipinya. Dia tidak peduli tentang
dewa gila ini atau kereta bertenaga ularnya atau program kuliah daringnya. Tetapi, pada saat itu Hazel
sudah bertambah hijau. Nico sudah berubah menjadi tanaman jagung. Sementara dia sendirian.
"Begini," katanya. "Kami sudah membawakan almanak untuk Anda. Dan, teman-teman saya benarbenar sangat baik. Mereka tidak seperti anak-anak Hades lain yang pernah Anda temui. Jadi, jika ada
cara--' "Oh!" Trip menjentikkan jarinya. "Alai tabu kau hendak mengatakan apa!" "Eh ... benarkah?"
"Tentu saja! Jika aku menyembuhkan temanmu, Hazel, dan mengembalikan temanmu yang satu lagi,
Nicholas?" "Nico. ?"jika aku menjadikannya normal lagi ...." Frank ragu-ragu. "Ya?" "Maka, sebagai gantinya, kau
tinggal bersamaku dan terjun dalam bidang pertanian! Anak Mars sebagai murid magangku" Sempurna!
Kau akan menjadi juru bicara yang hebat. Kita bisa mengubah pedang menjadi mata bajak dan
bersenang-senang!" "Sebenarnya ...." Dengan panik Frank berusaha menyusun rencana. Ares dan Mars
berteriak-teriak di dalam kepadanya, Pedang! Senjata! Ledakan dahsyat! Jika dia menolak tawaran Trip,
Frank menduga dia akan membuat pria itu tersinggung dan dia akhirnya menjadi sorgum atau gandum
atau hasil bumi lain yang bisa diperdagangkan.
Jika ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Hazel, t ntu, dia bisa menyetujui tuntutan Trip
dan menjadi petani. Tapi, mungkin itu satu-satunya cara. Frank menolak memercayai dia tdah dipilih
oleh Takdir untuk menempuh perjalanan ini hanya agar bisa mengikuti kursus daring tentang
pengembangbiakan lobak china. Mata Frank tertambat pada kereta rusak tadi. "Saya punya awaran yang
lebih baik," ujarnya tanpa pikir panjang. "Saya bisa memperbaiki itu." Senyum Trip memudar.
"Memperbaiki keretaku?" Frank ingin menendang dirinya sendiri. Apa yang diapikirkan" Dia bukan Leo.
Dia bahkan tidak bisa memecahkan permainan Chinese handcuffkonyol. Mengganti baterai pengendali
TV jarak jauh pun dia nyaris tidak bisa. Dia jelas tidak mampu memperbaiki sebuah kereta sihir! Namun,
ada yang memberitahunya bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan yang dia miliki. Kereta itu adalah
satu hal yang benar-benar diinginkan Triptolemus. "Saya akan mencari cara untuk memperbaiki kereta
itu," kata Frank. "Sebagai gantinya, Anda memulihkan Nico dan Hazel. Biarkan kami pergi dengan damai.
Dan"dan, beri kami bantuan apa pun yang bisa Anda berikan untuk mengalahkan pasukan Gaea."
Triptolemus tertawa. "Apa yang membuatmu berpikir aku bisa membantumu dalam hal itu?" "Hecate
mengatakan itu kepada kami," jawab Frank. "Dia yang mengirim kami kemari. Dia"dia memutuskan
Hazel adalah salah satu kesayangannya." Rona di wajah Trip menghilang. "Hecate?" Frank berharap dia
tidak berlebihan membuat pernyataan. Dia tidak perlu Hecate march juga kepadanya. Namun, jika
Triptolemus dan Hecate sama-sama teman Demeter, mungkin itu akan meyakinkan Triptolemus untuk
membantu. "Dewi itulah yang memandu kami menemukan almanak Anda di Bologna," jelas Frank. "Dia
ingin kami mengembalikannya kepada Anda karena ... yah, dia pasti tahu Anda punya pengetahuan yang
akan membantu kami melewati Gerha Hades di Epirus." Trip mengangguk pelan-pelan. "Ya. Aku
mengerti. Aku tahu mengapa Hecate menyuruh kalian menemuiku. Baiklah, Putra Mars. Carilah cara
untuk memperbaiki kereta ini. Jika kau berhasil, aku akan memenuhi segala permintaanmu. Jika tidak?"
"Saya tahu," gerutu Frank. "Teman-teman saya akan mati." "Ya." Trip menyahut dengan riang. "Dan, kau
akan menjadi sebidang sorgum yang indah!" []
BAB DUA PULUH FRANK FRANK SEMPOYONGAN KELUAR DARI RUMAH hitam. Pintu menutup di belakangnya, dan dia
mengempaskan badan ke dinding, rasa bersalah menguasainya. Untungnya katoblepones telah pergi.
Kalau tidak, dia mungkin saja duduk di sana dan membiarkan mereka menginjak-injaknya. Dia layak
menerima itu. Dia telah meninggalkan Hazel di dalam sana, dalam keadaan sekarat dan tak berdaya, di
tangan sesosok dewa petani yang sinting. Bunuh Para petani! Ares berteriak di dalam kepalanya.
Kembali ke legiun dan lawan orang Yunani! kata Mars. Sedang apa kau di sini" Membunuh Para petani!
Ares membalas dengan teriakan. "Diam!" Frank berteriak keras-keras. "Kahan berdua!" Beberapa wanita
tua yang membawa kantong belanjaan lewat dengan langkah terseret-seret. Mereka melemparkan
tatapan aneh ke arah Frank, seraya menggumamkan sesuatu dalam bahasa Italia, dan terns berjalan.
Frank menatap sedih pada pedang kavaleri Hazel, yang tergeletak di dekat kakinya, di sebelah ranselnya.
Dia bisa berlari kembali ke Argo II dan menjemput Leo. Mungkin Leo bisa memperbaiki kereta itu.
Namun, Frank tahu ini bukan masalah Leo. Ini adalah tugas Frank. Dia harus membuktikan diri. Lagi pula,
kereta itu tidak benar-benar rusak. Tidak ada masalah dengan mesin. Kereta itu kekurangan seekor ular.
Frank bisa mengubah diri menjadi ular piton. Ketika dia bangun tidur pagi itu sebagai seekor ular raksasa,
barangkali itu merupakan pertanda dari dewa-dewa. Dia tidak ingin menghabiskan sisa hidupnya
menjadi roda kereta seorang petani, tetapi jika itu berarti menyelamatkan Hazel .... Tidak. Pasti ada cara
lain. Ular, pikir Frank. Mars. Apakah ayahnya punya suatu pertalian dengan ular" Hewan suci Mars
adalah babi liar, bukan ular. Meski demikian, Frank yakin dia pernah mendengar sesuatu Dia hanya
terpikir satu orang yang bisa ditanyai. Dengan enggan, dia membuka pikirannya terhadap suara-suara
sang dewa perang. Aku perlu ular, katanya pada mereka. Bagaimana caranya" Ha, ha! Ares berseru. Ya,
ular! Seperti Cadmus yang jahat, timpal Mars. Kami menghukumnya karena membunuh naga kami.
Mereka berdua mulai berteriak-teriak, sampai Frank berpikir otaknya akan pecah. "Baiklah! Stop!"
Suara-suara itu terdiam. "Cadmus," gumam Frank. "Cadmus ...."
Cerita itu pun kembali ke benaknya. Demigod Cadmus membunuh seekor naga yang kebetulan adalah
anak Ares. Bagaimana Ares bisa punya naga sebagai anaknya, Frank tidak mau tahu, tetapi sebagai
hukuman atas kematian naga itu, Ares mengubah Cadmus menjadi seekor ular. "Jadi, kalian bisa
mengubah musuh menjadi ular," kata Frank. "Itu yang kuperlukan. Aku perlu mencari musuh. Kemudian,
aku perlu kalian mengubahnya menjadi seekor ular." Kau kira aku akan melakukan hal itu untukmu"
raung Ares. Kau belum membuktikan kelayakanmu! Hanya pahlawan paling hebat yang bisa meminta
anugerah semacam itu, kata Mars. Pahlawan seperti Romulus! Terlalu Romawi! teriak Ares. Diomedes!
Tak akan pernah! Mars balas berteriak. Pengecut itu tumbang di tangan Heracles! Horatius, kalau begitu.
Mars mengusulkan. Ares diam. Frank rnerasakan persetujuan yang enggan. "Horatius," kata Frank.
"Baiklah. Jika itu yang diperlukan, akan kubuktikan aku sebagus Horatius. Ehm apa yang dia lakukan?"
Rentetan gambar membanjiri benak Frank. Dia melihat seorang kesatria berdiri seorang din di atas
sebuah jembatan batu, menghadapi satu pasukan yang bergerombol di ujung seberang Sungai Tiber.
Frank teringat sang legenda, Horatius, sang jenderal Romawi, telah menahan seorang diri sekawanan
penyerbu, mengorbankan diri di atas jembatan itu untuk mencegah kaum barbar menyeberangi Sungai
Tiber. Dengan memberi waktu bagi rekan-rekan Romawinya untuk merampungkan pertahanan mereka,
dia menyelamatkan republiknya.
Venesia diserbu, kata Mars, seperti yang dulu akan terjadi pada Roma. Bersihkan! Musnahkan mereka
semua! timpal Ares. Bantai mereka! Frank mendorong kembali suara-suara itu ke sudut benaknya. Dia
menatap kedua tangannya dan takjub melihat kedua tangan itu gemetaran. Untuk kali pertama dalam
waktu berhari-hari, pikirannya jernih. Dia tahu persis apa yang harus dia lakukan. Dia tidak tahu berapa
lama waktu yang dia butuhkan untuk melakukan itu. Kemungkinan mati sangat tinggi, tetapi dia harus
mencoba. Nyawa Hazel bergantung kepadanya. Dia mengikat pedang Hazel ke sabuknya, mengubah
ranselnya menjadi tempat anak panah dan busur, lalu bergegas menuju alun-alun tempat dia tadi
melawan para monster sapi.
Ada tiga tahap dalam rencana itu: berbahaya, sangat berbahaya, dan luar biasa berbahaya. Frank
berhenti di sumur batu ma. Tidak ada katobleps yang terlihat. Dia menghunus pedang Hazel dan
menggunakan benda itu untuk mencongkel beberapa batu bulat, menggali jalinan besar akar berduri.
Sulur-sulur akar itu membuka, mengeluarkan asap hijau berbau busuk saat menjalar menuju kaki Frank.
Di kejauhan, raungan peluit kabut seekor katobleps memenuhi udara. Katoblepones yang lain menimpali
dari segala arah. Frank tidak yakin bagaimana para monster itu tahu dia tengah memanen makanan
kegemaran mereka"mungkin mereka sekadar memiliki indra penciuman yang sangat bagus. Dia harus
bergerak cepat sekarang. Dia mengiris segumpal panjang sulur dan mengikatkannya ke salah satu lubang
ikat pinggang di celananya, berusaha mengabaikan rasa terbakar dan
gatal di tangannya. Sebentar kemudian dia memiliki laso rumput beracun yang berbau busuk dan
bersinar-sinar. Hore. Beberapa katoblepones pertama berjalan dengan langkah berat memasuki
lapangan sambil melenguh marah. Berpasang-pasang mata hijau menyala-nyala di bawah surai mereka.
Moncong mereka yang panjang menyemburkan kepulan gas, seperti mesin uap berbulu. Frank
memasang sebuah anak panah. Sesaat, dia terserang rasa bersalah. Mereka ini bukanlah monster terkeji
yang pernah dia temui. Pada dasarnya mereka hanya hewan pemakan rumput yang kebetulan beracun.
Hazel sekarat gara-gara mereka, dia mengingatkan diri sendiri. Frank melepaskan anak panahnya.
Katobleps terdekat roboh, ambruk menjadi debu. Frank memasang anak panah kedua, tetapi monstermonster yang masih ada sudah nyaris menginjaknya. Masih banyak monster lain menyerbu ke lapangan
dari arah yang berlawanan. Frank berubah menjadi singa. Dia mengaum penuh tantangan dan
melompat ke arah gerbang lengkung, persis di atas kepala-kepala kawanan monster kedua. Kedua
kawanan katoblepones bertubrukan, tetapi segera pulih kembali dan berlari mengejar Frank. Frank tidak
yakin apakah akar tadi masih berbau ketika dia berubah wujud. Biasanya pakaian dan benda-benda
miliknya melebur begitu saja ke wujud hewannya, tetapi tampaknya dia masih mengeluarkan aroma
makan malam racun yang sedap. Setiap kali dia berlari melewati seekor katobleps, monster itu meraung
marah dan bergabung dengan pawai Bunuh Frank! Frank membelok ke jalan yang lebih besar dan
menerobos kerumunan wisatawan. Apa yang dilihat manusia, dia sama sekali tak tahu"seekor kucing
dikejar sekawanan anjing" Orang-orang
memaki Frank dalam kira-kira dua betas bahasa yang berbeda. Contong gelato, es krim ala Italia,
beterbangan. Seorang perempuan menumpahkan setumpuk topeng karnaval. Seorang lelaki terjatuh ke
dalam kanal. Ketika Frank melirik ke belakang, setidaknya ada dua lusin monster mengikutinya, tetapi
dia butuh lebih banyak. Dia butuh semua monster di Venesia, dan dia harus menjaga agar monstermonster di belakangnya tetap marah. Dia menemukan saw ruang terbuka di tengah kerumunan dan
berubah wujud kembali menjadi manusia. Frank mencabut spatha Hazel"senjata ini tidak pernah
menjadi pilihannya, tetapi Frank cukup besar dan cukup kuat sehingga pedang kavaleri yang berat itu
tidak mengganggunya. Dia justru senang dengan tambahan jangkauan. Dia mengiriskan mata pedang
keemasan itu, menghancurkan katobleps pertama dan membiarkan katobleps lain berkumpul di
depannya. Dia berusaha menghindari mata mereka, tetapi dia bisa merasakan tatapan mereka
membakarnya. Dia menduga jika semua monster ini mengembuskan napas kepadanya secara
bersamaan, awan beracun gabungan akan cukup untuk melelehkannya menjadi genangan air. Monstermonster itu berdesak-desakan maju dan saling bertabrakan. Frank berteriak, "Kau ingin akar beracunku"
Sini ambillahr Dia berubah menjadi seekor lumba-lumba dan melompat ke dalam kanal. Dia berharap
katobleps tidak bisa berenang. Setidaknya, mereka tampak enggan mengikutinya masuk, dan dia tidak
bisa menyalahkan mereka. Kanal itu menjijikkan"berbau, asin, dan sehangat sup"tetapi Frank terus
maju pelan-pelan, menghindari gondola dan perahu motor, berhenti sesekali untuk mendecitkan makian
lumba-lumba pada para monster yang mengikutinya di trotoar. Ketika dia mencapai galangan
gondola terdekat, Frank berubah wujud kern bali menjadi manusia, menusuk beberapa katobleps lagi
untuk membuat mereka tetap marah, dan melanjutkan lari. Begitulah. Setelah beberapa saat, Frank
memasuki kondisi semacam trans. Dia menarik semakin banyak monster, memecah lebih banyak
kerumunan wisatawan, dan memimpin kerumunan katobleps yang kini sangat banyak melewati jalanjalan kota tua yang berlika-liku. Setiap kali butuh melepaskan diri sebentar, Frank terjun ke dalam kanal
sebagai lumba-lumba, atau berubah menjadi seekor elang dan membubung tinggi di angkasa, tetapi dia
tak pernah berada terlalu jauh di depan para pengejarnya. Setiap kali dia merasa para monster mungkin
kehilangan minat, dia berhenti di sebuah atap dan menarik busurnya, memilih beberapa katoblepones
yang berada di bagian tengah kelompok. Dia menggoyangkan laso sulur beracun da
n menghina napas busuk para monster, mengobarkan kemarahan mereka. Kemudian, dia meneruskan berlari. Dia sempat
mundur. Dia sempat kehilangan arah. Suatu kali dia membelok di sebuah sudut dan menabrak bagian
The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belakang kawanan monster. Seharusnya dia kelelahan, tetapi entah bagaimana dia menemukan
kekuatan untuk terus bergerak"sesuatu yang patut disyukuri. Bagian terberat belum tiba. Dia melihat
beberapa jembatan, tetapi jembatan-jembatan itu tidak tampak cocok. Salah satunya agak tinggi dan
tertutup sepenuhnya, tidak mungkin dia bisa membawa para monster melewatinya. Jembatan yang satu
lagi terlalu sarat dengan wisatawan. Meski para monster tak memedulikan manusia, gas beracun itu tak
mungkin baik untuk dihirup siapa saja. Semakin besar kawanan monster itu, semakin banyak manusia
yang terdorong minggir, terjatuh ke dalam air, atau terinjak-injak.
Akhirnya Frank melihat sesuatu yang mungkin bisa digunakan. Persis di depannya, di seberang sebuah
piazza besar, ada jembatan kayu yang merentangi salah satu kanal terlebar. Jembatan itu sendiri berupa
lengkungan kayu yang berkisi-kisi, seperti roller-coaster kuno, sepanjang lima puluh meter. Dari atas,
dalam bentuk burung elang, Frank melihat tidak ada monster di sisi seberang. Semua katobleps di
Venesia tampaknya telah bergabung dengan kawanan monster dan tengah menderapi jalanan di
belakangnya, sementara para wisawatan menjerit-jerit dan berhamburan, mungkin mengira mereka
terperangkap di tengah-tengah serbuan anjing liar. Tidak ada yang berjalan di jembatan itu. Sempurna.
Frank menjatuhkan diri seperti sebongkah batu dan kembali menjadi manusia. Dia berlari ke tengah
jembatan"titik sumbat alamiah"dan melemparkan umpannya berupa akar beracun ke lantai jembatan
di belakangnya. Saat bagian depan kawanan katobleps mencapai kaki jembatan, Frank menghunus
spatha emas Hazel. "Ayo!" teriaknya. "Kahan ingin tabu berapa nilai Frank Zhang" Ayo!" Frank
menyadari bahwa dia bukan hanya berteriak pada para monster. Dia tengah meluapkan bermingguminggu ketakutan, kemarahan, dan kegeraman. Suara-suara Mars dan Ares ikut berteriak bersamanya.
Para monster menyerbu. Penglihatan Frank berubah menjadi rnerah. Nantinya, dia tak ingat detailnya
dengan jelas. Dia mengiris monster-monster sampai dia terbenam dalam debu kuning sedalam lutut.
Setiap kali dia kewalahan dan gumpalan gas mulai mencekiknya, dia berganti bentuk"menjadi gajah,
naga, singa"dan setiap perubahan wujud sepertinya memperlebar
paru-parunya, memberinya suntikan energi baru. Perubahan wujudnya menjadi begitu luwes, hingga dia
bisa mulai menyerang dalam bentuk manusia dengan pedang dan mengakhiri serangan dalam wujud
singa, menyabetkan cakarnya pada moncong seekor katobleps. Monster-monster itu menendang
dengan kaki mereka. Mereka mengembuskan napas beracun dan melotot persis kepada Frank dengan
mata berbisa mereka. Dia seharusnya sudah mati. Dia seharusnya sudah terinjak-injak. Namun, entah
bagaimana, dia tetap berdiri di atas kakinya, tak terluka, dan melancarkan badai kekerasan. Frank tidak
merasakan kesenangan apa pun dalam melakukan hal ini, tetapi dia juga tidak bimbang. Dia menusuk
seekor monster dan memenggal monster yang lain. Dia berubah menjadi naga dan menggigit seekor
katobleps menjadi dua, kemudian berubah menjadi seekor gajah dan menginjak tiga monster sekaligus
dengan kakinya. Penglihatannya tersaput warna merah, dan dia menyadari matanya tidak sedang
mempermainkannya. Dia benar-benar tengah bersinar-sinar"dikelilingi oleh aura kemerahan. Frank
tidak paham sebabnya, tetapi dia terus bertarung hingga hanya tertinggal satu monster. Frank
menghadapinya dengan pedang terhunus. Dia tersengal-sengal kehabisan napas, bercucuran keringat,
dan berselimut debu monster, tetapi dia tidak terluka. Si katobleps menggeram. Ia pastilah bukan
monster paling cerdas. Meskipun beberapa ratus saudaranya baru saja tewas, monster itu tidak mundur.
"Mars!" Frank berseru. "Aku sudah membuktikan diriku. Sekarang aku perlu seekor ular."
Frank ragu apakah ada yang pernah meneriakkan kata-kata itu sebelumnya. Permintaan itu agak aneh.
Dia tidak mendapat jawaban dari langit. Sekali itu, suara-suara di kepalanya hening. Kesabaran
katobleps itu habis. Ia menyerbu Frank dan membuat Frank tak punya pilihan. Frank menyabet ke atas.
Begitu mata pedangnya mengenai si monster, katobleps menghilang dalam kilasan cahaya semerah
darah. Ketika penglihatan Frank kembali jelas, seekor piton Burma berwarna cokelat berbintik-bintik
bergelung di dekat kakinya. "Bagus sekali," kata sebuah suara yang tak asing di telinga. Berdiri beberapa
meter dari Frank adalah ayahnya, Mars, mengenakan topi baret merah dan seragam militer berwarna
zaitun dengan lencana Pasukan Khusus Italia, sebuah senapan serbu tersampir di pundaknya. Wajahnya
keras dan persegi, matanya tertutup kacamata hitam. "Ayah." Demikian Frank berhasil berujar. Frank
tidak bisa memercayai apa yang telah dia lakukan. Rasa ngeri mulai menyerbunya. Dia merasa ingin
menangis, tetapi dia menebak itu bukan gagasan yang bagus di hadapan Mars. "Merasa takut itu wajar."
Tak disangka, suara dewa perang itu hangar, penuh kebanggaan. "Semua kesatria hebat merasa takut.
Hanya yang bodoh dan gila saja yang tidak merasa takut. Tapi, kau menghadapi rasa takutmu, Putraku.
Kau lakukan apa yang harus kau lakukan, seperti Horatius. Ini adalah jembatanmu, dan kau
mempertahankannya." "Saya?" Frank tidak yakin harus berkata apa. "Saya ... saya hanya perlu seekor
ular." Seulas senyum kecil menarik mulut Mars. "Ya. Sekarang kau mendapatkannya. Keberanianmu
telah menyatukan kedua wujudku, Yunani dan Romawi, walau hanya untuk sesaat. Pergilah. Selamatkan
teman-temanmu. Tapi, dengarkan aku, Frank. Ujian
terbesarmu belum lagi tiba. Ketika kau menghadapi pasukan Gaea di Epirus, kepemimpinanmu?"
Mendadak dewa itu membungkuk, sambil memegangi kepalanya. Sosoknya berkedip-kedip. Baju
militernya berubah menjadi toga, kemudian jin dan jaket pengendara motor. Senapannya berubah
menjadi pedang dan kemudian peluncur roket. "Sakit sekali!" raung Mars. "Pergilah! Cepat!" Frank tidak
bertanya-tanya lagi. Meskipun kelelahan, dia berubah menjadi seekor elang raksasa, menyambar piton
dengan cakar raksasanya, lalu melayang ke udara. Ketika dia melirik ke belakang, sebuah awan mini
berbentuk jamur meledak dari bagian tengah jembatan, cincin-cincin api bergulung keluar, dan sepasang
suara"Mars dan Ares"memekik "Tidaaaaaak!" Frank tidak yakin apa yang telah terjadi, tetapi dia tidak
punya waktu untuk memikirkannya. Dia terbang di atas kota itu"yang kini sepenuhnya bebas
monster"dan menuju rumah Triptolemus.
"Kau menemukan seekor ular!" Dewa pertanian itu berseru. Frank mengabaikannya. Dia menyerbu
masuk ke dalam La Casa Nera, menyeret ular itu dari ekornya seperti sebuah kantong Sinterklas yang
sangat aneh, dan menjatuhkannya ke tempat tidur. Frank berlutut di samping Hazel. Hazel masih
hidup"hijau dan gemetaran, nyaris tidak bernapas, tetapi masih hidup. Sementara Nico, dia masih
berwujud tanaman jagung. "Pulihkan mereka," kata Frank. "Sekarang." Triptolemus melipat tangannya.
"Bagaimana aku tahu ular itu bisa digunakan?"
Frank mengertakkan gigi. Sejak ledakan di jembatan, suara-suara dewa perang di kepalanya tak lagi
terdengar, tetapi dia masih merasakan amarah gabungan mereka berdua bergolak di dalam dirinya. Dia
juga merasa berbeda secara fisik. Apakah Triptolemus memendek" "Ular ini adalah hadiah dari Mars."
Frank menggeram marah. "Pasti bisa digunakan." Seolah-olah mendapatkan tanda, si ular piton Burma
merayap menuju kereta dan membelitkan diri di sekitar roda sebelah kanan. Ular satunya terbangun.
Kedua ular itu saling memeriksa, menyentuhkan hidung, kemudian memutar roda mereka secara
serempak. Kereta itu bergerak maju, sayap-sayapnya mengepak. "Lihat, Ian?" kata Frank. "Sekarang,
pulihkan teman-teman saya. Triptolemus mengetuk-ngetuk dagunya. "Yah, terima kasih atas ularnya,
tetapi aku tidak yakin aku suka nada bicaramu, Demigod. Barangkali aku akan mengubahmu menjadi?"
Frank lebih cepat. Dia menerjang Trip dan mengempaskannya ke dinding, jari-jemarinya mengunci rapat
leher dewa tersebut. "Pikirkan baik-baik kata-kata Anda selanjutnya." Frank memperingatkan, dengan
luar biasa tenang. "Kalau tidak, alih-alih mengubah pedang menjadi mata bajak, saya akan
menghantamkannya ke kepala Anda." Triptolemus menelan ludah. "Kau tahu kurasa aku akan
menyembuhkan teman-temanmu saja." "Bersumpahlah demi Sungai Styx." "Aku bersumpah demi
Sungai Styx." Frank melepaskannya. Triptolemus menyentuh lehernya, seolah-olah memastikan
lehernya masih ada. Dia melemparkan senyum gugup ke arah Frank, bergerak hati-hati mengitarinya,
dan terbirit-birit pergi ke ruang depan. "Cuma"cuma mengumpulkan rc mbuhan obat." Frank mengawasi
sementara dewa itu memetik dedaunan %crta akar-akaran dan kemudian menumbuknya di dalam
sebuah It trnpang. Dia menggulung sebutir ramuan seukuran pil dan berlari keen ke samping Hazel. Dia
meletakkan kotoran itu di bawah I idah Hazel. Tiba-tiba saja, tubuh Hazel bergetar dan dia terduduk,
sambil crbatuk-batuk. Kedua matanya tersentak membuka. Warna kehijauan di kulitnya memudar. Hazel
menatap ke sekeliling, kebingungan, sampai dia melihat :rank. "Apa?"" Frank menangkap Hazel dalam
pelukan. "Kau akan baik-baik raja," katanya dengan tegas. "Segalanya baik-baik saja." "Tapi Hazel
memegang pundak Frank dan memandangi I:rank dengan takjub. "Frank, apa yang terjadi kepadamu?"
"Kepadaku?" Frank berdiri, tiba-tiba merasa agak malu. Triptolemus tidak bertambah pendek. Frank-lah
yang menjadi lebih tinggi. Perutnya mengecil. Dadanya tampak lebih besar. Frank pernah mengalami
lonjakan pertumbuhan sebelum i ni. Pernah dia bangun dengan tubuh lebih tinggi dua sentimeter
dibandingkan ketika dia tidur. Tetapi, ini gila. Seolah-olah heberapa bagian dari naga dan singa tetap
melekat kepadanya ketika dia berubah kembali menjadi manusia. "Eh aku tidak Mungkin aku bisa
memperbaikinya." Hazel tertawa riang. "Kenapa" Kau tampak luar biasa!" "Be-benarkah?" "Maksudku,
sebelumnya kau sudah ganteng! Tapi, kini kau terlihat lebih tua, lebih tinggi, dan sangat karismatik?"
Triptolemus mendesah panjang dengan dramatis. "Ya, sudah jelas ini semacam anugerah dari Mars.
Selamat, bla bla bla. Sekarang, jika kita sudah selesai di sini ?" Frank melotot kepadanya. "Kira belum
selesai. Kembalikan Nico." Dewa pertanian itu memutar bola matanya. Dia menunjuk ke arah tanaman
jagung dan BAMI Nico di Angelo muncul dalam ledakan rambut jagung. Nico menolah-noleh dengan
panik. "Aku"aku mengalami mimpi buruk yang sangat aneh tentang berondong jagung." Dia
mengerutkan kening ke arah Frank. "Mengapa kau jadi lebih tinggi?" "Semuanya baik-baik saja." Frank
menjamin. "Triptolemus sudah akan memberi tahu kita cara untuk bertahan di Gerha Hades. Bukankah
begitu, Trip?" Dewa pertanian itu mengangkat pandangan matanya ke langit-langit, seolah berkata,
Mengapa harus aku, Demeter" "Baiklah," kata Trip. "Setiba kalian di Epirus, kalian akan ditawari piala
untuk diminum." "Ditawari siapa?" tanya Nico. "Tidak penting," sergah Trip. "Ketahui saja bahwa piala
itu berisi racun mematikan." Hazel menggigil. "Jadi, maksud Anda kami tidak boleh meminumnya?"
"Bukan!" jawab Trip. "Kalian harus meminumnya. Kalau tidak, kalian tak akan berhasil melewati kuil itu.
Racun itu menghubungkan kalian dengan dunia orang mati, dan memungkinkan kalian memasuki level
yang lebih rendah. Rahasia untuk bertahan adalah?"kedua matanya berkilat-kilat?"jelai (barley). Frank
terbelalak memandangnya. "Jelai."
"Di ruang depan, ambillah beberapa jelai istimewaku. Buatlah menjadi kue-kue kecil. Makan kue itu
sebelum kalian masuk Icy dalam Gerha Hades. Jelai akan menyerap dampak terburuk racun itu sehingga
racun akan memengaruhi kalian, tetapi tidak menewaskan kalian." "Cuma itu?" desak Nico. "Hecate
mengirim kami menyeberangi separuh Italia hanya agar Anda bisa menyuruh kami memakan jelai?"
"Semoga berhasil!" Triptolemus berlari cepat menyeberangi ruangan dan melompat ke dalam keretanya.
"Frank Zhang, aku memaafkanmu. Kau punya nyali. Jika kau berubah pikiran, tawaranku masih terbuka.
Aku akan sangat senang melihatmu memperoleh gelar di bidang pertanian!" "Yeah." Frank menggerutu.
"Terima kasih." Dewa itu menarik sebuah tuas pada keretanya. Roda-roda ular berputar. Sayap-sayap
mengepak. Di bagian belakang ruangan, pintu garasi bergulung membuka. "Oh, bisa bepergian lagi!"
seru Trip. "Begitu banyak wilayah bodoh yang memerlukan pengetahuanku. Aku akan mengajari mereka
kemuliaan membajak, mengairi, memberi pupuk!" Kereta itu terangkat ke udara dan melesat ke luar
rumah, sementara Triptolemus berteriak ke angkasa. "Pergilah jauh, ular-ularku! Pergilah jauh!" "Itu,"
kata Hazel, "sangat aneh." "Kemuliaan memberi pupuk." Nico menyeka beberapa helai rambut jagung
dari bahunya. "Bisakah kita keluar dari sini sekarang"'' Hazel meletakkan tangannya di pundak Frank.
"Sungguh kau tidak apa-apa" Kau telah melakukan barter untuk nyawa kami. Triptolemus memaksamu
melakukan apa?" Frank berusaha tetap tenang. Dia memarahi diri sendiri karena begitu lemah. Dia mampu menghadapi
sepasukan monster, tetapi begitu Hazel bersikap baik kepadanya, dia ingin menyerah dan menangis.
"Monster-monster sapi itu katoblepones yang meracunimu aku harus membinasakan mereka."
"Tindakan yang berani," kata Nico. "Tentu hanya tinggal entah berapa, enam atau tujuh monster, dari
kawanan itu." "Tidak." Frank berdeham. "Semuanya. Aku membunuh semua monster sapi di kota ini."
Nico dan Hazel menatap Frank dalam ketercengangan yang hening. Frank takut mereka mungkin
meragukannya, atau mulai tertawa. Berapa banyak monster yang telah dia bunuh di jembatan itu"dua
ratus ekor" Tiga ratus" Tetapi, dalam mata mereka, dia melihat bahwa mereka memercayainya. Mereka
adalah anak-anak Dunia Bawah. Mungkin mereka bisa merasakan kematian dan pembantaian yang telah
dia arungi. Hazel mencium pipi Frank. Untuk melakukan itu, Hazel harus berjinjit sekarang. Mata Hazel
luar biasa sedih, seolah-olah dia menyadari sesuatu telah berubah dalam diri Frank"sesuatu yang jauh
lebih penting ketimbang lonjakan pertumbuhan fisik. Frank juga mengetahui hal itu. Dia tak akan pernah
sama lagi. Dia hanya tidak yakin apakah itu hal yang baik. "Nah," kata Nico, memecah ketegangan,
"apakah ada yang tahu seperti apa jelai itu?" []
BAB DUA PULUH SATU ANNABETH ANNABETH MEMUTUSKAN BAHWA MONSTER TIDAK akan membunuhnya. Begitu pula udara yang
beracun, juga lanskap berbahaya dengan lubang-lubang, tebing-tebing, dan batu-batunya yang tajam
bergerigi. Tidak. Kemungkinan besar, dia akan mati karena otaknya meledak akibat terlalu berat
menanggung beban keanehan ini. Pertama-tama, dia dan Percy harus minum api supaya bisa tetap
hidup. Kemudian, mereka diserang oleh segerombolan vampir, yang dipimpin oleh seorang pemandu
sorak yang telah dibunuh Annabeth dua tahun silam. Akhirnya, mereka diselamatkan oleh seorang Titan
petugas kebersihan bernama Bob yang memiliki rambut seperti Einstein, mata perak, dan punya
keterampilan memainkan sapu yang dahsyat. Tentu saja. Mengapa tidak" Mereka mengikuti Bob
melewati gurun tandus, menyusuri rute Phlegethon seraya mendekati bagian depan badai kegelapan.
Setiap beberapa saat mereka berhenti untuk meminum air api yang membuat mereka tetap hidup,
tetapi Annabeth tidak menyukainya. Kerongkongannya terasa seolah dia terus-menerus berkumur dengan air aki. Satu-satunya
penghiburan Annabeth adalah Percy. Setiap beberapa saat Percy pasti menatapnya dan tersenyum, atau
meremas tangannya. Percy tentu sama takutnya dan sama sengsaranya dengannya, dan Annabeth
senang melihat betapa Percy berusaha membuatnya merasa lebih baik. "Bob tahu apa yang dia
lakukan." Percy menjamin. "Teman-temanmu sungguh menarik," gumam Annabeth. "Bob memang
menarik!" Titan itu menoleh dan meringis. "Ya, terima kasih!" Pria besar itu punya pendengaran yang
baik. Annabeth harus mengingat-ingat itu. "Jadi, Bob ...." Annabeth berusaha terdengar santai dan
ramah, tidak mudah dengan kerongkongan yang terbakar air api. "Bagaimana kau bisa sampai ke
Tartarus?" "Aku melompat," jawab Bob, seolah-olah hal itu sudah jelas. "Kau melompat ke dalam
Tartarus," ulang Annabeth, "karena Percy menyebut namamu?" "Dia membutuhkanku." Kedua mata
berwarna perak itu berkilauan dalam kegelapan. "Tidak apa-apa. Aku lelah m.enyapu istana. Mari! Kita
hampir sampai di area peristirahatan." Area peristirahatan. Annabeth tidak bisa membayangkan. apa
arti kata-kata itu di Tartarus. Dia teringat masa-masa ketika dia., Luke, dan Thalia harus mengandalkan
area peristirahatan di jalan raya ketika mereka masih menjadi demigod gelandangan, untuk berusaha
bertahan h idup. Ke mana pun Bob membawa mereka, Annabeth berharap tempat itu mempunyai area
peristirahatan yang bersih dan mesin
makanan ringan. Annabeth menahan tawa geli. Ya, dia benar-benar sudah gila. Annabeth berjalan
terpincang-pincang, berusaha mengabaikan g,cmuruh di dalam perutnya. Dia menatap punggung Bob
saat Titan to memandu mereka menuju dinding kegelapan, yang kini hanya tinggal beberapa rams meter
lagi. Seragam petugas kebersihan Bob koyak di bagian antara tulang belikatnya, seolah-olah ada yang
mencoba menikamnya. Lap kain gombal menyembul dari sakunya. Sebuah botol semprot tergantung di
ikat pinggangnya, eairan biru di dalamnya berdesir-desir menghipnotis. Annabeth teringat cerita Percy
tentang pertemuannya dengan Fitan ini. Thalia Grace, Nico di Angelo, dan Percy bekerja sama untuk
mengalahkan Bob di tepian Lethe. Setelah menghapus ngatan Bob, mereka tidak tega untuk
membunuhnya. Dia menjadi begitu ramah, manis, dan kooperatif sehingga mereka meninggalkannya di
Istana Hades. Di tempat itu, Persephone berjanji Bob akan dirawat. Tampaknya Raja dan Ratu Dunia
Bawah menganggap "merawat" seseorang berarti memberinya sapu dan menyuruhnya inembersihkan
segala kotoran mereka. Annabeth bertanya-tanya bagaimana Hades pun setega itu. Dia tak pernah
merasa kasihan pada seorang Titan sebelum ini, tetapi mengambil seorang makhluk abadi yang sudah
dicuci otak dan mengubahnya menjadi petugas kebersihan yang tak dibayar rasanya tidaklah benar. Dia
bukan temanmu, Annabeth mengingatkan diri sendiri. Annabeth takut Bob tiba-tiba ingat siapa dirinya
sebenarnya. Tartarus adalah tempat para monster datang untuk beregenerasi. Bagaimana jika
ingatannya pulih" Jika dia menjadi Iapetus lagi yah. Annabeth telah melihat caranya menangani para
empousa itu. Annabeth tak punya senjata. Dia dan Percy tidak berada dalam kondisi yang tepat untuk
melawan seorang Titan. Annabeth melirik dengan gugup pada gagang sapu Bob, bertanya-tanya berapa lama sebelum ujung
tombak itu mencuat dan diarahkan kepadanya. Mengikuti Bob melewati Tartarus adalah risiko gila.
Sayangnya, dia tak bisa memikirkan rencana yang lebih baik. Mereka berhati-hati memilih jalan
menyusuri gurun kelabu itu, sementara halilintar merah menyambar di atas kepala di dalam awan-awan
beracun. Hari biasa yang indah di dalam sel bawah tanah penciptaan itu. Annabeth tidak bisa melihat
jauh dalam udara berkabut, tetapi semakin jauh mereka berjalan, semakin yakin dia bahwa seluruh
lanskap itu berbentuk kurva menurun. Dia sudah pernah mendengar penggambaran yang saling
bertentangan tentang Tartarus. Tartarus adalah jurang tanpa dasar. Tartarus adalah benteng yang
dikelilingi oleh dinding kuningan. Tartarus adalah kehampaan tanpa akhir. Satu cerita menggambarkan
Tartarus sebagai kebalikan langit"sebuah kubah batu terbalik yang besar dan kosong. Cerita itu
sepertinya yang paling akurat walaupun jika Tartarus adalah sebuah kubah, Annabeth menebak
bentuknya seperti langit"tanpa ada dasar sungguhan, hanya terdiri dari beberapa lapisan, tiap lapisan
lebih gelap dan lebih tidak bersahabat ketimbang sebelumnya. Bahkan, itu pun belum sepenuhnya
menggambarkan kenyataan yang mengerikan ini Mereka melewati sebuah lepuhan di tanah"
gelembung tembus cahaya yang menggeliat-geliat seukuran sebuah minivan. Meringkuk di dalamnya
sesosok tubuh drakon yang baru setengah terbentuk. Bob menombak gelembung itu tanpa berpikir dua
kali. Lepuh itu meledak dalam bentuk semburan kotoran cair kuning beruap, dan drakon itu pun
menguap lenyap. Bob terus berjalan.
Monster-monster adalah jerawat pada kulit Tartarus, pikir Annabeth. Dia menggigil. Terkadang dia
berharap tak punya imajinasi sebagus itu, karena sekarang dia yakin mereka tengah berjalan menyusuri
sesuatu yang hidup. Seluruh lanskap aneh ini"kubah, jurang, atau apa pun sebutannya"adalah tubuh
dari dewa Tartarus"perwujudan paling kuno dari kejahatan. Persis sebagaimana Gaea mendiami
permukaan bumi, Tartarus mendiami palung bawah tanah itu. Jika dewa itu menyadari mereka berjalan
menyusuri kulitnya, seperti kutu pada seekor anjing Cukup. Jangan berpikir lagi. "Di sini," kata Bob.
Mereka berhenti di bagian puncak semacam bukit. Di bawah mereka, di sebuah cekungan terlindung
yang mirip kawah di bulan, terdapat selingkaran tiang pualam rusak berwarna hitam yang mengitari
sebuah altar batu hitam. "Kuil Hermes." Bob menjelaskan. Percy mengernyit. "Kuil Hermes di Tartarus?"
Bob tertawa senang. "Ya. Kuil ini jatuh dari suatu tempat sudah lama sekali. Mungkin dari dunia manusia.
Mungkin Olympus. Pokoknya, monster tidak mau berada di dekatnya. Sebagian besar monster."
"Bagaimana kau tabu kuil ini ada di sini?" tanya Annabeth. Senyum Bob memudar. Tatapan matanya
hampa. "Aku tidak ingat." "Tidak apa-apa." Percy berkata cepat-cepat. Annabeth merasa ingin
menendang dirinya sendiri. Sebelum Bob menjadi Bob, dia adalah Iapetus Sang Titan. Seperti semua
saudaranya, dia pernah dipenjara di Tartarus selama berabad-abad lamanya. Tentu saja dia mengenal
tempat ini. Jika dia ingat kuil ini, dia mungkin mulai mengingat detail-detail lain penjara lamanya dan
kehidupan lamanya. Itu bukan hal yang bagus.
Mereka merayap ke dalam kawah itu dan memasuki lingkaran tiang. Annabeth ambruk di atas sebuah
lempengan pualam yang telah rusak, terlalu letih untuk melangkah lagi. Percy berdiri di dekatnya
dengan sikap melindungi, memeriksa sekeliling mereka. Muka badai sehitam tinta itu kini tak sampai
tiga puluh meter lagi, menyamarkan segala sesuatu di depan mereka. Tepian kawah itu menghalangi
pandangan mereka ke arah gurun di bagian belakang. Mereka tersembunyi dengan baik di sini, tetapi
jika monster ternyata bisa menemukan mereka tanpa sengaja, tak ada yang bisa memperingatkan
mereka. "Kau bilang ada yang sedang mengejar karni," kata Annabeth. "Siapa?" Bob mengayun-ayunkan
sapunya di sekitar kaki altar, sesekali berjongkok untuk mengamati tanah seolah-olah tengah mencari
sesuatu. "Mereka mengikuti, itu benar. Mereka tahu kalian di sini. Para raksasa dan Titan. Mereka yang
telah dikalahkan. Mereka tahu." Mereka yang telah dikalahkan Annabeth berusaha mengendalikan rasa
takutnya. Berapa banyak Titan dan raksasa yang telah bertarung dengannya dan Percy selama bertahuntahun ini" Masing-masing rasanya merupakan tantangan yang nyaris mustahil dikalahkan. Jika mereka
semua berada di Tartarus sini, dan jika mereka dengan giat memburu Percy dan Annabeth "Kalau begitu,
mengapa kita berhenti?" kata Annabeth. "Kira hares terus bergerak." "Sebentar lagi," sahut Bob. "Tapi,
manusia perlu istirahat. Di sini tempat yang bagus. Tempat terbaik sepanjang ... oh, jauh, jauh sekali.
Aku akan menjaga kalian." Annabeth melirik ke arah Percy, mengirimkan pesan tanpa suara: Uh, tidak.
Bergaul dengan seorang Titan sudah cukup
buruk. Pergi tidur, sementara Titan itu menjagamu dia tidak perlu menjadi putri Athena untuk
The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengetahui bahwa hal itu seratus persen tidak bijaksana. "Kau tidurlah," kata Percy kepada Annabeth.
"Aku akan melakukan giliran jaga pertama bersama Bob." Bob menggemuruhkan persetujuan. "Ya,
bagus. Saat kau bangun, seharusnya makanan sudah datang !" Perut Annabeth seperti jungkir balik
mendengar makanan disebut-sebut. Dia tidak tahu bagaimana Bob bisa memanggil makanan di tengah
Tartarus. Mungkin dia juga pengusaha katering selain petugas kebersihan. Annabeth tidak ingin tidur,
tetapi tubuhnya mengkhianatinya. Kelopak matanya rasanya seberat timbal. "Percy, bangunkan aku
untuk giliran jaga kedua. Jangan sok jadi pahlawan.)) Percy memberinya seringaian yang sangat disukai
Annabeth. "Siapa, aku?" Percy mengecup Annabeth. Bibir Percy kering dan hangat seperti terserang
demam. "Tidurlah." Annabeth merasa dia kembali ke pondok Hypnos di Perkemahan Blasteran, terlanda
kantuk. Dia meringkuk di atas lantai yang keras dan memejamkan mata.[]
BAB DUA PULUH DUA ANNABETH NANTINYA, ANNABETH MEMBULATKAN TEKAD: JANGAN pernah tidur di Tartarus. Mimpi-mimpi
demigod selalu buruk. Bahkan, dalam keamanan tempat tidurnya di perkemahan, dia selalu mendapat
mimpi buruk yang mengerikan. Di Tartarus, mimpi itu seribu kali lebih nyata. Mimpi pertama, dia
menjadi seorang gadis kecil lagi, tengah berjuang menaiki Bukit Blasteran. Luke Castellan memegang
tangannya, menariknya untuk terus maju. Satir pemandu Grover Underwood berjingkrak-jingkrak gugup
di puncak bukit, berteriak, "Cepat! Cepat!" Thalia Grace berdiri di belakang mereka, menahan sepasukan
anjing setan dengan tamengnya yang menerbitkan rasa takut, Aegis. Dari puncak bukit, Annabeth bisa
melihat perkemahan pada lembah di bawahnya"cahaya hangat pondok-pondok, peluang perlindungan.
Annabeth tersandung, pergelangan kakinya terkilir, dan Luke mengangkat Annabeth, lalu
menggendongnya. Ketika mereka melihat ke belakang, monster-monster itu tinggal beberapa meter lagi"lusinan monster
mengepung Thalia. "Pergilah!" pekik Thalia. "Aku akan menahan mereka." Dia mengacungkan
tombaknya, dan kilat bercabang mengiris barisan monster; tetapi saat anjing-anjing setan itu jatuh, lebih
hanyak lagi yang menggantikan tempat mereka. "Kim harus larir Grover berteriak. Dia memimpin jalan
menuju perkemahan. Luke mengikuti, ement ar a Annabeth menangis, mernukul-mukul dada Luke, dan
berteriak bahwa mereka tak bisa meninggalkan Thalia sendirian. rapi, sudah terlambat. Adegan berganti.
Annabeth sudah lebih besar, tengah menaiki puncak Bukit blasteran. Di tempat Thalia berdiri kali
terakhir, kini menjulang ebatang pohon pinus yang tinggi. Di atas, badai tengah mengamuk. Guruh
mengguncang lembah. Ledakan petir membelah pohon int hingga akar, memunculkan sebuah retakan
yang mengepulkan asap. Dalam kegelapan di bawah sana, berdirilah Reyna, praetor Roma Baru.
Jubahnya sewarna darah segar yang baru keluar dari pembuluh darah. Baju baja emasnya berkilauan.
Reyna menatap ke atas, wajahnya agung dan jauh, dan dia berbicara langsung ke dalam pikiran
Annabeth. Kau telah bertindak dengan baik, kata Reyna, tetapi suaranya adalah suara Athena. Sisa
perjalananku pastilah di sayap Romawi. Mata hitam sang praetor berubah kelabu seperti awan badai.
Aku harus berdiri di sini, kata Reyna kepadanya. Bangsa Romawi harus membawaku. Bukit itu bergetar.
Tanah beriak saat rumpus berubah menjadi I ipatan kain sutra"gaun sesosok dewi raksasa. Gaea
bangkit di atas Perkemahan Blasteran wajahnya yang sedang tidur sebesar gunung.
Anjing-anjing setan membanjiri perbukitan. Raksasa, Anak Bumi bertangan enam, dan cyclops liar
menyerbu dari pantai, menghancurkan paviliun makan, membakar pondok-pondok dan Rumah Besar.
Bergegaslah, ujar suara Athena. Pesan harus dikirim. Bumi membelah di kaki Annabeth dan dia terjatuh
dalam kegelapan. Mata Annabeth tersentak membuka. Dia memekik, sambil mencengkam lengan Percy.
Dia masih berada di Tartarus, di Kuil Hermes. "Tidak apa-apa." Percy menenangkan. "Mimpi buruk?"
Tubuh Annabeth dirayapi ketakutan. "Apa"apakah sudah giliranku jaga?" "Belum, belum. Kami baikbaik saja. Kau tidurlah." "Percy!" "Hei, tidak apa-apa. Lagi pula, aku terlalu bersernangat untuk tidur.
Lihat." Bob sang Titan duduk menyilangkan kaki di tepi altar, dengan riang mengunyah sepotong piza.
Annabeth menggosok-gosok matanya, bertanya-tanya apakah dia masih bermimpi. "Apakah itu ...
pepperoni?" "Sesaji bakar," jelas Percy. "Sesaji untuk Hermes dari dunia manusia, kurasa. Makanan ini
muncul dalam kepulan asap. Kami mendapat separuh hotdog, beberapa butir anggur, sepiring daging
sapi bakar, dan sebungkus permen M&M's isi kacang." "M&M's buat Bob!" timpal Bob dengan riang. "Eh,
tidak apa-apa, ya?" Annabeth tidak memprotes. Percy membawakan piring berisi daging panggang
untuk Annabeth, dan dia langsung melahapnya. Dia tak pernah merasakan makanan seenak itu. Daging
bagian dada itu masih panas, dengan lapisan manis pedas yang persis sama dengan hidangan panggang di
Perkemahan Blasteran. "Aku tabu," kata Percy, membaca raut muka Annabeth. "Kurasa itu berasal dari
Perkemahan Blasteran." Gagasan itu membuat Annabeth dibanjiri rasa kangen. Pada tiap waktu makan,
para penghuni perkemahan membakar sebagian makanan mereka untuk menghormati dewa orangtua
mereka. Asap itu konon menyenangkan para dewa, tetapi Annabeth tidak pernah memikirkan ke mana
perginya semua makanan itu ketika dibakar. Mungkin persembahan itu muncul kembali di altar-altar
dewa di Olympus ... atau bahkan di sini, di tengah Tartarus. "M&M's isi kacang," kata Annabeth. "Connor
Stoll selalu membakar sebungkus permen itu untuk ayahnya saat makan malam." Dia membayangkan
duduk di dalam paviliun makan, inengamati matahari terbenam di Selat Long Island. Itu adalah tempat
dia dan Percy kali pertama kencan sungguh-sungguh. Mata Annabeth terasa perih. Percy merangkul
bahu Annabeth. "Hei, ini bagus. Makanan ,,tingguhan dari rumah, Ian?" Annabeth mengangguk. Mereka
menyelesaikan makan dalam dram. Bob mengunyah permen M&M's terakhirnya. "Harus pergi sekarang.
Mereka akan sampai di sini beberapa menit lagi." "Beberapa menitlagi?"Annabeth meraih belatinya,
kemudian klingat pisau itu sudah tidak ada. "Ya yah, kurasa beberapa menit ...." Bob menggaruk-garuk
rambut peraknya. "Susah menghitung waktu di Tartarus. Tidak sama. Percy merayap ke tepian kawah.
Dia mengintai jalan yang tadi mereka lalui. "Aku tidak melihat apa-apa, tapi itu tidak berarti
banyak. Bob, raksasa-raksasa mana yang kita bicarakan ini" Titan yang mana?" Bob menggerutu. "Tidak
yakin namanya. Enam, mungkin tujuh. Aku bisa merasakan mereka." "Enam atau tujuh?" Annabeth tidak
yakin daging panggangnya akan tetap berada di perut. "Apakah mereka bisa merasakan
keberadaanmu?" "Tidak tahu." Bob tersenyum. "Bob berbeda! Tapi, mereka bisa mencium demigod,
memang. Kalian berdua berbau sangat kuat. Kuat enak. Seperti Hmmm. Seperti roti mentega!" "Roti
mentega," ulang Annabeth. "Yah, itu bagus." Percy naik kembali ke altar. "Apakah mungkin membunuh
raksasa di Tartarus" Maksudku, mengingat tidak ada dewa yang bisa membantu kita?" Dia memandang
Annabeth seolah-olah Annabeth punya jawaban. "Entahlah, Percy. Melakukan perjalanan di Tartarus,
melawan monster di sini tidak pernah dilakukan sebelumnya. Mungkin Bob bisa membantu kita
membunuh raksasa" Mungkin seorang Titan bisa dianggap sebagai dewa" Entahlah." "Yeah," sahut
Percy. "Baiklah." Annabeth bisa melihat kekhawatiran di mata Percy. Selama bertahun-tahun Percy
mengandalkannya untuk mendapat jawaban. Kini, ketika Percy paling membutuhkannya, Annabeth
tidak bisa membantu. Annabeth benci ketidaktahuannya, tetapi tak satu pun yang pernah dia pelajari di
perkemahan mempersiapkannya untuk Tartarus. Hanya satu hal yang dia yakini: mereka harus terus
bergerak. Mereka tidak bisa tertangkap oleh enam atau tujuh makhluk kekal. Dia berdiri, masih linglung
karena mimpi buruknya. Bob mulai bersih-bersih, mengumpulkan sampah mereka ke dalam
undukan kecil, menggunakan botol semprotnya untuk menyeka rar. "Ke mana sekarang?" tanya
Annabeth. Percy menunjuk ke arah dinding badai kegelapan. "Bob bilang arah sana. Tampaknya Pintu
Ajal?" "Kau memberi tahu Bob?" Annabeth tidak bermaksud mengucapkannya dengan nada sekeras itu,
tetapi Percy berjengit. "Saar kau sedang tidur," aku Percy. "Annabeth, Bob bisa membantu. Kita perlu
pemandu." "Bob membantu!" Bob membenarkan. "Me.masuki Tanah Kelam. Pintu Ajal hmmm, jalan
kaki langsung ke sana tidak bagus. Terlalu banyak monster berkumpul di sana. Bahkan, Bob tidak bisa
menyapu sebanyak itu. Mereka akan membunuh Percy dan Annabeth kira-kira dalam dua menit." Titan
itu mengernyit. "Kurasa detik. Sulit menentukan waktu di Tartarus." "Baiklah," gerutu Annabeth. "Jadi,
ada jalan lain?" "Bersembunyi," kata Bob. "Kabut Kematian bisa menyem-bunyikan kalian." "Oh ...."
Annabeth mendadak merasa sangat kecil dalam bayangan Titan itu. "Ehm, Kabut Kematian itu apa?" "Itu
berbahaya," kata Bob. "Tapi, jika si Nyonya mau mem-berimu Kabut Kematian, kabut itu bisa
menyembunyikan kalian. Jika kita bisa menghindari Malam. Si Nyonya sangat dekat dengan Malam.
Buruk." "Si Nyonya." Percy mengulangi. "Ya." Bob menunjuk ke depan mereka ke arah kegelapan
sehitam tinta. "Kita harus pergi." Percy melirik ke arah Annabeth, jelas berharap penjelasan, tetapi
Annabeth tak punya penjelasan. Dia tengah berpikir tentang mimpi buruknya. Pohon Thalia terbelah
oleh halilintar, Gaea bangkit di punggung bukit dan melepaskan monster-monsternya untuk menyerbu Perkemahan
Blasteran. "Baiklah kalau begitu," kata Percy. "Kukira kita akan melihat si Nyonya di sekitar suatu Kabut
Kematian." "Tunggu," tukas Annabeth. Benak Annabeth berpacu. Dia berpikir tentang mimpinya tentang
Luke dan Thalia. Dia teringat cerita-cerita yang disampai-kan Luke kepadanya tentang ayah Luke,
Hermes"dewa pengem-bara, pemandu bagi arwah orang mati, dewa komunikasi. Dia menatap altar
hitam itu. "Annabeth?" Percy terdengar cemas. Annabeth berjalan menuju tumpukan sampah dan
memungut selembar serbet kertas yang masih cukup bersih. Dia teringat penglihatannya tentang Reyna,
yang berdiri di retakan berasap di bawah sisa-sisa pohon pinus Thalia, berbicara dengan suara Athena.
Aku bares berdiri di sini. Bangsa Romawi hares membawaku. Bergegaslah. Pesan hares dikirimkan.
"Bob," panggil Annabeth, "sesaji yang dibakar di dunia manusia muncul di altar ini, bukan?" Bob
mengerutkan kening dengan tidak nyaman, seolah-olah dia tidak siap menghadapi tes dadakan. "Ya?"
"Jadi, apa yang terjadi jika aku membakar sesuatu di altar ini?" "Eh ...." "Tidak apa-apa," kata Annabeth.
"Kau tidak tahu. Tidak ada yang tahu karena itu belum pernah dilakukan." Ada kemungkinan, pikir
Annabeth, kemungkinan yang amat sangat kecil bahwa sesaji yang dibakar di atas altar ini akan muncul
di Perkemahan Blasteran. Meragukan, tetapi jika ini benar-benar berhasil
"Annabeth?" kata Percy lagi. "Kau merencanakan sesuatu. Ada ekspresi aku-merencanakan-sesuatu di
wajahmu." "Aku tidak punya ekspresi aku-merencanakan-sesuatu." "Yeah, jelas punya. Kedua alismu
bertaut, bibirmu merapat, dan?" "Kau punya pulpen?" tanya Annabeth kepada Percy. "Kau bercanda,
ya?" Percy mengeluarkan Riptide. "Ya, tapi apakah benda ini bisa digunakan untuk menulis?" "Aku"aku
tidak tahu." Percy mengakui. "Tidak pernah kucoba." Percy melepas tutup pulpen itu. Seperti biasa,
Riptide mencuat menjadi pedang berukuran sebenarnya. Annabeth telah inelihat Percy melakukan hal
ini ratusan kali. Biasanya ketika dia bertarung, Percy membuang begitu saja tutupnya. Tutup itu selalu
muncul lagi nanti dalam sakunya, sesuai kebutuhan. Ketika dia menyentuhkan tutup pada ujung pedang,
Riptide akan kembali menjadi sebuah pulpen. "Bagaimana jika kau sentuhkan tutupnya di ujung pedang
yang satunya?" kata Annabeth. "Seperti tempat tutup itu seharusnya berada jika kau memang hendak
menulis dengan pulpen." "Ehm ...." Percy tampak ragu-ragu, tetapi dia menyentuhkan tutup itu pada
pangkal pedang. Riptide menyusut kembali menjadi sebatang pulpen, tetapi sekarang ujung tulisnya
terbuka. "Boleh kupakai?" Annabeth merebut pulpen itu dari tangan Percy. Dia meratakan serbet itu
pada altar dan mulai menulis. Tinta Riptide memancarkan cahaya perunggu langit. "Apa yang kau
lakukan?" tanya Percy. "Mengirim pesan," jawab Annabeth. "Aku hanya berharap Rachel
memahaminya." "Rachel?" tanya Percy. "Maksudmu Rachel kita" Rachel sang Oracle Delphi?"
"Rachel yang itu." Annabeth menahan senyum. Setiap kali Annabeth menyinggung nama Rachel, Percy
menjadi gugup. Pada satu waktu, Rachel pernah tertarik memacari Percy. Itu cerita lama. Rachel dan
Annabeth sekarang berteman baik. Tetapi, Annabeth tidak berkeberatan membuat Percy agak tidak
nyaman. Kita tak boleh membiarkan pacar kita terlalu santai. Annabeth menyelesaikan suratnya dan
melipat serbet itu. Di bagian luar, dia menuliskan:
Connor, Berikan ini kepada Rachel. Ini bukan lelucon. Jangan bodoh.
Salam sayang, Annabeth Annabeth memandangi dinding kegelapan di depan mereka. Di tempat di dalam sana ada seorang
nyonya yang membagikan Kabut Kematian yang mungkin menyembunyikan mereka dari monster"
rencana yang direkomendasikan oleh seorang Titan, .,,Ilah satu musuh terkeji mereka. Sam lagi dosis
keanehan yang bisa meledakkan otaknya. "Baiklah," kata Annabeth. "Aku siap."[]
BAB DUA PULUH TIGA ANNABETH ANNABETH BETUL-BETUL, SECARA HARFIAH, TERSANDUNG Titan kedua. Setelah memasuki bagian
depan badai, mereka terus berjalan dengan susah payah dalam waktu yang terasa seperti berjam-jam,
mengandalkan cahaya dari pedang perunggu langit Percy dan pada Bob, yang bersinar samar dalam
kegelapan seperti semacam malaikat petugas kebersihan gila. Annabeth hanya bisa melihat kira-kira
sejauh satu setengah meter di depannya. Secara ganjil, Tanah Kegelapan mengingatkannya pada San
Francisco, tempat ayahnya tinggal"pada sore-sore musim panas ketika kabut tebal bergulung datang
seperti bahan pengemas basah nan dingin dan menelan Pacific Heights. Hanya saja di Tartarus sini,
kabut itu terbuat dari tinta. Bebatuan menjulang entah dari mana. Lubang-lubang muncul di dekat kaki
mereka, dan Annabeth nyaris jatuh karena tak sempat menghindarinya. Raungan-raungan mengerikan
menggema dalam kegelapan, tetapi Annabeth tidak tahu dari mana suara-suara itu
berasal. Satu-satunya yang bisa dia yakini adalah bahwa tanah masih menukik turun. Torun sepertinya
merupakan satu-satunya arah yang diperbolehkan di Tartarus. Jika Annabeth mundur satu langkah saja,
dia merasa letih dan berat, seolah-olah gravitasi meningkat untuk membuatnya kecil hati. Dengan
asumsi bahwa seluruh tempat ini adalah tubuh Tartarus, Annabeth punya perasaan tak enak bahwa
mereka sedang berjalan menuruni kerongkongan Tartarus. Dia begitu sibuk dengan pikiran itu, sampaisampai dia terlambat menyadari keberadaan tonjolan tebing itu. Percy berteriak, "Whoa!" Dia mencekal
lengan Annabeth, tetapi Annabeth sudah terjatuh. Untungnya, lubang itu dangkal saja. Sebagian besar
permukaannya disarati gelembung nanah monster. Annabeth mendarat dengan empuk di atas
permukaan hangat yang membal dan dia merasa beruntung"sampai dia membuka mata dan
mendapati dirinya tengah menatap pada wajah lain yang jauh lebih besar di balik selapis selaput yang
bersinar-sinar. Annabeth menjerit dan meronta-ronta panik, lalu jatuh ke samping gundukan itu.
Jantungnya melonjak seratus kali. Percy membantunya berdiri. "Kau baik-baik saja?" Annabeth tidak
memercayai dirinya sendiri untuk menjawab. Jika dia membuka mulut, dia mungkin akan menjerit lagi,
dan itu tidak pantas. Dia adalah putri Athena, bukan seorang gadis lemah yang suka memekik-mekik
seperti dalam film honor,. Tetapi, demi dewa-dewi Olympus ... di dalam gelembung selaput di depannya
itu sesosok Titan utuh meringkuk dalam baju baja emas, kulitnya sewarna uang penny yang mengilat.
Matanya terpejam dan dia membersut sedemikian rupa sampai-sampai terlihat seperti sudah hampir
memekikkan teriakan perang yang
membekukan darah. Bahkan, dari balik selaput nanah, Annabeth bisa merasakan hawa panas yang
memancar dari tubuh itu. "Hyperion," kata Percy. "Aku benci orang itu." Bahu Annabeth tiba-tiba
melengkung akibat sebuah luka lama. Pada saat Pertempuran Manhattan, Percy bertempur melawan
Titan ini di Reservoir"air melawan api. Itu adalah kali pertama Percy memanggil angin topan"bukan
sesuatu yang akan dilupakan oleh Annabeth. "Kukira Grover mengubah pria itu menjadi sebatang pohon
mapel." "Yeah." Percy membenarkan. "Mungkin pohon mapel itu mati, dan dia sampai di sini?"
Annabeth teringat bagaimana Hyperion memanggil ledakan api, dan berapa banyak satir dan nymph
yang binasa sebelum Percy dan Grover menghentikannya. Annabeth sudah hendak mengusulkan untuk
memecah gelembung Hyperion sebelum dia terbangun. Hyperion tampaknya sudah siap menetas kapan
saja dan mulai memanggang apa pun yang menghalangi jalannya. Kemudian, Annabeth melirik ke arah
Bob. Titan perak itu tengah mengam.ati Hyperion dengan kening berkerut karena konsentrasi"atau
mungkin karena mengenali. Wajah mereka terlihat sangat mirip Annabeth menahan diri untuk tidak
memaki. Tentu saja mereka sangat mirip. Hyperion adalah saudara Bob. Hyperion adalah penguasa Titan
di timur. Iapetus, Bob, adalah penguasa di barat. Ambil sapu dan pakaian petugas kebersihan Bob, ganti
dengan baju baja dan potong rambutnya, ubah pola warnanya dari perak menjadi emas, dan Iapetus
pasti nyaris tak bisa dibedakan dari Hyperion. "Bob," pangggil Annabeth. "Kita harus pergi."
"Emas, bukan perak." Bob bergumam. "Tapi, dia mirip denganku." "Bob," kata Percy. "Hei, sobat,
kemarilah." Titan itu berbalik dengan enggan. "Apakah aku temanmu?" tanya Percy. "Ya." Bob terdengar
tak yakin, berbahaya. "Kita teman." "Kau tahu bahwa sebagian monster baik," kata Percy. "Sebagian lagi
jahat." "Hmm," jawab Bob. "Seperti wanita-wanita hantu cantik yang melayani Persephone itu balk.
Zombi-zombi meledak itu jahat." "Benar," sahut Percy. "Sebagian manusia juga baik, sementara
sebagian lagi jahat. Yah, hal yang sama berlaku untuk Titan." "Titan ...." Bob menjulang di depan mereka,
sambil menatap tajam. Annabeth sangat yakin pacarnya baru saja membuat kesalahan besar. "Itulah
dirimu." Percy berkata dengan tenang. "Bob sang Titan. Kau baik. Kau hebat, bahkan. Tapi, sebagian
Titan tidak baik. Titan yang di sini, Hyperion, sangat jahat. Dia pernah mencoba membunuhku dia
mencoba membunuh banyak orang." Bob mengerjap-ngerjapkan matanya. "Tapi, dia mirip wajahnya
sangat?" "Dia mirip denganmu." Percy membenarkan. "Dia seorang Titan, sepertimu. Tapi, dia tidak
baik sepertimu." "Bob baik." Jari-jemarinya semakin erat menggenggam gagang sapunya. "Ya. Selalu ada
satu yang baik dalam semua jenis"monster, Titan, raksasa." "Uh ...." Percy meringis. "Yah, aku tidak
yakin soal raksasa." "Oh, iya." Bob mengangguk dengan sungguh-sungguh. Annabeth merasa mereka
sudah terlalu lama berapa di tempat ini. Para pengejar mereka sebentar lagi pasti berhasil menyusul.
"Kita harus pergi," desak Annabeth. "Apa yang kita lakukan soal ?" "Bob," kata Percy, "ini pilihanmu.
Hyperion sejenis denganmu. Kita bisa membiarkannya dalam keadaan seperti itu, tetapi jika dia
bangun?" Tombak sapu Bob bergerak mengayun. Jika dia menyasar Annabeth atau Percy, mereka pasti
sudah terbelah menjadi Sebagai gantinya, Bob menyayat bisul raksasa itu. Benda itu meledak dalam
semburan lumpur emas panas. Annabeth menyeka lumpur Titan itu dari matanya. Di tempat tadi
Hyperion berada, hanya tertinggal sebuah kawah berasap. "Hyperion adalah Titan jahat." Bob
mengumumkan, raut wajahnya muram. "Sekarang dia tidak bisa menyakiti teman-temanku. Dia harus
membentuk diri lagi di tempat lain di Tartarus. Semoga itu akan makan waktu lama." Mata Titan itu
tampak lebih cemerlang ketimbang biasanya, seolah-olah matanya hendak meneteskan air raksa.
"Terima kasih, Bob," ucap Percy. Bagaimana Percy bisa tetap tenang" Caranya berbicara kepada Bob
membuat Annabeth terkagum-kagum dan mungkin sedikit resah, juga. Jika Percy serius membiarkan
Bob yang memilih, Annabeth tidak menyukai besarnya kepercayaan Percy kepada Titan itu. Jika Percy
memanipulasi Bob untuk mengambil pilihan itu yah, Annabeth heran bagaimana Percy bisa begitu
penuh perhitungan. Percy menatap mata Annabeth, tetapi Annabeth tidak bisa membaca ekspresi Percy.
Hal itu juga merisaukannya. "Sebaiknya kita meneruskan perjalanan," kata Percy. Annabeth dan Percy
mengikuti Bob, bintik-bintik lumpur keemasan dari ledakan gelembung Hyperion berkilat-kilat pada
seragam petugas kebersihannya. []
BAB DUA PULUH EMPAT ANNABETH SETELAH BEBERAPA SAAT, KAKI ANNABETH terasa seperti bubur Titan. Annabeth terus berjalan,
mengikuti Bob, mendengarkan bunyi monoton percikan cairan dalam botol pembersihnya. Tetap
waspada, perintah Annabeth kepada diri sendiri, tetapi itu sulit. Pikirannya sama mati rasanya seperti
kakinya. Dari waktu ke waktu, Percy memegang tangannya, atau mengeluarkan komentar yang
membangkitkan semangat. Namun, Annabeth tabu bahwa lanskap gelap itu juga memengaruhi Percy.
Mata Percy tampak suram"seolah-olah semangatnya perlahan-lahan padam. Percy jatuh ke dalam
Tartarus untuk menemanimu, ujar sebuah suara dalam kepala Annabeth. Jika dia mati, itu adalah
salahmu. "Hentikan." Annabeth berkata nyaring. Percy mengerutkan dahi. "Apa?" "Tidak, bukan kau."
Annabeth berusaha tersenyum menenangkan, tetapi dia tak terlalu berhasil melakukannya. "Bicara
sendiri. Tempat ini mengacaukan pild.ranku. Memberiku pikiran-pikiran kelam."
Garis-garis kekhawatiran di sekitar mata hijau laut Percy menjadi semakin dalam. "Hei, Bob, ke mana
tepatnya kita menuju?" "Si Nyonya," jawab Bob. "Kabut Kematian." Annabeth berjuang melawan rasa
jengkelnya. "Tapi, apa artinya itu" Siapa nyonya ini?" "Menyebut namanya?" Bob melirik ke belakang.
"Bukan ide bagus." Annabeth mendesah. Titan itu benar. Nama mengandung kekuatan, dan
mengucapkan nama di Tartarus sini mungkin sangat berbahaya. "Setidaknya bisakah kau memberi tahu
kami sampai sejauh mana?" tanya Annabeth. "Aku tidak tahu." Bob mengakui. "Aku hanya bisa merasakannya. Kita menunggu kegelapan menjadi lebih gelap. Kemudian, kita bergerak ke samping." "Ke
samping," gumam Annabeth. "Tentu saja." Dia tergoda untuk meminta istirahat, tetapi dia tidak ingin
berhenti. Tidak di sini, di tempat gelap dan dingin ini. Kabut hitam itu merasuk ke dalam tubuhnya,
mengubah tulang-belulangnya menjadi styrofoam lembap. Dia bertanya-tanya apakah pesannya sampai
kepada Rachel Dare. Apakah Rachel entah bagaimana bisa membawa usulannya kepada Reyna tanpa
terbunuh dalam prosesnya Harapan konyol, kata sebuah suara dalam kepala Annabeth. Kau hanya
membahayakan Rachel. Bahkan, jika dia menemukan orang-orang Romawi, mengapa Reyna harus
memercayaimu setelah segala yang terjadi" Annabeth tergoda untuk balas berteriak pada suara itu,
tetapi dia berjuang menahannya. Bahkan, kalaupun dia menjadi gila, dia tidak ingin hal itu terlihat.
Annabeth sangat memerlukan sesuatu yang bisa mengangkat or tliangatnya. Meminum air sungguhan.
Sekejap cahaya matahari. empat tidur yang hangat. Kata-kata menenangkan dari ibunya. Mendadak Bob
berhenti. Dia mengangkat satu tangannya: /10/ au. "Apa?" bisik Percy. "Ssst." Bob memperingatkan. "Di
depan. Ada yang bergerak." Annabeth berusaha keras mendengarkan. Dari suatu tempat I i dalam kabut
The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terdengar sebuah suara deru yang dalam, seperti ra mesin peralatan konstruksi berukuran besar yang
sedang 1 l ak digunakan. Dia bisa merasakan getaran suara itu melalui :,cpatunya. "Kita akan
mengepungnya," bisik Bob. "Kalian masing-masing, ambil posisi sayap." Untuk kesejuta kali, Annabeth
berharap dia membawa I ,clatinya. Dia memungut sebongkah batu obsidian hitam bergerigi (Ian
merayap ke kifi. Percy ke kanan, pedangnya siaga. Bob mengambil posisi tengah, ujung tombaknya
bersinar-sinar dalam kabut. Deru itu semakin keras, menggetarkan kerikil di kaki Annabeth. Suara itu
sepertinya berasal persis dari depan mereka. "Siap?" gumam Bob. Annabeth berjongkok, bersiap
melompat. "Pada hitungan ketiga?" "Satu," bisik Percy. "Dua?" Sebuah sosok muncul dalam kabut. Bob
mengangkat tombaknya. "Tunggu!" pekik Annabeth. Bob bergeming tepat pada waktunya, ujung
tombaknya berada satu inci di atas kepala seekor anak kucing kecil berwarna belang-belang.
"Meong?" ucap si kucing, jelas tidak terkesan dengan rencana serangan mereka. Hewan itu
menumbukkan kepalanya pada kaki Bob dan mendengkur keras. Sepertinya mustahil, tetapi bunyi
gemuruh yang dalam itu berasal dari anak kucing ini. Saat hewan itu mendengkur, tanah bergetar dan
batu-batu kerikil menari. Anak kucing itu memancangkan mata kuningnya yang seperti lampu pada satu
batu tertentu yang terletak persis di antara kaki Annabeth, lalu menerkamnya. Kucing itu mungkin setan
atau monster seram Dunia Bawah yang sedang menyamar. Namun, Annabeth tidak bisa menahan diri.
Dia mengangkat kucing itu dan memeluknya. Makhluk kecil itu hanya tinggal tulang berbalut kulit, tetapi
selain itu si anak kucing tampak sangat normal. "Bagaimana ...?" Annabeth bahkan tak bisa
merampungkan pertanyaannya. "Apa yang dilakukan anak kucing ...?" Anak kucing itu menjadi tak sabar
dan menggeliat lepas dari tangan Annabeth. Si anak kucing mendarat keras, melangkah menuju Bob, lalu
mulai mendengkur lagi saat menggosok-gosokkan badan pada sepatu bot Bob. Percy tertawa. "Ada yang
menyukaimu, Bob." "Ini pasti monster yang baik." Bob mendongak dengan gugup. "Iya, Ian?" Annabeth
merasa ada sesuatu yang menyumbat di tenggorokannya. Melihat Titan berukuran besar dan anak
kucing mungil ini bersama-sama, membuatnya tiba-tiba merasa tak ada artinya dibandingkan dengan
keluasan Tartarus. Tempat ini tidak menghargai apa pun"baik atau buruk, kecil atau besar, bijak atau
tidak bijak. Tartarus menelan Titan, demigod, dan anak kucing tanpa pandang bulu.
Bob berlutut dan mengambil anak kucing itu. Hewan itu pas .hewan itu pas sekali dengan telapak tangan
Bob, tetapi ia memutuskan untuk menjelajah. Si anak kucing memanjati lengan si Titan, bersantai di
punggung Bob, dan memejamkan mata, sembari mendengkur perti buldoser. Mendadak, bulunya
berkelip-kelip. Dalam '.seekejap, si anak kucing menjadi kerangka tak bernyawa, seolah-olah ia
melangkah ke balik sebuah mesin sinar-X. Kemudian, ia kembali menjadi anak kucing biasa. Annabeth
mengedip-ngedipkan mata. "Apakah kau melihat?"" "Yeah." Percy menautkan alis matanya. "Oh, ya
ampun aku tabu anak kucing ini. Ia salah satu kucing yang berasal dari Smithsonian." Annabeth berusaha
memahami hal itu. Dia tidak pernah pergi ke Smithsonian bersama Percy .... Kemudian, dia teringat
beberapa tahun lalu, ketika Titan Atlas menangkapnya. Percy dan Thalia memimpin ekspedisi untuk
menyelamatkannya. Di perjalanan, mereka melihat Atlas membangkitkan beberapa kesatria kerangka
dari gigi naga di Museum Smithsonian. Menurut Percy, percobaan pertama Titan itu gagal. Dia keliru
menanamkan gigi harimau bergigi pedang, dan membangkitkan sekumpulan kerangka anak kucing dari
tanah. "Itu salah satu dari mereka?" tanya Annabeth. "Bagaimana anak kucing itu sampai di sini?" Percy
merentangkan kedua tangan tanpa daya. 'Atlas menyuruh para pelayannya untuk membuang anak-anak
kucing itu. Mungkin mereka membinasakan kucing-kucing itu dan mereka terlahir kembali di Tartarus"
Entahlah." "Lucu," kata Bob, saat anak kucing itu mengendus-endus telinganya. "Tapi, apakah aman?"
tanya Annabeth. Titan itu menggaruk-garuk dagu si anak kucing. Annabeth tidak tahu apakah gagasan yang bagus
membawa-bawa seekor kucing yang tumbuh dari sebuah gigi prasejarah; tetapi jelas itu tidak penting
lagi. Si Titan dan kucing itu telah saling menyukai. "Aku akan memanggilnya Bob Kecil," kata Bob. "Dia
monster yang baik." Diskusi selesai. Titan itu mengangkat tombaknya dan mereka melanjutkan
perjalanan memasuki kegelapan.
Annabeth berjalan dalam kondisi linglung, berusaha tidak memikirkan piza. Untuk mengalihkan
perhatiannya, dia mengawasi Bob Kecil si anak kucing menyusuri kedua bahu Bob dan mendengkur,
kadang-kadang berubah menjadi kerangka anak kucing yang bersinar-sinar, kemudian kembali menjadi
gundukan bulu belang-belang. "Di sini." Bob mengumumkan. Bob berhenti begitu mendadak, hingga
Annabeth hampir menabraknya. Bob menatap ke sebelah kiri mereka, seolah-olah terbenam dalam
pemikiran. "Apakah ini tempatnya?" tanya Annabeth. "Tempat kita mulai bergerak ke samping?" "Ya."
Bob membenarkan. "Lebih gelap, jadi ke samping." Annabeth tidak tahu pasti apakah memang benarbenar lebih gelap, tetapi udara memang sepertinya lebih dingin dan lebih pekat, seolah-olah mereka
memasuki mikroklimat yang berbeda. Lagi-lagi, Annabeth teringat San Francisco, tempat orang bisa
berjalan dari satu kawasan ke kawasan berikutnya dan suhu udara menukik sepuluh derajat. Annabeth
bertanya-tanya apakah para Titan membangun istana mereka di Gunung Tamalpais karena Wilayah
Teluk mengingatkan mereka pada Tartarus.
Sungguh pemikiran yang menyedihkan. Hanya Titan yang melihat tempat seindah itu sebagai pos
potensial Tartarus"lionah bagai neraka yang jauh dari rumah. Bob mengarah ke kiri. Mereka mengikuti.
Pepohonan hitam inggi menjulang ke dalam kegelapan, dengan bentuk bundar Nrinpurna dan tanpa
cabang pohon, seperti folikel rambut yang
ibesar. Tanah di situ lembut dan pucat. Mengingat keberuntungan kami, pildr Annabeth, kami sedang
melewati ketiak Tartarus. Mendadak pancaindranya bersiaga tinggi, seolah-olah ada yang Jah
menjepretkan karet gelang ke pangkal lehernya. Annabeth menaruh tangannya di batang pohon
terdekat. "Ada apa?" Percy mengangkat pedangnya. Bob berbalik dan melihat ke belakang, kebingungan.
"Kita ber henti?" Annabeth mengangkat satu tangannya meminta diam. Dia tidak yakin apa yang
menarik perhatiannya. Tidak ada yang tampak berbeda. Kemudian, dia menyadari bahwa batang pohon
itu bergetar saat dia bertanya-tanya apakah itu gara-gara deruman anal< kucing, tetapi Bob Kecil telah
tertidur di bahu Bob Besar. Beberapa meter dari situ, sebatang pohon lain bergetar. "Ada yang sedang
bergerak di atas kita," bisik Annabeth. "Ayo, be rkumpul ." Bob dan Percy merapat ke Annabeth, berdiri
saling memunggungi. Annabeth mengerahkan kemampuan matanya, berusaha melihat ke atas mereka
dalam kegelapan, tetapi tidak ada yang bergerak. Dia nyaris memutuskan bahwa itu tadi sekadar
kekhawatiran tak perlu ketika monster pertama jatuh mendarat ke tanah dalam jarak hanya satu
setengah meter. Pikiran pertama Annabeth: Furies. Makhluk itu terlihat hampir sama persis dengan Furies: wanita tua
keriput dengan sayap seperti kelelawar, cakar kuningan, dan mata merah menyala. Dia mengenakan
gaun compang-camping berbahan sutra hitam, sementara wajahnya tak keruan dan sangat kelaparan,
seperti seorang setan nenek keji yang sedang ingin membunuh. Bob menggeram saat saw lagi mendarat
di depannya, dan kemudian satu lagi di depan Percy. Segera saja terdapat setengah lusin monster
mengelilingi mereka. Lebih banyak lagi yang mendesis-desis di atas pepohonan. Kalau begitu, mereka
tak mungkin Furies. Furies hanya ada tiga, dan nenek-nenek bersayap ini tidak membawa cambuk. Hal
itu tidak menenangkan hati Annabeth. Cakar para monster itu terlihat sangat berbahaya. "Siapa kalian?"
Annabeth menuntut jawaban. Arai, desis sebuah suara. Kutukan! Annabeth berusaha mencari sumber
suara itu, tetapi tak satu pun setan itu menggerakkan mulut. Mata mereka tampak tak bernyawa,
ekspresi mereka tampak dingin, seperti boneka. Suara itu sekadar melayang di atas kepala seperti suara
narator film, seolah-olah ada satu otak yang mengendalikan semua makhluk ini. "Apa"apa yang kalian
inginkan?" Annabeth bertanya, berusaha mempertahankan nada penuh percaya diri. Suara itu tertawa
jahat. Mengutuk kalian, tentu saja! Meng-hancurkan kalian seribu kali atas nama Ibu Malam! "Hanya
seribu kali?" gumam Percy. "Oh, baguslah kukira kita berada dalam masalah." Lingkaran setan
perempuan itu sem akin merapat.[]
BAB DUA PULUH LIMA HAZEL MUANYA BERBAU SEPERTI RACUN. DUA hari setelah Icainggalkan Venesia, Hazel masih belum berhasil
menghilangkan bau beracun Eau de Monster Sapi dari hidungnya. Mabuk laut yang dialaminya juga tidak
membantu. Argo tl melayari Adriatik, hamparan laut biru yang berkilau-kilau indah, tetapi Hazel tidak
bisa menikmati keindahannya berkat guncangan kapal yang tiada henti. Di atas geladak, dia berusaha
memancangkan mata pada cakrawala"karang-karang putih yang selalu terlihat hanya berjarak sekitar
satu mil di sebelah timur. Negara apa itu" Kroasia" Dia tidak yakin. Dia hanya berharap segera berada di
atas tanah padat lagi. Hal yang paling membuatnya mual adalah si musang. Tadi malam, hewan
peliharaan Hecate, Gale muncul di dalam kabinnya. Hazel terbangun dari mimpi buruk sambil bertanyatanya, "Bau apa ini?". Dia menemukan hewan pengerat berbulu itu berada di atas dadanya, menatapnya
dengan mata hitam yang bundar berkilat-kilat.
Tidak ada yang bisa menyamai terbangun sambil berteriak-teriak, menendang-nendang selimut hingga
lepas, dan menari-nari di sekeliling kabin sementara seekor musang terbirit-birit di antara kaki kita,
mencicit dan mengeluarkan kentut. Teman-temannya bergegas ke kamarnya untuk melihat apakah dia
baik-baik saja. Musang itu sulit dijelaskan. Hazel tahu bahwa Leo berusaha keras untuk tidak membuat
lelucon. Pada pagi hari, begitu kehebohan sudah mereda, Hazel memutuskan untuk mengunjungi Pak
Pelatih Hedge karena dia bisa bicara dengan binatang. Hazel menemukan pintu kabin Pak Pelatih dalam
keadaan terbuka dan mendengar Pak Pelatih berada di dalam sedang berbicara seolah-olah sedang
menelepon seseorang"hanya saja tidak ada telepon di atas kapal ini. Mungkin dia sedang mengirim
pesan sihir Iris" Hazel pernah mendengar bahwa orang Yunani sangat sering menggunakan cara itu.
"Baiklah, Say," Hedge berkata. "Yeah, aku tahu, Sayang. Tidak, itu kabar bagus, tapi?" Suaranya
berubah akibat tergayuti emosi. Hazel mendadak merasa tak enak telah mencuri dengar. Dia sudah
berniat pergi, tetapi Gale mencicit di dekat tumit kakinya. Hazel mengetuk pintu Pak Pelatih. Hedge
menyembulkan kepalanya, cemberut seperti biasa, tetapi matanya merah. "Apa?" geramnya. "Ehm
maaf," kata Hazel. "Apakah Anda baik-baik saja?" Pak Pelatih mendengus dan membuka pintunya lebarlebar. "Pertanyaan macam apa itu?" Tidak ada orang lain di ruangan itu. "Saya?" Hazel berusaha
mengingat mengapa dia di sana. "Saya ingin tahu apakah Anda bisa berbicara dengan musang saya."
Mata Pak Pelatih menyipit. Dia memelankan suaranya. "Apakah kita sedang bicara dengan bahasa
sandi" Apakah ada nyusup di kapal ini?" "Yah, bisa dibilang begitu." Gale mengintip dari balik kaki Hazel
dan mulai mengoceh. Pak Pelatih tampak tersinggung. Dia balas mengoceh pada si musang. Mereka
melangsungkan percakapan yang terdengar ngat menyerupai perdebatan sengit. "Apa yang dia
katakan?" tanya Hazel. "Banyak hal yang tidak sopan," gerutu si satir. "Intinya: dia di sini untuk melihat
bagaimana kelangsungannya." "Kelangsungan apa?" Pak Pelatih Hedge mengentakkan kaki. "Bagaimana
aku tahu" Dia ini sigung! Dia tak pernah memberi jawaban yang jelas. Nah, sekarang permisi, aku ada,
ehm, urusan ...." Dia menutup pintu di depan muka Hazel.
Usai sarapan, Hazel berdiri di langkan sisi kiri, mencoba menenangkan perutnya. Di sebelahnya, Gale
berlari naik-turun langkan, seraya mengeluarkan gas, tetapi angin kencang laut Adriatik membantu
mengusir baunya. Hazel penasaran ada masalah apa dengan Pak Pelatih Hedge. Dia pasti menggunakan
pesan-Iris untuk berbicara dengan seseorang, tetapi jika dia mendapat kabar baik, mengapa dia terlihat
begitu sedih" Hazel tak pernah melihatnya begitu terguncang. Sayangnya, dia ragu Pak Pelatih akan
minta bantuan jika dia memerlukannya. Pak Pelatih Hedge tidak bisa dibilang pribadi yang hangat dan
terbuka. Hazel menatap tebing putih di kejauhan dan berpikir mengapa Hecate mengirim Gale si sigung.
Dia di sini untuk melihat bagaimana kelangsungannya.
Ada sesuatu yang akan terjadi. Hazel akan diuji. Hazel tidak mengerti bagaimana dia hams belajar sihir
tanpa pelatihan. Hecate berharap dia mengalahkan seorang penyihii superkuat"wanita bergaun emas
yang digambarkan Leo berdasat mimpinya. Tapi, bagaimana" Hazel menghabiskan seluruh waktu
luangnya untuk mencoba memecahkan persoalan itu. Dia memandangi spatha-nya, berusaha
membuatnya terlihat seperti tongkat berjalan. Dia berusaha memanggil awan untuk menutupi bulan
purnama. Dia berkonsentrasi hingga matanya juling dan telinganya berdenging, tetapi tak terjadi apaapa. Dia tidak bisa mengendalikan Kabut. Beberapa malam belakangan ini, mimpi-mimpinya menjadi
sernakin buruk. Dia mendapati diri kembali berada di Padang Asphodel, mengeluyur tanpa arah di
antara hantu-hantu. Kemudian, dia berada di Gua Gaea di Alaska, tem.pat Hazel dan ibunya tewas saat
langit-langit runtuh dan suara sang dewi Burni meraung marah. Hazel berada di lantai atas bangunan
aparternen ibunya di New Orleans, berhadap-hadapan dengan ayahnya, Pluto. Jemari Pluto yang dingin
menggenggam tangannya. Jiwa-jiwa yang terpenjara menggeliat-geliat pada kain kemeja wol hitam
Pluto. Dia menatap Hazel dengan mata hitamnya yang marah dan berkata: Yang mati melihat apa yang
mereka yakini sedang rnereka lihat. Begitu Pula yang hidup. Itulah rahasianya. Pluto tak pernah berkata
begitu dalam kehidupan nyata. Hazel tak mengerti apa artinya. Mimpi buruk yang paling parch tampak
seperti kilasan masa depan. Hazel tengah tersaruk-saruk melewati sebuah terowongan gelap sementara
suara tawa seorang perempuan menggema di sekitarnya. Kendalikan ini jika kau bisa, Anak Pluto, ejek
perempuan itu. Hazel juga selalu bermimpi tentang gambar-gambar yang dia lihat di persimpangan
Hecate: Leo jatuh dari langit; Percy dan
Habeth tergeletak tak sadarkan diri, mungkin mati, di depan logam hitam, dan satu sosok berselubung
menjulang di atas mereka"raksasa Clytius yang terbungkus kegelapan. Pada langkan di sebelah Hazel,
Gale si musang mencicit tak sabar. Hazel tergoda untuk mendorong hewan pengerat bodoh itu ke dalam
laut. Aku bahkan tak sanggup mengendalikan mimpi-mimpiku sendiri, begitu dia ingin menjerit.
Bagaimana aku harus mengendalikan Aabut" Dia begitu sedih sampai-sampai tidak menyadari
kedatangan frank hingga cowok itu berdiri di sebelahnya. "Sudah merasa baikan?" tanyanya. Dia meraih
tangan Hazel, jari-jemarinya membungkus jemari lazel. Hazel tak percaya betapa tinggi tubuh Frank
sekarang, Frank pernah berubah menjadi begitu banyak hewan hingga Hazel tidak yakin mengapa satu
lagi perubahan harus membuatnya takjub etapi mendadak tinggi Frank melampaui berat badannya. Tak
ada lagi yang bisa menyebutnya tembam atau gendut. Dia terlihat ,,cperti pemain futbol, kekar dan kuat,
dengan pusat berat badan yang baru. Kedua bahunya melebar. Dia berjalan dengan lebih percaya diri.
Apa yang dilakukan Frank di atas jembatan di Venesia itu Hazel masih terkagum-kagum. Tak seorang pun
di antara mereka menyaksikan pertempuran itu, tetapi tak seorang pun meragukannya. Seluruh
pembawaan Frank telah berubah. Bahkan, Leo berhenti membuat lelucon yang menertawakan Frank.
"Aku"aku baik-baik raja." Hazel berhasil menjawab. "Kau?" Frank tersenyum, sudut-sudut matanya
berkerut. "Aku, ehm, lebih tinggi. Selain itu, yeah. Aku baik-baik saja. Kau tabu, di dalam diriku aku
belum benar-benar berubah ...."
Suara Frank mengandung sedikit keraguan dan kecanggungail - nya yang lama"suara Frank-nya, yang
selalu khawatir bersikai) ceroboh dan mengacau. Hazel merasa lega. Dia suka bagian diri Frank yang itu.
Awalnya, penampilan Frank yang baru membuatnya terkejut. Dia khawatir kepribadian Frank juga
berubah. Kini, Hazel sudah mulai bisa bersikap santai tentang itu. Di luar segala kekuatannya, Frank
masih pria manis yang sama seperti dulu. Frank masih rapuh. Dia masih memercayakan kelemahan
terbesarnya kepada Hazel"potongan kayu bakar sihir yang dibawa Hazel dalam saku mantelnya, di
dekat jantungnya. "Aku tahu, dan aku senang." Hazel meremas tangan Frank. "Sebenarnya sebenarnya
bukan kau yang tengah kukhawatirkan." Frank menggerutu. "Bagaimana keadaan Nico?" Hazel tengah
berpikir tentang dirinya sendiri, bukan Nico, tetapi dia mengikuti pandangan Frank ke puncak tiang
depan, tempat Nico bertengger di atas tiang layar. Nico mengatakan bahwa dia suka berjaga karena
penglihatannya bagus. Hazel tahu bukan itu alasannya. Bagian puncak layar adalah salah satu di antara
sedikit tempat Nico bisa sendiri di atas kapal. Anak-anak lain telah menawarinya untuk menggunakan
kabin Percy, mengingat Percy ... yah, sedang tidak ada. Nico menolak mentah-mentah. Dia
menghabiskan sebagian besar waktunya di dekat tali-temali kapal, tempat dia tidak harus bicara dengan
awak kapal yang lain. Sejak dia berubah menjadi tanaman jagung di Venesia, Nico menjadi lebih
penyendiri dan murung. "Aku tidak tahu." Hazel mengakui. "Dia sudah mengalami banyak hal. Ditawan
di Tartarus, menjadi tahanan dalam guci perunggu, menyaksikan Percy dan Annabeth jatuh ...."
"Dan, berjanji memandu kita ke Epirus." Frank mengangguk. Attu punya perasaan, Nico tidak bisa
bergaul baik dengan yang Frank berdiri tegak. Dia mengenakan kaus berwarna abu-abu kecokelatan
bergambar seekor kuda serta bertulisan PALIO DI SIENA. Dia baru membelinya beberapa hari berselang,
tetapi karang kaus itu kekecilan. Ketika dia meregangkan badan, perutnya tersingkap. Hazel menyadari
dirinya tengah memandangi perut itu. cepat-cepat dia mengalihkan pandangan, wajahnya merona. Nico
adalah satu-satunya kerabatku," kata Hazel. "Tidak udah menyukainya, tapi terima kasih sudah bersikap
baik I epadanya." Frank tersenyum. "Hei, kau bisa tahan menghadapi nenekku .di Vancouver. Bicara soal
tidak mullah menyukai orang." Gale si sigung berlari kecil ke arah mereka, buang angin, kemudian
melarikan diri. "Ugh." Frank mengibas-ngibaskan bau kentut hewan itu. "Omong-omong, mengapa
makhluk itu ada di sini?" Hazel nyaris bersyukur dia tidak sedang berada di tanah yang kering. Dengan
perasaan serisau ini, emas dan batu permata . mungkin sekarang bermunculan di sekitar kakinya.
"Hecate mengirim Gale untuk mengawasi," jawabnya. "Mengawasi?" Hazel berusaha mencari
penghiburan dalam kehadiran Frank, dalam aura kekuatan dan kekokohannya yang baru. "Aku tidak
tahu," kata Hazel pada akhirnya. "Sejenis ujian." Tiba-tiba saja kapal itu tersentak maju.[]
BAB DUA PULUH ENAM HAZEL HAZEL DAN FRANK JATUH TERGULING MENIMPA SATU SAMA LAIN. Hazel tak sengaja memberi manuver
Heimlich kepada dirinya sendiri dengan ujung pedangnya dan meringkuk di atas geladak, mengerang
dan terbatuk-batuk mengeluarkan rasa racun katobleps. Melalui kabut rasa nyeri, dia mendengar
dekorasi yang terletak di haluan kapal, Festus si naga perunggu, memekik-mekik ketakutan dan
menembakkan api. Samar-samar, Hazel berpikir apakah mereka menabrak gun ung es"tetapi di Adriatik,
di tengah musim panas" Kapal berguncang-guncang ke kiri dengan sangat ribut, seperti tiang telepon
yang patah menjadi dua. "Gahh!" Leo berteriak dari suatu tempat di belakang Hazel. "Dayungnya
dimakan!" Dimakan" Hazel bertanya-tanya. Dia berusaha berdiri, tetapi sesuatu yang besar dan berat
menjepit kedua kakinya. Dia menyadari itu adalah Frank, yang tengah menggerutu sambil berusaha
melepaskan diri dari tumpukan tali yang lepas.
Semua orang bergegas. Jason melompati mereka dengan pedang terhunus dan berlari menuju buritan.
Piper sudah berada di geladak belakang, melemparkan makanan dari kornukopianya dan berteriak, "Hei!
HEI! Makan ini, kura-kura bodoh!" Kura-kura" Frank membantu Hazel berdiri. "Kau tidak apa-apa?"
"Yeah." Hazel berbohong, sambil mencengkeram perutnya. "Pergilah!" Frank berlari cepat menaiki anak
tangga, melepas ranselnya, yang seketika itu juga berubah menjadi sebuah busur dan tempat anak
panah. Pada saat mencapai kemudi, dia sudah menembakkan satu anak panah dan tengah memasang
anak panah kedua. Leo dengan panik mengutak-atik alas kendali kapal. "Dayung tidak bisa ditarik
kembali. Jauhkan makhluk itu! Jauhkan!" Di atas tali layar, wajah Nico melongo kaget. "Demi Styx"
besar sekali!" teriaknya. "Kiri! Belok kiri!" Pak Pelatih Hedge adalah yang terakhir sampai di geladak. Dia
menebus keterlambatannya dengan semangatnya. Dia melompati anak tangga, mengayunkan tongkat
bisbolnya, tanpa ragu menderap dengan kaki kambingnya ke buritan, dan melompati langkan seraya
berseru riang "Ha-HA!" Hazel berjalan sempoyongan menuju geladak belakang dan tidak bisa
memercayai apa yang dia lihat. Ketika dia mendengar kata kura-kura, dia membayangkan makhluk
mungil lucu seukuran kotak perhiasan, bertengger di atas batu di tengah sebuah kolam ikan. Ketika dia
mendengar sangat besar, benaknya berusaha menyesuaikan"baiklah, barangkali kura-kura itu seperti
penyu Galapagos yang pernah dia lihat di kebun binatang satu kali, dengan tempurung yang cukup besar
untuk dinaiki orang. Hazel tidak membayangkan makhluk seukuran sebuah pulau Ketika dia melihat kubah raksasa berpola
kotak-kotak cokelat. hitam yang kasar, kata kura-kura benar-benar tidak masuk akal Tempurungnya
lebih menyerupai daratan"bukit-bukit tulang lembah-lembah mutiara berkilau, hutan lumut dan
tumbuhar laut, sungai-sungai berair laut mengaliri galur-galur pada kulii punggungnya. Di sisi kanan
kapal, bagian tubuh lain monster itu muncul dari air seperti kapal selam. Demi Lares Roma ... apakah itu
kepalanya" Mata emasnya sebesar kolam renang anak-anak dengan celah miring hitam sebagai biji mata.
Kulitnya berkilau-kilau seperti baju kamuflase militer yang basah"cokelat berbintik-bintik hijau dan
kuning. Mulutnya yang merah tak bergigi bisa menelan Athena Parthenos dalam sekali lahap. Hazel
menyaksikan saat kura-kura itu mematahkan selusin dayung. "Hentikan!" Leo meraung. Pak Pelatih
Hedge merayapi tempurung si kura-kura, memukul-mukulnya tanpa guna dengan pemukul bisbol sambil
berteriak, "Terima itu! Dan, itu!" Jason terbang dari buritan dan mendarat di atas kepala makhluk itu.
Dia menusukkan pedang emasnya persis di antara mata si kura-kura, tetapi pedang itu tergelincir ke
samping, seolah-olah kulit kura-kura itu adalah baja berminyak. Frank menembakkan anak panah pada
mata si monster tanpa hasil. Kelopak mata bagian dalam si kura-kura yang tipis berkedip dengan
ketepatan luar biasa, menangkis tiap tembakan. Piper melemparkan blewah-blewah ke dalam air sambil
berteriak, "Ambillah itu, kura-kura bodoh!" Tetapi, si kura-kura sepertinya terobsesi memakan Argo II.
"Bagaimana makhluk itu bisa sedekat ini?" Hazel bertanya.
Leo mengangkat kedua tangan dengan gusar. "Pasti gara-gara tempurung itu. Kuduga tempurung itu tak
terdeteksi sonar. Ini kura-kura yang sangat pintar bergerak diam-diam!" "Bisakah kapal kita terbang?"
tanya Piper. "Dengan separuh dayung rusak?" Leo menekan-nekan beberapa tombol dan memutar bola
mekanis Archimedes. "Aku harus mencoba cara lain." "Di sana!" Nico berteriak dari atas. "Bisakah kau
The Heroes Of Olympus 4 House Of Hades di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membawa kita ke tangga itu?" Hazel melihat arah yang ditunjukkan Nico. Sekitar setengah mil di arah
timur, sebidang panjang daratan membentang sejajar dengan tebing-tebing pesisir. Sulit memastikan
dari kejauhan, tetapi hamparan air di antara keduanya sepertinya hanya sepanjang dua puluh atau tiga
puluh meter"mungkin cukup lebar untuk dilewati Argo II, tetapi jelas tidak cukup lebar untuk dilewati
tempurung kura-kura raksasa. "Yeah. Yeah." Leo tampaknya mengerti. Dia memutar bola mekanis
Archimedesnya. "Jason, menyingkirlah dari kepala makhluk itu! Aku punya icier Jason masih memukulmukul wajah kura-kura itu, tetapi ketika dia mendengar Leo berkata aku punya ide, dia mengambil satusatunya pilihan yang cerdas. Dia terbang menjauh secepat mungkin. "Pak Pelatih, ayo!" ajak Jason.
"Tidak, aku bisa membereskan ini!" kata Hedge, tetapi Jason mencengkeram pinggangnya dan pergi
menjauh. Nahasnya, Pak Pelatih meronta-ronta demikian hebat sehingga pedang Jason jatuh dari
tangannya dan tercebur ke laut. "Pak Pelatih!" keluh Jason. "Apo?" tanya Hedge. "Aku sedang
melemahkannya!" Si kura-kura menyeruduk lambung kapal, nyaris melemparkan seluruh awak kapal ke sebelah kiri. Hazel
mendengar bunyi retakan, seakan-akan tunas kapal patah. "Satu menit lagi," kata Leo, kedua tangannya
bergerak-gerak cepat di atas konsol. "Kim mung
kin tidak akan ada di sini satu menit lagi!" Frank
menembakkan anak panah terakhir. Piper berteriak pada kura-kura itu, "Pergi sana!" Sesaat, itu berhasil.
Kura-kura itu berbelok dari kapal dan membenamkan kepalanya ke dalam air. Namun, monster itu
kemudian kembali lagi dan membentur mereka lebih keras lagi. Jason dan Pak Pelatih Hedge mendarat
Kaki Tiga Menjangan 15 Pengemis Binal 25 Petualangan Roh Iblis Pendekar Bodoh 20
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama