Trio Detektif 15 Misteri Jejak Bernyala Bagian 3
"Kau keberatan, jika kami melakukannya dengan cara kami sendiri"" kata Chief Reynolds menyindir. "Tentu saja tidak, Sir."
"Sekarang kalian semua keluar," kata kepala polisi yang sedang jengkel itu. "Ayo, keluarlah. Sana - main bola, atau apa saja, seperti kebiasaan anak-anak normal." Anak-anak bergegas ke halaman. "Selakikah ia segalak itu"" tanya Tom.
"Hanya jika ada hal-hal yang tidak diberitahukan Jupe padanya," kata Bob. "Itu bisa kumengerti." Tom duduk di jenjang depan, di antara kedua guci besar yang berhiaskan kawanan rajawali berkepala dua. Jupiter mengamat-amati salah satu guci itu sambil mengerutkan kening. "Ada apa"" tanya Bob.
"Salah satu dari kawanan rajawali ini kepalanya hanya satu," kata Jupiter dengan nada heran.
Anak-anak yang lain mengerumuni guci itu. Benarlah, salah satu rajawali dari kawanan yang menghiasi benda tembikar itu tidak memiliki pasangan kepala yang sebelah kanan. Jadi kelihatannya seperti burung rajawali biasa, yang memandang ke kiri.
"Menarik," gumam Jupiter.
Bob mengitari guci yang satu lagi. Ditelitinya kawanan rajawali yang melingkari guci itu. "Yang di sini, semua berkepala dua," katanya. "Mungkin kakekku salah buat," kata Tom.
"Potter tidak mungkin membuat kekeliruan seperti ini," kata Jupiter. "Hasil ciptaannya selalu sempurna. Jika ia berniat menghiasi guci ini dengan kawanan rajawali berkepala kembar, pasti itu akan dibuatnya."
"Mungkin ini juga merupakan pancingan," kata Bob, "seperti lemari rahasia di kamar tidur tadi. Adakah sesuatu di dalamnya""
Jupiter mencoba mengangkat tutup guci itu. Ternyata tidak bisa. Ketika dicoba dengan jalan memutarnya, juga tidak bisa. Jupiter meneliti bagian sisi guci itu, lalu dasarnya yang disemenkan ke jenjang. Ditekannya kepala rajawali yang hanya satu, seperti yang dilakukannya terhadap mata rajawali yang menghias lempeng tembikar di kamar tidur. Tapi kini tidak ada yang terbuka.
"Memang cuma pancingan," gumamnya.
Saat itu Chief Reynolds muncul di beranda.
"Kalau aku ini percaya pada takhyul, pasti kukatakan bahwa rumah ini ada hantunya." Kepala polisi Rocky Beach itu seakan-akan bicara pada dirinya sendiri.
"Ya, memang misterius," kata Jupiter. Kemudian diceritakannya tentang bau bahan kimia aneh yang tercium pada jejak kaki berapi itu.
"Kaukenali bau itu"" tanya Chief Reynolds. "Minyak tanah - atau semacam itu""
"Bukan," kata Jupiter. "Bukan bau yang lazim! T
ajam menusuk hidung."
"Hmm," kata Chief Reynolds. "Di laboratorium sudah ada contoh dari linoleum yang hangus itu. Mungkin para ahlinya akan bisa menemukan sesuatu. Ada lagi yang bisa kalian ceritakan tentang kasus ini""
Para anggota Trio Detektif saling berpandangan, lalu menoleh ke arah Tom Dobson.
"Tidak, Sir," kata Tom.
"Kalau begitu kalian boleh pergi," kata kepala polisi itu, dengan sikap agak ketus. "Baik," kata Bob. "Aku memang harus pulang untuk berganti pakaian, lalu pergi ke perpustakaan." Jupiter pun menghampiri sepedanya.
"Bibi Mathilda pasti sudah menunggu-nunggu dengan tidak sabar," katanya.
Ketiga anggota Trio Detektif melambaikan tangan ke arah Tom Dobson, lalu cepat-cepat naik ke sepeda masing-masing dan mengayuhnya ke jalan raya, menuju Rocky Beach. Ketika sampai di persimpangan dekat Jones Salvage Yard, Jupiter menepikan sepedanya ke trotoar, lalu berhenti di situ. Kedua temannya ikut berhenti.
"Aku ingin tahu, apakah pemancing amatiran itu ada sangkut pautnya dengan keributan ini," kata Jupiter.
"Ia cuma menyebalkan saja," kata Pete tandas.
"Mungkin juga," kata Jupiter. "Tapi ia selalu saja kebetulan ada sebelum terjadi sesuatu - atau segera sesudah terjadi sesuatu. Ia memarkir mobilnya di seberang rumah Potter ketika ada orang menggeledah tempat itu, dan aku kemudian diserang dengan tiba-tiba sampai terjatuh. Lalu tadi malam ia muncul lagi dengan maksud hendak mengunjungi Mrs. Dobson, tidak lama sebelum jejak kaki berapi muncul lagi. Bisa juga dia orang di lereng bukit, yang mengarahkan tembakan pada kita. Kita tahu pasti, tembakan itu tidak mungkin dilepaskan kedua laki-laki di Hilltop House."
"Tapi kalau dia, apa alasannya""
"Siapa yang tahu"" kata Jupe. "Mungkin juga ia termasuk kawanan yang menyewa Hilltop House. Jika kita berhasil menyibakkan rahasia Potter, mungkin kita akan bisa mengetahui banyak hal." Jupiter mengeluarkan dokumen kuno dari kertas kulit, yang ditemukannya di dasar pendiangan palsu. Ia menyerahkannya pada Bob. "Nih - adakah kemungkinan kau bisa mengenali bahasa yang dipakai di dokumen ini, atau bahkan menerj emahkannya""
"Akan kuusahakan sebisa-bisaku," kata Bob. "Tapi aku berani bertaruh, ini pasti bahasa Lapatia."
"Bagus, jika kau bisa," kata Jupiter. "Dan tolong selidiki pula lebih banyak tentang wangsa Azimov, karena kurasa itu akan ada gunanya bagi kita. Lalu nama Kerenov yang tertera pada piagam ini juga sangat memancing minat."
"Kerenov, seniman pembuat makota itu" Baiklah - akan kucari keterangan mengenai dirinya." Bob mengantungi sampul berisi dokumen kuno itu, lalu berangkat meneruskan perjalanan pulang ke rumahnya.
"Pukul berapa sekarang"" tanya Pete dengan gelisah. "Ibuku pasti sudah bingung!"
"Baru pukul sembilan," kata Jupiter. "Masa ia bingung, jika kau tidak segera muncul" Aku sebenarnya masih berniat mendatangi Miss Hopper."
"Di Seabreeze Inn" Apa hubungan wanita itu dengan kasus ini""
"Tidak ada," jawab Jupiter. "Tapi pemancing amatiran yang periang itu menginap di hotelnya, dan Miss Hopper biasanya sangat menaruh minat terhadap kesejahteraan tamu-tamunya."
"Oke, kalau begitu kita ke sana," kata Pete. "Tapi jangan lama-lama. Aku ingin sudah ada di rumah, sebelum Ibu menelepon Bibi Mathilda-mu." "Ya, sebaiknya memang begitu," kata Jupiter sependapat.
Mereka menjumpai Miss Hopper di ruang depan hotelnya. Miss Hopper sedang sibuk berembuk dengan Marie, pembantu di situ.
"Apa boleh buat," kata Miss Hopper. "Anda lewatkan saja dulu nomor 113. Nanti sehabis makan siang saja Anda kembali ke situ."
"Salahnya sendiri, kalau aku sama sekali tidak membersihkannya," tukas Marie. Wanita itu bergegas keluar, sambil mendorong gerobaknya yang berisi alat-alat pembersih.
"Ada yang tidak beres, Miss Hopper"" tanya Jupiter.
"Ah, Jupiter! Dan kau juga, Pete! Selamat pagi. - Ah, sebetulnya tidak ada apa-apa, cuma Mr. Farrier saja. Marie tidak bisa membersihkan kamarnya, karena ia memasang tanda "jangan diganggu" di depan pintu. Marie selalu ribut, jika tidak bisa bekerja dengan urut-urutan seperti yang biasa dilakukan olehnya."
Miss Hopper diam sebentar, lalu menyambung dengan na
da seperti hendak menceritakan suatu rahasia, "Aku tadi malam mendengar Mr. Farrier pulang. Waktu itu sebetulnya sudah dinihari. Pukul tiga."
"Menarik - karena pemancing ikan biasa bangun pagi," kata Jupiter.
"Ya, mestinya memang begitu," kata Miss Hopper. "Mr. Farrier kemarin begitu tekun meladeni Mrs. Dobson, jadi aku bertanya-tanya dalam hati saat itu, mungkin Mr. Farrier selama itu sibuk membantu wanita muda itu pindah."
"Sampai pukul tiga pagi"" kata Pete dengan heran.
"Tidak, Miss Hopper," kata Jupiter. "Kami baru saja dari rumah Potter, dan malam tadi Mr. Farrier tidak menemani Mrs. Dobson."
"Wah - kalau begitu, ke mana saja dia, sampai selarut itu"" kata Miss Hopper, bertanya-tanya pada dirinya sendiri. "Yah, masa bodohlah, itu kan urusannya sendiri! - Dan bagaimana kabar Mrs. Dobson pagi ini" Aku tadi melihatnya lewat dengan mobilnya."
"Keadaannya lumayan. Ia ke kota tadi untuk menyampaikan keluhan resmi pada Chief Reynolds. Ia menghendaki agar ayahnya dicari sampai ketemu." Jupiter menceritakan hal itu pada pemilik Seabreeze Inn, karena Miss Hopper lambat laun pasti akan mengetahuinya juga.
"Itu memang sudah sepantasnya," kata Miss Hopper. "Tapi aneh sekali perbuatan Potter - pergi begitu saja, tanpa memberi tahu siapa-siapa. Yah - tapi dia memang aneh orangnya!"
"Ya, memang," kata Pete menimpali.
"Kami harus pergi sekarang, Miss Hopper," kata Jupiter. "Kami mampir ini hanya untuk memberi tahu bahwa Mrs. Dobson beserta putranya sudah mapan di rumah Potter, mengingat bahwa Anda selalu sangat telaten terhadap tamu-tamu Anda."
"Terima kasih, Jupiter," kata Miss Hopper.
"Dan mudah-mudahan Mr. Farrier nanti sudah bangun sebelum saat makan siang," kata Jupe menyambung.
"Itu akan menyenangkan hati Marie," kata Miss Hopper. "Kita tidak boleh bersikap terlalu keras pada Mr. Farrier. Kasihan - nasibnya benar-benar sial!" "O ya"" kata Jupiter.
"Ya - ia sudah empat hari di sini, hanya untuk memancing ikan. Tapi sampai sekarang belum berhasil menangkap barang seekor pun."
"Sangat menjengkelkan," kata Jupiter. Ia dan Pete minta diri pada Miss Hopper.
"Di Rocky Beach sini, mau ke mana sih kalau pukul tiga dinihari masih ada di luar"" tanya Pete, ketika sudah berada di luar.
"Bisa ke beberapa tempat," kata Jupiter. "Pertama-tama, tentu saja memancing di bawah sinar bulan. Atau bisa juga menunggu sambil memegang senapan di lereng bukit. Atau iseng, menakut-nakuti orang dengan jejak kaki yang menyala."
"Kemungkinan terakhir bisa kuterima," kata Pete, "asal ada kemungkinan baginya untuk masuk ke dalam rumah. Semua jendela di tingkat bawah kan terkunci, Jupe. Sedang di pintu depan ada dua pasang kunci serta sebuah gerendel, dan pintu belakang diamankan dengan sebuah gerendel pula, di samping kunci yang biasa. Ia takkan mungkin bisa masuk."
"Tapi kenyataannya, ada yang masuk," kata Jupiter.
"Menurut pendapatku, cuma satu saja yang bisa," kata Pete. "Cuma Potter saja yang memiliki kunci-kuncinya."
"Dengan begitu kita kembali pada pertanyaan yang menyangkut alasannya," kata Jupiter mengingatkan.
"Mungkin saja ia tidak menyukai mereka yang menginap di rumahnya," kata Pete. "Kau sendiri tahu, itu tidak masuk akal," kata Jupiter.
"Tapi kemungkinan lainnya lebih konyol lagi," kata Pete. "Potter pergi lalu meninggal dunia di suatu tempat, dan kini kembali untuk menjadi hantu di rumahnya." Setelah itu Pete menaiki sepedanya, lalu mengayuhnya cepat-cepat, pulang ke rumahnya.
Sedang Jupiter masuk ke Jones Salvage Yard, mendatangi Bibi Mathilda yang cemas, serta Paman Titus yang prihatin.
"Bagaimana keadaan Mrs. Dobson"" Itulah yang pertama-tama ditanyakan Bibi Mathilda.
"Pagi ini sudah lumayan lagi," kata Jupiter. "Tapi kemarin malam perasaannya sangat galau - bahkan bisa dibilang histeris." "Apa sebabnya"" tanya Paman Titus.
"Karena ada lagi jejak-jejak kaki berapi muncul," kata Jupiter. "Kini di jenjang tangga ke tingkat atas."
Bibi Mathilda mengucap-ucap.
"Tapi ia tetap berkeras hendak tetap tinggal di rumah itu"" tanyanya kemudian.
"Kurasa kalau mau pun, kemarin malam ia sama sekali tak sanggup pindah, Bibi Mathilda," kata Jupiter.
"Kena pa saat itu aku tidak cepat-cepat kauberi tahu, Jupiter," tukas Bibi Mathilda dengan nada menyesali. Ia menoleh ke arah suaminya. "Titus Andronicus Jones!"
"Ya, Mathilda"" jawab Paman Titus. Ia selalu langsung berjaga-jaga, apabila disapa dengan namanya yang lengkap.
"Ambil truk," kata Bibi Mathilda. "Kita harus ke sana, untuk membujuk anak yang malang dan bingung itu agar mau pergi dari rumah yang menyeramkan itu, sebelum terjadi apa-apa dengan dirinya."
Paman Titus bergegas mengambil truk.
"Sedang kau, Jupiter," kata Bibi Mathilda dengan galak, "aku sangat jengkel padamu! Kau terlalu nekat. Kau perlu diberi pekerjaan, supaya jangan mulai iseng lagi."
Jupiter diam saja. Bibi Mathilda selalu gemar menyuruh bekerja, biarpun ia tidak berbuat apa-apa.
"Itu, ada beberapa perhiasan kebun dari batu marmer, yang dibawa pamanmu dari rumah yang dibongkar di Beverly Hills," kata Bibi Mathilda lagi. "Semuanya perlu dibersihkan, karena kotor sekali! Kau tahu di mana ember disimpan, begitu pula sabun."
"Ya, Bi," kata Jupiter.
"Dan kerjamu jangan sambil bermalas-malas, ya!" kata bibinya.
Bibi Mathilda dan Paman Titus berangkat, naik truk. Jupiter melapangkan sebagian dari sisi belakang perusahaan, lalu mulai membersihkan patung-patung taman serta guci-guci penghias kebun dengan air sabun. Benda-benda itu sangat kotor. Nampaknya sudah bertahun-tahun tidak pernah dibersihkan. Jupiter sibuk menggosok, membersihkan muka sebuah patung kerubin yang memegang buah apel. Beberapa saat kemudian Hans menghampirinya.
"Aku tadi melihat bibimu bicara padamu," kata pemuda Jerman itu, sambil melirik ke arah sikat pada ember berisi air.
Jupiter mengangguk. Dilapnya patung kerubin dari marmer itu. Setelah itu dialihkannya perhatian pada sebuah guci gendut, dengan hiasan buah anggur mengelilinginya.
"Ke mana semuanya"" tanya Hans ingin tahu. "Aku tadi masuk ke rumah, tapi tidak ada siapa-siapa di situ. Kantor juga kosong."
"Bibi Mathilda dan Paman Titus sedang ke rumah Potter, untuk melihat keadaan Mrs. Dobson," kata Jupiter.
"Hahh!" dengus Hans. "Biar diupah sejuta dolar pun, aku tidak mau lagi ke rumah itu. Tempat itu berhantu. Potter sinting itu gentayangan di sana, dengan kaki telanjang. Aku melihatnya - dan kau juga!"
Jupiter berjongkok. "Kita tidak melihat Potter," katanya. "Kita melihat jejak kaki."
"Kalau bukan jejak kakinya, lalu jejak kaki siapa lagi"" desak Hans.
Jupiter tidak menjawab. Ia menatap guci gendut yang menunggu giliran dibersihkan. Guci itu jelek bentuknya. Jupiter teringat pada guci-guci buatan Potter, yang jauh lebih menarik bentuknya.
"Guci-guci di serambi depan rumah Potter, bentuknya jauh lebih bagus dari ini," kata Jupiter.
"Ya, memang. Buatannya memang bagus! Tapi ia tetap saja sinting," kata Hans. "Kurasa tidak," kata Jupiter. "Tapi aku ingin tahu, apa sebabnya salah satu rajawali yang menghiasi guci itu cuma satu kepalanya."
"Itu kan malah biasa - rajawali berkepala satu," kata Hans.
"Memang, biasanya memang begitu," jawab Jupiter Jones. "Tapi Potter kelihatannya lebih suka rajawali berkepala kembar."
Bab 14 PEMANCING IKAN YANG PERIANG
SAAT tengah hari, barulah Bibi Mathilda kembali bersama Paman Titus ke Jones Salvage Yard. Bibi Mathilda mengatakan bahwa Eloise Dobson ternyata sangat keras kepala. Walau sudah didesak oleh Chief Reynolds, kemudian dibujuk-bujuk dengan sangat oleh Bibi Mathilda, tapi Mrs. Dobson tetap berkeras. Dengan sikap agak marah wanita muda itu mengatakan bahwa tidak ada yang bisa mengusirnya pergi dari rumah ayahnya.
"Padahal kemarin malam ia sendiri yang ingin pergi," kata Jupiter.
"Mestinya saat itu juga kauusahakan agar ia pergi," tukas Bibi Mathilda, lalu bergegas menyeberang jalan untuk menyiapkan makan siang.
Jupiter menyemprotkan air ke benda-benda marmer yang paling akhir dicuci olehnya. Setelah itu ia mandi. Sehabis makan siang, ia kembali lagi ke perusahaan. Bibi Mathilda tadi tidak sempat memberi petunjuk tentang tugas-tugas yang perlu dilakukan siang itu. Karenanya Jupiter bergegas masuk ke markas lewat Lorong Dua, lalu meninggalkan pekarangan Jones Salvage Yard tanpa kelihatan, karena
memilih jalan lewat Kelana Gerbang Merah. Setelah berada di luar, ia pun bergegas-gegas menuju ke kantor polisi.
Chief Reynolds dijumpainya sedang duduk merenung di belakang meja kerjanya.
"Ada sesuatu yang ingin kausampaikan, Jones"" tanya kepala polisi Rocky Beach itu.
"Di Seabreeze Inn ada seorang tamu pria, yang perhatiannya terhadap Mrs. Dobson agak berlebihan," kata Jupiter.
"Kalau menyangkut urusan begitu, kurasa Mrs. Dobson bisa mengurus dirinya sendiri," kata Chief Reynolds.
"Bukan itu yang menjadi pikiran saya," kata Jupiter. "Pria itu memberi kesan pada Miss Hopper bahwa ia ada di sini karena hendak memancing ikan. Tapi selama ini tidak seekor ikan pun ditangkapnya."
"Lalu" - Mungkin nasibnya sedang sial."
"Itu memang mungkin saja. Tapi hari Sabtu yang lalu mobilnya diparkir di seberang jalan di depan rumah Potter, ketika ada orang menyerang saya dalam kantor di rumah itu. Lalu, ia juga berusaha mengunjungi Mrs. Dobson kemarin malam, tidak lama sebelum jejak-jejak kaki yang menyala muncul di tangga. Belum lagi pakaiannya!"
"Ada apa dengan pakaiannya""
"Sepanjang penilaian saya, semuanya masih sangat baru," kata Jupiter. "Penampilannya seperti akan berperan dalam salah satu film. Dan pakaiannya yang dipakai tidak cocok dengan wujud mobilnya. Mobilnya sudah tua, dan agak penyok-penyok. Mobil Ford berwarna cokelat. Mungkin ada baiknya ditanyakan ke pusat data nomor mobil di Sacramento. Orang itu mengaku bernama Farrier."
"Mungkin ia mengaku begitu, karena memang itulah namanya," kata Chief Reynolds. "Coba dengar sebentar, Jupiter Jones! Aku tahu, kau menganggap dirimu yang terhebat setelah Sherlock Holmes, tapi aku lebih senang jika kauhentikan kebiasaanmu ikut campur dalam hal-hal yang bukan urusanmu. Aku saat ini menghadapi masalah yang tidak enteng. Mrs. Dobson itu nampaknya mengharapkan dariku, paling lambat malam nanti sudah berhasil menemukan ayahnya yang hilang - itu jika Potter memang ayahnya. Dengan jumlah anak buahku yang cuma delapan orang, aku diharapkan menggeratak di pegunungan pesisir barat, mencari seseorang yang tidak ingin ditemukan. Aku juga diharapkan mengusut, bagaimana ada orang bisa masuk ke sebuah rumah yang terkunci, lalu menimbulkan api di tangga sebelah dalam rumah."
"Anda sudah menerima laporan laboratorium tentang linoleum yang hangus itu"" tanya Jupiter.
"Kalaupun sudah, kau pasti takkan kuberi tahu," kata Chief Reynolds. "Sekarang pergilah - biarkan aku pusing sendiri di sini."
"Anda tidak bermaksud menghubungi kantor data nomor mobil di Sacramento"" tanya Jupiter.
"Tidak," kata Chief Reynolds. "Dan jika kau masih terus merongrong orang yang bernama Farrier itu, aku sendiri akan menyatakan dirimu sebagai pengganggu ketentraman umum."
"Baiklah," kata Jupiter. Ia keluar dari kantor kepala polisi itu, lalu bergegas-gegas menuju ke Seabreeze Inn. Dengan perasaan puas dilihatnya mobil Ford tua berwarna cokelat sudah tidak ada lagi di tempat parkir. Jupiter tahu bahwa Miss Hopper mempunyai kebiasaan tidur siang, dan saat itu mungkin sudah pulas di apartemen pribadinya. Dengan begitu tinggal Marie saja yang perlu diperhitungkan, di samping satu atau dua tamu hotel yang mungkin secara kebetulan lewat nanti.
Tidak ada orang di ruang depan hotel kecil itu. Pintu di belakang meja resepsionis tertutup. Jupiter berjingkat-jingkat ke balik meja itu. Jupiter kenal baik dengan Miss Hopper. Ia tahu, selaku pengelola hotel wanita itu selalu menjaga kerapian. Anak kunci kamar nomor 113 ditemukannya di tempat yang semestinya, di dalam laci meja Miss Hopper yang paling bawah. Jupiter mengambil anak kunci itu tanpa menimbulkan bunyi sedikit pun, lalu berjalan dengan santai ke arah beranda belakang. Ia tidak melihat Marie, dan tidak ada tamu hotel yang duduk-duduk di teras yang menghadap ke pantai.
Jupiter melenggang dengan santai menyusuri beranda, dengan tangan terbenam di dalam kantung. Ketika sampai di depan pintu kamar nomor 113, ia berhenti lalu menunggu sebentar, sambil memasang telinga. Tak kelihatan seorang pun di hotel kecil itu.
"Mr. Farrier"" panggil Jupe, sambil mengetuk pintu. Tidak terdeng
ar suara Mr. Farrier menjawab.
Dengan sangat hati-hati, Jupiter menyelipkan anak kunci yang diambilnya tadi ke dalam lubang kunci pintu kamar itu. Pintu terbuka, dan ia pun melangkah masuk. "Mr. Farrier"" panggil Jupiter lagi, dengan suara pelan.
Tapi kamar itu kosong. Kosong dan rapi. Rupanya Marie tadi masih sempat membereskan tempat tidur, serta membersihkan karpet dengan alat pengisap debu.
Jupiter menutup pintu kamar dengan hati-hati, lalu mulai beraksi. Laci-laci bupet ternyata kosong, begitu pula laci-laci meja tulis. Mr. Farrier sama sekali tidak mengeluarkan isi kopor-kopornya yang bagus - kecuali beberapa helai jas perlente model sport yang digantungkan dalam lemari, bersama sekitar setengah lusin kemeja putih mulus dengan leher gulung, serta beberapa potong celana panjang dari kain katun biru yang disetrika licin. Jupiter memeriksa kantung-kantung segala pakaian itu. Tapi ia tidak menemukan apa-apa.
Setelah itu ia mengalihkan perhatiannya pada kopor-kopor. Ada dua buah kopor dalam kamar itu. Satu di antaranya terletak dalam keadaan terbuka di atas bangku kecil, di sisi kaki tempat tidur. Kopor itu berisi barang-barang yang memang biasanya ada dalam kopor. Piama, kaus kaki, sepasang sepatu bersol karet yang nampaknya belum pernah dipakai, selanjutnya pakaian dalam, serta beberapa potong pakaian yang perlu dicuci.
Kopor yang satu lagi terletak di lantai, di samping bangku kecil. Kopor itu tertutup. Tapi ketika Jupiter mencoba membukanya, ternyata tidak dikunci. Isinya juga pakaian. Semuanya baru, dan dari merek yang terpasang rupanya dibeli di berbagai toko penjual busana pria, di Los Angeles. Pada satu kemeja bahkan masih terpasang kartu harganya. Jupiter kaget sekali, ketika melihat berapa harga kemeja itu.
Jupiter mencari-cari terus. Jari-jarinya menyentuh kertas yang melapisi dasar kopor. Pakaian-pakaian isi kopor itu dikeluarkannya dengan hati-hati sekali, supaya jangan ada yang kusut. Kemudian pandangannya terarah pada selembar surat kabar yang terlipat di dasar kopor. Ternyata itu lembaran harian Los Angeles Times yang memuat iklan-iklan. Sebuah iklan di bagian "Berita Pribadi" ditandai dengan lingkaran. Iklan itu bunyinya
begini: "Nicholas. Aku menunggu. Tulis pada Alexis di P.O. Box 213, Rocky Beach, California. "
Jupiter mengeluarkan surat kabar itu. Ternyata di bawahnya ada lembaran lainnya lagi, yaitu sebagian dari lembaran iklan harian New York Daily News. Pada lembaran itu juga ada iklan yang sama bunyinya. Dan di bawah lembaran harian kota New York itu ada lembaran iklan harian Chicago Tribune, juga dengan iklan yang sama. Semuanya terbitan tanggal 21 April tahun itu.
Kening Jupiter berkerut. Ia mengembalikan lembaran Chicago Tribune ke dalam kopor, disusul lembaran New York Daily News di atasnya, dan paling atas lembaran iklan harian Los Angeles. Setelah itu dikembalikannya pula tumpukan pakaian. Kopor ditutup kembali, lalu diletakkan lagi di lantai.
Jupiter menarik kesimpulan, bahwa apa pun yang menyebabkan pemancing ikan perlente itu datang ke Rocky Beach, urusan itu sedikit atau sama sekali tidak ada hubungannya dengan ikan.
Jupiter cepat-cepat memeriksa kamar mandi. Ia hanya melihat alat cukur serta handuk bersih saja di situ. Ketika ia hendak keluar, didengarnya orang berjalan dengan cepat di beranda luar, disusul bunyi anak kunci diputar di pintu kamar nomor 113.
Jupiter memandang berkeliling dengan cemas. Dilihatnya takkan mungkin ia bisa menyusup ke bawah tempat tidur, lalu cepat-cepat ia masuk ke lemari pakaian. Ia bersembunyi di belakang salah satu jas Mr. Farrier yang bersih, lalu menahan napas.
Didengarnya Farrier masuk ke dalam kamar sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Orang itu menghampiri tempat tidur, berdiri sebentar di situ, lalu masuk ke kamar mandi. Pintu kamar mandi ditutup, dan sesaat kemudian terdengar bunyi air mengalir dalam bak rendam.
Jupiter keluar dari dalam lemari, lalu berjingkat-jingkat menuju pintu, yang dengan cepat sudah dibuka olehnya. Di kamar mandi, air masih mengalir terus ke dalam bak rendam. Jupiter melangkah mundur ke beranda, sambil menutup pintu kamar nomor
113. Sesaat sebelum pintu tertutup, Jupiter masih sempat melihat bahwa Mr. Farrier tadi rupanya meletakkan sesuatu di tempat tidur.
Pemancing amatiran yang bertingkah laku selalu riang itu ternyata membawa-bawa pistol!
Bab 15 RENCANA JUPITER PETE sudah menyelesaikan tugasnya, memotong rumput halaman. Ia sedang mengaduk sirup jeruk, ketika telepon berdering.
"Pete"" kata Jupiter lewat alat penghubung jarak jauh itu. "Bisakah kau datang ke markas, segera setelah makan malam""
"Bisa saja, asal tidak akan makan waktu sepanjang malam," kata Pete. "Ibuku takkan mengizinkan aku menginap lagi, dua malam berturut-turut."
"Pasti takkan sampai larut," kata Jupiter menjanjikan. "Aku punya beberapa informasi baru dan menarik, yang mungkin bisa berguna bagi klien kita. Aku sudah meninggalkan pesan untuk Bob. Mungkin jika ia datang dari perpustakaan nanti, ia juga membawa informasi yang berguna bagi kita."
"Yang bisa kita pergunakan," kata Pete.
Harapan Jupiter ternyata memang beralasan. Ketika Bob muncul di markas malam itu, jalannya terhuyung-huyung, karena membawa dua buku besar, dengan sejumlah kertas terselip sebagai tanda halaman.
"Kamus bahasa Lapatia," kata Bob dengan riang. "Lapatia-Inggris. Kalian takkan bisa membayangkan, betapa sulitnya memperoleh kamus ini. Kami terpaksa mengusahakan pinjaman khusus dari sebuah perpustakaan besar di Los Angeles. Ayahku yang mampir untuk mengambilnya, ketika ia tadi pulang kerja. Sedang yang ini, buku sejarah Lapatia yang lengkap."
"Hebat!" kata Pete bersemangat.
"Kau sudah berhasil mengetahui isi dokumen yang kita temukan di bawah pendiangan rumah Potter"" tanya Jupiter.
"Hampir seluruhnya. Sisanya bisa kita tebak maknanya," kata Bob. "Untung saja bahasa Lapatia, tidak seperti bahasa Rusia yang memiliki aksara sendiri. Bahasa Lapatia memakai aksara Latin, seperti kita. Jika aku harus menerjemahkan dari aksara lain, bisa-bisa aku bunuh diri nanti, karena kebingungan."
"Bagaimana dengan dokumen itu"" tanya Jupiter.
Bob mengeluarkan kertas kulit yang terlipat dari sela halaman kamus, lalu meletakkannya ke atas meja. Di sampingnya ia menaruh secarik kertas. Pada kertas itulah ia menuliskan terjemahan kata-kata yang tertera pada dokumen kuno itu, dengan berulang kali menghapus dan mencoret.
"Bunyinya kurang lebih begini," kata Bob. '"Ketahuilah, bahwa pada hari ini, tanggal 25 Agustus tahun 1920, Alexis Kerenov, yang telah menginjak usia dewasa, dan telah mengucapkan sumpah setia pada rajanya, dengan ini dianugerahi gelar Pangeran Malenbad, dan diserahi tugas menjaga makota dan tongkat kebesaran kerajaan Lapatia, yang harus dilindungi dengan jiwa raganya dari rongrongan musuh, serta demi kedamaian raja.'
"Nah - begitulah kurang-lebih," kata Bob. "Kecuali itu masih ada pula materai dengan lambang rajawali, serta tanda tangan seseorang. Tapi tanda tangan itu tak terbaca."
"Semakin penting kedudukan seseorang, tanda tangannya cenderung semakin tak terbaca. Tapi mungkinkah Azimov""
"Apa pun mungkin," kata Bob sambil mengangkat bahu. "Barangkali Azimov - atau salah satu variasi daripadanya - karena keluarga Kerenov ternyata tergolong orang besar di Lapatia. Boris Kerenov kemudian tidak menghilang begitu saja, melainkan selalu ikut aktif membantu." Bob membuka buku satunya lagi, yang beberapa halamannya telah ditandai dengan kertas-kertas yang disisipkan. "Buku ini dilengkapi dengan indeks," katanya dengan nada senang, "jadi dengan begitu kita tidak perlu menyimak seluruh isi buku. Boris Kerenov, seniman pengrajin yang menciptakan makota untuk Pangeran
Federic, kemudian menjadi penasihatnya ketika Federic memutuskan untuk mengangkat dirinya sendiri menjadi raja. Ia membuatkan jalan-jalan di sekitar Puri Madanhoff, dan ia juga menjadi pengawas ketika puri itu kemudian diperluas. Kerenov menganggap bahwa raja memerlukan tongkat kebesaran, dan karena itu ia lantas menciptakan tongkat kebesaran wangsa Azimov. Federic memberi imbalan atas jasanya itu, dengan mengangkatnya menjadi Pangeran Malenbad. Menarik untuk diketahui, bahwa Malenbad itu merupakan kawasan yang dulu berada di bawah kekuasaan Ivan yan
g Gagah." "Nanti dulu," kata Pete memotong. "Ivan yang Gagah itu kan bangsawan yang membangkang, dan tidak mau mengucapkan sumpah setia pada Pangeran Federic, dan sebagai akibatnya, nyawanya dicabut""
"Lalu kepalanya ditancapkan pada tombak di atas tembok Puri Madanhoff. Ya, dialah orang itu! Kerenov kemudian mengambil batu delima milik Ivan untuk dijadikan penghias makota kerajaan, sedang ia sendiri dianugerahi tanah milik bangsawan yang bernasib sial itu, ditambah gelar pangeran serta tugas selaku penjaga harta kebesaran raja. Hal itu masuk akal, karena ialah penciptanya. Kerenov menjadi kayaraya, begitu pula keturunannya sesudah itu. Buku ini penuh dengan nama keluarga besar itu. Semua putra sulung dari putra sulung diangkat menjadi Pangeran Malenbad, dan menjabat kedudukan penjaga makota dan tongkat kebesaran raja."
Bob membalik-balik halaman sebentar, lalu meneruskan penuturannya.
"Keluarga Kerenov bahkan bisa dibilang lebih menarik, dibandingkan dengan wangsa Azimov," katanya. "Selama beberapa waktu mereka tinggal di puri Ivan yang lama di Malenbad. Tapi sekitar tiga abad yang lampau mereka pergi dari puri itu, pindah ke ibu kota Madanhoff. Kalian pasti senang mendengar penyebab kepindahan itu."
"Kami pasti senang" Kenapa begitu"" tanya Jupiter tidak mengerti.
"Soalnya begitu aneh, sehingga aku sendiri nyaris tidak percaya sewaktu membacanya," kata Bob. "Rupanya waktu itu di Malenbad terjadi keributan. Salah seorang putri Kerenov - gadis itu bernama Olga - dituduh menjadi tukang tenung."
"Apakah itu tidak berbahaya"" tanya Pete. "Maksudku, mendakwa anak gadis pangeran sebagai tukang tenung""
"Saat itu di kawasan sana sedang dilanda kepanikan, tentang ilmu tenung. Penduduk saling tuduh-menuduh, dan tidak ada yang bisa menghindarkan diri dari kemungkinan dituduh. Gadis malang itu bernasib sial. Ia bentrok dengan ayahnya, karena ia ingin menikah dengan pemuda pemilik losmen, sedang ayahnya tidak setuju. Kecuali itu, sang Pangeran sendiri repot memikirkan nasibnya sendiri, karena ia pun dituduh menjadi tukang tenung. Ia bahkan terpaksa meminta tolong pada keturunan Azimov yang berkuasa saat itu untuk menyelamatkan dirinya. Jadi gadis malang tadi akhirnya dihukum mati. Ia dibakar hidup-hidup."
"Iiih," kata Pete sambil bergidik.
"Dibakar"" Jupiter nampak sangat tertarik. "Dan kemudian keluarga Kerenov pergi meninggalkan puri mereka yang di Malenbad""
"Betul! Soalnya, setelah mati dibakar, gadis itu - atau mungkin harus dikatakan hantunya - kembali lagi ke puri itu, gentayangan ke mana-mana dengan meninggalkan..."
"Jejak kaki yang menyala!" seru Jupiter.
"Tepat!" kata Bob. "Puri itu ditinggalkan, dan kini tinggal puing-puingnya saja. Keluarga Kerenov tetap tinggal di ibu kota, dan kemudian menghilang semasa revolusi seperti yang kita ketahui, terjadi sekitar tahun 1925. Setelah itu nama mereka tidak disebut-sebut lagi dalam buku ini."
Ketiga remaja itu membisu selama beberapa waktu, memikirkan informasi yang diperoleh.
"Aku berani menebak - tapi tebakan yang beralasan kuat, berkat jasa Bob - siapa nama asli Mr. Alexander Potter," kata Jupiter kemudian.
"Jika tebakanmu itu Alexis Kerenov, aku sependapat denganmu," kata Bob.
"Tapi menurut Tom, nama kakeknya sangat panjang," kata Pete meragukan, "dan banyak huruf c dan z di dalamnya."
"Potter pasti tidak memakai nama aslinya sewaktu bertemu dengan wanita yang kemudian menjadi istrinya," kata Jupiter menarik kesimpulan. "Dan ingat tidak - bagaimana gambaran yang dipaparkan nenek Tom mengenai suaminya""
"Badannya bau tanah lempung"" kata Pete.
"Ya. Betul! Dan bahwa sangat penggugup, dan semua pintu diamankan dengan paling sedikit tiga pengunci. Potter adalah seseorang yang menyimpan suatu rahasia, tapi ia juga seseorang yang hendak menyampaikan berita tertentu."
"Apa"" tanya Bob.
Jupiter memaparkan dengan ringkas pengalamannya siang itu. Diceritakannya tentang pemeriksaannya terhadap kamar hotel tempat pemancing amatiran menginap, tentang pistol yang diletakkan di tempat tidur, begitu pula tentang lembaran-lembaran surat kabar dengan iklan yang sama bunyinya.
"Satu koran terbi tan New York, lalu lembaran iklan Los Angeles Times, dan Chicago Tribune, " katanya. "Semuanya terbitan hari yang sama - tanggal 21 April. Dan ketiga iklan itu semuanya meminta Nicholas agar menulis pada Alexis, dengan alamat suatu kotak nomor tertentu di kantor pos Rocky Beach."
"Nicholas"" kata Bob mengulangi nama itu.
"Pada indeks bukumu itu ada nama Nicholas yang kiranya ada sangkut pautnya dengan kasus kita"" tanya Pete.
"Anak tertua Raja William IV dari Lapatia namanya Nicholas," kata Bob. Ia membalik-balik halaman buku yang sedang dihadapi. Setelah menemukan apa yang dicari, diputarnya letak buku itu, sehingga Jupe dan Pete bisa ikut melihat foto terakhir yang dibuat keluarga Kerajaan Lapatia. Di foto itu nampak Raja William IV, permaisurinya yang menggemari kemewahan, serta keempat putra mereka, mulai dari pemuda bertubuh jangkung yang berdiri di belakang raja, sampai yang termuda, seorang anak laki-laki yang umurnya saat itu sekitar sepuluh tahun. "Pemuda yang berdiri di belakang raja itulah Nicholas. Putra Makota Nicholas," kata Bob menjelaskan.
"Dan William IV-lah yang kemudian tewas karena jatuh dari balkon," kata Jupiter. "Sedang permaisurinya minum racun, menurut keterangan dalam ensiklopedi. Apa yang terjadi dengan Nicholas""
"Ia dikatakan mati gantung diri."
"Putra-putra selebihnya""
"Kedua putra yang di tengah juga mati gantung diri, menurut para jenderal yang mendalangi perebutan kekuasaan. Sedang putra bungsu mengalami kecelakaan, mati tenggelam ketika sedang mandi dalam bak rendam."
"Hmm." Jupiter menarik-narik bibirnya. "Sekarang kita anggap saja, Nicholas waktu itu tidak mati menggantung diri. Kalau ia masih hidup, berapakah umurnya sekarang""
"Lebih dari tujuh puluh tahun," kata Bob.
"Dan berapakah umur Potter, rasa-rasanya""
"Kira-kira sebegitu jugalah, - He, Jupe, kau kan tidak menganggap bahwa Potter itu mungkin saja putra makota""
"Tidak - menurutku, ia sebenarnya Alexis Kerenov, yang menghilang saat keluarga Azimov ditumpas. Kapankah kejadian itu, tepatnya""
"Tanggal 21 April, 1925," kata Bob, setelah mencari sebentar dalam buku yang dihadapi.
"Dan tanggal 21 April tahun ini, seseorang bernama Alexis, yang menurut kita kemungkinannya Potter, memasang iklan dalam beberapa koran yang terbit di tempat-tempat yang tersebar jauh, berisi permintaan pada seseorang yang bernama Nicholas agar menulis padanya. Iklan itu rupanya menyebabkan Mr. Farrier - yang sebenarnya sama
sekali bukan penggemar olahraga memancing ikan - datang ke Rocky Beach. Ia tidak mungkin Nicholas Azimov, karena terlalu muda."
"Mungkin iklan itu pula yang menarik kedua orang dari Lapatia itu untuk datang kemari," kata Bob. "O ya, di sini ada sedikit informasi tentang diri Jenderal Kaluk. Ia ikut berperan dalam penggulingan kekuasaan waktu itu, dan sejak itu termasuk kelompok jenderal yang berkuasa di Lapatia. Di halaman 433 ada fotonya."
Jupiter mencari halaman 433.
"Teks di bawah ini mengatakan bahwa jenderal itu berumur 23 tahun, ketika foto ini dibuat tahun 1926," katanya. "Sejak masa itu tampangnya tidak banyak berubah, karena waktu itu pun kepalanya sudah botak. Aku ingin tahu apakah ia benar-benar botak, atau kepalanya gundul karena dicukur licin. Itu satu cara lain dari yang lain agar tidak nampak tua. Tanpa rambut dan alis, takkan ada yang akan nampak beruban."
"Memang takkan ketahuan umur sebenarnya, asal bentuk tubuh tidak lantas kendur," kata Pete.
"Jenderal Kaluk jelas tidak kendur sikapnya," kata Jupiter. "Umurnya kurasa sepantar dengan Pangeran Nicholas-jika putra makota Lapatia itu sekarang masih hidup - dan juga sepantar dengan Potter. Tapi menurutku, bukan iklan-iklan itu yang menyebabkan ia datang ke Rocky Beach, tapi foto yang dimuat di Westways. Demetrieff mestinya penduduk Los Angeles, karena di sana ada kantor Kamar Dagang Lapatia. Ingat, Kaluk mengatakan bahwa Potter pernah diberitakan dalam majalah-majalah sini. Sepanjang pengetahuanku, hanya Westways saja satu-satunya berkala yang pernah memuat foto Potter. Mungkin Demetrieff melihat foto itu serta medalion dengan bentuk rajawali yang tergantung di dada Po
tter, lalu ia menyampaikan laporan pada atasannya di Lapatia."
"Dan kemudian jenderal itu kemari."
"Tepat! Orang yang benar-benar tidak menyenangkan. Tapi dengan menduga-duga saja seperti sekarang ini, kita masih tetap tidak bisa menolong klien kita, Tom Dobson. Rasanya sudah jelas bahwa seseorang yang mengenal sejarah keluarga Kerenov, termasuk kisah jejak kaki bernyala dalam puri berhantu, kini mencoba menakut-nakuti Mrs. Dobson serta Tom, agar mereka pergi dari rumah Potter. Dan hanya ada satu alasan perbuatan itu, yaitu dikira bahwa dalam rumah itu ada suatu benda berharga. Tapi Mrs. Dobson tidak tahu apa-apa tentang keluarga Kerenov, ditambah lagi sifatnya yang keras kepala - jadi ia tidak mau pergi dari sana. Jika kita bisa membujuk Mrs. Dobson dan Tom agar meninggalkan rumah itu dan kembali ke Seabreeze Inn - mungkin setelah itu kita akan bisa melihat aksi yang lebih berarti, daripada cuma jejak kaki berapi saja."
"Seperti memasang jebakan, misalnya," kata Pete.
"Ya - cuma jebakan ini berupa rumah kosong. Mrs. Dobson dan Tom tidak boleh ada di sana. Kedua laki-laki yang menempati Hilltop House tidak berbuat apa-apa sejak Mrs. Dobson pindah ke sana bersama putranya. Sedang orang yang mengaku bernama Farrier tidak melakukan tindakan yang lebih berarti selain berusaha mengundang dirinya sendiri minum kopi bersama Mrs. Dobson. Dan Potter masih belum muncul-muncul juga."
"Jadi Mrs. Dobson kita bujuk agar mau pindah, dan setelah itu kita melakukan pengamatan," kata Pete.
"Betul! Tapi kita harus sangat hati-hati."
"Dan kau harus sangat pandai membujuk," kata Pete. "Dalam menghadapi ibu Tom, aku kadang-kadang teringat pada Bibi Mathilda-mu."
Bab 16 JEBAKAN MENGENA KETIKA ketiga remaja itu tiba di rumah Potter, hari sudah pukul tujuh lewat. Pete menggedor-gedor pintu depan, sementara Jupiter berseru-seru menyebut namanya sendiri. Tom Dobson membukakan pintu.
"Silakan masuk," katanya. "Kedatangan kalian benar-benar pada waktunya."
Jupiter beserta kedua rekannya mengikuti Tom Dobson ke dapur. Mrs. Dobson duduk di kursi yang ada di situ, sambil memandang nyala hijau yang berkelip-kelip lalu padam di atas lantai linoleum, dekat pintu ke ruang bawah tanah.
"Hal-hal seperti itu lama-kelamaan tidak mengejutkan lagi," kata wanita muda itu dengan suara datar.
"Anda tadi sedang di mana"" tanya Jupiter.
"Di atas," kata Mrs. Dobson. "Tiba-tiba terdengar bunyi keras di bawah sini. Tom segera turun untuk memeriksa - dan ia menemukan jejak-jejak yang menyenangkan ini."
"Kalian ingin memeriksa rumah"" kata Tom Dobson mengajak. "Ketika kalian datang, aku baru saja hendak melakukannya."
"Kurasa tak ada hal-hal baru yang akan kita jumpai nanti," kata Jupe menyangsikan.
"Kita kan sudah pernah melakukan pemeriksaan," kata Pete, "begitu pula bawahan Chief Reynolds."
"Ngomong-ngomong, ada kabar dari kepala polisi itu"" tanya Jupiter. "Sama sekali tidak," kata Mrs. Dobson.
"Mrs. Dobson," kata Jupiter, "kurasa sebaiknya Anda berdua pindah saja dari sini - makin cepat, makin baik."
"Aku tidak mau!" kata Mrs. Dobson. "Aku datang kemari untuk melihat ayahku, dan aku takkan mau ke mana-mana sebelum bertemu dengan dia."
"Seabreeze Inn kan tidak jauh letaknya dari sini," kata Bob dengan lembut.
"Bibi Mathilda pun pasti senang menampung Anda untuk beberapa hari," kata Jupiter menawarkan.
"Anda tidak perlu meninggalkan Rocky Beach," kata Pete mendesak. "Yang penting, pergi dari rumah ini." Mrs. Dobson memandang ketiga remaja itu sambil melotot. "Kenapa sih, kalian bertiga ini"" tukasnya.
"Tidakkah terlintas dugaan dalam diri Anda, bahwa ada orang yang berusaha menakut-nakuti supaya Anda meninggalkan rumah ini"" tanya Jupiter.
"Tentu saja - aku kan tidak begitu dungu, sehingga tidak bisa merasakannya. Tapi aku tidak begitu gampang ditakut-takuti!"
"Menurut dugaan kami, orang yang menimbulkan jejak kaki berapi ini tidak melakukannya karena iseng saja," kata Jupiter. "Siapa pun orangnya, yang jelas ia banyak sekali mengetahui tentang ayah Anda, serta tentang sejarah keluarga ayah Anda. Ia jauh lebih banyak tahu daripada Anda - walau ia takkan menduga bahwa
Anda sebenarnya tidak banyak diberi tahu. Menurut teori kami, orang itu ingin melapangkan medan. Ia ingin memeriksa rumah ini, tanpa ada yang mengganggu. Karenanya kami sarankan agar Anda memberi kesempatan itu padanya. Kami minta agar Anda pindah saat ini juga, sementara di luar hari masih cukup terang, biar orang itu melihat Anda pergi. Anda naik mobil ke Rocky Beach, dan untuk sementara jangan kembali dulu kemari. Kami bertiga akan melakukan pengamatan. Kami ingin melihat apa yang akan terjadi di sini, setelah Anda pergi."
"Kau main-main, ya"!" seru Mrs. Dobson.
"Tidak, kami bersungguh-sungguh," jawab Jupiter.
"Kalian menginginkan aku pergi dari sini, membiarkan orang aneh yang gentayangan meninggalkan jejak kaki menyala itu datang dan mengacak-acak rumah ayahku""
"Kurasa itu satu-satunya cara agar kita bisa mengetahui apa tujuan semuanya ini: menghilangnya ayah Anda, penggeledahan di kantor rumah ini pada hari Anda tiba di sini, lalu jejak-jejak berapi - pokoknya, segala-galanya!"
Eloise Dobson menatap Jupiter dengan kening berkerut.
"Chief Reynolds sudah bercerita tentang dirimu," katanya. "Dan juga tentang kalian, Bob dan Pete. Kalau tidak salah, ia mengatakan bahwa bakat kalian untuk menimbulkan keributan hanya tersaingi oleh kemampuan kalian melakukan penyelidikan."
"Pujian terselubung," kata Jupiter mengomentari.
"Baiklah," kata Mrs. Dobson sambil berdiri. "Aku dan Tom akan pergi dari sini, dengan kesibukan yang akan kami buat nampak menyolok. Setelah itu kalian bertiga bersembunyi dan mengamat-amati rumah ini. Kuturuti permintaan kalian itu. Pintu rumah akan kami biarkan dalam keadaan terbuka, supaya orang sinting itu bisa masuk dengan leluasa - walau kelihatannya ia tidak mengalami kesulitan sedikit pun untuk itu, selama ini. Tapi aku tidak tahu apakah yang diharapkannya bisa ditemukan di sini - kecuali jika ia penggemar benda-benda tembikar. Rumah ini tidak ada apa-apanya."
"Kita lihat saja nanti," kata Jupiter.
"Tapi ada satu hal yang ingin kuketahui," kata Mrs. Dobson. "Aku ingin tahu, rahasia besar apakah yang tersembunyi dalam silsilah keluarga ayahku."
"Sekarang tidak ada waktu untuk menjelaskannya, Mrs. Dobson," kata Jupiter. "Setengah jam lagi di luar akan sudah gelap. Jadi cepatlah - kita mulai sibuk mengurus kepindahan Anda!"
"Baiklah," kata Mrs. Dobson mengalah. "Tapi ada satu hal lagi." "Apa itu"" tanya Jupiter.
"Begitu kami berdua nanti sampai di kota, aku akan langsung ke kantor polisi dan memberi tahu kepala polisi di sana tentang rencana kalian," kata wanita muda itu. "Jika nanti ada yang main kasar, kalian pasti akan memerlukan bantuan."
Ketiga remaja anggota Trio Detektif tidak langsung menanggapi. Kemudian Jupiter membuka mulut,
"Ya, mungkin sebaiknya begitu!"
"Aduh, Jupe," kata Pete memprotes, "bisa kacau urusannya, jika polisi nanti datang dengan sirene menguing-nguing!"
"Kurasa Mrs. Dobson pasti bisa meyakinkan Chief Reynolds agar jangan datang sambil membunyikan sirene mobil," kata Jupiter. Ia berpaling pada Mrs. Dobson lagi. "Kami nanti akan ikut pulang ke Rocky Beach, naik sepeda kami. Tapi begitu sudah tidak nampak lagi dari sini, kami akan menyembunyikan sepeda-sepeda kami dalam belukar di pinggir jalan, lalu berjalan kaki lagi kemari. Semak belukar yang tumbuh di lereng, saat ini sedang berdaun lebat. Orang yang ada di jalan raya takkan bisa melihat kami. Kami nanti juga takkan nampak dari Hilltop House. Tolong beri-tahukan pada Chief Reynolds, kami akan mengamat-amati rumah ini dari balik pagar tanaman oleander yang ada di belakang rumah."
"He - apakah kita tidak harus berangkat sekarang"" kata Bob mendesak. "Hari sudah mulai gelap!"
Trio Detektif 15 Misteri Jejak Bernyala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayo, Tom," kata Mrs. Dobson.
Keduanya bergegas naik ke tingkat atas. Trio Detektif yang menunggu di dapur, mendengar bunyi lemari-lemari dibuka dan ditutup, serta kopor-kopor diletakkan dengan keras ke lantai.
Empat menit kemudian, Eloise kembali menuruni tangga sambil membawa sebuah kopor kecil, serta sebuah kotak tempat kosmetik. Tom mengikutinya, menjinjing dua kopor yang agak besar.
"Kalian cepat sekali!" kata Jupiter memuji. "Tidak ada yang kelu
paan" Sikat gigi, sabun _""
"Tidak ada yang kelupaan," kata Mrs. Dobson. "Tapi aku tadi memasukkannya asal saja!"
"Nanti kan bisa dibereskan dengan tenang," kata Jupiter. Diambilnya kopor kecil yang dijinjing wanita muda itu, sedang Pete mengambil salah satu kopor besar yang dibawa Tom.
"Yuk, kita berangkat," kata Jupe, setelah memandang berkeliling untuk memastikan bahwa tidak ada yang kelupaan lagi.
Iring-iringan itu melintasi lorong, menuju pintu depan. Ketika melewati pintu ruang kantor, tahu-tahu Mrs. Dobson berhenti.
"Tunggu!" serunya. "Tom! Ambil kotak itu!"
"Kotak apa"" tanya Pete.
"Aku sempat memeriksa barang-barang kepunyaan ayahku," kata Mrs. Dobson dengan nada membela diri. "Aku bukan hendak menyelidik, tapi cuma ingin tahu saja - dan kemudian kutemukan sebuah kotak berisi berbagai barang. Tidak ada yang berarti bagi orang lain-seperti foto ayah dan ibuku, yang dibuat saat hari pernikahan mereka, serta seberkas surat-surat dari ibuku, serta beberapa dari aku, dan - pokoknya, aku tidak ingin ada orang lain mengacak-acaknya, Jupiter!"
"Kami mengerti, Mrs. Dobson," kata Jupiter. Diambilnya kopor kedua yang dijinjing Tom Dobson, sementara anak itu bergegas masuk ke ruang kantor Potter. Dengan segera ia sudah keluar lagi, membawa sebuah kardus.
"Kakekku kelihatannya menyimpan segala-galanya," katanya pada anak-anak yang lain.
Pete membuka pintu depan. Iring-iringan itu keluar satu-satu, lewat di antara kedua guci besar pengapit jenjang rumah, menuju ke mobil Mrs. Dobson, yang diparkir di dekat gudang tempat Potter menyimpan bahan-bahan keperluannya.
"Sayang Anda memutuskan untuk lebih baik pergi saja, Mrs. Dobson," kata Jupiter dengan suara yang sengaja dikeras-keraskan.
Mrs. Dobson memandangnya dengan mulut ternganga.
"Hah"" "Anda harus berlagak ketakutan," bisik Jupiter, memberi petunjuk.
"Ah," kata Mrs. Dobson, lalu menyambung dengan suara nyaring, mendekati histeris, "Kau sinting, Jupiter Jones, jika menyangka aku mau tinggal lebih lama di rumah ini, sementara ada orang yang mencoba melakukan pembakaran!"
Ia meletakkan kotak kosmetiknya di samping mobil, lalu membuka tutup bagasi.
"Mendingan juga tidak punya ayah, daripada begini," kata wanita itu lagi, nyaris berteriak-teriak. "Mendingan dulu aku dilahirkan sebagai anak yatim."
Mrs. Dobson mencampakkan kotak kosmetiknya ke dalam bagasi.
"Jika aku tak pernah lagi melihat Rocky Beach - atau rumah ini - aku malah mengucap syukur! Tom! Kemarikan kotak itu!"
Tom menyodorkan kotak yang berisi surat-surat tua pada ibunya. Ketika Mrs. Dobson hendak memasukkan kotak itu ke dalam mobil, tiba-tiba terdengar suara seseorang menyergah. Datangnya dari sisi gudang.
Semua berpaling ke arah itu. Pemancing amatiran yang selalu perlente berdiri di situ, diterangi sinar matahari petang yang kuning keemasan. Dan pria pesolek itu menggenggam pistol!
"Jangan ada yang bergerak, kalau tidak ingin cedera," kata Farrier. Orang itu mengarahkan laras pistolnya pada Eloise Dobson.
"Kurasa ada sesuatu yang meleset dalam rencana kita," kata Pete.
"Kemarikan kotak itu," kata Farrier. "Atau lebih baik, buka dan tumpahkan isinya ke tanah."
"Isinya cuma seberkas surat-surat tua, yang dialamatkan pada kakekku," kata Tom Dobson.
"Buka, kataku!" bentak Farrier. "Aku ingin melihat sendiri isinya." "Jangan kaulawan orang ini," kata Jupiter.
Tom menarik napas panjang. Diambilnya kotak kardus itu dari dalam mobil. Ia membukanya, lalu menumpahkan isinya ke tanah. Sampul-sampul surat berhamburan.
"Surat-surat!" seru pemancing perlente itu. Dari suaranya terdapat kesan bahwa ia benar-benar tak menyangka hal itu.
"Apakah Anda tadi mengira isinya makota kecil bertatahkan intan, atau begitu"" tanya Tom Dobson.
Pria yang mengaku bernama Farrier maju selangkah.
"Apa yang kalian -" Ia hendak mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi. "Kopor-kopor itu," katanya kemudian, "bawa lagi ke dalam rumah. Ukurannya sebenarnya terlalu kecil, tapi siapa tahu -"
Eloise Dobson berjongkok, lalu memasukkan kembali sampul-sampul surat yang berserakan di tanah ke dalam kotaknya. Sedang anak-anak mengeluarkan kopor-kopor dari bagasi
mobil Mrs. Dobson. Setelah itu semua digiring masuk ke rumah, sementara Mr. Farrier berjalan paling belakang dengan pistol teracung.
Eloise Dobson marah-marah di ruang depan, sementara anak-anak dipaksa menumpahkan isi kopor-kopor wanita muda itu ke lantai. Tas kepunyaan Tom juga dibuka. Isinya diserakkan di lantai, untuk diperiksa oleh Mr. Farrier.
"Jadi kalian tidak menemukannya, ya"" kata Farrier kemudian. "Ketika aku tadi melihat kotak kardus itu, aku merasa pasti..."
"Menemukan apa, sih"" tukas Mrs. Dobson.
"Anda tidak tahu"" tanya Farrier. Nada suaranya sangat licin. "Tidak - kelihatannya Anda memang benar-benar tidak tahu. Mungkin memang lebih baik bagi Anda, Mrs. Dobson yang budiman, bahwa Anda sama sekali tidak mengetahuinya. Sekarang - semua masuk ke ruang bawah tanah!"
"Aku tidak mau!" teriak Mrs. Dobson.
"O ya, Anda harus mau, Mrs. Dobson," kata Farrier. "Aku sudah memeriksa ruangan di bawah itu. Dindingnya dari batu bata tebal, dan lantainya semen. Kalian bisa beristirahat dengan tenang di situ, sementara aku menyelesaikan urusanku. Di ruang bawah tanah itu tidak ada jendela."
"Anda yang menggeledah kantor, hari Sabtu itu," kata Jupiter menuduh.
"Sayangnya, aku tak sempat selesai," kata Farrier. "Saat itu aku hanya menemukan satu harta saja." Ia mengeluarkan seberkas anak kunci dari kantungnya.
"Berkas kunci yang selalu dibawa-bawa Potter!" kata Jupiter.
"Kurasa ini duplikatnya," kata Farrier sambil tertawa nyengir. "Ia baik hati, mau membiarkannya tergeletak di dalam laci meja. Ayo, sekarang semua turun ke bawah!"
Iring-iringan itu berjalan, menyusuri lorong, melintasi dapur, lalu menuruni tangga ke ruang bawah tanah. Mrs. Dobson berhenti sebentar di pangkal tangga untuk menyalakan lampu. Setelah itu ia turun, masuk ke dalam ruang kosong yang berdinding batu bata.
"Kalian takkan terlalu menderita di situ," kata Farrier dari atas tangga. "Dan tidak lama kemudian pasti akan ada orang kemari, mencari-cari kalian."
Setelah itu ia menutup pintu. Terdengar bunyi anak kunci diputar, lalu dicabut dari lubangnya. Sebuah gerendel digeser.
"Sekarang aku menyesal, kenapa Kakek begitu gemar memasang kunci pengaman di mana-mana," keluh Tom.
Jupiter duduk di kaki tangga, sambil memandang berkeliling.
"Tempat ini memang tidak menyenangkan, jika kita harus agak lama di sini - tapi ini masih mendingan, daripada kaki dan tangan kita diikat. Kurasa dugaan kita benar, dan
orang yang mengaku bernama Farrier itu sekarang pasti akan melakukan penggeledahan dengan cermat, di seluruh ruangan. Pasti kotak kardus berisi surat-surat tadi yang menyebabkannya. Ketika ia melihat kotak itu, ia langsung menarik kesimpulan bahwa kita menemukan apa yang selama ini dicari-cari olehnya. Jebakan kita mengena!"
"Ya, memang," kata Pete dengan getir, "cuma sialnya, kita sendiri yang terperangkap di dalamnya!"
Bab 17 SANG JENDERAL TAMPIL PARA tawanan itu duduk dengan sikap senyaman mungkin di anak tangga, sambil mendengarkan kesibukan pemancing gadungan yang sibuk mencari-cari di atas, di dalam rumah.
Terdengar bunyi laci-laci ditarik di dapur. Pintu-pintu lemari dihempaskan. Langkah kaki bergegas ke sepen, disusul bunyi panci-panci berjatuhan. Dinding diketuk-ketuk.
Mereka mendengar Farrier keluar dari dapur, lalu menyusuri gang menuju kantor Potter. Terdengar bunyi barang berat tergeser, disusul bunyi gedebuk. Debu berhamburan dari langit-langit ruang bawah tanah itu.
"Ia menggulingkan lemari arsip," kata Pete menebak.
Meja tulis Potter yang usang digeser. Bunyinya terdengar jelas, di atas papan lantai. Kemudian menyusul lagi bunyi dinding diketuk-ketuk.
"Apakah polisi menemukan perpustakaan rahasia Potter"" tanya Jupe pada Tom. "Tidak," jawab Tom.
"Kalian bersikap sembunyi-sembunyi terhadapku," tukas Eloise Dobson. "Perpustakaan rahasia yang mana""
"Bukan apa-apa, Bu," kata Tom. "Cuma setumpuk koran tua, di balik lempeng tembikar di kamar tidur."
"Untuk apa koran-koran tua disembunyikan"" tanya Mrs. Dobson.
"Supaya kalau ada orang datang mencari, ia akan menemukan sesuatu," kata Jupiter.
Saat itu terdengar bunyi benda berat pecah di atas.
"Aduh ," kata Mrs. Dobson. "Itu pastijambangan besar, yang di gang."
"Sayang," kata Jupiter.
Langkah kaki Farrier terdengar menuju ke tangga, yang kemudian dinaikinya dengan bergegas-gegas.
"Pasti dia yang menimbulkan jejak kaki yang bernyala itu!" kata Mrs. Dobson.
"Ya," kata Jupiter. "Ia memiliki berkas kunci rumah ini, jadi bisa datang dan pergi seenak hatinya. Kurasa ia masuk lewat pintu belakang, karena pintu depan diberi pengaman tambahan dengan gerendel sorong."
"Dan jejak-jejak itu..." kata Tom.
Tiba-tiba Jupiter mengangkat tangannya.
"Ssst - dengar!"
Semua diam. "Aku tidak mendengar apa-apa," kata Tom setelah beberapa saat.
"Ada orang datang, dan naik ke beranda belakang," kata Jupiter. "Setelah berusaha membuka pintu, kemudian pergi lagi."
"Syukurlah," kata Eloise Dobson. "Kita berteriak sekarang!"
"Lebih baik jangan, Mrs. Dobson," kata Bob dengan sungguh-sungguh. "Soalnya, yang kita hadapi bukan cuma Farrier yang menyebalkan itu saja, melainkan ada lagi dua orang yang benar-benar menyeramkan, di Hilltop House."
"Orang-orang yang mengintai kemari itu"" kata Mrs. Dobson.
"Kurasa perbuatan mereka tidak cuma terbatas sampai itu saja," kata Jupiter memberi tahu. "Hilltop House mereka sewa karena suatu alasan tertentu - yaitu karena letaknya di sebelah atas rumah ini."
Jupiter memberi isyarat, menyuruh diam. Terdengar bunyi orang berjalan di atas, dalam gang.
"Farrier tadi lupa mengunci pintu depan," bisik Pete.
"Urusan ini bisa bertambah menarik jadinya." Jupiter naik sampai ke ujung atas tangga, lalu menempelkan telinga ke daun pintu. Samar-samar didengarnya suara orang berbicara. Jupiter mengacungkan dua jari, untuk mengisyaratkan bahwa yang baru datang itu dua orang.
Kedua orang itu menyusuri gang hampir sampai ke dapur, lalu kembali lagi. Saat itu terdengar langkah orang lain di tangga ke tingkat atas, disusul suara teriakan, dan bunyi letusan.
"Itu bunyi tembakan!" kata Jupiter.
Setelah itu tidak ada teriakan-teriakan lagi. Tapi para tawanan yang terkurung di ruang bawah tanah, mendengar orang berbicara dengan suara galak, disusul langkah di tangga, serta bunyi seperti orang tersandung. Langkah-langkah itu masuk ke dapur, disusul bunyi kursi ditarik.
"Ayo duduk, dan awas kalau berani bergerak," kata seseorang dengan suara galak. Mendengar suaranya, pasti itu Jenderal Kaluk.
Jupiter turun beberapa jenjang, menjauhi pintu yang membuka ke dapur.
Pintu itu terbuka. Sosok tubuh jenderal yang kekar dari Lapatia memenuhi ambangnya.
"Nah"" kata jenderal itu. "Sahabat mudaku Jones! Dan Master Andrews. Kuminta kalian semua naik."
Kelima tawanan itu masuk ke dapur. Lampu di langit-langit menyala. Eloise Dobson tersentak ketika melihat Farrier. Pemancing amatiran yang perlente itu duduk di salah satu kursi yang ada di situ. Ia menekankan sapu tangan ke pergelangan tangannya yang sebelah kanan. Jaketnya yang putih dinodai bercak berwarna merah.
"Nyonya kaget melihat darah"" tanya Jenderal Kaluk. "Anda tidak usah takut. Orang ini tidak luka parah." Ia menyodorkan kursi ke arah Mrs. Dobson, dari menyuruhnya duduk. "Aku tidak menyukai kekerasan, kecuali jika memang perlu," katanya. "Orang ini kutembak, hanya untuk mencegah kemungkinan aku ditembak olehnya."
Mrs. Dobson duduk di kursi yang disodorkan.
"Kurasa kita perlu memanggil polisi," katanya dengan suara gemetar. "Di depan ada telepon umum, di pinggir jalan raya. Tom, coba kau -"
Jenderal Kaluk menggerakkan tangannya, menyuruh wanita muda itu diam. Orang Lapatia yang satu lagi, Demetrieff, pergi ke ambang pintu dapur, lalu berdiri di situ. Ia menggenggam senjata api - sebuah revolver.
"Kurasa orang ini bisa kita lupakan saja, Nyonya, karena tidak penting," kata Jenderal Kaluk, sambil menggerakkan kepala ke arah Farrier. "Tidak kuketahui bahwa ia ada di sekitar sini. Coba dari semula aku sudah tahu, pasti sudah kuambil langkah-langkah untuk mencegah gangguannya pada Anda."
"Anda dan orang itu kedengarannya seperti kawan lama," kata Jupiter menyela. "Atau mungkin lebih tepat kalau dikatakan, musuh lama""
Jenderal dari Lapatia itu tertawa. Bunyinya pendek, dan tidak enak didengar.
"Musuh" Orang ini tidak cukup penting, sehingga bisa disebut musuh. Ia penjahat - penjahat yang biasa-biasa saja. Pencuri!" Jenderal Kaluk mengambil kursi, lalu duduk. "Memang urusanku untuk mengetahui hal-hal seperti itu, Nyonya," katanya pada Mrs. Dobson. "Di antara berbagai tugasku di Lapatia, aku juga mengawasi kepolisian nasional. Kami memiliki catatan tentang orang ini. Nama samarannya banyak - Smith, Farrier, Taliaferro - semuanya nama palsu. Ia pencuri permata. Anda sependapat 'kan, bahwa itu merupakan perbuatan j ahat""
"Sangat jahat!" kata Eloise Dobson dengan cepat. "Tapi... tapi di rumah ini kan sama sekali tidak ada permata. Apa yang hendak di... kenapa Anda ada di sini""
"Kami tadi melihat dari teras kami, ketika orang jahat ini kelihatannya merongrong Anda serta sahabat-sahabat mudaku ini. Dengan sendirinya kami lantas datang untuk memberi bantuan."
"Aduh, terima kasih!" kata Mrs. Dobson, sambil cepat-cepat bangkit dari kursinya. "Terima kasih banyak. Sekarang tinggal menelepon polisi, lalu -" "Sabar, Nyonya - itu nanti saja dilakukan. Sekarang harap duduk lagi." Mrs. Dobson duduk lagi.
"Aku lupa memperkenalkan diriku," kata jenderal itu. "Kias Kaluk! Dan Anda siapa, Nyonya""
"Aku Eloise Dobson. Mrs. Thomas Dobson. Dan ini anakku, Tom." "Dan Anda teman Alexis Kerenov"" Mrs. Dobson menggeleng. "Belum pernah kudengar nama itu," katanya. "Ia juga dikenal dengan nama Potter," Jenderal Kaluk menjelaskan. "Mrs. Dobson ini memang kenalan Potter," sela Jupiter dengan cepat, "dari pedalaman. Kan sudah pernah kukatakan." Jenderal dari Lapatia itu menatap Jupiter dengan masam.
"Biar nyonya ini menjawab sendiri," katanya, lalu menatap Mrs. Dobson lagi. "Anda kenalan Potter""
Eloise membuang muka. Sikapnya gelisah, seperti orang yang tidak begitu pandai berenang, yang tahu-tahu menyadari bahwa ia berada di tengah air yang dalam. "Ya," kata wanita muda itu dengan suara lirih. Mukanya memerah. Jenderal Kaluk tersenyum.
"Kurasa Nyonya tidak mengatakan yang sebenarnya," katanya. "Harap diingat, aku ahli dalam soal-soal begini. Sekarang, Nyonya ceritakan bagaimana caranya berkenalan dengan orang yang dikenal dengan nama Potter itu""
"Yah," kata Mrs. Dobson, "lewat... lewat surat. Kami melakukan surat-menyurat, dan..."
"Sebagian besar dari usaha Potter dilakukan lewat pos!" kata Pete dengan cepat.
"Ya, betul," kata Bob. "Dan ia mengirimkan barang-barangnya ke Mrs. Dobson, lalu Mrs. Dobson menyuratinya, lalu -"
"Berhenti!" bentak jenderal itu pada Bob. "Omong kosong! Kausangka aku mau percaya pada ocehanmu itu" Wanita ini menulis surat pada seorang laki-laki tua pembuat tembikar, dan isi surat-surat antara mereka berdua begitu menarik, sehingga wanita ini datang ke kota kecil ini, lalu masuk ke rumah laki-laki tua itu - pada hari laki-laki tua itu menghilang. Itu yang harus kupercaya" Aku ini bukan orang bodoh!"
"Jangan berteriak!" Padahal Eloise Dobson sendiri juga berteriak. "Lancang sekali Anda, berani masuk kemari! Dan aku tidak peduli, apakah Farrier ini mencuri makota Kerajaan Inggris - yang jelas, kita perlu memanggil dokter untuk merawat lukanya. Ia... darahnya berceceran ke lantai!"
Jenderal Kaluk melihat sekilas ke arah Farrier, serta ke beberapa tetes darah yang menitik ke lantai.
"Perasaan Nyonya terlalu lembut," kata jenderal itu pada Mrs. Dobson. "Nantilah, Mr. Farrier akan kami urus, jika sudah waktunya. Sekarang, harap Anda ceritakan bagaimana Anda bisa berkenalan dengan Mr. Potter."
"Itu bukan urusan Anda!" teriak wanita muda itu. "Tapi jika Anda memang ingin tahu
"Jangan, Mrs. Dobson," kata Jupiter meminta.
"Ia ayahku!" kata Mrs. Dobson menyelesaikan kalimatnya dengan nada menantang. "Ia ayahku, dan ini rumahnya. Anda sama sekali tidak berhak masuk kemari. Dan jangan Anda berani -"
Jenderal Lapatia itu mendongakkan kepalanya. Ia tertawa terbahak-bahak. "Itu sama sekali tidak lucu!" bentak Mrs. Dobson.
"Ini malah sangat lucu!" kata jenderal itu, sambil terpingkal-pingkal terus. Kemudian dipandangnya pria Lapatia yang lebih muda, yang selama itu berdiri menjaga di ambang
pintu. "Demetrieff, kita ternyata memp
eroleh sesuatu yang sangat berarti! Anak perempuan Alexis Kerenov ada di tangan kita!" Jenderal itu mendekatkan diri pada Mrs. Dobson.
"Sekarang Anda katakan saja, ada yang ingin kuketahui. Setelah itu kami akan mengurus Mr. Farrier, yang begitu Anda cemaskan kelihatannya." "Apa yang ingin Anda ketahui"" tanya Mrs. Dobson.
"Ada suatu barang tertentu - sesuatu yang nilainya sangat tinggi - milik rakyat kami," kata jenderal itu. "Anda tahu, apa yang kumaksudkan"" Eloise Dobson menggeleng.
"Ia tidak tahu," kata Jupiter Jones dengan sungguh-sungguh. "Mrs. Dobson tidak tahu apa-apa-tentang Lapatia, atau tentang apa saja!"
"Tutup mulutmu!" bentak Jenderal Kaluk. "Aku menunggu, Nyonya Dobson!"
"Aku tidak tahu," kata Eloise Dobson. "Kata Jupiter tadi benar. Aku ini tidak tahu apa-apa. Aku belum pernah mendengar nama Alexis Kerenov. Nama ayahku Alexander Potter!"
"Dan ia tidak menitipkan rahasia itu pada Anda"" desak jenderal itu.
"Rahasia" Rahasia apa"" seru Mrs. Dobson bingung.
"Menggelikan!" tukas jenderal itu sambil mendengus. "Ia pasti mengatakannya pada Anda. Itu kewajibannya. Dan Anda kini harus mengatakannya padaku!" "Tapi aku benar-benar tidak tahu apa-apa!" teriak Mrs. Dobson.
"Demetrieff!" teriak Jenderal Kaluk. Kelihatannya ia tidak bisa lagi mengendalikan diri. "Dia ini harus berbicara!" Demetrieff melangkah maju, mendekati Mrs. Dobson.
"He! Jangan sentuh ibuku!" teriak Tom Dobson. Ia berusaha mencegat. Tapi Demetrieff mendorongnya ke samping.
"Masukkan mereka ke ruang bawah tanah!" kata Jenderal Kaluk pada Demetrieff. "Semua, kecuali wanita keras kepala ini!"
Pete merasa bahwa sudah tiba waktu baginya untuk beraksi. Sambil berteriak, diterjangnya pria Lapatia yang lebih muda itu, diikuti oleh Bob. Pete bergerak menyambar tangan yang memegang senjata api, sedang Bob menyergap kaki orang itu.
Demetrieff terdengus lalu roboh. Revolver-nya meletus, tapi dengan laras terarah ke atas, sehingga pelurunya hanya menembus langit-langit.
Tembakan itu disusul bunyi tembakan lain, yang jauh lebih nyaring. Pintu belakang terbuka dengan tiba-tiba. Tahu-tahu Potter sudah muncul di ambangnya, menggenggam senapan buru model kuno yang agak berkarat.
"Jangan bergerak!" seru Potter.
Langkah Jupiter terhenti, di antara pintu ruang bawah tanah dan kursi yang diduduki Jenderal Kaluk. Jenderal itu tetap duduk, sedang Pete dan Bob terkapar di lantai, menindih Demetrieff yang jatuh terjengkang.
"Kakek"" kata Tom Dobson.
"Selamat malam, Tom," kata Potter. "Aku menyesali semua kejadian ini, Eloise, Anakku!"
Jenderal Kaluk beranjak, hendak berdiri. Seketika itu juga laras senapan buru di tangan Potter bergerak ke arahnya.
"Jangan bergerak, Kaluk," kata Potter. "Dalam laras ini masih ada satu peluru lagi - dan dengan senang hati aku akan melepaskannya ke arah mukamu."
Jenderal Kaluk duduk lagi.
"Jupiter," kata Potter lagi, "tolong kumpulkan semua senjata api yang ada, ya! Dari teman jenderal yang terkapar di lantai, dan aku yakin jenderal kita ini juga membawa sepucuk. Jenderal Kaluk dari dulu sudah gemar pada senjata api."
"Baik, Mr. Potter," kata Jupiter, "maksudku, Mr. Kerenov."
Bab 18 BERKOMPROMI SEMUA membisu, sementara Jupiter Jones mengambil revolver Demetrieff, dan setelah itu menggeledah Jenderal Kaluk serta mengambil pistol otomatis milik Farrier yang ada padanya. Senjata api itu lebih kecil ukurannya dari revolver, tapi sama saja bahayanya.
"Taruh senjata-senjata itu dalam sepen lalu kaukunci pintunya, Jupiter, dan serahkan anak kuncinya padaku," kata Potter.
Jupiter melakukan seperti disuruh. Potter menyelipkan anak kunci pintu sepen yang diserahkan padanya ke dalam kantung yang tersembunyi di balik jubahnya. Setelah itu barulah ia agak santai. Ia menyandarkan diri ke sebuah lemari.
Saat itu barulah Eloise Dobson menangis.
"Sudahlah, Anakku," kata Potter menenangkan. "Semuanya sudah berlalu. Selama ini aku terus mengawasi bajingan-bajingan ini. Takkan kubiarkan mereka berbuat apa-apa terhadapmu."
Mrs. Dobson berdiri. Ia menghampiri Potter. Laki-laki tua itu menyerahkan senapannya pada Jupiter, lalu merangkul anaknya.
"Ya, ya, aku ta hu," katanya. Ia tertawa. Mrs. Dobson dijauhkannya sedikit, sehingga wanita itu mau tidak mau terpaksa melihat rambut, jenggot, dan jubahnya, yang semuanya nampak kotor.
"Kau pasti kaget melihat diriku, ya"" kata Potter. "Tidak ada orang yang mempunyai ayah seperti Alexander Potter." Mrs. Dobson mengangguk, lalu menggeleng, lalu menangis lagi.
Jenderal Kaluk mengatakan sesuatu dalam bahasa asing aneh, yang pernah didengar oleh Bob dan Jupiter di Hilltop House.
"Kuharap kau berbicara dalam bahasa Inggris," kata Potter pada jenderal itu. "Sudah lama aku tidak mendengar bahasa asliku, sehingga aku tidak begitu memahaminya lagi."
"Aneh!" seru jenderal itu dengan heran.
"Dan siapa orang itu"" kata Potter. Ia menuding Mr. Farrier, yang masih meringkuk di kursi yang didudukinya, sambil memegang pergelangan tangannya yang luka kena tembak. "Orang yang tidak berarti," kata Jenderal Kaluk. "Pencuri!"
"Namanya Mr. Farrier, Kakek," kata Tom Dobson. "Menurut Jupe, dialah yang menakut-nakuti kami, supaya kami meninggalkan rumah ini." "Menakut-nakuti kalian" Dengan cara bagaimana""
"Pada tiga kesempatan yang berbeda waktu," kata Jupiter Jones, "di rumah ini nampak jejak kaki yang mengobarkan api. Anda bisa melihat tiga jejak yang hangus dekat sepen, dan dua dekat pintu ruang bawah tanah. Lalu di tangga ada tiga lagi."
"Wah!" seru Potter. "Jejak kaki berapi" Rupanya kau mempersiapkan diri dengan baik, Farrier - kau tahu tentang hantu keluarga kami. Kenapa tangan orang itu berdarah, Jupiter""
"Ditembak Jenderal Kaluk," kata Jupiter.
"Oh, begitu," kata Potter. "Dan benarkah orang ini masuk ke rumahku secara diam-diam, serta berusaha menakut-nakuti keluargaku""
"Anda takkan bisa membuktikannya," kata Farrier dengan geram. "Berkas anak kunci cadangan Anda ada padanya," kata Jupiter.
"Kurasa kita perlu memanggil Chief Reynolds," kata Potter. "Aku sama sekali tidak mengira, Eloise. Aku begitu prihatin terhadap kemungkinan Kaluk akan berbuat apa-apa terhadap kalian, sehingga aku tidak begitu memperhatikan rumahku sendiri."
Jenderal Kaluk menatap Potter dengan sikap kagum.
"Jadi kau selama ini mengamat-amati diriku, Alexis""
"Aku mengawasi dirimu, sedang kau mengamat-amati anak-anakku," jawab Potter. "Kalau aku boleh bertanya, Sobat - di mana saja kau selama tiga hari belakangan ini"" tanya Jenderal Kaluk.
"Di atas garasi Hilltop House ada loteng," kata Potter singkat. "Pintu-pintu garasi memang terkunci, tapi di sisi utaranya ada sebuah jendela."
"Begitu," kata Jenderal Kaluk. "Ternyata dalam usia tuaku sekarang ini, kecermatanku sudah mulai berkurang."
"Bahkan sangat berkurang," kata Potter. "Sekarang kita telepon saja Chief Reynolds, Jupiter - untuk menggiring orang-orang ini dari sini."
"Tunggu sebentar, Alexis," kata Jenderal Kaluk. "Masih ada urusan tentang sejumlah perhiasan yang dilarikan dari pemiliknya yang sah, bertahun-tahun yang silam."
"Keluarga Azimov-lah pemiliknya yang sah," balas Potter. "Dan tugasku menjaga keamanan perhiasan itu."
"Pemiliknya yang sah, rakyat Lapatia," kata jenderal itu. "Keluarga Azimov sudah tidak ada lagi!"
"Bohong!" tukas Potter dengan berang. "Nicholas tidak tewas di Puri Madanhoff. Kami bersama-sama melarikan diri. Menurut rencana, di Amerika kami akan berkumpul lagi. Itu sudah kami atur sejak semula. Aku harus mencari cara untuk menyampaikan berita padanya. Selama ini aku menunggu-nunggu terus."
"Alexis yang malang," kata Jenderal Kaluk. "Seumur hidupmu kau menunggu dengan sia-sia. Nicholas tidak berhasil minggat. Ia bahkan tidak bisa mencapai stasiun kereta api, karena sudah lebih dulu ketahuan." Jenderal Kaluk merogoh kantung jasnya yang sebelah dalam, lalu mengeluarkan sebuah foto, yang disodorkannya pada Potter.
Hampir semenit lamanya Potter memandang foto itu.
"Pembunuh!" sergahnya kemudian pada jenderal yang datang dari Lapatia.
Jenderal Kaluk mengambil foto itu lagi dari tangan Potter.
"Itu bukan kemauanku," katanya. "Jangan lupa, Yang Mulia kan sahabatku!"
"Lalu begitu caramu memperlakukan sahabat-sahabatmu"" tanya Potter.
"Kejadian itu tidak bisa dielakkan lagi," kata Jenderal Kaluk. "Mungkin
ada keadilan terselubung di dalamnya. Entahlah - kita tidak bisa menilainya lagi sekarang. Wangsa Azimov memperoleh kekuasaan melalui pertumpahan darah, dan kemudian berakhir dalam genangan darah pula. Tapi satu hal sudah jelas, Alexis - keluarga itu sekarang tidak ada lagi. Dan bagaimana dengan kau sendiri" Seumur hidupmu kau menunggu. Menunggu di belakang pintu terkunci rapat. Menunggu di balik samaran jenggot tebal, serta jubah manusia eksentrik. Hidup terpisah dari keluarga. Kau tentunya tidak melihat anak perempuanmu tumbuh menjadi dewasa, ya""
Potter menggeleng. "Untuk sebuah makota," kata jenderal itu lagi. "Semuanya ini kaulakukan demi sebuah makota, tanpa ada kepala yang berhak lagi memakainya." "Apa maumu sebenarnya"" tanya Potter kemudian.
"Aku hendak membawanya kembali, ke Madanhoff," kata jenderal itu. "Makota itu akan ditaruh di Museum Nasional di sana, di tempat yang semestinya. Rakyat menghendaki makota itu ada di sana, seperti yang dijanjikan para jenderal pada mereka, sekian tahun yang silam."
"Janji itu tidak diucapkan secara serius, melainkan hanya merupakan penenang saja!" teriak Potter.
"Ya, aku tahu. Aku sebenarnya juga tidak setuju, tapi Lubaski berkeras terus - dan ketika janji itu sudah diucapkan, kami terpaksa berusaha menepatinya. Kalau tidak, kepercayaan rakyat pasti akan goyah."
"Pembohong!" teriak Potter dengan berang. "Pembunuh! Kau berani mengoceh tentang kepercayaan rakyat"!"
"Aku sudah tua sekarang, Alexis," kata Jenderal Kaluk, "dan kau juga! Rakyat Lapatia kini hidup berbahagia - sungguh, percayalah, mereka hidup berbahagia. Seberapa besarkah kecintaan yang ada dulu, terhadap wangsa Azimov" Wangsa itu sekarang sudah tidak ada lagi. Apalah gunanya bagimu, jika kau menolak permintaanku" Kau sudi menjadikan dirimu pencuri" Aku tidak percaya. Makota itu ada di tanganmu. Kau sudah bersumpah, makota itu akan selalu kaulindungi. Itulah sebabnya aku kemari. Serahkanlah makota itu padaku, dan biarlah kita berpisah selaku teman."
"Kita berdua takkan pernah bisa menjadi teman," kata Potter.
"Kalau begitu, setidak-tidaknya janganlah kita berpisah sebagai musuh," kata jenderal Lapatia itu dengan nada memohon. "Sebaiknya kita pertimbangkan, apa yang lebih berguna bagi kita semua. Kita lupakan, apa saja pengorbanan kita berdua."
Potter diam saja. "Makota itu tidak mungkin bisa kaujadikan milikmu," kata Jenderal Kaluk. "Bagimu tidak ada pilihan lain, Alexis. Hanya ada satu tempat yang tepat untuk makota itu, yaitu di Madanhoff. Pikirkanlah, apa akibatnya bagi dirimu, jika diketahui bahwa makota itu ada padamu" Dan apa akibatnya bagi Lapatia" Aku tidak tahu pasti, tapi aku bisa membayangkannya! Timbul sikap saling curiga-mencurigai, kekacauan, dan barangkali juga revolusi. Apakah kau menghendaki revolusi pecah lagi di sana, Alexis""
Potter nampak ngeri membayangkan kemungkinan itu.
"Baiklah, akan kuambil dan kuserahkan padamu."
"Barang itu ada di sini sekarang"" tanya Jenderal Kaluk.
"Ya, ada di sini," jawab Potter. "Sebentar."
"Mr. Potter"" Jupiter menyela pembicaraan.
"Ya, Jupiter""
"Bagaimana jika saya yang mengambilnya"" tanya Jupiter. "Tempatnya dalam guci itu, 'kan""
"Kau ini anak pintar, Jupiter. Betul, ada dalam guci. Coba tolong ambilkan!"
Jupiter pergi ke luar, kurang lebih selama semenit. Selama itu tidak ada yang berbicara di dalam. Ketika Jupiter masuk lagi, ia membawa sebuah bungkusan berukuran besar. Beberapa helai kain empuk membungkus sebuah benda, yang diletakkan oleh Jupiter di atas meja.
"Kau saja yang membukanya," kata Potter. Jenderal Kaluk mengangguk, tanda setuju. "Kau pasti ingin tahu," katanya.
Jupiter membuka bungkusan itu. Kain-kain penyelubung disingkapkannya. Di atas meja dapur rumah Potter terletak sebuah makota indah, terbuat dari emas dan lapis lazuli. Bagian atasnya bertatahkan batu delima besar, dengan sebuah bentuk rajawali berwarna merah. Rajawali itu berkepala kembar, dan kedua paruhnya yang runcing ternganga.
"Makota Kerajaan Lapatia!" kata Bob kagum.
"Tapi... kusangka makota itu ada di museum, di Madanhoff!" kata Pete.
Jenderal Kaluk bangkit dari kursinya. Dipa
ndangnya benda indah itu dengan sikap, yang hampir-hampir bisa dikatakan hormat.
"Yang ada di Madanhoff merupakan duplikat," katanya. "Tiruan yang sangat baik, walau dibuat tanpa bantuan seorang Kerenov. Kurasa ada beberapa orang ahli di bidang ini - seperti Farrier ini, misalnya - yang mungkin menduga duduk perkara sebenarnya, tapi rahasia itu tetap terjaga dengan baik. Makota duplikat itu selalu berada di balik kaca pengaman, sedang para pengunjung tidak bisa terlalu dekat menghampirinya, karena ditahan semacam pembatas ruangan. Belum begitu lama berselang ada seorang juru foto yang mendapat izin untuk memuat foto makota tiruan itu dalam buku yang hendak dibuatnya. Orang itu ahli di bidang fotografi, bukan permata. Karena itu kami mengabulkan permohonannya."
"Bagaimana Anda bisa yakin, rahasia itu akan tetap tersimpan," kata Farrier dengan wajah masam. "Di sini saja sudah ada beberapa saksi hidup."
"Kau boleh bicara sesukamu," tukas Jenderal Kaluk. "Karena takkan ada yang mau percaya!"
Jenderal itu mengambil makota dari atas meja, lalu mengulurkan tangan ke arah Potter. Tapi Potter membuang muka.
"Baiklah, Alexis," kata Jenderal Kaluk. "Kita takkan berjumpa lagi setelah ini. Kudoakan semoga kau berbahagia."
Setelah itu ia melangkah ke luar, diikuti oleh Demetrieff, pria langsing yang tak pernah tersenyum itu.
"Jupiter," kata Potter, "kurasa sekarang kau sudah bisa memanggil polisi, meminta mereka datang."
Bab 19 LAPORAN PADA ALFRED HITCHCOCK
SEMINGGU kemudian, Mr. Alfred Hitchcock, sutradara film termashur itu, duduk di kantornya. Ia membalik-balik catatan yang disusun oleh Bob Andrews, tentang Potter serta rahasianya yang mengasyikkan.
"Jadi makota itu ternyata disembunyikan di dalam guci di depan toko Potter, di tempat yang banyak dilewati orang-orang yang datang ke tempat itu," kata Mr. Hitchcock. "Penjahat yang bernama Farrier itu mungkin berulang kali melewatinya, ketika ia sedang sibuk menakut-nakuti Mrs. Dobson, agar wanita itu serta anak laki-lakinya pergi dari rumah itu."
"Farrier mengatakan bahwa ia sudah mencoba membuka guci itu," kata Jupiter Jones. "Tapi karena ia beroperasi di malam hari, ia tidak punya waktu - begitu pula cahaya yang cukup terang - untuk bisa memeriksa guci dengan cermat, dan tidak melihat rajawali berkepala satu, yang memandang ke kiri. Tutup guci itu bisa dibuka dengan jalan memutarnya - ke arah kiri. Tempat-tempat bertutup, umumnya dibuka dengan jalan memutarnya ke arah yang berlawanan, yaitu ke kanan. Itulah isyarat yang telah disepakatkan antara Potter dan Pangeran Nicholas, ketika keduanya melarikan diri dari puri, ketika terjadi pemberontakan di Lapatia. Nicholas harus mencari bentuk seekor rajawali berkepala satu di tengah kawanan rajawali berkepala kembar, lambang Lapatia. Rajawali yang berbeda wujud itu merupakan petunjuk tentang tempat makota disembunyikan."
"Dan Potter, sebelum revolusi pecah di Lapatia, memang sudah berniat hendak mendalami seni pembuatan benda-benda tembikar"" tanya Alfred Hitchcock.
"Tidak, belum," kata Bob, yang duduk di samping Jupiter. "Ia kemudian menjadi pembuat tembikar, karena harus mencari nafkah. Tapi ia bisa saja membuat bentuk rajawali itu dengan berbagai cara. Misalnya saja dalam bentuk lukisan, coretan di dinding, atau... atau..."
"Sulaman," sela Pete, dari sisi kiri Jupiter.
"Sekarang tentang orang yang bernama Farrier," kata Mr. Hitchcock. "Dalam laporan kalian ini tertulis bahwa ia ditangkap oleh Chief Reynolds, dengan tuduhan memasuki rumah orang dengan itikad buruk. Kurasa dengan tuduhan itu, ia takkan bisa terlalu lama ditahan. Bagaimana kemungkinannya, menurut dugaan kalian - apakah ia akan ikut menjaga rahasia makota Lapatia""
"Bagi dirinya memang sebaiknya jika ia tetap bungkam tentang urusan itu," kata Jupiter. "Tuduhan yang sekarang jauh lebih ringan kemungkinan hukumannya, dibandingkan dengan dakwaan melakukan pencurian berat. Saat ini ia mendekam di penjara Rocky Beach, merenungkan segala dosanya - yang ternyata lebih banyak dari yang kami duga semula. Semua pakaian anggun yang dipakainya, ternyata dibeli dengan kartu kredit yan
g ditemukannya di dalam dompet yang tercecer di jalan. Saya tidak tahu tuduhan apa yang akan dikenakan untuk penyalahgunaan kartu kredit, tapi mungkin itu termasuk kasus pemalsuan."
"Itu paling sedikit," kata Mr. Hitchcock sependapat. "Ia mestinya sedikit sekali memiliki uang tunai."
"Boleh dibilang tidak punya sama sekali," kata Bob.
"Mobilnya bobrok sekali," kata Jupiter. "Itulah yang menyebabkan saya mulai merasa curiga padanya, karena kendaraan itu tidak selaras dengan penampilannya. Saya rasa ia takkan mampu membayar sewa kamarnya di Seabreeze Inn. Potter mengatakan bahwa ia merasa ikut bertanggung jawab. Karenanya ia akan melunaskan utang Farrier pada Miss Hopper."
"Sikap yang sangat murah hati," kata Mr. Hitchcock mengomentari.
"Chief Reynolds juga menemukan bahan yang dipakai Farrier untuk menciptakan jejak kaki yang mengobarkan api. Bahan itu ditaruh di bagasi mobil orang itu, yang diparkir di pinggir jalan raya, di tempat yang tidak kelihatan dari rumah Potter," kata Bob. "Menurut Chief Reynolds, kami tidak perlu tahu bahan yang dipergunakan. Menurutnya, informasi tentang hal-hal seperti itu lebih baik tidak disebar luas."
"Orang itu rupanya lumayan juga imajinasinya."
"Maksud Anda, Farrier" Memang. Catatan tentang kejahatannya panjang, dan ia sudah pernah mendekam di berbagai penjara termashur. Ia dulu pencuri ulung, yang mengkhususkan diri pada permata. Menurut Chief Reynolds, namanya menjadi terlalu terkenal. Polisi di mana pun dengan segera memasang mata-mata, begitu Farrier diketahui muncul di salah satu kota. Tindakan itu menyebabkan ia merasa sulit bergerak dengan leluasa. Selama ini ia berusaha mencari nafkah, dengan jalan membuka toko kecil di Los Angeles, yang menjual perlengkapan untuk hobi."
"Jadi artikel dalam Westways yang kemudian menyebabkan ia datang ke Rocky Beach"" tanya Mr. Hitchcock.
"Bukan," kata Jupiter Jones. "Ia mengatakan bagaimana ia memperoleh petunjuk pertama tentang di mana makota itu, sementara kami menunggu Chief Reynolds datang untuk menangkapnya. Farrier mengatakan, ia mempunyai kebiasaan membaca iklan di surat kabar Los Angeles Times. Seperti halnya sejumlah ahli tentang urusan demikian, dari semula ia sudah menduga bahwa yang dipamerkan di museum kota Madanhoff bukanlah makota yang asli, melainkan duplikatnya. Ia pernah mengadakan riset tentang sejarah Lapatia. Ia tahu tentang lenyapnya Alexis Kerenov, yang keluarganya sejak turun-temurun selalu merupakan penjaga makota kerajaan. Jadi ketika Farrier melihat iklan dengan nama-nama Alexis dan Nicholas dalam harian Times, ia langsung teringat pada Pangeran Nicholas, yang menurut keterangan resmi dikatakan mati gantung diri di tengah-tengah revolusi yang pecah waktu itu. Farrier bertanya-tanya dalam hati, mungkinkah iklan itu ada hubungannya dengan urusan makota Lapatia. Secara untung-untungan, ia membeli koran-koran terbitan Chicago dan New York. Ternyata pada dua koran itu ditemukannya iklan yang sama bunyinya. Farrier memutuskan untuk datang sebentar ke Rocky Beach. Pada suatu sore yang cerah, ia berlenggang memasuki toko Potter..."
"Dan melihat medalion yang berhiaskan lambang rajawali berkepala kembar," kata Mr. Hitchcock menyelesaikan kalimat itu. "Itu satu hal yang tidak kumengerti. Apa sebabnya Potter - atau lebih tepat, Kerenov - selalu memakai medalion itu""
"Ia sendiri mengakui, itu sebenarnya merupakan kecerobohan di pihaknya," kata Jupiter. "Tapi mungkin ia merasa kesepian, dan medalion yang tergantung di lehernya itu mengingatkannya pada masa lampau yang lebih menyenangkan. Kecuali itu, ia merasa bahwa kecil sekali kemungkinannya ada orang dari Lapatia dengan tiba-tiba muncul di Rocky Beach - kecuali jika memang dipanggil. Sedang iklannya - setiap tahun ia memasang iklan itu di semua surat kabar terkemuka di Amerika Serikat - dialamatkan pada Nicholas. Ia merasa, hanya Nicholas saja yang akan bisa memahami iklan itu, karena itu merupakan bagian dari persepakatan mereka berdua, sebelum melarikan diri dari Puri Madanhoff. Waktu itu mereka sudah sepakat untuk menempuh jalan sendiri-sendiri, menuju Amerika Serikat. Kemu
dian Alexis setahun sekali akan memasang iklan, yaitu pada hari peringatan revolusi, sampai Nicholas menemukannya. Lalu jika terjadi apa-apa dengan diri Alexis sebelum Nicholas bisa menjumpainya, Nicholas setidak-tidaknya akan bisa mengetahui di kota mana Alexis tinggal, dengan jalan memeriksa iklan dari berbagai surat kabar terbitan lama. Dan di kota tempat Alexis terakhir tinggal, ia harus mencari bentuk rajawali berkepala satu, di tengah kawanan berkepala kembar."
"Rencana yang berbelit-belit," kata Mr. Hitchcock menanggapi, "serta mengandung banyak kemungkinan terjadinya hal-hal yang kebetulan. Tapi kurasa mereka memang tidak sempat lagi menyusun rencana yang lebih praktis, mengingat api revolusi yang sedang
berkobar di sekeliling mereka waktu itu. Jadi Alexis kemudian menunggu-nunggu terus, hampir seumur hidupnya."
"Padahal Nicholas ternyata tidak berhasil melarikan diri."
"Foto apakah yang ditunjukkan jenderal dari Lapatia itu pada Potter"" tanya Mr. Hitchcock.
"Ia tidak mau mengatakan," kata Pete. "Yang jelas, foto itu menampakkan sesuatu yang mengerikan."
Trio Detektif 15 Misteri Jejak Bernyala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan merupakan bukti bahwa Nicholas benar-benar sudah mati," sambung Jupiter.
"Potter pasti sangat terkejut, ketika melihat foto itu," kata Mr. Hitchcock. "Tapi di pihak lain, dengan begitu ia menyadari bahwa ia selama itu menunggu dengan sia-sia, bertahun-tahun lamanya."
"Kelihatannya sampai saat terakhir ia masih berharap Nicholas akan muncul kembali, dan wangsa Azimov bisa kembali menduduki tahta kerajaan," kata Bob.
"Kalau itu terjadi," kata Pete, "Potter akan kembali menjadi Pangeran Malenbad, sedang Mrs. Thomas Dobson, dari desa Belleview, Illinois, kemudian akan menjadi putri bangsawan. Ingin tahu juga, bagaimana perasaan Mrs. Dobson, menjadi orang ningrat." Pete terkekeh geli.
"Apakah sementara ini ia sudah mau memaafkan ayahnya"" tanya Mr. Hitchcock.
"Ya," kata Bob. "Ia masih ada di rumah ayahnya, membantu urusan penjualan. Ia dan Tom akan tinggal sampai akhir musim panas ini."
"Dan kedua orang Lapatia itu, sekarang sudah pulang ke negara mereka""
"Begitu makota yang dicari-cari sudah ada di tangan mereka, keduanya langsung pergi," kata Jupiter. "Tentang kedua orang dari Lapatia itu, kita hanya bisa menduga-duga saja. Misalnya, tentang kedatangan mereka ke Rocky Beach, mungkin karena mereka melihat artikel dalam Westways. Saya rasa mereka menyewa Hilltop House, dengan niat melancarkan perang urat syaraf terhadap Potter. Rencana mereka kacau, ketika Potter tahu-tahu menghilang, sedang sebagai gantinya seorang wanita muda beserta seorang anak laki-laki masuk ke rumah itu. Tapi mereka terus melakukan pengamatan, sampai mereka melihat Farrier beraksi di halaman depan rumah Potter. Keduanya lantas bergegas-gegas menuruni bukit, karena tidak mau ada orang lain mendului mereka memperoleh makota Azimov.
"Jenderal Kaluk, besar kemungkinannya dikirim ke Rocky Beach, karena ia pernah berjumpa secara langsung dengan Alexis Kerenov, dan karenanya akan bisa lebih cepat mengenali orang itu, dibandingkan dengan Demetrieff, yang belum pernah melihat Potter secara langsung. Dan Kaluk ternyata memang berhasil mengenali kenalan lamanya itu, walau kini berjenggot lebat dan berambut putih yang dibiarkan panjang. Wajah Potter ternyata tidak banyak berubah, sedang Kaluk sedikit pun tidak berubah parasnya."
"Kalau kasus ini dibuat film, pasti asyik! Ya kan, Mr. Hitchcock"" tanya Pete. "Maksudku, jejak kaki yang menyala, lalu hantu gentayangan, serta anak yang tidak tahu apa-apa - ditambah dengan makota yang lenyap!"
"Beberapa hal di antaranya memang menarik untuk dijadikan film," kata Mr. Hitchcock. "Tapi ada beberapa hal yang tidak dijelaskan dalam laporan kalian. Misalnya, bunyi air yang mengalir dalam pipa ledeng di rumah Potter, padahal saat itu tidak ada keran yang dibuka."
"Itu Potter, yang membuka keran di luar rumah," kata Jupiter. "Di garasi tempatnya bersembunyi tidak ada keran. Ia tidak bisa masuk ke Hilltop House, karena kedua orang dari Lapatia itu tidak pernah pergi. Jadi Potter terpaksa datang malam-malam ke rumahnya, untuk mengambil air. Tapi ia tidak ingin diri
nya dilihat Mrs. Dobson. Potter merasa, lebih baik anaknya itu tetap tidak tahu apa-apa tentang urusannya. Kedua orang Lapatia di Hilltop House tidak bisa melihatnya saat ia sedang mengambil air di keran, karena tempat itu terlindung di balik tanaman oleander yang memagari bagian belakang rumah. Karena
semak itu juga keduanya tidak bisa melihat Farrier, yang masuk ke rumah lewat pintu belakang."
"Tapai bagaimana Farrier bisa masuk ke rumah pada kesempatan pertama, ketika ia kemudian menemukan berkas anak kunci cadangan"" tanya Mr. Hitchcock.
"Itulah ironisnya," kata Jupiter. "Waktu itu Potter rupanya begitu sibuk dengan persiapan menyambut kedatangan anak serta cucunya, sampai sekali itu kesiagaannya mengendur. Ia lupa mengunci pintu rumahnya baik-baik. Menurut Farrier, ia sedikit pun tidak mengalami kesulitan ketika masuk lewat pintu depan. Ia hanya perlu mencongkel satu kunci saja. Katanya pada Chief Reynolds, ia saat itu cuma ingin tahu saja tentang rumah itu. Tapi kemudian, setelah Mrs. Dobson bersikap tak acuh sewaktu didekati, kemarahannya timbul. Lalu ia berusaha menakut-nakuti, dengan menciptakan jejak-jejak kaki yang mengobarkan api."
"Kepala polisi Rocky Beach mempercayai cerita itu"" tanya Mr. Hitchcock dengan nada heran.
"Sama sekali tidak. Tapi dengan begitu bisa diketahui bagaimana Farrier bisa masuk ke rumah, lalu mengambil berkas anak kunci duplikat yang disimpan dalam laci meja tulis di kantor Potter."
"Masih ada satu lagi yang ingin kutanyakan," kata Mr. Hitchcock. "Ada orang yang melepaskan tembakan ke arah kalian, ketika kalian menuruni bukit dari Hilltop House. Apakah orang itu Farrier""
"Bukan - itu juga Potter," kata Bob. "Ia sudah minta maaf atas kejadian itu. Ia melakukannya karena ingin menyuruh kami cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Ia menganggap lebih baik kami tidak berurusan dengan kedua orang di Hilltop House, karena ia tahu mereka sangat berbahaya. Ia mempunyai sepucuk senapan buru, yang disimpannya dalam gudang perbekalan. Jadi senjata itu bisa diambilnya, kapan saja ia memerlukannya."
"Nah, bagaimana pendapat Anda"" tanya Pete mendesak. "Tidakkah kisah ini cocok untuk dijadikan film""
"Aku tidak berminat," kata Mr. Hitchcock dengan singkat.
"Ah." Terdengar jelas bahwa Pete merasa kecewa.
"Walau begitu," kata Mr. Hitchcock lagi, "Alexis Kerenov, Pangeran Malenbad, sekarang sudah bergabung lagi dengan anak serta cucunya. Jadi kasus misterius ini berakhir dengan menyenangkan."
"Mrs. Dobson sangat pandai memasak," kata Jupiter. "Sebagai akibatnya, Potter kini sudah bertambah gemuk. Ia juga pergi berbelanja ke Los Angeles, membeli pakaian serta sepatu. Ia berniat ikut kembali ke Belleview bersama Mrs. Dobson saat musim gugur nanti, untuk berkenalan dengan menantunya. Ia tidak ingin teman-teman anaknya mengira ia..."
"Orang gila," sela Pete.
"Orang yang eksentrik," kata Jupiter membetulkan. Ia berhenti sebentar, lalu mengakhiri, "Potter memang eksentrik!"
Convert Jar: inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
tamat Asmara Maut 2 Pusaka Tongkat Sakti Karya Tjoe Beng Siang Pendekar Elang Salju 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama