Ceritasilat Novel Online

Misteri Naga Batuk 3

Trio Detektif 14 Misteri Naga Batuk Bagian 3


Bab 15 PERTANYAAN DAN JAWABANNYA
TIBA-TIBA kejengkelan Pete meledak.
"Sudahlah, jangan sok misterius lagi, Jupe! Ayo katakan, apa sebenarnya yang sedang kaurencanakan. Kita membentuk Trio Detektif kan untuk mengusut teka-teki serta misteri-misteri yang tidak bisa dijelaskan. Waktu itu tidak disinggung-singgung tentang perbuatan berani mati. Aku sayang pada nyawaku. Dan Bob pun kurasa begitu juga. Bagaimana, Bob""
Bob mengangguk, sambil tersenyum.
"Ya, tentu saja aku sayang pada nyawaku! Kalau nyawaku hilang, lalu siapa yang melakukan riset dan membuat catatan untuk kalian" Pete benar, Jupe. Ada apa, sih""
Jupiter hanya mengangkat bahu.
"Aku belum tahu pasti. Tentu saja aku tidak berniat menyabung nyawa kita, tanpa perlu. Tapi ada kalanya kita perlu mengambil risiko."
Pete menggeleng. "Eh, eh, nanti dulu! Sebelumnya, aku perlu kauyakinkan dulu. Beberapa malam yang lalu aku menonton film yang dibawa ayahku pulang. Film itu penuh dengan efek khusus, hasil buatannya. Tokoh utamanya seorang ilmuwan yang berani mengambil resiko. Tak perlu kuceritakan, apa yang kemudian terjadi dengan dirinya."
Kening Jupiter berkerut. "Aku lupa bahwa ayahmu ahli efek khusus untuk film, Pete. Tentang apa cerita film yang kaulihat itu""
Pete tertawa nyengir. "Tentang serangga."
"Serangga""
"Tentang semut dan kumbang, yang menguasai dunia," kata Pete menjelaskan. "Biasa, film fiksi ilmiah. Percayalah film itu sama seramnya seperti film kuno dengan naga yang baru saja kita lihat tadi. Serangga-serangga itu berukuran raksasa setinggi bangunan bertingkat banyak."
"Bagaimana cara mereka membuatnya"" tanya Jupe.
"Mereka memakai serangga sungguhan," jawab Pete.
"Alaa, Pete," tukas Bob. "Serangga tulen, yang besarnya sama dengan gedung bertingkat tinggi""
Pete mengangguk. "Ayah menjelaskannya padaku. Yang dipakai proses yang berbeda dari yang tadi diterangkan oleh Mr. Hitchcock. Dalam film yang kulihat itu, serangga-serangga di film lewat lensa prisma. Setelah itu gambar-gambarnya dibesarkan sampai sekian kali lipat, lalu digabungkan dengan film yang menampakkan gedung-gedung besar. Tentu saja mereka kelihatan asli dan menyeramkan karena memang serangga yang sebenarnya! Begitu teknik yang kini biasa dipakai untuk membuat film-film tentang makhluk-makhluk seram yang datang dari angkasa luar."
Jupiter merenung, sementara jari-jarinya sibuk mencubiti bibir bawahnya.
"Film itu sekarang masih ada di rumahmu""
"Ya paling sedikit selama satu minggu lagi," kata Pete. "Ayahku bahkan menawarkan, kalau
kau dan Bob ingin melihatnya, kalian boleh datang kapan saja, saat malam hari. Jadi silakan!"
Jupiter kelihatannya tidak sabar.
"Kurasa kita memerlukannya sebelum nanti malam, Pete." Ia melirik arlojinya, lalu menoleh lagi ke arah Pete. "Proyektormu bekerja dengan baterai""
Pete mengangguk. "Pakai baterai bisa, pakai listrik pun boleh."
Jupiter memonyongkan mulutnya.
"Dan itu kepunyaan kalian sendiri" Bukan pinjaman dari studio""
"Ya, proyektor itu milik kami," kata Pete. "Atau tepatnya, kepunyaan Ayah. Kenapa sih, kau bertanya-tanya begitu""
"Soalnya menyangkut nyawa kita dan mungkin juga sekaligus membongkar suatu misteri. Menurutmu, mungkinkah ayahmu mau meminjamkan proyektor serta film itu pada kita, hanya untuk malam ini saja""
Pete terkejap karena kaget.
"Maksudmu, untuk dibawa pergi""
"Untuk dibawa pergi," kata Jupiter menegaskan. "Film itu kurasa cocok untuk diperlihatkan pada seseorang."
Pete mengusap-usap hidungnya, lalu mengangkat bahu.
"Tidak tahu, ya. Tapi kurasa bisa, Jupe. Tentu saja aku harus menelepon Ayah dulu, untuk minta izin."
"Bagus," kata Jupiter.
"Oke," kata Pete. "Tapi sebelum aku mencoba meyakinkan ayahku, aku ingin tahu dulu, akan ke mana kita malam ini dan untuk apa. Aku sudah bosan disuruh meraba-raba terus."
Bob mengangguk, tanda sependapat dengan Pete.
Kedua remaja itu memandang Jupiter Jones, yang selama beberapa saat mencoba tak mengacuhkan tatapan mata mereka. Akhirnya ia mengangkat bahu, sambil membentangkan tangan.
"Ya deh, baiklah," katanya. "Aku sebenarnya berharap bisa merahasiakan dulu kesimpulan-kesimpulanku. Soalnya terutama karena aku sendiri belum sepenuhnya yakin apakah semuanya itu benar. Dan katakanlah kesimpulanku itu benar aku saat ini masih buta tentang maknanya. Pengusutan kita ini diawali dengan usaha mencari anjing yang hilang. Tapi sejak itu kita menemukan berbagai misteri lainnya, yang satu pun kelihatannya tidak ada sangkut pautnya dengan misteri hilangnya anjing atau tepatnya, anjing-anjing, di Seaside. Mr. Allen menugaskan kita untuk menemukan kembali anjingnya, Red Rover. Tapi sejak semula aku sudah merasa bahwa misteri hilangnya anjing-anjing lain yang juga hilang akan terjawab, jika kita menemukan anjingnya. Itu sebelum kita berjumpa dengan naga."
"Bagaimana dengan naga itu"" tanya Bob. "Kau menandaskan bahwa menurut pendapatmu yang kita lihat itu naga palsu. Kenapa kau sampai bisa berpendapat begitu""
"Ya, betul," kata Jupiter. "Walau aku juga ikut panik dan lari seperti kalian, ada beberapa alasanku untuk menyangsikan keaslian naga di dalam gua itu."
"Coba kaukatakan satu saja," kata Pete. "Apa yang menyebabkan kau merasa itu bukan naga tulen""
"Ada bermacam-macam hal yang menyebabkannya. Gua yang kita masuki bukan gua asli. Lorong yang kita masuki juga bukan lorong alam. Lubang masuk ke situ juga tidak! Mengingat segala kenyataan itu, tentu saja timbul kecenderungan untuk menyangsikan keaslian naga."
"Aku tidak menyadari segala yang kausebutkan itu," kata Bob.
"Kita mulai saja dengan gua yang pertama-tama kita masuki," kata Jupiter. "Di situ kita menemukan papan yang berjejer-jejer, memanjang ke atas. Satu di antaranya kita geser, supaya bisa masuk ke rongga yang kita katakan tempat persembunyian penyelundup."
"Aku ingat, kau mengamat-amatinya dengan sikap aneh," kata Bob. "Apanya yang tidak asli pada gua itu""
"Itu kan mestinya gua yang sudah tua, tempat para penyelundup dan bajak laut bersembunyi. Papan-papan itu sudah tua atau tepatnya, beberapa di antaranya sudah tua."
"Beberapa di antaranya"" tanya Pete mengulangi.
Jupiter mengangguk. "Papan yang kita geser ke samping, misalnya. Tapi di situ ada pula papan lebar, terbuat dari kayu lapis. Kalian tentunya tidak perlu kuingatkan lagi, bahwa kayu lapis merupakan produk pengolahan kayu yang tergolong modern. Zaman bajak laut belum ada. Para penyelundup zaman dulu pun belum mengenal bahan itu."
"Kayu lapis"" ulang Pete. Keningnya berkerut, lalu berkata lagi, "Yah, mungkin saja! Tapi itu kan belum membuktikan apa-apa."
Jupiter melanjutkan penuturannya.
"Kita sekarang ke gua yang berikut. Maksudku gua besar yang kita temukan, ketika Bob bersandar ke batu yang ternyata bisa bergerak. Kita masih belum tahu, apa yang menyebabkan hal itu mungkin. Jika kalian masih ingat, sewaktu memasuki gua itu kita mengarah ke darat, karena tidak ada jalan lain kecuali itu. Tidak ada lubang di luar. Tidak ada mulut gua, seperti yang pertama kita masuki.
Kemudian langkah kita terhenti, karena terhalang apa yang kelihatannya merupakan dinding padat di ujungnya. Kita mulanya berharap, gua itu akan membawa kita ke terowongan tua yang riwayatnya dibaca oleh Bob, ketika ia melakukan riset di perpustakaan."
Kedua temannya mengangguk.
"Aku ingat, kau waktu itu kemudian mengorek-ngorek dinding itu dengan pisau sakumu," kata Pete sambil tersenyum. "Apa hasil yang kautemukan, di samping kenyataan bahwa mata pisau yang bagus bisa rusak jika dipakai mengorek-ngorek permukaan batu""
Jupiter merogoh kantungnya. Ia mengeluarkan pisau sakunya, lalu membuka salah satu matanya. "Perhatikan gumpalan-gumpalan kelabu yang melekat pada mata pisau ini," katanya.
Pete dan Bob melakukan seperti yang diminta.
"Sekarang cium."
"Cat!" seru kedua remaja itu serempak, setelah mengendus sebentar. Jupiter mengangguk. Ia melipat pisau sakunya, lalu memasukkannya lagi ke dalam kantung.
"Dinding gua yang sudah lama, tidak dicat," katanya. "Lalu ketika aku mengorek-ngorek cat yang melapisinya, mata pisauku menyebabkan permukaan di situ tergores. Menurut pendapatku, itu sama sekali bukan dinding batu, tapi terbuat dari semacam bahan gips yang disemprot dengan cat berwarna kelabu, serta ditaburi pasir dan kerikil permukaannya, agar kelihatan seperti batu asli. Dan kalian tentunya tahu, gips sebagai bahan bangunan merupakan produk industri modern, yang biasa dipakai untuk dinding pemisah dalam rumah atau gedung perkantoran. Banyak pula yang diproduksi dengan permukaan yang dibuat seperti gabus, atau batu bata." Jupiter berhenti sebentar, lalu meneruskan, "Kurasa orang yang memasang dinding itu hendak menutupi suatu temuan yang menarik dan barangkali juga berharga!"
"Seperti apa, misalnya"" desak Bob.
"Sesuatu yang lebih penting, di balik dinding itu," kata Jupiter. "Pokoknya sesuatu. Dan menurut dugaanku, seperti terowongan jaringan kereta bawah tanah yang tidak diselesaikan pembangunannya itu, misalnya!"
"Itu dia!" seru Pete bersemangat. "Ada orang yang menemukan terowongan tua itu, lalu menyembunyikannya lagi, supaya tidak bisa ditemukan orang lain! Dengan adanya dinding palsu itu, diperkirakan orang yang bisa masuk sampai ke situ akan berpaling dan ke luar lagi!"
"Kecuali," kata Bob, "jika itu memang sudah merupakan penutupnya, sejak awal!"
"Lima puluh tahun yang lalu, belum ada bahan bangunan seperti itu," kata Jupiter.
"Itu mungkin saja," kata Bob. "Tapi kita kan tidak tahu, kapan tepatnya terowongan itu ditutup. Mungkin baru kemudian dilakukan, untuk mencegah, supaya anak-anak dan binatang tidak masuk ke dalamnya."
Kening Jupiter berkerut. "Itu bisa saja, Bob. Tapi terus terang, aku sangsi! Pokoknya, kita sekarang perlu merenungkan kejadian misterius yang ketiga. Kita berada di depan dinding. Aku sedang sibuk menelitinya. Kemudian aku berpaling, untuk memperlihatkan apa yang ada pada mata pisauku pada kalian. Saat itu "
Pete mengangguk, sambil meneguk ludah.
"Saat itu gua terbuka dan tahu-tahu menjadi terang. Lalu naga itu masuk. Ya, aku mengerti maksudmu." Ia menggaruk-garuk kepala. "Seti"dak-tidaknya, kurasa aku mengerti. Sebaiknya kau saja yang mengatakannya, supaya aku tahu apakah aku memang mengerti atau tidak!"
"Baiklah," kata Jupiter. "Gua terbuka. Dengan cara bagaimana" Kenapa gua itu sampai bisa terbuka" Sewaktu di luar, kita sama sekali tidak melihat adanya lubang di situ. Kalau ada, tentunya itu yang kita masuki, dan bukan memasuki mulut gua di mana Bob tercebur ke dalam lubang berlumpur."
"Baiklah," kata Bob. "Jadi kita sama sekali tidak melihat ada lubang di situ, pada mulanya. Tapi naga itu rupa-rupanya tahu bahwa di situ ada lubang. Soalnya, ia membukanya. Jangan-jangan ia lebih pintar, dibandingkan
dengan kita." Jupiter mengangkat tangannya.
"Jangan lupa, teoriku didasarkan pada firasatku, bahwa segala-galanya yang ada di situ palsu. Bikinan manusia! Jadi, termasuk naga itu pula.
Dan jika naga itu lebih pintar dari kita, maka itu hanya karena ia sebenarnya bukan naga, tapi sesuatu yang dikendalikan oleh kemampuan otak manusia."
Pete terkejap bingung, lalu menoleh ke arah Bob.
"Apa katanya""
Bob menggeleng. "Kurasa ia hendak mengatakan, naga kita itu sebenarnya bukan naga, melainkan robot. Betul"kah begitu, Jupe""
"Aku belum bisa memastikan," kata Jupiter terus terang. "Mungkin robot, atau sesuatu konstruksi yang mirip dengan naga yang dipakai Mr. Allen dalam film horornya. Itu akan kita ketahui juga, jika sudah tiba waktunya untuk itu. Tapi tentang satu hal aku yakin seyakin-yakinnya. Yaitu tentang mulut gua. Itu pun palsu! Sayangnya, kita tidak sempat memeriksanya dari luar. Tapi aku yakin bila itu kita lakukan, kita akan melihat bahwa mulut gua itu palsu terbuat dari bahan enteng, seperti berbagai properti yang dipakai dalam film, yang dicat dan diberi lapisan agar kelihatan seperti benda aslinya. Siapa pun bisa membuat batu karang palsu. Dan orang yang melakukannya, berbuat begitu untuk menutupi mulut gua yang sebenarnya. Jika ia hendak masuk, atau menghendaki naganya masuk, ambang gua yang palsu digesernya ke samping." Ia berhenti sebentar, lalu menyambung, "Kalian berdua tentu sependapat denganku, jika kota Seaside ingin menyumbat sebuah gua besar, atau sebuah terowongan, mereka tentunya tidak memakai bahan dari gips yang enteng dan dicat di sebelah dalam, dan di luar mempergunakan batu karang palsu. Mereka pasti menutupnya rapat-rapat dengan beton!"
Pete memandang ke luar, lewat jendela Rolls-Royce yang meluncur dengan mulus di jalan raya. Ia mengerutkan kening, lalu mengangguk.
"Mungkin kau benar, sampai sejauh ini. Jika kita kembali ke sana malam nanti, akan kita periksa batu-batu itu, yang di dekat lubang masuk ke gua pertama. Tapi aku memang tidak takut pada batu. Yang ingin kuketahui sekarang, ialah tentang naga itu. Kenapa itu bukan naga tulen""
Jupiter duduk bersandar sambil menyilangkan lengan.
"Kita sama-sama melihatnya, secara serempak. Jarak kita dari dia, kurang lebih sama jauhnya. Jadi baik penglihatan maupun pendengaran kita, kurasa sama saja. Nah apa yang kita dengar waktu itu" Apa yang kita lihat""
Pete dan Bob berdiam diri sesaat. Mereka berusaha mengingat-ingat. "Aku mendengar dengungan," kata Bob kemudian. "Setelah itu barulah aku melihatnya."
"Aku melihat cahaya terang yang berasal dari matanya yang bersinar," kata Pete. "Tentang bunyi mendengung ya, kurasa aku juga mendengarnya. Setidak-tidaknya sesaat sebelum ia meraung."
Jupiter mengangguk. "Lalu bagaimana geraknya""
"Bagaimana"" kata Pete. "Cepat sekali!"
"Kau bagaimana, Bob"" tanya Jupiter pada temannya yang itu.
"Sebentar kuingat-ingat dulu!" Bob mengusap keningnya. "Ya, aku sependapat dengan Pete. Ia masuk dengan cepat sekali. Seakan-akan meluncur!"
Jupiter memandangnya dengan penuh perhatian.
"Seperti naga yang kita lihat dalam film yang kita lihat di tempat Mr. Hitchcock" Seperti itukah geraknya""
Bob menggeleng. "Tidak! Naga dalam film buatan Mr. Allen kelihatan seperti berjalan. Sedang yang ini seakan-akan meluncur."
"Kesan yang kuperoleh juga begitu," kata Jupiter. "Naga kita tidak terbang. Kakinya tidak bergerak-gerak. Ia meluncur maju. Jadi menurut kesimpulanku yang kita lihat itu hanya dibuat sehingga menyerupai naga. Sengaja dibuat begitu, agar menimbulkan kesan yang mengagetkan, di samping menakutkan.
"Sedang tentang geraknya yang meluncur, keterangannya gampang saja. Naga kita bergerak atau digerakkan dengan roda! Ingat tidak, bahwa kita melihat jejak roda di atas pasir, ketika kita pertama kali turun ke pantai""
Pete dan Bob memandang Jupiter sambil melongo.
"Naga dengan roda"" kata Pete, mengulangi kata-kata Jupiter. "Maksudmu, itulah yang menyebabkan kita setengah mati ketakutan""
"Ada lagi yang kuingat," kata Bob. "Kita sudah membicarakannya. Naga dalam film Mr. Allen mer
aung. Sedang naga kita lebih banyak batuk-batuk."
"Tepat!" Jupiter tersenyum. "Itulah yang kumaksudkan dengan kemampuan otak manusia di belakangnya. Atau mungkin lebih tepat jika kukatakan, di dalamnya."
"Apa lagi yang kaubicarakan sekarang"" tanya Pete sambil mengeluh.
Jupiter tersenyum. "Orang dalam naga kita itu sedang pilek," katanya menjelaskan. Perembukan mereka terpotong oleh suara Worthington yang selalu menjaga martabat. "Kita sudah sampai di Jones Salvage Yard, Master Jones. Perlukah saya menunggu""
"Ya, Worthington," kata Jupiter sambil mengangguk. "Pete hanya perlu menelepon sebentar. Setelah itu mudah-mudahan kita akan bisa mampir di rumahnya, untuk mengambil sesuatu. Dan malam ini, kita pergi lagi ke Seaside." Ia melirik teman-temannya sebentar. "Betulkah aku sampai sejauh ini""
Pete tertawa nyengir. "Mudah-mudahan kau betul pula nanti " katanya, " saat kita kembali berhadap-hadapan dengan naga yang suka batuk-batuk itu!"
Bab 16 MENGHADANG BAHAYA LAGI JUPITER bertambah hormat terhadap Mr. Crenshaw, ketika ayah Pete itu langsung mengizinkan anak-anak meminjam proyektornya serta film baru dari studio, tanpa mempertanyakan keperluan mereka.
"Ia bahkan tidak menyuruh kita berhati-hati dengannya," kata Jupiter. "Kurasa ia mempercayai kematangan diri kita."
"Kalau soal itu, entahlah," kata Pete. "Aku yang tinggal di sini. Jika ada sesuatu yang terjadi dengan film itu atau dengan proyektor Ayah, akulah yang akan merasakan akibatnya!"
Saat itu mereka berada di rumah Pete, dalam ruangan yang dipakai oleh Mr. Crenshaw untuk memutar film-film buatannya sendiri. Pete sedang sibuk bekerja. Film dalam tempat rol pemutar digulungnya kembali. Jupiter ingin melihat film itu dulu, agar bisa menilai efeknya.
"Siap!" seru Pete. "Padamkan lampu, Bob!"
Ia menekan tombol, ketika ruangan sudah gelap. Film yang akan dipertunjukkan mulai berputar. Dinding yang dijadikan tabir diterangi cahaya yang memancar dari lubang proyektor. Sesaat kemudian Bob dan Jupiter melihat sendiri bahwa Pete memang tidak melebih-lebihkan. Serangga-serangga yang diambil gambarnya memang menyeramkan kelihatannya, jika dibesarkan berlipat ganda.
Suara yang mengiringi tiba-tiba berubah bunyinya, lalu terhenti. Gambar yang nampak di tabir lenyap. Ruangan gelap kembali, karena Pete mematikan mesin proyektor.
"Tolong nyalakan lampu lagi, Bob!" serunya. "Sorry aku memutar rol yang keliru. Yang tadi itu baru datang kemudian. Kurasa Ayah memutarnya lagi, untuk mengecek efek khusus yang dibuatnya."
Tangannya sibuk mengaduk-aduk setumpuk kaleng film yang diberi tanda nomor-nomor.
"Kurasa itu tidak begitu penting, Pete," kata Jupiter. "Kita tidak perlu melihat seluruh film itu sekarang. Bagian pada rol ini menampakkan serangga-serangga itu di lingkungan aslinya. Tepat itulah yang kucari."
"Tapi itu kan rol nomor enam," balas Pete. "Itu merupakan flashback. Yang kelihatan cuma semut-semut yang berkeliaran di perbukitan dan sepanjang pantai, bersiap-siap untuk menyerbu ke kota-kota." Ia mengambil sebuah kaleng lain. "Nah, dalam rol pertama ini kita bisa melihat mereka menyerang kota-kota. Pada bagian inilah mereka kelihatan setinggi bangunan bertingkat."
Jupiter malah menggeleng.
"Kita tidak boleh menampakkan bangunan-bangunan, atau kota-kota. Kita harus menimbulkan kesan, seolah-olah gua diserbu semut-semut raksasa!" Dengan cepat Bob dan Pete menoleh ke arah Jupiter. Keduanya nampak heran.
"Di situkah kita akan memutar film ini""
Jupiter mengangguk. "Dengan speaker yang ada di proyektormu itu, kita bisa menimbulkan efek suara yang kita kehendaki. Lensa bersudut lebar itu juga akan sangat menolong kita. Dan yang paling penting, proyektormu bisa bekerja dengan baterai. Jadi kita bisa memutarnya dalam gua."
"Untung saja," kata Pete. "Perlengkapan baterainya dibuat khusus, sehingga Ayah bisa mempergunakannya jika sedang berada di lokasi pembuatan film."
"Sekarang kita lihat saja dulu rol film yang sudah terpasang itu, Pete," kata Bob menyela. "Untuk melihat seluruhnya, kami kan bisa datang kapan-kapan."
"Terserah jika kalian suka melih
at film yang berjalan mundur," kata Pete sambil mengangkat bahu.
Bob memadamkan lampu, dan Pete melanjutkan pemutaran film yang sudah ada di proyektor. Setelah itu anak-anak menonton dengan tekun. Hanya sekali-sekali saja terdengar gumaman kaget, atau ngeri.
"Astaga!" kata Bob ketika rol film itu habis. "Ini baru film! Tidak sabar lagi rasanya, ingin melihat keseluruhannya."
Pete menekan tombol pembalik putaran film, lalu memandang sejenak ke arah Jupiter. "Menurutmu, itu tadi sudah cukup""
Jupiter tersenyum. "Tepat sekali, untuk keperluan kita sekarang!"
"Baiklah," kata Pete. "Cuma, aku masih juga belum mengerti apa maumu dengannya. Siapakah yang kauinginkan akan melihatnya di dalam gua" Orang mati atau hantu itu, yang menelepon kita""
"Mungkin," kata Jupiter. "Tapi tujuan utamaku ialah mengetahui bagaimana reaksi orang yang suka berbuat iseng, jika ia sendiri dipermainkan."
"Orang iseng"" kata Bob. "Kurasa Mr. Carter tidak cuma iseng saja, ketika ia menggertak kita dengan senapan burunya!"
"Bukan dia yang kumaksudkan," kata Jupiter dengan tenang.
"Bukan dia"" tanya Bob. "Mungkin kau lupa, ia mungkin keturunan Carter yang riwayat sedihnya kubaca waktu itu! Labron Carter, yang hartanya habis sama sekali karena semuanya dipertaruhkan Untuk proyek pembangunan jaringan kereta bawah tanah di Seaside, dan yang kemudian melakukan tindakan bunuh diri sebagai akibatnya. Kau sendiri yang mengatakan, ia rasanya pasti tahu tentang terowongan tua itu, serta guanya. Dan bahwa ada kemungkinannya ia ingin membalas dendam terhadap penduduk kota Seaside, yang menyebabkan kehancuran ayahnya. Kalau diingat sifatnya yang pemarah, ia memang bisa saja berbuat begitu!"
Tapi Jupiter menggeleng. "Bukan Mr. Carter yang kucurigai sebagai pencipta naga dalam gua itu."
"Kenapa bukan dia"" sela Pete. "Apa yang
menyebabkan kau bisa begitu yakin""
"Karena satu hal," jawab Jupiter. "Ketika kita berjumpa dengan Mr. Carter, ia berteriak-teriak marah. Tapi ia tidak pilek. Lalu kita berjumpa pula dengan seseorang, yang pandai menciptakan barang-barang yang menyebabkan orang ketakutan. Dan orang itu sedang pilek. Kurasa kalian juga masih ingat. Aku mempertalikan dirinya dengan naga itu, karena seperti kalian ingat, makhluk itu batuk-batuk!"
Bob terkejap. "Jadi kau beranggapan, Arthur Shelby itulah orang iseng yang membuat naga kita" Maksudku jika naga itu memang buatan orang, dan bukan naga asli!"
Jupiter mengangguk, lalu menambahkan,
"Tapi mungkin juga Mr. Allen. Pengetahuannya banyak, tentang naga. Tapi aku lebih menduga bahwa orang itu Mr. Shelby."
"Kenapa dia"" tanya Bob. "Ia menciptakan alat-alat untuk menakut-nakuti orang yang suka datang tanpa diundang. Apa urusannya dengan gua itu" Gua itu kan bukan kepunyaannya!"
"Justru itulah yang perlu kita selidiki malam ini," kata Jupiter, Ia memandang arlojinya. "Kita bersiap-siap saja sekarang."
"Ada orang yang kalian lupakan," kata Pete menyela. "Kalian berdua selama ini hanya membicarakan Carter, Allen, dan Shelby. Tapi masih ada dua orang lagi di tempat itu, dan kita sama-sama melihat mereka!"
"Ya, betul!" kata Bob. "Kedua penyelam bermasker itu! Dan sebelum menghilang, mereka masih berbicara tentang meneruskan pekerjaan!"
Pete menutup kotak tempat proyektor, lalu memandang ke arah Jupiter.
"Nah, bagaimana dengan kedua orang itu"" tanyanya. "Tidak mungkinkah mereka ada sangkut pautnya dengan urusan ini""
"Mungkin saja," kata Jupiter sambil mengangguk. "Dan jika mereka muncul lagi nanti, aku menyarankan agar kita memutar film ini sebagai hiburan untuk mereka."
"Bagaimana dengan naga itu"" tanya Pete. "Mungkin juga ia ada pula di situ."
Sekali lagi Jupiter mengangguk.
"Itu malah akan menyebabkan urusan kita menjadi bertambah asyik! Kita mengenal kisah tentang tikus kecil, yang menyebabkan gajah ketakutan. Kita lihat saja nanti apakah semut bisa menyebabkan naga gemetar!"
Bibir tebing yang menaungi pantai di Seaside diselubungi kegelapan. Jalan sempit dan terpencil di situ sepi, ketika Worthington menepikan Rolls-Royce ke pinggir jalan lalu menghentikannya.
Bob turun pa ling dulu. Ia memandang ke kanan dan ke kiri dengan perasaan heran. "Kenapa harus begini jauh kali ini, Jupe"" tanyanya. "Kini kita harus berjalan jauh ke tangga."
"Ini cuma untuk berjaga-jaga saja," jawab Jupiter. "Ada kemungkinan perhatian orang sudah tertarik pada Rolls-Royce ini. Coba tadi ada Hans, aku sebenarnya lebih senang pergi kemari naik truknya, karena itu tidak menyolok mata."
Pete terhuyung-huyung turun dari mobil, sambil menenteng kotak yang berisi proyektor. Ia mengeluh, setelah memandang ke arah tangga yang nampak agak jauh dari situ.
"Aduh jika sampai di sana nanti dengan beban ini, lenganku pasti akan sudah menyentuh tanah. Tapi biarlah memang sudah nasibku."
"Itu kan malah bagus," kata Bob sambil tersenyum kecut. "Dengan begitu kau bisa pura-pura menjadi manusia monyet. Siapa tahu, barangkali saja naga kita nanti ketakutan melihatmu!"
Pete tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia hanya mendengus, lalu memanggul kotak proyektor. "Tunggu, Pete biar kubantu," kata Jupiter menawarkan diri.
Tapi temannya yang jangkung itu menggeleng.
"Terima kasih, tidak usahlah! Ini tanggung jawabku. Kurasa aku takkan bisa lepas daripadanya malam ini, kalau mengingat bahwa aku satu"-satunya di antara kita bertiga yang tahu bagaimana cara menjalankannya."
Jupiter tersenyum. "Perananmu mungkin akan merupakan faktor penentu malam ini, Pete. Mudah-mudahan saja rencana kita berhasil!"
Mereka meminta Worthington agar menunggu dalam mobil. Setelah itu mereka berjalan dengan langkah-langkah cepat, menyusuri jalan yang sunyi. Bulan bersembunyi di balik gumpalan awan gelap. Dari arah bawah terdengar deru ombak memecah di pantai.
"Aku lebih senang jika malam ini tidak begitu gelap," kata Pete dengan nada gugup, setelah mendongak sebentar, memandang langit.
"Kita semua agak gugup," kata Jupiter berterus terang. "Tapi keadaan segelap ini malah menguntungkan kita, karena dengannya kita tidak mudah nampak."
Ketika mereka tinggal sekitar dua puluh langkah lagi dari tangga yang akan dituruni untuk pergi ke pantai, tiba-tiba mereka mendengar bunyi langkah orang berjalan.
"Cepat! Tiarap!" desis Pete.
Seketika itu juga Trio Detektif menjatuhkan diri ke samping, lalu berguling ke dalam semak yang membatasi jalan dengan tanah kosong yang berpasir.
Langkah yang terdengar itu semakin mendekat. Langkah-langkah berat dan mantap. Tapi kemudian berubah. Melambat, dan seperti menyelinap.
Ketiga remaja yang bersembunyi merapatkan diri. Mereka merunduk semakin rendah. Ada orang mengintai, mencari-cari mereka!
Dari tempat persembunyian yang gelap, mereka bisa melihat sosok orang itu, yang semakin mendekat. Kini sudah sejajar dengan posisi mereka. Ketiga remaja itu menatap ke arahnya dengan mata terbelalak ngeri.
Mereka sudah pernah melihat sosok tubuh gempal itu. Mata mereka langsung menelusuri tubuhnya, ke arah bawah. Mereka mengenali benda yang dikepit di bawah lengan.
Senapan buru! Senapan kaliber besar, berisi peluru mimis berukuran paling besar. Senapan buru Mr. Carter, orang yang membenci anjing, anak-anak yang kelihatannya membenci segala-galanya.
Laki-laki berwatak tidak menyenangkan dan penaik darah itu semakin memperlambat langkahnya. Kini ia berhenti, pada posisi tepat di depan mereka. Anak-anak melihat kepalanya dipalingkan ke kiri dan ke kanan dengan sikap curiga. Terasa bahwa orang itu memicingkan mata, berusaha menembus kegelapan.
"Aneh," gumamnya, "aku yakin sekali bahwa tadi nampak sesuatu bergerak-gerak di sini "
Mr. Carter menggeleng-geleng, seakan-akan bingung. Setelah itu ia meneruskan langkah. Anak-anak yang bersembunyi masih menunggu selama beberapa saat, sampai tak terdengar lagi langkah orang itu. Setelah itu barulah mereka berani melihat lagi.
Mr. Carter tidak kelihatan lagi.
"Uhh!" desah Bob. "Untung ia tidak melihat kita di sini!"
"Ya, betul," kata Pete. "Kurasa saat tidur pun senapan itu tidak dilepaskannya. Siapa ya, yang dicarinya""
"Yuk," bisik Jupiter mengajak. "Ia sudah cukup jauh sekarang! Ini kesempatan kita untuk menuruni tangga tanpa ketahuan. Kita lari, tapi sambil tetap merunduk!"
Mer eka lari cepat-cepat, menuju tangga. "Aman!" desis Pete, setelah mengamat-amati sejenak.
Mereka menuruni tangga yang tinggi dengan bergegas-gegas, tapi dengan langkah menyelinap. Perasaan mereka baru agak tenang, ketika sudah dekat ke pantai. Mereka sadar bahwa langkah mereka takkan mungkin terdengar, karena dikalahkan bunyi ombak memecah.
Pete yang paling dulu mencecahkan kaki di atas pasir.
"Oke," katanya. "Kita sudah sampai lagi. Aku ingin melihat, bagaimana tanggapan naga dalam gua itu kalau melihat film fiksi ilmiah!"
"Itu akan segera kita ketahui," kata Jupiter, "jika ia ada di dalam."
"Jika tidak ada pun, aku tidak keberatan," kata Bob. "Aku cuma ingin tahu tentang terowongan itu.
Biar kalian berdua saja yang berurusan dengan naga."
Mereka sampai di gua yang pertama-tama dimasuki waktu itu. Bob dan Pete tercengang, karena Jupiter tidak masuk, melainkan berjalan lewat.
"Ssst!" bisik Bob. "Gua itu sudah kaulewati!" Jupe hanya menganggukkan kepala. Sambil membisu, ia menuding ke arah dinding tebing di depan, yang agak menjorok ke luar. "Lubang masuk ke gua besar terdapat di balik bagian yang menonjol ini. Sebaiknya kita periksa dulu ke sana, apakah lubang masuk itu terbuka atau tidak."
Mereka mengitari kaki tebing yang menonjol, lalu tertegun. Mereka melihat tiga bongkah batu besar-besar, tinggi menjulang di atas kepala. Batu-batu itu merapat ke dinding tebing.
"Mungkin itulah batu karang palsu yang menutupi mulut gua," bisik Jupiter. "Rupanya jalan masuk ke situ tertutup sekarang."
Pete menghampiri batu yang paling besar, lalu mengetuk-ngetuknya sambil mendekatkan telinga ke situ.
Ketukannya menimbulkan bunyi yang terdengar bengap.
Pete tersenyum. "Kau benar, Jupe," katanya. "Ini bukan batu tulen tapi tiruan, seperti yang biasa dipakai di studio film. Terbuat dari kerangka kayu balsa ringan, atau mungkin juga semen yang dilaburkan pada kawat ayam."
Jupiter mengangguk, lalu berpaling.
"Kita atur dulu posisimu dalam gua, Pete! Setelah itu aku akan melihat-lihat, bersama Bob.'' "Apa"" Pete kaget. "Aku ditinggal sendiri di sana, sementara kalian berdua "
"Kau akan lebih aman di situ, daripada kami berdua," kata Jupiter. Ia mendului berjalan ke gua yang lebih kecil. "Kami nanti akan melakukan penyelidikan yang bisa berbahaya. Sedang kau cukup duduk diam-diam saja. Pokoknya kau harus siap untuk memutar film kita."
Pete masih tetap bingung. Ia celingukan.
"Lalu siapa yang menontonnya""
Jupiter sudah menggeser papan yang menutup jalan masuk ke rongga tersembunyi. Ia merangkak ke dalam, disusul oleh Bob dan Pete. Papan yang digeser dikembalikan lagi ke posisi semula.
Jupiter bersiul pelan. "Perlengkapan kita yang ketinggalan waktu itu masih ada di sini! Coba kaucari tempat yang harus didorong agar tingkap batu itu bisa bergerak, Bob. Perlengkapan ini nanti saja diambil, saat kita pergi lagi."
Bob membungkuk, mengamat-amati dinding batu yang rendah di bagian belakang. "Sudah kutemukan," katanya dengan gembira, beberapa saat kemudian. Batu yang merupakan tingkap rahasia bergerak, diiringi bunyi berat tapi pelan.
"Kau tinggal di sini, Pete," kata Jupiter. "Dalam rongga sempit ini. Kaupakai lubang di dinding itu untuk memproyeksikan film kita. Tingkap ini kita ganjal, agar tidak menutup kembali. Nanti begitu ada isyarat dari kami, kauproyeksikan film ke dinding kelabu yang ada di bagian belakang gua besar yang di sebelah."
Pete mulai menyiapkan proyektor. Diambilnya kaleng tempat rol film. Setelah itu ia menyalakan senter.
"Siap," katanya. "Apa isyarat kalian nanti""
Jupiter berpikir sebentar.
"Kurasa teriakan, Tolong!' " katanya.
Bab 17 MISTERI TEROWONGAN TUA BOB dan Jupiter menyusup masuk ke gua besar di sebelah, meninggalkan Pete seorang diri di dalam rongga sempit. Mereka maju dengan hati-hati di dalam gua yang lapang dan berlangit-langit melengkung itu. Mereka gemetar, karena hawa di situ lembab dan dingin.
Mereka belum begitu jauh berjalan, ketika Bob tiba-tiba berbisik.
"Ada yang hilang!"
Jupiter terkejut. "Apa"" Bob menyorotkan senternya ke depan, lalu menggerakkannya ke kiri dan
ke kanan. "Dinding besar itu bagian tengahnya terbuka!"
Jupiter mengikuti gerak sinar senter yang dipegang oleh Bob dengan penuh minat. Lubang di tengah dinding di depan mereka menganga, dari dasar sampai langit-langit.
"Bob! Kurasa kita sudah menemukan terowonganmu yang lenyap itu!" seru Jupiter dengan suara tertahan.
Kedua remaja itu melangkah dengan hati-hati, melewati lubang di tengah dinding. Terowongan di mana mereka kini berada, kemudian melebar. Nampaknya lurus dan menjorok jauh ke dalam. Bob dan Jupiter berhenti. Bulu tengkuk mereka meremang, sementara jantung mereka berdebar keras.
Sesuatu yang sangat besar dan gelap nampak berbaring, menghadap ke arah mereka. Nampaknya seakan-akan sedang menunggu mereka!
Bob dan Jupiter menjatuhkan diri dengan cepat. Mereka tidak berani bergerak. Bahkan napas pun ditahan-tahan.
Keduanya menunggu. Menunggu dan menunggu. Tapi tidak terjadi apa-apa. Naga di depan mereka tetap berbaring merunduk. Sosok yang panjang, gelap, berpunggung bungkuk. Mengerikan! Kepalanya tertunduk, di ujung batang leher yang panjang dan kekar.
"M mungkin sedang tidur," kata Bob berbisik.
Jupiter menggeleng. Ia berusaha tetap tenang.
"Jangan lupa," bisiknya di telinga Bob, "itu bukan naga sungguhan!" Bob mengangguk singkat. "Ya, aku tahu. Itu yang selalu kaukatakan pada kami. Mudah-mudahan saja kau benar!"
Kedua remaja itu masih menunggu selama beberapa waktu lagi. Akhirnya Jupiter menyalakan senternya, dan menyorotkannya menyusur tanah.
Kini ia tersenyum lega. "Perhatikan kaki naga itu, lalu katakan apa yang kaulihat!"
Bob menyusuri jalur sinar senter dengan matanya. Akhirnya ia terkejap. "Rel," katanya. "Di bawah tubuh naga. Kelihatannya seperti rel kereta." Jupiter menarik napas lega. "Kita sama-sama benar. Aku benar, karena naga ini ternyata memang palsu. Dan kau berhasil menemukan jaringan rel kereta bawah tanah yang mulai dibangun oleh Labron Carter, lebih dari setengah abad yang silam! Tapi tentang satu hal kau keliru, Bob. Kau mengatakan bahwa jaringan ini belum pernah dipakai!"


Trio Detektif 14 Misteri Naga Batuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa maksudmu"" "Naga kita memakainya," jawab Jupiter. "Tapi untuk apa" Aku tidak mengerti," kata Bob.
Siapa yang mau-maunya membuat naga, yang kemudian dibaringkan dalam terowongan rel kereta bawah tanah yang tidak terpakai sejak lebih dari lima puluh tahun" Rel yang tidak ada hubungannya ke mana-mana, dan yang kemungkinannya takkan pernah dipakai. Suatu hal yang tidak masuk akal!
Untuk apa" tanya Bob dalam hati.
"Itu akan kita selidiki sekarang," kata Jupiter, Ia menarik lengan temannya. "Ayo sebelum mereka kembali."
Bob mengikuti Jupiter dengan langkah ragu. "Siapa yang kembali"" tanyanya bingung. Jupiter berjalan terus, tanpa memberi jawaban. Kini mereka sampai di dekat sosok besar yang
Halaman : 193, 194, 199, 200 192
221, 222 master hilang/sobek
Tiba-tiba Bob terkejut, karena mendengar bunyi berdebum di dalam. Seolah-olah Jupiter tertelan naga, pikirnya dengan gugup.
Ia memicingkan mata ke arah kegelapan yang ada di depan. Dibantu sinar senter, dilihatnya bahwa terowongan itu agak membelok sedikit di kejauhan. Rel yang menjulur sejajar, lenyap di balik tikungan itu. Sisi-sisi terowongan rata, menampakkan rusuk-rusuk dari baja yang memanjang sampai ke langit-langit, dan di sana-sini dinding beton.
Tiba-tiba Bob terlompat kaget, karena mendengar bunyi gemeresik.
Tingkap yang tadi sudah tertutup, terbuka lagi.
"Yuk, melihat ke dalam," ajak Jupiter dengan suara lirih.
Dengan cepat Bob memanjat ke atas, lalu masuk ke dalam lubang. Kakinya menemukan jenjang tangga sempit, sementara Jupiter sudah lebih dulu turun. Anak itu menyalakan senternya dan melihat ruangan yang ada di dalam, ketika Bob sudah sampai di kaki tangga.
"Hebat, ya" Wujudnya seperti naga. Jalannya seperti kereta, di atas rel. Tapi coba kaulihat ini periskop! Lalu tingkap bundar ini. Aku berani bertaruh, Bob naga ini sebenarnya kapal selam kecil!"
Bob mengetuk-ngetuk dinding sisi yang melengkung, lalu mengusap-usap buku jarinya. "Entah dari apa tapi yang jelas, keras sekali!"
Jupiter mengangguk. "Mestinya dari besi a
tau baja, supaya bisa tetap terbenam di dalam air. Tapi kurasa bukan. Yuk, kita sekarang melihat ruang mesin."
Kedua remaja itu menuju ke bagian haluan, lewat sebuah gang sempit.
"Tongkat perseneling, papan instrumen, rem, dan seperangkat pedal!" seru Bob kagum. "Kapal selam macam apa ini""
Jupiter menjentikkan jari-jarinya.
"Aku ingat, pernah membaca tentang kapal selam pertama. Jalannya di dasar laut, seperti mobil. Penciptanya memasang jendela-jendela di lambung kapalnya itu, supaya para penumpang bisa memandang ke luar. Ia menarik bayaran dari orang-orang yang ingin ikut. Di dalam kapal itu ada sekat-sekat khusus berisi udara, yang gunanya untuk menahan tekanan air.
Pembuat naga gadungan ini mungkin menjiplak gagasan itu, atau menyontek ide mobil-mobil hias dari pawai Rose Bowl. Di situ bentuk yang bermacam-macam dipasang di atas kerangka bawah mobil, lalu ditutupi bunga-bunga mawar. Kendaraan-kendaraan itu bergerak lambat, dikendalikan pengemudi yang tersembunyi tempatnya, di bagian bawah."
Kini Bob yang menjentikkan jari-jarinya dengan bergairah.
"Jadi begitulah cara naga ini bergerak di atas pasir, sehingga kelihatan seperti tidak bergerak. Maksudku, kaki-kakinya tidak bergerak-gerak, seperti naga dalam film yang kita lihat di tempat Mr. Hitchcock."
"Itu dapat dimengerti," kata Jupiter. "Mr. Allen memerlukan naga yang kelihatan asli, untuk film yang disutradarainya. Sedang pembuat naga gadungan ini cuma memerlukan wujud yang kelihatannya seperti naga. Pokoknya cukup untuk menimbulkan kesan terkejut dan takut, seperti yang dikehendaki. Aku sekarang cuma ingin tahu alasannya dan siapa yang hendak ditakut-takuti dengannya."
Tiba-tiba terdengar suara mengerikan dalam tubuh naga palsu itu. "Aaaaa ... uuuu!"
Kedua remaja itu terlompat. "Suara apa itu"" tanya Bob berbisik. Jupiter kelihatan agak ragu.
"Datangnya dari sebelah belakang."
Bob memandangnya dengan perasaan kecut. "Kau tahu pasti" Aku tidak ingin berada dalam kendaraan ini, jika sekarang tahu-tahu bergerak, lalu menyelam ke dalam laut."
Suara melolong itu terdengar lagi. Panjang, dan menegakkan bulu roma. "Aaaaaaa ... uuuuuu!"
Bob merinding. "Tidak enak hatiku mendengarnya."
Ia kaget, ketika tahu-tahu Jupiter berpaling lalu berlari-lari kecil lewat gang sempit, menuju bagian buritan. Kemudian ia berhenti, karena lolongan tadi terdengar lagi. Jupiter mendengarkan baik-baik, dengan kepala didekatkan ke lantai.
"A-apa itu"" tanya Bob dengan gugup, sambil datang menghampiri.
Jupiter tidak menjawab. Ia membalikkan tubuh, lalu menelusuri dinding dalam naga itu dengan sinar senternya. Bob heran ketika Jupiter tiba-tiba tersenyum.
"Kurasa akhirnya kita berhasil juga menyibak"kan tabir misteri kita," katanya sambil tertawa kecil.
"Kita berhasil"" tanya Bob dengan alis terangkat.
"Coba kaudengar," kata Jupiter, lalu mengetuk
dinding. Bunyi ketukannya disusul suara lolongan panjang.
"Aaaaaaa ... uuuuuuuu!"
Bob menelengkan kepala, mendengarkan de"ngan cermat. "Ya, aku mendengarnya," katanya. "Dan hatiku masih saja tidak enak karenanya."
"Itu karena kau membiarkan rasa takutmu terhadap naga mengalahkan pikiran waras," kata Jupiter sambil tersenyum. Ia membuka sebuah pintu sempit, lalu mengarahkan sinar senternya ke dalam lubang yang kelihatannya seperti lemari.
Suara lolongan terdengar bertambah jelas.
Mata Bob terkejap sekali, lalu terbuka lebar.
"Eh nanti dulu! Itu kan suara "
Ia menjenguk ke dalam lubang. Mulutnya langsung ternganga karena heran.
Halaman : 193, 194, 199, 200 198 221, 222 master hilang/sobek
Anjing itu menjulurkan kepala, sedang ekornya bergerak-gerak dengan gembira. "Pulang!" kata Jupiter mengulangi perintahnya, sambil membentangkan lengan.
Anjing itu menggonggong dengan gembira. Bunyi itu disambut lolongan dan dengkingan dari dalam lemari. Anjing-anjing yang lain bermuncul"an dengan langkah-langkah kaku, tapi dengan ekor dikibas-kibaskan.
Bob tertawa nyengir. "Astaga! Ada enam, kuhitung! Kita menemukan semua anjing yang hilang!"
Jupiter mengangguk. Ia menyelipkan secarik kertas yang sudah dilipat-lipat di balik kal
ung setiap anjing yang terhuyung ke luar.
"Untuk apa itu"" tanya Bob.
"Aku sudah menyiapkan berita singkat yang kutujukan pada masing-masing pemilik anjing, untuk berjaga-jaga jika kita berhasil menemukan anjing-anjing ini," jawab Jupiter. "Seperti halnya pemsahaan lain-lainnya yang berhasil, kita pun perlu mengadakan promosi untuk mendapat nama baik, karena telah berjasa untuk kepentingan umum."
Red Rover mendengking pelan.
"Baiklah, Red Rover." Jupiter berpaling, lalu berlutut. "Kau yang paling dulu pulang."
Diangkatnya anjing besar itu, dibawanya menai"ki tangga.
"Pulang, Red Rover! Pulanglah!" bisik Jupiter di telinga anjing itu. Anjing setter itu mendengking senang, lalu merangkak ke luar dan lari melompat-lompat menuju lubang di tengah dinding.
Jupiter tertawa nyengir. "Ia sudah segar-bugar lagi sekarang," katanya. "Tolong junjungkan anjing-anjing yang lain itu kemari, Bob. Mungkin mereka akan pulih kembali, begitu menghirup udara segar di luar."
Bob menjunjung anjing-anjing itu satu demi satu, yang kemudian dilepaskan oleh Jupiter yang berdiri di ujung atas tangga. Dengan segera kelemasan mereka lenyap, dan kelima anjing itu berlari ke luar menyusul Red Rover.
Bob membersihkan bulu yang menempel pada telapak tangannya.
"Biar Pete yang mengeluarkan mereka dari rongga sebelah. Nah tugas kita sudah selesai. Aku pun sudah siap untuk meninggalkan tempat ini."
Ia melongo, melihat Jupiter menutup tingkap lalu turun ke bawah.
"Kita tidak bisa ke luar," kata Jupiter.
"Kenapa begitu"" tanya Bob ingin tahu.
"Aku baru saja melihat bayangan bergerak"gerak di sepanjang dinding terowongan. Ada orang kemari."
"Aduh!" keluh Bob. "Kita terjebak! Di manakah kita bisa menyembunyikan diri""
Jupiter melangkah, menyusuri gang yang sempit. Ia membuka pintu lemari, yang semula berisi keenam ekor anjing tadi.
* Pete menggosok-gosok lengannya yang kedinginan. Ia sudah selesai memasang proyektor. Sebongkah batu kecil dipakai untuk mengganjal batu besar yang merupakan pintu rahasia, sehingga tidak bisa menutup lagi. Film sudah dipasang di tempatnya. Kini ia berjongkok dengan perasaan gugup, menunggu isyarat dari kedua temannya. Begitu isyarat datang, akan dimulainya pemutaran film.
Ia menggeser-geser pesawat itu, untuk memastikan ketepatan pengarahannya lewat lubang tingkap di dinding batu. Setelah itu ia menunggu sambil berbaring menelungkup.
Tiba-tiba bulu tengkuknya merinding. Ia mendengar bunyi sesuatu di belakangnya. Ia berbaring diam-diam, sambil memasang telinga. Bunyi tadi terdengar lagi.
Seseorang, atau sesuatu, ada dalam gua dangkal yang pertama-tama mereka masuki. Ia mendengar bunyinya dengan jelas, bergerak-gerak di situ. Setelah menunggu agak lama, bunyi itu kembali lagi.
Kini didengarnya bunyi pasir dikais-kais. Apa yang dilihatnya setelah itu menyebabkan tubuhnya semakin gemetar. Selembar papan lebar yang menutupi rongga tempat ia berada, nampak tergeser.
Pete menggigit-gigit bibirnya. Dengan segan-segan diraihnya alat proyektor milik ayahnya, lalu ditariknya ke belakang. Kini ia berlutut, sambil memikirkan apa yang harus dikerjakan. Masih ada waktu baginya untuk menyusup lewat lubang pintu rahasia yang terganjal batu. Ia masih bisa menggabungkan diri dengan Bob dan Jupiter di dalam gua besar, sedang batu pengganjal akan diangkatnya supaya pintu rahasia tertutup kembali.
Tapi ia teringat, bahwa kedua temannya itu mengandalkan dirinya untuk tetap berada di tempat tugas. Begitulah instruksi Jupe tadi.
Papan lebar itu tergeser perlahan-lahan ke samping.
Pete beringsut-ingsut mundur, sampai punggungnya menempel ke dinding rongga. Ia menunggu di situ, sambil menatap celah yang terbuka semakin lebar, membuka jalan bagi orang yang menggeser papan.
Tangan Pete menggapai-gapai dasar rongga, mencari-cari sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Kemudian ia teringat pada senternya. Digenggamnya benda itu erat-erat. Kegelapan yang menyelubungi tempat sempit itu mungkin tidak merupakan perlindungan yang memadai.
Sesosok tubuh gempal berdiri di tempat yang semula tertutup papan lebar. Badan orang itu begitu kekar,
sehingga ia terpaksa menyusup masuk dengan memiringkan tubuh.
Napas Pete tersentak. Ia mengenali orang yang baru masuk itu. Mr. Carter yang pemarah, dengan senapan burunya!
Langit-langit rongga itu rendah. Mr. Carter terpaksa menunduk di dalamnya. Ia melangkah maju dengan kepala tertunduk. Kemudian ia berhenti, lalu mendengarkan. Jantung Pete berdebar keras. Ia juga mendengar suara itu.
"Aaaaa ... uuuuuuuuuuu!"
Pete merapatkan diri ke dinding. Kakinya ditarik, sedang tangannya yang menggenggam senter mengencang.
Kemudian terdengar bunyi lain. Bunyi langkah berlari. Bunyi itu kian mendekat, diiringi suara napas terengah-engah.
Bunyi itu diikuti bunyi-bunyi lain yang sejenis. Dan suara yang seperti melolong berkumandang kembali.
"Aaaa ... uuuuu!" Itu pasti Bob dan Jupe, yang berlari-lari. Lari karena dikejar!
Pete meneguk ludah. Kini ia tidak bisa lagi menutup pintu rahasia, karena itu satu-satunya jalan bagi Bob dan Jupe, keluar dari gua besar. Satu-satunya jalan bagi mereka untuk menyelamatkan diri.
Tapi menyelamatkan diri ke mana" Pete merasa bingung, sementara Mr. Carter yang pemarah berdiri merunduk tak jauh dari tempatnya meringkuk, dengan senapan siap ditembakkan.
Tiba-tiba terjadi keributan. Bunyi kaki terpeleset-peleset, di susul munculnya sepasang mata kuning kemilau di tengah lubang yang terbuka.
Ada sesuatu yang berbunyi seperti mengerang, lalu melesat masuk lewat lubang yang terbuka. Dan dengan segera disusul oleh sesuatu lagi, yang menggeram-geram. Lalu satu lagi. Dan satu lagi!
Mulut Pete terpentang lebar, sementara ia semakin menempelkan diri ke dinding rongga yang dingin. Ia sudah bersiap-siap untuk menghadapi naga. Tapi yang masuk berbondong-bondong ini segerombolan binatang liar yang berbulu.
Mr. Carter mendengus, ketika ada sesuatu menubruknya. Ia terbanting.
Pete meneguk ludah. Setelah menyerang laki-laki pemarah itu, pasti ia kini yang akan diserang kawanan binatang liar itu!
Ia mengangkat senter yang dipegang.
Bab 18 TERTANGKAP! BOB dan Jupiter meringkuk berdesak-desakan dalam ruang lemari yang sempit. Keduanya berusaha menajamkan pendengaran.
"Panjang juga jalur rel yang perlu diperiksa dan dibersihkan tadi," kata seorang laki-laki dengan nada mengomel. "Seolah-olah kita ini belum cukup repot, dengan segala pengeboran itu. Tapi sekarang semuanya sudah siap."
"Pokoknya, hasilnya nanti lumayan, Harry," kata seseorang lagi, yang bersuara berat. "Yuk, kita jalankan saja sekarang."
"Beres," kata laki-laki yang pertama. "Orang itu sangat licin, Jack. Bisakah kita mempercayainya, kalau menurutmu""
Orang yang satu lagi tertawa.
"Ia kan cuma seorang diri, sedang kita berdua. Dan kapalnya punya kita. Ia yang mestinya gelisah memikirkan, apakah bisa mempercayai kita!"
Tingkap di atas punggung naga gadungan terbuka. Kedua laki-laki yang datang itu menuruni tangga. Bob dan Jupiter meringkuk di dalam lemari, dengan telinga ditempelkan ke daun pintu. Mereka mendengar satu dari kedua orang yang masuk itu menuju ke haluan.
Kemudian terdengar desingan mesin yang dihidupkan. Kedua remaja yang bersembunyi di dalam lemari merasakan gerakan menyentak dengan tiba-tiba, disusul suatu benturan. Tahu-tahu naga gadungan itu sudah meluncur di atas rel.
Bob menjamah lutut Jupiter.
"Menilik suara mereka, kedua orang itu para penyelam bermasker yang waktu itu. Apakah kita sekarang menuju ke laut"" bisiknya.
"Kurasa tidak," jawab Jupiter lirih. "Naga ini takkan bisa terbenam, karena belum cukup beban pemberat di dalamnya!"
Bob mendesah lega. Naga-nagaan itu meluncur terus. Bob dan Jupiter hanya bisa mengetahui bahwa kendaraan aneh itu bergerak, karena merasakan adanya ayunan pelan.
"Kita bergerak mundur," bisik Jupiter, "masuk ke dalam terowongan tua."
"Ya, aku tahu," balas Bob dengan berbisik pula. "Tapi untuk apa" Mau apa kedua laki-laki itu""
Jupiter hanya bisa mengangkat bahu.
"Pokoknya, kedengarannya merupakan urusan penting."
Tiba-tiba naga palsu itu terhuyung ke depan, lalu berhenti. Bob dan Jupiter terpelanting ke belakang, membentur dinding yang tipis.
Laki-laki yang mengemudikan ke
ndaraan itu datang lagi ke buritan. "Oke, Harry," katanya. "Sekarang kita harus memuatnya. Tapi hati-hati!"
"Awas, kalau ia sampai menipu kita," kata yang seorang lagi menggerutu. "Kuhajar kepalanya dengan batang besi ini."
"Ya, betul," kata laki-laki yang pertama. "Tapi itulah, risiko kita! Imbalannya juga tidak sedikit. Bayangkan, sejuta dolar!"
Bob dan Jupiter terbelalak dalam kegelapan ruang lemari yang sempit. Sejuta dollar" Mereka ragu, jangan-jangan salah dengar. Satu juta dollar!
Kini kedua laki-laki itu terdengar menaiki tangga panjat ke atas. Tingkap penutup dibuka, lalu ditutup lagi dengan bunyi bantingan keras.
Jupiter menepuk bahu Bob.
"Yuk kita lihat apa yang hendak mereka kerjakan," bisiknya. Dengan hati-hati pintu lemari dibuka. Baru saja keduanya mulai berjalan, ketika mereka tertegun. Mereka mendengar suara seseorang lagi. Suara orang itu parau, diselingi batuk-batuk.
"Ayo cepat," kata orang itu dengan nada mendesak. "Penjaga malam sudah kubereskan, dengan beberapa tetes obat bius. Paling sedikit beberapa jam ia akan tetap pulas. Kita harus bisa mengeluarkan paling sedikit 300 batang dari dalam, sebelum ia siuman kembali."
Bob menyikut Jupiter. "Kau benar, Jupe," bisiknya. "Itu memang Arthur Shelby. Kukenali suaranya. Dan juga batuknya."
"Itu misteri kedua yang berhasil kita selesaikan," bisik Jupiter. "Misteri naga yang suka batuk-batuk. Sekarang tinggal satu lagi."
"Maksudmu yang sekarang ini apa yang mereka kerjakan di sini"" tanya Bob.
"Misteri tiga ratus batang," jawab Jupiter.
"Tiga ratus batang apa""
Jupiter menepuk bahu Bob, lalu menyelinap melewati gang sempit dalam perut naga palsu. Ia memanjat tangga dengan hati-hati. Tingkap penutup dibuka sedikit, lalu ia mengintip ke luar.
Jupiter melongo. Matanya menatap dinding beton, yang terdapat di sisi naga-nagaan. Dinding itu berlubang. Lubang hasil pengeboran! Ukurannya cukup besar untuk dilalui orang yang berjalan. Seorang laki-laki muncul dari balik lubang itu. Ia menenteng sesuatu. Tubuhnya condong ke belakang. Rupanya benda yang dibawa itu berat!
"Uhhh beratnya," kata orang itu mengomel.
"Ya, tentu saja berat," jawab Arthur Shelby. "Kau sangka kenapa kau beserta saudaramu kuajak, Jack Morgan" Hanya karena kalian kebetulan memiliki kapal" Untuk pekerjaan ini aku memerlukan tenaga otot yang kekar. Kau serta saudaramu kukontrak untuk melakukan pengeboran, dan untuk memuatkannya ke kapal kalian.".
"Ya, ya aku juga tidak memprotes," kata laki-laki yang pertama sambil menggerutu. "Be"rapa berat masing-masing batang ini""
"Sekitar 70 pon," jawab Arthur Shelby. "Kalian tumpukkan saja dulu di samping naga. Jika 300 batang itu sudah kita keluarkan semua, barulah dimuat ke dalamnya. Sesudah itu kita menuju ke laut."
Laki-laki kekar yang ternyata bernama Jack Morgan itu meletakkan bawaannya di samping naga, lalu kembali ke lubang di tengah dinding. Saat itu saudaranya keluar, dengan badan condong ke belakang. Napasnya terengah-engah.
"Oke, Jack," dengusnya. "Tiga batang sudah kita angkut."
Batang berat yang dibawanya diletakkan menurut petunjuk Shelby. Setelah itu ia masuk lagi lewat lubang di dinding.
Jupiter menurunkan tutup tingkap.
"Kata Mr. Shelby, masing-masing batang yang diangkut itu beratnya sekitar tujuh puluh pon," bisiknya pada Bob. "Dan kedua Morgan bersaudara tadi berbicara tentang nilai satu juta dollar. Kurasa aku tahu, apa sebenarnya batang-batang berat yang diangkut ke luar itu. Emas!"
"Emas"" seru Bob dengan suara tertahan. "Emas dari mana""
"Ukuran baku batang emas yang dibuat oleh pemerintah, beratnya tujuh puluh pon!" kata Jupiter. "Ukuran yang lebih kecil, dua puluh pon. Itu saja, nilainya sudah $ 9.600! Arthur Shelby rupanya sedang merampok salah satu bank sentral!"
"Astaga!" seru Bob dengan suara tertahan. "Lalu berapa nilai masing-masing batangan emas tujuh puluh pon itu""
Jupiter menghitung-hitung sebentar.
"Satu pon emas nilainya sekitar $ 480 ... jadi tujuh puluh pon " Jupiter bersiul pelan," lebih dari $ 30.000! Tepatnya, $ 33.600!"
"Wow!" sekali lagi Bob menyatakan kekagumannya. "Dan k
ata Shelby tadi, mereka akan mengambil 300 batang!"
"Menurut taksiranku, nilainya sekitar sepuluh juta, delapan puluh ribu dollar," kata Jupiter sambil menghitung-hitung. "Lumayan juga!"
"Dengan begitu kita ini menjadi saksi peristiwa perampokan bank yang cukup hebat," bisik Bob. "Jika ingin selamat, kita harus lekas-lekas lari dari sini!"
Jupiter setuju. "Tapi bagaimana kita bisa lari," katanya dengan suara parau karena tegang. "Tempat Mr. Shelby berdiri terlalu dekat ke naga!"
Jupiter melangkah dengan lambat menuju haluan, sambil berpikir-pikir. Tiba-tiba ia lari ke depan, ke tempat kemudi.
Bob membuntuti, karena menyangka Jupiter menemukan tempat persembunyian baru bagi mereka.
Tahu-tahu Jupiter berhenti, sehingga Bob membenturnya dari belakang.
"Sorry," gumam Bob. "Aku tak menyangka "
Jupiter mendekatkan telunjuknya ke bibir, menyuruhnya diam. Setelah itu ia menjulurkan kepala ke depan. Matanya berkilat-kilat. "Jangan ribut!" desisnya. "Kunci kontaknya mereka biarkan terselip!"
Mulut Bob ternganga. "Maksudmu kau hendak mengemudikan kita lari dengan ini" Bisakah kau mengemudikannya" Bagaimana caramu melihat jalan nanti" Aku sama sekali tidak melihat jendela di sini!"
Jupe mengangkat bahu dengan sikap tak acuh.
"Kucoba saja! Aku yakin, cara menjalankan naga-nagaan ini seperti mobil biasa, dan'aku tahu cara mengemudikan mobil. Kulihat ada pedal kopling, rem, tongkat perseneling, dan pedal gas. Jalannya akan terus di atas rel, sampai di ujung terowongan."
Ia duduk di bangku kemudi yang sempit. "Nan kita coba saja," kata Jupiter, lalu memutar kunci kontak. Mesin mendesing nyaring. Lalu mendesing sekali lagi. Batuk-batuk sebentar. Setelah itu mati.
"Mesinnya batuk-batuk, Jupe!" seru Bob. "Jadi yang batuk-batuk itu ternyata bukan Shelby."
Jupiter mengangguk, sambil menggigit bibir. "Mogok," katanya getir. Kunci kontak diputarnya sekali lagi. Sekali lagi mesin mendesing. Tapi sekali ini menyala, diiringi deruman nyaring.
Jupiter menghembuskan napas lega. Tongkat perseneling dimasukkannya ke gigi satu, lalu diangkatnya kaki dengan pelan dari pedal kopling.
Kendaraan berwujud naga itu melonjak maju, terbatuk, lalu berhenti. Mesin mati.
"Mogok lagi!" seru Jupiter dengan sebal. "Koplingnya "
Kalimatnya tidak dilanjutkan. Ia berpaling dengan cepat, diikuti oleh Bob dengan gerakan serupa. Mereka mendengar sesuatu yang berat berdebam-debam di sisi luar naga, disusul benturan keras. Setelah itu mereka mendengar sesuatu yang lebih menakutkan lagi.
Bunyi tutup tingkap dibuka. "Seharusnya kita kunci tadi!" bisik Bob. Jupiter mengangguk. Dari matanya nampak bahwa ia takut. "Ya, aku tahu. Maaf pikiranku tadi melantur."
Bab 19 SITUASI GAWAT PETE gemetar ketakutan. Ia bersandar ke dinding rongga, sambil menggenggam senter yang berat. Ia tahu, seekor dari binatang-binatang berbulu itu pasti bisa ditaklukkannya dengan alat itu. Tapi jumlah mereka terlalu banyak.
Mr. Carter juga terlalu besar dan kuat baginya, biarpun tanpa senapan buru penyebar mautnya.
Untung saja saat itu Mr. Carter terkapar di dasar rongga, di terjang binatang-binatang yang menyerbu masuk. Pete hanya bisa menatap dengan perasaan ngeri, sementara makhluk-makhluk seram itu me
Pete terkejap kaget. Binatang-binatang itu tidak menyerang. Mereka berlompatan melewati Mr. Carter yang terkapar, lari ke luar lewat celah di sela papan yang berjejer-jejer.
Pete terduduk. Ia merasa bingung. Detik berikutnya ia berpaling dengan cepat, karena mendengar suara erangan seram lagi. Seekor binatang yang bertubuh kecil menyusul masuk ke dalam rongga. Matanya menyala-nyala. Sebelum Pete sempat bergerak, binatang itu sudah meloncat, melewati kakinya yang terjulur, mengita"ri tubuh Mr. Carter yang masih terkapar, lalu menyusul teman-temannya yang sudah lebih dulu keluar lewat celah di antara papan.
Kini Pete tidak menunggu lagi. Mr. Carter nampaknya tidak mengalami cedera, cuma pingsan saja. Sebentar lagi ia pasti pulih kembali, dengan perangainya yang galak, dan dengan senapan burunya yang lebih-lebih menakutkan.
Jupiter tadi menginstruksikan pada Pet
e agar tetap berada di tempat tugas, siap untuk menjalankan proyektor. Tapi Jupe tidak mengatakan apa-apa tentang tetap tinggal, dengan risiko ditembak. Mungkin ada cara lain, dengan mana ia bisa memberikan bantuan.
Pete melompat ke lubang di tengah batu. Didorongnya proyektor ayahnya ke gua sebelah. Setelah itu ia sendiri menyusul. Setelah berada di dalam gua besar, ia berhenti sebentar sambil memasang telinga. Didengarnya suara Mr. Carter mengerang.
Sudah tidak ada waktu lagi sekarang untuk mengutik-utik batu pengganjal pintu rahasia. Pete bergegas berdiri. Disambarnya pesawat proyektor, lalu dibawanya lari.
Tiba-tiba dilihatnya lubang di dinding besar berwarna kelabu yang ada di depannya, diterangi sinar senternya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia menyusup masuk lewat lubang itu.
Tiba-tiba didengarnya bunyi desiran aneh. Datangnya dari arah belakang. Pete berpaling dengan cepat. Darahnya terasa seperti membeku, ketika melihat bahwa lubang di dinding tadi mulai tertutup.
Ia meloncat dengan sikap ragu, hendak keluar lagi. Tapi tak berhasil. Kedua sisi dinding sudah merapat.
Kini Pete dikejutkan bunyi lain, Ia memandang berkeliling dengan mata nyalang. Di depannya nampak sebuah terowongan lebar. Terowongan itu kelihatannya panjang sekali. Dan di kejauhan nampak sosok besar dan jelek yang sudah pernah dilihat olehnya. Sosok itu menuju ke tempatnya. Matanya yang kuning menyala terang. Rahangnya terbuka lebar.
Naga itu meraung! Pete cepat-cepat memadamkan senternya. Ia bergerak mundur, terdorong rasa ngeri. Tahu-tahu punggungnya sudah membentur dinding. Ia tidak bisa mundur lagi.
Pete menggeser pelan-pelan menuju sudut paling gelap. Proyektor dijadikan tameng, dipegang di depannya.
Pete menggigil ketakutan. Matanya seperti terpaku, menatap naga yang maju dengan gerakan melompat-lompat. Ia seperti terpukau oleh kepala naga yang terayun-ayun, serta rahang yang ternganga lebar. Bob dan Jupe tidak dilihatnya. Pete menggigit bibir, lalu mengerang.
Kedua temannya itu pasti sudah masuk ke perut naga. Ia terlambat, tidak bisa lagi menyelamatkan mereka! Dalam hati Pete timbul pertanyaan tentang nasibnya sendiri. Sementara itu naga kian mendekat.
* Suara Arthur Shelby menggaung dari lubang tingkap yang terbuka, masuk ke dalam tubuh naga. Kedengarannya tidak lagi seperti suara seseorang yang gemar berkelakar. Bunyinya parau, dan mengandung ancaman.
"Ayo keluar, jika masih ingin selamat!" Bob memandang Jupiter. Jupiter menggeleng. Bibirnya menipis. Jarinya bergerak-gerak, menekan berbagai tombol kendali.
"Ini satu-satunya peluang kita untuk menyelamatkan diri asal aku bisa membuat naga sialan ini berjalan!"
Mesin kendaraan itu hidup lagi. Kendaraan berwujud naga itu terdorong ke depan, lalu mulai bergerak maju. Tiba-tiba batang lehernya yang besar terangkat.
"Jupe! Jupe! Lihat, Jupe!" Bob menunjuk-nunjuk dengan gerakan ribut. "Salah satu tombol yang kautekan itu rupanya menyebabkan lehernya terangkat. Kita bisa melihat ke depan!"
Jupiter mengangguk. Kakinya menekan pedal gas. Tahu-tahu naga itu tersentak, teriring bunyi batuk-batuk. Mereka mendengar suara Mr. Shelby berteriak. Di atas kepala mereka terdengar bunyi seperti ada barang tergelincir, disusul debuman berat.
"Kurasa Mr. Shelby terjatuh, Jupe. Jangan berhenti!" desak Bob.
"Sudan kucoba tapi ada sesuatu yang keliru kulakukan. Kendaraan ini mogok-mogok terus!"
Ia memutar kunci kontak, sambil menekan tombol starter. Di luar terdengar suara Mr. Shelby berteriak-teriak memanggil kedua Morgan bersau"dara.
Bob lari ke buritan, lalu menempelkan mukanya ke lubang tingkap bundar yang ada di sisi. "Mereka datang, Jupe! Kelihatannya marah sekali. Ayo, lakukanlah sesuatu!"
Mesin berderum lagi. Jupiter menginjak pedal kopling, menarik tongkat perseneling, lalu menginjak pedal gas.
Naga itu melakukan gerakan meloncat ke depan.
Lalu mogok lagi. Jupiter menghidupkan mesin dengan perasaan geram. Naga itu melonjak maju. Lalu berhenti lagi dengan gerakan menyentak.
"Ayo, terus saja!" desak Bob. "Setiap kali kendaraan ini kaugerakkan, mereka tercecer di belakang!"
Un tuk kesekian kalinya Jupiter menghidupkan mesin. "Sudah seberapa jauhkah mereka tertinggal"" tanyanya. Bob mengintip sebentar.
"Aduh, sudah dekat sekali!" serunya panik. "Cepat, Jupe jalankan lagi!" Naga itu meloncat lagi ke depan, meluncur beberapa meter, tahu-tahu terbatuk, lalu mogok.
Bob memandang ke belakang. Dilihatnya kedua Morgan bersaudara lari mengejar dengan cepat. Muka mereka tergerenyeng karena sangat marah. Arthur Shelby berlari tidak jauh di belakang mereka, sambil melakukan gerakan-gerakan ribut dengan kedua lengannya.
"Tahan mereka, Goblok! Tanpa naga itu, kita tidak berdaya!"
Jack dan Harry Morgan, kedua laki-laki bersaudara yang bertubuh kekar itu, mempercepat langkah mereka. Bob, yang semula sudah pucat, kini bertambah lesi mukanya. Tangan kedua orang itu sudah hampir berhasil menjamah ekor naga yang panjang. Bob teringat, betapa dengan gampang saja kedua laki-laki itu mengangkut batang-batang emas yang berat. Jika mereka berhasil menjangkau ekornya, naga pasti akan bisa dengan mudah mereka tarik kembali!
Jupiter mendengar Bob berteriak tentang adanya bahaya itu. Untuk kesekian kalinya ia berhasil menghidupkan mesin, lalu menjalankan naga. Tapi setelah melompat-lompat maju bebe"rapa kali, kendaraan itu batuk-batuk, lalu mogok lagi.
Tombol starter ditekan. Terdengar bunyi kipas berdesir. Tapi mesin tidak mau hidup.
Halaman : 193, 194, 199, 200 220 221, 222 master hilang/sobek
Semut raksasa di dinding itu meraung, seakan-akan menantang. Makhluk seram itu semakin mendekat, diikuti seekor lagi yang datang menyerbu dengan cepat. Ukuran kedua semut itu benar-benar luar biasa. Hampir mengisi seluruh dinding gua!
"Ia berhasil kutembak tapi tidak apa-apa!" seru Harry Morgan. Ia menembak lagi, berulang-ulang.
Semut-semut meraung sambil bergerak maju. Jumlah mereka semakin banyak. Seluruh dinding penuh dengan semut.
Sementara itu Arthur Shelby sudah berhasil menyusul. Ia menatap dinding, dengan air muka aneh. Kedua Morgan bersaudara melepaskan tembakan tanpa henti.
"Semut-semut raksasa, bermunculan dari balik dinding," teriak Morgan yang bertubuh lebih besar pada Shelby. "Mereka tidak mempan peluru. Kita harus lari dari sini, Shelby!"
Shelby hanya mengangkat bahu dengan sikap tak acuh. Ia masih saja menatap gerombolan semut yang nampak bergerak-gerak di dinding.
Morgan yang satu lagi mencengkeramnya, lalu mengacungkan pistolnya. "Buka dinding gua ini, Shelby, kalau kau masih ingin selamat! Kita harus keluar dari sini!" Shelby menatapnya dengan pandangan dingin. Sekali lagi ia mengangkat bahu, lalu merogoh kantung, mengambil suatu benda kecil langsing. Ditempelkannya benda itu ke bibir. Bob dan Jupiter mengira akan mendengar bunyi peluit yang melengking tinggi.
Mereka tidak mendengar apa-apa. Tapi tahu-tahu dinding di depan terbelah, bergerak menyamping dengan perlahan-lahan.
"Ayo Jack!" Kedua Morgan bersaudara lari pontang-panting menuju dinding yang kini terbuka, sambil menembak dengan membabi buta ke arah semut-semut yang meraung di sepanjang dinding. Saat berikutnya kedua laki-laki kasar itu sudah keluar, lewat lubang di dinding.
"Larilah, Manusia-manusia tolol!" kata Arthur Shelby dengan nada mengejek. Ia mendongak, memandang ke arah Bob dan Jupiter yang berdiri dekat lubang tingkap. Wajah laki-laki itu aneh, seakan-akan sedang menaksir.
"Pintar sekali," katanya dengan nada pintar. "Sayangnya, agak terlalu pintar, Kawan-kawan mudaku. Kalian menyebabkan harta terlepas dari tanganku, dan karenanya kalian tidak bisa kubiarkan lolos begitu saja."
Tangannya bergerak, meraih sesuatu dalam kantungnya. Kali ini ia menggenggam suatu benda yang lebih menakutkan. Mata Arthur Shelby berkilat-kilat.
"Jangan tembak kami," kata Bob tergagap. Arthur Shelby mengangguk dengan sikap dingin.
"Ayo turun!" Dan sementara Jupiter turun, disusul oleh Bob, orang itu menambahkan, "Lain kali jika kalian hendak merampas kendaraan yang besarnya seperti bis, kusarankan agar sebelumnya belajar untuk menginjak pedal kopling dua kali, saat mengganti gigi. Dengan begitu kendaraan takkan mogok, tahu!"
Bob dan Jupiter turun ke tanah. Kini Shelby berpaling, memandang ke arah sorotan sinar yang datang dari sudut yang paling gelap. "Dan kau, yang melayani proyektor di sana itu," serunya. "Hentikan film, lalu datang segera kemari! Jangan main-main aku menggenggam senjata!"
Bunyi raungan yang membahana dalam gua, berhenti dengan tiba-tiba. Semut-semut raksasa bergerak-gerak kaku, lalu menghilang.
"Ja-jangan tembak!" seru Pete dari tempat gelap. "Aku datang!"
Anak itu muncul dengan langkah berat. Ia memandang Jupiter dan Bob, yang berdiri di samping tubuh naga yang tidak bergerak.
"Benar-benar bukan naga asli"" tanyanya pada Jupe.
Jupiter menggeleng. "Sama tidak aslinya seperti semut-semut raksasamu," bentak Shelby, Ia menatap ketiga remaja itu, lalu memandang pistol di tangannya. "Apa boleh buat, Anak-anak, tapi ini terpaksa kulakukan. Kenapa kalian mencampuri " Ia tertegun. Tangannya yang teracung nampak gemetar. Suara lolongan seram seakan-akan mengambang dalam terowongan.
"Aaaa ... uuuuuuu!"
"Aduh mereka lagi!" seru Shelby. Dengan cepat dikeluarkan benda yang kecil langsing dari kantungnya, yang tadi sudah dipergunakan. Ditempelkannya benda itu ke bibir. Sekali lagi tak terdengar apa-apa, tapi dinding besar yang semula terbuka, kini bergerak menutup kembali dengan pelan.
Jupiter tersenyum. Selama itu ia menelengkan kepala, mendengarkan dengan cermat. Ia menyalakan senter.
Diterangi sinarnya, nampak sejumlah sosok besar berlompatan ke arah mereka, dengan mata berkilat-kilat serta rahang ternganga menampakkan deretan gigi runcing mengancam.
"Awas! Kawanan binatang berbulu " Pete tersentak, lalu nyengir malu. "Maksudku, kawanan anjing itu," katanya menyambung. "Aduh aku ini benar-benar tolol!"
Arthur Shelby ikut mengeluh.
"Terlambat!" desahnya.
Anjing yang paling depan menghampiri mereka, sambil menggonggong-gonggong dengan gem"bira. Ekornya yang panjang dan berbulu lebat dikibaskan kian kemari. Bulunya yang coklat kemerahan nampak kemilau.
"Red Rover!" seru Jupiter. "Dia datang lagi!"


Trio Detektif 14 Misteri Naga Batuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anjing setter besar itu tidak mengacuhkan tangan Jupiter yang terulur ke arahnya. Ia melompat ke arah Shelby. Laki-laki berambut merah itu melangkah mundur, dengan pistol teracung.
"Ayo pergi, Rover!" bentaknya. "Kuperingatkan untuk terakhir kalinya ayo pulang!"
Anjing itu menggeleng-gelengkan kepalanya yang besar. Ia melonjak-lonjak, mengelilingi Arthur Shelby. Anjing-anjing yang lain ikut berkerumun, sehingga laki-laki itu terdesak ke dinding.
Kawanan anjing itu melonjak-lonjak dengan gembira, menggeram dan menggonggong-gonggong, sambil mengibas-ngibaskan ekor. Sekali lagi Arthur Shelby mengayun-ayunkan pistolnya ke arah mereka. Mukanya yang pucat nampak berkilat-kilat karena keringat.
"Percuma, Mr. Shelby," kata Jupiter. Anda takkan sampai hati menembak mereka. Anda terlalu sayang pada anjing. Dan mereka pun sangat menyukai Anda."
Laki-laki kurus berambut merah itu memperhatikan kawanan anjing yang berlompatan mengitarinya. Ia menurunkan tangannya yang menggenggam pistol.
"Ya," katanya menggerutu, "Ya, mereka sangat menyukai aku. Ya memang begitulah!"
Dipandangnya pistol yang masih digenggamnya dengan sikap merenung. Ia mengangkat bahu, lalu mengantungi senjata itu. Tangannya bergerak ke bawah, lalu mengelus-elus kepala seekor di antara anjing-anjing yang masih mengerubunginya dengan gembira.
"Bagaimana sekarang"" tanyanya, seakan-akan berbicara pada dirinya sendiri.
"Saya punya ide, Sir jika Anda sudi mendengarkan," kata Jupiter.
"Kau punya ide"" Sepasang mata berwarna pudar menatap remaja bertubuh montok itu.
Jupiter Jones mengangguk.
"Ya, Sir. Dan itu sedikit-banyak didasarkan pada kenyataan bahwa Anda sebenarnya orang yang suka berbuat iseng, dan bukan penjahat yang haus harta. Sudikah Anda mendengar gagasan saya itu""
Laki-laki berambut merah itu menganggukkan kepala dengan gerakan ketus.
"Kembalikanlah semua batangan emas yang sudah dikeluarkan tadi. Kami mau membantu, jika Anda mengingininya," kata Jupiter. "Mungkin juga lubang di dinding hasil pengeboran tadi ingin Anda biarkan begitu saja, tidak ditutu
p kembali. Itu akan merupakan kelakar Anda terhadap kota Seaside. Anda sebenarnya berpeluang untuk mengambil semua batangan emas yang ada di sana, tapi Anda tidak melakukannya. Kami takkan membuka mulut, dan mereka takkan pernah bisa mengetahui siapa yang melakukannya atau tepatnya, siapa yang nyaris saja melakukannya, Sir!"
Bab 20 ULURAN TANGAN MR. HITCHCOCK
DUA hari kemudian. Pete, Bob, dan Jupiter memasuki ruang kantor Alfred Hitchcock. Sutrada"ra terkenal itu sedang duduk di meja kerjanya, sambil membaca surat kabar. Ia menyilakan ketiga remaja itu duduk di hadapannya, di kursi yang besar dan empuk.
"Silakan duduk," katanya. "Sebentar, ya kuselesaikan dulu membaca artikel yang menarik ini."
Ketiga remaja itu duduk sambil menunggu dengan sabar. Akhirnya Mr. Hitchcock melipat surat kabar, dan meletakkannya ke samping.
"Nah!" kata Mr. Hitchcock dengan suaranya yang berat dan dalam. "Waktu itu aku menyarankan suatu kasus pada kalian, yang menyangkut anjing seorang kawan lamaku yang hilang. Lalu apa yang terjadi" Yang kembali bukan anjingnya saja, tapi juga sejumlah anjing lain. Aku juga melihat suatu artikel dalam surat kabar yang terbit di Seaside, mengenai komplotan aneh yang bermaksud merampok sebuah bank besar. Kepala berita itu berbunyi begini. 'PARA PETUGAS BANK DIBINGUNGKAN OLEH PENJAHAT YANG TIDAK JADI MERAMPOK!' Hasil kerja kalian jugakah itu" Terus terang, aku pun ikut bingung karenanya!"
Jupiter mendeham. "Ya, Sir itu memang hasil kerja kami. Mereka eh, maksud saya Sir, bisa dibilang kamilah penyebab kesemuanya itu!"
Mr. Hitchcock mengangkat tangannya.
"Kerendahan hatimu pantas dipuji. Tapi kusimpan dulu pujianku, sampai aku sudah benar-benar tahu, dengan cara bagaimana kalian berhasil memecahkan misteri anjing-anjing yang lenyap itu."
"Begini, Sir," kata Jupiter. "Sebenarnya Anda banyak membantu kami dalam mengusut misteri itu yaitu ketika Anda mengizinkan kami ikut menonton film kuno tentang naga, yang dibuat oleh Mr. Allen."
"O, begitu," kata Mr. Hitchcock. "Dan aku masih ingat, kalian waktu itu menyinggung tentang perjumpaan dengan seekor makhluk dongeng itu."
"Betul, Sir," kata Pete dengan cepat. "Dan kami boleh mengucap syukur bahwa kami bisa selamat. Biarpun itu bukan naga sungguhan."
"Luar biasa!" gumam Mr. Hitchcock. "Ancaman nyata, dari seekor naga yang bukan naga tulen. Aku ingin sekali mendengar kisahnya."
Bob mengeluarkan buku catatannya, lalu mulai membaca. Ia mulai dari awal, yaitu bagaimana penyelidikan mereka langsung macet, tapi kemudian mereka berhasil menemukan berbagai petunjuk, yang akhirnya menyebabkan mereka berhasil membongkar misteri yang semula mereka tangani. Mr. Hitchcock mengikuti uraian Bob dengan penuh minat.
"Mr. Shelby kalian itu kedengarannya sangat menarik, dan banyak akalnya," katanya. "Kalau aku tidak salah tangkap, kau tadi mengatakan bahwa ia memilih lebih baik melepaskan peluangnya yang begitu besar untuk mencuri emas bernilai jutaan dolar, daripada harus menembak kalian serta beberapa ekor anjing""
"Betul, Sir," kata Jupiter. "Dan selama itu, anjing-anjing yang terkurung diberi makan dan diurus olehnya. Ia terpaksa membius mereka supaya jangan ribut dan merepotkannya. Menurut katanya pada kami, anjing-anjing itu akan dilepaskannya lagi, apabila ia meninggalkan gua dengan emas hasil curiannya. Ia sebenarnya bisa saja memaksa kita dengan pistolnya, agar membantunya mengangkut batang-batang emas itu ke luar, setelah kedua Morgan bersaudara melarikan diri. Ia bisa saja mengambil emas dalam jumlah yang mencukupi, untuk menjadi cukup kaya. Tidak perlu seluruh timbunan yang bernilai sepuluh juta lebih itu diambil."
Mr. Hitchcock mengetuk-ngetukkan jarinya ke daun meja.
"Dan rencananya semula adalah lari malam-malam dengan naga gadungan itu lewat dasar laut, dengan dibantu oleh Morgan bersaudara yang berwatak penjahat itu""
Jupiter mengangguk. "Menurut perkiraan saya, naga itu terlalu ringan. Tapi rupanya ia telah mengalkulasikan beban pemberat yang diperlukan dalam wujud batang-batang emas yang berat. Sebelumnya ia perlu melakukan uji-coba
dulu dalam air, dengan batu-batu sebagai pemberat. Saat itulah teman Anda, Mr. Allen, secara kebetulan melihat naga itu. Ia sedang mencari-cari Red Rover, ketika kendaraan naga diuji kemampuannya dalam air."
"Dan petunjuk yang menyebabkan kalian tahu bahwa Shelby terlibat, adalah kenyataan bahwa ia sedang pilek""
Jupiter tersenyum hambar.
"Ketika kami pertama kali mendatanginya, ia sedang pilek. Ia terbatuk-batuk terus. Karenanya saya lantas menghubungkan dirinya dengan naga, yang juga batuk-batuk. Kemudian barulah saya tahu, kendaraan naga itu batuk-batuk apabila mogok. Hal itu disebabkan karena ada kabel yang basah, karena sering dicoba dalam air."
"Tapi telepon misterius yang kalian terima suara hantu yang serak itu sebenarnya Shelby""
Jupiter mengangguk. Mr. Hitchcock menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku mendapat kesan, Arthur Shelby ini sebenarnya bukan penjahat yang biasa. Bagaimana ia sampai bisa terlibat dengan orang-orang berwatak buruk, seperti kedua bersaudara Morgan itu""
"Kedua bersaudara ini memiliki kapal tunda, serta perlengkapan pengangkat kapal karam. Shelby tahu, kedua orang itu berwatak kasar, dan mau disuruh melakukan apa saja asal dibayar! Ia memerlukan tenaga mereka untuk melakukan pekerjaan dalam gua, mengebor dinding beton dalam terowongan supaya bisa masuk ke ruang penyimpan emas dalam bank, lalu mengangkut batang-batang emas ke luar. Ternyata mereka langsung mau, ketika ditawari pembayaran satu juta dollar."
"Dan bagaimana rencana mereka untuk memindahkan emas sebanyak itu, dari kapal selam berbentuk naga ke kapal mereka""
"Apabila naga-nagaan sudah berada di dalam laut, kedua Morgan bersaudara dengan pakaian selam mereka akan menghubungkan kapal selam tersamar itu dengan kabel ke kapal tunda milik mereka, lalu menyeretnya ke tengah laut. Jika sudah cukup jauh, kapal selam akan diangkat ke permukaan, lalu batang-batang emas dipindahkan ke kapal tunda mereka. Setelah itu mereka akan menuju ke Meksiko."
Mr. Hitchcock mengangguk. "Tapi kenapa harus berbentuk naga"" tanyanya ingin tahu.
"Itu karena Arthur Shelby mengenal Mr. Allen, serta mengetahui latar belakangnya sebagai sutradara film, yang menampilkan makhluk-makhluk naga untuk membuat penonton ketakutan. Shelby mulanya menciptakan makhluk gadungan itu karena iseng saja, ingin mengejutkan para tetangga. Tapi kemudian timbul niatnya untuk melakukan perampokan, ketika ia mendengar tentang adanya kiriman emas beratus batang ke bank yang kemudian dijadikan sasaran olehnya. Menurut kalkulasinya, naga gadungan itu dengan mudah diubah menjadi kapal selam yang mampu bergerak di darat dan di dalam air. Hal itu cocok dengan jalan pikirannya yang aneh suatu cara yang kocak dan tidak bisa meleset, untuk mengangkut emas dari bank ke laut, lewat terowongan tua yang sudah dilupakan orang. Tapi rencananya itu gagal, karena justru keanehan naga itulah yang menyebabkan kami tertarik untuk mengusutnya."
"Kusangka Mr. Shelby tidak punya uang. Bagaimana ia sampai bisa membangun konstruksi sehebat naga itu"" kata Mr. Hitchcock dengan nada menyelidik.
Bob membalik-balik catatannya.
"Saya tadi melewatkan selembar, Sir," katanya menjelaskan. "Menurut keterangannya pada kami, ada beberapa kawannya yang bekerja di perusahaan film. Mereka juga gemar mengutik-utik, seperti dia menciptakan berbagai peralatan. Mereka bercerita padanya bahwa sebuah naga yang pernah dipakai dalam salah satu film akan dimusnahkan, karena tempatnya diperlukan untuk menyimpan properti lain. Arthur Shelby mendatangi tempat di mana naga itu disimpan, lalu menawarkan jasa untuk membongkarnya. Sebagai imbalan, bagian-bagian dari konstruksi itu boleh dimilikinya. Potongan-potongan naga itu diangkutnya pulang, dan di situ disambung-sambung kembali sehingga ia memperoleh naga seutuhnya."
"Dan naga itu sudah beroda"" tanya Mr. Hitchcock sambil mengerutkan kening.
"Waktu itu belum, Sir," kata Bob. "Ia menemukan kerangka landasan bekas kendaraan pawai Rose Bowl, di Taman Hiburan Pasadena. Ia diizinkan memiliki landasan yang tak terpakai itu, asal ia sendiri yang membawa pergi. Nag
a"nagaannya ditaruhnya di atas landasan itu."
"Hmm. Pintar juga orang itu," kata Mr. Hitchcock. "Sekarang aku ingin tahu, bagaimana mungkin Shelby tahu tentang gua besar dan terowongan itu, sedang temanku Allen tidak" Padahal rumah Allen, letaknya kan hampir tepat di atasnya!"
"Yah pertama-tama, Shelby sudah dari semula tahu tentang adanya terowongan tua itu, karena ia pernah bekerja di Badan Perencana Kota. Tapi jalan masuk ke situ, hanya secara kebetulan saja ditemukan olehnya," kata Jupiter menjelaskan. "Jalan masuk ke gua yang besar tertimbun tanah longsor, bertahun-tahun sebelum Mr. Allen, dan juga Shelby, pindah ke sana. Pada suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan di pantai, Shelby melihat suatu retakan di dinding tebing. Retakan itu digalinya. Dengan cara begitu ia menemukan gua yang besar, dan kemudian terowongan yang ada di bagian belakangnya. Hal itu kemudian diceritakannya pada kedua Morgan bersaudara. Mereka yang membantunya membuat dinding palsu di sebelah dalam. Itu untuk mengelabui orang yang mungkin secara kebetulan masuk ke dalam gua, supaya tidak ada yang bisa masuk ke dalam terowongan."
"Kurasa kedua orang itu juga yang membantunya membuat batu-batu palsu di luar, untuk menutupi jalan masuk yang sebenarnya," kata Mr. Hitchcock menduga.
"Betul, Sir," kata Jupiter. "Batu-batu palsu itu menarik, dan dirancang dengan sangat baik. Mereka harus bekerja di dalam gua, agar tidak menarik perhatian orang lain. Setelah semuanya selesai, barulah mereka bisa menyingkirkan batu-batu yang ada di luar, lalu memasang batu palsu bikinan mereka. Itu dilakukan saat malam hari."
Mr Hitchcock mengangguk. "Kedua Morgan bersaudara itu merekakah yang menyebabkan tangga ambruk, ketika kalian untuk pertama kalinya turun ke pantai""
Kini Pete yang memberi jawaban.
"Mereka tidak ingin ada orang lain muncul dan mengganggu rencana mereka. Karenanya mereka membuat tangga terasa goyah, sehingga tidak ada yang berani turun lewat situ. Mereka melihat dari kapal mereka, ketika kami turun lalu terjatuh. Kemudian mereka datang dan mengancam kami dengan senapan tombak, ketika melihat bahwa kami ternyata tidak pergi lagi. Mereka menyangka kami akan ketakutan dan tidak berani datang lagi setelah itu."
"Begitu ya," kata Mr. Hitchcock. "Kurasa kalian tadi sudah mengatakan, bahwa mereka kemudian menghilang di dalam gua yang pertama-tama kalian masuki."
Bob membalik-balik kertas catatannya.
"Mereka masuk ke sumur, tempat saya sebelumnya tercebur. Sumur itu bukan berisi pasir apung, tapi cuma air dan lumpur saja. Mereka berperlengkapan untuk menyelam, jadi bisa menyusup lewat situ, lalu melalui suatu Liang bawah tanah, menembus ke gua satu lagi, di dekat terowongan. Itu cara mereka masuk, saat siang hari. Mereka tidak berani menggeser batu-batu palsu yang besar-besar di luar, karena khawatir ada yang melihat. Dan malam itu, ketika lari ketakutan dari gua, mereka kemudian tidak kembali lagi. Mungkin karena malu!"
"Tidak ada yang rugi karenanya," kata Mr. Hitchcock dengan ketus. "O ya tentang benda kecil langsing yang ditiup oleh Shelby tanpa berbunyi, tapi menyebabkan dinding gua yang palsu terbuka dan menutup. Betulkah dugaanku, bahwa itu suatu alat yang bekerja dengan gelombang bunyi yang tak terdengar""
Jupiter mengangguk. "Alat itu pula yang dipakai untuk membuka batu karang palsu yang menutup mulut gua di luar, dengan tinggi nada yang berbeda. Tapi justru itulah yang menyebabkan rencana Shelby akhirnya menemui kegagalan!"
"O ya"" tanya Mr. Hitchcock. "Kenapa""
"Eksperimennya dengan peluit tak berbunyi itulah yang menyebabkan anjing-anjing berdatangan ke rumahnya. Seperti Anda ketahui, anjing mampu menangkap bunyi dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada manusia. Anjing setter Mr. Allen langsung datang ke tempatnya, begitu kembali dari tempat penitipan. Shelby sama sekali tidak menduga kemungkinan itu, karena menyangka Mr. Allen masih ada di Eropa. Hal itu berarti ia harus bertindak cepat. Anjing-anjing lainnya di sekitar situ sudah lebih dulu berdatangan, karena mendengar peluitnya yang berfrekuensi sangat tinggi. Me
reka tidak mau pergi, ketika diusir. Padahal pekerjaannya masih banyak, menyiapkan naga-nagaan, mengebor lubang ke dalam ruangan bank, serta membersihkan rel yang menuju ke sana. Kedua Morgan bersaudara menghendaki agar anjing-anjing itu dibunuh saja. Shelby menolak. Mereka hanya ditidurkan olehnya, dengan obat bius yang dicampurkan ke dalam makanan."
Mr. Hitchcock merenung sebentar, lalu berbica"ra lagi. "Menurut kalian, naga itu meraung. Apakah itu bukan menurut perasaan kalian saja""
"Tidak, Sir," kata Bob sambil menggeleng. "Raungan itu, serta berbagai hal lagi seperti lubang di depan untuk melihat semuanya dikendalikan dari papan instrumen yang ada di dalam badan naga. Saat itu Jupiter sibuk memencet-mencet segala tombol yang ada, karena hendak menjalankan naga-nagaan itu."
"Sekarang tentang Mr. Carter," kata Mr. Hitchcock. "Apakah ia berhasil menyelamatkan diri, setelah diterjang anjing-anjing yang lari dari dalam gua""
"Ya, ia berhasil keluar," kata Pete. "Ia tidak ada lagi di sana, ketika kami kembali untuk mengambil peralatan yang tertinggal."
Mr. Hitchcock mengangguk, tanda mengerti.
"Dan ia betul-betul keturunan Carter yang bangkrut karena gagal membangun terowongan kereta bawah tanah di Seaside""
"Ya," kata Jupiter sambil tersenyum. "Ia tahu, bahwa di bawah tebing ada terowongan. Tapi letaknya yang tepat, tidak diketahuinya. Itulah sebabnya, kenapa ia tahu tentang gua yang dangkal, serta papan-papan yang menutupi rongga sempit di sebelahnya. Ia biasa berkeliaran di sana, sambil mencari-cari. Ia lebih dirasakan mengganggu oleh Shelby serta komplotannya, dibandingkan dengan kami. Saya rasa Mr. Carter selalu membawa-bawa senapannya, karena merasa ada sesuatu yang tidak beres di situ. Kecurigaannya timbul lagi, setelah tangga di dekat rumahnya roboh. Ia turun ke bawah, untuk memeriksa. Saat itulah Pete nyaris tepergok olehnya. Menurut Mr. Shelby, papan-papan dalam gua pertama rupanya ditaruh di situ oleh penyelundup, atau bajak laut pada zaman dulu. Ia menduga bahwa mereka pula yang membuat pintu rahasia berupa batu yang bisa tergeser. Ia kebetulan saja menemukannya, sama seperti kami. Papan-papan tua yang sudah lapuk, digantinya dengan yang baru, dari kayu lapis, Ia khawatir ada orang lain menemukan batu yang bisa bergeser, dan dengan begitu juga gua yang lebih besar serta terowongan tua. Pintu batu yang bisa bergeser itu rupanya hendak dijadikan jalan darurat, karena itu ia tidak menceritakannya pada kedua Morgan bersaudara."
"Dan kalian kemudian membantu Arthur Shelby mengembalikan batang-batang emas ke ruang bank"" tanya Mr. Hitchock.
"Tidak," jawab Bob. "Ia mengucapkan terima kasih atas tawaran kami itu, tapi katanya itu merupakan tanggung jawabnya sendiri. Ia tidak ingin kami ikut terlibat dalam tindakan kriminal. Semua batang emas itu dikembalikan sendiri olehnya. Tapi dibiarkannya berserakan. Supaya orang banyak bingung, katanya iseng. Lubang di dinding ditambal lagi. Saya rasa pihak bank kapan-kapan pasti akan menemukan terowongan yang ada di balik dinding ruang tempat penyimpanan emas mereka. Tapi kami tidak bercerita mengenainya pada siapa pun juga. Pada Mr. Allen juga tidak."
"Semuanya itu memang bisa saja," kata Mr. Hitchcock sambil mengangguk, "mengingat bakat Shelby yang hebat di bidang teknik. Dan semuanya bisa terjadi, karena ia mengenal riwayat pembangunan terowongan bawah tanah di kota Seaside."
"Ya, Sir," kata Jupiter. "Dan sejarah pembangunannya masa kini! Karena itulah ia tahu, bank yang mana saja yang bisa dimasuki lewat terowongan-terowongan kuno itu!"
"Ada satu hal yang masih kupikirkan. Kalian beranggapan bahwa Allen, kawan lamaku itu, dengan sengaja berbohong, ketika mengatakan bahwa ia melihat naga masuk ke dalam gua, padahal itu tidak mungkin."
"Tentang itu saya perlu minta maaf, Sir," kata Jupiter. "Kemudian kami baru tahu bahwa itu terjadi karena kekeliruan. Ia saat itu sedang berada di tengah tangga. Tapi kenyataan itu dilupakannya, karena masih bingung kehilangan Red Rover. Masih ada lagi, Sir""
"Tidak! Tapi aku ingin berkenalan dengan Mr. Arthur Shelby. Orang ya
ng keterampilannya sampai bisa membuat kalian bertiga ketakutan, bisa kupakai. Jangan lupa, bisnisku juga di bidang horor!"
"Terima kasih, Sir!" seru Jupiter dengan gembira, diikuti oleh Bob dan Pete. "Kami minta permisi saja sekarang. Kami tidak ingin terlalu banyak menyita waktu Anda yang berharga."
"Hmmm," gumam Mr. Hitchcock, ketika para remaja itu sudah pergi. "Mungkin aku bisa meminjam naga-nagaan hebat ciptaan Mr. Shelby itu. Aku kan baru saja membeli karavan, untuk kupakai berlibur. Prinsip menjalankannya kan sama dengan bis. Sebaiknya aku berlatih menjalankan naga itu saja dulu dalam gua, sebelum memberanikan diri berkeliaran di jalan raya Los Angeles yang selalu ramai!"
TAMAT tamat Kasih Diantara Remaja 13 Wiro Sableng 003 Dendam Orang-orang Sakti Kelelawar Iblis Merah 2

Cari Blog Ini