Ceritasilat Novel Online

Pelangi Dilangit Singosari 6

02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja Bagian 6


Terdengar Bango Samparan mengatupkan giginya. Namun tiba-tiba wajah yang merah padam itu meng-angguk-angguk, De ngan tangan menekan dadanya ia berkasa "Ya, aku harus sabar menghadapi kau Ken Arok, sejak kecil. Sejak kau masih kurus kering, kau memang anak yang keras kepala. Berani dan kadang-kadang menyakitkan hati. Sekarang sifat-sifat itu masih tampak ada padamu meskipun kau sudah dewasa dan bahkan sudah menjadi seorang Pelayan-dalam.
-"Maaf ayah" sabut Ken Arok "seandainya demikian, maka itulah yang namanya pembawaan. Pembawaan yang ada padaku sejak aku lahir. Mungkin aku selalu menyakit kan hati ayah sejak aku berada di rumah ayah.
"Ya, kau memang berbuat demikian." tiba-tiba Bango Samparan itu tersenyum "tetapi nasibmu memang baik Ken Arok."
Ken Arok mengerutkan keningnya. Ia justru merasa aneh melihat Bango Samparan itu tiba-tiba saja tersenyum. Namun ia tidak ingin terlampau lekas berprasangka.
"Ken Arok" berkata Bango Samparan itu kemudian "apa yang akan kau berikan sebagai bantuanmu atas keluargaku"
"Menurut kekuatanku ayah. Aku masih belum dapat mengatakan sekarang. Kita akan melihat kemungkinan lebih dahulu.
"Kau akan memberi aku setiap sepekan, sepuluh hari atau selapan kali.
"Ah" Ken Arok berdesah "itu kurang bermanfaat hagi ayah. Sebaiknya ayah mendapatkan sebidang tanah. Ayah harus mulai dengan kerja. Bukan sekedar berjudi dan berkeliaran.
Sekali lagi warna merah membersit di wajah Bango Samparan. Terapi wajah itu segera dibayangi oleh sebuah senyum "Ken Arok. Aku tidah biasa mengerjakan sawah. Bagaimana hal itu mungkin aku lakukan.
"Ayah harus mencoba.
"Terlambat. Aku mendiadi semakin tua.
"Buat apa ayah melahirkan anak-anak ayah itu, para Panji. Bukankah putera-putera ayah itu kini sudah cukup besar. Sudah sebesar aku ini pula. Panji Bawuk, Panji Kuncang Panji Kunal dan Panji Kenengkung. Apakah mereka tidak dapat membantu ayah bekerja di sawah"
"Mereka tidak dapat aku harapkan Ken Arok.
"Kenapa" "Mereka menjadi binal. Sama sekali tidak terkendali. Mereka adalah anak-anak yang sama sekali tidak sopan, tidak tau terima kasih, tidak aturan dan tidak bertanggung jawab.
"Siapakah yang bersalah?"
"He" "Siapakah yang bersalah sehingga anak-anak itu menjadi binal"
"Hem" Bango Samparan menarik nafas dalam-dalam. Kini ia benar-benar mengekang dirinya. Dan bahkan sekali lagi ia tersenyum dan berkata "Akulah yang bersalah Ken Arok. Tetapi mereka tidak bercermin kepadamu. Kepada kakaknya yang bernasib cemerlang. "Bango Samparan itu berhenti sejenak lalu tiba-tiba" Eh, ken Arok. Apakah kau benar-benar sudah puas dengan keadaanmu sekarang. Seorang Pelayan- dalam saja"
Ken Arok menjadi ber-debar-debar mendengar pertanyaan itu. Terasa sesuatu tersembunyi di balik pertanyaan yang aneh itu. Sejenak ia terdiam. Dicobanya untuk mengatur hatinya, supaya ia tidak terkejut apabila ayah angkatnya mengatakan maksud sebenarnya.
Bango Samparanpun berdiam diri sejenak. Ia menunggu jawaban anaknya. Tetapi jawaban itu tidak segera didengarnya, sehingga ia merasa perlu untuk mengulangnya "Ken Arok, bagaimana" Apakah kau sudah puas dengan kedudukanmu sekarang"
Ken Arok menarik nafas panjang. Diaturnya perasaannya, dari per-lahan-lahan ia menjawab "Sudah aku katakan ayah. Aku sudah puas dengan kedudukanku sekarang. Aku merasa telah berhasil keluar dari lumpur yang pekat. Apalagi yang akan aku inginkan"
Bango Samparan mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian dengan nada yang dalam ia berkata "Nasibmu memang terlampau baik.
"Ya, aku bernasib baik. Dan karena itu aku wajib berterima kasih kepada Yang Maha Agung.
"Tetapi kau kekasih Yang Maha Agung, anakku.
"Seperti juga setiap manusia adalah kekasih Yang Maha Agung.
"Tidak. Kau salah Ken Arok. Ada manusia yang dibenci oleh Yang Maha Agung. Ternyata ada orang yang bernasib terlampau buruk. Bahkan ada orang yang sama sekali tidak dihiraukan-Nya.
"Ayah keliru. Tak ada orang yang dibenci oleh Yang Maha Agung. Yang Maha Agung mempunyai sifat kasih tiada terbatas. Seperti jarak ujung Barat dari ujung Timur yang tidak terukur jauhnya, demikian kasih Yang Maha Agung itu terhadap manusia, titahnya yang paling mulia.
Bango Samparan tiba-tiba tertawa. Suara tertawanya semakin lama semakin keras, sehingga tubuhnya ter-guncang2 karenanya.
"Kau dapat berkata demikian setelah kau menikmati lezatnya makanan di istana Tumapel. Setelah kau mengenakan pakaian Pelayan-dalam yang kau bangga-banggakan itu. Ken Arok, coba kenanglah, apakah pada saat-saat kau berkeliaran di arena perjudian, di jalan-jalan sepi di mana kau mencegat orang-orang yang lewat, bahkan gadis2 yang kau perkosa, dan apakah pada saat kau tinggal di padang Karautan ini sebagai hantu yang menakutkan, kau dapat berkata seperti itu" Kau dapat berkata bahwa nasib setiap manusia itu baik karena sifat Yang Maha Agung itu Maha Pengasih"
"Ya ayah. "Bohong. Aku tidak pernah mendengar kau mengucapkan sepatah katapun tentang kasih Yang Maha Agung kepadamu.
"Memang aku tidak pernah mengucapkannya karena kebodohanku. Karena kepicikan pengetahuanku. Tetapi itu bukan berarti bahwa Yang Maga Agung tidak menaruh kasih kepadaku. Bahkan melimpah-limpah. Adalah salah manusia sendiri apabila ia menolak kasih Yang Maha Agung. Menjauhkan diri dari padanya dan hidup dalam kegelapan tanpa mengenal terima kasih.
Suara tertawa Bango Samparan menjadi semakin keras, sehingga Ken Arok perlu memperingatkan "Ayah, suara tertawa ayah akan dapat mengganggu orang-orang yang sedang tidur.
"Eh" Bango Samparan berusaha menahan suara tertawanya "kau aneh anakku. Tetapi agaknya kau telah melupakan keadaanmu sendiri. Bagaimana mungkin kau dapat berkata, bahwa pada saat itu kasih Yang Maha Agung melimpah-limpah kepadamu" Sedang hidupmu sendiri tidak lebih baik dari binatang buruan yang bersembunyi di dalam semak-semak di padang Karautan ini"
"Ayah" Ken Arok bergeser setapak untuk menyembunyikan kegelisahannya "justru pada saat aku hidup sebagai binatang buruan itulah aku melihat kasih yang ber-limpah2. Bukankah ayah sendiri berkata bahwa nasibku teramat baik. Bukankah ayah mengatakan bahwa karena ayah membawa aku berjudi, maka nasibku yang baik itu telah melimpah kepada ayah" Itu adalah nasib yang baik. Dan itu adalah kasih Yang Maha Agung. Tetapi akulah yang terlampau bodoh. Sebingga aku tidak mengetahuinya dan tidak berterima kasih kepada-Nya. Kemudian, bukankah kasih itu nampak pula semakin jelas padaku di-akhir-akhir pengembaraanku. Yang Maha Agung telah membuka mata hatiku dengan lantaran beberapa orang yang mengenalnya lebih baik dari padaku. Nah, apakah aku tidak harus mengucapkan terima kasih"
"Hem" Bango Samparan menarik nafas dalam-dalam "kau benar anakku. Kau memang kekasih Yang Maha Agung.
"Seperti juga ayah, orang lain dan semua orang di muka bumi.
Wajah Bango Samparan berkerut merut. Tetapi ia tidak segera menyahut meskipun mulutnya berkumat-kamit.
"Karena itu kita wajib berterima kasih.
"Tetapi" Bango Samparan berhenti sejenak "bagaimana dengan orang-orang yang miskin, bahkan yang hampir mati kelaparan"
"Itukah ukuran ayah tentang kasih?" Ken Arok menyahut sambil mengerutkan keningnya yang telah menjadi basah oleh keringat "Kalau ukuran ayah tentang kasih adalah keadaan lahiriah, maka aku dapat mengerti jalan pikiran ayah, kenapa ayah menganggap bahwa nasib manusia itu ditentukan menurut kesukaan Yang Maha Agung seperti kesukaan kita. Apabila kita tidak senang terhadap seseorang maka kita akan mengasingkannya.
Bango Samparan memandangi anak angkatnya Wajahnya menjadi semakin tidak mengerti.
"Ukuran kasih adalah ketenteraman rochaniah ayah. Rasa damai dan dekat dengan Yang Maha Agung itu.
"O, aku tidak mengerti Ken Arok. Tetapi baiklah aku tidak membantah. Madah2an lain kali aku dapat mengerti maksudmu." Bango Samparan berhenti lagi untuk2 sesaat"
Tetapi bagaimana dengan pertanyataanku" Apabila kau merasa dekat dengan Yang Maha Agung dalam kasihnya, eh, kenapa kau tidak memohon untuk mendapat kurnia lebih banyak lagi.
Wajah Ken Arok menegang. Kini ia merasa bahwa ayahnya hampir sampai pada maksud yang sebenarnya di samping keinginannya untuk mendapat kemenangan di medan perjudian dengan mengajaknya ikut berjudi.
Sejenak Bango Samparanpun terdiam. Ketika ia melihat wajah Ken Arok yang menjadi kemerah-merahan seperti tembaga karena sinar lampu minyak serta ketegangan, maka Bango Samparan mencoba untuk menjadi lebih ber-hati-hati.
"Ken Arok" berkata Bango Samparan itu pula"- dahulu, sebelum kau menjadi seorang yang baik dalam penilaian orang-orang di sekitarmu seperti sekarang ini, kau telah mendapat nasib yang baik. Apalagi sekarang, setelah kau mengenal Yang Maha Agung lebih baik, dan kau menjadi lebih tekun berbakti kepadaNya. Nah, apakah kasih itu tidak akan menjadi berlipat ganda.
"Kasih itu tidak terbatas ayah.
"Bagus" berkata Bango Samparan "kalau begitu kau akan dapat mobon lebih banyak lagi.
"Itu adalah pertanda bahwa kita tidak berterima kasih atas apa yang sudah kita miliki.
"O, tidak Ken Arok, tidak. Setiap manusia ingin mencapai segala macam kebutuhannya sampai kepuncak. Kalau ia memerlukan pangkat, maka ia ingin mencapai pangkat yang setinggi-tingginya. Kalau ia ingin kaya, ia pasti ingin menjadi kaya sekaya-kayanya. Nah, apakah kau termasuk perkecualian.
"Mungkin ayah. Bango Samparan menggelengkan kepalanya. Katanya "Tidak Ken Arok. Cita-cita seorang tidak boleh berhenti. Cita-cita ia harus meluncur jauh di depan kita, supaya kita tidak berhenti. Berhenti berusaha dan berhenti berjuang. Tanpa cita-cita gairah hidup kitapun akan lenyap, dan kita akan menjadi beku.
"Tetapi cita-cita harus seimbang dengan kenyataan ayah. Apabila cita-cita itu tidak seimbang dengan kenyataan diri, maka seseorang akan mudah tergelincir. Mungkin menjadi patah, tetapi mungkin juga akan melakukan hal-hal yang tidak baik.
"O, ternyata kau bukan seorang yang berhati baja.
"Apakah maksud ayah"
"Hatimu miyur. Kau sekedar mendapat makan dan pangkat yang kecil, kau sudah mandeg. Berhenti di jalan. Sedang orang lain akan terus berlari meninggalkan kau jauh di belakang. Pada hal belum pasti bahwa nasibmu kalah baik dengan nasib orang lain.
Ken Arok menarik nafas dalam-dalam. Ia kini mengerti kehendak ayahnya. Ayahnya menghendaki sesuatu yang terlampau ber-lebih2an dari padanya. Dan ia tidak lagi terkejut ketika Bango Samparan berkata "Ken Arok. Kalau kau mendapat pangkat yang tinggi, jauh lebih tinggi dari pangkatmu sekarang, kau akan menjadi kaya. Kau akan dapat membantu aku sepekan sekali. Dan aku tidak akan mati kelaparan sekeluarga.
"Dan hampir sepekan sekali ayah tetap bisa berada di medan judi.
Bango Samparan mengerinyitkan alisnya. Kemudian ia tersenyum "Begitulah kira-kira. Tetapi kalau kau masih saja seperti sekarang, maka bantuan yang dapat kau berikan akan menjadi seperti sebutir garam yang kau tebarkan di lautah. Tetapi kalau kau menjadi seorang yang berpangkat tinggi Ken Arok. Kau akan menjadi kaya, dan kau tidak perlu lagi menghitung-hitung berapa uang yang kau berikan kepadaku. Dan aku tidak akan lagi mengejarmu untuk membawa kau turut karena perjudian lagi.
Nafas Ken Arok tiba-tiba menjadi sesak, dan wajahnya yang tegang menjadi semakin tegang. Meskipun ia sudah mengira bahwa akhirnya akan sampai pula kepapa persoalan itu, namun hatinya masih juga merasa sakit. Ayah angkatnya benar-benar tidak dapat mengerti keadaan dan perasaan orang lain. Ia hanya berpikir tentang kesenangannya saja.
"Tambahan lagi anakku. Apabila kau menjadi seorang pemimpin, maka akupun akan menjadi seorang yang terhormat pula. Kehormatan sangat penting artinya di dalam perjudian. Seandainya aku sedikit-sedikit mengelabui lawanku dengan akal, maka ia tidak akan menjadi lekas marah. Seandainya aku kalah dan masih belum dapat membayar kekalahanku itu, maka tak seorangpun yang berani memaksaku seperti dahulu dan baru-baru ini, sehingga aku harus bersembunyi di Rabut Jalu.
Dada Ken Arok menjadi semakin bergolak, sehingga mulutnya bahkan serasa terbungkam.
"Anakku" berkata Bango Samparan itu. Nada suaranya merendah di~buat-buat "Tak ada orang lain tempat aku menumpangkan nasib selain kepadamu. Sejak aku menemukan kau Arok, aku sudah yakin, bahwa hanya kaulah yang akan dapat menjunjung martabatku. Aku tidak sekedar menjadi penjudi kecil yang kadang-kadang diusir dari arena karena aku tidak banyak mempunyai modal. Nah, dengan demikian, aku tidak akan memaksamu lagi untuk mengikuti aku keperjudian. Apakah kau dapat mengerti" Aku tidak akan mengganggu pekerjaan yang semakin banyak. Apakah kau mengerti" Ken Arok menggigit bibirnya "Aku mengerti ayab" sahutnya sambil menahan hati.
"Bagus, bagus, kau memang anak laki-laki yang luar biasa. Kekasih Yang Maha Agung. Nah, apakah yang akan kau la kukan" "Yang akan aku lakukan adalah mempersilahkan ayah meninggalkan tempat ini.
"He" Bango Samparan terlonjak. Wajabnya menegang dan mulutnya ternganga. Kemudian ter-bata-bata ia berkata "Apa katamu he"
"Aku tak akan sampai hati mempersilahkan ayah meninggalkan tempat ini seandainya ayah dapat mengerti keadaanku.
"O, itukah balasanmu Ken Arok" He" itukah"
"Maaf ayah. Bukan maksudku. Tetapi aku harap ayah mengerti keadaanku.
Bango Samparan termenung sejenak. Dipandanginya lampu minyak yang bergerak-gerak ditiup angin yang menyusup lewat dinding yang tidak rapat.
"Ken Arok. Aku mimpikan kau yang bernasib terlampau baik itu menjadi seorang pemimpin seluruh prajurit Tumapel. Eh, tidak bahkan menjadi seorang Akuwu. Tidak, tidak. Tetapi kau menjadi seorang Raja di Kediri.
Dada Ken Arok berdesir tajam mendengar kata-kata ayah angkatnya itu.. Dipandanginya wajah Bango Samparan seolah-olahbaru saja dilihatnya hari ini, sehingga Bango Samparan itu terpaksa menundukkan kepalanya menghindari tatapan mata Ken Arok yang seolah-olahmenyala. Dengan nada yang berat Ken Arok berkata "Ayah, aku akan benar-benar mempersilahkan ayah meninggalkan tempat ini kalau ayah masih saja membuat hatiku kisruh.
"Tidak anakku. Aku jangan kau usir malam ini. Meskipun hantu padang Karautan sekarang telah menjadi jinak, tetapi aku tidak mau mati kedinginan.
Terdengar Ken Arok menggeram. Tetapi ayah angkatnya berkata meneruskan "Maksudku baik Ken Arok;
"Tidak. Ayah benar seorang yang hanya mengerti tentang kepentingan diri sendiri. Ayah seorang yang terlampau memen tingkan diri ayah sendiri.
"O, kau salah tangkap Ken Arok. Aku juga berpikir tentang kau, tentang nasibmu yang baik itu.
-f Dalam hubungan kepentingan ayab.
"Hem" Bango Samparan menarik nafas dalam-dalam "mimpiku tidak pernah salah. Dahulu aku juga serasa bermimpi, o, tidak, bahkan seolah-olahaku mendengar suara dari langit tentang seorang anak yang hampir mati kelaparan. Dan aku benar-benar menemukan kau yang ketakutan karena dibantui oleh perbuatan2mu sendiri, tetapi setelah itu kau juga tidak berhenti perampok, memperkosa, dan bahkan membunuh. "Bango Samparan mengangkat tangannya ketika Ken Arok akan memotong kata-katanya "jangan, jangan kau potong kata-kataku, aku belum selesai." Bango Samparan menelan ludahnya, lalu melanjutkan "Sekarang aku bermimpi kau menjadi seorang Maharaja. Eh, siapa tahu, bahwa hal itu akan terjadi Kalau kau berhasil memanjat dari jabatanmu sekarang menjadi Akuwu misalnya, kemudian kau akan mendapat kesempatan yang lebih baik.
"O" Ken Arok tidak dapat menahan perasaannya lagi. Tiba-tiba ia berdiri dan berjalan mondar-mandir "Cukup ayah, cukup. Aku tidak mau mendengar lagi. Itu adalah impian yang gila.
"Ah, jangan terlampau memandang hari depan terlampau suram. Siapa tahu. Ya, siapa tahu. Siapa tahu kalau anak yang hampir mati kelaparan itu sekarang memimpin sepasukan prajurit. Siapakah yang menyangka bahwa hantu Karautan yang di-kejar2 orang dan akan dibunuh oleh siapa pun juga, termasuk prajurit-prajurit Tumapel, kini justru memimpin prajurit-prajurit itu sendiri.
"Cukup, cukup" Ken Arok hampir berteriak. Tanpa diketahuinya maka bulu-bulu di seluruh tubuhnya terasa meremang. Dengan lantang ia berkata "Lupakan mimpi yang gila itu. Aku bukan termasuk orang yang tidak mengenal terima kasih. Aku tidak akan ikut serta bermimpi seperti ayah. Sekarang silahkan ayah meninggalkan tempat ini.
"Ken Arok. "Aku tidak mau lagi mendengar mimpi yang gila yang tidak masuk akal. Apakah ayah sengaja membuat aku gila pula"
"O, kau salah terima anakku. Kau salah terima. Aku hanya ingin mengatakan".
"Cukup, cukup" kini Ken Arok benar-benar berteriak. Beberapa orang yang sedang tidur terbangun karenanya. Bahkan ada di antara mereka yang tanpa sengaja bangun dan memandangi pedang2 mereka yang tersangkut di dinding, di atas pembaringannya.
Tetapi sejenak kemudian suasana malam menjadi sunyi kembali. Tidak terdengar lagi suara Ken Arok mem-bentak2.
Bango Samparan terkejut juga mendengar Ken Arok itu berteriak, memotong kata-katanya. Agaknya kali ini anaknya tidak sedang bermain-main. Ken Arok telah benar-benar menjadi marah. Karena itu maka Baugo Samparanpun terdiam.
Dengan jantung yang berdegup keras Ken Arok berja lan mondar-mandir di dalam gubugnya yang sempit. Sekali-sekali ia berhenti. Mulutnya terkatup rapat-rapat, tetapi matanya seolah-olahmenyala.
Sejenak mereka saling berdiam diri dalam ketegangan perasaan masing-masing. Tetapi Bango Samparan benar-benar tidak berani lagi berbicara berkepanjangan. Kepalanya tertunduk dan bahkan tangannya menjadi gemetar. Namun ia masih belum beranjak dari tempatnya.
Ketika di kejauhan terdengar anjing-anjing liar menyalak, maka Ken Arok berdesis "Tinggalkan aku sendiri "Ken Arok. "Aku persilahkan ayah meninggalkan tempat ini,
"O, malam terlampau gelap di padang Karautan.
"Ayah datang kemari tanpa mengenal takut. Seharusnya ayah juga tidak takut meninggalkan tempat ini.
"Tetapi ketika aku datang, hari belum terlampau malam.
Tak ada bedanya bagi padang Karautan.
"Ada anakku. Anjing-anjing itu" Apakah kau ingin daging ku hacur di-sayat-sayat anjing liar itu" Jangan Ken Arok. Aku minta maaf kepadamu kalau aku membuatmu marah. Tetapi aku jangan kau usir dari tempat ini malam ini. Besuk pagi buta aku akan pergi.
"Tetapi aku tidak tahan mendengar ayah berbicara tanpa ujung pangkal. Membuat aku gila karena mimpi yang gila itu. Dan anjing itu berada di tempat yang jauh, di seberang sungai. Mereka tidak akan datang kemari.
"Tidak, aku tidak akan berbicara lagi tentang mimpi itu. Tentang Akuwu dan tentang Mabaraja di "Kediri.
Ken Arok terdiam sejenak. Ketika dilihatnya wajah Bango Samparan yang ketakutan, maka timbullah ibanya. Meskipun hatinya masih juga belum lilih benar, tetapi ia berkata "Kalau ayah berjanji tidak akan menyebut-nyebut mimpi itu, aku akan membiarkan ayah bermalam di sini.
Jilid 30 AKU akan membiarkan ajah bermalam disini. Besok pagi2 buta ajah harus sudah meninggalkan padang.
"Baik, baik Ken Arok. Terima kasih "Bango Samparan menelan ludahnja. Tetapi ia mendengar Ken Arok berkata "Sebenarnja aku tidak pertjaja bahwa ajah tidak berani melewati padang ini. Hampir setiap malam ajah berkeli aran dari satu arena perdjudian karena jang lain, bahkan di tempat2 jang paling ditakuti orang. Meskipun demikian, biarlah ajah beristirahat. Tetapi ingat, djangan menjebut lagi tentang mimpi jang gila itu.
Bango Samparan meng-angguk-anggukkan kepalanja. Wadjahnja jang memutjat kini mendjadi agak merah kembali. Dengan tergagap ia berkata "Terima kasih Ken Arok. Ter njata kau benar-benar anakku jang baik. Memang aku selalu berkeliaran dari satu tempat djudi ketempat jang lain, tetapi tidak dipadang Karautan. Ketjuali mungkin aku bertemu dengan andjing2 liar itu, aku djuga tidak tahan dingin.
"Udara malam ini terlampau panas "sahut Ken Arok atjuh tak atjuh.
"O "Bango Samparan terdiam sedjenak, kemudian "ja, ja, udara memang terlampau panas.
"Tidurlah "desis Ken Arok.
"Ja, ja terima kasih. Aku akan segera tidur. Aku memang tidak ingin lagi berkata tentang mimpi itu, kalau kau memang tidak senang menderigarnja, meskipun dapat menumbuhkan angan-angan jang menjenangkan Akuwu, Maharadja.
Ken Arok sudah tidak tahan lagi. Dengan serta-merta ia berdiri dan melangkah pergi.
"Ken Arok, kemana kau" panggil ajah angkatnja.
"Aku akan keluar. Ajah tidak berani pergi dari tempat ini. Akulah akan pergi.
"Kemana kau akan pergi"
"Kebendungan. "Kenapa" Ken Arok tidak mendjawab, tetapi ia melangkah terus meninggalkan Bango Samparan didalam gubugnja Demikian ia lepas dari gubug itu, terasa dadanja mendjadi lapang. Di lihatnja langit jang hitam terhentang dari segala udjung pendjuru. Bintang jang ber-kilat2 bergajutan tak terbilang banjak nja.
Ken Arok menarik nafas dalam-dalam, se-olaha akan dihisapnja udara diatas padang Karautan itu habis2.
Tanpa sesadarnja maka iapun melangkah, berdjalan di antara gubug2 jang bertebaran. Angin jang lembut mengusap wadjahnja perlahan-lahan.
Ketika ia lepas dari deretan gubug2 itu, dilihatnja parit induk jang terbudjur membelah padang mendjorok ketengah. Diudjung parit itu terdapat sebuah sendang buatan. Tetapi malam itu Ken Arok tidak dapat melihat sendang itu dari tempatnja. Seolah-olah sendang diselimuti oleh sebuah permadani jang hitam. Namun demikian, terhajang dirongga matanja, tanaman2 jang sudah mulai menghidjau disekitar sendang itu, meskipun setiap hari masih harus disiram air. Kemudian batu-batu jang sudah mulai teratur rapi. Puntuk2 ketjil dan kemudian parit-parit jang menjilang taman itu. Sebuah gunung ketjil ditengah tengah sendang.
"Mudah-mudahan sendang itu menjenangkan hati Akuwu Tumapel. "gumam Ken Arok didalam hatinja.
Tiba-tibaterbersit pertanjaan didalam hatinja "Kenapa setiap orang harus membuat Akuwu mendjadi senang" "Tetapi Ken Arok itu meng-geleng2kan kepalanja ketika tiba-tibapula tumbuh perasaan didalam dadanja "Alangkah senang nja mendjadi seorang Akuwu.
Kekuasaan di Tumapel ini berpusar padanja. Apapun jang dikehendaki, hampir pasti dapat terpenuhi.
"Tidak, tidak "Ken Arok itu menggeram sambil menggeretakkan giginja "Pikiran gila ini telah mengotori dadaku. Tidak.
Ken Arok itu kemudian berdiri dengan tegangnja. Tangan nja mengepal dan kakinja se-olah-olah menghundjam djauh ke dalam tanah "Aku tidak boleh diratjuni oleh pikiran2 gila itu. Kalau sekali lagi Bango Samparan me-njebuts mimpinja, aku tjekik ia sampai mati.
Sekali lagi Ken Arok menggeram. Tiba-tibauntuk mengusir perasaannja itu ia melontjat berlari masuk kedalam hitamnja malam. Seperti seorang jang dikedjar hantu ia berlari2 tidak kebendungan, tetapi ke Sendang jang sedang dibuatnja.
"Tidak, tidak "ia masih menggeram "aku harus melakukan perintah Akuwu. Sendang itu harus siap pada saatnja.
Ketika ia sampai ketepi sendang jang masih belum siap itu, nafasnja mendjadi ter-engaha. Wadjahnja membajangkan ketakutan atas dirinja sendiri. Ia tidak mau mendengar mimpi itu lagi, meskipun perasaannja sendiri jang me-njebut2nja. Mimpi tentang dirinja dan Akuwu Tumapel.
"Tidak, tidak "tiba-tibaia berteriak. Suaranja jang parau melajang diudara padang jang sepi, se-olah-olah menggetarkan seluruh padang Karautan, bahkan seluruh Tumapel.
Ketika sekali lagi perasaannja diganggu oleh mimpi Bango Samparan itu, maka Ken Arokpun segera melontjat. Diraihnja batu-batu jang masih bertebaran dipinggir taman. Dengan mengatupkan mulutnja rapat-rapat ia mengangkat sebongkah batu dilontarkannja kuat2. Batu-batu itu besok memang harus disusun mendjadi sebuah dinding jang akan mengeliling taman.
Sekali, dua kali, tiga kali. Dan seterusnja. Di-lontarkannja batu-batu itu ketempat jang besok harus dibangun dinding Dikerdjakannja pekerdjaan pradjurit2 Tumapel jang harus di lakukannja besok. Dengan wadjah jang tegang dan gigi gemeretak ia me-lempar2kan batu-batu itu. Tenaganja seolah olah mendjadi ber-lipat2 dan kekuatannja serta ketahanannjapun mendjadi berganda.
Maka terdengarlah kemudian gemeretak batu-batu jang terlempar oleh Ken Arok itu memetjahkan kesenjapan padang Karautan. Susul menjusul tidak habis2nja, seolah-olah pekerdjaan itu telah dilakukan oleh sepuluh orang bersama-sama.
Namun betapa kuat dan kokohnja tubuh Ken Arok, akhirnja sampai djuga kebatasnja. Tenaganja semakin lama mendjadi semakin kendor. Lontarannja sudah tidak lagi men tjapai djarak jang diperlukan, sehingga lambat laun, iapun mendjadi semakin lelah.
Meskipun demikian Ken Arok tidak mau berhenti. Ta tidak mau membiarkan kesempatan sekedjappun untuk mengenang kembali mimpi ajah angkatnja jang gila. Ia tidak mau batinja diratjuni oleh perasaan itu. Karena itu, betapa ia mendjadi lelah dan lemah, namun masih djuga ditjobanja untuk mengangkat dan kemudian melemparkan bongkahan batu-batu jang besar itu.
Tetapi akhirnja Ken Arok itu sudah tidak mampu lagi melakukannja. Tulang2nja seraja mendjadi lemas, dan nafas nja sudah menjesak didadanja.
Dengan lemahnja ia tertunduk diantara batu-batu jang masih berserakkan. Bahkan kemudian ia membaringkan dirinja. Betapa lelah mengganggu tubuhnja, sehingga scdjcnak kemudian Ken Arok itu diserang oleh perasaan kantuk jang luar biasa. Ketika angin padang membelai tubuhnja, terasa kesegaran merajapi kulit dagingnja. Namun dengan demikian maka Ken Arok itupun djatuh tertidur.
Ken Arok tidak dapat mengetahui betapa lama ia tertidur dipadang itu, dibawah atap langit jang biru hitam, serta dibawah bintang jang bergajutan tanpa dapat dihitung djumlahnja.
Anak muda itu terperandjat ketika ia mendengar gemeletuk batu tersentuh kaki. Dengan sigapnja ia melontjat bangun. Namun tiba-tibamatanja mendjadi silau, ternjata matahari telah merajapi langit.
"Hem " Ken Arok menarik nafas dalam-dalam sambil menggosok matanja jang kesilauan "aku tertidur.
"Kami mentjarimu "sahut orang jang membangunkannja, seseorang pradjurit Tumapel "kami hampir mendjadi putus asa. Aku sangka kau hilang seperti Mahisa Agni.
"Sebelum udara didalam gubugku terlampau panas. Aku ber-djalan-jalan keluar, dan akhirnja aku sampai ketempat ini. Disini udara terasa segar sekali. Dan aku djatuh tertidur.
Pradjurit itu tidak mempunjai sjak-wasangka Karena itu ia mendjawab "Semuanja menunggu kedatanganmu dengan tjemas. Untung2ngan aku mentjoba mentjarimu disini, diantara batu-batu ini. Ternjata kau tertidur.
Sekali lagi Ken Arok menarik nafas dalam-dalam "Aku lelah sekali "desisnja.
Tanpa disengadja, Ken Arok memandangi batu-batu jang masih bertebaran. Pradjurit itupun mengikuti arah pandangan Ken Arok. Namun tiba-tibapradjurit itu mengerutkan keningnja. Ia melihat batu-batu jang dipersiapkan untuk dinding taman telah berpindah hampir disepandjang sebelah sisi jang akan didirikan dinding untuk taman itu. Kemarin batu-batu ini masih tertumpuk.
Wadjah pradjurit itu mendjadi berkerut-kerut. Ketika ia melihat pakaian Ken Arok jang kusut dan tubuhnja jang kotor karena debu dan lumpur, maka tumbuhlah pertanjaan didalam dirinja. Apakah jang sudah dilakukannja" Begitu mendesak pertanjaan itu didalam dadanja sehingga terlontjat kata-katanja "Batu-batu ini telah berpindah.
Ken Arok berpaling. Dipandanginja wadjah pradjurit itu, tetapi ia mendjawab "Orang-orang terakhir kemarin telah mulai memindahkan katu2 itu.
Wadjah pradjurit itu mendjadi semakin aneh. Dengan ter heran2 ia berkata "Aku adalah orang jang terakhir meninggalkan pekerdjaan kemarin. Aku masih sempat melihat batu-batu jang tertimbun disini.
Tetapi pagi ini aku lihat batu-batu itu sudah berserakan disepandjang batas dinding taman jang akan diabangun. Hampir disepandjang sisi sebelah ini.
Wadjah Ken Arok itupun kini mendjadi berkerut merut. Sedjenak ia tidak mendjawab. Namun kemudian iaberkata "Mari, aku akan kembali keperkemahan. Mereka terlalu lama menunggu, dan kerdja hari ini akan terlampau lama terlambat mulai.
Pradjurit itu terdiam. Wadjahnja masih diliputi oleh pertanjaan2nja tentang batu-batu jang berpindah itu. Meskipun demikian ia telah menjangka bahwa Ken Arok telah melakukan pekerdjaan itu.
"Tetapi hampir tidak masuk akal "berkata pradjurit itu didalam hatinja " aku masih melihat Ken Arok itu masuk kedalam gubugnja. Seandainja ia datang kemari, maka pasti tidak sedjak sore. Sedang pekerdjaan jang sepantasnja dilakukan oleh dua tiga orang sehari penuh.
Pradjurit itu terkedjut ketika Ken Arok berkata "Mari, apa lagi jang kau tunggu"
Tanpa sesadarnja pradjurit itu berguinan "Agaknja hantu Karautanlah jang telah memindahkan batu-batu ini.
Wadjah Ken Arok menegang mendengar kata-kata itu. Tetapi segera ia berhrsil menguasai dirinja. Pradjurit itu pasti dengan sengadja menjebut hantu Karautan, dan pasti tidak mentjoba menghubungkannja dengan dirinja, meskipun sebenarnja bahwa jang telah melakukan pekerdjaan itu adalah hantu Karautan.
Sedjenak kemudian maka mereka berdua segera meninggalkan tempat itu dengan ter-gesa-gesa. Orang-orang panawidjen danpara pradjurit Tumapel sudah menunggu Ken Arok dengan gelisah. Bahkan seperti jang dikatakan oleh pradjurit itu. ada diantara mereka jang menjangka bahwa Ken Arok hilang seperti Mahisa Agni.
Namun disepandjang djalan, pradjurit Tumapel itu tidak dapat melupakan apa jang telah dilihatnja. Batu-batu jang telah berpindah tempat. Tak ada orang lain ditempat itu selain Ken Arok. Apalagi pakaian Ken Arok tampak lusuh dan tubuhnja dikotori oleh debu dan keringat. Adalah mustahil apabila sedjak kemarin, sedjak sore kemarin Ken Arok tidak mandi dan membersihkan tubuhnja. Karena itu, maka pradjurit itu berketetapan "Ken Arok telah melakukannja. Alangkah dahsjat tenaganja. Ternjata anak muda itu benar seorang jang melampaui sesamanja.
Dan ternjata pradjurit itu kemudian tidak dapat menjimpan pertanjaan dan kekaguman itu didalam hatinja. Satu-satu akhirnja setiap orang mendengar apa jang telah terdjadi, meskipun hanja bisikan2 disetiap telinga.
Ketika Ken Arok melihat orang-orang Panawidjen dan pradjurit2 Tumapel telah mempersiapkan diri untuk bekerdja, serta melihat bajangan kegelisahan diwadjah wadjah mereka, mendjadi agak menjesal. Ia telah memperlambat kerdja hari ini. Karena itu demikian ia berdiri dihadapan mereka dan Ki Buyut Panawidjen segera berkata "Mulailah. Aku akan segera menjusul.
Orang-orang Panawidjen dan para pradjurit Tumapel segera meninggalkan perkemahan dan berpentjaran ketempat kerdja masing-masing. Sebagian pergi kebendungan jang sudah mendjadi semakin tinggi, sebagian memperdalam parit induk jang membelah padang Karautan. sebagian memperpandjang parit jang silang menjilang jang kelak akan mengairi sawah-sawah dan sebagian dari para pradjutit Tumapel meneruskan kerdja mereka, membuat sendang dan taman. Ketika mereka jang bekerdja di Sendang buatan itu sampai ketempat kerdja mereka, maka mereka benar-benar mendjadi heran. Mereka melibat batu-batu jang telah berpindah dari tempatnja kemarin, seperti desas-desus jang mereka dengar.
"Semalam Ken Aroklah -jang tidur disini. "gumam salah seorang dari padanja.
" Luar biasa, Ia mampu melakukannja seorang diri.
"Mungkin ia mempunjai sababat hantu2 padang.
Kawannja hanja dapat mengangkat bahunja. Namun kekaguman mereka terhadap Ken Arok mendjadi bertambah-tambah.
Ketika perkemahan itu kemudian mendjadi sepi karena orang-orang jang menghuninja telah pergi ketempat kerdja mereka, maka segera Ken Arok kembali kedalam gubugnja Disana-sini ia hanja melihat satu dua orong jang bertugas mendjaga perkemahan itu. Tubuhnja kini sama sekali sudah tidak merasa lelah lagi. Tidurnja ternjata telah dapat memulihkan seluruh tenaga jang telah diperasnja semalam.
Dengan tergesa-gesa ia harus menjiapkan diri. Mandi dan makan minum sebelum berangkat menjusul kawan-kawannja jang sedang bekerdja.
Tetapi ketika ia memasuki gubugnja, ia merasa ada sesuatu jang kurang. Tiba-tibaia teringat kepada ajah angkatnja, Bango Samparan. Ternjata orang itu sudah tidak ada.
"Apakah benar semalam ajah Bango Samparan itu datang kemari"."desisnja.
Tetapi gubugnja benar-benar telah sepi. Ia tidak melihat bekas2 jang dapat mengatakan kepadanja, bahwa semalam benar-benar telah ada seorang tamu.
Tiba-tiba Ken Arok mendjadi berdebar-debar. "Ah, aku pasti. Semalam ajah datang kemari. "Apakah ia telah pergi sebelum pagi seperti katanja semalam. "Ken Arok mendjadi bingung. "Tidak, aku kira ia akan menunggu aku. Ajah memerlukan uang sekedarnja.
Ken Arok segera keluar dari gubugnja. Dlpandanginja keadaan disekelilingnja, kalau-kalau Bango Samparan sedang ber djalan-jalan diantara gubug2 didalam perkemahan itu. Tetapi orang itu tidak dilibatnja. Bahkan Ken Arok tidak segera mendjadi puas. Dengan tergesa-gesa ia melangkah diantara gubug jang bertebaran, kalau" ia dapat menemukan ajah angkatnja. Namun Bango Samparan sama sekali tidak diketemukannja.
Ketika ia melibat seorang jang sedang berdjaga2 sambil menjiapkan bahan-bahan jang akan dimasak untuk makan siang, Ken Arok bertanja "Apakah kau melihat seseorang didalam gubugku"
Orang itu mengerutkan keningnja. Kemudian menggeleng "Tidak. Aku tadi djuga lewat disamping gubug itu, tetapi aku tidak melihat seorangpun.
Ken Arok mengerutkan keningnja. Tetapi djawaban jang seorang ini tidak dapat didjadikannja pegangan. Ia merasa pasti bahwa semalam ajah angkatnja itu datang kepada nja dan mentjeritakan tentang mimpinja jang gila.
Karena itu maka segera ditinggalkannja orang itu. Dengan kepala tunduk Ken Arok berdjalan diantara gubug2 mentjari orang lain jang masih berada diperkemahan. Ketika ia melihat dua orang sedang menjalakan api untuk masak, maka segera didekatinja orang itu sambil bertanja "He, apakah kau melihat seseorang jang belum kau kenal berada diperkemahan ini atau didalam gubugku"
Kedua orang itu saling berpandangan. Namun kemudian keduanja menggelengkan kepalanja "Tidak. Aku tidak melihat seorangpun ketjuali orang-orang Panawidjen dan pradjurit pradjurit Tumapel.
"Bukan mereka. Aku mempunjai tamu seorang jang belum kalian kenal. Tubuhnja agak gemuk, pendek. Wadjahnja keras dan sorot matanja tadjam.
Sekali lagi keduanja saling memandang, dan sekali lagi keduanja meng-geleng2kan kepalanja "Tidak. Kami tidak melihatnja.
Ken Arok menggigit bibirnja. Wadjahnja mendjadi tegang dan giginja gemeretak. Dengan tergesa-gesa pula ditinggalkan kedua orang itu, jang kemudian mendjadi ke-heran2an.
"Siapa jang ditjarinja" "desis jang seorang.
Kawannja menggelengkan kepalanja "Aku tidak tahu.
Dalam pada itu Ken Arok sama sekali masih belum puas. Ia masih ingin menanjakannja kepada orang lain lagi.
Adalah mungkin sekali bahwa orang-orang itu tidak melihat keda tangan Bango Samparan, karena mereka telah tertidur.
Akhirnja Ken Arok melihat seorang berdiri diudjung perkemahan, Didjindjingnja dua buah lodong air. Agaknja orang itu akan pergi kesungai untuk mengambil air, jang akan direbus untuk minum orang-orang jang sedang bekerdja.
"He "panggil Ken Arok. Orang itu adalah seorang dari Panawidjen. Ketika ia melihat Ken Arok bergegas mendatanginja, maka orang itu mendjadi berdebar debar.
"Apakah kau melihat Bango Samparan" "bertanja Ken Arok dengan wadjah jang tegang dan nafas ter-engah2.
"Siapa" "bertanja orang itu kembali.
"Bango Samparan. Orang Panawidjen itu menggelengkan kepalanja "Aku belum pernah mendengar nama itu. Bango Samparan.
"Semalam ia berada disini.
Orang Panawidjen itu masih terheran-heran.
"Apakah kau tidak melihatnja"
"Seandainja aku melihatnja, aku djuga belum mengenalnja. "djawab orang Panawidjen itu.
"Kalau kau melihat orang asing disini, bertubuh gemuk agak pendek, berwadjah keras, itulah dia. Bango Samparan. Apakah kau melibat"
Orang Panawidjen jang membawa lodong bambu itu berpikir sedjenak. Ditjobanja untuk meng-ingat2 apakah ia melihat orang seperti jang dikatakan oleh Ken Arok itu. Tetapi akhirnja ia menggelengkan kepalanja sambil berkata "Tidak Aku tidak melihatnja.
Ken Arok mengerutkan keningnja. Wadjahnja mendjadi semakin tegang. Ter-bata2 ia bertanja "Benarkah itn" Kau tidak melihatnja disini"
Sekali lagi orang itu menggeleng "Tidak, aku tidak melihatnja.
Sorot mata Ken Arok mendjadi semakin aneh. Tiba-tibasadja ia memutar tubuhnja dan berdjalan ter-gesa-gesa kembali kegubugnja.
Orang-orang Panawidjen jang membawa lodong bambu itu berdiri ter-nganga2. Ia tidak tahu apakah jang sedang bergolak dihati anak muda itu. Sambil memiringkan kepalanja ia mengangkat bahu. Kemudian meneruskan langkahnja kesungai untuk mengambil air.
Ken Arok jang mendjadi semakin bingung itu segera masuk kedalam gubugnja. Dibantingnja tubuhnja diatas pemparingannja. Sehelai tikar pandan jang kasar.
"Apakah aku telah didatangi oleh hantu Karauta, jang sebenarnja hantu" " desisnja.
"Tidak " pertanjaan itu dibantahnja sendiri " dalam pengembaraanku dipadang ini aku belum periah menemui hantu itu.
Jang ada adalah hantu Karautan jang dikenal oleh orang-orang disekitar padang ini Hantu Karautan, Ken Arok. Tidak ada hantu jang lain.
Dengan gelisahnja Ken Arok itu bangkit, berdiri dan berdjalan mondar-mandir.
"Gila. Apakah aku sudah gila dan didalam kegilaanku itu aku bermimpi bertemu dengan Bango Samparan jang sedang bermimpi pula" Tetapi mimpi Bango Samparan itu djauh lebih gila dari mimpiku sendiri.
"Tidak, tidak " tiba-tibaKen Arok itu berdesis " aku tidak mau mendengar mimpi jang terlampau gila itu. Apakah mimpi itu disampaikan oleh Bango Samparan sendiri, atau .hanja sekedar didalam mimpiku atau oleh hantu Karautan sekalipun.
Tiba-tibaKen Arok teringat bahwa semalam Bango Sampa ran itu datang bersama dua orang pengawal, dan bahkan beberapa orang jang berada, didalam gubug disekitarhja terbangun karena suara tertawa Bango Samparan. Beberapa orang ter-batuk2 dan beberapa orang jang lain mendehem keras2.
Sekali lagi Ken Arok melontjat keluar dari gubugnja Ia ingin mendapat kepastian tentang Bango Samparan. Tetapi ia mendjadi ketjewa ketika ia melihat gubug2 disekitar gubugnja telah mendjadi kosong. Orang-orang itu telah pergi ketempat pekerdjaan mereka masing-masing
"Hem " Ken Arok menggeram " aku harus menemukan kedua orang pengawal itu. Djika mereka semalam bertugas, maka pagi ini mereka mendapat kesempatan beristirahat Mereka pasti tidak ikut bekerdja dengan kawan-kawan mereka.
Maka kini dengan tjepatnja ia melangkah kegubug kedua orang pengawal jang semalam telah membawa Bango Samparan kepadanja. Dengan serta-merta ia menjuruk lewat lubang pintu jang rendah, masuk kedalamnja. Ketika dilihatnja seorang tidur membudjur dipodjok gubug itu, maka segera ia berkata lantang "He, kaukah jang mengawal keperkemahan semalam"
Orang jang sedang tidur berselimut kain pandjang itu terkedjut. Tjepat ia melontjat bangun sambil menggosok ma tanja. Tetapi jang dilihatnja berdiri dimuka pintu adalah Ken Arok.
Namun Ken Arok mendjadi ketjewa melihat orang itu. Orang itu bukan salah seorang dari kedua orang jang meng antarkan Bango Samparan kepadanja.
Meskipun demikian ia bertanja sekali lagi "Apakah Semalam kau bertugas"
"Ja " sahut orang itu.
"Disisi mana" "Disisi Utara "djawab orang itu.
"Dimana kedua kawanmu jang bertugas disisi Selatan, jang telah membawa seorang tamu kepadaku.
"Mereka sedang pergi kesungai.
"Bukankah mereka mendapat istirahat hari ini"
"Ja, mereka sedang mandi dan mentjutji pakaian mereka.
"Hem "Ken Arok menarik nafas dalam " apakah mereka tidak mengatakan kepadamu tentang seorang tamu jang mereka bawa kepadaku semalam"
Orang itu menggelengkan kepalanja "Tidak, mereka tidak mengatakan apa-apa kepadaku.
"Gila, sungguh2 gila "Ken Arok mengumpat didalam hatinja sambil keluar dari gubug itu, tanpa mengutjapkan kata-kata lagi. Orang didalam gubug itupun mendjadi terberan2 melihat tingkah lakunja, pakaiannja jang kusut dan tubuhnja jang kotor oleh keringat dan debu.
"Dari manakah ia semalam" " bertanja orang itu didalam hatinja " setiap orang mentjarinja Bahkan Ki Buyut Pa nawidjen telah mendjadi ketakutan, kalau-kalau ia hilang pula seperti Mahisa Agni.
Dengan lesu Ken Arok itu melangkah kembali kegubugnja. Pikirannja mendjadi semakin kalut. Apabila semalam Ba ngo Samparan tidak datang sesungguhnja kepadanja, maka Ken Arok pasti mendjadi sangat tjemas tentang dirinja sendiri. "Apakah aku sudah mendjadi gila" " pertanjaan itu selalu mengganggunja.
Digubugnja iapun mendjadi sangat gelisah. Sekali ia bangkit berdiri, berdjalan mondar-mandir, kemudian terduduk dengan lesunja.
Tiba-tibasadja ia teringat akan kewadjibannja. Ia sudah berdjandji untuk menjusul orang-orang Panawidjen dan pradjurit Tumapel ketempat mereka bekerdja. Hari ini ia akan menunggui orang-orang jang sedang menjelesaikan bendungan. Karena Itu maka segera ia bangkit dan mengibas-ibaskan pakaiannja.
"Persetan dengan Bango Samparan " gumamnja "aku harus bekerdja. Orang orang itu pasti menunggu. Aku harus segera pergi kepada mereka.
Sedjenak Ken Arbk mendjadi ragu-ragu. Apakah ia harus berganti pakaian lebih dahulu, ataukah ia akan pergi dengan pakaian jang sudah dipakainja itu. Pakaian jang lusuh dan kotor.
"Kalau aku berganti pakaian, mandi dan membersih kan diri lebih dahulu, maka sebentar lagi aku akan mendjadi kotor lagi. Tetapi kalau tidak, terasa tubuhku gatal2 karena debu jang mengendap diwadjah kulit ini.
Akhirnja Ken Arok memutuskan untuk begitu sadja pergi kebendungan. Ia tidak akan berganti pakaian. Dengan pakajan jang kusut itu ia akan bekerdja ber-sama-sama orang-orang Panawidjen dan para pradjurit Tumapel.
"Dibendungan aku dapat membersihkan badanku, mengeringkan disinar matahari lalu mulai bekerdja ber-sama-sama dengan mereka.
Sedjenak kemudian Ken Arokpun melangkah keluar gubugnja sambil menjambar sepotong ubi rebus. Sambil mengunjah ia berdjalan meninggalkan gubugnja. Kepada seorang pengawal jang didjumpainja ia berkata "Aku pergi kebandungan. Kalau kau melihat orang asing disini bertanjalah kepadanja, apakah namanja Bango Samparan.
Pengawal itu mengangguk "Baik "djawabnja.
"Kalau orang itu menunggu aku, biarlah ia menunggu digubugku sampai aku pulang.
"Baik. Ken Arokpun segera pergi ke-bendungan menjusul orang-orang Panawidjen dan para pradjurit Tumapel jang bekerdja disana.
Sementara itu para pradjurit jang bekerdja disendang buatan mendjadi saling ber-tanja2 "Kekuatan apakah jang tersembunji didalam diri Ken Arok.
"Kita mengenal beberapa orang sakti "- gumam salah seorang pradjurit jang bekerdja disendang "mungkin beberapa orang guru jang tinggal di-padepokan2. Tetapi kita tidak mendjadi heran melihat kelebihan2 mereka. Se-olah-olah sudah seharusnja mereka memiliki kelebihan dari kita. Tetapi kita mendjadi heran melihat orang-orang muda jang luar biasa seperti pemimpin para pradjurit pengawal istana, Witantra. Kemudian adik seperguruannja Mahendra dan Kebo Idjo. Kita heran djuga melihat beberapa orang jang lain. Tetapi keheranan kita tidak me-londjak2 seperti kali ini.
Kawannja jang diadjak berbitjara meng-angguk-anggukkan kepalanja. Kemudian katanja "Ada dua orang sepengetahuanku jang telah membingungkan nalarku.
"Siapa" Witantra itu"
"Bukan. Betapa saktinja kakang Witantra, tetapi aku masih dapat mentjapainja dengan nalar dan pertimbangan.
"Lalu siapa" "Jang pertama adalah Akuwu Tunggul Ametung. Kau ingat, ketika dengan tangannja ia membunuh seekor gadjah, mau"
"Ja, harimau jang membunuh seorang srati gadjah itu.
"Ja, akibatnja gadjahnja mengamuk. Gadjah jang bodoh itu tidak tahu, siapakah jang bersalah. Gadjah itu tidak tahu bahwa sebenarnja Akuwu Tunggul Ametung menolong sratinja, tetapi djustru menjerang Akuwu. Bukankah begitu"
Kawannja meng-angguk-anggukkan kepalanja "Ja, ja aku ingat.
Hampir sadja Akuwu mati terindjak gadjah itu.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetapi hal itu tidak terdjadi. Dan itulah adjaibnja. Tiba-tiba Akuwupun marah. Dengan penggadanja jang kuning berkilauan, Akuwu memukul kaki gadjah itu. Kaki depannja. Seketika itu gadjah jang mengamuk itu djatuh terdjerembab. Lumpuh.
Kawannja meng-angguk-anggukkan kepalanja "Ja, gadjah itu lumpuh. Seandainja Akuwu mendjadi mata gelap, maka ia akan mampu membunuh gadjah jang sudah lumpuh itu.
"Ja, ia adalah orang jang aneh jang pertama aku lihat.
"Dan jang lain" Jang seorang lagi"
"Jang seorang adalah orang ini, Ken Arok. Adalah tidak masuk akal bahwa seorang diri ia dapat memindahkan batu-batu sekian banjaknja. Bukan sadja sedemikian banjaknja, tetapi lihatlah. Batu-batu sebesar itu, batu-batu jang harus dipikul oleh dua tiga orang. "
Orang itu meng-gelengkan kepalanja "Mustahil, mustahil.
"Tetapi hal itu sudah terdjadi.
"Ja "kawannja terdiam. Dipandanginja batu-batu jang besar itu dengan sorot mata jang aneh.
Sedang kawannja jang lain bergumam "Ada dua orang aneh diistana Tumapel. Tetapi jang seorang adalah Akuwu Tumapel sedang jang lain hanjalah seorang pelajan dalam, jang kali ini mendapat kepertjajaan memimpin pembuatan bendungan dan sendang.
Para pradjurit itu menarik nafas dalam-dalam. Mereka mengangkat pundak mereka sambil berdesis "Aneh.
Beberapa orang masih djuga mentjoba mendjadjagi kekuatan Ken Arok dengan mentjoba mengangkat batu-batu jang besar dan berat. Tetapi bertiga batu itu baru terangkat. Kemudian mereka harus memindahkan batu-batu itu dan memasang pada dinding jang sedang mereka buat, maka mereka memanggul batu-batu itu dengan tali dan sepotong kaju. Ber-sama-sama enam orang sekaligus.
Namun kekaguman itu telah mendorong para pradjurit Tumapel untuk bekerdja semakin keras. Beberapa.orang meng anggap bahwa Ken Arok telah marah kepada mereka karena mereka bekerdja- terlampau lamban. Tetapi anak muda itu tidak mau menjatakan kemarahannja. Karena itu maka di sindirnya para pradjurit itu dengan suatu perbuatan jang aneh. Memindahkan batu-batu besar dan ketjil jang tjukup banjak itu seorang diri. Se-olah-olah ia ingin berkata "Beginilah tjara kita bekerdja. Djangan terlampau lamban dan malas.
Sementara itu Ken Arok sendiri telah berada dibendungan. Sedjenak ia membersihkan dirinja kemudian berdjemur sedjenak sambi! melihat orang-orang jang sedang bekerdja. Ketika tubuhnja telah kering dan kesegaran pagi telah mendjalar kesegenap urat nadinja, maka mulai pulalah ia bekerdja Tetapi apa jang dilakukan kali ini sama sekali tidak ada bedanja dengan kerdja jang dilakukan oleh orang-orang lain. Meng angkat brundjung-brundjung bambu ketjil jang sudah bersisi batu ber sama-sama dengan lima atau enam orang. Mengangkat batu-batu besar untuk diletakkan diantara berundjung2 itu ber-sama-sama dengan dua tiga orang. Sama sekali tidak nampak kelebihannja dari orang-orang lain jang bekerdja bersamanja.
Ketika Ken Arok telah tenggelam didalam kerdja, maka untuk sedjenak ia melupakan Bango Sampaian dan melupakan mimpi ajah angkatnja jang gila itu. Ditjurahkannja segenap perhatiannja kepada bendungan, susukan induk dan parit parit. Hatinja se-olah-olah membusung apabila dilihatnja pedati-pedati jang memuat batui, tanah dan segala matjam perlengkapan, kemudian orang-orang Panawidjen ber-sama-sama dengan para pradjurit Tumapel melunakkan tanah dengan banjak2. Sebagian lagi mengisi brundjung-brundjung bambu dengan batu dan meletakkannja dibendungan jang sudah, mendjadi semakin tinggi.
"Bendungan itu hampir selesai " berkata Ken Arok didalam hatinja " aku selandjutnja akan dapat mempergunakan orang-orang itu untuk menjelesaikan sendang dan taman buatan itu. Orang-orang Panawidjen pasti akan bersedia membantu, sedang jang sebagian lagi mulai membadjak tanah untuk persawahan.
Ken Arok meng-angguk-anggukkan kepalanja. "Aku harus menjiapkan semuanja tepat pada waktunja.
Demikianlah maka orang-orang Panawidjen dan para pradju rit Tumapel itu bekerdja keras untuk membangunkan suatu harapan bagi masa depan. Bagi anak tjutju. Mereka tidak sekedar berpikir tentang diri mereka. Tetapi jang penting bagi mereka adalah, mereka telah berbuat. Mereka telah memberikan sesuatu bagi anak tjutju mereka Dengan demikian maka kehadiran mereka dalam urutan turun tumurun tidak akan membuat anak tjutju mereka mcnjesal. Anak tjutju mereka tidak akan mengatakan, bahwa tataran keturunan jang ini adalah tataran jang paling djelek diantara j/arss keturunan karena telah mengabaikan usaha untuk anak tjutju mereka.
Orang-orang jang bekerdja itu sama sekali tidak menghiraukan ketika matahari memandjat semakin tinggi. Mereka tidak menghiraukan terik jang sc-akan-akan membakar punggung mereka jang telandjang.
Sedang maatharipun merajap semakin tinggi. Setelah di lampauinja puntjak langit, maka datanglah saatnja pcrdjalanan itu berganti menurun. Semakin lama semakin rendah, sehingga akhirnja tjahajanja mendjadi ke-merah-merahan.
Orang-orang jang sedang bekerdja dibendungan, di-parit-parit dan ditamanpun sampai pada batas waktu mereka. Mereka akan segera beristirahat. Setelah mengeringkan keringat mereka, maka be-ramai2 mereka mandi. Sedjenak kemudian maka bendungan itu telah mendjadi sepi. Orang-orang Panawidjen dan para pradjurit Tumapel telah kembali kegubug masing-masing. Me ngambil makan mereka, kemudian duduk2 beristirahat sambil ber-tjakap2 tentang banjak bal jang dapat menghibur kelelahan mereka.
Dalam pada itu dua ekor kuda berlari tidak terlampau tjepat mendekati bendungan jang telah mendjadi sepi itu. Beberapa ratus langkah dari bendungan itu, keduanja berhenti. Samar2 dalam tjahaja sendja salah seorang daripada mereka berkata "Apakah bendungan itu tidak didjaga"
Jang lain menggelengkan kepalanja "Aku tidak tahu paman.
Orang jang pertama, jang masih sadja berusaha mentjari djalan untuk dapat menghubungi bakal permaisuri Tumapel, menengadahkan wadjahnja. Dan dilihatnja langit mendjadi semakin suram.
"Aku tidak segera dapat berhubungan dengan seseorang jang dapat aku pertjaja. Sebarusnja kau, bekas seorang Pelajan-dalam, akan dapat lebih mudah melakukannja. Tetapi ternjata aku terlampau bodoh.
"Namaku telah dikenal oleh hampir setiap orang Tumapel. Aku kira merekapun sekarang mengetahui apa jang telah terdjadi dengan diriku, sehingga tidak seorangpun lagi akan mempertjajai aku.
Jang lain, jang berwadjah beku, menganggukakan kepalanja. Ja, aku dapat mengerti Kuda-Sempana. "orang itu, Kebo Sindet, terdiam sedjenak. Kemudian ia melandjutkan "Bagaimana dengan Ken Arok"
"Aku kira kita tidak akan mendapat kesempatan "djawab Kuda-Sempana "aku belum demikian mengenalnja.
"Dengan upah jang tjukup tinggi" Atau dalam pembagian jang adil"
Kuda-sempana menggeleng Aku tidak tahu. Tetapi ternjata anak gila itu kini mendapat kepertjajaan dari Akuwu Tunggul Ametung. Mungkin ia berpendirian teguh, dan kita akan terdjebak karenanja.
Kebo Sindet tidak mendjawab. Dipandanginja arah ben dungan jang mendjadi semakin kabur.
"Aku akan pergi ke Tumapel untuk mentjari orang-orang jang dapat bekerdja bersama dengan aku, mendjual Mahisa Agni kepada adiknja. "berkata Kebo Sindet dalam nada jang datar.
Ternjata Kuda-Sempanapun kini wadjahnja telah hampir membeku pula. Kesan dari kata-kata itu sama sekali tidak tampak diwadjahnja. Dengan nada datar pula ia bertanja "Apakah aku harus ikut serta bersama paman"
"Ja, kau harus pergi bersamaku. Selalu. Aku tidak dapat meninggalkan kau sendiri digoa itu. Aku tidak ingin kau membunuh Mahisa Agni jang masih lemah.
"Aku tidak akan membunuhnja, dan Mahisa Agni sudah mendjadi tjukup segar"
"Kau ingin berkelahi melawannja.
"Tidak. Tetapi aku tidak pertjaja kepadamu, sebab kau menjimpan dendam jang tidak terkatakan. Kau harus pergi bersamaku. Kau tidak boleh bertemu Mahisa Agni tanpa aku. Sedang Mahisa Agni sementara ini harus tetap hidup.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Ia kini sama sekali sudah tidak mempedulikan lagi terhadap Mahisa Agni, terhadap bendungan, terhadap Ken Dedes dan bahkan terhadap diri sendiri.
"Marilah, djangan risaukan Mahisa Agni. Ia tidak akan dapat keluar dari daerah rawa-rawa. Ia tahu apa jang tersembunji didalam air itu. Lumpur, dan binatang2 berbisa. Hanja akulah jang mengenal djalan jang paling aman. Kau pun tidak.
Kuda Sempana tidak mendjawab. Sedang wadjahnjapun tidak menundjukkan kesan apapun. Bel u, hampir seperti wadjah Kebo Sindet, meskipun kadang-kadang wadjah itu masih djuga bergerak dan memberikan kesan.
Kedua ekor kuda itu mulai bergerak lagi. Mereka tidak mendekati bendungan dan perkemahan orang" Panawidjen, tetapi mereka menjusur sungai diseberang perkemahan.
"Aku harus menemukan seseorang jang dapat menjampaikan penawaran kepada tjalon permaisuri itu. "gumam Kebo Sindet " apakah diperkemahan itu tidak ada seorangpun jang dapat dipertjaja dan dibawa bekerdja bersama"
Kuda-Sempana menggelengkan kepalanja "Aku tidak tahu.
"Kita djandjikan upah se-tinggi2nja. Kalau perlu apa sadja jang diminta akan kita penuhi.
Kalau permintaanja tidak masuk akal, dan melampaui kemampuan paman, bahkan melebihi tawaran jang akan paman terima dari Ken Dedes.
Kebo Sindet terdiam sedjenak, tetapi ia berpaling memandangi Kuda-Sempana jang berkata ddisampingnja. Kemudian terdengar orang itu berdesis dengan suara jang dalam, jang se-olah-olah hanja me-lingkar2 didalam perutnja "Kau memang bodoh sekali.
Lebih bodoh dari jang aku duga Baik Ken Arok, maupun orang lain tidak akan mengurangi pendapatan kita.
Kuda-Sempana mendjadi heran mendengar djawaban itu. Tetapi ia tidak bertanja. Dibiarkannja Kebo Sindet memberinja pendjelasan "Mereka tidak akan pernah mengenjam hasil dari djerih pajah mereka.
"Kenapa" "akhirnja terdengar Kuda-Sempana berdesis.
"Mereka akan mati demikian pekerdjaan mereka selesai.
"Mereka akan paman bunuh"
"Tentu. Mereka akan mati. Semua hasilnja akan djatuh ketangan kita. Kau mengerti"
Kuda-Sempana meng-angguk-anggukkan kepalanja, tetapi dadanja terasa berdesir. Ternjata Kebo Sindet memang benai2 seorang jang gila. Ia tidak memperhitungkan tjara apapunjang dipergunakannja untuk mendapatkan harta. Sedangkah harta benda dan kekajaan jang tidak terkira itu hanja ditimbunnja sadja didalam goa jang terasing.
"Tidak masuk akal "desis Kuda-Sempana didalam hatinja "orang ini benar-benar sudah tidak waras. Ia tidak beranak isteri, tidak bersanak kadang. Buat apa ia menimbun segala matjam harta benda didalam goa itu"
Namun Kuda-Sempana sendiri menjadari kemungkinan" jang bakal dialami Apabila pekerdjaan tentang Mahisa Agni ini selesai, maka iapun akan mengalami nasib serupa dengan orang-orang jang sedang ditjari oleh Kebo Sindet. Kali ini ia masih mungkin untuk diperalat, menghubungi orang-orang dalam jang bersedia berchianat dengan djandji jang menjenangkan. Tetapi orang itu kemudian akan mati, dan ia sendiripun akan mati pula.
cedjenak kemudian merekapun saling berdiam diri. Dengan agak ragu-ragu Kebo Sindet meninggalkan bendungan dan ..mendjauhi perkemahan orang-orang Panawidjen dan para pradjurit Tumapel. Ternjata Kuda-Sempana tidak dapat menghubungkannja dengan siapapun dari perkemahan ini. Djuga Ken Arok sangat meragukannja. Apakah anak muda itu dapat dikail dengan djandji.
Tetapi Kebo Sindet tidak perlu ter-gesa-gesa. Kalau mungkin hubungan itu dapat dapat dilakukan sebelum hari perkawinan, tetapi kalau gagal, maka sesudah Ken Dedes mendjadi permaisuripun, pasti akan berhasil djuga. Mungkin Ken Dedes akan dapat didjadikannja sapi perahan. Setiap knli dituntutnja sedjumlah uang dan perhiasan, tetapi Mahisa Agni tidak djuga dilepaskan untuk mengadjukan tuntutan2 berikutnja. Ken Dedes dapat mempertjajakan kepada orang hambanja, untuk melihat di-tempat2 tertentu, sudah tentu tidak disarangnja, bahwa Mahisa " ( 2 kata tidak terbaca) ....
Kebo Sindet kadang-kadang tersenjum sendiri didalam hati, meskipun wadjahnja tetap membeku. Rentjana ini ternjata masih lebih baik dengan rentjananja untuk mempergunakan nama Empu Sada.
"Persetan dengan Empu gila itu, katanja didalam hati " asal sadja ia tidak menghalangi.
Kuda-kuda itu berdjalan semakin lama semakin djauh. Tidak terlampau tjepat. Bahkan se-akan-akan mereka sedang bertjengkerama diluasnja padang rumput jang berwarna ke-kuning2ngan. Sekati" mereka melewati gerumbul-gerumbul perdu jang berwarna kelam.
Tiba-tiba Kebo Sindet bergumam "Kuda Sempana Kita akan sering melewati tempat ini Siapa tahu, suatu ketika kita akan bertemu dengan seseorang jang dapat kita djadikan alat, untuk menjampaikan penawaran kita kepada Ken Dedes.
Kuda-Sempana tidak mendjawab. Dan Kebo Sindetpun tidak berbitjara lagi. Sambil berdiam diri mereka meneruskan perdjalahan mereka ke Tumapel untuk melihat-lihat sadja kemungkinan jang dapat mereka lakukan.
Sementara itu Ken Arok sedang marah-marah didalam gubugnja. Ketika ia pulang dari bendungan, maka segera ia ingin berganti pakaian karena pakaiannja telah mendjadi sangat kusut dan kotor. Semalam pakaian itu telah dipakainja untuk me-lontar2kan batu, dan sehari ini dipakainja untuk bekerdja dibendungan. Karena itu maka pakaiannja itu telah penuh dengan debu.
Tetapi ketika ia membuka seikat bungkusan disudut gubugnja, tempat ia menjimpan pakaian maka tiba-tibaia mengumpat. Ternjata didalam bungkusan itu hanja terdapat seonggok rumput kering.
"Hem, siapakah jang telah membuat gila ini" " tanpa sesadarnja Ken Arok berteriak.
Beberapa orang mendengar suara teriakan itu, dan dengan ter-gesa-gesa mereka mendatangi. Mereka tertegun melihat bungkusan rumput kering disudut gubug Ken Arok, disamping pembaringannja.
"Siapa he, siapa jang telah berbuat gila" Apakah aku harus bertindak kasar"
Tak seorangpun jang mendjawab.
"Panggil pengawal " teriak Ken Arok marah.
Beberapa orang dengan ter-gesa-gesa mentjari pradjurit jang siang ini bertugas mengawal perkemahan ini.
Sedangkan beberapa orang lain berkerumun, saling berguman diantara mereka, siapakah jang telah berbuat tidak sepantasnja itu. Seandainja orang itu bermaksud membuat suatu lelutjon, maka sendau-gurau jang demikian itu sangat melampaui batas. Apalagi apabila ada diantara mereka jang sengadja mengambil pakaian Ken Arok jang hanja beberapa lembar, maka perbuatan itu akan merupakan tjela bagi seluruh pradjurit Tumapel atau orang-orang Panawidjen.
Ketika dua orang pengawal datang ke gubug itu dan melihat orang berkerumun, hatinja mendjadi berdebar-debar. Apalagi ketika mereka masuk kedalam gubug itu. Dengan lantangnja Ken Arok berteriak "Libat, lihat"
Mata kedua orang itu terbelalak ketika mereka melihat sebungkus rumput kering disudut gubug Ken Arok, disamping pembaringannja. Mula-mula mereka tidak mengerti, apa kah maksud Ken Arok dengan menundjuk seonggok rumput kering itu. Namun kemudian mereka mengerti, bahwa seharusnja pakaianlah jang pantas dibungkus ditempat itu.
"Apakah kau sudah melihat"
"Ja " hampir bersamaan kedua pradjurit itu mendjawab.
"Lalu apa katamu" " bertanja Ken Arok pula.
Keduanja menggelengkan kepalanja. Salah seorang dari mereka berkata " Aku tidak dapat mengerti. Aku mengawal perkemahan ini dengan baik. Aku tidak melihat seorangpun masuk atau keluar dari gubug ini. Seandainja itu karena kechilafanku, maka aku dapat menundjukkan siapa sadja jang hari ini bertugas di perkemahan, didapur dan mereka jang sedang beristirahat karena semalam mereka bertugas.
"Panggil mereka. " bekata Ken Arok. Nadanja meninggi dan wadjahnja mendjadi tegang panggil mereka. Aku tidak senang dengan lelutjon jang tidak pantas ini.
Kedua pengawal itu mengangguk. Salah seorang diantara mendjawab " Baik. Kami akan memanggil mereka semua.
Kedua orang itupun kemudian keluar dari gubug Ken Arok. Beberapa orang lain membantunja memanggil orang-orang jang oleh kedua pengawal itu disebut namanja.
Didalam gubuknja Ken Arok hampir tidak sabar menunggu kedatangan kedua orang pengawal itu. Ketika keduanja datang, maka orang-orang jang mereka panggilpun satu-satu segera menjusul masuk keadalam gubukg itu.
Hampir sadja Ken Arok mem-bentak2 mereka dengan marahnja seandainja Ki Buyut Panawidjen tidak segera masuk kedalam gubuk itu pula. Ternjata peristiwa itu sudah pula terdengar oleh orang-orang Panawidjen, sehingga wadjah Ken Arak mendjadi agak ke marah-marahan.
"Maaf Ki Buyut aku sedang mengurus sesuatu peristiwa jang memalukan. Sebenarnja aku hanja ingin mengatakan kepada mereka, bahwa hal jang demikian sebaiknja tidak terulang. Permainan jang keterlaluan.
Ki Buyut Panawidjen jang telah landjut itu mengangguk-anggukan kepalanja. Ia pun agaknja tidak senang melihat kedjadian itu. Kedjadian itu akan dapat menimbulkan ketegangan-angan didalam perkemahan ini. Tetapi orang tua itu tidak segera mentjampuri persoalannja, karena Ki Buyut menganggap bahwa persoalan itu masih terbatas pada pradjurit pradjurit Tumapel sendiri.
Meskipun demikian Ki Buyut itu berkata "Kedjadian ini patut disesalkan ngger.
"Ja, Ki Buyut. Aku harus sekali-sekali bertindak terhadap orang-orang jang tidak dapat menempatkan dirinja, menjesuaikan diri dengan keadaan.
Ki Buyut meng-angguk-anggukkan kepalanja, Sementara itu orang- jang dipanggil oleh Ken Arok telah berkumpul berdjedjal-djedjal didalam gubug itu. Tetapi karena didalam gubug itu pula ada Ki Buyut Panawidjen, maka Ken Arok bersikap agak hati2.
"Apakah kalian berada diperkemahan siang ini"- ia bertanja.
Orang-orang itu2 menganggukan kepala mereka. Beberapa diantara mereka mendjawab "Ja, kami siang ini berada disini.
"Lihat, apakah jang terdjadi disini"
Tak seorangpun jang menjahut. Mereka melihat seonggok rumput kering.
"Ketika aku meninggalkan gubug ini, sebagai orang jang terakhir karena kelambatanku, bungkusan ini adalah bungkusan pakaian.
Tetapi sekarang jang ada disini adalah seonggok rumput. Aku tidak menjajangkan pakaianku jang hilang, sebab aku akan dapat memindjam salah seorang dari kalian dan besok akan dapat memohon ganti kepada Akuwu, tetapi sendau-gurau jang demikian sangat menjakitkan hati. Aku minta siapa jang telah berbuat, segera menjatakan dirinja. Kali ini aku tidak akan berbuat apa-apa, tetapi ingat, hal ini tidak boleh terulang.
Orang-orang itu saling berpandangan. Tetapi wadjah-wadjah mereka menundjukkan perasaan mereka jang mendjadi tjemas.
Sedjenak mereka tidak dapat berkata sepatah katapun sehingga mereka mendengar Ken Arok berkata "Djangan menunggu aku mengambil tindakan.
Salah seorang pradjurit jang sudah setengah umur kemudian mendjawab "Aku kira, tidak seorangpun dari kami jang berbuat demikian. Kami tahu menempatkan diri kami. Meskipun kadang-kadang kami bergurau hampir tidak terkendali, tetapi kami tidak akan sampai tindakan sedjauh itu.
Ken Arok mengerutkan keningnja. Ia dapat memahami djawaban itu. Tetapi ia tidak dapat mengerti bahwa bal itu dapat terdjadi.
Sedjenak Ken Arok berdiam diri sambil memandangi wadjah-wadjah jang ada disekitarnja. Ketika terpandang oleh ja wadjah dua orang jang semalam mengawal perkemahan, dan sehari ini beristirahat diperkemahan, maka tiba-tibaia berkata "Baik. Baik. Semua keluar dari gubug ini. Semuanja, ketjuali kedua orang ini.
Kedua pengawal itu mengerutkan kening mereka. Pada mereka mendjadi berdebar-debar. Sedang beberapa orang kawan merekapun memandang mereka dengan penuh pertanjaan. "
Apakah jang telah mereka lakukan"
Sesaat kemudian satu-satu orang-orang didalam ruangan itu mengalir keluar. Jang tinggal didalam gubug itu kemudian tinggaliah kedua pengawal itu, Ken Arok dan Ki Buyut Panawidjen.
Meskipun demikian para pradjurit jang berkerumun masih sadja berkerumun. Mereka berdiri ber-djedjal2 diluar pintu gubug Ken Arok.
Tetapi agaknja Ken Arok tidak senang melihat mereka. Karena itu maka ia melangkah kemuka pintu sambil berkata "Sudahlah. Kembalilah kalian kedalam gubug kalian masing-masing. Aku kira tidak ada lagi jang akan aku persoalkan. Aku tahu bahwa tidak ada diantara kalian jang telah melakukannja.
Sedjenak para pradjurit itu saling berpandangan. Dan mereka mendengar Ken Arok berkata selandjutnja "Kembalilah dan beristirahatlah. Lupakan peristiwa ini. Aku akan menjelesaikannja sendiri tanpa mengganggu kalian lagi.
Meskipun hati para pradjurit itu masih diganggu oleh berbagai pertanjaan, terutama tentang kedua kawannja jang masih berada didalam gubug Ken Arok, namun mereka terpaksa meninggalkan tempat itu kembali kedalam gubug masing-masing-masing, meskipun mereka masih tetap menunggu apa jang akan terdjadi atas kedua kawannja.
Setelah nara pradjurit meninggalkan tempat itu, maka Ken Arokpun kembali masuk kedalam ruangan gubugnja jang diterangir oleh sebuah pelita minjak jang tersangkut pada tiang bambu. Sinarnja jang redup berguntjang ditiup angin padang jang agak keras.
Sedjenak ruangan itu ditjengkam oleh kesepian. Namun kesepian jang tegang. Kedua pradjurit jang semalam mengawal perkemahan itu masih berdiri tegak seperti tonggak. Se kali2 mereka saling berpandangan. Namun kemudian mereka kembali mendengar djantung masing-masing berdebaran.
Mereka terkedjut ketika tiba-tiba Ken Arok memetjah kesepian. Djustru dengan nada jang rendah per-lahan-lahan " Duduklah!
Sekali lagi mereka saling berpandangan. Dan sekali lagi mereka mendengar suara Ken Arok lunak "Duduklah. "Kemudian kepada Ki Buyut Panawidjen Ken Arok memper silahkan pula "Silahkan Ki Buyut, duduklah.
Mereka berempat kemudian duduk berkeliling. Sedjenak mereka saling berdiam diri, namun kemudian Ken Arok mulai berbitjara kepada kedua pradjurit itu "Apakah kalian semalam mengawal perkemahan ini"
Hampir bersamaan mereka mendjawab " Ja, kami mengawal perkemahan ini semalam.
Ja, aku bertemu kalian semalam " sahut Ken Arok. Tetapi sedjenak ia mendjadi ragu-ragu. Ia ingin bertanja kepada kedua pengawal itu tentang seorang jang bernama Bango Samparan. Namun ia takut mendengar djawabannja. Seandainja kedua pradjurit itu menggelengkan kepala mereka dan berkata, bahwa mereka tidak melihat seorangpun, maka itu berarti bahwa otaknja sendiri sudah tidak wadjar lagi. Karena itu untuk sesaat Ken Arok terdiam.
Dipertimbangkannja baik-baik pertanjaan2 jang bergelut didalam dadanja, supaja tidak meluntjur berdesak2an sehingga membajangkan kegelisahannja.
Baru sedjenak kemudian Ken Arok itu bertanja " Kau -hari ini beristirahat"
Keduanja rneng-angguk-anggukkan kepalanja dengan ragu-ragu "Ja " djawab mereka.
"Bukankah kau semalam datang kepadaku ketika aku ber-djalan-jalan diluar gubug ini"
"Ja. Kami memang datang kemari.
Ken Arok mengerutkan keningnja. Sekali lagi ia mendjadi ragu-ragu. Kenapa ia mesti bertanja. Kenapa kedua orang itu tidak berkata kepadanja bahwa semalam mereka mengantarkan seseorang kepadanja.
"Semalam udara didalam gubug terlampau panas. Aku berdjalan keluar ketika kalian datang. Bukankah begitu"
Kedua pradjurit itu mendjadi heran mendengar pertanjaan Ken Arok jang me-lingkar2 itu. Namun mereka mendjawab pula " Ja, udara memang terlampau panas semalam.
"Oh " desah Ken Arok didalam hatinja. Tetapi akhirnja ia tidak sabar lagi menunggu kedua orang itu berkata dengan sendirinja tentang peristiwa semalam jang dapat mendjawab pertanjaan2 didalam hatinja. Djawaban kedua orang itu tidak dapat disimpulkannja, apakah mereka datang hanja berdua atau dengan seseorang lain. Karena itu maka Ken Arok tidak lagi menunggu. Langsung ia bertanja dengan dada jang ber-debar-debar " Apakah kau semalam membawa seseorang kepadaku" Seorang tamu"
Wadjah Ken Arok mendjadi tegang selama ia menunggu kedua orang itu mendjawab. " Kalau mereka menggeleng berkata Ken Arok didalam hatinja " ternjata aku telah mendjadi gila. Aku telah melihat apa jang sebenarnja tidak pernah ada.
Hampir terlondjak Ken Arok ketika mendengar orang itu mendjawab " Ja, kami semalam mengantarkan seseorang kemari. Seorang tamu.
"Oh " Ken Arok menundukkan kepalanja. Kedua tangannja menjangga keningnja seolah-olah kepala itu mendjadi terlampau berat.
Kedua pradjurit itu, Ki Buyut Panawidjen, mendjadi heran melihat tingkah lakunja, sehingga orang tua itu bertanja " Apa jang telah terdjadi, ngger.
"Oh "tergagap Ken Arok mendjawab "tidak apa-apa Ki Buyut.
Aku hanja dibingungkan oleh perasaanku sendiri. "Kemudian kepada kedua pradjurit itu ia ingin mejakinkan dirinja sendiri "Djadi kalian semalam telah membawa Bango Samparan kepadaku"
"Ja, seseorang "djawab mereka. "Bukan orang Panawidjen dan bukan dari Tumapel.
"Ja, ja. Orang itu adalah Bango Samparan. "Ken Arok menarik nafas dalam-dalam.
"Aku tidak gila " katarja didalam hati "aku tidak gila. Bango Samparanlah jang gila.
"Meskipun demikian, Ken Arok tidak dapat ingkar kepada diri sendiri, bahwa apa jang telah terdjadi itu, kegelisahan, kebingungan dan ke-ragu-raguan, adalah akibat dari mimpi jang gila jang didengarnja dari mulut Bango Samparan. Seandainja ia tidak pernah mendengar mimpi itu, maka ia tidak akan bingung seandainja Bango Samparan itu benar-benar tidak pernah datang sekalipun.
Tetapi Bango Samparan itu ternjata benar-benar telah datang digubugnja. Bango Samparan itu telah bertjeritera kepadanja tentang sesuatu jang telah membuatnja gelisah. Kalau tidak, maka ia tidak akaa bingung bertanja kepada orang-orang jang didjumpainja tentang seseorang jang bernama Bango Samparan. Kalau pikirannja tidak sedang dikatjaukan oleh angan-angan jang gila jang diutjapkan oleh Bango Samparan itu, maka ia akan tjukup tenang untuk bertanja kepada orang-orang jang langsung berkepentingan.
Kedua orang pradjurit itu masih sadja duduk dengan penuh menjimpan pertanjaan didalam dadanja. Ia masih belum tahu hubungan jang djelas antara se-onggok rumputku dengan tamu Ken Arok semalam.
Sedjenak mereka saling berdiam diri. Ki Buyut Panawidjen hanja meng-angguk-anggukkan kapalanja sadja, karena ia tidak tahu udjung pangkal dari pembitjaraan mereka tentang tamu jang dibawa oleh kedua pradjurit itu.
Jang mula-mula memetjah kesepian adalah suara Ken Arok datar "Aku minta maaf kepada kalian. Mungkin kalian mendjadi gelisah atau tjemas. Aku memang terlampau tergesa-gesa.
Kedua pradjurit itu saling berpandangan, tetapi kedua nja tidak mendjawab.
Dan karena keduanja diam sadja, maka Ken Arok meneruskan "
Sampaikan pula kepada setiap orang Panawidjen jang ikut mendjadi gelisah pula seperti kalian. Aku jakin bahwa mereka kini masih sadja diliputi oleh pertanjaan tentang diri kalian berdua. Nah, sekarang kembalilah kalian kegubug kalian. Sampaikan permintaan maafku kepada semua pradjurit.
Sekali lagi kedua pradjurit itu saling berpandangan. Salah seorang dari mereka bertanja "Apakah jang sebenarnja telah terdjadi"
Ken Arok berpaling sedjenak, memandangi seonggok rumput disamping pembaringannja. Katanja "Dalam kegelisahan aku terlampau tjepat mendjadi marah. Apa jang kalian lihat disini sebenarnja tidak ada hubungannja dengan kalian. Kalian tidak usah berpikir tentang rumput kering itu. Itu pasti pokal tamu semalam. Aku kira ia pergi ketika aku sedang berada disendang jang sedang dibuat itu. Dan tamuku itu pulalah jang telah membawa seluruh pakaianku dan menggantinja dengan seonggok rumput kering.
Kedua pradjurit itu meng-angguk-anggukkan kepalanja sambil menarik nafas dalam-dalam, sedang Ki Buyut Panawidjen meng-angguk-anggukkan pula sambil berkata "Oh, djadi semalam angger kedatangan seorang tamu jang pergi tanpa pamit"
"Begitulah Ki Buyut.
"Siapakah tamu angger itu" Dan apakah angger jakin bahwa tamu angger itu jang telah berbuat.
Ken Arok terdiam sedjenak. Ia mendjadi ragu-ragu untuk mengatakan hubungan antara dirinja dengan Bango Samparan. Ia sendiri sebenarnja tidak ingin mendengar tentang hubungan jang pernah terdjadi itu.
Bukan karena ia ingkar dan tidak mengenal terima kasih tetapi ia ingin mendjauhkan diri dari setiap pengaruh jang akan dapat menjeretnja kedalam dunia jang hitam. Kalau ia kini terseret kedalam dunianja jang lama, maka kedjahatan jang akan dapat dilakukan pasti akan lebih dahsjat dari masa-masa sebelumnja. Ia kini memiliki pedang dilambung, memiliki kekuasaan meskipun tidak terlampau besar dan memiliki pengaruh jang tjukup atas beberapa orang pradjurit.
Tetapi ia harus mendjawab pertanjaan Ki Buyut Panawidjen, sehingga sekenanja ia bergumam "Bango Samparan adalah seorang kawan, Ki Buyut.
"Em " Ki Buyut meng-angguk-anggukkan kepalanja. Sama sekali tidak terlintas sedjuMput prasangkapun atas djawaban itu. Namun Ken Arok jang merasa tidak mengatakan sebenar nja itu mendjadi semakin gelisah. Tanpa sesadarnja ia menjambung "Kawan jang agak dekat di-masa-masa lalu. Tetapi kami tidak sedjalan dalam angan-angan dan perbuatan.
"Em "Ki Buyut masih sadja meng-angguk-anggukkan kepalanja. Dan Ken Arok masih sadja diburu oleh kegelisahannja sendiri.
"Tetapi, kami sudah lama sekali berpisah Ki Buyut. "tergagap Ken Arok berkata terus "dan sebenarnja aku tidak ingin lagi bertemu dengan orang itu.
"Em "Ki Buyut meng-angguk-angguk terus.
"Aku menjesal bahwa ia datang kemari semalam. Orang itu benar-benar gila. Ia datang dengan kegilaannja.
"Em "Ki Buyut masih meng-angguk-angguk, tetapi ia heran melihat sikap Ken Arok jang tiba-tiba mendjadi semakin tegang. Keheranan Ki Buyut Panawidjen itu terpantjar didalam sorot matanja. Namun Ken Arok menangkap sorot mata itu dengan alas kegelisahan, sehingga Ken Arok merasa, se-akan-akan Ki Buyut Panawidjen itu tidak mempertjajainja.
"Ki Buyut, aku berkata sebenarnja. Aku berkata apa jang sebenarnja terdjadi.
Ki Buyut mendjadi semakin heran. Namun ia tidak segera mendjawab.
"Kenapa Ki Buyut tidak pertjaja, he"
"Oh "Ki Buyut terkedjut mendengar pertanjaan itu sehingga hampir ia terlondjak dari duduknja. Kening jang telah mulai berkerut dilukisi oleh garis-garis ketuaannja, mendjadi semakin berkerut-merut.
"Kenapa aku tidak pertjaja ngger, kenapa" Aku pertjaja kepada angger. Bahkan aku mempertjajakan seluruhnja kepadamu. Sepeninggal Mahisa Agni, maka segenap kepertjajaan ada padamu, ngger.
"Tetapi sorot mata Ki Buyut itu.
"Oh "Ki Buyut mendjadi semakin bingung "bagaimana dengan sorot mataku. Apakah sorot mataku mengatakan kepadamu bahwa aku tidak mempertjajaimu" Oh, aku tidak tahu bagaimana aku Harus memandang angger.
Djawaban itu terasa telah menghundjam kedalam djantung Ken Arok. Sedjenak Ken Arok terbungkam. Ia dapat merasakan kedjudjuran jang terpantjar dari djawaban Ki Buyut jang tua itu. Sehingga karena itu, maka disadarinja, betapa ia mendjadi tjemas dan bingung karena Bango Samparan.
Terpatah2 Kep Arok itu kemudian berkata "- Maaf Ki Buyut, maaf.
Aku telah benar-benar mendjadi bingung.
Ki Buyut Panawidjen tidak segera menjahut. Dipandanginja sadja anak muda itu dengan beribu pertanjaan didalam dadanja. Tetapi kemudian orang tua itupun dapat menangkap kegelisahan jang sangat telah mengganggu Ken Arok.
Tiba-tiba orang-orang jang berada didalam gubug itu terkedjut ketika Ken Arok berkata "Tinggalkan aku sendiri. Tinggalkan aku sendiri.
Pradjurit jang berada didalam gubug itu saling berpandangan. Dan mereka mendengar Ken Arok berkata "Kenapa kalian berdua belum djuga meninggalkan tempat ini" Aku sudah minta maaf kepada kalian, bahkan aku pesan kepadamu berdua, aku minta maaf pula kepada setiap pradjurit jang menjadi gelisah dan tersinggung karena sikapku. Aku sudah berkata pula, bahwa jang mengambil semua pakaianku dan menggantinja dengan rumput-rumput kering adalah tamuku semalam. Nah, tinggalkan aku. Ken Arok berhenti sedjenak, lalu suaranja menurun lemah "Tetapi semuanja ini bukan lelutjon jang menjenangkan.
Kedua pradjurit itupun kemudian berdiri sambil berkata Kami minta diri.
"Silahkan. Aku minta maaf untuk kesekian kalinja.
Kedua pradjurit itupun kemudian meninggalkan gubug itu. Beberapa langkah mereka berpaling. Ketika sekali lagi mereka saling berpandangrn, maka merekapun meng "geleng2kan kepala masing-masing. Mereka seolah-olah saling bertanja, apakah jang sebenarnja telah terdjadi, tetapi merekapun bersama "sama menjadari bahwa mereka tidak tahu apa-apa tentang Ken Arok dan tamunja.
Meskipun kedua pradjurit itu telah meninggalkan gubug Ken Arok, namun Ki Buyut masih sadja duduk di samping Ken Arok. Ia sebenarnja ingin mengetahui, kenapa anak muda itu mendjadi sangat gelisah. Tetapi Ki Buyut tidak berani bertanja kepadanja.
Sesaat mereka duduk tanpa mengutjapkan sepatah katapun. Kepala2 mereka menunduk, dan angan-angan mereka mengembara kedunia jang tidak dapat mereka djadjagi.
Malam jang sepi itupun mendjadi semakin sepi. Njala pelita minjak masih sadja ber "ajun2 dibelai padang Lamat "lamat dikedjauhan terdengar derik bilalang, dan sekali "sekali terdengar lolong andjing liar dan keluhan burung kedasihTetapi betapa malam diselimuti oleh kesenjapan jang ngelangut, namun Ken Arok masih djuga dikedjar oleh kegelisahannja. Dengan sekuat tenaga ia mentjoba menguasai dirinja supaja tidak lagi menjinggung perasaan orang lain jang tidak bersangkut paut dan tidak mengerti sama sekali persoalan Bango Samparan.
Ki Buyut Panawidjen, seorang jang telah tjukup banjak makan asin pahitnja kehidupan, dapat menghubungkan kegelisahan Ken Arok itu dengan tamunja semalam, jang menurut dugaan Ken Arok telah membawa segenap sisa pakaian nja, ketjuali jang dipakainja itu.
Tetapi Ki Buyutpun menjangka, bahkan hampir mejakininja, bahwa sebenarnja kegelisahan Ken Arok bukan hanja sekedar karena pakaiannja itu lenjap. Anak muda itu telah berkata, bahwa ia akan dapat memindjam kepada orang lain kemudian kembali ke Tumapel untuk mengambil pakaiannja jang lain atau minta kepada Akuwu Tunggul Ametung.
Tetapi jang lain itulah jang agaknja tidak hendak dikatakannja. Jang lain itu pulalah jang sangat menggelisahkannja.
Namun ternjata Ken Arok jang hampir tidak pernah menahan sesuatu perasaan apapun dimasa lampaunja, terlampau sukar untuk menjembunjikan kegelisahannja. Dimasa lampau ia akan berbuat apa sadja jang terbersit dibatinja. Ia akan berteriak apa bila ia ingin berteriak. Ia akan berkelahi apa bila ia ingin berkelahi. Ia akan mentjegat dan menangkap gadis2 apa bila dikehendaki. Bahkan ia akan membunuh apa bila keinginan itu timbul didalam benaknja. Perlahan-lahan ia telah berhasil menjingkir dari dunianja jang kelam itu. Namun untuk menahan dadanja digetarkan oleh perasaan gelisah dan pepat, adalah terlampau sulit baginja.
Karena itu, maka tanpa di-sangka-sangka oleh Ki Buyut Panawidjen Ken Arok itu kemudian berkata "K i Buyut, aku telah berbohong. Aku telah mentjoba membohongi Ki Buyut.
Ki Buyut mengangkat wadjahnja. Kini ia tahu, kenapa Ken Arok menjangkanja, bahwa ia tidak mempertjajahi kata-kata anak muda iiu. Orang jang telah tjukup berumur itu segera dapat mengerti apa jang menjebabkan Ken Arok berbuat demikian. Perasaannja sendirilah jang mengatakannja bahwa ia telah berbohong, bahwa kata-katanja itu tidak dapat dipertjaja. Namun karena itu pula Ki Buyut Panawidjen mendjadi kagum akan kedjudjuran hatinja.
Hatinja jang masih tjukup terbuka dalam kesederhanaannja.
"Ki Buyut " berkata Ken Arok ter-bata2 "Bango Samparan sama sekali bukan hanja sekedar temanku.
Ki Buyut meng-angguk-anggukkan kepalanja. Agaknja Bango Samparan itu mempunjai kedudukan jang khusus dihati Ken Arok, sehingga kehadiramna lelah pembuat anak muda itu kebingungan. Dan Ki Buyut berkata Ken Arok meneruskan "Tetapi bahwa ia jang telah mengambil pakaianku dapat aku jakini. Bango Samparan memang mempunjai sifat jang demikian. Dan itulah jang menakutkan aku. Aku tidak mau lagi disentuh oleh ratjun2 jang pernah menghundjam di dalam benakku dimasa kanak-anakku. Ki Buyut, Bango Samparan seorang pendjudi besar, tetapi seorang perampok ketjil2an itu, adalah ajah angkatku.
Ki Buyut Panawidjen masih men-angguk-anggukkan kepalanja. Ia mendjadi semakin djelas akan persoalan anak muda itu. Anak muda jang ketakutan melihat bajang2 jang pernah menjelimutinja dimasa kanak-anak, dan jang kini tiba-tibasadja telah muntjul kembali. Tetapi Ki Buyut Panawidjen masih belum menanggapinja. Ia masih sadja berdiam diri sambil memperhatikan setiap kata jang diutjapkan oleh Ken Arok.
Dan Ken Arok itu berkata terus "Dan ajah angkatku itu, seperti ajah angkatku jang lain, Lembong, telah membentukku mendjadi seekor serigala jang liar, jang hidup berkeliaran tanpa landasan. Sekali-sekali aku djumpai djuga orang-orang jang baik, seorang jang mengadjarku mengenai beberapa hal, bahkan sampai pada masalah kepandaian ilmu dan kesusasteraan. Tetapi tak seorangpun jang langsung memperhatikan masalah kerochanian. Sehingga suatu ketika aku bertemu dengan orang-orang jang aku anggap aneh, jang memberikan pengertian jang lain, jang belum pernah aku dengar sebelumnja. Namun, kini tiba-tiba orang sematjam Bango Samparan itu muntjul kembali.
Ki Buyut mengerutkan keningnja. Per-lahan-lahan orang tua itu berkata "Anak mas, kehadiran orang-orang jang tidak kau kehendaki itu, djadikanlah alat untuk melihat diri sendiri. Bukankah kehadiran Bango Samparan dapat memberikan sekedar kenangan atas masa lampau itu. Dan angger sudah menjadari bahwa masa lampau itu sama sekali tidak menjenangkan" Nah, dengan demikian maka angger akan dapat semakin mendjauhkan diri dari kehidupan masa lampau itu, dengan menghajati hidup ini dengan se-baik-baiknja. Hidup jang telah kau ketemukan dengan tjara dan djalan jang kau kehendaki.
Kini Ken Aroklah jang meng-angguk-anggukkan kepalanja. Ia mentjoba untuk memahami kata-kata orang tua itu. Mempergunakan keadaan ini untuk semakin mejakini djalan hidupnja jang kini mendjadi semakin baik dan terang.
Ken Arok mengatupkan giginja rapat-rapat ketika terngiang kembali suara Bango Samparan "Nasibmu terlampau baik Ken Arok. Dan Bango Samparan itu menganggapnja menjia-njiakan nasib jang baik itu. Nasib jang terlampau baik.
"Anak mas "berkata K i Buyut "memang kita seakan-akan dibiarkan berdiri di persimpangan djalan. Kita diwenangkan untuk memilih sendiri djalan jang harus kita tempuh. Tetapi kita sudah mendapat petundjuk, kemana djalan-jalan itu akan menudju.
Ken Arok meng-angguk-anggukkan kepalanja. Ia pernah djuga mendengar dahulu pada saat ia masih mengembara dipadang Karautan, bahwa djalan jang menudju kearah keselamatan abadi, bukanlah djalan jang paling luas dan rata. Bukan pu la djalan jang dianut oleh djumlah jang lebih banjak. Tetapi adalah suatu kejakinan tentang keselamatan abadi, betapapun djeleknja jang harus dilalui, betapapun sunjinja, namun kejakinan itu harus digenggamnja.
Be-ribu-ribu orang jang lebih senang melalui djalan jang dipenuhi oleh kenikmatan duniawi, tetapi hanja satu dua orang sadja jang meletakkan harapannja pada kenikmatan abadi.
Kenangan itu, serta kata-kata Ki Buyut jang telah menandjak mengindjak hari-hari tuanja, ternjata mampu memberikan ketenteraman hati anak muda itu. Ia tidak lagi takut mendengar kata-kata Bango Samparan. Seandainja kini Bango Samparan datang lagi kepadanja dan mengulangi semua kata-katanja, maka hati Ken Arok tidak akan gontjang lagi. Ia tidak perlu takut lagi seandainja mendengar Bango Samparan berkata kepadanja, bahwa nasibnja terlampau baik, sehingga hampir setiap keinginannja terpenuhi. Bahkan seandainja ia ingin mendjadi seorang Akuwu atau Maharadja Kediri sekalipun.
Ken Arok menarik nafas dalam-dalam. Ia mendjadi heran sendiri, bahwa ia mendjadi sedemikian bingung menghadapi Bango Samparan, sehingga hampir-hampir sadja ia kehilangan keseimbangannja. Sebagai seorang jang bertangung djawab atas suatu tugas jang berat, maka keadaannja itu sangat membahajakannja. Bukan sadja atas dirinja sendiri, tetapi atas seluruh pekerdjaan dan orang-orang jang berada didalam tanggung djawabnja.
Sambil meng-angguk-anggukkan kepalanja Ken Arok kemudian berkata "Terima kasih Ki Buyut. Aku mengutjapkan terima kasih. Mudah-mudahan aku akan selalu dapat mempertimbangkan keseimbangan perasaanku.
Kini Ki Buyut jang selama itu mendjadi tegang, tampak tersenjum. Per-lahan-lahan ia berkata "Ah, sudahlah angger. Setiap peristiwa akan dapat didjadikan pengalaman jang baik asal kita dapat menempatkan pada tempat jang wadjar. Selamat malatn, aku akan kembali dan beristirahat. Besok kita masih harus bekeidja keras. Bendungan itu hampir siap. Kalau air sudah mengalir lewat induk susukan jang membelah padang ini, maka kita tidak perlu mengangkat air dengan lodong2 bambu untuk setiap hari menjiram pepohonan jang sudah mulai rimbun itu, terutama ditaman jang sedang dipersiapkan.
"Ja Ki Buyut "sahut Ken Arok jang wadjahnjapun kini mendjadi terang "aku mengharap demikian Aku meng harap bahwa enam bulan lagi pepohonan itu telah mendjadi tjukup rimbun. Sawah-sawah telah dapat digenangi air, dan pategalan telah mendjadi hidjau. Meskipun tanam2annja belum tjukup tinggi, tetapi pemandangan didaerah ini telah berubah sama sekali. Semuanja akan tampak hidjau segar.
"Begitulah nsiger. Mudah-mudahan "desis Ki Buyut "Dari kini aku minta diri.
Ki Buyut itupun kemudian meninggalkan Ken Arok se orang diri. Sesaat Ken Arok masih duduk tepekur ditempatnja. Ia mentjoba mentjernakan pengalaman jang aneh ini. Tetapi kemudian ia berdiri sambil bergumam "Suatu peladjaran jang baik.
Tanpa disadarinja maka mulailah tangannja menjambar makanan jang disediakan untuk nja Ia belum sempat memakannja, Karena sedjak ia kembali kegubugnja ia mendjadi sibuk karena seonggok rumput kering.
"Gila benar Bango Samparan "Ken Arok menggerutu. Tetapi kali ini tidak karena kata-katanja jang dapat meratjuni dirinja, tetapi karena tubuhnja jang mendjadi gatal2.
"- Aku harus mentjari ganti pakaian "gumamnja kemudian sambil mengunjah makanannja. "Kalau tidak maka sisa malam ini tidak akan dapat aku pergunakan se-baik-baiknja untuk beristirahat.
Dan malam itu Ken Arok terpaksa membangunkan se"orang pradjurit jang terdekat dari gubugnja untuk memindjam pakaian. Tetapi agaknja pradjurit itu terlampau malas sehingga pakaiannja jang tidak dipakainja semuanja masih belum ditjutjinja, ketjuali sepasang jang akan dipakainja sendiri besok.
Sambil ber-sungut2 Ken Arok terpaksa membangunkan orang lain dan mimindjam pakaian dari padanja.
Hari-hari berikutnja maka Ken Arok se-olah-olah mendapat dorongan untuk bekerdja lebih keras. Dari kehari, maka kedatangan Bango Samparan telah dilupakannja.
Ia telah mendengar laporan dari kedua orang pradjurit jang melaporkan hilangnja Mahisa Agni ke Tumapel. Dan ia telah menjuruh dua orang jang lain untuk mengambil pakaiannja jang ditinggalkannya dibaraknja di Tumapel.
Bahkan Ken Arok telah mengirim orang jang lain untuk menjampaikan rentjananja kepada Akuwu Tunggul Ametung supaja pekerdjaannja tidak terlambat. Ken Arok minta dikirim beberapa kelompok pradjurit untuk membantunja, mengerdjakan pekerdjaannja jang akan dilakukannja siang dan malam.
Sehari demi sehari telah terlampaui. Saat perkawinan agung mendjadi semakin dekat. Betapa hati Ken Dedes mendjadi semakin sedih, namun ia tidak dapat menunda hari-hari jang telah ditentukan, bahkan sudah mulai dipersiapkan dengan teliti. Setiap kali ia hanja dapat menumpahkan kepahitan hatinja kepada emban pemomongnja jang dibawanja dari Panawidjen. Terhadap emban jang lain, bahkan terhadap Madri jang selalu melajaninja dengan baik, ia tidak mengatakan sepatah katapun.
Emban tua jang dibawanja dari Panawidjen itu selalu berusaha untuk menghiburnja, membesarkan hatinja dan menasehatinja supaja gadis itu mendapatkan ketenteraman.
"Adalah lebih baik demikian Tuan Puteri " berkata emban itu suatu kali "lebih baik perkawinan itu segera terdjadi. Bukankah Tuan telah berada disini tjukup lama" Apakah kata orang apabila hal itu akan berkepandjangan. Betapapun djuga Akuwu adalah seorang laki-laki muda, sedang Tuan Puteri adalah seorang gadis jang tjantik.
"Ah " Ken Dedes berdesah, tetapi emban tua itu segera memotongnja "sudah tentu Tuan Puteri dan Tuanku Akuwu Tunggul Ametung akan mendjaga diri masing-masing. Namun orang-orang diluar istana, apa lagi jang tidak senang melihat kehadiran Tuan Puteri disini, akan dapat mengatakan hal-hal jang tidak baik. Se-olah-olah Tuanku bukanlah seorang Permaisuri. Seolah-olah Tuan Puteri hanja sekedar seorang selir.
Ken Dedes mengerutkan keningnja, dan ia dapat menger ti kata-kata emban pemomongnja. Apabila demikian, sedjenak ia dapat menahan hatinja, pasrah diri dalam kepahitan. Namun setiap kali, kerinduannja kepada kakaknja, jang dianggap tinggal satu-satunja keluarganja itu sangat mengganggunja. Dalam upatjara agung, maka kenang2an jang demikian pasti tidak akan dapat disingkirkannja, sehingga dalam keramaian peralatan agung, dalam kerinduan dan kegembiraan jang meluap-luap diseluruh Tumapel, ia akan merasa semakin sepi.
Ken Dedes meng-angguk-anggukkan kepalanja. Terdengar ia berdesis -Ja bibi, mudah-mudahan aku dapat menemukan perasaan itu, Mudab2an aku dapat melepaskan rinduku kepada kakang Mahisa Agni setelah aku mempunjai seorang suami.
Emban tua itu menelan ludahnja jang se-olah-olah menjumbat kerongkongan "Demikianlah hendaknja Tuan "Puteri katanja, namun hatinja mendjerit setinggi langit. Apakah benar-benar terdjadi, Mahisa Agni akan dilupakannya" O, alangkah malang nasib anak itu.
Dalam pada itu Ken Dedes sendiri seolah-olah menemukan suatu anggaran baru tentang Akuwu Tunggul Ametung. Keketjewaannja telah mendorongnja untuk menganggap bahwa Akuwu Tunggul Ametung adalah seseorang jang terlampau mementingkan diri sendiri.
Tetapi tak seorangpun jang dapat menahan madjunja waktu. Hari-hari pun telah terlampaui, dan saat jang telah ditunggu-tunggu oleh segenap rakyat Tumapel itu terdjadilah.
Datanglah saatnja Tumapel mengadakan peralatan agung. Tuanku Akuwu Tunggul Ametung mengambil seorang permaisuri. Putra seorang Pendeta dari Padepokan Panawidjen.
Namun beberapa mulut berdesah diantara rakjat Tumapel " Sajang bahwa gadis itu seorang gadis jatim piatu. Ibunja sudah tidak ada lagi, dan ajahnja hilang tidak diketahui kemana perginja. Satu-satunja kakaknjapun hilang ditelan oleh para pendjahat.
Tetapi dengan demikian, dengan perasaan iba dihati, rakjat Panawidjen menjambut bakal Permaisurinya dengan ikhlas. Bahkan beberapa orang-orang menganggap bahwa keprihatinan gadis bakal Permaisuri itu pasti akan bermanfaat bagi Tumapel.
Dalam upatjara2 jang besar itu, Ken Dedes selalu berusaha untuk menahan gelora perasaannja. Untuk menjembunjikan kepahitan hati serta kerinduannja kepada keluarganja. Kadang-kadang ia tidak dapat menahan desakan air matanja, sehingga setitik2 menetes dipangkuannja. Kadang-kadang bajangan wadjah ajahnja jang tua membajanginja, kemudian disusul oleh kenangan atas Mahisa Agni jang kekar dan perkasa, jang telah melepaskannya dari berbagai matjam ber.tjana Terbajang pula masa kanaklnja jang riang penuh gairah di Padepokan Panawidjen bersama para endang. Bermain-main ditepian sambil melihat gemertjiknja air sungai jang mengalir lambat diantara batu-batu jang mendjorok. Mentjutji sambil berdendang dibendungan. Sajup2 terdengar seruling para gembala diantara gemersiknja angin pagi.
Ken Dedes merasakan kenikmatan hidup dalam kesederhanaan itu. Dan kini ia harus mentjoba menikmati hidup dalam kemewahan duniawi jang melimpah-limpah.
Pada hari-hari upatjara perkawinan agung itu, seluruh Tumapel se-olah telah disalimuti oleh kegembiraan jang merata. Se-olah-olah tidak ada lagi kesedihan, duka dan kepahitan hidup. Rakjat jang paling miskin sampai jang paling kaja, mentjoba untuk bergembira menjambut perkawinan Akuwu Tunggul Ametung.
Tudjuh hari tudjuh malam Tumapel bermandikan suasana perkawinan. Hampir disetiap bandjar padesan dan padukuhan terdapat berbagai matjam keramaian. Umbul2 dan rontek ber-djadjar disepandjang djalan dari udjung keudjung. Di-pinggir2 desa anak-anak meneriakkan keriangan hati mereka sambil menggenggam berbagai matjam makanan dan permainan. Regol2 desa dihiasi dengan berbagai matjam bentuk hiasan djanur dan dedaunan.
Setiap wadjah rakjat Tumapel mendjadi tjerah. Mereka tidak memikirkan kesulitan hidup jang kadang-kadang mereka djumpai. Mereka melupakan sedjenak kesibukan mereka se-hari-hari. Kesibukan kerdja untuk menghidupi keluarga mereka.
Tetapi wadjah Ken Dedes sendiri tidak setjerah wadjah rakjat jang menjambut pengangkatannja mendjadi seorang permaisuri. Setiap saat dikenangnja ajahnja, ibunja jang tidak dapat diingatnja dengan djelas. Dan jang menjedihkan baginja adalah Mahisa Agni jang hidup dan matinja masih belum dapat diketahui.
"Kalau kakang Mahisa Agni ada, maka ia sedikit banjak akan dapat ikut menikmati kemeriahan hari-hari perkawinan ini. " desisnja "tetapi aku tidak tahu apa jang telah terdjadi dengan dirinja saat-saat ini. Mungkin ia masih terikat pada sebatang tonggak. Mungkin ia baru mengalami siksaan badani, dan bahkan mungkin diluar kekuatan daja tahan nja. Atau mungkin djuga ia sudah terbudjur mati tanpa seorangpun jang mengurusnja.
Hati Ken Dedes mendjadi semakin pedih ketika ternjata Akuwu Tunggul Ametung tidak dapat ikut mengerti kepahitan jang dirasakannja. Bahkan sekali-sekali Tunggul Ametung menegurnja.
"Ken Dedes, setiap orang di Tumapel merajakan hari bahagia ini. Setiap orang bergembira. Tetapi kau sendiri ternjata menjambut hari-hari jang tjerah ini dengan wadjah jang kusut.
Ken Dedes tidak dapat mengatakan sepatab katapun. Setiap kali ia mentjoba untuk menundjukkan kegembiraannja. Apalagi dihadapan para tamu2 agung jang berdatangan keistana pada upatjara2 resmi. Para pendeta, para pemimpin pemerintahan, para panglima dan Senapati dan para tamu dari luar Tumapel jang ikut merajakan hari jang berbahagia itu.
Tetapi apabila upatjara2 sematjam itu sudah selesai. Apabila para tamu telah tidak ada lagi diistana Tumapel dan tidak lagi terdengar suara gamelan jang mengiringi gadis-gadis menarikan tari2 jang riang penuh gairah hidup menjambut perkawinan agung, maka Ken Dedes kembali kedalam biliknja dengan wadjah jang suram. Setelah para emban membantunja melepaskan pakaian kebesaran jang berkilauan seperti matahari, setelah para emban membantunja mengenakan pakaian se-bari2 seorang permaisuri, maka Ken Dedes itu menelungkupkan kepalanja dipangkuan pemomongrja.
Para emban jang meninggalkannya didalam biliknja berdua dengan emban tua jang dihawanja dari Panawidjen, masih mendengar gadis itu ter isak2. Namun sambil tersenjum para emban itu saling berbisik "Oh, alangkah bahagianja gadis Panawidjen itu. Ia menangisi kurnia jang tidak pernah diimpikannja dimasa kanak-anak. Sebagai seorang gadis padepokan jang terpentjil, maka ia kini berada disentong tengen istana Tumapel. Kegembiraan jang meledak telah menjebabkan ia tidak dapat menahan diri. Bukankah kalian mendengar Tuan Puteri itu menangis.
"Ah, bukankah itu sudah sewadjarnja" Kaupun akan menangis seandainja tiba-tiba kau diambil mendjadi seorang isteri Senapati sadja. Apalagi mendjadi seorang permaisuri. Kau, pasti tidak akan dapat merasakan betapa bahagianya, sebab kau akan mati membeku karena kegirangan.
Uh, kalau benar aku mendjadi isterti seorang Senapati maka kau aku aku beri anugerah. Pradjurit suamiku jang paling tampan akan mengambilmu mendjadi selirnja.
"Ah, tidak mau. Para emban itupun kemudian tertawa. Meskipun mereka mentjoba untuk menahan suara tertawa mereka, namun para pradjurit jang berada dibelakang istana mendengarnja. Ketika pradjurit2 itu berpaling dilihatnja beberapa orang emban lewat melintasi halaman belakang.
"Uh " desah salah seorang dari pradjurit2 itu kalian mengenakan pakaian jang paling indah jang kalian punjai Tetapi kalian tidak membawa makanan jang paling enak untuk kami jang bertugas di gardu2 perondan.
"Kami tidak2 mengurusi makanmu " sahut salah seorang emban itu.
"Ja, mungkin lain2kali kau akan mengurusi makananku.
"Tidak mungkin. Aku bukan emban madaran.
"Sipa tahu kalau kau kelak mendjadi isteriku.
"Hus, djangan terlampau perasa. Bertjerminlah dibelumbang sebelah. Kau akan melihat wadjahmu sendiri jang djelek itu.
Pradjurit itu tidak marah. Tetapi djustru ia tertawa lebih keras dari suara para emban.
Pemimpin peronda istana pada saat itu mendengar suara tertawa pradjuritnja. Tetapi kali ini dibiarkannja sadja para pradjurit dan emban tertawa terlampau keras. Seluruh Tumapel memang sedang tertawa. Di-alun2 dimuka istana itupun sedang diadakan berbagai matjam pertundjukan. Dibawah pohon beringin.
Di malam hari Tumapel memantjarkan sinar be-ribu2 obor disepandjang djalan, di-regoI2 dan di-bandjar2. Se-olah-olah Tumapel ingin bersaing dengan wadjah langit jang biru, jang ditaburi oleh ber-djuta2 bintang-bintang jang gemerlapan.
Tetapi Tumapel tidak mendengarkan suara hati seorang gadis jang sedang disambutnja. Hanja emban tua pemomong nja sadjalah jang dapat ikut menitikkan air mata. Tetapi air mata itu adalah djuga air mata kesedihannja sendiri, karena iapun sedang menangisi anak satu-satunja jang hilang tak tentu lintang budjurnja.
Demikianlah maka wadjah dan hati keputren istana Tumapel itu tidak sedjalan. Wadjah jang tjerah bertjahaja karena rerangken dan perhiasan jang tjemerlang. Tetapi hati permaisuri itu sendiri mendjadi suram.
Namun setiap kali emban pemomongnja berkata "Tuan Puteri, lambat laun Tuan Puteri pasti akan menemukan kegembiraan Tuan kembali. Kesibukan Tuan Puteri sebagai seorang permaisuri pasti akan mendesak segala matjam kerinduan Tuan Puteri kepada orang-orang jang Tuan kasihi. Ajah bunda dan kakanda Tuan jang hilang itu.
"Mungkin bibi " sahut Ken Dedes " tetapi hanja untuk sementara. Setiap kali aku pasti akan teringat kepada mereka itu. Mereka jang hanja dapat merasakan pahit dan getirnja, tetapi mereka tidak sempat ikut merasakan kesenangan ini.
"Itu adalah suatu sikap jang dapat Tuan anggap bahwa mereka telah melakukan mesu-diri, berprihatin untuk Tuan Puteri. Merekalah jang menanam dan menjiangi. Kini Tuan Puterilah jang memetik buahnja.
"Itulah jang menjedihkan bibi. Mereka hanja menanam sadja. Menanam, mengairi, menjiangi dan memelihara. Tetapi mereka tidak ikut memetik buahnja.
"Buah itu telah melimpah kepada puterinja, kepada adiknja jang dikasihi. Apalagi"
Ken Dedes tidak menjahut. Ia mentjoba meresapkan kata-kata emban tua pemomongnja itu. Ia mentjoba menerima kedjadian itu dengan wadjar, dan ia mentjoba.melupakan orang-orang jang dikasihinja. Tetapi hal itu tidak mungkin dilakukannja.


02 Pelangi Di Langit Singasari Karya S H. Mintarja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedang emban itu sendiri, serasa dadanja mendjadi pepat. Setiap ia mengutjapkan kata-kata penghibur bagi Ken Dedes, maka kata-kata itu bagaikan djarum2 jang menusuk hati nja sendiri, Pedih.
Tetapi kegembiraan di Tumapel berlangsung terus. Seperti jang direntjanakan. Tudjuh hari tudjuh malam. Hampir tidak ada saat-saat terluang dari berbagai matjam kesenangan dan kegembiraan. Barong disepandjang djalan diiringi dengan gamelan berirama tjepat. Di-bandjar2 dan di-pura-pura, gadis2 menari berebutan.
Namun djuga berbagai matjam perdjudian se-olah-olah men dapat kesempatan tanpa terkendali. Adu ajam, djengkerik dan burung gemak. Anak-anak bermain binten diperapatan. Gadis2 desa bermain djirak hampir semalam suntuk dengan lampu-lampu obor jang menjala disetiap sudut halaman.
Tetapi ternjata bahwa Akuwu Tumapel tidak djuga melupakan para pradjurit jang berada dipadang Karautan. Beberapa hari sebelum hari perkawinan itu, Ken Arok telah mengirimkan dua orang pradjurit untuk datang menghadap, mohon agar Akuwu berkenan mengirimkan beberapa orang baru untuk menambah tenaga dan perbekalan dipadang Karautan. Orang-orang baru dengan alat-alat jang baru. Ken Arok telah menjampaikan rentjananja untuk melakukan pekerdjaannja siang2 dan malam, supaja sendang itu dapat siap pada waktunja. Sebelum enam bulan sedjak hari perkawinan ini.
Akuwu Tumapel sama sekali tidak berkeberatan. Bahkan kepada Ken Arok Akuwu telah mengirimkan pesan, supaja pada saat-saat Tumapel merajakan hari-hari perkawinannja, Ken Arok dapat ikut menjaksikannja.
Tetapi kemudian datang seorang pradjurit dari padang Karautan jang menjampaikan pesan Ken Arok, bahwa Ken Arok ingin merajakan hari-hari jang berbahagia itu dipadang Karautan, bersama dengan para pradjurit dan orang-orang Panawidjen. Sebab orang-orang Panawidjen adalah orang-orang jang merasa paling berbahagia atas perkawinan itu. Ken Dedes adalah gadis dari Panawidjen.
"Kalau begitu "berkata Akuwu Tumapel "pada saat itu aku akan mengirimkan pradjurit2 seperti jang diminta oleh Ken Arok, bahan-bahan makan untuk masa-masa kerdja jang lama itu dan bahan2 beserta djuru2 masak jang paling pandai untuk menjediakan makanan jang paling enak di-hari-hari jang bahagia itu. Para pradjurit jang sedang bekerdja beserta orang-orang Panawidjen harus menikmatinja pula kesenangan tudjuh hari tudjuh malam. Selama hari-hari itulah maka djuru2 masak jang pandai dari Tumapel akan menjediakan makan dan minum bagi para pradjurit dan orang-orang Panawidjen jang sedang bekerdja membuat bendungan, parit-parit dan sendang buatan.
Demikianlah maka pada hari-hari perkawinan jang dirajakan tudjuh hari tudjuh malam itu, maka padang Karautanpun seolah-olah dibandjiri oleh makan dan minum tiada taranja. Setiap orang akan dapat menikmati makanan menurut seleranja. Berbagai matjam makanan telah disiapkan untuk mereka. Ber-lebih2an, sehingga bersisa terlampau banjak.
"Kita kirimkan sebagian dari makanan ini ke Panawidjen "berkata salah seorang dari mereka "orang-orang jang tinggal di Panawidjenpun harus menikmati kegembiraan ini. Kawan-kawan bermain Ken Dedes semasa ketjil para endang dan para tjantrik.
"Bagus "sahut Ki Buyut "anak-anakpun harus ikut merajakannja.
"Ja "teriak seseorang "aku disini makan makanan jang paling enak, bahkan jang seumur hidupku belum pernah aku tjitjipi, tetapi anak-anakku hampir tidak makan dirumah.
Maka diputuskannja untuk mengirimkan makanan setjukupnja bagi orang-orang Panawidjen. Makanan jang se-enak2nja meskipun tidak untuk tudjuh hari tudjuh malam. Tetapi mereka harus ikut bergembira diantara daun-daun jang mendjadi semakin menguning dan tanah persawahan jang mendjadi semakin kering.
Tetapi kali ini Ken Arok tidak mau mengorbankan orang baru lagi . seandainja mereka bertemu dengan Kebo Sindet dan Kuda Sempana. Karena itu, maka ketika beberapa orang berangkat mengantar makanan itu, Ken Arok telah menjediakan sedjumlah pradjurit jang akan mengawalnja, jang tidak akan mungkin dapat dikalahkan oleh Kebo Sindet.
Golok Kilat 1 Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja Pendekar Guntur 8

Cari Blog Ini