Ceritasilat Novel Online

Terserang Si Ehem 1

Lupus Terserang Si Ehem Bagian 1


Lupus Kecil - Terserang si Ehem
Hilman Hariwijaya Djvu: dewiKZ http://kangzusi.com Edit & Convert: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
kepada anak-anak Indonesia ingat-ingatlah pesan mama: sebelum bobo, cuci kaki, gosok gigi, dan
baca Lupus Kecil (eh, setelah itu jangan lupa berdoa ya!) Hilman Hariwijaya mau titip salam buat: Navika Tatjana, semoga cepat bisa pakai celana. Boim Lebon man titip salam buat: Bintang Abdurrahman di Tangerang, semoga tenang dan senang Muhammad Faris Fatahillah, semoga jarang menangis.
Adik-adik manis, cerita ini hanya rekaan kejadian ketika Lupus berumur 10 tahun, dan Lulu 9 tahun. Saat itu Lupus masih kelas 4 SD, dan Lulu kelas 3. Tidak semua tingkah Lupus ini patut kamu contoh, karena Lupus kadang bisa amat bandel. Sifat-sifat yang baik bisa kalian tiru, tapi yang tidak baik dibuang saja. Buat bahan tertawaan. Dan kisah-kisah ini hanya konyol-konyolan saja. Supaya
kalian senang dan terhibur. Bisa tertawa-tawa sambil bermain tebak-tebakan. Amat segar dibaca di waktu senggang.
Tokoh-tokoh yang meramaikan buku ini:
Lupus. Anak ini du-duk di kelas empat SD. Pinter dan se-dikit bandel. Sangat sayang sama adiknya. Dan saking sayangnya, kalo Lulu punya makanan, Lupus suka ngebantuin ngabisin makanan itu.
Papi. Nama aslinya Pak Mul, tapi sering disebut sebagai Papi aja. Papi ini terkenal pedit. Tapi biar gitu dia sayang banget sama keluarganya, jadi "biar pedit asal sayang!" Ya, begitulah prinsip Papi!
Lulu. Cewek mungil manis ini masih man-ja. Ngomongnya suka dicadel-cadelin, padahal dia sudah kelas tiga SD. Oh ya, selain manja Lulu juga masih suka ngompol. Tapi biasanya dia ngompol kalo lagi mimpi dikejar-kejar anjing galak!
Mami. Namanya Bu Anita, juga lebih seneng dipanggil Mami aja. Mami ini orangnya gampang panik. Jadinya jangan heran kalo pagi-pagi udah kedengeran suaranya yang merecet cuma gara-gara anak-anak-nya pada main perosotan di atas genteng!
Pepno. Ia teman sekelas Lupus. Kulitnya item dan rambutnya agak keriting. Papa dan Mama Pepno cukup berada. Ia pernah punya pengalaman menyebalkan, yaitu waktu kesetrum idungnya jadi ikut-ikutan keriting kayak rambutnya!
Iko Iko. Ia temen Lupus yang kurang ber-ada. Biar begitu ia baik dan tidak minderan. Ia pernah ngamen di bus kota sama Lupus. Tapi menurutnya yang paling enak ngamen di dalam bajaj, karena suaranya bisa ikut bergetar kayak suara Julio Iglesias!
Happy. Ia temen sekelas Lupus yang baik hati. Happy paling demen dengerin cerita-cerita Lupus, karena lucu-lucu. Setelah puas dengerin cerita, biasa-nya Happy nraktir Lupus. Makanya kalo Lupus nggak punya duit, dia langsung nyari-nyari Happy. "Hap, saya punya cerita lucu nih!" Dan Happy langsung ketawa. "Ah, bilang aja kamu minta ditraktir!"
1. Terserang si Ehem! Sekarang mulai musim ujan lagi. Tapi musim ujannya belon pasti. Kadang-kadang ujan deres, kadang-kadang cuma rintik-rintik, dan kadang-kadang nggak ujan sama sekali; alias panas terik. "Apa ini jenis musim baru"" tanya Lulu ke Mami.
"Ini bukan musim baru!" jelas Mami. "Hap mau ada pergantian musim-seperti sekarang ini, dari musim panas ke musim ujan- selalu begitu. Kadang ujan kadang panas. Tapi nanti kalo udah bener-bener musim ujan, ya ujan terus."
Lulu manggut-manggut. "Makanya kamu jangan main ujan-ujanan. Ntar sakit," nasihat Mami selanjut-nya.
Biasanya pada saat pergantian musim atau sering disebut juga masa pancaroba ini, emang banyak orang kena penyakit, seperti flu, batuk-batuk, meriang, panas-dingin, dan macem-macem lagi. Soalnya orang nggak tahan atau kaget menghadapi pergantian musim.
"Eh, Lu, kakakmu belum pulang ya"" tanya Mami kemudian. Saat itu mereka lagi duduk-duduk di teras depan.
"Tau tuh. Biacanya cuka nungguin Lulu di tikungan. Tapi tadi nggak ada. Ya udah, Lulu pulang aja duluan. Eh Mi, tadi ada anak yang kepelecet di depan kelas lho." "Aduh, kasian banget," ujar Mami. "Kenapa bisa kepeleset""
"Licin kali. Dan jahatnya, waktu anak itu kepelecet, anak-anak yang laen pada ketawa telbahak-bahak. Kecuali Lulu, Mi," lanjut Lulu.
"Aduh, kamu hebat sekali nggak ikutan tertawa seperti anak-anak lain. B
erarti kamu anak yang pinter. Eh, ngomong-ngomong, siapa sih yang kepeleset""
"L-u-l-u," jawab Lulu kalem.
"Iiih, kamu tuh!" semprot Mami sambil ngelongok ke jalan, dan ngeliat langit yang tiba-tiba mendung.
"Wah, mau ujan lagi."
"Iya, padahal tadi mataayi teyik ceka-yyiii."
"Eh, kamu ini gimana sih" Ngomong dicadel-cadelin segala! Kamu kan udah gede, Lu. Udah sembilan tahun, udah kelas 3 SD!" "Hehehe," Lulu nyengir. "Eh, dibilangin malah nyengir!"
"Ya, kalo cadel kan dikilanya macih keciL jadi nggak diculuh ngulas bak kamal mandi, Mi." "Iih, dasar!"
Pada saat yang sama, dari rumah sebelah muncul Tante Rumpi, tetangga Mami yang mau ngangkatin jemuran.
"Eh, Mami Lupus. Mau ke mana nih" Oh, pasti lagi nungguin si Lupus ya"" tegurnya. "Iya nih. Takut keujanan."
"Eh, Mami Lupus, saya mau tanya. Tadi saya nggak sengaja ngeliat mobilnya Papi Lupus. Kok asap knalpotnya agak-agak berwarna ijo ya""
"Iya. Sekarang kan bensin naek, jadi terpaksa deh dicampur kuah bayem. Biar tenaganya tetep kuat!"
Tante Rumpi tersenyum. "Ah, bisa aja Mami Lupus ini. Oke deh, saya masuk dulu ya. Nanti kalo ada pertanyaan, saya nemuin Mami lagi deh." Ih, dasar rumpi, dumel Mami dalam ati.
Mami emang kurang suka ama Tante Rumpi, karena dia hobi nyampurin urusan orang. Selain itu orangnya suka mau tauan. Misalnya Mami mau pergi, dia pasti nanya, "Mau ke mana nih""
Kalo cuma gitu doang sih nggak apa-apa. Yang bikin sebel, nanyanya kese-ringan. Orang mau buang sampah aja di-tanyain, "Mau ke mana nih""
Terus mau ngejemur kaus kaki Lupus, "Mau ke mana nih"" Mau masak, "Mau ke mana nih"" Mau ke WC, "Mau ke mana nih""
Makanya Mami kalo mau pergi suka ngeliat-liat dulu. Kalo nggak ada Tante Rumpi, baru deh cepet-cepet pergi.
"Lu, kita tunggu di dalam aja yuk. Mudah-mudahan aja Lupus nggak ke-ujanan," kata Mami sembari mengajak Lulu masuk.
Sementara beberapa meter dari situ, Lupus, Pepno, dan Iko Iko yang lagi neduh di emperan toko terlibat diskusi serius.
"Gimana, jadi kita ujan-ujanan" Udah lama lho kita nggak mandi ujan," ujar Lupus.
"Kalo saya sih mau aja. Tau nih si Pepno!" jelas Iko Iko sembari nunjuk Pepno yang kedinginan mendekap tasnya.
"Saya bukannya nggak mau, tapi saya khawatir rambut saya yang keriting jadi makin keriting kena air ujan, Pus," ujarnya.
"Eh, apa hubungannya"" Iko Iko heran.
"Saya baca di koran, kalo air ujan itu mengandung muatan listrik! Saya takut kesetrum!"
"Ah, sok tau kamu. Ya udah. Kalo nggak mau, kamu pulang aja duluan. Itu ada bajaj. Kamu naik bajaj aja sana," ujar Lupus sebel.
"Ya, kalo Pepno pulang mau naik bajaj, saya mendingan ikut deh," kata Iko Iko.
"Ah, kamu emang plin-plan! Ya udah, biar saya mandi ujan sendirian. Biar lebih puas!"
Dan akhirnya Lupus pun ujan-ujanan sendirian. Sedang Iko Iko pulang nebeng bajaj-nya Pepno.
Menjelang sore Lupus baru pulang. Saat itu udah nggak ujan. Rupanya Lupus sengaja pulang sore, biar baju dan celananya yang tadi dipake ujan-ujanan bisa kering dulu.
"Kamu dari mana aja, Pus" Ditungguin dari tadi!" tegur Mami heran ngeliat anak cowoknya itu.
"A-abis, abis dari rumah Pepno," jawab Lupus boong.
"Tadi keujanan, nggak"" tanya Mami kemudian.
"Ah, e-enggak, Mi..."
"Yang bener" Boong dosa lho!"
"E-enggak..." "Yang bener""
"Enggak dikit maksudnya, Mi," jawab Lupus. "Eh, maksud kamu apa"" Mami belon ngerti.
"Ya... maksud Lupus, Lupus main ujan-ujanannya nggak cuma sedikit, tapi dari pulang sekolah sampe ujannya berenti," jelas Lupus.
"Ya ampun. Jadi kamu main ujan-ujanan hampir satu jam lebih" Aduh, Pus, nanti kamu bisa sakit!"
"Abis, kemaren mau berenang di Senayan nggak boleh ama Papi. Katanya kita mesti ngirit. Ya udah, Lupus mandi ujan aja. Kan mandi ujan nggak bayar, Mi." "Tapi berenang ama mandi ujan itu lain, Pus!"
"Eh, lain apanya. Orang tadi Lupus main ujannya pake gaya katak kok!"
"Aduh, kamu tuh. Susah deh dilarang-nya! Ya udah, sekarang kamu masuk, ganti baju, dan mandi! Setelah itu..."
Tiba-tiba Tante Rumpi muncul, Dia heran ngeliat Mami dan Lupus ada di depan rumah. Dan seperti biasa dia nanya lagi, "Wah, pada mau ke mana nih"" "Mau ke kamar mandi!" jawab Mami sebel!
Dan malamn ya, barangkali karena ba-dannya cuma secuprit, ditambah fisik yang nggak fit, Lupus langsung terserang flu yang disertai ehem-ehem kecil.
Tenggorokannya gatal-gatal dan suara-nya jadi serak-serak becek! "Uhuk-uhuk... uhuk-uhuk...!" batuk Lupus terdengar bersahut-sahutan. "Telcelang si ehem ya"" tanya Lulu, yang tiba-tiba muncul, dengan penuh perhatian. "He-eh," jawab Lupus.
"Mau yang hangat-hangat dan manis"" tawar Lulu, semakin penuh perhatian. Dan Lupus langsung ngangguk. "Mau!"
"Kalo gitu cammma dong! Hihihi!" Lulu cekikikan sambil pergi meninggalkan abangnya yang mulai panas-dingin itu.
Sejak terserang si ehem, Lupus jelas jadi males ngapa-ngapain. Dia di kamar aja tidur-tiduran. Paling cuma makan. Abis makan terus tidur-tiduran lagi. Kesannya kayak anak raja. Mami jelas jadi nggak suka.
"Pus, kamu itu baru kena penyakit en-teng begitu, malesnya kok jadi nggak kira-kira sih"" dumel Mami. "Lagian siapa su-ruh datang Jakarta, eh, siapa suruh ujan-ujanan""
"Ya, sori deh. Kan waktu itu Lupus kangen pengen maen aer, Mi. Lagian Lupus bukannya males kok. Tapi Lupus mau istirahat dulu," tukas Lupus. "Biar sakit Lupus ini cepet ilang. Lupus pernah dikasih tau, kalo sakit kayak begini, yang penting istirahat aja. Ntar penyakitnya ilang sendiri!"
"Ya, tapi jangan keseringan dong. Masak udah hampir dua hari kamu kerjaannya tidur melulu! Nanti kalo kamu keterusan males, yang rugi Mami juga. Jadi susye kalo mau nyuruh-nyuruh!"
"Lupus janji deh, kalau sembuh nanti, semua tugas Lupus akan Lupus kerjakan dobel!"
Tapi sudah hampir seminggu penyakit Lupus masih belon sembuh juga. Malah makin parah. Jidatnya makin panas, batuk-nya pun makin sering. Malah kadang-kadang batuknya pake suara dua segala. Makanya Lupus cuma bisa sekolah se-tengah hari aja.
"Lho, kok udah pulang sih" Sayur asem Mami juga belon mateng."
"Iya, Mi, badan Lupus makin nggak enak nih," jawab Lupus. "Eh iya, tadi ada salam dari Tante Rumpi."
"Salam apaan""
"Katanya hari ini Mami mau pergi ke mana""
"Iiih, sebel! Pengen tau amat sih tu orang! Ya udah, sekarang kemariin jidat kamu. Mami mau periksa!"
Mami lalu memegang kening Lupus.
"Eh iya, badan kamu panas. Kalo gitu ke dokter aja deh. Kan udah hampir se-minggu nih, kamu meriang begini."
"Hm, nanti aja deh, Mi. Lupus mau tidur-tiduran dulu. Kali aja nanti bisa mendingan," jawab Lupus. "Kan kalo istirahat, penyakitnya bisa ilang."
"Tapi kamu tiap ari kerjaannya cuma istirahat doang. Pulang sekolah istirahat, terus makan, nonton tipi, terus istirahat lagi!"
"Masih kurang kali, Mi," jawab Lupus.
"Jadi sekarang kamu mau tidur-tiduran lagi""
"Kayaknya sih gitu."
"In, enak amat sakit kayak kamu. Tidur-tiduran melulu." "Aduh Mami. Masak sakit dibilang enak sih." "Ya sudah. Tidur sana!"
"Eh Mi, sebelum masuk kamar, Lupus mau ngasih tebakan dulu nih," kata Lupus. "Ih, kamu ini. Udah sakit masih mau tebakan aja. Ada hadiahnya, nggak"" "Tenang, Mi. Kalo ketebak nanti Mami akan Lupus beliin karcis ke Dufan yang terusan." "Oh ya""
"Iya, yang terus ke laut! Hihihi." "Ih, durhaka kamu nyeburin Mami ke laut!" "Gini, Mi. Di atas pohon ada sepuluh ekor burung, terus dibedil dua. Nah, jadi burungnya tinggal berapa""
"Ah, Mami tau. Pasti tinggal dua. Karena yang lainnya kabur!" "Kabur" Emang diapain""
"Kan yang dua dibedil, pasti dong yang lain ketakutan!" ujar Mami yakin.
"Ih, kata siapa dibedil. Mami dengerin dong. Di atas pohon ada sepuluh ekor burung, terus dibedil dua. Nah, yang dibedil itu lagi nangkring di atas bedil, nggak diapa-apain. Jadi semuanya ada dua belas! Ah, payah deh Mami."
Setelah itu Lupus langsung nyelonong ke kamarnya, ninggalin Mami yang masih melongo.
Tapi ternyata Lupus nggak bisa tidur. Karena badannya makin panas dan si ehem yang nongkrong di tenggorokannya juga nggak bisa diajak kompromi.
"Pus, kamu nggak apa-apa"" tanya Mami dari luar kamar dengan nada kha-watir.
Lupus nggak menjawab. Karena dia se-dang menggigil.
Akhirnya Mami membuka pintu kamar Lupus dan nengok anaknya.
"Lho, kok makin panas dari yang tadi sih"" ujar Mami yang langsung megang kening Lupus. "Wah, jangan-jangan kamu nelen bohlam ya."
"M-ma mi j-angan b-ercanda. B-adan L-upus p-anas t-api rasanya d-ingin."
"Hm, ini namanya meriang belina, eh meriang doang! Tapi kan kamu udah tidur-tiduran melulu. Harusnya sakitnya ilang, tapi kok malah makin parah sih""
"Mungkin Lupus kebanyakan tidur, jadi-nya, jadinya...," jawab Lupus semakin le-mah. "Iya ya. Jadi penyakitnya makin betah bersarang di badan kamu," tebak Mami.
"Kalo gitu sekarang juga kita hams ke dokter! Kalo perlu kita cari dokter spesialis meriang! Eh, ini udah hampir jam lima. Tapi kok Papi belon pulang ya"" Nggak lama kemudian Papi pulang.
"Aduh, Papi kok telat sih" Biasanya jam lima sudah sampai rumah"" tegur Mami begitu melihat Papi muncul.
"Ah, maaf Mi. Tadi di depan kantor ada seorang ibu yang kehilangan uang sepuluh ribu rupiah."
"Oh, jadi Papi ikutan membantu men-carikan uang yang ilang itu"" tanya Mami.
"Enggak. Papi sengaja berdiri di sana sampe si ibu itu benar-benar pergi."
"Lho, kenapa begitu""
"Karena uangnya Papi injek!"
"Ih, Papi. Dosa lho!"
"Tapi yang di kaki Papi itu cuma lima ratus perak, sedang uang yang hilang itu kan sepuluh ribu!" "Jadi cuma gara-gara uang lima ratus perak, dibela-belain pulang telat""
"Eh, lima ratus perak kalo di zaman krisis moneter kayak begini bisa berarti banyak, Mi! Lagian, ada apa sih Mami pake nungguin Papi pulang" Biasanya juga Papi pulang telat nggak apa-apa."
"Ini, Pi, si Lupus sakit. Badannya panas- dingin. Udah hampir seminggu lagi Mami mau minta ongkos buat nganter Lupus ke dokter!" ujar Mami.
"Lho, kenapa harus ke dokter segala" Ngabis-ngabisin duit aja. Mana sekarang harga obat pada naek. Sakit begituan sih gampang. Suruh aja dia tidur-tiduran di kamarnya, berleha-leha kek, ntar juga baek." ujar Papi.
"Tapi Pi, Lupus udah hampir seminggu istirahat terus dan nggak baek-baek. Kayaknya dia harus dibawa ke dokter, Pi!"
"Ditambah aja seminggu lagi istirahatnya," jawab Papi cuek. Tapi besok paginya, giliran badan Papi yang terasa nggak enak.
"Aduh, kenapa bisa jadi begini nih"" kata Papi lirih. "Kok agak-agak panas-dingin ya." "Wah, jangan-jangan Papi ketularan penyakitnya Lupus," duga Mami.
"Bisa jadi nih. Mana kemaren Papi kecapekan, lantaran kelamaan berdiam diri nginjek duit lima ratusan itu!"
"Jadi sekarang gimana" Apa Papi mau ikut-ikutan tidur-tiduran seperti Lupus, biar penyakit Papi bisa sembuh"" tanya Mami.
"Enggak, enggak. Mending kita ke dokter aja. Kalo enggak, nanti Mami dan Lulu ikut ketularan juga."
Mami pun ngeledek. "Coba kalau kemaren Lupus dibawa ke dokter, pasti Papi nggak ketularan. Dan Papi cuma keluar sedikit buat biaya Lupus ke dokter. Sekarang malah dobel. Buat Lupus dan buat Papi. Obatnya juga dobel deh!"
"Iya ya. Niat mau ngirit, malah jadi pailit!" desah Papi sedih.
2. Aksi Waktu Pembagian Rapor
Ini kisah Lupus waktu pembagian rapor tahun lalu.
Di sekolah Lupus, pembagian rapornya unik banget. Mereka suka bawa makanan atau minuman, lalu tukar-tukaran. Pernah ada yang lebih unik lagi, yaitu waktu pembagian rapor bayangan. Anak-anak pada ngumpul di aula, kemudian Bapak Wali Kelas memegang sebuah rapor yang disinari lampu sorot.
"Sekarang cepat ambil rapor bayangan kalian!" teriak Wali Kelas seraya menunjuk bayangan rapor yang ditimbulkan lampu sorot. Kontan anak-anak berebutan meng-ambil bayangan rapor itu. Makanan dan minuman yang dibawa saat itu juga cuma bayangannya aja. Hehehe, unik kan"
Sekarang Lupus dan teman-temannya udah nggak bawa-bawa makanan atau minuman lagi. Kata anak-anak, udah nggak nge-trend lagi. Mereka kemudian punya ide untuk rame-rame memamerkan kekerenan mami-papi masing-masing, yang akan datang mengambil rapor.
Gara-garanya waktu itu banyak anak salut sama penampilan Mami Happy yang datang dengan busana serasi dan dan-danan oke. Gaunnya bermotif kotak-ko-tak seperti papan catur, roknya warna gelap. Sampai-sampai para ibu bisa iseng main catur di punggung Mami Happy, sementara menunggu namanya dipanggil.
Dibanding orangtua yang lain, Mami Happy saat itu emang yang paling enak diliat. Karena ada orangtua yang pulang dari pasar langsung ke sekolah, ada juga yang abis ngangkatin jemuran, malahan ada yang ab
is nguber-nguber layangan putus!
Sejak itu anak-anak ingin orangtuanya jadi buah bibir. Mereka ingin orangtua mereka seperti Mami Happy
"Eh, ngomong-ngomong soal orangtua, kalian tau nggak kenapa warna kulitku sawo matang" Sebab ayah dan ibuku juga berkulit sawo matang!" jelas Uwi yang saat itu udah punya rencana paten agar orangtuanya tampil keren.
"Bapakku berkulit putih, sedang ibuku hitam. Makanya kulitku yang hitam ini ada putih-putihnya," ujar Pepno nggak mau kalah.
"Huuu, itu sih panu!" kata Happy sambil nyengir.
Menjelang pembagian rapor, ramailah anak-anak membujuk papi dan mami mereka untuk tampil kece.
Mula-mula para orangtua bingung. Kok ya ngambil rapor aja harus repot-repot dandan" Saat itu Lupus juga ikut-ikutan bingung. Ia repot nyari majalah bergambar baju-baju keren buat dikasih tau ke Mami.
"Ih, repot-repot amat sih, mau ngambil rapor aja," protes Mami, waktu Lupus memaksa Mami tampil canggih.
"Biasanya Mami kalo ngambil rapor kamu cuma pake sandal jepit, nggak papa. Kok sekarang disuruh tampil canggih segala""
"Sekarang lain, Mi. Mami sebaiknya tampil kece!" kata Lupus.
"Memangnya kenapa"" tanya Mami sambil duduk di kursi dan memperhatikan gambar baju di majalah itu.
"A-anu, supaya Mami dianggap orangtua paling keren di antara orang utan, eh, orangtua lainnya!" "Paling keren"! E-emang Mami bisa""
"Bisa. Asal Mami mau! Makanya Mami cepet-cepet bikin baju seperti di majalah ini!" ujar Lupus sambil menunjuk gambar di majalah itu.
"Ih, ini kan baju untuk musim dingin. Lagian terbuat dari bahan wol. Mahal, Pus!" ujar Mami.
"Maksud Lupus, ini cuma untuk inspirasi aja. Nanti Mami kreasikan lagi. Kalau wol mahal, kan bisa dibuat dari bahan lain. Misalnya dari jas ujan bekas."
"Jas ujan plastik itu""
"Iya, kan banyak di belakang. Nggak apa-apa, Mi. Asal ditambah hiasan-hiasan, nantinya keren juga lho."
Mami pun mengangguk-angguk.
Anak-anak yang lain juga pada sibuk ngebujuk ortu mereka agar tampil lain daripada yang lain.
Seperti Iko Iko, Andy, Uwi. Bahkan denger-denger Pepno mau menyewa Anang dan Krisdayanti untuk memerankan orang-tuanya.
Alhasil begitu hari pembagian rapor tiba, rasanya seperti Lebaran aja. Suasananya rame dan meriah. Para orangtua datang dengan baju-baju keren koleksi kebanggaan. Seperti Mami Happy, kali ini ia memakai kulot bercorak bola-bola. Aki-batnya tubuhnya yang cukup subur itu tampak seperti raja bola yang dikelilingi anak buah bola. Mami Uwi memakai baju model masa depan, terbuat dari bahan mengilap seperti dalam film Star Trek, lengkap dengan pistol lasernya. Pokoknya canggih-canggih deh.
Wali Kelas mulanya sempat bingung melihat penampilan para ortu itu. Tapi setelah dijelaskan oleh anak-anak, hatinya langsung senang. Paling tidak, dengan penampilan keren seperti itu para orangtua menganggap pengambilan rapor itu sebagai peristiwa penting, peristiwa yang perlu mendapat perhatian.
Soalnya banyak orangtua yang menganggap remeh acara pengambilan rapor. Pengambilan rapor mereka anggap cuma buang-buang waktu aja. Padahal se-sungguhnya penting, karena di situ para orangtua bisa berdialog dengan guru me-ngenai kelakuan anak mereka masing-masing.
Sementara para orangtua yang kebanyakan ibu-ibu sedang menghadap Wali Kelas untuk mengambil rapor, anak-anak sibuk menilai penampilan para ibu itu.
Siapa kiranya orangtua yang tampil paling oke dan keren saat itu"
Setelah omong sana-omong sini, bisik sana-bisik sini, banding sana-banding sini, ternyata orangtua yang dianggap paling keren adalah Mami Lupus. Alasannya"
Selain wajah Mami Lupus manis, dan-danan dan penampilannya unik banget! Bayangin aja. Mami bikin gaun musim dingin dari plastik bekas, salah satunya bekas jas ujan ditambah bekas tas kresek, jadi kesannya warna-warni. Terus dikombinasi lagi dengan barang-barang bekas yang masih bisa digunakan. Selongsong pulpen bekas jadi bros, klip-klip bekas jadi jepit rambut, dan besi payung bekas dijadikan tongkat guna menambah keren penampilannya.
Begitu keluar dari ruangan, Mami langsung disambut Lupus dan kawan-kawan-nya. Mami dielu-elukan.
Hanya anehnya Mami Lupus nggak gitu girang. Padaha
l biasanya Mami Lupus demen banget kalo dibilang paling keren.
Ada apa" Nah, ternyata di sini persoalannya.
Rapor Lupus nggak secanggih penampilan Mami.
Setelah cukup jauh dari sekolah, Mami langsung ngomong ke Lupus.
"Liat rapor kamu!" ujar Mami ketus.
Lupus mengambil rapornya. Tentu aja Lupus kaget.
"Itulah kalo kamu suka sama hal-hal yang keren, tapi luarnya aja, tidak dalam-nya. Boleh aja dandanan keren, tapi otak juga mesti keren dong. Kalo begini kan Mami yang malu. Masa Mami dandan keren tapi nilai rapor anaknya kacau sih!"
Lupus langsung diam. Dia merasa nasihat Mami ada betulnya.
Dalam hati Lupus janji untuk belajar lebih rajin, agar pada pembagian rapor berikutnya, penampilan keren maminya itu bisa diimbangi dengan kekerenan nilai-nilai di rapornya.
3. Kisah Lucu di Malam Tahun Baru
Malam Tahun Baru pastilah mengasyikkan, karena banyak acara menarik. Di jalan-jalan suasananya ramai dengan orang berjalan-jalan menikmati pergantian tahun. Malam itu hampir tiap orang bergembira.
Eh, ternyata nggak semua orang ding. Lihat aja si Lulu. Wajahnya merengut kayak marmut. Kenapa dia tidak gembira"
Ceritanya gini. Lulu sama teman-teman-nya yang mungil-mungil punya niat jalan-jalan. Mau lihat-lihat suasana sekalian nge-ceng-ngeceng. Ya, biar masih kecil kan boleh belajar ngeceng. Biar ntar kalo udah gede jadi nggak kagok lagi kalo mau ngeceng. Tapi niatnya ditolak Mami mentah-mentah.
"Alacannya apa, Mi"" tanya Lulu sebal, dengan kembali pura-pura cadel.
"Eh, Lu, kamu nggak usah dicadel-cadelin segala! Percuma. Mami tetep nggak setuju kamu keluar rumah!" jelas Mami.
Ngerasa kecadelannya udah nggak berguna lagi, akhirnya Lulu ngomong biasa aja. "Tapi alasannya apa dong""
"Alasannya karena kamu masih terlalu mungil. Masih segede kutil! Nanti kalau ilang di jalan, gimana" Dijalan kan penuh orang!" Mami memberi alasan dalam nada tinggi. Tapi Lulu masih tetap protes.
"Lulu masih segede kutil, tapi kenapa Kak Lupus boleh jalan-jalan"" Lulu coba membandingkan dengan Lupus yang dapat SIM alias Surat Izin Melangkahkan kaki dari Mami.
"Lho, jelas aja Lupus boleh jalan-jalan. Dia kan anak laki-laki. Lagi pula dia udah nggak segede kutil!"
"Segede apa dong""
"Segede upil! Eh, bukan, bukan itu. Maksud Mami, selain dia anak laki-laki, dia perginya juga rame-rame ama anak-anak karang bolong, eh, anak karang ta-runa! Aduh, kok Mami jadi kepeleset-kepeleset begini sih" Dan lagi perginya nggak jauh-jauh, cuma muter-muterin bunderan Hotel Indonesia. Jam sepuluh mereka mau balik. Nah, kalau kamu mau pergi dengan kakakrmu nggak apa-apa. Itu lebih baik daripada kamu pergi ama teman-temanmu yang segede-gede kutil itu."
"Mami jahat! Mami pilih kasih!" teriak Lulu ngambek. Cemberut. Mulutnya monyong sampai sepuluh senti!
"Bukan begitu, Lu. Mami sama sekali nggak pilih kasih. Rasanya anak semungil kutil, uf sori, maksud Mami anak semungil kamu baiknya bermalam tahun baru di rumah aja. Nonton tipi. Acara di tipi bagus-bagus. Mau musik ada, mau film ada, mau kuis ada, mau iklan banyaaak! Apa lagi coba""
"Tapi Mi, Lulu udah janjian ama teman-teman mau jalan-jalan!"
"Ya, tapi Mami tetep nggak ngasih izin. Kamu mau ngapain juga Mami tetep nggak ngasih izin!" Lulu nggak bisa ngomong lagi, karena air matanya yang bening mulai menetes. Tes, tes, tes. Lalu, biar suasana lebih haru lagi, Lulu berlari dengan gerakan lambat menuju ka-marnya. "M-a-m-i j-a-h-a-t," teriaknya.
Mami berusaha mengejar Lulu, juga dengan gerakan lambat. Kalo diperhatiin jadi kayak film India.
"L-u-l-u...!" Mami ikut-ikutan teriak.
Sayang, Lulu keburu masuk kamar dan menguncinya.
"Lu, jangan marah dong!" Mami me-ngetuk-ngetuk kamar Lulu.
"Aduh, gimana ya kalo dia marah"" Mami coba mencari akal.
"Eh, Lu, Mami punya cerita lucu nih. Tadi siang Mami mampir ke tempat fitness. Mami bukannya mau fitness, tapi Mami cuma mau numpang nimbang badan doang. Kan di tempat fitness ada timbangan badan dan gratis. Eh, tapi pas Mami tanya ke penjaganya, katanya timbangannya lagi dibawa ke pasar buat nimbang bawang!"
"Enggak lucuuu!" teriak Lulu dari dalam kamar.
Mami langsung frustrasi. "Biar sekalian kayak film India, Mami mau nyari tiang buat joget dan nyanyi." Agak malam dikit, kira-kira jam delapan lewat, Mami mengontrol kamar Lulu. Mami membuka kamar Lulu dengan kunci duplikat. Betapa kagetnya Mami karena ia nggak ngeliat Lulu di atas kasur!
"Wah, jangan-jangan tu anak kabur!" Mami langsung panik.
Jendela kamar emang agak kebuka dikit.
Mami langsung ngadu ke Papi.
"Pi, Papi... Lulu nggak ada!" teriak Mami.
"Mi, tenang dulu, tenang dulu, atau kita sama-sama cari tiang biar kita bisa joget berduaan"" ledek Papi.
"Ah, Papi... Mami lagi serius nih!"
"Abis tadi Papi ngeliat Mami joget-joget di tiang sambil nyanyi-nyanyi sih." "Itu kan sekadar nyalurin bakat dan hobi Mami yanjj telah lama terpendam. Kalo sekarang serius, Pi. Lulu nggak ada di kamar! Dia pasti nekat loncat dari jendela! Aduh, gimana nih"" "Coba diperiksa lagi, kali aja masih nyangkut di daun jendela"" "Ah, Papi... masa sih anak bisa nyangkut. Coba aja Papi lihat kamarnya!" "Ya, udah. Kalau gitu kita cari di luar! Pasti dia belum pergi terlalu jauh!"
Untungnya di tengah jalan Papi ama Mami ketemu Lupus dan rombongannya yang masih muter-muter di daerah itu.
"Pus, Lupus! Lulu kabur!" teriak Mami pada Lupus. "Kabur ke mana, Mi"" tanya Lupus dengan nada heran.
"Ya, justru Mami nggak tau kabur ke mana" Tolong deh kamu cariin. Nanti kalo ketemu, tiap anak Mami beliin terompet!" ujar Mami.
Dan karena rasa solidaritas, teman-te-man Lupus terpaksa menyediakan waktu sebentar untuk mencari Lulu. Mereka pikir pasti Lulu belum jauh benar kaburnya. Ada yang pergi ke Plaza, ada yang pergi ke tukang bakso, ada juga yang melacak ke tempat pertunjukan layar tancep!
"Hehehe, asik juga ya malam tahun baruan nyari-nyari anak ilang!" komentar Iko Iko.
Sementara Mami dan Papi kembali ke rumah, menanti dengan harap-harap cemas.
"Ah, kalo tau begini, mending tadi di-izinin aja dia jalan-jalan ama teman-teman-nya," ujar Mami nyesel.
"Papi juga sebetulnya ngizinin kok, asal Lulu jalan-jalannya nggak pake ongkos," timpal Papi.
"Eh, Pi, mulai tahun depan barang-barang di pasar pada naik lho," ujar Mami coba mengalihkan pembicaraan biar pi-kirannya tenang.
"Ah, masa sih"" Papi jadi kaget. "Wah, berabe nih. Gaji Papi kan nggak naik. Tapi masa sih naik lagi, kan belum lama udah pada naik""
"Ih, Papi kalau dibilangin nggak percaya. Pokoknya semua barang pada naik, ada yang naik ke bajaj, naik ke mobil truk, naik ke angkot..."
"Iih, kirain!" Papi langsung mendengus.
Kemudian Mami iseng ngelongok kamar Lulu. Dia melihat tempat tidur Lulu yang masih kosong. Mami duduk bersandar di sisi tempat tidur Lulu sambil ngelonjorin kakinya di ubin. Mami benar-benar nggak nyangka kalau Lulu akan nekat begitu. Padahal Lulu anak baik.
"Atau karena ia udah janji ama teman-temannya, dia jadi nekat kabur"" Mami menebak-nebak.
Tangan Mami yang menggelesor di lantai tiba-tiba menyentuh sesuatu. Ia seperti menyentuh pergelangan kaki anak kecil. Mami lalu menoleh pelan-pelan. Betul! Sebuah pergelangan kaki mungil. Kaki siapa" Sop kaki sapi" Atau" Mami langsung melongok ke kolong tempat tidur. Dan, ya amplop! Ternyata itu pergelangan kaki Lulu!
Ya, ya, ternyata Lulu ngorok di kolong tempat tidur!
Mami baru sadar kalo Lulu punya kebiasaan spesial: bila ngambek dia akan tidur di kolong tempat tidur!
"Aduh, kok Mami bisa lupa ya!" ujar Mami sembari cepat-cepat memeluk anak mungilnya itu. Dan Lulu pun terbangun.
"Hei, ada apa nih"" Lulu heran melihat Mami.
"Lu, bangun ya" Sekarang kan malam tahun baru. Kita jalan-jalan yuk"" Mami tiba-tiba ingin menebus dosa.
"Emang malam tahun balunya macih ada"" tanya Lulu sambil mengucek-ucek matanya.
"Udah deh, kamu nggak usah cadel-cadelan segala. Pokoknya Mami akan ajak kamu jalan-jalan. Kita nonton kembang api, makan kerak telor, niup terompet... Pokoknya ke mana aja dan apa aja yang Lulu minta akan Mami beri. Asyik kan" Kamu juga boleh ajak semua temanmu!"
"Yang bener nih"" tanya Lulu masih bingung. "Kok tiba-tiba Mami jadi baek begitu sih. Tadi kayaknya Mami nggak setuju deh Lulu pengen jalan-jalan."
"Ah, yang tadi sih nggak usah di-omongin lagi," kata Mami sambil ngajak
Lulu keluar kamar. Mami dan Lulu kemudian menemui Papi yang masih asyik nonton tipi.
"Lho, Mami nemu Lulu di mana"" tanya Papi heran ngeliat Mami muncul bersama Lulu.
"Udah deh, nggak usah disinggung-singgung lagi," kata Mami. "Yang penting sekarang kita pergi!"
"Mau pergi ke mana"" tanya Papi.
"Ya, pergi jalan-jalan dong," ucap Mami. "Dan Papi harus ikut."
"Oh, boleh. Tapi jalan-jalannya jangan pake keluar ongkos ya"" mohon Papi ke-mudian. "Sekarang kan zaman susah, kita harus ngirit dong!"
"Tapi keluar duit dikit nggak apa-apa deh, demi nyenengin hari Lulu. Apa Papi mau kalau Lulu akhirnya betul-betul kabur""
"Kabur" Siapa yang kabur, Mi"" tanya Lulu polos.
"Oh, enggak, enggak ada yang kabur kok. A-anu tadi di tipi ada cerita tentang anak kabur." "Ooh, kirain ada yang mau kabur."
Selanjutnya Mami dan Papi pergi bermalam tahun baruan ama Lulu dan te-man-temannya. Sementara itu Lupus dan rombongannya masih sibuk mencari-cari Lulu yang mereka anggap kabur
"Eh, gimana nih" Udah dicari ke mana-mana nggak ketemu!" teriak Iko Iko.
"Iya nih, gimana dong"" tanya yang lainnya.
"Kita cari terus, sampai ketemu!" teriak ketua rombongan.
"Uuh, kita ini mau malam tahun baruan apa mau nyari anak ilang sih"" dumel Iko Iko lagi. "Udahlah, Ko, kamu mau terompet gratis, nggak"" ujar ketua rombongan lagi. "Terompet sekarang mahal lho. Sabar aja, sebentar lagi juga Lulu ketemu."
"Iya, Ko. Lulu tuh nggak berani kabur jauh-jauh," ujar Lupus pula. Akhirnya mereka terus mencari-cari Lulu.
Nggak lama kemudian mobil Papi me-lewati rombongan Lupus. Dari dalamnya menyembul beberapa kepala anak kutil, eh, anak mungil yang niup terompet ber-sahut-sahutan. "Hooi, Kak Lupus, selamat tahun baru!"


Lupus Terserang Si Ehem di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eeh, itu kayak suara si Lulu"" kata Lupus, yang dipanggil oleh suara dari dalam mobil Papi itu. Dan waktu diliat, taunya emang betul si Lulu. Dia nyembul dari jendela mobil Papi bersama teman-temannya, sambil niup-niup terompet.
itu. 52 "Lho, lho! Itu Lulu sama Papi dan Mami. Eh, gimana sih" Katanya tadi Lulu ngabur"" "Wah, Pus, jangan-jangan kita dikerjain ama Papi en Mami kamu nih!" ujar Iko Iko. "Hm, kalo gitu ayo kita kejar mobil Papi dan kita tetap minta dibeliin terompet gratis! Ayo!" Maka Lupus dan semua temannya nekat nguber mobil Papi dengan berlari-lari kecil.
4. Rumah Kosong I Bokapnya Pepno orang kaya. Kalo bokapnya Lupus orang Bogor. Hehehe.
Eh, maksudnya gini. Kita lagi mau nyeritain kekayaan yang dimiliki bokapnya Pepno. Bukan apa-apa. Bukannya mau pamer kekayaan, tapi karena ada hubungannya ama pengalaman yang dialami Lupus.
Salah satu kekayaan bokapnya Pepno adalah rumah-rumah yang bertebaran di mana-mana. Di daerah Bintaro, Pamulang, Depok, Tangerang, sampai ke daerah Parung. Bahkan kalo kamu main monopoli, di sana kamu bisa nemuin rumah bokapnya Pepno!
Kadang-kadang heran juga kita ya. Kok ada orang yang punya rumah sampai ber-buah-buah, sementara orang lain nggak punya satu pun. Anehnya lagi, nggak semua rumah itu ditempati oleh keluarga
Pepno. Sebagian dikontrakkan, tapi banyak yang dikosongin begitu aja.
Nah, ceritanya gini. Waktu Lupus pulang sekolah, ia diajak Pepno menengok salah satu rumah bokapnya itu. Biasanya sih Pepno ditemani Mas Yoyok, salah se-orang tukang kebun di rumahnya, untuk nengokin rumah-rumah itu. Tapi kali ini Mas Yoyok nggak bisa hadir.
"Ngomong-ngomong, kita mau nengok rumah bokap kamu yang di mana nih" Kan rumah bokap kamu banyak, Pep"" tanya Lupus.
"Ke rumah Papi yang di daerah Bintaro," jawab Pepno.
"Oh, yang di rel kereta api itu ya"" tebak Lupus semangat.
"Hus, yang di real estatel Sekarang kan hari Sabtu. Gimana kalo sekalian kita nginep di sana"" tawar Pepno kemudian.
"Nginep"" tanya Lupus lagi. "Di rumah kosong" Iiih, syerem."
"Eh, biar kosong sering ditengokin lho, Pus. Malahan Mas Yoyok sering ngepelin, nyapuin, dan nyiramin bunga-bunganya. Jadi rumahnya tetep bersih. Lagian di sana daerahnya enak lho. Masih banyak poon-poon rindang."
"Poon-poon" Iiih, tambah syereeem aja."
"Ah, kamu gimana sih" Dikit-dikit syerem, dikit-dikit syerem. Kamu kebanyakan nonton film horor di tipi sih!"
"Tapi bener ya, nanti
kita dikasih duit ama papi kamu setelah kita ngebersihin rumah itu"" "Iya. Kita dikasih ongkos, terus dikasih uang untuk makan, dan upah untuk beres-beres rumah. Pokoknya lumayan deh," jelas Pepno lagi.
"Hm, tapi sebaiknya jangan berdua. Pep, kita perlu ngajak satu anak lagi. Gimana kalo Iko Iko"" "Boleh."
Kedua sobat kentel ini berjalan pulang beriringan, sambil terus melanjutkan obrolan. "Eh iya, Pep, tadi saya ketemu Winny gendut, temen kamu waktu TK dulu," ujar Lupus. Pepno kebetulan pernah naksir Winny di zaman TK dulu, makanya si cabe keriting ini agak bersemangat. "Oh ya" Di mana dia sekarang""
"Wah, saya nggak sempat tanya. Tapi tadi dia sudah saya kasih nomor telepon kamu." "Dicatet sama dia""
"Enggak tuh. Tapi dia berusaha mengingat-ingatnya kok. Dan dia bilang, kalau dia lupa dia akan menelepon kamu."
"Ah, mana bisa begitu" Macam-macam aja tuh anak. Eh, tapi dia masih kece, nggak"" "Ya, lumayan kalo dibandingin ama Doraemon! Hehehe." Pepno jadi ikut tersenyum.
Sore harinya Lupus, Pepno, dan Iko Iko pergi ke daerah Bintaro untuk nengokin salah satu rumah bokapnya Pepno itu.
Hampir satu jam perjalanan dengan tiga kali ganti kendaraan umum, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang cukup besar. Dengan pagar besi hitam bergaya kuno dan sebatang pohon mangga besar, rumah itu jadi kelihatan makin megah.
Ketiga anak itu segera berbagi tugas. Lupus dapet tugas ngebersihin debu di kaca jendela, Iko Iko nyapuin lantai dan halaman, sedang Pepno ngepel ama ngebersihin kamar mandi.
"Ini rumah rencananya mau disewain buat orang asing," jelas Pepno sambil kerja.
"Orang asing"" tanya Iko Iko berkernyit kening. "Maksudnya orang yang nggak kita kenal sama sekali""
"Itu juga orang asing, tapi bukan itu yang dimaksud. Maksudnya asing tuh orang dari luar negeri, orang bule!"
"Kok disewain sama orang bule sih"" tanya Lupus, juga pengen tau.
"Biar bayarnya pake dolar, Pus. Nanti dolarnya kan bisa disumbangin ke bank untuk ngebantuin pemerintah kita. Kayak yang di tipi-tipi, banyak orang nyumbangin dolar!"
"Oh, iya ya. Wah, kalo gitu, nanti kalo nyemir sepatu, saya nyemir sepatu orang asing aja deh. Biar dapat dolar!" kata Iko Iko.
"Lha, saya ngapain"" tanya Lupus bingung.
"Kamu kan suka ngojek payung kalo ujan. Nah, nanti kamu cari orang bule!" saran Pepno. "Eh, iya ya. Wah, asyik tuh! Sekali ngojek satu dolar." "Kalo enam kali ngojek"" tanya Pepno memancing. "Ya, jadi the sixmilion dolarman!"jawab Lupus konyol.
"Hihihi, itu sih film tipi zaman dulu!"
"Saya pernah diceritain ama Papi tentang film itu," jelas Lupus lagi. Kemudian ketiga anak itu bekerja lagi.
"Eh, Pep. Kan kita nanti dapat upah dari bokap kamu setelah kita ngebersihin rumah ini. Bisa nggak minta upahnya dolar aja"" tanya Lupus lagi, yang rupanya masih kesengsem ama uang dolar. "Ya, nggak bisa dong. Kan papa saya bukan bule, Pus!" jawab Pepno.
"Kirain. Kalo bisa kan lumayan. Abis saya jadi kepengen nyumbang dolar juga deh. Tapi gimana mau nyumbang, membaca aja aku sulit... hehehe!" "Ah, kamu bercanda aja. Yuk, terusin kerjanya!"
"Eh, saya tinggal sedikit lagi kok," kata Lupus sambil membersihkan kaca jendela.
"Eh, iya Pep. Waktu hari Selasa kemaren saya ikut Mami ke rumah sakit. Kebetulan di sana ada orang mau ngelahirin. Terus orang itu nanya ke suster. 'Suster, suster. Kalo anak saya lahir, kira-kira bintangnya apa, ya"'" ujar Lupus membuka cerita lagi. Kayaknya nih anak kalo lagi kerja bawaannya pengen ngoceh melulu.
"Ah, masak sih nanya begitu"" tanya Iko Iko yang nggak percaya.
"Iya. Orang saya denger sendiri kok!"
"Hm, mungkin tuh ibu kalo baca majalah senang rubrik zodiak kali!" komen-tar Pepno, berusaha mendukung cerita Lupus.
"Terus susternya bilang, 'Karena sekarang bulan Desember, jadi bintangnya Sagitarius.' Terus orang itu nanya lagi, 'Untuk ngedapetin bintang itu, pake ngisi formulir, nggak"'"
"Susternya bilang apa, Pus""
"Susternya bilang itu gratis. Katanya itu bonus dari rumah sakit! Eh, tau-tau orang itu juga pengen minta bintang. Katanya dia sampe sekarang belon punya bintang!" "Ah, ada-ada aja!"
"Ngomong-ngomong soal rumah sakit, saya juga perna
h nemuin pengalaman lucu, Pus," ujar Pepno. "Waktu itu, suami si ibu yang mau ngelahirin ditanya ama suster. Istrinya mau ditempatkan di kelas berapa nih" tanya si suster. Di Kelas 1, 2, atau 3" Eh, suami si ibu itu malah bilang, kalo bisa di kelas terbang aja deh!"
"Wah, gedenya pasti jadi petinju!" ko-mentar Iko Iko.
"Nggak sekalian minta kelas berat, biar bisa nyaingin Mike Tyson!" tambah Lupus pula. Karena sambil ngobrol, nggak kerasa pekerjaan mereka udah selesai.
"Pus, karena sekarang udah malem, kita boleh tidur," jelas Pepno. "Besok pagi bangun, setelah itu kita pulang untuk ne-muin papa saya dan siap nerima upah." Tapi Lupus belum ngantuk.
"Aduh, saya belon ngantuk, Pep. Mendingan saya cerita lagi deh. Biar kalian juga nggak ngantuk!" "Kamu mau cerita apa lagi" Mau cerita tentang orang ngelahirin lagi" Bosan ah." "Bukan. Saya mau cerita soal papi saya. Ceritanya Papi tuh marah-marah ama dokter gigi," urai Lupus mulai membeberkan ceritanya.
"Lho, emangnya kenapa papi kamu"" tanya Pepno dengan mata terpejam.
"Dia nyabut satu gigi, tapi harus bayar tiga kali lipet. Tentu aja Papi marah-marah. Papi saya kan orangnya perhitungan banget!"
"Tapi kenapa harus bayar tiga kali lipet sih"" tanya Iko Iko, yang juga sudah memejamkan matanya.
"Gigi Papi itu kan dicabutnya susah. Terus si dokter minta bantuan asistennya untuk narik gigi Papi. Saking kerasnya, sampe-sampe si asisten dokter kejungkel dan mulutnya kejedot tembok. Terus gigi-nya copot dua biji!"
"Ah, pasti kamu ngarang!" komentar Iko Iko.
"Eh, kalo nggak percaya kamu boleh dateng ke rumah, nanya ama papi saya. Jadi papi saya tuh disuruh ngebayarin ongkos nyabut gigi si asisten dokter itu. Jelas aja dia nggak terima!"
"Cerita soal dokter, saya jadi inget sama ibu saya," ujar Iko Iko, yang akhirnya nggak jadi ngantuk. "Kenapa dengan ibu kamu"" tanya Lupus.
"Ibu saya ke dokter karena perlu vitamin buat adik saya yang paling kecil. Terus dokternya nanya, "Vitamin apa, Bu" Vitamin A, B, C, D, atau E"' Eh, ibu saya bilang, 'Vitamin apa aja deh. Anak saya kan belum bisa baca.'"
"Hehehe," giliran Lupus dan Pepno yang nyengir.
Setengah jam kemudian ketiga anak itu siap tidur. Lupus juga udah mulai me-mejamkan mata. Tapi tiba-tiba ia mende-ngar suara pintu pagar dibuka orang. "Kayaknya ada orang masuk"" tanya Lupus dalam ati. "Ah, masak sih"" jawab Iko Iko, juga dalam ati.
Lalu anak berjambul tipis itu nekat mengintip dari balik gorden. Dan alamak! Lupus ngeliat ada seorang ibu sedang menimang-nimang anaknya yang masih balita di teras rumah. Hiii! Tentu aja Lupus merinding
Buru-buru ditendangnya Pepno dan Iko Iko yang baru mau terlelap itu. "Hei, ada apa nih"" Pepno dan Iko Iko protes barengan. "Bangun! A-ada o-orang," ujar Lupus menggigil dan menunjuk ke luar. "Orang apa""
"L-liat aja sendiri," jawab Lupus sambil masih terus menggigil. Pepno dan Iko Iko kemudian mengintip.
"Eh, i-iya betul. Ada seorang ibu dan anaknya. T-tapi apa betul itu orang, jangan-jangan...," Pepno jadi terbata-bata.
"Orang, dia orang! Kakinya menempel di tanah! Tapi mau ngapain dia di halaman rumah kamu, Pep"" Iko Iko ber-usaha meyakinkan. "Yee, mana saya tau"" jawab Pepno.
"Eh, liat. Kayaknya anak ibu itu sedang sakit deh. Kamu dengar kan batuknya"" tanya Lupus. "Wah, jangan-jangan anaknya terserang si ehem seperti yang pernah saya alami!"
Belum lagi hilang rasa bingung mereka, tiba-tiba muncul lagi dua orang anak seusia Lupus. Badan mereka kurus-kurus.
Yang satu memberikan bungkusan kepada ibunya, sedang satunya lagi dengan ce-katan menggelar koran bekas di emperan teras rumah.
"Mereka tidur di situ, Pep! Kasihan sekali," ujar Iko Iko. "Pasti kedinginan!"
"Disuruh masuk aja. Tidur di salah satu kamar yang ada," usul Lupus. "Tapi, itu kalo mereka bener-bener orang!"
"Boleh aja sih. Tapi gimana kalo Papa tau" Nanti dia marah. Soalnya itu bisa bikin orang asing yang mau nyewa rumah ini nggak jadi. Orang asing kan kalo mau nyewa rumah teliti sekali. Dan kita juga bisa nggak dapet duit," jelas Pepno.
"Udahlah, Pep. Saya rela nggak dapat duit daripada anak kecil itu kedinginan," ujar Lupus kemudian.
Dan akhirnya mereka sepakat untuk mempersilakan ibu dan anak-anaknya itu tidur di dalam, di salah satu kamar yang ada.
Tapi apa yang harus mereka laporin ke bokapnya Pepno" Terus, siapa sih sebetulnya orang-orang itu"
5. Rumah Kosong II Tiba-tiba Lupus, Pepno, dan Iko Iko bangun lebih pagi. Soalnya mereka diliputi rasa curiga. Apakah orang-orang yang mereka tolong semalam betul-betul orang-orang yang membutuhkan pertolongan" Kalo ternyata mereka penjahat yang menyamar, gimana" Bisa berabe, kan"
Makanya mereka cepat bangun untuk ngeliat ibu dan ketiga anaknya, yang semalam tidur di salah satu kamar.
Masih adakah mereka" Atau malah su-dah kabur dengan membawa sejumlah barang" Bisa aja, kan" Dan bila ternyata betul, wah, urusan bisa gaswat!
"Ssst... jangan berisik," kata Pepno, yang berjalan paling depan.
"Pep, gimana kalo mereka ngilang tanpa bekas, alias hantu"" ujar Lupus, yang dari kemaren pikirannya selalu ke hantu melulu.
"Eh, kalo hantu mah nggak usah takut. Matahari udah mulai terbit. Yang saya kuatirin, kalo mereka ternyata bukan orang baik-baik. Inget lho. Di kamar itu banyak lukisan dan pajangan mahal," ujar Iko Iko menambahkan.
Lalu mereka melangkah pelan-pelan me-nuju kamar yang ditempati ibu dan anak-anak itu. Dan alamak!
Taunya mereka udah nggak ada.
"Nah lho, pada ke mana" Jangan-jangan betul-betul lenyap dan berubah jadi asap! Hiii!" Lupus kembali merinding.
"Ssst, jangan berisik, Pus. Kita periksa kamarnya dulu. Kalo ada yang ilang, boleh deh kita berisik. Kita lapor polisi," kata Iko Iko coba menenangkan.
"Eh, kayaknya isi kamar ini baik-baik aja deh. Barang-barangnya nggak ada yang ilang satu pun. Pada ke mana mereka ya""
Kemudian Pepno mengajak Lupus dan Iko Iko berjalan ke luar rumah. Di sana mereka melihat ibu ama tiga anaknya lagi kerja bakti.
Lupus, Pepno, dan Iko Iko jadi heran.
Saat itu, kedua anak yang seusia Lupus lagi ngebersihin halaman rumah. Si ibu ngepel teras rumah. Sementara anaknya yang imut-imut, yang semalem batuk-batuk, asyik berguling-guling main kertas koran di teras.
Tampak ada keceriaan pada wajah mereka yang lusuh-lusuh itu.
"S-selamat pagi, Nak," sapa si ibu, begitu melihat Pepno, Lupus, dan Iko Iko yang muncul tiba-tiba.
"Selamat pagi, Bu," balas Lupus, Pepno, dan Iko Iko. Mereka langsung mengusir jauh-jauh perasaan jelek yang sempat mampir di hati mereka tadi.
"Terima kasih saya telah diberikan kesempatan tidur di kamar. Lihat, Abi udah mendingan, udah bisa tertawa. Padahal semalam badannya panas." Ibu itu menunjuk ke anak mungilnya yang asyik me-robek-robek kertas koran.
"Hm, kalau boleh tau, ibu dari mana ya"" tanya Pepno dengan hati-hati sekali.
Ibu itu tak langsung menjawab. Matanya menerawang.
Sementara Abi masih cekikikan.
"Saya dari kampung, Nak," ujar ibu itu kemudian. "Saya ke Jakarta mau cari kerja." "S-suami ibu"" tanya Lupus pelan.
"Suami saya udah meninggal. Saya datang ke Jakarta karena saya harus menghidupi anak-anak saya."
"Ibu udah dapat kerjaan"" tanya Lupus, ingin tau lebih jauh lagi.
Si ibu tersenyum. "Yah, sebetulnya ndak kerja. Cuma nyari-nyari kardus bekas kok."
Lupus, Iko Iko, dan Pepno saling pan-dang.
"Ibu mau minta maaf, karena udah beberapa malam tidur di teras rumah ini."
"Oh, eh, nggak apa-apa, Bu," jawab Pepno, berusaha menyenangkan hati si ibu.
Selanjutnya, setelah mereka percaya bahwa si ibu dan anak-anaknya nggak bakalan mengacak-ngacak isi rumah, mereka pun pergi menemui bokapnya Pepno di rumah.
"Gimana" Apa udah beres rumahnya"" tanya Papa Pepno begitu Pepno, Lupus, dan Iko Iko menemuinya.
"S-sudah, Pa," jawab Pepno agak terbata.
"Kalian nggak takut nginep di rumah itu" Kalian masih imut-imut. Nggak ada apa-apa di sana"" "E-enggak, Om," jawab Lupus dan Iko Iko.
"Hm, kalo gitu sudah siap untuk di-sewakan dong"" tanya Papa Pepno lagi. "I-iya, udah, Pa," Pepno mengangguk.
"Berarti kalian juga udah siap menerima uang lelah dong!" ujar Papa Pepno bercanda. "B-belum, eh gimana ya" Udah, tapi belum...," jawab Pepno bingung.
"Lho" Nggak biasanya pake acara gu-gup segala kalo mau nerima duit" Ada apa sih"" tanya Papa Pepno pengen tau.
"Eh, enggak ko k. Enggak ada apa-apa." Pepno berusaha menenangkan hatinya.
"Kalau nggak ada apa-apa, Papa akan segera menghubungi orang yang akan menyewa rumah itu." Papa Pepno lalu beranjak ke meja telepon. "Kebetulan Mr. Charles Brough dan Joanne Brough butuh rumah di kawasan Bintaro. Mereka mau bikin production house di sana."
Lupus dan Iko Iko langsung nyolek badan Pepno. Maksudnya ngasih isyarat supaya Pepno segera menceritakan keadaan di rumah itu. Lupus dan Iko Iko udah siap menanggung derita, artinya siap nggak dapet duit upah.
"Bener nih"" bisik Pepno pada Lupus dan Iko Iko. Rupanya ia butuh kepastian. "Nggak papa nggak dapat duit" Kalian kan udah capek beres-beres""
"Nggak apa-apa," jawab Lupus dan Iko Iko yakin.
"Pa," kata Pepno sambil mendekati papanya yang udah siap ngomong di telepon. "Ada apa lagi, Pep"" "Pepno mau ngomong dikit."
"Mau ngomong kok pake dikit. Mumpung ngomong nggak naik harganya, ngomong aja yang banyak. Tapi ngomongnya setelah Papa nelepon ya""
"J-jangan Pa. Sebaiknya sekarang, sebelum Papa menelepon."
"Nanti aja deh. Papa nelepon dulu."
"Jangan, Pa. Sekarang aja," desak Pepno.
"Aduh,'mau ngomong apa sih" Kayak-nya penting banget!"
"I-ni menyangkut soal rumah itu, Pa."
"Hei, kenapa dengan rumah itu"" Papa Pepno mulai curiga.
"Kayaknya rumah itu nggak bisa di-sewain sekarang," ujar Pepno setelah mampu menguasai dirinya.
"Lho, kenapa"" Papa Pepno jadi bingung.
"Waktu kita mau tidur, ada seorang ibu dengan tiga anaknya tidur di emperan rumah. Terus kita tawarin mereka tidur di dalem, dan sampai sekarang mereka masih ada di sana. Niat kita sih pengen nolongin aja, gitu. Mau ngasih kesempatan ke ibu dan ketiga anaknya itu tinggal sementara sampai mereka dapat pekerjaan atau tempat tinggal yang layak. Jadi ke-simpulannya rumah itu belon bisa disewain sekarang, Pa."
Papa Pepno langsung tercenung mendengar cerita itu.
"Hm, baik. Papa setuju. Tapi ingat, kalian harus memberikan waktu pada orang-orang itu. Seminggu, dua minggu, atau sebulan. Jangan sampai mereka keenakan dan akhirnya malah nggak dapat kerjaan," jelas Papa Pepno.
"Oke, Pa!" ujar Pepno senang. "Kami akan sampaikan pada mereka. Dan ma-kasih atas kesediaan Papa menunda menyewakan rumah itu. Eh iya, soal upahnya gimana, Pa" Tetep bisa kami terima, nggak""
"Oh, tentu, tentu," kata Papa Pepno sambil ngeluarin duit dari dompetnya.
Sore harinya Pepno, Lupus, dan Iko Iko dengan perasaan girang kembali lagi ke rumah kosong di Bintaro untuk menjumpai ibu dan ketiga anaknya, guna me-nyampaikan kabar gembira. Mereka juga beli mi goreng untuk dimakan sama-sama.
Tapi sayang seribu sayang. Begitu mereka tiba di sana, mereka nggak ngeliat ibu dan ketiga anaknya itu.
"Wah, ke mana nih" Kok pada nggak ada"" tanya Iko Iko.
"Iya. Katanya mereka mau nunggu di teras sampe kita dateng," ujar Lupus.
"Eh, liat! Kayak surat tuh!" jelas Pepno sambil mengambil secarik kertas lusuh di sudut teras.
Taunya emang surat. Kayaknya yang nulis anak si ibu yang paling gede, yang pernah sekolah sampe kelas 3 SD. Tulisan-nya lumayan bagus, cuma kata-katanya aja yang agak belepotan.
"Ibu mengucapkan terima kasih kebaikannya. Ibu pergi jauh mencari kardus, karena kardus penting. Di sini banyak saingan yang mencari kardus. Ibu dan anak sehat. Ibu pergi ke tempat lain. Terima kasih. Sekian."
Lupus, Pepno, dan Iko Iko hanya terkesima setelah membaca surat itu.
6. Baju Ultah Happy dan Sayur Daur Ulang
Happy lagi sibuk mikirin baju buat ultah. Untungnya Happy termasuk anak orang berada, maksudnya berada di mana-mana (abis sering keluyuran sih! hehehe), so jadinya tu anak punya duit untuk beli baju ultah yang keren.
Happy yang punya body agak subur kayak tambur, udah dari kemaren kasak-kusuk ngomongin baju ultah.
Hari ini dia cerita lagi ke Uwi, padahal Uwi udah hampir sepuluh kali ngede-ngerin cerita soal niat Happy beli baju.
"Pada suatu hari, adalah seorang putri bernama Happy...," Happy memulai ceritanya lagi.
"Lalu putri itu kena kutuk sehingga badannya jadi gendut kayak bola bekel!" sambung Uwi konyol.
Happy merengut. "Iya, iya, sori deh. Lagian kamu mau cerita soal baju aja pake ngomong
pada suatu hari segala," ujar Uwi. "Udah deh, cepetan!"
"Oke. Saya langsung aja. Setelah saya pikir-pikir, kayaknya saya mau beli baju ultah yang sensual!" kata Happy sambil mengembangkan senyumnya.
"Sensual"" Uwi bengong.
"Iya. Badan saya akan keliatan seksi kalau pakai baju yang sensual," kata Happy lagi sambil muter-muter kayak komidi puter. Maksudnya sih biar kayak peragawati. Kalo jadi peragawati, Happy pantesnya meragain baju musim ujan. Alias mamerin jas ujan dari plastik! Hi-hihi.
Uwi manggut-manggut aja ngedengerin omongan Happy. Padahal dalam hatinya nyela, "Uh, badan kayak kue tar aja belagu!"
"Saya mau pesen baju langsung ke desainer terkenal. Itu lho Rhoma Irama, tau kan"" kata Happy lagi.
"Eh, Rhoma Irama sih penyanyi dang-dut!" ralat Uwi.
"Lho, sekarang udah jadi penyanyi, ya" Aduh, kalo gitu saya mesti nyari desainer lain deh!" tukas Happy tanpa dosa.
Rupanya Uwi sekarang udah nggak kuat lagi lama-lama ngedengerin omongan Happy, makanya Uwi mempercepat langkahnya meninggalkan Happy Tapi Happy nggak peduli. Dia terus mengejar Uwi.
"Eh, Uwi, tunggu dulu dong. Kamu jangan pergi begitu aja. Cerita saya kan belon selesai. Kalo soal warnanya gimana" Cocok nggak kombinasi merah dan hitam" Tapi potongannya tetep sportif dan rada-rada feminin. Terus motifnya bunga-bunga kecil yang dicampur ama garis-garis lurus. Terus di dada dikasih hiasan pita."
"Pake pita kaset aja!" timpal Uwi yang udah sebel ngedengerin omongan Happy.
"Ah, masa sih pita kaset. Eh, terus bawahnya saya bikin agak melebar, dan kalo bisa dari satin silk atau wol" Eh, kayaknya kalau wol bagusan yang warna salem, atau warna mencolok sekalian ya" Eh Wi, kira-kira bagus nggak kalau saya kombinasi dengan blazer yang banyak kan-tongnya""
"Ah, auk ah gelap! Saya mau pulang! Kalo boleh usul, kamu bagusan pake karung goni, tau!"
Dan Uwi akhirnya betul-betul tega meninggalkan Happy.
Sedang Happy yang lagi nafsu cerita jadi sedih.
"Oh, siapa lagi ya yang bersedia men-dengarkan cerita saya"" katanya dalam hati. Eh, untung aja tiba-tiba Lupus lewat.
"Oh, Lupus. Kebetulan sekali ada kamu. Saya mau ngobrol-ngobrol tentang baju ultah, Pus. Saya mau beli baju, tapi perlu pendapat dulu," ujar Happy.
"Kamu mau minta pendapat saya" Gam-pang. Kamu dateng ke pasar, terus beli seprei...." "Seprei untuk tempat tidur"" tanya Happy heran. "Iya, terus kamu lilitin ke badan kamu. Pasti keren!" "Yee, enak aja. Saya jadi kayak lemper dong!"
"Hehehe, tau aja kamu! Eh, Hap, men-dingan kalo ngomongin soal baju ama Lulu aja."
"Oh, iya ya, kenapa nggak kepikir dari kemaren-kemaren. Oke Pus, makasih atas sarannya."
Besoknya Happy langsung ngajak Lulu ke mal yang nggak jauh dari rumah.
"Kita surpei dulu Lu," jelas Happy. "Nanti setelah dapet model yang bagus, baru kita ke tukang
Selama di mal mereka mendatangi toko-toko keren. Happy kayak putri raja aja, ngelongok sana-ngelongok sini. Sedang Lulu kayak pengawalnya.
Ketika masuk ke sebuah toko, Lulu he-ran ngeliat harga baju yang mahal banget! "Ya ampun, kaos beginian aja dua ratus ribu!" teriak Lulu.
"Hus, pengawal! Jangan bikin malu dong!" Happy langsung mencubit tangan Lulu.
"Abis, mahal amat. Di rumah gue yang beginian buat lap kompor," kata Lulu lagi.
"Udah ah. Ayo kita ke tempat desainer-nya!" kata Happy sembari menyeret Lulu keluar mal.
Tapi ketika mereka tiba di tempat si desainer, mereka kecewa. Karena desainer tersebut sibuk menyelesaikan pesanan baju-baju orang-orang terkenal. Dia tidak punya waktu untuk mengerjakan baju pesanan Happy. Padahal ultah Happy hampir tiba.
"Ke apotik aja, Dik," saran si desainer kemudian.
"Lho, kok ke apotik sih"" Happy bingung.
"Enggak. Soalnya apotik yang di sana itu kosong. Hehehe, sori ya, bercanda."
Happy makin ngerasa sebel. "Uh, orang lagi kesel dibecandain!"
Akhirnya Lulu dan Happy pulang ke rumah masing-masing tanpa hasil.
Di rumah, Lulu ngeliat Mami lagi bikin bantal sandaran kursi dari kain-kain bekas.
jahit. "Eh, kain-kain ini dari mana, Mi"" tanya Lulu. "Beli di konveksi dekat pasar," jawab Mami. "Berapa harganya, Mi""
"Walah, murah banget, Lu. Seribu perak seraup!" "Masa sih""
"Y a. Ini kan potongan-potongan kaen yang udah nggak kepake," jelas Mami.
"Wah, kalo gitu kebetulan. Gini, Mi," kata Lulu yang tiba-tiba punya ide dan membisikkan sesuatu ke telinga Mami. "Gimana, Mi""
"Boleh-boleh aja," ujar Mami. "Lagian Mami punya banyak waktu luang kok. Dan mudah-mudahan besok juga udah jadi."
Besoknya Lulu langsung ke rumah Happy.
"Apaan nih"" tanya Happy ketika Lulu memberikan sebuah bungkusan. "Buka aja!" kata Lulu. Happy nggak sabar membuka bungkusan itu dan ternyata isinya adalah sehelai baju unik dari potongan-potongan kaen bekas bikinan Mami.
"Ouw, keren amat!" pekik Happy begitu ia membentangkan baju itu.
"Warnanya bervariasi sekali. Ouw, betul-betul unik. Saya belum pernah melihat baju seunik ini, Lu. Siapa yang bikin""
"Mami yang bikin. Spesial buat kamu," kata Lulu lagi. "Wah, wah, ukurannya cocok lagi. Berapa harganya, Lu"" "Terserah kamu," jawab Lulu. "Terserah saya"" "Iya."
"Hm, gimana kalau saya beli tiga puluh ribu rupiah"" "Boleh aja," jawab Lulu.
Tapi ketika Happy mengeluarkan tiga lembar puluhan ribu, Lulu menolaknya. "Nggak usah, Hap. Ini untuk kamu kok. Nggak usah bayar!"
"Eh, yang bener nih" Wah, terima kasih banyak ya. Eh, kalo gitu bilang ke mami en papi kamu, supaya datang ke pesta ultah saya." "Oke."
Malam harinya Lulu cerita ke Mami. Papi yang ngedenger cerita Lulu jadi sebel karena Lulu menolak uang tiga puluh ribu itu.
"Sekarang kan lagi zaman susah. Orang-orang lagi perlu duit. Harusnya ada rezeki kayak gitu diterima aja, Lu," ujar Papi.
"Abis, Happy orangnya baik, Pi," jawab Lulu. "Lagian kita semua diundang Happy ke pesta ultahnya kok."
"Ternyata barang bekas itu bisa tampil lebih keren daripada barang baru, ya. Daripada dibuang-buang, asal kita bisa mengolahnya pasti jadi barang bagus," ujar Mami.
"Ya, benar begitu," jelas Papi lagi. "Kita harus bisa memanfaatkan barang-barang bekas. Jangan main buang aja. Eh, Mi ngomong-ngomong masak apa untuk malam ini""
"Ya, masih ada hubungannya dengan barang bekas," jawab Mami.
"Maksud Mami"" tanya Papi heran.
"Mami masak sayur sisa-sisa kemaren. Kemaren kan Mami bikin sayur daun singkong, terus nggak abis. Kemarennya lagi bikin pepes terong, belon abis juga. Ya udah, Mami olah lagi, tapi Mami kombinasiin ama menu masakan hari ini. Sayang kan sayur-sayur bekas itu disia-sia-kan begitu aja, apalagi saat krisis moneter kayak gini, Pi. Kita harus pinter-pinter memanfaatkan barang bekas dong," jawab Mami nyantai.
"Eh, tapi kalo soal sayur sih nggak bisa begitu, Mi. Pasti rasanya nggak ka-ruaaaan!" teriak Papi protes.
"Iya Mi," ujar Lulu ikut-ikutan.
Tiba-tiba Lupus muncul dari dapur sambil memegangi perutnya yang keke-nyangan. "Aduh, sori ya Lupus makan duluan. Soalnya Lupus mau belajar ke rumah Pepno. Wah Mi, enak deh sayur Mami kali ini. Rasanya lain dari yang lain."
Papi dan Lulu pun terbelalak. "Apa Mami bilang" Enak kan""
7. Berakrab-akrab ria Siang itu di kantor Papi suasananya terkesan santai. Maklum baru gajian. Jadinya se-bagian karyawan pada ngobrol-ngobrol aja.
"Anak-anak saya sekarang udah mulai susah diatur," ujar Pak Sam, salah seorang kawan Papi, memulai obrolannya. "Mereka nggak mau ngikutin acara yang saya buat. Mereka lebih suka ama acaranya sendiri-sendiri. Heran deh."
"Iya, anak saya juga," timpal Pak Harry. "Biarpun masih kecil-kecil, tapi mereka selalu punya acara dengan teman-teman-nya. Kadang sulit bagi saya untuk berakrab-akrab-ria dengan mereka."
"Iya, saya juga begitu. Susah untuk mengajak mereka kompak. Apa ya sebab-nya"" tanya Pak Fred.
Pak MuL papinya Lupus, yang sejak tadi cuma ngedengerin aja, tiba-tiba ikutan nyeletuk.
"Makanya, contoh dong saya!" selanya dengan nada penuh percaya diri.
"Eh, emangnya Pak Mul selalu akrab dan kompak dengan anak-anak"" tanya Pak Harry.
"Hohoho, jelas! Bukan cuma kompak, tapi lengket kayak permen karet!"
"Ah, masak sih"" tanya Pak Sam nggak percaya.
"Kalo nggak percaya kalian bisa buktiin. Meski saya sibuk, tapi keakraban di ke-luarga saya selalu terjaga!" ujar Papi lagi.
"Resepnya apa, Pak Mul"" tanya Pak Sam jadi pengen tau.
"Soal resep nanti aja, yang penting kalian bu
ktiin dulu. Nanti sore datang deh ke rumah saya, sekalian makan bersama dengan keluarga saya."
"Wah, wah, tumben pake acara makan segala. Biasanya Pak Mul paling anti nraktir orang."
"Yah, demi sebuah pembuktian, saya rasa keluar duit dikit nggak apa-apa. Apa-lagi kita kan baru gajian," kata Papi.
"Tapi, apakah mereka siap untuk ber-kumpul nanti sore" Anak-anak kan suka punya acara dengan teman-temannya sen-diri, Pak Mul," ingat Pak Fred yang masih belum yakin ama omongan Papi.
"Ah, kan tadi udah saya bilang, kalo keluarga saya tuh superkompak. Oke ya, mumpung lagi nggak ada kerjaan, saya pulang duluan. Nanti sore saya tunggu kedatangan kalian!"
Dan begitu sampe rumah, Papi senang ngeliat Mami ada di rumah.
"Ah, betapa indahnya hari ini," ujarnya.
"Ih, Papi ngomong apaan sih" Seperti penyair aja!" timpal Mami yang saat itu lagi sibuk beres-beres.
Mami kemudian masuk ke kamarnya dan Papi mengikuti dari belakang.
"Apa Mami nggak ngerasain kalo hari ini adalah hari yang indah"" ujar Papi lagi.
"Iya, iya, indah. Terus kenapa kalo indah" Mau poto-poto biar seindah warna aslinya"" jawab Mami cuek sambil merapi-kan baju yang baru disetrika.
"Mami tau kan kalau silaturahmi itu bisa memperpanjang umur"" tanya Papi lagi.
"Iya, iya, tau. Emangnya siapa yang mau ulang tahun, pake panjang umur segala"" Mami mengambil sehelai baju yang lumayan bagus dan kemudian me-ngepaskan ke tubuhnya.
"Nanti sore temen-temen kantor Papi mau datang bersilaturahmi ke sini, sekalian makan-makan kecil..."
Mami belon serius ngedengerin omongan Papi. Soalnya Mami sekarang sedang asyik berputar-putar di depan cermin, mematut-matut diri, sambil menjinjitkan kedua kaki-nya kayak penari balet!
"Hm, kira-kira makanan apa yang akan Mami sajikan" Papi boleh tau kan" Biar Papi bisa pas ngasih duit belanjanya."
"Ih, Papi, masak apaan sih" Kan Mami udah masak buat hari ini." Mami lalu keluar kamar sembari membawa baju itu.
"Maksud Papi makanan untuk tamu-tamu!" jelas Papi. "Tamu" Tamu-tamu siapa"" tanya Mami baru ngeh.
"Idih, Mami nggak dengerin ya"" Papi cemberut. "Nanti sore teman-teman Papi mau datang ke sini. Dan Mami harus menyiapkan makanan yang oke, yang banyak, yang sip punya, untuk menjamu mereka!"
"Aduh, kenapa Papi nggak bilang dari kemaren kalo mereka mau dateng"" "Lho, emangnya kenapa""
"Bikin makanan enak dalam jumlah banyak kan butuh persiapan. Nggak bisa cepet-cepet!" jelas Mami.
"T-tapi kan sekarang masih sempat, Mi. Mereka datangnya sore kok." "Apa Papi nggak liat kalo dari tadi Mami sibuk milih-milih baju"" "I-iya, iya, tau. Emangnya Mami mau ke mana""" "Nanti sore Mami ada acara. Mami mau arisan ama ibu-ibu kompleks..." "Ya, ampun! Jangan dong Mi, jangan sampe terjadi..."
"Yee, Papi ini gimana sih. Masak arisan nggak boleh terjadi. Ibu RT udah ngundang Mami dari Minggu lalu. Nggak enak kalo nggak dateng. Nanti Mami dikira sombong lagi."


Lupus Terserang Si Ehem di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi Mi, Mami harus ada di rumah, menemani Papi menyambut teman-teman Papi itu. Aduh, Mi, kalo Mami nggak ada di rumah, apa yang harus Papi lakukan" Mereka harus disuguhi apa" Tapi yang lebih penting lagi, Mi, mereka ingin kenalan dengan kita semua."
"Ya, tapi Mami nggak bisa, Pi. Lagian kenalan kan bisa kapan aja," jawab Mami.
"Tapi Mi...," Papi masih mengharap.
"Eh, Pi, kan masih ada Lupus ama Lulu, coba aja ajak mereka," usul Mami kemudian.
"Oh, iya, masih ada dua kurcaci yang akan menemani teman-teman Papi makan." ujar Papi lirih. Tak lama kemudian Lupus dan Lulu nongol. Mereka baru pulang sekolah.
"Nah, ini dia yang ditunggu-tunggu..." Papi langsung menyambut gembira kedatangan kedua anaknya itu.
Tapi yang disambut cuma tersenyum kecil, selanjutnya mereka langsung masuk kamar masing-masing untuk segera memilih-milih baju.
"Wah, jangan-jangan mereka juga mau pergi nih"" tebak Papi kuatir. "Eh, kalian pada mau ke mana""
"Gini, Pi, temen-temen Lupus mau bikin acara rujakan," cerita Lupus yang udah siap mau pergi lagi. "Kita patungan. Kebe-tulan Lupus cuma nyumbang ulekan doang. Sayang kan kalo Lupus nggak hadir""
"Kalo Lulu mau ditraktir Happy makan di mal, Pi," jawab Lulu yang juga udah siap untuk pergi lagi
. "J-jadi kalian betul-betul mau pergi"" Papi benar-benar shock. "Lho kok, Papi jadi kaget"" tanya Lupus heran.
"Biasanya Papi senang kalo kita pada pergi. Bisa ngurangin jatah makan di rumah," sambung Lulu lagi.
"Tapi kali ini tidak. Papi butuh kamu-kamu...," jelas Papi. "Tumben," komentar Lupus dan Lulu berbarengan.
"Nanti sore teman-teman kantor Papi mau ke sini, mau kenalan sama kalian..." "Ya... Papi kenapa nggak bilang dari kemaren"" ujar Lupus. "Iya, Pi, kalo sekarang nggak bisa. Lulu udah ditunggu Happy." Akhirnya Papi bener-bener sendirian.
Kemudian Papi pergi ke restoran Padang untuk pesan makanan yang enak-enak. Maksud Papi, biar nanti teman-temannya senang, keasyikan makan dan lupa nanyain keluarga Papi. Tapi begitu mereka datang, yang mereka tanya justru Mami, Lupus, dan Lulu. "Mana istri dan anak-anakmu"" tanya Pak Fred. "E-eh, mereka di belakang," jawab Papi boong.
"Suruh keluar dong. Katanya mereka mau diperkenalkan ke kita," ujar Pak Sam lagi.
"I-iya, katanya keluarga Pak Mul adalah keluarga yang superakrab"" sindir Pak Fred pula.
"E-eh, mereka sibuk sekali di belakang, makanan ini!"ujar Papi menghapus kesunyian. "Sayang, udah saya beli mahal-mahal."
Kemudian mereka menikmati makanan itu. Lumayan, masakannya cukup enak. Jadi mereka agak terhibur.
Tak lama kemudian tiba-tiba Mami, Lupus, dan Lulu muncul.
"Lho kok, udah pada pulang"" tanya Papi yang surprais ngeliat kedatangan mereka. "Kalian masing-masing kan punya acara""
"Mami salah denger, Pi. Arisannya Minggu depan. Iih, sebel, udah capek-capek dandan, nggak taunya di rumah Bu RT nggak ada orang!" ujar Mami. "Ya udah, Mami pulang aja."
"Iya, Pi, Lupus juga pulang. Soalnya pas Lupus sampe sana, udah ada temen yang bawa ulekan buat ngulek sambel rujak!"
"Lulu juga gitu, Pi. Lulu ditinggalin ama Happy."
"Oh, kita emang keluarga yang kompak, selalu bersama dalam suka dan duka!" kata Papi sambil memeluk mereka semua. "Betul kan kata saya kalo saya punya keluarga yang super akrab! Ayo, Mi, Pus, Lu, sekarang kita makan sama-sama!"
-SELESAI Djvu: dewiKZ http://kangzusi.com Edit & Convert: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
tamat Pendekar Jembel 6 Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal Darah Ksatria 5

Cari Blog Ini