Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi Bagian 4
"Cintanya sama aku gak sebanding setitikpun dengan kebaikan yang pernah ia berikan sama kamu!"
"Ami stop!" Aku mendengar suara mirip Farish mendekat kearahku. "Jangan buat keributan disini. Kalian dilihat orang tak malu apa"!" Lanjutnya yang benar itu Farish.
"Dasar anak kecil! Otak kamu itu premature!" Emosiku meledak tak terkendali.
"Kalau aku premature berarti otak kakak yang koslet dong"! Abang sendiri di embat juga... ha! Cinta macam apa yang seperti itu"!" Ucapannya mulai tak sopan pada aku yang lebih tua tiga tahun dengannya. Semua orang juga tahu bicaranya sudah lewat batas sopan santun.
Aku semakin tak tahan melihat pandangan mata dan gerak tubuhnya yang merendahkan dan menghina aku. Aku layangkan tangan hendak menggamparnya.
Farish menahan tanganku lembut. "Jaga emosi kamu Ami!" Katanya. Iapun menahan aku yang takut menyerang tiba -tiba.
Gerakku terhenti, percuma aku meladeni anak kecil, umurnya masih delapan belas tahun. Fikirannya masih sungguh premature! "Dasar sinting!"
"Mau nampar aku" Silahkan aja, kenapa" Gak boleh sama si penjaga bayaran"!" Matanya melotot ingin rasanya aku mencungkil dua mata yang terus menatapku rendah.
131 Mukanya sungguh -sungguh sangat menyebalkan rasanya aku sungguh ingin mencekiknya! "Apa maksud kamu penjaga"! Ada urusan apa kamu sok urus urusanku"!"
"Ha" Hello"! Jadi kakak belum tahu rupanya. Atau jangan -jangan memang dia dan Bang Bram merahasiakan d
ari kakak"" Aku mengernyitkan dahiku. Sungguh apa maksud perempuan ini.
"Tolong Inez, hentikan omongan kamu sekarang..." Pinta Farish pelan.
"Kamu kenal perempuan ini"" Aku semakin heran saja.
"Ya pastinya dia kenal lah sama aku kakakku yang polos gak tahu apa."
"Farish tolong jawab aku!" Kenapa Farish hanya diam dan menunduk" "Farish, kau dengar aku" Jawab aku sekarang juga!"
"Dia itu teman baiknya Ibrahim Imran. Yang katanya pacar kakak dulu itu. Oh sungguh kakak gak tahu apapun soal mereka ya" Ups jangan -jangan kakak juga gak tahu kalau muka dia bengep karena abis di hajar sama abang Ibrahim semalem" Aduh sungguh kasihan ya kakakku ini." Inez semakin mempermainkan aku yang sungguh bingung.
Aku terus menatap Farish yang tak melihat pandanganku sedikitpun. "Farish aku mohon kamu jawab aku! Kamu memang temenan sama Aim"! Iya"" Aku terus mendesaknya. Tapi ia tetap tak segera menjawab.
"Satu hal lagi yang perlu kakak tahu."
"Inez Cukup!" Aim datang dan menghentikan semuanya. Ia langsung menyeret Inez. "Hentikan omongan kamu yang gak penting itu! Kita masih punya urusan sekarang!" Bentaknya pada Inez.
"Tunggu! Kenapa kalian berdua tak kasih tahu sebenarnya sama kak Ami"! Kasihan dia, lihat wajahnya saja sudah penasaran dengan omonganku yang hanya sepotong -sepotong barusan. Kak Ami cewek sepuluh jutaaa."
"Cukup Inez!" Bentak Farish geram. "Bawa dia pergi sana!" Suruhnya pada Aim.
Aim pergi menyeret Inez kembali kerumahya.
"Sepuluh juta"!" Aku semakin terbelak dengan semua pernyataan Inez dan sikap Farish yang masih terus bungkam dengan desakan pertanyaanku. Apa yang sebernarnya terjadi" Kenapa ini semakin membuat aku tak karuan"!
Aku kembali terduduk di bangku panjang. Aku tak kuat lagi rasanya menahan kepalaku yang semakin berat, bahkan lebih berat dari kabar pertunangan Aim dulu. Sebenarnya apa yang terjadi diantara kalian berdua, bertiga"
Farish menyentuh punggungku. "Ami, aku."
"Apa"! Pentingkah aku mendengar penjelasan kamu""
"Maafkan aku Ami."
"Aku hanya ingin mendengar semua itu adalah salah." "Inez benar Ami."
Air mataku kembali terbuang sia -sia.
132 "Ami maafkan aku..." Sesalnya.
Terbangun dari kursi aku tak tahu harus kemana sekarang. Kenapa ini bisa terjadi padaku" Benarkah mereka bersandiwara selama ini di balikku" Apa yang mereka inginkan dari aku" Aku kembali sulit bernafas rasanya. Hatiku sakit sekali. Aku tak kuat lagi menahan tetesan air mata yang ku bendung sejak tadi.
"Ami tunggu..." Farish menahan tanganku yang hendak pergi. "Izinkan aku jelaskan semuanya sama kamu. Aku mohon."
"Kamu, Aim, dan Inez. Kalian bertiga gak ada bedanya! PEMBOHONG! Aku gak butuh penjelasan kamu maupun penjelasan siapa pun. Aku gak perduli! Dan gak mau
perduli!" "Ami, aku salah, dan aku sungguh minta maaf sama kamu..."
"Percuma kamu minta maaf sama aku disaat seperti ini. Awalnya aku sungguh sudah percaya sama kamu, tapi ternyata" Ini kedua kalinya aku kecewa karena dibohongi oleh lelaki. Selamat kamu berhasil bikin hatiku tergores..." Aku berderai air mata dihadapannya.
"Ami, sungguh aku mohon sama kamu dengarkan dulu penjelasan aku." Pintanya penuh sesal.
"Apa yang harus aku ketahui, tidak mau aku tahu! Jangan pernah temui aku lagi..." Aku menandaskan kalimatku dan berlari kembali ke mobilku untuk segera pulang.
Tak ucap salam aku berlari membanting pintu dan tak menutupnya kembali. Melompat keatas tempat tidur dan menangis sepuas hati.
Kenapa" Kenapa harus Farish yang bikin aku kecewa seperti ini"! Ya TUHAN, tidaklah cukup aku kecewa karena Aim" Kenapa mereka tega berbuat seperti ini sama aku"! Pantaskah aku diperlakukan seperti ini"
Semalaman aku mengurung diri di kamar. Aku tidak bisa berbuat apalagi sekarang. Hatiku hancur dan benar -benar hancur untuk kedua kalinya. Farish yang sangat baik kepadaku ternyata tak lebih dari seorang penjahat. Memberi aku senang, tenang dan damai, ternyata hanya sebatas sepuluh juta. Selebihnya aku tetap menderita dan semakin menderita karena kebaikan palsunya.
Dua puluh tujuh,,, Senin pagi... Aku terbangun dari tidurku, sedikit perasaanku lebih tenang sekarang. Aku beralih pada cermin di
kamarku, aku terkejut yang melihat diriku sendiri yang berubah dalam semalam. Diriku yang memiliki rupa timur tengah menjadi keturunan oriental yang memiliki mata sipit. Ini pasti karena semalaman penuh aku terus menangisi Farish.
Tok tok tok! 133 "Masuk!" Teriakku pada pengetuk pintu kamar.
Gagang pintu berputar, muncullah Kak Hani dari balikknya. "Sudah bangun Ami"" Tanya kak Hani menghampiriku.
"Iya." Kak Hani melihatku yang ada di cermin. "Matamu kenapa Ami"!" Tanyanya terkejut tapi tersenyum nyaris tertawa. "Aku gak papa."
"Kamu nangisin Ibrahim ya" Soalnya dia mau tunangan hari ini"" Aku tersenyum simpul. "Tidak, aku dah gak mikirin dia lagi kak. Aku ikhlas sekarang dia mau nikah sekalipun. Aku gak mau egois kak." Kak Hani tersenyum. "Ikhlas"!" Aku mengangguk.
"Pertunangan itu gak akan pernah ada Ami." Aku menoleh cepat. "Maksud kakak"!"
"Inez pergi dari rumah. Dia menolak untuk bertunangan dengan Aim yang 'katanya' gak cinta sama dia..." Kabarnya sambil tersenyum padaku.
Sungguh kabar yang sulit aku percaya. Aku melotot menghadap kakakku tak percaya.
"Udah gak usah segitunya mata kamu itu." Kak Hani tertawa kecil.
"Abis kakak kasih kabar yang benner dong!" Kesalku. Aku kembali melentangkan badanku di tempat tidur.
"Semalam heboh di rumah Mami. Kamu aja yang gak tahu, mau kakak kasih tahu eh kamu ngunci pintu, dipanggilin dah gak jawab."
"Emang heboh gimana kak""
"Kakak juga gak tahu. Yang pasti Aunty Viviana telpon jam satu malem sama Mami. Dia kasih kabar kalau Inez gak mau tunangan sama Ibrahim. Katanya Ibrahim itu cinta sama orang lain."
"Terus Mami gimana"!"
"Mami ya shock. Semua orang pada keget pastinya. Termasuk kakak." "Terus Aim gimana"!"
"Kakak belum ketemu sama dia. Gak denger sih dia komentar gimana. Tapi coba aja kamu temuin dia." "Aku temuin dia"!" Kak Hani mengangguk.
Setelah apa yang dia lakukan sama aku, antara dia dan Farish. "Aku tidak mau
kak." "Kenapa"" Aku menggeleng tak menjawab.
"Oh iya, satu hal yang sangat penting."
"Apa"!" 134 "Semua orang sudah tahu tetang kamu dan Aim." Aku terbelak mendengar kabar satu itu. "HA"!"
Kak Hani justru tersenyum. "Semuanya baik -baik aja. Jangan khawatir. Sudah, sebentar lagi kamu temui Ibrahim segera."
"Argh.. enggak!" Aku tinggalkan Kak Hani sendiri di kamar, sementara aku meraih handuk yang mengantung dekat kamar mandi. Aku masuk dan membereskan diri.
*** "Gue gak tahu lah..." Kata Aim yang berjalan keluar pintu rumah bersama Farish. Rupanya hubungan mereka membaik dalam semalam. "Wah, barangkali emang bukan jodoh ne."
Nafasnya di hembus lega. "Iya, barangkali juga Ami yang jadi jodoh gue. Haha..." Aim tertawa sendiri.
Farish hanya tersenyum. Di hatinya memendam rasa sedih untuk kabar batalnya pertunangan Aim dan Inez. Karena itu pertanda Aim akan memilih Ami untuk masa depannya.
"Hah...Gue ngerasa sangat beruntung bisa mendapat cintanya. Dia benar -benar berbeda dari cewek manapun yang pernah gue temuin..."
"Ya, gue juga tahu dia itu berbeda. Apalagi gue tahu bettul dia cinta sama loe lebih dari apapun..."
"Hmmm..." "Cuma loe yang beruntung dapetin cintanya..." Farish tersenyum. "Tapi kayanya dia yang rugi dapet cowok kaya loe!!!" Goda Farish seraya tertawa.
"Ah sialan lo! Rugi kenapa" Muka loe aja masih jauh gantengan gue. Gini -gini jadi cowok gue masih tanggung jawab koq..."
"Tanggung jawab apa tanggung mau jawab...""" Goda Farish.
Mereka berdua tertawa. Tiba -tiba sebuah mobil jazz hitam masuki pagar dan meliuk hingga berhenti tepat di depan pintu rumah. Tawa Farish seketika berhenti, diperhatikannya baik -baik siapa yang akan keluar dari mobil itu. Karena ia tahu itu mobil Ami.
"Itu Ami kan"" Tanya Farish terkejut.
Aim mengangguk cepat. "Ngapain dia""
"Dia mau meriksa Emmak gue..." Jawab Aim sekenanya. Ami turun dari mobilnya.
Aim melambaikan tangannya menyapa Ami dengan senyum. "Wey buk Bidan!" Teriak Aim.
Ami menolehinya dengan senyuman manis, sangat manis. Karena Ami memang lebih cantik dibanding dengan kakak -kakaknya yang sudah memang cantik.
135 Terhipnotis senyuman Ami, Farishpun tertegun memandangi gadis itu hingga tak berkedip dan tak bers
uara. Sedikit senyuman Ami hilang saat dilihatnya seorang lelaki yang tak lain adalah Farish sedang bersama Aim yang kemarin mereka bilang tak kenal satu sama lain. Mereka berdua seperti sudah Amnesia, mudah saja lupa akan kesalahan mereka kemarin.
"Aku masuk dulu." Pamit Ami cepat, dan kemudian ia berjalan masuk kedalam
rumah. Farish menunduk, ia merasa sangat bersalah sekali sekarang. "Bro gue pamit dulu. Makasih."
"Okay deh, makasih juga. Hati -hati brow." "Okaey Assalamualaikum." "Waalaikum salam..."
Dengan hanya berjalan kaki seperti biasa Farish melenyap dari balik gerbang rumah Aim.
Sementara di kamar, Ami tengah memeriksa keadaan Mami yang sedang drop akibat kabar semalam.
"Semuanya normal koq, Ma. Mungkin kabar ini bikin Mama tambah lega, gak seperti waktu itu yang bikin Mama benar -benar sakit." Ami melapas stetoskopnya. Dilanjut melepas ikatan tensi meter yang melingkar di lengan Mami.
"Alhamdulillah deh. Akhirnya."
"Pada intinya, kita harus tenang dan sabar, itu aja koq Ma. Jangan dibawa ruwet urusan dunia..." Hibur Ami yang sok bijak.
"Misi." Sesaat kemudian, Aim datang menghampiri keduanya di kamar. "Gimana Mama""
Ami tersenyum sembari membereskan peralatannya lagi. "Alhamdulillah, sudah sangat jauh lebih baik dari semalam."
"Wah baguslah."
"Ya udah. Ma Ami pulang dulu ya"" "Mau kemana cepet amat" Duduk aja lah dulu." "Ini kan aku sudah duduk.." Goda Ami. Mereka semua tersenyum. "Ah Ami."
"Sudah, masih ada besok -besok. Aku harus kembali ke klinik dulu." Pamit
Ami. Meninggalkan Mami sendiri dikamar, Aim mengantarkan Ami hingga ke depan
mobil. "Tadi Farish kan""
Aim mengangguk. "Iya, memangnya kenapa""
Mata Ami menyipit. "Kau lupa kemarin terjadi apa antara kita bertiga"!" "Soal itu aku benar -benar minta maaf, Ami."
136 "Sudah lah." "Aku tahu kau pasti sangat marah padaku juga Farish. Aku benar -benar minta maaf ya""
"Sudah aku bilang. Aku gak bisa benci sama kau. Aku memang sering kesal dan marah -marah tapi aku yaa.. cuma sekedar itu gak sampai benci lalu dendam. Aku yaa.. gak bisa begitu." Jelas Ami meyakinkan.
"Lalu Farish""
Ami diam tak menjawab. "Dari sorot mata kamu, sepertinya kamu marah sekali padanya."
"Itu gak penting. Udahlah." Elak Ami, sepertinya ia malas sekali dengan topik yang sedang dibicarakannya.
"Kamu gak seharusnya marah sama Farish. Itu semua karena aku, aku yang memulai semuanya, aku yang suruh dia."
"Sudah cukup. Aku gak mau dengar pembelaan apapun buat dia. Memang harusnya marah sama kau bukan dia. Tapi aku gak tahu kenapa malah aku marah banget sama dia." Potong Ami cepat, tidak memberikan kesempatan Aim menyelesaikan kalimatnya.
Mereka berdua saling diam.
"Maaf, aku harus pulang... " Pamit Ami yang mulai risih dengan suasana. "Okay, makasih... "
Amipun berjalan menuju mobilnya dan pergi. Ia harus kembali ke klinik sesuai
tugasnya seperti biasa, tanpa perduli dengan masalah yang sedang ia dapatkan.
*** Dua puluh delapan,,, Hmm.. Aku bisa memaafkan Aim dengan mudah tapi kenapa hatiku sakit saat ingin memafkan Farish" Tetesan air di dua sudut matanya menemani perjalanan sepinya menuju klinik.
Sesampainya disana, Ami memulai kembali pekerjaannya. Ia meletakkan tasnya di kursi. Sesaat ia melihat ada perempuan berseragam putih yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Ada anak baru ya Mbak""" Tanya Ami, memastikan pada seorang wanita setengah baya yang duduk sambil menulis di sampingnya.
"Iyo, jennenge Aisha..." Kabar wanita berlogat jawa itu tanpa beralih.
Ami memandangi gadis berwajah aliran bollywood itu. Menebarkan senyuman sekedar sapaan sederhana, begitu juga Aisha dari tempat duduk membalas dengan senyuman ramah.
Sementara Farish disana. 137 "Pak"! Pak Farish"!" Panggil seorang sekertaris wanita yang sejak beberapa menit tadi berdiri dihadapannya.
Tapi tetap Farish menatap kosong keadaan di hadapannya.
Tangan sekertaris itu melayang -layang di depan matanya. "Pak Farish"!"
"Ah iya"!" Dan Farish akhirnya sadar dari lamunannya. "Ada apa""
"Bapak kenapa" Sejak tadi saya berdiri disini bapak tidak sadar"" Bapak sakit""
Farish tersenyum. "Tidak tidak, aku tidak apa -apa... hanya, masa
lah tak penting..." Mulut sekertaris itu membundar tanpa suara. "Ini laporan yang anda minta Pak..." Kemudian ia memberikan sebuah map biru pada Farish.
"Okay makasih." Farish menerima map biru itu. "Bisa tinggalkan saya lagi""
"Tentu Pak..." Jawab sekertaris itu lalu keluar dari ruangan bosnya itu.
Tubuh Farish langsung merebah ke atas meja. "Ami!!! Maafkan aku!!!!" Teriaknya kesal sendiri.
Kemudian ia kembali bangkit, bangun dari tempat duduknya dan menyambar jaket kulit hitam yang biasa ia gunakan. Lekas bergegas melangkahkan kakinya keluar kantor, masuk lift dan menghampiri mobil Nissan teranno hitam miliknya.
Hwerr.... Pergilah ia mengikuti inisiatif hatinya.
Dalam perjalanan itu, ditemani dengan tembang -tembang yang melantun indah dari radio. Dan kemudian itu lagu yang sama darinya untuk Ami. Satu persatu telah kuhapus, Cerita lalu di antara engkau dan aku Dua hati ini pernah percaya, Seribu mimpi tanpa ragu tanpa curiga Ku tak ingin lagi, Menunggu, menanti
Harapan tuk hidupkan cinta yang telah mati, Ku tak ingin coba Hanya tuk kecewa (Ku telah kecewa), Lelah ku bersenyum lelah ku bersandiwara Aku ingin pergi, Dan berganti hati
Satu persatu telah kuhapus, Nada dan lagu yang dulu kucipta untukmu
Rasa yang dulu pernah ada, Kini berdebu terbelenggu dusta dan noda
Kini ku sadari diri ini, Ingin berganti hati
Cinta yang tlah pergi, Harus berganti hati
Harus ku ganti hatiku kini, Ini harus ku ganti
Tak perlu ini lagi harus berganti...
Tok tok tok! Ami terjaga dari lamunannya saat mendengar ada seseorang mengetuk pintu. "Masuk!" Jawabnya.
"Permisi buk, ada yang ingin bertemu dengan bu Ami..." Kabar satpam.
"Siapa"" "Saya kurang tahu buk, katanya saya disuruh menanyakan apakah bu Ami sedang sibuk atau tidak."
138 "Ada dimana dia" Oeh ya, laki -laki atau perempuan""
"Laki -laki bu.. "
Laki -laki" Siapa" "Suruh masuk aja pak. Kebetulan saya sedang tidak sibuk...." "Dia bilang ingin bertemu diluar ruangan saja Bu..."
"Chieh chieh, Dek Ami ada yang nyari loh..." Goda seorang perawat yang duduk di sebelah Ami.
"Chieh..." Seisi ruangan berseru menggoda Ami dan ia hanya membalas seruan itu dengan senyuman yang santai.
Huh! Siapa sih laki -laki itu koq sok misterius gak kasih tahu nama. Apa jangan -jangan itu Aim mau ngerjain aku ya" Hmm.. mungkin!
Segera Ami temui lelaki yang tengah membelakanginya berdiri.
"Kau itu sudah tadi pagi ketemu sekarang masih kesini. Koq tahu sih aku disini ha"!" Tegurnya tanpa memperhatikan siapa yang datang.
Lelaki itu bebalik. "Farish"" "Pasti kamu kira aku Ibrahim, kan"" Farish memaksakan senyumnya yang kecewa.
"Maaf..." Sesalnya.
Mereka berdua hanya diam tak tahu apa yang mau dibicarakan. Awan luas, rumput padi, dan hembusan angin di tengah tengah sawah yang terlentang luas di balik gedung klinik. Mereka berdua masih saja terus terdiam kaku. "Aku minta maaf..." Farish memulai bicara.
Ami tetap saja diam. Rasa perih akan kecewa masih sangat dirasa olehnya. Mengingat semua kebaikannya hanyalah bohong belaka, iapun tak kuat menahan emosi hingga kedua matanya kembali meneteskan air yang sudah bosan dikeluarkannya lagi.
"Aku memang mengenal Ibrahim dengan baik, bahkan dia adalah sahabatku..." Jelas Farish berusaha tenang, tapi gelagatnya terlihat jelas sangat gugup dan takut.
"Sudah, jangan dilanjutkan." Setetes air mata jatuh juga.
"Gak Ami! Kau harus dengar aku dulu. Semuanya! Dan nanti terserah kamu mau memaafkan aku atau tidak!"
"Aku gak mau denger apapun dari kamu! Mudah kau itu bilang maaf, sementara hatiku ini sangat kecewa sama ulah kamu dan kamu tahu itu!" Aku memalingkan muka tak ingin dia tahu kalau aku tengah menjatuhkan air mata. "Aku tak punya waktu banyak aku harus kembali..." Ami berdiri dari bangku panjang berjalan meninggalkan Farish.
"Ami...!" Panggilnya.
Ia tak hiraukan lagi panggilan -panggilan darinya.
Ya TUHAN aku sungguh sangat kecewa padanya. Aku tak sangka semua akan terjadi sampai sejauh ini. Aku tak percaya Farish itu tega melakukan hal seperti ini
139 padaku. Membuat aku sangat kecewa, ia bohongi aku, aku kira dia benar seorang lelaki yang sangat baik, bahkan dia jauh lebi
h baik daripada seorang Ibrahim. Aku sangat kecewa padanya Ya TUHAN.. Aku menyayangkan hubungan baikku dan Farish harus berakhir seperti ini. Dimana aku akan menemukan pengganti kekecewaan ini"! Dimana aku harus mencari obatnya"!
Aku lepas ikatan rambutku. Karet rambut berbulu yang aku dapat dari Farish saat ulang tahunku kemarin.
"Farish tunggu ada yang lupa!" Segera aku masuk mobil dan ambil hal penting yang telah aku buat susah payah tadi siang. Aku ambil kotak kue yang aku bawa dan memberikannya pada Farish.
"Pernahkah terlintas dipikranmu, bagimana nanti jika kita bersanding dengan seorang yang tidak kita cintai""
Kembali Farish bernafas berat. "Aku hanya akan melihat seberapa besar kasih sayang yang dia berikan padaku. Karena cinta belum tentu dapat berikan semua kasih sayang dengan sempurna dan indah. Tapi aku yakin kasih sayang akan memberikan seluruh cinta yang ada di dunia ini."
Aku menarik senyum. "Sebelum aku masuk, boleh aku bilang sesuatu padamu"" Pintanya. "Silahkan..."
"Cinta itu hanya sekali seumur hidup, tapi cinta tak akan selalu membawa kebahagiaan. Cinta itu tak semudah kata CIN T A-nya, apapun yang terjadi, aku hanya bisa berdoa yang terbaik buatmu. Semoga kamu menemukan pengganti lain yang jauh lebih baik dari dia yang bisa cintai kamu sepenuh hati." Katanya dengan senyuman.
"Terimakasih." Aku membalasnya dengan senyuman.
Aku hanya akan melihat seberapa besar kasih sayang yang dia berikan padaku. Karena cinta belum tentu dapat berikan semua kasih sayang dengan sempurna dan indah. Tapi aku yakin kasih sayang akan memberikan seluruh cinta yang ada di dunia ini
Kalimat -kalimatnya terus terngiang dalam pikiranku. Aku tak tahu harus bagiamana sekarang. Semua terjadi begitu saja membuat aku tak sanggup menghadapinya. Kenapa harus kau yang membuat aku sangat kecewa seperti ini
Farish" Kenapa" Kenapa" Dan kenapa kau tega melakukannya padaku"!
*** "Farish"!" Tok tok tok!
Panggil Ibu dari luar kamarnya.
"Masuk saja Bu, aku tak kunci pintu." Sahut Farish tak semangat. Kemudian Ibu membuka dan masuk kamar Farish. "Ada apa nak""
140 Bantal yang menutupi mukanya diangkat sedikit. "Tidak apa -apa Bu.. " Mukanya kembali ditutup.
"Kamu tidak seperti biasanya. Ada apa" Cerita sama Ibu." Ibu menarik bantal yang menutupi muka Farish. "Masih tentang gadis cup cakes itu""
Farish terbangun dan duduk. "Aku bersalah padanya dan sekarang dia sangat marah padaku Bu."
"Temui dia malam ini. Katakan sebenarnya, ucapkan maafmu. Ibu yakin kalau kamu berkata dengan baik dia pasti akan mendengarkan semuanya. Dan akhirnya dia memaafkan kamu."
"Aku tak yakin Bu. Amita sudah sangat kecewa padaku.. "
Ibu mengernyitkan alisnya. "Amita""
"Iyaa." Akh Farish keceplosan. Ia berjanji untuk tidak mengatakan pada siapapum tentang gadis cup cakenya.
"Jadi namanya Amita"" Ibu mulai tersenyum. "Ami, Amita yang kamu dedikasikan lagu di radio waktu itu""
Farish sungguh malu. Jika keluarganya tahu siapa gadis itu berarti mereka juga tahu orang tua Ami.
"Amita anaknya." Ibu berusaha mengingat.
"Ah tidak Ibu. jangan jangan, jangan Bu.Ibu tidak tahu tidak kenal dengan mereka." Farish mengoceh berusaha membuyarkan konsentrasi Ibunya. "Tunggu , tunggu dulu."
"Ah tidak ibu tidak ingatkan, ibu tidak tahu.. sudah Ibu biarkan biar aja lewat gak ibu ingat."
"Ah! Anaknya Atiqah"!" Akhirnya Ibu ingat juga.
Farish tercekat. Mukanya langsung memerah sangat malu.
Ibu cekikikan. "Aduh anak Ibu nih."
"Sudah lah Bu. Aku malu."
"Kenapa harus malu pada Ibumu sendiri, ha""
Farish tersenyum. "Ingat umurmu sudah berapa sekarang" Mau tunggu sampai umurmu hampir bau tanah"" Goda Ibu.
"Ah Ibu." "Sudah, apa perlu sore ini."
"Ah jangan!" Sahut Farish memotong kalimat Ibunya yang belum selesai. "Jangan Bu. Dia itu tidak mau sama aku."
"Yakin"" "Iya. Dia sudah pernah bilang koq sama aku, Bu. Dia hanya menganggap Farish itu teman baiknya. Dia pacar teman Farish, Bu."
"Kalau begitu kenapa kamu tidak cari yang lain saja"" "Cari yang lain" Ah tidak."
141 "Tidak mau""
"Bukan, tidak sekarang, Bu."
"Terus kamu kenapa bersedih seperti ini."
"Aku sedang bingung saja, Bu. Ini pertama kal
inya aku mengecewakan hati seorang perempuan. Dan aku merasa sangat bersalah Bu.. "
"Merasa bersalah, atau takut kehilangan"" Ibu tersenyum. "Aku sungguh merasa bersalah Bu..." "Temui saja dia dan jelaskan semuanya..." "Sudah, tapi dia tak mau dengar Bu..."
"Ulangi berkali -kali sampai dia bosan melihat kamu akhirnya pasti dia akan mendengarkan semuanya." Farish terdiam lesu.
"Sudah apa perlu Ibu dan Ayah yang membantu menyelesaikan""
"Ah Ibu..." Ibu tertawa kecil melihat anak lelakinya yang sedang jatuh cinta untuk pertama
kalinya. Seperti apa yang telah ibu anjurkan padanya, malam ini juga Farish datang kerumah Ami. Dia sudah sampai tepat di depan gerbang berwarna biru dongker.
Tapi... ah sebaiknya aku jangan masuk! Mereka pasti tahu siapa aku. Dan mungkin malah lain urusan jadinya nanti. Ragu terus menghantui benaknya hingga ia
putuskan untuk mengurungkan niatnya malam ini.
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*** "Aku hanya akan melihat seberapa besar kasih sayang yang dia berikan padaku. Karena cinta belum tentu dapat berikan semua kasih sayang dengan sempurna dan indah. Tapi aku yakin kasih sayang akan memberikan seluruh cinta yang ada di dunia ini."
Satu persatu telah kuhapus, Cerita lalu di antara engkau dan aku
Dua hati ini pernah percaya, Seribu mimpi tanpa ragu tanpa curiga
Ku tak ingin lagi, Menunggu, menanti
Harapan tuk hidupkan cinta yang telah mati, Ku tak ingin coba Hanya tuk kecewa (Ku telah kecewa), Lelah ku bersenyum lelah ku bersandiwara Aku ingin pergi, Dan berganti hati
Satu persatu telah kuhapus, Nada dan lagu yang dulu kucipta untukmu Rasa yang dulu pernah ada, Kini berdebu terbelenggu dusta dan noda Kini ku sadari diri ini, Ingin berganti hati Cinta yang tlah pergi, Harus berganti hati Harus ku ganti hatiku kini, Ini harus ku ganti Tak perlu ini lagi harus berganti.
142 Aku terus memutar lagu yang sama setiap malam I podku. Dan tetesan air mata kali ini semakin banyak aku buang untuknya.
Ku raih jaket dongker pemberian Farish yang menggantung di belakang pintu kamar. Memastikan malam ini semua telah terlarut dalam tidur malam, aku harus pergi. Aku tak tahu kemana arah tujuanku berjalan sekarang. Siapa yang akan aku temui" Aku tidak tahu.
Malam dingin sungguh dingin, menusuk -nusuk kulit walau aku sudah melindungi diri dengan jaket tebal. Sedingin hatiku yang kini sudah merasa kesepian. Sepi karena, tak ada lagi Farish yang jujur menemani aku di bawah sinar bulan seperti ini lagi. Farish, kenapa kamu tega berbohong sama aku, disaat aku mulai menyadari aku ingin berganti hati"
Aku hentikan langkah kakiku. Di kejauhan aku melihat sesosok orang yang terus berjalan kearahku. Lampu taman akhirnya meneranginya, Ya TUHAN, itu Farish!
Ia berjalan semakin mendekat padaku. "Ami.. " Pangilnya pelan, terdengar suara itu bergetar perlahan.
Setetes air mataku jatuh, lagi dan lagi aku membuang air mataku di tepat di depannya. Kali ini untuk yang pertamakalinya ia membuat aku merasa sangat sedih. Air mataku bukan lagi jatuh karena Ibrahim, tapi pertama kali jatuh karena dia.
"Dia membayar aku, untuk menghibur seorang gadis yang katanya sedang kecewa atas kabar pertunangan. Awalnya aku tidak tahu, tapi perlahan aku curiga dan mencari tahu semuanya. Ternyata gadis itu kamu, dan Ibrahim masa lalumu." Ia memulai penjelasannya lagi.
"Diam. Aku tak mau dengar omonganmu."
"Awalnya aku tidak perduli dengan terjadinya pertunangan itu. Tapi aku.. " Faris terus berbicara tanpa menghiraukanku.
"Aku bilang stop! Kau dengar"! Hentikan!"
".Aku putuskan mengembalikan sepuluh juta yang aku dapat dari dia saat aku mulai merasa sesuatu yang berbeda dengan perasaanku sendiri."
"Farish! Jangan pernah menjelaskan apapun sama aku! Aku tak mau dengar apapun!" Bentakanku sekuat tenagaku yang semakin lemah. Aku sungguh tak tahan lagi denganya. Aku tutup kedua telingaku berharap semua omongannya tak pernah aku dengar lagi.
Tak perdulikan perintahku, Farish terus saja berbicara tak menghiraukan suaraku yang juga sedang berbicara. ".Aku berharap agar pertunangan itu terjadi, bahkan lebih cepat, agar Ibrahim bisa melepaskan kamu dan berhenti menghantui pikiran kamu. Dan saat itu
aku akan datang menggantikan dia, karena aku cinta sama kamu Ami." Kalimatnya terhenti.
Apa"! Hatiku seperti tersengat setrum. Aku sungguh terkejut mendengar kalimat terakhirnya.
"Ami, aku udah jatuh cinta sama kamu."
143 Aku terhenyak dan aku lepas dua tanganku. "Ha"" Aku tak percaya. "Aku cinta sama kamu Ami.. " "Farish." Panggilku tanpa daya.
"Maafkan aku Ami, aku tidak bermaksud mempermainkan kamu. Semua itu aku lakukan demi menghargai Ibrahim sebagai sohib baik aku."
Getar jantungku, derai air mata, lemah tubuhku sungguh rasa tak kuat mendengar semua pengakuannya. Ya Tuhan, aku tak tahu harus bagaimana sekarang. Lelaki yang berada dihadapanku telah melakukan sebuah pengakuan yang sangat menghujam jantungku.
"Ami..." Selangkah ia lebih dekat padaku. Ragu -ragu jari -jarinya menyentuh air mataku, menyekanya dengan lembut. "Gadis yang aku lihat tengah berdua menghabiskan malam di tepian sungai yang mengalir deras, yang aku cintai, kau Ami."
Dia tahu aku saat bersama Aim malam itu. Aku pejamkan mataku, berharap rasa kecewa ini hanya mimpi dan saat aku buka semua sudah tidak ada.
"Maafkan aku Ami." Desahnya.
Perlahan aku buka kembali mataku. Aku tak berani menatap kedua matanya. "Mudah kau bilang maaf" Mudah kau bilang cinta" Tapi semudah apa kamu bisa menyembuhkan rasa kecewa aku yang terjadi hanya dalam sekejap mata""
Farish melepaskan tangannya dan ia tertunduk.
"Kau tahu aku paling tidak suka dibohongi. Dan kamu tahu bagaimana senangnya aku mempunyai seorang teman yang sangat aku sayangi dan sangat aku percayai. Tapi kenapa" Kenapa harus kasih sayang itu hanya karena bayaran" Kasih sayang yang hanya sebatas sepuluh juta"!" Bentakku menahan derai tangisku. "Kau tahu kenyataannya. Kau tahu semuanya tentang aku. Kamu tahu semuanya tentang kehidupanku. Dan aku tidak tahu apa -apa hingga aku seperti orang bodoh yang mengulang semuanya dihadapanmu!"
"Ami." "Sudah! Seperti niatmu dari awal. Kau hanya berteman denganku sampai selesai urusan Ibrahim dan Inez. Sekarang urusan mereka sudah selesai. Itu artinya sudah selesai juga pertemanan kita."
"Ami jangan!" "Sudah, ini yang terakhir.. " Aku berbalik meninggalkan dia. Tangan Farish menahanku. "Maafkan aku Ami."
Tak menjawab aku pandangi tangannya, sesaat dalam sunyi ia melepas
tanganku dan membiarkan aku pergi sendiri. ***
Dua puluh Sembilan,,, 144 Tetes air kembali menuruni bumi. Awan perlahan berubah gelap, gemuruh guntur mulai terdengar gertakannya. Langit kembali berair, sepertinya aku akan semakin sering menggunakan jaket.
'Farish' Aku raba bordiran perak yang terdapat di bagian dalam jaket pemberian Farish. Argh! Kenapa jaket ini sangat aku sukai"! Jaket yang paling nyaman, dan paling hangat untuk melindungiku dari dingin. Karet rambut berbulu yang dia beri juga, aku senang menggunakannya, tak bikin rambutku sakit sampai rontok. Begitu perdulinya dia padaku sampai tahu sekali yang aku inginkan. Apakah itu keperdulian sebatas perjanjian"
'From Farish, to You Amita Rorai'
Tidak mungkin, dia pasti ikhlas berteman denganku.
Tidak! Dia sudah berbohong padaku, apa pertemanan itu ada kebohongan"! Tidak! Tidak! Dan tetap tidak!
Aku terjebak dalam perasaan bimbang dan bingungku sendiri. Seperti aku terjebak hujan kali ini. Aku tak bawa mobil dan sekarang aku harus naik angkot dan pulang sendiri. Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan sekarang"!
"Belum pulang, kak"" Sapa seorang perawat bernama Aisha yang masih sebangsa denganku pakistani.
"Belum.. kamu sendiri""
"Aku tunggu jemputan aja. Oh iya, koq gak bawa mobilnya" Biasanya kan bawa
mobil"" "Perawatan berkala. Tadi aku cuma diantar Ayahku..."
"Owh.. " Tin tin! Sebuah mobil Nissan terano mengklakson mobilnya. "Itu dia sudah datang. Aku duluan kak..." Pamitnya. "Iya.." Aku menyenyuminya.
Langsung gadis itu berlari kecil sesekali melompat menghindari genangan -genangan air dan melindungi kepalanya dengan tasnya sendiri.
Nissan terano. Itu seperti mobil Farish. Tapi ingat kata pak satpam"
"Lho" Piye toh mbak" Cari orang gak tahu namanya, cari mobil juga gak tau nomor polisinya." Satpam itu malah cekikikan. "Yaa, ditunggu saja, disi
ni yang punya mobil Nissan terano banyak sekali."
Aku tersenyum. Mobil itu bukan berarti milik Farish.
Mobil yang ditumpangi Aisha tak langsung pergi. Malah Aisha kembali keluar dan berlari lagi kearahku.
"Ada yang ketinggalan"" Tanyaku perduli. "Biar aku ambilkan.. " "Gak ada kak. Kakak gak dijemput"" "Aku naik angkot. Memangnya kenapa""
145 "Ikut sama aku aja. Aku antar kakak pulang." "Gak usah. Aku pulang sendiri aja."
"Hujannya makin deras kak. Kalau naik angkot ribet. Ikut aku aja yaa"" Ajaknya terus memaksa aku.
Aisha itu anak yang baik, dia masih tahun pertama di kuliah keperawatannya. Dia juga baru magang beberapa hari yang lalu. Itung -itung perkenalan sama anak baru, biar tambah banyak juga kenalan sebangsa sendiri.
"Aku takut merepotkan saja Sha.. "
"Ah kakak, sudahlah ayo ikut."
Sungguh senang dapat tumpangan. Lumayan gak repot dan hemat ongkos. Hehe maunya!
Aku naiki mobil terano yang besar dan tinggi juga ya, ah masih enakan mobil
jazzku. "Sudah"" Tanya si supir yang tak aku lihat mukanya. Tapi suaranya" Suara itu aku dengar semalam. "Farish"!" Ucapku seketika tanpa perhatian.
"Iya"" "Kakak tahu abang aku"" Sahut Aisha yang mendengar aku memanggil nama
itu. Jantungku berdebar seketika. Aku intip dari kaca sepion ditengah dan benar itu
Farish. "Mana mobilmu"" Tanya Farish.
"Perawatan berkala..." Jawabku singkat. Menjawab begitu saja sudah menguras energiku berribu -ribu kalori rasanya aku sampai lemas. "Aku turun sini saja!" Suruhku tiba -tiba. "Kamu mau kemana Ami" Rumahmu masih jauh.. " Aku diam tak menjawab.
"Temanmu ini temanku juga, Sha." Jelas Farish pada adiknya. "Wah teman dimana, bang""
"Gak koq Sha, dia bukan temen aku. Cuma kebetulan kenal aja." Tekanku. Sebenarnya aku cuma mau bilang sama Farish kalau aku udah gak anggab dia sebagai temanku lagi.
"Aku teman abang dia."
"Owh." Aku semakin gelisah dibuatnya. Ya Tuhan kenapa aku harus bertemu dengan dia selalu"! Setiap kali aku memikirkan dia pastilah muncul!
Perjalanan yang membosankan, sepi sunyi dan tegang sekali. Untung saja tak terlalu lama aku sudah sampai di rumah.
"Terimakasih." "Sama -sama kak."
146 Aku turun dari mobil. Tapi aku tak ajak mereka untuk mampir. Aku tak mau Farish terlihat oleh Mama.
"Kak!" Panggil Aisha dari dalam mobilnya. Aku berbalik dan tersenyum padanya. "Kapan -kapan aku ajak kakak makan dirumah.. " Aku tersenyum. "Terimakasih..."
Kemudian dengan senyum gadis cantik itu, aku melambaikan tangan dan
mereka pergi. *** "Heh! Ngapain sih sampai ngajak -ngajak dia makan dirumah ha"! Geram Farish pada adiknya.
Sejak Aisha tahu masalahnya dengan seorang gadis, tak henti -hentinya Aisha menggodai Farish untuk mengaku siapa gadis itu. Dan sekarang seisi rumahnya tahu siapa gadis yang diincar Farish selama ini.
"Ibu!!!!" Teriak Aisha saat memasuki rumah.
"Ada apa ya""
"Bu, Aku tahu siapa gadis itu!!" Serunya.
Farish segera membungkam mulut adik semata wayangnya.
"Siapa" Farish jangan..."
"Kau bilang mati kau!" Ancam Farish seraya bergurau.
"Sudah Farish.. " Melerai dua anaknya yang saling tarik -tarikan.
Mulutnya terbebas juga. "Dia namanya Amita dan ternyata dia itu teman aku di
klinik bu..." "Hmmm... Ibu sudah tahu siapa dia, Aisha."
"Hey berhentilah kalian menggoda aku terus! Salah kalau aku jatuh cinta pada seorang perempuan, ha"!" Farish mulai kesal.
"Wah akhirnya bang Farish ngaku juga kalau lagi jatuh cinta, Bu.. " Goda Aisha perhatian.
Ibu tertawa dan melempas tawa kecilnya. "Aishh!!!" Geram Farish.
"Sudahlah Bang! Kalau tak bergerak cepat nanti keburu diambil orang!"
"Sudah aku bilang dia itu tidak mau sama aku! Kau tahu sendiri tadi betapa kagetnya dia waktu tahu kalau kau adikku"! Dia sudah aku bikin marah, jadi dia gak mau sama aku! Udah stop jangan bahas ini lagi!" Tegas Farish benar -benar marah. Ia langsung masuk kamar dan mengunci pintu rapat -rapat.
"Ooo..." Mulut dokter membundar. "Kalau gitu, nanti kalau sudah tahu, bilang saja sama pacarnya itu. Barangkali dia ingin segera dinikahi pacarnya. Kasihan dia sangat settres sampai jatuh sakit seperti itu..."
"Benar dia sakit gara -gara setres dok""
147 Dokter menyobe k selembar kertas resepnya. "Iya, gadis itu tidak berpenyakit. Biasanya kalau seperti begitu berarti pasien kelelahan dan fikiran yang sangat berat."
Mencintai Ibrahim begitu membuatmu sakit, sedang aku tidak akan berpengaruh apapun sama kamu. Ami, apa yang akan membuat kamu memaafkan
aku"! Tiga puluh,,, Sementara... "Ami." Panggilnya sangat manja dari telpon.
"Kau kenapa, bang"" Mendengar nada itu tidak seperti biasa, Ami justru sangat risih mendengarnya.
"Kamu gak kangen aku""
"Kenapa memangnya""
"Kan aku cuma tanya Amiku, sayang."
Kangen ya" Mungkin iya. Atau justru aku rindukan yang jauh disana. Apa dia tengah memikirkan aku"
"Ami"" Panggil Aim dari jauh sana. "Kamu masih disitu kan""
"Iya.. " "Kamu tak kangen sama aku""
"Aku kangen, tapi kita kan sudah sering ketemu sekarang. Apalagi pertunangan mu itu dibatalkan."
"Iya, aku senneng Ami..." "Senang kenapa""
"Ya aku senneng karena aku gak usah marah -marah lagi kalau ketemu sama
kamu." "Iya." "Ami, kamu kenapa" Kedengarannya kamu tidak terlalu semangat"" "Aku tidak apa -apa. Mungkin karena aku kecapean aja hari ini." "Owh... Sekarang musim hujan lagi.. "
"Iya." "Ingat dulu"" "Ingat apa""
"Ingat tanggal dua tujuh juli. Saat kita janji untuk ketemu dan menunjukkan aku sebuah bukti hukum hubungan kita""
Akh iya, saat itu aku putuskan untuk tidak berhubungan dengan dia lagi. Karena aku tahu ada pihak yang sangat tak inginkan aku dan dia bersama.
"Aku ingat, sangat ingat."
"Kalau sekarang tidak ada penghalang lagi kan""
"Aku tidak tahu."
148 "Sekarang aku kasih tahu kamu, kalau tidak ada yang halangi kita lagi."
"Mungkin." "Kamu kenapa Ami"" Tanya Aim disana semakin heran mendengar jawaban Ami yang tidak singkron dengan pertanyaannya.
"Maaf, aku masih ada kerjaan. Telponnya dilanjut next time aja..."
Tit! Telpon berakhir tanpa persetujuan Aim disana.
*** Aku semakin tak bisa menyambungkan diri lagi dengan telpon bersama Aim. Entah apa yang terjadi dipikiranku, yang ada hanya Farish, Farish, dan Farish. Padahal semua tahu Farish itu hanya sebagian orang yang aku sayangi di dunia ini, bukan Aim yang sangat aku cintai.
Aku banting tubuhku ke tempat tidur, aku pejamkan mataku.
"Pergi atau Mati"" Katanya dengan santai.
"Ayo kalau berani...!" Sahut seorang yang berambut gondrong.
"Okay..." Sahut lelaki itu membenarkan kuda -kudanya. "Dalam hitungan ketiga, lari." Katanya berbisik padaku. "Satu. dua., tiga!"
Seketika juga aku dan lelaki itu berlari sekencang mungkin. Dan masih mereka mengejar kami.
"Kita mau kemana"" Tanyaku yang berlari terbirit -birit.
"Kemana aja asal bisa selamatkan diri dari mereka." Jawabnya yang tak melepaskan gandengan tangannnya sedetikpun. "Kamu bukan polisi ya"" "Ya bukanlah, aku orang biasa." "Terus pistol tadi""
"Itu cuma korek biasa. Udah jangan tanya lagi, kita harus sembunyi sekarang!"
Lelah berlari, kami bedua memutuskan bersembunyi di bawah truk box yang lumayan besar. Menyelip dan memperhatikan seksama langkah tiga pasang kaki yang tak beralas itu. Mereka masih berada tepat di samping truk kuning ini.
Terbayang kembali tragedy yang tidak akan pernah aku lupakan selamanya. Gayanya seperti seorang super hero, datang seketika menolongku, walau akhirnya aku pun sama -sama berlari menyelamatkan diri dengannya.
"Mawar putih ini sebagai tanda pertemanan yang aku ajukan sama kamu. Bunga pertama, aku ingin menjadi seorang teman yang baik buatmu." Satu bunga di berikan pada Ami. "Bunga kedua, sebagai seorang teman yang baik aku ingin selalu ada saat kamu butuh. Bunga ketiga, sekaligus yang terakhir, sebagai teman aku ingin melindungi kamu setiap saat." Dua bunga itu kemudian diberikan pada Ami semuanya.
Ami tersenyum geli. "Dasar cowok aneh. Tapi terimakasih."
149 Farish tersenyum, senyumnya dalam seperti tatapannya lekat pada Ami yang
tak beralih sekejap matapun. "Senyummu, manis."
"Farish" Aku manusia bukan gula..." Gurau Ami. "Terimakasih..." Ami berbalik
menatap Farish dengan senyum indahnya ***
Rambutnya yang selalu terikat rapih seperti ekor kuda, dua bola matanya yang tajam, hidung mancungnya yang bertindik, alisnya bulan sabit tebal, dan senyu
mnya yang sangat manis. Sudah beberapa hari ia tak berkontak lagi dengan Ami. Hanya memandangi profile picture di layar dunia maya.
Nafasnya di hembuskan berat. "Ami, aku sangat merindukan kamu..."
Sudah tak punya nyali lagi untuk bertemu dengan Ami. Karena mungkin persahabatannya dengan Ibrahim kembali memburuk. Apalagi kemarin Ibrahim sempat bercerita niatnya untuk melamar Ami langsung. Saat itu Aim dan Farish tengah menghadiri pesta pernikahan seorang sahabat yang lain.
Bergilir orang -orang memberi ucapan selamat pada dua orang pengantin, yang sedang jadi raja dan ratu semalam di pelaminan.
"Selamat Bro...!!" Serunya sambil memeluk dan menepuk -nepuk punggung
sohib. "Terimakasih!! Kapan nyusul"" "Bentar lagi..." Jawabnya sangat yakin.
Sesaat mereka berdua turun dari panggung pelaminan, Farish mulai merasa aneh dan curiga.
"Nyusul Irwan merit sama siapa"" Tanya Farish serius sembari bergurau. "Sama Ami.. "
Farish terhenyak. "Amita""
"Iya.. " Angguk Aim sambil meneguk gelasnya.
"Sudah bisa""
"Iya, orang tuaku sudah tahu dan orang tua dia juga..." Mulutnya berhenti membahas hal itu lagi.
"Ami, Ami.. " Panggilnya pada sesosok gadis manis dalam dunia maya. Suara pintu kamar terbuka, selekas mungkin Farish meng-close layar gambar Ami di laptopnya.
"Abang"" Sapa Aisha sekejap matanya melihat foto gadis tak jelas dari layar laptop Farish.
"Sudah aku bilang, kalau mau masuk ketuk pintu dulu!" Katanya marah. "Maaf, tapi foto siapa tadi""
"Foto apa"!"
"Foto cewek abang. Tadi aku lihat kau sudah meng-closenya. Hayo siapa"! Pasti kak Ami yaa"""
150 "Sudah, kau itu terlalu sirik sama aku. Urus saja tuanganmu itu, si Fadhil.. " Farish melipat laptopnya.
"Iya iya... justru itu aku minta tolong sama abang buat anterin undangan ini."
"Sama siapa"" Farish mencomot undangan berwarna biru langit cerah dari tangan Aisha.
"Kak Ami." Tercekat, kemudian undangan itu dikembalikan lagi ketangan Aisha. "Tidak tidak!" Kemudian ia beranjak dari tempat tidurnya.
"Kenapa"" "Kau itu masih tanya kenapa"! Sudah tahu hubunganku dah gak baik lagi sama Ami malah aku suruh anterin undangan!"
"Kan cuma undangan" Ibu dan Ayahnya kan juga aku undang. Kan masih kerabat Ayah, bang""
Farish terdiam. "Ayolah, kalau bukan abang siapa yang mau anterin undangan aku""
Sejenak berfikir. "Okay." Setujunya.
*** Tangannya sudah bersedia mengetuk pintu. Tak terduga, pintu besar berwarna hitam sudah lebih dulu terbuka.
Farish tercekat saat melihat Ami yang muncul dari balik pintu. "A, e.a.. " Ia bingung sendiri.
Ami memalingkan pandangannya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam." Jawab Ami sekedarnya.
"Aku mau kasih ini." Farish menjulurkan undangan biru langit.
"Undangan"" Ami mengambil undangannya.
"Iya." "Siapa yang nikah""
"Aisha.. " Mulut Ami membundar tanpa suara. "Aku kira kau yang mau nikah." Farish tersenyum. "Kalau aku yang nikah, siapa juga calonnya"" Senyum Ami menyimpul. "Sudah""
"Ah iya." Ami kembali ke dalam rumah, ia letakkan undangan biru Aisha di atas meja tamu. Kemudian ia kembali keluar dan menutup pintu. "Kamu mau kemana"" Tanya Farish heran.
"Aku mau cari angin." Ami terus berjalan tak perdulikan Farish yang mengekor di belakangnya.
"Ini musim hujan, langitnya udah gak tampak bintang. Gak takut hujan""
151 "Aku sudah biasa hujan -hujanan di luar. Lagian aku sudah pakai jaket." Jawabannya tak memberikan sedikit senyumanpun. "Jaket yang aku berikan"" Ami terhenti.
Farish terhenti juga. "Aku lihat kau itu lebih sering memakai jaket yang aku kasih dari pada punyamu sendiri."
Kau tahu Farish" Aku merasa sangat terlindungi dengan jaket ini. "Rambutmu" Kau pakai terus ikat rambut berbulu yang juga aku berikan." "Pentingkah aku jawab pertanyaan seperti itu""
"Aku cuma ingin tahu, apa kamu sudah memaafkan aku atau tidak. Hanya itu.. " Ami tak menjawab, ia melanjutkan lagi kakinya yang berjalan entah kemana. "Aku dengar, sebentar lagi kamu akan menikah sama Ibrahim." Ami kembali berhenti, ia berbalik menghadap Farish. "Dari mana kau tahu"!" Tatapan matanya menunjukkan dia tak inginkan itu. "Itu benar kan"" "Darimana kamu tahu"!" "Benner kan""
"Siapa yang bilang sama kamu soal kabar yang gak benner itu ha"!"
"Kenapa kamu bilang itu gak benner"! Padahal aku dapat kabar itu langsung dari calonmu." Farish tersenyum.
"Apa maksud kamu"" Matanya menyipit semakin heran tak mengerti.
"Kamu mau nikah sama Ibrahim kan" Orang tua kalian sudah saling setuju. Tidak ada penghalang lagi diantara kamu sama dia. Hubungan kalian halal koq. Inez pergi meninggalkan Ibrahim, karena sebenarnya yang menjodohkan mereka adalah paksaan dari orang tua Inez sendiri. Om Armand dan tante Viviana tidak setuju dengan pergaulan Inez dengan pacarnya dulu. Jadi mereka memutuskan rencana pertunangan itu semua. Dan saat, Inez kesal dia ceritakan semuanya tentang kamu dan Ibrahim. Tante Imnan merasa sangat bersalah sama kamu. Semua baik -baik saja sekarang Ami.. " Jelas Farish dengan raut santai tak bersalah.
Benarkah mereka berniat untuk memasangkan aku dengan Aim" Tapi kenapa mereka tak bilang aku dulu" Kenapa harus Farish yang tahu"! Mereka tak kasih tahu aku tentang alasan kepergian Inez.
Nafasnya berat. "Aku turut senang kalau kamu bisa sama -sama lagi dengan Ibrahim. Sebentar lagi kalian akan dapatkan apa yang kalian inginkan sejak awal." Farish semakin memaksa senyumnya.
Muka Ami mengangkat menatap mata Farish tak berdaya. "Sungguh""
Farish mengangguk. "Iya.. "
Tak terasa tatapan itu mengucurkan setetes air mata yang harusnya tak pernah jatuh lagi sekarang.
152 "Kenapa kamu nangis" Bukannya harusnya kamu senneng. Selama ini kalian berdua tersiksa dengan pertunangan itu dan sekarang semuanya sudah berakhir, kamu dan Ibrahim, kalian sama -sama dapat restu."
"Kamu senang aku akan nikah sama Ibrahim""
"Iya. Aku senang." Farish memaksa senyumannya. "Aku senang kalau kamu senang Ami..."
Ami lepas jaketnya begitu saja, memberikan kembali pada Farish dan menarik ikatan rambutnya juga diberikan kembali pada Farish. "Ambil ini kembali! Jangan pernah muncul lagi kehadapan aku!"
"Ami." "Aku gak mau lihat kamu lagi!" Ami mendorong Farish. Kemudian ia menangis begitu saja. "Pergi!!!"
Tak kuasa Farish meneteskan air matanya juga. Mendekati Ami dan berusaha melindunginya dengan sebuah pelukan hangat dari dinginnya malam.
Kenapa kabar ini harus aku dapat darimu Farish" Seandainya kau tahu apa yang aku rasakan, saat aku mulai yakin untuk berganti hati. Aku tak mampu lagi hidup bersama dia. Aku bingung dan aku sangat ragu dengan perasaanku sendiri. Desah Ami.
Pelukan itu dilepasnya sendiri. "Maafkan aku Ami..." Jaket itu di selimutkan lagi pada Ami. "Aku akan pergi dan gak akan muncul di hadapan kamu sesuai keinginan kamu. Aku hanya ingin kamu menyimpan ini baik -baik." Karet berbulu juga ia ikatkan kembali di rambutnya. Beberapa langkah mundur dan meninggalkan Ami sendiri di tempatnya.
"FAARissshhh!!!!!" Ami berteriak kencang.
Teriakannya mengehntikan langkah kaki Farish yang sudah jauh di belakangnya. Farish pun berbalik tapi tak mendekat.
"Aku Benci KAUU!!!!!" Lanjut teriakan itu.
"Maafkan aku Ami..." Ucapnya pelan tak membuat Ami mendengarnya.
Kemudian Farish melanjutkan untuk pulang.
*** Tiga puluh satu,,, Aku bersandar pada pohon besar di tepian sungai yang menjadi tempat bertemunya aku dengan Ibrahim dulu hingga sekarang. Sambil membaca sebuah novel indah yang cukup membuat mataku berkaca -kaca. Karena cerita itu mengingatkan aku pada Farish. Sementara Aim masih saja tidur di berbantal pada pangkuanku.
Sambil memainkan rumput yang ia petik sesekali melemparkan patahan -patahan rumput menggodaku. "Ami..." Panggilnya.
"Hem..." Jawabku tak beralih dari bacaanku.
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kapan bacaan itu selesai""
"Masih seratus lima puluh halaman lagi.. "
153 Aim bangun dari pangkuanku. Ia menyabut novel yang aku pegang.
"Aim!" "Berhenti dulu. Aku ajak kamu kesini buat dengerin omonganku, bukan malah mau nungguin kamu baca novel."
Aku mengalah. "Maaf. Ada apa""
Tak langsung bicara, Aim malah memain -mainkan novel itu. Di putar -putar, di lempar -lempar dan Hap! Aku rampas kembali.
"Kalau mau bicara cepat. Jangan buat aku menunggu lama." "Kamu itu kenapa sih""
"Aku tidak apa -apa. Sudah langsung saja lah."
"Okay. Jadi gini." Aim menarik nafas dan
menghembuskan perlahan. "Aku ingin kita menikah." Katanya singkat.
Aku terhenyak. Jadi benar apa yang dibilang Farish, Aim berniat untuk menikah dengan aku.
"Kamu mau kan""
"Kenapa kamu mau nikah sama aku" Dan kenapa Inez tiba -tiba menghilang begitu saja""
"Ami"! Aku tanya kamu, koq kamu malah bicara topik lain sih""
"Jawab dulu." "Tapi Ami.. "
"Jawab saja." "Ya, aku mau nikah sama kamu karena aku cinta sama kamu. Dan soal Inez, dia kabur sama pacarnya. Udah"!"
Yaa, aku tahu itu Aim tapi aku marah karena kamu baru menceritakannya sama
aku. "Jadi"" Aim masih menanti jawabanku. "Beri aku waktu."
Giliran Aim yang kaget mendengar jawabanku. Pasti dia mengira aku akan langsung menjawab Ya. Tapi, tidak semudah itu. Memutuskan untuk menikah tidaklah semudah mengatakan kata C I N T A. Sekalipun hatiku bilang aku masih sangat cintai dia lebih dari apapun.
"Kenapa"" "Kasih aku waktu, untuk berfikir, bang.. " Aim diam. Nampak raut kecewa di wajahnya.
"Maafkan aku. Tapi menikah bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Karena cinta yang aku rasa tak semudah kata C I N T A-nya.."
"Ya aku tahu. Tapi aku harap permintaanmu itu bukan karena Farish." Aku terhenyak. "Kau"!"
"Farish baik sama kamu. Dia cinta sama kamu. Jujur aku takut sekali, kamu akan terhipnotis semua kebaikannya."
154 "Kau sendiri" Pernahkah kau sadari, semua kelakuanmu dari dulu sampai sekarang sangat menyakiti aku"" Sindirku. Aku tak suka Aim membawa nama Farish dalam masalah ini.
"Ami. Koq kamu gitu sih""
"Dengar aku. Belum apa -apa, selama bertahun -tahun sudah berapakali kau sakiti aku""
"Ami." "Jadi tolong, jangan bawa -bawa nama Farish dalam urusan kita. Masalah ini antara kau, aku dan keluarga kita." Aku beranjak dari dudukku. "Beri aku waktu. Maafkan aku.. " Tandasku kemudian meninggalkan dia.
Hanya tuhan dan diriku sendiri yang tahu seberapa besar cintaku untuk seorang Ibrahim Imran.
Baru beberapa meter aku pergi, tiba -tiba saja aku melihat Farish sedang berjalan hendak menyebrang. Aku lihat di seberang ternyata ada Nissan terrano miliknya. "Farish!" Spontan, aku langsung berteriak memanggilnya.
Farish menoleh kearahku. Dari jauh sana ia tak tersenyum sedikitpun padaku. Tapi ia kembali menyebrang jalan, tak hiraukan aku yang menyapanya. Farish kau kenapa" Dia terus berjalan hingga masuk mobil.
"Ada apa kamu panggil -panggil Farish"!" Tegur Aim yang tiba -tiba muncul di
balikku. Aku sungguh kaget berbalik menghadapnya. "Bisahkah kau itu tidak mengagetkan orang"! Bukan urusanmu aku mau panggil siapa!" "Bukannya kamu sedang marah sama dia""
"Marah" Iya.." Jawabku bingung. Aku memang sedang marah padanya. Dan aku belum memaafkan dia.
"Kamu marah sama dia, karena dia sudah bohong sama kamu. Selama ini dia baik sama kamu karena aku bayar dia, sepuluh juta. Kamu digombalin, kamu dibaikin, kamu dimanjain, semuanya! Kamu lupa""
"Gak!" Aku menekan kataku. "Lalu kau sendiri" Sudah amnesia, siapa yang telah membayar Farish untuk melakukan itu semua" Ingat bang! Ingat semuanya, dari dulu saat aku tidak tahu siapa dirimu, kau bohong hingga kau muncul sebagai seorang abang tiriku. Ingat"! Kau muncul bilang cinta, lalu siapa Inez yang tiba -tiba kata Mama kalian akan bertunangan. Ingat"! Ingat, saat kau bohong saat kau bilang kalian tak saling kenal." Tiba -tiba saja mulutku lancar mengungkapkan semua yang menjadi beban dalam hatiku. "Belum apa -apa kau sudah terlalu banyak membohongi aku. Apalagi nanti""
"Aku minta maaf Ami!"
"Memaafkan tidak semudah berkata maaf. Memang aku gak bisa marah sama kau. Tapi bukan berarti dengan mudah aku bisa melupakan semuanya." Aku berbalik meninggalkannya.
155 "Ami Ami tunggu dulu.. "
"Satuhal yang harus kau lakukan sekarang." Aku kembali menghadapnya. "Sadari dan resapi semua kesalahan yang telah kau perbuat selama ini. Ah salah, harusnya sebelum kau memintaku untuk menikah, kau tanya pada dirimu sendiri. Pantaskah kau dengan mudahnya meminta aku menikahi kau, setelah semua yang sudah kau lakukan terhadapku"!"
Aim terdiam. Tuhan, sadarkan dia, sampai kapanpun aku tidak akan pernah melupakan semua kenangan terindah diantara kami berdua. Ibr
ahim Imran. Aku inginkan kau, tapi bagaimana ini semua terjadi begitu saja dengan mudah. Apa Mamaku sudah merestui kau menjadi pendampingku" Bukannya Mama telah bersumpah untuk tidak mau menerima Mami sampai kapanpun" Harusnya akulah orang pertama yang mengetahui restu dari Mama.
Lalu, aku pulang kerumah. Aku harus bertanya pada Mama. Mama tak pernah membahas apapun tentang ini, atau barangkali Mama berniat membuat kejutan.
"Assalamualaikum..." Aku buka dan menutup kembali pintu rumah.
Heran, aku tidak mendengar seorangpun yang menjawab. Kemana perginya" Seharusnya di rumah ini masih ada Mama. Aku telusuri semua bagian rumah hingga kamar Mama.
Aku terhenti, dari arah kamar Mama aku mendengar teriakan -teriakan dan bentakan -bentakan antara Mama dan Ayah.
"Aku ibu dari anak -anakku! Aku berhak memilih siapa yang akan menjadi jodohnya! Kenapa kau itu tak minta izinku untuk memasangkan Ami dengan Ibrahim, ha"!" Bentak Mama terdengar dengan isak tangisnya. "Bahkan aku mengetahui dari orang lain!"
Aku terkejut dengar hal itu. Jadi Ayah tak kasih tahu Mama" Itu hanya rencana berdua antara Mami dan Ayah" Dan lagi -lagi Aim tidak menegaskan itu.
"Kenapa" Kenapa kau itu menolak memasangkan mereka"!" Ayah membalas bentakan.
TOk tok tok! Menunduk, aku terpaksa mengetuk pintu yang sudah terbuka itu. Pertengkaran mereka berdua terhenti karena kedatanganku.
"Maafkan Ami Ayah. Berat, tapi, Ami kecewa sekali sama Ayah..." Aku coba memberanikan diriku yang sudah sejak dulu ingin aku lakukan. "Ayah tak menyadari, bahwa sikap Ayah terkadang menyakiti Mama dan anak -anak Ayah sendiri..."
"Apa maksud kamu, Ami"!"
"Kejadian dua puluh tahun yang lalu itu tidak mudah disembuhkan lukanya bahkan sampai sekarang. Walau Mama bisa menerima kehadiran Mama Imnan, tapi bukan berarti Mama tidak kan merasa sakit hati lagi pada Ayah dan Mama Imnan sendiri. Ayah... betapa sakitnya hati seorang perempuan saat melihat orang yang
156 dikasihi justru pergi dengan orang lain. Pernahkah Ayah berfikir hal yang sama dapat terjadi pada anak -anak Ayah sendiri"" Aku meneteskan air mataku.
"Ayah, aku memang cintai Ibrahim, tapi aku tidak mau egois dengan perasaanku. Karena yang aku butuhkan bukan kebahagiaanku, tapi kebahagiaan Mama. aku tidak mau membuat Mama sakit lagi hatinya karena aku berdampingan dengan Ibrahim. Aku tak mau membuat Mama kecewa..."
Mata Mama terus berair membuat aku tak tega melihatnya.
"Maafkan Ami Ma, maafkan Ami Ayah." Tandasku.
Aku berlari keluar, menghampiri mobilku dan pergi jauh!
Aku mau kemana" Aku tidak punya tujuan. Ayah" Kenapa Ayah tega melakukan hal itu" Merencanakan semuanya tanpa sepengetahuan Mama.
Tuhan, Ampuni aku karena telah cintai dia melebihi apapun di dunia ini. Ampuni aku
yang masih terus bermimpi suatu hari nanti Mama akan mengizinkan aku untuk
memilikinya. Kuatkan aku mengendalikan semua ini. Memutuskan untuk menikah, aku
benar -benar butuh ketenangan. Aku takut kehilangan Ibrahim, tapi aku tak mau
hidupku sakit lagi karenanya kelak. ***
Tiga puluh dua,,, Persis seminggu, aku mengisolasi kehidupanku dari dua orang lelaki yang kini sedang mendominasi kisah cintaku. Ibrahim dan Farish. Tok tok tok!!!
"Masuk!" Sahutku tak beralih dari pandangan tugas di layar laptop. Ternyata Mama yang datang. "Sibuk"" Mama menghampiri aku. "Gak juga Ma. Ada apa""
Kemudian Mama duduk di bibir kasur. "Mama ingin bicara serius sama kamu,
nak." Aku tercekat. Lantas menghentikan semua tugasku. Aku seret kursiku ke depan Mama. "Ada apa, Ma""
Mama tersenyum. "Tadi pagi, Ibrahim datang."
Aku hanya bisa menghela nafasku dan tak menjawab apapun. Untuk apa lelaki itu datang kesini dan menemui Mama. Walau penasaran, tapi aku coba untuk tak perdulikan itu. Karena mungkin hanya membuat hati Mama pilu.
"Ibrahim itu anak yang baik ya, Mi""
Aku terhenyak. Apa yang sudah dilakukan Aim sampai -sampai Mama bertanya seperti itu padaku"
"Ibrahim dan Imnan kesini. Ibrahim cerita semuanya tentang hubungan cinta kalian selama ini."
157 Aku terbelak. "Ha"!" Sungguh aku sangat terkejut. Beraninya dia cerita tentang kisah tersembunyi diantara kami. Ya Tuhan! Kenapa
jadi seperti ini"!! "Ma, Ma.. Maaf..maafkan Ami Ma.. " Sesalku. Setetes air bening jatuh di pipiku. Aku bersimpuh di hadapan Mama. Sungguh aku merasa sangat menyesal.
"Kenapa kamu tidak pernah jujur pada Mama, nak"" Tetes air mata jatuh tepat di atas tanganku. "Kenapa sampai pertunangan itu batal karena kamu, nak""
Aku tatap Mama yang mulai menangis kecewa. "Mama.. maafkan Ami."
Oh GOD! Apa yang sudah Aim katakan pada Mama" Mama kecewa padaku. Aku tak bisa berkata apapun lagi. Tiada satu pembelaanpun yang bisa aku ungkapkan pada Mama. Karena aku benar -benar sudah bersalah. Sekarang, aku hanya bisa memeluk Mama yang tengah menangisi semua perbuatanku.
Dan saat tengah malam, aku mengendap -endap bak maling yang sedang beraksi untuk kabur dari rumah. Aku harus menemui Aim dan minta tanggung jawab padanya, itupun kalau dia sanggub untuk bertanggung jawab.
Aku berhasil keluar rumah tanpa satupun orang yang tahu. Lekas aku berlari hendak menyeberangi jalanan raya yang sepi dikala larut malam seperti ini.
Tiba tiba! Tiiiiiiiiiinnnnnnn!!!!!! Terdengar suara klakson mobil yang panjang dan nyaring mengagetkan aku. Spontan aku berhenti di tengah jalan. Karena pancaran sinar yang sangat terang akupun berlindung dibalik tanganku. Nyaris nyawaku melayang percuma. Syukur, Alhamdulillah mobil itu berhenti tepat menyentuh lututku.
Jantungku nyaris copot karena kaget. Untung saja aku masih selamat.
"Ami"!" Panggil seseorang.
Aku lepas tanganku. Kulihat ternyata itu mobil milik Farish.
"Ami, Ami!!" Cemas Faris segera turun dan menghampiriku. "Ami, Maaf, sungguh aku gak sengaja. Kamu gak papa"!" Jelas sekali dia mencemaskan aku.
Aku diam tak menjawab apapun. Entah apa yang harus aku ucapkan atau bahkan aku tak tahu harus bersikap bagaimana padanya. Seingatku, terakhir aku masih marah padanya. Tapi aku justru terus memandang lekat wajahnya yang sangat mencemaskanku.
"Ami"! Sudah larut malam sekali kamu mau pergi kemana, ha"!"
Aku masih saja memandangnya tak berkedip.
"Ami"! Dengar aku"!" Tak tahan Farish menyentuh kedua bahuku. "Ami"!" Aku terjaga. "Farish." Panggilku lalu mengalihkan pandangan. "Sudah larut malam, mau kemana kamu"!" Nadanya terdengar marah. "Bukan urusanmu aku mau pergi kemana."
"Memang bukan urusanku, tapi lihat, baru saja kamu nyaris aku tabrak!" "Kenapa kamu gak sekalian nabrak aku sampai mati, ha"!" "Ami"! Kamu itu kenapa sih""
158 "Sudahlah." Aku berbalik dan melangkah pergi mengabaikan pertanyaannya.
"Bukankah dulu kamu pernah berjanji untuk tidak kabur lagi dan membuat keluargamu khawatir"!" Farish turut melangkah di belakangku.
"Jangan perdulikan aku. Biarkan aku terus membuat keluargaku khawatir. Bukan urusanmu."
"Ami, kamu boleh marah sama aku. Tapi bukan berarti kamu tidak memperdulikan kata -kataku."
Aku berhenti dan berbalik menghadapnya. "Oh GOD! Kenapa dunia ini sempit sekali" Hingga engkau pertemukan aku dengan dirinya lagi"!!! Dengar Farish! Jangan pernah perdulikan aku lagi! Kemanapun aku mau pergi saat ini bukanlah urusanmu!" Kesalku.
"Dengar aku Ami. Kembalilah pulang. Jangan sampai keluargamu sadar kalau kamu tidak ada sekarang."
"Jangan seolah perduli denganku!"
"Aku benar -benar perduli sama kamu, Mi!" Giliran Farish yang kesal. "Kamu gak perduli sama aku, kamu gak perduli perasaanku!" "Perasaan"" Bisiknya pelan.
"Kau tahu" Malam ini aku akan bertemu dengan Ibrahim." Aku tersenyum mengabarkan itu. "Jadi kamu gak bisa menghalangi aku pergi." Farish diam.
"Aim dan Ibunya menemui Mamaku tadi pagi. Dan kemarin, Aim melamar aku." Aku pandang wajahnya lekat -lekat.
Tapi Farish tetap diam, ia palingkan mukanya dariku.
"Kau tau" Mamaku sudah tahu semua kisah cinta antara aku dan Aim selama bertahun -tahun lalu. Kisah cinta yang indah, penuh suka dan duka. Haru, romantic. dan malam ini aku akan membahas ini semua dengannya." Aku tetap memaksakan senyumanku.
Ia tak segera menjawab omonganku. "Selamat. Sekarang, kamu dan Ibrahim." Kalimatnya terputus. Ia hela nafas panjangnya. "Aku, aku.. turut bahagia.. " Suara itu terdengar serak dan lenyap. Farish tetap menunduk memalingkan pandangannya dariku.
"Hanya itu" Tidak ada yang lain""
Farish menggeleng ragu. Matanya terpejam dan tiba -tiba ada bulir air bening jatuh membasahi pipinya.
"Pandang aku, tatap aku. Katakan apa yang ingin kamu katakan padaku."
Farish tetap menggeleng. "Pergi sana, jangan buat Ibrahim menunggu kamu terlalu lama."
Kusentuh wajahnya dan mengusap air mata di pipinya. "Jangan buang air matamu untuk orang sepertiku. Kau itu tidak pantas menangis."
159 Aku tetap berdiri dihadapannya tanpa bicara apapun lagi. Saling membisu, hanya saling beradu pandang dengan rasa sedih dalam benak masing -masing. Farish, katakanlah sesuatu, yakinkan aku, atas cintamu yang tulus. Agar berakhir semua kebimbanganku selama ini.
Percuma, cukup lama juga aku berdiri di hadapannya yang tetap saja membisu. Akupun berbalik, tapi aku terkejut saat Farish tiba -tiba menahan tangan kiriku.
"Tolong, jangan terima lamaran Ibrahim. Aku mohon, Ami, kamu gak boleh nikah sama Ibrahim. Apapun yang terjadi..."
Aku terhenyak mendengar permintaan Farish. Aku tak menyangka dia akan berkata seperti itu. Jantungku berdebar kencang, dan sengatan listrik itu kembali aku rasa di sekujur tubuhku. Perlahan aku lepaskan diri dari genggaman Farish. Lalu aku berlari meninggalkan dia begitu saja. Satu yang pasti, aku harus segera menemui Aim sekarang juga.
Farish, maafkan aku yang tinggalkan kau begitu saja. Aku harus segera selesaikan satu urusan yang sangat penting ini. Aim...
Ku temui Aim tengah duduk sendiri menantikan kedatanganku. "Maaf, aku terlambat." Sapaku tanpa senyuman. Aim menoleh dan beranjak bangun. "Cukup lama juga kamu datang." "Susah juga kabur dari rumah."
Aim tersenyum. *** "Untuk apa kau datang menemui Mamaku dan menceritakan semuanya tentang kita"!" Tanyaku langsung tanpa basa -basi.
"Aku hanya ingin menjelaskan semuanya. Salah""
"Sangat salah!" Aku menatapnya sunggu -sungguh. "Harusnya kau tanya aku dulu. Sadar, siapa dirimu dan Mamamu di hadapan Mamaku"!" "Kenapa harus masalah itu"!"
"Karena hanya masalah itu yang menjadi penghalang kita! Harusnya, dulu, bukan hukum yang aku cari, tapi ridho dan restu Ibu lah yang harusnya aku cari. Yang aku tahu goresan luka dua puluh tahun lalu masih sangat terasa perihnya hingga sekarang. Pernahkah kau memikirkan itu lebih dulu dari pada rasa cinta yang kita miliki sekarang ini"!"
"Aku tahu, Mi. Justru aku menemui Mamamu, karena aku pikir mungkin dia bisa merestui hubungan kita."
"Semudah itu"! Akh.. Aim, bisahkah kau itu berfikir lebih dewasa dan bijak" Hello""!!" Sungguh aku kehilangan kata -kata untuk menjelaskan semuanya. Oh GOD kenapa dia susah sekali untuk mengerti posisiku sekarang"!
"Apa salahnya aku coba""
Memang tak ada salahnya mencoba. Tapi aku tidak mau Mama merestui kami karena terpaksa. "Aku minta maaf..."
160 "Kenapa, Ami""
"Aku gak bisa menikah dengan kau."
Aim teberlak. "What"! Kenapa"!" "Maaf, aku gak bisa." "Tapi apa alasanmu, Ami"!"
"Ibunya adalah seorang wanita yang sangat dibenci oleh keluargamu. Aunty -Auntymu, pamanmu, bahkan Mamamu sendiri saat ini. Kamu memang boleh bersanding dengan dia, bahkan saat ini juga jika Mama mau, Mama bisa menyuruh pertunangan itu untuk dibatalkan. Tapi tidak, lelaki itu tidak pantas buat kamu. Pikirkan selanjutnya" Selama ini Mama memang diam dengan keadaan orang itu dengan Mama sendiri, tapi tidak Mama mengharapkan orang itu akan datang dan pergi sesukanya kerumah ini. Tidak nak..."
Aku teringat semua kalimat Mama. Walau aku tak mungkin mengatakan yang sebenarnya, tapi ku harap dia mengerti keadaanku sekarang. Maafkan aku Ma yang sangat cintai dia.
"Sudah cukup Mamaku kecewa dengan Ayah, dan aku tidak mau kalau Mama harus kecewa padaku."
Aim tertunduk diam. "Sungguh, aku minta sejuta maafmu... Aku hidup di dunia ini tidaklah sendiri. Aku terlahir ke dunia ini bukan dari sebuah batu, melainkan dari rahim seorang Ibu yang sangat aku cintai. Kau, dan Mama. Kalian adalah dua hal terpenting dalam hidupku. Aku harus memilih." Aku menghela nafas mencoba menjelaskan semua kegelisahanku dengan tenang padanya. Aku sangat berharap dia bisa mengerti apa yang aku rasakan sekarang.
"Yaa.. " "Dan aku harap ki ta tidak egois dengan perasan ini. Biarlah hanya Tuhan yang tahu bagaimana cintaku untuk kau."
"Aku tahu itu Ami..." Terlihat rupa Aim lesu dan kecewa.
Ia diam cukup lama berfikir. Keadaanpun sunyi, hanya terdengar suara kerisikan jangkrik dan deburan air sungai.
Aku mengerti tak semudah itu dia akan menerima Alasanku. Tapi Tuhan aku hanya ingin yang terbaik untukku, dia dan semuanya. Aim, mengertilah keadaanku.
"Aku akan coba terima iini semua." Aimpun akhirnya membuka mulut.
Aku tersenyum, saatku lihat ia juga tersenyum. Walau senyum kami terasa sangat berat, aku yakin dia juga ingin yang terbaik untuk kami. Ya Tuhan, lindungilah dia, beri kami yang terbaik. Walau rasanya tak semudah ucapan, aku akan berusaha untuk melepas Aim selamanya, dan melupakan cinta yang tumbuh sejak bertahun -tahun lalu. Aku akan merelakan semua perjuangan cintaku selama ini.
"Terimakasih. Aku sangat berterimakasih atas pengertianmu."
"Sama -sama, aku juga makasih karena kamu udah cintai aku seperti ini."
161 Aku tersenyum malu. "Kamu dah bikin pertunangan aku batal dengan Inez. Setidaknya aku punya kesempatan lagi untuk memilih gadis lain."
Senyumku semakin lebar saja. "Sama -sama, justru aku yang harusnya terimakasih karena Abang sudah mau mengerti keadaanku. Semoga kau bisa dapatkan seorang perempuan yang jauuh lebih baik dari aku. Yang bisa memberikan kasih sayang yang jauh lebih sempurna buatmu."
"Amiiinnn. Makasih Ami, doa itu juga untukmu."
Aim memelukku dan membelai lembut rambutku. Belaian itu kini bukanlah belaian dari seorang kekasih melainkan dari seorang teman, atau seorang abang yang baik pada adiknya. Yaa aku bisa raskan itu, karena aku dan dia sama -sama inginkan yang terbaik.
"Ami..." Panggil Aim serius.
"Iya"" "Aku minta satu hal sama kamu."
"Apa"" "Tolong maafkan Farish."
Aku terkejut mendengar kalimat itu.
"Dia tidak salah, aku lah yang salah. Maafkan dia ya Ami. Sebenarnya dia sangat cintai kamu. Aku bisa lihat dari gelagat dan sorot matanya. Hanya saja dia tidak mau membuat aku marah. Karena dia tahu kita berdua ini saling cinta." Jelas Aim.
Aku tersenyum. "Aku akan maafkan dia bang." Karena aku sadar, aku tidak mau kehilangan seorang yang berharga seperti dia.
Dia tak memintaku untuk cintai kau Farish, dia hanya inginkan aku untuk memafkanmu Farish. Tapi hatiku bilang sebaliknya, aku diperintahkan untuk terus
berusaha cintai kau dan melupakan Aim selamanya.
*** Tiga puluh tiga,,, Hari ini, hari yang indah..
Aku terjaga dengan keadaan tenang dan damai dalam hati. Tuhan, jadikan hari ini jauh lebih baik dari hari kemarin. Dan esok, jauh lebih baik dari hari ini. Saatku buka pintu kamar, ku temukan keadaan keluargaku yang lebih baik. Mama dan Ayah, kakak -kakakku dengan keluarganya. Ku harap kelak kan temukan kebaikan keluargaku walau tak bersama Aim yang kucintai.
"Mau kemana, Ami"" Sapa Mama saat melihat aku yang sangat rapih keluar dari kamar.
Aku tersenyum membalas Mama. "Aku mau menemui seorang teman Ma."
"Siapa"" "Teman yang baik Ma. Yang bisa membuat aku tersenyum bahagia."
162 Mama tersenyum. Lalu kupeluk Mama erat. "Aku sayang Mama..."
"Hati -hati nak..."
Aku melepas pelukanku. "Iya Ma, Ami pergi dulu.. "
Lari -lari kecil menuruni tangga yang panjang dengan hati yang sangat berseri -seri. Aku mau menemuinya. Seorang lelaki yang perlahan mengisi hatiku dengan senyuman.
Aku tak membuat janji dengannya. tapi aku berharap Tuhan memberikan aku kesempatan untuk bertemu dengan dia hari ini. Di tempat yang indah, yang menjadi awal perjumpaanku dengannya. Kulihat langit sudah menunjukkan waktu hampir siang. Seperti kebiasaannya yang aku tahu, harusnya dia sudah ada di sana. Deburan buih putih dari laut yang biru dan pasir putih, setelah lama tak kesini aku jadi rindukan tempat ini.
Hari ini bukan hari libur, apalagi jam segini. Parkiran mobil saja masih sepi, hanya mobil jazzku dan mobil sedan lain. Akh, tak ada Teraano miliknya, mana mungkin dia ada disini. Dia pasti belum datang. Sesaat aku memandangi sekitar pantai, hingga mataku tertuju pada seorang lelaki dengan jaket kulit berwana hitam sedang duduk sendiri sambil me
mainkan pasir ditangannya. Farish, aku temukan dia..
Perlahan aku mendekat padanya tak bersuara. Aku tak mau dia menyadari kehadiranku yang berdiri di sampingnya. Hem... kira -kira apa yang akan mengejutkan dia yaa"
Sedikit aku rubah cara bicaraku agar terdengar seperti lelaki. "Permisi, saya sedang mencari pemilik Nissan terano hitam yang sedang parkir di sebelah mobil saya tepatnya sedang parkir di depan warung es kelapa muda..."
Farish tak berpaling sedikitpun. "Bukan punya saya!" Nada itu terdengar kesal dan kasar. Jantungku menciut, aku takut karena aku tidak pernah mendengar Farish sekasar itu nada bicaranya.
"Terus punyamu mana"" Lanjutku dengan suara asli khasku.
Sontak Farish berbalik seketika itu juga. Matanya terbelak dan sangat terkejut melihat aku, sesosok Ami berada tepat di hadapannya. Iapun langsung berdiri menyambutku.
"Ami"" Panggilnya berbisik tak percaya.
Aku tersenyum padanya. "Duduk sendiri sambil melamun. Sudah sampai mana layanganmu""
Sedikitpun Farish tak berkedip menatapku. Ia benar -benar tak percaya aku ada dihadapannya. "Benar kah ini kamu, Ami""
"Farish! Hentikan tatapanmu yang seperti itu. Aku tak suka." "Tapi sungguh aku tak mimpi, kan"" Aku sentuh pipinya. "Bisa dirasa, kan""
163 Farish tersenyum, ia pegangi tanganku yang menyentuh di pipinya. "Aku bisa merasakannya. Harum tanganmu, sentuhan lembut kamu. Semua sama, ini nyata." "Sedang apa kau disini""
Perlahan Farish melepas tanganku dan tersenyum. "Seperti biasa. kamu sendiri""
"Aku kesini, sengaja mau ketemu kamu."
Farish tertawa kecil. "Kamu mau ketemu aku" Ngapain"" Pada dasarnya ia tak percaya aku sengaja mau menemuinya.
"Yaa, sebenarnya aku cuma mau kasih tahu kalau."
"Apa"" "Aku sudah memaafkan kamu.. "
Senyum Farish melebar. "Sungguh""
"Yaa, Aim yang minta aku untuk maafkan kau."
Sontak senyum Farish berbalik. "Owh, jadi kalau bukan Ibrahim yang minta, kamu tetap tidak akan memaafkan aku, gitu""
"Mungkin." "Tak perlu repot -repot kamu memaksakan diri untuk memaafkan aku." Tatapan matanya sungguh -sungguh.
"Iya, kamu benner. Harusnya aku ikuti kata hatiku. Bukan karena permintaannya." Aku menghela nafas santai. Tapi melihat Farish, aku sungguh tak tega melihat wajahnya yang memucat. "Kau tahu" Sebenarnya aku sangat terjekut dengan lamarannya, walaupun aku sudah dapat bocoran darimu lebih dulu." Aku tersenyum seolah senang dengan kejadian itu.
Farish diam tak merespon apapun, pandangannya beralih melihat sekitar.
Aku tempelkan tanganku tepat di dada sebelah kirinya, berusaha merasakan detak jantungnya yang sangat cepat. Aku tahu dia tak suka dengan kabar ini, terlihat jelas dari gelagatnya yang gelisah.
Tangannya dingin menyentuh tanganku. Dipegang dan tanganku dilepasnya.
"Tanganmu dingin, jantungmu juga cepat sekali."
"Ah..ea.e.aa.a." Katanya gugup tak bisa merangkai kata. Dia tetap mengalihkan pandangannya dariku. "Farish.. " Panggilku. "Iya""
"Boleh aku tanya satu hal""
"Silahkan." Jawabnya tetap tak melihat kearahku.
"Jawab dengan jujur."
"Ya." "Malam itu, kenapa kamu minta aku untuk menolak lamaran Ibrahim""
164 "Soal kejadian itu, aku benar -benar minta maaf. Sungguh aku tidak berniat apapun, aku tidak berniat untuk menggagalkan rencana kalian. Tolong, Abaikan omonganku. Anggap aja aku gak pernah berkata apapun." Jawabnya cepat.
"Semudah itu" Kalau saja ada orang yang dengar perkataanmu itu, itu bisa
kacau." "Aku benar -benar minta maaf. Saat itu aku hanya terlalu terbawa perasaan." "Lalu sekarang" Masih terbawa perasaan""
"Tidak. Aku sadar, tidak selamanya yang aku inginkan bisa aku dapatkan."
"Lalu"" "Lalu, aku berharap kamu bisa menikah dengan Ibrahim dan kalian hidup bahagia selamanya."
"Kamu senang aku nikah sama Ibrahim sohib baikmu sejak kecil itu""
"Kenapa tidak""
"Sungguh"" Aku tatap matanya lekat -lekat. Aku harus membuatnya mengaku atas isi hatinya. Terlihat jelas dia hanya berusaha mengendalikan perasaannya. Dan berusaha membuat semua seolah baik -baik saja.
Farish tercekat ia tak lekas jawab. Kanan, kiri, atas, bawah dilihatnya semua. Mernarik nafas dan di hembuskan lewat mulutnya. "Iya aku senang. Aku senang ka
rena kamu bisa bahagia seperti yang kamu inginkan. Dari dulu perjuanganmu tidak sia -sia. Semua akan jadi kenyataan sekarang. Penyakitmu akan sembuh jadi kamu gak akan mimisan terus pingsan. Gak akan ada yang menghantui kamu karena sekarang wujudnya sudah nyata di samping kamu. Gak akan ada backstreet lagi, tidak akan menangis lagi semuanya selesai kamu senang dan aku pergi..." Ujarnya cepat secepat bus patas tanpa jeda untuk menghela nafas sedetikpun.
Aku ternganga. "Bicara apa kau itu ha"!"
"Aku" Aku jawab pertanyaanmu""
"Pandang aku! Ulangi semua jawabanmu perlahan!" Pintaku.
"Tidak." "Lakukan sekarang!" Aku mulai kesal dengannya. "Enggak. Sudah aku jawab sem..."
Aku menarik mukanya menghadapku. "Lihat aku! Ulangi jawaban pertanyaanku, tadi secepat kilat!"
Farish tak berbicara, mulutnya masih bertahan untuk bungkam.
Cinta Tak Semudah Kata C.i.n.t.a Karya Azizah Attamimi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pandang aku katakan sejujurnya, apa kau senneng aku nikah sama Ibrahim"!" Desakku tak tahan.
Dua matanya menatapku dalam. Perlahan Farish mulai membuka mulutnya. "A..aku.. tidak tahu." Matanya terpejam menarik nafas dan menghembuskan perlahan. "Maafkan aku Ami. Aku tidak tahu, dan aku gak mau jawab pertanyaanmu itu."
"Kenapa" Bukannya kamu pernah bilang cinta sama aku" Bahkan kamu minta aku untuk menolak lamaran itu. Kamu larang aku untuk menikah dengan dia. Mana
165 aku tahu kau itu sungguh -sungguh atau tidak setelah semua yang udah kamu lakukan sama aku"!"
"Maafkan aku Ami. Apa pentingnya juga buat kamu tahu jawaban pertanyaanmu itu. Aku senang atau tidak, itu tidak penting buat kamu. Kamu akan menikah dengan Ibrahim, dan kamu akan bahagia selamanya dengan dia. Aku memang cinta sama kamu, tapi aku tidak mau egois, Ibrahim adalah teman baikku sejak kecil sudah cukup pertengkaran hebat diantara kami berdua waktu itu."
"Kau tahu, sikapmu saat ini bikin aku sangat kecewa""
"Ami, maafkan aku..."
"Tadinya aku hanya ingin mendengar. 'Aku gak senang kamu menikah dengan Aim Mi..' Just it nothing else. Tapi kamu malah ngoceh aja terus bikin pusing kepala
aku." "Tapi kenapa""
"Lelaki tanpa perjuangan! Aku kecewa sama kamu Rish.." "Maafkan aku Ami." Sunyi seketika...
"Aku cuma mau bilang, aku sudah menolak lamaran itu"
"Kenapa"!" Sambarnya secepat petir. "Bukannya kalian berdua suda.."
"Diam! Bukankah kamu sendiri yang minta aku untuk menolaknya""
"Tapi, aku tidak..." Katanya bingung sendiri.
"Dengarkan omonganku dulu."
"Sungguh aku tidak bermaksud apapun. Maaf..."
"Aku menolaknya karena dua alasan. Pertama adalah Ibuku, karena aku tidak mau menyakitinya dengan menikahi seorang anak dari wanita yang telah merebut suaminya dua puluh tahun yang lalu. Dan yang kedua..." Aku keluarkan handphone ku, memutar sebuah lagu yang sering aku dengar di radio beberapa waktu lalu, dan kini menjadi favoritku. Ku tempelkan tepat ditelinganya.
......Satu persatu telah kuhapus.........
.........Cerita lalu di antara engkau dan aku..........
.............Dua hati ini pernah percaya.........
........Seribu mimpi tanpa ragu tanpa curiga.......
.........Ku tak ingin lagi........
.......Menunggu, menanti........
.........Harapan tuk hidupkan cinta yang telah mati.......
..........Ku tak ingin coba.........
.....Hanya tuk kecewa (Ku telah kecewa).......
.......Lelah ku bersenyum lelah ku bersandiwara.......
.........Aku ingin pergi.......
......Dan berganti hati.......
166 ".Alasan kadua, karena aku semakin sering merindukan dan semakin menyayangi seseorang yang udah mengirimkan lagu ini untukku di radio." Farish tersenyum. "Sungguh"" katanya tak percaya. Aku hanya mengangguk tersenyum.
Ia kikuk, ragu -ragu hendak memelukku karena bahagianya. Aku hampiri dia dengan pelukan dariku, agar ia tak ragu bahwa ini adalah kenyataan yang dialaminya sekarang.
Tuhan, jadikan pilihan hatiku kali ini adalah yang terbaik untuk semuanya.
"Ami, terimakasih sudah membuat kebahagiaan dalam hidupku."
"Tapi maafkan aku." Aku melepas pelukannya. "Aku tidak bisa memberikan cinta yang utuh sama kamu. Tapi '..akan melihat seberapa besar kasih sayang yang dia berikan padaku. Karena cinta belum tentu dapat berikan semua kasih sayang dengan sempurna dan indah. Tapi
aku yakin kasih sayang akan memberikan seluruh cinta yang ada di dunia ini.'"
Farish tersenyum lebar, saat tahu aku masih sangat ingat dengan ucapannya waktu itu. "Aku akan terima itu. Aku yakin, suatu saat kamu bisa cintai aku seperti kamu cintai Ibrahim. Ah tidak, lebih cintai aku.. aku yakin itu."
"Aku janji pada diriku sendiri untuk belajar cintai kau Farish."
Cinta itu indah, walau aku tak bisa dapatkan cinta sejatiku, tapi aku bisa rasakan betapa indahnya sebuah perjuangan agar cintaku dapatkan yang terbaik. Cinta itu tak semudah menyebutkan huruf C I N T A-nya. Tapi aku rasa kekuatan cinta itu sungguh kuat dan mengalahkan segalanya. Itulah cinta dalam menu hidup.
Ibrahim, sepanjang hidupku tidak akan pernah melupakan semua kisah cinta konyol sejak smp dulu.
Farish, maafkan aku, tapi aku janji akan memberikan semua kasih sayangku yang aku miliki padamu..
Semuanya aku lakukan karena aku teringat cerita Mama.
"Jangan dikira setelah hidup berrumah tangga lebih dari tiga puluh tahun Mama telah cintai Ayahmu." Ujar Mama yang menahan tangis, karena Mama tak ingin terlihat lemah di hadapan anaknya.
Saat itu aku sangat terkejut mendengar sebuah pengakuan Mama yang sampai detik ini hanya aku saja yang tahu.
"Ayahmu tidak Mama cintai. Seperti halnya kamu, dulu Mama telah jatuh cinta pada seorang lain, dan itu Mama rasakan sampai sekarang. Karena grandma tak mengizinkan hubungan kami berdua dulu, semua impian tak terwujud. Bahkan sekarang kami berdua masing -masing sudah memiliki pasangan sendiri."
Apakah nasib hidup juga bersifat keturunan"
"Hingga alasan Mama untuk bertahan adalah, kasih sayang dan tanggung jawab Ayahmu yang tidak semua orang bisa berikan, termasuk seorang yang kita cintai sekalipun. Jangan pernah mengharap cinta, tapi haraplah kasih sayangnya. Karena
167 cinta belum tentu dapat berikan semua kasih sayang dengan sempurna dan indah. Tapi yakinlah kasih sayang akan memberikan seluruh cinta yang ada di dunia ini."
Aku percaya apa yang Mama katakan. Kata -kata Mama adalah pegangan dan
landasan untuk pilihan aku.
*** Tiga puluh empat,,, Sebulan kemudian. "Mana katanya sepuluh menit lagi"! Ini sudah lima belas menit!" Terdengar Farish dari sana marah -marah tak karuan menanti kedatanganku.
"Tungu bentar ah." Aku hanya membalasnya sambil tersenyum sendiri. "Tenang Abang Farish.. aku pasti datang. Ini sudah mau jalan koq..."
"Cepat sedikit. Kau itu selalu ngaret, bilangnya on time.. "
"Iya iya maaf..."
Malam ini sudah berjanji untuk bertemu dengan keluarga Farish, sekaligus pesta rahatan, kata lain pesta lajang adik Farish, Aisha.
Dengan sari dari kak Sita, sedikit sentuhan make up mini malist Kak Emma dan tatanan rambut by kak Hani. Tak lupa aku diantar Ayah dan dukungan semangat dari Mama. Aku akhirnya sampai di pesta yang meriah dengan sempurna.
"Dua puluh menit!" Sambut Farish yang menantiku lama di gerbang pintu rumahnya.
Aku tersenyum. "Dulu saja aku telat dua puluh menit gak masalah tuh. 'Ah gak papa koq Ami..."'Godaku berlagak meniru gayanya.
"Ini beda. Kau itu akan ketemu sama orang tua aku.." "Ah abang Farish koq sensi sih""" Farish akhirnya tersenyum juga. "Maaf." "Tenang saja, jangan gugup seperti itu."
"Kau suruh aku tenang sementara aku akan mengenalkan kamu pada seluruh anggota keluarga besarku."
"Yang harusnya gugup itu aku bukan kau Abang...."
Farish diam. "Harusnya emang gitu..." Lanjutnya tersenyum sendiri.
Yakin, Farish berusaha tenangkan diri. Tapi aku tahu rupanya sangat gugup, rupanya sudah seperti mangga yang masih muda. Aku gandeng tangannya agar dia lebih percaya diri.
Diiringi lagu aliran bhangra Punjabi, seperti asal mula leluhurku aku berjalan memasuki ruangan megah yang sudah dihiasi lampu kecil berkerlap -kerlip. Disana sini sudah ramai gadis -gadis yang bersari membawa nampan berisi bunga dan alat musik, mereka bawa sambil menari -nari mengitari Aisha yang sedang duduk dengan mehndi di kedua tangan dan kakinya.
"Batik yang sangat indah Aisha..." Sapaku saat melihat tangannya.
168 "Kakak..." Ia memelukku. "Senangnya kakak bisa datang malam ini..." "Aku harus datang, selama aku gak a
da halangan, aku pasti datang. Aku gak mau melewatkan event yang membahagiakan buatmu ini... selamat yaa." "Makasih kakak..."
Farish menghampiri kami. "Jangan lama -lama.. dia masih punya urusan sama
aku.. " Aku dan Aisha tertawa kecil. Melihat tingkah Farish yang sangat jelas -jelas terlihat gugup. Apalagi bintik -bintik air di dahinya sebentar -sebentar di hapusnya dengan tissue.
Agar tak terlalu lama menyiksa Farish yang semakin gugup. Aku ikuti dia menemui semua keluarga yang tengah berkumpul mempersiapkan acara besok.
"Kenalkan ini aunty Anni, aunty Imaniar, Aunty Salwah, Aunty Barkah, Aunty Dawiyah.. " Ucapnya cepat sambil menunjukan para aunty -aunty yang duduk santai dengan cangkir -cangkir teh mereka. Aku bingung!
"Farish, belum menikah saja kau sudah gugup begitu..." Goda seorang Aunty.
Mereka tertawa, akupun juga tertawa tapi tak selepas mereka. Jaim gituloh!
Well satu per satu aku menyalami mereka. Mereka menyambutku dengan sangat ramah. Terutama Ibu Farish, Aunty Rekha dan Uncle Fawwad Rawahi Ayah Farish, sepertinya Farish sudah menceritakan banyak hal pada mereka, tak terlalu asing menghadapiku, sangat akrab dan mengerti. Mereka seperti sudah tahu aku ini setiap hari.
"Kakak sudah datang Bu""
Kakak" Sepertinya, kakak Farish yang berada di luar negeri itu. Dan suara gemuruh terdengar dari arah pintu utama. "Sepertinya itu sudah datang..." Ibu Farish beralih pada pintu. Farish berbisik padaku. "Lihatlah sendiri kakaku.. " Aku tersenyum.
Sesaat aku ikut Farish yang menyambut kakaknya datang. Semua berkumpul memenuhi pintu masuk. Bersorak, saat seorang wanita manis menggunakan sari biru turun dari mobil dan berlari sambil berputar -berputar seraya menari mengikuti alunan music.
"WAoh!! Mera house!!! Im missing you all..." Wanita itu memeluk erat Ibu Farish dan Farish juga.
Dia seorang wanita yang sangat ceria, periang dan semangat.
"Shumaila. Bersiaplah saja menemui kakaku yang sedikit ekstrim ini. Dia impor langsung dari Pakistan..." Ujar Farish dengan tawa kecil.
Ekstrim" Bukan ekstrim tapi heboh, dia ramah, baik, dan asyik, aku saja diajaknya menari. Dia menikah dengan seorang asli sana, katanya bertemu saat kak Shumaila sedang dinas dengan pekerjaannya. Dan aku sangat senang mengenal
169 mereka, aku berharap semoga aku ditakdirkan untuk menjadi bagian dari keluarganya yang sah..
Akankah bersama Ibrahim aku akan mendapat bahagia yang seperti ini"
Senyum mereka, seperti lompatan -lompatan kecil dari petasan yang di sulut
oleh anak -anak, dan bicara mereka yang heboh sekali, seperti fire works yang
meluncur ke udara malam ini. Langit gelap bertaburan bintang, dengan diwarnai butir
-butir api kecil berwarna -warni, indah, sungguh indah. Seindah hatiku menemui
sejuta kebaikan malam ini... ***
Seminggu kemudian... "Amiii!!!!!!" Semua isi rumah ini berteriak mengganggu tidurku yang sangat
lelah. "Kenapa aku harus dibangunkan saat mimpiku indah sekali"!" Tanganku diseret. "Jangan bermimpi! Bukan waktunya bermimpi saatnya menghadapi kenyataan sekarang!" Bentak kak Hani. "Hey apa -apaan ini"!"
Kesal juga aku ditarik -tarik oleh tiga kakaku, seperti maling saja aku.
Dua petugas kecantikan dengan sekotak barang bawaannya, datang padaku.
"Ini apa -apaan kakak"" Aku mulai takut dengan serangan kakak.
Aku dilulurin! Aku di mandiin pake air mawar atau apalah itu tapi baunya haruuummm sekali, aku suka. Terus aku di maskerin, aku di poles, rambutku di creambath. Make up! Dempul, lipstick, eye shadow, eye liner, apa lagi itu" Semua berjejer rapih di atas meja riasku.
Seperti ratu sejagad aku selesai dalam 5 jam!
"Ada apa ini" Kenapa aku di dandani seperti ini"!" Heranku sangat heran. Tak ada acara khusus hari ini tapi mereka semua sudah berpakaian rapih.
Aku tak diizinkan keluar kamar, sebelum ada panggilan dari kak Emma. Dijaga ketat oleh seorang pembantu dan Kak Sita yang bergantian dengan kak Hani.
"Hoaaaayy!!!" Menunggu yang tak tahu juga apa, membuat aku sangat mengantuk.
Gagang pintu kamarku terbuka. "Sudah siap ayo...." Suruh kak Emma. "Ayo..." Ajak Kak Hani yang lebih dulu berdiri.
"Tunggu!" Aku curiga. "Jangan bilang
keluarganya Farish datang ya"" Senyumku pertanda kecurigaanku.
Mereka semua tersenyum, tapi tetap mereka tak kasih tahu apa -apa.
"Sudah lihat saja sendiri..." Suruh Kak Hani yang menggandeng tanganku keluar
kamar. Rupaku tentu merona merah! Bodoh! Kenapa aku tak curiga dari awal yaa""! Aku menuruni tangga panjang, sementara dibawah sudah di penuhi oleh para tamu
170 undangan, dan beberapa aku lihat mereka adalah keluarga besar Farish. Kedatangan mereka semua adalah untuk meminangku.
Aunty Rekha, calon mertuaku menyematkan cicin emas yang cantik di jari manisku. Berdo'a bersama, dan Makan!
"Tanggal pernikahannya kami ingin satu minggu lagi saja."
Semua terbelak. "Satu minggu"!"
"Mumpung Shumaila kakak Farish ada di sini. Minggu depan sudah langsung kembali ke Pakistan." Jelas Si calon mertuaku.
Kabar secepat kilat sampai kembali kekamarku.
"Ha"! Minggu depan"!" Aku dan Kak Hani terbelak bersamaan.
Aku sambar handphone yang sedang beristirahat di nacase tempat tidur. Segeralah aku telpon si sinting calon suamiku itu.
"Hallo"!" "Hallo sayang." Katanya santai.
"Sinting kau"! Masa mau nikah minggu depan ha"!"
Tedengar disana Farish mala tertawa cekikikan sendiri.
"Heh"! Farish"!"
"Ami, lebih cepat kan lebih baik sayang."
"Sinting kau, sudah gak bilang -bilang keluargamu mau datang, eh sekarang tanggal nikah malah cuma minggu depan. Gimana sih"!"
"Kamu itu gak marah -marah kenapa sih" Nyantai aja lagi.. itu kak Shumaila yang minta, minggu depan dia sudah balik lagi ke Pakistan. Kan dia pengen lihat aku nikah dulu."
Aku menghembuskan nafasku kesal. "Kau itu. Hirgh! Ada dimana sekarang""
"Aku lagi makan kacang, duduk nongkrong sama temen -temen di tepian pantai wisata, sambil ada yang lagi mancing, surfing, eh gak ada yang surfing, tapi berenang."
"Ngapain disitu"!"
"Lagi pesta lajang, bentar lagi kan mau nikah. Nih Ibrahim juga ikut..." Aim" Jantungku menjedut.
Telpon Farish berikan pada Ibrahim. "Hey, aku ucapin selamat yaa..." "Iya makasih.." Jawabku agak gugub.
"Kamu tenang aja, disini dia gak akan macem -macem. Ntar kalau aneh -aneh aku cekik."
"Iya deh makasih..."
Telponya kembali pada Farish. "Kau ngapain sayang""
"Aku" Pusing! Sudahlah aku mau tidur."
"Okay lah. bye bye Ami."
"Waalaikum salam!"
"Iya iya Assalamualaikum."
171 "Waalaikum salam."
Hey! Apa benar kalau perempuan mau menikah itu sensinya minta ampun" Mungkin, sampai -sampai aku merasa penyakit sudah menumpuk dalam tubuhku. Lain lagi aku capek harus bolak -balik salon buat perawatan kecantikan khusus buat calon pengantin. Fitting baju, undangan, wedding organizer.. oh.. tolong aku!!!
Tapi terlepas dari semua itu, aku senang dan sangat senang, bahkan amat sangat senang, tak henti -hentinya aku mengucap syukur Alhamdulillah kepada TUHAN Yang Maha Kuasa yang telah memberikan padaku kebahagiaan yang tiada tara, setelah bertahun -tahun aku menangis karena cinta yang tak pasti, sekarang semua sudah berubah. Waktu berlalu tidak terasa, aku bahagia tanpa menggores kekecewaan di hati Mama dengan pilihanku kali ini. Dan Ayahku, kini lebih menghargai perasaan Mama untuk satu hal yang pernah aku ungkapkan langsung padanya waktu itu.
Aku memang bersanding dengan Farish, tapi sebagian hati untuk selamanya tetap pada Ibrahim. Tak hanya aku, tanyakan pada dunia, cinta itu hanya sekali memilih untuk selamanya. Hanya takdir yang berbeda.
Dear Aim, maaf aku mendahuluimu... you are the best brother I ever have..
Dear Farish, aku tak segan -segan mencekikmu kalau kau bertingkah aneh -aneh.. and, kapan -kapan kita ikut kakakmu ke Pakistan yaa.
Last, thanks to my sisters... u make me perfecto..
Kesempurnaan hanya milik TUHAN. Berbagilah kritik dan saranmu untukku.
Ismy_att@yahoo.co.id www.facebook.com/azizah.ismy.attamimi
Terimakasih. Edit & Convert: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
tamat Pembantai Cantik 2 Pusaka Negeri Tayli Karya Can Id Pasukan Kelelawar 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama