Ceritasilat Novel Online

Sembilan Bintang Biru 3

Goran Sembilan Bintang Biru Karya Imelda A. Sanjaya Bagian 3


"Maksudmu"" Nyonya Kuang berharap.
"Xin Ai akan kita jodohkan dengan Pangeran Eri Yi dari Jehol."
"Benarkah"" Nyonya Kuang gembira sekali. Berita ini akan menjadi gosip terhangat di Hong Zhou Fu dan di Beijing. Gengsinya pasti akan naik jika ia bermenantukan calon raja muda Provinsi Jehol.
"Benar. Bahkan, acara lamaran dan pernikahan akan dilakukan segera. Kau harus cepat cepat mempersiapkannya."
"Kapan itu, Suamiku""
"Bulan depan." * * * SETELAH BERTENGKAR dan saling menyumpah dengan Master Sam, Xin Ai memutuskan untuk jalanjalan ke pasar. Tentu saja dengan tandu dan pengawal, namun kali ini
ia ditemani Bao Qui yang sudah mulai sembuh.
Di pasar, Xin Ai memaksa turun dari tandu dan berkeliling dengan hanya diiringi Bao Qui. Ia sedang menawar sebuah hiasan rambut saat serombongan tentara aneh lewat. Jalan mereka tegap, tapi cara berbaris mereka
sangat aneh. Mereka juga berpakaian kuno. Xin Ai merasa pernah melihat penampilan mereka di buku-buku tua yang diajarkan oleh guru sejarahnya. Tentara Mongol kuno!
Rombongan itu berhenti mendadak, lalu sembarangan beristirahat di tepi jalan. Dengan tak acuh, para tentara itu mulai mendirikan tenda di tanah lapang yang kebetulan kosong. Xin Ai tertarik dan mendekat.
"Permisi. Kalian dari Mongol""
Para tentara saling berpandangan. Tampaknya tidak ada yang mengerti bahasa Cina, kecuali seseorang. Ia maju dan memberi hormat dengan sopan.
"Saya Kamuchuk. Benar, kami dari Mongol ... Nyonya."
Xin Ai ingin mengamuk rasanya mendengar sebutan itu, tapi ia menahan marahnya.
"Mengapa kalian berada di sini" Maksudku, apakah sudah ada izin untuk melewati perbatasan kota""
"Nyonya bukan penjaga perbatasan kota, bukan""
Xin Ai menggeleng. "Kalau begitu mohon jangan mencampuri urusan kami."
Xin Ai tersinggung diperlakukan demikian oleh orang asing. Ia membuang mukanya dengan marah. Gerakannya menyebabkan kalungnya terlihat oleh Kamuchuk. Kamuchuk terperanjat.
Bagaimana bisa" Kalung itu ada pada nyonya itu.
Terakhir kali ia melihat kalung itu adalah di Tibet. Sebelum 'dikirim' ke Cina ia dan pasukannya diperintahkan Guru Xi Ben menyerbu sebuah kuil kuno di Tibet. Kalung dengan tanda bintang biru itu dimiliki oleh seorang bhiksu baru di kuil tersebut.
Kamuchuk dan pasukannya berhasil membunuh semua bhiksu yang melawan serta membakar kuil tersebut, tapi bhiksu yang mereka cari kabur bersama kalung tersebut.
Kamuchuk jadi bertanyatanya apakah itu benar kalung yang sama dan apa hubungan bhiksu itu dengan nyonya tadi.
Kamuchuk memerintahkan anak buahnya membongkar tenda yang sudah tegak berdiri.
"Kita harus berangkat! Aku rasa aku sudah menemukan Panglima Sam."
* * * "KITA PUNYA masalah dengan logam!"
"APAAA"" Aniki tidak mengerti maksud Orphann. Mereka masih berdiri berboncengan di atas skate board Orphann dan sedang mengapung di atas jurang. Tidak, bukan mengapung. Sebab Aniki yakin mereka sekarang sedang tersedot ke dalam jurang tersebut.
"Apakah kau membawa benda logam"!"
"Tidak." "Tidak mungkin!" dengan kasar Orphann merebut tas Aniki. Ia membongkar tas tersebut dan menemukan pulpen Aniki. Ia melotot marah.
"Ini logam!" Sambil bicara ia melemparkan pulpen Aniki ke dalam jurang, tapi mereka masih tetap tersedot perlahan. Perlahan Aniki meraba saku seragamnya, mengeluarkan ponselnya.
"Apa itu""
"Logam." Aniki melemparkan ponselnya ke bawah dan .. wuuuz, mereka langsung melesat ke atas, tiba di depan air terjun hitam. Air terjun besar itu bergemuruh dan percikan airnya menimbulkan kabut berwarna kelabu.
Aniki ternganga menatap pemandangan yang tidak pernah terbayangkan, bahkan dalam mimpi sekalipun.
"Kita sampai." Orphann melompat dari skate board-nya dengan lincah. Aniki mengikutinya turun dengan perlahan.
Aniki menoleh perlahan memerhatikan sekeliling. Tempat itu indah dengan cara yang mengerikan. Bahkan, lumut-lumut di bebatuan berwarna hitam pekat. Dan ketika menyentuhnya, ia merasakan lumut-lumut itu sekeras lempengan seng.
"Dunia yang aneh ... bagiku."
Orphann mengacuhkan kalimat Aniki dan memberi isyarat masuk ke dalam gua. Aniki mendengar gonggongan halus. Di seberang jurang, ia melihat robot anjing Orphann berada di tepi hutan bambu.
"Hei! Itu anjingmu!"
"Pelacak mini! Aku memang meninggalkannya di seberang sana agar tidak tersedot."
Sialan! Mengapa ia tidak mengatakan sebelumnya" Aniki kesal karena harus membuang ponselnya walaupun tidak tahu kegunaan ponselnya di tempat ini. Sepertinya operator selulernya belum membuka jaringan di planet ini.
Aniki memasuki gua mengikuti Orphann. Ia sempat menoleh lagi ke belakang. Di belakang anjing itu tampak manusia botak bermata dingin dan puluhan bocah kumal lainnya, seolah menunggu sesuatu. Apakah mereka akan membunuhnya"
Orphann sudah men unggunya di dalam. Ia duduk di atas sebuah batu besar dengan posisi seorang penguasa. Aneh bagi Aniki karena ia memang pantas berpose seperti itu. Aniki maju mendekat, tapi tidak dalam perasaan tunduk. Mereka setara. Aniki tahu itu.
"Aku bisa membalikkan kekuatan orang. Apa yang kau punya"" Orphann mengatakannya dengan sombong. Aniki yakin orang ini juga baru saja mengetahui kekuatannya
makanya ia sibuk pamer. "Aku tidak mengerti. Daripada bicara lebih baik kautunjukkan langsung."
Orphann celingukan seperti mencari sesuatu. Ia memungut sebuah batu sekepalan tangan, melemparnya ke suatu sudut. Batu itu menghantam dinding gua dan memantul kembali ke arahnya. Dengan memutar telapak tangan, Orphann membuat batu itu terpental sesaat setelah menyentuhnya. Aniki mengamatinya dalam diam.
"Dari mana kau mempelajari gerakan putaran tangan
itu"" "Aku ... entahlah, terjadi begitu saja. Tiba-tiba, aku merasa jika aku menggerakkan tangan seperti itu aku bisa mengembalikan energi apa pun."
"Gerakan seperti itu dan prinsip yang sama ada pada Tai Chi."
"Apa itu""
"Di Bumi banyak sekali aliran bela diri. Salah satunya adalah kungfu dan Tai Chi adalah aliran kungfu yang tidak mengeluarkan kekuatan melainkan mengembalikan kekuatan lawan. Semakin besar tenaga yang dikeluarkan lawan saat menyerang, semakin besar pukulan balik yang diterimanya."
Orphann mengangguk-angguk.
"Aku kok makin tidak mengerti."
"Tidak apa-apa. Aku juga hanya tahu teorinya."
"Maaf, Aniki. Aku masih belum bisa memercayaimu. Kau mungkin bukan orang Vida, tapi aku tidak percaya bahwa kau adalah orang yang ditakdirkan membantuku seperti kata Sholto. Kau tidak membawa bintang birumu."
"Kau juga tidak. Bintangmu ada di seberang sana, menggonggong. Jadi kedudukan kita satu sama."
"Kau bisa saja mata-mata dari pasukan mantel merah," Orphann masih ngotot.
"Maksudmu orang-orang yang bisa menghilang itu"" "Eh, kautahu""
"Aku pernah diserang mereka."
Orphann meraba dagunya. Tampaknya ia malah makin tidak percaya pada Aniki.
"Tidak ada orang yang selamat dari serangan pasukan mantel merah."
"Aku hidup." "Selamat! Tapi aku tetap tidak percaya padamu." "His Di Warm!"
Suara Soil menggema di gua. Puluhan bayi Theft Ryder menangis keras-keras. Dengan lembut Soil bersiul dan tangis bayi-bayi itu mereda lalu lenyap. Aniki takjub. "Apa maksudmu, Soil""
Soil menunjuk Aniki dengan dagunya. Seolah meyakinkan Orphann bahwa Aniki tidak berbohong.
Orphann menggeleng, "Dia tidak membawa bintang birunya."
"Oh, his its brink!"
Aniki sakit kepala mendengar percakapan dua bahasa
ini. Soil mendekati Aniki dan menarik telinga kiri Aniki. Aniki merasa risih, tapi Orphann mendekatinya juga. Orphann mendesis takjub.
"Mengapa tidak bilang kau memiliki tanda ini di belakang telingamu""
Tanda" Tanda apa" Aniki meraba belakang telinga kirinya dan tidak merasakan apa-apa. Ia makin bingung. Sementara, Orphann dan Soil masih berdiri di belakangnya mengangguk-angguk puas.
Di bagian belakang telinga kiri Aniki, sebuah tanda berbentuk bintang mungil berwarna biru tua berpendar dan sejenak tampak berkedip.
* * * "JADI BENTUKNYA seperti bintang berwarna biru""
Orphann mengangguk, sementara Soil berusaha menyimak percakapan mereka. Bahasa Aniki benarbenar sulit dimengertinya.
"Mengapa aku tidak menyadarinya"" sesaat Aniki tampak penasaran, tapi ia tetap makhluk paling cuek yang pernah dilihat Soil, selain dirinya sendiri. Aniki kembali mengunyah makanannya.
Orphann meraba telinganya sendiri, kesal karena tidak ada tanda itu di belakang telinganya. Soil tertawa melihat tingkahnya. "Kau iri!"
"Tidak! Dia memang punya tanda tapi aku punya kekuatan, dia tidak."
"Hei, tenang! Kau juga punya tanda itu, Orph." "Tidak ada!"
"Ada! Aku pernah melihatnya. Tadinya kupikir itu penyakit."
"Kapan kau melihatnya"" "Rahasia."
Orphann meraba telinganya lagi. Kedua-duanya. Lalu kembali menggerutu.
"Matahari Kootz akan terbenam. Saatnya beraksi!"
Orphann menepukkan tangan dan bangkit. Ia memungut ladakh carp-nya bersiap pergi. Soil juga melakukan hal yang sama. Aniki bingung.
"Kalian mau ke mana""
"Kami ini maling. Siang dan malam harus
beraksi." Orphann mengedipkan mata.
"Maling" Pencuri" Karena itu kalian disebut Theft Ryder""
"Theft Ryder," Orphann mengoreksi. Bagi Aniki kedengarannya sama saja.
"Jadi apa yang harus aku lakukan jika kalian pergi""
"Kau tidak mungkin ikut, merepotkan. Tinggal saja di sini."
"Aku harus melakukan apa di sini""
"Kau bisa menjaga bayi-bayi manis itu."
Aniki menoleh. Bayi-bayi itu tampak tertidur lelap. Tampaknya mudah.
"Baiklah. Tapi saat pulang bawakan aku makanan ini lagi, ya. Aku menyukainya."
"Mungkin agak sulit. Mereka sering bersembunyi di hutan rotan yang dalam akhir-akhir ini."
"Mereka" Maksudmu""
"Ya. Ular rotan kelabu. Itu daging yang kau makan barusan." "Oh."
"Aku pergi." Soil dan Orphann berangkat. Aniki masih duduk dan memandangi sepotong daging berwarna kelabu di tangannya.
"Ular"" katanya. Ia lalu memasukkan seluruh potongan itu ke dalam mulutnya.
"... tidak kusangka seenak ini."
* * * KAMUCHUK DAN pasukan tiba di depan gerbang Wisma Delapan Phoenix. Mereka masih termangu memandangi gerbang itu, bingung harus melakukan apa. Penyerbuan akan sangat mencolok, tapi masuk baik-baik dengan pasukan seperti ini rasanya mustahil.
Kamuchuk menoleh kepada pasukannya.
"Tanggalkan pakaian perang kalian!"
* * * MASTER SAM sedang berada di ruang tidurnya, menyusun strategi perang terbaru sebab tampaknya Xin Ai sudah mulai bosan dengan strategi-strategi yang diajarkannya.
Dalam penguasaan senjata api, Xin Ai bahkan lebih mahir daripada Master Sam. Di masa jaya Panglima Sam di Mongol senjata api sangat sulit didapatkan, tapi sekarang di Wisma Delapan Phoenix saja ratusan senjata api dan puluhan meriam tersedia. Xin Ai mengerti dengan baik cara penggunaannya.
Terdengar suara berisik. Beberapa pelayan lewat dan mengobrol dengan suara keras.
"Tidak disangka kita bisa mendapatkan banyak pengangkut air dengan upah murah sejak pengangkut air terakhir menjadi guru Tuan Putri."
"Benar. Mereka bahkan bersedia mengambilkan air mineral di gunung. Tenaga mereka kuat sekali."
"Mereka pasti terbiasa bergerak di pegunungan. Mereka kan dari Mongol."
Master Sam langsung keluar mendengar kalimat terakhir. Mongol! Setidaknya ia bisa berkomunikasi dengan orang-orang dari tanah kelahirannya. Ia benar-benar merindukan Mongol dan gurun serta gunungnya.
Master Sam berlari menuju bak penampungan air tempatnya dulu bekerja. Ia sampai dan ternganga melihat rombongan pengangkut air yang dicarinya. Rombongan itu tidak kalah ternganga melihatnya.
"KAMUCHUK!" "PANGLIMA SAM!"
Sejenak pelayan-pelayan lain yang tidak ada hubungan dengan mereka terkesima melihat sepasukan pria kekar saling berpelukan dan bertangis-tangisan. Pelayan pelayan itu saling pandang lalu pergi menyingkir.
"Ya ampun, Kamuchuk, bagaimana kalian kemari""
"Kami dikirim ke pinggiran kota ini dua hari yang lalu."
"DUA HARI YANG LALU" Tidak pakai merantau di kampung, memandikan kuda, ikut sirkus keliling atau menjadi pengemis""
"Tidak. Untuk apa kami melakukan hal-hal itu""
Master Sam jengkel sekali. Guru Besar pasti sedang mengerjainya. Tiba-tiba ia merasa kepalanya didorong oleh kekuatan yang tak terlihat. Guru Besar!
"Maaf, Guru Besar. Tapi aku merasa perjalananku setahun ini sia-sia."
"Tidak ada yang sia-sia dalam hidup selain menghabiskan waktu menyesali yang lalu," suaranya bergema.
"Tapi ... aku ..."
"Jika kau datang hari ini apakah mereka akan mengizinkanmu masuk ke dalam wisma ini" Kau adalah panglima yang sombong, jika belum merasakan kesusahan mana mungkin kaumau merendah dan menjadi pengangkut air""
Benar juga! Suara itu lalu lenyap bersama tiupan angin Master Sam menggaruk-garuk kepalanya. Kamuchuk menatapnya dengan pandangan yang aneh. Master Sam
berang. "APA!!! MENGAPA MEMANDANGIKU SEPERTI ITU!!!" "Ke mana rambutmu, Panglima""
* * * ANIKI TERBANGUN. Entah sudah berapa lama ia tertidur. Yang jelas, ia tidak bermimpi ketika terbangun di dalam gua di balik air terjun hitam. Aniki bangkit, meregangkan tubuhnya, dan keluar dari gua. Sebuah pemandangan menakjubkan terjadi di depan matanya.
Sebuah matahari merah terbit di sisi jurang, menghasilkan pemandangan yang dramatis dan sua
ra berkelebatan yang hebat.
Aniki berjalan menjauhi gua dan menghirup udara pagi ... atau malam" Ia tidak yakin. Orphann tadi mengatakan tentang matahari Kootz yang akan terbenam, sedangkan matahari ini baru terbit. Mereka punya dua matahari! Atau mungkin lebih. Ini pantas diceritakan kepada ... siapa" Tidak akan ada yang memercayai cerita tentang planet ini selain Ibu yang pasti sedang kebingungan mencarinya. Aniki jadi sedikit merasa bersalah.
Suara gesekan dari dalam gua membuat Aniki bergerak kembali ke dalam gua. Ia tidak memerhatikan sebuah ladakh carp tergeletak di bibir jurang. Seorang berambut merah sedang berdiri membelakanginya, merapat di salah satu dinding gua.
"Hei! Siapa kau! Apa yang kaulakukan di sini""
Orang itu berbalik. Gadis. Sepertinya dia bukan bagian dari Theft Ryder karena penampilannya yang bersih. Matanya lancip dengan bola mata hijau terang. Aniki merasa sedang menonton film kartun. Gadis itu
bergumam. Ia pasti sedang mempertanyakan keberadaan Aniki di situ. Aniki melihat tangan gadis itu sedang menggenggam sesuatu, sebuah tabung bening berisi cairan berwarna emas. Kemungkinan besar, sesuatu yang diambilnya dari gua ini karena gadis itu tampak gelisah dan ingin pergi.
Aniki menggeser tubuhnya menghalangi pintu gua. Gadis itu meletakkan kembali tabung bening tersebut di bagian dinding yang gelap dan mencoba menerobos pintu gua, melewati Aniki. Aniki tidak kuasa menahannya sebab ia tidak tahu siapa gadis itu dan apa hubungannya dengan Soil dan Orphann. Suara berdesing terdengar dan gadis itu terbang bersama kendaraan ajaibnya.
Orphann, Soil, dan ratusan Theft Ryder lainnya pulang beberapa jam kemudian. Mereka tampak lelah. Orphann bahkan terlihat sangat kuyu seperti tikus kebanjiran. Ia menepuk bahu Aniki.
"Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu. Tapi kurasa besok saja."
"Apakah gadis berambut merah adalah teman kalian""
Aniki bisa melihat tubuh Orphann yang menegang.
"Kaubilang berambut merah""
Seluruh Theft Ryder tampak terkejut mendengar kalimat Orphann. Mereka mulai berbisik-bisik. Soil dan tampang batunya melangkah mendekati sebuah mesin pada dinding, mencopot sesuatu yang ternyata tabung yang sama dengan yang dipegang si rambut merah.
"Ia memang memegang itu, tadi," Aniki bergumam. Sepertinya Soil mengerti kalimat Aniki dengan nalurinya. Soil melirik tajam kepada Orphann. Ia meletakkan kembali tabung itu di tempatnya dan dengan langkah cepat mendekati Orphann, menghajarnya.
Aniki terkejut. Ia hampir maju untuk menolong, tapi Orphann bahkan tidak berusaha melawan. Ia pasrah sampai jatuh berlutut di kaki Soil yang tampak sangat geram.
* * * "KAU MEMBAHAYAKAN kita semua, Orphann!" "Aku tidak sengaja!"
"Borguic itu, aku sudah menduga ia kemari untuk mengambil kembali fusee-e tube!"
Soil menyudahi tendangannya karena lelah. Ia menatap Aniki dengan ekspresi yang tampaknya sudah pulih.
"Istirahatlah. Besok banyak yang harus kita lakukan!"
Aniki tampaknya mengerti apa yang dimaksud Soil. Ia mengangguk, beringsut ke sudut gua dan mencoba tidur. Baru semenit memejamkan mata, ia merasa ada yang menggoyangkan bahunya.
Sue tersenyum lebar pada Aniki sambil menyodorkan selimut lebar yang hangat dan tampaknya nyaman.
"Kau tamu di sini. Pakailah selimut ini agar hangat. Soil mencurikan ini khusus untukmu tadi."
Aniki tidak mengerti ucapan Sue, ia menoleh pada Orphann yang masih membersihkan darah yang menetes dari luka di wajahnya. Orphann menerjemahkan kata-kata Sue untuk Aniki.
"Soil mencuri selimut itu untukmu karena kau tamu."
"Oh. Katakan padanya terima kasih."
"Tidak perlu. Kata Soil orang yang akan mati kelak tidak perlu selimut." Kini selimut hangat itu bahkan terasa lebih dingin daripada salju di Gunung Asahi.
* * * "BULAN DEPAN"" Xin Ai melongo mendengar rencana lamaran sebelum pernikahannya dengan Pangeran Eri Yi.
"Benar," Xin Mei mengiyakan sambil cemberut. Ia memain-mainkan cangkir tehnya.
"Eh, mengapa kau jadi cemberut begitu, Xin Mei""
"Sepertinya Ibumu ingin bersaing dengan Ibuku. Ia menetapkan pernikahanmu dua bulan lagi. Berarti sebulan lebih cepat dari pernikahanku dengan Pangeran Xiu,
padahal pernikahan kami sudah diatur sejak lama."
"Bukan keinginan Ibuku, tapi keinginan keluarga Pangeran Eri Yi, kurasa. Eh, kautahu tampang Pangeran Eri Yi, tidak""
"Mana aku tahu" Ia kan tinggal di Jehol dan aku besar di Beijing." Xin Mei kelihatannya masih kesal sekali karena ia akan kalah cepat menikah dibandingkan Xin Ai. Ia berharap Pangeran Eri Yi itu jelek, tua dan menyebalkan. Sebab, kalau tidak maka ia akan kalah segalanya dari Xin Ai.
"Kapan ya aku bisa bertemu dengannya""
"Kurasa setelah kalian menikah. Aku tidak yakin calon Raja Muda Jehol mau datang jauh-jauh kemari hanya untuk bertemu denganmu," jawab Xin Mei, judes.
Pintu terkuak dan seorang pelayan masuk.
"Putri Xin Ai, ada seorang tamu untuk Anda, Yang Mulia."
"Siapa"" "Pangeran Eri Yi dari Jehol."
Xin Ai bisa mendengar suara cangkir Xin Mei yang jatuh ke lantai. Diam-diam Xin Ai menyeringai. Dikunjungi calon suami yang calon Raja Muda" Dua kosong, sepupu!
Nyonya Kuang tampak sesak dan hampir melompat keluar dari pakaiannya karena bangganya. Ia dikunjungi Pangeran Eri Yi yang datang membawa berbagai oleh-oleh yang mengagumkan. Saat Xin Ai dan Xin Mei masuk ke ruang tamu, ia buru-buru menarik Xin Ai mendekat. Ia khawatir di perjumpaan pertama Pangeran Eri Yi salah mengira dan malah menaksir keponakan suaminya, bukannya Xin Ai.
"Pangeran Eri Yi, ini putri tercintaku. Namanya Xin Ai."
Eri Yi berdiri dan mengangguk hormat. Xin Ai juga melakukan hal yang sama, lalu melirik Xin Mei dengan senyum penuh kemenangan. Calon suaminya ganteng!
Xin Ai dan Eri Yi lalu ditinggalkan berdua di ruang tamu yang luas itu. Eri Yi tampaknya sangat pendiam, sehingga Xin Ai memulai pembicaraan.
"Yang Mulia, terima kasih telah mau datang jauh-jauh mengunjungiku."
"Sebenarnya, kurang pantas aku melihatmu sebelum pernikahan. Aku minta maaf." Eri Yi bicara sambil menunduk.
"Oh, ya" Aku kok tidak merasa begitu. Apakah kau menyesal setelah melihatku""
Eri Yi mengangkat wajahnya, lalu menatap Xin Mei dengan dingin.
"Bisakah kita berjalan-jalan di luar" Tempat ini membuatku sesak."
* * * MEREKA SUDAH menghabiskan waktu dua jam berjalan-jalan di taman tanpa bicara. Xin Ai sudah pegal dan lelah. Seekor kupu-kupu lewat. Xin Ai menganggapnya bisa menjadi bahan pembicaraan.
"Kupu-kupu itu cantik, sayang umurnya akan pendek."
Eri Yi menoleh. Ia tampaknya merasa tidak enak karena diam terus-menerus.
"Putri, kudengar usiamu enam belas tahun."
"Ya"" "Aku adalah calon Raja Muda di Jehol. Orang mungkin mengira itu adalah jabatan yang hebat, padahal penuh risiko. Jehol terletak di daerah yang rawan serangan musuh dari luar. Sejak aku lahir, ayahku sudah menyiapkan perang yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Jika perang terjadi di masa pemerintahanku kelak ... 11
Xin Ai menunggu. "Aku akan merasa tidak enak kau harus menjadi seorang istri Raja Muda di usia muda, lalu merasakan perang dan kesulitan-kesulitan, padahal kau biasa hidup nyaman di Hong Zhou Fu."
"Apakah ini hanya alasanmu untuk menolakku""
"Tidak. Tentu saja bukan. Aku menerima pernikahan ini Aku hanya tidak ingin kau menyesal nantinya."
"Kau tadi bilang perang""
"Ya"" "Ayo kita hadapi bersama!" Xin Ai berteriak penuh semangat.
Pangeran Eri Yi lalu tersenyum manis sekali pada Xin Ai Sialnya, Xin Ai malah teringat pada pangeran yang satunya lagi.
* * * SOIL DUDUK di atas sebuah batu besar membacakan sebuah buku kepada puluhan Theft Ryder cilik. Mereka
menyimaknya dengan cermat dan dengan mata bersinar-sinar.
Aniki tidak jadi tidur. Ia bangkit, merangkak mendekat, dan diam-diam berusaha mendengarkan apa yang dikatakan Soil. Orphann mendekatinya.
"Itu adalah dongeng yang dulu biasa diceritakan Sholto sebelum kami tidur. Soil melanjutkan kebiasaan itu. Kaumau aku menerjemahkannya""
Aniki menatap Orphann dengan tenang. Orphann menganggapnya sebagai jawaban ya.
"Tiga ribu tahun yang lalu, bangsa kita, bangsa Vida diancam oleh bangsa Sanskrit. Kita pindah dari planet yang lama ke planet yang seribu kali lebih kecil tapi lebih indah. Bangsa Vida hidup berpencarpencar. Sampai seribu tahun yang lalu Yang Mulia Goran I membangun kerajaannya dan meme
rintah dengan adil. Begitu seterusnya hingga Goran XX berkuasa ..."
Soil menarik napasnya dan terdiam sejenak. Theft Ryder cilik ikut menarik napas dengan tegang. Aniki berusaha menyerap susunan kata-kata Soil sambil membandingkannya terjemahan Orphann. Soil melanjutkan.
"Goran XX ingin membangun pangkalan senjata yang kuat untuk mencegah datangnya musuh dari luar planet. Ia menghabiskan hampir semua persediaan batu bara Vida, minyak alam dan gas Vida untuk pangkalan tersebut. Rakyat menjadi sangat menderita dan kekurangan sumber panas selain matahari Vida. Proyeknya ditentang oleh Putra Sulungnya sendiri, tapi didukung putra ke-duanya. Putra Sulung dikucilkan selama berpuluh-puluh tahun.
Putra Kedua yang memerintah menggantikan ayahnya menjadi Goran XXI malah merencanakan penyerbuan ke
planet terdekat untuk memindahkan sebagian penduduk Vida. Padahal, saat itu penduduk Vida sedang kelaparan dan kedinginan.
Terjadilah pemberontakan yang dipimpin Putra Sulung yang saat itu sudah tua dan putranya, Warn. Pemberontakan itu didukung oleh sebagian menteri, separuh pasukan dan jutaan rakyat Vida.
Sayang, rencana tersebut gagal karena pengkhianatan yang dilakukan oleh seseorang. Putra Sulung, Warn, dan seribu orang lainnya langsung dijatuhi hukuman mati. Dua ratus orang berhasil kabur dan dua juta lainnya dipenjara sampai saat eksekusi tiba."
Soil menutup buku, lalu melemparkannya ke sudut gua.
"Kapan saat eksekusi tiba""
"Tiga bulan empat hari lagi!" serempak bocahbocah dekil itu menjawab. Tampaknya Soil mengulang-ulang dongeng yang sama dan mengajak mereka menghitung mundur sehingga mereka hafal di luar kepala.
Orphann menguap dan beranjak tidur di sebuah ayunan gantung. Aniki memungut buku tebal kumal milik Soil yang tadi dilempar gadis itu dan membukanya. Tidak ada tulisan apa pun di dalam buku itu. Aniki mengangkat wajah dan menatap Soil yang ternyata sedang balas menatapnya. Aniki tersenyum tipis pada Soil,
"Itu tadi bukan dongeng, kan""
Soil agak terkejut mendengar Aniki berbicara dalam bahasa Vida.
"Benar. Dan itulah yang ingin kubicarakan denganmu sekarang, berdua."
* * * DI DEPAN api unggun, Aniki mendengar cerita Soil yang didapatnya dari Sholto dengan kesadaran penuh tapi kepercayaan separuh. Cerita itu terlalu fantastis.
Menurut cerita itu, jenazah Putra Sulung diawetkan dan diletakkan di dalam sebuah peti jauh di Gurun Dunn untuk mencegah timbulnya amarah rakyat yang mungkin masih mendukungnya.
Warn memang dihukum mati, tapi tidak ada yang pernah melihat jasadnya. Ada kemungkinan ia masih hidup, tapi tidak di Planet Vida dengan bebas. Warn mungkin bersama dua juta orang yang dibuang di satelit Vida, menunggu eksekusi.
Menurut Soil, sejak terjadinya kudeta itu Vida benar-benar berubah. Karena kesulitan mendapatkan bahan bakar, rakyat diseleksi oleh pemerintah.
Rakyat hidup berdasarkan kasta, dan kasta ditentukan dari pencapaian terhadap materi. Jika rakyat tidak bisa mencapai tingkat penghasilan tertentu maka mereka akan diasingkan, dari pekerjaan, dari perumahan umum dan jika menjadi gelandangan, mereka akan dibuang ke planet lain agar tidak mengotori kota.
Banyak bayi dan anak-anak telantar dan kehilangan orangtua mereka yang dibuang ke planet lain. Ada yang sengaja meninggalkan anak mereka karena takut anak mereka akan mati jika ikut ke planet buangan yang konon mengerikan itu. Banyak juga bayi para pemberontak yang berhasil diselamatkan Sholto dari hukuman buang ke satelit.
Sholto adalah satu dari dua ratus orang yang berhasil meloloskan diri dan sulit tertangkap. Ia adalah mantan kepala pengawal Putra Sulung yang setia yang lalu berganti profesi menjadi maling.
Ia dan istrinya merawat bayi-bayi dan bocah-bocah itu di tepi Gurun Dunn, dekat jenazah tuannya. Tapi Goran XXI, yang memerintah selanjutnya, malah menutupi matahari ketiga Vida yang berwarna biru yang seharusnya menyinari Gurun Dunn dengan kabut asap sehingga gurun itu menjadi lembap dan tidak mendapat energi.
Istrinya bahkan meninggal karena sakit-sakitan. Sholto pindah dan menemukan gua yang aman ini untuk membesarkan 'anak-anaknya1.
Theft Ryder yang lain tidak tahu, tapi Soil mengatakan bahwa setiap bulan, Sholto dan beberapa ratus orang mengadakan pertemuan tersembunyi di belakang Gunung Ka untuk menyusun kekuatan demi membebaskan dua juta tahanan satelit.
"Kurasa Sholto membesarkan kalian dengan maksud dimanfaatkan menjadi pasukannya kelak," Aniki berkomentar pelan sambil memuji dirinya sendiri di dalam hati karena mulai terbiasa berbicara dalam bahasa Vida.
"Mungkin. Tapi, kurasa ia mengambil sebanyak mungkin bayi telantar untuk melindungi, menyamarkan keberadaan seseorang yang paling penting. Bayi terpenting."
"Penting" Yang mana bayi itu""
Aniki mengedarkan pandangan keliling gua. Soil melemparkan pandang pada Orphann yang sedang tidur dengan tangan tergantung dan terayun-ayun ke bawah ayunan gantungnya. Aniki mengikuti pandangannya.
"Orphann""
"Masa kau tidak merasakannya" Maksudku, sifatnya, pembawaannya, fisiknya. Kata orang, pangeran itu dilahirkan bukan diciptakan."
Tepat saat itu Orphann jatuh terguling dari ayunannya. Aniki yakin Orphann memang orang penting, tapi kelakuannya masih bayi.
* * * "APA YANG harus kita lakukan sekarang"" Kamuchuk berbisik-bisik pada Panglima Sam di dekat tempat penampungan air..
"Bersabar. Kita tidak bisa macam-macam di dalam Wisma. Kau tidak lihat pasukan penjaga Pangeran Kuang yang ratusan jumlahnya" Kita bisa mati konyol jika ingin menculik Putri Xin Ai saat ini juga."


Goran Sembilan Bintang Biru Karya Imelda A. Sanjaya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kaupunya akal untuk membawanya keluar dari wisma""
"Sedang kupikirkan. Dia tidak bakal mendengarku. Dia sedang memusuhiku."
"Bukannya kalian murid dan guru"" Kamuchuk tidak habis pikir seorang guru bisa dimusuhi muridnya.
"Sudahlah. Tidak perlu dibahas." Panglima Sam menyesal menceritakan hal yang bisa mengurangi kewibawaannya di depan pasukannya.
Seorang pelayan lewat di dekat bak penampungan air. Ia melihat Panglima Sam, lalu setengah berteriak gembira.
"Di sini kau rupanya!"
Kamuchuk nyaris mencabut pisaunya saking kagetnya Panglima Sam menoleh dengan malas. "Ada apa""
"Putri mencarimu. Sepertinya kau akan dipecat!"
* * * ATURAN PERTAMA: jangan pernah mengajari anak bangsawan yang manja betapa pun besar gaji yang ditawarkan. Aturan kedua: jangan pernah bertengkar dengan muridmu yang anak bangsawan manja itu betapa pun ia sangat menjengkelkan.
Sam telah melanggar aturan pertama (yang dikarangnya sendiri) yang membawanya melalui aturan kedua dan menyebabkan bencana: dipecat. Bukannya ia mulai jatuh cinta pada profesi ini, tapi dipecat sebelum membawa Sang Putri pergi bisa mengacaukan rencananya.
Xin Ai sedang melukis Xin Mei di halaman belakang saat Panglima Sam datang menghadap. Xin Mei tampak cemberut dan kesal sehingga Xin Ai berulang-ulang membentaknya dan memaksanya tersenyum.
"Master Sam! Anda sudah datang. Aku punya kabar yang mengejutkan. Coba tebak!"
"Aku akan dipecat."
"Eh" Itu benar, sih. Tapi sebelumnya aku akan memberitahumu alasan mengapa kau akan dipecat, aku akan menikah jadi aku tidak membutuhkan guru lagi. Suamiku pasti tidak ingin istrinya lebih pintar dari dirinya."
Xin Ai tertawa kering sendiri. Ia lalu terdiam dan membubuhkan tanda-tangan pada lukisannya. Xin Mei melongok lukisan itu sejenak lalu pergi dengan gusar. Kelihatannya ia benar-benar sedang marah. Panglima Sam berdehem, memulai percakapan.
"Jadi kapan aku harus pergi dari tempat ini, Yang Mulia""
Xin Ai tersenyum sedih. "Master, sebenarnya aku senang kau ada di sini. Sebelumnya, tidak ada orang yang berani membantahku, tapi jodohku denganmu sudah berakhir. Aku akan memberimu pesangon, cukup untuk biayamu kembali ke
Mongol. Kau bisa kembali beternak kambing atau menjadi pegulat di sana."
Panglima Sam pura-pura terharu. Ia mengangguk sedih. "Hamba juga berpikir begitu. Bagaimana jika besok kita habiskan waktu berjalan-jalan di kota sambil aku mengajarimu tentang filsafat untuk terakhir kalinya""
"Besok" Aku tidak bisa. Aku harus mengepas gaun pengantinku."
"Oohh ..." Gawat! Jadi bagaimana, nih" "Tapi lusa aku bisa pergi keluyuran.Ayah dan Ibu akan pergi ke Beijing."
"Oh!" Sungguh menggembirakan!
Aniki terbangun dengan tubuh bermandikan keringat. Seorang bayi menjerit dengan ge
ma yang segera membangunkan bayi-bayi lainnya. Seorang Theft Ryder bangun dan tertatih menuju buaian bayi. Ia menyuapkan beberapa sendok susu ke mulut bayibayi yang kemudian diam. Setelah itu, Theft Ryder tersebut kembali meringkuk di sudut gua.
Aniki menepiskan selimut tebal yang tadi dipakainya, lalu duduk memeluk lututnya. Mengapa ia memimpikan tempat itu lagi" Gurun sepi berwarna biru dan ungu. Ada ia dan Orphann di situ dan seorang gadis Cina yang berdiri membelakanginya. Di belakang mereka terdengar siulan panjang memilukan.
Bukankah ia sudah berada di tempat yang benar" Bukankah Kaze mengatakan bahwa mereka hanya berdua " Laiu siapa gadis itu "
Desingan halus terdengar. Aniki menoleh dan melihat Kaze sudah berdiri di belakangnya.
"Jelaskan padaku." Aniki bangkit dan maju mendekati Kaze.
"Aku tidak tahu siapa gadis di dalam mimpimu, Aniki." "Kau menguasai mimpi, pikiran."
"Terkadang, sesaat. Yang bisa melakukannya terus-menerus hanyalah Tuhan."
"Dia berada di masa yang berbeda denganku. Sepertinya dia berasal dari masa Dinasti Ching. Aku harus ke sana."
Kaze menggeleng. "Tidak ada cara yang kuketahui untuk bisa membantumu kembali ke masa lalu atau pergi ke masa depan." "Bukankah aku ada di sini""
"Di sini kau berada di waktu yang sama dengan Bumi, hanya berbeda tempat. Aku mengirimmu kemari dengan pesawat cahaya, bukan dengan mesin waktu."
"Kurasa gadis itu bisa membantu dalam perang."
"Mungkin. Tapi tidak ada cara bagimu untuk menemukannya. Kau harus berkonsentrasi dengan apa yang ada sekarang."
"Oh, ya" Apa yang aku punya di sini""
"Selain Orphann dan bayi-bayinya yang rewel" Ikuti aku!"
* * * MEREKA BERADA sekitar satu mil di belakang gua. Tempat itu adalah hutan pinus hitam. Pohon dan daun-daunnya seolah dicat dengan oli. Kaze mengarahkan telunjuknya pada permukaan tanah yang agak lapang. Terdengar suara ringan dari gerakan sebuah pintu elektrik.
Permukaan tanah bergeser. Sebuah pintu yang disamarkan dengan tanah membuka jalan menuju tangga yang panjang melingkar ke bawah tanah.
Aniki mengikuti Kaze melalui lorong-lorong panjang lalu di sebuah ruangan terang ia melihat ratusan orang berjubah hitam seperti Kaze-hanya saja wajah mereka tampak-sedang menunggu dan mereka tampak tegang.
"Mereka ... teman"" Aniki mati-matian menahan degup jantungnya. Kaze mengangguk. Seseorang melangkah menuju dinding dan menarik tuas yang membuka dinding baja tebal. Di baliknya, sebuah pemandangan luar biasa membuat Aniki tercengang.
Tampak ruangan luas berisi puluhan pesawat berwarna-warni seperti yang biasa dilihatnya dalam permainan Sega-Dreamcast, ribuan senjata dalam rak-rak kaca yang dijejerkan dengan rapi. Peta raksasa pada dinding yang luas dengan tanda berkelapkelip dan jutaan tabung bening berisi cairan keemasan yang berkilauan. Fusee-e tube!
"OH! YA, AMPUN!"
Makian itu membuat semua menoleh ke belakang. Ke tempat di mana Orphann dan Soil sedang berdiri dengan mulut ternganga dan mata melotot.
"Orphann! Soil! Mengapa kalian bisa ada di sini"" sesaat Aniki menyesali pertanyaan bodohnya. Mereka kan maling. Menyelinap tanpa suara adalah keistimewaan mereka!
Serempak ratusan orang berjubah berlutut menghormat kepada Orphann dan Soil yang masih melongo.
"HORMAT, PUTRA MAHKOTA, GORAN KITA DI MASA DATANG!"
Orphann celingukan, lalu menoleh kepada Soil. Soil mendorong dahinya dengan kasar. "Bukan aku, tapi kau, tolol!"
Orphann tak bisa berkata-kata. Ia melangkah menuju
ruangan rahasia kedua itu, lalu mendekati fusee-e tube dengan bersemangat. Sambil menyeringai ia menoleh pada Soil.
"Astaga, Soil. Ini asyik sekali! Kita bisa menjualnya dengan harga yang tinggi!"
Semua orang berjubah serentak melemparkan pandangan kesal pada rekan mereka yang kini menunduk lemas. Orang itu lalu menampar pipinya sendiri.
"Salahku menitipkan Putra Mahkota pada Sholto."
* * * ORANG YANG kemudian diketahui bernama Zabb itu ternyata sudah merancang latihan bersama yang akan dijalani oleh ratusan Theft Ryder dan prajurit tempur Jas Hujan Putih yang merupakan pasukan yang setia kepada Putra Sulung dan semua keturunannya.
Ia menjanjikan kepada Soil bahwa pa
ra Theft Ryder akan dipenuhi kebutuhannya dan tidak perlu mencuri lagi sehingga bisa berkonsentrasi hanya kepada latihan perang.
Soil tampak tidak puas dengan janji tersebut.
"Tiga bulan. Itu terlalu cepat untuk latihan."
"Apa daya kami" Kami harus menyiapkan semuanya diam-diam dan harus menunggu Putra Mahkota menemukan kekuatannya terlebih dahulu untuk meyakinkan bahwa Sholto memang tidak membesarkan anak yang salah." Zabb mengangkat bahunya.
"Anak yang salah" Dia memang Putra Mahkota yang dibesarkan Sholto, kok. Aku yakin ia tidak tertukar dengan salah satu di antara kami."
"Masalahnya, Nona Soil, kami menerima Orphann bayi
dari seorang pelayan yang mengatakan bahwa bayi itu adalah putra Warn tanpa bisa membuktikan apakah itu benar atau tidak. Warn menghilang dan istrinya sudah meninggal dalam pengasingan. Tidak ada yang tahu apakah ia benar melahirkan bayi dalam pengasingan, apalagi pelayan itu sendiri kemudian menghilang. Aku dan Sholto mengambil risiko merawat bayi yang mungkin saja bukan siapasiapa."
Soil melongo. Jika Orphann bukan siapa-siapa berarti ia sudah menghabiskan waktu dan tenaga menjaga orang menyebalkan itu. Ia menoleh ke arah Orphann yang masih sibuk mengagumi soarex dalam Fusee-e tube.
"Hei, kalian mencurinya di mana"" Orphann bertanya dengan semangat.
Zabb mendekati barisan soarex sambil tersenyum.
"Keluarga Kann mengira selain pemerintah merekalah yang menguasai tambang soarex. Mereka tidak tahu bahwa tambang soarex terbesar ada di dekat mata air terjun hitam. Tempat yang paling mereka jauhi."
Aniki menyentuh salah satu baju perang dari metal yang terpaku di dinding.
"Ini tidak akan bisa melewati jurang magnet."
Zabb menggeleng, "Bisa. Ini adalah logam teringan, terkuat dan antimagnet yang ditemukan Yarunk, ahli kami yang genius. Ngomong-ngomong, jika diukur dengan ukuran Bumi ia lebih pintar darimu."
Seseorang yang ternyata bernama Yarunk menunduk hormat kepada Aniki.
"Selain perlengkapan ini, apa lagi yang kita punya untuk membebaskan dua juta tawanan di satelit yang jauh dari sini""
Para manusia berjubah saling berpandangan. Yarunk
menunjuk ke suatu tempat di luar sana.
"Kau belum tahu, ya" Satelit kami tidak sejauh jarak bulan dan Bumi. Tidak sulit mencapainya."
"Di mana tepatnya""
Yarunk menekan sebuah tombol yang membuka jendela Jendela itu menutupi jendela lain dari kaca lebar yang bisa melihat ke luar.
Aniki melongok dan menghitung empat puluh bulan berderet bagai gerbong kereta berada di langit Vida.
"Di bulan yang mana mereka berada"" bisik Soil yang tahu-tahu sudah berada di sebelah Aniki.
"Di keempat puluh bulan itu. Dan jumlah mereka tinggal setengah dari jumlah awalnya," Yarunk menerangkan.
Orphann mendadak tertarik. Ia mendekat ke jendela membayangkan ayahnya sedang berada di salah satu bulan, melamun, menunggu pertolongannya. Orphann menyandarkan dagunya di bingkai jendela.
"Bagaimana bisa" Apakah mereka sakit""
Yarunk menggeleng. "Mereka dibunuhi setiap hari, Putra Mahkota. "
Orphann merasa tenggorokannya tercekat. Tanpa ia sadari, air matanya mengalir. Pemandangan itu disaksikan oleh semuanya. Yarunk menoleh kepada Zabb yang kembali menampar pipinya sendiri.
"Salahku tidak membesarkannya sendiri!"
* * * HARI YANG panjang dan sangat melelahkan. Tapi, Aniki tidak bisa tidur sedikit pun. Banyak sekali pertanyaan yang memenuhi benaknya. Kaze seperti biasa sudah menghilang. Tinggal Zabb dan temantemannya yang kini
meramaikan gua dengan celoteh ramai. Tiap kalimat pada pidatonya selesai, ia pasti ditimpuki batu oleh para Theft Ryder. Bukan salah mereka. Mereka dibesarkan sebagai maling, bukan prajurit.
Tidak ada yang mau mengorbankan diri mereka demi satu juta orang yang tidak mereka kenal. Tidak ada yang peduli pada janji Zabb pada sistem yang lebih baik kelak. Mereka hanya anak-anak. Aku juga anak-anak, pikir Aniki.
Apa yang sedang kulakukan di sini, sementara di Jepang aku harus menjalani kehidupanku sendiri. Hidup di Tokyo tidak lebih mudah dibandingkan melakukan perang di Vida. Dua-duanya butuh tekad dan nyawa.
Tiba-tiba Aniki ingin pulang. Memakan sup tawar dan omelet asin buatan
Ibu. Ia ingin tidur di depan televisi kesayangannya. Di mana Kaze" Aniki ingin dikirim pulang ke Tokyo. Ia bangkit dan melangkah lemah. Dua langkah di depan gua Aniki terjatuh. Kesadarannya lenyap.
* * * PANGLIMA SAM sudah menyuruh Kamuchuk menyiapkan lorong waktu buatan Guru Besar untuk membawa Xin Ai pergi ke zaman Kubilai Khan. Tapi, bawahannya itu datang dengan wajah pucat dan putus asa. Tidak bisa, katanya. Ia sudah mencoba berbagai cara untuk berkomunikasi dengan Guru Besar tapi hasilnya nihil.
Panglima Sam geram. Apa lagi sih yang diinginkan orangtua aneh itu" Tiba-tiba, ia merasa bokongnya ditendang dari belakang. Ah, pasti Guru Besar.
"Ada apa, Guru"" Panglima Sam pura-pura menghormat. Suara Guru Besar menggelegar, tapi yang bisa mendengar hanya Panglima.
"Kau tidak bisa membawa gadis itu begitu saja."
"Mengapa tidak" Aku sudah bersusah payah membujuknya agar mau pergi keluar bersamaku."
"Kau harus membawa beberapa orang lagi pemilik bintang biru bersamanya, jika tidak perjalananmu akan sia-sia."
"Aduh, Guru. Tiga orang itu tidak datang-datang kemari. Lagi pula mengapa semua pemilik bintang biru harus aku yang membawanya" Di zamanku berasal kan ada juga""
"Salah satunya yang berada di Tibet pada zamanmu kabur karena ulah anak buahmu yang ceroboh itu. Sulit menemukannya tanpa tanda khusus, apalagi setelah ia dikejar-kejar seperti itu. Tanda bintang biru itulah yang sekarang dimiliki gadis itu."
"Tapi Guru ..."
"Bisakah kau bersabar sedikit" Bawa dua atau tiga lagi maka akan kubukakan jalan." Suara Guru lalu menghilang.
Panglima Sam kemudian menggeplak kepala Kamuchuk dengan kesal. Kamuchuk kebingungan, tidak mengerti apa salahnya. Panglima Sam menggeram kesal,
"Kalau sampai aku harus hidup di tempat ini seumur hidup gara-gara kau ... awas!"
* * * ORPHANN MENGGELENG-GELENG heran melihat Aniki yang sekarang berada di dalam ayunan gantung. Aniki baru sadar dan tampaknya ia lemah sekali. Pasti orang ini tidak sanggup mengonsumsi daging ular rotan kelabu, pikir Orphann. Kalau tidak mengapa dong ia tiba-tiba pingsan di depan gua"
Aniki menyandarkan punggungnya pada puncak ayunan. Entah mengapa ia kehabisan tenaga. Tubuhnya menderita kedinginan yang luar biasa seperti saat ia tenggelam di dalam danau beberapa waktu yang lalu, tapi kali ini dingin itu datangnya dari dalam. Sakit sekali.
"Kau tidak apa-apa"" Orphann pura-pura perhatian. Ia sedang senang karena orang-orang aneh itu terus-menerus memanggilnya Putra Mahkota
Aniki menggeleng. Orphann mengangkat bahu dan beranjak, tapi lengannya dicekal Aniki.
"Kita harus pergi dari sini!"
"Hei, sabar, dong! Kita harus mengukur jarak satelit itu terlebih dahulu dan menunggu latihan matang sebelum eksekusi ..."
"Maksudku ... kita harus mencari seseorang di waktu yang berbeda. Sepertinya ia membutuhkan kita dan kita membutuhkan bantuannya."
"Omonganmu melantur. Kau harus tidur lagi."
Orphann beranjak keluar gua. Gua sedang sepi karena semua orang-kecuali bayi-bayi-sedang pergi. Aniki merasa putus asa. Seragam sekolahnya terasa mencekik. Ia membuka kancing atasnya dan menyusul Orphann ke luar.
Di luar Orphann tampak sedang termangu atau mungkin takjub. Aniki berdiri di sampingnya dan ikut takjub.
"Apa ini"" desisnya. Orphann menggeleng.
Sebuah pusaran angin yang kencang membentuk lubang horizontal berada tepat di atas jurang magnet. Lubang itu seolah mengundang mereka masuk.
Terdengar suara gonggongan samar-samar dari seberang jurang. Pelacak mini Orphann sedang menggonggongi pusaran angin itu. Mungkin alat itu bisa merasakan adanya bahaya dari pusaran itu.
"Tidak! Jangan mendekat!" Orphann menjerit saat pelacak mininya mendekati bibir jurang. Pelacak itu tersedot pusaran angin. Orphann menjulurkan tangannya mencoba menangkap pelacak mininya dan ikut tersedot ke dalamnya. Pusaran itu menenggelamkan mereka sehingga mereka tidak tampak lagi.
Aniki masih berdiri di depan pusaran dengan tatapan kosong. Ia memejamkan mata pasrah, lalu menjatuhkan tubuhnya ke dalam pusaran. Segera setelah menelan tubuh Aniki, pusaran itu lenyap tanpa bekas.
MEREKA SUDAH terlanjur berjalan-jalan di tepi
hutan berdua. Sebenarnya tidak berdua saja. Belasan anak buah Panglima Sam sudah menunggu di balik pohon dan semak walaupun mereka tidak tahu harus melakukan apa. Oleh Guru Besar, Panglima Sam tidak diizinkan membawa Xin Ai tanpa keikutsertaan tiga orang lainnya, padahal sekarang adalah kesempatan terakhirnya bersama Xin Ai.
Xin Ai sibuk berceloteh tentang puisi-puisi membosankan. Sam mengeluh, aku kan Panglima Perang. Mana pernah aku belajar puisi ... Xin Ai tiba-tiba berhenti berjalan.
"Master Sam""
"Ya, Putri""
"Sebenarnya apa maksudmu"" "Hah""
"Puisi yang kaubacakan tadi payah semua. Lagi pula, setahuku orang Mongol tidak terbiasa dengan budaya puisi. Jadi, sebenarnya apa maksudmu membawaku kemari""
Astaga! Xin Ai tahu! Panglima Sam sedang memikirkan jawaban yang paling mungkin saat Xin Ai menatapnya
simpatik. "Master, aku tahu aku sangat menarik, tapi sebentar lagi aku akan menikah. Maaf, aku tidak bisa menerima cintamu."
APAAAAAAAA!!! Master Sam melongo berkepanjangan. Ia bisa mendengar di balik semak-semak anak buahnya cekikikan menahan tawa. Dengan gaya sok anggun, Xin Ai berlalu meninggalkan Panglima Sam.
Segera setelah sang putri tidak tampak lagi terdengar tawa keras riuh rendah di balik pepohonan dan semak. Semua anak buahnya kini terpingkal-pingkal sampai bergulingan di tanah. Dalam hati, Panglima Sam bersumpah tidak akan pernah memaafkan perlakuan memalukan ini. Tidak akan pernah!
* * * ANIKI DAN Orphann terjatuh di dalam kamar belajar Xin Ai disusul pelacak mini Orphann. Orphann mengaduh dan memaki-maki. Rambutnya yang jabrik makin kacau dan berantakan. Aniki bangkit dan menuju sesuatu yang membuatnya tertarik.
Sebuah lukisan gadis cantik tampak terpajang di dinding kamar itu. Aniki mendekat dan memastikan. Benar. Sebuah kaligrafi bertuliskan "Cinta Baru" berada di sudut lukisan itu. Jadi, gadis cantik yang ada di dalam mimpinya bernama Cinta Baru"
"Ini gadis yang kita cari," katanya pada Orphann.
Orphann mendekat. Menurutnya, pakaian gadis di dalam lukisan itu aneh, tapi ia cantik. Pasti mengasyikkan berurusan dengan gadis cantik, pikirnya. Sejenak, ia sebal
karena teringat pada pengkhianatan putri tertua Yeero kepadanya. Gadis itu Cuma mau fusee-e tube , bukan aku.
Pintu terbuka dan seorang gadis bertubuh kurus kecil masuk. Sepertinya ia pelayan. Melihat dua orang asing yang aneh berada di kamar tersebut, ia menjerit keras. Orphann buru-buru membekap mulutnya. Memaksanya tenang, lalu menunjuk lukisan di dinding. Gadis itu menggeleng panik.
"Hei, kau bisa bahasanya tidak"" Orphann mulai tidak sabaran karena gadis itu meronta-ronta. Aniki menggeleng. Aniki menunjuk kanji di sudut lukisan, lalu menunjuk gadis dalam lukisan tersebut. Gadis pelayan itu menggeleng. Wah, jangan-jangan ia buta huruf. Aniki lalu bergumam sendiri.
"Atarashi Ai ..." katanya membaca kanji itu.
"Watt" Nieuw Luv"" tanya Orphann.
Pintu terpentang dan seorang gadis masuk.
"Xin Ai," katanya. Ekspresi wajahnya tidak bisa disebut takut. Ia lebih tampak heran karena sesuatu.
"Bagaimana mungkin" Aku mengerti ucapan kalian!"
Orphann dan Aniki saling pandang. Benar juga! Apakah gadis ini yang mereka cari" Gadis itu menunjuk pelayan yang malang di dalam dekapan Orphann.
"Lepaskan dia!"
Orphann menurut. Gadis pelayan itu berlari ke belakang gadis yang mungkin majikannya. Majikannya membisikkan sesuatu dan gadis itu pergi dengan patuh. Nona itu menutup pintu dengan tenang, lalu duduk di sebuah kursi dengan tenang.
"Namaku Xin Ai. Siapa kalian""
Aniki dan Orphann masih saling pandang kebingungan. Orphann sedikit kecewa karena gadis yang berada di
depan mereka sama sekali tidak mirip dengan lukisan itu. Gadis yang satu ini agak gemuk, pendek, dan tidak cantik. Mengapa dia mempercantik dirinya dalam lukisan" Itu kan namanya membohongi diri sendiri.
"Kau bukan gadis di dalam lukisan itu," Aniki bersuara.
"Kalian mencari dia" Dia sepupuku. Namanya Xin Mei."
"Tapi nama yang tertulis di sudut lukisan itu ..."
"Pernah dengar tidak kalau setiap pelukis selalu membubuhkan tanda-tangan pada lukisannya"" Xin Ai memotong ucapan Aniki dengan sebal. Mengapa si
h mereka hanya terfokus pada objek lukisan itu"
"Oooooh." Orphann dan Aniki kompak bersuara panjang.
"Apa maksud kedatangan kalian kemari" Kalian dari mana" Bahasa kalian aneh dan ya ampun ... tubuh kalian bau sekali!"
Aniki dan Orphann mengendus tubuh mereka masing-masing. Gadis itu tidak bisa disalahkan. Mereka memang bau.
"Kau tidak menangkap sesuatu yang aneh, Xin Ai" Kita bisa saling mengerti bahasa kita karena kita memiliki kesamaan. Bintang biru." Aniki kembali menjadi juru bicara.
"Aku tidak mengerti." Xin Ai memiringkan kepalanya.
Orphann berbisik kepada Aniki, menunjuk kalung Xin Ai.
"Kalung itu, Aniki. Perhatikan!"
Aniki memerhatikan kalung itu sejenak, lalu kembali menatap Xin Ai.
"Selain kalung itu, kau mempunyai tanda lain yang berbentuk bintang biru""
"Apa sih maksud kalian" Aku tidak mengerti. Aku rasa
ii "Kita saling membutuhkan. Karena itu kami berada di
sini. Jika kau tidak percaya kepada kami silakan. Tapi, setidaknya beri kami makan dan tempat menginap malam ini." Orphann buru-buru mengambil alih pembicaraan Aniki-Xin Ai yang panjang dan bertele-tele. Ia sudah kelaparan dan perlu banyak makanan untuk mengisi perutnya.
Xin Ai melongo. Ia tidak mengenal mereka dan tiba-tiba dimintai makanan dan tempat tinggal. Mereka pasti orang gila.
Yang satu ini mirip orang Jepang. Mungkin bahasa yang diucapkannya adalah bahasa Jepang. Yang satu lagi tak kalah aneh. Xin Ai pernah melihat pastor dari Inggris di Beijing yang memiliki rambut dan mata seperti orang ini. Tapi, tak mungkin seorang pastor berpakaian sekumuh itu. Ia pasti gelandangan. Bahasanya juga ajaib.
Xin Ai menimbang-nimbang. Mereka hanya mencariku, bukan Ayahanda, jadi kemungkinan mereka adalah orang jahat itu sedikit. Apa salahnya member sedikit bantuan malam ini" Lagi pula, mereka berdua ganteng-ganteng, kok. Alasan terakhirlah yang bisa melunakkan Xin Ai.
"Baiklah. Kalian boleh tidur di rumahku malam ini, lalu jelaskan alasan kalian. Tapi jika alasan kalian tidak memuaskan, kalian harus pergi setelah makan."
* * * ANIKI DAN Orphann mendapat kamar tamu, dipersilakan (sebenarnya dipaksa) mandi, dan diberi makanan yang melimpah. Pakaian mereka dicuci dan sedang dikeringkan malam itu sehingga mereka terpaksa mengenakan pakaian tidur tradisional Cina. Para pelayan yang bolak-balik melayani mereka berbisik-bisik membicarakan keanehan
tamu-tamu Nona mereka. Aniki mengunyah makanan dengan pelan. Makanan itu terlalu berminyak baginya, tapi ini sangat lumayan apalagi dibandingkan dengan daging ular atau laba-laba yang diberikan Orphann kemarin.
Orphann sibuk memasukkan berbagai makanan ke mulutnya tanpa henti. Belum pernah ia melihat makanan sebanyak ini yang rasanya enak dan tidak harus dibagi dengan ratusan orang. Ia tidak menggunakan sumpit atau sendok melainkan kedua tangannya. Sesekali, ia menjilati telapak tangannya. Xin Ai sampai bergidik melihatnya.
Xin Ai tidak bisa menangkap arti cerita Aniki. Aniki maklum. Di masanya istilah planet, satelit, dimensi, dan lainnya pasti belum populer. Gadis itu juga tidak memercayai lorong waktu yang membawa Aniki dan Orphann yang datang dari masa tiga ratus tahun yang akan datang.
"Apa keuntungannya bagiku"" Xin Ai protes. Ia tidak melihat gunanya menolong sejuta orang di Planet Vida. Mengurus kuku dan rambutnya saja, ia sudah kerepotan.
"Entahlah." Orphann menggeleng. Ia tidak peduli apakah gadis ini mau ikut atau tidak. Yang jelas ia sudah kenyang.
"Dia bisa ini ..." Aniki menendang Orphann di sampingnya dengan tiba-tiba. Dengan refleks Orphann menangkis dengan ujung jarinya. Tubuh Aniki sejenak bagai mengambang di udara, lalu terpental jauh menabrak dinding. Aniki bangkit tanpa mengeluh dan kembali duduk di samping Orphann.
Xin Ai bergumam, "Tai Chi energi agung. Di mana kau belajar Tai Chi yang memiliki jurus menangkis hanya dengan ujung jari""
"Aku ... dapat begitu saja." Orphann mengangkat bahunya.
"Kita 'disinari1, Xin Ai. Kemampuan yang orang lain dapatkan dengan belajar keras bisa kita dapatkan dengan mudah." Aniki masih berusaha membujuk.
"Oh, ya" Apakah orang lain bisa belajar ini ..."" Xin Ai menatap O
rphann agak lama, lalu menghela napas.
"Kau pernah menelan uang logam emas, ya" Empat buah. Semua masih ada di lambungmu."
Orphann meraba lambungnya, kemudian melirik Aniki dengan ngeri. Aniki tersenyum sinis kepada Xin Ai.
"Tidak. Itu tidak bisa dipelajari setiap orang."
Orphann masih melirik Xin Ai dengan takut-takut. Dia masih setengah terpukau dengan kemampuan gadis itu melihat tembus pandang. Orphann menjulurkan tangan hendak mengambil mie.
Tiba-tiba Aniki menunjuk ke arah mie tersebut sehingga mie tersebut terangkat ke udara, mengapung, berputar, mengerut, lalu mengembang, dan meledak menjadi bubuk setengah basah yang muncrat ke mana-mana.
Orphann dan Xin Ai melongo. Xin Ai meraba sisa serpihan yang ada di meja untuk memastikan. Hancur. Ia bersyukur Aniki tidak menunjuk ke arahnya.
"Itu...baru hebat," desisnya. Adalah kejadian langka ia memuji orang lain. Orphann kembali melirik Aniki yang masih tetap dengan tampang tanpa ekspresinya. Sesaat, Orphann merasa sangat iri padanya. Untuk menutupi kekesalannya, Orphann berkomentar asal-asalan,
"Kurasa kemampuan kita sudah cukup untuk berperang."
"Satu genius dan dua orang bodoh yang baru tahu
kemampuannya tidak akan bisa mengalahkan kekuatan militer satu negara. Perlu strategi dan kekuatan pasukan minimal setengahnya," Xin Ai bicara. "Hei! Siapa orang bodohnya""
"Kalian berdua. Aku kan sudah menguasai kemampuan ini sejak kecil." Dengan angkuh, Xin Ai bangkit dan berjalan ke pintu. Sebelum keluar, ia berbalik.
"Cerita kalian cukup menarik, tapi aku tidak terkesan. Tidurlah dengan nyenyak. Setelah baju kalian kering, kalian harus segera pergi. Ayah dan Ibuku akan pulang besok. Mereka pasti tidak akan senang ada dua orang penyusup masuk ke dalam wisma kami yang terhormat."
Orphann menoleh pada Aniki. Patung kayu itu sudah tertidur lelap di kursinya. Orphann melihat ke sekeliling kamar. Sebuah benda berkaki dan bertiang empat yang dialasi kain-yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri-menarik perhatiannya. Orphann melompat ke atasnya dan berguling. Empuk sekali! Tidak perlu lama-lama, Orphann segera mendengkur dengan nyaring.
Di kamarnya Xin Ai mondar-mandir. Jantungnya berdegup kencang. Jika yang dikatakan Aniki dan Orphann benar dan ia setuju ikut dengan mereka, ia akan merasakan petualangan yang luar biasa. Hal yang dinantikannya seumur hidupnya.
Xin Ai melangkah mendekati sebuah kotak kayu berukir di atas meja dan membukanya. Gaun pengantin merahnya yang indah berada di dalamnya, menanti untuk dipakai.
Bayangan menjadi pengantin calon orang paling penting di Provinsi Jehol lebih menggodanya. Ia menutup kotak kayu itu sambil tersenyum kecil. Persetan dengan petualangan!
* * * ORPHANN TERBANGUN dengan terburu-buru karena ingat dia sudah harus mencuri. Saat bangun dan menyadari ia berada di suatu tempat bernama Bumi di masa lalu, ia kembali melorot di atas kasur yang empuk. Enak sekali menjadi orang kaya, tidak peduli di Bumi atau di Vida, di masa lalu atau di masa kini. Rasanya ia tak ingin pulang. Bayi-bayi cengeng itu biar Soil saja yang mengurus. Soil kan senang menjadi nomor satu di gua, pikir Orphann jahil.
Orphann bergolek sedikit dan melihat Aniki masih tertidur lelap di kursinya dengan posisi yang sama dengan semalam. Sungguh membosankan.
Orphann berkeliling kamar mencari sesuatu yang bisa dikantongi sebagai 'kenang-kenangan1. Ia baru akan menyentuh sebuah kendi saat pintu terbuka dan pelayan yang kemarin dibekapnya masuk membawa pakaiannya dan pakaian Aniki yang sudah kering.
Pelayan itu masuk dengan takut-takut dan meletakkan pakaian itu di atas meja. Orphann sengaja mengikuti gerakan gadis itu dengan mata birunya sehingga gadis itu buru-buru menyingkir. Orphann terkekeh-kekeh.
Ia lalu melepas baju tidur lebar dari sutra yang dipakainya semalaman dan memakai bajunya sendiri. Baru sedetik baju itu dipakainya, ia langsung merasa bahwa baju tidur Cina itu jauh lebih nyaman. Tangannya agak sedikit kepanjangan tapi rasanya nyaman di kulit.
Orphann kembali melepas bajunya. Ia belum lagi memakai baju tidur itu saat Xin Ai masuk ke kamar dan menjerit. Apa-apaan sih g
adis ini" Soil dan Sue saja tidak ambil pusing jika ia berganti baju di mana saja.
Orphann cuek meneruskan memakai baju, sementara Xin Ai memalingkan wajah. Jeritan tadi rupanya berhasil membangunkan Aniki. Ia menoleh kepada Orphann dan Xin Ai bergantian, lalu mengomentari Orphann.
"Seharusnya, kau tidak berganti baju di depan perempuan. Tidak sopan."
Orphann melotot sedikit kepada Aniki. Ia tidak suka dikritik. Xin Ai berdehem dan mengulurkan lembaran uang kertas dan kantong kulit berisi uang.
"Aku tidak tahu kalian berasal dari mana dan bagaimana kalian akan pulang. Tapi, ini ada sedikit uang untuk kalian. Kalian harus cepat pergi karena orangtuaku akan segera tiba."
"Tapi aku mau makan dulu," kata Orphann santai. Dia sudah ketagihan makanan Bumi.
"Kalian bisa mencari restoran di luar wisma."
"Eh ... kami kan tidak bisa bicara bahasamu. Bagaimana membeli makanan tanpa bantuanmu"" Orphann menggaruk-garuk kepalanya. Xin Ai sedang menimbang-nimbang saat Aniki menatapnya malas.
"Bisakah kau keluar sebentar""
"Kenapa aku harus keluar"" Xin Ai ngotot.
"Karena aku mau ganti baju," kata Aniki sambil melepas baju tidurnya. Lalu, jeritan lebih keras terdengar dari kamar tamu itu.
* * * XIN AI dan Bao Qui berjalan di depan. Jalan mereka lambat sekali sehingga Orphann nyaris mati bosan, tapi Aniki tampaknya kalem-kalem saja. Orphann tidak menyadari orang-orang memandanginya karena tampangnya yang asing, apalagi ia ke manamana dengan baju tidur. Beberapa orang bahkan menertawakannya.
Mereka tiba di restoran berlantai dua. Xin Ai memilih meja di teras lantai dua sementara Bao Qui berdiri di bawah, di luar restoran memegang paying sutra sang putri dengan patuh.
Orphann makan habis-habisan, Aniki makan semangkuk bubur sementara Xin Ai hanya mengunyah setengah bakpao. Mereka makan dalam diam sampai Xin Ai memecah kesunyian.
"Jika tanda biruku adalah kalung ini, apa tanda birumu""
Orphann menepuk saku baju tidurnya dan terdengar suara menggonggong kecil dari dalamnya. Xin Ai mengernyit tidak suka. Ia tidak suka anjing meskipun bohongan. Orang ini malah membawanya ke restoran. Menjijikkan!
"Punyaku hilang. Tapi aku punya tandanya di sini." Aniki menyentuh telinga kirinya. Xin Ai tidak perlu memeriksanya dengan teliti. Ia bisa melihatnya dari tempatnya dengan kekuatannya. Tanda itu berpendar biru dengan cara menakjubkan.
"Aku juga punya ... tapi aku tidak bisa menunjukkannya," kata Xin Ai ragu-ragu.
"Mengapa tidak"" kata Orphann cuek.
"Ada di tempat yang tidak boleh dilihat lakilaki," jawab Xin Ai cemberut. Ia melanjutkan, "tapi bentuknya sama ... bintang berwarna biru."
Tiba-tiba, sekumpulan lelaki bertubuh besar menyergap mereka. Xin Ai terkejut begitu mengetahui Master Sam ada di antara mereka. Mengapa orang-orang Mongol mau menculiknya"
Restoran menjadi gempar seketika. Jeritan dan kepanikan melanda. Orphann senang karena bisa langsung mempraktikkan kekuatannya. Ia berhasil mementahkan, bahkan mengembalikan serangan dari setiap seorang lawan yang menyentuhnya. Mereka bergidik melihatnya.
Aniki tidak tahu siapa mereka dan mengapa mereka menyergapnya juga. Aniki juga tidak bisa menggunakan kekuatannya. Ia kan tidak bisa meledakkan orang begitu saja. Aniki melompati pagar teras dan mendarat di halaman, di depan Bao Qui dengan mulus. Gadis itu melotot kaget. Ia panik melihat Putrinya masih berada di atas dan ingin naik untuk menolong, tapi Aniki melarangnya.
Orphann berhasil melumpuhkan separuh lawan tapi Xin Ai masih berada di dalam bekapan seseorang. Xin Ai sedang menatap Master Sam dengan marah.
"Jadi ini maksudmu menyusup ke dalam rumahku" Mau menculikku""
"Maaf, Tuan Putri. Tapi aku terpaksa membawa kalian semua ke Mongol. 'Kereta' kita sudah menunggu."
Xin Ai tersenyum sinis. "Jika hanya gulat Mongol yang kaupunya kau tidak akan sanggup melumpuhkanku."
Xin Ai menyikut dada orang yang membekapnya dengan keras. Menurunkan kepalanya sehingga keluar dari bekapan, lalu menjatuhkan orang itu dengan satu pukulan ke dada. Orang itu tidak bangunbangun lagi.
Kamuchuk menusukkan pisau ke arah Xin Ai, tapi Xin Ai menundukkan tubuh sambil meneku
k lutut, telapak tangan kanannya mendorong kaki Kamuchuk dari arah dalam ke luar sehingga Kamuchuk terbanting.
Master Sam melongo. Xin Ai memanfaatkan kesempatan itu untuk lari ke pagar teras dan melompat ke
bawah. Aniki yang masih menengadah di bawah tidak sempat menghindar sehingga tertimpa. Belum lagi Xin Ai bangkit Orphann menyusul jatuh menimpa Xin Ai. Aniki meringis tak berdaya.
Orphann buru-buru bangun dan menarik tangan Xin Ai. Aniki bangkit dan tampak kesal.


Goran Sembilan Bintang Biru Karya Imelda A. Sanjaya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalian berat," katanya.
"Dan kau payah. Kau sama sekali tidak menolong. Malah kabur," Orphann balas mengomel.
Terdengar derap kaki dan tampak pasukan Panglima Sam sudah berada di bawah, keluar dari restoran mengejar mereka. Aniki dan Orphann langsung berlari sekencang-kencangnya, di belakang mereka Xin Ai dan Bao Qui ikut berlari.
Mereka tiba di tepi hutan pinus dan dikepung. Panglima Sam menyeringai lebar kesenangan. Tiga sekaligus! Yang keempat gampang jika yang tiga ini sudah berhasil dikumpulkan. Ia terharu karena tugas sudah hampir selesai.
Terdengar gemuruh di belakang Aniki. Master Sam bergumam, "Aku tidak menyangka lorong ini akan disiapkan sekarang. Kupikir aku harus membawa empat orang."
Aniki dan teman-teman menoleh dan tampak pusaran angin kencang dengan lubang ternganga di belakang mereka. Mungkin ia tidak bisa menyelamatkan Xin Ai, tapi setidaknya ia bisa kembali ke Vida bersama Orphann. Tanpa melihat, ia menggamit tangan Orphann-sedikit gemuk rasanya-dan menyeretnya masuk ke dalam lubang. Aniki tidak menyadari bahwa yang ditariknya adalah tangan Xin Ai.
Orphann melompat ke dalam lubang tanpa berpikir lagi.
Ia diikuti seluruh pasukan Panglima Sam. Mereka terputar putar dalam pusaran kencang yang melelahkan itu, kadang saling bertabrakan.
Di tepi hutan pinus, Bao Qui masih memegang payung dan memandangi lubang angin itu dengan bingung.
Bagaimana caranya ia membawa Putri kembali"
tiga bintang bersinar ONATSU KODAMA berjalan dengan malas menuju telepon yang berdering. Ia baru akan sarapan pagi tadinya. Ia mengangkat telepon dengan semangat nol. Suara di seberang sana membuatnya menjatuhkan koran paginya. "APAAAA"" KAU ADA DI HOKKAIDO""
* * * ONATSU TIBA beberapa jam kemudian di Furano. Aniki dan tiga orang temannya yang tampak asing dan aneh masing-masing sedang berselimut tebal di depan perapian Nenek Eri. Mereka menggigil dan tampak lelah, tapi mereka kelihatannya baik-baik saja.
"Dari mana saja kau ..." Onatsu hampir meledak namun berhenti melihat tampang tanpa ekspresi Aniki. Oh, dia ada di sini. Tiga hari menghilang ternyata ia ada di sini. Aman dan bahkan sedikit agak gemuk.
Nyonya Eri menggamit lengan putrinya keluar dari ruangan.
"Jangan marah-marah! Penduduk menemukan mereka berempat terdampar di tepi sungai tadi malam. Sungai itu masih beku dan penuh es. Dia dan teman-temannya baik-baik saja, itu yang penting."
"Aku tidak mengenal orang-orang yang Ibu sebut
temannya. Vang seorang tampak dari Eropa dan dua gadis itu seperti orang Cina. Di mana Aniki mengenal mereka"" Onatsu masih ingin mengamuk.
"Kau tidak bertanya dari mana Kaze berasal waktu kau menikahinya." Pernyataan Nyonya Eri membuat Onatsu terdiam. Nyonya Eri menepuk punggung Onatsu dengan lembut.
"Sudah, jangan pikirkan kata-kataku. Mungkin saja anak-anak itu adalah turis yang ditemuinya di sini." "Ya, itu mungkin saja." Semoga.
Orphann mengeluarkan kakinya dari balik selimut, lalu menendang bokong Aniki.
"Hei, di mana kira-kira pasukan aneh yang mengikuti kita itu, ya"" Aniki mengangkat bahu. Xin Ai hanya mematung.
Ia sedang menatap lurus ke jarak lima mil dari rumah Nenek Eri. Tiba-tiba, bibirnya menyunggingkan senyum.
"Kenapa" Apa yang lucu"" tanya Orphann sedikit tersinggung. Ia curiga Xin Ai sedang menertawainya. Xin Ai menggeleng, tapi kembali tersenyum.
Ia sedang melihat anggota pasukan Master Sam berada di sungai yang sama tapi di hulu, sedang berusaha mengeluarkan Master Sam yang membeku dalam bongkahan es.
Onatsu membawa keempat remaja itu kembali ke Tokyo setelah Aniki ngotot memaksanya. Kedua gadis itu sedikit merepotkan karena histeris saat berada di dalam mobil dan
pesawat seolah-olah itu pertama kalinya mereka melihat dan memasuki alat transportasi itu.
Onatsu tidak berani menanyakan asal temantemannya kepada Aniki. Menanyakannya secara langsung kepada mereka jelas bukan pilihan yang bijak. Mereka bahkan
tidak bisa bicara dalam bahasa Inggris.
Aniki memberikan kamarnya untuk Xin Ai dan Bao Qui. Ia sendiri menggelar kasur di depan televisi, kamarnya yang sebenarnya.
Orphann tidak berkeberatan tidur bersamanya di depan televisi meskipun ia berulang-ulang mengatakan bahwa alat itu terlalu kuno. Di Vida, gambar yang dilihat sudah berbentuk tiga dimensi, seolah-olah objek yang ditonton langsung ada di depan mata.
Aniki balas menghinanya dengan mengatakan bahwa Orphann sendiri bahkan tidak punya apa pun di dalam gua selain batu dan stalaktit. Hina-menghina itu berakhir dengan meledaknya sebuah bantal. Dacron pengisinya berhamburan menjadi debu sintetis yang menyesakkan napas.
Acara tidur semakin terganggu karena Xin Ai dan Bao Qui juga ternyata tertarik pada televisi dan tidak mau pergi dari ruang tengah. Mulut mereka sampai menganga lebar melihat orang dalam bentuk kecil-yang bukan boneka-bisa bicara, bernyanyi tapi tak bisa disentuh. Aniki harus membujuk Xin Ai agar mengurungkan niatnya memasukkan tangan ke dalam kotak ajaib itu. Orphannlah yang berhasil 'memaksa' Xin Ai dan Bao Qui kembali ke kamar dengan ancaman bahwa ia akan tidur tanpa baju.
Di dalam hati, Onatsu merasa senang Aniki memiliki teman yang bahkan dibawanya ke rumah. Tidak terbayangkan olehnya Aniki bisa bercanda sesantai itu dengan manusia lain. Orphann menghabiskan semua makanan yang dimasak Onatsu dengan lahap. Baru kali ini ada orang yang menghargai masakannya sedemikian rupa.
Gadis Cina yang bernama Xin Ai itu makan dengan hati-hati dan anggun. Onatsu belum pernah melihat
secara langsung orang setertib itu dalam bersikap. Ia juga mengucapkan sesuatu yang diterjemahkan Aniki sebagai pujian atas masakannya. Kelihatannya gadis itu pintar berbasa-basi atau Aniki yang berbohong. Bagaimana mungkin Aniki bisa mengerti bahasa Cina "
Sikap gadis satunya lebih mirip seorang pelayan pribadi. Ia tidak mau makan sebelum mereka semua makan dan selalu sibuk mengambilkan ini-itu yang diminta oleh Xin Ai. Ia selalu patuh dan tampak hormat kepada Xin Ai, tapi ia terang-terangan takut kepada Orphann.
Malam seharusnya berakhir dengan kedamaian penuh. Semua terlelap. Onatsu mematikan lampu ruang tengah setelah membelai kepala Aniki yang pulas. Ia tak bisa menahan senyumnya. Karena apa pun yang telah terjadi pada Aniki, toh Aniki berada di sini bersamanya. Seharusnya selamanya begitu.
ANIKI SEDANG mencoba berjalan sambil tidak tertidur. Bertahaniah Aniki, sebentar fagi kau akan sampai perpustakaan. Kau bisa tidur sepuasnya di sana. Aniki berusaha menyemangati dirinya sendiri di dalam hati. Tahu-tahu Yuki Asano sudah menjajari langkahnya.
"Kodama, beberapa hari ini kau ke mana saja""
Aniki menoleh dan menatap Yuki sekilas untuk menjawab pertanyaan ramah-tamah itu. Yuki belum menyerah.
"Ah, aku ingin mengajakmu ke Kafe Mawar sepulang sekolah. Tempat itu bagus dan murah. Bisa tidak""
"Tidak." "Kau sudah ada acava""
Sepertinya begitu karena Aniki terdiam lagi dan lebih tertarik menatap rumput. Yuki hampir mundur saat tiba-tiba Aniki bersuara,
"Asano, maaf aku menghilangkan hiasan natal darimu." Wajah Yuki sampai memerah karena permintaan maaf
itu. "Ya, ampun, Kodama. Kita bisa mencarinya lagi lain kali." Aniki mengangguk dan mempercepat langkahnya meninggalkan Yuki. Yuki menghentikan langkahnya dan berbelok arah. Ia ingin tahu apa dan ke mana acara Aniki hari ini.
* * * XIN AI tidak mau memakai rok Onatsu. Menurutnya, tidak sopan jika lutut dan betis terlihat. Ia juga menolak memakai sepatu hak tinggi yang dicarikan Aniki di dalam lemari apalagi sendai.
"Sepatu alas pot bunga! Itu yang biasa dipakai wanita bangsawan, dan ... sendai" Ya, ampun! Telapak kaki tidak boleh dipamerkan!" Terangnya dengan galak.
"Terimalah kenyataan bahwa sepatu alas pot bungamu itu hanyut di sungai kemarin, dan untuk sementara pakailah apa yang ada sampai kita m
embeli pakaian baru untukmu," bujuk Orphann. Dia sudah tak sabar ingin keluar. Terkurung seharian di rumah Aniki membuatnya bosan setengah mati.
Orphann sendiri sudah mengenakan celana jins Aniki. Celana hip-hop yang di Tokyo sedang ngetren itu kebesaran di pinggulnya dan melorot terus. Mengapa si kurus Aniki membelinya, ya"
Xin Ai akhirnya menurut. Sekarang, ia memakai celana panjang dan sweter Onatsu. Tubuh Xin Ai yang pendek dan gemuk semakin memperjelas bahwa pakaiannya pinjaman, tapi rupanya bukan itu yang dikhawatirkannya.
"Ini kan pakaian laki-laki" Kalau ketahuan Kaisar aku bisa dihukum pancung." Orphann jadi bergidik mendengarnya. Jika ia hidup di tempat Xin Ai ia pasti tidak akan selamat. Ia sering bertukar pakaian dengan Sue dan Soil.
Aniki tidak mengetahui di mana tempat yang benar untuk membeli pakaian. Semua pakaiannya dibelikan ibunya. Ia memutuskan mengajak mereka ke bazar baju bekas. Perjalanan menuju bazar adalah bencana bagi Xin Ai. Di dalam taksi ia menjerit terus-menerus dan berpegangan erat-erat pada pintu mobil. Untung Bao Qui tidak ikut jika tidak taksi itu akan semakin riuh jadinya.
Setelah agak bisa menyesuaikan diri, Xin Ai mulai menanyakan di mana kuda yang menarik mobil yang berulang-ulang disebutnya kereta itu. Sedangkan, Orphann mengeluh karena benda itu terlalu lamban baginya. Ladakh carp-nya bisa ngebut tiga kali lebih cepat dari ini, katanya.
Bazar baju bekas adalah surga bagi Orphann dan neraka bagi Xin Ai.
"Ini baju bekas. Putri tidak memakai baju bekas," katanya ketus.
"Bagaimana kau bisa tahu ini bekas"" tanya Orphann.
"Baunya." Aniki tidak menyalahkan gadis itu. Sudah untung gadis itu tidak memaksanya menjahitkan baju seperti yang biasa dilakukannya di masanya.
"Orphann, kau ambil lima setel di sini. Xin Ai, kau akan mendapatkan baju baru. Kita ke Harajuku."
Demi penghematan, mereka naik kereta ke Harajuku. Xin Ai ternganga melihat begitu banyak orang yang di stasiun. Di Beijing saja tidak seramai ini. Orphann lebih
terkesan pada seorang pengemis di pojok stasiun yang menerima banyak uang recehan. Di tempatnya tidak ada orang yang mau bederma untuk pengemis.
Di dalam kereta Xin Ai kembali menyusahkan. Ia marah karena harus berimpit-impitan dan berdiri. Atas inisiatifnya sendiri, ia mengusir seorang penumpang dari tempat duduknya agar ia bisa duduk. Repotnya, tindakannya ditiru oleh Orphann. Saat pandangan semua penumpang di gerbong itu menyalahkan Aniki, ia hanya menjawab enteng, "Biasa, turis ..."
Harajuku menanti. Keriuhan musik, orang lalulalang, deretan toko dan kafe menyesakkan dada Aniki. Ia membenci tempat ini. Orphann terlihat biasa-biasa saja, tapi Xin Ai membuat kehebohan di mana-mana.
Gaya 'mode jalanan' ala Harajuku membuatnya menjerit berkali-kali, "Ya ampun, mengapa mereka memakai rok sependek itu"" atau, "Hei! Lihat rambutnya berwarna merah dan biru!" atau "Kurasa mereka orang-orang gila!"
Lagi-lagi Orphann menganggapnya biasa.
"Di Planet Vida gaya seperti itu juga sedang ngetren."
Jadi, belanja di Harajuku tidak membuat Xin Ai menemukan pakaian yang diinginkannya kecuali saat mereka berada di Oriental Bazaar. Xin Ai nyaris tidak ingin pulang. Ia hampir memborong semua kimono yang dipajang di sana. Ia sempat heran karena mereka tidak perlu memesan kepada penjahit, tapi langsung membawa pulang baju yang diinginkan. Aniki hanya mengizinkannya membeli tiga setel kimono yang paling sederhana dan yang paling murah. Karenanya Xin Ai kembali mengamuk.
Untuk meredakan amarah Xin Ai, Aniki mengajak Orphann dan Xin Ai minum teh (dan makan siang lagi
untuk Orphann) di sebuah kafe kecil.
Kebanyakan makan membuat Orphann mulas. Ia berkali-kali meninggalkan Aniki dan Xin Ai di meja mereka karena harus ke toilet.
Kesempatan berdua dimanfaatkan Xin Ai untuk mencurahkan isi hatinya.
"Bisakah kautemukan lorong waktu itu lagi" Aku harus pulang."
Aniki menggeleng, pandangannya hanya kepada cangkirnya yang kosong.
"Aku tidak yakin. Lorong itu baru kutemukan di Planet Vida dan selalu muncul saat bertemu denganmu. Kurasa lorong itu justru ada hubungannya denganmu."
"Aku belum pernah melihat
nya sebelumnya ." "Kalau begitu, kita tunggu saja dengan sabar sampai lorong itu muncul."
"Aku tidak bisa sabaaar! Bulan depan aku akan dilamar orang!"
Aniki baru mengangkat wajahnya dengan heran saat kalimat terakhir Xin Ai selesai.
"Kaumau menikah" Kau kan masih muda."
"Aku sudah enam belas tahun! Semua gadis-gadis seusiaku sudah menikah!"
"Di sini tidak. Enam belas tahun adalah usia yang terlalu muda untuk menikah."
Xin Ai mengomel, "Siapa yang mengatur-atur seseorang yang ingin menikah atau tidak" Kedewasaan seseorang tidak ditentukan umur."
"Setidaknya kau harus bisa mengurus bayi, menjahit, memasak ..."
"Itu pekerjaan pelayan! Lagi pula, Ibumu sendiri tidak bisa memasak." Ucapan Xin Ai yang tajam tidak
menyinggung Aniki, setidaknya Xin Ai tidak mengucapkannya di depan ibunya.
"Tapi ibuku mencari nafkah. Istri macam apa kau nanti yang tidak melakukan apa-apa" Bekerja di rumah atau mencari nafkah."
"Istri orang kaya!" katanya sambil melotot.
Aniki malas berdebat dan membuang wajahnya, menatap jalanan melalui kaca kafe dengan pandangan kosong.
Di seberang jalan, Yuki Asano menatap pemandangan itu dengan hati hancur. Jadi, Aniki menolak pergi dengannya karena ingin pergi dengan gadis jelek yang kelihatan menyebalkan itu. Setidaknya, Aniki tidak perlu mengajaknya pergi ke Kafe Mawar, kan ...
* * * DI FURANO, hulu sungai Ame. Dua lusin pasukan Panglima Sam sedang berputus asa. Sudah dua hari berada di sana, mereka belum berhasil mengeluarkan Panglima Sam dari bongkahan es.
Pisau pendek yang mereka bawa hanya sanggup mengikis sedikit demi sedikit bongkahan raksasa tersebut dan mungkin saja Panglima Sam sudah tidak bernapas lagi.
Kamuchuk sudah putus asa. Apa yang harus mereka lakukan" Ia mengomandoi pasukannya untuk berkumpul. Mungkin lebih baik mereka memikirkan cara untuk memakamkannya saja.
Tiba-tiba di hari yang cerah itu, segumpal awan hitam berarak tepat di atas mereka, angin kencang bertiup. Dan sebelum semuanya menyadari apa yang sedang terjadi, sebuah petir menyambar lurus ke bongkahan tersebut.
Aliran listrik berkelebatan mengelilingi bongkahan dan
hanya butuh beberapa detik sampai bong- kahan es tersebut meledak. Kamuchuk dan pasukan sempat terpental segala.
Keluar dari dalam bongkahan Panglima Sam-dengan tampang kuyu dan lelah-berjalan dengan tegak! Senyum sombong tersungging di ujung bibirnya yang membiru.
"Guru Besar sudah memberiku kekuatan," katanya.
"Kekuatan apa, Panglima"" bisik Kamuchuk masih heran dengan peristiwa barusan.
"Aku bisa melakukan ini!"
Panglima Sam menunjuk permukaan sungai yang sebagian masih membeku. Dari ujung jarinya muncul kilatan panjang seperti petir yang langsung menyambar sungai, mengalihnya dengan listrik bergiga-giga watt dan membuat sebagian ikan terlempar beberapa meter ke udara dari permukaan sungai. Dalam keadaan mati, tentu saja. Kamuchuk menelan ludah. Tiba-tiba ia merasa takut terhadap atasannya ini.
* * * KAUM PEMBERONTAK jubah hitam sedang kehilangan. Aniki dan Orphann lenyap begitu saja. Zabb mulai curiga jangan-jangan mereka berusaha mangkir dari rencana pemberontakan itu.
Kaze menolak mencari tahu keberadaan mereka. Ia yakin dua bocah itu akan segera kembali. Tapi Zabb tidak sepenuhnya yakin.
"Kau mengatakan begitu karena Aniki anakmu."
Kaze menoleh kepada Zabb, "Ya. Dan karenanya aku percaya padanya."
"Kau meninggalkannya sejak ia belum lahir. Kau tidak
benar-benar mengenalnya, ditambah lagi dia bersama Orphann yang kelakuannya seliar itu."
"Mereka hanya sedang mencari apa yang harus mereka temukan." Kaze malas meladeni Zabb, ia beranjak pergi, tapi suara Zabb mencegahnya.
"Dan ... sampai kapan kau akan menggunakan nama 'Kaze1" Telingaku gatal mendengar orang-orang memanggilmu dengan nama itu." Kaze menyembunyikan senyum di balik topengnya.
"Aku suka nama itu."
Pasukan Jas Hujan Putih sedang melakukan latihan perang. Mereka harus melampaui semua kemampuan para Beck Planet Vida, tentara Garda Goran dan pasukan rahasia Goran XXI: Pasukan Jubah Merah.
Beck terkenal sulit dikalahkan dalam berlari, berenang, dan menyelam. Mereka terlatih untuk mengejar kriminal dengan k
ecepatan dan stamina di atas manusia normal. Beck terampil dalam menggunakan berbagai peralatan dan senjata modern seperti divin finn, butt rockett, halusino-gun, dan glor shield.
Garda Goran adalah pasukan berani mati yang bertugas menjaga Goran dan keluarganya. Mereka memiliki kekuatan fisik dan daya tempur yang hebat. Mereka juga memiliki keistimewaan tidak merasakan rasa sakit. Kemampuan satu orang anggota Garda Goran melebihi seratus tentara Vida biasa. Yang utama dari mereka adalah kesetiaan mereka yang tak terbantahkan.
Pasukan rahasia Jubah Merah memiliki keahlian nin-jutsu dan menguasai puluhan macam senjata tradisional Vida. Jubah Merah memiliki kemampuan mengatur dimensi. Mereka bisa berada di dalam dimensi yang sama dengan seseorang tanpa keberadaannya diketahui orang tersebut
atau berada di dalam dimensi yang berbeda, tapi seolah berada di tempat yang sama dengan orang tersebut. Merekalah yang menyerang Aniki di dalam perpustakaan sekolah.
Pasukan Jas Hujan Putih mempelajari pengendalian pikiran dari Kaze, penguasaan alat dan medan Planet Vida dari Yarunk, ilmu bela diri dari ahliahli bela diri yang mendukung pemberontakan, dan strategi perang dari para mantan panglima yang setia kepada Putra Sulung.
Jumlah mereka hanya seratus ribu orang, sepersepuluh jumlah tentara Vida. Sungguh, tantangan mental yang luar biasa dari para tentara yang harus berlatih diam-diam dan dengan peralatan terbatas. Hanya satu yang dapat menguatkan tekad mereka: kembalinya Vida menjadi planet yang manusiawi dan damai juga bertakhtanya kembali keturunan Putra Sulung. Repotnya, Putra Mahkota yang ditunggu-tunggu sekarang menghilang.
Latihan menjadi tanpa makna. Zabb bisa merasakan hal tersebut. Berulang-ulang juga ia bertanya mengenai keberadaan Orphann kepada Sue dan Soil. Kedua gadis itu kelihatan tidak ambil pusing. Bagi mereka biasa jika Orphann menghilang satu atau dua minggu. Biasanya ia hanya sedang tersesat, pingsan karena digigit ular atau koma karena terkena tembakan para Beck. Nanti juga ia pulang kemari, kata Soil.
"Mengapa kalian yakin sekali"" Zabb masih belum bisa sepenuhnya memercayai Orphann.
Soil menunjuk bayi-bayi dalam buaian yang sedang disuapi oleh seorang Theft Ryder.
"Makanan bukan lagi masalah bagi kami sejak kalian datang, tapi bagi Orphann mereka adalah anak-anaknya. Ia dibesarkan dan dijaga Sholto seperti itu maka ia juga
akan membesarkan dan menjaga mereka dengan nyawanya. Apa pun yang terjadi, ia akan pulang untuk mereka."
Zabb terharu. Selain mengajarkan kejahatan, Sholto ternyata juga mendidik anak-anak asuhnya dengan kasih sayang yang luar biasa. Ia kembali ke kamp latihan di belakang Hutan Pinus Hitam dengan keyakinan penuh kepada Orphann. Baru saja ia berlalu Sue menyenggol lengan Soil,
"Orphann menjaga bayi-bayi ini dengan nyawanya" Ya, ampun, Soil, kau bisa saja!"
Soil mengangkat bahu, "Aku juga heran kenapa masih ada orang yang percaya pada bualanku." Berdua mereka lalu tertawa cekikikan.
* * * "AKU TIDAK seharusnya berada di sini." "Benar, Yang Mulia."
"Keluargaku sedang mempersiapkan pernikahanku." "Bahkan baju pengantin Yang Mulia sudah selesai." "Tempat ini tidak cocok untukku ..." "Benar, Yang Mulia. Tidak ada pelayan, tidak ada makanan yang pantas dan jauh dari keluarga." "... juga sangat berbahaya."
"Tidak ada pengawal dan benteng yang menjaga Yang Mulia."
Percakapan antara Xin Ai dan Bao Qui lalu terhenti. Sejenak Xin Ai berpikir. Tidak ada benteng, pengawal ... ia tersenyum. Kebebasan. Bukankah itu yang diinginkannya selama ini" Rasanya, ia tidak perlu pulang ke Hong Zhou Fu lalu menerima nasibnya ikut ke mana
pun Orphann dan Aniki pergi. Kalau saja ... hatinya tidak begitu menginginkan melihat Pangeran Xiu. Bolehkah" Sekali saja.
mulut naga WISMA DELAPAN Phoenix sedang geger karena Xin Ai dan Bao Qui menghilang, begitu juga dengan dua tamu misterius yang dijamunya. Para pelayan menjelaskan ciri-ciri tamu tersebut sebagai-kemungkinan besar siluman karena tampang, gaya dan bahasa mereka yang aneh. Herannya Putri Xin Ai tampak mengerti bahasa mereka dan bahkan mengikuti mereka pergi ke kota
. Seorang pencari kayu bersaksi bahwa ia melihat serombongan orang termasuk Bao Qui terisap lubang besar yang kemudian menghilang. Mirip mulut naga, katanya.
Pangeran Kuang berduka. Ia merasa sudah cukup banyak berdoa di kuil dan menolong fakir miskin, lalu apa salahnya sehingga putrinya ditelan naga"
Kabar ini juga didengar oleh keluarga Raja Muda Jehol. Padahal, Nyonya Kuang sudah mati-matian berusaha menutupinya dari keluarga calon besannya itu. Ia tidak mau Xin Ai dianggap melarikan diri dari pernikahan. Kehilangan putrinya sudah membuatnya kalang-kabut ditambah lagi ada gosip bahwa Raja Muda Jehol akan mencari calon menantu lain. Tentu saja yang tidak bergaul dengan siluman.
Nyonya Kuang akhirnya memutuskan untuk bersembah yang di kuil Naga di utara Hong Zhou Fu untuk membuang kesialan yang menimpa keluarganya. Ia sedang serius berdoa saat pundaknya ditepuk lembut oleh seseorang, Pangeran Xiu.
"Jadi gosip bahwa Xin Ai ditelan oleh naga itu benar""
Pangeran Xiu mengajak Nyonya Kuang berbicara di sebuah gazebo tidak jauh dari kuil.
Nyonya Kuang menghela napasnya dengan berat. Akhir akhir ini sulit baginya untuk bernapas lega.
"Begitulah yang kudengar. Aku tidak yakin putriku lari dari pernikahan, tapi calon besanku pasti akan membatalkan rencana pernikahan jika Xin Ai tidak juga kembali."
"Pembatalan rencana pernikahan"" Pangeran Xiu setengah melonjak dari atas kursinya saat bertanya. Nyonya Kuang agak tersinggung. Mengapa orang ini senang sekali jika putrinya batal menikah dengan orang penting" Pasti Pangeran Xiu sama pendengkinya dengan Xin Mei.
"Mengapa kau senang sekali dengan hilangnya putriku""
"Eh, maaf kalau kelihatannya begitu, Nyonya Kuang. Tapi, aku sungguh tidak bermaksud seperti itu.
Aku akan berusaha membantu mencarinya sebisaku. Bagaimanapun Xin Ai adalah ..." "Adalah apa""
"Calon sepupuku. Benar, bukan""
"Bagaimana kau akan mencarinya" Kami sudah mengorek-ngorek isi Hong Zhou, Beijing, dan semua kota-kota lain di sekitar sini. Nihil."
"Kudengar guru kungfu Xin Ai yang terakhir adalah orang Mongol."
"Benar. Master Sam namanya."
"Master Sam juga menghilang pada hari yang sama, bukan" Tidakkah Nyonya merasa ini terlalu kebetulan""
Nyonya Kuang mendadak cemas. Apakah Master Sam ada hubungannya dengan hilangnya Xin Ai" Mungkin sebenarnya ia adalah siluman yang menyamar sebagai orang Mongol.
"Jadi, Pangeran, apakah kita harus mencarinya ke Mongol""
Pangeran Xiu berpikir sejenak.
"Aku yang akan pergi ke Mongol mencarinya. Untuk itu, aku akan menunda rencana pernikahanku dengan Xin Mei, Nyonya Kuang."
* * * SUDAH SEHARIAN mereka berjalan di jalanan beraspal yang masih menyisakan salju. Petunjuk Guru Besar menyuruh mereka menyusuri jalan itu sampai ke suatu tempat yang disebut Tokyo. Mereka sudah kehabisan bekal ikan yang ditangkap di Sungai Ame dan kelelahan, tapi semangat tentara Mongol yang menyala-nyala berkobar dengan hebat di dalam jiwa pasukan itu.
Panglima Sam berkali-kali terkejut melihat banyaknya kereta yang tidak ditarik kuda atau keledai, dan kuda dengan dua roda melintas di sepanjang jalan. Ini pasti negeri ajaib, pikirnya. Sepulangnya di Mongol aku akan memberi tahu Paduka Yang Mulia agar segera menciptakan kereta-kereta seperti itu. Lebih cepat dan tidak mudah ngambek seperti kuda atau keledai.
Di belakangnya Kamuchuk-dengan tubuh membungkuk karena kedinginan-menggerutu dalam hati. Tempat apa ini" Suhu udaranya dingin sekali, tidak ada kedai yang menerima uang emas atau perak, sedangkan mereka kelaparan.
Ada yang tidak kelaparan. Panglima Sam. Ia masih berjalan tegak dan langkahnya semantap langkah kuda perang, padahal ia belum makan dari kemarin dan bukankah ia baru saja terkubur dalam batu es. Ia pasti bukan manusia. Ya, zombie atau siluman yang menyamar menjadi Panglima Sam. Kamuchuk makin menggigil saat zombie eh Panglima Sam menoleh kepadanya sambil menyeringai lebar. Apa dia tahu pikiranku, ya"
Sebuah mobil menepi di depan mereka. Sebuah truk kecil pengangkut sayur yang dikemudikan seorang kakek tua.
"Hai, apakah kalian sedang mengikuti festival pakaian adat""
Panglima Sam dan yang lain sa
ling pandang. Tidak mengerti ucapan si kakek. Mereka menggeleng.
"Kalian boleh naik trukku sampai terminal bus. Dua orang di depan dan yang lain duduk bersama sayuranku di belakang."
Panglima Sam dan Kamuchuklah yang beruntung mendapat kesempatan duduk di depan bersama si kakek. Mereka dengan tekun memerhatikan bagaimana kakek yang sibuk bercerita tentang sayurannya yang gemuk dan segar yang baru dipetik dari kebun mengemudikan mobil. Setelah 'pelajaran mengemudi' dirasa cukup, Sam dan Kamuchuk tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Tahu-tahu, si kakek sudah ditinggalkan begitu saja di jalanan, bingung dan melongo. Pasukan Mongol sudah mendapatkan kereta dan sayuran gratis sekaligus. Dewa-dewa memang sedang berbaik hati!
* * * ORPHANN BERJANJI tidak akan membuat masalah di luaran. Katanya, ia hanya bosan terus-menerus di dalam tempat yang sempit seperti rumah Aniki. Akhirnya sepulang sekolah Aniki mengajaknya pergi keluar membeli ramen di sebuah kedai pinggir jalan untuk makan malam. Mereka sudah membawa lima bungkus ramen panas dan sedang berjalan pulang.
"Kau tidak merindukan Vida"" tanya Aniki kepada Orphann.
Orphann tidak langsung menjawab. Tempat ini nyaman. Tidak ada tanggung jawab besar yang menunggu seperti di Vida. Aku bisa saja membaur iaiu lenyap menghilang di sini tanpa harus kembali. Orphann tersenyum tipis.
"Aku tidak ingin kembali, tapi aku harus kembali. Ada yang harus kulakukan di sana." "Berperang""
"Yah ... kurasa itu satu paket dengan status konyolku sebagai Putra Mahkota. Jika aku tidak mampu menerima tanggung jawab itu, aku tidak pantas menjadi keturunan Goran. Tapi, alasanku kembali adalah untuk melihat seseorang."
"Ayahmu"" Tiba-tiba, Aniki bisa melihat mata Orphann berkaca-kaca. Ia tampak beringas di luar, tapi ternyata rapuh di dalam. Orphann menyembunyikan air matanya dengan menundukkan kepala.
"Bisakah kau membayangkannya, Aniki" Dibesarkan tanpa pengawasan orangtua, hidup dari berebut makanan dan mencuri, bertahan dengan tamparan dan tendangan seumur hidupmu" Belum lagi nasib sial jika harus tertangkap dan dihajar penguasa" Aku bukan orang
seperti itu, Aniki. Aku dan ratusan Theft Ryder lainnya hanya terpaksa menjalaninya. Betapa aku iri melihatmu yang dimasakkan makanan oleh Ibumu atau Xin Ai yang selalu tidur di dalam selimut hangat di rumahnya. Aku bahkan tidak memiliki kesempatan melihat orangtuaku."
Sebelum Aniki berkomentar, Orphann menutup wajahnya dengan tangannya. Tidak terdengar suara tangis darinya, namun Aniki yakin Orphann sedang menangis. Ia menepuk pundak Oprhann dengan hangat.
"Kita akan pulang ke rumahku dan kau akan mendapatkan selimut hangat serta masakan Ibuku."
Orphann mengangkat wajahnya yang ternyata sudah sembab. "Masakan Ibumu" Eh, kurasa aku akan memilih makan ramen saja."
* * * Onatsu sedang menyeduh susu hangat untuk Aniki di dapur. Xin Ai dan Bao Qui sedang serius memelototi acara pelajaran sastra di televisi. Mereka menyimak dengan saksama setiap kata yang diucapkan pembawa acara di TV. Seharusnya, Jepang punya lebih banyak pemirsa seperti mereka.
Bel berbunyi. Mungkin itu Aniki dan Orphann. Onatsu bergerak ke pintu. Xin Ai menoleh juga ke pintu. Ia bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh Onatsu.
"Nyonya, jangan buka!" jeritnya. Onatsu mengerutkan kening mendengar jeritan dalam bahasa Cina itu. Ia terus berjalan ke pintu dan membuka pintu. Xin Ai berlari mencegahnya, tapi sudah terlambat.
"Siapa kalian"" tanya Onatsu kepada tamunya.
* * * LAMPU PADAM dan tampaknya hanya di rumahnya. Aniki bertanya-tanya apakah itu karena ibunya belum pulang dari kantor dan Xin Ai tidak tahu cara menyalakan lampu. Gadis itu pasti sedang histeris jika ia tidak bisa menonton TV. Setiap sore ada acara pelajaran sastra di TV yang menjadi acara favoritnya.
Aniki dan Orphann membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Samar-samar dalam gelap, ia bisa merasakan kehadiran begitu banyak orang di dalam rumahnya. Ia mengeluarkan ponsel baru dari dalam sakunya, menghidupkan senter otomatisnya.
Tampak rombongan orang aneh berpakaian prajurit Mongol kuno sudah memenuhi ruangan kecil d
i rumahnya. Salah seorang dari mereka sedang menyandera ibunya. Dua yang lain menodongkan pisau pendek pada Bao Qui dan Xin Ai.
"Ada apa ini! Mengapa kalian kemari!" Orphann meledak. Suasana hatinya sedang jelek hari ini.
Para tentara Mongol itu bergeming. Mereka tidak mengerti kata-kata Orphann dan tidak tahu bagaimana menjelaskan maksud mereka, tapi mereka jelas tidak bermaksud baik. Xin Ai menjawab dengan suara pelan,
"Mereka memaksa kita ikut mereka ke Mongol, ke zaman mereka untuk menjadi pengikut raja mereka."
"Bukan raja, tapi Khan. Kubilai Khan yang Agung," ralat Panglima Sam.
"Sesukamulah," balas Xin Ai tidak berselera. Aniki menatap Xin Ai dengan pandangan mencela.
"Bukankah kau bisa kungfu" Mengapa kalian bisa disandera""
Dengan takut-takut, Xin Ai menunjuk televise yang sudah hancur dan tampak seperti baru meledak. Bau hangus tercium dari benda itu.
"Orang itu sekarang bisa mengeluarkan petir dari ujung jarinya, Aniki." Karena itu rupanya terjadi korsleting dan lampu padam. Aniki melirik Ibunya yang lebih tampak menyesal daripada ketakutan.
Panglima Sam mempererat bekapannya pada Onatsu, lalu membentak Xin Ai.
"Katakan padanya, jika ia tidak mau ikut, maka Ibunya akan mengalami nasib seperti benda itu!"
"Aniki, ia mengancam akan membunuh Ibumu jika kita tidak ikut."
"Aku tidak ada urusan dengannya. Aku tidak mau ikut!" Orphann menolak bergabung dengan masalah. Aniki menoleh pada Xin Ai, menanyakan pilihannya. Xin Ai menggeleng,
"Mereka juga tadi mengancam akan membunuh Bao Qui. Aku harus ikut mereka, Aniki. Setidaknya, mereka tidak akan langsung membunuhku di sana."
"Tanyakan kepada mereka, bagaimana kita pergi ke Mongol di zamannya."
Onatsu menggeleng dengan panik mendengar jawaban Aniki, tapi penolakannya tak diacuhkan oleh Aniki. Xin Ai kemudian mengulangi pertanyaan Aniki kepada Panglima Sam. Panglima Sam tampak berbicara sendirian, lalu muncullah lubang yang sama yang membawa mereka ke Jepang. Pusaran anginnya bahkan lebih kencang kali ini.
Onatsu menjerit dan meronta. Panglima Sam melepaskannya, lalu mendorong Xin Ai ke dalam lubang itu. Bao Qui melompat ke dalam tanpa diminta, Aniki melangkahkan kaki ke dalam lubang itu dan ikut tersedot.
Panglima Sam menodongkan ujung jarinya pada Onatsu sambil menatap Orphann bengis. Orphann sama sekali tidak merasa ngeri dengan tatapan itu, ia berbalik dan menatap Onatsu sejenak,
"Payah! Tampaknya, sekarang aku harus ikut. Hangatkan ramen untuk kami, ya."
Onatsu tidak mengerti kata-kata Orphann, tapi sepertinya ia mengatakan sesuatu yang tulus. Orphann lalu melompat masuk diikuti seluruh anggota pasukan. Lubang itu lalu lenyap seketika. Onatsu terduduk sendirian di lantai dengan hampa. Mengapa ia selalu ditinggalkan"
* * * SEMUA YANG ada di dalam lorong kacau-balau. Tubuh mereka bergulung-gulung dalam pusaran angin yang terus mengisap dan membanting mereka ke sana-kemari. Tubuh Xin Ai berulang-ulang tertabrak oleh tubuh pasukan Mongol yang kekar dan berlapis baju besi. Rasanya sakit sekali, tapi ia hanya memikirkan Bao Qui. Tubuh mungilnya pasti lebih merasa kesakitan.
Aniki berusaha memusatkan pikiran. Tidak. Mereka tidak boleh pergi ke zaman Mongol kuno. Jika mereka harus pergi maka mereka harus pergi ke Vida.
Ia melirik Orphann yang rupanya sedari tadi menatapnya. "Lawan mereka. Sekuatnya," bisik Aniki saat mereka kebetulan sedang terbanting ke dinding angin yang sama.
Orphann membuat tolakan dengan kakinya pada dinding angin tersebut sehingga tubuhnya terpental ke depan dan menabrak Kamuchuk. Dengan sekuat tenaga ia mencekik Kamuchuk. Kamuchuk menendang perut
Orphann dengan tenaga penuh, tapi tendangan itu hanya membuatnya membal kembali dengan hentakan keras.
Xin Ai berhasil meraih Bao Qui dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya melakukan salah satu jurus Delapan Telapak Besar dari kungfu Pa Gua. Sulit, karena kakinya tidak sedang menjejak tanah dan mereka masih terus tergulung-gulung. Tapi, prajurit yang kebetulan menerima pukulan itu akhirnya pingsan.
Panglima Sam berang. Bocah-bocah ini tahu bahwa mereka tidak akan dibunuh sebelum sampai ke Mongol,
jadi mereka bertingkah dengan melakukan perlawanan. Panglima Sam berusaha melempar tubuhnya ke arah Aniki. Anak itu sedang berkonsentrasi entah untuk apa. Panglima Sam tidak tahu kekuatan apa yang dimiliki Aniki, tapi ia yakin bahwa Aniki memang termasuk salah seorang dari 'yang disinari1.
Kehadiran Panglima Sam yang tahu-tahu sudah berada di sampingnya membuat Aniki terpaksa cepat-cepat melemparkan pukulan dengan telapak tangannya. Panglima Sam mengelak, tapi rupanya memang bukan dia yang dituju Aniki melainkan dinding angin di belakangnya.
Secara mengejutkan, dinding itu kembangkempis dengan cepat dan berulang-ulang. Saking herannya, Panglima Sam menyentuh dinding angin tersebut dengan tangannya, tapi malah terjadi korsleting hebat di dalam pusaran. Semua yang berada di dalam pusaran kesetrum.
Arus listrik itu memecahkan lorong angin sehingga memiliki beberapa cabang. Xin Ai dan Bao Qui terseret ke dalam cabang terjauh. Aniki berhasil menangkap tangan Orphann.
"Tarik mereka!" perintahnya.
Orphann menjulurkan tangannya sepanjang mungkin,
dan itu lebih mudah direncanakan daripada dilakukan. Tubuhnya terpelintir terus. Rasanya ia ingin muntah. "Xin Ai! Pegang tanganku!"
Anak Pendekar 20 Peristiwa Bulu Merak Karya Gu Long Sapu Jagad 2

Cari Blog Ini