Imajinatta Karya Mia Arsjad Bagian 2
"Sekali lagi makasih, ya," kata Ditto buru-buru, lalu pergi.
Natta masih melongo pose kodok minta hujan. Mematung dengan mata nggak fokus. Bingung berat.
"Ini kertas apaan sih"" akhirnya Natta bisa buka suara. Menatap teman-temannya bergantian.
Dara menatap prihatin seolah Natta korban penipu
an terminal bus. "Saking sukanya si Ditto sama elo, dia minta bukti dibikinin surat cinta segitu banyak," jawab Kinkin.
"HAH" Yang bener"" pekik Natta heboh.
Inna melotot sebal. "Ya nggak lah!!! Yang ada juga lo disuruh bikin surat cinta buat si Oik. Tuh!" Inna menunjuk Ditto yang ternyata tadi pergi buru-buru karena mau nyamperin Oik di depan ruang OSIS.
Ekspresi Natta berubah tolol. "Hah" Yang bener"" katanya lemas.
Dengan gemas Kinkin menoyor jidat Natta. "Ya nggak laaaah!!! Mana mungkin sih"! Makanya jangan makan makanan ber-MSG melulu. Jadi bego kan, lo"!"
Natta manyun. Yeee... emangnya kenapa kalo dia hobi ngemil snack pembuat bego bangsa itu" Orang enak kok! "Ya terus apa dooong" Jelasin yang bener kek. Tadi kan gue terlalu terpana gara-gara Ditto akhirnya ngajak kita ngomong. Minta tolong, lagi. Bayangin, akhirnya Tuhan buka jalan gue sama Ditto," kata Natta putus asa.
Inna geleng-geleng. "Dasar... gue sih percaya aja cinta itu buta. Tapi gue baru tau kalo buta itu artinya o'on."
"Innaaaaaaa!" Natta mencubit Inna kesal.
"Oke... oke... jadi tadi Ditto itu manggil kita karena..."
*** Natta memandangi kertas-kertas itu dengan putus asa sambil duduk di kursi santai kesayangannya di atap rumah Inna. Hhhh... ternyata Ditto minta tolong Natta buat ngumumin ke masing-masing kelas bahwa semua peserta lomba naskah film indie harus ngumpulin pasfoto. Bayangin... dimintain satu-satu! Disamperin satu-satu!!! Mana banyak, lagi. Huh! Harusnya ini tugas Ditto, tapi karena Natta sudah menerima dengan "tangan terbuka" plus muka kodok menanti hujannya, sekarang ini jadi tugas Natta. Termasuk menempelkan foto-foto itu di formulir yang sudah mereka isi waktu itu. Itulah yang ada di tangannya sekarang. "Kenapa nggak diumumin di mading aja sih"!" gerutu Natta sambil meraup kacang dari stoples.
Kinkin melotot ke arah Natta dengan tampang haloooo-bukannya-mading-jarang-dibaca" "Kalo ditaro di mading, lo juga nggak bakalan tau dong! Secara lo tau ada lomba ini aja dari gue yang, kebetulan, baca mading," jawab Kinkin puas.
Natta makin manyun. Huh! "Ya kenapa lo terima" Sekarang ngomel," sungut Inna yang asyik membolak-balik majalah baru yang isinya gosiiiip semua. Heran, kok ada majalah kayak gitu. Nggak pusing apa ya bacanya" Mana belum tentu bener, lagi. "Ih masa iya Deden Sapirudin..."
HA" "Siapa tuh"!" potong Natta, Dara, dan Kinkin serempak demi mendengar nama Deden Sapirudin disebut.
"Ituuu pemain sinetron Cinta di Belokan Ujung Jalan... yang jadi Bustomi, tukang es dong dong. Jadi ceritanya si Bustomi ini kan penjual es dong dong..."
"Iya, iya, terus si Deden kenapa"" potong Kinkin lagi. Dia nggak banget deh disuruh dengerin resensi sinetron ala Inna. Kacau banget. Udah yang diceritainnya nggak penting, suka ditambah-tambahin, lagi. Omong-omong, artis kok namanya Deden Sapirudin. Apa nggak ada niat ganti nama yang lebih komersil" Sapirudin Michael misalnya" Hihihi.
Inna menunjuDitn halaman yang lagi dia baca ke arah teman-temannya. "Nih. Kok dia bisa ya pacaran sama Cynthia Aurella Pramadisti ini" Itu lhooo... yang agak-agak indo. Yang ngomongnya ke bule-bule-an. Tau, kan" Pasti Deden ini banyak duit deh. Kan peran tukang es dong dong itu peran utama. Dia kan langsung laku gitu begitu habis main sinetron itu."
"Hubungannya sama Cynthia bla bla bla itu apa" Emang kenapa kalo mereka jadian"" Natta nggak ngerti.
Inna memutar bola matanya bosan. "Halooo... berarti tu cewek matre!
"Lagian ya, gue bilang aksen bulenya dibuat-buat banget. Kayaknya dia bukan bule beneran deh. Ngaku-ngaku kali..."
Natta geleng-geleng bingung. "Ngarang lo. Siapa bilang dia matre" Emang suka aja, kali sama si Deden. Bule kan sukasama yang eksotis."
"Ya, gue denger gitu."
Kinkin mendelik. "Dari siapa" Lo punya temen artis""
Inna manyun. "Ya nggak sihhh..."
"Tuh kan, ngarang..." tuduh Natta.
"Ya udah, ya udah. Yang pasti keliatan banget. Terus emang logat bulenya palsu banget, kan""
Natta merebut majalah Inna. "Daripada mikirin kisah cintanya Deden Sapirudin sama Cynthia Murela-r
ela itu mending lo bantuin gue, kali, Vi..."
"Cynthia Aurella Pramadisti!" sembur Inna ngotot sambil mengambil majalahnya kembali.
"Kenapa harus gue sih yang nempelin fotonya" Kenapa nggak fomulirnya aja kita balikin ke orangnya terus suruh mereka nempel foto terus balikin lagi ke kita"" dumel Natta, masih nggak rela menerima tugas yang diserahkan Ditto ke dia.
Kinkin maksa duduk di celah kecil di ujung kaki Natta yang tersisa di kursi malasnya. "Ya karena lo nggak ngedengerin waktu si Ditto nyerocos. Malah asyik melongo dan ngelamun."
"Ya sekarang jelasin doooong, emangnya lo pikir gue sengaja apa nggak denger dia ngomong" Itu kan otomatissss..." rengek Natta. Kadang-kadang dia sebal juga sama kebiasaan ngelamunnya eh mengkhayalnya yang sangat refleks sekali. Kadang-kadang Natta berpikir apa dia perlu periksa ke psikiater, ya"
"Mana ada orang sengaja mengkhayal" Kalo sengaja namanya mikir!" celetuk Dara nggak membantu dan sangat nggak penting!"
"Kalo lo balikin form-nya terus suruh tempel lagi suka jadi lamaaa, terus ya lupa lah, ketinggalan lah, hilang lah, jadi banyak urusan. Gitu kata Ditto. Kalo cuma ngumpulin foto, toh form""-nya masih disimpen. Jadi kalo mereka lama ngumpulin foto, seenggaknya form-nya nggak ke mana-mana. Ngerti"" jelas Kinkin.
"Huuuh... jadi besok gue harus keliling ke kelas-kelas dan ngomong di depan kelas" Ogah ah. Lo aja ya, Vi"" bujuk Natta. Tampil di depan umum itu MENGERIKAN!!! "Ato lo aja ya, De"" katanya pada Kinkin. Lalu Natta melirik Dara nggak yakin. "Lo deh, Ag, ya"" kata Natta akhirnya biarpun kalo Dara mau, kemungkinan dia ngomong di depan sambil nutup mukanya pake buku setebal ban serep traktor.
"Nggak deh. Mendingan disuruh baca buku bzzzz xxx chuwuwuiiit nngggiik seratus lima puluh kali deeeeh," jawab Dara. Judul bukunya sama sekali nggak jelas. Bukannya nggak kedengaran, tapi saking rumitnya itu judul sampe-sampe nggak mungkin orang awam kayak Natta, Inna, dan Kinkin mengingat judul buku tadi. Mudah-mudahan bukan buku porno atau buku fisika yang tebalnya bisa buat jadi perahu darurat waktu banjir.
Natta menatap Kinkin penuh harap. "Gue juga nggak ah. Lo suruh gue nyanyi keroncong ato dangdut sambil joget kucing garong aja deh."
"Huu... elo sih emang narsis. Maunya aja manggung, kan"" sungut Natta.
Kinkin senyam-senyum malu.
Kali ini harapannya tinggal Inna. Natta menatap Inna penuh harap dengan tatapan Inna-lo-kan-sahabat-gue-dari-kecil-lo-tau-banget-gue-nggak-bisa-tampil-di-depan-umum-jadi-plisss-gue-minta-tolong-lo-pasti"Nehi nehi bendi lah ya!"
Tuwiw! Natta pucat mendengar jawaban Inna. "Hah" Kok nehi sih" Nehi itu bahasa Indianya..."
"Nggak," sambung Inna cepat.
"Jangan nehi doooong. Ya, Vi" Please, Vi" Ya, Vi" Yes-hi, ya, yes-hi"" paksa Natta sambil merengek-rengek panik. Dia nggak kebayang kalo besok dia harus... Hiiiii!
"Acha... acha... nehi... nehi..." gumam Dara ngeselin dari balik bukunya.
"Tolongin gue dong, Vi..."
Inna mencomot jambu dari piring rujak. Krauk! "Nggak ah. Lo tanggung jawab dong, Nat. Siapa suruh kemaren maen iya aja. Lagian, kalo Ditto tau gue yang ngerjain gimana" Bisa-bisa dia naksir gue. Hayo""
"Udah jelas dia naksir Oik." Lagi-lagi Dara. Minta dipentung nggak sih"!
Natta terdiam. Iya juga. Dia kan mau bikin Ditto terkesan. Kalo Inna yang ngerjain, percuma doong... Tapi kan... gimana dong"!
"Lo juga sih," gerutu Inna. "Ngapain langsung iya aja dikerjain si Ditto kayak gini""
"Nggak dikerjain. Cuma minta tolong," sergah Natta. Dikerjain kesannya Ditto jahat. Minta tolong kan nggak jahat.
Inna duduk di kursi pantai kesayangannya di samping Natta. "Ya minta tolong sambil ngerjain. Kenapa dia harus minta tolong kita yang dia nggak kenal" Sementara habis itu dia malah cekakak-cekikik sama Oik." Natta diam.
"Nat, ngapain sih naksir Ditto terus"" tanya Kinkin. "Udah jelas kok dia kayaknya nggak respek sama kita. Sama elo. Kita sih selama ini diem aja karena kita pikir oke lah, lo naksir dia buat lucu-lucuan. Tapi kalo udah serius gini... Lo malah susah sendiri, tau. Mana sekarang
jelas banget dia itu naksir Oik. Lagi PDKT sama Oik. Udahlah, Nat, jangan terlalu serius. Ngeceng lucu-lucuan aja kayak gue..." kata Kinkin bijak. Tumben.
Natta masih diam. Dia nggak pernah berpikir naksir Ditto itu lucu-lucuan. Dia betul-betul suka sama Ditto dan berharap bisa jadi pacarnya. Kok teman-temannya malah tega sih ngomong kayak gitu"! "Ya udah, besok gue kerjain sendiri," kata Natta akhirnya.
Lalu suasana yang biasanya sangat menyenangkan di atap itu berubah jadi nggak enak.
+ + + _Sebelas_ GARA-GARA obrolan di atap kemarin sore, hubungan di antara Natta, Inna, Dara, dan Kinkin hari ini jadi agak aneh.
Tapi itu nggak mengubah sedikit pun rencana Natta untuk menjalankan "tugas" yang diserahkan Ditto padanya. Nanti pas jam istirahat, Natta bakal keliling ke masing-masing kelas dan menuliskan pengumumannya di papan tulis. Ya sambil memberi pengumuman lisan juga sih kalo masih ada orang di kelas. Sebetulnya bisa aja Natta keliling ke kelas-kelas memberi pengumuman pas jam pelajaran, karena di antara kertas-kertas yang diserahkan Ditto ada surat dispensasi dari OSIS yang sudah disetujui Kepsek untuk keluar kelas sebentar pada jam pelajaran demi menyampaikan pengumuman.
Keluar waktu jam pelajaran"! Mau bangeeeeet! Ngomong di depan kelas yang berisi lengkap"! Ihhhh... N-G-G-A-K! Malapetaka buat Natta. Makanya jam istirahat aja.
Masa sih tulisan gede-gede di papan tulis nggak kebaca"
Teeeeettttt! Akhirnya! Bel kematian berbunyi! Sebetulnya dalam hati Natta masih berharap jangan ada bel istirahat, jadi dia nggak perlu melakukan tugas mengerikan ini.
Harus kuat! Harus berani! Maju terus pantang mundur! One, two, three! Satu-dua-tiga, satu-dua-tiga...
Hap... hap... hap! Sebagai pasukan penyampai pesan yang mengemban tugas mulia, Natta harus menyelesaikan tugas ini. Dengan seragam militer yang gagah Natta maju menembus medan perang demi mengemban pesan mulia yang dipercayakan Jenderal Ditto kepadanya.
Biar peluru berseliweran, pesawat-pesawat tempur hilir-mudik di atas kepalanya, maju teruuus... hap hap hap! Satu-dua satu-dua!
"Natta!" Satu-dua! Satu-dua! Hap hap hap!
"Natta!!" Inna menepuk bahu Natta yang dia tahu pasti sedang mengkhayal yang aneh-aneh.
"Ya"" "Nggak ke kantin" Gue sama anak-anak mo coba soto babat menu baru kios yang di pojok. Katanya enak. Yuk"" Inna betul-betul nggak enak sama Natta soal kemarin. Dia tahu Natta ini sebetulnya orang yang sentimentil dan melankolis plus perasa banget. Makanya dia hobi banget berkhayal tentang segala hal dalam hidupnya. Dan soal Ditto... Natta memang betul-betul naksir Ditto.
"Nggak. Gue mo nyelesaiin tugas dari Ditto dulu. Nggak enak, kan, gue udah bilang iya. Kalian aja deh ke kantin. Lagian gue nggak terlalu laper," jawab Natta canggung.
Inna melambai memanggil Dara dan Kinkin yang menunggu di ujung koridor.
"Lo marah ya, Nat"" tanya Inna lagi.
Alis Natta berkerut. "Kenapa""
"Soal kata-kata Kinkin kemaren. Kata-kata kami semua kemaren." Inna melirik Kinkin dan Dara.
Kinkin menggigit-gigit bibirnya gelisah. "Sori ya, Nat" Gue nggak bermaksud..."
Natta menggeleng. "Nggak... nggak... gue nggak marah kok. Lagian gue juga nggak buta. Gue juga tau Ditto naksir Oik. Tapi kan mereka belum jadian, jadi sah-sah aja dong gue masih naksir Ditto" Belum resmi ini," cerocos Natta sesantai mungkin.
Inna, Dara, dan Kinkin makin nggak enak.
"Sekarang lo mo ngapain"" tanya Dara. Tangannya tetap setia menenteng buku-buku yang mungkin ditulis bangsa alien berteknologi maju karena isinya nggak bakal bisa dimengerti manusia normal. Ck... ck... ck...
"Ke kelas-kelas. Nulis pengumuman di papan tulis. Ngumumin juga kalo masih ada orang di kelas. Ya udah, kalian ke kantin aja. Ntar keburu habis soto babatnya. Lagi rame banget, kan""
Inna, Kinkin, dan Dara saling pandang. Mereka betul-betul nggak enak karena Natta betul-betul serius dan senang akhirnya bisa komunikasi sama Ditto.
"Kami temenin deh," kata Kinkin mewakili semuanya.
"Ha"" Inna menggamit lengan Natta. "Ayooo... kami temenin. Lo kan orangn
ya bisa mati berdiri kalo harus ngadepin orang banyak sendirian. Tapi tetep lo yang ngerjain ya. Kami nemenin aja, dukungan moril," katanya sambil menyeret Natta.
Natta tersenyum senang. Mereka memang sobat terbaik sedunia. "Tapi katanya pengin makan soto babaaat..."
"Soto babat besok masih ada. Sapi di dunia ini berkembang biak dengan cepat. Memproduksi babat-babat baru buat dijadiin soto. Tapi kalo elo mati mendadak hari ini gara-gara grogi" Mau cari di mana lagi orang aneh kayak elo"" jawab Kinkin asal sambil ngikik geli.
*** Ternyata menyampaikan pengumuman nggak semengerikan yang Natta bayangkan. Fiuuhhh... dia tinggal menulis di papan pengumuman, lalu menjelaskan sedikit. Untungnya nggak ada yang banyak tanya. Yang ada di kelas cuma ngangguk-ngangguk lalu bisik-bisik atau membahas sendiri. Ada juga sih yang nanya-nanya standar. Rasanya Natta kayak baru habis menang perang akhirnya bisa ngomong di depan umum kayak gitu.
"Ternyata lo nggak sekodok dalam tempurung yang gue sangka," ledek Kinkin.
"Kuper"" sambar Dara menyebalkan.
Natta mendelik. Sialan! "Ternyata lo bisa juga ngomong di depan umum. Bukan cuma berani nyerocos di depan kita-kita atau jadi jagoan di alam mimpi lo doang," kata Inna sadis.
Natta meleletkan lidahnya sebal. "Emang!!!"
"Udah selesai, kan"" Kinkin mengelus perutnya tanda lapar. Kayaknya masih belum bisa melupakan soto babatnya. Padahal dia sendiri yang bilang babat-babat baru akan terus diproduksi. Huh, payah!
"Ehhh... belum!" sergah Natta panik. "Kelas terakhir belum. Kelasnya Oik. Apa nggak usah aja, ya" Gue males masuk kelas dia."
Telunjuk Inna bergoyang-goyang di depan mata Natta. "No... no... no... nggak boleh gitu. Lo harus ke semua kelas. Gawat kan, kalo ada satu kelas yang nggak tau" Lagian ngapain lo males ke kelasnya Oik" Cuek aja lagi, Nat."
Natta menggigit-gigit bibirnya ragu. Rasanya gimanaaa gitu. Males aja. Dia sebel sama Oik. Cewek itu kan rivalnya. Perebut Ditto karena sudah selangkah lebih maju daripada Natta. Males deeeehhh... "Tapi ntar juga gosipnya nyampe, kali, ke kelasnya dia. Lagian Oik kan anggota OSIS, dia pasti udah tau. Dia juga pasti ngasih tau temen-temennya."
"Ayooo..." Inna menyeret Natta lagi.
Akhirnya, dengan kepasrahan penuh Natta mengikuti Inna dkk menuju kelas Oik. Biarpun kayaknya kakinya beraaaat banget kayak dicantolin babi hutan.
Sial! Kok kelas Oik rame gini"! Natta melirik jam dinding yang ada di kelas. Pantes aja. Jam istirahat sudah hampir selesai. Manusia-manusia kelaparannya pasti udah balik lagi dari kantin. Hhhh... sial! Sial! Perhitungan Natta salah. Harusnya justru kelas ini yang dia datangi pertama karena pasti sepi. Habis tadi kan niatnya dia kalo bisa nggak usah ke kelas ini. Kalo begini sih namanya bukan save the best for last, tapi save the worst for last! Huh! Natta jadi gemetaran sendiri. Di kelas-kelas sebelumnya dia bisa tenang karena cuma ada segelintir orang. Nggak nyaris penuh kayak gini. Ditambah lagi ini kelasnya Oik. UGH!
Siiiingg! Kelas yang ribut langsung hening begitu sadar ada empat cewek berdiri di depan kelas.
Inna menyikut Natta supaya ngomong. Karena sekarang semua mata lagi melotot ke arah mereka.
"Enggg... anuuuu..." dengan panik Natta celingukan mencari spidol untuk menulis di papan tulis.
Duk! Inna menyikut Natta lagi. "Jangan nuliis, udah ngomong ajaaa..." desis Inna.
WHAT"! Ngomong"! Udah gila kali Inna.
"Ayooo, ngomong..." desis Inna.
"Engg... ehem... ehem... anuuu... ada peng... pengumuman... dari OSIS..." Natta bisa merasakan tatapan ngenyek Oik dari bangkunya. Matanya juga bisa menangkap Oik yang bisik-bisik dengan teman segengnya lalu cekikikan.
"Anggota OSIS baru nih, Ik"" celetuk salah satu teman Oik sengaja kencang-kencang.
"Untuk... para... para peserta... lomba..."
"Ohhh... kirain anggota baru. Ini toh utusannya Ditto"" sambung teman Oik yang lain. Natta makin grogi. Ternyata Oik tahu! Oik ngeh kalo Natta suka Ditto. Dan dia juga menganggap Natta rivalnya. Kalo nggak, kenapa dia ngebiarin teman-temannya berbuat kayak gini" Natta
semakin lemas. Dia betul-betul nggak siap untuk ini.
"Bentar lagi Ditto bisa kecantol dia, Ik. Gila, berkorban abisss..." sambung yang lainnya lagi.
Natta hampir menangis. Pandangannya mulai buram. Emangnya kalo ngomongin orang nggak bisa apa pelan dikit" Bukan omongan kayak gitu yang Natta pengin denger. Siapa juga yang mau diledek-ledek begitu" Nggak bisa apa bisik-bisik yang bikin orangnya ge-er, misalnya...
"Udah deh, Ik, lo nyerah aja. Lo nggak bakal bisa nyaingin Natta ini. Dia cantik bangeeet." Bisikan itu cukup kencang sampe Natta yang berdiri di depan kelas bisa dengar. Bisik-bisik teman segengnya Oik.
Natta kelihatan "bersinar-sinar" dengan rambut panjang mengilapnya yang tergerai indah. Belum lagi matanya yang bersinar indah dengan soft lens berwarna cokelat almond. Ditambah... bibirnya yang pink alami. Natta betul-betul gadis impian cowok-cowok satu sekolah. Dan kali ini, dia berdiri di depan kelas rivalnya untuk mengemban tugas dari Ditto yang dipercayakan padanya.
"Selamat siang semua..." kata Natta pede. Pede adalah salah satu senjatanya untuk selalu tampak cantik.
"Udah deh, Ik, lo nggak usah ngarepin Ditto lagi. Dia udah pasti milih Natta." Bisikan keras dari salah satu teman Oik lagi.
Hhh... padahal Natta ingin bersaing sehat. Jangan ada yang kalah sebelum berperang, pikir Natta. Tapi ya sudahlah... mungkin teman-teman Oik juga udah bisa baca kalo Oik dibanding Natta" Nggak ada apa-apanya.
Duk! Duk! Pinggul Natta kok sakit, ya" Rasanya kayak disundul-sundul pentungan satpam. Hah! Ternyata siku Inna. Saatnya kembali ke dunia nyata!
"Kok lo bengong" Pengumumannya, Nat, pengumumannya..." desis Inna membangunkan Natta. "Cepet ngomong terus kita pergi."
Natta menarik napas dalam-dalam. Oik and the gank kok tega mempermalukan dia kayak gini sih" Betul kata Inna, harus segera diselesaikan! "Ehem... pengumuman dari OSIS yang dititipkan ke saya, harap... harap... peserta lomba penulisan naskah menyerahkan pasfoto ukuran 3x4. Ditunggu selambat-lambatnya dua hari dari sekarang. Eh... em... diserahkan ke saya... ma... makasih..."
"Waaahh, asistennya Ditto niihhh..." celetuk salah satu teman Oik lagi. Natta betul-betul sakit hati dan marah melihat Oik cuma senyam-senyum penuh arti.
"Makasih..." Natta dkk buru-buru keluar dari kelas itu.
"Gila si Ditto, siapa lagi tuh yang disuruh ngasih pengumuman... Asisten cabutan. WAHAHAHA!" Kalimat itu masih terdengar Natta sayup-sayup waktu dia berjalan ke pintu. Dia betul-betul pengin nangis!!!
"Nat, lo nggak papa"" tanya Kinkin khawatir.
Natta menggeleng. "Nggak. Nggak papa. Justru kalo Oik kayak gitu gue makin semangat ngalahin dia!" kata Natta dengan keceriaan dibuat-buat.
Natta bukan tipe orang yang bisa dipaksa cerita. Teman-temannya cuma diam menerima jawaban Natta yang mereka tahu pasti bohong.
*** Dengan hati nggak keruan Natta berjalan cepat. Dia betul-betul pengin cepat sampai ke bangku rahasianya di sudut taman. Dia pengin nangis sendirian. Tangis yang dia tahan-tahan sejak di kelas Oik tadi. Bukannya dia nggak mau cerita dan curhat pada para sahabatnya. Kejadian tadi betul-betul bikin dia malu! Bahkan pada sahabatnya sendiri. Mereka menyaksikan langsung dia dipermalukan. Nggak ada yang bisa Natta katakan buat ngeles. Natta nggak mau dianggap lemah sama mereka. Biar aja mereka tahu kelakuan Oik nggak merobohkan perasaan Natta pada Ditto. Natta nggak mau nangis di depan mereka... dia perlu waktu sendirian...
Kenzi. Ada Kenzi. Natta mengingat-ingat kata-kata Kenzi waktu itu tentang "jadwal"-nya di sini. Dia lupa ini jadwalnya Kenzi. Dan dia udah terlalu dekat untuk berbalik dan kabur. Dan sudah terlalu nggak tahan untuk nahan nangis sampe rumah. Oow!
"Eh, Natta..." Kenzi kelihatan senang melihat Natta berdiri di dekat bangku "mereka".
Natta menatap Kenzi aneh. Lalu duduk dan... "Huhuhuhu... huuu... hik hik hik..."
Kenzi kebingungan. Ada apa nih" Waduh! Dia betul-betul nggak biasa sama cewek yang datang tiba-tiba lalu menangis heboh kayak gini. Dia harus ngapain" Dengan tampang burung dodo idiot Kenz
i celingukan. Waduh! Waduh! Waduuuh! Jangan-jangan nanti orang-orang kira dia yang bikin Natta nangis. Gimana dooooong"!
"Huuuuu... hikhikhik..." Natta masih sesenggukan.
Ragu-ragu Kenzi menepuk bahu Natta. "Anu... Natta... apa pun masalah yang lagi kamu hadapin... sabar, ya" Sabar..."
"HUUUUUHUUUUU... HIKHIKHIK... HUUUU..." Nah lho, nangisnya makin kenceng.
"Eng... Natta, kalo kamu mo cerita, mungkin bisa sedikit lega... aku..."
Tangis Natta mereda. Matanya yang sembap menatap Kenzi sayu. Ada sedikit ingus juga mengintip jijay dari lubang hidungnya. Ih! Hihihi... "Makasih, Kenzi," katanya di sela-sela tangisnya yang tinggal sedikit.
Kenzi mengangguk kalem. "Anytime."
Natta mengelap air mata dan ingus jijaynya dengan saputangan yang dia bawa. Rasanya lega setelah nangis meraung-raung ala singa mau beranak tadi. Kayaknya beban di hatinya rada-rada berkurang. Banyak berkurang ding. Tapi masalah baru nih, dia mesti ngomong apa sama Kenzi"
"Udah lumayan lega"" tanya Kenzi melihat Natta yang mulai tenang.
Natta mengangguk. "Syukur deh," kata Kenzi pendek.
Hening. Canggung. Bingung. Ngomong apa lagi ya"
"Mo aku beliin minum" Katanya... kalo habis nangis sampe kayak tadi biasanya suka jadi haus... mau"" Kenzi berbasa-basi lagi.
Natta menggeleng. "Nggak. Makasih."
"Oke." Diam lagi. Hening horor. "Ken..." "Nat..." Kenzi dan Natta bicara berabrengan. Lalu sama-sama terdiam.
"Kamu duluan deh," kata Kenzi.
"Kamu aja. Kenapa, Ken""
Kenzi menggeleng. "Kamu aja. Kamu kan habis nangis."
Natta mendelik. "Ih, emang kalo habis nangis kenapa"" tanya Natta geli.
"Ya itu, hitung-hitung hiburan. Dikasih duluan. Hehehe..." kata Kenzi koDit.
Natta tersenyum senang. Lucu juga si Kenzi ini. Memangnya lagi antre tiket bioskop" Pake disuruh duluan segala. "Aku pengin cerita..." kata Natta pelan.
Ekspresi Kenzi berubah serius. "Tentang apa yang bikin kamu nangis kayak tadi""
Natta mengangguk lemas. Lalu mengalirlah cerita demi cerita dari mulut Natta. Semuanya... bagaimana Natta di mata teman-teman sekolahnya, siapa sahabat-sahabatnya, siapa Ditto, Oik, hobi mengkhayalnya... semua! Sampai soal lomba naskah buat film indie yang membuatnya nangis gila-gilaan kayak tadi. Entah kenapa Natta bisa-bisanya membeberkan semua tentang dirinya pada Kenzi yang baru dia kenal.
Cerita itu mengalir begitu aja demi melihat wajah Kenzi yang tenang mendengarkan semua cerita Natta dengan serius dan simpatik. Membuat Natta semakin pengin cerita. Semakin pengin curhat sama cowok ini.
"Eng... aku ngomong terlalu banyak, ya"" akhirnya Natta sadar. Dari tadi Kenzi nggak mengeluarkan satu patah kata pun. Jangan-jangan dia udah mati bosen" Atau udah jadi mayat duduk karena tanpa sadar Natta bercerita sekitar tiga kali Lebaran tiga kali puasa, malah sampe Bang Toyib pulang"
Ah! Kenzi masih hidup. Buktinya dia menggeleng sambil senyum. Natta melirik jam tangannya. Masih hari yang sama.
"Nggak. Nggak kok. Aku seneng kamu mau cerita sama aku." Suara Kenzi terdengar sejuk dan menenangkan.
Natta tersenyum tipis. "Makasih banget ya. Aku aja heran kenapa aku sampe nyerocos kayak gitu ke kamu. Padahal kita baru kenal."
Kenzi melipat tangannya di dada lalu bersandar. "Bukannya tadi kamu bilang karena kamu nggak mau teman-teman kamu tau soal perasaan kamu" Supaya mereka liat kamu tetap tegar dan nggak masalah dengan perlakuannya si Oik itu"" Rupanya Kenzi betul-betul mendengarkan cerita Natta. Seneng deh. Hari ini Kenzi Natta angkat secara resmi jadi temannya.
"Iya. Aku bener-bener malu diperlakukan kayak gitu. Sampe-sampe aku tadi... eng... sempet..."
Alis Kenzi berkerut. "Sempet apa""
"Sempet mengkhayal di depan kelas kalo aku lebih segala-galanya daripada Oik."
"Bagus dong. Itu namanya pikiran positif," komentar Kenzi.
"Positif dan mustahil," desah Natta berat.
Kenzi menatap Natta heran. "Kenapa nggak mungkin" Memangnya yang namanya Oik itu lebih cantik daripada kamu""
Pipi Natta memerah. "Kamu bisa juga ya ngebohong buat menghibur cewek. Emangnya aku nggak pu
nya kaca apa di rumah" Sayang aja nggak bisa ngomong kayak punya emak tirinya Putri Salju."
Kenzi cekikikan. "Kalo punya kaca kayak gitu aku nggak mau. Nakutin banget. Kayak melihara hantu aja. Tapi aku nggak bohong. Sebagai teman, aku jujur kok. Nggak ada alasan untuk bilang kamu nggak cantik. Lagian, sekalipun si Oik ini lebih cantik, cowok kan naksir cewek bukan karena cantik ato nggak cantik aja," ujar Kenzi serius.
Natta tersenyum malu. Baru kali ini ada yang bilang dia cantik. Nggak ada nada menggoda atau jail dalam suara Kenzi. Nggak ada tatapan bohong di mata Kenzi. Dia betul-betul tulus muji Natta. "Makasih ya."
"Makasih apa nih" Soal bilang kamu cantik, atau karena aku udah ngebocorin rahasia cowok""
"Dua-duanya. Tiga ding. Karena kamu udah dengerin ceritaku."
Kenzi mengacungkan jempolnya. "Tapi, sori nih ya, Nat, bukannya kalau emang mereka sahabat kamu, harusnya mereka ngerti kondisi kamu" Harusnya kamu lebih nyaman cerita ke mereka daripada ke... aku, kan""
"Bukannya aku nggak nyaman cerita ke mereka. Aku pengin banget cerita sama mereka. Secara mereka sahabat-sahabat aku yang paling top kayak martabak telor Bang Uhun. Tapi... aku nggak siap aja kalo tiap hari harus ketemu mereka sementara mereka tau persis perasaanku. Nggak enak aja... gimana ya jelasinnya..."
"Bukannya malah bagus kalo mereka tau persis perasaan kamu""
Natta memuntir-muntir tali tasnya. "Ya emang... tapi cewek itu beda sama cowok, Ken. Mereka bisa bahas itu tiap hari. Terus bisa kasih masukan-masukan yang bertubi-tubi dan nggak kenal waktu... Aku... aku nggak mau aja masalah ini jadi topik bersama. Apalagi ditambah alasan mereka buat bikin aku... berhenti naksir Ditto," ujar Natta pelan. Huh! Kenapa dia jadi terbuka lebar-lebar gini sama Kenzi" Ini sih udah kategori curhat mendalam nih.
"Mo jeruk"" tiba-tiba Kenzi menyodorkan sebutir jeruk. Ternyata ucapannya soal bawa buah ke mana-mana waktu itu nggak bohong.
Natta menatap jeruk yang disodorkan Kenzi. "Nggak, makasih. Kamu aja yang makan, kan kamu yang lagi menjalani prinsip hidup sehat dan udah biasa makan buah tiap hari."
Mata Kenzi membulat lucu. "Aku bawa dua kok. Tadi kan ada temen yang titip, eh, dia nggak nongol. Aku kan nggak segembul itu makan dua jeruk sendirian."
Haaa... kayaknya Natta pernah denger deh kata-kata itu. "Ihhh... Kenzi, kamu plagiat! Waktu itu aku bener-bener beli buat temenku, tau! Jangan ngeledek dong." Muka Natta mendadak merah padam. Kenzi betul-betul ahli bikin dia terkaget-kaget dan malu dengan muka merah padam.
"Hehehe, nggak kok. Jeruk ini aku sengaja bawa dua. Buat kamu, siapa tau kamu dateng. Sekalian balasan mie ayam waktu itu."
"Makasih." Mungkin Natta juga harus mengikuti kebiasaan Kenzi makan buah. Kalau cuma minum jus kotakan kan gizinya beda.
"Terus rencana kamu apa" Balas dendam" Hehe..." Kenzi cekikikan aneh sambil makan jeruk.
"Emangnya aku sundel bolong kesasar apa, pake balas dendam segala" Ya nggak lah. Aku bakal melawan. Aku anggap kelakuan Oik dan teman-temannya kemaren sebagai tantangan terbuka. Aku layanin. Dia jual aku beli."
"Bisa ditawar nggak"" goda Kenzi geli.
Natta melotot galak. "Iya, iya, soriii... dengan cara apa rencananya"" selidik Kenzi.
Natta mengatupkan mulut sambil mengetuk-ngetuDitn telunjuk ke bibirnya. "Dengan cara setengah mampus supaya naskahku menang dalam lomba naskah itu. Dari situ jalanku bakal terbuka lebar."
"Oke, aku bakal bantu kamu," ujar Kenzi mantap.
"Ha"" Kali ini Kenzi mengangguk semantap kata-katanya tadi. "Iya, aku bakal bantu kamu supaya naskah kamu menang."
Natta mengerutkan keningnya. "Bantu aku gimana""
"Ya gimana kek. Karena sudah jadi orang yang kamu curhatin, aku merasa bertanggung jawab lho atas nasib kamu. Jadi, gimanapun caranya, aku siap bantu. Misalnya dalam proses nulis. Aku juga suka berkhayal, berimajinasi, mungkin aku bisa ngasih usulan-usulan. Atau... bisa juga aku dimintain pendapat-pendapat. Apa aja deh, pokoknya aku bantu kamu," cerocos Kenzi semangat.
Rasanya Natta nggak salah tadi mengangkat secara resm
i Kenzi sebagai teman. Cowok ini benar-benar baik. "Oke. Jadi sekarang kamu resmi jadi asistenku, ya""
Kenzi mengangguk. Lalu dia sibuk menulis sesuatu di kertas lecek yang dia ambil dari dalam tasnya. "Nih."
"Apa nih" Nomor togel""
"Ya bukan lah. Nomor teleponku. Kan aku asisten. Kamu bisa telepon aku kapan aja."
Natta cekikikan. "Bilang aja kamu pengin minta nomor teleponku. Ya, kan""
"Nggak. Ini profesional aja... kamu yang perlu tau nomer teleponku," sahut Kenzi sok asyik.
Natta menepuk bahu Kenzi gemas. "Yeeee... kalo aku nelepon kamu kan nanti otomatis kamu jadi tau nomor teleponku. Trik basi ahhhh... ketinggalan zaman, kayak zaman ngidupin api pake ngegesek-gesekin batuuuu..."
Kenzi pasang tampang tolol. "Oh iya ya. Hehehe... ya udah, kamu nelepon dari wartel aja."
Natta mendelik. "Ihhh, niat banget aku nelepon kamu sampe harus ke wartel segala.
"Hahahahaha..."
Hari ini Natta betul-betul senang ketemu Kenzi. Cowok itu berhasil menghibur Natta dan bikin Natta lega. Natta bersyukur dikasih teman baru sebaik Kenzi.
+ + + _Dua Belas_ "UGHH... ughh..."
Langkah Natta terhenti di depan kamar Nanta. Ada Nanta" Tok tok tok... "Kak""
Nggak ada jawaban. Cuma suara erangan-erangan tadi. Tok tok tok... "Kak... aku masuk, ya"" pelan-pelan Natta menekan handel pintu.
Ceklek... nggak dikunci. Kamar Nanta gelap dan lembap. Biarpun akhir-akhir ini Nanta jadi sering ada di rumah, kamarnya tetap aja berantakan kayak nggak ada penghuninya. Di pojok ranjang, Nanta meringkuk sambil berselimut. Natta menyalakan lampu kamar sampai dia bisa melihat Nanta kayaknya lagi-lagi sakit. Matanya sembap, hidungnya meler, pokoknya parah deh.
"Kakak sakit lagi"" tanya Natta khawatir sambil menyentuh dahi kakaknya. Panas.
Nanta nggak menjawab, cuma mengerang sambil menggigil.
"Aku ambilin obat ya, Kak"" ujar Natta panik. Kok bisa orang terserang flu parah gini seminggu sampai dua kali" Setau Natta kakaknya ini dulu nggak penyakitan. Apa gara-gara lama hidup di luar, ya" Makanan nggak keurus, kurang istirahat... mungkin aja, kan" "Eh, Kakak udah makan belum""
Nanta menggeleng. "Ya udah, aku bikinin bubur, ya" Minum obatnya habis makan aja."
"Ngggak... usssah lahhh, Nat... akku... nggak lapperrr..."
Natta melotot. Bandel banget! Udah kondisinya begini masih bawel nggak mo makan"! Ck ck ck! Natta menaruh tas sekolahnya di atas meja belajar Nanta. "Kakak tunggu dulu. aku bikinin bubur bentar." Hari ini Teh Ipah nggak dateng, Ibu nggak mungkin ada waktu untuk masak, jadi Natta-lah satu-satunya harapan Nanta.
*** "Kangen ya sama diare""
HA" Apaan sih Dara, pertanyaannya nggak jelas banget.
Telunjuk Dara menunjuk-nunjuk mangkuk bubur ayam Natta. "Tuh... tuh... lo nggak tau apa, harga cabe rawit melambung dan harga bawang bombay membayangi para pedagang"" katanya lagi makin nggak jelas. Tapi Natta refleks menatap mangkuknya yang ditunjuk-tunjuk Dara.
"Ya ampun!!! Bisa mencret gue!" pekik Natta melihat permukaan bubur yang tadinya indah dengan taburan ayam, Ditue, kacang kedele, dan ditambah pemanis daun seledri sekarang tampak mengerikan. Baru diliat aja udah bikin mules saking penuh genangan sambal cabe rawit.
"Emang tadi gue bilang apa"" gumam Dara seperti biasa... nyebelin!
Secepat kilat Natta menyendok sambal yang menggenang di mangkuknya. Kalo dia nekat makan bubur ayam itu tanpa membuang kelebihan sambalnya, sama aja namanya bunuh diri dengan cara paling bodoh yang bisa dilakukan umat manusia. Mati kepedesan"! Hahahaha...
"Bikin rugi tukang bubur lo, Nat. Kebayang nggak sih dia ngulek tu sambel semaleman, sampe matanya pedih, tangannya panas, ngucek mata nggak bisa, ngupil nggak bisa..."
"Ih"! Apa hubungannya ngulek sambel sama ngupil"!" protes Natta mendengar komentar Inna yang sangat di luar konteks.
"Ya iya lah, kalo jari-jarinya pedes gara-gara berjuang ngulek sambel, mana mungkin dia ngupil" Panas, kali, lubang idungnya. Sekarang lo malah buang-buang sambelnya," tandas Inna cuek.
Imajinatta Karya Mia Arsjad di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Natta manyun. "Jadi lo lebih milih tukang bubur bisa ngupil dengan
nyaman daripada mikirin gue bakal diare kalo makan sambel setengah mangkok" Jahat banget sih."
Kinkin mengikik geli. "Ihhh... Natta sensi banget ye hari ini."
"Tauk tuh," tambah Dara.
Inna menyeruput teh botolnya sampai habis lalu menatap Natta serius. "Lo kenapa sih" Dari tadi pagi pelajaran pertama aneh. Sekarang lagi makan bubur paling enak di sekolah juga aneh. Gara-gara Oik, ya"" tembak Inna sok tau.
Natta menggeleng cepat. "Nggak. Bukan itu."
"Terus kenapa"" Kinkin ikut penasaran.
"Tau nih, gue lagi khawatir sama kakak gue," keluh Natta berat. "Tadi pagi dia ada di rumah. Pas gue masuk kamarnya dia sakit lagi kayak waktu itu. Lebih parah, malah."
"Lo udah bilang Nyokap"" tanya Dara prihatin.
Natta mengangkat bahu. "Tadi pagi Nyokap udah pergi. Bokap apalagi. Udah berangkat ke tokonya pagi-pagi buat beres-beres. Yang bikin gue tambah khawatir, hari ini Teh Ipah nggak dateng."
"Lo kasih obat nggak"" Kinkin kelihatan cemas banget. secara dia dulu pernah naksir sama Nanta.
"Ya kasih. Gue sempet bikinin bubur dulu tadi. Makanya gue telat ke sekolah. Tapi kayaknya buburnya juga nggak masuk deh. Pas gue keluar pintu kayaknya Kakak ke kamar mandi, muntah-muntah. Gue nggak tenang nih."
Inna, Dara, dan Kinkin saling pandang.
"Apa nggak mendingan lo pulang aja, Nat" Kasian kan kakak lo," saran Inna. Dia kan juga pernah kena flu berat. Aduh! Dunia rasanya jadi roller coaster raksasa. Muter semua. Bawaannya jadi marah-marah melulu gara-gara pusing. Dan yang pasti nggak bisa ngerjain apa pun sendirian. Kebayang kan gimana Nanta" Pasti nggak berdaya banget sekarang.
Natta menggeleng. "Ulangan bahasa Inggris nanti gimana""
Yang lain diam. Iya juga ya. Guru bahasa Inggris mereka kan resenya minta ampun. Murid-muridnya sampe berprinsip, biarpun lagi sakit gigi, bisul di pantat, habis digigit anjing, kena cacar air, apa pun deh, tetap mereka harus ikut ulangan. Soalnya kalo sampe ikut ulangan susulan... ck ck ck... udah tingkat kesulitan soalnya dobel kuadrat, Bu Guru nongkrongin kita terus, lagi. Duduk aja gitu melototin setiap huruf yang kita tulis. Plus melototin mata kita, mengawasi kalau-kalau kita jelalatan minta kode sama teman-teman yang udah ulangan duluan. Padahal soalnya kan udah beda... gimana caranya minta kode, coba"!
"Eh, anterin gue dong." Natta teringat sesuatu. "Ini formulir sama fotonya udah semua. Gue mo kasihin ke Ditto."
"Di ruang OSIS""
Natta mengangguk. "Ya udah," jawab teman-temannya kompak.
Ruang OSIS kelihatan rame. Dari jauh Natta mulai celingukan mencari sosok Ditto. Anak-anak OSIS memang hobi banget ngumpul-ngumpul di ruang OSIS setiap ada waktu. OSIS itu udah kayak geng tersendiri yang bisa dibilang eksklusif di sekolah. Yah, yang paling eksklusif sih tetap gengnya anak-anak kelas 3 yang namanya Hiper Star. Bayangin, udah bukan super lagi tapi HIPER. Isinya semua anak-anak gaul berdompet tebal, anggota klub-klub bergengsi di luar sekolah. Ekskul yang mereka ikuti buat sekadar basa-basi cuma klub bahasa Inggris.
Nah, itu dia Ditto! ...dan Oik. Kenapa sih tuh cewek agresifnya nggak ketulungan" Nempeeel terus kayak tompel. Huh! "Eng... Ditto...!"
Ditto yang asyik ketawa-ketiwi sama Oik dan beberapa anggota OSIS lainnya menoleh ke arah Natta. "Eh, Sesil... eh, Lala..."
Oik menyikut Ditto sambil membisiDitn sesuatu.
"Oh iya, Natta!" Tega banget dia lupa nama Natta. Baru bener manggil Natta sesudah dibisikin Oik. "Sini, masuk aja. Nganterin form, ya""
Sama mo ketemu kamu, sambung Natta dalam hati.
Natta melangkah masuk ke ruang OSIS dengan canggung. Perasaan kok semua orang ngeliatin dia ya" "Engg... ini form""-nya. Udah lengkap semua." Natta menyodorkan tumpukan form yang sudah ditempeli foto pada Ditto. Diam-diam Natta melirik Oik, pengin tau reaksi cewek itu. Dia cuma mesem-mesem genit sambil sesekali ngaca. Sengaja!
"Makasih banget ya, Natta. Untung ada lo yang bantu. Kalo nggak ribet deh." Ditto mengecek lembaran-lembaran formulir di tangannya. "Oke, lengkap. Punya lo udah, kan""
Natta mengangguk. Tadi katanya lengkap. Kok
punya Natta ada atau nggak dia nggak ngeh" Ya memang nggak mungkin juga sih dia liat semua tampang di foto satu-satu.
"Ternyata punya asisten cabutan berguna juga ya, Dit..." ujar Oik manja.
Ditto tersenyum tipis. Kelihatan nggak enak sama Natta dkk. "Oke, makasih ya... Jangan lupa kumpulin naskahnya tepat waktu, oke""
Begitu doang" Nggak ada ngajak minum di kantin kek, minta nomor HP kek. Natta mematung. Harusnya ada adegan apa kek yang bikin hati berbunga-bunga...
Ditto mengedipkan sebelah mata penuh arti. Mungkin dia takut Oik ngamuk kalo dia bermanis-manis sama Natta. Oik kan sudah divonis gangguan jiwa sama dokter. Tuh buktinya dia pake pita warna-warni, lipstik menor, parfum yang baunya... kayak kentut! Hiiii... Ditto pasti nyaris pingsan dan ketakutan. Manusia mana sih yang nggak ketakutan ditempelin orang gila"!
"Aku tunggu kamu di depan kantin ya..." ujar Ditto tanpa suara.
Natta mengangguk manis. Sementara si Oik gila menatapnya galak.
"Halo...""
"HA"" saking kagetnya Natta telat ngontrol volume suara. Uh, malu-maluin banget.
"Masih ada perlu"" tanya Ditto melihat Natta masih mematung di situ.
UGH! Malu! Malu! "Engg... nggak... ya udah... gue..."
"Oke. Makasih lagi ya," ujar Ditto manis.
Lalu sayup-sayup terdengar rajukan Oik. "Apaan sih kamu sok manis gitu""
"Lho, dia kan udah bantuin aku..."
Ada perasaan lega di dada Natta karena Ditto ternyata masih belain dia.
*** "Ayah aja deh! Masa cuma nganter anak ke rumah sakit sebentar aja nggak bisa"! Apa" Ibu" Ibu kan juga lagi ada urusan. Lagian masa naik taksi sih" Ayah ini gimana! Pulang sebentar dong, Yah..."
Natta terdiam melihat Ibu yang berdebat dengan Ayah lewat telepon. Mereka ribut gara-gara saling lempar siapa yang harus mengantar Nanta ke rumah sakit. Sempat-sempatnya. Udah jarang ngomong, sekalinya ngomong panjang, ribut. Ibu juga. Masa cuma nganter sebentar ke RS nggak mau" Ayah kan lagi di toko.
"Bu, biar aku aja," usul Natta memotong perdebatan orang tuanya.
Ibu memandang Natta. "Naik apa""
"Taksi. Aku minta ongkosnya aja. Biar aku yang anter Kakak."
Ibu berbicara sebentar dengan Ayah lalu menutup telepon. "Kamu yakin" Dari tadi Ibu juga sebenernya mau nganter kakak kamu itu. Tapi dia susah banget dibujuk, makanya Ibu suruh Ayah pulang."
Natta mengangguk. "Ya udah, aku coba bujuk."
Ibu mengangkat bahu. Natta menuju kamar kakaknya. Nanta masih meringkuk di pojokan ranjang sambil menggigil.
"Kak... kita ke rumah sakit, ya""
*** Entah apa yang ada di pikiran Natta, kok mau aja ngikutin kemauan kakaknya yang aneh dan jelas-jelas lagi sakit. Bukannya ke RS, mereka sekarang malah ada di rumah salah satu sahabat Nanta di daerah Cilaki. Namanya Deva. Orangnya baik dan ramah, tinggal bertiga sama kakak dan adiknya karena orangtua mereka ada di Malaysia.
Saking dekatnya, kayaknya Kakak memang udah sering nginap di sini.
"Kak Deva, gimana ya" Aku penginnya bawa Kakak ke RS aja," keluh Natta waktu disuruh Nanta ngambil air putih sementara Nanta tergeletak di kamar Deva.
Deva tersenyum kecut. "Tiap kali kakak kamu begini juga aku maunya bawa dia ke RS. Tapi dia nggak mau."
"Kakak sering sakit kayak gini""
Muka Deva mendadak aneh. "Eh, iya, kakak kamu sering sakit kayak gini, Nat. Tapi nggak pernah mau diajak ke dokter. Sebentar juga sembuh. Gitu katanya. Kalo aku paksa marah-marah. Aku nggak berani deh kalo dia udah marah."
Natta diam. "Ya udah, kamu kasih dulu minumnya. Biasanya kalo habis banyak minum agak mendingan." Deva menepuk bahu Natta.
Natta betul-betul merasa bego kenapa dia mau ajaaaa diajak ke sini bukannya terus ke rumah sakit. Tapi kakaknya tadi betul-betul meyakinkan dan minta tolong Natta untuk tidak membawanya ke rumah sakit. "Nih, Kak..."
Dengan susah payah Nanta berusaha minum. Kayaknya buat gerak aja dia susah. Natta betul-betul nggak tega kalo kayak gini.
"Makasih..." suara Nanta serak dan nakutin.
Natta duduk di samping Nanta. "Kak, kita ke rumah sakit aja yuuk" Nanti aku bilang apa kalo pulang ke rumah Kakak masih kayak gini" Ki
ta kan tadi bilangnya ke rumah sakit. Ya, Kak" Lagian parah kayak gini..."
Belum selesai kalimat Natta, Nanta menggeleng.
Natta diam. "Nat, pijitin Kakak dong... Kakak pegel-pegel nih," pinta Nanta dengan suara mengerikannya.
Natta nurut dan memijat bagian tubuh yang ditunjuk kakaknya. Sendi-sendi kaki, tangan, punggung, semua...
"Bukannya Kakak nggak mau ke rumah sakit, Nat, tapi bener... uhuk... uhukk... nggak perlu kok."
Natta tersenyum kecut. Deva terdiam di balik pintu. Seandainya aja dia bisa bantu Natta bujuk Nanta...
*** Bisa dibilang Natta setengah lega waktu pulang ke rumah Ibu dan Ayah nggak ada. Jadi dia nggak perlu melempar berbagai alasan soal Nanta. Setengahnya lagi Natta sama sekali nggak lega, karena bisa aja terjadi apa-apa sama Nanta gara-gara hari ini mereka nggak ke rumah sakit dan malah numpang minum air putih dan pijat di rumah Deva. Betul-betul buah simalakama.
Natta memandangi kertas lecek bertuliskan nomor telepon Kenzi.
Cara yang lucu buat minta nomor telepon cewek, pikir Natta ge-er.
Telepon nggak, ya" Eng... Nggak deh. Buat apa juga. Kayaknya nggak ada bahan obrolan. Natta menarik selimutnya dan tidur.
+ + + _Tiga Belas_ "PENGGARIS!" teriak Kinkin kayak dokter minta pisau operasi. Dengan sigap Dara menyerahkan penggaris ke tangan Kinkin.
Set set set! Dengan cekatan Kinkin menggambar garis-garis di kertas. Sore ini mereka kumpul di rumah Kinkin buat bikin tugas kelompok bahasa Inggris. Bikin mading! Hahahaha! Setelah mengumpulkan berita-berita, gosip, dan tips-tips berbahasa Inggris dari majalah bekas, sekarang waktunya buat ditempel dan dihias. Kalo soal kreativitas, memang Kinkin jagonya.
Rumah Kinkin yang besaaar banget sukses dibikin berantakan dengan berbagai macam bahan dan sampah tugas mereka. Gunting, potongan majalah, lem, cat air, sampe kupu-kupu kering buat hiasan yang bikin Dara histeris karena dia antiserangga. Nggak peduli kupu-kupu itu lucu, selama masih termasuk bangsa serangga, dia bakal mati kalo berani mendekati Dara hidup-hidup.
Nggak tau udah berapa capung di halaman belakang sekolah yang mati mengenaskan digebuk buku setebal lemari yang selalu dibawa Dara. BUK! Sekali tampar langsung tewas!
"Eh, Nat, kami mau dong ketemu yang namanya Kenzi itu," kata Inna yang lagi asyik membolak-balik majalah di atas sofa tiba-tiba.
"Ngapain""
Inna mengangkat bahu. "Ya penasaran aja. Selama ini kan kami cuma denger ceritanya aja. Katanya lo waktu itu ketemu lagi sama dia di taman" Berarti lo udah resmi temenan dong"" repet Inna.
Natta mengediDitn bahu. "Ya gitu lah."
Kinkin berhenti menggaris. "Iya, kenalin dong sama kami. Kayaknya lo kok sering amat ketemu dia. Emang dia segitu nggak ada kerjaannya ya ke Taman Lansia terus" Sampe-sampe ngasih jadwal segala."
Ups! Natta betul-betul bodoh waktu itu cerita soal "jadwal" Kenzi. Sekarang mereka tau semua deh. Huh!
"Ya nggak sengaja aja ketemunya. Lagian jadwal kayak gitu kan bisa aja dia ngarang-ngarang." Refleks Natta berusaha menghalang-halangi teman-temannya. Ya habis gimana dong" Dia kan sudah bohong mengenai Taman Lansia karena sebetulnya mereka nggak ketemu di situ. Terus, kalo dia harus ngajak mereka ke taman sebenarnya, kebongkar dong tempat "persembunyian" Natta selama ini. Lagi-lagi simalakama.
Tiba-tiba Dara menatap Natta dengan muka serius. "Kenzi itu betul-betul ada, kan""
Natta melotot. "Maksudnya""
"Yahhh... berdasarkan kebiasaan lo yang suka ngelamun aneh-aneh, mungkin aja kan dia semacam teman khayalan"" tebak Dara yakin.
"Enak aja! Gue emang suka berkhayal, tapi bukan berarti gue hidup sama tokoh-tokoh khayalan. Yang gue khayalin kan cuma skenario kejadiannya aja. Gue nggak segila itu, kali," protes Natta sebal. Memang teman-temannya pikir dia sampe separah itu ya, sampe punya teman khayalan segala" Lagian Kenzi memang ada kok. Cuma Natta nggak mungkin aja bawa mereka ke taman itu. Titik.
"Kupu-kupu!" pinta Kinkin.
"IHHH!" pekik Dara.
"KUPU-KUPU!-Buruan, lemnya keburu kering nih!!!"
Dara bergidik ngeri. "Ya lo ambil aja se
ndiri! Gue ogah!" "Ya ampun! Jauh, tau! Lo kan lebih deket. Pake tisu, pake tisu!"
Dara menggeleng. "Nggak mau ah! Gue mendingan disuruh mencet jerawatnya si Mansyur deh!"
Natta menatap jail. "Bener niiihhh""
Dara tercekat mengingat jerawat batu Mansyur sama jijaynya. "Ihhh, nggaaak! Lagian lo, Nat, bukannya lo aja yang ngambilin sih! Udah tau gue takut!!!"
Natta membuka telapak tangannya lebar-lebar. "Ya mana bisa, tangan gue penuh leeeem, lagi. Ntar kupu-kupunya malah nempel di tangan gue."
"Pokoknya gue nggak mau! Inna aja yang ngambilin!" pekik Dara.
Dengan malas-malasan Inna bangun dari sofa dan memungut kupu-kupu kering itu. "Ngeeengg... lewat depan muka Dara aaaahhhh..."
"AWAS KALO BERANI! Mo mati dua kali"!" Dara mengacungkan buku maut pembunuh capung-capung halaman belakang sekolah.
Inna ngakak puas. "Penakut. Nih, De."
"Gimana, Nat, kapan dooong"" kata Kinkin sambil sibuk mencari posisi yang pas buat si kupu-kupu kering.
Natta melirik sambil sibuk membenarkan kacamatanya. "Apanya""
"Kenalin sama Kenzi. Penasaran juga gue. Kayaknya dari cerita-cerita lo itu orangnya baik deh."
Natta diam. Gimana nih" "Kayaknya kalo gue ketemu dia lagi gue harus ngomong dulu deh," ujar Natta pelan. "Kali aja dia nggak setuju."
Inna, Dara, dan Kinkin saling pandang.
"Bener dia bukan cuma khayalan lo"" Inna memegang bahu Natta dan menatapnya lurus-lurus.
Pow! Segumpal potongan kertas nemplok di muka Inna. "Khayalan dari Purworejo"! Dia manusia beneran, tau! Udah ah! Bahas yang laen. Nanti gue ngomong dulu sama dia. Dan ngasih peringatan kalo temen gue yang namanya Kinkin nggak bisa liat cowok, bawaannya langsung nyosor."
"Kok gue siiiiiiiiiihh"" protes Kinkin.
*** Gimana nih" Kalo dia nggak ngenalin Kenzi sama teman-temannya bisa-bisa dia disangka bohong dan betul-betul punya teman khayalan. Apalagi dia udah telanjur bilang soal "jadwal" Kenzi hari Selasa, Kamis, Sabtu, Minggu itu. Kecuali dia bisa ngajak Kenzi ke tempat lain dan mewanti-wanti Kenzi DILARANG membongkar lokasi tempat rahasia mereka itu.
Ugh! Semua angkot penuh, lagi. Coba ada kendaraan laen yang lebih seru ya, selain angkot dan bus kota.
Tak tuk tak tuk... Suara derap kaki kuda dan putaran roda mendekat ke arah Natta. Wah, kereta kuda yang mewah banget.
Natta meremas baju upik abunya yang dekil. Pasti orang-orang di dalam kereta itu bajunya mewah-mewah.
Tak... tuk... tak... tuk... kereta itu semakin pelan, pelan, dan berhenti di depan Natta.
Permaisuri yang cantik banget turun dari kereta mewah itu. Sambil tersenyum penuh wibawa dia berkata pada Natta...
"Wartel... wartel..."
Ha" Wartel" Natta bangun dari lamunannya. Kok berantakan gitu sih khayalan hari ini" Apa urusannya permaisuri cantik dari zaman kerajaan promosiin wartel"! Ck... ck... AH!
Pasti alam bawah sadar Natta tuh yang mengingatkan dia harus ke wartel. Iya, wartel!
Natta berlari menyeberang jalan menuju kios telepon kecil di atas trotoar.
Tangannya sibuk menekan angka-angka. Nada tunggu... semoga nggak salah sambung nih.
"Halo"" suara di seberang sana kedengaran lemas dan agak-agak serak. Jangan-jangan betulan salah sambung.
"Haloooo""
Natta memuntir-muntir kabel telepon. "Eh, halo, ini nomor teleponnya..."
"Natta, ya"" sergah cowok itu cepat.
Natta melongo. "Kenzi" Kok tau""
Kenzi cuma terkekeh dengan suara bangun tidurnya.
"Kok tau"" ulang Natta.
"Tau dong. Aku kan peramal," jawab Kenzi asal.
"Serius, Ken. Kok tau""
Kenzi terbatuk-batuk. "Uhuk... uhuk... ya iya tau lah, kamu cewek pertama yang aku kasih tau nomor HP baruku ini, Nat."
Ohhh... pikir Natta lega. Kirain dia bisa ngelaDit Natta. Atau tanpa sadar kulit Natta ditempelin alat mata-mata. Natta udah siap-siap menerima kenyataan sih kalo memang Kenzi agen FBI atau betul-betul Power Ranger. "Kamu lagi di rumah""
Hening. "Kenzi"" "Eh... ya""
"Kamu lagi di rumah"" tanya Natta lagi.
"Ehm... ya... begitulah. Kenapa, Nat" Eh, jangan bilang kamu di wartel."
TUH, KAN! dia emang Power Ranger!! "Kok kamu tau""
"Hahahahaha! Jadi kamu emang di wartel, ya"" Saking gelinya Kenzi ketawa sampe batuk-batuk heboh. "Hahahaha... OHOK... Hahaha... HOK... OHOK...!"
"Kenzi, serius nih, kok kamu tau sih""
"Hihihihi..." "KENZI!" "Iya, iya... tau aja. kamu beneran di wartel, kan""
Natta mendengus sebal. "Kalo aku bilang kok kamu tau, ya artinya iya lah! Gimana sih"!" sungut Natta. "Ayo, Kenzi, jawab dong, kok kamu tau""
"Lucky guess. Aku iseng aja kok. Kan waktu itu aku nyuruh kamu nelepon dari wartel."
Oke. Masuk akal. "Dan aku nggak nyangka kamu bener-bener nelepon dari war... HAHAHA... tel."
Natta manyun diam. Menunggu Kenzi selesai ngakak.
"Nat"" "Ya" Udah puas""
"Sori... sori... ada apa nih nelepon aku" Ada tugas""
Alis Natta berkerut lucu. "Tugas""
"Lho, aku kan asisten kamu. Iya, kan" Apa aku udah dipecat"" kata Kenzi koDit.
"Ya nggak lah. Ini bukan soal kerjaan."
"Habis"" Natta menceritakan soal teman-temannya pada Kenzi. Kayaknya Kenzi serius mendengarkan, karena dia nggak menyela satu patah kata pun omongan Natta. Natta suka banget didengarkan kayak gini.
"Gimana, Ken""
"Besok kamu mau ke taman"" tanya Kenzi.
"Memangnya kenapa""
"Kita diskusi di sana aja, ya" Boleh nggak" Pertama, hari ini aku lagi nggak enak badan. Nggak bisa mikir. Kedua, kelamaan, kali, diskusi di telepon. Mahal lho, kamu kan nelepon aku ke HP. Ketiga, ya... enakan ketemu langsung diskusinya. Gimana""
Ragu Natta menimbang-nimbang usul Kenzi. Memang sih, buat diskusi lebih enak kalo mereka ketemu langsung.
"Besok kan hari Sabtu... biasanya aku di sana pagi. Tapi kamu kan sekolah" Aku usahain siang sepulang kamu sekolah. Gimana""
Natta berpikir sejenak. "Ya, oke deh."
"Sampe besok ya... uhuk... uhuk... aduh, sori... sori..."
"Oke, sampe besok."
Klik. Kenapa semua orang pada sakit sih" Kakak sakit, Kenzi sakit. Tapi Natta agak tenang karena besok dia bisa diskusi sama Kenzi. Huuh, kenapa sih Inna punya ide konyol kayak gitu" Natta menikmati persahabatannya dengan Inna, Kinkin, dan Dara. Dia juga mulai menikmati pertemanannya dengan Kenzi. Tapi kenapa kayaknya kok dia nggak mau Kenzi dan geng ceweknya "bersatu", ya"
Enakan kayak gini. Dia bisa cerita pada Kenzi hal-hal yang dia nggak ceritain ke temen-temen ceweknya. Dan Kenzi entah kenapa rasanya lebih ngerti.
Natta membayar biaya teleponnya lalu berjalan ke jalan besar menunggu angkot yang kosong.
+ + + _Empat Belas_ WADUH! Kenapa bisa lupa"! Natta menepuk jidatnya sendiri. Saking kencangnya, kalau aja tadi ada nyamuk, lalat, atau malah kodok nekat nemplok di jidat Natta, pasti sudah gepeng dengan sukses.
"Kenapa sih" Mo nonton Ditto, nggak" Kalo nggak gue mo balik ah, pengin ngikut Nyokap ke Carrefour." Inna heran melihat Natta menepuk jidatnya dengan tepukan maut gitu.
Natta menggigit-gigit bibirnya. Dia betul-betul lupa hari ini Ditto final karate. Sementara dia udah janjian sama Kenzi kemaren. Mana mungkin dia batalin, kan dia yang nelepon Kenzi duluan" Biarpun mestinya Kenzi nggak bakalan marah, kok kayaknya nggak etis aja kalo dia seenaknya main batalin" Natta melirik jamnya. Kenzi nggak bilang sih jam berapa dia bakal datang. Natta juga o'on nggak nanya-nanya dulu. Dan dia betul-betul belum mau menelepon Kenzi pake HP-nya. Belum aja.
"Nggak jadi, ya" Kalo gitu gue juga balik deh. Pengin ikutan kumpul Karang Taruna di rumah Bu Dion. Biasaaa... ada Ramadhan. Si ganteng itu.
Inna mendelik. "Lo ikutan Karang taruna" Emang ada kegiatan apa""
"Tahlilan." "HAH"" pekik Dara kaget. "Kinkin, lo tau nggak tahlilan itu apa""
Kinkin menggeleng. "Nggak tau."
"Itu pengajian buat orang meninggal, tau!"
Kinkin melongo. "Ha" Aduh, maaf, maaf, gue nggak tau. Berarti gue nggak bisa ikut dong""
Dara mengetuk-ngetuk jidat Kinkin. "Ya nggak bisa lah. Gimana sih"!"
"Apa gue tungguin si Ramadhan selesai tahlilan, ya""
"Tauk ah." Dara cuek mulai membaca lagi.
Inna menyikut Natta. "Gimana nih" Mo ke aula nggak""
Aduuuh, gimana dong" Dia betul-betul pengin menyaksikan finalnya Ditto. Gila aja kalo
nggak. Final nih, final! Ah, harus nonton. Pasti Kenzi juga nggak akan dateng terlalu cepat, kan" "Ya nonton dong. Ayo! Si Oik pasti udah ada di sana, kan"" Natta berjalan cepat menuju aula. Inna, Kinkin, dan Dara tergopoh-gopoh mengikuti langkah Natta.
"Dara, buruan. Jangan jalan sambil ba-"
JEDOT! Muka Dara yang untungnya dibemperi buku sukses menyeruduk jendela kelas yang terbuka.
Inna ngakak puas. "Gila! Kecelakaan jadul banget sih lo, Ag!"
Dara mengusap-usap mukanya yang nyut-nyutan semua. "Apaan sih" Aduuuhhh..." Orang ketiban sial malah diketawain.
"Kecelakaan lo kuno banget sih! Dono Kasino Indro banget, tau. Kecelakaan zaman film Warkop, nabrak pintu kepeleset pisang... hahahaha! Makanya, kalo jalan jangan sambil baca! Benjol kan, lo""
Dara bersungut-sungut manyun. Dasar sadis.
Aula sudah lumayan penuh. Tim karate sekolah mereka memang terkenal di kalangan SMA se-Bandung Nantaa. Tangguh dan hampir selalu juara. Kali ini lawannya juga tangguh. SMA Nantaa Berkibar. SMA khusus cowok yang isinya banyak banget cowok gantengnya. Nggak heran aula penuh banget cewek-cewek sekolah mereka. Yang nggak suka nonton karate juga datang. Soalnya cowok-cowok Nantaa Berkibar yang jadi supporter banyak banget yang dateng. Jadilah ajang ngeceng dadakan.
"Kayaknya gue ada kecengan baru deh," bisik Kinkin genit.
"Ha" Kok bisa" Siapa"" repet Inna penasaran.
Natta menatap tak kalah antusias. Dara mengintip dari balik buku yang sudah menghantam mukanya tadi.
"Nggak tau." Natta meringis. "Nah lho, kecengan sendiri kok nggak tau."
Kinkin tersenyum lebar. "Kan baru kayaknya. Baru calon."
Yang lain menatap Kinkin nggak ngerti. Kok ada kecengan pake calon segala.
"Tuuuhh... yang itu. Mana gue tau namanya siapa. Liat aja baru sekarang. Pasti anak Nantaa Berkibar deh." Kinkin menunjuk cowok di tribun seberang mereka. Cowok berambut agak gondrong dengan gaya sedikit urakan.
"Dari jauh sih mukanya lumayan," komentar Inna cuek.
Kinkin manyun. "Gue nggak mungkin salah deeeh. Dari deket juga pasti oke. Lo tau sendiri pilihan gue selalu tepat!"
Inna mencibir. "Tepat di mata lo doang."
"Ah, nggak. Di mata orang laen juga," bantah Kinkin nggak terima.
"Contohnya"" tantang Inna. "Mata gue nggak."
"Mata lo korslet aja. Galak gitu. Liat cowok bukannya naksir malah dilaser pake sinar X sampe gosong," sindir Kinkin.
Dara cekikikan geli. Natta cuma geleng-geleng.
"Di mata Natta juga nggak," balas Inna lagi.
Kinkin memainkan matanya. "Halooo... di dunia ini nggak ada cowok lain di mata Natta selain si Ditto itu."
"Di mata Dara nggak." Inna masih belum mau kalah.
Tok tok! Kinkin mengetuk hard cover buku tebal Dara. "Mana bisa liat cowok kalau ada buku setebel jok bus malam gini di depan mukanya""
Inna mengikuti katakata Kinkin tanpa suara dengan tampang meledek.
"Udaaah, udaaah! Nggak penting, tau. Tuh udah mo mulai," Natta meng-cut perdebatan paling nggak mutu abad ini.
Gilaaaa... Ditto keren banget. Dia pasti menang deh. Kepalanya diikat pakai ikat kepala keren banget kayak orang Jepang. Ugh! Si Oik ngapain sih duduk di kursi atlet"!
Wah... Ditto pasang kuda-kuda. Ini nih yang semakin bikin Natta kesengsem sama Ditto. Dia jago karate. Kebayang kan kalau suatu hari...
Natta suka banget menikmati angin sepoi-sepoi pada sore cerah di pinggir pantai. Dengan summer dress-nya yang cute sekaligus anggun, sandal tali-tali berikut tas anyaman Bali-nya. Hhh... rasanya hidup begitu nikmat.
Dengan anggun Natta memakai kacamata hitam model terbarunya. Rambut indahnya tergerai melambai-lambai ditiup angin pantai.
Angin sore ini begitu... "COPEEEET!" pekik Natta saat tasnya disambar. Refleks ia melepas sandalnya lalu menimpuk si jambret sekuat tenaga. Sampai-sampai laki-laki kurang ajar itu puyeng dan terhuyung-huyung.
Kesempatan! pikir Natta. Natta berlari menghampiri si jambret sambil menenteng sandalnya yang satu lagi. "Dasar jambret! Copet! Maling! Kurang ajar! Huh! Nih rasain!" Bak buk plak!!! Dengan membabi buta dan ganas Natta menggebuki si jambret yang semaput
habis ditimpuk sandal. Tapi... ternyata semaputnya sudah selesai. Si jambret berbalik menangkap Natta. "Hahaha... lo pikir ditimpuk sandal gue bisa mampus" Jangan mimpi, gadis cantik... Hahahaha."
"Tolooong!" pekik Natta. Summer dress-nya jadi kusut. Mana sandal udah copot semua.
"Hahaha! Kamu pikir bakal ada yang nolong kamu""
BUGH!!! "Lepasin dia! Berani-beraninya lo ganggu Natta! Nih, makan!!!" Bag bug bag duk! Ditto yang datang dengan heroiknya menghajar habis-habisan si jambret dengan segala macam jurus yang dia kuasai. Jurus tendangan kuda ngamuk, tamparan tangan setan, tonjokan petinju gila, pokoknya tu jambret babak belur.
Si jambret pun terkapar tak berdaya.
Tangan itu terulur ke arah Natta yang terduduk lemas dengan anggun (lemas aja anggun). "Kamu nggak papa"" tanya Ditto gagah.
Ohhhh... "Hantam, Ditaa!" pekik Kinkin heboh, bikin lamunan Natta yang sok asyik tadi buyar berantakan.
"Wah, De, Ditto bakal menang, ya"" tanya Natta antusias.
Kinkin melirik heran. "Lo gimana sih" Masa tadi lo nggak liat bantingannya mantap banget"! Ngelamun lagi ya lo""
Natta nyengir. Ya tadi kan dia sibuk menyaksikan Ditto menghajar jambret kurang ajar yang mengganggu jalan-jalan sorenya di pantai.
Imajinatta Karya Mia Arsjad di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dikit lagi juga menang nih. Payah deh Nantaa Berkibar. Ganteng tapi lemah!" komentar Inna norak kayak dia bisa karate aja.
"ADUH! Ya ampun!" Natta terpekik panik waktu tak sengaja melirik jam tangannya. Ternyata dia keasyikan nonton pertandingan Ditto. Padahal tadi maunya sebentar aja. Dia kan harus ketemu Kenzi. Aduuuh... jangan-jangan Kenzi udah pulang. Apa dia nggak usah ke sana ya, daripada percuma" Tapi kalo dia nggak ke sana berarti dia nggak nepatin janji dong" Kalau Kenzi masih nunggu gimana" Aduhhh...
"Kenapa, Nat"" Hari ini Inna betul-betul berpikir Natta aneh. Aduh-aduh melulu.
Natta nggak mungkin bilang dia mau ketemu Kenzi. "Gue pengin... gue ke WC dulu, ya"" ujar Natta, lalu secepat mungkin bangkit dan tergopoh-gopoh menuju pintu sebelum salah satu dari tiga cewek bawel itu menguntit dia.
*** Aduuuh... masih ada nggak ya" Kenapa dia bisa lupa sih waktunya mau dibagi dua buat nonton Ditto dan nepatin janji sama Kenzi" Langkah Natta makin cepat. Ini udah lumayan sore. Kalau dibilang telat... Natta SUPERTELAT! Kalau persepsi Kenzi tentang jam janjiannya berpatokan pada jam Natta biasa ke sini, berarti Natta udah telat nyaris... TIGA JAM! Gila! Telat seminggu aja sekalian! Biar si Kenzi lumutan.
Astaga! Cowok itu masih ada. Dari posisi yang lagi ketiduran sambil duduk dan melipat tangan di dada, Kenzi pasti udah nyampe dari tadi.
Takut-takut Natta duduk di sebelah Kenzi. Marah nggak ya dia" Tapi kalau marah ngapain masih di sini" Jangan-jangan dia cuma nunggu karena pengin menumpahruahkan kemarahannya dengan sadis. Natta mencolek-colek bahu Kenzi dengan jarinya. "Ken... Kenzi..."
"Hmmm... ha" Eh, Natta..."
"Aduh, Kenzi, jangan marah yaaa, aku tadi udah niat buat nonton karate sebentar aja tapi terus entah kenapa aku kelupaan dan nontonnya keterusan-habis pertandingannya seru banget sih-udah gitu Ditto jago abis, keren abis sampe-sampe lawannya dibantingin melulu-aduh, Kenzi, tapi aku bukannya lupa sama kamu, aku tadi bener-bener cuma lupa waktu, bukan lupa kamu. Ya, Kenzi, ya" Maaf, ya"" repet Natta sampe ngos-ngosan kecapekan sendiri.
Kenzi diem. "Kok kamu diem" Marah, ya" Marah" Marah, nggak" Nggak, kan" Nggak dong"" repet Natta makin nggak jelas.
Eh, malah cekikikan lagi si Kenzi ini. "Kamu ngomong apa sih" Cepet banget."
Idih, Kenzi! Orang udah membeberkan segala alasan dan alibi dengan penuh semangat dan kejujuran malah nggak kedengeran. Masa mau diulang sih" "Aku tadi minta maaf soalnya kan tadi aku sebenernya..."
"Iya, iya, aku maafin," potong Kenzi cepat.
Natta bengong. "Lho kok gitu" Kan belum denger alesannya""
"Nggak perlu denger alesannya kok. Apa pun alesannya pasti penting, kan" Ya udah, nggak... uhuk... uhuk... apa-apa." Natta baru sadar muka Kenzi pucat banget. Tega banget deh Natta, jelas-jelas kemaren Kenzi bilang dia lagi
sakit dan batuk-batuk heboh di telepon, eh sekarang Natta malah datang telat...
"Aku telat berapa lama, Ken" Jujur lho."
Kenzi mengangkat bahu sok mengingat-ingat. "Dua jam... dua jam setengah..."
DUA JAM SETENGAH! Memangnya Natta mau bunuh orang sakit ini" Orang sakit kan badannya lagi lemah. Bisa-bisa dia kemasukan virus-virus bandel lain yang lagi piknik ke sini, atau lagi mampir ke eek kuda. Bisa-bisa penyakit Kenzi makin parah gara-gara nungguin Natta yang telat. "Kamu... sakit kamu makin parah, ya""
Ini anak memang hiperbolis berat, pikir Kenzi sambil senyam-senyum.
"Kok senyam-senyum""
"Nggak, nggak... kamu lucu banget sih. Ya udah, kita langsung bahas topik kita sore ini aja, yuk" Aku nggak papa, sakitnya masih sama kayak kemaren. Kalo-kalo kamu pikir aku tambah sakit karena terserang virus lain sementara aku nungguin kamu di sini."
Ih! Kok Kenzi tau sih pikiran Natta"!
"Jadi gimana kemaren" Temen-temen kamu pengin ketemu aku""
Natta mengangguk. "Tau deh, ide dari mana si Inna tiba-tiba ngomong begitu. Rese," sungut Natta.
"Uhuk... uhuk..."
"Tuh, kan! Makin parah, kan!" tuduh Natta cepat.
"Uhuk... uhuk... masa orang nggak boleh batuk""
"Tapi muka kamu pucet, Ken."
Kenzi terkekeh geli. "Namanya juga orang sakit. Tapi biasa aja ah, mukaku emang gini. Cowok kan nggak pake blush on."
"Aku juga nggak pake blush on nggak pucet."
"Hihihi, iya, tapi kata orang kulitku terlalu putih buat ukuran cowok. Wajar aja pucet."
Natta mengangguk-angguk. Iya juga sih. Dia putih. Tapi... tunggu dulu! "Maksud kamu aku item" Gitu""
Aduuuuh! Susah deh ngomong sama cewek! Sensi! Kenzi cuma geleng-geleng pasrah. "Udah ah, lanjut, lanjut!"
Bibir Natta manyun kayak ikan kembung. "Ya... gitu. Gimana dong""
"Ya udah, ajak aja ke sini," usul Kenzi bodoh. Kontan aja Natta melotot.
"Gimana sih" Kalo cuma gitu doang aku nggak bakalan bingung, Ken. Kamu lupa ini tempat rahasia yang nggak akan pernah aku ceritain ke mereka" Kalo aku ajak ke sini, bocor dong, Viiin..."
Ups! Kenzi mengetuk-ngetuk bibirnya dengan telunjuk. "Nggak usah ke sini. Di atas aja. Tuh, di deket tempat kuda. Deket tempat jualan VCD. Tempat tukang jual es campur," usul Kenzi lagi.
Kepala Natta menggeleng-geleng lucu. "Nggak bisaaa... nggak bisa. Aku nggak mau sama sekali bawa mereka ke sekitar sini. Biarpun cuma di atas kan mereka jadi tau 'daerah' tempat rahasiaku."
"Kan kamu nggak ngasih tau tempatnya di taman ini. Di kursi ini."
"Ya, tapi satu waktu aku kabur atau hilang pasti mereka bakal nyari ke sini juga. Kalo di atas, mereka juga pasti nyari ke sini... ke bawah. udah dehhh penuh risiko ketauan," tolak Natta.
Jauh banget mikirnya, pikir Kenzi geli. "Emang kamu ada niat menghilang atau kabur""
IH! "Kenzi, plis deh. Pokoknya nggak. Eh! ADUH! Lupa, lupa...!"
"Lupa apa""
Natta mengembuskan napas berat. "Biarpun aku mau nggak mungkin ngajak mereka ke sini. Soalnya aku bilang ke mereka selama ini nggak sengaja ketemu kamu di Taman Lansia Cilaki. Bukan di sini."
"Taman Lansia Cilaki""
"Iya... habis gimana dong" Waktu aku cerita soal kamu pertama kali, mereka kan tanya di mana. Padahal aku kan harus nyembunyiin tempat ini. Ya udah, Taman Lansia deh."
Kenzi keliatan mikir. "Ya udah, Nat, di sini aja, nggak berisiko lah ngajak mereka ketemu di atas sana. Kamu bilang aja kita janjiannya di sini. Gimana""
Natta menggeleng kuat. "Nggak, nggak. Aku nggak mau mereka tau kalo kita sampe telepon-teleponan segala. Aduuuh... kamu nggak ngerti cewek, ya" Pasti jadinya rese deeeh. Ribet. Nggak mau, nggak mau. Kamu nggak bakal kebayang interogasi macam apa yang bakal aku hadapi."
Kenzi menggaruk-garuk kepalanya bingung. Ribet banget ya" Heran deh cewek-cewek ini. Masa urusan beginian aja bisa jadi panjang terus dibahas terus-terusan" Udah gitu temen-temennya rese amat kayak penasaran pengin ketemu dia.
"Gimana doong... bisa-bisa aku beneran disangka punya temen khayalan..."
"Ha"" "Iya, Ken, mereka sampe nyangka aku punya temen khayalan. Gila, kan""
Kenzi mengerutkan alisnya lucu.
"Kesukaan kamu berkhayal ekstrem juga dong berarti" Kok sampe disangka begitu""
"Bukan ekstrem, Ken. Refleks."
Kenzi tersenyum tipis. "Ada juga yang lebih parah daripada aku."
Natta menyikut Kenzi kesal. "Bukan waktunya deh. Mikir, mikir, katanya asisten. EH! Ada ide! Gimana kalo kita ke Cilaki aja" Sekaliii aja, Ken, mau, ya" Supaya mereka tau kamu ada. Habis itu kamu bilang aja kamu mo pindah ke luar negeri atau apa kek. Aku cuma mo buktiin kamu memang bener-bener ada. Biar mereka nggak asal ngomong aku punya temen khayalan. Ya, Ken" Plis" Mau kan kamu nolongin aku""
Nggak kayak biasanya, kali ini Kenzi diam.
"Kamu nggak mau ya, Ken""
Kenzi membuang napas berat. "Aku nggak bisa, Nat."
"Ya udah, kalo besok nggak bisa, terserah kamu deh hari apa bisanya. Nanti aku atur."
Kenzi menatap Natta dengan pandangan aneh. "Bukan itu, Nat. Aku nggak bisa..." Lalu Kenzi memutar duduknya menghadap Natta. "Aku nggak bisa bilang alasannya ke kamu, Nat, yang jelas kalo di sekitar sini aku bisa bantu kamu apa pun. Tapi kalo harus pergi jauh-jauh dari sini... aku nggak bisa. Sori ya, Nat" Aku pasti bantu kamu kalo kamu mau bawa temen-temen kamu ke sini."
Natta menatap Kenzi bingung. "Aku nggak mau bawa mereka ke sini, Ken," ujar Natta pelan. "Ini tempat amanku. Aku merasa nyaman punya tempat rahasia. apalagi kalo mereka udah tau es campur di atas itu enak, mereka pasti bakal jadi pengin ke sini lagi."
Kenzi tersenyum aneh. "Ini juga tempat amanku, Nat. Maaf ya, aku bener-bener nggak bisa bilang alasannya, tapi aku nggak bisa bantu kalau bukan di sekitar sini. Aku nggak bisa pergi ke tempat lain."
Nggak bisa pergi ke tempat lain" Aneh. Dengan takut-takut Natta menusuk-nusuk Kenzi dengan telunjuknya.
"Kenapa, Nat""
"Jawab aku, Ken... kamu nyata, kan""
+ + + _Lima Belas_ RUANG tunggu bioskop XXI BSM lumayan rame. Maklumlah, hari Minggu. Banyak banget orang pacaran.
Natta, Inna, Dara, dan Kinkin duduk di kursi tinggi bar dengan meja bulat kecil di tengahnya. Dua kantong popcorn karamel dan empat kotak jus nongkrong di atas meja.
"Kalo tau nggak penuh-penuh amat kita nggak usah dateng kecepetan deh," dumel Inna. Padahal dia sendiri yang heboh pengin datang cepet karena pengin jalan-jalan dulu. Taunya malah kecepetan. Jalan-jalan udah, tetep aja filmnya masih mulai sekitar empat puluh menit lagi.
"Hihihihi..." Dara cekikikan sendiri. hari ini bacaannya membumi. Komik. Dari tadi cekakak-cekikik sendiri. Tapi plis deh, mereka kan mo nonton, masa masih bawa buku juga. Jangan-jangan dia juga bawa lampu baca buat di dalam. Dasar maniak!
Natta menatap sekeliling bioskop. Gila, rata-rata remaja seumur dia kayaknya udah punya pacar deh. Sementara dia sama Ditto belum ada kemajuan. Dan belum ada kejelasan, tentunya. Kalo misalnya aja Ditto memproklamirkan dia udah jadian sama Oik mungkin Natta mundur teratur, tapi kan ini nggak. Berarti Natta masih dikasih kesempatan buat berjuang.
"Eh, eh, gimana, Nat" Kapan kami ketemu Kenzi" Lo udah bilang kan sama dia" Dia oke dong"" Uhh! Inna pake inget soal Kenzi, lagi.
"Gue belum ketemu Kenzi," jawab Natta berbohong.
Kinkin memutar bola matanya. "Halooo"" katanya sambil bergaya memegang telepon.
"Gue nggak punya nomor teleponnya lah... Kalian kira gue udah tuker-tukeran nomor telepon, gitu"! Nggak lah... baru juga kenal. Gue kan nggak kayak Kinkin, main langsung embat, kayak metromini nyalip bajaj!" elak Natta, bohong lagi. Terpaksa nih. Kalo temen-temennya tau dia sama Kenzi sudah lumayan "akrab" padahal belum lama kenal, pasti mereka jadi rese banget. Natta sayang sama sahabat-sahabatnya, tapi urusan cowok suka jadi berlebihan sih. Pasti mereka makin maksa pengin ketemu Kenzi, karena takjub Natta bisa akrab sama cowok "asing". Terus nanti ujung-ujungnya jadi jodoh-jodohin Natta deh, karena kayaknya mereka mulai pengin menyuruh Natta mencoret Ditto dari daftar. Padahal Natta cuma nyaman aja punya temen kayak Kenzi. Lagi pula Kenzi dia kenal di tempat rahasianya, kalo Kenzi nggak bisa ketemu selain di sana (aneh banget!) ya Natta juga nggak m
au ambil risiko ngajak mereka ke sana. Pasti aneh banget kan kalo mereka harus ketemuan di tukang es campur. Kenapa nggak di taman aja" pasti gitu pikir mereka. Ahhh... pokoknya terlalu banyak pertimbangan. Intinya Natta nggak mau ngajak teman-temannya mendekat ke daerah rahasianya.
Apalagi Inna. Dia terlalu lama kenal Natta. Lambat laun dia pasti tahu dan ngorek-ngorek deh. Duuuh... nggak deh! Nggak!
"Beneran ada nggak sih si Kenzi ini"" Kinkin kelihatan masih tetep sangat nggak yakin.
Natta melotot galak. "Nggak percaya amat sih"! Ada. Cuma gue belum sempet ketemu dia."
"Kan udah dikasih jadwal. Samperin aja sesuai jadwal. Perlu janjian dulu, kali ya, kayak dokter gigi"" celetuk Dara nggak penting selalu.
"Ya kemaren gue nggak sempet. Ntar dehhh... sabar kenapa sih" Ngebet amat pengin ketemu Kenzi."
"Eh, kita datengin aja bareng-bareng... gimana" Pura-puranya nggak sengaja. Jadi kan terpaksa kenalan. Ayo doong, lagi pengin ngelakuin sesuatu yang seru nih!" usul Kinkin.
Glek! "Yeeee, malah nggak enak kalo kayak gitu. Lagian mending si Kenzi-nya pas ada. Kalo nggak ada ngapain coba kita ke Taman Lansia" Joging""
Kinkin manyun usulnya ditolak.
Kenapa ya cewek lebih rese kalo soal gini-ginian" Natta juga cewek sih, tapi dia nggak terlalu penasaran tuh sama yang namanya Ramadhan lah, siapa lah... padahal Kinkin jelas-jelas memproklamirkan mereka kecengannya.
"Ngomong-ngomong, naskah gimana naskah" Udah ada yang jadi"" Inna memandang teman-temannya satu per satu.
Kinkin menggeleng. "Boro-boro deh, satu kalimat juga belum. Lagi siap-siap buat jadi lead vocal di acara gereja nih. Latihan terus jadinya."
Inna mencibir. "Alaaah lo kan yang minta latihan sering-sering sama si Jonathan itu" Lo aja yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan."
Kinkin tersipu-sipu jijay.
"Lo, Ag"" Jari Inna menekan komik Dara supaya bisa melihat tampang si Godmother of kutu buku itu.
Dara menegaDitn posisi komiknya lagi. "Yaaah belum sempet deeeh, gue lagi mo nyelesein baca buku tak-dung-dung-tak-cwiwiw-suit-suit karangannya doweng-doweng-ngiik-ngiik. Penasaran sih," kata Dara menyebut judul buku dan pengarangnya yang sangat sulit diingat. Bacaan yang kayaknya nggak bakal dilirik teman-teman seusianya kalo lagi jalan-jalan ke Gramedia.
Kali ini Inna menatap Natta. "Elo, Nat" Bukannya lo punya misi" Udah sampe mana naskahnya" Udah hampir tamat, ya" Secara lo semangat banget."
Natta mengangkat bahu. "Belum sama sekali."
"HAAA"" kaget mereka kompak. Kartun banget sih.
"Yaaa, tau deh. Idenya silih berganti, tapi belum ada yang sreg buat ditulis. Lagi diolah... di sini." Natta menunjuk-nunjuk kepalanya. Entah kenapa untuk naskah ini idenya kayak mandek. Padahal refleks mengkhayalnya sama setiap kejadian masih oke kok. "Nah lo sendiri, Vi""
Inna mengangkat bahu. "Belom. Lagian tau jadi ikut tau nggak. Males. Kebayang deh harus ngetik naskah. Bikin-bikin kalimat romantis. Nggak deh. Gue pass kayaknya. Bikin tugas ngarang bahasa Indonesia aja gue males."
"Bikin aja cerita pembunuhan." Jangan tanya siapa yang nyeletuk. Udah pasti Dara.
Yang lain bergidik. Masa bikin cerita pembunuhan" Ngaco aja.
"Perhatian... perhatian... pintu teater 3 telah dibuka..."
"Akhirnya..." kata mereka bareng.
*** Tuuut... tuuuut... Jantung Natta berdegup di sela nada tunggu. Dia menelepon Kenzi dengan HP-nya. Kalau yang Kenzi bilang waktu itu benar, bahwa Natta satu-satunya temen cewek yang dia kasih nomor telepon barunya, membatalkan panggilan ini udah telat. Misalnya Kenzi nelepon Natta balik, ya dia pasti udah tau ini HP Natta. Kecuali Natta nyamar atau nyuruh orang laen yang ngangkat teleponnya. Ah, repot amat.
"Halo"" Kok suara perempuan"
"Halo... eng, maaf, ini nomor telepon Kenzi"" tayna Natta ragu-ragu.
Perempuan itu diam. Lalu kayaknya teleponnya ditutup pakai tangan sebelum dia ngomong sesuatu pada seseorang. "Cari siapa""
"Engg... Kenzi."
"Kenzi"" "Oh, maaf..." Udah pasti salah sambung nih.
Klik. Dingin banget! Nenek lampir baru punya HP, kali.
Natta melihat lis t dialed number-nya. Bener kok nomor telepon Kenzi. Jangan-jangan HP-nya ilang, lagi. Zaman sekarang kan copet banyak yang perempuan juga. Wah... coba telepon lagi ah.
"Jurusan yang Anda tuju sedang..." TIDAK AKTIF! Kayaknya HP Kenzi betul-betul dicuri nih. Atau jatuh, ya" Kasian amat Kenzi, padahal katanya ini HP baru.
"Woi! Ngapain sih di WC lama amat!" Bahu Natta ditepuk dari belakang. Inna. Tadi entah kenapa rasanya tiba-tiba Natta pengin banget nelepon Kenzi. Kayaknya sih gara-gara tadi teman-temannya ngebahas soal Kenzi, Natta jadi pengin banget langsung cerita ke Kenzi. Semacam antisipasi. Padahal toh Kenzi juga nggak mungkin bocorin ke mereka.
Buru-buru Natta memasuDitn HP-nya ke tas dan pura-pura nyisir.
"Lo nggak bongkar muatan, kan"" bisik Inna jail.
Natta mendelik. "Ya nggak lah. Bersihin kacamata. Lagian tadi ngantre," Natta beralasan sambil sok merapikan rambut.
"Tungguin gue, ya. Gue juga mendadak kebelet nih. Baru tau gue pipis menular." Inna masuk ke bilik toilet. "Lo ketinggalan bagian serunya, Nat. Gue aja tadi nahan-nahan dulu!" teriak Inna dari dalam bilik.
Dari tadi juga Natta nggak terlalu konsentrasi pada filmnya. Dia betul-betul terganggu dengan masalah teman-temannya pengin ketemu Kenzi. Eh, Kenzi malah nggak bisa dihubungi. Payah.
*** "Kakak mana, Bu"" Natta mencomot perkedel kentang dari piring saji.
"Udah pergi lagi. Kamu kayak nggak tahu Nanta aja." Masakan makan malam hari ini enak banget. Ibu baru dapat arisan. Mood masaknya langsung timbul. Sering-sering aja Ibu dapat arisan hehehe.
"Lho emangnya Kakak udah sembuh, Bu"" Itu pasti keajaiban, mengingat kondisi Kakak yang payah waktu itu.
Ibu menggeleng. "Kakakmu itu susah banget dikasih tau. Masih sakit begitu ngotot mo pergi. katanya ada yang harus diselesein di rumah temennya. Ayah kamu juga nggak bisa nyegah dia sih."
Ayah yang lagi asyik makan terkaget-kaget kena tembak juga. "Lho, kok nyalahin Ayah sih"!"
"Ya tadi kan Ayah ketemu dia di depan. Bukannya dicegah malah dibiarin aja pergi."
Ayah bersungut-sungut nggak jelas. "Ya mana Ayah tau... masa ketemu di depan terus Ayah tiba-tiba larang dia pergi. Ayah pikir juga kan dia udah pergi atas izin Ibu."
"Ya nggak mungkin lah, Yaaah..."
Ayah mengangkat bahu. "Ya mau gimana lagi dong""
Diam. Kalau orangtua-orangtua lain mungkin berantemnya bakal dilanjut, orangtua Natta nggak. Saking saling cueknya ya udah, nggak dibahas lagi. Selesai. Natta juga nggak tahu apa perdebatan yang nggak selesai kayak gini bagus atau malah lebih parah. Bodo ah! Selama mereka sendiri nggak masalah dan masih mau makan semeja, berarti masih tahap aman.
"Enak nggak perkedel sama cumi cabe ijonya"" tanya Ibu, membiarkan masalah Nanta berlalu begitu aja.
Natta mengangguk. "Enak, Bu. masakan Ibu sih selalu enak kok," puji Natta jujur. "Iya kan, Yah""
Ayah mengangguk. Ibu tersenyum senang. Mungkin mereka memang menganggap Nanta sudah dewasa, jadi pasti bisa jaga diri dan tahu apa yang dia lakukan. Nggak perlu dikekang-kekang. Mungkin.
Natta melompat ke atas kasurnya. Apa Kakak ke rumah Kak Deva yang waktu itu lagi ya" Ah, biarin deh. Natta merogoh tasnya. Kayaknya bagus juga kalau dia mencoba menelepon HP Kenzi lagi. Kali aja berkat dia HP Kenzi jadi ketemu. Atau paling nggak, dia bisa maki-maki malingnya buat Kenzi. Solidaritas gitu.
Tuuuttt... tuuuut... "Halo"" Lho" "Halo"" Aneh... "Natta, ya""
"Kenzi"" "Uhuk... uhuk... akhirnya kamu telepon aku pake HP... uhuk... kamu sendiri"" kata Kenzi masih sambil batuk-batuk. Suaranya lebih parau daripada kemarin. Kayaknya sakitnya makin parah. Tapi tunggu... tunggu...
"HP kamu nggak ilang""
Kenzi terbingung-bingung. "Ilang" Nggak tuh."
Gantian Natta yang bingung. "Tapi tadi siang..." Natta menceritakan kemungkinan pencopet nenek lampir judes baru punya HP.
"Nggak tuh. HP-nya ada di aku. Lagian nggak ada telepon masuk. Kamu emang salah sambung kali, Nat. Atau... telepon... hi... hi... hi... uhuk... uhuk... uhuk..."
Natta cekikikan. "Syukurin! Makanya jangan nakut-nakuti
n orang deh. Tapi bener, Ken, tadi siang itu nomor kamu. Nih di HP-ku masih ada dialed number-nya kok."
"Uhuk... uhuk... ehem... kesalahan operator aja, kali. Kadang kan suka gitu. Tadi siang operatorku lagi error mungkin. Uhuk... uhuk..."
Mungkin juga, pikir Natta nggak yakin. "Iya, kali... Sekarang sebenernya aku mo ngecek aja. Kalo si nenek lampir pencopet HP itu yang ngangkat tadinya mo aku suruh balikin atau mo aku maki-maki. Taunya kamu."
"Lho, jadi kamu kecewa HP-ku nggak ilang beneran" Uhuk... uhuk... Hihihi..."
"Ya nggaaak laaaah... ya udah deh. Sekarang kamu tau deh nomor HP-ku."
"Aku nggak minta lho."
"Iya, iya, ya udah. Save aja, kalo nggak di-save trus nanti kamu minta lagi, aku nggak bakalan kasih lho."
"Oke. Aku save."
Aneh... "Ngomong-ngomong tadi siang kamu ngapain nelepon aku""
Oh iya! "Nggak sih. Tadinya aku mo cerita aja sama kamu. Aku kan tadi pas bareng temen-temenku. Soal yang itu lho..."
Kenzi mendengarkan cerita Natta sambil terbatuk-batuk. Kayaknya ni cowok kena flu berat juga, ditambah batuk, lagi. Pasti nih, pasti makin parah gara-gara nungguin Natta nyaris tiga jam kemarin. "Sori ya, Nat, aku bener-bener nggak bisa bantu kalo di tempat lain. Aku pengin banget ngasih tau kamu alasannya, tapi nggak mungkin. Sori ya, Nat""
"Ya udah. Ntar kita pikir-pikir lagi. Ya udah ya, Ken, aku ngantuk."
"Eh, Nat! Kapan kamu ke taman lagi""
"Ehm... belum tau. Toh aku tau jadwal kamu. Hehehe..."
"Oh iya." "Ya udah. Dah, Ken..."
"Dah." Klik. Natta merenung. Setelah jadi orang gila, pembunuh bayaran, Power Ranger, apa sekarang identitas asli Kenzi betul-betul cuma teman khayalan Natta aja" Tapi kan selama ini dia begitu nyata. Kayaknya terlalu nyata buat jadi khayalan. Tapi kok... kenapa dia nggak bisa pergi ke tempat lain" Kenapa HP-nya tiba-tiba diangkat orang lain terus diangkat dia lagi" Kenapa... Kenzi jadi misterius"
+ + + _Enam Belas_ PENDEKAR DITTO mengeluarkan pedangnya. Naga itu meliuk-liuk siap menyerang Pendekar Ditto.
"Tolong... tolong... Pendekar Ditto, tolong aku..." jerit Putri Natta ketakutan.
Pangeran Ditto menoleh dengan...
"NORAAK!" dumel Natta sambil manyun.
"Apanya"" Kenzi yang stand by sebagai asisten penulis naskah kaget melihat "bos"-nya mendadak histeris.
"Duuuh... ide yang lewat kok norak banget sih" Kalo buat khayalan sehari-hari sih okelah. Tapi kalo buat naskah" Pasti aku diketawain."
Kenzi cuma diam. "Ah, kamu... kamu Ditto, kan"" Natta, gadis desa yang lugu menatap pengembara itu tak percaya.
Cowok pengembara itu menatap Natta balik. "Natta...""
Lalu mereka saling tatap dengan wajah kangen.
"Ke mana aja kamu, Kang Ditto" Aku... aku..."
"JIJAAAY!" pekik Natta lagi.
Kenzi refleks terlonjak kaget. "Emang begini ya proses penulisan naskah" Ngeri banget. Bisa jantungan nih," komentarnya pelan.
"Bukannya bantuin malah ngeledek."
Ups. "Aduuuh... cerita apa ya yang pas supaya naskahnya gimanaaa gitu" Berkelas. Nggak biasa," keluh Natta sambil mengetuk-ngetuk jarinya ke ujung hidung.
"Jangan cerita kerajaan," usul Kenzi.
"Itu tadi yang gue bilang norak."
Kenzi mengangguk. "Maunya yang dalem... bermakna... bikin orang terpesona... nangis... terharu... apa kek. Pokoknya berkelas."
Kenzi kelihatan merenung. Matanya menatap lurus entah ke mana.
Natta ikut-ikutan diam. Kalau naskah ini nggak selesai, buang jauh-jauh deh mimpi lebih dekat sama Ditto. Padahal waktu itu dia yakin banget dengan kemampuan berimajinasinya. Sekarang malah bener-bener stuck!
"Temen khayalan aja."
Natta melongo. "Iya, jadiin aku bener-bener temen khayalan kamu. Kamu bikin cerita tentang temen khayalan. Kayak kita sekarang. Ketemu di taman. Cuma kita yang tau tempat rahasia ini... ceritanya tinggal kita bikin hiperbolis. Lebih indah... lebih romantis... lebih... lebih tragis."
"Tragis"" kening Natta berkerut bingung.
"Aduh! Kok aku jadi semangat nih bantuin kamu. Mendadak aku jadi punya ide naskah cerita. Itu juga kalo kamu mau nerima usulku sih," Kenzi tau-tau jadi kegirangan send
iri. Kayaknya dia betul-betul dapat ide brilian.
"Terus kenapa kamu harus jadi beneran temen khayalan" Maksud kamu aku sekarang jadiin kamu temen khayalan" Bilang ke temen-temenku begitu""
Kenzi mengangguk antusias. "Iya. Supaya lebih mendalami aja. Lagian bukannya memang sekarang nggak ada jalan mempertemukan aku sama mereka" Ya udah, kamu bilang aja aku khayalan. Atau aku pindah ke luar negeri. Biar mereka nggakmo ketemu aku lagi. Proyek naskah kita aman. Ya, kan""
Ih! Kok jadi dia yang semangat" Tapi apa salahnya dicoba kalau idenya betul-betul hebat dan bakal menang di lomba itu" Lagian ide Kenzi bagus juga soal bilang dia pindah ke luar negeri. Bilang dia khayalan kayaknya nggak deh. Natta belum mau dianggap punya penyakit "berkhayal" akut. "Oke. Memang kamu punya ide naskah kayak apa"" tantang Natta.
*** Ide Kenzi betul-betul seru! Keren! Bagus!!! Jadi, inti ceritanya tentang seorang cewek-pake karakter Natta-yang agak kuper dan pendiam juga tertutup. Tertutup dan kuper adalah tambahan dari Kenzi-biar ekstrem katanya-yang selalu hidup dalam dunia khayalannya sampai-sampai nggak punya teman. Ini juga ekstremnya Kenzi. Natta memang suka berkhayal, tapi kan nggak selalu hidup dalam dunia khayalan. Natta juga punya temen, satu geng malah. Sampai akhirnya si cewek punya teman seorang cowok yang gara-gara keadaan cuma dia yang tahu. Pokoknya ceritanya bakal mengharukan, kata Kenzi. Karena dia udah punya jalan ceritanya di kepala.
"Ken, tapi ini sama aja aku dibikinin sama kamu dong""
"Nggak lah, ini kerja sama kita berdua. Kan aku cuma kasih isi ceritanya. Dialog, suasana, tempat, adegan-adegan, semuanya, bisa kita bikin berdua. Anggep aja inilah support yang bisa kuberikan supaya naskah kamu jadi, dan mudah-mudahan menang. Ya, kan""
Natta mengangguk. "Iya sih."
"Eh, Nat, kamu mau nggak tunggu di sini sebentar""
"Kamu mau ke mana""
"Ada deh. Pokoknya kamu tunggu. Yang aku bawa pasti berguna banget buat kamu. Oke""
Apaan sih Kenzi. Semakin sok misterius aja. Tapi akhirnya Natta mengangguk juga. "Oke. Jangan lama-lama ya. Kita kan mau mulai bikin naskah." Dengan semangat Natta mengeluarkan buku tulis dan bolpoinnya. Sampai rumah dia tinggal menyalin ke komputer.
Kenzi pergi dan kembali lagi sekitar dua puluh menit kemudian. Waktu Natta mau ke kamar mandi, dia bisa lihat Kenzi turun dari delman. Dasar gila, ngapain naik delman segala" Aneh-aneh aja. Tangan Kenzi menenteng sesuatu di dalam tas hitam kotak.
"Taraaa!" kata Kenzi sambil menyerahkan benda di tangannya.
"Laptop"" pekik Natta heboh. Kenzi pulang ke rumahnya buat mengambil laptop.
Kenzi mengangguk senang. "Iya. Daripada kamu tulis tangan terus kamu salin lagi di rumah, mending pake ini. Tinggal kamu save di flashdisc. Punya, kan""
Wahhhh!!! "Punya, punya," ujar Natta girang. "Tapi... emangnya nggak papa aku pake laptop kamu""
"Aku kan asisten yang mengabdi hehehe."
"Makasih ya, Alviiiiin...!!!" Natta betul-betul nggak nyangka Kenzi sebaik ini dan betul-betul niat bantuin dia. Gila, sampai bela-belain minjemin laptop. Ini sih betul-betul membantu. Natta jadi nggak perlu nulis dua kali.
Kenzi pasang tampang superhero habis menang lawan monster badak. "Selalu siap membantu."
Natta cekikikan. "Kayak iklan pegadaian aja. Makasih, Kenzi. Nice to have a friend like you," kata Natta tulus.
Entah bener atau nggak, kayaknya mata Kenzi berkaca-kaca deh.
*** Di rumah Natta buru-buru membuka file naskah yang dia buat bersama Kenzi tadi. Pengin baca lagi... menghayati lagi...
Inta duduk termenung di atas kursi favoritnya di tengah taman yang penuh hamparan bunga. Kupu-kupu, burung-burung, seakan menari-nari menghibur Inta. Taman ini sebetulnya bagian dari salah satu rumah sakit besar di kota ini.
"Makasih ya, kupu-kupu... kupu-kupu, burung-burung cantik, kalian baik banget mau menghibur aku." Suara Inta sendu. Kenapa susah banget buat Inta punya teman seorang manusia sampai-sampai taman dan bangku ini jadi tempat favoritnya untuk menyendiri, berbicara dengan burung, kupu-kupu, bunga, dan berkhayal" Ber
khayal yang indah-indah yang bisa bikin Inta bahagia, biarpun tanpa sahabat atau teman segeng. Karena Inta hidup, Inta harus menikmati hidup walaupun tanpa teman.
Natta tersenyum senang. Membaca naskah buatan Kenzi. Natta betul-betul bisa dengan gampang masuk ke dalamnya seperti biasa. Dia bisa membayangkan semuanya. Jadi tokoh di dalamnya. Kenzi kayak malaikat yang dikirim Tuhan buat bantuin Natta bikin naskah.
Inta. Nama yang bagus buat tokoh utamanya. Nggak ada arti khusus. Hari ini Natta bisa tidur pulas. Feeling Natta, naskahnya bakal memuaskan. Dengan bantuan Kenzi tentunya.
+ + + _Tujuh Belas_ "BONDI!-Ihhh cute banget nggak siiih"" Suara cempreng Kinkin (aneh, padahal kalo nyanyi suaranya bagus banget. Giliran ngomong" Ampun!) memecah keheningan perpustakaan dan disambut dengan suara-suara "Ssst!", "Berisik banget sih! Ini perpustakaan, tau!", "Ribut amat sih!", "Diem dong!", dan pelototan mata para kutu buku yang lagi konsentrasi penuh baca buku yang judulnya sama mengerikannya dengan pelototannya. Termasuk Dara.
Bondi. Apaan sih Bondi" Natta lagi asyik melamun, berkonsentrasi memikirkan adegan selanjutnya untuk naskah "bersama"-nya dengan Kenzi. Dipikir-pikir lucu juga. Dulu dia sempat nyangka Kenzi orang gila, pembunuh bayaran, atau agen FBI, pokoknya bikin dia takut. Sekarang perasaan Natta sudah berbalik 180 derajat dan dia jadi nggak sabar pengin buru-buru ketemu Kenzi lagi. Kayaknya Kenzi tiket emasnya menuju hati Ditto nih!
Inna mendelik. "Namanya Bondi"!" desisnya dengan nada tinggi ala ibu tiri.
Kinkin mengangguk semangat. "Gue tau dari Affan. Itu lho, anak basket. Dia punya kakak kembar di Nantaa Berkibar gitu. Tadinya gue iseng-iseng aja nanya. Ehhh... ternyata kakaknya kenal sama si Bondi itu... lucu, ya""
Ohhh... cowok supporter waktu itu, gumam Natta dalam hati. Dasar Kinkin. Nggak bisa liat cowok kinclong dikit.
"Ditep-Ditep namanya Bondi," celetuk Dara sadis seperti biasa dari balik buku-buku mantranya yang bukan diperuntuDitn manusia biasa.
Merendahkan selera Kinkin sama dengan menyinggung perasaan Kinkin yang paling dalam! Kinkin spontan melirik dengan tatapan pembunuh berdarah dingin. "Biarin. Biar namanya Bondi yang penting Ditep, bisa jadi kecengan! Daripada baca buku mulu! Emang mo ngecengin rumus"" Daleeem!
Dara datar-datar aja. "Ih, emang bener aneh juga. Monyetnya topeng monyet yang suka dipanggil adik gue namanya Bondi," jawabnya lempeng, tanpa sadar sudah menyeret Kinkin ke dasar lautan gengsi yang paling dalam. Masa Bondi = Monyet"!
Kinkin manyun. "Yeee... itu sih tukang topeng monyetnya aja ngasih nama sembarangan. Kekerenan amat tu monyet dikasih nama Bondi."
Dara diam. Orang dia nggak bohong kok, emang monyet itu namanya Bondi. Kok Kinkin malah sewot.
Duk, duk! Inna menyikut pinggang Natta. "Nat, mana si Kenzi""
"Ha"" "Alviiin... Alviiin... kapan kami kenalannya""
Imajinatta Karya Mia Arsjad di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ugh! Masih inget toh. "Uhm..."
"Dia nggak mau kenalan sama kami, ya"" desak Inna. "Atau lo yang nggak mau ngenalin"" katanya lagi.
Natta menggeleng. "Bukan... bukan... dia uhm... pindah gitu ke luar negeri."
Inna melongo. Kinkin bengong. Dara ngintip dari balik bukunya.
"Lo emang nggak mo ngenalin dia ke kita, ya"" tanya Inna penuh selidik dan curiga.
"Ha" Nggak... nggak... beneran kok. Dia pindah ke... ke... luar negeri gitu." Natta tergagap-gagap. Bohong banget sih soalnya. Bisa dibilang Natta nekat, berani-beraninya melemparkan alasan nggak bermutu dan udah pasti kurang mempan itu pada teman-temannya yang semuanya mungkin pernah jadi detektif swasta itu.
"Gila juga ya. Masa pindah sekolah lagi deket ujian gini" Apalagi dia kelas tiga, kenapa nggak nunggu ujian kelulusan aja dulu"" tanya Inna penuh sindiran dan nyinyiran nenek sihir.
Glek! Kena banget. "Anu... soalnya... soalnya dia..."
"Katanya lo udah lama nggak ketemu dia. Kok tau sih"" pertanyaan Dara betul-betul bikin Natta mati kutu. Jawab apa, coba" Jelas-jelas Natta yang dengan tegas dan nyolot bilang dia nggak punya nomor telepon Kenzi. Jadi alasan itu gugur.
Natta menggigit-gigit b ibirnya gelisah. "Engg... waktu itu dia... pernah ngomong mau pindah. Pernah... pernah nyebut-nyebut gitu. Ya mungkin sekarang nggak pernah keliatan karena... bener-bener udah pindah, kali." Jawaban yang amat, sangat nggak meyakinkan banget.
Kinkin pindah duduk ke samping Natta dan menepuk-nepuk punggung Natta lembut. "Nat, kalaupun lo punya cowok khayalan, kami semua nggak masalah kok. Apalagi Ditto akhir-akhir ini deket sama Oik."
Natta melotot, lalu mendengus pelan. "Terserah deh," kata Natta. Terserah persepsi mereka. Dia nggak ada niat lagi menjelaskan soal Kenzi. Selama mereka berhenti nanya-nanya dia cari tahu soal Kenzi, bodo amat. Lagian kan waktu itu Kenzi bilang minta dijadiin temen khayalan buat mendalami cerita. Ya udah. Masalah selesai.
*** Natta senyam-senyum sendiri. Kali ini ide apa lagi ya yang Kenzi punya untuk adegan selanjutnya" Biarpun tadi dia pergi buru-buru diiringi tatapan curiga teman-temannya, sekarang ini nggak ada yang mengalahkan semangatnya untuk bertemu Kenzi dan mengerjakan proyek mereka. Inna merepet melemparkan pertanyaan-pertanyaan interogasi karena Natta menolak tanpa pikir-pikir ajakan mereka buat nonton DVD terbaru sambil pesta cemilan di kamar mewah Kinkin. Mencurigakan banget!
Kenzi sudah datang duluan. Dia duduk santai di kursi favorit mereka sambil membolak-balik majalah-entah apa.
"Dor!" Setelah resmi berteman, Natta pikir kayaknya nggak usah kaku-kaku lagi deh sama Kenzi. Dia udah teruji sebagai teman yang baik! Dan sangat membantu.
Kenzi menutup majalah di pangkuannya lalu tersenyum lebar. "Selamat siang, Bos!"
Natta duduk di samping Kenzi. "Sebelum kerja kita makan dulu. Nih, aku bawa hot dog. Dari kantiiin... murah meriah rasa boleh diadu deh."
Kenzi terkikik. Dasar ajaib. Masa sih cewek ngocol kayak gini dibilang aneh sama teman-temannya" Maksudnya-apa salahnya sih suka mengkhayal dan asyik berimajinasi sendiri" Kenzi menerima hot dog yang disodorkan Natta. "Makasih lho, Bu, masih inget sama asistennya. Tau aja asistennya belum makan."
"Selamat makan!" Mulut Natta mangap selebar gua hantu, siap menikmati gigitan pertama hot dog-nya yang dibanjiri saus, mayones, dan saus sambal. Biar bikin tangan belepotan dan muka cemong, tapi enaaak! "Lho kok"" Natta menatap heran Kenzi yang mengerik segala macam saus dari roti hot dog-nya.
Kenzi menutup kembali daging sosisnya dengan roti yang sudah bersih dari saus-saus. "Sori ya, tau nih, eneg," jawab Kenzi singkat.
Natta mengangkat bahu. "Lain kali aku beliin tanpa saus sama mayones deh."
Lalu acara makan siang berlalu begitu saja. Soalnya Natta lapar berat. Hot dog itu habis cuma dalam beberapa kali gigitan.
"Oke. Siap!" Natta menyeka mulutnya dengan tisu. Perut kenyang kerja lancaaar.
Kenzi membungkus sisa hot dog-nya dengan kertas pembungkusnya.
"Lho kok nggak dihabisin"" Natta mengernyit.
Kenzi cuma senyum. "Yuk kita mulai." Lalu ia mengeluarkan laptop-nya. Melanjutkan cerita tentang Inta...
Duduk di taman ini sendirian... keheningannya selalu bisa bikin Inta tenang. Udaranya yang sejuk. Hamparan bunga-bunga yang cantik. Semua Inta suka. Serasa punya istana sendiri. Tempat yang sangat indah dibandingkan dengan sekolahnya. Di mana semua teman-temannya cuma suka jadiin dia bahan bulan-bulanan. Cuma ditemenin kalo butuh bantuan PR atau pengganti piket.
"Gimana ya rasanya punya pacar"" gumam Inta pada diri sendiri. Hari ini dia tahu dari ribut-ribut teman sekelas bahwa Nita punya pacar! Dia jadian sama Koko, kakak kelas mereka yang berkacamata tebal. Nita punya pacar!!! Nita yang kata orang aneh karena hobinya adalah praktikum biologi! Nita aja punya pacar. Tapi Inta" Apa Inta segitu anehnya sampe-sampe Koko yang berkacamata tebal dan bermuka pas-pasan itu aja memilih naksir Nita daripada Inta"!
Kutunggu Di Pintu Neraka 3 Pendekar Pemanah Rajawali Sia Tiauw Eng Hiong Karya Jin Yong Kisah Si Naga Langit 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama