Ceritasilat Novel Online

Boulevard Revenge 4

Boulevard Revenge Karya Crimson Azzalea Bagian 4


nanti aku menceritakan semuanya padamu tapi tidak sekarang ya?" Edel terus bersikeras tidak mau mengatakan tentang masalahnya
Bastian menatap Edel dengan tatapan tidak percaya kemudian melepaskan genggamannya di bahu Edel, menghela napas dengan kesal seakan berusaha mengusir pergi
emosinya " aku tidak habis pikir dengan kamu, Del. . kamu seperti menciptakan jarak antara kita. . jarak dimana aku tidak kamu ijinkan untuk melangkah mendekatimu.
. apa ini yang kamu mau" kamu lebih suka aku tidak mencampuri urusanmu" baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk menceritakan apapun yang tidak ingin kamu
ceritakan padaku. . silahkan kamu lakukan apa yang ingin kamu lakukan, aku tidak akan ikut campur lagi. . ." mengakhiri perdebatan tidak ada hasilnya itu,
Bastian menyatakan kekecewaannya dengan tidak mau lagi mencampuri urusan Edel
Tanpa menoleh lagi, Bastian pergi meninggalkan Edel yang tergagap mendengar pernyataan terakhir Bastian
" Bas. . bukan begitu maksud aku. . Bastian!!" tangis Edel memanggil nama Bastian hendak menyusulnya namun mengurungkan kembali niatnya untuk menyusul
Bastian lalu beranjak pergi menuju kantornya
Irina dan Bara yang sejak tadi diam untuk memberikan ruang bicara keduanya, hanya bisa saling bertukar pandang dengan tak percaya bahwa pembicaraan Bastian
dan Edel akan berakhir seburuk itu. Meski awalnya tidak mau ikut campur dengan masalah rumah tangga Edel dan Bastian, melihat kondisi jadi memanas mereka
pun memutuskan berpisah dan menyusul keduanya
Bastian berjalan menuju kantornya di divisi bedah jantung untuk menenangkan diri. Memasuki kantornya kemudian menutup keras pintu dan menggebrak meja kerjanya
penuh emosi Sesaat setelah memasuki kantornya, Edel langsung berjongkok dan bersandar pada pintu kantornya. Tanpa bisa ditahan lagi air mata Edel meleleh membasahi
pipinya, Edel menangis tersedu - sedu di dalam kantornya yang sunyi
Bara menyusul Bastian ke kantornya di lantai 2, mengetuk pintu dengan hati - hati agar tidak menambah kemarahan Bastian
"Bas" aku Bara. . boleh aku masuk?" Bara meminta ijin masuk
" masuk. ." jawab Bastian yang terdengar berat
Dengan ijin Bastian, Bara masuk menghampiri Bastian yang duduk bersandar di kursi kerjanya dengan wajah kusut penuh beban
" kamu pasti sudah tahu apa yang mau aku katakan?" Bara yang tanpa basa basi langsung to the point
" iya aku tahu. . tapi kamu juga pasti tahu bagaimana perasaanku sekarang?" tanya balik Bastian
" aku paham bagaimana kekecewaanmu tapi kamu juga harus mempertimbangkan jika kamu diposisi Edel, jangan langsung berpikiran buruk karena dia sudah membohongimu
masalah kematian ayahnya" Bara berusaha menasihati Bastian agar mau memaafkan Edel
" bukan hanya masalah kebohongannya yang membuatku kecewa, Bar. . tadi kamu dengar sendiri, dia tidak mau mengatakan masalah apa yang dia hadapi sehingga
bisa sebenci itu pada ayahnya dan sekeras itu dia berusaha menyembunyikan masalahnya dari aku. . " tutur Bastian mengeluarkan uneg - unegnya
" kebohongan dan ketidakjujurannya memang tidak bisa dibenarkan, Bas. . tapi apa karena itu kamu sampai harus tidak memperdulikannya lagi" kamu jadi seperti
bukan Bastian yang aku kenal. . kamu yang aku kenal adalah orang paling sabar, pengertian, lembut dan pemaaf tidak sepicik ini. . apa cintamu padanya hanya
sebatas ini" aku tidak percaya kamu sanggup melakukan apa yang barusan kamu katakan pada Edel. ." Bara memberikan penilaian atas apa yang sudah dilakukan
Bastian untuk mengembalikan akal sehatnya
" pikiranmu tidak salah tentang aku yang tidak akan sanggup menjauhi Edel. . aku juga tidak berniat melakukannya. . " pengakuan Bastian atas apa yang dikatakannya
pada Edel " lantas, kenapa kamu berkata seperti itu padanya" apa yang mau kamu lakukan?" tanya Bara tidak mengerti arah pikiran Bastian
" dia berusaha sekeras mungkin menutupi sesuatu dariku. . aku hanya memberikannya ruang seperti yang dia butuhkan agar masalahnya bisa diselesaikan, denganku
atau tanpa aku. . jika dia butuh aku, dia bisa datang padaku kapan saja dia mau. . aku mengatakannya seperti itu karena aku juga mau dia tahu betapa kecewanya
aku atas kebohongan dan ketidakjujurannya. . aku tidak membencinya. . aku membenci diriku sendiri yang tidak bisa berbuat apa - apa untuk membantu masalahnya.
. baru pertama kali dalam hidupku, aku merasa menjadi orang yang sangat tidak berguna. . apalagi ini untuk wanita yang paling aku cintai. . kamu tahu bagaimana
rasanya jadi tidak berguna untuk wanitamu, Bara?" tutur Bastian mengungkapkan semua yang ada dipikiran dan hatinya kemudian mengajukan pertanyaan dalam
pada Bara Bara melihat sorot mata Bastian yang sarat dengan kepedihan saat mengatakan isi hatinya tadi. Mempertimbangkannya dan langsung paham saat itu Bastian sedang
berusaha berdamai dengan dirinya juga perasaannya sendiri, seperti yang pernah dilakukannya dulu
" aku. . tahu bagaimana rasanya" jawaban Bara atas pertanyaan Bastian tadi sambil mengingat kejadian saat dirinya gagal membantu Irina menyelamatkan Zahir
Di tempat satunya, Irina juga berusaha berbicara dengan Edel. Menyusul Edel ke kantornya dan mengetuk pintu kantornya
" Del. . boleh aku masuk" kita bisa bicara kan?" bujuk Irina meminta ijin masuk
Tanpa menjawab, Edel membuka pintunya dan mempersilahkan Irina masuk. Setelah membukakan pintu untuk Irina, Edel duduk di sofa dan menyandarkan kepalanya.
Irina menghampiri dan duduk di sofa sebelah Edel, menatap Edel penuh pengertian tanpa bisa menyembunyikan rasa penasarannya
" kamu baik - baik saja" apa yang sekarang kamu rasakan?" tanya Irina mencoba berbasa basi dengan sehati - hati mungkin
" baik. . aku baik - baik saja" Edel menjawab pertanyaan Irina dengan tatapan kosong
" kamu kenapa bohong lagi" aku mungkin tidak sehebat kamu dalam menebak isi hati dan pikiran orang atau seteliti suamimu yang bisa mengetahui kebohongan
seseorang dari denyut jantungnya, tapi aku paham yang barusan kamu katakan itu bukan yang sebenarnya kamu rasakan. . katakan sejujurnya, Del" tukas Irina
tahu betul saat itu Edel sedang mengingkari perasaannya sendiri
Mendengar kata - kata Irina membuat air mata Edel turun lagi membasahi wajahnya yang mulai sembab akibat terlalu banyak menangis
" aku. . aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada Bastian, Rin. . tapi aku juga tidak akan bisa jika berjauhan dengan dia. . aku harus bagaimana
sekarang" harus bagaimana?" curahan kebimbangan hati Edel yang diutarakannya dengan sepenuh perasaan
Dengan iba, Irina memeluk sahabatnya itu untuk mengurangi kesedihannya
" kamu tidak bisa mengharapkan pengertian Bastian tanpa mengerti perasaannya juga. . dia berhak marah karena kebohonganmu dan ketidakjujuranmu, Del. .
tapi aku yakin dia tidak akan meninggalkanmu. . kamu juga bersikeras tidak mau mengatakan masalahmu itu apa. . memang ada apa sih sebenarnya" setidaknya
kamu mau menceritakannya padaku, berhentilah berpikiran bahwa informasi yang buruk akan selalu melukai orang yang mendengarnya. . " kata Irina
Edel berpikir sejenak lalu menghapus airmatanya, setelah mempertimbangkan kata - kata Irina, Edel akhirnya menyerah.
" oke aku akan menceritakan alasan dan masalahku, tapi aku minta jangan sampai Bastian tahu dulu. . janji ya Rin?" pinta Edel pada Irina
" aku bisa menjaga rahasiamu tapi tidak bisa menyembunyikan selamanya dari suamimu, jadi jika kondisinya memburuk aku terpaksa mengatakannya pada Bastian.
.oke?" Irina mengajukan syaratnya pada Edel
Mempertimbangkan ulang kata - kata Irina, Edel setuju dengan kesepakatan Irina mengingat kondisi bisa lebih buruk lagi dengan Bastian
" oke jika kondisi memburuk kamu bisa mengatakannya pada Bastian. . Bayu Sadewo yang tadi kita lihat adalah benar. . ayahku, kamu mungkin terkejut sama
seperti Bastian karena yang kamu tahu, ayahku sudah meninggal saat aku kelas 2 SMA" Edel mulai menceritakan masa lalu yang sebenarnya pada Irina
" iya waktu itu kamu sendiri yang menceritakannya padaku bahwa ayahmu meninggal karena kecelakaan. . jadi sebenarnya apa yang terjadi?" Irina mengingat
kembali kejadian saat dirinya dan Edel masih duduk di bangku kelas 2 SMA
" laki - laki itu adalah penyebab penderitaanku dan ibuku selama belasan tahun. Dia sangat emosional dan sering memukuli aku dan ibuku. . dia bekerja sebagai
karyawan swasta biasa tapi gaya hidupnya sangat tidak biasa, dia gemar berfoya - foya tanpa memikirkan aku dan ibuku. . dia seperti tidak pernah menganggap
aku dan ibuku ada" ujar Edel menceritakan perlakuan yang dilakukan ayahnya
" jadi luka lebam yang sering kamu sembunyikan dulu itu, karena perbuatan ayahmu" kamu dipukulinya, Del" kamu bilang itu karena kalau kamu kecapekan memang
akan muncul lebam seperti itu. . kenapa kamu tidak menceritakannya padaku?" Irina terkejut saat mengetahui luka - luka yang dulu pernah dia lihat ada pada
tubuh Edel adalah hasil perbuatan ayahnya
" iya luka itu karena perbuatannya. . aku tidak bisa menceritakannya padamu, saat itu yang ada dalam pikiranku hanya takut kalau dia akan menyakiti aku
dan ibuku lebih parah lagi. . lagipula saat itu aku tidak punya tempat bergantung lagi selain dia, Rin. . sampai suatu ketika, dia pergi meninggalkan aku
dan ibuku. ." Edel meneruskan ceritanya
Flashback Di rumah yang sangat sederhana, seorang laki - laki berumur sekitar 39-40 tahun bertubuh tinggi proposional tengah sibuk mengemasi barang - barangnya.
"Ayah mau kemana" Kenapa mengemasi semua pakaian ayah?" tanya seorang gadis remaja berumur kira - kira 17 tahun dengan wajah ayu dan mata sipit menanyai
ayahnya. Dia adalah Edel saat masih berumur 17 tahun.
" aku mau pergi dari sini, minggir jangan halangi aku!" Bayu yang masih berumur 30an menghardik Edel yang berusaha menghalanginya
" ayah tidak bisa meninggalkan aku dan ibu begitu saja! ibu sedang sakit, yah. . ayah mau pergi kemana?" dengan berani, Edel berusaha menahan kepergian
Bayu " bukan urusanmu anak menyusahkan! aku bukan sumber uang kalian yang bisanya kalian susahkan terus - menerus seperti ini. . kalian berdua pikir aku bisa
tahan" terus - terusan harus mengurusi istri yang sakit - sakitan" biaya pengobatan Skizofrenia itu sangat mahal! ibumu yang gila itu harus minum obat
seumur hidupnya! sekalipun ada jalan lain, kamu dengar sendiri dari dokter rumah sakit Boulevard itu berapa biayanya" dari mana aku bisa mendapatkan uang
sebanyak itu" belum biaya sekolahmu yang sangat mahal, belum lagi kamu ingin kuliah kedokteran. . jangan mimpi kamu!! aku akan pergi mencari kebahagiaanku
sendiri dimana aku bisa hidup bebas dari beban seperti kalian berdua!" umpat Bayu mengatakan bahwa selama ini dia merasa terbebani oleh kondisi istrinya
yang mengidap Skizofrenia
" ayah jangan berkata seperti itu, yah. . jangan pergi. . bagaimana dengan aku dan ibu" kalau alasan ayah merasa terbebani karena keinginanku kuliah kedokteran,
aku akan membatalkannya. . aku akan ikut ayah mencari uang, asal ayah jangan pergi. . aku akan membantu menanggung beban ayah untuk pengobatan ibu, kalau
perlu aku akan berhenti sekolah demi membantu biaya ibu. . ayah jangan pergi, aku mohon" ratap Edel sambil memohon agar Bayu tidak meninggalkannya dan
ibunya " lepaskan aku! Dasar anak tidak berguna! kamu pikir aku mau wanita gila itu sembuh" jangan bodoh kamu! penyakit ibumu itu tidak akan sembuh sekalipun operasi
itu dilakukan di rumah sakit boulevard. . ibumu itu sudah gila, paham". . dia itu sudah tidak waras!" Bayu menekankan kata - kata gila di depan wajah Edel
" kata dokter, ibu masih bisa sembuh dengan operasi dan obat - obatan juga terapy itu. . kita tidak boleh putus asa, yah. . ibu pasti bisa sembuh!" masih
bertahan dengan keyakinan bahwa ibunya bisa normal kembali, Edel terus meyakinkan Bayu
Kesal dengan kekerasan hati Edel, Bayu menarik rambut panjangnya dengan kasar dan membawanya ke kamar istrinya. Tanpa belas kasihan, Bayu menghempaskan
tubuh kecil Edel hingga tersungkur di depan ibunya yang langsung menjerit histeris seperti melihat sesuatu yang mengerikan
" setaaannn!!! Laki - laki iblis kamuu!! ada setan jahaaatt!!!" suara jeritan ibu Edel melihat sekelilingnya. Meronta - ronta membebaskan diri dari ikatan
yang terpasang dikedua tangan dan kakinya
Edel menenangkan ibunya yang histeris sambil menangis karena tidak kuat melihat kondisi ibunya yang seperti itu
" kamu lihat sendiri bagaimana kondisi ibumu ini, bagaimana mungkin wanita yang sudah segila ini bisa kembali normal" mustahil!. . sekalipun dokter sekelas
dokter - dokter Boulevard yang menanganinya. . aku tidak butuh perempuan gila dan anak tidak berguna seperti kalian!" umpat Bayu kemudian pergi meninggalkan
istri dan anak perempuannya
Mengambil dua koper berisi pakaiannya, Bayu bergegas meninggalkan rumah. memasukkan kedua kopernya ke dalam mobil, Edel berlari menyusul untuk menghalangi
kepergiannya " ayah jangan tinggalkan aku dan ibu! jangan pergi, yah!" ratap Edel terus berusaha menahan kepergian Bayu
Rasa kasih sayang seorang ayah di hati Bayu mungkin sudah hilang tak berbekas. Tanpa belas kasihan, Bayu mendorong Edel sampai jatuh dan memacu pergi mobilnya
meninggalkan keluarga yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya
Edel hanya bisa menangisi kepergian ayahnya dan menerima nasib malang bersama ibunya
Setelah kepergian Bayu, hidup Edel dan ibunya semakin kesulitan. Sambil meneruskan sekolah, Edel bekerja apa saja demi menghidupi diri dan ibunya. Untuk
sementara pengobatan sang ibu tidak bisa diteruskan karena kendala biaya. Di sekolah pun, Edel sering tidak masuk karena harus bekerja dan mengurus ibunya
yang semakin menjadi, tidak memungkinkan untuk ditinggal terlalu lama.
Belum lengkap penderitaannya karena kepergian Bayu, saat bekerja menjadi pelayan di salah satu restoran, Edel bertemu dengan Bayu yang sedang makan bersama
seorang wanita cantik dan kaya. Edel merasa sangat sakit hati melihat kelakuan Bayu yang tidak memperdulikan dia juga ibunya dan malah bersenang - senang
bersama wanita lain yang kaya raya. Edel menghampiri Bayu dan langsung meluapkan semua emosi yang sudah dipendamnya dengan menumpahkan minuman tepat di
kepala ayahnya dan wanita kaya itu.
" apa yang kamu lakukan?"?" bentak Bayu yang tidak terima tapi saat melihat wajah anaknya itu, Bayu langsung terkejut tidak percaya
" ayah benar - benar tidak punya hati. . ayah tega meninggalkan aku dan ibu sedangkan ayah pergi dengan wanita kaya untuk bersenang - senang! ayah jahat!
tidak berhati!" umpat Edel meluapkan kemarahannya dengan memukul Bayu
Tubuh kecil Edel bukan lawan Bayu yang berpostur tinggi, Bayu yang sudah hilang hati nuraninya menarik tangannya lalu mendorong Edel hingga jatuh
" jangan sembarangan memanggilku ayah, gadis muda. . aku tidak pernah punya anak seperti kamu. . jadi jangan seenaknya mengaku - ngaku sebagai anakku apalagi
berani mengataiku seperti itu. . jaga mulutmu atau aku sendiri yang akan membuatmu bungkam" ancaman Bayu seakan mereka tidak pernah punya hubungan darah
Edel menatap tidak percaya ayahnya yang bergegas meninggalkan restauran bersama wanita kaya yang digandengnya
Penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, Edel mengikuti mobil Bayu dengan mengendarai ojek. Dia berhasil mengikutinya sampai mobil Bayu memasuki sebuah
rumah besar bergaya modern.
Menyudahi pengejarannya, kemudian kembali ke rumahnya. Betapa terkejutnya Edel saat kembali, rumahnya sudah disita oleh bank. Panik mencari keberadaan
ibunya, Edel memasuki rumah yang sudah tersegel itu dan menemukan ibunya tergeletak di halaman rumah bersama barang - barangnya yang di keluarkan secara
paksa oleh pihak bank. Edel menangis tersedu - sedu menanggung kemalangan yang datang bertubi - tubi
Bukan hal mudah baginya mencari kontrakan murah yang mau menerima mereka terutama karena kondisi sang ibu yang mengalami gangguan kejiwaan. Untungnya ada
pemilik kontrakan yang baik hati mau menerima mereka bahkan memberikan harga yang bisa dia jangkau.
Di kontrakan kecil yang sangat sederhana itu, kondisi ibunya semakin histeris dan memburuk karena lama tidak meminum obat untuk penyakit Skizofrenia
Tidak tega melihat kondisi ibunya, Edel mengorbankan uang yang disisihkannya untuk membayar biaya sekolah untuk membeli obat
Di tengah perjalanan kembali ke kontrakan, dia merasa diikuti lalu mempercepat langkahnya untuk pulang
Empat laki - laki berbaju serba hitam menyergap Edel di tengah jalan dan membawanya masuk ke mobil dengan paksa
" lepaskaaann!!! tolooonggg!!!" suara jeritan Edel yang berusaha melawan penculiknya .Tanpa takut dia menendang penculiknya dan memukul mereka.
Mulai kewalahan dengan perlawanan Edel, para penculik itu membiusnya hingga pingsan dengan obat bius yang dibekapkan ke hidungnya
Untung saja Edel tersadar saat dirinya dibawa ke sebuah rumah bergaya tempo dulu. Di depan rumah terlihat seorang wanita sedang menunggu kedatangan mereka.
Sambil menahan diri dengan berpura - pura pingsan, dia menunggu kesempatan yang tepat untuk kabur sekaligus penasaran dengan alasan orang - orang ini menculiknya
" bawa dia kedalam dan awas jangan sampai lecet! gadis yang cantik. . tidak salah ayahnya menjadikan dia bayaran untuk hutang - hutangnya yang sangat banyak
itu. . dia bisa kita jual mahal nanti" suara serak wanita yang menunggu di depan rumah tadi memberikan penilaian saat memperhatikan wajah Edel
Mendengar kata - kata wanita itu tentang dirinya yang dijual oleh sang ayah untuk membayar hutang membuat Edel terkejut bukan kepalang. Belum terlihat
celah untuk melarikan diri memaksa Edel meneruskan akting pingsannya.
Edel dimasukan ke dalam salah satu kamar dengan pintu terkunci rapat. Setelah ditinggal sendirian, langsung membuka matanya dan melihat sekeliling untuk
mencari jalan melarikan diri
" tidak bisa dibuka. . bagaimana aku lari dari sini?" Edel mulai diserang perasaan panik terus berusaha membuka jendela agar bisa melarikan diri
Mencari akal sambil memeriksa isi laci di ruangan itu, Edel menemukan obeng di dalamnya, tanpa pikir panjang diambilnya untuk mencongkel jendela
Membutuhkan waktu beberapa menit bagi Edel sampai akhirnya berhasil membuka celah kecil di jendela, didorongnya jendela itu dengan sekuat tenaga hingga
membuka lebih lebar, cukup lebar untuk tubuh kecil Edel agar dapat lewat
Melewati celah di jendela, Edel keluar dan melarikan diri dari tempat itu. Mengerahkan seluruh tenaganya berlari sejauh mungkin dari rumah terkutuk itu.
Sepanjang kakinya berlari sepanjang itu juga air mata Edel tumpah membasahi pipinya karena mengingat kata - kata wanita tadi yang mengatakan bahwa ayahnya
sendiri yang menjualnya untuk menutupi hutang - hutang sang ayah.
Selama 1 jam dia berlari sampai akhirnya menemukan jalan besar dan menaiki angkutan umum menuju kontrakannya. Sesampainya di kontrakan, dia sudah ditunggu
oleh ibu pemilik kontrakan yang terlihat sangat gelisah.
Perasaan tidak enak menyergapi diri Edel saat melihat ekpresi ibu pemilik kontrakan yang panik menatapnya. Dia langsung bergegas menghampirinya.
" nak Edel. . maafkan ibu ya tidak bisa menjaga ibu kamu dengan baik. . " ibu pemilik kontrakan langsung meminta maaf
" apa maksudnya bu" ibu saya dimana" Ibu saya kenapa?" Edel justru bertambah panik mendengar permintaan maaf ibu pemilik kontrakan
" ibu kamu tadi hilang dan barusan ada telephone dari polisi, karena melihat nomor telephone di gelang yang dikenakan ibumu mereka mengabari ke sini bahwa
ibu kamu mengalami kecelakaan. . sekarang ada di rumah sakit Boulevard. . sebaiknya kamu lekas kesana" ibu pemilik kontrakan menyampaikan kabar buruk lainnya
untuk Edel Belum kering air mata Edel karena kenyataan pahit dirinya yang dijadikan barang jualan, dia kembali harus menelan pil pahit lainnya. Edel bergegas menuju
rumah sakit Boulevard. Saat sampai di rumah sakit Boulevard, semuanya sudah terlambat. Ibunya sudah meninggal akibat tabrak lari yang terjadi tepat saat
dia mengalami penculikan tadi sore.
"Ibuuuu!!!!" tangisan Edel yang memeluk jenazah ibunya
Hari - hari penderitaan Edel harus ditutup dengan kematian ibu yang sangat dicintainya. Suara tangisan memilukan itu memecah keheningan kamar jenazah rumah
sakit Boulevard. End of flashback cerita panjang penderitaan Edel berhasil membuat Irina diserang perasaan terkejut dan shock. Irina tidak menyangka disaat dirinya yang sedang menghadapi
masalah kematian ayahnya karena malpraktek ternyata Edel mengalami kondisi yang jauh lebih parah dibandingkan dengan dirinya dan berakhir di tempat yang
sama yaitu rumah sakit Boulevard
Irina tidak dapat berkata apa - apa lagi saking shocknya mendengar cerita Edel dan hanya bisa menatap sahabatnya itu dengan mata berkaca - kaca.
" sekarang kamu tahu alasanku kenapa aku sangat membenci laki - laki itu" Cerita penderitaanku belum selesai sampai disitu, Rin. . setelah kematian ibuku,
aku merasa tidak punya lagi alasan untuk hidup. . belum lagi aku bingung bagaimana caranya melarikan diri dari kejaran orang - orang yang menculikku sebelumnya,
mereka pasti akan terus memburuku karena hutang - hutang laki - laki itu. . aku akhirnya mencoba mengambil jalan pintas dengan melompat dari atap rumah
sakit tempat ibuku meninggal yaitu disini. . tepat sebelum aku melompat, ada seorang dokter yang menyelamatkanku" kata Edel meneruskan ceritanya
" siapa dokter itu?" tanya Irina
" dokter itu Bastian. . saat itu Bastian masih dokter baru disini. . dia yang memberikanku motivasi untuk tetap hidup. . kata - katanya yang sampai saat
ini aku pegang teguh. . dia mengatakan. ." Edel menceritakan pertemuan pertamanya dengan Bastian
" apapun keadaannya, bunuh diri bukan solusi untuk menyelesaikan masalah. . kalau kamu kecewa pada hidupmu, balas rasa kecewamu dengan bangkit dan berani
melawannya. . tunjukkan pada dunia bahwa kamu tidak akan kalah dengan cobaan apapun. . jadilah bunga yang tidak kalah oleh cuaca apapun. . Bunga yang tidak
akan mati meski diinjak - injak. . seperti bunga Edelwiss yang abadi" kata - kata Bastian yang berhasil menyadarkan Edel
" saat itu apa Bastian sudah tahu namamu Edelwiss?" tanya Irina tercengang kaget
" tidak. . dia bahkan tidak mengenalku sama sekali. . aku juga heran bagaimana bisa ada kejadian yang serba kebetulan seperti itu". . dengan memegang teguh
kata - kata Bastian, aku memberanikan diri menemui laki - laki itu ke rumahnya yang megah itu setelah memata - matainya selama 2 minggu. Dia menikah dengan
anak salah satu pejabat negara dan ikut berkecimpung dalam ranah politik. Aku melihat ini sebagai kesempatanku membebaskan diri dari kejaran orang - orang
yang ingin menculikku itu, aku mengancam akan membuka identitasku di media sebagai anak kandungnya dengan bukti tes DNA jika dia tidak mau membayar lunas
hutang - hutangnya itu. Dia akhirnya setuju karena saat itu sedang dalam proses pencalonan diri sebagai bupati di salah satu provinsi. Akhirnya aku bisa
hidup dengan bebas seperti sekarang" akhir kisah sedih Edel
Irina menatap simpati Edel dan tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya jika mengalami kejadian seperti yang dia alami.
" maafkan aku karena tidak tahu kejadian seperti itu pernah terjadi padamu. . saat itu aku terlalu sibuk memikirkan kondisi ayahku" ujar Irina meminta
maaf pada Edel " tidak apa - apa, Rin. . aku mengerti kamu perlu fokus mengurus ayahmu. . aku juga bisa bertahan dan menjadi seperti sekarang. . bukan salahmu juga" tukas
Edel " kamu perlu menceritakannya pada Bastian, Del. . Kenapa kamu tidak mau menceritakannya pada Bastian?" tanya Irina yang belum paham kenapa Edel bersikeras
tidak mau menceritakannya pada Bastian
" alasanku tidak mau menceritakannya pada Bastian. . Aku tidak mengakui laki - laki itu masih hidup karena rasa sakit hatiku tapi selama beberapa tahun
terakhir ini, aku diperas oleh penagih hutang laki - laki itu. . semenjak pencalonan dirinya sebagai bupati itu gagal, dia mulai kehilangan harta benda
yang di dapatkannya dari istri barunya itu hingga sekarang menjadi bangkrut. . dia lagi - lagi menjadikan aku sebagai penjamin hutang - hutangnya. . mereka
mengancam akan memintanya langsung pada Bastian dan mencelakai Vino jika aku tidak bersedia untuk membayarnya, itulah yang membuatku merahasiakannya dari
Bastian. . aku tidak mau mereka terlibat dalam masa lalu kelamku dengan laki - laki itu" akhirnya alasan terakhir Edel bisa diungkapkannya juga pada Irina
" apa?"" kamu diperas oleh penagih hutang ayahmu" mereka sampai mengancam akan memeras Bastian dan mencelakai Vino juga?" Gila! ini kasus kriminal, kamu
harus melaporkannya pada polisi, Del. . ini bukan hutangmu jadi kamu berhak menolak untuk membayarnya!" Irina terkejut dan tidak terima mendengarnya
" bagaimana caranya" ada bukti hitam diatas putih yang ditandatangani laki - laki itu bahkan memalsukan tanda tanganku pun dia pernah untuk dijadikan penjamin
hutangnya. . yang terakhir ini adalah mafia kelas kakap yang sangat berbahaya, aku takut Bastian dan Vino akan celaka. . mereka berdua hidupku , Rin. .
aku tidak bisa kehilangan mereka" Edel menangis ketakutan mengingat keselamatan Bastian dan Vino ikut terancam karenanya
Irina sedih dengan masalah yang sedang dihadapi sahabatnya itu, memeluk Edel dan ikut menangis karena tidak tahu bagaimana harus menolongnya
Setelah menceritakan semuanya pada Irina, malam harinya Edel mendatangi ruang rawat ayahnya untuk memastikan sesuatu
Edel menatap benci ayahnya dengan mata sembab yang masih merah sambil mengepalkan tangannya
" apa kamu tidak bisa sekali saja jangan berbuat sesuatu yang bisa menyengsarakan aku" kamu pergi dan muncul kehadapanku meninggalkan masalahmu padaku.
. aku punya pertanyaan yang selama ini ingin aku tanyakan padamu. . apa salahku sampai kamu buat hidupku senelangsa ini" satu - satunya jawaban yang ada
dikepalaku saat ini adalah karena aku terlahir sebagai anakmu. . itulah salahnya kan". . tidak bisakah kamu bunuh saja aku dibanding menyiksaku seperti
sekarang?" Hentikan sandiwaramu itu!. . atau kamu mau aku buat tidur selamanya?" ujar Edel menatap ayahnya penuh kebencian
mata Bayu mendadak terbuka mendengar ancaman itu dan langsung menatapnya yang dibalas dengan penuh emosi oleh Edel
" kamu pikir aku tidak tahu sandiwara busukmu itu" aku bukan anak perempuan bodoh yang bisa kamu permainkan seperti dulu lagi. . untuk apa kamu muncul
ke rumah sakit ini dan berpura - pura menjadi pasien Skizofrenia" kamu pasti memalsukan data medis dari rumah sakit sebelumnya dan menyuap dokter Athilla.
. kenapa kamu melakukan ini padaku?" ujar Edel dengan suara meninggi
" aku tidak punya jalan lain lagi. . hanya kamu tempatku berlari Edel. . mereka terus mengejarku dan ingin membunuhku. . apa tidak bisa kamu menolong ayahmu
ini?" mohon Bayu pada Edel
" kalau mau mati ya mati saja sana! itu lebih baik untukku. . semenjak kamu menjualku ke sindikat perdagangan wanita itu, bagiku kamu memang sudah mati.
. kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti ini! seenaknya kamu meninggalkan aku dan ibu disaat kami tidak berdaya, kamu menjualku untuk menutupi hutang
- hutangmu, karna kamu juga ibu meninggal, menjadikan aku penjamin untuk hutang - hutangmu yang lainnya. . apa kamu tidak punya hati?"" umpat Edel penuh
emosi " aku tahu aku bersalah padamu dan ibumu. . tapi sekali ini, aku mohon bantulah aku. . aku tidak tahu lagi harus bagaimana, yang kali ini mereka benar benar bisa membunuhku jika tidak membayarnya. . suamimu juga kaya, dia dokter bedah jantung dirumah sakit semahal ini. . dia pasti bisa membantuku juga"
kata Bayu seakan tidak punya malu
" jangan pernah membawa - bawa suamiku dalam masalahmu! aku peringatkan padamu, jika kamu berani melibatkan suamiku dalam masalahmu, aku yang akan membunuhmu
dengan tanganku sendiri. . Mengerti?" Edel menarik baju Bayu dan serius mengancamnya
" jadi kamu yang akan membantuku?" tanya Bayu penuh harap
" aku sudah terlanjur kamu jadikan jaminan untuk hutang - hutangmu itu, tidak ada juga tempatku untuk berlari lagi. . Mereka mengancam akan mencelakakan
suami dan anakku sedangkan kamu disini bersandiwara busuk seperti ini dan mengharapkan aku menyelesaikan masalahmu itu" enak sekali jadi kamu. . aku tidak
sudi membantumu lagi!. . urus masalahmu sendiri! jika harus dibayar dengan nyawamu sekalipun, aku tidak peduli! aku tidak rela nyawa suami dan anakku yang
jadi taruhan hutangmu! kamu harus bertanggung jawab sendiri!" umpat Edel kemudian meninggalkan Bayu yang tergagap bingung dengan penolakan itu
Renno yang bertugas untuk mengecek kondisi Bayu, mendengar semua pembicaraan mereka berdua. Mengetahui bahwa Bayu hanya bersandiwara, Renno langsung masuk
dan mengecek ulang data - data rekam medis Bayu kemudian berencana mengecek ulang kondisinya tanpa sepengetahuan dokter Athilla, mengingat Edel sempat
mengatakan bahwa Bayu sudah menyuap dokter Athilla
" kurang ajar! dokter Athilla sudah menipuku mentah - mentah. . akan aku buktikan kebohongan kalian. . besok jadwal dokter Athilla kosong di pagi hari.
. bisa aku gunakan untuk melakukan tes ulang pada si pembual ini. . lihat saja kalian berdua. . berani - beraninya mempermainkan aku!. . tapi tadi Edel
menyebut - nyebut masalah penjamin hutang dan nyawa dokter Bastian dan Vino yang dalam bahaya. . itu maksudnya apa?" dalam hati Renno bingung dengan apa
yang didengarnya Edel berjalan menuju parkiran untuk pulang dan melihat Bastian sudah menunggunya disana
Keduanya pulang bersama menuju rumah mereka tanpa berkata sepatah kata pun. Meski tidak nyaman berdiam - diaman dengan Bastian, Edel tidak berani juga
memulai pembicaraan karena tidak mau menyinggung masalah ayahnya dulu
Di rumah pun keduanya tidak saling bicara, hanya menjalani aktifitas seperti biasa. Edel tetap menyiapkan baju dan keperluan Bastian, makan tetap satu


Boulevard Revenge Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meja makan, di depan Vino keduanya berusaha bersikap biasa, dan tidur pun tetap satu ranjang walaupun saling memunggungi satu sama lain.
tidak ada satupun dari keduanya yang bisa memejamkan mata malam itu. Edel terus terpikir oleh masalah dengan ayahnya juga masalahnya dengan Bastian. Bastian
pun tengah mempertimbangkan perselisihannya dengan Edel tadi siang.
Stress memikirkan semua masalah yang sedang dihadapinya, Edel berbalik dan memeluk Bastian dari belakang kemudian mulai menangis dipunggung suaminya itu
Hangatnya air mata Edel bisa Bastian rasakan membasahi punggungnya, berbalik mendekap Edel kemudian mengusap kepalanya
"Bas. . Aku. ." baru saja Edel mau meminta maaf, Bastian menempelkan jari telunjuknya di bibir Edel untuk membungkamnya
" tidak usah kita bicarakan sekarang. . kamu butuh istirahat. . kita bisa bicarakan ini disaat kamu sudah siap untuk bicara. . lebih baik kita tidur sekarang"
ujar Bastian dengan tatapan hangat lalu tidur sambil memeluknya
Mendengar kata - kata Bastian tadi sudah cukup bagi Edel untuk menenangkan kegelisahannya. Mengetahui sang suami sudah bisa memaafkannya, membuat separuh
beban dihatinya terangkat hilang. Edel mendekatkan tubuhnya agar lebih rapat lagi. Bagi Edel, tidur dalam dekapan Bastian dan bisa mencium aroma tubuhnya
adalah syarat agar bisa tidur dengan nyenyak
Pagi harinya, interaksi antara pasangan suami istri Denfort mulai membaik meski belum sepenuhnya. Keduanya berangkat ke rumah sakit bersama - sama. Sepanjang
perjalanan tidak ada yang memulai pembicaraan sama sekali sampai mereka tiba di rumah sakit.
Suasana yang masih terasa janggal itu membuat Edel serba salah bersikap di depan Bastian. Edel pamit dan bersiap turun dari mobil tapi Bastian menahan
lengannya membuat dia kembali menoleh menatap sang suami
Kedua tangan Bastian meraup kedua sisi wajah Edel lalu menciumnya dengan penuh hasrat yang dalam seakan melampiaskan rindu yang terbendung selama pertengkaran
kemarin. Edel yang awalnya terkejut, membalas ciuman sang suami dengan hasrat rindu yang sama menggebunya.
Setelah Bastian melepaskan ciumannya, keduanya kehabisan napas lalu sama - sama tersenyum. Bersama - sama memasuki rumah sakit sambil bergandengan tangan.
Di kantor Edel, Renno sudah menunggunya sambil membawa berkas hasil rekam medis Bayu yang sudah dia lakukan ulang. Renno menyerahkannya pada Edel dengan
wajah sangat serius. Dia langsung bisa menebak maksud Renno dan apa yang hendak ditanyakannya.
Edel memberikan penjelasan pada Renno sekedar untuk membuat situasi tidak bertambah buruk karena sudi atau tidak sudi, Edel tetap harus bisa menahan Bayu
disana agar dia bisa memaksa Bayu untuk berani menemui para mafia yang sedang mengejar - ngejarnya dan mau bertanggung jawab demi keselamatan keluarganya
Renno bersedia membantu Edel untuk membuat Bayu mengakui kebohonganya termasuk membongkar kesalahan dokter Athilla yang menerima suap untuk memalsukan
hasil rekam medis Bayu Sepanjang hari itu, Edel dan Renno sibuk mengurusi sandiwara Bayu dimana mereka mau tidak mau menanganinya bersama dokter Athilla
Saat akan istirahat makan siang, Edel menerima telephone yang mengatakan bahwa Vino hilang saat sedang bermain di halaman rumah. Sekujur tubuh Edel langsung
dingin mendengarnya. Menghampiri Bayu dan langsung menarik bagian depan bajunya dengan penuh emosi.
" bangun kamu pengecut! hentikan sandiwaramu ini! anakku hilang dan ini pasti ulah orang - orang yang mengejarmu itu! kamu harus tanggung jawab mengembalikannya
padaku! bangun kamu! kalau tidak mau bangun juga akan aku buat kamu bangun dengan cara paksa yang sangat menyakitkan!" bentak Edel menggoyangkan tubuh
Bayu dengan kasar Para suster dan petugas medis lain yang ada diruangan itu menatap ngeri Edel karena memperlakukan pasien sekasar itu
Dokter Athilla sebaliknya justru diserang perasaan takut karena rahasianya sudah berhasil diketahui
Kesal dengan sang ayah yang terus bertahan pada sandiwara itu, Edel menghempaskan Bayu ke lantai lalu mengambil suntikan dan obat di lemari kaca
Irina dan Bara yang kebetulan lewat untuk menuju tempat Edel melihat kejadian menghebohkan itu dengan mata terbelalak
" kalau kamu tidak mau bangun juga biar aku buat kamu tidur selamanya. . obat ini akan membuat syaraf otakmu lumpuh dan tubuhmu akan menjadi hidup bagai
mati" ujar Edel bersiap menyuntikkannya pada Bayu
Irina dan Bara maju berusaha menahan Edel, menyangka dia mulai kehilangan akal saking sakit hati pada sang ayah
Ketakutan dengan ancaman Edel, Bayu membuka matanya dan langsung merangkak ke kaki Renno yang berdiri tidak jauh dari Edel seperti babi yang mau disembelih
Renno hanya memutar matanya dengan sebal karena sudah tahu bahwa Bayu tidak benar - benar sakit
Seisi ruangan langsung terpana melihat Bayu yang bisa bangun dan bergerak secepat itu termasuk Bara dan Irina
Edel menghela napas dengan berat dan menghempaskan suntikan ditangannya hingga meluncur ke dekat kaki Bayu yang mencicit seperti tikus saking ketakutannya
Di tengah kehebohan yang sedang terjadi di divisi syaraf itu, Edel kembali mendapat telephone tapi kali ini dari mafia yang menculik Vino.
" anakmu ada pada kami, jangan berani - berani melaporkannya pada polisi atau anakmu akan kami bunuh. . bawa uang sejumlah tiga ratus juta rupiah untuk
membayar semua hutang - hutang ayahmu. . kami sudah menghubungi ayahmu itu tapi tidak pernah bisa. . sesuai perjanjian hitam diatas putih antara kami dan
ayahmu maka kamu sebagai penjamin yang akan melunasinya jika dia tidak bisa" perintah si penculik
" darimana aku bisa yakin kalau yang ada padamu itu adalah anakku" bisa saja ka. . " belum selesai kata - kata Edel
" mama. . mama. . I'm scareed!!. . Mamaaa" suara tangisan Vino tidak hanya membungkam mulut Edel tapi juga membuat napasnya tercekat
"Vinoo. . Vi. ." panggil Edel dengan ekspresi ketakutan
" kamu sudah dengar suaranya" tentu kamu bisa mengenali suara anakmu. . jangan macam - macam apalagi melakukan perlawanan. . nyawa anakmu ada ditanganmu
sekarang. . bawa uang itu ke tempat yang kami minta. . Sekali lagi aku ingatkan. . jangan hubungi polisi atau anakmu kami bunuh!" perintah terakhir si
penculik dan menutup sambungan telephonenya
Setelah telephone terputus, ada sms masuk berisi alamat lokasi dimana Edel harus mengantarkan uangnya
Setelah membaca alamatnya, dia langsung berlari menuju alamat itu
" Edel tungguu!!" panggil Irina mengejar Edel
Bara hendak menyusul tapi langsung mengurungkan niatnya dan balik bertanya pada Renno apa yang terjadi sampai Edel bisa seperti tadi
" aku tidak tahu pasti tapi aku hanya mendengar Edel meneriaki si tua tukang bohong itu bahwa anaknya hilang oleh orang - orang yang mengejarnya dan dia
harus bertanggung jawab, hanya itu yang aku dengar" jawab Renno sambil menunjuk ke arah Bayu yang memeluk kakinya dengan tatapan jijik
Mendengar Vino hilang, Bara langsung menghubungi Bastian untuk memberinya kabar
Edel berlari keluar rumah sakit dan langsung menaiki taxi. Irina tidak berhasil mengejar dan menghentikannya. Mendapat telephone dari Bara dan menginfokan
bahwa dia gagal menghentikan Edel.
Edel menuju ke bank terlebih dahulu untuk mengambil uang sesuai yang diminta para penculik itu kemudian bergegas menuju alamat yang dikirimkan padanya
" karena kamu aku kehilangan ibu. . jangan sampai karena kamu juga aku kehilangan anakku. . aku tidak akan bisa ya Tuhan. . jangan perlakukan aku sekejam
ini. . kumohon sisakan kebahagiaan juga untukku di sepanjang jalan yang penuh duri ini" doa permohonan Edel pada Tuhan
Hari sudah mulai gelap saat Edel tiba di lokasi tempat Vino disekap oleh para mafia itu
Dengan wajah mantap dan berani, Edel memasuki gedung tua yang dikelilingi halaman luas dipinggiran kota Jakarta itu.
Membawa sekoper besar uang, Edel berjalan ke hadapan para mafia berbaju serba hitam dengan jumlah 12 orang. Di tengah - tengah para laki - laki berbadan
tinggi tegap, berdiri seorang laki - laki yang berpostur lebih kecil dan kurus mengenakan kacamata hitam sambil menghisap cerutu kayu. Vino duduk di kursi
dalam kondisi diikat dan dibekap. Selayaknya reaksi anak kecil, begitu melihat kedatangan ibunya membuat tangisan Vino bertambah kencang karena ingin menggapai
ibunya Hati Edel hancur begitu melihat kondisi anaknya yang mengenaskan. Rambut cokelat berantakan, mata kecokelatan menatap sang ibunda dengan ketakutan, kulit
putihnya penuh debu, dan wajah chubbynya terlihat sembab
Edel hanya bisa menelan mentah - mentah kesedihannya dan terus bergerak maju mendekati laki - laki kecil yang ada ditengah.
Laki - laki berkacamata hitam itu mengeluarkan pistol dengan tangan kirinya dan mengarahkan ke kepala Vino untuk mengunci gerakan Edel agar tidak berbuat
macam - macam. Edel berhenti tepat di depan laki - laki itu dan memberikan koper berisi uang ditangannya dengan tatapan benci
Sambil tersenyum senang, laki - laki itu mengambil koper ditangan Edel tanpa menjauhkan pistol ditangannya dari kepala Vino. Hal itu membuat Edel naik
pitam. Dengan gerakan cepat, Edel memuntir tangan kiri laki - laki itu dan mengambil alih pistol, mengacungkannya tepat di kepala kemudian mencengkram bahu kanannya
Dengan tatapan murka, Edel menempelkan ujung pistol ke dahi laki - laki itu
10. Red Moonlight Bersamaan dengan pistol yang menempel di dahi laki - laki bertubuh kecil itu, para anak buahnya juga mengarahkan pistol mereka kepada Edel dan Vino.
Menahan pistol ditangannya agar tetap pada posisi mengancam, Edel melirik sekelilingnya, terlihat situasi masih berat sebelah untuk melakukan perlawanan
lebih. " Dokter Edelwiss Denfort. Rupanya selain ahli dalam mengatasi pasien - pasien sakit jiwa, kamu juga lihai melakukan counter attack. Tapi sayang keadaan
masih berpihak padaku. Kalau kamu terus melakukan tindakan perlawanan seperti ini, anakmu yang akan menanggung akibatnya. Tinggal kamu tentukan mana yang
menjadi pilihanmu" laki - laki kecil itu mengancam Edel dengan menggunakan Vino.
Tangan Edel gemetar menggenggam erat pistol sampai kuku jarinya memutih, saking marahnya dia. Kenapa nyawa Vino yang menjadi taruhan mereka" pikir Edel.
Melihat wajah tidak bersalah Vino yang ketakutan, menghilangkan segenap kekuatannya. Dengan wajah tak berdaya, Edel menurunkan pistol dari dahi laki laki itu dan membuangnya ke sudut ruangan.
" Bagus! Kamu cukup cerdas dengan mengetahui bagaimana posisimu sekarang. Perkenalkan namaku Chen. Aku sebenarnya tidak suka berurusan dengan orang - orang
putih seperti kamu, dokter. Tapi salahkan saja ayahmu itu yang sudah menyeretmu ikut jatuh ke lembah hitam bersamanya. Aku juga terpaksa menahanmu demi
memancing kedatangannya. Kami punya urusan lain selain hutang yang harus dilunasi. Tangkap dia!" laki - laki yang memperkenalkan diri dengan nama Chen
itu memberikan perintah kepada anak buahnya untuk meringkus Edel.
Di rumah sakit Boulevard. Bastian berlari menuju divisi syaraf usai menangani operasi.Bingung. Marah. Panik. Tiga hal itulah yang dirasakan Bastian saat
mendapatkan kabar dari Bara. Ekspresinya saat itu persis singa jantan yang siap mengamuk. Memasuki ruangan lalu menghampiri Bara dan Irina yang cemas setengah
mati mencoba menghubungi Edel.
" Bar. . Rin. . bagaimana kejadian yang sebenarnya" sudah ada kabar dari Edel?" rentetan pertanyaan Bastian ditujukannya pada dua rekan satu divisinya
itu. " Belum. Tadi Irina mencoba menghentikan Edel tapi tidak bisa. Handphonennya juga tidak bisa dihubungi, kami sudah mencobanya beberapa kali. Tadi sempat
ada telephone yang sepertinya membuat panik Edel. Apa ada telephone aneh yang ditujukan padamu juga?" Bara memberikan laporan terakhir tentang kejadian
yang baru saja terjadi. " Tidak ada sama sekali. Tadi aku baru saja selesai melakukan operasi saat menerima telephonemu. Tapi aku mendapatkan pesan dari pengasuh Vino bahwa dia
hilang saat sedang bermain di halaman rumah. Hanya itu " sambil menganalisa siapa yang hendak menculik anaknya, Bastian teringat pada igauan Edel tadi
malam. Flashback " Jangan ganggu anak dan suamiku! jangan ganggu mereka. Aku akan bayar berapa pun, aku akan korbankan apapun demi mereka. Jangan sakiti mereka aku mohon.
." Bastian terbangun mendengar igauan Edel yang tidur sambil mencengkram baju di dadanya.
Dia hanya bisa menahan rasa kebingungannya tentang apa yang dikatakan istrinya saat tidur. Tidak tega untuk membangunkannya, Bastian menghapus keringat
di dahi Edel sambil mengusap kepalanya dengan sayang. Lalu mencium dahinya. Benar saja cara itu ampuh membuat Edel kembali tidur dengan tenang.
End flashback Mencoba menyatukan keping demi keping informasi yang dia ketahui. Bastian masih merasa ada kejanggalan dengan situasi yang tengah terjadi. Lalu Menanyakan
kembali tentang detail kejadian sebelum istrinya pergi mencari Vino pada Irina dan Bara.
Sebelum Bara dan Irina sempat menjawab kecurigaan Bastian, Renno sudah lebih dulu angkat bicara.
" Dokter Bastian, sebaiknya kamu tanyakan pada si tukang tipu yang ada disana. Dia pasti tahu lebih banyak dari kita semua tentang apa yang sebenarnya
terjadi sekarang. Dokter Edel memakinya sebelum pergi. Dia mengatakan bahwa hilangnya Vino adalah kesalahan dia" Renno mengatakannya sambil menunjuk ke
arah Bayu yang sudah didudukkan kembali ke tempat tidur rumah sakit oleh dua orang suster.
Mendengar tuduhan Renno padanya, nyali Bayu langsung terjun bebas. Terlebih saat mengetahui bahwa Bastian adalah suami anaknya.
Bastian menoleh ke arah Bayu. Dengan alis terangkat sebelah, menatap bingung dan terkejut laki - laki tua itu karena terlihat baik - baik saja tidak seperti
penderita Skizofrenia tingkat akut. Dokter lulusan Harvard itu langsung paham tentang kebohongan ayah mertuanya itu. Nasib baik untuk Bayu karena sang
menantu adalah orang terpelajar yang berperangai sopan.
" Maaf sebelumnya, pak. Saya Bastian Archard Denfort. Suami anak anda, Edelwiss. Saya ingin menanyakan kejelasan tentang apa yang baru saja dikatakan oleh
dokter Renno. Benarkah anda mengetahui tentang apa yang terjadi pada anak dan istri saya?" Berusaha berlaku sesopan mungkin. Bastian tetap tidak bisa menutupi
dengan sempurna gejolak emosi yang sedang dirasakannya. Setiap kata yang keluar dari bibir Bastian tersirat luapan emosi seorang suami yang panik karena
kehilangan anak juga istrinya.
Gemetar ketakutan. Bayu tergagap menjawab pertanyaan sang menantu.
Irina yang sudah mengetahui semuanya termasuk apa yang pernah dilakukan Bayu pada Edel, tidak bisa bersabar lagi. Mendengus kesal, dia maju ke hadapan
Bayu dan Bastian. " Aku sudah tidak tahan lagi! sudah tertangkap basah saja masih berpura - pura seperti ini! kalau anda tidak mau mengatakan yang sebenarnya, biar aku yang
membeberkan kebusukan anda!!" umpatan kekesalan Irina yang ditahannya sejak tadi.
Irina menceritakan semua yang dia ketahui tentang masa lalu dan masalah yang tengah dihadapi Edel pada Bastian, Bara, dan Renno. Sedangkan Athilla hanya
bisa patuh oleh ancaman dari Renno agar tetap duduk manis di dekat Bayu.
Setelah mendengar semua penuturan Irina, ketiga laki - laki bertubuh jangkung itu menatap tidak percaya ke arah Bayu. Bagaimana mungkin seorang ayah bisa
sejahat itu pada anak perempuannya sendiri" pikir mereka.
Bak gunung merapi yang siap meledak. Bastian menoleh dan menghampiri Bayu. Kali ini Bayu benar - benar harus membuang jauh - jauh harapannya untuk bisa
mendapatkan perlakuan sopan seperti sebelumnya. Tidak ada tanda - tanda kebaikan lagi di raut wajah lembut itu. Yang ada hanya guratan kemarahan yang belum
terlampiaskan. " Kemana orang - orang itu membawa anak dan istriku?" tanpa berbasa basi lagi, Bastian bertanya. Intonasi dan sinar mata yang terpancar dari kedua matanya,
cukup membuat siapa saja yang ada di posisi Bayu ingin lari terbirit - birit.
Tidak juga memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan, kemarahan laki - laki berdarah Amerika itu akhirnya meledak. Sekuat tenaga Bastian menggebrak
tempat tidur Bayu hingga bengkok. Membuat Bayu terlonjak kaget dengan wajah penuh kengerian.
" Sekali lagi, aku tanyakan. Kemana anak dan istriku dibawa oleh orang - orang itu, bapak Bayu Sadewo yang saya hormati?" mengulangi pertanyaannya, Bastian
memberikan penekanan pada kata ' bapak Bayu Sadewo'.
Bara dan Renno ikut menghampiri. Tatapan mereka tidak kalah mengintimidasinya. Ditatap oleh ketiga pria yang seakan siap mengulitinya hidup - hidup, posisi
Bayu semakin terpojok. Akhirnya dia mengakui semua kesalahan dan menceritakan kondisi yang sebenarnya.
Bayu juga membeberkan bahwa dia membawa lari dokumen penting milik bos mafia yang sedang mengejarnya itu. bukan itu saja, informasi mengenai lokasi dimana
Edel dan Vino berada pun dia sudah tahu.
Setelah menceritakan semuanya, Bayu menunjukkan pesan yang ia terima dari si bos mafia. Isinya adalah ancaman untuk melunasi hutangnya yang berjumlah tiga
ratus juta rupiah, dimana lokasi yang harus dia datangi dan perintah untuk mengembalikan dokumen yang dicurinya jika tidak Edel dan Vino akan terbunuh.
Keempat dokter rumah sakit Boulevard itu semakin geram. Jadi selama ini Bayu tahu. Meskipun Edel datang kesana dengan membawa uang tebusan, mereka tidak
akan dibebaskan begitu saja. Justru itu merupakan umpan yang sengaja dilemparkan agar bisa menangkap keduanya.
" Anda membiarkan putri anda kesana untuk melunasi hutang anda sedangkan anda tahu itu hanya jebakan yang disiapkan untuk mengancam anda. Selain tidak tahu
malu ternyata anda benar - benar manusia tidak punya hati!" umpat Irina. Saking kesalnya dengan perbuatan Bayu.
Bara menahan emosinya sampai rahangnya mengeras. Jangan sekali - sekali membuat dokter Bastian marah lagi jika tidak ingin mati muda, pikir Renno yang
ngeri melihat air muka Bastian.
" Suster, segera siapkan pakaian ganti untuk dia. ." perintah Bastian memanggil suster untuk membawakan pakaian ganti Bayu.
" Tapi dokter, dia pasien isolasi. Tidak bisa di. . ." belum selesai sang suster menyampaikan aturan untuk pasien, Bastian sudah memotongnya.
" Siapkan sekarang juga!!" bentak Bastian dengan suara tinggi.
" B..b..baik dokter Bastian!" suster itu terlonjak kaget dan menjawab dengan suara terbata - bata. Segera pergi mengambilkan pakaian ganti sesuai permintaan
Bastian. Tidak ada satupun dari orang yang berada di ruangan itu yang berani bersuara. Sekedar bersin saja mereka takut.
" Dimana dokumennya?" tanya Bastian dengan tatapan setajam elang.
Bayu tidak bisa menjawabnya, hanya bisa terpaku mendengar pertanyaan Bastian.
" Aku tidak pernah bersikap kasar atau kurang ajar pada siapapun terutama orang tua, seumur hidupku. Jadi jangan paksa aku melakukan untuk yang pertama
kalinya pada anda. Aku tanya sekali lagi, dimana dokumen itu?" Bastian kembali bertanya dengan nada dingin dan mengancam.
" D. . d. . di. . dalam tasku " jawab Bayu gemetar ketakutan.
Para suster tidak ingin kena bentak Bastian untuk yang kedua kali, langsung bergegas mengambilkan tas yang dimaksud lalu memberikannya pada sang dokter.
Bara ikut membantu menggeledah isi tas itu. Untungnya dokumen yang mereka cari berhasil ditemukan.
Irina memberikan kode pada suster untuk membawakan kursi roda. Tanpa aba - aba lagi, Bara dan Renno membopong Bayu kemudian mendudukkannya di kursi roda.
" Renno, sebaiknya kamu tetap disini untuk menahan dokter Athilla. Urusan dengannya masih belum selesai. Beritahu Braga untuk membantu mengurusnya pada
pak Gerard" ujar Bastian.
" Oke. Aku juga sudah gatal ingin mengadukan perbuatan dokter Athilla. Be careful untuk kalian bertiga. Semoga dokter Edel dan Vino baik - baik saja" kata
Renno mendoakan keselamatan mereka semua.
Masih mengenakan jas putih dokter, ketiganya bergegas menuju lokasi tempat Edel dan Vino disekap dengan membawa serta Bayu menggunakan mobil Bastian. Sebelumnya
mereka sudah menghubungi Braga, Takhrit dan profesor Ilyas untuk membackup pekerjaan team 1 dan 2 selama mereka pergi.
Sepanjang perjalanan, Bastian dan Bara menginterogasi Bayu agar bisa membuat strategi saat tiba disana. Terjadi perdebatan cukup panjang antara ketiga
dokter bedah jantung itu.
Waktu menunjukkan pukul 20:45 saat mereka tiba di lokasi tempat Edel dan Vino disekap.
Gedung lama tidak terpakai lagi menjadi tempat penyekapan Edel dan Vino. Tepat di ruangan yang paling besar dan berada di tengah - tengah gedung tua itu,
Edel dan Vino diikat pada kursi secara terpisah.
Tidak berdaya melepaskan diri dari ikatannya, Edel terus menatap cemas anaknya yang semakin melemah akibat kelelahan selama disandera oleh mereka.
Yang ada dipikiran Edel saat itu bukan lagi keselamatannya, tapi bagaimana membebaskan Vino meski nyawa taruhannya. Terbersit harapan, Bastian tiba - tiba
muncul untuk menyelamatkannya dan Vino.
" Irina benar, tidak seharusnya aku egois dengan terus menyembunyikan masalah ini dari Bastian. Aku salah! maafkan mama ya Vino sayang, karena keegoisan
mama, kamu jadi ikut terlibat dalam bahaya. Maafkan mama!" Ratapan Edel dalam hati. Menangisi nasib malang yang juga dialami anaknya.
" Seandainya aku tidak terbawa emosi dan berpikiran lebih panjang, mungkin keadaannya tidak akan jadi seperti sekarang. Harusnya aku dan Bastian menyelamatkan
Vino bersama - sama. Kalau sudah seperti ini, bagaimana caranya Bastian bisa menemukan kami" maafkan aku ya Tuhan, karena terlalu sombong merasa mampu
menghadapi semuanya sendirian, padahal sudah kau berikan aku pendamping yang luar biasa seperti dia. Kalaupun Engkau mau memberikan hukuman atas kesombonganku,
tolong jangan Kau hukum juga anakku! bantu aku membebaskannya sekalipun harus dibayar dengan nyawaku" Edel menyesali keteledorannya. Berharap ada keajaiban
dari Tuhan untuknya dan Vino.
Di depan gedung, Bastian masuk dengan langkah mantap sambil mendorong Bayu yang duduk di kursi roda. Tidak terlihat keraguan sama sekali pada wajah tampannya.
Jas putih yang terlihat sangat cocok di tubuh jangkungnya, menambah kesan eksklusif pada sosoknya yang outstanding. Kaki panjang berlangkah tegas menyusuri
lorong menuju tempat dimana istri dan anaknya sedang terancam bahaya.
Mereka sampai di depan pintu ruangan yang menjadi lokasi penyekapan Edel dan Vino. Ada dua orang anak buah Chen yang berjaga di depan pintu. Keduanya diijinkan
memasuki ruangan dengan dikawal oleh dua orang laki - laki berbadan besar itu.
Melihat kedatangan sang ayah bersama suaminya, membuat Edel terbelalak kaget.
" Bastian?" kenapa bisa" dia pasti sudah mengetahui semuanya dari Irina dan mungkin laki - laki itu sudah mengatakan yang sebenarnya pada Bastian, tapi
dari mana mereka bisa tahu tempat ini?" Pikir Edel.
Bastian melihat ke arah anaknya, Vino menatap ayahnya dengan pandangan memelas. Ingin rasanya dia berlari dan menggendong anak yang sangat dirindukannya
itu. Instingnya sebagai seorang ayah dan sebagai seorang dokter bisa merasakan kondisi Vino yang menurun, jika dia tidak segera dibebaskan itu bisa sangat
berbahaya. Kemudian dia beralih menatap Edel. Memperhatikan setiap detail kondisi istrinya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Keduanya saling menatap
seperti bisa saling berkomunikasi tanpa perlu berbicara.
" Akhirnya kamu datang juga, Bayu. Sepertinya kamu membawa serta seseorang yang spesial. Dokter Bastian Denfort, right" kami terpaksa menyelidiki dan melibatkan
keluargamu dalam urusan ini, ayah mertuamu itu sulit sekali diajak kerja sama. Tidak perlu mengulur waktu lebih lama lagi, dimana dokumen itu?" ujar Chen
meminta kembali dokumen rahasia miliknya.
" Chen. . ." Bayu menatap Chen dengan penuh ketakutan. Bastian mengeluarkan dokumen itu dari dalam jas putihnya.
" Sebelum kami berikan dokumen ini, kami harus memastikan kata - katamu untuk membebaskan istri dan anakku bukan hanya sekedar bualan" Bastian ingin memastikan
keselamatan Edel dan Vino terlebih dahulu.
" Jangan khawatir dokter, kami memang penjahat tapi kami bukan pembual. Kamu bisa pegang kata - kataku" ujar Chen.
" Dari mana aku bisa yakin kamu tidak sedang membohongiku sekarang" dari awal kamu memancing istriku untuk datang kesini saja, itu sudah merupakan jebakan
yang kamu rencanakan dengan matang. Jadi bisa saja saat ini kamu juga sedang berusaha menjebakku. Bebaskan mereka berdua dulu baru aku akan memberikan
dokumen ini" Bastian mengajukan syaratnya.
Chen tertawa mendengar tawar menawar yang diajukan Bastian. Sungguh berani, pikir Chen.
" Sepertinya aku tidak bisa beradu argumen dengan dokter berotak cemerlang seperti kamu, baiklah kalau itu syaratmu. Aku juga akan mengajukan syarat. Aku
akan membebaskan mereka berdua" Chen menyetujui syarat yang diajukan Bastian tapi dengan beberapa ketentuan.
" Sampai keluar dari gedung ini" sahut Bastian menambahkan.
" Oke sampai keluar dari gedung ini. Tapi ditukar dengan dirimu sendiri" Chen dengan senyum licik.
Edel terkejut mendengar tawaran Chen pada Bastian. Benar - benar orang yang licik, pikir Edel. Menatap suaminya dengan tatapan memohon untuk tidak mengikuti
keinginan gila itu. " Aku perlu juga mendapatkan jaminan atas kesepakatan ini. Sama halnya dengan kamu yang takut ditipu olehku, aku pun tidak mau kena tipu olehmu" dalih
Chen. Merenungi sejenak tawaran Chen dan melihat pandangan memohon Edel, Bastian akhirnya mengambil keputusan sepihak.
" Baiklah, aku setuju. Bebaskan mereka berdua" keputusan sepihak Bastian. Atau mungkin keputusan gila bagi Edel.
Edel terbelalak kaget mendengar jawaban Bastian, bahkan Bayu juga ikut terkejut dengan keputusan menantunya itu. Anak buah Chen melepaskan ikatan Edel
dan Vino. Begitu dirinya bebas, Edel segera menghampiri Vino. Mendekapnya erat. mencium dan merengkuh kepalanya saking rindu.
Dua anak buah Chen langsung menghampiri Bastian dari belakang. Menendang kedua kakinya hingga jatuh berlutut. Chen mengarahkan pistol ke depan dada kiri
Bastian.Anak buahnya yang lain menahan kursi roda Bayu.
" Jangan!! Bas, berikan saja dokumennya! jangan ikuti apa maunya dia!" seru Edel sambil menggendong Vino. Meronta berusaha melepaskan diri dari cengkraman
anak buah Chen yang menahannya untuk tidak mendekati Bastian. Vino melihat ayahnya hendak di tembak, menangis kencang memanggil - manggil sang ayah.
Bastian menatap tajam Chen. Merubah arah sasaran pistol Chen dari dada kiri ke depan kepalanya.
" Bawa mereka keluar, aku tidak mau anakku melihat kejadian yang tidak seharusnya dilihat oleh anak seumurnya" Bastian meminta keduanya untuk segera dievakuasi
dari sana. Takut jiwa anaknya terguncang jika menyaksikan lebih banyak tindak kekerasan.
Chen menyeringai saat mendengar kata - kata Bastian. Memberikan perintah pada anak buahnya untuk membawa Edel dan Vino keluar dari gedung itu.
Sebelum Edel dan Vino dibawa keluar, Bastian bertemu pandang dengan Edel. Seperti bisa melakukan kontak batin, mengisyaratkan agar Edel tenang dan jangan
panik. Entah bagaimana bisa terjadi, Edel paham apa yang harus dilakukannya setelah aksi saling pandang itu. Dengan keyakinan penuh, Edel membawa Vino pergi dari
sana bersama dua anak buah Chen tanpa melepaskan pandangannya dari Bastian.
" Noo mammaa!! I want pappaa!! Vino mau pappaaa!! Pappaaa!!" jerit tangis Vino didekapan Edel. Meraung - raung memanggil ayahnya. Anak itu paham bahwa
ayahnya dalam bahaya. Tidak tega menatap wajah dan mendengar tangisan Vino, seulas senyuman hangat tersungging di bibir Bastian untuk anak kesayangannya itu.
" Papa nanti menyusul sayang, sekarang papa sedang mengurus urusannya dulu " Edel mencoba menenangkan Vino yang histeris memanggil ayahnya sepanjang perjalanan
keluar gedung. " Really?" Pappa akan datang" janji?"" tanya Vino menatap penuh harap sang ibu dengan mata bulat yang polos.
" Mama janji. Papa akan datang buat Vino. Jangan menangis lagi ya, nanti papa marah kalau lihat Vino cengeng seperti ini" Edel terpaksa berjanji pada Vino.
Padahal dalam hatinya sendiri pun terbersit keraguan dan ketakutan jika Bastian tidak akan kembali lagi hidup - hidup.
Di depan gedung. Dua pengawal Chen yang bertugas mengantar Edel dan Vino mengeluarkan senapan kecil dari saku jas mereka. Bersiap menembak keduanya.
" Kalian ingkar janji!! suamiku sudah mengorbankan kebebasannya tapi kalian ternyata penipu! dasar biadab!" umpat Edel melindungi Vino dalan pelukannya.
"

Boulevard Revenge Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anda pikir janji dengan mafia seperti kami bisa dipercaya" kami sudah menepati kesepakatan untuk membawa anda dan anak anda keluar dari gedung tapi kami
tidak pernah berjanji untuk tidak membunuh kalian setelah sampai diluar gedung" ujar salah satu dari kedua pengawal itu.
" Kalau begitu, kami juga tidak pernah mengatakan setuju untuk tidak melibatkan polisi dalam masalah ini" suara Bara tiba - tiba terdengar dari arah semak
- semak di samping mereka.
Polisi ternyata sudah mengepung tempat itu. sejumlah besar polisi mengarahkan pistol ke arah dua pengawal Chen. Irina dan Bara maju menghadang di depannya
untuk melindungi Edel dan Vino.
Bara menggenggam pistol dua pengawal Chen dengan kedua tangannya. Menarik dan memuntirnya dari genggaman dua laki - laki berbadan besar itu.
" Menyerahlah kalian, tempat ini sudah kami kepung dan beberapa orang polisi sudah menyusup masuk ke dalam" seru Bara mengancam mereka.
Empat orang polisi langsung meringkus mereka.
" Bara! Bastian masih di dalam, orang itu mengancamnya dengan pistol, tolong selamatkan dia!" Edel panik meminta pertolongan untuk menyelamatkan suaminya.
" Tenang, Del. Sudah ada beberapa orang polisi yang masuk kesana secara sembunyi - sembunyi. Semuanya sudah kita rencanakan bersama Bastian. Yang terpenting
kamu dan Vino sudah bisa dibawa keluar dari sana" Bara menenangkan Edel yang panik.
Di dalam gedung. Chen menahan Bastian dan Bayu, merampas paksa dokumennya lalu mengikat keduanya di kursi yang tadinya menjadi tempat Edel dan Vino.
" Hanya sampai disini sepak terjangmu, Bayu" Kamu sebenarnya lebih jahat daripada aku. Menggunakan anakmu untuk menjadi jaminan hutang - hutangmu, bahkan
sekarang kamu juga melibatkan menantu dan cucumu yang lucu itu masuk ke dalam bahaya hasil perbuatanmu. Sangat licik! Tidak pernah aku melihat orang setega
kamu sebelumnya. Akting yang sempurna! kamu sebenarnya bisa aku gunakan dalam beberapa hal. Tapi. ." puji Chen bertepuk tangan sambil menyeringai licik.
" Sudah pernah aku katakan sebelumnya, Chen. Untukku semua hal bisa dimanfaatkan, termasuk yang memiliki hubungan darah sekalipun asal bisa menguntungkanku.
Kamu tidak akan menyesal jika bekerja sama denganku" bujuk Bayu mengatakannya seakan - akan tidak ada rasa bersalah sedikit pun atas apa yang sudah dilakukannya
pada keluarga Denfort itu.
Bastian menatapnya dengan terperangah saking tidak percayanya. Masih bisa laki - laki ini berkata seperti itu setelah apa yang dia lakukan pada anak dan
cucunya" pikir Bastian dalam hati.
" Apa yang anda katakan" anda belum puas menyiksa anak dan cucu anda sendiri?" seru Bastian mempertanyakan perkataan Bayu pada Chen barusan.
" Apa yang kamu tahu dokter" kami yang hidup di dunia super kejam ini harus bisa melihat dan meraup keuntungan dari segala pihak. Jika tidak seperti itu,
kamu tidak akan bisa hidup dengan enak. Orang yang hidupnya lurus dan serba kecukupan seperti kamu tidak akan pernah mengerti bagaimana hidup yang sebenarnya"
ujar Bayu dengan nada melecehkan.
Bastian murka. Mencabut pistol dari saku salah satu pengawal Chen. Membidik dahi Bayu, membuatnya meringis ketakutan.
" Anda pikir anak anda itu sapi perah yang bisa anda peras seenak hati anda?" aku mungkin tidak pernah merasakan kesulitan seperti yang anda pernah rasakan,
tapi aku tahu mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh aku lakukan, mana yang pantas dipilih dan mana yang lebih pantas dibuang ke tepat sampah!!"
umpat Bastian kesal setengah mati.
" Kamu mengatakan aku sampah?" jaga mulutmu, anak muda!!" Bayu masih saja punya nyali untuk melawan kata - kata Bastian.
" Anda bahkan lebih rendah dari sampah!! binatang saja lebih sayang pada anaknya daripada anda!!" umpat Bastian. Anak buah Chen langsung mengamankan semuanya.
" Bravo! Pertengkaran antara mertua dan menantu yang sangat mengharukan. Tapi aku tidak punya waktu meladeni debat kusir kalian berdua. Kamu sepertinya sangat
tertarik untuk bergabung dengan kami dalam bisnis gelapku yang ada di hongkong?" Chen mengkonfirmasi niat bayu yang sebenarnya.
" Sudah tentu aku tertarik pada bisnis itu, Chen. Aku sudah membaca detailnya, bisnis yang luar biasa. Bagaimana bisa kamu mengaturnya serapi itu dari
pihak kepolisian?" jawab Bayu dengan penuh minat.
" Apa kamu bisa aku percaya" terakhir kali aku mempercayaimu, aku kehilangan dokumen ini" tanya Chen ragu untuk mempercayai Bayu lagi.
" Bohong!! jangan percaya orang ini! aku sudah membaca buku catatan yang dibawa - bawanya. Dia hendak menyelewengkan barang dari bisnis di dalam dokumen
itu. Dia bahkan sudah menyiapkan lokasi penampungannya di Beijing. Aku membawa bukti agendanya di saku jas kerjaku, kalian bisa lihat sendiri betapa detail
rencananya itu!" seru Bastian membeberkan semua rencana rahasia Bayu yang sempat dia baca.
Chen menggeledah saku jas putih Bastian. Buku agenda yang dimaksud berhasil ditemukan lalu dibacanya.
Melihat rencananya dapat terbaca oleh Bastian, Bayu menjadi gelisah ketakutan. Selesai membaca isi agenda itu membuat Chen murka karena mengetahui Bayu
berencana menipunya untuk kedua kali.
" Benar dugaanku kamu sudah menyiapkan siasat lain untuk mengambil manfaat dari bisnisku ini. Kamu memang orang yang tidak bisa dipercaya. Aku tidak butuh
orang seperti kamu!" umpatnya.
Bastian tersenyum senang melihat kegagalan Bayu mendapatkan kembali kepercayaan Chen.
" Kamu sudah mengetahui tentang isi dokumen ini dan kamu juga pak dokter, jadi kalian tidak bisa aku biarkan hidup. Kesaksian kalian bisa membahayakanku.
Dengan sangat berat hati hidup kalian berdua harus aku akhiri bersama gedung ini" kata Chen memasang wajah pura - pura menyesal.
" Apa maksud kamu, Chen?" tanya Bayu mulai panik mendengarnya.
" Tidak lama lagi gedung ini akan meledak, aku sudah mengaktifkan bom peledak yang kupasang tepat di ruangan ini. Sudah diperhitungkan juga waktunya, 1
menit lagi semuanya akan hancur berkeping - keping begitu juga kalian berdua" Chen melihat jam tangannya memastikan semuanya sesuai rencana.
" Aku masih bisa berguna untukmu!! bawa aku bersamamu! akan aku buat bisnismu untung berkali - kali lipat! aku tidak akan menipumu! Aku bersumpah!" Bayu
menjerit berusaha meyakinkan Chen dengan segala janji manisnya.
" Dasar penjilat!" umpat Bastian yang kesal mendengar bujuk rayu itu.
" Aku tidak butuh janji - janji surgamu itu lagi, Bayu. Apapun yang mau kamu katakan, sudah tidak ada gunanya lagi untukku. Yang aku inginkan sekarang
adalah melenyapkanmu beserta saksi - saksi yang bisa membongkar bisnis gelapku. Baiklah, ayo kita tinggalkan tempat ini sekarang" Chen meninggalkan Bastian
dan Bayu dalam kondisi tangan dan kaki terikat di kursi.
Setelah memastikan keduanya tidak bisa melarikan diri, Chen bersama anak buahnya pergi meninggalkan gedung.
Belum sempat Chen dan anak buahnya melangkahkan kaki keluar pintu gedung, mereka sudah disergap oleh kawanan polisi yang dibawa Bara dan Irina. Sempat
terjadi baku hantam antara pihak polisi dan pihak Chen. Berakhir dengan mereka yang berhasil diringkus bersih oleh para polisi.
Sesaat setelah berhasil melumpuhkan Chen dan komplotannya, terdengar dentuman keras dari dalam jantung gedung. Mereka semua terkejut saat mendengarnya.
Suara dentuman kedua. Disusul dengan bunyi reruntuhan bangunan.
Seketika rasa dingin menjalar dari ujung kaki hingga ke ujung kepala Edel. Bara dan Irina juga merasakan hal yang serupa. Mereka Terpaku ditempat. Tidak
bisa membayangkan apa yang terjadi pada Bastian di dalam sana.
Saat Bara hendak masuk menyelamatkan Bastian. Terdengar bunyi ledakan yang lebih dahsyat dari sebelumnya.
"Duuuaaarrrrr!!!BRAAAAaaaakkk!!!.
Bagian atas gedung tua itu roboh menimpa dinding, lantai dan segala yang ada di dalam gedung itu.
"Bastian" Bastiaaaannnn!!!" jerit tangis Edel meneriaki nama Bastian dengan histeris. Irina memeluk menenangkannya.
Vino tercengang. Shock, berusaha mencerna apa yang terjadi di depan matanya. Dimana ayahnya" Itu terus ditanyakan dalam pikirannya secara berulang - ulang.
Dia anak yang cerdas. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya dapat mengerti. Ayah yang dinantinya kemungkinan besar tidak akan kembali lagi padanya. Dia
menangis sekencang - kencangnya. Memanggil nama sang ayah. Tidak bisa dia terima jika harus kehilangan.
Bara menggendong Vino. Berusaha menenangkannya. Para polisi dengan sigap, maju untuk memeriksa gedung yang sudah hancur lebur di bagian tengahnya itu.
Edel hendak ikut maju tapi ditahan mati - matian oleh Irina.
"Lepasin, Rin! Aku mau mencari Bastian!" Edel bersikukuh mau mencari suaminya di reruntuhan.
" Sangat berbahaya, Del! Polisi sedang mencarinya, kamu tenang dulu! Jangan panik. Bastian pasti baik - baik saja" Irina berusaha sebisanya untuk membujuk
Edel agar tidak ikut serta dalam pencarian.
" Aku harus memastikan dengan mata kepalaku sendiri!" ujar Edel keras kepala.
" Apa yang bisa kamu lakukan disana" Para polisi itu sudah terlatih, sedangkan kita" Kita tidak bisa apa - apa sekarang. Kita tunggu saja sebentar lagi!"
bujuk Irina lagi. " Harus mengais - ngais setiap kepingan reruntuhan itu pun akan aku lakukan! Biarkan aku mencarinya, Rin!" Seru Edel penuh tekad untuk mencari Bastian.
" Tenang, Del! Sabar. . Sabar" Irina tidak bisa lagi mengatakan apa - apa untuk meyakinkan sahabatnya itu. Sama - sama tidak berdaya, hanya bisa memeluknya
sambil ikut menangis. Kedua lutut Edel kehilangan kekuatan untuk menopang tubuhnya. Untung saja Irina berhasil menahan tubuhnya. Bersama dengan runtuhnya gedung itu, runtuh
pula pertahanan terakhir Edel. Dipelukan Irina, dia menangis sejadi - jadinya.
Dari arah jantung gedung. Terdengar suara erangan. Ada pergerakan dari balik salah satu reruntuhan. Bastian muncul dari balik reruntuhan tembok dan atap
gedung. Salah satu polisi berhasil menangkap sosoknya, langsung maju membantu menyingkirkan batu - batu yang menghimpit disekitarnya. Memanggil bantuan
dari yang lain, mereka bahu - membahu mengeluarkan Bastian dari sana.
" Pak di bawah sana masih ada satu lagi jasad laki - laki berumur sekitar 50an, tolong bantu dievakuasi" Bastian memberikan informasi tentang keberadaan
Bayu yang tertimpa reruntuhan bersamanya.
Berjalan dipapah oleh 2 orang anggota polisi, Bastian berjalan ke tempat Edel, Vino, Irina dan Bara yang sedang menunggunya dengan harap - harap cemas.
Melihat dua orang polisi memapah Bastian, Edel berlari menghampirinya. Begitu melihat suaminya dalam keadaan hidup dan baik - baik saja, Edel langsung
menghambur memeluknya. Mengalungkan kedua lengannya ke leher Bastian dan menangis penuh rasa syukur.
" Syukur kamu masih bisa selamat! Aku takut kamu tidak kembali lagi padaku dan Vino" gumam Edel memeluk erat Bastian. Masih gemetar ketakutan mengingat
kejadian tadi. " Aku tidak akan meninggalkan kalian berdua tanpa perlindungan. Itu janjiku pada Tuhan. Seandainya pun umurku pendek, Tuhan pasti menjaga kalian untukku.
Tapi Dia masih berbaik hati memberikan aku waktu untuk terus hidup dan menjaga kalian dengan tanganku sendiri. Jangan takut. Jangan sedih. Aku juga sangat
bersyukur, tidak terlambat untuk menyelamatkan kalian berdua" Bastian membalas pelukan erat sang istri lalu mencium bahunya.
Vino meronta melepaskan diri dari gendongan Bara. Paham keinginan anak itu, Bara menurunkannya. Begitu kaki mungil itu menyentuh tanah, Vino berlari secepat
kaki kecilnya bisa membawanya ke arah Edel dan Bastian.
" Pappaaa!! Pappaaa!!!" Jerit Vino menghambur memeluk kaki ayahnya sambil menangis histeris. Reaksi Vino tidak kalah hebat dari ibunya.
Bastian mengangkat tubuh kecil puteranya. Mencium dan memeluknya erat - erat.
" Syukur kamu selamat dan baik - baik saja, anakku sayang" ujar Bastian sambil menghela napas panjang. Vino menggumamkan kata - kata tidak beraturan khas
anak kecil disela - sela tangisannya. Bastian memeluk keduanya dengan senyum bahagia.
Reuni keluarga kecil Denfort, menjadi moment paling mengharukan yang pernah disaksikan Bara dan Irina. Mereka ikut lega tidak ada episode tragis selanjutnya
dalam perjalanan hidup Edel. Keduanya tersenyum bahagia menatap ketiganya.
Irina mendongak menatap bulan purnama yang bersinar terang di malam panjang itu.
" Bulannya bersinar terang dan bening malam ini untukmu, Del. Hai rembulan. Apakah kamu juga akan bersinar seindah ini saat semua dendamku terbalas" tapi
tampaknya bulan merah lebih cocok untukku ya?" gumam Irina menatap nanar sang rembulan. Seakan meminta jawaban, jalan mana yang harus dipilihnya.
Selama satu jam usaha pencarian jasad Bayu akhirnya membuahkan hasil. Tubuhnya yang sudah kaku dan tidak bernyawa lagi berhasil dievakuasi dari reruntuhan.
Sebelum gedung runtuh akibat ledakan bom, Bastian sudah lebih dulu bisa melepaskan diri dari ikatannya. Saat kondisi terikat, dia menjatuhkan diri dengan
menumpukan berat badannya ke belakang.Melompat dan menghancurkan kursi dimana dia terikat dengan menggunakan punggungnya sendiri. Saat akan menolong Bayu,
runtuhan gedungnya sudah menimpa mereka. Bastian hanya sempat mendapatkan pesan permintaan maaf Bayu untuk Edel.
Kejadian dimana dia nyaris saja kehilangan nyawa suami tercintanya, membuka mata Edel untuk selalu mensyukuri semua hal yang terjadi dalam hidupnya. Sekejam
apapun dunia memperlakukannya, selalu ada hikmah tersembunyi di baliknya. Edel sadar bahwa sakit hati dan dendam tidak akan menghasilkan apa -apa selain
kehampaan dan penyesalan. Dengan hati ikhlas, dia memaafkan semua kesalahan ayahnya serta mendoakan agar almarhum bisa tenang disisi Tuhan.
Divisi khusus anak rumah sakit Boulevard.
Akibat penculikan yang dialaminya, Vino sempat mengalami trauma dan dirawat di rumah sakit karena menderita reaksi alergi pernapasan juga demam. Hasil
diagnosa dokter spesialis anak, tubuhnya melakukan penolakan pada virus dan bakteri yang dihirupnya selama disekap dalam gedung tua itu. Untungnya bukan
masalah serius yang memerlukan penanganan instensif. Setelah mengalami demam dan sesak napas ringan, dia akan kembali sehat seperti sediakala. Edel sebagai
psikiater dan sebagai ibu kandungnya, melakukan terapy untuk menghilangkan trauma pada diri Vino.
" Dokter Mischa! apa kamu lihat dokter Oliver?" panggil seorang dokter wanita berkulit sawo matang memanggil dokter yang sedang menangani Vino.
" Ah. . dokter Adis. Dokter Oliver sedang mengunjungi pasienmu yang bernama Ethan di kamarnya" jawab dokter wanita satunya mendongak menatap dokter Adisty.
Dokter Adisty adalah dokter spesialis bedah anak di rumah sakit Boulevard. Saat sedang mencari rekan kerjanya yang bernama dokter Oliver, dia melewati
kamar rawat Vino yang sedang ditangani oleh dokter spesialis anak bernama Mischa.
" Ini putera dokter Bastian dan dokter Edel ya" Hay, namaku dokter Adis! Siapa namamu?" Adis langsung mengenali Vino dan menyapanya.
" Ya. Ini Vino anak dokter Bastian dan dokter Edel. Anaknya genius, menurutku" jawab dokter Mischa bangga mengelus kepala Vino yang menatap Adis dengan
ramah. " Hallo, dokter Adis. Aku Vino. Mama dan papaku juga dokter" sapa Vino menyalami Adis sesuai tata krama yang diajarkan ibu dan ayahnya.
" Waw. Kamu anak yang sopan dan cerdas, tidak salah menjadi anak dua dokter sehebat ibu dan ayahmu. Semoga lekas sembuh ya Vino. Jangan lupa diminum obatnya,
makan yang banyak dan tidur yang cukup ya" Adis mengelus kepala Vino dan memberikan nasihat untuknya.
Vino menjawab nasihat Adis dengan anggukan kepala dan senyum lebarnya.
" Thanks, infonya. Aku menyusul ke tempat dokter Oliver dulu. Permisi dokter Mischa. Bye Vino!" Adis pamit undur diri sambil melambaikan tangan pada Vino.
Selama kurang lebih 1 minggu ini keduanya sibuk mengurus semua masalah Bayu hingga tuntas. Selama Bastian dan Edel mengurusi urusan Bayu, Bara yang dipercaya
untuk menggantikan mereka selama Vino di rawat.
Sebagai ucapan terima kasih dan maafnya pada Bayu, Edel mengurus semua urusan pemakamannya. Bastian juga turut membantu mengurus segala urusan Bayu yang
masih tertinggal. Vino sempat diperkenalkan dengan kakeknya meskipun hanya sekedar cerita dan namanya saja.
Bara berjalan menyusuri lorong divisi anak dengan ekspresi dingin yang menjadi ciri khasnya. Sesekali melirik dan menoleh ke arah kamar rawat anak - anak.
Diam - diam dia sebenarnya sangat menyukai anak kecil, makanya dia sangat sayang dan perhatian pada Vino.
Begitu melewati salah satu kamar rawat anak, dia melihat sepupu jauhnya sedang menangani salah satu balita laki - laki berumur sekitar tiga tahun. Di sebelah
sepupu jauhnya, berdiri dokter wanita yang dikenal Bara dengan nama Adis. Ingin sekedar menyapa, Bara pun masuk menghampiri mereka.
" Dia mirip sekali denganmu. Jangan - jangan kau ayahnya" sahut Bara menyapa sepupu jauhnya yang bernama Oliver itu. Oliver adalah dokter spesialis bedah
anak rumah sakit Boulevard berumur dua puluh enam tahun, sama dengan dokter Adis. Berwajah tampan, kulitnya putih dan berpostur tinggi. Bara bisa merasakan
bahwa sepupu jauh dari pihak ayahnya itu menaruh minat besar pada balita yang sedang diamatinya.
Balita itu bernama Ethan. Korban tabrak lari yang ternyata mengidap penyakit Hemofilia (kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor
pembekuan darah. Pada pengidap hemofilia, darah tidak bisa membeku dengan cepat. Akibatnya, penderitanya akan berdarah lebih lama dan kehilangan darah
lebih banyak.Penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Hemofilia juga diturunkan secara Genetik. Ada 3 tipe hemofilia; tipe A, tipe B dan tipe C. Tipe A dan
B biasanya diturunkan dari ibu ke anak lelakinya karena pembawa sifat dua tipe itu ada pada kromosom X , sedangkan tipe C bisa diturunkan dari kedua orang
tua ke anak laki - laki atau perempuan).
" Selera humormu semakin meningkat, dokter Bara. Aku tidak menyangka dokter bertampang dingin sepertimu diam - diam suka melewati kamar rawat anak - anak"
ujar Oliver sambil menyeringai jail.
"Ya. Sekarang image Bara sebagai dokter yang dingin perlahan menghilang karena sering mengunjungi divisi anak - anak" dokter Adis ikut menambahkan.
"Tidak. Bukan begitu. Aku hanya. . ." Bara tergagap malu dengan wajah merah padam.
" Sudahlah, aku hanya bercanda" dokter Adis tertawa.
" Ethan memang mendapatkan perhatian banyak dokter karena balita itu sangat cerdas" ujar dokter Adis kembali membahas topik Ethan.
" Aku dengar dia tidak punya ayah. Ibunya juga masih sangat muda" timpal Bara melirik ekspresi Oliver yang berubah jadi mendung.
" Ya. Ethan memanggilku, Papa" ujar Oliver dengan suara lirih.
" Bagaimana jika dia benar - benar menganggapmu Ayahnya?" tanya Adis pelan tapi frontal. Dia hanya bisa menghela napas panjang. Tanpa perlu mendengar jawaban
Oliver, Bara dan Adis tahu apa yang ada dipikirannya.
" Kau ingin bertemu ibunya" Aku baru saja bertemu dia di ruang administrasi" Bara menawarkan.
" Sepertinya, aku tidak asing dengan ibu bayi ini. Aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat, bersamamu" pernyataan dokter Adis menambah rasa penasaran
Oliver. " Aku ingin memeriksanya" Oliver memutuskan untuk menjawab segala rasa penasarannya.
Selesai berbincang dengan sepupu jauhnya dan rekan kerjanya yang lain, Bara melanjutkan perjalanan menuju kamar Vino.
Kasus penyuapan dan pemalsuan data medis yang dilakukan oleh dokter Athilla. Renno di bantu Braga melaporkannya pada Gerard dan kepala divisi syaraf, bernama
profesor Reiner. Irina juga ikut memberi kesaksian.
Mereka berlima berkumpul di ruangan kepala divisi syaraf untuk membahas masalah dokter Athilla. Perundingan itu berlangsung selama kurang lebih 1 jam.
Sampai akhirnya Gerard mengambil keputusan final.
" Keputusan ini diambil berdasarkan hasil perundingan bersama, bahwa dokter Athilla akan kita beri masa percobaan di cabang lain milik rumah sakit Boulevard.
Jika dalam masa percobaan 3 bulan ini dokter Athilla tidak bisa menunjukkan dedikasi dan perilaku yang baik, maka dengan terpaksa akan dikeluarkan dari
rumah sakit Boulevard dan diberi rekomendasi tidak baik saat keluar" putusan akhir Gerard yang disampaikan secara lugas.
" Perlu dibuat surat pengantar ke cabang dulu, Yah. Kita perlu pertukaran dokter spesialis bedah syaraf dari cabang sebagai pengganti dokter Athilla selama
dia dipindah tugaskan ke sana. Ayah perlu memilih dokter bedah syaraf mana yang akan ditarik ke sini dan disana juga dokter Athilla akan ditugaskan" Braga
menyampaikan masukan yang masuk akal.
" Kamu benar. Aku perlu memilih dengan seksama, dokter bedah syaraf mana yang pantas aku tarik ke rumah sakit pusat Boulevard ini. Tentunya yang sama ahlinya
seperti dokter Athilla. Aku lupa, daftar listnya ada di kantorku. Bisa tolong ambilkan ke sana?" ujar Gerard meminta diambilkan daftar seluruh dokter di
bawah naungan yayasan rumah sakit Boulevard.
Irina merasa mendapatkan kesempatan emas untuk bisa masuk ke ruangan Gerard tanpa perlu bersusah payah menyusup ke sana. Tidak mau menyia - nyiakan kesempatan
yang ada di depan matanya, dia pun langsung mengajukan diri.
" Biar saya saja yang mengambilnya, pak. Disini saya yang paling belum paham tentang aturan yayasan dan rumah sakit, jadi lebih baik saya yang pergi mengambil
daftar itu ke kantor anda. Jadi kalian bisa meneruskan pembahasan tentang siapa kandidatnya sambil menunggu daftarnya saya bawa ke sini" tawaran Irina
yang sangat meyakinkan. " Ah. . Kamu sangat pengertian sekali dokter Irina. Baiklah, kamu saja yang pergi mengambilkannya. Aku juga menaruh kepercayaan padamu untuk leluasa memasuki
kantor pribadiku. Daftarnya ada di lemari yang berada tepat di belakang meja kerjaku. Disana ada banyak berkas penting. Di rak nomor 3 dari atas deret
sebelah kanan, ada bindesk berwarna biru. Itu isinya daftar seluruh dokter yang bergabung dengan yayasan Boulevard kita, kamu bisa membawanya satu bindesk
itu ke sini" tutur Gerard menjelaskan tata letak berkas yang dimaksud.
" Baik, pak. Akan segera saya ambil dan bawa kesini. Kalau begitu saya permisi dulu" pamit Irina segera bergegas menuju kantor Gerard.
" Terima kasih dokter Irina. Kamu sangat membantu" ujar Gerard berterima kasih pada kebaikan hati Irina.
Irina masuk ke ruangan Gerard dengan antusias. Membuka rak lemari berkas, sambil melihat judul pada sampul beberapa bindesk. Setelah memeriksa serta menelusuri
berkas - berkas di beberapa baris rak, Irina melihat bindesk bertuliskan tahun 2004 di baris paling bawah. Merasa menemukan apa yang dia cari, Irina mengambil
bindesk itu dan membacanya.
Di dalam bindesk itu tidak ada informasi mengenai kasus malpraktek ayahnya. Irina kecewa mengetahui isinya tidak sesuai yang diharapkannya. Lalu ia terkesiap
saat membaca daftar struktur team bedah jantung 10 tahun lalu di salah satu berkas yang ada di dalam bindesk itu.
" Ada nama Bara, Braga, Bastian dan Gerard disini. Edel memang pernah bilang padaku bahwa dia pertama kali bertemu dengan Bastian saat dia akan melakukan
bunuh diri 10 tahun lalu. Dan saat itu Bastian sudah menjadi dokter disini meski masih baru. Berarti Bara dan Braga pun memang sudah ada disini saat kasus
ayah terjadi" gumam Irina mencoba mengingat kembali kata - kata Edel dan menyatukannya dengan informasi yang baru didapatkannya.
Membaca lagi isi daftar itu hingga selesai. Dengan wajah penuh tanya, Irina berpikir keras.
" 10 tahun lalu Bara dan Bastian masih menjadi first assistant dokter bedah senior di team lain. Sedangkan Braga yang menjadi first assistant Gerard saat
itu. Berarti dia adalah saksi mata kasus malpraktek yang dilakukan Gerard. Aku perlu mengorek lebih banyak informasi darinya. Sasaranku sejak awal memang
sudah tepat. Aku harus fokus pada Braga. Kalau perlu aku harus bisa mengambil hatinya, dengan begitu dia akan dengan leluasa menceritakan apapun padaku"
Irina mulai mendapatkan informasi terkait kejadian malpraktek 10 tahun yang lalu.
11. Confuse and Deep Feeling
Irina mengambil gambar isi daftar team bedah jantung 10 tahun lalu itu dengan menggunakan kamera handphonenya. Tidak mau memunculkan kecurigaan, dia bergegas
kembali ke ruangan kepala Divisi Syaraf dengan membawa berkas yang diminta oleh Gerard.
Usai diskusi panjang itu, satu persatu anggota meeting pergi. Irina menatap Braga yang bersiap meninggalkan ruangan dan memutuskan melancarkan aksi pendekatannya.
" Braga!" panggil Irina mengejar dan menyusulnya keluar ruangan.
Braga menoleh mendengar ada yang memanggil namanya.
"Irina, ada apa?" tanyanya penuh perhatian.
" Aku sebenarnya tidak enak denganmu, tapi aku mau minta tolong" ujar Irina sedikit malu.
" Kamu tidak usah merasa tidak enak padaku Irina, apa yang bisa aku bantu?" Braga tersenyum menatap ekspresi ragu - ragu Irina.
" Begini, emm. . aku ada sedikit kesulitan memahami materi yang diberikan Bara, jadi aku bermaksud meminta bantuanmu untuk mengajariku. Itupun kalau kamu
ada waktu luang dan tidak keberatan. Jika tidak bisa juga tidak apa - apa" tutur Irina dengan takut - takut seperti anak kecil yang hendak meminta sesuatu
pada orang tuanya. Braga tertawa saat mendengar permintaan Irina. Membuat Irina kebingungan. Apa yang salah" pikirnya.
" Kenapa kamu tertawa" memangnya ada yang lucu?" tanya Irina heran. Merasa tidak mengatakan hal yang pantas untuk ditertawakan.
" Kamu hanya meminta bantuanku untuk mengajarimu tentang materi medis saja sampai memasang wajah setakut itu. Memangnya aku akan membentakmu" Benar - benar
unik" ujar Braga sambil menahan tawanya.
" Ya, aku takut kamu akan merasa direpotkan atau terganggu. Memang wajahku tadi aneh sekali ya?" tanya Irina memegangi wajahnya.
" Bukan aneh. Tapi wajahmu itu seperti orang yang sedang melakukan pengakuan dosa lalu takut menerima hukuman. Aku kan sudah pernah bilang. Jika kamu mengalami
kesulitan, kamu bisa meminta bantuan padaku. Aku pasti membantumu. Tapi ngomong - ngomong, kenapa kamu tidak meminta bantuan pada Bara" Bukankah itu materi
yang diberikan olehnya?" Braga heran kenapa dia yang dimintai pertolongan. Sangat tidak biasa, pikirnya.
" Aku takut dianggap bodoh olehnya. Kamu tahu sendiri bagaimana tabiat adikmu itu" sudah bagus kami sekarang tidak terlibat pertengkaran sengit seperti
sebelumnya. Jadi aku tidak mau mencari masalah dengannya. Karena itu aku meminta bantuanmu. Apa kamu mau membantuku?" Irina mengkonfirmasi ulang kesediaan
Braga. "No problem. Sampai nanti makan siang aku masih ada jadwal operasi penting. Jadwal kontrol bisa aku berikan pada Dastan untuk mengambil alihnya sementara.
Mungkin setelah makan siang kita bisa mulai acara tutor mentutornya. Bagaimana?" Braga menawarkan waktunya.
" Oke. Di jam itu aku juga tidak ada jadwal operasi. Thank you so much" Irina setuju dan berterima kasih. Sangat senang. Rencana untuk menjadikan Braga
sebagai batu loncatan akan segera dimulai.
"Its Ok. Ayo, jangan sampai kita terlambat untuk jadwal selanjutnya. Bara nanti bisa marah - marah padamu" ajak Braga berjalan berdampingan dengan Irina
menuju divisi jantung sambil berbincang seru.
Pemandangan ini tidak luput dari perhatian Gerard dan profesor Ilyas. Interaksi keduanya menarik minat pemilik rumah sakit Boulevard itu, yang sejak awal
memang berniat menjodohkan keduanya. Profesor Ilyas justru khawatir. Terpikir olehnya tentang keterkaitan Irina dengan malpraktek 10 tahun lalu. Nasib
baik, sang profesor adalah orang berkepala dingin dan berpikiran panjang. Dia sama sekali tidak mengatakannya atau berusaha memberikan petunjuk tentang
identitas Irina pada Gerard.
" Sepertinya rencanaku akan berhasil kali ini, profesor. Braga semakin dekat dengan dokter Irina. Bagus sekali!" Gerard sangat senang dengan progress yang
baru saja tampil dihadapannya. Dia tidak tahu bahwa itu hanya sekedar rekayasa. Salah satu permainan yang dirancang oleh anak dari korban kekejamannya
dulu. " Anda berniat menjodohkan mereka berdua?" tanya profesor Ilyas tidak percaya pada apa yang ada dipikiran atasannya itu.
" Iya. Aku ingin menjodohkan keduanya. Mereka cocok sekali, bukan" aku sudah meminta bantuan Bastian untuk mendekatkan mereka" Gerard menjawabnya tanpa
merasakan kejanggalan pada suara profesor Ilyas.
" Karena itu juga anda memintaku untuk merubah jadwal team 1 dan team 3 agar bisa saling berdampingan?" tanya profesor yang hobbynya bermain catur itu.
" Benar sekali! aku sangat mengharapkan keduanya bisa menikah. Bara sudah tidak bisa diharapkan dalam hal itu. Dia bahkan membatalkan pertunangannya dengan
Villan" teringat kembali pada kejadian dimana Bara meminta pertunangannya dengan Villan dibatalkan.
" Bara membatalkannya?" Kenapa?" meski sudah tahu hal ini akan terjadi, tapi Profesor Ilyas sangat penasaran kenapa tiba - tiba Bara memutuskan untuk mengakhirinya
sekarang. " Entahlah. Aku juga penasaran, apa yang membuat Bara bisa sekukuh itu untuk membatalkannya"Atau mungkin, dia sudah memiliki tambatan hati lain" Kalau
iya, itu lebih bagus lagi. Berarti akan ada wanita yang bisa menakhlukkannya. Bastian pasti tahu tentang ini. Akan kutanyakan jika bertemu dengannya nanti"
kecurigaan Gerard itu sebenarnya adalah dugaan yang ada dipikiran profesor Ilyas saat itu. Dia bahkan sudah memiliki dugaan siapa wanitanya.


Boulevard Revenge Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Jangan - jangan Bara jatuh cinta pada dokter Irina" Belakangan ini aku perhatikan, keduanya tidak pernah lagi bertengkar.Bahkan terlihat ada kedekatan
yang intim dibeberapa kesempatan. Jika dokter Irina benar anak korban malpraktek itu, maka ini bisa jadi masalah besar. Anak korban yang mana" Kalau anak
korban Bara, berarti dia adalah pembunuh bu Delilah dan itu akan menjadi pukulan berat untuk Bara. Tapi jika dia anak korban yang satunya, kemungkinan
besar dia berniat membalaskan dendamnya pada pak Gerard melalui Bara dan Braga. Ini gawat! Pelampiasan dendam ini akan jadi salah sasaran. Yang manapun
tidak terdengar lebih baik. Dokter Irina adalah teman dekat dokter Edel, aku harus coba tanyakan padanya tentang masalah ini" profesor Ilyas berspekulasi
tentang motif Irina dan memutuskan untuk menanyainya pada Edel.
Irina kembali ke ruang kerjanya dan sudah ada Bara yang menunggu di depan pintu. Sambil tersenyum, dia membawa minuman dingin ditangannya. Irina membalas
senyum Bara dan mempersilahkannya masuk.
Mereka duduk di sofa sambil membuka data pasien yang akan ditangani hari itu.
"Bagaimana Vino" Kondisinya sudah membaik, kan?" Irina menanyakan keadaan Vino yang sementara dititipkan pada Bara sampai orang tuanya menuntaskan urusan
sang kakek yang masih tertinggal.
" Sudah sehat dan diperbolehkan pulang. Edel dan Bastian juga besok mulai masuk kerja kembali, jadi mereka yang akan membawa pulang Vino. Bagaimana meeting
tentang dokter Athilla?" Bara bertanya balik.
" Lancar dan sesuai dugaan kita. Ayahmu memberikan masa percobaan untuk dokter Athilla di cabang rumah sakit Boulevard. Tadi juga dia sudah memilih dokter
penggantinya" jawab Irina.
" Baguslah jika berjalan lancar dan tidak berakhir dengan keputusan konyol" Bara mengatakannya seakan - akan sang ayah terbiasa mengambil keputusan yang
tidak masuk akal. " Kamu kenapa tidak datang tadi" seharusnya kamu menghadiri meetingnya. Selain saksi mata, kamu juga anaknya. Braga saja hadir meskipun tidak ada sangkutpautnya"
Irina menasihati Bara tentang absennya pada meeting tadi.
" Aku hadir pun, ayah tidak akan mendengarkan masukan dariku. Jalan pikiran kami berdua tidak pernah sama. Pasti akan berakhir dengan perdebatan tanpa
hasil, jadi kuputuskan untuk tidak menghadirinya. Dibanding membahas masalah itu, ada yang lebih penting lagi untuk kutanyakan padamu" Bara tidak tertarik
dengan bahasan mengenai ayahnya. Ditatapnya Irina.
" Apa?" tanya Irina penasaran.
" Apa jawabanmu untukku?" Bara menagih jawaban Irina atas pernyataan cintanya.
Irina terkejut dengan pertanyaan Bara. Tergagap bingung tidak tahu harus memberikan jawaban apa.
" Aku. . belum bisa memberikan jawaban padamu. Aku minta maaf " Dia masih belum memutuskan, jawaban apa yang akan diberikannya.
" Apa sebenarnya yang memberatkan kamu untuk menjawabnya" Jika memang kamu tidak memiliki perasaan yang sama denganku, kamu bisa langsung mengatakannya.
Aku tidak memaksa. Dengan begitu aku bisa mundur secara pelan - pelan dan menata ulang hati untuk melupakanmu" kata - kata melupakan yang dilontarkan Bara
barusan seperti menusuk langsung ke relung hatinya yang terdalam.
Napasnya tercekat. Menatap lurus mata Bara. Dia teringat pada misinya untuk mendekati Braga. Sambil memegangi dadanya yang sakit, ditelannya kembali perasaan
cinta yang nyaris saja keluar dari tenggorokannya. Hatinya masih mendendam, dan terpaksa harus menarik kembali cinta yang sudah melebur sukses memenuhi
setiap sudut hatinya. Kenapa sangat sulit mengatakan 'tidak' pada Bara" pikir Irina. Pembalasan dendamnya belum bisa terlaksana tapi niat itu seperti terkikis sedikit demi sedikit
oleh cintanya yang semakin besar. Tidak bisa seperti ini! Dia harus fokus pada rencana awal! Namun, tidak dapat dipungkiri juga bahwa dia sangat payah
dalam hal berbohong. Apa yang harus dia pilih".
" Maaf " hanya satu kata itu yang bisa dia katakan pada Bara.
Bara menghela napas panjang kemudian menarik tangan Irina dan menggenggamnya.
" Aku tidak akan menekanmu untuk menjawabnya jika memang belum siap. Aku tunggu jawaban hatimu" Bara menatap Irina, Tatapan mata paling lembut yang pernah
dilihatnya dari dokter bedah utama team 1 itu.
" Bagaimana bisa aku mendekati Braga" kalau yang ada di kedua mataku cuma kamu. Maafkan aku yang tidak bisa mengatakan isi hatiku yang sebenarnya. Seandainya
kamu bukan anak Gerard" keluhan hati Irina.
Keduanya menyudahi pembahasan tentang kelanjutan hubungan mereka dan kembali meneruskan pekerjaan. Saat sedang melakukan kontrol pada pasien pasca operasi,
mereka mendapat panggilan darurat dari ruangan pasien lain. Bergegas menghampiri si pasien dan langsung melakukan pertolongan pertama. Bara memerintahkan
suster untuk persiapan operasi. Jika sampai terdeteksi penyakit lain.
Keringat dingin membasahi wajah dan dahi Irina. Pasien yang akan ditangani mereka adalah pasien remaja yang mengalami kerusakan katup (*) jantung persis
seperti Zahir. Di ruang operasi, mereka menunggu kehadiran Bara. Dia menatap pasien itu dengan wajah takut. Terbayang - bayang wajah Zahir dan kejadian
saat dia gagal menyelamatkannya.
(* Katup adalah struktur tubuh yang memungkinkan cairan mengalir dalam tubuh. Katup utama jantung terdiri dari katup aortik, pulmonal, trikuspid dan mitral.
Katup-katup tersebut bekerja mengatur gerakan. Katup yang tidak berfungsi baik dapat diperbaiki atau diganti).
Seperti inikah yang dirasakan Bara saat menangani operasi transplantasi jantung pasien bernama Bimasakti dulu" Baru dia tahu apa yang dimaksud dengan takut
karena pernah gagal. Azka dan Villan sibuk menyiapkan persiapan operasi sehingga tidak menyadari kegelisahan Irina. Anya dan Genta juga sibuk mengecek alat - alat operasi yang
akan digunakan. Bara memasuki ruang operasi setelah mencuci bersih kedua tangannya. Dibantu oleh Anya, memakai mantel operasi.
Operasi pergantian katup jantung (operasi pergantian katup jantung adalah operasi untuk mengganti katup jantung yang rusak parah atau tidak bisa diperbaiki
lagi dengan katup buatan dan dapat terbuat dari metal, plastik, atau materi biologi terbuat dari jaringan binatang)segera dilakukan. Bara memerintahkan
suster Anya memberikannya salah satu instrument bedah. Operasi berlangsung lancar sampai saat Irina harus membantu Bara menjahitkan katup jantungnya pada
pasien. Instrument bedah ditangan Irina tidak tergenggam sempurna dan terlepas dari genggamannya.
"Klliingg!!" bunyi jatuh benda stenlis menyentuh lantai kokoh ruang operasi, memecah konsentrasi seluruh personil bedah. Mereka menoleh ke arah si pelaku.
Kedua tangan Irina gemetaran. Wajahnya gelisah ketakutan. Dahinya berpeluh. Tatapan matanya menunjukkan tanda - tanda adanya kepanikan. Semua pasang mata
memandanginya dengan tatapan bingung. Hanya Bara yang berhasil menebak apa sebabnya. Digenggamnya kedua tangan yang gemetaran itu.
" Irina! Sadar!" suara Bara menghentakkan lamunannya. Dokter bedah jantung berumur 27 tahun itu mendongak menatap sepasang mata beralis tajam dihadapannya.
" Dokter Irina, kamu kenapa?" tanya Azka, khawatir melihat tubuh Irina bak orang yang sedang mengigil.
Lidah Irina kelu tidak bisa menjawab pertanyaan Azka. Bibirnya memucat seperti penderita Hipotermia (Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh
untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Sehingga suhu tubuh menjadi teramat kedinginan).
" Kamu takut" takut kamu akan mengalami kegagalan seperti saat kamu gagal menyelamatkan Zahir?" pertanyaan Bara tepat mengenai sasaran. Irina hanya bisa
menunduk sambil menelan ludah.
" Dia bukan Zahir, Irina! kamu harus bisa fokus dan melawan ketakutanmu! pernah gagal dalam operasi dengan kondisi yang sama bukan berarti kamu akan gagal
lagi!" nasihat keras Bara berhasil memukulnya tepat di kepala.
Kata - kata itu benar. Dia sadar ketakutan itu harus dilawan. Air mata Irina meleleh membasahi pipi mulusnya. Suara isak tangis wanita yang dicintainya
itu, menurunkan volume suara Bara hingga titik yang terendah. Meredam habis emosinya.
" Jangan takut! anggap saja kamu sedang diberi kesempatan kedua oleh Tuhan untuk bisa menyelamatkan Zahir. Dia memang bukan Zahir, tapi kamu bisa memperbaiki
kesalahanmu saat itu dengan menyelamatkan anak ini. Yakinkan dirimu operasi ini akan berhasil" dengan suara yang jauh lebih lembut, Bara memotivasi keberanian
Irina. Tatapan mata dan genggaman erat tangan Bara memberikan kekuatan dan keyakinan padanya. Dia benar. Ditatapnya wajah si pasien. Terbayang wajah Zahir saat
berjuang melawan maut. Aku harus berhasil pada operasi ini, pikirnya penuh tekad. Harus!.
Kedua mata Irina sudah kembali memancarkan ketegaran serta keyakinan untuk berhasil. Bara melepaskan genggamannya dan meminta instrument bedah lagi pada
suster Anya. Lalu diberikannya pada Irina untuk memulai kembali proses operasi.
Operasi berlangsung lancar dan sukses. Tentunya keberhasilan ini tidak hanya penting bagi si pasien dan team 1 tapi juga berarti penting bagi Irina. Dia
telah berhasil mengalahkan ketakutannya. Selesai menjahit luka operasi pada pasien, dia bergegas keluar ruangan. Melihat situasi sudah terkendali, Bara
pun mengikutinya. Di luar ruang operasi, terdengar suara tangisan dari wanita yang menempelkan dahinya ke dinding. Bara menyandarkan kepala Irina di dada bidangnya. Direngkuh
dan diusapnya penuh sayang.
" Keluarkan saja semua yang menghimpit hatimu. Aku tahu tadi adalah perjuangan yang sangat berat untukmu. Selama aku mampu dan ada disampingmu, tidak akan
aku biarkan kamu gagal" Berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membiarkan kegagalan menghancurkan wanitanya. Seperti yang dulu pernah dia alami.
Dipelukan Bara, Irina mengeluarkan kesedihan yang menghimpit dadanya.
" jika aku membalaskan dendamku pada ayahmu, apakah kamu juga akan menolongku untuk tidak gagal, Bara" cintamu dan cintaku justru yang bisa membuatnya
jadi gagal" gumam Irina dalam hati. Menderita pada keadaannya sendiri yang terlanjur jatuh cinta pada anak musuh besarnya.
Saat makan siang Irina menepati janjinya dengan Braga untuk diskusi bersama. Demi menghindari kecurigaan Bara, mereka bertemu di ruang kerja Braga yang
Pusaka Negeri Tayli 6 Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie Senopati Pamungkas I 13

Cari Blog Ini