Kisah Masa Lalu Karya Dirgitadevina Bagian 1
10 Oktober 2010 Lagi-lagi, ini adalah tanggal cantik yang dipilih oleh penulis untuk merilis karyanya. Tulislah dengan angka, maka hasilnya adalah 10-10-10. The perfect ten. Meskipun, karya ini masih belum patut menerima nilai 10 yang sempurna.
YANG LALU Astro membawa lari giganium dan seorang putri pasangan staf laboratorium Divisi Pengaman Angkasa Nasional. Ia menggunakan mesin waktu milik Borneolab untuk melemparkan dirinya dan sanderanya itu ratusan tahun ke masa lalu.
Divisi Gerakan Cepat dan polisi segera diterjunkan untuk mengejar buronan tersebut. Di saat mereka tengah menjalankan misi, Indonesia di masa mereka berasal terancam serbuan asteroid dan puingpuing sisa Masa Koloni.
Angkatan bersenjata Pemerintah Indonesia mau tidak mau membuka rahasia kepemilikan armada jin. Lima unit mesin tempur berbentuk robot setinggi dua puluh dua meter diluncurkan dari markas bawah laut di Samudera Hindia. Tugas mereka adalah menghancurkan asteroid yang tidak mampu ditangani oleh Pilar.
Meski berhasil menghancurkan asteroid-asteroid yang dimaksud, beberapa serpihannya berhasil lolos dari gerusan atmosfer Bumi dan menghantam sejumlah wilayah di Indonesia. Salah satunya jatuh di sekitar gedung Divisi Gerakan Cepat.
Guncangan yang dihasilkan begitu besar. Digta dan tiga wanita lain akhirnya terperangkap di dalam LABTEK-II, salah satu fasilitas Divisi Gerakan Cepat.
Hubungan komunikasi ke dunia luar terputus total. Setelah semalaman tidak ada kemajuan, Digta akhirnya nekad mengisi ulang daya MIGEN dan menggunakannya untuk mendobrak pintu lift barang Laboratorium Teknik. Kemunculan mereka yang mendadak, mengagetkan prajurit yang hendak membobol pintu itu dengan bazoka.
MEREKA MENEMUKANNYA Usai diperiksa oleh paramedis, Irene memisahkan diri dari rombongan. Matanya seolah tak mampu berkedip. Serpihan aspal mengotori pelataran parkir. Mobil-mobil yang tadi malam masih tersusun rapi, kini bergelimpangan ke berbagai arah diliputi noda hangus. Rekahan-rekahan tanah turut menjalar. Beberapa rekahan berasal dari kawah kecil di lapangan parkir, terbentuk oleh kepingan asteroid yang jatuh di hadapan keluarga Veren tadi malam. Sementara rekahan lain yang lebih banyak, berasal dari sebuah kawah besar menganga lima ratusan meter di depan gedung DINA. Itu adalah kawasan hijau ditumbuhi pohon-pohon besar. Hampir semua yang tumbuh di sana rebah dan tercerabut dari tanah. Noda hangus melebar dengan masih menyisakan kepulan asap tipis di kedua kawah itu.
Digta turut menyaksikan puing-puing di sekitar gedung. Ia berputar ke belakang dan mendongak. Ia dapati seluruh jendela di gedung DINA tidak lagi berkaca. Beberapa bagian, terutama di sisi kanan gedung, juga runtuh akibat hantaman asteroid tadi malam. Lubang yang pada awalnya selebar empat meter, kini bertambah lebar beberapa kali.
Apa kalian tidak takut berlama-lama di sini..." Digta bergidik. Segera ia bergerak menjauh. Jarak antara dirinya dan gedung DINA pada saat itu tidak lebih dari sepuluh meter. Petugas medis langsung menyambangi mereka ketika baru keluar dari elevator barang Laboratorium Teknik. Mereka segera menjalani pemindaian di tempat. Tiga dari lima petugas medis membawa alat seperti pemindai barcode di supermarket. Dengan alat itu, mereka ingin mengetahui cedera organ luar maupun dalam yang dialami keempat wanita tersebut.
Tersisa Niken yang akhirnya selesai diperiksa. Pemindai paramedis tidak menjumpai adanya tulang yang cacat. Hanya saja, telapak tangan Niken mengalami luka lecet akibat usahanya membuka pintu koridor yang terhubung pada elevator barang. Pintu baja tersebut mendadak macet usai hantaman sebuah asteroid yang mengguncang seisi LABTEK-II. Untuk penanganan lebih lanjut, Niken bergegas dibawa menuju mobil paramedis.
Di antara yang lain, Ayu lebih dulu selesai menjalani pemeriksaan. Usai diperiksa, ia menghampiri sebuah mobil sedan yang terbalik. Bagian depannya hancur, sebelah pintu depannya hilang. Meski lapisan cat mobil telah terkelupas akibat terbakar serbuan gelombang panas asteroid yang jatuh, Ayu yakin itu adalah mobil miliknya.
Setelah membongkar laci dasbor, ia memperoleh sebuah dompet. Di dalamnya, selembar foto yang masih utuh membuatnya tersenyum singkat.
Di mana Bili" Veren tiba-tiba menyapa. Foto itu segera Ayu kembalikan ke dalam dompet dan diselipkan dalam saku celana.
Ayu menggeleng kecil. Maksudmu" Dia..."
Ayu berputar. Aku tidak tahu apakah dia sudah mati atau belum. Yang pasti, ia tidak bersama kami. Sewaktu kejadian, ia berada di luar LABTEK.
*** Tak hanya cerukan besar di depan pelataran parkir yang membuat Irene terpana. Usai melewati bongkahan beton yang cukup besar, ia lagi-lagi mematung. Sesosok logam dengan tinggi hampir dua puluh tiga meter berdiri tenang di sisi jalan raya, tepat di bagian kanan pelataran parkir. Tinggi sosok logam itu cukup mencolok jika dibandingkan deretan pohon akasia yang merindangi trotoar. Meski dalam keadaan utuh, mesin tempur milik TNI tersebut diliputi noda hangus.
Jin..." Irene dengan cepat mengenalnya. Bagaimana bisa ada di sini" Digta menyusul. Ia turut tak kalah heran.
Seseorang terlihat duduk di atas kaki jin yang mereka dapati parkir di tepi jalan. Imam sengaja keluar dari kokpit dan membiarkan pintunya terbuka. Ia memerlukan udara segar. Rasanya cukup mual usai beradu cepat dengan sebuah serpihan asteroid. Serpihan yang ia kejar itulah yang akhirnya jatuh, membuat cerukan yang sangat besar, serta membuat lapangan parkir DINA tambah berantakan. Akibat terkena imbas tumbukan itu, mesin jin yang ia kendarai mengalami masalah. Atas kebaikan tim evakuasi, ia kini menikmati sebungkus kopi hangat dan sepotong roti tawar.
Asyik menyeruput kopi, pelan-pelan terdengar suara dengungan yang mengisi langit. Ia menoleh. Sebentuk pesawat berukuran tambun muncul dari arah selatan. Itu pesawat pengangkut jin. Sudah ia tunggu sejak dini hari, namun baru pagi ini pesawat itu tampak.
Alarm kecil kemudian terdengar dari gelang komunikasi milik Imam. Seseorang mengontaknya. Ia terima dengan menekan sebuah tombol.
Mohon maaf atas keterlambatan ini. Kami harus menunggu sampai hujan batu itu benar-benar reda.
*** Perban yang membalut telapak tangan kanan Niken telah diganti. Bahkan, turut ditambah antiseptik untuk mencegah infeksi. Usai pengobatan, Niken menjauhkan diri dari mobil paramedis. Ia meraih ponsel dari saku jas kerjanya dan meminta pemeriksaan jaringan.
Benda tipis berwarna hitam mengkilap itu merespon suara Niken. Salah satu sisinya yang gelap mendadak dipenuhi warna putih. Sebuah garis oranye bergerak cepat dari kiri ke kanan. Garis itu menghilang, lalu berganti dengan sederet daftar cek layanan komunikasi yang tersedia. Sinyal penuh, tetapi tidak dapat melayani akses Internet dan panggilan video.
Niken menyentuh sebuah ikon pada layar ponsel. Ia memutuskan untuk menghubungi sebuah nomor secara manual. Menunggu panggilan tersambung, langkahnya terus terayun. Ia sampai pada sebuah pohon di sisi halaman depan DINA. Meski banyak daunnya yang gugur dengan beberapa ranting yang patah, ada istri dan anak Veren berteduh di bawahnya. Digta dan Irene juga terlihat bergegas mendekat. Mentari pagi terlalu panas. Sekitar gedung telah menjadi areal terbuka yang gersang.
Sepertinya, panggilan Niken tidak berhasil. Berkali-kali ia menghubungi nomor yang sama, berkali-kali pula ia mendapat pesan peringatan dari operator. Nomor yang ia tuju sedang tidak aktif.
Tidak aktif" Niken mendelik heran. Nomor kantor bagaimana bisa tidak aktif" Setahu Niken, Divisi Pengaman Angkasa Nasional tempat ia bekerja memakai jaringan telepon fixed line. Dengan jalur tetap seperti itu, telepon yang ia hubungi seharusnya aktif 24 jam. Kecuali sedang dalam perawatan. Dan itu pun seharusnya tidak dilakukan pada jam masuk kantor seperti sekarang.
Niken mencoba lagi menghubungi nomor kantor tempat ia bekerja, tepat bagian pusat informasi. Jawaban yang peroleh masih sama. Telepon kantor yang ia tuju sedang tidak aktif. Dua nomor telepon DIVENN yang lain turut memberikan status serupa. Letih mencoba tetapi tidak tidak tersambung, Niken mencari nomor lain. Ia hubungi dan segera diangkat.
Lekas ia menarik ponselnya mendekati telinga. Fitur loudspeaker segera nonaktif.
Niken, ini benar kau" Kau..., baik-baik saja" Ia segera disapa seorang wanita.
Alice" Ya, ini aku. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu"
Syukurlah, kau selamat. Kau..., kau tidak akan percaya ini..., suara wanita itu bergetar. Seperti menahan sesuatu.
Alice" Kau tidak apa-apa"
Aku tidak apa-apa. Tetapi teman-teman kita..., mereka..., mereka tewas.
Niken terhenyak. Tewas..."
Pecahan asteroid tadi malam mengenai gedung. Puluhan karyawan tidak terselamatkan....
Seketika itu, Niken merasa lemas. Kakinya lunglai, hingga tubuhnya jatuh terduduk di bibir halaman.
DIVENN... hancur..."
*** Lengang. Koridor itu sepi dengan debu dan serpihan di sana-sini. Ayu beruntung menemukan dinding dengan retak menganga. Ia berhasil menyelinap masuk ke dalam gedung DINA, tanpa diketahui petugas keamanan. Gedung itu sudah cukup ringsek akibat dihantam dua serpihan asteroid. Salah satunya, menabrak gedung DINA sesaat sebelum serpihan yang lebih besar jatuh di kawasan hijau di depan pelataran parkir. Serpihan yang dikejar oleh Imam itulah yang membuat semua kaca di gedung DINA berubah menjadi butiran-butiran kecil. Meski gedung DINA sewaktu-waktu bisa runtuh, Ayu tidak peduli dan tetap menyusup.
Kali ini pun, gadis dingin itu masih berusaha melacak Bili. Dan masih tanpa perubahan, sinyal gelang multifungsi dari Bili tidak terlihat. Sebelumnya, ia sudah mencari ke tenda Emergency Medical Center tak jauh dari gedung. Banyak pemuda berambut jabrik di sana, tetapi orang yang ia cari tidak ditemukan.
Ayu membuka pelindung monitor gelang multifungsi miliknya. Sebuah menu didominasi warna hijau langsung terhampar. Sebuah tombol di monitor ia sentuh. Menu lain kembali muncul. Setelah menekan tombol kedua, layar menghitam. Batang proses berwarna hijau dengan cepat bergerak dari kiri ke kanan.
Lima titik sinyal radio petugas evakuasi sudah Ayu temukan. Ia kembali ke menu utama dan mengaktifkan fitur earing. Serta-merta, earphone yang sudah ia pakai, mengeluarkan suara.
Proses menguping berjalan mulus. Ayu berhasil mengetahui posisi tiga tim evakuasi. Mereka berada di lantai atas. Dan mereka jugalah yang memberi tahu petugas keamanan. Gedung bisa runtuh kapan saja.
Terdapat retak menganga di beberapa bagian gedung di lantai atas.
Sementara dua tim lain, berada di lantai dasar. Lantai yang sama dengan Ayu. Dari mereka, diketahui bahwa mereka mencari tiga orang. Satu wanita dan dua laki-laki. Dua di antaranya staf tata usaha DINA dan satu pegawai LABTEK.
Koridor berujung pada aula. Ayu sedikit menahan langkah. Langit-langit di tempat itu berlubang hampir seluas aula. Sebongkah beton berukuran besar bertopang pada sebuah tiang. Sepertinya, bongkah beton itu jatuh dari bagian paling atas gedung. Mungkin saja, jatuh saat gedung DINA dihantam telak serpihan asteroid tadi malam.
Hei, Nona! Apa yang Anda lakukan di sini" Ayu menoleh. Seorang petugas evakuasi berjalan tergesa.
Segera keluar dari gedung ini, Nona! Di sini tidak aman. Ayo, ikut saya!
Tanpa mengangguk, tanpa pula menggeleng. Ia ditarik petugas evakuasi untuk menjauh dari aula. Ayu hanya ikut melangkahkan kakinya ke arah ia diseret.
Di sini TIM 4. Kami sudah menemukan satu korban. Kami akan pergi. Earphone sang petugas bergetar. Terjadi komunikasi antartim evakuasi di gedung.
Apakah ia temanku" Ayu mendadak berbicara. Proses earing yang masih aktif, tidak serta-merta membawa suaranya terdengar dalam komunikasi tersebut. Petugas evakuasi pun menoleh dengan heran. Korban yang baru saja TIM 4 temukan.... Apakah ia temanku"
Bagaimana..." Sang petugas terlihat kaget bahwa Ayu bisa mengetahui informasi yang baru saja ia terima. Namun, segera ia menutupi reaksinya. Temanmu" Siapa, Nona"
Bili. Seorang pemuda dengan rambut jabrik. Staf LABTEK-II DINA.
Sang petugas segera memencet tombol earphone radio. Apakah ia staf LABTEK yang kita cari"
Bukan. Seorang wanita. Staf TU. Keadaannya kritis.
Terima kasih. Langkah petugas evakuasi semakin cepat. Anda harus segera keluar. Kami tidak ingin ada korban lain selain kami jika gedung ini runtuh. Sebisa mungkin, kami akan mencari teman Anda.
Baru berkata, sebuah bongkah beton berukuran sangat besar jatuh menerobos langit-langit tepat di hadapan mereka. Petugas evakuasi tersentak kaget, kemudian bingung mencari jalan keluar. Ayu justru memanfaatkan situasi untuk menarik mundur kakinya dan berputar menjauh.
Anda mau ke mana" Sang petugas segera menyusul.
Kita putar arah. Lebih baik, kita menemui tim evakuasi yang masih mencari rekanku.
Anda tidak bisa pergi begitu saja! Keselamatan adalah prioritas! Petugas evakuasi waspada menatap langit-langit.
Earphone milik sang petugas kembali bergetar. Kami menemukan seorang pemuda terperangkat di dalam lift. Sebuah tiang menindihnya. Kami perlu personil tambahan, karena lift tersebut dalam keadaan setengah terperosok..
Apa ia berambut jabrik" Ayu berucap seraya terus melangkah.
Apa ia berambut jabrik" ulang petugas. Sesaat hening. Ya.
Di mana lokasinya" timpal Ayu. Di mana kalian"
Menurut map, kami berada di dekat lift menuju LABTEK.
RANCANGAN Durasi perendaman telah mencapai 7 jam 45 menit. Mencatat adanya masalah dalam Program Hercules.
Kadar nitrogen dalam darah meningkat. Persentase melewati titik kritis pertama.
Anomali pada sistem saraf pusat. Lonjakan elektris berpotensi merusak neuron.
Titik kritis kedua telah dilampaui. Mendekati titik kritis terlarang.
*** Cairan bening dalam tabung menyurut. Josh membelalak. Selang di wajahnya ia tarik. Paru-parunya berusaha mencari udara. Sebelum terlanjur ia mati, pintu tabung terbuka. Josh melangkah keluar dan nyaris terjatuh. Tubuhnya membungkuk dengan napas memburu.
Dua staf yang terus memonitor kondisi Josh dari balik dinding kaca ruang kendali segera menghambur. Seorangnya menyambut tubuh Josh yang telah beberapa kali kehilangan keseimbangan. Kabel-kabel sensor yang masih menempel turut ia copot dari dada dan kepala pria itu.
Sementara seorangnya lagi datang tergopohgopoh. Ia menggenggam alat suntik berbentuk tabung berwarna hitam. Salah satu ujungnya ia tempelkan di tengkuk Josh, kemudian ia menekan ujung yang lain. Josh mengerang begitu enam jarum kecil menusuk kulit di tengkuknya, lalu menembakkan cairan yang lebih dingin dari cairan yang merendamnya di dalam tabung. Akibat cairan katalisator yang telah merendamnya itu, kini Josh menggigil. Sekujur tubuhnya bagai dirajam jarum es, serta menyebarkan hawa dingin yang menyengat.
Beberapa detik usai mendapatkan injeksi, jemari Josh yang mati rasa mulai menghangat. Bibirnya yang pucat turut berangsur memerah.
Seorang pemuda berpakaian loreng layaknya tentara kemudian mendekat. Ia sudah berada di ruang kendali beberapa menit sebelum Josh dikeluarkan dari tabung.
Kalian melupakan ini.... Pemuda itu menyodorkan handuk berwarna biru. Seorang staf meraihnya dan menyelimutkan handuk itu di tubuh Josh yang bertelanjang dada.
Josh masih terbungkuk. Perlahan ia mendongak. Apakah... Program Hercules telah mencapai titik maksimal..." Ia kemudian mencoba bertanya dengan suara terputus-putus.
Belum, jawab pemuda itu. Lalu, mengapa dihentikan" Kau hampir mati.
Tempurung lutut Josh seperti kehilangan daya cengkeram. Ia akhirnya bersimpuh. Napasnya kian terengah-engah. Aku ingin... program itu dilanjutkan....
Setidaknya, setelah kondisimu kembali stabil. Jika kau mati, siapa lagi yang akan mengurusi kami" Tuan Morgan mempercayakan semuanya padamu.
Josh menepis tangan staf laboratorium. Ia tidak ingin dipandu untuk berdiri.
Oh iya, Josh. Saat kau direndam, staf mesin waktu telah merampungkan program pelacak. Kami telah mengaktifkan Cyclops-track. Posisi portal milik DINA telah kami ketahui. Viper kini mengawasi Pos Penjaga Portal tersebut. Apa yang harus kami lakukan selanjutnya"
Josh mencoba tegap. Lututnya masih goyang dan isi otaknya masih terasa berputar.
Sesuai rencana.... Ambil alih pos itu. Nonaktifkan mesin waktu mereka.
Baik. Josh jatuh tak sadarkan diri.
*** Pos Penjaga Portal menempati lantai empat belas di sebuah gedung pusat kota. Sebelum bertugas kembali, Gaya dan Alisya memutuskan untuk kembali ke tempat itu. Terlebih, setelah mereka mendengar kabar bahwa gedung DINA dihantam oleh asteroid. Sayangnya, mereka tidak diizinkan untuk melihat kondisi gedung tempat mereka bekerja secara langsung oleh petugas yang berjaga di sana.
Beberapa jam lalu, kami memperoleh informasi. Generator LABTEK mengalami masalah, sehingga mengganggu suplai listrik mesin waktu. Hal tersebut berpotensi mengganggu kestabilan portal. Tiga anggota polisi yang kami kirim ke sana juga terpaksa untuk sementara tidak bisa kembali bertugas di sini, papar seorang petugas.
Tapi, seluruh anggota DINA tidak kenapa-napa, kan" sambut Gaya. Ia mengkhawatirkan Rosanti, rekan kerjanya di Pusat Kesehatan DINA.
Setahu kami, ada tujuh karyawan dalam kondisi kritis. Salah satunya adalah Bili, sementara enam yang lain berasal pihak administrasi dan bagian tempur. Bili" Kedua gadis itu mendelik.
Bagaimana orang yang selalu berada di bawah tanah itu bisa kritis" LABTEK dalam kondisi utuh, kan" sambung Gaya.
Petugas itu malah tertawa singkat. Ini sama seperti pertanyaan bagaimana bisa seekor ikan dari Samudera Hindia bisa berakhir di penggorengan " Bili terjebak di dalam lift. Doakan saja ia dan enam staf lain segera membaik.
Petugas lain menghampiri mereka dan menyodorkan papan klip digital. Pesan dari Komandan Veren, ucapnya kepada petugas yang tengah berbincang bersama Gaya dan Alisya. Selebihnya, ia kembali duduk di sebuah kursi, menatap beberapa layar komputer, serta berkomunikasi dengan puluhan tim yang tersebar di berbagai wilayah, mengintai keberadaan Astro.
Petugas yang disodori papan klip digital mengangguk-angguk. Ia menyentuh layar papan klip yang gelap. Layar menyala diisi oleh desktop yang dihiasi warna hijau, biru, dan ungu. Ia kemudian menyentuh sebuah ikon di pojok kanan atas layar.
Suhendradini Anandiva.... Giliran papan klip digital itu disodorkan kepada Alisya. Pada layarnya, kini terpampang sebuah foto. Gaya turut merapatkan dirinya untuk bisa melihat foto tersebut. Putri karyawan DIVENN yang diculik oleh Astro. Nama kecilnya adalah Andiev. Semua anggota DINA, tidak terkecuali kalian, mendapat tugas untuk mencari gadis ini.
Ya, giganium bersama gadis ini, sahut Gaya. Ia adalah orang yang membawa lari Andiev dari cengkeraman Astro di Borneolab. Meski kemudian, Astro berhasil merebutnya kembali dan melarikan diri dengan mesin waktu.
Bagaimana dengan Astro" sela Alisya. Pria itu adalah tugas pokok polisi. Tetapi jika kalian menemukannya, hajar saja. Hingga kini, tidak ada yang berhasil melihat batang hidungnya, kecuali kalian.
Gaya menatap Alisya. Ia lalu berujar, Aku harap, kita bisa menemukan gadis ini lebih dulu. Gadis ini membawa giganium, Al. Meski belum melihat kondisi pada masanya sekarang secara langsung, Gaya dapat memastikan apa yang terjadi di sana adalah sesuatu yang membuatnya merinding. DINA hampir hancur, sementara DIVENN sudah rata dengan tanah. Rosanti dan yang lain harus selamat.
Selang beberapa detik, Alisya akhirnya mengangguk kecil. Aku tahu. Negeri kita kini tengah terancam.
Kalau begitu, kenakan seragam kalian dan gunakan mobil ini. Keduanya menoleh. Petugas yang selama ini berbincang bersama mereka menyodorkan sebuah kunci. Atau..., kalian ingin menyamar dengan berpenampilan seperti itu"
Gaya terkekeh. Celana panjang dan kaos yang mereka sandang merubah penampilan mereka layaknya gadis kebanyakan. Keduanya terpaksa membawa lari koleksi pakaian milik Sonia. Mereka tidak ingin menarik perhatian dari warga sekitar saat meninggalkan kompleks.
Aku rasa, tidak perlu menyamar. Astro sudah sangat mengenal wajah kami. Alisya menerima kunci tersebut.
Dan pakaian ini harus kami kembalikan secara utuh, timpal Gaya.
*** Setelah gagal mengakhiri cerita Astro, hingga pagi ini Hein masih setengah pincang mencari alamat. Tidak ada satu pun orang di Morganred yang bisa mempermudah pekerjaannya, termasuk Josh. Pagi ini, pria itu memang mengontaknya sebelum menjalani Program Hercules. Namun, Josh hanya memintanya untuk bersabar. Bantuan akan datang tetapi tidak sekarang. Josh kemudian bercerita tentang hujan batu tadi malam, tentang gedung DIVENN yang rata dengan tanah, serta gedung DINA yang hanya menunggu waktu untuk runtuh.
Gedung DINA memang ringsek, tetapi mesin waktu mereka masih aktif, ingat Josh. Kau harus berhati-hati dalam bertindak. Polisi sudah mengincar dirimu sebagai salah satu anggota Morganred. Jika sampai tertangkap, maka polisi akan segera tahu bahwa Morganred berada di balik semua ini. Josh turut mengingatkan bahwa status Hein dan Astro tidaklah berbeda. Mereka berdua sama-sama buron. Sama-sama menjadi incaran polisi.
Bicara memang mudah..., tanggap Hein. Josh membalas sindiran itu dengan tertawa. Komunikasi kemudian diputus. Josh harus segera menjalani Program Hercules sebelum turun tangan menghadapi DINA dan polisi. Ia telah berjanji pada Tuan Morgan untuk mencoba sendiri program pengembangan kemampuan tubuh itu hingga titik maksimal. Karena sebelum ini, tidak ada yang benar-benar menjalani Program Hercules hingga batas 100%. Hein yang diturunkan lebih dulu, sebenarnya uji coba pertama untuk titik batas 50%.
Bantuan yang dimaksud oleh Josh mungkin berbeda dengan apa yang diharapkan oleh Hein. Pihak Morganred kini telah berhasil melacak ujung portal milik DINA. Seorang anggota Morganred bernama Viper pun dilepas. Dari pagi hingga sore, ia berjaga di sebuah kamar hotel. Matanya tidak lepas dari monitor notebook yang terus menyala.
Sedikit pun, jangan alih pandanganmu dari Pos Jembatan Portal! Itu pesan dari Aries, pemuda berseragam tentara yang sempat menjenguk Josh. Usai berpesan, batang hidung pemuda itu baru tampak sore ini. Ia menghilang karena mengawal pengiriman senjata di sebuah wilayah lepas pantai di dekat Rusia. Sudah beberapa bulan terakhir, prajurit Elboria menjadi pelanggan Morganred.
*** Bagaimana pos jaganya" Pintu kamar tak dikunci. Dengan enteng, Aries memutar gagang dan menyentak Viper dari tidur. Padahal, sahabatnya itu baru terlelap beberapa menit. Matanya sudah letih terus-menerus memelototi layar laptop.
Viper menyingkirkan majalah dari wajahnya dan segera duduk. Ia terbaring di atas kasur dengan serakan majalah anak-anak.
Kau tidak tidur selama mengawasinya, kan" tambah Aries.
Jika tidur, namanya bermimpi, bukan mengawasi.
Kalau begitu, bagaimana" Tidak terjadi apa-apa. Penjaganya tetap tiga orang. Dua orang dari DINA dan satu orang polisi. Tetapi beberapa jam lalu.... Viper melirik jam tangan. Tiga orang personil polisi mendatangi pos penjaga. Mereka tidak membawa Astro atau barang mencurigakan. Dan setelahnya, mereka tidak terlihat lagi.
Mungkin, ada hubungannya dengan kejadian semalam. Aries telah menyeret kursi. Jemarinya asyik mengutak-atik komputer jinjing tersebut.
Kejadian semalam" Beberapa daerah di Indonesia terkena hujan asteroid. DINA menjadi salah satu korban.
Viper terlonjak. Yang benar" Kau tahu dari mana"
Tentunya dari tayangan berita di aula, setelah kau kami terjunkan kemari.
Pantas aku tidak tahu.... Viper kembali berbaring. Pemuda dengan rambut agak panjang hingga menutupi kedua telinganya itu menguap lebar. Hampir setengah hari hanya berjaga di dalam kamar membuat ia sempat digoda oleh rasa kantuk.
Sebentar lagi kita akan bergerak. Kau sudah memikirkan cara yang cocok" Usai mengutak-atik laptop, Aries kemudian mengintip dari jendela kamar. Sasarannya adalah sebuah gedung tak jauh dari hotel tempat mereka berada.
Viper bangkit kembali. Kau selalu memintaku berpikir. Kenapa kau tidak berpikir sendiri" Lihat saja ke dalam tas yang ada di bawah meja!
Aries menunduk. Setelan oranye ia tarik dari kolong meja.
Petugas perbaikan AC" Aries berputar menghadap Viper.
DINA menyewa ruangan dengan beberapa buah AC. Kita bisa menjadikannya alasan untuk masuk. Bagaimana cara menonaktifkan portal" Ada dua benda lagi di dalam tas.
Sebuah tabung metalik berada di genggaman Aries. Panjangnya sekitar lima belas sentimeter. Kedua ujungnya dilapisi kaca. Beberapa lampu indikator juga terlihat.
Bom" Viper tersenyum. Aku sempat memesannya pada staf mesin waktu tadi siang. Hati-hati. Itu adalah bom dengan daya ledak tinggi. Jika meledak, setengah hotel ini bisa hancur.
Kau ingin membunuh kita berdua atau ingin mematikan portal DINA" Silinder metalik itu kembali ke dalam tas.
Jangan salah. Dengan ledakan yang sangat besar, mesin waktu milik DINA pasti bercerai-berai. Mereka tidak akan pernah bisa memperbaikinya lagi.
Dan ini" Aries mengangkat benda hitam terbungkus plastik.
Pengharum ruangan. Kuharap, kau belum menyobek bungkusannya. Kau bisa tidur sepanjang hari karena aromanya.
Oke, aku sudah paham. Kita berangkat. Aries berganti kulit dengan seragam oranye. Ia menenteng tas berisi silinder metalik dan keluar dari kamar. Viper menyusul usai membereskan notebook.
Usai check out, mobil mereka meluber di jalan raya yang telah padat. Viper menyetir dengan ringan. Bayang-bayang berhasil telah tergambar. Mesin milik DINA akan hancur usai sahabatnya melempar bom. Portalnya akan tertutup. Dengan sedikit akal licik, maka portal akan kembali aktif. Namun, kali ini portal waktu tersebut berasal dari sumber yang berbeda. Morganred akan menggantikannya, sehingga mereka tidak perlu letih mencari Astro. Polisi dan DINA yang akan bekerja untuk mereka.
Asyik berkhayal, tiba-tiba Viper mengingat sesuatu.
Hei, Aries, sapanya lebih dulu. Rekannya yang asyik mengawasi lalu lalang mobil segera menoleh. Aku tidak mengerti. Mengapa Tuan Morgan sangat ingin kita berhasil mengambil giganium dari tangan Astro" Resikonya lebih besar ketimbang menyelundupkan senjata api. Sebagai orang kepercayaan Tuan Morgan, selain Josh, kau pasti tahu mengapa. Viper teringat pertanyaan yang muncul di kepalanya tadi pagi, saat menerima tugas untuk mengambil alih Pos Penjaga Portal. Pertanyaan itu belum sempat ia tanyakan pada siapa pun, karena segera dilempar ke mesin waktu.
Tuan Morgan tidak akan berani ambil resiko jika tidak ada untungnya, balas Viper. Giganium milik DIVENN adalah satu-satunya kristal energi versi terbaru. Sudah ada pihak yang berani menawar dengan harga sangat tinggi.
Elboria..." tebak Viper. Giganium memang sangat cocok untuk senjata perang, tambahnya.
Setir saja mobilmu! pinta Aries pula. Viper menyambut dengan tawa terkekeh.
Tak sampai sepuluh menit, Aries telah berada di dalam lift yang menuju lantai 14 gedung yang mereka incar. Viper menunggu di mobil. Ia melanjutkan tidur di parkiran lantai dasar. Saat memasuki tempat parkir tadi, mobil yang ia kendarai sempat berpapasan dengan sebuah Land Rover yang dikendarai oleh Alisya.
KELUARGA Serbuan asteroid tadi malam membuat jaringan telekomunikasi sejumlah operator seluler lumpuh total. Digta termasuk salah satu konsumen yang terkena imbasnya. Begitu keluar dari LABTEK, batangan sinyal di ponselnya sama sekali tidak kunjung muncul.
Hingga beberapa lama kemudian, sekitar empat jam setelah Bili berhasil dievakuasi. Pada saat itu, ia dan Ayu berada di kamar rumah sakit tempat Bili dirawat. Tiba-tiba, ponsel Digta dibombardir panggilan dan pesan masuk. Sebagian besar berasal dari rekanrekan kerjanya di Borneolab, sementara yang lain berasal dari beberapa anggota keluarga. Kabar di televisi membuat mereka khawatir
Sadar akan mengganggu, Digta memilih keluar dari kamar perawatan Bili. Ia menerima telepon-telepon itu di lorong.
Aku baik-baik saja. Iya. Aku juga berani jamin bahwa Alisya juga tidak apa-apa. Ia tugas di luar kota sekarang, jadi agak sulit untuk dihubungi. Digta menyangka panggilan telepon yang baru ditutup beberapa detik lalu adalah telepon terakhir. Setidaknya, ia berharap tidak ada panggilan baru dalam waktu dekat. Namun baru panggilan telepon dari rekannya itu diputus, seseorang kembali membuat ponsel Digta bersenandung. Kali ini, yang menelepon adalah adik perempuan Alisya, yang tak lain adalah sepupunya sendiri.
Aku saat ini memang bekerja di tempat Alisya. Nanti kalau Alisya sudah pulang, akan aku kabari lagi.
Percakapan berakhir. Digta melirik layar ponsel dan menggeleng. Kebiasaan adik perempuan Alisya ternyata belum berubah. Padahal, belum sepekan ia berjanji akan memangkas waktu bicaranya di telepon. Tapi sekarang, ia malah memecahkan rekor baru. Digta telah menerima teleponnya hampir dua puluh menit. Earphone yang menempel di telinga kirinya memang didesain untuk tetap dingin hingga 20 jam percakapan non-stop. Tetapi telinga pemberian Tuhan tidak didesain untuk mendengar earphone terlalu lama. Earphone segera dilepas. Digta pun menghela bersyukur karena tidak mengaktifkan fitur video call. Jika tidak, matanya bisa ikut-ikutan perih.
Digta berputar untuk kembali ke kamar perawatan Bili. Ia merasa perlu untuk duduk. Sudah hampir satu setengah jam ia berdiri di lorong. Kedua kakinya terasa letih dan pegal-pegal. Namun baru ia berbalik, kehadiran Ayu tepat di belakangnya membuat Digta terkaget. Rekan kerja Bili di LABTEK-II itu ternyata diam-diam tengah menikmati potongan apel, sembari berdiri bersandar di dinding.
Eh" Digta tertahan untuk terus melangkah. Sudah lama" sapanya pula.
Sudah..., Ayu menyahut singkat. Ng..., bagaimana kondisi Bili" Ayu menelan potongan apel yang telah lumat ia kunyah, sebelum akhirnya membalas, Belum siuman. Ia lalu menyodorkan piring berisi potongan apel ke arah Digta.
Digta justru sesaat merasa heran. Mengingat pembawaan Ayu selama ini, rasanya aneh apabila gadis itu tiba-tiba berbaik hati menawarkan sesuatu. Namun, Digta juga segera sadar. Sekarang bukanlah waktu yang baik untuk berpikir yang tidak-tidak. Apel yang disodorkan oleh Ayu segera ia ambil sepotong.
Agenda melepas penat di kamar perawatan Bili akhirnya diubah. Digta memilih menemani Ayu bersandar di dinding lorong rumah sakit. Ayu sepertinya tidak akan memulai percakapan. Ia terus sibuk mengunyah potongan-potongan apel. Digta sendiri merasa heran mengapa gadis itu memilih keluar dari kamar perawatan Bili, kemudian menikmati apel di lorong bersamanya sekarang. Apakah Ayu juga bisa merasa bosan"
Hei..., Digta mencoba menyapa. Kau sudah memberi tahu keluargamu bahwa kau baik-baik saja" Mereka pasti khawatir jika tahu bahwa tempatmu bekerja tertimpa musibah.
Ayu tampak mengunyah pelan potongan apel yang baru saja ia gigit. Ia membiarkannya lumat di dalam mulutnya, lalu menelannya bagai terpaksa. Digta segera sadar, bahwa ada yang aneh dengan gadis itu. Ayu" Kau sudah memberi tahu mereka, kan" Ayu menggeleng kecil dan segera menjawab, Aku tidak punya keluarga. Aku tinggal sendiri. Digta menatap heran. Benar-benar tidak punya keluarga"
Ayu bungkam. Apakah ia bingung untuk menjawab pertanyaan itu" Melihat bagaimana sikapnya selama ini, Digta maklum jika Ayu sulit merangkai kata-kata. Tetapi, bisa jadi Digta telah menyentuh bagian sensitif dari kepribadian gadis pendiam tersebut. Jadi, buru-buru ia meminta maaf. Jika kau tidak ingin menjawabnya, tidak apa-apa, tambah Digta.
Tidak ada yang salah. Tidak perlu meminta maaf..., Ayu akhirnya membalas. Aku tidak punya keluarga seperti yang kau punya. Yang kuingat, keluargaku adalah orang-orang yang ada di panti asuhan. Tapi yang tersisa dari keluarga itu hanyalah... Bili.
Maksudmu..., Bili..."
Kami sama-sama anak yatim piatu, dibesarkan di panti asuhan yang sama.
Yang benar" Digta sedikit terlonjak. Informasi tersebut sungguh di luar dugaan. Jika memang benar seperti itu, seharusnya kalian berdua bisa akrab. Tapi yang kulihat selama ini, kalian masing-masing saling menjauh. Digta mengingat-ingat selama ia bekerja di LABTEK. Keduanya memang tidak pernah terlibat percakapan hangat.
Dengan ringan, Ayu segera membalas, Aku rasa, Bili tidak pernah membongkar arsip profilku.
Digta serta-merta kembali kaget. Jadi, selama ini hanya kau yang tahu siapa Bili" Bagaimana bisa" Sambutan meriah dari Digta tidak lantas membuat Ayu segera menjawab. Ia hanya menoleh. Dan untuk pertama kalinya, Digta bisa melihat Ayu melontarkan senyum. Senyum yang tergambar membuat parasnya sebanding dengan nama yang ia sandang.
Digta malah mengernyit heran. Senyum dari Ayu membuatnya menyadari bahwa Ayu belum pernah seterbuka ini. Ada yang membuat gadis beku yang berdiri di sampingnya bisa semeluber sekarang. Entah karena terlalu letih menyendiri atau hanya karena perlu berbagi sedikit"
Digta berniat mengorek informasi lebih jauh. Ayu masih menyisakan bayang-bayang buram di belakangnya. Namun, sebuah bunyi alarm dari jam tangan Ayu membuat ia urung.
Sepertinya ada panggilan masuk. Ayu segera menarik earphone dari saku celana dan mengenakannya di kuping kiri.
Di sini Ayu, Asisten Ketua LABTEK-II. Panggilan itu berasal dari Koordinator LABTEK. Ayu harus kembali ke LABTEK-II untuk menjaga mesin waktu. Ia juga harus memeriksa sistem komputer DINA. Beberapa teknisi telah berhasil memperbaiki instalasi listrik. Mereka siap memperbaiki jaringan komputer berdasarkan laporan dari LABTEK-II.
Aku pergi dulu. Tolong jaga Bili. Meski ada kesempatan, jangan bunuh dia. Ayu masih sempat berpesan sebelum meninggalkan rumah sakit. Pesan yang hanya bisa membuat Digta menyeringai dan sedikit mengumpat. Gadis itu ternyata masih bisa mengejek.
*** Siapa" Pintu terbuka kecil. Seorang pria berkemeja putih terlihat di baliknya.
Petugas service. Saya hendak memeriksa AC, Aries mulai berakting.
Tidak ada yang aneh dengan AC di sini. Ini tugas rutin, Pak. Harus saya lakukan. Pria itu berputar.
Ada petugas yang ingin memeriksa AC. Dipersilakan masuk"
Seorang pria lain mendekati pintu. Matanya terlihat tajam.
Berdiri di atas keset! pintanya. Aries bertampang linglung.
Berdiri saja di atas keset, tambah pria yang membuka pintu.
Aries menjangkakan kaki satu langkah. Begitu kedua kakinya telah berada di atas anyaman sabut kelapa bermotif WELCOME , pria kedua berputar. Bersih"
Pria ketiga mengangguk. Di depannya terpampang sejumlah monitor. Tidak ada senjata.
Aries sedikit kagok. Ruangan ini ternyata menyimpan pemindai. Setelah mendapat izin untuk masuk, ia berhasil melirik monitor milik pria ketiga. Sekilas, terpampang gambar organ-organ tubuhnya di sana. Mereka pasti menggunakan scanner beresolusi tinggi. Pembuluh kapiler darahnya pun tak luput dari pemindaian ketika ia berdiri atas keset.
Hanya sekilas dan gambar itu menghilang. Pria ketiga menggantinya dengan jendela sebuah aplikasi. Aries tidak tertarik. Kepalanya berputar mencari sasaran.
Sebuah mesin pendingin udara ia temukan. Aries mendekat dan mulai membuka tas. Untuk beberapa menit, ia bertingkah layaknya petugas profesional. Pemeriksaan ia akhiri dengan menggantung pengharum ruangan.
Pengharum ini beraroma jeruk. Cocok untuk membangkitkan semangat kerja. Layanan tambahan.
Semua menoleh. Sebuah benda mungil menggantung di mulut AC. Aries segera undur diri dan menatap jam tangannya begitu melewati pintu. Setelah lima menit, ia akan kembali masuk. Ia berharap, tiga penjaga di sana telah tertidur pulas. Dengan leluasa, ia dapat melacak keberadaan portal yang sepertinya tersembunyi. Setelah terlihat, maka kendali di dalam tangan.
Menurut informasi yang diberikan oleh Josh, portal itu tidak akan ditutup, kecuali memang sangatsangat diperlukan. Perlu waktu yang cukup lama untuk sinkronisasi ulang mesin waktu sebelum portal dibuka kembali.
LEDAKAN BAGIAN KESATU Aneh. Padahal, duduk di dalam mobil. Mengapa seperti di atas permukaan laut"
Alisya menepikan mobil yang ia setir. Sudah sekitar lima belas menit ia mengemudi, tidak ada yang aneh dengan matanya semenjak ia kembali bertugas. Namun sekarang, tiba-tiba ia harus mengerjapkan matanya berkali-kali. Sebuah proyeksi bergelombang seakan menyelubungi indera penglihatannya.
Mengapa berhenti" Gaya yang duduk di kursi belakang menyambut bingung. Ia menurunkan teropong intai dan mengalihkan tatapannya dari jendela sebelah kanan.
Tolong gantikan aku menyetir, balas Alisya. Baru lima belas menit. Kau baik-baik saja" Gaya bertanya menyelidiki.
Baik-baik saja.... Alisya justru memejamkan mata dan memijit keningnya.
Kau tidak baik-baik saja, simpul Gaya cerdas. Gantikan saja aku menyetir...! Alisya segera bergeser ke kursi depan sebelah kiri.
Oke.... Gaya mengambil ancang-ancang untuk melangkahi tuas persneling. Ia siap menggantikan Alisya di belakang kemudi. Namun, sebuah gemuruh membuatnya mematung beberapa detik.
Suara itu... guntur" Alisya memprediksi. Cuaca sangat cerah, Al, sambut Gaya. Ia kembali bergerak dan kini telah siap memutar roda setir.
Alisya memperhatikan langit dari balik jendela mobil. Semuanya memang terlihat biru, dengan dihiasi sedikit bercak awan seputih kapas. Namun begitu matanya beralih sedikit ke bawah, sebentuk kepulan hitam membumbung dari kejauhan, berasal dari deretan gedung di mana salah satunya ditempati oleh Pos Penjaga Portal.
Sepertinya, memang bukan suara guntur, Alisya terpaku pada bumbungan asap berwarna hitam yang kian meninggi. Gaya sebenarnya ingin turut mengintip, namun posisinya sudah terlanjur di belakang setir. Begitu ia hendak bergerak meninggalkan kursi kemudi, gelang multifungsi Alisya berbunyi.
Kepada semua anggota. Aku melihat ledakan. Aku rasa, itu Pos Penjaga Portal.
Keduanya saling pandang. Gaya kemudian dengan segera membelokkan arah mobil. Pedal gas ia henyak sedalam mungkin untuk memburu kepulan asap yang perlahan-perlahan mulai menipis.
*** Hampir lima menit berpacu, mobil akhirnya berhenti di depan sebuah gedung. Keduanya turun dari mobil. Mereka disambut oleh serakan kaca, serpihan beton, dan logam yang bertebaran di mana-mana.
Ya, Tuhan.... Gaya mendongak. Gedung yang berada di hadapan mereka saat ini adalah gedung yang ditempati oleh Pos Penjaga Portal. Gedung itu kehilangan lebih dari separuh dinding yang menghadap ke jalan. Noda hangus tampak melebar. Asap masih mengepul dari lantai-lantai yang kehilangan dinding. Apa yang sebenarnya terjadi" Ia kemudian mengitari pandangannya ke sekeliling.
Ini ledakan..., sahut Alisya. Ledakan yang sepertinya sangat kuat, sehingga menghancurkan kacakaca jendela tiga gedung yang ada di sebelah kanan, begitu pula dengan dua gedung yang berada di sebelah kiri. Deretan gedung yang berada di seberang jalan turut terkena imbasnya. Lima buah gedung kehilangan hampir seluruh kaca jendela. Bahkan satu gedung yang berhadapan langsung dengan gedung Pos Penjaga Portal, kemungkinan besar ikut tersambar oleh ledakan tersebut. Mulai dari lantai sepuluh hingga hampir mencapai lantai dua puluh, dinding gedung itu hancur berantakan. Sejumlah mobil yang terparkir di sekitar mereka ringsek tertimpa material.
Jangan katakan kalau ini karena arus pendek mesin waktu.... Gaya meringis. Puluhan orang bergelimpangan di tepi jalan. Pakaian mereka terkoyak. Tubuh mereka dibaluri darah. Mereka semua mungkin masih hidup, tetapi tidak ada ambulans yang harus segera mengantar mereka ke rumah sakit. Gaya bergeming. Ia ingin menolong, tetapi mereka terlalu banyak. Ia tidak tahu harus menolong siapa lebih dulu.
Mobil-mobil polisi setempat dan tim Gegana akhirnya muncul. Lima mobil ambulans menyusul dengan turut membunyikan sirene.
Aku curiga ini karena seseorang....
Gaya segera menatap Alisya. Apa yang ia maksud" Lebih tepatnya lagi, siapa"
Astro! Alisya mendadak berlari. Ia memasuki gedung. Sebelum dihalang-halangi polisi yang menghampiri mereka, Gaya bergegas menyusul. Dan di bawah lima menit, mereka benar-benar sudah menginjak anak tangga terakhir di lantai empat belas. Terpaksa mereka menggunakan jalur tersebut, karena lift gedung telah mati. Usai berkejaran menaiki tangga, keduanya berkejaran menarik napas. Hawa panas ternyata masih menyengat.
Alisya benar-benar sudah tidak mengenal lantai itu. Banyak bagian yang terbakar dan puing-puing bertebaran. Sementara lantai dan langit-langit yang menghadap jalan kini telah hilang. Begitu pula dengan ruangan yang dipakai oleh petugas Pos Penjaga Portal. Tidak berbekas sama sekali.
Aku harap, masih ada yang selamat.... Gaya masih berusaha menenangkan paru-parunya. Sementara Alisya, dadanya sudah tidak terlihat turun naik.
Sebuah runtuhan mengusik dari belakang. Beberapa bongkah beton menghantam lantai. Seorang pemuda dengan wajah koyak perlahan berdiri. Tak kalah compang-camping, pakaiannya juga tampak tercabik-cabik. Darah segar mengalir di antara sela kulitnya yang terbuka. Gaya lagi-lagi meringis.
Alisya tercengang. Luka-luka di wajah pemuda asing tersebut perlahan berhenti mengeluarkan darah. Sobeknya mengatup dan Gaya merasa lututnya bergoyang. Selama menjadi perawat, ia tidak pernah melihat kejadian seperti itu tepat di depan matanya. Siapa kau" Alisya bertanya.
Pemuda itu menoleh. Aku polisi....
Tidak ada polisi yang mampu beregenerasi secepat itu.
Pemuda di hadapannya tersenyum.
Aries, apa yang terjadi" Aku mendengar ledakan. Kau tidak menjatuhkan bom itu di gedung ini, kan" Viper muncul dari jalur tangga yang sama. Ia kaget. Alisya dan Gaya sudah sampai lebih dulu.
Kalau bom itu jatuh di lantai ini, kau pasti juga sudah mati.... Aries memutar tubuh ke arah Viper. Pemuda itu hanya tersenyum. Ia baru ingat, bom yang ia berikan adalah bom berdaya ledak besar. Jika meledak, seluruh gedung bisa saja runtuh. Ia yang tertidur di lantai dasar, pasti juga sudah tertimbun.
Yang aku herankan adalah..., mengapa ledakannya bisa sampai menerobos portal" Aku sampai kena. Aries menghadap lantai yang telah hilang.
Hentikan ucapan kalian! Gaya menginterupsi. Matanya terlihat panas. Kalian yang meledakkan pos kami! Kalian masih sempat bercanda"
Kedua pemuda itu menoleh.
Jadi, kalian anggota DINA" Aries bertanya. Ya, kami anggota DINA, Alisya mengambil alih jawaban. Dan kalian akan kami tahan, dengan tuduhan sabotase.
Aries tersenyum. Coba saja.
Sebuah bongkah beton ia tendang. Alisya tak beranjak. Benda dengan tinggi hampir setengah kali tubuhnya itu malah ia sambut dengan ayunan tangan, hingga hancur berkeping-keping. Debunya menyebar. Mendapati serangan pertamanya gagal, Viper segera menimpal dengan serangan kedua.
Aries berlari ke arah Alisya dan meluncurkan tinju. Gadis yang hendak ia serang kembali berhasil menangkis. Alisya turut meluncurkan tinju. Namun, dengan gesit ditangkap oleh Aries. Merasa tangan kanannya tertangkap, Alisya melompat dan menghajar dada pemuda itu dengan kedua kakinya. Aries terdorong nyaris jatuh. Alisya yang masih melambung segera memutar tubuhnya dan mendarat dengan mulus.
Baru kakinya menyentuh lantai, kali ini giliran Alisya yang langsung balik menyerang. Aries dihujani lesutan kaki dan tangan. Alisya baru berhenti, ketika pemuda itu jatuh tersungkur.
Aries masih memiliki nyali untuk berdiri. Perlahan ia bangkit. Sementara itu, Alisya tiba-tiba seperti kehilangan pijakan. Kakinya goyah dan beberapa kali tubuhnya mencari keseimbangan. Arus yang muncul saat ia mengemudikan mobil kembali menutupi matanya. Lingkungan sekitar begitu sulit untuk dilihat. Begitu ia mencoba untuk fokus, sekelebat bayangan mendadak muncul tepat di hadapannya.
Alisya terlempar. Tubuhnya meluncur dan nyaris terjun bebas. Ia jatuh dan berhenti terseret satu meter sebelum lubang ledakan yang telah menunggu.
Seakan tak merasa sakit, Alisya bergegas bangkit dan menahan tinju dari Aries yang kembali meluncur. Mereka adu jotos dan saling melempar tendang. Suatu saat, Alisya berhasil membuat pemuda itu kehilangan kontrol, tubuhnya melambung, dan disambut terjangan ke atas. Dalam hitungan kurang dari tiga detik, Aries melesat menerobos lima lapis lantai gedung.
Tubuhnya menghempas keras di lapis terakhir. Ia menempel di langit-langit dan pelan-pelan merosot jatuh. Alisya menolak lantai. Ia menyambut tubuh Aries dengan tangan mengepal.
*** Gaya sama sekali tak berkedip. Di depan matanya, ia melihat Alisya melompat menerobos lubang yang diterabas tubuh Aries. Gemuruh halus kemudian terdengar, disusul serpihan debu dan puing yang luruh dari lubang itu.
Hei, manis! Gaya berputar.
Kau tidak ingin berkenalan denganku" Viper dengan anggun mengenakan kacamata hitam. Namaku Andreas River. Lebih dikenal dengan nama Viper. Namamu"
Gaya memasang kuda-kuda. Kita punya waktu banyak untuk berkenalan, tetapi setelah kau dipenjara. Gaya mempererat kepalan tangannya.
Gadis manis sepertimu sebenarnya sayang untuk dipukul. Tetapi karena kau anggota DINA, akan kupatahkan seluruh tulang di tubuhmu!
Gaya terlihat gentar. Viper berkata cukup nyaring untuk kalimat terakhir. Namun, tak ada pilihan. Ia terpaksa mengacungkan tinju ketika Viper mulai bergerak bagai anak panah.
Baru lima detik, Gaya sudah mendapat bogem mentah bertubi-tubi. Ayunan tangannya tidak cukup ampuh sebagai tameng. Tubuhnya sempat melayang, bahkan direnggut dan dilempar ke bawah hingga menerobos dua lantai.
Lubang yang terbentuk berada dalam satu garis serong. Meski begitu, Viper masih bisa melihat tubuh Gaya yang tergeletak di lantai sebelas. Merasa ia harus mengakhiri adu fisik ini, Viper melompat ke dalam lubang. Kakinya mendarat mulus dan ia disambut oleh Gaya yang sudah menempel di langit-langit. Loncatan gadis itu cukup kencang, sehingga ia masih memiliki gaya dorong ke atas setelah mencapai langit-langit.
Gaya kembali meluncur dengan tangan mengepal. Viper segera membungkuk. Ia membiarkan Gaya mendarat di belakangnya dan berputar untuk mengait kakinya. Berusaha menghindar, Viper mencoba bersalto. Namun, tubuhnya tiba-tiba berhenti dalam posisi terbalik.
Gaya mendapatkan kaki Viper. Sebelum pemuda itu melawan, Gaya berteriak dan melemparnya. Anak buah Tuan Morgan tersebut meluncur menerobos meja kerja dan sekat-sekat ruang gedung. Hingga akhirnya, ia terhenti di sebuah dinding dan jatuh terkapar.
Gaya tersenyum puas, tetapi segaris tipis di bibirnya segera menghilang. Ia terlalu lelah untuk berdiri tegap dan bertelekan pinggang. Napas yang turun naik telah mengambil alih konsentrasinya. Dan tiba-tiba, kedua tempurung lututnya seperti tak terkunci. Dengan mulus, ia jatuh bersimpuh.
Apa yang terjadi" Dengan segala kekuatan yang tersisa, Gaya berusaha untuk kembali berdiri. Namun, kedua tungkainya sama sekali tidak bergerak. Kelumpuhan yang mendadak itu diperparah dengan rasa perih yang tiba-tiba menjalar. Ia merasakan sendiri bahwa seluruh otot di balik kulitnya seperti menciut. Ia sadar bahwa Viper perlahan bangkit, kemudian berjalan santai ke arahnya dengan senyum penuh muslihat. Tetapi, persendiannya tetap tidak bisa diajak kompromi.
Sulit untuk berdiri, Manis" Boleh aku bantu" Viper sudah berada di hadapannya. Entah apa yang membuatnya senang, hingga terus tersenyum.
Kisah Masa Lalu Karya Dirgitadevina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bagi Gaya, itu adalah pelecehan. Ia terus mencoba untuk berdiri dan akhirnya mampu menggerakkan kedua lututnya sedikit demi sedikit. Meski bergemetar, kedua tungkainya berhasil berdiri tegak.
Tidak perlu bantuanmu..., sahut Gaya meyakinkan.
Kalau begitu, syukurlah. Viper langsung membalas dengan menghunjamkan tinju. Gaya lagi-lagi berhasil menangkis, kemudian berputar dan menusuk ulu hati pemuda itu dengan siku kanannya.
Viper terdorong mundur beberapa langkah. Bermaksud membalas, ia kemudian mengayunkan kaki kanannya. Baru kaki itu terayun, Gaya sudah berbalik dan turut melambungkan tendangan. Kaki Viper yang nyaris mengenai wajahnya berhasil ia tangkap, sementara tendangannya sendiri ia putar haluan ketika masih meluncur di udara. Gaya berputar cepat bagai poros gasing. Tendangan yang seharusnya mengenai wajah Viper, kini justru mengait pinggang pemuda itu, dan melemparkannya jauh-jauh hingga menghantam dinding.
Oh, tidak...! Gaya mendarat dengan pijakan yang goyah. Kedua lututnya kian nyeri. Ia khawatir tidak dapat menghadapi Viper lebih lama jika pemuda itu tidak segera tumbang. Dan benar saja. Ketika ia berbalik, Viper sudah tidak terlihat di tempat seharusnya ia tersungkur.
Kau mencariku" Suara itu! Viper kini sudah berdiri di belakangnya!
Hanya berbalik adalah sasaran empuk. Oleh karena itu, Gaya memutar tubuhnya sembari menyerang dengan mengayunkan tangan. Viper yang benar-benar sudah berdiri di belakangnya menangkis serangan itu dengan mulus. Ia bahkan menyerang balik dengan sebuah pukulan di bagian perut. Pukulan yang terlalu kuat, melemparkan Gaya hingga sepuluh meter. Ia terhempas di lantai dan memuntahkan darah.
Viper membetulkan letak kacamatanya. Ia kemudian berujar, Aku akan menepati janjiku. Seluruh tulangmu akan kupatahkan...!
Ia pun berlari dan siap melompat menghunjamkan kakinya di tubuh Gaya. Namun, sosok tubuh berwarna gelap tiba-tiba muncul di depan matanya. Tangan yang kekar menghantam wajah Viper, menghancurkan kacamatanya, serta menjatuhkan pemuda itu berguling-guling.
Viper terkapar. Tubuhnya kemudian diputar hingga tengkurap. Laras senapan mesin segera menodong tepat di belakang kepalanya. Seseorang layaknya manusia besi merangkum tangannya di punggung. Borgol baja membuat Viper tak berkutik.
Kurang ajar! pekik Viper kemudian. Ia meludah darah. Bibirnya terluka karena dihantam oleh tangan sekeras baja yang tiba-tiba muncul. Setelah matanya tidak lagi berkunang-kunang, ia mendapati telah diapit oleh dua sosok tubuh berlapis logam mengkilap.
Gaya yang nyaris terbunuh menyeret tubuhnya mendekati sebuah meja. Ia bersandar pada benda itu. Napasnya terengah-engah menahan sakit.
Kau baik-baik saja" Ia menoleh. Untuk beberapa detik, Gaya mencoba menerima, bahwa suara wanita yang menegurnya tadi berasal dari seperangkat baju zirah yang kini berdiri di sampingnya. Ia kemudian yakin, ketika pakaian tempur itu berkilatkilat, berubah menjadi cahaya emas yang berputarputar, lalu lenyap menyisakan seorang wanita berpenampilan kasual. Rambut panjangnya yang mengumpul di belakang kepala, tampak luruh menggerai dengan indah ketika helmnya menghilang. Polisi..."
Wanita itu berlutut. Sebuah tangkai muncul dari balik telinga kanan. Potongan-potongan kaca dan logam bermunculan sangat cepat membentuk kacamata utuh. Gaya tak berkedip. Atraksi ketika pakaian besi tersebut lenyap sudah cukup mengesankan. Kepingan logam yang dikenakan wanita itu lenyap menjadi sinarsinar indah, lalu berkumpul di sebuah kotak di dada kiri serta lengan kirinya.
Unit Gerbang..." Baru kali ini ia melihat Unit Gerbang secara langsung.
Kau anggota DINA, bukan" Gaya tersadar.
Gaya Rahmadia. Kau terdaftar sebagai anggota DINA, tergabung dalam Unit Pemburu. Benar" Gaya mengangguk kecil.
Di mana rekanmu" Alisyavina Mayarananti. Gaya menggeleng. Mungkin, ia masih berurusan dengan pemuda yang satunya lagi....
Berapa orang semuanya" Orang yang menyerang pos.
Setahuku, ada dua. Polisi wanita itu menoleh ke arah rekan-rekannya yang lain. Segera ia mengeluarkan perintah, Masih ada satu pemuda lagi. Harus segera ditangkap!
Baik! Dua anggota polisi lengkap dengan pakaian tempur mereka, segera berpencar.
Gaya mengerang. Ototnya kembali serasa ditarik ke luar.
Jangan banyak bergerak! himbau wanita itu. Dua tulang rusukmu patah, membengkok ke organ vital. Sepertinya, kau harus beristirahat cukup lama. Istirahat lama"
Gaya mendesah lemas. Ia tidak menyadari bahwa air muka polisi wanita di sampingnya sontak berubah. Ia menangkap gambar menakjubkan melalui kacamata pindainya. Sewaktu Gaya untuk kedua kalinya mengerang, otot-ototnya mengencang, menekan tulang rusuk yang patah hingga berada di posisi semula. Lalu pelan-pelan, tulang-tulang itu kembali menyatu.
Aku menemukan residu fibernetik. Apakah ini efek obat itu" gumam sang polisi wanita dari Unit Gerbang.
LEDAKAN BAGIAN KEDUA Lima buah brankas melesat bak peluru meriam. Hantaman yang beruntun membentuk lubang lain di sisi gedung, menebarkan puing, dan membuat keributan di jalan raya. Alisya menggeram. Lima lemparannya sama sekali tidak ada yang mengenai sasaran. Tubuh Aries cukup lentur. Ia meliuk menghindari brankas dan kini berdiri tepat sepuluh meter di hadapan Alisya. Urat-urat yang timbul di sekujur tubuh pemuda itu, ingin sekali ia gigit sampai bocor.
Aries mendadak hilang. Sebuah pukulan keras mendarat di ulu hati Alisya. Ia terbungkuk, dan wajahnya disambut kepalan tangan.
Alisya berguling dan berhenti dalam posisi telentang. Dengan mata yang masih dipenuhi arus, ia masih bisa melihat Aries mendarat beberapa detik di langit-langit, lalu meluncur dengan telapak tangan mengepal.
Alisya tidak ingin tubuhnya dihajar, hingga menerobos empat lantai dalam hitungan detik. Dengan dada yang masih nyeri, ia melejit ke samping. Ayunan kakinya menyambut pinggang Aries lebih dahsyat dari serudukan banteng. Pemuda itu terlempar meninggalkan gendung, ia menerobos lubang di dinding akibat lemparan brankas.
Sayang, karena terlalu bersemangat, Alisya berhasil melontarkan pemuda itu terlalu jauh. Aries berhasil hinggap di sisi gedung yang bersebelahan. Dengan lonjakan kaki yang masih bertenaga, ia pun meluncur kembali menuju gedung di mana tadi ia dilempar. Namun, yang ia tuju bukanlah lantai yang dipijak oleh Alisya. Ia melompat lebih ke atas.
Alisya lagi-lagi menggeram. Arus yang menutupi matanya, kali ini seperti membentuk sebuah jalur. Ia melihat jalan kecil menuju sisi gedung di seberang. Tidak ingin kehilangan buruannya, Alisya nekad berlari dan meloncat.
Orang-orang di bawah menyaksikan sesuatu meninggalkan lantai dua puluh. Alisya berhasil mencapai gedung di seberang. Ia berputar dan menghadap ke atas. Dalam satu detik, ia berhasil menemukan punggung Aries. Terlihat berbalik tenang meninggalkan bibir atap gedung. Setelah menemukan sasarannya, Alisya pun menolakkan kaki dan melejit seperti pemuda itu. Tubuhnya melambung tinggi dan lantai yang hendak ia landasi adalah atap.
Aries telah menunggu. Usai diterjang dengan begitu keras, masih saja ia bisa tersenyum licik. Di hadapannya, Alisya mencoba untuk tidak roboh. Melompat hingga melebihi sepuluh lantai benar-benar menguras tenaganya.
Angin mempermainkan rambut mereka. Aku sebenarnya takjub, mulai Aries. Tidak kusangka, ada seorang gadis yang mampu bertahan hingga sejauh ini.
Kau..., kau belum menjawab pertanyaanku.... Alisya berhasil menyusun sebuah kalimat. Siapa kau" Siapa kalian..." timpalnya lagi. Selama ini, satusatunya orang yang sangat tangguh dan sulit dijatuhkan bagi Alisya adalah Astro. Tetapi sekarang, seorang pemuda dengan kemampuan tempur jauh di atas pria itu tengah berdiri di hadapannya. Siapa" Rekan kerja Astro" Komplotannya"
Bagai ada yang lucu, Aries tergelak singkat. Tangkap saja Astro, kemudian tanya kepadanya tentang kami. Ia pasti dengan senang hati akan menjawab.
Kalian bekerja sama dengan Astro, simpul Alisya.
Aries malah menggeleng kecil. Astro yang bekerja pada kami. Ia membawa barang yang kami inginkan.
Giganium.... Tepat sekali...!
Sebuah pukulan kembali bersarang di ulu hati Alisya. Ia terbungkuk, dan sebuah sikutan mendarat di belakang leher. Ia terjerembab. Wajahnya nyaris menghantam beton jika kedua tangannya tidak segera bertapak di lantai.
Sebelum kaki Aries melayang ke kepalanya, dengan sisa-sisa kesadaran yang masih ia miliki, Alisya berputar dan menghindar. Ia berhasil berdiri dan melayangkan beberapa pukulan. Ia juga sempat meliuk dan sukses menerjang dagu Aries. Terjangan kaki berputar melambungkan pemuda itu meninggalkan atap gedung. Sebelum ia mampu menyeimbangkan tubuh, Alisya melejit dan memborbardir Aries di udara. Satu besutan kaki penutup membuat Aries meluncur bebas dari ketinggian hampir empat puluh lantai. Tubuhnya menghempas sebuah mobil yang terparkir, meringsekkan mobil itu hingga parah tak karuan, serta membuat kaget orang-orang yang tengah sibuk evakuasi.
Alisya mendarat di jalan. Orang-orang yang berkerumun dan hanya berani menonton, akhirnya menarik diri beberapa langkah. Terlebih, ketika mereka melihat Aries masih bisa bergerak. Pemuda itu memutar tubuhnya dan jatuh dari atap mobil yang ia buat hampir rata dengan jalan.
Aries berdiri dengan tubuh penuh luka. DINA dan polisi harus dimusnahkan...! Langkahnya pincang menuju bagian depan mobil. Di sana, ia berbalik dan menghenyak bumper dengan kaki kanan. Mobil sontak berdiri terbalik dan kepalan tangan kanannya membuat mobil melayang. Bukannya pergi melarikan diri seperti para penonton di trotoar, Alisya malah menggenggam erat. Ia memasang kuda-kuda untuk menyambut mobil yang meluncur.
Namun, belum sampai dua puluh meter dari Alisya, sesuatu menghantam mobil tersebut dari atas, menghamburkan kepingan logamnya bersama debu pekat.
Aku sudah mengaktifkan Gerbang Pertama. Maaf baru meminta izin. Sosok berpakaian besi, Unit Gerbang, perlahan tampak dari debu yang berangsur tipis. Hantaman kedua kakinya meremukkan mobil yang sudah ringsek hingga berkeping-keping.
Kau sudah menemukan pemuda kedua" wanita bersama Gaya tersebut berkata balik.
Ia tepat di hadapanku. Jangan biarkan ia lari. Unit bantuan akan menyusul.
Akan kulakukan semampuku. Polisi itu mulai melangkah. Kakinya ringan seperti pakaian di tubuhnya tidak seberat nyaris tiga ratus kilogram. Bahkan, langkahnya terayun kian cepat.
Tetap di tempatmu, Anak Muda! Aku adalah polisi. Aku akan menangkapmu. Ia mempersiapkan borgol.
Aries tertawa singkat. Ia menyahut dengan suara lantang, Jangan takut! Aku yang akan ke sana!
Ia berlari menuju polisi itu dan melayangkan pukulan. Seakan memiliki indera keenam, pukulanpukulan itu berhasil dihalau dengan mudah. Beberapa ayunan kaki dan tangan yang segera menyusul bertubitubi juga dengan mudah disapu. Aries semakin jengkel dan serangannya semakin membabi-buta. Hingga akhirnya, ia kehilangan konsentrasi dan berhasil dibanting menubruk tembok sebuah gedung. Lubang besar kembali menganga.
Kau seharusnya bersabar. Polisi itu memungut borgolnya. Ia menoleh dan Aries sudah membuat lubang lain. Ia berlari menerobos gedung.
Lapor! Tersangka melarikan diri! Kejar!
Petugas itu mempercepat langkahnya. Ia berusaha mengejar, namun ayunan kakinya dapat didahului oleh Aries.
Kecepatan larinya 20 kilometer per jam. Semakin meningkat!
Aries berhasil melewati gedung. Ia mencapai jalan raya dan semakin tak terkejar.
Meminta izin untuk membuka Gerbang Kedua! Lama tak terdengar sahutan.
Letnan" Aku meminta izin untuk membuka Gerbang Kedua!
Baik. Laksanakan! Polisi itu terus berlari.
Kunci suara, aktif! Laksanakan protokol Gerbang. Mempersilakan sistem membaca DNA.
Kode DNA Diterima, sebuah tulisan muncul di kaca helm.
Membuka Gerbang Kedua! Perlahan, kecepatan lari polisi itu semakin meningkat. Katup-katup udara membuka di beberapa bagian tubuh, termasuk kaki dan tangan.
Hentikan langkahmu, Anak Muda!
Seruan sang petugas tak diindahkan. Aries berlari kian kencang melawan arus lalu lintas. Ayunan tangannya berhasil membuat beberapa mobil terbalik. Sang petugas akhirnya melompat sekuat tenaga dan berhasil mendarat tepat di hadapan Aries. Tangannya menyambut batang leher pemuda itu dan membuatnya terayun layaknya gantungan kunci.
Namun, hasrat kabur Aries masih kuat. Ia memutar tubuh dan menendang hingga remuk sebagian kaca helm sang petugas. Ketika kakinya kembali menyentuh aspal, ia kembali berlari.
Belum genap tiga puluh langkah, anggota lain telah mengambil jalur Aries untuk melarikan diri. Katup-katup udara juga telah membuka di sekujur pakaian besi yang ia kenakan. Tak sempat menghindar, pukulan telak di wajah melambungkan tubuh Aries puluhan meter, menghantam sisi sebuah bangunan.
Petugas yang mendapat hadiah terjangan dari Aries terjerembab di aspal. Ia memegangi wajahnya yang terluka. Seragam Unit Gerbang yang ia kenakan berkilat-kilat, kemudian hilang menjadi cahaya berwarna emas.
Sementara rekannya yang berhasil mencegat langkah Aries, memburu langkah menuju lokasi pemuda itu terlempar. Ia tercekat. Hanya sebuah lubang dengan serakan beton yang ia jumpai di tempat itu.
*** Segaris cahaya menyeruak membelah gelap. Semakin lama semakin lebar, dan proyeksi buram itu kini perlahan-lahan berubah jernih.
Bili dapat merasakan ia tengah berbaring di atas tempat yang lembut. Tubuhnya diselimuti sesuatu hingga terasa hangat. Dan di depan matanya, terpampang langit-langit yang putih bersih.
Sekelebat cahaya memuntir lehernya ke kanan. Ujung mata Bili membentur sosok yang menatap jendela. Sosok itu tak bergeming menyaksikan alur air yang mengalir di balik kaca. Sesaat usai sekelebat cahaya tadi sirna, gemuruh halus terdengar. Sosok itu berputar dan sepertinya kaget mendapati Bili telah siuman.
Digta..." suara Bili keluar parau. Gadis itu menunduk, berusaha menyembunyikan alur lain di wajahnya. Dan selipat tisu terangkat menyeka air matanya yang mengalir.
Setelah beberapa detik bersembunyi, wajah Digta kembali muncul. Kali ini, dihiasi gurat senyum.
Apa kabar" Bagaimana keadaanmu" Ia mendekat dan duduk di sebuah kursi. Basa-basi itu malah dianggap Bili sebagai hal yang aneh. Digta yang ia kenal setidaknya terakhir kali ia sadar bukanlah gadis yang suka berbasa-basi. Ia juga selalu menjaga jarak. Namun sekarang, ia bisa menyaksikan wajah Digta kurang dari satu meter. Merah di matanya juga terlihat jelas.
Apa aku bermimpi..." Bili merasa, ia berkata cukup pelan, namun Digta masih mampu menangkap suaranya.
Mimpi..." Kau... tiba-tiba.... Jangan salah tanggap. Aku berada di sini karena aku sudah berjanji pada Ayu. Ia memintaku untuk menggantikannya selama ia pergi.
Ayu" Di mana ia sekarang..." Digta kembali tertunduk.
Dia..., mungkin telah menukar nyawanya untuk hidupmu....
A..., apa... maksudmu"
Orang yang menyelamatkanmu dari lift, ia adalah Ayu. Selama empat jam berturut-turut, ia menungguimu di sini, di rumah sakit ini. Tapi, tiba-tiba satu jam yang lalu, ia memintaku untuk menggantikannya. Ia pergi ke LABTEK-II. Dan..., tiga puluh menit kemudian....
Terlihat jelas. Butir-butir bening seperti menetes dari wajah Digta. Ia menangis"
Tiga puluh menit kemudian..., aku mendapat kabar bahwa LABTEK meledak. Seluruh gedung DINA hancur. Aku bisa menyaksikan kepulan asapnya dari sini, bahkan hingga hujan turun. Ayu masih belum kembali.... Ia masih di LABTEK-II....
SESAMA WANITA Aku rasa, Kak Sonia hanya bercanda, Andiev mencoba menanggapi keluhan Ilyas. Sore itu, mereka duduk-duduk di pinggir kolam renang. Di dalam kolam, beberapa anak kecil tengah bermain. Sementara di seberang kolam, dua teman Ilyas tengah bersantai. Dua pemuda itu duduk-duduk di kursi sembari menikmati seteko jus jeruk, di bawah naungan payung lebar, seperti berada di tepi pantai. Hal yang lumrah apabila keduanya bertandang ke rumah Bang Edi untuk menjarah isi kulkas.
Bercanda" He-e! Masa, bercanda sampai seperti itu" Apa karena ia sudah lama tinggal di luar negeri" Bagaimana pun, Sonia telah membuat Ilyas olah raga jantung. Tragedi cincin tadi malam membuat tidurnya sama sekali tidak nyenyak. Hanya karena membantu gadis itu memasangkan cincin, sudah dianggap bertunangan" Mmm..., bisa jadi, sih....
Ilyas terdengar menghela.
Andiev mengunjukkan sebungkus keripik kentang. Nih!
Ilyas menggeleng. Andiev menarik tangannya dan kembali menjumput keripiknya.
Diev..., tegur Ilyas. Ha" Apa"
Kamu terlihat agak gemuk. Dengan cepat, Andiev menatap tajam.
Selama kamu tinggal di sini, kamu jago ngemil,
ya" Enak saja! *** Di luar, sebuah mobil sedan hitam metalik mengambil tempat di depan teras. Sonia yang baru menjejakkan kaki, sudah mengincar Dimas di kebun. Dari jalan masuk, ia sudah bisa melihat pemuda itu di antara rimbunan bunga.
Sedang sibuk" sapa Sonia berbasa-basi. Dimas menoleh dan mengangguk. Jika tidak pernah kemari, Sonia pasti tidak akan pernah tahu, bahwa seorang pemuda yang pendiam di kelas, adalah adik seorang dermawan.
Bunganya cantik-cantik. Kau sendiri yang merawatnya"
Dimas lagi-lagi mengangguk. Tapi, beberapa hari ini, Andiev juga sering membantuku, suara Dimas akhirnya keluar.
Bibir Sonia membulat. Oh, iya. Ngomongngomong soal Andiev, dia masih ada di sini, kan" Belum diadopsi"
Andiev masih punya orang tua. Dia tidak ingin diadopsi. Ia dan Ilyas ada di kolam renang. Kolam renang"
Apa" Sonia setengah menjerit. Ada yang aneh"
Ti..., tidak. Boleh aku masuk ke rumahmu" Aku ingin bicara dengan Andiev.
Dimas tak henti mengangguk. Sonia segera berbalik dan melesat mendaki anak tangga di teras. Ia menerobos sebuah ruangan dan akhirnya berhenti di ambang pintu.
Benar. Ada Andiev dan Ilyas di bibir kolam renang. Tetapi, mereka tidak berenang seperti yang terlintas di dalam isi kepala Sonia. Meski begitu, tingkah mereka berdua tetap membuat mata Sonia melancip setajam pisau.
Mereka pegang-pegangan tangan"
Entah mengapa di hari ini, Sonia selalu berpikir layaknya mafia. Ilyas tidak bermaksud lain, selain mencegah Andiev bertindak curang. Mereka bermain suit, dan sudah berkali-kali gadis itu mengelabui Ilyas. Kertas ia ubah batu, batu ia ubah gunting, dan gunting ia ubah jarum.
Kalau takut kalah, bilang saja! ejek Ilyas. Sewaktu mereka mengobrol, ia tak sengaja menyinggung perihal pendidikan Andiev. Andiev mengaku bahwa ia sudah duduk di kelas sembilan. Bagi Ilyas, pernyataan itu belum cukup apabila tanpa bukti. Dan, mereka pun suit. Jika kalah, akan diberi petanyaan.
Oke..., oke.... Aku kalah. Mana" Mana soalnya" Andiev memang mengalah, tetapi masih sedikit menantang.
Ini soal Sejarah. Tahun berapa Perang Dunia Kedua terjadi"
Wajah Andiev berkerut. Perang Dunia Kedua.... Matanya menerawang. Aku menyerah...!
Ilyas menyambut dengan seringai licik. Tahun 1945.
Mereka suit lagi. Abang kalah! Andiev terpekik. Kedua tangannya terangkat ke atas, bagai prajurit mendengar kabar merdeka..
Ikam di seberang tersedak gelas jus jeruk. Soalku juga soal Sejarah. Kapan Perang Dunia Ketiga terjadi"
Giliran Ilyas memasang tampang remuk redam. PD-3, kan, belum pernah ada....
Salah! Perang Dunia Ketiga terjadi sekitar tahun dua ribu.... Andiev berhenti di tengah jalan, seolah teringat sesuatu. Iya, ya" PD-3, kan, memang belum pernah ada.
Makanya, bangun! Ilyas menciduk air kolam dengan tangannya, lalu dipercikkan ke wajah Andiev.
Punggung gadis itu melentik karena kaget. Jahat! balasnya pula. Abang harus bertanggung jawab menyeka wajahku lagi!
Sonia mendelik. Ilyas mengernyit. Di mata Sonia, Andiev masih terlalu kanak-kanak, tetapi tingkahnya sudah mampu menyentil perasaan aneh di sudut hati Sonia. Sebelum kejadian waktu itu terulang tepat di depan mata, Sonia buru-buru berdehem.
Keduanya menoleh. Andiev langsung menyambut dengan tampang polosnya, dihiasi senyum nyengir kuda. Sementara Ilyas, wajah pucat pasi sudah menjadi sambutan resmi jika melihat kedatangan Sonia. Memangnya, aku hantu"
Aku ada urusan dengan Andiev. Sonia menarik sahabat curhatnya menjauh. Ilyas terus mematung, meski kedua gadis itu telah menghilang.
Ilyaaaaas! Ikam sekaraaaaat! pekik Ake.
*** Keduanya menuju ruang makan. Sebuah meja yang cukup panjang membuat Sonia segera duduk di salah satu kursinya yang berjejer. Ia sempat menghitung, ada dua belas kursi yang melingkari meja. Sesuai dengan orang-orang yang tinggal di rumah besar ini. Ada Bang Edi, adiknya yang bernama Dimas yang pendiam itu, sekaligus sepuluh anak yatim piatu yang mereka asuh.
Kalau semuanya pas dua belas, Andiev ditaruh di mana"
Sonia mengangkat kedua alis. Ia berusaha tidak ingin ambil pusing, tetapi ia masih merasa perlu tahu.
Eh, kalau makan malam, kamu ditaruh di mana" seloroh pertanyaan meluncur membalikkan kepala Andiev. Gadis yang lebih muda tiga atau empat tahun dari Sonia itu membuka sebuah lemari pendingin di dapur. Karena dapur dan ruang makan yang tidak begitu jauh, bahkan tidak dihalangi oleh sekat, Andiev bisa mendengar pertanyaan yang terlontar dengan sangat jelas.
Maksudnya" Wajah Andiev telah kering. Sebuah handuk kecil terselepang di pundak.
Sonia malah diam dan memasang senyum. Matanya melirik kursi-kursi kosong di depannya. Untuk beberapa detik, Andiev justru ikut menghitung kursi-kursi itu. Setelah usai menghitung, otaknya berputar ke kejadian tadi malam.
Oh..., ingatnya dengan suara halus. Kalau malam, ada Bang Edi. Jadi, aku tidak mungkin duduk di sana.
Lalu" Andiev menarik sebotol air mineral dingin. Pintu kulkas ia tutup.
Aku diserahkan tempat khusus. Ia menghampiri Sonia, duduk di kursi yang saling berhadapan, menarik sebuah gelas, dan menuang air dingin yang baru saja ia ambil. Kegiatannya segera disusul oleh Sonia. Tempat khusus"
Dapur. Aku menikmati dinner-ku di dapur. Setidaknya, itu bukan tempat yang jelek. Ada banyak makanan di sana.
Pantas..., kamu sekarang terlihat agak gemuk. Andiev mendelik untuk beberapa detik. Selanjutnya, ia menarik gelas dan mendinginkan hatinya. Setelah beberapa saat berdiam, Andiev mulai membuka pembicaraan.
Aku mohon, Kakak jangan berbuat yang anehaneh lagi terhadap Bang Ilyas. Aku kasihan sama dia.
Aku juga sebenarnya tidak tega. Tapi, ya..., karena tingkahnya yang seperti itu, aku jadi tidak bisa menahan diri. Ah, sudahlah! Rencananya, hari ini aku ingin meminta maaf. Akan kuceritakan bahwa itu semua bercanda. Dan juga, akan kuajak ia jalan-jalan lagi. Pergi ke mana saja yang ia suka, sebagai permohonan maafku.
Kau tahu, tidak" Tadi pagi, repotnya minta ampun. Belum lagi kamar berantakan, kunci kamar hilang, eh, Ayah mendadak menelepon hanya untuk bertanya apakah aku sudah bangun atau belum. Aku juga sempat jatuh ketika mencoba turun dari jendela kamar, karena simpulan spreinya kurang kencang. Aku rasa, aku kualat terhadap Ilyas.
Nah, kan" Sudahlah. Sekarang, aku mau pergi. Bawa Ilyas jalan-jalan.
Ingat, Kak. Jangan diapa-apakan lagi. Nanti, aku juga yang repot.
Tidak akan diapa-apakan, kok. Janji. Ini janji antara kita. Sesama wanita.
Sonia menjeling. Sesama wanita..." Anak ini sok dewasa.
Apa" balas Andiev. MATA RANTAI Terpaan air yang jatuh sungguh deras. Mantel biru Digta menjadi berat dan terdengar berisik. Ia juga harus memicingkan mata, karena percikan air yang menyerbu wajahnya tak kalah tajam.
Nyaris kakinya kehilangan pijakan tatkala sebuah puing bergeser. Lapisan air yang mengalir di atas puing juga cukup membuat permukaan puing menjadi licin. Beruntung, Digta masih sempat meloncat dan mendarat dengan mulus. Memang sungguh berbahaya, bermain di antara puing gedung di bawah terpaan hujan. Setidaknya, ia juga sempat ditegur oleh seorang petugas evakuasi. Tiba-tiba saja, pria itu muncul dari balik sebuah bongkahan beton bersama satu unit MIGEN.
Lokasi ini berbahaya, Nona. Apa yang Anda lakukan" Petugas itu mendekat. Bilasan air hujan menggelontorkan warna pekat dari mantelnya.
Saya wartawan. Saya sudah mendapat izin dari polisi. Saya juga hanya akan sampai di batas ini. Digta sedikit berbohong. Ia menunjukkan kartu izin dari pihak keamanan yang sedari tadi menggantung di lehernya. Kartu izin tersebut ia peroleh dari seorang kenalan yang bekerja sebagai reporter stasiun televisi swasta nasional. Tim reportasenya kebetulan meliput di sini. Untuk lebih meyakinkan, Digta juga menggenggam sebuah kamera video berjenis handled.
Baiklah kalau begitu. Sebaiknya, Anda jangan bertindak ceroboh. Puing-puing di sini sangat licin.
Digta mengangguk. Petugas itu berlalu bersama dentuman kaki MIGEN. Ada lima MIGEN lain yang terparkir di bawah tenda, agak jauh dari puing. Mereka dihibahkan oleh Borneolab kepada Badan SAR Nasional.
Sepeninggal petugas itu, Digta menghela. Air yang turun tak berubah derasnya, langit masih gelap seperti jam enam sore. Padahal, sekarang baru jam empat tiga puluh menit. Dan gedung DINA, tak berubah. Semuanya tampak sebagai reruntuhan.
Rasanya, tak mungkin akan ada yang selamat, jika seseorang itu masih berada di lantai dasar DINA, ketika gedung tersebut runtuh. Harapan untuk melihat tangan yang melambai di antara puing pun rasanya pupus. Ayu mungkin sekarang sudah terbaring tenang di balik puing-puing itu, terkubur di tempat kerjanya, dan tidak akan melihat senyum orang yang pernah ia tolong.
Digta mengerjap. Aliran bening yang hangat mulai kembali membaur di pipinya, bersama dinginnya air hujan.
Hubungan kita sebenarnya tidak seberapa dekat. Tapi, entah kenapa" Aku merasa kehilangan.... Aliran hangat itu sepertinya tidak terbendung. Sebelum benarbenar tumpah tanpa dapat ditahan, Digta bergegas berputar dan mengambil langkah. Pada saat itu, sayupsayup suara yang ia kenal terdengar berulang-ulang.
Digta merogoh ponsel dari saku. Ia menerima panggilan telepon dari Irene. Semenjak ia dan Ayu menemani Bili, atasannya tersebut tidak terlihat karena harus mengikuti rapat koordinasi. Digta tidak tahu apa alasan Irene, sehingga ia tidak diajak serta dalam rapat itu. Padahal sebelum-sebelumnya, ia selalu mendampingi Irene dalam berbagai rapat koordinasi antara Borneolab, polisi, dan DINA.
Assalamualaikum, Dig.... Walaikum salam. Ada apa, Bu"
Kau sekarang ada di mana" Kata Bili, kau pamit ke luar rumah sakit.
Aku..., aku sekarang ada di lokasi gedung DINA.
Oh.... Aku mendengar kabar tentang LABTEK. Aku turut prihatin. Tak kusangka akan seperti ini. Sebelum LABTEK meledak, Irene dan beberapa petugas dari kepolisian sempat bertandang ke fasilitas itu. Beranjak dari sana, Borneolab mengontaknya untuk segera kembali ke perusahaan. Bagaimana kabar Ayu"
Ia belum ditemukan. Terlalu banyak puing yang harus disingkirkan untuk mencarinya. Lagi pula, sekarang hujan cukup deras. Keadaan menjadi berbahaya.
Aku harap, ia selamat. Aku harap juga begitu.... Digta memutar pandangan. Puing-puing masih belum berubah.
Harapan memang selalu ada, tetapi kemungkinan untuk tercapai terlalu sedikit.
Oh iya, Digta. Aku baru saja dari Borneolab. Proyek Mata Rantai telah rampung. Kita akan segera kembali ke Borneolab. Aku dalam perjalanan untuk menjemputmu.
Digta menggangguk, seakan Irene dapat melihatnya. Dan setelah itu, telepon diputus. Sepuluh menit usai meninggalkan lokasi DINA yang telah berupa puing, sebuah mobil menjemput Digta di tenda darurat.
*** Maaf, aku jadi ikut bersama kalian. Hilda tersandar di baris kursi belakang. Putri semata wayangnya terlelap di pangkuannya. Mereka tidak pulang ke rumah, karena mobil yang mereka miliki telah hancur. Irene yang semula ingin mengantar mereka pulang, akhirnya berubah pikiran dan membawa sahabatnya itu ke Borneolab.
Sebenarnya, sudah lama aku ingin mengajakmu, sambut Irene. Mungkin, kau bisa melakukan banyak hal di Borneolab. Di laboratoriumku, kau mungkin akan berjumpa dengan hal-hal yang telah lama kau tinggalkan setelah kau menikah.
Apa itu..." Wanita lajang yang menyetir mobil di hadapannya membuat Hilda mengernyit.
Aku menemukan konstelasi bintang milik Koloni Juran. Koloni Juran adalah koloni kecil, tetapi teknologi mereka sangat maju dan satu-satunya koloni yang memiliki jarak terjauh dari tata surya. Konstelasi"
Iya. Konstelasi bintang yang cukup lengkap. Seberapa lengkap" buru Hilda penasaran. Ada sekitar tiga triliun bintang, di tiga galaksi. Mereka sepertinya ingin menjelajahi angkasa raya, tetapi tidak tercapai. Perang Kosmik lebih dulu berkobar.
Perang Kosmik.... Hilda tersedot ke dalam pikirannya. Irene pernah memberitahukan seberapa dahsyat perang itu. Jumlah korbannya bukan main. Dan efeknya..., masih terasa bahkan hinga 150 tahun kemudian.
Sebenarnya..., reuni kita kali ini bisa sangat menyenangkan. Hanya saja, keadaan seperti ini.
Hilda mengangguk. Usai mengangkat kepala, matanya terbentur ke sebuah area lapang di sisi kiri mobil. Digta yang sedari dijemput hanya tertunduk, turut menoleh.
Lokasi itu, seharusnya....
Gedung DIVENN, sahut Irene. Sama seperti DINA, gedung itu juga telah menjadi puing. Bedanya, kita tahu penyebab hancurnya gedung DIVENN. Sementara DINA, masih perlu diselidiki.
Di bawah terpaan derasnya butir-butir air, sebuah lingkaran raksasa berjarak hingga ratusan meter dari jalan tol terlihat masih jelas. Noda hangus melingkari kawah yang cukup untuk menyaingi lebar satu stadion. Niken berada di sana sekarang.
Sepuluh menit berlalu. Mobil memasuki lantai dasar sebuah gedung dan memarkir diri. Keempat penumpangnya turun, termasuk putri Veren yang terlihat masih mengantuk. Kejadian semalam sungguhsungguh menyiksa matanya. Tubuhnya menggigil tatkala hantaman besar mengguncang seisi bunker.
Gadis cilik itu mengucek mata. Irene mendekat dan menjongkok.
Di tempat Kakak ada kasur. Tapi, mungkin tidak seempuk di rumah Yuni. Yuni boleh tidur di sana, tetapi Yuni jangan sampai ngiler. Janji"
Yuni menyingkirkan tangan dari depan mata. Ngiler"
He-e! Yang keluar dari sela bibirmu jika kau tertidur.
Hiii...! Irene tertawa kecil. Ia berdiri dan Hilda menyambut, Kakak, ya"
Sudahlah, jangan dibahas. Aku, kan, belum menikah. Irene berbalik. Ia memandu Hilda menyusuri sebuah koridor. Di ujung koridor itu, sebuah lift mengantar mereka turun ke bawah.
Setelah turun delapan lantai, pintu lift terbuka. Sebuah ruangan lebih luas dari LABTEK-II menyambut. Beberapa kabel warna-warni sebesar lengan orang dewasa tersulur dari dinding, tersusun dengan rapi dan tersambung pada sebuah landasan di tengah ruangan.
Selamat datang. Ini adalah satu dari lima belas laboratorium utama milik Borneolab.
Mereka meninggalkan lift dan melangkah mendekati landasan logam itu. Tepat di atasnya, lenganlengan baja menopang dua bingkai lengkung di langitlangit. Kedua bingkai tersebut saling menghadap, hingga nyaris membentuk lingkaran.
Kau pernah berkata ingin melihat mesin waktu yang sudah kubuat. Sekarang, aku membawamu tepat di depan mesin waktu itu.
Serta-merta Hilda membalas, Ternyata, jauh lebih besar dari yang kubayangkan.
Irene tertawa kecil. Kami sebenarnya memiliki dua jenis mesin waktu. Mesin waktu pertama yang kami buat berukuran kecil, hanya mampu membuka gerbang maksimal tiga meter. Ujung portal yang ada di masa tujuan juga bisa diketahui dengan mudah, karena bentuknya yang ganjil serupa udara yang bergelombang karena panas. Dalam beberapa kali riset, kami juga merasa perlu untuk mengirim alat-alat berat. Makanya, kami membuat yang lebih besar dan baru selesai dua hari ini. Itu pun pengerjaannya kami kebut. Seharusnya selesai dalam dua atau tiga bulan lagi. Terapaksa, beberapa fitur tidak kami sertakan.
Mesin yang kini ada di hadapanmu mampu membuka portal selebar maksimal dua puluh meter. Ujung portal yang ada di masa tujuan juga tersembunyi, baru terlihat apabila disentuh, dan juga bisa dinonaktifkan tanpa perlu mematikan gerbang utama dan sinkronisasi. Kami bisa membawa MIGEN dengan sangat leluasa. Dan riset kami akan berjalan semakin mantap.
Irene menerawang. Setelah beberapa detik matanya menggantung di langit-langit, ia kembali pada Hilda. Dengan adanya mesin ini, kami berharap sangat banyak. Kami ingin memperlihatkan pada dunia, bahwa kita harus belajar dari sejarah. Peperangan adalah hal yang buruk. Bagaimana pun, perang semacam Perang Kosmik harus kita cegah untuk kembali terulang. Perang itu menghancurkan manusia dan peradabannya. Oleh karena itu, proyek ini kami namai Mata Rantai. Kami mencoba mencari rantai-rantai sejarah yang terputus, mengembalikan apa yang seharusnya kita miliki, termasuk teknologi dan kebudayaan leluhur yang telah hilang.
Irene beralih pada Digta.
Mesin ini sudah diuji coba. Beberapa bug telah aku selesaikan sebelum menjemputmu. Semua berjalan baik. Sekarang, aku ingin mesin ini segera diaktifkan kembali. Beritahukan itu pada semua staf.
Riset" Digta terlihat bingung.
Tidak ada waktu untuk riset. Giganium dan putri staf DIVENN adalah prioritas. Gunakan catatan mesin waktu pertama kita untuk sinkronisasi. Cari di dalam log file basis data. Aku ingin dalam dua jam, portal sudah siap.
Digta mengangguk kencang. Langkahnya yang cepat membawa ia memisahkan diri dari rombongan. Sekelompok staf berseragam biru langit bercampur oranye menyambutnya di sebuah ruang di balik dinding kaca.
Sekarang, kita tinggal menunggu suamimu dan polisi.
ADA APA DENGAN ANDIEV"
Anak-anak sudah puas bermain air. Mereka naik dan giliran Ake mencopot baju dan melompat. Cipratan airnya mengenai papan catur di tepi kolam. Andiev yang sepertinya sudah sejak lahir berpembawaan suka naik darah, mencak-mencak memaki Ake. Ake sendiri menangkap omelan Andiev sebagai sinyal tidak jelas. Ia sibuk menikmati betapa heningnya tenggelam seperti batu hingga dasar kolam.
Andiev kembali ke papan catur. Ikam menunggunya dengan rambut separuh basah.
Bagaimana" Serangan-seranganku membuat Abang tidak dapat berkutik lagi, bukan" Andiev tersenyum menyeringai. Ia mengusik konsentrasi Ikam di papan catur. Mata pemuda itu langsung melirik setajam pisau.
Sebelum keduanya saling membunuh, Dimas muncul mendekati mereka seraya menenteng gunting bunga.
Ada pamanmu di luar. Ia membuat Andiev mengernyit.
Paman" Katanya begitu. Ia ingin membawamu pulang. Orang tuamu sangat cemas.
Kerut-kerut di dahi Andiev semakin kentara. Ragu-ragu ia untuk berdiri.
Bagaimana pamanku bisa sampai di sini" Lebih baik, dijumpai saja.... usul Ikam.
*** Kira-kira, tinggal satu telapak tangan. Matahari akan menyentuh permukaan laut. Sonia sudah mengukurnya dengan telapak tangannya sendiri. Ia berdiri di tepi pantai, menunggu kedatangan Ilyas.
Ia berbalik. Pemuda itu telah tampak. Ia membawa dua tampuk es krim. Salah satunya di tangan kanan, ia sodorkan kepada Sonia.
Sore-sore kenapa mencari es krim" Beruntung penjualnya masih ada. Ilyas lebih terdengar seperti menggerutu. Sonia menggigit sedikit es krim miliknya dan tersenyum. Bermaksud minta maaf, ia malah lagilagi mengerjai Ilyas.
Ia menangkap pergelangan tangan kanan sahabatnya itu. Dibawanya menjauh dari bibir pantai. Kira-kira dua meter dari jangkauan terdekat air laut, mereka mengambil tempat dan duduk di atas pasir.
Ng..., Yas..., Sonia mulai melancarkan misinya. Orang yang ia sebut segera menoleh. Ng.... Sambil menikmati es krim, Sonia menggambar bentuk hati di pasir. Ilyas menangkap sinyal mencurigakan. Segera ia bergeser beberapa senti.
Yas, aku sadar bahwa aku selama ini suka menakalimu, Sonia akhirnya menyambung ucapannya yang sempat terhenti beberapa detik. Ilyas mengernyit. Dan mengenai cincin tunangan itu..., lanjut Sonia lagi. Aku ingin memberi tahu bahwa itu hanya bercanda. Aku mohon maaf.
Ilyas bergidik. Hidayah Tuhan sepertinya datang begitu cepat, sehingga Sonia kembali ke jalan yang lurus. Tapi pada waktu yang bersamaan, Sonia justru menambahkan panah pada bentuk hati yang ia gambar di pasir.
Merasa tidak ditanggapi, Sonia yang tengah asyik dengan gambarnya tersebut segera menoleh. Kau mau memaafkanku, kan"
Ilyas terkaget. I..., iya! Tidak perlu minta maaf. Aku sudah memaafkanmu, kok.
Yang benar" Ilyas mengangguk kencang. Iya!
Terima kasih! Sonia merangkulnya. Ilyas sontak menjadi kaku.
Ayo, sekarang kita mau ke mana lagi" Sebutkan saja tempat yang ingin kau tuju! Sonia melepas rangkulannya. Wajahnya terlihat bersemangat. Pergi lagi..."
Iya. Ke mana" Ke mana saja yang kamu suka! Ayo, kita mau ke mana"
Ilyas berpikir sejenak. Ke rumah. Pulang ke rumah.
Kening Sonia berkerut. Pulang" Kenapa" A..., anu.... I..., itu....
Tidak usah takut. Katakan saja. Itu....
Apa" Ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu. Sesuatu" Sonia menyeringai lebar. Mulai, ya" Apa maksudmu"
Aku jadi penasaran. Sonia berdiri dan membersihkan celananya dari pasir. Ngomongngomong, apa yang ingin kau berikan"
Apa kau sudah melupakannya" Ilyas turut berdiri.
Apa..." Sonia berpikir sebentar. Sudahlah! Biar itu menjadi kejutan. Kalau begitu, biar aku antar kau pulang!
Lagi, ia menangkap pergelangan tangan Ilyas. Diseretnya semakin jauh dari ombak sembari menghabisi es krim yang tersisa. Ia menghampiri mobil sedannya. Mereka naik, mesin menyala, dan roda-roda mobil mulai melaju.
*** Hampir dua puluh menit, mobil akhirnya tiba di depan jalan masuk pekarangan rumah Ilyas. Tunggu di sini. Ilyas turun dari mobil. Aku ikut. Sonia hendak menyusul. Jangan! Kamu di sini saja, cegah Ilyas. Ikut.... Sonia merengek.
Kalau kamu ikut, tidak akan kuberikan. Sonia terpaksa tersenyum. Baiklah.... Ilyas menutup pintu dan beranjak ke rumahnya. Sepeninggal Ilyas, Sonia malah berbicara sendiri. Gila! Ini perasaanku atau Ilyas memang benar-benar sudah mulai berubah" Atau jangan-jangan..., malah aku sendiri yang jatuh cinta padanya" Ah! Ngawur! Tapi, kalau dipikir-pikir, lumayan juga. Tidak apa-apa. Calon suami seperti dia tampaknya baik. Sonia cekikikan menahan tawa.
Di luar mobil, celah pintu menarik Ilyas untuk segera mendekati teras. Terakhir kali ia ingat, ia pergi meninggalkan rumah dengan seluruh pintu dan jendela terkunci rapat. Tidak mungkin ulah Ake atau Ikam, karena beberapa hari lalu mereka menghilangkan kunci duplikat yang diserahkan pada mereka.
Ya, Tuhan! Ilyas terbelalak begitu kakinya berhenti tepat di depan pintu. Apakah mereka begitu nekad" Selain pintu itu telah sedikit bergeser, gagang pintu juga terlihat rengkah. Sepertinya, daun pintu didorong, hingga gagang pintu yang terkunci terbengkas.
Ake" Ikam" Ilyas mendorong pintu dan masuk. Sosok pria di kursi serambi dengan tubuh tegapnya mengagetkan Ilyas. Cahaya yang masuk dari celah pintu menerpa uap yang mengepul dari sesuatu di cangkir di atas meja.
Selamat datang..., sambut pria itu. Meski ia tidak menoleh, cambang di wajahnya tampak begitu jelas.
Kisah Masa Lalu Karya Dirgitadevina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siapa Anda" Anda telah masuk rumah orang tanpa izin.
Tidak usah tahu siapa aku. Yang terpenting adalah... di mana gadis itu" Ia menoleh. Sorot matanya terlihat tajam.
Ga..., gadis yang mana"
Gadis remaja yang tinggal di rumahmu. Andiev!
Aku tidak tahu! Sebuah tangan kekar mencengkeram tenggorokan Ilyas. Tubuhnya ditempel di dinding tak menyentuh lantai. Pria yang duduk tenang di kursi serambi tibatiba saja sudah berdiri di hadapannya. Sekarang dalam jarak yang sangat dekat, ia bisa melihat jelas wajah pria itu. Pria yang sebenarnya pernah ia dan temantemannya lihat, sewaktu pertama kali berjumpa dengan Alisya. Orang itu adalah Astro.
Katakan yang sebenarnya...! Cengkeraman itu kian mengencang.
Di..., dia sudah pulang...!
Bohong...! Kembali, Astro menghentakkan tubuh Ilyas di dinding.
Me..., memangnya Anda siapa"
Astro malah tersenyum. Tubuh Ilyas ia lempar bagai boneka, hingga membentur dinding lain dengan cukup keras. Suaranya terdengar hingga ke kuping Sonia. Sonia terlonjak kaget.
Di mana dia" Menurut Anda di mana..."
Lagi-lagi, Ilyas diayun dan dilempar. Dan lagi, Sonia terkaget. Suara keras itu kembali terdengar ketika ia sedang berjalan mendekati teras.
Aku tahu kau pintar. Jadi, jawab saja pertanyaanku dengan benar.
Karena aku pintar..., aku tidak ingin menjawabnya.... Bibir dan kening Ilyas mengeluarkan darah. Tubuhnya yang nyeri kembali tergantung.
Keras kepala! Ilyas lagi-lagi dilempar. Sonia yang sudah berdiri di depan pintu kembali terperanjat.
Ilyaaas" Sonia mencoba memanggil, memastikan sahabatnya itu dalam kondisi baik.
Astro tertahan. Ia urung melumat wajah Ilyas dengan bogem mentah. Pemuda itu malah dilepas dan Astro keluar mencari pemilik suara yang terdengar tadi.
Namun, tidak ada siapa-siapa di depan pintu. Hanya sebuah mobil di depan jalan masuk. Astro memerika mobil tersebut dan di sana juga tidak ada siapa-siapa.
Astro kembali. Sebuah balok kayu menghantam kepalanya tepat ketika ia baru saja melewati pintu rumah. Balok tersebut patah, kepala Astro tetap utuh. Namun, matanya perih terkena debu balok yang patah. Buru-buru, Sonia melarikan Ilyas ke dalam mobil. Mereka pergi.
Istana Kumala Putih 12 Pendekar Mabuk 075 Bencana Selaput Iblis Hantu Seribu Tangan 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama