Ceritasilat Novel Online

Lagi Lagi Uang 1

Lagi Lagi Uang Karya Karen Angel Bagian 1


KUMPULAN CERPEN Karen Angel Lala Novrinda Putra Gara Sara Nindya http://cafenovel.com/ 1 LAGI LAGI UANG Bagi semua pengantin baru, apalagi pasangan muda, aku rasa honeymoon is a must. Sepertinya
kalau bukan karena alasan yang mendesak misalnya jadwal kontrak kerja yang padat, tak sepasang
pun pengantin baru ingin menunda atau bahkan melewatkan bulan madu mereka.
Aku dan Andri, suamiku, pun merasa demikian. Walaupun tidak berbudget besar, kami tetap
mengupayakan terlaksananya bulan madu kami ke Singapura. Segala persiapan mulai dari membuat
paspor, memesan tiket dan penginapan, memilih obyek-obyek wisata yang akan dikunjungi, hingga
menyusun koper kami lakoni dengan penuh semangat sebab begitu lewat hari H, kami langsung
bertolak. Hmm... sudah kubayangkan pasti seru rasanya melancong ke tempat baru berdua saja dengan orang
yang kita sayangi. *** Pipi kiri dan kanan ini masih terasa pegal karena kebanyakan cipika cipiki saat menyalami para
tamu yang hadir di perhelatan nikah kami sehari sebelumnya. Namun, girangnya hati membuat tawa
canda dan senyum tak henti-hentinya lepas untuk satu sama lain saat pesawat lepas landas
meninggalkan bandara Soekarno-Hatta.
Lalu, apakah benar honeymoon itu semanis madu" Seheboh persiapannya" Tak terlupakan
sepanjang masa" Ah, itu omong kosong! Lho"
Sungguh, mungkin tak akan ada orang percaya. Di masa honeymoon yang kata orang enak dan
berkesan, aku dan Andri bertengkar! Meski tidak sampai berteriak-teriak, ini yang paling pahit
http://cafenovel.com/ 2 dalam hubungan kami. Andri bahkan mengutarakannya saat kami menanti pesta kembang api di
River Hong Bao, yang sebelumnya kubayangkan bakal romantis sekali.
Kecewa sudah pasti. Banget, malah. Siapa sih yang ingin impiannya dirusak. Dan penyebab dari
semua itu tak lain dan tak bukan adalah uang. Andri merasa 'kaget', bahkan dibuat 'ngeri' dengan
pengeluaranku yang menurutnya boros. Padahal, barang-barang yang kubeli itu kebanyakan titipan
ortu. Aku bahkan tak sempat membelikan oleh-oleh untuk teman-teman dan saudara-saudaraku
yang lainnya. Dari masalah boros tersebut, dia jadi sangsi mempercayakan pengelolaan uang padaku. Dia juga
takut aku membelanjakan uang bersama untuk hal-hal yang menurutnya sekunder. Menurutnya, aku
harus menyusun prioritas dalam berkeluarga. Menghabiskan 90.000 rupiah untuk eye shadow merek
cukup ternama menurutnya hanya membuang-buang uang, sementara di pasar bisa diperoleh merek
lain dengan harga jauh lebih murah. Hello"
Aku tak menampik jika suamiku memang orang yang sederhana. Dia baru mengganti barang jika
sudah rusak atau menurutnya tidak layak pakai lagi. Tapi wanita mana yang tak butuh aksesoris
penunjang penampilannya" Lagipula, barang-barang bermerek yang kupakai sekarang, sebagian
besar diberi ortu. Aku bukan penggila merek, hanya saja terkadang baju yang jatuhnya lebih bagus
itu kebetulan bermerek. Toh, ada juga kaos-kaos milikku yang harganya tak lebih dari 20.000 rupiah per potong. Yang
penting bagus dan nyaman dipakai. Kosmetik yang cukup mahal pun, aku beli dengan hasil keringat
sendiri. Kecuali pembersih wajah, kebanyakan habis pakai lebih dari setahun. Sebagai salah seorang
pembicara di perusahaan, aku rasa wajar bila penampilan perlu sedikit dipoles.
Sejak zamannya masih ditunjang ortu, aku telah terbiasa mandiri untuk pos-pos pengeluaran
penunjang penampilan. Aku juga penganut paham yang mengatakan bahwa dengan cinta, semua
bisa teratasi. Asal ada cinta, hidup susah pun jadi senang. Ah, naif sekali rasanya sekarang.
Memang logis kalau dia bilang kebutuhan menabung untuk membeli rumah, biaya pendidikan anak
kelak, dan hal-hal lain menyangkut keluarga harus diprioritaskan. Tanpa disinggung olehnya pun,
aku sudah tahu, mengerti, dan berniat melakukannya. Begitu dini dia memvonisku gila belanja,
padahal belum sepeser pun uangnya kuhabiskan untuk berfoya-foya membeli baju, tas atau
kosmetik pribadi. Aku dan Andri sangat jarang bertengkar. Jadi wajar jika tak pernah terlintas dalam pikiranku, di
masa honeymoon pun pertengkaran bisa terjadi. Serasa ada benda tajam yang menikam ulu hatiku.
Aku merasa terusik oleh kata-katanya, ketidakpercayaannya. Kok tega-teganya ya, dia merusak
bulan madu kami gara-gara uang. Ironisnya, kami baru saja melewati Fountain of Wealth... di
Suntec City. Bahkan make a wish segala di sana.
*** Mungkin karena kekecewaan yang berlarut, aku jatuh sakit. Mataku bengkak dan perih karena
terlalu banyak menangis. Parahnya lagi, badanku demam tinggi. Andri yang awalnya masih
bersikap dingin jadi panik saat keesokan harinya, aku tak kunjung membaik.
Mataku merah sekali walaupun lensa kontak telah kulepas. Salahku juga tetap memakai lensa
kontak di kala tidur, dan bodohnya aku lupa membawa kacamata cadangan. Di saat aku merasa
sedih, sakit, dan lonely itulah, Andri begitu telaten mengurusku. Merasa berdosa kali, pikirku sinis.
Dia bahkan membawaku ke rumah sakit, khawatir terjadi sesuatu pada mataku. Padahal ongkos
berobat di Singapura kan mahal.
Kami pulang lebih awal dari rencana semula. Repot, sudah pasti. Plus, uang deras mengalir seperti
air keran. Dari membiayai rumah sakit, membeli kacamata, mengganti jadwal tiket, semuanya butuh
dana ekstra. Sekembalinya ke tanah air, aku benci sekali bila ada yang menanyakan honeymoon
kami. Ada yang menyalahkan karena kami terlalu cepat berangkat, bukannya beristirahat dulu
sehabis hari H. Ada juga yang menyayangkan sekaligus menghibur bahwa masih ada kesempatan di
http://cafenovel.com/ 3 lain waktu. Aku sih tidak terlalu berharap.
Namun, tak seorangpun tahu alasan sebenarnya. Bahwa telah pertengkaran dengan uang sebagai
pemicunya. Memalukan. Dan aku jadi agak pesimis dengan bahtera perkawinan kami selanjutnya.
*** Dua tahun berlalu. Terkadang, aku masih sakit hati jika teringat honeymoon perdana kami yang
tidak mengenakkan. Tapi, aku memaafkan suamiku. Andri pun nampaknya sudah melupakan hal
ini. Toh, aku tidak pernah seenaknya membelanjakan uang bersama. Ada skala prioritas dan
penghematan juga sehingga kami selalu dapat menabung. Selain itu, Andri banyak memperbaiki
sikapnya sejak aku melahirkan putri pertama kami. Mungkin trauma juga melihatku bersusah payah
melahirkan dengan banyak darah.
Menurutku, dia sekarang lebih sabar dan penyayang. Walaupun tidak selalu ikut begadang karena
harus bekerja esoknya pagi-pagi sekali, dia cukup perhatian dengan dukungan morilnya di tengah
kelelahan fisik yang aku hadapi di bulan-bulan awal mengasuh bayi kami.
Kejadian itu juga telah mengubah pola pikirku. Wanita perlu bekerja, full-time part-time tidak
masalah. Tidak bisa seratus prosen bergantung pada suami. Kendati suami tetap menafkahi, untuk
kesenangan pribadi, aku lebih suka merogoh kocekku sendiri. Jadi nggak perlu setiap saat bertanya
dan meminta pada suami. Kalau barang yang kita minta dikasih sih tidak masalah, tapi kalau harus
berargumentasi dulu itu yang bikin malas. Biarpun akhirnya diberi juga kan, rasanya sudah tidak
sama lagi. Aku pun mulai menata kembali perasaanku. Membangun penilaian positif setelah sebelumnya
ternoda oleh kenangan pahit. Mencoba mensyukuri apa yang kumiliki sekarang. Andri suami yang
rajin, bertanggung jawab, dan setia. Meski tergolong ganteng, dia tidak hobi tebar pesona. Keluarga
mertuaku pun welcome sekali. Belum pernah terjadi konflik mertua-menantu pasca pernikahan
seperti yang sempat menghantui pikiranku. Di rumah, aku berusaha menjadi ibu rumah tangga dan
istri yang baik. Di tempat kerja, aku tetap bisa profesional.
Sampai suatu ketika, Andri mempertanyakan sebuah buku anak-anak yang baru kubeli untuk Kezia,
putri kecil kami. Satu buku kecil sebesar telapak tangan orang dewasa bergambar harganya 20.000
rupiah. Menurutnya itu kemahalan. Aduh! Aku jadi geram.
Aku kira wajar harganya segitu. Buku ini bukan buku biasa, melainkan terbuat dari karton tebal
yang antisobek dan tahan air. Yang berukuran lebih besar, harganya lebih mahal lagi. Buntutbuntutnya,
aku beli yang mini. Eh, masih kena omel juga.
"Kalau kemahalan, mbok ya dikliping sendiri saja lalu dilem di karton tebal dipotong, dijadikan
buku, dan disampul!" sahutku kesal.
Bayangkan, sejak Kezia lahir, Andri hanya pernah sekali membelikan mainan murah. Sampai saat
ini, mainan-mainan Kezia semuanya hibah dari sepupu-sepupu dan hadiah dari ortu. Jauh di lubuk
hatiku, aku kecewa karena Andri yang notabene bapaknya tidak pernah memperhatikan hal yang
satu ini. Di lain pihak, kakek dan neneknya selalu membelikan oleh-oleh baju, mainan, bahkan susu formula
dan pampers. Miris rasanya. Bukankah bapak yang hubungan darahnya lebih dekat dengan anaknya
sendiri seharusnya yang lebih memperhatikan" Lebih berperan dalam tumbuh kembang anak"
Memangnya anak cuma perlu dikasih makan" Dari buku-buku dan mainan-mainannya kan, anak
bisa belajar banyak hal. Mengenal warna, mengenal berbagai jenis binatang. Siapa tahu malah dapat
memacunya untuk lebih cepat berbicara dan bertambah pandai. Kekesalanku pun memuncak ke
ubun-ubun. "Kamu pikir, suami mencari uang untuk kesenangan pribadi" Apa gunanya aku capek-capek
bekerja dari pagi sampai malam membanting tulang?" katanya berdalih saat aku mempertanyakan
rasa sayangnya pada keluarga.
"Kalau begitu, kan tidak ada salahnya membelikan mainan anak yang berkualitas," sahutku.
http://cafenovel.com/ 4 "Aku bukannya tidak setuju kamu membelikan mobil-mobilan, lego, dan sebagainya. Hanya saja,
anak kita belum cukup umur. Percuma kamu membelikannya sekarang. Nanti malah hilang atau
rusak saja." "Tapi terbukti kan, Kezia sekarang jadi lebih pintar. Dia bisa mengenali binatang-binatang yang ada
di buku ini." "Kamu kan bisa mencari yang lebih murah. Nggak harus yang kertasnya tebal anti apa katamu"
Tahan air dan antisobek?"
Aku menghela napas. "Katanya cinta, kok... gara-gara uang kita bertengkar terus. Katanya sayang, kok... untuk urusan
uang kamu tidak mau mengalah. Padahal aku nggak pernah meminta sesuatu yang aneh-aneh."
kataku meninggi. Karena gemas, kutinggalkan Andri begitu saja. Belum sempat melangkah keluar pintu, aku
mendengar suara kertas koran yang sedang dibaca Andri robek ditarik-tarik oleh Kezia. Wah,
kebetulan sekali. Rasakan.
*** Malam itu, pikiranku mengembara. Aku merenung sendiri di tengah sunyi dan sepi yang kurasakan.
Pulau-pulau sisa noda tangisan di bantalku mungkin sudah bertambah lagi. Tatkala mencoba
memejamkan mata, aku merasakan kepalaku dibelai. Aih, jujur hati ini rasanya bagai diguyur air
sejuk. Setelah tiga tahun mengarungi bahtera pernikahan kami, aku pikir kendala yang ada seharusnya
bukan makin memisahkan melainkan menyatukan kami dan membuat masing-masing pihak lebih
mengerti satu sama lain. Memang ada kalanya sifat sulit diubah. Atas nama cinta, saat itulah
pengertian kita dituntut.
Anyway, setiap hubungan cinta punya warna tersendiri. Aku pernah mendengar cerita dari seorang
sobat ibuku, yang suaminya setiap hari pulang larut malam sekitar jam satu-dua dini hari untuk
berkumpul dengan teman-temannya bahkan ada kalanya mabuk. Istrinya sudah kenyang menangis
di tahun-tahun awal pernikahan mereka. Sekarang dia sudah dapat menerima dan easy going saja.
Salut aku, di tengah keadaannya yang seperti itu dia masih tetap mencintai suaminya.
Andri jauh lebih baik dari suaminya itu. Meski ketat soal uang, masih banyak sifat-sifatnya yang
positif. Dia termasuk kepala rumah tangga yang baik. Mungkin, di saat kehidupan kami sudah lebih
mapan, dia bakal perlahan-lahan berubah. Satu hal lagi, aku mencoba mengingatkan diriku sendiri
bahwa dia adalah jodoh terbaik dari Tuhan.
Sudahlah, memang nobody's perfect. Aku pun terlelap di tengah belaian hangat suamiku. Esok pagi,
aku pasti bisa tersenyum kembali. "
http://cafenovel.com/ 5 Pacarku Nggak Romantis Jam istirahat belajar tiba. Setelah memesan es cendol, Winda duduk di bangku pojok kantin.
Diletakkannya setumpuk fotokopian Fisika yang bakal diujikan siang itu. Dahinya sedikit berkerut.
Gawat! Bahan belum selesai dipelajarinya. Pengennya sih pasrah, tapi masa dia nyerah gitu aja
sebelum tes. Sayang sesaat kemudian, Nina mengusik perhatiannya dengan memamerkan sesuatu di
tangannya. "Astaga, Nin! Bagus banget liontinnya?" seru Winda heboh. Matanya seketika membesar.
"Aduh, jangan histeris gitu dong. Anak-anak jadi pada ngeliatin kita nih," balas Nina risih.
Sedikit tersentak, Winda refleks menutup mulutnya. Dia sampe nggak sadar volume suaranya tadi
sudah melebihi batas. "Ini dari Alvin," cetus Nina lagi. Dengan santai dia menyendokkan sesuap nasi soto ke mulutnya.
Ada nada bangga dalam suaranya. Apa lagi saat diliriknya Winda yang segera meminta dan
menimang-nimang liontin berinisial A&N itu untuk diteliti.
"Tapi kamu nggak ulang tahun kan" Lagipula beberapa hari yang lalu dia barusan ngasih kamu
boneka beruang yang besar banget," tanya Winda heran.
"Ah, kamu!" Nina tertawa. "Tahu sendiri sifat Alvin itu kan" Dia rajin memberikan sesuatu kapan
pun dia mau." "Pantes!" Winda balas memandang Nina dengan tatapan iri. "Kamu beruntung banget, Nin."
Alvin dan Nina belum lama jadian. Perfect couple, begitu kata orang kebanyakan. Yang cowok
cakep, sedangkan yang cewek cantik. Dan sepertinya, Alvin juga tahu banget bagaimana
http://cafenovel.com/ 6 memperlakukan seorang cewek bak putri raja, bikin sirik banyak orang yang melihatnya.
Coba kalo Tomi seperti Alvin, sambungnya dalam hati. Udah keren, pinter, murah hati, romantis
pula. Kurang apa lagi coba.
Ugh, Winda menghela napas dalam-dalam. Ada yang mengetuk-ngetuk perasaannya. Entah sudah
yang keberapa kali dalam dua minggu terakhir, dia jadi cenderung membanding-bandingkan Tomi
dengan Alvin. Pertemuan hati antara Winda dan Tomi sebenernya sudah berlangsung setahun lebih. Awalnya
mereka cuma berteman baik. Karena sering hangout bareng di sekolah, orang-orang di sekitar mulai
meledek mereka pacaran. Dimulai dari temen-temen sekelas, kemudian menyebar hampir tak
terkecuali ke seluruh penghuni sekolah. Bahkan Pak Udin, satpam sekolah pun tahu gosip mereka
pacaran. Buktinya kalo Winda datang terlambat, Pak Udin suka nyeletukin.
Winda sebenernya tengsin diledekin terus, tapi lambat laun rasa sebelnya hilang. Dia bahkan mulai
merasa ada sesuatu yang lain. Sampai-sampai menjelang mau tidur, rasanya sulit banget buat
mejemin mata gara-gara mikirin doi melulu. Padahal Tomi nggak cakep-cakep amat.
Bisa jadi Winda kesengsem sama sikap pemalu cowok itu yang berbeda dengan kebanyakan fansfansnya
yang lain. Juga kesabarannya ngajarin Winda pelajaran yang nggak dia mengerti, terutama
Fisika yang bikin mati kutu. Sebagai top student, tidak sulit baginya untuk membantu Winda.
Terbukti sejak Tomi ikut mengajari, nilai-nilai Winda yang tadinya amburadul pun terdongkrak
dengan sukses. Dan rasa suka yang terselip di hatinya itu nggak bertepuk sebelah tangan. Suatu hari Tomi sungguhsungguh
meminta Winda untuk jadi pacarnya. Bagi Tomi, Winda adalah first love -nya walaupun
bagi Winda, bukan. Mungkin gara-gara itulah, Winda mengganggap Tomi terkadang nggak tahu
gimana caranya memperlakukan cewek. Sikapnya memang baik. Cuma kok nggak ada tuh, berjuta
rasa jatuh cinta yang bikin panas dingin. Yah, wajar kan namanya orang pacaran punya anganangan
kalo pasangannya romantis. Bukannya datar-datar aja kayak sekarang.
Winda menelan rasa kecewanya. Gimana caranya biar kamu ngerti, Tom"
*** Byur! Kepala Winda serasa diguyur seember air sejuk. Boring dan kantuk yang tadi menyerang
mendadak pupus. Begitu Pak Harris menghilang di balik pintu, Winda langsung melesat keluar
kelas. Bebas merdeka. Matahari bersinar menyilaukan. Winda berjalan cepat, menyelinap di antara hiruk pikuk orang yang
berbicara sambil berlalu lalang. Setengah tergopoh Tomi menyeret langkahnya di samping Winda.
"Kamu jalannya cepet banget sih, Win. Kayak dikejer setan." Cowok itu menarik napas sambil
terengah. Ranselnya hampir melorot.
"Ada apa sih?" balas Winda galak. Dengan perasaan dongkol, dia menghentikan langkahnya.
"Win, kamu nggak apa-apa?" tanya Tomi lagi. Nggak biasanya Winda ketus begini.
"Aku baik-baik aja. Terima kasih atas perhatiannya." Winda tersenyum sumbang. Tangannya
menyeka dua butir keringat di keningnya, lalu dia mengipasi wajahnya sebentar.
"Tapi kenapa cemberut aja" Feeling-ku mengatakan, kamu sedang menghindari aku."
"Iya, itu karena kamu nggak romantis," suara Winda meninggi.
"Lho, kok bisa?"
Winda terdiam sebentar. Haruskah dia mengutarakannya"
"Kamu nggak pernah ngasih aku bunga," desis Winda akhirnya dengan bibir ditekuk.
Dengan senyum simpul, Tomi menatap wajah Winda. Dia ngerti, cewek ini lagi ngambek rupanya.
"Aku nggak tahu mau beli bunga di mana, Win. Kalau memang suka, kamu kan bisa kasih tahu kalo
papasan dengan penjual bunga saat kita jalan bareng. Nanti aku beliin."
Winda mendelik. Tomi nggak nangkep maksudnya. Dia mengharapkan sekali-sekali cowok itu
bakal kasih kejutan yang romantis, gitu lho.
http://cafenovel.com/ 7 "Kita juga jarang banget gandengan tangan kalo lagi jalan bareng," sambung Winda.
"Kan kamu bisa duluan menggandeng tanganku kalo mau. Ada lagi?"
Ada! batin Winda gondok setengah mati. Tapi dia malu untuk mengutarakannya. Masakan
sudah pacaran setahun begini, dia belum pernah di-kiss. Bukan. Bukan kiss yang sering kamu lihat
di film-film Barat yang sampe disensor gitu. Cium pipi aja gak pernah! Winda jadi ragu, sebenernya
mereka pacaran apa bukan sih"
"Sikapmu aneh! Kalo memang pengen sesuatu, ngomong dong yang jelas. Masa kamu
mengharapkan aku membaca pikiranmu?" balas Tomi melihat Winda diam membisu.
"Apa kamu nggak pernah merasa kurang perhatian" Lihat aja, berapa kali kita pulang sekolah samasama"
Berapa kali kamu ngebatalin kencan kita gara-gara...." Tiba-tiba Winda menghentikan
ucapannya. "Gara-gara apa?"
Gara-gara buku, lanjut Winda dalam hati. Dia jadi cemburu sama buku, nih. Tomi kerjaannya
belajar melulu. Kalo udah ketemu buku bagus aja, bisa buyar deh semua rencana. Dasar cowok
nerd!

Lagi Lagi Uang Karya Karen Angel di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pokoknya kamu nggak romantis. Aku nggak suka cowok yang nggak romantis!"
*** Senin sore. Jam menunjukkan pukul lima.
Winda lagi duduk-duduk di beranda rumahnya. Cuaca mendung dengan awan gelap yang berarak
mengumpul kian dekat. Sepertinya hujan akan segera turun.
Apa yang sedang dilakukan Tomi sekarang" Sudah seminggu sejak pertengkaran di halte tempo
hari, Winda nyuekin dia. Sengaja bikin jarak. Kalo cowok itu datang, Winda buru-buru cabut dan
pura-pura nggak melihatnya. Bodo amat, males ngeladeninnya!
Toh, sejak tiga hari belakangan, Tomi malah sama sekali tak menghubunginya.
Sebenernya Winda kangen juga dengan Tomi. Sepi rasanya sendirian. Ingin sekali Winda mencubit
lengannya dan mengganggu dia lagi dengan menggambari buku pelajarannya dengan gambargambar
hati. Atau menulisi nama mereka berdua di sana sampai Tomi mencak-mencak kesal. Tapi
dia hanya bisa memendam semua itu dalam hati. Tomi pasti lagi asik belajar di rumah, seperti biasa.
Pucuk dicinta ulam tiba. Sebuah ketukan di pintu pagar membuyarkan semuanya. Berbarengan dengan hal itu, hujan tibatiba
turun deras sekali. Cowok dalam lamunannya kini sudah ada di depan. Rambut dan kaos yang
dikenakannya sebagian basah kuyup, keburu tersiram air hujan karena menunggu Winda yang lama
banget buka pintunya karena mencari payung dulu.
"Halo, Win." "Halo juga." "Apa kabar?" "Baik...." "Lama ya kita nggak ngobrol...."
"Iya..." "Aku nggak suka dengan keadaan begini. Rasanya tersiksa sekali," kata Tomi pelan.
Winda jadi tertegun mendengarnya. Cowok itu tampak kuyu.
"Apa kamu sudah bosan pacaran dengan aku?"
Winda menggeleng perlahan.
"Aku... aku nggak sanggup rasanya bermusuhan dengan kamu." Tangan Tomi terulur kaku hendak
mengusap rambut Winda. Deg! Seperti bermimpi rasanya. Betapa Winda sangat merindukan belaian hangat seperti ini. Ada
denting lembut yang seakan menggema. Entah kenapa, kekecewaannya yang menggunung tiba-tiba
jadi menguap. http://cafenovel.com/ 8 "Mungkin aku nggak romantis seperti dalam angan-anganmu, Win. Aku cuma berpendapat, pacaran
kan nggak cuma dimaknai dengan hal-hal seperti beli bunga, candlelight dinner, atau clubbing
bareng. Kita bisa mengisi kebersamaan kita dalam pacaran dengan hal-hal yang berguna. Tolong
jangan meragukanku. Aku sayang kamu, Win. Sayang banget.... Tentu aku berharap cinta kita bisa
tulus dan awet," katanya lagi.
Winda menatap mata Tomi. Tampak kesungguhan yang sangat di sana. Ah, cowok itu sebetulnya
baik! Dia juga nggak centil, nggak tebar pesona melulu ke cewek lain. Bukankah seharusnya Winda
bersyukur" "Kamu mau kan memulainya lagi bersamaku" Aku janji mau ngebagi waktu aku lebih dengan
kamu." Winda tak menjawab. Juga tak menolak ketika Tomi meraih jemarinya dan dibawa ke dalam
genggamannya. Ah, apalah artinya bunga yang bisa layu termakan waktu. Kedatangan cowok itu,
dan ketulusan hatinya jauh lebih berarti. Ada suatu keyakinan menyapa Winda bahwa garis cintanya
mulai terluruskan kini. "Aku juga sayang kamu, Tom." Air mata Winda merebak. Dipeluknya cowok terkasih itu erat. Di
luar sana, hujan telah reda. Ada pelangi yang besaaar banget nemenin mereka berdua, seakan
menjadi saksi bisu pertautan hati Winda dan Tomi. "
http://cafenovel.com/ 9 Masih Ada Hari Esok Butuh satu jam untuk mengenal seseorang, satu hari untuk jatuh cinta, namun untuk
melupakannya bisa jadi butuh seumur hidup.
Pagi belum lagi beranjak siang, namun langit di atas kota Jakarta kelabu tua. Mendung
menyelimutinya. Hujan turun rintik-rintik. Air yang jatuh dari atas langit bagai jutaan jarum lembut.
Membasahi genting, dedaunan, lalu mengalir sepanjang jalan menuju selokan.
Hari ini adalah hari keempat belas Astri berada di rumah sakit. Setelah dioperasi pada hari pertama
dan beristirahat total selama hampir dua minggu, dia akhirnya diperbolehkan pulang. Luka-luka di
kakinya sudah mengering. Semua barang-barang Astri juga sudah dimasukkan ke mobil.
Gadis itu mencoba berdiri meski dengan bantuan tongkat.
"Pagi, Dok!" sapanya begitu melihat dokter yang ikut membantu perawatannya sedang berbicara
dengan seorang suster di pintu kamar.
Dokter muda itu memandangnya sejenak, lalu membalas sapaannya.
http://cafenovel.com/ 10 "Sudah mau pulang?"
"Ya, Dokter. Sekalian saya mau pamit."
"Baiklah, Astri. Satu saja pesan saya, hidup harus berjalan terus. Kamu tetap kuat dan tabah ya"
Selain berusaha menjaga kondisi badan, mulailah berlatih berjalan setahap demi setahap."
Astri mengangguk. "Terima kasih atas bantuannya, Dokter."
Lalu dibantu papa dan mamanya, gadis itu masuk ke dalam mobil. Semenit kemudian, mobil sedan
yang membawanya telah melaju di jalan.
Astri beralih ke tepi jendela. Hujan masih menyisakan rintiknya. Dia teringat kembali tentang
Kevin, cowok yang sangat dicintainya, yang dulu pernah menemaninya merenda hari. Sampai detik
ini, Astri belum mampu melupakannya. Padahal cukup hitungan waktu untuk mengenang
kehangatan dan cinta Kevin padanya. Kecelakaan mobil telah membawa cowok itu tidur lelap
ditemani kedamaian. Sementara Astri terpuruk dalam kesendiriannya kini.
Memang, tak seorang pun dapat menduga kapan musibah itu datang. Semuanya terjadi begitu cepat.
Astri sama sekali tak pernah menyangka, malam itu adalah malam terakhir dia bersama Kevin.
Cowok itu mengajaknya dinner bareng seminggu menjelang keberangkatannya untuk melanjutkan
sekolah ke negeri Paman Sam.
"Jika rentang waktu setahun ada 365 hari, maka berapa kali matahari terbenam yang akan kita
lewatkan hingga kita bertemu lagi?"
"Aku nggak tahu, Vin." Astri menatap kosong. Dia bahkan belum menyentuh potongan steak -nya
yang terhidang di meja. "Suatu hari nanti, aku ingin kita bisa menikmati matahari terbit bersama-sama. Begitu terus setiap
hari." Kevin menggenggam jemari Astri lembut. Mencoba memberi keyakinan pada gadis itu.
Tapi nyatanya, apa yang terjadi sungguh ironis.
Astri masih ingat betul, dalam perjalanan pulang Kevin membanting setir mobilnya ke kanan guna
menghindari tabrakan dengan mobil depan yang ngerem mendadak. Namun bukannya terhindar dari
maut, tiba-tiba malah muncul mobil dari arah sebaliknya menabrak mereka.
Mobil Kevin yang ringsek berat menjadi saksi bisu betapa kecelakaan itu demikian parah dan tak
menyisakan ampun. Saat keduanya tak sadarkan diri di rumah sakit, cowok itu duluan
menghembuskan napas terakhirnya. Astri beruntung masih selamat. Dia hanya menderita patah kaki
ringan dan beberapa luka gores.
*** Satu tahun lebih berlalu....
Tak mudah memang bagi Astri menjalani hari dengan trauma yang masih membekas. Tak seorang
pun juga begitu ambil pusing dengan sikapnya yang tertutup dan cenderung pendiam. Ya, kecuali
Andhika. Kring! Begitu bel kampus berbunyi, Astri bergegas meninggalkan ruangan. Rasanya ingin cepatcepat
pulang karena begitu banyak yang harus dikerjakannya di rumah siang ini.
"Astri, tunggu! Aku mau ngomong."
Astri memperlambat langkahnya sambil menoleh ke arah suara yang memanggil namanya. Tampak
Dhika berlari-lari kecil ke arahnya. Sedikit terengah begitu berhasil menjejeri langkahnya.
"Aku nggak punya banyak waktu," Astri lantas memotong seraya membalikkan tubuhnya.
"Please, aku cuma pengen nanya. Boleh nggak aku ke rumah kamu malam minggu ini?" imbuh
Dhika sambil tersenyum kikuk.
"Kenapa" Beberapa jam aja nggak lihat aku bikin kangen, ya?" tatapan mata Astri melunak.
"Jadi boleh ya aku main ke rumahmu?"
"Siapa yang bilang boleh?" Astri mendelik. "Aku sibuk!"
"Sibuk" Emangnya mulai punya bisnis apaan?"
Astri tertawa kecil. Andhika yang baik selalu mengingatkannya pada Kevin. Tubuhnya yang tinggi
http://cafenovel.com/ 11 menjulang, kulitnya yang putih serta senyum baby face-nya seolah menjelma pada diri Dhika.
Hanya saja.... Astri menarik napas dalam-dalam. "Pokoknya nggak boleh, kecuali...."
"Kecuali apa?" "Kecuali kamu bisa mempertemukan aku dengan Kevin," tantang gadis itu.
Dhika terperangah. Permintaan itu terasa janggal. Gimana mungkin mempertemukan orang yang
masih hidup dengan orang yang sudah nggak ada di dunia ini" Astri hanya mengada-ada.
Dan itu menjadi beban batinnya. Ternyata, menyadarkan seseorang yang terbelenggu cinta tak
semudah yang dibayangkannya. Sayang dia keburu terbius oleh gadis itu. Sejak perkenalan pertama
beberapa tahun silam, sebelum Astri akhirnya menjadi milik Kevin. Kalaupun saat itu dia
memutuskan untuk mundur, itu semata karena Dhika yakin Kevin dapat membahagiakan gadis yang
sedikit manja itu. Perkiraannya tidak meleset. Semuanya berlangsung baik-baik saja. Sampai tiba-tiba kabar buruk itu
diterima: Kevin meninggal akibat kecelakaan mobil.
*** Astri menggenggam sebuah boneka beruang kecil di tangannya. Hadiah dari Kevin di hari jadi
mereka pacaran. "Aku bakal ngasih kamu boneka beruang ini di setiap tahun hari jadi kita. Sampe meja belajar kamu
penuh! Sebab aku ingin kita selalu bersama," kata Kevin suatu saat.
Astri mengenang hal itu dengan pahit. Hari ini seharusnya hari jadi mereka yang kedua, kalo Kevin
masih hidup tentunya. Betapa Astri kangen dengan senyum, tawa, perhatian, bahkan omelan cowok
itu saat dirinya lupa sarapan pagi. Sudah setahun pula Astri terus menyalahkan dirinya atas
kecelakaan yang menimpa Kevin. Andai saat itu dia nggak mengganggu konsentrasi Kevin
menyetir dengan mengajaknya ngobrol. Andai dinner itu tak pernah ada. Ah, andai....
Sebuah ketukan di pintu membangunkan lamunannya.
"Astri, ada temanmu yang datang. Kalo nggak salah namanya Dhika."
"Eh... iya, Ma." Astri buru-buru menyusut airmatanya.
Ngapain lagi Dhika kemari" Bukannya dia sudah bilang nggak usah mampir"
Di ruang tamu, Astri melihat cowok itu sedang duduk terpekur menatap lantai. Wajahnya langsung
sumringah begitu melihat dirinya.
"Hai!" sapa Dhika spontan. Astri Cuma bisa diam mematung di ujung meja. Dhika kelihatan begitu
lembut malam ini, dan dia begitu tampan dengan kemeja putihnya itu.
"Malam minggu nggak keluar?" tanya cowok itu lagi.
Astri menggeleng. "Mana ada yang pengen ngajak cewek kuper lagi berantakan kayak aku kencan
di malam Minggu." "Kamu serius" Aku mau!"
Astri tersenyum simpul. Cowok di hadapannya ini, tak putus-putusnya menghibur dirinya sejak
kepergian Kevin. Astri tidak buta. Dia sadar perhatian Dhika selama ini.
"Tapi kamu belum mengabulkan permintaanku. Kamu belum mempertemukan aku dengan Kevin,"
Astri mengingatkan. "Astri... kamu tahu sendiri kan hal itu nggak mungkin," sahut Dhika.
"Terserah." "Sampe kapan kamu mau terus mengurung diri, As" Aku yakin Kevin juga nggak suka ngeliat
kamu kayak gini," suara Dhika terdengar lembut tapi tegas.
"Kalo nggak suka, kamu boleh kok nggak peduli," jawab Astri dingin.
"Aku peduli, karena aku sayang sama kamu!" jawab Dhika gemas.
"Maafin aku, Dhika. Tapi Kevin tetap hidup di hatiku," jawab Astri setengah terbata. Kevin, kamu
di mana" Berilah aku suatu pertanda kalo kamu juga nggak pernah ngelupain aku, bisiknya.
http://cafenovel.com/ 12 "Jangan berburuk sangka dulu. Aku nggak pernah minta kamu ngelupain Kevin, As. Aku cuma
pengen kamu membuka diri bagi orang-orang di sekitarmu. Kan kamu sendiri yang bilang, kita
harus menghargai waktu yang ada bersama orang-orang yang kita sayangi. Dan aku menghargai
waktu yang aku punya bersama kamu!"
Astri terpana mendengar ucapan Dhika. Ada rasa haru menyeruak di hatinya.
"Aku suka sama kamu sejak dulu, As. Sejak kita pertama kali kenalan. Aku pengen kamu kembali
ceria kayak dulu lagi," pinta Dhika sambil tersenyum manis.
"Thanks, Dhika. Tapi aku...."
Dhika mengeluarkan sesuatu yang disembunyikannya sejak tadi. Astaga! Sebuah boneka beruang
kecil. Antara percaya dan tidak percaya, Astri menatap takjub saat tangan Dhika terulur padanya.
"Tadi sebelum ke sini, aku melihat boneka ini. Lalu aku berpikir untuk membelikannya untukmu
karena setahuku kamu suka pernak-pernik beruang. Sebuah awal yang bagus bukan" Jadi di
kamarmu nggak melulu koleksi barang dari Kevin." Lagi-lagi senyum tulus mengembang di wajah
cowok itu. Astri menerimanya dengan hati berdebar.
*** Angin malam menerpa ketika Astri membuka jendela kamarnya. Poninya tersibak. Antara suka dan
lara bergayut di hatinya. Astri memandang boneka beruang kecil pemberian Dhika di tangannya,
lalu menatap ke atas, menembus kelamnya langit di malam hari.
Astri tersenyum tipis. Dipejamkannya mata. Alangkah terasa kehadiran Kevin di sisinya. Entah
kenapa kedamaian tiba-tiba menyelimutinya.
"Kevin," gumamnya lirih, "Aku nggak akan pernah melupakanmu meskipun kini sudah menerima
uluran tangan Dhika untuk mengisi kekosongan hati ini, yang akan menemaniku melangkah di
lembaran baru. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan di tempatmu yang sekarang."
Angin kembali berdesir. Astri membiarkan jendelanya tetap terbuka.
Sementara dari atas sana, betapa seseorang yang berpakaian seputih kapas itu tersenyum dan
tampak melambai hangat kepadanya dari atas sana. Kevin.... "
When tomorrow starts without me,
And I'm not there to see,
I wish so much you wouldn't cry,
The way you did today, I know how much you love me,
As much as I love you When tomorrow starts without me,
Please try to understand,
That my place was ready, In heaven far above, But don't think we're far apart,
For every time you think of me,
I'm right here, in your heart
(Poem inspired from When Tomorrow Starts Without Me by David M. Romano, December 1993)
http://cafenovel.com/ 13 Karen Angela | Memulai debutnya sebagai pengarang di tahun 1996 sampai
sekarang, penulis cantik yang bernama asli Josephine Petrina ini lahir dan bertumbuh di Palembang.
Ia merupakan penulis senior dan telah mempublikasikan karyanya di berbagai media cetak nasional
seperti Femina, Anita Cemerlang, Kawanku, Gadis, Hai dan lain-lain. Ia kini menetap di Jakarta
bersama sang Suami tercinta, drg. Adrian, yang mengikuti pendidikan spesialis orto (kawat gigi) di
Universitas Indonesia, dan membuka praktek dokter gigi di Muara Karang. Antologi cerpennya,
Lagi-Lagi Uang pernah dimuat di majalah Femina edisi 49 November 2007, Pacarku Nggak
Romantis di Kawanku edisi Mei 2008, dan Masih Ada Hari Esok di Majalah BIP edisi Agustus
2008. http://cafenovel.com/ 14 CERITA TIGA Maret, 2001 Pukul 03.12 WIB Aku tidak akan pernah mengenal betul siapa dia, sebelum aku tahu betul siapa saja orang yang
sudah disakiti hati olehnya.
Perkenalkan, namanya Jusuf.
Laki-laki yang punya kelebihan di sekitar wajah itu punya daya tarik yang kuat sekali. Saking
kuatnya, sampai-sampai satu sampai dua saudara sepupu perempuannya sendiri ngantri dipacari
sama dia. Benar-benar kuat sekali magnetnya. Dan untungnya dia adalah seorang laki-laki yang
sangat beruntung. Dengan track record-nya, orangtuanya nyaris percaya kalau dia adalah seorang
anak laki-laki yang baik. Bedanya, bagi mereka, dia adalah anak yang baik-baik.
Bukan tampan. Seperti namanya.
Perkenalkan lagi. Namanya Bulan.
Perempuan yang punya banyak sifat baik itu punya banyak peluang untuk berteman dengan siapa
saja dia mau. Apalagi dia punya banyak kebaikan di wajahnya. Belum lagi perangainya yang selalu
tersenyum. Perangainya yang terkenal tidak pernah mau terlihat sedih atau kesal oleh teman-teman
di sekitarnya. Perangai yang menyenangkan, bukan"
Selain itu dia adalah seorang artist. Ehem... maksud saya seorang artist dengan artian bule. Yaitu
seorang seniman. Dia adalah seorang perempuan yang gigih melakukan apapun dan rajin
melakukan riset kecil-kecilan untuk bahan pamerannya sendiri. Kebetulan dia memang ingin
menjadi seorang seniwati muda yang punya pameran tunggal di kotanya.
Aku akui, dia memang hebat. Iri lebih tepatnya
http://cafenovel.com/ 15 Bagaimana tidak" Dia sama sekali tidak punya latar belakang kesenian apa-apa. Benar-benar
melatih bakatnya lewat media bernama otodidak.
Iya. O-T-O-D-I-D-A-K. Hehehe... aku ingin menekankan kata itu agar dia terkesan istimewa.
Selain Bulan, aku juga ingin memperkenalkan seseorang bernama Matahari. Nama yang bagus dan
dahsyat bukan" Percaya sajalah. Dia memang seseorang yang dahsyat. Dia adalah seorang
perempuan yang berani menunjukkan pada dunia siapa dirinya. Bagaimana ambisiusnya dia.


Lagi Lagi Uang Karya Karen Angel di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagaimana cantiknya dia. Dahsyat! Sampai-sampai ketika dia tahu ada seseorang yang
meng-'gali'-nya agar bisa kenal dan lebih dekat dengannya dengan harapan menjadi seorang pacar,
dia berani datang langsung ke rumah si secret admirer tadi untuk menanyakan secara langsung
tentang kebenarannya. Hehehe.... Dahsyat, ya"
*** Suatu kala Jusuf berkata padaku.
"Hei... aku punya cerita bagus tentang seseorang. Namanya Bulan. Mau aku kenalkan?"
"Mau. Anak mana" Kamu mau bawa dia ke hamparanku" Terima kasih... aku akan sangat senang
sekali, Jusuf...," kataku.
"Seseorang yang sudah aku kenal lama. Seseorang yang aku tahu dia akan selalu ada untukku
sampai kapan pun. Seseorang yang.... Sudah, ah! Nanti juga kamu tahu!" jawabnya penuh tanda
tanya. Seolah-olah akan memberiku sebuah kejutan.
"Oke, aku menunggunya!" kataku, lalu kutinggalkan dia dengan wajah senyum.
Aku tahu benar dia sedang jatuh cinta. Aku cukup kenal banyak sikap laki-laki yang sedang jatuh
cinta. Aku tidak mengatakan yang sebenarnya kepadanya. Aku cemburu. Melihat teman laki-lakiku
jatuh cinta tiba-tiba. Bagaimana tidak" Dia satu-satunya teman dekat yang aku punya saat itu.
"Iya, aku tahu kamu sedang buru-buru, Jusuf. Tapi tidak cukup butakah kamu memperkenalkanku
yang sedang berpakaian compang-camping bau bantal ini ke hadapan permaisurimu, heh?" tanyaku
pada Jusuf, yang pagi-pagi benar mendadak menjemputku tanpa pemberitahuan di hari sebelumnya.
"Sudah kamu, ah... buat apa tanya-tanya begitu kalau kamu sendiri yang pamit sama Mama-Papa
kamu untuk mau pergi sama aku?" jawabnya cepat dan lagi-lagi tersenyum.
Aku diam sebentar. Memikirkan apakah jawabannya cukup masuk akal buatku. Ternyata memang
masuk akal. Tapi tidak kujawab pertanyaannya. Aku hanya manggut-manggut saja. Jujur, semakin
cemburu aku. "Perkenalkan... wahai kedua dari kalian...." kata Jusuf membuka perkenalan di pagi buta itu.
"Hei, aku teman Jusuf," ujarku, menyodorkan telapak tangan kanan.
"Iya, aku Bulan. Sudah sarapan?" tanyanya aneh, tapi manis untuk seorang yang baru berkenalan.
"Terima kasih sudah menanyakan. Tapi sayang sekali belum. Jusuf memaksaku ikut dengannya saat
aku masih terlelap di tidur. Kamu benar-benar spesial buatnya," ulasku cepat, dan membalas
tersenyum. Tidak ada jawaban atas pertanyaan yang bermisi tertentu itu padanya. Namun satu hal yang tidak
bisa aku lupakan darinya. Senyum selalu. Ceria selalu.
Beberapa tahun kemudian, aku berangkat ke Jakarta untuk bekerja di sana.
Aku tidak terlalu mengingatnya dengan betul.
Maksudku Jusuf. Seorang teman dekat yang sedikit banyak, astaga! Kucintai dia diam-diam dan cidaha (cinta dalam
hati). Oya, aku lupa dan belum cerita. Aku dan dia sebelumnya tidak hanya sekedar menjalani hubungan
pertemanan biasa saja. Tepat saat lima tahun hari jadinya dengan si Bulan, diam-diam dia lupa.
Walaupun sebenarnya aku tahu, aku hanya diam saja. Sengaja untuk tidak mengingatkan.
http://cafenovel.com/ 16 Aku ingat, hari itu dia sedang kesal-kesalnya bercerita tentang seseorang bernama Matahari
kepadaku. Dia bilang hari itu, dia hanya ingin berdua saja denganku, karena dia memergoki dengan
mata kepalanya sendiri: seseorang bernama Matahari, telah menyakiti hatinya! Matahari
menggandeng laki-laki lain di hadapannya. Ternyata diam-diam, Jusuf sudah pernah resmi pacaran
dengan seseorang bernama Matahari yang konon belum aku kenal sebelumnya.
Dasar bego! Dia muntahkan semua cerita itu di hadapanku yang sudah terlalu dekat dengan si Bulan
ini. Aku langsung tegang. Dan sontak kaget. Padahal aku tahu betul bagaimana Bulan itu. Bulan yang
sudah menyerahkan segala-galanya untuknya itu, adalah benar-benar seseorang yang setia. Bahkan
tetap mengabdi pada seorang laki-laki bernama Jusuf. Seorang laki-laki yang aku tahu betul bahwa
dia tidaklah setampan dan sebaik namanya, Jusuf.
Hari itu aku sedikit marah dan kesal padanya. Tapi aku pendam. Aku biarkan saja. Aku pikir,
selama dia tidak menyakiti hatiku, aku akan biarkan dia menjelajah dan bergerilya menjadi seorang
Cassanova muda. Though deep down inside... I'm kind a desperately in love... desperately.
"Sudah, ah. Aku bosan sama cerita kamu yang itu-itu saja, Jusuf!" seruku, memotong kalimat tidak
pentingnya tentang seseorang bernama Matahari.
Jujur saja, sekalipun aku sayang dan jatuh cinta padanya, pada saat aku mengenal betul siapa dan
bagaimana Bulan yang sebenarnya... aku juga mulai jatuh cinta. Pada kepribadiannya yang
menawan itu. Bagaimana tidak" Bulan rela menerima kembali cinta Jusuf ketika banyak perempuan yang
membenci tingkah dan kelakuan Jusuf setelah tiga tahun berturut-turut. Menyaksikan kisah ini,
aku... seperti hamba sahaja yang dimabuk asmara.
Dan memang aku dimabuk asmara oleh Jusuf. Setelah Jusuf memberikan kado terindah untukku di
hari ulangtahun Matahari.
Aku tidak tahu kenapa aku tega melakukannya.
Tapi pada suatu hari, Matahari diperkenalkan padaku oleh Jusuf dalam sebuah acara ulangtahun.
Matahari sebagai seorang mantan kekasih.
Aku melihat mereka berpelukan sambil menangis.
Dan kemudian, aku yang tidak tahu apa-apa itu, digandeng dan kemudian diajak pergi oleh Jusuf
yang usai melepaskan pelukannya dengan Matahari yang terpaksa itu. Aku juga sedikit menangis.
Aku merasakan bagaimana perasaan Jusuf. Dan kemudian, Jusuf memandangku. Menengokkan
wajahku ke hadapannya dengan sepasang tangannya yang kekar. Dan mengatakan padaku tegas.
"Hapus airmatamu yang meleleh itu. Aku tahu perasaan menunggumu. Aku tahu ini, Sayang,"
bisiknya, kemudian mencium bibirku yang bergetar oleh tangis.
Dan kau pasti tahu bagaimana kejadian di hari-hari setelahnya.
Benar sekali. Sebuah happy ending untukku. Yang sama sekali tidak aku rencanakan.
Tapi saat ini, saat itu semua hanya masa lalu....
*** Aku punya seseorang yang nyata untukku saat ini. Dengan berbekal pengalaman masa lalu, maka
aku tahu siapa yang layak berdampingan dengan kita sampai menutup mata! Hm, kukira kamu pun
mendamba pendamping yang baik dengan segebung cinta sejati, bukan"
Kabarnya saat ini, Jusuf ditinggal LAGI oleh keduanya.
Bulan dan Matahari tentunya. Setelah mereka melalui bermacam kerikil tajam dalam kisah cinta
segitiga mereka. http://cafenovel.com/ 17 Bulan akhirnya berhasil berhubungan baik denganku, bahkan hingga saat ini. Dia juga sudah
bekerja di sebuah perusahaan ternama di kota kami, dan menikah dengan sahabat masa kecilnya
yang rajin menghiburnya di saat Jusuf meninggalkannya. Sedangkan Matahari menikah dengan
calon pilihan Ibunya. Pengusaha real estate ternama di Bali. Dan kemarin berhasil ngobrol panjang
lebar denganku melalui telepon, sekedar menyapa dan memberitahukan kabar gembira bahwa saat
ini dia sudah dikaruniai dua orang anak yang cantik-cantik.
Aku sadar. Aku bukan siapa-siapa.
Kalau saja aku tahu dengan benar siapa Jusuf yang sebenarnya.
Tapi darinya, aku belajar dengan baik tentang semua ini. Tentang seseorang yang sama sekali tidak
peduli terhadap perasaan seseorang yang tulus mencintai.
Tentang bagaimana seharusnya menghargai seseorang yang tulus.
Adalah sesuatu yang sebenarnya mudah untuk dilakukan, tetapi tidak dilakukannya. Hingga
akhirnya merugikan dirinya sendiri.
Jusuf meninggal di sebuah rumah sakit setelah didiagnosis terjangkit virus HIV.
Dan hari ini adalah tepat seratus hari kematiannya.
Goodbye, Dearest. My Cassanova.... "
http://cafenovel.com/ 18 Januari, 2002 Pukul 03.33 WIB Kegagalan cinta dan hati yang patah telah memurukkan aku dalam lembah nista. Aku terjebak di
dalam 'permainan' yang diciptakan oleh rasa sakit dan dendam. Sampai suatu saat aku tersadar oleh
satu hal. Aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta, terlebih setelah menyadari dengan sangat
terlambat apa dan bagaimana rasanya gagal. Cerita yang akan Anda baca beberapa saat setelah ini
adalah sebuah pelajaran berharga untuk aku. Well... aku berharap akan menjadi sebuah pelajaran
yang berarti dan berharga pula nantinya.
*** Aku bertemu dengan seorang pemuda yang bekerja di sebuah perusahaan ternama yang letaknya
tidak begitu jauh dari kampus. Dari awal aku sudah sedikit memperhatikan raut wajahnya yang
tidak terawat tetapi kalau diperhatikan lebih lama lagi, sepertinya dia tampan. Kita bertemu saat dia
tidak sengaja (atau sengaja") menabrakku yang tengah berbicara dengan seorang teman di kampus
depan. Bukannya minta maaf, dia malah mengajakku minum di kedai kopi di mal dekat kampus.
Aneh. Tetapi sebuah keberuntungan agaknya. Buatku.
Dia mulai bercerita panjang lebar tentang siapa dia, apa pekerjaannya, dan kebiasaan apa yang
dilakukannya setiap datang ke kedai kopi itu.
Masa bodoh. Sepertinya dia tidak terlalu pintar bercerita. Paling tidak, pura-pura menyenangkan saja. Kalau tidak
karena wajah dan wanginya yang maskulin itu, tidak bakal aku sudi menyanggupi ajakannya waktu
itu. Stuck. That's all I can say!
*** Waktu mulai menunjukkan pukul 00.05 dinihari.
Bukan perkara malam, hanya saja suasana saat itu benar-benar membuatku ingin cepat-cepat
beranjak dari situ. Bagaimana tidak" Dia menyebalkan. Seperti anak kecil yang menggebu-gebu
merengek sesuatu terhadap Sang Bunda. Tetapi kemudian tetap merengek, sekalipun wajah Sang
Bunda sudah memberi tanda untuk jawaban tidak. Aku sengaja membiarkannya. Mengikuti apa
http://cafenovel.com/ 19 yang akan dilakukannya padaku.
Akhirnya beberapa saat setelahnya, setelah kedai kopi tutup, dia menawarkan untuk
mengantarkanku pulang. Aku langsung mau. Tidak ragu.
Sampai di depan rumahku, aku ragu untuk turun.
"Kenapa?" "Masih kepagian untuk tidur."
Dia tersenyum. Mungkin memaklumi kalimatku sebagai penolakan untuk pulang meski waktu telah
merangkak dinihari. Pemuda itu mengangguk, dan menawarkanku untuk ikut jalan-jalan
bersamanya. Itu pun jika aku tak keberatan.
Aku jelas mau. Entah kenapa, semakin malam semakin tampan saja wajahnya. Lagi-lagi aku
berubah pikiran. Seperti biasanya.
Dia tidak bisa bohong, dia pun mengatakan betapa senangnya dia ditemani oleh seseorang yang
baru dikenlanya dalam kurun waktu setengah hari.
Jujur. Aku tidak begitu senang karena dia kurang agresif. Dan hal itu berarti membuang-buang
demikian banyak waktu. Seharusnya waktu-waktu yang 'terbuang' itu sudah masuk dalam tahap
'chek-in'. Tetapi entah kenapa beberapa saat setelahnya, wajah tampannya memaksaku untuk mengatakan,
"Oke, bagaimana kalau kita ke apartemenmu...."
Dia kaget. Joknya sampai berderak.
"Takut" Istrimu...."
"Aku belum menikah...."
Tetapi tidak butuh waktu lama untuk menanggapi pertanyaanku tadi.
Dia menyanggupinya dengan cara... mengelus pipiku.
Jadi aku pikir tidak ada salahnya kemudian jika aku melanjutkan perhatian di antara dua insan asing
yang baru bertemu tidak lebih dari setengah hari, untuk saling mengenal lebih jauh sebelum sampai
ke apartemennya. Aku cium pipinya, genit. Satu kebiasaan yang telah kukaribi setelah cinta melantakkan aku ke dasar
jurang terdalam. Setelah cinta merenggut segalanya dariku.
Aku lanjutkan dengan melingkarkan tanganku ke pinggangnya sembari menyandarkan kepalaku di
bahunya. Dia seperti apatis, tetap mengemudikan mobilnya dalam laju normal.
Sesekali dia bilang, "Hm... bahagia rasanya bisa bersama gadis secantik kamu."
Aku tetap tak peduli setan dengan kalimat-kalimatnya. Sejauh ini dia masih kelihatan orang baikbaik.
Hei, berbeda dengan beberapa pemuda yang telah kukencani. Dia terlalu pasif seperti kucing
nan malu-malu. Tidak beringas seperti harimau jantan.
Aku lanjutkan aksi pendekatan lagi.
Aku mulai belai rambutnya yang wangi dan teratur rapi semenjak awal kita bertemu.
Dia memandangku tajam, memarkir mobil di bahu jalan, lalu dia balas dengan ciuman maut.
Sebuah french kiss yang lembut. Dan tidak pernah aku rasakan sebelumnya.
Aku makin menjadi. Aku balas ciumannya dengan ciuman dahsyat andalanku. Penuh hasrat tentunya.
Kali ini berbeda. Dia mengelak.
Kurang ajar! Baru kali ini aku ditolak! Semua orang tahu tidak akan ada yang mampu menolak
pemberianku. Harusnya dia pun tahu itu!
Tetapi aku tetap diam saja. Tidak bereaksi marah atau kesal. Biar. Aku hanya ingin tahu apa
maunya lelaki 'aneh' ini.
"Kamu cantik... tetapi buat apa ini" Aku tidak merasakan perasaan sayang. Buat apa?" tanyanya,
terlihat munafik. "Hah, buat apa" Ya, buat perkenalan kita berdua, Mas. Buat apa lagi" Apakah Mas mau yang lain
http://cafenovel.com/ 20 selain tadi" Mungkin ini, coba?"
"Ini apa"!" tanyanya sambil melepas tangannya secara paksa dari genggaman di dadaku.
"Ini... yang aku kasih ke Mas. Ini! Apalagi, coba" Munafik sekali kamu, Mas!" rutukku kesal.
"Ka-kamu...! Aku pikir kamu gadis baik.... Eh, kok ternyata begini...."
"Baik" Terus kamu pikir aku gratisan begitu"! Ya, tidaklah! Belum pernah kenal saja kok minta
gratisan" Kamu pikir aku murahan apa"!"
"Aku tidak bilang kamu murahan, tetapi...." jawabnya tak rampung, mulai melunak dan sedikit
menyesal telah melontarkan kalimat 'menyinggung' begitu.
"Aku kecema sama kamu, Mas! Kamu aneh!" Aku naik pitam setelah setelah aksi penolakannya.
"Maksudmu?" Dia kaget lagi.
"Mas maunya apa, sih?" Aku melototkan mata. "Kalau tidak penting, jangan buang-buang waktuku.
Oke, oke. Kita langsung bicara tarif."
"Ta-tarif" Memangnya...."
"Mas jangan sok bego, ya?" Aku mulai tidak sabaran. "Mas cari gadis penghibur, kan?"
Dia sontak kaget. Matanya kini yang melotot. "Tidak semua laki-laki sepicik di otakmu!"
"Ja-jadi... untuk apa...?"
Dia diam, tidak bicara apa-apa. Dan langsung menyalakan kembali mobilnya.
"Aku antar kamu ke rumahmu...."
Aku bingung. Seumur-umur, inilah lelaki yang paling aneh yang pernah kutemui. Dia bukan kucing
jantan yang beringas melihat 'ikan segar' yang diangsurkan di hadapan. Aku mengangguk dengan
hati belah, menyetujui usulannya untuk mengantarkan aku pulang.
Tetapi kemudian, tanpa disangka-sangka ia menciumi pipiku.
"Maaf, aku sudah menyakiti hatimu. Tetapi, aku bukan lelaki hidung belang yang biasa kamu kenal.
Aku harap kita dapat bersahabat secara wajar, dan bukannya dengan cara seperti tadi...."
Mataku berkaca-kaca diruap haru. Sama sekali tidak pernah menyangka dia akan berkata selembut
itu. Tidak munafik seperti sangkaku tadi.
"Maaf, aku bukannya men-justice kamu. Tetapi, kenapa sih kamu melakoni perkerjaan seperti ini"
Padahal, kamu masih demikian muda, dan masa depanmu masih sangat panjang...."
"Ak-aku...." Suaraku tercekat. Tangis yang kutahan seolah menohok dadaku dan memerihkan
tenggorokanku. "Kalau kita berjodoh, suatu saat kita akan bertemu lagi. Ini kartu namaku, kapan-kapan kalau kamu
butuh teman untuk curhat, kamu boleh kontak aku," ujarnya simpatik sembari menyodorkan
selembar kartu nama dari saku bajunya.
Aku menggigit bibir. Masih adakah cinta sejati di dunia ini" Cinta telah menghancurkan aku.
Merampas sesuatu hal yang paling hakiki dari hidupku. Dan ketika aku demikian mengantipati
cinta, seorang pemuda yang baru saja kukenal memaparkan cinta sesuci melati!
"Aku tidak pernah menganggap kamu 'murahan'! Kamu layak mendapat pendamping yang baik,
yang akan mengawal dan merawatmu kelak sampai di hari tua. Suatu saat, ya suatu saat, kamu akan
mendapat lelaki yang baik sebagai suami kamu."
Ya, Tuhan! Aku sudah tidak mampu membendung airmata. Aku jatuh cinta pada pemuda yang berada di
sampingku ini. Dia seperti malaikat beraura putih yang diturunkan dari langit untuk menyesali
perbuatan nistaku selama ini!
Tak lama kemudian, dia menghentikan laju mobilnya tepat ketika tiba di muka rumahku.
"Aku yakin kamu sebenarnya gadis yang baik...."
Aku tak memedulikan pemuda itu lagi. Aku tidak ingin dia melihatku bercucuran airmata. Kubuka
pintu mobil, keluar separo berlari. Masuk ke rumah dan mengunci diriku di dalam kamar. Di sana,
aku menumpahkan airmata sepuas-puasnya. Tiba-tiba aku merasa sangat nista.
Tetapi sesungguhnya, aku telah jatuh hati pada pemuda itu! "
http://cafenovel.com/ 21 Mei, 2003 Pukul 01.02 WITA "Bukannya aku takut sama dia, tetapi... ehm... aku cuma... aku sudah lama tidak ketemu dia.
Jangan-jangan, kapan hari aku dikasih tahu kabar, kalau aku merupakan perempuan yang pantas
dibawa kemana saja sama sembarang laki-laki. Yah, aku bilang saja tidak, wong aku tidak pernah
dibawa kemana-mana."
"Then what"! Are you really sure about that" I mean.... That are closely like this, you know. You
don't have to be pretending like that. Just tell him what are you wanting from him. Then you can get
along... free as you want it to be...." kata Susan padaku yang tetap menunjukkan jari kelingkingnya,
sekalipun sudah selesai kalimatnya.
"Aku cuma... gemas," ujarku mengakhiri percakapan di sore itu.
Suasana pura dan bau khas setanggi ladan di sepanjang jalan membuatku berada di tempat baru lagi.
Sudah hampir seminggu ini aku di sini. Tetapi sepertinya sudah lama sekali aku kenal kota Bali.
Warung-warung tempat makan membuatku teringat lagi sama yang dulu-dulu. Bukan perkara aku


Lagi Lagi Uang Karya Karen Angel di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak mau lupa sama yang dulu-dulu. Hanya saja, aku buta sekali sama kenangan 'jadul'. Zaman
waktu masih muda dulu. Dimana kulitku masih sehalus bayi. Dimana sekitar pelipisku belum
dikerubuti kerutan seperti saat ini. Tetapi tidak apa. Toh bukankah uzur ketuaan merupakan hukum
alam yang tak dapat dipungkiri manusia"
Intinya, mungkin aku tidak muda lagi.
Namun, sekarang aku sudah punya kehidupan yang baru.
*** "Bee, if you are promise to keep me to be as your best buddy ever, then you can just show me
anything behind this all, you know. You don't have to. I just... want to know you well. More than
anybody else, Dear...." Lagi-lagi Susan berujar padaku dalam bahasa Inggris yang terdengar legit di
sepanjang Kuta di pagi buta.
"Susan, listen to me! Aku ini perempuan biasa yang hanya kepingin punya kehidupan biasa pula.
Perempuan biasa, normal dan berusaha memberikan yang terbaik bagi orang lain dan diriku sendiri.
Dan, dia juga berupaya meraih yang terbaik untuk apa yang diinginkannya. Sama, bukan" Just
same as you did!" balasku sambil tersengal-sengal.
Kita sedang jogging waktu itu.
"Pokoknya aku tidak mau tahu. Kamu tidak boleh merasa yang paling ini, paling itu. Paling benar,
paling menyedihkan, atau paling apa saja. Susan tidak inginkan itu. Susan peduli sama kamu...."
lontarnya dalam bahasa Indonesia dengan logat kebule-bulean itu.
http://cafenovel.com/ 22 "OK! OK! AKU TIDAK LAGI MAU MENGELUH SAMA KAMU!" balasku sengit, singkat. Aku
sebal diceramahi orang. Apalagi notabene hanya orang baru dalam kehidupanku. Peduli kucinglah
dia! "Apa" I mean... aku tahu sekali siapa kamu. Jadi jangan pernah meragukan kalimat that I've told
you before. Ok! I am serious... totally care about you. Kamu mengerti"!" tanggapnya, memaksa.
Jujur aku tidak mau tahu tujuan dia sebenarmya. Aku ada di mana sedang apa, benar-benar
urusanku, bukan" Maksudku, siapa yang mau peduli sama bule homo yang baru tinggal di Bali
selama dua tahun dan seorang teman baru ketemuan di hotel" No one, I believe! He's just a gay
anyway! Maaf, aku belum cerita. Susan adalah seorang teman yang aku temui di lobi hotel pada hari pertama
kedatanganku di Bali. Dia punya tampang yang goodlooking. Karena goodlooking tadi, aku
tawarkan tempat duduk di sebelahku, kala menunggu taxi driver menjemput. Ternyata dia
memberanikan diri untuk ngobrol terlebih dahulu. Kemana tujuanku, sama siapa perginya. Dasar
gay! Sejak pertama kenal saja sudah langsung ketahuan! Tidak bisa bohong... nama aslinya adalah
Donaldson. Tetapi karena kita sudah terlalu dekat, jadilah aku panggil dia Susan. Dan dia sama
sekali tidak keberatan. Itulah yang menyebabkan kedekatan kami selama ini. Si Susan alias
Donaldson ini punya jiwa yang tulus, dan legawa.
Ah, coba dia bukan gay. Well, anyway... aku lupa sampai mana dialognya tadi.
*** "OK, Donaldson! Aku cuma kepingin mencoba kesempatan kedua. Aku sama sekali tidak tahu ada
orang mirip Jusuf di sini. Bukan salahku juga, kan" Pertanda, boleh juga kalau ternyata dia juga
jodohku, kan" Jodohku, mungkin" Orang yang mirip sekali dengan Jusuf" Just... let me do my
way... then if I failed, maybe you can treat me like your own baby again. Bagaimana?" ungkapku,
menawar. Donaldson adalah panggilan 'kesayangan' ku buatnya di kala dia mulai atau sangat
menjengkelkan. "OK, Darling... I just.... OK, nevermind...." kata Susan sambil berpaling. Wajahnya tiba-tiba
melengos dari pandangannya yang semula lurus ke depan.
Hari kesekian aku di Bali, aku tetap merasakan kesepian yang teramat sangat. Sembari mengerjakan
tugas dari kantor, pertemuanku dengan seseorang yang mirip sekali dengan Jusuf itu kembali
menghantui. Di layar TV di kamar hotel, di kaca kamar mandi, di jalan-jalan. Seperti remaja yang
sedang jatuh cinta. Aku maklum sekali dengan ini. Bali adalah tempat pertemuanku dengan Jusuf
untuk pertama kalinya. Dan walaupun dia sudah tenang di sisi-Nya sekarang, aku yakin sekali Jusuf
memandangku dengan senyum saat ini. Aku harus berani melupakannya. Tetapi aku tetap tidak bisa
bohong. Aku masih begitu mencintainya. Sebagai siapa pun dia, aku sama sekali tidak peduli.
Aku ambil kotak kecil di koper. Aku keluarkan semua isinya. Lalu aku buang semua barang yang
ada di dalamnya. Kotak kecil yang selalu aku bawa kemana-mana itu adalah kotak abadi buat Jusuf.
Dimana ada kotak itu, di situ ada Jusuf di dalamnya. Dan, aku memberanikan diri untuk membuang
'Jusuf' yang ada di dalamnya. Maafkan aku, Jusuf... ini sudah lebih dari dua tahun. Aku hanya
perempuan biasa. Perempuan biasa layaknya perempuan lain. Dimana segala sesuatunya selalu
berlandaskan hati. Dan lagi-lagi karena hati itulah, perempuan bisa bertahan dari segala macam
kehidupannya yang pahit. Sepahit apapun itu, perempuan hanya bisa mengandalkan hati. Aku
bahkan tidak bisa membuka hati untuk seorang pria, siapa pun. Aku tidak bisa seperti Bulan,
Matahari, yang berani menikah dan punya kehidupan yang baru lagi setelah bertemu dengan
seorang Jusuf. Aku hanya kepingin punya Jusuf saja. Tidak ada yang lain. Walaupun tidak bisa.
Atau tidak mau" Aku tidak mau tahu. Walaupun bisa, aku sudah tidak mau mencoba lagi. Kalau
Matahari dan Bulan mau dan berani mencoba, bangkit lagi. Aku tidak mau. Aku hanya mau Jusuf.
Bukankah itu cinta sejati"
"Bee... Kamu bagaimana" Sudah baikan" Hehehe...." tanyanya sambil memelukku.
http://cafenovel.com/ 23 Susan hobi memanggilku Bee. Dengan alasan, sejak bertemu denganku, Susan rajin minum madu.
Bukan karena dia ingin awet muda dengan terus minum madu, tetapi karena aku memang punya
bisnis kecil-kecilan di bidang ternak lebah tersebut. Dan dia adalah pelanggan pertamaku di Bali.
"I'm fine. Bahkan tadi malam, tugas-tugas dari kantor, bisa aku selesaikan semuanya. Oya, nanti
malam ada meeting sama client di lobi hotel. Would you like accompany me after that" We go chat
then have fun after that...." ajakanku buat Susan.
Entah kenapa, belakangan Susan jarang sekali terlihat pergi atau cerita seputar kedekatannya
dengan seorang pria. Atau sedang tidak punya seseorang" Aku tidak pernah tahu.
Susan termasuk orang yang introvert untuk urusan ini. Hehehe... awalnya sih sangat-sangat terbuka.
Cerita panjang lebar tentang siapa dirinya dan dari mana asalnya. To the point bahkan sedetaildetailnya.
Tetapi belakangan, Susan jadi pemurung.
Melihat perubahan sikapnya itu, aku sedikit senang. Paling tidak aku tidak lagi merasa kesepian,
karena ada dia. Tiba- tiba dia cerita sesuatu.
"Aku harus cerita ini ke kamu. Aku tidak tahu bagaimana pendapat kamu tentang ini. Aku
merasakan perubahan yang extra ordinary than before, Bee! Kamu mau tahu kenapa?" Susan
semangat. "Eh..." Cepat sekali nyerocosnya" Ada apa?" jawabku kaget.
"Aku... ingin sekali berubah. Berubah menjadi seseorang yang lebih baik...." katanya bikin kaget
lagi. "Okay... details, please?" tanggapku, singkat.
"Aku ingin jadi Donaldson yang baru. Aku ingin jadi orang itu, Bee... orang yang bisa bikin orang
di dekatnya senang dan whole! Do you know what I mean?" jawabnya lagi dengan kalimat yang
terdengar 'aneh'. "Aku cuma ingin berubah. Kepingin berubah, normal... dukung aku saja, ya"!" tambah 'Susan' alias
Donaldson yang semakin aneh.
"Sebenarnya, ya... semua orang itu selalu harus bisa berubah. Menjadi orang yang lebih baik lagi.
Menjadi orang yang jauh lebih bijak dari sebelumnya, menjadi orang yang jauh lebih religius dari
sebelumnya. Memang begitu bukan hakikat manusia" Do you need me to say an English to you,
Susan?" tanyaku memastikan.
"OK, then. I love you... see you around what" 9" 10?" ujarnya, balik tanya sambil angkat badan dari
kursi. "9 sharp, yeah?" jawabku sambil senyum. Mungkin dia dapat kritik dari 'mantan' terdahulunya
tentang bagaimana kebiasaannya sehari-hari. Jadi dia tanya itu ke aku.
Aku kembali ke kamar. Mempersiapkan penampilanku untuk bertemu dengan client nanti malam.
Susan tidak tahu, client yang akan aku temui nanti malam adalah orang yang sama sekali tidak ingin
dilihat olehnya. Ranu, yang tidak lain adalah suami Matahari. Aku bekerja di perusahaan swasta,
sedangkan Ranu adalah seorang wirausahawan yang bergerak di bidang yang sama. Dan Ranu ini
punya wajah yang mirip sekali dengan Jusuf. Tuhan memang punya cara yang lucu dalam
menyampikan pesan buat hambanya. Siapa yang tahu aku akan bertemu suami dari seorang
Matahari yang notabene mirip dengan Jusuf"
Lewat pertemuan ini, aku yakin aku akan bertemu lagi dengan Matahari. Aku yakin, ini adalah apa
yang diharapkan Jusuf kalau dia masih ada.
*** "Ranu... kamu di mana sekarang" Sudah bawa semua perlengkapannya" Kamu sama Matahari
nanti, bukan?" tanyaku pada Ranu di telepon genggam.
Tidak lama berselang, terdengar suara familier di horn ponselku. "Halo, Tri! Akhirnya kita ketemu
juga, ya" Oke, ini aku sudah on the way, kok. Sudah bareng Matahari juga. Tetapi kayaknya sampai
http://cafenovel.com/ 24 larut malam nanti, nih. Soalnya, ada yang mau kangen-kangenan!" jawabnya, lalu tertawa renyah.
"Oke, Bos! Nanti aku kenalkan teman aku yang kapan hari itu kamu kritik habis-habisan. Hehehe...
si Bule...." "Yah, sama si Bule itu lagi" Ya, sudah. Penasaran nih ingin tahu bagaimana orangnya. Hehehe...
bye!" Klik! Jawabnya tidak sopan. Mungkin karena Ranu juga benci sama 'Susan', jadilah seperti itu
reaksinya. Sebab dia 'gay'!
Aku seperti harus menjelaskan lagi tentang kronologis kejadian kenapa Ranu membenci Susan.
Singkat saja. Dari luar, Susan yang seorang bule ganteng ini tampak seperti seorang Flamboyan.
Tidak ada yang bisa disalahkan, masalahnya itu hanya phsycally saja. Tidak ada yang tahu siapa dia
sebenarnya. Ya, kecuali kalau memang sudah kenal dia.
Ranu adalah satu dari sekian banyak teman laki-laki yang aku punya. Matahari sendiri yang
memperkenalkan suaminya padaku. Dengan harapan yang sama mungkin. Agar Jusuf senang
melihatnya. Setelah sekian kali bertemu, aku pikir, aku bisa mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana perasaan
Matahari saat itu. Apakah dia juga sama seperti aku, yang masih menggilai Jusuf. Atau tidak"
Entahlah. Ternyata misi kecil ini rupanya diketahui Susan dari agenda kecil yang ada di tasku. Bule satu ini
juga gila. Dia rajin update soal kegiatanku sehari-hari. Ah, seandainya saja dia bukan....
"Perkenalkan, aku Donaldson. Nice to meet you...." sapa Susan santun, memperkenalkan diri kepada
Ranu dan Matahari. Ranu mendadak serius wajahnya. Cuek. Lalu duduk.
Matahari tidak. Dia tersenyum tulus. Dan tidak buru-buru duduk seperti Ranu dengan sikap
'antipati'. Malah di antara kita berempat, Matahari yang paling terlambat duduk di kursinya. Seolaholah
terpana melihat ketampanan Susan.
Aku tak ambil pusing. Aku langsung membicarakan pekerjaan dengan Ranu yang duduk
berhadapan denganku. Hingga sudah hampir ada sejaman, aku mulai melihat Susan rajin menjawab pertanyaan Matahari.
Tampaknya mereka sudah asyik dengan pembicaraan mereka. Matahari bahkan sesekali memukul
kecil tangan Susan. Sedikit aksi konyol rupanya, yang menandakan bahwa mereka sudah semakin
akrab. Aku lega. Paling tidak, dengan melihat itu, Ranu bisa menjadi berkurang perasaan bencinya. Tetapi bisa saja
malah sebaliknya. Semakin benci. Siapa yang tidak" Ranu benci setengah mati melihat Susan
karena menurutnya aku digandeng kemana-mana. Apalagi istrinya.
"Akhirnya selesai juga, ya?" ujarku, mengakhiri perihal pekerjaan dengan Ranu yang masih belum
tersenyum barang sekejap dari awal pembicaraan.
"Iya. Bagaimana kalau sekarang aku dan Matahari langsung pulang saja, Tri?" tanyanya sebal tanpa
melihat wajahku. "Ranuu...!" jeritku sambil menendang kakinya.
Terus terang, aku tidak suka melihat kecemburuan Ranu terhadap Susan dan istrinya, Matahari.
Mereka sekedar mengobrol saja. Tidak ada apa-apa, kok! Namun, di luar dugaan ia melontarkan
pertanyaan yang dapat membuatku pipiku memerah. Of course, tentu saja juga Si Donaldson.
"Ehm... oke, oke. Langsung saja kita bincang-bincangnya. Sebenarnya kalian ini pacaran, ya" Atau
sudah menikah?" tanya Ranu pada Susan. Dia sama sekali tidak melihat wajahku.
"What" I mean.... Ya, ya, kita berteman baik. You know, like brother and sister. Dan kita seperti
sudah mengenal lama begitu. Is there something wrong about that, Ranu?" jawab Susan lancar,
tidak menunjukkan ketersinggungan.
Hm, untung Si Donaldson ini pintar sekali berperangai. Aku tahu betul kalau Susan adalah seorang
penakut. Paling tidak kalimatnya tidak bisa selancar itu, apabila ditanya soal status dan tetek
http://cafenovel.com/ 25 bengeknya. "Oh, hehehe... tidak sama sekali. Saya mengenal Tri mungkin setelah kamu, ya" Jadi, ya saya hanya
ingin tahu saja. Sebagai teman. Bukan begitu, Matahari?" Ranu meminta dukungan dari istrinya.
"Oh, iya, Sayang. Ranu ini orangnya concern terhadap siapa saja yang jadi temannya, Donald. Eh,
nama kamu lucu sekali, ya" Bagaimana tak senang Tri punya teman lucu begini. Hehehe...." Ranu
mendapat dukungan lebih rupanya.
Ranu kaget. Susan yang tadinya tegang, jadi ketawa mengakak. Tetapi tetap saja berwibawa.
Aku hanya diam saja, walaupun agak aneh juga melihat sikap Matahari.
Matahari malam itu terlihat sangat cantik. Tidak berubah dari beberapa tahun yang lalu. Di antara
teman perempuan yang aku punya, Matahari adalah salah satu yang tercantik di antaranya. Aku
tidak heran kalau dulu Jusuf rela balik lagi sama dia. Dia punya karakter feminin dan keibuan.
Hanya satu mungkin yang berubah dari dia, malam itu. Matahari tidak pernah sebahagaia itu.
Sejauh yang aku tahu, Matahari selain cantik juga seorang pemalu yang pernah aku kenal. Jadi
kalau ada adegan pukul-pukul tangan dengan Susan tadi, boleh jadi Matahari kagum sama Susan.
Matahari lalu bangkit dari kursinya. Mengajak Susan berdiri juga dan menyalaminya. Ranu kaget
lagi. Dan kemudian menggandeng tangan istrinya itu.
"Baik kalau begitu, aku dan Ranu pergi dulu, Tri." Matahari berujar, memandangku lalu ganti
memandang Susan. "Donald, senang ketemu dengan kamu."
Aku mengangguk. "Anyway, sampai kapan kamu di Bali, Tri?" tanya Ranu kepadaku, menyembunyikan rasa
cemburunya dengan bersikap seperti tidak ada apa-apa.
Aku angkat bahu. "Kurang pasti. Tetapi, mungkin beberapa hari lagi. Kalau aku sampai ditelepon
kantor dan harus balik, baru aku balik. Matahari tahu bukan, aku masih tinggal di Surabaya?"
jawabku, lalu balik bertanya kepada Matahari.
"OK, then. Keep in touch, yeah?" Matahari pamit, matanya melirik ramah ke arah Susan.
Perlahan Ranu dan Matahari pergi. Sementara itu, aku dan Susan terjebak dalam suasana hening
sambil bergandengan tangan. Tak lama kemudian, setelah Ranu dan Matahari menjauh dari
pandangan, aku dan Susan tertawa berdua. Tertawa sepuas-puasnya.
Ternyata kita berdua menyadari betul, betapa Matahari tergila-gila pada Susan.
Dan malam itu, aku habiskan waktu ngobrol bersama Susan di kamarnya. Membicarakan tentang
bagaimana membuang kotak Jusuf yang masih ada di koper, dan membongkar isi kamar hotel
Susan yang hanya beda satu lantai saja dengan kamarku.
Sampai kita berdua tertidur pulas. Layaknya dua perempuan yang sedang patah hati, menghabiskan
waktu bersama dan curhat, lalu terlelap. "
http://cafenovel.com/ 26 Maret, 2004 Pukul 03.03 WIB Ternyata menjaga hubungan persahabatan yang tidak diniati sebelumnya, adalah sebuah tindakan
yang paling tulus yang pernah ada. Buktinya, Susan dan aku masih awet saja berteman sampai
sekarang. Entah apakah karena karakter orang gay itu loyal" Atau memang kita ini sudah layaknya
soulmate" Yang unseperatable"
Susan yang berencana tinggal nomaden di Surabaya, Bali, dan New York itu, sekarang punya
pekerjaan tetap, yaitu sebagai seorang guru bahasa Inggris di sebuah sekolah Internasional. Aku
bangga sama Susan. Dia sama sekali tidak pernah mengeluh soal pekerjaan, tetapi sejak dapat
pekerjaan, Susan seperti orang yang keranjingan kerja. Sama sekali tidak mengalami 'jetlag'.
Maksudku, sebelumnya dia tidak pernah bekerja. Selain menjadi wisatawan dan designer kecilkecilan
di Bali, tidak ada yang dia lakukan lagi.
*** Aku dan Susan memutuskan untuk tinggal di satu apartemen yang sama di Surabaya. Satu
apartemen, tetapi beda kamar. Untuk alasan budaya, aku sengaja tidak ingin membagi kehidupan
dengan 'Susan' Donaldson. Yah, walaupun kita sudah sedekat suami dan istri sekalipun.
Kamar Susan ada di lantai enam, sedangkan kamarku ada di lantai tiga. Sekalipun lumayan jauh,
jiwa kita tidak pernah jauh. Dia masih gay, namun aku tidak risih dengannya. Dia teman yang
sangat baik. Jauh melebihi kebanyakan teman-temanku yang normal.
"Don, kamu sudah tidak ada acara lagi, kan?"
Sejak 'Susan' alias Donaldson tinggal di Surabaya, aku membiasakan diriku untuk memanggilnya
dengan nama aslinya. "Nope, Bee! Ayo kita sama-sama makan. Aku yang jemput kamu, ya" Kita makan di tempat
biasa...." ujarnya, lalu mengajak.
"Oke, Donaldson!" jawabku antusias kepada 'Susan' yang mulai kuarahkan untuk menjadi pria yang
normal. Klik. Komunikasi via ponsel kuakhiri. Dan menunggu dia menjemput kemudian.
http://cafenovel.com/ 27 Sejak punya apartemen di Surabaya, Donaldson sudah tidak mau lagi dipanggil Susan. Entah karena
dia memang ingin membuktikan janjinya waktu di Bali atau bukan"untuk dapat hidup normal, aku
sungguh tidak tahu. Yang jelas, dia memang menepati omongannya. Menjadi Donaldson yang
sesungguhnya. Yang mulai tertarik kepada lawan jenisnya!
Aku hargai perubahan itu. Dia benar-benar tidak pernah bercerita lagi tentang laki-laki lagi, yang
dikencaninya atau apalah. Satu-satunya yang dia rajin cerita tidak lain dan tidak bukan adalah
pekerjaan, pekerjaan, dan pekerjaan.
"Bee... aku tadi sudah ngobrol sama orang kantor. Katanya akan ada libur bersama akhir bulan
nanti. Aku pikir, kenapa tidak kita pergi ke New York, together" Mumpung bisa...." ajak Donaldson
di mobil setelah dia menjemputku.
"New York" Kenapa tidak" Eh, tetapi aku juga masih ada urusan sama client minggu-minggu ini.
Kamu tidak keberatan mengurus semuanya, kan?" tanggapku, antusias.
Hening sejenak. Lima detik setelah itu Donaldson menjawab manja, "Apa sih yang tidak bisa
buatmu, Bee?" Aku dan Donaldson tertawa mengakak.
Tidak bisa bohong. Kadang-kadang aku memikirkan kehidupan pribadiku apabila terlalu dekat
dengan Donaldson. Suasana menyenangkan ini, membuatku merasa tidak harus pergi kemana-mana
mencari tahu siapa yang akan mengajakku ke pelaminan. Donaldson adalah pilihan yang tepat kalau
boleh aku simpulkan. Dia adalah warga negara asing yang rela mengubah aksen bahasa asalnya


Lagi Lagi Uang Karya Karen Angel di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi bahasa Indonesia. Bahasa yang tidak seharusnya dipakainya sehari-hari. Aku bisa saja
membiasakan ngomong bule sama dia. Tetapi dia selalu melarang. Dengan alasan, Donaldson
kepingin bisa jadi orang Indonesia. Walaupun wajahnya tidak bisa bohong, bule sekali.
Selain itu, Donaldson juga rajin melakukan ritual yang aku lakukan. Mengaji setelah sholat. Well...
aku lupa, belum cerita kalau Donaldson ini adalah warga negara asing yang beragama Islam juga.
Orang tuanya punya dua agama. Ayahnya Irlandia-Amerika, Katolik. Ibunya Uzbekistan-Pakistan,
tetap Islam. Aku tidak tahu tentang peraturan menikah beda agama di luar negeri sana. Tetapi yang
aku tahu, aku beruntung sekali bertemu Donaldson.
Pemikiran bodoh yang pernah aku punya selama bersama Donaldson adalah: In Case, kita
menikah... tidak perlu repot!
Siang itu aku dan Donaldson makan di cafe yang lokasinya lumayan jauh dari apartemen.
Sebenarnya tempat itu tempat biasa kita makan, tetapi aku sendiri suka diam-diam menganalisa,
'ada apa' dengan tempat itu, sampai-sampai Donaldson senang makan di situ. Ternyata usut punya
usut, Donaldson tahu betul makanan favoritku, dan hanya ada di situ saja menu Sapo Tahu
kesukaanku. "Bee... gara-gara Sapo Tahu ini yang bikin aku betah makan sama kamu di sini! Hehehe... in case
you wanna know...." katanya tiba-tiba.
"Oalah... Mas, Mas! Ta' pikir opo..." tanggapku dengan logat Jawa medokku.
"Ehm, aku mau ke belakang dulu, ya. Sebentar, deh," katanya sambil mengedipkan mata.
Tiba-tiba telepon genggamnya yang tergeletak di atas meja, persis tepat di depan piringku,
berbunyi. Ada SMS rupanya.
Aku biasa saja. Cuma aku sempatkan untuk mengintip sedikit. Dan ternyata bukan sedikit yang aku
dapat. Ada nama MTHR di layar ponselnya. MATAHARI"!
"Don, kamu SMS-an sama Matahari, ya" Heh... ternyata, ya?" tanyaku enteng dengan suara sedikit
cemburu, ketika dia sudah duduk di hadapanku tidak lama kemudian.
"Apa" Oh... ada SMS, ya" Iya, dari Matahari. Tetapi cuma mau tanya-tanya sekolah buat anakanaknya
saja kok, Bee. Tidak ada apa-apa, kok," jawabnya, berusaha setenang mungkin. Namun
demikian, dia tidak dapat menutupi rasa keterkejutannya.
Aku berusaha menenangkan diriku dengan tersenyum. "Oh, begitu. Iya, nih. Pasti dia ingin
menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang bonafid. Kamu kan guru di sekolah Internasional?"
http://cafenovel.com/ 28 Donaldson mengangguk. Sepasang bola mata kebiruannya menyorot lega.
"Ibu yang baik bagi anak-anaknya seharusnya memang begitu. Iya kan, Bee?"
Kali ini aku yang mengangguk. Masih berusaha meredam ruap cemburu yang memenuhi dadaku.
Padahal kalimatnya hanya sekedar pendapat, aku tahu. Tetapi entah kenapa, aku cemburu.
Donaldson yang sudah bertransformasi menjadi laki-laki yang baru itu benar-benar berhasil bikin
aku percaya kalau dia sudah berubah menjadi Donaldson yang baru.
"Bee... cuma kamu gadis yang bikin aku bahagia selama ini. Can you believe I've just said that"!"
katanya, lalu tersenyum simpatik.
Aku cuma bisa balas senyumnya. Aku sengaja buat dia tahu kalau aku memang cemburu. Malah,
aku tidak begitu yakin tentang perkataannya itu. Tentang Matahari yang ingin menanyakan perihal
sekolah Internasional seperti yang dia bilang. Apa yang Matahari SMS waktu itu membuatku
penasaran dan ingin menyelidikinya lebih jauh.
*** Malamnya aku sengaja main ke kamar Donaldson. Aku temani dia ngobrol panjang lebar, dan
kutunggu dia sampai masuk ke kamar mandi. Aku benar-benar penasaran dengan SMS Matahari.
Donaldson kemudian meninggalkanku dengan cerita lucu seputar muridnya di sekolah. Lalu
kemudian dia bilang mau mandi dulu.
Handphone Donaldson yang sedang kudekap, langsung aku buka folder message-nya.
Ternyata... bukan pertama kali Matahari SMS Donaldson. Ternyata, ini sudah kesekian kalinya.
Herannya, SMS-SMS Matahari hanya berbeda sedikit dengan SMS yang terkirim atas namaku....
AKU HANYA KEPINGIN BILANG KALAU RESIKO ITU ADA DI TANGAN KITA,
DONALD. DON'T LET ME DOWN.
Short Message Service berikutnya:
AKU INGIN KAMU, DONALD! Berikutnya: AKU MAU KAMU BILANG KE BEE, BETAPA AKU SAYANG KAMU....
... dan berikut-berikutnya yang serupa, seperti:
AYO, KITA KETEMUAN! KANGEN!
Aku tersentak kaget. Menggigit bibirku dengan hati perih.
Aku pikir, apa sebenarnya yang sedang Matahari lakukan terhadap kehidupannya yang sudah
makmur itu" Suami yang setia dan perhatian, plus dua anak yang lucu-lucu. Kehidupan yang dia
inginkan beberapa tahun lalu itu, sudah dia dapatkan semuanya. Tetapi punya Pria Idaman Lain
yang seorang gay ini..." Apa yang dia lakukan"! Apa tujuannya"! Apa lagi sih yang ingin dia cari"!
http://cafenovel.com/ 29 Maret, 2004 Pukul 04.01 WIB Aku tidak mau banyak ikut campur urusan Donaldson sebelumnya, tetapi kali ini harus. Harus mau.
Kalau saja Matahari tahu, apa saja yang sudah aku lalui setelah kepergian Jusuf.
Pudar kemudian lamunanku setelah mendengar Donaldson membuka pintu kamar mandinya. Itu
tandanya handphone Donaldson sudah harus kukembalikan ke posisi semula. Aku tidak ingin dia
marah duluan gara-gara kelancanganku.
"Don... tadi ada SMS. Nih.... " seruku sembari menyodorkan ponselnya.
"Oh, thanks, Bee," sambutnya, sembari masih mengkibas-kibaskan rambutnya yang basah.
Donaldson lalu membacanya, mengernyitkan dahinya dan segera meletakkan kembali ponselnya ke
meja. Bukan ke aku. Setelah itu dia hanya jalan mondar-mandir dekat meja tadi sambil
mengeringkan rambutnya dengan handuk. Seolah tidak terjadi ada apa-apa.
Aku hanya memandangi gerak-geriknya. Memastikan reaksi lebih lanjut darinya karena SMS dari
'MTHR' tadi. Ah, aku tidak kuat lagi! Aku harus cepat-cepat menanyakan perihal SMS Matahari padanya, tentang
semuanya. *** "Donaldson, kenapa kamu tidak mau cerita tentang Matahari?" tanyaku sedikit gugup.
"What" Bee... ngomong apa kamu ini?" tanyanya seolah tidak mengerti.
"Ya, itulah. Soal apa lagi" Soal MTHR-lah" Maaf... aku tidak bisa bohong lagi. Aku baru saja
membaca semua SMS-nya. I mean... SMS sebelum-sebelumnya di inbox kamu!" kataku, sedikit
lebih lega setelah menahan degup jantung yang bertalu lebih cepat dari biasanya.
"Bee... aku sudah pernah bilang kan sama kamu. Urusanku sama Matahari hanya sebatas orangtua
dan calon guru dari anaknya. Sekedar itu. Kalau sampai kamu baca sesuatu yang di luar itu, artinya
dia yang punya urusan, bukan aku. Mengerti?" jawabnya penuh dengan keyakinan.
Aku langsung terdiam. Dia tidak akan pernah tahu bagaimana 'maksud' pertanyaanku: cemburu!
Tetapi tidak sulit untuknya menjawab pertanyaanku. Sebenarnya, Donaldson ini laki-laki tulen atau
memang masih gay" Terus terang aku bingung. Bingung dibuat olehnya.
Donaldson lalu mendatangiku. Duduk di sebelahku. Dan kemudian memelukku. Sambil berkata
sesuatu yang lembut. "Aku hanya tahu satu perempuan. Dan perempuan itu ada di depan mataku. Jadi ada urusan apa
http://cafenovel.com/ 30 antara masa lalu dan masa datang" Hanya Tuhan yang tahu. Yang jelas aku berusaha
mewujudkannya. Hingga semuanya berjalan seperti yang aku mau. Dan aku yakin. Kamu juga pasti
mau, Bee..." Aku pasrah. Lunglai di pelukannya. Donaldson adalah seorang sahabat gay yang sudah mengenal
aku luar dan dalam. Tetapi tidak pernah sedalam ini. Aku pasrah dan bingung. Siapa sebenarnya
Donaldson ini" Kenapa dia bisa begitu gentlemen" Apa karena di gay" Aku sangat takut
menanyakan hal sesensitif ini. Aku tidak mau dia kemudian marah hanya gara-gara hal sensitif ini.
Dia kemudian bangkit lagi, melepas pelukannya. Dan mengambil handphone di meja tadi.
Kemudian dia menelepon seseorang.
Aku tidak peduli apa yang dilakukannya sekarang. Aku hanya peduli apa yang ada di pikiranku
sekarang. Siapa sebenarnya Donaldson buatku"
"Matahari... aku cuma mau bilang sama kamu, betapa bodohnya seseorang yang sudah memiliki
segalanya dan melepaskannya begitu saja. Betapa bodohnya seseorang yang tidak segera
melaksanakan tugasnya yang dapat dilakukannya pada saat itu juga. Kamu pasti tahu dengan benar
maksudku. Aku hanya seorang gay, Matahari. Andai saja kamu tahu apa yang kamu lakukan selama
ini...." katanya dengan kalimat berbaur amarah.
Percakapannya dengan Matahari pada waktu itu, menjawab pertanyaanku. Donaldson adalah
seorang 'Susan' Donaldson. Ternyata aku hanya terbawa suasana hati saja.
Aku tertawa kecil. Menyadari kebodohanku, menyangkal siapa sebenarnya Donaldson ini. Gay
bakal tetap menjadi seorang gay saja. Kecuali menjadi orang yang lebih baik tentunya. Selebihnya,
dia tidak akan pernah berubah menjadi seorang yang... mencintaiku. Itu yang sebenarnya aku
harapkan darinya. "... terima kasih atas usahamu, Matahari. Tetapi aku percaya, kamu sudah mendapatkan kehidupan
yang layak. Jadi jangan rusak kehidupanmu. Thanks atas pengertianmu!" lanjut Donaldson pada
Matahari, yang tampaknya hanya bisa diam saja dan tidak berkata apa-apa pada Donaldson ini,
pikirku. Klik! Setelah itu Donaldson cepat-cepat menutup teleponnya.
Donaldson melihat padaku dengan wajah yang senang dan puas. Dia kemudian lalu berlari dan
lompat ke arahku. Dan lagi-lagi memelukku erat.
"Apa itu tadi, Donaldson" Kamu bicara apa sama Matahari?" tanyaku, menampik pelukannya.
"Dia hanya iseng saja, Bee. Sudahlah. Lupakan saja dia," jawabnya enteng.
Aku menampik lagi cubitan darinya setelah menyelesaikan kalimat entengnya. Kali ini aku benarbenar
serius dengan pertanyaanku. Dan aku benar-benar ingin tahu. Kalau memang dia baru
sekarang mengaku gay pada Matahari, kenapa setelah sekian banyak SMS" Kenapa tidak langsung
mengatakan pada Matahari saja" Sebelum terlalu jauh"
"OK, Bee... kamu mau marah sekarang" Boleh. Marahlah" Karena aku sama sekali tidak mau
membahas tentang ini semua. Matahari sudah cukup meyakinkanku bahwa aku adalah pria yang
terlalu sabar dalam bertindak. Untuk hal apapun. Jadi aku minta tolong pengertianmu, Bee... please,
jangan membahas soal Matahari lagi. Trust me, dia bukan apa-apaku, kok!" ungkapnya,
memandangku. Kali ini dengan wajah serius setelah menguncupkan senyumnya.
Aku sendiri heran menyaksikan reaksi Donaldson yang berubah-ubah. Tetapi keresahan seperti
memberondong aku dengan eradiksi berjuta pertanyaan di benak. Semestinya memang harus
kutuntaskan kepenasaran ini!
"NO! Maaf, tetapi aku tidak tahu dengan benar bagaimana kamu sebenarnya, Donaldson! Di Bali
aku tahu kamu adalah sosok pria yang kalem dan dewasa, juga sabar. Tetapi setelah ketemu sama
Matahari waktu itu, kamu tiba-tiba punya keinginan untuk berubah. Keinginan yang aku sama
sekali tidak tahu dari mana datangnya. Aku bingung dan tidak tahu siapa sebenarnya kamu. Aku
tidak tahu kalau seorang gay bisa begitu misterius untuk satu hal. Dan yang aku tahu, kamu dulu
tidak begini. Kamu jadi aneh!" paparku berterus terang.
http://cafenovel.com/ 31 Amarahku meruap. Kecemburuan telah membakar hatiku, dan tak dapat terpadamkan dengan
asumsinya yang berubah-ubah. Aku bangkit berdiri dari ranjang, dan membereskan barangbarangku
yang berserakan di atas sofa kamarnya.
"Hei... mau kemana, Bee" Kita kan bisa cerita pelan-pelan, dan menyelesaikan semuanya dengan
kepala dingin. Maafkan aku, aku sudah membuat kamu merasa aneh dengan sosokku yang
sekarang. Tentang Matahari, tentang... anything! Tetapi aku tidak bilang ingin berubah setelah
bertemu Matahari dan suaminya itu! Aku punya alasan sendiri kenapa aku ingin berubah... dan aku
ingin kamu menghargai niatku itu. Aku ingin berubah karena memang aku ingin berubah tanpa
dilandasi oleh keinginan yang lain. No, no! Bukan karena Matahari, bukan karena siapa-siapa.
Just... dari hati aku sendiri! Aku berubah karena aku ingin menjadi lebih baik, hidup normal dan
tidak melanggar norma. Aku muak dicaci dunia, Bee! Tolong dukung aku! Please, believe me. Aku
butuh waktu. Aku butuh sokongan."
Aku bingung diaduk rasa. Lelaki yang kukaribi ini tak ada bedanya dengan manusia asing yang
bertambah asing di benakku.
Aku meninggalkan kamarnya dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Agaknya inilah yang disebut
dengan persahabatan yang sedang diuji. Naik-turun dan naik-turun lagi, seperti gelombang laut.
Aku bisa maklumi kalau ini yang memang harus kami hadapi berdua. Hanya saja, perubahan yang
dia lakukan terhadap kehidupannya yang kemudian mempengaruhi kehidupan orang lain
(Matahari), jelas membuatku bagai pegila yang benar-benar sudah gila dan tidak waras lagi.
Dan satu-satunya cara agar aku dapat lepas dari jerat enigma adalah: menjauhi dirinya.
Paling tidak untuk sementara waktu. "
http://cafenovel.com/ 32 Maret, 2004 Pukul 05.06 WIB Sudah sekitar seminggu aku tidak bertandang, bahkan bertemu dengan Donaldson di tempat-tempat
kami biasa bersama. Donaldson tampaknya benar-benar marah kepadaku. Dia mungkin merasa
kecewa padaku yang sama sekali tidak menghargai perubahan yang telah dilakukannya itu.
Mungkin juga aku yang salah. Untuk urusan percintaan, tampaknya merupakan hak mutlak
Matahari sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari salah, sekalipun dia sudah berumah tangga.
Dan mengubah Donaldson sebagai sosok 'asing', yang tampak tak karib dalam akrab hari-hariku.
Sungguh, seharusnya semuanya merupakan pilihan hidup mereka yang tak memerlukan intervensi
diriku! Toh aku bukan siapa-siapa, dan apa-apa mereka.
*** Namun riak renjana membuatku tidak bertahan lama. Akhirnya aku nekat datang ke kamar
Donaldson di lantai atas. Tanpa menghubunginya terlebih dahulu, aku harap aku bisa
memberikannya kejutan 'perdamaian'. Tetapi aku terkesiap di muka bingkai pintu yang tertutup.
Tanganku mengambang di udara, tak jadi memencet bel kamar apartemennya. Kusimak suara dua
orang yang telah kuakrabi sekian lama. Suara dua orang yang sedang bertengkar.
"AKU TIDAK MAU TAHU, DONALD. AKU SAYANG KAMU... SUDAH DARI PERTAMA
PERTEMUAN KITA WAKTU ITU! KAMU YAKIN TIDAK MAU AKU"! AKU YAKIN
BETUL, KAMU INI BUKAN GAY!! KAMU BOHONG!"
Sementara itu, suara Donaldson menjawab, "AH, IT'S YOUR OWN BUSINESS! I'M ALONE
NOW... ITU GARA-GARA KAMU! DAN JUJUR SAJA, AKU TIDAK PERNAH TEGA
MENYAKITI HATI PEREMPUAN. ESPECIALLY, PEREMPUAN YANG AKU CINTAI!"
Suara perempuan itu menanggapi. "TERUS, KAMU MENUNGGU APA LAGI, DONALD"!
AKU, PEREMPUAN YANG KAMU CINTAI INI, SUDAH ADA DI DEPAN MATA KAN"
KENAPA KAMU PAKAI-PAKAI ALASAN GAY SEGALA" KENAPA" HANYA KARENA
AKU SUDAH BERSUAMI DAN KAMU MENYERAH BEGITU SAJA"! KENAPA KAMU INI,
HAH"! KAMU ADALAH LAKI-LAKI YANG AKU DAMBAKAN SELAMA INI!"
Aku hanya menelan ludah. Aku tidak tahu betapa cintanya Matahari terhadap Donaldson.
Perempuan yang aku bangga-banggakan sebagai seorang Ibu Rumah Tangga yang baik itu, jatuh
cinta terhadap seorang gay" Tetapi kenapa lagi-lagi harus sahabatku"! Kenapa orang-orang
http://cafenovel.com/ 33 terdekatku yang harus berperan juga dalam kehidupan kami, kehidupan antara aku dan Donaldson"!
Salah apa aku ini"! "AKU TIDAK AKAN PERNAH MENYAKITI PERASAAN PEREMPUAN YANG AKU
CINTAI. IT MEANS, PEREMPUAN ITU BUKAN KAMU, MATAHARI. TOLONG MENGERTI
AKU, YA?" jawab Donaldson dengan tegas, namun bernada menenangkan. Menenangkan
Matahari, dan secara tidak langsung menenangkanku tentunya!
Aku kemudian tahu bagaimana sebenarnya Donaldson. Dari percakapan itu, aku bisa simpulkan
betapa bodohnya aku menuduh Donaldson yang bukan-bukan. Dia sahabatku. Tentu saja aku harus
berada di pihaknya. Apapun yang terjadi.
Aku beranikan diri memencet bel di samping pintu kamar Donaldson. Percakapan keduanya hilang
tak berlanjut, dan aku dengar suara Donaldson menanyakan 'siapa"' di balik pintu.
Aku jawab saja, "Bee...."
Donaldson tampak sedih. Sambil membukakan pintu, wajahnya terlihat berantakan. Pakaiannya
yang biasanya rapi sudah kusut dan tercabik. Sepertinya Matahari sudah beraksi memaksa dan
menarik-narik bajunya, layaknya anak kecil yang menarik baju sang Bunda karena meminta
sesuatu. "Bee... I'm sorry. I missed you so bad, Bee...." katanya kemudian memelukku dengan erat.
Sementara itu, Matahari yang terlihat kaget melihatku, mendadak menjerit.
"Tri... ak-aku... dibawa Donald ke sini. Dia memaksaku datang ke sini. Dia bilang dia pingin
menikah sama aku. Aku disuruh kabur dari rumah. Untung kamu datang!" ujarnya dengan wajah
pasi. "Aku tahu, Matahari. Makanya aku maklum, dan mau memaafkan Donald. Tetapi tolong jangan
lupa kalau dia ini sahabatku juga. Aku sudah kenal dia jauh sebelum kamu kenal dia. Jadi, aku bisa
mengerti kok, bagaimana perasaanmu. Aku anggap ini semua sudah berakhir. Dan aku tidak akan
bilang ini ke Ranu, atau siapa pun...." sahutku berusaha bijak sembari memegang kedua pundak
Matahari. Namun Matahari tidak menanggapi dengan baik kalimatku. Rupanya dia memang tergila-gila
terhadap Donaldson. "Ah, kamu ini tahu apa, Tri"! Jelas-jelas dia yang paksa aku datang ke sini. Dari Bali ke Surabaya.
Ke apartemen ini! Kenapa kamu masih bisa bisanya membela dia"! Aku hendak diperkosa! Aku
tidak terimaaa! Aku mau telepon Ranu! Kebetulan, dia juga sedang ada di Surabaya! Aku mau
bilang sama Ranu sekarang!" katanya berontak.
"Matahari... kamu ini ngomong apa"!" bentakku dengan kesal.
"Ranu, Sayang! Aku hendak diperkosa! Tri menyelamatkan aku yang hendak diperkosa Donald!
Kamu ternyata benar, Sayang! Donaldson memang bejat! Habis gandeng Tri ke sana kemari, dia
nekat merayu aku! Aku lagi ada di apartemennya sekarang, Sayang... Ini aku kasih tahu
alamatnya...." lapornya di ponselnya, lalu mengirim SMS alamat apartemen Donaldson setelah
mengakhiri pembicaraannya dengan Ranu.
Aku makin kesal dibuat Matahari. "Matahari, apa yang sedang kamu lakukan"! Kamu membual!
Hentikan omong-kosong ini semua! Kamu yang mulai, bukan"! Kamu tahu betul bagaimana Ranu!
Dia bakal menghabisi Donaldson... menghabisi Donaldson untuk seorang istri yang tidak setia!
Kamu gila, Matahari! Kamu sudah memfitnah!"
"BIAR! BIAR SELURUH DUNIA TAHU BAGAIMANA BEJATNYA SEORANG BULE
BERNAMA DONALDSON INI.. KAYA, PINTAR, TETAPI BODOH! HAHAHA... BIAR
HABIS SEKALIAN, BERANI MENOLAK CINTAKU!" katanya seperti orang yang sedang
kesetanan. Aku tidak percaya, Matahari yang cantik dan ceria itu, kini berubah menjadi seseorang yang egois
dan berhati iblis. Untuk sebuah keinginan dicintai saja, dia harus mengorbankan segalanya. Kulihat
Donaldson terpekur tidak percaya dengan rasa iba. Matanya berkaca-kaca, menahan amarah karena


Lagi Lagi Uang Karya Karen Angel di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

http://cafenovel.com/ 34 telah difitnah Matahari. Aku hanya bisa menahan Matahari yang masih saja berusaha mendekati Donaldson. Seolah-olah
ingin memegang wajah Donaldson. Ingin memegang rambutnya. Dan memeluknya. Sementara itu,
Donaldson hanya bisa menggumam sedih dan lirih seolah pasrah dengan peristiwa yang baru saja
terjadi. Dia tersudut, dan entah harus berbuat apa. Dia tidak memiliki alibi untuk membela diri.
Semua akan menyalahkannya dan membenarkan bahwa dialah yang hendak memperkosa Matahari.
Seorang lelaki bule dan seorang perempauan di dalam sebuah apartemen sang Bule. Hah! Tak ada
yang bakal meringankan hukuman bagi Donaldson! Ini fitnah!
Aku menjerit marah, mendamprat Matahari yang pura-pura menangis tadi. "Kamu sudah
memfitnah, Matahari!"
"INGAT, MATAHARI! KAMU SUDAH PUNYA SEGALANYA! KAMU ADALAH ISTRI
DARI SEORANG SUAMI YANG TERHORMAT! KAMU TIDAK PANTAS
MENGORBANKAN SEGALANYA! TIDAK MALU KAMU, HEH?" tambah Donaldson di selasela
ketidakberdayaannya. *** Beberapa saat kemudian, seseorang menelepon handphone Donaldson. Ternyata, Ranu. Dan Ranu
sudah berada di lobi apartemen. Rupanya Ranu memaksa Donaldson untuk turun.
"Baik, aku turun.... Maaf, maaf sebelumnya. Tetapi ada yang mesti kamu tahu, Ranu. Semua ini
tidak benar. Demi Tuhan, Ini fitnah. Ada yang harus aku jelaskan...." jawab Donaldson pada Ranu
lewat ponselnya. Donaldson kemudian meninggalkan kamarnya, setelah mengatakan, "Matahari, suatu hari kamu
akan sangat menyesal! Ak-aku... sangat mencintai Bee... dan kamu selalu berusaha merusak
hubungan kami. Apapun yang terjadi, Bee adalah perempuan yang tak akan tergantikan oleh siapa
pun meski kamu gunakan cara fitnah seperti tadi!"
Aku kaget dengan kalimat Donaldson. Aku yang dicintainya selama ini"!
Beberapa saat Ranu datang bersama Donaldson. Mereka jalan berjauhan. Lalu saat masuk kamar,
Ranu berlari menuju Matahari yang masih menangis tersungkur di atas ranjang. Matahari
membisikkan sesuatu pada Ranu, entah apa yang dibisikkannya. Setelah itu, tanpa disangka-sangka,
Ranu bangkit berdiri dan memukul wajah Donaldson dengan keras. Donaldson tidak membalas. Dia
pasrah. "Bangsat kamu, Bule! Kamu tidak tahu diri, merebut istri orang! Kamu juga tidak tahu diri, main
asal bawa perempuan. Kamu boleh bawa Tri, tetapi jangan istriku. Sebab istriku bukan pelacur
seperti Tri"!" makinya, menghina.
Donaldson tidak dapat mengendalikan dirinya lagi. Dia kalap dan balas memukul wajah Ranu.
Ranu tersungkur di atas ranjang dengan mengerang kesakitan. Rahangnya mungkin retak.
"Ini fitnah, Ranu!" teriak Donaldson. "Kamu boleh menghina aku apa saja. Kamu boleh memakimaki
aku. But, please... tetapi jangan bawa-bawa nama Bee...!"
Aku sudah tidak tahan oleh kelakuan jahat Matahari. "AKU SUDAH MUAK SAMA KAMU,
MATAHARI! AKU TIDAK TAHU KAMU JUGA PINTAR MENGHASUT ORANG LAIN!
PELACUR APA MAKSUDNYA, MATAHARI"! KAMU LANGSUNG NGOMONG SAMA
AKU! TIDAK USAH FITNAH-FITNAH ORANG!" teriakku.
Matahari berdiri dengan sikap pongah. "Siapa juga yang fitnah"! Aku tahu kok, kamu pernah jadi
pelacur di sini! Tidak usah sok suci, deh! Kamu introspeksi diri, deh! Kamu itu siapa" Selain Jusuf,
kekasihmu yang sudah pergi ke alam baka itu, siapa yang selalu membawamu" Tak terhitung, kan"
Kamu juga sering nongkrong di dekat kampus berprofesi menjadi 'ayam kampus', kan?"
Aku terkesiap. Kerongkonganku memerih. Ya, Tuhan! Mengapa Matahari demikian kejamnya
mengungkap masa laluku yang kelam ketika semuanya ingin kukubur dalam-dalam" Rasanya, aku
ingin mati di tempat saat ini juga!
http://cafenovel.com/ 35 Perlahan, kenangan lama terkuak kembali.
Menguakkan kembali luka lama yang sudah mulai mengering.
Aku tersungkur, dan duduk lemas di lantai apartemen Donaldson tanpa dapat bicara apa-apa lagi
selain menangis dan menangis. Donaldson sertamerta memelukku, juga dengan berurai airmata.
Hari ini, tiba-tiba dunia menjadi begitu jahat kepada kami, dua hati yang ingin menjadi arif.
Tak kupedulikan lagi Ranu dan Matahari yang pergi meninggalkan kami dengan perasaan benci.
Tak kupedulikan semua itu. Karena aku dan Donaldson hanya dapat meratapi nasib naas kami.
*** Aku pergi meninggalkan Surabaya setelah hari itu. Selama dalam masa pengasinganku di Bali
bersama Donaldson, aku beberapa kali jatuh sakit. Dan ketika pada suatu saat aku berobat ke
dokter, alangkah terkejutnya aku, dan lebih memilih untuk mati pada saat itu juga!
Aku didiagnosis oleh dokter terjangkit virus HIV.
Hatiku kembali berdarah. Aku memutuskan untuk menjauhi Donaldson yang tetap menyertaiku dengan setia dan penuh kasih.
Dan mengungkapkan terus terang bahwa aku sudah terjangkit virus HIV entah dari siapa. Namun
aku sadar, pekerjaan nistaku yang dulu merupakan kerentanan yang tak dapat dielakkan. Yang
merupakan satu-satu alasan pandemik penyakit mematikan tersebut terhadap diriku.
Namun Donaldson tetap teguh dengan cintanya. Dan seperti mukjizat, dia tak meninggalkan aku!
Dia menerima aku apa adanya! Dan, mengungkap jatidirinya yang sebenarnya, yang membuatku
hampir pingsan tak percaya!
"AKU SEBENARNYA BUKAN GAY, Bee!"
"Un-untuk apa semuanya ini, Don"! Untuk apa kamu mengaku sebagai seorang gay"!" tanyaku
tergagap. "Aku mencintaimu, Bee. Aku jatuh hati padamu saat pandangan pertama. Inilah caraku satu-satunya
agar kamu tidak risih berjalan denganku. Agar aku dapat menyelami hatimu selayaknya perempuan.
Maafkan aku, Bee. Tetapi semua itu aku lakukan demi kamu, ya demi kamu!"
Maaf. Aku lupa bercerita tentang siapa diriku sebenarnya. Karena semua ini sebenarnya sama sekali
tidak menyenangkan buatku.
Namaku Tiga Larasati. Aku adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Kakak-kakakku entah pergi kemana. Mereka lebih
memilih bekerja dan hidup makmur ketimbang merawat aku, adiknya yang masih kecil ini.
Aku adalah seorang yatim piatu sejak berusia tiga tahun. Tetapi aku tidak kemudian menjadi
gelandangan. Beruntunglah aku punya paman yang baik hati. Dia merawatku selayaknya anak
kandungnya sendiri. Wajah dan kepribadiannya mirip sekali dengan Jusuf. Itu sebabnya aku tidak
pernah bisa melupakan seorang Jusuf. Ketika pamanku meninggal, aku melihat Jusuf sebagai
pamanku yang terlahir dalam diri pemuda gagah nan tampan itu. Dan ketika kutahu lelaki itu hanya
mempermainkanku, aku malah membiarkannya. Mengacak-acak kehidupanku hingga terluka dan
menjadi nista. Lalu, bertemu dengan seorang Donaldson adalah sebuah anugerah di penghujung sisa usiaku.
Bagaimanapun, aku merasa Tuhan telah berlaku demikian adil bagiku. Meski pada akhirnya aku
hanya diberi usia pendek, namun Tuhan memberiku sebuah kenangan yang akan terukir abadi
sepanjang masa lewat cinta sejati seorang Donaldson!
Setelah aku didiagnosis terjangkit HIV beberapa tahun lalu, Donaldson resmi menyuntingku
sebagai istrinya. Dia tidak peduli, bahkan ketika aku menceritakan kelam masa laluku sebagai
seorang perek jalanan di Surabaya. Dia tetap menikahiku secara baik-baik. Mempersembahkanku
sebuah rumah mewah yang sangat artistik, yang berlokasi di New York"kota megapolitan tempat
kelahiran Donaldson. Dia bahkan memberikanku sepasang anak kembar yang lucu. Satu laki-laki
dan satu perempuan. http://cafenovel.com/ 36 Setiap malam aku pasti berdoa bercucuran airmata, dan bersyukur atas anugerah Ilahi.
Donaldson adalah karunia terindah yang pernah hadir dalam hidupku!
Oya, aku hampir lupa. Beberapa tahun yang lalu, aku pernah jatuh cinta kepada seorang pria yang
Kaki Tiga Menjangan 35 Raja Naga 07 Selubung Tabir Hitam Ciuman Selamat Malam 1

Cari Blog Ini