Kristal Karya Wina Natalia Bagian 1
Ku teringat akan sebuah kenangan lama
Tentang sang gadis kecil, yang menyapa dunia dengan tawanya
Sinar matanya lugu berlari menyambut sang mentari
Sebelum akhirnya ia sadari betapa dunianya penuh dengan duri
ain Kini kuberlari mengejar lonceng berdentang di ujung
taman.... Di sana terdengar riuh tawa berkumandang sesama kawan
Namun aku hanya berdiri memandang tak mampu berbaur
Seakan kuberada berbeda zaman hingga semua rasaku trus
mengabur.... Ah... pikirku, mungkin aku harus ikut tertawa
Meski tawa itu itu semu, tawa itu palsu, tawa tak berjiwa
Bagaikan biola tak berdawai,
Hanya raga tanpa jiwa yang damai....
Hingga suatu ketika, secercah sinar datang menerangi
Berwujud malaikat dalam tubuh seorang awam
Kisahkan sebuah cinta abadi menunggu di ujung pelangi
Sebelum akhirnya ia pergi tinggalkan dunia kembali kelam
Kristal Ok Rev.indd 5 Lalu kusadari, bahagia adalah fana, sebab ia semu, takkan kekal abadi
Maka ianya "kan pergi secepat ia datang" hingga kutakut tuk
memiliki". Sebab bahagia itu membuai, melengahkan jiwa-jiwa yang tegar.
Dan saat ia hilang berganti duka, sakitnya terasa bagai luka yang
tak kunjung pudar.... Namun aku masih jua tak mampu berhenti berharap,
akan adanya suatu keajaiban
Sebab tanpa harapan, hidup adalah kesiaan
Dan aku akan selalu menjadi gadis kecil itu
Yang bermain riang dalam dunia kecilnya".
Kristal Ok Rev.indd 6 Satu AKU suka menatap langit. Ada secercah rasa damai setiap kali aku
terhanyut ke dalam bintang-bintang yang bersinar begitu terang.
Pada saat itu pula, aku sering mendengar suara-suara. Bagaikan
mimpi dahulu kala. Seseorang pernah berkata padaku: "Kristal,
langit itu menghubungkan dunia. Saat kau memandang ke atas,
ingatlah aku pun memandang langit yang sama. Begitu pun kita
selalu bersama"."
Sejak kecil aku hanya memandang seseorang. Seorang gadis kecil
yang manis dan rapuh. Gadis kecil yang selalu tertawa. Dan bila ia
tertawa, dunia seakan ikut tertawa. Tawa malaikat kecil. Setiap gerakgeriknya mampu menghipnotisku untuk terus memandangnya.
Setiap kata yang ia ucapkan terdengar bagaikan lonceng surgawi.
Entah sejak kapan aku selalu mengikuti gadis tersebut. Ke mana
pun ia pergi, ke sanalah aku akan melangkah. Karena saat-saat aku
bersamanya merupakan saat-saat yang selalu aku syukuri. Saat-saat
indah yang ingin kujaga selamanya.
Kristal Ok Rev.indd 1 Lalu terjadilah tragedi itu. Tragedi yang merampas semua tawa
dari diri gadis tersayangku. Namun, saat itu aku masih terlalu kecil
untuk mampu menjaganya. Aku gagal melindungi tawanya. Hanya
dapat menatap setiap tetes tangisnya yang tersedu-sedu. Tangis yang
seakan menikam jantungku. Semua air mata yang tertumpah di
malam kelabu itu mengubah sang gadis kecil. Ia menjadi dingin
terhadap apa pun. Dan sejak saat itu pulalah, kebahagiaan dirinya
menjadi tujuan hidupku. Apa pun akan kulakukan untuknya. Untuk
mewujudkan setiap kebahagiaan yang layak ia dapatkan. Untuk
sang gadis yang adalah hidupku. Gadis itu, Kristal.
API. Api. Api. Di mana-mana. Tirai terbakar. Tempat tidur, lemari,
boneka, baju, buku. Semuanya terbakar. Udara begitu pengap dan
berasap. Asap yang tebal dan panas membuat bernapas begitu sulit.
Aku terbatuk-terbatuk. Jalan keluar sudah tidak ada. Api sudah
ain menjilati setiap sisi pintu kamar. Aku terbatuk lagi. Pandanganku
mulai terasa mengabur. Mama, Papa, di mana kalian" Aku takut.
Sangat takut. Jantungku yang semula terus berpacu, kini mulai
melemah. Air mata yang tertumpah sudah habis tak bersisa. Segala
teriakan percuma. Tubuh ini sudah tak mampu lagi melawan, lemas
tak berdaya. Hanya mampu menunggu ajal yang akan datang. Tak
pernah terpikir olehku kematian akan terasa begitu dekat.
Aku menunggu dan menunggu. Menunggu rasa sakit membara
yang akan segera tiba. Tanpa disangka, sebuah tangan datang
menghampiri. Memeluk tubuhku yang sudah rapuh. Tangan yang
kuat itu mampu menopang tubuhku dan membawaku keluar dari
rumah yang sudah menjadi lautan api. Aku pun selamat. Udara
Kristal Ok Rev.indd 2 bersih mulai mengalir ke dalam paru-paruku. Aku memandang
sekeliling mencari sang penyelamat hidupku. Tapi, tangan yang
menopangku itu sudah tak ada lagi".
KRISTAL terbangun dari tidurnya sambil berteriak. Peluh
membasahi sekujur tubuhnya. Sepertinya ia baru saja mengalami
mimpi yang sangat buruk. Mimpi yang sama. Mimpi yang selalu
menghantui setiap malam-malamnya. Ia memandang sekeliling
kamarnya, tata ruang kamar yang sudah dikenalnya bertahuntahun, lalu menghela napas. Semuanya hanya mimpi. Ia menunggu
hingga napasnya mulai teratur, lalu menggapai ponsel di atas meja
kecil di sebelah tempat tidurnya untuk melihat HP. Tangannya tak
sengaja menyentuh sebuah foto berbingkai. Di foto tersebut, ia tengah
tertawa bahagia. Tawa yang sulit sekali ia miliki sekarang. Tidak
setelah ayah dan ibunya meninggalkannya. Meninggalkan setiap
kebahagiaan yang pernah ia miliki dulu. Dan ia tahu saat melihat
foto tersebut, waktu indah itu tak akan pernah kembali.
Perasaaan nyeri melanda ulu hatinya. Tiba-tiba ia merasa sepi.
Sangat amat kesepian. Ia tahu saat itu ia membutuhkan seseorang.
Hanya satu orang saja. Saat ini ia membutuhkan seseorang yang
mampu menenteramkan hatinya dan meneduhkan jiwanya saat
sepi itu kembali datang. Kristal segera memencet satu nomor di
ponselnya. Nomor darurat yang akan segera muncul pertama kali
di sana. Nomor seseorang yang selalu dapat diandalkannya.
REYGAN baru saja tertidur ketika ponselnya berbunyi. Ia hanya
tidur selama kurang dari setengah jam setelah menonton pertandingan
bola tadi malam. Namun, bunyi itu langsung membangunkannya.
Hanya satu orang saja yang akan menelepon dirinya pada dini hari.
Kristal seorang. Dan, ia tahu gadis itu tengah membutuhkan dirinya.
Entah mimpi buruk apa lagi yang menghantui tidur sang gadis.
Kristal Ok Rev.indd 3 Dengan cepat ia mengangkat ponselnya. Suara Kristal langsung
terdengar. Suara yang sudah sangat dikenalnya. Sekarang suara
itu terdengar begitu ketakutan. Segera setelah telepon ditutup, ia
mengambil jaket dan bergegas menemui gadis itu.
Tidak perlu waktu lama untuk Reygan tiba di sisi Kristal.
Kamar Kristal hanya satu lantai di bawah kamarnya. Jauh sebelum
itu pun, rumah mereka bersebelahan. Ayah dan ibu mereka
bersahabat sangat dekat. Setiap hari kedua keluarga mereka selalu
menyempatkan waktu untuk bertemu. Makan malam bersama,
tamasya bersama, atau sekadar bersantai sambil bercengkerama di
teras rumah, sementara anak-anak mereka sibuk bermain di taman.
Berlari riang ke sana kemari. Selalu terdengar langkah-langkah
mungil dua insan lugu yang tengah menyongsong sang mentari
dan segala keindahan dunia kecil mereka tanpa rasa khawatir.
Bahkan sebuah janji terucap dengan pasti dan terukir dalam benak
keduanya tanpa ragu. Si anak laki-laki berkata, "Kalau sudah besar kita menikah yah"."
Yang dijawab sang gadis kecil dengan anggukan. "Iya."
Beberapa tahun telah berlalu sejak saat itu. Kini kedua keluarga
tersebut sudah tidak lagi terlihat bersama. Peristiwa kebakaran yang
terjadi bertahun-tahun yang lalu telah merenggut nyawa kedua
orang tua Kristal. Hanya menyisakan putri mereka satu-satunya
yang saat itu masih berusia sepuluh tahun. Kristal selamat berkat
pengorbanan sang ayah yang demikian mencintai putrinya, meski
ia harus tewas demi keselamatan sang buah hati. Kini Kristal tinggal
bersama keluarga Reygan. Nenek dan kakek Kristal sudah lama
meninggal, sedangkan keluarga dekat Kristal yang lain tak ada
yang mau mengasuhnya. Ayah dan ibu Reygan tidak sampai hati
membiarkan Kristal dikirim ke panti asuhan, apalagi mereka sangat
Kristal Ok Rev.indd 4 menyayangi Kristal. Sejak saat itulah, Kristal pun diasuh sebagai
bagian keluarga Reygan. Lima tahun sudah Kristal tinggal bersama mereka. Ia dan
Reygan dibesarkan layaknya kakak dan adik. Disayangi layaknya
putri mereka sendiri. Meskipun disayang dan diperlakukan dengan
baik, jauh di dalam hati, Kristal merasa seperti orang asing dalam
keluarga mereka. Setiap senyum yang tersungging di mulutnya
adalah kepura-puraan belaka. Tak sekalipun ia mau membuka
hati. Kristal takut untuk menyayangi lagi. Takut untuk merasakan
kehilangan sekali lagi. Dalam hati Kristal yang terdalam, selalu
tersisa trauma masa lalu yang tak bisa hilang. Hanya satu orang
saja di dunia ini yang perlahan menjadi satu-satunya orang yang ia
sayangi sepenuh hati. Seseorang yang telah menjadi belahan jiwanya.
Reygan seorang. Pria yang mampu mengerti setiap rasa sedih, takut,
kecewa, dan sepi yang ia miliki. Ia telah menjadi begitu tergantung
pada pria tersebut. Hanya kepada Reygan sajalah ia dapat menjadi dirinya sendiri.
Hanya di depan Reygan saja ia bisa menangis tanpa harus berpurapura tegar. Hanya Reygan saja yang mengetahui setiap kelemahan
yang ia miliki. Dan tanpa ragu, Reygan selalu menerima setiap
keluh kesahnya. Mendengarkan dalam diam setiap isak tangisnya.
Menemaninya melewati setiap malam yang menyesakkan saat
ia terbangun tengah malam akibat mimpi buruk yang sering
menghantuinya. Dan malam ini, seperti malam-malam sebelumnya,
Reygan ada di sisinya. Membelai lembut rambutnya, membisikkan
kata-kata yang menenangkan, hingga ia dapat tertidur kembali. Saat
ia bersama Reygan, untuk sesaat dunianya kembali bersinar. Dan,
ia mampu merasakan di hatinya ada setitik kedamaian".
Kristal Ok Rev.indd 5 Sinar mentari masuk melalui jendela kamar, membangunkan
Kristal dari tidurnya. Masih mengantuk, ia berjalan sempoyongan
ke kamar mandi. Bath up sudah diisi. Aroma melati tercium dari
air dan busa. Wangi sabun favoritnya. Ia pun berendam sejenak
hingga rasa kantuknya memudar, lalu bergegas mempersiapkan
diri menyambut datangnya hari baru.
Begitu pintu kamar dibuka, bau harum masakan langsung
tercium dari arah dapur. Hasil masakan lezat ibu Reygan yang
meskipun memiliki pembantu, tampaknya enggan untuk meninggalkan kebiasaannya memasak sendiri untuk keluarga. Di ruang
makan, ayah dan ibu Reygan yang ia panggil Om dan Tante sedang
asyik menikmati sarapannya. Reygan sendiri masih belum menampakkan batang hidungnya. Pria itu sudah tidak ada di sampingnya
saat ia membuka mata tadi pagi. Reygan memang selalu seperti
itu. Saat memastikan ia sudah tertidur barulah pria itu kembali ke
kamarnya sendiri. Setelah berbasa-basi mengucapkan selamat pagi,
Kristal lalu duduk dan menikmati sarapan. Tak berapa lama, Reygan
pun turun dari kamarnya dan bergabung bersama mereka.
Seperti biasa, acara sarapan selalu menjadi acara berkumpulnya
keluarga sebelum memulai aktivitas mereka di pagi hari. Om yang
akan berangkat ke kantor, Tante yang akan sibuk melakukan
pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, serta dirinya, dan Reygan
yang akan berangkat ke sekolah. Saat sarapan bersama itulah mereka
biasa mengobrolkan berbagai hal dan bersenda gurau bersama.
Kristal sendiri pun terkadang ikut mengobrol bersama mereka
layaknya keluarga kecil yang bahagia. Hanya Kristal seorang yang
tahu betapa hampa perasaannya saat itu. Namun ia memaksakan
diri untuk ikut tertawa, dan ia akan berpura-pura bahwa ia tengah
berbahagia bersama keluarganya yang sesungguhnya.
Kristal Ok Rev.indd 6 ain Ada yang berbeda dengan SMU merah putih pagi ini. Suasana sekolah
yang biasanya ramai kini terlihat lebih hening. Di setiap sudut
taman, kantin, dan di koridor sekolah terlihat banyak siswa-siswi
yang tengah sibuk membaca buku-buku pelajaran atau sekadar
berdiskusi mengenai materi pelajaran yang kurang mereka kuasai.
Tidak heran. Ujian kenaikan kelas akan segera tiba. Setiap siswasiswi tentunya wajib mempersiapkan diri agar tidak gagal ujian.
Terutama anak-anak kelas tiga yang akan menghadapi Ujian Akhir
Nasional tak lama lagi. Kecemasan tampak jelas di wajah mereka.
Kristal melirik Reygan yang berjalan di sampingnya, berharap
melihat tanda-tanda kecemasan di wajahnya. Tapi, tidak. Wajah itu
tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Hanya wajah datarnya yang
biasa. Reygan tetap berjalan dengan tenangnya seolah-olah ujian
akhir hanyalah hal remeh yang tidak perlu dikhawatirkan. Kristal
mau tak mau berpikir. Selama ini tak pernah sekalipun Reygan
terlihat giat belajar. Tapi anehnya, nilai-nilai sekolahnya selalu
bagus. Sangat bagus malah. Sebab Reygan merupakan salah satu
siswa unggulan dengan peringkat tertinggi seangkatannya. Malah
Kristal yang notabene berotak pas-pasan harus mati-matian belajar
saat ujian sudah dekat dan kerap kali harus meminta Reygan untuk
mengajarinya berbagai mata pelajaran yang tidak ia mengerti.
Sungguh tidak adil. Namun, begitulah adanya.
Mungkin Reygan memang termasuk salah satu orang yang
diciptakan dengan otak yang istimewa. Pastinya tanpa belajar dengan
giat pun, Reygan akan mampu lulus dengan nilai yang baik pula,
seperti sebelumnya. Tiba-tiba Kristal tersadar. Reygan merupakan
siswa kelas tiga. Itu berarti tidak lama lagi Reygan akan lulus
sekolah. Sementara dirinya yang merupakan siswi kelas satu masih
harus mengenyam pendidikan selama dua tahun lagi. Yang berarti
Kristal Ok Rev.indd 7 pula ia dan Reygan akan segera berpisah sekolah. Tak pernah terpikir
oleh Kristal sebelumnya berada jauh dari Reygan. Meskipun terpaut
usia dua tahun, selama ini mereka selalu berada di satu area sekolah
yang sama. Itu dikarenakan Sekolah Merah Putih memiliki TK, SD,
SMP, dan SMU yang jaraknya dekat satu sama lain. Tapi, kali ini
lain. Reygan akan segera menginjak bangku kuliah. Kristal mulai
berpikir, selama ini Reygan tidak pernah menyebut soal kuliah. Ia
penasaran universitas apa yang akan Reygan pilih kelak. Namun,
saat Kristal menanyakan hal tersebut, Reygan hanya menjawab
dengan acuh tak acuh. "Entahlah," katanya.
Kristal jadi bingung sendiri. Sepertinya Reygan tidak
menanggapi serius masalah ini. Padahal masa depan Reygan tengah
dipertaruhkan. "Jangan begitu." Kristal menatap Reygan dengan kesal. "Masalah
sepenting ini harus dipikirkan baik-baik. Jangan sampai Om dan
Tante kecewa. Pokoknya aku mau kamu masuk ke universitas yang
paling bagus. Buat aku bangga, oke?"
Reygan hanya tersenyum dan mengangguk.
Sebenarnya Reygan sudah lama memikirkan masalah kuliah
tersebut. Ada satu hal yang ia sembunyikan dari Kristal. Beberapa
minggu yang lalu ayah dan ibunya berbicara padanya dan
menyuruhnya untuk meneruskan kuliahnya di Amerika. Salah
seorang pamannya memang sudah lama menetap di sana dan ayah
dan ibunya sudah berencana bahwa kelak ia akan dititipkan pada
pamannya itu. Memang sudah berulang kali mereka menyinggung
masalah tersebut dan berulang kali pulalah Reygan menolak rencana
mereka. Akan tetapi, kali ini sepertinya ayah dan ibunya serius
Kristal Karya Wina Natalia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menginginkan Reygan berangkat ke Amerika. Ia hanya berharap
semoga Kristal tidak tahu masalah ini, sebab ia mengerti betul sifat
Kristal Ok Rev.indd 8 Kristal. Ia yakin sekali bahwa begitu Kristal mengetahui hal tersebut,
Kristal akan ikut memaksanya pergi. Ia tak mau itu terjadi. Tak
pernah sekalipun terbersit dalam pikirannya untuk meninggalkan
Indonesia. Meninggalkan Kristal. Mana mungkin ia pergi jauh
sementara hatinya ada di sini.
Kristal curiga ada sesuatu yang disembunyikan Reygan.
Entah mengapa ia bisa merasakannya. Ia memutuskan untuk
menanyakannya sepulang sekolah nanti, sebab bel masuk sekolah
sudah berbunyi. Mereka berdua lalu berjalan dalam diam menuju
kelas mereka, sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Ruang kelas yang semula riuh langsung terdiam begitu Kristal
dan Reygan tiba. Beberapa siswi tampak berbisik-bisik sambil
memandang mereka. Dan seperti biasa, kedua manusia ini berlagak
acuh tak acuh, tak tertarik untuk peduli pada keadaan di sekeliling
mereka. Kristal lalu berjalan menuju bangkunya sementara Reygan
bergegas menuju ruang kelasnya sendiri. Pasangan Kristal-Reygan
ain memang pasangan paling terkenal di sekolah tersebut. Banyak sekali
gadis-gadis yang mengidolakan Reygan. Begitu pula siswa-siswa
yang diam-diam menaruh hati pada Kristal. Namun mereka sama
sekali tidak memiliki kesempatan, sebab Kristal dan Reygan selalu
terlihat bersama kapan pun di mana pun. Di mana ada Kristal pasti
ada Reygan, begitu juga sebaliknya.
Pada waktu istirahat, Reygan akan menjemput Kristal di ruang
kelasnya dan mereka lalu menikmati makan siang bersama di
kantin Sekolah. Begitu pun saat bel pulang sekolah berbunyi, Reygan
selalu terlihat menunggu Kristal di depan ruang kelas Kristal. Dan,
mereka pun pulang bersama. Tak terpisahkan. Itulah kata yang tepat
untuk menggambarkan Reygan dan Kristal.
Kristal Ok Rev.indd 9 Sepanjang pelajaran berlangsung, Kristal hanya duduk sendiri
di bangkunya tanpa berbicara sepatah kata pun. Tak sedikit pun
ia terlihat mengobrol ataupun bersenda gurau dengan teman
sekelasnya. Ia terus menatap papan tulis entah karena benarbenar mendengarkan guru mengajar atau justru sedang asyik
berkhayal. Siswa-siswi kelas tersebut tampaknya sudah memahami
kepribadiannya. Sudah lama mereka menyadari ada yang berbeda
dari Kristal. Kristal adalah seorang gadis yang sangat tertutup.
Teman dekat satu pun ia tak punya. Ia cenderung menutup diri dari
orang lain. Saat mereka mencoba mendekatinya dan mengajaknya
mengobrol, Kristal hanya menunjukkan ekspresi datar dan dingin.
Ia selalu terlihat menyendiri di bangkunya. Sibuk dengan dunianya
sendiri. Bel pulang sekolah berbunyi. Kristal segera memasukkan bukubukunya ke dalam tas dan bergegas meninggalkan ruang kelasnya.
Reygan seperti biasa, menyambutnya di luar pintu. Mereka lalu
berjalan beriringan menuju halaman parkir sekolah.
Ketika mereka sudah duduk di dalam mobil, Kristal meraih
lengan Rey pelan. Ia terlihat ragu sejenak sebelum akhirnya berkata,
"Rey, jujur sama aku. Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan
dari aku?" Eh, sebenarnya Reygan ingin sekali berdusta, namun ia tidak
pernah bisa berbohong pada Kristal. Ia mendesah pelan. "Papa dan
Mama ingin aku kuliah di Amerika," jawabnya kemudian.
Kristal terdiam. Baginya berpisah sekolah saja sudah terasa
berat, apalagi kalau ia harus bepisah benua.
Reygan melihat perubahan muka Kristal, lalu buru-buru
melanjutkan. "Aku enggak pergi kok. Aku berencana untuk kuliah
di universitas yang dekat rumah. Apalagi aku yakin, aku pasti
Kristal Ok Rev.indd 10 bisa mendapatkan beasiswa di sini. Aku cuma bingung bagaimana
menjelaskan ke Papa dan Mama soal ini. Tapi yang jelas, aku
benar-benar enggak pengin pergi. Kamu tahu sendiri aku sulit sekali
beradaptasi. Kampus baru saja sudah sulit, apalagi negara baru."
"Tapi, Om dan Tante?" tanya Kristal ragu.
"Sudahlah, tidak usah kamu pikirkan. Aku yakin mereka
bisa mengerti. Mereka pasti tidak mau anak laki-laki mereka
satu-satunya ini stres di negeri orang "kan" Lagi pula banyak kok
universitas di Indonesia yang bagus. Tidak kalah dari universitas
di luar negeri sana. Iya "kan?"
Kristal berpikir ada benarnya juga apa yang dikatakan
Reygan. Ia langsung merasa lega. Meski demi kebaikan Reygan
sekalipun, jauh di dalam hati ia tidak ingin berpisah. Tidak siap
untuk berpisah. Kristal memasang musik di dalam mobil sambil bernyanyi riang
bersama Reygan. Ia tidak memikirkan masalah itu lagi sama
sekali. Tak akan ada yang berubah kelak. Reygan masih akan tetap
bersamanya di sini. Ia kembali bersenandung senang. Begitu tiba
di rumah, Kristal langsung masuk kamar dan berganti pakaian.
Ia mengambil gitar kesayangannya, lalu mulai memetik gitarnya
itu sambil menyenandungkan sebuah lagu. Lagu ciptaannya. Ada
kedamaian terasa setiap kali ia terhanyut dalam nada-nada, mencari
nada, hingga ia menemukan nada yang paling tepat, merangkainya
dengan lirik-lirik puitis membentuk sebuah lagu. Lagu miliknya
sendiri. Biasanya, saat ia berhasil menciptakan lagu, Reygan adalah
orang pertama yang mendengarkan dan ia akan senang sekali apabila
Reygan menyukai lagunya. Dan, Reygan memang selalu suka.
Kristal Ok Rev.indd 11 Kristal sedang asyik memetik gitar saat pintu kamarnya
diketuk. Tante muncul di balik pintu sambil membawakan camilan
sore. Menu hari ini adalah lapis legit bikinan Tante sendiri. Tentu
saja rasanya sudah teruji lezat dan tidak ada bandingannya. Tante
memang benar-benar tipikal ibu rumah tangga sejati. Kristal
langsung mencomot sepotong kue tanpa lupa memuji kelezatan kue
tersebut, lalu kembali meneruskan permainan gitarnya, sementara
tanten duduk di ranjangnya. Wanita paruh baya itu terdiam sebentar
sebelum memulai perbincangan.
"Kristal, sebenarnya ada sesuatu yang ingin Tante bicarakan
sama kamu. Tante ingin minta tolong."
Kristal menghentikan permainan gitarnya lalu menatap
tantenya itu. "Kenapa Tante" Kalau Kristal bisa, pasti Kristal akan bantu."
Tante mengembuskan napas seraya berkata "Kalau kamu Tante
yakin pasti bisa bantu."
Kristal terdiam menunggu tantenya itu melanjutkan katakatanya.
"Kamu tahu "kan sudah dari dulu Rey bercita-cita ingin menjadi
dokter," ujar tantenya lagi. "Kakak Tante yang seorang dokter bedah
di Amerika itu pasti bisa membantu Rey mewujudkan cita-citanya.
Itu juga yang menjadi harapan Om dan Tante agar suatu hari kelak
Rey mau meneruskan kuliahnya di Amerika dan sukses menjadi
dokter." Hati Kristal terasa bergemuruh dan mulai berdetak kencang.
Ia tahu ke mana pembicaraan ini akan mengarah.
"Om dan Tante sudah terus-menerus mencoba membujuk Rey.
Tapi, dia mati-matian menolaknya. Tante yakin dia melakukan itu
karena tidak mau meninggalkan kamu di sini. Tapi, Reygan itu
Kristal Ok Rev.indd 12 anak laki laki Tante satu-satunya. Kepergiannya ke Amerika ini
akan sangat membantu masa depannya kelak. Tante mohon sama
kamu. Bujuklah Rey supaya dia mau pergi. Kalau kamu, Tante yakin
Rey pasti mau mendengarkan. Toh, perpisahan kalian ini hanya
untuk sementara. Rey masih akan pulang saat liburan panjang
setiap akhir tahun. Maka dari itu, tolong Tante. Cobalah bujuk Rey.
Tante percayakan semuanya sama kamu. Jangan kecewain Om dan
Tante. Ya, Kristal?"
Kristal merasa bimbang namun tetap memaksakan dirinya
untuk mengangguk. Mau bagaimana lagi. Meski hatinya tidak rela
Reygan dipisahkan darinya, namun ia tidak tega mengecewakan
Om dan Tante. Mereka sudah berbaik hati merawatnya selama
lima tahun, saat sanak keluarganya yang lain tidak ada yang mau
menerimanya. Bila ada yang bisa ia lakukan untuk membalas budi,
ia pasti akan melakukannya. Meskipun itu melukai hatinya.
Reygan merasa ada yang aneh pada diri Kristal beberapa hari ini.
Gadis itu seakan menjauhinya. Kristal berangkat sekolah pagi-pagi
sekali, meninggalkan dirinya begitu saja. Padahal biasanya mereka
selalu berangkat sekolah bersama. Begitu pun pada jam istirahat,
Kristal sudah tidak ada di ruang kelasnya dan baru muncul ketika
bel tanda istirahat berakhir berbunyi. Saat ia menjemput Kristal
sepulang sekolah di depan kelasnya seperti biasa, Kristal sudah
tidak terlihat batang hidungnya, dan hanya meninggalkan pesan
singkat untuknya, bahwa ia akan menonton bioskop bersama
teman sekelasnya di mal. Teman sekelas yang mana" Ia tahu sekali
bagaimana Kristal. Sebelumnya Kristal tidak pernah keluar bersama
temannya sekalipun. Reygan sangat khawatir. Kristal bahkan tidak
mengangkat ponsel ataupun membalas pesannya.
Kristal Ok Rev.indd 13 Seharian itu Reygan berjalan mondar-mandir di ruang tamu
menunggu kepulangan Kristal, yang baru sampai di rumah pada
sore hari bersama seorang pria yang tidak ia kenal. Ketika ditanya
Kristal hanya mengatakan bahwa pria yang mengantarnya pulang
tadi adalah teman sekelasnya. Itu berarti bahwa seharian ini Kristal
menghabiskan waktu bersama pria itu. Juga menonton bersama pria
itu. Reygan merasa kesal sekali dalam hati. Namun, ia mencoba
untuk tersenyum dan menunggu saat yang tepat untuk menanyakan
pada Kristal apa yang sedang terjadi. Ia merasa Kristal marah
padanya. Tapi, ia sungguh tidak tahu kesalahan apa yang sudah ia
perbuat. Baru setelah makan malam usai, ia mengetuk pintu kamar
Kristal. Kristal membuka pintu namun menutupnya kembali begitu
melihat wajahnya yang muncul di balik pintu dan tidak mau lagi
membukakan pintu meskipun sudah ia ketuk berkali-kali. Tapi,
ia bertekad untuk mendapatkan jawabannya. Ia menunggu di
depan pintu kamar Kristal tanpa mengatakan apa-apa. Menunggu
dan hanya menunggu hingga gadis kesayangannya itu bersedia
membukakan pintu untuknya.
Menit demi menit pun berlalu. Ia hampir saja tertidur di depan
pintu, ketika tiba-tiba pintu tersebut dibuka. Kristal memandangnya
dengan tatapan gusar. "Kenapa kamu masih di sini, Rey?"
Reygan memandangnya dengan lembut seraya bertanya. "Kamu
marah sama aku?" "Enggak. Aku enggak marah," jawab Kristal sengit. "Lalu,
mengapa akhir-akhir ini kamu menjauhi aku?"
Kristal terdiam sebentar. Lalu, memandang Rey tajam. "Aku
enggak mau begini terus, Rey. Setiap hari selalu sama kamu. Ke
mana-mana sama kamu. Aku enggak mau selamanya bergantung
Kristal Ok Rev.indd 14 sama kamu terus. Sudah saatnya aku mandiri. Toh, suatu hari juga
kamu bakal pergi dan meninggalkan aku. Aku harus siap kalau
saat itu tiba." Rey menatap Kristal bingung. Ia tidak mengerti mengapa Kristal
berpikir seperti itu. Bukankah sudah berulang kali dikatakannya
bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan Kristal. "Tapi, aku tidak
akan pernah meninggalkanmu. Aku "kan sudah bilang."
Kristal langsung memotong kata-katanya "Bukan itu yang
aku inginkan." "Lalu apa Kristal" Katakan padaku. Apa yang kamu inginkan
sebenarnya" Katakan, dan aku bersumpah akan mengabulkan apa
pun yang kamu inginkan itu."
"Apa pun itu?" "Apa pun itu," jawab Reygan mantap.
"Aku mau kamu tinggalkan aku. Pergilah ke Amerika, belajar
yang baik dan kejarlah impianmu.
"Impianku ada di sini. Bersamamu."
"Tapi, itu bukan impianku. Kamu "kan tahu aku selalu ingin
menjadi seorang penyanyi. Tapi, sekarang lihat" Semua selalu sama
kamu. Apa-apa sama kamu. Audisi ini itu semua kamu yang urusin.
Aku jadi ketergantungan gini sama kamu, Rey. Karena itu, aku perlu
mandiri. Aku butuh waktu untuk dapat mengandalkan diriku dan
mengejar mimpiku ini dengan tanganku sendiri. Kepergianmu ini
akan sangat baik bagi kita. Kamu mengejar mimpimu dan aku
mengejar impianku. Lagi pula, kita masih bisa bersama suatu saat
kelak. Dan saat itu terjadi, aku ingin kamu menjadi seseorang yang
bisa aku banggain. Juga Om dan Tante. Kamu telah berjanji akan
mengabulkan permintaanku "kan" Maka dari itu, pergilah! Jangan
temui aku sebelum kamu berhasil mendapatkan gelar dokter."
Kristal Ok Rev.indd 15 Rey terdiam selama beberapa saat. Ia tak mampu mengatakan
apa-apa. Hatinya terlalu sesak untuk berbicara satu kata pun.
Gadis kesayangannya itu ingin dia pergi. Satu kenyataan pahit
menyerangnya: Kristal tak lagi menginginkannya. Tak lagi
membutuhkannya di sisinya. Namun, janji tetaplah janji. Dan, ia
bersumpah akan melakukan apa pun untuk Kristal. Apa pun untuk
membahagiakannya. Meski ia harus terluka karenanya.
"Baiklah. Bila itu yang kamu mau. Aku akan pergi"."
Dari awal Kristal yakin sekali bahwa Rey akan mengabulkan
permintaannya. Apa pun itu, asalkan membuat dirinya bahagia. Rey
selalu begitu. Sejak kecil. Bila Kristal menginginkan sesuatu, Rey
pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Boneka,
buku, tanda tangan artis, tiket konser, buku-buku langka. Semuanya.
Pernah suatu ketika saat ia masih kecil dulu, ia merasa kesal sekali
karena tak pernah sekalipun Rey menolak permintaanya. Ia merasa
bahwa Rey seperti robot. Robot yang diciptakan untuk mengabulkan
permintaannya. Tapi, hal itu malah membuat dirinya kesal setengah
mati. Rey tidak pernah sekalipun menunjukkan perasaannya.
Kristal tidak pernah mengetahui apakah Rey sedih, marah, ataupun
kecewa padanya, karena Rey selalu tersenyum. Tidak peduli apakah
ia membuat kesalahan yang begitu besar, ataupun melakukan hal
yang menyusahkan, Rey hanya tersenyum.
Maka ia sengaja mengajukan permintaan yang sangat mustahil.
Ia ingin melihat Rey marah sekali saja padanya. Ia pun berkata
"Aku ingin kamu jadi Superman. Bisa terbang, bisa menghancurkan
batu pakai tangan kosong, bisa mengalahkan penjahat. Aku mau
Superman yang selau bisa melindungi aku." Waktu itu Rey hanya
Kristal Ok Rev.indd 16 terdiam, dan Kristal merasa puas karena mengira Rey akan marah
padanya. Tapi keesokan harinya, ia mendengar kabar bahwa Rey
harus dirawat di rumah sakit karena mengalami patah tulang. Ibu
Rey berkata bahwa Rey terjatuh saat mencoba untuk melompat
dari atap rumahnya. Kristal segera merasa sangat bersalah dan
takut. Kali ini Rey pasti marah besar padanya. Tapi hari itu, ketika
ia dan orang tuanya pergi menjenguk Rey di rumah sakit. Rey
malah menunjukkan wajahnya yang berbinar-binar seraya berkata
padanya, "Tunggu yah Kristal, sebentar lagi aku pasti bisa terbang,
aku pasti bisa menghancurkan batu pakai tangan, aku pasti bisa
mengalahkan penjahat mana pun dan melindungi kamu. Aku akan
jadi superman yang kamu mau."
Saat itu, Kristal langsung menangis dan berkata, "Aku enggak
mau Superman. Aku cuma mau Rey. Makanya Rey enggak boleh
sakit, enggak boleh ninggalin Kristal."
Kristal Karya Wina Natalia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan Rey yang mendengar teriakan Kristal itu, hanya ter"
senyum. Peristiwa itu menyadarkan Kristal bahwa ia harus berhati-hati
terhadap permintaannya. Rey pasti akan berusaha memenuhinya
tanpa memedulikan nyawanya sendiri. Seperti saat ini, saat ia
meminta Rey untuk pergi dan meninggalkannya. Ia tahu dengan
pasti Rey akan mengabulkannya. Tapi begitu mendengar betapa
mudahnya Rey mengiyakan, mau tak mau Kristal terkejut juga.
Apakah semudah itu bagi Rey untuk meninggalkannya. Untuk
mereka berpisah selama bertahun-tahun. Meskipun benar itu yang
Kristal minta, sesungguhnya ia berharap setidaknya sekali ini Rey
akan menolaknya. Ah, Kristal tidak tahu lagi sebenarnya apa yang
ia inginkan. Reygan berbaring di kamarnya sambil menatap langit-langit.
Pikirannya berkelana jauh menembus ruang dan waktu. Ia
Kristal Ok Rev.indd 17 sebenarnya mengerti mengapa Kristal menginginkan dia pergi.
Semua itu dilakukan Kristal untuk dirinya. Agar ia bisa menggapai
impiannya, seperti apa yang sudah mereka janjikan dulu.
Sewaktu kecil badan Kristal lemah dan sering sakit-sakitan.
Suatu ketika badannya panas dan demamnya begitu tinggi. Ayah
dan ibu Kristal segera membawa putri kecil mereka itu ke rumah
sakit. Kristal dirawat di sana selama seminggu karena tubuhnya
terlalu lemah. Saat itu Reygan menjenguk Kristal setiap hari sambil
membawakan buku cerita. Dongeng kesukaan Kristal. Kristal selalu
terlihat gembira saat Reygan membacakan buku cerita tersebut. Saat
itulah seorang dokter muda masuk untuk memeriksa Kristal. Kristal
menatap sang dokter dengan kagum. Sejak saat itu, setiap saat Kristal
selalu membicarakan sang dokter. Reygan sangat kesal dibuatnya.
Ia ingat dirinya selalu cemberut setiap kali dokter tersebut datang
untuk memeriksa Kristal. Sewaktu Kristal akhirnya dikeluarkan dari rumah sakit, ia
sangat senang sekali sebab pada akhirnya Kristal tidak akan bertemu
lagi dengan sang dokter. Saat itu Kristal terlihat sedih. Namun,
tidak lama. Reygan selalu memiliki cara untuk membuat Kristal
tertawa lagi. Saat itu Kristal mengatakan padanya bahwa gadis itu
hanya akan menikahi seorang dokter. Bagi Kristal kecil yang lemah
dan sering sakit-sakitan, seorang dokter terlihat bagaikan seorang
penolong. Saat itu pulalah Reygan berjanji bahwa ketika ia dewasa,
ia akan menjadi seorang dokter. Dokter yang Kristal sukai.
Waktu berlalu begitu cepat. Tidak terasa hari kelulusan akan segera
tiba. Meskipun nilai ujian akhir Kristal kemarin cukup memuaskan,
namun tak sedikit pun ia merasa senang. Sebaliknya ia merasa
gelisah. Menghitung sang waktu yang tidak pernah memperlambat
Kristal Ok Rev.indd 18 lajunya. Bagaikan jam pasir, di mana pasir-pasir tersebut terus
berjatuhan sedikit demi sedikit, hingga nantinya habis tak tersisa.
Begitu pun waktu kebersamaan mereka yang terus berkurang setiap
harinya hingga tiba saatnya nanti mereka berpisah. Setiap kali ia
berjalan melewati kamar Reygan, hatinya terasa pedih. Baju-baju,
buku-buku, dan pernak-pernik lainnya berceceran di lantai. Dua
koper besar terlihat di sana. Menunggu untuk diisi. Jelas sekali
menunjukkan tanda-tanda seseorang yang akan pergi jauh.
Kristal kembali ke dalam kamarnya, mengambil gitar yang
sudah lama tergeletak begitu saja di sudut kamarnya beberapa
minggu terakhir. Terlalu banyak hal yang dipikirkannya, sehingga
ia tidak sempat menyentuh benda kesayangannya itu. Dirabanya
kayu gitarnya yang mengilap dan beraroma menenangkan, lalu ia
pun mulai memetik dan memainkan nada. Ia ingin menciptakan
satu lagu khusus untuk Reygan, sebagai pengingat akan dirinya
saat Reygan berada beribu-ribu kilometer jauhnya.
Tanpa terasa hari berganti hari hingga hanya menyisakan menitmenit yang terus-menerus bergulir. Hari ini adalah hari terakhir
ia bersama Reygan. Begitu mentari terbit, Reygan akan pergi dari
sisinya. Belakangan, hampir setiap hari Om dan Tante meluangkan
waktu bersamanya dan Reygan. Entah untuk menonton bioskop,
makan malam di luar, atau sekadar berjalan-jalan dan menikmati
saat-saat kebersamaan mereka sebagai satu keluarga yang utuh.
Mereka hampir tidak memiliki waktu untuk berduaan saja. Bahkan
lagu ciptaannya untuk Reygan yang sudah selesai berhari-hari
yang lalu pun belum sempat ia berikan. Kristal enggan menerima
kenyataan perpisahan yang sudah di depan mata. Ia merasa detikdetik terakhir ini begitu singkat, apalagi seharian ini Reygan tidak
ada di rumah. Kristal Ok Rev.indd 19 Hari sudah mulai gelap dan Reygan belum juga pulang. Kristal
merasa kesal sekali karena besok Reygan harus berangkat dan ini
merupakan hari terakhir mereka bersama. Tiba-tiba saja ponselnya
berbunyi, sebuah pesan singkat tampak di layarnya. "Bulan begitu
terang. Lihatlah keluar jendela. Ada kusir menunggu sang putri
untuk menaiki kereta kudanya menuju negeri antah berantah."
Kristal tersenyum geli membaca pesan itu dan segera berlari
membuka jendelanya. Di depan pagar bawah tampaklah Reygan
tengah bersandar pada mobilnya dengan menggenggam sebuket
bunga mawar putih kesukaannya di tangan kiri. Kristal langsung
tersenyum senang. Segera ia berganti pakaian, mengambil gitar
kesayangannya dan bergegas menemui Reygan yang tengah
menunggunya. Reygan tersenyum saat Kristal tiba di hadapannya. Ia lalu
membuka mobil dan mempersilakan tuan putrinya itu naik. Tampak
sirat kebingungan di mata Kristal, namun Kristal tidak menanyakan
apa-apa. Ia bersyukur untuk itu, sebab ia telah bertekad untuk
memberi Kristal kejutan. Ia telah mempersiapkannya jauh hari.
Malam ini segalanya haruslah sempurna agar menjadi kenangan
yang indah untuknya dan Kristal. Malam ini pulalah ia akan
mengungkapkan perasaan yang telah dipendamnya sejak dulu.
Dengan gugup ia memutar kunci mobilnya.
Sepanjang perjalanan itu dilalui dalam keheningan. Tak seorang
pun membuka percakapan. Kristal sebenarnya ingin bertanya
ke mana mereka akan pergi, tapi ia mengurungkan niatnya. Ia
menunggu dan menunggu. Waktu yang berlalu terasa berabadabad lamanya. Mereka terus melewati jalanan sempit dan panjang,
hingga mobil tersebut akhirnya berhenti. Kristal turun dari mobil
dan memandang ke sekelilingnya. Pepohonan di mana-mana.
Kristal Ok Rev.indd 20 Rumah mungil dan gedung sekolah lama tampak di tengah-tengah
pepohonan tersebut. Ia membaca papan nama. Di situ tertulis nama
Panti Asuhan Bunda Maria. Beberapa anak kecil tampak asyik
bermain lompat tali sementara yang lain asyik bersenda gurau. Dari
tempatnya berdiri, terlihat sebuah jalan menuju bukit kecil.
Di atas bukit itu tampak bangunan yang menyerupai gereja
tua. Rey menuntunnya ke sana. Mereka melewati gereja tersebut,
menuju taman luas yang ada di baliknya. Taman itu begitu
indahnya hingga Kristal terperangah. Bunga tumbuh berwarna-warni
memenuhi taman. Rumput terasa halus bak permadani hijau ketika
menyentuhnya. Dan, yang paling luar biasa adalah pemandangan
kota beserta lampu-lampunya yang terlihat berkerlap-kerlip begitu
Kristal memandang ke bawah. Bagaimana Reygan menemukan
tempat seindah ini, Kristal bertanya-tanya takjub. Ia memandang
Reygan dan tertawa senang. "Indah sekali"
Reygan balas tertawa. Dirinya terlihat begitu puas karena
berhasil membuat Kristal merasa gembira. "Ini belum semuanya." Ia
berkedip jenaka, lalu menuntun Kristal ke balik sebuah pohon besar
dan duduk di rerumputan bawahnya. "Lihatlah ke atas, Kristal."
Kristal pun melihat ke atas dan ia kembali terperangah. Bintang.
Banyak sekali dan semuanya terlihat begitu terang. Ia tidak pernah
melihat bintang sebanyak itu sebelumnya.
"Kristal, langit itu menghubungkan dunia. Saat kau memandang
ke atas, ingatlah aku pun memandang langit yang sama. Begitu pun
kita selalu bersama."
Kristal tersenyum memandang Rey lalu kembali memandang
langit penuh bintang. Rey tersenyum melihat Kristal yang terlihat begitu takjub
"Aku menemukan tempat ini beberapa hari yang lalu. Kamu mau
memberinya nama?" Kristal Ok Rev.indd 21 Kristal terlihat berpikir sebentar lalu berkata, "Taman Bintang."
Mereka berdua saling bertatapan dan tersenyum. Betapa
indahnya. Taman rahasia milik mereka berdua. Taman Bintang.
Kristal mengeluarkan gitar dari sarungnya. Ia memandang Rey
lalu berkata, "Aku membuatkan lagu untukmu. Aku harap kamu
suka." Dan, ia pun mulai memetik gitarnya sambil menyenandungkan sebuah lagu.
"Ku mencari dalam gelap setitik cahaya
Yang mampu tuk terangi hampa di jiwa
Bila hati tak lagi mampu bernyanyi
Kau datang tuk menjawab semua tanya"."
"Genggam jari kecilku".
Ikuti langkahmu". Membawaku ke sana". Surga milik kita"."
Malam yang indah sekali, pikir Rey. Ia begitu terhanyut pada
nada-nada yang disenandungkan Kristal. Nada-nada yang diciptakan
untuknya. Tak hentinya ia memandang wajah gadis di hadapannya.
Ia tidak ingin malam ini berakhir, tak ingin meninggalkan Kristal.
Mengingat tahun-tahun mendatang yang akan ia lalui tanpa Kristal
di sisinya membuatnya merasa begitu merana. Takut, sedih, cemas,
gelisah, bercampur menjadi satu. Bagaimana bila Kristal sedih,
siapa yang akan menghiburnya. Bila Kristal kesepian, siapa yang
akan menemaninya. Bila Kristal dalam bahaya, siapa yang akan
menolongnya. Bagaimana bila Kristal menemukan pria lain untuk
menjaganya. Akankah ia rela menyerahkan Kristal. Ia terperanjat
dengan pemikiran tersebut. Tidak. Tentu saja ia tidak rela. Tidak
akan pernah. Ia telah memutuskan sejak lama bahwa kebahagiaan
Kristal Ok Rev.indd 22 Kristal yang harus didahulukan. Perasaan Kristal yang paling
penting. Tapi malam ini ia ingin menjadi egois. Sekali saja. Ia ingin
mengungkapkan perasaannya. Ia menunggu hingga lagu tersebut
berakhir, sebelum akhirnya ia berkata, "Kristal, ada sesuatu yang
ingin aku katakan padamu."
Kristal memandangnya. Menunggunya untuk melanjutkan.
Reygan menghirup napas panjang. Tangannya berkeringat
dingin dan hatinya berdegup kencang. Kristal terus memandangnya
dan itu membuatnya semakin gugup. Ia menenangkan jantungnya
sejenak, lalu berkata dengan terbata-bata, "Aku cinta kamu. Kalau aku
sudah lulus kuliah nanti, maukah kamu menikah denganku?"
Reygan terus menunduk. Ia tidak berani memandang wajah
Kristal. Ia menunggu namun Kristal tidak mengucapkan sepatah
kata pun. Ia lalu memberanikan diri memandang wajah Kristal.
Kristal menatapnya sambil tertawa. Ia menjadi bingung. Kristal
sepertinya tidak serius menanggapi pernyataannya. Apakah Kristal
menganggapnya sedang bercanda. Ia lalu buru-buru melanjutkan.
"Kristal, aku serius. Aku cinta kamu dari dulu. Sejak kita masih
kecil." Kristal terdiam sejenak lalu berkata dengan wajahnya yang
lugu "Iya. Aku tahu. Dulu, kita "kan sudah janji. Kelak, kita akan
menikah. Iya "kan?"
"Jadi, kamu mau?"
Kristal tersenyum dan mengangguk.
Reygan terpana saat ia memandang senyum Kristal. Ia sangat
bahagia. Ternyata Kristal masih ingat dengan janji mereka di masa
kanak-kanak dulu. Reygan lalu berkata "Kalau begitu kita harus
memperbarui janji kita di sini."
Kristal hanya diam memandangnya bingung.
Kristal Ok Rev.indd 23 Reygan lalu mengeluarkan pisau lipat dari sakunya. "Kekanakkanakan sih. Tapi, sudah lama aku ingin melakukan ini." Ia lalu
mengukir sesuatu di permukaan pohon di samping mereka.
Senyum Kristal mengembang. Gadis itu menunggunya hingga
selesai lalu membaca selarik tulisan yang terukir di sana. Inisial
nama mereka: K & R Selamanya. Manis sekali, pikir Kristal sambil
tersenyum geli. Selamanya. Lalu, ia memeluk Reygan dan berbisik.
"Pergilah lalu kembali. Aku akan menunggumu di sini."
Maka Reygan pun pergi meninggalkan Kristal. Namun, ia tak
pernah kembali. Hujan deras yang turun semalaman tampaknya masih menyisakan
rintik-rintik airnya. Gerimis di subuh buta, ditambah dengan udara
dingin, membuat gadis yang tengah tertidur pulas di ranjangnya
menggigil kedinginan. Namun anehnya, peluh keringat terus
bermunculan di dahinya, kening sang gadis kerap berkerut dan
tak sekali dua kali ia menggumamkan sesuatu. Sesuatu yang
terdengar seperti nama seorang pria. Lalu, tiba-tiba saja, gadis
tersebut tersentak dan terbangun. Entah mimpi buruk seperti apa
yang baru ia alami".
Kristal tertegun menatap sekeliling kamarnya. Masih kamar
yang sama dengan kamar yang sudah ia tinggali beberapa tahun
belakangan. Ia melirik jam dinding, masih pukul 3 dini hari. Sedikit
demi sedikit nalarnya mulai bekerja dan kesadaran merasuki
pikirannya. Ternyata ia hanya bermimpi. Mimpi yang sangat buruk
sekali. Namun anehnya, ia sama sekali lupa isi mimpinya itu. Semua
terasa begitu kabur. Yang pasti dalam mimpi tersebut, sesuatu yang
buruk terjadi pada orang yang paling disayanginya. Orang yang
selama setengah tahun belakangan selalu ia rindukan. Dengan
Kristal Ok Rev.indd 24 gemetar ia meraih gagang telepon rumah, menekan angka-angka.
Namun, langsung ia tutup setelah nada dering pertama. Bodoh, ia
mengutuk dalam hati. Ia lupa bahwa ini juga masih dini hari di San
Fransisco dan sudah pasti orang yang dituju masih tertidur dengan
pulasnya. Untuk apa pula ia menganggu orang yang sedang tidur
nyenyak. Urung menelepon, Kristal lalu mengambil ponsel dan
mengetik pesan singkat. Rey, sorry sms malam malam. Cuma mau tanya
kabar. Besok pagi telepon aku yah. Kristal kangen.Setelah mengetikkan
pesan singkat Kristal lalu mencoba melanjutkan tidurnya. Namun
perasaan cemas itu tak kunjung hilang, dan malah semakin menjadijadi. Ia pun terjaga hingga pagi menjelang.
"Kemarin kulihat awan membentuk wajahmu
Desah angin meniupkan namamu
Tubuhku terpaku Semalam bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Aku pun sadari, ku segera berlari
Cepat pulang Cepat kembali, jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi"."
Lagu yang dinyanyikan Marcel tersebut sayup-sayup terdengar
dari radio dalam kamar Kristal. Ia segera mematikannya. Kecemasannya semakin menjadi-jadi. Ia merogoh ponsel. Tak ada balas"
an. Kristal tertegun. Sudah hampir siang dan Rey tidak membalas
pesan-pesan yang ia kirimkan. Telepon pun tidak diangkat. Tidak
biasanya Rey tidak membalas pesan ataupun tidak mengangkat
Kristal Ok Rev.indd 25 teleponnya. Biasanya Rey akan langsung menelepon segera setelah ia
menerima pesan Kristal. Tapi, tidak hari ini. Kristal lalu menelepon
lagi. Dan, lagi. Dan, lagi. Tak ada jawaban. Baru setelah subuh, saat
ia sudah menelepon entah untuk yang ke berapa kalinya, telepon
tersebut diangkat. Suara seseorang terdengar di seberang, namun
Kristal Karya Wina Natalia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan Reygan. "CAR accident."
Bagai guntur di siang hari, kata-kata tersebut menghantam
jantungnya. Mungkin ia salah dengar. Bagaimanapun juga Bahasa
Inggris Kristal tidak begitu bagus, dan orang di seberang yang
mengaku sebagai perawat rumah sakit tersebut mengucapkan
bahasa Inggris yang begitu kental dan fasih. Panik, Kristal segera
berlari sambil berteriak memanggil Om dan Tante, lalu memberikan
ponselnya pada mereka untuk menanyakan dengan lebih jelas. Om
lalu berbicara dengan orang di seberang. Mukanya berubah pucat
pasi, begitu juga dengan Tante di sebelahnya. Kristal menunggu
sambil terus menggumamkan doa dalam hati. Tidak mungkin, tidak
mungkin, tidak mungkin. Pasti ada yang salah. Ini tidak mungkin
terjadi. Tapi di dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin. Dan, Kristal
seharusnya sudah memahami hal tersebut sejak kedua orang tuanya
diambil darinya hanya dalam sekejap.
Om menutup ponsel dan menggumamkan kata-kata yang tidak
jelas. Tante yang mendengarnya hanya bisa menangis dan pingsan
tak lama kemudian. Kristal menatap pemandangan tersebut dengan
pandangan yang mengabur. Otaknya masih belum bisa mencerna
semua informasi itu. Reygan tidak mungkin meninggalkannya. Dia
sudah berjanji akan kembali. Dan, bukankah selama ini Reygan
selalu menepati janjinya pada Kristal" Kristal tidak mau percaya
sebelum ia melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Kristal Ok Rev.indd 26 Keesokan harinya Om dan Tante berangkat ke Amerika untuk
memastikan berita tersebut, sementara ia menjaga rumah. Hari-hari
penantian ini menyiksanya. Ia terus berdoa setiap hari dan berharap
Om dan Tante pulang dengan membawa kabar baik. Namun, harapan
hanya tinggal harapan. Om dan Tante pulang dengan membawa peti
mati dan Kristal tahu dunianya sudah berakhir.
Beberapa hari sejak pemakaman Reygan dilangsungkan, Kristal
mengurung diri di dalam kamarnya tanpa melakukan apa-apa.
Tidak makan apa pun. Tubuhnya lemah, kotor, dan acak-acakan
akibat kurang tidur. Ia juga tidak menangis sama sekali dan hanya
terdiam di ranjangnya dengan pandangan kosong bagaikan mayat
hidup. Om dan Tante terus-menerus mengetuk pintu kamarnya,
namun tidak ia bukakan. Hingga pada hari keempat saat hari mulai
senja, ia membuka pintu kamarnya dan berjalan perlahan keluar
rumah. Perutnya lapar sekali namun tidak ia pedulikan. Ia berjalan
dan terus berjalan tanpa sadar ke arah kakinya melangkah, hingga
akhirnya langkahnya terhenti di sebuah taman di atas bukit. Tempat
terakhir mereka berjanji. Taman Bintang.
Kenangan segera bermunculan begitu ia memandang ke
seantero taman. Satu per satu bermunculan bagaikan pita rekaman
yang diputar kembali. Dalam tiap kenangan tersebut, rasa rindu
dan kebutuhan yang teramat dalam menerpanya. Air mata yang
terkubur di hatinya berhari-hari akhirnya tertumpah. Ia menangis
dan berteriak sekuat tenaga. Terus-menerus memanggil sebuah
nama. Walaupun sudah lelah ia memanggil hingga suaranya serak
dan habis, tak ada yang menjawabnya. Dan, tak akan pernah ada
lagi yang akan menjawab. Sebab orang tersebut sudah pergi jauh.
Terlalu jauh untuk dapat mendengar suaranya.
Kristal Ok Rev.indd 27 Dua Bertahun-tahun kemudian".
Seandainya mesin waktu itu ada, aku akan kembali kepada harihari bahagia kita. Di mana aku masih bisa menatap wajahmu, mendengar
bisikmu, menggenggam tanganmu. Dan, aku akan tinggal di masa itu.
Selama sisa hidupku".
SATU bintang, dua bintang, tiga bintang. Langit penuh bintang.
Kristal mencari setitik kedamaian di sana. Kedamaian yang kini tak
lagi ia miliki. Seandainya bisa, ingin sekali ia pergi ke atas sana,
menuju kepada kedamaian itu, lalu tidak pernah kembali lagi. Tapi,
angan itu terlalu indah untuk jadi nyata. Satu-satunya angan yang
ia miliki sangatlah sederhana. Angan untuk bersama orang yang
sangat ia sayangi. Tapi, orang itu pun sudah tidak ada lagi di dunia.
Meninggalkannya dalam jurang kehampaan dan kesepian yang tak
berkesudahan". Taman Bintang merupakan tempat yang wajib dikunjungi
Kristal. Hampir setiap malam ia ada di sana. Dulu saat Reygan masih
ada, tempat itu terasa begitu gemerlap dan indah. Taman rahasia yang
Kristal Ok Rev.indd 28 hanya dimiliki oleh mereka berdua. Tapi, kini hanya gelap dan sepi
yang tersisa di sana. Bahkan suara jangkrik yang dulu terdengar
begitu merdu kini hanya tinggal sejarah. Tujuh tahun berlalu begitu
cepat. Begitu banyak hal terjadi pada tahun-tahun belakangan. Begitu
banyak hal yang telah berubah. Sekarang, ia bukan lagi gadis kecil
yang selalu menangis setiap malam membutuhkan dekapan dan
perlindungan. Air mata itu sudah habis dan membeku. Hatinya ikut
membeku. Satu-satunya kehangatan yang sanggup mencairkan es
di hatinya sudah tidak ada lagi.
Hari-hari Kristal kini berjalan dengan monoton. Ia selalu
berganti pekerjaan dan semuanya ia lakukan dengan setengah hati.
Hanya sekadar untuk menafkahi hidupnya sehari-hari, membayar
biaya makan dan tempat tinggal, sebab kini ia tidak lagi tinggal di
rumah Om dan Tante. Terlalu banyak kenangan akan Rey di rumah
tersebut, membuat hatinya selalu pedih saat mengingatnya. Selain
itu, jauh di hati kecilnya pun, ada perasaan menyalahkan terhadap
om dan tantenya, sebab telah menyuruh Reygan pergi ke Amerika
dan menyebabkan terjadinya peristiwa itu, dan ia juga menyalahkan
dirinya sendiri karena sudah memaksa Reygan pergi. Apa pun
alasannya, Kristal memilih untuk lari. Meninggalkan semuanya dan
memulai hidup baru. Namun, ia tidak pernah benar-benar memulai
apa pun. Jauh di dalam hati ia menyadari bahwa hingga kapan pun,
ia akan selalu hidup dalam bayang-bayang masa lalu.
Kristal menghela napas. Lamunannya terhenti saat beberapa
anak kecil menghampirinya. Pasti untuk mengajaknya bermain
lagi. Sejak Kristal datang ke tempat ini setiap malam, ia jadi dekat
dengan para penghuni Panti Asuhan Bunda Maria. Suster Teresa dan
Suster Alberta yang ramah dan baik hati, serta anak-anak panti yang
manis dan lucu. Ia sering membawakan mereka makanan kecil
Kristal Ok Rev.indd 29 ataupun mainan murah yang mampu ia beli. Terkadang, ia mengajari
mereka membaca ataupun bernyanyi dan bahkan membiayai sekolah
beberapa di antara mereka. Mereka-lah alasan ia dapat tersenyum
sekarang. Alasan untuk dapat bertahan menghadapi hidupnya
yang pahit. Ia segera bangkit berdiri dan bermain bersama mereka.
Kristal tidak menyadari bahwa di kejauhan, sepasang mata tengah
menatapnya, mengawasi setiap gerak-geriknya tanpa bersuara. Terus
memandangnya dalam kegelapan.
Gadis itu kembali lagi. Selalu, setiap malam. Alex bahkan hafal betul
pada jam-jam kedatangan gadis itu. Seperti biasa, gadis itu selalu
memasang headphone di telinganya, lalu berbaring di rerumputan
sambil memandang bintang, terhanyut dalam lamunan yang hanya
ia dan Tuhan yang tahu, begitu seterusnya hingga menit-menit
berlalu. Kemudian, ia akan bermain bersama anak-anak kecil. Atau
memainkan gitarnya dan bernyanyi dengan mereka. Alex, seperti
biasa, memandangnya dari dalam mobil di kejauhan. Mengamati
gadis tersebut. Hanya mengamati. Kegiatan yang sudah menjadi
kesehariannya tahun-tahun belakangan ini. Ia bahkan mengerti betul
di mana gadis itu tinggal, warna kesukaannya, hobinya, semuanya
telah tertera di otaknya.
Sudah lama sebenarnya Alex ingin menyapa gadis itu dan
berbincang dengannya. Namun, tak sekalipun ia berani untuk
memulainya. Masih teringat jelas dari mana semua ini berawal. Di
sebuah rumah sakit kecil di Berkeley, San Fransisco. Saat itu Alex
yang masih remaja tengah berlumuran darah dan dengan panik
menggotong seorang pemuda yang bahkan namanya pun tidak ia
ketahui. Berteriak memanggil setiap perawat, dokter, siapa saja yang
Kristal Ok Rev.indd 30 dapat segera memberikan pertolongan. Demi Tuhan. Pemuda itu
tidak boleh mati. Pemuda itu harus baik-baik saja. Harus. Atau ia
akan menanggung rasa bersalah dan penyesalan seumur hidupnya.
Namun, pertolongan itu datang terlambat. Pemuda tersebut meninggal
dalam pangkuannya. Sebelum ia menutup mata, ia membisikkan
satu nama. Memaksa Alex untuk berjanji akan menjaga seseorang
yang bahkan tidak ia tahu wajahnya. Seseorang bernama Kristal.
Lalu pemuda itu pun mengembuskan napas terakhirnya.
Pengadilan memutuskan hukuman penjara remaja selama 2
tahun untuk Alex. Pengacara keluarganya yang hebat memastikan
hukuman seringan-ringannya untuknya. Fakta dan bukti bahwa ia
menyetir dengan kecepatan di atas rata-rata, beserta botol minuman
keras yang terdapat di mobilnya berhasil mereka tutupi dengan baik.
Menjadikan kasus tabrakan ini terjadi atas dasar kelalaian dua belah
pihak, penabrak dan korban. Riwayat hidup yang bersih, ditambah
dengan usia Alex yang masih di bawah umur. Dua tahun penjara
merupakan hukuman teringan yang bisa ia dapatkan. Keringanan
yang sebenarnya tidak layak ia dapatkan. Ia hanya kehilangan dua
tahun hidupnya sementara pemuda itu kehilangan semuanya.
Polisi menemukan kartu identitas yang terdapat dalam dompet
sang pemuda. Ia mendengar bahwa nama pemuda tersebut adalah
Reygan, seorang Warga Negara Indonesia. Negara asal ibu kandung
Alex yang telah meninggal saat ia masih kecil. Kehilangan figur ibu
yang dikasihi, ditambah sikap egois ayahnya, menyebabkan masa
kecilnya yang seharusnya indah menjadi kelam. Ia pun tumbuh
menjadi pemuda liar yang suka bersenang-senang dan membuat
masalah. Hidup yang cukup berantakan dan sia-sia. Namun, toh
selama ini tidak pernah terjadi masalah yang serius. Keluarganya
yang kaya raya itu mampu membayar dan menyelesaikan setiap
Kristal Ok Rev.indd 31 masalah yang ia lakukan. Ia selalu dapat lepas dari masalah apa
pun. Hingga saat itu. Tak pernah sekalipun ia mengira bahwa sikap suka-sukanya
itu akan mengakibatkan tragedi yang merenggut nyawa seseorang.
Masih teringat jelas di benaknya, saat pemuda itu dengan sisa sisa
napas terakhir yang ia miliki, berusaha untuk membisikkan nama
seorang gadis ditelinganya. Kristal. Pastilah gadis itu sangat berarti
bagi sang pemuda, sebab ia terlihat begitu cemas dan takut. Bukan
pada kematiannya yang sudah dekat. Tapi, lebih kepada dampak
kematiannya tersebut terhadap Kristal. Siapakah gadis tersebut"
Alex harus menemukannya. Tidak sulit bagi Alex untuk menemukan Kristal. Ia hanya
perlu mengerahkan semua agen bayaran dan detektif yang ia
miliki. Tidak percuma menyandang nama besar Keluarga Robbin.
Baginya uang bukan masalah, dan menemukan seorang gadis sama
mudahnya dengan membalikkan telapak tangan. Begitu ia bebas dari
hukumannya di penjara remaja, ia pun terbang ke Indonesia untuk
menemui Kristal. Awalnya, ia hanya berencana untuk melihat gadis
tersebut beserta keluarga korban. Meminta maaf pada mereka, dan
menawarkan segala bantuan yang bisa ia berikan. Itu saja, tidak
lebih. Sekali lagi, uang bukan masalah baginya. Namun, ia sama
sekali tidak menyangka saat melihat gadis itu secara langsung,
betapa kurus dan rapuh. Saat melihat tatapan kosong Kristal atau
cara gadis itu berjalan yang seolah membenci kehidupan. Dan yang
paling menyedihkan, teriakan penuh air mata yang tertumpah untuk
seseorang yang telah tiada, seseorang yang ia cintai. Alex tahu bahwa
uang sebanyak apa pun, permintaan maaf sebanyak apa pun tak
akan pernah cukup untuk menggantikan sosok pemuda yang telah
ia renggut nyawanya. Kristal Ok Rev.indd 32 Maka Alex pun mengikuti Kristal setiap hari. Mencari waktu
yang tepat untuk memberanikan diri bicara padanya. Namun, hari
berganti hari. Semakin ia melihat kehidupan gadis tersebut dari dekat,
mengawasi gadis itu menangis dalam gelap, saat gadis itu melamun
sambil memandang bintang. Saat gadis itu bermain dengan anakanak kecil itu, saat sesekali gadis itu mengunjungi rumah orang tua
Reygan dan memandang rumah tersebut dengan pandangan nanar
sebelum akhirnya melangkahkan kakinya ke dalam. Keberanian
Alex untuk meminta maaf sedikit demi sedikit menghilang.
Ia bisa saja meninggalkan semua ini, meninggalkan semua
kegilaan ini. Menyuruh anak buahnya untuk mengurus segalanya
seperti yang biasa mereka lakukan. Toh selama ini ia memang
manusia berengsek yang tidak mengerti artinya tanggung jawab.
Namun entah mengapa, ia tidak mampu meninggalkan gadis itu.
Apakah karena janji yang telah ia ucapkan pada sang pemuda untuk
menjaga sang gadis" Ataukah sesuatu yang lain" Alex tidak tahu.
Namun, sejak saat itu hingga sekarang setelah tahun-tahun berlalu
pun, ia masih di sini. Mengawasi sang gadis dan menjaganya dari
jauh tanpa pernah menampakkan dirinya.
Sore itu langit mendung. Tak akan lama lagi hingga rintik-rintik
air mulai turun, dan sepertinya hujan kali ini akan turun dengan
deras. Terbukti dari gelapnya hari yang disebabkan oleh pekatnya
awan, serta udara yang dingin ditambah dengan angin yang bertiup
begitu kencang. Tak heran bila banyak insan pejalan kaki yang
tampak berlarian di jalan, tampaknya cemas bila mereka terjebak
dalam hujan yang akan segera tiba. Kristal sendiri adalah salah satu
manusia tidak beruntung tersebut. Ia tidak sempat menemukan
Kristal Ok Rev.indd 33 tempat berteduh ketika rintik hujan mulai berubah deras. Hari ini ia
keasyikan bekerja di kantor dan tidak sadar bahwa jam kerja sudah
berakhir dari tadi. Ia baru sadar saat melihat kantornya sudah sepi
dan bahwa ia satu-satunya orang yang ada di sana.
Pekerjaannya yang sekarang sebagai event organizer di sebuah
hotel berbintang lima bisa dibilang cukup nyaman. Meskipun baru
beberapa bulan bekerja, ia sudah merasa betah. Manajer bagian event
organizer dan juga para seniornya memperlakukan dia dengan baik.
Sangat baik malah. Ia juga mendapatkan gaji yang cukup tinggi dan
pekerjaan yang bisa dibilang santai. Itulah sebabnya Kristal merasa
bahwa ia harus bekerja sebaik-baiknya agar tidak mengecewakan
mereka. Sebenarnya Kristal sudah merasa hujan akan segera turun.
Seharusnya ia langsung pulang dan tidak memaksakan diri
mengunjungi panti asuhan. Tapi, ia sudah telanjur berjanji melatih
anak-anak berakting drama untuk pentas Natal beberapa minggu
ke depan. Lagi pula, meskipun malam ini tak berbintang, harinya
akan terasa tidak lengkap tanpa menyempatkan diri mengunjungi
Taman Bintang. Hari sudah gelap ketika bus yang ditumpanginya berhenti
di terminal bis terdekat. Gerimis mulai turun ketika ia berjalan
menuju panti asuhan yang berjarak kurang lebih lima belas menit
dari terminal bus tersebut. Ia mempercepat langkahnya sambil
berdoa dalam hati semoga hujan tidak cepat berubah deras. Namun,
doanya tidak terkabul. Ia baru setengah jalan ketika hujan turun
dengan lebatnya. Kristal menoleh ke kiri dan kanan mencari tempat
berteduh. Namun, yang tampak di sekitarnya hanyalah pepohonan
yang tinggi menjulang. Bajunya langsung basah kuyup sementara
panti asuhan yang ia tuju masih beberapa ratus meter jauhnya.
Kristal Ok Rev.indd 34 Kristal memutuskan untuk terus berlari secepat yang ia bisa, namun
sulit sekali. Jalanan agak mendaki, sehingga ia harus berhenti
sejenak untuk mengatur napas.
Kristal Karya Wina Natalia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kepalanya terasa berdengung dan tubuhnya menggigil. Ia benci
tubuhnya yang lemah dan sakit-sakitan ini. Ia khawatir tubuhnya
akan tumbang sebentar lagi. Gawat, pikirnya. Tak ada satu pun
manusia yang tampak. Tak seorang pun dapat menolongnya kalau ia
sampai pingsan. Kristal segera mempercepat langkahnya. Berharap ia
segera tiba di panti asuhan. Namun tempat yang ia tuju masih belum
tampak juga, sementara pandangannya mulai terasa mengabur.
Langkahnya goyah. Kristal berpikir bahwa ia akan terjatuh. Namun,
tidak. Ada yang menahan tubuhnya. Seorang pria tiba-tiba datang.
Entah dari mana asalnya sebab ia tidak melihat ada siapa pun di
sekitarnya saat itu. Pria tersebut memandangnya dengan cemas.
Entah mengapa ia merasa lega. Setidaknya ia tidak akan tergeletak
sendirian di jalanan dalam keadaan tidak sadar tanpa seorang pun
yang tahu. Setengah sadar, ia merasa tubuhnya diangkat. Pria ini
menggendongnya. Dan untuk pertama kalinya setelah tujuh tahun
berlalu, ia merasakan kedamaian seperti saat Reygan masih ada di
sisinya. Ia pun memejamkan mata.
Alex memandang gadis yang tertidur di hadapannya. Dokter
baru saja melakukan pemeriksaan dan mengatakan bahwa gadis ini
akan baik-baik saja. Alex lega mendengarnya. Tadinya ia khawatir
dan panik akan terjadi sesuatu pada Kristal. Gadis bodoh, pikirnya.
Bisa-bisanya ia nekat mengunjungi panti asuhan saat hujan turun
begitu derasnya, padahal jelas-jelas gadis itu tahu kondisi tubuhnya
begitu lemah. Alex kesal sekali, terutama pada dirinya sendiri. Saat
ia mengikuti Kristal dari belakang dan melihat saat gadis tersebut
kehujanan sebenarnya ia ingin sekali menawarkan payung atau
Kristal Ok Rev.indd 35 sekalian mengantarkannya sampai tujuan. Tapi, ia tidak berani
menampakkan diri. Ia hanya mampu mengawasi dari jauh dengan
cemas, sambil berharap gadis itu akan baik-baik saja. Tapi, tidak. Ia
melihat raut muka Kristal yang pucat dan tubuhnya yang menggigil
dan tahu-tahu saja ia sudah berlari ke arah Kristal tepat sebelum
gadis itu terjatuh dan tak sadarkan diri, lalu membawanya ke rumah
sakit terdekat. Sekarang, setelah ia tahu Kristal baik-baik saja, ia harus bergegas
pergi sebelum gadis itu melihat wajahnya. Namun tepat saat ia
beranjak dari tempat duduknya, Kristal tiba tiba terbangun. Gadis itu
memandang wajahnya dengan bingung sebelum akhirnya berkata,
"Kamukah yang menolongku?"
Alex terkejut setengah mati. Ia tidak siap untuk berbicara
dengan Kristal. Ia memang telah menunggu momen seperti ini
selama bertahun-tahun mengawasi gadis itu, namun saat ia benarbenar dihadapkan pada gadis itu, ia tidak tahu harus berkata apa.
Maka Alex hanya mengangguk. Dan tanpa berkata apa pun, ia
membalikkan badannya dan berlari meninggalkan Kristal. Ia merasa
sangat bodoh. Seharusnya ia tidak lari. Seharusnya ia tetap di sana
dan berbicara dengan gadis itu. Bahkan mungkin juga ia dan Kristal
bisa berkenalan dan menjadi teman. Tapi, ia malah lari begitu saja.
Gadis itu pasti menganggapnya orang aneh sekarang. Ia merasa malu
akan kebodohannya. Namun nasi sudah menjadi bubur. Ia hanya
bisa pasrah dan berdoa semoga Kristal melupakan wajahnya.
Kristal memandang ke arah pintu dengan bingung. Pria itu
pergi begitu saja tanpa berkata apa pun. Kristal bahkan belum
sempat menanyakan namanya dan juga belum sempat mengucapkan
terima kasih pada pria tersebut karena telah menolong dirinya. Ia
tidak tahu apakah ia bisa bertemu pria itu lagi. Seorang perawat
Kristal Ok Rev.indd 36 menghampirinya dan memeriksa keadaannya. Kristal bertanya
kepada sang perawat mengenai pria tersebut. Perawat itu berkata
bahwa ia tidak mengenal pria itu. Ia hanya tahu bahwa pria itulah
yang membawa dirinya ke rumah sakit. Perawat itu malah mengira
bahwa pria tersebut adalah anggota keluarga Kristal, sebab pria
tersebutlah yang membiayai seluruh biaya pengobatan Kristal. Sang
perawat juga berkata bahwa pria itu terlihat begitu panik mencari
pertolongan dokter saat datang membawa Kristal kemarin malam.
Bahkan, pria tersebut juga tidak beranjak sedetik pun dari sisinya
yang sedang tertidur selama berjam-jam. Kristal heran, siapakah
pria misterius tersebut"
Kristal sedang menghabiskan jam makan siangnya dengan
berjalan-jalan ke sebuah mal yang terletak bersebelahan dengan
hotel tempatnya bekerja. Ia senang berbelanja di mal itu sebab
hanya dengan menunjukkan kartu karyawati miliknya, ia bisa
mendapatkan diskon berbelanja. Maklum, mal itu dan hotel
tempatnya bekerja berada di bawah satu naungan manajemen. Ia
baru selesai menikmati makan siangnya dan berjalan memasuki
swalayan untuk membeli minuman ringan. Tiba-tiba ia melihat
sesosok pria berjalan di depannya. Ia terkejut sekali, sebab pria
tersebut adalah pria yang menolongnya kemarin. Kristal segera
meletakkan minuman kaleng yang akan dibelinya itu ke dalam
keranjang lalu mengikuti pria tersebut.
Ia berjalan mengamati pria itu tanpa memedulikan keadaan
di sekitarnya. Bahkan saat seseorang menubruknya dari belakang
hingga tasnya terjatuh pun ia tidak peduli. Ia buru-buru memunguti
barang-barang yang jatuh dan memasukkannya ke dalam tas lalu
kembali mengikuti pria tersebut. Ia tidak ingin kehilangan jejak.
Kristal Ok Rev.indd 37 Kristal melihat pria itu berhenti di depan rak yang menjual payung.
Pria itu tampak berpikir sebentar lalu mengambil payung berwarna
merah muda dan memasukkannya ke dalam troli belanjaannya.
Selera yang aneh, pikirnya. Jarang sekali seorang pria menyukai
warna merah muda. Pria itu kembali berjalan, lau berhenti di depan rak obat-obatan.
Kristal melihatnya mengambil berbagai macam vitamin dan obatobatan lalu kembali memasukkannya ke dalam troli. Apakah pria
itu juga gampang sakit seperti dirinya, pikir Kristal.
Pria itu terus berjalan. Kristal melihat arlojinya, jam makan
siangnya sudah hampir berakhir. Ia harus buru-buru kembali ke
kantor. Kristal lalu mengejar pria itu ketika pria itu sedang melihatlihat rak minuman kaleng. Ia menepuk pundak sang pria dan
berkata, "Hai, kita bertemu lagi."
Pria itu tampak terkejut sekali saat melihat dirinya. Kristal
buru-buru menambahkan, "Aku gadis yang kamu tolong kemarin.
Kamu mengantarkan aku ke rumah sakit, ingat?"
Pria itu hanya mengangguk.
"Aku Kristal. Kemarin aku belum sempat mengucapkan terima
kasih karena telah menolongku."
Pria itu tampak salah tingkah sebelum akhirnya berkata, "Aku
Alex. Maaf kemarin aku sudah berlaku tidak sopan dan pergi begitu
saja. Ada urusan mendadak yang membuatku harus segera pergi
dari rumah sakit." Kristal memandang pria itu dengan heran dan mengamatinya
sejenak. Apa pria ini orang asing yah, pikirnya, sebab Alex berbicara
dengan bahasa Indonesia yang berlogat kebarat-baratan. Dan setelah
diperhatikan, Kristal baru ngeh saat melihat rambut dan mata Alex
yang berwarna cokelat. Kristal Ok Rev.indd 38 "Oh, tidak apa apa. Aku hanya ingin mengucapkan terima
kasih, itu saja," sahutnya cepat. "Sekalian aku mau mengganti
biaya rumah sakit yang kemarin." Ia lalu merogoh tasnya untuk
mengambil dompet namun tak menemukannya. Ia merogoh-rogoh
hingga ke dasar tasnya namun dompetnya tetap tidak ada. Kristal
langsung panik. Di dalam dompet tersebut terdapat KTP, kartu ATM,
serta sejumlah uang yang cukup besar yang baru saja diambilnya
dari ATM untuk membayar berbagai kebutuhannya. Kristal mecoba
mengingat-ingat di mana ia meletakkan dompetnya. Ia ingat betul
dompetnya masih ada saat ia membayar makan siang. Masih
ada saat ia membeli alat tulis di toko buku. Tiba-tiba ia teringat
seseorang menabraknya hingga isi tasnya berhamburan saat ia
tengah mengikuti Alex barusan.
Kristal segera berlari ke tempat tadi, namun dompetnya tak
ada di sana. Kristal langsung pucat pasi. Uang tersebut sangat
bernilai besar baginya. Tadinya ia akan menggunakan uang tersebut
untuk membayar sewa apartemennya. Pemilik apartemennya yang
sekarang sudah sangat berbaik hati memakluminya bila ia telat
membayar uang sewa. Bahkan apartemen tersebut ia dapatkan
dengan harga sewa yang tidak masuk akal murahnya. Ia tidak
enak hati kalau sampai tidak mampu membayar uang sewa bulan
ini. Kristal juga teringat dengan beberapa anak panti asuhan yang
ia biayai sekolahnya. Bulan lalu ia sudah menunggak membayar
karena uangnya ia pergunakan untuk biaya berobat salah satu anak
panti yang menderita penyakit demam berdarah. Bagaimana nasib
mereka sekarang. Kristal menangis tersedu-sedu. Ia kesal sekali
dengan kebodohannya. Ia begitu terhanyut dengan pikirannya
sendiri hingga tidak menyadari Alex ada di sebelahnya sedari tadi.
Ia baru tersadar saat Alex bertanya padanya, "Apa yang terjadi"
Kristal Ok Rev.indd 39 Kamu terlihat panik sekali."Kristal segera menghapus airmatanya.
Ia tidak mau terlihat cengeng di depan orang lain, apalagi orang
asing yang baru saja dikenalnya. "Dompetku hilang. Tadi ada yang
menabrakku di sini sampai isi tasku berjatuhan. Tadinya kukira
dompet itu terjatuh di sini, tapi ternyata tidak ada."
Alex menatap Kristal dengan pandangan prihatin. Ia menyuruh
Kristal untuk tetap tenang dan menunggunya. Ia lalu mengambil
ponsel dan berjalan menjauh. Kristal melihat Alex sedang berbicara
serius dengan seseorang. Tidak berapa lama ia menutup ponselnya
dan mengajak Kristal ke sebuah kafe terdekat. Entah mengapa Kristal
membiarkan Alex menuntunnya. Ada suatu perasaan aneh setiap
kali ia bersama Alex. Meskipun baru dua kali bertemu, rasanya ia
dapat memercayai pria tersebut.
Alex memandang gadis yang duduk di depannya. Ia memesan
minuman cokelat untuk Kristal namun gadis itu tidak menyentuhnya
sama sekali. Ia terlihat begitu cemas dan panik. Sebenarnya Alex
ingin sekali menghiburnya namun ia tidak tahu harus berkata
apa. Mereka berdua akhirnya duduk dalam diam. Tidak berapa
lama ponsel miliknya berbunyi. Ia merasa lega saat melihat pesan
singkat yang ada di ponselnya. Ia telah menyuruh anak buahnya
untuk memeriksa CCTV yang ada di swalayan dan memerintahkan
mereka untuk menutup mal hingga berhasil menemukan dompet
tersebut. Bukan pekerjaan yang sulit. Kebetulan mal itu adalah
salah satu usaha milik keluarganya. Ia tinggal menunggu hingga
dompet itu ditemukan dan memang begitulah adanya. Pesan
singkat di ponselnya memberitahukan bahwa dompet itu berhasil
ditemukan. Senyumnya langsung tersungging. Ia tidak sabar untuk
mengabarkan berita ini pada Kristal, namun ia bingung bagaimana
memberitahunya. Ia tidak ingin Kristal tahu bahwa ia adalah pemilik
mal beserta hotel tempatnya bekerja.
Kristal Ok Rev.indd 40 Musik terdengar mengalun di seantero kafe. Kristal memandang
cangkir minuman cokelat yang ada di depannya. Tak sedikit pun
ia berkeinginan untuk meneguknya. Dalam diam ia melirik pria
yang ada di depannya. Sebentar-sebentar pria itu mengeluarkan
ponsel, melihatnya sebentar, lalu memasukkannya lagi ke dalam
sakunya. Tak seorang pun di antara mereka yang bersuara, hingga
ponsel milik pria tersebut akhirnya berbunyi. Alex terlihat lega saat
membaca pesan di ponselnya. Ia bangkit berdiri dan menyuruh
Kristal menunggu sebentar, lalu pergi meninggalkannya sendiri di
sana. Lima menit kemudian Alex kembali. Ia terlihat menggenggam
sebuah dompet. Dompet miliknya. Kristal sangat terkejut melihat
dompet itu berada dalam genggaman pria tersebut. Alex berjalan
menghampirinya dan mengembalikan dompet miliknya. "Coba
hitung dulu isinya. Ada yang hilang atau tidak."
Kristal menurut. Ia memeriksa isi dompetnya. "Isinya lengkap,"
jawabnya. Alex lalu tersenyum. Kristal tak tahu harus berkata apa.
Ia begitu bersyukur dan berutang budi pada pria tersebut.
"Terima kasih. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus
kulakukan kalau sampai dompet ini hilang. Bagaimana aku harus
berterima kasih?" "Tidak usah berterima kasih. Kebetulan temanku bekerja di
bagian sekuriti mal ini. Aku tinggal meminta bantuannya."
"Tapi, kamu sudah menolongku dua kali. Paling tidak
berikanlah aku kesempatan untuk membalas budi."
Alex terdiam sebentar. Ia terlihat sedang berpikir. "Sebenarnya
aku tidak ingin apa-apa. Tapi kalau kamu memaksa, kamu bisa
mengabulkan satu permintaanku."
"Apakah itu" Kalau aku bisa aku pasti akan mengabulkannya,"
jawab Kristal. Kristal Ok Rev.indd 41 "Aku menginginkan pertemanan. Sebenarnya aku masih baru di
kota ini dan masih asing dengan keadaan di sini. Aku rasa memiliki
satu orang teman lagi akan sangat membantu."
Kristal memandang Alex dengan bimbang. Selama ini ia tidak
pernah benar-benar memiliki teman. Bahkan orang-orang yang dekat
dengannya pun bisa dihitung dengan jari. Ia tidak ahli dalam hal
berteman. Ia tidak tahu bagaimana caranya. Namun, entah mengapa
ia merasa ingin mengenal pria itu lebih jauh. Maka Kristal tersenyum
dan berkata, "Baiklah. Mulai sekarang kita berteman."
Keesokan harinya, saat Kristal tengah bekerja di kantornya, Alex
menelepon dan mengajaknya makan siang. Entah mengapa Kristal
merasa senang karena Alex sudah mengajaknya. Ia pun tak sabar
menunggu jam makan siang tiba. Mereka bertemu di kafe kemarin.
Alex menggenakan setelan kemeja berwarna biru muda, lengkap
dengan jas hitam dan dasi bercorak garis-garis merah hitam. Ia
teringat kemarin Alex juga memakai setelan jas yang cukup resmi.
Diam-diam Kristal penasaran di mana Alex bekerja, sebab dari
cara pria itu berpakaian, jelas sekali ia tidak memakai setelan yang
murahan. Namun, ia menyimpan pertanyaan tersebut untuk dirinya
sendiri sebab ia tidak ingin dianggap terlalu ingin tahu.
Pada awalnya, mereka hanya diam sambil fokus menikmati
makanan dan minuman yang mereka pesan. Bukan karena mereka
benar-benar lapar, tetapi lebih kepada usaha mengusir kekakuan
di antara mereka. Kristal sendiri bukan termasuk tipe gadis yang
mudah berbicara. Ia selalu kesulitan untuk menemukan topik dan
memulai perbincangan dengan siapa pun, apalagi dengan orang
yang baru dikenalnya. Kristal hanya menunduk sambil menyuap
Kristal Ok Rev.indd 42 sesendok demi sesendok makanan yang ada di hadapannya sambil
diam-diam melirik pria yang ada di hadapannya. Tak jarang
pandangan mereka bertemu, lalu mereka berdua tersipu malu dan
kembali menunduk memandang meja.
Alex mengaduk-aduk cangkir kopinya dengan gusar. Ia merasa
bodoh sekali. Sebelumnya ia tidak penah segugup ini untuk bicara
pada seorang gadis. Ia juga tidak pernah merasa perlu ambil peduli
terhadap perasaan seorang wanita. Untuk apa" Toh gadis-gadis itu
selalu datang kepadanya dengan sukarela. Tapi, kali ini berbeda. Gadis
ini berbeda. Dan, ia tidak ingin mengacaukan pertemuan mereka ini
dengan mengatakan hal bodoh. Alex menghela napas sebentar lalu
kembali mengaduk-aduk cangkir kopi di hadapannya.
Alun musik berganti. Lagu The Beatles terdengar di seantero
kafe. Ia melihat Kristal tersenyum menikmati musik yang mengalun.
"Suka The Beatles juga ya?" tanya Alex.
Kristal tersenyum dan mengangguk. "Suka sekali," katanya.
"Apalagi yang judulnya "Yesterday". Always my favourite music kalau
aku sedang stres."
Kristal Karya Wina Natalia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku juga suka The Beatles. Bagus yah?"
"Iya," kata Kristal. Ia lalu mengeluarkan Ipod dari dalam tasnya.
"Mau coba dengar?"
"Boleh?" Alex balik bertanya.
Kristal mengangguk dan menyerahkan satu headphone-nya.
Alex memasang di telinga kanannya sementara Kristal di telinga
kirinya. Mereka mendengarkan lagu tersebut bersama. Ia sendiri
sebenarnya tidak begitu mengerti soal The Beatles. Tapi suatu ketika
dulu saat ia pertama kali mengikuti Kristal ke Taman Bintang, ia
berjalan mendekati Kristal yang sedang tiduran di rerumputan
sambil memandang langit. Ia memang tidak jadi menghampiri
Kristal Ok Rev.indd 43 Kristal saat itu, tapi ia berada cukup dekat untuk dapat mendengar
sayup-sayup lagu-lagu The Beatles yang terdengar dari ipod Kristal
yang tidak tersambung ke headphone. Ia mampir ke toko musik
sepulang dari mengikuti Kristal malam itu, dan membeli beberapa
CD The Beatles. Sejak itu, ia jadi suka dengan musik mereka. Dalam
hati, Alex bersyukur telah mencari tahu mengenai musik kesukaan
Kristal, sebab itu ternyata dapat membantu mencairkan suasana
yang tadinya begitu kaku di antara mereka.
Dari obrolan tentang The Beatles bersambung ke obrolan
tentang musik lain yang mereka sukai juga ke berbagai obrolan
lainnya. Mereka menceritakan hobi, makanan kesukaan, apa saja
yang terlintas di benak mereka. Alex melihat Kristal tertawa. Ia
terlihat begitu bersemangat, terutama saat berbicara soal musik. Alex
tahu bahwa Kristal senang bermain gitar, tapi ia tidak menyangka
bahwa Kristal juga senang membuat lagu. Ternyata masih banyak
hobi Kristal lainnya yang tidak ia ketahui.
Sebenarnya Alex masih ingin lama berbincang dengan Kristal.
Tetapi, jam berlalu dengan cepat dan tak terasa jam makan siang
sudah berakhir. Mereka pun berpisah dan berjanji untuk bertemu
lagi di lain hari. Sejak pertemuan terakhir di kafe tersebut, Kristal dan Alex jadi
sering bertemu. Bahkan kini, hampir setiap hari mereka makan
siang bersama. Alex memberitahunya bahwa dia bekerja di bank
yang terletak dekat hotel tempat Kristal bekerja. Pantas saja Alex
selalu mengenakan jas yang terkesan formal, pikir Kristal. Alex
juga memberi tahu Kristal bahwa ia tinggal di apartemen yang
ternyata berseberangan dengan apartemen Kristal. Benar-benar
suatu kebetulan yang indah. Terkadang Alex bahkan menjemput
Kristal dari tempat kerjanya atau dari apartemennya di malam hari
Kristal Ok Rev.indd 44 dan mengajaknya makan malam. Lalu mereka akan berbincang
mengenai hal-hal yang terjadi hari itu. Hal remeh dan sebenarnya
tidak begitu penting, namun entah mengapa tetap saja mereka
obrolkan. Kristal merasa senang sekali saat bersama Alex. Alex
mampu mengisi kekosongan yang ia rasakan sejak Reygan pergi.
Kini, Kristal tak lagi kesepian. Jauh di dalam hati, Kristal merasa
bersyukur atas pertemanan mereka ini
Minggu yang cerah. Sinar matahari keemasan menyinari pepohonan
di sepanjang perjalanan menuju Bukit Bintang. Kristal melangkahkan
kakinya perlahan-lahan sambil menikmati angin yang berembus
lembut meniup rambutnya. Ia tersenyum membayangkan wajahwajah malaikat kecilnya. Ia berencana menghabiskan satu hari ini
bermain bersama mereka. Ia memandang gitar yang ia sandang di
bahu kanannya, sengaja ia bawa bila saja anak-anak itu ingin berlatih
musik hari ini. Di tangan kirinya ia membawa satu kantong plastik
besar berisikan permen, kue dan snack yang ia beli di minimarket
sebelum ia berangkat tadi pagi. Ia sudah bisa membayangkan betapa
senangnya anak-anak itu nanti saat ia membagi-bagikan makanan
ini pada mereka. Begitu Kristal tiba, suasana panti asuhan langsung berisik
oleh suara tawa anak-anak yang menyambut kedatangannya.
Mereka berteriak heboh saat ia mengeluarkan berbagai makanan
dari dalam kantong plastik yang ia bawa. Anak-anak itu langsung
berebut mengambil permen, kue, dan snack yang mereka sukai. Ia
jadi kerepotan menyuruh anak-anak itu untuk tidak berebut dan
meyakinkan mereka bahwa jumlahnya cukup untuk semuanya.
Tapi namanya juga anak-anak, mereka tetap saja asyik berebut
Kristal Ok Rev.indd 45 makanan sambil berteriak bising. Beberapa anak yang lebih kecil
menangis dan merengek-rengek padanya karena tidak berhasil
mendapatkan makanan sebanyak teman-temannya yang lain.
Kristal mau tak mau jadi tertawa melihat adegan itu. Ia lalu
menghibur anak-anak yang merengek-rengek itu dan berjanji akan
membawa lebih banyak makanan saat ia datang lagi lain hari. Lain
kali ia akan membawa makanan dalam kantong-kantong yang lebih
kecil dan membagikannya satu per satu. Ia menggelengkan kepala
melihat tingkah anak-anak itu. Hari ini akan menjadi hari yang
menyenangkan sekaligus melelahkan. Namun, itulah yang akan
dirasakan bila menghabiskan waktu mengurusi begitu banyak anak
kecil. Dan, Kristal sama sekali tidak keberatan. Malah ia merasa
terhibur karenanya. Ia telah berencana menghabiskan waktu di sini
hingga larut malam, mengajar anak-anak berlatih drama Natal yang
hanya tinggal beberapa hari lagi. Lalu berdoa sejenak di gereja dan
beristirahat sebentar di Bukit Bintang mencari kedamaian. Ia ingat ia
sudah membalas pesan Alex yang mengajaknya makan malam nanti
dan memberi tahu pria itu bahwa ia tidak bisa malam ini. Karena
itu ia sangat terkejut saat melihat Alex muncul sambil tertawa dari
belakang kerumunan anak-anak
"Alex" Kenapa kau di sini?"
Alex hanya tertawa, lalu berkata, "Kejutan."
Kristal memandangnya heran, "Ya, ya, ya. Kamu memang selalu
berhasil membuatku terkejut."
"Well, terima kasih atas pujiannya," seringai Alex.
"Oh, tolonglah. Aku tidak bermaksud memujimu, oke?" Kristal
memutar bola matanya. "Jadi, kamu di sini untuk menemuiku?"
Alex tertawa lagi. "Jangan terlalu yakin dulu. Sebenarnya aku
di sini untuk"." Ia terdiam sebentar sebelum melanjutkan lagi,
Kristal Ok Rev.indd 46 "Mereka," katanya sambil memandang anak-anak di belakangnya.
Mereka semua tertawa cekikikan.
Kristal mau tak mau merasa malu atas pertanyaannya itu. Ia
merasa pipinya bersemu merah, lalu ia buru-buru melanjutkan,
"Maksudnya?" "Mulai hari ini aku resmi menjadi guru mereka. Aku akan
mengajari mereka bermain bola, basket, tenis, apa saja yang mereka
mau. Right, boys and girls?" katanya sambil berhigh five dengan
beberapa anak di sekelilingnya.
"Tunggu. Kami enggak punya alat-alat olahraga seperti itu di
sini," tanya Kristal bingung.
" Sekarang kita punya."
" Maksudnya?" "Kebetulan aku punya banyak teman yang dermawan.
Kemarilah." Kristal mengikuti Alex ke halaman belakang dan melihat
berbagai macam bola. Mulai dari bola sepak, bola tenis lengkap
dengan raketnya, dan bola basket. Ia juga melihat gawang dan ring
basket yang sudah terpasang di halaman. Ia memandang anak-anak
itu satu per satu. Mereka tampak begitu gembira. Ia terharu. "Kamu
ini"." Kristal berpaling pada Alex. Ia tidak mampu berkata apa-apa
lagi. Alex telah melakukan hal yang sangat berarti baginya. Alex
memberikan senyum di wajah malaikat-malaikat kecilnya.
"So, Guys, siapa yang mau bermain sepak bola?" mendadak
Alex berseru. Semua anak mengangkat tangan sambil bersorak,
"Aku, aku, aku!!!"
Ia melihat Alex menoleh memandang dirinya lalu tertawa. Kilau
nakal tersirat di matanya. "Ayo kita bentuk dua tim dan bertanding.
Ada taruhannya tapi, biar seru. Bagaimana" Berani?"
Kristal Ok Rev.indd 47 Kristal sebenarnya tidak pandai dalam hal olahraga apa pun.
Tubuhnya lemah sejak kecil sehingga ia sangat jarang berolahraga.
Jangankan bermain bola, berdiri di bawah terik matahari selama
beberapa jam saja bisa membuatnya pingsan. Namun, tentu saja
ia tidak akan melewatkan tantangan ini. Harga dirinya tidak akan
membiarkannya. Maka ia pun berkata, "Oke. Apa taruhannya?"
Alex tersenyum senang. "Pemenang berhak mengajukan satu
permintaan dan yang kalah harus memenuhi permintaan tersebut.
Setuju?" Kristal menaikkan alisnya "Oke. Siapa takut."
Alex tertawa lagi. "Kalau begitu, kita bagi timnya. Kamu pilih
dulu anggota tim yang kamu mau."
Kristal mengangkat bahu. "Kita buat tim cewek lawan cowok
saja kalau begitu." "Game on," Alex berlari ke lapangan diikuti beberapa anak
laki-laki. Mereka bermain dengan semangatnya, berlari ke sana kemari.
Tentu saja tim Alex yang menjadi pemenang pada akhirnya. Kristal
dan anak-anak cewek memandang tim cowok yang sedang bersoraksorak dengan tatapan kesal yang dibuat-buat. Ia lalu berkata pada
Alex. "Oke oke, kita kalah. Jadi apa permintaan kalian?"
Alex lalu berbisik-bisik berdiskusi dengan timnya sebentar.
"Kami sudah memutuskan kami pengin Kak Kristal masak makanan
yang enak, ya "kan Anak-Anak?"
Kristal menggeleng-gelengkan kepala. "Ini sih enggak perlu
harus tanding dulu, kalau kalian minta dimasakin pasti Kakak
masakin kok. Biasa juga "kan Kak Kristal sering masakin kalian
makanan di sini. Ini pasti idenya Kak Alex yah?"
Kristal Ok Rev.indd 48 Anak-anak cowok lantas mengangguk-angguk sambil tertawa.
"Kak Alex bilang kalau kita minta dimasakin Kak Kristal nanti Kak
Alex mau bawain kita mobil-mobilan." Alex memandang Kristal
salah tingkah. "Aduh, ketahuan deh. Dasar anak-anak. Enggak bisa
jaga rahasia nih, hahaha". Tapi, memang aku yang pengin sih. "Kan
aku belum pernah cobain masakanmu," Alex tersenyum malu.
Kristal memutar bola matanya, "Oke. Malam ini aku masak
spesial buat kalian semua. Cewek-Cewek, bantu Kak Kristal yuk
ke dapur," katanya lalu beranjak ke dapur diikuti beberapa anak
perempuan. Tak berapa lama makanan telah tersaji di atas meja. Nasi, dadar
jagung, ikan asin, sayur asem, lengkap dengan sambal dan kerupuk.
Kristal juga membuat es puding buah untuk mereka semua. Ia lalu
memanggil Suster Teresa dan Suster Alberta untuk bergabung makan
malam bersama. Mereka semua berkumpul, mengucapkan doa,
dan menyantap makanan tersebut dengan lahap. Terutama Alex.
Ia menghabiskan beberapa piring nasi sambil tak hentinya memuji
kelezatan masakan Kristal. Kristal jadi malu dibuatnya.
Setelah selesai makan anak-anak kembali bermain di halaman
depan, sementara Kristal dibantu Alex, mencuci piring-piring tersebut
di dapur. "Tak kusangka ternyata kamu pintar masak," kata Alex
membuka percakapan. "Tak kusangka ternyata kamu enggak bisa cuci piring," balas
Kristal tertawa saat melihat betapa kakunya Alex mencelupkan
piring-piring tersebut ke dalam baskom air tanpa membersihkannya
dengan sabun terlebih dahulu.
Alex mengaruk-garuk kepalanya. "Aku memang tidak pernah
mencuci piring sebelumnya." Kristal memandangnya heran. Alex lalu
Kristal Ok Rev.indd 49 buru-buru menambahkan, "Maksudku, aku selalu tinggal sendiri
selama ini, dan tidak pernah ada yang memasakanku makanan
rumah. Aku sendiri tidak bisa memasak dan selalu makan di luar,
jadi aku tidak pernah perlu mencuci piring," katanya, berbohong.
"Tetap saja, aneh rasanya kalau ada orang yang tidak bisa
mencuci piring sendiri. Kalau aku tidak tahu dari ceritamu, aku
pasti mengira kamu tuan muda atau sebangsanya," kata Kristal,
tersenyum geli. Alex hanya menanggapinya dengan senyuman terpaksa.
Ia memang tuan muda kaya yang manja. Selama ini selalu ada
orang yang mengerjakan segala sesuatu untuknya. Tentu saja ia
tidak bisa mencuci piring ataupun melakukan pekerjaan rumah
sesederhana apa pun. Ia bertekad untuk menyuruh anak buahnya
mengajarkannya melakukan beberapa pekerjaan rumah. Paling
tidak, lain kali, ia tidak akan terlihat begitu tidak berguna di depan
Kristal seperti saat ini.
Begitu selesai mencuci piring, mereka berdua berjalan ke
halaman depan. Beberapa anak merengek memintanya untuk
mengajari mereka menyanyi. Meskipun lelah, Kristal tetap
mengambil gitarnya. Ia tidak akan melewatkan kesempatan apa pun
untuk bersenang-senang bersama mereka hari ini. Ia akan berusaha
tertawa dan menikmati hari ini, yang ia tahu sangat diperlukannya,
sebab besok ia akan menghadapi hari yang sulit.
Kristal Ok Rev.indd 50 Tiga "AKU berjalan ke mana arah kaki ini melangkah, mengikuti angin
berembus. Hanya tubuh tanpa jiwa. Hampa. Itu yang selalu aku
rasakan. Bahkan di keramaian pun aku selalu merasa sepi. Aku
terus mencari dan mencari setitik kebahagiaan yang mungkin masih
tersisa untukku. Mungkin di suatu tempat, mungkin di suatu masa,
aku akan menemukan apa yang selama ini aku cari. Kedamaian
yang menjadi pelabuhan terakhirku"."
Kristal terbangun keesokan harinya. Hari ini akhirnya tiba.
Ia berjalan pelan menuju kamar mandi dan berhenti sejenak di
depan kalender yang terpasang di dinding. Tanggal hari ini ditandai
dengan bulatan berwarna merah. Merah yang kelabu, pikirnya. Ia
bergerak perlahan dan mempersiapkan dirinya menghadapi hari
yang akan tiba. Selang beberapa saat, Kristal sudah berada di pusat perbelanjaan
dekat apartemennya. Ia berhenti sebentar di counter yang menjual
bunga segar lalu kembali berjalan melewati etalase mal yang sama
sekali tidak menarik perhatiannya. Pandangannya kosong. Ia terus
Kristal Ok Rev.indd 51 ain melamun dan tampak tidak memperhatikan langkah kakinya.
Beberapa kali ia hampir menabrak orang yang lewat. Namun, ia
tidak peduli. Ia begitu larut dalam pikirannnya sendiri. Ini adalah
hari ketika Reygan meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.
Kristal memegang ulu hatinya. Ada rasa nyeri yang familier di
sana. Perasaan yang selalu muncul paling kuat pada tanggal ini
setiap tahunnya. Rasa kehilangan. Ia memandang sebuket bunga
yang ada di genggamannya dan melangkah ke arah pintu keluar.
Ia menyetop taksi yang lewat dan meminta sopir taksi tersebut
membawanya ke taman makam yang ada di pinggiran kota. Tempat
Reygan dimakamkan. Suasana taman pemakaman selalu berhasil membuat bulu
kuduknya berdiri. Bukan karena Kristal memercayai hal-hal gaib
atau semacamnya, tapi lebih kepada kenyataan bahwa tubuh Reygan
ada di sana, dalam tanah, membusuk perlahan-lahan, meskipun
jiwanya tak lagi ada di dunia. Kristal berjalan perlahan dan berhenti
di depan sebuah batu nisan. Nama Reygan Saputra tertera di sana.
Kristal melihat sebuket bunga terletak di bawah batu nisan tersebut.
Seseorang datang lebih dulu daripada dirinya. Mungkin Om dan
Kristal Karya Wina Natalia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tante, Kristal tidak terlalu peduli. Ia meletakkan buket bunganya
dan memejamkan mata, sambil berbisik dalam hati "Reygan,
Reygan, Reygan, aku kangen." Ia bertanya-tanya apakah Reygan
bisa mendengar bisiknya. Ataukah mungkin tempat Reygan berada
sekarang terlalu jauh untuk bisa mendengarnya dan hadirnya sudah
tak terjangkau lagi. Kristal berjalan meninggalkan pemakaman di belakangnya.
Ia berdiri di tepi jalan menunggu taksi yang dapat mengantarnya
pulang. Namun jalanan begitu sepi, tak satu pun kendaraan
melintas. Kristal menghela napas. Sudah hampir satu jam berlalu
dan ia masih ada di sana memandang jalanan yang sepi.
Kristal Ok Rev.indd 52 Tiba-tiba saja sebuah mobil jaguar berwarna hitam berhenti
tepat di depannya. Ia tidak merasa pernah melihat mobil tersebut.
Kaca mobil itu dibuka dan wajah tersenyum Alex terlihat dari
dalam mobil. "Hai," katanya.
"Hai," balas Kristal bingung. Ia terkejut melihat Alex. "Kok
kamu bisa ada di sini?"
Alex tertawa mendengarnya. "Itu juga yang ingin aku tanyakan
padamu. Aku sedang dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi
temanku yang tinggal di daerah sini. Kamu sendiri" Kok bisa ada
di pemakaman sepi begini?"
Kristal ragu untuk berkata jujur. Ia akhirnya berkata, "Aku
mengunjungi makam seorang sahabat yang telah lama meninggal.
Anyway, nice car. Aku enggak pernah melihatmu mengendarainya
sebelum ini." Alex terlihat salah tingkah. "Ini mobil teman yang baru
kukunjungi. Kebetulan dia akan pergi keluar negeri besok, jadi
mobil ini dititipkan padaku."
Kristal hanya mengangguk.
Alex kembali tersenyum. "Jadi, mau pulang bareng?"
Kristal balas tersenyum. Sebenarnya Alex sudah berada di pemakaman itu sejak pagi.
Dialah orang pertama yang meletakkan buket bunga di makam
Reygan. Ia tahu Kristal pasti akan segera datang tak lama lagi,
maka ia terus menunggu di sana. Dan memang benar, Kristal
datang beberapa saat kemudian. Gadis itu terlihat sedih seperti biasa,
seperti tahun-tahun lalu saat ia datang ke makam ini. Alex terus
mengawasi dari dalam mobilnya tanpa bersuara, berusaha untuk
tidak terlihat. Ia melihat Kristal memejamkan matanya di depan
Kristal Ok Rev.indd 53 makam Reygan, mungkin berdoa dalam hati. Ia melihat saat Kristal
berjalan meninggalkan makam dan berdiri di tepi jalan yang sepi.
Alex terus menunggu. Sejam berlalu dan tidak ada satu taksi pun
yang lewat. Ia melihat gadis itu menghela napas. Alex tidak tahan
melihatnya. Ia lalu menjalankan mobilnya, berhenti di depan gadis
itu dan membuka kaca jendelanya. Berpura-pura bahwa pertemuan
mereka hanyalah kebetulan.
Alex memandang gadis yang duduk di sampingnya. Kristal
hanya diam dan tidak berkata apa-apa sedari tadi. Ia tahu Kristal
pasti sedih sekali hari ini. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari
kematian pria yang disayanginya. Pria yang ia renggut nyawanya.
Alex kembali mengutuk dirinya sendiri. Ia buru-buru menghapus
kenangan buruk penuh darah yang terjadi bertahun-tahun lalu.
Hingga sekarang pun ia masih merinding apabila mengingat-ingat
peristiwa tersebut. Alex menjalankan mobilnya dalam diam. Ia tidak tahu bagaimana caranya dapat membuat Kristal melupakan kesedihannya. Sejak dulu, ia memang tidak pandai menghibur. Alex lalu
menghidupkan CD player di mobilnya. Lagu "Yesterday" milik The
Beatles terdengar perlahan. Ia melihat Kristal tersenyum sedikit.
Alex ikut tersenyum. "Yesterday". All my troubles seem so far away...." Alex
bersenandung pelan sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Tak
berapa lama Kristal juga mengangguk-anggukkan kepala dan ikut
bersenandung. Mereka berdua bernyanyi makin lama makin keras
sambil terus menganggukkan kepala, tampak terbawa oleh irama
yang mengalun. Kristal tertawa. Akhirnya, pikir Alex. Ia lega melihat
Kristal bisa tertawa lagi. Musik terus mengalun dan mereka terus
berdendang sepanjang perjalanan.
Kristal Ok Rev.indd 54 "Terima kasih buat hari ini," Kristal berkata begitu ia turun
dari mobil. "Anytime," jawabnya sambil tersenyum memandang Kristal.
Kristal memandang Alex sejenak. Ia sangat bersyukur pria
ini ada bersamanya hari ini. Ia berpikir bahwa selama ini Alex
selalu ada saat ia membutuhkan bantuan dan belum pernah
sekalipun membalas kebaikan Alex. "Jadi, kamu kembali ke kantor
sekarang?" Alex menggelengkan kepala. "Nope. Pekerjaanku sudah selesai.
Sepertinya aku akan makan siang sekarang. Perutku sudah lapar
sekali. Kamu tahu rumah makan khas Jawa yang lezat" Kayaknya
aku jadi terobsesi masakan Jawa nih, gara-gara makan masakanmu
kemarin." Kristal tersenyum. "Ya, dan aku bisa menunjukkannya. Hari
ini aku yang traktir."
Kristal membawa Alex ke warung pinggir jalan yang sangat
ramai pengunjung. Seorang wanita paruh baya menghampiri dan
menyambut mereka dengan wajah berseri-seri. "Non Kristal. Sudah
lama enggak ketemu. Bibi kangen."
"Iya, Bi. Ini Kristal bawa teman Kristal pengin cobain masakan
Bibi. Kristal kangen banget. Sudah lama Kristal enggak ke sini,"
jawab Kristal yang ternyata sudah mengenal wanita tersebut.
"Siap, Non. Bibi siapkan masakan kesukaan Non. Nasi pecel
"kan Non, sama telur dadar dan ikan asin"
Kristal mengangguk. "Jangan lupa bumbu pecelnya yang
banyak ya Bi. Terus Kristal mau peyeknya juga dibanyakin."
"Beres Non. Ini teman Non yang ganteng mau pesan apa"
Aduh, cah ganteng begini kok cuman dijadiiin temen aja toh yah
Non?" si bibi geleng-geleng sambil berkata dengan logat jawanya
yang kental. Kristal Ok Rev.indd 55 "Ah Bibi bisa aja deh," Kristal tersipu malu. Begitu juga Alex.
"Aku sama kayak Kristal saja Bi," jawab Alex canggung.
"Siap laksanakan," canda si bibi sebelum meninggalkan mereka.
Orang yang lucu sekali, pikir Alex.
Mereka terdiam beberapa saat sambil memandang beberapa
kendaraaan yang melaju di depan mereka. "Mama orang Jawa," kata
Kristal tiba-tiba memecah kesunyian di antara mereka.
"Oh ya?" tanya Alex pura-pura, meskipun sebenarnya ia sudah
tahu itu dari hasil pengamatan anak buahnya.
Kristal mengangguk dan kembali berkata, "Dulu saat aku masih
kecil, Mama suka mengajak aku makan di sini. Pemiliknya, Bi Imah
yang menyapaku tadi, bekas pembantu Mama. Ia jago sekali masak
dan akhirnya Mama menyuruhnya membuka tempat ini. Mama
juga pandai sekali memasak. Aku ingat dulu Mama dan sahabatnya,
Tante Lola, sering memasak menu makan malam bersama. Biasanya
Tante Lola yang suka bikin kue. Aku jadi kangen kue bikinan Tante
Lola. Waktu kecil aku suka banget rebutan kue sama Rey." Kristal
mendadak menghentikan kata-katanya.
Alex melihat perubahan muka Kristal yang tiba-tiba saat ia tidak
sengaja menyebut nama Rey. Kesedihan tampak di matanya. Alex
buru-buru berkata, "Ternyata bakat memasak kamu itu diwariskan
dari mamamu. Ia pasti sering mengajari kamu memasak ya?"
"Sedikit," jawab Kristal sambil tersenyum malu. "Ia tidak sempat
Memanah Burung Rajawali 12 Goosebumps - Saat-saat Seram Kemuning 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama