The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare Bagian 8
sebenarnya Jace. Meskipun dalam waktu singkat, mereka
akan tahu." "Tapi cincin Wayland itu..."
"Ah, ya," kata Valentine. Dia menatap cincin di tangan
Jace. Cincin itu berkelip-kelip seperti sisik ular. "Cincin itu.
Lucu, ya, bagaimana M yang dipakai terbalik bisa menyerupai
W" Tentu saja, kalau kamu mau repot"repot memikirkannya,
mungkin kamu sudah merasa aneh bahwa simbol keluarga
Wayland adalah bintang jatuh. Tapi tidak aneh sama sekali
kalau itu menjadi simbol keluarga Morgenstern."
Clary memandanginya. "Aku tidak mengerti
maksudrnu." "Aku lupa bagaimana kurangnya pendidikan fana,"
kata Valentine. "Morgenstern berarti "bintang fajar". Seperti
di dalam Bagaimanakah engkau terjatuh dari surga, O
Lucifer, anak sang fajar! Bagaimanakah engkau jatuh tewas
ke tanah, sehingga negara menjadi lemah!"
Clary menggigil sedikit. "Maksudrnu Setan."
555 "Atau kekuatan apa pun yang disia-siakan," kata
Valentine, " karena menolak untuk mengabdi. Seperti diriku.
Aku tidak mau mengabdi kepada pemerintahan yang korup,
dan untuk itu, aku telah kehilangan keluargaku, tanahku,
hampir hidupku?" "Pemberontakan adalah salahmu!" Clary mendengus.
"'Orang-orang mati di situ. Pemburu Bayangan seperti
kamu!" "Clary." ]ace condong ke depan, hampir menjatuhkan
gelas kaca di dekat sikunya. "Dengarkan dia saja dulu, ya"
Ini tidak seperti yang kamu kira. Hodge sudah membohongi
kita." "Aku tahu," kata Clary. "Dia mengkhianati kita kepada
Valentine. Dia pionnya Valentine."
"Bukan," katajace. "Bukan, Hodgelah yang menginginkan
Piala Morta] selama ini. Dialah yang mengirim Pembuas
untuk mengejar ibumu. Ayahku" Valentine hanya mengetahui
hal itu sesudahnya, lalu datang untuk menghentikannya. Dia
manhawa ibumu ke sini untuk menyembuhkannya, bukan
untuk melukainya." "Dan kamu percaya omong kosong itu?" Clary berkata
dengan jijik. "Itu tidak benar. Hodge memang bekerja untuk
Valentine. Mereka terlibat bersama untuk mendapatkan Piala.
Hodge menjebak kita, itu benar, tapi dia cuma alat."
"Tapi dialah yang memerlukan Piala Mortal," kata
Jace. "Supaya dia bisa melepaskan kutukannya dan kabur
sebelum ayahku memberi tahu Kunci tentang semua yang
telah dia lakukan." 556 "Aku tahu itu tidak benar!" kata Clary membara. "Waktu
itu aku ada di sana!" Ia berbalik kepada Valentine. "Aku
ada di ruangan itu ketika kamu datang untuk mengambil
Piala. Kamu tidak bisa melihatku, tapi aku ada di sana.
Aku melihatmu. Kamu mengambil Piala itu, lalu mengangkat
kutukan itu dari Hodge. Dia tidak bisa melakukannya
sendiri. Hodge yang bilang begitu."
"Aku memang mengangkat kutukannya," kata Valentine
dengan teratur, "tapi hatiku tergerak karena rasa kasihan.
Dia kelihatan sangat menyedihkan."
"Kamu tidak merasa kasihan. Kamu tidak merasakan
apa pun." "Itu cukup, Clary! " teriak _Iace. Clary melotot kepadanya.
Pipi Jace merana seperti telah meminum anggur di dekat
sikunya. Mata pemuda itu terlalu terang. "Jangan berbicara
kepada ayahku seperti itu."
"Dia bukan ayahmu!"
]ace tampak seakan-akan Clary telah menamparnya.
"Kenapa kamu sangat bersikeras untuk tidak mempercayai
kami?" "Karena ia mencintaimu," kata Valentine.
Clary merasakan darah terisap keluar dari wajahnya.
la menatap Valentine, tidak tahu apa yang mungkin dia
katakan selanjutnya, tapi takut akan hal itu. Ia merasa
seakan-akan sedang menepi ke tebing yang curam. Kalau
terjatuh, ia akan meluncur ke ketiadaan dan kehampaan.
Rasa pusing mencengkeram perutnya.
"Apa?" Jace tampak terkejut.
55" Valentine menatap Clary dengan senang, seperti telah
menjepit Clary di sana bagaikan kupu-kupu di papan. "Ia
takut aku memanfaatkanmu," katanya. "Bahwa aku telah
mencuci otakmu. Tidak begitu, tentu saja. Kalau kamu
memeriksa ingatanmu sendiri, Clary, kamu akan tahu."
"Clary." ]ace mulai berdiri. Matanya menatap Clary.
Gadis itu bisa melihat lingkaran di bawah mata _Iaee, dan
ketegangan yang ditahannya. "Aku..."
"Duduk," kata Valentine. "Biarkan ia datang sendiri,
Jonathan." Jace langsung surut, dan merosot kembali ke dalam
kursinya. Melalui rasa pusing dan mual, Clary meraba-raba
supaya mengerti. ]onatbanf "Aku kira namamu ]ace,"
katanya. "Kamu berbohong tentang itu juga?"
"Tidak. Jace itu nama panggilan."
Clary sudah sangat dekat dengan jurang itu sekarang,
begitu dekat sehingga ia hampir bisa melihat ke bawah.
"Panggilan dari apa?"
Jace menatapnya seperti tidak bisa mengerti kenapa
Clary mempermasalahkan sesuatu yang sangat kecil. "Itu
inisialku," katanya. "LC."
Jurang itu membuka di depan Clary. Ia bisa melihat
jatuh yang panjang ke dalam kegelapan. "Jonathan," ia
berkata samar-samar. "Jonathan Christopher."
Alis Jaee terangkat bersamaan. "Bagaimana kamu..."
Valentine memotong. Suaranya menenangkan. "Jace, aku
telah berusaha menyelamatkanmu. Aku pikir cerita tentang
ibu yang telah meninggal bisa lebih sedikit melukaimu
558 daripada ibu yang menelantarkanmu sebelum ulang tahun
pertamamu." Jemari kurus Jace mengejang dan mempererat kepalan
tangannya di dekat gelas. Sejenak Clary menyangka gelas
itu akan pecah. "Ibuku masih hidup?"
"Ia masih hidup," kata Valentine. "Hidup, dan tertidur
di salah satu kamar di bawah saat ini juga. Ya," katanya
memotong Jace sebelum pemuda itu sempat bicara, " ocelyn adalah ibumu, Jonathan. Dan Clary..., Clary adalah
adikmu." Jace menyentakkan tangannya mundur. Gelas anggur itu
roboh, dan menumpahkan cairan merah berbuih di taplak
yang putih. "Jonathan," kata Valentine.
Wajah Jace telah berubah warna menjadi mengerikan,
semacam putih kehijauan. "Itu tidak benar," katanya. "Pasti
ada kesalahan. Itu tidak mungkin benar."
Valentine menatap putranya lurus-lurus. "Ini alasan
untuk bergembira," katanya dengan suara yang rendah dan
merenung. "Menurutku begitu. Kemarin kamu yatim piatu,
Jonathan. Sekarang ada ayah, ibu dan adik, yang kamu
tidak pernah tahu bahwa kamu punya."
"Itu tidak mungkin," kata ]ace lagi. "Clary bukanlah
adikku. Kalau memang begitu..."
"Kalau begitu, apa?" kata Valentine.
Jace tidak menjawab, tapi wajahnya yang mual dan
ngeri sudah cukup bagi Clary. Dengan agak tersandung,
555 Clary mendekati meja dan berlutut di samping kursinya,
lalu meraih tangannya. "Jace..."
Pemuda itu menyentak menjauh darinya. Jemarinya
mengepal di taplak yang basah kuyup. "jangan."
Kebencian terhadap Valentine membara di tenggorokan
Clary seperti air mata yang tidak menetes. Pria itu telah
menahan diri. Dan dengan tidak mengatakan apa yang
dia tahu"bahwa Clary adalah putrinya"Clary iadi tidak
terlibat di dalam diamnya Valentine tadi. Sekarang, setelah
menjatuhkan kebenaran seberat batu besar kepada mereka,
Valentine bersandar ke kursi untuk melihat hasilnya dengan
perhatian yang dingin. Bagaimana bisa Jace tidak melihat
betapa Valentine pantas dibenci"
"Katakan itu tidak benar," kata _]ace sambil memandangi
taplak. Clary menelan ludah menahan bara di dalam tenggorokannya. "Aku tidak bisa."
Valentine terdengar seperti sedang tersenyum. "Jadi, kamu
mengakui bahwa aku telah mengatakan yang sebenarnya
selama ini?" "Tidak," Clary membalas tanpa menatapnya. "Kamu
berbohong dengan mencampurkan sedikit kebenaran. Itu
saia." "Ini jadi melelahkan," kata Valentine. "Kalau kamu ingin
mendengar yang seb enamya, Clarissa, inilah yang sebenarnya.
Kamu telah mendengar cerita-cerita tentang Pemberontakan
dan kamu pikir akulah penjahatnya. Itu benar?"
500 Clary diam saja. Ia sedang menatap ]ace yang kelihatannya
hendak muntah. Valentine melanjutkan tanpa rasa kasihan. "Sederhana
saia, sungguh. Cerita yang telah kamu dengar itu benar
sebagian, tapi tidak sebagiannya lagi. Itu cuma dusta yang
dicampur dengan sedikit kebenaran, seperti yang kamu
katakan. Kenyataannya adalah Michael Wayland bukan dan
tidak pernah meniadi ayah Jace."
"Wayland terbunuh di dalam Pemberontakan. Aku
mengambil nama dan rumah Michael ketika melarikan diri
dari Kota Kaca bersama putraku. Itu cukup mudah. Wayland
tidak punya saudara, sementara teman-teman terdekatnya,
yaitu pasangan Lightwood, berada di pengasingan." Valentine
berhenti sebentar. "Michael sendiri akan hidup di dalam rasa malu
akibat bagiannya di dalam Pemberontakan. Jadi, aku hidup
seperti itu, dengan cukup tenang, sendirian bersama ]ace
di tanah perkebunan Wayland. Aku membaca buku. Aku
membesarkan putraku. Dan aku menunggu waktuku." ]ari
Valentine memegang pinggiran halus sebuah gelas dengan
merenung. Dia kidal, seperti Jace.
Valentine berbicara lagi. "Sepuluh tahun kemudian,
aku menerima sebuah surat. Penulis surat itu menunjukkan
bahwa dia tahu identitasku yang sesungguhnya. Kalau aku
tidak bersiap-siap untuk melakukan beberapa hal, dia akan
mengungkapnya. Aku tidak tahu dari siapa surat itu, tapi
itu tidak penting. Aku tidak siap untuk memberikan apa
yang penulis itu inginkan."
501 Valentine melanjutkan ceritanya. "Aku tahu aku berada
di dalam bahaya, kecuali dia mengira aku telah mati, di luar
jangkauannya. Aku pun segera mementaskan kematianku
dengan bantuan Blackwell dan Pangborn. Demi keselamatannya
sendiri, aku memastikan bahwa putraku akan dikirim ke
sini, ke dalam perlindungan pasangan Lightwood."
"Jadi, kamu membiarkan _]ace berpikir kamu sudah
mati" Kamu biarkan dia berpikir kamu sudah mati, selama
bertahun-tahun" Itu hina," kata Clary.
"Jangan," kata Jace lagi. Dia telah menutupi waiahnya
dengan tangan. Dia berbicara di iemarinya sendiri, sehingga
suaranya teredam. "Jangan, Clary."
Valentine menatap putranya dengan senyum yang tidak
bisa dilihat oleh ]ace. "Jonathan harus berpikir aku telah
mati. Ya. Dia harus berpikir bahwa dia adalah putra dari
Michael Wayland. Kalau tidak, pasangan Lightwood tidak
akan melindunginya seperti yang telah mereka lakukan. Kepada
Michellah mereka berutang budi, bukan kepadaku. Demi
Michaellah mereka menyayanginya, bukan demi aku."
"Mungkin mereka menyayanginya demi _Iace sendiri,"
kata Clary. "Itu tafsiran sentimental yang patut dipuji," kata Valentine,
"tapi mustahil. Kamu tidak mengenal pasangan Lightwood
seperti aku dulu." Dia tampak tidak melihat ]aee tersentak,
atau kalaupun lihat, dia tidak menghiraukannya. "Ini bukan
masalah berarti, pada akhirnya," Valentine menambahkan.
"Pasangan Lightwood dimaksudkan menjadi perlindungan
502 bagi _Iace, bukan pengganti keluarga, kamu lihat kan. Dia
sudah punya keluarga. Dia punya seorang ayah."
Tenggorokan Jace berbunyi, lalu dia melepaskan tangan
dari wajahnya. "Ibuku..."
"Melarikan diri setelah Pemberontakan," kata Valentine.
"Aku adalah pria yang menjadi aib. Kunci pasti memburuku
kalau mereka tahu aku masih hidup. Ibumu tidak sanggup
menahan kaitannya denganku, lalu lari." Kepedihan di dalam
suaranya sangat jelas..., dan palsu, pikir Clary dengan pahit.
Dasar penjilat manipulatif.
"Aku tidak tahu bahwa pada saat itu ia sedang hamil,
menga ndung Clary." Valentine tersenyum kecil, menelusurkan
jarinya dengan pelan ke gelas anggur. "Tapi darah memanggil
darah, sepern' kata orang," dia melanjutkan. "Takdir telah
membelokkan kita kepada pertemuan ini. Keluarga kita,
bersama lagi. Kita bisa menggunakan Portal," katanya
sambil berputar ke arah Jace. "Pergi ke Idris. Kembali ke
rumah kita." ]ace menggigil sedikit, tapi mengangguk. Dia masih
menatap tangannya dengan kaku.
"Kita akan bersama"sama di sana," kata Valentine.
"Seperti seharusnya."
Itu kedengarannya mengerikan, pikir Clary. Cuma ada
kamu, istrimu yang sedang koma, putramu yang terguncang,
dan putrimu yang membenci [agama. Belum lagi kedua
anakmu mungkin saling mencintai. Yeah, itu kedengarannya
seperti reuni keluarga yang sempurna. Keras-keras Clary
503 berkata, "Aku tidak akan ke mana pun bersamamu, begitu
pula ibuku."
The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dia benar, Clary," kata ]ace serak. Dia melenturkan
tangannya. Ujung jemarinya ternoda merah. "Itulah satusatunya tempat tujuan kita. Kita bisa membereskan semuanya
di sana." "Tidak mungkin kamu serius?"
Bunyi dentam keras datang dari bawah tangga. Bunyi
itu begitu keras sampai-sampai terdengar seperti dinding
rumah sakit itu telah runtuh di atas bangunan itu sendiri.
Luke, pikir Clary. Gadis itu melompat berdiri.
Meskipun wajah Jace tampak mual dan ngeri, dia
menanggapi secara otomatis. Dia setengah bangkit dari kursi.
Tangannya meraih ke ikat pinggangnya. "Ayah, mereka..."
"Mereka menuju ke sini." Valentine bangkit berdiri. Clary
mendengar langkah kaki. Sesaat kemudian, pintu mangan
itu terayun membuka, dan Luke berdiri di ambangnya.
Clary menahan jeritan. Luke berlumuran darah. Jins dan
kausnya menjadi gelap dan terkena gumpalan darah beku.
Setengah bawah wajahnya berienggot darah. Tangannya
merah sampai ke pergelangan. Darah yang melapisi tangannya
masih basar dan mengalir. Clary tidak bisa tahu apakah
sebagian darah itu merupakan darah Luke sendiri.
Clary mendengar dirinya sendiri meneriakkan nama
pria itu, lalu ia pun berlari melintasi ruangan kepadanya.
Ia sampai hampir tersandung sendiri karena sangat ingin
mencengkeram bagian depan kaus Luke dan bergantungan
504 di sana, seperti yang tidak pernah ia lakukan sejak berusia
delapan tahun. Sejenak tangan besar Luke datang dan merangkul
belakang kepala Clary, memeluknya seperti beruang dengan
satu lengan. Lalu Luke mendorongnya menjauh dengan
lembut. "Aku berlumuran darah," katanya. "Jangan khawatir.
Ini bukan darahku." "Kalau begitu, itu darah siapa?" Itu suara Valentine.
Clary berbalik, dan lengan Luke melindunginya di bahu.
Valentine memperhatikan mereka berdua. Matanya menyipit
dan penuh perhitungan. Jace telah berdiri, dan memutari
meia. Dia berdiri dengan ragu-ragu di belakang ayahnya.
Clary tidak ingat _Iace pernah melakukan apa pun dengan
ragu"ragu sebelumnya.
"Pangborn," kata Luke.
Valentine menyentuh wajahnya dengan tangan, seakanakan kabar itu menyakitkannya. "Begitu. Apakah kamu
menyobek tenggorokannya dengan gigimu?"
"Sebenarnya," kata Luke, "aku membunuhnya dengan
ini." Dengan tangannya yang bebas, Luke mengulurkan
belati panjang tipis yang telah dia pakai untuk membunuh
Yang Terabaikan. Di bawah lampu, Clary bisa melihat batu
biru di pangkalnya. "Kamu ingat ini?"
Valentine menatapnya, lalu Clary melihat rahangnya
mengeras. "Aku ingat," katanya. Clary pun penasaran apakah
dia juga teringat percakapan mereka sebelumnya.
Ini adalah kindjal, belati Circassz'an. Benda khusus ini
dulunya merupakan salah satu dari sepasang.
505 "Kamu menyerahkannya kepadaku tujuh belas tahun
lalu dan menyuruhku mengakhiri hidupku dengan ini," kata
Luke. Senjata itu tergenggam erat di tangannya. Pisau di
belati itu lebih panjang daripada pisau kindjal berpangkal
merah di ikat pinggang ]ace. Ukurannya di antara belati dan
pedang, dan berujung semncing jarum. "Dan aku hampir
saja melakukannya." "Kamu harap aku akan menyangkalnya?" Ada kepedihan
di dalam suara Valentine, yaitu ingatan tentang duka lama.
"Aku harus aha menyelamatkanmu dari dirimu sendiri, Lucian.
Aku telah membuat kesalahan berat. Kalau saja aku punya
kekuatan untuk membunuhmu sendiri, kamu pasti telah
mati sebagai manusia."
"Manuasia sepertimu?" tanya Luke. Pada saat itu, Clary
melihat sesuatu di dalam diri Luke dari pria yang selalu
ia kenal, yang selalu tahu kapan gadis itu berbohong, yang
menegurnya ketika ia sombong atau tidak jujur. Di dalam
kepahitan suaranya, Clary mendengar kasih sayang yang
pernah Luke miliki untuk Valentine. Kasih itu membeku
menjadi kebencian yang melelahkan. "Manusia yang merantai
istrinya yang tidak sadarkan diri di tempat tidur supaya
bisa menyiksanya demi mendapatkan informasi ketika ia
bangun" Itukah keberanianmu?"
Jace memandangi ayahnya. Clary melihat serangan
amarah yang sesaat mengacaukan sosok Valentine, lalu hilang.
Wajah Valentine kembali mulus. "Aku tidak menyiksanya,"
kata pria itu. "Ia dirantai untuk dilindungi."
506 "Dilindungi dari apa?" Luke bertanya. Dia maju selangkah
ke dalam ruangan. ?"Satu-satunya yang membahayakan Jocelyn
adalah kamu. Satu-satunya hal yang pernah membahayakannya
adalah kamu. Ia menghabiskan hidupnya berlari untuk
menjauh darimu." "Aku pernah mencintainya," kata Valentine. "Aku
tidak akan pernah melukainya. Kamulah yang membuatnya
berpaling melawanku."
Luke tertawa. "Ia tidak perlu bantuanku untuk berpaling
melawanmu. Ia belaiar sendiri untuk membencimu."
"Itu bohong!" Valentine meraung dengan kebuasan
yang mendadak, lalu menarik pedangnya dari sarung
di pinggangnya. Pisau pedang itu rata dan hitam pekat.
Ada pola desain bintang-bintang perak di sana. Valentine
menyejajarkan pedangnya dengan jantung Luke.
_Tace maju selangkah mendekati Valentine. "Ayah..."
"Jonathan, diam!" Valentine berteriak, tapi itu teriambat.
Clary melihat rasa kaget di wajah Luke saat pria itu
memandangi ]ace. "]onathan?" Luke berbisik.
Mulut Jace melengkung. "Jangan panggil aku begitu,"
katanya sengit. Mata emasnya menyala. "Aku akan membunuhmu sendiri kalau kamu memanggilku dengan nama
itu." Luke tidak menghiraukan pedang yang teracung ke
iantungnya. Dia tidak melepaskan pandangannya dari Jace.
"Ibumu akan bangga," kata Luke dengan sangat pelan
BOT sehingga bahkan Clary, yang berdiri di sampingnya, harus
bersusah payah supaya bisa mendengarnya.
"Aku tidak punya ibu," kata Jace. Tangannya gemetaran.
"Wanita yang melahirkanku telah meninggalkanku sebelum
aku bisa mengingat wajahnya. Aku tidak berarti baginya,
begitu pula ia tidak berarti bagiku."
"Bukan ibumulah yang meninggalkanmu," kata Luke.
Pandangannya berpindah pelan kepada Valentine. "Aku kita
bahkan kamu," kata Luke pelan, "tidak akan memanfaatkan
darah dagingmu sendiri sebagai umpan. Ternyata aku
salah." "Itu cukup." Nada suara Valentine hampir tidak bersemangat, tapi ada keganasan di dalamnya, juga ancaman
yang lapar akan kekerasan. "Lepaskan putriku, atau aku
akan membunuhmu tepat di situ."
"Aku bukan pntrimu," kata Clary sengit, tapi Luke
mendorong gadis itu menjauh darinya. Dorongannya sangat
keras sampai-sampai Clary nyaris terjatuh.
"Keluarlah dari sini," kata Luke. "Pergilah ke tempat
yang aman." "Aku tidak akan meninggalkanmu!"
"Clary, aku sungguh"sungguh. Keluarlab dari sini." Luke
sudah mengangkat belatinya. "Ini bukan pertarunganmu."
Clary pun menjauh dari Luke, menuju pintu yang
mengarah ke pinggiran tangga. Mungkin Clary bisa berlari
mencari pertolongan, mencari Alaric"
Lalu Jace berada di depan Clary, menghalangi jalannya
ke pintu. Clary telah lupa betapa cepat ]ace bergerak,
508 sehalus kucing, secepat air. "Kamu gila?" ]ace berdesis.
"Mereka telah mendobrak pintu depan. Tempat ini akan
penuh dengan Yang Terabaikan."
Clary mendorong Jace. "Biarkan aku keluar..."
Jace menahannya dengan cengkeraman sekeras besi.
"Sehingga mereka bisa merobek"robekmu" Tidak bisa."
Suara bentrokan logam yang keras terdengar di belakang
Clary. Gadis itu menjauh dari Jace, dan melihat bahwa
Valentine telah menyerang Luke. Manusia serigala itu
menghadang serangannya dengan tangkisan yang memekakkan
telinga. Pedang"pedang mereka terlepas jatuh, dan sekarang
mereka bergerak di lantai dengan pukulan-pukulan dan
sayatan-sayatan kabur. "Oh, ya Tuhan," Clary berbisik. "Mereka akan saling
bunuh." MataJace hampir hitam. "Kamu tidak mengerti," katanya.
"Inilah bagaimana hal ini diselesaikan..." Dia berhenti, dan
menarik nafas ketika Luke masuk melewati pertahanan
Valentine, menyerangnya di bahu. Darah mengalir bebas,
menoda kain kaus putihnya.
Valentine menelengkan kepalanya ke belakang dan
tertawa. "Serangan jitu," katanya. "Aku kira kamu tidak
bisa, Lucian." Luke berdiri dengan sangat tegak. Pisau menghalangi
wajahnya dari pandangan Clary. "Kamu sendiri yang
mengajariku gerakan itu."
"Tapi itu sudah bertahun"tahun yang lalu," kata Valentine
dengan suara yang seperti sutra mentah, "dan sejak itu,
509 kamu jarang perlu memakai pisau, kan" Karena kamu punya
cakar dan taring sebagai gantinya."
"Semuanya bisa dipakai untuk merobek jantungmu
dengan lebih baik." Valentine menggeleng. "Kamu telah merobek jantungku
bertahun-tahun yang lalu," katanya. Bahkan Clary tidak
bisa tahu apakah kesedihan di dalam suaranya itu asli
atau pura-pura belaka. "Ketika kamu mengkhianati dan
menelantarkanku." Luke meneriangnya lagi, tapi Valentine bergerak mundur
dengan cepat. Untuk ukuran pria besar, Valentine bergerak
dengan keringanan yang mengejutkan.
"Kamulah yang membuat istriku berpaling melawan
jenisnya sendiri. Kamu datang kepadanya ketika kondisinya
paling lemah, dengan kepiluanrnu, dan kondisirnu yang
tak tertolong itu. Aku sedang jauh, dan ia pikir kamu
mencintainya. Ia memang bodoh."
Jace setegang kawat di samping Clary. Gadis itu dapat
merasakan ketegangannya, seperti bunga api yang dikeluarkan
oleh kabel listrik yang jatuh. "Itu ibumu yang sedang
dibicarakan oleh Valentine," kata Clary.
"Ia menelantarkanku," kata ]ace. "Ibu yang hebat."
"Ia kira kamu sudah mati. Mau tahu bagaimana aku
bisa tahu itu" Karena ia menyimpan sebuah kotak di kamar
tidurnya. Ada inisialmu di situ. ].C."
"Jadi, ia punya kotak," kata Jace. "Banyak orang punya
kotak. Mereka menyimpan barang di sana. Itu memang
sedang tren, aku dengar."
510 "Ada jumput rambutmu di dalamnya. Rambut bayi.
Dan ada foto, mungkin dua. Ia biasa mengeluarkannya
setiap tahun dan menangisinya. Tangisan yang menyakitkan
hati..." Tangan _Iace mengepal di sampingnya. "Hentikan,"
desisnya. "Hentikan apa" Memberitahumu yang sebenarnya" Ia kira
kamu sudah mati. Ia tidak akan pernah meninggalkanmu
kalau tahu kamu masih hidup. Kamu juga mengira ayahmu
sudah mati..." "Aku melihatnya mati! Atau aku kira begitu. Aku tidak
hanya..., hanya mendengar tentang itu, dan memilih untuk
mempercayainya!" "Ia menemukan tulang-tulangmu yang terbakar," kata
Clary pelan. "Di reruntuhan rumahnya. Bersama tulang
ibu dan ayahnya." Akhirnya ]ace menatap Clary. Gadis itu melihat rasa
tidak percaya yang rata di mata _Iace. Di sekeliling mata
]ace, ada ketegangan untuk mempertahankan rasa itu. Clary
dapat melihat, hampir seperti kalau ia melihat menembus
pesona, rangka rapuh keyakinan ]ace kepada ayahnya seperti
baia pelindung tak kasat mata. Rangka itu melindungi Jace
dari kebenaran. Entah di mana, pikir Clary, ada celah di
pelindung itu. Kalau Clary bisa menemukan kata yang tepat,
celah itu bisa diterobos.
"Itu konyol," kata Jace. "Aku tidak mati... Tidak ada
tulang apa pun." "Ada." 511 "Berarti itu pesona," kata ]ace patau.
"Bertanyalah kepada ayahmu apa yang terjadi kepada
ibu dan ayah mertuanya," kata Clary. Ia meraih untuk
menyentuh tangan Jace. "Bertanyalah kepadanya apakah
itu juga pesona?" "Diam!" ]ace kehilangan kendali. Dengan waiah pucat,
dia berbalik kepada Clary.
Clary melihat Luke melirik mereka, kaget akibat suara
ribut itu. Pada saat terganggu itu, Valentine masuk ke bawah
pertahanan Luke dan, dengan satu tikaman, menusukkan
pisau pedangnya ke dalam dada Luke, tepat di bawah
tulang selangka. Mata Luke membuka seperti kaget dan bukannya sakit.
Valentine menarik tangannya kembali, sehingga pisaunya
meluncur mundur, ternoda merah sampai ke pangkal.
Dengan tawa yang taiam, Valentine menyerang lagi. Kali
ini dia menjatuhkan senjata dari tangan Luke. Belati itu
menabrak lantai dengan dentang bergema, lalu Valentine
menendangnya dengan keras. Belati itu bergemerencing di
bawah meja saat Luke roboh.
Valentine mengangkat pedang hitam itu di atas tubuh
Luke yang terbuka, siap mengirim serangan mematikan.
Bintang-bintang perak yang ditatahkan kini bersinar di
The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepanjang pisaunya. Clary jadi berpikir, sambil membeku
ketakutan, bagaimana bisa sesuatu yang sangat mematikan,
ternyata juga sangat cantik"
512 Seakan-akan tahu apa yang hendak Clary lakukan
sebelum gadis itu melakukannya, Jace berputar kepadanya.
"Clary..." Waktu sudah tidak membeku lagi. Clary menggeliat
dari ]ace, menunduk dari tangannya, lalu berlari melintasi
lantai batu kepada Luke. Pria itu berada di lantai, sedang
menyangga tubuhnya dengan satu lengan. Clary melemparkan
dirinya kepada Luke tepat saat pedang Valentine menukik
turun. Clary melihat mata Valentine saat pedang itu meluncur
ke arahnya. Rasanya seperti ribuan tahun, padahal pasti
hanya sepersekian detik. Clary melihat bahwa Valentine bisa
menghentikan serangannya kalau dia mau. Melihat bahwa pria
itu tahu Clary juga akan terkena kalau dia tidak berhenti.
Melihat bahwa pria tetap akan melakukannya.
Clary mengangkat tangannya, menutup matanya"
Ada bunyi kiang. Clary mendengar Valentine berteriak, lalu
gadis itu mendongak. Valentine memegangi tangannya yang
kosong dan berdarah. Kindjai berpangkal merah tergeletak
sejauh beberapa meter di atas lantai batu, di samping pedang
hitam. Clary berbalik karena kaget, lalu melihat Jace di dekat
pintu. Tangan ]ace masih terangkat. Clary pun menyadari
bahwa pemuda itu pasti telah melemparkan belatinya dengan
cukup kekuatan untuk menjatuhkan pedang hitam itu dari
tangan ayahnya. Dengan wajah sangat pucat, Jace perlahan menurunkan
tangannya. Matanya tertuju kepada Valentine. Mata itu
melebar dan memohon. "Ayah, aku..."
513 Valentine menatap tangannya yang berdarah. Untuk sesaat,
Clary melihat wajah pria itu mengejang karena marah, seperti
lampu yang menyala. Suara Valentine, ketika dia berbicara,
tetap ringan. "Itu lemparan yang sempurna, Jace."
Jace ragu-ragu. "Tapi tanganmu. Tadi aku kira?"
"Aku tidak akan melukai adikmu," kata Valentine.
Dia bergerak cepat untuk mengambil pedang dan kindjal
bergagang merah yang langsung dia masukkan ke dalam
ikat pinggang. "Aku pasti akan menghentikan serangan itu.
Tapi kepedulianmu kepada keluarga kita patut dipuii."
Pembuhong. Tapi Clary tidak punya waktu untuk
menanggapi kebohongan Valentine. Clary berbalik untuk
melihat Luke dan langsung merasa mual yang menusuk.
Luke telentang. Matanya setengah tertutup, dan nafasnya
tidak teratur. Darah membusa dari lubang di kausnya yang
sobek. "Aku perlu perban," kara Clary dengan suara tercekik.
"Semacam kain, apa pun."
"Jangan bergerak, Jonathan," kata Valentine dengan
suara sekeras baja. _]ace pun membeku di tempat. Tangannya
sudah meraih ke dalam saku. "Clarissa," ayahnya berkata
dengan suara berminyak seperti baja yang dilapisi mentega,
"pria ini adalah musuh keluarga kita, musuh Kunci juga.
Kami adalah pemburu, dan itu berarti kadang"kadang kami
adalah pembunuh. Kamu pasti mengerti itu."
"Pemburu iblis," kata Clary. "Pembasmi iblis. Bukan
pembunuh. Ada perbedaannya."
514 "Dia itu iblis, Clarissa," kata Valentine masih dengan
suara lembut yang sama. "Iblis dengan wajah manusia. Aku
tahu bagaimana monster semacam itu bisa memperdaya
manusia. Ingatlah, aku sendiri pernah membiarkannya
hidup sekali." "Monster.?" Clary menggema.
Gadis itu berpikir tentang Luke. Luke mendorongnya
di ayunan ketika berusia lima tahun. Lebih tinggi, selalu
lebih tinggi. Luke di upacara kelulusannya ketika SMP.
Kameranya memotret"motret seperti seorang ayah yang
bangga kepada anaknya. Luke memilih"rnilih di dalam
setiap kotak buku begitu tiba di tokonya, mencari apa
pun yang mungkin suka, dan memisahkannya. Luke yang
menggendongnya untuk memetik apel dari pohon di dekat
rumah pertaniannya. Luke, yang tempatnya sebagai ayah
Clary, berusaha diambil oleh pria ini.
"Luke bukanlah monster," kata Clary dengan suara yang
menyamai Valentine. Baja melawan baja. "Atau pembunuh.
Kamulah yang monster dan pembunuh."
"Clary!" Itu _]ace.
Clary tidak menghiraukannya. Mata gadis itu terpaku
ke mata ayahnya yang hitam dan dingin. "Kamu telah
membunuh orang tua istrirnu, bukan di dalam pertarungan,
melainkan dengan darah dingin," kata Clary. "Dan aku
berani bertaruh, kamu telah membunuh Michael Wayland
dan anaknya yang masih kecil juga. Lalu melemparkan
tulang mereka bersama tulang kakek nenekku sehingga
ibuku mengira kamu dan ]ace sudah mati. Kamu pun
515 memasangkan kalungmu ke leher Michael Wayland sebelum
membakarnya, sehingga semua orang berpikir tulang itu
adalah tulangmu." Suara Clary meninggi. "Setelah semua omonganmu
tentang darah murni Kunci", kamu tidak peduli sama
sekali tentang darah atau tidak berdosanya mereka ketika
kamu membunuh mereka, kan" Membantai orang yang
sudah tua dan anak-anak dengan darah dingin, itulah yang
monster." Sosok Valentine berubah karena mengejang dengan marah
lagi. "Itu cukup! " Valentine meraung. Dia mengangkat pedang
hitamnya lagi, dan Clary mendengar kebenaran tentang
siapa diri Valentine yang sebenarnya di dalam suara pria
itu, amarah yang telah menggerakkan pria itu sepanjang
hidupnya. Amarah yang mendidih tiada akhir.
"Jonathan! Seret adikmu dari hadapanku, atau demi
Malaikat, aku akan memukulnya untuk membunuh monster
yang sedang ia lindungi!"
Dalam waktu yang sangat singkat, ]ace ragu-ragu. Lalu
dia mengangkat kepalanya. "Tentu saja, Ayah," katanya.
Dia melintasi mangan untuk menghampiri Clary. Sebelum
Clary dapat mengangkat tangannya untuk menangkis Jane,
pemuda itu telah menangkap lengannya dengan kasar.
]ace menyentakkan Clary supaya berdiri, lalu menariknya
menjauh dari Luke. "Jaee," Clary berbisik ketakutan.
515 "Jangan," kata pemuda itu. ]emarinya tertanam menyakitkan di lengan Clary. Jace berbau anggur dan logam
dan keringat. "Jangan bicara kepadaku."
"Tapi..." "Aku bilang, jangan bicara." Jace menggelengkan
kepalanya kuat-kuat. Clary tersandung, berusaha tegak lagi,
lalu mendongak untuk melihat Valentine sedang berdiri. Pria
itu menyeringai senang di atas tubuh Luke yang meringkuk.
Dia mengangkat kaki bersepatu butnya yang serakah, lalu
mendorong Luke. Luke bersuara tercekik. "Tinggalkan dia!" Clary berteriak. Ia berusaha menarik
dirinya dari cengkeraman ]ace. Tidak ada gunanya. Jace
terlalu kuat. "Hentikan," ]ace mendesis di telinga Clary. "Kamu
hanya akan membuatnya lebih buruk bagi dirimu. Lebih
baik kamu tidak melihat."
"Seperti kamu?" Clary mendesis balik. "Menutup mata
dan berpura-pura sesuatu tidak terjadi, tidak membuatnya
tidak nyata, _Iace. Seharusnya kamu yang lebih tahu..."
"Clary, stop." Nada suaranya hampir membuat Clary
terkejut. Jace terdengar putus asa.
Valentine tertawa kecil. "Kalau saja aku sudah terpikir,"
katanya, "untuk membawa pedang berpisau perak sungguhan,
aku bisa membunuhmu dengan cara yang seharusnya untuk
ienismu, Lucian." Luke menggeramkan sesuatu yang tidak bisa didengar
oleh Clary. Gadis itu harap Luke mengatakan sesuatu yang
51" kasar. Clary berusaha menggeliat supaya lepas dari Jace.
Kakinya tergelincir, sehingga _]ace menangkapnya. Pemuda
itu menyentakkannya berdiri kembali dengan tenaga yang
menyakitkan. Jace memeluknya, pikir Clary, tapi bukan
dengan cara yang pernah ia harapkan,, bukan pula yang
pernah ia bayangkan. "Setidaknya, biarkan aku berdiri," kata Luke. "Biarkan
aku mati di atas kakiku."
Valentine menatapnya dari panjang pisaunya, lalu
mengangkat bahu. "Kamu bisa mati berbaring atau berlutut,"
katanya. "Tapi hanya manusia yang pantas mati berdiri,
dan kamu bukan manusia."
"TIDAK!" Clary berteriak. Tanpa menatap gadis itu,
Luke mulai mengangkat dirinya dengan kesakitan untuk
berlutut. "Kenapa kamu harus membuatnya lebih buruk bagimu?"
_]ace bertanya dengan bisikan yang rendah dan tegang. "Aku
sudah hilang jangan lihat."
Clary terengah"engah akibat usaha keras dan rasa sakitnya.
"Kenapa kamu harus membohongi dirimu sendiri?"
"Aku tidak berbohong!" Cengkerarnannya kepada Clary
mengeras, meskipun gadis itu tidak mencoba menarik diri.
"Aku tidak ingin apa yang baik di dalam hidupku"ayahku"
keluargaku"aku tidak ingin kehilangan semua itu lagi."
Luke sedang berlutut tegak sekarang. Valentine telah
mengangkat pedangnya yang ternoda darah. Mata Luke
tertutup, dan dia menggumamkan sesuatu. Mungkin katakata, atau doa, Clary tidak tahu. Gadis itu menggeliat di
518 dalarn lengan ]ace, berputar sehingga bisa menatap wajahnya.
Bibir ]ace menipis, rahangnya terkatup, tapi matanya...
Pelindung rapuh itu sedang retak. Hanya perlu satu
dorongan terakhir dari Clary. Gadis itu berjuang mencari
kata-kata yang tepat. "Kamu punya keluarga," katanya. "Keluarga adalah
orang"orang yang menyayangimu. Sep erti keluarga Lightweod
menyayangimu. Alec, Isabelle..." Suara Clary bergetar.
"Luke adalah keluargaku, dan kamu akan membuatku
melihatnya mati seperti kamu kira kamu melihat ayahmu mati
ketika usiamu sepuluh tahun" Inikah yang kamu maksud,
_]ace" Menjadi pria seperti inikah yang kamu cita-citakan"
Seperti..." Clary berhenti. Mendadak ia takut telah melampaui
batas. "Seperti ayahku," kata ]ace.
Suara ]ace sedingin es, jauh, dan serata pisau.
Aku telah kehilangan dirinya, pikir Clary dengan putus
asa. "Menunduklah," kata ]ace, lalu pemuda itu mendorong
Clary dengan keras. Clary tersandung, jatuh ke tanah, dan
berguling ke satu lutut. Sambil berlutut tegak, ia melihat
Valentine mengangkat pedangnya tinggi"tinggi di atas
kepalanya. Sinar dari kandil di atas membuat pedang itu
terbelah di mata pedangnya, lalu mengirim ujung-ujung
cahaya cemerlang yang menusuk mata Clary. "Luke!" Clary
menjerit. 519 Pedang itu terbanting" ke lantai. Luke tidak ada di sana
lagi. ]ace telah bergerak lebih cepat daripada yang Clary pikir
mungkin dilakukan, bahkan bagi seorang Pemburu Bayangan.
_IaGe telah mendorong Luke supaya menyingkir, sehingga pria
itu tergeletak ke samping. ]ace berdiri berhadapan dengan
ayahnya di balik gagang pedang yang bergetar. Wajah ]ace
memutih, tapi pandangannya mantap.
"Menurutku, kamu harus pergi," kata Jace.
Valentine memandangi putranya dengan tidak percaya.
"Apa katamu?" Luke telah menarik dirinya ke posisi duduk. Darah segar
menodai kausnya. Matanya melebar saat _]ace mengulurkan
sebelah tangan dan dengan lembut mengusap pangkal
pedang yang telah didorong ke lantai. "Aku rasa kamu
sudah dengar aku, Ayah."
Suara Valentine seperti cambuk. "Jonathan
Morgenstern..." Secepat kilat, _Iace menangkap pangkal pedang itu,
melepaskannya dari lantai, dan mengangkatnya. Dia memegangnya dengan ringan, sejajar, dan rata. Ujungnya melayang
beberapa inci di bawah dagu ayahnya. "Itu bukan namaku,"
katanya. "Namaku ]ace Wayland."
Mata Valentine masih terpaku kepada ]ace. Dia hampir
tidak memperhatikan peda ng di tenggorokannya. "Wayland?"
Valentine meraung. "Kamu tidak punya darah Wayland!
Michael Wayland cuma orang asing bagimu..."
"Begitu pula," kata Jace dengan tenang, "kamu." Dia
menyentakkan pedangnya ke kiri. "Sekarang, pergilah."
520 Valentine menggelengkan kepalanya. "Tidak akan pernah.
Aku tidak menerima perintah dari seorang anak."
Ujung pedang itu mencium tenggorokan Valentine. Clary
memandangi mereka dengan sangat ngeri.
"Aku anak yang sangat terlatih," kata ]ace. "Kamu
melatihku sendiri supaya menguasai seni pembunuhan
dengan tepat. Aku hanya perlu menggerakkan dua jari
untuk memotong tenggorokanmu, kamu tahu itu?" Mata
Jace sekeras baja. "Aku rasa kamu tahu."
"Kamu memang bisa," kata Valentine. Nada suaranya
menolak, tapi Clary memp erhatikan bahwa dia berdiri dengan
sangat kaku. "Tapi kamu tidak akan mampu membunuhku.
Kamu selalu berhati lembut."
"Mungkin dia tidak mampu." Itu Luke. Dia sudah
berdiri sekarang, pucat dan berdarah-darah, tapi berdiri
tegak. "Tapi aku bisa. Dan aku tidak benar-benar yakin
dia bisa menghentikanku."
Mata Valentine yang memerah mengibas kepada Luke,
The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lalu kembali kepada putranya. _Iace tidak berbalik ketika
Luke berbicara, melainkan berdiri sekaku patung. Pedang
itu tidak bergerak di tangannya. "Kamu dengar monster itu
mengancamku, Jonathan," kata Valentine. "Kamu memihak
monster itu?" "Dia ada benarnya," kata Jace ringan. "Aku tidak
benar-benar yakin bisa menghentikannya kalau dia ingin
melukaimu. Manusia serigala sangat cepat pulih."
521 Bibir Valentine menekuk. "Jadi," dia meludah, "seperti
ibumu, kamu memilih makhluk ini, iblis setengah jadi ini
daripada darahmu sendiri, keluargamu sendiri?"
Untuk kali pertamanya, pedang di tangan Jace tampak
gemetaran. "Kamu meninggalkanku ketika aku masih anakanak," katanya dengan suara teratur. "Kamu membiarkan
aku berpikir kamu sudah mati, lalu kamu mengirimku
untuk tinggal bersama orang asing. Kamu tidak pernah
memberitahuku bahwa aku punya ibu, punya adik. Kamu
meninggalkanku sendirian." Kata itu adalah tangisan.
"Aku melakukannya demi kamu..., supaya kamu aman,"
Valentine memprotes. "Kalau kamu peduli kepada Jane, kalau kamu peduli
tentang darah, kamu tidak akan membunuh kakek neneknya.
Kamu telah membunuh orang-orang yang tak berdosa,"
Clary memotongnya dengan berang.
"Tak berdosa?" Valentine mendengus. "Tidak ada yang
tak berdosa di dalam perang! Mereka memihak ]ocelyn
untuk melawanku! Mereka akan membiarkannya mengambil
putraku dariku!" Luke bernafas mendesis. "Kamu sudah tahu ia hendak
meninggalkanmu," katanya. "Kamu sudah tahu ia hendak
lari, bahkan sebelum Pemberontakan?"
"Tentu saja aku tahu!" Valentine meraung. Pengendalian
dirinya yang sekeras es kini telah retak. Clary bisa melihat
amarah yang mencair kini meluap-luap di bawahnya,
menggulung urat di lehernya, mengepalkan tangannya menjadi
tinju. "Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan
522 untuk melindungi putraku. Pada akhirnya, aku memberi
mereka lebih daripada yang pantas mereka dapatkan, yaitu
api pemakaman yang hanya dianugerahkan kepada pejuangpejuang Kunci yang terhebat!"
"Kamu telah membakar mereka," kata Clary datar.
"Ya!" Valentine berteriak. "Aku telah membakar
mereka." Suara Jace tertahan. "Kakek nenekku..."
"Kamu tidak pernah mengenal mereka," kata Valentine.
"Jangan pura-pura berduka atas apa yang tidak kamu
rasakan." Ujung pedang itu sekarang bergetar lebih cepat. Luke
memegang bahu ]ace. "Tenanglah," katanya.
Jane tidak menatap Luke. Pemuda itu bernafas seperti
baru saia berlari. Clary bisa melihat keringat berkilauan
di belahan tajam tulang selangkanya, membuat rambutnya
menempel ke pelipisnya. Pembuluh darahnya bisa dilihat di
punggung tangannya. Dia akan membunuhnya, pikir Clary.
Dia akan membunuh Valentine.
Clary melangkah maju dengan hati-hati. "]ace..., kita
butuh Piala itu. Kalau tidak, kamu tahu kan apa yang akan
dia lakukan dengan benda itu."
Jace menjilat bibirnya yang kering. "Pialanya, Ayah. Di
mana Piala itu?" "Di Idris," kata Valentine dengan tenang. "Di tempat
yang tidak akan pernah kamu temukan."
Tangan Jace gemetaran. "Beri tahu aku?"
523 "Berikan pedangnya kepadaku, Jonathan." Itu Luke.
Suaranya tenang, bahkan baik hati.
Jace terdengar seperti berbicara dari dasar sumur.
"Apa?" Clary maju satu langkah. "Berikan pedangnya kepada
Luke. Biarkan dia memegangnya, ]ace."
Jace menggeleng. "Aku tidak bisa."
Clary maju selangkah lagi. Dengan satu langkah lagi, ia
bisa cukup dekat untuk menyentuh Jace. "Ya, kamu bisa,"
gadis itu berkata lembut. "Please."
_]ace tidak melihat ke arah Clary. Mata pemuda itu
terkunci di mata ayahnya. Waktu semakin terentang tak
berkesudahan. Akhirnya Jane mengangguk, singkat, tanpa
menurunkan tangannya. Tapi dia membiarkan Luke bergerak
untuk berdiri di sampingnya. Luke meletakkan tangan
di atas tangan _Iace, pada pangkal pedang. "Kamu bisa
melepaskannya sekarang, Jonathan," Luke berkata. Karena
melihat wajah Clary, Luke memperbaikinya. "]ace."
Jace seperti tidak mendengarnya. Pemuda itu melepaskan
pangkal pedang, dan menjauh dari ayahnya. Sebagian warna
muka ]ace telah kembali. Sekarang dia lebih seperti bayangan
berdempul. Bibirnya berdatah di bagian yang telah dia gigit.
Clary ingin menyentuhnya, memeluknya, tapi tahu bahwa
]ace tidak akan membiarkannya melakukan itu.
"Aku punya saran," kata Valentine kepada Luke dengan
nada suara yang mantap mengejutkan.
"Coba aku tebak," kata Luke. "Saranrnu adalah "Jangan
bunuh aku", ya kan?"
524 Valentine tertawa. Suaranya tidak mengandung humor
sama sekali. "Aku tidak akan merendahkan diriku untuk
meminta ampun kepadamu," katanya.
"Bagus," kata Luke sambil menyentuh dagu Valentine
dengan mata pedangnya. "Aku tidak akan membunuhmu
kecuali kamu memaksa, Valentine. Aku punya batas, yaitu
tidak membunuhmu di depan anak"anakmu. Yang aku
inginkan adalah Piala itu."
Suara raungan itu lebih keras sekarang. Clary bisa
mendengar suara seperti langkah kaki di koridor di luar
ruangan ini. "Luke..."
"Aku mendengarnya," Luke mendengus.
"Piala itu ada di Idris, aku sudah bilang," kata Valentine.
Matanya melewati Luke. Luke berkeringat. "Kalau adanya di Idris, pakailah Portal
untuk membawanya ke sini. Aku akan pergi bersamamu.
Bawalah Piala itu kembali." Mata Luke bergegas. Ada lebih
banyak gerakan sekarang di koridor di luar sana. Ada
suara teriakan, dan benda pecah. "Clary, tetaplah bersama
kakakmu. Setelah kami masuk, kalian pakailah Portal untuk
pergi ke tempat arnan."
"Aku tidak akan pergi," kata Jace.
"Kamu harus pergi." Sesuatu berdentarn ke lantai. Luke
menaikkan suaranya. "Valentine, ke Portal. Ayo."
"Atau apa?" Mata Valentine terpaku ke pintu dengan
wajah penuh pertimbangan.
525 "Aku akan membunuhmu kalau kamu memaksa," kata
Luke. "Di depan mereka atau tidak. Ke Portal, Valentine.
Sekarang." Valentine membentangkan tangannya lebar-lebar,
"Sesukatnu." Dia melangkah mundur dengan ringan. Tepat pada
saat itu, pintu meledak ke dalam. Engselnya tersebar di
lantai. Luke menunduk supaya tidak terlumat oleh pintu
yang jatuh, berbalik saat melakukannya, tapi pedang itu
masih di tangannya. Satu serigala berdiri di ambang pintu. Dia berupa gunung
geraman, bulu belang, bahu yang membungkuk ke depan,
bibir tergulung ke belakang untuk memperlihatkan gigi
yang menggertak. Darah mengalir dari luka tak terhitung
di kulitnya. Jace mengumpat pelan. Pisau seraph sudah siap di
tangannya. Clary menangkap pergelangan tangan Jace.
"Jangan. Dia teman," kata Clary.
Jace menatap Clary dengan tidak percaya, tapi menurunkan
tangannya juga. "Alatie..." Luke meneriakkan sesuatu dalam bahasa
yang tidak dimengerti oleh Clary. Alaric menggeram lagi
sambil merunduk lebih dekat ke lantai. Selama sesaat yang
membingungkan, Clary kira dia akan melemparkan dirinya
kepada Luke. Lalu gadis itu melihat tangan Valentine sudah
di ikat pinggangnya. Ada kilasan permata merah. Clary pun
menyadari bahwa ia telah lupa Valentine masih memegang
belatinya ]ace. 526 Clary mendengar sebuah suara meneriakkan nama Luke,
mengira itu suaranya sendiri. Lalu Clary menyadari bahwa
sebenarnya tenggorokannya seperti dilem, dan ternyata Jace
yang berteriak. Luke hendak ditikam, dengan luar biasa pelan sepertinya,
saat pisau itu meninggalkan tangan Valentine dan melayang
ke arahnya seperti kupu-kupu perak, berputar-putar di udara.
Luke mengangkat belatinya..., lalu sesuatu yang besar dan
abu"abu kecokelatan meluncur di antara dia dan Valentine.
Clary mendengar lolongan Alaric, tapi tiba-tiba terpotong.
Gadis itu juga mendengar suara pisau tertancap. Nafasnya
tertahan. Ia mencoba berlari ke sana, tapi ]ace menariknya
ke belakang. Serigala itu roboh di kaki Luke. Darah memerciki
bulunya. Dengan lemah, Alarie mencakar"cakari pangkal
pisau yang menonjol dari dadanya.
Valentine bettawa. "Beginilah caramu membalas kesetiaan
yang kamu beli dengan sangat murah, Lucian," katanya.
"Dengan membiarkan mereka mati untukmu." Valentine
mundur. Matanya masih menatap Luke.
Wajah Luke memutih. Dia menatap Valentine, lalu
menunduk kepada Alaric. Luke menggelengkan kepala
sekali, lalu jatuh berlutut, membungkuk di atas serigala
yang telah roboh itu. ]ace masih memegangi bahu Clary. Pemuda itu berbisik,
"Tetaplah di sini, kamu dengar aku" Tetaplah di sini."
Kemudian Jace mengejar Valentine. Entah untuk apa, pria itu
sedang tetburu-buru menuju dinding yang jauh. Apakah dia
52" berencana untuk melompat keluar dari jendela" Clary bisa
melihat bayangan Valentine di cermin besar berbingkai emas
saat pria itu mendekatinya, juga ekspresi di wajahnya. Pria
itu mencibir lega dan dipenuhi amarah yang membunuh.
"Memangnya aku mau," Clary menggumam. Dia
bergerak untuk mengikuti ]ace. Gadis itu hanya berhenti
untuk mengambil kindfal bergagang biru dari lantai di
bawah meja, di mana Valentine telah menendangnya. Senjata
itu di tangannya terasa nyaman sekarang, menenteramkan.
Clary mendorong kursi yang terjatuh menghalangi jalannya
dan mendekati cermin. Jace mengeluarkan pisau seraphnya. Ca hayanya menerangi
dengan tajam, menggelapkan lingkaran di bawah mata ]ace,
dan cekungan di pipinya. Valentine telah berbalik dan berdiri
memunggungi cermin. Cahaya dari seraph ]aee mempertegas
garis"garis tubuh Valentine.
Dari permukaan cermin itu, Clary juga bisa melihat
Luke di belakang mereka. Luke telah meletakkan pedangnya,
dan sedang menarik kindjal bergagang merah, supaya keluar
dari dada Alatic, dengan lembut dan berhati-hati.
Clary merasa mual. Ia menggenggam belatinya sendiri
dengan lebih erat. "]ace..." ia mulai bicara.
Jace tidak berbalik untuk menatap Clary, meskipun
tentu saja dia bisa melihat gadis itu di pantulan cermin.
"Clary, aku sudah menyuruhmu menunggu."
"Ia seperti ibunya," kata Valentine. Salah satu tangan
pria itu berada di belakangnya. Dia menyuruskan tangannya
528 di sepanjang pinggiran bingkai cermin itu yang berat dan
berkilat. "Tidak suka melakukan apa yang disuruh."
Jace tidak segernetaran sebelumnya, tapi Clary bisa
merasakan betapa tipis kendali dirinya telah direntangkan,
seperti kulit sebuah drum. "Aku akan pergi bersamanya ke
Idris, Clary. Aku akan membawa Piala itu kembali."
"Tidak, kamu tidak bisa begitu," Clary melihat di
cermin bagaimana wajah Jace tertekuk.
"Kamu punya ide yang lebih baik?" Jace bertanya.
"Tapi Luke..." "Lucian," kata Valentine dengan suara selincin sutra,
"sedang menyelesaikan rekannya yang terjatuh. Sedangkan
Piala itu, dan Idris, tidak jauh dari sini. Menembus cermin
saja, kata orang." Mata Jace menyipit. "Cermin itu Portalnya?"
Bibir Valentine menipis, lalu dia menurunkan tangannya.
Pria itu mundur dari cermin saat bayangan di dalamnya
berputar dan berubah seperti cat air di dalam lukisan.
Meskipun ruangan itu berkayu gelap dan diterangi lilin,
sekarang Clary bisa melihat ladang yang hijau, pepohonan
berdaun tebal, dan padang rumput luas yang menyapu ke
rumah batu besar di kejauhan. Gadis itu dapat mendengar
suara dengung lebah dan desit dedaunan di angin, dan
mencium wangi bunga madu yang terbawa angin.
"Aku sudah hilang itu tidak jauh." Valentine berdiri
di depan cermin, yang sekarang menjadi ambang pintu
melengkung yang berkilat. Rambutnya berkibar tertiup angin
yang sama dengan yang mengacak"acak daun pepohonan
529 di kejauhan. "Seperti yang kamu ingat, Jonathan" Adakah
yang berubah?" Jantung Clary mengencang di dalam dadanya. Ia tidak
ragu bahwa inilah kampung halaman Jace, yang dihadirkan
untuk menggodanya seperti kamu menggoda anak kecil
dengan permen atau mainan. Clary menatap ]ace, tapi
pemuda itu sepertinya tidak melihatnya sama sekali. _Iaee
memandangi Portal, dan pemandangan di baliknya, yaitu
ladang"ladang hijau dan rumah bangsawan itu. Clary melihat
wajah ]ace melambat. Mulutnya melengkung sayu seperti
sedang menatap seseorang yang dia cintai.
"Kamu masih bisa pulang," kata ayahnya. Cahaya dari
pisau seraph yang ]ace pegang membuat bayangan Valentine
The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke belakang, sehingga seperti bergerak melewati Portal,
menggelapkan ladang yang cerah dengan padang rumput
di baliknya. Senyum memudar dari mulut Jace. "Itu bukan rumahku,"
katanya. "Inilah rumahku sekarang."
Sosok Valentine mengejang marah saat menatap putranya.
Clary tidak akan pernah melupakan wajah itu" Mendadak
Clary sangat merindukan ibunya. Karena semarah apa pun
ibunya kepada Clary, Jocelyn tidak pernah menatapnya
seperti itu. Ia selalu menatap Clary dengan sayang.
Kalau Clary bisa lebih merasa kasihan lagi kepada ]ace
daripada sebelumnya, gadis itu sudah merasakannya.
"Baiklah," kata Valentine, lalu mundur dengan cepat
menembus Portal sehingga kakinya menjejak di bumi Idris.
530 Bibirnya menggulung menjadi senyuman. "Ah," katanya,
"rumah." ]ace melangkah ke pinggiran Portal sebelum berhenti.
Satu tangannya memegang bingkai yang mengilat. Keraguan
yang aneh sepertinya telah menahan ]ace, bahkan saat Idris
berkilauan di depan matanya seperti khayalan di tengah
gurun pasir. Hanya perlu satu langkah...
"Jace, jangan," kata Clary cepat. "Jangan kejar dia."
"Tapi Pialanya?" kata Jace. Clary tidak bisa tahu apa
yang pemuda itu pikirkan, tapi belati di tangannya gemetaran
dengan keras saat tangannya bergetar.
"Biarkan Kunci yang mengambilnya! ]ace, please." Kalau
kamu masuk ke dalam Portal, mungkin kamu tidak akan
kembali lagi. Valentine akan membunuhmu. Kamu tidak
mau percaya itu, tapi dia akan melakukannya.
"Adikmu benar." Valentine berdiri di tengah rumput
hijau dan bunga"bunga liar. Uiung rumput itu berkibar di
sekeliling kakinya. Clary menyadari bahwa meskipun dia
hanya terpisah beberapa inci, mereka berada. di negara yang
berbeda. "Kamu benat-benar berpikir bisa menang" Meskipun
kamu punya pisau seraph dan aku tidak bersenjata" Tidak
hanya aku lebih kuat darimu, tapi aku ragu kamu sanggup
membunuhku. Padahal kamu harus membunuhku, Jonathan,
sebelum aku memberikan Piala itu kepadamu."
Jaee mempererat genggamannya kepada pisau malaikat
itu. "Aku bisa..."
"Tidak, kamu tidak bisa." Valentine meraih, menembus
Portal, dan menangkap pergelangan tangan Jace, menariknya
531 ke depan sampai ujung pisau seraph menyentuh dada pria itu.
Di tempat tangan Jace menembus Portal, tangannya tampak
berkilauan seperti baru saja menembus air. "Lakukanlah,
kalau begitu," kata Valentine. "Tusukkan pisaunya. Tiga
inci..., mungkin empat." Pria itu menyentakkan pisau Jace
maju, ujungnya mengiris bahan kausnya. Sebuah lingkaran
merah seperti bunga poppy mekar di depan jantungnya. _Iaee
menahan nafas, lalu menarik tangannya supaya terlepas.
Pemuda itu terhuyung"huyung mundur.
"Seperti yang aku kira," kata Valentine. "Terlalu lembut
hati." Dengan mendadak dan mengejutkan, dia melayangkan
kepalan tangannya ke arah _]ace. Clary terteriak, tapi pukulan
itu tidak pernah tersambungkan. Pukulan itu malah menabrak
permukaan Portal di antara mereka dengan suara seperti
ribuan benda rapuh yang pecah. Retakan seperti sarang
laba"laba membelah kaca yang bukan kaca itu.
Hal terakhir yang Clary lihat sebelum Portal itu hanyut di
dalam hujan serpihan tidak teratur adalah tawa mengejeknya
Valentine. Kaca menghujani lantai seperti pancuran es, meniadi jeram
serpihan perak yang cantik. Clary melangkah mundur,
tapi ]ace berdiri sangat tenang saat kaca itu menghujan di
sekitarnya. _]ace memandangi bingkai cermin yang kosong.
Clary mengira Jace akan mengumpat, berteriak atau
mengutuk ayahnya, tapi pemuda itu malah hanya menunggu
serpihan kaca berhenti iatuh. Setelah berhenti, Jace berlutut
dengan diam dan hati-hati di antara tumpukan kaca pecah
532 dan mengambil satu pecahan yang lebih besar. _Iace membalik
pecahan itu di tangannya.
"Jangan." Clary berlutut di samping Jaee setelah meletakkan kindfal yang dipegangnya. Keberadaan benda itu
tidak lagi membuatnya nyaman. "Memang tidak ada yang
bisa kamu lakukan tadi."
"Ada." Jane masih menunduk menatap kaca itu. Serpihannya menabuti rambut ]ace. "Aku bisa saja membunuhnya
tadi." Jace membalik pecahan kaca itu kepada Clary.
"Lihatlah," katanya.
Clary melihatnya. Di dalam pecahan kaca itu, ia masih
bisa melihat sepotong Idris. Ada sepotong langit biru,
bayangan dedaunan yang hijau. Ciary mengembuskan nafas
dengan pedih. " ace..."
"Kalian baik"baik saja?"
Clary mendongak. Itu Luke, berdiri di atas mereka. Pria
itu tidak bersenjata. Matanya tenggelam di dalam lingkaran
biru yang menunjukkan bahwa dia kelelahan.
"Kami baik," kata Clary. Ia bisa melihat sosok yang
meringkuk di lantai di belakang mereka, setengah tertutup
iubah panjang punya Valentine. Sebuah tangan mencuat
dari bawah pinggiran tenunan itu. Ujungnya runcing.
"Alaric...?" "Sudah mati," kata Luke. Ada kesedihan besar yang
terkendali di dalam suaranya. Meskipun Luke hanya mengenal
Alaric sebentar, Clary tahu bahwa beban rasa bersalah
yang menekannya akan ada selamanya. Beginilah caramu
533 membalas kesetiaan yang kamu beli dengan sangat murah,
Lucian. Dengan membiarkan mereka mati untukmu.
"Ayahku kabur," kata Jace. "Bersama Piala itu." Suaranya
suram. "Kita mengantarkan Piala itu langsung kepadanya.
Aku sudah gagal." Satu tangan Luke mengusap kaca dari rambut ]ace.
Cakarnya masih keluar, dan jemarinya ternoda darah. Tapi
Jace menerima sentuhan itu seperti tidak keberatan, dan
tidak mengatakan apa-apa.
"Ini bukan salahmu," kata Luke sambil menunduk
menatap Clary. Mata biru Luke mantap. Mata itu berkata,
Kakakmu membumbkanmu, tetaplah bersamanya.
Clary mengangguk, dan Luke meninggalkan mereka,
lalu mendekati jendela. Pria itu membukanya, membuat
angin mengalir masuk ke dalam ruangan yang diterangi
lilin. Clary dapat mendengar Luke berteriak ke bawah,
memanggil para serigala di sana.
Clary berlutut di samping Jace. "Tidak apa-apa," katanya
ragu-ragu, meskipun sudah jelas memang apa-apa, dan mungkin
tidak akan pernah kembali lagi. Clary meletakkan tangannya
di bahu ]ace. Kain kausnya terasa basah di bawah jemari
Clary, basah oleh keringat, tapi anehnya terasa nyaman.
"Kita mendapatkan ibuku kembali. Kita mendapatkan kamu.
Kita mendapatkan semua yang penting."
"Dia benar. Itulah kenapa aku tidak bisa pergi ke dalam
Portal," Jace berbisik. "Aku tidak bisa melakukannya. Aku
tidak bisa membunuhnya."
534 ?"Satu-satunya cara kalau kamu memang gagal," kata
Clary, "adalah kalau kamu membunuhnya tadi."
Jace diam saja, hanya membisikkan sesuatu. Clary tidak
begitu mendengar suaranya, tapi gadis itu mengambil pecahan
kaca dari tangan _]ace. Tangan Jace berdarah di tempat tadi
memegang kaca itu. Ada dua iuka yang tajam dan sempit.
Clary meletakkan pecahan kaca itu, dan mengambil tangan
Jace. Clary menggenggam jemari ]ace di atas telapaknya
yang terluka. "Sejujurnya ya, ]ace," katanya selembut sentuhannya,
"memangnya kamu tidak tahu permainan yang lebih
menyenangkan daripada bermain dengan kaca pecah?"
]aee membuat suara seperti tawa tertahan sebelum dia
meraih dan menarik Clary ke dalam pelukannya. Clary
sadar Luke memperhatikan mereka dari jendela, tapi ia
menutup matanya dengan kuat dan membenamkan wajahnya
di bahu ]ace. Pemuda itu berbau garam dan darah. Hanya
ketika mulutnya mendekat ke telinga Clary, barulah gadis
itu menyadari apa yang dikatakannya, apa yang sejak tadi
dibisikkannya. Itu adalah doa terpendek yang pernah ada.
Nama Clary. Hanya namanya.
535 Epilog Kebangkitan Memberikan Isyarat Koridor rumah sakit itu putih mengilaukan. Setelah berhari"
hari hidup dengan obat, lampu gas, dan suluh sihir yang
temaram, sekarang lampu pijar membuat semuanya tampak
kekuningan dan tidak alami.
Ketika Clary menandatangani kertas tamu di meja depan,
ia memperhatikan bahwa suster yang menyerahkan papan
kepadanya ternyata berkulit seperti kekuningan yang aneh
di bawah terangnya lampu. Mungkin ia iblis, pikir Clary
sambil mengembalikan papan itu.
"Pintu terakhir di ujung," kata suster itu sambil tersenyum
manis. Atau mungkin aku yang mulai gila.
"Aku tahu," kata Clary. "Aku ke sini kemarin." Dan
kemarinnya, dan kemrinnya lagi. Saat itu masih awal senja,
dan koridor padat. Seorang pria tua menyeret diri dengan
sandal karpet dan jubah, sambil menarik oksigen berialan di
belakangnya. Dua dokter berbaju bedah membawa cangkir
536 styrofoam berisi kopi. Uap mengepul dari permukaan cairan
itu ke udara yang dingin. Di dalam rumah sakit, pendingin
ruangan dinyalakan sangat dingin, padahal cuaca di luar
akhirnya sudah mulai berubah menjadi musim gugur.
Clary sampai di pintu di ujung korider. Pintu itu terbuka.
Clary mengintip ke dalamnya. Ia tidak ingin membangunkan
Luke kalau sedang tertidur di kursi di dekat tempat tidur,
seperti dua kali terakhir Clary datang. Tapi pria itu sedang
bangun dan berbicara dengan seorang pria tinggi berjubah
berwarna perkamen dari Para Saudara Hening. Luke berbalik,
seperti bisa merasakan kedatangan Clary, lalu gadis itu
melihat bahwa itu adalah Saudara Jeremiah.
Clary menyilangkan tangannya di depan dada. "Ada
apa?" Luke tampak lelah. Janggutnya sudah kotor karena
tumbuh selama tiga hari tanpa dicukur. Kacamatanya
didorong ke puncak kepalanya. Clary bisa melihat gumpalan
perban yang masih membungkus dada atasnya di balik kaus
flanelnya yang longgar. "Saudara Jeremiah baru saja mau
pergi," kata Luke. Jeremiah mengangkat tudungnya, lalu bergerak ke pintu,
tapi Clary menghadang jalannya. "Jadi?" Clary menantangnya.
"Kamu akan membantu ibuku?"
Jeremiah mendekati Clary. Gadis itu dapat merasakan
hawa dingin yang diembuskan badan pria itu, seperti uap
gunung es yang mengapung. Kau tidak bisa menolong orang
lain sebelum menolong dirimu sendiri, kata suara itu di
dalam benak Clary. 53" "Petuah ini sudah ketinggalan zaman," kata Clary.
"Ada apa dengan ibuku" Kamu tahu" Bisakah Para Saudara
Hening menolongnya seperti kamu menolong Alec?"
Kami tidak menolong siapa-siapa, kata Jeremiah. Bukan
pula: posisi kami untuk menolong orang-orang yang dengan
keinginannya sendiri memisahkan diri dari Kunci.
Clary minggir saat Jeremiah berjalan melewatinya ke
koridor. Clay memp erhatikannya menjauh, bercampur dengan
keramaian. Tidak ada orang yang meliriknya. Ketika Clary
membuat matanya setengah tertump, gadis itu melihat aura
pesona yang berkilauan mengelilingi Jeremiah. Clary jadi
penasaran apa yang orang"orang itu lihat. Pasien lainnya"
Seorang dokter yang terburu-buru dengan baju bedahnya"
Penguniung yang sedih"
"Dia mengatakan hal yang sebenarnya,?" kata Luke
dari belakang Clary. "Dia tidak menyembuhkan Alec. Itu
Magnus Bane. _]eremiah juga tidak tahu apa yang salah
dengan ibumu." "Aku tahu," kata Clary sambil berbalik ke dalam
ruangan. Ia mendekat tempat tidur dengan hati-hati. Sulit
untuk menghubungkan sosok putih kecil di tempat tidur,
terbelit sarang selang, dengan ibunya yang berambut merah
menyala dan penuh semangat. Tentu saja, rambut ibunya
masih merah, tersebar di bantal seperti benang selendang
dari tembaga. Tapi kulitnya sangat pucat sehingga Clary
teringat patung lilin Putri Tidur di museum Madam Tussauds,
yang dadanya naik turun hanya karena dihidupkan oleh
mesin jam. 538 Clary mengambil tangan ibunya yang tipis, dan menggenggamnya, seperti yang ia lakukan kemarin dan kemarinnya
lagi. Ia dapat merasakan denyut nada di pergelangan tangan
Jocelyn. Denyut itu mantap dan terus-menerus. Ia ingin
bangun, pikir Clary. Aku tahu itu.
"Tentu saja," kata Luke. Clary pun terkejut menyadari
bahwa ternyata tadi ia mengucapkannya keras-keras. Luke
menambahkan, "Ia punya banyak alasan untuk bangun,
bahkan lebih daripada yang ia tahu."
Clary meletakkan tangan ibunya dengan lembut ke atas
tempat tidur. "Maksudmu Jace."
"Tentu saja maksudku _]ace," kata Luke. "]ocelyn telah
menangisinya selama tujuh belas tahun. Kalau aku bisa
memberitahunya bahwa ia tidak perlu menangisinya lagi..."
Luke berhenti. "Ada yang bilang, orang koma kadang-kadang masih
bisa mendengarmu," Clary mengusulkan. Tentu saja, dokter
juga sudah mengatakan bahwa ini bukan koma biasa. Tidak
ada luka, tidak ada kekurangan oksigen, tidak ada gagal
jantung atau masalah otak mendadak. Ini seperti ibunya
tertidur begitu saja, dan tidak bisa dibangunkan.
The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tahu," kata Luke. "Aku sudah berbicara dengannya.
Hampir tanpa henti." Dia tersenyum lelah. "Aku bercerita
kepadanya tentang betapa beraninya kamu. Bagaimana ia
pasti bangga kepadamu. Putrinya yang pejuang."
Sesuatu yang tajam dan menyakitkan tumbuh di bagian
belakang tenggorokannya. Clary menelannya, lalu mengalihkan
pandangannya dari Luke ke jendela. Melalui jendela itu, ia
539 dapat melihat dinding kosong dari bangunan di seberangnya.
Tidak ada pemandangan cantik dari pepohonan atau sungai
di sini. "Aku sudah belanja seperti yang kamu minta," kata
gadis itu. "Aku sudah membeli mentega dan susu dan sereal
dan roti dari toko Fortunato Brothers." Clary mencari-cari
di dalam sakunya. "Ada kembalian..."
"Simpan saja," kata Luke. "Kamu bisa memakainya
untuk naik taksi ke rumah."
"Simon mengantarku pulang," kata Clary. Ia memeriksa
jam tangan kupu-kupu yang berjuntai di rantai kuncinya. "Sebenarnya, mungkin dia sudah ada di bawah sekarang."
"Bagus. Aku senang kamu akan menghabiskan waktu
bersamanya." Luke terlihat lega. "Simpan saja uangnya.
Pesanlah makanan dari luar untuk makan malam."
Clary membuka mulutnya untuk membantah, lalu
menutupnya lagi. Luke memang, seperti yang selalu ibunya
katakan, batu karang di saat-saat sulit. Luke itu kokoh, bisa
diandalkan, dan benar-benar tidak goyah. "Pulanglah, oke"
Kamu juga perlu tidur."
"Tidur" Siapa yang perlu tidur?" Luke mengeiek. Tapi
Clary melihat kelelahan di wajah pria itu saat Luke kembali
duduk di samping tempat tidur ibunya. Dengan lembut,
Luke mengulurkan tangan untuk mengusap sehelai rambut
dari wajah ]ocelyn. Clary membuang muka. Matanya terasa
tersengat. Van Eric menyala di pinggir jalan ketika Clary berjalan
dari pintu keluar rumah sakit. Langit melengkung di atas
540 kepala, menjadi mangkuk China berwarna biru yang
sempurna, menggelap menjadi berwarna batu nilam di atas
Sungai Hudson. Di sana matahari mulai terbenam. Simon
memiringkan badannya supaya bisa membukakan pintu untuk
Clary, lalu gadis itu naik ke sampingnya. "Makasih."
"Ke mana" Pulang?" tanya Simon. Dia menarik van ke
dalam lalu lintas di First Avenue.
Clary mendesah. "Aku bahkan tidak tahu pulang itu
maksudnya ke mana lagi."
Simon meliriknya dari samping. "Mengasihani diri
sendiri, Fray?" Nada suaranya mengejek, rapi lembut. Kalau
Clary melihat melewati Simon, gadis itu masih bisa melihat
noda gelap di jok belakang di mana Alec pernah berbaring,
berdarah-darah, di atas pangkuan Isabelle.
"Ya. Tidak. Entahlah." Clary mendesah lagi, lalu menarik
ikal rambut tembaganya yang nakal. "Semuanya berubah.
Semuanya berbeda. Kadang"kadang aku harap semuanya
bisa kembali seperti sebelumnya."
"Aku tidak berharap begitu," kata Simon mengejutkannya.
"Ke mana kita pergi lagi" Beri tahu aku ke utara atau
selatan setidaknya."
"Ke Institut," kata Clary. "Maaf," ia menambahkan
saat Simon membelok berbentuk U yang sangat ilegal. Van
itu berbelok dengan dua roda, berdecit"decit memprotes.
"Seharusnya aku sudah bilang tadi."
"Hah," kata Simon. "Kamu belum pernah kembali ke
sana, kan" Belum sejak..."
541 "Belum. Belum sejak itu," kata Clary. "_Iace meneleponku
dan bilang Alec dan Isabelle sehat. Rupanya orang tua mereka
sedang buru-buru kembali dari Idris, karena akhirnya ada
orang yang benar-benar memberi tahu mereka apa yang terjadi.
Mereka akan sampai di sini dalam beberapa hari."
"Aneh tidak, mendengar suara Jace?" tanya Simon.
Suaranya hati-hati dan netral. "Maksudku, sejak kamu
tahu bahwa..." Suara Simon berhenti. "Ya?" kata Clary. Suaranya menjadi tajam. "Sejak aku
tahu apa" Bahwa dia banci pembunuh yang suka menyiksa
kucing?" "Tidak heran kucingnya benci semua orang."
"Oh, diamlah, Simon," kata Clary gusar. "Aku tahu
maksudmu, dan tidak, itu tidak aneh. Tidak ada yang
pernah terjadi di antara kami lagipula."
"Tidak ada?" Simon membeo. Nada suaranya datar
dan tidak percaya. "Tidak ada," Clary mengulangi dengan tegas. Ia memandang ke luar jendela sehingga Simon tidak bisa melihat
darah merayapi pipinya. Mereka melewati barisan restoran,
dan Clary bisa melihat Taki yang terang di senja hari.
Mereka berbelok di sudut ketika matahari menghilang
di balik jendela mawar Institut, membanjiri jalanan di
bawahnya dengan lampu kerang yang hanya bisa dilihat
oleh mereka. Simon parkir di depan pintu, laiu mematikan
mesin. Dia memutar-mutar kunci di tangannya. "Kamu
ingin aku ikut ke sana?"
542 Clary ragu-tagu. "Tidak. Aku harus melakukannya
sendiri." Kekecewaan melintas di wajah Simon, tapi segera
menghilang. Simon, pikir Clary, telah tumbuh dewasa
dalam dua minggu terakhir ini, begitu pula dirinya. Itu
bagus, karena Clary tidak ingin meninggalkan sahabatnya
itu. Simon adalah bagian dari diri Clary, sebesar bakat
menggambarnya, udara berdebu di Brooklyn, tawa ibunya,
dan darah Pemburu Bayangannya sendiri.
"Baiklah," kata Simon. "Kamu perlu dijemput
nanti?" Clary menggeleng. "Luke memberiku uang untuk naik
taksi. Mau datang ke rumahku saja besok?" ia menambahkan.
"Kita bisa nonton serial anime Trigun, membuat popcorn.
Kita bisa bersantai"santai sambil nonton."
Simon mengangguk. "Kedengarannya bagus." Dia lalu
membungkuk, dan menyapukan ciuman di pipi Clary. Itu
ciuman seringan daun terbang, tapi Clary menggigil sampai
ke tulang. Gadis itu menatapnya.
"Kamu pikir itu kebetulan?" tanya Clary.
"Aku pikir apa yang kebetulan?"
"Bahwa kita sedang bersama di Pandemonium ketika
Jace dan yang lainnya ada di sana, mengejar iblis" Malam
sebelum Valentine datang mencari ibuku?"
Simon menggeleng. "Aku tidak percaya adanya kebetulan,"
katanya. "Aku juga tidak."
543 "Tapi aku harus mengakui," Simon menambahkan,
"kebetulan atau tidak, itu menjadi kejadian yang tidak
terduga"forzuitous ocmrrence."
"The Fortuitous Occurrence," kata Clary. "Itu dia nama
band untukmu." "Itu lebih baik daripada nama-nama yang terpikir oleh
kami," Simon mengakui.
"Pasti." Clary melompat turun dari van, lalu membanting
pintu di belakangnya. Clary mendengar Simon membunyikan
klakson saat ia berlari di setapak menuju pintu di antara
irisan rerumputan yang sudah terlalu tinggi. Gadis itu
melambai tanpa berbalik. Bagian dalam katedral itu sejuk dan gelap, juga berbau
hujan dan kertas basah. Langkah kakinya bergema keras
di lantai batu. Clary teringat Jace saat berada di gereja di
Brooklyn. Mungkin memang ada Tuhan, Clary, mungkin
juga tidak. Ada atau tidak ada, kita sendirian.
Di dalam elevator, Clary mencuri lihat ke dalam cermin
ketika pintu berdentang menutup di belakangnya. Kebanyakan
dari memar dan goresannya telah sembuh dan tidak kelihatan
lagi. Clary bertanyautanya apakah ]ace pernah melihat gadis
itu serapi hari ini. Clary memilih baju untuk datang ke
rumah sakit, yaitu rok iipit hitam, lip gloss merah muda,
dan blus klasik berkerah pelaut. Ia sendiri merasa tampak
seperti anak berumur delapan tahun.
Bukan berarti apa yang Jace pikirkan tentang penampilan
Clary itu penting, gadis itu mengingatkan dirinya sendiri,
baik sekarang maupun selamanya. Mungkinkah mereka
544 akan menjadi seperti Simon dengan kakak perempuannya,
yaitu ada campuran antara bosan, jengkel, dan sayang"
Clary tidak bisa membayangkannya.
Gadis itu mendengar suara meong keras sebelum pintu
elevator membuka. "Hai, Church," kata Clary sambil berlutut
di samping bola kelabu yang menggeliat"geliut di atas lantai.
"Di mana orang"orang?"
Church jelas-jelas ingin perutnya digosok. Kucing itu
berkomat"kamit dengan mengancam. Sambil mendes ah, Clary
menyerah. "Kucing gila," katanya sambil menggosok sekuat
tenaga. "Di mana..."
"Clary!" Itu Isabelle. Ia menukik ke serambi dengan
rok panjangnya. Rambutnya ditumpuk di atas kepalanya
dengan jepitan berhiasan permata. "Senang sekali bisa
bertemu denganmu!" Isabelle memeluk Clary sampai hampir kehilangan
keseimbangannya. "Isabelle," Clary tersengal. "Senang bertemu denganmu
juga," ia menambahkan, lalu membiarkan Isabelle menariknya
supaya berdiri tegak. "Aku sangat khawatir tentang kamu," kata Isabelle dengan
cerah. "Setelah kalian pergi ke perpustakaan dengan Hodge,
dan aku tetap dengan Alec, aku mendengar ledakan yang
paling keras. Ketika aku pergi ke perpustakaan, tentu saja,
kalian sudah lenyap, dan semuanya berantakan di lantai.
Juga ada darah dan cairan lengket hitam di mana-mana."
Isabelle bergidik. "Cairan apa itu?"
"Kutukan," kata Clary pelan. "Kutukannya Hodge."
545 "Oh, benar," kata Isabelle. "]ace memberitahuku tentang
Hodge." "Benar?" Clary terkejut.
"Bahwa Hodge berhasil melepaskan kutukannya dan
kabur" Ya, benar. Aku kira Hodge akan mengucapkan
selamat tinggal dulu." Isabelle menambahkan, "Aku agak
kecewa, tapi aku rasa itu karena dia takut kepada Kunci.
Dia akan menghubungi kita juga pada akhirnya, aku berani
taruhan." Berarti Jace tidak memberi tahu mereka bahwa Hodge
telah mengkhianati mereka, pikir Clary. Gadis itu tidak yakin
harus merasa apa. Tapi kalau ]ace berusaha mengurangi
kebingungan dan kekecewaan Isabelle, mungkin seharusnya
Clary tidak ikut campur. "Omong"omong," kata Isabelle, "waktu itu parah sekali.
Aku tidak tahu apa yang akan kami lakukan kalau Magnus
tidak muncul. Dia menyihir Alec menjadi sehat. Itukah
kata yang tepat, "menyihir?" Ia mengerutkan alisnya. "_Iace
memberi tahu kami semua tentang apa yang telah terjadi di
pulau setelah itu. Sebenarnya, kami sudah tahu sebelumnya,
karena Magnus terus"menerus menelepon tentang itu. Semua
orang di Dunia Bawah ramai membicarakannya. Kamu
terkenal, tahu." "Aku?" "Tentu. Putrinya Valentine."
Clary bergidik. "Berarti Jace terkenal juga."
"Kalian berdua terkenal," kata Isabelle dengan suara yang
terlalu ceria seperti tadi. "Kakak adik yang terkenal."
545 Clary menatap Isabelle dengan heran. "Aku tidak mengira
kamu akan senang melihatku."
Gadis yang satunya menaruh tangan di pinggang dengan
kesal. "Kenapa tidak?"
"Aku kira kamu tidak terlalu suka kepadaku."
Keriangan Isabelle memudar, lalu ia menunduk menatap
sepatunya yang keperakan. "Tadinya aku kira juga begitu,"
ia mengakui. "Tapi ketika aku mencarimu dan Jace, dan
kalian lenyap..."1 Suaranya berhenti. "Aku tidak hanya
mengkhawatirkannya. Aku khawatir tentang kamu juga.
Ada sesuatu yang sangat... menenteramkan dari dirimu.
_]ace juga jauh lebih baik ketika kamu ada."
Mata Clary melebar. "Dia begitu?"
"Memang begitu, sebenarnya. Dia jadi tidak terlalu
tajam. Bukan berarti dia menjadi lebih baik hati, tapi dia
membiarkanmu melihat kebaikan di dalam dirinya." Isabelle
berhenti. "Dan aku rasa aku memang membencimu pada
awalnya, tapi sekarang aku menyadari bahwa itu bodoh.
Hanya karena aku tidak pernah punya teman yang perempuan,
bukan berarti aku tidak bisa belajar untuk punya."
"Aku juga, sebenarnya," kata Clary. "Tapi, Isabelle?"
"Ya?" "Kamu tidak perlu berpura-pura baik. Aku lebih suka
kalau kamu bersikap seperti diri sendiri."
"Seperti jalang, maksudmu?" kata Isabelle, lalu ia
tertawa. Clary sudah hendak memprotes ketika Alec datang
ke jalan masuk dengan sepasang tongkat penopang. Salah
54" satu kakinya diperban. Celana jinsnya digulung sampai ke
lutut. Ada perban lain di pelipisnya, di bawah rambutnya
yang hitam. Selain itu, dia kelihatan sangat sehat untuk
ukuran orang yang hampir mati empat hari yang lalu. Dia
mengayunkan satu tongkatnya untuk memberi salam.
"Hai," kata Clary yang terkejut melihat Alec. "Kamu
sudah..." "Sehat" Ya, aku sehat," kata Alec. "Bahkan aku tidak
akan perlu tongkat ini lagi dalam beberapa hari."
Rasa bersalah tersangkut di tenggorokan Clary. Kalau
bukan karenanya, Alec tidak akan memakai tongkat sama
sekali. "Aku benar"benar senang kamu baik"baik saja, Alec,"
The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kata Clary. Ia meletakkan setiap tetes kesungguhan hati
yang mampu ia kumpulkan ke dalam suaranya.
Alec mengerjapkan matanya. "Makasih."
"Jadi, Magnus yang mengobatimu?" tanya Clary. "Kata
Luke?" "Memang dia!" kata Isabelle. "Hebat sekali. Dia muncul
dan menyuruh semua orang keluar dari ruangan, lalu
menutup pintu. Percikan api biru dan merah meledak"ledak
ke koridor dari bawah pintu."
"Aku tidak ingat sama sekali," kata Alec.
"Lalu dia duduk di samping tempat tidur Alec sepanjang
malam sampai pagi untuk memastikan Alec bangun tidur
baik"baik saja," Isabelle menambahkan.
"Aku juga tidak ingat itu, Alec cepat-cepat
menambahkan. 548 Bibir merah Isabelle melengkung menjadi senyuman.
"Aku penasaran bagaimana Magnus tahu harus datang" Aku
sudah bertanya kepadanya, tapi dia tidak mau bilang."
Clary teringat kertas yang dilipat Hodge, lalu dilemparkan
ke dalam api setelah Valentine pergi. Hodge memang aneh,
pikir Clary. Dia telah menyempatkan diri melakukan yang
dia bisa untuk menyelamatkan Alec sambil mengkhianati
semua orang"dan semua hal"yang pernah dia pedulikan.
"Aku tidak tahu," kata gadis itu.
Isabelle mengangkat bahu. "Aku rasa dia mendengarnya
dari suatu tempat. Sepertinya dia memang punya jaringan
gosip yang besar. Dia cewek banget."
"Dia itu Warloek Tinggi dari Brooklyn, Isabelle," Alec
mengingatkannya, tapi juga agak senang. Pemuda itu berbalik
kepada Clary. "]ace ada di atas, di rumah kaca, kalau kamu
ingin bertemu dengannya," katanya. "Aku antar."
"Kamu antar?" "Tentu." Alec hanya kelihatan sedikit tidak nyaman.
"Kenapa tidak?"
Clary melirik Isabelle, tapi ia hanya mengangkat bahu.
Apa pun yang Alec rencanakan, dia tidak membaginya
dengan adiknya. "Pergilah," kata Isabelle. "Ada yang harus
aku lakukan, lagipula." la mengayunkan tangan kepada
mereka. "Hus, hus."
Alec dan Clary menelusuri koridor bersama-sama.
Langkah Alec tetap cepat, meskipun memakai tongkat. Clary
harus berlari kecil untuk mengikutinya. "Kakiku pendek,"
ia mengingatkan Alec. 549 "Maaf." Alec melambat. "Dengar," dia mulai bicara.
"Yang kamu bilang kepadaku bahwa kamu, kamu tahu
kan, bahwa aku cuma" bahwa itu karena.?" Dia tampak
kesulitan membuat kalimat lengkap. Alec mencoba lagi.
"Ketika kamu bilang aku?"
"Alec, jangan."
"Oke. Lupakan saja." Alec mengelem bibirnya. "Kamu
tidak ingin membicarakan hal ini."
"Bukan begitu. Tapi aku merasa tidak enak tentang
apa yang aku bilang waktu itu. Memang mengerikan sekali.
Lagipula, itu tidak benar..."
"Tapi itu memang benar," kata Alec. "Setiap kata."
"Itu tidak membuatnya bisa dibenarkan," kata Clary.
"Tidak semua hal yang benar perlu diucapkan. Waktu itu
aku jahat. Juga ketika aku bilang Jace memberitahuku bahwa
kamu tidak pernah membunuh iblis, dia bilang itu karena
aku selalu melindunginya dan lsabelle. Dia mengucapkan hal
baik tentang dirimu. ]ace memang bisa menyebalkan, tapi
dia..." Menyayangimu. Itulah yang gadis itu ingin katakan,
tapi malah berhenti. "Tidak pernah mengatakan hal buruk
tentang kamu kepadaku. Sumpah."
"Kamu tidak perlu bersumpah," kata Alec. "Aku sudah
tahu." Dia terdengar tenang, bahkan percaya diri dengan
cara yang belum pernah didengar oleh Clary. Clary menatap
Alec dengan terkejut. "Aku tahu aku juga tidak membunuh
Abbadon. Tapi aku menghargaimu yang memberitahuku
bahwa aku telah membunuhnya."
550 Clary tertawa bergetar. "Kamu menghargaiku karena
berbohong kepadamu?"
"Kamu melakukannya karena kamu baik hati," kata
Alec. "Itu sangat berarti. Kamu tetap baik kepadaku, bahkan
setelah aku memperlakukanmu dengan buruk."
"Aku rasa ]ace pasti marah aku berbohong kalau waktu
itu dia tidak sedang sangat cemas," kata Clary. "Tidak
semarah kalau dia tahu apa yang aku bilang kepadamu
sebelumnya sih." "Aku punya ide," kata Alec. Dia tersenyum. "Kita jangan
beri tahu dia saja. Maksudku, mungkin Jace bisa memenggal
iblis Du'sien dari jarak lima puluh kaki hanya dengan
pembuka tutup botol dan karet gelang, tapi kadang"kadang
aku pikir dia tidak tahu banyak tentang manusia."
"Aku pikir juga begitu," Clary cengar-cengir.
Mereka telah mencapai dasar tangga putar yang mengarah
ke atap. "Aku tidak bisa naik." Alec mengetukkan tongkatnya
ke anak tangga yang terbuat dari logam itu. Bunyinya
seperti kaleng. "Tidak apa-apa. Aku bisa jalan sendiri."
Alec seperti mau berbalik, lalu kembali menghadap
Clary. "Seharusnya aku sudah mengira kamu adiknya Jace,"
katanya. "Kalian berdua punya bakat seni yang sama."
Clary berhenti. Kakinya sudah berada di anak tangga
terbawah. Ia mundur terkejut. "Jane bisa menggambar?"
"Tidak." Ketika Alec tersenyum, matanya bersinar
seperti lampu biru. Clary pun bisa melihat apa yang Magnus
551 anggap sangat menawan dati Alec. "Aku cuma bercanda.
Dia bahkan tidak bisa membuat garis lurus."
Sambil terkekeh-kekeh, Alec mengayunkan tongkatnya.
Clary melihatnya pergi dengan bingung. Clary memang harus
terbiasa dengan Alec yang melucu dan membuat lelucon
tentang ]ace, meskipun selera humornya aneh.
Rumah kaca itu masih seperti yang Clary ingat, meskipun
langit di atas atap kaca sekarang berwarna nilam. Sambil
menarik nafas dalam"dalam, Clary berjalan menembus
dedaunan yang padat dan cabang pepohonan.
Clary menemukan Jane sedang duduk di bangku pualam
di tengah-tengah rumah kaca. Kepalanya tertekuk, dan
sepertinya dia sedang memutar-mutar sebuah benda di
tangannya dengan aneh. Dia mendongak saat Clary menunduk
di bawah sebuah cabang pohon, dan segera menutupkan
tangannya di sekeliling benda itu.
"Clary." ]ace terkejut. "Sedang apa kamu di sini?"
"Aku datang untuk bertemu denganmu," katanya. "Aku
ingin tahu kabarmu."
"Aku baik." ]ace sedang memakai jins dan kaus putih.
Clary bisa melihat memamya yang masih memudar, seperti
totol-totol hitam di daging putih apel. Tentu saja, pikir
Clary. Luka yang sebenarnya ada di dalam, tersembunyi
dari mata setiap orang kecuali ]ace sendiri.
"Apa itu?" Clary bertanya sambil menunjuk tangan
pemuda itu. 552 ]ace membuka jemarinya. Pecahan kaca runcing berwarna
perak terbaring di telapak tangannya. Pinggirannya berkilauan
warna biru dan hijau. "Sepotong cermin Portal."
Clary duduk di bangku di sebelahnya. "Ada yang bisa
dilihat di situ?" ]ace membaliknya sedikit, membiarkan cahaya melintasinya seperti air. "Ada langit. Pohon, jalan setapak... Aku
terus mengganti-ganti arahnya, mencoba melihat rumahku.
Ayahku." "Valentine," Clary mengoreksi. "Kenapa kamu ingin
melihatnya lagi?" "Aku kira mungkin aku bisa melihat apa yang sedang
dia lakukan dengan Piala Mortal," kata Jane enggan. "Juga
di mana Piala itu." "_Iace, itu bukan tanggung jawab kita lagi. Bukan
masalah kita. Sekarang karena Kunci sudah tahu apa yang
telah terjadi, pasangan Lightwood sedang buru-buru kembali.
Biarkan mereka yang mengutusnya."
Sekarang ]ace menatap Clary. Gadis itu heran bagaimana
bisa mereka kakak adik tapi hanya mirip sedikit sekali. Tidak
bisakah Clary setidaknya memiliki bulu mata gelap yang
lentik itu atau tulang pipi kurus itu" Rasanya tidak adil.
]ace berkata, "Ketika aku melihat Idris melalui Portal,
aku tahu apa yang Valentine sedang berusaha lakukan. Dia
ingin melihatku goyah. Dan itu tidak jadi masalah" aku
masih ingin pulang lebih parah daripada yang bisa aku
bayangkan." 553 Clary menggeleng. "Aku tidak mengerti apa hebatnya
Idris. Itu cuma tempat. Cara kamu dan Hedge berbicara
tentang itu..." Ia berhenti.
Jace menutupkan tangannya ke pecahan itu lagi. "Dulu
aku bahagia di sana. ltulah satu-satunya tempat aku pernah
bahagia seperti itu."
Clary memetik ranting dari semak-semak terdekat, dan
mulai menggunduli daunnya. "Kamu menyesal tentang Hodge.
Itulah kenapa kamu tidak memberi tahu Alec dan Isabelle
tentang apa yang sebenarnya dia lakukan."
_]ace mengangkat bahu. "Mereka akan tahu juga pada akhirnya, kamu tahu
kan," kata Clary. "Aku tahu. Tapi aku tidak mau jadi orang yang memberi
tahu mereka." "Jace..." Permukaan kolam itu menjadi hijau akibat
dedaunan yang jatuh. "Bagaimana kamu bisa bahagia di
sana" Aku tahu apa yang kamu pikirkan, tapi Valentine
adalah ayah yang jahat. Dia membunuh peliharaanmu,
membohongimu, dan aku tahu dia pasti memukulmu. Jangan
pura"pura dia tidak pernah memukulmu."
Sekilas senyuman menghantui wajah ]ace. "Kadangkadang di hari Kamis."
"Kalau begitu, bagaimana bisa?"
"Hanya pada saat itulah aku merasa yakin tentang siapa
diriku. Di mana aku seharusnya berada. Kedengarannya
bodoh, tapi..." Jace mengangkat bahu. "Aku membunuh
iblis karena itulah yang bisa aku lakukan dengan baik. Aku
554 juga memang dilatih untuk melakukan itu. Tapi itu bukan
diriku. Aku bisa melakukannya dengan baik, sebagian karena
aku kira ayahku sudah mati, jadi aku..., terbebas. Tidak
ada konsekuensi. Tidak ada yang perlu disesali. Tidak ada
orang yang membatasi hidupku karena mereka telah berjasa
di dalamnya." Wajah _]ace tampak seakan-akan terpahat dari
sesuatu yang keras. "Aku tidak merasa begitu lagi."
Ranting itu sudah botak sekarang. Clary melemparkannya
ke samping. "Kenapa tidak?"
"Karena kamu," kata ]ace. "Kalau bukan karena
kamu, aku pasti sudah pergi bersama ayahku menembus
Portal. Kalau bukan karena kamu, aku sedang mengejarnya
sekarang." Clary menunduk memandangi kolam yang tersumbat.
Tenggorokannya terasa terbakar. "Aku kira aku membuatmu
merasa terganggu." "Sudah lama sekali," kata ]ace sungguh"sungguh, "sejak
aku berpikir bahwa aku terganggu untuk merasa aku
seharusnya berada di suatu tempat. Tapi kamu membuatku
merasa seharusnya ada di sini."
"Aku ingin kamu ikut aku ke suatu tempat," kata
Clary tiba-tiba. Jace menatap Clary dari samping. Sesuatu dari cara
rambut keemasannya terjatuh ke matanya membuat Clary
sangat sedih. "Ke mana?" tanya ]ace.
"Aku harap kamu mau datang ke rumah sakit
bersamaku." 555 "Aku sudah tahu." Mata Jace menyipit sempai tampak
seperti pinggiran koin. "Clary, wanita itu?"
"Ia ibumu juga, Jace."
"Aku tahu," katanya. "Tapi ia orang asing bagiku. Aku
hanya pernah punya satu orang tua, dan dia sudah pergi.
Lebih parah daripada mati."
"Aku tahu. Aku juga tahu tidak ada gunanya memberitahumu betapa hebatnya ibuku, betapa luar biasa dan
mengagumkannya ibuku, dan bahwa kamu pasti beruntung
kalau mengenalnya. Aku tidak memintamu datang demi
dirimu, tapi demi aku. Aku kita kalau ia mendengar
suaramu..." "Lalu apa?" "Ia mungkin bangun." Clary menatap _Iace dengan
mantap. Jace menahan tatapannya, lalu memecahkannya dengan
senyuman. Senyum itu bengkok dan agak penyok, tapi itu
senyuman yang sesungguhnya. "Baiklah. Aku akan pergi
bersamamu." Dia berdiri. "Kamu tidak perlu memberitahuku
hal-hal baik tentang ibumu," dia menambahkan. "Aku
sudah tahu." "Sudah?" Jace mengangkat bahu sedikit. "Dia yang membesarkanmu,
kan?" ]ace mendongak ke atap kaca. "Matahati hampir
terbenam." Clary berdiri. "Kita harus berangkat ke rumah sakit.
Aku akan bayar taksinya," ia menambahkan setelah sejenak.
"Luke memberiku uang."
555 "Itu tidak perlu." Senyum ]ace melebar. "Ayo. Ada yang
mau aku tunjukkan kepadamu."
"Tapi, dari mana kamu mendapatkannya?" Clary bertanya.
la terbelalak memandangi sepeda motor yang bertengger
di pinggiran atap katedral. Warnanya hijau racun bersinar.
Rodanya berlingkaran perak dan gambar api yang menyala
dicat di joknya. "Magnus mengeluh ada orang yang meninggalkan motor
The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini di luar rumahnya terakhir kali dia membuat pesta,"
kata Jace. "Aku meyakinkannya untuk memberikannya
kepadaku." "Lalu kamu menerbangkannya ke sini?" Clary masih
terbelalak. ?"He-eh. Aku mulai jago menaikinya." ]ace mengayunkan
sebelah kakinya melewati jok, dan memberi isyarat kepada
Clary untuk ikut duduk di belakangnya. "Ayo. Aku tunjukkan
kepadamu." "Yah, setidaknya kali ini kamu tahu motornya memang
bisa terbang," kata Clary sambil naik ke belakangnya. "Kalau
kita menghantam lahan parkir supermarket Key Food, aku
akan membunuhmu, tahu kan?"
"Jangan konyol," kata Jace. "Tidak ada lahan parkir
di daerah Upper East. Kenapa repot-repot naik kendaraan
kalau kamu bisa minta belanjaanmu diantarkan?" Motor
itu meraung menyala, menenggelamkan tawa Jaee. Sambil
menjerit, Clary mencengkeram ikat pinggang Jace saat sepeda
55" motor itu meluncur ke bawah di atap miring Institut, lalu
naik ke udara. Angin mengacak-acak rambut Clary saat mereka naik,
naik di atas katedral, naik di atas atap-atap gedung pencakar
langit terdekat dan bangunan"bangunan apartemen. Kota itu
pun tersebar di depan mata Clary seperti kotak perhiasan
yang terbuka tidak sengaja. Ternyata kota itu lebih padat dan
lebih mengagumkan daripada yang pernah Clary lihat.
Ada yang berbentuk zamrud persegi di Central Park.
Di sana istana"istana peri mengadakan pertemuan setiap
malam pertengahan musim panas. Ada lampu-lampu klub
dan bar di bagian kota yang ramai. Di sana para vampir
berdansa sepanjang malam di Pandemonium. Ada lorongloreng Chinatown di mana para manusia serigala menyelinap
di malam hari. Bulu mereka memantulkan lampu-lampu
kota. Di sana berjalanlah para warlock dengan sayap kelelawar
atau mata kucing mereka dengan bangga. Sementara di sini,
saat melompat keluar dari sungai, Clary melihat kilasan
ekor warna"warni di bawah permukaan air yang keperakan.
Ada kilauan rambut panjang yang ditaburi mutiara. Clary
pun mendengar tawa yang tinggi dan beriak dari para
putri duyung. Jace berbalik untuk melihat ke belakang bahunya.
Angin mencambuki rambutnya sampai kusut. "Kamu sedang
memikirkan apa?" dia berseru kepada Clary.
"Cuma tentang sangat berbedanya semuanya di bawah sini
sekarang, tahu kan, karena sekarang aku bisa melihat."
558 "Semuanya di bawah sana sama saja," kata ]ace sambil
mengarahkan motornya menuju Sungai East. Mereka menuju
Jembatan Brooklyn lagi. "Kamulah yang berbeda."
Tangan Clary bertambah erat di ikat pinggang Jace saat
mereka menukik turun dan turun di atas sungai. " ace!"
"Jangan khawatir." Pemuda itu terdengar senang dan
gila. "Aku tahu apa yang aku lakukan. Aku tidak akan
membuat kita tenggelam."
Clary mengerjapkan mata akibat pukulan angin. "Kamu
sedang mencoba yang Alec bilang bahwa beberapa motor
ini bisa berjalan di bawah air?"
"Tidak." Jace menyejajarkan motornya dengan hati-hati
saat mereka naik dari permukaan sungai. "Menurutku itu
cuma cerita." "Tapi ]ace," kata Clary. "Semua cerita itu benar."
Ia tidak mendengar Jace tertawa, tapi ia merasakannya.
Ada getaran di tulang tusuknya sampai ke ujung jemari
Clary. Gadis itu bertahan dengan erat saat ]ace menaikkan
motor itu lagi, mempercepatnya sehingga melesat ke atas dan
berlari cepat di sisi jembatan seperti burung yang bebas dari
sangkarnya. Rasanya perut Clary terjatuh ke bawah saat sungai
perak itu berputar menjauh dan puncak-puncak jembatan
menggelincir di bawah kakinya. Tapi kali ini Clary tetap
membuka mata, sehingga ia dapat melihat semuanya.
559 Ucapan Terima Kasih Aku ingin berterima kasih kepada kelompok penulisanku,
the Massachusetts All-Stars: Ellen Kushner, Delia Sehrman,
Kelly Link, Gavin Grant, Holly Black, dan Sarah Smith.
Juga kepada Tom Hotl dan Peg Kerr yang menyemangatiku
sebelum bukuku jadi, dan Justine Larbalestier clan Eve
Sinaiko yang telah menyumbangkan pikiran mereka untuk
buku ini. Ibu dan ayahku untuk pengabdian, kasih sayang,
dan kepercayaan teguh mereka bahwa pada akhirnya aku
akan menerbitkan sesuatu. Jim Hill dan Kate Connor
untuk semangat dan dukungan dari mereka. Eric untuk
sepeda motor vampir yang dijalankan dengan energi iblis,
dan Elka untuk kelihatan lebih cocok memakai baju hitam
daripada para janda musuh"musuhnya. Theo dan Val untuk
membuat gambaran-gambaran indah untuk mendampingi
ceritaku. Barry Goldblatt agenku yang mempesona dan
Karen Wojtyla editorku yang berbakat. Holly yang hidup
melalui buku ini bersamaku, dan Josh yang membuat semua
ini jadi berarti. 560 Tentang Penulis Cassandra Clare dilahirkan di tengah lautan (lintas
negara/benua) dan menghabiskan masa kecilnya dengan
mengunjungi banyak tempat bersama keluarganya berikut
sejumpal koper yang berisikan bermacam-macam buku
fantasi. Dia tinggal di Broklyn bersama pacarnya, dua
kucing peliharaannya, dan"kini"sejumlah buku. Kunjungi
situsnya di www.eassandraclare.c0m.
551 WWW.Ufuk-u " 5:15. :i _-: ::
!'!deva M"Hm .lu"Elim: ;"HMWIHMM -"Ilu"_tH-ufl"_
-"M"h_"m"um"umm
"___-Iim" -"&1?""u&t"_
'?"H'I'I'llmu "m?" "Hhh?" mmmum hmmm"m"m"m"m
"ini-rt?" "di-hill" ?"m?"'I?" "HHHWMH"MMIJ "Hhh" "." ?"lhhlitI"IHLHM-m?"I"ll
"IIIMLHHTEM "1%?""
":"mmmammhn. hmm1-I mu?" _ ?"Hihh?"u"uwmmum
"**"Hhh"lnw"ahnm."
?"?"Wmmamnm "Hhh"mlhanuh "ah-hmmm?" masinis
"hmmamnhn"umn "kan"mun. Efi" W W. ?"liir' if'jlftifi"ti . EU -TII
Illll. I'IIIHI sa?" ; m ___ ___?" :::..-Q."..T-L'n":
'- " " __. a_aezl-T- H.I" __?" '.".i ?"W.Hukuresstur Fe" Charlie SALLY ' Ir . ": ' : . | 'I ' it!. mulu" mlm- -14| :uu-'n nunu lum"
Em D-lm- m " THiLDCH ' "13114.in ' -r|.ll | :|: I' ' 4l||-.||_!IH| :":- "II". '.'"F:." "_
": ' in'. -.'.|:,_: h'.l:::|'l' '-'.'. -... |.-- '.-'
iiulllli. Jan | ].lllr -.||.i'.r| ||.:||1;':r |||.||1--|'|- n||:'.|
|rr;:,|l.'t.' |||...-|.|' :-.-' '..:|.:||| |f||:.|.| |'.:|- .tm-_: .j-il; al:..al'ulu?""-I?"i".l.||||||]|||i'-|Iin.'l1.'||'-n"'|
.; ..'|-J-:' |:"-l'f..|.||.wr|1-1|l||1
-|.'-.-::; " '.-. :| "...11; :|
| | | | '|.|||; || :||_L!_ ..|" |."
|||.'||||.!|||l|_"l |||||:'.: |' .".Irrel-J -.|i:r|.'..| :".::I|l..|.| f'l.1;..||l|_'||| "hi."
ulung.. ..L...-||| :|" 'i'.'..||' M.;." --r||';."-l:t_. El. i...|| |' |.||.;;;1||-'|'=L__-_|- !:||-| |=.':-|r:;. l'l::|..l" '..'-.l.'_" r||r|1'|-l.|l .u.1u-|l-|;;;|i-u|
'ra-emann |'.'|| |-'i1:ii |11-'r|.:_.'_h|n'.- |?" | |-".:|1-||| il':.'1"ru.r: ' .|1'
'" ||,|..:'- L.||_-|| .-.".| :.".u"L. '.. l' '- i-li'l- 'L-.|'. !||.|l."r--' '
'|.'.l|!|'1:. |".llll'hlll ::LIJIIII'IIJ '.s..|||:.||.| I!lL||!:|Jui'-|_'III| ..
|.|.E|| |||.'|| : "l'II. 1:-..'.'i.._"|||. | '-r .1|l'|. ". " :||_|,| -||-|'||' |_.|-. |"-.'|.!.|I|'-'-.".1.ll:.lll |:tu-r-r-: ' |-:|"| |||-|1.i.|| .'.n:.||'|-'i--'--' |-"|- ':1IJ'IF':|I'|1r..I1 'hl' .lr: -_- Hl'l'll ||l |||||| |||| l|||| n'"-.. 'I II L'lln |||I
:lr-i'i|||::.'|.' F'JFJ '|'|
--||| |Ll'-J":.". :uu. |-;-||-..i_-|_|-"i. .|;|l||.
|||..'||._'I.IJ.||.L|||'..|.
The Unpredictable You 1 Sepotong Hati Yang Baru Karya Tere Liye Tongkat Rantai Kumala 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama