Mahesa Kelud - Noda Iblis Bagian 1
MAHESA KELUD PEDANG SAKTI KERIS ULAR EMAS
KARYA: BASTIAN TITO Episode 6 . NODA IBLIS Ebook : Abdul Hakim SATU Seorang gadis berpakaian merah berkelebat enteng dan tahu-tahu dia sudah berada
dalam kalangan pertempuran. Dara berambut pendek, diikat ke belakang, berwajah
jelita, memegang sebuah tongkat rotan berkeluk di tangan kanannya.
Dugaan murid Embah Jagatnata dari Gunung Kelud ternyata tidak meleset. Gadis
berpakaian merah itu adalah Kemaladewi, murid Dewa Tongkat.
Walau heran bagaimana gadis ini tahu-tahu bisa muncul di tempat itu
namun Mahesa Kelud merasa gembira karena dia bakal mendapatkan satu pertolongan
pada saat nyawanya terancam begitu rupa. Dengan bantuan Kemaladewi dia akan
mampu menghadapi para pengeroyok. Tapi, selintas kekhawatiran juga muncul dalam
hati Mahesa Kelud. Kalau kepandaian Kemaladewi berada di bawah Ismaya berarti
bukan bantuan yang didapatnya melainkan dia harus pula memperhatikan keselamatan
gadis tersebut, terutama dari serangan ganas Resi Mintaraya dan Gandabrajasura.
Apa yang dikhawatirkan Mahesa Kelud rupanya diam-diam terbaca oleh
Mintar?ya. Maka dia segera berteriak. @Kurung dua orang itu, jangan sampai
lolos! Gandabrajasura tertawa cengar-cengir melihat kedatangan Kemaladewi.
@Gadis cantik!@ katanya. @Lebih baik kau minggirlah, tonton saja dari jauh. Jika
pemuda ini sudah mampus nanti, kau bisa ikut aku ke Ujung Kulon, gadis semacammu
ini sangat pantas untuk jadi tukang urutku!@
Mendengar ucapan tersebut muka si gadis menjadi merah. @Kunyuk gendut!@
balasnya memaki. @Tampangmu yang buruk itu cukup pantas untuk berkenalan dengan
tongkatku!@ Bersamaan dengan itu Kemaladewi menerjang ke muka mengirimkan
serangan ujung tongkat berkeluknya ke dada Gandabrajasura. Dengan masih tertawa
cengar-cengir Gandabrajasura menangkis serangan Kemaladewi dengan sapu lidinya
disertai sikap yang memandang enteng. Tapi dia menjadi sangat terkejut ketika
sebelum sapu lidinya membentur ujung tongkat , tahu-tahu senjata lawannya
berbalik dengan ujung berkeluk lainnya menyambar ke lehernya sangat cepat.
Manusia gemuk ini cepat menundukkan kepalanya dan terpaksa pula melompat ke
belakang karena saat itu Kemaladewi melancarkan satu tendangan kaki kiri ke arah
dadanya. Kini Gandabrajasura tidak mau main-main lagi. Senjatanya diputar sebat.
Apa yang dicemaskan Mahesa Kelud memang menjadi kenyataan. Di samping
harus terus mempertahankan diri terhadap ketiga pengeroyoknya, juga pemuda ini
harus bantu melindungi Kemaladewi. Dengan demikian posisi Mahesa Kelud semakin
sulit. Dia tidak dapat melakukan lagi serangan-serangan. Yang dapat diperbuatnya
hanyalah mengeluarkan jurus-jurus khusus dari ilmu @Dewa Pedang Delapan Penjuru
Angin@ untuk mempertahankan diri. Namun sampai berapa lama ia mampu bertahan
sedemikian rupa...."
Serangan ketiga pengeroyok semakin gencar. Salah satu ujung berkeluk dari
tongkat berkeluk ditangan Kemaladewi sudah terbabat puntung oleh senjata lawan.
Detik demi detik kedua muda-mudi ini semakin kepepet. Mereka dipaksa mundur ke
pintu kuil. @Mintaraya! Selesaikanlah dulu urusanmu denganku!@ terdengar suara yang
keras menggema dari arah puncak gunung sebelah selatan. Sesaat kemudian di
tempat terjadinya pertempuran hidup mati itu muncullah seorang tua berpakaian
bitam-hitam yang rambutnya dikuncir ke atas. Ketika dia berteriak tadi dia masih
berada jauh di bagian sana sebelum gema suaranya lenyap di puncak gunung itu
orangnya sudah sampai! Dari sini dapat diketahui betapa luar biasanya tenaga
dalam serta cepatnya ilmu lari manusia ini! Meskipun Mahesa Kelud pernah dan
hanya bertemu sekilas saja dengan orang ini namun dari suara dan pakaian serta
rambutnya si pemuda segera mengenali orang tersebut tiada lain adalah Ki
Balangnipa adanya, guru Raden Mas Tirta dan Jaka Luwak!
Melihat kedatangan seorang yang luar biasa ini, yang telah menyebut
namanya dengan suara lantang menggetar. Mintaranya menghentikan serangannya dan
melompat ke luar dari kalangan pertempuran. Gandabrajasura yang disusul oleh
Ismaya melakukan hal yang sama sedang Mahesa Kelud serta Kemaladewi menghindar
kebagian lain. @Tamu tidak diundang, siapa kau"!@ tanya Resi Mintaraya membentak.
Orang yang ditanya menyeringai buruk. Kedua rongga matanya yang sangat
cekung sungguh menggidikan untuk dipandang. @Namaku Ki Balangnipa.@ Katanya.
@Apa maksudmu datang mengotori tempatku"@ membentak lagi Mintaraya.
@Jika aku kau katakan datang mengotori tempatmu, baiklah Mintaraya.
Nanti tempat ini akan aku tolong cuci dengan darahmu.@ Ki Balangnipa kemudian
tertawa bekakakan. @Apa maksudmu Balangnipa"@
@Maksudku adalah kau harus serahkan nyawamu kepadaku karena kau telah
membunuh muridku yang bernama Tirta! Kepala Balatentara Banten.@
@Hemmmm . . . . ..jadi kau gurunya manusia ular berkepala dua itu huh! Jika
muridnya berhati kunyuk tentu gurunya berhati monyet!@
Ki Balangnipa tidak menjadi marah dengan caci maki itu. Malah sebaliknya
dia tertawa bekakakan. Dia kemudian berpaling kepada Mahesa Kelud dan menuding
dengan jari telunuk tangan kirinya. @Pemuda rendah! jangan kira aku datang untuk
menolongmu!@ Mahesa tak menyahut dan Ki Balangnipa meneruskan : @Kaulah manusia
yang menyebabkan aku membunuh murid sendiri! Kau juga seorang cecunguk Banten
yang dekat dengan Hasanuddin. Ini berarti kau harus mampus ditanganku!@
@Ki Balangnipa....@ kata Mahesa Kelud.
@Eh kau sudah tahu namaku"! Ayo teruskan apa yang kau mau katakan!@
@Jika kau membunuh murid sendiri maka itu adalah tanggungjawabmu!
Mengapa membawa-bawa orang lain"!@ ujar Mahesa.
@Jangan bicara keren tapi pura-pura bodoh anak muda! Kalau aku sudah
putuskan nyawamu harus diserahkan padaku, tak ada satu manusiapun yang sanggup
menghalangi!@ Ki Balangnipa berpaling kepada Resi Mintaraya kembali. @Nah
Mintaraya, sudah saatnya kau menyerahkan roh busukmu itu! Mari!@
Mintaraya, Mahesa Kelud dan yang lainnya sangat terkejut ketika melihat dengan
tiba-tiba dan cepat sekali Ki Balangnipa membuka baju hitamnya lalu dengan
pakaian tersebut di tangan yang dipergunakannya sebagai senjata, diapun
menyerang kehadapan Mintaraya! Sebenarnya apalah artinya sebuah baju. Namun
tidak demikian dengan baju milik Ki Balangnipa si orang sakti dari Gunung Gede.
Disamping baju hitam ini jika dikebutkan akan mengeluarkan bau apak yang
menyesakkan jalannya pernafasan maka angin pukulan yang keluar dari pakaian
tersebut juga mengandung hawa jahat yang bisa melumpuhkan tenaga lawan!
Sedangkan setiap ujung pakaian dapat pula merupakan alat penotok jalan darah
yang ampuh! Diserang sedemikian rupa Mintaraya tak tinggal diam. Tubuhnya berkelebat
sedang tombak garpu serta pedangnya turut pula bekerja. Dengan tombak garpu
ditangan kiri sang resi bermaksud menangkis, menusuk dan merenggutkan sampai
robek senjata lawan, sedang dengan pedang ditangan kanan dia membabat deras dari
samping! Tapi sudah diketahui bersama bahwa Ki Balangnipa bukanlah manusia
sembarangan. Dia biarkan saja bagian yang lancip dari tombak garpu menyerang
sebelah bawah pakaian hitamnya, disaat yang sama kedua lengan pakaiannya laksana
dua ekor ular menyambar cepat siap untuk melilit pergelangan tangan kiri Resi
Mintaraya! Hal yang luar biasa ini membuat Mintaraya menjadi ragu-ragu
meneruskan serangan. Cepat-cepat diturunkannya tombak garpu dan senjata ini kini
ditusukkan kepada lawan. Bersamaan dengan itu pedangnya terus dibabatkan.
Perubahan serangan Mintaraya karena sangat cepat maka hampir sukar dilihat.
Namun anehnya menghadapi serangan tersebut Ki Balangnipa mengeluarkan suara
tertawa bekakakan. Suara tertawanya kemudian hilang, diganti dengan bentakan
keras dan sedetik kemudian sebelum senjata-senjata lawannya mengenai tubuhnya,
dia sudah melesat ke udara tinggi sekali, kemudian laksana seekor burung
rajawali menyambar anak ayam dia menukik ke bawah seraya mengebutkan baju
hitamnya ke kepala Resi Mintaraya!
@Plak!@ Baju hitam itu mendarat tepat dimukanya Mintaraya. Sang resi terlempar
ke belakang. Nafasnya menyesak oleh bau apak sedangkan saat itu dirasakannya
pula tenaga dalamnya menjadi mengendor. Ketika dicoba tenaga dalam itu dialirkan
kemukanya maka ternyata aliran yang bergerak kini dayanya sudah berkurang
seperempatnya! Pada waktu dimulainya pertempuran seru antara kedua manusia berilmu
tinggi itu maka Mahesa dan Kemaladewi serta dilain pihak Gandabrajasura dan
Ismaya seakan-akan terlupa pada pertempuran mereka. Untuk beberapa lamanya
keempat orang ini berdiri tak bergerak-gerak memperhatikan kedua orang yang
berkelahi itu. Yang pertama sekali menyadari adalah Gandabrajasura. Melihat
kehebatan Ki Balangnipa, dia memaklumi walau bagaimnapun saudara seperguruannya
tak akan dapat melayani. Kalaupun bisa mungkin hanya dalam sepuluh atau lima
belas jurus saja. Untuk membantu Mntaraya, manusia gemuk ini harus berfikir dua
kali. Dan saat itu dilihatkannya bagaimana Ki Balangnipa berhasil memukul kepala
Mintaraya dengan pakaiannya. Ini membuat Gandabrajasura menjadi ciut nyalinya.
Daripada membuat urusan dengan orang sakti luar biasa itu, sebaiknya siang-siang
angkat kaki dari situ. Beginilah rendahnya hati Gandabrajasura. Meskipun tahu
kakak seperguruannya dalam bahaya besar namun jangankan membantu bahkan bertekad
hendak kabur! Ketika dia sudah bersiap-siap untuk lari tiba-tiba ia teringat kepada
Kemaladewi. Gadis ini sangat cantik dan menarik perhatiannya. @Sayang kalau
ditiggalkan begitu saja.@ Pikirnya yang memang seorang laki-laki yang doyan
perempuan! Sementara semua orang tanpa sadar turut asyik menyaksikan perkelahian
antara Mintaraya dan Ki Balangnipa maka melompatlah Gandabrajasura kehadapan
Kemaladewi. Dua jari tangan kirinya menotok dada gadis itu. Tubuh Kemaladewi
menjadi kaku dan terhuyung-huyung yang segera dpanggul di atas bahu kanannya
oleh Gandabrajasura lalu secepat kilat melarikan diri.
Mahesa Kelud terkejut. Untung saja dalam keterkejutannya pemuda ini
tidak bertindak kesusu. Mengetahui Kemaladewi dilarikan musuh, cepat-cepat ia
menerjang kehadapan Ismaya. Pemuda ini yang juga berada dalam keadaan terkejut
serta lengah dengan mudah ditotok oleh Mahesa lalu dipanggul di bahu kiri.
Serentak dengan itu dia segera lari mengejar Gandabrajasura.
@Orang muda jangan lari seenaknya! Tinggalkan nyawamu di sini!@
terdengar seruan Ki Balangnipa yang saat itu tengah bertempur dengan Mintaraya.
Dia hendak memburu namun serangan dahsyat dari Mintaraya membuat dia
mengurungkan niatnya. Sambil menangkis serangan Mintaraya, Ki Balangnipa
mempergunakan tangan kirinya untuk mengeruk tiga buah senjata rahasia dari balik
pinggang celananya. Tiga benda putih berentuk bintang menyilaukan melesat ke
arah Mahesa Kelud. Pemuda ini yang tahu dirinya sedang diserang oleh lawan dari
belakang, tanpa menoleh dengan cepat mengayunkan pedang merahnya ke belakang.
@Tring....tring..tring!@ ketiga senjata Ki Balangnipa mental berpelantingan.
*k* DUA Ketika dia sampai di kaki Gunung Halimun sebelah barat langit kelihatan mendung.
Guruh mengguntur sedangkan kilat menyambar di kejauhan. Hujan rintik-rintik
mulai turun. Gandabrajasura hentikan larinya, dia memandang berkeliling. Tak ada
satu tempatpun yang dipakai untuk bernaung jika seandainya hujan turun. Namun
matanya yang tajam akhirnya melihat sebuah dangau di tengah sawah yang luas.
Laki-laki ini dengan membawa beban Kemaladewi di bahu kanannya segera lari ke
sana. Namun setengah jalan hujan lebatpun turunlah tiada terkirakan. Lari di
atas pematang sawah yang kecil dan licin itu bukan suatu hal yang mudah apalagi
membawa beban manusia seperti yang dialami Gandabrajasura saat itu. Tapi dengan
ilmu mengentengkan tubuh yang sudah tinggi, maka manusia bertubuh gemuk pendek
ini di bawah hujan lebat terus saja lari dengan seenaknya menuju tengah sawah di
mana terletak dangau tujuannya!
Dangau itu tidak terlalu besar tapi cukup untuk mereka berdua lagi pula
atapnya yang terbuat dari daun-daun kelapa kering tidak pula tiris.
Gandabrajasura membaringkan Kemaladewi di lantai dangau yang terbuat dari bambu.
Pakaian mereka basah kuyup. Laki-laki ini merasakan tubuh dingin namun hanya
sebentar saja. Begitu kedua matanya memandang ke paras dan tubud gadis berbaju
merah itu maka rangsangan nafsu berkobar memanaskan darahnya! Dilepaskannya
totokan yang melumpuhkan tubuh gadis itu dan sebagai gantinya ditotoknya bagian
yang lain dari badan Kemaladewi. Kini meski tubuhnya tetap kaku lumpuh namun si
gadis sudah sadar serta mengeluarkan suara.
Begitu dia membuka kedua matanya dan melihat manusia gemuk berhidung
pesek di sampingnya maka mengertilah Kemaladewi apa yang telah terjadi dengan
dirinya. @Manusia rendah, lepaskan aku!@ teriaknya.
@Manisku,@ kata Gandabrajasura dengan tersenyum dan sambil mengusap pipi
Kemaladewi dengan tangan kanannya. @Tak usah memaki dan tak usah berteriak. Aku
tidak akan berbuat apa-apa terhadapmu, sayang. Aku akan bahagiakanmu sayang.
Setiap manusia, setiap gadis sepertimu ini senantiasa inginkan kebahagiaan dan
kesenangan hidup, bukan"@
@Tidak, lepaskan aku atau kupecahkan kepalamu!@ Kemaladewi hendak
berontak tapi tangan serta kakinya terasa berat dan kaku.
@Aduh manisku. Hendak memecahkan kepalaku"@ manusia itu tertawa
berkekehan dan tangannya terus mengusap pipi serta rambut si gadis. @Masakan
dengan aku laki-laki yang hendak mempersuntingmu jadi istriku berlaku segalak
itu" @Manusia monyet! Siapa yang sudi jadi istrimu"@ maki Kemaladewi.
@Kalau kau tak sudi, yaaah....jadi gundikku pun aku tak keberatan!
Mau...."!@ @Cis! Lepaskan totokanmu! Kalau tidak . . . . ..@
@Kalau tidak, bagaimana"!@
@Guruku akan mematahkan batang lehermu!@
@Oh, siapakah gurumu manis"@
@Dewa Tongkat dari Lembah Rotan!@ Jawab Kemaladewi. Dengan menyebutkan
nama gurunya diharapkan laki-laki itu akan menjadi takut dan melepaskannya.
Sebaliknya Gandabrajasura tertawa lagi berkekehan. @Ah, Si Dewa
Tongkat,@ katanya. @Beberapa tahun yang lalu pernah terjadi perselisihan antara
kami di selatan. Ternyata gurumu hanya seorang tua yang seperti anak-anak yang
masih ingusan!@ Apa yang dikatakan oleh laki-laki itu memang benar. Dalam satu
perkelahian beberapa tahun yang silam Gandabrajasura pernah mengalahkan Si Dewa
Tongkat yakni setelah bertempur hampir dua ratus jurus. Dewa Tongkat karena malu
maka menyembunyikan diri di Lembah Rotan tanpa keluar-keluar. Di sini dia
memperdalam segala ilmu kepandaiannya dengan harapan suatu saat dia akan
berhadapan dengan Gandabrajasura kembali guna menebus kekalahannya. Tapi setelah
dijajaki oleh Mahesa Kelud dalam pertempuran di puncak Gunung Halimun, pemuda
ini yang juga telah berhadapan dengan Si Dewa Tongkat bisa mengukur bahwa
kemampuan Si Dewa Tongkat satu tingkat masih kalah dari Gandabrajasura.
Dari dangau itu pemandangan tertutup oleh lebatnya air hujan. Karena
sudah merasa dirinya cukup aman dan menduga bahwa tidak ada seorangpun yang
mengetahui bahwa dia telah melarikan Kemaladewi kesana maka Gadabrajasura pun
mulai dengan nafsu kebinatangannya. Mula-mula diciumnya kedua mata si gadis yang
bercahaya dan menarik hatinya. Ciumannya naik ke kening, turun ke pipi terus ke
pangkal leher dan turun lagi ke dada. Yang bisa dibuat Kemaladewi hanya memaki
dan berteriak sampai suaranya menjadi serak dan Gandabrajasura sama sekali tidak
mengacuhkan hal itu. Hidungnya yang pesek kembang kempis oleh nafsu. Kedua
tangannya kemudian menyibakkan baju merah yang dipakai Kemaladewi. Seumur
hidupnya baru sekali ini Gandabrajasura melihat keindahan dada seorang gadis.
Kalaupun sebelumnya dia pernah melihat yang sedemikian maka semua itu adalah
dada-dada perempuan yang sudah berumur. Penuh nafsu laki-laki itu mendekap tubuh
Kemaladewi sepuas hatinya. Jari-jari tangannya menggila di dada yang putih
lembut itu kemudian turun ke pinggang, ke perut, dan . . . . ..sebelum gadis
yang suci itu mengalami penghinaan yang lebih memalukan lagi maka hukuman Tuhan pun
datanglah! *k* TIGA Pada saat manusia terkutuk itu melampiaskan nafsu setannya maka pada saat itu
pulalah Gandabrajasura merasakan pergelangan kaki kanannya dicekal oleh jarijari tangan yang kuat! Sebelum dia bisa berbuat sesuatu, tarikan yang sangat
keras pada pergelangan kakinya itu membuat tubuhnya terlempar mental ke luar
dangau! Dengan jungkir balik manusia itu masih sanggup jatuh berdiri di atas
kedua kakinya di tengah sawah. Tubuhnya amblas sampai sepinggang di dalam
lumpur. Pakaian serta mukanya kotor oleh muncratan air lumpur. Dengan cepat dia
merancah ke tepi pematang. Di bawah lebatnya hujan dengan cepat Gandabrajasura
menjatuhkan dirinya ke samping. Dia mencabut senjatanya yaitu seikat lidi.
Sambil melompat ke atas dia melancarkan serangan ke arah lawan yang menendangnya
tadi. Berhadap-hadapan kini Gandabrajasura dapat mengenali siapa lawannya
yaitu tak lain dari pada Mahesa Kelud! Laki-laki ini tahu bahwa si pemuda
Mahesa Kelud - Noda Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berilmu tinggi. Karenanya tanpa banyak bicara dia segera menyerang! Maka
terjadilah pertempuran yang hebat di atas pematang sawah yang kecil serta licin
itu dan di bawah deras lebatnya hujan! Kalau menghadapi Mintaraya, Mahesa
mempunyai peluang yang banyak untuk merobohkan resi itu maka kini melayani adik
seperguruan sang resi tidak terlalu sukar bagi si pemuda. Pedang merahnya
bersiut. Air hujan yang turun di atas mereka berlesatan kian kemari karena
derasnya sambaran-sambaran pedang tersebut! Lima jurus berlalu maka
Gandabrajasura mulai kewalahan. Sapu lidi yang ditangannya makin lama makin
pendek terbabat senjata lawan. Akhirnya, sebelum sampai sepuluh jurus bahu kiri
Gandabrajasura sudah kena tersayat ujung pedang. Laki-laki itu mengeluh tinggi.
Darah mengalir deras sedang dari lukanya itu mengalir hawa panas ke seluruh
tubuhnya yang membuat dia menjadi huyung kelangsangan.
Dengan segala kekuatan yang masih ada Gandabrajasura berusaha bertahan
namun cuma sanggup sampai dua jurus! Suara lolongan kesakitan yang membelah
udara keluar dari mulut manusia ini ketika pedang Mahesa Kelud membabat
perutnya! Gandabrajasura terjajar ke belakang sambil memegangi perutnya yang
robek besar dan ususnya berbusaian. Kakinya terpeleset di atas pematang yang
licin. Tak ampun tubuhnya tergelimpang ke dalam sawah berlumpur. Sesaat kemudian
nyawanyapun melayang meninggalkan tubuhnya!
Mahesa Kelud melompat ke atas dangau. Meskipun dia tidak berani
memandang tubuh Kemaladewi dalam keadaan hampir tiada tertutup pakaian itu namun
dia harus meneliti di bagian mana si gadis telah ditotok. Ternyata dibagian kiri
buah dadanya. @Saudari, harap maafkan,@ kata Mahesa. Dengan jari telunjuk tangan
Mahesa kemudian melepaskan totokan ditubuh gadis itu. Kemudian dia berpaling
memandang ke tempat lain. Kemaladewi bangun dan cepat membereskan pakaiannya.
@Kau tidak apa-apa saudari"@ tanya Mahesa. @Tidak,@ jawab Kemaladewi,
suaranya perlahan. Ketika Mahesa memutar tubuhnya dilihatnya butiran-butiran air
mata pada kedua mata yang bening di hadapannya. @Kakak, untung kau tak
terlambat.....@ sedu Kemaladewi. Gadis itu di luar kesadarannya kemudian memeluk
si pemuda, sambil menyandarkan kepalanya ke dada Mahesa yang bidang dan menangis
sesenggukan. Untuk beberapa lamanya Mahesa Kelud hanya dapat berdiri di atas lantai
dangau itu tanpa bergerak-gerak. Akhirnya dia berkata :@Lupakanlah apa yang
telah terjadi....!@ @Aku berhutang segala-galanya padamu, kakak, jiwa, kehormatan dan.....@
@Lupakan saja hal itu, saudari. Tuhan yang telah menolongmu, bukan aku.
Karena itu bersyukurlah kepadaNya,@ kata Mahesa Kelud pula.
Perlahan-lahan Kemaladewi melepaskan rangkulannya. Dia menjadi malu
sendiri. Dengan pura-pura menyeka air mata dia menutupi mukanya yang kemerahmerahan dengan kedua tangan. Hujan masih turun dengan lebat. Kemala duduk di
lantai dangau. @Kakak....@ @Ya"@ @Kau datang sendirian"@
@Berdua bersama pemuda bernama Ismaya.@
@Pemuda yang mengeroyok kita di puncak Gunung Halimun"@
@Benar.@ @Mana dia sekarang"@
@Ku lempar ke kolong dangau dengan tubuh tertotok.@
@Kau sengaja menangkapnya hidup-hidup. Ada urusan apakah"@ tanya
Kemaladewi pula. Mahesa tak segera menjawab. Setelah berpikir-pikir sejurus akhirnya
diterangkannya juga segala apa yang terjadi yaitu mulai dari penghiatan Raden
Mas Tirta. @Kalau begitu kau harus cepat-cepat kembali ke Banten untuk menolong
sahabatmu itu keluar dari penjara.@ Kata Kemaladewi. Suaranya agak lain sedikit.
@Betul, jika hujan mulai berhenti kita meneruskan perjalanan.
Saudari....@ @Ah, kau selalu memanggilku dengan sebutan saudari....saudari. Namaku
Kemaladewi. Kau boleh memanggilku dengan sebutan Kemala atau Dewi.@ Ujar si
gadis pula. Mahesa Kelud tersenyum. Kemala tersenyum pula dan alangkah manis
senyuman gadis itu. Mahesa membandingkan Kemaladewi dengan Wulansari, dan harus
diakui Kemaladewi lebih cantik sedikit dibanding Wulansari yang memiliki kulit
lebih putih. @Kemala, bagaimana kau bisa sampai ke tempat resi tersebut"@
bertanya Mahesa. Si gadis memandang ke arah kejauhan, coba menembus lebatnya air hujan
dan baru menjawab. @Tak lama sesudah aku meninggalkan Lembah Rotan, aku meminta
izin kepada guru untuk mengunjungi nenek di desa yang letaknya tak jauh dari
sini. Di tengah hutan kulihat seorang lelaki bertubuh gemuk pendek tengah
berlari sangat cepat dan dia memiliki ilmu yang tinggi. Manusia ini adalah lakilaki yang hampi-hampir merusak kehormatanku itu, yang mengeroyok kita! Kau tahu,
sifatku ialah selalu saja ingin tahu urusan orang lain.....
@Dan selalu juga ingin mengganggu orang lain!@ menimpali Mahesa Kelud.
Si gadis tertawa merdu sampai kedua pipinya menjadi merah. Dia
meneruskan : @Lantas kuikuti orang ini kemana perginya. Ternyata dia menuju ke
puncak Gunung Halimun. Aku jadi terkejut sekali ketika di sana menemuimu dan
tengah bertempur melawan seorang resi dan seorang pemuda. Aku bersembunyi dan
mengintai terus. Kemudian ketika kulihat manusia gemuk tadi membantu mengeroyok
hatiku jadi mangkel!@ Kenapa mangkel"@ tanya Mahesa.
Si gadis terdiam. @Karena....hmm...karena aku tidak senang melihat
perkelahian yang tidak adil.@ Jawabnya kemudian.
@Begitu" Terus..."@
@Terus, ahh kau tahu sendiri terusannya.@ Kata si gadis pula dengan
senyum simpul. Cukup lama baru hujan berhenti. Tapi saat itu hari sudah hampir senja.
@Kalau kita berangkat sekarang. Kita akan kemalaman di jalan,@ berkata
Kemaladewi. @Dan di sekitar sini hanya hutan belantara saja yang ada.@
@Tapi jika di sini ada sawah, pasti terdapat rumah penduduk. Kita bisa
bermalam di sana.@ @Aku tak suka bermalam di rumah penduduk yang tidak dikenal. Mereka suka
bicara usil, apalagi jika datang bersama laki-laki.@
Mahesa tersenyum. @Lalu kau mau tidur di mana malam ini"@ tanya Mahesa
pula. @Eh, di mana ya...." tanya si gadis pula sambil celingak-celinguk lucu
membuat Mahesa tertawa. @Ah, kenapa jauh-jauh di sinipun bisa!@ katanya
kemudian. @Dan aku sendiri tidur di mana"@ tanya Mahesa.
@Laki tak boleh tidur!@ menukas si gadis.
@Mengapa"!@ @Mereka harus mengawal, harus berjaga-jaga!@
@Hemmm...kalau begitu alangkah enaknya menjadi perempuan. Tidur pun
dikawal....@ @Jika kau tak sudi mengawalku di dangau ini biarlah kau menjadi perempuan. Pergi
tidur sana dan aku yang akan mengawal!@ dengan sikap lucu dan mata yang dibesarbesarkan Kemaladewi berdiri dihadapan Mahesa, bertolak pinggang.
Mahesa tertawa bergelak. @Kau ini ada-ada saja Kemala. Siapa sudi jadi
perempuan! Memangnya aku banci apa...."@ Kedua orang itu sama-sama tertawa dan
Kemala kemudian duduk kembali ke tempatnya. Gadis itu memulai pembicaraan pula.
@Sebagai pembantu Kepala Pengawa Istana Banten tentu kau hidup senang bukan"!@
@Manusia selalu berpendapat demikian,@ jawab Mahesa Kelud. @Tapi
ketahuilah bahwa tidak selamanya pangkat tinggi dan harta yang berlimpah akan
memberikan kebahagiaan atau kesenangan pada seseorang. Aku hanya sementara di
Banten. Bila tugasku membawa Ismaya selesai dan Raden Mas Ekawira dikeluarkan
dari penjara, aku akan meninggalkan kerajaan itu.@
@Lalu kemana kau akan pergi"@ tanya si gadis.
@Entahlah, aku masih belum tahu,@ jawab Mahesa berdusta. @Kau tentu
maklum orang-orang dunia persilatan semacam kita ini, pergi kemana saja
sepembawa kakinya. Mengembara mencari pengalaman.@
@Aku juga sangat ingin mengembara.@ Menerangkan Kemaladewi. @Namun guru
senatiasa tidak memberi izin. Kata beliau masih belum waktunya. Berkali-kali hal
itu diucapkannya. Kadang-kadang aku menjadi kecewa.....@
@Kalau aku jadi gurumu,@ kata Mahesa pula. @Untuk selama-lamanya aku tak
akan pernah mengizinkan ku meninggalkan Lembah Rotan itu!@
@Hehh....memangnya kenapa"!@
@Habis bila di luaran suka cari urusan, suka ganggu orang, suka
permainkan orang . . . . ..sebagai guru tentu aku akan terus-terusan
meninggalkan pertapaan guna turun tangan menyelesaikan urusanmu!@
@Ah.. untunglah kau tidak jadi guruku!@ ujar Kemaladewi. Gadis
itu tanpa malu-malu kemudian membaringkan badannya di lantai dangau. Dia
memandang ke atas, sedangkan Mahesa menyandarkan punggungnya ke tiang dangau.
@Perutmu tidak lapar"@ tanya Mahesa.
@Memang lapar, tapi aku seorang yang tidak banyak makan, aku sanggup
tahan lapar sampai satu hari satu malam!@
@Gadis seusiamu ini biasanya paling doyan makan.!@ Tukas Mahesa.
@Tidak selamanya! Jika terlalu banyak makan bisa gembrot!@
@Tapi kurasa enak jadi orang gembrot, kalau tidur ga perlu kasur
lagi..... @Ihh...kau bicaranya usil!@ potong Kemaladewi.
@Usil bagaimana"@ tukas Mahesa. @Buktinya tubuhmu belum lagi gembrot
tapi saat ini kau sudah tidur tanpa kasur!@
Si gadis membalikkan tubuhnya dan mencubit betis pemuda. @Kau nakal!@
katanya. Mahesa mengaduh kesakitan, Kemaladewi tertawa geli.
Setelah bercakap-cakap tentang banyak hal, larut malam baru Kemala
tertidur. Mahesa duduk bersila lalu bersandar ke tiang dangau. Semalam itu dia
berjag-jaga tanpa memicingkan mata sekejappun. Keesokan harinya belum lagi
matahari terbit Kemaladewi sudah menggeliat dan bangun. Gadis ini mengusap
parasnya lalu tersenyum kepada Mahesa. @Kulihat kau tidak berjaga-jaga semalam
tapi duduk sambil ngorok!@
@Kau ini bicara enak saja. Orang sudah kecapaian semalam suntuk tanpa
tidur dibilang ngorok! Sudah cuci mukamu sana!@
Kemala tertawa geli. Dia melompat turun dari dangau. Di kolong dangau
diantara kegelapan terlihatlah tubuh Ismaya yang tertotok lumpuh terbaring di
atas tanah bencah. Dengan air embun yang menempel di batang-batang dan daun-daun
padi Kemaladewi kemudian mencuci mukanya. Tak lama sesudah itu kedua orang
tersebut segera meninggalkan tempat itu. Mereka berlari beriringan di pematang
sawah, Mahesa di sebelah muka memanggul tubuh Ismaya sedang si gadis berbaju
merah mengikuti di belakang.
Di satu persimpangan jalan Mahesa menghentikan larinya. Dia berpaling
kepada Kemala dan berkata : @Kemala, kurasa kita harus berpisah di sini. Kau
tempuhlah jalan sebelah kanan karena jalan itu lebih dekat ke Lembah Rotan!@
Si gadis tidak menjawab melainkan menundukkan kepalanya. Setelah
beberapa kemudian baru dia membuka mulut dan ini pun dilakukannya dengan masih
menundukkan kepala : @Kakak....@ hanya itulah yang diucapkannya. Suaranya sendu
serta bergetar. Mahesa menurunkan tubuh Ismaya dari bahunya lalu melangkah
mendekati Kemaladewi. Gadis ini memutar tubuhnya. Mahesa menjadi keheranan.
Dipegangnya bahu Kemaladewi kemudian dibalikkannya tubuh gadis itu. Pada saat
mereka saling berhadap-hadapan maka Mahesa Kelud dapat melihat bagaimana kedua
mata Kemaladewi berkaca-kaca.
@Ada apa Kemala"@ tanya pemuda ini.
Si gadis menggelengkan kepalanya. Air mata mengucur membasahi pipinya.
@Kau sakit mungkin"@ ujar Mahesa kemudian.
@Tidak, kakak...@ jawab Kemala. Suaranya perlahan sekali.
@Kalau begitu kau tentu letih"@
@Juga tidak...@ jawab Kemaladewi. Dan di dalam hatinya gadis ini
berkata. @Ah, Mahesa...tak tahukah bahwa bagiku sungguh berat berpisah denganmu"
Tidak mengertikah dikau betapa sejak aku melihatmu pertama kali aku begitu
tertarik, aku begitu suka...aku begitu mencintamu...."@ Kemaladewi mulai
terisak-isak. Mahesa Kelud kini maklum. Jika seorang gadis bersikap sedemikian rupa
pasti ada sesuatu yang disembunyikannya, yang tak berani diucapkannya dengan
terus terang dan Mahesa cukup maklum pula perasaan apakah itu! Mahesa Kelud
menjadi terharu dan kasihan terhadap gadis itu. Terus terang saja dia suka pada
gadis itu. Tapi cukup sekedar suka, rasa suka sebagaimana dirasai oleh seorang
sahabat terhadap lainnya. Terus terang pula harus diakuinya bahwa Kemala seorang
gadis jelita yang setiap pemuda pasti akan jatuh hati. Terpikat serta tertawan
pada pandangan pertama. Tapi apakah yang dapat dilakukan terhadap gadis
tersebut. Terutama atas apa yang dirasakan Kemaladewi terhadapnya"
Bayangan Wulansari muncul di hadapannya. Walau bagaimana pun dia tak dapat
meninggalkan gadis itu karena dalam hidupnya Wulansarilah gadis pertama yang
dicintai dan juga yang terakhir. Tak mungkin dia akan mengingkari janji meskipun
janji itu tiada terucapkan dengan kata-kata, hanya dipateri oleh pandangan mata
dan sikap perbuatan. Mahesa mengeluarkan sehelai sapu tangan putih dan menyeka air mata yang
membasahi pipi Kemaladewi. Kemudian dengan menetapkan hatinya berkatalah pemuda
ini, @Kemala adikku. Jika kau tak mau berpisah di sini baiklah kuantarkan sampai
Lembah Rotan....@ @Adikku,@ kata-kata itu terngiang lama sekali di kedua telinga
Kemaladewi. @Dia menyebutku adik.....adik dalam arti apa"@ saat itu dilihatnya
Mahesa sudah memanggul tubuh Ismaya kembali dan menganggukkan kepala seraya
tersenyum padanya memberi tanda untuk melanjutkan perjalanan. Kemaladewi
mengusap mukanya, membetulkan letak rambutnya dan ketika Mahesa melangkah diapun
mengikuti. *k* Gudang Ebook (ebookHP.com)
http://www.zheraf.net EMPAT Menjelang tengah hari langit kelihatan mendung. Mentari hilang lenyap di telan
awan tebal berwarna hitam kelabu. Sebentar-sebentar udara menjadi terang
benderang oleh sambaran kilat. Dan anak telinga kedua manusia itu serasa mau
pecah oleh gemuruhnya suara guntur yang diiringi oleh hujan yang sangat lebat.
Saat itu Mahesa Kelud dan Kemaladewi berada di satu daerah bergunung-gunung
terletak kira-kira di tengah-tengah perjalanan antara Lembah Rotan dan Gunung
Halimun. Sebenarnya jalan itu hampir tak pernah ditempuh oleh manusia karena
banyak binatang buasnya yaitu harimau kumbang dan babi hutan. Namun mereka
sengaja melintas mengambil jalan ini sebab lebih singkat.
@Celaka, di mana kita berteduh"@ kata Mahesa sambil memandang Kemaladewi
yang saat itu menggigil kedinginan oleh udara pegunungan ditambah pula angin
keras dan disiram air hujan.
@Kakak! Itu ada goa!@ kata Kemaladewi sambil menunjuk ke sebuah batu
besar. Dari tempatnya berdiri Mahesa memang tidak dapat melihat mulut goa karena
terhalang oleh batu besar namun dari tempat si gadis, jelas bisa terlihat
sebagian dari mulut goa. Tanpa pikir panjang lagi kedua orang ini pun berlari
menuju ke sana. Goa itu bermulut lebar tetapi tingginya hanya sampai sebatas pinggang.
Dengan merunduk-runduk Mahesa dan Kemaladewi masuk. Mahesa meletakkan tubuh
Ismaya di lantai goa. @Kakak...@ terdengar suara Kemaladewi.
@Heh"@ gumam Mahesa. @Ada apa"@
@Kurasa goa ini berpenghuni. Lihat ke dalam sana, ada sinar terang.....!
0 Mahesa menurutkan pandangan si gadis ke dalam goa dan apayang dikatakan
Kemaladewi memang benar. Samar-samar kelihatan seperti ada kilasan cahaya.
@Sebaiknya coba kuselidiki!@ kata Kemaladewi.
Mahesa Kelud memegang lengan gadis itu. @Tidak, kau tunggu di sini, biar
aku yang menyelidik.@ @Hati-hatilah!@ @Kau juga hati-hati.@ Jawab Mahesa.
Beberapa kemudian dari dalam goa terdengarlah suara Mahesa Kelud
@Kemala, kemarilah!@ Dengan merunduk-runduk gadis itu masuk ke dalam goa. Semakin ke dalam
semakin terang dan akhirnya dia sampai di mana Mahesa Kelud saat itu berdiri
yaitu di hadapan sebuah ruangan empat persegi kecil. Di tengah ruangan ini
terletak sebuah batu hitam datar dan di pinggir sebelah kiri dari batu datar
menyala sebuah pelita. Sebenarnya tidak pantas disebut pelita karena benda yang
menimbulkan nyala api itu adalah sebatang kayu kering berwarna merah yang ane
sekali. Kayu itu agaknya tidak habis-habis dimakan oleh nyala api. Ruangan kecil
empat persegi ini bersih sekali. Udaranya hangat. Diam-diam Mahesa Kelud
Mahesa Kelud - Noda Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
teringat pada goa tempat kediaman gurunya Si Suara Tanpa Rupa, tapi goa ini jauh
lebih besar dari yang dilihatnya saat ini.
@Pasti ini adalah tempatnya seorang suci dan sakti@ kata Mahesa bebisik.
Kemaladewi mengangguk. Si pemuda kemudian memegang gadis itu. @Mari....@ katanya
mengajak pergi. Namun sebelum mereka keluar, di lorong goa yang mendaki terlihat
sesosok bayangan melangkah turun. Orang yang datang ini berjubah putih dan hanya
mempunyai satu kaki. Untuk berjalan dia mempergunakan bantuan sebuah tongkat.
Ketika orang ini sampai di hadapan Mahesa dan Kemaladewi ternyata dia adalah
seorang nenek-nenek yang punya paras angker.
Kulit mukanya, demikian juga kulit kedua tangan serta kaki kirinya yang
tersembul di balik jubah berwarna hitam dan liat berkilat, sungguh berlawanan
dengan jubah putih yan dikenakannya. Warna putih yang seharusnya terdapat di
sekitar kedua bola matanya sebaliknya berwarna merah laksana api menyorot
menyala! Hidungnya kecil tinggi dan bengkok, persis seperti paruh burung betet.
Manusia angker ini tidak mempunyai alis mata. Bibirnya yang sebelah bawah sangat
tebal dan mengelalmir turun ke dagunya.
Tahu bahwa mereka berhadapan dengan penghuni goa, Mahesa dan Kemaladewi
segera menjura. Mahesa berkata, @Nenek, harap dimaafkan. Kami terpaksa berteduh
di tempatmu ini karena hujan.....!@
Si nenek menyeringai dan terlihat bahwa dia cuma punya satu gigi yaitu
disebelah muka atas. Dalam menyeringai itu parasnya jadi tambah angker. Ketika
dia berkata, maka suaranya terdengar kecil tinggi dan menggigil seperti orang
kedinginan. @Manusia-manusia yang tak tahu diri, kalian telah mengotori
tempatku! Telah mengotori pertapaanku!@
Mahesa dan Kemaladewi menjura sekali lagi. @Harap dimaafkan, nenek. Sama
sekali kami tidak bermaksud untuk mengotori tempat sucimu ini. Kami kehujanan di
jalan dan . . . . ..@ @Sudah.....sudah!@ bentak si nenek. @Kalian siapa"@
@Saya Mahesa Kelud dan ini Kemaladewi.@ Menerangkan Mahesa.
@Kalian suami isteri"!@ tanya si nenek.
@Bukan,@ jawab Mahesa pula sedang Kemaladewi pipinya tampak merah karena
pertanyaan itu. Si nenek tertawa melengking. Bulu tengkuk Kemaladewi jadi merinding.
@Kalau begitu kalian adalah sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta"@
hi....hi....hi! Gila, manusia gila, semua gila cinta! Dengar orang-orang muda,
bila hari ini kalian mencinta maka esok atau lusa kalian akan mampus oleh cinta!
Gila! Bodoh! Jika kalian diperkuda oleh cinta!@
Mahesa hendak membuka mulut tapi si nenek sudah membentak : @kalian tahu
dengan siapa kalian tengah berhadapan"!@
@Sesungguhnya kami memang tidak tahu. Jika kau tidak keberatan
menerangkannya....@ ujar Mahesa pula.
Si nenek bertampang angker tertawa cekikikan lama sekali. Karena ngeri
Kemaladewi memegang tangan Mahesa Kelud dan berdiri merapat kepada pemuda itu.
@Namaku Sitaraga....@ katanya, lalu dia cekikikan kembali. @Tapi jarang manusia
yang tahu nama asliku itu. Kalian lihat.....@ si nenek menunjuk kebagian bawah
dari tubuhnya yang sebelah kanan. @Kakiku buntung.....itulah sebabnya orang
menjulukiku dengan Iblis Buntung! Hi....hi....hi....! orang-orang muda, menurut
kalian pantaskah nama gelaran yang diberikan orang kepadaku itu"!@
Baik Mahesa maupun Kemala tidak menjawab karena kalau dikatakan @tidak@,
mungkin si nenek marah apalagi bila di jawab @ya@.
@Hai, jawab...! mengapa kalian diam saja"@ bentak Si Iblis Buntung
seraya mengibaskan tongkatnya di muka kedua orang itu. Mahesa dan Kemala mundur
beberapa tindak karena sambaran tongkat menimbulkan angin yang keras tajam.
@Kami tidak tahu, nenek,@ kata Mahesa pula akhirnya.
@Tidak tahu "! mengapa tidak tahu huhh"!@
Kedua orang itu diam lagi dan Sitaraga kembali tertawa cekikikan. Kali
ini lebih lama dari yang tadi. Mahesa teringat pada Si Nenek Iblis di muara
Ngalor Ngidul yang memenjarakannya di goa batu dulu, tapi agaknya Si Iblis
Buntung ini jauh lebih seram bahkan mungkin juga lebih sakti atau mungkin pula
mereka bersaudara" Dua orang saudara seperguruan.
Tawa seram Si Iblis Buntung berhenti. @pemuda, siapa laki-laki yang
tertotok di mulut goaku"@ tanyanya.
@Namanya Ismaya, nenek@ menerangkan Mahesa. Kemudian pemuda ini
menerangkan selengkapnya perihal diri Ismaya.
@Hua.....hua....hua! jadi kau monyetnya Sultan Banten"!@ Kau tahu. Aku
benci setengah mati pada Sultanmu itu!@ kata Iblis Buntung alias Sitaraga. @Dia
enak-enak jadi raja, jadi Sultan, duduk di kursi empuk, segala sesuatunya
tinggal tahu saja. Tapi rakyat Banten banyak yang dibiarkan dalam kemiskinan!
Melarat!@ @Aku sendiri juga benci padanya, nenek.@
@Heh!@ Iblis Buntung kerenyitkan keningnya yang tidak beralis. @Kalau
kau benci mengapa jadi kaki tangannya"!@
@Aku sama sekali tidak jadi kaki tangannya. Maksudku ke sana untuk
menghambakan diri agar sedikit banyak bisa memberikan bantuan, meskipun mungkin
bantuan yang tidak berarti bagi rakyat Banten. Aku membantu Raden Mas Ekawira,
itu sudah kuterangkan padamu tadi.@
@Aneh!@ kata Iblis Buntung pula. @Mengapa kau benci Sultan itu"!@
@Dia seorang yang kurang bijaksana. Mudah terhasut leh fitnah yang tidak
mau dselidikinya terlebih dulu sehingga orang salah dipuji sanjungnya sedangkan
yang benar dihukum dijebloskannya ke dalam penjara.!@
Si Iblis Buntung tertawa untuk kesekian kalinya. @Itu tidak aneh! Sudah
biasa! Itu namanya di dunia hai anak-anak muda! Kalian minggirlah!@ katanya
memerintah seraya mengibaskan tongkatnya.
*k* LIMA Mahesa Kelud dan Kemaladewi menghindar ke samping. Waktu si nenek lewat di muka
mereka tubuh manusia ini berbau tidak enak, seperti bau mayat!
Iblis Buntung masuk ke ruang empat persegi. Dia melirik tajam ke arah Mahesa
Kelud dan Kemaladewi lalu tertawa seperti tadi. Kemudian dengan ujung tongkatnya
dipukul-pukulnya salah satu sudut dari ruangan itu. Dan betapa heran serta
terkejutnya Mahesa bersama Kemala ketika sesudah dipukul begitu rupa maka salah
satu dinding yakni dinding batu sebelah kanan membuka ke samping! Si nenek
melirik lagi kepada kedua muda-mudi tersebut dan ketika melihat bagaimana Mahesa
serta Kemala berdiri dengan terheran-heran maka tertawa pulalah dia!.
Di belakang dinding batu yang terbuka itu kelihatan satu ruangan lain
yang besar dan bersih. Di tengah ruangan ini terletak sebuah batu panjang
ditutupi sehelai kain putih, agaknya inilah tempat tidur Si Ilis Buntung. Di
kepala tempat tidur, merapat ke dinding ada selapis batu hitam yang berlubanglubang berbentuk petak tak ubahnya sebuah rak dari kayu! Di dalam petek-petek
itu terdapat berbagai macam benda. Ada botol-botol, ada potongan kayu berbagai
bentuk dan warna, ada daun-daun yang sudah kering, ada batu-batu dan lain
sebagainya yang merupakan benda tak dikenal oleh kedua orang itu!
Si nenek masuk ke ruangan tersebut kemudian berpaling pada Kemala dan
Mahesa. @Kalian masuklah!@ katanya. @Hi....hi....hi. kalian jadi tamuku! Masuk,
silahkan masuk!@ Kemaladewi ragu-ragu tapi Mahesa menarik tangannya dan masuk ke ruangan
empat persegi kecil di mana terletak pelita kayu. @Terus ke sini, terus ke sini!
@ kata Iblis Buntung. Mahesa dan Kemala masuk keruangan besar di mana Si Iblis
Buntung berada. @Duduk!@ kedua orang itu duduk di lantai yang bersih dan
berkilat. Dari pojok ruangan Iblis Buntung mengambil sebuah benda hitam pekat
berbentuk teko. Kemudian mengambil lagi tiga buah benda lainnya yakni cangkircangkir dari tanah liat hitam. @Sebagai tuan rumah, aku harus menyuguhi minuman
pada kalian! Hi...hi...hi!@
@Jangan nek, tak usah susah-susah,@ kata Kemala. Inilah yang pertama
kalinya si gadis bersuara.
@Ah, kau tak usah malu-malu gadis manis! Tak usah malu-malu! Atau
mungkin kalian takut aku akan memberi minuman racun" Hi...hi...hi...."@
@Kami sama sekali tidak menaruh prasangka yang bukan-bukan, nek,@
menjawab Mahesa tapi pemuda ini diam-diam juga menyangsikan akan kebenaran katakata yang diucapkannya itu.
Si Iblis Buntung tertawa gembira. @Bagus kalau begitu, bagus! Aku akan
buatkan teh panas untuk kalian! Udara dingin-dingin begini sedap sekali minum
teh hangat, apalagi memakai daun teh hasil buatanku dan aku pula yang
menghidangkannya! Hi...hi....hi...!@
Dengan teko tanah liat di tangan, Iblis Buntung melangkah ke ruangan
kecil. Bagian bawah teko diputar-putarkannya di atas nyala api pelita beberapa
kali kemudian dari dalam teko keluar asap mengepul dan terdengar suara seperti
air mendidih. Si nenek tertawa dulu, baru kembali ke ruangan besar. Mahesa dan
Kemala selalu mengikuti gerak-gerik perbuatan manusia ini dengan mata masingmasing. Mereka meskipun tidak percaya seratus persen pada manusia angker ini
tapi juga tidak pernah menduga bahwa apa yang tengah dikerjakan oleh si nenek
saat itu adalah satu perbuatan jahat yang sangat terkutuk yang bakal merusak
kehidupan masa depan mereka berdua.
Siapa adanya manusia angker ini memang hanya beberapa orang saja yang
tahu. Dan beberapa orang inilah yang memberikan gelaran Iblis Buntung kepada
Sitaraga berhubung mereka sangat membenci terhadap nenek. Gelaran tersebut
memang tepat sekali karena sesungguhnya Sitaraga adalah seorang manusia bermuka
setan, berhati iblis. Dari dalam petak-petak batu di dinding Iblis Buntung mengambil segenggam
daun kering berwarna coklat tua yang kemudian dimasukkannya ke dalam teko tanah
liat, sesudah itu diaduknya dengan sebatang kayu kecil bersih. Pekerjaan ini
juga dilakukan sambil terus tertawa-tawa. Bau teh hangat yang harum memenuhi
ruangan tersebut. Di hadapan Mahesa dan Kemala, Sitaraga meletakkan ketiga
cangkir tanah liat kemudian satu demi satu cangkir itu diisi dengan teh hangat.
Dia menyandarkan tongkatnya ke dinding di belakangnya lalu duduk di lantai yang
bersih. Setelah memandangi kedua muda-mudi yang duduk di mukanya berkatalah Si
Iblis Buntung, @Mari, ayo kalian cicipi tehku! Pasti enak! Satu teguk saja pasti
kalian tentu akan menjadi hangat dan segar! Ayo!@ Iblis Buntung mengambil salah
satu cangkir tersebut kemudian menyodorkannya kepada Kemaladewi. Si gadis
menerima cangkir tanah liat itu tapi tidak segera meneguk isinya. Iblis Buntung
menyodorkan cangkir kedua kepada Mahesa dan cangkir ketiga untuk dirinya
sendiri. @Ayo, minumlah!@ kata si nenek pula.
Mahesa mendekatkan cangkir tanah liat ke mulutnya, memperhatkan minuman
yang hangat itu sejurus. Memang bentuknya tak ubah seperti air teh, bahkan
baunya pun seperti air teh pula, hangat sedap. Tanpa ragu-ragu Mahesa kemudian
meneguk minuman itu satu kali. Melihat hal ini Kemaladewi baru berani minum
sebaliknya Si Iblis Buntung menurunkan cangkir di tangan kanannya. @Heh,
bagaimana rasanya"!@ tanyanya.
@Tehmu enak sekali, nenek,@ ujar Kemaladewi.
@Harum dan menyegarkan!@ sambung Mahesa.
Si Iblis Buntung tertawa mengekeh. Gembira agaknya dia menerima pujipujian itu. Tapi dibalik tertawanya yang seperti gembira itu dia menembunyikan
sesuatu yang busuk serta jahat. Dia memandang ke dalam kedua cangkir orang-orang
dihadapannya. Saat itu minuman dalam cangkir tersebut sudah berkurang
setengahnya. @Mari kutambah teh kalian!@ kata Iblis Buntung dan sebelum Mahesa dan
Kemala menolak, kedua cangkir itu sudah diisinya kemballi penuh-penuh.
@Hi....hi...! ayo minum lagi!@
Cangkir-cangkir di mana teh itu diletakkan tidak besar sehingga beberapa
teguk saja isinya pun habis. Lagi pula teh yang dibuat Si Iblis Buntung harus
diakui kedua orang itu memang enak, darah mereka menjadi panas, tubuh jadi
hangat serta segar. Maka ketika perempuan tua itu menyilahkan mereka untuk minum
lagi, tanpa malu-malu Mahesa Kelud dan Kemaladewi meneguk minuman itu kembali.
Sitaraga mengambil tongkatnya lalu berdiri. @Kalian duduklah dahulu. Aku
akan pergi ke hutan untuk mengambil beberapa jenis ubi.@
@Tapi agaknya hari masih hujan, nenek!@ kata Mahesa Kelud pula.
@Ah, aku sudah biasa ditimpa hujan!@ jawab Sitaraga lalu tertawa. Dia
melangkah terbungkuk-bungkuk meninggalkan ruangan tersebut. Suara tongkatnya
terdengar berkelatak-keletuk di sepanjang lorong goa, makin lama makin jauh,
akhirnya lenyap sama sekali.
Mahesa mengambil cangkir teh lalu meneguk untuk ketiga kalinya. Kemudian
ia bersandar ke dinding. Pandangan matanya meredup dan tubuhnya terasa enteng.
@Aku mendengar seperti ada bunyi-bunyan merdu sekali,@ kata Mahesa.
Pemuda ini suaranya begitu perlahan seperti orang bicara ketika mengantuk.
Kemaladewi memandang pula ke langit-langit ruangan lalu mengangguk. @Ya,
aku juga. Merdu sekali....@ ujarnya.
Mahesa Kelud memutar kepalanya, memandang pada gadis di sampingnya. @Kau
cantik sekali, Kemala...@ dengan tangan kanannya pemuda ini memegang dagu
Kemala. Darahnya mengalir cepat, degupan jantungnya lebih keras. Sesuatu
rangsangan yang tak pernah dirasakannya kini menggelora dalam dirinya. Hal yang
sama juga dialami oleh Kemaladewi. Gadis itu tersenyum dan balas membelai pipi
Mahesa Kelud. @Kakak....@ bisiknya seraya merapatkan tubuhnya ke badan Mahesa. @Dingin
sekali rasanya, peluklah aku, kakak...!@
Mahesa memeluk gadis itu. Masing-masing terasa tambah hangat. Dan tidak
sampai disitu saja, rangsangan yang menguasai Mahesa membuat dia berbuat lebih
berani lagi. Dipegangnya kedua pipi Kemaladewi lalu diciumnya seluruh muka gadis
itu. Nafas Kemaladewi memburu. Dadanya turun naik. Ditariknya leher si pemuda
dan ketika paras mereka saling berdekatan dikecupnya bibir Mahesa Kelud.
@Mahesa, kekasihku....@ @Kemala, buah hatiku,@ bisik Mahesa Kelud. Ciumannya datang bertubi-tubi
dan setiap ciuman ini dibalas dengan penuh gelora birahi oleh Kemaladewi.
Pelukan mereka semakin erat, semakin erat. Tubuh mereka sama-sama keringatan.
@Tidakkah kau merasa panas, kakak"@ bertanya Kemaladewi. Mahesa mencium
leher gadis itu sampai Kemala tertawa kegelian.
@Memang panas....@ kata Mahesa.
@Boleh kubukakan bajumu...."@ Mahesa mengangguk. Begitulah di luar
kesadarannya Kemaladewi melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya mesti terjadi
dan seberani itu. @Aku juga panas, Mahesa.....@
@Ya, kekasihku, tapi biarlah kudukung kau ke atas tempat tidur sana. Kau
@Oh kakak, dukunglah. Kemanapun kau bawa aku akan pergi . aku
milikmu.....@ @Dan aku milikmu.@ Keduanya berkecupan dahulu kemudian baru Mahesa
membawa Kemaladewi ke atas batu panjang berbentuk tepat tidur dan dialasi kain
putih di tengah ruangan. Keduanya berbaring di sana sambil berpelukan.
Kemaladewi memejamkan kedua matanya. Dia tidak membantah sama sekalai ketika
Mahesa membuka pakain merahnya bahkan di luar kesadarannya gadis ini turut
membantu! Di luar hujan semakin deras dan udara di pegunungan tambah dingin. Di
dalam ruangan tersebut meskipun kini mereka hanya berpakaian seperti Adam dan
Hawa namun kedua makhluk tersebut merasa betapa hangatnya tubuh mereka masingmasing. Mereka bicara, saling kecup, saling peluk, mereka tertawa, saling belai
dan saling rayu penuh kemesraan. Dan kalau sudah begini segala sesuatunya pun
terjadilah. Terjadi di luar kesadaran dan kemauan mereka. Terjadi karena ramuan
obat daun perangsang nafsu birahi yang telah dimasukkan oleh si nenek berhati
iblis bermuka setan ke dalam minuman mereka!.
Hujan sudah lama berhenti dan senja sudah berganti dengan malam namun
kedua insan itu masih juga bermesra-mesraan dengan segala apa yang dapat mereka
lakukan. Ketika malam berganti pula dengan pagi mereka masih juga dalam keadaan
seperti itu. Tubuh mereka tiada terasa penat, mata sama sekali tidak mengantuk
dan sebaliknya kobaran nafsu semakin menggelora! Sungguh hebat sekali daya kerja
daun obat perangsang itu! Ketika satu hari lagi berlalu maka barulah mereka
mulai sadarkan diri. Tapi tentu saja ini semua sudah serba terlambat.
*k* ENAM Yang pertama sekali sadarkan diri adalah Mahesa Kelud. Waktu itu dia berbaring
menelentang memandang ke langit-langit batu di atas. Tangan kirinya terletak di
bawah kepala Kemaladewi. Tubuhnya keringatan. Pemuda ini mengusap mukanya
beberapa kali dan berpikir-pikir berada di mana dia berada kira-kira saat ini.
Kemudian dia ingat. Dia berada dalam sebuah goa. Dan sebelum itu" Sebelum dia
bersama Kemaladewi dan Ismaya tawanannya, kehujanan di pegungunan liar. Mereka
menemui sebuah goa dan masuk ke dalam goa ini.....lalu datang penghuni goa,
seorang nenek-nenek bertampang angker..kemudian mereka dijamu minum teh.
Kemudian si nenek pergi....kemudian.....
Pada saat yang sama Kemaladewi pun sadarkan diri dan menjadi terang
ingatannya karena rangsangan obat jahat yang menguasai dirinya berangsur-angsur
mulai lenyap. Mahesa merasakan tangan kirinya yang di bawah kepala si gadis sakit. Dia
coba mengangkat tangan itu tapi berat, tertahan oleh kepala Kemaladewi. Hal ini
Mahesa Kelud - Noda Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membuat dia memalingkan kepala dan si pemuda terheran-heran ketika melihat
kepala Kemala dekat sekali dengan kepalanya! Perlahan-lahan ditariknya
tangannya, lalu bangun. Dalam bangun inilah untuk pertma kali dilihatnya
bagaimana tubuh Kemala tanpa tertutup sehelai benang pun! Dan Mahesa Kelud
lebih-lebih terkejutnya ketika menyadari dirinyapun berada dalam keadaan yang
sama! Pemuda ini melompat dari atas tidur batu itu. Begitu dlihat pakaiannya
bertebaran di lantai segera disambarnya dan dia lari dari ruangan tersebut!
Pedangnya masih tergeletak di lantai tidak diperdulikannya.
Kemaladewi tidak kurang terkejutnya. Matanya membeliak besar dan seruan
tertahan menyumbat di kerongkonganya. Pakaian merahnya dilihat terhampar di
dekat dinding. Sambil menutup auratnya gadis ini lari mengambil pakaiannya itu
dan memakainya dengan cepat. Ketika Mahesa kembali ke ruangan itu dengan langkah
gontai karena tubuhnya serasa bayang-bayang didapatinya Kemaladewi duduk
bersimpuh di sudut sambil menutupi mukanya dan menangis menyayat hati. Si pemuda
mengepalkan kedua tinjunya dan memandang ke atas batu panjang yang kain putih
penutupnya kusut acak-acakan. Di sanalah segala sesuatunya terjadi!
Mahesa melangkah mengambil pedangnya lalu mendekati Kemaladewi.
@Kemala...@ kata pemuda ini. Suaranya lain sekali. @Kau sadar apa yang telah
terjadi dengan kita"@ Si gadis menjawab pertanyaan tersebut dengan
tangisan lebih keras. Untuk beberapa lamanya Mahesa terdiam, namun di dalam
dadanya berkobar dendam yang maha besar. Dendam mana belum tentu bisa lenyap
sekalipun dia berhasil mencincang tubuh manusia penyebab bencana yaitu Si
Sitaraga alias Iblis Buntung!
Setelah menguatkan hatinya maka berkatalah kembali pemuda ini. @Kemala,
apapun yang telah terjadi sama sekali di luar kesadaran kita, bukan kehendak
kita. Kita telah tertipu oleh perempuan iblis itu. Karenanya mari kita
tinggalkan goa ini dan cari Si Iblis Buntung itu. Hanya itu yang bisa kita
lakukan.@ Kemaladewi menurunkan tangannya. Matanya sembab karena menangis dan dia
tidak berani memandang pada si pemuda. Dia berdiri sambil menopangkan tangan
kirinya ke dinding. Masih menangis dia melangkah meninggalkan ruangan itu dan
Mahesa mengikuti dari belakang.
*k* Lima hari lima malam lamanya mereka menyelidiki seluruh pelosok daerah
pegunungan itu namun manusia yang mereka cari tiada bertemu bahkan jejaknya pun
tiada kelihatan! Dalam mencari mereka hampir tidak pernah bicara dan jika
pandangan mereka saling bertemu, masing-masing sama-sama menundukkan kepala atau
memandang ke jurusan lain dengan hati hancur luluh. Keduanya kembali ke goa
dengan lemah lunglai tapi dengan kobaran dendam yang semakin menyala-nyala!
Mereka berharap akan memergoki Si Iblis Buntung di goa itu tapi satu-satunya
manusia yang menyambut kedatangan mereka adalah tubuh tertotok Ismaya.
Sampai di dalam goa Mahesa Kelud tidak dapat menahan perasaannya lagi. Terlebih
ketika dilihatnya teko dan cangkir-cangkir kosong itu. Benda-benda itu dengan
sekali tendang saja hancur bermentalan! @Kemala! Keluarlah dari sini! Biar
kuhancurkan tempat terkutuk ini!@ seru Mahesa. Kedua matanya kemerah-merahan
sedang suaranya keras lantang menggetarkan. Si gadis tak berani berkata apa-apa.
Dia cepat meninggalkan ruangan tersebut dan Mahesa dengan kepalan-kepalan
mengandung aji karang sewu yang dahsyat, mengamuk seperti orang gila, memukuli
dinding-dinding, menendangnya sampai hancur berantakan. Tempat tidur dari batu
dan juga rak dari batu di dinding turut menjadi korban dari kemarahan pemuda
yang tiada terkendalikan ini. Dari ruangan besar Mahesa berpindah ke ruangan
kecil. Mula-mula ditendangnya batu tempat meletakkan pelita kayu. Batu hacur,
pelita mental dan apinya padam! Dinding-dinding ruangan ini kemudian mendapat
gliran. Seluruh isi goa ini kini hanya merupakan keping-keping kehancuran
belaka. Mahesa sendiri pakaiannya robek-robek dan penuh debu. Banyak puing-puing
batu yang hancur menimpa tubuhnya. Tiba-tiba terdengar suara Kemaladewi dari
mulut goa. @Mahesa! Sudahlah! Hentikan, tak ada gunanya!@
Mahesa Kelud keluar dari dalam goa. @Walau bagaimanapun kita harus temukan
manusia durjana itu!@ katanya dihadapan Kemaladewi tanpa berani memandang gadis
itu. Matanya kemudian membentur tubuh Ismaya dan kini baru disadarinya bahwa
urusan dengan Sultan Hasanudin belum lagi selesai. Pemuda ini menggeram dalam
hati. Urusan yang satu belum lagi terlaksana datang lagi urusan yang lebih
besar, lebih gila! @Kemala,@ kata Mahesa pula. @Masih ada kemungkinan manusia iblis itu akan
kembali ke sini. Kita bersembunyi di sekitar sini dan apabila sampai tiga hari
tidak muncul, kita terpaksa harus pergi. Kau untuk sementara kembali ke Lembah
Rotan. Jangan ceritakan kejadian ini pada gurumu. Aku akan ke Banten membawa
Isma%a. Selesai urusanku di sana aku akan mencari sampai dapat manusia keparat
itu! @Kita harus tangkap manusia itu hidup-hidp, Mahesa....biar aku yang tebas batang
lehernya dan membelah kepalanya!@ kata Kemaladewi. @Dan kau harus kembali dalam
waktu yang singkat Mahesa. Aku khawatir jika aku.....@ Kemaladewi tak bisa
melanjutkan kalimatnya. Dia kembali menangis terisak-isak. Mereka menunggu
sampai tiga hari, tapi Si Iblis Buntung tidak muncul.!
*k* Gudang Ebook (ebookHP.com)
http://www.zheraf.net Beberapa hari kemudian. Dari puncak bukit itu kelihatan Lembah Rotan. Pondok terapung Si Dewa Tongkat
berada di tengah-tengah danau. Mahesa memandang ke arah pondok yang pintu serta
jendelanya tertutup lalu berkata : @Kita berpisah di sini Kemala, ingat pesanku.
Jangan sampai gurumu mengetahui hal ini....!@
@Kau....kau pasti datang bukan Mahesa"@
Pemuda itu mengangguk perlahan.
@Jika selesai urusanku di Banten dan jika sampai tiga bulan kau belum juga
berhasil menemukan Si Iblis Buntung, kau harus kembali cepat-cepat ke sini
Mahesa....kau dengar..."@
@Ya....@ @Hanya ada satu jalan untuk menutupi malu besar ini Mahesa, kau harus mengawini
aku!@ kata Kemaladewi dengan kedua mata berkaca-kaca.
@Kawin! Kau harus mengawini aku, harus!@ kata-kata itu mengiang lama sekali di
kedua telinga Mahesa Kelud.
Dia harus kawin akibat dari perbuatan yang dilakukannya di luar kesadarannya,
dengan alasan untuk menutupi malu! Menggigil tubuh pemuda ini! Bagaimana dia
bisa kawin dengan perempuan yang dia tidak cintai"! Meskipun dia telah melakukan
hal terkutuk itu" Bagaimana mungkin dia kawin dengan Kemala bila dia harus
meninggalkan Wulansari yang dikasihinya" Bisakah dia mengkhianati cinta gadis
itu karena alasan dia bertanggung jawab terhadap perbuatannya atas Kemaladewi"
@Tidak, bukan aku yang harus bertanggung jawab. Tapi nenek keparat itu, Si Iblis
Buntung jahanam itu!@ @Mahesa.@ Si pemuda diam. @Kau harus kembali. Kau harus mengawini aku. Bukan saja karena perbuatan yang
telah kita lakukan tapi juga demi anak kita yang akan kukandung nanti. Dan juga
karena aku mencintaimu.....
Kalau saja saat ini membentang lautan api luas bergejolak di hadapannya mungkin
Mahesa Kelud menghambur membuang diri. Apa yang dikatakan Kemaladewi adalah satu
kenyataan. Tapi satu kenyataan yang harus pula dibantahnya, akhirnya pemuda ini
membuka mulut : @Baiklah, Kemala! Hal ini akan kita bicarakan nanti lebih
lanjut....@ dan sebelum gadis itu mengatakan sesuatu, Mahesa Kelud sudah lari
menuruni bukit dengan tubuh Ismaya di bahu kanannya. Kemaladewi mengikuti pemuda
itu dengan pandangan mata yang berkaca-kaca. Ketika Mahesa Kelud sudah lama
menghilang di kejauhan baru Kemaladewi bergerak dari sana.
*k* TUJUH Setelah menempuh perjalanan jauh yang melelahkan pada hari ke empat sejak dia
meninggalkan Lembah Rotan maka sampailah Mahesa Kelud di Kotaraja Banten.
Pengawal-pengawal tak ada yang berani menghalanginya pemuda ini bersama
tawanannya, yang boleh dikatakan hampir dua minggu lamanya berada dalam keadaan
tertotok, langsung masuk ke dalam istana di mana saat itu kebetulan sekali
Sultan Hasanuddin mengadakan pertemuan dengan patih Sumapraja serta pejabatpejabat tinggi istana lainnya. Sultan serta semua yang hadir di situ tentu saja
terkejut melihat kedatangan Mahesa Kelud memanggul sesosok tubuh manusia yang
berada dalam keadaan menyedihkan.
Mahesa menghempaskan tubuh Ismaya di atas permadani di hadapan Sultan.
@Sultan,@ katanya. @Sebelum manusia bernama Ismaya ini disuruh bicara, lebih
dahulu harap dibebaskan Raden Mas Ekawira dan dibawa ke sini!@
Sultan memandang pada tubuh Ismaya yang tergeletak di ujung kakinya.
Pandangannya kemudian dialihkan kepada Mahesa lalu dilambaikan tangannya memberi
tanda. Empat orang pengawal segera meninggalkan ruangan tersebut. Tak lama
kemudian keempatnya kembali beserta Raden Mas Ekawira. Kepala Pengawal Istana
agak kurus kini dan parasnya juga pucat. Namun dia tertawa lebar ketika melihat
Mahesa Kelud. @Mahesa!@ serunya gembira. @Aku tahu kau pasti kembali dengan manusia
ini!@ Ekawira melirik tajam pada Sultan lalu berkata pada Mahesa. @Lepaskan
totokannya! Lebih cepat kebenaran kita singkapkan akan lebih baik.@
Mahesa Kelud menjambak rambut Ismaya dan menegakan tubuh pemuda itu, lalu
menotok pada bagian punggung serta dadanya. Perlahan-lahan Ismaya membuka kedua
matanya. Pandangan mata pemuda itu sangat kuyu, parasnya pucat seperti mayat,
pakaiannya robek-robek serta kotor. Kedua bola mata yang terletak dalam mata
yang kini begitu cekung itu berputar sebentar dan Ismaya maklum di mana ia
berada pada saat itu. Tanpa melepaskan jambakannya Mahesa Kelud berkata : @Ismaya, siapakah kau adanya
kami di sini sekalian sudah tahu! Jika kau mau bicara jujur dan memberikan
keterangan tentang pengkhianatan Tirta serta Jaka Luwak maka ada harapan hukuman
yang bakal dijatuhkan padamu diringankan. Tapi jika kau bungkam seribu bahasa
atau berikan keterangan palsu, tubuhmu akan kukuliti seperti seekor kambing!@
Mulut pemuda itu tampak bergerak-gerak. Empat belas hari dia ditawan dan ditotok
serta selama empat belas hari itu pula dia tidak pernah makan ataupun minum!
Namun untung Mahesa telah menotoknya di dua bagian sehingga seluruh peredaran
darahnya terhenti dan sel-sel dalam tubuhnya tidak bekerja. Waktu totokannya
dilepaskan kembali dia hanya merasakan tubuhnya sangat letih dan perutnya perih,
tak ubahnya seperti seorang habis bangun tidur.
Karena Ismaya tidak memberikan jawaban maka sambil berdiri bertanyalah Sultan
Hasanuddin. @Orang muda, apa yang kau ketahui tentang Raden Mas Tirta dan
pembantunya Jaka Luwak"! Benar keduanya mengkhianati Banten"!@
@Benar Sultan....@ jawab Ismaya. @Keduanya mula-mula bersekutu dengan Prabu
Pajajaran untuk menghancurkan Banten dari dalam. Sesudah itu dengan maksud untuk
mencari keuntungan berlipat ganda mereka mengkhianati pula Sang Prabu!@
@Lalu apa yang kau ketahui tentang kedua orang ini!"@ tanya Sultan pula seraya
menunjuk Ekawira dan Mahesa Kelud.
@Mereka . . . . ..keduanya adalah kalau tidak salah...orang-orang yang
menolongku waktu dikeroyok oleh Raden Mas Tita dan Jaka Luwak...@
@Ada hubungan apa antara kau dan keduanya sampai mereka turun tangan
menolongmu"!@ tanya Sultan pula dan kali ini seraya berdiri dari kursi
kebesarannya. Ismaya memandang sebentar pada Mahesa Kelud dan Ekawira lalu menjawab : @Mengapa
mereka menolong saya, ini satu hal yang tidak saya mengerti, Sultan. Tapi mereka
tidak ada hubungan apa-apa dengan sang prabu, jika itu yang ingin Sultan
ketahui!@ Perlahan-lahan Sultan duduk kembali ke singgasananya @pengawal!@ katanya
kemudian. @Masukkan dia ke dalam penjara!@
Empat pengawal yang tadi membawa Ekawira kini segera mengelilingi Ismaya. Pemuda
ini terkejut. @Sultan! Saya sudah memberikan keterangan yang jujur! Mengapa saya
harus masuk penjara"!@
@Untuk manusia semacammu ini selayaknya dihukum pancung!@ sahut Sultan. @Aku
bermurah hati untuk mengurungmu hanya sepuluh tahun!@
Ismaya hendak membuka mulutnya. Tapi Sultan Hasanuddin melambaikan tangannya dan
keempat pengawal tadi segera mengiringi pemuda Pajajaran ini dari sana.
Sultan menyeka mukanya yang keringatan dengan sehelai sapu tangan. Mahesa Kelud
menganggukkan kepalanya pada Ekawira dan yang belakangan ini segera buka mulut
angkat bicara. @Sultan, kini kebenaran yang sesungguhnya sudah disingkapkan. Fitnah dan
kepalsuan sudah terongkar. Semua yag hadir di sini sudah pula sama mengetahui
siapa yang seharusnya dicap pengkhianat, siapa-siapa yang seharusnya disebut
penjilat dan tukang putar balikkan kenyataan serta siapa-siapa manusianya yang
patut dinamakan binatang-binatang ular kepala dua itu! Atau mungkin bagi Sultan
masih belum jelas..."!@ Nada Ekawira waktu bicara itu jelas membayangkan rasa
mengejek. Semuanya sudah jelas bagiku, Raden Mas Ekawira.@ Sahut sang Sultan dengan paras
kemerahan. @Aku akui bahwa aku telah membuat kekeliruan. Mulai hari ini,
disaksikan oleh Patih dan pejabat-pejabat tinggi kerajaan kau ku angkat menjadi
Kepala ?alatentara Banten! Dan kau Mahesa, kuserahkan jabatan Kepala Pengawal
Istana. Ekawira tertawa. @Sultan, kau mungkin lupa. Tapi aku tidak. Ingat apa yang kau
katakan pada saat sahabatku Mahesa Kelud hendak meninggalkan istana ini untuk
mencari Ismaya tempo hari" Saat itu aku berkata bila nanti Mahesa kembali
membawa Ismaya dan membentangkan kebenaran bahwa kami bukanlah pengkhianatpengkhianat maka pada saat itulah aku akan melepaskan segala jabatan yang telah
diberikan kepadaku!@ pemuda itu diam sejurus lalu meneruskan, @Menyesal sekali,
Sultan. Aku tak dapat menerima jabatan yang kau anugrahkan itu. Hari ini Jabatan
sebagai Kepala Pengawal Istana kuserahkan kembali kepadamu.!@
@Raden Mas Ekawira...." kata Sultan pula. Tapi kalimatnya ini cepat dipotong
oleh Ekawira. @Sebutan Raden Mas itu....adalah juga anugerahmu, Sultan. Karenanya harus pula
kukegbalikan kepadamu. Aku dilahirkan dengan nama Ekawira, tanpa gelaran Raden
Mas! Sangat merah muka sang Sultan mendengar ucapan pemuda itu. Sesungguhnya katakata Ekawira lebih dari satu tempelakan baginya. Diam-diam sang Sultan menyesali
dirinya. @Dimas Ekawira,@ terdengar suara Patih Sumapraja. Tidak dapatkah kau tarik
kembali kata-katamu dulu itu" Kurasa tentu dapat!@
@Orang lain mungkin dapat, Paman Patih,@ sahut Ekawira dengan senyum. @Tapi
walau buruk-buruk begini, aku bukan macamnya manusia yang suka menjilat air
ludah yang sudah disemburkan. Aku berasal dari kalangan rendah dan biarlah
kembali ke kalangan rendah.@ Sesungguhnya Paman Patih juga dapat merasakan
betapa kecewanya hati pemuda itu atas tindakan keliru sang Sultan. Tapi apa mau
dikata. Ekawira berpaling pada Mahesa Kelud. @Bagaimana denganmu, Dimas"@ tanyanya.
@Sultan,@ berkata Mahesa. Terima kasih atas anugerah pangkat yang diberikan
padaku. Cuma menyesal sekali, aku tak dapat menerimanya.@
Suasana di dalam ruangan itu terasa sunyi untuk beberapa lamanya. Kesunyian
dipecahkan oleh suara Ekawira : @Sultan, karena sahabatku tidak pula dapat
menerima jabatan yang diberikan kepadanya, maka kami kira sudah saatnya bagi
kami untuk meminta diri.@ Pemuda ini menjura di hadapan Sultan. Perbuatan ini
diikuti oleh Mahesa Kelud yang kemudian mereka sama-sama pula memberi hormat
pada Patih Sumapraja dan pejabat-pejabat tinggi lainnya.
Ketika mereka sampai di pintu maka berserulah Sultan. @Ekawira! Mahesa!
Kembalilah!@ Namun jawaban yang diterima oleh sang Sultan hanyalah lambaian tangan dan
senyuman kedua pemuda itu.
Di luar istana cukup cerah. Kedua pemuda ini berjalan berdampingan. @Mahesa,
kemanakah kau akan melanjutkan perjalanan"!@
@Belum dapat dipastikan,@ jawab Mahesa. Tapi ingatannya tertuju kepada
Kemaladewi. @Kau sendiri hendak kemana, kakang"@
@Sudah sejak lama aku bermaksud untuk mengembara, mencari pengalaman dan mencari
guru-guru sakti. Kurasa inilah saat yang baik untuk memulainya.@
@Kakang, kau pernah dengar tentang manusia bernama Simo Gembong"@ tanya Mahesa.
Ekawira gelengkan kepala.
@Atau tahukah tentang pedang sakti bernama Samber Nyawa"@
@Ahh...kalau pedang sakti itu, hanyalah merupakan kisah isapan jempol belaka,
Dimas...@ @Tapi kau pernah dengar"@
@Ya, katanya ada di sebuah pulau. Tapi entah pulau apa.@
Dengan demikian sudah dua orang yang memberi keterangan kepada Mahesa tentang
pedang sakti yang dicarinya itu. Pertama Sentot Bangil atau Pendekar Budiman,
kakek Wulansari dan kedua Ekawira. Keduanya sama-sama menerangkan pedang
tersebut berada di suatu pulau.
Mahesa Kelud - Noda Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka sampai di luar kota. Pada satu persimpangan jalan di sinilah mereka
mengambil arah masing-masing. Keduanya saling berangkulan, sama-sama menjura,
melambaikan tangan dan berpisah. Ekawira merasa sangat terharu. Memang sedih
juga melepaskan seorang sahabat, apalagi sahabat yang banyak jasanya seperti
Mahesa Kelud itu. 'k 'k 'k DELAPAN Dua bulan lebih lamanya Mahesa Kelud mengitari daerah barat terutama sekitar
pegunungan di mana terletak goa Si Iblis Buntung dan telah berulang kali pula
pemuda ini datang ke goa yang hancur lebur akibat amukannya tempo hari namun
manusia biang bencana yang dicarinya itu tidak kunjung bertemu. Sitaraga alas
Iblis Buntung lenyap tak tentu rimbanya, hilang tanpa meninggalkan jejak!@
Sementara itu Mahesa Kelud ingat pula akan kata-kata Kemaladewi yaitu
bila tiga bulan tidak berhasil mencari dan menemui Si Iblis Buntung maka ia
harus kembali ke Lembah Rotan. Pemuda ini kertakan giginya. Dia akui bahwa dia
telah melakukan hubungan di luar kawin dengan gadis ini sampai berulang kali
selama dua hari dua malam berturut-turut yang mana pasti akan menyebabkan si
gadis hamil! Tapi itu semua akibat rangsangan teh terkutuk Si Iblis Buntung
sehingga baik dia maupun Kemaladewi jadi lupa daratan tak sadar diri! Haruskah
dia mengawini gadis itu" Kalau dia kabulkan permintaan Kemaladewi, lantas
bagaimana dengan Wulansari" Dia terlalu mencintai gadis yang seorang diri ini.
Baginya Wulansari adalah sebagian dari kehidupannya dan tak akan sanggup dia
meninggalkan gadis tersebut apalagi meainggalkannya untuk kawin dengan gadis
lain! Wulansari sendiri tentu akan kecewa dan menderita batin seumur hidupnya
jika ditinggalkan. Mahesa maklum bagaimana tulus dan sucinya kasih sayang
Wulansari, bagaimana setia dan jujurnya gadis itu!
Akhirnya bulatlah tekad pemuda ini walau apapun yang terjadi, walau akibat
apapun yang akan ditanggungnya nanti, walau cap atau nama apa yang diberikan
nanti kepadanya, namun dia tetap tak akan mengabulkan permintaan Kemaladewi. Tak
sampai hati untuk mengkhianati Wulansari. Kalu perlu segala itu semua akan
bersedia ditebus denga jiwa raganya.
*k* Kita tinggalkan dulu murid Embah Jagatnata itu. Kita kembali ke puncak Gunung
Halimun. Waktu Mahesa Kelud memboyong Ismaya dan mengejar Gandabrajasura yang
melarikan Kemaladewi maka Ki Balangnipa yang saat itu tengah bertempur matimatian menghadapi Resi Mintaraya segera mengirimkan tiga senjata rahasianya
untuk menghalangi Mahesa. Namun dengan sekali putaran pedang sakti di tangannya,
Mahesa dapat membuat mental ketiga senjata rahasia yang mengandung racun sangat
berbahaya itu. Sesudah Mahesa meninggalkan puncak Gunung Halimun maka pertempuran diantara
kedua orang sakti tersebut yakni Ki Balangnpa dan Resi Mintaraya berjalan
semakin seru! Namun dalam jurus demi jurus semakin kentara bahwa ilmu kepandaian
Resi Mintaraya masih beberapa tingkat di bawah Ki Balangnipa. Meski resi dari
Pajajaran ini mempergunakan dua senjata yaitu tombak besi berbentuk garpu dan
pedang namun dia tak berdaya menghadapi senjata lawannya yaitu berupa pakaian
hitam yang mengebut kian kemari dengan segala kedahsyatannya.
Sudah beberapa kali Mintaraya terpaksa harus menerima pukulan hebat senjata Ki
Balangnipa dan setiap senjata anehnya tersebut mengenai tubuh atau mukanya maka
tenaga dalamnya serasa mengendor, ilmu silatnya jadi kacau tak menentu dan
akhirnya ketika ujung baju hitam menyambar mukanya dengan tepat sekali,
Mintaraya terpelanting ke belakang dari lubang hidung dan kedua matanya keluar
darah! Meski kini dia tak dapat melihat namun dengan mempergunakan perasaan dan
pendengarannya, Mintaraya dapat mengetahui di mana musuhnya berada. Resi ini
segera menyerang dengan hebat. Namun dalam keadaan normal saja dia sudah tidak
sanggup menghadapi lawannya, apalagi dalam keadaan sudah terluka parah itu!
Hantaman senjata lawan datang bertubi-tubi. Tubuh Mintaraya roboh dan terguling
kian kemari. Dalam keadaan sangat menyedihkan akhirnya resi sakti ini meregang
nyawa! Ki Balangnipa mengenakan baju hitamnya kembali. Dipandangnya mayat Mintaraya
sejurus lalu dengan cepat meninggalkan tempat itu. Di dalam kepalanya masih
banyak rencana-rencana maut yang akan dilaksanakannya. Diantaranya mengejar
Mahesa Kelud dan pergi ke Banten untuk mencabut nyawa sepuluh orang yang
dikasihani Sultan yaitu sesuai dengan sumpahnya tempo hari sewaktu dia terpaksa
harus membunuh muridnya sendiri, Jaka Luak!
*k* Karena dia sudah bertekad bulat untuk tidak pergi ke Lembah Rotan maka Mahesa
Kelud meneruskan perjalanannya ke arah timur. Dalam perjalanan ini mendadak
sontak dia menghitung-hitung dan menyadari bahwa pengembaraannya sejak
meninggalkan tempat gurunya Si Suara Tanpa Rupa sudah berjalan sebelas bulan,
jadi hampir satu tahun! Ini berarti dia harus segera kembali ke tempat gurunya
itu. Maka Mahesa pun mengeluarkan ilmu lari @kaki angin@nya. Tubuhnya melesat ke
muka, larinya boleh dibilang seperti tidak menjejak tanah dan cepatnya bukan
main! Namun mendekati sebuah daerah berawa-rawa, pemuda ini terpaksa hentian larinya
ketika kedua telinganya yang tajam menangkap suara cambukan-cambukan yang amat
dahsyat dibarengi dengan suara tertawaan bekakakan tiada hentinya. Rasa ingin
tahun membuat pemuda ini segera mendekat ke arah datangnya suara cambukancambukan dan suara tertawa tersebut. Dia menyelinap di balik sebuah batu dan
menyibakkan semak-semak di hadapannya. Apa yang dilihatnya sangat mengejutkan.
Di atas tanah miring di mana di bagian bawahnya terdapat sebuah rawa-rawa besar
menggeletak tubuh seorang tua renta berambut putih terbungkus oleh sebuah jerat
terbuat dari sejenis tali aneh yang tak mudah untuk diputuskan! Di lereng tanah
miring itu berdiri seorang pemuda belia yang tiada henti-hentinya menghantamkan
cambuk ke tubuh si orang tua yang tiada berdaya! Setiap kali cambuk itu
menghantam tubuh si orang tua yang terbungkus oleh jala maka setiap itu pula
kelihatan asap mengepul! Kulit tubuh orang tua yang malang ini menjadi hangus
melepuh! Sungguh luar biasa kehebatan cambuk tersebut dan lebih luar biasa lagi
adalah si orang tua itu. Meskipun dia menderita sehebat itu namun tiada
sedikitpun terdengar suara keluh kesakitan ataupun erangan dari mulutnya!
Melihat penyiksaan yang kejam ini Mahesa Kelud menjadi geram. Dia segera
melompat dari persembunyiannya, menyerang si pemuda dari samping dengan sebat
merampas cambuk itu. Tapi sungguh luar biasa. Tanpa menoleh sedikitun pemuda itu
menggerakkan tangannya yang memegang cambuk dan tahu-tahu ujung cambuk dengan
sangat cepatnya menyerang ke kepala Mahesa Kelud! Tak ayal lagi Mahesa
menundukkan kepala, tapi seperti mempunyai mata dan seperti sudah menduga lebih
dahulu ujung cambuk turun menyambar ke bawah. Mau tak mau Mahesa Kelud membuang
diri ke tanah. Waktu dia bergulingan di tanah, cambuk itu masih terus
mengikutinya, untung saja Mahesa bertindak cepat.
Murid Embah Jagatnata ini maklum bahwa yang harus dilakukannya ialah merampas
senjata lawan sebelum dia kena hantam. Dari gurunya Si Suara Tanpa Rupa Mahesa
bukan saja mendapatkan pelajaran tentang berbagai kegunaan dan keampuhan macammacam senjata tapi diajar juga mengetahui kelemahan dari masing-masing senjata
itu! Satu diantaranya adalah cambuk. Untuk perkelahian jarak jauh memang cambuk
sangat ampuh sekali apalagi cambuk sakti luar biasa seperti yang di tangan si
pemuda yang menjadi lawan Mahesa saat itu. Namun kelemahan cambuk, tak peduli
apakah cambuk biasa ataupun cambuk sakti ialah tidak akan berdaya apa-apa dalam
pertempuran atau perkelahian jarak dekat!
Karenanya waktu cambuk lawan datang melesat kembali menyerang kepalanya, Mahesa
segera merunduk, bersamaan dengan itu dia menjumput segenggam pasir dan
melemparkannya ke arah lawan. Meskipun hanyalah pasir-pasir belaka namun karena
dilemparkan dengan menggunakan tenaga dalam maka pasir-pasir itu mendesing di
udara dan dapat membutakan mata. Kini tertawa bekakakan si pemuda hilang. Lebihlebih ketika tiada diduganya Mahesa tahu-tahu secepat kilat sudah berada di
hadapannya dan mengirimkan pukulan @karang sewu@ yang dahsyat! Dia mengelak
kesamping namun sudah ditunggu oleh tendangan kaki kiri Mahesa! Dengan penasaran
pemuda ini memukulkan gagang cambuknya ke kepala Mahesa namun saat itu tangan
kanan Mahesa Kelud sudah menyambar dengan cepat ke arah pertengahan cambuk
sedang tangan kirinya menjotos ke sambungan siku! Karena pemuda tersebut
berusaha menyelamatkan sikunya maka kesempatan ini dipergunakan oleh Mahesa
untuk menarik cambuk! Si pemuda mengamuk hebat ketika cambuknya kena dirampas. Dari mulutnya keluar
suara mengaum seperti seekor macan terluka, Mahesa Kelud memutar cambuknya di
atas kepala. Senjata pemuda itu kemudian dipakainya untuk menghantam pemiliknya
sendiri. Si pemuda berusaha menghindar tapi tidak berhasil. Ujung tombak telah
menghantam dadanya, bajunya robek, kulit dadanya mengepul dan hangus! Tubuhnya
tertatih ke muka tapi kemudian dengan buas menyerang kembali!
@Pemuda asing.....pemuda asing!@ terdengar satu suara. Tanpa menoleh Mahesa
maklum yang berkata adalah orang tua renta berambut putih yang melingkar di
dalam jala. @Jangan bunuh lawanmu! Jangan bunuh dia! Dia adalah muridku, aku
sendiri yang akan menghukumnya! Totok tubuhnya! Jangan bunuh!@
Si pemuda kelihatan geram sekali. Sementara Mahesa Kelud kembali memutar
cambuknya di atas kepala lalu melancarkan serangan tipuan ke arah pemuda itu.
Ketika lawannya merunduk, Mahesa dengan kesigapan luar biasa memutar cambuk dan
tahu-tahu kini gagang senjata itu yang melesat ke dada kanan lawan. Tanpa suara
si pemuda roboh ke tanah tiada bisa bergerak lagi karena tubuhnya sekaligus
sudah kena totok! Mahesa Kelud melangkah mendekati orang tua yang berada di dalam jala. Pakaian
orang tua itu penuh dengan robekan-robekan sedang kulit tubuhnya hangus. Mahesa
berlutut. Dengan kedua tangannya pemuda ini coba memutuskan jala. Namun meskipun
dia sudah mengerahkan tenaga dalamnya, jala itu tetap tidak bisa diputuskan.
@Orang tua!@ kata Mahesa. @Mungkin kau bisa memberi petunjuk bagaimana membuka
jala ini"!@ @Jala ini bukan jala biasa, anak muda. Kalau tidak tentu aku sejak tadi bisa
membebaskan diri....@ jawab si orang tua.
Mahesa ingat akan aji pukulan @karang sewu@. Dengan pukulan ini mungkin dia bisa
menghancurkan jala tersebut. Namun sudah barang tentu si orang tua sendiri akan
menderita bahkan akan terluka parah karena pukulan itu! Mahesa jadi serba
bingung. Akhirnya dinyalakannya api, lalu dengan sebatang ranting yang terbakar
dicobanya untuk memutuskan tali-tali jala. Tapi sia-sia saja! Tali-tali jala
tersebut sukar sekali diputuskan!
@Pemuda,@ kata si orang tua dengan nada putus asa. @Kulihat agaknya di balik
punggungmu ada sebilah pedang. Coba pergunakan senjata itu. Mudah-mudahan
berhasil.@ Mahesa Kelud baru ingat akan senjata mustikanya itu. Mendengar kata-kata si
orang tua segera dikeluarkannya pedang sakti tersebut! Dan benar saja! Dengan
mempergunakan ujung pedang yang runcing tajam maka tali-tali jala tidak berdaya
lagi mempertahankan diri alias dibikin putus-putus! Sesaat kemudian si orang tua
berambut putih itu pun bebaslah dari dalam jala. Begitu keluar dia segera duduk
bersila di tanah, mengerahkan tenaga dalamnya ke seluruh bagian tubuh dan
mengatur peredaran darahnya. Beberapa saat berlalu dan pekerjaan itupun selesai.
Tubuhnya kelihatan menjadi segar.
Kedua matanya memandang kepada Mahesa Kelud. @Pemuda, kau siapa"@ tanyanya.
@Namaku Mahesa Kelud. Aku kebetulan lewat di sini dan mendengar suara cambukancambukan dan suara tertawa. Aku terkejut melihat apa yang terjadi di sini! Dan
jadi tidak mengerti kalau kau katakan bahwa pemuda itu adalah muridmu....mengapa
dia berbuat begitu padamu"!@
@Mahesa, sesuatu telah terjadi dengan dia. Tapi biar aku ceritakan nanti! Lebih
cepat murid durhaka itu dikirim ke neraka lebih baik!@
Si orang tua, yang bernama Namajeni mendekati muridnya, dilepaskannya totokan si
murid. Begitu pemuda tersebut sadarkan diri membentaklah dia. @Langlang! Bangun!
Terimalah hukumanmu!@ Langlangseta memandang ganas kepada gurunya lalu tertawa bekakakan. @orang tua
keparat!@ makinya. @Kupatahkan batang lehermu!@ Bersamaan dengan itu dia
menerjang ke muka mengirimkan serangan dahsyat. Tapi Namajeni bukan guru
percuma. Tubuhnya berkelebat dan @bukk!@ Tendangan kaki kanannya mampir di dada
sang murid! Langlangseta jatuh dduk di tanah tapi segera bangun. Dan ketika
bangun ditangannya sudah tergenggam sebilah keris berlekuk tujuh berwarna hitam!
Keris ini adalah pemberian gurunya sendiri!
@Ha . . . . . ..ha . . . . ..ha...!@ tawa Langlangseta. @Orang tua gila! Kau
lihat keris ini"!@ dengan senjata pemberianmu ini aku akan menghabisi kau punya nyawa!
Mampuslah!@ untuk kedua kalinya si murid menyerang. Namun seperti tadi begitu
serangannya berhasil dielakkan maka Namajeni balas melancarkan tendangan. Kali
ini tendangannya bersarang di uluhati si murid. Langlangseta mengeluarkan suara
seperti orang mau muntah, tubuhnya jatuh, terguling ke bawah dan masuk ke dalam
rawa-rawa. Sedikit demi sedikit tubuh pemuda itu amblas dihisap oleh lumpur maut
untuk akhirnya lenyap sama sekali tiada bekas!
Namajeni berpaling kepada Mahesa. @Itu hukuman bagi seorang murid durhaka!@
desisnya. @Kau tentu heran mengapa aku berlaku demikian dan mengapa muridku
bertindak kejam gila kepadaku, bukan" Aku akan ceritakan . Mahesa, Langlangseta
kudidik sejak berumur tujuh belas tahun. Kepadanya kemudian kuceritakan bahwa
tak jauh dari sini ada sebuah goa didiami oleh manusia halus yang sakti. Siapa
saja boleh menuntut ilmu kepadanya tapi begitu mendapatkan ilmu orang tersebut
akan menjadi gila dan membunuh semau hatinya. Muridku tak kuat iman, meskipun
telah kularang diam-diam dia kabur dan pergi ke goa seta. Hanya seminggu dia di
sana, dia sudah dibekali senjata ampuh luar biasa yaitu jala tadi dan cambuk.
Dia kembali membawa senjata itu ke kediamanku dalam keadaan gila. Aku tidak
menduga kalau dia akan menyerangku dan tahu-tahu aku sudah kena dijeratnya di
dalam jala. Dari pertapaanku aku diseretnya hingga ke sini, didera tiada henti.
Dia bermaksud akan melemparkan aku ke dalam rawa setelah lebih dahulu menganiaya
aku. Untung kau datang! Dan ini membuat aku berhutang nyawa kepadamu, Mahesa!@
@Lupakan tentang segala hutang-hutang itu orang tua, aku senang sudah dapat
menolongmu.@ Namajeni mengambil jala dan cambuk yang tergeletak di tanah lalu melemparkannya
ke dalam rawa. @Karena ini adalah senjata-senjata setan maka biarlah kembali
kepada setan!@ katanya. Sebenarnya Mahesa merasa sayang dibuangnya dua senjata
ampuh itu, tapi untuk melarang dia tidak berani. @Mahesa, melihat kepada ilmu
silatmu dan kepada pedang yang kau miliki nyatalah bahwa kau bukan murid seorang
sembarangan. Siapakah nama gurumu"@ @Kalau mengenai guru, sesungguhnya aku
memiliki ganyak guru, orang tua. Salah satu diantaranya adalah Si Suara Tanpa
Rupa..... @Suara Tanpa Rupa"! Pantas....pantas muridnya begini sakti! Ahirnya orang sakti
itu telah memutuskan untuk mengambil murid. Kau beruntung jadi muridnya Mahesa!
Dia seorang sakti luar biasa tapi jarang mau menampakkan diri dan karena itulah
dia dijuluki Si Suara Tanpa Rupa!@ Setelah menatap paras pemuda itu seketika
maka berkata pula Namajeni. @Mahesa, ketika aku berada dalam jeratan jala dan
disiksa tadi, sesungguhnya aku sudah berniat di dalam hati. Jika ada orang yang
menolongku, maka kepadanya aku akan memberikan petunjuk untuk mendapatkan sebuah
senjata sakti.....@ @Ah.?..orang tua,@ ujar Mahesa. @Aku menolongmu tanpa mengharapkan pamrih apaapa. @Aku tahu, tapi itu sudah menjadi niatku! Dan kau harus terima Mahesa! Aku
sendiri di waktu muda pernah berusaha untuk mendapatkan senjata itu, tapi sampai
tujuh kali kucoba selalu gagal! Kau mungkin berjodoh, Mahesa. Cuma menyesal
senjata tersebut letaknya tak bisa kuberitahukan sekarang. Jika kau mau
bersabar, datanglah setahun di muka ke sini. Aku akan tunggu kau di dekat rawa
ini. Bukan aku mengecilkan arti pedang saktimu tadi, tapi senjata yang kukatakan
itu mungkin tidak akan kalah dengan senjata merahmu!@
*k* Gudang Ebook (ebookHP.com)
http://www.zheraf.net SEMBILAN Bukan aku mengecilkan atau meremehkan pedang merahmu itu Mahesa,@ kata Namajeni
pula, @Tapi nanti akan kubuktikan sendiri kelak bahwa senjata sakti yang akan
kutunjukkan tempatnya itu kepadamu tidak akan kalah kehebatannya dengan pedangmu
tersebut. Nah Mahesa, kau mau datang ke sini pada waktu yang kujanjikan itu..."@
Mahesa Kelud berpikir-pikir seketika.
Si orang tua berkata : @Hanya dengan menunjukkan tempat senjata sakti itulah
kurasa aku bisa membalas jasamu pemuda, atau lebih tepatnya hutang nyawa....@
@Jika aku boleh tanya orang tua, mengapa kau sendiri tidak berusaha untuk
memilikinya"@ Namajeni tertawa. @Aku sudah ketuaan, terlalu tua!@ katanya. @Senjata-senjata
sakti macam demikian harus dimiliki pemuda gagah perkasa berhati mulia serta
penolong sesama umat manusia. Aku yang sudah tua ini mana bisa mengembara
membuat kebaikan. Paling-paling aku hanya turun pertapaan sekali-kali saja bila
didesak oleh keadaan. Selebihnya tentu aku lebih baik mengeram di tempat
kediamanku....@ @Tapi kau bisa berikan senjata itu kepada muridmu.@
@Aku cuma punya satu murid sejak muridku yang pertama hilang tak tentu rimbanya.
Mahesa Kelud - Noda Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan murid yang satu tadi kau sudah saksikan sendiri manusia macam bagaimana
adanya...@ @Siapakah nama muridmu yang hilang itu"@ tanya Mahesa ingin tahu.
@Kusuma. Jika dia masih hidup tentu dia akan sebesarmu saat ini!@ Namajeni
mengangkat bahunya lalu bertanya, @Bagaimana, kau bersedia..."@
@Baiklah Namajeni. Tahun di muka aku akan datang ke sini.....@
@Bagus!@ kata orang tua itu dengan hati gembira dan puas. Dia menganggukkan
kepala dan memutar tubuh.
@Tunggu sebentar, orang tua,@ Kata Mahesa.
@Ya, ada pertanyaanmu atau sesuatu yang kurang jelas"@ tanya Namajeni.
@Oleh guruku waktu hendak turun gunung aku diberi dua buah tugas,@ menerangkan
Mahesa. @Tugas pertama mencari seorang bernama Simo Gembong. Tugas selanjutnya
mencari Pedang Samber Nyawa. Mungkin kau bisa memberi sedikit keterangan....
Namajeni memandang ke langit putih bersih di atasnya. Dia berpikir-pikir.
Kemudian kepalanya yang menengadah diturunkan kembali dan dia memandang pada
pemuda yang di hadapannya. @Tentang manusia Simo Gembong itu tak banyak yang
kuketahui kecuali bahwa dia di masa mudanya seorang doyan perempuan dan berhati
kejam. Dia sakti sekali. Sampai saat ini dia menghilang belasan tahun lewat,
sebegitu jauh tak pernah kudengar adanya satu pendekarpun dalam dunia persilatan
yang berhasil atau sanggup mengalahkannya...
@Dapatkah kau menerangkan atau menduga kira-kira di mana manusia itu kini
berada"@ @Ini satu pertanyaan yang suli untuk dijawab, Mahesa.@ Sahut Namajeni. @Dia
hilang lenyap begitu saja seperti gaib, entah masih hidup entah sudah mati.@
@Sebelum dia menghilang,@ kata Mahesa. @Di mana yang terakhir sekali dia
terlihat"@ Namajeni mengusap rambutnya yang berwarna putih. @Kalau aku tak salah di daerah
Jawa Timur sana, tapi ini aku tidak pasti. Terangnya di tanah Jawa inilah karena
daerah pengembaraannya boleh dikatakan tidak menyebrang dari daratan Jawa. Di
mana dia berada saat ini....hanya Yang Satu dapat mengetahui.@ Kata orang tua
itu sambil menunjuk ke atas langit.
@Terima kasih, Namajeni. Bagaimana dengan Pedang Samber Nyawa itu"@
@Ini lagi satu pertanyaan yang sulit ku jawab secara pasti,@ jawab Namajeni. Dia
diam sebentar lalu meneruskan. @Ketika aku masih kecil kuketahui orang-orang
sakti di dunia persilatan sudah lama membicarakan tentang pedang sakti tersebut.
Kemudian pedang ini berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Siapa yang
memiliki pedang tersebut maka dia merajai, menjagoi dunia persilatan. Seperti
gaibnya Simo Gembong, demikian pula lenyapnya Pedang Samber Nyawa. Tak satu
orang pun mengetahui kepada siapa memegang senjata itu atau di mana beradanya
sekarang. @Jadi Pedang Samber Nyawa itu benar-benar ada, orang tua"@
@Benar.@ @Ada kemungkinan bahwa manusia Simo Gembong itu sendiri yang memilikinya dan
menghilang bersama senjata tersebut"@
@Mungkin sekali,@ kata Namajeni.
@Orang tua, kau pernah dengar atau kenal dengan seorang gagah dijuluki Pendekar
Budiman"@ tanya Mahesa. Sebagaimana diketahui nama asli dari orang yang
ditanyakan pemuda ini adalah Sentot Bangil, kakek Wulansari yang sekaligus
merupakan pula guru gadis itu dan guru Mahesa.
@Mengapa tidak"@ sahut Namajeni. @Pendekar Budiman satu nama yang tak asing lagi
dalam kalangan persilatan. Orang gagah itu sering mengembara dan menolong
manusia-manusia lemah yang kesulitan serta tertindas. Ada apa kau tanyakan dia,
Mahesa....."@ @Menurut Pendekar Budiman almarhum.....@
Kulit kening Namajeni kelihatan mengernyit. Sebelum Mahesa Kelud meneruskan
kalimatnya orang tua ini sudah memotong dengan cepat. @Pendekar Budiman almarhum
katamu" Jadi orang gagah itu sudah menutup mata"@
Mahesa Kelud menganggukkan kepalanya. Lalu menuturkan tentang riwayat kematian
pendekar tersebut yaitu dibunuh oleh Suto Nyamat, Bupati Madiun.
@Keparat si Suto Nyama itu!@ maki Namajeni penuh geram. Jari-jari tangannya
mengepal membentuk tinju.
Kemudian Mahesa menerangkan. @Dalam waktu yang singkat cucu Pendekar Budiman itu
aku dengar akan menuntut kematian kakeknya.....@
@Itu musti!@ kata Namajeni. @Manusia macam Suto Nyamat tak pantas dibiarkan
hidup lebih lama, harus segera mampus!@
@Sebelum gugurnya, Pendekar Budiman pernah menerangkan bahwa Pedang Sambar Nyawa
itu tersembunyi di satu pulau.....@
@Pulau apa" Di mana"@ Tanya Namajeni.
@Inilah satu hal yang dia tidak ketahui. Tapi dari keterangan orang tua, aku
benar-benar yakin bahwa pedang itu masih ada di atas bumi ini....@
Orang tua itu tersenyum. @Kalau gurumu sudah menugaskan harus mencari pedang tersebut, kau sebenarnya
harus sudah yakin semenjak dahulu bahwa Pedang Samber Nyawa benar-benar ada!@
Mendengar kata-kata ini Mahesa Kelud jadi malu pada dirinya sendiri, pada
kebodohan cara berpikirnya. Dia menjura di hadapan Namajeni. @Terima kasih atas
semua keteranganmu, orang tua. Aku minta diri sekarang.
@Aku juga berterima kasih. Ingat bahwa aku masih berhutang besar kepadamu,
Mahesa. Karenanya jangan lupa untuk datang ke tempat ini tahun dimuka.@
@Aku tidak akan lupa,@ jawab Mahesa Kelud. Dia menjura sekali lagi lalu
meninggalkan tempat itu. Namajeni berdiri di tempatnya memperhatikan sampai Mahesa Kelud menghilang
diantara rapatnya batang-batang pepohonan dan semak belukar.
@Pemuda gagah.@ Katanya dalam hati. @Kalau tak ada dia pasti aku sudah mati
konyol di tangan murid sendiri! Semoga Tuhan memberkatinya . . . . ..!@
Orang tua itu memutar tubuh tapi langkahnya terhenti ketika telinganya yag tajam
menangkap suara gemerisik di samping kirinya. Ketika dia memadang dengan cepat
ke samping jurusan sana, dilihatnya sesosok tubuh menusia berpakaian putih-putih
tengah lari meninggalkan semak-semak lebat tempat di mana rupanya dia
bersembunyi sebelumnya. @Hai, siapa kau!"@ tanya Namajeni berseru. Dia lari memburu. Orang yang
berpakaian putih-putih mempercepat larinya.
@Berhenti!@ teriak Namajeni.
Orang itu terus lari. Melihat kepada potongan tubuhnya, meskipun dari belakang
Namajeni dapat memastikan bahwa orang tersebut adalah seorang pemuda. Disuruh
berhenti tidak mau maka Namajeni menjadi curiga dan penasaran. Apa yang dibuat
pemuda itu bersembunyi di balik semak-semak dan mengapa kemudian dia melarikan
diri. Dengan mengertakan gerahamnya, Namajeni mengeluarkan ilmu lari yang
diandalkan dan mengejar. Pemuda itu larinya cepat sekali. Sukar bagi si orang tua untuk memperdekat
jaraknya. Namajeni mejadi semakin dongkol. Larinya tambah dipercepat tapi siasia saja. Si pemuda rupanya memiliki ilmu lari cepat yang lebih hebat. Si orang
tua tidak putus asa. Kelihaian pemuda itu membuat hasratnya lebih besar untuk
terus mengejar. Di satu daerah penurunan tiba-tiba dari balik batang beringin
besar melompat sesosok tubuh berpakaian putih-putih pula dan menghadang larinya
si pemuda yang tengah dikejar oleh Namajeni!
Pemuda yang lari ini terkejut dan menghentikan larinya. Dia berpaling ke
belakang, dilihatnya Namajeni sudah berada didekatnya pula, jadi kini dia
terjepit di tengah-tengah. Namun demikian tiada kelihatan rasa cemas atau takut
di parasnya yang masin muda remaja dan cakap itu bahkan dia tersenyum!
Adapun orang yang keluar dari balik pohon beringin dan menghadang di tengah
jalan tiada lain dari pada Mahesa Kelud adanya. Waktu dia bicara dan minta diri
kepada Namajeni tadi sesungguhnya pemuda yang bertelingan dan berperasaan tajam
ini sudah mengetahui bahwa tak jauh dari sana, di balik serumpun semak belukar
lebat tengah sembunyi seorang tak dikenal dan mendengarkan pembicaraan mereka.
Sesudahnya dia berlalu dari hadapan Namajeni, tak berapa jauh kemudian pemuda
ini memutar larinya. Ketika pemuda asing ini melarikan diri maka Mahesa sudah
siap menghadangnya di tengah jalan!
Namajeni sendiri jadi terheran-heran melihat bahwa orang yang keluar dari balik
pohon beringin itu adalah Mahesa Kelud, pemuda yang mana telah menolongnya dan
bicara dengan dia. Namun kedua mata orang tua itu segera berputar kepada pemuda
asing di hadapannya. @Orang asing!@ bentak Namajeni. @Siapa kau" Apa yang kau lakukan di balik semaksemak sana tadi"!@ Pemuda itu tak menjawab melainkan tersenyum. Ini membuat Namajeni tambah gusar.
@Jawab!@ teriaknya. @Dia pasang kuping mendengarkan pembicaraan kita, Namajeni!@ ujar Mahesa Kelud.
@Ya...ya..itu pasti! Apa perlunya mendengarkan pembicaraan orang lain"!@ tanya
Namajeni seraya maju satu langkah.
@Aku hanya kebetulan lewat, orang tua,@ jawab pemuda itu. Suaranya halus dan
merdu seperti suara perempuan.
Mahesa Kelud meneliti pemuda ini. Kulitnya halus dan kuning, terlalu halus bagi
kulit seorang laki-laki. Parasnya cakap dan ia menggunakan saputangan besar yang
diikatkan ke kepalanya. Paras dan suaranya seperti seorang perempuan. Matanya
hitam dan bercahaya. Mahesa Kelud berpikir-pikir di mana rasanya kira-kira dia
pernah berjumpa dengan manusia ini. Tapi tak bisa diingatnya. Menurut taksiran
pemuda ini berumur tak lebih dari dua puluh tahun.
@Kebetulan lewat katamu, huh"!@ hardik Mahesa. Pemuda asing itu memandang
kepadanya, tersenyum sedikit lalu cepat-cepat memandang kembali kepada Namajeni,
seperti seorang yang tak sanggup beradu pandang lama-lama dengan Mahesa Kelud.
@Pemuda asing!@ bentak Mahesa Kelud penasaran. @Kalau ditanya dan diajak bicara
jangan celingak-celinguk macam anak monyet baru lahir!@
Si pemuda asing anehnya tertawa geli mendengar ucapan Mahesa Kelud itu. Bahkan
tertawanya pun merdu seperti tertawanya seorang gadis! Baik Mahesa maupun
Namajeni semakin penasaran. @Apa perlu mendengarkan percakapan kami"!@ tanya
Mahesa. Tapa memandang pada Mahesa Kelud pemuda ini menjawab : @Siapa bilang aku
mendengarkan percakapan kalian! Sudah kukatakan aku hanya kebetulan lewat. Apa
kalian tidak percaya"!@
@Siapa percaya pada manusia yang suka bersembunyi"!@ tukas Mahesa.
@Kau memang mungkin kebetulan lewat,@ ujar Namajeni dengan senyum mengejek.
@Kemudian kau kebetulan bersembunyi, lalu kebetulan memasang telinga, kebetulan
mendengarkan percakapan kami. Segalanya serba kebetulan, bukan"!@
@Terserah apapun kalian berdua akan katakan,@ berkata pemuda itu. @Aku tdak
bermaksud apa-apa...@ @Mengapa kau lari ketika disuruh berhenti"@ potong Namajeni. Sebenarnya sebagian
dari rasa gusar dan marahnya sudah agak hilang oleh perilaku dan tutur kata yang
sopan dari pemuda berparas cakap ini. Tapi itu tidak diperlihatkannya.
@Mengapa aku lari . . . . . .."@ ujar pemuda itu sambil memadang kepada
Namajeni. @Itu disebabkan karena kau mengejar aku, orang tua.@ Jawabnya.
@Pemuda konyol!@ kata Namajeni dengan menyembunyikan rasa gelinya. @Terhadap
kami berdua kau yang masih terlalu muda jangan bicara bergurau! Mungkin ada
seseorang yang menyuruh kau memata-matai kami berdua hehh" Jawab!@
@Sama sekali tidak.@ @Kau mempunyai maksud jahat teradap kami"@
@Itu juga tidak!@ jawab si pemuda.
@Namajeni mulutnya kelihatan komat-kamit. @Baiklah anak muda banci....@
@Aku bukan banci!@ kata pemuda itu setengah berteriak. Parasnya yang berkulit
licingjadi merah sekali. Agaknya marah sangat ketika dia dikatakan @pemuda
banci ! @Kalau kau bukan banci pasti kau akan mengaku terus terang!@ ujar Mahesa Kelud.
@Apa yang harus kuakui"@ kata pemuda itu pula dengan memelototkan matanya pada
Mahesa Kelud, tapi kemudian cepat-cepat memandang ke jurusan lain.
@Bahwa kau membawa suatu maksud yang tersembunyi dalam mendengarkan apa yang
kami bicarakan.!@ Pemuda asing itu tampaknya mulai kesal. @Sudahlah.@ Katanya. @Aku tak mau bicara
lebih lama dengan kalian!@ dia berpaling kepada Mahesa. @Kisanak minggirlah,
jangan menghadang jalanku...@
@Eh, sudah berlaku yang bukan-bukan terhadapku dan orang tua itu kau hendak
pergi begitu saja" Beri keterangan dulu, baru kau bisa pergi dengan aman..!@
kata Mahesa pula. Pemuda itu memencongkan mulutnya sehingga parasnya jadi lucu kelihatan oleh
Mahesa. @Sekali lagi aku katakan kepada kalian berdua.....aku tidak membawa
maksud jahat dan tersembunyi kepada kalian. Aku tidak mau cari urusan. Nah,beri
aku jalan....!@ @Tunggu dulu!@ kata Namajeni. @Kau telah berlaku tidak sopan terhadap kami dan
kulihat kau mempunyai sedikit ilmu kepandaian yang diandalkan. Mari main-main
barang sejurus dua jurus!@
*k* SEPULUH Tadi kalian katakan aku pemuda banci! Sekarang kalian hendak mengeroyok aku! Apa
tidak malu"! @Siapa bilang kami akan mengeroyokmu"!@ sahut Namajeni. @Dengar
anak muda, jika kau dapat bertahan sampai tiga jurus, kau kuijinkan meninggalkan
tempat ini dengan aman!@ @Kalau tidak"@ tanya si pemuda pula.
@Maka kau harus beri keterangan siapa kau, apa maksudmu bersembunyi dan
mendengarkan percakapan kami"!@
Pemuda itu tertawa mendengar ucapan Namajeni. Dia berkata: @Sudahlah orang tua,
aku bukan anak kecil lagi yang sudi diajak main-main oleh kau! Cari saja anak
lain yang pantas untuk main-main dengan kau. Di sekitar sini ada desa dan pasti
ada banyak anak kecil!@ Gusarlah Namajeni mendengar olok-olok tersebut. Tanpa sungkan-sungkan lagi dia
melompat ke muka dan melancarkan pukulan tangan kiri ke arah dada si pemuda.
Melihat ini si pemuda tersebut segera menghentikan langkahnya dan melompat cepat
ke samping sehingga pukulan Namajeni hanya mengenai tempat kosong!
Orang tua itu terkejut meihat serangannya dapat dielakkan dengan mudah oleh
lawan. @Jurus pertama, orang tua.@ Ejek si pemuda sambil menyeringai. Mahesa Kelud yang
berdiri di dekat sana dan memperhatikan gerakan yang dibuat pemuda itu waktu
mengelak tadi segera maklum bahwa meskipun masih muda tapi orang asing tersebut
memiliki ilmu silat yang tak bisa dianggap remeh.
Namajeni menyerang lagi. Kali ini tubuhnya seperti melayang. Tangan dan kaki
terpentang mengirimkan serangan ke empat bagian tubuh yang lemah dari lawannya.
Tapi kali ini juga pemuda berkulit kuning dan berparas cakap seperti perempuan
itu dengan gerakan yang lihay sekali dapat mengelakkan serangan tersebut!
Namajeni berdiri tak bergerak dengan hati penasaran. Kedua matanya melotot
memandang lawannya. @Orang tua, ayo....mengapa berdiri mematung"! Kau masih punya kesempatan satu
jurus lagi! Majulah!@ tantang pemuda ini.
Namajeni semakin penasaran. Tubuhnya berkelebat dan mengeluarkan angin
bersiuran. Melihat serangan yang ganas ini, pemuda asing itu maklum bahwa si
orang tua mengeluarkan dan menyerangnya dengan ilmu silat yang hebat. Dengan
cepat dia bergerak. Tubuhnya berkelebat. Tendangan Namajeni lewat di dekat
pinggangnya. Sambil membungkuk dan meloncat dia berhasil pula mengelakkan tinju
kiri yang menjurus ke mukanya!
Muka orang tua itu kelihatan merah, bukan karena keletihan, tapi karena malu,
sebab dia tidak dapat merobohkan lawannya yang masih muda belia dan tadi
dianggap enteng. Padahal dia sudah menghabiskan tiga jurus yang dijanjikannya
Namajegi bertolak pinggang. @Orang muda! Siapa kau sebenarnya, siapa gurumu
hehh"! @Ini bukan saatnya untuk bertanya jawab, orang tua,@ sahut si pemuda. @Ingat
janjimu"!@ Bukan main mangkelnya hati Namajeni, tapi apa mau dikata, dia sudah terlanjur
berjanji dan janji itu harus ditepati. @Baik anak muda, kau boleh pergi
sekarang,@ katanya. Kemudian untuk menutupi rasa malunya dia menambahkan
@Masih untung kau kuberi sedikit rasa kasihan. Kalau saja aku berniat jahat,
mungkin dalam tiga jurus tadi salah satu dari tulang-tulang tubuhmu sudah ku
buat patah.@ @Terima kasih atas kebaikan hatimu, orang tua!@ kata pemuda itu dengan tertawa.
Dia memutar tubuh hendak berlalu. Tapi di hadapannya sudah berdiri Mahesa Kelud.
Murid Embah Jagatnata ini memandang tajam kepadanya.
@Eh, apa-apaan ini" Mengapa menghadang jalanku"! Minggirlah!@
Mahesa Kelud meraba dagunya. Kedua matanya masih memandang tajam membuat pemuda
cakap di depannya memutar ke jurusan lain.
@Tunggu!@ kata Mahesa @Apa maumu"!@ @Sebelum kau pergi kau harus melayani aku sejurus dua karena terhadapku kau juga
telah berlaku kurang ajar!@
@Dengar saudara,@ kata pemuda berparas cakap. @Orang tua itu telah membuat
perjanjian bahwa aku bisa pergi dengan aman bila dapat bertahan tiga jurus!
Mahesa Kelud - Noda Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nyatanya dia memang tak sanggup merobohkan aku. Ini kau cari urusan baru! Jika
kau tidak senang kau bisa cari urusan dan baku jotos dengan orang tua itu!@
Mahesa melangkah cepat ketika pemuda itu hendak berlalu, tapi apa yang menjadi
niatnya dibatalkan ketika melihatnya Namajeni memberi isyarat. Pemuda berbaju
putih sesaat kemudian lenyap dari tempat tersebut Mahesa Kelud dan Namajeni
saling pandang. @Pemuda aneh, tapi berilmu tinggi!@ kata Namajeni seakan-akan pada dirinya
sendiri. @Dilihat pada parasnya yang cakap itu memang tak bisa dipercaya kalau
dia adalah seorang yang berhati busuk atau bermaksud jahat dengan kita. Tapi
entahlah....@ Namajeni mengangkat bahu.
@Aku sendiri rasa-rasa pernah melihat pemuda itu sebelumnya,@ menerangkan Mahesa
Kelud. @Tapi lupa entah di mana....!@
Untuk kedua kalinya Mahesa dan Namajeni saling menjura dan berpisah. Mahesa
Kelud meneruskan perjalanannya sedangkan Namajeni kembali ke pertapaannya.
*k* Gudang Ebook (ebookHP.com)
http://www.zheraf.net Sebelumnya telah dituturkan bagaimana Jaliteng, kakak seperguruannya Wulasari,
murid Si Cakar Setan, setelah kepepet dan hampir menemui ajalnya di tangan Sumo
Parereg yang memang berotak miring tengah mengamuk setelah melihat kematian
muridnya yaitu Warok Kate. Sebagaimana diketahui Warok Kate mati dibunuh oleh
Wulansari di tempat kediamannya, sebagai pelepasan dendam atas dibunuhnya guru
gadis ini (Si Cakar Setan) oleh Warok Kate.
Sepanjang jalan, apa dan siapa saja yang ditemui Sumo Paregreg diserangnya.
Pohon-pohon dipukul dan ditendangnya hingga tumbang. Setiap orang yang dilihat
diserangnya lalu dibunuh. Korban bertebaran di mana-mana. Saat itu datanglah
Jaliteng. Suling Maut alias Sumo Parereg menuduh bahwa pemuda inilah yang telah
membunuh muridnya Tanpa banyak tanya lagi dia menyerang Jaliteng. Meski murid Si Cakar Setan bukan
seorang berilmu rendah namun menghadapi Sumo Paregreg yang ganas dan berilmu
tinggi maka dalam beberapa jurus saja dia sudah kena kepepet bahkan pasti akan
segera meregang nyawa! Disaat yang kritis menegangkan itulah datang pertolongan yang tak pernah diduga
oleh Jaliteng. Seorang nenek-nenek muncul di tempat tersebut. Mukanya kuning
bergurat-gurat coklat seperti harimau, tubuhnya bongkok dan mengenakan jubah
biru gelap! Jaliteng tak pernah sebelumnya melihat atau mengenal perempuan tua
aneh ini. Dan dia jadi terheran-heran ketika menaksikan bagaimana senjata
tongkat besi di tangan si nenek menolongnya dan menyerang Sumo Paregreg. Diamdiam Jaliteng merasa sangat bersyukur dan berterima kasih atas bantuan itu.
Jelas dilihat oleh pemuda ini bagaimana terkejutnya Sumo Paregreg waktu meihat
si nenek. Ternyata kemudian nenek-nenek ini adalah tokoh silat pantai utara yang
dijuluki Harimau Betina, sesuai dengan parasnya yang keriputan dan coreng-moreng
kuning coklat seperti kepala seekor harimau!
Rasa takut Sumo Paregreg memang beralasan karena sudah bertempur beberapa jurus
saja orang sakti berotak miring itu segera terdesak bahkan senjatanya yaitu
seruling hitam yang terbuat dari besi, dibikin patah hancur oleh tongkat sakti
Si Harimau Betina! Dia bicara-bicara dan saling bentak antara kedua orang
tersebut Jaliteng dapat mengetahui bahwa rupanya sebelum itu antara kedua orang
sakti tersebut memang sudah ada perselisihan yang belum terselesaikan.
Karena maklum bahwa dia tidak dapat melayani Si Harimau Betina maka sebelum
dirinya mendapat celaka lebih jauh, cepat-cepat Sumo Paregreg mengambil langkah
seribu alias melarikan diri. Jaliteng yang berada dalam keadaan antara ingat dan
tiada didukung oleh Si Harimau Betina dan dilarikannya ke pertapaan yang
terletak di satu goa di Pantai Utara.
*k* Di tengah jalan, untuk mengurangi rasa sakit yang diderita Jaliteng, nenek-nenek
sakti itu telah mengobati seperlunya dan menotok tubuhnya. Sesampainya di
pertapaannya beberapa hari kemudian, Si Harimau Betina menyandarkan Jaliteng ke
dinding goa lalu melepaskan totokan di tubuh pemuda tersebut.
Perlahan-lahan Jaliteng membuka kedua matanya. Tubuhnya terasa sakit dan lemah.
Kepalanya tidak bergerak, hanya dua bola matanya memandang berputar. Dia tidak
tahu di mana dia berada saat itu. Kemudan pandangannya membentur tubuh seorang
nenek yang duduk di atas sebuah batu hitam di pojok kipi.
@Di mana aku..." nenek....kau siapa"@
Harimau Betina menggerakkan tubuhnya sedikit. @Jangan banyak tanya dulu dan
jangan bicara. Tubuhmu masih lemah dan sakit . . . . . ..@ katanya. Kemudian dia
berdiri dan meninggalkan ruangan itu. Ketika dia kembali di tangan kanannya ada
sebuah cangkir tanah liat berisi air hitam pekat. Separoh dari air aneh itu
dicipratkan ke seluruh bagian tubuh Jaliteng, terutama tempat-tempat yang
terluka hebat oleh pukulan-pukulan Sumo Paregreg tempo hari. Sisanya diberikan
kepada Jaliteng untuk diminum. Pemuda ini yang tahu bahwa nenek bermuka seram
itu bukan seorang jahat tapi tengah menolongnya, tanpa ragu-ragu segera meminum
air di dalam cangkir. Pada tegukan terakhir Jaliteng merasakan tubuhnya menjadi
segar. Kemudian dirasakannya kedua kelopak matanya berat. Dia mengantuk hingga
menguap sampai akhirnya di luar kesadarannya, pemuda itu tertidur pulas.
Walau dia bangun, hari sudah malam. Hawa dalam goa agak dingin. Si nenek tak ada
di tempat itu. Jaliteng merasa kesehatannya sudah pulih kembali, Cuma tubuhnya
masih terasa lemah. Dia berdiri. Pada saat inilah Si Harimau Betina muncul di
ruangan itu. Jaliteng yang tahu peradatan, tahu dengan siapa dia berhadapan dan
tahu pula bahwa nenek-nenek bermuka kuning bergaris-garis coklat itulah yang
telah menolong serta menyelamatkan nyawanya, segera menjura.
Nenek itu tersenyum meski senyumnya ini tidak dapat memupus guratan-guratan
mukanya yang seram. @Kau sudah baik"@
Jaliteng mengangguk. @Obatmu manjur sekali nenek, terima kasih. Kalau saya boleh
tanya, siapakah gerangan nenek yang baik hati ini...."@
Harimau Betina tidak segera menjawab. Dia memberi isyarat agar si pemuda duduk
di lantai goa sedang dia sendiri duduk bersila di atas batu licin dan
menyandarkan tongkat besinya ke dinding di sampingnya.
@Pemuda, kau punya nama siapa"
@Jaliteng . . . . . . . ..
@Kau murid Si Cakar Setan hehh....."@
Pemuda itu terkejut mendapatkan pertanyaan ini. @Betul!@ jawabnya, @Darimana
nenek tahu....."@ Si Harimau Betina menggerak-gerakkan kaki kirinya ke lantai. Meski gerakan ini
perlahan sekali dan dilakukan oleh kaki yang keriput serta kecil kurus namun
Jaliteng dapat merasakan bagaimana lantai serta dinding goa dia duduk bersandar
turut bergerak oleh gerakan-gerakan kaki tersebut! Jaliteng tidak heran melihat
ini. Dia sudah saksikan sendiri sebelumnya bagaimana perempuan tua tersebut
membuat Si Seruling Maut kalang kabut melarikan diri, padahal dia sendiri
(Jaliteng) tidak sangup menghadapi orang sakti berotak miring itu!
Si nenek mengusap mukanya yang kuning belang coklat. @Aku sudah duga....@
katanya. @Bahwa kau murid Si Cakar Setan. Gurumu adalah sobat baikku. Beberapa
bulan yang lewat aku mendapat kabar angin bahwa dia dibunuh orang. Betul....."@
@Betul sekali, nenenk,@ jawab Jaliteng.
@Aku bermaksud untuk datang ke tempat kediamannya dan sekaligus mencari Sumo
Paregreg yang membikin urusan padaku. Tahu-tahu di tengah jalan aku bertemu
dengan manusia itu dan gilanya dia tengah hendak menghabisi nyawamu!@
@Kalau saja nenek tidak datang saat itu, pasti saya sudah meregang nyawa. Saya
menghaturkan ribuan terima kasih, nenek.@
Harimau Betina tertawa. @Ajal ditangan Tuhan, Jaliteng,@ katanya. @Sudahkah kau
ketahui dan kau cari siapa manusia yang telah membunuh gurumu itu"@
@Saya mendapatkan keterangan dan juga bukti-bukti bahwa guru saya dibunuh oleh
seorang pemuda bernama Mahesa Kelud.@ Jawab Jaliteng. Air mukanya berubah kaku
sedang tangannya dikepalkan. @Ketika nenek menolong saya, saya tengah dalam
pengembaraan mencari manusia keparat itu dan juga sekaligus mencari adik
seperguruan saya yaitu Wulansari....@
Si Harimau Betina mengangguk-angguk kepalanya. @Kau harus cari sampai dapat
pembunuh gurumu itu. Kalau tidak percuma kau hidup dan percuma jadi murid
sahabatku!@ @Memang itu sudah menjadi tekad saya, nenek.@
@Tapi kau harus ingat, Jaliteng. Kalau itu pembunuh berhasil menewaskan gurumu,
ini suatu tanda bahwa dia seorang yang berilmu tinggi. Sulit bagimu untuk
membalas sakit hati dan dendam kesumat....
@Itu saya sadari sekali, nenek. Mohon petunjukmu.....@ kata Jaliteng pula.
@Petunjuk....ya petunjuk.....tapi tidak hanya cukup petunjuk belaka! Kau harus
belajar lebih banyak ilmu silat sehingga pada suatu ketika kau benar-benar sudah
sanggup untuk menghadapi pembunuh gurumu itu! Kau harus tinggal di sini
bersamaku, harus jadi muridku!@
Betapa gembiranya Jaliteng mendengar kata-kata tersebut. Dia maklum si nenek
bukan manusia sembarangan tapi seorang yang berilmu kepandaian sangat tinggi,
lebih tinggi dari gurunya almarhum! Karenanya buru-buru pemuda ini berlutut di
hadapan Si Harimau Betina. Demikianlah, mulai hari itu Jaliteng diangkat menjadi
murid oleh si nenek. TAMAT Gudang Ebook (ebookHP.com)
http://www.zheraf.net Selanjutnya : Menggebrak Kotaraja Siasat Dewi Kasmaran 2 Dewi Ular 77 Bulan Berdarah Suling Naga 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama