Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen Bagian 8
Setibanya di pintu gerbang mereka masing-masing menaiki
kuda yang telah disediakan prabu Purbaya.
"Oya, selamat jalan pula padamu Tunggul." prabu
Purbaya mengelus-elus leher si Tunggul yang ditunggangi
Anting Wulan. "Kakang, kakang Kayan " tunggu!"
"Oh itu putri Paramudita."
"Oh, kakang selamat jalan aku ucapkan. ehmm " ini
untuk kakang." "Apa ini adik Dita?"
"Itu kalung itu pemberian ayahandaku dan aku ingin
memberikannya pada kakang. Ambillah dan pakailah kakang?"
706 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Tetapi kalung itu adalah kalung yang sangat berharga
sekali terutama permata yang berada pada kalung itu."
"Ambillah itu adalah milik putriku dan dia telah
memberikannya padamu Kayan."
"Terima kasih adik Dita aku aku tidak mempunyai
sesuatu yang pantas untuk kuberikan padamu."
"Memangnya aku akan mengadakan tukar menukar
atau jual beli. Pakailah Kakang?"
"Eh, eh aku mempunyai ini. Jangan tertawakan.
Ambillah ini untukmu."
"Uh seruling!" "Iya, tetapi hanya terbuat dari bambu?" Kayan
merendah. "Aku suka sekali kakang," Paramudita tampak senang
sekali ketika dia mencoba membunyikannya, akan tetapi hanya
ada suara angin saja. "Ah, aku tidak bisa meniupnya kakang?"
"Nanti jika kita bertemu lagi aku akan mengajarkanmu
meniup suling itu." "Kakang berjanji?"
"Ya aku berjanji adik Dita."
"Sudahlah Dita, kakang mu Kayan akan segera pergi?"
707 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
dengan perasaan iba permaisuri Cempaka mengingatkan
putrinya yang larut berbincang-bincang, seolah-olah hendak
menahan keluarga Anting Wulan lebih lama lagi.
"Oh ya, selamat jalan Kakang!"
"Selamat tinggal, Dita."
Keluarga Saka Palwaguna dengan disertai Lastri meninggalkan
keraton Sunda. Anting Wulan tidak memacu si Tunggu agar
ketiga kuda lainnya tidak tertinggal. Derap kuda mereka
meninggalkan kepulan debu merah dibelakangnya. Menjelang
sebuah pertigaan jalan, Anting Wulan berseru memanggil
suaminya. "Kita berhenti dulu kanda Saka."
"Ada apa dinda Wulan?"
"Aku ingin berbicara dulu pada Lastri, kanda"
"Oh" "Ada apa, Nyai?"
"Aku minta engkau mau mendengarkan kata-kataku"
"Oh, apa kah itu Nyai" Tentu saja saya akan mengikuti
kata-kata Nyai." "Aku harapkan engkau mau menemani teman-teman
yang lain?" 708 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Oh, teman teman yang lain"! maksudnya murid-murid
Nyai lainnya" Dimanakah mereka sekarang berada" Dan
apakah yang tengah mereka lakukan?"
"Mencoba melepaskan Cengkar Bala dari dalam
tubuhnya, melepaskan segala sisa pengaruh buruk dari siluman
jahat." "Ehm,.. sebenarnya saya ingin sekali bersama dengan
Nyai tetapi jika itu adalah perintah, saya akan
melaksanakannya. Kemana saya harus pergi, Nyai?"
"Pergilah ke pantai selatan carilah sebuah goa karang
yang besar yang tidak jauh dari desa Tamiang. Engkau akan
dapat menemukannya dengan mudah. Tetapi tempat itu
merupakan tempat keramat yang ditakuti oleh penduduk
disekitar pantai selatan."
(26) Pada kisah yang lalu diceritakan, Anting Wulan
memerintahkan Lastri untuk menuju goa karang di
pantai selatan guna bergabung dengan temantemannya yang lain. Setelah Lastri pergi
meninggalkannya. "Marilah Kanda, Kayan. Kita lanjutkan perjalanan kita."
"Ah, baiklah Dinda Wulan. Mari?" Raden Saka
Palwaguna menoleh pada putranya Kayan,"Hei Kayan"!
Kayan!?" 709 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Eh, ada apa ayah?"
"Engkau melamun?"
"Tidak. Tidak Ayah. Marilah kita pergi."
"Kau memikirkan temanmu yang dahulu?" tanya Anting
Wulan yang melihat putranya seperti merenungi sesuatu.
"Ah, aku tidak boleh mengganggu ketentraman kedua
orang tuaku. Mereka baru saja berkumpul kembali setelah
perpisahan mereka selama tiga belas tahun. Ah, kasihan sekali
kak Ning?" pikir Kayan.
"Kayan?" "Ah, iya Bu"! Ada apa?"
"Ibu tidak tahu harus ke mana mencari Diah Warih yang
membawa sahabatmu itu. Lalu bagaimana sebaiknya?"
"Eh,.. saya,.. saya juga tidak tahu, Bu."
"Ada apa Dinda Wulan, Kayan?"
"Sahabat Kayan seorang wanita berusia lima belas
tahun berada di tangan Diah Warih. Salah seorang muridku
yang sikapnya sangat menentangku, Kang."
"Siapa anak itu" Maksudku orang tuanya?"
710 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Anak itu dipanggil dengan Ning Cilik. Aku tidak tahu
siapa orang tuanya. Tetapi menurut yang ku ketahui dia adalah
murid seorang tokoh sakti dari timur."
"Hmm" "Yaitu Alap Kadugampit. Dan dia adalah saudara
seperguruan dari kakek Pungkur. Nah, jika begitu kita akan
mencoba mengelilingi wilayah terakhir dimana berada anak itu.
Menurut salah seorang muridku, Warih melarikannya ke arah
barat dari arah kota Rupada."
"Jika begitu kita dapat langsung memotong dari tempat
ini ke arah utara sana."
"Marilah, jangan membuang-buang waktu lagi. Hiyyah!
Hiyyah!" Anting Wulan menghela si Tunggul ke arah utara. Memotong
jalur yang dicurigainya dilalui oleh Diah Warih. Beberapa saat
mereka memacu kuda tanpa henti. Akhirnya"
"Ah, desa di depan kita sudah merupakan jalur yang
besar kemungkinannya dilalui oleh Diah Warih. Mari kita
kesana dan mencari berita dari penduduk desa itu. Hiyaah!"
Anting Wulan bersama Raden Saka Palwaguna dan putranya
Kayan Manggala menghela kuda mereka memasuki desa kecil
di hadapan mereka. Akan tetapi tiba-tiba dari mulut desa itu
menyebar beberapa orang penduduk dengan berbagai macam
senjata mendekati mereka dan kemudian mengepungnya.
"Turun heh! Dan bersiaplah menerima pembalasan
711 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
kami!" "Tunggu, tunggu dulu kisanak. Kalian telah salah paham.
Kami tidak bersalah apa-apa. Kami tidak mempunyai persoalan
apapun dengan kalian. Benarkan Dinda Wulan, apa yang ku
katakan?" "Ah benar. Kami sekeluarga dalam perjalanan panjang.
Dan kami benar-benar tidak mengerti maksud kalian."
"Ah, ada apa sebenarnya?" tanya raden Saka pada salah
seorang pengepungnya. "Kalian boleh memiliki kepandaian yang tinggi. Kalian
boleh ditakuti oleh para pengawal dan prajurit kota. Tetapi
untuk kekejian kalian, kami siap mati untuk membalaskannya."
"Kalian benar telah salah alamat kisanak. Aku tidak
mengenal kalian dan juga desa ini. Aku adalah Saka Palwaguna
dan ini adalah istriku Anting Wulan. Hmmm mungkin kalian
yang tua-tua ini telah mengenal siapa kami ini sesungguhnya.
Kami adalah murid dari perguruan?"
"Goa Larang! Kami tahu itu. Dan kami tau putra mu itu
bernama Kayan. Dan engkau Anting Wulan juga bergelar Nyai
Kembang Hitam." "Hmm, kalian mengerti itu semua. Apa yang telah
terjadi di desa ini?"
"Kau harus mempertanggung jawabkan semua
perbuatan muridmu. Yang kau perintahkan untuk
712 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
menyebarkan maut yang keji!"
"Setan! Katakan ada apa" Apa yang sebenarnya terjadi
di desa ini?" Anting Wulan mulai tak sabar. Baginya
pembicaraan ini bertele-tele karena dia tidak mengerti maksud
penduduk itu menuduh dirinya sedemikian rupa.
"Kau tidak perlu berpura-pura! Seorang wanita keji
telah kau kirimkan untuk menyebar malapetaka!" bentak
seorang yang tampaknya jadi pemimpin penduduk itu. Dia lalu
berseru, "Teman-teman, mari kita balaskan sakit hati puteriputeri kita!"
"Ayo! Ayo! Ayo!!" belasan orang itu berseru-seru
menyambut seruan orang tadi. Cepat sekali golok, klewang dan
tombak melesat ke arah Anting Wulan dan keluarganya. Dan
tentu kedua murid Goa Larang beserta putranya itu bukan
pendekar kemarin sore yang harus tersungkur oleh serangan
tiba-tiba seperti itu. Mereka mengelak kesana kemari dengan
cukup mudah. "Hup, haiit" Hiyatt!" Raden Saka Palwaguna mengelak
sebuah tusukan tombak dan dua buah ayunan golok yang
menyerbu kearahnya. Lalu tangannya mendorong para
penyerangnya. Dia khawatir istrinya yang tampak tak sabar itu
menurunkan tangan keras pada para penyerangnya. Dia
berseru, "Jangan menurunkan tangan apapun pada mereka
Dinda. Kayan jangan melukai mereka. Jangan melukai mereka
sedikitpun. Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini segera. Kita
akan menyelidikinya nanti. Hiatt! Hup!"
"Tidak Kanda. Kita akan dapat menyelidikinya saat ini
713 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
juga. Aku sudah tidak sabaran lagi. Hup! Hait!"
"Ibu benar, Ayah. Kita dapat melumpuhkan mereka dan
menanyakan apa yang telah terjadi di desa ini."
"Jangan kalian lari, pengecut!"
"Maaf Kakang, aku akan melumpuhkan mereka semua.
Huupp! Hiyyaaatt!!" Anting Wulan melesat cepat melayang
kesana kemari bagaikan bayangan. Dan sesaat saja delapan
orang yang mengeroyok mereka tergeletak di tanah tanpa daya
sama sekali. "Dengarlah kisanak, aku Anting Wulan sedikitpun tidak
mempunyai urusan dengan kalian semua. Agaknya ada
seseorang yang telah merusak nama baikku. Katakanlah, ada
apa yang sebenarnya telah terjadi" Wanita macam apa yang
telah membuat malapetaka di desa ini?"
"Huh! Apakah engkau bukannya Anting Wulan wanita
jahat itu, heh?" "Istriku ini memang Anting Wulan, paman. Tetapi aku
harap paman tidak terpengaruh dengan fitnah dari wanita itu."
Raden Saka menjawab dengan sabar.
"Apakah wanita itu membawa seorang anak
perempuan berumur hampir sebaya denganku, paman?" Kayan
menyelidiki. "Hemm, ya ya. Dia membawa seorang wanita muda
yang berumur sekitar lima belas tahun yang tampak tidak
714 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
berdaya di atas punggung kudanya."
"Warih?" "Bibi Warih." "Hah"! Jadi kalian mengenal wanita itu?"
"Dengar Kakang, anak laki-laki itu menyebutnya dengan
panggilan bibi pada wanita yang telah membuat malapetaka di
desa kita ini." sengat salah seorang pemuda yang tergeletak tak
berdaya itu. Dia masih tampak murka.
"Iya, aku memang menyebutnya dengan panggilan Bibi.
Tetapi kami mencarinya saat ini justru hendak membuat
perhitungan." "Oh, jadi wanita keji itu bukan murid dari engkau
Nyai"!" "Ah, wanita itu,.. wanita itu semula memang adalah
muridku. Tetapi percayalah aku akan segera mencarinya dan
memberikan hukuman padanya."
"Eh, tetapi apa yang telah dilakukannya?" raden Saka
bertanya. Dia ingin mengetahui apa yang telah dilakukan Diah
Warih di desa itu. "Dia telah mengelilingi desa ini dan membunuhi anakanak kami. Hampir sembilan anak-anak di desa ini terbunuh
ditangannya. Dan," ah dua orang diantaranya kini dalam
keadaan yang hampir tidak mungkin tertolong."
715 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ah!" Dimanakah mereka?" dengan cepat Anting Wulan
melepaskan totokan di tubuh bekas lawan-lawannya itu.
"Ayo, cepat bawa aku pada anak yang terluka itu. Aku
akan menolongnya." Tergagap orang itu menjawab, "Aa.. Eh,.. Kau,.. Eh,.. kau benar
akan menolongnya?" "Sudahlah jangan membuang-buang waktu lagi. Jika
memang anak itu sangat membutuhkan pertolongan!" sergah
Raden Saka. "Eh,.. Baiklah! Mari, mari ikut aku."
Belasan penduduk yang terkapar, bangkit dan kemudian
mengantarkan raden Saka Palwaguna sekeluarga menuju
Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pondokan dimana terdapat seorang anak perempuan yang
dalam keadaan sekarat. "Uhh," aduuh" ohh."
"Hmm" keji sekali." guman Raden Saka iba. Raden Saka
Palwaguna menotok beberapa jalan darah di sekitar tubuh
bocah perempuan berusia delapan tahun. Setelah itu dia
mengurut perlahan-lahan bagian-bagian tubuh yang
membengkak perlahan-lahan sambil menyalurkan hawa
saktinya. "Nyai, jika suami Nyai sudi" kami sangat mengharapkan
sekali untuk menolong seorang anak lainnya."
716 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Dimanakah anak itu, Paman" Biarlah saya yang akan
menolongnya." "Marilah, Nyai. Rumah anak itu hanya beberapa tombak
saja dari sini." "Mari, Nyai. Itu rumahnya. Di ujung jalan ini."
Anting Wulan mengikuti penduduk itu menuju pondokan
lainnya. Sementara itu dari arah mulut desa tampak seorang
pemuda dengan pakaian compang-camping memacu kuda
bagai dikejar setan. "Minggir! Minggir! Jangan halangi aku! Hiyyahh!
Hiyaahh! Hiyaahh!" pengemis muda itu berteriak-teriak, "Nyai!
Tuan muda!" Mudah sekali pengemis muda itu mengenali Kayan. Dengan
segera dia turun dari kuda. Dengan napas memburu dia
menghaturkan salam khan pengemis Tongkat Merah.
"Tuan muda, saya adalah salah seorang murid Tongkat
Merah cabang kota Rupada. Saya adalah salah seorang petugas
sandi dari kota Rupada. Hmm, dan saya ingin mengabarkan
bahwa wanita" eh... eh"wanita murid dari Nyai Wulan, ibu
Raden" ehh" tengah mengamuk di desa Bangun Kandang.
Beberapa teman kami tengah berusaha menahan amukannya."
"Eh, Diah Warih"!" Anting Wulan menduga.
"Ah, kita harus cepat menangkapnya, Bu."
717 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ehh,.. tapi?" penduduk yang tadi mengantar Anting
Wulan tampak khawatir dan kecewa. Dia takut Anting Wulan
tidak jadi menolong anak desanya.
"Jangan khawatir, Paman. Aku akan segera ke Bangun
Kandang, tetapi aku akan melihat bocah terluka parah itu. Mari
cepat, Paman. Kayan, kau beritahu ayahmu."
"Ah, bibi Warih akan melarikan diri lagi. Dan kakak Ning
tentu akan semakin sulit kutemukan." benak Kayan berpikir
cepat, dia segera memutuskan untuk menyusul Diah Warih
sendiri. Kayan menoleh dan berkata pada telik sandi tadi,
"Paman, kau cari ayahku. Dan kau katakan padanya aku akan
menahan bibi Warih untuk beberapa saat. Aku akan membawa
si Tunggul. Hupp!!" "Ooh, dimana ayah tuan muda" Hmm, mungkin di
pondok itu. Di tempat tuan muda Kayan mengambil kudanya."
"Ah, kakak Ning harus segera kuselamatkan. Hiyyah!
Hiyaah! Hiyaah!" "Ah, itu agaknya didepanku ada sebuah desa. Ah, iya
tidak salah dugaanku. Aku melihat bayangan beberapa orang
yang tengah bertempur. Ah itu dia kakak Ning di bawah sebuah
pohon besar. Aku akan menyelamatkannya. Hupp!"
"Jangan sentuh dia, hup!! Hiatt!!"
"Hahahaha kau datang Kayan! Heh, dimana ibumu"!"
"Engkau tidak perlu pura-pura tertawa bibi Warih. Aku
mengerti bahwa hatimu saat ini tentu ketakutan setengah mati
718 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
melihat kedatanganku. Lepaskanlah sahabatku itu dan bibi
akan kubiarkan meninggalkan tempat ini."
"Jangan tuan muda, wanita itu sudah menyebar korban
yang sangat banyak. Lihatlah enam orang anggota perguruan
kita telah tewas. Serta beberapa penduduk desa Bangun
Kandang ini." "Ah, tapi?" "Tuan muda mengkhawatirkan keselamatan wanita
itu?" "Iya paman. Dia adalah sahabatku. Dia tidak bersalah
pada Tongkat Merah walaupun dia adalah murid Alap
Kadugampit." "Iya saya mengerti tuan muda. Kita akan tetap
mengepungnya. Dimanakah ibu Tuan muda?"
"Dia akan segera datang."
Diah Warih tertawa terbahak-bahak, "Hahahahaha, aku tidak
dapat kau bohongi! Jika ibumu ada bersama denganmu, tentu
dia sudah datang saat ini! Hahahah."
"Apa yang sudah kau perbuat pada kakak Ning"!"
Diah Warih kembali tertawa, "Kau cemas memikirkannya heh!"
hehehe! Bocah seumurmu sudah merasakan sayang pada
seorang wanita" Hahahah. Jangan khawatir, dia tidak apa-apa.
Dia hanya ku buat lumpuh saja agar tidak merepotkan aku. Dan
719 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
aku akan melepaskan temanmu ini jika kau mau menukarkan
kudamu itu." "Jangan! Jangan tuan muda. Saya mengenal kuda ini. Ini
adalah kuda ajaib. Kuda yang sangat langka. Jangan mau
dikecoh oleh wanita iblis itu. Biarlah, kami akan mencoba
meringkusnya kembali, tuan muda. Tuan muda dapat
menyingkir. Ayo, serang kembali wanita iblis itu! Berhatihatilah!"
"Tunggu, jangan serang wanita itu!"
Belasan anggota Tongkat Merah yang telah bersiap untuk
mengepung melaksanakan perintah atasannya terpaku
ditempatnya ketika mendengar teriakan Kayan Manggala yang
merupakan ketua mereka yang baru.
(27) Pada kisah yang lalu diceritakan, Kayan Manggala
secara diam-diam meninggalkan ibu dan ayahnya yang
tengah menolong dua orang anak yang terluka. Kayan
meninggalkan kedua orang tuanya untuk mengejar
Diah Warih yang melarikan sahabatnya, Ning Cilik.
Setibanya di desa Bangun Kandang, Diah Warih
mengajaknya menukar Ning Cilik dengan kuda
tunggangan Kayan Manggala yang kelihatan tegar.
Seorang anggota Tongkat Merah memperingatkannya.
Dan ketika kelompok Tongkat Merah bersiap
menyerang Diah Warih kembali"
"Ayo, serang kembali wanita iblis itu! Berhati-hatilah!"
720 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Tunggu, jangan serang wanita itu!"
"Jangan terpengaruh oleh bujukan liciknya, Tuan
muda." "Heh, aku kira tentu engkau menyayangi sahabatmu ini.
Kemarikanlah kuda mu itu. Aku akan melepaskan sahabatmu
ini, sekitar lima puluh tombak dari tempat ini." selesai berkatakata Diah Warih tertawa bagaikan hendak mengejek. Akan
tetapi sebenarnya benar dugaan Kayan Manggala, bahwa
sesungguhnya Diah Warih khawatir gurunya segera menyusul
Kayan ke tempat itu, "Engkau tentu percaya padaku kan?"
"Ah, kuda ibuku si Tunggul tidak akan dengan mudah
dikuasai oleh orang yang tidak dikenalnya. Aku akan mengikuti
kemauan bibi Warih. Kakak Ning berada dalam
cengkramannya. Berbahaya sekali jika para anggota Tongkat
Merah mengeroyoknya."
"Hahahaha, kenapa engkau menjadi ragu Kayan"
Apakah kau ingin memerintah kan anggota Tongkat Merah itu
untuk mengeroyok aku?"
"Tidak, bibi Warih. Ambillah kuda ini. Tetapi lepaskanlah
sahabatku Ning Cilik sesuai dengan janji bibi Warih."
"Hahahaha, jangan khawatir Kayan. Hahahaha, ayo kita
naik Ning Cilik. Hupp!" Diah Warih tertawa-tawa senang. Akan
tetapi" "Eh," eh" eh"!!" pekik Diah Warih terkejut.
721 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Kakak Ning! Hup!!" pekik tertahan Kayan Manggala.
Diah Warih melompat sambil memondong Ning Cilik keatas
punggung kuda putih yang sangat tegar. Akan tetapi begitu
tubuhnya menempel di punggung si Tunggul, kuda putih itu
meringkik keras. Kayan Manggala melompat cepat menangkap
tubuh Ning Cilik yang terlempar dari pegangan Diah Warih,
ketika tubuh wanita itu dilemparkan oleh si Tunggul dari
punggungnya. Diah Warih tersentak melihat kenyataan yang
terjadi. Dia segera melenting cepat berusaha mengejar
tawanannya. Akan tetapi belasan pengemis Tongkat Merah
yang telah bersiap menghadangnya.
"Kak Ning," Kayan Manggala berusaha menyadarkan
Ning Cilik. "Oh, mengapa Kak Ning menjadi seperti ini" Matanya
memandang kepadaku, tetapi kelihatan begitu kosong. Dan
sedikitpun dia tidak dapat mengeluarkan suara. Hup, hiaat!
Ahh, aku tidak dapat melepaskan totokannya. Kasihan sekali
Kak Ning. Apa yang dapat kulakukan" Aku harus menunggu
kedatangan ibu atau ayahku."
"Ah, apa yang harus aku lakukan" Cara bertempur
tokoh-tokoh Tongkat Merah ini sangat licik! Mereka
menyerangku secara bergantian dari jarak yang jauh. Celaka
aku tidak dapat berbuat banyak dalam pertempuran seperti ini.
Hiaatt! Hup! Hup!" pikir Diah Warih sambil terus menerjang
berusaha membobol kepungan anggota Tongkat Merah. Tetapi
dengan tongkat dan tempurung di tangan pengemis lawannya
mereka mampu bertahan secara bergerilya. Menyerbu,
menerjang dan kemudian mundur secara bergantian.
722 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Dalam keadaan yang serba salah itu, tiba-tiba pandangan mata
Diah Warih tertumbuk pada sesosok tubuh tinggi besar di
pinggir arena. "Prabu Sora!" pekik hatinya girang. Sambil bertahan,
Diah Warih berseru, "Tuan, tuan prabu Sora. Tolonglah saya.
Tangkap kedua anak dipinggir arena itu. Dan usir para pengemis
ini. Tuan prabu Sora, anak itu adalah anak dari Anting Wulan
dan Saka Palwaguna musuh besar kita. Tangkap dia!"
Untuk beberapa saat, laki-laki tua yang berdiri di pinggir arena
yang muncul secara tiba-tiba itu masih saja tegak berdiri. Tetapi
sesaat kemudian dia melangkah mendekati Kayan Manggala
yang tengah gelisah memegangi tubuh sahabatnya, Ning Cilik.
"Apa maumu kakek prabu Sora" Menyingkirlah, jangan
mencampuri urusan ini. Karena sebentar lagi kedua orang
tuaku akan datang kemari." Kayan Manggala tetap berusaha
tegar dan mengancam. "Hehehehehe," prabu Sora terkekeh dengan suaranya
yang serak. "Kau ingin menakut-nakuti aku bocah?"
Prabu Sora terus melangkah mendekati Kayan Manggala.
Sementara salah seorang pengemis Tongkat Merah yang
tengah mengepung Diah Warih, yang merupakan pemimpin
mereka mulai menjadi gelisah melihat Kayan Manggala, tuan
muda mereka, pimpinan utama perguruan Tongkat Merah
berada dalam bahaya. "Aku harus segera menolongnya. Hoooi, ikuti aku.
Jamat, Galung, Pandi!" seru pimpinan Tongkat Merah itu pada
723 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
tiga orang rekannya yang masih mengurung Diah Warih.
Ketiganya segera menghadang prabu Sora. Salah seorang dari
mereka membentak, "Jangan coba-coba mengganggu kami!
Menyingkirlah!" "Hehehehehh, ya ya ya. Aku ingat! Rupanya sekarang
bocah itu sudah menjadi pemimpin perguruan besar.
Hiahahahahah, alangkah lucunya. Alangkah gilanya Parang
Pungkur. Agaknya dia ingin mengajak perguruannya
menyusulnya masuk kubur, haha!" prabu Sora terkekeh
kembali dengan suaranya yang parau. Akan tetapi, kepungan
anggota Tongkat Merah itu tidak dihiraukannya. Dia malah
meraih Kayan Manggala, sembari bergerak cepat membagikan
serangan-serangan ringan pada mereka yang mengepungnya.
"Ayolah ikut aku bocah!"
Hanya dalam beberapa gebrak saja, empat orang
pengemis Tongkat Merah telah terkapar. Dan Kayan Manggala
pun tidak berdaya di tangannya. Sementara itu, Diah Warih
yang telah ditinggalkan oleh sebagian lawannya menjadi
leluasa. Sisa-sisa pengepungnya tidak dapat berbuat banyak
menahan amukannya. Dan akhirnya"
"Tuanku prabu Sora, ah" sebaiknya kita segera
meninggalkan tempat ini. Kedua orang tuanya pasti tidak
berada jauh dari mereka." Diah Warih menjura menyapa prabu
Sora, lalu mengajaknya menyingkir dari tempat itu.
"Hmm,.. tunggu dulu. Kuda ini sudah menjadi idamanku
sejak belasan tahun yang lalu. Aku akan mencoba untuk
menundukkannya. Haapp!!"
724 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Sambil memondong Kayan Manggala, prabu Sora melenting
lalu hinggap diatas punggung kuda yang ternyata telah siap
menyambutnya dengan amukannya. Prabu Sora tidak
mempedulikannya. "Hmm, hahahahieheehe. Kau tidak akan dapat lepas
dariku kuda liar. Hupp!"
Dengan kekuatan tenaga saktinya, prabu Sora berusaha
menekan punggung kuda itu. Dan beberapa saat kemudian
kuda liar itu menjadi semakin lemah, dan akhirnya.
"Hiahahaha, bagus! Sekarang marilah kita pergi.
Hiaahh!" "Tuan prabu Sora, tunggu!! Hupp! Hiyahh.. hiyahh!!"
Diah Warih memacu kudanya mengejar prabu Sora bersama
dengan Ning Cilik yang masih terkulai lemah di punggung
kudanya. Dua orang pengemis Tongkat Merah segera
mengejarnya. Sementara beberapa lainnya membantu
mengurus teman-temannya yang terluka maupun tewas akibat
kekejaman Diah Warih. Tidak beberapa lama kemudian.
Dua ekor kuda berderap mendekati tempat pertempuran tadi.
Masih ada beberapa anggota pengemis Tongkat Merah saling
mengalirkan hawa sakti untuk mengobati luka-luka dalam
Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akibat hajaran prabu Sora.
"Hehh, dimana putraku" Dimana wanta perusuh itu?"
tanya Anting Wulan pada mereka tanpa banyak peradaban.
725 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Nyai, tuan muda dilarikan oleh prabu Sora. Dan wanita
yang merupakan murid siluman ular itu lari ke arah sana, Nyai."
jawab salah seorang anggota Tongkat Merah yang mengenal
Anting Wulan sebagai ibunda dari pimpinan mereka, dengan
sopan. "Hehh, kanda Saka mari!" Anting Wulan mendesah, lalu
mengajak suaminya segera berlalu dari tempat itu.
Sementara itu, Diah Warih berusaha mengejar si Tunggul yang
ditunggangi prabu Sora dengan membawa Kayan dan Ning Cilik
dipangkuannya. "Tuan prabu Sora, tunggu Tuan. Tuan prabu Sora,
tunggu Tuan!" "Heh, mau apa kau mengejarku?"
"Tuan, tidak ada lagi tempat saya bergantung. Mbakyu
Lastri telah kembali bersekutu dengan Nyai Kembang Hitam."
"Hmm, lalu"!"
"Saya harap, tuanku prabu Sora dapat menerima saya
sebagai sekutu Tuan. Sedikit kepandaian yang saya miliki tentu
akan berguna untuk mengurangi pekerjaan Tuanku."
"Hmm, engkau akan mencari kekuatan
melindungimu dari kejaran Anting Wulan, hmm"!"
untuk "Ah, saya tidak menyangkalnya Tuan. Tetapi tuanku
726 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
dapat mempertimbangkan apa yang saya miliki saat ini."
"Hmmm" baiklah. Baiklah, kau boleh ikut bersamaku."
Prabu Sora kembali menghela kudanya yang kemudian diikuti
Diah Warih di belakang nya. Beberapa saat kemudian"
"Hehehehehe, aku tidak mau kehilangan bocah ini.
Kuda liar itu mungkin saja akan melarikan diri jika aku
meletakkannya di punggung kuda liar itu. Aku bisa kehilangan
kuda itu sekaligus bocah ini, hehehehe."
"Lalu bagaimana dengan kuda itu, dia
melepaskan diri sementara tuan melepaskannya."
dapat "Hiahahahaha, kuda itu melarikan diri" Hehehehe, biar
sajalah. Rasanya saat ini aku sudah siap menghadapi Anting
Wulan. Hehehehe, apalagi dengan adanya bocah ini. Aku
berterima kasih padamu Warih, karena kau telah mengingatkan
aku akan bocah ini, hmmm hehehehehh."
"Tuan Sora! diputuskannya!" Kuda itu" tambang itu dapat "Hahahahah! Biar sajalah. Tetaplah di tempatmu
Warih." "Oh, tali itu putus tuan!"
"Hahahaha!" "Tuan sengaja melepaskannya" Tuan, eh" ingin
727 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
menanti kedatangannya?"
"Kau benar, Warih. Sudah terlalu lama dendam ini
kupendam dalam dadaku. Sekarang telah tiba saatnya aku akan
melepaskan segala dendam yang ada di dalam dadaku."
"Mudah-mudahan kuda itu akan berhasil menemukan
Tuannya, dan membawanya kepadaku."
"Tetapi, bagaimanakah jika Anting Wulan datang
bersama dengan suaminya?"
"Jangan samakan aku dengan gurumu yang tolol.
Walaupun kemampuanku tidak dapat mengatasi mereka,
tetapi aku memiliki banyak siasat. Hehehehe. Aku sudah siap
untuk menghadapi semua itu. Jika aku tidak salah, beberapa
tombak dari sini ada lembah yang cukup baik untuk menantikan
kedatangan mereka. Hmm" kau bawalah dua anak itu."
"Baik, baiklah tuanku."
Setelah mengangkat tubuh kedua bocah itu ke atas punggung
kudanya, Warih menuntun kudanya mengikuti prabu Sora yang
telah lebih dahulu meninggalkannya. Beberapa saat kemudian.
"Kita akan turun ke sana. Hmm, biar bocah laki-laki itu
aku yang membawanya. Ini adalah lembah Karang Cungkup."
Tidak lama kemudian, prabu Sora dan Diah Warih sudah berada
di bawah jurang yang cukup dalam. Beberapa belas tombak dari
air terjun mereka menemukan sebuah goa yang cukup besar.
728 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Aku memang harus terus menempel pada orang tua
ini. Jika tidak, aku akan mendapat celaka jika bertemu dengan
Anting Wulan. Hmmm, kelinci bakar ini sudah matang sejak
beberapa saat lalu. Tapi laki-laki tua itu belum juga bangun dari
semedhi nya. Wahh, perutku sudah lapar sekali. Tapi aku akan
menunggunya dan makan bersama-sama dengannya."
"Hmm, sudah sore agaknya."
"Ah, tuan sudah bangun. Eh, ini makanan sudah saya
siapkan. Tapi," biarlah saya hangatkan kembali sebentar.
Sudah hampir dingin kelinci bakar ini."
(28) Pada kisah yang lalu diceritakan, Kayan Manggala dan
Ning Cilik dilarikan oleh prabu Sora dan Diah Warih.
Prabu Sora yang telah merasa siap menghadapi Anting
Wulan dan Saka Palwaguna, musuh besarnya, sengaja
melepaskan kembali si Tunggul agar dia kembali
kepada Anting Wulan dan membawa tuannya
menemuinya. "Eehhh, sudah sore agaknya."
"Ah, iya. Apakah tuan sudah menyelesaikan semedhi
tuan" Ah, jika sudah saya telah menyiapkan makanan untuk
Tuan. Eh, tapi biarlah saya hangatkan dahulu. Sebab kelinci
bakar ini sudah sejak tadi saya angkat dari perapian."
"Hmm, hehehehehe. Benar. Perutku sudah terasa
lapar." 729 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ah, saya akan menghangatkannya sebentar. Hmm,
tuan prabu Sora," bukankah tuan sebenarnya adalah penguasa
dari keraton Indraprasta?"
"Hmm"! Ehh?"
"Jika memang tuan adalah penguasa dari Indraprasta,
mengapa tuan tidak mengerahkan saja kekuatan pasukan
tuanku untuk membalaskan dendam tuanku kepada Anting
Wulan" Indraprasta tidaklah terlalu jauh. Dengan menyisir
perbatasan Galuh terus ke arah utara, tuan akan tiba di
Indraprasta. Dan itu hanya membutuhkan perjalanan sehari
berkuda, tuan." "Hmm, berikan kelinci bakar itu."
"Ah. Ah, ini" makanlah tuanku."
"Kau sudah makan?"
"Eh, belum tuan. Ini saya menyediakan dua ekor kelinci.
Dan jika tuan masih kurang?"
"Kelinci ini sudah lebih dari cukup untukku. Kau
makanlah." "Ahh,.. eh." Diah Warih menyantap daging kelinci yang lainnya. Yang belum
dihangatkan kembali. Sambil menikmati kelinci bakarnya, Diah
Warih memandang kakek tua dihadapannya.
730 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Tuan," tuan prabu Sora"! Ehmm?"
"Hmm"!" "Berapakah usia tuan"!"
"Ah! Eh?" prabu Sora sangat terkejut dengan
pertanyaan itu. "Apa katamu"!"
"Ah, ampun Tuan. Saya" saya bertanya tentang" usia
tuanku?" "Hmmm. Untuk apa kau menanyakan hal itu?"
"Ampun tuan. Eh" tiba-tiba saja, ketika memandangi
wajah Tuan" saya teringat pada ayah kandung saya yang telah
tiada." "Siapakah ayah kandungmu" Dan dimanakah tempat
tinggal keluargamu?"
"Ayah kandung saya adalah Raka Panjulang."
"Hmm, engkau dari keluarga bangsawan?"
"Iya. Ayah saya adalah bangsawan dari keraton Karang
Sedana. Dan beliau meninggal ketika saya berusia sepuluh
tahun." Diah Warih mulai terisak sedih.
"Hmm, jika engkau berasal dari keluarga bangsawan,"
mengapa engkau tinggal di perguruan Kembang Hitam?"
731 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Nyai Kembang Hitam menyelamatkan saya dari
kematian." "Hei, siapa yang akan membunuhmu?" tanya prabu
Sora dengan suara lembut.
"Saya sendiri, tuan..."
"Hei, kau bermaksud membunuh diri?"
"Iya. Nyai Kembang Hitam menyelamatkan saya dari
angkin yang telah mengikat leher saya."
"Ahh. Kenapa engkau sampai berbuat nekat seperti itu,
Nyai" Engkau memiliki kepandaian yang cukup hebat. Tentu
engkau telah membalaskan sakit hatimu itu. Sudahlah tidak
perlu bersedih hati."
"Saya adalah seorang wanita perkasa. Saya tidak boleh
bersikap cengeng seperti ini. Ah?"
"Hmm, sebaiknya engkau kembali saja, Nyai. Tinggallah
bersama dengan keluargamu. Ibumu dan saudaramu yang lain
tentu merasa sedih engkau tinggalkan."
"Tidak, tuan. Justru mungkin kehadiran saya akan
membuat ibu saya menjadi terluka. Karena itu sebaiknya saya
pergi saja. Menjauhi ibu?"
"Hmm"! Apa sebenarnya yang telah terjadi dengan
dirimu?" 732 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Laki-laki tua yang saya sayangi, yang saya harapkan
akan menjadi pengganti ayah saya yang telah tiada justru telah
menghapus lembaran masa depan saya."
"Heeh"! Ayah tirimu"!" prabu Sora mengungkapkan
dugaannya. "Apa yang dilakukannya?"
"Dia, dia telah merusak pagar ayu saya."
"Hmmm! Iblis! Busuk! Hmm! Aku tidak mengenalmu,
Nyai. Akan tetapi untuk kebusukan yang tiada tara itu, aku akan
membantumu. Aku akan membunuh tokoh macam apapun
ayah tirimu itu." "Dia telah mati di tangan saya dan juga ibu saya. Ibu
saya telah menusuknya dengan pisau, dan saya mengoyak isi
perut laki-laki itu. Ohh, maaf tuanku. Betapa bodohnya saya.
Saya telah menghapus selera makan Tuanku dengan cerita saya
itu?" "Tidak. Lihatlah kelinci bakar ini sudah kuhabiskan
separoh. Perutku sudah cukup terisi. Justru engkaulah yang
harus menghabiskan kelinci itu. Teruskanlah, santaplah kelinci
bakar itu, hmm?" Diah Warih mulai menikmati kembali kelinci bakar ditangannya.
Akan tetapi, tiba-tiba dia tersentak.
"Iya, iya tuanku. Ohh hampir saja saya lupa tuanku. Hari
sudah mulai gelap. Kayu-kayu kering itu tentu tidak cukup
untuk perapian itu semalaman. Biarlah saya mencarinya
733 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
sebelum cahaya matahari menjadi lenyap sama sekali."
Diah Warih bergegas mencari kayu bakar di sekitar goa karang.
Kayan Manggala yang berada tidak jauh dari Ning Cilik, saling
pandang. Kisah dari Diah Warih begitu menyentuh hatinya.
Sementara itu malam perlahan-lahan merambat terus. Suasana
di lembah Karang Cungkup menjadi gelap gulita. Hawa dingin
diseputar lembah seakan-akan menusuk tulang. Karena itu,
prabu Sora dan Diah Warih duduk merapat di perapian. Adapun
Kayang Manggala dan Ning Cilik, keduanya yang tergeletak
dalam keadaan lumpuh tertotok oleh prabu Sora. Keduanya
jauh dari perapian itu. Sehingga tak ayal lagi keduanya
menggigil kedinginan. Suara gemerutuk gigi mereka terdengar
oleh Diah Warih. "Kedua anak itu tidak dapat menahan hawa dingin,
apakah perlu saya rapatkan ke perapian ini tuan?"
"Hehehehe, untuk apa Nyai" Mereka tidak akan mati
oleh hawa dingin ini. Biarkan saja! Hmm," Warih" Apakah
engkau benar-benar ingin mengabdi padaku?"
"Dengan sepenuh hati, tuanku."
"Bagus! Bagus! Jika begitu, berarti kau akan menurut
segala apapun yang aku perintahkan"!"
"Ah, apapun perintah tuan akan saya lakukan."
"Hmm, bagus! Bagus, hehehehe! Jika begitu, terangkan
734 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
padaku kunci dari aji Cengkar Bala. Ilmu siluman yang mampu
merubah dirimu menjadi makhluk jadi-jadian."
"Ahh, ampun tuanku. Saya akan menerangkannya. Baik
mantranya maupun laku yang harus dikerjakan. Tetapi
ketahuilah, Cengkar Bala saat ini sudah tidak berada di dalam
tubuh hamba. Kekuatan itu entah mengapa telah hilang dengan
begitu saja?" "Heii"!" prabu Sora terheran dengan pernyataan Diah
Warih. "Yah, jika kekuatan itu masih ada dalam tubuhku" tentu
aku tidak akan kesulitan menghadapi kepungan pengemispengemis kotor siang tadi."
"Hmmm. Hilang"! Aneh" Kekuatan itu menghilang.
Pastilah ada hubungannya dengan pertemuan Lastri dengan
prabu Purbaya dan Cempaka."
"Iya, aku juga khawatir mbakyu Lastri telah kehilangan
kekuatan khususnya, hingga kekuatan Cengkar Bala-ku pun
lenyap secara tiba-tiba. Ohh, apakah tuan prabu Sora
Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghendaki mantra serta?"
"Tidak. Tidak perlu. Mantra dan laku itu tidak ada
artinya lagi. Kekuatan siluman itu sudah lenyap dari diri gurumu
Lastri." "Dia belum muncul juga."
"Anting Wulan pasti akan muncul"
735 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Racauan mulut Kayan Manggala dan Ning Cilik yang kedinginan
semakin terasa berisik. Diah Warih mulai merasa kasihan.
"Oh, Kedua bocah itu kedinginan tuanku."
"Hmm, lakukanlah apa yang ingin engkau lakukan."
Diah Warih kemudian beringsut mendekati Kayan Manggala.
Tanpa meminta persetujuan lagi, dia kemudian melepas
totokan Kayan Manggala. "Hup! Hiat" Makanlah sisa daging bakar ini. Kau tentu
sudah menjadi lapar."
"Ah, bebaskan juga sahabatku ini. Dia pasti juga sudah
merasa lapar." "Yah, asalkan kalian tidak membuat ulah yang
merepotkan! Bagaimana"!"
"Baik. Saya berjanji. Dan saya juga akan berusaha
mengatasi sikap teman saya ini."
"Bagus! Hup!" Diah Warih pun melepas totokan Ning
Cilik. Sebuah totokan yang membuat urat utama terjepit dapat
membuat tubuh menjadi kaku maupun lemas. Akan sangat
terasa menyakitkan pada awalnya. Akan tetapi orang yang
terkena totokan itu tidak akan dapat berbuat apa-apa dengan
hal tersebut. Saat sebuah totokan dilepaskan, akan terasa
736 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
menyakitkan pula. Dan tubuh akan terasa lemas dan lelah
sekali. Ning Cilik mengeluh kecil saat totokannya dilepaskan.
"Bagaimana keadaanmu, Kak Ning?"
"Keadaanku baik-baik saja, Kayan."
"Ini, makanlah. Tentu kau sudah lapar."
"Ahh, tidak. Tidak. Aku tidak mau makan sisa mereka."
Melihat sikap Ning Cilik itu, Diah Warih berbisik
mengancam, "Aku hanya memberikan kalian waktu beberapa
saat, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya."
Diah Warih kemudian menggeser tubuhnya ke depan
mendekati prabu Sora, yang tengah tenggelam dalam semedhi
nya. Sementara Kayan merapat mendekati Ning Cilik.
"Kak Ning, kau harus melupakan rasa jijikmu itu. Kau
bisa mendapat sakit jika terus-terusan menahan rasa lapar."
"Ah, tapi aku" aku?"
"Kita harus dapat selamat. Karena itu jagalah
kesehatan. Yang menjadi tulang punggung dari kekuatan kita.
Makanlah kelinci bakar ini, ayo."
"Hmm, tapi aku tidak mau yang itu. Berikan yang
satunya lagi. Yang itu adalah sisa dari wanita siluman itu. Aku
tidak mau." 737 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ini, makanlah."
Sambil memejamkan matanya, Ning Cilik menggigit daging
kelinci bakar yang sudah menjadi semakin dingin. Matanya
dipejamkan rapat-rapat. Gadis muda itu berusaha untuk
mengatasi rasa jijiknya, akan tetapi"
"Hueek" Ah" Ah?"
"Ada apa, kakak Ning"!"
"Ah, aku tidak bisa menghabiskan sisa makanan
mereka. Biarlah aku lapar. Aku" Oh, rasanya lebih baik
menahan lapar, daripada menghabiskan sisa makanan mereka.
Uh!!" Ning Cilik meringis.
"Tutup mulutmu bocah, atau aku akan membungkam
engkau kembali!" bentak Diah Warih. Dia tersinggung
mendengar ucapan Ning Cilik.
"Ssttt, kakak Ning! Tenanglah! Aku merasa jemu dengan
totokannya yang melumpuhkan serta membuat kita bisu.
Tahan emosimu." "Kayan, rasanya aku lebih baik mati saja daripada dihina
seperti ini." "Ah, apakah engkau tidak merasa sakit hati dengan
perlakuan mereka"!"
"Ya tentu saja!" sergah Ning Cilik.
738 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ah, nah jika begitu tahan emosimu. Dan makanlah
daging kelinci bakar itu. Kita harus tetap hidup. Kita akan
mencari upaya untuk menyelamatkan diri. Dan membalaskan
semua dendam dan sakit hati ini."
"Iya, kau benar Kayan. Perutku lapar sekali. Biarlah aku
akan mencoba mengisi perutku dengan sampah ini."
Ning Cilik mulai memaksakan dirinya menggigit dan menelan
sisa makanan yang sudah menjadi dingin. Sekerat demi sekerat
kelinci bakar itu masuk ke dalam perutnya. Akhirnya habislah
sisa makanan di tangannya.
"Ahh,.. Ah, habis juga. Kau bagaimana Kayan?"
"Lihat ini, saya sudah habis sejak tadi Kak Ning." Kayan
Manggala menunjukkan sisa tulang dengan senyum jenaka.
"Daging seenak ini, kak Ning makan sambil pejamkan mata"!?"
"Iih, dasar kau rakus ah!"
"Ssst. Eh, mereka sudah tenggelam dalam semedhi
nya." "Jangan berpikiran macam-macam, kak Ning. Mereka
adalah tokoh yang sangat tinggi kepandaiannya. Sebaiknya kita
tidur saja. Percayalah ibu dan ayahku akan segera tiba."
"Tetapi, tahukah kamu" Kamu akan merepotkan
ibumu" Eh, Kayan mereka agaknya takut pada ibumu. Dan akan
menjadikan dirimu sebagai sandera. Kita justru harus mencari
cara untuk lepas dari tangan mereka. Sebelum?"
739 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
Belum sempat Ning Cilik selesai berkata-kata, tidak jauh dari
tempat itu terdengar ringkikan kuda. Si Tunggul.
"Ibuku datang!" seru Kayan dengan perasaan senang.
"Matikan perapian itu, dan lumpuhkan mereka." Prabu
Sora membuka matanya. Dia membangunkan Diah Warih dan
memberikan perintahnya. "Aku akan melihat mereka."
Prabu Sora melompat kedepan menuju arah dimana ringkik
kuda terdengar. Sementara Warih mendekati Kayan Manggala
dan Ning Cilik kemudian mengayunkan serangan ke arah jalan
darah kedua bocah cilik itu.
(29) Pada kisah yang lalu diceritakan, Kayan Manggala dan
Ning Cilik dijadikan sandera oleh prabu Sora untuk
menekan Anting Wulan dan raden Saka Palwaguna.
Menjelang tengah malam di lembah Karang Cungkup,
prabu Sora dan Diah Warih dikejutkan oleh suara
ringkikan kuda dari kejauhan.
"Matikan perapian. Aku akan lihat mereka. Akan tetapi
jangan lupa lumpuhkan kedua bocah itu. Huupp!"
"Ibumu akan segera tiba. Terpaksa
melumpuhkanmu kembali. Hiatt!"
aku akan Prabu Sora melompat kedepan menuju arah dimana ringkik
kuda terdengar. Sementara Warih mendekati Kayan Manggala
740 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
dan Ning Cilik kemudian mengayunkan serangan ke arah jalan
darah kedua bocah cilik itu. Kedua bocah itu tidak tinggal diam.
Mereka berusaha mengelak dan menyerang Diah Warih. Akan
tetapi mereka bukan tandingan Diah Warih. Mereka berhasil
tertotok kembali. "Jika tidak karena dendamku pada ibumu, tentu sudah
lama aku pecahkan kepalamu. Aku tidak kerasan mengurusi
bocah-bocah liar seperti kalian berdua. Heh! Jangan melotot
seperti itu! Hiah, hupp!" Diah Warih mengirimkan beberapa
pukulan kembali karena merasa sebal di pelototi kedua bocah
didepannya. Pukulan itu ringan saja, tapi dilambari dengan
tenaga sakti. "Nanti setelah aku dan tuanku prabu Sora
membereskan ibumu. Kalian berdua akan aku pendam hiduphidup di dalam tanah. Hanya kepala kalian yang menyembul di
permukaan. Heh! Hahahaha dan aku akan menikmatinya dan
menonton hewan-hewan liar di hutan yang akan merancah
kepalamu! Dan kemudian mengorek-orek tanah untuk
mendapatkan bagian tubuhmu yang lain. Hahahaha. Nah,
beristirahatlah dahulu. Aku akan mematikan perapian itu."
sambil tertawa kejam, Diah Warih mengancam dan menakutnakuti kedua bocah yang telah tertotok itu.
Diah Warih melangkah keluar dari gua persembunyiannya.
Setibanya di mulut gua, dia kemudian merunduk untuk
memadamkan perapian. Akan tetapi tiba-tiba saja terdengar
kesiur angin halus menubruk ke arah dirinya. Diah Warih
menyadari adanya bahaya yang mengancam. Tetapi kecepatan
gerak dari bayang-bayang itu tidak memberikan kesempatan
baginya untuk berbuat apa-apa.
741 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Huaa! Ahh?" "Ah," ah" Uhh!" dengan susah payah Kayan berusaha
melepaskan totokan Diah Warih. Hatinya gelisah melihat
sesosok bayangan mendekati mereka.
"Kayan," Kayan anakku. Diamlah. Tenanglah bersama
ibumu disini. Siapapun tidak akan dapat mengganggumu jika
ibu disampingmu. Bagaimana keadaanmu?"
"Ah, dimana ayah?"
"Kami berpencar untuk mencarimu. Dan ibu berhasil
menemukan si Tunggul dan membawa ibu kemari. Dari atas
lembah itu ibu dapat melihat cahaya perapian ini. Oh, ternyata
benar dugaan ibu. Ah, bagaimana keadaanmu?"
"Pukulan bibi Warih melukai saya Bu, dan" dan juga
kakak Ning. Ini dia kakak Ning, Bu. Tolonglah dia, Bu."
"Ah, jangan khawatir."
"Terima kasih bibi Wulan"
"Bagaimana dengan lukamu?"
"Saya, saya merasakan sakit di sekitar pinggang dan
dada saya, Bu." "Apakah kalian bisa menahannya untuk beberapa
saat?" 742 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Saya, saya tidak apa-apa bibi Wulan."
"Ibu akan membereskan prabu Sora terlebih dahulu. Si
Tunggul telah berlaku tepat. Ibu memang berupaya memancing
salah seorang dari mereka."
"Hemmm, kau salah Anting Wulan." suara serak prabu
Sora tiba-tiba terdengar tidak jauh dari situ.
"Ah, kakek Sora sudah kembali."
"Jangan khawatir, ibu sanggup untuk menghadapi
mereka. Diamlah kalian disini. Ibu akan menyelesaikan urusan
itu." Anting Wulan berjalan perlahan-lahan menuju mulut goa. Tibatiba saja perapian yang masih menyala itu berantakan bagaikan
diterjang angin prahara. Bara api menyebar ke arah kiri dan
kanan tepat di mulut goa. Dan beberapa saat kemudian
kegelapan di lembah Karang Cungkup menjadi semakin
sempurna. "Berhati-hatilah, Bu!"
"Jangan khawatirkan ibumu, Nak." jawab Anting Wulan
dengan penuh percaya diri. Anting Wulan berpikir, "Ah, aku
tidak dapat meninggalkan mulut goa ini. Anakku berada di
dalam dan bukan tidak mungkin aku justru akan terkecoh.
Prabu Sora akan masuk dan menangkap putraku. Oh, aku harus
berhati-hati." 743 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Oh, celaka! Dimana merobohkannya disini."
Diah Warih" Tapi aku "Hahahahaha, kau mencari siapa Nyai"! Hahahaha!"
terdengar tawa ejekan Diah Warih yang tadi sudah
dilumpuhkannya. "Ah, setan! Rupanya prabu Sora telah menyadari
perangkapku. Dan kini aku yang berganti masuk perangkapnya.
Dia sudah mendekati goa ini sejak tadi, dan membebaskan
totokan Diah Warih."
"Hmm, hehehehehehe. Malam ini, di lembah Karang
Cungkup agaknya akan menjadi akhir dari riwayatmu.
Hehehehehehe." "Kurang ajar! Ohh, Warih berada di sebelah kiri, jauh
berada beberapa belas tombak dan bersembunyi di dalam
kegelapan. Sedangkan prabu Sora sebaliknya berada di sebelah
kanan mulut goa ini. Ohh" aku tidak mungkin memburu
mereka. Salah seorang tentu akan masuk ke dalam goa jika aku
meninggalkan mulut goa ini."
"Kau harus menerima pembalasanku. Kau telah
merusak segala rencana kami. Rencana besar dari mbakyu
Lastri." "Lastri telah menyadari kekeliruannya. Dan enam belas
saudaramu yang lain pun demikian. Bagaimana dengan
dirimu?" "Jangan kau dengarkan segala ocehannya. Wanita itu
744 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
kini dalam perangkap kita. Kita akan dapat membunuhnya
bersama-sama dalam kegelapan seperti ini. Lakukan tugasmu!"
"Ohh, mereka tengah merencanakan sesuatu. Aku
harus berhati-hati. Jika secara terang-terangan aku tidak gentar
menghadapi mereka berdua sekaligus. Tetapi?"
Anting Wulan bergerak cepat. Menghindari ke kiri dan kanan.
Dan sesekali menepis sana dan sini. Menghindari berbagai
macam senjata yang dilemparkan oleh Diah Warih. Dari
bebatuan sampai dengan ranting kayu. Dan sesekali dikejutkan
oleh senjata rahasia yang menyerangnya dengan kekuatan
yang hebat. "Prabu Sora mengambil kesempatan diantara hujan
Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
batu dan ranting yang dilemparkan Diah Warih. Ohh, apakah
itu"!" Cahaya api" Setan! Apa maksudnya itu"! Ah, api mulai
berkobar dari kiri dan kanan mulut goa ini." pikir Anting Wulan.
Dia mulai merasa cemas. Benaknya terus melakukan
perhitungan-perhitungan siasat. "Walaupun hanya beberapa
belas tombak, tapi aku tidak dapat memadamkan api itu. Banyu
Cakra Buana tidak mungkin menghadang senjata rahasia yang
dilemparkan oleh prabu Sora. Kekuatan Banyu Cakra Buana
besar dan menyebar. Sedangkan serangan senjata rahasia yang
dilemparkan oleh prabu Sora akan mampu menembus
menusuk pertahanan Banyu Cakra Buana."
"Oh, api itu mulai semakin besar. Uhukk" uhukk?"
Anting Wulan mulai terbatuk-batuk oleh asap dari ranting dan
pohon di depan mulut goa yang terbakar.
"Cukup Warih, apinya sudah cukup besar. Marilah kita
745 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
tetap menonton saja."
"Ah, uhukk " uhukk.. asap ini" asap ini benar-benar
mulai mengganggu aku. Wah, celaka! Bagaimana keadaan
putraku dan temannya!?"
"Aku akan menghalau asap ini, dengan angin dari Banyu
Cakra Buana-ku." "Oh, aku harus berhati-hati dan waspada akan serangan
mereka kembali." "Hahahahahaha!" prabu Sora tertawa-tawa di luar goa.
"Ah, asap semakin tebal bergulung-gulung di mulut goa.
Aku tidak mungkin membawa pergi anakku dan temannya
sekaligus. Tentu aku akan mendapat kesulitan jika mereka
menerjangku secara tiba-tiba dalam gulungan asap itu.
Hiyyaatt!!" pikir Anting Wulan sambil kembali meniup asap
dengan ajian Cakra Buana.
"Untuk melarikan putraku saja pun tidak mungkin. Jika
terjadi apa-apa dengan temannya tentu aku mendapatkan
sesalan dari putraku selama-lamanya. Oh, apa akalku"!"
Tiba-tiba dari arah dalam goa, terdengar teriakan Kayan
Manggala. Lebih tepatnya mirip suara lolongan binatang.
"Oh, apa yang terjadi dengan putraku"!" Anting Wulan
segera melesat masuk kembali ke dalam goa lalu bertanya
cemas, "Oh, apa yang terjadi dengan dirimu Kayan?"
"Aku tidak apa-apa Bu."
746 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ah, apa yang terjadi dengan bocah itu" Dia melolong
begitu kerasnya. Apakah teriakannya karena terkena oleh
senjata rahasiaku atau Nyai Warih" Ah, tapi rasanya tidak
mungkin." "Heh"! Apa ini"!" prabu Sora melihat ada benda-benda
yang bergerak di sekitar mereka, terlihat mulai mendekatinya.
"Ohh! Oh, celaka! Tentu Nyai Warih pun kerepotan
menghadapi ular-ular yang banyak dalam kegelapan begini."
"Warih! Bagaimana keadaanmu" Warih! Bagaimana
keadaanmu?" prabu Sora memanggil-manggil dengan nada
khawatir. Tidak ada jawaban.
"Celaka, aku akan melihat keadaan wanita itu. Ah,
kasihan sekali," tanpa banyak berpikir lagi, prabu Sora melesat
menuju arah dimana Diah Warih seharusnya berada.
"Ah, ada apa sebenarnya. Mengapa prabu Sora
berteriak-teriak. Agaknya dia mencemaskan keadaan Warih,
dan iya" Warih pun tidak terdengar menjawab. Apakah ini
sebuah perangkap"!"
"Bu, cepat kesempatan ini." bawa kami pergi. Pergunakanlah "Tetapi bagaimana jika?"
"Mereka saat ini mendapatkan kesulitan. Cepatlah.
Merayaplah susuri sisi tebing goa ini. Cepat, Bu!"
747 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Oh, Baiklah." "Terus berjalan, tetapi berhati-hatilah. Mungkin
dipinggir tebing ini banyak ularnya."
"Apakah teriakan mu tadi yang mendatangkan ular-ular
dan?" "Cepatlah, Bu. Kita harus dapat cepat tiba di puncak
tebing sana." "Oh, benar suara mereka tidak terdengar lagi. Agaknya
mereka telah mendapat kesulitan. Setidak-tidaknya Diah
Warih. Oh, aku akan menyembunyikan putraku dan anak
perempuan ini dahulu. Baru kemudian aku kembali mencari
prabu Sora dan Diah Warih."
Anting Wulan terus berlari cepat. Akan tetapi tiba-tiba saja
kakinya merasakan sengatan dari seekor ular. Dia mengeluh.
"Ada apa Bu" Apakah ada ular yang menggigit ibu?"
"Ah, tidak . Tidak apa-apa. Ini" Ibu tidak akan terganggu
dengan bisa-bisa ular hanya luka kecil akibat patukan saja yang
mengganggu." Kayan kembali melolong. "Biarlah, kau tidak perlu mengkhawatirkan ibumu.
Hupp!!" Anting Wulan merayap dengan hati-hati di tebing sambil
menggendong tubuh Ning Cilik dan Kayan, putranya. Beberapa
saat kemudian, dia berhasil tiba di atas tebing. Kedua tubuh
748 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
bocah yang digendongnya segera diletakkan di punggung si
Tunggul yang telah berada di puncak tebing itu.
"Kalian harus menjauhi tempat ini dahulu, sebelum aku
tinggalkan." Si Tunggul meringkik, lalu mulai berlari.
"Ayo larilah Tunggul. Ikuti aku!"
Anting Wulan melesat cepat mengikuti derap si Tunggul. Akan
tetapi tanpa diketahui sesosok bayangan tinggi besar sambil
memondong tubuh seseorang mengikutinya dari belakang.
(30) Pada kisah yang lalu diceritakan, Kayan Manggala
berhasil mengatasi kesulitan dari kepungan prabu Sora
dan Diah Warih dengan bantuan ular-ular disekeliling
lembah. Kayan meminta ibunya untuk segera
membawanya ketika merasakan keadaannya memungkinkan. "Terus berjalan, Bu"
"Apakah engkau yang memanggil ular-ular itu?"
"Tepat, Bu. Kita harus segera naik ke atas tebing sana
dan segera meninggalkan lembah ini."
"Naiklah kau, Kayan. Ah" berpeganglah erat. Kau juga
cah ayu. Hati-hatilah!"
749 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Iya, Bibi." "Ayo, larilah Tunggul! Hiyyyah!"
Si Tunggul berderap cepat memecah kesunyian malam.
Kayan Manggala dan Ning Cilik berusaha menahan rasa sakit
yang mulai menggelitik pada luka dalamnya akibat guncangan
kuda. Tanpa diketahui oleh Anting Wulan, sesosok bayangan
mengikutinya secara diam-diam. Dan bayangan itu ternyata
adalah prabu Sora yang tengah memondong Diah Warih.
"Ahhh, mau kemanakah kita, tuan prabu Sora" Luka
akibat gigitan ular di kakiku serasa berdenyut keras. Ahh,
tolonglah aku. Selamatkanlah aku dari bisa ular ini." Diah Warih
meringis dan mendesis menahan perih dan panas di kakinya
yang dipatuk ular. "Jangan khawatir, aku akan menolongmu. Untuk
sementara ini engkau tidak akan apa-apa. Hmm, aku akan
menolongmu nanti begitu mereka berhenti. Aku akan
menolongmu. Tapi aku juga tidak ingin kehilangan mereka.
Bersabarlah. Naah, itu mereka berhenti."
"Mereka akan beristirahat. Aku akan mencari
kesempatan membunuh mereka. Semuanya, tidak terkecuali
lagi." pikir prabu Sora. Sementara Diah Warih masih terus
merintih menahan sakitnya.
"Stttt!! Sttt! Sttt!" dengan pelan, prabu Sora
750 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
mengingatkan Diah Warih agar tidak terus merintih.
Ditempelkannya telunjuk di bibirnya.
"Uhh, Lukaku?" bantah Diah Warih sambil berbisik,
"Sakit sekali. Kakiku tidak dapat kugerakkan lagi, Tuan."
"Ya, ya. Baiklah. Mari kulihat."
Prabu Sora menutup jalan darah Diah Warih dari pangkal
pahanya. Kemudian perlahan-lahan dia mulai mengurut
berusaha mengeluarkan racun yang telah naik hingga ke
pangkal paha murid dari perguruan Kembang Hitam.
"Ehh, aduhh" Mmhhh" Iih."
"Eh, tahan suaramu itu, tahan. Kau cengeng sekali.
Hmm, mereka akan mendengarkan kita." prabu Sora mencela.
"Ih, iya" iya tuanku." sahut Diah Warih sambil
menutupi mulutnya dengan tangan. Matanya berair menahan
sakit yang amat menyengat. "Maafkan saya?"
Ternyata kekhawatiran prabu Sora menjadi kenyataan. Telinga
Anting Wulan yang telah terlatih itu mendengar rintihan Diah
Warih. Anting Wulan yang saat itu juga tengah berusaha
menyembuhkan luka dalam putranya tersentak.
"Aku mendengar rintihan halus di sebelah kananku.
Mencurigakan sekali. Bagaimana keadaanmu Kayan?"
"Rasa sakit di dadaku sudah berkurang, Bu. Tapi, ah"
ah" di pinggangku juga terasa sakit. Pukulan Bibi Warih juga
751 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
cukup keras mengenai pinggangku ini."
"Ah, jangan berisik. Aku mendengar suara yang
mencurigakan di sebelah kananku. Kurang lebih lima belas
tombak. Aku akan membawa kalian kesana melihatnya. Aku
khawatir meninggalkan kalian karena mungkin saja ini adalah
perangkap." Anting Wulan meraih tubuh Ning Cilik dan putranya. Kemudian
dia menghentakkan tenaga saktinya. Dan bagaikan kilat, dia
melompat melenting ke arah mana suara mencurigakan itu
didengar. "Oh, uh" Oh, engkau Anting Wulan!?" prabu Sora
terkesiap melihat Anting Wulan mengetahui keberadaannya
disitu. "Hemmm, engkau mengikuti aku terus menerus"!"
"Hmm, yah. Karena engkau adalah seorang musuh
besarku." "Apa yang telah terjadi dengan Diah Warih?"
"Hmm, apa pedulimu" Hmm, kau tunggulah Warih. Aku
akan mencoba untuk melunaskan dendamku. Mudah-mudahan
aku dapat mengatasinya. Huppp!"
"Huh, aku harus membuatnya lumpuh kembali. Laki-laki
ini licik dan penuh dengan muslihat yang dapat membahayakan
diriku." 752 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Oh, Banyu Cakra Buanaku tidak dapat berbuat banyak.
Anting Wulan agaknya telah menguasai aji itu jauh lebih
sempurna dari diriku."
"Aku tidak dapat melayanimu lebih lama lagi?" Anting
Wulan kemudian mundur lalu mempersiapkan pukulan sakti
Banyu Cakra Buananya. Prabu Sora menyambut serangan itu
dengan ilmu yang sama. Akan tetapi, dia dapat dikalahkan.
Tubuhnya terhuyung dan "
"Apapun yang akan terjadi, kau harus kembali menjadi
orang yang tanpa daksa. Aku akan melenyapkan kembali segala
yang engkau miliki. Semua ilmu kepandaianmu. Seluruh
kekuatan sakti yang engkau miliki!"
"Tunggu! Hup!!" Diah Warih yang sedari tadi terduduk
di pinggir arena pertempuran segera melompat menghadang
Anting Wulan, dan saat kakinya menjejak di tanah dia meringis
kesakitan. "Aduh, kakiku sakit sekali."
"Mau apa engkau menghalang-halangi aku, Warih"
Jangan mencoba melindungi orang karena dirimu sendiri pun
akan menerima hukuman yang sama dariku."
"Aku," aku tidak gentar dengan hukuman yang akan
engkau jatuhkan pada diriku, Nyai. Tapi," aku harap jangan
engkau lakukan itu padanya. Hhhh, kasihanilah dia. Dia adalah
seorang raja. Dia membutuhkan kekuatan untuk kebesaran
dirinya. Hhhhh. Jangan! Jangan lakukan! Ooh?" Diah Warih
terisak. "Apa yang terjadi pada dirimu Warih" Apakah engkau
753 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
tengah berpura-pura untuk memperdayai aku?"
"Ahh, mundurlah Warih. Duduklah saja di sana. Aku
masih sanggup untuk menghadapinya. Jangan menggerakkan
tubuhmu. Racun ular itu akan merambat hingga ke
jantungmu?" Belum lagi selesai kata-kata prabu Sora, tubuh Diah Warih
terhuyung-huyung dan kemudian jatuh ke rerumputan. Prabu
Sora mendekati Diah Warih yang tergeletak diatas rerumputan.
Segera dia menotok jalan darah di sekitar pinggang dan dada
Diah Warih dan kemudian dengan cepat mengurutnya
perlahan-lahan. Beberapa tombak disampingnya, Anting Wulan
berdiri memperhatikan kejadian yang diluar dugaannya.
"Warih!" prabu Sora berseru tegang. Dia tampak
khawatir sekali melihat Diah Warih yang masih pingsan.
"Oh, mengapa jadi begini urusannya" Apa yang harus
aku lakukan" Diah Warih benar. Aku rasanya tidak dapat
membuat celaka prabu Sora. Oh," Pancar Dumung, adikku"
Iya, adikku Dumung telah menjadi menantu prabu Sora. Dia
menikah dengan ratu Seruni yang kini memerintah Indraprasta.
Oh, aku tidak sanggup membunuhnya."
Beberapa saat kemudian,"
Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ahh, engkau sudah sadar kembali. Hmmm"! Kau
selamat Warih. Racun itu sudah kubersihkan dari tubuhmu."
"Terima kasih, tuan prabu Sora."
754 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Sekarang giliranku untuk membersihkan racun yang
jauh lebih berbahaya dari dalam tubuhmu, Warih."
"Ah, apa maumu Nyai"!" ucap Diah Warih dengan kesal.
"Kau telah banyak membunuh anak di desa yang kau
lalui kemaren. Karena itu aku akan?"
"Tahan!!! Kau tidak bisa membunuh anak ini sebelum
melangkahi mayatku!"
"Ohh"! Apa yang sebenarnya terjadi dengan kalian" Apa
hubunganmu dengan wanita itu prabu Sora?"
"Hmmm, persetan dengan pertanyaanmu. Hayoo,
bunuhlah aku lebih dahulu!"
"Aku dapat mengampunimu prabu Sora. Menyingkirlah,
dan segeralah kembali ke Indraprasta. Hiduplah tenang dengan
anakmu yang kini memerintah Indraprasta."
"Heeh, aku akan menyingkir. Tetapi jika engkau
membiarkan aku membawa Diah Warih bersamaku."
"Tidak mungkin, Diah Warih adalah muridku. Dia telah
banyak membuat malapetaka. Dan aku wajib mengurusnya!"
"Ehehehehe, muridmu heh" Kau yang mengajarkannya
untuk menciptakan malapetaka. Mengapa sekarang engkau
akan menghukumnya. Biarkanlah dia pergi bersamaku ke
Indraprasta. Aku yang akan mengurusnya. Atau jika engkau
tidak setuju, langkahi saja dulu mayatku."
755 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ohh, tuan prabu Sora." Diah Warih terkesima melihat
pembelaan prabu Sora pada dirinya.
"Ohh, apa yang dikatakan oleh prabu Sora pada
dasarnya adalah benar. Aku yang bersalah. Iya, aku yang telah
menciptakan Warih menjadi pembuat malapetaka. Baiklah?"
pikir Anting Wulan. Kemudian dia berseru sambil mengancam,
"Baiklah, kalian boleh pergi. Akan tetapi demi dewata agung.
Jika aku mendengar kalian kembali membuat sesuatu tindak
kejahatan, aku akan mencari dimanapun kalian berada.
Terutama engkau Warih, yang menjadi tanggung jawabku. Nah,
pergilah!" Tanpa berkata apapun, prabu Sora berlalu bersama dengan
Diah Warih. Beberapa saat suasana disekitar hutan kecil itu
menjadi sunyi kembali. Anting Wulan mendekati Kayan
Manggala dan Ning Cilik, dibawah sebuah pohon besar.
"Bagaimana keadaan kalian?"
"Walaupun kekuatan saya belum kembali secara
sempurna. Tetapi rasa sakit di tubuh saya sudah banyak
berkurang. Ibu tolong sajalah kak Ning."
"Bagaimana keadaanmu, Ning?"
"Luka dalam, bibi Wulan. Di sekitar pinggang saya.
Aduh, rasanya jika saya menggerakkan tubuh, tangan maupun
kaki, ahh" terasa sakitnya bukan kepalang, Bi."
"Ohh, kita beristirahat saja di sini. Kau bisa membuat
756 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
perapian, Kayan?" "Saya bisa, Bu."
"Di sekitar tempat ini, samar-samar banyak kulihat
kayu-kayu kering." "Iya, Bu. Saya dapat melihatnya."
"Nah, tidurlah jika kau ingin tidur, Kayan. Keadaan
sahabatmu sudah semakin membaik. Dia juga sebentar lagi
harus segera tidur."
"Tarik nafas dalam-dalam dan tahanlah, Ning. Bagus!
Tahanlah beberapa saat. Aku akan memeriksa bagian lainnya di
sekitar lukamu tadi."
Demikianlah, Anting Wulan merawat Ning Cilik hingga lewat
tengah malam. Setelah keadaan Ning Cilik menjadi lebih baik
dan luka dalamnya tidak mengganggu geraknya lagi, Anting
Wulan menyuruh Kayan dan Ning Cilik untuk segera tidur.
Tetapi menjelang fajar, Anting Wulan yang bersemedhi sambil
berjaga-jaga tidak dapat lagi menahan kantuknya. Setelah
bertempur hampir setengah malam, Anting Wulan pulas
tertidur dalam posisi semedhi.
"Ah, ah" bau apakah ini" Ah, daging bakar! Ibu rupanya
telah menyiapkan makanan pagi untukku. Tapi, keliatannya ibu
masih pulas tertidur. Aneh, rupanya setelah menyiapkan
makanan ini, ibu tidak dapat menahan kantuknya setelah
semalam-malaman tidak tertidur. Ah, perutku lapar sekali.
Daging ini sudah matang. Jika saja aku terlambat bangun, tentu
757 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
akan hangus." "Hei, hebat sekali kau Kayan."
"Ibu tertidur"!"
"Iya, ibu tidak dapat menahan kantuk. Untung saja tidak
ada orang jahat yang mengganggu kita."
"Ibu tidur sajalah dahulu. Ibu perlu beristirahat."
"Bangunkanlah Ning Cilik, sahabatmu. Ibu akan mencuci
muka dahulu. Dan, baru menikmati sarapan buatanmu."
"Ah, eh" tunggu dulu. Apa maksud ibu" Sarapan buatan
saya"!" "Iya, ada apa" Kenapa bengong" Sudahlah?"
Anting Wulan kemudian berlalu menuju sebuah sungai kecil.
Sementara Ning Cilik terbangun mendengar keributan ibu dan
anak. "Tunggu dulu, Bu. Saya benar tidak mengerti, tunggu!"
Kayan mengejar ibunya, sambil matanya nyalang memandang
ke kiri dan kanan mencoba menembus semak-semak yang
rapat di sekitarnya. "Aih, ada apa engkau menghentikan aku" Kelihatannya
begitu gelisah"!"
758 34. GEMURUH DENDAM GEMURUH RINDU
"Ibu katakan ini sarapan," daging bakar ini buatan
saya"! Saya tidak pernah melakukan itu. Ketika saya terbangun,
daging itu sudah matang di perapian."
"Ah"! Kau sungguh-sungguh?"
Kayan Manggala tidak menjawab kata-kata ibunya. Matanya
kembali nyalang menyapu ke arah sekitarnya.
"Hei, siapakah yang sedang mempermainkan aku" Tidak
mungkin musuh-musuhku. Tentu akan mencelakaiku. Ohh"
hmm kanda Saka! Pastilah ini perbuatan kanda Saka." pikir
Anting Wulan. Dia tersenyum kecil ketika telah dapat menduga
bahwa itu adalah ulah suaminya."Keluar kanda Saka! Aku tau
ini semua adalah ulahmu!"
"Hehehehehe!" terdengar suara tawa Saka Palwaguna
dari kejauhan. "Oh, ayah!" "Oh, Kayan. Syukurlah pada Hyang Agung. Kalian semua
selamat. Aku mencari berputar-putar, dan tadi menjelang pagi
hari aku menemukan kalian yang tengah asik tertidur. Aku tidak
sampai hati membangunkan kalian. Dan kemudian aku
menyiapkan daging bakar itu untuk sarapan kalian. Oya, lalu
bagaimana dengan buruan kalian" Apakah wanita itu adalah
Diah Warih?" Tiga hari telah berlalu, akhirnya mereka tiba di keraton
Mataram. 759 760 *** 35. KEMELUT DI KERATON INDRASAPA
35. KEMELUT DI KERATON INDRASAPA
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 761 35. KEMELUT DI KERATON INDRASAPA
(10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) 762 763 (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) (30) 36. PUSAKA SIMA 36. PUSAKA SIMA (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 764 36. PUSAKA SIMA (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) 765 766 (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29) (30) 37. GELORA API CEMBURU 37. GELORA API CEMBURU (1) Pada kisah yang lalu diceritakan, Kayan Manggala dan
Jaga Paramudita beserta Kala Janthuk berada di dalam
goa bawah tanah yang tertutup rapat. Sementara itu,
jauh di luar goa tampak rombongan prajurit keraton
Karang Sedana bersama dengan keraton Kencana
Wungu sedang bekerja menggali pintu goa karang yang
kokoh. Sang prabu maharaja kerajaan Karang Sedana,
yaitu prabu Purbaya beserta istrinya Cempaka telah
bermandi keringat. Begitu juga panglima Galung Wesi
yang memimpin prajurit keraton Kencana Wungu,
namun mereka terus bekerja tanpa kenal lelah.
"Terus gali! Cari celah karang yang lunak untuk digali.
Terus! Jangan berhenti!" suara prabu Purbaya bergema
memompa semangat para prajurit yang tengah giat bekerja
menggali mulut goa karang.
Cempaka menghentikan pekerjaannya. Dia memandang iba
para prajurit yang bekerja itu. Dia menghampiri suaminya, lalu
berkata "Kanda prabu" Oh, kasihan para prajurit itu. Mereka
sudah bekerja seharian. Hampir-hampir mereka tidak ada
istirahatnya. Lihatlah, kita saja sudah mandi keringat begini.
Agaknya sulit sekali kita untuk bisa membobol goa karang yang
keras dan kokoh seperti ini."
"Hahhh?" prabu Purbaya menghela nafas, "Aku juga
767 37. GELORA API CEMBURU sudah bingung, Dinda. Sepertinya kehilangan akal untuk
menghadapi kenyataan seperti ini."
"Ampun, Tuanku. Segala daya dan tenaga telah kita
kerahkan untuk menggalinya. Tapi baru sedikit sekali tanah dan
batu yang dapat kita bongkar. Kalau begini terus, mungkin satu
purnama atau mungkin lebih baru kita bisa menggalinya dan
mengeluarkan tuanku puteri Jaga Paramudita. Serta raden mas
Kayan Manggala dan paman Kala Janthuk."
"Ohhh," Ja.. jadi?" mendengar penuturan panglima
Galung Wesi itu, Cempaka menjadi sangat terguncang dan
gundah, "Oh, puteri Jaga Paramudita. Dia akan kelaparan. Dia,"
Oh, kanda Prabu. Puteri kita, Kanda. Dita akan sengsara di
dalam sana. Oh, ayo Kanda kita gali terus."
"Tenanglah dinda Cempaka, jangan kau rongrong lagi
jiwaku dengan kekalutan seperti itu. Tenanglah! Sabarlah
Dinda. Berdo"a lah. Aku yakin dewata pasti mau mendengarkan
do"a kita." "Oh, Kanda" Bagaimana aku bisa tenang" Aku sanggup
Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi selaksa prajurit dalam medan perang dengan
pedang terhunus. Tapi aku tidak akan sanggup untuk tenang
dalam hal seperti ini. Aku tidak mau kehilangan Dita, kanda
Prabu..." "Siapa orang tua yang mau kehilangan anak
kandungnya dengan cara seperti ini, Dinda" Siapa"!" prabu
Purbaya tampak agak kesal mendengar isak tangis istrinya. Dia
kemudian menghela nafas berat, lalu dengan tersenyum sabar
dia mengangkat dagu istrinya untuk menenangkan istri yang
768 37. GELORA API CEMBURU disayanginya. Ditatapnya bola mata istrinya yang bening.
Keduanya berpandangan. Lalu prabu Purbaya berkata,
"Sudahlah Dinda Cempaka. Kau tenanglah sedikit. Kalau
memang dewata menghendaki hal lain pada putri kita, apa
boleh buat" Kita hanya dapat berusaha. Semua keputusan akhir
ada pada yang maha kuasa. Ayo kita gali lagi?"
"Paman Galung Wesi, ayo kita bekerja lagi." sang
maharaja keraton Sunda berkata pada panglima Galung Wesi.
"Ampun, tuanku. Hamba ada usul. Bagaimana kalau kita
bongkar dengan menggunakan ilmu kesaktian. Hamba rasa
batu-batu karang yang keras ini akan bisa kita hancurkan."
Galung Wesi mengajukan usulan.
"Oh, iya kanda Prabu. Sebaiknya kita hancurkan batubatu penutup ini dengan ilmu kesaktian. Kurasa apa yang
dikatakan paman Galung Wesi itu benar."
Prabu Purbaya menarik nafas berat. Ditatapnya batu padas
yang menyatu dengan tanah di depannya itu. Lalu dia menatap
Cempaka permaisurinya, kemudian beralih pada Galung Wesi.
Sekali lagi prabu Purbaya menarik nafas.
"Dinda Cempaka dan paman Galung Wesi, aku rasa
meratakan dan merontokkan batu-batu ini bisa saja kita
lakukan. Tetapi apakah paman tidak memikirkan resikonya"
Aku takut kalau semua yang kita kerjakan dengan kekerasan,
dengan cara paksa seperti itu, batu-batu itu akan hancur
berantakan. Dan bukan tidak mungkin malah menjadi kubur
bagi putri dan orang-orang yang ada di dalamnya?" prabu
Purbaya bertutur dengan hati-hati. Dia tahu dihadapannya
769 37. GELORA API CEMBURU adalah dua orang yang tengah berusaha keras untuk segera
menolong orang-orang yang dicintainya. Dia melanjutkan, "Dan
bukankah itu sebuah bencana yang kita buat sendiri. Yah,
mungkin disinilah letaknya kebesaran dewata. Dia menguji
kesabaran kita. Dia ingin membuktikan jiwa kita yang
sesungguhnya dalam menghadapi musibah. Usul paman tidak
salah. Tapi aku tidak bisa melakukannya. Sudahlah Dinda
Cempaka, marilah kita bekerja dengan wajar. Kegigihan akan
membuahkan hasil yang baik. Ayo paman, kita bekerja lagi!"
Mendengar penuturan prabu Purbaya, Galung Wesi terdiam.
Cempaka juga tidak bersuara, dia hanya menatap suaminya
dengan mata berbinar sedih dan ada air bening mengambang
di kelopak matanya kemudian jatuh berderai ke tanah.
Perempuan perkasa dari Karang Sedana itu segera mengambil
pacul dari salah seorang prajurit di dekatnya, lalu dia pun ikut
menggali. Prabu Purbaya menahan duka di dalam dadanya,
menyaksikan perbuatan istrinya yang tercinta. Tak ada suara.
Semuanya bekerja dengan tekun dan hati-hati. Bunyi pacul
yang beradu dengan tanah dan batu, membuat irama
tersendiri. Sementara itu matahari semakin menggelincir ke
barat. "Ampun tuanku. Agaknya semua prajurit kita telah
bekerja sehari penuh. Apakah malam ini juga mereka akan kita
suruh bekerja terus?" Galung Wesi bertanya pada Cempaka
yang berada di sampingnya. Sang permaisuri yang masih
tampak giat menggali mulut goa karang.
"Iya paman Galung Wesi, suruh mereka terus bekerja.
Jangan ada yang berhenti. Kita harus segera menolong
puteriku." jawab Cempaka.
770 37. GELORA API CEMBURU Galung Wesi menatap Cempaka. Dia tidak bisa berbuat apaapa. Lalu dengan perlahan dia kembali memainkan alatnya.
Namun nyata sekali bahwa panglima dari Kencana Wungu itu
mulai kehabisan tenaga. Prabu Purbaya melihat semua apa
yang terjadi pada Galung Wesi. Lalu prabu Purbaya pun melihat
ke seluruh prajurit yang bekerja. Sudah banyak para prajurit
yang duduk kelelahan. "Kasihan mereka, agaknya mereka telah begitu lelah
dan kepayahan. Aku tidak boleh meneruskan penggalian ini.
Biar bagaimana mereka adalah manusia seperti aku. Mereka
punya rasa lelah dan keinginan untuk beristirahat. Mungkin
karena aku terus bekerja maka mereka tidak mau berhenti?"
pikir prabu Purbaya. Dia lalu melompat ringan ke sebuah batu
besar, lalu berseru. "Hooi, para prajurit Karang Sedana dan
prajurit Kencana Wungu! Berhentilah! Beristirahatlah kalian!
Besok kita teruskan lagi pekerjaan ini."
Prabu Purbaya kemudian melangkah mendekati panglima
Galung Wesi, dia tersenyum dan meletakkan tangannya di bahu
panglima itu. "Paman Galung Wesi, kau boleh beristirahat.
Besok kita akan bekerja lagi."
Setelah itu, dia menghampiri istrinya yang berada di sebelah
Galung Wesi. Cempaka masih terus mengayunkan paculnya.
Purbaya tersenyum dan menggamit lengan istrinya, "Dinda
Cempaka, ayo kita istirahat. Kau perlu mengganti bajumu dan
mandi dahulu." "Tetapi kanda,?"
771 37. GELORA API CEMBURU "Sudahlah, Dinda. Aku tahu perasaanmu. Tapi dalam
saat ini bukan perasaan yang harus kita menangkan. Tapi
perhitungan. Kita tunggu sampai besok, dan kita akan bekerja
lagi. Dalam saat seperti ini kita harus mendahulukan kesabaran
daripada emosi." Prabu Purbaya segera memegang tangan istrinya, lalu
menuntunnya meninggalkan tempat itu. Galung Wesi mohon
diri dan kembali ke arah para prajurit Kencana Wungu.
Di sebuah tenda, prabu Purbaya berbaring di atas beberapa
lapis hamparan kain tebal bersama istrinya. Cempaka tampak
belum dapat tertidur. Wajahnya begitu murung penuh duka.
Prabu Purbaya mengelus bahu dan lengan istrinya. Sesekali
disibakkannya rambut dari kening dan leher istrinya.
Ditatapnya wajah murung yang bersandar di dadanya itu. Rasa
iba mengalir ke seluruh jiwanya.
"Dinda Cempaka, sudahlah. Jangan terlalu banyak
merenung. Tidak baik kau larutkan dukamu. Kita belum tahu
apa yang akan terjadi di akhirnya kelak. Hanya aku harap,
dewata akan mengabulkan do"a kita. Yaitu memberi
keselamatan pada mereka semua. Sudahlah dinda, tidurlah.
Besok kita bekerja lagi dan untuk itu kita butuh tenaga yang
segar." "Oh, Kanda" bagaimana aku bisa tidur dengan tenang"
Sementara Paramudita tidak ada bersama kita. Dia masih
terlalu kecil untuk mengalami penderitaan seperti itu, Kanda."
"Dinda, agaknya kau lupa bahwa dewata itu akan
memberikan cobaan pada hambanya dalam bentuk yang
772 37. GELORA API CEMBURU bagaimanapun juga. Kecil dan besar tidak masalah. Dan dewata
tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan
hambanya. Tenang dan sabarlah dinda. Dan kau pun agaknya
lupa, bukankah aku pun dulu semasa kecil begitu banyak
menghadapi cobaan berat. Aku mengalami siksaan. Aku harus
hidup berpetualang bersamamu. Dan aku harus menghadapi
segala kelicikan pangeran Karmapala. Lalu kita dikejar-kejar resi
Amista. Aku yakin kau masih ingat, Dinda."
"Oh, kanda Prabu. Kanda adalah seorang laki-laki. Dan
saat itu kita selalu berdua. Kita selalu berbagi sedih dan derita.
Tapi," Dita"!" wajah Cempaka menegang, dia bagaikan
menatap putrinya di kejauhan.
"Sekali lagi kau berlaku salah, Dinda!" sergah suaminya
dengan cepat. Purbaya memotong ucapan istrinya agar istrinya
itu tidak berlarut dalam perasaannya. Lalu dengan lembut dia
menjelaskan, "Bukankah di dalam sana ada Kayan Manggala
serta paman Kala Janthuk. Nah, sekarang dahulukan segala
perhitungan dan pemikiran. Jangan sampai dinda tidak bisa
berpikir dengan baik. Agar kau dapat membaca situasi dengan
baik. Nah, tidurlah dinda. Aku akan menjagamu. Pejamkan
matamu, besok kita musti kerja. Kalau kau tidak tidur, maka
besok tenagamu akan terkuras habis. Dan tidak bisa
membantuku menggali pintu goa karang itu."
"Oh, baiklah kanda prabu. Semoga saja dinda bisa
memejamkan mata dinda."
"Dinda pasti bisa, yakinkan itu. Nah, tidurlah."
Cempaka akhirnya merebahkan tubuhnya. Dia berusaha
773 37. GELORA API CEMBURU memejamkan matanya. Namun beberapa saat tampak dia
gelisah. Kemudian prabu Purbaya pun mengusap wajah
istrinya. Tak lama kemudian terdengar Cempaka telah
mendengkur. Purbaya tersenyum, lalu laki-laki utama Karang
Sedana itu berdiri menatap ke arah langit yang cerah dengan
gemintang. "Oh, dewata yang maha agung dan maha tunggal.
Hanya padamulah aku memohon dan memujamu. Berilah
keselamatan pada putriku dan orang-orang yang ada di dalam
goa itu. Karena hanya padamulah ada keadilan yang seadiladilnya." Prabu Purbaya mendesah, "Yahhh, aku tidak bisa
berbuat apa-apa kecuali berpasrah diri pada kebesaran-Mu."
Prabu Purbaya terus mengucap dalam hati. Dia memohon pada
kebesaran Yang Maha Tunggal penguasa alam semesta. Setelah
itu, barulah dia duduk bersimpuh. Raja besar itu larut dalam
semedhinya hingga menjelang pagi tiba.
Kokok ayam terdengar di perkemahan itu. Di dalam tendanya,
panglima Galung Wesi terbangun.
"Uhhh,.. badanku letih sekali. Seluruh urat di tubuhku
terasa kaku. Huaahh, belum pernah aku bekerja sekeras
kemarin. Yah, ayam sudah berkokok dan aku harus segera
mengumpulkan kembali para prajurit Kencana Wungu.
Penggalian itu harus dikerjakan kembali." panglima Galung
Wesi mengeluh dalam hatinya. Tampak istirahatnya semalam
masih belum cukup untuk memulihkan seluruh kesegaran dan
tenaga tubuhnya. Dia segera mencuci muka dan mengusap
seluruh tubuhnya dengan kain basah. Setelah selesai, Galung
Wesi bergegas keluar tenda. Di depan tendanya dia berpapasan
774 37. GELORA API CEMBURU dengan Cempaka. "Oh, itu tuanku permaisuri Cempaka keluar" Hebat! Dia
tampak segar seperti biasa. Mungkin karena memiliki ilmu
kesaktian yang tinggi maka pekerjaan berat itu tidak terasa.
Baru sekali ini aku melihat seorang permaisuri raja besar mau
bekerja bersama para prajuritnya." pikir Galung Wesi. Dia
berlutut lalu menyapa, "Selamat pagi, terimalah salam hormat
hamba tuanku permaisuri."
"Oh, selamat pagi, Paman. Ah, bangunlah Paman. Tidak
perlu banyak peradaban, Paman." Balas Cempaka sambil
tersenyum. Kemudian Cempaka menebar pandangannya ke
arah tenda-tenda prajurit. Memang belum terlalu banyak
prajurit yang telah terjaga. Tampaknya kelelahan mereka cukup
membuat tidur mereka pulas. Lalu, Cempaka bertanya dengan
ragu, "Oh ya, Paman" bagaimana dengan para prajurit"
Apakah kita telah bisa memerintahkan mereka untuk bekerja
sekarang" Terlanjur matahari belum muncul."
"Iya, hamba rasa mereka semua sudah siap, Tuanku."
jawab Panglima Galung Wesi setelah menebarkan
pandangannya ke tenda para prajurit. Dia yakin dengan para
prajurit yang telah terjaga saat ini akan cukup untuk segera
menyiapkan pasukannya dalam waktu singkat. Galung Wesi
bertanya, "Oh ya Tuanku, mana tuanku Prabu?"
"Kanda prabu sedang bersemedhi, Paman. Sebentar lagi
mungkin beliau akan keluar. Ayo paman, kita ke tempat
pekerjaan." "Marilah tuanku permaisuri,?"
775 37. GELORA API CEMBURU Keduanya melangkah ke tempat mereka menggali goa karang.
Sementara itu beberapa senopati yang ikut dalam rombongan
penggalian itu segera membangunkan para prajurit yang masih
tertidur. Lalu mereka semuanya bergegas mengambil alatnya
masing-masing. Pagi yang bisu itu tiba-tiba saja dipecahkan
oleh suara-suara pecahan batu yang beradu dengan alat-alat
penggali. "Ayo, semuanya bekerja. Sebelum matahari keluar kita
sudah harus memecah kan batu yang besar itu. Ayo!" seru
panglima Galung Wesi. Akan tetapi dia menjadi malu karena
melihat Cempaka tampak lebih dahulu dari para prajuritnya.
Oleh karena itu, setelah berseru pada para prajuritnya, dia lalu
berkata pada Cempaka. "Ampun tuanku Permaisuri. Sebaiknya
tuanku beristirahat saja."
"Paman, yang terkurung di dalam goa karang ini adalah
putriku. Dan putranya bibi Anting Wulan dan paman Saka
Palwaguna. Bagaimana aku bisa tinggal diam" Bagaimana bisa
aku membiarkan para prajuritku bekerja keras untuk
mengeluarkan putriku sementara aku hanya duduk-duduk
menunggu hasilnya. Ah, sudahlah paman. Bekerjalah dengan
tenang, dan jangan hiraukan aku."
Cempaka langsung menghantamkan alat pemecah batu yang
dipegangnya. Galung Wesi tidak bisa berkata apa-apa. Dia pun
mulai bekerja. Sementara itu prabu Purbaya masih tampak
duduk bersemedhi. Matanya terpejam. Kedua tangannya masih
bersidekap di dada, namun telinganya masih bisa dengan jelas
suara yang berasal dari para prajuritnya yang bekerja menggali
goa karang. 776 37. GELORA API CEMBURU "Oh, mereka semuanya telah bekerja. Istriku Cempaka
juga ada diantara para prajuritku. Dinda Cempaka sudah
bangun. Kasihan dia, sebaiknya akupun ikut bekerja. Tak ada
petunjuk yang kudapati dalam semedhi ini kecuali kesegaran
jiwa. Yah, semoga saja dewata memberikan ketabahan terus di
hati ini." Prabu Purbaya segera menyudahi semedhinya. Dia lalu
membersihkan diri dengan cepat, lalu keluar dari tendanya.
Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Prabu Purbaya melesat ke arah gerombolan para pekerja. Lalu
laki-laki perkasa itu pun mulai menggali dan mencongkel tanah
serta bebatuan yang besar. Tak jarang dia mengeluarkan
tenaga saktinya hingga dia bisa dengan mudah melemparkan
batu-batu besar. Semangat para prajurit Karang Sedana dan
Kencana Wungu semakin menggebu. Mereka bekerja seperti
kemasukan setan. Di sudut lain, Cempaka pun tak kalah
semangatnya. "Oh, kanda prabu pun sudah ikut bekerja. Sebaiknya aku
ke sana. Aku ingin selalu bekerja di dekatnya. Ohh, kanda
Purbaya" aku bahagia sekali memiliki dirimu. Kurasa tiada lagi
manusia yang sebahagia diriku. Ah, sebaiknya aku ke sana."
"Ah, dinda Cempaka. Bagaimana Dinda" Sudah banyak
batu penghalang yang kau singkirkan?"
"Belum banyak kanda Prabu. Dan agaknya memang sulit
untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Ohh, apakah?"
"Jangan cemas Dinda, tak baik sebuah pekerjaan itu
dikerjakan dengan penuh kecemasan. Pelan-pelan saja. Dan
ingat, jangan sesekali menggunakan tenaga sakti untuk
777 37. GELORA API CEMBURU menggempur tanah atau bebatuan yang harus kita gali. Karena
akibatnya bahaya sekali. Bekerjalah dengan tenang. Biar lambat
asal selamat." segera saja Prabu Purbaya memotong ucapan
Cempaka dan menasihatinya. Dia tidak ingin istrinya menjadi
cemas kembali. Oleh karena itu dia mencoba merayu istrinya
dengan berkata, "Oh ya, Dinda" Keringatmu banyak sekali.
Kemarilah, biar kubersihkan."
"Ah tidak perlu Kanda. Aku bisa membersihkannya
sendiri. Oh, keringat kanda Prabu juga banyak?" Cempaka
tersipu malu. Suaminya mencoba bermesraan di hadapan
banyak prajurit yang tengah sibuk bekerja"! Ah, ada-ada saja!
Cempaka menyeka keringat yang membasahi tubuh dan
wajahnya. Prabu Purbaya hanya tersenyum. Tak lama tampak
keduanya mulai lagi bekerja. Mereka terus menggali mencari
jalan tembus ke arah goa karang yang telah menelan putri
mereka serta Kayan Manggala dan Kala Janthuk. Semakin lama
pekerjaan mereka berat, namun semangat mereka tampaknya
tak pernah kendor. (2) Pada kisah yang lalu diceritakan, Prabu Purbaya,
Cempaka dan Panglima Galung Wesi memimpin prajurit
Karang Sedana dan Kencana Wungu menggali goa
karang untuk mengeluarkan Jaga Paramudita dan
Kayan Manggala serta orang-orang yang terkurung di
dalam goa karang. Hari itu, hari kedua mereka
menggali goa karang. Pagi itu saat mentari baru saja
mengeluarkan biasnya yang cemerlang, orang-orang
Karang Sedana dan Kencana Wungu sudah mandi
778 37. GELORA API CEMBURU keringat. Namun mereka semua bekerja seperti tanpa
mengenal lelah. Prabu Purbaya, Cempaka dan Galung
Wesi terus menggali. "Terus, gali terus. Tapi hati-hati jangan sampai tanah
dan batu-batu besar itu longsor dan menimbun diri kalian. Hei!
Kalian berdua kemari! Bantu aku memindahkan batu ini, ayo!"
suara seruan panglima Galung Wesi bergema disela-sela bunyi
dentang perkakas beradu dengan batu dan tanah yang keras.
Kedua prajurit yang dipanggil oleh Galung Wesi itu dengan
tergesa-gesa menghampiri panglimanya. Lalu tanpa banyak
bicara mereka membantu menggeser batu besar yang
menutupi permukaan tanah untuk di gali. Setelah batu besar itu
tergeser, maka Galung Wesi memanggil lagi beberapa orang
prajurit lainnya. Mereka semua mulai menggali lagi. Tanpa
terasa hari kedua berlalu. Saat malam turun, mereka kembali
istirahat. Bunyi jangkrik dan angin malam semilir yang bertiup di sekitar
tempat itu menjadi irama tersendiri. Para prajurit itu telah tidur
semua. Ah, tidak! Tidak semua. Ada dua orang prajurit Karang
Sedana yang tampak tengah berbicang-bincang di depan
perapian, di depan tendanya. Keduanya tampak tengah
menghangatkan tubuh mereka. Bahkan salah seorang dari
mereka tampak mengeluh dan menggigil kedinginan.
"Bagaimana kawan, apakah menurut pemikiranmu kita
akan berhasil menggali goa karang ini?"
"Ya, kita berhasil. Tapi akan memakan waktu yang
cukup lama. Paling tidak selama satu bulan kita akan berada di
779 37. GELORA API CEMBURU sini." "Satu bulan" "!"
"Iya." "Waktu yang cukup panjang dan melelahkan. Dan kita
tidak akan menemukan apa-apa yang lain di sini. Selain
menggali dan terus menggali."
"Kau menyesal ikut kemari?"
"Ah, entahlah aku tidak bisa menjawabnya." katanya
setengah mendesah, "Tapi terus terang, disini keadaanya
begitu membosankan. Bayangkan, malam begini kita istirahat.
Lalu saat ayam jantan bangun kita pun harus menyertainya.
Ayam jantan berkokok, sedang kita mencangkul dan menggali
tanah serta bebatuan."
"Iya, aku mengerti perasaanmu. Tapi hati-hatilah dalam
menuturkan semuanya. Karena kalau tuanku panglima Galung
Wesi mendengarnya, kau bisa mendapat hukuman. Kita ini
prajurit kecil, prajurit bawahan. Kita tidak bisa menolak
perintah atasaan begitu saja. Karena semuanya telah termasuk
ke dalam sumpah kita, saat akan menjadi prajurit."
"Iya, aku mengerti. Oya, malam ini adalah malam kedua
kita tidur di goa karang ini. Dan malam ini, sama seperti malam
kemarin, sepi dan dingin. Aku jadi teringat pada istri dan anakanakku. Tentu mereka kesepian di rumah."
Temannya tertawa pelan, lalu katanya "Kau terlalu perasa
780 37. GELORA API CEMBURU teman. Seharusnya di saat seperti ini kau tidak usah mengingat
mereka. Bagimu saat ini adalah istirahat dengan baik, agar
besok kau bisa bekerja dengan baik. Tidak sakit-sakitan. Lalu
nanti pulang dari sini dalam keadaan sehat. Sehingga saat
berkumpul dengan keluargamu engkau dalam keadaan sehat.
Ah, sudahlah! Ayo kita tidur! Teman-teman kita semuanya
sudah pada tidur." "Aku belum mengantuk. Entah mengapa, malam ini aku
ingin sekali menikmati sinar bulan yang redup itu."
"Hehehehehe, kau seperti seorang penyair saja teman.
Keinginanmu yang aneh-aneh saja. Seharusnya kau masuk
istana tidak menjadi seorang prajurit. Tapi jadi seorang
sastrawan istana." ejek temannya. Kemudian temannya itu
berkata bagaikan sedang menasihati,"Hehehehehe. Prajurit
harus berjiwa keras dan berani serta gagah. Tidak suka hanyut
oleh rasa sepi dan perasaan sendiri. Prajurit harus selalu
bermain dengan ilmu pedang dan ilmu silat serta ilmu
keprajuritan. Bukan bermain dengan kata-kata dan perasaan.
Heheh, kau agaknya salah langkah teman. Heh"!"
"Kau yang salah teman. Tidak selamanya prajurit itu
harus bersikap keras, dan tidak selamanya prajurit itu harus
pintar memainkan pedang dan ilmu perang. Kadang kala di
dunia ini banyak sekali keanehan dan kejanggalan. Tidak
selamanya pedang dan kematian itu mengakhiri sebuah
masalah. Pada jaman kini, kadang-kadang kata-kata lebih
berguna dari sambaran pedang."
"Hehehehe, kau semakin jauh sobat. Sudahlah! Ayo kita
tidur! Aku tidak mau engkau semakin hanyut ke dalam alam
781 37. GELORA API CEMBURU perasaanmu. Sehingga besok engkau melakukan kesalahan
dalam bekerja. Ayo, sudahlah. Tidur kita!"
"Tidurlah kau sendiri, aku nanti saja. Rasanya sayang
sekali kalau malam sepi ini hanya dihabiskan untuk tidur."
"Ahhh, kau ini memang aneh. Tadi kau merasa tidak
kerasan dan tidak betah di sini. Karena sepi dan terasing dari
tempat yang ramai. Kau katakan disini hanya bekerja, menggali
dan terus menggali. Tapi sekarang kau tiba-tiba merasa sayang
untuk melewatkan malam yang sepi ini"! Tuh, hehehehe. Kau
memang telah terpengaruh oleh jiwamu. Sudahlah! Ayo tidur!
Mungkin kelak kau dapat bermimpi indah. Bertemu dengan
keluargamu." "Tidurlah kau duluan. Aku mau duduk dulu di sini." Lalu
prajurit itu memalingkan wajahnya. Dia menatap dataran goa
karang yang ditelan kegelapan di depannya. Sedangkan
temannya hanya geleng-geleng kepala. Kemudian menjatuhkan
dirinya. Tak lama terdengar dia mendengkur tidur.
"Hah, dasar tukang tidur. Baru saja tergeletak sudah
mendengkur," omel prajurit itu sambil tertawa kecil. Tak lama
kemudian, benaknya berkata-kata,"Ah, istriku" malam ini
kembali kau tidur sendiri. Semoga saja kau tabah menjadi istri
seorang prajurit seperti aku ini. Semoga kau bisa menjaga
puteri kita. Aku percayakan dia padamu untuk merawatnya.
Aku yakin, kau bisa mendidiknya untuk menjadi seorang anak
yang baik, anak yang berbakti pada kerajaan dan tanah airnya."
"Oh, prajurit Seta. Kau belum tidur?"
782 37. GELORA API CEMBURU Prajurit itu terkaget sesaat. Ada yang menyapanya dari
belakang. "Ah! Oh, tuanku panglima Galung Wesi. Maafkan
tuanku, hamba tidak tahu kedatangan tuanku."
"Ah, kenapa engkau melamun menatap bulan itu
prajurit Seta" Apakah kau teringat pada anak dan istrimu?"
"Iya tuanku. Dan hamba memang selalu begitu kalau
jauh dari mereka." "Hmm"!" Panglima Galung Wesi manggut-manggut.
"Hamba selalu merasa asing dan sendiri. Apakah tuanku
juga pernah merasakan hal seperti itu?" selidik prajurit itu.
Namanya adalah Seta. Prajurit Seta.
"Iya, itu dulu. Dulu aku sering merasakan hal yang sama
seperti yang kau rasakan saat ini. Tapi sekarang agaknya aku
telah pasrah pada semuanya. Aku pasrah pada perjalanan
hidup yang diatur oleh sang dewata, karena semakin kuat kita
ingat pada keluarga kita maka semakin kuat kita ditekan dan
dibelenggu oleh perasaan rindu dan sedih. Aku yakin suatu saat
nanti kau pun bisa seperti aku. Pasrah pada kehendak alam dan
kehidupan ini." "Hamba tidak sedih, tuanku. Hamba hanya merasa
sepi." "Hampir tidak ada bedanya prajurit. Sedih dan sepi
bersumber pada tempat yang sama, yaitu hati dan perasaan.
783 37. GELORA API CEMBURU Sedih timbul karena tekanan hati yang sepi. Sedang kesepian
itu sendiri berpangkal dari getaran perasaan kita yang selalu
ingin memiliki dan dimanja. Sedangkan kesedihan timbul dari
rasa takut dan kecemasan. Tapi kalau kita sadari semuanya, itu
tidak ada apa-apanya. Nah, kurasa kau sebagai seorang prajurit
yang punya pikiran dan pandangan yang cukup luas, kau pasti
bisa mencernanya. Aku tahu siapa dirimu, karena kau adalah
prajuritku. Dan aku selalu memperhatikan setiap prajuritprajuritku." nasehat Galung Wesi sembari ditingkahi oleh derik
jangkrik. "Terima kasih, tuanku. Tapi untuk saat ini agaknya
hamba masih begitu sulit untuk melakukan hal seperti yang
tuanku lakukan. Tapi hamba akan berusaha."
"Iya, kau memang harus berusaha. Karena bukan ini saja
tugas untukmu. Masih banyak tugas-tugas yang lain. Tugas
yang mungkin akan membawamu berpuluh-puluh purnama
meninggalkan keluargamu. Dan kalau kau terus seperti ini maka
jiwamu akan rusak oleh perasaanmu sendiri. Nah, tidurlah
prajurit Seta. Besok masih banyak pekerjaan yang harus kita
kerjakan. Kita berpacu dengan waktu dan kehidupan putri Jaga
Paramudita." "Baiklah, tuanku. Oya, apakah tuanku belum tidur?"
"Belum. Aku akan berkeliling dulu. Aku harus
memeriksa semua keadaan disekitar tempat ini. Sebagai
panglima tertinggi di sini, aku ditunjuk oleh tuanku prabu
Purbaya untuk mengatur dan mengawasi semua prajurit yang
ada di sini. Kalau ada paman Pandu Permana datang kemari,
mungkin tugasku akan ringan. Nah, sekarang aku pergi dulu.
784 37. GELORA API CEMBURU Kau tidurlah, gunakan malam ini untuk beristirahat."
"Baiklah tuanku panglima."
Panglima Galung Wesi segera meninggalkan prajuritnya. Dia
kembali menuju tenda-tenda lain yang ditiduri oleh para
prajuritnya. Sedangkan prajurit Seta kembali merenung
menatap rembulan yang redup tertutup awan. Sementara itu
jauh dari goa karang, yaitu di kaki gunung Burangrang tampak
seorang laki-laki gagah yang juga menatap bulan redup itu. Dia
adalah prabu Purbaya. "Hehhh, bulan redup. Cahayanya tidak seindahnya yang
biasa aku lihat dari keraton Karang Sedana. Apakah alam juga
turut bersedih" Iya, sudah dua hari aku mengerahkan pasukan
Karang Sedana dan Kencana Wungu untuk menggali mulut goa
karang itu tapi belum juga menampakkan tanda-tanda adanya
jalan masuk ke dalam. Ohh, dewata agung" apakah aku harus
kehilangan putriku"! Tidak! Itu tidak mungkin! Rasanya terlalu
berat untuk menerima kenyataan ini. Ohh, kasihan dinda
Cempaka. Dia kelihatan lelah dan sedih sekali. Tadi saat aku
tinggalkan dia tertidur pulas. Ada raut duka di wajahnya."
Prabu Purbaya kembali menatap langit. Ada awan tipis berarak
ke barat melintasi bulan yang redup. Saat itu jauh di kaki
gunung Burangrang sebelah selatan terdengar jerit serigala.
Suara lolongnya yang panjang mendirikan bulu kuduk. Prabu
Purbaya mengalihkan pandangannya. Dia merasakan bagaikan
serigala itu seperti pertanda adanya kejadian yang amat
mengerikan di sekitar gunung Burangrang. Perlahan-lahan lakilaki perkasa penguasa tanah Pasundan itu bangkit. Matanya
jalang menatap keremangan malam.
785 37. GELORA API CEMBURU "Oh, serigala itu kembali melolong. Kemarin malam dia
juga melolong seperti ini. Apakah ini sebuah pertanda akan
adanya kejadian yang amat mengerikan" Binatang itu biasanya
Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencium bau darah kematian. Serigala hutan binatang yang
mempunyai perasaan yang amat peka. Binatang itu tak
ubahnya seperti iblis yang amat menakutkan. Sebaiknya aku
kembali saja ke tempat dinda Cempaka tidur. Aku khawatir
akan terjadi apa-apa di sana. Bukankah?"
Belum habis prabu Purbaya dengan pikirannya, tiba-tiba
berkelebat sesosok bayangan di arah lembah, dibawah prabu
Purbaya berdiri saat itu.
"Oh!" Ada yang melintasi lembah itu! Siapa dia"
Gerakannya cepat sekali. Sebaiknya ku ikuti. Hupp!" Prabu
Purbaya segera melesat menyusul bayangan yang melintas
dibawah lembah dia berdiri. Sebentar saja bayangan Purbaya
telah hilang ditelan kegelapan malam.
"Heh, orang itu gerakannya cepat sekali. Aku yakin dia
pastilah memiliki ilmu peringan tubuh dan ilmu lari yang tinggi.
Kalau tidak, terlalu mustahil aku bisa kehilangan jejak seperti
ini. Apakah tidak mungkin dia menuju ke goa karang" Ah,
sebaiknya aku ke sana. Oh, itu dia! Setan alas. Dia berada di
atasku. Dia berdiri tidak jauh dari tempat dimana aku duduk
tadi. Agaknya dia sengaja melakukan itu. Hai, dia agaknya
memandang ke mari. Lalu memandang ke arah goa karang.
Sebaiknya aku naik ke atas. Akan kulihat siapa sebenarnya
orang itu. Hupp!" bagaikan seekor jangkrik yang melenting,
prabu Purbaya segera melompat ke arahnya dia duduk-duduk
tadi. 786 37. GELORA API CEMBURU Kembali prabu Purbaya melesat naik. Dua kali tubuhnya
berputar di udara, lalu hinggap dengan ringan di atas sebuah
batu di tebing gunung Burangrang. Tapi di saat dia menatap ke
atas, sosok tubuh yang berdiri itu kembali melesat pergi ke arah
utara. Prabu Purbaya tidak mau kehilangan jejak untuk kedua
kalinya. Dia kembali melesat. Begitu tiba diatas, dia langsung
memburu ke arah perginya orang misterius itu. Tapi kembali dia
kehilangan jejak" "Ohhh, dia akan mengajakku bermain-main. Dia belum
tahu siapa Purbaya. Baiklah, kalau kau hendak bermain-main
denganku. Aku akan melayanimu. Kau akan kutarik dengan
kekuatanku. Aku yakin kalau tidak ada penghalang kau tidak
akan bisa lepas dariku."
Prabu Purbaya segera duduk bersila kedua tangannya diputar
sejenak, lalu ditempelkan ke depan dada. Namun pada saat
yang bersamaan, telinganya mendengar sesuatu yang
mencurigakan di kaki gunung Burangrang sebelah utara. Prabu
Purbaya menarik nafas dalam-dalam. Dia memicingkan
matanya. Indra pendengarannya di arahkan ke arah utara.
"Heii, ada suara ribut-ribut di arah sebelah sana.
Sebaiknya aku ke sana. Mungkin saja orang itu tadi yang
membuat kekacauan. Aku yakin suara itu pastilah berasal dari
desa kecil di bawah kaki gunung Burangrang ini. Ya! Aku harus
ke sana. Penduduk desa itu juga adalah rakyat Karang Sedana."
Kembali sesosok bayangan terlihat berkelebat oleh prabu
Purbaya. 787 37. GELORA API CEMBURU "Itu dia, orang yang tadi muncul lagi! Dia juga menuju
ke sana. Tapi tadi aku jelas-jelas melihat dia melesat ke sana.
Tapi rupanya dia masih berada di sekitar sini. Aku harus berhatihati, dia pasti mengintai diriku. Oh, dia turun kebawah. Aku juga
harus ke sana. Mungkin di desa sana aku akan menjumpainya."
Prabu Purbaya memperlambat larinya. Dia ingin menguji
apakah sosok didepannya memang sengaja memancingnya.
"Oh, dia sengaja memperlambat larinya. Kurasa dia juga
tahu kalau aku memperlambat lariku. Sebenarnya kalau aku
mau, aku bisa memburunya. Tapi biar saja, biar saja dia terus
turun ke bawah sana. Aku ingin melihat apa yang akan
diperbuatnya." Akan tetapi sosok didepannya tidak terus turun, malah melesat
menjauh kembali. "Heii, dia melesat ke sebelah sana!" prabu Purbaya
semakin bingung dan penasaran dengan arah tujuan sosok
tubuh di depannya itu, karenanya dia berseru, "Heiii, kisanak!
Berhentilah! Aku yakin engkau bukanlah sebangsa orang yang
pengecut. Berhentilah! Marilah kita berkenalan."
Teriakan prabu Purbaya yang pelan namun menggetarkan
suasana malam itu, hanya membuat laki-laki di depannya yang
hendak turun ke lereng berhenti sejenak. Sejenak diia menoleh,
lalu melesat lagi. "Kisanak, aku tahu kau pasti sudah mengenalku. Nah,
berhentilah!" 788 37. GELORA API CEMBURU "Kurang ajar! Dia sengaja mempermainkan aku. Dia
mempermainkkan aku! Awas, kalau dapat ku bekuk. Kau akan
ku paksa untuk menerangkan dirimu. Dan siapa orang yang
menyuruhmu. Akan ku kejar terus!"
Prabu Purbaya mengerahkan ilmunya. Tubuhnya melesat
bagaikan bayangan anak panah. Tubuh itu terus berlari
memburu orang misterius di depannya. Tapi agaknya orang
yang dikejarnya itu telah begitu paham dengan liku-liku daerah
gunung Burangrang. Dibantu dengan kegelapan malam,
membuat prabu Purbaya kembali kehilangan jejak. Sementara
itu suara gaduh di desa kaki gunung Burangrang semakin jelas
terdengar. (3) Pada kisah yang lalu diceritakan, Purbaya
meninggalkan Cempaka istrinya seorang diri tidur di
dekat goa Karang. Sedangkan prabu Purbaya sendiri
pergi ke gunung Burangrang merenungi semua kejadian
yang menimpa puterinya. Dan di saat itu pulalah dia
dikejutkan dengan kehadiran seorang laki-laki misterius
yang membuat prabu Purbaya penasaran. Dia pun terus
mengejar laki-laki misterius itu. Namun kembali dia
kehilangan jejak. "Oh, dia kembali menghilang. Sebenarnya aku bisa
menangkapnya. Ilmu lariku masih di atasnya. Tetapi kegelapan
malam yang menolongnya lepas dari kejaranku. Aku harus
mendapatkannya. Tapi aku harus melihat dahulu kejadian di
bawah sana." 789 37. GELORA API CEMBURU "Kebakarannn! Kebakaraann! Kebakaaraaaan!!"
"Cepat tolong, itu apinya besar sekali! Ayooo!!"
"Oh, heii" rumah itu sengaja dibakar. Lihat! Lihat,
disana itu ada tiga orang berlompatan lari dari rumah itu."
"Iya, itu mereka. Mereka meloncati wuwungan rumah!"
"Hai! Yang lain, cepat ambil air!"
"Iya! Iya!" "Kita harus memadamkan api itu, ayo ceppaaaat!"
"Oh," oh," Hei, kawan" Dengar! Itu suara tangis neng
Asmarani. Wah kasihan, dia masih berada di dalam rumahnya.
Ayo, hei yang muda-muda tolong selamatkan neng Asmarani.
Inilah kesempatan kalian untuk merebut hati gadis itu. Ayo!"
"Ah, kau ini bagaimana!" Masakkan dalam keadaan
seperti sekarang ini kau masih mau bergurau" Seharusnya kau
saja yang masuk dan menolongnya. Kau orang tua! Pintar dan
kuat. Jangan punya pikiran yang macam-macam!"
"Ayo, hei! Tolong!"
"Hahaha, aku tidak berani masuk ke dalam api. Nanti
kalau terbakar, waaah" istriku bisa janda. Hahahah, heh" dan
kalau aku yang menolong neng Asmarani nanti istriku malah
cemburu. Aku bisa diusir!"
790 37. GELORA API CEMBURU "Ah, sudahlah! Ayo kita padamkan apinya! Air" air"
ayo cepat!" "Ayo lewat sini. Dan yang lain ikut aku melompati
dinding itu. Satu dua tiga. Tahan! Tahan! Lihat itu ada orang
yang melesat masuk ke dalam rumah itu. Kita tunggu saja!"
Orang-orang desa yang sudah siap maju mendobrak dinding
rumah Asmarani itu berhenti mendadak. Semuanya
memandang pada orang tua yang menghentikan langkah
mereka. Lalu sama-sama berpaling memandang ke arah rumah.
Pada saat itu, kembali tampak sebuah bayangan melesat keluar
dari kobaran api sambil menggendong sesosok tubuh.
"Ayaaah!... Ibuuu!..." jerit seorang perempuan cantik
terdengar sangat menggiris hati. Wajahnya basah oleh airmata.
Sambil masih meratap dia berkata, "Oh, mereka masih di
dalam. Tolonglah mereka. Tolong ayah, ibuu" huhuhuhuhu."
"Kalian jaga gadis ini, aku akan menyelamatkan kedua
orang tuanya. Hup!" "Siapa orang itu" Gerakannya cepat sekali?"
"Iya, iya?" "Ayaaaah!.. Ibuuu!..."
"Ah, tenanglah Neng. Ayah dan
diselamatkan oleh orang itu. Sabarlah, sabar!"
"Tapi," tapi," ayah dan ibuku telah?"
ibumu akan 791 37. GELORA API CEMBURU "Naaah, itu diaa?"
"Ahh, orang itu luar biasa. Dia memanggul tubuh ki
Sentanu dan istrinya dengan ringan sekali. Padahal kedua tubuh
itu gemuk dan berat. "Ayaaaah!.. Ibuuu!... Huhuhuhuhu?"
"Maafkanlah aku nona, aku tidak bisa menyelamatkan
kedua orang tuamu. Aku masuk kedalam dan menemukan
mereka telah mati dengan luka bacokan."
"Ayah" mereka dibunuh oleh tiga orang yang
mengenakan topeng. Ayah dan ibuku dibunuh mereka, lalu
rumahku dibakar. Ayah, ibu kenapa nasibmu malang begini?"
"Perbuatan terkutuk, apakah diantara kalian tidak ada
yang melihat kemana larinya ketiga orang itu"!" prabu Purbaya
bertanya setengah membentak, hatinya sangat geram dengan
kejadian itu. "Oh, saya ada melihatnya tuan! Mereka berlari di
wuwungan dan hilang ke arah sana."
"Aku akan mengejar mereka. Kalian tolong padamkan
api itu. Dan urus dulu nona ini. Kelak aku akan kemari lagi."
"Oh, iya" baik."
Tanpa menghiraukan keheranan para penduduk desa, prabu
Purbaya terus melesat pergi. Tubuhnya berkelebat ke atas
792 37. GELORA API CEMBURU wuwungan lalu hilang di kegelapan malam.
"Oh, Ibu" kenapa kalian mengalami nasib begini"
Kenapa kejadian ini menimpa kalian" Aku berdosa pada kalian"
aku bersalah pada kalian berdua?"
"Sudahlah, neng Asmarani. Tenanglah. Tak baik
menangisi mayat begini. Ayo bangunlah, kita bawa saja orang
tua neng Asmarani ke rumah kami atau ke rumah kepala desa.
Sudahlah neng," berhentilah menangis." dia lalu menoleh pada
yang lain, dan berseru, "Hei! Ayo yang lain, padamkan api itu!
Dan yang lainnya bantu aku membawa mayat ki Sentanu ini.
Kita ke rumah kepala desa saja."
Tanpa banyak komentar lagi, penduduk desa itu segera
mengangkat tubuh ki Sentanu dan istrinya. Ada dua orang
perempuan membimbing Asmarani. Gadis manis dan cantik itu
berjalan sambil sesegukan. Airmatanya mengalir membasahi
kedua pipinya yang putih bersih. Sementara yang lain masih
saja berusaha memadamkan api yang membakar habis rumah
ki Sentanu. "Ayo ke sebelah sini, sedikit lagi" ayo! Terus" terus?"
Keesokan harinya, di hadapan dua buah kuburan yang tampak
masih baru" "Sudahlah Nona, tidak perlu kau bersedih lagi.
Semuanya telah terjadi meski kau menangis sampai
mengeluarkan darah, ayah dan ibumu tidak akan bisa hidup
kembali. Mungkin sebuah kemukjizatan dari yang kuasa baru
kedua orang tuamu bisa dihidupkan kembali. Sudahlah?"
793 37. GELORA API CEMBURU "Tuan, aku berterimakasih sekali pada Tuan. Karena
telah menyelamatkan nyawaku. Tapi sungguh Tuan, aku
menyesal sekali dengan semuanya. Aku tidak bisa
menyelamatkan kedua orang tuaku. Aku tidak bisa berbuat
apa-apa pada mereka yang telah membesarkan diriku. Aku
tidak bisa membalas budi mereka. Aku sedih sekali Tuan. Kalau
aku bisa ilmu silat seperti Tuan, tentu kejadian ini tidak akan
menimpa kedua orang tuaku."
"Namaku Purbaya. Jangan terlalu berbasa-basi. Oya,
siapa namamu?" "Namaku Asmarani. Orang-orang desa sini menyebutku
Rani." "Ehh," terima kasih Rani. Oya, sebaiknya buanglah rasa
sesal dan keinginan memiliki sesuatu yang ada pada orang lain.
Meskipun kau memiliki ilmu silat, tapi kalau dewata sudah
menggariskan pada jalan hidupmu tentang semuanya, kau pun
tidak akan bisa menolaknya. Ilmu silat tidak mutlak bisa untuk
melindungi orang lain dari kematian, walaupun dia orangtuamu
sendiri. Sudahlah, ayah dan ibumu sudah tenang di tempatnya
yang baru." "Tenang" Yah, memang mudah untuk mengucapkan
kata-kata tenang. Apalagi itu untuk orang lain. Tapi bisakah kau
mengucapkkan kata-kata seperti itu untuk dirimu sendiri,
apabila kau mengalami musibah seperti ini?"
Prabu Purbaya mendesah, "Kau benar. Mungkin mengucapkan
kata-kata untuk orang lain itu amat mudah. Tapi percayalah
794 37. GELORA API CEMBURU kalau hal itu menimpa diriku, aku pun akan mengucapkan katakata itu untuk diriku sendiri. Sayang sekali aku tidak bisa
mengucapkan hal itu lagi, karena selama ini hidupku penuh
dengan penderitaan. Hanya belakangan ini saja aku mengalami
sedikit perubahan." "Rani, kau adalah gadis yang baik. Meskipun aku baru
mengenalmu, tapi aku yakin hal itu. Maka aku harapkan sebagai
seorang anak yang baik kau harus banyak berdoa untuk kedua
orang tuamu, bukan menyesali kematian yang mereka alami."
"Oh?" "Kematian itu sendiri, sama dimana-mana. Hanya
Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keadaan dan cara mati itu sendiri yang berbeda. Doa seorang
anak yang baik akan dikabulkan oleh dewata agung. Sudahlah,
ayo kita kembali ke rumah pak Kepala Desa. Hari sudah begitu
siang. Kau tentu sudah lapar. Tak baik terus menangis di atas
kuburan seperti ini?"
"Terima kasih, Purbaya. Kau baik sekali."
"Oh,.. Purbaya" Purbaya" Yah, aku sudah lama sekali
merindukan sebutan seperti itu. Selama ini orang-orang
menyebutku dengan panggilan Gusti Prabu. Tapi hari ini,
seorang gadis manis dan cantik seperti Asmarani ini menyebut
namaku dengan lembut dan luwesnya. Iya," Purbaya"
Purbaya" indah sekali namaku."
"Purbaya, kenapa kau termenung. Bukankah kau
mengajakku pulang" Ayolah.."
795 37. GELORA API CEMBURU "Eeh, iya. Ayolah Rani?"
"Rani, agaknya di rumah ini kau bisa hidup tenang.
Bapak kepala desa pasti akan menjaga dirimu. Kau tetaplah
disini." "Kakang Purbaya mau kemana lagi" Kenapa kakang
begitu terburu-buru. Aku ingin kakang ajarkan silat. Aku ingin
mencari ketiga pembunuh orang tuaku itu. Mereka harus
menerima balasannya."
"Rani, jangan kau sulut jiwamu dengan dendam. Tidak
baik kematian dibalaskan kematian seperti itu. Ingatlah, bahwa
dendam tidak selamanya bisa membuat jernih suasana. Bahkan
sebaliknya, dendam akan mengeruhkan suasana. Sudahlah,
kalau nanti aku bertemu mereka, biar aku yang mewakilimu.
Kau tenanglah disini, hiduplah dengan kebiasaan seperti yang
sekarang kau miliki. Ilmu silat akan membuat otot-ototmu
menjadi keras dan kaku. Tinggallah di sini..."
"Kakang Purbaya, tidak. Aku tidak mau tinggal di sini.
Kalau kakang pergi aku akan ikut. Bawalah aku beserta kakang.
Aku ingin menyaksikan kakang membunuh ketiga manusia
biadab itu. Kalau kakang tidak mau membawaku, kakang harus
melatihku dulu di sini. Kalau kakang pergi juga, biarlah aku mati
menyusul ibu dan ayahku!" tandas Asmarani dalam suaranya
yang lembut. "Rani!" darah Prabu Purbaya tersirap. Dia sangat kaget
dengan ucapan keras dari seorang perempuan cantik di
hadapannya itu. 796 37. GELORA API CEMBURU "Tak ada gunanya lagi aku hidup kalau untuk
menanggung derita dan kesedihan. Dan kematian adalah yang
terbaik bagiku." "Tapi," tapi aku akan berjalan jauh sekali, Rani. Aku
akan terus mengembara. Aku tidak memiliki tempat tinggal
yang jelas." Prabu Purbaya mencoba mengelak dan beralasan.
"Apapun alasanmu. Kalau kakang Purbaya tidak mau
mengajariku silat dan tinggal dulu di desa ini, aku akan ikut
kemana saja kakang pergi. Kalau tidak, aku akan?"
Entah dari mana, Asmarani sudah menghunus sebilah pisau.
"Asmarani! Tahan!"
"Oh, hari ini adalah hari kedua aku meninggalkan istriku
Cempaka. Lalu kalau nanti aku kembali ke kaki gunung
Burangrang dan Cempaka melihat hal ini" apakah" Yah,.. tapi
tak mungkin Cempaka cemburu. Dia akan bisa mengerti kelak,
dan aku akan menceritakan semuanya. Agaknya Rani memang
tidak main-main. Aku melihat kesungguhan terpancar di
matanya." "Kenapa kau menahanku, Kakang" Biarlah aku mati. Toh
hidup pun tidak ada gunanya. Aku perempuan yang bodoh. Dan
tidak mengerti apa-apa. Aku tidak tahu membalas budi?"
"Sudahlah Rani. Sarungkan kembali senjata itu. Ayolah
ikut denganku. Masuklah ke dalam. Dan mohon pamitlah
kepada kepala desa. Aku akan menunggu disini. Aku tadi sudah
pamit kepada kepala desa?"
797 37. GELORA API CEMBURU "Kakang," apakah kakang menyesal membawaku turut
serta dalam perjalanan ini?"
"Sudahlah Rani, jangan kau ulangi lagi pertanyaan
seperti itu. Kalau aku menyesal aku tidak akan mengajakmu
pergi, meskipun kau membunuh dirimu sendiri. Hanya aku
harap kau tahan berjalan di daerah seperti ini."
"Kakang sejak aku kau bolehkan aku ikut denganmu,
maka aku sudah berjanji dalam hatiku bahwa aku akan tahan
mengikuti jejak dan langkah kakang, kemanapun kakang
Purbaya pergi." "Baiklah, tapi kuharap kau tidak akan kecewa kelak?"
"Kakang, kenapa kita tidak mengambil jalan ke arah
sana" Kenapa kita mesti menuju ke arah gunung" eh,
Burangrang"!" "Ada pekerjaan yang teramat penting yang harus aku
lakukan disana. Nanti juga kau akan mengetahuinya. Oh ya,
kalau kau tidak kuat berjalan di atas bebatuan seperti ini, biar
kupanggul saja. Kau mau?"
"Eh, tapi kakang, mengapa kita mesti terburu-buru"
Apakah tidak sebaiknya kita berjalan seperti biasa saja" Toh,?"
"Kurasa kita memang perlu waktu, Rani. Ada jiwa yang
harus diselamatkan. Ayolah kupanggul. Maaf?"
798 37. GELORA API CEMBURU Tanpa menunggu persetujuan Asmarani, prabu Purbaya telah
menyambar tubuh gadis itu dan membawanya lari. Asmarani
tidak berani membuka matanya. Dia hanya merasakan
tamparan angin yang begitu kencang dan keras menyambar
tubuh dan wajahnya. Sementara itu, prabu Purbaya terus saja
berlari diantara tebing-tebing gunung Burangrang. Sesekali
Adik Tiri Ii 2 Rajawali Emas 46. Panah Cakra Neraka Perjanjian Hati 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama