Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 14
Juga Kim Niocu sendiri bersama tiga barisan akan ikut mengawal sampai ke Bukit Cemara. Sebuah kereta besar dipersiapkan untuk ditumpangi delapan orang gadis tawanan ditarik dua ekor kuda dan dikusiri oleh Ang Hwa (Bunga Merah), yaitu kepala regu Ang I Tok-Tin. Sebuah kereta lain yang kecil hanya ditarik seekor kuda dan dikusiri oleh Pek Hwa, dipersiapkan untuk Kim Niocu. Bhong-Kongcu mengawal kereta besar dengan berjalan kaki. Juga tiga barisan pengawal wanita itu berjalan kaki dalam barisan masing-masing. Setelah semua siap, berangkatlah rombongan itu. Kereta kecil yang ditumpangi Kim Niocu berjalan di depan, dikawal oleh pasukan baju putih. Kereta besar yang ditumpangi delapan orang gadis tawanan. itu berjalan di belakang, diapit oleh pasukan baju merah dan baju hitam.
Bhong-Kongcu sendiri tampak duduk di bangku depan kereta, di samping Ang Hwa yang menjadi kusir kereta. Rombongan berangkat meninggalkan beberapa orang pelayan pembantu yang bertugas menjaga dan mengurus kompleks perumahan Pek-Lian-Kauw yang ditinggalkan itu. Pangeran Yorgi juga akan tinggal selama beberapa hari di situ untuk melatih ilmu Kiam-Hiat-Hoat yang baru saja dia pelajari dari Kim Niocu. Biarpun tiga barisan wanita itu berjalan kaki, namun karena mereka rata-rata memiliki ginkang yang sudah tinggi tingkatnya, maka kedua buah kereta dapat dilarikan agak cepat dan tiga barisan itu tidak pernah ketinggalan. Mereka berlari-lari dengan ringan mengawal kedua kereta, melalui daerah pegunungan yang sunyi. Setelah matahari condong ke barat, tengah hari telah lewat, mereka sudah tiba jauh sekali. Tiba-tiba Kim Niocu berseru merdu dan nyaring.
?Berhenti, kita mengaso disini sambil makan siang!? Rombongan itu berhenti dan tiga regu pasukan pengawal itu sIbuk mengerjakan tugas masing-masing. Ada yang menggelar tikar-tikar di bawah pohon yang rindang. Membersihkan tempat untuk beristirahat nona mereka. Ada yang mempersiapkan makan siang yang memang sudah mereka bawa sebagai bekal. Mereka itu bekerja dengan cekatan sekali dan mereka memang sudah terlatih.
(Lanjut ke Jilid 23) Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 23 Delapan orang gadis tawanan dipersilakan turun. Mereka duduk di atas tikar yang digelar di bawah pohon. Tempat itu teduh dan nyaman. Ouw Yang Hui duduk di dekat Tio Leng, gadis kecil mungil berwajah manis yang semalam menjadi temannya sekamar. Mereka telah akrab sekali dan sikap Ouw Yang Hui yang selalu tenang itu menjadi semacam sandaran yang menghIbur dan menenangkan hati Tio Leng. Delapan orang gadis itu lalu diajak makan bersama Kim Niocu dan Bhong-Kongcu. Tiga regu pasukan pengawal itu juga makan di tempat yang terpisah. Diam-diam Ouw Yang Hui kagum. Dalam perjalanan yang panjang dan jauh itu, mereka masih sempat menghidangkan makanan yang hangat dan mewah!
la harus mengakui bahwa Pek-Lian-Kauw memiliki pimpinan yang hebat seperti Kim Niocu yang memimpin tiga regu wanita yang cekatan dan trampil itu. Agaknya akan semakin jauhlah harapannya untuk dapat terbebas dari tangan mereka ini, pikirnya. Betapapun juga, Ouw Yang Hui tidak mau putus asa. la masih selalu waspada mencari kesempatan untuk dapat meloloskan diri dari tangan para penculiknya. Setelah mereka selesai makan, para gadis tawanan itu diperbolehkan duduk mengaso kembali di atas tikar terlindung pohon yang rindang dan sejuk. Kim Niocu menghampiri kelompok tiga regu pengawalnya untuk memperbincangkan sesuatu dengan mereka, memperingatkan mereka agar berhati-hati karena mereka berada di tempat yang tidak jauh letaknya dari daerah perkampungan suku bangsa Hui.
Bhong Lam duduk tak jauh dari para gadis tawanan karena dia yang bertugas menjaga para tawanan itu. Dia duduk di atas akar pohon yang menonjol keluar dari permukaan tanah, tampaknya duduk diam tidak acuh akan tetapi sebetulnya pandang matanya tidak pernah meninggalkan gerak-gerik Ouw Yang Hui. Makin lama hatinya semakin tertarik dan mabok kepayang terhadap gadis itu. Sejak semula dia telah jatuh hati kepada gadis itu pada pandangan pertama, Kemudian hatinya betul-betul terpikat ketika Ouw Yang Hui bermain yang-kim sambil bernyanyi di depan Kim Niocu. Kini, melihat Ouw Yang Hui duduk di antara para gadis tawanan yang kesemuanya cantik jelita itu, tahulah Bhong Lam bahwa dia telah jatuh cinta kepada Ouw Yang Hui. kecantikan tujuh orang gadis lain itu sama sekali tidak menarik hatinya.
Mereka itu berdekatan dengan Ouw Yang Hui seperti tujuh buah bintang yang kehilangan cahayanya berdekatan dengan bulan purnama. Tiba-tiba, sayup-sayup terdengar suara sangkakala yang asing bunyinya. Akan tetapi Ouw Yang Hui yang tidak mengetahui apa artinya bunyi-bunyian itu melihat betapa tiga regu pasukan pengawal wanita itu serentak bangkit berdiri dan terdengar bentakan Kim Niocu memerintahkan mereka agar siap siaga. Tiga regu pasukan itu sudah bergerak cepat dan mengambil sisi mengelilingi dan melindungi kereta dan para tawanan yang masih duduk di atas tikar. Bhong-Kongcu sendiri sudah bangkit berdiri dan menoleh ke arah datangnya suara sangkakala itu. Tiba-tiba seorang di antara delapan gadis tawanan itu bangkit berdiri dan mengeluarkan pekik melengking yang nyaring sekali, lalu ia menangis tersedu-sedu, diselingi pekik melengking-lengking.
?Siapa ia dan kenapa ia begitu?? tanya Ouw Yang Hui lirih kepada Tio Leng. Yang ditanya menjawab dengan bisikan pula.
?la adalah Yulani, gadis suku bangsa Hui yang diculik seperti kita. Kebetulan tempat ini berdekatan dengan perkampungannya dan kurasa bunyi terompet itu adalah tanda bahwa orang-orang suku Hui sedang menuju ke sini dan Yulani memekik untuk menarik perhatian mereka.?
Keterangan Tio Leng ini segera terbukti kebenarannya. Terdengar bunyi derap kaki banyak kuda dan tampak debu mengepul. Pasukan berkuda itu kini sudah datang dekat. Jumlah mereka lebih dari lima puluh orang, dikepalai seorang laki-laki tinggi besar berjenggot panjang yang berusia kurang lebih empat puluh lima tahun. Mereka adalah orang-orang bersuku bangsa Hui. Ketika melihat Kim Niocu berdiri tegak memimpin tiga regu pasukan pengawalnya, pemimpin rombongan berkuda itu mengangkat tangan ke atas dan menghentikan kudanya. Pasukan berkuda yang berada di belakangnya juga menahan kuda mereka. Semua kuda berhenti dan debu mengepul tebal.
?Ayahhh...!? Yulani, gadis Hui itu, berteriak, akan tetapi ia tidak dapat lari menghampiri rombongan itu karena Bhong-Kongcu menghadangnya. Pemimpin orang-orang Hui itu melompat turun dari atas punggung kudanya, diturut oleh para anak buahnya. Dia melangkah lebar menghampiri Kim Niocu yang dari sikapnya jelas menunjukkan sebagai pemimpin. Akan tetapi ketika Bhong Lam datang dari belakang gadis itu dan berdiri di sampingnya, perhatiannya lalu beralih kepada Bhong-Kongcu karena pemuda inilah satu-satunya pria di antara rombongan wanita itu. Biarpun kepala suku Hui ini marah sekali karena anak gadisnya diculik orang, akan tetapi melihat rombongan wanita itu dia menjadi ragu. Maka, begitu melihat pemuda tampan berpakaian mewah ini, dia lalu membentak dengan suara nyaring.
?Engkaukah kepala rombongan ini?? Sebelum Bhong-Kongcu menjawab, Kim Niocu yang berada di samping pemuda itu mendahului dengan tegas namun lembut halus.
?Akulah pemimpin rombongan ini.? Kepala suku Hui itu terbelalak heran mendengar pengakuan gadis muda yang cantik jelita itu sebagai pemimpin rombongan yang terdiri dari para wanita cantik itu. Akan tetapi melihat puterinya berdiri sambil menangis, kemarahannya berkobar lagi.
?Keparat! Engkau telah menculik anakku! Kembalikan Yulani kepadaku!? Kim Niocu tersenyum sinis.
?Memang aku yang menculiknya dan tidak akan kukembalikan, engkau mau apa??
?Keparat! Buka matamu baik-baik, Kami berjumiah lebih dari lima puluh orang, Karena melihat kalian adalah wanita wanita, maka kami masih bersikap sabar. Hayo cepat kembalikan Yulani kepadaku atau aku akan membasmi dan membunuh kalian semua!? Bhong Lam melangkah maju menghadapi kepala suku Hui itu,
?Jahanam, tahan mulutmu yang kotor dan jangan menghina Kim Niocu. Apakah engkau sudah bosan hidup??
?Keparat! Bagus kalau engkau seorang laki-laki yang maju. Siapa engkau??
?Aku bernama Bhong Lam dan aku seorang di antara para pembantu Niocu. Kim Niocu sudah bilang tidak akan mengembalikan anakmu, maka pergilah dan jangan banyak bicara lagi kalau engkau tidak ingin mampus bersama semua anak buahmu.?
?Keparat! Kalau Yulani tidak dikembalikan, engkau yang lebih dulu mampus, baru wanita ini? kata kepala suku Hui itu dan tiba-tiba dia sudah menyerang dengan dahsyat kepada Bhong-Kongcu, Kedua tangannya membentuk cakar garuda. dengan cepat dan kuat sekali kedua tangan itu menyerang dengan cengkeraman cengkeraman, didahului angin yang menyambar. Bhong Lam adalah seorang pemuda yang sejak kecil digembleng silat oleh Ayahnya yang menjadi ketua cobang Pek-Lian-Kauw sehingga dia memiliki ilmu silat tinggi dan lihai sekali.
Akan tetapi menghadapi serangan kepala suku bangsa Hui ini dia terkejut. Dari sambaran angin serangan itu tahulah dia bahwa lawahnya adalah seorang yang memiliki tenaga dalam yang amat kuat, juga gerakan serangannya aneh sekali, mirip ilmu silat garuda, akan tetapi gerakannya liar dan buas. Dia cepat mengelak ke belakang, akan tetapi setelah serangan kedua tangan itu dapat dielakkan, kepala suku Hui itu menerjang dengan tendangan kedua kakinya secara bergantian dan gerakan tendangan inipun seperti cakaran kaki garuda. Sementara itu, melihat pimpinan mereka sudah bertanding melawan pemuda itu, orang-orang Hui seperti mendapat aba aba untuk bergerak dan sambil berteriak teriak mereka menyerbu dengan maksud untuk membebaskan Yulani. Akan tetapi tiga regu pengawal Kim Niocu segera bergerak menyambut mereka dan terjadilah pertempuran yang hebat dan seru.
Akan tetapi, orang-orang Hui itu hanya mengandalkan keberanian dan kekuatan saja. Mereka tidak memiliki ilmu silat yang baik. Padahal tiga regu Hek I Kiam-Tin, Ang I Tok-Tin, dan Pek I Hoat-Tin terdiri dari masing-masing sembilan orang gadis yang rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tinggi dan terutama sekali memiliki keahlian yang khas. Hek I Kiam-Tin merupakan barisan pedang yang dapat bekerja sama amat rapi dan kuat, Ang I Tok-Tin lihai sekali mempergunakan racun, sedangkan Pek I Hoat-Tin merupakan ahli-ahli sihir. Begitu tiga regu ini bergerak menyambut, biarpun jumlah penyerbu dua kali lebih banyak, segera tampak bahwa orang-orang Hui itu bukan merupakan lawan yang seimbang. Barisan baju hitam bergerak dan pedang di tangan mereka berkelebatan disusul teriakan-teriakan orang Hui yang roboh berpelantingan. Barisan baju merah juga tidak kalah ganasnya.
Begitu tangan mereka bergerak, sinar hitam meluncur dan jarum-jarum beracun merobohkan beberapa orang Hui. Barisan baju putih juga mempergunakan keahlian mereka untuk merobohkan para penyerbu itu. Mereka itu seolah berubah menjadi asap, tak tampak oleh lawan dan tahu-tahu mereka memukul dari samping atau dari belakang merobohkan banyak orang. Tentu saja orang-orang Hui menjadi kacau dan panik menghadapi tiga regu istimewa ini. Pertandingan antara Bhong-Kongcu melawan kepala suku Hui masih berlangsung seru. Akan tetapi, biarpun Bhong Lam yang merasa penasaran itu sudah mengeluarkan semua ilmunya dan mengerahkan semua tenaganya, bahkan juga mempergunakan kekuatan sihirnya, semua itu tidak dapat membuat dia menang. Bahkan kekuatan sihirnya dapat ditolak kepala suku Hui itu.
?Heeeeillighhh!? Dia berteriak melengking dan teriakan seperti itu mengandung kekuatan sihir yang biasanya dapat membuat lawannya terguncang semangatnya dan akan roboh tanpa dipukul. Akan tetapi, kepala suku Hui itu mengeluarkan suara menggereng seperti harimau dan sama sekali tidak terpengaruh oleh lengkingannya. Bhong Lam memukul dengan tangan kanannya ke arah dada kepala suku Hui itu. Akan tetapi lawannya itu agaknya sekali ini tidak mengelak atau menangkis bahkan membarengi serangan itu dengan sebuah tendangan kaki kanannya. Pukulan Bhong Lam dan tendangan kepala suku Hui itu datang pada saat yang bersamaan. Orang Hui itu menerima pukulan pada dadanya, sedangkan Bhong Lam terkena tendangan pada perutnya.
?Bukkkk! Desss!.!..!? Kepala suku Hui itu sengaja menerima pukulan sambil mengerahkan kekebalannya dan dia hanya terhuyung sedikit, akan tetapi walaupun Bhong Lam sudah melindungi perutnya dengan hawa sinkang (tenaga sakti) namun tendangan itu demikian kuatnya sehingga tubuhnya terjengkang dan terbanting keras! Biarpun ia tidak terluka, namun karena dia roboh, maka dapat dibilang Bhong Lam telah kalah dalam pertandingan itu. Sebelum dia bangkit dan melanjutkan perkelahian, Kim Niocu sudah melompat ke depan.
?Robohlah? bentak gadis baju hijau ini sambil menggeralkkan kedua tangannya didorongkan ke depan. Serangkum hawa yang amat kuat menyambar ke depan, Kepala suku Hui itu terkejut sekali. Dia tidak sempat mengelak, lalu menggerakkan kedua tangan menyambut sambil mengerahkan tenaga. Akan tetapi bentakan Kim Niocu tadi mengandung kekuatan sihir yang luar biasa dan kepala suku Hui itu merasa betapa tubuhnya terguncang sehingga pengerahan tenaganya ketika menyambut serangan itu tidak dapat sepenuhnya.
?Blarrrr...!? Dua tenaga sakti bertemu dan akibatnya, kepala suku Hui itu terlempar dan terbanting roboh. Dia tidak dapat berkutik lagi dan dari mulutnya mengalir darah.
?Ayahh..? Yulani yang sejak tadi menonton Ayahnya berkelahi dengan penuh kekhawatiran, melihat Ayahnya roboh. la melompat dan lari ke depan, menghampiri Kim Niocu.
?Kau..., kau telah membunuh Ayahku! Engkau siluman kejam..!? Yulani lalu menyerang Kim Niocu. Kedua tangannya mencakar-cakar seperti seekor burung elang. Akan tetapi serangan Yulani itu tidak ada artinya bagi Kim Niocu yang amat lihai. Sekali tangan kirinya bergerak menampar, telapak tangan itu mengenai pelipis kepala Yulani.
?Krakk...!? Gadis Hui itu terpelanting roboh dan tidak bergerak lagi, tewas seketika! Sisa orang-orang Hui tinggal belasan orang. Melihat banyak sekali kawan kawannya roboh dan tewas dalam keadaan mengerikan, bahkan pemimpin mereka dan puterinya juga tewas, belasan orang Hui itu menjadi ketakutan dan mereka melarikan diri, meninggalkan puluhan mayat teman mereka, bahkan tidak sempat lagi menunggang kuda mereka. Kim Niocu segera memberi perintah kepada ketiga regunya.
?Kumpulkan kuda-kuda itu. Kalian semua menunggang kuda, engkau juga, Bhong-Kongcu dan kita melanjutkan perjalanan sekarang juga!? Tiga regu pengawal yang terdiri dari dua puluh tujuh orang itu cepat mengumpulkan kuda-kuda yang ditinggalkan orang orang Hui, kemudian dua buah kereta dijalankan lagi. Bhong-Kongcu dan tiga regu pasukan itu kini menunggang kuda mengawal dua kereta meninggalkan mayat mayat yang berserakan itu. Ouw Yang Hui menyaksikan semua itu dengan hati merasa ngeri. Kembali ia menyaksikan keganasan dan kekejaman orang-orang di dunia persilatan. Tadi ketika terjadi kerIbutan, ia sudah mempunyai pikiran untuk melarikan diri. Bahkan ia mengajak Tio Leng untuk bersama-sama melarikan diri, menggunakan kesempatan selagi orang-orang Pek-Lian-Kauw bertempur. Akan tetapi Tio Leng mencegahnya.
?Jangan, enci Hui! Kalau kita melarikan diri, Kim Niocu pasti akan dapat menangkap kita kembali dan kita jangan harap dapat hidup lagi kalau tertangkap. Tentu ia akan menyiksa kita sampai mati!?
Setelah melihat orang-orang Hui berjatuhan, bahkan Yulani dan Ayahnya tewas, barulah Ouw Yang Hui tahu bahwa apa yang dikatakan Tio Leng tadi bukan sekedar karena takut belaka, melainkan dapat benar-benar terjadi apa bila ia melarikan diri. Setelah rombongan diberangkatkan lagi, sekali ini perjalanan dilakukan lebih cepat, ia termenung dalam kereta Apakah tidak ada harapan lagi baginya untuk lolos dari cengkeraman orang-orang ini.? Rombongan bergerak cepat dan akhirnya sampai di sebuah bukit yang penuh di tumbuhi pohon cemara berbagai jenis dan macam. Bukit ini tampak indah, tenang dan aman penuh damai. Akan tetapi sesungguhnya tidak ada seorangpun dari para penduduk dusun di sekitar bukit itu yang berani mendaki bukit itu. Bahkan mendekati kaki bukit saja mereka tidak berani.
Di antara para penduduk dusun-dusun di sekitar situ, Bukit Cemara ini disebut juga Bukit Siluman. Hal ini terjadi karena entah sudah berapa banyak orang ditemukan tewas tanpa sebab, tanpa luka, di kaki bukit itu. Yang terakhir kali ada tiga orang penduduk dusun timur yang terkenal sebagai jagoan menyatakan bahwa mereka tidak takut akan siluman yang berada di Bukit Cemara. Tanpa menghiraukan peringatan para penduduk, mereka bertiga sengaja mendatangi bukit itu, mengandalkan kekuatan dan ilmu silat yang mereka kuasai sehingga mereka dikenal sebagai jagoan. Akan tetapi apa akibatnya? Mereka bertigapun kedapatan telah tewas tanpa terluka dan tanpa sebab di kaki bukit itu. Semenjak peristiwa itu, Bukit Cemara benar-benar menjadi Bukit Siluman dan jangankan mendekati bukit itu, baru membicarakannya saja sudah dilakukan dengan bisik-bisik dan perasaan takut dan ngeri.
Di puncak Bukit Cemara yang dikenal pula sebagai Bukit Siluman itu terdapat sebuah bangunan yang cukup besar. Tampaknya bangunan dan daerah Bukit Cemara itu sunyi seperti tidak ada penghuninya, dan demikian tenang dan damai. Akan tetapi sesungguhnya tidaklah demikian keadaannya. Bangunan yang menjadi sebuah di antara tempat-tempat tinggal atau peristirahatan Kim Niocu, selalu terjaga oleh belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw. Dan bangunan gedung itu sendiri dikelilingi alat-alat jebakan yang amat berbahaya, mulai dari kaki bukit sampai keatas. Maka, akan amat berbahayalah bagi orang luar yang berani mencoba untuk mendaki bukit mengunjungi bangunan itu. Andaikata ada orang yang cukup lihai untuk dapat melalui jebakan-jebakan itu,
Dia akan masih harus berhadapan dengan belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang rata-rata memiliki ilmu silat yang lihai dan juga pandai mempergunakan senjata racun yang berbahaya. Contohnya, mereka yang berani berkunjung ke bukit itu dan tewas tanpa luka dan seolah tanpa sebab, adalah korban dari kelihaian dan keganasan para penjaga ini. Kedatangan rombongan yang dipimpin sendiri oleh Kim Niocu itu segera disambut oleh belasan orang penjaga sejak dari kaki bukit. Mereka mendaki bukit melalui jalan yang aman, yang hanya diketahui oleh para penjaga, juga oleh tiga regu pengawal dan tentu saja oleh Kim Niocu sendiri karena wanita inilah yang membuat rencana bangunan berikut semua alat rahasia jebakan di Bukit Cemara itu. Setelah memasuki bangunan yang cukup luas dan mewah itu, Kim Niocu berkata kepada Bhong Lam.
?Bhong-Kongcu, engkau dan tujuh orang gadis itu mengaso dulu di sini selama dua malam. Pada hari ke tiga, engkau harus mengantar mereka ke Kotaraja dan sejak saat itu, engkaulah yang bertanggung jawab atas keselamatan mereka dan menjaga agar mereka jangan sampai meloloskan diri, Engkau hacus mengawal mereka sampai ke Kotaraja dan menyerahkan mereka kepada Su Kian yang dikenal di Kotaraja sebagai Su Wangwe.?
?Baik, Niocu!? kata Bhong-Kongcu.
?Harap jangan khawatir, akan saya laksanakan semua perintah Niocu dengan baik.? Pemuda itu kini merasa semakin tunduk dan patuh kepada gadis puteri ketua umum itu setelah dia melihat sendiri betapa lihainya gadis itu ketika merobohkan kepala suku bangsa Hui. Para gadis tawanan yang kini tinggal tujuh orang itu dikumpulkan dalam sebuah kamar yang besar. Bhong Lam yang mengatur ini. Dia tidak ingin para gadis itu dipisahkan dalam beberapa buah kamar agar lebih mudah dia menjaga dan mengawasi mereka. Dia sendiri menggunakan sebuah kamar yang tepat berada di depan kamar besar itu. Akan tetapi malam itu Bhong Lam gelisah di dalam kamarnya. Bayangan wajah dan tubuh Ouw Yang Hui selalu terbayang dan dia merasa rindu bukan main.
Dia benar-benar, telah jatuh cinta kepada gadis itu dan tentu saja dia merasa gelisah karena Kim Niocu menghendaki agar dia menyerahkan Ouw Yang Hui kepada Su Kian untuk diberikan kepada Ouw Yang Lee! Dia tidak menghendaki Ouw Yang Hui terjatuh ke tangan orang lain, dia tidak mau kehilangan gadis itu. Keputusannya telah membulatkan tekad bahwa dia harus mendapatkan gadis itu sebagai isterinya, dengan cara apapun juga. Akan tetapi dia benar-benar mencinta Ouw Yang Hui. Dia tidak ingin menggunakan paksaan, dia tidak mau memperkosa gadis itu. Dia ingin gadis itu menyerah kepadanya dengan suka rela. Kalau dia mau, tentu saja dia dapat mempergunakan racun perangsang agar Ouw Yang Hui menyerahkan diri kepadanya. Akan tetapi dia tidak mau melakukan ini, karena kalau hal itu dia lakukan, akhirnya gadis itu tentu akan membencinya.
Dia mau gadis itu menyerahkan diri kepadanya dalam keadaan sadar. Inilah sebabnya mengapa dia tidak mau mempergunakan racun perangsang atau kekuatan sihir yang dikuasainya. Dan ini pula yang membuat Bhong Lam gelisah di dalam kamarnya malam itu. Dia sudah berusaha untuk bersikap ramah dan manis terhadap Ouw Yang Hui dan gadis itu juga bersikap lembut kepadanya, akan tetapi hal itu tidak menjamin bahwa Ouw Yang Hui akan suka menerima cintanya. Bhong Lam keluar dari kamarnya dan dia merasa heran dan juga girang sekali melihat gadis yang menjadi pengganggu ketenangan batinnya itu tampak duduk seorang diri di luar pintu karmar besar itu. Ouw Yang Hui duduk di atas sebuah bangku yang terdapat di depan kamar itu. Gadis ini juga gelisah dan melihat enam orang gadis yang lain bercakap-cakap bahkan bercanda,
Dia tidak dapat menahan kesedihannya dan keluar dari dalam kamar, duduk termenung di atas bangku itu. la tahu bahwa melarikan diri dari tempat itu tidak mungkin karena rumah itu tentu telah dijaga ketat, Dan ia sendiri tadi telah melihat betapa lihainya Kim Niocu dan ketiga regunya ketika mereka membantai orang-orang Hui. Melihat pula betapa kejamnya Kim Niocu membunuh orang. la tahu bahwa Ayah tirinya, Gan Hok San pendekar Siau-Lim-Pai itu, dan juga tunangannya, Wong Sin Cu, pasti tidak tinggal diam dan tentu mereka sedang mencarinya. Akan tetapi hal ini bahkan menambah kegelisahan hatinya. Andaikata mereka itu dapat menyusul dan menemukannya di sini apakah tidak amat berbahaya bagi keselamatan mereka? Apakah mereka berdua itu akan mampu menandingi Kim Niocu dan tiga regunya yang amat lihai itu?
?Nona Ouw Yang Hui...!? terdengar suara lembut memanggil dari sebelah kirinya. Ouw Yang Hui kaget dan cepat mengangkat muka memandang.
?Bhong-Kongcu, selamat malam,? kata gadis itu sambil bangkit berdiri. Karena semenjak melarikannya, pemuda yang tampan dan pesolek ini selalu bersikap sopan dan ramah kepadanya, maka Ouw Yang Hui tidak membencinya dan tidak takut kepadanya, juga bersikap lembut.
?Duduklah saja, Nona Ouw Yang Hui, Kebetulan sekali engkau berada seorang diri di sini karena aku ingin sekali dapat bicara berdua saja denganmu.? Akan tetapi Ouw Yang Hui tidak mau duduk kembali dan tetap berdiri.
?Bhong-Kongcu, dengan berdiripun kita dapat berbicara. Akan tetapi apakah yang hendak kau bicarakan dengan seorang tawanan seperti aku??
?Nona, sungguh mati aku menyesal sekali melihat engkau menjadi tawanan. Aku terpaksa tidak dapat mencegah karena engkau melihat sendiri betapa lihainya Pangeran Yorgi dan Kim Niocu. Akan tetapi, aku bersumpah untuk menolongmu, membebaskan engkau dari tangan mereka.? Ouw Yang Hui memandang wajah pemuda itu dengan sinar mata berseri penuh harapan.
?Benarkah itu, Bhong-Kongcu? Ah, terima kasih atas kebaikannu, Kongcu!?
?Tentu saja benar. Aku akan mencari jalan dan berusaha sekuat kemampuanku untuk membebaskanmu dari tangan Kim Niocu. Akan tetapi hanya dengan satu syarat.?
?Syarat?? Ouw Yang Hui menatap wajah tampan itu dengan penuh selidik.
?Syarat apa, Bhong-Kongcu??
?Terus terang saja, nona, sejak pertama kali melihatmu, aku telah jatuh cinta kepadamu. Aku cinta kepadamu, nona Ouw Yang Hui, dan aku mau menolongmu, membebaskanmu dari tangan Kim Niocu dengan taruhan nyawaku, dengan satu syarat bahwa engkau suka menjadi isteriku.? Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. Kembali ia menemukan sebuah cinta yang selalu dimiliki manusia pada umumnya. Cinta yang mengandung pamrih. Cinta yang berisi keinginan untuk menyenangkan diri sendiri. Cinta yang mengandung Cinta duniawi. Cinta materi dan cinta kedagingan. Cinta yang hanya dapat bertahan selama dirinya disenangkan. Cinta yang mengharapkan balas jasa, mengharapkan imbalan. Cinta yang tujuannya hanya untuk mencari kesenangan.
?Menyesal sekali, Bhong-Kongcu. Terpaksa saya tidak dapat memenuhi syarat yang kau ajukan itu,? katanya tenang namun dengan nada lembut.
?Akan tetapi mengapa engkau menolakku, nona? Aku cinta kamu dengan sepenuh jiwa ragaku dan apakah engkau tidak ingin bebas dari tangan Kim Niocu? Ingat mengerikan sekali kalau engkau tidak dapat meloloskan diri, nasibmu akan buruk dan Engkau akan celaka, terhina, tersiksa...!
?Menyesal sekali, Kongcu. Aku tentu saja ingin bebas. Akan tetapi syaratmu itu tidak mungkin kupenuhi.?
?Kenapa? Apakah aku tidak berharga menjadi suamimu? Atau... apakah engkau membenciku?? Ouw Yang Hui menggelengkan kepalanya.
?Aku menghargaimu, Kongcu, karena engkau selalu bersikap sopan dan baik kepadaku. Akan tetapi untuk menjadi isterimu atau isteri siapapun juga, aku tidak mungkin dapat melakukannya karena aku sudah mempunyai seorang calon suami, seorang tunangan. Bahkan aku percaya bahwa dia pasti akan datang untuk menolong dan membebaskan aku.? Wajah Bhong-Kongcu menjadi kemerahan hatinya panas oleh cemburu.
?Hemm, apakah dia akan mampu?? suaranya bernada mengejek.
?Aku tahu dia akan mampu membebaskanku Kongcu, karena tunanganku itu seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.? Tiba-tiba Bhong Lam teringat akan sesuatu.
?Ah, maksudmu pemuda yang tempo hari berkelahi melawan Pangeran Yorgi itukah tunanganmu?? Ouw Yang Hui menggeleng kepalanya.
?Bukan, Kongcu. Dia itu adalah Kakak Tan Song Bu, seorang Suhengku. Akan tetapi tunanganku bernama Wong Sin Cu.? Setelah berkata demikian, barulah Ouw Yang Hui menyadari bahwa ia telah kelepasan bicara. Kenapa ia harus memperkenalkan nama Suhengnya dan nama tunangannya? Tiba-tiba pada saat itu terdengar sempritan di sana sini. Bhong Lam terkejut karena maklum bahwa itu merupakan tanda akan adanya bahaya dan semua orang harus bersiap-siap.
?Nona, cepat engkau masuk ke dalam kamar. Cepat ada bahaya!? Pemuda itu membuka pintu kamar, membiarkan Ouw Yang Hui masuk kamar besar lalu dia menutupkan pintu kamar itu dan duduk di atas bangku depan kamar untuk melakukan penjagaan karena dialah yang bertanggung jawab atas tujuh orang gadis tawanan itu. Dia melihat beberapa orang anggauta dari tiga regu pasukan pengawal berlari-larian, juga belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga tempat itu berlalu lalang dan tampaknya panik.
?Hei, apa yang terjadi?? tanya Bhong Lam kepada seorang di antara mereka.
?Kongcu, kita diserbu musuh lihai dan Kim Niocu berpesan agar Kongcu berhati-hati menjaga para gadis tawanan itu,? kata anggauta Pek-Lian-Kauw itu. Biarpun dia seorang pemuda yang cukup lihai, namun melihat sikap para anggauta Pek-Lian-Kauw itu, Bhong Lam merasa gentar juga dan diapun mencabut pedangnya dan dengan pedang telanjang di pangkuannya, dia duduk kembali dan memasang mata dan telinga dengan waspada. Apakah yang sedang terjadi? Ternyata ada seorang asing yang mampu melewati semua alat rahasia jebakan dari kaki sampai ke puncak bukit itu dan dia sudah tiba di pintu pagar pekarangan rumah gedung itu! Dia seorang pemuda yang berpakaian sederhana, berwajah, tampan dan biarpun bentuk tubuhnya sedang saja namun gerak geriknya tangkas dan gagah perkasa. Pemuda ini bukan lain adalah Wong Sin Cu!
Seperti telah diceritakan di bagian depan, dalam usaha mencari Ouw Yang Hui, Sin Cu berpencar dengan Gan Hok San. Kita telah mengikuti perjalanan Gan Hok San yang berkunjung ke cabang Pek-Lian-Kauw yang diketuai oleh Bhong Khi, akan tetapi di tempat itu dia tidak dapat berhasil mendapatkan keterangan tentang Ouw Yang Hui karena pihak Pek-Lian-Kauw menyangkal melakukan penculikan itu. Adapun Sin Cu bermaksud pergi ke Kotaraja untuk menyelidiki Ouw Yang Lee dan kawan-kawannya, terutama Hek Pek Moko yang dia duga merupakan pembunuh-pembunuh yang mengaku sebagai orang Siauw-Lim-Pai untuk mengadu domba antara Siauw-Lim-Pai dan partai-partai Bu-Tong-Pai dan Kong-Thong-Pai. Juga dia ingin menyelidiki Ouw Yang Lee karena mendengar bahwa datuk majikan Pulau Naga ini pernah berusaha untuk membunuh tunangannya, yaitu Ouw Yang Hui,
Kebetulan sekali ketika dia berada dikaki Bukit Cemara, dia melihat rombongan banyak wanita berkuda. Pakaian para wanita itu sungguh menyolok dan menarik. Ada seregu wanita berpakaian hitam, ada yang berpakaian merah dan ada pula yang berpakaian putih. Mereka itu mengawal dua buah kereta yang tidak tampak penumpangnya karena tertutup dan ada pula seorang pemuda tampan gagah menunggang kuda di belakang kereta besar. Rombongan itu menunggang kuda dan mendaki bukit itu. Hati Sin Cu tertarik karena mudah diduga bahwa rombongan itu jelas bukan rombongan biasa. Dia lalu mencari keterangan di dusun yang berada tak jauh dari kaki bukit. Ketika penduduk dusun ditanyai Sin Cu tentang bukit itu, dia menjadi pucat dan berbisik.
?Orang muda, jangan banyak bicara tentang bukit itu.? Tentu saja Sin Cu semakin tertarik. Penduduk dusun itu tampak ketakutan.
?Akan tetapi mengapa, Paman? Aku hanya ingin mengetahui apa namanya bukit itu dan siapa yang mendiaminya. Kulihat tadi banyak wanita menunggang kuda mendaki bukit.?
?Ssttt... jangan bicara keras. Itu Bukit Siluman...?
?Eh? Bukit Siluman? Akan tetapi tadi aku melihat banyak sekali wanita berpakaian aneh, ada yang serba hitam, ada yang serba merah dan serba putih, menunggang kuda bersama seorang pemuda mengawal dua buah kereta...?
?Hushhh...! Pakaiannya aneh-aneh? itu bukan manusia, itu siluman!? kata orang itu lalu dia membalikkan tubuh meninggalkan Sin Cu dengan cepat.
?Tunggu, Paman...? Sin Cu berseru. Akan tetapi mendengar seruan Sin Cu orang itu malah berlari ketakutan. Sin Cu menjadi tertarik sekali. Tentu ini patut diselidiki, pikirnya. Siapa tahu menjadi sarang penjahat yang meresahkan kehidupan penduduk dusun di sekitarnya.
Demikianlah, pada sore hari itu juga Sin Cu mendaki bukit yang disebut Bukit Siluman oleh penduduk dusun tadi. Ketika Sin Cu memasuki hutan cemara pertama di lereng bawah, tiba-tiba terdengar suara berciutan dan lima batang anak panah menyambar ke arahnya dari berbagai jurusan! Sin Cu terkejut akan tetapi tetap tenang. Dia mengelak dengan berlompatan dan menyambar sebatang anak panah yang ditangkap gagangnya. Dia memeriksa mata anak panah yang berwarna kehitaman. Beracun! Dia membuang anak panah itu dan dengan sikap waspada dia meneliti keadaan. Namun sunyi saja di situ, tidak ada gerakan orang. Diapun menduga bahwa anak panah yang lima batang tadi tentu bukan dilepas oleh tangan manusia, karena kalau ada orang-orang menyerangnya dengan panah gelap, tentu dia dapat mendengar gerakan mereka.
Dia lalu memeriksa ke bawah. Mungkin kakinya tadi melanggar sesuatu yang membuat alat rahasia menggerakkan busur melepaskan anak panah tadi. Benar saja dugaannya. Kakinya terlibat benang hijau yang sukar dilihat di antara rumput. Benang itu tadi tersangkut kakinya dan putus sehingga menggerakkan alat rahasia yang menggerakkan lima batang busur yang dipasang di pohon-pohon sekelilingnya sehingga lima batang anak panah meluncur menyerangnya. Sin Cu mengangguk-angguk. Tahulah dia mengapa bukit itu disebut Bukit Siluman dan ditakuti penduduk dusun. Ternyata bukit itu memang berbahaya sekali agaknya penuh dengan alat-alat jebakan yang berbahaya. Dia melangkah maju dengan hati-hati sekali agar kakinya jangan melanggar batu atau benang yang dapat menggerakkan alat-alat rahasia.
Tiga kali dia melihat benang melintang di depan kakinya dan dia melangkahinya. Akan tetapi ketika dia tiba di jalan yang mendaki, ada ranting pohon menghalang di depannya.Ia menyingkap dan mendorong ranting itu ke samping. Tiba-tiba terdengar suara keras dan dari bagian atas jalan itu menggelinding sebongkah batu sebesar kerbau ke aralnya dengan cepat sekali! Karena batu itu tadinya sudah ada di sebelah atas, dekat sekali dengan tempat Sin Cu berdiri. kini agaknya alat pengganjalnya terlepas oleh alat rahasia yang bergantung diranting tadi, maka batu itu menimpa Sin Cu dengan cepat dan Sin Cu tidak mempunyai waktu untuk mengelak lagi. lagi pula tempat itu sempit, di sebelah kiri jurang menganga dan di sebelah kanan tebing gunung. Terpaksa Sin Cu mengerakkan tenaga sakti Thai-Yang Sin-Ciang, kedua tangannya terbuka didorongkan menyambut batu sebesar kerbau itu.
?Wuuttt... daarrrrr...!? Batu itu meledak dan pecah berhamburan, berjatuhan ke dalam jurang dan Sin Cu terhindar dari ancaman maut. Sin Cu menghela napas panjang. Berbahaya sekali keadaan tadi. Dia melangkah lagi dan berhadapan dengan jurang. Dia maklum bahwa dia telah salah jalan, maka terpaksa dia kembali lagi turun dari lereng itu. Tiba-tiba matanya melihat jejak tapak kaki banyak kuda. Dia girang sekali. Tentu ini tapak kaki kuda yang ditunggangi rombongan tadi, pikirnya.
Dia mencari dan setelah yakin bahwa itu tapak kaki banyak kuda, dia lalu mengikuti jejak itu. Biarpun dia hampir yakin bahwa jalan yang ditempuh rombongan berkuda itu tentu jalan yang aman, namun dia tetap berhati hati dan sengaja berjalan di atas tapak roda kereta yang memanjang. Akhirnya tibalah dia di depan pekarangan yang dilingkari pagar besi. Sementara itu, malam telah tiba. Sin Cu merasa beruntung sekali karena kalau melakukan pendakian di waktu malam gelap, tentu berbahaya sekali dan tidak berani dia melakukannya. Juga beruntung dia menemukan jejak dua buah kereta dan rombongan berkuda tadi sehingga dia kini dapat tiba di depan pekarangan luas sebuah gedung besar. Pekarangan itu tampak sunyi saja. Sebuah gardu penjagaan di dekat pintu pekarangan itu juga sepi, tidak tampak ada orang yang berjaga di situ.
Sebuah lampu gantung menerangi depan gardu, dan di serambi rumah besar itu, juga terdapat empat buah lampu gantung besar yang menerangi pekarangan dan serambi itu. Sin Cu menghampiri pintu pekarangan yang, terbuat dari besi dan setinggi dadanya, lalu mendorongnya perlahan. Begitu dia mendorong pintu besi itu, terdengar bunyi gemerincing nyaring. Sin Cu terkejut, akan tetapi dia sudah memasuki pekarangan itu. Ternyata pada pintu pekarangan itupun dipasangi alat rahasia sehingga begitu pintu dIbuka tangan Orang yang tidak mengetahui akan rahasianya, akan terdengar bunyi nyaring itu yang merupakan tanda bahaya. Mendadak pekarangan yang sunyi itu tiba-tiba penuh dengan orang. Belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga gedung itu sudah bermunculan dan cepat sekali mereka mengepung Sin Cu.
?Tangkap orang ini!? bentak komandan regu penjaga yang berjumlah belasan orang itu. Mereka serentak menerjang maju dari segala jurusan, berusaha membekuk dan menangkap Sin Cu. Akan tetapi Sin Cu cepat menggerakkan kaki tangannya dan para pengeroyok itu roboh berpelantingan disambar tamparan tangan dan tendangan kakinya. Orang-orang itu terkejut sekali. Tahulah mereka bahwa pemuda asing itu adalah seorang yang lihai sekali.
?Bunuh pengacau ini!? Bentak pemimpin regu itu. Mereka semua lalu mencabut sebatang golok dan segera mengepung dan menerjang Sin Cu dengan serangan golok mereka. Menghadapi serangan belasan batang golok yang cukup berbahaya itu, Sin Cu lalu mempergunakan Chit-Seng Sin-Po (Langkah Sakti Tujuh Bintang). Kedua kakihya melangkah dengan aneh dan cepat dan tubuhnya sudah dapat menghindar dari semua bacokan dan tusukan golok. Kedua tangannya bergerak cepat dibantu kakinya yang kadang menendang. Terdengar teriakan-teriakan dan tubuh para pengeroyok berpelantingan, golok mereka beterbangan.
?Semua mundur! Nyalakan obor!? terdengar bentakan suara wanita dan munculah Hek Hwa, gadis berpakaian hitam yang memimpin regu Hek I Kiam-Tin (Pasukan Pedang Baju Hitam) yang terdiri dari sembilan orang gadis berpakaian serba hitam itu.
Belasan orang penjaga yang tadi berpelantingan itu cepat mundur dan mereka mengambil dan menyalakan obor sehingga pekarangan itu menjadi terang sekali. Kini sembilan orang gadis baju hitam, dipimpin oleh Hek Hwa, sudah berhadapan dengan Sin Cu. Mereka semua telah memegang sebatang pedang. Hek Hwa maklum bahwa pemuda itu memiliki ilmu silat yang amat tangguh. la tadi sudah melihat sepak terjang pemuda itu ketika merobohkan belasan orang anggauta Pek-Lian-Kauw. Karena maklum bahwa lawan ini berbahaya sekali, maka ia memberi isyarat dengan pedangny?. la sendiri sudah cepat menyerang sambil mengeluarkan bentakan nyaring. Pedangnya meluncur dan menusuk ke arah dada Sin Cu.
Melihat gerakan pedang ini, Sin Cu maklum bahwa lawannya ini cukup ahli memainkan pedang. la mengelak dengan langkah ajaibnya, lalu melangkah mundur. Delapan orang gadis baju hitam lainnya sudah bergerak cepat mengepungnya dan menyerang dengan pedang mereka. Serangan mereka begitu rapi dan saling menunjang. Melihat ini, Sin Cu terkejut. Kiranya dia menghadapi barisan pedang yang dapat bekerja sama dengan hebat. Dia segera meraba punggungnya dan tampak sinar putih berkeredepan tertimpa cahaya lampu dan obor. Pedang Pek-Liong-Kiam telah berada di tangannya dan ketika dia menggerakkan pedang itu dengan ilmu pedang Pek-Liong Kiam-Sut yang dirangkai oleh Bu Beng Siauwjin. Sinar putih bergulung-gulung dan tampak indah sekali di bawah sinar obor, bagaikan seekor naga putih beterbangan di antara awan mendung yang dibentuk oleh asap obor.
?Trang... trang... trang...!? Terdengar bunyi suara nyaring ketika pedang-pedang di tangan para anggauta Hek I Kiam-Tin bertemu dengan sinar pedang Pek-Liong-Kiam dan tampak bunga api berpijar-pijar. Akan tetapi segera terdengar seruan-seruan kaget para wanita baju hitam itu karena pedang mereka patah patah bertemu dengan sinar putih itu. Sembilan orang Hek I Kiam-Tin terdesak mundur. Terdengar teriakan nyaring dan Hek I Kiam-Tin mundur lalu diganti kedudukan mereka oleh Ang I Tok-Tin! Sembilan orang gadis baju merah ini sudah menyerang dengan jarum-jarum beracun mereka. Akan tetapi semua jarum beracun itu rontok ketika bertemu sinar putih dari Pedang Pek-Liong-Kiam. Sembilan orang gadis baju merah itu menerjang dan mengepung, menggunakan senjata bermacam-macam yang semuanya mengandung racun.
Ada pula yang melemparkan tepung beracun kepada Sin Cu. Namun Sin Cu mempercepat gerak pedangnya dan semua serangan itu dapat dihalau oleh sinar putih. Tepung merah beracun yang dilemparkan ke arah pemuda itupun buyar dan membalik ketika bertemu dengan sinar putih yang membawa angin kuat! Tubuh Sin Cu sudah tidak tampak lagi. Yang tampak hanya?ah sinar putih bergulung-gulung, mendatangkan angin dahsyat dan mengeluarkan bunyi gaung yang menggetarkan! Ketika para gadis baju merah itu dengan nekat menyerang dengan senjata mereka, kembali terdengar bunyi nyaring dan senjata mereka patah-patah. Ang I Tok-Tin yang sebetulnya tingkatnya masih lebih tinggi dari Hek I Kiam-Tin, terkejut dan mereka semua berlompatan ke belakang.
?Biarkan kami yang maju terdengar? bentakan nyaring dan Pek Hwa telah melompat ke depan diikuti delapan orang rekannya. Tanpa banyak cakap lagi sembilan orang gadis berpakaian putih ini berdiri berjajar di depan Sin Cu, berkemak-kemik kemudian atas isarat Pek Hwa, sembilan mulut mungil itu mengeluarkan bentakan berbareng,
?Berlututlah engkau!? Sin Cu terkejut ketika merasa betapa kedua kakinya seperti lemas dan ada kekuatan luar biasa yang menekannya agar dia menjatuhkan diri berlutut di depan sembilan orang gadis berpakaian putih itu. Akan tetapi Sin Cu menyadari bahwa dirinya dipengaruhi ilmu sihir, maka dia cepat mengerahkan kekuatan batinnya dan berkata dengan suara tenang namun berwibawa.
?Tidak, aku tidak akan berlutut terhadap siapapun!? Ucapannya itu membuyarkan kekuatan sihir Pek I Hoat-Tin. Pek Hwa menjadi marah dan ia memberi isarat. Mereka lalu bergabung menjadi satu. Pek Hwa membanting sesuatu. Terdengar ledakan dan nampak asap hitam tebal mengepul. Sembilan orang gadis pakaian putih itu lalu mendorongkan kedua tangan mereka ke depan dan... asap hitam yang bergulung-gulung itu bergerak dan membentuk mahluk yang menyeramkan.
Seekor naga raksasa yang mukanya menyeramkan sekali, dengan mata mencorong seperti mengeluarkan api, juga. mulut yang merah itu terpentang lebar dan kedua kaki depan nya siap untuk mencengkeram ke arah Sin Cu. Sin Cu segera maklum bahwa dia berhadapan dengan barisan yang mengandalkan kekuatan sihir. Dia lalu mengerahkan tenaga, menekuk kaki kirinya sehingga lutut, tangan kiri menyentuh tanah, tangan kanan lurus ke atas. Inilah pembukaan ilmu silat Im-Yang Sin-Ciang yang seolah menghimpun kekuatan dari langit dan bumi, kemudian dia berdiri dengan kedua kaki ditekuk dan sambil mengerahkan tenaga inti Matahari, dia mendorong ke depan. Dari kedua tangannya meluncur hawa yang berlawanan, mengandung tenaga dingin di telapak tangan kiri dan panas di telapak tangan kanan.
?Wuuutttt... blarrrr...!? Asap, hitam yang membentuk naga itu disambar hawa pukulan ini dan seketika buyar. Lenyaplah bentuk naga dan asap itupun membuyar lenyap. Sembilan orang gadis berpakaian putih itu terdorong ke belakang dan terhuyung-huyung.
?Kalian semua mundur!? terdengar bentakan merdu dan muncullah Kim Niocu. Tiga regu pengawal itupun mundur dan mengepung pekarangan itu. Sin Cu mengangkat muka memandang. Dia terbelalak kaget dan hampir saja dia memanggil karena mengira bahwa Ouw Yang Hui yang muncul d? depannya. Wajah dan bentuk tubuh gadis yang kini berdiri di depannya itu mirip benar dengan Ouw Yang Hui. Akan tetapi melihat sinar matanya dan pakaiannya, Sin Cu pun sadar bahwa gadis ini bukan Ouw Yang Hui. Sinar matanya yang mencorong itu jauh berbeda dengan sinar mata kekasih atau tunangannya yang lembut.
Di bawah sinar banyak obor yang kemerahan namun cukup terang, gadis itu tampak luar biasa cantik jelitanya. Gerak-gerik dan sikapnya juga halus lembut seperti sikap Ouw Yang Hui, hanya matanya yang bersinar tajam dan membayangkan kekerasan yang luar biasa. Sebintik tahi lalat kecil di ujung mulut sebelah kiri meyakinkan Sin Cu bahwa gadis itu bukan Ouw Yang Hui, biarpun sama cantik menariknya. Pakaiannya serba hijau dengan rambut ditutup kain kepala sutera putih, Gadis itu memandang kepadanya dengan mata penuh selidik dan mulutnya yang manis menggairahkan itu mengembangkan senyum kagum. Memang pada saat itu, Kim Niocu merasa kagum sekali kepada Sin Cu, bukan hanya kagum oleh ketampanannya, melainkan terutama sekali oleh kegagahan Sin Cu yang dilihatnya tadi mampu mengalahkan tiga regu pengawalnya.
?Sobat, siapakah engkau?? tanya Kim Niocu dengan suara ramah dan lembut, tidak mengacuhkan kemunculan Bhong Lam yang berdiri di belakangnya. Wong Sin Cu merasa bahwa dia telah menyebabkan kerIbutan di tempat tinggal orang. Dia tadi terpaksa membela diri karena diserang dan tidak sempat bicara dengan para penyerangnya. Sekarang, setelah ditanya, dia merasa rikuh sekali karena dia merupakan tamu tak diundang yang membuat atau mendatangkan kekacauan. Melihat sikap gadis jelita ini, dia dapat menduga bahwa ia tentu pemimpin, atau setidaknya orang penting di tempat ini, maka diapun cepat mengangkat kedua tangan di depan dada sebagai penghormatan.
?Namaku adalah Wong Sin Cu, nona.? Orang-orang Pek-Lian-Kauw itu tidak pernah mendengar nama ini maka pengakuan nama Sin Cu tidak mendatangkan kesan apa-apa. Akan tetapi mendengar disebutnya nama Wong Sin Cu, Bhong Lam menjadi terkejut bukan main! Inilah tunangan Ouw Yang Hui yang tadi didengarnya diceritakan oleh gadis tawanan itu! Menurut Ouw Yang Hui, tunangannya pasti akan dapat menemukan dan membebaskannya dan melihat betapa pemuda itu telah dengan mudahnya mengalahkan tiga regu pengawal wanita, hatinya menjadi khawatir sekali. Dia lalu mundur dan menjauh.
?Wong Sin Cu, sepanjang ingatanku, aku dan anak buahku di sini tidak pernah bermusuhan denganmu. Apa maksudrnu datang malam-malam ke tempat kami dan menyerang anak buahku??
?Maafkan aku, nona...? ?Panggil aku aku Niocu, namaku Kim Lian dan biasa disebut orang Kim Niocu, engkaupun boleh memanggilku demikian.?
?Maafkan aku, Niocu. Aku sama sekali bukan menyerang siapapun, melainkan aku hanya membela diri karena diserang. Mereka ini langsung menyerangku tanpa memberi kesempatan kepadaku untuk bicara.?
?Baiklah, mereka menyerangmu lebih dulu dan mereka melakukan itu karena engkau telah melanggar wilAyah kami, telah berani datang malam-malam ke sini tanpa ijin. Sekarang katakan, mengapa engkau datang ke tempat ini? Apa kehendakmu?? Pandang mata Kim Niocu tajam seperti hendak menembus dada menjenguk isi hati Sin Cu. Akan tetapi karena dia tidak berbohong, Sin Cu menjawab dengan tenang saja.
?Ketika berada di kaki bukit, aku mendengar cerita penduduk dusun bahwa bukit ini disebut Bukit Siluman dan di puncak bukit ini terdapat banyak siluman yang menakutkan. Aku menjadi tertarik dan ingin melihat puncak bukit ini. Maka aku lalu mendaki dan melihat adanya banyak jebakan berbahaya, aku tahu bahwa bukan siluman yang tinggal di sini melainkan manusia. Aku sampai di sini dan tiba-tiba saja dikeroyok mereka ini.? Kim Niocu tersenyum.
?Wong Sin Cu, apakah engkau tidak takut siluman??
?Aku tidak mempunyai niat jahat, maka tidak pernah takut kepada siapapun dan apapun.? Kim Niocu tersenyum.
?Dan setelah engkau kau tiba di sini, apakah engkau bertemu dengan siluman? Apakah engkau menganggap aku ini ratu siluman?? Sin Cu memandang ke sekelilingnya. Wanita semua, hanya pemuda tadi yang kini tidak tampak lagi bayangannya. Belasan orang laki-laki yang menyambut dan menyerangnya pertama tadipun tidak tampak lagi. Yang mengepungnya hanya tiga regu wanita berpakaian hitam, merah dan putih tadi dan wanita cantik jelita di depannya yang memandangnya dengan senyum simpul.
?Aku tidak melihat siluman, yang kutemukan adalah regu-regu wanita yang lihai dan engkau adalah seorang gadis yang amat cantik, bukan ratu siluman.? Pada saat itu terdengar jeritan melengking dari dalam.
?Cu Koko...!? tetapi suara itu terhenti seolah mulut yang menjerit itu didekap, Dan memang yang menjerit itu adalah Ouw Yang Hui. Ketikai Bhong Lam meninggalkan kamar untuk melihat apa yang terjadi di luar, Ouw Yang Hui yang mendengar suara rIbut dan beradunya senjata, segera dia menyelinap keluar.
la melihat bahwa perkelahian telah terhenti dan seorang pemuda dikepung dan berhadapan dengan Kim Niocu, Ketika mengenal bahwa pemuda itu adalah tunangannya, iapun menjerit untuk memperingatkan Sin Cu bahwa tempat itu amat berbahaya. Akan tetapi baru saja ia menjerit memanggil nama Sin Cu, tangan Bhong Lam telah mendekap mulutnya dari belakang, lalu ia ditotok sehingga tidak mampu bergerak atau berteriak lagi. Bhong Lam memondongnya dan membawanya kembali ke dalam kamar besar. Sementara itu, begitu mendengar jeritan itu, Sin Cu terbelalak dan tentu saja dia mengenal suara kekasihnya. Tak salah lagi, tentu Ouw Yang Hui yang menjerit tadi. Dia mengangkat muka memandang ke arah dalam, akan tetapi tidak dapat melihat tunangannya itu.
?Hui-moi...!? Sin Cu hendak berlari masuk, akan tetapi Kim Niocu sudah menghadangnya.
?Perlahan dulu, Wong Sin Cu, tidak boleh engkau memasuki rumahku begitu saja.? kata wanita itu sambil menghadang mengembangkan lengannya dan tangan kirinya sudah memegang sebatang hudtim (kebutan pertapa) berbulu merah dan gagangnya terbuat dari pada gading terukit indah.
?Kim Niocu, itu suara Ouw Yang Hui, tunanganku! Engkau menculiknya?? bentak Sin Cu marah.
?Minggirlah aku harus menemuinya!?
?Engkau tidak boleh masuk, robohkan dulu aku kalau engkau mau masuk ke dalam rumahku!? Kim Niocu juga membentak dan tiba-tiba tangannya bergerak.
Hudtim berubah menjadi sinar merah yang menyambar ke arah muka Sin Cu. Sin Cu tadi sudah menyarungkan pedangnya dan kini karena Kim Niocu maju menyerangnya seorang diri, dia merasa tidak enak kalau harus menghadapi lawan seorang gadis saja harus menggunakan pedang. Dia lalu mengelak ke belakang dan tangannya menyambar ke depan, untuk menangkap dan merampas kebutan itu. Akan tetapi gerakan Kim Nio lincah sekali. Kebutannva sudah meluncur ke samping dan membalik, ujungnya berubah keras seperti sepotong baja dan menotok ke arah lambung Sin Cu. Pemuda ini terkejut sekali. Terpaksa dia mengelak dan pada saat itu tangan kanannya sudah meluncur ke depan dan mencengkeram kerah leher Sin Cu! Sin Cu tak mungkin dapat mengelak lagi karena cengkeraman tangan itu menyambar dengan kecepatan kilat. Maka diapun menggerakkan tangan kirinya menangkis.
?Dukk...!? Dua lengan bertemu, dua lengan yang mengandung kekuatan dahsyat. Sin Cu merasa betapa lengannya tergetar, tanda bahwa gadis itu memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Dia terkejut dan tahulah dia bahwa dia tadi telah memandang rendah gadis itu yang ternyata memiliki ilmu silat yang tinggi. Di lain pihak, Kim Niocu menjadi semakin kagum karena tangkisan itu membuat dia terdorong ke belakang dan terasa olehnya betapa kuatnya lengan yang menangkisnya tadi. Timbul kekaguman dan kegembiraan dalam hatinya.
Kalau selama ini Kim Niocu terkenal sebagai seorang wanita yang angkuh dan tidak pernah tampak akrab dengan pria seolah-olah ia tidak suka kepada pria, hal itu adalah karena selama ini, la belum pernah bertemu dengan pria yang mampu menandinginya. Sebetulnya ia tertarik dan suka sekali kalau melihat pria tampan, bahkan diam-diam ia juga tertarik melihat Bhong Lam yang tampan. Akan tetapi, rasa tertarik itu hilang, terganti perasaan memandang rendah karena pria itu tidak mampu menandingi ilmu kepandaiannya. Oleh karena itu, begitu bertemu dengan Sin Cu yang selain tampan juga ternyata lihai sekali, seketika hatinya tertarik sekali dan ia merasa gembira mendapat kesempatan untuk bertanding menguji kepandaian pemuda itu. la mengeluarkan semua ilmunya dan mengerahkan tenaga untuk mengalahkan Sin Cu. Tiba-tiba Kim Niocu mengubah permainan silatnya dan ia berkata lirih,
?Wong Sin Cu, kita adalah sahabat baik, mari menari bersamaku!? Gerakan silatnya berubah aneh, indah dan gemulai, berlenggang lenggok dengan gerakan-gerakan lembut. la menari, bukan bersilat lagi, akan tetapi tarian ini mengandung serangan yang tampaknya saja perlahan namun amat berbahaya. Sin Cu melihat betapa wajah itu menjadi semakin cantik menarik, penuh senyum manis, bibir itu bergerak-gerak menggairahkan, sepasang mata itu memandang dan dengan jelas sinar matanya mengandung pernyataan cinta. Ketika mendengar ucapan itu dan kaki tangannya bergerak di luar kehendaknya seperti hendak mengikuti gerakan gadis itu, tahulah Sin Cu bahwa Kim Niocu mempergunakan kekuatan sihir yang hebat.
?Engkau, bukan sahabatku, bebaskan Ouw Yang Hui baru aku akan menganggapmu seorang sahabat!? kata Sin Cu sambil mengerahkan kekuatan batinnya seperti yang dia pelajari dari Bu Beng Siauwjin, Seketika keinginan yang mendorongnya untuk menari tadi lenyap dan pada saat itu, ujung kebutan merah itu meluncur dan menotok pundaknya. Biarpun gerakan Kim Niocu seperti menari, akan tetapi totokan itu cepat dan kuat sekali. Bukan totokan mematikan, melainkan untuk membuat tubuh lemas dan lumpuh. Sin Cu cepat memutar tubuhnya, akan tetapi kini ujung kebutan itu seperti hidup, mengejar ke mana saja tubuhnya bergerak. Sin Cu terkejut. Wanita ini memang lihai bukan main dan kalau dia hanya mengandalkan elakan dan tangkisan saja, akhirnya dia sendiri akan terancam bahaya. Dia melompat ke belakang dan tangannya meraba belakang punggung.
?Singgg...! Sinar putih tampak dan ketika sinar merah kebutan itu mencoba mendesaknya, Sin Cu menggerakkan pedangnya.
Sinar putih menyambut kebutan itu dan terjadilah pertandingan yang amat seru. Kini Sin Cu tidak mau mengalah lagi karena wanita itu memang lihai bukan main. Tiga puluh jurus lewat dan keduanya masih saling serang dengan serunya. Tiba-tiba mulut Kim Niocu membentak dan tangan kanannya bergerak ke depan. Dari telapak tangannya menyambar debu merah yang berbau harum sekali. Sin Cu yang selalu waspada dapat menduga bahwa debu merah itu pasti debu beracun yang amat berbahaya. Maka, dia menahan napas, melompat menghindar dan meniup ke arah debu merah dengan pengerahan tenaga. Debu itu tertiup membuyar dan membalik mengenai muka Kim Niocu sendiri. Akan tetapi karena Kim Niocu sudah memakan obat penawar, ia tidak takut bahkan mukanya menjadi kemerahan terkena debu halus dan menjadi semakin cantik menarik.
Akan tetapi kegagalannya mempergunakan sihir dan racun pembius itu membuat wanita ini penasaran sekali, walaupun dalam hatinya ia merasa kagum bukan main. Pada saat itu, Sin Cu balas menyerang. Pedangnya menjadi sinar putih menyambar ke arah pundak kiri Kim Niocu. Maksudnya untuk memaksa wanita itu melepaskan senjata kebutannya. Akan tetapi Kim Niocu menggerakkan tangan kiri sedemikian rupa sehingga kebutannya membuat gerakan berputar dan tali-tali kebutan itu sudah membelit pedang dengan kuatnya! Serangan pedang Sin Cu tertahan di udara oleh belitan kebutan. Pada detik itu juga, tangan kanan Kim Niocu sudah menyerang dengan dorongan telapak tangan ke arah dada Sin Cu. Akan tetapi Sin Cu juga mendorongkan telapak tangan kirinya.
?Plakk!? Kedua telapak tangan itu bertemu dan melekat! Wajah Kim Niocu berubah kemerahan, jantungnya berdebar karena ketika telapak tangannya bertemu dan melekat pada telapak tangan Sin Cu, merasakan kehangatan dan kemesraan yang luar biasa dan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Keadaan yang membuatnya tegang dan salah tingkah ini melemahkan pemusatan tenaganya karena perhatiannya kacau dan pada saat itu Sin Cu mengerahkan tenaga dan menarik pedangnya dengan sentakan kuat.
?Brettt...!? Bulu-bulu kebutan itu rontok karena putus oleh pedang yang ditarik Sin Cu. Sin Cu membarengi dengan dorongan tangan kirinya dan tubuh Kim Niocu terpental dan terhuyung ke belakang. Ada rasa panas dan nyeri dalam dadanya menandakan bahwa ia terpukul oleh tenaganya sendiri yang membalik sehingga mengalami luka. Kim Niocu memberi isarat kepada anak buahnya dan ia sendiri melompat cepat masuk ke dalam rumah. Tiga regu pengawal wanita yang sudah diberi isarat juga berlompatan dan lenyap. Mereka maklum bahwa pemimpin mereka tidak mampu menandingi pemuda yang amat lihai itu dan isarat tadi berarti bahwa mereka harus menyembunyikan diri karena Kim Niocu hendak mempergunakan alat rahasia untuk menjebak lawan yang tangguh itu. Sementara itu, Kim Niocu yang melarikan diri ke dalam rumah sudah disambut oleh Bhong Lam.
?Wong Sin Cu itu luar biasa lihainya.?
?Kita harus mempergunakan jebakan untuk menangkapnya!? kata Kim Niocu. Bhong-Kongcu menggelengkan kepalanya.
?Niocu, tidak akan mudah menjebaknya. Buktinya dia dapat mendaki sampai kesini dan melewati semua alat jebakan dengan selamat. Aku ada akal, Niocu. Kita harus rmenggunakan umpan. Dengan umpan yang saya pergunakan, saya tanggung bahwa kita akan dapat menangkap dia.?
?Umpan apakah itu? Bagaimana akalmu??
?Niocu, dia adalah tunangan Ouw Yang Hui!?
?Ya, tadi dia telah mengakui hal itu. Cepat jelaskan!?
?Nah, setelah dia melihat Ouw Yang Hui berada di sini, pasti dia akan masuk dan mencari untuk membebaskannya. Dia lihai dan berhati-hati, maka kita harus menggunakan akal. Kita pasang Ouw Yang Hui sebagai umpan di kamar yang memakai jebakan di lantainya itu. Kalau sudah terjebak, mudah saja kita membunuhnya!? Kim Niocu mengerutkan alisnya.
?Bagus, laksanakan itu. Akan tetapi ingat, tak seorangpun boleh mengganggunya, apa lagi membunuhnya karena aku sendiri yang akan menanganinya!?
?Baik, Niocu!? Pada saat itu terdengar suara hiruk pikuk di ruangan depan, tanda bahwa Sin Cu sudah mulai masuk sampai ke ruang depan, berarti dia sudah berhasil melewati alat-alat rahasia jebakan yang dipasang di serambi gedung. Memang Sin Cu yang tadi mendengar jerit suara Ouw Yang Hui nekat masuk untuk menemukan tunangannya. Akan tetapi diapun dapat menduga bahwa gedung ini tentu penuh dengan alat jebakan yang berbahaya, maka dia mulai memasuki serambi gedung dengan hati-hati sekali.Di depan gardu penjagaan tadi dia melihat sebatang tombak dan diambilnya tombak itu. Pedangnya dia sarungkan di belakang punggung lagi. Karena sudah menduga bahwa setiap bagian gedung itu tentu dipasangi alat jebakan, Sin Cu memasuki serambi yang tidak ada orangnya itu dengan hati-hati sekali.
Dia mempergunakan tombak tadi sebagai pengganti kakinya, menyentuh dan menekan lantai yang akan diinjak di depannya. Demikianlah, dia maju selangkah demi selangkah menginjak tempat yang telah disentuh tombaknya. Ketika dia tiba di tengah ruangan tombaknya masih memukul ke lantai di depannya dan tiba-tiba terdengar suara keras dan dari atap meluncur tiga batang anak panah. Kalau saja dia berdiri di tempat yang disentuh tombaknya, tentu tiga batang anak panah itu akan meluncur ke arah tubuhnya dan ini berbahaya sekali mengingat bahwa anak panah itu datang dari jarak dekat di atas tempat itu. Dengan desing nyaring tiga batang anak panah itu meluncur dan menancap di atas lantai dan asap mengepul dari lantai yang tertusuk tiga batang panah itu.
?Beracun!? Sin Cu melangkah maju lagi, didahului tombaknya yang menjadi penangkal jebakan. Dengan cara demikian, dia dapat memasuki ruangan depan. Tiba-tiba dari empat penjuru muncul banyak wanita berpakaian hitam merah dan putih, juga regu penjaga gedung yang terdiri dari anggauta Pek-Lian-Kauw.
Kini Sin Cu sudah tahu bahwa mereka adalah orang-orang Pek-Lian-Kauw karena dia melihat tanda gambar bunga teratai di baju mereka bagian dada. Diapun teringat bahwa Kim Niocu yang cantik itu sepintas lalu melihat bunga mirip setangkai bunga teratai putih di atas daun hijau karena pakaian dan kain anak penutup kepalanya. Karena sudah maklum akan kelihaian pasukan-pasukan itu, Sin Cu terpaksa membuang tombaknya dan dia mencabut Pek-Liong-Kiam dari punggungnya. Para pengeroyok itu serentak mengepung dan menyerang Sin Cu. Pemuda ini memutar pedangnya yang berubah menjadi sinar putih bergulung-gulung. Tentu saja ruangan itu tidak cukup luas bagi kurang lebih empat puluh orang pengeroyok itu sehingga mereka tidak dapat mengeroyok dengan leluasa. Barisan tiga regu pengawal yang biasanya teratur rapi itu kini menjadi kacau karena sempitnya tempat.
Hal ini menguntungkan Sin Cu dan dengan gerakannya yang cepat, dia mulai dapat merobohkan banyak pengeroyok dengan tendangan-tendangan dan tamparan tangan kiri. Bagaimanapun juga, Sin Cu tidak pernah dapat melupakan ajaran Bu Beng Siauwjin yang sudah mendarah daging dan melekat pada wataknya, yaitu di antaranya dia tidak mau sembarangan saja membunuh orang. Biarpun hatinya panas dan marah sekali melihat kenyataan bahwa tunangannya ditawan orang-orang ini, tetap saja dia tidak mau menjatuhkan tangan maut. Dia maklum bahwa mereka ini hanya anak buah yang sangat menaati semua perintah pimpinan mereka. Setelah banyak di antara para pengeroyok itu berpelantingan, tiba-tiba mereka berloncatan dan menghilang, sama seperti kemunculan mereka tadi. Sin Cu memandang ke sekeliling.
Tombaknya sudah hilang. Akan tetapi dia masih dapat menggunakan pukulan jarak jauh dengan tangan kirinya untuk menyelidiki keadaan di depan, Kini dia memukul dengan tangan kirinya ke atas lantai di depannya. Hawa pukulan yang kuat menghantam lantai itu dan kalau lantai itu mengandung alat rahasia, maka tenaga pukulan itu tentu akan menggerakkan alat itu. Dengan demikian, kembali Sin Cu melangkah maju dan dia keluar dari ruangan itu melalui sebuah pintu besar dan tibalah dia di ruangan yang lebih dalam. Dari ruangan itu dia dapat melihat bahwa ada dua pintu vang menembus kebagian lain. Yang kiri menembus ke sebuah ruangan lain dan yang kanan menambus ke ruangan terbuka. Selagi dia merasa ragu ke arah mana dia harus mencari Ouw Yang Hui, tiba-tiba terdengar lagi teriakan tunangannya itu.
?Cu Koko...? Jelas teriakan itu terdengar dari kanan. Dia lalu menggunakan cara seperti tadi, memukul dengan dorongan hawa pukulan ke arah lantai dan pintu untuk menguji keadaan. Ternyata tidak terjadi sesuatu dan dia segera keluar dari ruangan itu. Dia tiba di tempat terbuka dan di sebelah depan berderet kamar-kamar yang daun pintunya tertutup. Dan di tempat inipun keadaannya sepi, tidak tampak ada orangnya. Namun dia tahu bahwa tentu banyak orang sedang mengamatinya sambil bersembunyi, maka dia tetap berhati-hati.
?Hui-moi...!? Dia memanggil sambil mengerahkan khikang dari perut sehingga bergema di seluruh gedung itu.
?Cu Ko...!? Sin Cu cepat memutar tubuhnya ke kiri. Di sebelah kiri itu terdapat sebuah kamar yang daun pintunya tertutup dan dia merasa yakin bahwa suara Ouw Yang Hui keluar dari kamar itu. Cepat namun tetap berhati-hati sekali dia menghampiri kamar itu. Setelah tiba di depan pintu, Sin Cu menggunakan dua telapak tangannya, mengerahkan tenaga dan sekali memukul dengan kedua telapak tangannya, terdengar suara keras dan daun pintu itupun jebol! Setelah daun pintu terbuka, tampak olehnya Ouw Yang Hui berada di sudut kamar, berdiri dengan kedua tangan terpentang dan terikat pada tembok. Dia merasa lega melihat tunangannya itu dalam keadaan selamat dan sehat.
?Cu-Ko..., ah, Cu-Ko, harap engkau berhati-hati...? Kata Ouw Yang Hui dengan hati ditekan kekhawatiran akan keselamatan orang yang dicintanya itu.
?Jangan khawatir, Hui-moi. Aku akan segera membebaskanmu.?
?Awas, Cu-Ko, mereka itu amat lihai dan Jahat...!?
(Lanjut ke Jilid 24) Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 24 Perasaan bahagia menyelinap dalam sanubari Sin Cu. Sikap dan ucapan Ouw Yang Hui itu sungguh merupakan bukti nyata betapa besar cinta kasih dalam hati gadis itu kepadanya. Dalam keadaan tak berdaya seperti itu, menjadi tawanan dan terbelenggu, terancam maut, Ouw Yang Hui bahkan mengkhawatirkan dirinya! Dia merasa terharu dan juga marah kepada mereka yang telah menawan kekasihnya itu.
Dengan cepat dia memukul-mukulkan kedua tangannya ke arah permukaan lantai kamar itu, dan dari pintu sampai ke seluruh bagian dalam kamar. Akan tetapi tidak terjadi sesuatu. Dia merasa yakin bahwa tidak ada alat rahasia jebakan di lantai kamar itu, maka dengan tabah dan tenang dia melangkah masuk ke dalam kamar. Ouw Yang Hui memandang dengan hati tegang, penuh kekhawatiran dan harapan. Akan tetapi tidak terjadi sesuatu seperti yang telah diduga oleh Sin Cu. Karena itu, dengan girang Sin Cu menghampiri Ouw Yang Hui, mencabut pedangnya dan dengan mudah dia membabat putus belenggu yang mengikat kedua tangan gadis itu. sambil terisak. Sin Cu cepat merangkulnya dan Ouw Yang Hui menangis di dadanya. Keadaan ini membuat Sin Cu menjadi lengah sesaat. Kelegaan, kegembiraan dan keharuan memenuhi batinnya di saat itu sehingga dia menjadi kurang waspada.
Tiba-tiba terdengar suara keras dan lantai kamar itupun bergerak ke bawah! Sin Cu terkejut dan tidak sempat berbuat sesuatu. Apalagi dia harus melindungi Ouw Yang Hui dari kejatuhan ketika lantai meluncur kebawah dengan mendekap tunangannya itu erat-erat. Ketika lantai berhenti, mereka berdua terkurung dalam sebuah kamar dengan dinding baja. Tiba-tiba dari sebuah lubang keluar asap putih tebal yang segera memenuhi ruangan itu, Kiranya jebakan dalam kamar di atas tadi digerakkan dari luar. Hal ini memang disengaja, sudah diatur oleh Bhong Lam dan Kim Niocu. Selagi Sin Cu terlena karena mendekap kekasihnya, alat jebakan digerakkan dari luar dan lantai kamar itu meluncurkan turun cepat sekali. Setelah lantai berhenti meluncur dan dua orang itu terkurung dalam sebuah kamar baja, asap yang mengandung racun pembius itu disemprotkan!
?Hui-moi, tahan napas...!? kata Sin Cu sambil merangkul kekasihnya. Akan tetapi, jangankan Ouw Yang Hui yang tidak terlatih, bahkan Sin Cu sendiri yang sudah pernah belajar ilmu menyimpan dan menahan napas sampai lama ketika dia belajar bermain dalam air dari ahli renang Can Kui, tetap saja merasa tersiksa. Sebentar saja Ouw Yang Hui sudah tak tahan dan sekali ia menarik napas, langsung ia roboh pingsan terkena, asap racun pembius. Sin Cu melepaskan dan merebahkan Ouw Yang Hui di atas lantai, kemudian mengerahkan tenaga sinkang sekuatnya dan mendorong ke arah pintu baja.
?Wuuuuttt... darrrrr...!!? Pintu baja itu tak dapat bertahan terhadap pukulan dahsyat ini dan terdengar suara keras pintupun jebol. Akan tetapi pada saat itu, sebatang jarum meluncur dan menancap di pundak kiri Sin Cu. Pemuda ini, betapa lihainyapun tidak dapat menghindar karena asap tebal membuat dia tidak dapat melihat datangnya jarum yang meluncur, juga hiruk-pikuknya pintu yang jebol membuat dia tidak dapat mendengar suara luncuran jarum.
Sengatan racun yang terdapat di jarum itu mendatangkan rasa nyeri dan panas sekali sehingga Sin Cu lupa keadaan dan menarik napas. Asap beracun tersedot masuk dan diapun terkulai roboh dan pingsan di dekat Ouw Yang Hui! Sin Cu membuka matanya. Ingatannya segera bekerja dan yang pertama kali teringat olehnya adalah Ouw Yang Hui. Dia dan Ouw Yang Hui terjebak dan diserang asap beracun! Ouw Yang Hui roboh pingsan. Teringat akan ini seketika dia berusaha bangun dan mencari kekasihnya itu. Akan tetapi dia tidak mampu menggerakkan kaki tangannya. Kaki tangannya lumpuh. Tahulah dia bahwa dia telah tertotok. Dia mencoba untuk mengerahkan sinkang ?ntuk membebaskan jalan darahnya dari totokan. Akan tetapi dia tidak mampu melakukan ini. Totokan itu aneh dan kuat sekali. Akan tetapi Sin Cu tidak menjadi panik.
Tenang pikirnya. Dia pasti telah terjatuh ke tangan orang-orang Pek-Lian-Kauw. Akan tetapi mengapa dia tidak dIbunuh? Hal ini memberikan harapan padanya. Berarti dia masih ada kesempatan untuk melepaskan diri dan hidup. Mereka tidak membunuhnya tentu ada maksud mereka. Mulailah dia menggerakkan bola matanya ke kanan-kiri karena kepalanya juga tidak dapat digerakkan. Dia berada dalam sebuah kamar yang luas dan indah sekali. Prabot-prabot kamar itu serba mahal dan terukir indah. Juga kamar itu berbau harum semerbak wangi. Dinding kamar itu bercat warna merah muda, langit-langitnya berwarna putih. Ada seperangkat meja kursi di sana, ada pula almari dan cermin yang besar. Lukisan-lukisan dan tulisan-tulisan indah menghias dinding dan ada pot kembang besar di sudut. Lantainya tertutup permadani hijau.
Dia sendiri sedang rebah telentang di atas sebuah dipan yang lebarnya cukup ditiduri empat lima orang. Kasurnya tebal lunak ditilami kain sutera berwarna merah. Bantal-bantalnya diberi sarung bersulam. Bau semerbak harum mewangi itu agaknya keluar dari pembaringan itu. Sin Cu memperhatikan dirinya. Pakaiannya masih biasa, tidak ada luka di tubuhnya, jarum yang tadi mengenai dirinya agaknya sudah dicabut dan ada rasa sejuk nyaman di pundak yang terluka jarum itu. Pada hal dia dapat menduga bahwa jarum itu tentu beracun. Agaknya pundaknya yang terluka jarum beracun itu telah diobati orang pula. Dia diperlakukan dengan baik! Walaupun dia ditotok, tentu dengan maksud agar dia tidak dapat melarikan diri. Akan tetapi dia tidak dilukai, bahkan bekas terkena jarum beracun diobati. Apa artinya ini?
?Heii! Apakah ada orang di sini? Kenapa aku ditahan di sini?? Dia berteriak, biarpun suaranya lemah karena dia tidak mampu mengerahkan tenaga, namun dia masih dapat bicara. Terdengar langkah sandal yang ringan dari arah belakangnya. Biarpun tidak dapat melihatnya, Sin Cu dapat menduga bahwa itu tentu langkah kaki seorang wanita.
Benar saja dugaannya, tak lama kemudian Kim Niocu sudah berdiri di depan pembaringan. Gadis itu tampak cantik jelita dengan pakaian baru yang indah dari sutera tipis berwarna hijau. Begitu tipisnya pakaian itu sehingga bentuk tubuhnya yang ramping padat dengan kulit putih halus itu terbayang sehingga memiliki daya tarik yang luar biasa. Wajahnya cerah dan penuh senyum manis, sepasang matanya menatap tajam wajah Sin Cu. Kemudian dengan gerakan lembut dan luwes ia duduk di tepi pembaringan. Karena tubuh Sin Cu rebah agak di pinggir, maka pemuda itu dapat merasakan kelembutan dan kehangatan paha dan pinggul yang merapat pada lengan kirinya. Dia merasa rikuh sekali, akan tetapi apa dayanya? Dia tidak dapat beringsut menjauh ke tengah, juga tidak dapat memindahkan lengan kirinya yang nyaris terhimpit paha itu.
?Kim Niocu, apa maksudmu menahan aku di sini? Harap engkau suka membebaskan Ouw Yang Hui dan aku, Kami berdua tidak pernah ada permusuhan dengan Pek-Lian-Kauw, kenapa engkau menawan kami?? Wanita itu tersenyum lebar sehingga tampak deretan giginya yang rapi dan putih mengkilap.
?Memang di antara kita tidak ada permusuhan, Wong Sin Cu dan akupun sama sekali tidak ingin bermusuhan denganmu. Juga dengan senang hati aku akan membebaskan Ouw Yang Hui sekarang juga, akan tetapi hanya dengan satu syarat darimu.?
?Hemm, apakah syarat itu, Niocu?? tanya Sin Cu dan sepasang matanya menatap wajah gadis itu dengan tajam penuh selidik. Kim Niocu adalah seorang gadis yang sejak kecil terpengaruh lingkungan yang serba keras dan kejam. Namun ia berpendidikan sehingga ia pandai bersikap lembut dan halus seperti orang terpelajar, dan juga karena ia seorang gadis yang biasanya tidak mengacuhkan pria dan belum pernah berhubungan akrab dengan pria, maka perasaan malu, rikuh dan salah tingkah untuk menjawab pertanyaan Sin Cu itu membuat kedua pipinya berubah kemerahan, mulutnya mengembangkan senyum ditahan dan matanya tersipu.
?Syaratnya adalah..., ketahuilah lebih dulu, Wong Sin Cu, bahwa aku pernah bersumpah tidak akan menikah kalau tidak dengan seorang pemuda yang dapat mengalahkan aku dalam ilmu silat dan sihir. Selama ini tidak pernah aku bertemu dengan seorangpun pria yang dapat menarik hatiku. Akan tetapi aku bertemu denganmu, bahkan telah bertanding denganmu, aku merasa yakin bahwa hanya engkaulah pria yang pantas menjadi sisihanku, menjadi teman hidupku dan suamiku. Karena itu, syaratnya untuk membebaskan Ouw Yang Hui, yaitu engkau harus menjadi suamiku.? Kim Niocu menundukkan mukanya yang menjadi semakin merah setelah ia mengeluarkan kata-kata itu. Sin Cu mengerutkan alisnya mendengar ucapan itu.
?Kim Niocu, syarat seperti itu tidak mungkin kulakukan. Engkau sudah kuberitahu bahwa aku adalah calon suami Ouw Yang Hui, kami sudah bertunangan secara resmi.? Salah satu pantangan bagi Kim Niocu adalah kalau kehendaknya dibantah orang. Mendengar penolakan tegas Sin Cu itu, matanya segera mengeluarkan sinar marah, ia bangkit berdiri memandang wajah Sin Cu dengan alis berkerut dan senyumnya yang manis tadipun menghilang.
?Batalkan pertunangan itu dan engkau menikah dengan aku!? katanya tegas.
?Tidak bisa, Niocu. Selain aku tidak ingin membatalkan p?rjodohanku dengan Ouw Yang Hui, juga aku tidak ingin menikah denganmu. Perjodohan tidak bisa dipaksakan sepihak.? Tiba-tiba sikap Kim Niocu berubah lembut kembali. la teringat bahwa kalau pemuda ini terus menolak, akan gagallah keinginan hatinya mempersuamikan pemuda gagah perkasa yang amat dikaguminya ini.
?Wong Sin Cu, apakah engkau tidak kasihan kepadaku? Apakah engkau tidak dapat mencintaku? Pandanglah aku baik-baik apakah aku masih kurang cantik untukmu? bahkan orang-orang bilang bahwa wajah dan bentuk tubuhku mirip dengan Ouw Yang-Hui! Kalau engkau menjadi suamiku, kita dapat hidup bersama dengan penuh kebahagiaan. Kita berdua sama-sama memiliki ilmu silat yang tinggi, kita dapat menjagoi di seluruh dunia persilatan dan akupun kaya raya, apapun yang kita kehendaki pasti akan dapat terpenuhi. Kita berdua akan hidup berbahagia. Aku akan membuatmu berenang dalam kemuliaan dan kebahagiaan, Sin Cu!? Sin Cu tidak dapat menggelengkan kepalanya, namun pandang matanya jelas membayangkan penolakan dengan tegas.
?Percuma saja engkau membujukku, Niocu. Semua janji kesenangan itu tidak akan dapat menggoyahkan keputusan hatiku. Aku hanya mau menikah dengan Ouw Yang Hui dan tidak dengan wanita lain.? Rasa penasaran di dalam hati Kim Niocu kini makin berkobar menjadi kemarahan. la ditolak oleh seorang pemuda! Bisikan ini membuat hatinya panas sekali, membuat ia merasa terhina dan amat direndahkan. Tangan kirinya mengeluarkan sebuah bungkusan kecil. Sambil membuka bungkusan kecil itu dengan jari-jari tangannya yang mungil, ia bergumam seperti berkata kepada diri sendiri.
?Hendak kulihat bagaimana sikap dan kata-katamu nanti.? Kemudian dengan gerakan perlahan dan tenang saja, ia menggunakan tangan kanannya menangkap geraham Sin Cu dan dengan menekannya ia memaksa mulut pemuda itu terbuka dan tangan kirinya menuangkan isi bungkusan kecil ke dalam mulut itu.
Sin Cu tidak berdaya menolak dan bubuk merah itu memasuki mulutnya. Kim Niocu mengambil sebuah guci arak dari atas meja dan kembali ia memaksa mulut Sin Cu terbuka dan menuangkan arak dari guci ke dalam mulut pemuda itu. Sin Cu tidak dapat mencegah masuknya arak yang membawa obat bubuk merah itu ke dalam perutnya. Begitu arak dan bubuk merah itu memasuki perutnya, Sin Cu merasa ada hawa yang panas menjalar seluruh tubuhnya, bahkan terus mengalir ke dalam kepalanya Dia memejamkan kedua matanya dan mengerutkan alisnya. Kim Niocu melihat keadaan pemuda itu tersenyum dan ia lalu duduk di tepi pembaringan lagi sambil memandang wajah pemuda yang telah membangkitkan cinta berahinya itu. Kerut di antara kening Sin Cu semakin mendalam.
Hawa panas itu kini menjadi hangat dan nyaman, akan tetapi timbul rangsangan yang amat kuat dalam dirinya. Nafsu berahinya berkobar membakar dirinya. Ada rangsangan yang kuat sekali menguasai seluruh anggauta tubuhnya membuat dia ingin sekali untuk mendekat, membelai dan bermesraan dengan seorang wanita! Akan tetapi sanubarinya menyadari bahwa semua ini adalah pengaruh bubuk merah yang dipaksa memasuki perutnya. Dia telah dipengaruhi racun perangsang yang dipergunakan Kim Niocu untuk menundukkan dan memaksanya. Dasar watak yang memang bersih, kewaspadaan dan kesadaran yang sudah mendarah daging dan tidak dIbuat-buat atau dipaksakan lagi dan ajaran-ajaran Bu Beng Siauwjin yang selalu terngiang-ngiang dalam telinga batinnya membuat Sin Cu merasa bahwa menuruti daya rangsangan yang menguasai badannya itu akan membuat dirinya celaka.
Seperti orang yang berhadapan dengan jurang menganga di depannya, menyadari sepenuhnya bahwa sedikit saja melangkah maju, tentu akan terjerumus ke dalam jurang. Biarpun dia tidak berdaya, tidak mampu mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan dan menolak dorongan rangsangan itu, namun kesadaran ini membuat dia tidak bergeming, tidak terseret oleh pengaruh racun perangsang itu. Kim Niocu masih duduk di tepi pembaringan dan menatap wajah pemuda itu. Melihat wajah Sin Cu menjadi semakin merah, tetapi kedua mata dan kanan-kiri mulutnya tergetar, ia tersenyum, ia lalu menelungkup di atas tubuh Sin Cu dan mendekatkan mukanya sampai hidung dan mulutnya menyentuh muka pemuda itu.
?Sin Cu, aku cinta padamu... Sin Cu, engkau juga cinta padaku, bukan? Kita akan hidup sebagai suami istri kekasihku...!? Hidung dan mulutnya membelai muka itu dan ia yakin bahwa pemuda itu tentu akan menyambutnya dengan mesra. Akan tetapi, pemuda itu diam saja, bahkan mengatupkan mulutnya dan memejamkan kedua matanya.
?Sin Cu, katakanlah bahwa engkau cinta kepadaku..., Bicaralah kekasihku...? Pemuda itu membuka matanya. Mata itu kemerahan seperti mukanya. Akan tetapi yang keluar dari mulutnya bukan kata-kata cumbuan mesra, melainkan ucapan yang tegas penuh kemarahan.
?Kim Niocu engkau perempuan hina, tak tahu malu, jangan coba-coba menggunakan tipu muslihat kepadaku. Engkau tidak akan berhasil. Aku tidak sudi menjadi suamimu.? Kim Niocu tersentak kaget dan bangkit duduk. Mukanya merah sekali, sepasang matanya mengeluarkan sinar berapi-api. la merasa terhina sekali dan tangan kirinya menyambar ke depan.
?Plak-plak-plakk!? Tiga kali tangan kecil mungil itu menampar pipi kanan Sin Cu. Ujung bibir kanan pemuda itu pecah berdarah dan pipinya membiru. Dia tidak mampu mengerahkan tenaga untuk melindungi pipinya dan tamparan itu amat kuatnya.
?Jahanam keparat! Engkau berani menghinaku? Apakah engkau sudah bosan hidup?? Sin Cu memandang dengan sinar mata mengejek.
?Aku tidak takut mati, Niocu. Lebih baik mati daripada merendahkan diri menuruti keinginan busuk dan kotor darimu.?
?Plak-plak-plakkk!? Kembali tangan Kim Niocu menyambar, kini yang kanan menampar pipi kiri pemuda itu. Darah mengucur dari ujung bibir kiri yang pecah berdarah dan pipi itupun biru membengkak.
?Baik! Engkau memilih mati, ya? Aku akan membunuhmu, akan tetapi lebih dulu akan menyiksamu!? la melompat turun dari atas pembaringan, bertepuk tangan tiga kali. Daun pintu terbuka dari luar dan tiga orang gadis berpakaian putih, Pek Hwa dan dua orang kawannya, memasuki kamar tidur itu dan berdiri di depan Kim Niocu menanti perintah.
?Bawa keparat ini ke kamar siksa, belenggu kaki tangannya kuat-kuat? bentak Kim Niocu sambil menudingkan telunjuk kirinya ke arah Sin Cu yang masih rebah telentang dalam keadaan tertotok dan tidak mampu bergerak.
Pek Hwa dan dua orang rekannya lalu menggotong pemuda itu, membawanya keluar dari kamar dan Kim Niocu membanting tubuhnya di atas pembaringan dan menangis tanpa suara. la marah akan tetapi juga kecewa sekali. Tadinya ia telah membayangkan kebahagiaan hidup bermesraan dengan pemuda yang dikaguminya itu, sebagai suami isteri. Akan tetapi pemuda itu bukan saja tidak membalas cintanya, bahkan merendahkan dan menghinanya. Kecewa dan marah membuat ia sakit hati dan kini tidak ada lain keinginan lagi dalam hatinya kecuali untuk menyiksa pemuda yang telah mengecewakan hatinya itu. Makin dikenang dan diingat-ingat, semakin panaslah hatinya. la menggertakkan giginya kuat-kuat, mengepal kedua tangannya, lalu serentak ia bangkit berdiri lalu melangkah keluar dari kamarnya dengan cepat.
la menuju ke bagian belakang gedung itu, menuruni sebuah anak tangga dan tiba di ruangan bawah tanah yang dijadikan tempat tahanan. la menghampiri sebuah pintu ruangan berpagar besi, membuka pintunya dan tidak mempedulikan para anak buah Pek-Lian-Kauw yang berjaga di situ dan bangkit berdiri memberi hormat kepadanya. Bahkan dengan lambaian tangannya ia memerintahkan mereka itu pergi meninggalkann?a. Dalam sebuah ruangan berjeruji besi itu, tampak Sin Cu berdiri di sudut, kedua lengannya terpentang seperti disalib, kedua pergelangan tangannya terbelenggu pada kaitan besi yang tertanam pada dinding, kedua kakinya juga terpentang dan pergelangan kedua kaki itupun terbelenggu kuat-kuat. Keadaan pemuda itu sama sekali tidak berdaya. Tubuhnya lemas, terkulai seperti tergantung kepada belenggu kaki tangannya. Dia masih dalam keadaan tertotok.
Kedua pipinya biru membengkak bekas tamparan tangan Kim Niocu. Biarpun demikian, namun sepasang matanya masih bersinar penuh ketabahan dan ketenangan, bahkan sepasang mata dan mulutnya mengejek ketika Kim Niocu memasuki ruangan itu. Ruangan ini adalah ruangan siksaan. Ada berbagai macam alat penyiksa di sudut yang lain dalam ruangan, itu. Ada cambuk baja, ada pisau-pisau tajam, ada gergaji, bahkan ada tombak pendek yang ujungnya dibakar dalam bara api. Ada pula sebatang cambuk dari kulit berwarna hitam yang panjangnya ada dua meter. Kim Niocu menghampiri tempat menyimpan alat penyiksa ini dan mengambil sebatang cambuk dari kulit itu. Sambil tersenyum ia menimang-nimang cambuk itu dan melangkah perlahan menghampiri Sin Cu yang memandangnya dengan sepasang mata penuh ejekan.
?Wong Sin Cu, apakah engkau masih keras kepala dan tidak mau memenuhi permintaanku?? tanya wanita itu lirih, namun suaranya mengandung ancaman.
?Kim Niocu, biar engkau siksa aku sampai matipun aku tidak akan memenuhi keinginanmu. Kalau engkau menyiksa dan membunuhku, hal iu hanya akan membuktikan bahwa engkau seorang pengecut yang menggunakan cara curang untuk menjebakku. Bunuhlah, hendak kulihat bagaimana seorang pengecut licik membunuh seorang gagah yang tidak takut mati!? Ucapan Sin Cu ini bagaikan minyak disiramkan kepada api kemarahan Kim Niocu sehingga semakin berkobar. Wajah gadis itu menjadi pucat lalu menjadi merah kembali, tubuhnya gemetar dan dengan gerakan cepat ia sudah menggerakkan cambuk kulit itu ke atas, Cambuk menyambar ke bawah dengan ledakan keras.
?Darrr brett...!? Baju bagian dada yang dilecut cambuk itu robek dan kulit yang tidak dilindungi sinkang itupun pecah mengeluarkan darah. Sin Cu merasakan sengatan cambuk itu yang mendatangkan rasa pedih dan panas, nyerinya sampai menusuk jantung. Akan tetapi dia menggerakkan giginya dan membiarkan perasaannya lebur menjadi satu dengan rasa sakit itu. Inilah yang diajarkan Bu Beng Siauwjin kepadanya. Dia harus pandai melebur seluruh hati akal pikirannya dengan apa saja yang menimpa dirinya.
Dengan demikian, Dia sama sekali tidak melakukan perlawanan atau penolakan, tidak terjadi pertentangan, bagaikan permukaan air yang dalam dan tenang. Air yang tenang dan dalam akan menerima apa saja yang menimpanya, menenggelamkan segala sesuatu dan yang berakibat hanyalah permukaannya yang sedikit bergerak membuat lingkaran yang makin lama semakin menipis lalu lenyap tanpa bekas. Dengan demikian, perasaan jasmaninya tidaklah terlalu menderita karena penderitaan itu timbul kalau terjadi penolakan atau perlawanan terhadap apa yang menimpa raga. Kim Niocu menjadi semakin penasaran. Pecut kulit itu meledak-ledak, menari-nari dan mencambuki tubuh Sin Cu sehingga pakaian pemuda itu terobek-robek berikut kulitnya yang sudah penuh dengan bilur merah berdarah, demikian pula mukanya yang terkena lecutan.
Akan tetapi sedikitpun tidak pernah terdengar rintihan dari mulut pemuda itu, dan pandang matanya tetap tenang mengejeknya. Sementara itu, tak jauh dari situ, Bhong Lam dan Ouw Yang Hui berjongkok dan bersembunyi, mengintai semua kejadian dalam ruangan siksaan itu dari lubang-lubang jeruji besi ruangan itu. Ouw Yang Hui melihat semua yang terjadi dan wajahnya menjadi pucat sekali, tubuhnya gemetar dan air mata bercucuran dari sepasang matanya, mengalir di atas sepasang pipinya yang pucat. Bibirnya bergerak-gerak dan seperti orang menjerit setiap kali cambuk meledak dan merobek baju dan kulit tubuh Sin Cu. Akan tetapi tidak ada suara keluar dari mulutnya karena ia telah tertotok oleh Bhong Lam, totokan pada urat gagunya yang membuat ia tidak mampu nengeluarkan suara. la menangis tanpa suara melihat kekasih atau tunangannya itu disiksa seperti itu!
Biarpun ia menangis tanpa suara, namun dari guncangan-guncangan pada kedua pundaknya menunjukkan bahwa gadis ini merintih-rintih dan menangis mengguguk! Setiap kali cambuk itu meledak dan melecut tubuh Sin Cu, Ouw Yang Hui merasa seolah kulit tubuhnya yang terkoyak dan ia yang merasa pedih, panas dan nyeri. Karena dibakar emosi dan juga mengerahkan banyak tenaga kasar, Kim Niocu terengah-engah dan menghentikan cambukannya. la mengamati tubuh Sin Cu yang telah bermandi darah itu. Akan tetapi sepasang mata itu masih memandang kepadanya dengan sinar mata mengejek dan merendahkan. Tadinya, melihat tubuh itu mandi darah, timbul rasa iba dan sayang yang membuat perasaan hati Kim Niocu menjadi lemas. Akan tetapi ketika bertemu dengan pandang mata itu, ia menjadi marah lagi dan ia teringat akan sesuatu,
?Keparat bandel! Aku akan membunuh Ouw Yang Hui, tunanganmu itu kalau engkau tetap keras kepala dan tidak menurut!? Dengan ucapan ini Kim Niocu sebetulnya membuka rahasia hatinya bahwa ia masih merasa sayang untuk membunuh pemuda itu dan masih mengharapkan pemuda itu mau menjadi suaminya. Sejenak Sin Cu tertegun. Seperti kilat terbayang dalam benaknya betapa wanita yang dikasihinya, calon isterinya, Ouw Yang Hui akan dIbunuh, mungkin disiksa lebih dulu, oleh wanita yang telah menjadi iblis betina ini. Rasa iba, ngeri, khawatir memenuhi perasaan hatinya. Akan tetapi lalu muncul bayangan lain. Dia menjadi suami Kim Niocu yang kejam ini, dan hampir dapat dipastikan bahwa Ouw Yang Hui biarpun tidak dIbunuh, tentu tidak akan bernasib baik dalam tangan orang orang Pek-Lian-Kauw.
?S?sukamu, Kim Niocu. Kalau Ouw Yang Hui tewas karena aku, maka aku akan semakin menghargai dan mencintanya dan kami kelak akan bersatu di alam baka. Akan tetapi sebaliknya kalau engkau membunuhnya, aku akan menjadi semakin benci kepadamu dan mengutukmu sebagai iblis betina yang kelak tentu akan menerima hukuman yang lebih mengerikan daripada kematian kami berdua. Nah, bunuhlah aku dan Hui-moi, aku tetap tidak sudi menuruti keinginanmu!? Hampir saja Kim Niocu menjerit-jerit saking marahnya. la sampai tidak dapat mengeluarkan suara untuk menyalurkan nafsu kemarahannya. la lari ke sudut, menyambar tombak pendek yang ujungnya sudah membara kemerahan dan ia menghampiri Sin Cu, menjulurkan tombak membara ke arah muka Sin Cu!
?Akan kubakar sampai buta kedua matamu!? la sudah mendekatkan ujung tombak membara itu ke mata Sin Cu Melihat ini, Ouw Yang Hui hampir tidak kuat menahan kengerian hatinya. la menjatuhkan dirinya menelungkup sambil meraung-raung tanpa suara! Akan tetapi Bhong-Kongcu yang memang sengaja ingin agar gadis itu menyaksikan semua penyiksaan atas diri Sin Cu, mengangkat dan menarik pundaknya sehingga Ouw Yang Hui terpaksa melihat lagi. Tiba-tiba Kim Niocu menarik kembali tombak membara itu.
?Tidak! Terlalu enak bagimu kalau kulakukan sekarang karena matamu tidak akan melihat lagi kalau aku menyiksa Ouw Yang Hui. Besok siang engkau harus memberi keputusan terakhir. kalau engkau masih juga menolak, aku akan menyuruh orang-orangku untuk memperkosa tunanganmu itu di depan matamu. Ada belasan orang laki-laki di sini dan mereka semua akan kebagian! Baru setelah itu, aku akan membutakan kedua matamu, membunuh tunanganmu lalu membunuhmu!? Setelah berkata demikian, Kim Niocu melemparkan tombak itu ke atas lantai lalu dengan gerakan marah ia meninggalkan ruangan itu dan pergi. Kini muncul lagi anak buah Pek-Lian-Kauw yang bertugas menjaga kamar tahanan merangkap kamar penyiksaan itu. Mereka berjumlah lima orang dan mereka segera menutupkan kembali pintu ruangan itu dan menguncinya dari luar.
Ouw Yang Hui masih terisak-isak ketika dia digandeng pergi oleh Bhong Lam yang membawanya ke ruangan, di luar kamar besar yang ditempati Ouw Yang Hui bersama enam orang gadis tawanan yang lain. Karena memang Bhong Lam yang diserahi tugas mengawasi para gadis tawanan ini, maka dia dapat dengan leluasa membawa Ouw Yang Hui keluar untuk mengintai dan menyaksikan penyiksaan atas diri Sin Cu tadi. Setelah tiba di situ, Bhong Lam membebaskan totokan atas diri Ouw Yang Hui. Tadi dia terpaksa menotoknya agar gadis itu tidak mengeluarkan suara karena mungkin saja Kim Niocu akan marah kalau melihat dia membawa Ouw Yang Hui mengintai dan menyaksikan penyiksaan itu. Setelah terbebas dari totokan, Ouw Yang Hui menangis dan suara sesenggukan terdengar memelas. la mengeluh dan merintih, menyebut nama kekasihnya lirih.
?Cu Koko... Cu Koko...!? ?Engkau sudah melihat sendiri, nona. Wong Sin Cu disiksa dan besok pasti dia akan disuruh melihat engkau diperkosa banyak orang dan kemudian sepasang matanya akan dibakar...!?
?Tidak... Ah, jangan Bhong-Kongcu, aku mohon kepadamu, demi Tuhan demi perikemanusiaan tolonglah... Kongcu, tolong bebaskan Cu-Koko... huuu... huu... huu...?
?Nona Ouw Yang Hui, engkau amat mencinta Wong Sin Cu?? Dengan sepasang mata basah gadis itu memandang wajah Bhong Lam dan ia mengangguk-angguk.
?Dan engkau siap mengorbankan apa saja, melakukan apa saja asal dia dapat dibebaskan??
?Ya ya aku mau melakukan apa saja, bahkan aku siap mengorbankan nyawaku untuk Cu-Koko?! Tolonglah, bebaskan dia, Kongcu. Aku mohon padamu, aku menyembahmu...?
?Akan tetapi engkau sendiri terancam bahaya mengerikan dari pada maut. Bagaimana kalau engkau saja yang kuselamatkan dan kuajak pergi dari sini agar engkau terhindar dari bahaya yang lebih mengerikan seperti yang diancamkan Kim Niocu tad??? Ouw Yang Hui menggeleng kepalanya.
?Apa artinya aku bebas dan hidup kalau Cu-Ko mati? Kongcu, dia segala-galanya bagiku. Aku bahkan rela mati asal dia dapat tertolong...?
?Nona, pekerjaan ini memang amat berbahaya, salah-salah nyawaku sendiri terancam bahaya maut. Akan tetapi aku rela mengorbankan nyawaku untuk menolongmu, aku... aku sungguh mencintamu nona...?
?Tidak, Kongcu. Kumohon kepadamu tolong bebaskan Cu-Koko dan selama hidupku aku tidak akan melupakan pertolonganmu ini, aku akan berterima kasih sekali kepadamu.? Ouw Yang Hui memohon, hatinya tidak kuat lagi membayangkan keadaan kekasihnya yang tersiksa dan terancam maut yang mengerikan itu.
?Nona, kalau aku menolong Sin Cu berarti aku mempertaruhkan nyawaku karena kalau Kim Niocu mengetahui, pasti ia tidak akan mengampuni aku. Aku mau melakukan itu dengan taruhan nyawa, akan tetapi aku minta imbalan.? Ouw Yang Hui memandangnya dengan mata penuh harapan.
?Imbalan? Apa... apa yang kau maksudkan, Kongcu? Aku mau memberikan apa saja yang kumiliki asal engkau dapat membebaskan Cu-Koko...?
?Aku mau menolong kalian, membebaskan Sin Cu dan juga engkau, akan tetapi engkau harus mau membalas cintaku, mau melayaniku dan menjadi isteriku.?
?Ahh...!? Mata Ouw Yang Hui terbelalak, mata yang merah itu masih basah air mata.
?Adik Ouw Yang Hui, pekerjaan ini taruhannya nyawaku. Bagiku ada dua kemungkinan, kalau gagal aku mati, kalau berhasil aku hidup berbahagia di sampingmu. Aku mau mempertaruhkan nyawaku untuk dapat hidup sebagai suami-isteri denganmu.?
?Tapi.. tapi...? Hati Ouw Yang Hui menjadi kacau dan bingung tidak menentu.
?Hui-moi (adik Hui), sekarang tinggal terserah kepadamu. Engkau tinggal memilih. Melihat Sin Cu disiksa sampai mati dan engkau sendiri diperkosa banyak laki-laki buas kemudian dIbunuh, atau melihat Sin Cu selamat dan engkau menjadi isteriku dan kita hidup berbahagia.?
?Aku... aku... aku tidak perduli akan keadaan diriku sendiri... yang terpenting bagiku, Cu Koko harus dapat diselamatkan?
?Jadi, engkau mau menjadi isteriku kalau aku menyelamatkan dan membebaskan Sin Cu?? tanya Bhong Lam dengan girang sekali dan dia merangkul gadis itu. Akan tetapi Ouw Yang Hui mengelak dengan langkah ajaibnya dan berkata,
?Bhong-Kongcu, selamatkan Cu-Koko dulu baru aku akan memenuhi semua kehendakmu.? Bhong Lam menatap tajam wajah gadis itu.
?Hui-moi, bersumpahlah dulu bahwa engkau mau melayaniku dan menjadi isteriku kalau aku sudah menyelamatkan Sin Cu.? Ouw Yang Hui menelan ludah menenteramkan hatinya yang terguncang dan tertekan.
?Aku bersumpah, kalau engkau dapat menolong dan menyelamatkan Sin Cu, aku akan menuruti semua kehendakmu.?
?Bagus, demi cintaku kepadamu, Hui-moi, aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk membebaskan Sin Cu. Mari ikut denganku dan taati semua petunjukku.?
?Malam ini juga kita harus dapat melaksanakan rencana kita, karena besok sudah akan terlambat. Mari...? Ouw Yang Hui menurut saja ketika ia digandeng Bhong Lam menyelinap dan memasuki taman yang berada di belakang bangunan itu.
Bhong Lam memasuki lorong yang menuju ke ruang tahanan bawah tanah. Dia membawa pedang terhunus di tangan kanannya dan sikapnya seperti orang tegang. Lima orang anggauta Pek-Lian-Kauw yang berjaga di depan kamar tahanan itu segera berdiri menyambut dengan sikap hormat karena pemuda itu adalah putera ketua cabang yang berarti memiliki kedudukan yang cukup tinggi.
?Kalian berlima harus siap. Kim Niocu mengutus aku untuk menggantikan kalian menjaga tawanan yang sudah hampir mampus itu. Kalian harus memperkuat penjagaan di luar gedung karena dikhawatirkan ada teman-teman tawanan itu menyerbu untuk membebaskan tawanan. Aku sudah menerima tugas untuk membunuh saja tawanan itu kalau ada teman-temannya yang datang menyerbu. Cepat kalian keluar dan tinggalkan kunci pintu kamar tahanan ini kepadaku!? Lima orang anggauta Pek-Lian-Kauw itu tentu saja percaya sepenuhnya kepada Bhong Lam yang merupakan orang penting dalam perkumpulan mereka. Apa lagi mereka juga melihat bahwa pemuda itu datang bersama Kim Niocu dan mendapat kepercayaan penuh oleh puteri ketua umum itu untuk bertanggung jawab atas para tahanan wanita.
Pemegang kunci ruangan tahanan segera menyerahkan kunci itu kepadanya dan mereka bergegas keluar dari situ. Setelah memeriksa keadaan dan melihat bahwa di situ tidak terdapat orang lain, Bhong Lam lalu membuka pintu kamar tahanan. Sin Cu yang masih terpentang dan seluruh tubuhnya penuh bilur berdarah itu memandang. Dia merasakan sekujur badannya pedih, akan tetapi hal ini tidak membuat dia pingsan karena semua itu hanyalah luka luar dan luka kulit saja. iapun bersikap tenang walaupun hatinya merasa heran sekali karena pemuda tampan berpakaian mewah itu menghampirinya dan menotok kedua pundaknya untuk membebaskan totokan istimewa yang merupakan ilmu totok yang khas dari Pek-Lian-Kauw. tubuhnya dapat bergerak kembali dan ketika pemuda itu membuka belenggu pada kaki tangannya, Sin Cu telah bebas!
?Sobat, terima kasih atas pertolonganmu. Akan tetapi siapakah engkau dan mengapa engkau membebaskan aku?? tanya Sin Cu.
?Husshhh..., jangan banyak bicara lagi. aku membebaskanmu dengan taruhan nyawa. Mari cepat ikut aku keluar melalui belakang rumah, lalu pergilah dari sini secepatnya karena kalau engkau tertawan lagi, aku tidak akan dapat menolongmu. Hayo ikut aku!? Bhong Lam berbisik. Sin Cu mengikutinya. Dengan berindap-indap mereka keluar dari bangunan itu menuju ke taman di belakang gedung. Bhong Lam yang sudah mengenal keadaan tempat itu lalu membawa Sin Cu ke sudut di belakang di mana terdapat sebuah pintu kecil yang tersembunyi di balik semak-semak.
?Nah, keluarlah dari sini dan tinggalkan bukit ini,? kata Bhong Lam. Akan tetapi Sin Cu tidak pergi dan memandang ragu. Malam itu bulan menyinarkan cahaya remang-remang. ?Akan tetapi, aku harus membebaskan Ouw Yang-Hui...?
?la sudah lebih dulu kubebaskan. la sudah jauh meninggalkan bukit ini. Cepatlah engkau pergi, mungkin engkau akan dapat menyusulnya. Cepat, kalau ketahuan, kita berdua akan celaka!? kata Bhong Lam yang mengerling ke arah kiri, di mana terdapat sebuah pondok kecil. Dia sudah mengatur sebelumnya sehingga pada saat Ouw Yang Hui berada di dalam pondok dan dapat melihat betapa dia telah membebaskan Sin Cu. Sin Cu mengangguk.
?Ah, besar sekali budimu kepadaku, sobat. Engkau telah membebaskan Ouw Yang Hui! Aku tidak akan melupakan budi ini. Beritahukanlah kepadaku siapa namamu yang mulia.?
?Sudahlah, aku tidak mengharapkan imbalan darimu, aku tidak ingin kau kenal. Pergilah!? kata Bhong Lam dengan ketus. Sin Cu memandang heran. Orang ini telah menolongnya, bahkan telah membebaskan Ouw Yang Hui pula, akan tetapi sikapnya sungguh ketus dan kasar kepadanya.
Akan tetapi dia ingat bahwa banyak pendekar kang-Ouw Yang berwatak aneh, maka dia hanya dapat mengangkat pundak dan segera menyelinap keluar dari taman itu dan menghilang di antara pohon-pohon. Dia ingin cepat turun dari bukit itu dan mengejar larinya Ouw Yang Hui. Akan tetapi dia harus berhati-hati jangan sampai terperangkap ke dalam jebakan. Dengan mengikuti jalan ketika mendaki bukit ini, dia dapat menuruni bukit dengan selamat, walaupun tidak dapat dia lakukan dengan cepat. Setelah Sin Cu pergi, Bhong Lam cepat menghampiri dan memasuki pondok kecil dan dia mendapatkan Ouw Yang Hui duduk di atas bangku sambil menutupi muka dengan kedua tangan dan menangis tanpa mengeluarkan suara. Bhong Lam menghampiri dan meletakkan tangan kirinya di atas pundak gadis itu, dengan sentuhan lembut.
?Hui-moi, tentu engkau sudah melihat dia keluar dari taman dalam keadaan bebas, bukan?? tanya pemuda itu. Ouw Yang Hui masih menangis, akan tetapi ia menggerakkan kepalanya menganguk membenarkan. Memang tadi ia disuruh menunggu dan melihat dari pondok itu oleh Bhong-Kongcu dan ia melihat Sin Cu keluar dari pintu di balik semak-semak itu. Jari-jari tangan di pundak gadis itu menekan perlahan.
?Dan engkau masih ingat akan janji dan sumpahmu kepadaku?? Ouw Yang Hui menghapus air matanya dan menguatkan hatinya yang terasa hancur. la telah kehilangan Sin Cu untuk selamanya karena terpaksa ia harus menyerahkan diri dan menjadi isteri Bhong Lam. Akan tetapi kehancuran hati itu terhIbur oleh keyakinan bahwa ia melakukan ini demi keselamatan pria yang dikasihinya itu. la mengorbankan dirinya demi keselamatan Wong Sin Cu. Dan ia rela. Ia menjadi tenang kembali dan dengan sikap dan suara tenang namun dingin Ia berkata lirih,
?Aku takkan mengingkari sumpahku, Kongcu dan sekarang terserah kepadamu.?
?Kita harus pergi dari sini sekarang juga. Kalau perbuatanku ini diketahui oieh Kim Niocu, kita berdua akan celaka dan aku tidak akan dapat hidup lebih lama lagi. Mari, Hui-moi, kita pergi dari sini. Cepat?
Ia menggandeng tangan Ouw Yang Hui. mereka berlari keluar dari pondok itu, terus keluar dari taman melalui pintu yang tadi dilewati Sin Cu. Bhong Lam mengambil jalan yang dilalui rombongan ketika mendaki bukit itu sehingga ia dapat menuruni bukit dengan aman. Ketika melihat betapa Ouw Yang hui kelelahan, dia lalu memondong tubuh gadis itu dan mempergunakan ilmu meringankan tubuh untuk berlari cepat menuruni bukit. Ouw Yang Hui hanya menurut saja. la sudah pasrah karena ia telah berjanji akan menuruti semua kehendak pemuda itu apabila Bhong-Kongcu dapat membebaskan Sin Cu. Pada keesokan harinya, setelah fajar menyingsing, Bhong Lam yang memondong Ouw Yang Hui telah berada jauh dari bukit itu. Dia membawa Ouw Yang Hui memasuki sebuah hutan lebat.
Dia sengaja mengambil jalan yang tidak mela?ui dusun sehingga jejaknya takkan dapat diikuti orang. Karena merasa lelah juga, setelah tiba di sebuah padang rumput di tepi hutan, dia berhenti. mereka duduk di atas rumput tebal. Bhong Lam memandang kepada Ouw Yang Hui yang menundukkan mukanya. gadis itu tampak cantik jelita sekali walaupun rambutnya awut-awutan dan pakaiannya lusuh. Timbul kekhawatiran dalam hati Bhong Lam. Dia khawatir kalau-kalau gadis yang amat dicintanya itu akan terlepas darinya, kalau-kalau dia akan kehilangan Ouw Yang Hui. Karena itu, timbul keputusan dalam hatinya. Dia harus dapat memiliki gadis ini sekarang juga! Kalau ia sudah menjadi miliknya, maka ia tidak akan dapat terlepas lagi. Biarpun sudah siap untuk menghadapi segala yang akan terjadi dengan dirinya, tubuh Ouw Yang Hui menggigil ketika kedua lengan pemuda itu merangkulnya.
Tiga Maha Besar 17 Pendekar Wanita Buta Serial Tujuh Manusia Harimau (7) Karya Motinggo Busye Pahlawan Dan Kaisar 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama