Racun Berantai Karya Huang Ying Bagian 3
telah menegur: "Siapa?" "Aku, Oh Hiang!" sahut gadis berbaju hijau itu.
Pintu gerbang segera terbuka, seorang kakek munculkan diri
seraya berseru: "Ternyata Oh piausu, silahkan masuk!"
? Oh piausu! Ternyata gadis berbaju hijau itu adalah seorang pengawal
barang wanita. Dalam wilayah Yang-ciu dan sekitarnya, memang hanya ada
seorang li?piausu, dia adalah Oh Hiang.
Seorang li?piausu yang malang melintang seorang diri.
Konon dia berasal dari perguruan walet terbang, sejak
berusia dua puluh tahun sudah mulai mengawal barang
mengarungi dunia persilatan.
Ini dikarenakan ayahnya membuka usaha perusahaan ekspedisi.
tags: journal Ketika dia belum mencapai usia dua puluh tahun, ayahnya
telah terbunuh ditangan musuh besarnya.
Mendapat kabar itu, dia segera menyusul pulang dan
membantai delapan belas orang anggota keluarga musuh
besarnya, lalu melanjutkan usaha yang dirintis ayahnya,
hingga kini sudah genap delapan tahun lamanya.
Selama delapan tahun, dia selalu bertindak seorang diri,
mengandalkan sebilah pedang dan seekor kuda, gadis ini
mengawal barang hingga ujung dunia, konon belum pernah
sekali pun mengalami kegagalan.
Tentu saja hal ini disebabkan ilmu pedang yang dimiliki
memang dapat diandalkan. Saat ini, difajar yang hening, mengapa dia mendatangi
bangunan rumah itu? Karena apa dia muncul disana?
Ketika pintu terbuka lebar, dibalik pintu gerbang merupakan
sebuah halaman luas. Sambil menuntun kudanya, Oh Hiang berjalan masuk ke dalam
bangunan. Kini pedangnya sudah tidak tergantung disisi pelana, tapi
sudah tersoren disisi kiri pinggangnya.
orang tua itu segera menyingkir ke samping memberi jalan,
katanya: "Hujin kami sudah menanti berapa saat di ruang utama."
"Kalau begitu aku segera pergi menjumpainya." Kata Oh Hiang
sambil melepaskan tali les kudanya.
Dia langsung berjalan menuju ke ruang utama.
Halaman didalam bangunan ini sangat kecil, ruang utama pun
tidak terlalu lebar, perabot yang ada disitu sederhana dan
sangat umum. Diruang tengah terdapat sebuah meja besar berkaki delapan
dengan berapa buah bangku.
Selewat meja besar itu adalah sebuah penyekat yang tinggi.
Didepan penyekat terdapat sebuah tempat duduk bersandar
kayu, seorang perempuan yang berusia pertengahan sedang
duduk di bangku itu sambil menghadap ke pintu serambi.
Cahaya lentera menyinari seluruh ruang utama, membuat
suasana disana terang benderang.
Api lentera berada ditengah penutup yang terbuat dari
sutera merah, ini membuat sinar api terlihat merah menyala.
Duduk dibawah Cahaya lentera seperti ini, paras muka
perempuan itu tampak amat putih dan pucat.
Bila bukan pengaruh cahaya lilin, apakah raut muka
perempuan itupun seputih kertas?
Da1am.kenyataan memang demikian.
Paras muka perempuan ini sesungguhnya memang pucat tanpa
rona merah, bahkan sedemikian putihnya hingga mirip
selembar kertas putih. Dia, tak lain adalah perempuan yang datang ke kedai arak
wanita cantik untuk membeli arak semalam, sepeninggal Kim
Boan?lo. Pintu gerbang terbuka lebar.
Dengan langkah gagah Oh Hiang berjalan masuk ke dalam
ruangan. Ketika ia masih berada di jalan setapak halaman luar,
sekulum senyuman telah menghiasi bibir perempuan pucat itu.
Kini senyuman yang menghiasi wajahnya semakin sumringah,
semakin cerah. Cahaya lentera yang berwarna merah mendatangkan kehangatan
yang luar biasa, betapa pun dingin dan bekunya senyuman
perempuan itu, namun senyuan tersebut berubah jadi begitu
hangat ditengah timpaan sinar lilin.
Sambil tertawa dia bangkit berdiri dan menyapa:
"Ooh, rupanya Oh piausu telah pulang, silahkan duduk!"
"Siu hujin tak usah sungkan sungkan." Jawab Oh Hiang cepat.
Dia sendiri terlebih tidak sungkan, langsung duduk di
bangku persis dihadapan perempuan itu.
Perempuan yang disebut Siu hujin itu ikut mengambil tempat
duduk, kemudian panggilnyaz
"Siau?kiok." Seorang dayang cilik, dengan membawa nampan berisi air teh
muncul dari balik tirai. Diatas nampan itu terletak sebuah cawan yang indah.
"Begini baru anak baik." Puji Siu hujin sambil manggut
manggut. Sementara berbicara, Siau?kiok telah berjalan ke hadapan Oh
Hiang dan berkata sambil memberi hormat:
"Oh piausu, silahkan minum teh."
"Baik." Sahut Oh Hiang, dia ambil cawan itu tapi segera
diletakkan kembali ke meja.
Sementara itu Siau?kiok telah mengundurkan diri.
Saat itulah Oh Hiang berkata lagi:
"Siu hujinmm." Belum sempat melanjutkan kata katanya, Siu hujin telah
menukas perkataannya seraya berseru:
"Oh piausu, silahkan minum teh lebih dulu, kemudian baru
bicara lebih lanjut."
"Aku bukan datang kemari untuk pertama kalinya, masa Siu
hujin tidak tahu akan watakku?"
"Dalam berapa kali kunjungan, rasanya Oh piausu tidak
pernah menghabiskan air teh yang dihidangkan, atau mungkin
kau tak suka minum teh?" kata Siu hujin setelah berpikir
sejenak. "Bukannya tak suka, hanya air teh memang kurang cocok
untukku." "Bagaimana kalau arak?"
"Bila air teh itu ditukar dengan secawan arak, mungkin
sejak tadi cawan itu sudah kosong." Sahut Oh Hiang sambil
tertawa. "Wah, kalau begitu niat baikku terhitung tidak sia sia."
"oya?u Siu hujin tidak menjelaskan lebih jauh, sambil mengalihkan
pembicaraan tanyanya: "Apakah barang itu sudah dihantar?"
"Aku saja sudah sampai disini, tentu saja barang itu sudah
kuhantar." Dari dalam sakunya dia mengeluarkan sepucuk surat, kemudian
lanjutnyaz "Inilah surat tanda terima dari cici mu, sama seperti dua
kali sebelumnya, diapun menitipkan sepucuk surat untukmu."
Siu Hujin menerimanya dengan segera.
Sampul surat disegel dengan lak merah, dia periksa sejenak
seutuhan segel itu kemudian baru merobeknya dan
mengeluarkan sepucuk surat dari dalam sampul itu.
Kertas surat itu penuh dengan tulisan, disudut sebelah kiri
terdapat dua buah cap berwarna merah.
Siu Hujin memeriksanya sekejap lalu meletakkan surat itu
keatas meja, ujarnya: "Surat darinya sudah kuterima."
"Kau terima kemarin?"
"Oh piausu, darimana kau bisa tahu?" tanya Siu Hujin
keheranan. "Soal itu mah tak sulit untuk diperhitungkan, sebetulnya
kemarin aku sudah balik ke kota Yang?ciu, tapi berhubung
ditengah jalan aku sempat menengok seorang teman, maka
kepulanganku terlambat sehari."
"Berartui kau sudah berencana akan menengok sahabatmu itu?"
Oh Hiang manggut?manggut.
"Maka dari itu aku beritahu hujin kalau pagi ini baru akan
kembali ke kota Yang?ciu."
Siu hujin menghela napas.
"Tak nyana perhitungan waktu mu begitu tepat?" katanya.
"sebelum ini, aku sudah bolak balik dua kali, aneh bila
perhitunganku meleset."
"Dengan perkataan lain, bila aku tidak menerima surat dan
pagi inipun tidak melihat kemunculanmu, berarti pasti sudah
terjadi sesuatu." "Betul sekali."
"Haaim. Tak heran kalau semua orang yang kenal dengan Oh
piausu selalu berkata bahwa Oh piausu adalah seorang yang
dapat dipercaya." "Bekerja dalam bidang usaha semacam ini, modal dasarnya
memang kepercayaan."
"Tentu saja memiliki ilmu silat yang tinggi termasuk salah
satu alasannya," sambung Siu Hujin, "bila tidak memiliki
kungfu yang tangguh seperti yang dimiliki Oh piausu,
memiliki kepercayaan pun tak ada gunanya."
"Siu Hujin terlalu memuji."
Mimik mukanya sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apa
pun, kata pujian semacam ini sudah terlalu sering dia
dengar, sudah jemu baginya.
"Rasanya aku memang tidak salah pilih orang." Kata Siu
Hujin lagi. Oh Hiang tertawa hambar. "Sepanjang perjalanan tentu sudah menjumpai banyak
masalah." Kata Siu Hujin lebih jauh.
"Sama seperti dua kali sebelumnya, sepanjang perjalanan
tidak terjadi sesuatu apa pun."
"Kalau begitu, tak ada gunanya aku menguatirkan
keselamatanmu." "Padahal mustika itu bisa dihantar sekaligus, tak perlu
harus dibagi jadi empat, selain bisa mengurangi kerepotanku
harus bolak balik, kau pun bisa menghemat banyak ongkos."
"Oh piausu, kau pun wanita, tentu tahu bukan akan tabiat
seorang perempuan." "Kau maksudkan dalam bidang apa?"
"Kebanyakan wanita tidak mudah percaya kepada orang lain,
khususnya dibidang keuangan dan harga."
"Berarti hujin termasuk wanita semacam ini?"
"Benar sekali."
"Maka kau bagi mustika itu menjadi empat bagian dan tidak
berani ambil resiko dengan menyerahkannya sekaligus
kepadaku?" Siu Hujin manggutemanggut.
"Masih ada satu hal lagi yang Oh piausu tidak ketahui."
Katanya. "Soal apa?" "orang tuaku sudah meninggal, suami ku sudah mati muda,
lagipula aku tak punya keturunan, satu satunya yang bisa
kuandalkan hanyalah mustika tersebut, bila mustika itu
sampai hilang, bagaimana aku bisa melanjutkan separuh
hidupku?" "Bukankah hujin masih mempunyai seorang cici?"
"Nasib yang menimpa cici ku itu sama tragis dan
mengenaskannya seperti aku."
"Masa dia pun sudah kehilangan suami dan tidak memiliki
keturunan?" "Betul sekali." Sahut Siu Hujin sedih.
Mendengar sampai disitu, tak tahan Oh Hiang menghela napas
panjang. "Tak heran kalau ditempat ini, selain kau hanya ada dua
orang dayang, rupanya begitu ceritanya."
Siu Hujin manggut?manggut, lanjutnyaz
"Karena itulah aku jadi punya ingatan untuk pindah ke
rumahnya sehingga kakak beradik bisa hidup bersama."
"Tak aneh jika hujin sangat menguatirkan keselamatan
mustika itu." "Maafkan kecurigaanku ini, harap Oh piausu tidak marah."
"Jangan anggap aku Oh Hiang berpikiran begitu picik dan
sempit." "Kalau begitu aku pun bisa berlega hati, kalau tidak
begitu, ke mana aku harus mencari pengawal barang yang bisa
menghantar mustika ku terakhirm."
"Dalam kota Yang-ciu toh bukan hanya ada aku seorang
piausu." "Tapi kepandaian silat merekamm."
"Masih ada banyak jago yang memiliki ilmu silat jauh diatas
kemampuanku." "Tapi setahuku, dalam kota Yang?ciu hanya ada Oh piausu
seorang sebagai piausu perempuan."
"Piausu laki atau piausu perempuan, semuanya sama sama
pengawal barang." "Tapi aku lebih mempercayai piausu wanita."
"oya?" "Karena bagaimana pun aku adalah seorang wanita, tentu saja
aku lebih percaya dengan wanita, bicara pun lebih leluasa."
"Kelompok ke empat mustika milikmu itu mau diberangkatkan
kapan?" tanya Oh Hiang kemudian sambil tertawa.
"Mungkin lima, enam hari lagi."
"Belum selesai dibungkus dan dirapikan?"
"sudah sejak awal terbungkus rapi."
"Lalu tunggu apa lagi?"
tags: journal Bab 5. Wanita cantik bernasib jelek.
"Kalau aku tidak ikut pergi, lantas harus tinggal di mana?"
kata Siu Hujin. II "Bangunan rumah inimm.?
"Sudah kujual, hanya saja pembeli baru akan melunasi pembayaran
rumah ini tiga, empat hari kemudian."
"Ooh, rupanya begitu."
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sesudah termenung dan berpikir sejenak, lanjutnya:
"Aku bekerja untuk hujin, sejak awal hingga sekarang paling
tidak sudah dua bulan lamanya, biarpun sudah dibicarakan sejak
awal kalau pengiriman dilakukan empat kali, tapi kalau bisa
cepat, alangkah baiknya bila dipercepat."
"Aku tahu, piaukiok yang dikelola Oh piausu sangat ramai order,
mau bekerja untukku, jelas kau telah memberi muka untuk
kami .... u." "Bukan begitu maksudnya." Tukas Oh Hiang sambil mengulapkan
tangannya. "Begini saja," Siu Hujin segera memotong, "dalam tiga hari aku
akan mempersiapkan diri, begitu pembeli menghantar uang rumah,
kita segera berangkat."
"Baik, aku tunggu kabar hujin di kantor piaukiok."
Dia segera bangkit berdiri siap beranjak pergi, mendadak
ujarnya lagi: "Ada satu hal, selama ini rasanya selalu mengganjal dalam
hati .... "" "Tak ada salahnya bila Oh piausu ingin utarakan keluar."
"Harap Siu Hujin jangan tersinggung, aku ingin tahu asal usul
dari kumpulan mustika itu."
Siu Hujin tertegun. "Jadi Oh piausu curiga barang berharga itu merupakan hasil
kejahatan?" dia balik bertanya.
"Ucapanmu terlalu serius. Aku hanya merasa heran, kalau orang
awam, rasanya mustahil bisa memiliki barang berharga sedemikian
banyaknya." "Aku mengerti." Siu Hujin manggut?manggut.
Setelah tertawa, sepatah kata demi sepatah kata terusnya:
"Almarhum suamiku adalah Siu Cu?ya."
"Haah? Siu Cu?ya, tauke pemilik pesanggrahan Gwat?hoa-hian?"
"Betul sekali dan hanya ada seorang Siu Cu?ya."
"Aku kenal dengan orang ini." Kata Oh Hiang.
"Benarkah?" "Aku pernah berapa kali mengawal barang berharga miliknya,
mungkin kejadian ini sudah berlangsung pada dua tahun
berselang." "Aaaim.. benar, sudah dua tahun." Siu Hujin menghela napas.
"Mungkin dia sudah mati hampir dua tahun bukan?" tanya Oh
Hiang. Siu Hujin mengangguk, membenarkan.
"Konon dia mati karena sakit." Kata Oh Hiang lagi.
"Memang begitulah kenyataannya."
"Tak lama setelah kematiannya, pesanggrahan Gwat?hoa?hian pun
ditutup." "Benar, tidak sampai dua bulan."
"Bukankah selama ini perdagangan di pesanggrahan Gwat-hoa?hian
bagus sekali?" "Sayang almarhum suamiku kelewat besar rasa curiganya terhadap
orang lain, bahkan jauh melebihi diriku, baik urusan besar
maupun urusan kecil, dia selalu melakukannya sendiri dan tak
pernah percaya dengan orang lain, begitu kematiannya, otomatis
perdagangan di pesanggrahan Gwat?hoa?hian pun tak bisa
dilangsungkan lebih jauh."
"Ehm, soal ini akupun pernah mendengar orang bercerita,
katanya bahkan terhadap saudara sendiripun dia tidak percaya?"
"Almarhum suamiku anak tunggal, tak punya saudara kandung."
Oh Hiang manggut manggut.
"orang yang tak punya saudara, biasanya watak orang itu antik,
aneh dan suka menyendiri."
Setelah berhenti sejenak, kembali tanyanya:
"Berarti seluruh harta peninggalannya menjadi warisan hujin
seorang?" Siu Hujin mengangguk, membenarkan.
"Tak heran kalau hujin memiliki barang berharga yang begitu
banyak." Kata Oh Hiang.
"Oh piausu, bila kau masih meragukan identitasku, aku bisa
menunjukkan bukti yang jelas .... n."
"Dengan perkataan hujin ini, aku rasa sudah lebih dari cukup."
Setelah tertawa, tambahnya:
"sesungguhnya aku tak berhak untuk menanyakan persoalan ini,
hanya saja, aku ini termasuk orang yang besar rasa ingin
tahunyamm." "Bila tidak jelas dalam suatu masalah, memang ada baiknya bila
ditanyakan sampai jelas," potong Siu Hujin, "kalau tidak, bila
sampai terjadi salah paham, urusan jadi semakin susah untuk
diselesaikan." "Aku pun berpendapat begitu."
"Oh piausu, bila masih ada hal lain yang kurang jelas, silahkan
saja ditanyakan." "Sudah tak ada lagi."
Setelah bangkit berdiri, dia baru berkata lagi:
"Begitu hujin sudah putuskan akan berangkat kapan, tolong kirim
orang untuk memberitahukan hal tersebut kepadaku."
Siu Hujin mengangguk. "Sudah tak ada urusan lain, aku mohon diri lebih dulu." Seru Oh
Hiang. "Oh piausu, tunggu sebentar." Buru buru Siu Hujin berseru.
"Masih ada urusan lain?"
"Ada sesuatu barang belu sempat kuberikan kepadamu."
"Semua ongkos dan beaya pengeluaran dalam perjalanan kali ini
sudah hujin bayar lunas."
"Bukan, aku hanya ingin memberi sebuah hadiah untukmu."
"Hujin tak perlu sungkan."
"Hanya sebuah hadiah kecil, tolong Oh piausu terima."
Lalu perempuan itu berpaling sambil berseru:
"Siau-kiok!" Dengan cepat Siau?kiok muncul sambil menyodorkan sebuah kotak.
Oh Hiang tidak langsung menerima kotak tersebut, tanyanya:
"sebetulnya barang apa ini?"
"Tak lebih hanya sebotol arak."
"sebotol arak?" Oh Hiang tertegun.
Siu Hujin tertawa. "Ketika melihat berapa kali kedatanganmu sama sekali tak
menyentuh air teh, aku lantas menduga kalau kau pasti tak suka
minum teh. orang yang tak senang minum teh, kebanyakan senang
minum arak, maka aku pun memberi sebotol arak untukmu."
Baru saja Oh Hiang hendak mengatakan sesuatu, kembali Siu Hujin
menukas: "Jelas sebotol arak kelewat sedikit, tapi ditempatku sini tak
ada orang lain yang suka minum arak, bila dugaanku salah,
lantas bagaimana dengan nasib arak arak itu? Karenanya aku
tidak membeli banyak. Oh piausu, harap jangan menganggap aku
kelewat pelit." "Hujin tak usah berkata begitu, Oh Hiang bukan manusia macam
begitu." "Kalau memang demikian, kenapa Oh piausu belum mau menerima
kotak itu?" "Baik, daripada membantah, lebih baik menurut saja, aku tidak
sungkan sungkan lagi."
Dia terima kotak arak itu dari tangan Siau?kiok, kemudian
katanya lagi: "Hanya saja arak pun terdiri dari banyak jenismm"
"Tapi jenis arak ini pasti Oh piausu suka." Tukas Siu Hujin
"Arak semacam ini memang sudah sepantasnya diminum.manusia
semacam Oh piausu." "Aku termasuk manusia macam.apa?" tanpa terasa Oh Hiang
bertaya. "Wanita cantik."
Mendengar itu, Oh Hiang tertegun.
Sambil tertawa kembali Siu Hujin melanjutkanz
"Arak yang ada didalam kotak itu, sesungguhnya adalah sebotol
arak wanita cantik."
"Arak wanita cantik dari kedai wanita cantik?"
"Benar." Setelah tertawa, Siu Hujin menambahkan, "bukankah arak
wanita cantik memang paling cocok dinikmati oleh wanita
cantik!" "Hahaha, masa perempuan seperti aku pun terhitung wanita
cantik." Seru Oh Hiang sambil tertawa geli.
"siapa yang berani mengatakan bukan."
"Diantara orang yang kukenal, justru ada seorang yang
mengatakan begitu." Walaupun masih tertawa, namun tertawanya tampak begitu pedih
dan pilu. "Sudah pasti orang itu buta matanya."
"Bidikan busurnya bisa menembusi sasaran yang berada pada
ratusan langkah secara tepat, menurut kau, apakah manusia
semacam ini termasuk orang buta?"
"Waah, kalau itu mah aku jadi kurang jelas."
"Padahal tidak sulit untuk memahaminya." Kata Oh Hiang, lalu
setelah menghela napas sedih, terusnya, "sebab didalam
pandangannya, aku masih tidak cukup cantik."
Siu Hujin tidak menjawab, ia terbungkam.
Kembali Oh Hiang berkata:
"Semua yang kukatakan adalah kenyataan, dalam pandangannya, aku
memang tak bisa menandingi kecantikan perempuan pujaan
hatinya." Siu Hujin tetap membungkam, tidak menanggapi.
Tiba tiba Oh Hiang tertawa lagi. katanya:
"Untung saja dia tidak berada disini, kalau tidak, setelah
mendengar perkataan hujin tadi, mungkin dia akan memegangi
perutnya sambil tertawa terpingkal, arak dalam botol inipun tak
mungkin bisa kuminum lagi."
"Sekarangmm." "Sekarang? Tentu saja harus kuminum."
Siu Hujin menghela napas.
"Aaai, sebetulnya aku berniat membuat Oh piausu merasa senang,
tak disangka gara gara sebotol arak wanita cantik, aku malah
membuat piausu murung dan tak suka hati, betul betul minta
maaf." "Hujin tak usah berkata begitu, saat ini aku sedang gembira
sekali, siapa bilang hatiku murung."
"Benarkah?" berseri kembali wajah Siu Hujin.
tags: journal "Sesungguhnya aku senang sekali minum arak wanita cantik
seperti ini, hanya masalahnya jarang jarang saja meminumnya."
Setelah tertawa, tambahnya:
"Sebab, walaupun jenis arak ini bagus, harganya kelewat mahal."
"Tidak mahal, kalau tahu Oh piausu suka minum arak semacam ini,
seharusnya aku beli berapa botol lebih banyak."
"Satu botol saja sudah luar biasa, mana berani kuterima berapa
botol." Kemudian Setelah mengucapkan terima kasih, dia beranjak pergi
dari situ. Kali ini Siu Hujin tidak menghalanginya lagi, dia pun tidak
bangkit berdiri untuk menghantar tamunya.
Oh Hiang sendiripun tidak berpaling.
Dia berjalan terus hingga keluar dari halaman rumah.
Pembantu tua itu buru buru menuntunkan kuda tunggangannya.
Setelah menerima tali les kuda, ia tuntun kudanya hingga diluar
pintu gerbang. Sang pelayan menghantarnya hingga keluar pintu.
Setelah mengucapkan selamat tinggal, Oh Hiang baru melompat
naik keatas kudanya. Diiringi suara ringkikan kuda, derap kaki yang ramai pun segera
berkumandang, dalam waktu singkat suara itu sudah makin
menjauh. Semua kejadian itu dapat didengar Siu Hujin dengan jelas.
Senyuman ramah yang semula menghiasi bibirnya, seketika hilang
lenyap tak berbekas. Dalam pada itu suara derap kaki kuda telah lenyap dari
pendengaran. Saat itulah Siu Hujin bangkit berdiri sambil bergumam:
"Aku kuatir kau tidak meneguk arak wanita cantik itu."
Semalam, ketika membeli arak wanita cantik di kedai wanita
cantik, dia pernah berkata ingin membunuh seseorang, karena itu
ia butuh sebotol arak wanita cantik.
Kalau perkataan tersebut bukan ucapan selagi mendongkol, bila
ancamannya merupakan kenyataan, mungkinkah orang yang akan
dibunuhnya adalah Oh Hiang?
Mengapa dia ingin membunuh Oh Hiang?
Arak wanita cantik bukan termasuk arak beracun, mengapa diapun
menggunakan arak tersebut untuk membunuh orang?
Apakah dia telah mencampurkan racun ke dalam arak tersebut?
Mungkinkah racun yang dipergunakan adalah racun darah dari
kelabang api? Sekalipun racun yang dipergunakan berbeda, namun kenapa
peristiwa ini mirip sekali dengan rancangan keji Khm Boan?lo
untuk membunuh Sui Kwan-im dengan arak wanita cantik?
Mungkinkah diantara dua peristiwa ini terjalin benang merah
yang sama? Akhirnya hujan berhenti juga, tapi langit belum cerah, belum
terang benderang. Apalagi kedai wanita cantik, bangunan indah itu seolah
terselubung oleh kabut kedukaan yang kental..
Sewaktu Sik Jiu tiba di bilik kedai wanita cantik, darah kental
sudah tidak mengucur lagi dari ke tujuh lubang indera Sui
Kwan?im. Kini cairan darah diseluruh tubuhnya telah membeku, wajahnya
lantaran terjadi pembengkakan hebat telah berubah bentuk, namun
masih bisa dikenali raut muka siapakah itu.
Sik Jiu nyaris tidak percaya dengan pandangan mata sendiri, dia
sempat curiga kalau matanya sedang ada masalah.
Dia betul betul sulit percaya kalau orang yang terkapar tewas
karena keracunan itu tak lain adalah Sui Kwan?im.
Sebab sebelum peristiwa ini, Sui Kwan?im.yang dijupai adalah
wanita tercantik diantara kawanan wanita cantik lainnya, tapi
Sui Kwan?im yang terkapar dilantai saat ini berwajah begitu
menakutkan, sedemikian seramnya hingga wajah setan bengis yang
keluar dari neraka pun belum tentu memiliki wajah sejelek
dirinya sekarang. Akan tetapi mau tak mau dia harus mempercayainya.
Petugas yang ikut datang bersamanya selain Lim Hiong dan Pak
Piau serta dua puluh empat orang opas, masih ada lagi dua orang
petugas otopsi. Kedua orang petugas ini sangat ahli didalam.menjalankan otopsi,
membelah mayat untuk dicari tahu penyebab kematiannya.
Usia mereka berdua sudah mendekati enam puluh tahun, paling
tidak sudah memiliki tiga puluh tahun pengalaman dibidang
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tersebut. Tapi tahun belakangan, mereka sudah jarang sekali turun tangan
sendiri, ini disebabkan mereka telah menerima berapa orang
murid. Murid murid yang mereka terima hampir semuanya berpengalaman,
karena itu belakangan tugas mengotopsi jenasah korban sudah tak
perlu merepotkan mereka berdua lagi.
Tak heran kalau mereka jadi tak suka hati ketika Sik Jiu
perintahkan mereka berdua untuk ikut serta dalam penyelidikan
kali ini. Akan tetapi setelah mereka saksikan kondisi jenasah Sui
Kwan-im, mau tak mau mereka harus merasa kagum akan kejelian
mata Sik Jiu. Tentu saja mereka tidak tahu kalau hal ini bukan lantaran Sik
Jiu bermata jeli, sejak awal dia sudah meminta mereka untuk
hadir, tak lain dikarenakan selama ini dia selalu menganggap
Sui Kwan-im sebagai sahabat karibnya.
Bagi seseorang yang memiliki sahabat karib, tak heran bila dia
sangat memperhatikan urusan yang menyangkut sahabat karibnya.
bahkan rela jual tenaga demi dirinya.
Begitu otopsi dimulai, penyelidikan yang dia lakukan ikut
dimulai. Tentu saja sasaran pertama yang harus diperiksa adalah
Siau-sin. Siau?sin bukan sang pembunuh, dalam hal ini dia boleh merasa
yakin. Alasannya sederhana, pertama, Siau?sin memang tetangganya, dia
sudah mengetahui dengan jelas asal usul serta identitas nona
itu. Siau?sin seorang gadis ramah yang baik hati, dihari biasa
sangat jarang bertengkar dengan orang, berkelahi pun tak mampu,
mana mungkin bisa melakukan pembunuhan, apalagi yang dibunuh
adalah Sui Kwan-im. Kematian Sui Kwan-im sama sekali tidak memberikan kebaikan dan
keuntungan apapun, sebaliknya dia malah kehilangan pekerjaan.
Inilah alasan kedua. Alasan ke tiga, sewaktu Kim Boan?lo datang ke kedai wanita
cantik membeli arak, bukan hanya Siau?sin seorang yang hadir
disana. selain dia masih ada tiga orang gadis lainnya, mereka
semua ikut menyaksikan Kim.Boan?lo menulis kalimat diatas
selembar kertas wanita cantik.
Dari mulut ke tiga orang gadis yang diinterogasi, dia
membuktikan kalau kejadian ini nyata.
Dengan ke tiga alasan tersebut, sudah lebih dari cukup untuk
membuktikan kalau Siau?sin bersih, sama sekali tidak terlibat.
Akan tetapi dia tetap melakukan interogasi lagi terhadap
Siau?sin. Sebab orang yang paling banyak berhubungan dengan sang pembunuh
adalah Siau?sin, yang menyerahkan arak beracun dari sang
pembunuh ke tangan Sui Kwan?im juga Siau?sin, dia pula yang
menyaksikan dengan mata kepala sendiri Sui Kwan?im.keracun dan
mengerang kesakitan sebelum ajalnya.
Walaupun dia sudah menyingkirkan dugaan Siau?sin sebagai sang
pembunuh, namun tetap kuatir bila gadis ini kelewat ceroboh
hingga melupakan bagian bagian yang terpenting, dia takut gadis
itu lupa mengatakannya padahal kunci untuk membongkar kasus
pembunuhan ini justru berada disana.
Siau?sin sama sekali tidak menambahkan keterangan apa pun.
Sejak awal hingga sekarang, pengakuan yang dua kali dia berikan
pada hakekatnya sama persis.
Padahal apa yang ia ketahui sudah dibeberkan secara terperinci
ketika masih berada di kantor pengadilan tadi.
Lim Hiong maupun Pak Piau ikut mendengarkan pengakuan tersebut.
Maka Lim Hiong pun maju selangkah sambil berbisik:
"Boss, aku percaya gadis ini tak ada masalah."
"Siapa bilang dia bermasalah?" tegur Sik Jiu dengan mata
mendelik. "Aku lihat bos bertanya dan memeriksanya berulang kali,
kusangka .... no" "Kau sangka kenapa?" tukas Sik Jiu, "orang yang paling banyak
mengetahui kasus pembunuhan ini adalah dia, kalau tidak ditanya
hingga jelas, bagaimana mungkin bisa membongkar kasus ini
hingga tuntas." "Benar." Sahut Lim Hiong berulang kali sambil buru buru mundur
ke samping. Pak Piau segera menyambung:
"Bila dianalisa dari keterangan nona cilik ini, bisa
disimpulkan kalau sang pembunuh seharusnya adalah Kim Boan?lo."
"Bukan dia." Sik Jiu menggeleng.
"Boss, atas dasar apa kau begitu yakin?" tanya Pak Piau
keheranan. "Tahukah kau, bidang usaha apa yang digeluti Kim.Boan?lo selama
ini?" "Rumah perjudian."
"Tentunya kau pun tahu kalau dia adalah tauke dari gedung
Kuai?hoat?tong?" Pak Piau manggut?manggut.
Sik Jiu berbicara lebih jauh:
"Kuai?hoat?tong merupakan rumah perjudian dengan transaksi
paling bagus di kota ini, bisa memiliki rumah perjudian yang
begitu ramai sudah bukan pekerjaan gampang, apalagi bisa
membuat usahanya semakin berkembang, tak diragukan dia adalah
orang pintar. Buat seorang pintar macam dia, bila ingin
membunuh seseorang, sudah pasti Cara yang digunakan adalah Cara
yang paling sempurna."
"Tapi Cara pembunuhan yang dilakukan dalam kasus pembunuhan ini
terhitung sempurna." Kata Pak Piau.
Sik Jiu tertawa dingin. "Sebuah cara pembunuhan yang bisa disebut sempurna bila
memiliki dua syarat, pertama harus berhasil mencapai tujuan
dari pembunuhan itu."
"Bukankah tujuannya sudah tercapai?"
Sik Jiu tidak menanggapi, lanjutnya:
"Kedua, harus bisa membuat diri sendiri bebas merdeka tanpa
meninggalkan kecurigaan, atau dengan perkataan lain, dia harus
bisa menghindari kecurigaan orang terhadap dirinya. Bagaimana
dengan kasus pembunuhan ini? Jika sang pembunuh adalah Kim
Boan?lo, bukankah sama artinya sejak awal dia sudah mengakui
kalau dirinya lah sang pembunuh!"
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Pak Piau tidak bersuara, terbungkam.
Disisi lain Lim Hiong segera menimpali:
"Kemungkinan besar otaknya memang bermasalah."
"Mungkin saja, kalau tidak, bukankah peristiwa ini kelihatan
sangat aneh? Rencana untuk membunuh dan sang pembunuh pada
hakekatnya tidak serasi, perencanaan yang begitu sempurna
diimbangi tingkah laku sang pembunuh yang ceroboh dan gegabah,
karena itulah aku curiga kalau pembunuhnya adalah orang lain."
Pak Piau dan Lim Hiong menatap kearah komandannya tanpa bicara,
mereka menunggu ia melanjutkan perkataannya.
Begitu pula dengan Siau-sin.
Sik Jiu mengalihkan pandangan matanya ke wajah Siau-sin,
lanjutnya: "Kecurigaanku ini bukannya sama sekali tak ada alasan, biarpun
orang berbaju sutera itu mengakui dirinya adalah Thiatbin-bu-si Kim.Boan-lo, namun sejak awal hingga akhir tidak
pernah memperlihatkan wajah aslinya, sehingga apakah dia Kim
Boan-lo asli atau bukan, sesungguhnya tak seorang pun bisa
memastikan." "Aku pun tak bisa memastikan."
"Seandainya dia adalah Kim.Boan-lo asli, kalau toh sudah
memperkenalkan diri, kenapa dia masih menutupi wajah aslinya
dan enggan melepaskan topi anyaman bambunya dihadapan Siau-sin
sekalian? Ditinjau dari hal ini, sudah jelas dibalik peristiwa
ini pasti ada yang aneh."
Kembali semua orang mengangguk.
"Kalau dia bukan Kim Boan-lo, lalu siapa?" tanya Lim.Hiong
kemudian. "Sekarang, rasanya persoalan ini hanya dia seorang yang bisa
menjawab." "Dengan cara apa kita bisa menemukannya?"
Sik Jiu melotot sekejap kearahnya.
"Sekarang kita baru saja mulai melakukan penyelidikan atas
kejadian ini." Katanya.
Kemudian setelah termenung sejenak, lanjutnya:
"Hingga sekarang, kita telah berhasil mengumpulkan cukup banyak
data dan bahan tentang dirinya."
"Data apa?" "Bagaimana kau ini? Sudah sekian tahun mengikuti aku, masa
hingga sekarang masih ceroboh dan bebal pikirannya? Asalkan kau
bersedia lebih seksama dan hati hati, seharusnya banyak
penemuan yang bisa didapatkan."
"Sifat hamba justru tak sanggup bersikap hati hati dan
seksama." Kata Lim Hiong sambil tertawa.
"Bagaimana dengan Pak Piau?" tanya Sik Jiu kemudian.
"Sudah pasti pembunuhnya adalah sahabat karib Sui Kwan-im."
Kata Pak Piau. Sik Jiu mengangguk. "Kalau bukan sahabat karib Sui Kwan-im, tak mungkin dia jadi
ceroboh." Katanya, "yang lain?"
"Jika dia bukan sahabat karib Sui Kwan-im, darimana bisa tahu
kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya? Sudah pasti sang
pembunuh adalah tamu langganan yang sering berkunjung ke loteng
wanita cantik." "Ehm, kalau bukan tamu langganan yang sering berkunjung ke
kedai wanita cantik, tak mungkin semudah itu dia bisa
menyelinap ke halaman belakang kedai, ada yang lain?"
Pak Piau termenung sambil berpikir sejenak, kemudian ujarnya:
"Silahkan kau yang lanjut."
Ujar Sik Jiu kemudian setelah memandang anak buahnya sekejap:
"Kemungkinan besar sang pembunuh pun sahabat karib Kim Boan-lo,
kalau tidak, darimana dia bisa mengetahui kode rahasia ketukan
pintu sekali keras dua kali ringan yang hanya diketahui Kim
Boan-lo serta Sui Kwan-im?"
Pak Piau mengangguk berulang kali.
"Dengan data dan bahan ini, rasanya kita bisa memperkecil
lingkaran wilayah pengusutanmm.."
"Terlebih masih ada cincin kumala itu!" kata Sik Jiu.
Kali ini sorot matanya dialihkan ke wajah Siau-sin tanyanya:
"Apakah cincin kumala itu masih tersimpan ditanganmu?"
"Betul." Sahut Siau-sin.
"Bawa kemari." "Aku tidak membawanya, kalau tidak, sejak tadi telah
kukembalikan kepada Kim Boan-lo."
"Untung kau tidak membawanya, lalu cincin itu kau simpan
dimana?" "Didalam kamar tidurku."
"Apakah Kim.Boan-lo mengetahui?"
"Aku pernah menyinggung hal ini dihadapannya."
"Aduh, celaka!"
"Tapi dia tidak tahu dimana letak kamar tidurku."
"Paling baik jika dia tidak tahu."
"Sekalipun dia tahu dimana letak kamarku, belum tentu tahu
dimana aku menyimpan cincin kumala tersebut."
Sik Jiu manggut-manggut. Terdengar Siau-sin berkata lebih lanjut:
"Bila cincin kumala itu sampai rusak atau hilang, mustahil aku
bisa menggantinya dengan yang baru, oleh sebab itu aku
menyimpannya dengan sangat hati-hati, sangat rahasia."
"Sekarang segera kembali ke kamarmu, coba periksa apakah cincin
kumala itu masih ada, bila masih, cepat bawa kemari!"
"Baik!" sahut Siau-sin, buru buru dia mengundurkan diri dari
situ. "Pak Piau, kau temani Siau-sin." Perintah Sik Jiu lagi.
Pak Piau menerima perintah dan segera menyusul di belakang
Siau-sin. Cincin kumala itu masih berada didalam.kamar Siau-sin, sama
sekali tidak hilang. Setelah menyerahkan cincin kumala itu ke tangan Pak Piau,
Siau-sin baru menghembuskan napas lega.
Sebaliknya Pak Piau justru mulai tegang.
Sepasang perjalanan, dia pegang cincin kumala itu dengan kedua
belah tangan, dia benar benar kuatir kalau sampai bertindak
kurang hati hati hingga benda mustika itu terjatuh ke lantai
dan hancur berantakan. Sampai seusianya sekarang, belum pernah ia jumpai cincin kumala
yang begitu besar. Biarpun dia bukan pedagang barang berharga, namun dia sadar,
dirinya pun tak akan sanggup untuk mengganti benda itu bila
terjadi apa apa. Terlebih cincin kumala itu masih menyangkut satu kasus
pembunuhan. Sik Jiu sendiripun dengan sangat berhati-hati menerima cincin
kumala itu. Bagaimana pun pengetahuannya jauh lebih luas ketimbang anak
buahnya, sesudah memperhatikan benda mustika itu sekejap,
segera ujarnya: "Cincin kumala ini dibuat dari batu kumala hijau yang tembus
pandang, tak ternilai harganya."
"Menurut boss, bagaimana nilai dan harganya?" tanya Pak Piau.
"Aku bukan pedagang barang berharga, lagipula tak pernah tahu
nilai dari barang barang yang terbuat dari batu pualam, namun
aku merasa yakin akan satu hal, benda semacam ini termasuk
barang yang tak mungkin bisa kita beli."
"Kalau boss sendiripun tak sanggup membeli, terlebih kami yang
Cuma anak buah." Dengan tatapan mata tajam Sik Jiu memperhatikan cincin kumala
itu, lama sekali dia termenung, kemudian baru ujarnya:
"Sang pembunuh dengan sengaja meninggalkan cincin kumala itu,
lalu apa maksud dan tujuannya?"
Untuk memperlancar kerja petugas otopsi, Sik Jiu telah
perintahkan orang untuk memasang lampu.
Dibawah sinar lentera, cincin kumala itu segera membiaskan
gumpalan cahaya hijau yang luar biasa.
Sedemikian terangnya sampai raut wajah Sik Jiu pun terbias
hingga ikut berubah jadi hijau.
Lama kemudian ia baru meletakkan cincin kumala itu keatas meja,
ujarnya: "Aku percaya tak banyak cincin semacam ini beredar di
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masyarakat, jadi sebetulnya bukan pekerjaan yang susah untuk
melacak siapa pemilik sebenarnya benda itu."
Bicara sampai disitu, diapun berpaling kearah dua orang petugas
otopsi. Dalam pada itu kedua orang petugas otopsi telah menghentikan
kerjanya kemudian secara beruntun bangkit berdiri.
Mimik muka mereka berdua terlihat sangat aneh.
"Sudah selesai kalian otopsi?" tanya Sik Jiu kemudian.
Kedua orang petugas itu mengangguk.
"Apa hasil pemeriksaan kalian?" tanya Sik Jiu lagi.
"Penyebab kematian adalah keracunan." Petugas otopsi yang agak
tua menjawab. "Darah kental bercucuran dari tujuh lubang indera, muka sembab
hitam, tentu saja penyebab kematian adalah keracunan."
"Dibagian tubuh lain tidak ditemukan bekas luka apapun."
Rekannya menambahkan. "Yang lain?" "Racun dicampurkan didalam arak, kami telah periksa dengan
pasti menggunakan jarum perak, racun yang bersarang ditubuh Sui
Kwan-im berasal dari dalam arak yang diteguk."
"Racun apa?" "Tidak jelas." Sedang rekannya menambahkan:
"Selama hidup belum pernah kami jumpai racun yang begini
hebat." "Sesaat sebelu ajalnya tiba, Sui Kwan-im sempat berkata kalau
ia sudah terkena racun darah dari kelabang api, kalian pernah
mendengar racun tersebut?"
Dua orang petugas otopsi itu saling bertukar pandangan sekejap,
kemudian jawab hampir berbareng:
"Tidak." Sik Jiu tidak bertanya lagi, kepada Siau-sin katanya:
"Ketika Sui Kwan-im sadar kalau dirinya keracunan, bukankah dia
pernah suruh kau membuka ruang rahasia diujung pembaringannya?"
"Benar." "Apakah dia sempat menjelaskan karena apa?" desak Sik Jiu lagi.
"Tidak." "Dan kau tidak membantunya membuka kotak rahasia itu?"
"Aku tidak tahu dimana letak kotak rahasia tersebut."
"Jadi dia belu sempat menjelaskan?"
"Aku rasa dia ingin menjelaskan, tapi setelah mengulang kata
"di" sampai berapa kali, ia tak sanggup melanjutkan
keterangannya, waktu itu dia seakan sudah mulai gila, sama
sekali melupakan persoalan itu."
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Setelah kejadian, apakah kau sempat mencari tempat rahasia
itu?' tanya Sik Jiu lagi.
"Begitu melihat dia roboh terkapar dengan wajah hitam kebiruan,
darah kental meleleh dari tujuh lubang inderanya, aku jadi
ketakutan setengah mati, mana sempat mencari ruang rahasia itu
lagi." Sik Jiu segera menuding ke ujung pembaringan sambil memberi
perintah: "Geledah!" Lim Hiong dan Pak Piau segera melompat maju dan melakukan
penggeledahan. Benar saja, diujung pembaringan terdapat ruang rahasia,
semuanya berjumlah tiga buah.
Sebuah besar dan dua kecil.
Ruang rahasia yang besar berisikan satu tumpukan besar uang
kertas serta nota noda tagihan.
Dua yang kecil, satu berisi dua botol porselen dan yang satu
berisi dua botol kristal.
Kedua botol porselen itu isinya berupa bubuk obat berwarna
putih, terendus bau obat yang sangat kental.
Buru buru Sik Jiu memberi perintah kepada kedua orang petugas
otopsi itu: "Coba kalian periksa, sebenarnya bahan obat itu obat racun atau
benda lain?" Salah seorang petugas otopsi itu segera memperlihatkan sikap
keberatan, katanya: "Pengetahuanku tentang obat obatan tidak banyak, kuatir analisa
kami bakal salah." "Bagaimana dengan Tu tua?" tanya Sik Jiu.
"Tu tua memang seorang tabib, dia seharusnya mempunyai
pengetahuan yang cukup luas tentang obat obatan."
"Kalau begitu serahkan tugas ini kepada Tu tua."
Yang disebut Tu tua adalah petugas otopsi yang berusia agak
tua, dia segera menerima perintah, dari dalam botol porselen
itu masing masing dia tuang sebutir pil.
Kemudian dari sakunya dia mengeluarkan berapa macam.peralatan
untuk menubuk halus obat obatan itu, setelah diteliti dan
dianalisa berapa saat, akhirnya diapun memberikan sebuah
kesimpulan. "Obat obatan yang berada didalam kedua botol porsen itu adalah
obat penawar racun."
"Kau tidak salah penilaian?"
"Tidak, obat obatan semacam ini aman untuk dimakan."
Kembali dia menuang sebutir pil dari dalam botol porselen itu
lalu dimasukkan ke dalam mulut.
Sik Jiu berusaha mencegah namun terlambat, terpaksa dia hanya
bisa mengawasi anak buahnya dengan mata terbelalak.
Ternyata analisa Tu tua tidak salah, setelah menelan pil
tersebut, dia sama sekali tidak mengalami gejala apapun.
Sambil membesut keringat kata Sik Jiu:
"Coba kau periksa pula benda didalam botol kristal, coba
mencari tahu barang apakah itu?"
Tu tua mengambil salah satu botol kristal itu dan diamati
berapa saat. Botol itu berwarna putih bening dan tembus pandang, bisa
terlihat dengan jelas isi botol adalah cairan berwarna hijau.
Tu tua mendekatkan botol itu dibawah lentera, sesudah diamati
sejenak, katanya: "Kuduga bukan barang baik."
"Oya?? "Botol ini sudah dibuka berulang kali."
"Darimana kau bisa mengetahui hal ini?"
"Aslinya sekeliling penutup botol itu disegel dengan lilin,
tapi lilin itu jelas sudah diganti berapa kali."
Dia kuatir Sik Jiu tidak jelas, maka terangnya lebih lanjut:
"Lilin lama mempunyai warna yang berbeda dengan lilin baru,
sementara warna lilin diseputar penutup botol itu terdiri dari
berapa macam, ada yang lama, ada pula yang baru sekali, hal ini
membuktikan kalau belakangan pernah ada orang yang membuka
botol ini." Sik Jiu segera ikut meneliti dengan seksama, segera serunya:
"Aah, betul juga."
Maka Tu tua pun membersihkan lapisan lilin diseputar penutup
botol lalu membukanya. Seketika itu juga terendus bau harum yang tipis.
Bau harum itu aneh sekali, belum pernah dia mengendus bau
semacam ini. Terdorong rasa ingin tahu, diapun mendekati mulut botol dan
mengendusnya berulang kali.
Bau harum itu tetap tipis dan tawar, sama sekali tidak berubah
jadi kental dan tajam karena diendus dari jarak dekat.
Justru begitu dia mengendusnya, tiba tiba saja kepalanya jadi
pening, pandangan matanya kabur dan dunia seakan berputar
kencang. "Celaka!" jeritnya keras, cepat dia membuang muka sambil
menyambar salah satu botol porselen yang berada disisinya.
Kemudian dia menuang berapa butir pil berwarna putih dan
sebutir demi sebutir dimasukkan ke dalam mulut.
Sampai butir ke empat, rasa pusing yang luar biasa itu baru
menghilang. "Sungguh lihay!" sambil berpegangan tepi meja, serunya kaget.
"Apanya yang lihay?" tanya Sik Jiu sambil menatapnya dengan
mata melotot. "Racun dalam botol kristal itu."
"Jadi benar benar berisi racun?"
"Tak bakal salah."
Dia pun mengambil sebatang jarum perak kemudian ditusukkan ke
dalam botol kristal itu. Tatkala jarum perak itu menyentuh cairan hijau dalam botol,
seketika warna perak itu berubah menjadi hitam.
Hitam keunguan! Dengan hati tercekat pekik Tu tua:
"Racun yang sangat lihay!"
Dalam pada itu paras muka Sik Jiu telah berubah sangat hebat.
Apalagi ketika Tu tua mencabut keluar jarum itu dan
diperhatikan lebih jelas, paras mukanya seketika berubah jadi
pucat pias bagai mayat. "Sebetulnya apa yang kau temukan?" buru buru Sik Jiu bertanya.
"Kemungkinan besar racun yang berada dalam arak wanita cantik
adalah racun ini, sebab jenis racunnya sama seperti racun yang
ditemukan ditubuh Sui Kwan-im!" kata Tu Tua dengan nada
gemetar. "Apa?" kali ini paras muka Sik Jiu benar benar berubah sangat
hebat. Kembali Tu tua melakukan pemeriksaan dengan seksama, sementara
petugas lain ikut datang membantu.
Sampai kedua orang itu mendongakkan kembali kepalanya, baru
terlihat kalau air muka kedua orang itu telah berubah jadi
sangat tak sedap dipandang.
Menyaksikan perubahan mimik muka itu, sambil menatap Tu tua,
tanya Sik Jiu: "Sungguhkah apa yang kau katakan tadi?"
"Aku rasa tak bakal salah." Tu tua mengangguk.
"Aku pun berpendapat sama." Petugas lain segera menambahkan.
"Jadi inikah darah racun dari kelabang api?" tanya Sik Jiu
tanpa sadar. Tak seorang pun menjawab.
Lama kemudian Pak Piau baru tiba tiba berkata:
"apakah obat warna putih didalam botol porselen itu adalah obat
penawar racunnya?" "Mungkin saja."
"Kalau begitu harus dicoba."
"Bagaimana cara mencbanya?"
"Telan dulu racun itu kemudian baru menelan obat penawarnya."
Kata Pak Piau. "Lantas siapa yang mau mencoba?" tanya Tu tua.
Kontan Pak Piau terbungkam dalam seribu bahasa.
Sesudah menghela napas panjang, ujar Tu tua lebih jauh:
"Walaupun isi kedua botol itu adalah obat pemunah, aku kuatir
kasiatnya tidak terlalu besar, barusan aku tak lebih hanya
menghisap sedikit hawa racun, tapi harus kutelan lima butir pil
berwarna putih itu sebelum segalanya normal kembali, bila racun
itu sampai masuk tenggorokan, bayangkan saja harus ada berapa
banyak obat pemunah untuk selamatkan nyawa?"
"Aku percaya persoalan ini hanya bisa dijawab Sui Kwan-im,"
kata Pak Piau, "begitu keracunan, dia pasti sudah tahu racun
apa yang bersarang dalam tubuhnya, karena itu dia perintahkan
Siau-sin untuk mencari tempat rahasia diujung ranjang, padahal
dia ingin Siau-sin pergi mengambilkan obat pemunah berwarna
putih itu, sayang sebelum dia menjelaskan maksud ucapannya,
racun ganas sudah keburu merenggut nyawanya."
"Begitu hebat racun tersebut, entah darimana ia perolehnya?"
gumam Lim Hiong. "Lalu darimana pula sang pembunuh bisa mendapatkan jenis racun
ini?" imbuh Pak Piau.
"Belum tentu racun ganas itu hanya dia seorang yang memiliki."
"Sekalipun hanya Sui Kwan-im seorang yang memiliki racun itu,
rasanya tidak sulit bagi sang pembunuh untuk mendapatkan racun
itu." Sela Sik Jiu tiba tiba.
"Maksud boss, besar kemungkinan racun yang dipergunakan
pembunuh itu berasal dari Sui Kwan-im?"
Sik Jiu mengangguk. "Jika sang pembunuh adalah sahabat karibnya, tidak sulit bagi
orang itu untuk mengetahui kalau Sui Kwan-im.menyimpan racun
ganas semacam itu, rasanya tidak sulit juga baginya untuk
mendapat tahu dimanakah ia sembunyikan obat racun itu."
"Betul, betul sekali." Seru Lim Hiong sependapat.
"Kalau memang demikian keadaannya, peristiwa ini jadi semakin
aneh." Seru Pak Piau.
Sik Jiu tertawa getir, katanya:
"Dengan menggunakan arak wanita cantik yang dijual di kedai
wanita cantik untuk membunuh tauke kedai tersebut, sementara
racun yang dipergunakan adalah racun yang disimpan tauke kedai
wanita cantik, coba bayangkan, pernahkah kalian mendengar
kejadian seaneh ini?"
Semua orang sama-sama menggeleng.
Tiba tiba Sik Jiu mengalihkan tatapan matanya ke wajah
Siau-sin, katanya kemudian:
"Menurut keteranganmu, tak lama setelah semalam.Kim.Boan-lo
pergi, datang lagi seorang perempuan sangat aneh yang membeli
arak wanita cantik."
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Benar," Siau?sin membenarkan, "perempuan itu mirip dengan
setan." "Sama seperti Kim Boan?lo, apakah dia pun membeli arak wanita
cantik yang sama untuk dihadiahkan kepada orang lain, bahkan
sama seperti sebelumnya, pinjam alat tulis darimu untuk menulis
selembar surat?" "Betul sekali, apa yang dilakukan kedua orang itu pada
hakekatnya sama persis, seakan sebelumnya sudah janjian untuk
melakukan hal yang sama."
"Walaupun dia tampil dengan wajah asli, tapi sama sekali tidak
memperkenalkan nama sendiri?"
"Yaa, apa yang dia lakukan justru kebalikan dari Kim Boan?lo."
"Dan tanpa disengaja dia sempat membocorkan niatnya membeli
sebotol arak wanita cantik karena ingin membunuh seseorang?"
"Dia memang berkata begitu."
II "Sangat kebetulan, seru Sik Jiu, "jangan jangan dia memang ada
hubungan dengan Kim Boan?lo?"
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Semoga saja apa yang ia katakan bukan kenyataan, kalau tidak,
aku yakin tak lama lagi akan terjadi kasus pembunuhan ke dua."
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar itu perasaan semua orang jadi tak enak, napas serasa
jadi sesak. Sik Jiu berpaling kearah Pak Piau lalu pesannya:
"Coba kau keluar dan sampaikan pesan kepada seluruh saudara
yang ikut datang, suruh mereka segera pulang untuk memberi
kabar kepada saudara lainnya, bila bertemu seorang perempuan
berpayung merah, mengenakan baju putih, berwajah cantik tapi
pucat bagai mayat dan membawa sebotol arak wanita cantik atau
sebuah kotak, cepat suruh mereka tangkap dan bawa ke kantor
polisi." Pak Piau mengiakan dan buru buru berlalu.
"Bagaimana dengan kita?" tanya Lim Hiong kemudian.
"Kita Cari dulu pembunuh yang dicurigai terlibat dalam kasus
pembunuhan ini." Jawab Sik Jiu.
"Kim Boan?lo maksudnya?"
"Ehm." "saat ini entah dia masih berada di rumahnya yang besar di
barat kota atau sudag berada di rumah judinya, Kuai?hoat?tong?"
"Kuai?hoat?tong lebih dekat jaraknya dari sini, lebih baik kita
berkunjung dulu ke situ!"
Kim.Boan?lo tidak berada di Kuai?hoat?tong, tidak juga berada
di rumahnya yang besar di barat kota.
Ketika Sik Jiu dan rombongan tiba di rumahnya yang besar di
sebelah barat kota, dari pengurus rumah tangganya baru
diketahui kalau sejak kemarin pagi, Kim Boan?lo beserta kedua
orang temannya dengan masing masing membawa seorang penyanyi
telah pergi ke gedung Peng?san?tong, sebelum berangkat ia
sempat meninggalkan pesan, katanya sore nanti baru pulang.
Atau dengan perkataan lain, semenjak kemarin hingga sore nanti,
Kim.Boan?lo tidak berada di koya Yang-ciu.
Lantas siapakah Kim Boan?lo yang membeli arak di kedai wanita
cantik semalam2 Apakah dia bukan Kim Boan?lo asli?
Pelbagai keraguan dan kecurigaan berkecamuk dalam benak Sik
Jiu. Sore nanti Kim.Boan?lo baru pulang.
Sik Jiu tak sabar menunggu, dia segera perintahkan Pak Piau dan
Lim.Hiong untuk mencari tiga ekor kuda kemudian langsung
berangkat ke Peng?san?tong.
Sesudah keluar dari pintu gerbang Thian?ling?bun, melewati
jembatan Ngo?teng?kiau, bukit Siau?kimrsan, tibalah mereka di
Peng?san?tong. Peng-san?tong berada jauh di sisi barat telaga see?ou,
merupakan sebuah tempat wisata yang sangat terkenal disekitar
wilayah itu. Peng?san-tong bisa disebut gedung bukit datar bukannya tanpa
sebab. Pada awalnya bangunan itu didirikan dipuncak sebuah bukit,
dengan duduk di ruang depan maka orang bisa menikmati keindahan
alam Kanglam, karen sejajar dengan ketinggian orang maka
disebut peng?san. Perabot dan bangunan diruang utama sangat indah, sekeliling
gedung pun banyak ditanami aneka ragam.bunga dan pepohonan.
Saat itu, suasana di ruang depan terlihat sepi, tak terlihat
seorang manusia pun. Hampir semua orang berkumpul di teras datar di gedung utama.
Semeja arak dan hidangan lezat tersedia disitu.
Tentu saja semna hidangan dimasak oleh koki kenamaan yang
khusus diundang tauke Song untuk mempersiapkan bagi para
tamunya. Tempat tersohor seperti Peng-san?tong memang merupakan tempat
yang serasi untuk mencari uang, aneh bila ada orang yang enggan
memanfaatkan kesempatan itu.
Kini tauke Song sedang berdiri disamping meja perjamuan.
Semua pelayan yang bertanggung jawab melayani tamn hampir
seluruhnya berkumpul ditempat itu.
Saat itu da1am.gedung Peng?san-tong hanya ada semeja tamu
agung. Padahal pelayan yang tersedia sudah lebih dari cukup untuk
melayani tamunya, tapi tauke Song masih ikut pula melayani.
Sebab salah satu tamu yang ada dimeja itu merupakan orang
paling kaya di kota Yang?ciu.
Disekeliling meja terdapat enam orang, tiga orang lelaki dan
tiga orang wanita. Yang perepuan masih muda sekali, dandanannya menor dan bajunya
sexy, sementara yang lelaki berusia pertengahan, yang paling
tua pun tak lebih baru tiga puluh tahunan, bahkan dua lainnya
belum.genap berusia tiga puluh tahun, tapi pakaian serta
dandanan mereka sangat mewah.
Dua orang lelaki muda itu masing masing didampingi seorang
wanita disisinya, sementara lelaki yang berusia paling tua
merangkul pula seorang wanita dan duduk dibagian tengah.
Kedua orang pemuda itu kelihatan sangat tampan, namun daya
pikat mereka jelas masih kalah jauh dibandingkan lelaki yang
berumur paling tua. Kedua orang gadis yang berada dalam pelukan mereka nyaris tak
pernah mengalihkan pandangan matanya dari wajah lelaki berusia
paling tua itu, sikap mereka seolah tak pernah menganggap
keberadaan dua lelaki disisinya.
Tapi kedua orang lelaki itu seakan sama sekali tidak
merasakannya. Lelaki setengah baya itu pun seolah tidak terlalu menaruh
perhatian akan hal itu, sejujurnya dia memang berwajah sangat
tampan. Hidangan terakhir akhirnya disajikan.
Belum sempat sumpit bekerja, tiba tiba dari sisi lain sudah
terdengar suara manusia. Suara berhentinya langkah kaki disusul munculnya tiga orang
yang berdiri berjajar didepan pintu masuk.
Mereka tak lain adalah Sik Jiu yang didampingi Pak Piau dan Lim
Hiong. Begitu melihat kehadiran ke tiga orag itu, dengan perasaan
heran tauke Song segera menegur:
"Aneh, kenapa tiga orang opas dari kota Yang?ciu bisa datang
semua kemari?" Dia sama sekali tidak maju untuk menyambut kedatangan mereka,
didalam pandangannya, tentu saja Sik Jiu bertiga tidak penting
dibandingkan tiga orang berduit yang ada dihadapannya sekarang.
Dua orang pelayan segera maju menyambut.
Belum sempat kedua orang itu mendekat, Lim Hiong dengan suara
lantang telah berteriak: "Mana Kim Boan?lo?"
Tauke Song kontan tertegun.
Ternyata ke tiga orang opas itu datang untuk mencari tamu yang
berada dihadapannya, peristiwa ini benar?benar jauh diluar
dugaannya. Ke enam orang yang berada diseputar meja perjamuan pun sama
sama tertegun. Lelaki setengah umur yang duduk disebelah tengah itu segera
bangkit berdiri seraya berkata:
WAkulah Kim Boan?lo."
Suaranya nyaring tapi lembut.
Ternyata dia adalah pemilik rumah perjudian Kuai?hoat?tong,
idola setiap gadis yang ada di kota Yang?ciu, Kim.Boan?lo yang
selama ii disebut sebagai orang paling kaya di kota itu.
Dengan langkah cepat Sik Jiu, Pak Piau dan Lim Hiong melangkah
maju dan mendekat. Kim Boan?lo menyapu sekejap tamu tamunya, kemudian baru
berkata: "Kusangka siapa yang datang ternyata ke tiga orang opas dari
kota Yang?ciu." Sik Jiu memperhatikan Kim Boan?lo sekejap, kemudian katanya:
"Ternyata kau benar?benar berada disini."
"Sejak kemarin aku sudah berada disini." Jawab Kim.Boan?lo.
"Pengurus rumah tanggamu telah memberitahukan kepadaku."
"Jadi kalian pernah singgah dirumahku?: tanya Kim Boan?lo agak
melengak. "Malah sebelumnya sempat mampir di rumah judi Kuai-huat?tong."
"Mencari aku?" tanya Kim.Boan?lo keheranan.
"Benar, tapi tidak menemukan, kemudian dari penurutan pengurus
rumah tanggamu baru kami tahu bila kau telah datang kemari."
"Karena itu kalian pun datang mencariku disini?" sambung Kim
Boan-lo. "Benar." Dengan pandangan keheranan Kim Boan?lo mengawasi Sik Jiu.
"Ada urusan apa mencari aku?" tanyanya kemudian.
"Mengajukan berapa pertanyaan."
"Komandan Sik, nada suara pun rasanya sangat tidak bersahabat."
Protes Kim Boan-lo. "Aku selalu bersikap demikian terhadap seorang tersangka atau
orang yang dicurigai."
"Kau menuduhku seorang tersangka?" kembali Kim Boan?lo
tertegun. "Benar." Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Kesalahan apa yang telah kulakukan?" desak Kim.Boan-lo lebih
jauh. Dengan sinar mata tajam Sik Jiu mengawasinya lekat lekat, lalu
sepatah demi sepatah kata sahutnya:
"Tersangka sebagai seorang pembunuh!"
Kim.Boan-lo terperangah, untuk sesaat hanya berdiri kaku
ditempat. Dalam pada itu kedua pemuda serta ke tiga orang gadis itupun
sama sama ikut bangkit berdiri.
Perasaan tercengang, tidak habis mengerti menghiasi wajah ke
lima orang itu. Tentu saja yang paling tercengang adalah Kim Boan-lo, sampai
lama kemudian ia baru dapat berbicara:
"Kau bilang aku telah membunuh orang?"
"Memangnya aku salah menuduh?"
Kim.Boan-lo tidak menjawab, dia balik bertanya:
"Siapam.. siapa yang kubunuh?"
"Sui Kwan?im!" Mendengar nama tersebut, semua orang menjerit kaget, satu
kejadian yang mengejutkan.
"Sui Kwan?im2 Sui Kwan?im.dari kedai wanita cantik?" jerit Kim
Boan-lo tak percaya. "Aku rasa di kota Yang?ciu hanya ada seorang Sui Kwan?im."
Sahut Sik Jiu sambil tertawa dingin.
"Dia benar?benar sudah mati?"
"Kau tidak percaya? Kenapa tidak meninggalkan dia setelah
terbukti kalau ia benar?benar telah mati?"
"Akumm.." "Jangan kau sangka dengan secepatnya datang ke tempat ini maka
kau sudah memiliki alibi kuat untuk cuci tangan dari kasus
pembunuhan ini." Tukas Sik Jiu.
Kim Boan-lo gelengkan kepalanya berulang kali, serunya:
"Aku benar?benar tidak paham apa yang sedang kau bicarakan?"
"Tidak tahu? Pintar benar cuci tangan bersih bersih."
Kim Boan-lo gelengkan kepalanya berulang kali, katanya:
"Komandan Sik, lebih baik kau jelaskan dulu duduknya perkara."
"Jadi kau sangka keteranganku kurang jelas?"
Kim.Boan-lo manggut-mangut.
"Kalau begitu akan kuulang sekali lagi, perhatikan baik baik."
Kata Sik Jiu. "Akan kuperhatikan."
Sambil tertawa dingin kata Sik Jiu:
"Sui Kwan?im.mati dibunuh orang, pembunuhnya adalah kau,
sekarang kami datang untuk menangkapmu."
Kim.Boan-lo tertawa getir, tidak menjawab.
Masih tertawa dingin, lanjut Sik Jiu:
"Sudah kau dengar dengan jelas?"
Kembali Kim Boan-lo menggeleng, ujarnya sambil tertawa getir:
"Aku ingin mengetahui seluruh kejadian."
"seluruh kejadian?"
"Maksudku, kapan Sui Kwan-im terbunuh? Dibunuh dengan Cara apa?
Kenapa kalian mencurigai aku?"
"Pandai benar kau berpura-pura."
"Aku memang tidak tahu duduknya masalah." Keluh Kim.Boan-lo
sambil menghela napas sedih.
"Semalam, kau berada dimana?" tiba tiba Sik Jiu bertanya.
"Tentu saja di sini."
"Tidak kembali ke kota?"
"Tidak." "Sungguh tidak?"
Kim Boan-lo segera berpaling kearah dua orang pemuda itu,
katanya: "Tauke Si dan tauke Thio bisa membuktikan kalau apa yang
kukatakan tidak bohong."
"Aku tidak kenal dengan mereka."
Salah seorang pemuda itu segera melangkah maju, katanya:
"Kita sudah berapa kali bertemu di kantor polisi."
"Aku masih ingat kalau tauke Ke adalah keponakan luar Cho
Thay-siu, cho thayjin, tauke Thio adalah salah seorang famili
jauh Cho thayjin." "Perkataan mereka berdua seharusnya bisa kau percaya bukan?"
sambung Kim Boan-lo. Sik Jiu memperhatikan dua orang pemuda itu sekejap, kemudian
sahutnya: "Masalah ini sangat besar dan serius, jadi apapun yang
diucapkan kalian berdua tak usah dipertanggung jawabkan."
"Tentu saja." Kata tauke Si.
Sementara tauke Thio segera bertanya:
"Pak komandan, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Apakah sejak semalam kalian selalu bersama?" Sik Jiu balik
bertanya. Tauke Si menggeleng. "Sebetulnya semalam kami berniat bersantap sambil bergurau dan
menikmati keindahan rembulan, baru akan istirahat setelah lewat
tengah malam, siapa tahu turun hujan angin, karena itu setelah
buru buru makan malam, kami pun kembali ke kamar masing masing
untuk beristirahat."
"Kapan kejadiannya?"
"Tak lama selewat magrib."
"Artinya tak lama selewat magrib, kalian semua kembali ke kamar
masing masing seorang diri?"
"Bukan seorang diri, tapi berdua." Kembali tauke Si menggeleng.
"Kami masuk kamar dengan masing masing membawa seorang
penyanyi." Imbuh tauke Thio.
"Sejak saat itu kalian sama sama tidak berhubungan atau
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melakukan kontak?" tanya Sik Jiu.
"Tidak, sebab kami tahu semua orang sedang amat sibuk dalam
kamar, jadi siapa pun enggan menggangu lainnya, sejujurnya kami
memang tak punya waktu untuk keluar dari kamar."
Sik Jiu tahu apa yang mereka sibukkan dalam kamar, maka sambil
berpaling kearah tiga orang gadis itu, tanyanya:
"Semalam, siapa diantara kalian yang melayani Kim.Boan-lo?"
"Aku." Jawab gadis yang berada disamping Kim Boan-lo.
Dia sama sekali tidak menunjukkan rasa malu, sebaliknya malah
tampil berseri, seakan hal ini merupakan sebuah kebanggaan
baginya. "Siapa namamu?" tanya Sik Jiu.
"Gim-hiang, dari Pek?hiang-wan."
"Apakah sejak semalam kau selalu mendampingi Kim.Boan-lo?"
"Benar." "Jam berapa baru tidur?"
"Tidak jelas." "Kenapa tidak jelas?"
"Ditempat sekitar sini tak ada suara kentongan, biar adapun
belum tentu aku akan mendengarnya, karena semalam tidurku betul
betul sangat nyenyak."
Sorot mata dua orang rekannya segera memancarkan sinar
kekaguman. Kesemuanya ini dapat dilihat Sik Jiu dengan jelas, maka
tanyanya lagi: "Ketika mendusin dari tidurmu pagi tadi, apakah langit sudah
terang tanah?" "Sudah terang." Jawab Gim.Hiang.
"Apakah hujan telah berhenti?"
"Masih turun hujan, malah kelihatannya hujan turun sangat
deras." "Waktu itu, Kim Boan-lo berada dimana?" kembali Sik Jiu
bertanya. "Aku berada di ranjang, dia tertidur dalam pelukanku."
"Jadi kau yang membangunkan dia?"
"Benar, aku yang membangunkan dia." Jawab Gim.Hiang dengan
wajah memerah. "Kau tidak bohong?"
"Kenapa aku harus bohong?"
"Apakah saat itu, rekanmu yang lain sudah bangun dari
tidurnya?" kembali Sik Jiu bertanyal
"Belum, aku yang berteriak membangunkan mereka."
"Kenapa?" Lagi lagi wajah Gim Hiang memerah, merah karena malu.
"Sebetulnya semua ini muncul dari ideku, aku ingin melihat
mereka terbangun dalam keadaan tak berbaju."
Sik Jiu memandang sekejap semua orang yang berada dihadapannya,
kemudian tanyanya: "Tauke Si, tauke thio, oohm juga tauke Song, bagaimana menurut
pendapat kalian mengenai apa yang dikatakan nona Gim Hiang?"
"Kami memang terbangun gara gara teriaknya." Jawab tauke Si.
"Aku pun mendengar dia mengetuk pintu sambil tertawa cekikian."
Imbuh tauke Song. Kini, pandangan mata Sik Jiu dialihkan ke wajah Kim Boan-lo,
tanyanya lagi: "kalian melewati jalan yang mana ketika datang kemari?"
"Dengan tandu kami meninggalkan pintu gerbang Thian?leng?bun,
lalu dengan perahu menyeberangi telaga See-ou, selewat jembatan
Ngo?teng?kiau dan bukit Siau-kimrsan, kami baru turun dari
perahu dan berjalan kaki menuju kemari."
"Tidak menunggang kuda?"
Kim.Boan-lo tertawa. "Disekitar tempat ini tak ada kuda, biar ada pun, nona nona
dari Pek-hiang-wan pasti akan protes."
Sik Jiu termenung lama. Kim.Boan-lo tak kuasa menahan diri, balik tanyanya:
"Apakah Sui Kwan?im dibunuh orang semalam?"
"Tidak, pagi tadi!"
"Mati di mana?"
"Dalam kamar tidurnya di kedai wanita cantik."
"Apa penyebab kematiannya?"
"Keracunan." "Siapa yang meracuninya?"
"Kau!" sambil menjawab, Sik Jiu menatap wajahnya tajam tajam.
"Bagaimana mungkin bisa aku?" protes Kim.Boan-lo dengan nada
tercengang. "Tahukah kau, hari ini adalah hari apa bagi Sui Kwan-im?"
Kim.Boan-lo berpikir berapa saat, ketika tidak menemukan
jawaban, dia balik bertanya:
"Hari apakah?" "Kau benar benar lupa kalau hari ini adalah hari ulang
tahunnya?" Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Oya?" seru Kim.Boan-lo tertegun.
"Menurut apa yang kami ketahui, dahulu kalian adalah sahabat
karib." "Boleh dibilang begitu."
"Masa dia tidak memberitahukan kepadamu kapan hari ulang
tahunnya?" "Mungkin dahulu ia pernah memberitahukan kepadaku, tapi sekarang
aku sudah tidak teringat lagi."
"Tampaknya kau tidak mirip seorang pelupa."
"Biarpun daya ingatku termasuk cukup baik, tapi sahabat karib
macam dia kelewat banyak bagiku, kalau hari ulang tahun setiap
orang harus kuingat, waahm.. otakku masih bisa mengingat urusan
apa lagi." Dia memang seorang lelaki romantis yang amat tersohor di kota
Yang-ciu. Sik Jiu sama sekali tidak meragukan kebenaran dari perkataannya
itu, maka dia pun mengalihkan pembicaraan.
"Belakangan, apakah kalian masih sering berhubungan?"
"Terakhir kali bertemu dengan dia, kalau tidak salah sudah
terjadi pada satu tahun berselang."
"Jadi kalian sudah setahun lebih berpisah?"
"Benar, sejak itu kami tidak pernah berhubungan lagi."
Bab ke 6. Arak wangi untuk wanita cantik.
Setelah berhenti sejenak, tiba tiba Kim Boan-lo bertanya:
"Apakah kami boleh pergi sekarang?"
"Tidak boleh." Mendengar jawaban itu, Kim.Boan-lo menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Tampaknya aku benar benar sudah menjadi seorang tersangka
pembunuhan." "Memang sampai detik ini, kaulah tersangka yang paling
mencurigakan." "Kenapa?" tak tahan kembali Kim.Boan-lo bertanya.
"Jawab dahulu pertanyaanku."
Sesudah menghela napas kata Kim Boan-lo:
"Aku dengan Sui Kwan?im sebenarnya bukan sahabat karib, pun tak
ada hubungan istimewa apapun, kami hanya pernah kumpul kebo
berapa waktu." Kalau didengar dari nada pembicaraannya, terhadap masalah hidup
kumpul kebo, baginya bukan masalah serius yang perlu dipikirkan
dalam.hati. Terdengar ia berkata lebih lanjut:
"Lebih kurang setengah tahun kemudian, kami berdua sama sama
merasa bosan, dia tertarik dengan lelaki lain sementara akupun
tertarik dengan perempuan lain, dalam keadaan seperti ini,
melanjutkan hubungan jelas tak sedap, maka atas persetujuan kami
berdua, hidup kumpul kebo kamipun bubar."
"Kau benar benar setuju?"
"Aku tahu, banyak orang beranggapan Sui Kwan?im adalah seorang
wanita yang sangat menarik, padahal itu hanya pandangan dari
penampilan, coba kau selami lebih ke dalam, segera akan kau
ketahui bahwa dugaanmu selama ini keliru besar karena
kenyataannya bukan begitu."
"oya?u "Dia termasuk seorang wanita yang tak mungkin bisa dipuaskan
hanya oleh seorang lelaki saja."
"Aaah, kalau begitu besar kemungkinan berpisahnya kalian pasti
diawali oleh usulnya bukan?" seru Sik Jiu seperti baru sadar.
"Benar, memang berasal dari usulnya."
"Saat itu kau pasti marah sekali bukan?"
"Keliru, aku justru senangnya setengah mati."
"Masa kau tidak merasa berat hati untuk berpisah dengan perempuan
semacam ini?" Kim.Boan-lo tertawa terkekeh.
"Padahal, begitu naik ranjang, semua perempuan sesungguhnya sama
saja." "Kau tidak mencari gara gara dengannya?"
"Aku yakin pak komandan tidak mengetahui akan satu hal." Kata Kim
Boan-lo tawar. "Coba katakan."
"Aku adalah lelaki yang tak pernah memikirkan masalah hubungan
laki perempuan ke dalam hati, kalau cocok, mari kita bergaul,
kalau sudah tak cocok, lebih baik kita berpisah. Seingatku,
paling banter dalam sebulan, aku telah bertukar lima belas orang
wanita." Sik Jiu percaya bahwa apa yang dia katakan memang kenyataan.
Dengan tabiat, harta dan kemampuan Kim.Boan-lo, dia memang pantas
untuk melakukan kesemuanya itu.
Maka diapun bertanya lagi:
"Apakah dia pun tidak datang lagi mencarimu?"
"Satu kali pun tidak."
Lagi lagi Sik Jiu terbungkam dalam.1amunan.
Untuk kesekian kalinya Kim.Boan-lo bertanya lagi:
"Sekarang dia terbunuh, kenapa kalian malah menaruh curiga
kepdaku?" Akhirnya Sik Jiu menjelaskanz
"Karena semalam, kau pergi ke kedai wanita cantik dan membeli
sebotol arak wanita cantik."
"Hahahamm memang kau sangka aku punya ilmu membelah diri?" sindir
Kim.Boan-lo sambil tertawa geli.
Sik Jiu tidak menjawab, terbungkam.
Sambil tertawa ujar Kim Boan-lo lebih jauh:
"Walaupun aku tidak berada disini, semisal aku berada didalam
kota pun, masa dengan status dan kedudukanku sekarang, aku harus
pergi sendiri ke kedai wanita cantik hanya untuk membeli sebotol
arak wanita cantik?"
Setelah berhenti sejenak, tanyanya lebih lanjut:
"Waktu itu, ada siapa yang bertemu aku?"
"Seorang gadis, pegawai kedai wanita cantik yang bernama
Siau?sin." "Siapa pula dia?"
"Penjual arak di kedai wanita cantik, selain dia, masih ada tiga
orang gadis lainnya yang melihat kehadiranmu."
"Dan mereka melihat diriku?"
Sik Jiu mengangguk, membenarkan.
"Mereka semua kenal aku?" tanya Kim Boan-lo lebih jauh.
"Tiga diantara mereka sudah berapa kali bertemu kau ditengah
jalan." "Dan semuanya melihat dengan jelas kalau akulah yang membeli arak
itu?" desak Kim.Boan-lo lebih jauh.
"Tidak melihat secara jelas."
"Kenapa bisa begitu?"
"Karena waktu itu kau mengenakan topi lebar anyaman bambu yang
menutup sebagian raut wajahmu."
Tiba tiba sorot matanya dialihkan ke tubuh Kim Boan-lo.
Waktu itu Kim Boan-lo mengenakan jubah panjang berkerah yang
berwarna hijau pupus. "Pakaian apa yang kau kenakan semalam?" tanyanya kemudian.
"Pakaian yang kukenakan sekarang, lantas aku yang muncul dikedai
II wanita cantik semalam.mengenakan ...... H
"Baju sutera!" "Kalau memang wakahku tertutup oleh topi anyaman bambu, darimana
mereka bisa tahu kalau orang itu adalah aku?"
"Karena kau menyebut sendiri namamu."
"Benarkah begitu?"
"Menurut hasil penyelidikan kami setelah terjadinya kasus
pembunuhan itu, ternyata dahulu, setiap kali kau berkunjung ke
kedai wanita cantik dan saban hari hujan, kau terbiasa mengenakan
baju kain sutera dan mengenakan topi anyaman bambu."
"Hingga sekarang pun aku masih mempunyai kebiasaan itu, sebab
repot kalau harus membawa payung, baju sutera yang terkena lumpur
pun lebih gampang dicuci."
"semalam mapun hari ini adalah hari hujan." Sik Jiu menegaskan.
"Tapi ketika kami datang ke Peng?san?tong kemarin, hari belum
hujan." uoya?n Kim.Boan-lo kembali mengalihkan pembicaraan, tanyanya:
"Kalau hanya pergi ke kedai dan membeli sebotol arak wanita
cantik, kenapa kini berubah jadi seorang pembunuh?"
"Karena pagi tadi, kau telah menggunakan sebotol arak wanita
cantik sebagai kado ulang tahun dan diberikan untuk Sui Kwan?im,
Sesudah minum arak tersebut, Sui Kwan?im seketika keracunan hebat
hingga tewas." "Maksudu, arak itu arak beracun?" agak berubah wajah Kim
Boan-lo. "Tahukah kau, dalam ruang rahasia diujung tempat tidur Sui
Kwan-im tersimpan dua botol darah racun dari kelabang api?"
"Barang apa pula itu?" Kim.Boan-lo menggeleng.
"OBat racun yang sangat ganas."
"Belum pernah kudengar benda semacam itu, kenapa secara tiba tiba
kau menanyakan benda semacam itu kepadaku?"
"Karena racun yang terkandung dalam arak tersebut adalah jenis
racun itu." Kim.Boan-lo tertegun. "Dengan arak wanita cantik yang dijual di kedai wanita cantik
untuk diberikan kepada pemilik kedai wanita cantik, kemudian
menggunakan racun yang disimpan pemilik kedai wanita cantik
menghabisi nyawa sang pemilik kedai wanita cantik, betul betul
sebuah peristiwa yang aneh sekali."
"Memang aneh sekali."
"Mungkinkah didalam.arak memang sudah tercampur dengan racun
itu?" tanya Kim.Boan-lo.
"Kemarin, pihak kedai wanita cantik telah menjual tiga ratus enam
puluh tujuh botol arak wanita cantik, tapi hanya Sui Kwan?im
seorang yang tewas oleh arak itu."
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah berhenti sejenak, kembali Sik Jiu melanjutkan:
"Lagipula arak itu diambilkan nona Siau?sin, bukan kau yang
pilih." "Ketika aku berikan arak tersebut untuk Sui Kwan-im, apakah saat
itu ada orang lain yang hadir?" kembali Kim.Boan-lo bertanya.
"Sejak pagi kau sudah menyusup masuk ke dalam halaman kedai
wanita cantik, ketika siap menyerahkan arak tersebut, kebetulan
kau saksikan nona Siau-sin muncul, maka kau pun minta nona cilik
itu yang menyerahkan kepadanya."
"Sebelum ini, apakah nona Siau-sin pernah bertemu aku?" tanya Kim
Boan-lo lagi. Sik Jiu mengangguk. Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Apakah saat itu diapun dapat melihat jelas wajahku?" desak Kim
Boan-lo lebih jauh. "Mustahi1, karena kau masih mengenakan topi anyaman bambu."
"Mungkinkah perkataan orang ini bermasalah?"
"Terbukti tidak ada masalah."
Kim.Boan?lo pun manggut?manggut.
"Tak aneh kalau aku berubah jadi tersangka pembunuh Sui Kwan?im."
Tiba tiba dia tarik mukanya hingga serius, lalu secara tegas
katanya: "orang itu bukan aku."
"Apakah kau bisa membuktikan secara khusus?"
"Aku tak punya alasan untuk membunuh Sui Kwan?im."
"Kalau masalah itu mah hanya kau sendiri yang tahu."
"Bila aku ingin membunuhnya, buat apa mnsti turun tangan sendiri,
jika perpisahanku dengannya merupakan alasan mengapa aku habisi
nyawanya, tak mungkin hal ini kulakukan setelah menunggu satu
tahun lebih." "seorang lelaki sejati ingin balas dendam, tiga tahun pun belu
terlambat." "Sejak kapan aku berubah jadi seorang lelaki sejati."
Lalu sambil tertawa dingin, katanya lagi:
"Siapa pun tahu kalau aku adalah manusia berwajah wajah dan tak
kenal hubungan pribadi, Cara kerjaku tegas dan lugas, bila ada
orang yang harus kubunuh, akan kubunuh dia seketika itu juga!"
Kembali dia tertawa dingin tiada henti, terusnya:
"Hanya saja hingga kini, rasanya aku belum menjumpai manusia
macam begitu!" "oya?n Kim.Boan?lo merandek sejenak, tiba tiba ujarnya:
"Komandan Sik, kau seharusnya sudah menemukan satu hal yang patut
dicurigai." "Soal apa?" "Jika orang itu sudah mengakui kalau dialah Kim Boan-lo, buat apa
musti menyembunyikan wajahnya dibalik topi anyaman bambu?"
"Aku telah mempertimbangkan hal tersebut."
"Ditinjau dari hal ini, bisa disimpulkan kalau orang itu bukan
aku, karena itulah sejak awal hingga akhir, dia tak berani
melepaskan topi anyaman bambunya."
"Maksudmu, orang itu mencatut namamu?"
"Benar!" "Menurutmu, apa alasan orang itu harus menyaru sebagai kau untuk
meracuni Sui Kwan?im? Bila betul apa yang kau katakan, menurutmu
siapakah dia?" "Tidak jelas, sudah kelewat banyak orang yang kusakiti hatinya
dalam berapa tahun belakangan, aku percaya setengah diantaranya
pasti berniat mencelakai aku."
"Dalam kenyataan, adakah orang yang pernah mencelakaimu?"
"Tidak ada, mereka tak berani!"
Sesudah tertawa dingin, lanjutnya:
"Karena mereka tahu kalau aku bukan manusia sederhana yang
gampang dipermainkan, kecuali tidak kuketahui, kalau tidakm. Hmm!
Pasti akan memancing datangnya balas dendam yang jauh lebih keji
dariku." "oya?n sambil tertawa dingin kembali Kim Boan-lo menyambung:
"Justru karena belum pernah ada orang yang benar benar merasakan
kelihayanku yang sesungguhnya, bila ada kesempaan, mereka tetap
berusaha mencoba, karena itulah bisa terjadi peristiwa seperti
sekarang ini!" Setelah tertawa dingin lagi, terusnya:
"orang itu bisa menyaru berapa kebiasaanku, sudah jelas banyak
usaha dan pikiran yang dia lakukan, sayang masih tetap ada satu
kebocoran yang dilakukan, kenapa dia tidak selidiki dulu apakah
semalam aku berada di dalam kota atau tidak, sayang sekali,
sebuah rencana keji yang begitu sempurna akhirnya harus
berantakan dengan begitu saja!"
"Kenapa begitu kebetulan," tiba tiba Sik Jiu bertanya, "tidak
lebih awal tidak lebih lambat, kenapa secara mendadak semalam kau
ajak Thio dan Sie tauke berkunjung ke Peng?san?tong?"
"Padahal kepergian kami bukan diputuskan secara mendadak."
"Maksudu kalian sudah merencanakan sebelumnya?"
"Selama ini aku dan tauke Thio maupun tauke Si sealu ada hubungan
dalam perdagangan, berapa hari berselang kami sama sama minu
arak di Pek?hoa-wan, tanpa direncanakan kmmipun menyinggung
tentang Ouyang siu yang menjadi penguasa kota Yang-ciu, dimana
setiap kali perjamuan, dia selalu membawa pelacur cantik berpesta
pora di Peng?san?tong, maka dalam gembiranya kami pun membuat
perjanjian ini, siapa sangka Thian tidak adil, ditambah lagi
dengan kejadian sekarang, benar benar merusakan suasana pesta
kami disini." Sesudah berhenti sebentar, katanya lagi:
"Tapi ada baiknya juga dengan kejadian ini, paling tidak berhasil
membongkar sebuah rencana keji yang ingin mencelakai diriku."
Sik Jiu manggut?manggut. "semalam, setelah sang pembunuh membeli arak, dia pun sempat
menulis sebuah kalimat diatas selembar kertas yang diminta dari
kedai itu." Katanya.
"Apa yang dia tulis?"
"Dalam kedai wanita cantik bukan hanya ada sebotol arak wanita
cantik." "Semestinya tulisan itu disertakan bersama sebotol arak wanita
cantik sewaktu diberikan kepada Sui Kwan?im?"
"Benar." "Tak nyana sang pembunuh adalah orang yang begitu teliti dan
seksama." "Benar." "Kau sengaja menyinggung masalah ini dihadapanku, tentu ada
sesuatu maksud bukan?"
"Jadi kau tahu?"
Kim.Boan?lo mengangguk, sambil berpaling serunya:
"Tauke Song, tolong bantu aku siapkan peralatan untuk menulis."
Oleh karena banyak orang sering makan minum di Peng?san?tong,
tentu saja dia pun menyediakan peralatan menulis disana bagi
orang yang mau menulis syair ataupun melukis.
Tak heran kalau dia segera menyiapkan peralatan menulis seperti
yang diminta. Kim.Boan?lo minta alat menulis tentu bukan untuk menulis syair
atau melukis. Dia hanya menggoreskan satu kalimat kata:
- Dalam kedai wanita cantik bukan hanya ada sebotol arak wanita
cantik. Dia memegang alat pit dengan tangan kirinya.
Kalau ditinjau dari gaya tulisannya, kelihatan ada kemiripan
antara tulisannya dengan gaya tulisan yang tertera diatas kertas
wanita cantik itu. Akan tetapi setelah Sik Jiu mengambil kertas itu dan
membandingkan satu dengan lainnya, dengan cepat ia menemukan
perbedaan. Dengan pandangan tajam Sik Jiu mengamati tangan kiri Kim Boan-lo,
lalu tanyanya: "Kenapa kau menulis dengan tangan kiri?"
"Aku memang selalu menulis menggunakan tangan kiri."
"Benarkah begitu?"
"orang itu bukan menulis dengan tangan kiri?" tanya Kim Boan-lo.
Sik Jiu menggeleng. "Coba kau tulis sekali lagi memakai tangan kanan."
"Baik." Dia memindahkan pit itu ke tangan kanan dan menulis sekali lagi.
Ternyata hasil tulisannya dengan tangan kanan selisih jauh bila
dibandingkan menulis dengan tangan kiri, apalagi dibandingkan
gaya tulisan pada kertas wanita cantik, kelihatan sekali kalau
sangat berbeda. Menunggu sampai dia meletakkan kembali pit nya, tiba tiba Sik Jiu
maju ke hadapannya sembari berkata:
"Coba kau lihat barang apakah ini?"
Kini, ditangannya telah bertambah dengan sebuah cincin kumala.
Melihat cincin itu, Kim Boan-lo tertegun.
"Dari mana kau peroleh cincin kumala itu?" tanyanya.
"Jadi kau mengenali cincin kumala ini?" bukan menjawab Sik Jiu
balik bertanya. Kim.Boan?lo manggut?manggut.
"Tentu saja, karena cincin kumala itu sesungguhnya memang
milikku." Katanya. Sik Jiu tertawa dingin. Terdengar Kim Boan-lo berkata lebih jauh:
"Hanya saja, hal ini sudah terjadi lama sekali."
"Lama sekali? Berapa lama?" tanya Sik Jiu melengak.
"Lebih kurang dua tahun berselang."
"Bagaimana kemudian?" desak Sik Jiu.
"Karena ada seorang teman menyukainya, maka aku jual ke dia."
"Siapa temanmu itu?"
"Liu Sam?hong."
? Lagi?1agi Liu Sam?hong.
Lama sekali Sik Jiu berdiri termangu, dia jadi teringat kembali
dengan ucapan Siau?sin, sesaat sebelum meninggal, Sui Kwan?im
memang sempat menyinggung tentang Liu Sam?hong.
Menurut penilaian Sui Kwan?im, Liu samehong adalah seorang telur
busuk. Hanya saja, telur busuk di mulut seorang wanita seringkali
merupakan panggilan mesra.
Melihat Sik Jiu tertegun Sesudah mendengar nama Liu Sam?hong.
dengan nada menyelidik tanya Kim.Boan?lo:
"Jangan jangan peristiwa ini ada hubungannya dengan Liu
Sam?hong?" "Mungkin saja ada, aah betul, semasa masih melakukan hubungan
dengan Sui Kwan-im, apakah kau selalu memakai satu ketukan berat
dua ketukan ringan untuk mengetuk pintu?"
"Darimana kau bisa tahu?" kali ini Kim.Boan?lo yang tertegun.
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Pagi tadi, orang itupun berpesan kepada Siau-sin untuk mengetuk
pintu dengan kode tersebut."
"Banyak sekali persoalanku yang dia ketahui." Teriak kimbonlo.
"Jadi kode ini sangat rahasia?"
"Boleh dibilang begitu."
"Kecuali kau dan Sui Kwan?im, apakah ada orang ketiga yang tahu?"
"setelah berpisah dengannya, kalau tidak salah aku memang sempat
menyinggung hal ini kepada berapa orang teman karibku."
"Apakah kau masih ingat nama dari berapa orang sahabat karibmu
itu?" Kim Boan?1o menggeleng. "Apakah Liu Samehong termasuk sahabat karibmu?" tanya Sik Jiu
lagi. "Dahulu, iya." "Kemudian karena persoalan apa hubungan kalian memburuk?"
"Gara gara urusan duit."
"Bisa kau jelaskan lebih terperinci?"
"Perlukah itu?"
Sik Jiu mengangguk, membenarkan.
Kim.Boan?lo termenung berapa saat, setelah itu baru terangnya:
"Dia kalah cukup banyak ketika berjudi di Kuai?hoat?tong,
sedemikian dalam kekalahannya hingga tak mampu melunasi, akupun
kirim orang untuk menagih, dia menuding aku tidak cukup
II bersahabatmm. "Masa dia tak tahu kalau dalam bidang ini, kau selalu berwajah
besi tak kenal hubungan pribadi?"
"Jika seseorang sudah mulai berjudi, jarang ada yang berpikir
sejauh itu, waktu itu dia hanya tahu kalau aku adalah sahabat
karibnya, biar berhutang banyak, tak bakal ribut dengannya."
"Kapan kejadian ini?"
"Lebih kurang tiga bulan berselang."
"Akhirnya, apakah dia berhasil melunasi semua hutangnya?"
"Belum, mengingat dia adalah sahabat karibku banyak tahun, aku
sudah bersikap luar biasa terhadapnya, memberi kelonggaran tiga
hari kepadanya, jika sebelum akhir bulan ini dia tetap tak bisa
melunasi semua hutangnya, aku tak akan bersikap sungkan sungkan
lagi." "Bila tiba saatnya dia masih belum mampu melunasi hutangnya, apa
yang akan kau lakukan?"
"Menyita seluruh harta kekayaan miliknya."
"Hah? Jadi waktu itu dia sudah menjaminkan seluruh harta kekayaan
miliknya?" tanya Sik Jiu terperanjat.
"Benar." "Wah, caranya berjudi apa tidak kelewatan?"
"Kecuali tidak bermain judi, bila seseorang sudah kecanduan, maka
semakin bertaruh akan semakin menggila."
Sesudah tertawa dingin, lanjutnya:
"setelah menang ingin menang lebih banyak, bila kalah ingin
kembalikan modal, begitulah jalan pemikiran setiap penjudi di
dunia ini." "Kau tidak berusaha mencegahnya?"
"Aku adalah tauke rumah judi," kata Kim Boan-lo sambil tertawa
dingin, "bukan tauke rumah sosial, terlebih bila seseorang
mencari duit dari meja judi, tak mungkin dia akan berusaha
mencegah orang yang datang untuk main judi, kalau tidak, tauke
macam apa itu." Kembali dia tertawa dingin, ujarnya lagi:
"Biarpun waktu itu aku mengusirnya pergi, dia toh akan berjudi
lagi ditempat lain, hanya orang goblok yang akan membiarkan
langganannya setor uang untuk rumah perjudian lain."
"Tentu saja kau bukan orang tolol." Sela Sik Jiu.
Kim.Boan?lo tertawa. "Kau tidak kuatir ia membenci dan mendendammu?" tanya Sik Jiu
lagi. "Kalau hanya soal ini saja takut, sudah sejak dulu kututup rumah
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perjudianku itu." Sambil berpegangan pada dagu sendiri, Sik Jiu termenung, melamun,
lama sekali tak bisa bicara.
Tunggu punya tunggu, tak tahan Kim.Boan?lo bertanya lagi:
"Komandan Sik, masih ada yang ingin kau tanyakan?"
"Tidak ada." "Masih tetap mencurigai aku sebagai sang pembunuh?"
"Walaupun kau memiliki cukup alibi yang membuktikan dirimu tidak
berada ditempat kejadian, namun sebelum kutemukan pembunuh
sesungguhnya, kau masih belum bisa melepaskan diri dari sangkaan
ini." "Lantas apa yang hendak komandan Sik lakukan terhadap diriku?"
"Sekarang, kau harus ikut aku kembali ke kota dan berkunjung ke
kedai wanita cantik, jika ke empat orang gadis itu berpendapat
orang yang datang semalam tidak mirip kau, maka kau pun tak perlu
mampir ke kantor polisi, bisa langsung pulang ke rumah."
"Baik, sekarang juga aku akan mengikuti kalian kembali ke kota."
"Masalah ini timbul karena terpaksa, harap kau jangan
menyalahkan." Ujar Sik Jiu.
Tiba tiba saja nada suaranya berubah jadi begitu sungkan dan
ramah. Jangan jangan ia sudah menemukan petunjuk lain, dan berpendapat
Kim.Boan?lo bukan sang pembunuh?
"Aku paham." Sahut Kim Boan?1o sambil tertawa.
Sikapnya juga mulai santai dan ringan.
Benarkah dia memang bukan pembunuh yang meracuni Sui Kwan?im
hingga tewas? Benar saja, tiga diantara ke empat orang gadis itu pernah
berjumpa dengan Kim Boan-lo.
Oleh sebab itu begitu berjumpa, mereka segera tahu kalau Kim
Boan-lo telah datang, enam buah sorot mata serentak terhimpun
jadi satu di wajah Kim Boan-lo.
Tidak terkecuali gadis ke empat yang selama hidup belum pernah
bertemu dengan Kim Boan-lo.
Bagaimana pun, Kim Boan?lo memang terhitung seorang lelaki yang
memiliki daya pikat. Mereka semua berpendapat, lelaki berbaju sutera yang dijumpai
semalam adalah Kim.Boan?lo.
"Walaupun perawakan tubuhnya hampir sama, namun gerak gerik dan
tingkah lakunya berbeda."
"Logat suaranya juga berbeda."
Siau-sin yang berpendapat begitu.
Hingga kini, Sik Jiu baru menyerah dan menerima kenyataan.
Terpaksa dengan senyuman dibuat buat, dia hantar Kim Boan?lo
meninggalkan kedai wanita cantik.
Memandang hingga bayangan punggung Kim.Boan?lo lenyap dari
pandangan mata, mau takzmau Sik Jiu menghela napas panjang.
Peristiwa pembunuhan ini sangat aneh, penuh liku liku yang
diliputi misteri. "Komandan, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Pak Piau
kemudian. "Cari tersangka."
"Liu Sam?hong?"
"Benar, Liu Samehong!"
Begitu mendengar nama tersebut, kontan Siau-sin berteriak keras:
"Pagi tadi, Liu Sam?hong pernah datang kemari."
"Sungguh?" dengan cepat Sik Jiu membalikkan badan.
"Ada yang bertemu dengannya."
"Kenapa tidak kau katakan sejak pagi tadi?"
"setelah kepergian kalian, kami baru mendapat tahu."
"ova?" "Bukankah pernah kukatakan, ketika mengetuk pintu kamar pagi
tadi, sampai lama kemudian tauke kami baru membukakan pintu?"
"Benar, kau memang pernah berkata begitu."
"Waktu itu aku mendengar ada suara orang berpakaian didalam.kamar
itu, tapi sewaktu tauke kami muncul, ternyata pakaian yang dia
kenakan tidak terlalu banyak."
"Ehm, kau pernah melaporkan soal ini kepadaku." Sik Jiu manggut
manggut. "Waktu itu aku sudah curiga kalau didalam.kamar selain tauke kami
masih ada orang lain, tapi ketika aku masuk ke dalam, tak
terlihat ada orang lain disana, kecuali daun jendela yang terbuka
lebar." "Sewaktu tiba disini, daun jendela itu masih dalam keadaan
terbuka." W?ku benar benar menaruh curiga kalau dalam.kamar masih ada orang
lain, hanya saja karena mendengar suara ketukan pintu, dia sangka
Kim.Boan?lo telah datang, maka tergopoh gopoh mengenakan pakaian
dan kabur melalui jendela."
"Kemungkinan semacam ini tetap ada, hanya soal tersebut tidak kau
singgung dihadapanku tadi."
"setelah kalian pergi, pikiranku mulai agak tenang, ingatan
tersebut pun segera melintas."
"Lalu apa yang kau lakukan?"
"Maka aku sengaja berputar ke arah halaman, benar saja, kutemukan
ada bekas telapak kaki orang yang melalui tempat itu."
"Bekas telapak kaki apa?"
"Bekas telapak kaki seorang lelaki."
"Ehm, tanah yang becek oleh air hujan memang akan meninggalkan
bekas kaki bila dilalui seseorang, lantas bekas kaki itu
menyambung sampai ke mana?"
"Bawah dinding pekarangan."
"Bagaimana selanjutnya?"
"Kemndian aku bertemu Li Toa?ma."
"Siapa pula Li Toa?ma?"
"seorang pesuruh yang bertugas menyapu dan membersihkan halaman,
pagi tadi sewaktu aku masak air di dapur, dia beritahu kepadaku
kalau ia sempat melihat seseorang berlarian disepanjang dinding
pekarangan kemudian melompat keluar dari situ."
"Dia kenal dengan Liu Samrhong?" tanya Sik Jiu.
"Benar." "Dari mana dia bisa kenal dengan Liu Samehong?"
"Liu Sam?hong adalah sahabat karib tauke kami, sering datang
mencari tauke kami, bahkan belakangan hampir setiap hari pasti
datang ke sini." "Kemarin, apakah kalian melihat dia datang kemari?"
"sejak pagi sudah berada disini."
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Kapan meninggalkan tempat ini?"
"Entah." "oya?n "Setiap kali datang, dia selalu berada dalam kamar tauke kami,
terkadang sampai keesokan harinya baru pergi meninggalkan tempat
ini." "Ini berarti semenjak kedatangannya kemarin, mungkin baru pagi
tadi dia pergi meninggalkan tempat ini." Kata Sik Jiu.
"Tapim.. mengapa dia harus melompati tembok?"
"Karena suara ketukan sekali berat dua kali ringan mu itu."
"Masa dia takut bertemu dengan Kim.Boan?1o?"
"Takutnya setengah mati."
"Kenapa?" "Karena dia berhutang banyak dengan Kim Boan?lo."
"Maksudnya, dia sudah meminjam.uang milik Kim Boan?lo dan hingga
sekarang belum dilunasi?"
"Benar." "Kalau begitu tak aneh."
Sik Jiu meraba dagu sendiri, berapa saat kemudian ujarnya lagi:
"Tampaknya kami benar benar harus pergi menemukan Liu Sam?hong
dan berbincang dengan dirinya."
Belum habis perkataan itu, Siau-sin yang berada disampingnya
sudah berteriak keras: "Dia! Dia orangnya!"
"Siapa?" dengan perasaan terperanjat tanya Sik Jiu.
"Setan perempuan yang semalam.membe1i arak untuk membunuh orang."
"Diim.. dimana?"
Siau?sin segera menuding ke seberang jalan raya.
Tampak seorang wanita cantik sedang berjalan perlahan ditempat
itu. Mukanya pucat pias bagaikan mayat, dengan pakaian seputih salju.
Dia tak lain adalah Siu Hujin.
Dalam genggamannya ternyata dia masih membawa payung hujan
berwarna merah. Ada urusan apa dia memasuki kota?
Padahal tak usah dituding Siau?sin pun, Sik Jiu telah melihatnya.
Dengan pandangan tercekat tanyanya:
"Kau tidak salah melihat orang?"
"Tidak bakal salah, memang dialah orangnya!"
Sambil menghentakkan kakinya umpat Sik Jiu:
"Dasar kawanan gentong nasi, kenapa sudah tahu tersangka
menampakkan diri, tak seorang pun yang berusaha mencegat atau
menghalangi jalan perginya!"
Tergopoh gopoh sahut Pak Piau:
"Aku telah turunkan perintah kepada semua saudara kita!"
"Untung kita bisa menjumpainya!" seru Sik Jiu, dengan satu
lompatan dia menerjang maju.
Pak Piau, Lim Hiong tak berani berayal lagi, terburu buru mereka
mengintil di belakang Sik Jiu.
Biarpun Sik Jiu berperawakan gemuk pendek, ternyata gerakan
tubuhnya lincah dan cekatan.
Tapi ketika ia berhasil mencapai dihadapan Siu Hujin, seolah baru
saja mendaki dua bukit yang tinggi, napasnya tersengkal sengkal.
Lim Hiong dan Pak Piau malah sama sekali tak tersengkal napasnya.
Mereka bertiga dengan Cepat mengurung dan mengepung Siu Hujin di
tengah arena. Perempuan mana pun, bila secara tiba tiba melihat ada tiga orang
lelaki menerjang ke hadapannya, dapat dipastikan dia akan sangat
terperanjat. Biarpun Siu Hujin tidak terlalu terperanjat dengan kejadian ini,
tak urung ia tertegun juga hingga berdiri melongo.
"Berhenti!" bentak Sik Jiu sambil menghentikan langkahnya.
Siu Hujin tidak terkejut, malah sekulum senyuman segera menghiasi
bibirnya. Sebuah senyuman yang begitu dingin.
Tak tahan Sik Jiu bergidik, bulu romanya pada bangun berdiri.
Tidak terkecuali Pak Piau serta Lim Hiong.
Untuk berapa saat ke tiga orang itu seakan berubah menjadi tiga
orang manusia tolol. Entah karena melihat tampang ketiga orang itu atau karena sebab
lain, senyuman Siu Hujin terlihat semakin cerah dan riang.
Semakin riang dia tertawa, senyuman itu terlihat semakin dingin
membekukan. ? Ternyata perempuan ini betul?betu1 ada masalah.
"Apa yang sedang kau tertawakan?" tegur Sik Jiu sambil menarik
muka. "Memangnya tertawa itu salah?" kata Siu Hujin.
Sik Jiu melongo. tertegun.
Sambil tertawa dingin lanjut Siu Hujin:
"Kelihatannya kalian bertiga adalah orang pangkat."
"Aku adalah komandan opas wilayah inimm Sik Jiu!"
"Wakil komandan Lim Hiong!"
"Waki1 komandan Pak Piau!"
Ternyata reaksi Lim Hiong serta Pak Piau tidak terhitung lambat.
Siu Hujin kelihatannya agak terperanjat, segera ia tarik kembali
senyumannya seraya berseru:
"Ternyata tuan opas bertiga!"
Kemudian sambil tertawa lagi katanya:
"Kalau dilihat dari lagak kalian, kelihatannya tuan opas bertiga
sengaja datang mencari aku."
"Tepat sekali."
"Seingatku, aku tidak melakukan pelanggaran apapun."
"Seingatmu? Masa kau sendiripun tidak yakin?"
"Daya ingatku memang terlalu jelek."
"Tapi aku percaya apa yang kau lakukan semalam belum dilupakan
bukan?" "Perkara apa yang kau maksud?" tanya Siu Hujin.
"Kemarin malam, benarkah kau membeli sebotol arak wanita cantik
di kedai wanita cantik?"
"Kalau urusan ini mah aku masih ingat."
"Ketika akan membeli arak, pernahkah kau berkata karena ingin
membunuh seseorang maka kau akan membeli sebotol arak wanita
cantik?" Kontan Siu Hujin tertawa.
"Itu mah perkataan orang jengkel, masa perempuan lemah semacam
aku, bahkan menginjak mati seekor semut pun tak mampu, bisa punya
nyali untuk membunuh seseorang?"
Sama seperti gayanya semalam, kembali dia perlihatkan gerak gerik
seorang wanita yang sangat lemah.
Mendelik besar sepasang mata Sik Jiu, hardiknya:
"Dimana arak wanita cantik itu sekarang?"
"Sudah kuhadiahkan untuk seseorang."
"Siapa?" desak Sik Jiu.
"Aku sudah lupa."
"Membeli arak saja masih teringat, masa diberikan kepada siapa
sudah lupa?" bentak Sik Jiu dengan mata semakin melotot besar.
"Nyaliku kecil, maukah kau jangan kelewat galak kepadaku?" pinta
Siu Hujin. "Sudah, jangan banyak bicara, Cepat menjawab semua pertanyaanku."
"Kau benar benar menyangka aku hendak menggunakan arak tersebut
untuk membunuh seseorang?" tanya Siu Hujin.
"Kalau tidak, kenapa kau berkata begitu?"
Tiba tiba Siu Hujin mengamati opas itu dari atas hingga ke bawah,
lalu katanya dingin: "Aku lihat didalam kota pasti sudah terjadi kasus pembunuhan,
kalau dilihat dari caramu menyelidiki soal arak, jangan jangan
pembunuhan tersebut ada kaitannya dengan sebotol arak?"
"Benar," jawab Lim Hiong tanpa sadar, "sudah ada satu korban yang
mati terbunuh karena racun dalam arak wanita cantik!"
"Siapa orang itu?" tanya Siu Hujin.
"Sui Kwan?im, tauke kedai wanita cantik!"
"Hahh, dia!" jelas kali ini Siu Hujin merasa sangat terperanjat.
Menyaksikan hal ini, Sik Jiu segera menghardik:
"Jadi kau kenal dengan Sui Kwan?im?"
Bukan menjawab Siu Hujin balik bertanya:
"Benarkah Sui Kwan-im mati karena racun dalam.arak wanita
cantiknya?" Dengan mata mendelik Sik Jiu mengamati perempuan itu, tanyanya
kemudian dengan nada menyelidik:
"Kau begitu menaruh perhatian, jangan jangan terlibat dalam kasus
pembunuhan ini?"
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tak lebih bertanya karena rasa ingin tahu." Sahut Siu Hujin
sambil tertawa. Namun kelihatan bila tertawanya kali ini kelewat dipaksakan.
"Hmm, besar amat rasa ingin tahumu itu." Sindir Sik Jiu sambil
tertawa dingin. Setelah berhenti sejenak, bentaknya:
"Kau bawa kemana arak wanita cantik yang kau beli semalam? Cepat
jawab!" Siu Hujin tidak menjawab.
Sik Jiu menunggu berapa saat, kemudian baru mengancam:
"Lebih baik jawab sejujurnya, kalau tidak, jangan salahkan kalau
kuseret kau ke kantor polisi dan menyiksamu hingga mau menjawab."
Tiba tiba Siu Hujin menghela napas panjang.
"Aaai, aku benar benar lupa, kau suruh aku bagaimana
menjawabnya?" "Hmm," Sik Jiu tertawa dingin, "tampaknya aku benar benar harus
menyeretmu pulang ke kantor polisi, dengan begitu daya ingatanmu
baru bisa pulih kembali."
"Kau benar benar berniat akan membawaku ke kantor polisi dan
menyiksaku?" teriak Siu Hujin.
"Bila tidak kau jawab, terpaksa aku harus berbuat demikian!"
Kembali Siu Hujin menghela napas panjang.
"Aaai, sebetulnya aku berniat jalan jalan, tapi sekarang terpaksa
harus pulang kembali ke ruah."
"Dimana ruahmu?" tanya Sik Jiu.
"Sebenarnya siapa kau?" tanya Lim Hiong pula.
"Apakah kau terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap Sui
Kwan-im?" tanya Pak Piau pula.
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Menghadapi gencaran pertanyaan, Siu Hujin segera tertawa lebar,
katanya: "Kalian bersama sama mengajukan pertanyaan, lantas aku harus
menjawab pertanyaan siapa lebih dahulu?"
"Semuanya harus dijawab, pertanyaan yang kami ajukan harus
dijawab satu per satu." Sahut Sik Jiu.
"Sayang sekarang juga aku harus pergi!"
Perempuan itu benar benar beranjak pergi.
"Mau kabur ke mana!" hardik Lim Hiong sambil melancarkan
cengkeraman. Siapa sangka belum sempat tangannya menyentuh lawan, tahu tahu
pandangan matanya jadi kabur, serangannya mengenai sasaran
kosong. Dipihak lain Pak Piau sudah ikut turun tangan, menyerang dengan
kedua belah tangannya. Siu Hujin menghindari serangan tangan kanannya, namun menyongsong
kedatangan tangan kirinya.
"Hahaha, akan kulihat, kau bisa kabur ke mana." Serunya sambil
tertawa keras. Ditengah gelak tertawa nyaring, tangan kirinya telah melepaskan
satu cengkeraman, dua cengkeraman dan tiga cengkeraman maut.
Siu Hujin berkelit, menghindar, mengigos, tiba tiba saja payung
hujannya dihantamkan ke punggung tangan Pak Piau.
Menghadapi ancaman tersebut Pak Piau berteriak keras, hampir saja
tangan kirinya membentur tanah ketika terkena hajaran payung
merah itu. Sambil menahan rasa sakit dan melompat mundur, teriaknya nyaring"
"Payungnya terbuat dari baja!"
"Sialan, rupanya dia seorang pesilat canggih." Seru Sik Jiu
terperanjat. Menyusul kemudian bentaknya keras:
"saudara sekalian, gunakan senjata! Jangan biarkan dia kabur."
Criiiing! Secepat kilat dia loloskan golok panjangnya dari
sarung. Lim.Hiong dengan tongkat mautnya telah menghadang pula ditengah
jalan. Sekalipun otaknya agak bebal, bukan berarti gerak geriknya ikut
lamban, baru saja Pak Piau selesai berteriak, senjata toyanya
sudah berada dalam genggaman.
Waktu itu Siu Hujin sedang berjalan menuju ke arahnya.
"Mau kabur ke mana?" bentak Lim Hiong, dengan gerakan lao?su?
poan?gun, pohon tua melebarkan akar, toyanya langsung menyapu
sepasang kaki perempuan itu.
Siu Hujin melejit, tubuhnya yang sedang berjalan tahu tahu
melambung ke udara. Sapuan toya itu menyambar lewat persis dari bawah alas sepatunya.
Perubahan jurus yang dilakukan Lim Hiong cukup cekatan, toyanya
segera mencongkel, kali ini dia sapu lagi sepasang kaki Siu
Hujin. Hampir bersamaan waktu Siu Hujin mendorong payung merahnya ke
bawah. "Triiing!" toya dan payung segera saling membentur keras.
Benar juga, ternyata payung itu memang terbuat dari baja asli.
Gerak serangan dari Siu Hujin terhitung cukup tangguh, toya Lim
Hiong seketika terhajar oleh payungnya hingga melenceng ke
samping. Sementara payung baja miliknya kembali memantul ke atas.
Meminjam tenaga untuk memanfaatkan kekuatan, tubuhnya segera
melambung semakin tinggi, bahkan langsung melesat naik keatas
atap rumah yang berada disisinya.
Pak Piau yang mengikuti kejadian itu segera meluncur maju,
kakinya ikut menjejak tanah, badannya segera melejit naik pula
keatas atap rumah. Ternyata ilmu meringankan tubuh yang ia miliki terhitung cukup
tangguh, dalam sekali lompatan sudah mencapai atap bangunan.
Namun belum sempat kakinya berdiri tegak, payung baja milik Siu
Hujin sudah menyambar kearah kakinya.
Waktu itu sepasang senjata kaitan andalannya sudah berada dalam
genggaman, buru buru dia melakukan tangkisan ke kiri dan kanan.
"Triiiing, triiiing!" sapuan payung baju itu menghajar diatas
sepasang senjata kaitan. Da1am.waktu singkat Pak Piau merasakan munculnya satu kekuatan
maha dahsyat yang menerjang ke tubuhnya ibarat amukan ombak
dahsyat ditengah tsunami.
Belum selesai dia menjerit kaget, tubuh berikut senjata kaitannya
sudah tersapu jatuh dari atas atap bangunan oleh tangkisan payung
Siu Hujin. Masih untung dia cekatan dan memiliki gerakan tubuh yang lincah,
berada ditengah udara ia berjumpalitan berapa kali, begitu
berhasil mengimbangkan tubuh, dengan sepasang kaki terlebih dulu
mencium tanah, dia meluncur turun.
Sik Jiu maupun Lim Hiong dapat menyaksikan kesemuanya itu dengan
jelas, buru buru mereka maju menghampiri sambil bertanya:
"Bagaimana? Apakah terluka?"
Pak Piau menggeleng. "Ternyata perempuan itu memiliki ilmu silat yang luar biasa,
sudah jelas aku bukan tandingannya."
"Bagaimana jika kita bertiga maju bareng?" tanya Lim Hiong.
"Mungkin masih dapat mengendalikan dia!"
"Kalau begitu ayoh kita maju bersama!" perintah Sik Jiu sambil
mengayunkan goloknya. Tubuhnya yang gemuk pendek segera melejit ke tengah udara dan
meluncur keatas atap rumah.
Kuatir komandannya mengalami sesuatu, buru buru Pak Piau ikut
melejit ke udara. Lim Hiong terlebih tak berani berayal, dia ikut melompat ke atas.
ketika tiba ditepi atap bangunan, tubuhnya jadi limbung, nyaris
terjatuh lagi ke bawah. Untung Sik Jiu berada disisinya. buru buru dia sambar lengan
rekannya itu. Seandainya Siu Hujin masih berada diatas genting, dia bisa
manfaatkan kesempatan itu untuk turun tangan, dan yakin dia hanya
butuh melancarkan satu sodokan dengan payung bajanya, niscaya
mereka berhasil dihajar hingga jatuh ke bawah.
Ternyata perempuan itu sudah tidak berada ditempat.
Sewaktu ke tiga orang opas itu berhasil mengendalikan tubuh,
mereka baru menjumpai kalau Siu Hujin sudah berada berapa tombak
dari situ. Dia meluncur diatas atap dengan kecepatan bagaikan terbang,
genting demi genting, bangunan demi bangunan, entah apakah dia
sudah melihat kalau Sik Jiu bertiga sedang mengejar kearahnya,
ketika sekali lagi tubuhnya meluncur turun, dia menyempatkan diri
untuk berpaling, menggapai bahkan melemparkan sekulum senyuman.
Kesemuanya itu membuat Sik Jiu bertiga tertegun, melongo dan
terbelalak lebar matanya.
Menyusul kemudian, sekali lagi tubuh Siu Hujin melesat ke tengah
udara. Ketika meluncur turun kembali, tidak terlihat dia melejit lagi ke
tengah udara. Sik Jiu bertiga menunggu berapa saat namun tetap tak nampak
bayangan tubuhnya, tanpa sadar mereka maju dua langkah.
"Di mana perempuan itu?" seru Lim Hiong tanpa sadar.
"Sepertinya sudah melompat turun." Sahut Pak Piau.
Lalu kepada Sik Jiu tanyanya:
"Komandan, bagaimana kita? Apakah perlu melakukan pengejaran?"
"Menurut pendapatmu, mungkinkah bagi kita untuk menyusulnya?" Sik
Jiu balik bertanya. Pak Piau menggeleng. WAku rasa tidak mungkin, tubuh perempuan itu pada hakekatnya
seperti seekor burung yang sedang terbang."
"Kalau memang begitu, biar sekarang kita enggan melepaskan
dirinya pun tak ada gunanya." Kata Sik Jiu.
Maka setelah termenung dan berpikir sejenak, sambungnya lebih
jauh: "Tapi aku rasa perempuan semacam ini pasti sangat mencolok dan
menarik perhatian orang, untuk melacak jejaknya, aku percaya
bukanlah satu pekerjaan yang terlalu susah."
Pada saat itulah ada berapa orang opas telah menyusul tiba, buru
buru mereka berteriak: "Komandan, apa yang telah terjadi?"
Sik Jiu mengerling sekejap kearah mereka, lalu katanya:
"Kebetulan sekali kedatangan kalian, Lim Hiong perintahkan kalian
untuk menghubungi saudara yang lain sambil mencari berita dengan
seksama, jika menemukan jejak perempuan itu atau mengetahui
sarangnya, segera pulang untuk memberi laporan, jangan bertindak
sembarangan hingga menggebuk rumput mengejutkan sang ular."
"Selain itu, apakah komandan masih ada pesan lain untuk mereka?"
tanya Lim Hiong. "Sudah tidak ada lagi."
"Kalau begitu aku segera turun." Ucap Pak Piau.
Dia tarik kembali senjata toyanya dan melompat turun.
Sambil menyarungkan kembali goloknya, Sik Jiu mengalihkan
pandangan matanya kearah depan, katanya:
"Jika bertemu lagi, kita hadapi perempuan itu dengan menggunakan
jaring tali!" "Kelihatannya memang harus begitu.:
"Jika jaring tali pun tidak berguna, aku tak tahu bagaimana harus
menghadapinya." "Komandan tak perlu kuatir, aku rasa untuk menghadapi perempuan
ini mah belum sampai perlu menggunakan jaring tali."
Sik Jiu termenung sejenak, kemudian katanya lagi:
"Dengan ilmu silat yang dia miliki, masih ingin menggunakan arak
beracun untuk membunuh orang, bayangkan saja, bukankah orang yang
ingin dibunuhnya itu memiliki ilmu silat yang amat menakutkan?"
"Paling tidak pasti berada diatas kemampuannya."
"Mungkin saat ini orang tersebut sudah mati oleh racun arak
wanita cantik, kalau tidak, justru dia sendiri yang sedang
berjalan menuju ke jalan kematian." Kata Sik Jiu.
"Yaa, biarpun sekarang kita sudah tahu, namun tak mungkin bisa
menghalangi. Karena sampai sekarang kita masih belum tahu siapa
sasaran yang hendak dibunuhnya."
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Kalau hanya masalah itu mah gampang sekali, asal kita bisa bikin
jelas kasus pembunuhan yang menimpa Sui Kwan-im, aku percaya
tidak susah untuk menyelesaikan persoalan ini."
"Kalau begitu, apakah sekarang kita tetap akan pergi mencari Liu
Sam?hong?" "Harus dicari sampai ketemu!"
"Rasanya tidak sulit untuk menemukan orang ini."
"Tentu," jawab Sik Jiu sambil tertawa dingin, "karena bagaimana
pun, dia termasuk orang kenamaan di tempat ini."
Dalam kenyataan, Liu Sam?hong memang seorang yang termashur di
kota Yang?ciu. Khususnya dalam hal bermain perempuan, kebanyakan pelacur disana
kenal dengan orang ini bahkan sangat menyukai orang ini.
Bila seorang pria ingin menjadi tersohor seperti dia, paling
tidak dia harus memiliki lima syarat utama. antara lain ganteng
dan sangat berduit. Dari ke lima syarat tersebut, nyaris Liu Sam?hong memiliki semua,
tak heran kalau dalam pandangan perempuan penghibur, dia jauh
lebih menarik daripada Kim.Boan?lo.
Biarpun Kim Boan?lo memiliki wajah yang ganteng dan harta
kekayaan yang melimpah, sayang dia belum.memenuhi syarat untuk
tiga syarat lainnya. Hanya saja sejak setahun belakangan, Liu Sam?hong sudah jarang
sekali muncul di tempat hiburan.
Ada yang bilang, ini dikarenakan dia sudah tidak mempunyai uang.
Namun hal ini tidak cocok dijadikan alasan utama, sebab tidak
sedikit perempuan penghibur yang mengatakan, asal Liu Sam?hong
mau datang mencari mereka, bukan saja mereka tak akan menerima
pembayaran darinya, malah bersedia memberi uang untuk Liu
Sam?hong. Ada pula yang mengatakan, ini disebabkan ia sudah terpikat dengan
Sui Kwan?im. Ucapan ini memang sangat beralasan, sebab dalam setahun terakhir,
Liu Sam?hong memang selalu muncul di kedai wanita cantik.
Tapi banyak orang berpendapat, hal ini dikarenakan ulah Oh Hiang.
Dan persoalan ini pula yang menjadi alasan utama.
Semenjak Oh Hiang secara terbuka masuk keluar dari rumah Liu
Samrhong, kecuali Oh Hiang sedang keluar kota untuk mengawal
barang dan tidak berada di kota Yang?ciu, kalau tidak, biar di
kedai wanita cantik pun tak akan ditemukan bayangan tubuhnya.
Didalam kenyataan, Oh Hiang bukan saja memiliki ilmu silat yang
tangguh, kepandaiannya minum cuka pun terhitung sangat luar
biasa. Suatu hari Liu Sam?hong mencari hiburan di rumah pelacuran
Pek-hiang?wan, begitu berita ini sampai ke telinga Oh Hiang,
hampir saja seluruh rumah pelacuran Pek?hiang?wan dibikin rata
dengan tanah oleh perempuan ini.
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semenjak peristiwa itu, Liu Sam?hong baru tahu kalau dia sudah
menghadirkan seekor harimau betina, namun sulit baginya untuk
melepaskan diri dari cengkeramannya.
Ketika Oh Hiang berada dikota, terpaksa ia harus berpuasa main
wanita diluaran, sekalipun mencoba berpuasa, toh sekali waktu
ingin juga pergi mengunjungi tempat maksiat, ingin melakukan
perbuatan maksiat, dalam keadaan begini, terpaksa dia harus
melakukannya dalam keadaan sangat rahasia.
Untungnya saja, waktu yang dipakai Oh Hiang untuk mengawal barang
ke luar kota cukup sering dan lama.
Banyak orang keheranan, dengan kemampuan yang dimiliki Oh Hiang,
ditambah wajahnya yang tidak termasuk jelek, bahkan boleh
dibilang cukup cantik, kenapa bisa terpikat lelaki semacam Liu
Sam?hong. Jangan lagi orang lain, bahkan Oh Hiang sendiripun tidak
mengerti, tidak paham. Atau mungkin inikah yang disebut membayar karma dari kehidupan
lalu. Setiap kali sehabis pulang mengawal barang, Oh Hiang selalu
berganti dandanan dalam kantor perusahaannya, selesai bebenah,
tempat pertama yang dikunjungi adalah rumah keluarga Liu.
Tidak terkecuali kali ini.
Ditengah halaman tumbuh bunga seruni, ada pula bunga mawar putih.
Bau harum bunga menyebar ke udara, menyiarkan keharuman yang
menyegarkan sukma. Sewaktu Oh Hiang menemukan Liu Sam?hong, ia sedang berdiri
termenung depan jendela, seakan sedang menikmati indahnya bunga
mawar putih yang sedang mekar ditengah halaman, sepasang matanya
terbuka lebar, sama sekali tak berkedip.
Sampai Oh Hiang berada disisinya, ia tetap tidak bereaksi,
akhirnya tak tahan perempuan itu menyapa:
"Sam?hong!" Sekujur tubuh Liu Sam?hong bergetar keras.
"siapa?" teriaknya kaget, tergopoh gopoh dia membalikkan badan.
"Aku!" Setelah tahu siapa yang muncul, Liu Samehong baru menghembuskan
napas lega sembari berseru:
"Oohm.. rupanya kau."
"Memangnya kau sangka siapa aku?"
"Aku? Aku tidak mengira siapa siapa .... uc
II "Kau nampak gugup, gelisah dan tidak tenang." Kata Oh Hiang
keheranan. "Mungkin karena kedatanganmu kelewat mendadak."
"Lantas mau apa kau berdiri melamun disana?"
II "Aku .... n aku sedang menikmati keindahan bunga mawar putihmm..
jawab Liu Sam?hong tergagap.
"Apa bagusnya mawar putih?" Oh Hiang semakin keheranan.
"Dalam keadaan dan waktu seperti ini, selain bunga mawar putih,
apa lagi yang bisa kulihat dari halaman itu."
"Setahuku, dulu kau tidak terlalu suka menikmati keindahan
bunga." "Memangnya sekarang sudah tak boleh menyukainya?" sahut Liu
Samrhong ketus. Dengan tatapan tajam Oh Hiang mengamati lelaki itu dari atas
hingga ke bawah, setelah itu baru tegurnya:
"Dulu, cara bicara mu juga tidak seperti ini, sebenarnya apa yang
telah terjadi?" "Tidak terjadi apa apa."
"Paling bagus kalau tak ada kejadian apa apa, kenapa? Hari ini
tak ada tempat yang bisa dikunjungi?"
"Kebetulan memang tak ada."
"Baguslah, daripada aku harus menelusuri ke mana-mana untuk
mencarimu." Liu Sam?hong tidak menjawab, dia hanya tertawa hambar.
"Sudah makan siang?" Oh Hiang mengalihkan pokok pembicaraan.
Liu Sam?hong mengangguk, balik tanyanya:
"Baru pulang dari mengawal barang?"
"Sudah balik dua jam yang lalu. hanya saja aku pulang dulu ke
kantor perusahaan untuk bebenah."
"Bagaimana keadaanmu sepanjang jalan?"
"Masih lumayanlah, hanya sewaktu kembali, aku melihat suatu
kejadian yang sangat aneh."
"Kejadian apa?" tanya Liu Sam?hong tertarik.
"Sewaktu melalui tanggul pesisir telaga See-ou, kuberjumpa dengan
seseorang." "siapa?" "Kim Boan?lo, dia melarikan kudanya kesetanan, orang dengan
status seperti dia ternyata melakukan perjalanan cepat di fajar
yang dingin dan hujan, bukankah hal ini suatu kejadian yang
sangat aneh?" "Mungkin saja ada familinya yang meninggal dunia, aaah, buat apa
mnsti mencampuri urusan macam begitu?"
Tiba tiba ia bertanya: "Barang apa yang kau bawa ditangan kirimu itu?"
Sekarang dia baru melihat kalau ditangan kiri Oh Hiang membawa
sebuah kotak. "Ooh, hadiah yang Siu Hujin berikan untukku." Jawab Oh Hiang.
"Siu Hujin?" "Dialah langganan yang belakangan tiga kali minta aku mengawalkan
barang miliknya." "Kau sudah tiga kali mengawalkan barang milik Siu Hujin?"
"Ehm_u "Barang apa yang kau kawal?"
"Intan permata."
"Ke tiga kalinya mengawal intan permata semua?"
"Benar." "Mencari kau untuk mengawal barang, bahkan secara beruntun tiga
kali, dapat dipastikan intan permata yang kau kawal besar sekali
jumlahnya." "Dalam kenyataan memang sangat banyak."
"Dan semuanya merupakan intan permata yang tak ternilai
harganya?" "Tentu." "Sebenarnya siapakah Siu Hujin itu?" tanya Liu Sam-hong
keheranan. "seorang janda."
"Kalau dia hanya seorang janda, darimana datangnya intan permata
itu?" Liu Sam?hong semakin keheranan.
"Suaminya yang telah meninggal adalah Siu Cu?ya."
"Siu Cu?ya pemilik gudang uang Gwat?hoa?hian?"
"Benar." "Waah, kalau begitu mah tidak aneh, heran, kenapa aku belum
pernah mendengar kau singgung nama orang ini?"
"Aku sendiripun baru hari ini tahu kalau dia adalah bininya Siu
Cu?ya." "Sudah tiga kali beruntun kau mengawalkan intan permata miliknya,
sepantasnya sejak awal kau selidiki dahulu asal usulnya."
"Sekarang pun belum terlambat."
"Kalau sejak awal kau beritahu aku kalau sedang mengawal intan
permata, aku pasti akan mengusulkan kepadamu untuk bertanya jelas
dulu identitas sang langganan, andaikata dia adalah penyamun
wanita yang sedang mengirim.hasil rampokannya, kau bisa berabe."
"Aku bukannya tak ingin memberitahukan hal ini kepadamu, tapi aku
tahu kalau kau tak pernah tertarik dengan persoalan semacam ini,
bahkan kau pernah suruh aku tak cerewet selama berada
dihadapanmu, itulah sebabnya selama banyak tahun terakhir aku
jarang banyak mulut dihadapanmu."
Liu Sam?hong mendengus. Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Dia memang masih ingat, pernah berkata begitu kepada perempuan
ini. "Tapi kau tak usah kuatir," hibur Oh Hiang, "bagaimana pun aku
adalah jago silat kawakan, seandainya dia adalah penyamun wanita,
mana mungkin bisa mengelabuhi sepasang mataku."
"Aku tahu, pengalamanmu didalam dunia persilatan sangat luas dan
matang, sayang sepuluh tahun bagaikan sehari, hingga kini kau
masih tetap gegabah dan teledor, asal pihak lawan bertindak
sedikit lebih hati-hati, aneh jika kau bisa menebak identitas
lawanmu itu." "Begitu detil kau mengetahui tentang diriku?" seru Oh Hiang.
Pengelana Rimba Persilatan 15 Mamamo Karya Sara Tee Bayangan Darah 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama