Racun Berantai Karya Huang Ying Bagian 5
dunia persilatan. Masih untung Liu Sam?hong bermata tajam dan berpendengaran sensitip,
reaksi yang dilakukan pun terhitung sangat cepat.
Lagi lagi dia berteriak aneh, tubuhnya yang sedang meluncur ke bawah
tahu tahu berubah jadi jumpalitan ke belakang.
Kembali kakek itu melayangkan pecutnya kian kemari, secara beruntun
dia lancarkan tiga buah serangan berantai, namun sayang tak satu
serangan pun yang berhasil mengenai tubuh lawan.
Seringan burung walet Liu Sam?hong meluncur ke atas pohon liu yang
berada disisi kanan pintu gerbang.
Waktu itu ada dua orang opas bersenjata tombak yang bersembunyi
dibelakang pohon, tidak sempat mereka menjerit kaget, tahu tahu
senjata tombak mereka telah dirampas Liu Sam?hong.
Dengan tombak ditangan, lelaki itu langsung melontarkannya ke muka.
"Sreeet, sreeet!" kedua batang tombak itu bagaikan anak panah yang
terlepas dari busur, langsung menghajar dua ekor kuda yang sedang
berlari kencang. Tak terlukis rasa kaget kakek itu menyaksikan datangnya ancaman,
buru buru cambuknya diayun ke depan.
"Traaang!" sebatang tombak berhasil dihajar hingga mencelat ke
udara, sementara tombak kedua langsung meluncur ke depan, menusuk
kepala kuda yang sedang berlari kencang.
Tenaga lontaran Liu Sam?hong betul betul luar biasa, tombak itu
langsung menembusi leher kuda hingga muncul dari sisi lain.
Semburan darah berhamburan ke mana mana, diiringi ringkikan
kesakitan, kuda itu mengangkat tinggi ke dua kaki depannya.
Agaknya kuda yang lain jadi liar saking kagetnya, lari yang semakin
kencang membuat kereta itu kehilangan keseimbangn..
"Blaaaam!" seketika itu juga kereta kuda tersebut terbalik.
Diiringi jeritan kaget, kakek itu buru buru melejit ke udara
meninggalkan tempat duduk kusirnya.
Kereta kuda itu nyaris hancur berantakan, muncul sebuah lubang besar
persis ditengah badan kereta.
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Diantara hamburan kayu dan papan, tampak dua sosok bayangan manusia
berlompatan keluar dari balik lubang.
Orang pertama berwajah pucat bagaikan kertas, berbaju putih dan
berpayung merah, dia adalah Siu Hujin.
Orang kedua yang ikut melompat keluar dari balik kereta adalah
dayangnya, Siau?kiok. Dalam keadaan seperti ini, ternyata Siu Hujin masih dapat tertawa.
Senyuman yang menghiasi wajahnya jauh lebih dingin dan kaku daripada
bongkahan salju. Sambil tertawa dia menggerakkan payung merahnya dan dihantamkan
keatas kuda yang masih meronta dan mengerang karena kesakitan itu.
"Kraaaak!" terdengar suara hancuran tulang belulang, ringkikan kuda
itu seketika terhenti ditengah jalan, bagaikan seonggok daging busuk,
kuda itu terkapar ditanah dan tidak bergerak lagi.
Menyaksikan tingkah laku perempuan itu, diam diam Liu Sam?hong
merasakan hatinya bergidik.
Sik Jiu pun menyaksikan kesemuanya itu, namun dia sama sekali tidak
memberikan reaksi. Semua kejadian yang berlangsung dalam.waktu singkat ini, hampir
semuanya mendebarkan sukma, kaget yang bertubi tubi telah membuat
perasaan nya jadi kaku, mati rasa.
Dalam pada itu Pak Piau dan Lim Hiong yang bersembunyi dikiri kanan
gedung telah mengetahui apa yang terjadi, buru buru mereka memimpin
anak buahnya untuk menyerbu maju.
Para opas yang berada diseputar Sik Jiu pun ikut berhamburan keluar
dari tempat persembunyian.
"Bagaimana komandan?" tanya seorang opas sambil melangkah maju.
Bagaikan baru mendusin dari impian, Sik Jiu segera membentak nyaring:
"Siapkan jaring tali!"
Sebuah jaring besar yang terbuat dari tiga?empat puluh utas tali
segera disiapkan oleh sekawanan opas.
Kawanan opas itu terbagi menjadi dua grup, setiap dua orang memegang
satu ujung tali jaring. Dengan gerakan cepat, mereka mengepung Siu Hujin bertiga di tengah
arena. Dari ke tiga orang itu, paling tidak ada dua orang yang wajahnya
segera berubah hebat. Bentakan dari Sik Jiu tadi, ditambah gerak langkah yang dilakukan
kawanan opas itu, menciptakan sebuah suasana yang sangat menakutkan.
Siu Hujin tetap bersikap tenang, seolah-olah tak pernah terjadi
sesuatu apa pun. Liu Sam?hong pun berada ditengah kurungan jaring tali temali itu.
Setelah menyapu sekejap kawanan opas yang hadir diseputar arena,
sorot matanya segera berhenti diwajah Siu Hujin.
Sementara itu Siu Hujin pun sedang menatap kearahnya.
Sambil tertawa dingin Liu Sam?hong per1ahan?lahan berjalan maju
mendekat. Melihat itu tanpa terasa sang kakek dan Siau?kiok mundur ke samping
Siu Hujin. Sebaliknya Siu Hujin sama sekali tidak bergerak, bergeser sedikitpun
tidak. Liu Sam?hong berjalan terus hingga kurang lebih satu tombak dihadapan
Siu Hujin sebelum akhirnya berhenti.
Dia perhatikan Siu Hujin sekejap, memandangnya dari atas hingga ke
bawah, kemudian baru menegur:
"Siu Hujin?" "Liu Sam?hong?" balas Siu Hujin hambar.
"Kau kenal aku?" tanya Liu Sam?hong tertegun.
"Sempat bertemu satu kali."
"Di mana?" "Halaman dalam kedai wanita cantik, waktu itu kau sedang mencari
angin dibawah pohon."
"Saat itu, kau berada dimana pula?"
"Dalam kamar tidur Sui Kwan-im."
"Sedang apa disana?"
"Mengambil racun."
"Darah beracun dari kelabang api?"
Siu Hujin mendengus dingin.
"Hmm, Sui Kwan-im hanya memiliki semacam obat beracun."
Lalu setelah tertawa dingin, katanya lagi:
II "Walaupun hanya semacam, rapi racun itu sudah lebih dari cukup.
Sekali lagi Liu Sam-hong bertanya:
"Sebenarnya kau mengambil, atau mencuri?"
"Mengambil." "Jadi kau kenal dengan Sui Kwan?im?"
"Sejak tujuh, delapan tahun berselang, kmmi sudah bersahabat."
"Rasanya dia belum pernah menyinggung tentang kau dihadapanku."
"Karena dia tahu, aku selalu tak senang ada terlalu banyak orang yang
tahu bila aku berada di seputar sana."
"Kenapa sepak terjangmu selalu amat misterius?"
"Karena aku adalah seorang pencoleng."
"Pencolehg?" Liu Sam?hong tertegun, "jadi kau bukan istri Siu Cu-ya?"
"seorang pencoleng toh tetap harus menikah."
"Jangan jangan Siu Cu?ya pun seorang penyamun?" sindir Liu Samrhong.
"Penyamun? Hmm, menjadi seorang copet pun tidak pantas, tapi dalam
perdagangan intan permata, dia memang seorang pedagang yang sangat
berbakat." "Jadi tujuanmu kawin dengan dirinya adalah lantaran intan permata
miliknya?" "Tepat sekali."
Perempuan itu menjawab dengan lancar dan langsung, sama sekali diluar
dugaan Liu Sam?hong. Sesudah tertegun sesaat, tanyanya lagi:
"sudah berapa tahun kau menikah dengan dia?"
"Rasanya tidak genap sembilan bulan."
"Aku kenal dengan orang itu."
"Banyak orang kenal dengan dirinya."
"Menurutku, dia tidak mirip orang beruur pendek."
"Aku pun berpendapat yang sama."
"Aku dengar dia mati lantaran sakit?"
"Kenyataan memang begitu."
"Sebenarnya penyakit apa yang membuatnya mati?"
"Aku sendiripun tidak jelas."
"Masa kau tidak mengundang tabib untuk mengobati penyakitnya itu?"
"Siapa bilang tidak?"
"Masa seorang tabib pun tak bisa mengetahui penyakit apa yang
dideritanya?" "Tabib Ciang yang kuundang untuk memeriksakan penyakitnya memang
memiliki ilmu yang terbatas."
Tiba?tiba sang kakek yang berdiri disampingnya menghela napas,
sambungnya: "Aku Ciang tua memang bukan soerang tabib."
Rupanya orang yang diundang Siu Hujin untuk memeriksakan penyakit
yang diderita Siu Cu?ya tidak lain adalah anak buahnya.
Tak tahan Liu Samehong ikut menghela napas panjang, ujarnya:
"Aku percaya penyakit yang semula diderita Siu Cu?ya hanya penyakit
kecil, tapi dengan cepat berubah menjadi penyakit parah, aneh kalau
dia tak sampai mati."
Siu Hujin tertawa terkekeh.
"Hahaha, didengar dari nada pembicaraanmu itu, sepertinya sekarang
aku sudah menjadi seorang pembunuh."
"Hmm, kematiannya merupakan sebuah langkah penting bagi seluruh
rencana besarmu." Dengus Liu Sam?hong.
"Seharusnya memang begitu."
"Hmm, tak kusangka kau begitu berterus terang."
"Bicara soal berterus terang, dahulu aku jauh lebih berterus terang,
tapi semenjak punya uang banyak, entah kenapa aku berubah jadi orang
yang tertutup dan suka berbohong, bukan hanya soal bicara, bahkan
dalam bertindak sesuatu pun aku lebih suka bekerja secara diam.diam."
"Itu dikarenakan harta kekayaanmu diperoleh dengan Cara yang tidak
halal, mungkin itulah yang disebut keraguan pikiran seorang
pencoleng." "Kalau benar perkataanmu itu, bukankah Sui Kwan?im.pun termasuk
seorang pencoleng?" sindir Siu Hujin sambil tertawa nyaring.
Liu Sam?hong melengak. "Maukah kau beritahu kepadaku urusan mengenai Sui Kwan-im?"
Kembali Siu Hujin tertawa cekikikan.
"Urusan pribadiku pun aku berani bicara terus terang, apalagi
menyangkut urusan orang lain."
Sesudah berhenti sebentar, tanyanya:
"Apa yang ingin kau ketahui?"
"Tadi kau mengatakan, pernah masuk ke kamar tidur Sui Kwan?im untuk
mengambil racun, sebenarnya dia yang menyuruh kau mengambil, atau kau
memang mempunyai kebutuhan itu?"
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"selama hidup, aku paling tak suka membunuh orang dengan menggunakan
obat racun, sebab begitu keracunan, wajah sang korban akan berubah
sangat menakutkan, belum lagi dia mampus, mungkin aku sendiri yang
bakal mati lebih dulu karena ketakutan."
Kemudian sambil menepuk dada sendiri, tambahnya:
"Nyali kaum wanita memang selalu lebih kecil."
"Selain menyerahkan obat racun itu, barang apa lagi yang diberikan
Sui Kwan-im kepadamu?"
"Tidak ada." "Buat apa dia menyerahkan obat racun itu kepadamu? Untuk membunuh
orang?" tanya Liu Sam?hong lagi.
"Masa kau sangka dia berikan racun itu kepadaku untuk membunuh
tikus?" "Dia minta kau membunuh siapa?" desak Liu Sam?hong.
"Menurut pendapatmu?"
"Oh Hiang?" "Pintar sekali, sekali tebak sudah betul!"
"Jadi kau campurkan darah beracun dari kelabang api ke dalam botol
arak wanita cantik itu?"
"Buat apa kau tanyakan lagi hal tersebut kepadaku?"
Liu Sam?hong segera terbungkam.
Kembali Siu Hujin berkata:
"Sewaktu keracunan, sudah pasti Oh Hiang sempat memberitahukan banyak
hal kepadamu, karenanya kau baru bisa menemukan tempat ini."
"Betul." "Kenapa kau tidak datang sedikit lebih lambat?" Siu Hujin menghela
napas. "Kenapa pula kau tidak pergi sedikit lebih awal?" balas Liu Sam?hong
sambil tertawa dingin. "Sebenarnya aku berencana meninggalkan tempat ini sejak kemarin,
adalah lo?Ciang yang kemarin masuk kota mendapat berita kalau Sui
Kwan-im dan Oh Hiang benar benar sudah mati, bahkan beritahu juga
kepadaku kalau kau dicurigai sebagai pembunuh telah ditangkap dan
dijebloskan ke dalam bui."
"Kenyataan memang begitu."
"Justru karena itulah aku baru mengira Oh Hiang sehabis minum arak
wanita cantik itu langsung mati keracunan, sehingga tak sepatah kata
pun yang sempat dia sampaikan kepadamu."
"Oleh karena itu kau baru tidak terburu buru meninggalkan tempat ini,
bahkan tinggal disini hingga sekarang?"
"Benar." "Mungkin inilah yang dinamakan Hukum langit sukar dihindari."
"Aaah betul, bagaimana ceritanya sampai kau bisa dibebaskan dari
tahanan?" tanya Siu Hujin.
"Semalam, dalam kota sudah terjadi lagi sebuah kasus pembunuhan
dengan arak wanita cantik."
"Pembunuhan ke tiga?" tanya Siu Hujin tertegun.
"Benar, terkadang kejadian di dunia ini memang serba kebetulan."
"Lalu siapa yang menjadi korban pembunuhan malam kemarin?"
"Kim.Boan?lo." "oya?u "Sewaktu racunnya mulai bekerja, dia mengaku bahwa dialah pembunuh
Sui Kwan?im yang sebenarnya."
"Dengan begitu, kau pun terbebas dari segala tuduhan sebagai seorang
pembunuh?" "Benar." "Perisiwa ini sungguh diluar dugaanku."
"Perhitungan manusia memang sulit menandingi kehendak langit."
"Lantas siapa pula pembunuh yang telah meracuninya sampai mati?"
"Kejadian ini tak ada sangkut pautnya dengan dirimu."
"Kalau enggan bicara yaa sudahlah, toh aku bukan termasuk orang
dengan rasa ingin tahu yang terlalu besar."
"Aku lihat ilmu silatmu sangat tangguh." Liu Sam?hong mengalihkan
pembicaraan. "Sama sama." "Dengan ilmu silat yang kau miliki, ditambah kedua orang pembantu
andalanmu, untuk membunuh seorang Oh Hiang, rasanya tidak perlu
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggunakan racun." "Sayang aku bukanlah dirimu."
"OYa?? "Jika aku memahami sampai dimana ketangguhan ilmu silat yang dimiliki
Oh Hiang seperti apa yang kau ketahui, aku pasti akan memperoleh Cara
yang lebih baik lagi ketimbang menggunakan racun."
"Sekalipun begitu, dengan meracuni dia sampai mati, bukankah kau
sudah banyak berhemat?"
"Hemat memang sangat hemat, masalahnya .... ".
"Kau tak senang melihat wajah seram seseorang yang sedang keracunan?"
"Lagipula aku tidak terlalu paham dengan sifat serta daya kerja racun
tersebut, andaikata setelah keracunan, Oh Hiang malah jadi gila,
bertemu orang langsung menyerang secara nekad, bukankah aku yang
II bakal jadi korban nomor satu."
"Oooh, ternyata kau sedang memikirkan buat diri sendiri."
Siu Hujin tertawa cekikikan.
"Kalau hidup tidak mementingkan diri, bukankah hidupku bakal ditumpas
langit dan bumi?" katanya.
"Kau melakukan perbuatan terkutuk ini demi Sui Kwan-im, sebenarnya
manfaat apa yang kau peroleh?" kembali Liu Sam?hong bertanya.
"Selama hidup, yang paling kusukai adalah duit, dalam hal ini, aku
percaya seluruh sahabatku mengetahui dengan sangat jelas."
"Aku benar?benar tidak habis mengerti, buat apa uang sebanyak itu
bagimu." Kata Liu Sam?hong sambil menggeleng.
"Aku sendiripun tidak paham."
"Mungkin sama seperti kebanyakan orang lain yang begitu mata duitan?"
"Mungkin aku sedikit lebih terang pikirannya ketimbang mereka."
"Dalam hal apa?"
"Bila seseorang tak berduit, maka apa pun tak dapat dia lakukan."
"Belum tentu." "Mungkin saja."
"Apakah sekarang kau sudah berduit banyak?"
"Walaupun masih ada selisih jarak dengan apa yang kudambakan, namun
dalam pandangan orang lain, seharusnya aku termasuk orang yang cukup
berduit." "Hanya sayang, ada satu hal yang belum tentu bisa kau lakukan."
"Apa?" "Sekarang kau sudah terjerumus dalam kepungan para opas dan hamba
II negara .... nu "Lalu kenapa?" "Bisakah kau menggunakan uangmu untuk minta kebebasan dari mereka?"
"Aku rasa tidak."
"Makanya kau harus tahu, sesungguhnya perkataanmu tadi salah besar."
"Sayangnya, aku tak perlu menggunakan uang pun masih sanggup memaksa
mereka membebaskan aku."
"Benarkah begitu?"
"Karena aku masih memiliki sesuatu yang jauh lebih berguna ketimbang
uang." "Benda mustika apakah itu?"
"Payung bajaku ini!"
Begitu selesai bicara, dia merangsek maju, payung merahnya dengan
gerakan "menyapu bersih seribu pasukan" menyapu datar kearah pinggang
lawan. Dimana payung itu bergerak, angin serangan menderu bagaikan amukan
topan. Sejak awal Liu Sam?hong telah bersiap siap menghadapi serangan Siu
Hujin yang setiap saat bisa tiba, tapi mimpi pun dia tak menyangka
kalau serangan dari Siu Hujin begitu lihay.
Kalau pada mulanya dia ingin menyambut serangan payung itu dengan
tangan kosong, kini tergopoh gopoh dia melompat mundur dari arena.
Selangkah pun Siu Hujin tidak mengendorkan desakannya, kembali
payungnya berputar kencang melancarkan tujuh buah sergapan.
Ke tujuh buah serangan itu tak satupun yang lebih lemah dari serangan
pertama tadi. Menyaksikan datangnya ancaman, secara cekatan Liu Sam?hong
menghindarkan diri dari enam serangan berantai itu, lalu sambil
membentak nyaring, tangan kirinya membalik, dengan lima jari
terpentang lebar ia cengkeram datangnya serangan payung ke tujuh yang
menyapu tiba. Entah tidak melihat musuhnya mempunyai niat adu tenaga dalam.dengan
dirinya atau karena alasan lain, Siu Hujin malah menyodokkan payung
itu ke tangan kiri lawan.
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Kontan saja timbul kecurigaan dihati Liu Sam?hong, buru buru ia
tarik kembali tangannya. Pada saat itulah terdengar suara .... " "Criiiing!" dari balik tulang
payung yang berjajar mendadak memantul keluar sederet mata pisau
yang tipis tapi tajam. Untung Liu Sam?hong menarik kembali tangannya tepat waktu, kalau
tidak, mungkin dari ke lima jari tangannya itu paling tidak ada
sebuah yang terpapas kutung.
Tak diragukan gerakan tangannya yang menyusut mundur dilakukan
sangat Cepat, akan tetapi reaksi dari Siu Hujin pun tidak lambat,
tangannya menyodok, lagi lagi payung itu disodokkan ke tangannya.
Untung Liu Samrhong bermata jeli, lagi lagi dia menarik mundur
tangannya. Kendatipun gerakannya cukup Cepat, tak urung mata pisau di
permukaan payung itu sempat juga menyambar telapak tangannya.
Kucuran darah segar segera menyembur keluar.
Liu Sam?hong berteriak aneh, sekuat tenaga ia jejakkan kakinya ke
tanah, tubuhnya langsung melesat mundur dari arena.
Sekali bergerak, dia mundur sejauh satu tombak delapan depa lebih
dari posisi semula. Cepat dia periksa tangannya yang terluka.
Dua buah mulut luka tergores diatas telapak tangannya, darah
menyebur keluar cukup deras.
Darah segar berwarna merah.
Kini Liu Sam?hong dapat menghembuskan napas lega.
Menyaksikan tingkah laku lawannya, Siu Hujin tertawa terkekeh,
ejeknya: "Tak usah kuatir, payung ku ini bukan payung beracun."
"Bagus sekali." Liu Sam?hong tertawa dingin.
Siu Hujin tidak pedulikan dirinya lagi, dia pun tidak melakukan
pengejaran lebih jauh. Mendadak sambil berpaling, bentaknya:
"Terjang!" Kali ini dia menerjang ke arah Sik Jiu.
Bersamaan waktu lo-Ciang serta Siau?kiok ikut bergerak.
Melihat datangnya serangan, Sik Jiu ikut membentak:
"Maju!" Kawanan opas dan hamba negara itu serentak berteriak sambil
menyerbu maju. situasi menjadi amat tegang.
Menghadapi serbuan yang begitu dahsyat, Siau?kiok sama sekali tak
berubah muka, sambil membentak nyaring, sepasang tangannya kini
bertambah dengan sepasang pedang pendek yang amat tajam.
Lo-Ciang ikut membentak nyaring, tangannya diayun ke depan,
cambuknya bagaikan ular berbisa menggulung keluar, menyambar
tengkuk seorang opas yang kebetulan berdiri dibawah pohon.
Belum sempat menjerit kaget, tubuh opas itu sudah tergulung ke
tengah udara, betotan yang kuat membuat lidahnya sampai menjulur
keluar. Tidak usah sampai menciu tanah, orang itu sudah mati tercekik oleh
belitan cambuk lo-Ciang ditengah udara.
Begitu melepaskan korbannya, lagi lagi lo-Ciang mengayunkan
cambuknya. "Aduuhh!" lagi lagi seorang opas terbelit cambuk dan terlempar ke
tengah udara. Sik Jiu menggertak gigi menahan amarah ketika menyaksikan kejadian
ini, bentaknya nyaring: "Tebarkan jaring!"
Kawanan opas itu serentak berteriak sambil mengayunkan tangannya,
jaring tali itu pun langsung menyebar ke tengah arena.
"Sreeet, sreeet, sreeetmm." Diiringi gesekan suara aneh, jaring itu
mengurung dari tengah udara, membungkus tubuh Siu Hujin, lo-Ciang
dan siau?Kiok. "Hati?hati!" bentak Siu Hujin Cepat.
"Traaak!" payung bajanya disodokkan keatas, langsung menusuk ke
tengah jaring. "Sreet, sreeet, sreet .... "" kembali terdengar suara gesekan suara
aneh, secara beruntun paling tidak ada tujuh, delapan buah jaring
tali yang mengurung diatas payung bajanya.
Dalam waktu singkat Siu Hujin berikut payungnya sudah terkurung
ditengah jaring tali yang berlapis.
Begitu melontarkan jaring tali, kawanan opas itu segera meloloskan
senjata tajam. Dengan senjata rantai, tombak, golok dan aneka senjata lainnya,
serentak mereka menerjang maju.
Begitu buronan terjaring ditengah jala tali, sehebat apapun
kepandaian silat yang mereka miliki, jangan harap bisa dipergunakan
lagi. Biasanya, asalkan mereka segera menyusul tiba, buronan yang
terjaring ditengah jala tali biasanya hanya bisa pasrah dan
menyerahkan diri. Mereka sudah lama berlatih menggunakan jala itu, gerak gerik serta
sepak terjang yang dilakukan sangat rapi, ketat dan terjalin kerja
sama yang erat. Baru saja kawanan buronan itu terjaring ditengah jala, mereka sudah
berhamburan tiba dari empat penjuru.
Menghadapi datangnya ancaman, ternyata Siu Hujin sedikitpun tidak
gugup atau panik. Sekalipun dia sudah terkurung ditengah jala tali, tapi berhubung
payungnya digunakan untuk menahan jaring yang mengurung, hal ini
membuat tubuhnya masih bisa bergerak bebas dan ilmu silatnya sama
sekali tidak terpengaruh.
Tiba tiba ia pindahkan payungnya ke tangan kiri, sementara tangan
kanannya menggenggam gagang payung.
"Criiing!" diantara getaran tangan kanannya, tahu tahu Sebilah
pedang telah diloloskan dari balik gagang payung.
Sebilah pedang yang amat tajam!
Waktu itu lo-Ciang sudah terkurung pula ditengah jaring tali yang
kuat. Walaupun cambuk ditangannya cukup ganas, ukurannya cukup panjang,
namun sayang termasuk senjata lembek, berada dalam kurungan jala
tali, senjata itu sama sekali tidak menunjukkan kekuatan apapun.
Dia tidak mempunyai payung besi, jangankan besi, payung kertas pun
tak punya. Begitu jala tali itu mengurung badannya, seluruh tubuh dan
gerakannya sudah terbelenggu sama sekali.
Baru saja dia ingin menarik lepas jaring itu, belasan orang opas
telah menerjang tiba. Sebagai pemimpinnya adalah Sik Jiu.
Lo-ciang mendengus, gagang cambuknya sepanjang lima depa menerobos
keluar dari balik jaring tali, lalu bagaikan seekor ular berbisa
mengancam tenggorokan Sik Jiu.
Dengan cekatan Sik Jiu melejit ke samping, lalu menangkis dengan
goloknya. Baru saja lo-Ciang akan melancarkan serangan untuk kedua kalinya,
seorang opas sudah muncul dari samping, rantai ditangannya langsung
menyapu kearah pinggang. orang tua ini cukup cekatan, tangan kirinya mencengkeram tali
jaring kemudian membetotnya, ternyata dia gunakan jaring tali itu
untuk menangkis datangnya ancaman rantai.
Dalam pada itu tiga batang tombak telah menusuk datang dari tiga
arah yang berbeda. Terkurung ditengah jaring tali yang tebal dan kuat, bukan hanya
gerakan tubuh lo-Ciang yang terpengaruh, bahkan pandangan matanya
pun ikut terganggu, tidak gampang baginya untuk menghindarkan diri
dari ke tiga serangan tersebut.
Tapi ia berhasil berkelit.
Bukan hanya berkelit, bahkan dia dapat menggunakan kesempatan untuk
melancarkan serangan lagi dengan gagang cambuknya.
Gagang cambuk menerobos dari sela jaring langsung menyodok seorang
opas yang berada didekatnya.
Tak sempat menghindarkan diri, opas bersenjata tombak itu Seketika
tertusuk lehernya hingga muncul sebuah lubang besar.
Tak sempat lagi menjerit kesakitan, tubuhnya langsung roboh ke
tanah, tewas seketika. Lagi lagi lo-Ciang menarik gagang cambuknya kemudian sekali lagi
ditusuk keluar lewat sela jaring.
Waktu itu seorang opas bersenjata golok kebetulan sedang menerjang
maju. Belum lagi goloknya diayunkan ke tubuh lawan, gagang cambuk
lo-Ciang sudah tembus di perutnya lebih dulu.
Seketika opas itu menjerit kesakitan lalu roboh bersimbah darah.
Lo-Ciang'tertawa dingin tiada hentinya, dua serangan yang
membuahkan hasil membuat ia semakin bersemangat.
Belum selesai dia tertawa dingin, cahaya golok bagai rangkaian
rantai sudah membabat ke tubuhnya.
Itulah ayunan golok dari Sik Jiu, bukan batok kepala lo-Ciang yang
dibacok, melainkan tangannya yang menggenggam gagang cambuk.
Selama ini dia sama sekali tidak melancarkan serangan, baru
sekarang melepaskan satu bacokan secara mendadak.
Bacokan itu dilancarkan setelah melihat adanya kesempatan emas,
hampir seluruh tenaga dalam.yang dimiliki telah terhimpun dalam
bacokan itu. Pada hakekatnya bacokan goloknya lebih Cepat daripada sambaran
halilintar. Ketika lo-Ciang menyadari datangnya ancaman, tahu tahu golok itu
sudah tiba didepan mata. Ketika gagang cambuknya menusuk keluar, tangannya yang menggenggam
cambuk otomatis berada ditepi jaring tali, andai bacokan itu
berasal dari orang lain, sebenarnya tidak sulit baginya untuk
menangkis datangnya ancaman dengan menggerakkan tali jaring.
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Walaupun tangkisan itu hanya berlaku sejenak, namun sudah lebih
dari cukup baiknya. Sayang bacokan golok itu berasal dari Sik Jiu.
Pada hakekatnya Sik Jiu memang seorang jago kenamaan dalam
permainan golok. Seorang jago ilmu golok, sudah pasti akan menyiapkan pula sebilah
golok mustika yang amat tajam.
Dimana cahaya golok berkelebat lewat, jaring tali diseputar tempat
itu segera terpapas kutung.
Lengan kanan lo-Ciang ikut pula tersambar oleh sabetan golok itu
hingga kutung. Semburan darah segar segera memancar ke empat penjuru.
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lo?Ciang'berteriak kesakitan, dengan penuh amarah dia lancarkan
satu tendangan ke arah Sik Jiu.
Tendangan itu sama sekali tidak mengenai tubuh komandan dari para
opas ini. Menggunakan kesempatan itu, dua orang opas segera mencengkeram
jaring tali lalu menariknya ke belakang kuat kuat.
Baru saja lo-Ciang mulai menendang, tubuhnya sudah terbelenggu oleh
jaring tali hingga roboh terkapar.
Dengan cepat tiga empat batang tombak disodokkan ke depan, menindih
diatas badannya, ujung tombak yang tajam bahkan sudah menembusi
kulit badannya. Masih mending bila tidak bergerak, begitu goyang, berapa buah
lubang luka segera bermunculan disekujur badannya.
Hingga kini, dia sudah membunuh berapa orang opas, tak heran bila
kawanan opas itupun tidak berlaku sungkan lagi terhadap dirinya.
Dalam hal ini, tentu saja dia sangat jelas, oleh karena itu
tubuhnya sama sekali tak bergerak.
"Ikat dia!!" peerintah Sik Jiu.
Beberapa orang opas mengiakan sambil maju, dengan berapa jaring
tali, mereka ikat lo-Ciang kuat kuat.
Lo-Ciang'sama sekali tak meronta, dia hanya menghela napas lalu
memejamkan matanya. Hampir pada saat yang bersamaan, dipihak lain Lim Hiong membentak
pula: "Tangkap dia!" Sekelompok opas dibawah pimpinannya menghadapi Siau?kiok.
Menghadapi dayang cilik ini, tentu saja mereka bertindak jauh lebih
gampang. Sepasang pedang pendek andalannya, saat itu sudah sulit
dipergunakan lagi dalam menghadapi jala tali.
Tidak sempat menghindarkan diri, belasan lembar jala tali segera
mengurung ke bawah bersama?sama, pada hakekatnya dia tak mampu
melawan lagi, karena itu dengan mudah berhasil ditangkap.
Sebagai dayang seorang jagoan ampuh, tentu saja dia tak rela
ditangkap dengan begitu saja, sayang sepasang pedangnya baru saja
berhasil memutuskan berapa lembar tali, toya maut ditangan Lim
Hiong sudah menyapu di kakinya.
Betapapun bagusnya ilmu meringankan tubuh yang dia miliki, berada
dalam kurungan jala tali, boleh dibilang kemampuannya itu tak
sanggup digunakan. Lim.Hiong memang berotak agak bebal, tapi bicara soal tenaga,
besarnya luar biasa. Masih untung terhadang oleh lapisan jaring tali yang tebal sehingga
memunahkan banyak kekuatan sesungguhnya, coba bukan begitu, bisa
dipastikan sepasang kakinya sudah tersapu hingga patah dua bagian.
Kendatipun begitu, sapuan toya itu sempat membuatnya jatuh
terjerembab. Menggunakan kesempatan itu berapa orang opas segera maju
mengerubut, dengan tombak mereka ancam kaki dan tangannya.
Berada dalam keadaan begini, walau enggan melepaskan sepasang
pedang pendeknya pun, mau tak mau dia harus kendorkan tangannya.
"Tangkap dia!" bentak Lim.Hiong.
seorang opas yang lain segera maju menyergap, dengan cepat kawanan
hamba negara itu membuka jala tali, menelikung gadis itu keatas
tanah lalu merantainya dengan besi.
Kalau kedua orang anak buahnya mudah diringkus, tidak demikian
dengan Siu Hujin. Dengan satu gerakan cepat, ia sudah mencabut keluar pedangnya.
Ternyata Siu Hujin adalah seorang jagoan lihay yang mengandalkan
pedang. "sreeet, sreeet, sreeet," dalam waktu singkat dia sudah melancarkan
berapa bacokan, tali jaring yang berada disekeliling payung segera
terpapas kutung. Kutungan tali berserakan disekelilingnya, ketika payung besi
ditangan kirinya diputar, berapa utas tali yang membelenggu payung
itu pun ikut tersayat hingga berguguran ke tanah.
Dalam waktu sekejap, Pak Piau dengan dua, tiga puluhan opas telah
menerjang maju. Sepasang senjata kaitannya direntangkan ke samping, lalu bentaknya
nyaring: "Nenek siluman, cepat menyerah dan jangan melawan!"
Siu Hujin seolah tidak mendengar perkataan itu, dia membalikkan
badan lalu perlahan lahan berputar satu lingkaran.
Gaya serta gerakan tubuhnya sangat indah.
Pak Piau sama sekali tidak menikmati keindahan itu, menunggu sampai
perempuan itu menghentikan gerakannya, dia mau menegur:
"Kau dengar perkataanku?"
Saat itulah Siu Hujin baru menjawab:
"Kalau aku tak mau menyerah, memangnya kalian bisa apa?"
"Kalau begitu kami tak akan bersikap sungkan lagi terhadap dirimu."
Kata Pak Piau sambil tertawa dingin.
"Hmm, aku justru ingin tahu dengan cara apa kalian tidak bersikap
sungkan terhadap diriku."
Pak Piau tertawa dingin, sambil menggerakkan sepasang kaitannya, ia
membentak nyaring: "Maju!" Dia yang maju paling depan.
Diiringi teriakan keras, kawanan opas menyerbu ke arah Siu Hujin
dari empat arah delapan penjuru.
Siu Hujin tertawa, sambil tersenyum dia memutar badannya.
Kali ini, dia berputar sangat cepat.
Setelah berputar sekali dan berhenti, tangan kirinya mulai bergerak
cepat. Payung itu berada ditangan kirinya, dengan bergeraknya tangan itu,
otomatis senjata payung ikut bergerak.
"Nguuuk!" diiringi suara aneh, payung itu berputar kencang bagaikan
sebuah gangsingan. Da1am.waktu singkat selapis awan merah menyelimuti atas kepala Siu
Hujin. Ada hujan dibalik awan. Hujan badai! Hujan cahaya!
"sreeet, sreeet, sreeet, sreeet!" titik hujan memancar keluar dari
empat arah delapan penjuru.
Menyaksikan hal tersebut, buru buru Pak Piau membentak nyaring:
"Hati hati!" Sepasang senjata kaitannya segera berputar dan menari di angkasa.
Seketika itu juga tetesan hujan yang memancar ke arah tubuhnya
terpental dan buyar begitu membentur sepasang senjata kaitannya.
Ketika titik hujan menghantam diatas sepasang senjata kaitannya,
terbesit suara dentingan nyaring.
Bersamaan waktu, jerit kesakitan berkumandang silih berganti.
Hujan badai datang begitu cepat. waktu pergi pun sama cepatnya.
Sesudah hujan badai mereda, awan merah pun berubah lagi menjadi
payung merah. Lapisan pisau yang melapisi permukaan payung, ikut hilang lenyap
tak berbekas. Lempengan pisau itu bukan menyusut balik ke dalam tulang rangka
payung, tapi telah berubah jadi hujan badai yang memancar ke empat
arah delapan penjuru. Rupanya hujan badai yang berlangsung tadi, tak lain adalah hujan
pisau tajam. Begitu menarik kembali sepasang senjata kaitannya, buru buru Pak
Piau menengok ke sekelilingnya.
Tapi begitu berpaling, paras mukanya seketika berubah sangat hebat.
Dari kelompok opas yang mengepung Siu Hujin, ternyata ada sebelas
orang sudah terkapar ditanah bermandikan darah, selembar lempengan
pisau masing?masing menghujam di tenggorokan mereka semua.
Genangan darah menyelimuti seluruh permukaan tanah, suasana berubah
sangat menyeramkan. Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Sungguh lihay payung bajanya." Tanpa terasa teriak Pak Piau karena
kaget. Belum selesai ia bicara, terdengar lagi suara dari Siu Hujin sedang
menghitung: ".m.. Tiga, empat, lima ...... no Sebelas!"
Ternyata Siu Hujin sedang menghitung jumlah mayat para opas yang
terkena serangannya. Merah membara sepasang mata Pak Piau.
Paras muka Siu Hujin ikut berubah jadi merah padam, entah
disebabkan kelewat besar penggunaan tenaganya ataukah karena
kelewat gembira setelah menyaksikan ada begitu banyak orang tewas
ditangannya. Sambil menghitung, kakinya bergeser terus menjauhi arena kepungan,
ternyata dia ingin menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri.
Meledak hawa amarah Pak Piau, dengan penuh rasa gusar dan dendam,
bentaknya: "Berhenti!" Tubuhnya langsung menerjang maju.
Menyaksikan terjangan orang itu, Siu Hujin menghela napas panjang,
katanya: "Aaai, biarpun ingin Cepat mati, kaupun tak usah kelewat terburu
buru." Be1um.se1esai perkataan itu, Pak Piau sudah menerjang tiba,
sepasang senjata kaitannya segera dikembangkan.
Dengan sebelas gerak serangan di tangan kiri, tiga belas gerak
serangan ditangan kanan, dalam waktu singkat dia telah melancarkan
dua puluh empat buah serangan berantai.
Dengan menghindar atau berkelit atau menangkis atau membendung,
yang semua gerakan dilakukan begitu enteng dan santai Siu Hujin
telah memunahkan ke dua puluh empat serangan dari Pak Piau
tersebut. Be1um.sempat melancarkan serangan balasan, sebatang tombak telah
menusuk tiba dari arah samping.
Lagi lagi kawanan hamba negara itu maju mengepung dan
mengerubutinya. Perempuan itu tertawa dingin, tubuhnya mengigos, ujung tombak
segera menusuk lewat dari bawah ketiaknya.
Baru saja opas itu hendak menarik kembali tombaknya, Siu Hujin
telah memutar pedangnya sambil menusuk, satu sodokan ujung
pedangnya menembusi tenggorokan orang itu.
Kembali sesosok tubuh terjerembab ke tanah bermandikan darah segar.
Sambil menarik pedangnya perempuan itu memutar badan, payung
ditangan kirinya diangkat ke atas menangkis dua sergapan golok yang
datang dari belakang, kemudian sambil rendahkan badan dan berputar,
pedangnya membabat ke depan.
Tidak sempat menarik kembali goloknya, pinggang ke dua orang opas
itu sudah terbabat oleh sapuan pedang Siu Hujin hingga putus jadi
dua bagian. Cepat Pak Piau merangsek maju, sepasang kaitannya bagaikan amukan
angin topan menyerang perempuan itu habis habisan.
Kali ini Siu Hujin tidak mempedulikan dia, tubuhnya seringan burung
walet menerjang ke tengah kelompok opas.
Pada hakekatnya sepasang kaitan milik Pak Piau tak sanggup
mengikuti gerakan tubuh Siu Hujin, sementara kawanan opas pun tak
sanggup menghindarkan diri dari pembantaian yang dilakukan Siu
Hujin dengan senjata pedangnya.
Ibarat sedang mencincang sayuran, perempuan itu dengan pedang
tajamnya menyapu kian kemari, dalam waktu singkat delapan orang
opas harus merenggang nyawa.
Hampir muntah darah Pak Piau saking jengkel dan mendongkolnya.
Dipihak lain, Lim Hiong telah berhasil meringkus Siau?kiok,
menyaksikan kondisi rekannya, ia tak berani berayal lagi, buru buru
dia pimpin sekawanan opas untuk memberikan pertolongan.
Dalam berapa kali lompatan saja ia sudah menerjang ke hadapan Siu
Hujin, toyanya segera dikembangkan, menghantam tubuh lawan.
Dengan kepandaian yang dimiliki, tentu saja ia sanggup menahan Siu
Hujin untuk sementara waktu.
Dengan hadangan ini, Pak Piau sekalian pun berhasil menyusul tiba.
Pak Piau dengan sepasang senjata kaitannya, langsung merangsek ke
depan Siu Hujin sambil menyerang dengan penuh kebencian.
Mereka sudah bukan untuk kali pertama bekerja sama melakukan
pertarungan sengit, dalam waktu singkat kerja sama kedua orang
pentolan opas ini memaksa Siu Hujin jadi kalang kabut tak karuan.
Sayangnya, kemampuan mereka masih belum.cukup untuk merobohkan
perempuan itu. Begitu serangan mereka berdua sedikit mengendor, Siu Hujin segera
memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur dari kepungan mereka
berdua. Dia tarik pedangnya untuk pukul mundur Pak Piau, lalu melepaskan
satu tusukan lagi mengancam alis mata Lim Hiong.
Tergopoh-go[oh Lim Hiong menangkis dengan senjata toyanya.
serangan pedang memang berhasil dibendung, sayangnya Siu Hujin
masih memiliki senjata lain, payung berwarna merah.
Dia bungkukkan badan ke depan, payungnya langsung menyapu ke
pinggang lawan. Sapuan payung itu sesungguhnya tiba bersamaan tusukan pedangnya
tadi, Lim Hiong memang bisa menghindari ancaman dari atas namun
sulit untuk membendung serangan bawah, begitu terlambat menghindar,
tubuhnya langsung termakan sapuan senjata payung itu.
"Praaak!" sekalipun pinggangnya tidak sampai patah oleh sapuan itu,
paling tidak juga dibuat melengkung.
Tak ampun dia muntahkan darah segar. tubuhnya langsung roboh
terjungkal ke tanah. Dengan satu gerakan kilat, Siu Hujin mengayunkan lagi pedang
ditangan kanannya. Kalau tusukan pedang itu sampai mengenai sasaran, dapat dipastikan
Lim Hiong akan segera tewas.
Untung Pak Piau segera muncul ditepi arena, sepasang senjata
kaitannya segera diayun ke depan melakukan tangkisan.
Disusul kemudian serangkaian serangan berantai memaksa Siu Hujin
mundur berulang kali. Menggunakan kesempatan itu, dua orang opas menerobos maju untuk
selamatkan Lim Hiong dari tengah arena.
Dipihak lain, Sik Jiu mengikuti semua kejadian itu dengan seksama.
Dengan pengalaman yang dimiliki, tentu saja dia tahu kalau Pak Piau
bukan tandingan Siu Hujin, bila pertarungan itu dilanjutkan, sudah
pasti akhirnya akan tewas diujung pedangnya.
Sementara kawanan opas lain pun hanya akan menghantar nyawa bila
ikut menyerbu maju, bahkan ditambah dia seorang pun masih sulit
untuk mengendalikan Siu Hujin.
Tiba tiba saja dia teringat dengan Liu Sam?hong.
-Ke mana perginya Liu Sam?hong?
Ketika berpaling, diapun segera menyaksikan orang itu.
Entah sejak kapan, Liu Sam?hong telah berdiri di sisi kirinya.
"Kenapa kau berdiri disana?" setelah tertegun, tegurnya sambil
menghentakkan kakinya ke lantai.
"Tidak ada salahnya aku berdiri disini." Sahut Liu Sam?hong.
"Bila ingin membalaskan dendam bagi Oh Hiang, seharusnya sekarang
juga kau maju menggempur Siu Hujin." Seru Sik Jiu dengan nada
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendongkol. "Kalau harus menyerang dengan tangan kosong, bukankah sama artinya
hanya menghantar kematian."
"Memangnya kau tak pandai menggunakan senjata."
"Biarpun maju dengan membawa senjata, akhirnya toh hanya merasakan
gebukannya saja." "Bicara dari kemampuanmu sewaktu menghadang kereta kuda tadi, aku
sendiripun merasa tak sanggup untuk melakukan, masa dengan ilmu
silat setinggi itu, kau hanya akan kena gebuk."
"Apa gunanya memiliki ilmu silat tinggi, toh aku pun bukan hamba
negara." "Apa maksudmu?"
"Dengan status dan posisiku sekarang, membunuh orang jelas
merupakan pelanggaran serius, bahkan melukai orang pun sudah
merupakan satu kesalahan, kalau toh aku tak bisa membunuhnya, tidak
bisa melukainya, bukankah kalau ikut maju sama artinya ular mencari
gebuk?" Kontan saja Sik Jiu mencaci maki kalang kabut:
"Liu Sam?hong, sialan kau. Manusia bedebah, kurang adat, sebetulnya
niatmu ingin balas dendam.atau tidak? Memangnya kau baru akan turun
tangan setelah menunggu kami semua mati dibantai dia?"
Cepat Liu Sam?hong menggeleng.
"Tidak, tidak, aku tidak bermaksud begitu, lagi pula hatiku tidak
sekejam itu." "Kalau begitu kau Cepat kemari."
"Bolehkah aku menggunakan senjata tajam?"
"Biar kau pakai delapan belas macam senjata tajam pun, tak bakal
ada yang menghalangi."
"senjata itu tak bermata, bagaimana kalau aku sampai salah turun
tangan...... . . " "Kalau memang kau punya kemampuan, mau cincang dia jadi delapan
belas potong pun bukan masalah!"
"Dengar, kau yang berkata begitu, jadi nantinya jangan menyesal!"
"Tak usah banyak cincong, ayoh Cepat kemari!" bentak Sik Jiu gusar.
Saat itulah Liu Sam?hong baru membentak nyaring:
"Baik!" Dari tangan seorang opas dia rampas sebatang tombak, lalu menerjang
maju. Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Sekali lompat dua tombak dilalui, dalam dua kali lompatan saja ia
sudah berada disamping Pak Piau.
Dalam waktu yang relatif singkat, Siu Hujin telah membacok lagi
tiga orang opas, bahkan sikut kanan Pak Piau sudah terhajar sebuah
tusukannya, sementara senjata kaitan ditangan kanannya sudah
terlepas. Sewaktu Liu Samehong meluncur turun ke sisinya, waktu itu dia
sedang menggunakan senjata kaitan ditangan kirinya untuk menangkis
serangan pedang Siu Hujin dengan keras lawan keras.
"Traaangl" ditengah benturan pedang dan senjata kaitan, payung baja
Siu Hujin lagi lagi membacok ke bawah.
Kebetulan pedangnya berhasil menahan senjata kaitannya, dengan
bacokan payung itu, senjata kaitan pun seketika terhajar hingga
kutung. "Roboh kau!" bentak Siu Hujin nyaring.
Pedang ditangan kanannya mencongkel ke bawah, langsung menusuk
tenggorokan Pak Piau. Dalam posisi begini, Pak Piau sudah tak berdaya lagi untuk
menghindar, terpaksa dia hanya bisa pejamkan mata menunggu
datangnya saat ajal. Siapa sangka, belum lagi matanya terpejam, tahu tahu ujung pedang
yang tampaknya segera akan menembusi tenggorokannya itu sudah
menyingkir jauh. Bersamaan waktu Siu Hujin ikut menjauh dari arena pertarungan.
Tentu saja gerakan itu bukan dilakukan Siu Hujin dengan kehendak
sendiri, perempuan itu tidak berminat untuk mundur dari tempat itu.
Ternyata Liu Sam-hong telah mencengkeram.ujung krah baju Pak Piau
kemudian membetotnya ke belakang, menarik paksa badannya sehingga
meninggalkan tempat berdirinya semula.
Begitu menarik, Liu Sam-hong segera mengendorkan kembali tangannya.
Tubuh Pak Piau tidak berhenti lantaran kejadian itu, ia menerobos
maju terus sejauh dua tombak lebih sebelum akhirnya jatuh terduduk
dengan pantat mencium tanah.
Bantingan ini tidak ringan, namun berhasil selamatkan selembar
jiwanya. Oleh sebab itu kendatipun pantatnya yang mencium tanah terasa
sakitnya bukan kepalang, dia sama sekali tidak menyalahkan Liu
Sam-hong. Justru kebalikan bagi Siu Hujin, kontan dia melotot besar, sambil
mendelik kearah Liu Sam-hong, teriaknya sambil menghentakkan
kakinya berulang kali: "Kenapa kau tidak datang selangkah lebih terlambat?"
"Mustinya bisa saja kalau ingin aku datang lebih lambat," sahut Liu
Samehong, "sayangnya saat ini aku sudah datang."
"Siapa yang suruh kau kemari?"
"Sik Jiu." "Hmm, tak nyana kau adalah seorang bocah yang sangat penurut."
"Bocah seperti aku bukan bocah yang baik."
"0ya?? "Anak baik tak pernah dimaki orang, tapi aku, baru saja Sik Jiu
mengumpatku habis habisan."
"Apa yang dia katakan kepadamu?"
"Menegur aku kenapa hanya berpeluk tangan sambil menonton, kenapa
tidak ikut datang kemari?'
"Sebenarnya kenapa?"
"Karena aku hanya seorang rakyat kecil, membunuh itu tetap berdosa,
melukai orang pun sama-sama melanggar hukum, kalau toh tak bisa
membunuhmu, tak bisa pula melukaimu, kalau maju kemari bukankah
hanya bakal kena gebuk?"
"Artinya sekarang dia sudah ijinkan kau melukai aku? Membunuh aku?"
Liu Sam-hong manggut-manggut.
"Dia bahkan bilang, kalau aku punya kemampuan, biar berhasil
mencincang badanmu jadi delapan belas keping pun tidak jadi soal."
"Pernahkah kau bertanya kepada diri sendiri, punyakah kau kemampuan
semacam ini?" "Seharusnya ada."
"Seharusnya?" "Selama ini, aku selalu mengawasi caramu turun tangan."
"Menurut pendapatmu, bagaimana dengan kemampuan yang kumiliki?"
"Bagus sekali."
"Dibandingkan kemampuanmu?"
"Kelihatannya aku masih setingkat lebih unggul."
"Tak heran kalau kau gunakan kata "seharusnya" dalam pembicaraanmu
tadi." Liu Sam-hong tertawa. "Tahu kekuatan sendiri, tahu kekuatan musuh, setiap pertempuran
baru bisa dimenangkan."
"Hmm, soal itu mah harus dibuktikan dengan kenyataan." Ejek Siu
Hujin ketus. "Ooh, tentu saja."
Tiba tiba ia tertawa, katanya lagi:
"Tapi ada satu hal yang bisa dipastikan mulai sekarang."
"Soal apa?" tanya Siu Hujin keheranan.
"Dalam pertarungan sengit yang baru saja berlangsung, kau pasti
sudah kehilangan banyak tenaga."
"Ooh, rupanya kau baru memilih turun tangan sekarang dikarenakan
alasan ini." Sindir Siu Hujin sambil tertawa dingin.
"Aku ini, jadi orang tak pernah melakukan pekerjaan yang tidak
meyakinkan." "Maksudu, sekarang kau sudah punya keyakinan?"
"Kalau tak percaya, dicoba saja."
"Memangnya bisa bagiku untuk tidak mencoba?"
"Tidak bisa." "Lantas apa yang kau nantikan?"
"Menunggu kau turun tangan."
"Tidak kusangka kau bersikap begitu sungkan terhadap seorang
wanita." "Sopan santun dan tata krama harus tetap dijaga."
"Kalau aku enggan turun tangan, mau sampai kapan kau jaga tata
krama mu?" "Yang pasti tak sampai memberi waktu yang cukup bagimu untuk
beristirahat dan menanti sampai kekuatan badanmu pulih kembali."
"Hmm, akan kubuktikan, kalau tidak sungkan lagi, apa yang bisa kau
perbuat terhadap diriku."
"Kalau begitu, daripada membangkang, lebih baik aku turut
perintah!" Tambak dalam genggamannya ditekan ke bawah, ujung tombak menuding
permukaan tanah. Inilah gaya tetesan air dari ilmu tombak.
"Jadi kaupun berlatih ilmu tombak?" berkilat sepasang mata Siu
Hujin. "Sejak berusia sembilan tahun, aku sudah berlatih ilmu tombak."
"Kalau begitu, aku harus mencoba kehebatan ilmu tembakmu itu."
Sambil menyilangkan pedangnya sejajar dada, bentaknya nyaring:
"Silahkan!" "Lihat tombak!" seru Liu Sam-hong sambil melepaskan satu tusukan
maut. Nyaris hampir bersamaan waktu, pedang Siu Hujin menusuk keluar
sejajar dada. "Criiiing!" ujung pedang langsung menggempur ujung tambak itu.
Liu Sam-hong tertawa dingin, tombaknya ditarik kemudian
dimuntahkan, lagi lagi dia melancarkan sebuah tusukan.
Tusukan kali ini satu kali lipat lebih dahsyat daripada tusukan
sebelumnya. Siu Hujin tidak menyambut dengan keras lawan keras, pedangnya
menggeser, sementara tubuhnya mundur dua langkah.
Nyaris pada saat yang bersamaan Liu Samrhong mendesak maju setengah
langkah, tombak dalam genggamannya menciptakan berkuntum bunga
tombak, ternyata dalam satu kali tusukan dia ciptakan delapan belas
gerakan yang serentak menusuk ke depan bagaikan amukan angin topan.
Siu Hujin memutar payung baj ditangan kirinya dan direntangkan
didepan tubuh. "Criiiing, criiiingmm.. terdengar serangkaian suara dentingan
nyaring, ke delapan belas tusukan tembak itu hampir semuanya
II bersarang diatas permukaan payung.
Memanfaatkan kesempatan itu Siu Hujin mengunci gerakan tombak lawan
diluar pertahanannya, sang tubuh miring ke samping, pedangnya
meluncur ke bawah, dengan menempel pada gagang tombak, dia babat
tangan Liu Sam-hong yang menggenggam senjata berat itu.
Liu Sam-hong sungguh cekatan, cepat dia tarik tembaknya sambil
melompat mundur. Siu Hujin dengan pedang dan payung andalannya merangsek maju lebih
ke depan. Setelah mundur, kembali Liu Sam-hong mundur lagi, secara beruntun
dia mundur sejauh tujuh belas langkah.
Memanfaatkan kesempatan ketika gerak serangan pedang Siu Hujin
melambat, Liu Sam-hong segera balas menyerang dengan tombaknya,
jurus demi jurus, tusukan demi tusukan, dalam waktu singkat dia
sudah memaksa Siu Hujin untuk mundur balik sejauh tujuh belas
langkah. Segencar apapun serangan tombaknya, tentu ada juga saat jedah.
Kembali Siu Hujin memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang
balik. Begitulah, untuk berapa saat kedua orang itu saling menggempur,
sebentar maju sebentar mundur, tidak sampai seperminum teh, mereka
sudah maju mundur sebanyak puluhan kali.
Gerakan tubuh mereka makin lama semakin cepat, gerak serangan yang
dilancarkan pun semakin ganas.
Cahaya pedang sinar tombak berhamburan memenuhi angkasa.
Liu Sam-hong maupun Siu Hujin mungkin tidak merasakan apa apa, tapi
para penonton mulai merasakan matanya silau dan berkunang.
"Benar benar berilmu tinggi." Puji Sik Jiu tanpa terasa.
Kemudian katanya lagi: "Tapi kalau saling maju dan mundur berulang kali, sampai kapan
pertarungan ini baru bisa berakhir?"
Baru selesai dia bicara, mendadak terdengar Liu Sam-hong membentak
nyaring. Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Bab 10. Racun berantai. Liu Sam-hong melototkan sepasang matanya lebar lebar, ujung
kelopaknya nyaris retak dan robek.
Dia memaksa Siu Hujin untuk bergerak mundur, tombak dalam
genggamannya menciptakan bunga tombak yang tak terhingga,
menciptakan gelombang serangan yang menakutkan.
Siu Hujin dengan andalkan payung bajanya menyambut datangnya semua
ancaman itu. Secara beruntun Liu Sam-hong dipaksa maju sejauh sepuluh langkah,
dengan mata melotot tiba tiba ia membentak nyaring.
Suara bentakannya itu nyaring bagaikan halilintar membelah bumi,
membuat seluruh langit dan bumi bergoncang dan bergetar keras.
Bersamaan waktu tombak ditangannya menusuk dan menyodok tiada
hentinya. Mendadak bunga tombak berhamburan, bayangan senjata membuyar,
beribu batang tombak menyatu jadi satu, secepat kilat menusuk ke
tubuh lawan. Bentakan yang menggetarkan sukma ini tampaknya membuyarkan
konsentrasi Siu Hujin, perasaan hatinya ikut tergoncang keras.
Dari datangnya serangan, perempuan itu tahu akan kelihayan lawan,
buru buru dia melompat mundur, payung ditangan kirinya ikut pula
ditarik ke belakang. Pikiran dan perasaannya yang kalut sedikit banyak mempengaruhi
kecepatan serta daya reflek dari perempuan itu.
Sekalipun dia berhasil mundur dengan cepat, sayang payungnya tak
berhasil ditarik kembali tepat waktu.
Sodokan tombak itu langsung menusuk diatas permukaan payung.
"Trrraakl" ujung tombak segera menembusi permukaan payung, langsung
menusuk tangan kiri Siu Hujin yang menggenggam senjata itu.
Terburu-buru Siu Hujin melepaskan payungnya.
Sekali lagi Liu Sam-hong membentak keras, tombaknya ditarik sambil
diayun, payung besi yang berhasil ditembusi tombaknya itu seketika
meluncur ke udara. Baru saja dia siap mengejar lawannya sambil melancarkan tusukan,
Siu Hujin dengan pedangnya sudah menggempur dari tengah udara.
Siu Hujin bukanlah orang yang tidak mengerti memanfaatkan
kesempatan, begitu Liu Sam-hong menarik balik tombaknya, dia segera
melambung ke tengah udara, baru saja payungnya meluncur lepas dari
tusukan lawan, pedangnya sudah menyatu dengan badan, mengancam
batok kepala Liu Sam-hong dari tengah udara.
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Untung Liu Sam-hong bermata tajam, melihat datangnya ancaman, cepat
dia menarik kembali serangannya sambil mundur, menyusut mundur
sejauh satu tombak lebih.
Begitu pedangnya melancarkan serangan, tubuh Siu Hujin ikut
melayang turun ke permukaan tanah.
Liu Sam-hong segera membalik tombaknya melancarkan serangkaian
tusukan gencar. Siu Hujin tidak berusaha menghindar ataupun menangkis, sebaliknya
dia justru menyongsong datangnya ujung tombak dengan dadanya.
Pada hakekatnya tindakan itu sama artinya mencari kematian buat
diri sendiri, mungkinkah perempuan ini sudah gila?
Liu Sam-hong tahu, Siu Hujin tak mungkin gila.
Begitu menyaksikan Siu Hujin membusungkan dada untuk menyongsong
datangnya ujung tombak, hatinya kontan saja tercekat dan bergidik.
Apa yang dilakukan perempuan itu, sungguh berada diluar dugaannya.
Dia hampir dapat pastikan kalau tusukan tombaknya mustahil bisa
menembusi dada Siu Hujin.
Tapi sayangnya dia tak sempat untuk menarik kembali senjata
andalannya. Analisa dan dugaannya sama sekali tak keliru.
Tatkala tubuh mereka berdua hampir saja saling bertumbukan, tiba
tiba Siu Hujin miringkan tubuhnya ke samping. Geseran badannya ini
sangat tepat, tusukan tombak yang semula mengarah dadanya, seketika
berubah jadi tusukan ke bawah ketiaknya.
Nyaris hampir bersamaan waktu, pedang ditangan kanannya membabat
gagang tombak. "Kraaaak!" gagang tombak itu terbelah jadi dua bagian.
Siu Hujin tidak menghentikan gerak serangan pedangnya sampai
disitu, secara beruntun dia lancarkan tujuh buah bacokan berantai.
"sreeet, sreeet, sreeet ...... u." Desingan tajam membelah seluruh udara.
Enam bacokan yang dilancarkan Siu Hujin membuat gagang tombak
terpotong jadi tujuh bagian, sementara sisanya yang satu diarahkan
ke dada Liu Samehong. Tidak menanti sampai tibanya tusukan itu, Liu Samrhong sudah
merendahkan tubuhnya separuh bagian.
Sambil menjatuhkan diri ke tanah, dia berguling ke samping,
kemudian tubuhnya melejit bangun dengan kaki kanan lurus, kaki kiri
setengah berjongkok. Bacokan ke tujuh yang dilancarkan Siu Hujin telah menyapu datang.
Angin pedang yang tajam membuat rambut Liu Sam-hong bergelombang,
namun gagal melukai dirinya, biar secuwilpun.
Serangan ke delapan seharusnya segera dilancarkan, ternyata
perempuan itu tidak turun tangan.
Sebatang tombak sudah menyodok dari bawah menuju ke atas, menusuk
dada Siu Hujin. Tombak itu berada dalam genggaman Liu Sam-hong.
Rupanya selain mayat kawanan opas yang bergelimpangan di permukaan
tanah, tercecer pula senjata tajam andalan mereka.
Sewaktu Siu Hujin membantai kawanan opas itu, dia tidak
menghancurkan senjata yang mereka gunakan.
Pada dasarnya senjata payung dan pedang andalannya, memang tak
mungkin bisa menghancurkan senjata tajam yang dipergunakan kawanan
opas itu. Ada empat jenis senjata yang dipergunakan kawanan opas yang
terbantai. Senjata rantai, penggaris baja, golok panjang dan tombak.
Dari sekian banyak senjata, senjata tombak yang tercecer di
permukaan tanah paling tidak ada lima puluh batang lebih.
Liu Sam-hong hanya mengambil sebatang.
Sebatang tombak baginya sudah lebih dari cukup!
Siu Hujin tidak mengeluh, tidak mendesis, tidak pula menjerit
kesakitan. Dia gigit bibirnya kuat kuat.
Begitu kuat bibirnya digigit hingga robek dan terluka, darah
bercucuran dari ujung bibir, membasahi tubuhnya.
Ia tidak roboh ke tanah, tusukan tombak yang menembusi dadanya
telah menopang badannya hingga tidak roboh.
Semburan darah segar mulai mengucur keluar dari mulut luka di dada,
menggenangi permukaan tanah.
Perlahan-lahan Liu Sam-hong bangkit berdiri, membalikkan badan dan
bertanya: "Bagaimana dengan gerakan kuda balik ku ini?"
Tombak masih berada dalam.genggamannya, berapa gerakan yang ia
lakukan barusan membuat luka di dada Siu Hujin paling tidak melebar
satu kali lipat. Darah segar membasahi seluruh pakaian Siu Hujin yang putih bersih
bagaikan salju. Paras mukanya yang semula pucat pasi, kini berubah semakin putih
kehijau hijauan. Tiba tiba ia membuka mulut, memuntahkan darah segar, lalu menjawab:
"Bagusl" "Ada yang ingin kau katakan lagi?" tanya Liu Sam-hong.
"Pembicaraan berakhir sampai disini!"
Liu Sam-hong tertawa dingin, tangannya didorong ke depan.
"Craaaat!" tombak itu semakin dalam menembusi dada Siu Hujin.
Kini perempuan tersebut tak bisa menahan diri lagi, badannya roboh
terjungkal ke tanah. Badannya roboh ke bawah mengikuti gagang tombak yang telah tembus
dari dada hingga ke punggungnya.
Semburan darah segar semakin kencang, cahaya pedang ikut
mengembang. Pedang ditangan Siu Hujin yang semula terkulai lemas ke bawah, tiba
tiba mencongkel keatas dengan kecepatan tinggi.
Congkelan pedangnya muncul lebih cepat, lebih tak terduga daripada
gerakan kuda balik yang digunakan Liu Sam-hong tadi.
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Ketajaman mata Liu Sam-hong memang patut diacungi jempol, kecepatan
reaksinya juga mengagumkan, baru saja cahaya pedang berkelebat,
sepasang tangannya yang menggenggam tombak sudah menyapu keluar.
Siu Hujin berikut tombak yang menembusi tubuhnya seketika terpental
sejauh berapa tombak. "Blaaaam!" badannya terbanting keras diatas tanah, pedang
andalannya ikut menancap di sisinya.
Begitu roboh, selamanya perempuan itu tak pernah bangkit kembali.
Dengan mata melotot Liu Samrhong mengawasi Siu Hujin roboh terkapar
diatas tanah, perlahan dia ikut berlutut.
Sepasang tangannya disembunyikan dibalik jubahnya yang panjang,
tiba tiba mimik mukanya berubah sangat aneh.
Sebuah robekan panjang muncul dibawah jubahnya yang panjang itu.
Walaupun reaksinya cukup cepat, namun dibandingkan dengan serangan
pedang Siu Hujin, dia masih terlambat setengah langkah.
Congkelan pedang dari Siu Hujin, persis menyayat bagian tubuhnya
itu. Congkelan pedang itu bukan hanya merobek jubah luarnya, bahkan dari
bagian tersebut menyayat bagian tubuh dibalik celana dalamnya. Bila
dia ingin jadi thaykam dengan mengebiri diri, yakin saat inilah
cara paling gampang yang bisa ditempuh.
Dipihak lain, Sik Jiu jadi amat terperanjat ketika menyaksikan Liu
Sam-hong berlutut. Tergopoh gopoh dia maju mendekat.
Belum sempat mendekat, sepasang tangan Liu Sam-hong sudah ditarik
keluar dari balik jubah luarnya.
Tangannya berpelepotan darah segar.
Dia berdiri membelakangi Sik Jiu.
Oleh karena itu Sik Jiu sama sekali tak tahu sepasang tangannya
pernah menyentuh bagian mana dari tubuhnya.
Sik Jiu langsung berjalan menuju ke samping Liu Sam-hong.
Dia tepuk bahu orang itu sambil bertanya penuh rasa kuatir:
"Saudara Liu, bagaimana keadaanmu?"
Kalau dilihat dari ekspresi wajahnya, mendengar nada suaranya,
jelas ia perlihatkan rasa kuatir yang sangat.
Liu Sam-hong tertawa hambar, sahutnya:
"Aaah, hanya telapak tanganku yang tergores luka, tidak menjadi
masalah." Sambil bicara diapun perlihatkan sepasang tangannya.
Sik Jiu menemukan telapak tangannya memang berdarah.
Belum sempat melihat lebih jelas, Liu Sam-hong telah mengepal
kembali tangannya sambil bangkit berdiri.
"Kau benar benar tidak bermasalah?" sekali lagi Sik Jiu bertanya.
"Bukankah saat ini aku bisa berdiri dihadapanmu dengan sangat
baik?" Sik Jiu melepaskan tangannya dari bahu Liu Sam-hong, setelah
diperhatikan sekejap dari atas hingga ke bawah, dia baru manggut
manggut. "Kalau begitu akupun bisa berlega hati."
Liu Sam-hong tertawa hambar.
Sik Jiu mengalihkan sorot matanya ke tubuh Siu Hujin yang terkapar
ditanah, setelah menghela napas katanya:
"Perempuan inipun benar benar sangat lihay."
"Ilmu silat yang dimiliki sama sekali tidak dibawah Kim Boan-lo
maupun Oh Hiang." "Untung ada saudara Liu yang membantu," kata Sik Jiu sambil
berpaling, "kalau tidak, entah bagaimana nasib kami dalam
menjalankan tugas ini."
Perlahan Liu Sam-hong menghembuskan napas panjang, katanya:
"Bagaimana pun, sekarang semua masalah telah usai."
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Tentang tiga kasus pembunuhan dengan racun arak, aku yakin
komandan Sik sudah memahami semua bukan."
Merah jengah selembar wajah Sik Jiu.
"Peristiwa ini memang kelewat rumit dan kalut." Sahutnya tersipu.
"Kalau dibilang terlalu ruit dan kalut, lebih cocok dibilang semua
masalah serba kebetulan."
"Mungkin kau sudah memahami semua rangkaian kasus ini?" tanya Sik
Jiu tergagap. "Benar." Liu Sam-hong mengangguk.
"Ber .... u bersediakah kau menerangkan kepadaku?"
"Komandan Sik, apakah masih ada pertanyaan yang membelenggu
pikiranmu?" "Aaai," Sik Jiu menghela napas panjang, "hanya melulu perencanaan
pembunuhan saja sudah cukup membuat aku pusing tujuh keliling."
"Padahal sederhana sekali masalahnya."
"Silahkan kau jelaskan."
Liu Sam-hong berpikir sejenak, kemudian baru berkata:
"Untuk gampangnya, lebih baik kujelaskan lebih terperinci."
"Bagus sekali."
"Diantara ke tiga kasus pembunuhan ini, sesungguhnya bisa ditarik
garis merah satu dengan lainnya."
"0oohm..?" "Kita semua sudah tahu kalau alat yang digunakan sang pembunuh
dalam ke tiga kasus pembunuhan ini adalah arak wanita cantik,
dengan cairan inilah mereka susun rencana pembunuhan yang hebat."
"Betul." "Mula mula mereka campurkan dulu racun ke dalam arak, kemudian
menghadiahkan arak beracun itu kepada sasaran yang diincar."
"Tepat." "Racun yang dipergunakan pun hampir semuanya sama, yaitu darah
beracun dari kelabang api .... n rasanya sebelum ini aku pernah
menerangkan soal asal muasal racun itu bukan?"
"Aku belum.melupakannya."
"Cara membunuh yang sama, jenis racun yang sama, bila dilihat
sepintas, semua pembunuhan yang terjadi seolah dilakukan oleh
manusia yang sama." "Ehm, akupun pernah berpendapat begitu." Sik Jiu manggut manggut.
"Kalau sampai mempunyai pemikiran semacam itu, berarti kau salah
besar, sebab dalam kenyataan ke tiga kasus pembunuhan yang terjadi
saling berdiri sendiri, atau dengan perkataan lain, semuanya
terdapat tiga orang pembunuh."
"Tiga orang pembunuh?"
"Ke tiga orang pembunuh ini mempunyai tujuan dan perencanaan
membunuh yang berbeda satu dengan lainnya, satu hal yang sangat
kebetulan adalah mereka ternyata memilih racun yang sama dan cara
membunuh yang sama, maka terjadilah tiga buah kasus pembunuhan
dengan racun wanita cantik yang sangat aneh."
"OOh?" "Ada satu hal lagi yang sangat kebetulan, yakni antara tiga korban
terbunuh dan tiga orang pembunuh, ternyata mempunyai saling
keterkaitan yang sangat erat!"
"Hahhh?" Sambil menunjukkan cincin yang dia kenakan dijari tengahnya, Liu
Samehong berkata lebih lanjut:
"Ambil cincin ini sebagai perumpamaan, ke tiga kasus pembunuhan ini
sebenarnya merupakan tiga cincin yang berdiri sendiri, tapi oleh
karena keterkaitan sang pembunuh dan korban terbunuh, maka
terbentuklah satu rangkaian cincin berantai."
"Berantai?" guam Sik Jiu tertegun.
"Betul, racun berantai!" Liu Sam-hong mengeluarkan dua cincin lagi
kemudian dirangkai menjadi satu, "nah, coba lihat rangkaian ke tiga
cincin ini, mungkin kau akan menjadi lebih paham."
Sik Jiu segera manggut manggut.
Liu Sam-hong menjelaskan lagi:
"Dari ke tiga kasus pembunuhan berantai ini, sang korban dan sang
pembunuh sebetulnya hanya terdiri dari tiga orang."
"Bukan enam orang?"
"Bukan, karena ke tiga orang pembunuh dalam ke tiga kasus
pembunuhan ini tak lain adalah sang korban dalam ke tiga kasus
pembunuhan ini." "Bisa kau terangkan dengan lebih sederhana?"
"Gampangnya, si A.membunuh si B, si B membunuh si C dan si C
membunuh si A, maka ke tiga orang itu terbentuk satu rangkaian
pembunuhan berantai!"
Sekarang Sik Jiu baru mengerti, katanya kemudian:
"Kalau begitu dalam kasus pembunuhan pertama, Sui Kwan-im tewas
terbunuh oleh racun arak wanita cantik, siapa pembunuhnya?"
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Kim Boan?1o!" suara jawaban Liu Samrhong diselipi hinaan yang
kental, "tak diragukan lagi dia adalah Kim Boan?1o, bukankah
menjelang ajalnya dia sudah mengaku sendiri?"
Sik Jiu manggut?manggut. "Selama hidup belum pernah kujumpai manusia sebusuk dan selicik
dia." Liu Sam?hong menambahkan.
"Lantas masalah apa yang menimbulkan niatnya untuk melakukan
pembunuhan?" "Balas dendam."
Sesudah tertawa dingin, terusnya:
"Selama ini dia selalu tinggi hati, tekebur dan jumawa, harus
diakui dengan kekayaan yang dimiliki, kegantengan wajahnya, dia
memang pantas untuk sombong dan tekebur. Dalam tahun terakhir, asal
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ada perempuan yang disukai, dia pasti akan berusaha untuk
mendapatkannya, hanya Sui Kwan-im seorang yang sama sekali tak
pandang sebelah mata terhadap dirinya, bahkan mengatakan kalau
dia .... n" "Senjatanya lembek, gampang lemas, tidak berguna dan tidak
merangsang?" sela Sik Jiu.
"Betul sekali," Liu Sam?hong membenarkan, "urusan lain mungkin dia
bisa tahan, tapi menuduh kemaluannya lembek, cepat menyerah dan tak
berguna dianggapnya satu penghinaan besar, besar kemungkinan
semenjak peristiwa itu, dia sudah mendendam dan timbul niatnya
untuk melakukan pembunuhan."
"Ehm, satu uraian yang tak sulit dicerna."
"Padahal pada awalnya sikap Sui Kwan?im terhadap dia cukup baik,
justru gara gara kemunculanku, dia baru disingkirkan dari
kehidupannya. Padahal aku bisa kenal dengan Sui Kwan-im lantaran
diperkenalkan olehnya, oleh karena itulah rasa marah dan dendamnya
terhadap diriku tidak kalah dari bencinya terhadap Sui Kwan?im."
"Sudah sepantasnya begitu."
"Tiga bulan berselang, aku menderita kekalahan yang fatal di rumah
judinya, sudah jelas aku terjebak dalam perangkap yang dia siapkan,
ia memang merencanakan kesemuanya ini dalam rangka pembalasan
dendam, aku rasa dia memang sengaja hendak membuat aku bangkrut."
"Dan dia berhasil dengan rencana kejinya."
"Seandainya Sui Kwan?im tidak ikut terjun dalam peristiwa ini, tak
disangkal dia pasti akan berhasil, siapa sangka disaat semua
masalah berjalan dengan lancar, tiba tiba saja ia menyadari kalau
Sui Kwan?im secara diam diam bantu aku membayar hutang."
"Kau maksudkan peristiwa Ngo Poh?hun?" tanya Sik Jiu.
Liu Sam?hong mengangguk. "Sui Kwan?im minta Ngo Poh?hun menjualkan intan permata miliknya,
tak lain dikarenakan urusanku."
"Ketika Kim.Boan-lo mengetahui kejadian ini, sudah pasti dia marah
sekali/" "Sudah pasti, ini dikarenakan diantara intan permata itu terdapat
pula cincin kuala yang kubeli dari dia kemudian kuberikan kepada
Sui Kwan?im, maka dia pun mendapat ide untuk melakukan siasat yang
jauh lebih keji, dengan satu batu menimpuk dua ekor burung!"
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Maka pada malam itu, dia muncul di kedai wanita cantik dengan
identitas aslinya, membeli sebotol arak wanita cantik, menulis di
kertas wanita cantik dan seakan tak sengaja dia tinggalkan cincin
kumala itu dimeja kasir."
Sik Jiu menarik napas, katanya:
"Bila Ngo Poh?hun menolak bersaksi, orang lain tak bakal tahu kalau
cincin kumala itu sudah balik kembali ke tangannya, ditambah
pelbagai bukti lain yang tidak menguntungkan posisimu, ditambah
alibi yang kuat bagi dirinya yang membuktikan dia tak hadir
ditempat kejadian, sekalipun dia sudah muncul dengan identitas
aslinya, orang lain malah curiga kalau orang itu bukan dia,
melainkan kau." "Taktik melawan arus yang dia lakukan memang terbukti lebih lihay
daripada taktik yang umu, jika dia memakai cara wajar, langsung
menyamar jadi aku untuk membeli arak, mungkin hasilnya malah tidak
sebagus ini. Tapi dengan taktik tidak wajarnya, meski dia sudah
turun tangan sendiri untuk melakukan pembunuhan, perbuatannya pun
sudah dilihat orang lain, asalkan ia bisa menunjukkan alibi yang
kuat untuk membuktikan dia tidak hadir di tempat kejadian, kalian
pun tetap akan menyangka ada orang lain menyaru sebagai dia dengan
niat mencelakai dirinya!"
"Apakah racun yang ia miliki diperoleh dengan mencuri dari laci
rahasia milik Sui Kwan?im?" tanya Sik Jiu.
"Hanya Sui Kwan-im yang memiliki racun semacam itu."
"Lalu siapa pula yang telah membunuh Oh Hiang pada kasus pembunuhan
kedua?" kembali Sik Jiu bertanya.
"Sui Kwan?im." Jawab Liu Sam?hong sedih, ia tundukkan kepalanya
rendah. "Bukankah sebelum.kejadian, Sui Kwan?im sudah mati keracunan lebih
dahulu ditangan Kim Boan?1o?"
"sebelum dia mati, Sui Kwan?im telah menyiapkan rencana kejinya
untuk membunuh Oh Hiang, dia serahkan tugas ini kepada Siu Hujin
sebagai algojo nya!"
Setelah menyapu sekejap mayat Siu Hujin yang tergeletak ditempat
itu, terusnya: "Aku percaya apa yang dikatakan Siu Hujin tadi, sudah kau dengar
dengan jelas." "Kenapa dia harus serahkan tugas itu kepada Siu Hujin sebagai
algojonya?" tanya Sik Jiu.
"Pertama, untuk menghindari kecurigaan orang, kedua, dia dengan Oh
Hiang memang sudah bermusuhan sejak semula, bahkan tak bisa
menemukan alasan yang tepat untuk memberi hadiah kepada Oh Hiang."
"Kenapa dia harus membunuh Oh Hiang?"
"Kau pasti tahu, Sui Kwan-im adalah wanita dengan birahi sangat
besar, itulah sebabnya hampir semua orang bisa menikmati badannya."
"Yaa, aku sangat mengerti tentang wanita ini." Sik Jiu membenarkan.
"Selama ini, tak pernah ada lelaki yang bisa memuaskan napsu
birahinya kecuali akumm.."
"Aku selama ini amat kagum dengan kepandaianmu dibidang tersebut."
Liu Sam?hong tertawa getir, lanjutnya:
"Biasanya, bila seorang wanita dengan napsu birahi amat besar
berhasil menemukan lelaki yang mampu memuaskan syahwatnya, dia
pasti tak akan melepaskannya dengan begitu saja."
Kembali Sik Jiu mengangguk.
"Hal semacam ini memang sangat wajar."
"Diapun sejak awal sudah menyatakan kalau dia akan berusaha
memiliki aku seutuhnya .... no Nah, masalah pun muncul di sini."
"Oooh .... ""
"sekalipun aku mengabulkan permintaannya, belum tentu dia bisa
mendapatkan apa yang diharapkan."
"Kenapa?" "Karena kehadiran Oh Hiang .... u aku percaya kaupun tahu, Oh Hiang
adalah seekor macan betina."
"Ehm, dia memang galak sekali."
"Selama dia sedang mengawal barang ke luar kota, tentu saja aku
bisa masuk keluar kedai wanita cantik secara terang terangan, tapi
jika dia berada dirumah, sekalipun aku punya kesempatan untuk kabur
keluar, itupun harus dilakukan secara sembunyi?sembunyi, jika
kurang hati hati dan ketahuan dia, hehehem. Bisa jadi kedai wanita
cantik akan ambruk separuh."
"Aku percaya dia memiliki kemampuan untuk berbuat begitu."
"Dalam hal ini, Sui Kwan-im.sendiripun tahu dengan jelas, tak heran
kalau dia meski bencinya sampai merasuk tulang sumsum, namun tak
berani secara terang terangan bentrok dengan Oh Hiang."
"Ehmm, tak salah lagi, dia memang orang pintar." Sik Jiu manggut
manggut. "Maka, bila Oh Hiang ada dirumah, dia pun terpaksa pat pat gulipat
dengan aku, hanya bisa berhubungan intim secara sembunyi sembunyi."
"Sudah pasti dia tak suka dengan cara seperti ini." Seru Sik Jiu.
"Tentu, karena dia pun termasuk perempuan yang suka mencari
menangnya sendiri." Mendengar sampai disini, tak tahan Sik Jiu bertanya:
"Bagaimana ceritanya sehingga kau bisa tergaet macan betina Oh
Hiang?" "Sejujurnya, aku sendiripun menyukai perempuan ini, biarpun dalam
kenyataan dia sedikit galak, sesungguhnya masih bisa dibilang
seorang perempuan yang menawan hati."
Mau tak mau Sik Jiu harus mengakui bahwa hal ini memang kenyataan.
"Andaikata dia tidak mengawasi aku kelewat kencang, mungkin sejak
dulu aku sudah mengawininya sebagai istriku." Tambah Liu Samrhong.
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
"Bagi seorang lelaki macam kau, memang tidak cocok bila mempunyai
seorang bini yang kelewat kencang mengawasi gerak gerikmu."
Liu Sam?hong menghela napas lagi.
"Biarpun aku tidak mengawininya, sejak awal dia justru sudah
menempatkan diri sebagai istriku."
"Kalau dilihat dari kejadian ini, waktu itu kau pasti merasa sangat
gundah." "Buat aku mah tidak seberapa, Sui Kwan-im justru tidak tahan
menghadapi kesemuanya itu."
Sik Jiu mengangguk. "Biarpun saat Oh Hiang mengawal barang ke luar kota sangat banyak,
aku rasa waktu di rumah pun tidak sedikit."
"Sui Kwan?im telah menjual begitu banyak hartanya untuk menebus
hutangku, sudah pasti dia berharap ketika hutangku terlunasi,
diriku sudah seratus persen menjadi miliknya."
"Tentu, menurutku, dia bukan termasuk type perempuan yang memandang
harta bagaikan kotoran, tak mungkin mau menghamburkan uangnya demi
persoalan yang sama sekali tak bermanfaat baginya."
"Tapi diapun tahu, kendatipun aku bersedia, jika Oh Hiang
keberatan, akibatnya hanya akan menambah kegundahan dan
kepusingan." "Oleh karena itu diapun bertindak tidak kepalang tanggung, mengutus
Siu Hujin untuk meracuni Oh Hiang sampai mati?"
"Betul sekali!" Liu Sam?hong membenarkan.
Setelah menghela napas, kembali ujarnya:
"Padahal ketika Oh Hiang mulai keracunan hingga menemui ajalnya,
aku sudah mencurigai dia, apalagi sesudah mendengar penuturan Siu
Hujin, aku semakin yakin kalau dugaanku itu tidak salah."
Sik Jiu mengangguk berulang kali.
"Lantas bagaimana pula dengan kasus pembunuhan ke tiga?" tanyanya.
"Didalam kasus pembunuhan ini, yang menjadi korban adalah Kim
Boan?1omm" "Lantas siapa pula pembunuhnya?"
Paras muka Liu Sam?hong berubah jadi sedih, sesudah menghela napas
dia baru menyahut: "Pembunuhnya Oh Hiang!"
"Oh Hiang?" Sik Jiu melongo, "Oh Hiang yang dibunuh Sui Kwan?im
pada kasus pembunuhan ke dua?"
"Memangnya masih ada Oh Hiang lain?" kata Liu Sam?hong dengan nada
berat. "Dalam kejadian ini, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Sik Jiu
gelisah. "Oh Hiang tahu kalau aku sudah terperangkap dalam jebakan busuk
yang diatur Kim Boan?lo hingga meninggalkan hutang dalam jumlah
banyak .... n." "Kau yang beritahu kepadanya?"
"Ketika seseorang sedang pusing dan kesal, terkadang perkataan yang
diucapkan lebih banyak, khususnya terhadap orang yang dekat
denganmu." "Lalu apa pula sangkut pautnya?"
"Dia selalu menempatkan diri sebagai istriku, ketika sang suami
menghadapi tekanan batin yang berat lantaran punya hutang banyak,
sebagai seorang istri, kecuali dia tak sayang suaminya, kalau tidak
pasti akan turut tertekan, namun tidak berdaya untuk bantu aku
selesaikan hutang hutang itu. Dalam gundahnya, terpikir menggunakan
racun untuk membunuh Kim Boan?lo, sebab dengan kematian orang itu,
sama artinya kesulitan yang dihadapi kwmi suami istri akan terurai
juga_" Sik Jiu melongo, sepasang matanya terbelalak lebar.
sesudah menghela napas panjang, lanjut Liu Sam?hong:
"Biasanya pikiran perempuan jauh lebih sempit dan pendek, perasaan
cinta maupun bencinya terkadang terekspresi lebih kuat dan jelas!"
"Ehmmm" "Setelah mengambil keputusan akan membunuh Kim Boan?lo, diapun
membeli sebotol arak wanita cantik, mencampurkan darah racun
kelabang api ke dalam racun itu, lalu minta tolong seorang pedagang
untuk menghantar ke rumah Kim Boan?lo, mungkin saja orang itu
menyamar sebagai sahabat karib Kim Boan?lo dan mengirim ke rumahnya
disaat Kim Boan?lo tidak ada dirumah."
"Kenapa harus dihantar disaat Kim Boan?lo tak ada di rumahnya .... n
II "Jika Kim Boan?lo ada diruah, bukankah dia segera dapat mengenali
kalau orang tersebut bukan sahabat karibnya?" tukas Liu Sam?hong.
Kemudian dengan suara berat tambahnya:
"Inilah kisah sesungguhnya dari kasus pembunuhan ke tiga!"
Sik Jiu berpikir sejenak, kemudian tanyanya lagi:
"Tapim. Darimana Oh Hiang bisa mendapatkan racun darah kelabang
api?" "Aku yang berikan kepadanya."
"Ooohm..?" "Sudah semenjak awal aku tahu kalau Sui Kwan?im menyimpan racun
ganas itu." "Dia yang beritahu kepadamu?"
Liu Sam?hong mengangguk, membenarkan.
"Bukankah sudah kubilang sejak awal, perempuan ini tak bisa pegang
rahasia, apa yang pernah dia beritahukan kepada Kim.Boan-lo, masa
tidak diberitahukan juga kepadaku?"
"Betul." "Sewaktu mendengar racun itu sangat lihay, terdorong rasa ingin
tahuku, maka aku pun minta sedikit darinya."
"Minta untuk apa?"
"Untuk dicoba, apa benar begitu sakti."
"Kau pakai apa untuk menjajal kesaktian racun itu?"
"Seekor anjing."
"Akibatnya anjing itu mati keracunan?"
"Betul, mati dalam waktu singkat, racun itu memang luar biasa
saktinya." Setelah berkilat matanya, dia melanjutkan:
"Waktu itu Oh Hiang berada disampingku, maka setelah kejadian
kuserahkan sisa racun itu kepadanya."
"Pernahkah dia beritahu kepadamu, racun ganas itu akan dipergunakan
untuk apa?" "Dia bilang, sewaktu mengawal barang dalam dunia persilatan, sering
dijumpai penyamun atau pencoleng yang memiliki ilmu silat jauh
diatas kemampuannya, kalau sampai bertemu keadaan begini, dia
berencana akan menggunakan amgi, jika diujung amgi dilumuri racun
ganas ini, hasilnya pasti luar biasa. Hanya saja selama ini, dia
belwm pernah menjumpai kesempatan untuk memanfaatkan keganasan
racun itu." "Berarti dia tertarik dengan darah racun kelabang api itu." Kata
Sik Jiu sambil mengangguk.
"Betul, maka kuberikan racun itu kepadanya."
"Apa yang kau ceritakan barusan tidak cukup membuktikan kalau
dialah pembunuh Kim Boan-lo yang sebenarnya."
"Suatu tengah hari sebulan sebelum kejadian, secara kebetulan aku
lewat di kantor perusahaan pengawalan barangnya, entah kenapa aku
pun menyempatkan diri untuk mampir."
"Lalu kenapa?" "Aku lihat dia sangat gembira. Bahkan menyempatkan diri untuk turun
tangan sendiri ke dapur menyiapkan berapa macam hidangan, waktu itu
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami duduk didalam.kamarnya, ketika bongkar sana bongkar sini,
tanpa sengaja kulihat ada sebuah kotak indah diletakkan dalam
lacinya." "Apa isi kotak itu?"
"sebotol arak wanita cantik."
"Mungkin saja dia membeli untuk dihadiahkan kepada orang lain."
"Waktu itu, akupun berpendapat demikian."
"Selain arak, ada barang apa lagi didalam kotak itu?" tiba tiba Sik
Jiu bertanya. "Terdapat sebuah botol kecil, waktu itu aku tidak terlalu menaruh
perhatian, tapi setelah kubayangkan kembali kemarin, aku baru
sadar, kemungkinan besar botol kecil itu digunakan untuk menyimpan
racun kelabang api pemberianku."
"Benarkah begitu?" berkilat sorot mata Sik Jiu.
Liu Sam?hong mengangguk. "Pada hari yang sama, dia sempat mengucapkan sepatah kata yang
aneh." Katanya. "Apa yang dia katakan?"
"Dia suruh aku tak usah menguatirkan hutang hutangku lagi, segala
sesuatunya akan dia bereskan."
"Dengan berkata begitu, sama artinya sejak waktu itu dia sudah
berniat membunuh Kim Boan?lo."
"Waktu itu aku masih mengira dia hanya menghiburku dengan ucapan
tersebut, kemarin baru sadar, besar kemungkinan dia memang berniat
begitu." Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Setelah menghela napas lagi, tambahnya:
"Maka dari itu semalam, begitu kau beritahu kepadaku kalau Kim
Boan-lo sudah terbunuh karena racun dalam arak wanita cantik, aku
segera tahu kalau pembunuhnya adalah Oh Hiang."
Sik Jiu segera terjerumus dalam lamunan yang dalam.
Kembali Liu Samrhong menghela napas, ujarnya lagi:
"Kim.Boan?lo membunuh Sui Kwan?im, Sui Kwan?im.membunuh Oh Hiang,
Oh Hiang membunuh Kim Boan-lo, tiga kasus pembunuhan dengan arak
beracun yang semula merupakan tiga kasus yang berdiri sendiri, kini
terjalin menjadi satu rangkaian, menciptakan pembunuhan berantai
yang langka, pembunuhan racun berantai!"
"Selama hidup, baru pertama kali ini aku menjumpai kasus pembunuhan
semacam ini." Kata Sik Jiu.
"Begitu juga dengan aku."
"kalau bukan Kim Boan-lo membocorkan rahasia pembunuhannya sesaat
sebelum mati keracunan, mungkin hingga sekarang pun sulit untuk
membongkar kejadian ini hingga tuntas."
"Inilah yang dinamakan jala hukum langit sukar dihindari, walaupun
kemana kau pergi!" "Ehmm.. jala hukum langit yang sukar dihindari!" Sik Jiu
tersenyum. Berputar biji mata Liu Sam?hong, ujarnya kemudian:
"oleh karena urusan sudah beres, aku pun kan pergi dari sini."
Selesai bicara, diapun siap beranjak pergi.
"Bagaimana kalau bersama sama pulang ke kantor dan meneguk dulu
secawan arak?" undang Sik Jiu.
"Kau masih punya kegembiraan untuk minum.arak?"
"Aku tak ada, tapi ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk
menyampaikan rasa terima kasihku."
VAsal kau tidak menuntut aku pun, aku sudah gembira sekali."
Sambil bicara, dia melanjutkan langkahnya.
"Selewat berapa hari, aku akan bertandang lagi ke rumahmu untuk
menyampaikan rasa terima kasih." Seru Sik Jiu lagi.
Liu Sam?hong berlagak tidak mendengar perkataan itu, diapun tidak
menanggapi. Langkah kakinya sangat cepat.
Hingga bayangan tubuh Liu Sam?hong pergi jauh, Sik Jiu baru menarik
kembali sinar matanya. Tiba tiba ia menjumpai tempat bekas Liu Sam?hong berdiri basah oleh
genangan darah. Pak Piau berjalan menuju ke sampingnya, menyaksikan genangan darah
itu, tanyanya: "Komandan, dia terluka?"
"Dia hanya bilang sepasang telapak tangannya terluka oleh pedang,
tapi genangan darah ini bukan menetes dari telapak tangannya."
"Mungkin kakinya ikut terluka."
Sik Jiu mengangguk. "Mungkin sewaktu berjongkok tadi, dia sedang membalut mulut
lukanya." "Tapi dia bisa pergi dengan begitu cepat, itu berarti meskipun
kakinya terluka, luka tersebut pasti tidak terlalu parah."
"Bagaimana dengan lukamu sendiri?" Sik Jiu balik bertanya.
"Iga kananku terluka oleh sodokan pedang perempuan itu, tapi aku
sudah membalutnya dengan obat, paling juga berapa hari kemudian
luka itu akan sembuh sendiri."
Dia berpaling, mengawasi mayat Siu Hujin sejenak, kemudian katanya
lagi: "Perempuan itu benar?benar sangat lihay, untung Liu Sam?hong datang
tepat waktu dan segera menarik tanganku, kalau tidak, mungkin
nyawaku sudah melayang."
"Bila dia enggan turun tangan, bukan Cuma kau, aku percaya nyawa
kita semua susah dipertahankan."
"Sama sekali tak kusangka kalau ilmu silat yang dia miliki sangat
bagus." "Keenceran otaknya juga mengagumkan."
Pak Piau manggut?manggut, katanya:
"Dia tak mau bergabung dengan kita, sesungguhnya hal ini merupakan
satu kerugian buat kita semua."
"Tadi, sudah kau dengar semua perkataan dan uraiannya?"
"Sungguh tak kusangka ia berhasil membongkar ke tiga kasus
pembunuhan ini, lebih tak kusangka, ternyata pembunuhan ini
merupakan satu rangkaian yang saling berkaitan, racun berantai!"
"Tapi aku masih tetap agak curiga."
"Curiga apa?" "Tidak bisa kusampaikan."
"Oooh!" "Aku hanya merasa kejadian ini kelewat kebetulan."
"Ooh!" "sekarang, kita tak usah berpusing kepala lagi, yang penting
bereskan dulu mayat mayat itu."
Pak Piau menyapu sekejap sekeliling tempat itu, tanpa terasa dia
berkerut kening. Membereskan mayat mayat itu? Jelas bukan satu pekerjaan sederhana.
Orang yang menjadi korban kali ini kelewat banyak.
Oo0oo Sepuluh hari sudah lewat, satu masalah akhirnya bisa diselesaikan
dengan tuntas. Saat inilah, Sik Jiu baru punya kesempatan untuk meninggalkan
kantornya. Dia segera teringat untuk:menjenguk Liu Sam?hong.
Pak Piau serta Lim Hiong pun mempunyai niatan yang sama.
Setelah berisitrahat hampir sepuluh hari lamanya, luka yang
diderita Pak Piau sudah sembuh kembali, kondisi Lim Hiong pun sudah
mnlai membaik, dia masih bisa bergerak walaupun perlahan lahan.
Sewaktu mereka siap berangkat, pengurus rumah tangga Liu Samrhong
sudah muncul lebih dahulu.
Pengurus rumah tangga itu mendapat perintah dari Liu Sam?hong untuk
mengundang mereka berkunjung ke gedung keluarga Liu.
? Mengundang mereka bertiga.
? Begitu kebetulan? ? Ada urusan apa Liu Sam?hong datang mencari kami?
Ke tiga orang opas itu sangat keheranan, tidak habis mengerti.
Ternyata pengurus rumah tangga itu tidak mengetahui persoalan yang
sebenarnya. Hanya Liu Sam?hong pribadi yang dapat menjawab pertanyaan mereka.
Maka berangkatlah Sik Jiu bertiga menuju ke rumah keluarga Liu.
Saat itu Liu Sam?hong sedang menunggu dalam kamar bacanya.
Musim gugur telah berakhir.
Bunga mawar yang tumbuh ditengah halaman sudah mulai layu dan
rontok, inilah saat bunga seruni mulai mekar.
Bunga seruni yang berwarna kuning, hampir menyelimuti seluruh
halaman rumah. Ketika Sik Jiu, Pak Piau dan Lim Hiong tiba disana, Liu Sam?hong
sedang berdiri di depan jendela Sambil bergendong tangan, matanya
menatap keluar jendela, seolah sedang menikmati indahnya bunga
seruni. Tapi dia kelihatan kesepian, menderita, tertekan batinnya, mimik
mukanya layu dan kusut. Baru lewat sepuluh hari, ternyata ia sudah menjadi tua sepuluh
tahun. oleh karena itu Sik Jiu sekalian jadi tertegun ketika menyaksikan
keadaannya itu. Sewaktu mereka melangkah masuk ke ruang baca, Liu Sam?hong segera
membalikkan tubuhnya. "Saudara Liu!" sapa Sik Jiu Setelah tertegun sejenak.
Liu Sam?hong tertawa hambar.
"Ooh, rupanya kalian sudah datang semua, bagus." Katanya.
Sehabis bicara, kembali dia berpaling, mengawasi luar jendela
dengan termangu. Setelah menunggu sejenak, akhirnya tak tahan Sik Jiu bertanya:
"Saudara Liu, apa yang sedang kau lihat?"
"Bunga seruni."
sekali lagi dia berpalingz
"Dalam.musim seperti ini, kecuali bunga seruni yang memenuhi
halaman, apa lagi yang bisa dilihat?"
"Benar, sekarang memang saatnya bunga seruni sedang mekar."
"Sayang bunga seruni yang mekar duluan, kini sudah mulai layu dan
rontok." "Oooh?" "Gerombolan bunga seruni yang berada disisi kanan jendela, kemarin
masih berjumlah empat puluh tujuh kuntum, tapi hari ini tersisa
tiga puluh enam kuntum."
Racun Berantai http://cerita-silat.mywapblog.com
Ternyata dia sedang menghitung jumlah bunga seruni.
Untuk kesekian kalinya Sik Jiu tertegun.
Dengan sedih Liu Sam?hong berkata lebih lanjut:
"Bedanya, bunga yang layu dan gugur, tahun depan mungkin akan
tumbuh dan mekar lebih bagus, berbeda dengan manusia, kalau sudah
mati tetap mati, tak mungkin bisa hidup kembali."
"Tampaknya perasaan saudara Liu sedang sensitip."
"Bila seseorang sudah memasuki usia senja, tak bisa dihindari,
perasaannya pasti lebih sensitip."
Lalu dia memberi tanda sambil berkata:
"Silahkan duduk!"
Sik Jiu bertiga pun duduk disekeliling meja.
Setelah duduk, mereka baru menjumpai kalau diatas meja tersedia
sebuah cawan dan sebotol arak.
Hanya sebuah cawan, sebotol arak, terletak disisi tempat duduk tuan
rumah. Lim Hiong pun berpikir: "Aaah, ternyata Liu Sam?hong lebih kikir ketimbang suya tua yang
ada di kantor." Sebaliknya paras muka Sik Jiu maupun Pak Piau berubah hebat.
Mereka telah melihat dengan sangat jelas, arak itu adalah sebotol
arak wanita cantik. "Arak itumm.." tanpa sadar Pak Piau berseru.
"sebotol arak wanita cantik!" tukas Liu Sam?hong.
"Arak wanita cantik?" teriak Lim Hiong kaget.
"Benar, arak asli."
"Tapi kedai wanita cantik sudah disegel pemerintahm.."
"Dirumahku tersimpan dua belas botol arak wanita cantik, walaupun
sejak sepuluh hari berselang tersisa sebelas botol, tapi tiap hari
aku menghabiskan satu botol, maka sepuluh hari kemudian, hari ini
hanya tersisa satu botol saja."
Sambil berkata, dia ambil botol arak wanita cantik itu.
"Ooohm." Kata Lim Hiong, "apakah arak wanita cantik ini beracun?"
"sekalipun beracun, yang bakal mati keracunan juga hanya aku
seorang, sebab arak wanita cantik ini kupersiapkan untuk kuminum
sendiri." sambil tertawa, dia cabut penutup botol.
Seketika itu juga seluruh ruangan tersiar bau harum arak yang
semerbak. "Arak semacam ini, memang hanya cukup untuk diminum kau seorang."
Kata Lim Hiong. "Benar." Dengan santai dia tuang arak itu ke dalam cawan lalu duduk,
walaupun cawan arak masih berada dalam genggamannya, namun tidak
segera diteguk. Ujarnya lebih lanjut: "Mungkin dihati kecil kalian bertiga akan mengatakan kalau aku
pelit .... nu Padahal meskipun tak ada arak wanita cantik, yang lain aku
masih bisa menyediakan."
"Tidak, tidak, kami tak punya maksud begitu." Buru buru Sik Jiu dan
Pak Piau menggeleng. "Hmm, asal kau tahu saja." Batin Lim Hiong.
Tentu saja Liu Sam?hong tak dapat mendengar perkataan Lim Hiong
itu, katanya sambil tertawa:
"Padahal maksudku mengundang kelian bertiga datang kemari, bukan
untuk minum arak." "Lantas karena urusan apa saudara Liu mengundang kedatangan kami?"
Sik Jiu segera bertanya. "Ada satu hal yang perlu kusampaikan kepada kalian bertiga."
"Urusan apa?? tanya Lim Hiong.
Liu Sam?hong tidak menjawab, sebaliknya bertanya:
"Bagaimana keadaan luka opas Lim?"
"Tujuh, delapan puluh persen telah pulih kembali."
"Kelihatannya hadiah pukulan payung dari Siu Hujin kelewat berat
untukmu." "Masih untung tulang belulangku terhitung cukup keras."
Kembali Liu Samehong berpaling kearah Pak Piau, tanyanya:
"Bagaimana pula dengan opas Pak?"
"Berkat dirimu, aku sudah sembuh total." Jawab Pak Piau.
Dia segera bangkit berdiri, menjura sambil berkata:
"Aku be1um.mengucapkan terima kasih atas budi pertolonganmumm"
"Hanya urusan kecil, buat apa dipikirkan." Tukas Liu Sam?hong.
Baru saja Pak Piau ingin mengatakan sesuatu lagi, Liu Sam?hong
sudah berpaling kearah Sik Jiu sambil berkata:
"Komandan Sik, kau pasti mempunyai banyak persoalan yang mengganjal
hati bukan." "Darimana kau bisa tahu?" tanya Sik Jiu tertegun.
"Ekspresi wajah komandan Sik yang memberitahukan kepadaku."
"Oooh?"
Racun Berantai Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Waktu itu, sebenarnya aku ingin segera melepaskan semua kecurigaan
dihatimu, sayang masih ada sementara urusan yang belum
terselesaikan sehingga harus tertunda hingga hari ini."
"Oooh?" "Sesungguhnya hari ini aku hanya ingin mengundang komandan Sik
seorang, karena sudah lebih dari cukup, tapi aku kuatir toa loya
tidak percaya, jadi akhirnya kuundang sekalian opas Pak dan opas
Lim.agar bisa menjadi saksi dalam persoalan ini."
"Kaumm.." "Apakah Komandan Sik merasa semua peristiwa ini serba kebetulan?"
"Benar .... ""
"Maka dari itu didalam sepuluh hari ini, kau pasti tiada hentinya
melakukan penyelidikan dan pelacakan." Kembali Liu Sam?hong
menyela. "Betul .... nu"
Sekali lagi Liu Sam?hong menukas:
"Komandan Sik pasti berhasil mendapat tahu bahwa sewaktu Kim
Boan-lo menerima kiriman botol arak wanita cantik itu, Oh Hiang
sedang diluar kota mengawal barang dan sama sekali tidak berada di
kota Yangciu." "Benar....... . "
Lagi lagi Liu Sam?hong menyela:
"oleh karena itu komandan Sik pasti mulai curiga kalau pembunuh
sebenarnya yang menghabis nyawa Kim Boan-lo bukan Oh Hiang,
melainkan aku!" "Sesungguhnya benarkah begitu?" desak Sik Jiu.
"Benar!" jawaban Liu Sam?hong kali ini sangat tegas.
Baik Sik Jiu maupun Lim Hiong dan Pak Piau jadi sangat terperanjat.
Sebaliknya Liu Sam?hong bersikap amat santai, perlahan dia angkat
cawan araknya dan meneguk isinya hingga habis, setelah itu katanya
lagi: "Walaupun komandan Sik telah berpikir sampai kesitu, tapi berhubung
kekurangan bukti maka sulit bagimu untuk menangkapku, karena itulah
kau tak melakukan langkah berikut."
Sik Jiu mengangguk. "Benar, aku memang gagal mengumpulkan bukti!" katanya.
"Tentu saja, sebab orang yang menghantar arak itu ke rumah keluarga
Kim.adalah aku sendiri yang menyaru, kecuali aku sendiri mengaku,
kalau tidak, tak mungkin ada yang bisa menuduhku, bila ingin kabur
dari masalah ini, bagiku sebenarnya gampang sekali."
"Lalu kenapa kau tidak mengakui saat itu, sebaliknya malah menuduh
Oh Hiang?" "Dalam hal ini, mungkin bisa menimbulkan kesan jelekmu terhadapku,
tapi aku percaya, Oh Hiang pasti akan memaafkan diriku."
"Sebetulnya kenapa?"
"Agar aku bisa menyiapkan urusan akhir kami bertiga."
"Kalian bertiga?"
"Aku, Oh Hiang dan Sui Kwan?im tiga orang."
Kembali dia menuang secawan arak.
Dengan mata melotot seru Sik Jiu:
"Aku tahu, kau telah mengambil jenasah dari Oh Hiang dan Sui
Kwan-im." Setelah menghabiskan secawan arak, kata Liu Sam?hong lagi:
"Kini, aku sudah selesai mempersiapkan urusan layon kami, karena
itulah sengaja kuundang kehadiran kalian agar semua masalah jadi
tuntas." "Kau bisa saja lari dari tanggung jawab ini, mengapa sekarang malah
mengakui?" tanya Sik Jiu keheranan.
Liu Sam?hong tertawa pedih, katanya:
"Dua orang wanita yang paling kucintai sepanjang hidupku telah mati
semua, dikemudian hari meski aku bisa saja menemukan wanita yang
jauh lebih menarik, namun aku sudah tak ada kemampuan untuk
menikmatinya. Jika seseorang sudah berada dalam kondisi seperti
ini, apalah artinya hidup?"
Sik Jiu tidak mengerti. Pak Piau yang berada disamping tiba tiba berseru:
"saudara Liu, semua yang kau katakan itu kenyataan?"
"Semuanya kenyataan."
Pak Piau menghela napas panjang, katanya:
"Sekarang, kau sudah mengakui semua dosa dan kesalahanmu, meskipun
kau adalah tuan penolongku, tapi sebagai hamba negara, aku tetap
harus menangkapmu .... n"
"Tidak usah repot repotmm.
Entah mengapa, suara Liu Sam?hong tiba tiba berubah jadi sangat
II parau. "Wajahmu, kenapa .... nu" Jerit Lim Hiong dengan suara keras.
Paras muka Liu Sam?hong telah berubah jadi biru keungu-unguan.
Dengan suara parau, dia tertawa terbahak-bahak.
"Hahahahamm masa kalian belum.paham?"
Sik Jiu segera paham, dia merangsek maju, merampas botol arak
wanita cantik yang berada dalam genggaman Liu Sam?hong.
Dengan lemas tak bertenaga Liu Sam?hong mengendorkan cekalannya, ia
berkata: "Tak ada gunanya, aku sudah meneguk dua cawanmm
"Kau telah mencampurkan racun kelabang api ke dalam arakmu?" teriak
Sik Jiu dengan gemetar. II "Racun kelabang apiku itu pun assm.. aslimm bu .... no Bukan baaa .... n
barang palsummm" "saudara Liu .... no" Paras muka Sik Jiu berubah hijau membesi.
Sambil mencakar dada sendiri dengan penuh penderitaan, bisik Liu
Sam?hong: "Saam.. sayang akum. Meskipun akum. Aku memilih kem. Kematian
dengan caaam.. Cara ini, tapimm.. kem.. kematianku taakm.. tak bisa
digabungkan dem.. dengan racun berantai yang kum. Kumaksudkan .... u."
Tubuhnya mulai mengejang keras. kemudian kaku diatas tempat duduk.
Sik Jiu, Pak Piau, Lim Hiong bertiga seketika berdiri terperangah,
tak tahu harus berbuat apa.
Mereka bertiga tak ada yang bergerak, matanya melotot, mulutnya
melongo lebar, lagak mereka tak ubahnya seperti tiga manusia tolol.
Kembali terjadi kasus pembunuhan dengan arak wanita cantik beracun!
Kali ini korban pembunuhan serta sang pembunuh adalah orang yang
sama: Liu Sam?hong. Angin berhembus masuk dari luar jendela, membawa harumnya bunga
seruni. Musim gugur sudah berakhir, tapi jaraknya menuju musim dingin masih
panjang. Tiba tiba Sik Jiu merasakan tubuhnya menggigil, terasa dingin
sekali. Kim.Boan?lo telah meracuni Sui Kwan?im.hingga tewas, Sui Kwan?im
meracuni Oh Hiang. Oh Hiang tidak meracuni Kim Boan-lo.
Karena yang meracuni Kim.Boan?lo hingga tewas adalah Liu Samrhong.
Racun berantai ini dikarenakan bertambahnya seorang Liu Sam?hong,
kini sudah tak terbentuk satu rangkaian berantai lagi.
Didunia tak mungkin ada kejadian yang begitu kebetulan.
Mungkin saja dikemudian hari bisa terjadi, tapi siapa yang tahu?
TAMAT Keris Peminum Darah 2 Lima Sekawan Di Gua Kelelawar Pelangi Dilangit Singosari 32
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama