A Time From The Past Karya Melissa Darmawan Bagian 1
?A time from the past Januari, 2017 Angin musim dingin menyapa Lee So Ra sore hari ini. So Ra yang hobi bersepda sejak kecil, mengendarai sepeda kesayangannya menelusuri sebuah jalan di kota Seoul. Jalanan itu ramai, tetapi tidak terlalu ramai. Sederet toko tertata dengan rapih, memberikan pemandangan yang dapat menyegarkan mata. Apalagi, warna cat pada dinding dan pintu toko-toko itu senada, sehingga dapat membuat orang yang melihatnya dapat memiliki kesan tersendiri.
Bagi So Ra, bersepeda di sore hari sambil memandang sekeliling jalanan merupakan kegiatan yang tidak pernah bisa tergantikan. Apalagi, ketika So Ra mengelilingi jalan yang membekas di memorinya. Memori masa lalu itu tak pernah terhapuskan. Termasuk susunan toko-toko itu yang dari dulu tak pernah berubah.
"Selamat datang!" sapa seorang nenek dari dalam toko bunga.
"Halmeoni!" sapa So Ra.
"Aigo! Cucu nenek sudah pulang kerja?" tanya nenek So Ra.
"Halmeoni, ini ada buah apel segar," ucap So Ra.
"Apakah suamimu yang membawakan buah ini kepadamu?" tanya nenek So Ra.
"Dari ibu mertuaku," jawab So Ra.
"Sampaikan rasa terima kasihku kepadanya ya," ucap nenek So Ra.
"Nanti malam akan aku sampaikan kepada eomma," ucap So Ra.
Lee So Ra merapihkan bunga yang ada di toko bunga milik neneknya. So Ra merapihkan sesuai kelompoknya. Nenek So Ra menerima pelanggan yang datang dan pergi. Semua punya kesibukan masing-masing.
"So Ra sayang nenek," ucap So Ra sambil memeluk tubuh neneknya dari belakang.
"Kamu sudah menikah, tapi kelakuanmu masih saja seperti ini," ucap neneknya.
"Hanya nenek yang So Ra punya. Hanya nenek yang membesarkan So Ra. Bagaimana bisa So Ra melupakan nenek bergitu saja?" tanya So Ra.
"Nenek tidak apa-apa mengurusi toko ini sendirian. Nenek yakin kalau kamu sedang mengejar tanggal terbit bukumu," ucap Nenek.
"Tidak. Aku sedang punya banyak waktu sekarang," ucap So Ra.
"Apakah karyamu ditolak lagi?" tanya Nenek So Ra.
"Tidak. Karyaku baru saja diterima. Pihak penerbit sedang memeriksa isinya," ucap So Ra.
So Ra melepas pelukan erat itu. Seorang pelanggan datang ke toko bunga dan terpaksa So Ra melepaskan pelukan erat itu. Neneknya harus melayani pelanggan yang datang.
"Annyeonghaseyo!" sapa nenek So Ra.
"Annyeong...ha...se..yo...." ucap wanita itu dengan intonasi melambat.
"Kim Yu Na?" tanya So Ra.
"Lee So Ra? Kamu Lee So Ra kan? Gadis yang dulu sering mengikat dua rambut itu?" tanya Yu Na.
"Iya, itu aku. Oraenmaniya," tanya So Ra.
"Kamu Yu Na yang sering berbaki bekal dengan So Ra?" tanya nenek So Ra.
"Annyeonghaseyo halmeoni," sapa Yu Na sambil membungkukan badannya.
"Ada apa datang ke toko ini? Apakah kamu masih ingat kalau toko ini adalah toko milik nenekku?" tanya So Ra.
"Aku baru saja kembali dari New York beberapa hari yang lalu. Kamu ingat kan kalau aku kuliah di sana? Aku merindukan kampung halamanku," ucap Yu Na.
"Yu Na, bagaimana kalau kita pergi minum kopi saja?" tanya So Ra.
"Ide bagus! Ayo kita pergi menaiki mobilku," ajak Yu Na.
"Halmeoni, aku pergi dulu ya!" ucap So Ra.
"Ini, jangan lupa memakai mantel tebal dan syal ya!" ucap nenek So Ra.
"Sampai bertemu lagi!" ucap So Ra.
Lee So Ra dan Kim Yu Na pergi bersama menaiki mobil milik Yu Na menuju salah satu kedai kopi di dekat toko bunga itu. Mereka senang karena mereka bisa bertemu lagi setela sekian lama tidak bertemu.
*** So Ra dan Yu Na duduk berhadapan sambil mengaduk kopi hangat pesanan mereka. Si luar dingin sekali, sehingga mereka berdua memesan masing-masing satu gelas kopi hangat untuk menghangatkan tubuh mereka yang kedinginan.
"Kapan kamu kembali ke New York?" tanya So Ra.
"Entahlah. Aku jadi tidak semangat untuk kembali ke kota itu," jawab Yu Na.
"Kenapa?" tanya So Ra.
"Aku gagal di pernikahanku. Suamiku sudah tidak mencintaiku lagi. Dia diam-diam bertemu dengan wanita lain. Kami sudah bercerai sejak dua tahun lalu," ucap Yu Na.
"Lalu, apa rencanamu selanjutnya?" tanya So Ra.
"Aku rasa, aku ingin tinggal di rumah kedua orang tuaku untuk beberapa bulan sampai aku bisa menemukan kehidupan baruku. Aku ingin memulai seglanya dari awal. Aku ingin menjadi penyanyi baru di Seoul, aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku yang sudah lama tidak bertemu denganku, dan sebagainya. Kamu sendiri bagaimana?" tanya Yu Na.
"Aku? Aku biasa saja. Aku juga sudah menikah dan kami baik-baik saja. Seperti kebanyakan pasangan lainnya. Kami melakukan hal-hal yang bisa dilakukan oleh suami istri. Kadang, kami bertengkar kecil. Tapi, itu wajar, karena memang dari dulu kami selalu seperti itu. Kamu sendiri pasti sudah tahu bagaimana aku dengan dia di sekolah," ucap So Ra.
"Dia? Dia siapa? Oh, kamu menukah dengan teman satu sekolah kita. Apakah jangan-jangan, kamu manikah dengan cinta pertamamu?" tanya Yu Na.
"Jamkanman," ucap So Ra.
So Ra meraih ponsel dari dalam saku mantelnya. Seseorang meneleponnya di tengah-tengah obrolan seru dengan Yu Na. Terpaksa, obrolan dihentikan sejenak.
"Wae?" tanya So Ra.
"..." "Arraseo. Besok kita akan pergi ke dokter kandungan bersama. Aku ingin menkonsultasikan So Ra junior kita," ucap So Ra.
"..." "Ye. Kamu jangan lupa makan malam ya. Semangat!" ucap So Ra.
"..." "Annyeong," ucap So Ra.
So Ra mematikan layar ponselnya, lalu kembali memasukan ponselnya ke dalam saku mantelnya. So Ra kembali menatap wajah Yu Na, teman lamanya itu.
"So Ra~ah," ucap Yu Na.
"Wae?" tanya So Ra.
"Apakah kamu sedang hamil?" tanya Yu Na.
"Ya, baru satu bulan. Kenapa?" tanya So Ra.
"Wah, aku senang mendengarmu akan punya anak," ucap Yu Na.
"Apakah kamu sudah punya anak?" tanya So Ra.
"Aku punya seorang anak perempuan. Ah, dia sedang bersama eomma," ucap Yu Na.
"Apakah anakmu tahu kalau kamu dan suamimu sudah bercerai?" tanya So Ra.
"Belum. Dia baru berusia tiga tahun. Dia tidak mengerti tentang itu," ucap Yu Na.
"Aku kasihan dengan anakmu itu. Aku saja yang sudah sejak lama kehilangan kedua orang tuaku pernah merasa sangat terkucilkan. Aku merasakannya sewaktu aku masih kecil," ucap So Ra.
"Eomma!" teriak seorang anak kecil yang berlari mendekati So Ra dan Yu Na.
"Rachel, siapa yang mengantarkanmu kesini?" tanya Yu Na.
"Wah, dia bisa berbahasa korea!" ucap So Ra.
"Aku yang mengajarkannya," ucap Yu Na.
"Ahjussi yang mengantarkanku kesini," ucap Rachel sambil menunjuk ke arah seorang laki-laki bertubuh tinggi berisi.
"Eun Woo?" tanya Yu Na.
"Yu Na, tadi aku datang ke rumahmu dan aku bertemu dengan ibumu. Beliau yang mengatakan kalau kamu sedang berada di tempat ini. Rachel ingin sekali untuk datang menemui kamu," ucap Eun Woo.
"Eomma, apakah dia adalah appaku?" tanya Rachel.
"Sstt... Chingu eyo," ucap Yu Na.
"Lee So Ra!" sapa Eun Woo.
"Jung Eun Woo! Baru saja kita bertemu di mall beberapa minggu yang lalu," ucap So Ra.
"Jadi, teman kita kurang dua orang lagi nih!" ucap Eun Woo.
"Shin Woo Jung sedang ada urusan," ucap So Ra.
"Lalu, bagaimana dengan Kang Shin Ho?" tanya Eun Woo.
"Dia juga tidak bisa datang," ucap So Ra.
"Eomma!" ucap Rachel.
"Sini, duduk di samping eomma," ucap Yu Na.
Jung Eun Woo pergi ke meja barista untuk memesan segelas kopi hangat. Kedua wanita berusia 29 tahun itu masih mengobrol untuk saling menukarkan cerita selama mereka tidak bertemu. Bahkan, tanpa disengaja, mereka mengungkit-ungkit kisah masa lalu mereka mulai dari kisah dua belas tahun yang lalu. Kisah saat So Ra dan Yu Na menjalani kehidupan remaja mereka dan kisah saat mereka sedang mencari siapa cinta pertama mereka.
Dan kisah masa remaja mereka dimulai saat....
Kamus Halmeoni = sepaan untuk nenek
Oraenmaniya = sudah lama tidak bertemu
Jamkanman = Tunggu sebentar
Arraseo = Baiklah Annyeong = penutup untuk mengucapkan goodbye atau dadah
Wae = kenapa Eomma = ibu Appa = ayah Chingu eyo = kita adalah temanNovember, 2006
Musim gugur di kota Seoul. Hari ini bukan hari libur dan So Ra harus berangkat ke sekolah. Walaupun So Ra tidak terlalu antusias untuk pergi ke sekolah, tetapi So Ra harus tetpa berangkat. So Ra merasa tidak enak dengan neneknya yang telah memebsarkan dan membiayai uang sekolahnya sejak duduk di bangku sekolah dasar.
"So Ra, ini doshirak untukmu!" ucap nenek So Ra.
"Gomawo! Halmeoni, aku berangkat dulu ya!" ucap So Ra sambil berdiri dan memegang sepedanya.
"Hati-hati ya!" ucap So Ra.
So Ra mengendarai sepeda kesayangannya. Setelah So Ra mengendarai sepedanya sampai ke pertigaan jalan, muncul sosok Kang Shin Ho, teman sekelas So Ra. Anak itu juga hobi bersepeda ke sekolah. Dengan mengenakan seragam sekolah yang sama, laki-laki itu mendekati So Ra dengan maksud untuk pergi ke sekolah bersama.
So Ra dan Shin Ho bersepeda bersama. Mereka pergi melewati jembatan Han untuk mencapai gedung sekolah mereka. Sesampainya mereka di dalam area sekolah, mereka memarkirkan sepeda milik mereka di tempat parkir sepeda yang sudah disediakan.
Tut... tut... "Bunyi apa itu Shin Ho?" tanya So Ra.
"Ah, tunggu sebentar!" ucap Shin Ho.
Shin Ho mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam saku celananya. So Ra kagum karena Shin Ho sudah memiliki sebuha ponsel. Barang yang masih jarang dimiiki oleh anak-anak dan remaja pada saat ini.
"Wah, posnel baru ya?" tanya So Ra yang sedikit mengintip ke arah ponsel baru milik Shin Ho.
"Ya, hadiah dari kedua orang tuaku," ucap Shin Ho.
"Oh ya?" ucap So Ra sambil memegang sepedanya.
"Iya. Katanya, agar mudah untuk menghubungiku," ucap Shin Ho.
So Ra mengunci sepedanya, begitu juga dengan Shin Ho. Setelah itu, mereka hendak jalan bersama menuju ruang kelas mereka.
Tin... tin... Sebuah mobil hitam sedikit mewah melewati depan gerbang sekolah dan suara klaksonnya sangat kencang. Para murid berhamburan ke luar gerbang. Nampak ada seorang anak laki-laki datang memakai pakaian bebas sambil membawa tas punggung hitamnya. Tidak hanya itu. Muncul juga sosok seorang wanita yang kelihatannya adalah ibu dari anak laki-laki itu.
"Eomma, aku ini sudah besar! Untuk apa eomma mengikutiku ke dalam? Aku datang ke tempat ini untuk sekolah, bukan jalan-jalan. Eomma pulang saja!" ucap anak itu.
"Eomma ingin menyapa pamanmu. Memangnya tidak boleh?" tanya wanita itu.
Anak laki-laki itu berjalan bersama dengan ibunya menuju ke dalam ruang kepala sekolah. Beberapa murid berjalan mengikuti anak itu dari belakang, termasuk So Ra.
"Wah, dia tampan sekali! Seperti Leeteuk dan Heechul saja," ucap So Ra.
"Tapi gayanya sok cakep gitu. Bikin kesal melihatnya," ucap Shin Ho.
"Dia bukan sok cakep, tapi memang dia cakep!" ucap So Ra.
"Untuk apa kamu membuntuti dia? Seperti tidak ada pekerjaan lain saja," ucap Shin Ho yang sudah berdiri di depan ruang kepala sekolah.
Anak laki-laki itu bersekolah di sekolah menengah atas yang sama dengan tempat So Ra bersekolah. Setelah ibu dari anak itu berbicara panjang lebar dengan kepala sekolah, kepala sekolah memanggil guru Song. Kepala sekolah memasukan anak itu ke dalam kelas yang dibimbing oleh guru Song. Kelas yang sam adengan kelas dimana So Ra berada.
Jam pelajaran dimulai. Guru Song yang mengajar pelajaran matematik datang membawa buku pelajaran sekaligus membimbing anak baru itu. Anak baru itu berdiri di depan kelas untuk memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.
"Annyeonghaseyo!" ucap guru Song.
"Annyeonghaseyo!" ucap anak-anak serentak.
"Anak-anak, mulai hari ini kalian akan kedatangan murid baru pindahan dari luar negri. Murid baru, silahkan perkenalkan namamu di depan kelas," ucap guru Song.
"Anyeonghaseyo! Namaku adalah Shin Woo Jung. Aku menempuh pendidikan sekolah menengah pertama di London," ucap anak baru itu.
"Wah, London!" ucap Jung Eun Woo.
"Woo Jung, kamu bisa duduk di samping Shin Ho ya," ucap guru Song.
"Baiklah," ucap Woo Jung.
"Yu Na! Kim Yu Na!" ucap So Ra sambil menyikut teman sebangkunya yang sedang menatap ke arah buku tulisnya.
"Mwo?" tanya Yu Na.
"Dia cakep kan? Mirip Hee Chul oppa," ucap So Ra.
"Iya! Tapi, dia lebih mirip dengan Leeteuk," ucap Yu Na.
"Kim Yu Na, kenapa kamu mengobrol dengan Lee So Ra?" tanya guru Song.
"Joesonghamnida," ucap Yu Na.
"Anak-anak, hari ini kita akan membahas mengenai apa itu fungsi turunan.Pada pertemuan sebelumnya, kita sudah membahas tentang rumus dasar turunan. Sekarang, aku akan mengulangnya sekali lagi. Misal, ada sebuah fungsi f(x) = 3x pangkat 3. Maka, turunannya adalah 9 yang didapat dengan mengalikan anagka di depan variabel x dengan pangkatnya, lalu mengalikan variabel yang pangkatnya sudah dikurangi satu. Dengan kata lain, jawaban dari soal tadi adalah 9 dikali x pangkat 2 yang berarti 9x kuadrat. Apakah kalian sudah mengerti?" tanya guru Song.
"Mengerti pak guru!" jawab anak-anak serentak.
"Bagus! Sekarang, bagaimana dengan turunan dari fungsi f(X) = 2x?-x 10? Woo Jung, berapa jawaban dari soal tadi?" tanya guru Song.
"Jawabannya adalah 4x 1," jawab Woo Jung dengan sigap.
"Bagus! Shin Woo Jung adalah murid terpintar di kelas ini. Kalian bisa bertanya matematika kepadanya," ucap guru Song.
"Hei, sudah tampan, pintar juga!" ucap So Ra.
"Iya, bisa kita ajak belajar bersama," ucap Yu Na.
*** Jam makan siang tiba. Seperti biasa, So Ra membawa doshirak ke sekolah. Begitu juga dengan Yu Na, teman sebangkunya.
"Hari ini kamu bawa makanan apa?" tanya So Ra.
"Ah, sepertinya eomma memasak bulgogi. Bagaimana denganmu?" tanya Yu Na.
So Ra membuka kotak makannya dan melihat apa isi di dalamnya "Ah, ternyata hari ini halmeoni membawakan banyak makanan. Tumben sekali," ucap So Ra.
So Ra terkejut begitu ia meliaht apa isi dari kotak makan yang dibawanya. Pada susun paling bawah, ada sup rumput laut. Pada susun kedua, ada telor goreng dan sedikti tumis ayam. Dan pada susun ketikga, yaitu susun paling atas, berisi nasi putih. Begitu menakjubkan. Biasanya, hanya terisi 2 susun saja.
"Lee So Ra, saengil chukka hamnida!" ucap nenek So Ra yang ditulis pada selembar kertas kecil yang dimasukan ke dalam tas tempat memebungkus kotak makan So Ra.
"Lee So Ra!" panggil Shin Woo Jung yang sudah berdiri di samping bangku tempat So Ra duduk.
"Apa?" tanya So Ra.
"Saengil chukka hamnida!" ucap Kang Shin Ho.
"Gomawo," balas So Ra.
"Shin Ho, siapa dia?" tanya Woo Jung.
"So Ra, ada yang ingin kenalan denganmu," ucap Shin Ho.
"Annyeonghaseyo!" ucap Woo Jung dengan malu-malu.
"Annyeonghaseyo. Namaku adalah Lee So Ra," jawab So Ra.
"Namaku adalah Kim Yu Na," ucap Yu Na sambil memberikan jabatan tangan.
"Namaku adalah Shin Woo Jung.
"Karena hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 18 tahun, sepulang sekolah kita pergi karaoke!" ajak So Ra.
"Jinjja?" tanya Yu Na dengan girang.
"Benar. Hei Jung Eun Woo!" panggil So Ra dari tempat duduknya.
"Wae?" tanya Eun Woo yang sedang menyantap makan siangnya.
"Nanti sore kita pergi karaoke ya!" ucap So Ra.
"Asik! Omong-omong, saengil chukka hamnida," ucap Eun Woo.
"Gomawo," jawab So Ra.
*** Sore hari tiba. Jam pelajaran sudah selesai. So Ra mengajak teman-teman dekatnya untuk pergi ke tempat karaoke. Tidak ketinggalan, So Ra juga mengajak murid baru yang menurutnya tampan itu.
"Aku pergi dengan sepedaku, lalu Shin Ho akan pergi dengan sepedanya. Eun Woo,Yu Na, dan Woo Jung bagaimana?" tanya So Ra.
"Oppa, tolong antar aku ke tempat karaoke!" ucap Yu Na sambil menarik tas punggung yang dipakai oleh kakak laki-lakinya.
"Bagaimana dengan Eun Woo?" tanya So Ra.
"Aku bisa menumpang pada sepeda milik Shin Ho," ucap Eun Woo.
"Woo Jung, kamu bisa pergi dengan supir keluargamu kan?" tanya So Ra.
"Aku tidak mungkin pergi dengan supir keluargaku. Eomma bisa marah kalau aku ketahuan pergi ke tempat karaoke. So Ra, berikan sepdamu kepadaku!" ucap Woo Jung.
"Wae?" tanya So Ra.
"Biar aku yang mengayuh sepdamu. Kamu duduk saja di belakangku," ucap Woo Jung.
"Huh, baiklah! Ayo kita berangkat!" ucap So Ra.
Shin Woo Jung mengendarai sepeda milik So Ra. Hal itu membuat Shin Ho dan Yu Na iri. Yu Na menyesal telah meminta kepada kakaknya untuk mengantarkan dirinya ke tempat karaoke menaiki sepeda motor milik kakaknya.
"So Ra, aku tidak hafal jalanan di sini. Tolong pandu aku," ucap Woo Jung.
"Baiklah," jawab So Ra.
"So Ra, pegangan yang kuat!" ucap Woo Jung.
"Tentu saja!" jawab So Ra.
So Ra memegang erat seragam yang dipakai oleh Woo Jung. Woo Jung mengendarai sepeda milik So Ra sesuai dengan arahan So Ra. Mereka pergi melalui jembatan Han. Jembatan favorit So Ra.
Kamus Doshirak = Kotak makan (sejenis bento kalau di jepang)
Mwo = apa Joesonghamnida = minta maaf sedalam-dalamnya
Saengil chukka hamnida = selamat ulang tahun
Jinjja = benarkah Wae = kenapa Semuanya sudah tiba di dalam ruang karaoke. Semua duduk di atas sofa yang ada di dalam ruang karaoke. Tidak ketinggalan, mereka memesan minuman dan makanan.
"Shin Woo Jung, nyanyikan sebuah lagu!" ucap Yu Na.
"Baiklah, aku ingin bernyanyi.
Woo Jung meraih mic yang terletak di atas meja. Woo Jung membaca daftar lagu, lalu memilih lagu sesuai dengan nomor lagunya. Woo Jung memilih untuk menyanyikan lagu milik DBSK yang berjudul Hug.
Naega obnun noui haru oddohge hulloganun gonji
Narur ormana saranghanunji nan nomuna gunggumhande
Noui jagun sorab sogui irgijangi dwego shipo
Ar su obnun noui gubimirdo
Nae mamsoge damadullae no mollae
"Wow, ternyata suara dia bagus juga!" ucap Yu Na.
"Aku memang ingin menjadi seorang penyanyi solo atau idol. Doakan saja," ucap Woo Jung.
"Woo Jung, siapa anggota DBSK kesukaanmu?" tanya So Ra.
"Yunho," jawab Woo Jung.
"Aku juga menyukai Yunho!" ucap Yu Na.
"Aku menyukai Junsu," ucap So Ra.
"Apakah ada lagi yang ingin bernyanyi?" tanya Eun Woo.
"Sini," ucap Shin Ho sambil merebut mic dari genggaman tangan Woo Jung.
"Hei, memangnya kamu bisa bernyanyi?" tanya So Ra.
Kang Shin Ho memilih lagu yang dia inginkan. Shin Ho Lngsung menekan tombol untuk memasukan nomor lagu dan mulai bernyani. Dia memilih untuk menyanyikan lagu milik penyanyi solo legendaris tahun 80-an yang bernama Lee Moon Sae yang berjudul Old Love.
Namdeuldo moreuge seoseongi da il-eott-ji
Jinaon ildeuli gaseume samuchyeo
Teongbin haneul mil bulbit deul kyeojyeogamyeon
Yet sarang geuireum aggyeo bulleo bone
Chan bareum buleowa otgiseul yeomiuda
Hu hoegaddo hwaga nan nunmuli heureune
Nuga muleodo apeulgeot gatji anhdeon
Jinaon nae moseub modu geot jisingeol
Ije geuriun geoseun geuriun daero nae mamedul geoya
Geudae saenggak i namyeon saenggak nandaero nae beoryeodu deusi
"Shin Ho, apakah kamu sedang jatuh cinta?" tanya Eun Woo.
"Tidak. Aku hanya ingin menyanyikan lagu itu saja," jawab Shin ho.
"So Ra, kenapa kamu tidak bernyayi?" tanya Woo Jung.
"Tidak. Suaraku tidak terlalu bagus," ucap So Ra.
"Ayolah, coba sekali saja! Aku ingin mendengar suaramu," ucap Woo Jung.
So Ra menekan tombol untuk mengganti nomor lagu. So Ra memilih untuk menyanyikan lagu milik BoA yang berjudul Valenti. So Ra mengajak Yu Na untuk bernyanyi bersama.
*** Setelah mereka semua selesai karaoke selama satu jam, mereka pulang. So Ra dan Shin Ho yang lokasi rumahnya searah pulang bersam-sama. Yu Na mengirim pesan kepada kakaknya untuk minta dijemput. Eun Woo pulang dengan maniki bus kota. Hanya Woo Jung yang belum pulang karena sedang menunggu taksi datang.
"So Ra, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar sebelum pulang?" tanya Shin Ho.
"Boleh," jawab So Ra.
So Ra dan Shin Ho mengendarai sepedanya menuju jalan Myeongdong. Mereka berkeliling bersama. Setelah itu, mereka berhenti di pinggir jalan karena merasa lelah.
"So Ra, ayo kita berfoto!" ucap Shin Ho.
"Memangnya kamu membawa kameramu?" tanya So Ra.
"Ada kamera di ponselku. Walaupun jelek kualitas gambarnya," ucap Shin Ho.
"Ini," ucap So Ra sambil memberikan sebuah kamera film tua peninggalan ayahnya.
"Punya siapa ini?" tanya Shin Ho.
"Punya mendiang ayahku. Ternyata, ayahku adalah seorang fotografer," ucap So Ra.
Shin Ho membuka tutup lensa kamera itu dan menyalakannya. Setelah itu, Shin Ho ikut berdiri di samping So Ra yang sudah berdiri di dekatnya. Shin Ho langsung merangkul So Ra dan menekan tombol kamera milik So Ra.
"Yeay!" tegur So Ra sambil memukul pundak Shin Ho.
"Ada apa?" tanya Shin Ho.
"Kamu sengaja ya ingin merangkulku?" tanya So Ra kesal.
"Wae? Aku pikir kamu suka dirangkul," tanya Shin Ho.
"Ish" ucap So Ra.
"So Ra, kenapa kita selalu bertengkar seperti ini? Kenapa kita tidak damai dan berteman seperti layaknya teman dekat pada umumnya?" tanya Shin Ho.
"Kamu itu terlalu berlebihan! Lagi pula, sudah bertahun-tahun kita bersikap seperti ini. Kenapa baru kali ini kamu protes padaku?" tanya So Ra.
"Hei, kita ini bukan anak kecil lagi! Untuk apa kita bertengkar?" tanya Shin Ho.
"Biarin!" ucap So Ra.
So Ra dan Shin Ho kembali mengendarai sepeda mereka. Sudah waktunya untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.
*** So Ra memarkirkan sepeda kesayangannya ke dalam garasi kecil rumahnya. Setelah itu, neneknya menyambutnya sambil nonton televisi.
"So Ra!" sapa nenek So Ra.
A Time From The Past Karya Melissa Darmawan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Halmeoni," ucap So Ra sambil membuka sepatu ketsnya.
"Sini," ucap nenek So Ra.
So Ra yang masih memakai seragam sekolah berjalan ke arah sofa tempat neneknya duduk. Nenek So Ra memegang sebuah bungkusan kepada So Ra. Tentu saja, bungkusan itu adalah hadiah ulang tahun untuk So Ra, cucu satu-satunya.
"Halmeoni, apa isinya? Apakah alat pemutar musik lagi?" tanya So Ra.
"Bukan. Buka saja di kamarmu nanti," ucap nenek So Ra.
"Oke. Gomawo," ucap So Ra sambil memeluk erat tubuh neneknya.
"Sudah, kamu mandi dulu saja!" ucap nenek So Ra.
"Baiklah," ucap So Ra.
So Ra masuk ke dalam kamarnya untuk meletakan tas sekolah dan kado dari neneknya. Setelah itu, So Ra langsung mandi menggunakan air hangat. So Ra sudah tidak sabar lagi untuk membuka kado ulang tahun itu.
*** So Ra membuka kado yang telah diberikan oleh neneknya. So Ra terkejut bukan main. Sebelumnya, So Ra belum pernah meminta hadiah ulang tahun semahal ini. Apalagi, neneknya hanya pemilik toko bunga kecil di sebuah jalan. Nenenknya tidak paham mengenai kecanggihan teknologi.
"Halmeoni!" ucap So Ra sambil berlari keluar dari dalam kamarnya.
"Ada apa?" tanya nenek So Ra.
"Halmeoni, gomawo! Halmeoni adalah orang yang paling aku sayang di dunia ini," ucap So Ra.
"Bagaimana, apakah kamu senang? Mianhae, halmeoni tidak membelikan ponsel paling canggih. Halmeoni tidak terlalu paham dan halmeoni pikir, ponsel model itu sudah cukup untuk pelajar sepertimu," ucap nenek So Ra.
"Tidak apa-apa. Halmeoni sudah bekerja sangat keras sampai menyekolahkanku, memberikanku makan tiga kali sehari, dan mebelikanku ponsel ini. Suatu saat nanti, So Ra akan membelikan barang yang halmeoni inginkan," ucap So Ra.
"Halmeoni akan mendoakanmu agar selalu sukses," ucap nenek So Ra.
So Ra berjalan ke arah meja tempat telepon rumah terletak. So Ra langsung menelepon Yu Na untuk menanyakan nomor ponsel Yu Na.
"Yeoboseo," ucap penerima telepon.
"Halo, bisa bicara dengan Yu Na?" tanya So Ra.
"So Ra ya? Sebentar, akan aku panggilkan," ucap Kim Tae Hyun, kakak Yu Na yang usianya lebih tua satu tahun darinya.
Tak lama kemudian, Yu Na berjalan dari lantai dua rumahnya menuju lantai bawah untuk menerima telepon dari So Ra.
"Yeoboseo," ucap Yu Na.
"Yu Na, hari ini aku mendapat hadiah ponsel baru," ucap So Ra.
"Asik! Berapa nomor ponselmu?" tanya Yu Na.
"Aku belum hafal. Kalau begitu, berapa nomor ponselmu? Nanti, aku saja yang mengirim pesan kepadamu," ucap So Ra.
"Ini. ..." ucap Yu Na.
"Oke," jawab So Ra.
So Ra menutup telepon rumahnya. Setelah itu, So Ra mengirim pesan kepada nomor ponsel yang tadi dibacakan oleh Yu Na.
Lee So Ra Hai. Ini aku, Lee So Ra. Tolong simpan nomor ponsel barku.
So Ra menekan tombil "kirim" yang ada pada layar ponselnya. So Ra ngantuk, sehingga So Ra langsung mematikan layar ponselnya dan meletakan ponselnya di atas meja belajarnya. So Ra mematikan lampu kamarnya dan langsung tidur.
Jung Eun Woo sang ketua kelas berjalan memasuki ruang kelas pada waktu istirahat. Nampaknya, pria bertubuh setinggi 180 cm itu membawa selembar kertas pengumuman yang dia dapat dari guru Song. Eun Woo langsung berdiri di depan kelas untuk membacakan isinya.
"Acara pentas seni akhir tahun. Waktu: Sabtu, 23 Desember 2006. Tempat: Aula sekolah. Cara mendaftar: langsung menghubungi wali kelas masing-masing," ucap Eun Woo di depan kelas.
"Woo Jung, apakah kamu ingin mendaftar?" tanya Yu Na.
"Hmm... Oke, aku akan mendaftar! Kalian berdua bagaimana?" tanya Woo Jung.
"Kami akan jadi penonton saja," ucap So Ra.
"Tidak. Aku juga ingin tampil. Bagaimana kalau kita berduet saja?" tanya Yu Na.
"Apa? Tidak. Aku lebih nyaman untuk tampil sendiri saja," jawab Woo Jung.
"Ya, tidak apa-apa," jawab Yu Na.
"Kalau kamu, bagaimana?" tanya Woo Jung kepada Shin Ho.
"Hahaha... Shin Ho tidak mungkin tertarik pada hal semacam itu," ledek So Ra.
"Aku juga akan mendaftar," ucap Shin Ho.
So Ra menatal wajah Shin Ho dengan sangat terkejut. Selama ini, Shin Ho tidak pernah tertarik untuk tampil pada acara pentas seni di sekolah. Shin Ho juga tidak peernah tampil bernyanyi di depan umum. So Ra mengakui kalau Shin Ho bisa bernyanyi dengan merdu, tetapi Shin Ho tidak berani untuk tampil di depan umum.
"So Ra! Lee So Ra!" tegur Yu Na sambil mengguncang tubuh So Ra.
"Ya?" tanya So Ra.
"Apa yang sedang kamu pikirkan? Dari tadi melamun terus," tanya Yu Na.
"Ah, tidak. Aku sedang tidak memikirkan apa-apa. Yu Na, kamu bawa makanan apa?" tanya So Ra.
"Ini, bulgogi buatan ibuku," jawab Yu Na.
"Yu Na, aku membawa jajangmyeon," ucap So Ra.
"Ayo kita saling mencicipi bekal kita!" ucap Yu Na.
"Hei, aku ikut dong!" ucap Eun Woo tiba-tiba.
"Eun Woo, memangnya kamu bawa makanan apa?" tanya So Ra.
"Aku membawa japchae dengan daging sapi," jawab Eun Woo.
"Woo Jung, Shin Ho, ayo bergabung bersama kami!" panggil Yu Na sambil menuusuk bagian bawah bolpoin ke atas punggung Woo Jung dan Shin Ho.
"Kalian bawa makanan apa saja?" tanya Eun Woo.
"Aku membawa sup ayam, nasi, dan ada kimchi," ucap jawab Shin Ho.
"Kamu?" tanya Yu Na kepada Woo Jung.
"Appa dan Eomma orang sibuk. Asisten rumah tangga kami yang memasak makanan ini. Ini makanan khas China. Ikan dengan kacang," ucap Woo Jung.
"Ayo kita makan bersama!" ucap Eun Woo.
Kelima sahabat itu makan siang bersama. Mereka saling bertukar bekal. Walaupun begitu, bekal milik Woo Jung adalah bekal paling laris karena lain dari pada yang lain dan lebih enak. Woo Jung beruntung bisa disediakan bekal makanan yang mewah.
Tidak hanya bekal Woo Jung yang mewah. Barang-barang lainnya juga termasuk mewah. Mulai dari jam tangan, ponsel, mobil, dan beberapa barang lainnya. Tak jarang teman-temannya iri padanya.
*** Kebanyakan anak sekolah di sekolah tempat Woo Jung bersekolah sangat senang untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Ketika sudah tiba di dalam rumah masing-masing, mereka disapa oleh kedua orang tuanya atau salah satu orang tuanya, atau siapapun anggota keluarga yang tinggal bersamanya. Makan malam sudah tersedia dan dimasak oleh salah satu anggota keluarganya. Handuk sudah tersedia dan air panas dapat mengalir dengan sempurna. Pakaian yang sudah disetrika sudah berada di dalam lemari pakaian masing-masing. Semua hal banyak dikerjakan oleh ibu atau kakak perempuannya.
Berbeda sekali dengan kehiupan Woo Jung. Kedua orangtuanya yang termasuk jajaran orang tinggi di sebuah perusahaan, lebih sibuk di luar rumah. Walaupun ibunya tidak sesibuk ayahnya, tetapi ibunya juga dikategorikan kedalam kategori "ibu yang sibuk". Setelah lima tahun menetap di kota London, kedua orang tua Woo Jung tidak hanya diam menikmati hasil jerih payah selama di sana. Mereka menggunakan uang mereka untuk mendirikan sebuah perusahaan baru yang merupakan franchise dari salah satu perusahaan ternama di kota London. Hal itu yang membuat kedua orang tua Woo Jung menjadi sibuk.
Hanya ada satu orang asisten rumah tangga di dalam rumah kedua orang tua Woo Jung saat Woo Jung kembali dari sekolah. Walaupun langit sudah berubah menjadi gelap, namun Woo Jung belum melihat sosok kedua orang tuanya di dalam rumah. Ayahnya sibuk di dalam gedung perusahaan, sedangakan ibunya sibuk makan malam bersama dengan wanita-wanita karier yang posisinya juga tinggi di dalam perusahaan itu.
Terpikir oleh Woo Jung untuk menelepon So Ra dan mengundangnya untuk makan malam di rumahnya. Tapi, kalau Woo Jung mengundangnya melalui telepon, semuanya akan terbongkar. So Ra akan tahu kalau sudah lebih dari seminggu dirinya berkomukasi dengan Woo Jung melalui pesan atas nama Yu Na. Woo Jung tidak ingin buru-buru terungkap.
"Ah," keluh Woo Jung yang sedang duduk di atas sofa.
"Tuan, makan malam sudah disiapkan," ucap asisten rumah tangga Cha.
"Ya, nanti akan aku makan," jawab Woo Jung.
Woo Jung pergi mengambil handuk yang ada di atas jemuran handuk. Woo Jung langsung pergi ke kamar mandi untuk mandi terlebih dahulu. Woo Jung langsung memutar keran air hangat agar sebagain dari bathub terisi dan Woo Jung dapat berendam sejenak. Melepas penat akan hari yang melelahkan.
Setelah lima belas menit berada di dalam kamar mandi, Woo Jung keluar untuk menjemur kembali handuknya. Setelah itu, Woo Jung memenuhi keinginan perutnya yang sudah menggelar konser. Woo Jung duduk di depan meja makan. Sepiring pasta sudah tersedia untuknya.
Woo Jung penasaran akan diri So Ra. Di ingin tahu gadis itu sedang apa, makan apa, apa yang biasa dilakukan sebelum tidur, dan hal pribadi lainnya.
Shin Woo Jung Hai, kamu sedang apa? Dan kemudian So Ra membalas pesan itu beberapa menit kemudian.
Lee So Ra Yu Na, malam ini halmeoni membuat ayam goreng yang lezat. Kamu makan apa?
Shin Woo Jung Aku sedang makan pasta dengan saus tomat
Lee So Ra Tumben sekali? Biasanya kamu makan masakan Korea atau Jepang. Ibumu tidak bisa memasak pasta kan?
Shin Woo Jung Ah, memangnya makanan tidak bisa dibeli?
Woo Jung mengakhiri kebohongannya dengan tersenyum senang. Woo Jung sedang dapat bertukar cerita dengan So Ra. Walaupun sebenarnya gadis itu susah untuk didekati oleho rang yang tidak terlalu akrab dengannya, tetapi Woo Jung menggunakan semua cara yang bisa dilakukan untuk mendekati So Ra.
*** Di luar sedang hujan. Shin Ho sudah memegang payung kecil di tangan kanannya. Shin Ho ingin pergi mengunjungi rumah So Ra. Shin Ho yang sudah siap langsung mencari sandal jepit kesayangannya dan hendak membuka pintu rumahnya.
"Mau pergi kemana?" tanya ibu Shin Ho.
"Eomma, aku ingin pergi ke rumah So Ra dulu," ucap Shin Ho.
"Shin Ho~ya, memangnya So Ra tidak pernah merasa terganggu kalau kamu datang tanpa meneleponnya terlebih dahulu?" tanya ibu Shin Ho.
"Tidak," jawab Shin Ho..
"Jangan lupa berikan hotteok ini ya!" ucap ibu Shin Ho sambil memberikan sebuah bungkusan kepada Shin Ho.
"Baiklah," jawab Shin Ho.
Shin Ho membuka pintu pagar. Shin Ho membuka payungnya dan berjalan sambil memegangnya. Shin Ho langsung berjalan menuju arah rumah So Ra yang masih dapat dijangkau hanya dengan berjalan kaki. Rumah yang tidak terlalu besar itu terletak di dekat pertiggan dekat rumah Shin Ho.
Kang Shin Ho So Ra, aku ada di depan rumahmu.
Lee So Ra langsung turun dari lantai atas rumahnya untuk menyambut kedatangan Shin Ho. Walaupun So Ra hanya teman Shin Ho, tetapi So Ra selalu senang kalau Shin Ho mampir ke rumahnya. So Ra sudah menganggap Shin Ho sebagai kakak kandungnya. So Ra sangat ingin untuk mempunya seorang kakak laki-laki.
"Masuk," ucap So Ra.
Shin Ho meletakan bungkusan berisi hotteok dari ibunya di atas meja makan keluarga So Ra. So Ra langsung membuka isinya dan menuangnya ke dalam kotak makan kosong. Setelah itu, So Ra mengambilkan gelas kosong untuk Shin Ho. Shin Ho sudah terbiasa untuk langsung mengambil air minum tanpa minta untuk diambilkan.
"Shin Ho, apakah kamu tahu berapa nomor telepon rumah Woo Jung?" tanya So Ra.
"Aku tidak tahu. Kenapa?" tanya Shin Ho.
"Tidak apa-apa. Aku ingin minta diajarkan matematika sari Minggu ini," jawab So Ra.
"Mwo? Kamu kan tahu kalau aku juga bisa mengajarkanmu. Dia hanya sedikit lebih pintar dari pada aku," ucap Shin Ho.
"Aku.... Aku..." ucap So Ra.
"Kenapa gugup begitu? Apakah jangan-jangan, tujuan utamamu bukan untuk belajar bersama, tapi untuk mendekatinya?" tanya Shin Ho to the poin.
"Shin Ho, aku ini sudah berusia 18 tahun. Wajar kalau aku mulai tertarik dengan anak laki-laki. Kamu juga wajar kalau tertarik pada anak perempuan," ucap So Ra.
Shin Ho kecewa. So Ra mulai tertarik dengan Woo Jung dan mulai ingin mendekati Woo Jung. Shin Ho sendiri sedang tidak menyukai anak perempuan manapun karena Shin Ho sedang menunggu seseorang. Seseorang yang berharga baginya. Seseorang yang pernah menyelamatkan dirinya ketika hampir tenggelamm di dalam kolam renang karena tidak bisa berenang dengan baik. Seseorang yang berbagi makan malam di hari libur. Seseorang yang pergi bersepeda bersama. Seseorang yang selalu mengisi kekosongan waktu senggangnya.
Kamus Jajangmyeon = mie saus hitam ala korea
Japchae= bihun goreng khas korea
Jung Eun Woo sang ketua kelas berjalan memasuki ruang kelas pada waktu istirahat. Nampaknya, pria bertubuh setinggi 180 cm itu membawa selembar kertas pengumuman yang dia dapat dari guru Song. Eun Woo langsung berdiri di depan kelas untuk membacakan isinya.
"Acara pentas seni akhir tahun. Waktu: Sabtu, 23 Desember 2006. Tempat: Aula sekolah. Cara mendaftar: langsung menghubungi wali kelas masing-masing," ucap Eun Woo di depan kelas.
"Woo Jung, apakah kamu ingin mendaftar?" tanya Yu Na.
"Hmm... Oke, aku akan mendaftar! Kalian berdua bagaimana?" tanya Woo Jung.
"Kami akan jadi penonton saja," ucap So Ra.
"Tidak. Aku juga ingin tampil. Bagaimana kalau kita berduet saja?" tanya Yu Na.
"Apa? Tidak. Aku lebih nyaman untuk tampil sendiri saja," jawab Woo Jung.
"Ya, tidak apa-apa," jawab Yu Na.
"Kalau kamu, bagaimana?" tanya Woo Jung kepada Shin Ho.
"Hahaha... Shin Ho tidak mungkin tertarik pada hal semacam itu," ledek So Ra.
"Aku juga akan mendaftar," ucap Shin Ho.
So Ra menatal wajah Shin Ho dengan sangat terkejut. Selama ini, Shin Ho tidak pernah tertarik untuk tampil pada acara pentas seni di sekolah. Shin Ho juga tidak peernah tampil bernyanyi di depan umum. So Ra mengakui kalau Shin Ho bisa bernyanyi dengan merdu, tetapi Shin Ho tidak berani untuk tampil di depan umum.
"So Ra! Lee So Ra!" tegur Yu Na sambil mengguncang tubuh So Ra.
"Ya?" tanya So Ra.
"Apa yang sedang kamu pikirkan? Dari tadi melamun terus," tanya Yu Na.
"Ah, tidak. Aku sedang tidak memikirkan apa-apa. Yu Na, kamu bawa makanan apa?" tanya So Ra.
"Ini, bulgogi buatan ibuku," jawab Yu Na.
"Yu Na, aku membawa jajangmyeon," ucap So Ra.
"Ayo kita saling mencicipi bekal kita!" ucap Yu Na.
"Hei, aku ikut dong!" ucap Eun Woo tiba-tiba.
"Eun Woo, memangnya kamu bawa makanan apa?" tanya So Ra.
"Aku membawa japchae dengan daging sapi," jawab Eun Woo.
"Woo Jung, Shin Ho, ayo bergabung bersama kami!" panggil Yu Na sambil menuusuk bagian bawah bolpoin ke atas punggung Woo Jung dan Shin Ho.
"Kalian bawa makanan apa saja?" tanya Eun Woo.
"Aku membawa sup ayam, nasi, dan ada kimchi," ucap jawab Shin Ho.
"Kamu?" tanya Yu Na kepada Woo Jung.
"Appa dan Eomma orang sibuk. Asisten rumah tangga kami yang memasak makanan ini. Ini makanan khas China. Ikan dengan kacang," ucap Woo Jung.
"Ayo kita makan bersama!" ucap Eun Woo.
Kelima sahabat itu makan siang bersama. Mereka saling bertukar bekal. Walaupun begitu, bekal milik Woo Jung adalah bekal paling laris karena lain dari pada yang lain dan lebih enak. Woo Jung beruntung bisa disediakan bekal makanan yang mewah.
Tidak hanya bekal Woo Jung yang mewah. Barang-barang lainnya juga termasuk mewah. Mulai dari jam tangan, ponsel, mobil, dan beberapa barang lainnya. Tak jarang teman-temannya iri padanya.
*** Kebanyakan anak sekolah di sekolah tempat Woo Jung bersekolah sangat senang untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Ketika sudah tiba di dalam rumah masing-masing, mereka disapa oleh kedua orang tuanya atau salah satu orang tuanya, atau siapapun anggota keluarga yang tinggal bersamanya. Makan malam sudah tersedia dan dimasak oleh salah satu anggota keluarganya. Handuk sudah tersedia dan air panas dapat mengalir dengan sempurna. Pakaian yang sudah disetrika sudah berada di dalam lemari pakaian masing-masing. Semua hal banyak dikerjakan oleh ibu atau kakak perempuannya.
Berbeda sekali dengan kehiupan Woo Jung. Kedua orangtuanya yang termasuk jajaran orang tinggi di sebuah perusahaan, lebih sibuk di luar rumah. Walaupun ibunya tidak sesibuk ayahnya, tetapi ibunya juga dikategorikan kedalam kategori "ibu yang sibuk". Setelah lima tahun menetap di kota London, kedua orang tua Woo Jung tidak hanya diam menikmati hasil jerih payah selama di sana. Mereka menggunakan uang mereka untuk mendirikan sebuah perusahaan baru yang merupakan franchise dari salah satu perusahaan ternama di kota London. Hal itu yang membuat kedua orang tua Woo Jung menjadi sibuk.
Hanya ada satu orang asisten rumah tangga di dalam rumah kedua orang tua Woo Jung saat Woo Jung kembali dari sekolah. Walaupun langit sudah berubah menjadi gelap, namun Woo Jung belum melihat sosok kedua orang tuanya di dalam rumah. Ayahnya sibuk di dalam gedung perusahaan, sedangakan ibunya sibuk makan malam bersama dengan wanita-wanita karier yang posisinya juga tinggi di dalam perusahaan itu.
Terpikir oleh Woo Jung untuk menelepon So Ra dan mengundangnya untuk makan malam di rumahnya. Tapi, kalau Woo Jung mengundangnya melalui telepon, semuanya akan terbongkar. So Ra akan tahu kalau sudah lebih dari seminggu dirinya berkomukasi dengan Woo Jung melalui pesan atas nama Yu Na. Woo Jung tidak ingin buru-buru terungkap.
"Ah," keluh Woo Jung yang sedang duduk di atas sofa.
"Tuan, makan malam sudah disiapkan," ucap asisten rumah tangga Cha.
"Ya, nanti akan aku makan," jawab Woo Jung.
Woo Jung pergi mengambil handuk yang ada di atas jemuran handuk. Woo Jung langsung pergi ke kamar mandi untuk mandi terlebih dahulu. Woo Jung langsung memutar keran air hangat agar sebagain dari bathub terisi dan Woo Jung dapat berendam sejenak. Melepas penat akan hari yang melelahkan.
Setelah lima belas menit berada di dalam kamar mandi, Woo Jung keluar untuk menjemur kembali handuknya. Setelah itu, Woo Jung memenuhi keinginan perutnya yang sudah menggelar konser. Woo Jung duduk di depan meja makan. Sepiring pasta sudah tersedia untuknya.
Woo Jung penasaran akan diri So Ra. Di ingin tahu gadis itu sedang apa, makan apa, apa yang biasa dilakukan sebelum tidur, dan hal pribadi lainnya.
Shin Woo Jung Hai, kamu sedang apa? Dan kemudian So Ra membalas pesan itu beberapa menit kemudian.
Lee So Ra Yu Na, malam ini halmeoni membuat ayam goreng yang lezat. Kamu makan apa?
Shin Woo Jung Aku sedang makan pasta dengan saus tomat
Lee So Ra Tumben sekali? Biasanya kamu makan masakan Korea atau Jepang. Ibumu tidak bisa memasak pasta kan?
Shin Woo Jung Ah, memangnya makanan tidak bisa dibeli?
Woo Jung mengakhiri kebohongannya dengan tersenyum senang. Woo Jung sedang dapat bertukar cerita dengan So Ra. Walaupun sebenarnya gadis itu susah untuk didekati oleho rang yang tidak terlalu akrab dengannya, tetapi Woo Jung menggunakan semua cara yang bisa dilakukan untuk mendekati So Ra.
*** Di luar sedang hujan. Shin Ho sudah memegang payung kecil di tangan kanannya. Shin Ho ingin pergi mengunjungi rumah So Ra. Shin Ho yang sudah siap langsung mencari sandal jepit kesayangannya dan hendak membuka pintu rumahnya.
"Mau pergi kemana?" tanya ibu Shin Ho.
"Eomma, aku ingin pergi ke rumah So Ra dulu," ucap Shin Ho.
"Shin Ho~ya, memangnya So Ra tidak pernah merasa terganggu kalau kamu datang tanpa meneleponnya terlebih dahulu?" tanya ibu Shin Ho.
"Tidak," jawab Shin Ho..
"Jangan lupa berikan hotteok ini ya!" ucap ibu Shin Ho sambil memberikan sebuah bungkusan kepada Shin Ho.
"Baiklah," jawab Shin Ho.
Shin Ho membuka pintu pagar. Shin Ho membuka payungnya dan berjalan sambil memegangnya. Shin Ho langsung berjalan menuju arah rumah So Ra yang masih dapat dijangkau hanya dengan berjalan kaki. Rumah yang tidak terlalu besar itu terletak di dekat pertiggan dekat rumah Shin Ho.
Kang Shin Ho So Ra, aku ada di depan rumahmu.
Lee So Ra langsung turun dari lantai atas rumahnya untuk menyambut kedatangan Shin Ho. Walaupun So Ra hanya teman Shin Ho, tetapi So Ra selalu senang kalau Shin Ho mampir ke rumahnya. So Ra sudah menganggap Shin Ho sebagai kakak kandungnya. So Ra sangat ingin untuk mempunya seorang kakak laki-laki.
"Masuk," ucap So Ra.
Shin Ho meletakan bungkusan berisi hotteok dari ibunya di atas meja makan keluarga So Ra. So Ra langsung membuka isinya dan menuangnya ke dalam kotak makan kosong. Setelah itu, So Ra mengambilkan gelas kosong untuk Shin Ho. Shin Ho sudah terbiasa untuk langsung mengambil air minum tanpa minta untuk diambilkan.
"Shin Ho, apakah kamu tahu berapa nomor telepon rumah Woo Jung?" tanya So Ra.
"Aku tidak tahu. Kenapa?" tanya Shin Ho.
"Tidak apa-apa. Aku ingin minta diajarkan matematika sari Minggu ini," jawab So Ra.
"Mwo? Kamu kan tahu kalau aku juga bisa mengajarkanmu. Dia hanya sedikit lebih pintar dari pada aku," ucap Shin Ho.
"Aku.... Aku..." ucap So Ra.
"Kenapa gugup begitu? Apakah jangan-jangan, tujuan utamamu bukan untuk belajar bersama, tapi untuk mendekatinya?" tanya Shin Ho to the poin.
"Shin Ho, aku ini sudah berusia 18 tahun. Wajar kalau aku mulai tertarik dengan anak laki-laki. Kamu juga wajar kalau tertarik pada anak perempuan," ucap So Ra.
Shin Ho kecewa. So Ra mulai tertarik dengan Woo Jung dan mulai ingin mendekati Woo Jung. Shin Ho sendiri sedang tidak menyukai anak perempuan manapun karena Shin Ho sedang menunggu seseorang. Seseorang yang berharga baginya. Seseorang yang pernah menyelamatkan dirinya ketika hampir tenggelamm di dalam kolam renang karena tidak bisa berenang dengan baik. Seseorang yang berbagi makan malam di hari libur. Seseorang yang pergi bersepeda bersama. Seseorang yang selalu mengisi kekosongan waktu senggangnya.
Kamus Jajangmyeon = mie saus hitam ala korea
Japchae= bihun goreng khas korea
Desember 2006 So Ra menghabiskan minggu sore ini dengan pergi ke toko yang menjual CD album. So Ra datang ke tempat ini bukan untuk membeli sebuah CD album baru, tetapi karena ingin ikut mengantri bersama beberapa orang lainnya.
Semua mengantri sampai membuat antrian yang cukup panjang. Antrian terjadi karena kehadiran kelima anggota DBSK yang akan manyapa setiap orang dari antrian dan menandatangani tiap album yang mereka bawa. So Ra termasuk salah satunya.
"Huh, untuk apa kamu ikut mengantri bersama dengan mereka semua?" keluh Shin Ho yang datang untuk menemani So Ra.
"Karena aku merupakan cassiopeia (sebutan untuk para penggemar DBSK), wajar saja kalau aku ikut mengantri di sini," ucap So Ra.
"Lebih keren bila menjadi VVIP (sebutan untuk para penggemar Big Bang)," balas Shin Ho.
"Jadi, kamu lebih menyukai Big Bang? Ish, tidak setia kawan!" ucap So Ra.
"Biarin! Mereka jauh lebih keren," ucap Shin Ho.
Sudah saatnya So Ra menyerahkan CD album miliknya ke hadapan para personil dari DBSK. So Ra menatap wajah Junsu, idol favoritnya yang kebetulan duduk di tengah, lalu So Ra menyerahkan CD album miliknya. Junsu langsung memegang spidol kecil berwarna hitam di tangan kanannya.
"Siapa namamu?" tanya Junsu.
"Halo, namaku adalah Lee So Ra," ucap So Ra.
"Ini milikmu," ucap Junsu.
"Terima kasih oppa," ucap So Ra.
So Ra dan Junsu berjabat tangan. Setelah itu, So Ra menjauh dari antrian dan menghampiri Shin Ho yang dari tadi terus berdiri sambil bersandar pada salah satu rak yang ada di dalam toko CD album itu. Shin Ho lega karena akhirnya So Ra sudah selesai untuk ikut mengantri.
So Ra dan Junsu langsung pergi meninggalkan toko CD album itu. Mereka pergi dengan berjalan kaki walaupun Shin Ho membawa sepedanya. Shin Ho menggiring sepedanya sambil berjalan kaki. Nampaknya, mereka sudah bosan untuk menaiki sepeda bersama.
"Musim dingin telah tiba," ucap So Ra.
"Ya, dan minggu depan adalah hari diadakannya pentas seni," sambung Shin Ho.
So Ra terus berjalan di samping Shin Ho. Shin Ho beberapa kali memperhatikan So Ra yang berjalan di sampingnya. Entah So Ra sadar atau tidak, Shin Ho tidak pernah bosan untuk memperhatikannya. Shin Ho juga sengaja berjalan lebih pelan karena dia tidak ingin So Ra tertinggal di belakangnya.
"So Ra," ucap Shin Ho.
"Ya," ucap So Ra.
Shin Ho menghentikan langkah kedua kakinya. Shin Ho menatap So Ra beberapa detik. Setelah itu, Shin Ho melepaskan syal berwarna biru yang dari tadi ada di lehernya. Syal itu dia pakaikan di leher So Ra. Shin Ho khawatir bila So Ra kedinginan dan masuk angin.
"Shin Ho, aku-"
"Sudah, kamu jangan lepas syal itu sampai kamu tiba di dalam rumahmu!" ucap Shin Ho.
"Ne. Arraseo," ucap So Ra.
Shin Ho menggiring sepedanya hingga dirinya dan juga So Ra tiba di sebuah taman. Taman itu dinamakan taman Yeouido. Mereka berhenti tepat di depan bangku kayu kosong. So Ra dan Shin Ho langsung duduk di atas bangku kayu itu.
Kim Yu Na Hei, sedang apa? So Ra membuka sebuah pesan yang dikirimkan oleh Yu Na. Shin Ho penasaran dan ikut mengintip isi pedan yang sedang dibaca oleh So Ra. Shin Ho lega karena pesan itu berasal dari Yu Na, bukan dari Woo Jung.
Lee So Ra Aku sedang berada di taman Yeouido bersama dengan Shin Ho.
"Haruskah kita mengundang Yu Na untuk menikmati indahnya sore ini di taman ini?" tanya So Ra.
"Tidak. Aku ingin duduk bersamamu saja," ucap Shin Ho.
"Apa katamu? Hei!" tegur So Ra.
"Hei, apa yang salah dengan duduk berdua?" tanya Shin Ho.
"Memangnya kita ini sepasang kekasih?" tanya So Ra.
"Memangnya hanya sepasang kekasih saja yang boleh duduk berdua?" tanya Shin Ho.
So Ra tidak melanjutkan perdebatan yang terjadi diantara dirinya dengan Shin Ho. So Ra memilih untuk menyanyikan sebuah lagu untuk mengalihkan pembicaraan mereka.
"Haruman nibangui chimdaega dwegoshipo. Do dasuhi pogunhi nae pume gamssa ango jaeugo shipo. Aju jagun dwichogimdo noui joguman sogsagime. Nan ggumsogui gwemurdo I gyonae borir thende," ucap So Ra dengan bernyanyi.
"In my heart in my soul nayege sarangiran. Ajig osaeghajiman uh uh babe. Isesang modun gor noyege jugoshipo ggumesorado," lanjut Shin Ho.
"Hei, katamu kamu tidak suka dengan DBSK. Kenapa kamu menyanyikan lagu mereka bersamaku?" tanya So Ra.
"Lagu yang tadi kamu nyanyikan terkenal kan? Aku pendengar setia radio KBS cool dan SBS power," ucap Shin Ho.
"Shin Ho, apa yang membuatmu selalu mendengarkan radio?" tanya So Ra penasaran.
"Hmm... karena aku bercita-cita ingin menjadi seorang penyir radio terkenal. Setelah aku lulus dari sekolah menengah atas, aku berniatu untuk kuliah dengan jurusan broadcasting," ucap Shin Ho.
"Aku ingin menjadi penulis novel. Aku ingin mendaftar di jurusan sastra korea," ucap So Ra.
"Itu juga bagus untukmu," ucap Shin Ho.
"Aku ingin menjadi seorang penulis novel terkenal. Aku ingin agar karya-karyaku bisa terkenal di seluruh penjuru negara Korea Selatan," ucap So Ra.
"Omong-omong, aku sudah pernah membaca isi blogmu. Kamu menulis cerita pendek dan menurutku itu sangat bagus," ucap Shin Ho.
"Ah, kamu berlebihan! Aku masih amatir," ucap So Ra.
"Kamu sudah punya tujuan hidup. Walaupun kamu tidak begitu pintar, tetapi kamu punya keinginan untuk menjadi seorang penulis. Sedangkan aku, butuh waktu berbulan-bulan atau bahkan sampai itungan tahun untuk mengetahui apa yang sebenarnya aku inginkan. Aku bisa matematika, bahasa inggirs, dan pelajaran lainnya. Lebih sulit karena aku bisa ini dan itu. Aku iri padamu yang hanya bisa pada hal-hal tertentu, sehingga sudah jelas ingin menjadi apa di masa depan," ucap Shin Ho.
So Ra menatap salju yang turun di tengah taman Yeouido. Salju yang sedang dia amati jatuh dan ke atas punggung seorang anak laki-laki yang tingginya hampir setara dengan tinggi badan Shin Ho. San anak laki-laki itu memutar balik tubuhnya sambil memegang kamera DSLR miliknya. Anak-laki-laki itu adalah...
"Shin Woo Jung?" ucap So Ra dengan terkejut.
"Hai," sapa Woo Jung sambil memegang kamera DSLR miliknya.
Kang Shin Ho kesal. Baru saja dia senang karena Woo Jung tidak menggnaggu hari ini, ternyata Woo Jung sedang berada di tempat yang sama dengan dirinya. Terlebih, Woo Jung melihat keberadaan So Ra di taman ini setelah So Ra menyapanya terlebih dahulu. Seandainya saja So Ra tidak menyadari keberadaan Woo Jung, Shin Ho bisa bernafas dengan lega dan bisa mengobrol sepuasnya dengan So Ra.
"So Ra, ayo kita pergi minum kopi!" ajak Woo Jung.
"Benarkah kamu ingin minum kopi bersamaku?" tanya So Ra.
"Tentu saja! Aku yang akan mentraktirmu," ucap Woo Jung.
"Asik! Shin Ho, ayo kita pergi!" ucap So Ra sambil menarik lengan tangan kanan Shin Ho dengan erat.
"Shin Ho, ayo ikut saja!" ajak Woo Jung.
Shin Ho terpaksa untuk ikut pergi ke kedai kopi bersama dengan So Ra dan Woo Jung. Shin Ho ingin menolak, tetapi Shin Ho merasa tidak enak. Bagaimanapun juga, Woo Jung adalah teman sebangkunya.
Kamus Ne = iya Arraseo = aku mengerti
A Time From The Past Karya Melissa Darmawan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
So Ra menatap buku bahas inggris milik Yu Na yang Yu Na beli di toko buku belum lama ini. So Ra tidak mengerti dengan isinya, terutapa pada bacaan yang ada pada halaman yang sedang terbuka.
"Shin Woo Jung, tolong baca paragraf ini," ucap So Ra.
So Ra mengundang Woo Jung, Yu Na, Eun Woo, dan Shin Ho untuk belajar bersama di rumahnya. Mereka semua ingin belajar bahasa inggris bersama dan membutuhkan bantuan dari Woo Jung yang sudah pernah tinggal di London selama lima tahun.
"Sini, berikan bukunya kepadaku!" ucap Woo Jung.
Woo Jung meraih buku milik Yu Na yang ada di tengah-tengah mereka berlima untuk membaca sebuah paragraf dari halaman yang terbuka. Woo Jung ingin menunjukan bagaimana cara mengucapkan kalimat dalam bahasa inggris yang benar.
"In the mid-nineteenth century, the United States had tremendous natural resources that could be exploited in order to develop heavy industry. Most of the raw materials that are valuable in the manufacture of machinery, transportation facilities, and consumer goods lay ready to be worked into wealth. Iron, coal, and oil-the basic ingredients of industrial growth-were plentiful and needed only the application of technical expertise, organizational skill, and labor."
"Woah!" ucap So Ra terkagum-kagum.
"So Ra, coba kamu baca paragraf tadi," ucap Woo Jung.
"In the mid... nineteenth sencuri...."
"STOP!" tegur Shin Ho.
"Wae?" tanya Woo Jung.
"Bukan begitu car pengucapannya. Coba kamu dengarkan aku baik-baik ya," ucap Shin Ho.
Shin Ho merebut buku milik Yu Na yang dipegang oleh Woo Jung dan membacakan paragraf pertamanya. Shin Ho ingin mengalahkan Woo Jung dan kembali mengajari So Ra seperti dulu.
"In the mid-nineteenth century, the United States had tremendous natural resources that could be exploited in order to develop heavy industry. Most of the raw materials that are valuable in the manufacture of machinery, transportation facilities, and consumer goods lay ready to be worked into wealth. Iron, coal, and oil-the basic ingredients of industrial growth-were plentiful and needed only the application of technical expertise, organizational skill, and labor."
"So Ra, sudah mengerti belum?" tanya Shin Ho dengan intonasi meninggi.
"In the mid-nineteenth century, the unites stateseu had tremendus natural..." ucap So Ra.
"Aigoo, kenapa masih salah?" tanya Shin Ho.
"Hei Shin Ho! Kalau kamu mengajari So Ra dengan marah-marah, bagaimana So Ra bisa merasa nyaman?" tanya Woo Jung.
"Sudah-sudah! Jangan bertengkar," tegur Eun Woo.
"So Ra, lebih baik kita nonton tv saja! Cepat nyalakan tv!" pinta Yu Na.
"Arraseo," jawab So Ra dengan senang.
So Ra megambil remote tv dari meja tempat tv terletak. So Ra menyalakan saluran tv kebanggaannya, yaitu saluran tv yang sering menayangkan acara music dan entertainment seperti yang sedang So Ra tonton saat ini.
"Wah, Mnet music awardnya sudah dimulai!" ucap So Ra.
"Yunho oppa!" teriak Yu Na dengan gembira.
"Junsu oppa!" teriak So Ra.
"Yunho hyung!" ucap Woo Jung.
"Wah, ada personil dari Big Bang!" teriak Shin Ho tidak mau kalah.
"Uh, tidak ada BoA ya?" tanya Eun Woo dengan ekspresi kesal dan menekuk dagunya.
Kelima sahabat itu menghentikan kegiatan belajar mereka dan beralih untuk menonton acara Mnet Music Award yang sedang berlangsung malam ini. Dua orang pembaca nominasi dan pemenang sudah berdiri di depan mimbar dengan memegang sebuah amplop yang berisi nama pemenangnya.
"Annyeonghaseyo!" ucap kedua pembaca dengan serentak.
"Wah, hari ini ramai sekali disini!" ucap pembaca 1.
"Betul sekali! Malam ini kita akan membcakan pemenang dari kategori apa?" tanya pembaca 2.
"Kita akan membacakan pemenang dari kategori best male group. Berikut adalah nominasinya," ucap pembaca 1.
"SS501 - "Snow Prince". Buzz - "You Don't Know Man". Shinhwa - "Once In A Lifetime". SG Wannabe - "Partner For Life". DBSK ? "O'-Jung.Ban.Hap." ucap pembaca 2.
Setelah muncul cuplikan berdurasi lima detik untuk masing-masing nominasi, salah satu dari kedua pembaca membuka amplop cokelat yang dia pegang. Pembaca kedua juga ikut melihat isi dari amplop itu.
"Selamat untuk DSBK!" ucap kedua pembaca dengan bersamaan setelah diam beberapa detik.
"Yes!" ucap So Ra dan Yu Na dengan tersenyum.
"OPPAAAAA!" ucap Yu Na.
"Junsu oppa!" ucap So Ra.
So Ra dan Yu Na tampak sangat bahagia. Boy group favorit mereka memenangkan sebuah kategori dalam acara music award. Mereka tidak hanya tertawa, tetapi mereka juga melompat-lompat sambil berpegangan tangan dan berhadapan.
"So Ra, ada cemilan untuk kamu dan teman-temanmu," ucap nenek So Ra.
"Terima kasih halmeoni," ucap So Ra.
"Annyeonghaseyo halmeoni," sapa Shin Ho, Woo Jung, dan Eun Woo secara bersamaan.
"Annyeonghaseyo. Halmeoni tinggal dulu ya!" ucap nenek So Ra.
"Halmeoni, apakah aku boleh mengajak mereka semua untuk makan malam di rumah kita?" tanya So Ra.
"Tentu saja! Halmeoni sudah memasak banyak nasi. Tapi, halmeoni hanya memasak lauk yang sederhana saja," ucap nenek So Ra.
"Halmeoni, kami tidak masalah dengan lauk apa adanya. Ibuku membawakanku lauk untuk kami berlima," ucap Yu Na.
"Baiklah," ucap Nenek So Ra.
*** Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Yu Na sudah dijemput oleh kakak laki-lakinya yang sangat menyayanginya. Eun Woo sudah pulang dengan menaiki bus kota. Hanya tersisa Woo Jung dan Shin Ho di dalam rumah Shin Ho.
"Shin Ho," ucap So Ra.
"Ya?" tanya Shin Ho.
"Besok hari libur," ucap So Ra.
"Ya, aku sudah tahu!" jawab Shin Ho.
"Menginaplah disini. Hari sudah malam," ucap So Ra.
"Tidak. Aku pulang saja ke rumahku," ucap Shin Ho.
"So Ra, Shin Ho, aku pulang dulu ya! Supirku sudah tiba di depan rumah ini," ucap Woo Jung.
"Sampai bertemu hari Senin ya!" ucap So Ra.
So Ra berdiri dari atas lantai. So Ra mengangakat piring kotor dan hendak membawa piring-piring itu ke dalam bak cuci piring. Namun, ketika So Ra sudah memegang tumpukan piring kotor itu, Shin Ho memegang kedua tangan So Ra dan meminta kepada So Ra untuk memberikan tumpukan piring kotor itu kepadanya. Shin Ho tidak ingin So Ra membereskan ruang depan rumahnya sendirian. Shin Ho ingin membantu apa yang dia bisa lakukan.
"Shin Ho, kenapa kamu yang akan mencuci piring-piring itu?" tanya So Ra.
"So Ra, kamu duduk saja di sofa. Biar aku yang mencuci semua piring kotor ini," ucap Shin Ho.
"Shin Ho, tapi kan kamu tamu di sini. Aku tuan rumahnya. Jadi, sudah seharusnya aku yang mencuci semua itu," ucap So Ra.
"Aku sudah merepotkanmu. Aku merasa tidak enak kalau aku tidak membantumu sama sekali," ucap Shin Ho.
"Baiklah," ucap So Ra.
Shin Ho memakai sarung tangan karet. Setelah itu, Shin Ho mencuci piring dan sumpit satu per satu. So Ra menyapu bagain depan tv dan mengelap meja kecil di depan tv. Setelah itu, So Ra menyimpan sisa lauk ke dalam kulkas.
"Shin Ho, kamu tidur di dalam kamarku saja! Aku bisa tidur di dalam kamar nenekku," ucap So Ra.
"Baiklah. Terima kasih untuk malam ini," ucap Shn Ho.
"Seharusnya, aku yang mengucapkan terima kasih. Kamu sudah membantu Woo Jung untuk mengajariku," ucap So Ra.
"So Ra, tunggu dulu!" ucap Shin Ho.
"Ada apa?" tanya So Ra.
"Kenapa kamu mendekati Woo Jung terus?" tanya Shin Ho.
"Aku? Mendekati Woo Jung? Bukankah dia yang mulai duluan? Lagi pula, bukankah kamu yang memperkenalkan dia kepadaku?" tanya So Ra.
"Aku hanya tidak suka cara dia mendekatimu. Dia ampai mau mengajarimu, berbohong kepadai bunya untuk pergi karaoke di hari ulang tahunmu, dan bahkan..." ucap Shin Ho.
"Bahkan apa?" tanya So Ra tidak mengerti.
"Ah sudahlah! Nanti kamu juga akan tahu sendiri. Tidur sana!" ucap Shin Ho.
"Ish, lagi-lagi kamu memarahiku!" balas So Ra.
So Ra masuk ke dalam kamar neneknya. So Ra mengecek ponselnya sebelum ia tidur dan ada pesan singkat yang masuk ke dalam ponselnya So Ra langsung membukanya dan membacanya.
Kim Yu Na So Ra, sudah tidur belum? Jangan terlalu serius membersihkan piring kotor ya :)
Lee So Ra. "Yu Na, kamu kan tahu bagaimana sifatku. Aku senang membersihkan rumah. Tapi, khusus malam ini Shin Ho yang mencuci piring dan sumpit kotor. Dia sendiri yang mau.
Kim Yu Na Selamat malam So Ra. Have a nice dream!
Lee So Ra Kamu juga So Ra mematikan ponselnya setelah selesai bertukar pesan dengan Woo Jung yang dia pikir adalah Yu Na. So Ra sudah merasa lelah dan langsung memejamkan kedua matanya. So Ra tidur seperti neneknya yang sudah tidur dari tadi.
Hari ini adalah hari terakhir So Ra dan teman-temannya bersekolah di tahun 2006, yang berarti bahwa hari ini adalah hari berlangsungnya acara pentas seni akhir tahun. Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, Shin Ho, Woo Jung, dan Yu Na akan berpartisipasi di atas panggung.
Woo Jung menolak untuk berduet dengan Yu Na dengan alasan ingin tampil sendiri. Maka dari itu, Yu Na meminta kepada Shin Ho untuk menjadi teman duetnya. Shin Ho menyetujui permintaan dari Yu Na dan mereka sudah berlatih beberapa kali selama satu minggu terakhir ini.
Acara pentas seni akhir tahun dimulai. Para penonton sudah duduk pada bangku yang disediakan. Begitu juga dengan para guru.
Si belakang panggung, kepala sekolah sedang mengawasi murid-murid yang sedang menunggu giliran untuk tampil. Murid-murid yang akan tampil menunggu di balik panggung. Ada murid yang masih berlatih, ada murid yang sedang merapihkan pakaian atau dandanannya, dan sebagainya.
"Shin Woo Jung," panggil kepala sekolah Shin.
"Ada apa paman?" tanya Woo Jung.
"Ssstt... kalau kita sedang berada di dalam sekolah, panggil saja aku guru atau kepala sekolah," ucap kepala sekolah Shin.
"Ada apa kepala sekolah?" tanya Woo Jung.
"Apakah kamu ingin menjadi seorang idol setelah kamu lulus dari sekolah ini?" tanya kepala sekolah.
"Tentu saja! Kalau aku bisa lolos audisi di sebuah agensi, kenapa tidak?" jawab Woo Jung.
"Annyeonghaseyo, pak kepala sekolah!" ucap Yu Na di hadapan kepala sekolah sambil membungkukan badannya.
"Jadi, kamu gadis yang bernama Kim Yu Na?" tanya pak kepala sekolah.
"Ah, iya. Aku adalah Kim Yu Na," ucap Yu Na.
"Annyeonghaseyo," ucap Shin Ho sambil membungkukan badannya.
"Aigo, aku tidak menyangka kalau orang pintar sepertimu juga tertarik untuk bernyanyi. Sama seperti Woo Jung," ucap kepala sekolah Shin.
Kepala sekolah pergi meninggalkan area di belakang panggung. Kepala sekolah itu masuk ke bagian penonton dan duduk pada salah satu bangku yang kosong. Penampilan pertama sudah berakhir dan sekarang akan dimulai penampilan kedua. Woo Jung naik ke atas panggung begitu musik dinyalakan.
Woo Jung naik ke atas panggung baukan hanya untuk bernyanyi. Woo Jung juga menari di atas panggung sambil bernyanyi. Para murid perempuan berteriak memanggil namanya, terutama murid perempuan yang sekelas dengan Woo Jung. Hal ini membuat ruang aula menjadi ramai seketika.
"Shin Woo Jung, Shin Woo Jung!" teriak banyak murid perempuan.
Shin Woo Jung menari dengan sempurna. Semua itu dia lakukan karena bentuk tubuhnya yang normal dan tidak kaku. Selain itu, suaranya juga bagus. Sudah mirip seperti seorang idol sungguhan.
Setelah Woo Jung selesai menampilkan apa yang ingin dia tampilkan, Yu Na dan Shin Ho naik ke atas panggung. Mereka kaan berduet dan membentuk sebuah harmoni yang indah.
*** Acara pentas seni akhir tahun sudah selesai. Semua murid sudah berjalan meninggalkan area sekolah untuk pulang ke rumah masing-masing. Seperti biasa, So Ra mengayuh sepedanya. So Ra tidak punya tujuan lain selain pulang ke rumah.
"Lee So Ra!" teriak Woo Jung.
So Ra menghentikan kayuhan sepedanya dan menoleh ke arah belakang tubuhnya. Woo Jung sedang berdiri untuk menunggu reaksi dari So Ra.
"Wae?" tanya So Ra.
"Temui aku di jembatan Han sore ini!" ucap Woo Jung.
"Untuk apa?" tanya So Ra penasaran.
"Kamu akan tahu nanti," ucap Woo Jung.
Setelah Woo Jung selesai berbicara, Woo Jung masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh supir keluarganya. Setelah itu, muncul sosok Shin Ho yang sedang mengayuh sepedanya. Shin Ho hendak berbicara dengan So Ra.
"Nanti sore mau pergi jalan-jalan tidak?" tanya Shin Ho.
"Shin Ho, aku minta maaf. Aku sudah ada janji dengan Woo Jung nanti sore," jawab So Ra.
Shin Ho tidak memberi jawaban sepatah katapun. Hatinya kecewa. Hancur berkeping-keping. Lagi-lagi Shin Ho terlambat sedikit dari pada teman sebangkunya yang terlihat sedang menyukai teman dekatnya dari kecil. Tak ada sedikitpun semngat yang tersisa di dalam diri Shin Ho.
"Shin Ho, jeongmal mianhae. Aku tidak tahu kalau kamu juga ingin mengajakku pergi jalan-jalan. Woo Jung ingin kami bertemu sore ini di jembatan sungai Han. Kita kan sudah sering bertemu. Aku pikir, kita masih bisa bertemu besok, lusa, dan hari-hari lainnya. Mianhae," ucap So Ra.
Shin Ho kembali diam. Shin Ho langsung mengayuh sepedanya dan meninggalkan So Ra yang juga sedang duduk di atas kursi sepeda. Shin Ho malas melanjutkan percakapannya dengan So Ra siang hari ini.
*** Butiran salju terus turun menutupi jalan-jalan di kota Seoul. Semakin hari, salju turun semakin tebal. Semua orang memakai mantel tebal, kaus kaki tebal, dan juga sarung tangan tebal. Sama seperti So Ra yang sedang berjalan ke arah Jembatan Sungai Han sore ini. So Ra sudah memakai mantel hitam tebalnya, memakai sepatu dan kaus kaki tebal, celana panjang, sarung tangan tebal, dan juga topi rajutan tebal.
So Ra melirik waktu yang ada pada layar ponselnya. Hari sudah semakin sore, tetapi Woo Jung belum juga tiba. So Ra bimbang dan khawatir. Kalau So Ra pulanng sekarang dan Woo Jung akan datang tepa setelah So Ra pergi meninggalkan jembatan ini, So Ra hanya akan membuat Woo Jung kecewa.
Walaupun menunggu seseorang adalah hal yang menyebalkan, tetapi So Ra terus menunggu. Detik demi detik berlalu. Menit demi menit berlalu. So Ra tidak peduli apakah tubhnya sudah semakin membeku atau tidak. So Ra tidak peduli apakah angin akan bertambah kencang atau tidak.
So Ra melilik layar ponselnya sekali lagi. So Ra mendesah, mengatakan kepada di rinya sendiri kalau ia bodoh. So Ra merasa dirinya sangat bodoh. Kenapa dia mengiyakan tawaran untuk bertemu di atas Jembatan Sungai Han sore ini? Terlebih, kenapa So Ra tidak bertanya berapa nomor ponsel Woo Jung agar So Ra bisa menghubunginya?
Bukannya So Ra tidak punya niat untuk bertanya kepada Woo Jung berapa nomor ponselnya. So Ra sudah pernah bertanya dan Woo Jung tidak memberikan nomor posnelnya. Woo Jung juga tidak memberitahu nomor telepon rumahnya. Selain itu, Woo Jung juga tidak pernah bertanya kepada So Ra berapa nomor ponselnya atau berapa nomor telepon rumahnya.
*** Shin Ho mundar mandir di ruang tengah rumahnya. Kakak satu-satunya yang sedang duduk di atas sofa merasa heran dan merasa ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Shin Ho. Shin Ho jarang mundar-mandir tidak jelas seperti sekarang ini.
"Hei, kenapa kamu mundar-mandir terus? Memangnya kamu alat setrika baju?" tanya Shin Yong.
"Hyung, apakah Hyung pernah merasa khawatir kepada seseorang sampai hyung merasa tidak nyaman?" tanya Shin Ho.
"Pernah, tapi itu sudah lama sekali. Wae? Apakah kamu sedang mengkhawatirkan seseorang saat ini? Kalau iya, siapa dia? Ah, apakah dia adalah So Ra, teman masa kecilmu?" tanya Shin Yong.
"Hyung, So Ra belum menjawab pesan dariku. Baru saja aku meneleponnya dan dia tidak menjawab teleponku. Aku khawatir kepadanya. Apakah sesuatu terjadi kepadanya?" tanya Shin Ho.
"Memangnya dia sedang apa sekarang? Apakah mungkin dia sedang super sibuk?" tanya Shin Yong.
"Yang aku tahu, sore ini dia sedang ada janji untuk bertemu seseorang di Jembatan Sungai Han," ucap Shin Ho.
Shin Ho mencoba untuk menelepon So Ra sekali lagi. Bukannya So Ra tidak menjawab telepon dari Shin Ho, tetapi kali ini Shin Ho benar-benar tidak bisa menghubungi So Ra. Ponsel So Ra mati. Terpaksa Shin Ho berhenti untuk menelepon So Ra dan mengirim pesan kepada So Ra.
Shi Ho dengan cepat mengambil mantel hitam tebalnya yang terletak di atas kasurnya. Shin Ho langsung memakainya. Setelah itu, Shin Ho langsung memakai kaus kaki tebal dan sepasang sepatu ketsnya. Shin Ho sudah tidak tahan lagi. Shin Ho ingin memastikan dengan kedua matanya sendiri apaah So Ra baik-baik saja atau tidak.
"Taksi!" panggil Shin Ho begitu ada sebuah taksi kosong yang lewati di hadapannya.
Woo Jung yang terkapar. Kemalangan datang pada dirinya. Apakah ini adalah sebuah hukuman dari Tuhan atas ulah nakalnya terhadap So Ra? Apakah Tuhan sedang mengingatkan Woo Jung agar segera mengakui semuanya?
Ambulans sudah membawa Woo Jung yang tertabrak oleh sebuah mobil besar di tengah jalan raya. Seorang penolong Woo Jung sudah menelepon ibu Woo Jung melalui ponsel milik Woo Jung. Dengan panik, kedua orang tua Woo Jung langsung datang dari tempat kerja mereka.
Woo Jung tak sadarkan diri. Setelah dokter mengoperasi Woo Jung, Woo Jung dibaringkan di ruang ICU dengan bantuan alat pernafasan, infus, dan alat untuk jantung. Kedua mata Woo Jung belum terbuka. Salah satu kaki Woo Jung diperban. Kondisi yang sangat memprihatinkan.
"Woo Jung, appa minta maaf. Selama ini, appa selalu sibuk dengan urusan pekerjaan. Appa tidak tahu jam berapa kamu tiba di rumah, apa bekalmu, apa makanan kesukaanmu, berapa jumlah teman dekatmu, dan apa yang biasa kamu lakukan dengan teman-temanmu di hari Sabtu. App juga tidak tahu kalau kamu pergi menaiki bus kota dan berjalan kaki. Appa tidak tahu kamu mau bertemu dengan siapa. Appa tidak tahu seberapa jauh kamu menghafal jalanan di Seoul. Jeongmal mianhae," ucap ayah Woo Jung di depan ruang ICU.
"Woo Jung, eomma juga minta maaf. Eomam tidak tahu kalau kamu ingin pergi dengan kendaraan umum. Eomma selalu memaksamu dalam hal ini dan itu. Eomma menyesal tidak pernah ada di rumah begitu kamu pulang sekolah. Hari minggu pun, eomma bertemu teman-teman eomma untuk makan siang bersama," sambung ibu Woo Jung.
Kedua orang tua Woo Jung berdiri di depan jendela ruang ICU dengan perasaan sangat sedih. Ibu Woo Jung smapai menangis karena merasa sangat bersalah kepada anak satu-satunya yang kurang diperhatikan.
Ayah Woo Jung merangkul pundak ibu Woo Jung untuk menenangkan emosi ibu Woo Jung. Ayah Woo Jung juga merasa sangat bersalah, tetapi ayah Woo Jung tidak sampai menangis seperti ibu Woo Jung. Ayah Woo Jung tetap bersabar menunggu perkembangan Woo Jung.
*** Hari sudah hampir malam. So Ra masih berdiri di atas jembatan sungai Han sendirian. So Ra berusaha menahan diri dari dinginnya suhu udara di kota Seoul.
So Ra melirik ponselnya. Ponselnya mati karena baterainya habis. So Ra lupa untuk mengisi ulang baterai ponselnya sebelum pergi meninggalkan rumahnya. Terpaksa, So Ra menunggu tanpa sebuah kepastian.
So Ra menatap dengan terkejut. Kedua matanya terbuka lebar dan kedua tangannya memegang tali tas slempangnya dengan erat. Seseorang muncul di hadapannya dengan memakai mantel hitam tebal dan sarung tangan berwarna biru. Tidak ketinggalan, orang itu memakai topi rajutan yang merupakan hadiah ulang tahun tahun lalu dari So Ra.
"Ssseee...daang appaaaa kamu disini?" tanya So Ra dengan gugup.
"Tidakah kamu merasa bodoh? Berdiri di atas jembatan ini dan menunggu sampai bibirmu membiru? Kenapa kamu tidak memperjelas semuanya? Untuk apa kamu punya ponsel kalau tidak kamu manfaatkan dalam situasi seperti ini?" tanya Shin Ho.
"Shin Ho~ya, baterai ponselku habis. Aku lupa mengisinya sebelum pergi ke tempat ini. Bagaimana aku bisa melakukan sesuatu? Lagi pula, Woo Jung tidak mau memberi tahu nomor ponselnya kepadaku," ucap So Ra.
"Kamu bisa bertanya kepadaku kan? Sudahlah, tidak ada gunanya aku marah-marah di hadapanmu!" ucap Shin Ho.
"Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang? Tidakah kita mencari Woo Jung. Mungkin saja dia berniat untuk datang, tetapi dia salah jalan atau terjadi sesuatu hal buruk padanya?" tanya So Ra.
"Biarkan kita menghabiskan malam ini bersama. Jangan memikirkan dia lagi," ucap Shin Ho.
Shin Ho menarik lengan tangan kanan So Ra. Shin Ho mengajak So Ra untuk jalan kaki bersama. Mereka menelusuri jembatan sungai Han ke arah utara, yaitu ke arah distrik Yongsan, tempat mereka tinggal. Shin Ho tidak ingin membawa So Ra ke arah selatan menjauhi daerah tempat tinggal mereka karena Shin Ho tahu, So Ra sudah merasa lelah akibat terlalu lama menunggu kehadiran Woo Jung.
"Shin Ho, untuk apa kita datang ke seven eleven?" tanya So Ra.
"Ayo kita membeli ramyun! Udara dingin seperti ini cocok untuk makan semangkuk ramyun hangat," ucap Shin Ho.
Shin Ho mengambil 2 cup ramyun mentah. Setelah membayar di meja kasir, Shin Ho membuka dua cup itu. Shin Ho menekan tombol air panas yang ada di dispenser, lalu mengaduk-aduk ramyun agar cepat lunak.
"Ini," ucap Shin Ho kepada So Ra sambil duduk di luar minimarket.
So Ra tidak menyantap ramyun pemberian Shin Ho. So Ra hanya mengaduk-aduk ramyun menggunakan sumpit. Shin Ho terlihat lahap dan makan ramyun dengan cepat.
"Hei, ada apa? Kenapa kamu tidak menyantap ramyun itu? Tidak enak kalau sudah dingin," ucap Shin Ho.
"Bagaimana aku bisa makan dengan nyaman kalau aku belum mendengar kaar sedikitpun tentang Woo Jung?" tanya So Ra.
"Sudah aku bilang untuk berhenti mengkhawatirkan dia! Memangnya kamu mencintainya? Huh, aku pikir hanya dia yang menyukaimu sepihak," ucap Shin Ho.
"Salahkah bila aku mencintainya? Salahkah aku bisa mencintai teman sekelasku sendiri? Katakan kalau aku salah!" ucap So Ra dengan kesal.
"Lalu, kalau kamu mencintai Woo Jung, untuk apa kamu bersikap baik kepdaku? Untuk apa kamu memberikanku hadiah mulai dari hari ulang tahunku yang ke 10 sampai ke 18? Apa arti dari kedekatan kita selama delapan tahun ini?" ucap Shin Ho.
"Shin Ho~ya, apakah kamu mencintaiku juga?" tanya So Ra.
"Ya, aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu. Kamu sudah puas?" tanya Shin Ho.
"Apa katamu? Bisa diulang sekali lagi?" tanya So Ra.
"Apa? Tidak ada siaran ulang. Ayo dimakan ramyunnya!" ucap Shin Ho.
So Ra mengaduk kembali ramyunnya dengan sumpit. So Ra mulai menyantap ramyun satu suap dan setelah itu, tubuhnya semakin terasa kedinginan dan menggigil. So Ra tidak ada mood untuk melanjutkan makan malam sederhananya. Ramyun tidak terasa enak malam ini. Hambar yang ia rasakan.
"HACHIIII!!!" ucap So Ra dengan kencang.
"So Ra, apakah kamu kedinginan?" tanya Shin Ho.
So Ra tidak menjawab. So Ra masih kedinginan dan berusaha untuk menahan rasa kedinginannya. Shin Ho berdiri dari tempat duduknya. Dilepasnya mantel tebal yang tadi ia pakai. Setelah itu, Shin Ho memakaikan mantel miliknya kepada So Ra.
"Astaga So Ra! Suhu tubuhmu tinggi! Kamu terkena demam," ucap Shin Ho.
Shin Ho melanjutkan suapan terakhir dari ramyun milknya. Setelah itu, Shin Ho membawa So Ra pulang ke rumah So Ra yang tidak terlalu jauh dari seven eleven yang mereka kunjungi. Hanya berjarak sekitar 1 km saja.
Shin Ho menggendong tubuh So Ra di belakang pundaknya. Gadis itu menggigil dan sudah tidak kuat untuk berjalan kaki. Dengan cepat, Shin Ho berjalan menuju rumah So Ra.
"Shin Ho~ya, malam ini halmeoni pergi ke rumah temannya. Halmeoni mengabarkan kalau dia akan menginap malam ini di rumah teman dekatnya," ucap So Ra yang sedang berada di punggung Shin Ho.
"Tenanglah. Kita sudah tiba di dalam rumahmu. Kamu berbaring dulu di atas kasurmu. Akan aku buatkan bubur hangat," ucap Shin Ho.
"Shin Ho, aku tidak ingin makan apa-apa sekarang," ucap So Ra.
"Kamu harus makan sesuatu sebelum kamu minum obat penurun panas," ucap Shin Ho.
Shin Ho pergi ke dapur untuk membuat bubur ayam. Shin Ho ingat bagaimana cara membuatnya karena ibunya yang mengajarkannya. Shin Ho beruntung karena ibunya mau mengajarkan hal-hal dasar untuk sehari-hari.
*** So Ra menyantap beberapa suap bubur ayam. Setelah itu, So Ra minum obat penurun panas yang diambilkan oleh Shin Ho.
Setelah So Ra minum obat penurun panas, Shin Ho memakaikan selimut tebal di atas tubuh So Ra. Begitu So Ra sudah terlelap, Shin Ho mencelupkan handuk kecil ke dalam baskom berisi air. Shin Ho mengkompres dahi So Ra dengan handuk kecil itu.
Shin Ho mengkompres dahi So Ra beberapa kali. Setelah dirasa sudah cukup,, Shin Ho memegang baskom dan hendak keluar dari dalam kamar So Ra untuk membereskan baskom itu.
"Shin Ho, jangan pergi!" ucap So Ra sambil memegang lengan kanan Shin Ho.
Shin Ho menghentikan langkah kedua kakinya. Shin Ho kembali meletakan baskom itu di atas meja kecil di samping tempat tidur So Ra. Shin Ho kembali duduk di atas kursi belajar So Ra yang digeser menjadi di samping tempat tidur So Ra. Shin Ho duduk sambil menjaga So Ra.
Hari ini So Ra sudah merasa jauh lebih segar. Tangan kanannya memegang dahinya dan suhu tubuhnya sudah kembali normal. So Ra senang karena dia sudah tidak demam lagi.
So Ra duduk di atas kasurnya. Tepat di samping tubuhnya, sosok Shin Ho sedang tertidur dengan posisi duduk. Shin Ho masih duduk di atas kursi belajar So Ra. So Ra membiarkan Shin Ho tertidur dan tidak ingin membangunkannya.
So Ra berjalan dengan pelan membuka pintu kamarnya. Dia mengusahakan agar tidak ada sedikitpun bunyi decitan pintu. So Ra berjalan menuju ruang makan karena perutnya yang mulai lapar.
So Ra hendak mencari persediaan kimchi atau ramyun di dapur. Namun, saat dirinya hendak membuka laci dapur, sudah ada semangkuk bubur ayam hangat di atas meja dapur. Pantas saja Shin Ho tertidur. Rupanya, dia bangun pagi-pagi sekali demi membuat bubur ayam untuk So Ra.
So Ra menganbil sendok dari dalam laci dapur. So Ra mencicipi sesendok bubur ayam. Tidak buruk rasanya. So Ra takjub akan sosok Shin Ho yang bisa memasak bubur ayam. So Ra pikir, temannya itu tidak pandai memasak kecuali memasak ramyun.
"Mmm... lumayan juga rasanya!" ucap So Ra dalam hatinya.
Setelah So Ra menghabiskan bubur ayam itu, So Ra meletakan mangkuk kosong ke dalam bak cuci piring. So Ra hendak mencuci mangkuk itu, namun sebuah tangan mencegah tangan So Ra dengan menahan tangan So Ra.
"Shin Ho," ucap So Ra.
So Ra melangkah mundur beberapa langkah. Shin Ho mulai mencuci mangkuk. So Ra menunggu Shin Ho sambil duduk pada kursi makan. So Ra tidak enak kalau pergi meninggalkan Shin Ho yang sudah mau meluangkan waktunya.
"Shin Ho~ya," panggil So Ra.
"Mmmm," jawab Shin Ho.
"Malam nanti adalah malam natal. Haruskah kita jalan-jalan?" tanya So Ra.
"Ye? Bukankah kamu ingin mencari Woo Jung? Kamu bilang, kamu khawatir bila terjadi sesuatu kepadanya," tanya Shin Ho.
"Hei, bukankah kamu yang kemarin memintaku untuk melupakan Woo Jung sejenak? Apakah kamu sudah hilang ingatan?" tanya So Ra.
"Baiklah, kalau kamu sudah sembuh total, kita bisa pergi jalan-jalan," ucap Shin Ho.
"Gomawo," jawab So Ra.
So Ra berjalan meninggalkan dapur. So Ra hendak mengambil handuk untuk mandi. Shin Ho duduk di sofa rumah So Ra untuk menghabiskan waktu.
*** Kedua orang tua Woo Jung masih menunggu Woo Jung dari luar ruang ICU. Dua orang dokter yang merupakan ayah dan ibu dari Yu Na datang untuk memeriksa keadaan Woo Jung. Mereka membuka pintu ruang ICU dan mulai mengecek. Mereka didampingi oleh seorang suster.
Setelah kedua orang dokter itu keluar dari dalam ruang ICU, kedua orang tua Woo Jung berdiri dari posisi duduknya. Tidak hanya itu. Muncul sosok seorang gadis yang berlari memanggil ayah dan ibunya dari kejauhan.
"Appa, Eomma!" panggil Yu Na.
"Dokter, bagaimana perkembangan kondisi anak kami?" tanya ibu Woo Jung.
"Eomma!" panggil Yu Na.
Yu Na berhenti memanggil ibunya ketika melihat sosok ibu Woo Jung. Wanita yang baru saja ia lihat di depan ruang ICU adalah wanita yang sama persis dengan wanita yang dipanggil eomma oleh Shin Woo Jung. Itu artinya, ada sesuatu yang terjadi kepada Woo Jung saat ini. Yu Na menjadi penasaran dan ingin tahu.
"Annyeonghaseyo," sapa Yu Na.
"Tuan dan Nyonya Shin, ini adalah anak kami yang paling kecil. Namanya adalah Kim Yu Na," ucap dokter Park, ibu Yu Na.
"Dokter, bagaimana keadaan Woo Jung kami?" tanya ayah Woo Jung sambil memegang kedua tangan dokter Kim, ayah Yu Na.
"Sudah terlihat ada kemajuan dari kondisinya semalam. Kami memprediksi tidak lama lagi Woo Jung akan sadar. Paling cepat hari ini. Tapi, untuk kondisi kaki kirinya yang diperban, mohon maaf. Kaki Woo Jung mengalami cedera yang cukup parah dan membuat patah tulang. Woo Jung akan memakai kursi roda untuk beberapa bulan. Selain itu, kaki Woo Jung tidak dapat digunakan untuk bermain sepak bola, berlari, maupun menari. Kami minta maaf atas berita tidak baik ini," ucap Dokter Kim.
"Dokter, apakah tidak ada cara lain untuk membuat kaki Woo Jung kembali normal? Kami khawatir dengan Woo Jung. Anak itu bercita-cita ingin menjadi seorang idol yang dapat bernyanyi sekaligus menari," ucap ibu Woo Jung.
"Maaf, ini demi kebaikan Woo Jung," ucap Dokter Kim.
"Appa, Shin Woo Jung adalah teman sekelasku," ucap Yu Na.
"Benarkah?" tanya dokter Kim.
"Kamu temannya Woo Jung ya? Apakah kamu dekat dengannya?" tanya ibu Woo Jung.
"Ahjumma, kami sering belajar bersama di rumah salah satu teman kami," jawab Yu Na.
"Benarkah? Kami baru kali ini mendengar kalau Woo Jung sering pergi belajar bersama di rumah temannya," ucap ayah Woo Jung.
"Maklum. Kami berdua adalah orang sibuk," sambung ibu Woo Jung.
"Tuan dan nyonya Shin, kami pergi dulu ya! Masih ada beberapa pasien lagii yang harus kami kunjungi," ucap Dokter Park.
"Kamsahamnida!" ucap ayah dan ibu Woo Jung.
"Yu Na," ucap ibu Woo Jung.
"Ye?" tanya Yu Na bingung.
"Sudah makan siang belum? Ayo ikut kami makan siang!" ajak ibu Woo Jung.
"Iya, ikut kami saja!" balas ayah Woo Jung.
"Baiklah," jawab Yu Na.
Yu Na pergi dengan kedua orang tua Woo Jung ke kantin rumah sakit. Yu Na merasa sangat canggung. Baru kali ini ada orang tua dari teman sekelasnya yang mengajak makan siang bersama. Apalagi, hanya Yu Na seorang diri yang diajak pergi makan siang bersama.
"Mau pesan apa?" tanya ibu Woo Jung.
"Aku terserah saja. Apa saja tidak masalah," jawab Yu Na.
"Baiklah. Ahjumma pesankan makanan yang paling lezat ya!" ucap ibu Woo Jung.
"Ye," jawab Yu Na dengan malu-malu.
Ibu Woo Jung memesan tiga porsi sup iga sapi dan tiga mangkuk nasi putih. Setelah itu, ibu Woo Jung memesan satu porsi kimchi untuk disantap bersama-sama.
"Yu Na, bagaimana keseharian Woo Jung di sekolah? Apakah dia menyendiri? Apakah dia sulit mendapatkan banyak teman? Dulu, sewaktu masih belajar di sekolah dasar di Seoul, Woo Jung tidak punya banyak teman," ucap ibu Woo Jung.
"Ah, dia sudah punya beberapa teman dekat. Karena dia adalah murid yang paling pintar, dengan mudah orang menghampirinya," jawab Yu Na.
"Yu Na, apakah kamu bisa membantu Woo Jung? Dulu, Woo Jung pernah mengalami sosiophobia (phobia untuk bersosialisasi). Kami ingin agar tidak ada teman sekelasnya yang membully dia. Selain itu, kami juga berharap agar Woo Jung punay teman dekat yang benar-benar baik padanya. Setidaknya, sampai lulus sekolah menengah. Kami berencana untuk mengirim Woo Jung ke Amerika untuk kulian nanti. Kalau kamu bisa mencarikan seorang teman dekat untuknya yang benar-benar baik padanya, kami akan membantu biaya kuliahmu nanti. Bahkan, kamu bisa ikut dengannya kuliah di sana. Woo Jung akan kami daftarkan ke Juilliard," ucap ibu Woo Jung.
"Ah, aku bisa membantu Woo Jung. Aku berterima kasih atas tawaran itu. Aku tidak meminta imbalan atas usahaku," ucap Yu Na.
"Kamu jangan merasa tidak enak. Kami memang sering memberikan beasiswa kepada orang-orang tidak mampu. Jadi, kami memang sudah biasa untuk membiayayi biaya pendidikan orang-orang," ucap ibu Woo Jung.
"Akan aku pikirkan," jawab Yu Na.
Yu Na menghabiskan semangkuk sup iga sapi yang telah dipesankan untuknya. Kedua orang tua Woo Jung, terutama ibu Woo Jung merasa senang telah menemukan teman untuk Woo Jung yang bisa dipercaya untuk menjaga Woo Jung. Lebih bagus lagi kalau Yu Na dan Woo Jung menjadi sangat dekat dan mereka bisa bersama-sama sampai dewasa nanti. Begitu yang dipikirkan oleh ibu Woo Jung. Apalagi, kedua orang tua Yu Na adalah dokter yang menangani Woo Jung saat ini.
"Ahjumma, Ahjussi, terima kasih atas makan siang yang lezat ini," ucap Yu Na sambil membungkukan badannya di hadapan kedua orang tua Woo Jung.
"Yu Na, apakah kamu sudah ingin pulang? Bagaimana kalau menjenguk Woo Jung dulu?" tanya ayah Woo Jung.
"Astaga! Joesonghamnida! Aku belum menjenguk Woo Jung dari tadi," ucap Yu Na.
"Ayo kita naik ke lantai empat," ucap ibu Woo Jung.
Yu Na dan kedua orang tua Woo Jung pergi ke lantai empat menggunakan lift. Mereka melihat Woo Jung dari luar ruang ICU, tepatnya melalui jendela. Penjenguk tidak disarankan untuk masuk ke dalam ruang ICU, kecuali dalam keadaan mendesak.
Shin Ho memenuhi permintaan So Ra untuk jalan-jalan di malam natal tahun ini. Mereka berdua memakai mantel tebal mereka masing-masing. Tidak lupa, So Ra memakai syal kesukaannya.
"Apakah aku perlu menelepon Yu Na untuk bergabung bersama kita?" tanya So Ra.
A Time From The Past Karya Melissa Darmawan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mmm... terserah kamu saja," ucap Shin Ho.
So Ra mengambil ponsel dari dalam tasnya. So Ra menelepon nomor ponsel Yu Na dan sayang sekali, So Ra tidak dapat menelepon Yu Na karena ponsel Yu Na tidak aktif. So Ra kembali memasukan ponselnya ke dalam tas kecilnya.
"Wae?" tanya Shin Ho.
"Ponsel Yu Na tidak aktif. Yuk!" ajak So Ra.
So Ra dan Shin Ho pergi jalan-jalan mengelilingi beberapa jalan di Seoul. Mereka menaiki bus kota dan duduk di dalamnya. Mereka melihat keindahan lampu-lampu di sepanjang jalan melalui jendel bus kota yang mereka tumpangi.
"Nona, boleh saya duduk?" tanya seorang ibu yang sedang menggendong bayinya.
"Oh, silahkan ahjumma!" ucap So Ra.
So Ra bangkit berdiri dari tempat duduknya. So Ra mempersilakna ibu itu untuk duduk. Di sampingnya, Shin Ho juga bangkit berdiri untuk mempersilahkan suami dari ibu itu untuk duduk. Kini, kedua sahabat itu berdiri bersebelahan.
Kedua mata Shin Ho memandang tubuh So Ra. Kedua mata itu mengawasi dari tangna-tangna jahil yang ada di sekitar So Ra. Seorang pria hendak menarik mantel tebal yang sedang dipakai oleh So Ra dengan niat nakalnya. Shin Ho tahu akan hal itu.
"Sini," ucap Shin Ho.
"Ye?" tanya So Ra tidak mengerti.
Shin Ho merangkul So Ra. Dengan rangkulan itu, Shin Ho sudah membuat pria nakal itu tidak jadi mengulurkan tangnnya untuk menjahili So Ra lagi. Shin Ho buru-buru untuk menekan tombol yang merupakan tombol instruksi untuk memberhentikan bus kota yang sedang ditumpangi.
Bukan Impian Semusim 3 Maling Romantis Seri 1 Pendekar Harum Karya Khu Lung Imam Tanpa Bayangan 19
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama