Pasukan Mau Tahu 09 Misteri Pangeran Asing Bagian 3
Anak itu membalas lambaiannya. Sementara itu Pak Goon meluruskan berdirinya.
Dengan hati-hati dilepaskannya lengan yang merangkul leher macan-macanan, lalu bergerak menjauh satu langkah.
Tapi seketika itu juga dunia sekelilingnya terasa seakan-akan berputar lagi.
Pak Goon merasa pusing lalu cepat-cepat mendekap leher macan-macanan itu lagi.
"Bisa mati tertawa aku nanti, jika terus memandanginya," kata Larry.
"Sekarang pun perutku sudah sakit rasanya. Belum pernah aku tertawa seperti sekarang. Aduh, Pak Goon -aku
senang sekali padanya. karena ia membuat aku terpingkal pingkal. Entah dengan cara bagaimana ia bisa turun dari komidi putar itu'"
Fatty terpaksa mendorong-dorong teman temannya. supaya mau pergi dari situ .Semua ingin melihat Pak Goon turun dari komidi putar, lalu berjalan pergi dengan langkah tersaruk saruk.
Sementara itu anak yang melayani alat hiburan itu berseru minta maaf.
"Maaf, Pak. tadi itu tidak disengaja. Anda tidak perlu membayar, Pak? Polisi boleh naik dengan gratis!"
Pak Goon tidak menjawab.
Kepalanya terasa pusing. sehingga sulit baginya menyusun kata-kata. jadi ia saat itu tidak kepingin bertengkar dengan siapa pun juga.
Leher macan-macanan dirangkul semakin erat.
Ia memejamkan mata, untuk menguji apakah dengan begitu dunia sekelilingnya akan berhenti berputar.
Anak-anak pergi ke tempat sepeda mereka, lalu pergi meninggalkan tempat pekan raya.
"Lewat sini karena akan lebih cepat sampai di jalan," kata Ern.
"Aku melihatnya tadi, ketika bersembunyi di kolong caravan."
"Anak anak mengambil jalan pintas yang ditunjukkan oleh Ern. Jalan itu melintasi lapangan di sela-sela caravan caravan yang diparkir di situ. lalu bersambung dengan jalan kecil menuju jalan raya.
Ketika sedang bersepeda lambat lambat melewati tempat tinggal para pengelola taman hiburan,
tiba tiba Pip melihat sesuatu yang menyebabkan ia nyaris ter-jungkir dari sepedanya.
Di sana sini nampak pakaian terentang pada tali jemuran.
Pakaian itu milik para pengelola taman hiburan. Sambil lewat, Pip memandang jemuran itu. Begitu saja, tanpa maksud tertentu .
Tapi tiba-tiba ia melihat sehelai baju.
Baju itu berwarna biru, terbuat dari kain biasa saja.
Tapi bukan baju itu sendiri yang menyebabkan ia kaget melainkan kancing-kancingnya!
"Astaga!" kata Pip pada dirinya sendiri.
"Kancing kancing itu kan sama seperti kancing yang ada dalam kantongku. Kancing yang terlepas dari piama Pangeran Bongawah!"
Diambilnya kancing itu dari kantongnya. lalu dihampirinya jemuran pakaian.
Pip membanding kan kancing yang dipegangnya dengan yang terpasang pada baju yang tergantung.
Ternyata perSis serupa Biru dan kuning emas.
Indah sekali buatannya.
Pip melirik ke caravan yang terdekat. Caravan itu berwarna hijau cerah, dengan roda-roda berwarna kuning.
Ciri-ciri itu pasti bisa diingat olehnya. Setelah itu ia mempercepat kayuhan sepedanya. Nyaris saja anak-anak yang lain terpental, ketika ia melampaui mereka di jalan sempit itu.
"Aduh, Pip!" teriak Bets dengan marah, karena Pip hampir menyenggol pedal sepedanya.
"Kenapa sih, terburu buru?"
Sementara itu Pip sudah berhasil mengejar Fatty.
"Cepat _ berhenti sebentar, Fatty!" katanya dengan napas memburu.
"Ada hal penting yang perlu kukatakan!"
Fatty kaget. lalu turun dan sepedanya.
Ia menunggu anak anak yang lain dekat pintu pagar di sisi jalan kecil.
"Bawa sepeda kalian di bawah pepohonan di sana itu. supaya orang lain tidak melihat kita bercakap cakap di sini." kata Pip dengan napas masih tersengal-sengal
Sesaat kemudian anak-anak sudah berkumpul di bawah pepohonan. Kecuali Pip. semua merasa heran dan bingung.
"Ada apa. Pip?" tanya Fatty.
"Kenapa kau tiba tiba?"
"Kau masih ingat kan kancing piama Pangeran Bongawah yang terlepas?" kata Pip sambil mengeluarkan benda itu dari kantongnya
"Nah. Fatty. ketika kita melewati jemuran pakaian tadi. aku melihat sehelai baju tergantung di situ. Baju itu kancingnya persis seperti ini! Padahal kancing ini kan bagus sekali. Jarang terdapat!"
"Astaga'" kata Fatty.
Ia kaget mendengar kata kata Pip.
Dengan cepat diperhatikannya kancing yang dipegang anak itu. Kemudian ia menyusur kembali Jalan setapak yang baru saja dilalui. sambil menenteng sepedanya
"Aku ingin memeriksa sebentar," katanya dengan suara pelan.
"Kalian menunggu di sini. Aku akan pura-pura mencari sesuatu yang terjatuh di rumput."
Fatty berjalan dengan kepala tertunduk. sampai di jemuran pakaian.
Ia langsung menuju ke tempat itu, sementara maSih tetap pura-pura sibuk mencari sesuatu yang terletak di tanah.
Kemudian ia menegak. memperhatikan baju yang sementara itu sudah dihampirinya sampai dekat sekali
Kemudian ia bergegas kembali, menghampiri teman-temannya.
"Pip benar," katanya bergairah.
"ini penting sekali. Kita tadi menyangka siang ini terbuang percuma. Kenyataannya memang begitu, mengenai kedua bayi kembar tadi! Tapi kini kit menemukan sesuatu yang malah lebih baik lagi "
"Apa maksudmu?" tanya Bets dengan gembira
"Yah, rupanya kancing-kancing baju itu memang diambil dari piama Pangeran Bonga wah," kata Fatty.
"Kelihatannya piama itu sengaja dimusnahkan, supaya tidak ketahuan. Tapi yang memusnahkannya merasa sayang jika kancing kancingnya dibuang. Karenanya lantas dipakai pada baju yang sedang dijemur itu. Ia sama sekali tak menyangka bahwa akan ada yang mengenalinya."
"Memang tidak, apabila Pip tidak menemukan kancing yang putus, serta melihat baju yang sedang dijemur," kata Bets.
"Kau cerdik, Pip!"
"Sekarang kita perlu berpikir sebentar," kata Fatty.
"Apakah artinya ini? Ini berarti bahwa ada kemungkinan Pangeran Bongawah berada di dekat-dekat sini. Bersembunvi -atau disembunyikan. Mungkin dalam caravan dekat Jemuran pakaian itu. Kita harus menyelidikinya."
"Tapi sekarang tidak sempat lagi," kata Pip.
"Ibu tadi mengatakan, aku dan Bets harus sudah ada di rumah paling lambat pukul enam. Kalau kita tidak cepat-cepat pulang sekarang juga, kami pasti terlambat"
"Aku sendiri yang akan tinggal di sini," kata Fatty membulatkan Sikap dengan segera.
"Ah, tidak! Aku kembali dulu sekarang, menyamarkan diri lalu datang lagi ke sini. Aku akan mengajak orang'orang sini mengobrol nanti. untuk mencari cari keterangan. Ya, kurasa begitulah yang paling baik. Seorang dari kita pasti akan bisa dengan cepat mendapat keterangan."
"Aku Juga ingin tinggal di sini," kata Ern.
"Tidak bisa," kata Fatty dengan tegas
"Kau kembali bersama yang lain lainnya. Ern. Ayo, kau harus menurut. Aku pemimpin di sini. Kita pulang cepat cepat sekarang. karena lumayan juga waktu yang kuperlukan untuk menyamarkan diri "
"Kau akan jadi apa, Fatty?" tanya Bets, sementara mereka bergegas pulang.
Ern kelihatan agak masam.
"Aku akan menjadi orang jualan," kata Fatty.
'Aku akan menjajakan sesuatu. Dengan begitu akan mudah bagiku untuk mengajak orang-orang pekan raya mengobrol. karena mereka tentu mengira aku ini seorang dari mereka. Aku harus menyelidiki, apakah akhir-akhir ini rombongan
mereka mendapat pekerja baru. seorang anak laki-laki!"
"Wah misteri ini yang mulanya terasa sulit sekali, sekarang tahu-tahu sudah hampir selesai!" kata Bets.
"Jangan menduga begitu, " kata Fatty.
"Persoalannya tidak terlalu gampang. Ada sesuatu yang aneh mengenainya!"
Keterangan Fatty itu menimbulkan berbagai pikiran.
Anak-anak bersepeda pulang tanpa berkata-kata, semua Sibuk dengan pikiran macam macam.
Apakah yang akan ditemukan Fatty nanti?
Apakah ia akan berhaSil menemukan pangeran itu nanti malam?
Keanehan apakah yang dimaksud kan olehnya?
Setelah beberapa waktu bersepeda. akhirnya mereka tiba di rumah masing masing.
Fatty segera masuk ke gudangnya.
Ia sudah tahu dengan tepat, samaran apa yang akan dipakainya. Ia sudah pernah mencobanya dan dirasakannya bahwa itu cocok sekali.
Fatty masuk dalam wujud anak sekolah yang kelihatan biasa-biasa saja. Tapi tampangnya sudah berubah sama sekali, ketika ia keluar lagi.
Yang keluar seorang tukang Jualan yang dekil sekali tampangnya.
Anting anting panjang tergantung di telinga. Kepalanya terselubung topi dari kain. sedang di lehernya terlilit selendang berwarna merah menyala. Itu saja belum cukup -Fatty juga memakai gigi palsu yang tersembul ke depan.
Ia memakai celana panjang yang sudah dekil.
Sepatunya yang dipakai sepatu olahraga yang sudah tua.
Ikat pinggangnya berwarna merah. sedang baju kausnya kuning dekil.
Ia menyandang sebuah ransel berisi segala macam botol. Pada botol botol itu terpasang etiket dengan tulisan Obat Pilek', 'Obat Kutil, 'Minyak Gosok'. Pokoknya bermacam-macam jamu aneh yang dibuat sendiri oleh Fatty untuk mengisi ransel jualannya itu.
Sambil menyelinap keluar, Fatty nyengir sendiri
memamerkan gigi depannya yang panjang panjang dan tersembul ke luar.
Fatty sudah siap untuk melakukan penyelidikan. Tak seorang pun yang akan mengira bahwa ia sebenarnya bukan tukang jualan berkeliling!
Fatty mengambil sepedanya. Ialu kembali ke Tiplington.
Pip hebat _ berhasil menemukan baju dengan kancing-kancing istimewa itu. pikirnya.
Dengan begitu pengusutan misteri itu bisa berjalan lagi.
Dengan cepat Fatty menyusun siasat. sambil mengayuh sepedanya.
"Aku akan kembali ke lapangan pekan raya," katanya dalam hati.
"Di sana akan kuajak mengobrol salah seorang dari mereka --anak yang melayani komidi putar, misalnya. Akan kucari keterangan, siapa yang tinggal dalam caravan hijau beroda kuning itu. Aku akan berpura-pura tahu. Siapa mereka _atau aku akan meminta anak
komidi putar untuk memperkenalkan aku pada mereka. Dengan begitu aku akan bisa melihat siapa
yang ada di situ. Aku juga akan membuka mataku. meneliti di situ Yah -mudah mudahan saja rencanaku ini bisa berjalan dengan baik!"
Tidak lama kemudian ia sudah tiba kembali di tempat pekan raya .Hari sudah mulai malam .
Pengunjung lebih banyak dari siang.
Komidi putar berputar dengan meriah. Perahu ayunan mengayun tinggi. Suara orang berbicara dan tertawa terdengar di mana mana.
"Nah." pikir Fatty. sambil menyembunyikan sepedanya baik baik di tengah suatu semak lebat
"Nah --sekali lagi aku beraksi. Kita lihat saja bagaimana hasilnya nanti!"
Fatty berjalan santai ke lapangan.
Tidak ada yang meminta pembayaran uang masuk padanya, karena tampangnya saat itu sama seperti orang orang pekan raya itu sendiri.
Fatty memandang berkeliling.
Anak komidi putar ada di tempat kerjanya.
Bagaimana Jika ia yang diajak bicara?
Ah. jangan -ia kelihatannya sangat Sibuk. Lalu bagaimana dengan penjaga stand lempar gelang?
Tidak, ia Juga terlalu Sibuk.
Fatty berjalan terus sambil melihat lihat dengan waspada.
Ia sampai di tempat perahu perahu ayunan. Penjaganya nampak berdiri sambil memegang lengannya.
Kelihatannya seperti sedang kesakitan.
Fatty datang menghampiri.
"Ada apa, Bung? Kau cedera, ya?"
"Salah satu perahu ini mengayun kembali dan membentur sikuku," kata orang itu.
"Tolong
jagakan sebentar, ya sementara aku merawatkan sikuku ini!"
"Beres," kata Fatty.
Ia menjaga permainan ayunan itu, sampai penjaga tadi kembali dengan dibalut perban.
"Terima kasih," kata orang itu.
"Kau ini rombongan kami, atau kebetulan saja lewat?"
"Kebetulan saja lewat," jawab Fatty.
"Kudengar tadi bahwa di sini mungkin ada orang yang kukenal. Karenanya aku lantas mampir, untuk menyampaikan salam."
"Namanya siapa?" tanya penjaga ayunan.
"Aduh lupa lagi," kata Fatty.
Ia membuka topinya, lalu menggaruk garuk kepalanya.
Mukanya mengernyit. seolah-olah sibuk mengingat ingat.
"Nanti dulu, kalau tidak salah Barlow, Harlow -ah, bukan!"
"Kerja mereka apa?" tanya penjaga ayunan.
"Tunggu, tunggu ada sesuatu yang kuingat'" kata Fatty.
"Caravan mereka hijau. dengan roda roda kuning. Ada caravan kayak begitu di sini?"
"Ada _ kepunyaan keluarga Tallery," kata penjaga ayunan, sambil menerima uang dari seseorang yang ingin menaiki ayunannya.
"Yang itu maksudmu? Caravan mereka yang hijau beroda kuning mereka tempatkan di sebelah sana!"
"Ya, betul keluarga Tallery!" seru Fatty.
"Keterlaluan. aku sampai lupa nama mereka! Mereka masih ada di sini?"
"Yang ada Nenek, Bu Tallery, lalu keponakan mereka. Rollo," kata penjaga ayunan.
"Cuma mereka berdua saja yang ada. Pak Tallery tidak ada Sedang ada bisnis."
"Ah, begitu," kata Fatty, seolah-olah tahu 'bisnis' apa yang dimaksudkan.
"Kalau Pak Tallery tidak ada, tidak enak rasanya aku mampir di tempat mereka. Jangan-jangan yang lain tidak ingat lagi padaku."
"Kuantar deh," kata orang yang baik hati itu.
"Namamu Siapa Sih?"
"Smith," kata Fatty dengan cepat.
Ia tahu, kaum kelana banyak yang bernama keluarga Smith.
"Namaku Jack Smith."
"Tunggu saja sebentar sampai rombonganku ini selesai bermain ayunan," kata penjaga ayunan.
"Setelah itu kau akan kuantar ke sana. Tapi mungkin juga mereka tidak ada. Aku tadi siang melihat Nenek pergi, bersama Bu Tallery "
"Terima kasih. jika kau mau mengantarku," kata Fatty alias Jack Smith.
"Bilang saja pada mereka. aku kenal Pak Tallery!"
ROLLO MEMBUKA RAHASIA
Setelah pengunjung pekan raya yang menaiki ayunannya selesai berayun. penjaga ayunan itu mengajak Fatty pergi ke caravan hijau yang beroda kuning. Seorang wanita tua sedang duduk duduk di sebuah kursi rotan yang sudah reyot di depannya . Wanita tua itu gemuk sekali.
Kursi yang didudukinya berderak-derik setiap kali ia bergerak.
Ketika Fatty datang menghampiri bersama penjaga ayunan, wanita tua itu sedang berseru memanggil seseorang.
"Rollo!" serunya
"Sialan anak itu ke mana lagi ia pergi?! Awas kalau sampai terpegang, akan kuhajar dia nanti!"
"Halo, Nek," sapa penjaga ayunan.
"Anak bandel itu minggat lagi, ya! Biar kutempeleng dia nanti kalau aku berjumpa dengannya. lalu kusuruh kemari. Belum pernah aku melihat anak semalas dia."
"Ya, memang." kata Nenek menggerutu.
'Bibinya saat ini sedang ke kota, dan Rollo tadi disuruh membersihkan jendela-jendela caravan ini. Keadaannya sudah kotor sekali, sehingga di dalam
sangat gelap .Aku sampai tidak bisa merajut di sini"
Kemudian Nenek memandang Fatty dengan mata terpicing.
"Siapa ini?" tanya Nenek.
"Aku tidak kenal. Kau ingin bertemu dengan Pak Tallery? Dia sedanq pergi .Baru beberapa hari lagi pulang."
"Aduh. sayang." kata Fatty pura pura menyesal .
"Padahal aku kepingin sekali bertemu dengan dia'
"Dia ini teman Pak Tallery," kata penjaga ayunan menjelaskan.
"Namanya Jack Smith' Penjaga ayunan itu menoleh ke arah Fatty.
"Kau di sini saja dulu_mengobrol dengan Nenek. Ia senang kalau ada yang mengajaknya mengobrol. Kau membawa apa saja dalam ranselmu itu? Ada yang mungkin menarik baginya? Aku harus kembali mengurus ayunanku sekarang."
Fatty membuka ranselnya, lalu mengeluarkan botol-botol serta kaleng kaleng yang dibawa. Nenek memandang barang barang itu sebentar lalu tertawa terkekeh-kekeh.
"Huhuhu Jadi itu ya, Jualanmu? Air dan bubur yang diberi warna! Ayahku dulu juga berjualan barang-barang kayak begitu .Untungnya memang besar. Sudahlah, masukkan saja barang-barang rombenganmu itu ke ranselmu kembali, Nak. aku tidak memerlukannya. Aku ini sudah terlalu tua, jadi tidak bisa kautipu lagi. Dan badanku juga masih segar-bugar!"
"Aku sama sekali tidak berniat menawarkannya padamu, Nek," kata Fatty.
Suaranya saat itu mirip sekali dengan suara Ern.
"Menurut Nenek tadi.kapan Bu Tallery akan kembali?"
"Mana aku tahu. berapa lama ia pergi." kata Nenek dengan sebal
"Ia selalu seenaknya saja. kalau sudah keluyuran. Hari ini ada di sini, besok sudah pergi lagi. Aku bisa ditinggalkannya sendiri berhari hari. Ya, sungguh! Beberapa hari yang lalu juga begitu, tanpa mengatakan hendak ke mana lalu kembali tanpa mengatakan apa-apa pula."
Minat Fatty langsung tergugah.
Mungkinkah Bu Tallery itu wanita dengan dua bayi kembar yang menghuni caravan itu?
"Aku agak lupa berapa sih. anaknya?" tanya Fatty sambil berlagak mengingat ingat.
"Ia dan Pak Tallery sama sekali tidak punya anak," kata Nenek.
"Karena itu mereka lantas memungut Rollo. Aku tidak mengerti. kenapa Justru ia yang dipungut anak sialan itu! Tapi orang tuanya yang sebenarnya mempunyai dua belas anak, jadi tidak heran apabila ibu Rollo senang bahwa anak itu dipungut orang."
"Ya, ya memang," kata Fatty, seolah-olah tahu persis duduk perkaranya.
Ia hendak mengajukan pertanyaan berikut, tapi saat itu penjaga ayunan muncul lagi bersama seorang anak berkulit
Coklat. Anak itu tidak ikut dengan sendirinya, melainkan dengan dijewer telinganya oleh penjaga ayunan.
"Ini Rollo. Nek," kata penjaga ayunan.
"Bagaimana -apakah ia harus langsung disuruh bekerja membersihkan jendela-jendela, atau kuhajar dulu pantatnya?"
"Aduh, aduh --jangan!" teriak Rollo sambil menggeliat-geliat, berusaha melepaskan diri.
"Ya. akan kubersihkan kaca-kaca jendela itu!"
Anak itu mengumpat-umpat orang yang menjewernya.
Penjaga ayunan menggoncang-goncang tubuh Rollo sambil tertawa. Setelah itu ia pergi lagi.
Fatty memandang anak yang sedang marah itu. Anaknya tidak begitu besar, kira-kira sepantaran dengan Pip. Tampangnya jelek sekali saat itu, karena cemberut.
Nenek Sibuk mengomelinya .Kata-katanya meluncur ke luar, seperti tembakan senapan mesin.
Tapi Rollo malah mencibir.
Setelah itu Rollo mengambil air seember, serta kain lap. Rupanya kini ia hendak membersihkan kaca-kaca jendela caravan yang memang sudah dekil sekali.
Nenek bangkit dengan susah-payah dari kursinya, beranjak masuk ke caravan.
"Aku agak kedinginan di sini," katanya.
Pada Fatty ia mengatakan,
"Tolong awasi anak itu, ya .Kalau ia berhenti bekerja, panggil saja aku!"
Fatty membantu wanita tua itu menaiki tangga caravan.
Nenek kelihatannya agak heran karena dibantu.
"Wah, jarang Pak Tallery, anakku itu punya teman seperti kau, Nak," katanya.
"Baru satu ini yang mau membantuku naik ke dalam caravan!"
Setelah itu Nenek menghilang ke dalam kendaraan tempat tinggal yang berbau pengap itu .sementara anak yang bernama Rollo menyiramkan air ke kaca jendela. Ia melakukannya dengan sikap
sebal. Kaca jendela dekil yang kena air langsung nampak bertambah kotor karenanya.
Fatty duduk menunggu sampai anak itu selesai.
Rollo menyiramkan air yang tersisa. Kain lap dicampakkannya dengan begitu saja ke kolong caravan.
Sambil berbuat begitu, Rollo mencibir ke arah Fatty.
"Nih," kata Fatty, sambil mengeluarkan sejumlah uang dari kantongnya.
"Aku lapar. Tolong belikan makanan sebentar, lalu kita makan bersama-sama. Sana, cepat!"
"Beres," kata anak bandel itu.
Tampangnya sudah agak berkurang cemberutnya sekarang.
Dengan segera ia pergi.
Tak lama kemudian ia sudah kembali, dengan membawa dua potong perkedel daging, limun jahe dua botol. serta empat potong kue selai yang besar-besar.
Rollo duduk menghampiri Fatty.
"Kau teman Nenek?" tanya Rollo.
"Huh dia itu pengomel! Aku lebih senang pada bibiku. Kalau dia, orangnya tegas."
"Saudaramu kalau tidak salah banyak sekali, ya?" tanya Fatty sambil mengunyah perkedelnya.
Ia tidak suka memakannya, karena terasa kering dan apek.
"Ya ada sebelas," jawab Rollo.
"Yang termuda kembar dua .Mereka biasanya cuma menangis saja, menjerit-jerit."
"Anak kembar?" kata Fatty dengan penuh minat.
"Berapa umur mereka?"
"Entah," kata Rollo,
"mereka masih bayi. Ketika ibuku Jatuh sakit, mereka dititipkan pada Bibi di Sini."
"Apa? Di sini?" kata Fatty sambil terus mengunyah perkedelnya.
"Mana cukup tempat di caravan sesempit ini?"
"Cuma sehari mereka di sini," sambung Rollo.
"Setelah itu bibiku menyewa caravan di lapangan dekat tempat perkemahan sekolah. lalu membawa mereka ke sana."
Fatty mengunyah terus, seolah-olah tidak begitu menaruh perhatian.
Tapi matanya bersinar-sinar.
Nah -ternyata ia kini berhasil menemukan jejak yang tepat!
Jadi bibi anak bandel ini rupanya wanita yang menyewa caravan itu sedang bayi kembar dalam kereta besar adalah adik-adik Rollo!
"Nanti dulu kalau tidak salah adik adik kembarmu itu bernama Marge dan Bert, kan?" kata Fatty.
Rollo mengangguk.
"Betul!" katanya.
"Kau ternyata kenal pada keluargaku. Ya, saudara-saudaraku bernama All, George, Reenie. Pam, Doris, Millie, Reg, Bob. Doreen -dan yang paling bungsu Marge dan Bert."
"Dan dari mereka. kau yang dibuang." kata Fatty.
Ia memandangi kue-kue selai yang ada di depannya.
Ia merasa ragu, akan dimakannya kue itu, atau lebih baik jangan.
"He -siapa bilang aku dibuang!" tukas Rollo dengan nada tersinggung.
"Kaukira apa sebabnya aku yang dipilih Pak Tallery dari antara kami dua
belas bersaudara, hah? Mau tahu? Karena aku pandai bersandiwara! Dan karena aku cerdas, serta besar gunanya bagi dia!"
"Ah, kau paling-paling hanya merepotkannya saja! Anak dekil dan bengal seperti kau ini, apa sih gunanya?" kata Fatty.
Pasukan Mau Tahu 09 Misteri Pangeran Asing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia sengaja berkata begitu, agar Rollo terpancing untuk bercerita lebih banyak.
Dan anak itu ternyata bisa dipancing.
Tampangnya langsung masam.
"Supaya kau tahu saja, Bung -aku ini bisa memerankan apa saja,"-tukas Rollo.
"Aku bisa menjadi anak penuntun pengemis buta. itu salah satu cara Pak Tallery mencari nafkah. dengan bantuanku. Lalu aku juga bisa menjadi anak manis yang mengantar Bibi berbelanja. Sewaktu Bibi mengajak pelayan toko bercakap-cakap. dengan cepat aku mengambil barang-barang di situ dan memasukkannya ke dalam lengan jasku. Tapi itu belum apa-apa. Aku juga bisa berperan menjadi seorang pangeran!"
Fatty terperanjat.
Pangeran! Apa maksud Rollo?
Fatty menoleh ke arah anak itu dengan heran, sementara Rollo membalas tatapannya dengan pandangan kurang ajar.
"Hah sekarang kau melongo'" kata Rollo dengan nada bangga.
"Pasti kau tidak bisa percaya, ya?"
"Memang tidak," jawab Fatty, dengan maksud terus memancing anak itu.
Pikirannya berputar cepat.
Pangeran? Apa yang dimaksudkan Rollo dengan perkataan itu?
"Sudah kusangka kau takkan percaya," kata Rollo.
"Tapi aku sudah terlalu banyak bicara. Lebih baik aku tutup mulut saja."
"Alaa -itu kan, karena tak ada lagi yang bisa kaukatakan," kata Fatty dengan segera.
"Kau kan cuma mengada-ada. Ayo, mengaku sajalah. Kau, jadi pangeran? Omong kosong! Anak dekil kayak kau ini, menjadi pangeran. Kaukira aku ini siapa -bisa kaubohongi seenak perutmu!"
Rollo menatap Fatty dengan mata melotot.
Kemudian ia memandang berkeliling, seolah olah takut ada orang lain yang bisa mendengar kata-katanya. Kemudian ia mendekatkan diri pada Fatty.
"Kau masih ingat atau tidak, ribut-ribut tentang seorang pangeran yang katanya hilang diculik orang. Namanya Pangeran Bonga dan entah apa sambungannya." kata Rollo.
"Nah, pangeran itu sebenarnya aku!"
"Dongeng begitu, kalau adik kembarmu mungkin masih mau percaya," kata Fatty mengejek.
'Pangeran Bongawah itu benar-benar ada. Ia berasal dari negeri Tetarua. Aku pernah melihat fotonya di surat kabar."
"Ia itu sebenarnya aku!" kata Rollo berkeras.
Anak itu marah, karena dianggapnya Fatty masih saja tidak mau percaya.
"O begitu," kata Fatty mengejek.
"Kalau begitu coba ceritakan, bagaimana kau diculik waktu itu. Aku ingin tahu bagaimana caramu pergi. lalu dibawa ke mana!"
"Itu gampang saja," kata Rollo.
"Aku sama sekali tidak diculik. Waktu itu aku hanya perlu tinggal selama beberapa hari di perkemahan anak sekolah. Di sana aku pura-pura menjadi Pangeran Bongawah. mengoceh dalam bahasa bikinanku sendiri. Lalu suatu malam aku menyelinap pergi lewat pagar semak. Aku bersembunyi dalam caravan yang disewa bibiku, di lapangan sebelah. Tapi kau pasti tidak bisa menebak, bagaimana caraku pergi dari tempat itu!"
Sebenarnya Fatty bisa menebaknya.
Tapi ia berpura-pura bingung.
'Bukan main, hebat sekali ceritamu ini!" katanya pura-pura kagum.
"Tapi ini benar benaran ya? Baiklah kalau begitu. Bagaimana caramu pergi waktu itu?"
"Bibiku melepaskan papan alas kereta bayi yang dipakai kedua adik kembarku.
Lalu aku meringkuk di dalamnya," kata Rollo sambil nyengir.
"Kemudian kedua adik kembarku ditempatkan Bibi di atasku. Waduh mereka menangis terpekik jerit saat itu!"
"Lalu dengan kereta itu, kau dibawa kembali kemari," kata Fatty.
Ia berlagak seolah-olah sangat kagum mendengar cerita itu.
"Kau ternyata memang hebat, Rollo! Mulanya aku sama sekali tidak mau percaya tapi sekarang aku benarbenar kagum. Kau hebat sekali, Rollo!?
Rollo langsung kembang kempis lubang hidungnya. mendengar pujian yang tak terduga-duga itu.
Ia mendekatkan dirinya lagi pada Fatty, lalu berbisik-bisik.
"Masih ada lagi yang bisa kuceritakan padamu," katanya dengan suara pelan.
"Aku tahu, di mana pangeran yang sebenarnya. Polisi pasti sangat ingin mengetahui apa yang kuketahui. Sungguh! Mereka tentu senang sekali_.apabila tahu!"
FATTY PULANG
Fatty sangat tercengang saat itu, sampai tidak bisa mengatakan apa-apa.
Ia hanya bisa memandang Rollo sambil membisu, sementara Rollo sendiri nyengir kesenangan.
"Kau kan kawan pamanku, Pak Tallery! Jadi tidak apa-apa jika semuanya ini kuceritakan padamu," kata Rollo.
Tiba tiba ia sadar bahwa ia sudah terlalu banyak bicara.
"Tapi Jangan bilang padanya bahwa aku bercerita, ya!" .
"Tentu saja tidak," kata Fatty.
"Lagipula, ia sekarang kan tidak ada di sini. Ke mana pamanmu itu?"
"Aku tahu ke mana, walau ia menyangkal tidak," kata Rollo.
"Ia saat ini ada di Rawa Raylingham. Aku mendengarnya bercakap cakap dengan Joe Bongkok. Saat itu mereka sama sekali tidak tahu bahwa aku ada di dekat mereka."
"Di tempat itukah pangeran maksudku Pangeran Bongawah yang asli berada?" tanya Fatty.
Rollo tiba tiba berubah sikap
"He sudah terlalu banyak yang kuceritakan padamu," katanya dengan cemas.
"Aduh aku ini bagaimana sih? Lupakan saja apa yang
kukatakan tadi tentang pangeran itu! Aku tidak tahu di mana ia berada."
"Tapi baru saja kau mengatakan tahu," kata Fatty.
"Mungkin aku tahu -tapi mungkin juga tidak," kata Rollo mengelak.
"Yang jelas, aku takkan menceritakannya padamu."
"Itu memang betul," kata Fatty.
"Lagipula, apa perlunya aku mengetahuinya? Tapi satu hal tidak kumengerti. Kenapa kau harus menyamar menjadi pangeran itu, lalu kemudian minggat dengan cara begitu rupa, sehingga disangka kau diculik orang .Aku tidak bisa melihat alasannya."
"Itu kan sudah jelas," kata Rollo dengan nadi kurang ajar.
"Tapi mungkin otakmu sudah berkarat."
"He, he -jangan kurang ajar, ya," kata Fatty.
"Aku memang tidak mengaku diriku secerdas kau. Biar aku berpikir sampai bertahun-tahun pun, aku tetap takkan bisa tahu."
"Soalnya begini,
" kata Rollo.
Ia sudah asyik lagi sekarang.
"Ada seorang pangeran, yang hendak disingkirkan oleh orang lain, supaya ia tidak bisu naik tahta. Mengerti?"
"Ya," kata Fatty berpura-pura tolol.
"Tapi menculiknya lalu membawanya ke luar negeri sebelum kejadian itu diketahui, bukan pekerjaan gampang," sambung Rollo.
"Karena itu lantas disusun rencana lain. Ketika pangeran itu berangkat naik mobil menuju ke perkemahan sekolah, supir menghentikan mobil di salah satu
tempat yang sudah disepakatkan .Pangeran itu dibawa lari dengan mobil lain, sementara aku masuk ke mobil pertama, dengan dandanan hebat seperti pangeran itu!"
Sekarang Fatty benar-benar sudah mengerti.
Jadi itu rupanya jawaban yang dicari-cari selama ini.
Ada orang yang hendak menyingkirkan Pangeran Bongawah.
Tapi orang itu tidak mau mengambil risiko penyingkiran itu sudah diketahui sebelum pangeran itu sempat diangkut ke tempat yang aman.
Rencananya bisa dilakukan dengan mudah, karena sopir mobil pangeran ternyata ikut dalam komplotannya!
Pangeran Bongawah dipertukarkan dengan Rollo di tengah perjalanan.
Lalu Rollo yang menyamar menjadi pangeran Selama beberapa hari di perkemahan sekolah, dan di situ berlagak seolah-olah pangeran yang sejati.
Kemudian ia menyelinap pergi ke caravan yang disewa bibinya di dekat perkemahan, lalu diselundupkan dengan kereta bayi kembar!
Tidak ada yang menyangka bahwa Bu Tallery ada sangkut pautnya dengan penculikan kedua, yang bagi orang banyak merupakan satu satunya penculikan yang terjadi.
Tidak ada yang tahu bahwa pangeran asli sudah diculik sebelum itu!
"Bukan main, hebat sekali rencana itu!" kata Fatty kagum.
"Pak Tallery ternyata jauh lebih cerdik danpada sangkaanku selama ini. Wah -lain kali kalau aku berjumpa lagi dengannya, aku akan minta agar diperbolehkan ikut dalam aksinya yang
berikut .Pekerjaan ini pasti banyak menghasilkan uang!"
"Memang," ujar Rollo, yang kini sudah terang-terangan menyombong.
"Kudengar ia menerima upah seratus pound. Aku sendiri akan mendapat bagian sepuluh pound, karena memainkan peran Pangeran Bonga itu!"
"Wah ! kalau begitu kau akan kaya dong!" kata Fatty.
"Bagaimana senang atau tidak menjadi pangeran? Kau tidak pernah membuat kesalahan selama itu?"
"Tidak, itu soal gampang," kata Rollo.
"Kulitku memang coklat, seperti' warna kulit pangeran itu. Kami sama-sama bertubuh kecil. Lalu aku juga tidak perlu berbahasa Inggris melainkan asal mengoceh saja. Tapi ketika salah seorang pengatur rencana tipu muslihat datang untuk melihat perkembangan penyamaranku, lalu berkeras memaksa agar aku dinaungi Payung Kerajaan, aku sama sekali tidak senang. Aku merasa konyol saat itu. Anak-anak yang lain, semua menertawakan diriku."
"Kau senang, jadi pangeran?" tanya Fatty.
"Ah -lumayan," Jawab Rollo.
"Untuk pertama kalinya seumur hidup aku tidur memakai piama. Piamaku itu bagus sekali, terbuat dari sutra berwarna biru dan kuning emas, dengan kancing yang sama warnanya. Bibiku disuruh membakar piama itu begitu aku sudah kembali ke sini. Bibi memang melakukannya, karena takut dikenali orang lain. Tapi kancing-kancingnya tidak dibuang.
lalu dijahitkan pada sebuah baju. Bibiku merasa sayang membuangnya, karena indah sekali "
Dalam hati Fatty mengucap syukur.
Untung Bu Tallery hemat!
Coba kalau kancing-kancing itu tidak dijahitkan ke bajunya, dan kemudian ia tidak menjemur baju itu di tali jemuran sehingga terlihat oleh Pip, pasti ia takkan berhasil menemukan jejak yang disembunyikan dengan baik itu!
"Kurasa Pak Tallery tentunya ikut membantu pengaturan segala galanya," kata Fatty.
"Pamanmu itu asyik, ya?"
"Wah, dia top," kata Rollo dengan bangga.
"Akalnya panjang. Aku senang menjadi pangeran waktu itu. Tapi aku memberontak, ketika mereka mengajakku berenang. Mereka juga sering mengejek diriku, karena tidak suka mandi. Mandi. mandi melulu. Dan menggosok gigi. Sering aku sudah kepingin saja mendamprat anak-anak di perkemahan itu. Beberapa kali aku mengatakan sesuatu dalam bahasa Inggris. Tapi aku khawatir rahasiaku terbongkar, jika aku marah-marah!"
"Ya, tentu saja," kata Fatty.
"Yah rupanya kau sudah melakukan tugasmu dengan sangat baik. Kurasa sama sekali tidak ada yang merasa curiga bahwa kau bukan pangeran yang sebenarnya. Apakah kau mirip dengan dia?"
"Begitulah," jawab Rollo.
"Anaknya biasa-biasa saja, sedang aku juga begitu. Saat itu aku takut, jangan-jangan ada orang yang kenal pada pangeran itu datang berkunjung. Tapi untungnya tidak ada."
"Dan katamu tadi, kau tahu ke mana pangeran yang sebenarnya dibawa pergi?" pancing Fatty.
"Belumkah ia dipindahkan dari tempat itu?"
Rollo langsung waspada kembali.
"Aku tidak bilang begitu," katanya.
"Aku tidak kepingin dihajar pamanku! Ia bahkan sama sekali tidak tahu bahwa aku mendengar ke mana ia pergi-"
Menurut Fatty, takkan ada lagi keterangan yang masih bisa dikorek dari Rollo.
Tapi ia sudah mengetahui segala rencana itu.
Ternyata sederhana saja, tapi dilakukan dengan sangat cerdik.
Penculikan yang sebenarnya ditutupi oleh penculikan palsu.
Hal itu menyebabkan polisi bingung, dan baru mulai mencari pangeran beberapa hari setelah ia sungguh-sungguh diculik!
Mungkinkah pangeran yang asli saat itu sudah dilenyapkan'?
Jika ia ternyata masih disembunyikan di salah satu tempat, dengan segera harus diambil tindakan untuk menyelamatkannya. Setiap saat bisa terjadi sesuatu.
Rawa Raylingham.
Jika paman Rollo, Pak Tallery ada di sana, besar kemungkinannya seluruh komplotan ada di sana pula.
Begitu pula halnya dengan Pangeran Bongawah.
Sekarang -di manakah letak Rawa Raylingham itu?
Fatty memutuskan untuk segera mencarinya dalam peta, begitu ia Sudah kembali di rumah.
Fatty berdiri.
Saat itu hari sudah mulai gelap.
Hanya orang-orang pekan raya saja yang masih ada di lapangan.
Fatty belum makan malam.
Ia mengucap syukur bahwa orang tuanya saat itu sedang tidak ada di rumah.
Jadi mereka takkan tahu bahwa ia belum pulang.
"Nah, aku harus pergi sekarang," katanya pada Rollo.
"Sampai lain kali."
"Kau tidak menunggu bibiku pulang?" tanya Rollo, yang saat itu sudah suka pada Fatty
"Siapa namamu sih?"
"Jack Smith," kata Fatty.
"Sayang aku tidak bisa lebih lama di sini. Sampaikan saja salamku pada bibimu katakan bahwa lain kali aku pasti mampir lagi. Tapi mungkin saja bibimu tidak ingat lagi padaku."
"Sudah pasti ia tidak ingat!" kata Fatty dalam hati, sementara ia pergi mengambil sepedanya lalu berangkat pulang.
"Sial, sepedaku tak berlampu. Aku lupa tadi bahwa ada kemungkinan baru pulang sesudah gelap. Mudah-mudahan saja aku nanti tidak tepergok Pak Goon!"
Fatty bergegas mengayuh sepedanya, sambil sibuk berpikir.
Bukan main!
Pantas kejadian itu rasanya seperti misteri yang aneh sekali.
Ternyata ada dua penculikan, tapi yang disengaja agar ketahuan hanya penculikan palsu saja!
Rawa Raylingham.
Adakah rumah di daerah rawa itu?
Kalau ada, apakah Pangeran Bongawah disembunyikan di situ?
Benarkah nama tempat itu, atau mungkinkah Rollo hanya mengada-ada saja, berlagak tahu?
Anak itu menurut Fatty gemar bicara. lagipula senang menyombongkan diri. Jadi ada kemungkinan sebagian dari ceritanya tidak
seratus persen benar.
Fatty begitu sibuk dengan pikirannya, sehingga tidak sadar bahwa ia sudah sampai di desa Peterswood.
Ia bersepeda dengan berhati-hati.
Hal itu dilakukannya karena sepedanya tidak berlampu.
Tapi tahu tahu dilihatnya sesosok tubuh muncul dari belakang sebatang pohon.
"He! Berhenti!" sergah orang yang baru muncul itu.
"Kenapa kau naik sepeda tanpa lampu? Tidak tahu bahwa itu melanggar peraturan?"
"Aduh. sial -Pak Goon!" kata Fatty dalam hati.
Ia turun dari sepedanya. sambil berpikir apa yang harus dikatakan.
Pak Goon menyorotkan sinar senternya ke arah Fatty.
Ia melihat seseorang, yang kelihatannya seperti gelandangan membawa ransel.
Pak Goon langsung timbul kecurigaannya.
"Ini sepedamu?" bentaknya.
"Mungkin," jawab 'gelandangan' itu dengan seenaknya.
"Ayo ikut aku." perintah Pak Goon.
"Kau harus memberi keterangan mengenai dirimu. Seenaknya. naik sepeda tanpa..."
"Tolong pegangkan sepedaku sebentar. tali sepatuku terlepas," kata 'gelandangan' itu sambil menyorongkan sepedanya ke arah Pak Goon.
Polisi desa itu cepat-cepat memegangnya, karena takut tertimpa .
Ketika itu juga 'gelandangan' yang sebenarnya Fatty langsung lari!
"Hahh ini rupanya yang terjadi," kata Pak Goon.
"Ini sepeda curian!"
Pak Goon menaiki sepeda itu, lalu mengejar Fatty.
Tapi anak itu lari masuk ke suatu jalan yang terlarang bagi pengendara sepeda.
Pak Goon menyerah _karena tidak mau naik sepeda tanpa lampu, memasuki jalan yang terlarang'.
Ia khawatir kalau itu dilakukan olehnya, tahu-tahu anak gendut yang sangat dibencinya muncul dan melihatnya.
Pak Goon turun dari sepeda, lalu menuntunnya kembali ke rumahnya. Sementara itu ia sudah sempat memperhatikan sepeda itu dengan agak seksama.
Ia merasa seolah-olah sudah sering melihatnya.
Sepeda itu dibawanya masuk ke dalam rumah, untuk diteliti secara lebih cermat.
Setelah itu diambilnya buku catatannya, lalu dituliskannya perincian kendaraan beroda dua itu.
"Sepeda orang dewasa. Merek Atlas. Warna hitam bergaris merah. Di depan terpasang keranjang. Tanpa lampu depan. Keadaan mulus."
Kemudian ditulisnya ciri ciri orang yang dijumpainya tadi dengan sepeda itu.
"Gelandangan Topi kain menutupi muka. Selendang merah terlilit di leher. Baju kaus dekil, celana panjang dekil. Memakai anting-anting. Bersikap kasar dan kurang ajar. Saya terpaksa memaksanya menyerahkan sepeda, yang menurut dugaan saya merupakan barang curian. Setelah terjadi pergulatan sebentar saya berhasil merampas sepeda itu, sedang pencurinya lari ketakutan."
Baru saja ia selesai menuliskan catatan itu, telepon berdering.
Pak Goon kaget, tapi langsung berdiri untuk mengangkat gagang pesawat
"Di sini polisi," katanya.
"Ah, Pak Goon?" kata yang menelepon.
Dari suaranya Pak Goon tahu bahwa itu Fatty.
"Maaf jika aku mengganggu Anda tapi aku ingin melaporkan kehilangan. Sepedaku dicuri orang, Pak. Pokoknya, sekarang tidak ada di gudang tempatku biasa menyimpannya. Kurasa Anda takkan bisa menemukannya kembali atau mengetahui pencurinya. Tapi walau begitu kurasa aku perlu melaporkan kejadian itu."
"Sebutkan ciri-ciri sepedamu," kata Pak Goon dengan gaya berwibawa.
"Ya, betul itu perlu," kata Fatty.
"Sepedaku ukuran untuk orang dewasa. Mereknya Atlas, sedang keadaannya cukup baik. Warnanya hitam dengan hiasan garis merah. Di depannya ada keranjang. Lalu..."
Pak Goon mendehem-dehem sebentar, lalu berbicara dengan suara digagah-gagahkan.
"Sepedamu itu ada padaku, Frederick. Lima belas menit yang lalu aku memergoki seorang gelandangan menaikinya. Orangnya kurang ajar sekali, tidak mau melepaskan sepeda itu ketika kusuruh."
"Lalu bagaimana sepeda itu bisa jatuh ke tangan Anda, kalau begitu?" tanya Fatty dengan nada kagum.
Tentu saja ia hanya berpura-pura saja.
"Yah aku bergulat melawannya," kata Pak Goon berkhayal.
"Sengit juga perkelahian tadi tapi akhirnya aku berhasil menang. Sepeda kurampas, sementara penjahat itu lari pontang
panting ketakutan. Sepedamu kubawa kemari. Setiap waktu kau bisa datang mengambilnya."
"Wah! Anda cekatan sekali. Pak Goon!" kata Fatty kagum.
Pak Goon langsung menggagahkan diri.
Wah jarang ia mendengar kata-kata begitu keluar dari mulut anak gendut itu.
"Aku tidak suka berlama-lama." kata Pak Goon dengan gagah.
"Yah! kurasa kau tentu akan segera datang kemari. kan? Dua menit lagi, begitu?"
"Sepuluh menit lagi saya akan ada di situ. Pak!" kata Fatty dengan riang, lalu meletakkan gagang pesawat telepon.
PAK GOON GELISAH
Sepuluh menit kemudian Fatty tiba di rumah Pak Goon.
Tampangnya sudah biasa lagi.
Penyamarannya sudah dilepaskan semua.
Waktu sepuluh menit yang dimintanya masih memberikan waktu baginya untuk tertawa sepuas-puasnya.
Ia geli mendengar cerita Pak Goon, mengenai perkelahiannya dengan 'gelandangan'.
Pak Goon membukakan pintu ketika Fatty datang.
Polisi desa itu masih tetap bersikap menggagahkan diri.
"Itu sepedamu," katanya, sambil menunjuk sepeda yang ditaruhnya di lorong dalam rumah.
"Polisi tidak bisa dikalahkan gesitnya, Frederick."
"Harus kuakui, Anda telah bekerja dengan baik, Pak Goon," kata Fatty.
Nada suaranya begitu kagum, sehingga Pak Goon mulai bercerita kembali tentang perjumpaannya dengan "gelandangan', disertai bumbu-bumbu yang baru saat itu dikarang olehnya.
"Wah, kalau begitu aku sangat berutang budi pada Anda," kata Fatty serius.
"Sebagai imbalan, aku harus menyampaikan kabar baru. Kami telah berhasil mengungkapkan beberapa hal lagi tentang peristiwa penculikan itu. Aku tahu, Ern telah menyampaikan laporan pada Anda bahwa pangeran itu bersembunyi dalam kereta bayi, berbaring di bawah dua bayi kembar. Ya, kan? Nah sekarang kami sudah tahu bahwa dia itu bukan pangeran yang sebenarnya, melainkan seorang anak dari rombongan orang pekan raya. Pangeran yang sejati, menurut dugaan kami ada di suatu tempat. di Rawa Raylingham."
Sementara Fatty sibuk menyampaikan laporannya. air muka Pak Goon berubah sedikit demi sedikit.
Makin lama makin masam.
"Kenapa kau tidak mengarang dongeng yang lebih baik lagi?" tukasnya kemudian.
"Tentang berapa pangeran lagi yang hendak kauocehkan padaku?"
"Aku tidak bermaksud mempermainkan Anda, Pak," kata Fatty.
"Sudah kukatakan bahwa kali ini aku akan membantu Anda. Dan aku sudah berusaha tapi Anda malah menyulitkan."
"Kau juga begitu," tukas Pak Goon.
"Berdandan menjadi orang asing dan bicara seperti orang asing, lalu menyuruh Ern melapor padaku tentang pangeran dalam kereta bayi. Sekarang kau berganti mengatakan, ia anak rombongan pekan raya, dan menghendaki agar aku pontang-panting ke Rawa Raylmgham untuk mencari seorang pangeran lagi di sana. Tidak bisa!"
"Aku sama sekali tidak menyuruh Anda pontang-panting," kata Fatty.
"Yang perlu Anda kerjakan hanyalah menelepon Inspektur Kepala dan menyampaikan segala galanya pada atasan
Anda itu. Nanti dia yang akan mengatakan, apa yang harus Anda lakukan "
"Dengar baik-baik." tukas Pak Goon, sementara air mukanya menjadi ungu karena marah.
"Bukankah aku sudah menceritakan segala macam pada Inspektur Kepala mengenai Putri Bongawee. adik perempuan Pangeran Bongawah lalu kemudian ternyata kesemuanya itu cuma perbuatanmu saja supaya aku mendapat malu? Kau tak usah menggeleng geleng begitu, karena aku tahu bahwa itu perbuatanmu! Waktu itu kau menghendaki bahwa aku melaporkan cerita konyol lainnya pada atasanku itu. Lalu sekarang ini! Tidak, aku tidak mau!"
"Lebih baik jika Anda melakukannya!" kata Fatty.
"Atau aku yang melapor? Jika aku yang melakukan, Anda tahu kan -nanti aku lagi yang mendapat pujian."
"Kau juga tidak boleh meneleponnya." bentak Pak Goon.
"Tidak bisakah kau tidak ikut ikut campur? Aku yang berwenang menangani tugas ini, tahu! Mengganggu pelaksanaan hukum -ya, itulah yang tidak henti hentinya kaulakukan .Kau ini anak kurang ajar, seorang..."
"Husy, husy, Pak Goon," kata Fatty sambil mendorong sepedanya ke luar
"Jangan marah marah. dong!"
Fatty menuntun Sepedanya sampai ke pintu pagar, lalu menaikinya. Saat itu ia menoleh, lalu berseru pada Pak Goon.
"O ya. nyaris saja aku lupa. Masih ada yang ingin kutanyakan, Pak Goon. Apakah 'gelandangan' yang berkelahi dengan Anda tadi masih sempat mengikat tali sepatunya yang terlepas?"
Fatty langsung berangkat. tanpa menunggu jawaban.
Sambil bersepeda ia terkekeh kekeh.
Sementara itu Pak Goon berdiri di ambang pintu, menatap sosok tubuh yang semakin menjauh ke dalam gelap.
Polisi desa itu merasa heran.
Dari mana anak gendut itu tahu bahwa gelandangan tadi berkata bahwa tali sepatunya lepas?
Pak Goon sendiri tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu.
Jadi, dari mana Fatty tahu?
Sekonyong-konyong Pak Goon tersadar.
Pasukan Mau Tahu 09 Misteri Pangeran Asing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia terhuyung huyung masuk ke kamar kerjanya, lalu jatuh terduduk di kursi.
Dibenamkannya kepala ke kedua belah tangannya.
Pak Goon mengeluh. 'Gelandangan' itu rupanya Fatty!
Ia, Pak Goon, tadi mengambil sepeda itu dari Fatty _ lalu membanggakan diri sendiri ketika Fatty melaporkan kehilangannya -dan kemudian mengembalikannya lagi, tanpa sedikit pun menyebut-nyebut lampu depan yang tidak ada!
Aduh, kenapa ia tadi sampai mengarang ngarang cerita hebat seperti itu?
Fatty pasti tertawa dalam hati mendengarnya!
Selama Setengah jam Pak Goon sibuk memikirkan apa saja yang ingin dilakukannya pada anak gendut sialan itu.
Tapi sayang, ia sendiri sadar bahwa ia takkan pernah mendapat kesempatan untuk melaksanakannya.
Fatty terlalu waspada!
Pak Goon kaget ketika telepon tiba-tiba berdering .
Disentakkannya gagang pesawat. lalu didekatkannya ke telinga. Kalau anak gendut itu lagi yang menelepon, akan didampratnya habis habisan.
Ternyata yang menelepon bukan Fatty. melainkan seorang petugas kepolisian .Petugas itu menyampaikan pesan dari InSpektur Kepala
"Di Situ polisi desa Pak Goon? Ada pesan dari Kepala Lewat salah seorang petugas kita .baru saja masuk laporan bahwa ada kemungkinan anak yang lenyap dari perkemahan sekolah sebetulnya bukan pangeran yang asli, melainkan seseorang yang menyamar. Foto Pangeran Bongawah, ketika diperlihatkan pada anak anak sekolah yang ikut berkemah, tidak dikenali sebagai anak yang mengaku pangeran dan ikut berkemah di lapangan. Kepala mengatakan, jika Anda mendengar apa apa mengenai hal ini harap laporkan dengan segera!"
Pak Goon melongo.
Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Wah, rupanya pesan Fatty yang disampaikan Ern padanya mungkin benar .
Bukan bikin-bikinan saja.
Kisah tentang pangeran yang dibawa pergi dengan kereta bayi lalu laporan Fatty bahwa anak itu sebenarnya anak rombongan pekan raya.
Benarkah itu?
"Pak Goon? Anda masih ada di sana?" kata petugas yang menelepon dengan nada tidak sabar
"Anda dengar kataku tadi?"
"ya, ya -aku mendengarnya," kata Pak Goon tergagap.
Ia merasa capek sekali. seolah olah baru saja lari jauh sekali.
"Terima kasih atas laporan menarik itu, Aku -hm, aku akan memikirkannya dulu lalu nanti kusampaikan laporan."
"Baiklah. Selamat malam." kata petugas yang menelepon, lalu memutuskan sambungan.
Untuk kedua kalinya Pak Goon merebahkan diri ke kursinya, lalu menutupi muka sambil mengerang.
Kenapa ia tidak meneruskan cerita Ern pada Pak Inspektur Kepala?
Sekarang ada orang lain menerima informasi itu, lalu menduluinya menyampaikan laporan.
Pak Goon mulai menyangsikan kecerdasan yang selama itu dianggapnya dimiliki olehnya.
"Mula-mula aku menelepon Kepala mengenai Putri Bongawee, padahal itu omong kosong semua," pikir Pak Goon.
"Setelah itu aku tidak menyampaikan laporan tentang pangeran yang dibawa pergi bersama bayi kembar dalam kereta bayi. Pasti itulah sebabnya kenapa anak-anak Sialan itu ada di pekan raya! Mereka berusaha melacak Jejak bayi kembar beserta ibu mereka di sana."
Pak Goon duduk merenung selama beberapa waktu.
Kemudian teringat olehnya ucapan Fatty padanya yaitu bahwa menurut perkiraannya, pangeran yang asli ada di Rawa Raylingham.
Benarkah itu?
Betulkah Fatty berpendapat demikian?
Beranikah ia menyampaikan laporan itu pada Pak Inspektur Kepala _atau mungkinkah
kemudian ternyata bahwa Rawa Raylingham sebetulnya tidak ada?
Pak Goon bingung.
Ia berjalan mondar-mandir dalam kamar kerjanya, sambil menjambak jambak rambut.
Ia berkeluh-kesah.
Kalau ia tidak melakukan sesuatu yang hebat sekarang, ada kemungkinan ia akan kehilangan pekerjaan nanti!
Pak Goon mengambil peta kepolisian dari daerah sekitar situ, lalu dicarinya tempat yang bernama Rawa Raylingham.
Ternyata tempat yang namanya begitu memang ada.
Tapi menurut peta. tempat itu berupa rawa saja -lain tidak!
Jangan-jangan di situ sama sekali tidak ada rumah tinggal!
"Satu-satunya kemungkinan untuk mengetahuinya adalah pergi ke sana sendiri," kata Pak Goon kemudian.
"Pukul berapa sekarang? Kelihatannya di dekat tempat itu ada stasiun. Adakah kereta yang sebentar lagi berangkat ke sana?"
Pak Goon melihat Jadwal keberangkatan kereta.
Ternyata ada satu kereta yang tiga perempat jam lagi akan berangkat. itu satu-satunya kereta yang masih ada malam itu.
Pak Goon bergegas-gegas menyiapkan diri.
Ia mengganti pakaian seragamnya dengan pakaian biasa. Mengintip-intip di sekitar tempat persembunyian penjahat, tidak bisa dilakukan dengan mengenakan pakaian seragam.
Dikenakannya celana panjang kelabu yang kedodoran, lalu baju kaus tebal berwarna kelabu pula dengan pinggiran kuning pada bagian leher dan bawah. Kepalanya
ditutupi dengan topi pet. Ia juga mengenakan jas dari kain wol kasar yang agak longgar. Setelah itu diamat-amatinya bayangan dirinya dalam cermin.
"Takkan ada yang mungkin mengira bahwa aku ini polisi," kata Pak Goon dalam hati.
"Hah! Aku Juga bisa menyamar. Saat ini aku seorang pelancong biasa yang hendak berkelana jalan kaki. Akan kubawa bekal dalam ransel, supaya nampak lebih asli!"
Nyaris saja Pak Goon tertinggal kereta, karena terlalu lama mematut-matut diri di depan cermin.
Setelah beberapa lama dalam perjalanan, akhirnya kereta memasuki sebuah stasiun kecil yang sunyi.
Itulah Stasiun Raylingham, dekat Rawa Raylingham.
Di stasiun dijumpainya seorang laki laki, yang merangkap bermacam-macam tugas. Penjaga karcis, pengangkat koper dan macam-macam lagi.
Orang itu kelihatannya heran melihat Pak Goon turun dari kereta.
"Anda tidak keliru turun tadi, Pak?" tanya orang
itu. "Tidak," jawab Pak Goon.
"Aku ini hm. aku ini pelancong, yang ingin melihat-lihat pemandangan daerah sini."
"Tapi jangan melancong malam-malam begini ke rawa," kata penjaga karcis merangkap tukang angkat koper sambil menggaruk-garuk kepala karena heran.
""Ada rumah tinggal atau tidak di sana?" tanya Pak Goon
"Tidak banyak tepatnya, hanya dua," kata petugas stasiun
"Yang satu rumah pertanian. letaknya ditempat yang agak tinggi Lalu yang satu lagi sebuah rumah besar. Kata orang, pemiliknya orang asing."
"Aha'" kata Pak Goon dalam hati.
"Itulah rumah yang kucari. Aku harus ke sana, lalu melihat-lihat di situ. Mungkin saja kujumpai pangeran yang hilang .Bahkan mungkin pula aku akan berhasil membebaskannya "
Dalam pikiran Pak Goon mulai terbayang hal-hal yang serba indah.
Ia, Pak Goon, menggendong Pangeran Bongawah, berjalan dengan susah payah merintis rawa berbahaya. Lalu -wah. bukan main indahnya lalu ada foto foto dirinya bersama pangeran cilik itu, terpampang di halaman depan berbagai surat kabar. Di bawahnya tertulis dengan huruf yang besar-besar,
"Polisi yang gagah berani menyelamatkan pangeran yang diculik!"
Pak Goon meninggalkan stasiun yang remang remang, masuk ke dalam kegelapan.
Di depan nampak suatu jalan kecil.
Pak Goon memutuskan untuk menyusur jalan itu dengan berhati-hati sekali.
Jalan itu pasti menuju ke suatu tempat!
Pegawai stasiun yang tugasnya macam-macam memandang Pak Goon pergi.
"Orang aneh," kata orang itu pada dirinya sendiri.
"Sudah sinting! Malam-malam begini
hendak berjalan-jalan ke rawa. Ia perlu dilaporkan pada polisi, supaya ada yang mengawasi."
Tapi tidak ada yang mengawasi Pak Goon yang tabah dan gagah berani.
Polisi desa itu berjalan seorang diri, di malam sepi.
PAK GOON LENYAP
Malam itu Fatty tidak berbuat apa-apa, kecuali meneliti peta untuk mencari lokasi Rawa Raylingham itu pun kalau memang ada tempat yang begitu namanya.
Ternyata ada!
Fatty mempelajari peta tempat itu dengan seksama.
"Kurasa aku bisa memasukinya lewat bagian yang agak tinggi di Sebelah sini," pikirnya.
"Di situ ada semacam jalan, menurut peta ini. Kecuali itu juga ada dua bangunan satu di salah satu tepi rawa, sedang yang lain di tengah-tengah. Di sana juga ada stasiun kereta api. Tapi lebih baik aku tidak naik kereta ke sana -karena itu akan menimbulkan kecurigaan."
Setelah itu Fatty tidur.
Ia bermaksud akan menceritakan rencananya besok pagi pada anak anak.
Saat itu ia sudah terlalu capek.
Lagipula, ia tidak ingin tersesat dalam rawa.
Keesokan paginya, ketika ia sedang sarapan. tiba-tiba telepon berdering.
Pelayan rumah menjawabnya, lalu masuk ke kamar makan.
"Untukmu, Frederick," kata pelayan itu.
"Pak InSpektur Kepala Jenks yang menelepon."
Fatty kaget, sementara ayahnya langsung menoleh ke arahnya.
"Kau kan tidak berbuat macam-macam lagi, Frederick?" kata ayahnya.
"Tidak, Pak -saya rasa tidak," kata Fatty.
Ia bergegas ke serambi tempat telepon, sambil berpikir-pikir.
Untuk apa Pak Jenks meneleponnya sepagi itu?
"Frederick? Kaukah ini?" tanya Pak Inspektur Kepala lewat telepon.
Suaranya terdengar tegas.
"Dengar baik baik. Pak Goon hilang. Kau tahu-menahu mengenainya?"
"Astaga!" seru Fatty kaget.
"Tidak, Pak _saya tidak tahu apa-apa mengenainya. Kemarin malam saya masih melihatnya, sewaktu -eh, anu, Pak _ia menemukan Sepeda saya. setelah saya anu .Setelah saya melaporkan bahwa sepeda saya hilang. Saat itu saya sama sekali tidak mendapat kesan bahwa ia kemudian akan menghilang."
"Tapi kenyataannya begitu," tukas Pak InSpektur Kepala dengan nada jengkel
"Ia tidak menjawab ketika ditelepon tadi pagi. Lalu ketika kukirim seorang polisi ke tempatnya, orang itu kemudian kembali dengan laporan bahwa Pak Goon pergi -tapi tidak mengenakan pakaian seragam."
"Dia kan tidak menghilang dengan pakaian piama saja seperti pangeran kecil itu?" kata Fatty, yang semakin merasa heran.
"Aku tidak tahu," kata Pak Inspektur Kepala.
"Takkan ada orang yang berniat menculik Pak Goon apalagi dari rumahnya sendiri .Aneh benar-benar aneh! Kau yakin bahwa kau tidak tahu
apa-apa Frederick? Kau biasanya lebih banyak tahu daripada orang lain!"
"Sekali ini tidak. Pak. Saya sungguh-sungguh tidak tahu ke mana ia pergi -atau ke mana ia bermaksud hendak pergi" kata Fatty dengan bingung.
"Saya Juga sama sekali tidak mengerti."
'Aku tidak punya banyak waktu untuk bicara lama lama." kata Pak Jenks.
"Kalau ada yang terpikir olehmu, hubungi aku lewat telepon "
Sebelum Fatty sempat mengatakan apa apa lagi, hubungan sudah terputus.
Selama beberapa saat Fatty masih berdiri sambil menatap gagang pesawat yang dipegang.
Ia benar benar tercengang mendengar kabar itu.
"Pak Goon menghilang! Kalau begitu ia pasti pergi setelah aku meninggalkan rumahnya. Saat itu hari sudah gelap, dan ia masih mengenakan pakaian seragamnya. Rupanya seragam itu kemudian dilepaskannya. Wah Jangan jangan ia menghilang dengan piama saja. Wah! Ini benar benar aneh,
" pikir Fatty.
Ia sampai lupa bahwa ia belum selesai sarapan.
Ia langsung mengambil sepedanya.
lalu berangkat ke rumah Larry.
Larry tercengang melihat Fatty muncul begitu pagi.
"Tidak ada waktu untuk bicara lama-lama," kata Fatty dengan segera.
"Kita ke rumah Pip. Kau juga ikut. Daisy. Banyak kabar baru!"
Kenyataannya memang begitu!
Anak-anak mendengarkan dengan asyik, sementara Fatty
menuturkan pengalamannya di pekan raya malam sebelumnya, serta cerita Rollo padanya.
"Jadi Sid ternyata benar, ketika ia mengatakan tentang anak laki laki yang bersembunyi di dasar kereta bayi," kata Fatty.
"Lalu sekarang kita sudah tahu apa sebabnya anak itu bersembunyi di Situ dan kenapa ia berpura-pura. berlagak sebagai Pangeran Bongawah."
"Tapi kita masih belum tahu di mana ia disembunyikan maksudku pangeran yang asli," kata Pip.
"Mungkin itu pun sudah kuketahui kini," kata Fatty, lalu ia menceritakan penuturan Rollo.
"Anak itu mengatakan bahwa pamannya, yaitu Pak Tallery, saat ini berada di Rawa Raylingham. Ia juga menceritakan bahwa pamannya itu terlibat dalam peristiwa penculikan yang sebenarnya. Ia yang menugaskan Rollo untuk menyamar menjadi pangeran gadungan. Kurasa karena Pak Tallery ada di Rawa Raylmgham. ada kemungkinannya Pangeran Bongawah yang asli ada di situ pula. Di tengah rawa itu mungkin ada tempat persembunyian yang bagus."
"Wah -hasil kerjamu hebat kemarin malam," kata Pip kagum.
"Pukul berapa kau akhirnya kembali?"
"Agak larut! Hari sudah gelap saat itu," kata Fatty.
"Padahal sepedaku tak berlampu .Lalu bayangkan aku tepergok Pak Goon!"
"Aduh," seru Bets dengan cemas.
"Apakah ia kemudian mengadu pada orang tuamu?"
"Tentu saja tidak. Ia sama sekali tidak tahu bahwa yang dipergoki itu aku. Kau lupa, saat itu aku kan menyamar sebagai gelandangan," kata Fatty sambil nyengir.
Diceritakannya betapa Pak Goon mengambil sepedanya. lalu bagaimana Fatty mengambil sepeda itu kembali.
Anak anak yang mendengar cerita itu tertawa terpingkal pingkal.
"Takkan ada yang bisa mengalahkan dirimu, Fatty." kata Daisy dengan yakin.
"Lalu, masih ada kabar apa lagi?"
"Memang masih ada yang paling hebat sengaja kusimpan sebagai penutup," kata Fatty.
"Pak Goon menghilang!"
Anak-anak yang lain melongo,
"Tahu tahu ia tidak bisa ditemukan pagi ini -demikian kata Pak InSpektur Kepala lewat telepon padaku tadi. Ia menghilang tanpa pakaian seragamnya. Nah! Ke mana ia mungkin pergi?"
Anak-anak tidak ada yang tahu.
Semua tercengang mendengar kabar itu.
"Aku juga bingung memikirkannya," kata Fatty.
"Ketika aku datang untuk menjemput sepedaku kemarin malam. ia sama sekali tidak kelihatan punya rencana hendak pergi ke mana pun juga."
"Kalau kau menyebut-nyebut tentang Rawa Raylingham padanya, ada kemungkinannya ia pergi ke sana," kata Bets.
"Pasti ia ingin menduluimu. Tapi ia kan tidak tahu apa-apa tentang tempat itu."
Fatty terkejut.
"Wah, Bets! Kau ini benar-benar ajaib" katanya.
"Seperti biasa, kau langsung berhasil menemukan jawaban yang dicari. Aku kemarin malam bercerita padanya tentang tempat itu tapi tadi aku lupa! Ya -di sanalah ia pasti berada!"
"Betul begitu pendapatmu, Fatty?" tanya Bets.
Wajah anak itu berseri-seri karena dipuji.
"Tentu saja," kata Fatty.
"Tapi entah apa yang kemudian terjadi dengan dirinya. Kau punya daftar perjalanan kereta, Pip? Takkan mungkin Pak Goon bersepeda ke sana, dan selarut malam kemarin takkan ada lagi bis. Tapi kalau kereta api, mungkin masih ada!"
Fatty menemukan kereta yang dicari pada jadwal keberangkatan kereta.
"Jadi itulah yang dilakukan olehnya!" seru Fatty.
"Begitu aku pergi kemarin. rupanya ia lantas mengganti seragamnya dengan pakaian sehari hari -lalu bergegas berangkat naik kereta untuk mencari sang Pangeran di Rawa Raylingham!"
"Tanpa mengatakan apa apa pada siapa pun juga," kata Pip.
"Keterlaluan sekali orang itu!"
"Sekarang apa yang akan kita lakukan mengenainya?" tanya Daisy.
"Adakah sesuatu yang bisa kita lakukan?"
Fatty menimbang-nimbang sesaat.
"Kurasa lebih baik pengetahuan kita ini tidak kita laporkan pada Pak Jenks. Ia pasti takkan mau menyuruh orang-orangnya mencari Pak Goon di tengah rawa, selama ia tidak tahu pasti bahwa Pak
Goon betul betul ada di sana. Jadi kita sendiri yang berangkat ke Rawa Raylingham!"
"Apa? Kita semua?" seru Bets girang
"Ya, kita semua," kata Fatty.
"Em juga ikut?" tanya Bets lagi, sambil menuding ke arah jalan masuk ke pekarangan rumah. Anak-anak yang lain menoleh ke situ, lalu langsung mengerang.
Mereka melihat Ern datang menghampiri.
Untung ia seorang diri.
"Yah kurasa tidak ada salahnya jika Ern kita ajak," kata Fatty.
"Makin ramai kita, makin asyik! Di sana kita akan kelihatan seperti serombongan anak yang sedang berkelana mencari bunga dan burung rawa yang jarang ditemui."
"Aku ingin mencari Bunga Goon," kata Bets sambil terkikik.
"Sedang kau bisa mencari Burung Ayo Pergi, Pip!"
"Halo, halo, halo!" sapa Ern.
"Apa kabar! Ada kabar baru?"
"Ya, bahkan banyak," kata Bets.
"Tapi sekarang tidak ada waktu untuk menceritakannya semua, Ern!"
"Pablebuat," kata Ern kecewa.
"Kenapa terburu-buru?"
"Kalau mau, kau boleh ikut dengan kami," kata Fatty.
"Nanti dalam perjalanan kita bisa bercerita. Mudah-mudahan saja kedua adikmu tidak menunggu di luar, Ern karena kami tidak bermaksud mengajak mereka."
"Aku datang sendiri," kata Ern.
"Perce sedang pergi membeli tali untuk tenda. sedang Sid sedang sibuk dengan permennya."
"Sudahlah, kita tidak punya waktu lagi," kata Fatty.
"Kita masih harus membeli perbekalan untuk perjalanan nanti. Kita beli saja makanan dan minuman di desa, karena untuk membuat sendiri tak sempat lagi. Kita berangkat dengan bis ke sisi timur rawa, dan dari situ meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki."
Anak-anak meninggalkan sepeda mereka di tempat Pip.
Mula-mula mereka membeli bekal makanan dan minuman dulu di toko desa. Tidak lama kemudian mereka sudah berada dalam bis yang menuju ke Raylingham. Fatty melarang anak-anak sedikit pun membicarakan misteri yang sedang diusut.
"Siapa tahu, mungkin saja dalam bis ada orang yang tahu-menahu mengenainya," katanya.
"Jangan sampai rahasia kita bocor dengan tidak sengaja."
Di tepi rawa mereka turun dari bis.
Sebelumnya sepanjang perjalanan mereka ramai mengobrol tentang bunga dan burung burung, sampai kondektur bis merasa pasti bahwa rombongan anak-anak itu bermaksud hendak mencari bunga dan burung di rawa.
"Kalian aman. selama mengikuti jalan-jalan yang ada di sana," katanya, sementara anak anak berkumpul di luar bis.
"Lihat jalan yang itu? Kalau kalian lewat di situ, kalian akan sampai di
tengah-tengah rawa. Nanti kalian akan melihat jalan-jalan lain yang menyimpang dari situ. Tapi hati hati jangan mengambil jalan yang terlalu kecil. Nanti tersesat'"
Anak anak berangkat.
Mungkinkah Pak Goon ada di sekitar situ?
Jangan-jangan ia terbenam dalam rawa. karena tidak melihat jalan di malam gelap!
"Terbenam. sampai hanya kepalanya saja yang masih tersembul ke luar." kata Bets sambil bergidik
"Hanya topi polisinya saja yang nampak."
"Ia pergi tanpa topi," kata Fatty.
"Tapi jangan khawatir. orang yang gemuknya seperti Pak Goon lama sekali baru akan terbenam seluruh tubuhnya! Rawa di Sini tidak begitu lembek tanahnya -setidak-tidaknya di musim panas sekarang ini pasti tidak'"
Tapi ketika Pip sekali terpeleset ke samping jalan. tahu-tahu kakinya sudah terbenam dalam lumpur sampai ke lutut!
Ia cepat cepat menarik kakinya keatas. lalu berjalan dengan lebih hati-hati lagi.
"Aku tidak mau mencari Bunga Goon di sini!" katanya.
"Kurasa tumbuhnya di sini takkan baik!"
RUMAH DI TENGAH RAWA
Anak anak merasa aneh di rawa itu.
Pemandangan sekeliling hijau semata-mata, penuh dengan lalat yang mengganggu. Ern merasa sebal sekali karenanya. Sedang anak anak yang lain sebal, karena Ern tidak henti-hentinya menepuk nepuk sambil menggerutu
"Lihatlah di sebelah sana ada bangunan, kelihatannya sebuah rumah," kata Fatty dengan tiba-tiba
"Itu, di sana di bagian yang agak tinggi itu, di mana terdapat pepohonan."
"Ah, senang rasanya melihat pohon lagi," kata Daisy.
"Aku sampai nyaris lupa. seperti apa wujudnya. Aduh, Ern sudahlah, Jangan menepuk nepuk terus' Saban kali aku terlonjak karena kaget, sedang hawa saat ini panas sekali."
"Yuk, kita lewat jalan kecil ini," kata Fatty.
Ia berhenti di ujung sebuah Jalan sempit yang berujung di Jalan yang sedang mereka lewati.
"Kelihatannya lewat sini kita akan menuju ke balik gerombolan pohon-pohon itu. Dengan begitu kita bisa melakukan penyidikan tanpa ketahuan orang."
"Apa itu penyidikan?" tanya Bets dengan segera.
"Itu artinya mengintai mengintip-intip," kata Fatty
"Jika Rawa Raylingham ini memang tempat persembunyian Pak Tallery dengan Pangeran Bongawah serta para penculiknya, kita tidak boleh sampai ketahuan "
Tapi ternyata mereka ketahuan juga.
Mereka mengendap endap lewat jalan setapak yang mengitari gerombolan pepohonan yang nampak tadi. Mereka berjalan sambil memandang ke tanah, untuk berjaga-jaga agar jangan sampai terperosok dalam lumpur. Ketika mereka melalui suatu tikungan, tahu tahu muncul dua orang laki laki di depan mereka.
Kedua orang itu tadinya berbaring di belakang rumpun gelagah, sehingga tak nampak oleh anak-anak.
Fatty serta kawan kawannya langsung berhenti melangkah.
Mereka kaget dan cemas menghadapi kemunculan secara tiba-tiba itu. Kedua laki laki di depan mereka kelihatannya seperti orang desa biasa. Hanya mata mereka saja berwarna gelap sekali.
Dan logat mereka aneh, ketika berbicara.
"Halo," kata Fatty, yang paling dulu pulih dari rasa kagetnya.
"Kalian mengejutkan kami."
"Kenapa kalian berjalan di tengah rawa berbahaya ini'?" tanya salah seorang laki-laki itu.
"Tempat ini berbahaya untuk anak-anak."
"Kami cuma berjalan-jalan saja, Pak," kata Fatty.
"Berkelana mempelajari alam lingkungan Kami kan tidak melanggar peraturan. Rawa ini milik negara jadi setiap orang boleh datang kemari."
"Kalian salah sangka!" kata orang yang satu lagi.
Matanya berkilat-kilat menatap Fatty.
"Tanah di sini merupakan bagian hak milik pertanian yang di sana itu. Itu yang di sana. Lihat tidak?"
"Ya," jawab Fatty.
"Tapi kami tidak berbuat apa apa. Karena sudah terlanjur sampai di sini, kami lanjutkan saja perjalanan sampai ke seberang sana."
"Tapi jangan lewat sini," kata orang yang pertama, sambil berdiri menghadang di tengah jalan sempit itu.
"Kalian bisa kembali ke lintasan utama. Kalau lewat sini, kalian melanggar hak milik orang!"
"Ada apa sih kami tidak boleh lewat sini?" tanya Fatty.
"Anda seolah olah hendak menyembunyikan sesuatu!"
"He -lihatlah!" seru Larry dengan tiba tiba, sambil menuding ke atas.
Pasukan Mau Tahu 09 Misteri Pangeran Asing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa itu? Kelihatannya seperti helikopter! Wah, jangan jangan hendak mendarat di tengah rawa. Pasti terbenam dalam lumpur nanti!"
Laki-laki yang pertama mengatakan sesuatu dengan nada galak dalam bahasa asing pada temannya. Keduanya lantas mendongak, memandang helikopter yang melayang layang di atas kepala. Kemudian seorang di antaranya mendorong Fatty ke belakang.
"Jangan omong kosong lagi!" sergah orang itu.
"Kalian harus menurut kataku! Ayo kembali ke lintasan utama, kalau kalian masih ingin selamat .Jauhi bagian ini!"
Fatty terhuyung.
Nyaris saja ia jatuh ke lumpur di sisi jalan setapak itu.
Ern marah melihat ada orang berani mengasari Fatty yang disayanginya.
Ia lantas maju dan mendorong orang yang mendorong Fatty.
Orang itu hilang keseimbangannya, lalu jatuh terjerembab ke tengah lumpur!
"Jangan. Ern!" kata Fatty dengan marah
"Apa gunanya kau berbuat begitu? Kesulitan kita malah makin bertambah. Ayo, kita kembali ke lintasan utama!"
Laki laki yang terjatuh ke lumpur marah sekali.
Ia merangkak ke luar, sambil berseru-seru dalam bahasa asing pada temannya
"Ayo, semuanya ikut dengan kami,
" kata laki-laki yang satu lagi dengan nada geram.
"Dengar tidak?! Ayo. berjalanlah di depan kami. Akan kami tunjukkan bahwa kami tidak main main tadi, ketika kami mengatakan bahwa kalian memasuki tanah milik pribadi!"
Sementara itu helikopter masih selalu saja melayang di atas kepala.
Tiba tiba kedua laki laki itu kelihatannya seperti sangat terburu buru.
Mereka menyuruh anak-anak lewat di Sisi mereka di jalan sempit itu, sampai semua sudah berada di
depan. Setelah itu disuruh berjalan cepat-cepat.
Tak seorang pun berbicara.
Fatty sibuk berpikir.
Helikopter yang di atas nampaknya hendak mendarat.
Di mana? Mestinya di dekat dekat situ ada tempat pendaratan kecil yang sengaja dibuatkan untuknya.
Siapakah yang akan diangkut pergi dengannya?
Pangeran Bongawah?
Kalau begitu, tentunya ia maSih ada di situ.
Kedua laki-laki itu tadi rupanya sedang berjaga-Jaga, menunggu kalau ada orang datang merintis rawa hari itu.
Jelaslah, saat itu sedang berlangsung sesuatu.
Sambil membisu terus, kedua laki laki yang menyergap tadi menyuruh anak-anak bergegas.
Bets ketakutan.
Ia tidak mau Jauh dari Fatty .
Ern juga ketakutan. sampai lupa memukul mukulkan tangan untuk mengusir lalat yang mengganggu.
Dan selama itu helikopter masih saja melayang di udara.
Rupanya menunggu isyarat untuk mendarat.
Kemudian anak anak memasuki suatu pekarangan yang luas. Pekarangan itu merupakan bagian dari suatu pertanian.
Mereka melihat ternak babi dalam kandang, sementara ayam ayam berkeliaran di mana-mana. Pemandangan di sekitar situ terasa sangat bernapaskan suasana pedesaan.
Bebek berenang renang dalam kolam sambil meleter. Seekor kuda yang sedang minum dari sebuah palung mengangkat kepalanya ketika anak anak memasuki pekarangan, lalu memandang mereka tanpa berkedip.
Agak ke belakang di pekarangan itu ada sebuah rumah yang besar sekali.
Dari cerobong asapnya yang tinggi nampak bahwa bangunan itu sudah kuno, mungkin berasal dari jaman Ratu Elisabeth l.
Sebuah pintu kecil terdapat di dinding rumah itu. yang letaknya tidak jauh dari mereka. Kedua laki-laki itu menggiring anak-anak ke pintu itu, yang
kemudian dibuka.
Anak anak didorong masuk lewat pintu itu.
Mereka menyusur sebuah gang yang panjang, lalu melalui tangga sempit yang arahnya melengkung, kemudian menyusur sebuah gang lagi yang berlantai papan yang sudah tua dan tidak rata.
Gang itu gelap.
Bets merasa seram di situ.
Ia menyelipkan tangannya ke dalam genggaman Fatty.
Fatty memegang tangan anak itu erat-erat, untuk menenangkannya.
Akhirnya mereka tiba di depan sebuah pintu.
Laki laki yang berjalan di depan membukakannya.
"Masuk," katanya, dan anak-anak masuk satu-satu ke dalam.
Ketika semua sudah masuk, pintu hendak ditutup kembali. Tapi Fatty cepat cepat meletakkan kakinya di ambang pintu.
"Kenapa kalian melakukan hal ini?" tanya Fatty.
"Kalian kan tahu, kalian nanti akan mengalami kesulitan! Kami kan anak-anak biasa, yang hendak berjalan-jalan di rawa. Apa sebetulnya yang kalian rahasiakan?"
"Kalian hanya sehari dua saja kami tahan di sini," kata laki-laki yang hendak menutup pintu.
"Alasannya ada saja yaitu kalian muncul pada saat yang tidak menguntungkan bagi kalian sendiri! Sekarang jangan macam-macam lagi, kalau tidak ingin celaka!"
Tiba-tiba laki-laki itu menyepak kaki-Fatty yang menghalangi, lalu cepat cepat membanting pintu sehingga tertutup.
Anak anak mendengar bunyi
kunci diputar di luar. disusul bunyi langkah orang pergi bergegas gegas dalam gang.
Dengan cemas Fatty memandang berkeliling ruangan di mana mereka berada.
Ruangan itu sempit dan gelap.
Dindingnya berlapis papan kayu yang kokoh. Fatty menghampiri sebuah jendela sempit dengan kaca kecil-kecil berbingkai batang batang timah. Ia membuka daun Jendela. lalu menyengukkan kepala ke luar.
Ternyata letak ruangan itu tinggi sekali di atas tanah.
Mereka takkan bisa keluar lewat situ, tanpa ada risiko cedera.
"Kenapa ini sebetulnya. Fatty!" kata Ern dengan suara gemetar ketakutan.
"Kutakut!"
"Mau tahu pendapatku?" kata Fatty dengan suara dipelankan.
"Kurasa Pangeran Bongawah dibawa dan disembunyikan di sini. ketika ia diculik dari mobil yang membawanya ke perkemahan. Kurasa ia ditawan di sini sampai sudah selesai segala perSiapan untuk membawanya pergi ke tempat lain. Untuk itulah helikopter tadi datang! Pesawat itu akan mendarat di salah satu tempat di sini. Pangeran Bongawah akan cepat cepat disuruh naik lalu setelah itu takkan ada lagi yang tahu bagaimana nasibnya selanjutnya."
Bets bergidik karena seram.
"Tak enak hatiku mendengarnya." kata anak itu.
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, Fatty? Mungkinkah orang orang tadi akan menyakiti kita?"
"Kurasa tidak," jawab Fatty.
"Menurutku, mereka menganggap kita merepotkan tapi dengan sangkaan bahwa kita hanya enam orang anak yang kebetulan saja lewat sambil berjalan jalan. Mereka sama sekali tak menduga bahwa kita sedang mencari Pak Goon. Mereka juga tak menyangka bahwa kita tahu-menahu tentang keSibukan yang sedang berlangsung di sini."
"Tapi walau begitu. apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Bets sekali lagi.
"Aku tidak suka di sini' Aku ingin keluar."
"Nah kudengar lagi bunyi baling baling helikopter," kata Pip saat itu.
"Bunyinya semakin mendekat. Rupanya hendak mendarat."
"Mungkinkah Pak Goon juga tertawan di sini?" kata Larry.
"Kita tadi sama sekali tidak melihat atau mendengar apa apa tentang dirinya. Jangan jangan ia sama sekali tidak datang ke Rawa Raylingham."
"Mungkin juga," kata Fatty.
Ia menghampiri pintu lewat mana mereka tadi masuk. lalu berusaha membukanya. Tapi tidak bisa. karena dikunci dari luar.
Diperhatikannya daun pintu.
Nampaknya sudah tua, tapi. buatannya kokoh sekali.
Tak mungkin bisa didobrak!
"Coba kaupakai teknikmu untuk keluar dari ruangan yang pintunya terkunci. Fatty," usul Daisy dengan tiba-tiba.
"Di bawah daun pintu ini ada
celah yang cukup lebar. Kurasa kau bisa melakukannya!"
"Memang itulah yang sedang kupikirkan," kata Fatty.
"Satu satunya yang kuperlukan adalah selembar surat kabar, atau selembar kertas yang cukup lebar. Tapi hari ini aku sama sekali tidak membawa kertas atau surat kabar. Sekali ini aku ceroboh!"
"Aku punya buku komik," kata Ern, tanpa disangka-sangka
"Bisakah itu dipakai? Apa yang hendak kaulakukan, Fatty?"
"Keluar lewat pintu yang terkunci ini," kata Fatty.
Ern tercengang mendengarnya.
Ia mengeluarkan buku komik yang sudah kumal dari kantongnya, lalu menyerahkannya pada Fatty.
"Bagus," kata Fatty dengan nada puas.
Dihamparkannya buku komik itu di lantai, lalu digesernya dengan hati hati sampai hanya sedikit saja ujungnya yang masih ada dalam ruangan.
Ern memperhatikan kesibukan Fatty dengan pandangan bingung .
Bagaimana itu bisa membuka pintu yang dikunci dari luar?
Sementara itu Fatty mengambil sebuah kotak kecil dari kulit yang ada dalam kantongnya.
Ia membuka kotak itu.
Di dalamnya nampak berbagai perkakas kecil dari logam, serta segulung kawat.
Fatty mengambil gulungan kawat itu lalu meluruskannya.
Kawat yang sudah lurus itu dimasukkannya ke dalam lubang kunci. lalu digerak gerakkannya dengan hati hati.
Ia Sibuk memutar dan mendorong .
Tiba tiba terdengar bunyi sesuatu yang jatuh di balik pintu.
Bunyinya tidak keras.
Ern memperhatikan dengan mulut ternganga.
Ia masih juga belum mengerti, apa sebetulnya yang sedang dikerjakan oleh Fatty.
Tapi anak-anak yang lain tahu, karena sudah pernah melihat Fatty melakukan perbuatan itu. Mereka tahu bahwa yang Jatuh itu anak kunci yang tersodok kawat yang didorong dorong oleh Fatty.
"Mudah mudahan jatuhnya di atas komik," kata Fatty.
Ia membungkuk, lalu dengan pelan pelan menarik kembali hamparan buku komik ke dalam kamar.
Ia bekerja dengan hati-hati sekali.
Sedikit demi sedikit semakin banyak bagian buku yang tertarik kembali ke dalam. Anak anak menarik napas lega, ketika akhirnya anak kunci muncul dari celah antara daun pintu dan lantai.
Dengan segera Fatty memungutnya.
Napas Ern tersentak, sementara matanya semakin melotot.
"Huahh kau ini benar-benar hebat!" katanya pada Fatty.
"Kau ini jenius! Sungguh!"
"Diam, Ern," kata Fatty.
Ia memasukkan anak kunci ke dalam lubangnya, lalu memutarnya.
Pintu terbuka.
Kini mereka bisa pergi dari Situ!
FATTY BERAKSI
"Dengar dulu sebentar," kata Fatty dengan pelan pada teman-temannya.
"Kurasa sebaiknya jangan kita semua yang pergi. Kalau beramairamai, kita gampang ketahuan nanti! Jadi kuusulkan, biar aku sendiri saja yang pergi dulu, untuk mengamati keadaan. Jika aku menemukan pesawat telepon, dengan segera aku akan menelepon Pak Inspektur Kepala dan memintanya agar mengirimkan orang orangnya kemari dengan segera."
"Ya. ya!" kata Bets dengan senang. karena membayangkan bahwa mereka akan diselamatkan.
"Setelah itu aku akan mencoba mencari pangeran itu walau aku khawatir bahwa aku takkan sempat mencegah dirinya diangkut pergi dengan helikopter itu. itu jika mereka bermaksud berangkat dengan segera," kata Fatty.
"Lalu bagaimana dengan Pak Goon?" tanya Larry.
"Apakah kau juga akan mencarinya?"
"Tentu saja," kata Fatty.
"Tapi yang terpenting saat ini adalah menghubungi Pak Jenks serta berusaha merintangi para penjahat agar jangan bisa membawa lari Pangeran Bongawah. Kalian menunggu saja dulu di sini. Kalian terpaksa kukunci
lagi dari luar, karena siapa tahu _ mungkin nanti datang orang. Kan berbahaya, jika ia melihat pintu tak terkunci lagi. Tapi kalian kan tahu bagaimana caranya keluar jika kalian bermaksud begitu. Larry. Jadi kalian tidak perlu merasa cemas "
"Tapi bagaimana jika ada orang datang lalu melihat bahwa kau tak ada di sini lagi?" tanya Bets dengan tiba-tiba.
Ia merasa cemas. membayangkan kemungkinan itu.
"Kurasa mereka takkan tahu, karena tadi kita kan tidak dihitung," kata Fatty,
"Yah -aku pergi saja sekarang!"
"Selamat jalan," bisik teman-temannya.
"Hati hati!"
Fatty menghilang dalam gang yang gelap.
setelah mengunci kembali pintu dari luar dan membiarkan anak kunci terselip di lubangnya.
Fatty berjalan dengan sangat berhati hati.
Mereka kebetulan sekali datang pada saat terpenting dalam misteri itu, dan ia tidak ingin menyia nyiakan kesempatan baik itu!
Pertama-tama ia harus mencari pesawat telepon dulu.
Di mana kiranya ia bisa menemukannya?
Di mana biasanya pesawat telepon berada. Tentu saja di tingkat bawah.
Mungkin di serambi dalam.
Kalau benar begitu, itu akan menyulitkan dirinya untuk menelepon karena pasti akan ada yang mendengarnya.
Tiba-tiba Fatty teringat, bahwa kadang kadang ada juga orang yang menempatkan pesawat telepon dalam kamar tidur.
Misalnya saja ibunya
sendiri. Gunanya apabila ia kebetulan sedang sakit, ia masih bisa berhubungan dengan teman temannya lewat telepon, atau untuk memesan barang barang belanjaan ke toko.
Mungkin saja di rumah ini ada pesawat telepon di kamar tidur, pikir Fatty.
Sebaiknya ia memeriksa saja sebentar.
Kalau ternyata memang ada, persoalannya akan menjadi jauh lebih gampang baginya.
Fatty mengintip ke dalam kamar-kamar.
Dua di antaranya mewah sekali perlengkapannya, jika diingat bahwa rumah itu tempat pertanian. Fatty berdiri di ambang pintu salah satu kamar itu, sambil memandang berkeliling dengan matanya yang tajam.
Kemudian wajahnya menjadi cerah.
Ia melihat pesawat telepon berwarna hijau muda, terletak di samping tempat tidur besar berwarna hijau yang terdapat di satu sisi kamar itu.
Wah! Akan bisakah ia menghampiri pesawat itu lalu menelepon tanpa ketahuan?
Fatty berjingkat-jingkat menghampiri, setelah menutup kembali pintu dengan sangat berhati hati.
Diambilnya pesawat telepon itu dan dibawanya merangkak ke kolong tempat tidur.
Mudah mudahan saja di situ suaranya tidak begitu terdengar dari luar, pikirnya.
Dengan hati berdebar keras, Fatty mengangkat gagang pesawat dan mendekatkannya ke telinga.
Lega sekali perasaannya ketika sejenak kemudian ia mendengar suara seseorang.
Pasti itu pegawai
kantor telepon, pikir Fatty.
Memang, di kota kota
kecil sambungan telepon belum lagi otomatis
waktu itu. Masih harus disambungkan.
Dengan suara pelan, Fatty meminta sambungan.
"Dengan polisi," katanya.
"Harap cepat sedikit."
Tidak lama kemudian didengarnya suara orang lain berbicara.
"Di sini kantor polisi."
"Di sini Frederick Trotteville," kata Fatty, masih dengan suara pelan.
"Saya ingin bicara dengan Pak Inspektur Kepala. Cepat, ini penting sekali."
Setelah menunggu sesaat, terdengar suara Pak Jenks, Lega sekali perasaan Fatty mendengar suara yang dikenal baik olehnya itu.
"Ya, Frederick _ada apa?"
"Saya saat ini berada di rumah pertanian yang terletak di tengah Rawa Raylingham, Pak," kata Fatty.
"Saya merasa yakin, pangeran asing yang diculik orang itu juga berada di sini. Di luar ada helikopter yang akan mendarat. Jadi saya rasa kami datang pada saat yang tepat -karena kemungkinannya sebentar lagi pangeran itu akan dibawa pergi dari sini. Kami tadi tertangkap, Pak _ tapi saya berhasil minggat dan menemukan pesawat telepon. Kami semua ada di sini termasuk Ern. Bisakah Anda mengirim orang-orang Anda kemari?" '
Selama beberapa detik Pak Jenks tidak menjawab.
Rupanya ia kaget.
Fatty bisa membayangkan wajah Inspektur Kepala itu, yang pasti tercengang.
Tapi dengan segera terdengar lagi
suaranya yang tegas lewat sambungan telepon.
"Ya, dengan segera akan kukirimkan orang orangku ke sana. Bertahanlah sampai kami datang. Dan usahakan sebisa bisa kalian untuk mencegah pangeran itu dibawa pergi. Kau pasti bisa melakukannya, Frederick! Bagus!"
Selesai menelepon, Fatty mengembalikan gagang pesawat ke tempatnya.
Ia mendesah puas.
Sebentar lagi bantuan pasti datang.
Sekarang ia sudah bebas, jadi bisa mengintai intai untuk melihat apa yang perlu diketahui.
Coba ia bisa tahu di mana Pangeran Bongawah berada saat itu!
Dengan berhati-hati Fatty merangkak keluar dari kolong tempat tidur. Pesawat telepon dikembalikannya ke tempat semula. Setelah itu ia berjingkat-jingkat ke pintu.
Keadaan sunyi sepi.
Pintu dibukanya pelan pelan.
Ia mengintip ke dalam gang.
Tak ada siapa-siapa di situ.
"Sebaiknya kucari pintu yang terkunci," kata Fatty dalam hati.
"Cuma itu saja gagasan baik yang bisa kupikirkan saat ini. Sebentar rumah ini ada dua bangunan di sisinya, sedang aku berada di tengah-tengah. Mestinya tadi kami dikurung dalam kamar di salah satu sisi. Mungkin pangeran itu dikurung di sisi lainnya."
Dengan berhati hati Fatty menjengukkan kepala dari sebuah jendela, untuk melihat ke sisi lain dari rumah itu.
Dengan segera perhatiannya tertarik pada sebuah jendela yang berterali .
Ah pasti itulah kamarnya!
Fatty pergi ke gang.
Adakah jalan lain menuju sisi yang hendak didatanginya itu. kecuali lewat tangga utama lalu menyusur serambi tengah?
Mungkin saja ada!
Fatty mengendap endap, sampai di ujung atas tangga utama. Dari arah bawah didengarnya suara orang bercakap-cakap.
Asalnya dari salah satu ruangan di situ.
Tiba-tiba ia melihat sesuatu di luar, lewat jendela ambang tangga.
Ia melihat helikopter, yang saat itu lambat lambat bergerak menurun!
Fatty memperhatikan. sampai hilang di balik bangunan besar yang kelihatannya seperti lumbung .
Pasti di belakangnya ada tempat pendaratan!
Kening Fatty berkerut.
Ia harus bertindak cepat sekarang.
Besar kemungkinannya pangeran itu akan dibawa pergi dengan segera!
Fatty kembali ke ambang tangga.
Di situ dilihatnya ada lorong sempit memanjang .
Mungkin lewat lorong itu ia bisa sampai di sisi yang hendak dituju.
Fatty tidak ragu-ragu sedikit pun.
Dengan segera ditelusurinya lorong sempit itu. walau masih selalu dengan berhati-hati sekali.
Ternyata dugaannya benar.
Lorong itu menuju ke sisi bangunan yang hendak didatangi olehnya.
"Sekarang tinggal mencari kamar berjendela dengan terali. yang kulihat tadi," pikir Fatty dengan gembira.
Tapi detik itu juga ia cepat cepat mundur, dengan hati berdebar keras karena cemas.
Ia mendengar bunyi pintu ditutup lalu dikunci disusul
suara seseorang yang mengatakan sesuatu dengan suara keras.
Fatty bersembunyi di balik tirai sebuah jendela .Ia nyaris tidak berani bernapas saat itu. Didengarnya langkah orang berjalan di depannya. Orang itu menuju ke ambang tangga, lalu pergi entah ke mana.
Ketika keadaan sudah sunyi kembali, barulah Fatty berani muncul dari balik tirai tebal. Dengan cepat ia berjingkat-jingkat menyusur lorong,
Dilewatinya dua kamar yang terbuka pintunya, Akhirnya ia sampai di depan sebuah pintu yang tertutup.
Dicobanya membuka pintu itu.
Ternyata terkunci!
Tapi untung baginya, anak kunci pintu itu dibiarkan terselip dalam lubangnya.
Dengan cepat Fatty memutar anak kunci itu.
Pintu terbuka, dan Fatty menjengukkan kepalanya ke dalam.
Dalam kamar itu dilihatnya seorang anak laki-laki berkulit coklat. Anak itu kurang lebih sepantar besarnya dengan Pip. Sedang potongan tubuh serta warna kulitnya mirip dengan Rollo.
Ketika mendengar pintu terbuka, anak itu mendongak dengan wajah masam.
"Pangeran Bongawah?" bisik Fatty.
Anak laki-laki itu mengangguk, sementara air mukanya berubah menjadi tercengang.
Rupanya ia heran melihat Fatty tiba-tiba muncul di ambang pintu.
"Kalau begitu cepatlah keluar," ajak Fatty.
"Aku datang untuk menyelamatkanmu!"
Anak laki-laki itu bergegas ke pintu, sambil cepat-cepat bicara dalam bahasa asing
"Diam!" kata Fatty.
"Kau ingin semuanya datang kemari, ya! Sekarang ikut aku, dan jangan ribut ribut!"
Anak itu menurut.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, diikutinya Fatty yang sudah berjalan lebih dulu. Dengan jantung berdebar keras, Fatty mengajak anak bangsawan itu kembali menyusur lorong sempit, cepat cepat melintasi ambang tangga utama, lalu menyusur gang yang menuju ke sisi lain dari rumah itu.
Dengan cepat Fatty membuka pintu tempat teman-temannya masih berada, lalu mendorong anak asing itu ke dalam.
Anak-anak yang lain melongo ketika melihat Fatty yang nyengir gembira, berdiri di samping anak yang tidak mereka kenal, yang kelihatannya bangsa asing itu.
"Aku berhasil menemukan Pangeran Bongawah," kata Fatty dengan perasaan bangga.
Pasukan Mau Tahu 09 Misteri Pangeran Asing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kurasa tempat teraman baginya saat sekarang adalah di sini. Ia bisa bersembunyi dalam lemari itu. Takkan ada yang akan mencarinya di sini, di mana kita terkurung!"
"Wah, Fatty macam-macam saja akalmu!" kata Bets.
"Pangeran yang malang. Pasti ia bingung. tidak tahu apa yang sebetulnya terjadi."
Kemudian Pangeran Bongawah berbicara.
Ternyata bahasa Inggrisnya bagus sekali. Terdengar
anggun, sehingga anak-anak langsung agak membungkuk untuk memberi hormat
"Berhari-hari lamanya aku ditawan di sini," kata bangsawan cilik itu.
"Selama itu aku sedih dan
ketakutan. Apakah kalian ini kawan-kawanku?"
"O ya," kata Bets dengan ramah.
"Tentu saja kami kawanmu. Kau pasti aman sekarang, setelah diselamatkan oleh Fatty!"
"Aku tadi berhasil menemukan pesawat telepon dalam suatu kamar tidur. Lalu aku langsung menghubungi Pak Inspektur Kepala," kata Fatty.
Ia masih saja nyengir karena gembira.
"Wah pasti kaget para penjahat nanti, apabila tahu tahu melihat polisi datang dari arah rawa, lalu mengepung rumah ini."
"Kau memang jenius. Fatty," kata Ern penuh kekaguman.
"Menurutku, kau pantas langsung diangkat menjadi inspektur kepala. Sungguh!"
"Kau berhasil menemukan Pak Goon atau tidak, Fatty?" tanya Daisy.
Fatty menggeleng.
"Sayangnya, tidak," katanya.
"Aku sama sekali tidak menemukan jejaknya. Aku mulai sangsi sekarang. apakah ia memang datang kemari!"
"Pokoknya, untung kita semua mengira bahwa ia ke sini," kata Bets.
"Sebab kalau tidak. kita takkan menyusul kemari! Dan kalau itu yang terjadi, kesemuanya ini takkan kita alami."
"Kau tadi melihat helikopter itu mendarat?" tanya Daisy.
"Kami melihatnya. turun ke balik lumbung besar."
"Ya, aku pun..."
Fatty tidak menyelesaikan kalimatnya.
Ia tertegun, lalu mendengarkan baik baik.
Anak anak mengikuti perbuatannya. Mereka mendengar suara berteriak teriak di luar
disusul dengan pintu pintu terbanting keras serta
langkah berlari-lari.
Ada apa lagi sekarang?
"Para penjahat sudah tahu bahwa Pangeran tidak ada lagi di tempat ia terkurung tadi," kata Fatty dengan wajah berseri seri.
"Pasti mereka kaget sekali! Sekarang pasti ramai. Helikopter Sudah siap untuk membawanya pergi -tapi tahu tahu Pangeran Bongawah tidak ada lagi' Cepat, Pangeran masuklah ke lemari itu Dan jangan ribut di situ. Kau harus diam!"
Pangeran Clllk itu bergegas masuk ke dalam lemari, yang kemudian cepat cepat ditutup pintunya oleh Bets.
Sambil membisu, anak-anak mengikuti keributan yang berlangsung di luar.
Mereka mendengar langkah bergegas gegas menyusur gang di depan kamar mereka. Bunyinya nyaring, berketak-ketuk di atas lantai papan.
Tahu tahu pintu mereka terbuka dengan cepat. Seorang laki-laki berwajah gelap menjengukkan kepala ke dalam. Matanya berkilat kilat karena marah.
"Mungkin ia ada di sini!" teriak orang itu pada kawan-kawannya yang di luar
"Mungkin saja anak-anak ini menyembunyikannya. Periksa kamar ini!"
AKHIR PETUALANGAN
Anak-anak kaget sekali mendengarnya.
Bets langsung pucat pasi mukanya.
Hanya Fatty saja yang tetap tenang.
"Ada apa?" tanyanya pura-pura tidak tahu.
"Siapa yang kalian sangka ada bersama kami di sini? Kami berenam kalian kurung di sini, entah kenapa dan kami masih tetap berenam dalam kamar ini!"
Laki-laki yang berdiri di ambang pintu membentaknya, sehingga Fatty memutuskan untuk lebih baik jangan mengatakan apa-apa lagi .Sementara itu tiga laki-laki masuk ke dalam kamar sempit itu. lalu mulai menggeledah. Beberapa saat kemudian seorang di antara mereka membuka pintu lemari, dan -Pangeran Bongawah ketahuan!
Laki-laki yang pertama masuk tadi langsung mencengkeramnya, lalu menggoncang goncangkan tubuhnya dengan sengit!
Sambil berbuat begitu orang itu berteriak-teriak dalam bahasa asung.
Pangeran Bongawah meringkuk ketakutan .Ia diseret keluar, diikuti oleh Fatty yang ribut memprotes.
"He, tunggu dulu," katanya.
"He, tahukah kalian bahwa..."
Laki laki berwajah galak itu berpaling ke arah Fatty sambil mengangkat tangannya untuk memukul.
Tapi sebelum ia sempat melakukannya, dari ujung gang terdengar seseorang berseru.
"Polisi! Polisi datang. Tom baru saja melihat mereka. datang dari arah rawa Kita dikhianati!"
Keributan yang terjadi sesudah itu benar-benar membisingkan telinga.
Fatty memanfaatkan kesempatan baik itu.
Ditariknya Pangeran Bongawah masuk kembali ke dalam kamar.
Anak anak yang lain juga didorong masuk olehnya.
Dengan cepat Fatty mengambil anak kunci yang masih terselip di luar. lalu dikuncinya pintu dari dalam!
Setelah itu dipandangnya anak anak yang nampak ketakutan.
Fatty nyengir puas!
"Jangan takut lagi mereka tidak bisa mengapa apakan kita sekarang. Kita terkunci kembali tapi kunci pintu ada pada kita!"
"Aduh. Fatty aku takut melihat laki laki itu," kata Bets sambil menangis.
"Betul betul sudah amankah kita sekarang? Jangan-jangan mereka nanti mendobrak pintu ini!"
"Mereka takkan sempat lagi karena pasti
semua ingin menyelamatkan diri masing masing." kata Fatty.
"Kita bisa duduk-duduk dengan tenang
di sini lalu baru keluar apabila segala galanya
sudah beres!"
"Nah itu bunyi helikopter lagi." kata Pip sekonyong konyong.
Rupanya helikopter itu berangkat kembali, karena diperingatkan kawanan penjahat agar cepat-cepat lari dari Situ.
"Tapi aku tidak jadi dibawa!" kata Pangeran Bongawah dengan gembira, lalu menyambung dalam bahasanya sendiri, yang sama sekali tidak dimengerti oleh anak anak yang lain.
Tidak banyak yang dapat dilihat lewat jendela sempit yang ada dalam kamar itu. Anak-anak tiba-tiba melihat dua orang polisi muncul dan bergegas lari menuju rumah. Lalu tahu tahu nampak seorang laki laki lari pontang panting melintasi pekarangan, dikejar seorang polisi bertubuh kekar.
Keduanya lenyap lagi dari pandangan.
Sebentar-sebentar terdengar teriakan, disertai bunyi gedebak gedebuk.
"Sayang aku tidak bisa ikut dalam keasyikan di luar itu," kata Fatty menyesal.
"Aku malah senang," kata Ern, yang nampak sangat takut.
"Asyik? Kalau bagiku, asyik bukan begini! Ini kan berbahaya. Menyeramkan!"
Setengah jam kemudian keadaan di luar tenang kembali.
Apakah para penjahat sudah berhasil diringkus semuanya?
Fatty memasang telinga baik baik, begitu pula anak-anak yang lain.
Kemudian mereka mendengar seseorang berseru seru dengan suara lantang.
"Frederick! Di mana kau? Frederick!"
"Itu Pak Inspektur Kepala!" kata Fatty dengan lega.
Ia bergegas membukakan pintu, lalu berseru ke dalam gang
"Di sini. Pak! Kami semua selamat!"
Setelah itu ia berpaling pada teman temannya.
"Yuk," katanya.
"Sekarang keadaan pasti sudah aman. Ayo, Ern. Atau lututmu terlalu lemas, sehingga tidak kuat berjalan?"
"Ya, sedikit," kata Ern.
Dengan tersaruk saruk ia ikut keluar.
Pak Jenks menyongsong mereka di ujung atas tangga utama.
"Kalian lengkap semuanya?" tanya kepala polisi itu.
Kemudian ia menuding Pangeran Bongawah.
"Siapa dia ini'?"
"Pangeran Bongawah, Pak?" kata Fatty.
"Saya berhasil menemukannya .Para penjahat berhasil diringkus semuanya, Pak?"
"Kurasa begitu," kata Pak Inspektur Kepala.
Pangeran Bongawah ditariknya mendekat.
"Kau tidak cedera? Kau tidak diapa apakan para
penjahat?"
"Tidak, Pak," jawab pangeran cilik itu.
"Paman saya yang mengatur penculikan ini. Saya..."
"Nanti saja kau menceritakannya, Nak," kata
Inspektur Kepala
Ia berpaling pada Fatty.
"Nah, Frederick bagus sekali kerjamu kali ini. Aku benar-benar tidak bisa mengerti, dari mana kau sampai mengetahui adanya tempat ini lalu datang sendiri kemari menemukan pangeran yang hilang lalu di tengah para penjahat masih sempat menelepon polisi. Luar biasa! Kau bahkan mengajak semua anggota Pasukan Mau Tahu bersamamu kecuali Buster! Mana anjingmu itu?"
"Terpaksa ditinggal, Pak," kata Fatty.
"Saya khawatir kalau kalau ia masuk ke dalam lumpur lalu terbenam di situ. Sayang ia tidak bisa ikut dalam keasyikan ini. Buster paling senang kalau bisa ikut dalam perkelahian!"
"Di tepi rawa ada beberapa mobil polisi," kata Inspektur Kepala.
"Dua diantaranya sedang dipakai mengangkut para penjahat ke kantor polisi. Tapi sebentar lagi pasti sudah kembali, lalu kalian akan kuantar pulang."
"Kalau begitu masih ada waktu untuk melihat lihat sebentar di sini, Pak," kata Fatty.
"Aneh -ada pertanian di tengah rawa."
Anak-anak merasa lega, ketika sudah berada lagi di tengah alam bebas. Saat itu mereka tiba-tiba melihat seorang wanita mengintip dari suatu pintu, Wanita itu ketakutan nampaknya.
"Siapa itu?" tanya Fatty dengan heran.
"Dia pelayan di sini." jawab Pak InSpektur Kepala.
"Untuk sementara ia kami biarkan di sini, karena ternak kan perlu ada yang mengurus."
Beramai ramai mereka meneruskan langkah, mengitari pekarangan. Kemudian mereka pergi ke balik lumbung besar, ke tempat helikopter tadi mendarat.
Ternyata di situ ada lapangan terbuka, sengaja dibuat untuk pendaratan helikopter.
Setelah melihat lihat tempat itu sesaat, mereka pergi menuju sekelompok bangunan gudang yang ada di dekat situ. Sambil berjalan mereka bercakap cakap. Semua merasa senang bahwa kejadian itu kini berakhir dengan memuaskan. Tapi
tiba tiba semua tertegun.
Mereka mendengar bunyi yang aneh.
"Bunyi apa itu?" tanya Larry.
"Kedengarannya datang dari gudang itu. Mungkinkah di dalamnya ada binatang? Mungkin sapi jantan!"
Saat itu terdengar lagi bunyi yang serupa.
Bergedebuk-gedebuk sementara pintu gudang itu bergetar keras.
"Lebih baik berhati hati," kata Pak Jenks.
"Kedengarannya seperti sapi jantan yang sedang marah."
Kemudian terdengar bunyi mendengus, mengerang dan teriakan.
"Ah -itu bukan sapi jantan," kata Fatty.
"Kedengarannya seperti campuran manusia dengan sapi jantan. Kulihat saja sebentar. Tapi tidak lewat pintu melainkan lewat jendela!"
Jendela gudang itu sangat tinggi letaknya. Fatty mengambil sebuah tangga panjat, lalu menyandarkannya ke dinding gudang. Dengan cekatan ia memanjat ke atas, lalu mengintip ke dalam lewat jendela.
Sesaat kemudian ia sudah turun lagi. Fatty nyengir!
"Rupanya teman Bapak, Pak," katanya, sambil membuka palang yang menutup pintu dari luar.
Seketika itu juga pintu terbuka dengan keras.
Seorang bertubuh besar. bertampang dekil dan berkeringat muncul di ambangnya. Rambut orang itu tegak acak acakan.
Ia tegak sambil mengangkat kepalan tinju
"Goon!" seru Pak Inspektur Kepala.
Ia kaget sekali.
"Goon! Apa apaan betul kaukah itu? Goon!"
Ya orang itu memang Pak Goon.
Keadaannya memelas sekali saat itu.
Dekil, seolah-olah bergelimang dalam segala macam kotoran. Rambutnya yang acak-acakan penuh dengan jerami.
Napasnya terengah-engah.
Matanya menatap heran, ke arah orang orang yang berada di depannya. Kemarahannya segera susut, begitu ia melihat Pak Jenks. atasannya.
"Selamat pagi, Pak," kata Pak Goon, sambil buru buru berusaha membereskan rambutnya.
"Ke mana saja kau menghilang. tanpa meninggalkan pesan apa-apa?" tanya Pak Inspektur Kepala
"Sampai pusing kami mencari'"
"Saya -anu, Pak saya tiba-tiba mendapat firasat bahwa ada sesuatu terjadi di sini," kata Pak Goon, masih dengan napas terengah engah.
"Naik kereta penghabisan, Pak lalu entah bagaimana tersesat di tengah rawa. Tahu-tahu terbenam dalam lumpur. Saya menjerit minta tolong."
"Aduh, kasihan," kata Bets, yang memang baik hati.
"Lalu ada orang datang menolong Anda?"
"Menolong? Hahh!" tukas Pak Goon sambil mendengus. Kedengarannya persis bunyi sapi jantan yang marah.
"Ya aku memang mereka tarik keluar dari dalam lumpur -tapi kemudian didorong masuk ke dalam kandang sapi itu! Aku dikurung di dalamnya! Pada hal apa salahku? Pak
-mereka semuanya perlu ditangkap! Menyiksa polisi. Punggung saya digebuk, Pak!"
"Jangan khawatir, mereka semua sudah ditangkap," kata Pak Jenks.
"Sayang kau tadi tidak ikut dalam keasyikan itu "
"Huah, Paman tampangmu kocak," kata Ern dengan tiba-tiba, lalu tertawa keras.
Saat itu Pak Goon baru menyadari bahwa keponakannya juga ada di situ.
"Ern! Kau juga ada di sini? Apa yang kaulakukan di sini, ikut campur dalam urusan ini?" bentak Pak Goon.
"Awas -berani menertawakan diriku!"
"Jangan kurang ajar, Ern!" tukas Fatty.
Ia merasa kasihan pada Pak Goon.
Segala informasi sudah diteruskannya pada polisi desa itu tapi Pak Goon masih saja mengacaukan segala galanya.
"Pak Goon benar-benar berakal, ya Pak ketika ia memutuskan datang kemari," kata Fatty dengan polos pada Pak Inspektur Kepala.
"Maksudku datang mendului kami. Cuma sialnya, ia kemudian terperosok ke dalam rawa. Coba kalau itu tidak terjadi pasti kasus ini sudah diselesaikan sendiri olehnya!"
Pak Goon nampak puas mendengar kata-kata itu.
Tiba-tiba saja ia suka pada Fatty. Ternyata anak itu tidak terlalu kurang ajar pikirnya.
Sementara itu Pak Jenks memandang Fatty.
"Akal memang baik.Keberanian hebat. Sedang kecerdikan, itu jarang," katanya.
"Tapi yang paling bagus adalah kemurahan hati,
Frederick. Kapan-kapan aku pasti akan bangga terhadapmu!"
Muka Fatty merah mendengar pujian itu.
Pak Goon juga mendengarnya, tapi ia tidak mengerti apa sebenarnya maksud kata-kata atasannya. Polisi desa itu melangkah maju, sambil mengibas ngibaskan pakaiannya yang kotor.
"Jadi semuanya sudah selesai, ya?" katanya.
"Apa sebetulnya yang terjadi, Pak?"
"Sebaiknya kau bersihkan saja badanmu dulu," kata Pak Jenks sambil memandang bawahannya itu.
"Kau mungkin tak tahu, betapa dekilnya tampangmu. Dan kalau kau terkurung sejak kemarin malam, kau tentunya sangat lapar dan haus sekarang. Mintalah makan dan minum pada perempuan yang ada di dalam rumah."
"Saya memang sangat lapar dan haus," kata Pak Goon.
"Anda panggil saja kalau memerlukan saya, Pak!"
"Beres," kata Pak Inspektur Kepala.
"Kami memang sedang menunggu mobil yang akan datang menjemput."
"Sampai nanti, Paman," kata Ern.
Tapi pamannya tidak mau menjawab.
Pak Goon langsung pergi menuju rumah.
Langkahnya tersaruk-saruk, tapi tidak menimbulkan kesan lesu. Bukankah ia lebih dulu datang ke Situ, mendului anak anak?
Bukankah hal itu diakui sendiri oleh anak gendut itu?
Kalau begitu, ia tidak perlu merasa sedih!
"Aneh juga misteri kita kali ini," kata Bets, Ia menggandeng tangan Pak Inspektur Kepala.
"Mula mula kelihatannya seperti sama sekali tidak ada petunjuk mengenainya. Sama sekali tidak ada apa-apa. yang bisa dijadikan pegangan dalam menyelidiki. Tapi tahu-tahu segala galanya terjadi seolah-olah meledak di sekeliling kami!"
Semua tertawa mendengar perkataannya.
"Bets merasa asyik dengan misteri ini," kata Fatty.
"Ya, kan, Bets? Aku juga senang!"
"Aku juga," kata Ern, ikut me-nimbrung.
"Benar-benar mengasyikkan! Sayang Perce dan Sid tidak ikut mengalami akhirnya. Pablebuat!"
"Ya pablebuat!" kata anak-anak serempak sambil cekikikan.
Pak Inspektur Kepala tersenyum.
"Kapan kalian liburan lagi?" katanya.
"Waktu Natal? Begitu. Yah kalau begitu sampai misteri yang akan datang dan semoga akhirnya memuaskan seperti sekarang!"
Ebook dipersembahkan oleh Group Fb Kolektor E-Book
https://m.facebook.com/groups/1394177657302863
dan Situs Baca Online Cerita Silat dan Novel
http://ceritasilat-novel.blogspot.com
Sampai jumpa di lain kisah ya !!!
Situbondo,11 September 2018
Terimakasih
TAMAT Bunga Untuk Poppi 1 Joko Sableng 23 Istana Sekar Jagat Telaga Emas Berdarah 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama